5
Komoditi hortikultura mudah sekali mengalami kerusakan setelah dipanen. Pemilihan umur yang kurang tepat, cara panen dan pengangkutan yang kurang hati-hati serta pengemasan yang kurang baik dapat mengakibatkan kerusakan dalam jumlah yang besar yaitu kerusakan mekanis, fisiologis, kimiawi, dan mikrobiologis. Buah yang memiliki mutu rendah sebagai akibat dari kerusakan tersebut dapat dimanfaatkan menjadi berbagai macam hasil olahan menjadi berbagai macam produk untuk mendapatkan nilai tambah dan juga dapat memungkinkan pada saat bukan musimnya masih dapat menikmati cita rasa buah sesuai dengan cita rasa buah segarnya (Basuki, 2010). Salah satu masalah utama produk hortikultura setelah dipanen adalah sifatnya yang mudah rusak oleh pengaruh mekanis serta kandungan air yang tinggi, sehingga memungkinkan adanya aktivitas enzim dan mikroorganisme pembusuk. Kulit buah sangat mudah mengalami kerusakan karena goresan atau gesekan sehingga diperlukan penganganan pasca panen yang benar, agar sesampainya di tangan konsumen buah tersebut tetap dalam keadaan matang segar dengan warna yang menarik serta mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Kerusakan pasca panen produk hortikultura di daerah tropis berkisar 5-50% (Rahmawati, 2011). Pada pasca panen atau saat penyimpanan, buah dapat mengalami susut fisik (penurunan bobot buah), susut kualitas (terjadi perubahan bentuk, warna, dan tekstur buah), serta susut nilai gizi (penurunan kadar asam organik dan vitamin) (Tranggono dan Sutardi, 1990).

PENYIMPANAN DINGIN DAN KELEMBABAN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCA PANEN

Citation preview

Page 1: PENYIMPANAN DINGIN DAN KELEMBABAN

Komoditi hortikultura mudah sekali mengalami kerusakan setelah dipanen. Pemilihan

umur yang kurang tepat, cara panen dan pengangkutan yang kurang hati-hati serta pengemasan

yang kurang baik dapat mengakibatkan kerusakan dalam jumlah yang besar yaitu kerusakan

mekanis, fisiologis, kimiawi, dan mikrobiologis. Buah yang memiliki mutu rendah sebagai

akibat dari kerusakan tersebut dapat dimanfaatkan menjadi berbagai macam hasil olahan menjadi

berbagai macam produk untuk mendapatkan nilai tambah dan juga dapat memungkinkan pada

saat bukan musimnya masih dapat menikmati cita rasa buah sesuai dengan cita rasa buah

segarnya (Basuki, 2010).

Salah satu masalah utama produk hortikultura setelah dipanen adalah sifatnya yang mudah

rusak oleh pengaruh mekanis serta kandungan air yang tinggi, sehingga memungkinkan adanya

aktivitas enzim dan mikroorganisme pembusuk. Kulit buah sangat mudah mengalami kerusakan

karena goresan atau gesekan sehingga diperlukan penganganan pasca panen yang benar, agar

sesampainya di tangan konsumen buah tersebut tetap dalam keadaan matang segar dengan warna

yang menarik serta mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Kerusakan pasca panen produk

hortikultura di daerah tropis berkisar 5-50% (Rahmawati, 2011).

Pada pasca panen atau saat penyimpanan, buah dapat mengalami susut fisik (penurunan

bobot buah), susut kualitas (terjadi perubahan bentuk, warna, dan tekstur buah), serta susut nilai

gizi (penurunan kadar asam organik dan vitamin) (Tranggono dan Sutardi, 1990).

Ada beberapa macam cara penyimpanan yang dilakukan untuk mempertahankan kesegaran

buah dan sayur, antara lain yaitu (Liu, 1999):

1. Udara dingin biasanya digunakan pada rumah-rumah penyimpanan, atau di bawah

tanah atau di gudang penyimpanan menggunakan udara dingin alami.

2. Penyimpanan menggunakan lemari pendingin (cold storage) mengontrol suhu dan

kelembaban udara.

3. Penyimpanan dengan kontrolled atmosphere (CA) mengendalikan konsentrasi oksigen

dan karbon dioksida, sebagai tambahan untuk suhu dan kelembaban.

4. Penyimpanan dengan modified atmosphere (MA) juga mengontrol konsentrasi oksigen

dan karbondioksida, walau tidak sebaik CA, dengan menggunakan lembar polimer

semipermiabel.

Menurut Liu (1999), pengendalian yang baik pada temperatur, kelembaban dan komposisi

udara memaksimalkan umur simpan suatu produk.

Page 2: PENYIMPANAN DINGIN DAN KELEMBABAN

Asas dasar penyimpanan dingin adalah penghambatan respirasi oleh suhu tersebut

(Pantastico, l997). Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan,

antara lain kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis. Pada

pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara pendinginan dan pembekuan. Pendinginan

dan pembekuan merupakan salah satu cara pengawetan yang tertua. Namun dalam praktikum ini

kami hanya menggunakan penyimpanan suhu rendah yaitu pendinginan.

Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang digunakan

masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya antara – 1oC sampai +

4oC. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses biokimia akan terhambat. Pendinginan

biasanya akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu,

tergantung kepada jenis bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di rumah-rumah

tangga adalah dalam lemari es yang mempunyai suhu –2oC sampai + 16oC.Pendinginan dapat

memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme, dimana pada umumnya setiap penurunan

suhu 8C, kecepatan reaksi akan berkurang menjadi kira-kira setengahnya. Karena itu

penyimpanan dapat memperpanjang masahidup jaringan-jaringan dalam bahan pangan, karena

keaktifan respirasi menurun (Winarno dkk, l982).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendinginan yaitu : Suhu, Kualitas bahan mentah.

Sebaiknya bahan yang akan disimpan mempunyai kualitas yang baik, perlakuan pendahuluan

yang tepat misalnya pembersihan/ pencucian atau blansing, Kelembaban umumnya RH dalam

pendinginan sekitar 80 – 95 %. Sayur-sayuran disimpan dalam pendinginan dengan RH 90 – 95

%. Aliran udara yang optimum distribusi udara yang baik menghasilkan suhu yang merata di

seluruh tempat pendinginan, sehingga dapat mencegah pengumpulan uap air setempat.(Ossir,

2011).

Teknik Atmosfer Termodifkasi merupakan suatu cara penyimpanan dimana tingkat

konsentrasi O2 udara bebas ( 21 %) diturunkan, dan tingkat konsentrasi CO2 udara bebas (0,03

%) ditingkatkan, dengan cara memodifikasi atmosfer normal (Kader, 1992). Penurunan O2 dan

peningkatan CO2 telah terbukti mengurangi laju respirasi dan memperpanjang masa simpan

buah (Ahmad,dkk, 2001). Teknologi atmosfir termodifikasi dengan menggunakan CO2 telah

digunakan untuk mengendalikan serangga yang menyerang buah-buahan atau produk

hortikultura lain yang disimpan, tetapi belum banyak informasi mengenai pengaruh CO2

terhadap aspek biologi Sitophilus zeamais (Susanto, 1994).

Page 3: PENYIMPANAN DINGIN DAN KELEMBABAN

Teknik pengemasan MAP adalah cara pengemasan menggunakan plastik film tertentu

sehingga menghasilkan konsentrasi gas (O2 dan CO2) di dalam kemasan yang optimum.

Penyimpanan dalam kemasan plastik merupakan salah satu cara penghambatan kematangan buah

karena pengemasan ini mencegah masuknya oksigen ke dalam atmosfir penyimpanan sehingga

tercipta udara seperti udara termodifikasi. Di samping itu, pengemasan plastik ini juga berguna

untuk mengurangi resiko kerusakan oleh mikroorganisme perusak (Dumadi, 2001). Film

kemasan Polyethilen (PE) merupakan bahan pengemas plastik yang baik digunakan pada sistem

penyimpanan dengan atmosfir termodifikasi karena mempunyai permeabilitas yang cukup besar

terhadap CO2 dibandingkan dengan O2 (Rosalina, 2011).

Page 4: PENYIMPANAN DINGIN DAN KELEMBABAN

Ahmad,dkk. Effect of Reduced O2 and Increased CO2 (Controlled Atmosphere Storage) on The Rippening and Quality of Ethylene Treated Banana Fruit.International Journal Of Agriculture And Biology 3 (4) : 486 – 490.

Basuki, E., Prarudiyanto, A., dan Wiliyanto, U. 2010. Pengaruh Konsentrasi NaOH terhadap Kualitas Mangga CV. MADU Selama Penyimpanan dalam Plastik Polietilen. Jurnal Agroteksos. Vol 20 (1) : 31-40.

Dumadi, Suryatmi. 2001. Penggunaan Kombinasi Adsorban Untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Pisang Cavendish. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 12 (1) : 13 – 20.

Kader, A.A. 1992. Biochemical and Fisiologycal Basis of Effects to Controlled and Modified Atmosphere on Fruits And Vegetables. Food Tech 40(5)

Liu, F.W. 1999. Postharvest Handling in Asia 2 Horticultural Crops. http://www.fftc.agnet.org/library/article/eb465b.html. Diakses tanggal 24 Desember 2011.

Pantastico, Er. B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. (Diterjemahkan oleh Kamariayani; editor Tjitrosoepomo). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Rahmawati, IS., Hastuti, ED., dan Darmanti, S. 2011. Pengaruh Perlakuan Konsentrasi Kalsium Klorida (CaCl2) dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Asam Askorbat Buah Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.). Jurnal Anatomi dan Fisiologi. 20 (1) : 62-70.

Rizky, OsSir. 2011. Penyimpanan Bahan Pangan Suhu Rendah (Pendinginan & Pembekuan).http://lordbroken.wordpress.com/category/keilmuan/pengemasan-dan-pengawetan/. Diakses tanggal :24 Desember2011

Susanto. 1994. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen. Akademika: Yogyakarta.Tranggono dan Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Universitas Gadjah Mada:

Yogyakarta.