322

Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,
Page 2: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

 

 

 

Page 3: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

 

 

 

PenyuntingPenyuntingPenyuntingPenyuntingPenyunting

M. SyamsudinM. SyamsudinM. SyamsudinM. SyamsudinM. Syamsudin

FH UII Press

Kontributor:Prof. Dr. M. Koesnoe, S.H.Prof. Heddy Shri Ahimsa Putra, M.A., M.Phill., Ph.D.Prof. Dr. Amin AbdullahProf. Jawahir Thontowi, S.H., Ph.D.Dr. M. Syamsudin, S.H., M.H.Bambang Sutiyoso, S.H., M.Hum.

Page 4: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

ILMU HUKUM PROFETIKILMU HUKUM PROFETIKILMU HUKUM PROFETIKILMU HUKUM PROFETIKILMU HUKUM PROFETIK

Gagasan Awal, Landasan Kefilsafatan danGagasan Awal, Landasan Kefilsafatan danGagasan Awal, Landasan Kefilsafatan danGagasan Awal, Landasan Kefilsafatan danGagasan Awal, Landasan Kefilsafatan danKemungkinan Pengembangannya di Era PostmodernKemungkinan Pengembangannya di Era PostmodernKemungkinan Pengembangannya di Era PostmodernKemungkinan Pengembangannya di Era PostmodernKemungkinan Pengembangannya di Era Postmodern

Dr. M. Syamsudin, S.H., M.H.(Penyunting)

Cetakan Pertama, Desember 2013xiv + 312 hlm

Sampul : RanoLay out: M. Hasbi Ashshidiki

PenerbitPusat Studi Hukum (PSH) FH UII

kerjasama denganFH UII Press

Jl. Tamansiswa 158 YogyakartaPO BOX. 1133 Phone: 379178

[email protected]

ISBN: 978-602 -1123-01-0

Page 5: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

v

KATA SAMBUTANKATA SAMBUTANKATA SAMBUTANKATA SAMBUTANKATA SAMBUTAN

Bismillahirrahmanirrahiem,Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Pertama- tama saya ingin menyampaikan apresiasi kepada PusatStudi Hukum (PSH) Fakultas Hukum UII yang telah berhasilmenerbitkan buku berjudul: ILMU HUKUM PROFETIK Gagasan Awal,Landasan Kefilsafatan dan Kemungkinan Pengembangannya di EraPostmodern. Saya kira buku ini adalah buku yang pertama kali hadiruntuk mewacanakan tentang Ilmu Hukum Profetik di tengah-tengahpara penstudi hukum. Semangat dari kehadiran buku ini nampaknyatidak terlepas dari upaya pencarian dan penemuan kebenaran di tengah-tengah krisis epistemologi Ilmu Hukum Modern yang terbukti telahbanyak membawa problem terhadap peradaban manusia. EpistemologiIlmu Hukum modern telah menjauhkan manusia dari nilai-nilai hukumyang berbasis pada nilai-nilai ketuhanan (transendensi), sehinggamelahirkan cara berilmu hukum dengan karakter materialistik,pragmatik, hedonis dan atheistik yang telah menyebabkan dehumnaisasi,karena manusia berjalan sendiri tanpa petunjuk (huda) dari Yang MahaKuasa. (wahyu).

Setelah saya membaca isi naskah buku tersebut, ternyata isinyatidak jauh berbeda dengan semangat dan gagasan yang pernah

Page 6: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Kata Sambutanvi

diwacanakan di lingkungan FH UII pada tahun 90-an yang kemudianterumuskan dalam Pola Ilmiah Pokok (PIP) FH UII. Pola Ilmiah Pokoktersebut berfungsi sebagai norma dasar akademis yang memberi arahseluruh aktifitas di FH UII yang dinyatakan di dalam keseluruhankurikulum, silabus dan kegiatan akademik penunjang. Mengacu padaPIP tersebut pendidikan di FH UII diberi tema PENEGAKAN HUKUMYANG BERWAWASAN QURANI. Oleh karena itu FH UII sangatberkepentingan dan menyambut baik terbitnya buku tersebut. Sayamenganjurkan kepada para dosen dan juga mahasiswa hukum untukmembaca buku tersebut, kemudian melakukan diskusi terhadapgagasan-gagasan yang dimunculkan pada buku tersebut.

Terakhir saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih yangsebanyak-banyaknya kepada Sdr.M.Syamsudin dkk di Pusat StudiHukum (PSH) yang telah merancang kegiatan serial diskusi yangmembicarakan tentang Ilmu Hukum Profetik ini, yang kemudianhasilnya diwadahi dalam bentuk buku yang terbit kali ini. Saya berharappengkajian Hukum Profetik tidak berhenti sampai sebatas diterbitkanbuku ini, tapi terus dikaji dan dikaji sampai jelas sosok dan strukturkeilmuanya. Saya kira buku ini baru membahas dari aspek filsafatkeilmuan hukumnya belum sampai pada strukturnya, seperti apasebenarnya Ilmu Hukum Profetik itu. Ini yang perlu dikembangkanlebih lanjut oleh PSH. Selamat membaca buku ini dan terimakasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Yogykarta, Desember 2013Dekan FH UII,

Ttd

Dr. H.Rusli Muhammad, S.H.,M.H.

Page 7: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

vii

Bismillahirrahmaanirrahiem,

Segala puji dan pujian hanya milik Allah, Tuhan seru sekalian alam,hanya kepada Mu kami menyembah, mohon petunjuk, pertolongan dantambahan ilmu pengetahuan. Berkat Rahmat dan hidayahMualhamdulillah naskah buku yang sederhana ini dapat terselesaikan dankemudian tersajikan di hadapan para pembaca yang budiman yangsangat mencintai ilmu pengetahuan.

Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia(PSH FH UII) Yogyakarta pada periode kepengurusan 2010-2014 telahmenyelenggarakan Program Paket Serial Diskusi dengan Topik“Menggagas Ilmu Hukum Berparadigma Profetik sebagai LandasanPengembangan Ilmu Hukum di FH UII”. Tujuan dari diskusi tersebutdirancang untuk menggali, menemukan dan kemudian membangunIlmu Hukum berbasis pada Paradigma Profetik serta untukmengembangkan kemungkinan pendidikan hukum yang berbasis padaIlmu Hukum Profetik sebagai Local Genius di FH UII Yogyakarta.

Diskusi tersebut berlangsung selama 4 (empat) seri denganmenghadirkan para nara sumber yang kompeten, yaitu: Seri I, Prof. Dr.Erlin Indarti, S.H.,M.A. (dosen FH Undip Semarang); dan Dr. Mudzakir,S.H.,M.H. (dosen FH UII) dengan topik bahasan ‘Meninjau Perkembangan

KATA PENGANTARKATA PENGANTARKATA PENGANTARKATA PENGANTARKATA PENGANTAR

Page 8: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Kata Pengantarviii

Paradigma Keilmuan dan Implikasinya pada Keilmuan Hukum di EraPostmodern’. Seri II, Prof. Heddy Shri Ahimsa Putra, M.A., M.Phill.,Ph.D.(Dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM) dan Dr. Salman Luthan, S.H.,M.H.(dosen FH UII) dengan topik bahasan ‘Paradigma Profetik dan KemungkinanAplikasi dan Pengembangannya bagi Keilmuan Hukum’. Seri III, Prof. Dr.Amin Abdullah (dosen UIN Sunan Kalijaga) dan Prof. Jawahir Thonthowi,S.H.,Ph.D. (dosen FH UII), dengan topik bahasan ‘Perkembangan FilsafatHukum Islam dan Implikasinya pada Keilmuan Hukum’. Seri IV, Prof. HeddyShri Ahimsa Putra, M,A.,M.Phill.,Ph.D. (dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM)dan Dr. Busjro Muqoddas, SH.,M.Hum. (dosen FH UII) dengan topikpembahasan ‘Menggagas Ilmu Hukum Berbasis Paradigma Profetik Ditinjaudari Filsafat Ilmu dan Ilmu Hukum’.

Dari hasil serial diskusi tersebut terkumpul beberapa makalah daripara nara sumber dan makalah-makalah tersebut menjadi materi pokokbuku ini yang diberi judul ILMU HUKUM PROFETIK, Gagasan Awal,Landasan Kefilsafatan dan Kemungkinan Pengembangannya di EraPostmodern. Namun sayangnya tidak semua materi dari nara sumberdapat tertampung dalam naskah buku ini, karena ada sebagian makalahdalam bentuk power point, sehingga tidak dapat diterbitkan. Dari materipokok tersebut kemudian diperkaya dan dikembangkan denganmakalah pendukung lain yang ditulis oleh para dosen FH UII denganpembagian topik-topik tertentu.

Sebagaimana judulnya, buku ini dihadirkan dan diwacanakan kepadasidang pembaca lebih-lebih para pecinta ilmu (ilmuwan) untuk mengajakdan sekaligus menantang untuk mencari dan menemukan gagasan barutentang perlunya pengembangan Ilmu Hukum yang berparadigma profetik.Bagi Ilmu Hukum sendiri, munculnya Paradigma Profetik yang digagasoleh Kuntowijoyo dan dilanjutkan oleh Heddy Shri Ahimsa-Putra, terasamendapatkan ideologi baru yang patut diwadahi dan kemudiandikembangkan sebagai alternatif kajian ilmu hukum di tengah-tengah situasikrisis epistemogi keilmuan hukum modern barat. Pada tahapan awal halpenting dan mendasar yang ditawarkan dalam buku ini adalah mencari

Page 9: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

ix

landasan kefilsafatan dari ilmu hukum profetik. Buku ini pada intinya telahmencoba menguraikan konsep paradigma profetik yang kemudiandijabarkan menjadi dasar filosofi keilmuan hukum profetik baik dari dimensiontologis, epistemologis maupun aksiologisnya. Untuk selanjutnya sosokdan struktur dari Ilmu Hukum Profetik itu sendiri masih membutuhkankerja keras untuk penjabaran lebih lanjut.

Dalam proses penulisan buku ini, banyak pihak yang telahmenyumbangkan kontribusinya baik berupa gagasan / pikiran, tenagadan finansial yang tak terhitung nilainya pada penulisan buku ini, sehinggabuku ini dapat hadir dan tersaji di hadapan para pembaca. Oleh karenaitu sudah sepatutnya kami mengucapkan banyak terimakasih kepada:1. Dekan FH UII, Dr. Rusli Muhammad, S.H.,M.H, dan juga Wakil

Dekan Dr. Saifudin, S.H,M.H., yang telah banyak mendukung dariaspek kebijakan program dan anggaran finansial kepada PSH padaacara diskusi dan juga proses penerbitan buku ini;

2. Para nara sumber dan kontributor yang telah mensedekahkan ilmunyaatau makalahnya pada serial diskusi dan juga naskah buku ini, semogailmunya bermanfaat dan menjadi amal jariyah yang tidak terputus;

3. Para dosen dan karyawan FH UII yang telah banyak berkontribusipada kegiatan diskusi dan penulisan buku ini;

4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatudalam kesempatan ini.

Kami berdo’a, mudah-mudahan amal baik semua pihakmendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Mudah-mudahanpula karya yang sederhana ini dapat bermanfaat untuk pengembangankeilmuan hukum baik secara teoretis maupun praktis. Amien.

Yogyakarta, Desember 2013Kepala Pusat Studi Hukum (PSH) FH UII

Periode 2010-2014

Dr. M. Syamsudin, S.H., M.H.

Page 10: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

x

Kata Sambutan ~ vKata Pengantar ~ viiDaftar Isi ~ x

BAB 1 : PENDAHULUANOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. Syamsudin

A. Memahami Persoalan Keilmuan dan Ilmu HukumDewasa ini ~ 1

B. Urgensi Kehadiran Ilmu Hukum Profetik ~ 7C. Apa dan Mengapa Digunakan Istilah Profetik? ~ 14D. Sistematika dan Deskripsi Muatan Isi Buku ~ 19

BAB 2 : PARADIGMA PROFETIK (Sebuah Konsepsi)Oleh Heddy Shri Ahimsa-PutraOleh Heddy Shri Ahimsa-PutraOleh Heddy Shri Ahimsa-PutraOleh Heddy Shri Ahimsa-PutraOleh Heddy Shri Ahimsa-Putra

A. Pengantar ~ 25B. Paradigma: Apa itu? ~ 28

1. Paradigma: Sebuah Definisi ~ 292. Unsur-unsur (komponen-komponen) Paradigma ~ 323. Skema Paradigma ~ 44

C. Paradigma Profetik dan Islam ~ 471. Basis Epistemologis ~ 47

DAFTAR ISIDAFTAR ISIDAFTAR ISIDAFTAR ISIDAFTAR ISI

Page 11: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Daftar Isi xi

2. Asumsi Dasar tentang Basis Pengetahuan ~ 513. Asumsi Dasar tentang Obyek Material ~ 564. Asumsi Dasar tentang Gejala yang Diteliti ~ 575. Asumsi Dasar tentang Ilmu Pengetahuan ~ 586. Asumsi Dasar tentang Ilmu Sosial dan/atau Alam

Profetik ~ 597. Asumsi Dasar tentang Disiplin Profetik ~ 60

D. Etos Paradigma Profetik ~ 601. Basis Semua Etos: Penghayatan ~ 612. Etos: Pengabdian ~ 623. Etos Kerja Keilmuan ~ 644. Etos Kerja Kemanusiaan ~ 65

E. Model Paradigma Profetik ~ 671. Model (Struktur) Rukun Iman dan Transformasinya

~ 672. Model (Struktur) Rukun Islam dan Transformasinya

~ 70F. Implikasi Epistemologi Profetik ~ 72

1. Implikasi Permasalahan ~ 732. Implikasi Konseptual ~ 733. Implikasi Metodologis Penelitian ~ 744. Implikasi Metodologis Analisis ~ 745. Implikasi Teoretis ~ 746. Implikasi Representasional (Etnografis) ~ 75

G. Implikasi Paradigma Profetik ~ 751. Transformasi Individual ~ 752. Transformasi Sosial (Kolektif) ~ 76

H. Penutup ~ 77

BAB 3 : LANDASAN ONTOLOGI ILMU HUKUMPROFETIKOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. Syamsudin

A. Pengatar ~ 79B. Pengaruh Paradigma Positivisme pada Ontologi Ilmu

Hukum ~ 85C. Pengaruh Paradigma Post-Positivisme pada Ontologi Ilmu

Hukum ~ 89

Page 12: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

xii

D. Posisi Ilmu Hukum di Tengah Perkembangan berbagaiParadigma ~ 91

E. Ontologi Hukum sebagai Wilayah Terbuka ~ 95F. Dimensi Ontologi dalam Ilmu Hukum Profetik ~ 100

BAB 4 : LANDASAN EPISTEMOLOGI ILMU HUKUMPROFETIKA. Pengantar ~ 109B. Meninjau Pemikiran Ilmu, Ilmiah Modern dan Dasar

Filsafatnya Dewasa Ini, Suatu Tinjauan dalam RangkaPersepektif Wawasan Ajaran Ke-Islaman ~ 110Oleh M.KoesnoeOleh M.KoesnoeOleh M.KoesnoeOleh M.KoesnoeOleh M.Koesnoe

1. Pendahuluan (1) ~ 1102. Tatanan Pemikiran Menuju ke Pemikiran Ilmu dan

Ilmiah ~ 1113. Hubungan Pemikiran Ilmu dan Ilmiah dengan Filsafat

~ 1154. Dasar Filsafati Pemikiran Ilmu dan Ilmiah Modern ~

1165. Ajaran Islam tentang Pengetahuan dan Pemikiran

Keilmiahan ~ 1256. Pendahuluan (2) ~ 1277. Andalan Utama tentang Dasar Kemampuan

Mengetahui Manusia ~ 1338. Dinamika Kegiatan Keilmuan dan Keilmiahan Kaum

Muslimin ~ 1359. Mencari Keseimbangan ~ 13810.Ilmu dan Keilmiahan dalam Wawasan Ke-Islaman ~

14511.Penutup ~ 151

C. Prinsip-Prinsip Epistemologi tentang PengembanganIlmu pengetahuan di dalam al-Qur’an ~ 154Oleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. Syamsudin

D. Paradigma Profetik dalam Hukum Islam MelaluiPendekatan Systems ~ 161Oleh Amin AbdullahOleh Amin AbdullahOleh Amin AbdullahOleh Amin AbdullahOleh Amin Abdullah

Page 13: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Daftar Isi xiii

1. Pendahuluan ~ 1612. Respon Intelektual Muslim Kontemporer terhadap

Perubahan Sosial ~ 1623. Progressif-ijtihadi dalam Tafsir al-Qur’an: Abdullah

Saeed ~ 1684. Pendekatan Systems dalam Hukum Islam: Jasser Auda

~ 1725. Keutamaan Etika/the Primacy of Ethics ~ 2046. Penutup ~ 207

E. Basis Epistemologi Ilmu Hukum Profetik ~ 209Oleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. Syamsudin

1. Asumsi Dasar tentang Basis Pengetahuan ~ 2152. Asumsi Dasar tentang Objek Material ~ 2173. Asumsi Dasar tentang Disiplin ~ 219

BAB 5 : LANDASAN AKSIOLOGI ILMU HUKUMPROFETIKA. Pengantar ~ 221

Oleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. Syamsudin

B. Paradigma Profetik dalam Pengembangan PendidikanHukum ~ 224Oleh Jawahir ThontowiOleh Jawahir ThontowiOleh Jawahir ThontowiOleh Jawahir ThontowiOleh Jawahir Thontowi

1. Pendahuluan ~ 2242. Makna dan Fungsi Paradigma ~ 2263. Paradigma dan Filsafat Ilmu Hukum ~ 2324. Pemikiran Hukum Paradigmatik Pancasila ~ 2365. Paradigma Profetik dalam Pengembangan Ilmu

Hukum ~ 2386. Simpulan ~ 245

C. Hakim Butuh Profetik Intelelligence dalam MemutuskanPerkara di Pengadilan ~ 247Oleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. Syamsudin

1. Pendahuluan ~ 2472. Faktor-faktor Non-Legal yang Ikut Mempengaruhi

Hakim dalam Memutuskan Perkara ~ 250

Page 14: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

xiv

3. Arti Penting Profetik Intelligence bagi Hakim dalamMemutuskan Perkara ~ 258

4. Simpulan ~ 262D. Hakim dan Penegakan Keadilan Profetik dalam Peradilan

~ 263Oleh Bambang SutiyosoOleh Bambang SutiyosoOleh Bambang SutiyosoOleh Bambang SutiyosoOleh Bambang Sutiyoso

1. Pendahuluan ~ 2632. Tugas dan Kewajiban Hakim ~ 2663. Eksistensi Peradilan dalam Menegakkan Keadilan ~

2694. Konsep Keadilan Putusan dalam Peradilan ~ 2765. Keadilan Profetik dan Implementasinya dalam

Peradilan ~ 2836. Penutup ~ 285

BAB 6 : PENUTUPOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. Syamsudin

A. Menangkap Peluang di Era Posmodern ~ 287B. Ilmu Hukum Profetik sebagai Tawaran Alternatif ~ 291

DAFTAR PUSTAKA ~ 301

BIODATA PENULIS ~ 309

Page 15: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

A.A.A.A.A. Memahami Persoalan Keilmuan dan Ilmu HukumMemahami Persoalan Keilmuan dan Ilmu HukumMemahami Persoalan Keilmuan dan Ilmu HukumMemahami Persoalan Keilmuan dan Ilmu HukumMemahami Persoalan Keilmuan dan Ilmu HukumDewasa iniDewasa iniDewasa iniDewasa iniDewasa ini

Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan menunjukkan antara lainbahwa hubungan antara ilmu pengetahuan dan agama (sistemkepercayaan) tidak selalu harmonis dan bahkan terkadangdipertentangkan. Antagonisme antara keduanya sebagaimana diwakilioleh masing-masing pendukungnya sempat mempengaruhi kehidupanorang banyak dalam jangka waktu yang cukup lama, bahkan terkadangsekarang ini masih sering terdengar.

Pertentangan itu mula-mula tampak terhadap semua cabang ilmupengetahuan, baik ilmu-ilmu alam (natural sciences) maupun ilmu-ilmusosial (social sciences). Tetapi saat ini rasanya sudah jarang terdengarbahwa agama menentang suatu perkembangan ilmu pengetahuan alamatau sebaliknya. Walaupun begitu, pertentangan antara agama terhadapperkembangan ilmu-ilmu sosial masih dirasakan sebagai sesuatu yangterus berlangsung.

Pertentangan itu bila dikaji lebih dalam tidaklah mengherankan,sebab keduanya mempunyai etikanya masing-masing yaitu bahwaagama menuntut adanya sikap menerima dengan teguh, tanpa ragudan dengan kepastian tentang hasil kesudahan. Sementara ilmupengetahuan justru sebaliknya yaitu dilandaskan kepada skeptisisme

BABBABBABBABBAB

PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

Oleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. Syamsudin

1

Page 16: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Pendahuluan2

dan sikap tidak berkepentingan (disinterestedness) akan hasil kesudahansuatu kegiatan ilmiah, selain nilai ilmiah itu sendiri.

Lebih tidak mengherankan lagi adanya pertentangan itu, sebabantara ilmu-ilmu sosial saja yang berlandaskan etika yang sama seringterjadi benturan. Pada zaman modern ini pertentangan-pertentanganideologi yang banyak mempengaruhi kehidupan manusia, bukan antarayang agama dan yang duniawi (sekuler) tetapi justru antara yang sama-sama sekuler yaitu kapitalisme dan komunisme.1

Sebuah contoh yang patut dikemukakan di sini apabila dibukalembaran sejarah masa lalu tentang pertentangan antara ilmupengetahuan dan agama adalah peristiwa tragis dan berdarah tentangpembakaran Perpustakaan Iskandaria yang dilanjutkan denganpembunuhan para ilmuwan yang disponsori oleh Gereja Kristenpimpinan Uskup Agung Iskandaria Cyril yang sehabis melaksanakantugas yang dianggap suci itu kemudian diberi kehormatan oleh gerejasebagai Orang Suci atau Santo. Perpustakaan Iskandaria pada waktu itukaya akan buku-buku keilmuan hasil karya para ilmuwan pada waktuitu. Misalnya Earastothenes, seorang ahli ilmu bumi, astronom, ahlisejarah, filsafat, matematika, penyair, dan kritikus teater; Hiparchus, yangmencoba membuat peta konstalasi bintang-bintang dan mengukurtingkat cahaya bintang-bintang itu; Euclidus, penemu sebenarnya ilmuukur atau geometri; Dionysius, yang meneliti organ-organ suara manusiadan meletakkan teori tentang bahasa; Herophus, ahli ilmu faal ataufisiologi yang menegaskan bahwa organ berpikir manusia bukanlahjantung sebagaimana diyakini saat itu, melainkan otak; Heron, penemurangkaian roda gigi dan penemu mesin uap kuno, pengarang bukuaotomata, sebuah buku pertama tentang robot; Apolonius, yangmeletakkan teori tentang bentuk melengkung seperti ellips, paraboladan hiperbola; Archimides, genius mekanik terbesar sebelum Leonardoda Vinci; Holomy, seorang yang walaupun teorinya tentang alam raya

1 Nurcholis Madjid. 1993. Islam, Kemodernan dan Ke-Indonesiaan, Bandung: Mizan. Hlm.264-265.

Page 17: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 1 3

ternyata salah (geosentris) namun semangat keilmuannya banyakmemberi ilham; dan Hypatia, seorang wanita ahli matematika danastronomi yang mati terbakar bersama perpustakaan dan segenap isinyaberupa buku-buku ilmiah di atas papirus bertulis tangan sebanyaksekitar setengah juta buah, tujuh abad setelah perpustakaan itudidirikan.2 Peristiwa tragis itupun masih terus berlanjut, sehingga padatahun 1833 Galileo harus menjalani inkuisisi Gereja, dipaksa untukmencabut pernyataannya bahwa bumi berputar mengelilingi matahari,3

dan masih banyak lagi para ilmuwan yang merelakan nyawanyaberhadapan dengan otoritas pengadilan gereja.

Perkembangan terakhir yang masih menyedihkan pada zamanmodern ini adalah bahwa kaum Kristen modern terutama kalanganfondamentalis banyak yang menolak Teori Evolusi Darwin dan hanyaberpegang pada bunyi harfiah ajaran penciptaan atau kreasi dalamGenesis. Di Amerika kaum evolusionis dari kalangan ilmuwanberhadapan dengan kaum kreasionis dari kalangan Kristenfondamentalis.4

Konflik yang tak terdamaikan antara agama dan ilmu pengetahuanyang terjadi di dunia barat itu berakibat adanya pemisahan yang sangattajam antara agama dan ilmu pengetahuan dan hal lain yang bersifatsekuler yaitu kehidupan agama dengan negara. Inilah sebenarnyapenyebab terjadinya krisis epistemologis keilmuan dan problem moraldi dunia barat modern saat ini.

Konflik itu ternyata telah dimenangkan oleh para ilmuwan dansegera setelah itu muncul babak baru di dunia barat yaitu masa reneisanceyang telah melahirkan abad modern Eropa Barat dengan perkembanganyang sangat pesat ilmu pengetahuan dan teknologi.

2 Nurcholis Madjid. 2005. Islam Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis tentangMasalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan . Jakarta: Penerbit Paramadina. Hlm.xxxi.

3 Jujun S. Suriasumantri. 1994. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: PustakaSinar Harapan. Hlm. 233.

4 Nurcholis Madjid. 2005. Op.Cit. Hlm. xxxii.

Page 18: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Pendahuluan4

Namun demikian apabila kita mau menengok sejarahperkembangan ilmu pengetahuan modern barat itu tidak dapat lepasdari masa-masa sebelumnya yaitu masa pengembangan ilmu pengetahuanklasik Islam pada abad ke-7 sampai dengan ke-14 M. Peradaban Islamtelah diakui oleh para sarjana modern bahwa kemajuan barat itu sendiriadalah berkat sumbangan bahan-bahan dari peradaban Islam Klasik.Islam mempunyai jasa besar terhadap peradaban manusia yaitu meng-”internasionalkan” ilmu pengetahuan yang sebelumnya suatu cabang ilmupengetahuan hanya merupakan kekayaan nasional bangsa tertentuseperti Yunani, Persi, India dan Cina.

Gustav Le Bon merekam peristiwa masa-masa tersebut dalambukunya The World of Islamic Civilization mengemukakan bahwa padasaat Arab Islam dalam puncak kecemerlangan peradaban kreatifnya,pengaruhnya terhadap bangsa-bangsa lain tidak ada taranya dalamsejarah. Pengaruh ini tidak terbatas pada kawasan Asia-Afrika, tetapijuga jantung Eropa ditembusnya. Pada abad ke-9 dan ke-10, yaitu padasaat pusat-pusat Islam di Spanyol sedang berada di puncakkecemerlangannya, pusat-pusat intelektual di barat hanyalah berupabenteng-benteng perkasa, dihuni oleh para bangsawan semi-barbarikyang dirinya merasa bangga atas ketidakmampuannya membaca.Perkenalan dengan peradaban Islamlah sebenarnya yang membawaEropa menjadi dunia beradab.5

Apa yang dilakukan oleh orang Islam ketika meluaskan daerahpengaruhnya dalam masa-masa tersebut? Le Bon menjawab: “Jikamenaklukkan sebuah kota, yang pertama mereka (muslim) lakukanadalah mendirikan masjid dan sekolah.6 Dua bangunan ini menunjukkanbetapa generasi awal Islam telah mampu merumuskan danmempraktikkan dengan nyata perlunya perpaduan secara seimbang

5 Gustav Le Bon. 1974. The World of Islamic Civilization, terj. oleh David Macrae.Todor Publishing Company. Hlm. 138-139. Baca pula Syafi’i Maarif. 1993. Peta BumiIntelektual Muslim di Indonesia. Bandung: Mizan. Hlm. 34.

6 Ibid. Hlm 25.

Page 19: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 1 5

antara dimensi spiritual dan dimensi dunia (sekuler). Hal ini merupakanterjemahan nyata dari firman Allah tentang manusia Ulul Albab7 yaitumereka yang memadukan dengan seimbang antara dzikir dan fikir,antara hati dan otak. Masjid adalah tempat dan sekaligus wujudkesadaran pentingnya kontak yang konkrit dengan Allah SWT, dansekolah adalah tempat dan sekaligus wujud kesadaran bahwa otakmanusia perlu dilatih berfikir guna memahami konsep-konsepkeseluruhan alam raya ini.

Pada periode kreatif dan dinamis di Eropa Barat ini berlangsungsekitar lima abad, dan di antaranya telah berhasil mengembangkanmetode induktif dalam mendekati gejala alam. Sebelumnya sarjana-sarjana muslimlah yang merintis metode eksperimen dan observasi yangkemudian dikembangkan oleh para penerusnya di dunia barat.

Le Bon membuat lagi perbandingan yang menarik antara dunia Islamdan Eropa abad pertengahan dengan mengatakan: “eksperimen dan observasiadalah metode Arab. Kajian buku dan pengulangan opini tuannya adalahmetode Eropa abad pertengahan. Perbedaan ini begitu fundamental untukmemahami jasa-jasa ilmiah Arab-Islam. Sarjana Muslimlah dalam sejarahyang pertama kali menyadari pentingnya metode ini.”8

Di samping metode induktif, yang juga mendapat perhatian danberhasil sangat mengagumkan adalah pengembaraannya ke wilayahkajian spekulatif. Karya-karya Filsafat dan Sufisme Islam yang monu-mental adalah buah dari pengembarannya itu. Deretan nama semisalAl Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina, Al Ghozali, Ibnu Arabi, Ibnu Rusyd, IbnuKhaldun, adalah diantara nama-nama yang selalu disebut dalam sejarah.Begitu juga Ibnu Taimiyah yang dipandang sebagai peletak dasar pertamadari bangunan pemikiran Islam modern adalah hasil abad kreatif itu.9

Namun apabila kita melihat dunia Islam saat ini amatlahmenyedihkan terutama dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan

7 Alquran. S. Ali Imran, ayat 190-191.8 Safi’i Ma’arif. 1993. Op.Cit. Hlm. 25.9 Ibid. Hlm. 25.

Page 20: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Pendahuluan6

teknologi. Sebagaimana disinyalir oleh C.A Qodir bahwa sekarang inidi negeri-negeri muslim praktis tidak ada ilmu pengetahuan danteknologi. Untuk keamanan dan kebutuhan pembangunan mereka harusmenggantungkan diri kepada teknologi yang mereka pinjam dan belidengan harga yang mencekik leher dari barat dan kadang-kadang dariRusia dan Jepang.10

Dalam konteks Indonesia sendiri sebagai negeri yang dapat dibilangmuslim, pada dekade tahun tujuh puluhan dan delapan puluhan munculsuatu kesadaran baru di kalangan akademisi dan ilmuwan muda muslimmengenai adanya krisis di bidang keilmuan modern, baik terkait denganilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. Krisis itu konon terkait denganasumsi dasar dari bangunan ilmu modern itu sendiri yang dianggapbebas nilai dan bebas kepentingan lainnya. Implikasi dari ilmu yangdikonstruksikan seperti itu, membawa dampak pada aspek epistemologidan aksiologi ilmu. Artinya kebaikan atau keburukan ilmu tidaktergantung kepada produk dari ilmu yang berupa teknologi, teori-teori,doktrin dan kebijakan, akan tetapi lebih tergantung kepada penggunaandari ilmu itu oleh manusia, apakah dimanfaatkan untuk kebaikan ataukeburukan. Fenomena krisis keilmuan tersebut, ditanggapi dengangagasan perlunya dimensi etika dalam pengembangan ilmu. Dalamkazanah pemikiran sosialisme muncul teori ekonomi dependensia,ekonomi kerakyatan, dan ilmu sosial kritis. Dalam kazanah pemikiranIslam berkembang ide islamisasi ilmu pengetahuan, termasuk islamisasiilmu-ilmu sosial.11

Dalam konteks global, realitas perkembangan ilmu modern padawaktu sekarang ini juga ditandai oleh adanya krisis ekonomi dankeuangan, khususnya terjadi di Amerika Serikat dan Uni Eropa(sebelumnya juga Asia) yang disebabkan oleh sistem ekonomi pasar

10 C.A. Qodir. 1991. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam. Jakarta: Yayasan Obor.Hlm. 191.

11 Salman Luthan. 2011. “Gagasan Ilmu Hukum Profetik”. Makalah disampaikandalam Diskusi Pengembangan Ilmu Profetik 2011,diselenggarakan oleh Pusat StudiHukum (PSH) Fakultas Hukum - UII, di Yogyakarta, 18 Nopember 2011.

Page 21: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 1 7

yang tidak mampu mendorong mekanisme pasar yang sehat danberkeadilan. Penolakan dan gugatan terhadap sistem ekonomi pasarsemakin mengemuka belakangan ini. Seiring dengan gugatan terhadapsistem ekonomi pasar, sistem hukum liberal yang menjadi basispositivisme hukum sebagai penopang ekonomi pasar juga ikut digugat.Sistem hukum liberal dengan doktrin kompetisi bebas dan perlindunganyang sama bagi semua kekuatan ekonomi melegitimasi hegemoninegara-negara besar terhadap negara-negara kecil, negara-negara kayaterhadap negara-negara miskin.12

Di Indonesia sendiri, problematika hukum domestik ditandaidengan fenomena-fenomena antara lain: supremasi hukum dan sistemhukum yang lemah, kualitas undang-undang yang rendah, konflik antarnorma undang-undang, misalnya konsep kerugian negara, putusanhakim yang saling bertentangan, konflik hukum formal dan hukumsubstansial, konflik hukum negara dan dan hukum masyarakat,khususnya kasus tanah-tanah adat.13

Sementara itu penegakan hukum di Indonesia juga menunjukkanproblematika antara lain: rendahnya kredibiltas lembaga peradilan,rendahnya kualitas putusan hakim, adanya putusan hakim salingbertentangan, kualitas sumber daya manusia (SDM) rendah, adanyakonflik penafsiran tekstual dengan penafsiran kontekstual, konflikkeadilan prosedural dan keadilan substansial, konflik keadilan retributifdan keadilan restoratif, konflik kepastian hukum dan keadilan, dansebagainya.14

B.B.B.B.B. Urgensi Kehadiran Ilmu Hukum ProfetikUrgensi Kehadiran Ilmu Hukum ProfetikUrgensi Kehadiran Ilmu Hukum ProfetikUrgensi Kehadiran Ilmu Hukum ProfetikUrgensi Kehadiran Ilmu Hukum Profetik

Ilmu Hukum adalah salah satu ilmu yang sudah dikenal sebagaicabang ilmu yang nilai ilmiahnya sudah tidak diragukan lagi. IlmuHukum entah sebagai Ilmu Hukum Positip maupun sebagai Teori

12 Ibid.13 Ibid.14 Ibid.

Page 22: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Pendahuluan8

Hukum dianggap sudah benar-benar ilmiah. Bahkan menurut HaroldJ. Berman, berdasarkan penulusuran historis yang luas dan mendalam,Ilmu Hukum merupakan ilmu modern pertama yang lahir di duniabarat. Ilmu Hukum sebagaimana yang dikenal sekarang ini timbul padapenghujung abad ke-12 bersamaan dengan lahirnya universitas.15

Ilmu Hukum yang diajarkan di berbagai Fakultas Hukum diIndonesia sekarang ini sebenarnya adalah berasal dari Ilmu HukumBarat yang ada di Daratan Eropa (continental). Secara formal, bangsaIndonesia mengenal dan memperoleh Ilmu Hukum untuk pertamakalinya dari bangsa Belanda dengan didirikannya Rechtsschool pada tahun1909, yang kemudian dikembangkan menjadi Rechtshogeschool di Jakartapada tahun 1924. Ilmu Hukum yang diajarkan dengan sendirinya adalahIlmu Hukum Nasional Belanda yang tentunya sudah disesuaikan dengankondisi Hindia Belanda waktu itu.16 Dengan begitu maka isi keilmuanhukum yang diberikan di fakultas-fakultas hukum sedikit banyakmelanjutkan tradisi Rechtshogeschool tersebut yang merupakan tradisiEropa Daratan. Tradisi keilmuan ini sebenarnya umurnya sudah sangattua yang sudah berkembang sejak zaman Romawi Kuno.

Namun demikian, semenjak lahirnya Filsafat Positivisme di Eropa,terutama di Perancis, muncul pertanyaan yang bersifat menggugattentang nilai ilmiah dari Ilmu Hukum itu sendiri. Pertanyaan-pertanyaanitu antara lain mempermasalahkan tentang apakah benar Ilmu Hukumitu memenuhi syarat-syarat sebagai suatu ilmu pengetahuan? BukankahIlmu Hukum itu hanya merupakan suatu pengetahuan yang tertibmengenai apa yang merupakan hukum bagi suatu masyarakat padawaktu ini dan di sini, yang mana logika sangat menentukan dalamkegiatan tersebut. Bukankah Ilmu Hukum itu tidak lain hanyalah sebatassistem berpikir secara tertib tentang apa yang hukum atau hukumnyatanpa ada kaitan tuntutan-tuntutan lain? Tidakkah ilmu hukum itu hanya

15 Bernard Arief Sidharta. 1999. Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum, sebuah Penelitiantentang Fondasi kefilsafatan dan sifat keilmuan Ilmu Hukum sebagai Landasan PengembanganIlmu Hukum Nasional Indonesia. Bandung: Mandar Maju. Hlm. 138.

16 Ibid. Hlm. 171.

Page 23: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 1 9

suatu ajaran ‘seni teknik’ apa yang merupakan hukum? artinya senitentang bagaimana dapat menunjukkan ketentuan atau aturanhukumnya yang pasti bagi masalah-masalah hukum yang konkrit.Dengan demikian Ilmu Hukum itu tidak memenuhi syarat sebagai ilmu(modern).

Pendapat yang mencerminkan kritik terhadap Ilmu Hukum pernahdikemukakan oleh von Kirchman dalam tulisannya: “Die Werthlosigkeitder Jurisprudenz als Wissenchaft” pada tahun 1848. Ia mengemukakantidak mutunya Ilmu Hukum sebagai ilmu pengetahuan disebabkan:1. Kenyataan dalam praktik hukum di masyarakat yang membawa tidak

populernya Ilmu Hukum sendiri, terutama di pengadilan. Di situdapat dilihat berapa banyak jumlah undang-undang yang ada dalammasyarakat, akan tetapi masih saja ada kekosongan-kekosongan.Berapa jumlah pegawai-pegawai yang bertugas di dalam prosesperadilan, akan tetapi bagaimana lambatnya beracara di dalampengadilan untuk mendapatkan hukumnya. Juga betapa telah banyakstudi kesarjanaan dalam bidang hukum, akan tetapi juga masihadanya ketidakpastian dan simpang siurnya teori dengan praktikdalam hukum. Itu semua adalah gambaran alam kenyataan dalampraktik hukum.

2. Adanya ketidakpastian dan berubah-ubahnya bahan ilmu hukum,yaitu obyek ilmu hukum itu sendiri. Tidak seperti halnya ilmu fisika,kimia, astronomi, biologi. Ilmu-ilmu ini mempunyai obyek yang pastidan tidak berubah-ubah. Objek Ilmu Hukum misalnya, lembagahukum seperti perkawinan, keluarga, negara, hak milik, kontrak dansebagainya terus menerus berubah. Atas penglihatan yang demikiantimbul adanya pertanyaan: jika diperhatikan buku-buku Ilmu Hukumyang begitu besar jumlahnya itu, apakah sebenarnya isi dari segalauraian, komentar, monografi, kumpulan-kumpulan keputusan dankasus-kasus itu? jawabnya bilamana itu diperiksa dengan seksamamaka sembilan persepuluh daripadanya memuat soal kekosongan-kekosongan dalam undang-undang, ketidakjelasan (kekaburan),memuat kontradisksi-kontradiksi dalam dirinya. Ringkasnya memuatsoal-soal tidak benarnya undang-undang, usangnya undang-undang,kesembronoan undang-undang. Itu semua menunjukkan bahwa yangmenjadi sasaran atau obyek ilmu hukum adalah ketidakcakapan daripembentuk undang-undang, sikap memilih satu pihak daripembentuk undang-undang, dan pula gambaran nafsu pembentukundang-undang.

Page 24: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Pendahuluan10

3. Hukum itu sendiri ‘adanya’ tidak nyata. Oleh sebab itu hakikat hukumtidak mempunyai ke-ada-an seperti halnya dengan benda-benda dankejadian-kejadian yang menjadi objek ilmu pengetahuan lainnya.Kaidah hukum bukanlah suatu benda dan kejadian yang dapatditangkap dengan pancaindera. Kaidah hukum itu adalah suatuketentuan yang mengharuskan, artinya suatu perintah atau laranganuntuk berbuat. Dengan kata lain sasaran Ilmu Hukum itu adalahsuatu perintah untuk berbuat secara tertentu. Karena objeknya yangtidak nyata ini maka sulit untuk mengkualifikasikan Ilmu Hukumsebagai Ilmu (modern).17

Pertanyaan-pertanyaan seperti telah disebutkan, menimbulkankeheranan di kalangan ahli hukum sendiri. Bukankah Ilmu Hukum yangberasal dari tradisi Eropa Daratan itu umurnya sudah sangat tua danmulai berkembang sejak dari Zaman Romawi Kuno, lantas mengapabaru abad ke-19 pertanyaan-pertanyaan itu muncul? Bukankahsebelumnya sudah ada uraian-uraian tentang hukum yang menunjukkannilai ilmu dari Ilmu Hukum tersebut? Tidakkah karya-karya darisebelum abad ke-19 itu sudah ilmiah? Misalknya karya Gaius-Justinianus,Hugo de Groot, Blackstone dan lain-lain sarjana hukum sebelum abadke-19 mempunyai nilai ilmiah yang sangat tinggi?

Timbulnya pertanyaan-pertanyaan di atas tidak disebabkan olehkarena orang tidak percaya pada nilai dan mutu karya-karya sarjanahukum yang besar tersebut, akan tetapi lebih disebabkan karenapengaruh alam pikiran filsafat keilmuan yang berkembang saat itumengenai ukuran apa ilmu itu dan apa tuntutan-tuntutan yang diajukanoleh pemikiran filsafat tersebut mengenai konsep ilmu. Untuk menjawabpertanyaan-pertanyaan tersebut maka perlu dikaji secara kritis tentangposisi Ilmu Hukum di tengah munculnya paradigma-paradigma baru.

Lahirnya paradigma positivisme dan kemudian dilanjutkan denganperkembangan paradigma post-postivisme, paradigma critical dan

17 M. Koesnoe. 1981. “Kritik Terhadap Ilmu Hukum”. Makalah Ceramah di HadapanPara Dosen dan Mahsaiswa Fakultas Hukum UII Yogyakarta. 3-4 Pebruari 1981. Hlm.6.

Page 25: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 1 11

terakhir paradigma construktivisme, semuanya itu membawa dampakpada perkembangan keilmuan hukum. Di sinilah arti pentingnya kajiandalam buku ini dihadirkan yakni untuk mencari posisi yang tepat dariIlmu Hukum itu sendiri di tengah berkembangnya paradigma keilmuanyang muncul akhir-akhir ini.

Hal yang sangat menarik di tengah munculnya berbagai paradigmatersebut adalah munculnya wacana baru tentang Paradigma Islam yangdikembangkan oleh Kuntowijoyo, seorang guru besar sejarah dariFakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta padasekitar tahun 2000.18 Konsep paradigma tersebut lebih lanjut diperjelasoleh Heddy Shri Ahimsa-Putra yang melahirkan konsep ParadigmaProfetik. Gagasan ilmu yang berparadigma Profetik menurutKuntowijoyo diilhami oleh dua pemikir besar yakni Muhammad Iqbal(seorang pemikir Islam) dan Roger Garaudy (pemikir Perancis yangkemudian masuk Islam). Bagi Ilmu Hukum, munculnya pemikiranprofetik ini terasa mendapatkan jiwa dan wadah baru yang patutdikembangkan sebagai local genius pendidikan hukum.

Gagasan untuk membangun dan mengembangkan Ilmu Profetikpada awalnya dipicu antara lain oleh perdebatan yang terjadi di kalanganCendekiawan Islam mengenai teologi yang terjadi pada sebuah semi-nar di Kaliurang, Yogyakart.19 Terdapat dua kubu yang tidak sepaham,yakni kubu yang berhalauan teologi konvensional dan kubu yangberhalauan teologi transformatif. Kubu konvensional mengartikan teologisebagai Ilmu Kalam, yaitu suatu disiplin yang mempelajari ketuhanan,bersifat abstrak normatif, dan skolastik, sedangkan kubu teologitransformatif, memaknai teologi sebagai penafsiran terhadap realitasdalam perspektif ketuhanan dan lebih merupakan refleksi-refleksiempiris. Menurut Kuntowijoyo, perbedaan pandangan ini sulitdiselesaikan, karena masing-masing memberikan makna yang berbeda

18 Gagasan ini bersamaan dengan munculnya wacana Hukum Progresif yang dibidanioleh Satjipto Rahardjo di Fakultas Hukum Undip Semarang sekitar tahun 2001.

19 Lajnah Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Nahdhatul Ulama DIY.Makalah Seminar Nasional Teologi Pembangunan. Kaliurang 25-26 Juni 1988.

Page 26: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Pendahuluan12

terhadap konsep paling pokok, yaitu konsep teologi itu sendiri. Untukmengatasi kemacetan dialog ini Kuntowijoyo mengusulkan digantinyaistilah teologi menjadi ilmu sosial, sehingga istilah Teologi Transformatifdiubah menjadi Ilmu Sosial Transformatif.20

Peristiwa lain yang menjadi pemicu gagasan Kuntowijoyo tentangIlmu Profetik adalah Kongres Psikologi Islam I di Solo, 10 Oktober 2003.Ketika itu ada pemakaian istilah “islamisasi pengetahuan”, yangmenggelisahkan Kuntowijoyo, karena makna istilah tersebut kemudian“diplesetkan” ke arah “islamisasi non-pri”, yang dihubungkan dengan“sunat secara Islam”, atau tetakan (bhs. Jawa). Ia sakit hati denganpenyamaan itu, meskipun ada benarnya juga. Ia sakit hati karena sebuahgerakan intelektual yang sarat nilai keagamaan disamakan dengan gerak-an bisnis pragmatis. Oleh karena itu ia tidak lagi memakai istilah“islamisasi pengetahuan”, dan ingin mendorong supaya gerakanintelektual umat sekarang ini melangkah lebih jauh, dan mengganti“islamisasi pengetahuan” menjadi “pengilmuan Islam”. Dari reaktifmenjadi proaktif”.21

Kuntowijoyo kemudian menghimpun gagasan-gagasan yang masihterserak di sana-sini menjadi sebuah buku kecil dengan judul: Islamsebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika. Menurut Kuntowijoyo,pengembangan Paradigma Islam merupakan langkah pertama danstrategis ke arah pembangunan Islam sebagai sistem dan gerakan sosial-budaya ke arah sistem Islam yang kaffah, modern dan berkeadaban.Dengan demikian Islam akan lebih credible bagi pemeluknya dan jugabagi non-Muslim. Langkah awal ini adalah untuk mewujudkan sebuahParadigma Islam dalam jagad ilmu, yang sampai saat ini umumnyamenggunakan basis paradigma dari dunia barat.22

20 Kuntowijoyo. 2007. Islam sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi dan Etika. Jogjakarta:Tiara Wacana. Hlm.83. Baca pula Heddy Shri Ahimsa-Putra, 2011. “Paradigma Profetiksebuah Konsepsi”, Makalah disampaikan dalam Diskusi Pengembangan Ilmu Profetik2011,diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum - UII, diYogyakarta, 18 Nopember 2011.

21 Kuntowijoyo. Ibid. Hlm. vii-viii.22 Ibid. Hlm. ix

Page 27: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 1 13

Menurut Thomas Kuhn, bahwa revolusi ilmu tidak lain adalahperubahan paradigma, perubahan pada mode of thought, pada mode ofinquiry. Oleh karena itu bahwa inti ilmu itu tidak lain adalah paradigma.Jika demikian, maka apa yang seharusnya dibahas dan dibangun terlebihdahulu adalah sebuah konsepsi atau pandangan mengenai paradigma,mengenai sebuah kerangka pemikiran. Hal ini menurut Ahimsa-Putra,yang belum dilakukan oleh Kuntowijoyo, sehingga pemikirannyamengenai Ilmu Profetik masih jauh dari lengkap. Oleh karena itu perludikembangkan lebih lanjut gagasan Kuntowijoyo dalam membangunparadigma profetik yang lebih jelas komponennya, lebih kokoh dasarnya,dan juga lebih jelas sosoknya. Terhadap hal ini Ahimsa-Putra telahmencoba menyusun konsep tentang paradigma yang lebih jelas danterukur yang menjadi dasar dari konsep paradigma profetik.23 Penjelasandetail tentang hal ini akan diuraikan pada bab 2.

Berdasarkan latar belakang dan semangat pencarian seperti itulah,tulisan-tulisan dalam buku ini dimaksudkan untuk menawarkan gagasantentang perlunya pengembangan Ilmu Hukum yang berparadigmaprofetik. Bagi Ilmu Hukum sendiri, munculnya pemikiran Ilmu Profetikini terasa mendapatkan ideologi baru yang patut diwadahi dan kemudiandikembangkan sebagai alternatif kajian ilmu hukum di tengah-tengahsituasi transisi dan krisis epistemologi keilmuan, terutama ilmu hukum.Pada tahapan awal hal penting dan mendasar yang perlu dikaji dalamrangka pengembangan ilmu hukum profetik adalah pertanyaan besardan mendasar yaitu apa yang menjadi landasan kefilsafatan bangunanIlmu Hukum Profetik dan kemudian bagaimanakah penjabaran basisutama ilmu tersebut menjadi asumsi-asumsi/prinsip-prinsip dasar baikdalam dimensi ontologis, epistemologis maupun aksiologisnya.Landasan kefilsafatan Ilmu Hukum Profetik ini akan diuraikan padabab-bab berikutnya.

23 Heddy Shri Ahimsa-Putra. 2011. Op.Cit.

Page 28: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Pendahuluan14

C.C.C.C.C. Apa dan Mengapa Digunakan Istilah Profetik?Apa dan Mengapa Digunakan Istilah Profetik?Apa dan Mengapa Digunakan Istilah Profetik?Apa dan Mengapa Digunakan Istilah Profetik?Apa dan Mengapa Digunakan Istilah Profetik?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah ‘profetik’ diartikansebagai ‘kenabian’.24 Kata kenabian sendiri berasal dari bahasa Arab‘nubuwah’ sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an Surat al-Imran (3):79, artinya: Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanyaAl Kitab, Hikmah dan Kenabian, lalu Dia berkata kepada manusia: “Hendaklahkamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” akan tetapi(dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamuselalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.

Kata kenabian memiliki asal kata nabi, yaitu seorang hamba Allahyang diberi kitab, hikmah, kemampuan berkomunikasi dan berintegrasidenganNya, para malaikatNya, serta kemampuanmengimplementasikan kitab dan hikmah itu, baik dalam diri sendirisecara pribadi, maupun umat manusia dan lingkungannya. Sementarakata kenabian mengandung makna segala hal ikhwal yang berhubungandan berkaitan erat dengan seorang yang telah memperoleh potensikenabian. Mereka itu adalah Nabi Muhammad SAW, para nabi padaumumnya, dan para ahli waris nabi yaitu aulia, Allah. Namun auliyaAllah itu tidak menyampaikan risalah baru kepada umat manusia, akantetapi mereka sebagai penyambung dan penerus lidah Nabi MuhammadSAW. Artinya mereka bertugas mengembangkan secara luas pesan-pesan ketuhanan (wahyu yang diturunkan kepada Nabi MuhammadSAW) serta pesan-pesan kenabian (Sunnah nabi). Sebagaimana SabdaNabi Muhammad SAW, “Ulama itu adalah ahli waris para nabi”(HR.Abu Dawud, Turmudzi, dan Ibnu Majjah dari Abu Darda R.A).25

Mereka yang telah dapat meneruskan perjuangan dan risalahkenabian tersebut adalah mereka yang telah mewarisi potensi kenabian.

24 Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1990. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaandan Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: BalaiPustaka. Hlm. 702.

25 Hamdani Bakran Adz-Dzakiey. 2008. Psikologi Kenabian, Prophetic PsychologyMenghidupkan Potensi dan Kepribadian Kenabian dalam Diri. Ctk ketiga. ogyakarta: Al-Manar.Hlm.44.

Page 29: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 1 15

Mereka itu mempunyai kemampuan memahami, mengaplikasikan, danmemasukkan ruh dan batin al-Qur’an dan al-Hikmah, sebagai buah dariketaatan dan kedekatannya dengan Allah SWT dan rasulNyaMuhammad SAW serta para nabi-nabiNya. Mereka itulah para ulamabillah, yaitu hamba Allah yang dengan ilmu yang dimilikinya merasatakut, tunduk, dan patuh kepadaNya sehingga muncul (tajalli) dan hadirNur Allah SWT ke dalam eksistensi dirinya sebagaimana para nabitersebut.26

Penggunaan istilah profetik tidak lepas dari kesinambungan daripenggagas awal istilah tersebut, yakni Muhammad Iqbal dan RogerGaraudy. Dalam buku Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam(Iqbal,1966:123), Iqbal mengungkapkan tentang peristiwa mi’raj NabiMuhammad SAW. Seandainya nabi itu seorang mistikus atau sufi, tentubeliau tidak ingin kembali ke bumi lagi, karena telah merasa tenteramdengan Tuhan dan berada di sisiNya. Akan tetapi nabi kembali ke bumiuntuk menggerakkan perubahan sosial, untuk mengubah jalannyasejarah. Beliau memulai suatu transformasi sosial budaya, berdasarkancita-cita profetiknya. Dengan kata lain, pengalaman religius itu justrumenjadi dasar keterlibatannya dalam sejarah, suatu aktivisme sejarah.Sunnah nabi berbeda dengan jalan seorang mistikus yang puas denganpencapaian sendiri. Sunnah nabi yang seperti itu disebutnya EtikaProfetik.27

Selanjutnya dari Roger Garaudy, seorang filosuf Perancis yangmenjadi muslim, kita mengenal istilah Filsafat Profetik. Menurutnyafilsafat barat tidak memuaskan sebab hanya terombang ambing antaradua kubu, idealis dan materialis, tanpa kesudahan. Filsafat barat (filsafatkitis) itu lahir dari pertanyaan: bagaimana pengetahuan itudimungkinkan. Ia menyarankan agar mengubah pertanyaan itu menjadi:bagaimana wahyu itu dimungkinkan. Dikatakan bahwa satu-satunyacara untuk menghindari kehancuran peradaban ialah dengan mengambil

26 Ibid. Hlm. 45.27 Kuntowijoyo. Op.cit. Hlm. 97.

Page 30: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Pendahuluan16

kembali warisan Islam. Filsafat barat sudah membunuh Tuhan danmanusia. Oleh karena itu ia menganjurkan supaya umat manusiamemakai filsafat profetik (kenabian) dari Islam dengan mengakui wahyu(Garaudy, 1982:139-168).28

Dari istilah profetik tersebut kemudian mengilhami Kuntowijoyountuk menggunakan istilah Ilmu Sosial Profetik. Ilmu ini bertujuan tidakhanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial, sebagaimana ilmu-ilmu sosial akademis maupun ilmu-ilmu sosial kritis, tetapi jugamemberi petunjuk ke arah mana transformasi itu dilakukan, untuk apa,dan oleh siapa. Ilmu Sosial Profetik tidak sekedar mengubah demiperubahan, tetapi mengubah berdasarkan cita-cita etik dan profetiktertentu. Dengan pengertian ini maka Ilmu Sosial Profetik secara sengajamemuat kandungan nilai dari cita-cita perubahan yang didamkan olehmasyarakatnya. Bagi kita itu adalah perubahan yang didasarkan padacita-cita humanisasi, liberasi, dan transendensi, sebagaimana diderivasidari dari misi historis Islam sebagaimana terkandung dalam al-Qur’an,khususnya Surat al-Imran (3):110. Engkau adalah umat terbaik yangditurunkan di tengah manusia untuk menegakkan kebaikan, mencegahkemungkaran (kejahatan), dan beriman kepada Allah. Ketiga pilar itulah yaituamar ma’ruf (ditransformasi menjadi humanisasi), nahi munkar(ditransformasi menjadi liberasi), dan tukminuna billah (ditransformasimenjadi transendensi), yang menjadi muatan nilai Ilmu Sosial Profetik.Dengan kandungan ketiga nilai tersebut, Ilmu Sosial Profetik diarahkanuntuk rekayasa masyarakat menuju cita-cita sosial-etiknya di masadepan. Jika dibandingkan, Filsafat Liberalisme di barat lebihmementingkan pada yang pertama (humanisasi), Maxisme lebihmementingkan yang kedua (liberasi), dan kebanyakan agama lebihmementingkan yang ketiga (transendensi). Ilmu Sosial Profetik mencobauntuk menggabungkan ketiganya, yang satu tidak terpisah dari lainya.29

28 Kuntowijoyo. Op.cit. Hlm. 98.29 Kuntowijoyo. Op.cit. Hlm. 99.

Page 31: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 1 17

Amar ma’ruf dalam bahasa sehari-hari dapat berarti apa saja, dariyang sangat individual seperti berdoa, berzikir, dan shalat, sampai yangsemi sosial seperti menghormati orang tua, menyambung persaudaraan,menyantuni anak yatim, serta yang bersifat kolektif seperti mendirikanclean government, mengusahakan jamsostek, dan membangun sistemkeamanan sosial. Untuk itu dipakai kata humanisasi. Dalam Bahasalatin, humanitas berarti ‘makhluk manusia’, ‘kondisi menjadi manusia’,jadi humanisasi berarti memanusiakan manusia; menghilangkan‘kebendaan’, ketergantungan, kekerasan dan kebencian dari manusia.Jadi tujuan humanisasi adalah untuk memanusiakan manusia. Kita tahubahwa sekarang mengalami proses dehumanisasi, karena masyarakatindustri kita menjadikan kita sebagai bagian dari masyarakat abstraktanpa wajah kemanusiaan. Kita mengalami objektivasi ketika berada ditengah-tengah mesin-mesin politik dan mesin-msein pasar.Ilmu danteknologi juga telah membantu kecenderungan reduksionistik yangmelihat manusia dengan cara parsial.30

Nahi munkar dalam bahasa sehari-hari dapat berati apa saja, darimencegah teman mengkonsumsi ectacy, melarang carok, memberantasjudi, menghilangkan lintah darat, sampai membela nasib buruh danmengusir penjajah. Untuk itu digunakan kata liberasi (bahasa Latinliberare berarti ‘memerdekakan’) artinya ‘pembebasan’ semuanyadengan konotasi yang mempunyai signifikansi sosial. Jadi tujuan liberasiadalah pembebasan dari kekejaman kemiskinan struktural, keangkuhanteknologi, dan pemerasan kelimpahan. Kita menyatu rasa denganmereka yang miskin, mereka yang terperangkap dalam kesadaranteknokratis, dan mereka yang tergusur oleh ekonomi raksasa. Kita inginbersama-sama membebaskan diri dari belenggu-belenggu yang kitabangun sendiri.31

Tukminuna billah yang terdapat dalam al-Quran digunakan padanankata yang umum yaitu transendensi (bahasa Latin trancendere berati

30 Kuntowijoyo. Op.Cit. Hlm. 8831 Loc.Cit.

Page 32: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Pendahuluan18

naik ke atas, bahasa Inggris to transcend adalah menembus, melewati,melampaui) artinya ‘perjalanan yang di atas atau di luar’. Kata ini meliputiistilah sehari-hari (misalnya orang yang kelewat-lewat kuatnya sepertiSuperman, altruisme mengatasi individualisme), sastra transendental(sastra yang mencoba mencari realitas spiritual di balik gejala-gejala),filsafat transendental (misalnya kantianisme yang percaya padapengetahuan a priori di luar pengalaman), segala supernatural (misalnyaESP, Extra Sensory Perception) dan TM (transcendental Meditation), danistilah teologis (misalnya soal ketuhanan, makhluk-makhluk gaib). Istilahteologislah yang dimaksud dengan transendensi. Jadi tujuan transendensiadalah menambahkan dimensi transendental dalam kebudayaan. Kitasudah banyak menyerah pada arus hedonisme, materialisme, danbudaya dekaden. Kita percaya bahwa sesuatu harus dilakukan, yaitumembersihkan diri dengan mengingatkan kembali diemnsitransendental yang menjadi bagian sah dari fitrah kemanusiaan. Kitaingin meraskan kembali dunia ini sebagai rahmat Tuhan. Kita ingin hidupkembali dalam suasana yang lepas dari ruang dan waktu, ketika kitabersentuhan dengan kebsaran Tuhan.32

Digunakannya istilah profetik yang kemudian dipakai dalamnomenklatur buku ini berjudul IlMU HUKUM PROFETIK, pertama-tama adalah untuk memberikan tanda perbedaan secara formal danmaterial antara Ilmu Hukum yang umum atau konvensional denganyang profetik. Dari tanda perbedaan formal itu, kemudian kita dapatmasuk ke dalam perbedaan-perbedaan yang lebih substansial tentangisi konsep dari kedua ilmu hukum tersebut.

Sebagaimana kita pahami bersama bahwa Ilmu Hukum yangumum atau konvensional adalah ilmu hukum yang jika dilihat darisejarah kelahirannya adalah yang lahir di Eropa Barat yang cikal bakalnyaberasal dari Peradaban Yunani dan Romawi Kuno yang menganut filsafatrasionalisme murni. Filsafat ini pada sekitar abad pertengahan telahmelahirkan Filsafat Epistemogi dengan ciri pokoknya adalah

32 Loc.Cit

Page 33: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 1 19

menanggalkan sama sekali paham ketuhanan dan agama (sekular-antroposentris). Sumber pengetahuan satu-satunya yang dianggap validdalam menjelaskan totalitas (termasuk hukum) adalah pikiran manusiaitu sendiri, baik yang ideal maupun empiris. Di luar itu tidak diakui.Konsekuensinya di bidang pengetahuan hukum pun tidak diakui adanyahukum-hukum yang bersumber dari tuhan atau hukum agama danhanya diakui sebagai valid adalah hukum-hukum yang dibentuk danbersumber dari pikiran manusia belaka.

Cara berpikir dan berhukum yang seperti itu telah melahirkan krisisepistemologi ilmu, termasuk juga ilmu hukum. Kondisi ini telahmelahirkan cara berilmu dan berhukum yang materialistik dan atheistik.Cara berilmu dan berhukum yang demikian tentunya akan membawabahaya yaitu menyesatkan peradaban umat manusia dan tentunya kitamempunyai kewajiban untuk mencegahnya dan mencari upaya-upayaalternatif solusinya. Di sinilah arti penting Ilmu Hukum Profetik itudihadirkan.

D.D.D.D.D. Sistematika dan Diskripsi Muatan Isi BukuSistematika dan Diskripsi Muatan Isi BukuSistematika dan Diskripsi Muatan Isi BukuSistematika dan Diskripsi Muatan Isi BukuSistematika dan Diskripsi Muatan Isi Buku

Buku ini mencoba meramu gagasan tentang Ilmu Hukum Profetik,yang dasar-dasar asumsi keilmuannya diturunkan dari ParadigmaProfetik. Upaya ini masih sebatas pada tahapan pencarian dan uji cobadari aspek Filsafat Ilmu Hukum. Oleh karena itu uraian tentangsistematikanya belum menunjukkan hal yang runtut dan sistematis.Muatan isinya pun belum menunjukkan hal yang mantap, utuh dankomprehensif serta terkesan masih bersifat meraba-raba. Terkadangterjadi locatan-loncatan gagasan yang kurang sambung sehinggapengorganisasian ide-idenya belum mengalir secara logis dan bahkankadang terputus. Ini semua kami sadari karena buku ini masih dalamtataran gagasan awal dan pencarian rumusan. Di sisi lain buku ini berupabunga rampai dari berbagai tulisan, dan itulah umumnya kelemahanbuku yang berupa bunga rampai, bukan merupakan gagasan yang utuhdan sistematis.

Page 34: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Pendahuluan20

Untuk memudahkan pembacaan, buku ini disusun menjadi 6(enam) bab. Pada bab 1, dipaparkan tentang permasalahan umumhubungan ilmu pengetahuan dan agama (kepercayaan) pada zamankuno, pertengahan dan modern, baik yang terjadi pada masyarakatEropa maupun masyarakat Muslim pada umumnya. Pada intinya inginmengemukakan bahwa dalam tradisi peradaban Islam tidak ada samasekali konfik antara agama dan ilmu pengetahuan. Justru ajaran ataudoktrin Islam itu sendiri sangat mendorong orang Islam untuk mencariilmu pengetahuan (hukumnya wajib ‘ain), Nabi Muhammad sendirimendorong umatnya untuk mencari ilmu sampai ke negeri Chinasekalipun (Hadits). Seperti diketahui bahwa China pada waktu itu belumsama sekali terjamah oleh ajaran Islam. Sebaliknya dalam tradisiperadaban barat terjadi konflik berdarah antara agama dan Ilmupengetahuan, sehingga berdampak pada hubungan antara agama danilmu pengetahuan tidak harmonis. Pada bab ini juga dipaparkan adanyakrisis epistemologis keilmuan (termasuk ilmu hukum) yang terjadi didunia barat yang mendorong kaum muda muslim (Indonesia) untukmendekonstruksi paradigma keilmuan yang berkembang di dunia barat.Di sini ditawarkan paradigma baru yang disebut Paradigma Profetik,yang gagasan awalnya ditebarkan oleh Kuntowijoyo. Dari payungparadigma itulah digagas tentang Ilmu Hukum Profetik.

Pada bab 2 dipaparkan tentang konsep paradigma profetik. Konsepini pada awalnya digagas oleh Kuntowijoyo, namun menurut HeddyShri Ahima-Putra isi konsepnya masih jauh dari lengkap. Untukmelengkapi isi konsepnya, Ahimsa-Putra mencoba memberikan definisikonsep, menguraikan unsur-unsurnya, skemanya, basis epistemologisparadigma profetik, asumsi dasar tentang basis pengetahuan, asumsidasar tentang obyek material, asumsi dasar tentang obyek yang diteliti,asumsi dasar tentang ilmu pengetahuan, asumsi dasar tentang ilmualam atau sosial profetik, Asumsi dasar tentang dispilin profetik, Etosparadigma profetik, Model paradigma profetik, dan ImplikasiEpistemogi Profetik. Dengan demikian konsep tentang paradigma

Page 35: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 1 21

profetik ini menjadi lebih jelas komponennya lebih kokoh dasarnya,dan juga lebih jelas sosoknya. Paradigma profetik ini merupakan indukatau payung yang menaungi dan menjadi pendasar lahirnya Ilmu-IlmuProfetik, termasuk di dalamnya Ilmu Hukum Profetik. Oleh karena ituisi uraiannya bersifat hal-hal yang sangat mendasar.

Pada bab 3 diuraikan tentang landasan ontologi ilmu hukumprofetik. Landasan ontologis di sini dibutuhkan dan dimaksudkan untukmemahami bangunan ilmu dari aspek obyek material yang menjadisasaran pemikiran atau kajian ilmu tersebut. Obyek kajian di sini dapatdiperinci menjadi obyek kajian material dan formal. Sebagaimana kitapahami bersama bahwa setiap disiplin ilmu pasti mempunyai obyekkajian masing-masing baik terkait dengan obyek material maupun obyekformal. Obyek material terkait dengan hakikat realitas yang dikaji atauditeliti atau sasaran pemikiran. Hal ini dapat mencakup hal-hal yangkonkrit maupun abstrak dari suatu realitas seperti ide-ide dan nilai-nilai. Sementara itu obyek formal terkait dengan sudat pandang orangmelihat obyek material atau realitas yang dikaji serta prinsip-prinsipyang digunakan. Obyek formal ini dapat melahirkan berbagaipendekatan yang berbeda-beda sehingga melahirkan aliran-aliran dalamsetiap disiplin keilmuan. Kedua obyek tersebut akan membingkai padaberbagai kajian dan penelitian dari displin ilmu tersebut.

Pada landasan ontologi Ilmu Hukum Profetik ini pertanyaanmendasar yang muncul dan perlu dijelaskan adalah apa hakikat darirealitas yang disebut hukum menurut perspektif paradigma profetik?.Jawaban atas pertanyaan ini tentunya harus dimulai denganmengemukakan asumsi atau anggapan dasar (basis assumption) apa yangdimaksud dengan hukum itu. Asumsi atau anggapan dasar adalahpandangan-pandangan mengenai suatu hal, yaitu hukum yang tidakdipertanyakan lagi kebenarannya atau sudah diterima kebenarannya.Pandangan ini merupakan titik-tolak atau dasar bagi upaya memahamidan menjawab suatu persoalan, karena pandangan-pandangan tersebutdianggap benar atau diyakini kebenarannya. Anggapan-anggapan ini

Page 36: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Pendahuluan22

bisa lahir dari (a) perenungan-perenungan filosofis dan reflektif, bisadari (b) penelitian-penelitian empiris yang canggih, bisa pula dari (c)pengamatan yang seksama. Asumsi dasar dibutuhkan agar kitamempunyai titik berdiri (standing point) pemikiran kita tentang hakikathukum itu. Tanpa asumsi dasar kita akan kesulitan dan mungkinmenjadi bingung memahami tentang hukum dan segala persoalan yangterkait dengannya.

Pada bab 4 diuraikan tentang landasan epistemologi ilmu hukumprofetik. Landasan epistemologi ilmu dibutuhkan terkait dengan carabagaimana kebenaran dari pengetahuan itu diperoleh secara valid danterpercaya berdasarkan suatu metode ilmiah tertentu. Melaluiepistemologi tersebut kita dapat memahami bagaimana ilmu itu adaatau lahir dan diyakini kebenarannya secara ilmiah. Melalui epistemologiitu juga kita dapat membedakan mana pengetahuan yang disebut ilmudan yang bukan ilmu, mana yang ilmiah dan mana yang tidak ilmiah.

Dalam epistemologi ilmu, hal mendasar yang menjadi pertanyaankefilsafatan adalah bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnyapengetahuan yang disebut ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apayang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar?Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apa kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan penegathuan yangberupa ilmu? Pada bab ini diuraikan berturut-turut tulisan yangmembahas tentang basis epistemologis ilmu-ilmu profetik yang ditulisoleh M.Syamsudin. Selanjutnya menguraikan tentang Meninjau PemikiranIlmu, Ilmiah Modern dan dasar Filsafatnya Dewasa Ini, Suatu Tinjauandalam Rangka Persepektif wawasan Ajaran Ke-Islaman, oleh M. Koesnoe.Pada bagian pertama diuraikan tentang dasar-dasar keilmuan modern(barat) beserta filsafat yang mendasarinya. Pada bagian yang pertamaini pada intinya berisi kritik terhadap epistemologi keilmuan barat yangbersifat sekuler. Pada bagian yang kedua diuraikan tentang tinjauandari perspektif wawasan ajaran ke-Islaman, yang mengambil modelPemikiran Imam Al-Ghozali. Selanjutnya dibahas tentang Paradigma

Page 37: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 1 23

Profetik dalam Hukum Islam Melalui Pendekatan Systems, Oleh AminAbdullah.

Pada bab 5 diuraikan tentang landasan aksiologi ilmu hukumprofetik. Landasan aksiologi ini dibutuhkan untuk memahami persoalan-persoalan keilmuan yang berkaitan dengan pengembanan hukum(rechtsbeoefening). Hal mendasar yang menjadi perhatian uraian ini adalahkondisi pengembanan hukum (rechtsbeoefening) di Indonesia, baikpengembangan teoretis maupun praktis, banyak sekali dimensiaksiologis yang perlu untuk mendapat pencerahan. Pengembananhukum adalah kegiatan manusia berkenaan dengan adanya danberlakunya hukum di dalam masyarakat. Kegiatan tersebut mencakupkegiatan membentuk, melaksanakan, menerapkan, menemukan,meneliti, dan secara sistematikal mempelajari dan mengajarkan hukumyang berlaku. Pengembanan hukum itu dapat dibedakan pengembananhukum teoretis dan praktis.

Bab 6 adalah bab terakhir yang muatanya berisi pertama-tamatentang peluang untuk mengembangkan Hukum Profetik di EraPostmodern, selanjutnya diuraikan tentang simpulan tentang landasankefilsafatan Ilmu Hukum Profetik yang telah diuraikan dan dibahaspada bab-bab sebelumnya.

Page 38: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Pendahuluan24

Page 39: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

A. PengantarA. PengantarA. PengantarA. PengantarA. Pengantar

Kata profetik berasal dari bahasa Inggris ‘prophet’, yang berartinabi. Menurut Ox-ford Dictionary ‘prophetic’ adalah (1) “Of, pertainingor proper to a prophet or prophecy”; “having the character or functionof a prophet”; (2) “Characterized by, containing, or of the nature ofprophecy; predictive”. Jadi, makna profetik adalah mempunyai sifatatau ciri seperti nabi, atau bersifat prediktif, memrakirakan. Profetik disini dapat diterjemahkan menjadi ‘kenabian’. Pertanyaannya kemudianadalah: adakah ilmu kenabian atau paradigma kenabian? Ilmu atauparadigma seperti apa ini?

Gagasan mengenai ilmu profetik di Indonesia -seingat saya- padamulanya berasal dari Prof. Dr. Kuntowijoyo, guru besar sejarah dariFakultas Ilmu Budaya, UGM. Gagasan ini dituangkan dalam bukunyayang berjudul Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika,diterbitkan tahun 2004. Meskipun demikian, pemikiran-pemikiranKuntowijoyo -yang selanjutnya akan saya sebut Mas Kunto, sapaan

BABBABBABBABBAB

PARADIGMA PROFETIKPARADIGMA PROFETIKPARADIGMA PROFETIKPARADIGMA PROFETIKPARADIGMA PROFETIK(Sebuah Konsepsi)1

Oleh Heddy Shri Ahimsa-PutraOleh Heddy Shri Ahimsa-PutraOleh Heddy Shri Ahimsa-PutraOleh Heddy Shri Ahimsa-PutraOleh Heddy Shri Ahimsa-Putra

2

1 Makalah ini pernah disampaikan pada “Diskusi Berseri Membangun ParadigmaIlmu Hukum Profetik” diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum Fakultas HukumUniversitas Islam Indonesia (PSH FH UII) Yogyakarta, pada tanggal 18 Nopember2011.

Page 40: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...26

akrab saya untuk beliau- mengenai ilmu profetik tersebut bibit-bibitnyasudah ditebar lebih awal dalam bukunya Paradigma Islam: Interpretasiuntuk Aksi (Mizan, 1991). Apa yang digagas oleh mas Kunto pada dasarnyabukanlah hal yang sama sekali baru dalam jagad pemikiran Islam. Daritulisan-tulisannya dapat ditemukan tokoh-tokoh pemikir Islam yangbanyak mempengaruhi dan memberikan inspirasi pada mas Kunto.

Mas Kunto menulis bahwa “Asal-usul dari pikiran tentang IlmuSosial Profetik itu dapat ditemukan dalam tulisan-tulisan MuhammadIqbal dan Roger Garaudy”. Muhammad Iqbal adalah tokoh pemikirIslam, sedang Roger Garaudy adalah ahli filsafat Prancis yang masukIslam. Mas Kunto banyak mengambil gagasan dua pemikir untukmengembangkan apa yang diangan-angankannya sebagai ilmu-ilmuprofetik, lebih khusus lagi ilmu sosial profetik, karena mas Kunto adalahseorang sejarawan, seorang ilmuwan sosial.

Dikatakan oleh mas Kunto bahwa gagasan mengenai ilmu sosialprofetik yang dikemukakannya dipicu antara lain oleh perdebatan yangterjadi di kalangan cendekiawan Islam mengenai teologi, yang terjadidalam sebuah seminar di Kaliurang, Yogyakarta. Saat itu ada dua kubuyang berseberangan pendapat di situ, yakni kubu teologi konvensional,yang mengartikan teologi sebagai ilmu kalam, “yaitu suatu disiplin yangmempelajari ilmu ketuhanan, bersifat abstrak normatif, dan skolastik”dengan kubu teologi transformatif, yang memaknai teologi sebagai“penafsiran terhadap realitas dalam perspektif ketuhanan. Jadi lebihmerupakan refleksi-refleksi empiris”. Menurut mas Kunto, perbedaanpandangan ini sulit diselesaikan, karena masing-masing memberikanmakna yang berbeda terhadap konsep paling pokok di situ, yaitu konsepteologi itu sendiri. Untuk mengatasi kemacetan dialog ini Kuntowijoyomengusulkan digantinya istilah teologi menjadi ilmu sosial, sehinggaistilah Teologi Transformatif diubah menjadi Ilmu Sosial Transformatif.

Peristiwa lain yang menjadi pemicu gagasan mas Kunto tentangilmu profetik adalah Kongres Psikologi Islam I di Solo, 10 Oktober 2003.Ketika itu ada pemakaian istilah “Islamisasi pengetahuan”, yang

Page 41: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 27

menggelisahkan mas Kunto, karena makna istilah tersebut kemudian“diplesetkan” ke arah “Islamisasi non-pri”, yang dihubungkan dengan“sunat secara Islam”, atau tetakan (bhs.Jawa). “Tentu saja saya sakithati dengan penyamaan itu, meskipun ada benarnya juga” begitu tulisamas Kunto,”Saya sakit hati karena sebuah gerakan intelektual yang saratnilai keagamaan disamakan dengan gerakan bisnis pragmatis. Olehkarena itu saya tidak lagi memakai istilah “Islamisasi pengetahuan”,dan ingin mendorong supaya gerakan intelektual umat sekarang inimelangkah lebih jauh, dan mengganti “Islamisasi pengetahuan” menjadi“Pengilmuan Islam”. Dari reaktif menjadi proaktif” (2006: vii-viii).

Mas Kunto kemudian menghimpun gagasan-gagasan yang masihterserak di sana-sini menjadi sebuah “nonbuku darurat”, “nonbukucomat-comot” -begitu dia menyebut buku kecilnya- yang diberi judulIslam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika. Menurut mas Kunto“Pengembangan Paradigma Islam itu merupakan langkah pertama danstrategis ke arah pembangunan Islam sebagai sistem, gerakan sosial-budaya ke arah sistem Islam yang kaffah, modern dan berkeadaban.Dengan demikian Islam akan lebih credible bagi pemeluknya dan baginon-Muslim…” (2006: ix). Apa yang mas Kunto lakukan adalah sebuahlangkah awal untuk mewujudkan sebuah Paradigma Islam dalam jagadilmu pengetahuan, yang sampai saat ini umumnya menggunakan basisparadigma dari dunia Barat.

Jika kita sepakat dengan Thomas Kuhn bahwa revolusi ilmupengetahuan tidak lain adalah perubahan paradigma, perubahan padamode of thought, pada mode of inquiry, maka kita akan sampai pada pendapatbahwa inti ilmu pengetahuan tidak lain adalah paradigma (Ahimsa-Putra,2007). Jika demikian, maka apa yang seharusnya dibahas dan dibangunterlebih dahulu oleh mas Kunto adalah sebuah konsepsi atau pandanganmengenai paradigma, mengenai sebuah kerangka pemikiran. Oleh karenaini belum dilakukan oleh mas Kunto, maka dengan sendirinya pemikiranmas Kunto mengenai ilmu profetik masih jauh dari lengkap.

Page 42: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...28

Dalam makalah ini saya mencoba mengembangkan lebih lanjutgagasan mas Kunto untuk membangun paradigma profetik yang lebihjelas komponennya lebih kokoh dasarnya, dan juga lebih jelas sosoknya.Tentu saja, karena terbatasnya ruang di sini, tidak semua komponenparadigma profetik akan saya ulas. Bagian yang akan saya ulas terutamaadalah bagian tentang epistemologi.

B. Paradigma: Apa itu?B. Paradigma: Apa itu?B. Paradigma: Apa itu?B. Paradigma: Apa itu?B. Paradigma: Apa itu?

Sebelum istilah paradigma menjadi sebuah konsep yang populer, parailmuwan sosial-budaya telah menggunakan beberapa konsep lain denganmakna yang kurang lebih sama, yakni: kerangka teoretis (theoreticalframework), kerangka konseptual (con-ceptual framework), kerangkapemikiran (frame of thinking), orientasi teoritis (theoretical orientation),sudut pandang (perspective), atau pendekatan (approach). Kini istilahparadigma sudah mulai banyak digunakan oleh ilmuwan sosial-budaya. Meskipun begitu, istilah-istilah lama tersebut juga tetap akandigunakan di sini, dengan makna yang kurang-lebih sama denganparadigma (paradigm).

Penggunaan konsep paradigma yang semakin lazim kini tidakberarti bahwa makna konsep tersebut sudah jelas atau telah disepakatibersama. Thomas Kuhn (1973) telah berbicara panjang lebar tentangpergantian paradigma, namun sebagaimana telah kita lihat, dia sendiritidak menjelaskan secara khusus dan rinci tentang apa yangdimaksudnya sebagai paradigma, dan tidak menggunakan konseptersebut secara konsisten dalam tulisan-tulisannya. Hal ini tampaknyamerupakan akibat tidak langsung dari topik pembahasannya, yaknipergantian paradigma dalam ilmu-ilmu alam (Ahimsa-Putra, 2007). Kuhntidak menyinggung tentang ilmu-ilmu sosial-budaya. Ada kemungkinanka-rena dia merasa tidak perlu membedakan dua jenis ilmu pengetahuantersebut, mengingat dua-duanya adalah ilmu pengetahuan. Adakemungkinan pula karena dia menganggap ilmu sosial-budaya belummerupakan ilmu pengetahuan (science), karena dari perspektif tertentu

Page 43: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 29

status sains (ilmu) memang belum berhasil dicapai oleh cabang ilmutersebut (Kuhn, 1977).

Kelalaian Kuhn untuk menjelaskan secara rinci apa yangdimaksudnya sebagai paradigma telah menyulitkan kita. Untukmengatasi kesulitan ini saya mencoba di sini memaparkan apa yangsaya maksud dengan paradigma.

1. Paradigma: Sebuah Definisi1. Paradigma: Sebuah Definisi1. Paradigma: Sebuah Definisi1. Paradigma: Sebuah Definisi1. Paradigma: Sebuah Definisi22222

Paradigma -menurut hemat saya- dapat didefinisikan sebagaiseperangkat konsep yang berhubungan satu sama lain secara logis membentuksebuah kerangka pemikiran yang berfungsi untuk memahami, menafsirkan danmenjelaskan kenyataan dan/ atau masalah yang dihadapi. Berikut adalahpenjelasan frasa-frasa dalam definisi ini.

“Seperangkat konsep yang berhubungan satu sama lain secara logismembentuk suatu kerangka pemikiran.....”

Kata “seperangkat” menunjukkan bahwa paradigma memilikisejumlah unsur-unsur, tidak hanya satu unsur. Unsur-unsur ini adalahkonsep-konsep. Konsep adalah istilah atau kata yang diberi maknatertentu. Oleh karena itu, sebuah paradigma juga merupakan kumpulanmakna-makna, kumpulan pengertian-pengertian. Kumpulan konsep-konsep ini merupakan sebuah kesatuan, karena konsep-konsep iniberhubungan secara logis, yakni secara paradigmatik, sintagmatik,metonimik dan metaforik sehingga dapat dikatakan sebagai“seperangkat konsep”, seperti halnya peralatan pada orkestra gamelanatau unsur-unsur pada pakaian, yang membentuk seperangkat gamelandan seperangkat pakaian. Tentu, relasi-relasi pada gejala-gejala empirisini tidak sama dengan relasi-relasi antar unsur dalam paradigma. Relasiantar unsur dalam paradigma berada pada tataran logika, pada tataran

2 Uraian mengenai paradigma ini saya ambil dari makalah saya di tahun 2009 (Ahimsa-Putra, 2009).

Page 44: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...30

pemikiran, sedang relasi antar unsur pada perangkat pakaian dangamelan berada pada tataran fungsi, atau bersifat fungsional.Selanjutnya, karena makna dan hubungan antar-makna ini adanya dalampikiran, maka kumpulan konsep yang membentuk kerangka itu disebutjuga sebagai kerangka pemikiran.

“.....yang berfungsi untuk memahami dan menjelaskan kenyataan dan/atau masa-lah yang dihadapi”.

Dalam pikiran manusia, kerangka pemikiran ini digunakan untuktujuan tertentu, sehingga kerangka pemikiran ini memiliki fungsi, yakniuntuk memahami kenyataan, mendefinisikan kenyataan, menentukankenyataan yang dihadapi, menggolongkannya ke dalam kategori-kategori, dan kemudian menghubungkannya dengan definisi kenyataanlainnya, sehingga terjalin relasi-relasi pada pemikiran tersebut, yangkemudian membentuk suatu gambaran tentang kenyataan yangdihadapi.

Kenyataan yang dihadapi menimbulkan berbagai akibat atau reaksidalam pikiran manusia. Salah satu di antaranya adalah pertanyaan-pertanyaan atau rasa tidak puas karena kenyataan yang dihadapi tidakdapat dipahami dengan menggunakan kerang-ka pemikiran yang telahada, atau kurang sesuai dengan yang diharapkan. Pertanyaan danketidakpuasan ini selanjutnya mendorong manusia untuk menjawabpertanyaan tersebut atau mencari jalan guna mengatasi ketidakpuasanyang ada dalam dirinya. Ini berarti bahwa paradigma tidak hanya adadi kalangan ilmuwan saja, tetapi juga di kalangan orang awam, dikalangan semua orang, dari semua golongan, dari se-mua lapisan, darisemua kelompok, dari semua sukubangsa. Meskipun demikian, hal ituberarti bahwa setiap orang menyadari kerangka pemikirannya sendiri.Bahkan, se-bagian besar orang sebenarnya tidak menyadari betul atautidak mengetahui seperti apa kerangka pemikiran yang dimilikinya,yang digunakannya untuk memahami situa-si dan kondisi kehidupansehari-hari. Kesadaran ini hanya dapat muncul dari kalangan mereka

Page 45: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 31

yang dapat melakukan refleksi atas apa yang mereka pikirkan sendiri,yang mengetahui dan dapat menggunakan metode-metode danprosedur yang harus digunakan dalam proses refleksi tersebut.

Bagi upaya pengembangan dan pembuatan paradigma baru,pendefinisian konsep paradigma saja belum cukup. Lebih pentingdaripada pendefinisian adalah penentuan unsur-unsur yang tercakupdalam pengertian paradigma. Definisi di atas belum memberikanketerangan lebih lanjut tentang isi dari kerangka pemikiran itu sendiri.“Seperangkat konsep” barulah sebuah gambaran umum tentang isidari kerangka pemikiran tersebut, sedang kenyataannya konsep-konsep ini tidak sama kedudukan dan fungsi-nya dalam kerangkapemikiran dan karena itu juga memiliki nama yang berbeda-beda. Olehkarena itu diperlukan penjelasan lebih lanjut tentang komponen-komponen kon-septual yang membentuk kerangka pemikiran atauparadigma tersebut.

Berbagai pembahasan tentang paradigma di kalangan ilmuwanBarat berada di seputar masalah (a) konsepsi tentang paradigma; (b)ada tidaknya paradigma dalam sua-tu disiplin tertentu, dan (c) unsur-unsur paradigma. Sayangnya, dari berbagai pemba-hasan itu tidakberhasil dicapai sebuah kesepakatan tentang definisi yang cukup prak-tis dan strategis mengenai paradigma. Apalagi kesepakatan mengenaiunsur-unsur paradigma. Akibatnya, kita mengalami kesulitan untukmemanfaatkan rintisan pemikiran yang dilontarkan oleh Kuhn. Untukitu kita perlu membangun sebuah konsepsi (pandangan) tentangparadigma, yang berisi bukan hanya definisi, tetapi juga elemen-elemenpokok yang terdapat dalam sebuah paradigma.

Dari berbagai kelemahan dan kelebihan gagasan-gagasan tentangparadigma yang telah dikemukakan oleh para ilmuwan Barat (lihatAhimsa-Putra, 2008; 2009), saya mencoba di sini untuk mengemukakangagasan saya tentang paradigma, yang menca-kup definisi dan unsur-unsur pokok yang terdapat di dalamnya. Konsepsi tentang paradigmaini saya bangun setelah saya menelaah secara kritis berbagai buku dan

Page 46: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...32

artikel para ilmuwan Barat (karena dari Indonesia saya tidak menemukanpembahasan-pembahasan ini) mengenai paradigma, baik yang teoritis,filosofis maupun yang aplikatif.

Pertanyaan pokok saya ketika itu adalah: apa yang dimaksuddengan paradigma? apa saja komponen-komponen konseptual atauunsur-unsur pemikiran yang memben-tuk sebuah paradigma dalamsebuah cabang ilmu pengetahuan, terutama ilmu sosial-budaya, danlebih khusus lagi antropologi budaya?

2. Unsur-unsur (komponen-komponen) Paradigma2. Unsur-unsur (komponen-komponen) Paradigma2. Unsur-unsur (komponen-komponen) Paradigma2. Unsur-unsur (komponen-komponen) Paradigma2. Unsur-unsur (komponen-komponen) Paradigma

Sebuah perspektif dalam ilmu sosial-budaya biasanya dapatdibedakan satu sama lain atas dasar asumsi-asumsi atau anggapan-anggapan dasarnya tentang obyek yang diteliti, masalah-masalah yangingin dijawab atau diselesaikan, konsep-konsep, meto-de-metode sertateori-teori yang dihasilkannya. Pendapat yang dilontarkan oleh Cuffdan Payne (1980:3) ini merupakan pendapat yang dapat membawa kitakepada pema-haman tentang paradigma dalam ilmu sosial-budaya.Dalam pendapat ini tersirat pan-dangan bahwa sebuah perspektif ataupendekatan -Cuff dan Payne tidak menyebutnya sebagai “paradigma”-memiliki sejumlah unsur, di antaranya adalah: asumsi dasar (ba-sic as-sumption -Cuff dan Payne menyebutnya bedrock assumption-, konsep,metode, pertanyaan dan jawaban-jawaban yang diberikan.

Jika “perspektif” adalah juga “paradigma”, maka unsur-unsurtersebut dapat dikata-kan sebagai unsur-unsur paradigma. Meskipundemikian, menurut saya, pandangan Cuff dan Payne tentang unsur-unsur perspektif tersebut masih belum lengkap. Masih ada elemen lainyang juga selalu ada dalam sebuah paradigma ilmu sosial-budaya,namun belum tercakup di dalamnya, misalnya model. Selain itu, unsurmetode juga masih perlu dirinci lagi. Cuff dan Payne juga masih belummenjelaskan bagaimana ki-ra-kira urut-urutan unsur-unsur tersebutdalam sebuah paradigma atau kerangka ber-fikir tertentu, sehinggaposisi masing-masing unsur terhadap yang lain tidak kita keta-hui. Lebih

Page 47: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 33

dari itu, Cuff dan Payne juga tidak selalu menjelaskan makna darikonsep-konsep yang digunakannya secara rinci, sehingga kita tidakselalu dapat mengetahui dengan baik apa yang dimaksudkannya.

Sebuah paradigma, kerangka teori atau pendekatan dalam ilmusosial-budaya me-núrut hemat saya terdiri dari sejumlah unsur pokok,yakni: (1) asumsi-asumsi dasar; (2) nilai-nilai; (3) masalah-masalah yang diteliti(4) model; (5) konsep-konsep; (6) metode penelitian; (7) metode analisis; (8)hasil analisis atau teori dan (9) representasi (etno-grafi) (Ahimsa-Putra,2009). Berikut ini adalah uraian mengenai komponen-komponenparadigma ini, yang menurut saya perlu diberikan.

a.a.a.a.a. Asumsi-asumsi/Anggapan-anggapan DasarAsumsi-asumsi/Anggapan-anggapan DasarAsumsi-asumsi/Anggapan-anggapan DasarAsumsi-asumsi/Anggapan-anggapan DasarAsumsi-asumsi/Anggapan-anggapan Dasar(((((Basic AssumptionsBasic AssumptionsBasic AssumptionsBasic AssumptionsBasic Assumptions) - (1)) - (1)) - (1)) - (1)) - (1)

Asumsi atau anggapan dasar adalah pandangan-pandanganmengenai suatu hal (bisa benda, ilmu pengetahuan, tujuan sebuahdisiplin, dan sebagainya) yang tidak di-pertanyakan lagi kebenarannyaatau sudah diterima kebenarannya. Pandangan ini merupakan titik-tolakatau dasar bagi upaya memahami dan menjawab suatu persoalan, karenapandangan-pandangan tersebut dianggap benar atau diyakinikebenarannya. Anggapan-anggapan ini bisa lahir dari (a) perenungan-perenungan filosofis dan reflektif, bisa dari (b) penelitian-penelitianempiris yang canggih, bisa pula dari (c) pengamatan yang seksama.

Jika asumsi ini berasal dari pandangan filosofis dan reflektif,pandangan ini biasanya lantas mirip dengan ‘ideologi’ si ilmuwan, danini tentu saja bersifat subyektif. Oleh karena itu, muncul kini pendapatyang mengatakan bahwa tidak ada “obyektivitas” dalam ilmu sosial-budaya, sebab apa yang selama ini dianggap sebagai “obyektivitas”ternyata juga didasarkan pada asumsi-asumsi filosofis tertentu, yangtidak berbeda dengan ‘ideologi’. Asumsi-asumsi dasar biasanya terlihatdengan jelas dalam rumusan-rumusan tentang hakikat sesuatu ataudefinisi mengenai sesuatu, dan ini biasanya merupakan jawaban ataspertanyaan “Apa itu...?”. Misalnya saja, “Apa itu kebudayaan?”; “Apaitu masyarakat?”; “Apa itu karya sastra?”, dan sebagainya. Dalam dunia

Page 48: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...34

ilmu pengetahuan definisi mengenai sesuatu inilah yang akan sangatmenentukan langkah-langkah kegiatan ilmiah selanjutnya.

Dari paparan di atas terlihat bahwa asumsi-asumsi dasar merupakanfondasi dari sebuah disiplin atau bidang keilmuan, atau dasar dari sebuahkerangka pemikiran, dan seperti halnya fondasi sebuah gedung yang tidakterlihat, demikian pula halnya dengan asumsi dasar. Suatu kerangkateori dalam ilmu sosial-budaya biasanya mempunyai banyak asumsidasar. Akan tetapi, tidak semua asumsi dasar ini selalu dikemukakansecara eksplisit. Bahkan kadang-kadang malah tidak dipaparkan samasekali, karena semua orang dianggap telah mengetahuinya.

Mengapa digunakan istilah ‘asumsi’, bukan ‘dalil’ atau ‘hukum’,jika memang kebenarannya sudah tidak dipertanyakan lagi? Karenatindakan ‘tidak lagi mempertanyakan kebenaran’ ini tidak berlaku untuksemua orang. Orang lain malah bisa sangat tidak setuju atau sangatmempertanyakan ‘kebenaran yang tidak dipertanyakan’ itu tadi. Jadi,kebenaran di situ dianggap bersifat relatif. Oleh karena itulah lebih tepatjika kebenaran yang relatif itu disebut sebagai ‘asumsi’, anggapan, saja,bukan dalil atau hukum.

b. Etos / Nilai-nilai (b. Etos / Nilai-nilai (b. Etos / Nilai-nilai (b. Etos / Nilai-nilai (b. Etos / Nilai-nilai (Ethos / ValuesEthos / ValuesEthos / ValuesEthos / ValuesEthos / Values) - (2)) - (2)) - (2)) - (2)) - (2)

Setiap kegiatan ilmiah juga selalu didasarkan pada sejumlah kriteriaatau patokan yang digunakan untuk menentukan apakah sesuatu itubaik atau buruk, benar atau sa-lah, bermanfaat atau tidak. Patokan-patokan inilah yang biasa disebut nilai atau etos. Dinyatakan atau tidaknilai-nilai selalu ada di balik setiap kegiatan ilmiah, karena di situ selaluada persoalan benar atau salah, bermanfaat atau tidak. Dengan patokaninilah seorang ilmuwan akan menilai hasil penelitian ilmuwan yang lain,kinerja mereka atau produktivitas mereka.

Dalam sebuah paradigma nilai-nilai ini paling tidak mengenai: (a)ilmu pengetahuan (b) ilmu sosial-budaya; (c) penelitian ilmiah; (d)analisis ilmiah; (e) hasil penelitian. Nilai-nilai ini selalu ada dalam setiapcabang ilmu, tetapi rumusan, penekanan dan keeksplisitannya berbeda-beda. Ada cabang ilmu pengetahuan yang nilainya lebih menekankan

Page 49: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 35

pada manfaat ilmu, tetapi lebih bersifat implisit, sedang pada disiplinlain nilai ini dibuat sangat eksplisit. Nilai-nilai mana yang ditekankanoleh suatu komunitas atau organisasi ilmuwan bisa berbeda-beda. Halini sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya masyarakat tempat parailmuwan tersebut menjalankan aktivitas keilmuan me-reka.

Meskipun nilai-nilai ini pada umumnya menyatakan tentang hal-hal yang baik, yang seharusnya, tetapi sebenarnya nilai-nilai jugaberkenaan dengan yang tidak baik, yang buruk. Oleh karena itu, bisapula nilai yang dibuat eksplisit bukanlah yang baik, tetapi yang buruk.Hal ini dilakukan mungkin dengan tujuan agar para ilmuwan dapatlebih terjaga dari melakukan hal-hal yang buruk. Nilai yang baikberkenaan dengan ilmu pengetahuan misalnya adalah nilai yangmengatakan, “ilmu pengetahuan yang baik adalah yang bermanfaat bagikehidupan manusia”; atau “ilmu pengetahuan yang baik adalah yangteori-teorinya bisa bersifat universal”; atau “ilmu pengetahuan yangbaik adalah yang diperoleh dengan menggunakan metode dan prosedurtertentu yang dapat mencegah masuknya unsur subyektivitas peneliti”,dan sebagainya. Nilai-nilai yang buruk misalnya adalah, “ilmupengetahuan yang buruk adalah yang tidak memberikan manfaat kepadaumat manusia”; atau “ilmu pengetahuan yang buruk adalah yangmembuat manusia semakin jauh dari Sang Pencipta”.

c. Model-model (c. Model-model (c. Model-model (c. Model-model (c. Model-model (ModelsModelsModelsModelsModels) - (3)) - (3)) - (3)) - (3)) - (3)

Model adalah perumpamaan, analogi, atau kiasan tentang gejala yangdipelajari. Seringkali model juga terlihat seperti asumsi dasar. Meskipundemikian, model bukan-lah asumsi dasar. Sebagai perumpamaan dari suatukenyataan, sebuah model bersifat menyederhanakan (Inkeles, 1964).Artinya, tidak semua aspek, sifat, atau unsur dari realita dapat tampildalam sebuah model. Model dapat dibedakan menjadi dua yakni: (1) modelutama (primary model) dan model pembantu (secondary model). Model yangdimaksudkan di sini adalah primary model (Ahimsa-Putra, 2009).

Model utama merupakan model yang lebih dekat dengan asumsidasar. Model ini merupakan menjadi pembimbing seorang peneliti dalam

Page 50: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...36

mempelajari suatu gejala. Model ini bisa berupa kata-kata (uraian)maupun gambar, namun umumnya berupa uraian. Berbeda halnya denganmodel pembantu yang selain umumnya berupa gambar, model ini jugabiasa digunakan untuk memudahkan seorang ilmuwan menjelaskan hasilanalisisnya atau teorinya. Model ini bisa berupa diagram, skema, baganatau sebuah gambar, yang akan membuat orang lebih mudah mengertiapa yang dijelaskan oleh seseorang. Jadi kalau model utama harus sudahada sebelum seorang peneliti melakukan penelitiannya, model pembantubiasanya muncul dalam hasil analisis atau setelah penelitian dan analisisdilakukan (Ahimsa-Putra, 2009).

Sebagai perumpamaan dari suatu gejala atau realita tertentu sebuahmodel bersifat menyederhanakan gejala itu sendiri. Artinya, tidak semuaaspek, sifat atau unsur dari gejala tersebut ditampilkan dalam model.Seorang peneliti yang mengawali penelitiannya dengan mengatakanbahwa kebudayaan itu seperti organisma atau mahluk hidup, pada dasarnyatelah menggunakan model organisme dalam penelitiannya. Apakahkebudayaan itu organisme? Tentu saja bukan. Akan tetapi orang bolehsaja mengumpa-makannya seperti organisme, karena memang adakenyataan-kenyataan yang dapat mendukung pemodelan seperti itu.

Jadi sebuah model muncul karena adanya persamaan-persamaantertentu antara fenomena satu dengan fenomena yang lain. Perbedaanpada penekanan atas persamaan-persamaan inilah yang kemudianmembuat ilmuwan yang satu menggunakan model yang berbedadengan ilmuwan yang lain. Persamaan-persamaan ini pula yangkemudian membimbing seorang ilmuwan ke arah model tertentu, yangberarti ke arah penjelasan tertentu tentang gejala yang dipelajari. Padasaat yang sama, sebuah model berarti juga membelokkan si ilmuwan daripenjelasan yang lain. Oleh karena itu, sebuah model bisa dikatakanmembimbing, tetapi bisa pula ‘menyesatkan’. Oleh kare-na itu pulatidak ada model yang salah atau paling benar. Semua model benar belaka.Yang membedakannya adalah produktivitasnya (Inkeles, 1964). Artinya,implikasi-implikasi teoritis dan metodologis apa yang bakal lahir dari

Page 51: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 37

penggunaan model tertentu dalam mempelajari suatu gejala. Sebuahmodel yang banyak menghasilkan implikasi teoretis dan metodologismerupakan sebuah model yang produktif. Meskipun demikian, seorangilmuwan bisa saja memilih sebuah model yang tidak begitu produktif,karena dianggap dapat memberikan pemahaman baru atas gejala yangdipelajari. Biasanya produktivitas sebuah model tidak dapat ditentukandari awal, karena dalam perkembangan selanjutnya ilmuwan-ilmuwanlain mungkin saja akan dapat merumuskan pertanyaan-pertanyaan baruyang tak terduga berdasarkan atas model tersebut (Ahimsa-Putra, 2009).

d. Masalah yang Diteliti / yang Ingin Dijawabd. Masalah yang Diteliti / yang Ingin Dijawabd. Masalah yang Diteliti / yang Ingin Dijawabd. Masalah yang Diteliti / yang Ingin Dijawabd. Masalah yang Diteliti / yang Ingin Dijawab- (4)- (4)- (4)- (4)- (4)

Ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab atau hipotesayang ingin diuji kebenarannya. Setiap paradigma memiliki masalah-masalahnya sendiri, yang sangat erat kaitannya dengan asumsi-asumsidasar dan nilai-nilai. Oleh karena itu, rumusan masalah dan hipotesaharus dipikirkan dengan seksama dalam setiap penelitian, karena dibaliknya terdapat sejumlah asumsi dan di dalamnya terdapat konsep-konsep terpenting. Oleh Kuhn unsur ini disebut exemplar. Suatu penelitianselalu berawal dari suatu kebutuhan, keperluan, yaitu keperluan untuk(a) memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tertentu, ataukeinginan (b) membuktikan kebenaran empiris dugaan-dugaan ataupernyataan-pernyataan tertentu (Ahimsa-Putra, 2009).

Penelitian untuk memenuhi kebutuhan pertama selalu berawal darisejumlah pertanyaan (questions) mengenai gejala-gejala tertentu yangdianggap menarik, aneh, asing, menggelisahkan, menakutkan,merugikan, dan seterusnya, sedang penelitian kedua selalu berawaldari sejumlah pernyataan yang masih perlu dan ingin dibuktikan kebenarannya(hypothesis) atau hipotesa. Oleh karena itu dalam setiap penelitian harusada pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab, dan/atau hipotesa-hipotesa yang ingin dibuktikan. Penelitian yang berawal dari beberapapertanyaan tidak perlu lagi menggunakan hipotesa, demikian pulapenelitian yang berawal dari sejumlah hipotesa, tidak perlu lagi

Page 52: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...38

menggunakan pertanyaan-pertanyaan. Meskipun demikian, kalau suatupenelitian dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan sekaligusmenjawab hipo-tesa hal itu juga tidak dilarang (Ahimsa-Putra, 2009).

e.e.e.e.e. Konsep-konsep Pokok (Konsep-konsep Pokok (Konsep-konsep Pokok (Konsep-konsep Pokok (Konsep-konsep Pokok (Main Concepts, KeyMain Concepts, KeyMain Concepts, KeyMain Concepts, KeyMain Concepts, KeyWordsWordsWordsWordsWords) - (5)) - (5)) - (5)) - (5)) - (5)

Dalam ilmu sosial-budaya, konsep dimaknai berbeda-beda. Di sini,secara sederhana konsep didefinisikan sebagai istilah-istilah atau kata-katayang diberi makna tertentu sehingga membuatnya dapat digunakan untukmenganalisis, memahami, menafsirkan dan menjelaskan peristiwa atau gejalasosial-budaya yang dipelajari (Ahimsa-Putra, 2009)

Apa contoh dari konsep ini? Banyak sekali dalam ilmu sosial-budaya. Misalnya: masyarakat, kebudayaan, pendidikan, sekolah,konflik, sukubangsa, kepribadian, kerjasama, dan sebagainya. Kamusantropologi, kamus sosiologi, dan sejenisnya, merupakan kumpulanpenjelasan konsep-konsep yang dipandang penting dalam kajianantropologi dan sosiologi. Banyak istilah-istilah di situ merupakan istilahyang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun demikianbelum tentu kita mengetahui makna istilah-istilah tersebut dengan baik,bahkan tidak sedikit yang salah dalam menggunakannya, terutama jikaistilah tersebut berasal dari bahasa asing.

Ketika sebuah istilah diberi makna tertentu oleh seorang ilmuwanyang kebetulan membutuhkan istilah tersebut untuk menjelaskan sebuahgejala, pada saat itulah istilah tersebut -berdasarkan definisi di atas-menjadi ‘konsep’. Sebagai contoh adalah kata ‘kebudayaan’. Pada mulanyaistilah kebudayaan adalah istilah sehari-hari, yang kemudian diberi definisioleh orang-orang tertentu, di antaranya adalah Ki Hadjar Dewantoro.Kemudian beberapa orang lain memberikan definisi baru, di antaranyaadalah Koentjaraningrat. Semenjak itu, kata ‘kebudayaan’ menjadi sebuahkonsep yang penting dalam dunia ilmu pengetahuan, terutama ilmu sosial-budaya, khususnya lagi dalam antropologi (Ahimsa-Putra, 2009).

Sebuah konsep dalam ilmu sosial-budaya bisa diberi definisi ataubatasan berbagai macam. Dalam hal ini perlu diingat bahwa tidak ada

Page 53: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 39

definisi yang paling benar, karena setiap konsep dapat diberi definisi darisudut pandang tertentu, dengan cara tertentu. Yang perlu diperhatikanadalah apakah definisi sebuah konsep memungkinkan penelitimempelajari, memahami dan menjelaskan gejala yang diteliti denganbaik. Oleh karena itu, sebelum merumuskan sebuah definisi seyogyanyapeneliti melakukan kajian pustaka yang cukup komprehensif agar dapatmemperoleh berbagai definisi yang telah dibuat oleh para ilmuwan lainberkenaan dengan konsep-konsep yang akan digunakan dalampenelitiannya (Ahimsa-Putra, 2009).

f.f.f.f.f. Metode-metode Penelitian (Metode-metode Penelitian (Metode-metode Penelitian (Metode-metode Penelitian (Metode-metode Penelitian (Methods ofMethods ofMethods ofMethods ofMethods ofResearchResearchResearchResearchResearch) - (6)) - (6)) - (6)) - (6)) - (6)

Berkenaan dengan metode penelitian ini umumnya kita mengenalpembedaan antara ‘metode penelitian kuantitatif’ dan ‘metode penelitiankualitatif’. Meskipun demikian banyak sekali mahasiswa dan sarjanailmu sosial-budaya yang mempunyai pengertian kurang lengkap tentang‘metode penelitian’ ini, sehingga ketika mereka ditanya “di mana letakkualitatifnya dan kuantitatifnya sebuah metode?”, mereka tidak dapatmenjawab. Selain itu, banyak juga ilmuwan sosial-budaya yang hanyamengetahui satu jenis metode saja, yaitu yang kuantitatif, sehinggasemua masalah selalu diteliti dengan menggunakan metode yang sama,padahal sebenarnya tidak demikian. Lebih jelek lagi, karena tidakmengetahui jenis metode penelitian yang lain, metode penelitian itulah(yang kuantitatif) yang kemudian dianggap sebagai satu-satunya metodepenelitian yang ilmiah (Ahimsa-Putra, 2009).

Dalam pembicaraan di sini ‘penelitian’ harus diartikan sebagai‘pengumpulan data’. Oleh karena itu, metode penelitian kualitatif dankuantitatif tidak lain adalah metode atau cara guna memperoleh,mengumpulkan, data kualitatif dan data kuantitatif. Jadi yang bersifat‘kuantitatif’ atau ‘kualitatif’ bukanlah metodenya, tetapi datanya. Selanjutnya,sifat data ini juga sangat menentukan cara kita untuk mendapatkannya.Untuk itu kita perlu tahu ciri-ciri penting yang ada pada masing-masingdata. Dilihat dari sudut pandang ini, maka sebenarnya tidak ada

Page 54: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...40

pemisahan dan tidak perlu ada pemisahan yang sangat tegas dan kakuantara “penelitian kualitatif” dan ‘penelitian kuantitatif”, sebagaimanasering dikatakan oleh sebagian ilmuwan sosial-budaya yang kurangmemahami tentang metode-metode penelitian. Yang penting dalamsuatu penelitian adalah bagaimana dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan dengan memuaskan, dengan meyakinkan,dan ini sangat tergantung pada data yang dikemukakan. Data yangdibutuhkan dalam suatu penelitian bisa berupa data kualitatif, datakuantitatif, atau kedua-duanya, dan sebuah penelitian bisa sajamemerlukan dan memanfaatkan dua jenis data ini untuk menjawabmasalah-masalahnya. Data kuantitatif dikumpulkan dengan cara yangberbeda dengan data kualitatif. Oleh karena ciri dan sifatnya yang berbedaini, maka analisis terhadap data ini juga berbeda (Ahimsa-Putra, 2009).

Data kuantitatif adalah kumpulan simbol -bisa berupa pernyataan,huruf atau angka- yang menunjukkan suatu jumlah (quantity) ataubesaran dari suatu gejala, seperti misalnya jumlah penduduk, jumlahlaki dan perempuan, jumlah anak sekolah, jumlah rumah, jumlah tempatibadah, luas sebuah kelurahan, jumlah padi yang dipanen, dalamnyasebuah sumur, dan sebagainya. Data kuantitatif dapat diperoleh darikantor statistik atau kantor pemerintah (kabupaten, kecamatan,kelurahan, dst.) atau dari penghitungan butir-butir tertentu yang adadalam kuesioner (daftar pertanyaan) yang diedarkan dalam suatupenelitian, atau dari pernyataan informan (Ahimsa-Putra, 2009).

Data kualitatif tidak berupa angka tetapi berupa pernyataan-pernyataan mengenai isi, sifat, ciri, keadaan, dari sesuatu atau gejala,atau pernyataan mengenai hubungan-hubungan antara sesuatu dengansesuatu yang lain. Sesuatu ini bisa berupa benda-benda fisik, pola-polaperilaku, atau gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, bisa pulaperistiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu masyarakat (Ahimsa-Putra,2009).

Dari berbagai penelitian sosial-budaya yang telah dilakukan, sayamenemukan bahwa data kualitatif ini biasanya mengenai antara lain:

Page 55: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 41

(1) nilai-nilai, norma-norma, aturan-aturan; (2) kategori-kategori sosialdan budaya; (3) ceritera (4) percakapan; (5) pola-pola perilaku dan interaksisosial; (6) organisasi sosial; (7) lingkungan fisik (Ahimsa-Putra, 2009).

Metode adalah cara, sedang penelitian adalah kegiatan mengumpulkandata. Jadi metode penelitian adalah cara-cara yang digunakan untukmengumpulkan data, sedang “metodologi penelitian” adalah ilmutentang cara-cara mengumpulkan data, termasuk di dalamnya jenis-jenis data. Ada berbagai cara untuk mengumpulkan data dalam suatupenelitian, dan cara mana yang akan digunakan tergantung pada jenisdata yang diperlukan. Cara dan kegiatan untuk mengumpulkan datakualitatif tidak akan bisa sama dengan kegiatan mengumpulkan datakuantitatif. Atas dasar jenis data yang di-perlukan inilah munculkemudian berbagai metode pengumpulan data (Ahimsa-Putra, 2009).

Berdasarkan atas jenis datanya metode penelitian ilmu sosial-budayadengan sendirinya hanya dapat dibedakan menjadi (a) metode penelitiankuantitatif atau metode pengumpulan data kuantitatif, dan (b) metodepenelitian kualitatif atau metode pengumpulan data kualitatif. Dalammasing-masing metode penelitian ini terdapat sejumlah metode penelitianlagi, yang penggunaannya biasanya didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan praktis, yakni ketersediaan waktu, biaya dan tenaga.

Data

Kuantitatif

Kualitatif

luas (wilayah, kampung, sawah, dsb.jumlah (penduduk, bangunan, koperasi, dsb.)

berat (hasil panen, badan, dsb.)

nilai, pandangan hidup, norma, aturankategori sosial-budayaceritera

percakapanpola perilaku dan interaksi sosial

organisasi sosiallingkungan fisik

Skema 1. Data Kuantitatif dan Kualitatif

(Sumber: Ahimsa-Putra, 2009)

Page 56: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...42

Dalam metode pengumpulan data kuantitatif, yang selanjutnyakita sebut metode penelitian kuantitatif, terdapat misalnya (a) metodekajian pustaka; (b) metode survei dan (c) metode angket. Dalam metodepenelitian kualitatif terdapat (a) metode kajian pustaka; (b) metodepengamatan; (c) metode pengamatan berpartisipasi (participant observa-tion); (d) metode wawancara sambil lalu; (e) metode wawancaramendalam, dan (f) metode mendengarkan (Ahimsa-Putra, 2009).

g.g.g.g.g. Metode-metode Analisis (Metode-metode Analisis (Metode-metode Analisis (Metode-metode Analisis (Metode-metode Analisis (Methods ofMethods ofMethods ofMethods ofMethods ofAnalysisAnalysisAnalysisAnalysisAnalysis) - (7)) - (7)) - (7)) - (7)) - (7)

Metode analisis data pada dasarnya adalah cara-cara untuk memilah-milah, menge-lompokkan data -kualitatif maupun kuantitatif- agar kemudiandapat ditetapkan relasi-relasi tertentu antara kategori data yang satu dengandata yang lain. Sebagaimana halnya metode penelitian, metode analisiskualitatif dan metode analisis kuantitatif harus diartikan sebagai metodemenganalisis data kualitatif dan metode menganalisis data kuantitatif.Mengelompokkan data kuantitatif memerlukan siasat atau cara yangberbeda dengan mengelompokkan data kualitatif, karena sifat dan ciridata tersebut memang berbeda (Ahimsa-Putra, 2009).

Metode analisis data kualitatif pada dasarnya sangat memerlukankemampuan untuk menemukan persamaan-persamaan dan perbedaandi antara data kualitatif, dan ini hanya dapat dilakukan apabila konsep-konsep teoritis yang digunakan didefinisikan dengan baik. Persamaandan perbedaan ini tidak begitu mudah ditemukan, namun bilamanapada saat pengumpulannya data ini sudah dikelompokkan terlebihdahulu hal itu akan mempermudah analisis lebih lanjut.

Berkenaan dengan metode analisis ini yang paling perlu diperhatikanadalah tujuan akhir dari suatu kerja analisis. Dengan memperhatikansecara seksama pertanyaan penelitian yang kita kemukakan sebenarnyakita sudah dapat menentukan sejak awal metode analisis seperti apayang akan lakukan atau kita perlukan. Meskipun ada berbagai macamjenis metode analisis, namun secara umum kita dapat mengatakan bahwatujuan akhir analisis adalah menetapkan hubungan-hubungan antara suatu

Page 57: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 43

variable/gejala /unsur tertentu dengan variable/gejala/unsur yang lain, danmenetapkan jenis hubungan yang ada di situ. Setiap paradigma selalumempunyai metode analisis tertentu, karena metode analisis inilah yangkemudian akan menentukan corak hasil analisis atau teorinya, sehinggateori yang muncul dalam sebuah paradigma tidak akan sama denganteori yang muncul dalam paradigma yang lain (Ahimsa-Putra, 2009).

h.h.h.h.h. Hasil Analisis / Teori (Hasil Analisis / Teori (Hasil Analisis / Teori (Hasil Analisis / Teori (Hasil Analisis / Teori (Results ofResults ofResults ofResults ofResults ofAnalysis / TheoryAnalysis / TheoryAnalysis / TheoryAnalysis / TheoryAnalysis / Theory) - (8)) - (8)) - (8)) - (8)) - (8)

Apabila kita dapat melakukan analisis atas data yang tersediadengan baik dan tepat, maka tentu akan ada hasil dari analisis tersebut,yang dapat dikatakan sebagai “kesimpulan” kita. Hasil analisis ini harusmenyatakan relasi-relasi antarvariabel, antar-unsur atau antargejala yang kitateliti. Jika hasil analisis kita tidak berhasil mencapai ini maka hal itu bisaberarti tiga hal. Pertama, data yang kita analisis mengandung beberapakesalahan mendasar. Kedua, analisis kita salah arah. Ketiga, analisis kitamasih kurang mendalam, dan ini mungkin juga disebabkan olehkurangnya data yang kita miliki (Ahimsa-Putra, 2009).

Setelah kita menganalisis berbagai data yang telah kita perolehdengan menggunakan metode-metode tertentu kita akan memperolehsuatu kesimpulan tertentu, suatu pendapat tertentu berkenaan dengangejala yang dipelajari. Pendapat ini bisa berupa pernyataan-pernyataanyang menunjukkan relasi antara suatu variabel dengan variabel yanglain, atau pernyataan yang menunjukkan “hakikat” (the nature) atau ciridan keadaan dari gejala yang kita teliti. Hasil analisis yang berupapernyataan-pernyataan tentang hakikat gejala yang diteliti atauhubungan antarvariabel atau antargejala yang diteliti inilah yangkemudian biasa disebut sebagai teori. Dengan kata lain, teori adalahpernyataan mengenai hakekat sesuatu (gejala yang diteliti) atau mengenaihubungan antar variabel atau antar gejala yang diteliti, yang sudah terbuktikebenarannya (Ahimsa-Putra, 2009)

Kalau cakupan (scope) penelitian kita luas, data yang kita analisisberasal dari banyak masyarakat dan kebudayaan, dan teori yang kita

Page 58: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...44

kemukakan dapat memberikan penjelasan yang berlaku umum, “uni-versal”, melampaui batas-batas ruang dan waktu, maka biasanya diaakan disebut sebagai teori besar (grand theory). Kalau teori tersebut hanyakita tujukan untuk menjelaskan gejala-gejala tertentu yang agak umum,namun tidak cukup universal, maka dia lebih tepat disebut sebagaiteori menengah (mid-dle-range theory) (Merton, 19 ). Bilamana teori yangkita sodorkan hanya berlaku untuk gejala-gejala yang kita teliti saja,yang terjadi hanya dalam masyarakat dan kebudaya-an yang kita teliti,maka dia lebih tepat disebut teori kecil (small theory). Di sini pernya-taan tentang hubungan antar variabel tersebut lebih kecil atau lebihterbatas cakupannya (Ahimsa-Putra, 2009).

i. Representasi (Etnografi) - (9)i. Representasi (Etnografi) - (9)i. Representasi (Etnografi) - (9)i. Representasi (Etnografi) - (9)i. Representasi (Etnografi) - (9)

Representasi atau penyajian adalah karya ilmiah yang memaparkankerangka pemikiran, analisis dan hasil analisis yang telah dilakukan,yang kemudian menghasilkan kesimpulan atau teori tertentu.Representasi ini bisa berupa skripsi (pada S-1), tesis (pada S-2), disertasi(pada S-3), laporan penelitian, makalah, artikel ilmiah (dalam jurnalilmiah), atau sebuah buku. Dalam antropologi, representasi ini biasadisebut etnografi. Dalam sejarah disebut historiografi. Dalam arkeologiada yang menyebutnya sebagai paleoetnografi (Ahimsa-Putra, 2009).

Representasi atau etnografi merupakan tulisan yang dihasilkan olehseorang peneliti setelah dia melakukan penelitian atas satu atau beberapamasalah dengan menggunakan paradigma tertentu. Oleh karena itusebuah paradigma belum akan terlihat sebagai sebuah paradigmasebelum ada etnografinya. Sebuah paradigma yang tidak memilikietnografi dengan corak tertentu belum dapat dikatakan sebagaiparadigma yang utuh.

3. Skema Paradigma3. Skema Paradigma3. Skema Paradigma3. Skema Paradigma3. Skema Paradigma

Urutan atau jenjang unsur-unsur paradigma di atas dapatdigambarkan dengan skema seperti berikut ini.

Page 59: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 45

Skema itu disusun dengan anggapan bahwa dalam sebuahparadigma unsur ‘asumsi dasar’ merupakan dasar dari unsur-unsur yanglain, dan sudah ada sebelum adanya unsur-unsur yang lain. Oleh karenaitu, asumsi-asumsi dasar ditempatkan paling bawah. Representasimerupakan unsur yang terakhir muncul dalam sebuah paradigma,sehingga unsur ini ditempatkan di atas.

Asumsi-asumsi dasar dapat dikatakan sebagai unsur-unsurparadigma yang paling dasar, paling tersembunyi, paling implisit dankarena itu biasanya juga paling tidak disadari. Oleh karena itu beradaditempatkan di paling bawah. Demikian juga halnya nilai-nilai.Walaupun, nilai-nilai ini biasanya lebih disadari daripada asumsi dasar.Seorang ilmuwan yang baik akan selalu tahu dan sadar tentang nilai-nilai keilmuan yang harus diikuti dalam setiap kegiatan ilmiah. Ilmuwanatau peneliti umumnya cukup me-ngetahui nilai-nilai universal yangada dalam kegiatan ilmiah.

Model-model merupakan unsur paradigma yang sudah lebih jelasatau lebih kong-krit dibandingkan dengan asumsi-asumsi dasar,

Skema 2. Unsur-unsur Paradigma dalam Ilmu Sosial-Budaya

representasi

hasil analisis (teori)

metode analisis

metode penelitian

konsep-konsep

masalah yang ingin diteliti

selalueksplisit

model

asumsi dasar nilai-nilaitidak selalueksplisit

 

 

  

 

 

  

 

 

   

 

 

    

(Sumber: Ahimsa-Putra, 2008)

Page 60: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...46

walaupun tingkat keabstrakan dan keimplisitannya seringkali samadengan asumsi dasar, namun unsur model ini juga lebih sederhanadibandingkan dengan elemen asumsi dasar. Sebuah model umumnyamerupakan impilkasi lebih lanjut dari asumsi dasar yang dianut. Olehkarena itu, model ditempatkan setelah asumsi dasar.

Masalah-masalah ingin diteliti, yang dinyatakan dalam bentukpertanyaan atau hipotesa, merupakan unsur yang harus eksplisit, sehinggaunsur ini ditempatkan di atas garis pemisah antara unsur-unsur yang(bisa) implisit dengan unsur-unsur yang harus eksplisit. Masalah-masalahpenelitian juga merupakan implikasi dari asumsi dan model yang dianut,walaupun hal ini tidak selamanya disadari oleh para peneliti.

Konsep-konsep pokok juga merupakan unsur paradigma yangkongkrit, yang eksplisit karena dalam setiap penelitian makna konsep-konsep ini sudah harus dipaparkan dengan jelas. Seperti halnya masalahpenelitian, konsep-konsep ini sudah bersifat eksplisit dan disadari,diketahui, walaupun tidak selalu dimengerti dengan baik segalaimplikasi metodologisnya oleh para peneliti.

Metode penelitian dan metode analisis merupakan tahap-tahappewujudan dari asumsi-asumsi dasar, model dan konsep dalam sebuahkegiatan penelitian. Pelaksa-naan atau penerapan metode-metode inididasarkan pada apa-apa yang ada dalam asumsi dasar, model dankonsep. Dengan kata lain metode-metode ini merupakan tahappelaksanaan penelitian yang dibimbing oleh unsur-unsur paradigmayang sudah ada sebelumnya. Penelitian dengan menggunakan konsep-konsep tertentu akan me-merlukan metode yang berbeda denganpenelitian yang menggunakan konsep-konsep yang lain.

Hasil analisis merupakan unsur yang muncul setelah dilakukannyaanalisis atas data yang telah dikumpulkan dengan menggunakanmetode-metode tertentu. Hasil analisis ini juga harus dinyatakan secaraeksplisit, tegas dan jelas. Jika tidak tegas dan jelas maka penelitian yangtelah dilakukan akan dinilai kurang berhasil, dan ini akan membuattelaah atas paradigma yang telah digunakan semakin dipertajam.

Page 61: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 47

Representasi merupakan elemen terakhir dari sebuah paradigma,dan di sinilah sebuah paradigma akan dinilai keberhasilannya untukmenjawab persoalan-persoalan tertentu. Sebagai hasil akhir, representasiini sedikit banyak akan mencerminkan keseluruhan elemen-elemen yangada dalam sebuah paradigma. Oleh karena itu, dalam skema di atas,semua ujung panah akhirnya mengarah pada unsur representasi ini.

Skema di atas akan menjadi terbalik, yakni unsur representasiberada di bawah, jika dikatakan bahwa unsur-unsur paradigmaditurunkan dari asumsi-asumsi dasar. Skema yang terbalik ini disusunatas dasar tingkat keabstrakan dan keimplisitan dari unsur-un-surparadigma. Semakin abstrak, implisit dan tidak disadari sebuah unsur,akan semakin tinggi tempatnya dalam skema di atas. Meskipundemikian, semuanya akan berakhir pada representasi atau etnografi.

C. Paradigma Profetik dan IslamC. Paradigma Profetik dan IslamC. Paradigma Profetik dan IslamC. Paradigma Profetik dan IslamC. Paradigma Profetik dan Islam

Dalam kaitannya dengan ilmu (sosial) profetik mas Kunto antaralain mengatakan bahwa basis dari ilmu tersebut adalah Islam.Pertanyaannya adalah: apa yang dimaksud dengan Islam di sini? Olehkarena Islam dapat dimaknai berbagai macam, maka perlu ada rumusanminimal tentang apa yang dimaksud dengan Islam di sini. Untuksementara, Islam di sini dimaknai sebagai keseluruhan perangkat simbolyang berbasis pada simbol-simbol yang bersumber pada kitab Al Qur’andan sunnah Nabi Muhammad s.a.w. sebagai utusan Allah s.w.t. yangmenjelaskan dan mewujudkan berbagai hal -jika bukan semua hal yangada- dalam Al Qur’an.

1.1.1.1.1. Basis EpistemologisBasis EpistemologisBasis EpistemologisBasis EpistemologisBasis Epistemologis

Menurut kerangka paradigma di atas, basis epistemologis di sinitidak lain adalah komponen-komponen yang ada di bawah garis pemisahantara yang eksplisit dengan yang tidak eksplisit, yaitu komponen (1)asumsi dasar; (2) etos, nilai-nilai, dan (3) model. Jadi, unsur-unsur yangumumnya bersifat implisit. Komponen asumsi dasar dari sebuah

Page 62: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...48

paradigma biasanya terdiri dari sejumlah asumsi dasar. Begitu pulakomponen nilai-nilai. Komponen model biasanya hanya satu, tetapi halini tergantung pemaknaan kita terhadap model itu sendiri, karenaseringkali model sangat mirip bahkan sama dengan asumsi dasar.

a.a.a.a.a. Basis Utama: Al Qur’an dan Sunnah RasulBasis Utama: Al Qur’an dan Sunnah RasulBasis Utama: Al Qur’an dan Sunnah RasulBasis Utama: Al Qur’an dan Sunnah RasulBasis Utama: Al Qur’an dan Sunnah Rasul

Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah dalam konteks ilmu (sosial-budaya) profetik me-rupakan basis utama dari keseluruhan basis ilmutersebut. Oleh karena itu segala se-suatu yang ada dalam Al Quran dansunnah Rasulullah harus diketahui dan dipahami dengan baik terlebihdulu, untuk dapat dijadikan landasan bagi keseluruhan bangunan ilmupengetahuan (sosial-budaya) yang profetik.

Tentu saja tidak semua unsur dalam Al Quran dan sunnahRasulullah relevan dengan pengembangan ilmu pengetahuan (sosial-budaya) profetik. Untuk itu, pengetahuan dan pemahaman tentangunsur-unsur yang relevan akan sangat membantu pengembangan ilmupengetahuan tersebut. Di sini diperlukan pengetahuan dan pemahamanyang baik dan benar mengenai Al Quran dan sunnah Rasulullah sertapengetahuan dan pemahaman mengenai filsafat ilmu pengetahuan yangbiasa.

Al Qur’an dan sunnah Rasulullah s.a.w. dapat dikatakan sebagaisebuah sistem ajaran -yang disebut “agama Islam”- yang ditujukan untukmembangun sebuah kehi-dupan yang berlandaskan pada dua halpenting, yakni rukun iman dan rukun Islam. Rukun iman merupakanbasis keyakinan, basis kepercayaan, basis yang terdiri dari dua macam:basis kognisi (pikiran) dan basis afeksi (perasaan).

b. Rukun Imanb. Rukun Imanb. Rukun Imanb. Rukun Imanb. Rukun Iman

Rukun iman adalah hal-hal yang harus diyakini oleh seorang Mus-lim, yang terdiri dari enam hal, yaitu iman: (1) kepada Allah, (2) kepadamalaikat, (3) kepada Kitab-kitab, (4) kepada Rasul-rasul (para Nabi),(5) kepada Hari Kiamat, Hari Pengadilan dan (6) kepada Takdir (Qadhadan Qadar). Rukun iman ini berada pada bidang keyakinan tentang

Page 63: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 49

pandangan-pandangan tertentu dalam agama. Agar relevan dengan ilmu(sosial) profetik, maka Rukun Iman ini perlu ditransformasikansedemikian rupa sehingga sesuai dengan konteksnya, yakni kontekskeilmuan. Bagaimana mentransformasikan enam iman tersebut?

Jika direnungkan lebih lanjut, “iman” tersebut tidak lain adalah“relasi”. Beriman kepada Allah berarti “membangun relasi dengan Al-lah”, dan relasi yang paling tepat adalah “pengabdian”, “kepadaMulahaku mengabdi”. Dalam konteks ilmu profetik, Allah di siniditransformasikan menjadi Pengetahuan, karena Allah adalah SumberPengetahuan. Beriman kepada Allah dalam konteks ilmu profetik adalahmengimani pengetahuan itu sendiri. Beriman kepada malaikat berarti“membangun relasi dengan malaikat”, dan relasi yang tepat adalah“persahabatan”, karena malaikat adalah sahabat atau teman orang yangberiman. Beriman kepada Kitab adalah membangun relasi dengan kitab,dan relasi yang tepat adalah “pembacaan”, karena kitab adalah sesuatuyang dibaca. Beriman kepada Nabi adalah membangun relasi denganNabi, dan relasi yang tepat adalah “perguruan dan persahabatan”.Artinya, seorang Muslim memandang Nabi sebagai guru yangmemberikan pengetahuan, sekaligus juga sahabat, sebagaimana hubunganyang terjadi antara Nabi Muhammad s.a.w. dengan para sahabatnya.Beriman kepada Hari Kiamat adalah membangun relasi dengan hariKiamat, dan relasi yang tepat adalah “pencegahannya”, karena Kiamatdalam konteks ini dapat ditafsirkan sebagai “kehancuran”. Berimankepada Takdir adalah membangun relasi dengan Takdir, dan relasi yangtepat adalah “penerimaannya”. Artinya seorang muslim memandangtakdir sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindarkan, dan karena iturelasi yang tepat adalah menerimanya. Takdir dalam konteks keilmuandapat ditafsirkan sebagai “hukum alam”.

Dalam konteks ilmu (sosial) profetik maka transformasi tersebutdapat digambarkan sebagai berikut ini.

Page 64: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...50

c. Rukun Islamc. Rukun Islamc. Rukun Islamc. Rukun Islamc. Rukun Islam

Sebagaimana Rukun Iman, dalam konteks ilmu (sosial) profetikrukun Islam tentunya perlu ditransformasikan, dan yangditransformasikan di sini bukan hanya keyakinan tetapi juga rituil adalahkeyakinan, prinsip diikuti, dianut, dan hal-hal yang harus dijalankanoleh setiap orang Islam. Rukun Islam ada lima: (a) membaca kalimatsyahadat; (b) mendirikan sholat; (c) menjalankan puasa; (d)mengeluarkan zakat; dan (e) naik haji.

Rukun Islam ini perlu ditransformasikan ke dalam praktikkehidupan ilmiah sehari-hari, sebagaimana halnya rukun Islam jugaharus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Di sinilah rukun Islamakan menjadi wujud dari etos yang ada dalam ilmu (sosial) profetik,dan basis dari praktik kehidupan ilmiah ini adalah transformasi rukuniman yang pertama, yaitu pengabdian, karena pada dasarnya rukunIslam adalah perwujudan dalam bentuk tindakan atau praktik, darikeimanan.

Dari telaah saya atas berbagai paradigma dalam ilmu sosial-budayasaya menemukan bahwa unsur asumsi dasar terdiri dari beberapaasumsi dasar lagi. Asumsi-asumsi dasar ini antara lain adalah mengenai:(a) basis pengetahuan; (b) objek material; (c) gejala yang diteliti; (d)ilmu pengetahuan; (e) ilmu sosial-budaya/alam; (f) disiplin. Berkenaan

ManusiaIlmuwan pengabdian

pengabdian Allah s.w.t.Ilmu pengetahuan

ManusiaIlmuwan persahabatan

persahabatan MalaikatKolega

ManusiaIlmuwan pembacaan

pembacaan KitabKitab Ilmiah

ManusiaIlmuwan perguruan + persahabatan

perguruan + persahabatan NabiTokoh

ManusiaIlmuwan penundaan

penundaan Hari KiamatAkhir

ManusiaIlmuwan penerimaan

penerimaan TakdirIlmu Terbatas

Page 65: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 51

dengan ilmu (sosial-budaya) profetik, isi dari asumsi-asumsi dasar inisebagian sama dengan ilmu-ilmu di Barat pada umumnya, sebagianyang lain berbeda.

Skema 3. Basis Epistemologis Ilmu Profetik

2.2.2.2.2. Asumsi Dasar tentang Basis PengetahuanAsumsi Dasar tentang Basis PengetahuanAsumsi Dasar tentang Basis PengetahuanAsumsi Dasar tentang Basis PengetahuanAsumsi Dasar tentang Basis Pengetahuan

Ilmu profetik memiliki asumsi-asumsi dasar tentang basis daripengetahuan manusia. Asumsi-asumsi ini ada yang sama dengan asumsi-asumsi yang ada dalam ilmu pengetahuan empiris lainnya, ada pulayang tidak, sebab kalau basis pengetahuan ini semuanya sama, makatidak akan ada bedanya antara ilmu profetik dengan ilmu-ilmu empirislainnya. Berikut adalah basis yang memungkinkan manusia memilikipengetahuan, dan dengan pengetahuan tersebut manusia dapatmelakukan transformasi-transformasi dalam kehidupannya.

a.a.a.a.a. InderaInderaInderaInderaIndera

Sulit diingkari bahwa basis pengetahuan manusia adalah indera(sense), karena segala sesuatu yang ada di sekeliling manusia baru dapatdiketahui adanya lewat inde-ra ini. Menurut Aristotle pengetahuan

BasisEpistemologis

Al Quran danSunnah Rasul

RukunIman

RukunIslam

Asumsi dasar tentangBasis Pengetahuan

Asumsi dasar tentangObyek Material

Asumsi dasar tentangGejala Yang Diteliti

Asumsi dasar tentangIlmu Pengetahuan

Asumsi dasar tentangIlmu Sosial/Budaya Alam/Profetik

Asumsi dasar tentangDisiplin Profetik

tujuanhakekatmacam

tujuanhakekatmacam

tujuanhakekatmacam

asal - mulasebab - sebabhakekat

asal - mulasebab - sebabhakekat

inderakemampuanstrukturasi dansimbolisasibahasawahyu - ilhamsunnah Rasulullahsaw.

Page 66: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...52

manusia berasal dari panca indera (lima indera): penglihatan (vision),pendengaran (hearing), perabaan (touch), pengecapan (taste) danpenciuman (smell), sementara Lucretius membagi indera menjadi empat,karena me-nurutnya penglihatan (vision) adalah semacam perabaan(touch) (Ratoosh, 1973). Pe-mikir-pemikir yang lain memiliki pendapatyang berbeda lagi. Pandangan-pandangan mereka ini tampaknya tidaklagi memadai untuk menampung berbagai pengalaman baru manusia,yang memberikan pengetahuan-pengetahuan baru.

Pandangan yang modern mengenai indera kini tidak lagi didasarkanpada pandangan dari Aristotle, tetapi pada perbedaan-perbedaananatomi, sehingga muncul klasifikasi indera yakni (a) indera khusus(special senses); (b) indera kulit (skin senses); (c) indera dalam (deep senses)dan (d) indera jeroan (visceral senses) (Ratoosh, 1973). Termasuk dalamindera khusus adalah penglihatan, pendengaran, penciuman,pengecapan dan vestibular sense. Indera kulit mencakup antara lainperabaan, pedih di kulit, dan indera suhu (temperature sense). Inderadalam meliputi antara lain otot, rasa di pergelangan, pedih di dalam.Indera jeroan (visceral) menyampaikan informasi mengenai apa yangterjadi pada organ tubuh di dalam. Mules, mual misalnya termasuk disini. Dengan klasifikasi ini kita dapat memasukkan berbagaipengetahuan yang berasal tidak hanya dari pengalaman kita denganapa yang ada di luar diri kita, tetapi juga yang berasal dari pengalaman-pengalaman atas apa yang terjadi dalam tubuh kita sendiri.

Berkenaan dengan ilmu (sosial-budaya) profetik, saya belum dapatmengatakan apakah pandangan modern mengenai indera tersebut akandapat mencakup pengetahuan yang muncul dari kontak dengan duniayang ghaib, yang tidak empiris, atau pengetahuan yang muncul lewat“wahyu”. Namun, untuk sementara persoalan itu kita kesampingkansebentar agar diskusi mengenai basis yang lain bisa berjalan.

Page 67: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 53

b.b.b.b.b. Kemampuan Strukturasi dan SimbolisasiKemampuan Strukturasi dan SimbolisasiKemampuan Strukturasi dan SimbolisasiKemampuan Strukturasi dan SimbolisasiKemampuan Strukturasi dan Simbolisasi(Akal)(Akal)(Akal)(Akal)(Akal)

Pembicaraan mengenai basis pengetahuan manusia biasanya selalumenyebutkan “akal” atau “akal budi”. Manusia dapat memilikipengetahuan karena dikaruniai akal. Akan tetapi konsep “akal” itusendiri menurut hemat saya tidak begitu jelas maknanya. Akal biasanyajuga disamakan dengan pikiran. Apa kira-kira wujud akal dan pikiranini? Tidak begitu jelas. Oleh karena itu, konsep tersebut perlu dijelaskanlagi.

Akal atau pikiran, menurut pandangan saya, tidak lain adalahkemampuan tertentu yang terdapat dalam otak manusia. Kemampuanini bersifat genetis, sehingga dapat diwariskan secara biologis darigenerasi ke generasi. Setiap manusia yang sehat atau normal memilikikemampuan ini. Kemampuan apa ini? Pertama adalah kemampuanstrukturasi (structuration), atau kemampuan untuk menstruktur,membuat atau membangun suatu struktur atau susunan atas berbagairangsangan yang berasal dari pengalaman-pengalaman inderawi. Keduaadalah kemampuan simbolisasi (simbolization) atau kemampuan untukmembangun suatu hubungan, suatu relasi, antara sesuatu de-ngansesuatu yang lain, sehingga terbangun relasi simbolik antara sesuatudengan sesuatu tersebut yang membuat sesuatu bisa menjadi pelambang(simbol) dan yang lain adalah linambangnya (makna).

Dengan kemampuan strukturasinya manusia dapat menyusunberbagai unsur pengalaman dan pengetahuan menjadi suatu bangunandengan struktur tertentu, yang biasanya kita sebut sebagai sistemklasifikasi, sistem kategorisasi. Dengan kemampuan simbolisasinyamanusia kemudian dapat memiliki perangkat komunikasi yang sangatefisien dan menjadi basis utama terbangunnya sistem pengetahuandalam kehidupan manusia, yakni bahasa.

c. Bahasa (Pengetahuan Kolektif)c. Bahasa (Pengetahuan Kolektif)c. Bahasa (Pengetahuan Kolektif)c. Bahasa (Pengetahuan Kolektif)c. Bahasa (Pengetahuan Kolektif)

Bahasa sebagai basis pengetahuan manusia sangat jarang dibahas.Mungkin karena bahasa dipandang sebagai sesuatu yang berada di luar

Page 68: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...54

diri manusia. Kealpaan untuk menempatkan bahasa sebagai salah satubasis pengetahuan manusia menurut saya telah membuat kita alpamemperhatikan berbagai fenomena sosial-budaya yang kehadirannyaberbasis pada bahasa, seperti misalnya wacana, dialog.

Menurut hemat saya bahasa merupakan salah satu basispengetahuan manusia yang sangat penting, setelah basis “akal” di atas.Kemampuan strukturasi dan simbolisasi yang terdapat dalam dirimanusia merupakan basis kemampuan manusia untuk dapat berbahasa.Dalam kehidupan manusia, pengetahuan tidak hanya berasal daripengalaman individu saja, tetapi juga berasal dari interaksi dankomunikasinya dengan individu-individu lain, dan komunikasi iniberlangsung melalui bahasa. Bahasa merupakan perangkat yangdigunakan oleh manusia untuk menyampaikan apa-apa yang dirasakan,dialami, kepada manusia yang lain. Bahasa merupakan sebuah khasanahpengetahuan kolektif, pengetahuan sosial, yang menjadi sumber danbasis bagi pengetahuan individual.

Pengetahuan individual yang kita miliki sebagian besar merupakanpengetahuan kolektif, karena kita mengetahui berbagai hal pertama-tama melalui komunikasi dengan orang-orang lain di sekitar kita. Banyakpengetahuan tentang berbagai hal dalam kehidupan kita tidak berasaldari pengalaman kita secara langsung dengan hal-hal tersebut. Kitamengetahui mengenai ular yang berbahaya bukan dari pengalamanlangsung digigit ular dan merasakan sakitnya, tetapi dari ceritera oranglain. Ilmu pengetahuan yang kita miliki sekarang merupakan hasil dariakumulasi pengalaman dan pengetahuan individu-individu lain di masayang lampau. Ilmu pengetahuan tersebut tersimpan dalam bahasa. Olehkarena itu, bahasa dapat kita anggap sebagai salah satu basis daripengetahuan.

Bahasa sebagai unsur pembentuk pengetahuan manusia juga sangatpenting dalam hubungannya dengan basis yang lain dari pengetahuanilmu (sosial-budaya) profetik, yaitu wahyu. Wahyu yang dalam Islamdiyakini sebagai petunjuk, pengetahuan yang berasal dari Dzat Tertinggi,

Page 69: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 55

sampai kepada manusia melalui sarana bahasa, dalam bentuk sepotongatau sejumlah ayat atau kalimat yang berisi pesan-pesan tertentu.

d.d.d.d.d. Wahyu - IlhamWahyu - IlhamWahyu - IlhamWahyu - IlhamWahyu - Ilham

Wahyu dalam pandangan mas Kunto -yang mengikuti pandanganGaraudy- merupa-kan komponen yang sangat menentukan dalamepistemologi ilmu (sosial-budaya) profetik. Pengakuan terhadap wahyusebagai salah satu sumber pengetahuan yang bisa lebih tinggi otoritasnyadaripada pengetahuan inderawi manusia merupakan unsur pentingyang membedakan ilmu (sosial-budaya) profetik dengan ilmu (sosial-budaya) yang biasa.

Dalam hal ini kita dapat mengikuti pandangan mas Kunto mengenaikedudukan pengetahuan yang berasal dari wahyu dalam epistemologiIslam. “Menurut epistemologi Islam, unsur petunjuk transendental yangberupa wahyu juga menjadi sumber pengetahuan yang penting.“Wahyu” menempati posisi sebagai salah satu pembentuk konstrukmengennai realitas, sebab wahyu diakui sebagai “ayat-ayat Tuhan” yangmemberikan pedoman dalam pikiran dan tindakan seorang Muslim.Dalam konteks ini wahyu lalu menjadi unsur konstitutif di dalamparadigma Islam” begitu mas Kunto menjelaskan.

Ada keuntungan yang dapat dipetik oleh ilmu (sosial-budaya)profetik dengan menempatkan wahyu sebagai salah satu sumberpengetahuan. Banyak hal-hal yang ada dalam wahyu merupakan paparantentang apa yang terjadi di masa lampau yang tidak dapat lagi diketahuimanusia, karena tidak ada jejak-jejaknya yang cukup jelas. Denganadanya wahyu tersebut, berbagai hal yang terdapat di situ dapat menjadipetunjuk ke arah mana kegiatan keilmuan tertentu perlu diarahkan,seperti misalnya penelitian mengenai apa yang perlu dilakukan, yanghasilnya akan dapat mendatangkan manfaat optimal terhadapkehidupan manusia.

Selanjutnya posisi wahyu sebagai sumber pengetahuan dalam ilmu(sosial-budaya) profetik adalah sama dengan pandangan mas Kunto,sebagaimana yang telah saya paparkan di depan. Walaupun itu semua

Page 70: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...56

sebenarnya masih belum cukup -karena saya merasa masih kurang rinci,namun untuk sementara paparan mengenai wahyu sebagai salah satusumber pengetahuan saya cukupkan sampai di sini.

e. Sunnah Rasulullah s.a.w.e. Sunnah Rasulullah s.a.w.e. Sunnah Rasulullah s.a.w.e. Sunnah Rasulullah s.a.w.e. Sunnah Rasulullah s.a.w.

Mas Kunto tidak menyinggung tentang sunnah Rasulullah sebagaisalah satu sumber pengetahuan. Saya memasukkannya, karena setahusaya dalam agama Islam, Al Qur’an tidak pernah dapat dipisahkan darisunnah Rasulullah s.a.w. Ketika manusia di masa Rasulullah s.a.w. tidakdapat memahami dengan baik makna ayat-ayat yang turun, maknawahyu yang turun, mereka bertanya kepada Rasulullah s.a.w., karenamelalui beliaulah wahyu tersebut turun. Pemahaman kita, tafsir kitamengenai berbagai ayat dalam Al Qur’an selalu awalnya bersumberdari penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh Rasulullah s.a.w. atauperilaku dan tindakan beliau yang berdasarkan wahyu-wahyu tersebut.

Dalam Islam, Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah s.a.w. adalahdua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena Rasulullah s.a.w. adalah“Al Qur’an yang berjalan”, Al Qur’an yang mewujud dalam bentukucapan, perilaku dan tindakan. Jika kita menempatkan wahyu sebagaisalah satu sumber pengetahuan, maka penjelasan tentang wahyutersebut oleh penerima wahyu itu sendiri tentu tidak dapat diabaikan.

3. Asumsi Dasar tentang Objek Material3. Asumsi Dasar tentang Objek Material3. Asumsi Dasar tentang Objek Material3. Asumsi Dasar tentang Objek Material3. Asumsi Dasar tentang Objek Material

Seperti halnya paradigma keilmuan yang lain, paradigma ilmu(sosial-budaya) profetik juga memiliki asumsi-asumsi tertentu berkenaandengan obyek materialnya. Asumsi ini sebagian bisa sama, sebagianbisa berbeda. Asumsi-asumsi yang sejalan dengan asumsi ilmupengetahuan biasa dapat kita ambil dari filsafat ilmu pengetahuantersebut terutama filsafat positivisme, untuk ilmu alam profetik, sedanguntuk ilmu sosial-budaya profetik asumsi-asumsi dasar tentang objekmaterial ini dapat kita ambil dari berbagai paradigma yang berkembangdalam ilmu sosial-budaya biasa.

Page 71: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 57

Akan tetapi, mengambil dan menggunakan asumsi dasar dariparadigma-paradigma yang lain saja tentunya tidak cukup, karena halitu akan membuat ilmu (sosial-budaya) profetik tidak ada bedanyadengan ilmu pengetahuan biasa. Jika kritik yang dilontarkan terhadapilmu pengetahuan biasa adalah sifatnya yang sekuler, maka kelemahaninilah yang tidka boleh terulang dalam ilmu (sosial-budaya) profetik.Artinya, di sini harus dilakukan desekularisasi, yang berartimemasukkan kembali unsur sakral, unsur ke-Ilahian dalam ilmu (sosial-budaya) profetik. Bagaimana caranya?

Salah satu caranya adalah dengan menempatkan kembali segalaobjek material ilmu (sosial-budaya) profetik dan ilmuwan profetik dalamhubungan dengan Sang Maha Pencipta, Allah s.w.t. atau Tuhan YangMaha Kuasa. Di sini perlu diasumsikan bahwa meskipun alam dankehidupan manusia adalah sebuah realitas yang ada, namun realitas initidak muncul dengan sendirinya. Realitas ini ada Penciptanya. Olehkarena itu, kita tidak dapat memperlakukan realitas tersebut seenakkita, terutama seyogyanya kita tidak merusak realitas tersebut, kecualikita memilki alasan-alasan yang dapat diterima berdasarkan patokanetika dan estetika tertentu. Menempatkan kembali realitas obyektif yangditeliti atau dipelajari sebagai ciptaan Allah Yang Maha Pencipta adalahapa yang oleh mas Kunto -menurut tafsir saya- disebut sebagai prosestransendensi. Kata mas Kunto, “Bagi umat Islam sendiri tentutransendensi berarti beriman kepada Allah s.w.t.”.

4.4.4.4.4. Asumsi Dasar tentang Gejala yang DitelitiAsumsi Dasar tentang Gejala yang DitelitiAsumsi Dasar tentang Gejala yang DitelitiAsumsi Dasar tentang Gejala yang DitelitiAsumsi Dasar tentang Gejala yang Diteliti

Asumsi dasar tentang gejala yang diteliti kiranya tidak terlaluberbeda dengan asumsi dasar tentang obyek material. Jika obyek mate-rial ilmu sosial profetik adalah manusia yang merupakan ciptaan Allahs.w.t. maka gejala yang diteliti juga dapat dipandang dengan demikian.Meskipun begitu, hal itu tidak berarti bahwa kita lantas tidak perlumencari penjelasan tentang terjadinya atau munculnya gejala yang diteliti,karena hal itu juga tidak berlawanan dengan asumsi tersebut.

Page 72: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...58

Dalam ilmu-ilmu alam profetik ilmuwan meyakini bahwa alamdengan keseluruhan isinya merupakan hasil kreasi Sang Maha Pencipta.Jika kita ingin mengetahui mengenai hasil ciptaan ini tentunya kita akandapat bertanya kepada Penciptanya. Akan tetapi tidak semua manusiadikaruniai kemampuan untuk melakukan komunikasi dengan SangPencipta, bahkan ketika komunikasi tersebut berhasil dibangun belumtentu pengetahuan mengenai semua hal di dunia akan diperoleh. Olehkarena itu, para nabi pun bukan merupakan orang yang paling tahumengenai semua hal yang ada di muka bumi, yang ada dalam ciptaanSang Maha Pencipta. Kisah mengenai Nabi Musa a.s. dengan nabi Khidirmerupakan contoh yang sangat jelas mengenai hal ini.

Yang jelas, dalam ilmu (social) profetik proses transendensi harusselalu dilakukan, karena ini merupakan penanda penting dari ilmutersebut. Tanpa transendensi ini maka ilmu (social) profetik tidak akanbanyak berbeda dengan ilmu-ilmu (social) di Barat. Mengenaitransendensi dari gejala yang diteliti, para ilmuwan Muslim dapatmengembangkan lebih lanjut pemikiran ini, karena saya belummempunyai kesempatan untuk merenungkan hal ini lebih mendalam.

5.5.5.5.5. Asumsi Dasar tentang Ilmu PengetahuanAsumsi Dasar tentang Ilmu PengetahuanAsumsi Dasar tentang Ilmu PengetahuanAsumsi Dasar tentang Ilmu PengetahuanAsumsi Dasar tentang Ilmu Pengetahuan

Asumsi tentang ilmu profetik ini pada dasarnya mencakup sebagianyang telah saya paparkan di sini. Akan tetapi lebih khusus lagi, asumsiini adalah pandangan mengenai hakikat dari ilmu pengetahuan itusendiri. Dalam filsafat ilmu di Barat, dikenal adanya dua pandanganyang berlawanan mengenai ilmu pengetahuan, yang masih terus diu-sahakan pendamaiannya. Pandangan pertama mengatakan bahwa ilmupengetahuan itu adalah satu, sehingga tidak ada yang namanya ilmupengetahuan alam (natural sci-ences) dan ilmu pengetahuan sosial-humaniora (budaya). Menurut pendapat ini meskipun ada perbedaanpada obyek material antara ilmu pengetahuan dan ilmu-ilmu social-budaya, namun ilmu pengetahuan tidak perlu dibagi menjadi dua hanyakarena objek materialnya berbeda.

Page 73: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 59

Pandangan ke dua mengatakan bahwa ilmu pengetahuan ada duamacam, yaitu ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial-budaya, karena obyekmaterial masing-masing memang berbeda. Menurut pendapat ini,hakikat gejala social-budaya yang diteliti oleh ilmu-ilmu sosial-budayaberbeda dengan hakikat gejala-gejala yang dipelajari dalam ilmu alam.Oleh karena itu, ilmu-ilmu sosial-budaya tidak sama dengan ilmu-ilmualam, karena dalam ilmu-ilmu sosial-budaya diperlukan metode-metodetertentu untuk mem-pelajari dan memahami gejala social-budaya yangberbeda dengan gejala alam.

Ilmu-ilmu profetik dengan sendirinya memiliki pandangan yangberbeda juga dengan pandangan-pandangan di atas. Pencanangan ilmuprofetik sebagai ilmu yang berbeda dengan ilm-ilmu yang lainmenunjukkan adanya asumsi bahwa ilmu profetik berbeda dengan ilmu-ilmu yang telah ada, yakni ilmu alam dan ilmu social-budaya. Dalamilmu profetik gejala yang dipelajari ada yang berbeda dengan gejalayang dipelajari oleh ilmu-ilmu yang lain, yakni wahyu, dan ada perspektif(obyek formal) yang berbeda, yakni wahyu juga. Elemen wahyu inilahyang membedakan ilmu-ilmu profetik dengan il-mu-ilmu yang lain.Mengenai hal ini diperlukan paparan yang lebih mendalam, yang tidakakan saya lakukan di sini.

6.6.6.6.6. Asumsi Dasar tentang Ilmu Sosial dan/atauAsumsi Dasar tentang Ilmu Sosial dan/atauAsumsi Dasar tentang Ilmu Sosial dan/atauAsumsi Dasar tentang Ilmu Sosial dan/atauAsumsi Dasar tentang Ilmu Sosial dan/atauAlam ProfetikAlam ProfetikAlam ProfetikAlam ProfetikAlam Profetik

Selain memiliki persamaan-persamaan, ilmu alam maupun ilmusosial-budaya pro-fetik juga memiliki perbedaan-perbedaan padaasumsinya, sehingga ada perbedaan antara ilmu social-budaya profetikdengan ilmu alam profetik. Asumsi-asumsi ini seba-gian besar berasaldari ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial-budaya yang sudah ada,sebagian lagi tidak.

Asumsi-asumsi yang menjadi landasan ilmu-ilmu social-budayaprofetik sebagian berasal dari ilmu-ilmu sosial-budaya biasa, untukmembedakannya dengan ilmu-ilmu alam, dan sebagian lagi berasal dari

Page 74: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...60

ilmu profetik, untuk membedakannya dengan ilmu-ilmu social-budayayang tidak profetik.

7.7.7.7.7. Asumsi Dasar tentang Disiplin ProfetikAsumsi Dasar tentang Disiplin ProfetikAsumsi Dasar tentang Disiplin ProfetikAsumsi Dasar tentang Disiplin ProfetikAsumsi Dasar tentang Disiplin Profetik

Yang dimaksud dengan disiplin di sini adalah cabang ilmupengetahuan. Disiplin profetik adalah cabang ilmu pengetahuan tertentudalam ilmu pengetahuan empiris biasa, tetapi ditambah dengan ciriprofetik. Disiplin profetik ini tentu saja merupakan disiplin yang berbeda,walaupun masih ada persamaan dengan disiplin ilmu pengetahuanbiasa. Disiplin profetik ini dapat kita bangun dari disiplin ilmu biasa,sehingga kita dapat memiliki ilmu kedokteran profetik, ilmu kehutananprofetik, ilmu teknik profetik, ilmu farmasi profetik, sosiologi profetik,ilmu hukum profetik, psikologi profetik, antropologi profetik, danseterusnya.

Asumsi-asumsi dasar disiplin profetik ini tentu saja sebagian akansama dengan asumsi dasar disiplin ilmu pengetahuan yang ada, tetapisebagian yang lain tentu akan berbeda. Oleh karena masing-masingdisiplin memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri, ma-ka ekspresi ciri profetikini juga berbeda-beda dalam masing-masing disiplin, tetapi di situ tetapada keprofetikan yang diturunkan dari sesuatu keprofetikan yangumum. Sebagai contoh, paradigma kedokteran profetik misalnya,sebagian asumsi dasarnya akan berasal dari ilmu kedokteran padaumumnya, ilmu kedokteran empiris, tetapi sebagian lagi berasal dariasumsi dasar yang ada dalam ilmu profetik, yang tidak terdapat dalamilmu kedokteran empiris.

D.D.D.D.D. EtosEtosEtosEtosEtos Paradigma Profetik Paradigma Profetik Paradigma Profetik Paradigma Profetik Paradigma Profetik

Yang dimaksud dengan etos di sini adalah perangkat nilai ataunilai-nilai yang mendasari perilaku suatu golongan atau kelompokmanusia. Sebagian paradigma dalam ilmu pengetahuan biasa memilikiperangkat nilai atau etos yang berlainan dengan perangkat nilaiparadigma yang lain. Perangkat nilai paradigma ilmu pengetahuan yang

Page 75: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 61

transformatif, yang ditujukan untuk menghasilkan perubahan dalamkehidupan kemasyarakatan dan kebudayaan, berbeda dengan perangkatnilai ilmu pengetahuan yang lebih akademis, yang ditujukan terutamauntuk memahami dan menjelaskan berbagai gejala dalam kehidupanmanusia, walaupun sebagian juga ada yang ditujukan untuk transformasisosial-budaya. Etos ilmu profetik dapat digambarkan dengan skemasebagai berikut ini.

1. Basis Semua Etos: Penghayatan1. Basis Semua Etos: Penghayatan1. Basis Semua Etos: Penghayatan1. Basis Semua Etos: Penghayatan1. Basis Semua Etos: Penghayatan

Sebagaimana telah saya katakan, unsur yang sangat membedakanantara ilmu (sosial-budaya) profetik dengan yang bukan adalah padaunsur transendensinya. Unsur transendensi ini dalam kehidupan ilmiahdiwujudkan dalam bentuk penghayatan. Yang dimaksud denganpenghayatan di sini adalah pelibatan pikiran dan perasaan seseorangpada sesuatu yang diyakininya atau disukainya. Kalau dalam beragamapenghayatan tersebut diwujudkan dalam peribadatan, dalam duniakeilmuan (sosial-budaya) hal tersebut diwujudkan dalam kegiatankeilmuan sehari-hari.

Penghayatan aktivitas keilmuan ini merupakan hal yang tidakmudah dilakukan, terutama apabila tujuan dari aktivitas tidak sangatsejalan dengan tujuan dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Paradigmailmu profetik menekankan pada penghayatan, karena aktivitas keilmuandi sini tidak lagi hanya sekedar untuk mencapai tujuan-tujuan pribadidan material, tetapi lebih dari itu. Aktivitas ini merupakan ekspresiatau perwujudan dari etos dasar dalam paradigma profetik, yaknipengabdian.

Page 76: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...62

2.2.2.2.2. Etos: PengabdianEtos: PengabdianEtos: PengabdianEtos: PengabdianEtos: Pengabdian

Hal yang sangat penting berkenaan dengan ilmu (sosial-budaya)profetik adalah perangkat nilai yang ada dalam ilmu ini. Sayaberpendapat bahwa nilai-nilai ini mempunyai nilai inti, yang menjadidasar bagi nilai-nilai yang lain. Dalam hal ini saya berpendapat bahwaetos kerja utama dari ilmu ini adalah “beribadah”, yang dalam hal inisaya tafsirkan sebagai “pengabdian”, penghambaan. Penghambaan initentu ada tingkatannya dan jenisnya. Penghambaan atau pengabdianini dalam Islam berupa rukun Islam. Dalam dunia keilmuan (sosial-budaya) profetik etos pengabdian ini ditransformasikan menjadipengabdian pada lima hal, yakni pada (a) Allah; (b) Pengetahuan; (c)diri-sendiri; (d) sesama dan (e) alam.

a.a.a.a.a. Untuk Allah s.w.t.Untuk Allah s.w.t.Untuk Allah s.w.t.Untuk Allah s.w.t.Untuk Allah s.w.t.

Pengabdian kepada Allah dalam aktivitas keilmuan adalahmeniatkan semua aktivitas keilmuan sehari-hari untuk Allah s.w.tsemata, dalam rangka memuliakan Allah s.w.t., dalam rangkamewujudkan segala perintah-perintahnya dan mengikuti segalalarangannya. Ini merupakan transformasi rukun Islam yang pertama,yaitu membaca kalimat syahadat. Pengakuan atas Allah s.w.t. sebagaisatu-satunya Tuhan yang layak disembah, tempat mengabdi, dan

Skema 4. Etos Ilmu Profetik

EtosKerja Keabdian

EtosKerja Keilmuan

EtosKerja Kemanusiaan

EtosKerja Kesemestaan

kejujuranketelitian / keseksamaankekritisanketawadhu’an (penghargaan)

pengembangan unsurpengembangan paradigmapengembangan sistem pengetahuan

untuk Allah s.w.tuntuk Ilmuuntuk Diri Sendiriuntuk Sesamauntuk Alam Semesta

Basis EtosIlmu Profetik

Penghayatan

perlindunganpemeliharaanpemanfaatanpengembangan

Page 77: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 63

pengakuan atas kerasulan Muhammad s.a.w, bahwa Muhammad s.a.w.adalah utusan Allah s.w.t.

b. Untuk Pengetahuan (Ilmu)b. Untuk Pengetahuan (Ilmu)b. Untuk Pengetahuan (Ilmu)b. Untuk Pengetahuan (Ilmu)b. Untuk Pengetahuan (Ilmu)

Pengabdian untuk ilmu dalam aktivitas keilmuan adalah meniatkanaktivitas keilmuan sehari-hari untuk mengembangkan ilmu pengetahuan,untuk menambah ilmu pengetahuan, memperluas wawasan keilmuan.Akan tetapi pengembangan ilmu pengetahuan ini tetap harusditempatkan sebagai bagian atau unsur dari aktivitas untuk mengabdikepada Allah s.w.t. itu sendiri. Di sini ilmuwan melakukan aktivitaskeilmuan dengan niat untuk mengabdi atau sebagai perwujudan dariniat untuk mengabdi kepada Allah s.w.t.

Pengabdian untuk ilmu merupakan transformasi dari rukun Islamkedua, yakni sholat. Dalam sholat seseorang melakukan konsentrasiuntuk berdialog dengan Tuhannya. Ini seperti sebuah proses perenungandalam aktivitas keilmuan. Sholat adalah sebuah aktivitas ibadah yangpenuh perenungan, yang akan membuat pemahaman seseorang tentangdiri, kehidupan dan Tuhannya akan semakin bertambah.

c.c.c.c.c. Untuk Diri SendiriUntuk Diri SendiriUntuk Diri SendiriUntuk Diri SendiriUntuk Diri Sendiri

Selanjutnya aktivitas keilmuan juga dilakukan dalam rangka untukkeberlangsungan hidup diri-sendiri. Di sini aktivitas keilmuan adalahjuga merupakan satu bentuk atau wujud dari mata pencaharian, yangpenting untuk keberlangsungan hidup diri-sendiri. Aktivitas keilmuandi sini merupakan transformasi dari rukun Islam puasa. Puasa adalahsebuah ibadah yang paling tersembunyi, yang dapat ditafsirkan sebagaisebuah ibadah yang sangat pribadi. Aktivitas keilmuan juga merupakanaktivitas yang bisa dilakukan secara sendirian, sebagaimana halnyaketika seseorang merenungkan masalah-masalah keilmuan tertentu.

d.d.d.d.d. Untuk SesamaUntuk SesamaUntuk SesamaUntuk SesamaUntuk Sesama

Aktivitas keilmuan juga bisa bersifat sosial, yang mempunyaidampak terhadap kehidupan sesama manusia. Ini merupakantransformasi dari rukun Islam mengeluarkan zakat, yang juga

Page 78: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...64

berdampak pada kehidupan manusia lain. Zakat adalah kegiatan ibadahyang bersifat menguntungkan orang lain secara material, sedang untukdiri sendiri bersifat spiritual. Transformasi zakat ini dalam kehidupanilmiah adalah pengajaran atau pemberian ilmu, yang kemudian akanmenguntungkan orang lain yang diberi ilmu.

Dalam konteks keilmuan profetik seorang ilmuwan yangmemberikan bimbingan, mengajar, ceramah, memberikan pelatihan,yang sifatnya cuma-cuma atau tidak menarik pembayaran dari orangyang diberi pengetahuan, dapat dikatakan sedang melakukan kegiatanmemberikan zakat, karena di sini penerima zakat -yaitu orang yangmenerima pengetahuan- tidak perlu memberi imbalan kepada orangyang memberinya ilmu. Kegiatan seperti ini tentunya memberikanmanfaat kepada sesama manusia, karena mereka yang mendapatpengetahuan kemudian menjadi orang yang tahu, yang denganpengetahuan tersebut dia akan dapat melakukan sesuatu yang berguna.

e.e.e.e.e. Untuk AlamUntuk AlamUntuk AlamUntuk AlamUntuk Alam

Aktivitas keilmuan juga mempunyai dampak terhadap kehidupanyang lebih luas lagi, yakni alam di sekeliling manusia. Aktivitas keilmuanyang seperti ini merupakan aktivitas keilmuan dengan dampak yangpaling luas. Ini merupakan transformasi dari rukun Islam naik haji, yangmemang memiliki dampak sosial-budaya yang paling luas.

3.3.3.3.3. Etos Kerja KeilmuanEtos Kerja KeilmuanEtos Kerja KeilmuanEtos Kerja KeilmuanEtos Kerja Keilmuan

Selain etos pengabdian, paradigma profetik tentunya juga mengenaletos kerja keilmuan, yakni semangat untuk melakukan sesuatu yangakan bemanfaat bagi ilmu pengetahuan itu sendiri. Oleh karena intidari ilmu pengetahuan adalah paradigma dan sebuah paradigma selaluterdiri dari berbagai unsur, maka aktivitas yang dapat dilakukan untukmendatangkan manfaat bagi ilmu pengetahuan tersebut tidak lain adalahmengembangkan unsur-unsur paradigma yang sudah ada,mengembangkan paradigma-paradigma baru, dan mengembangkansistem pengetahuan yang ada.

Page 79: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 65

a.a.a.a.a. Pengembangan Unsur ParadigmaPengembangan Unsur ParadigmaPengembangan Unsur ParadigmaPengembangan Unsur ParadigmaPengembangan Unsur Paradigma

Pengembangan unsur paradigma di sini dapat dilakukan melaluidua hal, yakni (a) menambahkan sub-sub-unsur baru atau konsep-konsepbaru dalam unsur paradigma yang ada, atau (b) menambahkanpemaknaan-pemaknaan baru terhadap konsep-konsep yang sudah ada,atau (c) menggantikan unsur paradigma yang lama dengan unsur baruyang lebih tepat. Jika dua hal ini dilakukan dengan baik, bukan tidakmungkin sebuah paradigma baru akan dapat dibangun.

b.b.b.b.b. Pengembangan Paradigma BaruPengembangan Paradigma BaruPengembangan Paradigma BaruPengembangan Paradigma BaruPengembangan Paradigma Baru

Semangat mendatangkan manfaat bagi ilmu pengetahuan jugadapat berupa pengembangan paradigma baru, yang berarti membangunsebuah cara berfikir baru. Dalam hal ini unsur-unsur paradigmanyatetap sama, tetapi isi dari unsur-unsur tersebut berbeda. Melaluipengembangan paradigma baru ini seorang ilmuwan profetik dapatmemberikan sumbangan yang maksimal terhadap kehidupan manusiadan perkembangan ilmu pengetahuan.

c.c.c.c.c. Pengembangan Sistem PengetahuanPengembangan Sistem PengetahuanPengembangan Sistem PengetahuanPengembangan Sistem PengetahuanPengembangan Sistem Pengetahuan

Etos kerja keilmuan profetik juga dapat ditujukan untukmengembangkan sistem pengetahuan yang lebih luas, yang mencakuplebih banyak paradigma lagi. Hal ini memang tidak mudah dilakukan,akan tetapi para ilmuwan profetik dapat menjadikannya sebagai etoskerja. Pengembangan sistem pengetahuan dalam arti yang luas akanmemudahkan para ilmuwan untuk beraktivitas dalam kerangkapengembangan ilmu pengetahuan, sehingga berbagai pembaharuanpengetahuan dapat dilakukan.

4.4.4.4.4. Etos Kerja KemanusiaanEtos Kerja KemanusiaanEtos Kerja KemanusiaanEtos Kerja KemanusiaanEtos Kerja Kemanusiaan

Dalam pandangan paradigma profetik, aktivitas ilmiah seorangilmuwan pada dasarnya juga merupakan aktivitas kemanusiaan. Seorangilmuwan profetik juga perlu peduli terhadap kemanusiaan. Berdasarkanatas kedekatannya, kemanusiaan ini tentu saja berjenjang. Dalam konteks

Page 80: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...66

keilmuan, maka mereka yang paling dekat dengan seorang ilmuwanadalah sesama ilmuwan. Inilah lingkungan sosial yang utama. Terhadapmereka ini, terhadap sesama kolega paradigma profetik juga memilikietos kerja tertentu, yang disebut etos kerja kemanusiaan. Etos kerjakemanusiaan ini paling tidak ada empat, yaitu (a) kejujuran; (b)keseksamaan/ketelitian; (c) kekritisan dan (d) ketawadhu’an(penghargaan).

a.a.a.a.a. KejujuranKejujuranKejujuranKejujuranKejujuran

Seorang ilmuwan profetik harus selalu jujur, baik terhadap diri-sendiri maupun terhadap orang lain. Dalam konteks keilmuan profetik,kejujuran ini bisa berkaitan dengan pengajaran (dalam konteks ajar-mengajar), berkaitan dengan penelitian, berkaitan dengan hasil penelitian,berkenaan dengan kerjasama sesama peneliti, dan sebagainya. Kejujuranjuga harus selalu dijaga dalam pengutipan pemikiran, hasil penelitian,per-nyataan-pernyataan ilmuwan lain, dan sebagainya.

b.b.b.b.b. Keseksamaan / KetelitianKeseksamaan / KetelitianKeseksamaan / KetelitianKeseksamaan / KetelitianKeseksamaan / Ketelitian

Seorang ilmuwan profetik juga perlu menganut nilai keseksamaanatau ketelitian. Artinya, dalam berbagai kegiatan keilmuan (pengajaran,penelitian, pengabdian masya-rakat) seorang ilmuwan profetik harusselalu teliti, cermat dan berhati-hati. Kehati-hatian ini harus selaludiperhatikan dalam setiap kegiatan ilmiah, sampai pada hal-hal yangsangat kecil, seperti misalnya menulis nama ilmuwan lain, judul buku,halamana jurnal, dan sebagainya

c.c.c.c.c. KekritisanKekritisanKekritisanKekritisanKekritisan

Seorang ilmuwan profetik juga harus selalu kritis. Artinya, berusahasedapat mungkin melihat kelemahan-kelemahan tetapi sekaligus jugakelebihan-kelebihan pada apa yang telah dilakukan dan dihasilkan olehilmuwan lain. Kekritisan ini harus dilandaskan pada semangat kejujurandan demi kebaikan bersama, atau demi melakukan yang lebih baik danmencapai hasil yang lebih baik lagi.

Page 81: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 67

d.d.d.d.d. Ketawadhu’an (Penghargaan)Ketawadhu’an (Penghargaan)Ketawadhu’an (Penghargaan)Ketawadhu’an (Penghargaan)Ketawadhu’an (Penghargaan)

Seorang ilmuwan profetik juga harus selalu rendah hati agar dapatmenghargai kerja dan karya orang lain, ilmuwan lain. Penghargaan inisebaiknya disampaikan secara terang-terangan, baik lisan maupun tertulis,misalnya dengan menyampaikan apa yang benar dan disetujui dari pendapatilmuwan lain, apa yang baru dan bermanfaat dari teori yang dikemukakanilmuwan lain, dan sebagainya. Dengan adanya saling menghargai pekerjaan,hasil karya dan pandangan ilmuwan lain, maka kerjasama di kalanganilmuwan profetik akan dapat berjalan dengan baik pula.

E.E.E.E.E. Model Paradigma ProfetikModel Paradigma ProfetikModel Paradigma ProfetikModel Paradigma ProfetikModel Paradigma Profetik

Unsur paradigma setelah asumsi-asumsi dasar dan etos adalahmodel. Model atau analogi di sini tentu saja diambil dari ranahkeagamaan, agama Islam. Ada banyak model dalam ranah tersebut yangdapat dipakai untuk melakukan kajian keilmuan, namun sehubungandengan bangunan paradigma di sini, model yang dapat dipakai untuksementara ini adalah rukun iman dan rukun Islam, karena dua rukuninilah yang mendasari kehidupan keagamaan dalam agama Islam.

Jika kita umpamakan kehidupan keilmuan profetik adalah sepertikehidupan keagamaan Islam, maka di situ perlu ada dua rukun tersebut.Akan tetapi oleh karena ranahnya berbeda, maka model tersebut perluditransformasikan agar dapat sesuai dengan konteks ranahnya.

1.1.1.1.1. Model (Struktur) Rukun Iman danModel (Struktur) Rukun Iman danModel (Struktur) Rukun Iman danModel (Struktur) Rukun Iman danModel (Struktur) Rukun Iman danTransformasinyaTransformasinyaTransformasinyaTransformasinyaTransformasinya

Rukun iman dalam agama Islam terdiri dari iman kepada Allah,kepada malaikat, kepada kitab, kepada nabi, kepada hari kiamat dankepada takdir. Iman yang pertama adalah iman kepada Allah s.w.t.“Beriman” di sini dapat dimaknai sebagai membangun relasi denganyang diimani. Relasi antara manusia dengan Allah s.w.t. adalah relasiantara seorang hamba dengan Penciptanya. Hamba di sini harusmengabdikan diri kepada sang Pencipta.

Page 82: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...68

Dalam konteks keagamaan Allah juga dapat diyakini sebagaisumber pengetahuan, sehingga dalam konteks keilmuan profetikpengabdian seorang ilmuwan adalah kepada ilmu pengetahuan. Tentukonsep pengabdian di sini tidak sama persis maknanya denganpengabdian dalam konteks kehidupan beragama, karena ilmu bukanlahsebuah konsep sebagaimana halnya Allah s.w.t. Pengabdian di sini perlusebaiknya dimaknai sebagai ketekunan seorang ilmuwan menjalankantugas-tugasnya sebagai seorang ilmuwan. Pengabdian di sini lebihmerupakan sebuah metafor, yang berbeda maknanya denganpengabdian dalam pengabdian kepada Allah s.w.t.Transformasi yang pertama dari rukun iman adalah sebagai berikut:

Rukun iman yang kedua adalah beriman kepada malaikat. Dalamranah kehidupan agama, malaikat dikatakan sebagai sahabat orangberiman. Dalam konteks kehidupan ilmuwan profetik malaikat ini dapatditafsirkan sebagai sesama ilmuwan, dan hubungan yang ada di antaramereka haruslah hubungan persahabatan, bukan hubungan persaingan,apalagi permusuhan.Transformasi rukun iman kedua dalam konteks ilmu profetik adalah:

ManusiaIlmuwan pengabdian

pengabdian Allah s.w.t.Ilmu pengetahuan

ManusiaIlmuwan persahabatan

persahabatan MalaikatKolega

ManusiaIlmuwan pembacaan

pembacaan KitabKitab Ilmiah

Rukun iman yang ketiga adalah beriman kepada Kitab-kitab yangditurunkan oleh Allah s.w.t. kepada manusia melalui para nabinya.Dalam kehidupan ilmuwan profetik kitab ini tidak lain adalah kitab-kitab juga, tetapi kitab-kitab keilmuan, serta berbagai tu-lisan ilmiah,yang harus mereka baca dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan,dan merupakan bentuk dari pengabdian mereka kepada ilmupengetahuan.

Transformasi rukun iman ketiga pada konteks ilmu profetik adalah:

Page 83: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 69

Rukun iman yang keempat adalah beriman kepada para nabi yangdiutus oleh Allah s.w.t. Bagi orang beriman para nabi ini adalah guru,tetapi juga sahabat. Dalam konteks keilmuan profetik para nabi dapatditafsirkan sebagai para ilmuwan terkenal, yang selain sahabat parailmuwan, mereka ini juga merupakan tokoh-tokoh yang banyak diikutipemikiran-pemikirannya.Transformasi rukun iman keempat dalam konteks ilmu profetik adalah:ManusiaIlmuwan perguruan + persahabatan

perguruan + persahabatan NabiTokoh

ManusiaIlmuwan penundaan

penundaan Hari KiamatAkhir

Rukun iman kelima adalah beriman kepada hari kiamat. Harikiamat dapat ditafsirkkan berbagai macam. Salah satu tafsir yang dapatdiberikan adalah bahwa hari kiamat merupakan hari akhir dari sesuatu.Hari kiamat tidak ada yang mengetahui kapan tibanya, tetapi diketahuitanda-tandanya. Di sini terkandung makna bahwa manusia dapatmengetahui kapan sesuatu akan berakhir, dan kemudian berusahamenundanya, bukan meniadakannya. Dalam konteks keilmuan profetik,hari kiamat dapat ditafsirkan sebagai akhir dari sesuatu, apakah itusuatu gejala tertentu, teori tertentu, ajaran tertentu, dan sebagainya.Sehubungan dengan itu ilmuwan profetik dapat melakukan langkah-langkah atau upaya untuk menunda tibanya saat akhir tersebut. Jikaberhubungan dengan teori, penundaan tersebut adalah upaya-upayantuk memperbaiki teori tersebut; jika berhubungan dengan suatumasyarakat penundaan tersebut adalah dengan melakukan perbaikan-perbaikan atas masyarakat tersebut.Transformasi rukun iman kelima dalam konteks ilmu profetik adalah:

Rukun iman keenam adalah iman kepada takdir. Takdir merupakansuatu hal yang diluar kemampuan manusia untuk memahaminya.Dalam konteks keilmuan profetik hal ini sebuah pengakuan bahwa suatucabang ilmu pengetahuan, atau suatu paradigma tidak akan dapatmenyelesaikan masalah. Dari salah satu prinsip penting dalam filsafat

Page 84: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...70

positif tentang ilmu pengetahuan, pengakuan bahwa kemampuan danpengetahuan manusia terbatas sifatnya, merupakan salah satunya.Pengakuan ini sekaligus menunjukkan bahwa ilmu pengetahuanmengakui keterbatasan manusia untuk mengerti dan memahami semuahal.

Transformasi rukun keenam dalam konteks ilmu profetik adalah:ManusiaIlmuwan penerimaan

penerimaan TakdirIlmu Terbatas

2.2.2.2.2. Model (Struktur) Rukun Islam danModel (Struktur) Rukun Islam danModel (Struktur) Rukun Islam danModel (Struktur) Rukun Islam danModel (Struktur) Rukun Islam danTransformasinyaTransformasinyaTransformasinyaTransformasinyaTransformasinya

Seperti halnya rukun iman, rukun Islam sebagai basis darikehidupan beragama juga perlu ditransformasikan dalam kontekskehidupan dan aktivitas keilmuan profetik. Rukun Islam terdiri darilima jenis rituil atau tindakan keagamaan yaitu; (1) membaca dua kalimatsyhadat; (2) mengerjakan sholat lima kali sehari dalam waktu yang telahditentukan; (3) mengerjakan puasa dalam bulan Ramadhan; (4)mengeluarkan zakat; (5) mengerjakan ibadah haji, jika mampu. Masing-masing rukun ini perlu ditransformasikan dalam kehidupan keilmuanprofetik.

Kalau dalam kehidupan beragama rukun yang pertama, -membacakalimat syaha-dat-, seorang yang beriman menyatakan secara eksplisitpengakuannya atas Allah sebagai satu-satunya Dzat Yang PatutDisembah, dan Muhammad adalah utusanNya, maka dalam kehidupankeilmuan profetik syahadat ini ditransformasikan pada keyakinantentang ilmu, tentang pengetahuan, dan manfaatnya, dan bahwa Allahadalah sumber pengetahuan, dan Allah telah menurunkan wahyu.Syahadat keilmuan di sini adalah pengakuan bahwa wahyu adalah jugasumber pengetahuan, yang lebih tinggi kualitasnya daripadapengetahuan yang manapun, karena wahyu datang langsung darisumber pengetahuan itu sendiri, pemilik pengetahuan itu sendiri, yaituAllah s.w.t.

Page 85: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 71

Rukun Islam kedua adalah menjalankan sholat. Dalam sholatseseorang merenung, mengingat Allah s.w.t. Dalam kehidupan keilmuanprofetik, transformasi rukun ini berupa kontemplasi keilmuan.Merenungkan tentang masalah-masalah yang sedang diteliti mencobamencari jawabnya secara serius. Dari kegiatan ini seorang ilmuwan akanmendapat inspirasi.

Rukun Islam ketiga adalah mengerjakan puasa. Puasa dikerjakanselama satu bulan dan selama puasa itu seorang Muslim juga dianjurkanuntuk banyak merenung, banyak membaca kitab, di samping melakukankegiatan yang lain. Transformasi dari kegiatan puasa, yang berarti jugamenahan diri dari melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat,dalam konteks keilmuan adalah penelitian. Selama melakukanpenelitian, seorang ilmuwan seolah-olah sedang bertapa, berpuasa,menahan diri dari melakukan hal-hal yang biasa dilakukan. Dari kegiatanpenelitian ini seorang ilmuwan akan memperoleh temuan-temuan ilmiahdan melakukan pengembangan ilmu pengetahuan.

Rukun Islam yang keempat adalah mengeluarkan zakat, yangberarti memberikan kepada orang lain sebagian dari harta yang dimiliki.Dalam konteks keilmuan profetik, harta yang dimiliki oleh seorangilmuwan adalah pengetahuan, ilmu pengetahuan. Zakat dalam kontekstersebut adalah memberikan pengetahuan kepada orang lain, yaitumengajar, memberikan ceramah-ceramah, memberikan pelatihan, dansebagainya.

Rukun Islam yang kelima adalah menjalankan ibadah haji keMekkah. Di sini seorang Muslim melakukan perjalanan selama beberapahari, melakukan ibadah haji selama beberapa hari, dan bertemu denganratusan, ribuan Muslim yang lain. Arena haji adalah sebuah arenapertemuan Muslim seluruh dunia, dan dari pertemuan ini bisa terjadisaling tukar pendapat, tukar pengalaman, tukar pengetahuan. Dalamkonteks keilmuan profetik, transformasi ibadah naik haji adalahpertemuan-pertemuan internasional selama beberapa hari di manaterjadi tukar pendapat, tukar pandangan, yang semakin meningkatkan

Page 86: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...72

kualitas keilmuan seseorang, sebagaimana halnya ibadah naik haji yangmeningkatkan kualitas keagamaan seorang Muslim.

Transformasi lima rukun Islam dalam konteks keilmuan profetikdi atas dapat digambarkan sebagai berikut.

F. Implikasi Epistemologi ProfetikF. Implikasi Epistemologi ProfetikF. Implikasi Epistemologi ProfetikF. Implikasi Epistemologi ProfetikF. Implikasi Epistemologi Profetik

Basis epistemologis yang saya paparkan di atas tentu punyaimplikasi terhadap unsur-unsur lain dalam paradigma profetik, yangsecara logika muncul setelah unsur-un-sur di atas, yaitu unsur (a)masalah yang ingin dan perlu diteliti oleh ilmu (sosial-budaya) profetik;(b) perangkat konseptual yang digunakan serta definisinya; (c) metodepenelitiannya; (d) metode analisisnya (e) teori-teori yang dihasilkan dan(f) representasi yang digunakan, yang disajikan oleh ilmu (sosial-budaya)profetik.

Jalur implikasi logis ini tidak sederhana, karena ada yang bersifatlangsung ada pula yang tidak. Unsur etos, nilai-nilai, misalnya bisa secaralangsung berimplikasi atau turut menentukan metode dan siasatpenelitian yang digunakan, ataupun representasi yang disajikan olehpeneliti. Demikian pula halnya implikasi dari asumsi bahwa wahyumerupakan salah satu sumber pengetahuan. Ada banyak implikasi yangmuncul dari asumsi dasar ini, mulai dari implikasi permasalahan sampaike implikasi representasi. Implikasi dari asumsi dasar, etos dan modelparadigma profetik dapat digambarkan dalam skema berikut ini.

Syahadat : Sholat : Puasa : Zakat : Haji

Syahadat Perenungan Penelitian Pengajaran Pertemuan Keilmuan

Wahyuisme Inspirasi Temuan Penyebaran Pertemuan(Revelationism) Rasionalisme Empirisisme

Page 87: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 73

1.1.1.1.1. Implikasi PermasalahanImplikasi PermasalahanImplikasi PermasalahanImplikasi PermasalahanImplikasi Permasalahan

Yang dimaksud dengan implikasi permasalahan adalah masalah-masalah yang muncul sebagai akibat dari diterimanya asumsi-asumsidasar tertentu, nilai-nilai atau etos tertentu. Sebagai contoh, dengan asumsibahwa wahyu merupakan sumber ilmu pengetahuan, maka kumpulanwahyu -yakni Al Qur’an- akan menjadi salah satu sumber untukmerumuskan pertanyaan-pertanyaan atau hipotesa-hipotesa untuk ditelitilebih lanjut. Selain itu, karena ilmu profetik juga diinginkan menjadi ilmuyang transformatif, maka pemilihan masalah-masalah untuk penelitiantentunya juga yang akan punya effek transformatif juga.

Permasalahan ini bisa dimunculkan dari Al Qur’an dan sunnahRasulullah, bisa dari permasalahan sehari-hari tetapi yang dianggappaling mendesak atau penting untuk diteliti dan dicarikanpenyelesaiannya, bisa pula dari transformasi masalah-masalah yang adadalam Al Qur’an dan sunnah Rasulullah.

2.2.2.2.2. Implikasi KonseptualImplikasi KonseptualImplikasi KonseptualImplikasi KonseptualImplikasi Konseptual

Implikasi konseptual adalah berbagai konsep yang muncul sebagaiimplikasi dari penggunaan wahyu sebagai salah satu sumberpengetahuan, sumber inspirasi. Dalam hal ini berbagai istilah yang adadalam Al Qur’an dan hadist kemudian dapat dan perlu didefinisikan,dijelaskan dan dioperasionalisasikan sehingga dapat digunakan dalampenelitian. Implikasi konseptual juga bisa muncul dari pemilihanmasalah-masalah baru untuk diteliti. Data baru yang dihasilkan oleh

Implikasi Permasalahan

Implikasi Konseptual

Implikasi Metodologis Penelitian

Implikasi Metodologis Analisis

Implikasi Teoritis

Implikasi Representasional (Etnografis)

ImplikasiEpistemologi Profetik

Skema 5. Implikasi Epistemologi Profetik

Page 88: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...74

penelitian ini akan membutuhkan konsep-konsep baru untukmenggunakannya dengan baik.

3. Implikasi Metodologis Penelitian3. Implikasi Metodologis Penelitian3. Implikasi Metodologis Penelitian3. Implikasi Metodologis Penelitian3. Implikasi Metodologis Penelitian

Pemilihan masalah-masalah tertentu, penggunaan konsep-konsepyang baru, biasanya akan mempunyai implikasi terhadap metode penelitianyang akan digunakan. Sangat mungkin akan muncul metode-metodepenelitian baru yang muncul sebagai akibat dari digunakannya konseptertentu, atau dipilihnya asumsi-asumsi tertentu sebagai basis penelitian.

Jika implikasi-implikasi ini diperhatikan dan diikuti secara serius,tentu akan muncul penelitian-penelitian dengan menggunakan modeldan asumsi tertentu. Dengan begitu maka ilmu pengetahuan akan dapattumbuh dan berkembang lebih cepat.

4.4.4.4.4. Implikasi Metodologis AnalisisImplikasi Metodologis AnalisisImplikasi Metodologis AnalisisImplikasi Metodologis AnalisisImplikasi Metodologis Analisis

Di sini saya membedakan metode penelitian, yakni metodepengumpulan data, de-ngan metode analisis data, karena masing-masingmemang membutuhkan metode-metode yang berbeda, serta merupakantahap-tahap yang berbeda dalam proses penelitian. Proses pengumpulandata biasa dilakukan di perpustakaan, di laboratorium dan di lapangan,sedang proses analisis data bisa dilakukan di perpustakaan, di rumah dilaboratorium atau di tempat lain yang memungkinkan. Metodepengumpulan data berbeda dengan metode analisis data.

Implikasi metodologis dapat terjadi pada metode analisis ini, danini bisa dikarenakan oleh masalah yang diteliti, oleh konsep yangdigunakan atau oleh jenis data yang berbeda. Peneliti harusmemperhatikan implikasi ini baik-baik, agar analisis data dapatdilakukan dengan baik dan benar.

5.5.5.5.5. Implikasi TeoretisImplikasi TeoretisImplikasi TeoretisImplikasi TeoretisImplikasi Teoretis

Implikasi teoretis tentu akan ada, karena tidak mungkin perubahanatau pergantian masalah dan asumsi dasar tidak mempunyai implikasi

Page 89: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 75

teoretis. Implikasi inilah saya kira yang akan merupakan implikasi yangsangat penting, jika bukan yang terpenting, dari paradigma profetik.Munculnya teori-teori baru akan merupakan sumbangan yang sangatpenting yang dapat diberikan oleh ilmu-ilmu profetik.

6.6.6.6.6. Implikasi Representasional (Etnografis)Implikasi Representasional (Etnografis)Implikasi Representasional (Etnografis)Implikasi Representasional (Etnografis)Implikasi Representasional (Etnografis)

Implikasi representasional merupakan implikasi yang terjadi padaranah representasi atau penyajian teori. Pada ilmu-ilmu alam, ranahrepresentasi ini mungkin tidak begitu penting, karena terdapat polayang agak baku dalam cara representasinya. Tidak demikian halnyapada ilmu-ilmu sosial-budaya. Oleh karena asumsi dasar, etos dan modelyang berbeda, maka representasi dari apa yang telah dihasilkan, yaknidata dan teori akan berbeda pula. Di sini ilmu-ilmu sosial-budayaprofetik memiliki potensi besar untuk menyajikan hal-hal yang baru,yang dapat membuka wawasan baru kehidupan manusia.

G. Implikasi Paradigma ProfetikG. Implikasi Paradigma ProfetikG. Implikasi Paradigma ProfetikG. Implikasi Paradigma ProfetikG. Implikasi Paradigma Profetik

Berkenaan dengan implikasi dari ilmu (sosial-budaya) profetik yangdikemukakannya, mas Kunto mengatakan bahwa ilmu ini tentunya akanmempunyai implikasi sosial transformatif yang penting. Mas Kuntomengakui bahwa paradigma Islam mempunyai implikasi transformatifpada level individual, tetapi dia tampaknya lebih tertarik untukmembicarakan mengenai transformasi sosialnya, karena dia adalah ahlisejarah sosial. Akan tetapi, hal ini justru membuat potensi transformatifparadigma Islam menjadi tidak optimal. Menurut hemat saya, paradigmaIslam tersebut harus dikupas potensi transformatifnya, baik pada tingkatindividu, keluarga ataupun masyarakat.

1.1.1.1.1. Transformasi IndividualTransformasi IndividualTransformasi IndividualTransformasi IndividualTransformasi Individual

Sebagaimana telah saya paparkan di atas, salah satu basis etosparadigma profetis adalah penghayatan. Penghayatan ini berlangsungpada tataran individual. Oleh kare-na itu, ilmu (sosial-budaya) profetik

Page 90: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...76

tentunya punya effek transformatif bukan hanya pada tataran sosial-budaya sebagaimana yang dibayangkan oleh mas Kunto, tetapi jugapada tataran individual. Di sinilah ilmu (sosial-budaya) profetik jugadapat mencakup cabang ilmu seperti psikologi.

Transformasi individual ini bisa dua macam, karena ilmu profetikbisa menghasilkan transformasi pada diri ilmuwan profetik, atau padapada individu yang menjadi kajian ilmu profetik tertentu, yaitu psikologidan kedokteran. Ilmu profetik kedokteran akan melahirkan transformasiindividual pada ranah atau bidang ragawi (physical), sedang ilmupsikologi profetik akan menghasilkan transformasi pada ranahkejiwaan(psychical).

Di lain pihak keterlibatan seorang ilmuwan dalam kegiatankeilmuan dengan semangat profetik, dengan etos profetik, akanmembuat ilmuwan itu sendiri mengalami perubahan-perubahantertentu. Transformasi di sini tetnu saja merupakan transformasi padaranah kejiwaan, yang menyangkut pikiran dan perasaan.

Transformasi individual sebagai dampak dari paradigma profetikmenurut hemat saya tidak kalah penting dengan effek transformatifpada tataran sosial. Gagasan mengenai ini perlu dikembangkan lebihlanjut, karena mas Kunto belum banyak memperhatikan danmembahasnya.

2.2.2.2.2. Transformasi Sosial (Kolektif)Transformasi Sosial (Kolektif)Transformasi Sosial (Kolektif)Transformasi Sosial (Kolektif)Transformasi Sosial (Kolektif)

Mengenai transformasi sosial ini, mas Kunto telah membahasnyacukup panjang-le-bar, walaupun belum tuntas dan masih perludikembangkan lagi. Seperti halnya transformasi pada ranah individu,transformasi kolektif atau sosial ini juga bisa terjadi di kalangan ilmuwan,bisa pula di kalangan warga masyarakat yang lebih luas. Masing-masingtransformasi akan memiliki corak yang berbeda.

Di kalangan ilmuwan, transformasi dapat -dan seharusnya-terjadidi kalangan pela-ku ilmu profetik ini, yakni di kalangan ilmuwannya.Transformasi ini bisa diawali dari tataran pandangan hidup, yang

Page 91: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 2 77

kemudian mewujud menjadi suatu gaya hidup -gaya hidup ilmuwanprofetik-, dan selanjutnya pada karya-karya mereka. Jika ini terjadi,maka transformasi kemudian bisa menurun kepada lingkungan yanglebih luas, yakni pada kalangan anak didik mereka.

Transformasi berikutnya adalah transformasi di kalanganmasyarakat, yang merupakan dampak dari kehadiran para ilmuwanprofetik dengan pandangan, keyakinan dan gaya hidup mereka, ataumerupakan dampak dari hasil-hasil kajian yang mereka lakukan. Kajian-kajian ilmu profetik akan dapat memberikan dampak transformatif sosialyang lebih luas bilamana hasil-hasil kajian ini selalu dipublikasikan dandisosialisasikan ke tengah masyarakat dengan cara yang sistematis danterencana dengan baik.

H.H.H.H.H. PenutupPenutupPenutupPenutupPenutup

Dalam makalah ini saya telah mencoba memaparkan sebagianpandangan saya mengenai ilmu (sosial-budaya) profetik. Keterbatasanwaktu dan ruang membuat saya belum dapat mengembangkanpemikiran tentang hal-hal di atas secara lengkap dan utuh. Meskipundemikian, di sini saya telah memberikan sebuah model atau kerangkaparadigma dengan unsur-unsur yang menurut hemat saya sudahlengkap. Berdasarkan kerangka paradigma inilah saya menjelaskan isiepistemologi profetik, yang men-cakup asumsi-asumsi dasar, etos danmodel-model yang mendasarinya. Isi elemen-elemen lain dari paradigmaprofetik ini, yang merupakan implikasi dari basis epistemologisnya bisaberbeda antara disiplin profetik satu dengan yang lain, sehinggasebaiknya diisi oleh ilmuwan-ilmuwan lain dari masing-masing disiplin.

Di situlah para kolega ilmuwan dapat berpartisipasimengembangkan gagasan mengenai ilmu (sosial-budaya) profetik, agarparadigma profetik di sini memiliki dampak yang lebih luas dan dapatmemberikan manfaat yang lebih besar kepada kemajuan peradabanmanusia...Dan Allahlah Yang Maha Tahu......

Page 92: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Paragima Profetik...78

Page 93: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

A.A.A.A.A. PengantarPengantarPengantarPengantarPengantar

Dalam perspektif filsafat ilmu, untuk membangun danmengembangkan suatu disiplin keilmuan tertentu, dibutuhkan setidak-tidaknya 3 (tiga) landasan kefilsafatan yaitu ontologi, epistemologi danaksiologi. Ketiga landasan ini penting untuk membedakan secara jelasantara karaktristik jenis pengetahuan yang satu dengan jenispengetahuan lainnya, termasuk antara jenis pengetahuan yang disebutdengan ilmu atau yang bukan ilmu. Ontologi adalah landasan yangmenjelaskan tentang apa yang dikaji oleh pengetahuan itu, epistemologimenjelaskan tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan itu danaksiologi memberikan penjelasan tentang apa kegunaan daripengetahuan itu. Dengan mengenali jawaban dari ketiga landasantersebut kita dapat membedakan berbagai jenis pengetahuan yangterdapat dalam kehidupan kita, seperti ilmu, filsafat, seni, dan agamaserta meletakkannya pada tempatnya masing-masing secara tepat. Tanpamengenali ciri-ciri ketiga landasan dari setiap pengetahuan itu secaratepat kita tidak dapat memanfaatkan kegunaanya secara maksimal,namun justru kita dapat salah dalam mempergunakannya. Ilmu

BABBABBABBABBAB

LANDASAN ONTOLOGILANDASAN ONTOLOGILANDASAN ONTOLOGILANDASAN ONTOLOGILANDASAN ONTOLOGIILMU HUKUM PROFETIKILMU HUKUM PROFETIKILMU HUKUM PROFETIKILMU HUKUM PROFETIKILMU HUKUM PROFETIK

M. SyamsudinM. SyamsudinM. SyamsudinM. SyamsudinM. Syamsudin

3

Page 94: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Ontologi...80

dikacaukan dengan seni, ilmu dikonfrontasikan dengan agama, filsafatdikonfrontasikan dengan seni, dsb.1

Landasan ontologis di sini dibutuhkan dan dimaksudkan untukmelihat bangunan tentang struktur ilmu dari aspek objek yang menjadisasaran pemikiran atau kajian ilmu tersebut. Objek kajian ilmu dapatdibedakan menjadi objek kajian material dan formal. Sebagaimana kitapahami bersama bahwa setiap disiplin ilmu pasti mempunyai objekkajian masing-masing baik terkait dengan objek material maupun objekformal. Objek material terkait dengan hakikat realitas yang dikaji atauditeliti atau sasaran pemikiran dari ilmu tersebut. Hal ini dapatmencakup realitas yang konkrit, seperti perilaku, benda-benda maupunyang abstrak seperti ide-ide dan nilai-nilai. Sementara itu objek formalterkait dengan sudat pandang orang melihat objek material dari realitasyang dikaji serta prinsip-prinsip yang digunakan. Objek formal ini dapatmelahirkan berbagai pendekatan yang berbeda-beda sehinggamelahirkan aliran-aliran dalam setiap disiplin keilmuan. Kedua objekkajian tersebut akan membingkai pada berbagai kajian dan penelitiandari displin ilmu tertentu.

Dalam konteks perbincangan tentang landasan ontologi IlmuHukum Profetik kali ini pertanyaan mendasar yang muncul dan perludijelaskan adalah apa hakikat dari realitas yang disebut ‘hukum’menurut perspektif paradigma profetik. Apa pengertianya, batas-batasnya, ciri-cirinya, unsur-unsurnya, dsb. Jawaban atas pertanyaanini tentunya harus dimulai dengan mengemukakan asumsi atauanggapan dasar (basis assumption) apa yang dimaksud dengan hukumitu sendiri menurut pendekatan profetik. Asumsi atau anggapan dasaradalah pandangan-pandangan mengenai suatu realitas, dalam hal inihukum, yang tidak dipertanyakan lagi kebenarannya atau sudahditerima kebenarannya. Pandangan ini merupakan titik-tolak atau dasarbagi upaya memahami dan menjawab suatu persoalan, karena

1 Jujun S. Suriasumantri. 1994. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: PustakaSinar Harapan. Hlm. 35.

Page 95: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 3 81

pandangan-pandangan tersebut dianggap benar atau diyakinikebenarannya. Anggapan-anggapan ini bisa lahir dari (a) perenungan-perenungan filosofis dan reflektif, bisa dari (b) penelitian-penelitianempiris yang canggih, bisa pula dari (c) pengamatan yang seksama.2

Asumsi dasar dibutuhkan agar kita mempunyai titik berdiri (standingpoint) pemikiran kita tentang hakikat hukum itu. Tanpa asumsi dasarkita akan kesulitan dan mungkin menjadi bingung memahami tentanghukum dan segala persoalan yang terkait dan berkelindan dengannya.

Dalam tradisi keilmuan hukum yang umum, terdapat dua arusbesar (mainstream) asumsi dasar atau anggapan dasar tentang realitashukum itu, pertama pandangan dogmatik dan kedua pandangan empirik.Pandangan Dogmatik mengasumsikan atau menganggap bahwa hukumitu realitas kesejatiannya adalah norma. Norma adalah pedoman perilakumanusia dalam segala hal, yang eksistensinya berada di alam keharusan(sollen) yang dapat berujud nilai-nilai, gagasan-gagasan atau kehendak.Realitas hukum dalam pandangan normatif ini tidak berada di alamnyata (sein). Hal yang ada di alam nyata atau empirik hanyalahmerupakan perwujudan atau penampakan saja dari hakikat hukum itu,dan itu bukan hukum yang sejatinya. Hukum yang sebenar-benarnyaadalah apa yang berada di alam nilai-nilai atau alam kaidah yang bersifatmetafisis. Hal yang ada di alam empirik atau alam nyata hanyalah sebatasmanifestasi atau perwujudan dari hukum, yang fisiknya dapat berupaputusan-putusan, perjanjian-perjanjian, peraturan perundang-undangan,perilaku ajek yang mempola atau kebiasaan, dan simbol-simbol baikyang berujud fisik maupun budaya.

Konsep normatif tersebut dijabarkan lebih lanjut olehWignjosoebroto menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu pertama, norma (hukum)yang dikonsepkan sebagai asas moralitas atau asas keadilan yang bernilai

2 Baca Heddy Shri Ahimsa-Putra. 2011. “Paradigma Profetik sebuah Konsepsi”,Makalah disampaikan dalam Diskusi Pengembangan Ilmu Profetik 2011,diselenggarakanoleh Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum - UII, di Yogyakarta, 18 Nopember2011.

Page 96: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Ontologi...82

universal, dan menjadi bagian inheren sistem hukum alam, atau bahkantak jarang dipercaya juga sebagai bagian dari kaidah-kaidah yangsupranatural sifatnya. Kedua, norma (hukum) yang dikosepkan sebagaikaidah-kaidah positip yang berlaku umum in abstracto pada suatu waktutertentu dan di suatu wilayah tertentu, dan terbit sebagai produkeksplisit suatu sumber kekuasaan politik tertentu yang berlegitimasi,atau yang lebih dikenal sebagai hukum nasional atau hukum negara.Ketiga, norma (hukum) yang dikonsepkan sebagai keputusan-keputusanyang diciptakan hakim in concreto dalam proses-proses peradilan sebagaibagian dari upaya hakim menyelesaikan kasus atau perkara, yangberkemungkinan juga berlaku sebagai preseden untuk menyelesaikanperkara-perkara berikutnya.3

Sementara itu pandangan empirik mempunyai asumsi dasar bahwarealitas yang sebenar-benarnya dari hukum itu berada di alam nyata,empirik, yang bersifat riil dan konkrit. Wujud dari hukum tersebut dapatberupa perilaku ajek seperti kebiasaan, keteraturan, institusi hukum,aksi-interaksi masyarakat, ketertiban, ketaatan atau keasadaran hukumsuatu masyarakat, dsb. Konsep empirik hukum tersebut dijabarkan lebihlanjut Soetandyo Wignjosoebroto (1994), menjadi sekurang-kurangnyadua konsep hukum, yaitu pertama, hukum dikonsepkan sebagai institusisosial yang riil dan fungsional di dalam sistem kehidupan bermasyarakat,baik dalam proses-proses pemulihan ketertiban dan penyelesaiansengketa maupun dalam proses-proses pengarahan dan pembentukanpola-pola perilaku yang baru. Kedua, hukum dikonsepkan sebagaimakna-makna simbolik sebagaimana termanifestasikan dan tersimakdalam dan dari aksi-aksi serta interaksi warga masyarakat.4

Konsep yang pertama, di dalam literatur-literatur adalah konsep-konsep yang digolongkan sebagai konsep-konsep normatif. Konsepnormatif ini memandang hukum sebagai norma entah norma yang

3 Baca Soetandyo Wignjosoebroto. 2013. Hukum, Konsep dan Metode. Malang: SetaraPress. Hlm. 18-34.

4 Ibid.

Page 97: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 3 83

diidentikkan dengan keadilan yang harus diwujudkan (ius constituendum)entah norma-norma yang nyata-nyata telah terwujud sebagai perintah-perintah yang ekplisit dan yang secara positif telah terumus jelas (iuscostitutum) guna menjamin kepastiannya, entah pula norma-norma hasilcipta penuh pertimbangan hakim pengadilan (judgments) tatkala sanghakim ini mencoba menghukumi suatu perkara dengan memperhatikanterwujudnya kemanfaatan dan kemaslahatan bagi para pihak berperkara.Karena setiap norma itu — entah yang berupa asas moral keadilan,entah yang telah dipositipkan sebagai hukum perundang-undangan,entah yang judge made —selalu eksis sebagai bagian dari suatu sistemdoktrin atau ajaran (ialah ajaran tentang bagaimana hukum harusditemukan atau dicipta untuk menyelesaikan perkara), maka setiappeneliti hukum yang mengkonsepsikan hukum sebagai norma inidapatlah disebut sebagai peneliti normatif. Dalam tradisi EropaKontinental, menurut literatur-literatur berbahasa Belanda, kajian-kajiandan penelitian-penelitian hukum dalam konsepnya yang normatif inidisebut kajian atau penelitian dogmatik. Di dalam literatur-literaturberbahasa Inggris, khususnya karena pengaruh penulis-penulis AmerikaSerikat yang melihat hukum sebagai doktrin yang luwes di tengah suaturealita proses, kajian-kajian dan penelitian-penelitian normatif itu lebihlazim disebut kajian-kajian atau penelitian-penelitian dengan metodedoktrinal.5

Kajian-kajian yang dogmatik atau doktrinal ini lazimnya bermuladari upaya-upaya untuk membangun sistem hukum yang normatif-positivistik sebagai suatu model yang sempurna menurut imperativa-imperativa logika. Koleksi atau inventarisasi untuk mengkompilasibahan-bahan hukum akan segera dikerjakan, untuk kemudianmenyususnnya ke dalam suatu tatanan normatif yang koheren (tidakmengandung kontradiksi-kontradiksi antar norma di dalamnya), namunyang juga memudahkan penelusurannya kembali. Bahan-bahan hukum

5 Ibid.

Page 98: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Ontologi...84

positif ini disebut bahan-bahan primer dan akan dimanfaatkan sebagaisumber hukum yang formil, disusun berdasarkan asas-asas dogamtikyang bermaksud menghindarkan terjadinya kontradiksi antar norma,seperti misalnya asas lex posteriori deragat lex priori atau asas yangdiperkenalkan sebagai stuffenteorie oleh Kelsen. Untuk menjagakoherensinya itu, konfiguarsi-konfigurasi teoretik juga dikembangkanlewat berbagai bahasan atau ulasan dan komentar-komentar tertulisyang kemudian juga diiventarisasikan ke dalam suatu koleksi yangdisebut koleksi bahan-bahan sekunder yang nantinya juga akan dapatdifungsikan sebagai sumber hukum yang materiil.6

Sementara itu, konsep yang kedua yakni konsep hukum yangempirik adalah konsep-konsep yang bukan normatif, melainkan sesuatuyang nomologik. Di sini hukum bukan terkonsepsikan sebagai rules,melainkan sebagai regularities yang terjadi di alam pengalaman dansebagaimana yang tersimak di alam kehidupan sehari-hari, sine era etstudio. Di sini hukum adalah perilaku-perilaku (atau aksi-aksi daninteraksi) manusia yang secara aktual telah dan/atau yang secarapotensial akan terpola. Karena setiap perilaku atau aksi itu adalah suaturealita sosial yang tersimak di alam pengalaman inderawi yang empirik,maka setiap penelitian yang mengkonsepsikan hukum sebagai perilakudan aksi ini dapatlah disebut sebagai penelitian sosial (tentang hukum),penelitian empirik, atau penelitian yang non-doktrinal. Kajian-kajian tipeini adalah kajian-kajian keilmuan, dengan maksud hendak mempelajaridan bukan hendak mengajarkan sesuatu doktrin untuk menemukandan menegakkan hukum. Oleh sebab itu, metode yang lazim dipakaidalam kajian-kajian ini, di dalam literatur-literatur internasionalberbahasa Inggris selama ini, lazim sekali disebut metode non-doktrinal,yang pada dasarnya adalah juga metode ilmu-ilmu sosial.7

Pembedaan ke dalam dua kategori besar metode penelitian hukumyaitu doktrinal dan non-doktrinal itu bersejajar pula pada pembedaan logika

6 Ibid7 Ibid.

Page 99: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 3 85

yang mendasari penelitian-penelitian hukum tersebut. Pada penelitianhukum yang doktrinal, logika formil dengan silogisme deduktif itulah lazimbanyak dipakai. Hal itu mudah dimengerti karena memang hanya lewatdeduksi itu orang akan dapat menemukan premis-premis dasar yang akanmelandasi kebenaran suatu kaidah hukum in concreto, sedangkan kitamengetahui bahwa dalam penelitian-penelitian doktrinal itu para pencari“apa hukum untuk suatu perkara” memang bermisi mencari danmenemukan dasar legitimasi suatu kaidah atau suatu putusan hukum.8

Sementara itu pada penelitian-peneltian hukum yang non-doktrinal,logika materiil dengan silogisme induktif itu yang lazim akan banyakdipakai. Hal itu mudah pula dimengerti bahwa dalam penelitian non-doktrinal yang hendak dicari bukanlah dasar-dasar pembenaranberlakunya suatu kaidah atau keputusan, melainkan pola-pola keajekanatau pola-pola hubungan, entah yang korelasi atau kausal, antaraberbagai gejala yang memanifestasikan hadirnya hukum di alamkenyataan yang bisa disimak oleh indera pengamatan.9

B.B.B.B.B. Pengaruh Paradigma Positivisme pada OntologiPengaruh Paradigma Positivisme pada OntologiPengaruh Paradigma Positivisme pada OntologiPengaruh Paradigma Positivisme pada OntologiPengaruh Paradigma Positivisme pada OntologiIlmu HukumIlmu HukumIlmu HukumIlmu HukumIlmu Hukum

Pada pertengahan abad ke-19 di Eropa Kontinental, khususnya diPerancis berkembang filsafat baru yang disebut Filsafat Postivisme.Filsafat ini diajarkan oleh dua eksponen yang terkenal yaitu Henri Saint-Simon (1760-1825) dan Auguste Comte (1798-1857). Di Inggris filsafatjenis ini dikembangkan oleh Herbert Spencer. Positivisme adalah suatupaham yang menuntut agar setiap metodologi yang dipikirkan untukmenemukan kebenaran hendaklah memperlakukan realitas sebagaisesuatu yang eksis, sebagai suatu objek, yang harus dilepaskan darisembarang macam pra-konsepsi metafisis yang subjektif sifatnya.10

8 Ibid.9 Ibid.10 Gardon, Scott. 1991. The History and Philosophy of Social Science. London: Toutdge.

P. 301.

Page 100: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Ontologi...86

Menurut Auguste Comte, apa yang sosial atau masyarakat dapatdiredusir ke dalam dalil-dalil yang pasti dan ilmiah. Comte membuatsuatu klasifikasi ilmu pengetahuan yang terus-menerus mengarah padakesederhanaan dan generalitas dari masalah-masalah dalam subjeknya(subject matter) yaitu mathematics, astronomi, physika, kimia, biologi,dan sosiologi. Setiap cabang ilmu yang lahir harus bersandar pada hasilcabang ilmu sebelumnya, sehingga dalam pandangannya Sosiologiadalah puncak dari segala ilmu tersebut. Semua cabang ilmu tersebuthanya mempunyai dasar untuk adanya bilamana masing-masing cabangilmu tersebut dapat memberikan bahan-bahan penjelasan lebih lanjutkepada ilmu mengenai kemasyarakatan. Dalam pandangan Comte setiapcabang ilmu itu merupakan suatu yang sudah exact, sudah pasti; dandalam hal itu pengetahuan tersebut permasalahannya menjabarkan diridari satu lingkungan masalah ke masalah lainnya dalam urutansebagaimana diajukan olehnya. Dalam kerangka itu maka bagi Comtewajar bilamana komplek phenomena dari kehidupan masyarakat adalahyang paling akhir untuk digarap secara ilmiah.11

Bagi Comte setiap cabang ilmu tersebut pada masa-masa yangsilam digarap melalui tiga tahapan yaitu: tahap teologis, tahap metafisis,dan tahap positivis. Pada tahap teologis ditunjukkan oleh kenyataanbahwa segala kejadian di dalam cabang ilmu pengetahuan yangbersangkutan diselesaikan dengan mengemukakan bahwa itumerupakan kehendak tuhan. Dalam tahap metafisis penyelesaian dicaridengan jalan abstraksi metafisis, misalnya kenyataan bahwa bintang-bintang bergerak dalam lingkaran, dijelaskan karena lingkaran adalahsuatu gerak yang paling sempurna. Pada tahap positivis dibuktikanbahwa setiap permasalahan diusahakan penyelesainnya secara ilmiahpositip yaitu melalui suatu pengamatan yang cermat atas kejadian-kejadian, membuat hipotesis dan verivikasinya melalui eksperimen-

11 M. Koesnoe. 1981. “Kritik Terhadap Ilmu Hukum”. Makalah Ceramah di HadapanPara Dosen dan Mahsaiswa Fakultas Hukum UII Yogyakarta, 3-4 Pebruari 1981. Hlm.3-4.

Page 101: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 3 87

eksperimen, kemudian menjelaskannya dengan jalan keajegan-keajeganyang tunduk pada hukum sebab-akibat (kausalitas).12

Pemikiran filsafat positivisme ini pada akhirnya berimbas pula padadunia studi di dalam Ilmu Hukum, terutama pada anggapan danpendekatan bahwa Ilmu Hukum juga harus merupakan suatu ilmu yangpositip, seperti yang dimaksud oleh Comte. Artinya bahwa perihalhukum sebagai masalah kemasyarakatan manusia harus puladiselesaikan dengan pengamatan kejadian masyarakat secara cermat,kemudian disusun hipotesa dan mengadakan verifikasi melaluieksperimen-eksperimen serta dari itu baru pada kesimpulan yangmenjelaskn dengan pasti menurut hukum sebab akibat. Dunia IlmuHukum adalah suatu ilmu yang dalam kaitan dengan tata ilmusebagimana dimaksud oleh Comte di atas tidak dapat masuk dalamtatanan tersebut.

Diaplikasikannya ke dalam pemikiran tentang hukum, positivismejuga menghendaki dilepaskannya pemikiran meta-yuridis mengenaihukum sebagimana dianut oleh para eksponen aliran hukum kodrat.Karena itu setiap norma hukum haruslah eksis dalam alamnya yangobyektif sebagai norma-norma yang positip, ditegaskan sebagai wujudkesepakatan kontraktual yang konkrit antara warga masyrakat (atauwakil-wakilnya). Hukum tidak lagi dikonsepsi sebagai asas-asas moralmeta-yuridis yang niskala (abstrak) tentang hakikat keadilan, melainkanius yang telah mengalami positivisasi sebagai lege atau lex, gunamenjamin kepastian mengenai ‘apa yang terbilang hukum’ dan ‘apapula yang sekalipun normatif harus dinyatakan sebagai hal-hal yangbukan terbilang hukum’.13

Paham positivisme dan pengaruhnya dalam kehidupan bernegara,segera mengupayakan positivisasi norma-norma sosial (yang ius)menjadi norma perundang-undangan (menjadi lege). Positivisasi hukum

12 Ibid.13 Soetandyo Wignjosoebroto, 2002. Hukum Paradigma, Metode dan Dinamika

Masalahnya. Jakarta: Huma. Hlm. 96.

Page 102: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Ontologi...88

menjadi prioritas utama dalam setiap pembangunan hukum di negara-negara yang tengah tumbuh modern dan menghendaki kesatuan danatau penyatuan. Positivisasi hukum juga selalu berakibat sebagai prosesnasionalisasi hukum dalam rangka penyempurnaan kemampuan negaradan pemerintah untuk memonopoli kontrak sosial yang formal melaluipemberlakuan atau pendayagunaan hukum positip.14

Proses positivisasi pada hakikatnya adalah suatu proses obyektivikasisejumlah norma meta-yuridis menjadi sejumlah norma yang positip.Prosesnya tetap saja berlangsung dalam ranah normatif, sehingga IlmuHukum yang terbangun adalah tetap berdasarkan logika normologi yangdeduktif, bukan berdasarkan logika nomologi yang induktif, untukmenemukan berbagai nomos yang eksis sebagai fenomena empiris dalamkehidupan sosial dan kultural. Hubungan kausal antara sebab (faktahukum) dan akibat (akibat hukum) dalam ilmu hukum yang berparadigmapositivisme adalah hasil normatif judgement, bukan hasil observasi-observasi yang mendayagunakan metode sains guna menjaminobyektivitas dan reliabilitas.15

Kritik terhadap paradigma positivisme dalam Ilmu Hukum inibermula dari suatu pemikiran kritis yang mencoba mempertanyakanpengertian ‘fenomena positip ‘ dalam paham positivisme itu sendiri.Kritik ini muncul bukan dari kalangan filsafat hukum, akan tetapi darikalangan ilmuwan dan pemikir filsafat ilmu serta para matematisi sekitartahun 1920-an yang menamakan diri ‘Kelompok Wina’ (The Viena Circle).Hasil kerja kelompok ini yang mendekonstruksi positivisme sebagaiparadigma keilmuan, kemudian secara langsung atau tidak langsungturut berpengaruh pada perubahan pendekatan paradigma positivismedalam Ilmu Hukum. Kelompok Wina ini kemudian lebih dikenal dengansebutan The Logical Positivism. Kelompok ini menyatakan bahwa metodeilmu-ilmu alam kodrat adalah satu-satunya sumber yang rasional untuk

14 Luhman, Niklas. 1985. A Sociological Theory of Law. London: Routledge & KeganPaul. P. 103;

15 Gardon Scott. Op.Cit. 33

Page 103: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 3 89

memperoleh pengetahuan yang universal. Oleh karena itu metode iniharus dipakai dalam setiap kerja penelitian, termasuk penelitian sosial.Setiap pernyataan yang dianggap memiliki kebenaran harus ditentukanoleh bukti-bukti yang empiris dan setiap penelitian itu harus benar-benar obyektif dengan mewajibkan si peneliti untuk mengontrolkeberpihakannya yang subyektif dengan berkomitmen pada nilai-nilaikenetralan asasi.16 Untuk mencari kebenaran ilmiah, ilmuwan tidak bolehmelibatkan emosi dan keberpihakan apapun dan tugasnya hanyalahmembuat studi. Sine era et studio.17

Jika diproyeksikan ke dalam pemikiran filsafat dan Ilmu Hukum,di sini orang tidak lagi hanya memahami hukum secara epistemologisebagai produk positivisme yang bertolak dari keputusan politik rezim-rezim yang berkuasa atau negara, melainkan orang mulai memahamihukum sebagai fakta sosial, yaitu law as what is empirically observed insociety. Ilmu Hukum pun mendapatkan pendefinisian yang lebih luas,tak lagi sebatas reine Rechtslehre atau positive Jurisprudence yang Kelsenian,melainkan juga sebagai socio-legal studies, dengan menempatkan hukumsebagai fenomena empiris sebagai obyek kajian. Metodologi yangdigunakan bertumpu pada paradigma epistemologis the logical positiv-ism yang dirintis oleh Kelompok Wina.18

C.C.C.C.C. Pengaruh Paradigma Pengaruh Paradigma Pengaruh Paradigma Pengaruh Paradigma Pengaruh Paradigma PostpositivismePostpositivismePostpositivismePostpositivismePostpositivisme pada pada pada pada padaOntologi Ilmu HukumOntologi Ilmu HukumOntologi Ilmu HukumOntologi Ilmu HukumOntologi Ilmu Hukum

Kritik terhadap paradigma positivisme dalam kajian-kajian sosialdan humaniora dan kemudian juga pada kajian hukum, terutama padakajian the legal studies dan bukan pada positive jurisprudence, bertolak darisuatu premis bahwa fakta sosial itu pada hakikatnya adalah sejumlahrealitas yang terwujud sepanjang berlangsungnya interaksi-interaksi

16 Martyn Hammersley.1995. The Politics of Social Research. London: Sage. p. 2-7.17 Soetandyo Wignjosoebroto. Op.Cit. 98.18 Black, Donald. 1976. The Behavior of Law. New York: Pegassus. P. 19.

Page 104: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Ontologi...90

antara manusia di dalam kehidupan sosialnya. Dengan kata lain faktasosial itu bukanlah suatu yang objektif dan eksis ‘di luar sana’ melainkansuatu konstruksi yang berada di dalam ranah subjektivitas manusiayang tengah berinteraksi. Maka tidak akan ada suatu realitas sosial yangberlaku universal, sehingga tidak akan ada pula fakta atau konstruksirealitas sosial yang dapat diverivikasi validitasnya melalui metode-metode yang berparadigma positivisme.

Penganut paham tersebut oleh Collin (1997) disebut kaum SocialConstructivist. Kelompok ini berupaya mendefinisikan ulang apa yangdisebut realitas sosial. Kelompok social constructivist ini mempunyaivariasi argumentasi dalam mendefinisikan realitas sosial. Collin (1997)mendiskripsikan setidak-tidaknya terdapat 8 (delapan) posisiargumentasi yaitu: etnometodologi, relativisme budaya, konstruktivismesosial Bergerian, relativisme linguistic, fenomenologi, simbolisme faktasosial, paradigma konvensi, dan hermeneutic.19

Aplikasi paradigma konstruktivisme sosial di bidang kajian hukumpada umumnya dilakukan dengan bertitik tolak dari posisi Hermeneutik.Kajian sosial dan hukum yang bertolak dari pendekatan hermeneutik inisecara tegas menolak faham universalisme dalam ilmu, khususnya ilmuyang objeknya manusia dan masyarakatnya. Sebagai gantinyarelativisme itu yang harus diakui dan diterima. Pendekatan hermeneutikadalah pendekatan untuk memahami objek (produk perilaku manusiayang berinteraksi atau berkomunikasi dengan sesamanya), dari sudutpelaku pelaku aksi-interaksi (aktor) itu sendiri, artinya tatkala merekaitu tengah terlibat atau melibatkan diri di/ke dalam suatu proses sosial,termasuk juga proses-proses sosial yang relevan dengan permasalahanhukum. Pendekatan hermeneutik berasumsi secara paradigmatikbahwasanya setiap bentuk dan produk perilaku antar manusia itu akanselalu ditentukan oleh interpretasi yang dibuat dan disepakati parapelaku yang tengah terlibat dalam proses itu, yang tentu saja akan

19 Soetandyo Wignjosoebroto. 2000. “Permasalahan Paradigma dalam IlmuHukum”. Jurnal Ilmu Sosial Transformatif , Edisi 6- Tahun II 2000. Hlm. 18.

Page 105: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 3 91

memberikan keragaman maknawi pada fakta yang sedang dikaji sebagaiobjek.20

Pendekatan hermeneutik (interpretatif) dalam kajian hukum ini tidakhanya akan membebaskan kajian-kajian hukum yang otoritarianismepara yuris positivis yang elit, akan tetapi juga dari kajian-kajian hukumkaum strukturalis atau behavioralis yang terlalu empiris sifatnya.Pendekatan ini dengan strategi metodologiknya to learn from the peoplemengajak para pengakaji hukum agar juga menggali dan menelitimakna-makna hukum dari perspektif pengguna dan / atau pencarikeadilan sebagaimana dikatakan oleh Sarat (1992) ‘...as an alternative, oraddition, to (the study of legal) behavior’. Kajian hukum tipe ini tidakbermaksud menggantikan sepenuhnya pendekatan-pendekatan lain.Pendekatan ini tidak hendak mengklaim diri sebagai satu-satunyapendekatan yang sah dalam kajian-kajian sosial dan hukum, sebagaimanahalnya pendekatan positivis, yang tidak sekali-kali pernah dapatmengklaim paradigma dan metode serta teknik penelitiannya sebagaisatu-satunya yang sah untuk mempelajari hukum. Benar apa yangdikatakan Sarat (1992) tersebut, bahwa pendekatan baru ini hanyalahmerupakan alternatif yang akan menambah kekayaan khasanah kajian-kajian tentang hukum.21

D.D.D.D.D. Posisi Ilmu Hukum di Tengah PerkembanganPosisi Ilmu Hukum di Tengah PerkembanganPosisi Ilmu Hukum di Tengah PerkembanganPosisi Ilmu Hukum di Tengah PerkembanganPosisi Ilmu Hukum di Tengah Perkembanganberbagai Paradigmaberbagai Paradigmaberbagai Paradigmaberbagai Paradigmaberbagai Paradigma

Utuk membahas posisi Ilmu Hukum di tengah berbagai paradigmayang ada, penulis menggunakan pendekatan pemikiran Neo-Kantian.Paradigma pemikiran Neo-Kantin membedakan secara tajam antara duamacam alam di dalam kesemestaan yaitu adanya alam ‘sein’ yaitu alamwujud secara fisik atau pengalaman dan alam ‘sollen’ yaitu alam abstrakyang tidak berada dalam dunia fisik atau pengalaman. Terkait dengan

20 Ibid. Hlm. 19.21 Ibid.

Page 106: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Ontologi...92

persoalan Ilmu Hukum, maka kalangan ini menyatakan bahwa ilmupengetahuan hukum adalah termasuk dalam lingkungan ilmupengetahuan kejiwaan atau kebudayaan. Bilamana diperhatikan sifatkeilmiahan dari ilmu hukum, maka perlu dibedakan antara keduamacam alam tersebut yaitu alam ‘sein’ dan alam ‘sollen’. Ada IlmuHukum yang mempelajari alam sein dan Ilmu Hukum yang mempelajarialam sollen.

Terhadap ilmu pengetahuan hukum yang mempelajari alam ‘sein’dari hukum, maka ilmu pengetahuan hukum tipe ini yang dianggapbenar-benar ilmiah sebagaimana konsep ilmu kaum positivism. Ilmupengetahuan hukum yang mempelajari alam sein ini dapat digolongkankepada ilmu tentang fakta-fakta (hukum) atau yang disebut sebagai‘Tatsachenwissenchaft’ yang termasuk sebagai cabang Ilmu Sosiologi. IlmuHukum ini adalah cabang sosiologi yang disebut Rechtssociologie.

Terhadap alam sollen dalam lingkungan Ilmu Hukum, juga adayang mempelajarinya. Akan tetapi terhadap alam ini perlu dibedakanterlebih dahulu ilmu pengetahuan hukum yang mempelajari hubunganyang logis dari gejala-gelalanya saja tanpa melihat pada isinya, dan ilmupengetahuan hukum yang berusaha menjelaskan bagaimana isi danmaksud yang sesungguhnya dari kaidah-kaidah hukum itu. Ilmupengetahuan yang pertama disebut sebagai ajaran hukum formal(Formale Rechtlehre) karena hanya membicarakan hubungan-hubunganyang logis saja dari gejala-gejala hukum yang ada, yaitu dari segiformalnya saja. Sementara itu ilmu pengetahuan hukum yang mengenaiisi dan maksud dari kaidah-kaidah hukum itu tidak dapat diterima olehkalangan Neo-kantian sebagai ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuanhukum ini tidak mempunyai tempat di dalam lingkungan ilmupengetahuan dalam arti positip di atas.

Terhadap objek yang disebut hukum, pemikiran yang bersandarpada paradigma Neo-Kantian mendapatkan suatu tempat yang pentingdalam sejarah peningkatan Ilmu Hukum. Pembedaan antara alam ‘sein’dan ‘sollen’ menjadi dasar untuk membenarkan keilmiahan dari Ilmu

Page 107: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 3 93

Hukum yang mengenai kaidah-kaidahnya, membantu dengan kuattempat dan kedudukan Ilmu Hukum sebagai ilmu.

M. Keosnoe memberikan catatan tentang Ilmu Hukum yangberobjek alam sollen dengan mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

Alam sollen adalah suatu alam yang tidak berujud dalam arti dapatditangkap oleh pancaindera. Alam ini adalah abstrak yang hidupdan berada di alam jiwa manusia sebagai bagian dari alam yangberkehendak. Berkehendak artinya suatu kegiatan jiwa yang hidupyang berusaha untuk menjadikan apa yang ada dalam alam cita-citamenjadi alam kenyataan. Dengan demikian alam kehendak tidak samadengan alam kenyataan. Alam kehendak mempunyai keadaannyayang lain dari alam kenyataan. Alam kehendak tidak dapat didekatidengan mempergunakan eksperimen-eksperimen yang diobservirdengan cermat kemudian diolah berdasar suatu pemikiran yang logissehingga akhirnya dapat ditemukan dalil-dalil umum yang pasti.Alam kehendak tidak dapat dikdekati dengan jalan pemikiran kausal(sebab-akibat).22

Alam hukum menurut Koesnoe berada dalam alam sollen ini. Alamhukum tidak berada dalam tatanan empiris yang dapat ditangkapdengan pancaindera. Hukum dalam alam sollen mempunyai isi yangsifatnya normatif dan juga imperatif. Normatif artinya memerintah untukmelaksanakan isi kehendak, sedangkan imperatif artinya menuntut untukditaati kehendak yang bersangkutan dengan setepat-tepatnya. Alamhukum sebagai suatu alam kehendak yang normatif dan imperatifbilamana diselesaikan secara ilmiah, menuntut pula syarat-syaratkepastian sebagaimana setiap hasil ilmu pengetahuan yaitu melaluipembuktian-pembuktian yang tidak dapat diragukan. Kehendak-kehendak sebagaimana ada dalam hukum perlu dibuktikan secara pastidengan menggunakan alat-alat bukti. Dalam lingkungan ilmu hukumpengertian bukti mempunyai syarat-syarat dan tuntutan-tuntutan yanglain daripada apa yang ada dalam lingkungan ilmu pengetahuan alam.Apa yang mungkin dibuktikan dalam lingkungan ilmu pengetahuanalam, seperti tes mengenai darah misalnya, belum tentu dapat diterima

22 M. Koesnoe. 1981. Op.Cit. Hlm. 10.

Page 108: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Ontologi...94

oleh hukum sebagai bukti yang meyakinkan. Misal dalam hal seoranganak memerlukan pembuktian tentang benar tidaknya anak tersebutsebagai anak kandung dari seorang bapak, dapat terjadi bahwa tes darahdapat menjawab adanya kesamaan darah anak dengan laki-laki yangdianggap bapaknya. Akan tetapi bagi hukum belum tentu diterimasecara sah, karena ada kemungkinan saksi-saksi lain serta bukti-buktidalam bentuk dokumen yang oleh hukum dianggap lebih kuat dapatmenyangkal pembuktian hasil ilmu pengetahuan alam dalam tes darahtersebut.23

Senada dengan pemikiran Neo-Kantian, yang membedakan adanyaalam sein dan sollen, yang melahirkan ilmu pengetahuan hukum tentangfakta-faka (hukum) atau Tatsachenwissenchaft’ dan ilmu pengetahuan yangmempelajari tentang kaidah (hukum), Mauwissen (1994) mengemukakanbahwa dapat dibedakan berbagai jenis Ilmu Hukum, yang meliputi IlmuHukum Dogmatik, Ilmu Hukum Empiris dan bentuk-bentuk lain seperti:Sosiologi Hukum, Sejarah Hukum, Perbandingan Hukum, dan PsikologiHukum.24

Ilmu Hukum Dogmatik bertugas untuk memaparkan, menganalisis,mensistematisasi dan menginterpretasi hukum yang berlaku. Tujuannyaadalah untuk memungkinkan penerapan dan pelaksanaan hukum secarabertanggungjawab di dalam praktik. Bentuk Ilmu Hukum ini menempatiposisi sentral dalam pendidikan hukum di universites. Sementara IlmuHukum Empiris membedakan secara tajam antara fakta-fakta dannorma-norma, antara keputusan-keputusan (proposisi) yangmemaparkan (deskripsi) dan yang normatif (preskriptif). Gejala-gejalahukum dipandang sebagai gejala empiris (faktual) yang murni, yaitufakta-fakta kemasyarakatan yang dapat diamati secara inderawi. Gejala-gejala ini harus dipelajari dan diteliti dengan menggunakan metode-metode empiris, sesuai dengan ‘gambaran standar’. Ini berarti bahwa

23 Loc.Cit24 Mauwissen. 1994. “Ilmu Hukum”. Jurnal Pro Justitia. Tahun XII. Nomor 4 Oktober

1994. Hlm. 20-30.

Page 109: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 3 95

hukum yang berlaku itu dipaparkan, dianalisis dan juga dijelaskan. Ilmuini berbicara dalam keputusan-keputusan deskriptif tentang gejala-gejalahukum, yang untuk sebagian juga tampil dalam keputusan-keputusanpreskriptif. Penelitian empiris faktual terhadap isi dari hukum, antaralain terhadap perilaku mereka yang terlibat dengan hukum. Ilmu Hukumini bersifat bebas nilai dan netral. Pengembannya sama sekali tidakmengambil sikap (pendirian) menilai atau kritis terhadap gejala-gejalahukum yang ia pelajari dan jelaskan.25

Lebih lanjut Mauwissen (1994) mengemukakan bahwa terkaitdengan pengembanan hukum dapat dibedakan ke dalam pengembananhukum praktis dan pengembanan hukum teoritis. Pengembanan hukumpraktis adalah kegiatan yang berkenaan dengan hal mewujudkan hukumdalam kenyataan kehidupan sehari-hari secara konkrit, yang meliputikegiatan pembentukan hukum, penemuan hukum, dan bantuan hukum.Sementara itu pengembanan hukum teoritis atau refleksi teoritis adalahkegiatan akal budi untuk memperoleh penguasaan intelektual tentanghukum atau pemahaman tentang hukum secara ilmiah yakni secarametodis sistemtis-logis rasional. Berdasarkan tataran analisisnya (levelof analysis) atau berdasarkan tingkat abstraksinya, pengembanan hukumteoritis dibedakan dalam tiga jenis. Pada tataran ilmu-ilmu positip, yangpaling rendah tingkat abstraksinya, disebut ilmu-ilmu hukum. Padatataran yang lebih abstrak disebut Teori Hukum, dan pada tataranfilsafat yang abstraksinya paling tinggi disebut Filsafat Hukum yangmeresapi semua bentuk pengemban hukum teoritis dan praktis.26

E.E.E.E.E. Ontologi Hukum sebagai Wilayah TerbukaOntologi Hukum sebagai Wilayah TerbukaOntologi Hukum sebagai Wilayah TerbukaOntologi Hukum sebagai Wilayah TerbukaOntologi Hukum sebagai Wilayah Terbuka

Sebagaimana telah diuraikan di atas diketahui bahwa hukumsebagai objek kajian dapat dikaji dari berbagai pendekatan. Berbagaipendekatan yang digunakan tersebut membawa konsekuensi pada

25 Ibid.26 Uraian panjang lebar tentang pengembanan hukum, baca Mauwissen. 1994.

“Pengembanan Hukum “ PRO JUSTITIA Tahun XII Nomor 1 Januari 1994. Hlm. 61-81.

Page 110: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Ontologi...96

tipologi kajian hukum yang berbeda-beda. Ada yang bercorak dogmatis,ada pula yang bercorak empiris. Ada yang bercorak teoretis, ada pulayang bercorak praktis. Semua jenis kajian tersebut adalah absah dantidak perlu dipertentangkan. Dengan demikian, maka dalam berilmuhukum pun perlu diterima pendekatan yang bersifat holistik, yaitupendekatan yang mengintegrasikan berbagai pendekatan yang adauntuk memahami lebih luas terhadap objek hukum sehingga didapatkankebenaran hukum yang komprehensif.

Pentingnya pendekatan holistik dalam kajian hukum ini dapatbersifat internal maupun eksternal. Sifat internal diperlukan untukmengintegrasikan berbagai pendekatan yang ada yang sama-samamengkaji hukum sebagai objek kajian. Sifat ekternal diperlukan untukmengintegrasikan berbagai pendekatan di luar objek kajian ilmu hukum,yaitu terhadap disiplin ilmu-ilmu lain yang yang berobjek bukan hukum.Pendekatan holistik baik yang internal maupun ekternal ini dibutuhkanagar tercipta seperti apa yang dikatakan oleh Edward O. Wilson dalamBuku yang berjudul Consilience: The Unity of Knowledge. 27

Consilience merupakan gagasan utama yang ditawarkan Wilsondalam upaya membangun pandangan yang holistik dalam ilmupengetahuan. Menurut Wilson consilience adalah suatu lompatan bersamadalam hal pengetahuan, dengan jalan mempertalikan dan mempersatukanfakta-fakta dan teori berdasarkan fakta di seluruh disiplin ilmu, gunamenciptakan suatu dasar penalaran atau alasan yang sama untuk memberipenjelasan. Ilmu berada pada wilayah terbuka dan sebagai sistem jaringanyang terhubung satu sama lain dalam kerangka analisisnya. Wilsonmenolak pandangan klaim pemilahan analisis tentang ilmu yang selamaini ditawarkan sejak pemikiran Aristoteles, Newton dan Discartes. Iamencoba membuka katub ilmu yang selama ini tertutup sehinggadimungkinkan terjadinya holisme ilmu pengetahuan.28

Bagi Ilmu Hukum pandangan Wilson di atas membenarkan

27 Baca Edward O. Wilson. 1998. Consilience, The Unity of Knowledge. Alfreda KnoffNew York.

28 Ibid. Hlm 266.

Page 111: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 3 97

pandangan alternatif bagi pendekatan kajian hukum. Kalangan pengkajihukum perlu menyadari bahwa selama ini ilmu hukum didominasi olehpemikiran yang cenderung positivistik dan terpilah. Dominasi ini begitukuatnya sehingga terkadang menyulitkan apabila ingin melakukananalisis yang bersifat lintas metodologi. Pandangan Wilson sangatbermanfaat untuk menjelaskan pendekatan holistik di dalam IlmuHukum. Ini dapat dijelaskan sebagai berikut ini.

Perdebatan paling tajam dalam ranah epistemologi Ilmu Hukumadalah menjawab pertanyaan apakah hukum itu ilmu atau bukan sepertitelah dikemukan di pokok permasalahan. Ada semacam problem filosofisdi dalam perdebatan demikian, bahkan terkesan berbelit dan berputar-putar seperti sebuah lingkaran. Consilience menawarkan sebuah alternatifpemikiran yaitu hukum menjadi sebuah model jaringan dan memilkikesatuan konseptual dengan disiplin lainnya, semacam keterikatan dalamsebuah jaringan laba-laba. Sebagai sebuah jaringan ilmu pengetahuan,maka ruang komunikasi akan terbuka sedemikian rupa, sehingga hukumdapat memecahkan problem bersifat lintas disiplin. Ini memberikankeleluasaan bagi pembentukan model analisis dalam hukum sertamemberikan kemungkinan petualangan intelektual yang cukup luastentang nilai kemanuasiaan untuk menjawab berbagai persoalan.

Masing-masing ilmu mempunyai praktisi, metode, model analisis,serta standar kebenaran sendiri. Network (sistem jaringan) memberikanpaling tidak suatu kesepakatan tentang kumpulan prinsip-prinsip abstrakdalam ilmu meski tidak menuju pada kesatuan kosnepertual, batas-batas wilayah ilmu menjadi semakin menghilang. Kalaulah batas ituada, hukum tetap dapat masuk dan keluar denga bebas. Hukum dapatbekerjasama dengan disiplin lain untuk menyelesaikan berbagaipersoalan. Implikasinya akan sampai pada pemikiran bahwa hukummerupakan wilayah terbuka, bagi domain ilmu lain. Ini adalah modelpendekatan yang oleh Barbour29 disebut dengan dialog antar ilmu, yaitu

29 Ian G.Barbour. 2000. When Science Meets Religions; Enemies, Strangers, or Patner. HarperCollins Publisher Inc. Hlm 40-42.

Page 112: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Ontologi...98

dialog ketika ilmu menyentuh persoalan di luar wilayah yang menjadikajiannya, sehingga dapat ditunjukkan metode bidang-bidang ilmu baikkemiripan atau perbedaannya. Model dialog ini memotret hubunganlebih bersifat konstruktif, meski tidak menawarkan kesatuan konseptual.Model ini merupakan upaya ilmiah untuk mengeksplorasi kesejajaranmetode antara ilmu (hukum ) dengan lainnya. Gagasan ini juga dapatdisebut sebagai suatu proses komunikasi. Dialog menekankan kemiripandalam pra-anggapan, metode dan konsep.

Thomas Kuhn, menawarkan gagasan kesejajaran dalam apa yangdisebut dengan paradigma, yaitu seperangkat pra anggapan konseptual,metafisik, dan metodologis dalam tradisi kerja ilmiah. Melalui paradigmabaru data lama ditafsirkan ulang dan dipandang dengan cara baru, dandata baru dicoba ditemukan. Tidak ada aturan atau kriteria yang pastiuntuk memilih satu diantara paradigma-paradigma yang ada.Paradigma merupakan penilaian yang dilakukan oleh komunitas ilmiah.Paradigma yang mapan ini cenderung resisten terhadap falsifikasi,dengan demikian ketidaksesuaian antara teori dan data dapat dianggapsebagai anomali atau didamaikan dengan memperkenalkan hipotesisad hoc. Sebagai pandangan tentang hukum yang sosiologis, mencobamenalaah hubungan dialog ini antara anasisr-anasir hukum dengan non-hukum atau tertib hukum dengan tertib sosial30, hukum dengan kegiatanbisnis31 dan lain-lain. Inilah hakekatnya bahwa Ilmu Hukum merupakansebuah jaringan.

Secara teoretis dan praktis hukum sebagai sebuah disiplinhendaknya memiliki model analisis dan mampu menyelesaikan berbagairagam persoalan. Satu hal yang dirasakan cukup menggangu adalahterlalu sempitnya lingkup batasan hukum yang dikemukan para teoretisikonvensional. Hukum digambarkan sebagai wilayah yang stiril dan

30 Julius Stone. 1969. Law and Social Sciences. Minneapolis. University of MinnesotaPress. Hlm 3-24.

31 Stewart Macaulay. 1963. Non Contractual Relation in Business. American SociologicalReview. Hlm 55-67.

Page 113: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 3 99

tertutup atau kedap air. Akibatnya tidak ada tempat bagi pandangandi luar klaim ini. Ini muncul karena kepercayaan yang sangat kuat bahwahukum, adalah wilayah terkerangkeng dalam logika. Hukum mengalamikesulitan untuk melakukan terobosan analisis bahkan kesulitan untukmembentuk disain analisisnya sendiri. Singkatnya hukum tidak memilikikemampuan melakukan sintesis ragam pendekatan. Analisis hanyaberakhir pada pada apa yang disebut sebagai dominasi wilayah yangsempit, yaitu analisis yuridis yang meliputi aturan, kaidah dan sanksiatau paling jauh kekuatan analisis hukum pada nampak pada prosedurdan formalisme. Teori hukum, metodologi, pendidikan dan praktekhukum sangat didominasi oleh pandangan stiril dan tertutup. Analisisakan disebut analisis hukum jika analisis itu sangat logis (berada dalamlogika sistem hukum) dan menggunakan term yang dikenal dalamkeilmuan hukum. Hukum secara filosofis dan metodologis harus terpisahdari ilmu-ilmu lain.

Dengan pendekatam holistik, wilayah hukum menjadi wilayahterbuka. Hukum menjadi domain telaah disiplin lain. Ragam pendekatanmetodologis akan memperkaya serta memberikan terobosan baru dalamranah keilmuan hukum. Model pendekatan holisitik ini menawarkansemacam integrasi menuju kepada kesatuan konseptual dalam ilmupengetahuan. Dengan demikian gagasan-gagasan tentang hukum(khususnya pandangan konvensional /sempit dan steril) wajibmengalami perumusan ulang. Dengan mengikuti pendekatan holistikdalam Ilmu Hukum, maka menjadi tugas para ilmuwan untukmengutuhkan kembali hukum, menyatukan kembali hukum denganlingkungan alam, dan orde kehidupan yang lebih besar. Memasukkanstudi hukum ke dalam orde yang lebih besar tersebut bertujuan untukmenghilangkan pemisahan antara hukum dan kehidupan manusia. Inilahyang dinamakan mengembalikan hukum ke dalam keutuhan.Metodologi demikian dapat dilakukan apabila setiap kali hukummembuat keputusan (legislasi, yudikasi ataupun enforcement)senantiasa melihat kepada keutuhan dengan kehidupan manusia.

Page 114: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Ontologi...100

Hukum tidak boleh mempertahankan eksistensinya sedemikian rupasehinmgga menjadi suatu anomali dalam konteks keutuhan dengankehidupan manusia.32

Melalui kejayaan dan dominasi paradigma positivisme-analitissejak abad kesembilanbelas, sampai sekarang kita masih diwarisi olehstudi hukum yang menampilkan gambar hukum yang berkeping-keping (fragmented). Gambar hukum yang muncul dari studi itu bukanmenampilkan sosok hukum yang utuh. Orang mempelajari HukumTatanegara, Hukum Pidana, Hukum Perdata dan seterusnya bukandalam kesatuan keutuhan dengan lingkungannya, akan tepai terkeping-keping. Untuk menciptakan keutuhan, maka studi hukum harus dapatmengembalikan “darah, urat dan daging-daging hukum” melaluipendekatan holistik, yaitu memamparkan secara sosiologis,anthropologis, ekonomis, psikologis, dan seterusnya. Oleh karena ituperlu diasiapkan pengajar-pengajar Sosiologi hukum pidana,Anthropologi hukum tatanegara, Psikologi hukum Acara dan seterusnya.Paradigma holistik tersebut tentunya akan mengubah peta berhukumdan pembelajaran hukum yang selama ini memandu kita.33

F.F.F.F.F. Dimensi Ontologi dalam Ilmu Hukum ProfetikDimensi Ontologi dalam Ilmu Hukum ProfetikDimensi Ontologi dalam Ilmu Hukum ProfetikDimensi Ontologi dalam Ilmu Hukum ProfetikDimensi Ontologi dalam Ilmu Hukum Profetik

Gagasan awal perlunya mengembangkan Ilmu-Ilmu Profetikditebarkan oleh Kuntowijoyo pada sekitar tahun 2002. Gagasan inidiilhami oleh dua pemikir besar Muhammad Iqbal, dan Roger Garaudy,pemikir Perancis yang kemudian masuk Islam, sebagaimana telahdijelaskan pada uraian di bab1.

Bagi Ilmu Hukum, munculnya Ilmu Profetik ini terasamendapatkan gagasan baru yang patut diwadahi dan kemudiandikembangkan sebagai alternatif kajian keilmuan hukum, yang berbasispada nilai-nilai profetik yang sumber utamanya adalah wahyu ilahi.

32 Satjipto Rahardjo. 2005. “Pendekatan Holistik terhadap Hukum”. Jurnal HukumProgresif Volume: 1 / Nomor 2/ Oktober 2005. Hlm 13;

33 Ibid.

Page 115: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 3 101

Oleh karena itu, al-Qur’an dan al-Hadits dalam konteks Ilmu HukumProfetik menjadi basis utama epistemologinya. Segala sesuatu yang adadalam al-Quran dan Al-Hadits harus diketahui dan dipahami denganbaik terlebih dulu untuk dapat dijadikan landasan bagi keseluruhanbangunan Ilmu Hukum Profetik. Untuk itu, pengetahuan danpemahaman tentang unsur-unsur yang relevan dari Al Quran dan al-Hadits akan sangat membantu pengembangan Ilmu Hukum Profetik.Di sini diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang baik dan benarmengenai kedua hal tersebut, di samping pengetahuan dan pemahamanmengenai Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu Hukum dan Filsadat Hukum padaumumnya.

Dengan mendasarkan pada pengertian dan pemahaman sepertitersebut untuk sementara (tentatif) dapat dirumuskan bahwa IlmuHukum Profetik adalah Ilmu Hukum yang paradigmanya, asumsi-asumsidasarnya, prinsip-prinsipnya, ajaran atau teorinya, metodologinya,struktur norma-normanya, dibangun berdasarkan basis epistemologiajaran Islam yang bersumber pada al-Quran dan al-Hadits. Melalui prosestransformasi dan objektivikasi ajaran Islam tentang hukum yangbersumber pada al-Quran dan al-Hadits tersebut (teks) dibangun asumsi-asumsi dasar yang kemudian turun menjadi teori, doktrin, asas-asas,kaidah dan norma-norma hukum yang berlaku di masyarakat sesuaidengan konteksnya masing-masing. Masyarakat yang dimaksud adalahbaik masyarakat muslim maupun non-muslim. Tujuan transformasi danobjektivikasi tersebut didasarkan pada misi ajaran Islam sebagai rahmatanlil’alamin. Bangunan Ilmu Hukum Profetik didasarkan pada 3 (tiga)landasan etik profetik, yaitu humanisasi (amar makruf), liberasi (nahimunkar), dan transendensi (tukminuna billah), yang itu semua bertujuanuntuk kesejahteraan umat manusia (baldatun thoyyibatun warobbun ghofur)secara sempurna (kaffah).

Seperti halnya ilmu pada umumnya, Ilmu Profetik juga memilikiasumsi-asumsi dasar tertentu berkenaan dengan objek materialnya.Asumsi dasar ini sebagian dapat sama, sebagian dapat berbeda. Asumsi-

Page 116: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Ontologi...102

asumsi yang sejalan dengan asumsi Ilmu Hukum pada umumnya, dapatdiambil untuk membangun Ilmu Hukum Profetik. Akan tetapi,mengambil dan menggunakan asumsi dasar dari paradigma-paradigmaIlmu Hukum pada umumnya tentunya tidak cukup, karena hal itu akanmembuat Ilmu Hukum Profetik tidak ada bedanya dengan Ilmu Hukumpada umumnya.

Jika kritik yang dilontarkan terhadap ilmu pada umumnya adalahsifatnya yang sekuler, maka kelemahan inilah yang tidak boleh terulangdalam Ilmu Hukum Profetik. Artinya, di sini harus dilakukandesekularisasi, yang berarti memasukkan kembali unsur sakral, unsurke-Ilahi-an dalam ilmu (hukum) profetik. Bagaimana caranya?

Menurut Ahimsa-Putra, salah satu caranya adalah denganmenempatkan kembali segala objek material Ilmu Profetik dan IlmuwanProfetik dalam hubungan dengan Sang Maha Pencipta, Allah s.w.t. atauTuhan Yang Maha Kuasa (dimensi transendensi). Di sini perludiasumsikan bahwa meskipun alam dan kehidupan manusia adalahsebuah realitas yang ada, namun realitas ini tidak muncul dengansendirinya. Realitas ini ada penciptanya. Oleh karena itu, kita tidak dapatmemperlakukan realitas tersebut seenak kita, terutama seyogyanya kitatidak merusak realitas tersebut, kecuali kita memiliki alasan-alasan yangdapat diterima berdasarkan patokan etika dan estetika tertentu.Menempatkan kembali realitas objektif yang diteliti atau dipelajarisebagai ciptaan Allah Yang Maha Pencipta adalah apa yang olehKuntowijoyo disebut sebagai proses transendensi. MenurutKuntowijoyo, “Bagi umat Islam sendiri tentu transendensi berartiberiman kepada Allah s.w.t. (tukminuna billah)”.34

Bagi Ilmu Hukum Profetik, kiranya perlu dipikir ulang apasebenarnya yang menjadi objek material ilmu hukum profetik itu danbedanya dengan Ilmu Hukum pada umumnya. Untuk mengetahui halini, maka yang perlu dipertanyakan adalah apa sebenarnya yang menjadi

34 Kuntowijoyo. 2006. Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika. Yogyakarta:Tiara Wacana. Hlm.107.

Page 117: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 3 103

hakikat dari hukum itu sendiri? Dalam Ilmu Hukum pada umumnyabanyak asumsi dasar yang diikuti oleh para ilmuwan hukum untukmenjelaskan apa hakikat hukum itu.

Menurut Soetandyo Wignjosoebroto (1994), terdapat sekurang-kurangnya lima asumsi dasar yang membentuk konsep hukum yangberbeda. Pertama, hukum dikonsepkan sebagai asas moralitas atau asaskeadilan yang bernilai universal, dan menjadi bagian inheren sistemhukum alam, atau bahkan tak jarang dipercaya juga sebagai bagian darikaidah-kaidah yang supranatural sifatnya. Kedua, hukum dikosepkansebagai kaidah-kaidah positip yang berlaku umum in abstracto pada suatuwaktu tertentu dan di suatu wilayah tertentu, dan terbit sebagai produkeksplisit suatu sumber kekuasaan politik tertentu yang berlegitimasi,atau yang lebih dikenal sebagai hukum nasional atau hukum negara.Ketiga, hukum dikonsepkan sebagai keputusan-keputusan yangdiciptakan hakim in concreto dalam proses-proses peradilan sebagaibagian dari upaya hakim menyelesaikan kasus atau perkara, yangberkemungkinan juga berlaku sebagai preseden untuk menyelesaikanperkara-perkara berikutnya. Keempat, hukum dikonsepkan sebagaiinstitusi sosial yang riil dan fungsional di dalam sistem kehidupanbermasyarakat, baik dalam proses-proses pemulihan ketertiban danpenyelesaian sengketa maupun dalam proses-proses pengarahan danpembentukan pola-pola perilaku yang baru. Kelima, hukum dikonsepkansebagai makna-makna simbolik sebagaimana termanifestasikan dantersimak dalam dan dari aksi-aksi serta interaksi warga masyarakat.35

Berdasarkan pembagian konsep hukum seperti yang dikemukakanoleh Wignjosoebroto tersebut, dalam konteks Ilmu Hukum Profetik,asumsi dasar yang pertama (hukum sebagai asas-asas moralitas)nampaknya tidak jauh berbeda dan sejalan dengan asumsi dasar IlmuHukum Profetik. Hanya saja konsep tersebut perlu diberi isi yang lebihjelas terkait dengan ciri keprofetikannya. Menurut hemat penulis ciri

35 Soetandyo Wignjosoebroto. 2002. Hukum Paradigma, Metode dan DinamikaMasalahnya. Jakarta: Huma. Hlm.42.

Page 118: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Ontologi...104

keprofetikan itu dapat ditunjukkan dengan asumsi dasar bahwa “hukumpada hakikatnya adalah kehendak Allah tentang sesuatu yang adil yangsumbernya terdapat pada al-Qur’an dan al-Hadits”. Untuk itu perlu dicariayat-ayat dan hadits-hadits nabi yang berisi kehendak Allah tentangsesuatu yang adil tersebut sebagai basisnya.

Sejalan dengan pengertian tersebut, Fakultas Hukum UII melaluiPola Ilmiah Pokok (PIP) telah merumuskan tentang esensi hukumsebagai berikut ini.

Esesnsi hukum adalah kehendak, dan kehendak tertinggi yangkebenarannya bersifat hakiki adalah kehendak Allah SWT, yangdiperuntukkan pada manusia, untuk dapat mencapai derajat yangmulia sebagai wakil Allah di muka bumi (Q.S.2:30). Karena itusesungguhnya, hukum merupakan sarana dan wahana bagi manusiaatas dasar keimanannya untuk mendapatkan ridho-Nya (Q.S. 2:147;3:360; 18:29; 5:59). Dalam peringkat hubungan manusia denganmanusia dan manusia dengan ekosistemnya, hukum Allah harusmenjadi landasan etik bagi hukum ciptaan manusia. Hukum ciptaanmanusia pada dasarnya adalah perlanjutan yang konsisten darihukum Allah (Q.S 5:44 dan 45; 4:59). Karena itu tegak dan eksisnyahukum-hukum ciptaan manusia dapat mendatangkan malapetakabagi manusia dengan ekosistemnya, manakala tidak bersandarkanpada kehendak Allah (QS.30:41). Makna pendidikan adalah prosespemanusiaan manusia (humanisasi) dengan sarana ilmu pengetahuan.Ilmu pengetahuan sendiri pada dasarnya merupakan rahmat AllahSWT untuk manusia (QS.96:3-5). Dimensi rasionalitas ilmupengetahuan bukan menjadi satu-satunya ukuran kebenarannya.Relativitas ilmu pengetahuan telah menunjukkan bahwa di dalamdirinya terkandung keserba mungkinan, yang senantiasa terikat keruang waktuan. Oleh karenanya, dalam pendidikan, ilmupengetahuan yang bersumber pada ke-mahasegala-Nyalah yangmampu menghantarkan manusia kepada derajat yang mulia. Danadalah suatu kebenaran, manakala pendidikan pada hakikatnyabertujuan menjadikan manusia semakin menyadari maknakeberadaannya secara fungsional dan semakin mendorong manusiauntuk mendekatkan diri kepada Allah SWT (QS. 3:73; 5:56; 58:11).Pendidikan hukum pada dasarnya adalah penggabungan secarakualitatif dan proporsional antara makna hukum dan maknapendidikan. Pendidikan hukum bukannya semata-mata membuatmanusia menguasai ilmu hukum, tetapi lebih dari itu adalah membuatmanusia mampu menfalsifikasi dan menferifikasi hukum-hukumyang ada atas dasar esensi hukum. Dengan kata lain hakikatpendidikan hukum adalah upaya menjadikan manusia agar dapat

Page 119: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 3 105

memahami hukum dan mengaktualisasaikannya untuk menegakkankeadilan dalam segala aspek kehidupan sebagai realisasi amanahAllah SWT (QS. 4:58; 5:2. Tujuan pendidikan nasional sebagaimanadirumuskan dalam GBHN tahun 1993 dan UU No.2 Tahun 1989,dengan tegas dan jelas menempatkan nilai-nilai kemanusiaan secarautuh, yakni membentuk manusia yang taqw kepada Tuhan YangMaha Esa. Dengan bertitik tolak dari rumusan tersebut makapendidikan hukum harus mencerminkan upaya-upaya penjelmaannilai-nilai yang terkandung dalam hakikat sila Ketuhanan Yang MahaEsa, yang subtansinya adalah nilai-nilai wahyu ilahi. Pasal 29 UUD1945 mempertegas eksistensi nilai-nilai wahyu ilahi itu sebagaisumber nilai-nilai hukum di Indonesia. Dalam arti maknawi, Pasal29 tersebut bukan hanya menjamin, tetapi sekaligus merupakankerangka ideal bagi setiap lapisan/lembaga kemasyarakatan yangada untuk bersama-sama menciptakan tatanan masyarakat danbangsa yang bersifat religius. Dengan demikian pendidikan hukumyang berorientasi pada nilai-nilai wahyu ilahi dan nilai-nilai falsafatimerupakan penjabaran Pancasila dan UUD 1945, dan sekaligusmencerminkan pola pendndikan hukum yang integratif dalamdimensi spiritual material dan dimensi kemnusiaan sertakemasyarakatan yang ber-Ketuhanan. Pola pendidikan hukum yangdemikian akan mendekatkan pada kemampuan yang andal bagipembentukan Sarjana Hukum yang berkepribadian, yangmencerminkan kepekaan dan sikap yang apresiatif terhadap realitasserta responsif terhadap tantangan kemajuan, sarjana hukum yangmampu beramal ilmiah dan berilmu amaliah demi terwujudnyamasyarakat adil dan makmur duniawi dan ukhrowi. Perguruan Tinggisebagai pusat ilmu dan kebuadayaan merupakan lembaga yangterikat dan bertanggungjawab untuk terbentuknya tatananmasyarakat yang berbudaya, berkeadilan sosial dan berketuhanan,dalam konteks ini pendidikan hukum yang berpola pada identitasnilai-nilai yang bersumber dari agama, Pancasila dan UUD 1945memerlukan perumusan Pola Ilmiah Pokoknya, yang berfungsisebagai norma dasar akademik yang memberi arah terhadap seluruhaktifitas Fakultas Hukum UII. Pendidikan hukum di negara kita akansemakin bermakna manakala berdasar pada tujuan pendidikannasional yang berorientasi pada Pancasila, dapat membuahkan sarjanahukum yang mampu berperan sebagai penegak hukum dan keadilan,yang bersumber adari agama, Pancasila dan UUD 1945 dirasakansangat besar artinya. Oleh karena itu pendidikan sebagaiperekayasaan manusia agar berwatak, bersikap dan berperilakusejalan dengan tujuan penegakan hukum dan keadilan. FakultasHukum UII sebagai lembaga pendidikan tinggi yang berdasar padaPancasila dan UUD 1945 dan perpedoman pada ajaran Islam,mempunyai tugas luhur di dalam kerangka pencapaian tujuan

Page 120: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Ontologi...106

pendidikan hukum. Adalah merupakan fungsi yang dasariah sifatnya,bahwa dalam usianya yang semakin menua ini FH UII perlumerekonstruksi segala aktifitasnya agar kehadiranya dalam rangkaaktualisasi tujuan UII menjadi lebih bermakna. Berdasarkan identitas,tujuan pendidikan, pasaran kerja dan kebutuhan masyarakat, pro-gram pendidikan tinggi FH UII menetapkan tema “PENEGAKANHUKUM YANG BERWAWASAN QURANI” sebagai Pola IlmiahPokoknya. Pola Ilmiah Pokok tersebut berfungsi sebagai norma dasarakademis yang memberi arah seluruh aktifitas di FH UII yangdinyatakan di dalam keseluruhan kurikulum, silabus dan kegiatanakademik penunjangnya.36

Subtansi PIP yang dirumuskan oleh FH UII tersebut jika dicermatisecara seksama merupakan jabaran tentang esensi hukum sebagaimanadikehendaki oleh Ilmu Hukum Profetik. Hukum pada hakikatnya adalahkehendak Allah yang ditujukan kepada manusia untuk mencapai derajatmanusia yang mulia sebagai khalifah. Hukum berfungsi sebagai saranadan wahana manusia untuk mendapatkan ridho-Nya. Nilai-nilai yangterumuskan dalam PIP tersebut sejalan dengan etika profetik yaituhumanisasi, leberasi dan transendensi.

Dari uraian di atas dapat ditegaskan kembali beberapa hal yaitubahwa basis utama dari Ilmu Hukum Profetik adalah Ajaran Islam yangterkandung dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Oleh karena itu segalasesuatu yang ada dalam al-Quran dan Sunnah Rasulullah harus diketahuidan dipahami dengan baik dan benar terlebih dulu, untuk dapatdijadikan landasan bagi keseluruhan bangunan Ilmu Profetik. Tentusaja tidak semua unsur dalam al-Quran dan Sunnah Rasul relevan denganpengembangan Ilmu Hukum Profetik. Untuk itu, pengetahuan danpemahaman tentang unsur-unsur yang relevan akan sangat membantudalam pengembangan Ilmu Hukum Profetik. Di sini diperlukanpengetahuan dan pemahaman yang baik dan benar mengenai al-Qurandan Sunnah Rasul serta pengetahuan dan pemahaman mengenai FilsafatIlmu pada umumnya dan Filsafat Ilmu Hukum.

36 Panduan Akademik 1997/1998. Fakultas Hukum UII. Hlm.21-24.

Page 121: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 3 107

Dari basis utama Alquran dan Sunnah Rasul, diturunkan lagimenjadi asumsi-asumsi/prinsip-prinsip dasar yang lebih konkrit.Asumsi-asumsi dasar tersebut antara lain adalah mengenai: (a) basispengetahuan; (b) objek material; (c) gejala yang diteliti; (d) ilmu; (e)ilmu sosial-budaya/alam; (f) disiplin. Disiplin profetik adalah cabangilmu tertentu dalam konteks ilmu pada umumnya, tetapi ditambahdengan ciri profetik. Oleh karena itu disiplin profetik ini dapat dibangundari disiplin ilmu konvensional (umum), sehingga kita dapat memilikiilmu kedokteran profetik, ilmu kehutanan profetik, ilmu teknik profetik,ilmu farmasi profetik, sosiologi profetik, Ilmu Hukum Profetik, psikologiprofetik, antropologi profetik, dan seterusnya.37

Dengan mengikuti alur pikir yang demikian, Ilmu Hukum Profetikadalah cabang Ilmu Hukum yang dibangun berdasarkan basis ajaranIslam yang bersumber pada al-Quran dan Sunnah Rasul yangditransformasikan dan diobjektivkan menjadi asumsi-asumsi dasardalam membagun teori, doktrin, asas-asas, kaidah dan norma-normahukum, yang dapat berdampingan dengan Ilmu Hukum padaumumnya.

37 Heddy Shri Ahimsa-Putra. Op.Cit.

Page 122: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Ontologi...108

Page 123: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

A.A.A.A.A. PengantarPengantarPengantarPengantarPengantar

Landasan epistemologi dihadirkan di hadapan kita untukmenjelaskan bagaimana pengetahuan yang disebut ilmu itu diperolehsecara benar (valid), terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkanberdasarkan suatu metode ilmiah tertentu. Melalui epistemologitersebut kita dapat memahami bagaimana ilmu itu ada atau lahir daninformasi atau pengetahuan yang disampaikan diyakini kebenarannyasecara ilmiah. Melalui epistemologi itu juga kita dapat membedakanmana pengetahuan yang disebut ilmu dan yang bukan ilmu, mana yangilmiah dan mana yang tidak ilmiah.

Dalam epistemologi ilmu, hal mendasar yang menjadi pertanyaanadalah bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnyapengetahuan yang disebut ilmu? Bagaimana prosedur memperolehnya?Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkanpengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri danapa kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalammendapatkan pengetahuan yang benar yang berupa ilmu itu?

Untuk menjelaskan tentang landasan kefilsafatan terkaitepistemologi Ilmu Hukum Profetik, terlebih dahulu akan dicobadipaparkan dasar-dasar epistemologi ilmu yang diturunkan dari

BABBABBABBABBAB

LANDASAN EPISTEMOLOGILANDASAN EPISTEMOLOGILANDASAN EPISTEMOLOGILANDASAN EPISTEMOLOGILANDASAN EPISTEMOLOGIILMU HUKUM PROFETIKILMU HUKUM PROFETIKILMU HUKUM PROFETIKILMU HUKUM PROFETIKILMU HUKUM PROFETIK

4

Page 124: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...110

wawasan ajaran ke-Islaman yang ditulis oleh M.Koesnoe, dasar-dasarepistemologi al-Qur’an tentang pengembangan ilmu pengetahuan yangditulis oleh M.Syamsudin, kemudian dilanjutkan pada tulisan M.AminAbdullah yang menguraikan tentang epistemologi hukum Islam melaluipendekatan sistem. Dari uraian-uraian tersebut pada bagian akhir akandicoba untuk dirumuskan tentang basis epistemologi Ilmu HukumProfetik.

B.B.B.B.B. Meninjau Pemikiran Ilmu, Ilmiah Modern danMeninjau Pemikiran Ilmu, Ilmiah Modern danMeninjau Pemikiran Ilmu, Ilmiah Modern danMeninjau Pemikiran Ilmu, Ilmiah Modern danMeninjau Pemikiran Ilmu, Ilmiah Modern danDasar Filsafatnya Dewasa Ini, Suatu TinjauanDasar Filsafatnya Dewasa Ini, Suatu TinjauanDasar Filsafatnya Dewasa Ini, Suatu TinjauanDasar Filsafatnya Dewasa Ini, Suatu TinjauanDasar Filsafatnya Dewasa Ini, Suatu Tinjauandalam Rangka Persepektif Wawasan Ajarandalam Rangka Persepektif Wawasan Ajarandalam Rangka Persepektif Wawasan Ajarandalam Rangka Persepektif Wawasan Ajarandalam Rangka Persepektif Wawasan AjaranKe-IslamanKe-IslamanKe-IslamanKe-IslamanKe-Islaman

Oleh M. KoesnoeOleh M. KoesnoeOleh M. KoesnoeOleh M. KoesnoeOleh M. Koesnoe

1.1.1.1.1. Pendahuluan (1)Pendahuluan (1)Pendahuluan (1)Pendahuluan (1)Pendahuluan (1)

Di dalam masyarakat kita dewasa ini terjadi kekaburan di dalammemberi arti pada kata ilmu dan ilmiah. Terutama terhadap istilahilmiah terjadi suatu penggunaan yang sembarangan saja. Setiap uraiandari seseorang yang menyandang gelar akademis, atau yang memangkusuatu jabatan tinggi, yang disampaikan di muka suatu pertemuan yangdiseleng-garakan oleh perguruan tinggi atau lembaga sejenis denganitu, selalu dikatakan bahwa uraian yang bersangkutan disebut sebagai‘pidato’ atau ‘orasi’ ilmiah.

Kekaburan semacam itu membawa akibat, pertama-tama akanmenyulitkan untuk memberi jawaban tentang bagaimana memandangdan menilai kegiatan dalam rangka kebebasan ilmiah dan kebebasanakademis yang harus dilaksanakan oleh suatu lembaga ilmiah yang olehundang-undang dilindungi. Kesulitan tersebut akan membawa ide yangdapat menyesatkan dalam menentukan ukuran tentang bagaimanamenilai suatu karya intelektual/akademis sebagai bermutu ilmiah atautidaknya.

Page 125: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 111

Sehubungan dengan itu dalam kesempatan ini, pertama-tama sayaingin membahas hal tersebut. Bagi para peserta program S2 dan S3 danpara pengasuhnya, kiranya penjelasan tentang persoalan tersebut sangatdiperlukan. Karena di dalam program itu, yang terutama menjaditujuannya ialah berusaha meningkatkan penguasaan dan kemampuanpara pesertanya untuk dapat bekerja secara ilmiah menurut ukuranyang dapat diakui, diterima dan dihargai sebagai layaknya suatu karyailmiah oleh dunia ilmu pengetahuan yang bersangkutan.

Dengan penguasaan itu, para peserta program S2 dan S3 sebagaipeserta graduate program dari sesuatu lembaga pendidikan tinggi, yangbila telah selesai mengikuti program itu dengan hasil baik, dan nantinyamenyandang gelar akade-mis yang tinggi, akan dapat diterima sebagaianggota masya-rakat akademis yang disegani, karena dapat ikut sertamengembangkan secara mandiri dan bermutu tentang ilmu yangmenjadi perhatiannya. Hal itu karena semata-mata dia sanggupmenghadapi tantangan kalangan ilmu yang ditekuninya itu secaratangguh, memuaskan serta meyakinkan.

2.2.2.2.2. Tatanan Pemikiran Menuju ke Pemikiran IlmuTatanan Pemikiran Menuju ke Pemikiran IlmuTatanan Pemikiran Menuju ke Pemikiran IlmuTatanan Pemikiran Menuju ke Pemikiran IlmuTatanan Pemikiran Menuju ke Pemikiran Ilmudan Ilmiahdan Ilmiahdan Ilmiahdan Ilmiahdan Ilmiah

Pemikiran ilmu beserta pemikiran ilmiahnya dalam sesuatu bidang,bukanlah pemikiran yang berdiri sendiri. Di belakang ilmu besertapemikiran ilmiahnya, berdiri sebagai dasar dan pedoman, pemikiranyang lebih mendasar lagi sifatnya. Di bawah ini, secara ringkasditunjukkan bagaimana urutan tata susunan pemikiran, baik yangmerupakan pemikiran yang pra-maupun yang pasca-ilmu besertapemikiran ilmiahnya.1) Filsafat, terutama yang epistemologi,2) Dari filsafat itu lahir ajaran mengetahui yang di dalamnya terdapat

ajaran tentang methodologi,3) Dari ajaran methodologi disusun ilmu pengetahuan,4) Dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan disusun teknologinya,5) Dari teknologi disusun penerapannya atau tekniknya.

Page 126: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...112

Demikian tata urutan pemikiran ilmu dan ilmiah. Itu adalahberpangkal dari filsafat. Di situ tampak, bahwa pemik-iran ilmu, letaknyabaru pada tahap ketiga. Karena pemikiran ilmu beserta pemikiranilmiahnya baru mungkin dilakukan atas dasar petunjuk tentang jalanpemikiran yang bagaimana yang harus ditempuh dalam menyelesaikanpersoalan yang dihadapi. Artinya jalan pemikiran itu menuruti instruksiatau disiplin yang ada di dalam ajaran mengetahui tentang sesuatumenurut bidang ilmu pengetahuan yang bersangkutan secara filosofisdapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Dari itu dikatakan, bahwafilsafat adalah induk dari segala ilmu pengetahuan.

Pemikiran ilmu beserta pemikiran ilmiahnya ialah pemikiran yangsecara konsekuen mengikuti suatu disiplin berpikir yang diajarkan olehfilsafat pengetahuan. Dari itu, suatu ilmu pengetahuan juga seringdisebut sebagai suatu disipiin.

Pemikiran ilmu, sekali lagi yaitu hanya berpikir secara ilmu saja,adalah pemikiran terhadap sesuatu persoalan tertentu dengan mengikutisuatu metode tertentu. Pemikiran yang demikian dilakukan dengan telitidan hati-hati, sehingga sebagai hasilnya akan dapat menguasaipersoa-lan beserta jawaban atas persoalan yang bersangkutan dengansebaik-baiknya.

Dalam melaksanakan pemikiran menurut ilmu, berlaku sikappemikiran yang dogmatis. Artinya berpangkal dari prinsip-prinsip yangsudah ditentukan terlebih dahulu pangkal haluannya di dalammenjelaskan persoalan beserta isi jawaban persoalan ilmu yangbersangkutan. Karena berpikir secara ilmu adalah berpikir untuk dapatmemperoleh pengertian yang sebaik-baiknya, sejauh-jauhnya dansedalam-dalamnya dalam arti conceptual status quo tentang apa yangtelah dihasilkan oleh ilmu yang bersangkutan. Orang yang menguasaiilmu dengan cara demikian, dinamakan sebagai ahli ilmu, atau disingkatilmuwan.

Berpikir secara ilmu, berlainan dengan berpikir secara ilmiah. Bedaantara keduanya pertama-tama ialah dalam sikap. Di dalam berpikir

Page 127: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 113

menurut ilmu, sikap yang diambil ialah menerima dan mengikuti apayang sudah diketahui dan tercantum sebagai penjelasan atas persoalan,metode pendekatan dan kesimpulannya dalam ilmu yang bersangkutan.Dari itu sikap seorang ilmuwan sedikit banyak adalah pasif dalammenghadapi persoalan, metode dan kesimpulan yang sudah ada dalamilmunya. Dalam menghadapi persoalan, metode pendekatan dankesimpulan yang ada dalam bidang ilmunya, ilmuwan menjalankankegiatannya dengan jalan yang bersifat dogmatis dalam rangka menguasaiisi ilmu yang bersangkutan atas dasar pikiran conceptual status quo.

Sikap ilmiah adalah meragukan, baik pangkal haluan yang telahdiambil, tentang persoalannya, tentang metode pendekatannya ataupuntentang kesimpulan yang dikemukakan di dalam ilmu yangbersangkutan. Dalam pemikiran ilmiah itu keraguan dapat ditimbulkankarena dilihat adanya kelemahan-kelemahan dalam pemikiran yangdilakukan didalam mengajukan pangkal haluannya, atau dalampersoalan yang diajukan. Dapat pula karena dilihat adanya ketidakberesan dalam menjalankan metode pendekatan atas persoalannya itumenurut disiplin berpikir yang berlaku dalam ilmu yang bersangkutan.

Dengan demikian kesimpulan yang diperolehnya dinilai sebagaikurang tepat, atau tidak sesuai. Dengan diragukannya itu, kesimpulanyang telah ada di dalam ilmu tersebut membawa persoalan baru lagimenurut pandangan ilmiahnya. Dengan begitu secara ilmiah masihmungkin dapatnya kesimpulan tersebut dipindahkan cakrawalanya kecakrawala atau dimensi yang lebih jauh dan lebih dalam.

Dengan demikian pemikiran ilmiah, adalah pemikiran yang dinamisdalam kerangka proses mengetahui ke arah yang lebih jauh atau lebihdalam menurut disiplin berpikir dalam ilmu yang bersangkutan. Gerakitu tak kenal berhenti pada satu titik kesimpulan yang telah dicapai.

Di dalam pemikiran ilmiah memang tidak ada kesimpulan akhir.Hal itu adalah dibawa oleh watak ‘tahu’ itu sendiri. Watak dari tahuialah terus berubah. Apa yang kini diketahui, besok sudah lain lagi.Mungkin sebagai tambahan, dan mungkin sebagai sesuatu yang

Page 128: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...114

berlainan. Dengan rumusan lain: tahu adalah selalu berada dalam proses.Proses artinya terus berubah. Dari itu pemikiran ilmiah adalah suatupemikiran dinamis, yang pada waktunya selalu mengeluarkan suatupendapat baru yang bersifat orisinil di dalam bidang pengetahuan yangbersangkutan. Pikiran baru itu baik mengenai rumusan pangkal haluannya,mengenai persoalannya, ataupun mengenai metode pendekatan persoalanyang bersangkutan, ataupun mengenai kesimpulannya sebagai jawabandari persoalan yang bersangkutan. Pemikiran baru tersebut sebagai hasilpemikiran ilmiah tidak berhenti sampai pada suatu kesimpulan saja.Terhadap suatu pendapat yang sudah ada, di dalam pemikiran ilmiahakan selalu terjadi koreksi, penyangkalan, falsifikasi dan verifikasi sehinggamembawa pemikiran ilmiah tidak pemah selesai.

Dengan demikian, pemikiran ilmiah berlainan dengan pemikiran ilmuyang bersifat status quo. Pemikiran ilmiah adalah pemikiran yang selalumenjalankan gerak untuk searching forever, dan karenanya merupakanpemikiran yang terus menerus berupaya ingin memperbaharui atau inginmemindahkan cakarawala atau dimensi tahu dalam ilmunya ataupuningin menempatkan ke cakrawala atau ke dalam dimensi yang lebih dalamdari persoalan dan jawaban ilmu yang dihadapinya.

Sehubungan dengan itu, bagi mereka yang bergerak di dalam suatukeilmuan dengan sikap dan tindakan ilmiah yang demikian, ada sebutankhusus yang kini sudah tidak diterima di dalam bahasa kita. Istilahtersebut, kini sudah tidak dipakai lagi, yaitu sebutan ilmiawan.

Dari uraian di atas, antara ilmuwan dan ilmiawan, dalam dasaryaterdapat perbedaan yang prinsipiil. Penghapusan istilah “ilmiawan” darikamus bahasa kita, yang dilakukan karena tidak sesuai dengan tatabahasa Indonesia kita yang baik dan benar, karenanya merupakan suatukemunduran dalam pandangan tentang ilmu dan ilmiahnya.Catatan:

Alasan bahwa istilah ilmiawan yang sudah begitu terkenal dan hidupdi dalam masyarakat kita pada masa yang silam, mulai tahun tujuh-puluhan dinyatakan sebagai suatu istilah yang salah bilamana dilihatdari segi tata-bahasa kita yang baik dan benar. Alasan tersebut,menurut hemat saya kurang kena. Karena di dalam bahasa manapun,

Page 129: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 115

sesuatu pernyataan bahasa tidak selalu secara eksak mengikuti ilmutata-bahasanya. Ilmu tata bahasa lahir, baru setelah ada bahasa. Dariitu pasti ada di antaranya penyimpangan-penyimpangan terhadappenggunaan bahasa diukur dari ilmu tata bahasa yang bersang-kutan.

Dari tata urutan di atas terlihat, bahwa teknologi, tempatnya beradasetelah ilmu pengetahuan. Hal ini sering tidak disadari oleh banyakkalangan kita. Teknologi adalah bidang kegiatan pemikiran yangmenggarap bagaimana suatu hasil kegiatan ilmiah dapat dirumuskanjalannya untuk dapatnya hasil ilmiah yang bersangkutan dilaksanakandi dalam kenyataah empiris melalui teknik-teknik tertentu. Karenanyateknologi tidak digolongkan ke dalam pemikiran ilmiah. Kegiatanteknologi yang demikian diberi sebutannya tersendiri yaitu‘pengembangan’. Hal itu karena kegiatan pemikiran dalam teknologiadalah menemukan rumusan jalan merealisir hasil ilmiah itu sesuaidengan perubahan hasil-hasil ilmu pengetahuan yang bersangkutan.

3.3.3.3.3. Hubungan Pemikiran Ilmu dan Ilmiah denganHubungan Pemikiran Ilmu dan Ilmiah denganHubungan Pemikiran Ilmu dan Ilmiah denganHubungan Pemikiran Ilmu dan Ilmiah denganHubungan Pemikiran Ilmu dan Ilmiah denganFilsafatFilsafatFilsafatFilsafatFilsafat

Ilmu beserta kegiatan pemikiran ilmiahnya, selalu berawal padasesuatu pangkal haluan yang ditentukan dalam menangani sesuatu hal.Dari pangkal haluan yang bersangku-tan disusun terlebih dahulupersoalannya. Dengan persoalan yang diajukan itu ilmu pengetahuanberusaha untuk menjawabnya dengan memperhatikan disiplin pemikiransebagai methode yang harus ditempuhnya. Metode yang ditentukanitu adalah guna sampai kepada perolehan jawaban sebagai kesimpulanumum yang bebas dari persyaratan-persyaratan yang ditimbulkan olehkeadaan-keadaan yang khusus dalam persoalan yang bersangkutanyaitu yang berujud sebagai apa yang dinamakan ‘teori’.

Sebagai contoh: ilmu alam selalu berawal dari pangkal haluantentang alam yang sudah ditetapkan pendiriannya. Kemudian disusunpersoalan-persoalan tentang benda alam. Persoalan itu digarap sebagaiusaha menjelaskan tentang benda alam yang bersangkutan dalamberbagai kondisinya yang mungkin. Tetapi ilmu ini tidak berusaha

Page 130: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...116

menentukan apa sebenarnya yang dikemukakan sebagai ‘benda alam’yang dihadapinya itu. Lebih-lebih ilmu pengetahuan alam tidak akanmenjelaskan apa sebenarnya alam itu? Contoh lain yaitu Ilmu Hukum.Ilmu ini membahas segala persoalan dari hukum. Tetapi Ilmu Hukumtidak mempersoalkan apa sebenarnya yang dinamakan hukum itu.

Filsafat justru menanyakan tentang dasar-dasarnya tentang apayang diajukan di dalam lingkungan persoalan ilmu pengetahuan. Yangdihadapi oleh filsafat ialah dasar-dasar dari yang oleh ilmu pengetahuansudah dengan begitu saja diterima dan dijadikan sasaran besertapersoalannya. Filsafat berusaha menjelaskan tentang dasar-dasar daripemikiran ilmu dan ilmiahnya itu. Penemuan filsafat tentang itukemudian dimanfaatkan dan dipergunakan ilmu sebagai sasaran untukpenggarapan ilmu yang bersangkutan menurut petunjuk dari ajaranberilmu, khususnya metodologi dalam filsafat yang bersangkutan.

Selanjutnya filsafat menunjukkan sampai dimana dan bagaimanavaliditas pengetahuan yang ada pada manusia. Bagaimana membangunsesuatu pengetahuan yang dapat dipertanggung jawabkan menurutukuran kebenaran filsafat yang dianutnya dengan mengikuti secarakonsekwen ajaran ‘metodologi’ nya.

4.4.4.4.4. Dasar Filsafati Pemikiran Ilmu dan IlmiahDasar Filsafati Pemikiran Ilmu dan IlmiahDasar Filsafati Pemikiran Ilmu dan IlmiahDasar Filsafati Pemikiran Ilmu dan IlmiahDasar Filsafati Pemikiran Ilmu dan IlmiahModernModernModernModernModern

Pemikiran ilmu dan ilmiah modern yang kini kita kenal dan kitaikuti, adalah berkat berkembangnya suatu filsafat yang disebut fllsafatepistemologi. Filsafat ini memusatkan pemikirannya untuk menemukanjawaban atas pertanyaan tentang bagaimananya dan sejauh manavaliditas kemampuan tahu yang ada pada manusia. Di dalam filsafatepistemologi, sasaran pemikirannya yang radikal terarah pada manusiasebagai subjek yang memikir itu sendiri. Dari itu filsafat epistemologijuga disebut sebagai filsafat yang subjektivistis.

Di dalam lingkungan filsafat itu terdapat pemikiran tentangbagaimana kita dapat mengetahui sedemikian rupa sehingga hasilnya

Page 131: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 117

dapat diterima menurut ukuran kebenaran yang sesuai denganpandangan filsafat yang bersangkutan. Hasil pemikiran itu dituangkanke dalam suatu ajaran menge-tahui yang disebut sebagai ‘ajaranmetodologi’. Ajaran ini yang membawa kepada adanya suatu instruksiberpikir dalam melakukan kegiatan keilmuan. Instruksi berpikirsemacam itu sebagai telah disinggung diatas disebut dengan istilahdisiplin.

Ajaran mengenai metodologi, di dalam sejarah pemikiran filsafatdi Eropa Barat terdiri dari dua aliran yang prinsipiil berbeda. Perbedaanprinsipiil itu dasar-dasarnya sudah tampak sejak zaman Yunani Kuno,yang ditunjukkan dalam pendirian Plato tentang pengetahuan manusiadan pendirian muridnya yaitu Aristoteles tentang hal tersebut. MenurutPlato, pengetahuan yang ada pada manusia, tidak lain adalah merupakanbayangan, suatu kopi dalam pikiran kita tentang apa yang ada di dalamalam luar kita yaitu alam ‘idee’. Di dalam alam idee yang metaphysisitu, segala sesuatu mempunyai wujudnya yang tetap dan abadi.

Lain lagi Aristoteles. Ia berpendirian, bahwa pengetahuan kitabersumber dari ‘hal’ yang konkrit yang kita hadapi. Dari pendirian keduapemikir Yunani Kuno tersebut tampak, bahwa Plato meletakkan dasarmengetahui yang bersifat metaphysis, sedangkan Aristoteles meletakkandasar mengetahui yang realistis konkrit, artinya yang empiris.

Perbedaan pendirian antara guru-murid tersebut dalam dasarnyamerupakan perbedaan dalam filsafat yang dianut masing-masingmengenai hakikat dari totalitas ini. Perbedaan pendirian filsafatnya ituadalah perbedaan dalam filsafat ontologinya.

Setelah abad pertengahan di Eropa Barat, pemikiran filsafat beralihdari pemikiran ontologi ke pemikiran epistemologi. Perbedaan pendirianantara Plato dan Aristoteles yang pada dasarnya merupakan perbedaandalam ontologinya, pada waktu itu mulai bergeser. Dari pandangantentang ontologinya, (artinya filsafat tentang hakikat kebenaran dariobyek yang menjadi pokok pemikiran) menjadi pemikiran epistemologi,yaitu pemikiran tentang subjek yang memikir itu sendiri.

Page 132: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...118

Di dalam pemikiran epistemologi, yang sentral menjadi sasaranpemikiran filsafat adalah manusia sebagai subjek yang memikir. Dalamhal ini yang ditanyakan ialah bagaimana manusia sampai dapatmengetahui segala sesuatu? Dalam menghadapi pertanyaan itu filsafatepistemologi di daratan Eropa Barat memberi jawaban, bahwa itu adalahkarena pada manusia ada ‘pikiran’. Sekali lagi ‘pikiran’. Itu yang yangmerupakan alat dan sekaligus sumber dari pengetahuan manu-sia, danpikiran itu adalah sesuatu yang metaphysis. Dari itu epistemologi yangdianut oleh para pemikir di daratan Eropa Barat adalah epistemologiyang metaphysis. Aliran yang demikian ini adalah aliran dalam rangkapendirian Plato.

Lain lagi epistemologi yang dianut oleh kalangan pemikir di Inggris.Kalangan itu mengikuti aliran Aristoteles yang realistis. Pemikirepistemologi Inggris tergolong pemikir yang mengikuti dan berpegangankepada epistemologi yang empiris.

Perbedaan dasar-dasar dalam epistemologinya itu membawa pulaperbedaan dalam cara berpikir ilmiahnya. Di daratan Eropa Baratdiutamakan segi metaphysisnya. Pengutamaan pandangan metaphysisitu menentukan pendekatan di dalam ajaran berilmu pengetahuan. Atasdasar pandangan itu, pendekatan keilmuan di daratan Eropa Baratmenganut pendekatan yang bersifat deduktip-spekulatip. Di Inggrisdiutamakan segi empirisnya. Dari itu keilmuan dilakukan denganmengutamakan pendekatan yang kausal-empiris-analitis.

Perbedaan mengenai aliran epistemologi antara daratan EropaBarat dan Inggris, tidak saja membawa perbedaan dalam tekananperhatian dalam berilmu beserta jalan pendekatan berilmu. Perbedaantersebut juga membawa perbedaan dalam hal tujuan dalamberpengetahuan.

Di daratan Eropa Barat, tujuan berpengetahuan ialah seperti yangsejak abad pertengahan dikemukakan oleh Thomas van Aquino yaitudalam rangka “memenuhi panggilan jiwa manusia yang selalu inginmengetahui”, atau dalam rumusan bahasa Latin desiderium sciendi. Di

Page 133: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 119

Inggris, seperti dikemukakan oleh oleh Francis Bacon, tujuannyadidasarkan kepada pandangan bahwa knowledge is power, pengetahuanadalah kekuasaan.

Perbedaan pendirian mengenai tujuan berilmu, menunjukkan pulaperbedaan filsafat hidup yang melatar belakanginya. Di daratan EropaBarat, filsafat hidup yang menjadi latar belakangnya ialah‘penyempurnaan manusia’, sedang di Inggris yang melatar belakanginyaadalah faham hedonisme, atau eudemonisme yaitu yang jiwanyasebagaimana dirumuskan Adam Smith yaitu untuk menjelmakan thegreatest happiness for the greatest number. Kemudian filsafat ini di AmerikaSerikat dikembangkan menjadi filsafat pragmatisme, yang di dalamkejiwaannya, seperti yang dirumuskan secara ringkas oleh William Jamesyaitu untuk memenuhi keinginan the satisfaction of human wants.

Baik di daratan Eropa Barat, maupun di Inggris, sekalipun antarakeduanya dalam hal pandangan epistemologinya ada prinsip-prinsipyang berbeda, namun antara keduanya ada juga kesamaannya. Antarakedua aliran itu dalam hal semangat yang mendasari filsafatepistemologinya sama-sama hanya mengandalkan kepada kemampuanyang ada pada diri manusia saja. Di daratan Eropa Barat kekuatan tahuitu berkat adanya pikiran manusia saja. Cogito ergo sum, saya berpikir,karena itu saya ada, kata Rene Descartes. Di Inggris ditekankan kepadapengalaman, experience is the best teacher.

Selain itu kedua-duanya di dalam epistemologinya jugamenunjukkan kesamaannya yaitu bahwa filsafat epistemologinya itusama sekali terlepas dari faham Ketuhanan yang diajarkan oleh gereja.

Di dalam pengembangan filsafat Hukum, hal ini tampak jelas dalamucapan Hugo Grotius yang bunyinya adalah sebagai berikut: etiamsidaremus non esse Deum, artinya di dalam memikirkan Hukum Kodrat,‘anggaplah seolah-olah Tuhan itu tidak ada.’

Eropa Barat setelah abad pertengahan, dengan berpedoman kepadafilsafat epistemologi yang hanya mengandalkan ‘pikiran’ saja, ataumengandalkan “pengalaman” saja, mengembangkan ilmu pengetahuan

Page 134: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...120

dengan menanggalkan sama sekali faham Ketuhanan yang diajarkangereja dalam abad-abad sebelumnya. Abad ke XVIII dapat dikatakanbahwa terutama bagi daratan Eropa Barat merupakan abad ‘pikiran’,atau abad ‘rasionalisme’.

Eropa Barat dengan jiwa itu memasuki sejarah baru yaitu timbulnyaawal kapitalisme, awal industrialisasi serta awal kemajuan ilmupengetahuan dan filsafat. Pengembangan ilmu pengetahuan pada masaitu, yang didorong oleh berkembangnya filsafat epistemologi, dasar-dasarnya yang perlu dicatat di sini ialah:1) Filsafat epistemoiogi lepas dari faham Ketuhanan sebagaimana yang

diajarkan gereja dalam abad-abad sebelumnya.2) Filsafat epistemologi dipusatkan kepada kemampuan pikiran atau

pengalaman manusia saja,3) Faham kemanusiaan berarti individualisme dimana dijunjung tinggi

hak dan kebebasan individu,4) Dengan prinsip itu setiap individu bebas mengembangkan diri pribadinya

dengan kemampuan pengetahuannya untuk memenuhi tuntutan tujuanhidupnya yang sesuai dengan filsafat hidup yang dianutnya.

Pengembangan ilmu pengetahuan yang dibangun dandikembangkan semata-mata dengan mengandalkan pada kekuatanmengetahui manusia yaitu pikiran saja atau empiri saja, ternyata padapermulaan abad ke XIX, mulai meluntur. Perkembangan selanjutnyadari filsafat yang demikian mulai mendapat tantangan. Di daratan EropaBarat tantangan tersebut terutama dibawa oleh perkembangan aliranromantik dan filsafat kritis. Dengan itu timbul ketidak puasan terhadappengembangan filsafat dan ilmu pengetahuan yang mengutamakan segirasionilnya saja meninggalkan segi-segi etik, aestetika, dan lain-lain nilai-nilai kejiwaan yang tidak masuk di dalam alam akal atau empiri.

Memasuki abad ke XX, terjadi lagi suatu pembaharuan dalamfilsafat di daratan Eropa Barat. Filsafat tersebut tidak mengikuti filsafatobjektip yaitu filsafat ontologi dan juga tidak mengikuti filsafat subjektipyaitu filsafat epistemologi. Aliran baru ini mengajukan pandangannyasendiri dimana subjek-objek disatukan.

Page 135: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 121

Filsafat ini mengajarkan bahwa alam nyata harus dibedakan dari“keadaannya” atau existensinya. Existensi alam nyata ini adalah tidaktetap. Itu tunduk kepada perubahan-perubahan yang terus menerus.Perubahan itu terjadi bilamana keadaan dari alam nyata itu mencapaisuatu ‘garis batas’ dari keadaannya. Di dalam istilah filsafat di Jermangaris batas keadaan dari sesuatu itu disebut dengan istilah‘Grenzsituation’. Karena aliran filsafat ini mengutamakan pada keadaanalam nyata, maka filsafat ini dinamakan sebagai filsafat existensialisme.

Batas-batas semacam itu juga berlaku bagi manusia sebagai bagiandari alam nyata. Dari itu, manusia di dalam keadaannya perlumemperhitungkan garis-garis batasnya tersebut. Itu penting dalam haldia ingin memberi makna kepada dirinya sendiri tentang ‘keberadaannya’di dalam alam nyata ini. Tampak di sini filsafat tersebut menunjukkansuatu filsafat yang sangat individualistis.

Tentang pertanyaan, apakah filsafat existensialisme terlepas darifaham Ketuhanan atau tidak, sulit untuk dijawab secara ringkas di sini.Karena diantara aliran-alirannya yang ada, terdapat aliran yang adahubungannya dengan faham Ketuhanan.

Perkembangan selanjutnya dari filsafat Barat ialah timbulnya akhir-akhir ini filsafat postmodernisme. Filsafat ini bersifat irrasionil. Dalamajarannya filsafat ini menentang foundationalisme, essentialisme danrealisme.

Bukan maksudnya di dalam kesempatan ini membahasperkembangan aliran-aliran filsafat Barat tersebut. Yang ingindikemukakan di sini hanya bagaimana garis besar perkembangan FilsafatBarat terutama filsafat epistemologi sebagai pencetus dan pemberi dasarlahirnya dan pengembangan ilmu dan pemikiran ilmiah yang hinggakini kita jumpai dan ikuti.

Sudah barang tentu perkembangan filsafat selanjutnya sepertiexistensialisme dan post modernisme, juga mempengaruhi danmenentukan keilmuan dan pemikiran ilmiah modern dewasa ini. Akantetapi, bila itu juga dibahas di sini, akan terlalu panjang dan memakan

Page 136: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...122

waktu yang tidak sedikit. Dari itu, pembahasan tentang ilmu, keilmiahandan dasar-dasar filsafatnya dewasa ini kita cukupkan sampai disini saja.

Dasar filsafat ilmu dan keilmiahan sebagaimana telah disinggungdi atas, secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut:1) Zaman kuno dan abad pertengahan: filsafat ontologi. Bagi Eropa Barat

filsafat ini menyuburkan ilmu yang dasar dan sumbernya ialah fahamKetuhanan menurut ajaran gereja,

2) Zaman baru: filsafat epistemologi. Bagi Eropa Barat dan lain-lainbagian dari dunia ini membawa kepada dianutnya faham rasionalismedan empirisme, yang membawa kemajuan di dalam ilmu danpemikiran ilmiah dengan sepenuhnya mempercayakan kepadakekuatan pikiran dan empiri manusia. Dalam filsafat epistemologiini dipisahkan ilmu dan keilmiahan dari faham ketuhanan yangdiajarkan gereja,

3) Zaman modern: filsafat irrasionalisme. Bagi ilmu dan keilmiahanmembawa kepada suatu arah yang tidak lagi menentu.

Untuk sedikit penjelasan tentang tidak menentunya arah ini, filsafatilmu itu sendiri kini menunjukkan adanya pandangan yang bercabang-cabang tentang bagaimana ilmu dan keilmiahan itu. Terutama hal itutampak dalam menghadapi pertanyaan tentang dari mana filsafatpengetahuan akan memulai ajarannya tentang mengetahui. Tentang itukini terdapat bermacam macam jawaban yang plural.

Pangkal dasar yang dulu diletakkan oleh Plato yaitu alam idee danAristoteles yaitu pada halnya yang konkrit, kini telah berkembangsedemikian rupa sehingga pangkal dasar untuk mengetahui menjadibermacam-macam jenisnya. Hal itu dapat ditunjukkan kepadapertanyaan-pertanyaan yang kini timbul tentang dari mana mulaimengetahui itu. Antara lain yang dapat dikemukakan ialah pertanyaan-pertanyan sebagai berikut:1) Apakah berpangkal dari pikiran seperti ditegaskan oleh Descartes,

ataukah pada pengalaman? Kalau berpangkal dari pengalaman apaitu berupa empiri seperti yang dikemukakan oleh John Locke, atauapa yang ‘kasat indera’ atau yang sensual, seperti yang dikemukkanoleh David Hume?;

Page 137: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 123

2) Apakah berpangkal dari Idee seperti dikemukakan oleh Berkley atauHegel? Ataukah berpangkal dari materi seperti dikemukakan antaralain oleh Marx dan lain-lain penganut materialisme?;

3) Ataukah berpangkal dari awal kemampuan tahu manusia yaitu yang:a priorie seperti yang dikemukakan Kant? Ataukah dari phenomenayang dikemukakan oleh Husserl yang oleh Wittgenstein ditegaskansebagai yang berujud dalam bahasa?

Di dalam perkembangannya, segala dasar-dasar untuk memulaiguna mengetahui tersebut, kemudian mendapat sanggahan yangselanjutnya menghasilkan timbulnya pandangan baru yang dinamakanKritische Rationalisme seperti yang dikemukakan oleh Popper. Selanjutnyapikiran ini pun kemudian disusul dengan timbulnya pandangan yanglain dari Kritische Rationalisme yaitu pandangan seperti dikemuka-kanoleh Jurgens Habermas yang disebut sebagai Kritische Theorie. Gambarandi atas hanya sekedar ingin menunjukkan tentang perkembangan filsafatpengetahuan dewasa ini yang terus berganti dan tidak jelas arah yangditempuhnya.

Tetapi bagaimanapun, pengembangan ilmu dan keilmiahan mod-ern dalam abad ke XX ini tidak terlepas dari pengaruh semangat dankejiwaan yang didasari oleh filsafat yang menjiwai abad ke XVIII yangmasih hidup dalam awal abad XIX. Dasar-dasar dan benih-benihpemikiran ilmu dan keilmiahan yang diajarkan oleh filsafat epistemologipada masa itu, tetap berperan penting karena pada masa itu lahirnyaapa yang dinamakan ‘teori besar’ dari ilmu pengetahun yang sampaikini tetap kita kenal dan menjadi perhatian. Pemeliharaan keilmuandan keilmiahan tetap mengandalkan terutama kepada kekuatan ‘pikiran’atau ‘empiri’ manusia saja dengan meninggalkan faham ‘Ketuhanan’.

Jiwa yang demikian, ilmu dan keilmiahan Eropa Barat memasukiabad ke XX, menyeret dunia di dalam pemeliharaan dan pengembanganilmu dan keilmiahannya sampai kini. Selain itu, di dalam abad ke XXini, kedua macam filsafat yang kuat dianut di Eropa yaitu filsafat yangmetaphysis yang begitu kuat hidup didaratan Eropa Barat, maupunfilsafat yang empiris yang berkembang di Inggris dan Amerika Serikat,

Page 138: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...124

menunjukkan bahwa filsafat empiris beserta sistim pemikiran yangkausal-empiris-analitis pada akhir-akhir ini yang menunjukkanpengaruhnya yang lebih populer dan dominan.

Filsafat empirisme, sebagai disinggung di atas, tidak sajamengajarkan bagaimana berpengetahuan. Tetapi filsafat itu jugamengandung filsafat hidup pula yang dasarnya ialah empiris. Filsafathidup atas dasar empirisme ini, yaitu filsafat hedonisme, pada bagianakhir abad ke XIX, di Amerika Serikat berkembang menjadi filsafatpragmatisme dengan dasar-dasar yang materialistis.

Filsafat hidup itu kini yang menguasai kehidupan kemanusiaandengan kuat dalam skala ‘global’. Filsafat itu yang kini menjadi jiwadan landasan dari apa yang kini secara populair disebut ‘globalisasi’.Catatan:

Dewasa ini, dengan enak kita menyebut tentang adanya ‘globalisasi’.Kosa kata itu adalah suatu kata benda yang di dalamnya ada isinya,yaitu proses. Dengan sebutan itu jadinya kita hanya menyebut suatubenda yang isinya ialah suatu proses. Mengenai proses tentang apa,tidaklah dijelaskan dengan sebutan yang begitu populer itu.

Dari itu perlu ditentukan bahwa ‘globalisasi’ menurut hemat sayaadalah suatu peristiwa berisi proses yang membawa kemanusiaan diseluruh dunia untuk menerima dan menganut jiwa hedonisme yangmaterialistis individualitis dengan mengikuti pemikiran yang kausaal-empiris-analistis.

Secara ringkas dan pokok-pokok, jiwa dan semangat hedonismemodern itu, yang menjiwai apa yang kini disebut dengan istilah populer“globalisasi”, pokok-pokok isinya ialah sebagai berikut:1) Hedonisme sebagai pragmatisme yang bertujuan untuk mencapai

kehidupan yang kaya, bermewahan, tenar dan kuasa,2) Individualistis,3) Sekularistis,4) Materialistis,5) Berpemikiran yang bersifat lugas kausaal-empiris-analitis.Atas dasar filsafat ini, ilmu dan keilmiahan modern itu yang kini secaramengglobal dipelihara dan dikembangkan.

Page 139: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 125

5.5.5.5.5. Ajaran Islam tentang Pengetahuan danAjaran Islam tentang Pengetahuan danAjaran Islam tentang Pengetahuan danAjaran Islam tentang Pengetahuan danAjaran Islam tentang Pengetahuan danPemikiran KeilmiahanPemikiran KeilmiahanPemikiran KeilmiahanPemikiran KeilmiahanPemikiran Keilmiahan

Kini waktunya kita meninjau bagaimana keilmuan dan keilmiahanyang didasari oleh filsafat yang pernah dikem-bangkan di Barat, denganlatar belakang dan dasar-dasar wawasan ke-Islaman, karya para ulamayang bahan-bahannya diambil dan bersumber pada al Qur’an dan al Hadist.

Uraian tentang ini, berhubung waktu, sementara kita batasi dalampokok-pokok dan yang dasar saja. Yang penting dikemukakan di sinisebagai ancang-ancang uraian di kemudian hari, yaitu bahwa di dalammempelajari ajaran yang terkandung di dalam al Qur’an dan Hadist,sesuai dengan perintah dalam ayat dan ajaran itu, bahwa untuk itudisyaratkan pertama-tama harus dilakukan dengan penuh iman (S.AliImran ayat 139). Hal ini karena iman, dalam ajaran al Qur’an merupakancahaya yang menerangi jiwa, artinya untuk membuka jiwa dari keadaan‘gelap’ sama sekali menjadi keadaan yang ‘terang’.

Dalam upaya selanjutnya yang harus dilakukan ialah menguasaiilmu dan ma’rifat. Untuk itu menurut ajaran Islam orang tidak hanyadapat mengandalkan kepada bekerjanya kekuatan pikiran yang ada padamanusia saja. Yang perlu dipergunakan dan dilalui dalam usahamenguasai itu ialah mempergunakan sebaik-baiknya tiga kemampuanyang ada pada jiwa manusia yaitu:a. Pemikiran (tafakkarun),b. Akal (taqqilun),c. Hati (tadhabbarun).

Pemikiran, artinya kemampuan rohani menggerakkan daya yangmembawa seorang kepada ilmu yaitu kemampuan untuk dapatmenangkap tentang sesuatu dan membedakannya dari yang lain. Akaladalah kemampuan rohani yang membawa kepada pengertian tentangbagaimana hubungan yang ditangkap oleh pikiran itu satu dengan yanglain beserta segaia konksekwensi dan kelanjutannya. Ringkasnya hikmat-hikmatnya. Hati adalah kemampuan rohani untuk mengetahui secaramenyeluruh. Artinya apa yang diperoleh dari ilmu dan hikmat melalui

Page 140: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...126

pikiran dan akal dicakup ke dalam satu kesatuan dengan perspektifnyadari hidup dan kehidupan. Dengan demikian kesatuan ilmu dan hikmatitu ditempatkan dan berada di dalam suatu rancangan wawasan yangmenyeluruh. Itu adalah kerjanya hati yaitu suatu substansi yang khasdari jiwa kemanusiaan untuk dapat menangkap dan merangkum ilmu,hikmat dan kearifan yang dikuasainya dengan kwalitas yang Ilahiyah.

Wawasan tersebut, menurut al Qur’an dibedakan antara wawasanyang didasari iman, dan wawasan yang tidak didasari iman. Antarakedua macam wawasan tersebut ada perbedaan dalam cakrawala yangdapat dijangkau masing-masing.

Tentang bagaimana tinjauan kita terhadap ilmu, ilmiah modern dandasar-dasar filsafatnya tersebut, yang perlu dikemukakan di sini ialah,bahwa sampai kini hasil yang telah saya peroleh belum jauh dan belummantap. Menyajikan hasil-hasil tersebut dalam keadaan yang bersifat masihmengantar kepada ilmu dan keilmiahan beserta dasar-dasar filsafatnya,kiranya akan merupakan penyajian yang kurang pada tempatnya.

Dari itu apa yang akan dikemukakan di sini adalah hanya bahan-bahan pendahuluan saja yang berguna untuk pemikiran selanjutnyauntuk dapat dipergunakan meninjau ilmu dan keilmuan modern besertadasar filsafatnya.

Dalam kesempatan ini karenanya saya hanya dapat kemukakanpertama-tama bahwa sementara ini, perhatian saya masih terpusat padabeberapa ayat al Qur’an yang kita semua sudah tahu dan hafal yaitu:1) Surat al Baqarah ayat 30-38, tentang penunjukkan manusia sebagai

khalifah dibumi,2) Surat al Alaq, ayat 1-8, tentang perintah membaca dan sebagainya,3) Surat al Kahfi ayat 60-82, tentang nabi Musa mencari ilmu,4) Surat alam Nasyrah, ayat 1-8, tentang sifat’ keadaan’ dan sikap yang

harus kita ambil menghadapinya,5) Surat Al Imron ayat 139, tentang pentingnya iman.

Dari ayat-ayat tersebut, dapat kita tangkap tentang ilmu dankemampuan berilmu yang ada pada manusia menurut al Qur’an sebagaiberikut:

Page 141: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 127

1) Bahwa ilmu itu hanya ada pada sisi Tuhan,2) Bahwa dengan ridhaNya, manusia diberi sedikit dari ilmu itu,3) Bahwa ilmu perlu didampingi pula dengan ma’rifatnya,4) Bahwa ilmu dan ma’rifat yang diberikan oleh Allah menjangkau dua

macam dimensi alam tahu yaitu alam syahadat dan alammalakut.Ilmu dan ma’rifatnya yang hanya menjangkau alam syahadatsaja adalah ilmu ‘muamalat’. Yang dapat menjangkau kedua alamsekaligus adalah ilmu mukasyafah,

5) Bahwa penguasaan setiap orang terhadap ilmu dan ma’rifatnyatersebut berbeda-beda bergantung kepada keimanan dan usahanyayang tepat dan sungguh-sungguh untuk menguasainya,

6) Bahwa penguasaan ilmu dan ma’rifat itu harus dilakukan dengansikap yang dinamis, penuh dasar taqwa.

Ini adalah hasil-hasil kesimpulan sementara yang sampai kini dapatkita tangkap dari al Qur’an tentang dasar-dasar untuk mengatakan ilmudan ma’rifat. Kesimpulan ini ringkas dan masih perlu penjajagan secaralebih hati-hati dan terarah yang lebih mendalam. Di dalam waktu-waktuyang akan datang mudah-mudahan pendalaman penjajagan terhadapayat-ayat tersebut dalam kerangka ilmu dan ma’rifat untuk kemudiandipergunakan meninjau ilmu dan keilmiahan modern beserta filsafatyang mendasarinya masih dapat kita lakukan.

6.6.6.6.6. Pendahuluan (2)Pendahuluan (2)Pendahuluan (2)Pendahuluan (2)Pendahuluan (2)

Dalam uraian terdahulu telah disebut beberapa ayat al-Qur’an yangdapat dipandang berisi petunjuk Islam tentang ilmu dan ilmiah. Ayat-ayat al Qur’an yang dikemukakan itu sudah barang tentu tidak meliputiseluruh petunjuk tentang ilmu dan keilmiahan yang ada di dalam alQur’an. Pilihan ayat-ayat al Qur’an yang disajikan di atas hanyalah pilihanmenurut selera dan kebutuhan kita dalam upaya menunjukkan tentangbagaimana petunjuk al Qur’an tentang ilmu dan ilmiah yang akan kitapergunakan untuk meninjau ajaran ilmu dan keilmiahan modern yangdilatar belakangi oleh filsafat Barat.

Page 142: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...128

Bilamana ayat-ayat al Qur’an yang kita sebutkan di atas diperhatikanisi pokok-pokoknya, ayat-ayat tersebut menun-jukkan butir-butir petunjukyang menjawab pertanyaan sebagai berikut:1) Tentang dari mana ilmu itu ? (al Baqarah ayat:31, 32, 33),2) Tentang apa ilmu itu ? (al Baqarah: ayat 31, 33),3) Tentang apa perlengkapan seutuhnya dari ilmu? (al Baqarah : ayat;

34, 37, 38),4) Tentang apa dasar ilmu yang benar? (Ali Imron: ayat 139),5) Tentang jalan yang harus ditempuh dalam berilmu? (al Kahfirayat 60-82),6) Tentana sikap dalam berilmu? (Alam Nasyrah: ayat 1-8),7) Tentang sarana belajar berilmu? ( al Alaq: ayat 1-8 ).

Bukanlah maksudnya di sini untuk memberikan tafsir terhadapayat-ayat tersebut. Di sini hanya disimpulkan secara ringkas isi pokok-pokok ayat-ayat tersebut, dilihat dari keperluan untuk menjelaskanbagaimana ilmu pengetahuan modern dalam lingkup pandangan yangberwawasan ke-Islaman atas dasar petunjuk al Qur’an.

Dalam al Qur’an, ilmu itu adalah pemberian Allah s.w.t. kepadamakhluknya. Kepada manusia, dianugerahkan ilmu besertakelengkapannya yang seutuhnya sebagai salah satu alat untuk memikultugas manusia sebagai ‘Khalifatullah’. Ilmu dalam artinya ini adalahsuatu kemampuan manusia untuk mengetahui sesuatu makhluk, namadan sebutannya, jenis dan perbedaannya satu dari lainnya.

Selain ilmu, pada manusia dianugerahkan pula oleh Allah s.w.t.kelengkapan lainnya untuk melengkapi pengetahuan manusia tentangapa yang ditangkap ilmu. Kelengkapan tambahan itu ialah apa yangdisebut ‘hikmat’. Ini adalah kemampuan manusia yang kedua yangdianugerahkan Allah s.w.t. bersamaan dengan ilmu, untuk dapatnyamengetahui sifat-sifat yang ada pada makhluk Allah yang bersangkutan,hubungannya satu dengan yang lain yang mungkin dapat terjadi besertaakibat atau konsekuensinya dan sebagainya, serta kegunaannya darisifat dan konsekwensi dan lain-lain dari itu semua.

Kelengkapan ilmu yang lain yang dianugerahkan Allah s.w.t.kepada manusia, ialah apa yang disebut ‘syahwat’ yaitu kemampuan

Page 143: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 129

berkeinginan yang bermacam-macam terhadap apa yang diketahuinya.Kelengkapan yang keempat ialah yang disebut ‘kalimat’, yaitukemampuan untuk mengukur dan menilai seperti baik-buruk, berguna-tidaknya dan sebagainya. Empat kelengkapan tahu itu adalah berujuddalam potensi untuk mengetahui dan yang pada setiap orang manusia.Sebagai potensi setiap macam kelengkapan itu mempunyai daya untukberkembang yang bergantung pada pemeliharaan dan upayamengembangkannya menurut cara, keuletan, serta arahnya untuk ituyang ditempuh oleh orang seseorang yang bersangkutan.

Selain keempat kelengkapan alat tahu tersebut, ada lagi kelengkapanyang kelima, yang oleh Allah s.w.t. tidak dianugerahkan kepadasembarang orang. Kelengkapan kelima ini adalah kelengkapan yangkhusus yang disebut huda (petunjuk). Ini adalah potensi mengetahuidan menguasai rancangan Ilahi tentang macam, arah dan jalan yangjelas dan pasti dan segala ciptaanNya termasuk manusia itu sendiridari awal sampai akhir kejadiannya. Potensi mengetahui ini hanya akandianugerahkan oleh Allah s.w.t. kepada mereka yang beriman.

Dari bunyi ayat-ayat itu, pengetahuan yang ada pada manusia yangberwujud sebagai potensi mengetahui, adanya adalah di dalam suaturancangan Ilahi yang mempunyai daya untuk berkembang, adaukurannya dan ada arah yang sudah ditentukanNya. Potensimengetahui yang demikian dianugerahkan oleh Allah s.w.t. atas dasarapa yang disebut ‘takdir’ dan ada pula yang melalui ‘wahyu’.

Pertanyaan tentang dasar berilmu, dalam al Qur’an ditegaskanbahwa ilmu akan menjadi jauh dan kokoh jangkauannya bilamanadidasari oleh iman kepada Allah s.w.t. sebagai Pencipta semestamakhluk. Dengan dasar itu akan dapat ditangkap oleh daya tahu tentangarti, tempat, potensi jarak jangkau yang lebih dari ilmu yang ada padamanusia.

Ilmu yang dianugerahkan oleh Allah s.w.t. sebagai potensimengetahui, hanya berguna untuk mengetahui bilamana itu digerakkanuntuk mengetahui. Dari itu ilmu hanya berfungsi bilamana potensi

Page 144: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...130

berilmu itu digunakan dan digerakkan dengan sebaik-baiknya untukmengetahui. Itu berarti bahwa mengembangkan ilmu harus ada usahayang digerakkan oleh keinginan yang kuat dan sungguh untukmengetahui.

Selanjutnya dari ayat-ayat yang disebut di atas, ada pula petunjuktentang bagaimana sikap orang yang berilmu.

Dalam istilah teori pengetahuan biasa, itu disebut dengan sikapilmiah. Sikap ilmiah adalah sikap yang selalu haus terus-menerus untukmengejar apa yang belum diketahui. Itu adalah sikap yang inginmengejar tanpa hentinya tentang apa-apa yang belum diketahuinya.Jalannya ialah dengan selalu merancang apa tindakan atau langkahberikutnya yang akan dikerjakan, sedang dia masih berada dalamkeadaan mengerjakan sesuatu. Demikian petunjuk al Qur’an di dalamsikap berilmu.

Juga dari ayat-ayat itu ditunjukkan, bahwa belajar berilmu harusdilakukan dengan mempergunakan qalam, artinya segala sesuatu ituharus digoreskan, dicatat, dicamkan sungguh-sungguh sehingga tidakhilang begitu saja setelah diketahui.

Di dalam menghadapi ayat-ayat tersebut, yang perlu diingat ialahbahwa di dalam upaya memahaminya, kita tidak begitu saja dapatmengikuti pendekatan yang diajarkan oleh filsafat yaitu dengankebebasan berfikir secara radikal, yang tidak diikat oleh sesuatu titikpangkal tertentu. Hal itu karena dalam mempelajari al Qur’an, adapersyaratan yang ditentukan secara khusus di dalam al Qur’an sendiri.Persyaratan itu adalah untuk memperoleh manfaat dari mempelajari alQur’an yaitu hasilnya itu menjadi petunjuk atau (huda) baginya.

Persyaratan yang ditetapkan al Qur’an itu dapat ditemukan didalam permulaan surat al Baqarah. Jika ayat-ayat itu dilihat dari teoripengetahuan biasa, jadi dilihat dari metodologi, ayat-ayat tersebut dalamepistemologi dapat disejajarkan dengan prinsip-prinsip methodenlehreyang ada dalam al Qur’an. Petunjuk itu adalah untuk mencapai dengansepertinya apa yang dikehendaki oleh Allah s.w.t. dari mempelajari al

Page 145: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 131

Qur’an. Tidak dipenuhi prinsip tersebut, tidak akan membawa arti bagiyang bersangkutan dalam mengkaji al Qur’an.

Dewasa ini memang ada sikap yang lain dari apa yang ditentukanoleh al Qur’an dalam mempelajari dan memahami-nya. Hal ini terutamadilakukan oleh para ahli ilmu penge-tahuan Islam non-muslim. Merekaadalah pakar yang dengan sungguh dan tekun mempelajari isi al Qur’andengan mengikuti disiplin ilmu-ilmu modern. Dalam mengkajinya, parapakar itu mengandalkan pada kemampuan daya akal-pikiran yang logis,tertib, kritis dan objektif yang mereka kuasai. Dalam mempelajari danmemahami al Qur’an dengan jalan yang demikian, mereka tidakmemenuhi tuntutan prinsip-prinsip yang ditentukan al Qur’an yaituberiman dan selanjutnya menjadikan dirinya sebagai seorang muttaqin.

Sikap yang demikian dalam menemukan pemahamannya tentangisi dan arti ayat-ayat al Qur’an memberi hasil-hasil kesimpulan yangkritis dan mena’jubkan. Akan tetapi hasilnya itu tetap berujud sebagaisuatu ulasan ilmiah saja yang tunduk kepada kritik. Hasil itu tidakdapat menjadi petunjuk atau huda. Hasilnya hanyalah suatu penjelasanatau pemahaman saja tentang apa isi yang termuat di dalam al Qur’an.Jadi semacam suatu ‘informasi’ tentang al Qur’an.

Sikap bebas itu, sebagai sikap ilmiahnya, bilamana diperhatikanbagaimana memulai kajiannya terhadap al Qur-’an, menunjukkan bahwaitu dilakukan dengan pangkal-pikiran yang semaunya yang sesuaidengan cita-rasa pilihan idee pribadi masing-masing. Tentang bagaimanapangkal-pikiran yang mungkin diikuti, di dalam uraian yang lalu,beberapa dari padanya telah dijelaskan.

Di dalam kesempatan ini yang khusus akan diperhatikan ialah suatualiran yang berpendirian bahwa pangkal-pikiran pengetahuan itudasarnya ialah ‘wahyu’. Aliran ini diikuti terutama dalam kalangan yangberkecimpung di dalam ‘theologi’, yaitu suatu pengetahuan yangberusaha membuktikan bahwa Tuhan itu ada.Catatan:

Mungkin diantara kalangan pemikir kita ada yang berpendapat bahwaaliran semacam ini sesuai untuk dipergunakan mempelajari dan

Page 146: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...132

memahami ayat-ayat al Qur’an. Karena bukankah faham ini jugaberangkat dari idee kewahyuan ?

Terhadap pendekatan model ini, yang tetap perlu diingat ialahbahwa model ini tetap merupakan model pendekatan yang dasarnyafilsafat. Pangkal dan dasar pemikirannya sebagaimana disebutkan diatas adalah model pemikiran yang bilamana dikejar secara pemikiranfilsafat menimbulkan pertanyaan yang sulit dicarikan jawabannya.

Dengan titik tolak kewahyuan, dalam model pemikiran ini akantimbul serangkaian pertanyaan yang merupakan suatu lingkaran setan.Pangkal-haluan dalam pemikiran model kewahyuan ini berarti membawapemikiran filsafat ini menuju kepada pemikiran tentang Dhat yangmemberi wahyu, yaitu ‘Dhat Yang Maha Tinggi’. Bagi filsafat, Dhattersebut akan menjadi teka-teki tersendiri. Sebagai demikian, itu akanterus dikejar dengan pertanyaan-pertanyaan untuk dapatnya diperoleh‘clara et distincta perceptio’nya.

Mungkinkah itu diberikan oleh filsafat? Jika itu tetap merupakanteka-teki filsafat, pertanyaan-pertanyaan yang timbul, yang merupakansuatu lingkaran setan itu, adalah sebagai berikut:1) bagaimana kita harus mengetahui, dan2) bagaimana pengetahuan kita yang dimaksud, terhadap3) apa yang kita tidak atau belum tahu bahwa itu ada?

Pertanyaan-pertanyaan itu adalah merupakan apa yang dinamakan‘Munchhausen Trilemma’. Jika diperhatikan dengan seksama, lingkaransetan dari pertanyaan-pertanyaan itu, pada dasarnya adalah mengenaipertanyaan tentang titik pangkal yang pasti yang dipergunakan dalampemikiran itu yaitu yang di dalam teori ilmu disebut sebagai titikArchimedes. Titik pangkal itu harus dapat berfungsi sedemikian rupasehingga dari titik itu dapat ditarik pertanyaan-pertanyaan berikutnyabeserta jawabannya selanjutnya.

Untuk mempelajari al Qur’an guna sampai memperolehpengetahuan dan pemahaman dengan hasil sebagaimana yang dimaksudoleh al Qur’an, yaitu huda, jalan filsafat yang menimbulkan Trilemma

Page 147: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 133

Munchhausen itu tidak sesuai dengan prinsip yang ditentukan oleh alQur’an.

Prinsip-prinsip yang ditetapkan di dalam al Qur’an sendiri untukmempelajari dan memahami al Qur’an agar tercapai maksud yangdikehendaki oleh al Qur’an, dituntut mutlak untuk dipenuhi sebagaidasarnya. Prinsip-prinsip tersebut bilamana diambil padanannya denganapa yang terdapat di dalam filsafat, dapat dikatakan sebagai ‘disiplin’dalam mengkaji al Qur’an.

Dari itu, untuk memenuhi tuntutan al Qur’an tersebut, para ulamadari masa yang lalu sampai kini tetap masih berupaya mencari suatujalan tentang bagaimana mengkaji al Qur’an sebagaimana yangditentukan oleh al Qur’an sendiri.

7.7.7.7.7. Andalan Utama tentang Dasar KemampuanAndalan Utama tentang Dasar KemampuanAndalan Utama tentang Dasar KemampuanAndalan Utama tentang Dasar KemampuanAndalan Utama tentang Dasar KemampuanMengetahui ManusiaMengetahui ManusiaMengetahui ManusiaMengetahui ManusiaMengetahui Manusia

Sejak dikembangkannya filsafat epistemologi di Barat, dalammemandang pengetahuan dan ilmu pengetahuan, filsafat semakin lamasemakin menjauhkan diri dari percaya kepada Dhat yang Maha Tinggiyang mengatasi manusia. Filsafat berkembang dengan hanyamengandalkan diri kepada kemampuan manusia sendiri. Demikian jugatentang pengetahuannya. Tentang itu, hanya mengandalkan padakemampuan tahu manusia sendiri, yang sumbernya ialah pikiran yangmetaphysis, atau pengalaman nyata.

Dengan andalan-andalan itu, pertanyaan awal filsafat yangdikemukakan sejak Plato, menunjukkan bahwa filsafat memandangkenyataan semesta ini sebagai misteri yang mengandung teka-tekitentang apa sebenarnya semesta kenyataan ini?

Dari pertanyaan itu jelas, bahwa dalam pemikiran filsa-fat disadaribahwa semesta kenyataan yang berada di sekeliling ini adalah teka-tekiyang penuh dengan kegelapan bagi manusia. Di dalam sejarah EropaBarat dinyatakan bahwa sampai abad ke XII Eropa Barat berada di dalamabad kegelapan, abad yang disebut the dark ages.

Page 148: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...134

Kegelapan tentang semesta kenyataan ini, dihadapi filsafat denganmengandalkan hanya kepada kemampuan daya pikir manusia. Hal itudilakukan dengan rintisan untuk memikirkannya secara radikal dan logissistematis yang disebut jalan filsafat. Dalam kegiatan memikirkansemesta kenyataan sebagai teka-teki, diperoleh jawaban yang sifatnyaberupa tebakan terhadap itu.

Terhadap kegelapan tentang semesta kenyataan itu di dalam sejarahIslam, zaman sebelum datangnya Islam juga disebut sebagai zamanjahiliah, atau zaman kegelapan. Artinya bahwa semesta kenyataan inipada masa itu adalah suatu misteri yang mengandung teka-teki yangtidak ada yang dapat memberikan penjelasan tentang clara et distinctaperceptionya.

Dengan datangnya Islam yang diajarkan oleh Rasulullah, kegelapantersebut diungkap. Untuk mengungkap itu pertama-tama dituntut untukmemiliki alat yang dapat membawa terang terlebih dahulu keadaangelap itu. Di dalam keadaan gelap, bilamana ingin tahu tentang sesuatumengenai apa dan bagaimananya yang ada di dalam keadaan yang gelap,diajarkan bahwa sebelumnya orang harus menggunakan suatu alat yangdapat membuat keadaan gelap itu berada dalam keadaan yang terangterlebih dahulu. Di dalam permulaan surat al Baqarah, alat yang dapatmembawa keadaan terang itu ialah ‘i m a n ‘ kepada Yang Maha Penciptasemesta kenyataan ini. Dengan iman orang akan dibawa kepadapengakuan bahwa semesta kenyataan ini ada yang menciptanya.

Selanjutnya bahwa ciptaanNya itu ada dan berjalan menurutketentuan dan rancanganNya sebagaimana dikehendaki olehNya.Dengan itu semesta kenyataan ini hanya dapat diketahui dan dimengerti,bila tentang itu diperoleh penjelasan dari Yang Maha Mencipta itu.

Penjelasan itu hanya dapat diterima oleh manusia bila dia pertama-tama beriman kepadaNya sebagai Maha Penciptanya. Pengetahuan atasdasar iman, adalah pengetahuan yang diperoleh bukan atas dasarmenerka dalam kegelapan. Pengetahuan itu diperoleh dan didasarkanpada pemberitahuan dari Penciptanya sendiri.

Page 149: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 135

Dengan dasar itu selanjutnya oleh al Qur’an ditunjukkan syarat-syarat lain yang harus dipenuhi seseorang yang sudah berada di dalamkeadaan yang ‘terang’ jiwanya untuk mengembangkan pengetahuannyaselanjutnya. Syarat-syarat itu, seperti tertera di dalam permulaan suratal Baqarah, bila dikemukakan secara bebas adalah sebagai berikut:a. Bahwa dalam segala keadaan, seorang di dalam menjalani

keadaannya, akan selalu tetap memerlukan petunjukNya untuk dapatselalu berada didalam jalan yang lurus yang ditentukan olehNya,

b. Bahwa didalam menjalani ke-ada-annya, orang harus menjauhkandiri dari watak tamak yang materialistis,

c. Bahwa semesta kenyataan ini olehNya ditentukan berada dalamsuatu proses yang tiada hentinya menuju kepada bentuknya yangterakhir sebagaimana yang dikehendakiNya.

Dengan prinsip-prinsip tersebut sebagai syarat dan dasar yangmutlak untuk diyakini dan diamalkan, dalam memahami semestakenyataan diperintahkan kepada manusia untuk selalu menggunakanalat-alat kemampuan mengetahui dan memahami yaitu fikiran, akaldan hati yang ada pada manusia.

Tentang fikiran dan akal, pemikiran filsafat telah banyakmengajukan pembahasan tentang pikiran. Tentang ‘hati’, mengenai yangada hanya sangat sedikit yang menanganinya secara rinci.

8.8.8.8.8. Dinamika Kegiatan Keilmuan dan KeilmiahanDinamika Kegiatan Keilmuan dan KeilmiahanDinamika Kegiatan Keilmuan dan KeilmiahanDinamika Kegiatan Keilmuan dan KeilmiahanDinamika Kegiatan Keilmuan dan KeilmiahanKaum MusliminKaum MusliminKaum MusliminKaum MusliminKaum Muslimin

Banyak ayat-ayat al Qur’an yang memerintahkan manusia untukmemikirkan, mempergunakan akalnya, dan hatinya menghadapisemesta ciptaan Tuhan ini. Ayat-ayat semacam itu menjadi dasar danpendorong yang kuat dalam kalangan muslimin untuk mengembangkanilmu pengetahuan.

Sejak pemerintahan khalifah Abbasiyah (abad ke VIII), kaummuslimin yang termasuk ahli ilmu dan ahli pikir mulai menunjukkankegiatan mengembangkan keilmuannya tidak saja melulu denganmembaca dan menghafalkan ayat-ayat al Qur’an dan Hadist saja, akan

Page 150: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...136

tetapi mulai tampak merangkak mengarah kepada penggunaan caraberfikir yang lain karena pengaruh pemikiran keilmuan Parsi, India danfilsafat Yunani yang pada masa itu sudah pula dikenal di daerah Islamseperti di Parsi, Mesopotamia dan sebagainya. Dari filsafat Yunani yangdikenal antara lain ialah dari Plato dan Aristoteles.

Kontak dengan pikiran-pikiran para ahli filsafat Yunani terjadimelalui buku-buku peninggalan filsafat yang ditulis oleh kaum filosufYunani kuno. Hal itu terjadi terutama mulai masa pemerintahankekhalifahan Abassiyah berkat dorongan kuat pemerintah kekhalifahanpada masa itu.

Kegiatan yang dilakukan oleh para pemikir dan para ahli ilmudalam kalangan kaum muslimin pada masa itu membawa perkembanganbaru dalam melaksanakan perintah al Qur’an dan Hadist untukmengembangkan ilmu dan keilmiahan.

Dimulai dari mempelajari filsafat Plato yang berupaya memikirkansegala sesuatu secara ontologis dengan memusatkan kepada pencarianhakikat dari segala sesuatu atas dasar idee, dan kemudian disusuldengan filsafat Aristoteles yang lebih mempergunakan jalan empiris.Tampak bahwa perhatian pengembangan ilmu dalam sementarakalangan ahli pikir dan ahli ilmu kaum muslimin pada masa itu, lebihcondong kepada filsafat Aristoteles.

Dalam pandangan Aristoteles filsafat dibedakan ke dalam berbagaicabang-cabang keilmuan seperti ilmu alam, ilmu biologi, ilmukedokteran dan scbagainya. Terutama karena dorongan kebutuhanpraktis pada masa itu, bidang ilmu kedokteran yang pertama-tamamendapat perhatian utama. Baru setelah itu menyusul yang lain-lainnya,termasuk filsafat.

Suasana studi yang demikian menjadi lebih pesat lagi sewaktumasa pemerintahan Harun al Rasyid (abad ke VIII). Berkat dorongannyauntuk menterjemahkan buku-buku fllsafat Yunani kuno kedalam bahasaArab. Buku-buku Yunani kuno tersebut menjadi lebih mudah untukdibaca, dipelajari dan dicerna oleh para ahli pikir dan para ahli ilmu

Page 151: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 137

dalam kalangan kaum muslimin pada masa itu. Hal itu membawa lebihpesatnya pengembangan keilmuan dalam kalangan masyarakatmuslimin dalam rangka melaksanakan perintah al Qur’an dan Hadistuntuk mengembangkan ilmu dan keilmiahan.

Dengan kegiatan keilmuan yang demikian, pada masa itu mulaitampak adanya pengembangan ilmu dan keilmiahan yang lain bilamanadibandingkan dengan kegiatan berilmu dan keilmiahan pada masa-masasebelumnya. Di dalam masa itu terjadi pengembangan ilmu dankeilmiahan melalui dua wawasan berilmu yang satu sama lain berlainan.Perbedaan wawasan tersebut menjurus pada satu fihak kepada aliranyang tetap setia menempuh jalan yang tradisionil. Pada lain fihak, sebagaialiran yang kedua, dengan terbuka menerima dan mempergunakan jalanfllsafat Yunani Kuno.

Dua aliran wawasan dalam menempuh jalan keilmuan yangprinsipil berlainan dasar-dasamya itu tampak dengan menyolok padabidang kajian yang mengenai Ilmu Kalam. Aliran yang tradisionil, yangdinamakan aliran ahli sunnah, melakukan kegiatan keilmuannya lewatjalan yang sudah lama ditempuh para ahli pikir dan ahli ilmu dankarenanya dengan kokoh dipertahankan dan dijalankan. Kalangan iniberpegang teguh kepada bunyi ajaran sunnah Rasulullah saja. Aliranyang baru, yaitu yang disebut aliran filsafat atau aliran ahli ra’yi ataujuga disebut golongan Mu’tazilah, menekankan kepada penggunaanjalan filsafat.

Bagi kalangan Mu’tazilah dalam menggunakan jalan filsafatmengutamakan kekuatan pikiran yang logis. Jalan itu bagi kalangan iniadalah pokok dan utama dalam kerangka mempelajari dan memahamial Qur’an dan di dalam mengembangkan ilmu dan keilmiahan dalamkerangka melaksanakan perintah al Qur’an.

Pengembangan ilmu dan keilmiahan dalam awal abad ke IX, dalamkalangan ahli pikir dan ahli ilmu dalam kalangan kaum muslimin padamasa itu mulai diwarnai dengan perbedaan dalam dasar wawasanmelaksanakan perintah al Qur’an dan Hadist untuk mengembangkan

Page 152: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...138

ilmu dan keilmiahan. Di dalam sejarah, perbedaan antara kedua alirantersebut menunjukkan timbulnya pertarungan yang sengit. Pertarungankarena perbedaan dasar wawasan pendekatan ilmu dan keilmuan tentangal Qur’an antara kedua aliran tersebut, tampak seperti terjadinya suatu‘perang tentang dasar dan methode berilmu’.

Perang tersebut tidak hanya dalam arti beradu alasan. Tetapi jugasampai pada beradu kekuatan dalam politik dan fisik. Apapunkeadaannya, pengembangan ilmu dan keilmiahan yang Islami yangdilakukan oleh kedua aliran tersebut dalam sejarah pemikiran ilmu dankeilmiahan dalam kalangan ahli pikir dan ahli ilmu kaum muslimin padamasa itu merupakan aliran-aliran yang menentukan pengembangan ilmudan keilmiahan untuk masa-masa selanjutnya sampai kini.

9.9.9.9.9. Mencari KeseimbanganMencari KeseimbanganMencari KeseimbanganMencari KeseimbanganMencari Keseimbangan

Adanya perbedaan prinsipil dalam dasar wawasanme-ngembangkan ilmu dan keilmiahan yang diajukan oleh kedua alirantersebut, menimbulkan adanya upaya untuk menemukan jalan untukmenengahi kedua aliran dasar tersebut. Jalan tengah tersebut, dibangundengan menunjukkan dan menjabarkan suatu dasar dengan melalui jalanpendekatan baru. Dasar itu bukan fikiran yang radikal semata, bukanmengikuti secara taklid semata pada apa yang dianggap sebagai sunnahRasullullah.

Dasar baru yang dikemukakan itu ialah dengan menarik ke dalamdimensi yang lebih jauh dan lebih dalam dasar-dasar yangdipertentangkan itu untuk diletakkan pada apa yang asasi bagi identitaskemanusiaan yaitu hati atau qalbu .

Ulama yang menggarap dasar baru ini dengan tekun ialah al Ghazali(1058- 1111 M). Dia adalah seorang ulama yang luas pengetahuan danpengalamannya dalam ilmu Fiqh, ilmu kalam, dan juga ilmu filsafat.Kajiannya tentang hati, olehnya tidak dimasukkan ke dalam kajian filsafat,juga tidak ke dalam ilmu fiqh atau ilmu kalam. Kajiannya tentang itutermasuk di dalam kajian yang olehnya disebutnya sebagai kajian tasawwuf.

Page 153: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 139

Catatan:Banyak kalangan yang berpendapat bahwa tasawwuf adalah caramelaksanakan ajaran Islam dengan jalan menjauhkan diri dari urusanduniawi. Tasawwuf dalam pandangan yang demikian adalah samadengan ‘zuhud’ yaitu suatu gerakan semacam mystik, yang hanyamementingkan urusan hidup akherat saja. Juga tasawwuf dalamhubungannya dengan faham ini disebut pula sebagai gerakan sufi.

Dalam pandangan itu, ringkasnya tasawwuf diartikan sama denganmistik dalam Islam. Pengertian tasawwuf yang demikian memang sudahlama ada sebelum Ghazali mengajarkan ilmu tasawufnya. Dengandemikian sewaktu Ghazali memperkenalkan pengertian tasawufnyasebagai semacam teori pengetahuan, istilah tersebut masih tetapdipahami dalam arti tradisionil yang sudah mapan.

Ajaran tasawuf Ghazali mengandung pengertian lain daripengertian tasawuf yang tradisionil. Bila diperhatikan dengan kritis,pengertian tasawuf yang diajarkan Ghazali, dalam arti umumnya, berisisuatu upaya mengkaji ajaran Islam secara yang ditentukan dalam alQur’an, Hadist, dan menurut pandangan para sahabat serta para ulama.Jalannya ialah dengan meninggalkan filsafat yang hanya mengandalkanpada daya pikir yang radikal, logis sistematis dalam menghadapipertanyaan tentang sesuatu dalam kerangka kesemestaannya.

Pendekatan melalui jalan tasawuf yang diajarkan oleh Ghazalipertama-tama ialah pendekatan dengan menggunakan potensi tahumanusia yang berada dalam dimensi jauh lebih dalam dari sekedar dayaakal-pikiran yang logis saja.

Pendekatan tasawuf, menempatkan akal-pikiran yang logis dalamkaitan persenyawaannya dengan sumber potensi tahu dalam dimensinyayang berada pada dataran yang sedalam-dalamnya dan mendasarsampai pada datarannya yang paling awal yang ada didalam diri seorangmanusia yaitu hati atau qalbu.

Menurut pandangan Ghazali, segala pengetahuan pada dasarnyaadalah berkat bekerjanya ‘hati’. Secara ringkas, hal itu dapat dijelaskandalam struktur dan sistimnya sebagai berikut: Yang paling dasar di

Page 154: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...140

dalam kemampuan tahu manusia ialah ‘hati’. Dasar ini yang merupakankemampuan melihat awal dan asasi. Seterusnya itu yang membuat lain-lain alat kelengkapan tahu dapat berfungsi. Di atas hati, diantarakelengkapan tahu yang penting ialah akal-fikiran. Ini adalah pengolahbahan-bahan yang menjadi objek tahu yang ditangkap oleh panca inderadan alat penangkap batiniah yang ada di dalam jiwa manusia.

Struktur piranti tahu tersebut, selanjutnya oleh Ghazali dijelaskansistimnya sebagai berikut:1) Mulanya berkat lintasan yang tertangkap oleh pancaindera atau

lainnya, melalui proses dalam pikiran dan akal, hasil tangkapan itumenjadi suatu bahan untuk dapatnya dicerna oleh hati yangmempunyai kekuatan ilmu, hikmat, kalimat dan suatu kekuatan hatiyang dinamakan nafsu. Dengan itu semua, hati mampu membentukbahan-bahan itu menjadi pengertian dan pengetahuan.

2) Dengan pengertian dan pengetahuan itu terbentuk gambaran dalamhati berupa sesuatu yang menyerupai wujud sejati dari sesuatu yangtergambar dalam hati itu.

3) Dengan gambar pada hati itu terbentuk apa yang disebut pengetahuantentang sesuatu yang bersangkutan.

4) Sebagai pengetahuan, itu kemudian mengendap ke dalam hatimenjadi apa yang disebut diketahui oleh hati.

5) Dengan apa yang telah merupakan diketahui oleh hati kemudianterbentuk suatu pandangan atau penglihatan dalam hati.

6) Pada hati ada suatu kekuatan khusus yang berfungsi melakukankegiatan menggores apa yang telah diketahui oleh hati. Dengan itu,apa yang merupakan hal yang diketahui oleh hati menjadi tetapberbekas dihati. Sehingga apa sudah diketahui itu tidak hilang begitusaja. Kekuatan yang menggoreskan dalam hati itu disebut Qalam.

7) Goresan pandangan atau penglihatan hati itu dipantulkan oleh hatikeluar. Itu segera ditangkap oleh akal fikiran lagi. Pantulan yangkeluar dari hati itu diolah lagi oleh akal fikiran. Setelah itu dipancarkankeluar menjadi apa yang disebut ‘i1mu’.

Ilmu dengan demikian dalam pandangan Ghazali tidak lain adalahpandangan atau penglihatan hati, yang setelah melalui pengolahan akal-fikiran, menjadi gambaran dalam jiwa manusia tentang sesuatu yangmenyerupai sungguh wujud sejati dari sesuatu dan yang sudah tergoresdi dalam hati.

Page 155: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 141

Catatan:Di dalam al Qur’an surat al Baqarah. IImu yang diberikan oleh Allahs.w.t. kepada manusia, i.c. Adam, tidak saja hanya ilmu itu saja,akan tetapi seketika pula hikmatnya yaitu suatu jenis kemampuanmengetahui yang termasuk di dalam lingkungan ma’rifatnya.

Setelah itu disusul dengan pemberian jenis pengetahuan lain yangdi dalam surat al Baqarah dinamakan ‘kalimat’. Masih pula di dalamsurat tersebut disebutkan, bahwa bagi mereka yang beriman, akan diberitambahan satu jenis pengetahuan lagi yaitu yang dinamakan ‘huda ‘.

Memperhatikan ayat-ayat di dalam surat tersebut, jadinya ilmusaja, dalam kerangka artinya yang ada di dalam ayat-ayat surat tersebut,tidak cukup untuk bekal manusia menjalani hidupnya diatas bumi.Selain itu, masih diperlukan ada jenis pengetahuan lain yaitu hikmatatau ma’rifatnya dan kalimat atau syariatnya.

Jika diikuti pandangan Ghazaii tersebut, hati adalah yang menjadipusat dan sumber dalam menjadikan segala apa yang telah tertangkapoleh pancaindera atau lain alat kejiwaan, dengan melalui pengolahan akal-fikiran menjadi pengetahuan pada hati. Dari wujudnya sebagai pengetahuanyang tergores pada hati, kemudian itu menjadi suatu pandangan ataupenglihatan hati. Itu yang dipantulkan kembali oleh hati keluar untuk diolaholeh akal-fikiran lagi menjadi ilmu. Tentang penjelasan lebih lanjut dariGhazaii mengenai ilmu dapat disimpulkan sebagai berikut:1) Memantulkan sesuatu goresan yang ada pada sesuatu permukaan

hati, adalah suatu hal yang berlangsung tidak mulus. Banyakpersyaratan yang menjadikan pantulan itu menjadi bermacam-macam. Di antaranya ialah bahwa ada kemungkinan permukaan hatiitu berada didalam keadaan yang sedemikian bersih dan licin,sehingga kilauannya memungkinkan memberikan pantulan darigoresan yang ada pada permukaan hati itu berada dalam keadaanyang terang, bersih dan murni.Itu berarti bahwa keadaan hatilah yangmenentukan bagaimana hasil pantulan pandangan hati untuk menjadiilmu yang akan diperoleh seseorang.

2) Keadaan hati menurut Ghazali dapat bermacam-macam.3) Hati dapat dalam keadaan bersih, tetapi juga dapat dalam keadaan

kotor. Juga pada hati ada dasar yang berlainan antara seseorang

Page 156: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...142

dengan orang lainnya. Dari itu pantulan pandangan yang dipancarkanoleh hati dan kemudian menjadi ilmu dapat bermacam-macamhasilnya.

4) Dalam hubungannya dengan itu, ada lagi tentang keadaan hati yaituada hati yang diisi dan dipenuhi ‘iman’ dan ada hati yang tidak berisisama sekali, artinya kosong dari ‘iman’.

Perbedaan tentang keadaan hati seseorang itu yang memberikanpancaran pandangan yang kemudian menjadi ilmu yang masing-masingdapat berbeda-beda dalam hal: dimensinya, dalam cakrawala yang dapatdijangkaunya, dalam bentuk dan wujud yang dipancarkannya, dalamketepatan dan kebersihan serta kemurniannya, dalam sifatnya,ringkasnya dalam kwalitasnya. Di sini letak keterangannya mengapailmu yang ada dan dibawakan oleh seseorang berlainan satu dari yanglain.

Khusus mengenai hati dan imanKhusus mengenai hati dan imanKhusus mengenai hati dan imanKhusus mengenai hati dan imanKhusus mengenai hati dan iman

Iman tidak terletak di dalam alam fikiran. Juga tidak di dalamalam akal. Letak iman ialah jauh di dalam dasar lubuk hati. Lubuk hatiyang diisi dan dipenuhi dengan iman, berarti lubuk hati yang beradadalam keadaan yang sudah diterangi. Pada hati yang demikian berartiada alat penerangnya. Dengan itu hati berada di dalam keadaan yangditerangi. Dalam keadaan itu hati akan mempunyai daya memantulkanpandangan yang berlainan dengan hati yang dalam lubuk hatinya tidakada kandungan iman.Catatan:

Iman menurut hemat saya adalah istilah khusus dari suatu jenis dasardari lubuk hati. Istilah umumnya ialah apa yang disebut: percaya.Percaya terdiri dari beberapa macam. Pertama ialah percaya yangalami yaitu percaya yang isinya suatu pendirian yang bagaimanasaja isinya dan yang sudah kokoh tak tergoyahkan tertanamdidalamnya. Kedua ialah percaya yang isinya ialah pengakuan yangkokoh tak tergoyahkan tentang adanya Yang Gaib, Maha Tunggal,Maha Pencipta sekalian alam dan karenanya Yang Maha Mengetahui.Percaya jenis ini yang disebut iman. Ketiga ialah percaya yang isinyatidak mantap dan bergerak antara yang pertama dan yang kedua.Percaya dalam kwalitas ini adalah percaya yang dinamakan munafiq.

Page 157: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 143

Percaya lokasinya ada didalam dasar lubuk hati. Kedudukannyadalam hal mengetahui ialah, diantara: alam tahu dan alam tidak tahu.Dalam filsafat epistemologi Barat, yang mengandalkan diri dalamhal ilmu pada akal fikiran ataupun pada empiri, itu berarti bahwahatinya kosong dari ‘iman’ kepada Dhat yang Mencipta semesta ini.Dengan keadaan itu, hatinya berada didalam keadaan yang gelap.Keadaan itu yang memberikan perbedaan hasil ilmu yang diperolehmelalui jalan tasawwuf dan ilmu yang diperoleh melalui jalan filsafat.

Dari gambaran tentang sistim dari proses pembentukanpengetahuan ke dalam hati sampai terbentuknya pengetahuan hatimenjadi ilmu, dalam pandangan Ghozali tampak bahwa proses untuksampai kepada hati guna menjadi pengetahuan hati maupun prosesyang berawal dari pengetahuan yang ada didalam hati untuk menjadiilmu, masing-masing memang harus melalui akal-fikiran terlebih dahuluuntuk diolah.

Proses yang pertama ialah dari kerja tangkapan pancaindera ataulain alat kejiwaan yang menjadi masukan bagi alam pikiran. Bahan bahansemacam itu, pertama-tama melalui akal-fikiran, diproses untuk dapatdituangkan kedalam hati untuk menjadi pengetahuan. Proses yangkedua ialah dari hati bahan masukan dari luar yang sudah diolah menjadipengetahuan, kemudian menjadi pandangan. Dalam bentuknya sebagaipandangan kemudian masuk ke dalam akal-fikiran. Di sini pandanganitu diproses lagi menjadi ilmu.

Dalam kedua macam proses yang dikerjakan oleh akal-fikiran,ringkasnya di sini untuk mudahnya kita sebut saja ‘proses pra-pengetahuan’ dan ‘proses pasca-pengetahuan’ peran akal-fikiran dalammengolahnya adalah untuk menjadikan bahan-bahan yang bersangkutansiap menjadi bahan yang mencapai wujud yang sesuai dengan yangdiperlukan untuk tujuan yang dimaksudkan dalam tahap proses yangbersangkutan.

Jelasnya proses pertama yaitu proses pra-pengetahuan yangdikerjakan oleh akal-fikiran adalah untuk menjadikan bahan hasiltangkapan pancaindera atau alat lainnya dari jiwa itu dapat dicernaoleh hati untuk diolah menjadi pengetahuan.

Page 158: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...144

Proses kedua yaitu proses paska-pengetahuan dalam akal-fikiranadalah untuk dapatnya pandangan hati itu terpancar keluar dalamwujudnya sebagai ilmu. Dalam kedua macam proses tersebut, akal-fikiran dalam mengolah bahan-bahannya tidak menggunakan nilai susilaatau menurut nilai moral. Bagi akal-fikiran yang menjadi tugasnya adalahmenyiapkan bahan-bahan yang bersangkutan untuk dapat siap mencapaikeadaan yang sesuai dengan apa yang dimaksud oleh tahap prosespengolahan yang bersangkutan.

Setelah hasil proses pasca-pengetahuan selesai dilaku-kan oleh akal-fikiran, baru terpancar pandangan pengetahuan hati itu dalam bentuknyasebagai ilmu. Sehubungan ilmu tidak lain dari pada rasionalisasipandangan hati, di dalam pernyataannya sebagai ilmu di dalam alamsyahadat ditegaskan sekaligus bahwa ilmu hanya pernyataan darikandungan pengetahuan hati. Karenanya ilmu yang dipancarkantersebut juga diberi sebutan sebagai ‘ilmu-pengetahuan’. Dalam hal inikata ‘pengetahuan’ menunjuk kepada isi kandungan pengetahuan yangada di dalam hati.

BaganIlmu Pengetahuan Menurut Jalan Tasawwuf

Alam Nyata Alam Gaib

Panca Indera Alat Batin

Ilmu Pengetahuan

Pikiran - Logis - Sistematis

Akal

Akal

Hati

- Ilmu, Hikmah, Kalimatt (Penangkap)- Syahwat (Kemauan)-Kekuasaan (Akal)

Pandangan hati /Penglihatan Hati

Pengetahuan Hati

Percaya Iman

Pikiran- A Logis- Logis

   

 

 

 

  

 

 

 

 

Page 159: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 145

10.10.10.10.10. Ilmu dan Keilmiahan dalam Wawasan Ke-IslamanIlmu dan Keilmiahan dalam Wawasan Ke-IslamanIlmu dan Keilmiahan dalam Wawasan Ke-IslamanIlmu dan Keilmiahan dalam Wawasan Ke-IslamanIlmu dan Keilmiahan dalam Wawasan Ke-Islaman

Sebelum dimulai pembahasan persoalan tersebut, perlu dijelaskanarti ‘wawasan ke-Islaman’. Kata majemuk tersebut menunjukkan, bahwaapa yang dikemukakan dengan istilah itu, bukan sama dengan ajaranIslam. Itu hanya merupakan pendapat sementara kalangan muslimintentang ilmu dan keilmiahan, yang pribadi dan jiwanya didasaripersyaratan sebagai muttaqin dalam membaca dan memahami al Qur’an.Dengan demikian wawasan di dalamnya mengandung unsur pendapatsubjektip tentang bagaimana ilmu dan keilmiahan menurutpenglihatannya yang dasar dan sumbernya diarhbil dan ajaran Islamyang ditangkap dan difahaminya secara subjektip.

Unsur subjektif dalam suatu wawasan, menunjukkan tidak dapatnyawawasan itu sama dengan apa yang ada di dalam ajaran Islam yangsesungguhnya. Dengan sebutan ‘wawasan ke-Islaman’, unsursubjektivitas pendapat orang yang bersangkutan menjadi menonjol. Didalam wawasan yang bersifat demikian, risiko kurang sesuaisepenuhnya dengan ajaran al Qur’an dan Sunnah Rasulullah, akan selaluada. Dengan itu suatu wawasan akan menjadi tetap bersifat keilmuan.

Dengan sifat itu, wawasan selalu merupakan sesuatu pendapatyang tunduk pada suatu koreksi dan kritik. Dengan itu, koreksi dankritik ilmiah terhadap wawasan menjadi tidak tertuju kepada dalil alQur’an atau Hadist yang dikupas. Kritik akan tertuju kepada pendapatsubjektip dan pemikir yang bersangkutan terhadap tafsirannya tentangayat al Qur’an atau sunnah Rasul yang dimaksud.

Tentang wawasan yang akan dipilih di sini, ialah wawasan yangdasarnya bukan pemikiran filsafat. Yang menjadi pilihan disini ialahwawasan yang bernafaskan ajaran Islam, sekali lagi bukan dalam artiajaran Islam. Dan itu pilihan terhadap wawasan di sini adalahmerupakan pilihan tentang suatu pendapat yang merupakan tafsirandan ajaran Islam yang diajukan oleh seorang muslim.

Dalam wawasan yang demikian, yang menjadi titik tolak bukanmengandalkan kepada daya pikir manusia. Yang menjadi andalannya

Page 160: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...146

ialah keimanan pada Ilahi dan wahyuNya yang diturunkan kepadamanusia melalui RasulNya. Itu yang mengisi hatinya dan yang dijadikansebagai sumber wawasan pengetahuan-pandangannya tentang semestakenyataan ini.

Wawasan yang dipilih dalam uraian di sini di dalam menghadapipertanyaan ilmu dan keilmiahan, bukan wawasan yang berdasar padafilsafat, tetapi wawasan yang diperoleh melalui jalan tasawwuf. Pendekatanmelalui jalan ini, kiranya perlu didahului suatu uraian ringkas tentanggenealogi ilmu menurut wawasan tasawuf sebagaimana diutarakan olehGhazali. Secara bebas dan ringkas itu adalah sebagai berikut:

a.a.a.a.a. Tentang arti ilmu.Tentang arti ilmu.Tentang arti ilmu.Tentang arti ilmu.Tentang arti ilmu.

Di dalam al Qur’an maupun di dalam Hadist, sejauh yang kitaketahui, tidak ada definisi tentang apa ilmu itu. Memang banyak Hadistyang berhubungan dengan ilmu dan keilmiahan. Akan tetapi sejauh iniyang kita ketahui, tidak ada yang dapat dipandang sebagai definisitentang apa yang dimaksud dengan ilmu. Bilamana diperhatikan ayat-ayat al Qur’an dalam surat al Baqarah yang disebut diatas, Ilmu, dalamayat-ayat tersebut tampak bahwa yang dimaksud dengan istilah ilmuadalah dalam pengertiannya yang terbatas artinya. Dalam ayat yangbersangkutan, ilmu dihubungkan dengan kemampuan manusia untukmenentukan dan menyebut nama dan segala sesuatu yang ada di dalamalam kenya-taan. Selain itu termasuk pula kemampuan memperbedakansesuatu dari sesuatu yang lain. Kemampuan yang demikian adalah dayakerja fikir manusia. Di dalam surat al-Baqarah, juga dikemukakantentang kemampuan tahu manusia yang lain, yaitu pengetahuan tentanghikmat yaitu daya bekerjanya akal yang membawa manusia kepadapengetahuan tentang ma’rifat. Selanjutnya yang terakhir disebut itu jugameliputi kemampuan yang ada pada manusia tentang nilai-nilai.Pengetahuan tentang ini dapat kita namakan sebagai pengetahuantentang syariatnya. Kemampuan tahu ini adalah kemampuan dari dayakerjanya hati. Dari bunyi ayat-ayat yang kita maksud di atas dapatdisimpulkan, bahwa pengetahuan manusia terdiri atas tiga bagian yaitu

Page 161: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 147

pertama ilmu, kedua ialah ma’rifat dan ketiga ialah syariat. Ghazali didalam membahas soal ajaran Islam dan ilmu selalu mengkaitkan ilmudan ma’rifatnya. Hal ini berarti bahwa bagi Ghazali di dalam memahamiajaran Islam tentang pengetahuan, pada manusia selalu ada kemampuanyang menentukan jenis dan perbedaannya satu dengan lainnya. Selainitu sekaligus pula pada ilmu, ada pula kemampuan untuk mengetahuisifat-sifat yang ada pada sesuatu yang bersangkutan baik secaratersendiri maupun bila itu dalam hubungannya dengan lain-lainnya yangterdapat didalam cakupan kemampuan tahu melalui pancaindera danalat lain yang ada didalam jiwa. Keseluruhan daya tahu yang meliputiketiga hal tersebut di dalam sebutan sehari-hari, maupun di dalamkalangan ilmu pengetahuan sendiri, sering disingkat dengan sebutanilmu saja. Sering juga diberi tambahan kata pengetahuan, sehinggamenjadi sebutan ilmu pengetahuan.

Kemampuan berilmu-pengetahuan semacam itu di dalam ajaranIslam, adalah berkat pemberian Allah s.w.t. Ketiga jenis kemampuanberilmu tersebut ada dan dimiliki setiap orang dalam takaran yangberlain-lainan. Itu tergantung pada usaha masing-masing orang yangbersangkutan untuk mengembangkannya.

b.b.b.b.b. Tentang wawasan ilmu dan keilmiahan ke-Tentang wawasan ilmu dan keilmiahan ke-Tentang wawasan ilmu dan keilmiahan ke-Tentang wawasan ilmu dan keilmiahan ke-Tentang wawasan ilmu dan keilmiahan ke-Islaman.Islaman.Islaman.Islaman.Islaman.

Bagaimana wawasan ilmu dan keilmiahan yang bersumber padaayat-ayat al Qur’an dan Hadist, dari kalangan pemikir dan ahli ilmukaum muslimin, tampak adanya perkembangan yang bertahap.

Tahap-tahap perkembangan yang menonjol ialah :1) Tahap pertama yaitu pada masa Rasulullah masih hidup,2) Tahap kedua yaitu pada masa masih hidupnya para sahabat setelah

Rasulullah wafat,3) Tahap ketiga yaitu abad VII, yaitu masa masih hidupnya para tabi’in,4) Tahap keempat yaitu abad VIII, tahap mulai adanya perubahan awal

dalam pendekatan mengkaji ajaran Islam oleh para ahli pikir danahli ilmu dalam kalangan kaum muslimin karena masuknya pengaruhdasar pemikiran dari India dan Parsi yang magis-mystis pada satufihak dan atas dasar yang logis filsafat Yunani kuno pada fihak lain,

Page 162: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...148

5) Tahap kelima yaitu abad IX-XII sebagai tahap pengembangan lebihlanjut dari jalan pendekatan mengkaji ajaran Islam secara plural,

6) Tahap keenam yaitu abad XIII sampai kini sebagai tahap kelanjutanpengembangan dari tahap kelima diatas.

Di bawah ini hal itu sekali lagi akan diajukan penjelasannya secararingkas. Ulangan penjelasan ini dilakukan untuk memudahkanpembahasannya.1) Dalam tahap pertama, persoalan tentang ilmu dan keilmiahan dalam

mempelajari ajaran Islam, tidak mengandung persoalan yangmenyolok. Pada waktu itu segala persoalan mengenai ajaran danpelaksanaan Islam masih berpusat pada apa diri Rasulullah secaralangsung.

2) Dalam tahap kedua, tugas membina ajaran dan pelaksanaan ajaranIslam berada pada para sahabat. Di dalam masa ini, satu hal yangpenting untuk keilmuan ialah: pertama adanya tafsiran yang berbedadiantara kalangan para sahabat dan pengikutnya masing-masing; keduaialah adanya kodifikasi al Qur’an. Dengan adanya kodifikasi al-Qur’anbahan dasar dan pokok ajaran Islam tersimpan dan terjaminotentisitasnya sampai kini. Sejak tahap ini, keilmuan ke Islamanmendapat tantangan. Tantangan pertama ialah bagaimana jawaban atasperbedaan pendapat antara sementara pengikut para sahabat tentangpendapat-pendapat yang dikemukakan oleh sahabat yang bersangkutan.Kedua ialah ilmu dan keilmiahan ke Islaman memperoleh bahan yangotentik dan pasti untuk dengan mempergunakan sunnah Rasulullahdan bimbingan para sahabat sebagai tambahan, mengembangkanpemahaman tentang ajaran Islam. Wawasan keilmuan dalam tahap inimasih sangat kuat terikat pada al Qur’an dan Sunnah Rasulullah dibawah bimbingan para sahabat.

3) Dalam tahap ketiga, perhatian baru tentang keilmuan mengenai ajaranIslam mulai tumbuh dengan adanya upaya untuk membukukansunnah Rasulullah dalam kerangka semangat mengkaji danmelaksanakan ajaran Islam yang ada di dalam al Qur’an dengan secaratepat. Hal itu terjadi berkat kuatnya wawasan ilmu dan keilmiahanhanya harus dilakukan melalui jalan taklid terhadap sunnahRasulullah. Dalam tahap ini menjadi lebih jelas terbentuknya dasar-dasar untuk mengkaji ajaran Islam yang ada didalam al Qur’an atasdasar taklid pada sunnah Rasulullah. Ini merupakan tahap awal darilahirnya aliran berilmu didalam kalangan muslimin tentang apa yangdikemudian hari disebut aliran Ahlussunah.

Page 163: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 149

4) Tahap keempat ialah tahap, dimana bahan-bahan mengenai ajaranIslam yaitu al Qur’an dan sunnah Rasulullah sudah tersedia dalambentuk tertulis. Dengan itu bahan-bahan tersebut lebih mudah untukdiperoleh guna dipelajari isinya. Dalam keadaan yang demikian mulaidikenal terutama karya filsafat Yunani kuno didalam kalangan paraulama. Disamping itu juga ada kalangan yang lebih memilih aliranberilmu menurut faham Parsi dan India. Dengan masuknya tulisan-tulisan filsafat Yunani kuno itu mulai masuk pula pengaruh filsafatdidalam perkembangan ilmu dan keilmiahan dalam kalangan paraahli pikir dan ahli ilmu dalam kalangan kaum muslimin. Pengaruhtersebut tampak terutama dalam menentukan jalan pendekatan ilmudan keilmiahan tentang Islam secara rasionil. Pendekatan ilmu dankeilmiahan terhadap ajaran Islam karena pengaruh itu menjadi adayang lain dari apa yang ditempuh pada masa yang sudah lalu. Jalantaklid pada sunnah Rasulullah, dengan itu memperoleh tandingan yangkuat yaitu jalan filsafat. Jalan ini mempergunakan pemikiran yangradikal, logis sistematis. Dari itu, aliran baru ini disebut sebagai aliranrasionil, aliran ra’y. Aliran yang tradisionil, sebagai aliran yang pertama,dasarnya adalah taklid kepada sunnah Rasul. Aliran ini terkenal dengansebutan aliran ahlussunnah wal jamaah. Aliran yang kedua, sebagaialiran filsafat, disebut aliran mu’tazilah. Dengan adanya dua wawasanilmu dan keilmiahan dalam mempelajari ajaran Islam yang ada didalamah Qur’an dan Hadist itu tampak bahwa dalam tahap ini bersemikehidupan ilmiah dalam ilmu kelslaman yang lebih nyata.

5) Tahap kelima ialah tahap kematangan perkembangan kehidupan daripertentangan dua wawasan ilmu dan keilmiahan ke Islaman di atas.

Pertarungan antara kedua aliran itu menimbulkan suatu wawasanyang tampaknya sebagai memadukan kedua wawasan tersebut.Perpaduan itu dirintis oleh seorang ulama besar yaitu Ghazali. Dalampertentangan kedua aliran wawasan itu, Ghazali, sekalipun tetapmenjunjung tinggi aliran ahlussunnah wal jamaah, aliran filsafat yangdipertahankan oleh kalangan Mu’tazilah sekalipun terselubung tampakjuga mendapat perhatiannya. Selain itu, dalam upayanya tersebuttampak pula masih adanya jalan pikiran yang dilatarbelakangi olehmodel Parsi dan India yang magis-mystis. Aliran tersebut didudukannyapada tempat yang setepatnya menurut petunjuk al Qur’an dan Hadist,pendapat para sahabat dan para ulama yang besar.

Page 164: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...150

Dalam upayanya itu, apa yang dilakukannya ialah denganmemperkenalkan jalan yang disebutnya jalan tasawuf. Ilmu inimengutamakan jalan mendekati al Qur’ an dan Hadist Rasulullah melaluiapa yang dinamakannya hati atau qalbu. Dalam mengajukan wawasankeilmuan yang dinamakan wawasan tasawuf, Ghazali pertama-tamatidak mendasarkan diri pada jalan pemikiran filsafat. Penglihatan secaratasawuf yang diajukannya itu dasar dan sumbernya ialah jiwa yangtaqwa, yaitu dasar wawasan dari seorang yang muttaqin.

Wawasan itu olehnya ditegaskan bahwa pertama-tama dasarnyaialah dimulai dengan iman kepada Allah s.w.t. Pencipta semesta alam,Rabbil alamin. Dalam semesta alam itu dimaksudkannya termasuk pulailmu dan keilmiahan. Dibawah ini akan dikemukakan sekali lagi secaralintasan wawasannya itu dengan beberapa tambahannya yangdiperlukan.

Wawasan ke-lslaman tentang ilmu dan keilmiahan yang demikianmenurut Ghazali, tidak mengandalkan kepada kemampuan kekuatan akalmanusia yang metaphysis atau pengalaman manusia yaitu pendirian-pendirian yang dianut dalam filsafat epistemologi. Ilmu dan keilmiahanadalah potensi yang ada pada manusia sebagai pemberian Allah s.w.t.bIlmu dan keilmiahan yang dianugerahkan oleh Allah s.w.t. itupangkalnya dan pusatnya diletakkan di dalam hati manusia. Akal fikiranadalah sebagai penangkap-mula dan pengolah bahan masukan dari luaruntuk dapat masuk di dalam jiwa manusia. Kemudian bahan ituditeruskan kepada hati. Di situ bahan masukan dari akal-fikiran itu diolaholeh hati menjadi pengetahuan hati. Pengetahuan yang demikiankemudian menjadi penglihatan atau pandangan hati. Dari hati ituditeruskan ke akal-fikiran lagi untuk diolah menjadi ilmu. Demikian ituringkasnya wawasan tentang ilmu dan keilmia-han menurut jalan tasawuf.

Bila wawasan ilmu dan keilmiahan atas dasar jalan tasawufujudnya sebagai ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut:1) Ilmu tidak sama dengan penglihatan hati. Pembentukan penglihatan

hati harus dibimbing oleh wahyu Ilahi. Setelah melalui suatu prosespengolahan oleh akal-fikiran baru menjadi ilmu.

Page 165: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 151

2) Wawasan yang demikian yang dipergunakan Ghazali untukmewadahi ilmu dan keilmiahan beserta perkembangannya. Wawasanitu di dalam sejarah pemikiran ilmu dan keilmiahan ke-Islamantemyata merupakan langkah keilmuan yang berada dalam skalasangat luas, melampaui alam pikir dan alam akal.

Catatan:Gerakan mengkaji Islam yang demikian itu kini berhadapan dengansuatu usaha mengkaji Islam yang sudah dilakukan secara mantapdan telah lama berkembang yang mulanya digerakkan oleh kalanganpara ahli yang tidak mau menerima Islam sebagai petunjuk Ilahi.Kalangan itu ialah kalangan keilmuan yang dasarnya ialah filsafatBarat. Pengkajiannya itu disebut dengan nama Islamologi. Kajiantentang Islam ini, berlangsung terutama di negeri yang tidak memelukIslam dan tidak menerima al Qur’an sebagai petunjuk. Kajian tersebutberbeda-beda arah perhatiannya. Ada yang mengarah kepada kajianmengenai Islam sebagai doktrin. Ada pula yang mengisi acarakajiannya dengan kajian tentang masyarakat dan budaya kaummuslimin. Dalam hal kajian mengenai Islam yang dihubungkandengan politik, terhadap itu ada sebutan khusus bagi para pakamyadalam bahasa Inggris yaitu yang disebut Is1amist.

11.11.11.11.11. PenutupPenutupPenutupPenutupPenutup

Pertanyaan bagaimana wawasan ke-Islaman tentang ilmu dankeilmiahan, dari uraian di atas ditunjukkan bahwa itu adalah pertanyaanyang di dalam sejarah perkembangan, jawabannya merupakanpertanyaan yang tidak mudah dijawab. Dalam sejarah perkembangantentang wawasan itu, ditunjukkan bahwa diantara wawasan yang dapatmeliput secara menyeluruh segala jenis ilmu dan keilmiahan yang ada,menurut hemat saya, hanyalah wawasan yang dikemukakan olehGhazali dalam abad ke XI Masehi.

Wawasan Ghazali itu memperoleh kemantapan sampai kira-kiraabad ke XII. Di dalam abad ke XIII wawasan tersebut mengalami krisis.Wawasan ilmu dan keilmiahan ke-lslaman sejak itu mulai terpecahkembali antara ahlussunnah wal jamaah sebelum Ghazali dan wawasanahli ra’y. Selain itu juga wawasan tentang ilmu dan keilmiahan kembalimenjadi menyempit. Wawasan Ilmu dan keilmiahan ke-Islaman mulai

Page 166: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...152

membatasi diri pada hal-hal yang mengenai ilmu-ilmu yang khususmengenai tafsir al Qur’an, ilmu Hadist, ilmu kalam, ilmu fiqh, ilmubahasa Arab.

Wawasan yang demikian menempatkan ilmu-ilmu yang termasukdi dalam lingkungan ‘aqliyah’ yang menjadi perhatian ilmu-ilmupengetahuan modern sampai dewasa ini menjadi terkesampingkan. Didalam abad ke XIX, ada lagi rintisan dari Muhammad Abduh untukmenemukan synthesa antara wawasan-wawasan yang berseberangantersebut dalam mengembangkan ilmu dan keilmiahan ke-Islaman,terutama di dalam bidang ilmu kalam.

Setelah itu dalam abad ke XX Mahmud Syaltut, rektor universitasal Azhar, tercatat sebagai tokoh pemikir dan organisator yangmendukung wawasan yang luas tentang ilmu dan keilmiahan ke-Islaman. Itu dibuktikan antara lain dengan mengembangkan universi-tas al Azhar dengan menambah fakultas-fakultas baru yang menanganiilmu-ilmu yang berada di luar fakultas tradisionil yang hanya menanganistudi tentang Islam dalam arti studi agama.

Di dalam tahun 1990 tampak adanya usaha rintisan pemikirantentang pemahaman al Qur’an yang berusaha mengikuti pandangan-pandangan baru di dalam ilmu bahasa untuk menjawab tantangankemajuan ilmu pengetahuan. Dalam hubungannya dengan ini, pemikiranitu difokuskan pada bagaimana melakukan kajian tentang al Qur’an. Kajianbaru ini dirintis antara lain oleh Nasr Abu Zaid, yang mengemukakanpandangannya di dalam rangka studinya tentang “Konsep tentang text:suatu studi di dalam ilmu pengetahuan tentang al Qur’an”.

Diajukan olehnya persoalan tentang textualitas dari al Qur’an. Dalamhubungannya dengan pandangan itu terkait persoalan mengenai usahamengkaji memahami isi al Qur’an. Pemikiran yang dikemukakan itukini dikenal sebagai pemikiran isi al Qur’an sebagai ‘text yang dalamkontext’.

Tampaknya pemikiran ini dibawa pertama-tama oleh adanyapersoalan pengaruh perkembangan dalam ilmu bahasa yang juga

Page 167: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 153

mempengaruhi studi bahasa Arab. Hal itu terutama terkait padapemberian arti terhadap istilah ‘nass’. Dan kedua talah terkait padapertanyaan yang sudah lama tentang al Qur’an yaitu tentang apakah alQur’an itu qadim ataukah Hadist.

Pandangan terhadap al Qur’an dalam persoalan sebagai ‘text yangdalam kontext’ tersebut, tidak terlepas dari kritik yang tajam darikalangan para pakarnya. Salah seorang diantaranya ialah seorang gurubesar dari Universitas al Azhar yaitu Muhammad Abu Musa.

Apapun pertanyaannya di dalam perkembangan baru ini, wawasanilmu dan keilmiahan ke-Islaman tampak masih tetap kembali berada didalam bidang ilmu dan keilmiahan yang sempit.

Kerangka Ghazali tentang ilmu dan keilmiahan ke-Islaman atasdasar pendekatan tasawufnya, menurut hemat saya adalah kerangkayang dapat mewadahi secara memuaskan ilmu dan keilmiahan seluas-luasnya. Atas dasar pertimbangan itu, dalam meninjau “ilmu dan IlmiahModern dan Dasar Filsafatnya” dalam rangka wawasan ke-Islaman,kerangka tersebut akan dipakai guna menunjukkan dimana dan sampaidimana ilmu dan keilmiahan modern dan dasar Filsafatnya itu “jauhnyabilamana dibandingkan dengan wawasan ke-Islaman menurut jalantasawuf tersebut”.

Di dalam kalangan ahli tafsir, ada pendapat bahwa keseluruhanisi al-Qur’an memuat petunjuk yang dapat dibagi dalam tiga pokokbidang persoalan, yaitu:a. Bidang aqidah,b. Bidang syari’atc. Bidang sejarah.

Bilamana diperhatikan secara lebih seksama, masih dapatditambahkan lagi adanya petunjuk yang berkenaan dengan:d. Bidang filsafate. Bidang ilmiah

Dengan mengikuti kerangka pengetahuan menurut jalan tasawufdari Ghazali, kelima bidang golongan petunjuk yang ada di dalam al-

Page 168: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...154

Qur’an itu dengan cepat dapat ditunjukkan dimana dan bagaimananyatempat masing-masing bidang golongan persoalan itu di dalam kerangkatersebut. Sudah barang tentu sebagai suatu wawasan, tinjauan yangdemikian dengan sendirinya mengandung unsur-unsur pandangan yangsifatnya subjektip. Karenanya dengan sendirinya itu tetap memerlukansuatu tandingan pemikiran yang kritis.—ooo—-

C.C.C.C.C. Prinsip-Prinsip Epistemologi tentangPrinsip-Prinsip Epistemologi tentangPrinsip-Prinsip Epistemologi tentangPrinsip-Prinsip Epistemologi tentangPrinsip-Prinsip Epistemologi tentangPengembangan Ilmu Pengetahuan di Dalam AlPengembangan Ilmu Pengetahuan di Dalam AlPengembangan Ilmu Pengetahuan di Dalam AlPengembangan Ilmu Pengetahuan di Dalam AlPengembangan Ilmu Pengetahuan di Dalam AlQur’anQur’anQur’anQur’anQur’an

Oleh M.SyamsudinOleh M.SyamsudinOleh M.SyamsudinOleh M.SyamsudinOleh M.Syamsudin

Untuk mengetahui ajaran Islam yang berkaitan atau memberikanpesan dan penjelasan tentang dasar-dasar pengembangan ilmupengetahuan, pertama-tama yang harus dipahami dengan mantap adalahkonsepsi Al-quran tentang alam raya ini (kosmologi). Sebab dari sinilahsebenarnya munculnya filsafat ilmu dalam perspektif ajaran Islam.

Di dalam al-Qur’an, menurut Mahdi Ghulyani terdapat lebih dari750 ayat yang menunjuk kepada fenomena alam. Hampir seluruh ayatini memerintahkan kepada manusia untuk mempelajari kitab (hal-halyang berhubungan dengan) penciptaan dan merenungkan isinya.1

Sepanjang ayat-ayat yang dijelasakan al-Qur’an itu dapat dipahamibahwa Allah menciptakan alam raya ini dalam eksistensinya yang haq,yakni benar, nyata dan baik. Yaitu bahwa Allah menciptakan alam semestaini dengan haq (bilhaq, lihat: QS.Az-Zumar (39): 5). Alam tidak diciptakanTuhan secara main-main (la’ab, lihat: QS.Al-Anbiya (21: 6) dan tidak pulasecara palsu (bathil, lihat: QS.Shod (38): 27).

Sebagai wujud yang benar (haq) maka alam raya ini mempunyaiwujud yang nyata (riil), objektif dan berjalan mengikuti hukum-hukumyang tetap dan pasti (mengikuti sunnah dan taqdir-Nya). Sebagai ciptaandari sebaik-baik Maha Pencipta, maka alam raya ini mengandung

1 Mahdi Ghulsyani. 1994. Filsafat -Sains Menurut Alquran. Bandung: Mizan.Hlm. 78

Page 169: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 155

kebaikan pada dirinya sendiri dan teratur secara harmonis (lihat: QS.Al-An’am (6):73; Al-Mukminun (23):14). Nilai ini sengaja diciptakan Tuhanuntuk manusia bagi keperluan perkembangan peradabannya (lihat:QS.Luqman (31): 20). Oleh karena itu alam bagi manusia dapat dan harusdijadikan objek penyelidikan guna dimengerti hukum-hukum Tuhanyang berlaku di dalamnya. Kemudian manusia harus memanfaatkanalam sesuai dengan hukum-hukumnya itu (lihat: QS. Yunus (10): 101).

Keharmonisan alam itu adalah sejalan dengan serta disebabkanoleh adanya hukum-hukum yang menguasai alam, yang hukum-hukumitu ditaqdirkan Allah demikian, yakni dibuat pasti (yakni makna asalperkataan taqdir). Dalam hal ini sepadan dengan penggunaan kata-katasunnah Allah (sunnatullah) untuk kehidupan manusia dalam sejarahnya.

Taqdir digunakan dalam al-Qur’an dalam arti pemastian hukum Al-lah untuk alam ciptaan-Nya (lihat: QS. Al-Furqon (25):2). Oleh karena ituperjalanan pasti gejala atau benda alam seperti matahari yang beredar padaorbitnya dan rembulan yang nampak berkembang dari bentuk seperti bulansabit sampai bulan purnama kemudian kembali seperti sabit lagi,semuannya itu disebut sebagai taqdir Allah, karena segi kepastiannyasebagai hukum Allah untuk alam ciptaann-Nya (lihat QS.Yasin (36): 38-39).

Doktrin kepastian hukum Allah untuk alam semesta yang disebuttaqdir itu juga dinamakan qodar (ukuran yang persis dan pasti). Hal inimisalnya ditegaskan dalam firman Allah : Inna kulla syaik-in khalaqnaahubiqodar (sesungguhnya segala sesuatu itu kami ciptakan dengan ukuran/aturan yang pasti, lihat: QS. Al-Qomar (54): 49).

Oleh karena itu salah satu makna beriman kepada taqdir atau qodarTuhan dalam kacamata kosmologis adalah beriman kepada adanyahukum-hukum kepastian yang menguasai alam sebagai ketetapan dankeputusan yang tidak dapat dilawan. Maka manusia tidak bisa tidakharus memperhitungkan dan tunduk kepada hukum-hukum itu dalamamal perbuatannya.2

2 Nurcholis Madjid. 1993. Islam Kemodernan dan Ke-Indonesiaan. Bandung: Mizan. Hlm.291.

Page 170: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...156

Adanya hukum-hukum Allah bagi seluruh alam semesta, baikmikro maupun makro yang tak terhidarkan itu, yang menguasai kegiatanmanusia, menjadi unsur pembatasan dan keterbatasan manusia, tetapijuga disitulah kesempatannya untuk meraih suatu bentuk keberhasilandalam usaha. Yaitu bahwa manusia akan berhasil atau gagal dalamusahanya setaraf dengan seberapa jauh ia bekerja sesuai taqdir Allahuntuk alam lingkungannya yang hukum itu tidak mungkin tertaklukkan.Dan disinilah mulai munculnya pemikiran ilmu pengetahuan.

Jadi dapat disimpulkan bahawa Ilmu Pengetahuan itu adalah upayamanusia untuk memahami hukum-hukum Allah yang pasti bagi alamsemesta ciptaan-Nya ini. Oleh karena itu ilmu pengetahuan inimempunyai nilai kebenaran, selama ia secara tepat mewakili (represent)hukum kepastian Allah atau taqdir-Nya itu. Maka ilmu pengetahuanyang benar dengan sendirinya bermanfaat untuk manusia.3

Ilmu pengetahuan diberikan Allah kepada manusia melaluikegiatan manusia sendiri dalam usaha memahami alam raya ini. Hal iniberbeda dengan agama yang diberikan dalam bentuk pengajaran ataupewahyuan lewat para utusan Allah. Perbedaan itu disebabkan olehperbedaaan objeknya. Apa yang harus dipahami manusia lewat ilmupengetahuan adalah hal-hal yang lahiriah dengan segala variasinya(seperti hal yang sepintas lalu seperti ghaib atau batiniah misalnya medanmagnik atau gravitasi dan kenyataan-kenyataan lain yang menjadi kajianfisika sub atomik dan fisika baru lainnya yang sampai sekarang ini masihdalam perdebatan). Sedangkan yang harus dipahami manusia lewatwahyu adalah kenyataan-kenyataan yang tidak empirik, tidak kasadindera sehingga tidak ada kemungkinan lain mengetahui bagi manusiakeculai melalui sikap percaya dan menerima (iman dan Islam) khabarpara nabi (wahyu).4

Dalam usaha memahami alam sekitarnya itu manusia harusmengerahkan dan mencurahkan akalnya. Maka alam menjadi objek

3 Ibid. Hlm. 2924 Ibid.

Page 171: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 157

pemahaman sekaligus sumber pelajaran hanya bagi mereka yang berakalatau berpikir saja (lihat: QS. Al-Imran (3):190). Oleh karena itu akal bagimanusia bukanlah alat untuk menciptkan kebenaran melainkan untukmemahami atau menemukan kebenaran yang memang semula telahada dan berfungsi dalam lingkungan di luar diri manusia.

Pandangan terhadap alam seperti telah dijelaskan di atas itu barangkaliyang telah dianut oleh para ilmuwan muslim pada zaman klasik sepertiAl-Biruni, Al-Khawarizmi, Al-Rum, Ibnu Taimiyah, yang sangat terkenaldengan adagium empriknya : Alhaqiqoh fil a’yan la fid-dhon (hakikat itu adadalam kenyataan luar tidak dalam pikiran). Maka dengan sendirinya akalakan bisa berhasil atau gagal dalam suatu garis kontinum, sesuai dengantingkat nilai kebenaran pengetahuannya. Misalnya teori Newton lamadianggap benar dan telah pula berfungsi, namun berhadapan denganperkembangan akal manusia lebih lanjut ternyata tidak dapatdipertahankan sebagian atau seluruhnya. Begitu pula dengan teori-teoriEinstein selalu mempunyai potensi untuk terbukti salah.

Dalam kaitanya dengan keseluruhan kenyataan kosmis, ilmupengetahuan yang dimiliki manusia melalui kegiatan akalnya tidak lainadalah sedikit ilmu yang diberikan Allah. Sedangkan ilmu Allah yaknikebenaran yang serba meliputi (Al-Muhith) adalah tak terbatas. Sehinggadi atas setipa orang yang berpengetahuan ada Dia Yang maha Tahu(QS.(12):76)

Kenyataan alam ini berbeda dengan prasangka aliran Idelaismemaupun agama Hindu yang mengatakan bahwa alam raya ini tidakmempunyai eksistensi riil dan obyektif, melainkan semu, palsu ataumaya dan sekedar emanasi atau panacaran dari dunia lain yang konkrityaitu ide atau nirwana (lihat:QS. Shod (38):27). Juga bukan seperti yangdikatakan oleh Filasafat Agnoticisme yang beranggapan bahwa alamtidak mungkin dimengerti oleh manusia. Dan sekalipun filsafatMaterialisme mengatakan bahwa alam ini mempunyai eksistensi riildan obyektif, sehingga dapat dimengerti oleh manusia, namun sesatnyaadalah meniadakan penciptaan yaitu alam ada dengan sendirinya.

Page 172: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...158

Di samping terdapat hukum-hukum Tuhan yang pasti yangmenguasai alam semesta (taqdir), ada lagi hukum-hukum Tuhan yangtetap dan pasti yang menguasai manusia dalam sejarah kehidupannya.Hukum-hukum Tuhan ini disebut Sunnatullah.

Oleh karena itu setelah memahami lingkungan alam hidupnyamanusia dituntut untuk memahami lingkungan manusiawinya sendiriyang menjelma dalam sejarah. Sejarah manusia berjalan mengikutiaturan-aturan yang predictable karena kepastiannya sebagimana dibuatoleh Allah sendiri (lihat: QS. Fathir (35): 43)

Tetapi, jika ketentuan-ketentuan yang menguasai lingkungan alamitu bersifat netral dari sudut pandangan kepentingan manusia,sebaliknya ketentuan-ketentuan yang menguasai sejarah tidaklahdemikian, karena ia menyangkut diri manusia sendiri. Ketentuan-ketentuan itu sarat dengan nilai-nilai yaitu amat langsung terkait denganmoralitas, yang intinya adalah bahwa kebaikan membawa kesentosaandan kejahatan membawa kesengsaraan (lihat: QS.Ali Imron (3):137)

Demikian manusia dengan intelektualitas yang dimilikinya harusmemahami sejarah dengan hukum-hukumnya yang tetap dan pasti.Hukum sejarah yang tetap (sunnatullah) pada garis besarnya adalahbahwa manusia akan menemui kejayaan jika setia kepada kemanusiaanfitrinya dan akan menemui kehancuran jika menyimpang daripadanyadengan menuruti hawa nafsu (lihat : QS. As-Syam (91): 9-10).

Cara-cara perbaikan hidup sehingga terus-menerus maju ke arahyang lebih baik sesuai dengan fitrah adalah masalah pengalaman manusia,sehingga pengalaman manusia ini harus ditarik dari masa lampau untukdapat dimengerti pada masa sekarang kemudian memperhitungkannyake masa mendatang (lihat:QS.Yusuf 12:111). Melalui memahami sejarahini manusia harus berjuang membebaskan dirinya dan meningkatkanharkat martabat hidupnya, menguasai dan mengarahkan masyarakat sertamembimbingnya ke arah kemajuan dan kebaikan.

Ilmu Pengetahuan pada hakikatnya adalah produk upaya manusiauntuk memahami hukum-hukum Allah yang tetap dan pasti, baik yang

Page 173: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 159

menguasai alam semesta maupun diri manusia dalam sejarah (taqdirdan sunnah-Nya) yang diberlakukan Allah untuk seluruh ciptaan-Nya.Oleh karena itu Ilmu Pengetahuan mempunyai nilai kebenaran (walaukadarnya relatif) selama secara tepat dapat mewakili hukum ketetapandan kepastian Allah itu (taqdir dan sunnah-Nya). Maka ilmu pengetahuanyang benar dengan sendirinya akan bermanfaat bagi manusia.

Pemahaman manusia dengan akal pikirannya terhadap alamsemesta ini yang di dalamnya terdapat hukum-hukum Tuhan yang pastidan tetap (taqdir) dalam perkembangannya telah melahirkan Ilmu-ilmuKealaman dengan segala percabangannya. Sedangkan pemahamanmanusia dengan akal pikiranya yang sempurna itu terhadap sejarahdan kemanusiaannya yang mana di dalamnya juga terdapat hukum-hukum Tuhan yang tetap dan pasti (sunnah) itu dalamperkembangannya telah melahirkan Ilmu-ilmu Sosial dan Kemanusiaan(Humaniora) dengan segala percabangannya. Kegiatan inilah padahakekatnya saat lahirnya Ilmu Pengetahuan dan peradaban umatmanusia di dunia.

Oleh karena hukum-hukum Allah (sunnah dan taqdir-Nya) itumerupakan gejala nyata sekeliling hidup manusia, maka dapat dikatakanbahwa semua peradaban manusia berupaya memahaminya (tanpakecuali, baik yang beriman maupun yang tidak, Islam atau tidak) secaraumum untuk seluruh ummat manusia di dunia. Dari hasilpemahamannya itu melahirkan Filsafat (segi spekulatifnya) dan IlmuPengetahuan (segi empiriknya). Oleh karena itu untuk memahami hukum-hukum Allah itu kita dianjurkan dan diberi petunjuk oleh NabiMuhammad SAW agar kita belajar dari siapa saja, sekalipun sampai kenegeri Cina. Nabi juga menegaskan bahwa hikmah (yakni setiapkebenaran dalam falsafah, ilmu pengetahuan, dll) adalah baranghilangnya kaum beriman, oleh karena itu siapa saja yang menemukannyahendaknya ia memungutnya dan hendaknya kita memungut hikmahkebenaran dan tidak akan berpengaruh buruk kepada kita dari bejanaapapun hikmah kebenaran itu keluar. Bahkan menurut riwayat, Nabi

Page 174: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...160

sendiri memberi contoh mengirim para sahabat ke Jundaishapur Persiaguna belajar ilmu kedokteran dari kaum Hellenis di sana.5

Dari uraian ini kiranya dapat ditarik sebuah pemahaman bahwaIlmu Pengetahuan itu baik yang alamiah maupun yang sosial dari segiproduk pemahaman manusia sifatnya netral. Artinya ilmu sebagaiproduk pemahaman manusia akan fenomena alam, sejarah dankemanusiaan, dilihat dari kacamata moral etik tidak mengandung nilaikebaikan dan kejahatan pada dirinya. Nilainya diberikan oleh manusiayang memiliki dan menguasainya. Sebagaimana dengan apa saja yangnetral, ilmu pengetahuan dapat diterapkan dan dipergunakan baik untuktujuan-tujuan baik maupun untuk tujuan-tujuan yang buruk (merusak).Netralitas Ilmu pengetahuan inilah yang memungkinkan untuk dapatditukar-menukarkan atau diberi dan dimintakan antara sesama manusiatanpa memandang tata nilai masing-masing yang bersangkutan. Nilaiyang ada pada sebuah ilmu adalah nilai kebenaran itu sendiri, walaupunkadarnya relatif. Ilmu Pengetahuan dalam dirinya tidak berbicara baikdan buruk tetapi berbicara tentang benar dan salah sesuai akurasi danvaliditas metodologi yang diperguanakan.

Oleh karena netralitas ilmu pengetahuan itu lepas darimembicarakan baik dan buruk, maka dalam tataran praktisnya yaitupenerapan konsep-konsep ilmiah yang menjelma menjadi bentukTeknologi itu harus ditundukkan dibawah pertimbangan-pertimbanganfitrah kemanusiaan. Ia tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri tanpabimbingan kesadaran kemanusiaan sehingga dapat memberi umpanbalik yang merusak kehidupan. Jangan sampai terjadi kerusakan di daratmaupun di laut akibat perbuatan tangan-tangan kotor manusia (lihat:QS.(30):41).

Penerapan Ilmu Pengetahuan mengharuskan bimbingan akhlaqTuhan (moralitas robbaniyah) yang harus mematuhi rasa cinta kasih yangkita tiru dari akhlaq Allah, terutama sifat kasih dan sayang-Nya ( rahmandan rahim-Nya). Ilmu Pengetahuan sebagai cara untuk mengenali

5 Ibid.

Page 175: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 161

lingkungan secara lebih baik guna lebih membantu kehidupan manusiahendaknya hanya ditujukan kepada penggunaan bagi peningkatankehidupan yang diliputi oleh semangat rasa cinta kasih. Maka sangatsimbolis sekali dalam ajaran Islam setiap mengawali aktifitas denganucapan “basmalah” yang mana disebutkan dua kali sifat Tuhan yangserba kasih dan sayang. Ini menyangkut nilai intelektualitas di kalangankaum muslimin. Bukan persoalan mutu (kualitas) suatu pekerjaan.Mengenai soal mutu pekerjaan umat Islam juustru harus belajar banyak,termasuk dari kalangan non-muslim, sebagaimana dulu pernahdilakukan pada zaman kejayaan Islam klasik dan sekarang ini walupunsangat lamban sedang berjalan.

D.D.D.D.D. Paradigma Profetik dalam Hukum Islam MelaluiParadigma Profetik dalam Hukum Islam MelaluiParadigma Profetik dalam Hukum Islam MelaluiParadigma Profetik dalam Hukum Islam MelaluiParadigma Profetik dalam Hukum Islam MelaluiPendekatan SystemsPendekatan SystemsPendekatan SystemsPendekatan SystemsPendekatan Systems*****

Oleh Amin AbdullahOleh Amin AbdullahOleh Amin AbdullahOleh Amin AbdullahOleh Amin Abdullah

1.1.1.1.1. PendahuluanPendahuluanPendahuluanPendahuluanPendahuluan

Paradigma profetik atau paradigm hukum Islam yang pro(f)etikdiminati kembali oleh beberapa kalangan akademisi dan inteligensiauntuk membantu masyarakat Muslim kontemporer keluar darikesulitan-kesulitan yang dihadapinya sekarang ini, baik pada dataranlokal maupun global-internasional. Tulisan ini menegaskan bahwaparadigma profetik tidak dapat terlepas dari perjalanan sejarahpemikiran Islam dalam perjumpaannya dengan sejarah panjangperkembangan pemikiran umat manusia pada umumnya dan sekaligusdalam pergumulannya dengan konstruksi bangunan filsafat keilmuanIslamic Studies/Dirasat Islamiyyah dari setiap era yang dilaluinya(Tradisional, Modern dan Postmodern). Kedua dimensi ini, yaitu waktu

*Makalah disampaikan dalam “Serial Diskusi Menggagas Ilmu Hukum BerparadigmaProfetik sebagai Landasan Pengembangan Pendidikan Hukum di Fakultas Hukum UII– Seri III, Yogyakarta, 12 April 2012.

Page 176: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...162

(history) dan pemikiran (thought) tidak dapat terpisah, tetapi menyatu.Oleh karenanya, paradigma profetik hukum Islam kontemporer tidakdapat melepaskan diri dari pergumulannya dengan sains modern, ilmu-ilmu sosial dan humaniora kontemporer.

Pendekatan Systems yang hendak diperkenalkan dalam tulisan inidiharapkan akan dapat membantu upaya untuk menyusun kembaliparadigma baru hukum Islam yang peka dan bermuatan nilai-nilaiprofetik kontemporer, khususnya oleh masyarakat Muslim kontemporerdalam perjumpaan mereka dengan komunitas dan budaya lokal dimasing-masing negara (local citizenship) dan sekaligus dalamperjumpaannya dengan komunitas dan budaya global-internasional(world citizenship). Tanpa mempertimbangkan kedua sisi tersebut,bangunan paradigma pro(f)etik yang dicita-citakan akan kehilangansignifikansi dan elan vitalnya.

2.2.2.2.2. Respon Intelektual Muslim KontemporerRespon Intelektual Muslim KontemporerRespon Intelektual Muslim KontemporerRespon Intelektual Muslim KontemporerRespon Intelektual Muslim Kontemporerterhadap Perubahan Sosialterhadap Perubahan Sosialterhadap Perubahan Sosialterhadap Perubahan Sosialterhadap Perubahan Sosial

Tidak ada yang dapat menyangkal jika dikatakan bahwa dalam150 sampai 200 tahun terakhir, sejarah umat manusia mengalamiperubahan yang luar biasa. Terjadi perubahan yang luar biasa dalamsejarah manusia dalam mengatur dan memperbaiki kualitaskehidupannya. Perubahan yang dahsyat dalam perkembangan ilmupengetahuan, tatanan sosial-politik dan sosial-ekonomi, hukum, tatakota, lingkungan hidup dan begitu seterusnya. Perubahan dahsyattersebut, menurut Abdullah Saeed, antara lain terkait dengan globalisasi,migrasi penduduk, kemajuan sains dan teknologi, eksplorasi ruangangkasa, penemuan-penemuan arkeologis, evolusi dan genetika,pendidikan umum dan tingkat literasi. Di atas itu semua adalahbertambahnya pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya harkatdan martabat manusia (human dignity), perjumpaan yang lebih dekatantar umat beragama (greater inter-faith interaction), munculnya konsepnegara-bangsa yang berdampak pada kesetaraan dan perlakuan yangsama kepada semua warga negara (equal citizenship), belum lagi

Page 177: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 163

kesetaraan gender dan begitu seterusnya. Perubahan sosial yang begitudahsyat tersebut berdampak luar biasa dan mengubah pola berpikirdan pandangan keagamaan (religious worldview) baik di lingkungan umatIslam maupun umat beragama yang lain.6

Dalam khazanah pemikiran keagamaan Islam, khususnya dalampendekatan Usul al Fikh, dikenal istilah al-Tsawabit (hal-hal yang diyakiniatau dianggap tetap, tidak berubah) wa al-Mutaghayyirat (hal-hal yangdiyakini atau dianggap berubah-ubah, tidak tetap). Ada juga yangmenyebutnya sebagai al-Tsabit wa al-Mutahawwil.7 Sedang dalampendekatan Falsafah (philosophy), sejak Aristotle hingga sekarang, jugadikenal apa yang disebut Form and Matter.8 Belakangan di lingkungankhazanah keilmuan antropologi (agama), khususnya dalam lingkupkajian penomenologi agama, dikembangkan analisis pola pikirkeagamaan yang biasa disebut General Pattern dan Particular Pattern.9

Adalah merupakan pertanyaan yang sulit dijawab bagaimana kedua

6Abdullah Saeed. 2006. Interpreting the Qur’an: Towards a contemporary approach, NewYork: NY, Routledge. Hlm. 2

7Adonis. 2002. al-Tsabit wa al-Mutahawwil: Bahts fi al-ibda’ wa al-itba’ ‘inda al-arab.London: Dar al-Saqi.

8Menurut penelitian Josep van Ess, disini lah letak perbedaan yang mencolok antaralogika dan cara berpikir Mutakallimun dan Fuqaha di satu sisi dan Falasifah di sisi lain.“Aristotelian definition, however, presupposes an ontology of matter and form.Definition as used by the mutakallimun usually does not intend to lift individual phenomenato a higher, generic category; it simply distinguishes them from other things (tamyiz).One was not primarily concerned with the problem how to find out the essence of athing, but rather how to circumscribe it in the shortest way so that everybody couldeasily grasp what was mean”. Lebih lanjut Josep van Ess, “The Logical Structure ofIslamic Theology”, dalam Issa J. Boullata (Ed.), An Anthology of Islamic Studies, Canada,McGill Indonesia IAIN Development Project, l992, tanpa halaman. Cetak miring danhitam dari saya. Jasser Auda menambahkan bahwa “ … the jurists’ method of tamyizbetween conceps, whether essence-or description-based always resulted in defining everyconcept in relation to a ‘binary opposite.’ The popular Arabic saying goes: “Things aredistinguished based on their opposites’ (bizdiddiha tatamayyaz al-ashya’)”. Lihat JasserAuda. 2008. Maqasid al-Shariah as Philosophy of Islamic Law: A Sistems Approach. Londondan Washington: The International Institute of Islamic Thought. Hlm. 212.

9 Richard C. Martin menyebut ‘general pattern’ sebagai ‘common pattern’ atau the universalsof human religiousness. Lebih lanjut Richard C. Martin, (Ed.) 1985. Approaches to Islam inReligious Studies, Arizona, The University of Arizona Press. Hlm. 8.

Page 178: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...164

atau ketiga alat ‘logika berpikir’ tersebut dapat dioperasionalisasikan dilapangan ketika umat Islam menghadapi perubahan sosial yang begitudahsyat. Dalam praktiknya, tidak mudah mengoperasionalisasikannya dilapangan pendidikan, sosial, dakwah, hukum dan begitu seterusnya, karenamasing-masing orang dan kelompok telah terkurung dalam preunderstandingyang telah dimiliki, membudaya dan dalam batas-batas tertentu bahkanmembelenggu. Oleh karenanya, banyak keraguan dan benturan di sanasini, baik pada tingkat person-person atau individu-individu, lebih-lebihpada tingkat sosial dan kelompok-kelompok. Seringkali kedua atau ketigaalat analisis entitas berpikir dalam dua tradisi khazanah keilmuan yangberbeda ini, yakni Usul al-Fikh (wilayah agama) dan Falsafah (philosophy)(wilayah sains) bertentangan, berbenturan dan berseberangan. Masih jauhdari upaya ke arah perkembangan menuju ke dialog dan integrasi.10

Perbedaan yang tajam antara kedua tradisi keilmuan dan corak berpikirdalam menganalisis dan memetakan persoalan sosial-keagamaan yangdihadapi dan jalan keluar yang hendak diambil inilah yang menjadi topiksentral dalam rancang bangun epistemologi keilmuan Islam kontemporer,yang sedang dicoba dirumuskan ulang secara serius oleh para pembaharupemikiran Islam antara lain seperti Muhammad Abduh, Mohammad Iqbal,Fazlur Rahman dan pemikir Muslim kontemporer seperti yang sebagianpemikirannya akan saya bicarakan di sini, Abdullah Saeed dan Jasser

10 Diskusi dan pembahasan serius tentang hubungan antara agama dan ilmu (Religionand Science) di tanah air, kalau saya tidak salah mengamati, sangat jarang dilakukan.Kalaupun dilakukan masih dilakukan secara sporadis, tidak terprogram dan terencana.Jika Ian Barbour memetakan ada 4 pola hubungan antara keduanya, yaitu Konflik,Independen, Dialog dan Integrasi, maka yang banyak dijumpai sekarang, bahkan diperguruan tinggi sekalipun, adalah masih dalam tahapan Konflik atau paling maju adalahIndependen. Belum sampai pada taraf Dialog apalagi Integrasi. Lebih lanjut Ian GBarbour. 1966. Issues in Religion and Science, New York, Harper Torchbooks. Juga HolmesRolston, III, Science and Religion: A Critical Survey, New York: Random House. Dalampemikiran Islam yang sampai ke tanah air masih sangat jarang dilakukan. Upaya-upayaawal dilakukan oleh Mohammad Abid al-Jabiry. 2002. Madkhal ila Falsafah al-Ulum: al-Aqlaniyyah al-Mu’asirah wa Tathawwur al-Fikr al-Ilmy, Beirut: Markaz Dirasaat al-Wihadahal-Arabiyyah, Cetakan ke 5. juga Mohammad Shahrur. 2000. Nahw Usul al-Jadidah li al-Fiqh al-Islamy: Fiqh al-Mar’ah, Damaskus: al-Ahali.

Page 179: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 165

Auda. Pemikiran muslim kontemporer masih banyak yang lain, sepertiKuntowijoyo dan lain-lain.

Mengangkat tema Epistemologi Islam (komunitas lokal) danGlobalisasi (komunitas internasional) dalam satu keutuhan pembahasanberarti harus ada kesediaan untuk mempertemukan dan mendialogkanantara kedua model entitas berpikir yang sulit di atas. Tidak bisamembicarakan yang satu dan meninggalkan yang lain. Kecuali, kalautopik pembahasan diubah menjadi hanya membicarakan salah satudiantara kedua tema tersebut. Membicarakan Epistemologi Islam sajaatau hanya globalisasi saja. Di sini sulitnya mengangkat tema pembahasanseperti di atas, karena para pelaku di lapangan harus bersediamendialogkan, mendekatkan dan mempertemukan antara keduanyasecara adil, proporsional dan bijak. Harus ada kesediaan dan mentalitasuntuk saling ‘take’ and ‘give’, saling mendekat, dialog, konsensus,kompromi dan negosiasi. Tidak boleh ada pemaksaan kehendak. Tidakada pula perasaan merasa ditinggal. Oleh karenanya, perlu disentuhbagaimana struktur bangunan dasar yang melandasi cara berpikir umatmanusia secara umum dan sekaligus juga harus disentuh bagaimanabangunan dasar cara berpikir keagamaan Islam secara khusus. Ketikamenyebut Epistemologi Islam, mau tidak mau harus bersentuhan dengankeilmuan atau pendekatan Usul al-Fiqh, sedang menyebut Globalisasi –yang melibatkan pengalaman umat manusia pada umumnya - mau tidakmau perlu mengenal cara berpikir secara lebih umum ruang lingkupnya,sehingga harus bersentuhan dan berkenalan dengan metode Filsafat danmetode berpikir sains pada umumnya.

Dalam bingkai payung besar perspektif seperti itu, dalam tulisanini, saya akan membawa peta percaturan dunia epistemologi Islam dalammenghadapi dunia global lewat tiga pemikir Muslim kontemporer, yaituAbdullah Saeed dari Australia dan Jasser Auda dari London.11 Ada

11Sudah barang tentu masih banyak sekali pemikir Muslim kontemporer yang lain yangmempunyai concern dan keprihatinan yang sama, seperti Mohammad Shahrur (Syiria),AbdulKarim Soroush (Iran), Fatimah Mernissi, Riffat Hassan, Hasan Hanafi (Mesir), Nasr HamidAbu Zaid (Mesir), Farid Esack (Afrika Selatan), Ebrahim Moosa (Afrika

Page 180: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...166

beberapa alasan mengapa dipilih dua pemikir Muslim kontemporertersebut. Pertama, adalah karena mereka hidup di tengah-tengah erakontemporer, di tengah-tengah arus deras era global sekarang ini. Kedua,mereka datang dari belahan duni yang berbeda, yaitu Australia dan Eropa,namun keduanya mempunyai basis pendidikan Islam Tradisional darinegara yang berpenduduk Muslim (Maldev dan Mesir). Ketiga, keduanyasengaja dipilih untuk mewakili suara ‘intelektual’ minoritas Muslim yanghidup di dunia Barat, di wilayah mayoritas non-Muslim. Dunia barutempat mereka tinggal dan hidup sehari-hari bekerja, berpikir, melakukanpenelitian, berkontemplasi, berkomunitas, bergaul, berinteraksi,berperilaku, bertindak, mengambil keputusan. Mereka hidup di tempatyang sama sekali berbeda dari tempat mayoritas Muslim dimanapunmereka berada. Keduanya mengalami sendiri bagaimana mereka harusberpikir, mencari penghidupan, berijtihad, berinteraksi dengan negaradan warga setempat, bertindak dan berperilaku dalam dunia global, tanpaharus menunggu petunjuk dan fatwa-fatwa keagamaan dari duniamayoritas Muslim. Keempat, kedua pemikir, penulis, dan peneliti tersebut- dalam kadar yang berbeda-beda - mempunyai kemampuan untukmendialogkan dan mempertautkan antara paradigma Ulumu al-Din, al-Fikr al-Islamiy dan Dirasat Islamiyyah kontemporer dengan baik. Yakni,Ulumu al Din atau biasa disebut al-Turats (Kalam, Fiqh, Tafsir,Ulum al-Qur’an, Hadis) yang telah didialogkan, dipertemukan dengan sungguh-sungguh - untuk tidak menyebutnya diintegrasikan - dengan DirasatIslamiyyah atau al-Hadatsah yang menggunakan sains modern, social sciencesdan humanities kontemporer sebagai pisau analisisnya dan cara berpikirkeagamaannya.12

Selatan), Abdullahi Ahmed al-Naim (Sudan), Tariq Ramadan, Omit Safi, Khaled Aboeel-Fadl dan lain-lain seperti Mohammad Arkoun, Muhammad Abid al-Jabiry (Marokko),belum lagi para pemikir muslim dari tanah air. Pengalaman saya mengajar di programpaska sarjana IAIN dan UIN, dan lebih-lebih program S1, masih jarang mahasiswa yangmengetahui dengan baik metode dan buah pikiran para pemikir Muslim yangmenggunakan paradigma Dirasat Islamiyyah kontemporer ini.

12 Saya telah mengelaborasi hubungan antara ketiga kluster keilmuan Islam, yaitu antaraUlum al-Din, al-Fikr al-Islamy dan Diirasat Islamiyyah dalam tulisan saya “Mempertautkan

Page 181: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 167

Dengan kata lain, globalisasi yang dinyatakan dalam judul tulisanini adalah Globalisasi dalam praktik, globalisasi dalam praktik hidupsehari-hari, dan bukannya globalisasi dalam teori yang belum masuk dalamwilayah praktik. Yaitu dunia global seperti yang benar-benar dialami dandirasakan sendiri oleh para pelakunya di lapangan, yang sehari-harimemang tinggal dan hidup di negara-negara sumber dari globalisasi danmodernitas itu sendiri, baik dari segi transportasi, komunikasi, ekonomi,sains, teknologi, budaya dan begitu seterusnya. Bukan globalisasi yangditeoritisasikan dan dibayangkan oleh para intelektual Muslim yang tinggaldan hidup di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim, dan tidakatau belum pernah merasakan bagaimana tinggal dan hidup sehari-haridi negara-negara non-Muslim, pencetus dan penggerak roda globalisasi.Lewat lensa pandang seperti itu, ada hal lain yang hendak ditegaskanpula disini bahwa manusia Muslim yang hidup saat sekarang inidimanapun mereka berada adalah warga dunia (global citizenship), untuktidak mengatakan hanya terbatas sebagai warga lokal (local citizenship).Sudah barang tentu, dalam perjumpaaan antara local dan global citizenshipini ada pergumulan epistemologis dan pergulatan identitas yang tidakmudah. Ada dinamika dan dialektika antara keduanya, antara being atrue Muslim dan being a member of global citizenship sekaligus, yang berujungpada pencarian sintesis baru yang dapat memayungi dan menjadi jangkarspiritual bagi mereka yang hidup dalam dunia baru dan dalam aruspusaran perjumpaan dengan orang atau kelompok lain dan perubahansosial yang global sifatnya. Selain itu, juga ingin menyadarkan manusiaMuslim yang tinggal di negara-negara Muslim mayoritas, bahwa di sanaada genre baru kelompok masyarakat dan corak intelektual Muslim yangtumbuh berkembang di wilayah benua-benua non-Muslim. Bicara umatIslam sekarang, tidak lagi cukup, bahkan tidak lagi valid hanya menyebutsecara konvensional seperti Kairo, Teheran, Karachi, Jakarta,

Ulum al-Din, Al-Fikr al-Islamy dan Dirasat al-Isalimyyah: Sumbangan Keilmuan Islam untukPeradaban Global” dalam Marwan Saridjo (Ed), Mereka Bicara Pendidikan Islam: SebuahBunga Rampai, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009, h.261-298.

Page 182: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...168

Kualalumpur, Istanbul atau Riyadh tetapi sekarang kita juga perlubelajar menerima kehadiran Muslim dari London, Koln, Berlin, Paris,Melbourne, Washington DC, Michigan, Huston, New York, Chicagodan lain-lain.

3.3.3.3.3. Progressif-ijtihadi dalam Tafsir al-Qur’an:Progressif-ijtihadi dalam Tafsir al-Qur’an:Progressif-ijtihadi dalam Tafsir al-Qur’an:Progressif-ijtihadi dalam Tafsir al-Qur’an:Progressif-ijtihadi dalam Tafsir al-Qur’an:Abdullah SaeedAbdullah SaeedAbdullah SaeedAbdullah SaeedAbdullah Saeed

Jabatan yang dipegang saat ini adalah Direktur pada Asia Institute,Universitas Melbourn e, Direktur Center for the Study of ContemporaryIslam, University of Melbourne, Sultan Oman Professor of Arab andIslamic Studies, University of Melbourne, Adjunct Professor pada Facultyof Law, University of Melbourne. Riwayat pendidikan: Arabic LanguageStudy, Institute of Arabic Language, Saudi Arabia, l977-79, High SchoolCertificate, Se condary Institute, Saudi Arabia, l979-82; Bachelor of Arts,Arabic Literature and Islamic Studies, Islamic University, Saudi Arabia,l982-l986; Master of Arts Preliminary, Middle Eastern Studies, Universityof Melbourne, Australia, Master of Arts, Applied Linguistics, Universityof Melbourne, Australia, l992-l994; Doctor of Philosophy, Islamic Studies,University of Melbourne, Australia, l988-l992.

Karya tulis baik yang berupa buku, makalah ataupun tulisan lepasbanyak sekali dalam berbagai bidang yang bervariasi. Kecenderungan temayang ditulis adalah tentang Islam dan Barat, al-Qur’an dan Tafsir, sertatentang Tren Kontemporer Dunia Islam termasuk ekonomi Islam dan Jihad/Terrorisme. Diantaranya Interpreting the Qur’an: Towards a ContemporaryApproach (London: Routledge, 2006); “Muslim in the West and theirAttitude to Full Participating in Western Societies: Some Reflections” dalamGeoffrey Levey (ed.), Religion and Multicultural Citizenship (Cambridge:Cambridge University Press, 2006); “Muslim in the West Choose BetweenIsolationism and Participation” dalam Sang Seng, Vol 16, Seol: Asia-PacificCenter for education and International Understanding/UNESCO, 2006);“Jihad and Violence: Changing Understanding of Jihad among Muslims”dalam Tony Coady and Michael O’Keefe (eds.), Terrorism and Violence(Melbourne: Melbourne University Press, 2002); dan risetnya yang

Page 183: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 169

berjudul ‘Reconfiguration of Islam among Muslims in Australia (2004-2006)’.

Abdullah Saeed adalah cendekiawan Muslim yang berlatarbelakang pendidikan bahasa dan sastra Arab serta studi Timur Tengah.Kombinasi institusi pendidikan yang diikuti, yaitu pendidikan di SaudiArabia dan karir akademik di Melbourne Australia menjadikannyakompeten untuk menilai dunia Barat dan Timur secara objektif. Saeedsangat konsern dengan dunia Islam kontemporer. Pada dirinya ada spiritbagaimana ajaran-ajaran Islam itu bisa shalih li kulli zaman wa makan,dalam paham minoritas Muslim yang tinggal di negara Barat. Spiritsemacam inilah yang ia sebut sebagai Islam Progressif. Subjeknya disebutMuslim Progressif. Islam progressif adalah merupakan upaya untukmengaktifkan kembali dimensi progressifitas Islam yang dalam kurunwaktu yang cukup lama mati suri ditindas oleh dominasi teks. Dominasiteks ini oleh Mohammad Abid al-Jabiry disebut sebagai dominasiepistemologi atau nalar Bayani dalam pemikiran Islam. Metode berpikiryang digunakan oleh Muslim Progressif inilah yang disebutnya denganistilah progressif - ijtihadi. Sebelum dipaparkan bagaimana kerangkakerja progressif-Ijtihadi ini, ada baiknya dilihat posisi Muslim progressifdalam trend pemikiran Islam yang ada saat ini.

Menurut Saeed, ada enam kelompok pemikir Muslim era sekarang,yang corak pemikiran keagamaan berikut epistemologi hukumnyaberbeda-beda (l) The Legalist-traditionalist, yang titik tekannya ada padahukum-hukum yang ditafsirkan dan dikembangkan oleh para ulamaperiode pra Modern; (2) The Theological Puritans, yang fokus pemikirannyaadalah pada dimensi etika dan doktrin Islam; (3) The Political Islamist,yang kecenderungan pemikirannya adalah pada aspek politik Islamdengan tujuan akhir mendirikan negara Islam; (4) The Islamist Extremists,yang memiliki kecenderungan menggunakan kekerasan untuk melawansetiap individu dan kelompok yang dianggapnya sebagai lawan, baikMuslim ataupun non-Muslim; (5) The Secular Muslims, yang beranggapanbahwa agama merupakan urusan pribadi (private matter); dan (6) The

Page 184: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...170

Progressive Ijtihadists, yaitu para pemikir modern atas agama yangberupaya menafsir ulang ajaran agama agar dapat menjawab kebutuhanmasyarakat modern. Pada kategori yang terakhir inilah posisi Muslimprogressif berada.13

Karakteristik pemikiran Muslim progressif-ijtihadis, dijelaskan olehSaeed dalam bukunya Islamic Thought adalah sebagai berikut: (1) merekamengadopsi pandangan bahwa beberapa bidang hukum Islam tradisionalmemerlukan perubahan dan reformasi substansial dalam rangkamenyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Muslim saat ini; (2)mereka cenderung mendukung perlunya fresh ijtihad dan metodologibaru dalam ijtihad untuk menjawab permasalahan-permasalahankontemporer; (3) beberapa diantara mereka juga mengkombinasikankesarjanaan Islam tradisional dengan pemikiran dan pendidikan Baratmodern; (4) mereka secara teguh berkeyakinan bahwa perubahan sosial,baik pada ranah intelektual, moral, hukum, ekonomi atau teknologi,harus direfleksikan dalam hukum Islam; (5) mereka tidak mengikutkandirinya pada dogmatism atau madzhab hukum dan teologi tertentu dalampendekatan kajiannya; dan (6) mereka meletakkan titik tekanpemikirannya pada keadilan sosial, keadilan gender, HAM, dan relasiyang harmonis antara Muslim dan non-Muslim.

Sekilas tampak jelas bahwa corak epistemologi keilmuan Islamkontemporer, dalam pandangan Saeed, adalah berbeda dari corakepistemologi keilmuan Islam tradisional. Penggunaan metode kesarjanaan

13Abdullah Saeed. 2003. Islamic Thought: An Introduction, London and New York:Routledge. Hlm. 142-50. Untuk lebih detil, dapat juga dibaca Omit Safi (Ed.). 2003.Progressive Muslims: On Justice, Gender and Pluralism, Oxford: Oneworld Publications. TariqRamadan juga menengarai ada 6 kecenderungan pemikiran Islam abad akhir abad ke20 dan abad ke 21, yaitu Scholastic Traditionalism, Salafi Literalism, Salafi Reformism, PoliticalLiteralist Salafism, Liberal or Rational Reformism, dan Sufism. Lebih lanjut TariqRamadan.2004. Western Muslims and the Future of Islam, New York: Oxford UniversityPress. Hlm. 24-28. Kategorisasi dan klasifikasi trend pemikiran Islam oleh Saeed danTariq Ramadan ini memang berbeda dari yang biasa dikenal di tanah air tahun 80an,ketika para ilmuan lebih menekankan pada perbedaan antara Traditionalism dan Modernism,yang kemudian muncul dalam nama mata kuliah seperti Aliran Modern dalam Islam(Modern Trend in Islam).

Page 185: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 171

dan epistemologi tradisional masih ada, dimana nash-nash al-Qur’anmenjadi titik sentral berangkatnya, tetapi metode penafsirannya telahdidialogkan, dikawinkan dan diintegrasikan dengan penggunaanepistemologi baru, yang melibatkan social sciences dan humanitieskontemporer dan filsafat kritis (Critical Philosophy). Abdullah Saeed memangtidak menyebut penggunaaan metode dan pendekatan tersebut secaraeksplisit di situ, tetapi pencantuman dan penggunaaan istilah ‘pendidikanBarat modern’ adalah salah satu indikasi pintu masuk yang dapatmengantarkan para pecinta studi Islam kontemporer ke arah yang sayamaksud. Juga isu-isu dan persoalan-persoalan Humanities kontemporerterlihat nyata ketika Saeed menyebut Keadilan sosial, lebih-lebih keadilanGender, HAM dan hubungan yang harmonis antara Muslim dan non-Muslim. Persoalan humanities kontemporer tidak akan dapat dipahami,dikunyah dan disimpulkan dengan baik, jika epistemologi keilmuan Islammasih menggunakan metode dan pendekatan Ulum al-Din lama. DalamEpilogue, Bab 12, Abdullah Saeed menjelaskan pandangan dan kritiknyaterhadap Ilmu-ilmu Syari’ah (lama), yang terdiri dari hadist, usul al-fiqhdan tafsir jika hanya berhenti dan puas dengan menggunakan metode,cara kerja dan paradigma yang lama. Kemudian, dalam hal tafsir, diamengajukan metode alternatif untuk dapat memahami teks-teks kitabsuci sesuai dengan perkembangan dan tuntutan tingkat pendidikan umatmanusia era sekarang ini. Tampak jelas bahwa Abdullah Saeed meneruskandan mengembangkan lebih lanjut metode tafsir al-Qur’an, yang lebihbernuansa hermeneutis, dari pendahulunya Fazlur Rahman.14

14Abdullah Saeed, ibid. Hlm. 145-154. Bandingkan dengan pandangan Ibrahim Abu-Rabi’ yang mengkritik model pendidikan Islam Tradisional dan Literalist era sekarangyang masih mem-bid’ah-kan kajian ilmu-ilmu sosial (sociology; anthropology) dan filsafatkritis (Critical Philosophy) dalam pendidikan Islam pada level apapun. “The core of thefield revolves around Shari’ah and Fiqh studies that have, very often, emptied of anycritical or political content, or relevance to the present situation… Furthermore, theperspective of the social sciences or critical philosophy is regrettably absent…Thediscipline of the sociology of religion is looked upon as bid’ah, or innovation, thatdoes not convey the real essence of Islam.”. Lebih lanjut Ibrahim M. Abu-Rabi’, “APost-September 11 Critical Assessment of Modern Islamic History”, dalam Ian

Page 186: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...172

Meskipun dirasakan begitu penting dan mendesaknya kebutuhanuntuk melakukan perubahan paradigma (shifting paradigm) dalamrumusan dan konstruksi pemikiran Islam kontemporer, khususnyadalam bidang tafsir al-Qur’an, namun tetap saja masih dirasakan betapasulitnya untuk diterapkan dalam alam pikiran Islam kontemporer. UpayaAbdullah Saeed ini kemudian diteruskan oleh Jasser Auda yang jugamencoba mengenalkan dan menggunakan pendekatan Systems dalampemikiran hukum Islam khususnya dan studi hukum pada umumnya.

4.4.4.4.4. Pendekatan Pendekatan Pendekatan Pendekatan Pendekatan SystemsSystemsSystemsSystemsSystems dalam Hukum Islam: dalam Hukum Islam: dalam Hukum Islam: dalam Hukum Islam: dalam Hukum Islam:Jasser AudaJasser AudaJasser AudaJasser AudaJasser Auda

Adalah Associate Professor di Fakultas Studi Islam Qatar (QFTS)dengan fokus kajian Kebijakan Publik dalam program Studi Islam. Diaadalah anggota pendiri Persatuan Ulama Muslim Internasional, yangberbasis di Dublin; anggota Dewan Akademik Institut InternasionalPemikiran Islam di London, Inggris; anggota Institut Internasional AdvancedSistem Research (IIAS), Kanada; anggota pengawas Global Pusat StudiPeradaban (GCSC), Inggris; anggota Dewan Eksekutif Asosiasi IlmuanMuslim Sosial (AMSS), Inggris; anggota Forum perlawanan Islamofobiadan Racism (FAIR), Inggris dan konsultan untuk Islamonline.net. Iamemperoleh gelar Ph. D dari university of Wales, Inggris, pada konsentrasiFilsafat Hukum Islam tahun 2008. Gelar Ph. D yang kedua diperolehdari Universitas Waterloo, Kanada, dalam kajian Analisis Sistem tahun2006. Master Fiqh diperoleh dari Unversitas Islam Amerika, Michigan,pada fokus kajian Tujuan Hukum Islam (Maqasid al-Syari’ah) tahun 2004.Gelar BA diperoleh dari jurusan Islamic Studies pada Islamic AmericanUniversity, USA, tahun 2001 dan gelar BSc diperoleh dari EngineeringCairo University, Egypt Course Av., tahun l988. Ia memperolehpendidikan al-Qur’an dan ilmu-ilmu Islam di Masjid al-Azhar, Kairo.

Markham and Ibrahim M. Abu-Rabi’ (Eds.) 11 September : Religious Perspectives on the Causesand Consequences ,Oxford, Oneworld Publications, 2002, h.34 dan 36.Cetak hitam darisaya.

Page 187: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 173

Jasser Auda adalah direktur sekaligus pendiri Maqasid Research Centerdi Filsafat Hukum Islam di London, Inggris, dan menjadi dosen tamu untukfakultas Hukum Universitas Alexandria, Mesir, Islamic Institute of Toronto,Kanada dan Akademi Fiqh Islam, India. Dia menjadi dosen mata kuliahhukum Islam, Filsafat, dan materi yang terkait dengan isu-isu minoritasMuslim dan Kebijakan di beberapa negara di seluruh dunia. Dia adalahseorang contributor untuk laporan kebijakan yang berkaitan denganminoritas Muslim dan pendidikan Islam kepada Kementrian Msyarakatdan Dewan Pendanaan Pendidikann Tinggi Inggris, dan telah menulissejumlah buku, yang terakhir dalam bahasa Inggris, berjudul Maqasidal-Syariah as Philosophy of Islamic Law : A Sistems Approach, London, IIIT,2008. Tulisan yang telah diterbitkan 8 buku dan ratusan tulisan dalambentuk jurnal, tulisan media, kontribusi tulisan di buku, DVD, ceramahumum, dan jurnal online yang tersebar di seluruh dunia. Selain itu,banyak penghargaan yang telah ia terima.15

Dari otobiograpi di atas tergambar bagaimana seorang JasserAuda bergumul dalam ijtihad dan jihad berpikir untuk memperbaharuiepistemology dan mereformasi hukum Islam tradisional. Baginya, setiapklaim yang menyatakan bahwasanya pintu ijtihad tidak tertutup ataumembuka pintu ijtihad adalah merupakan suatu keharusan mengalamijalan buntu (Intellectual impasse) karena menurutnya belum tergambarsecara jelas bagaimana metode dan pendekatan yang digunakan danbagaimana aplikasi dan realisasinya di lapangan. Seperti MohammadShahrur dari Syiria, dia adalah berlatar belakang pendidikan teknik/insinyur. Berbekal keahlian dalam dua bidang keilmuan, yaitu metodesains dan metode agama inilah ia ingin menyumbangkan keahlian dankeilmuannya untuk membantu rekan-rekannya yang menghadapi jalanbuntu intelektual ketika hendak membuka pintu ijtihad. Kebuntuanintelektual ini pada gilirannya akan berdampak pada sikap etis ataunon-etisnya umat beragama.

15Lebih jauh tentang Jasser Auda dapat dilacak www.jasserauda.net dan jugawww.maqasid.net

Page 188: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...174

Karir studi akademiknya pun ia rancang sedemikian terprogramsejak dari mulai menguasai bidang Fiqh, Usul al-Fiqh, Hukum Islam, teoriMaqasid sampai menguasai teori Sistems dengan baik pada tingkat doktor(ijazah doktor pertama yang diperolehnya dari Kanada hanya untukmemantapkan keahliannya menguasai teori Sistem dalam pengetahuanmanusia). Sekumpulan pengetahuan dengan berbagai pendekatan inilahyang ia himpun untuk menunjang karir akademiknya yang telah lama iaidam-idamkan untuk membantu membuka kembali pintu ijtihad yangtelah lama terbuka tapi tidak ada yang berani masuk. Baik oleh rekan-rekan seagamanya yang hidup di dunia mayoritas Muslim maupunminoritas Muslim yang hidup di negara-negara mayoritas non-Muslimdi seluruh dunia. Kalau tidak dibuka dengan menggunakan kunci yangtepat, maka pintu tidak akan terbuka atau terbuka tetapi rusak. Baikdalam kondisi pintu tertutup maupun pintu rusak, keduanya akanberakibat kepada nasib umat Islam di seluruh dunia di era globalisasiseperti saat sekarang ini. Begitu kira-kira, kalau saya inginmembahasakan ulang keprihatinan Jasser Auda.

Ilustrasi ‘kunci’ pintu yang saya sebut di atas, dalam istilah filsafatIlmu kontemporer adalah Approaches atau berbagai pendekatan. RichardC. Martin memberi judul bukunya Approaches to Islam in Religious Studies.Jasser Auda menggunakan istilah A Systems Approach dalam bukunya.Dalam bahasa keilmuan Islam tradisional biasa disebut al-Tariqah(Metode) sehingga sangat popular pembedaan antara al-Maddah (Materi)dan al-Tariqah (Metode). Lalu, dikenallah adagium al-Tariqah ahammumin al-Maddah (Metode pembelajaran lebih penting dari pada materipembelajaran). Penekanan pada Approaches memang berbeda daripenekanan pada Methods, karena dalam Approaches diperlukanpersyaratan yang lebih dari pada persyaratan yang biasa berlaku dalamMethod. Dalam Approaches terkandung syarat yang tidak tertulis bahwaseseorang, baik guru, dosen, da’i dan leaders of influence yang lain harusbersedia melakukan penelitian (research) dan studi perbandingan(comparasion) dengan cara melibatkan berbagai dan lintas disiplin ilmu(multi dan transdisciplin) dan pengalaman-pengalaman bidang lain,

Page 189: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 175

termasuk mengenal budaya setempat-lokal dan budaya global-internasional (Urf) untuk mampu melakukan perbaikan, pembaharuandan inovasi, Begitu juga bidang hukum Islam dan bidang-bidang ilmukeislaman yang lain, persyaratan tersebut berlaku sepenuhnya.

Paradigma profetik dalam hukum Islam kontemporer, setidaknya,mencakup 2 (dua) Approaches yang perlu dikuasi sekaligus secaraprofesional, yaitu pertama, Approaches yang berhubungan erat dengandimensi waktu dan kesejarahan (history) dan kedua, Approaches yangberhubungan erat dengan konsep dan pemikiran kefilsafatan (thought).Dalam hal yang terkait dengan dimensi waktu dan kesejarahan, ada 3(tiga) lapis kunci pintu untuk mempelajari dan menganalisis pemikiranhukum Islam tradisional dalam upaya untuk membuka pintu ijtihadkontemporer, yaitu kunci pintu teori hukum era tradisional, kunci pintuteori hukum era modern dan terakhir adalah kunci pintu teori hukumera post modern.16 Dengan menggunakan metode perbandinganpemikiran hukum Islam yang teliti, ketiga kunci pintu pisau bedah analisispemikiran hukum tersebut digunakan oleh Jasser Auda untuk membukahorison dan kemungkinan membangun bangunan epistemologi keilmuanIslam baru di era kontemporer yang lebih bercorak profetis dan pro-etisdalam menghadapi guncangan arus globalisasi. Berbeda dari teoriPostmodernism yang biasa digunakan oleh para pemikir Muslimkontemporer, Jasser Auda lebih menekankan pada aspek pendekatanatau Approaches yang lebih bersifat ‘multi-dimensional” (Multi-dimensional)dan pendekatan yang lebih utuh-menyeluruh (Holistic approach).17

Jika diskusi tentang hukum Islam di dunia Islam pada umumnyaberkisar pada isu Syari’ah, Usul al-Fqh dan Fiqh, maka Jasser Audamengambil jalan lain. Dia tetap menekankan pentingnya ketiga isupenting tersebut, tetapi dia menggeser paradigma pendekatannya lewatpintu masuk Maqasid yang diperbaharui. Tidak hanya teori, metode dan

16 Jasser Auda. 2008. Maqasiid al-Shariah as Philosophy of Islamic Law: A Systems Approach,London dan Washington: The International Institute of Islamic Thought. Hlm.253.

17 Ibid. Hlm. l91.

Page 190: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...176

pendekatan fiqh Tradisonal dan fiqh Modern yang ia cermati dan gunakan,tetapi juga teori, metode dan pendekatan fiqh Postmodern juga iagunakan, dengan dibarengi beberapa catatan kritis sudah barang tentu.Maqasid menjadi pangkal tolak berpikir untuk pengembangan pemikiranhukum Islam yang berparadigma profetik di era kontemporer dan ditengah gelombang besar globalisasi. Bukunya yang berjudul Maqasidal-Syariah as Philosophy of Islamic Law: A Systems Approach merupakanpesan yang jelas-tegas bagaimana ide pembaharuan hukum Islam danepistemologinya perlu dirumuskan kembali dan kemana hendak dituju.Teori Maqasid sebenarnya bukanlah barang baru dalam dunia berpikirhukum Islam. Kulliyyat al-Khams nya al-Syatibi sangatlah popular didunia Usul al-Fiqh dan Fiqh dalam pemikiran hukum Islam. Tapi, JasserAuda mengajukan pertanyaan penting yang ditujukan ke umat Islamyang hidup di era sekarang ini. Jika Kulliyyat al-Khams al-Syatibi itumemang penting dan fungsional di era kontemporer saat ini, mengapadalam dunia kenyataan sehari-hari di negara-negara yang berpendudukmayoritas Muslim justru masih serba kekurangan, tertinggal dari negara-negara lain yang dulunya juga sama-sama kekurangan dan cenderungabai pada sisi moralitas, asas kepatutatan dan etika kemanusiaan.

Laporan tahunan United Nation Development Programme (UNDP)menyebutkan bahwa Human Development Index (HDI) negara-negarayang berpenduduk Muslim masih rendah. Rendah dalam tingkat literasi(Literacy), tingkat pendidikan (Education), partisipasi politik dan ekonomi,pemberdayaan wanita (women empowerment), belum lagi menyebutstandar dan kualitas kehidupan yang layak. Pertanyaan kedua yangdiajukannya adalah mengapa justru di negara-negara berpendudukMuslim yang income per capita nya cukup tinggi, justru tingkat keadilan,pemberdayaan wanita, partisipasi politik, dan kesempatan yang samauntuk semua warganegaranya malah rendah.18 What went wrong? Apa

18 Ibid. Hlm. XXII. Ketika tulisan ini disiapkan, peristiwa penumbangan rejimpemerintah yang berkuasa lebih dari 30 tahun sedang berlangsung. Setelah Tunisia,gerakan rakyat menular ke Mesir dan berhasil pula menumbangkan pemerintahan Husni

Page 191: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 177

yang salah dalam hal ini semua? Bisakah kita mengkritisi kembalibangunan epistemologi keilmuan Islam di bidang hukum Islam ini danbagaimana implikasinya dalam wilayah pendidikan hukum?19 Tugasyang tidak mudah, karena asas dan prinsip dasar Kulliyat al-Kahmstersebut telah mengakar, mendarah dan mendaging, alias membudayadalam pola pikir umat Islam dimana pun mereka berada sehingga sangatsulit untuk dikritisi dan dirumuskan ulang. Pola pikir atau worldviewkeagamaan ini telah menjadi preunderstanding dan bahkan menjadi af-fective history nya umat Islam dimanapun mereka berada, khususnya diwilayah Timur Tengah. Akan sangat sulit sekali merubahnya. Itulahbatu karang budaya yang dihadapi oleh Jasser Auda dan dicoba untukdiurainya kembali asal-usul, perubahan dan perkembangannya lewatpendekatan Systems.

a.a.a.a.a. Pendekatan waktu dan kesejarahan.Pendekatan waktu dan kesejarahan.Pendekatan waktu dan kesejarahan.Pendekatan waktu dan kesejarahan.Pendekatan waktu dan kesejarahan.

Langkah dan pendekatan (approach) pertama yang dilakukan adalahmembuat peta sejarah perkembangan pemikiran hukum Islam denganteliti, mulai dari era Islam Tradisional, Islam Modern sampai IslamPostmodern. Dengan membaca dan meneliti literatur yang melintasi tigajaman tersebut, ditemukan varian-varian pola pemikiran epistemologikeilmuan hukum Islam dan implikasinya dalam membentuk sikap etisyang berbeda-beda untuk masing-masing tahapan sejarah tadi. Pertama,Islamic Traditionalism. Ada 4 varian disini. 1) Scholastic Traditionalism,dengan ciri berpegang teguh pada salah satu madhhab fiqh tradisionalsebagai sumber hukum tertinggi dan hanya membolehkan ijtihad, ketikasudah tidak ada lagi ketentuan hukum pada madhhab yang dianut. 2)

Mubarak. Secara berturut-turut pindah ke Libia, Yaman, Bahrain dan yang masihterus bergejolak adalah Syuriah, dan begitu setrusnya. Sejarah Timur Tengah yang barupaska tumbangnya rejim yang otoriter sedang sedang dicari rumusannya.

19Untuk wilayah pendidikan Islam, dapat diperbandingkan dengan pengamatan dananalisis Ibrahim M. Abu-Rabi’ terhadap praktik pendidkan Islam di dunia Muslim dalamartikelnya, “A Post-September 11 Critical Assesment of Modern Islamic History” dalamIan Markham dan Ibrahim M. Abu Rabi’ (Ed.), 11 September : Raligious Perspectives on theCauses and Consequences, Oxford, Oneworld Publications, 2002, Hlm. 19-52.

Page 192: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...178

Scholastic Neo-Traditionalism, bersikap terbuka terhadap lebih dari satumadhab untuk dijadikan referensi terkait suatu hukum, dan tidakterbatas pada satu madhab saja. Ada beberapa jenis sikap terbuka yangditerapkan, mulai dari sikap terhadap seluruh madhab fiqh dalam Islam,hingga sikap terbuka pada madhab Sunni atau Shia saja. 3) Neo-Literalism,kecenderungan ini berbeda dengan aliran literalism klasik (yaitu mazhabZahiri). Neo-literalism ini terjadi pada Sunni maupun Shia. Perbedaannyadengan literalism lama adalah jika literalism klasik (seperti versi Ibn Hazm) denganneo-Literalism adalah literalism klasik lebih terbuka pada berbagai koleksihadis, sedangkan neo-literalism hanya bergantung pada koleksi hadis dalamsatu mazhab tertentu. Namun demikian, neo-literalism ini seide denganliteralisme klasik dalam hal sama-sama menolak ide untuk memasukkanpurpose atau maqasid sebagai sumber hukum yang sah (legitimate). Contohneo-literalism saat ini adalah aliran Wahabi. 4) Ideology-Oriented Theories. Iniadalah aliran traditionalism yang paling dekat dengan post-modernism dalamhal mengkritik modern ‘rationality’ dan nilai-nilai yang bias ‘euro-centricity’,‘west-centricity’. Salah satu sikap aliran ini adalah penolakan merekaterhadap demokrasi dan sistem demokrasi, karena dinilai bertentangansecara fundamental dengan sistem Islam.20

Kedua, Islamic Modernism. Ciri umum para tokoh corak pemikiranini adalah mengintegrasikan pendidikan Islam dan Barat yang merekaperoleh, untuk diramu menjadi tawaran baru bagi reformasi Islam danpenafsiran kembali (re-interpretation). Ada 5 varian disini. 1) ReformistReinterpretation. Dikenal juga sebagai ‘contextual exegesis school’ atau ataumenggunakan istilah Fazlur Rahman ‘systematic interpretation’. Contoh,Muhammad Abduh, Rashid Rida dan al-Tahir Ibn Ashur telah memberikontribusi berupa mazhab tafsir baru yang koheren dengan sains moderndan rasionalitas. 2) Apologetic Reinterpretation. Perbedaan antara reformistreinterpretations dan apologetic reinterpretations adalah reformist memilikitujuan untuk membuat perubahan nyata dalam implementasi hukumIslam praktis; sedangkan apologetic lebih pada menjustifikasi status quo

20 Untuk lebih detil, lebih lanjut Jasser Auda, Ibid. Hlm. l62-l68.

Page 193: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 179

tertentu, ‘Islamic’ atau ‘non-Islamic’. Biasanya didasarkan pada orientasipolitik tertentu. Contoh seperti Ali Abdul Raziq dan Mahmoed MohammadTaha. 3) Dialogue-Oriented Reinterpretation / Science-Oriented Reinterpretation.Ini merupakan aliran modernis yang menggunakan pendekatan baru untukreinterpretasi. Mereka memperkenalkan ‘a scientific interpretation of theQur’an and Sunnah’. Dalam pendekatan ini, ‘rationality’ didasarkan pada‘science’, sedangkan ayat-ayat al-Qur’an maupun hadis direinterpretasiagar selaras dengan penemuan sains terbaru. 4) Interest-Oriented Theories.A Maslahah-based approach ini berusaha untuk menghindari kelemahansikap apologetic, dengan cara melakukan pembacaan terhadap nass,dengan penekanan pada maslahah yang hendak dicapai. Contoh, sepertiMohammad Abduh dan al-Tahir ibn Ashur yang menaruh perhatiankhusus pada maslahah dan maqasid dalam hukum Islam, sehingga merekamenginginkan reformasi dan revitalisasi terhadap hukum Islam yangterfokus pada metodologi baru yang berbasis maqasid. 5) Usul Revision.Tendensi ini berusaha untuk merevisi Usul al-Fiqh, mengesampingkankeberatan dari neo-tradisionalis maupun fundamentalist lainnya. Bahkanpara tokoh yang tergolong Usul Revisionist menyatakan bahwa ‘tidakada pengembangan signifikan dalam hukum Islam yang dapat terwujud,tanpa mengembangkan Usul a-Fiqh dari hukum Islam itu sendiri.21

Beberapa nama disebut sebagai contoh, antara lain Mohammad Abduh(1849-l905), Mohammad Iqbal (1877-1938), Rashid Rida, al-Tahir ibnAshur, al-Tabtabai, Ayatullah al-Sadir, Mohammad al-Ghazali, Hasanal-Turabi, Fazlur Rahman, Abdullah Draz, Sayyid Qutb, Fathi Osman .Juga Ali Abdul Raziq, Abdulaziz Sachedina, Rashid Ghannouchi,Mohammad Khatami.

Ketiga, Post-modernism. Metode umum yang digunakan tendensiini adalah ‘deconstruction’, dalam style Derrida. Ada ada 6 varian di sini.1) Post Structuralism. Berusaha membebaskan masyarakat dari otoritasnass dan menerapkan teori semiotic ( Teori yang menjelaskan bahwa“Bahasa sesungguhnya tidak menunjuk kepada realitas secara langsung’

21 Untuk lebih detil, lebih lanjut Jasser Auda, Ibid. Hlm. 168-180.

Page 194: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...180

(Language does not refer directly to the reality) terhadap teks al-Qur’anagar dapat memisahkan bentuk implikasi yang tersirat (separate theimplication from the implied). 2) Historicism. Menilai al-Qur’an dan hadissebagai ‘cultural products’ dan menyarankan agar deklarasi hak-hak asasimanusia modern dijadikan sebagai sumber etika dan legislasi hukum.3)Critical –Legal Studies (CLS). Bertujuan untuk mendekonstruksi posisi ‘power’yang selama ini mempengaruhi hukum Islam, seperti powerful suku Arabdan “male elitism’. 4) Post-Colonialism. Mengkritik pendekatan para orientalisklasik terhadap hukum Islam, serta menyerukan pada pendekatan baruyang tidak berdasarkan pada ‘essentialist fallacies’ (prejudices) terhadapkebudayaan Islam. 5) Neo-Rationalism. Menggunakan pendekatan historisterhadap hukum Islam dan mengacu pada madhhab mu’tazilah dalamhal rational reference untuk mendukung pemahaman mereka.

Banyak nama yang disebut. Antara lain Mohammad Arkoun, NasrHamid Abu Zaid, Hasan Hanafi, al-Tahir al-Haddad dan juga EbrahimMoosa dengan buku-buku atau artikel yang disebut dalam babBibliograpi. Juga Ayatullah Shamsuddin, Fathi Osman, Abdul KarimSoroush, Mohammad Shahrur dan yang lain-lain.22

Dengan mencermati seluruh metode dan pendekatan yangdigunakan oleh para pemikir hukum Islam , yang dipetakannya menjadiTradisionalisme, Modernisme dan Postmodernisme, Jasser Audakemudian mengajukan pendekatan Systems untuk membangun kerangkapikir baru untuk pengembangan hukum Islam di era global-kontemporer. Hasil penelitian terhadap ke tiga trend hukum Islam diatasdinyatakan sebagai berikut : Current applications ( or rather, mis-applications)of Islamic Law are reductionist rather than holistic, literal rather than moral,one-dimensional rather than multidimensional, binary rather than multi-valued,deconstructionist rather than reconstructionist, and causal rather than teleological.23

(Penerapan - atau lebih tepat disebut kesalah-penerapan - hukum Islamdi era sekarang adalah karena penerapannya lebih bersifat reduktif (tidak

22 Ibid. Hlm. 180-191.23 Ibid. Hlm. xxvii

Page 195: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 181

utuh) dari pada utuh, lebih menekankan makna literal dari pada moral,lebih terfokus pada satu dimensi saja dari pada multidimensi, nilai-nilai yang dijunjung tinggi lebih bercorak hitam-putih dari pada warna-warni pelangi, bercorak dekonstruktif dari pada rekonstruktif, kausalitasdari pada berorientasi pada tujuan (teleologis). Penggunaan pendekatanSystems yang ia usulkan berupaya keras untuk menghidari danmenghilangkan sedapat mungkin kekurangan-kekurangan yang disebuttadi. Pendekatan Systems yang ia usulkan lebih mengarah padapembentukan paradigma profetik dalam hukum Islam kontemporer.

b.b.b.b.b. Pendekatan Systems dalam Hukum Islam.Pendekatan Systems dalam Hukum Islam.Pendekatan Systems dalam Hukum Islam.Pendekatan Systems dalam Hukum Islam.Pendekatan Systems dalam Hukum Islam.

Apa yang dimaksud dengan pendekatan Systems? Sistem adalahdisiplin baru yang independen, yang melibatkan sejumlah dan berbagaisub-disiplin. Teori Systems dan Analisis Sistematik adalah bagian takterpisahkan dari tata kerja pendekatan Systems. Teori Systems adalah jenislain dari pendekatan filsafat yang bercorak ‘anti-modernism’ (anti modernitas)yang mengkritik modernitas dengan cara yang berbeda dari cara yangbiasa digunakan oleh teori-teori postmodernitas. Konsep-konsep dasar yangbiasa digunakan dalam pendekatan dan analisis Systems antara lain adalahmelihat persoalan secara utuh (Wholeness), selalu terbuka terhadap berbagaikemungkinan perbaikan dan penyempurnaan (Openness), salingketerkaitanantar nilai-nilai (Interrelated-Hierarchy), melibatkan berbagai dimensi(Multidimensionality) dan mengutamakan dan mendahulukan tujuanpokok (Purposefulness). Masih terkait dengan Systems sebagai disiplinbaru adalah apa yang disebut dengan Cognitive science, yakni bahwasetiap konsep keilmuan apapun - keilmuan agama maupun non-agama- selalu melibatkan intervensi atau campur tangan kognisi manusia (Cog-nition). Konsep-konsep seperti klasifikasi atau kategorisasi serta watakkognitif (cognitive nature) dari hukum akan digunakan untukmengembangkan konsep-konsep fundamental dari teori hukum Islam.24

24 Ibid. Hlm. xxvi.

Page 196: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...182

Jasser Auda menggunakan teori, pendekatan dan analisis Systemsuntuk merumuskan kembali dan membangun epistemologi hukum Islamdi era global yang lebih berbobot pro(f)etik setelah dengan cermatmengulas tiga tahapan sejarah panjang pemikiran hukum Islam sepertitelah diuraikan diatas. Ditegaskan lagi bahwa tanpa melibatkan danmenggunakan ide-ide dan pikiran-pikiran yang relevan dari disiplin ilmuyang lain, seperti sosiologi, antropologi, psikologi, komukinasi dan sainspada umumnya, maka penelitian yang terkait dengan teori fundamentalhukum Islam akan tetap ‘terjebak’ dalam batas-batas literatur-literaturtradisional berikut manuskrip-manuskripnya, dan hukum Islam akanterus menerus “tertinggal” (outdated) dalam membangun basis teorinyadan parktik-praktik pelaksanaan hukum di lapangan , dalam kehidupansehari-hari di tengah-tengah masyarakat multikultutal seperti di eraglobal sekarang ini. Oleh karenanya, relevansi dan kebutuhan untukmenggunakan pendekatan multidisiplin, interdisiplin, bahkantransdisiplin untuk merespon isu-isu fundamental dalam hukum Islamdi era kontemporer sangat digarisbawahi oleh Jasser Auda.

Akan disinggung secara singkat 6 fitur epistemologi hukum Islamkontemporer, yang menggunakan pendekatan Systems. 6 fitur inidimaksudkan untuk mengukur dan sekaligus menjawab pertanyaanbagaimana Maqasid al-Syari’ah diperankan secara nyata dalam metodepengambilan hukum dalam berijtihad di era sekarang. Bagaimana kitadapat menggunakan Filsafat Systems Islam (Islamic Systems Philosophy) dalamteori dan praktik yuridis, agar supaya hukum Islam tetap dapatdiperbaharui (renewable) dan hidup (alive)? Bagaimana pendekatan Systemsyang melibatkan cognition, holism, openness, interrelated hierarchy danmultidimensionality dan purposefulness dapat diaplikasikan dandipraktikkan dalam teori hokum Islam dan pendidikan hukum padaumumnya? Bagaimana kita dapat menemukan kekurangan-kekuranganyang melekat pada teori-teori Klasik (Tradisional), Modern dan Post-moderndalam hukum Islam dan berupaya untuk menyempurnakan danmemperbaikinya? Secara intelektual, upaya ini sangat penting karena

Page 197: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 183

keberhasilan dan kegagalannya akan berpengaruh secara langsungterhadap bangunan materi pendidikan dan pengajaran di setiap lapisdan jenjangnya, rumusan teori, metode dan pendekatan yang biasaberlaku dan digunakan dalam pendidikan Islam, dakwah Islam, politik,ekonomi, budaya dan sosial masyarakat Muslim dimanapun merekaberada, baik untuk mayoritas Muslim di dunia bagian Timur maupunminoritas Muslim di Barat

1) 1) 1) 1) 1) Kognisi (Kognisi (Kognisi (Kognisi (Kognisi (Cognitive natureCognitive natureCognitive natureCognitive natureCognitive nature) dari hukum) dari hukum) dari hukum) dari hukum) dari hukumIslam.Islam.Islam.Islam.Islam.

Berdasarkan perspektif teologi Islam, fiqh adalah hasil penalarandan refleksi (ijtihad) manusia terhadap nass (teks kitab suci) sebagaiupaya untuk menangkap makna tersembunyi maupun implikasipraktisnya. Para ahli fiqh maupun kalam (Mutakallimun) bersepakatbahwa Allah tidak boleh disebut sebagai faqih (jurist atau lawyer), karenatidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Oleh karena itu, fiqh merupakanbagian dari kognisi manusia atau a matter of human cognition (idrak) danpemahaman (fahm). Meminjam istilah yang digunakan Ibn Taimiyyah,bahwasanya hukum fiqh selama ini adalah merupakan pemahaman atauhasil bentukan kognisi dari para ahli agama atau fuqaha (fii dzihni al-faqih). Dengan demikian, sangat dimungkinkan memiliki kelemahan dankekurangan. Dalam khazanah filsafat ilmu kontemporer, hal-hal yangterkait dengan isu ini dikenal dengan istilah the fallibility atau the corrigi-bility of knowledge25 ( ilmu pengetahuan apapun, termasuk di dalamnya

25 Dalam pengamatan saya, sudah barang tentu belum tentu benar, karena masihharus dibuktikan dengan penelitian yang mendalam di lapangan bahwasanya matakuliah dan diskusi filsafat ilmu di Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), apalagi dilingkungan di Perguruan Tinggi Umam (PTU) belum pernah bersentuhan dengan ilmu-ilmu agama (Islam). Alasan yang biasa diungkapkan oleh para dosen filsafat ilmu karenamereka tidak mengenal apalagi menguasai ilmu-ilmu keagamaan Islam. Dan begitupula sebaliknya. Para dosen agama di Perguruan Tinggi Agama maupun Umum tidakmengenal dengan baik dan profesional tentang filsafat ilmu, lebih-lebih filsafat ilmuyang dikaitkan dengan diskusi keagamaan. Tentang konsep The corrigibility of knowledege,lihat Milton K. Munitz. 1981. Contemporary Analytic Philosophy, New York: MacMillanPublishing CO. Inc. Hlm. 31-34.

Page 198: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...184

konsepsi dan teori keilmuan keagamaan yang disusun oleh para cerdikpandai (fuqaha; ulama) dapat saja mengalami kesalahan danketidaktepatan). Sebagai konsekwensinya, pemahaman fiqh pada eratertentu, tingkat capaian pendidikan dan tingkat literasi manusia eratertentu serta perkembangan ilmu pengetahuan era tertentu dapatdiperdebatkan dan dapat diubah (qabilun li al-niqasy wa al-taghyir) ke arahyang tepat dan lebih baik, kata Mohammad Arkoun, seperti yang seringsaya kutip dalam berbagai tulisan saya. Gambaran atau fitur cognitivenature of Islamic Law ini penting untuk memvalidasi kebutuhan terhadapsuatu pemahaman yang pluralistik bagi seluruh madhhab fiqh, sekaligusuntuk menghidari truth-claims yang berlebihan dalam beragama.26

Dengan demikian, Fiqh merupakan persepsi dan interpretasiseseorang yang bersifat ‘subjektif’. ‘Subjektif’ disini tidak saja berartihanya terbatas pada ‘individu-individu’, tetapi terlebih-lebih lagi adalah‘kelompok’, ‘golongan’, ‘mazhab’, organisasi sosial keagamaan, untuktidak menyebut seluruh al-firaq al-Islamiyyah (berbagai kelompok yanghidup di lingkungan internal kehidupan umat Islam). Sayangnya, metodeijtihad fiqh dan hasilnya seringkali dipersepsikan oleh umat Muslimsebagai ‘aturan Tuhan’ yang tidak bisa diganggu gugat. Bangunanepistemologi Muslim Tradisional sangat sulit memahami danmembedakan bahwasanya ayat-ayat al-Qur’an adalah wahyu, tetapiinterpretasi ulama atau faqih terhadap ayat-ayat tersebut bukanlahwahyu. Persepsi yang keliru ini seringkali memang dengan sengajadipelihara dan dikukuhkan, demi melestarikan berbagai kepentingansedikit orang, pemimpin atau organisasi yang “kuat” tertentu.27 JasserAuda memberi contoh tentang ijma’ (consensus). Meskipun terdapatperbedaan besar atas berbagai keputusan ijma’, namun sebagai ulamafiqh menyebutnya sebagai dalil qat’i (dalil yang pasti) yang setara dengannass (Dalilun Qat’iyyun ka al-Nass), dalil dibuat oleh pembuat syari’at(dalilun nassabah al-Syari’), dan bahkan penolak ijma’ adalah kafir (jahid

26 Jasser Auda, Op.Cit. Hlm. 46.27 Jasser Auda, Op.Cit. Hlm. l93.

Page 199: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 185

al-ijma’ kafir). Pembaca yang familiar dengan literatur fiqh klasik/tradisional akan mengetahui bahwa ijma’ sering dijadikan klaim untukmenghakimi opini atau pendapat orang lain yang berbeda. Ibn Taimiyyahsebagai contoh, mengkritik buku kumpulan ijma’ (Maratib al-Ijma’) IbnHazm. Dikatakan bahwa klaim perkara-perkara yang sudah diijma’kandalam kitab tersebut tidaklah akurat, sebab persoalannya sendiri masihmenjadi masalah khilafiyyah (perbedaaan pendapat). Seperti persoalanmenolak ijma’ dianggap kafir, persoalan tidak ikutnya perempuan dalamsalat jamaahnya laki-laki, dan penyelenggaraan pembayaran empat dinaremas sebagai jizyah (pajak).28

Berbeda dari pandangan diatas, Jasser Auda berpendapat bahwaIjma’ bukan merupakan sebuah sumber hukum, akan tetapi hanyasebuah mekanisme pertimbangan atau sistem pembuatan kebijakan yangdilakukan oleh banyak pihak. Oleh karena itu, Ijma’ seringdisalahgunakan oleh sebagian ulama untuk memonopoli fatwa demikepentingan sekelompok “elite”. Sampai sekarang, prinsip-prinsip itumasih sangat mungkin dipakai sebagai mekanisme untuk membuatfatwa yang bersifat kolektif, khususnya persoalan yang terkait denganteknologi modern dan dengan cara memanfaatkan telekomunikasi yangsangat cepat. Ijma’ juga dapat dikembangkan dalam bentuk partisipasimasyarakat dalam memutuskan kebijakan pemerintah.29

2).2).2).2).2). Utuh Utuh Utuh Utuh Utuh (((((WholenessWholenessWholenessWholenessWholeness; saling terkait antar; saling terkait antar; saling terkait antar; saling terkait antar; saling terkait antarberbagai komponen atau unit yang ada).berbagai komponen atau unit yang ada).berbagai komponen atau unit yang ada).berbagai komponen atau unit yang ada).berbagai komponen atau unit yang ada).

Salah satu faktor yang mendorong Jasser Auda menganggappenting komponen wholeness dalam pendekatan Systemsnya adalahpengamatannya terhadap adanya kecenderungan beberapa ahli hukumIslam untuk membatasi pendekatan berpikirnya pada pendekatan yangbersifat reduksionistic dan atomistic, yang umum digunakan dalam Usul alFiqh. Para ahli Usul al-Fiqh terdahulu, khususnya al-Razi, telah menyadarihal itu. Hanya saja, kritik al-Razi kepada kecenderungan atomistic ini hanya

28 Jasser Auda, Op. cit.29 Jasser Auda, Op.Cit. Hlm. l93-l94.

Page 200: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...186

didasarkan pada adanya unsur ketidakpastian (uncertainty) sebagai halyang berlawanan secara biner dengan kepastian (certainty) dalampemikiran fiqh, tetapi belum sampai masuk ke persoalan ketidakpastiandalil tunggal yang didasarkan atas parsialitas dan atomisitas yangmelatarbelakangi cara berpikir kausalitas.30 Sedangkan pada era sekarangini, penelitian di bidang ilmu alam dan sosial telah bergeser secara luasdari ‘piecemeal analysis’, classic equations dan logical statements, menujupada penjelasan seluruh fenomena dalam istilah-istilah yang bersifatholistic sistem. Bahkan dalam fenomena fisik yang mendasar, sepertiruang/waktu dan badan (body)/pikiran (mind), tidak dapat dipisahkansecara empiris, menurut ilmu masa kini. Teori Systems berpendapatbahwa setiap hubungan ‘sebab dan akibat’ hanyalah sebagai salah satubagian dari keutuhan gambaran tentang realitas, dimana sejumlahhubungan akan menghasilkan properti baru yang muncul dan kemudianbergabung membentuk keutuhan (whole) yang lebih dari sekedarkumpulan dari bagian-bagian (sum of the parts). Menurut argumenteologi dan ‘rasional’, hujjiyyah (juridical authority) yang termasuk ‘theholistic evidence’ (al-dalil al-kulliy) dinilai sebagai salah satu bagian dariUsul al Fiqh yang menurut para ahli fiqh (jurists), posisinya lebih ungguldibandingkan hukum yang bersifat tunggal dan parsial (single and partialrulings).31 Memasukkan pola dan tata berpikir holistik dan sistematikke dalam dasar-dasar pemahaman hukum Islam (Usul al-Fiqh) akansangat bermanfaat bagi filsafat Islam tentang hukum (Islamic philosophyof law) agar mampu mengembangkan horison berpikir dari yang semulahanya berdasar pada logika bahasa sebab-akibat (‘illah) ke arah horisonberpikir yang lebih holistic, yaitu pola pikir yang mampumempertimbangkan, menjangkau dan mencakup hal-hal lain yang tidakatau belum terpikirkan di luar proses berpikir sebab-akibat.

30 Para ahli Usul Fiqh terdahulu, seperti Fakhr al-Din al-Razi, telah mengingatkan daridulu adanya kesulitan ini. Setidaknya ada 9 sebab yang mendasari al-Razi berpendapatbahwa bukti yang berdasarkan pada bahasa (linguistic evidence/Dalil al Khitab) dari sebuahnass hanyalah bersifat probable (zanni). Lebih lanjut Jasser Auda, ibid. Hlm. l97-8.

31Jasser Auda, Ibid. Hlm. 46-7.

Page 201: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 187

Pendekatan holistic juga bermanfaat untuk Ilmu Kalam agar dapatmengembangkan pola pikir bahasa kausalitasnya (cause and effect) kearah pola pikir yang lebih sistematic, termasuk bukti-bukti tentangkeberadaan Tuhan. Implikasi penggunaan fitur wholeness dalam berpikirkeagamaan Islam adalah seseorang harus memahami nass (al-Qur’anmaupun Hadis) secara lebih utuh, baik yang bersifat juz’i (part) maupunkully (whole) secara bersama-sama. Sebagai contoh memahami hukumpoligami tidak cukup lagi hanya dengan mengutip satu ayat saja (Suratal-Nisa’, 3), melainkan juga harus membandingkan dengan keseluruhanayat al-Qur’an yang lain yang memiliki relevansi dengan hukumpoligami (seperti al-Nisa’, 129).32 Dalam hal ini, seorang dapatmemanfaatkan metode maudlu’i atau biasa disebut dengan tafsir tematikagar mendapatkan pemahaman yang ‘relatif’ lebih utuh dalammemahami ayat-ayat al-Qur’an.33

32 Disebutkan dalam al-Qur’an, surat al-Nisa’, ayat 3 sebagai berikut: “ Dan jikakamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamanakamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tigaatau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekatkepada tidak berbuat aniaya’ Sedang surat al-Nisa’ ayat 129 sebagai berikut: “Dan kamusekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangatingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamucintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakanperbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah MahaPengampun lagi Maha Penyayang”. Terjemahan al-Qur’an diambil dari Al-Qur’an danTerjemahannya, Departemen Agama Republik Indonesia, cetak hitam dari penulis.

33 Ketika menulis draft tulisan pada bagian ini, saya lalu teringat ketika diberi amanatmengetuai Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam, PP Muhammadiyah, antaratahun 1995-2000. Ketika itu, saya mengusulkan perlunya penulisan tafsir tematik al-Qur’an, dengan beberapa tema. Atas usulan anggota Majlis, yang pertama diprioritaskansaat itu adalah tafsir tematik yang membahas Hubungan Sosial Antarumat Beragama.Kemudian ditulislah secara kolektif (melibatkan beberapa penulis), dan saya sendiritidak ikut menulis tetapi ikut member masukan disana sini. Dengan persetujuan PimpinanPusat terbitlah tafsir tersebut dengan judul Tafsir Tematik al-Qur’an tentang Hubungan SosialAntarumat Beragama, Yogyakarta, Pusataka SM, 2000. Kabarnya, buku tafsir tersebuttidak dicetak lagi, karena adanya keberatan dari sebagian anggota persyarikatan denganalasan prosedur birokrasi keorganisasian.

Page 202: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...188

Para modernis Muslim akhir-akhir ini mengintrodusir aplikasi yangsignifikan tentang prinsip holistik ini. Tafsir Hasan Turabi, misalnya,yang berjudul Tafsir al-Tauhidy jelas-jelas memperlihatkan pendekatanholisme. Turabi menguraikan bahwa pendekatan kesatuan (tauhidy) atauholistic (kully) memerlukan sejumlah metodologi pada level yangberbeda-beda dan beragam. Pada level bahasa membutuhkan hubungandengan bahasa al-Qur’an ketika bahasa penerima pesan-pesan al-Qur’anpada waktu wahyu diturunkan. Pada level pengetahuan manusiamembutuhkan sebuah pendekatan holistic untuk memahami dunia yangterlihat dan yang tidak terlihat dengan seluruh jumlah komponen yangbanyak. Pada level topik membutuhkan hubungan dengan tema-tematanpa memperhatikan tananan dan urut-urutan wahyu, selain untukmenerapkan pada kehidupan sehari-hari. Dalam bahasan ini termasukmembicarakan orang-orang yang tanpa memperhatikan ruang danwaktu. Ini juga membutuhkan kesatuan hukum dengan moralitas danspititualitas dalam satu pendekatan yang holistitik.

3).3).3).3).3). Openness (Self-Renewal).Openness (Self-Renewal).Openness (Self-Renewal).Openness (Self-Renewal).Openness (Self-Renewal).

Teori Systems membedakan antara sistem ‘terbuka’ dan sistem‘tertutup’. Sistem yang hidup adalah sistem yang terbuka. Ini berlakuuntuk organisme yang hidup, juga berlaku pada sistem apapun yangingin survive (bertahan hidup). Sistem dalam hukum Islam adalah sistemyang terbuka (open system). Seluruh mazhab dan mayoritas ahli fiqhselama berabad-abad telah setuju bahwa ijtihad itu sangat penting bagihukum Islam, karena nass itu sifatnya terbatas, sedangkan peristiwa-peristiwa itu tidak terbatas ( al-Nusus mutanahiyah wa al-waqai’ ghairumutanahiyah; specific scripts are limited and events are unlimited). Akhirnya,metodologi Usul al-Fiqh mengembangkan mekanisme tertentu untukmenghadapi kasus-kasus baru yang ditemui ketika berinteraksi denganlingkungan. Mekanisme Qiyas, Maslahah dan mengakomodasi tradisi(i’tibar al-urf) adalah beberapa contohnya. Mekanisme-mekanisme sepertiitu perlu lebih dikembangkan lagi dalam rangka memberi ruangfleksibilitas atau ruang gerak yang lebih elastis bagi hukum Islam atau

Page 203: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 189

fiqh agar dapat menghadapi lingkungan pada masa kini yang terusberubah secara cepat. Masalah yang dihadapi minoritas Muslim diBarat adalah sangat berbeda dari masalah yang dihadapi mayoritasMuslim di negara-negara berpenduduk Muslim mayoritas di Timur,misalnya. Oleh karenanya mekanisme dan tingkat keterbukaan inimerupakan fitur penting dan berguna untuk mengembangkan danmenganalisis secara kritis terhadap bangunan sistem berpikir Usul al-Fiqh maupun sub-sub sistem yang berada dibawahnya.

Mekanisme Openness dan Self-renewal dalam hukum Islam sangattergantung kepada dua hal, yaitu perubahan pandangan keagamaan paraahli hukum agama atau budaya berpikir mereka (cognitive culture) danketerbukaan filosofis (Philosophical openness). Pertama, Cognitive culture.Cognitive culture adalah kerangka berpikir serta pemahaman manusiaatas realitas. Dengan kerangka pikir tersebut manusia melihat danberhubungan dengan dunia luar. Sebenarnya, istilah al-urf dalam teorihukum Islam, terkait erat dengan urusan bagaimana ‘hubungan dengandunia luar’. Maksud yang terkandung di belakang perlunyamempertimbangan urf dalam hukum Islam adalah sebagai cara untukmengakomodasi atau menerima lingkungan dan adat istiadat masyarakatyang berbeda dari masyarakat dan adat istiadat Arab. Sayangnya,implikasi praktis dari teori urf ini sangat terbatas dalam pemikiran fiqhIslam. Banyak ahli hukum Islam yang tetap mengaitkannya hanya denganadat istiadat Arab pada dua abad pertama atau ketiga sejarah Islam danbahkan masih pada batas-batas wilayah politik, geograpi, makanan,sumber-sumber ekonomi, sistem sosial, dan pandangan dunia merekasaat itu.34

Pandangan hidup keagamaan Islam era kontemporer pastinyaberbeda dari pandangan hidup keagamaan era abad-abad terdahulu.Ahli hukum agama era sekarang harus mempunyai kompetensi yangmemadai dan dapat dipertanggungajwabkan secara sosial dan keilmuan.Salah satu yang perlu dimilikinya sekarang adalah mempunyai

34 Jasser Auda, Ibid. Hlm. 202.

Page 204: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...190

pandangan keilmuan yang luas, karena metode penelitian (scientificinvestigation) adalah bagian dari worldview seseorang atau kelompok erasekarang. Seorang ahli hukum yang tidak memiliki ‘competent worldview’pastinya tidak berkompeten pula untuk membuat, merumuskan apalagimengeluarkan putusan-putusan keagamaan atau fatwa-fatwa fiqh yangtepat. Dengan tegas, untuk meningkatkan kualitas kompetensi para ahlihukum Islam di era global sekarang, Jasser Auda mengusulkandimasukkan dan dikuasainya ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial.Interaksi antara ilmu-ilmu hukum Islam dan ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu kealaman adalah merupakan suatu keharusan yang tidak bisaditawar-tawar pada era sekarang. Semacam ini pulalah yang diusulkanoleh Abdullah Saeed ketika ia mengajukan istilah fresh ijtihad ketika umatIslam menghadapi isu-isu kontemporer. Putusan-putusan dan fatwa-fatwa keagamaan tentang tanda-tanda kematian, waktu kehamilan, masapubertas, penentuan awal bulan ramadlan (hisab dan ru’yah wujud al-hilal),apalagi persoalan-persoalan sosial yang berat seperti pluralitas etnis,ras, kulit dan agama, multikulturalitas, hak asasi manusia, perlindungananak dan wanita, kepemimpinan wanita di ruang publik, hubunganbertetangga yang baik dengan non-muslim dan begitu seterusnya tidakbisa dikeluarkan dengan begitu saja tanpa didahului dengan penelitianyang mendalam berpatokan dan berlandaskan pada metodologi yangtepat sesuai kesepakatan komunitas ilmuan ilmu-ilmu alam dan atauilmu-ilmu sosial.35

35 Jasser Auda, Ibid. Hlm. 204-206. Tiba-tiba sekarang saya merasa mendapat dukunganmoral dan basis landasan epistemologi keilmuan yang lebih kokoh, dibandingkan ketikasaya menulis hal-hal seperti ini pada tahun l997/l998. Periksa tulisan saya ketika mengambilprogram posdoktoral di McGill, berjudul “Preliminary Remarks on the Philosophy ofIslamic Religious Science”, Al-Jami’ah, No. 61, TH., 1998, h. 1-26. Tulisan ini saya susunkhusus untuk mengantisipasi dan mempersiapkan konsep kerangka dasar keilmuan jikamemang akan terjadi transformasi kelembagaan dan keilmuan dari IAIN ke UIN. Saat itu,IAIN Yogyakarta dan Jakarta memang sedang diminta BAPENAS untuk menyusun proposalke Islamic Development Bank (IDB). Tulisan ini kemudian diterjemahkan ke Indonesiadengan judul “Pendekatan dalam Kajian Islam: Normatif atau Historis (MembangunKerangka Dasar Filsafat Ilmi-ilmu Keislaman)”. Lihat M. Amin Abdullah, Islamic Studies diPerguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-Interkonektif, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006, h. 26-67.

Page 205: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 191

Kedua, Self-renewal lewat keterbukaan filosofis. Secara historis, tidakbisa dibantah bahwa mayoritas para sarjana Islam, khususnya yangterdidik lewat madhhab tradisional hukum Islam, menolak upayaapapun yang ingin menggunakan filsafat untuk mengembangkan hukumIslam atau keilmuan Islam pada umumnya. Banyak fatwa dikeluarkanmelarang mempelajari dan mengajarkan filsafat pada dunia pendidikanIslam karena menurut mereka filsafat didasarkan pada sistem metapisikayang tidak Islami. Tuduhan murtad (apostasy) beredar dimana-mana.Fatwa-fatwa seperti itu keluar dari para ahli hukum Islam terkenal sepertiIbn Aqil (w. 1119 M), al-Nawawi (w. 1277 M), al-Sayuti (w. 1505 M), al-Qushairi (w. 1127 M), al-Sharbini (w. 1579 M) dan ibn Salah (w. l246 M).Tapi al-Ghazali (w. 1111 M), begitu juga al-Amidi (w. 1236 M) dan al-Subki (w. 1374 M) mempunyai pendapat yang sedikit berbeda disini. Diamembedakan antara apa-apa yang dapat dipinjam dari non-Muslim (saatitu adalah tradisi keilmuan Yunani/Aristotle ), yaitu hal-hal yang terkaitdengan bidang metodologi “abstract tools” dan apa yang tidak dapatdipinjam dari non-Muslim.36 Jasser Auda menambahkan bahwa caraberpikir seperti itu mirip-mirip dengan fatwa kontemporer yangdikeluarkan oleh Neo-Literalist yang membolehkan mengambil ataumeniru ilmu pengetahuan dari Barat yang terkait dengan “teknologi”,tetapi tidak boleh mengambil apalagi meniru ilmu-ilmu dari Barat yangterkait dengan humanities dan ilmu-ilmu sosial.37

Jasser Auda menyayangkan mengapa para ahli teori hukum Islamtidak mengambil manfaat dari sumbangan yang genuine yang diberikanpara filosof Muslim kepada filsafat Yunani, khususnya, logika sebagaiilmu pengetahuan. Sebagai contoh, Ibn Sina (w. 1037 M) menyumbangkankonsep pemikiran yang orisinal terhadap logika dengan caramerekonstruksi kembali teori Aristotle tentang Silogisme setelahmembedakan kasus-kasus yang melibatkan dimensi waktu yang berbeda

36 Jasser Auda, Ibid. Hlm. 209. Bandingkan dengan footnote nomer 4 di atas.37 Jasser Auda, Op. cit., Bandingkan dengan pendapat Ibrahim M. Abu-Rabi’, pada

footnote di atas.

Page 206: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...192

(time dependent). Sumbangan penambahan dimensi waktu terhadapstandar derivasi silogistik Aristotle sangat dirasakan manfaatnya, dansangat potensial untuk dimasukkan juga ke dalam struktur logikahukum Islam. Sumbangan orisinal lain yang diberikan oleh filosof Mus-lim tetapi tidak dimanfaatkan oleh para ahli hukum Islam adalah teorisilogistik al-Farabi (w. 950 M) tentang argumentasi induktif. Cara berpikirinduktif ini juga sangat penting untuk dimasukkan ke dalam cara berpikirhukum Islam. Sama halnya, kritik Ibn Hazm dan Ibn Taimiyyahterhadap logika Aristotle membuka babakan baru berkembangnyalogika induktif J. S. Mill, namun sekali lagi hukum Islam tidak dapatmengambil manfaat dan tidak menggunakannya dalam bangunan dasarcara berpikirnya. Juga sumbangan Ibn Rusdh. Metode Ibn Rusdh dalammemadukan akal dan wahyu, keterbukaan kepada orang dan kelompoklain (the Other), penolakannya terhadap siapapun yang terburu-burumenuduh menyimpang atau murtad (heresy), dan ajakannya untukmenggunakan filsafat untuk memperbaharui dan membangun caraberpikir, semuanya mempunyai pengaruh yang besar terhadap gerakanpembaharuan dan modernism Islam pada abad yang lalu. Sayangnya,kata Jasser Auda, Ibn Rusdh sendiri tidak begitu mendiskusikan hubunganantara pandangan-pandangannya dalam filsafat dan pandangannya dalamhukum Islam. Di atas segalanya, agar hukum Islam dapat memperbaharuidirinya sendiri, adalah sangat perlu untuk mengadop sikap keterbukaanIbn Rusdh terhadap semua penelitian filsafat (Philosophical investigation)dan memperluas jangkauan radius keterbukaaan ini ke wilayah teori-teori fundamantal hukum Islam atau Usul itu sendiri.38

4).4).4).4).4). Interrelated HierarchyInterrelated HierarchyInterrelated HierarchyInterrelated HierarchyInterrelated Hierarchy.....

Menurut ilmu Kognisi (Cognitive science), ada 2 alternasi teori penjelasantentang kategorisasi yang dilakukan oleh manusia, yaitu ‘feature-basedcategorisations’ dan ‘concept-based categorisations’. Jasser Auda lebihmemilih kategorisasi yang berdasarkan konsep untuk diterapkan pada

38 Jasser Auda, Ibid. Hlm. 210-11.

Page 207: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 193

Usul-al Fiqh. Kelebihan ‘concept-based categorisations’ adalah tergolong metodeyang integrative dan sistematik. Selain itu, yang dimaksud ‘concept’ disini tidak sekedar fitur benar atau salah, melainkan suatu kelompokyang memuat criteria multi-dimensi, yang dapat mengkreasikansejumlah kategori secara simultan untuk sejumlah entitas-entitas yangsama.39

Salah satu implikasi dari fitur interrelated –hierarchy ini adalah baikdaruriyyat, hajiyyat maupun tahsiniyyat, dinilai sama pentingnya. Lain halnyadengan klasifikasi al-Syatibi (yang menganut feature-based categorizations),sehingga hirarkhinya berifat kaku. Konsekwensinya, hajiyyat dan tahsiniyyatselalu tunduk kepada daruriyyat. Contoh penerapan fitur Interrelated –hierarchy adalah baik salat (daruriyyat), olah raga (hajiyyat) maupunrekreasi (tahsiniyyat) adalah sama-sama dinilai penting untuk dilakukan.

5).5).5).5).5). Multi-dimensionality.Multi-dimensionality.Multi-dimensionality.Multi-dimensionality.Multi-dimensionality.

Dalam terminologi teori Systems, dimensionalitas memiliki dua sisi,yaitu ‘rank’ dan ‘level’. ‘Rank’ menunjuk pada sejumlah dimensi yangterkait dengan ‘ruang’, sedang ‘Level’ menunjuk pada sejumlahkemungkinan tingkatan atau ‘intensitas’ dalam satu dimensi. Caraberpikir pada umumnya dan berpikir keagamaan khususnya, seringkalidijumpai bahwa fenomena dan ide diungkapkan dengan istilah yangbersifat dikhotomis, bahkan berlawanan (opposite), seperti agama/ilmu,fisik/metafisika, mind/matter, empiris/rasional, deduktif/induktif,realis/nominalis, universal/particular, kolektif/individual, teleologis/deontologis, objektif/subjektif, dan begitu seterusnya. Berpikirdikotomis seperti itu sebenarnya hanya merepresentasikan satu tingkataras berpikir saja (one-rank thinking), karena hanya memperhatikan padasatu faktor saja. Padahal pada masing-masing pasangan diatas, dapatdilihat saling melengkapi (complementary). Contoh, agama dan ilmudalam penglihatan awam bisa jadi terlihat kontradiksi, dan adakecenderungan meletakkan agama atau wahyu ilahi sebagai lebih sentral

39 Jasser Auda, Ibid. Hlm. 48-49.

Page 208: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...194

atau lebih penting, akan tetapi jika dilihat dari dimensi lain, keduanyadapat saling melengkapi dalam upaya manusia untuk mencapaikebahagiaan atau jika dilhat dari upaya manusia untuk menjelaskan asalmula kehidupan, dan begitu seterusnya. Begitu juga mind dan matterdapat dilihat sebagai dua hal yang berlawanan dalam hubungannyadengan data-data sensual, tetapi keduanya dapat dilihat salingmelengkapi jika dilihat dari sudut pandang teori-teori kognisi atau ilmutentang kerja otak dan intelegensi buatan (artificial intelligence). Dari uraianini, tampak bahwa cara berpikir manusia seringkali terjebak pada pilhan-pilihan palsu yang bersifat biner, seperti pasti/tidak pasti, menang/kalah, hitam/putih, tinggi/rendah, baik/buruk dan begitu seterusnya.40

Analisis Sistematik memperlihatkan bahwa pola pikir madhhabtradisional hukum Islam seringkali terjebak pada pola berpikir satu dimensiberpikir (one-dimensional) dan oposisi biner. Metode one-dimensional hanyaterfokus pada satu faktor yang terdapat dalam satu kasus. Oleh karenaitu, sebagian besar fatwa-fatwa yang dikeluarkan hanya berdasarkansatu dalil saja. Sering diistilahkan dengan dalil al-mas’alah (the evidence ofcase), meskipun sebenarnya selalu terbuka variasi dalil yang bermacam-macam (adillah) yang dapat diterapkan pada kasus yang sama danmenghasilkan keputusan hukum yang berbeda. Hal yang sangat pentinguntuk dipahami dalam kaitan ini adalah bagaimana mendudukkan nass.Dalam pengetahuan ulama tradisional, sesuai dengan pemahaman yangterdapat dalam kitab klasik (kitab kuning), konsep dalil nass dibagi menjadidua: Qat’i (sudah pasti) dan Zanni (belum pasti). Kemudian Nass Qat’iini, oleh ulama tradisional dibagi menjadi tiga, yaitu Qat’iyyat al-Dilalah(arti kebahasaannya pasti), Qat’iyyat al-Tsubut (Keotentikan sejarahnya/kesahihannya pasti) dan al-Qat’i al-Mantiqi (logikanya pasti).41 Sebenarnyakonsep Qat’i ini yang merumuskan adalah ulama tradisional berdasarkandugaaan mereka, yang kemudian dinyatakan sebagai ‘kebenaran pasti’.Menurut Jasser Auda, saat sekarang ini, untuk mengukur dan

40 Jasser Auda, Ibid. Hlm. 5041 Jasser Auda, Ibid. Hlm. 214

Page 209: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 195

memvalidasi “kebenaran” hendaknya diukur dengan ukuran apakahditemukan bukti pendukung atau tidak? Semakin banyak buktipendukung, maka semakin kuatlah tingkat ‘kebenaran pastinya’ (theprinciple of evidentalism). Sedang Khaled Abou al-Fadl memperkuat basisasumsi dasar untuk memvalidasi kesahihan pemikiran dan tindakankeagamaan di tengah perubahan sosial yang dahsyat di era globalisasiyaitu adanya asumsi dasar selain berbasis iman, tetapi juga berbasisnilai, metode dan juga berbasis akal.42

Menurutnya, kontradiksi yang sepertinya ada hanyalah ada padasegi bahasa, bukan pada segi logika yang selalu dikaitkan dengan waktusaat teks dirumuskan. Jika cara pandang ini dipakai, maka yang menjadiacuan adalah apakah ‘secara substansi’ terdapat pertentangan atau tidakdalam teks-teks tersebut? Oleh karenanya, sangat pentingmempertimbangkan dan melibatkan aspek historis-sosiologis dan ekonomisdalam menyikapi permasalahan ta’arud al-adillah, dan lebih-lebihpersoalan sosial-ekonomi dalam hubungannya dengan agama, yang jauhlebih kompleks. Menurut Jasser, untuk mengatasi problematika ini, paraulama fiqh kontemporer seharusnya menggunakan kerangka pikirMaqasid, yaitu mengambil skala prioritas pada teks dengan mempertimbangkankondisi sosial yang ada dan tidak sekedar menganggap satu teksbertentangan dengan teks yang lain, kemudian dihapus, ditunda ataudiberhentikan (mauquf). Sebab, bagaimana mungkin firman-firman Al-lah yang diturunkan oleh Allah sendiri saling bertentangan?Membenarkan permasalah ta’arud, justru akan merendahkan danmenuduh bahwa firman Allah tidak sempurna.43 Konsep naskh dan tarjih

42 Khaled Abou el-Fadl. 2001. Speaking in God’s Name: Islamic Law, Authority, andWomen, Oxford, Oneworld.

43Jasser Auda, Ibid. Hlm. 216. Persoalan yang sama juga dihadapi oleh AbdullahiAhmed an-Na’im ketika membahas problematika al-nasikh dan al-mansukh, antara ayat-ayat yang diturunkan di Madinah (Madaniyyah) dan ayat-ayat yang diturunkan di Makkah(Makkiyyah). Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa ayat-ayat yang turunbelakangan (Madaniyyah) menghapus ayat-ayat yang turun duluan (Makkiyyah). An-Naimtidak sependapat dengan cara berpikir seperti itu. Dia memilih menggunakan istilah‘menunda’, dan bukannya ‘menghapus’. Baik istilah ‘menunda’ dan lebih-lebih

Page 210: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...196

hanyalah menambah beban ketidak-fleksibelan atau kekakuan dalamhukum Islam. Refleksi mendalam tentang kedua pasang ayat atauperiwayatan yang dianggap bertentangan menunjukkan bahwasanyaketidaksepakatan dalam pemahaman dapat saja disebabkan karenaperbedaan di seputar lingkungan atau keadaan yang mengitariperiwayatan tersebut, seperti situasi perang dan damai, kemiskinandan kemakmuran, kehidupan desa dan kota, musim panas dan musimdingin, sakit dan sehat, tua dan muda dan seterusnya. Oleh karenanya,perintah atau anjuran al-Qur’an atau tindakan dan keputusan nabi,sebagaimana diceriterakan oleh para pengamat dan pemerhatinya, dapatdiduga sangat mungkin dapat berbeda-beda antara yang satu danlainnya.Ketidakmampuan para ahli hukum melakukan kontekstualisasipasti akan berdampak langsung pada pembatasan fleksibilitas (lack ofcontextualisation limits flexibility). Sebagai contoh, menghapus atau tidakmempedulikan bukti-bukti yang biasa ada dalam konteks kehidupan yangdamai, demi untuk mendahulukan atau memprioritaskan bukti-bukti yangada dalam situasi perang, dibarengi dengan penggunaaan metode lit-eral, secara otomatis akan membatasi kemampuan para ahli hukum untukmenanggapi kedua konteks tersebut secara proporsional. Jika caraberpikir ini digabungkan pula dengan metode berpikir yang memisahkansegala sesuatu secara biner secara ketat pula, maka hasil yang diperolehadalah kesimpulan bahwa kebijakan dan aturan khusus yangsesungguhnya dimaksudkan hanya berlaku pada situasi dan kondisitertentu saja akan dibuat menjadi universal dan berlaku selamanya.44

‘menghapus’ memang sangat problematik bagi Jasser Auda. Lebih lanjut AbdullahiAhmed an-Na’im. 1996. Toward an Islamic Reformation: Civil Liberties, Human Rights, andInternational Law, New York: Syracuse University Press.

44 Jasser Auda, Ibid. Hlm. 222. Uraian Jasser Auda ini mengingat kembali bagaimanaFazlur Rahman mengusulkan metode tafsir al-Qur’an dengan menggunakan pendekatandouble movement (pendekatan bolak-balik) antara sisi Ideal-moral al-Qur’an - yang berdimensiuniversal - dan sisi legal-specific - yang dipraktikkan oleh umat Islam pada era atau periodewaktu tertentu - supaya para pembaca nass-nass al-Qur’an tidak mudah terjatuh padahanya satu sisi legal-specific, yang bersifat partial dan atomistik, dan kehilangan horisonberpikir yang bermuatan ideal-moral, yang berlaku secara universal. Lebih lanjut Fazlur

Page 211: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 197

Jasser Auda mengajak para pembacanya untuk secara sungguh-sungguh mulai mempertimbangkan dan menggunakan pendekatan kritisdan multi-dimensi terhadap teori hukum Islam di era kontemporer,agar supaya terhindar dari pandangan yang bercorak reduksionistikserta pemikiran klasifikatoris secara biner. Hanya dengan cara sepertiitu, para pembaca dan pemerhati hukum Islam akan sadar bahwahukum Islam sesungguhnya melibatkan banyak dimensi, antara lainsumber-sumber (sources), asal-usul kebahasaan (linguistic derivations),metode berpikir, aliran-aliran atau madhhab-madhhab berpikir, harusditambah pula dimensi budaya dan sejarah, atau ruang dan waktu.Jika segmen-segmen tadi yang tidak terhubung dan ‘terdekonstruksi’,maka ia tidak akan dapat membentuk gambaran realitas hukum Islamyang utuh, kecuali jika kita mampu menjelaskannya kembali lewatskema keterhubungan yang sistemik dan keterhubungan secarastruktural antar berbagai segmen tersebut. Jasser berkeyakinan bahwapendekatan yang kritis, multi-dimensi, berpikir berbasiskan sistem sertaberorientasi kepada tujuan akan mampu memberi jawaban kerangkaberipikir yang memadai untuk keperluan analisis serta pengembanganteori hukum Islam, melebihi yang ditawarkan oleh kalanganpostmodernis yang dilihatnya masih sedikit berbau oposisi biner,reduksionis dan uni-dimensional.45

6).6).6).6).6). PurposefulnesPurposefulnesPurposefulnesPurposefulnesPurposefulness/s/s/s/s/Maqasid-based approachMaqasid-based approachMaqasid-based approachMaqasid-based approachMaqasid-based approach(((((Selalu mengacu kepada Tujuan)Selalu mengacu kepada Tujuan)Selalu mengacu kepada Tujuan)Selalu mengacu kepada Tujuan)Selalu mengacu kepada Tujuan).

Kelima fitur yang dijelaskan di depan, yaitu kognisi (Cognitivenature), utuh (Wholeness, ), keterbukaan (Openness), hubungan hirarkis yangsaling terkait (Interrelated Hierarchy), mulidimensi (Multidimensionality), dandiakhiri dengan Purposefulness sangatlah saling berkaitkelindan, salingberhubungan satu dan lainnya. Masing-masing fitur berhubungan eratdengan yang lain. Tidak ada satu fitur yang berdiri sendiri, terlepas

Rahman, 1982. Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition, Chicago,The University of Chicago Press. Hlm. 5-7.

45 Jasser Auda, ibid. Hlm. 226-7.

Page 212: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...198

dari yang lain. Kalau saling terlepas, maka bukan pendekatan Systemsnamanya. Namun demikian, benang merah dan common linknya adapada Purposefulness/Maqasid. Teori Maqasid menjadi projek kontemporeruntuk mengembangkan dan mereformasi hukum Islam, termasuk upayauntuk mengonsep paradigma profetik dalam hukum Islam kontemporer.Teori Maqasid dan paradigm profetik kontemporer bertemu dengan standarbasis metodologi yang penting, yaitu asas rasionalitas (Rationality), asasmanfaat (Utility) asas keadilan (Justice) dan asas moralitas (Morality). Diharapkanupaya ini akan memberi kontribusi untuk pengembangan teori Usul al-Fiqh dan dapat pula menunjukkan beberapa kekurangannya(inadequacies)nya.46

Ada pertanyaan yang perlu diajukan. Mengapa prinsip Maqasidtidak begitu popular di lingkungan Usul al-Fiqh dan hukum Islam padaumumnya? Menurut Jasser Auda mungkin Usul al-Fiqh tradisional,sesuai dengan era perkembangan awalnya, masih dipengaruhi oleh polapikir prinsip kausalitas ‘ala filsafat Yunani. Implikasi dari ekspresi atauistilah yang digunakan teks/nass tidak memasukkan a purpose implication(dilalah al-Maqsid). Ekspresi yang jelas (Imam Hanafi menyebutnya ‘ibarah;Imam Shafi’i menyebutnya sarih), yaitu jenis pembacaan langsungterhadap nass diberikan prioritas melebihi bentuk-bentuk ekspresilainnya. Pembacaan seperti ini meniscayakan bentuk pemahaman yangliteral (literal meaning) dalam bentuk muhkam, nass dan zahir. Sedangkanekspresi maqsid (purpose), menurut mereka, hanya mungkin diperolehpada salah satu dari kategori “non clear”, dengan menggunakan istilah-istilah seperti iqtidha’. isyarah atau mufassar ataupun ilma’. Tipe-tipe termseperti ini, masih menurut mereka, kurang otoritasnya (lack of yuridicalauthority), karena bersifat uncertainty (zanniyyah).47

Kurangnya implication of purpose (Dilalah al-Maqasid) merupakankekurangan yang sudah umum terjadi dalam kaitannya dengan legaltext, bahkan dalam school of philosophy of law kontemporer sekalipun.

46 Jasser Auda, Ibid. Hlm. 22847 Jasser Auda, Op.cit.

Page 213: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 199

The German School, khususnya Jhering dan French school, khususnya Genymenyerukan ‘purposefulness’ yang lebih besar di dalam hukum. Keduakelompok ini menyerukan perlunya ‘reconstruction’ dalam hukum yangberbasis pada ‘interest’ dan ‘the purpose of justice’. Jhering menyerukanpergantian dari ‘mechanical law of causality’ ke ‘law of purpose’. Diamenegaskan sebagai berikut: Dalam ‘cause’ (sebab), objek yang menjadiakibatnya bersifat pasif. Sedangkan dalam ‘purpose’ (tujuan), sesuatu yangdigerakkan bersifat self-active. Pada tataran perbuatan, cause mengacu padamasa lampau, sedangkan purpose mengacu pada masa depan. Duniaeksternal, ketika dipertanyakan alasan dari suatu proses, makapertanyaan itu merujuk kembali ke belakang (masa lampau), selagikeinginan (will) mengarahkannya ke (masa) depan… Perbuatan danperbuatan dengan tujuannya adalah sinonim (acting and acting with apurpose are synonymous). Perbuatan tanpa tujuan adalah sesuatu yangsama mustahilnya dengan akibat tanpa adanya sebab.48

Lebih jauh lagi, Geny menyerukan suatu metode yang memberikansignikansi yang lebih terhadap “tujuan perundang-undangan’ (legislativeintent) yang diderivasi dari teks, kemudian memandu keputusan seorangpenafsir (dictates the interpreter’s decision). Namun, seruan-seruan ini tidakterwujud menjadi sebuah perubahan besar dalam metodologi umumhukum positif saat ini. Jadi, peningkatan ‘purposefulness’ merupakankomponen yang dibutuhkan oleh filsafat hukum secara general. Sedangkandalam sistem hukum Islam, the implication of the purpose (Dilalah al-maqsid)merupakan ekspresi baru yang akhir-akhir ini mengemuka di kalanganmodernis Islam, dalam rangka memodernisasi Usul al-Fiqh. Selama ini,secara umum, dilalah al-maqsid memang belum dinilai sebagai dilalah qat’i(certain) untuk dijadikan sebagai suatu hujjah hukum (yuridical authority).Hingga sekarang, secara teoritis, purposefulness masih dilarang untukmemainkan peranan penting dalam upaya penggalian hukum dari nass.

Berdasar landasan berpikir tersebut, Jasser Auda berkeyakinanbahwa tujuan dari hukum Islam (Maqasid al-Shariah al-Islamiyyah)

48 Jasser Auda, Ibid. Hlm. 229.

Page 214: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...200

menjadi prinsip fundamental yang sangat pokok dan sekaligus menjadimetodologi dalam analisis yang berlandaskan pada Systems. Lagi pula,karena efektifitas dari sebuah sistem diukur berdasar pada terpenuhinyatujuan yang hendak dicapai, efektifitas dari sistem hukum Islam jugadiukur berdasarkan terpenuhinya tujuan-tujuan pokoknya (Maqasid).49

Beberapa contoh pengambilan Maqasid dalam metode hukum Islamdapat dijelaskan sebagai berikut:1) Istihsan (Yuridical Preference) berdasarkan Maqasid. Selama ini, Istihsan

dipahami sebagai upaya untuk memperbaiki metode qiyas. MenurtJasser Auda, sebenarnya permasalahannya bukan terletak pada ‘illat(sebab), melainkan pada Maqasidnya. Oleh sebab itu, Istihsan hanyadimaksudkan untuk mengabaikan implikasi qiyas denganmenerapkan maqasidnya secara langsung. Sebagai contoh: AbuHanifah mengampuni (tidak menghukum) perampok, setelah iaterbukti berubah dan bertaubat berdasarkan Istihsan, meskipun ‘illatuntuk menghukumnya ada. Alasan Abu hanifah, karena tujuan darihukum adalah mencegah seorang dari kejahatan. Kalau sudahberhenti dari kejahatan mengapa harus dihukum? Contoh inimenunjukkan dengan jelas, bahwa pada dasarnya istihsan diterapkandengan memahami dulu Maqasid dalam penalaran hukumnya. Bagipihak yang tidak mau mengggunakan Istihsan, dapat mewujudkanMaqasid melalui metode lain yang menjadi pilihannya.50

2) Fath Dharai’ (Opening the Means) untuk mencapai Maqasid/tujuan yanglebih baik. Beberapa kalangan Maliki mengusulkan penerapan FathDharai’ di samping Sadd Dharai’. Al-Qarafi menyarankan, jika sesuatuyang mengarah ke tujuan yang dilarang harus diblokir (Sadd Dharai’)maka semestinya sesuatu yang mengarah ke tujuan yang baik harusdibuka (Fath Dharai’). Untuk menentukan peringkat prioritas harusdidasarkan pada maqasid. Dengan demikian, dari kalangan Malikiini, tidak membatasi diri pada sisi konsekwensi negatifnya saja, tetapimemperluas ke sisi pemikiran positif juga.51

3) ‘Urf (Customs) dan Tujuan Universalitas. Ibn Ashur menulis MaqasidShari’ah. Dalam pembahasan tentang ‘Urf, ia menyebutnya sebagai‘universalitas dalam Islam’. Dalam tulisan itu, ia tidak menerapkan‘urf pada sisi riwayat, melainkan lebih pada Maqasidnya. Argumen

49 Jasser Auda, Ibid. Hlm. 55.50 Jasser Auda, Ibid. Hlm. 239.51 Jasser Auda, Ibid. Hlm. 241.

Page 215: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 201

yang ia kemukakan sebagai berikut. Hukum Islam harus bersifatuniversal, sebab ada pernyataan bahwa hukum Islam dapat diterapkanuntuk semua kalangan, di manapun dan kapanpun, sesuai denganpesan yang terkandung dalam sejumlah ayat al-Qur’an dan hadis. Nabimemang berasal dari Arab, yang saat itu merupakan kawasan yangterisolasi dari dunia luar, yang kemudian berinteraksi secara terbukadengan dunia luar. Agar tidak terjadi kontradiksi, maka sudahsemestinya pemahaman tradisi lokal (baca: Arab) tidak dibawa kekancah tradisi internasional. Jika demikian maka kemaslahatan tidakdapat dicapai dan tidak sesuai dengan Maqasid al-Syariah. Oleh sebabitu, kasus-kasus tertentu dari ‘urf tidak boleh dianggap sebagaiperaturan universal. Cara berpikir ini cocok untuk mencari jalan keluardari problem yang sedang dihadapi oleh minoritas Muslim di Baratdan Eropa khususnya. Ibn Ashur mengusulkan sebuah metode untukmenafsirkan teks/nass melalui pemahaman konteks budaya Arab saatitu. Demikian, Ibn Ashur membaca riwayat dari sisi tujuan yang lebihtinggi, dan tidak membacanya sebagai norma yang mutlak.52

4) Istishab (Preassumption of Continuity) berdasarkan Maqasid. PrinsipIstishab adalah bukti logis (dalilun ‘aqliyyun). Tetapi, penerapan prinsipini harus sesuai dengan Maqasidnya. Misalnya, penerapan asas“praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah” (al-Aslu Bara’at al-Dhimmah), Maqasidnya adalah untuk mempertahankan tujuanKeadilan. Penerapan “Praduga kebolehan sesuatu sampai terbuktiada dilarang (al-aslu fi al-ashya’i al-ibahah hatta yadullu al-dalil ‘ala al-ibahah) Maqasidnya adalah untuk mempertahankan tujuan kemurahanhati dan kebebasan memilih.53

Akhirnya, dengan menggunakan pendekatan dan analisis Systems,Jasser Auda sampailah kepada usulan dan sekaligus kesimpulan yangmendasar dalam rangka merespon tantangan dan tuntutan era globalsekarang , yaitu ketika umat Islam menjadi bagian dari penduduk dunia(world citizenship), dan bukannya hanya bagian dari penduduk lokal,yang khusus memikirkan dunia lokal-keummatannya sendiri.Masyarakat Muslim kontemporer dimanapun berada sekarang terikatdengan kesepakatan dan perjanjian-perjanjian internasional, khususnyasetelah terbentuknya badan dunia seperti Persyarikatan Bangsa-Bangsa

52 Jasser Auda, Ibid. Hlm. 242.53 Jasser Auda, Ibid. Hlm. 243

Page 216: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...202

(PBB) dengan berbagai urusan sejak dari urusan kesehatan dunia (WHO),pangan-pertanian (FAO), pendidikan dan kebudayaan (UNESCO),perdagangan (WTO), keamanan (Dewan Keamanan PBB), perburuhan(ILO), perubahan iklim (climate change) dunia dan masih banyak yang lain..Hukum-hukum yang berlaku di berbagai daerah lokal pun akhirnyabersinggungan dan berjumpa dan berdialog dengan hukum-hukuminternasional. Salah satu isu kontemporer yang dihadapi umat Islamsekarang ini adalah tentang hak-hak asasi manusia (HAM). Sebagian umatIslam tidak dapat menerimanya sepenuh hati, karena masih terikat dengankonsep Maqasid Syari’ah yang lama, sedang sebagian besar yang lainmenerimanya.54 Dalam upaya menjembatani gap antara hukum Islamyang lama dengan hukum Internasional yang disepakati oleh sebagianbesar anggota PBB, maka Jasser Auda - setelah mendekomposisi teorihukum Islam Tradisional dengan memperbandingkannya dengan teorihukum Islam era Modern dan era Postmodern serta menggunakankerangka analisis Systems yang rinci - mengusulkan perlunya pergeseranparadigma Teori Maqasid lama (Klasik) ke teori Maqasid yang baru.Pergeseran dari teori Maqasid lama yang disusun oleh al-Syatibi ke teoriMaqasid baru, dengan mempertimbangkan perkembangan pemikiran wargadunia. Berikut adalah usulannya:55

54 Pembahasan detil tentang hal ini dapat dijumpai dalam Abdullahi Ahmed an-Na’im,Ibid, Juga Mashood A. Baderin. 203. International Human Right and Islamic Law, OxfordNew York: Oxford University Press.

55 Jasser Auda. Op. Cit. Hlm. 21-3.

Pergeseran Paradigma Teori Maqasid klasik menuju kontemporer

No.

1.

2.

Teori Maqasid klasik

Menjaga Keturunan(al-Nasl)Menjaga Akal (al-Aql)

Teori Maqasid kontemporer

Teori yang berorientasi kepada perlindungan Keluarga;Kepedulian yang lebih terhadap institusi Keluarga.Melipatgandakan pola pikir dan research ilmiah;mengutamakan perjalanan untuk mencari ilmupengetahuan; menekan pola pikir yang mendahulukankriminalitas kerumunan gerombolan; menghindariupaya-upaya untuk meremehkan kerja otak.

Page 217: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 203

Perubahan paradigma dan teori Maqasid yang lama ke teori Maqasidyang baru terletak pada titik tekan keduanya. Tiitk tekan Maqasid lamalebih pada protection (perlindungan) dan preservation (penjagaan; pelestarian)sedang teori Maqasid baru lebih menekankan pada development(pembangunan; pengembangan) dan right (hak-hak). Dalam upayapengembangan konsep Maqasid pada era baru ini, Jasser Audamengajukan ‘human development’ sebagai ekspresi obsesinya dan targetutama dari maslahah (public interest) masa kini; maslalah inilah yangmestinya menjadi sasaran dari Maqasid al-Syari’ah untuk direalisasikanmelalui hukum Islam. Selanjutnya, realisasi dari Maqasid baru ini dapatdilihat secara empirik perkembangannya, diuji, dikontrol, dan divalidasimelalui human development index dan human development targets yangdicanangkan dan dirancang oleh badan dunia, seperti PersyarikatanBangsa-Bangsa dunia (PBB).

Tidak hanya itu. Ketika tulisan ini seolah-olah hanya difokuskanpada bangunan tata pikir hukum Islam yang terkait dengan isu kepastianhukum dan keadilan, namun sesungguhnya radius jangkauan multiplyerefeknya jauh lebih luas dari itu. Berkembang tidaknya bangunan tatapikir epistemologi hukum Islam ini akan berpengaruh kuat pada bangunanpola pikir dan paradigma pendidikan agama (Islam) di sekolah-sekolah,56

pesantren, ma’had ali dan perguruan tinggi, tata dan pola komunikasi

No.

3.

4.

5.

Teori Maqasid klasik

Menjaga kehormatan;menjaga jiwa (al-‘Irdh)Menjaga agama (al-Diin)Menjaga harta (al-Maal)

Teori Maqasid kontemporer

Menjaga dan melindungi martabat kemanusiaan;menjaga dan melindungi hak-hak asasi manusia.Menjaga, melindungi dan menghormati kebebasanberagama dan berkepercayaan.Mengutamakan kepedulian sosial; menaruh perhatianpada pembangunan dan pengembangan ekonomi;mendorong kesejahteraan manusia; menghilangkanjurang antara miskin dan kaya.

56 Untuk mempertajam implikasi dalam dunia pendidikan agama, dapat di telaahpermasalahan pendidikan agama di tanah air dalam Th. Sumartana, dkk. 2005. Pluralisme,Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cetakan kedua.

Page 218: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...204

sosial umat beragama di ruang publik oleh para tokoh dan pimpinanorganisasi agama,kekerasan sosial yang mengatasnamakan agama di ruangpublik57 maupun kekerasan agama di ruang privat (domestic violence),sensitifitas dan asertifitas gender, tata dan pola pergaulan sosial danpolitik di kancah multikulturalitas seperti Indonesia dan dunia padaumumnya, kepekaaan kepada budaya dan agama lokal yang non-Abrahamik, lebih-lebih hubungan antara Muslim dan non-Muslim diberbagai tempat di dunia.58

5.5.5.5.5. Keutamaan Etika/Keutamaan Etika/Keutamaan Etika/Keutamaan Etika/Keutamaan Etika/the Primacy of Ethicsthe Primacy of Ethicsthe Primacy of Ethicsthe Primacy of Ethicsthe Primacy of Ethics.....

Pendekatan Systems yang mencoba mengurai dan menganalisis sisikognitif dari pemahaman usul al-fikih dan hukum Islam, sejak dari eraTradisional, Modern dan Postmodern tidak dimaksudkan hanya berhentipada sisi kognitif-teoritis dan tidak berimplikasi pada sisi etika praksisdalam kehidupan beragama sehari-hari. Pendekatan Systems mempunyaiimplikasi praktis pada wilayah etika. Hukum tanpa etika bagaikan jasadtanpa ruh. Begitu pula sebaliknya, etika tanpa hukum bagaikan ruhtanpa jasad. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Begitu juga hubunganantara apa yang biasa disebut “kepastian hukum” dan “rasa keadilan”.Kepastian hukum tanpa rasa keadilan juga ibarat jasad tanpa ruh, begitujuga sebaliknya. Kepastian hukum (agama), yang umumnya dipanduoleh teks-teks keagamaan, menentukan “kepastian” hukum yang akandiambil oleh para hakim agama di tingkat lapangan. Cara berpikir hakimpada umumnya adalah demikian adanya, baik pada tataran hukumpositif maupun hukum agama. Kepastian hukum umumnya dipahamisebagai hukum yang ditetapkan sesuai dengan bunyi teks yang ada di

57 Dapat dicermati Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia 2009. ProgramStudi Agama dan Lintas Budaya (Center for Religious & Cross-Cultural Studies /CRCS),Sekolah Pascasarjana, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2009, Hlm. 27-52.

58 Waleed El-Ansary dan David K. Linnan (Ed.). 2010. Muslim and ChristianUnderstanding: Theory and Application of “A Common Word”, New York: Palgrave Macmillan.Untuk konteks Indonesia, dapat ditelusuri sejarah perkembangan dialog antar umatberagama di Indonesia, J.B. Banawiratma, Zainal Abidin Bagir, etc. 2010. DialogAntarumat Beragama: Gagasan dan Praktik di Indonesia, Jakarta: Mizan Publika.

Page 219: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 205

tangan para hakim. Pengambilan keputusan hukum yang dianggap pasti(kepastian hukum) segera akan menjadi bahan perbincangan umumtentang adanya aroma ketidakadilan jika tidak dibarengi pertimbangan-pertimbangan etis-humanistik, betapapun kuatnya sandaran pada teks-teks aturan hukum yang tersedia.

Sekedar sebagai contoh, apakah seseorang yang memeluk agamanon-Islam di suatu keluarga Muslim akan memperoleh warisan atautidak, jika orang tua meninggal? Jika hakim di peradilan agama ditingkat lokal berargumen bahwa seorang anak yang menganut agamanon-Islam tidak akan mendapatkan warisan karena teks-teks positif-keagamaan yang dianutnya melarangnya, maka keputusan demikian -secara etis kemanusiaan - akan menimbulkan masalah kemanusiaan.Dalam negara-negara yang tidak bercorak teokratis, seperti Indonesia,maka hal tersebut akan menimbulkan atau setidaknya menyisakanmasalah keadilan (wilayah etika). Meskipun secara positif dan tegas,teks-teks hukum agama Islam tidak membolehkan memberikan warisankepada anak keturunan yang menganut agama non-Islam (kepastianhukum), namun secara sosiologis dan humanities, kepastian hukumseperti itu akan menyentuh rasa ketidakadilan. Keputusan hakim di tingkatlokal dapat dibatalkan oleh putusan mahkamah yang berada diatasnya,pada tingkat banding atau kasasi. Demi keadilan dan pertimbangankemanusiaan (pertimbangan etis), mahkamah di tingkat naik bandingdan kasasi dapat membatalkan keputusan hakim di tingkat bawah.Bagaimana manghindari putusan-putusan hakim agama yang tidaksejalan dengan rasa keadilan? Tidak hanya pada persoalan warisan,tetapi ada pada persoalan lain seperti hak-hak reproduksi wanita, hak-hak asasi manusia dan begitu seterusnya.

Untuk mengukur apakah keputusan hakim itu adil, kurang atautidak adil, barometernya tidak pada teks keagamaan atau hukum-hukumpositif yang tertuang dalam undang-undang atau peraturan dansejenisnya, melainkan terletak para pribadi para hakim itu sendiri. Olehkarenanya, wawasan keilmuan, pandangan atau world view keagamaan

Page 220: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...206

dan horizon berpikir para hakim umum dan agama – kembali lagimenggarisbawahi sisi kognisi yang dimiliki para hakim dan agamawansangat penting disini - sangat menentukan kualitas keadilan yangdituntut oleh para pencari keadilan di depan hukum. Para hakimmemerlukan knowledge dan skill yang lebih dari cukup agar supaya dapatmelakukan fresh ijtihad terhadap berbagai persoalan hukum baru yangdihadapi sehari-hari dalam konteks yang berbeda-beda dari satu wilayahke wilayah yang lain, dari satu provinsi ke pronvinsi yang lain, daribudaya yang satu ke budaya yang lain, bahkan dari negara ke negarayang lain.

Khaled Abooe el-Fadl secara tegas berpendapat bahwa dalam eraperubahan sosial yang dahsyat seperti saat sekarang ini, knowledge danskill para hakim, bahkan para penganut agama-agama dunia, perluterus menerus diperbaharui dan di update. Selain berlandaskan iman-agama, seseorang, kelompok dan apalagi para hakim agama sangatperlu di tambah dengan bekal pengetahuan tentang nilai (value), metode(methods) dan rasionalitas (rationality). Untuk mempertahankan danmendahulukan etika kemanusiaan universal, agama saja - dalam hal iniadalah iman - adalah tidak cukup. Untuk membuat seseorang beragamaberperilaku etis, diperlukan syarat lain yang perlu dipenuhi yaitupemahaman tentang nilai, metode dan rasionalitas. Perilaku etis,menurutnya, juga harus terukur. Setidaknya ada lima syarat yangdiajukan, yaitu:1) Honesty (kejujuran).

Manusia beragama harus jujur dengan diri sendiri, bahwasanyamanusia penuh dengan keterbatasan-keterbatasan, betapapunkuatnya kekuasaan atau ilmu yang dimilikinya. Manusia beragamajuga memiliki keterbatasan-keterbatasan yang inherent dalam diri dankelompoknya.

2) Diligence (sungguh-sungguh, serius, itqan).Tidak dengan mudah menyepelekan atau menganggap ringan sebuahpersoalan atau masalah. Harus dengan tekun dan seriusmenyelesaikan masalah dan mencari tahu tentang persoalan yangsedang dihadapi. Al-Qur’an secara tegas mencela orang-orangberagama yang berani-berani mengklaim tahu tentang Tuhan atau

Page 221: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 207

atas nama Tuhan tanpa basis ilmu pengetahuan yang kuat, tapihanya sekedar atas dasar keinginan kosong, kesombongan ataukepentingan pribadi/kelompok. Bandingkan dengan surat al-Baqarah, 80; 169; al-A’raf, 28; 33 dan Yunus, 69-9.

3) Comprehensivess (menyeluruh-utuh).Memahami petunjuk teks kitab suci al-Qur’an secara utuh, tidakparsial-fragmentaris dan tidak pula secara selektif berdasarkan tarikankepentingan-kepentingan atau nafsu diri pribadi, apalagi golongan,madzhab atau aliran.

4) Reasonableness (masuk akal). Banyak ukuran kemasukakalan dalammelakukan interpretasi terhadap teks dan melakukan tindakankeagamaan, antara lain adalah adanya komunitas interpretasi yangdapat memberi pertimbangan dapat diterima atau tidaknya sebuahidea atau perintah sosial-keagamaan. Lebih-lebih persoalan sosial-keagamaan Islam di lingkungan minoritas Muslim di negara-negaraBarat.

5) Self-restraint (Kemampuan menahan diri). Agamawan yang baik,sederhana dan rendah hati selalu dapat menahan diri. Menghindaritindakan memaksakan kehendak terhadap orang lain dengankekuatan atau kekerasan. Ungkapan yang biasa dikutip para penulisMuslim “wa Allahu a’lam bi sawab” (dan Allah lah yang MahaMengetahui yang benar), sejatinya menunjukkan adanya moral danepistemological disclaimer dari seorang Muslim. Manusia Muslimdiminta menolak untuk mudah-mudah mengklaim kebenaran moraldan epistemologis atas namanya sendiri atau golongannya.59

6.6.6.6.6. PenutupPenutupPenutupPenutupPenutup

Upaya untuk mengkonstruksi dan membangun kembali paradigmaprofetik dalam hukum dan hukum Islam era kontemporer adalah sejalan,seiring dan sehaluan dengan keinginan para akademisi Muslim diperguruan tinggi dunia yang concern untuk mendialogkan danmemperjumpakan secara sungguh-sungguh rancang bangunepistemologi dan pola pikir usul fikih dan hukum Islam yang bercoraktradisional dengan paradigma usul fikih dan hukum Islam yang lebihsensitif terhadap problem pemikiran keagamaan dunia danperkembangan pola pikir usul fikih dan hukum Islam pada era

59 Khaled Abou El-Fadl, Op. Cit. Hlm. 54-6.

Page 222: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...208

modernitas dan postmodernitas yang secara serius melibatkan disiplinilmu lain seperti metode berpikir sains, ilmu sosial dan humanitieskontemporer.

Ketika disebut profetik, imajinasi intelektual dan kesejarahan parapembaca janganlah cepat-cepat mengaitkannya dengan ajakan untukkembali ke era kenabian Muhammad dengan melupakan sejarah panjangperkembangan pola pikir umat Islam di seantero dunia dan lebih-lebihlagi bukan pula secara serta merta melupakan sejarah panjangpembentukan pola pikir hukum umat Islam dan konteks kesejarahankitab-kitab kuning (kitab-kitab keagamaan era klasik dan atau medieval)yang terlanjur dianggap mu’tabarah oleh kelompok tertentu tetapi tidakdianggap demikian oleh kelompok yang lain. Belum lagi, harus pulamempertimbangkan sejarah pemikiran keagamaan dan pemikiranhukum yang terjadi pada bangsa-bangsa lain di dunia. Aspek kesejarahanyang meliputi Tradisionalitas, Modernitas dan Postmodernitas denganberbagai implikasi dan konsekwensinya perlu dipahami dan dicermatiterlebih dahulu oleh para peminat studi hukum.

Di samping aspek kesejarahan, kerangka berpikir, epistemologidan logika keilmuan dan kefilsafatan yang menyertainya juga sama-sama pentingnya untuk dicermati. Dalam setiap etape sejarah yangdilalui, secara implisit maupun eksplisit mengandung fondasi logikaberpikir yang menyertainya. Pendekatan Systems yang diuraikan didepan dapat membantu menguak dan merekonstruk paradigma berpikirdalam setiap etape sejarah yang dilalui. Kaca mata pendekatan Systemsdengan ke 6 (enam) fiturnya diatas diharapkan dapat membantu parapeminat studi hukum membangun kerangka pikir usul fikih dan hukumIslam yang baru, yang lebih sensitif terhadap perbedaan dan titik temuantar ketiga era sejarah yang dilalui umat Islam dan mendialogkannyasecara cermat dengan selalu melihat dan mencermati implikasi dankonsekwensinya masing-masing dalam memperbincangkan “keadilan”dan “kepastian hukum”. Dengan pangkal tolak berpikir keagamaanbahwa profetik adalah pro(f)etik, maka keutamaan etik - yang lebih

Page 223: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 209

bercorak humanistik, dan bukan mengejar target kepastian hukum yangbercorak positivistik - diharapkan dapat membantu upayamenghidupkan kembali semangat fresh ijtihad terhadap teori dan praktikhukum secara umum dan hukum Islam secara khusus - baik di tingkatlokal maupun global - dalam kerangka besar diskusi ilmu hukumkontemporer. Wa Allahu a’lam bi al sawab.

E.E.E.E.E. Basis Epistemologi Ilmu Hukum ProfetikBasis Epistemologi Ilmu Hukum ProfetikBasis Epistemologi Ilmu Hukum ProfetikBasis Epistemologi Ilmu Hukum ProfetikBasis Epistemologi Ilmu Hukum Profetik

Oleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. Syamsudin

Menurut Kuntowijoyo, basis utama epistemologi Ilmu (Sosial)Profetik adalah Ajaran Islam. Untuk memahami bangunan ajaran Islamtersebut Kuntowijoyo menggunakan pendekatan strukturalismetransendental. Pendekatan strukturalisme sendiri diintrodusir daripendapat Michael Lane dalalm buku Introduction to Structuralism (NewYork: Basi Books Inc, 1970) yang mempunyai ciri-ciri: keseluruhan(wholeness), perubahan bentuk (transformation), dan mengatur diri sendiri(self-regulation).60

Menurut Kuntowijoyo, strukturalisme memperhatikan padakeseluruhan atau totalitas (wholeness). Strukturalisme mengkaji unsur tetapiunsur itu selalu diletakkan di bawah suatu jaringan yang menyatukanunsur-unsur tersebut. Jadi unsur hanya dapat dimengerti melaluiketerkaian antar unsur lainnya (interconnectedness). Strukturalisme tidakmencari struktur di permukaan, pada peringkat pengamatan, tetapi dibawah atau di balik realitas empirik. Apa yang ada di permukaan adalahcerminan dari struktur yang ada di bawah (deep structure) dan lebih kebawah lagi ada kekuatan pembentuk struktur (innate structuring capacity).Dalam peringkat empiris keterkaitan antar unsur dapat berupa binaryopposition (pertentangan antara dua hal). Strukturalisme memperhatikan

60 Kuntowijoyo. 2006. Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika. Yogyakarta:Tiara Wacana. Hlm.29.

Page 224: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...210

unsur-unsur yang sinkronis, bukan yang diakronis. Berikut ini adalahskema struktur transendental ajaran Islam.61

Skema Strukturalisme Transendental(Kuntowijoyo, 2006)

Dari bagan tersebut dijelaskan oleh Ahimsa-Putra, bahwa dalamIslam, keterkaitan (interconnectedness) adalah sangat ditekankan. Misalnyaketerkaitan antara puasa dan zakat, hubungan vertikal (dengan Tuhan)dengan hubungan horizontal (antar manusia), dan antara sholat dengansolidaritas sosial. Keterkaitan itu kadang-kadang secara eksplisitdisebutkan di dalam ajaran, seperti antara sholat dengan solidaritassosial. Misal dalam QS.Al-Ma’un disebutkan, bahwa termasuk orangyang mendustakan agama bagi mereka yang sholat tapi tidakmempunyai kepedulian sosial terhadap kemiskinan. Demikian pulaketerkaitan antara iman dan amal sholeh. Dengan demikian epistemologiIslam adalah epistemologi relasional, satu unsur selalu ada hubungannyadengan lainnya. Keterkaitan itu dapat sebagai logical consequences darisatu unsur. Seluruh rukun Islam lainnya (sholat, zakat, puasa, haji)adalah konsekuensi logis dari syahadah. Zakat adalah konsekuensi logisdari puasa, yaitu setelah orang merasakan sendiri penderitaan, lapardan haus.62

Tauhid Kekuatan Pembentuk

StrukturDalam

Muamalah Akhlak Ibadah Akidah Syariat

StrukturPermukaan

P e r i l a k usehati-hari

Mora l/Etika

Sholat/Puasa/Zakat/Haji

Keyakinan PerilakuNormatif

61 Ibid. Hlm.33.62 Heddy Shri Ahimsa-Putra, Op.Cit.

Page 225: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 211

Dalam Islam innate structuring capacity ditunjukkan oleh tauhid.Tauhid mempunyi kekuatan membentuk struktur yang paling dalam.Sesudah itu ada deep structure yaitu akidah, ibadah, akhlak, syariah danmuamalah. Di permukaan yang dapat diamati berturut-turut akantampak keyakinan, sholat/puasa dst, moral/etika, perilaku normatifdan perilaku sehari-hari. Akidah, ibadah, ahklak dan syariat itu immu-table (tidak berubah) dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempatsedangkan muamalah itu dapat saja berubah. Transformatio dalam islamyang sudah utuh, harus diartikan sebagai transformasi dalam muamalahdan tidak dalam bidang lain.

Binnary opposition dalam islam ditujukkan oleh dua gejala yangsaling bertentangan yaitu pasangan (azwaj) dan musuh (’aduwun) yangmasing-masing menghasilkan ekuilibrium dan konflik. Dalamstrukturalisme, pertentangan yang berupa pasanganlah yang dimaksud.Pertentangan antara kepentingan manusia dengan kepentingan Tuhan,badan dengan ruh, lahir dan bati, dunia dan akhirat, laki-laki danperempuan, muzaki dan mustahiq, orang kaya dan orang miskin, danlain-lain pasangan yang menghasilkan ekuilibrium. Sementara itu adapertentangan antar struktur yang menghasilkan konflik, karena orangharus memilih salah satu. Pertentangan antara Tuhan dengan setan,dzulumat dengan nur, syukur lawan kufur, saleh lawan fasad, surgalawan neraka, muthmainnah lawan amarah, halal lawan haram, dsbjenis pertentangan yang menghasilkan konflik.63

Menurut Ahimsa-Putra, oleh karena Islam dapat dimaknai berbagaimacam, maka perlu ada rumusan minimal tentang apa yang dimaksuddengan Islam di sini. Menurut Ahimsa-Putra, Islam di sini dapatdimaknai sebagai keseluruhan perangkat simbol yang berbasis padasimbol-simbol yang bersumber pada kitab Al Qur’an dan Sunnah Rasulsebagai utusan Allah s.w.t. yang menjelaskan dan mewujudkan berbagaihal -jika bukan semua hal yang ada- dalam Al Qur’an.

63 Kuntowijoyo, Op.Cit. hlm. 32-34.

Page 226: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...212

Lebih lanjut dikemukakan bahwa, ajaran Islam itu bersumber dariAl Qur’an dan Sunnah Rasul, dengan demikian dalam konteks Ilmu-Ilmu Profetik segala sesuatu yang ada dalam Al Quran dan SunnahRasul harus diketahui dan dipahami dengan baik terlebih dulu, untukdapat dijadikan landasan bagi keseluruhan bangunan Ilmu-Ilmu Profetik.Tentu saja tidak semua unsur dalam Al Quran dan Sunnah Rasul relevandengan pengembangan Ilm-Ilmu Profetik. Untuk itu, pengetahuan danpemahaman tentang unsur-unsur yang relevan akan sangat membantudalam pengembangan ilmu tersebut. Di sini diperlukan pengetahuandan pemahaman yang baik dan benar mengenai Al Quran dan SunnahRasul serta pengetahuan dan pemahaman mengenai Filsafat Ilmu padaumumnya.

Untuk memudahkan memahami Al Qur’an dan Sunnah Rasulullahs.a.w. sebagai basis utama Ilmu-Ilmu Profetik dibutuhkan sebuah modelyang dapat dijabarkan lebih lanjut menjadi asumsi-asumsi dasar. Ahimsa-Putra menawarkan Rukun Iman dan Rukun Islam sebagai sebuah modeldalam bangunan paradigma Ilmu-Ilmu Profetik. Rukun Iman merupakanbasis keyakinan, basis kepercayaan, basis yang terdiri dari dua macamyaitu: basis kognisi (pikiran) dan basis afeksi (perasaan).

Rukun Iman adalah hal-hal yang harus diyakini oleh seorang Mus-lim, yang terdiri dari enam hal, yakni iman kepada: (1) Allah, (2) malaikat,(3) Kitab-kitab, (4) Rasul-rasul (para Nabi), (5) Hari Kiamat, HariPengadilan dan (6) Takdir (Qadha dan Qadar). Rukun Iman ini beradapada bidang keyakinan tentang pandangan-pandangan tertentu dalamagama. Agar relevan dengan Ilmu Profetik, maka Rukun Iman ini perluditransformasikan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan konteksnya,yakni konteks keilmuan. Pertanyaannya adalah bagaimanamentransformasikan keenam rukun iman tersebut?

Jika direnungkan lebih lanjut, ’iman’ tersebut tidak lain adalah’relasi’. Beriman kepada Allah berarti ’membangun relasi dengan Al-lah’, dan relasi yang paling tepat adalah ’pengabdian’. Dalam konteksIlmu Profetik, Allah di sini ditransformasikan menjadi Pengetahuan,

Page 227: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 213

karena Allah adalah Sumber Pengetahuan. Beriman kepada Allah dalamkonteks Ilmu Profetik adalah mengimani pengetahuan itu sendiri yangbersumber pada Allah. Beriman kepada malaikat berarti ’membangunrelasi dengan malaikat’, dan relasi yang tepat adalah ’persahabatan’,karena malaikat adalah sahabat atau teman orang yang beriman. Berimankepada Kitab adalah membangun relasi dengan kitab, dan relasi yangtepat adalah ’pembacaan’, karena kitab adalah sesuatu yang dibaca.Beriman kepada Nabi adalah membangun relasi dengan Nabi, dan relasiyang tepat adalah ’perguruan dan persahabatan’. Artinya, seorangMuslim memandang Nabi sebagai guru yang memberikan pengetahuan,sekaligus juga sahabat, sebagaimana hubungan yang terjadi antara NabiMuhammad s.a.w. dengan para sahabatnya. Beriman kepada HariKiamat adalah membangun relasi dengan hari Kiamat, dan relasi yangtepat adalah ’pencegahannya’, karena Kiamat dalam konteks ini dapatditafsirkan sebagai ’kehancuran’. Beriman kepada Takdir adalahmembangun relasi dengan Takdir, dan relasi yang tepat adalah“penerimaannya”. Artinya seorang muslim memandang takdir sebagaisesuatu yang tidak dapat dihindarkan, dan karena itu relasi yang tepatadalah menerimanya. Takdir dalam konteks keilmuan dapat ditafsirkansebagai “hukum alam”.

Rukun Islam ada lima, yaitu: (a) membaca kalimat syahadat; (b)mendirikan sholat; (c) menjalankan puasa; (d) mengeluarkan zakat; dan(e) naik haji. Sebagaimana Rukun Iman, dalam konteks Ilmu-IlmuProfetik, Rukun Islam tentunya juga perlu ditransformasikan ke dalampraktik kehidupan ilmiah sehari-hari. Rukun Islam harus diwujudkandalam kehidupan sehari-hari. Di sinilah Rukun Islam akan menjadiwujud dari etos yang ada dalam Ilmu-Ilmu Profetik, dan basis daripraktik kehidupan ilmiah ini adalah transformasi Rukun Iman yangpertama, yaitu pengabdian, karena pada dasarnya Rukun Islam adalahperwujudan dalam bentuk tindakan atau praktik, dari keimanan.

Menurut Ahimsa-Putra, basis utama Alquran dan Sunnah Rasulyang berupa Rukun Iman dan Rukun Islam diturunkan lagi menjadi

Page 228: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...214

asumsi-asumsi dasar mengenai: (a) basis pengetahuan; (b) objek mate-rial; (c) gejala yang diteliti; (d) ilmu pengetahuan; (e) ilmu sosial-budaya/alam; (f) disiplin. Berkenaan dengan Ilmu-Ilmu Profetik, isi dariasumsi-asumsi dasar ini sebagian sama dengan ilmu-ilmu di barat padaumumnya, sebagian yang lain berbeda. Berikut ini digambarkan skematentang basis epistemologis Ilmu-Ilmu Profetik.

Skema tentang Basis Epistemologis Ilmu-Ilmu Profetik(Sumber: Ahimsa-Putra, 2011)

BasisEpistemologis

Al Quran danSunnah Rasul

RukunIman

RukunIslam

Asumsi dasar tentangBasis Pengetahuan

Asumsi dasar tentangObyek Material

Asumsi dasar tentangGejala Yang Diteliti

Asumsi dasar tentangIlmu Pengetahuan

Asumsi dasar tentangIlmu Sosial/Budaya Alam/Profetik

Asumsi dasar tentangDisiplin Profetik

tujuanhakekatmacam

tujuanhakekatmacam

tujuanhakekatmacam

asal - mulasebab - sebabhakekat

asal - mulasebab - sebabhakekat

inderakemampuanstrukturasi dansimbolisasibahasawahyu - ilhamsunnah Rasulullahsaw.

Untuk keperluan analisis terkait dengan bangunan Ilmu HukumProfetik, unsur-unsur dari asumsi-asumsi dasar yang terdapat padaskema tersebut akan dicoba diberikan uraian meskipun tidak secarakeseluruhan karena masih sangat terbatasnya informasi di sini. Adatiga hal yang akan diuraikan yaitu asumsi dasar tentang basispengetahuan, asumsi dasar tentang objek materiil dan asumsi dasartentang disipilin. Tiga hal ini sementara dijadikan dasar bangunan dariIlmu Hukum Profetik.

Page 229: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 215

1.1.1.1.1. Asumsi Dasar tentang Basis PengetahuanAsumsi Dasar tentang Basis PengetahuanAsumsi Dasar tentang Basis PengetahuanAsumsi Dasar tentang Basis PengetahuanAsumsi Dasar tentang Basis Pengetahuan

Menurut Ahimsa-Putra, asumsi dasar di sini dimaksudkan sebagaipandangan mengenai hakikat dari ilmu itu sendiri. Dalam Filsafat Ilmudi Barat, dikenal adanya dua pandangan yang berlawanan mengenaiilmu yang masih terus diusahakan pendamaiannya. Pandangan pertamamengatakan bahwa ilmu itu adalah satu, sehingga tidak ada yangnamanya ilmu alam dan ilmu sosial-budaya. Menurut pendapat inimeskipun ada perbedaan pada objek material antara ilmu alam danilmu-ilmu sosial-budaya, namun ilmu tidak perlu dibagi menjadi duahanya karena objek materialnya berbeda.64

Pandangan kedua mengatakan bahwa ilmu ada dua macam, yaituilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial-budaya, karena objek materialmasing-masing memang berbeda. Menurut pendapat ini, hakikat gejalasosial-budaya yang diteliti oleh ilmu-ilmu sosial-budaya berbeda denganhakikat gejala-gejala yang dipelajari dalam ilmu alam. Oleh karena itu,ilmu-ilmu sosial-budaya tidak sama dengan ilmu-ilmu alam, karenadalam ilmu-ilmu sosial-budaya diperlukan metode-metode tertentuuntuk mempelajari dan memahami gejala sosial-budaya yang berbedadengan gejala alam.65

Ilmu-ilmu Profetik dengan sendirinya memiliki pandangan yangberbeda juga dengan pandangan-pandangan di atas. Pencanangan Ilmu-Ilmu Profetik sebagai ilmu yang berbeda dengan ilmu-ilmu yang lainmenunjukkan adanya asumsi bahwa ilmu profetik berbeda dengan ilmu-ilmu yang telah ada, yakni ilmu alam dan ilmu sosial-budaya. Elemenwahyu inilah yang membedakan ilmu-ilmu profetik dengan ilmu-ilmuyang lain. Mengenai hal ini diperlukan paparan yang lebih mendalam,yang belum dilakukan di sini.66

64 Hedi Sri Ahimsa-Putra, “Paradigma Profetik sebuah Konsepsi”, Makalahdisampaikan dalam Diskusi Pengembangan Ilmu Profetik 2011,diselenggarakan olehPusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum - UII, di Yogyakarta, 18 Nopember 2011.

65 Ibid.66 Ibid

Page 230: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...216

Dalam konteks Ilmu Hukum, selain memiliki persamaan-persamaan, Ilmu Hukum Profetik juga memiliki perbedaan-perbedaanpada asumsinya, sehingga ada perbedaan antara Ilmu Hukum Profetikdengan Ilmu Hukum pada umumnya (yang tidak profetik). Asumsi-asumsi ini sebagian besar berasal dari Ilmu Hukum pada umumnya,sebagian lagi tidak. Berdasarkan pemahaman ini dapat diasumsikanuntuk sementara bahwa Ilmu Hukum Profetik adalah Ilmu hukum yangmempelajari gejala-gejala hukum baik yang bersumber dari wahyu maupundari manusia. Dari asumsi dasar ini lebih lanjut dijabarkan asumsi-asumsidasar terkait dengan basis pengetahuan, disiplin, dan objek materialIlmu Hukum Profetik.

Ilmu-Ilmu Profetik memiliki asumsi-asumsi dasar tentang basisdari pengetahuan manusia. Asumsi-asumsi ini ada yang sama denganasumsi-asumsi yang ada dalam ilmu pada umumnya, ada pula yangtidak, sebab kalau basis pengetahuan ini semuanya sama, maka tidakakan ada bedanya antara Ilmu-Ilmu Profetik dengan ilmu-ilmu padaumumnya. Berikut adalah basis yang memungkinkan manusia memilikipengetahuan, dan dengan pengetahuan tersebut manusia dapatmelakukan transformasi-transformasi dalam kehidupannya, yakni:a. Inderab. Kemampuan Strukturasi dan Simbolisasi (Akal)c. Bahasa (Pengetahuan Kolektif)d. Wahyue. Sunnah Rasul

Kuntowijoyo tidak menyinggung tentang Sunnah Rasul sebagaisalah satu sumber pengetahuan. Ahimsa-Putra memasukkannya, karenadalam agama Islam, Al Qur’an tidak pernah dapat dipisahkan darisunnah Rasulullah s.a.w. Ketika manusia di masa Rasulullah s.a.w. tidakdapat memahami dengan baik makna ayat-ayat yang turun, maknawahyu yang turun, mereka bertanya kepada Rasulullah s.a.w., karenamelalui beliaulah wahyu tersebut turun. Pemahaman kita, tafsir kitamengenai berbagai ayat dalam Al Qur’an selalu awalnya bersumber

Page 231: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 217

dari penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh Rasulullah s.a.w. atauperilaku dan tindakan beliau yang berdasarkan wahyu-wahyu tersebut.

Dalam Islam, Al Qur’an dan Sunnah Rasul adalah dua hal yangtidak dapat dipisahkan, karena Rasulullah s.a.w. adalah “Al Qur’anyang berjalan”, Al Qur’an yang mewujud dalam bentuk ucapan, perilakudan tindakan. Jika kita menempatkan wahyu sebagai salah satu sumberpengetahuan, maka penjelasan tentang wahyu tersebut oleh penerimawahyu itu sendiri tentu tidak dapat diabaikan.

Bagi Ilmu Hukum Profetik, wahyu (yang sumbernya Alquran) danSunah Rasul justru menjadi sumber utama pengetahuan manusia untukmenetapkan hukum. Sumber-sumber lain seperti bahasa, akal dan inderamenjadi sumber pendukungnya. Yang perlu menjadi catatan di sini sumberpengetahuan manusia yang berasal dari wahyu dan hadits rasul tersebutmasih perlu ditransformasi dalam bentuk norma atau kaidah atau putusanhukum yang sesuai dengan konteks sosio-kultural masyarakatnya. Artinyasumber-sumber tersebut harus diolah secara matang bersama sumber-sumber pengetahuan pendukung yaitu bahasa, akal dan indera agar mudahdipahami dan dipraktikkan. Ini membutuhkan strategi dan teori tertentuyang dapat menjembatani masalah tersebut.

2.2.2.2.2. Asumsi Dasar tentang Objek MaterialAsumsi Dasar tentang Objek MaterialAsumsi Dasar tentang Objek MaterialAsumsi Dasar tentang Objek MaterialAsumsi Dasar tentang Objek Material

Jika kritik yang dilontarkan terhadap ilmu pada umumnya adalahsifatnya yang sekuler, maka kelemahan inilah yang tidak boleh terulangdalam Ilmu Hukum Profetik. Artinya, di sini harus dilakukandesekularisasi, yang berarti memasukkan kembali unsur sakral, unsurke-Ilahi-an dalam ilmu (hukum) profetik. Bagaimana caranya?

Menurut Ahimsa-Putra, salah satu caranya adalah denganmenempatkan kembali segala objek material Ilmu Profetik dan IlmuwanProfetik dalam hubungan dengan Sang Maha Pencipta, Allah s.w.t. atauTuhan Yang Maha Kuasa (dimensi transendensi). Di sini perludiasumsikan bahwa meskipun alam dan kehidupan manusia adalahsebuah realitas yang ada, namun realitas ini tidak muncul dengan

Page 232: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...218

sendirinya. Realitas ini ada penciptanya. Oleh karena itu, kita tidak dapatmemperlakukan realitas tersebut seenak kita, terutama seyogyanya kitatidak merusak realitas tersebut, kecuali kita memiliki alasan-alasan yangdapat diterima berdasarkan patokan etika dan estetika tertentu.Menempatkan kembali realitas objektif yang diteliti atau dipelajarisebagai ciptaan Allah Yang Maha Pencipta adalah apa yang olehKuntowijoyo disebut sebagai proses transendensi. Menurut Kuntowijoyo,“Bagi umat Islam sendiri tentu transendensi berarti beriman kepada Allahs.w.t. (tukminuna billah)”.67

Bagi Ilmu Hukum Profetik, kiranya perlu dipikir ulang apasebenarnya yang menjadi objek material ilmu hukum profetik itu danbedanya dengan Ilmu Hukum pada umumnya. Untuk mengetahui halini, maka yang perlu dipertanyakan adalah apa sebenarnya yang menjadihakikat dari hukum itu sendiri? Dalam Ilmu Hukum pada umumnyabanyak asumsi dasar yang diikuti oleh para ilmuwan hukum untukmenjelaskan apa hakikat hukum itu. Menurut hemat penulis tentanghal ini dapat diusulkan bahwa hakikat hukum adalah kehendak Allahyang ditujukan kepada manusia untuk mencapai derajat manusia yangmulia sebagai khalifah. Hukum berfungsi sebagai sarana dan wahanamanusia untuk mendapatkan ridho-Nya. Hukum Allah harus menjadilandasan etik bagi hukum ciptaan manusia. Hukum ciptaan manusiapada dasarnya adalah perlanjutan yang konsisten dari hukum Allah.Karena itu tegak dan eksisnya hukum-hukum ciptaan manusia dapatmendatangkan malapetaka bagi manusia dengan ekosistemnya,manakala tidak bersandarkan pada kehendak Allah. Hukum yang dibuatoleh manusia harus mencerminkan misi humanisasi, leberasi dantransendensi sebagai perwujudan dari etika profetik.

3.3.3.3.3. Asumsi Dasar tentang DisiplinAsumsi Dasar tentang DisiplinAsumsi Dasar tentang DisiplinAsumsi Dasar tentang DisiplinAsumsi Dasar tentang Disiplin

Disiplin di sini dimaksudkan sebagai cabang ilmu. Disiplin profetiktentu saja merupakan disiplin yang berbeda, walaupun masih ada

67 Kuntowijoyo, Op.Cit. hlm.107.

Page 233: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 4 219

persamaan dengan disiplin ilmu pada umunya. Disiplin profetik adalahcabang ilmu yang mempunyai ciri profetik. Disiplin profetik di sini dapatdibangun dari disiplin ilmu pada umumnya, yang memiliki ciri profetikseperti ilmu kedokteran profetik, ilmu kehutanan profetik, ilmu teknikprofetik, ilmu farmasi profetik, sosiologi profetik, Ilmu Hukum Profetik,psikologi profetik, antropologi profetik, dan seterusnya.68

Asumsi-asumsi dasar disiplin profetik ini tentu saja sebagian akansama dengan asumsi dasar disiplin ilmu yang ada, tetapi sebagian yanglain tentu akan berbeda. Oleh karena masing-masing disiplin memilikiciri khasnya sendiri-sendiri, maka ekspresi ciri profetik ini juga berbeda-beda dalam masing-masing disiplin, tetapi di situ tetap ada keprofetikanyang diturunkan dari sesuatu keprofetikan yang umum.69

Dengan mengikuti pola pembagian disiplin ilmu seperti itu, makadisiplin Ilmu Hukum Profetik, asumsi dasarnya dapat berasal dari ilmuhukum pada umumnya, akan tetapi sebagian lagi berasal dari asumsidasar yang ada dalam Ilmu Hukum Profetik, yang tidak terdapat dalamilmu hukum pada umumnya. Ini yang membedakan mana Ilmu Hukumyang umum dan mana Ilmu Hukum Profetik.

68 Heddy Shri Ahimsa-Putra. Op.Cit.69 Loc.Cit.

Page 234: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Epistemologi...220

Page 235: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

A.A.A.A.A. PengantarPengantarPengantarPengantarPengantar

Oleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. Syamsudin

Landasan aksiologi dihadirkan di hadapan kita untuk memberikanpemahaman tentang kegunaan atau manfaat dari suatu ilmu. Hal-halmendasar yang menjadi pertanyaan untuk dijawab terkait denganaksiologi ilmu antara lain adalah untuk apa pengetahuan yang berupailmu itu dicari, dikembangkan dan dipergunakan dalam kehidupan kita?Bagaimana kaitan antara cara mencari, mengembangkan danmenggunakan ilmu tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Apakahpenentuan objek yang ditelaah oleh ilmu tersebut didasarkan padapilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yangmerupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional? dan sebagainya.

Dalam konteks ilmu hukum, landasan aksiologi ilmu dibutuhkanuntuk memahami persoalan-persoalan keilmuan hukum yang berkaitandengan masalah pengembanan hukum (rechtsbeoefening) itu sendiri.Pengembanan hukum adalah kegiatan manusia berkenaan denganadanya dan berlakunya hukum di dalam masyarakat. Kegiatan tersebutmencakup kegiatan membentuk, melaksanakan, menerapkan,

BABBABBABBABBAB

LANDASAN AKSIOLOGILANDASAN AKSIOLOGILANDASAN AKSIOLOGILANDASAN AKSIOLOGILANDASAN AKSIOLOGIILMU HUKUM PROFETIKILMU HUKUM PROFETIKILMU HUKUM PROFETIKILMU HUKUM PROFETIKILMU HUKUM PROFETIK

5

Page 236: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...222

menemukan, meneliti, dan secara sistematikal mempelajari danmengajarkan hukum yang berlaku. Pengembanan hukum itu dapatdibedakan antara pengembanan hukum teoretis dan praktis.

Pengembanan teoretis dimaksudkan sebagai kegiatan akal budiuntuk memperoleh penguasaan intelektual tentang hukum ataupemahaman tentang hukum secara ilmiah yakni secara metodis,sistematis-logis dan rasional. Berdasarkan tataran analisisnya (level ofanalysis) atau tingkat abstraksinya, pengembanan hukum teoretisdibedakan dalam tiga jenis, yaitu pertama, tataran ilmu-ilmu positip,yaitu tataran yang paling rendah tingkat abstraksinya, disebut ilmu-ilmu hukum; Kedua, tataran yang lebih abstrak tingkat abstraksinyadisebut Teori Hukum, dan ketiga, tataran filsafat yang abstraksinya palingtinggi disebut Filsafat Hukum. Filsafat Hukum meresapi semua bentukpengembanan hukum teoretis dan praktis. Pengembanan hukum praktisadalah kegiatan yang berkenaan dengan hal mewujudkan hukum dalamkenyataan kehidupan sehari-hari secara konkrit, yang meliputi kegiatanpembentukan hukum, penemuan hukum, dan bantuan hukum.1

Jika kita meninjau ke kondisi pengembanan hukum(rechtsbeoefening) di Indonesia saat ini, baik pengembangan teoretismaupun praktis, banyak sekali dimensi aksiologis yang membutuhkanperhatian dan pencerahan. Skema berikut menggambarkan bagian-bagian dari pengembanan hukum yang perlu untuk mendapatkanperhatian.

1 Baca Meuwissen. 1994. “Pengembanan Hukum” PRO JUSTITIA Tahun XII No.1Januari 1994. hlm.61-81. Juga Meuwisen. 2007. Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum,Teori Hukum, dan Filsafat Hukum. Penerjemah Arief Shidarta. Bandung: RefikaAditama. Hlm. vii.

Page 237: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 223

Pengembanan HukumPERUNDANG-UNDANGAN:Aturan umuPUTUSAN KONKRET- Ketetapan- VonisTINDAKAN NYATA- Memulihkan keseimbangan jejuatan antar warga

PEMBENTUKAN HUKUM- Penciptaan hukum positifPENEMUAN HUKUM- Distilasi kaidah dari dalam atuaranhukum dalam konteks penyelesaiankonfliksBANTUAN HUKUM- Memulihkan keseimbangan kekuatan antar warga

PRAKTIKAL

Pergaulandenganhukumdalamkehidupannyata

PENGEM-BANANHUKUM

Kegiatanmanusiaberkenaandenganadanyadanberlakunyahukum

TEORETIKAL

 

I L M U - I L M UHUKUMObjek telaah:tatanan hukumnasional danInternasional

NORMATIFPersepektifinternal objektelaah: hukumsebagaoSollen-Sein

EMPIRIKALPerspektifeksternal

ILMU HUKUM: Ilmu praktikalnormologik- Interpretasi dan sistematisasi bahan hukum- Teori Perundang-undnagan, Penemuan Hukum dan Argumentasi Yuridis

PERBANDINGAN HUKUMSOSIOLOGI HUKUMObjek telaah: hukum sebagaisollen-seinSEJARAH HUKUMObjek telaah: hukum dalamkonteks waktuANTROPOLOGI HUKUMObjek telaah: hukum dalamkonteks kulturPSIKOLOGI HUKUM

TEORI (ILMU)HUKUMObjek telaah:tatanan hukumpositif sebagaisistem

AJARAN HUKUM- analisis pengertianhukum (concept oflaw)- analisis asas, kaidah, figur dan sistem hukum- analisis konsep- konsep yuridis (legal consept)- hubungan antar konsep yuridis

HUBUNGAN HUKUMDAN LOGIKA- Teori Argumentasi Yuridis- Logika Deontik

METODOLOHI

AJARAN ILMU HUKUM- Epistemologi Ilmu Hukum- Metode Penelitian dan Penemuan Hukum- Struktur Berpikir Yuridis

AJARAN METODEPRAKTEK HUKUM- Teori Pembentukan Hukum- Teori Penemuan Hukum 1. Teori Interpretasi 2. Kontruksi Hukum

FILSAFAT HUKUM- bagian dari dan dipengaruhi filsafat hukum- meresai Teori Ilmu Hukum dan Ilmu- ilmu Hukum- Objek telaah: hukum sebagai demikian (the law as such)- Pokok kajian dwitunggal pertanyaan inti: 1. landasan daya-ikat hukum 2. landasan penilaian keadilan dari hukum (norma kritik)

refleksi teoritikal kritikal terhadap

saling mempengaruhi

Sumber: Meuwissen, tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Filsafat hukum, terj. B.Arief Sidharta, 2007

- Disiplin Hukum- Upaya memahami dan menguasai ukum secara intelektual- Bermetode logik- sistematikal, rasional kritikal

Page 238: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...224

B.B.B.B.B. Paradigma Profetik dalam PengembanganParadigma Profetik dalam PengembanganParadigma Profetik dalam PengembanganParadigma Profetik dalam PengembanganParadigma Profetik dalam PengembanganPendidikan HukumPendidikan HukumPendidikan HukumPendidikan HukumPendidikan Hukum22222

Oleh Jawahir ThontowiOleh Jawahir ThontowiOleh Jawahir ThontowiOleh Jawahir ThontowiOleh Jawahir Thontowi

1.1.1.1.1. PendahuluanPendahuluanPendahuluanPendahuluanPendahuluan

Model pendidikan dan pengajaran hukum yang telah berlangsungsejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 1945, baik diPerguruan Tinggi Negeri/Swasta belum berhasil menciptakan lulusanyang mampu menjalankan tugasnya secara professional. Sindiran nyata,bahwa hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas bukan isapan jempolbelaka. Mbok Minah di Banyumas harus dihukum 3 (tiga) bulan olehhakim karena mengambil dua kakao. Di Cilacap, ada seorang laki-lakikurang ingatan terkena hukuman karena mengambil pisang. Sementarahakim tipikor membebaskan tersangka bupati-bupati koruptor lepasdari jerat hukuman. Ini gambaran kelam penegakan hukum yang akansemakin terasa jauh dari rasa berkeadilan, jika tidak ada lompatan, ataurevolusi ilmu pengetahuan hukum (scientific legal revolution).

Tentu saja mustahil dalam hukum ada revolusi, pendiri bangsaseperti Soekarno saja enggan ngajak revolusi dengan Sarjana Hukum.Situasi hukum demikian ini tidak lain karena hukum dipandang sebagaitool (alat) yang bebas nilai, salah satu sebabnya karena sistem pendidikandan pengajaran hukum tidak dilandasi suatu paradigma profetik. Untukmenyikapi hal tersebut, Fakultas Hhukum UII mengagas ilmu hukumberparadigma profetik sebagai landasan pendidikan hukum tergolongikhtiar yang mulia. Hal ini merupakan gerakan terobosan di tengahstatus quo pendidikan hukum, sekedar menyiapkan tukang-tukang yangmemiliki kemahiran dan professionalitas tinggi (applied science), yang

2 Disampaikan dalam Kegiatan Disksui Berseri “Menggagas Ilmu HukumBerparadigma Profetik Sebagai Landasan Pengembangan Pendidikan Hukum” diFakultas Hukum UII”, diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum, Fakultas HukumUniversitas Islam Indonesia, Kamis, 12 April, 2012, di Aula Kampus UII Jalan Cik Ditiro1. Yogyakarta.

Page 239: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 225

kebanyakan lahir Sarjana Hukum berkaca mata kuda (positivism doctrine)dan miskin penggunaan hati nurani (conscience).

Fakta sejarah menunjukkan bahwa perkembangan ilmu sosial dankhususnya ilmu hukum, yang hendak menuju pada pemikiranparadigmatik diakui secara akademik dan kritis tidak mudah dicapai.Mengingat timbulnya berbagai tantangan, baik dari pendekatan pribadiseorang/sekelompok akademikus maupun dari pendekatankelembagaan aktor Negara/non Negara (non-state actors). Apalagi jikaparadigma yang diusung berkarakter Islam, tentu tantangan akademikdan politik semakin paripurna.

Antara tantangan yang dihadapi dalam menggagas kerja besar danmulia tersebut terkadang tidak sebanding dengan peluang-peluangtersedia yang telah dikaji mendalam dan kritis. Sebagaimana halnyapertanyaan yang timbul apakah Pusat Studi Hukum (PSH) telah dapatmengindentifikasi, memilih dan memilah persoalan dan jawaban daridua kali pertemuan sebelumnya. Mohon maaf saya menggelitik modelkerja dari penyelenggaraan diskusi yang satu ke diskusi yang lain belumterlihat langkah pencapaian.3 Hendaknya PSH, sembari melakukanpencarian dan pengumpulan bahan dan masukan seharusnya jugamelangkah untuk dapat merumuskan berbagai inti masukan dengankebutuhan konseptual dan praktikal pengembangan pendidikan danpengajaran di Fakultas Hukum UII. Tidak mustahil akan menjadi kurangtermanfaatkan jika masukan-masukan yang terasa berat tidak segeradimulai ditindaklanjuti dengan upaya mentradisikannya berbagaigagasan sederhana yang dapat segera direalisasikan.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dalam kesempatanyang mulia ini perkenankanlan untuk memberikan berbagai jawabanatas pertanyaan sebagai berikut. Suatu pertanyaan yang diajukan bukan

3 Acara diskusi berseri ini telah dimulai sejak 12 Juni 2011 sd 12 April 2012, dansampai saat ini tampaknya disuksi kita baru disuguhi wacana-wacana akademik, filosofis,epistiomologis dan juga teoretik yang tampak masih belum mengerucut pada luaranyang diharapkan.

Page 240: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...226

sekedar rasa ingin tahu curuosity, (cogito ergo sum), tetapi karena adanyakepentingan dan kebutuhan yang dinantikan kehadirannnya dalamsistem sosial dan pendidikan yang belum mmebebaskan danmencerahkan kita sebgai bangsa dan negara yang merdeka dan berdaulat.Pertama, apakah makna dan manfaat paradigma dalam ilmupengetahuan? Kedua, bagaimana penggunaan paradigma dalam ilmusosial dan filsafat? Ketiga, apakah paradigma diakui dalam konteksnegara Pancasila? Keempat, bagaimana paradigma profetik relevandikembangkan di Fakultas Hukum UII yang sedang turut mengawalperjalanan bangsa dari Yogyakarta hingga jagad Indonesia Raya?

2.2.2.2.2. Makna dan Fungsi ParadigmaMakna dan Fungsi ParadigmaMakna dan Fungsi ParadigmaMakna dan Fungsi ParadigmaMakna dan Fungsi Paradigma

Pencetus awal gagasan paradigma adalah Thomas Kuhn, TheStructure of Scientific Revolution, (1962) bertujuan menantang anggapanumum bahwa yang berlaku mengenai cara terjadinya perubahan ilmu.Masyarakat awam memandang bahwa kemajuan ilmu terjadi secaraakumulatif. Setiap tahap kemajuan tanpa terelakan dibangun di ataskemajuan yang telah tercapai sebelumnya. Namun, Kuhn mengakuibahwa kemajuan memang penting dalam menghantarkan kemajuanilmu, tetapi terjadinya perubahan besar tidak lain sebagai akibat revolusiatau perubahan sangat cepat.

Secara sederhana, Kuhn merumuskan paradigma: sebagai (1) citramendasar tentang apa yang menjadi masalah pokok ilmu di masatertentu, (2) ilmu normal adalah periode akumulasi ilmu pengetahuan,dimana ilmuwan berkarya untuk mengembangkan paradigma yangdominan, (3) karya ilmiah tersebut tanpa terelakan akan melahirkankarya-karya baru yang tidak dapat dijelaskan oleh ilmu pengetahuansebelumnya, (4) tahap krisis akan terjadi ketika ketidakajegan (anomali)kian meningkat dan hanya akan terjawab dengan model revolusi ilmu(scientific revolution).4

4 Lihat Thomas Kuhn. 1962. The Structure of Scientific Revolutions. Chicago: Universityof Chicago Press.

Page 241: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 227

Paradigma adalah gambaran fundamenetal mengenai masalahpokok dalam ilmu tertentu. Paradigma membantu dalam menentukanapa yang mesti dikaji, pertanyaan yang mesti diajukan, bagaimana caramengajukannya, dan aturan apa yang harus diikuti dalam menafsirkanjawaban yang diperoleh. Paradigma adalah unit konsensus terluas dalambidang ilmu tertentu dan membantu membedakan satu komunitasilmiah (subkomitas) tertentu dari komunitas ilmiah yang lain. Paradigmamenggolongkan, menetapkan, menghubungkan antara examplar, metode,dan instrumen yang ada di dalamnya.

Lebih jauh Ritzer menegaskan bahwa sosiologi, sebagai ilmuberparadgima ganda timbul karena paradigma tidak akan mencapai titikoptimal dalam sosiologi jika tidak didukung oleh tiga hal yaitu faktasosial, definisi sosial, dan perilaku sosial. Masing-masing paradigma harusdianalsis oleh empat komponen paradigma. Fakta sosial akan menjadiparadigma jika di dalamnya terdapat (1) Examplar atau model, yangdigunakan teoretisi fakta sosial contoh Karya Emile Durkheim, terutamadalam karyanya, The Rules of Sociological Method of Suicide. (2), Gambarantentang masalah pokok, misalnya, teoretisi memusatkan perhatiannyapada fakta sosial yang disebut Durkheim sebagai struktur atau institusisosial yang berkala luas, (3). Metode, besar kemungkian penganutparadigma ini, cara memperoleh menggunakan metode interview-kuesioner dan menggunakan perbandingan sejarah ketimbang metodelain. (4). Teori, teoretisi structural-fungsional cenderung melihat faktasosial sama antara hubungan keteraturan dengan yang dipertahanakanoleh consensus umum. Sedangkan teori konflik, selalu melihat perubahanmasyarakat dari segi kekacauan atau pertentangan sosial. 5

Paradgima definisi sosial, sebagaimana dianut oleh Max Weber, jugasama terdiri dari model, gambaran tentang masalah, metode, dan terori.Paradigma perilaku sosial, penganut paradigam ini, adalah (1) modelaliran behaviourisme, (Psikologi) BF Skinner (2) Gambaran permasalahan,

5 Pemaparan lebih komprehensif dapat dilihat George Ritzer and Doglas Goodman.2003. Modern Sociological Theory. (Six Edition), McGraw-Hill. Mariland. USA. A.15.

Page 242: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...228

perubahan didasarkan adanya reward and punishment. (3) Metode, experi-ment (4) Teori Behaviorisme Sosial. Namun, ketiga paradigma, fakta sosial,definisi sosial dan perilaku sosial tidak cukup oleh karena dapat membawapada hasil kurang objektif, manakala tidak dibantu analisis sosial. Itulahsebabnya, pengikutnya Ritz dan Nash, mencoba mengajukan suatuparadigma sosiologi integratif. Dari kacamata sosiologi status, fakta sosial,definisi sosial, dan perilaku sosial yang dalam zamannya masing-masingdipandang valid dan relevan, di kemudian hari ternyata tidak sempurna.Hadirnya model berpikir lain ada seperti paradigma sosiologi integratif,menunjukkan proses penyempurnaan akan berakhir dalam relatifitas.

Talcot Parson menggunakan istilah paradigma dalam kaitannyadengan sistem sosial, diakui selalu berubah dan berkembang karenadipengaruhi oleh terjadinnya perubahan sosial. Menurut Parson, tanpaadanya kesepahaman yang baik dari pengetahuan, suatu paradigmatidak akan pernah menjadi suatu yang mungkin. Namun, pengetahuantersebut hanya untuk menjawab pemecahan persoalan empiris, dansecara fragmentaris juga tidak sempurna. Untuk itu, dalam konteksdengan kemanfaatan paradigma, Parson mengajukan dua hal untukmenyempurnakannya dengan dua hal. Pertama, paradigma membantuuntuk memobilisasi setiap pengetahuan hukum yang kita memilikiutamanya terkait dengan persoalan relevan yang dijelaskan dalam prosessistem sosial. Kedua, paradigma memberikan kita suatu pedoman untuksuatu ketegasan permasalahan yang signifikan untuk suatu penelitiansehingga pengetahuan dapat kita kembangkan. Dengan demikian,menurut Parson, in so far as it does not directly incorporate knowledge oflaws, then, the paradigm is a set of canons for the statement of problems, insuch terms as as to ensure that the answers to the question asked will prove tobe of generalized significance, because they will state or imply definite relationsbetween the fundamental variables of a system.6

6 Pandangan Talcott Parsons, telah memulai mengarahkan kajian paradima denganmenghubungkannya dengan persoalan hukum. Lihat karyanya, Talcott Parsons. The SocialSystem: The Major Exposition of the Author’s Conceptual Scheme for the Analisis of the Dinamicsof the Social System.

Page 243: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 229

Dalam sosiologi, paradigma tersebut menjadi penting tidak sajaberkaitan dengan cara meperoleh fakta, data dan informasi lainnyadalam penelitian, akan tetapi lebih utama paradigma dipergunakanhendaknya melibatkan kekuatan analisis untuk mencegah kejadianpenyimpangan yang subjektif. Kata kunci Parson, bagi upayamenjelaskan ilmu sosial dengan hukum tampaknya tidak secara otomatisdapat berkaitan dengan hukum. Tetapi, paradigma lebih dipahamkansebagai sekumpulan nilai-nilai suci (canons) untuk suatu persoalanmendasar dalam penelitian yang tidak parsial.

Itulah sebabnya, mengapa Fred N. Kerlinger dalam karyamonumentalnya, Foundations of Behavioral Research, (second edition)menempatkan pembahasan paradigma dalam bagian, Prinsip-PrinsipAnalisis dan Penafsiran (Principle of Analyses and Interpreation).7 Karenaitu, menurut Kerlinger, suatu analisis dimaksudkan sebagai upaya untukmelakukan pengelompokan, pengaturan atau penyusunan secara tertib,memberikan makna, dan melakukan peringkasan dari data, fakta untukmemperoleh suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang diajukan.Adapun maksud dari analisis yaitu menyederhanakan data yang dapatdipikirkan dan diberikan penafsiran, sehingga hubungan antarapersoalan penelitian dapat dikaji dan dibuktikan secara nyata ataufaktual.

Mengapa akademisi dalam penelitian penting mengedepankanparadigma (1) penelitian akan dapat mengetahui seberapa jauh kerjakonsep, teori, pertanyaan serta hipotesis dapat dijawab. Dengan caraitulah, peneliti dapat melihat, apakah data dan nalisisnya dapatmenjawab permasalahan penelitian (2). Paradigma digunakan sebagaitool of analyses yang bermanfaat dalam memahami tingkat hubunganantara suatu ajaran dengan perilaku msayarakat. Pendidikan agamameningkatkan karakter moralitas anak-anak. Karena itu, pendidikanagama telah didefinisikan sebaga suatu unsur panutan dalam bagi anak-

7 Lihat secara lengkap dalam Fred N. Kerlinger. 1973. Foundations of BehavioralResearch, (second edition). Holt, Rinehart and Winston. London. P.134-8.

Page 244: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...230

anak di sekolah. Hubungan antara tingkat kejujuran, dan ketidakjujuranditentukan selain oleh pelajaran agama, adanya tauladan, pengawasanpublik, dan frekuensi tingkat keseringannya. (3), paradigma dapatmenuntun secara langsung penelitian dalam melakukan pengujian atashipotesis.

Sebelum lebih jauh menempatkan paradigma dalam dunia lebihpopuler, makna yang lebih kurang sama digunakan istilah, kerangkateoretis (theoretial framework), kerangka konsptual (Conceptural frameework),kerangka pemikiran (frame of thinking), orientasi teoritis (theoretialorientation), atau sudut pandang (perspective), atau pendekatan (approach).Ahimsa-Putra mendefiniskan paradigma, sebagai seperangkat konsepyang berhubungan satu sama lain secara logis membentuk sebuahkerangka pemikiran yang berfungsi untuk memahami, menafsirkan danmenjelaskan kenyataan dan/atau masalah yang dihadapi.8

Pemikir Ilmu sosial, sering menggunakan mensintesiskan gagasanIlmu sosial profetik, kontribusinya dirasakan lebih relevan ketika belantarapemikiran paradigmatik menjadi lebih disederhanakan. Setidaknya adaenam komponen yang diformulasikan untuk dapat memahami paradigmadalam ilmu sosial, termasuk dapat diorientasikan ke dalam pemikirandan pengembangan ilmu hukum. Hal tersebut antara lain (1) adanyaasumsi dasar (dalil) kritis yang membimbing ilmuwan dalam mengawalipemikirannya. (2), etos atau nilai-nilai yang telah menjadi kepercayaanmendasari timbulnya berbagai permasalahan (3), model atau analogi yangdigunakan sebagai peneliti dalam membimbing penelitian untuk mencarijawaban atau keingintahuannya (4), pemunculan permasalahan yanghandal dan wajib dirumuskan, apakah sebagai pemenuhan atas hasratingin tahu, ataukah karena ada keperluan dan kebutuhan (5), adanyateori atau konsep-konsep pokok, sebagai pisau analisis terhadap (faktasosial, definisi sosial dan perilaku sosial), dan (6) Adanya metode

8 Heddy Ahimsa-Putra. 2001. “Paradigma Profetik: Sebuah Konsepsi. Disampaikandalam Diskusi Pengembangan llmu Profetik 2011, diselenggarakan leh Fakultas Hukum-UII di Yogyakarta, 18 November 2011. Hlm. 3.

Page 245: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 231

penelitian baik jenis kuantitatif (luas, besar, berat, jumlah, dan frekuensi,),maupun jenis kualitatif (nilai, pandangan hidup), kepribadian, norma,kriteria, keagamaan, kebiasaan, kesopanan, dan kesusilaan.9

Penggunaan paradigma dalam pendekatan ilmu politik, khususnyahubungan internasional telah berlangsung, penggunaan paradigmadikaitkan bukan sekedar untuk suatu analisis yang dapat melahirkansuatu hasil analisis yang objektif, melainkan sebagai alat memprediksike depan. Karya Samuel Huntington dengan jelas memperlihatkanbahwa paradigma digunakan tidak untuk selamanya, tetapi terbatashanya untuk beberapa dekade saja. Ketika paradgima peradabandigunakan untuk melihat hubungan Barat dan Timur, serta Utara danSelatan maka abad kedua puluh suasana masyarakat dunia telahmengalami perubahan. Apa yang dikatakan Samuel Huntington tidakdiragukan ketika kata paradigma digunakan sebagai suatu pendekatandalam memprediksi tatanan politik dunia.

A civilizational paradigm thus set forth a relatively simple, but not too simplemap for understanding what is going on in the world as the twentieth cen-tury ends. No paradigm, however, is good forever. The Cold War model ofworld politics was useful and relevant for forty years but become absolete ein the late 1980 and at some point the civilizational paradigm will suffer asimilar fate. .. Paradigm also generate predictions, and a crucial test of aparadigm’s validity and usefulness is the extend to which the prediction derivedfrom it turn out to more accurate than those from alternative paradigms.10

Dengan kata lain, baik dalam pendekatn ilmu sosial dan juga politikinternasional, penggunaan paradigma selalu dikaitkan dengan suatucara, the way, manhaj, yang digunakan untuk memecahkan, menjawabkrisis akibat tuntutan dan perubahan dengan menciptakan asumsilandasan terpadu terdiri dari asumsi, nilai, teori, konsep, metodepenelitian dan analisis yang dioperasionalisasikan secara terpadu.

9 Ibid.10 Menarik pandangan Samuel Huntington dalam penggunaan paradigma sebagai

suatu pendekatan dlam memahami perubahan peta politik politik dunia kontemporer.Samuel Huntington 2002. The Clash Civilizations and the Remaking of World Order. London:WC2B. An Imprint of Simon Suchter UK.

Page 246: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...232

3.3.3.3.3. Paradigma dan Filsafat Ilmu HukumParadigma dan Filsafat Ilmu HukumParadigma dan Filsafat Ilmu HukumParadigma dan Filsafat Ilmu HukumParadigma dan Filsafat Ilmu Hukum

Kelahiran peraturan hukum, sebagaimana dirumuskan di Jermandan Perancis, terdiri dari hukum tertulis (written law), yang terkadangteks yang ada jauh di kemudian hari tak memiliki kesesuaian. Paradigmadalam ilmu sosiologi berfungsi sesuai perkembangan zaman adalahtampak jelas bahwa paradigma tersebut didukung oleh fakta sosial,definisi sosial, perilaku sosial dan analisis. Apakah sama kiranya jikailmu hukum tidak memiliki kemampuan fungsional responsif juga harusmenggunakan pendekatan paradigmatik sebagaimana dibicarakan dalamkebanyakan ilmu sosial.

Tampaknya, Jurgen Hubermas memberikan isyarat bahwaperkembangan hukum di Jerman dan juga Perancis, tidak luput darisituasi krisis. Sejak perang Dunia II, Jerman telah menerapkan sistemhukum tertulis. Namun karena perkembangan sosial dimana kaumberdasi telah mendominasi proses pembuatan hukum di tingkat legislasi,maka persoalan fungsi dan tujuan hukum, utamanya telah menggeserkeadilan menjadi bagian yang dapat diperoleh masyarakat padaumumnya. Peraturan hukum, teori hukum yang diterapkan dalamkekuasaan termasuk sistem ajudikasi di pengadilan terkadang keluar darinorma hukum yang seharusnya. Jika kondisi hukum dan kebanyakanmasyarakat, baik di masyarakat barat pada umumnya telah bergeser,maka sesungguhnya krisis tersebut telah menenggelamkan ilmu hukum.

Krisis kekuasaan dan juga krisis hukum yang anarkis dandiktatorshipnya, Hitler tidak membuat ahli-ahli hukum diam untukmengubah model pengembangan hukumnya. Peraturan hukumberbentuk Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, dan berbagaiperaturan yang tertulis berseberangan antara Text dan Konteks. Itulahkemudian, sekitar 1931, Otto Kahn-Freund melakukan pengujianterhadap ideal masyarakat dari suatu Mahkamah Agung(Reichsarbeitsgericht). Kemudian dua dekade berikutnya, Franz Wiecker,memperkenalkan konsep yang hampir senada disebut “social model”yang mejelaskan suatu tujuan deskriptif untuk mencoba membuat suatu

Page 247: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 233

pemikiran paradigma hukum yang liberal dalam kelompok kitabperundangan-undangan kelompok hukum perdata. Adapun maksuddan tujuan Franz adalah untuk membuka model sosial yang memberikanketeraturan hukum dan bagaimana model sosial mampu melakukanperubahan dalam suatu rekayasa rahasia, dengan mengemasnya kedalam kesusatraan, kemanusiaan, dan keberlanjutan konsep dari suatutradisi ilmiah.11

the opaoque and inconsistent structure of such a legal order has thus stimu-lated the search for a new paradigm beyond the familiar alternatives. Thetentative answers that readers are left with ant the end of Dieter Grimm’sstudy “The Future of the Constitution typify the aporias afflicting con-temporary debates.12

Dengan kata lain, perubahan sosial termasuk pencapaian ke arahmasyarakat yang sejahtera secara sosial dan ekonomi, dari pengalamanJerman adalah perubahan paradigma, dengan melakukan suatuamandemen Basic Law atau UUD (Grundgesetz). Apakah perbedaanpemahaman terhadap konstitusi dapat menyerap kehilangankeabsahannya, ataukah apakah suatu UUD akan menjadi bagian dariketertiban yang terpisah, akan tetap membuka suatu pertanyaan akanpentingnya hukum yang transformatif untuk dapat melawan teks yangdapat ditafsirkan secara lebih proporsional.

Kontribusi pandangan sosioologi terhadap hukum adalahh Santosseorang Profesor Sosiologi dari Portugal, dan termasuk Profesor yangsering berkunjung ke Universitas Wisconsin Law School. Dalam sosiologidan teori-teori sosial lainnya, mengedepankan suatu tesis yang

11 Kajian paradigmatic hukum di Jerman juga menujukan kesamaan denganpandangan Thomas Kuhn, Jurgen Habermas dalam karyanya, Between Facta and Norms:Contribution to a Discourse Theory of Law and Democracy (translated by WilliamRehg). Polity Press Oxford, UK. 1997:390. Perubahan ilmu sosial pada umumnyasosiologi, dan hukum pada khususnya meperlihatkan gejela yang sama. Selain dalamilmu sosial stagnasi merupakan lawan status quo, kebekuan ilmu pengetahuan termasukfungsi dan tujuan hukum yang hanya memerkuat kekuasaan dan tidak peduli padakesejahteraan rakyat, maka konsep model sosial, atau paradigma diperlukan untukterjadinya suatu perubahan yang cepat.

12 Ibid. Hlm. 391.

Page 248: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...234

melakukan terobosan dalam dunia modern dan kehadiran suatuparadigma baru, adalah suatu maksud dari buku yang secarakeseluruhan mengidentifikasi beberapa unsur perundang-undangandari suatu gerakan hukum postmodernis. Lahirnya paradigma baru untukmemahami hukum tersebut antara lain disebabkan oleh beberapa alasan:(1) bidang hukum dalam masyarakat kontemporer dewasa inimerupakan suatu sistem dunia yang secara keseluruhan menjadi sangatkompleks dan lebih kaya dengan peta-peta kondisi hukum sebagaimanatelah dirumuskan oleh para pemikir teori liberal; (2) setiap bidanghukum saat ini merupakan konstelasi dari sistem hukum berbeda danberoperasi dalam lingkup lokal, nasional, antara lintas negara dalamruang dan waktu berbeda pula; (3) dan akhirnya, bahwa hukum memilkidua sifat pengatur dan bahkan berpotensi memaksa dan berpotensiemansipatoris. Lebih dahsyat lagi adalah suatu model perubahan yangnormal dan rinci, bagaimana suatu peraturan hukum memiliki potensiberubah secara perlahan-lahan (berevolusi), apakah terhadappengaturan atau emansipasi, yang sesungguhnya tidak berkaitan dengankonsep autonomi reflektif hukum, tetapi lebih di pengaruhi oleh karenamobilisasi politik dari persaingan berbagai tekanan.13

Manakala pengaruh globalisasi terhadap ilmu hukum takterelakkan maka paradigma menjadi penting dan utama dalammenjembatani ilmu hukum dan peristiwa sosial yang terkadangparadoksial. Dari kajian perbandingan filsafat hukum, Erlyn tampaknyatidak memberikan spekulasi lebih jauh terhadap perumusan paradigmaprofetik. Netralitas Erlyn dengan mengacu pada Guba dan Lincoln,mengedepankan empat paradigmatik hukum, (1) paradigma positivismeyang terdiri dari: aliran hukum filosofis, aliran hukum teologis, danaliran hukum alam, (2) paradigma post-positivisme, terdiri dari aliranhukum realis, aliran hukum behavioralisme, strukturalisme dan

13 Lihat William Twinning. 2000. Globalization and Legal Theory. Santos dan Haack,and Calvino, Globalization, Post-modernism, and pluralism. Butterworth. London. P.198

Page 249: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 235

funsgionalisme dan strukturalisme-funsgioanlisme, aliran hukum danmasyarakat dan aliran sosiologi hukum, (3) paradgima teori kritis,meliputi teori hukum kritis, dan studi hukum kritis, dan teori hukumfeminis, (4) paradigma konstruktivisme, meliputi aliran hukum simbolisinteraksionis, aliran hukum fenomenologis.14

Atas perdebatan keempat paradigmatik yang tak mengakhiriantagonistik tersebut, Erlyn mencoba mengkaitkannya dengan modeldiskresi. Menurut Erlyn, persoalan menjangkitnya diskresi dalampenegakan hukum dapat melekat pada pengambilan keputusan.Pentingnya diskresi dalam memahami dan menafsirkan hukum adalahmenjembatani jurang pemisah antara tinjauan filsafat yang satu denganyang lain. “Betapapun pembumian dilakukan, tidak lantas dapat menjaditinjuan filsafat maupun filsafat hukum sepenuhnya kongkrit.” Diskresidipahami sebagai kemerdekaan dan/otoritas seseorang/kelompok orang/institusi, yang secara bijaksana dan dengan pertimbangan untukmembaca, menerjemahkan dan/atau menafsir, meneliti, memilih danmemilah, serta membuat keputusan dan/atau mengambil tindakanhukum tertentu yang dipandang paling tepat.

Pentingnya kajian Erlyn, paradigmatik terhadap diskresi yaitumemberikan kemampuan mengurai dan mendudukan serta memecahkankompleksitas persoalan hukum termasuk perdebatan diskresi dalammasyarakat. Meski secara tidak disadari, kajian paradigmatik diskresi Erlyn,memberikan kontribusi pada kemungkinan lahirnya gagasan paradigmaprofetik. Secara eksplisit, Erlyn mengemukakan pentingnya paradigmaantara lain, bahwa tanpa kajian paradigmatik, jurang pemisah di antaraberbagai aliran Filsafat Hukum akan menjadi persoalan hukum, sepertinyamisalnya diskresi, tak kunjung terselesaikan. Melalui kajian paradigmatik,pengertian yang baik dan benar mengenai derajat perbedaan yang ada diantara para pakar, praktisi dan pengamat hukum dalam memahami dan

14 Lihat dalam Power Point karya Erlyn Indarti. Paradigma dan Ilmu Hukum: SuatuTelaah Filsafat Hukum Tentang Diskresi. Disampaikan dalam Diskusi Berseri,diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum, FH UII, 16 Juni 2011. di Aula Fakultas HukumUII, Jalan Taman Siswa 158. Yogyakarta. Hal 16-24

Page 250: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...236

menggunakan diskresi dapat dicapai. Komparasi paradigmatik berfungsiuntuk mengurai, mendudukkan pada tempatnya, serta memecahkankompleksitas persoalan hukum, termasuk perdebatan tentang diskresi.15

Menempatkan diskresi dalam pemaparannya, lebih menekankanpada metode analisis tampaknya mengarah pada pembentukan tradisiberpikir hukum berparadigma profetik. Hal ini utamanya terjadi ketikadikaitkan dengan konsep tradisi kebebasan berpikir dalam, yakni Ijtihad(akan diulas di bagian akhir tulisan ini). Muhammad Abduh sebagaimodernisme Islam pernah mengatakan ketinggalan peradaban Islamkarena kebebasan pintu ijtihad was closed. Kebebasan bernalar hukumyang telah dikembangkan oleh aliran hukum Islam (Fuqoha) yang telahmenapakan kejayaannya dalam bidang filsafat hukum Islam.16

4.4.4.4.4. Pemikiran Hukum Paradigmatik PancasilaPemikiran Hukum Paradigmatik PancasilaPemikiran Hukum Paradigmatik PancasilaPemikiran Hukum Paradigmatik PancasilaPemikiran Hukum Paradigmatik Pancasila

Dalam konteks ke-Indonesiaan, pendekatan paradigmatik tidakdapat lepas dari kehadiran filsafat hukum Pancasila. Pandangan BernardArief Sidharta terkait dengan realitas hukum di Indonesia masih relevandikedepankan. De facto, ilmu hukum yang diemban di Indonesiasebagaimana diajarkan dalam pendidikan hukum dan dipraktikan parapraktisi hukum in de diepsten grond masih berkiprah dalam kerangkaparadigma ilmu hukum anno 1924. Ilmu hukum hanya sebagaieksemplar normologi yang mempelajari hukum hanya sebagai tatananaturan hukum positip seperti diajarkan Hans Kelsen dengan ReineRechtslehre dan aliaran hukum positip lainnya.

Menurut Arief Sidharta, paradigma hukum nasional tersebutmengacu pada cita hukum, Pancasila sebagai pangkal tolak darikeyakinan bahwa alam semesta dengan segala isinya, termasuk manusia,yang sebagai suatu keseluruhan terjalin secara harmonis, diciptakanoleh Tuhan. Hakikat hukum sebagai aturan tingkah laku masyarakatberakar pada gagasan rasa, karsa, cipta dan fikiran dari masyrakat itu

15 Ibid., Erlyn. VI. 2011. 22-24.16 Lihat Ahmad Hasan. 1985. IJMA. Bandung: Penerbit Pustaka. Hlm. 275.

Page 251: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 237

sendiri. Cita hukum menurut Arief, adalah gagasan, karsa, cipta danpikiran berkenaan dengan hukum dan persepsi tentang makna hukum,yang dalam intinya, terdiri dari tiga unsur, keadilan, kehasilgunaan, dankepastian hukum. Dalam cita hukum Pancasila berintikan ajaran:Ketuhanan Yang Maha Esa, Penghormatan atas martabat manusia,wawasan kebangsaan dan wawasan nusantara, persamaan dan kelayakan,keadilan sosial, moral dan budi pekerti yang luhur, dan partisipasi dantransparansi dalam proses pengambilan keputusan publik.17 Dalamkonteks, paradigma hukum nasional yang mangcu pada cita hukum,Pancasila, maka ilmu hukum tidak bebas nilai (no-free value).

Dalam kajian filsafat secara khusus, Kaelan mengatakan bahwaparadigma yang berkembang menjadi suatu terminologi yangmengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasidasar, sumber asa arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahanserta proses dalam suatu bidang kehidupan kenegaraan dan kebangsaan.Secara filosofis, di Indonesia kedudukan Pancasila sebagai paradigmakehidupan kenegaraan dan kebangsaan mengandung suatu konsekuensibahwa dalam segala aspek kehidupan kenegaraan dan kebangsaantermasuk sistem hukum Indonesia, mendasarkan pada nilai-nilai yangterkandung dalam Pancasila. Dalam hubungan dengan ilmu pengetahuandi Indonesia, termasuk ilmu hukum dipastikan mengaut pandangan“value bound” .

Karena itu, jika nilai-nilai Pancasila dalam pembangunan hukumakan dikembangkan ke dalam filsafat ilmu maka dasar ontologis,epistimologis, serta dasar aksiologis hendaknya menjadi pilar utamanya.Pertama, ilmu pengetahuan hukum harus memiliki dasar ontologis,bahwa hukum tidak dapat dipisahkan dengan nilai religius, nilai kodrat

17 Lihat pemikiran Bernard Arief Sidharta. 2000. Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum.Bandung: Penerbit Mandar Maju. Hlm. 185. Bandingkan K.N. Jaya Tikele, bahwa sistemhukum timur, tidak sekedar terdiri dari penalaran hukum semata, tetapi mengutamakan,nilai harmoni, yaitu status dari hukum yang benar atau salah. Lihat Jayatikele dalam Dr.R. H. Hickling, Major Legal Systems. Centre for Southerns Asian Law Faculty of Law,Northern Teritorry. 1996

Page 252: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...238

manusia, nilai persatuan dan kebhinekaan Indonesia, nilai demokrasidan nilai keadilan dalam hubungannya dengan masyarakat dan bangsaIndonesia. Kedua, aspek epistimologi yaitu, menyangkut tentang hakikatsumber pengetahuan, kebenaran pengetahuan, cara mendapatkanpengetahuan, karenanya, hukum tidak dapat hanya dipandang secaraontologis sebagai produk penguasa semata dan hukum kodrat, akantetapi didasarkan kepada nilai-nilai religius, Pancasila, sebagai citahukum abstrak, dengan mengakomodir, hukum formal modern, danmengakomodir sumber hukum agama, dan hukum adat, sebagai localwisdom, dikembangkan metode eklektif kritis. Ketiga, aspek aksiologisterkait dengan dasar-dasar etika dan moral yang harus menjadi dasarperilaku para praktisi hukum dalam menjalankan tugas profesionalnya.Keberadaan ilmu hukum Indonesia yang terikat dengan dasar filosofisPancasila, maka penegakan hukum yang berkeadilan tidak mungkindapat dicapai tanpa perilaku yang dibimbing oleh etika dan moralitas,baik-buruk, atau benar-salah.18

Dengan demikian pendekatan filsafat hukum sebagaimanadiuraikan di atas, mengantarkan pada suatu keniscayaan bahwaparadigma ilmu hukum Indonesia hendaknya mengacu pada nilai-nilaidasar Pancasila. Di dalam filosofi Pancasila bukan saja mengandungnilai-nilai dasar, yang mendorong adanya karya, cipta, karsa, dan rasadengan fungsi pemelihara harmoni antar hubungan antara Pencipta,alam, manusia, dan isinya, tetapi juga kerangka acuan filsafat yakniontologi, epistimologi, dan aksiologi berada dalam suatu ikatan nilaitidak dapat ditawar.

18 Pendekatan filosofis, Kaelan telah menggambarkan secara komprehensif tentangparadigma ilmu hukum yang mengacu pada dasar filosofis Pancasila, denganmengaitkannya pada tiga pilar ilmu pengetahuan (ontologism, epistimologis danaksiologis). Fungsi Pancasila sebagai Paradigma Hukum dalam Penegakan HukumKonstitusionalitas Indonesia. Kaelan. 2011. Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalamMenegakan Konstitusionalitas Indonesia. Jakarta: Mahkamah Konstitusi RI dengaan UniversitasGadjah Mada. Hlm. 50-107

Page 253: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 239

5.5.5.5.5. Paradigma Profetik dalam Pengembangan IlmuParadigma Profetik dalam Pengembangan IlmuParadigma Profetik dalam Pengembangan IlmuParadigma Profetik dalam Pengembangan IlmuParadigma Profetik dalam Pengembangan IlmuHukumHukumHukumHukumHukum

Untuk pengembangan ilmu hukum secara khusus penulis belummenemukan kajian paradigma profetik. Terkait dengan paradigmaprofetik, sebelumnya menjadi relevan untuk mengunakan bagaimanaperan agama-agama besar dalam mempengaruhi perkembangan ilmuhukum.

Paradigma profetik dapat didekati dari pendekatandekonstruktifisme, suatu tulisan tentang Pengembangan Ilmu HukumBerbasis Religious Science,19 yang menggagas tentang pentingnyamendudukan ajaran agama dalam perkembangan sejarah pembentukanpemikiran ilmu hukum. Situasi ini timbul kesamaan kepedulianmengingat berbagai paradigma kapitalistik yang melanda dunia, berakhirdengan hanya memuaskan kelompok tertentu dan menyengsarakankelompok lain, khususnya kelompok masyarakat marjinal. Pentingnyapendekatan pengetahuan keagamaan (Religiousitas Saints) dalammemahami hukum fenomenologis tidak lain disebabkan karena terjadinyakekosongan (void) atau terjadinya mata rantai pemikiran hukumpositivistik gagal memerankan fungsi dan tujuannya yaitu keadilan hukumdalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara lebih komprehensif.20

Tidaklah naif jika kita memulai menyusun kembali pola pikirdengan menelusuri sejarah pertumbuhan ilmu hukum denganmenempatkan peran signifikan agama dalam peradaban Yunani,Romawi, Islam dan peradaban moderen, dialektika perkembangan ilmuhukum. (1) Terlepas pro-kontra, kontribusi agama-agama samawi dalam

19 Jawahir Thontowi. 2011. “Pengembangan Ilmu Hukum Berbasis Religious Science:Dekonstruksi Filosofis Pemikiran Hukum Postivistik”. Makalah disampaikan dalamKuliah Tamu di Paskasarjana Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya Malang.,diselenggarakan 13 Agustus 2011.

20 Jazim Hamidi, merupakan pioner muda yang mencoba melakukan dekonstruksiberpikir hukum, melalui pengkajian filsafat ilmu dengan program doktor S3 FakultasHukum Brawijaya, Malang. Buku yang berjudul Religiousitas Sains: Meretas Jalan MenujuPeradaban Zaman (Diskusi Filsafat Ilmu). Kumpulan tulisan mahasiswa S3 di bawahasuhan Dr. Jazim. M. Penerbit UB Press. Malang. 2010

Page 254: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...240

kontruksi ilmu pengetahuan hukum jelas memperlihatkan bukti nyatasebagaimana dikemukakan oleh Plato, Cicero, J. Berman, dan jugaBenedict Ruth. (1) agama secara utuh, dan/atau sebagai budayamerupakan sistem nilai karena selain dapat berfungsi sebagai pedomanyang mengandung nilai-nilai universal kebenaran dan keadilan. (2) peranAgama dalam hukum internasional tidak dapat dinafikan ketika nilai-nilai agama yang universal tumbuh dan berkembang melintas negeri-negeri kelahirannya. Ada marco Polo dari Spanyol dan ada juga IbnuBaituta dari Africa, melakukan pelayaran luar biasa adalah faktaglobalisasi. Vatican di Italia atau Roma bagi umat Kristiani dan Katholik,Mekkah di Saudi Arabia bagi umat Islam, dan India bagi masyarakatHindu, Konghucu/Konfucianisme bagi masyarakat China telahmenujukan wajah penduduk dunia pluralistik, termasuk dalam sistemhukumnya. (3) agama di sebagian negara-negara Muslim telah menjadiagama sebagai ideologi negara yang dimuat dalam konstitusi dan jugaterdapat negara-negara Muslim yang tidak menjadikan agama sebagaiagama negara. (4) tidak kalah pentingnya ketika masyarakat belummemiliki negara, agama telah menjadi pengganti hukum (legal substitu-tion) yang dipandang sebagai hukum yang hidup dalam masyarakatjauh lebih efektif daya lakunya karena masyarakat merasa lebih dekatdan falimiar dengannya ketimbang peraturan hukum undang-undangbuatan negara.21 Sebaliknya kegagalan hukum nasional yang abai akannilai-nilai agama suatu masyarakat juga timbul upaya memformalkanhukum yang cenderung tenggelam sebagaimana living law.

Sejalan dengan itu, krisis yang menecemaskan para pemikir Barat,juga diakui oleh Mohammad Zaki Kirmani. Seorang, Direktur Center forScience Studies, Aligar University, India. Krisis yang timbul disebabkanoleh model dominan ilmu pengetahuan Barat. Pertama, berkaitan denganadanya dikotomi dalam filsafat dan metode kajian dan pandangan

21 Lahir Perda-perda Adat sejumlah 106 dan juga Perda-perda Syariat Islam lebihdari 164 perda di berbagai kabupaten, menunjukkan ketidakmampuan sistem hukumnasional yang unifikasi menjawab nilai-nilai yang lebih berkarakter lokal dan religius.

Page 255: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 241

terhadap obyek yang sedang dikaji, dan yang lainnya berkaitan dengankeadaan masyarakat tempat tumbuh dan berkembangnya ilmupengetahuan. Terkait dengan persoalan objek kajian bersifat holistik,menandakan adanya keterkaitan dan ketergantungan dengan berbagaibentuk makhluk yang ada. Namun, menjadi hal yang tidak dapatdipahami ketika proses penentuan kebenaran dengan memberikanpembenaran hanya dengan menggunakan suatu metode yang masihdidasarkan pada filsafat yang secara fragmentaris dangat pentingmasalahanya. Kedua, krisis yang timbul dari luar terhadap ilmupengetahuan barat saat ini terkait dengan struktur nilai masyarakatdimana ilmu pengetahuan terus tumbuh dan mekar.

Dalam pandangan Zaki Kirmani, keunikan ilmu pengetahuan baratmemiliki empat dimensi yang sekaligus menujukan ketidakkonsistenannya.Misalnya, ilmu pengetahuan telah memperlihatkan kemanfaatannya begitubesar untuk menjawab suatu persoalan-persoalan yang bertentangandengan masyarakat dewasa ini. Misalnya, suatu penyelesaian ataupersoalan berkaitan dengan pertanian, pemeliharaan kesehatan, komunikasidan transportasi, telah memberikan begitu banyak kepuasan, tetapi dalamkelangsungannya tidak dilestarikan. Ilmu pengetahuan telah memberikanpelayanan dan menyediakan kekuasaan dan dunia kontemporer saat inikarena adanya kerjasama dengan para politisi, tetapi mengapa merekatidak mampu menyingkirkan urusan militer ke dalamnya. Gagasan ZakiKirmani sesungguhnya mengacu pada Maududi dan Sayyed Qutub, tidaklepas dari keharusan umat Islam, menerima berbagai hal dari ilmupengetahuan Barat, seharusnya diuji dengan suatu pengetahuan kritis yangberkesesuaian dengan Alqu’an.22

Mohammad Zaki Kirmani, juga menghubungkan para sarjanaMuslim memberi dan berkontribusi fundamental dalam mencari jalan

22 Pandangan Mohammad Zaki Kirmani penting untuk dikemukakan, selain tergolongtelah mengembangkan penggunaan dalam kontkes Islam dan Ilmu Pengetahuan. IslamicScience. Moving oward a New Paradigm, in Ziauddin Sardar (Editor). 1989. An EarlyCrescent: The Future of Knowwledge and the Enironment in Islam. London and New York:Mansel. Hlm.158

Page 256: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...242

keluar dari segi Islam untuk model pengembangan ilmu di Barat.Seyogyanya alternatif ini masih belum mendapatkan pengakuan penuh.Namun, beberapa aspek tentang Islam telah menarik perhatian danmemberikan kebanggaan bagi Barat dan Timur. Misalnya, aspek etika begitumelekat pada ilmu pengetahuan Islam, tampaknya mendapatkanpembenaran dari pemikir Barat Mereka mengakui ketiadaan etika dalammodel Ilmu pengetahuan Barat. Karena akar ilmu pengetahuan bebas nilai(free value) menurut Mohammaf Zaki Kirmani, untuk mencapai kemajuandalam pengembangan ilmu pengetahuan Islam, para intelektual Muslimkontemporer hendaknya memusatkan perhatian terhadap isu-isu yangrelevan dengan ilmu pengetahuan Barat, dalam pandangan Islam.

Ahimsa Putra, hasil bacaan saya terhadap tulisannya tergolongyang komprehensif. Tidak saja dalam membedah pemaknaan terhadapkonsep paradigma yang digunakan dalam ilmu sosial budaya itu sendiri.Tetapi, juga mengedepankan pemikiran awal, mas Kuntowijoyo tentangpemikiran sejarah sosial yang profetik. Karena itu, gagasan Kunto bukanislamisasi pengetahuan, tetapi menjadi ’Pengilmuan Islam’, dari reaktifmenjadi proaktif.23 Di balik pemikiran Kunto, dua nama sepertiMuhammad Iqbal dan Roger Graudi telah mengilhami pola pemikiranKunto tentang ilmu-ilmu sosial profetik.

Mengacu pada sintesis tersebut, Ahimsa-Putra secara lebih eksplisitbahwa paradigma profetik dalam ilmu sosial dapat dikemukakan.Sebagai langkah awal, ia berangkat dari pemikiran Kunto yang palingawal, meski masih jauh dari sempurna. Dalam pemikiran Kunto sebagaisejarawan sosial, menempatkan Islam sebagai sumber nilai (etos). Karenaitu, pengembangan paradigma Islam merupakan langkah pertama yang

23 Sepertinya pandangan Kuntowijoyo tentang paradigma propetik tidak jauh darisifat-sifat universal para nabi-nabi, yang terjowantahkan ke dalam nilai-nilai universalyang menjadi panutan umat manusia dunia, seperti peduli, kreatif dan pro-aktif (balligh)kejujuran dan kebenaran (shodiq), patuh dan tunduk pada janji (amanah) cerdas secaraintelektual dan spiritual (fathonah), bersikap adil dan tidak tebang pilih (a’dalah), bersabar(shobar), berani mengatakan yang benar dan yang salah (syaja’ah), rendah hati dan tidaksombong (tawadhu), kasih sayang (ruhama’u), mengutamakan kepentingan umat/publik(mashlahatul ummah), dan tidak materialistic (juhud).

Page 257: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 243

menegasikan konsep islamisasi ilmu pengetahuan. Islamisasi pengetahuanbagi Kunto cukup menyakitkan oleh karena Islam tidak dapat disamakandengan gerakan bisnis pragmatis. Tetapi, Kunto lebih memilih padagerakan “pengilmuan Islam”. Kedua kelemahan yang perlu disempurnakandan peluang bagi Ahimsa-Putra, untuk mengembangkannya antara lain,karena pandangan Kunto tentang ilmu pengetahuan sosial profetik jauhdari sempurna, dan lebih merupakan model wacana parsial (comot sanacomot sini). Heddy mengelaborasi pikiran Kunto, terkait denganpembentukan konsepsi atau pandangan mengenai paradigma atau“pemikiran sistem Islam terpadu (kaffah), yang moderen dan berkeadaban.

Secara langsung dengan berbagai kelebihan dan kelemahannya,Ahimsa-Putra, telah berani mengajukan suatu model pemikiran yakniI. paradigma propetik dan Islam. Rumusannya mencakup (1) basisepistimologi Islam terdiri dari Al-quran dan Sunnah, Rukun Iman, danRukun Islam. (2) Asumsi dasar tentang basis pengetahuan mencakup:panca indra, akal (kemampuan struktural dan simbolisasi), bahasa, wahyuatau ilham, sunnah Rasulullah, (3) asumsi dasar tentang objek material (4)asumsi dasar tentang gejala yang diteliti, (5) asumsi dasar tentang ilmupengetahuan. (6) asumsi dasar tentang ilmu sosial/alam profetik (7) asumsidasar tentang disiplin profetik. II. Etos Paradigma Profetik: Basis semuaetos: Penghayatan, etos kerja pengabdian (untuk Allah swt, ilmu, dirisendiri, sesama dan alam semesta), etos kerja keilmuan (pengembanganunsur, pengembangan paradigma, pengembangan sistem pengetahuan),etos kerja kemanusiaan (kejujuran, ketelitian/keseksamaan,ketawadhuan), dan etos kerja kesemestaan (perlindungan, pemeliharaan,pemanfaatan, dan pengembangan).

Model paradigma profetik mengandung (1) struktur rukun imandan trasformasinya (manusia pengabdian kepada Allah, ilmuwanpengabdian kepada ilmu pengetahuan), manusia persahabatan kepadaMalaikat, ilmuwan kepada kolega, manusia pembacaan pada alkitab(Quraniyah) dan ilmuwan pembacaan pada kitab alamiah (qauniyah).(2) model struktur rukun Islam: Syahadat, (syahadat keilmuan,

Page 258: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...244

wahyuisme), Sholat, (sebagai perenungan dan inspirasi), Puasa(penelitian dan temuan), Zakat (Pengajaran da Penyebaran), Haji,(pertemuan dan pertemuan). Terakhir, Implikasi Epistimologi Propetik,mengandung implikasi permasalahan, implikasi konseptual, implikasimetodologi penelitian, implikasi metodologi analisis, dan implikasirepresentatsional (Etnografis).24

Terkait dengan paradigma profetik bagi pembentukan filsafat ilmu(epistimologi) di FH UII maka asumsi keyakinan bahwa visi rahmatanlil ‘alamien menuntut untuk diformulasikan. Pertama, paradigma profetik,dalam penjabaran ilmu hukum harus dibangun dari pandangan yangterpadu (integrated) antara nilai-nilai kebenaran (ontologis), kebenaranilmunya (epistimologis) dan nilai-nilai manfaat (praxis). Mengakuikehadiran teori hukum alam (natural law), termasuk pandangan Thomasvan Aquinas, hukum suci (lex devine) hukum alam (lex natura), hukummanusia (lex humana) sangat vital. Ilmu hukum berkeadilan memerlukanorientasi paradigma, pencerahan hukum propetik atau juga ilmu hukumberbasis religious science.25 Kedua, kepaduan ajaran ilmu hukum yangintegrated berkarakter inklusif. Kesediaan proses pembelajaran ilmuhukum, yang terbuka dengan kehadiran ilmu-ilmu sosial lain di luardisiplin ilmu hukum. Kompleksitas kehidupan masyarakat yang semakinmodern, menjadi sangat naif jika ilmu hukum disejajarkan dengan ilmuterapan (apllied science) yang lepas dari moralitas kebenaran dankeadilan.26

24 Disarikan dari tulisan Heddy Shri Ahimsa Putra, dalam dari halaman 31. Terdapatdua catatan, pertama dalam analisis paradigmatik profetik, rukun iman dan rukun Islamdijadikan landasan dalam menjelaskan berbagai hubungan antara manusia, ilmuan dalampengbdiannya kepada Tuhan dan Ilmu. Namun, Ahimsa-Putra tampaknya, tidakmemandang penting adanya Ikhsan, sebagai wilayah, yang oleh Karl Popper sebagaiwilayah extra-metafisik yang juga diakomodir dalam menjustifikasi kebenaran yangdiperoleh dari model ekperimentasi.

25 Belakangan ini FH UII mengembangkan pemikiran hukum profetik, dan FHUninersitas Brawijaya mencobanya dari pendekatan Sains Religiousitas.

26 Jawahir Thontowi. 2010. Menuju Ilmu Hukum Berkeadilan. Disampaikan dalam PidatoPengukuhan Guru Besar. Diselenggarakan 20 Desember di dalam Sidang Senat TerbukaUniversitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Page 259: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 245

6.6.6.6.6. SimpulanSimpulanSimpulanSimpulanSimpulan

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa gagasanmembangun paradigma profetik bagi pengembangan ilmu hukum tidakboleh pesimistik. Keterbukaan tersebut, tentu saja mengacu padarealitas ilmu pengetahuan, yang pada hakikatnya selalu mengalamiperubahan seiring perubahan baik materiel maupun immateriel, ataufaktual dan non faktual, pembaharuan melalui imitasi, adopsi daninovasi menjadi kebutuhan bagi manusia, dala tempat, dan waktu yangberbeda. Dalam kajian sosiologi atau ilmu sosial dan filsafat secaraumum, tidak dapat dihindarkan bahwa paradigma bukan saja pentingtetapi diperlukan.

Paradigma bukan filsafat dan bukan pula teori melainkanmengandung unsur-unsur, nilai-nilai dasar yang membentuk suatuasumsi (kepercayaan) terdiri dari teori, konsep, dan metode penelitianserta metode analisis yang digunakan sebagai cara dalam memecahkanproblematika ilmu pengetahuan terhadap persoalan-persoalan realitasfaktual definisi personal dan perilaku sosial sehingga dapat mewujudkansolusi yang sesuai dengan waktu dan tempat.

Namun kecenderungan penggunaan paradigma ilmu sosial,psikologi, dan hubungan internasional mengarahkan model pencariankebenaran bersumber tidak hanya pada dokumen, dan/atau teksperaturan atau sejenisnya, tetapi melakukan penelitian lapangan baiksecara kuantitatif maupun kualitatif mengingat nilai prediksi padahakikatnya salah satu unsur yang melekat atas apa yang diklaim sebagaiparadigma.

Karena itu, bilamana paradigma profetik dalam pengembanganfilsafat ilmu, khususnya ilmu hukum akan diformulasikan tahapan yangharus dilalui sebagai berikut. Pertama, suatu cara/model dipandangsebagai paradigma profetik dalam filsafat ilmu hukum terbangun bilakelompok pemikir mensepakati landasan utama, tempat awal take off,poin of departure. Menempatkan keberadaannya (aspek ontologis) sebagaiobjek ilmu pengetahuan, harus bersumber pada trikotomi kebenaran

Page 260: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...246

ilmu (Ilmu Yakin), kebenaran faktual (‘ainul yaqin), dan kebenaran utuhyang mutlak (haqul yaqin). Aspek estimologis, yaitu kesepakatanmenempatkan sumber kebenaran diperoleh tidak saja dari kekuatantradisi keilmuan barat yang relatif dan bebas nilai, melainkan wajibmengakui adanya sumber wahyu, relevation, sunnah rasul yang diturunkanpada Nabi dan Rasul. Aspek aksiologis, terdapat kesepakatan bahwaseorang manusia dan ilmunya terikat dalam perilaku dan perbuatan yangbukan saja hanya menggunakan etika dan moralitas, untuk sekedarberkomunikasi dengan manusia dan lingkungan semata, tetapi jugadituntut perbaikan sebagai sikap mengabdi kepada “Tuhan Pencipta”.

Tahap kedua, paradigma profetik pengembangan filsafat ilmumenuntut adanya perpaduan secara sinergis antara agama, sebagai thefather or science, dan filsafat sebagai the mother agar kontradiksi internisdapat terakomodir menjadi teori-teori sosial, dan lainnya salingmendukung dalam pengujian atas dunia das sollen-das sein. Kebebasanberpikir dalam rangka innovatif yang mewujudkan sebagai diskresi (Erlyn)atau Ijtihad (Ahmad Hasan) untuk menemukan teori, model, merupakansisa kewenangan manusia (residual power in the hand of human being), sejaksetelah dalil-dalil naqli dalam kitab suci tidak ada rujukannya.

Tahap ketiga, paradigma profetik dalam penyeimbangan ilmuhukum di FH UII memiliki peluang besar, meski juga bukan tanpahambatan. Setidaknya ada tiga peluang yang dapat dijadikan basisargemen. Secara kajian Islam paradigma sebagaimana diakui ZakiKirmani, Manhaj yang menempatkan etika/model sebagai pusatperhatian, ilmu pengetahuan barat mengakui kelemahan tersebut. NilaiIslam yang universal kemudian didialogkan dan juga memberi manfaatpada penyempurnaan model ilmu pengetahuan Barat. Kajian filsafatnasional menunjukkan dukungan atas pentingnya paradigma profetik,dan kedudukannya merupkan dasar filsafat bangsa, nilai-nilai tidakbertentangan dengan Al Qur’an dan Sunnah.Membuktikan sinergitasantara konsensi Pancasila dengan ajaran Islam, sangat tergantung padafaktor determinan apakah hukum Islam mampu membuktikan tegaknyakeadilan untuk semua pihak, Islam justice for all.

Page 261: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 247

C.C.C.C.C. Hakim Butuh Hakim Butuh Hakim Butuh Hakim Butuh Hakim Butuh Profetik IntelelligenceProfetik IntelelligenceProfetik IntelelligenceProfetik IntelelligenceProfetik Intelelligence(Kecerdasan Kenabian) dalam Memutuskan(Kecerdasan Kenabian) dalam Memutuskan(Kecerdasan Kenabian) dalam Memutuskan(Kecerdasan Kenabian) dalam Memutuskan(Kecerdasan Kenabian) dalam MemutuskanPerkara di PengadilanPerkara di PengadilanPerkara di PengadilanPerkara di PengadilanPerkara di Pengadilan

Oleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. Syamsudin

1.1.1.1.1. PendahuluanPendahuluanPendahuluanPendahuluanPendahuluan

Secara formal bangsa Indonesia telah berhasil membangun danmendirikan sebuah institusi negara merdeka yang berdasar atas konsepnegara hukum. Namun cita-cita atau gagasan hukum (rechtsidee)sebagaimana yang terkandung di dalam konsep negara hukum tersebutmasih mengandung banyak permasalahan dalam tahap perwujudan danpenerapannya. Kondisi negara hukum Indonesia yang tercermin dalamsistem hukumnya, masih menunjukkan keadaan yang sangatmemprihatinkan. Akibatnya dunia hukum di Indonesia dewasa inibelum mampu mewujudkan sepenuhnya cita-cita dan harapan-harapansebagaimana amanat konsep negara hukum tersebut. Di kalanganmasyarakat sampai dengan dekade terakhir ini masih banyak dijumpaigejala munculnya ketidakpuasan dan bahkan ketidak percayaanmasyarakat terhadap institusi hukum. Terhadap keadaan yang demikianitu, telah banyak pikiran dan pendapat, baik dari kalangan para ahlihukum (teoretisi), pembuat kebijakan (legislasi) dan praktisi tentangupaya-upaya memperbaikinya.

Potret perjalanan sistem hukum Indonesia masih menunjukkanadanya ketidak sinkronan antara hakikat, fungsi dan tujuan hukum yangdiharapkan, baik yang tercermin dalam subtansi, struktur dan budayahukumnya. Jika program kodifikasi dan unifikasi hukum dijadikanukuran, maka pembangunan struktur dan subtansi hukum telah berjalancukup baik dan stabil karena dari waktu ke waktu ada peningkatanproduktivitas,27 akan tetapi pada sisi lain dapat dilihat bahwa budaya

27 Moh. Mahfud MD. 2000. Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia, Yogyakarta:Gama Media. Hlm. 2-3;

Page 262: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...248

hukumnya cenderung merosot. Ketidak sinkronan pertumbuhan antarasubtansi, struktur dan budaya hukum disebabkan adanya faktor-faktoryang tidak dan atau kurang mendukung bekerjanya sistem hukum diIndonesia.28

Dari paparan GBHN 1999, dapat diketahui bahwa Indonesia yangmenganut dan mengikuti prinsip negara hukum — sebagaimana telahdisebutkan dalam UUD 1945 - dalam tataran praksis29 belumsepenuhnya dapat terwujud. Bahkan telah terjadi krisis hukum, yaitudengan merosotnya integritas moral dan profesionalisme aparat hukum,menurunnya kesadaran hukum, buruknya mutu pelayanan, tidakadanya kepastian dan keadilan hukum.

Dalam praktik hukum, ketidakpuasan masyarakat terhadaplembaga peradilan, juga selalu muncul di permukaan akhir-akhir ini.Ketidakpuasaan itu muncul terutama berkaitan dengan keputusan-keputusan dari kalangan pengadilan terhadap perkara-perkara yang

28 Baca Bab II Tap MPR No.IV/MPR/1999 tentang Kondisi Umum GBHN 1999,antara lain digambarkan sebagai berikut: “...di bidang hukum telah terjadi perkembanganyang kontroversial, di satu pihak produk materi hukum, pembinaan aparatur, saranadan prasarana hukum menunjukkan peningkatan. Namun, di pihak lain tidak diimbangidengan peningkatan integritas moral dan profesionalisme aparat hukum, kesadaranhukum, mutu pelayanan serta tidak adanya kepastian dan keadilan hukum sehinggamengakibatkan supremasi hukum belum dapat diwujudkan.Tekad untuk memberantassegala bentuk penyelewengan sesuai tuntutan reformasi seperti korupsi, kolusi, nepotisme,serta kejahatan ekonomi keuangan dan penyalahgunaan kekuasaan belum diikuti langkah-langkah nyata dan kesungguhan pemerintah serta aparat penegak hukum dalammenerapkan dan menegakkan hukum, terjadinya campur tangan dalam proses peradilan,serta tumpang tindih dan kerancuan hukum mengakibatkan terjadinya krisis hukum.Kondisi hukum yang demikian mengakibatkan perlindungan dan penghormatan hakasasi manusia di Indonesia masih memprihatinkan yang terlihat dari berbagai pelanggaranHAM, antara lain dalam bentuk tindak kekerasan, diskriminasi, dan kesewenang-wenangan”;

29 Istilah praksis tidak sama dengan praktik dalam arti umum. Praksis merupakanprilaku sadar yang diyakini kebenarannya dan sarat dengan nilai-nilai yangmelatarbelakanginya. Sementara pengertian praktik merupakan prilaku tanpa nilai-nilaiyang dipilih secara sadar dan diyakini kebenarannya, periksa Darji Darmodiharjo &Shidarta. 1996. Penjabaran Nilai-nilai Pancasila dalam Sistem Hukum Indonesia, Jakarta : PTRajaGrafindo. Hlm., 187;

Page 263: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 249

oleh masyarakat dianggap penting dan menarik. Ketidakpuasaanmasyarakat itu juga mengakibatkan merosotnya wibawa hukum danlembaga peradilan di Indonesia sekarang ini. Terhadap hal yang demikiantelah banyak pikiran dan pendapat dari para ahli tentang bagaimana jalanmemperbaikinya. Diantara banyak pikiran dan pendapat yangberkembang itu antara lain berkaitan dengan ketidakmandirian sertamerosotnya martabat pribadi dari para hakim. Oleh karena itu yangharus diperbaiki adalah kemandirian serta pribadi para hakimnya.30

Hakim sebagai salah satu unsur aparat penegak hukum, di sampingPolisi, Jaksa dan Pengacara/Advokat, menduduki posisi yang sangatpenting dan menentukan dalam proses pemeriksaan perkara dalam prosesperadilan. Setiap proses pemeriksaan perkara di pengadilan, baik berupaperkara perdata, pidana, maupun tata usaha negara pada akhirnya berujungdan ditentukan oleh keputusan hakim sebagai produk akhir proses beracaradi pengadilan. Oleh karena itu penting dilakukan kajian tentang dinamikahakim dalam memutuskan perkara di pengadilan. Begitu berat sebenarnyatugas seorang hakim, karena di tangan hakimlah pencari keadilan akanmeletakkan kepercayaann dan harapannya. Hakim bukanlah malaikat yangdapat melakonkan hukum seperti simbol dewi keadilan yang membawapedang sambil matanya ditutup, di mana hukum diterapkan denganprinsip-prinsip mesin secara akurat, konsisten tanpa melihat orangnya.Hakim tetaplah seorang manusia, yang akan memunculkan segikemanusiaannya jika berhadapan dengan manusia lain di dalam ruangsidang. Oleh karena itu selain muatan hukum dalam proses persidangan,hakim juga diliputi oleh muatan psikologis dalam menerapkan hukum.Oleh karena itu aspek psikologis di bidang hukum amat besar, karenahukum melibatkan manusia sebagai pelaku-pelaku hukum.31

Selama pengambilan keputusan belum dilakukan denganperalatan mekanik, selama itu pula faktor manusia, yaitu hakim masih

30 Varia Peradilan. 1996. Hlm. 12631 Yusti Probowati R. “Putusan Hakim Pada Perkara Pidana: Kajian Psikologis”.

Buletin Psikologi Fakultas Psikologi UGM tahun III Nomor 1 Agustus 1995. Hlm.1;

Page 264: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...250

perlu dipelajari dalam berbagi seluk beluknya. Sebagai manusia biasa,hakim tidak akan lepas dari kesalahan yang berasal dari kelemahanyang dimilikinya. Meskipun peraturan yang megatur keputusanpengadilan telah ditetapkan, tidak berarti bahwa dalam menjatuhkanputusan, hakim tidak terpengaruh oleh faktor-faktor non-hukum.Terhadap keputusan hakim tersebut, orang (para pihak) yang terkaitdengan keputusan tersebut boleh merasa puas atau tidak puas, adilatau tidak adil. Keputusan hakim yang dianggap tidak memberikanrasa keadilan pada peradilan tingkat pertama, orang (para pihak) yangterkait dengan keputusan itu masih diberikan kesempatan untukmengajukan banding atau kasasi.

2.2.2.2.2. Faktor-faktor Non-Legal yang IkutFaktor-faktor Non-Legal yang IkutFaktor-faktor Non-Legal yang IkutFaktor-faktor Non-Legal yang IkutFaktor-faktor Non-Legal yang IkutMempengaruhi Hakim dalam Memutuskan PerkaraMempengaruhi Hakim dalam Memutuskan PerkaraMempengaruhi Hakim dalam Memutuskan PerkaraMempengaruhi Hakim dalam Memutuskan PerkaraMempengaruhi Hakim dalam Memutuskan Perkara

Dalam kaitan dengan prinsip kebebasan peradilan dan kebebasanhakim, Sudikno Mertokusumo mengatakan bahwa, hakim itu bebasdalam atau untuk mengadili sesuai dengan hati nuraninya/keyakinannya tanpa dipengaruhi oleh siapapun. Hakim bebasmemeriksa, membuktikan dan memutuskan perkara berdasarkan hatinuraninya. Di samping itu juga bebas dari campur tangan pihak ekstrayudisial.32 Lebih lanjut dikatakan bahwa segala campur tangan dalamurusan peradilan oleh pihak-pihak lain di luar kekuasaan kehakimandilarang, kecuali dalam hal-hal yang tersebut dalam UUD. Tetapi didalam praktik ketentuan itu tidak jarang dilanggar, antara lain denganmengambil jalan pintas dengan menggunakan surat sakti, tilpon sakti,suap dan sebagainya.33

Hoentink mengatakan bahwa, hakim tidak boleh mengadili melulumenurut perasaan keadilan diri-pribadinya, melainkan ia terikat kepadanilai-nilai yang berlaku secara objektif di dalam masyarakat. Scholten

32 Sudikno Mertokusumo. 1997. “Sistem Peradilan di Indonesia”. Jurnal Hukum FH-UII. No.9. Vol.4-1997. Hlm. 5;

33 Ibid.

Page 265: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 251

mengatakan bahwa, hakim terikat kepada sistem hukum yang telahterbentuk dan yang berkembang di dalam masyarakat. Dengan tiap-tiap putusannya hakim menyatakan dan memperkuat kehidupan norma-norma hukum yang tidak tertulis.34

Apabila hakim sudah merasa cukup dalam memeriksa perkarayang diajukan kepadanya, maka tibalah saatnya ia akan memberikanputusan atas perkara yang diajukan. Dalam memutus perkara tersebutdisyaratkan dalam undang-undang bahwa di samping berdasarkan alat-alat bukti yang sudah ditentukan oleh undang-undang, juga harusberdasarkan pada ‘keyakinan hakim’. Untuk menentukan adanyakeyakinan ini tidaklah mudah bagi hakim dalam menjalankan tugasprofesinya. Keadaan demikian dikhawatirkan jika hakim salah dalammenentukan keyakinanya, maka akan terjadi kesesatan yang berakibatputusan hakim tidak adil. Menurut Mulyatno, keyakinan hakim adalahsuatu keyakinan yang ada pada diri hakim, kalau ia sudah tidakmenyangsikan sama sekali akan adanya kemungkinan lain daripadayang digambarkan kepadanya melalui suatu pembuktian. Jadi hal yangdiyakini kebenarannya itu sudah di luar keragu-raguan yang masukakal (beyond reasonable doubt).35

Peraturan hukum menggariskan bahwa hakim tidak boleh menilaihal-hal lain kecuali faktor yang telah ditetapkan oleh undang-undang.Namun dalam kenyataan menurut penelitian yang pernah dilakukan,proses putusan hakim, seringkali terpengaruh oleh faktor-faktor non-hukum, seperti: (1) sifat kepribadian hakim, yaitu bahwa hakim yangbersifat otoriter akan menjatuhkan hukuman yang lebih berat daripadahakim yang tidak bersifat otoriter. (2) faktor penampilan terdakwa, yaitubahwa penampilan terdakwa di ruang sidang, seperti gaya bicara, posturketika duduk dan berdiri, cara berpakaian akan ikut berpengaruh padaputusan hakim yang dijatuhkan. (3) faktor diri si korban, yaitu bahwa

34 I.G.N. Soegangga. 1994. Pengantar Hukum Adat. Semarang: Badan Penerbit Undip.Hlm. 52;

35 Mulyatno. 1982. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Yogyakarta : Bina Aksara.Hlm.21

Page 266: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...252

bila si korban yang rupanya menarik, akan lebih besar kemungkinan siterdakwa untuk mendapatkan hukuman bersalah dan dihukum lebihberat. Faktor usia, tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi korbanikut berpengaruh pula terhadap berat ringannya hukuman bagi siterdakwa.36

Penelitian lain juga menunjukkan bahwa faktor-faktor yang ikutmempengaruhi keputusan hakim antara lain adalah: (1) faktor internal,yang terdiri atas: faktor peraturan perundang-undangan, faktor kedudukanhakim sebagai PNS, faktor organisatoris, faktor sarana dan prasarana danSDM. (2) faktor ekternal, yang terdiri atas faktor kekuasaan, faktor opinipublik dan pemberitaan pers, serta faktor kepentingan tertentu.37

Faktor undang-undang yang mempengaruhi hakim dalam memutusperkara terjadi ketika hakim berhadapan dengan undang-undang yangberkaitan dengan makna, isi dan spirit yang terkandung dalam kaidah-kaidah hukum. Meskipun dalam kacamata normatif rumusan hukum(undang-undang) sudah cukup jelas, namun secara sosiologis ternyatatidak mudah bagi aparat (hakim) untuk menangkap makna, isi dan spiritdari peraturan tersebut. Dengan kata lain, undang-undang itu tidaksiap pakai. Oleh karena itu masih diperlukan interpretasi terhadapkaidah-kaidah hukum tersebut. Setiap penegak hukum (hakim) akanberupaya mencari kandungan isi peraturan dengan cara menafsirkanperaturan tersebut. Dalam proses penafsiran ini, tidak semua aparat(termasuk hakim) mampu memahami peraruran perundangan secaratepat. Kelemahan dalam memahami isi dan spirit undang-undangmerupakan cacat yuridis pertama dalam mengaplikasikan peraturan.38

Faktor kedudukan hakim juga sangat mempengaruhi hakim dalamputusannya. Meskipun secara formal hakim memiliki kebebasan dalam

36 M. Syamsudin. 1999. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Hakimdalam Memutus Perkara di Pengadilan”. Jurnal Arena Almamater N0.51 Tahun XIVJANUARI-MARET 1999. Hlm. 10

37 Ibid.38 Salman Luthan, & Agus Triyanta. 1997. “Pengembangan Sumber Daya Manusia

Aparat Keadilan”. Jurnal Hukum FH-UII. No.9. Vol.4-1997. Hlm. 60.

Page 267: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 253

menengani suatu perkara namun sangat mungkin terjadi bahwakedudukannya sebagai pegawai negeri sipil secara psikologismenyebabkan hakim tidak berani mengambil sikap atau membuatkeputusan-keputusan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintahyang merupakan induk korpsnya. Kekawatiran akan terhambatnya kariratau dimutasikan ke daerah-daerah kering dapat juga mempengaruhihakim dalam menangani suatu perkara, apalagi jika perkara itumenyangkut kepentingan instansi pemerintahan atau oknum pejabatatau keluarganya. Dengan peletakan kedudukan hakim sebagai eksekutifmaka secara organisatoris lebih mudah terjadi intervensi atas kebebasanhakim oleh kekuatan dari luar. Ini sesuai dengan watak korps danbirokrasi yang pada umumnya mempunyai ikatan-ikatan tertentu bagianggota-anggotanya. Dalam keadaan demikian maka sulit diharapkansikap netral dan independen seorang hakim dalam menengani perkara-perkara, terutama yang berakitan dengan masalah politik. Dalamkenyataan perkara-perkara politik yang masuk ke pengadilan pihakpemerintah yang selalu menang.39

Faktor nilai budaya yang diduga mempengaruhi hakim dalammemutuskan perkara adalah nilai budaya paternalistik. Nilai budayaini berorientasi kepada atasan dalam suatu organisasi. Karena budayapaternalistik ini dapat saja mempengaruhi hakim merasa tidak enak,ewuh pekewuh, jika harus memutus oknum pejabat pemerintah yangnotabene merupakan atasannya. Budaya paternalistik atau patrimonialyang berkembang di Indonesia menyebabkan tampilnya pilihan sikapdari seorang pegawai negeri untuk tidak melawan kehendak atasannya,sehingga hakim akan sulit bersikap netral dan independen dalamperkara-perkara yang melibatkan pemerintah sebagai salah satu pihak.Dalam budaya paternalistik terkandung paham bapakisme yangmeletakkan bapak (pemerintah) sebagai tumpuhan dan sumberpemenuhan kebutuhan materiil serta emosionil antara bapak dengan

39 Moh.Mahfud,MD. 1997. “Politik Hukum untuk Independensi Lembaga Peradilan”.Jurnal Hukum FH-UII. No.9.Vol.4-1997. Hlm 31.

Page 268: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...254

anak (clan) dan anak dijadikan tulang punggung yang setia kepadabapak, membantu terselenggaranya upacara-upacara keluarga, danbahkan bersedia mempertaruhkan jiwa demi kepentingan bapak yangharus dihormati, ditaati dan pantang ditentang.40

Faktor moral dan kepribadian hakim juga diduga mempengaruhihakim dalam memutus perkara. Adanya isu-isu mafia peradilan, kolusi,suap dan sebagainya sebagai indikator bahwa moral-kepribadian hakimsangat menentukan dan berpengaruh. Moralitas adalah kesesuaian sikapdan perbuatan dengan norma atau hukum batiniah yang dianggapsebagai kewajiban. Moralitas akan tercapai apabila menaati hukumlahiriah, bukan lantaran hal itu membawa akibat yang menguntungkanatau lantaran takut pada penguasa penegak hukum. Tetapi hal itumerupakan kesadaran batin bahwa menaati hukum itu merupakansuatu kewajiban. Moral adalah hasil penilaian tentang baik-burukseseorang atau suatu masyarakat. Penelaian berarti tindakan memberinilai, meletakkan kualitas tertentu terhadap seseorang atau masyarakat.Adapun yang dinilai adalah keseluruhan pribadi orang (hakim) ataumasyarakat, bukan hanya aspek-aspek tertentu saja dari orang ataumasyarakat itu. Oleh karena itu moral berkaitan dengan integritas, harkatdan martabat manusia. Sifat kepribadian hakim berpengaruh pula padakeputusan hakim. Hakim yang bersifat otoriter akan menjatuhkanhukuman yang lebih berat daripada hakim yang tidak bersifat otoriter.Penelitian di luar negeri yang dilakukan oleh Mitchell dan Byrne ( dalamBrigham, 1991) menemukan bahwa juri dengan kepribadian otoriter akansering menyatakan terdakwa bersalah, sedangkan Mills & Bohannon(dalam Brigham, 1991) menemukan bahwa juri yang memilki empatitinggi cenderung untuk memutuskan terdakwa tidak bersalah.

Faktor psikologis lain yang juga mempengaruhi hakim itu antaralain: daya tarik sosial, daya tarik fisik dan daya tarik sikap. Banyakpenyelidikan yang memfokuskan pada daya tarik sosial ini sebagai salahsatu faktor yang tidak dapat diabaikan. Terdakwa yang tidak memiliki

40 Ibid. Hlm. 30.

Page 269: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 255

daya tarik secara sosial dijatuhi hukuman lebih berat baik pada tahappra peradilan maupun peradilan tingkat akhir (Berg & Vidmar; Kulka& Kessler; Solomon & Schopler, dalam Bartol & Bartol, 1994). Berkenaandengan gender pada masa kini tampaknya sudah lebih adil. Diskriminasiras juga berpengaruh, namun ini lebih kecil dibandingkan dengan statussosial ekonomi (Bartol & Bartol, 1994).

Berdasarkan penelitian dalam bidang Psikologi Sosial, sebagianbesar orang meyakini bahwa orang yang memiliki daya tarik fisikcenderung disukai secara sosial (social desirable) dibandingkan denganorang yang tidak menarik (Dion, Berscheid & Walster dalam Bartol&Bartol, 1994). Toleransi terhadap pelanggaran hukum/kekerasan lebihbesar manakala itu dilakukan oleh orang yang menarik secara fisik.Menarik tentu saja merupakan kriteria subjektif yang dapat dihubungkandengan bermacam-macam variabel latar belakang seperti: keadaan sosialekonomi, terjaminnya kesehatan dan gizi. Stewart (Bartol & Bartol, 1994)melaporkan bahwa terdakwa yang fisiknya kurang menarik akan diberikanhukuman lebih berat. Hasil penelitian Victoria Esses & ChristopherWebster pada bangsa Canada (Bartol & Bartol, 1994) membuktikanbahwa daya tarik fisik mempengaruhi keputusan peradilan untukmenempatkan orang yang bersalah pada klasifikasi khusus yang disebut“Kategori Orang Berbahaya” (Sebutan pada kode kriminal Canada).Hakim meyakini bahwa narapidana yang bertampang tidak menarik,tidak dapat menahan diri untuk melakukan kejahatan lagi setelahdibebaskan.

Di ruang persidangan akan terjadi ketegangan yang bersumberdari selisih paham atau ketidaksamaan sikap antara terdakwa denganyang mengadilinya. Selisih paham tersebut dapat membentuk penilaiantertentu pada diri terdakwa. Penilaian yang positif akan timbul kalauorang tersebut memiliki sikap yang sama, demikian menurut pandanganteori penguat daya tarik (reinforcement theory of attractiveness). Vonisbersalah mudah dijatuhkan pada terdakwa yang lebih sering berselisihpaham (Mitchell & Byrne dalam Bartol & Bartol, 1994).

Page 270: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...256

Byrne (Bartol & Bartol, 1994) memprediksi bahwa persepsi yangsama merupakan penguat sedangkan persepsi yang tidak sama adalahsebaliknya bahkan mungkin menghasilkan respon menghukum.Kesamaan berperan penting untuk memunculkan rasa suka karenadapat memberikan petunjuk mengenai kebenaran interpretasinya sendiripada realitas sosial. Studi lanjutan mengenai teori ini mencobamenghubungkan antara kesamaan sikap pemberi putusan peradilan(dalam sistem peradilan Amerika dilakukan oleh Juri) dan terdakwa,karakter otoriter serta hubungan antara keduanya tersebut dengan vonisbersalah. Kepribadian pemberi putusan peradilan ternyata berperancukup besar. Kepribadian sangat otoriter terpengaruh secara signifikandengan sikap yang sama dari terdakwa.

Selain berkenaan dengan persepsi, aspek lain dari sikap yang dapatberpengaruh adalah gaya bicara, gerak dan postur tubuh. Pada saatterdakwa menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum, orang-orangdalam ruang sidang peradilan akan mendengarkan bahasa verbal yangdisampaikan ketika berargumentasi maupun bahasa non verbal yangtampak dari gelagat, gerak atau postur tubuhnya. Gaya bicara yangpersuasif penuh percaya diri (suara berat, mantap), gerak dan posturtubuh yang sesuai (ekspresif tetapi tetap tenang, tidak banyakmelakukan gerakan yang mencerminkan kegelisahan) dikaitkan denganpernyataan yang dapat dipercaya, tidak meragukan, tidak membosankansehingga “pendengar’ tampak mendengarkan dengan seksama (Maslow,Yoselson & London dalam Bartol & Bartol, 1994).

Jadi dapat dikatakan bahwa respon orang setelah melakukanpengamatan orang lain adalah sesuai dengan hal yang ditampilkan olehorang tersebut. Menurut Jones & Davis (Sarwono, 1995) respon tersebutadalah hasil dari kesimpulan yang dapat ditarik atas perilaku tertentuyang kemudian dibuat peramalan terhadap niat dari orang lain tersebut(inferensi korespondensi).

Berdasarkan proses kognisi seorang hakim dalam mengambilputusan, maka proses kognitif pengumpulan informasi terdiri dari 3

Page 271: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 257

(tiga) tahapan yaitu: perhatian, encoding dan retrieval. Pemrosesaninformasi dalam diri manusia (hakim) ini sering mengalami bias. Skemaadalah istilah yang dikembangkan oleh ahli psikologi sosial untukmenggambarkan bagaimana informasi sosial secara selektif diterimadan diorganisasi dalam ingatan. Ada 4 (empat) macam skema yaitu: (1)self scheme yaitu persepsi/evaluasi terhadap diri sendiri; (2) Person schemeyang berisikan asumsi seseorang tentang orang tertentu; (3) Role schemeyang berisikan konsep-konsep tentang norma atau perilaku yang sesuaibagi orang dalam berbagai kategori sosial, misal role sebagai TNI; (4)Event scheme yang berisikan pengetahuan tentang suatu kejadian sosial.Skema ini akan banyak memberi pengaruh dalam proses informasi sosial(Brigham, 1991).

Pada tahap proses perhatian, skema akan mempengaruhi persepsiseseorang terhadap objek perhatian. Seorang kyai misalnya akandipersepsi sebagai orang baik, karena adanya role schema, dan jika seorangkyai melakukan kejahatan akan menyebabkan adanya ketidaksesuaiandengan role scheme dalam diri hakim sehingga pantas dihukum yanglebih berat dibanding seorang anggota masyarakat biasa.

Dalam tahap encoding (penyimpanan) informasi dapat dilakukandalam short term memory dan long term memory. Skema juga memainkanperanan penting dalam menentukan informasi mana yang akandiencoding. Tulving dan Thomson (dalam Smith, 1991) mengatakanbahwa, informasi akan disimpan dalam ingatan jika informasi tersebutkonsisten dengan struktur pengetahuan (skema) yang ada. Hal ini seringmenyebabkan terjadinya contrast effect, yaitu tendensi untuk menyuportskema yang merupakan harapan walaupun skema tersebut bertentangandengan realita. Seorang hakim yang memiliki person scheme bahwa wanitayang cantik dan lembut tidak mungkin melakukan perbuatan negatif,akan tetap mempertahankan skema tersebut ketika menghadapaiterdakwa seperti itu dan memberi vonios hukuman yang lebih ringanwalau kejahatan yang dilakukan tergolong berat.

Dalam tahap retrieval (mengingat kembali), skema jugaberpengaruh sehingga sering terjadi priming effect, yaitu skema yang

Page 272: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...258

sering digunakan akan lebih peka untuk digunakan kembali. Misal seoranghakim yang sering berhadapan dengan penjahat yang bentuk tubuhnyabesar dan penuh tato, maka ketika mengadili terdakwa dengan tato dantubuh besar akan beranggapan bahwa terdakwa pasti melakukan kejahatan.Lebih jauh lagi akan terjadi confirmatory bias, yaitu kecenderungan untukmencari bukti-bukti yang mendukung anggapan ini.

3.3.3.3.3. Arti Penting Arti Penting Arti Penting Arti Penting Arti Penting Profetik Intelligence Profetik Intelligence Profetik Intelligence Profetik Intelligence Profetik Intelligence bagi Hakimbagi Hakimbagi Hakimbagi Hakimbagi Hakim

Dari tinjauan teoretis di atas dapat diketahui bahwa dalam realitanyabanyak faktor non-legal yang ikut berperan dalam proses pembuatanputusan hukum oleh hakim. Hakim tidaklah sekedar mejalankan prosedurdan kemudian menerapkan pasal-pasal dalam undang-undang yang cocokatas kejadian atau peristiwa yang akan dihukumkan, akan tetapi secarasosiologis (faktual) banyak variabel sosial yang ikut andil. Memang dalamproses penegakan hukum prosedur dan pasal-pasal dalam undang-undangitu tidak boleh diabaikan, karena itu merupakan sarana/perlengkapanpokoknya. Akan tetapi harus dingat bahwa sarana dan perlengkapan itubukanlah tujuan yang sesungguhnya ingin dicapai oleh hukum. Prosedurdan pasal-pasal itu hanyalah sarana dan perlengkapan yang diharapkandapat mengantarkan para penegak hukum untuk sampai pada tujuanhukum yang sesungguhnya. Itulah sebabnya kenapa sarana/perlengkapanitu harus dibuat jelas, sistematis, transparan, terkontrol dan logis denganmaksud agar dapat memberikan kepastian bagi para pencari keadilanhukum.

Dengan berpikir yang demikian itu, maka menegakkan hukum itupada hakikatnya terkait dengan masalah-masalah mendasar sepertikeadilan, kepastian dan kemanfaatan sosial. Radbruch (1961) menyebuttiga hal itu sebagai nilai-nilai dasar yang menjadi tujuan hukum.Menegakkan hukum merupakan suatu upaya untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut menjadi kenyataan.41 Sekali lagi prosedur dan aturan

41 Satjipto Rahardjo. Tanpa tahun. Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis.Bandung : Sinar Baru. Hlm. 15.

Page 273: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 259

hukum itu bukanlah tujuan hukum, tetapi sarana/perlengakapan yangfungsinya mengantarkan para penegak hukum untuk sampai padatujuan hukum agar mewujud menjadi kenyataan, yaitu keadilan,kepastian dan kemaslahatan.

Menyadari akan hal tersebut maka pekerjaan menegakkan hukumtentunya bukanlah pekerjaan yang mudah dan sederhana, seperti halnyamenghidupkan tombol mesin, jika tombolnya dipencet lantas semuakomponen-komponen yang ada bekerja secara otomatis. Pekerjaan inimembutuhkan energi yang cukup banyak dan dituntut kerja keras dansungguh-sungguh karena terkait dengan ‘nasib manusia’ yang dikenaihukum. Di sisi lain, terkait pula dengan ‘nasib masyarakat’ secara luasjika berhubungan dengan kepentingan-kepentingan di bidang hukumpublik, seperti kejahatan, kesusilaan, pelanggaran HAM, dsb. Kerja kerasdan sungguh-sungguh ini dalam bahasa Agama (Islam) dikategorikansebagai ‘jihad’. Pendek kata pekerjaan menegakkan hukum mempunyaiwatak tersendiri.

Penulis mempunyai pikiran bahwa keterpurukan penegakanhukum di Indonesia antara lain lebih disebabkan karena belumterwujudnya nilai-nilai dasar hukum tersebut dalam kenyataan, sehinggatujuan hakiki dari hukum itupun masih jauh dari harapan. Para penegakhukum belum menjalankan fungsinya secara tepat dan optimal untukmewujudkan tujuan hukum tersebut. Fungsi penegakan hukum yangsemestinya diarahkan untuk mencapai tujuan hukum dalam prosesperjalanannya mengalami distorsi, disfungsi atau bahkan mal-fungsiyang dilakukan oleh penegak hukum sendiri, baik dari unsur hakim,panitera, pengacara, polisi, jaksa dan para broker perkara. Keadaan inidigambarkan sebagai Mafioso Peradilan. Gerakan kelompok mafiosoini bersifat sistemik, yaitu dari pengadilan tingkat pertama, banding,dan Mahkamah Agung. Modus operandinya sangat bervariatif mulaidari SMS, telepon, pertemuan di susdut-sudut pengadilan, café,mengundang sebagai pembicara, dsb.42

42 Busjro Muqodas. 2006. “Peran Komisi Yudisial RI dalam pemberantasan Mafia

Page 274: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...260

Keterpurukan penegakan hukum yang digambarkan di atas padapuncaknya bangsa kita telah terjatuh pada keadaan krisis hukum. Krisisadalah keadaan tidak normal oleh karena berbagai institusi yang telahdinormakan untuk menata proses-proses dalam masyarakat tidakmampu lagi menjalankan fungsinya secara tepat. Hukum kehilangankepercayaan dan pamor untuk mewujudkan nilai keadilan yang harusdiberikan. Ia tidak lagi berada pada posisi otoritatif untuk menata danmengendalikan proses-proses ekonomi, sosial, politik dsb, melainkandifungsikan sebagai alat untuk kepentingan kekuasaan. Hukum tidaklagi bekerja secara otentik. Dampak dari ketidakpercayaan padapenegakan hukum tersebut, sebagian rakyat kemudian melakukantindakan penyelesaian sendiri, yang salah satu bentuknya adalahperbuatan main hakim sendiri (eigenrichting). Situasi sosial menjadianomis dan setiap orang bebas membuat tafsiran, melakukan danmemutuskan tindakan sendiri. Satjipto Rahardjo menggambarkansistuasi ini sebagai Era Hukum Rakyat.43

Dalam situasi krisis atau tidak normal ini dibutuhkan pula cara-cara penyelesaian hukum yang tidak normal atau cara yang di luarkebiasaan (extra-ordinary) akan tetapi masih dalam koridor / kerangkadari tujuan hukum tersebut. Cara yang luar biasa ini bukan berartibertindak anarkis, akan tetapi berwatak progresif. Berpikir luar biasapada intinya adalah tidak membaca undang-undang seperti orangmengeja sebuah teks, akan tetapi mencari dan mengungkap makna dariundang-undang tersebut. Akibat mencari makna itu, lalu kita bisa danberani bertindak rule-breaking. Berpikir luar biasa ini harus dimulai darikalangan komunitas hukum seperti hakim, jaksa, advokat, polisi danakademisi.44

peradilan di Indonesia”. Makalah dalam Diskusi Publik Komisi Penyelidikan danPemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Jawa Tengah, 1 Pebruari 2006. Hlm. 2;

43 Satjipto Rahardjo dalam harian Kompas.44 Satjipto Rahardjo. 2006. “Pemberantasan Korupsi Progresif ”. Makalah

disampaikan Pada diskusi Peran Komisi Yudisial dalam Pemberantasan Mafia Peradilandi Indonesia. FH Unissula / Kp2KKN Semarang 1 pebruat\ri, 2006. Hlm.1-2.

Page 275: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 261

Rule-breaking membutuhkan berbagai pendekatan cara penyelesaianhukum yang holistik dan bahkan ekstra legal untuk menggali maknahukum. Pengalaman penyelesaian hukum yang hanya mengandalkanpendekatan yuridis-formal yang bersifat linier hanya menambah deretankekecewaan para pencari keadilan. Sudah saatnya para akademisi danpraktisi hukum berani mentransformasikan diri untuk mencaripendekatan dan cara berpikir alternatif untuk menyelesaikan berbagaipersoalan hukum yang kian rumit dan kompleks. Berbagai pendekatanyang ada bukan saatnya lagi dipertentangkan dan dipersalahkan, akantetapi justru saling melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada dengankelebihan masing-masing. Para lawyer harus bersikap terbuka denganperkembangan yang terjadi dan tak perlu menutup diri. Bukankah ilmupengetahuan itu dinamis dan tak pernah berhenti dengan inovasi-inovasi.45

Profetik Intelligence (PI) adalah sebuah tawaran pendekatan alternatifdalam rangka ikut mengisi rule-breaking tersebut. PI dibutuhkan bagipara penegak hukum untuk memperluas dan sekaligus mengasahkepekaan nurani dan spiritualnya. Bukankah para penegak hukum itujuga dituntut dalam profesinya untuk mengejawantahkan doktrin dalamsetiap keputusan akhir dari proses penegakan hukum, yang berbunyi:‘Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Doktrin inimenuntut para penegak hukum untuk mengembangkan dan sekaligusmembekali dirinya dengan PI.

Konsep tentang kecerdasan kenabian ini merupakan konsep yangdiambil dari psikologi untuk mengukur tingkat kematangan kepribadianseseorang. Konsep ini bermanfaat untuk pengembangan kepribadianseseorang terutama yang berkecimpung dalam uapaya-upayapenyelesaian masalah-masalah kemanusiaan. PI merupakan pendekatanholistik di dunia psikologi yang menyatukan pendekatan-pendekatanyang ada sebelumnya yaitu: Cognitive Intelligence, Emotional Intelligence,

45 Satjipto Rahardjo, “Ilmu Hukum dan Garis Depan Sains”. Makalah Bacaan BagiMahasiswa program Doktor Hukum Undip Untuk Matakuliah Ilmu Hukum dan teoriHukum.

Page 276: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...262

Adversity Intelligence, dan Spiritual Intelligence. Penegakan hukummembutuhkan PI untuk mengatasi krisis hukum yang terjadi terutamaterkait dengan merosotnya moralitas penegak hukum yang selalumenjadi sorotan publik akhir-akhir ini.

Konsep PI ini pernah dibahas dalam International Conference onMoslems and Islam in the 21nd Century: Image and Reality di Malaysia padatanggal 4-6 Agustus 2004. Konsep ini ternyata mendapat sambutan yanghangat dalam forum ilmiah tersebut. Padahal di Indonesia, konseptentang kecerdasan kenabian ini masih belum banyak dimengerti dandipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, apalagi di dunia hukum.

Kecerdasan kenabian adalah kemampuan seseorang untukmentrasformasikan diri berinteraksi, bersosialisasi, beradaptasi denganlingkungan vertikal dan horisontal serta dapat memahami, mengambilmanfaat, hikmah dari kehidupan langit dan bumi, jasmani dan ruhani,lahir dan batin, dunia dan akhirat. Kecerdasan kenabian akan diperolehjika nurani mampu melakukan fungsi koordinasi dan pembimbingan.46

Pada hakikatnya setiap orang dapat mencapai kecerdasan kenabian,asal orang tersebut mau melakukan proses transformasi diri. Proses inidimaksudkan untuk mengasah hati nurani agar bersih dari bekasan-bekasan noda akibat dosa-dosa yang telah dilakukan seperti halnyamembersihkan kaca yang telah tertutupi oleh debu yang melekatbertahun-tahun lamanya. Transformasi diri mencakup penyadaran diri,penemuan diri dan pengembangan diri dengan menghayatai danmengamalkan sifat-sifat kenabian seperti sidiq (prinsip kejujuran), amanah(dapat dipercaya), tabligh (terbuka) dan fatonah (cerdas).

4.4.4.4.4. SimpulanSimpulanSimpulanSimpulanSimpulan

Profetik Intelligence dibutuhkan bagi hakim dan juga para penegakhukum yang lain untuk memperluas dan sekaligus mengasahkecerdasan nurani dan spiritualnya. Penegakan hukum membutuhkan

46 Hamdani Bakran. 2005. Prophetic Intelligence, Kecerdasan Kenabian. Yogyakarta:Islamika. Hlm. 38.

Page 277: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 263

Profetik Intelligence untuk mengatasi krisis hukum yang terjadi terutamaterkait dengan merosotnya moralitas penegak hukum yang selalumenjadi sorotan publik akhir-akhir ini.

Dasar pentingnya Profetik Intelligence bagi hakim adalah doktrindalam setiap pembuatan keputusan hukum yang selalu diawali denganirah-irah: ‘Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.Doktrin ini menuntut para penegak hukum untuk mengembangkan dansekaligus membekali dirinya dengan Profetik Intelligence. Konsep tentangkecerdasan kenabian ini merupakan konsep yang diambil dari psikologiuntuk mengukur tingkat kematangan kepribadian seseorang. Konsepini bermanfaat untuk pengembangan kepribadian seseorang terutamayang berkecimpung dalam uapaya-upaya penyelesaian masalah-masalah kemanusiaan. Profetik Intelligence merupakan pendekatanholistik di dunia psikologi yang menyatukan pendekatan-pendekatanyang ada sebelumnya yaitu: Cognitive Intelligence, Emotional Intelligence,Adversity Intelligence, dan Spiritual Intelligence.

D.D.D.D.D. Hakim dan Penegakan Keadilan Profetik dalamHakim dan Penegakan Keadilan Profetik dalamHakim dan Penegakan Keadilan Profetik dalamHakim dan Penegakan Keadilan Profetik dalamHakim dan Penegakan Keadilan Profetik dalamPeradilanPeradilanPeradilanPeradilanPeradilan

Oleh Bambang SutiyosoOleh Bambang SutiyosoOleh Bambang SutiyosoOleh Bambang SutiyosoOleh Bambang Sutiyoso

1.1.1.1.1. PendahuluanPendahuluanPendahuluanPendahuluanPendahuluan

Dalam berbagai penanganan kasus hukum yang terjadi di tanah air,seringkali mencuat menjadi bahan perbincangan publik karena putusanperadilan dianggap mengabaikan nilai-nilai keadilan yang semestinyadirasakan oleh masyarakat dan pencari keadilan. Proses hukum dilingkungan peradilan Indonesia hingga saat ini dianggap belum sepenuhnyamencerminkan nilai-nilai keadilan yang sesungguhnya. Keadilan seolahmenjadi ‘barang mahal’ yang jauh dari jangkauan masyarakat.

Beberapa kasus yang sempat melukai rasa keadilan masyarakat diantaranya kasus penempatan Ayin (Artalyta Suryani) di ruang khusus

Page 278: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...264

yang cukup mewah di Rutan Pondok Bambu beberapa waktu lalu dankelambanan penanganan kasus Anggodo merupakan secuil dari wajahburam penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia. Belum lagikasus Prita Mulyasari yang dianggap menghina pihak Rumah Sakit OmniInternational, pencurian buah semangka, randu, tanaman jagung,ataupun pencurian biji kakao oleh Nenek Minah, semakin menambahdaftar panjang potret buram dalam praktik penegakan hukum di negeriini.

Penegakan hukum yang berjalan selama ini terkesan kuat masihberorientasi dalam bentuk keadilan prosedural yang sangat menekankanpada aspek regularitas dan penerapan formalitas legal semata. Sejalandengan itu rekayasa hukum menjadi fenomena yang cukup kuat dalamhampir setiap penegakan hukum di negeri ini. Keadilan substantifsebagai sumber keadilan prosedural masih bersifat konsep parsial danbelum menjangkau seutuhnya ide-ide dan realitas yang seharusnyamenjadi bagian intrinsik dari konsep dan penegakan keadilan.47

Akibatnya, penegakan hukum menjadi kurang atau bahkan tidakmampu menyelesaikan inti persoalan sebenarnya. Suara orang ataumasyarakat yang tertindas sebagai subjek yang sangat memerlukankeadilan hampir terabaikan sama sekali. Orang yang selama inimengalami ketidakadilan, atau bahkan masyarakat secara keseluruhankian jauh dari sentuhan dan rasa keadilan. Bahkan, sering terjadi, atasnama keadilan, para pencari keadilan menjadi korban penegakan hukumformal. Realitas ini menjadikan penegakan keadilan berwajah ambivalenyang jauh dari nilai-nilai keadilan hakiki dan terkadang justru menyodokrasa keadilan itu sendiri.48

Tidak mengherankan dalam praktik penegakan hukum yang terjadiacap kali dijumpai ketidakpuasan dan kekecewaan masyarakat dan parapencari keadilan terhadap kinerja peradilan yang dianggap tidak objektif,

47Abdul Ala, Pembumian Keadilan Substantif, dalam http://www.sunan-ampel.ac.id/publicactivity/detail.php?id=28, diakses tanggal 20 April 2010.

48 Ibid.

Page 279: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 265

kurang menjaga integritas, dan bahkan kurang professional. Produkperadilan yang berupa putusan hakim sering dianggap kontroversi,cenderung tidak dapat diterima oleh kalangan luas hukum serta tidaksejalan dengan nilai-nilai hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat.49

Dengan kata lain, putusan-putusan yang dijatuhkan dianggap tidakberdasarkan pada pertimbangan hukum yang cermat dan komprehensif(Onvoeldoende gemotiverd), tetapi hanya didasarkan pada silogisme yangdangkal dalam mengkualifikasi peristiwa hukumnya yang kemudianberdampak pula pada konstitusi hukumnya.

Salah satu penyebabnya adalah adanya korupsi peradilan (judicialcorruption), yang lebih populer disebut dengan mafia peradilan, yaituadanya konspirasi dan penyalahgunaan wewenang di antara aparatkeadilan untuk mempermainkan hukum demi keuntungan pribadi.50

Banyaknya intervensi dan tekanan pihak luar terhadap hakim, terkadangmembuat kinerja hakim tidak lagi optimal, atau bahkan memilihbersikap opportunis. Tidak semua hakim dapat mengatakan yang benaradalah benar, dan yang salah adalah salah. Belum lagi munculnya“makelar kasus”yang menghalalkan segala cara seperti jual beli perkara,semakin menambah coreng moreng dunia peradilan.

Dalam konteks itulah, dalam tulisan ini berupaya mengkajibeberapa persoalan terkait dengan tugas Hakim dalam peradilan,beberapa konsep keadilan dan format ideal keadilan putusan dansejauhmana keadilan profetik diterapkan dalam praktik peradilan. Paparantulisan ini ini diharapkan dapat membuka ruang diskusi lebih jauh tentanggagasan penegakan keadilan profetik dalam peradilan Indonesia yangmenjadi wacana pilihan yang dikehendaki oleh masyarakat dan pencarikeadilan.

49 Bambang Sutiyoso. 2009. Metode Penemuan Hukum: Upaya Mewujudkan Hukum YangPasti dan Berkeadilan, Jogjakarta, UII Press. Hlm. 6.

50 Danang Widoyoko, et. al. 2002. Menyingkap Tabir Mafia Peradilan, Jakarta, ICW.Hlm. 24.

Page 280: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...266

2.2.2.2.2. Tugas dan Kewajiban HakimTugas dan Kewajiban HakimTugas dan Kewajiban HakimTugas dan Kewajiban HakimTugas dan Kewajiban Hakim

Hakim merupakan pelaku inti yang secara fungsional melaksanakankekuasaan kehakiman. Dalam melaksanakan kekuasaan kehakimantersebut, hakim harus memahami ruang lingkup tugas dan kewajibannyasebagaimana telah diatur dalam perundang-undangan. Setelahmemahami tugas dan kewajibannya, selanjutnya hakim harus berupayasecara profesional dalam menjalankan dan menyelesaikan pekerjaannya.

Dalam Pasal 1 butir (5,7) UU No. 48 Tahun 2009 di kemukakantentang ruang lingkup Hakim, yaitu hakim pada Mahkamah Agungdan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalamlingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkunganperadilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakimpada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilantersebut, serta hakim pada Mahkamah Konstitusi.

Hakikatnya tugas pokok hakim adalah menerima, memeriksa,mengadili, memutuskan dan menyelesaikan setiap perkara yangdiajukan kepadanya. Meskipun demikian tugas dan kewajiban hakimdapat diperinci lebih lanjut, yang dalam hal ini dapat dibedakan menjadibeberapa macam, yaitu tugas hakim secara normatif dan tugas hakimsecara kongkrit dalam mengadili suatu perkara.

Beberapa tugas dan kewajiban pokok hakim dalam bidangperadilan secara normatif telah diatur dalam dalam UU No. 48 Tahun2009 antara lain:a. Peradilan dilakukan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN

KETUHANAN YANG MAHA ESA”. (Pasal 2 ayat (1) UU No. 48Tahun 2009)

b. Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilanberdasarkan Pancasila. (Pasal 2 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009)

c. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusiwajib menjaga kemandirian peradilan. (Pasal 3 ayat (1) UU No. 48Tahun 2009)

d. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang (Pasal 4 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009)

e. Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasisegala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan

Page 281: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 267

yang sederhana, cepat, dan biaya ringan (Pasal 4 ayat (2) UU No. 48Tahun 2009)

f. Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, danmemahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalammasyarakat. (Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009)

g. Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadianyang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidanghukum. (Pasal 5 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009)

h. Hakim dan hakim konstitusi wajib menaati Kode Etik dan PedomanPerilaku Hakim (Pasal 5 ayat (3) UU No. 48 Tahun 2009)

i. Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, danmemutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukumtidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa danmengadilinya. (Pasal 10 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009).

j. Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dengansusunan majelis sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim, kecualiundang-undang menentukan lain. (Pasal 11 ayat (1) UU No. 48 Tahun2009)

k. Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. (Pasal2 ayat (4) UU No. 48 Tahun 2009)

l. Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukumapabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. (Pasal 13ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009)

m. Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikanpertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedangdiperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan(Pasal 14 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009).

Di samping tugas hakim secara normatif sebagaimana ditentukandalam perundang-undangan, hakim juga mempunyai tugas secarakongkrit dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara melalui tigatindakan secara bertahap, yaitu:a. Mengkonstatir (mengkonstatasi) yaitu menetapkan atau merumuskan

peristiwa kongkrit. Hakim mengakui atau membenarkan telahterjadinya peristiwa yang telah diajukan para pihak di mukapersidangan. Syaratnya adalah peristiwa kongkrit itu harus dibuktikanterlebih dahulu, tanpa pembuktian hakim tidak boleh menyatakansuatu peristiwa kongkrit itu benar-benar terjadi. Jadi mengkonstatirberarti menetapkan peristiwa kongkrit dengan membuktikanpristiwanya atau menganggap telah terbuktinya peristiwa tersebut.

Page 282: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...268

b. Mengkwalifisir (mengkwalifikasi) yaitu menetapkan ataumerumuskan peristiwa hukumnya. Hakim menilai peristiwa yangtelah dia-nggap benar-benar terjadi itu termasuk dalam hubunganhukum yang mana atau seperti apa. Dengan kata lain mengkwalifisiradalah menemukan hukumnya terhadap peristiwa yang telah dikonstatir dengan jalan menerapkan peraturan hukum terhadapperistiwa tersebut. Mengkwalifikasi dilakukan dengan caramengarahkan peristiwanya kepada aturan hukum atau undang-undangnya, agar aturan hukum atau undang-undang tersebut dapatditerapkan pada peristiwanya. Sebaliknya undang-undangnya jugaharus disesuaikan dengan peristiwanya agar undang-undang tersebutdapat mencakup atau meliputi peristiwanya.

c. Mengkonstituir (mengkonstitusi) atau memberikan konstitusinya,yaitu hakim menetapkan hukumnya dan memberi keadilan kepadapara pihak yang bersangkutan. Di sini hakim mengambil kesimpulandari adanya premisse mayor (peraturan hukumnya) dan premisseminor (peristiwanya). Dalam memberikan putusan, hakim perlumemperhatikan faktor yang seharusnya diterapkan secara proporsional yaitu keadilan (Gerechtigkeit), kepastian hukumnya(Rechtssicherheit) dan kemanfaatannya (Zweckmassigkeit).

Gr. Van der Brught dan J.D.C. Winkelman menyebutkan tujuhlangkah yang harus dilakukan seorang hakim dalam menyelesaikan suatukasus atau peristiwa, yaitu:51

a. Meletakkan kasus dalam sebuah peta (memetakan kasus) ataumemaparkan kasus dalam sebuah ikhtiar (peta), artinya memaparkansecara singkat duduk perkara dari sebuah kasus (menskematisasi).

b. Menerjemahkah kasus itu ke dalam peristilahan yuridis(mengkwalifikasi, pengkwalifikasian).

c. Menyeleksi aturan-aturan hukum yang relevan.d. Menganalisis dan menafsirkan (interpretasi) terhadap aturan-aturan

hukum itu.e. Menerapkan aturan-aturan hukum pada kasus.f. Mengevaluasi dan menimbang (mengkaji) argumen-argumen dan

penyelesaian.g. Merumuskan formulasi penyelesaian.

51 Gr. Van der Brught dan J.D.C. Winkelman sebagaimana dikutip oleh Shidarta,Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks KeIndonesiaan, Disertasi Program DoktorIlmu Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 2004, hlm. 177.

Page 283: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 269

Di samping itu dalam melaksanakan dan memimpin jalannya prosespersidangan, pada prinsipnya Majelis Hakim tidak diperkenankanmenunda-nunda persidangan tersebut. Pasal 159 ayat 4 HIR atau Pasal186 ayat (4) RBg menyebutkan bahwa pengunduran (penundaan) tidak boleh diberikan atas permintaan kedua belah pihak dan tidak bolehdiperintah-kan Pengadilan Negeri karena jabatannya, melainkan dalamhal yang teramat perlu.

Dalam praktik hakim terkadang terlalu lunak sikapnya terhadappermohonan penundaan sidang dari para pihak atas kuasanya. Adapunbeberapa hal yang sering menyebabkan tertundanya sidang antara lain:1. Tidak hadirnya para pihak atau kuasanya secara bergantian.2. Selalu minta ditundanya sidang oleh para pihak.3. Tidak datangnya saksi walau sudah dipanggil.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka diperlukan peranan hakimyang aktif terutama dalam mengatasi hambatan dan rintangan untukdapat tercapainya peradilan yang cepat (speedy administration of justice).Perlu ketegasan hakim untuk menolak permohonan penundaan sidangdaripada pihak, kalau ia beranggapan hal itu tidak perlu. Berlarut-larutnya atau tertunda-tundanya jalannya peradilan akan mengurangi kepercayaan masyarakat kepada peradilan yang mengakibatkanberkurangnya kewibawaan pengadilan (justice delayed is justice denied).

3.3.3.3.3. Eksistensi Peradilan dalam Menegakkan KeadilanEksistensi Peradilan dalam Menegakkan KeadilanEksistensi Peradilan dalam Menegakkan KeadilanEksistensi Peradilan dalam Menegakkan KeadilanEksistensi Peradilan dalam Menegakkan Keadilan

Dalam rangka menegakkan aturan-aturan hukum yang berlaku,maka diperlukan adanya suatu institusi negara yang dinamakankekuasaan kehakiman (Judicative power). Kekuasaan kehakiman dalampraktik diselenggarakan oleh badan-badan peradilan negara. Adapuntugas pokok badan peradilan terutama tugas di bidang judicial, yaitudalam rangka memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikanperkara-perkara yang diajukan oleh masyarakat pencari keadilan.

Terkait dengan keberadaan pencari keadilan khususnya yangkurang mampu secara ekonomi, sekarang ini sudah ada salah satu upaya

Page 284: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...270

pemecahannya untuk beracara secara prodeo. Tepat tanggal 31 Desember2008, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.83 Tahun 2008 tentang persyaratan dan tata cara pemberian bantuanhukum secara cuma-cuma. Peraturan pemerintah ini dikeluarkan untukmelaksanakan ketentuan Pasal 22 UU No. 18 Tahun 2003 tentangAdvokat. Menurut PP tersebut, seorang advokat wajib memberikanbantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan (Pasal 2).Bantuan hukum secara cuma-cuma meliputi tindakan hukum untukkepentingan pencari keadilan di setiap tingkat proses peradilan danberlaku juga terhadap pemberian jasa hukum di luar pengadilan.Meskipun demikian implementasi PP ini perlu dilakukan evaluasi olehpihak-pihak terkait apakah sudah berjalan dengan baik ataukahsebaliknya. Tentunya diharapkan PP ini dapat berjalan optimal nantinya,sehingga akses mendapatkan keadilan (acces to justice) dapat lebih merata,karena keadilan bukan hanya milik orang yang kaya saja, tetapi milikmereka yang papa.52

Para pencari keadilan (justiciabellen) tentu sangat mendambakanperkara-perkara yang diajukan ke pengadilan dapat diputus oleh hakim-hakim yang professional dan memiliki integritas moral yang tinggi,sehingga dapat melahirkan putusan-putusan yang tidak sajamengandung aspek kepastian hukum (keadilan procedural), tetapi jugaberdimensikan legal justice, moral justice dan social justice. Karena keadilanitulah yang menjadi tujuan utama yang hendak dicapai dari prosespenyelesaian sengketa di pengadilan.53

Keadilan itu sesungguhnya berhubungan dengan hati nurani,bukan definisi dan juga bukan soal formal-formalan. Ia berhubunganerat dengan praksis kehidupan sehari-hari dari manusia. Bukan soalteori-teori ilmu hukum sebagaimana diterapkan oleh Majelis HakimAgung pada perkara Akbar Tanjung itu. Kelihatannya, menurut teori

52 Bambang Sutiyoso, Bantuan Hukum Cuma-Cuma, lihat di http://bambang.staff.uii.ac.id/index.php

53 Bambang Sutiyoso, Op.Cit., hlm. 2.

Page 285: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 271

ilmu hukum putusan tersebut bagus, argumentatif ilmiah. Tetapisebenarnya, belum menyentuh rasa keadilan yang hidup dalammasyarakat. Sehingga tepatlah apa yang dikemukakan oleh GustavRadbruch : “Summum ius summa inuiria”, bahwa keadilan teringgi ituadalah hati nurani. Orang yang terlalu mematuhi hukum secara apaadanya seringkali justru akan merugikan keadilan.54

Menegakkan keadilan bukanlah sekadar menjalankan prosedurformal dalam peraturan hukum yang berlaku di suatu masyarakat,setidaknya itulah pernyataan yang kerap dicetuskan oleh Moh MahfudMD., Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Menurut Mahfud,menegakkan nilai-nilai keadilan lebih utama daripada sekadarmenjalankan berbagai prosedur formal perundang-undangan yangacapkali dikaitkan dengan penegakan hukum.55 Tekad MahkamahKonstitusi semacam itu bahkan ditegaskan dalam situsnya, yaitu“mengawal demokrasi dan menegakkan keadilan substantif”. Beberapaterobosan hukum yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi yang lebihmengutamakan keadilan substantif dibanding keadilan formal-prosedural di antaranya adalah saat Mahkamah Konstitusi membolehkanpenggunaan KTP dengan sejumlah syarat tertentu dalam pemilu olehwarga yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Disamping itu Mahkamah Konstitusi dalam persidangan judicial reviewpernah membuka rekaman hasil penyadapan KPK terhadap percakapanAnggodo yang kemudian membuka tabir adanya “markus” dalamproses penegakan hukum.

Dalam praktik penegakan hukum di Indonesia, seringkali parapenegak hukum sudah menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan mainyang ada, dalam artian aturan main yang formal. Terhadap kasus tindakpidana korupsi misalnya, sesuai hukum yang berlaku, jaksa sudah

54 Jeremies Lemek. 2007. Mencari Keadilan Pandangan Kritis Terhadap Penegakkan Hukumdi Indonesia. Yogyakarta: Galang Press. Hlm. 25.

55 Lihat artikel “Menegakkan Keadilan Jangan Sekedar Menegakkan Hukum” dalamsitus http://erabaru.net/opini/65-opini/10099-menegakkan-keadilan-jangan-sekedar-menegakkan-hukum, diakses tanggal 20 April 2010.

Page 286: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...272

melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan ke pengadilan.Pengacara sudah menjalankan fungsinya untuk membela danmempertahankan hak-hak tersangka. Hakim sudah mendengar keduabelah pihak, sehingga turunlah putusan pengadilan. Semua aturanhukum yang relevan sudah dipertimbangkan dan sudah diterapkan.Akan tetapi mengapa terhadap penegakan hukum yang demikian masihsaja banyak masyarakat yang tidak puas. Inilah masalahnya, yaitu tidakterpenuhinya nilai keadilan, terutama keadilan masyarakat (social justice).Hakim tidak dengan sungguh-sungguh menggali nilai-nilai hukum danrasa keadilan yang hidup dalam masyarakat dengan alasan terikatdengan aturan hukum formal yang sebenarnya kaku bahkan dalambeberapa hal justru melenceng.

Padahal Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman sudahmewajibkan kepada para hakim untuk menggali hukum dan rasakeadilan yang hidup dalam masyarakat.56 Karena itu agar penegakanhukum di Indonesia dapat lebih baik dan agar masyarakat percaya padahukum yang berlaku, yang diperlukan adalah penegakan hukum yangberkeadilan, dan itulah yang didamba-dambakan oleh masyarakatbanyak.

Untuk itu dalam panggung penegakan hukum di Indonesia,dibutuhkan kehadiran para penegak hukum yang bervisi keadilan, danpenguasa yang bersikap adil, sebagaimana dalam cita hukum tradisionalbangsa Indonesia diistilahkan dengan “ratu adil” atau seperti yangdiimpikan oleh filosof besar bangsa Yunani, yaitu Plato dengan konsep“raja yang berfilsafat” (filosopher king) ribuan tahun yang silam.57

Kalau dicermati kepala putusan hakim itu sendiri berbunyi “DemiKeadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, oleh karena itupertimbangan keadilan sesungguhnya lebih dikedepankan dalammemutus suatu perkara. Dalam hal ini memang sepenuhnya diserahkankepada majelis hakim yang menangani perkara tersebut.

56 Lihat Pasal 28 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.57 Munir Fuady, Op. Cit., hlm. 53. Dikutip dengan beberapa perubahan dari penulis.

Page 287: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 273

Bismar Siregar dalam bukunya “Hukum Hakim dan KeadilanTuhan” menambahkan bahwa dasar seorang hakim dalam mengambilputusan adalah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhahan Yang MahaEsa”. Dengan demikian, dalam menetapkan putusannya, pertama-tamaseorang hakim bermunajat kepada Alloh SWT. Atas nama-NYAlah suatuputusan diucapkan. Ia bersumpah atas nama Tuhan Yang Maha Esa.Pada saat itulah hatinya bergetar. Ini merupakan peringatan bagi siapasaja. Pesan Rasululloh Mohammad SAW kepada seorang sahabatnyasebagai berikut: “Wahai Abu Hurairah, keadilan satu jam lebih utama dariibadahmu puluhan tahun, shalat, zakat dan puasa. Wahai Abu Hurairah,penyelewengan hukum satu jam lebih pedih dan lebih besar dalam pandanganAlloh daripada melakukan maksiat enampuluh tahun”. Sebuah pesan yangindah, yang wajib dipahami, dihayati, dan diamalkan oleh para hakim.58

Dalam ajaran Islam juga diperintahkan agar kita bertindak adildalam menyelesaikan suatu perkara. Perintah itu antara lain disebutkandalam Al Qur’an Surat An- Nisa: 58, disebutkan: “Dan (menyuruh kamu)apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan denganadil”. Selanjutnya dalam Al Qur’an Surat An-Nisa: 135 ditegaskan:

Wahai orang-orang yang beriman, jadilan kamu orang-orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Alloh biarpun terhadap dirimusendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin,maka Alloh lebih tahu kemaslahatannya , maka janganlah kamu mengikutihawa nafsu karena menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamumemutarbalikkan (kata-kata) atau enggan men jadi saksi, makasesungguhnya Alloh adalah maha mengetahui segala apa yang kamukerjakan”.

Keadilan merupakan salah satu tujuan dari setiap sistem hukum,bahkan merupakan tujuannya yang terpenting. Masih ada tujuan hukumyang lain yang juga selalu menjadi tumpuan hukum, yaitu kepastianhukum, kemanfaatan dan ketertiban. Di samping tujuan hukum, keadilandapat juga dilihat sbagai suatu nilai (value). Bagi suatu kehidupan

58 Bismar Siregar. 1995. Hukum Hakim dan Keadilan Tuhan. Jakarta: Gema InsaniPress. Hlm. 19-20.

Page 288: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...274

manusia yang baik, ada empat nilai yang merupakan fondasi pentingnya,yaitu: (1) Keadilan; (2) Kebenaran; (3) Hukum dan (4) Moral. Akan tetapidari keempat nilai tersebut, menurut filosof besar bangsa Yunani, yaituPlato, keadilan merupakan nilai kebajikan yang tertinggi. Menurut Plato:“ Justice is the supreme virtue which harmonize all other virtues”.59

Para filosof Yunani memandang keadilan sebagai suatu kebajikanindividual (individual virtue). Oleh karena itu dalam Institute of Justinian,diberikanlah definisi keadilan yang sangat terkenal itu, yang mengartikankadilan sebagai suatu tujuan yang kontinyu dan konstan untukmemberikan kepada setiap orang haknya. “Justice is the constant andcontinual purpose which gives to everyone his own”.60

Mahkamah Agung sendiri dalam intruksinya No. KMA/015/INST/VI/1998 tanggal 1 Juni 1998 mengintruksikan agar para hakimmemantapkan profesionalisme dalam mewujudkan peradilan yangberkualitas, dengan menghasilkan putusan hakim yang eksekutabel,berisikan ethos (integritas), pathos (pertimbangan yuridis yang utama),filosofis (berintikan rasa keadilan dan kebenaran), sosiologis (sesuaidengan tata nilai budaya yang berlaku dalam masyarakat), serta logos(dapat diterima akal sehat), demi terciptanya kemandirian parapenyelenggara kekuasaan kehakiman.61

Apabila dicermati, para hakim di Indonesia pada umumnya tidakmenganut prinsip the binding force of precedent sebagaimana dianut negara-negara Anglosaxon, oleh karena itu otoritas dari majelis hakim menjadibegitu besarnya dalam memutuskan perkara. Akibatnya kemudianbanyak terjadi disparitas putusan dalam perkara yang sejenis. Hal iniditandai dengan adanya perbedaan secara substansial yang tajam antaraproduk hukum berupa putusan pengadilan yang satu dengan pengadilanyang lain atau putusan yang dibuat oleh hakim Pengadilan Negeri, hakim

59 Roscoe Pound sebagaimana dikutip Munir Fuady. 2003. Aliran Hukum KritisParadigma Ketidakberdayaan Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti. Hlm. 52.

60 Ibid. Hlm. 53.61 A. Mukti Arto. 2006. Mencari Keadilan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. 98.

Page 289: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 275

Pengadilan Tinggi, dan hakim Mahkamah Agung mengenai suatuperkara hukum yang sama, padahal semuanya mengacu pada peraturanyang sama. Perbedaan tersebut memang dimungkinkan, karena praktekpenegakan hukum terlibat berbagai kepentingan yang berbeda di balikhukum yang hendak ditegakkan.62 Para hakimpun punya dalih, apabilapencari keadilan (justiciabellen) merasa tidak puas dengan putusan yangdijatuhkan, mereka dipersilahkan mengajukan upaya hukum yang ada.Dengan demikian peran hakim memang sangat dominan dalammenentukan bagaimana ’hitam putihnya’ suatu putusan.

Meskipun demikian di sisi lain, kualitas dan kredibilitas seorangHakim juga ditentukan oleh putusan-putusan yang dibuatnya. Tidakberlebihan kalau ada pendapat yang mengatakan bahwa mahkota atauwibawa hakim terletak pada putusannya atau kalau mau lebih dalamlagi ada pada pertimbangan hukumnya. Oleh karena itu kewibawaanhakim juga akan luntur dengan sendirinya kalau putusan-putusannyatidak berpihak lagi kepada nilai-nilai kebenaran dan keadilan.Sehubungan dengan itu menurut Paulus Effendi Lotulung, HakimAgung, untuk mencari hakim yang jujur dan berkualitas, sesungguhnyatidak perlu metode yang berbelit-belit, cukup dilihat dari putusan-putusan yang telah dihasilkannya selama ini. Salah satu caranya adalahdengan cara eksaminasi putusan,63 yang sesungguhnya telah lamadikenal dalam dunia peradilan di Indonesia berdasarkan ketentuanSEMA No. 1 Tahun 1967 tentang Eksaminasi, Laporan Bulanan, danDaftar Banding.

Secara umum yang dimaksud eksaminasi adalah menguji kembaliputusan hakim dengan melihat isi/materi dari putusan tersebut.Eksaminasi juga bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhanakuntabilitas seperti yang selama ini disuarakan oleh masyarakat.

62 Mudzakkir, 2003. Urgensi dan Relevansi Eksaminasi Publik. Makalah dalam diskusipanel yang diselenggarakan oleh Departemen Acara FH UII, Pusdiklat LaboratoriumUII, ICW dan ICM, Yogyakarta, 28 Juni 2003. Hlm. 2

63 www. hukumonline.com, Cari Hakim Jujur Lewat Eksaminasi Putusannya, diaksestanggal 18 Februari 2007.

Page 290: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...276

Melalui eksaminasi, masyarakat bisa mengetahui dasar pertimbanganseorang hakim dalam mengambil putusannya. Dari situ, bisa dinilaipula apakah putusan hakim tersebut diambil dengan cara-cara yangsemestinya atau malah sarat dengan nuansa KKN.64 Dalam kaitan ini,eksaminasi dilakukan untuk memberikan penilaian secara komprehensifoleh ahli yang kompeten terkait putusan hakim tertentu terutamamenyangkut penerapan hukum materiil maupun hukum formilnyadalam kerangka penilaian secara obyektif menyangkut perkara yangbersangkutan.

4.4.4.4.4. Konsep Keadilan Putusan dalam PeradilanKonsep Keadilan Putusan dalam PeradilanKonsep Keadilan Putusan dalam PeradilanKonsep Keadilan Putusan dalam PeradilanKonsep Keadilan Putusan dalam Peradilan

Dalam diskursus konsep keadilan (justice), banyak ditemukanberbagai pengertian keadilan, diantaranya keadilan adalahmenempatkan sesuatu pada tempatnya (proporsional); keadilan adalahkeseimbangan antara hak dan kewajiban dan lain sebagainya. Demikianpula klasifikasi keadilan juga banyak ditemukan misalnya Aristotelesmembagi keadilan komutatif dan distributif, ada juga membedakan normgerechtigkeit dan einzelfall gerechtigkeit dan seterusnya. Demikian ada ahliyang membagi menjadi: keadilan hukum (legal justice), keadilan secaramoral (moral justice) dan keadilan sosial (social justice). Di samping itudikenal juga istilah keadilan transendental (transcendental justice) yangsebenarnya lebih mendekati pada pengertian keadilan profetik.65

John Rawls menyatakan bahwa keadilan adalah kebajikan utamadalam institusi sosial sebagaimana kebenaran dalam sistem pemikiran.Suatu teori, betapapun elegan dan ekonomisnya, harus ditolak ataudirevisi jika ia tidak benar. Demikian juga hukum dan institusi, tidakpeduli betapapun efisen dan rapinya, harus direformasi atau dihapuskan

64 Ibid.65 Keadilan transendental adalah keadilan yang yang spirit atau jiwanya dengan

mendasarkan pada nilai-nilai keadilan ilahiyah yang didasarkan pada kitab suci Al Qur’an.Keadilan transendental inilah yang diperjuangkan dan dicontohkan oleh para nabi danRasul, sehingga bisa disebut juga sebagai keadilan profetik.

Page 291: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 277

jika tidak adil. Setiap orang memiliki kehormatan yang didasarkan padakeadilan sehingga seluruh masyarakat sekalipun tidak bisamembatalkanya. Atas dasar itu keadian menolak jika lenyapnyakebebasan bagi sejumlah orang dapat dibenarkan oleh hal lebih besaryang didapatkan orang lain. Keadilan tidak membiarkan pengorbananyang dipaksakan pada segelintir orang diperberat oleh sebagian besarkeuntungan yang dinikmati banyak orang. Karena itu, dalam masyarakatyang adil kebebasan warganegara dianggap mapan, hak-hak yangdijamin oleh keadilan tidak tunduk pada tawar-menawar politik ataukalkulasi kepentingan sosial. Satu-satunya hal yang mengijinkan kitauntuk menerima teori yang salah adalah karena tidak adanya teori yanglebih baik, secara anaogis ketidakadilan bisa dibiarkan hanya ketika iabutuh menghindari ketidakadilan yang lebih besar. Sebagai kebajikanutama ummat manusia, kebenaran dan keadilan tidak bisa diganggugugat. Proposisi tersebut tampak menunjukkan keyakinan intuitif kitatentang keutamaan keadilan.66

Dalam konteks putusan hakim peradilan, terutama yang seringdisinggung-singgung adalah berupa keadilan prosedural (procedural jus-tice) dan keadilan substantif (substantive justice). Dalam hal ini kamimencoba memberi batasan apa yang dimaksud dengan keadilanprosedural dan keadilan substantif ini. Keadilan prosedural adalahkeadilan yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang dirumuskandari peraturan hukum formal, seperti mengenai tenggat waktu maupunsyarat-syarat beracara di pengadilan lainnya. Sedangkan keadilansubstantif adalah keadilan yang didasarkan pada nilai-nilai yang lahirdari sumber-sumber hukum yang responsif sesuai hati nurani.

Dengan demikian konsep keadilan sebenarnya sudah banyakdikemukakan oleh para ahli karena keadilan sesungguhnya sesuatu yangsangat dekat dengan pemenuhan hak dan kepentingan manusia. Hanyasaja yang tidak mudah dalam praktek adalah merumuskan apa yang

66 John Rawls. 2006. Teori Keadilan Dasar-Dasar Filsafat Politik untuk MewujudkanKesejahteraan Sosial dalam Negara. Yogyakarta: Pusaka Pelajar. Hlm. 4.

Page 292: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...278

menjadi tolok ukur atau parameter keadilan itu sendiri. Proses penyelesaianperkara di pengadilan melibatkan setidaknya dua pihak yang masing-masing sedang terlibat konflik kepentingan (conflict of interest) satu denganlainnya. Sehingga bisa saja terjadi ketika putusan hakim dijatuhkan akandirasakan berbeda oleh kedua belah pihak, yaitu satu pihak merasaadil karena keinginannya dikabulkan, tetapi pihak yang lain merasaputusannya tidak adil karena keinginannya tidak dapat terpenuhi.Sehingga hakekatnya persoalan keadilan itu implementasinya dalampraktik dirasakan adil atau tidak adil adalah berdasarkan penilaianmasing-masing pihak, yang sangat mungkin berbeda secara diametralparameternya.

Dalam tataran ideal, untuk mewujudkan putusan hakim yangmemenuhi harapan pencari keadilan, yang mencerminkan nilai-nilaihukum dan rasa keadilan masyarakat, ada beberapa unsur yang harusdipenuhi dengan baik. Gustav Radbruch mengemukakan idealnya dalamsuatu putusan harus memuat idee des recht, yang meliputi 3 unsur yaitukeadilan (Gerechtigkeit), kepastian hukum (Rechtsicherheit) dankemanfaatan (Zwechtmassigkeit).67 Ketiga unsur tersebut semestinya olehHakim harus dipertimbangkan dan diakomodir secara proporsional,sehingga pada gilirannya dapat dihasilkan putusan yang berkualitasdan memenuhi harapan para pencari keadilan.

Mochtar Kusumaatmadja68 mengemukakan bahwa hakim dalammemeriksa dan memutus perkara, bebas dari campur tanganmasyarakat, eksekutif maupun legislatif. Dengan kebebasan yangdemikian itu, diharapkan hakim dapat mengambil keputusanberdasarkan hukum yang berlaku dan juga berdasarkan keyakinannyayang seadil-adilnya serta memberikan manfaat bagi masyarakat. Dengandemikian maka hukum dan badan-badan pengadilan akan dapat

67Gustav Radbruch sebagaimana dikutip oleh Sudikno Mertokusumo. 2004. MengenalHukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty. Hlm. 15.

68Muchtar Kusumaatmadj. 1986. Fungsi dan Perkembangan hukum dalam PembangunanNasional, Lembaga Penelitian Hukum Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Bandung:Penerbit Bina Cipta. Hlm. 319-320.

Page 293: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 279

berfungsi sebagai penggerak masyarakat dalam pembangunan hukumdan pembinaan tertib hukum.

Dalam implementasinya terkadang tidak mudah untukmensinergikan ketiga unsur tersebut di atas, terutama antara unsurkeadilan dengan kepastian hukum bisa saja saling bertentangan. Disamping beberapa contoh kasus yang sudah disebutkan sebelumnya,kasus lama yang masih cukup relevan untuk menggambarkan adanyakemungkinan benturan antara aspek keadilan (substantif) dan kepastianhukum (keadilan prosedural), yaitu dalam kasus “Kedung Ombo” diJawa Tengah.

Kasus ini berkaitan dengan sengketa ganti rugi pembebasan tanahyang akan digunakan sebagai proyek waduk “Kedung Ombo” di JawaTengah, antara warga masyarakat dan Gubernur Jawa Tengah. Gugatanpada awalnya diajukan pada tahun 1990 di Pengadilan Negeri Semarang,kemudian berlanjut dengan upaya hukum banding di Pengadilan TinggiSemarang, Kasasi dan Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung. PihakPenggugat adalah warga masyarakat yang dibebaskan tanahnya untukpembangunan waduk Kedung Ombo, sedang tergugatnya adalahGubernur Jawa Tengah (Terggugat I) yang dianggap telah menetapkanganti rugi secara sepihak tanpa musyawarah dan pimpinan proyek wadukKedung Ombo (Tergugat II). Dalam tuntutannya, antara lain penggugatminta tergugat memberikan ganti rugi tanahnya sebesar Rp. 10.000,00permeter2, karena tanah milik para penggugat sudah tidak dapatdigunakan lagi. Sehubungan dengan gugatan tersebut, PN Semarangdalam putusannya No. 117/Pdt/G/1990/PN.Smg menyatakan menolakgugatan para penggugat seluruhnya. Dalam upaya hukum banding,Pengadilan Tinggi Semarang kembali menguatkan putusan sebelumnya,dengan tetap menolak gugatan. Selanjutnya dalam tingkat kasasi, Majelishakim kasasi menjatuhkan putusan yang dianggap fenomenal. Dalamputusannya No. 2263.K/Pdt/1991, Majelis hakim kasasi yang dipimpinoleh Z. Asikin Kusumah Atmadja, SH. Menghukum pihak tergugat untukmembayar ganti rugi secara tanggung renteng, berupa antara lain :

Page 294: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...280

a. Kerugian materiel untuk tanah dan atau bangunan Rp. 50.000,00/M2, sedangkan untuk tanaman-tanaman sebesar Rp. 30.000,00/M2.

b. Kerugian yang timbul yang bersifat immateriel, yaitu sesuai denganpetitum secara Ex Aequeo et Bono sebesar Rp. 2000.0000.000,00.69

Tak mengherankan putusan kasasi tersebut menjadi perbincangandi kalangan hukum, ada yang sependapat ada pula yang kontra atasputusan. Secara yuridis normatif, putusan kasasi ini memang berupayamenerobos ketentuan hukum dalam Pasal 178 ayat (3) HIR, yangberbunyi: “Hakim wajib mengadili seluruh bagian gugatan, tatapi Hakimdilarang menjatuhkan putusan atas hal-hal yang tidak dituntut ataumengabulkan putusan lebih daripada yang dituntut.”

Dalam hal ini terlihat bahwa pada gugatan awalnya penggugathanya menuntut ganti rugi atas tanahnya sebesar Rp. 10.000,00/M2 tetapidalam putusan kasasi dikabulkan ganti rugi atas tanahnya sebesar Rp.50.000,00/M2. Di samping itu majelis hakim kasasi juga mengabulkanganti rugi immateriel sebesar Rp. 2000.000.000,00, yang pada umumnyajarang dikabulkan dalam suatu putusan. Meskipun demikian, majelishakim kasasi beralasan bahwa putusan tersebut dijatuhkan ataspertimbangan aspek keadilan, tidak semata-mata pada aspek kepastianhukum. Memang dilihat dari sisi kepastian hukum bisa dikatakanmelanggar ketentuan Pasal 178 ayat (3) HIR, tetapi dari sisi keadilanperlu diperhatikan bahwa harga tanah tidak mungkin konstan/tetap dariwaktu kewaktu apalagi sudah berjalan beberapa tahun, sehingga sudahsepantasnya ganti rugi atas tanah juga disesuaikan dengan keadaan rielpada saat itu. Sehingga dapat dikatakan ketika terjadi benturan antaraaspek keadilan dengan kepastian hukum, majelis kasasi lebihmendahulukan aspek keadilannya.

Banyak yang menyayangkan ketika pada akhirnya dalam upayahukum peninjauan kembali, majelis hakim peninjauan kembali kemudianmenganulir putusan kasasi Mahkamah Agung, karena dianggap asas

69 Lihat amar putusan kasasi Mahkamah Agung No. 2263.K/Pdt/1991.

Page 295: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 281

hukum dan ketentuan yang berlaku, terutama yang diatur dalam Pasal178 ayat (3) HIR. Majelis hakim peninjauan kembali nampaknya di sinilebih mentikberatkan pada aspek kepastian hukumnya (keadilanproseduralnya) dibandingkan aspek keadilan (substantifnya) dalammenjatuhkan putusannya.70

Di Indonesia sebagai suatu negara hukum, hak seseorang terhadaptanah harus dilindungi, tetapi masyarakat harus menyadari bahwa tanahmemunyai fungsi sosial yakni lebih mengutamakan kepentingan umumdaripada kepentingan pribadi. Tetapi di sini yang menjadi masalahadalah kata-kata ’kepentingan umum’, seperti tanah yang akandibebaskan itu demi kepeningan umum yakni akan dibangun suatubangunan atau poyek yang berguna bagi masyarakat banyak, namunpara pemilik tanh yang mengolah atau memanfaatkan tanahnya sebagaitempat tinggal atau kepentingan lain adalah juga termasuk kepentinganumum. Karena itu juga menyangkut kepentingan orang banyak. Tapiyang dimaksud kepentingan umum di sini adalah kepentingan yanglebih banyak menyangkut orang banyak. Dari kedua kepentingantersebut, seakan-akan dua kepentingan umum saling bertabrakan.71

Jika suatu lokasi yang akan dimanfaatkan untuk kepentingan umumtersebut harus lokasi yang benar-benar bisa digunakan untukpembangnan kepentingan umum dan pelaksanaannya bisa berbentukbadan pemerintah atau swasta. Tidak semua tempat bisa dicabuthaknya dengan alasan demi kepentingan umum. Tanah yang bisadicabut haknya hanyalah tanah yang berlokasi termasuk dalam “RencanaInduk Pengembangan” daerah setempat. Dan pengesahan rencana induktersebut telah mendapat persetujuan dari wakil rakyat di DPRD. Danrencana induk tersebut harus bersifat terbuka untuk umum.72

Dalam contoh ilustrasi kasus lainnya adalah masalah penegakanperaturan hukum lalu lintas seharusnya dipatuhi oleh setiap pengguna

70 Bambang Sutiyoso, Op.Cit., hlm. 2471 Mudakir Iskandar Syah. 1985. Hukum Dan Keadilan. Jakarta: Grafindo Utama.

Hlm. 46-47.72 Ibid, hlm. 47-48.

Page 296: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...282

jalan. Sehingga ketika lampu trafict light menyala merah, semestinyapengguna jalan berhenti. Tetapi dalam kasus tertentu dan denganargumen tertentu, mobil ambulance, kereta api dan mobil pemadamkebakaran boleh jalan terus meskipun harus menerobos lampu merah.Tetapi bagi pengguna jalan masyarakat umum, mestinya aturan tersebutharus tetap ditegakkan, karena kalau semua pengguna jalandiperbolehkan menerobos lampu merah yang terjadi adalah kekacauan,kecelakaan dan saling tabrakan.

Paparan kasus di atas, sama sekali tidak dimaksudkan untukmenjustifikasi apalagi menghakimi siapa yang salah dari fenomena yangterjadi, tetapi mencoba mengurai pokok persoalannya secara jernih. Itudisebabkan realitas yang terungkap dalam praktik penegakan hukumbukan merupakan sesuatu yang seketika terjadi, melainkan sebagai hasilinteraksi dari proses sebab akibat dalam perspektif yang lebih luas.

Semestinya antara keadilan prosedural dan keadilan substantiftidak dilihat secara dikotomi, tetapi ibarat dua sisi mata uang yangsaling terkait erat satu sama lain. Oleh karena itu dalam keadaan nor-mal, mestinya keadilan prosedural dan substantif harus dapatdisinergikan dan diakomodir secara proporsional. Meskipun demikiandalam batas-batas tertentu, sangat mungkin keduanya saling berbenturansatu sama lain dan tidak dapat dikompromikan.

Adanya benturan-benturan antara pemenuhan keadilan proseduraldi satu sisi dan keadilan substantif di sisi lain, memang harus ada solusidan opsi yang jelas dan harus diputuskan oleh Hakim denganargumentasi hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam halini kami berpendapat, semestinya hakim lebih dahulu mengedepankanpilihan keadilan substantif, yang sesuai dengan hati nurani dan rasakeadilan masyarakat. Oleh karena itu, hanya dalam hal-hal kasuistikdan sangat eksepsional, yaitu terjadi pertentangan yang tajam antarakeadilan prosedural dan keadilan substantif, keadilan prosedural bisadiabaikan. Akan tetapi, tentunya tidak berarti semua kasus harus bolehbegitu saja keadilan prosedural dikalahkan. Hal ini untuk menghindari

Page 297: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 283

apa yang dikemukakan oleh Machiavelli, yaitu dihalalkannya segalacara untuk mencapai tujuan, atau dengan kata lain jangan sampaikeadilan prosedural diabaikan begitu saja untuk mencapai tujuantertentu yang sebenarnya tidak terlalu essensial pemenuhannya.

5.5.5.5.5. Keadilan Profetik dan Implementasinya dalamKeadilan Profetik dan Implementasinya dalamKeadilan Profetik dan Implementasinya dalamKeadilan Profetik dan Implementasinya dalamKeadilan Profetik dan Implementasinya dalamPeradilanPeradilanPeradilanPeradilanPeradilan

Apabila dicermati dalam kepala putusan yang berbunyi “DemiKeadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, maka hakikatnyakeadilan yang hendak diputuskan adalah keadilan transendental(trancendental justice). Keadilan seperti ini tentunya keadilan yang penuhdengan makna dan nilai-nilai ilahiyah yang menjiwai dalam suatuputusan. Bagi hakim keadilan yang hendak diputuskan tidak hanyadipertanggungjwabkan secara horisontal kepada sesama manusia, baikpencari keadilan maupun masyarakat, tetapi jugadipertanggungjawabkan secara vertikal kepada Tuhan Seru SekalianAlam. Apa yang telah diputus oleh hakim didunia tentunya masih belumselesai, karena hakim juga harus mempertanggungjawabkan kepadayang Maha Hakim kelak.

Keadilan transendental sesungguhnya spirit dan jiwanya sangatlahideal, karena parameter keadilan yang hendak dikonstruksikan adalahkeadilan sebagaimana diperintahkan dan diajarkan oleh Tuhan dalamkitab suci. Kitab suci adalah pedoman utama dalam menggali danmerumuskan nilai-nilai keadilan dalam suatu putusan. Keadilan sepertiitulah yang dicontohkan oleh para Nabi dan Rosul. Konsep keadilanseperti itulah yang dimaksudkan sebagai keadilan profetik. Keadilanprofetik ini tentunya juga sejalan dan dapat sinergi dengan nilai keadilan-keadilan lainnya, terutama keadilan substantif, yang mempertimbangkannilai-nilai substantif dalam putusannya, tidak semata-mata berdasarkankeadilan prosedural.

Persoalan dalam praktek peradilan sekarang ini yang masih banyakketimpangan dalam penerapan keadilan dan jauh dari harapanmasyarakat adalah karena konsep keadilan transendental atau keadilan

Page 298: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...284

profetik yang ada dalam kepala putusan hakim ternyata tidak diterapkandengan sungguh-sungguh. Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang MahaEsa yang seharusnya menjadi jiwa dalam putusan, tetapi dalam isiputusan ternyata kering dari nilai-nilai Ketuhanan itu sendiri. Jarangsekali dalam suatu putusan mengaitkan dengan nilai-nilai keadilan yangada dalam kitab suci Al Qur’an.

Dalam praktik justru hakim lebih banyak bemain dengan retorikakita undang-undang buatan manusia. Hal inilah yang menjadi salahsatu penyebab banyaknya putusan hakim yang kontroversial dan sulitmemenuhi harapan masyarakat pencari keadilan. Karena spirit yangada dfalam kepala putusan dianggap hanya formalitas yang harusdipenuhi, tetapi isinya justru banyak menggunakan logika hukumnormatif yang mengacu pada peraturan perundang-undangan. Dari sisipersepsi teori penulisan hukum, pembuatan putusan seperti itusebenarnya mencerminkan ketidaksinkronan antara judul (kepalaputusan) dengan substansinya (isi putusannya).

Berdasarkan dari berbagai diskusi dan perbincangan denganbeberapa hakim dengan penulis, kendala utama penegakan hukumprofetik adalah karena yang menjadi dasar utama penegakan hukum diIndonesia adalah bersumber pada hukum positif, bukan secara langsungmengacu pada ketentuan-ketentuan yang ada dalam kitab suci. Disamping itu Hakim akan merasa kesulitan kalau harus mengaitkankasusnya dengan mendasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam kitabsuci, karena selama ini yang diajarkan dan dicontohkan dalam pendidikanhukum juga dengan mendasarkan pada hukum positif. Tetapi secaratersirat, ada keinginan dan harapan juga diantara para Hakim untukmenerapkan keadilan profetik dalam putusan-putusannya sebagaimanadicontohkan Hakim Bismar Siregar. Untuk itu perlu ada kebijakan,pedoman dan pengaturan yang jelas kalau memang keadilan profetikmenjadi suatu alternatif yang dapat memenuhi harapan para pencarikeadilan di tanah air ini.

Page 299: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 5 285

6.6.6.6.6. PenutupPenutupPenutupPenutupPenutup

Perbincangan mengenai pencarian format ideal keadilan putusandalam peradilan masih membuka ruang kajian yang lebih dalam, karenakompleksitasnya masalah penegakan hukum di Indonesia, termasukbanyaknya konsep keadilan, implementasinya serta penentuan tolokukur keadilan itu sendiri masih berbeda-beda. Tetapi khusunya terkaitdengan wacana penegakan keadilan profetik dalam lembaga peradilan,selama ini masih sebatas wacana, meskipun sebenarnya kalau didasarkanpada spirit dan jiwa yang ada dalam kepala putusan, memungkinkanbagi hakim untuk menerapkan keadilan profetik.

Persoalan dalam praktek peradilan sekarang ini yang masih banyakketimpangan dalam penerapan keadilan dan jauh dari harapanmasyarakat adalah karena konsep keadilan transendental atau keadilanprofetik yang ada dalam kepala putusan hakim ternyata tidak diterapkandengan sungguh-sungguh. Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang MahaEsa yang seharusnya menjadi jiwa dalam putusan, tetapi dalam isiputusan ternyata kering dari nilai-nilai Ketuhanan itu sendiri. Tetapikenyataannya jarang sekali dalam suatu putusan mengaitkan dengannilai-nilai keadilan yang ada dalam kitab suci Al Qur’an.

Dalam praktik justru hakim lebih banyak bemain dengan retorikakita undang-undang buatan manusia. Hal inilah yang menjadi salahsatu penyebab banyaknya putusan hakim yang kontroversial dan sulitmemenuhi harapan masyarakat pencari keadilan. Karena spirit yangada dalam kepala putusan dianggap hanya formalitas yang harusdipenuhi, tetapi isinya justru banyak menggunakan logika hukumnormatif yang mengacu pada peraturan perundang-undangan. Untukitu ke depan perlu ada kebijakan, pedoman dan pengaturan yang jelaskalau memang keberadaan keadilan profetik menjadi suatu alternatifyang dianggap dapat memenuhi harapan para pencari keadilan di tanahair ini.

Page 300: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Landasan Aksiologi...286

Page 301: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

A.A.A.A.A. Menangkap Peluang di Era Menangkap Peluang di Era Menangkap Peluang di Era Menangkap Peluang di Era Menangkap Peluang di Era PostmodernPostmodernPostmodernPostmodernPostmodern

Perkembangan pemikiran orang tentang suatu realitas, termasukrealitas hukum sejak Zaman Kuno sampai dengan Zaman Postmodernsaat ini mengalami perubahan-perubahan yang sangat fundamental.Perubahan fundamental tersebut terjadi pada setiap era/zamanyamasing-masing, sehingga masing-masing era/zaman mempunyai ciriyang khas dan berbeda. Pada umumnya para ahli sejarah peradabandunia membagi periodisasi era/zaman dimulai dari Zaman Kuno, abadke-5 SM sampai abad ke-5 M, Zaman Pertengahan/Klasik, abad ke-6sampai abad ke-14 M, Zaman Modern, abad ke-15 sampai 20 M, danterakhir Zaman Postmodern, abad ke-21 dan seterusnya.

Corak pemikiran orang pada Zaman Kuno, yang berpusat diYunani-Romawi, umumnya bersifat cosmosentris, artinya alam semesta(cosmos) menjadi pusat perhatian dan pemikiran utama para filosufpada waktu itu. Para filusuf (kaum Sofis) banyak memusatkanpemikirannya pada keberadaan alam semesta. Dari corak cosmosentristersebut, produk filsafat yang lahir adalah filsafat cosmologi. Merekasangat concern memikirkan alam semesta terutama dari segi hakikat(inti) dan kejadiannya. Misalnya Thales (624-548 SM), yang menyatakanbahwa hakikat (inti) alam adalah air, Anaximenes, yang menyatakanbahwa inti alam adalah udara, Hiraklitos, yang menyatakan bahwa inti

BABBABBABBABBAB

PENUTUPPENUTUPPENUTUPPENUTUPPENUTUP

Oleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. SyamsudinOleh M. Syamsudin

6

Page 302: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

P e n u t u p288

alam adalah api, dan Pitagoras (532 SM), yang menyatakan bahwa intialam adalah bilangan.

Pada zaman Kuno tersebut orang memandang realitas hukum(hakikat hukum) juga tidak terlepas dari prinsip-prinsip tentang ajarancosmologi. Pada zaman ini cara berpikir orang tentang hukum banyakdidominasi oleh paham yang ada waktu itu yang disebut paham hukumkodrat atau paham hukum alam, baik yang coraknya irrasional maupunrasional. Hukum pada waktu itu dipandang sebagai asas-asas moralitasdan keadilan yang bersifat universal yang sumbernya adalah cosmosbaik secara langsung maupun tidak langsung yaitu supranaturalthing(tuhan).

Cara berpikir dan juga berhukum seperti digambarkan pada zamankuno itu kemudian mengalami perubahan setelah memasuki ZamanPertengahan (klasik) pada awal abad ke-6 M. Pada zaman ini pemikiranorang banyak dipengaruhi oleh doktrin atau ajaran-ajaran agama. DiEropa banyak dipengaruhi oleh ajaran Kristiani, di Timur Tengah olehajaran Agama Islam, di India oleh ajaran Hindu-Budha dan di Chinaoleh ajaran Konfucius/Konghucu. Oleh karena itu ciri yang menonjolcorak berpikir orang pada zaman tersebut bersifat Teosentris, artinyatuhan dan ajaran-ajaranya menjadi pusat perhatian dan pemikiran.

Konsep tentang hukum juga tidak lepas dari pengaruh ajaran-ajaranagama. Seperti misalnya konsep hukum yang dikemukakan oleh ThomasAquinas yang membagi jenis-jenis hukum dari level yang paling tinggidan abstrak menuju ke yang konkrit dari lex aeterna, lex devina, lex natura,dan lex humana/ lex positiva. Demikian pula Hukum Fiqh yang banyakdikembangkan oleh para Imam di wilayah Timur Tengah seperti ImamHambali, Imam Maliki, Imam Hanafi dan Imam Syafi’i merupakanjabaran dari ajaran Islam tentang hukum yang sumbernya terdapatdalam al-Quran dan al-Hadits. Di Zaman Pertengahan ini doktrin agamamenjadi penentu makna dan ukuran tentang realitas dan kebenaran.

Memasuki abad ke-15 di Eropa Barat terjadi perubahan yang sangatfundamental tentang cara berpikir orang tentang realitas. Perubahan

Page 303: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 6 289

fundamental itu beregrak dari corak berpikir yang teosentris keantroposentris, yaitu manusia menjadi pusat segala-galanya. PandanganAntroposentrisme muncul sebagai pendobrak pandangan teosentrisme, yangberanggapan bahwa kehidupan tidak berpusat pada tuhan, akan tetapipada manusia. Manusialah yang menjadi penguasa realitas dan bukantuhan lagi. Manusia adalah penentu kebenaran, sehingga kitab suci atauajaran-ajaran agama tidak diperlukan lagi. Era ini disebut sebagai ZamanModern, dengan semangat renaisans. Cita-cita renaisans adalahmengembalikan lagi kedaultan manusia, yang selama berabad-abad telahterampas, dan manusia harus menjadi penguasa alam semesta.

Di bidang pemikiran keilmuan terjadi revolusi pemikiran dariFilsafat Ontologi yang menjadi andalan filsafat pada Zaman Kuno danPertengahan ke Filsafat Epistemologi. Filsafat Epistemologi inilah yangtelah melahirkan teori tentang metodologi yang berhasil melahirkan apayang disebut metode ilmiah (scientific method). Bermodalkan metodeilmiah ini terbangun ilmu-ilmu modern, termasuk pula Ilmu HukumModern, dengan produknya Hukum Modern yang sangat menakankanpada dimensi rasionalitas manusia.

Revolusi ilmu pengetahuan yang telah dicapai oleh bangsa barat,ternyata juga menimbulkan masalah-masalah baru. Semangat untukmembebaskan diri dari Tuhan, yang merupakan cita-cita renaisans,ternyata menyebabkan paham agnostisisme terhadap agama, dan padagilirannya menimbulkan sekularisme dan bahkan atheisme. Di sisi lainrevolusi ilmu pengetahuan juga menimbulkan paham bahwa ilmupengetahuan secara inheren bersifat bebas-nilai.

Melalui penyebaran budaya, paham epistemologi barat seperti itutelah tersebar ke seluruh dunia. Melalui pendidikan semangat itu jugatertanam dalam benak para pemikir kita, tak terkecuali di Indonesia.Mereka berpandangan bahwa kemajuan kebudayaan dan kemajuan ilmupengetahuan hanya dapat terjadi jika kita mampu membebaskan diridari kungkungan agama dan hal-hal yang tidak rasional.

Page 304: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

P e n u t u p290

Dampak epistemologi ilmu-ilmu barat ternyata telahmendegradasikan martabat kemanusiaan (dehumanisasi). Banyak prob-lem manusia modern yang tidak dapat terpecahkan oleh ajaranmodernisme itu sendiri. Oleh karena itu di penghujung abad ke-20 terjadirevolusi pemikiran (paradigma) kembali dari yang bercorak antroposentiske yang bercorak multivers. Oleh sebagian pemikir corak ini menandailahirnya era baru yang disebut era Postmodern. Muttivers artinya tidakada sentris (pusat) dan dominasi lagi terhadap penguasaan realitas danjuga patokan kebenaran. Dengan kata lain realitas dan kebenaran itubersifat plural. Ini ciri khas era Postmodern, yaitu multivers.

Menurut Sugiarto (1996), postmodernisme dibedakandengan postmodernitas, jika postmodernisme lebih menunjuk padakonsep berpikir, sedangkan postmodernitas lebih menunjuk pada situasidan tata sosial produk teknologi informasi, globalisasi, fragmentasi gayahidup, konsumerisme yang berlebihan, deregulasi pasar uang dan saranapublik, usangnya negara dan bangsa serta penggalian kembali inspirasi-inspirasi tradisi. Postmodern secara singkat sebenarnya ingin menghargaifaktor lain seperti tradisi, spiritualitas yang dihilangkan oleh modernismedengan penampilannya berupa rasionalisme, strukturalisme dansekularisme. Ciri pemikiran di era postmodern ini adalah pluralitasberpikir dihargai, setiap orang boleh berbicara dengan bebas sesuaipemikirannya. Postmodernisme menolak arogansi dari setiap teori,sebab setiap teori punya tolak pikir masing-masing dan hal itu absahsaja. Di Era Postmodern tidak dikenal sentris, dominasi, dan kooptasi,yang dikenal dan dianjurkan adalah pluralisme dan sikap salingmenghargai dan memahami (verstehen) atas pluralitas dan perbedaan.

Dengan mengaca pada corak zaman Postmodern ini maka setiaporang atau kelompok bebas mengembangkan kreatifitasnya sesuaidengan paradigma berpikir yang dianut dan tanpa harus tunduk padasebuah dominasi tertentu (sentris) seperti yang terjadi pada zaman-zaman sebelumnya (cosmosentris, teosentris dan antroposentris). Di sinilahterdapat peluang untuk mengembangkan Ilmu Hukum Profetik, untuk

Page 305: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 6 291

membebaskan diri (liberasi) dari cara berpikir dan berhukum yang selamaini dikuasai oleh dominasi hukum modern dengan coraknya yangantroposentris. Mari kita ber-ijtihad membangun Ilmu Hukum Profetik,semoga bermanfaat.

B.B.B.B.B. Ilmu Hukum Profetik sebagai Tawaran AlternatifIlmu Hukum Profetik sebagai Tawaran AlternatifIlmu Hukum Profetik sebagai Tawaran AlternatifIlmu Hukum Profetik sebagai Tawaran AlternatifIlmu Hukum Profetik sebagai Tawaran Alternatif

Ilmu Hukum Profetik sengaja dihadirkan, disajikan dandiwacanakan sebagai menu sajian tentang gagasan keilmuan alternatifdi tengah-tengah jagad para pecinta ilmu, khususnya Ilmu Hukum diera Postmodern ini. Ini dimaksudkan sebagai upaya pencarian danpenemuan kebenaran nilai-nilai hukum (humanisasi/amar ma’ruf),pembebasan (liberasi/nahi munkar) dari cara berhukum yang materialis-sekular, jauh dari nilai-nilai ketuhanan (transendensi) yang terjadi diZaman Modern, yang terbukti telah merendahkan peradaban manusia(dehumanisasi).

Jika kita telusuri secara lebih seksama, sebenarnya filsafatepistemologi barat yang telah berhasil melahirkan ilmu-ilmu modern(termasuk hukum modern) sebenarnya mengandung cacat bawaan sejaklahirnya. Cacat bawaan ini menyimpan potensi yang membahayakanbagi kelangsungan peradaban manusia dan itu sudah terjadi saat ini.Epistemologi barat telah berdampak pada krisis epistemologi keilmuanyang menyesatkan peradaban manusia selama ini. Cacat bawaanepistemologi tersebut terletak pada cara berpikir ilmuwan modern yanghanya semata-mata bersumber dan mengandalkan pikiran (rasionalisme),baik yang idealis (Platoism-Cartesian) maupun yang empiris(Aristoteleism-Baconian). Sumber pengetahuan yang berupa wahyu yangdibawa oleh para nabi (pengetahuan profetik) tidak mendapatkan tempat,sehingga melahirkan cara berilmu yang berkarakter materialistik,pragmatik, hedonis dan atheistik yang dibungkus dalam naungan FilsafatPositivisme. Dan itu terbukti telah menyebabkan dehumnaisasi, karenamanusia berjalan sendiri tanpa petunjuk (huda) yang jelas dan pasti.

Page 306: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

P e n u t u p292

Jika kita telusur ke belakang, pemikiran ilmu dan ilmiah modernyang kita kenal dan ikuti saat ini, berdasarkan analisis M. Koenoe, adalahberkat berkembangnya suatu filsafat yang disebut Filsafat Epistemologi.Filsafat ini memusatkan pemikirannya untuk menemukan jawaban ataspertanyaan tentang bagaimana dan sejauh mana validitas kemampuantahu yang ada pada diri manusia. Di dalam filsafat epistemologi, sasaranpemikirannya yang radikal terarah pada manusia sebagai subjek yangmemikir itu sendiri. Di dalam filsafat ini terdapat pemikiran tentangbagaimana kita dapat mengetahui sedemikian rupa sehingga hasilnyadapat diterima menurut ukuran kebenaran yang sesuai denganpandangan filsafat yang bersangkutan. Hasil pemikiran itu dituangkanke dalam suatu ajaran menge-tahui yang disebut sebagai ‘ajaranmetodologi’. Ajaran ini yang membawa kepada adanya suatu ‘instruksiberpikir’ dalam melakukan kegiatan keilmuan, yang disebut denganistilah disiplin.

Ajaran tentang metodologi, di dalam sejarah pemikiran filsafat diEropa Barat terdiri dari dua aliran yang secara prinsip berbeda.Perbedaan itu dasar-dasarnya sudah tampak dimulai sejak zamanYunani Kuno, yang ditunjukkan oleh pendirian Plato (guru) danAristoteles (murid) tentang pengetahuan manusia. Menurut Plato,pengetahuan yang ada pada manusia, tidak lain adalah merupakanbayangan, suatu kopi dalam pikiran kita tentang apa yang ada di dalamalam luar kita yaitu alam ‘idee’. Di dalam alam idee yang metafisis itu,segala sesuatu mempunyai wujudnya yang tetap dan abadi. Berbedadengan Aristoteles, la berpendirian, bahwa pengetahuan kita bersumberdari ‘hal’ yang konkrit yang kita hadapi. Dari pendirian kedua pemikirYunani Kuno tersebut tampak, bahwa Plato meletakkan dasarmengetahui yang bersifat metafisis, sedangkan Aristoteles meletakkandasar mengetahui yang realistis konkrit atau empiris. Perbedaanpendirian antara guru-murid tersebut dalam dasarnya merupakanperbedaan dalam filsafat yang dianut masing-masing mengenai hakikatdari suatu realitas.

Page 307: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 6 293

Perbedaan pendirian antara Plato dan Aristoteles yang padadasarnya merupakan perbedaan dalam ontologinya, pada kurun waktuberikutnya pusat pemikiran filsafat di Eropa Barat mulai bergeser, yaitudari pandangan tentang ontologi, (artinya filsafat tentang hakikatkebenaran dari objek yang menjadi pokok pemikiran) menjadi pemikiranepistemologi, (yaitu pemikiran tentang subjek yang memikir itu sendiri).Di dalam pemikiran epistemologi, yang sentral menjadi sasaranpemikiran filsafat adalah manusia sebagai subyek yang memikir. Dalamhal ini yang ditanyakan ialah bagaimana manusia sampai dapatmengetahui segala sesuatu? Dalam menghadapi pertanyaan itu filsafatepistemologi di daratan Eropa Barat memberi jawaban, bahwa itu adalahkarena pada diri manusia ada ‘pikiran’. Sekali lagi ‘pikiran’. Itu yangyang merupakan alat dan sekaligus sumber dari pengetahuan manu-sia,dan pikiran itu adalah sesuatu yang metafisis. Dari itu epistemologiyang dianut oleh para pemikir di daratan Eropa Barat adalahepistemologi yang metafisis. Aliran yang demikian ini adalah alirandalam rangka pendirian Plato. Lain lagi epistemologi yang dianut olehkalangan pemikir di Inggris. Kalangan itu mengikuti aliran Aristotelesyang realistis. Pemikir epistemologi Inggris tergolong pemikir yangmengikuti dan berpegangan kepada epistemologi yang empiris.

Perbedaan dasar-dasar dalam epistemologinya itu membawa pulaperbedaan dalam cara berpikir ilmiahnya. Di daratan Eropa Baratdiutamakan segi metafisisnya. Pengutamaan pandangan metafisis itumenentukan pendekatan di dalam ajaran berilmu pengetahuan. Atasdasar pandangan itu, pendekatan keilmuan di daratan Eropa Baratmenganut pendekatan yang bersifat deduktif-spekulatif. Di Inggrisdiutamakan segi empirisnya, dengan mengutamakan pendekatan yangkausal-empiris-analitis (induktif).

Perbedaan mengenai aliran epistemologi antara daratan EropaBarat dan Inggris, tidak saja membawa perbedaan dalam tekananperhatian dalam berilmu beserta jalan pendekatan berilmu. Perbedaantersebut juga membawa perbedaan dalam hal tujuan dalam berilmu.

Page 308: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

P e n u t u p294

Di daratan Eropa Barat, tujuan berilmu ialah seperti yang sejak abadpertengahan dikemukakan oleh Thomas van Aquino yaitu dalam rangkamemenuhi panggilan jiwa manusia yang selalu ingin mengetahui, ataudalam rumusan bahasa Latin ‘desiderium sciendi’. Di Inggris, sepertidikemukakan oleh oleh Francis Bacon, tujuannya didasarkan kepadapandangan bahwa ‘knowledge is power’, pengetahuan adalah kekuasaan.

Perbedaan pendirian mengenai tujuan berilmu, menunjukkan pulaperbedaan filsafat hidup yang melatar belakanginya. Di daratan EropaBarat, filsafat hidup yang menjadi latar belakangnya ialah ‘penyempurnaanmanusia’, sedangkan di Inggris yang melatar belakanginya adalah fahamhedonisme, atau eudemonisme yaitu yang jiwanya sebagaimanadirumuskan Adam Smith yaitu untuk menjelmakan ‘the greatest happinessfor the greatest number’. Kemudian filsafat ini di Amerika Serikatdikembangkan menjadi filsafat pragmatisme, yang di dalam kejiwaannya,seperti yang dirumuskan secara ringkas oleh William James yaitu untukmemenuhi keinginan the satisfaction of human wants.

Baik di daratan Eropa Barat, maupun di Inggris, sekalipun antarakeduanya dalam hal pandangan epistemologinya ada prinsip-prinsip yangberbeda, namun antara keduanya ada juga kesamaannya. Antara kedua aliranitu dalam hal semangat yang mendasari filsafat epistemologinya sama-samahanya mengandalkan kepada kemampuan yang ada pada diri manusia saja.Di daratan Eropa Barat kekuatan tahu itu berkat adanya pikiran manusiasaja, cogito ergo sum, saya berpikir, karena itu saya ada, kata Rene Descartes.Sementara itu di Inggris ditekankan kepada pengalaman, experience is the bestteacher, pengalaman adalah guru yang terbaik.

Selain itu kedua-duanya di dalam epistemologinya jugamenunjukkan kesamaannya yaitu bahwa filsafat epistemologinya itusama sekali terlepas dari faham Ketuhanan yang diajarkan oleh gereja.Di dalam pengembangan filsafat Hukum, hal ini tampak jelas dalamucapan Hugo Grotius yang bunyinya ‘etiamsi daremus non esse Deum,artinya di dalam memikirkan Hukum Kodrat, ‘anggaplah seolah-olahTuhan itu tidak ada.’

Page 309: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 6 295

Eropa Barat, dengan berpedoman kepada filsafat epistemologi yanghanya mengandalkan pikiran saja, atau Inggris yang hanya mengandalkanpengalaman saja, mengembangkan ilmu pengetahuan denganmenanggalkan sama sekali faham Ketuhanan yang diajarkan gereja dalamabad-abad sebelumnya. Abad ke XVIII dapat dikatakan bahwa terutamabagi daratan Eropa Barat merupakan abad pikiran, atau rasionalisme.

Pengembangan ilmu pengetahuan yang dibangun dandikembangkan semata-mata dengan mengandalkan pada kekuatanmengetahui manusia yaitu pikiran saja atau empiri saja, ternyata padapermulaan abad ke XIX, mulai meluntur. Perkembangan selanjutnyadari filsafat yang demikian mulai mendapat tantangan. Di daratan EropaBarat tantangan tersebut terutama dibawa oleh perkembangan aliranromantik dan filsafat kritis. Dengan itu timbul ketidak puasan terhadappengembangan filsafat dan ilmu pengetahuan yang mengutamakan segirasionilnya saja meninggalkan segi-segi ethik, aesthetika, dan lain-lainnilai-nilai kejiwaan yang tidak masuk di dalam alam akal atau empiri.

Memasuki abad ke XX, terjadi lagi suatu pembaharuan dalamfilsafat di daratan Eropa Barat. Filsafat tersebut tidak mengikuti filsafatobjektip (filsafat ontologi), juga tidak mengikuti filsafat subjektip (filsafatepistemologi). Aliran baru ini mengajukan pandangannya sendiri dimanasubjek-objek disatukan. Filsafat ini mengajarkan bahwa alam nyata harusdibedakan dari keadaannya atau existensinya. Existensi alam nyata iniadalah tidak tetap. Itu tunduk kepada perubahan-perubahan yang terusmenerus. Perubahan itu terjadi bilamana keadaan dari alam nyata itumencapai suatu garis batas dari keadaannya. Di dalam istilah filsafat diJerman garis batas keadaan dari sesuatu itu disebut dengan istilahgrenzsituation atau disebut existensialisme. Perkembangan selanjutnya dariFilsafat Barat akhir-akhir ini adalah lahirnya filsafat Postmodernisme.Filsafat ini bersifat irrasionil dan dalam ajarannya filsafat ini menentangfoundationalisme, essentialisme dan realisme.

Perkembangan pemikiran filsafat ini dikemukakan dengan tujuanuntuk memahami garis besar perkembangan Filsafat Barat terutama

Page 310: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

P e n u t u p296

filsafat epistemologi sebagai pencetus dan pemberi dasar lahirnya ilmudan pemikiran ilmiah yang hingga kini kita jumpai dan ikuti. Sudahbarang tentu perkembangan filsafat selanjutnya seperti existensialismedan post modernisme, juga mempengaruhi dan menentukan keilmuandan pemikiran ilmiah modern dewasa ini.

Pangkal dasar yang dulu diletakkan oleh Plato yaitu alam ideedan Aristoteles yaitu pada halnya yang konkrit, kini telah berkembangsedemikian rupa sehingga pangkal dasar untuk mengetahui menjadibermacam-macam jenisnya. Hal itu dapat ditunjukkan kepadapertanyaan-pertanyaan yang timbul tentang dari mana mulaimengetahui itu. Tetapi bagaimanapun, pengembangan ilmu dankeilmiahan modern dalam abad ke XX ini tidak terlepas dari pengaruhsemangat dan kejiwaan yang didasari oleh filsafat yang menjiwai abadke XVIII yang masih hidup dalam awal abad XIX. Dasar-dasar dan benih-benih pemikiran ilmu dan keilmiahan yang diajarkan oleh filsafatepistemologi pada masa itu, tetap berperan penting karena pada masaitu lahirnya apa yang dinamakan ‘teori besar’ dari ilmu pengetahunyang sampai kini tetap kita kenal dan menjadi perhatian. Pemeliharaankeilmuan dan keilmiahan tetap mengandalkan terutama kepadakekuatan ‘pikiran’ atau ‘empiri’ manusia saja dengan meninggalkanfaham ‘Ketuhanan’.

Jiwa yang demikian, ilmu dan keilmiahan Eropa Barat memasukiabad ke XX, menyeret dunia di dalam pemeliharaan dan pengembanganilmu dan keilmiahannya sampai kini. Selain itu, di dalam abad ke XXini, kedua macam filsafat yang kuat dianut di Eropa yaitu filsafat yangmetafisis yang begitu kuat hidup di daratan Eropa Barat, maupun filsafatyang empiris yang berkembang di Inggris dan Amerika Serikat,menunjukkan bahwa filsafat empiris beserta sistim pemikiran yangkausaal-empiris-analitis pada akhir-akhir ini yang menunjukkanpengaruhnya yang lebih populer dan dominan.

Filsafat empirisme, tidak saja mengajarkan bagaimanaberpengetahuan, tetapi filsafat itu juga mengandung filsafat hidup pula

Page 311: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 6 297

yang dasarnya ialah empiris. Filsafat hidup atas dasar empirisme ini, yaitufilsafat hedonisme, pada bagian akhir abad ke XIX, di Amerika Serikatberkembang menjadi filsafat pragmatisme dengan dasar-dasar yangmaterialistis. Filsafat hidup itu kini yang menguasai kehidupan kemanusiaandengan kuat dalam skala global. Filsafat itu yang kini menjadi jiwa danlandasan dari apa yang kini secara populer disebut globalisasi.

Sejarah peradaban Eropa Barat menunjukkan bahwa sampai abadke XII Eropa Barat berada di dalam abad kegelapan (the dark ages).Kegelapan tentang semesta kenyataan ini dihadapi filsafat barat denganhanya mengandalkan kepada kemampuan daya pikir manusia. Hal itudilakukan dengan rintisan untuk memikirkannya secara radikal dan logissistematis yang disebut dengan jalan filsafat. Dalam kegiatan memikirkansemesta kenyataan sebagai teka-teki, diperoleh jawaban yang sifatnyaberupa tebakan terhadap semesta kenyataan dengan mengandalkanpikiran.

Dalam sejarah Islam, zaman sebelum datangnya Islam juga disebutsebagai zaman kegelapan atau jahiliah. Artinya bahwa semesta kenyataanini pada masa itu adalah suatu misteri yang mengandung teka-teki yangtidak ada yang dapat memberikan penjelasan tentang ‘clara et distinctaperceptio’nya. Dengan datangnya Islam yang diajarkan oleh Rasulullah,kegelapan tersebut diungkap. Untuk mengungkap itu pertama-tamadituntut untuk memiliki alat yang dapat membawa terang terlebihdahulu keadaan gelap itu. Di dalam keadaan gelap, bilamana ingin tahutentang sesuatu mengenai apa dan bagaimananya, diajarkan bahwasebelumnya orang harus menggunakan suatu alat yang dapat membuatkeadaan gelap itu berada dalam keadaan yang terang terlebih dahulu.Di dalam permulaan surat al-Baqarah, alat yang dapat membawakeadaan terang itu ialah ‘iman’ kepada Yang Maha Pencipta semestakenyataan ini. Dengan iman orang akan dibawa kepada pengakuanbahwa semesta kenyataan ini ada yang menciptakannya.

Selanjutnya bahwa ciptaanya itu ada dan berjalan menurutketentuan dan rancanganNya sebagaimana dikehendaki olehNya.

Page 312: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

P e n u t u p298

Dengan itu semesta kenyataan ini hanya dapat diketahui dan dimengerti,bila tentang itu diperoleh penjelasan dari Yang Maha Mencipta itu.Penjelasan itu hanya dapat diterima oleh manusia bila dia pertama-tama beriman kepadaNya sebagai Yang Maha Pencipta. Pengetahuanatas dasar iman, adalah pengetahuan yang diperoleh bukan atas dasarmenerka dalam kegelapan, tetapi diperoleh dan didasarkan padapemberitahuan dari Penciptanya sendiri yaitu beriman kepada wahyu(pemberitaan Tuhan).

Dengan dasar itu selanjutnya oleh al-Qur’an ditunjukkan syarat-syarat lain yang harus dipenuhi seseorang yang sudah berada di dalamkeadaan yang terang jiwanya untuk mengembangkan pengetahuannyaselanjutnya. Syarat-syarat itu, seperti tertera di dalam permulaan suratal-Baqarah, bila dikemukakan secara bebas adalah sebagai berikut:a. Bahwa dalam segala keadaan, seorang di dalam menjalani

keadaannya, akan selalu tetap memerlukan petunjukNya untuk dapatselalu berada di dalam jalan yang lurus yang ditentukan olehNya,

b. Bahwa dalam menjalani ke-ada-annya, orang harus menjauhkan diridari watak tamak yang materialistis,

c. Bahwa semesta kenyataan ini olehNya ditentukan berada dalamsuatu proses yang tiada hentinya menuju kepada bentuknya yangterakhir sebagaimana yang dikehendakiNya.

Prinsip-prinsip tersebut sebagai syarat dan dasar bagi manusiauntuk memahami semesta kenyataan yang diperintahkan Allah yaituselalu menggunakan alat-alat kemampuan mengetahui dan memahamiberupa wahyu, fikiran, akal dan hati yang ada pada manusia. Inilahlandasan utama Epistemologi Ilmu Hukum Profetik, bedanya yang tidakprofetik. Landasan epistemologi ini membutuhkan penggalian,pemikiran dan pengembangan lebih lanjut untuk membangun sosokyang lebih jelas tentang Ilmu Hukum Profetik.

Uraian yang terdapat pada buku ini, dari awal sampai akhir sebatasmembicarakan dari segi landasan kefilsafatanya dan belum sampai padastruktur keilmuannya. Untuk sampai ke struktur keilmuanya, kita

Page 313: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Bab 6 299

setidak-tidaknya membutuhkan 4 (empat) perangkat, yaitu FilsafatProfetik, Filsafat Ilmu Profetik, Filsafat Ilmu Hukum Profetik dan IlmuHukum Profetik. Untuk perangkat pertama dan kedua sudah dilakukanoleh Kuntowijoyo dan Heddy Shri Ahimsa-Putra dengan segala kelebihandan kekurangan. Untuk perangkat yang ketiga buku ini jawabannyadan untuk perangkat keempat masih perlu dicari dan diupayakanrealisasinya. Sungguh upaya dan pencarian yang panjang, semoga Allahselalu memberi petunjuk, tambahan ilmu dan intuisi yang lebih baik(Robbi zidni ‘ilman warzukni fahman). Amien.

Page 314: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

P e n u t u p300

Page 315: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Abdullah, M. Amin. 2006. Islamic Studies di Perguruan Tinggi: PendekatanIntegratif-Interkonektif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

_______, 1998. “Preliminary Remarks on the Philosophy of IslamicReligious Science”, Al-Jami’ah, No. 61, TH., 1998.

Abu-Rabi’, Ibrahim M. and Ian Markham (Ed.). 2002. 11 September:Religious perspectives on the causes and consequences ,Oxford:Oneworld Publications.

Adonis. 2002. al-Tsabit wa al-Mutahawwil: Bahts fi al-ibda’ wa al-itba’ ‘indaal-arab, London: Dar al-Saqi.

Adz-Dzakiey, Hamdani Bakran. 2008. Psikologi Kenabian, PropheticPsychology Menghidupkan Potensi dan Kepribadian Kenabian dalamDiri. Ctk ketiga. ogyakarta: Al-Manar.

Adiprasetya, Joas. 2002. Mencari dasar bersama: etik global dalam kajianpostmodernisme dan pliuralisme agama, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Al-Jabiry, Mohammad Abid. 2002. Madkhal ila falsafah al-ulum: al-Aqlaniyyah al-mu’asirah wa tathawwur al-fikr al-ilmy, Beirut:Markaz Dirasaat al-Wihadah al-Arabiyyah, Cetakan ke -5.

Ahimsa-Putra, Heddy Shri, 2011. “Paradigma Profetik sebuah Konsepsi”,Makalah disampaikan dalam Diskusi Pengembangan IlmuProfetik 2011,diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum (PSH)Fakultas Hukum - UII, di Yogyakarta, 18 Nopember 2011.

_______, 2008. Paradigma dan Revolusi Ilmu Dalam Antropologi Budaya:Sketsa Beberapa Episode. Pidato Pengukuhan Guru Besar.Yogyakarta; Universitas Gadjah Mada.

_______, 2009. “Paradigma Ilmu Sosial-Budaya: Sebuah Pandangan”.Makalah ceramah.

DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA

Page 316: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Daftar Pustaka302

Anonim. 2002. Laporan Penyelenggaraan Sarasehan Ilmu-ilmu Profetik,Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

An-Na’im, Abdullahi Ahmed. 1996. Toward an Islamic Reformation:Civil Liberties, Human Rights, and International Law, New York:Syracuse University Press.

Arto, Ahmad Mukti. 2006. Mencari Keadilan, Yogyakarta: PustakaPelajar.

Auda, Jasser, Maqasiid al-Shariah as Philosophy of Islamic Law: A SystemsApproach, London dan Washington: The International Instituteof Islamic Thought, 2008.

Anonim. Lajnah Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia,Nahdhatul Ulama DIY, Seminar Nasional “TeologiPembangunan”. Kaliurang 25-26 Juni 1988.

Baderin, Mashood A. 2003. International Human Right and Islamic Law,Oxford and New York: Oxford University Press.

Banawiratma, J.B., Zainal Abidin Bagir, etc. 2010. Dialog AntarumatBeragama: Gagasan dan Praktik di Indonesia, Jakarta: MizanPublika.

Bartol dan Bartol. 1994. Psychology and Law. California: Brooks/ColePublishing Company.

Barbour, Ian G. l966. Issues in Religion and Science, New York: HarperTorchbooks.

Boullata, Issa J. (Ed.). l992. An Anthology of Islamic Studies, Canada: McGillIndonesia IAIN Development Project.

Burgoon, J. Buller D, Woodall G. 1989. Nonverbal Communication. NewYork: Harper and Row Publishers.

Brigham, J.C. 1991. Social Psycholoy. New York : Harper Collins Publisher.Black, Donald. 1976. The Behavior of Law. New York: Pegassus.Cuff, E.C. dan G.C.F.Payne (eds.). 1979. Perspectives in Sociology. London:

George Allen & Unwin.Darmodiharjo, D. & Shidarta. 1996. Penjabaran Nilai-nilai Pancasila dalam

Sistem Hukum Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo.El-Ansary, Waleed dab David K. Linnan (Ed.). 2010. Muslim and Christian

Understanding: “A Theory and Application of “A Common Word”,New York: Palgrave Macmillan.

El-Fadl, Khaled Abou. 2001. Speaking in God’s Name: Islamic Law,Authority, and Women, Oxford: Oneworld.

Friedman, L.M. 1977. Law and Society : An Introduction, New Jersey:Prentice Hall.

Page 317: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Daftar Pustaka 303

_______, 1975. The Legal System : A Social Science Perspektive, New York :Russel Sage Fondation.

_______, 1986. American Law, New York: W.W.Norton & Co.Fred N. Kerlinger. 1973. Foundations of Behavioral Research, (second edition).

Holt, Rinehart and Winston. London.Fuady, Munir. 2003. Aliran Hukum Kritis Paradigma Ketidakberdayaan

Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti.Gunawan, Ahmad dan Ramadhan, Muammar (Penyunting). 2006.

Menggagas Hukum Progressif Indonesia. Yogyakarta: PusatakaPelajar.

Gardon, Scott. 1991. The History and Philosophy of Social Science. London:Toutdge.

Hammersley, Martyn. 1995. The Politics of Social Research. London: Sage.Hasan, Ahmad. 1985. IJMA. Bandung, Penerbit Pustaka.Hickling, R.H. 1996. Major Legal Systems. Centre for Southerns Asian

Law Faculty of Law, Northern Teritorry.Huntington, Samuel, 2002. The Clash Civilizations and the Remaking of

World Order. London. WC2B. An Imprint of Simon SuchterUK..

Http://www. hukumonline.com, Cari Hakim Jujur Lewat EksaminasiPutusannya, diakses tanggal 18 Februari 2007.

Http://erabaru.net/opini/65-opini/10099-menegakkan-keadilan-jangan-sekedar- menegakkan-hukum, diakses tanggal 20 April2010.

Http://www.sunan-ampel.ac.id/publicactivity/detail.php?id=28,diakses tanggal 20 April 2010.

Http://bambang.staff.uii.ac.id/index.php, diakses tangggal 20 April2010.

Ian G. Barbour. 2000. When Science Meets Religions. Enemies, Strangers,or Patner. Harper Collins Publisher Inc.

Inkeles, A. 1964. What is Sociology?. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall.

Koesnoe, M. 1981. “Kritik Terhadap Ilmu Hukum”. Makalah Ceramahdi Hadapan Para Dosen dan Mahsaiswa Fakultas Hukum UIIYogyakarta, 3-4 Pebruari 1981.

Kuhn, T. 1970. The Structure of Scientific Revolutions. Chicago: The Uni-versity of Chicago Press. Second Edition, Enlarged.

Kuhn, Thomas, Habermas, Jurgen. 1997. Between Facta and Norms:Contribution to a Discourse Theory of Law and Democracy (translatedby William Rehg). Polity Press Oxford, UK.

Page 318: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Daftar Pustaka304

Kuntowijoyo, 2006. Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika.Yogyakarta: Tiara Wacana.

Kaelan, 201. Implementasi Nilai-Nilai pancasila dalam menegakanKonstitusionalitas Indonesia. Jakarta. Mahkamah Konstitusi RIdengaan Universitas Gadjah Mada..

Kompas, 26 Nopember 1998.Kusumaatmadja, 1986. Muchtar, Fungsi dan Perkembangan hukum dalam

Pembangunan Nasional, Lembaga Penelitian Hukum FakultasHukum Universitas Padjadjaran, diedarkan oleh Penerbit BinaCipta, Bandung

Macaulay, Stewart., 1963. Non Contractual Relation in Business. AmericanSociological Review.

Kuhn, Thomas, 1962. The Structure of Scientific Revolutions, Chicago.University of Chicago Press.

Le Bon, Gustav. 1974. The World of Islamic Civilization, terj. oleh DavidMacrae, Todor Publishing Company

Luhman, Niklas. 1985. A Sociological Theory of Law. London : Routledge& Kegan Paul.

Luthan, Salman, 2011. “Gagasan Ilmu Hukum Profetik”. Makalahdisampaikan dalam Diskusi Pengembangan Ilmu Profetik2011,diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum (PSH) FakultasHukum - UII, di Yogyakarta, 18 Nopember 2011.

Luthan, Salman & Triyanta, Agus. 1997. “Pengembangan Sumber DayaManusia Aparat Keadilan”. Jurnal Hukum FH-UII. No. 9. Vol.4-1997.

Lemek, Jeremies, 2007. Mencari Keadilan Pandangan Kritis TerhadapPenegakkan Hukum di Indonesia, Galang Press, Yogyakarta.

Martin, Richard C., (Ed.). l985. Approaches to Islam in Religious Studies,Arizona: The University of Arizona Press.

Munitz, Milton K., 1981. Contemporary Analytic Philosophy, New York:MacMillan Publishing CO,. Inc.

Mahfud, MD, Moh. 1997. “Politik Hukum untuk Independensi LembagaPeradilan”. Jurnal Hukum FH-UII. No. 9. Vol. 4-1997.

Mauwissen. 1994. “Pengembanan Hukum “ PRO JUSTITIA Tahun XIINomor 1 Januari 1994.

Mulyatno. 1982. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Yogyakarta: BinaAksara.

Madjid, Nurcholis, 2005. Islam Doktrin dan Peradaban, “Sebuah Telaah Kritistentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan”.Jakarta: Penerbit Paramadina.

Page 319: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Daftar Pustaka 305

_______, 1993. Islam, Kemodernan dan Ke-Indonesiaan, Bandung: Mizan.Ma’arif, Syafi’i. 1993. Peta Bumi Intelektual Muslim di Indonesia, Bandung:

Mizan.Masterman, M. 1970. “The Nature of a Paradigm” dalam Criticism and

the Growth of Knowledge, I. Lakatos dan A.Musgrave (eds.).Cambridge: Cambridge University Press.

Muqodas, Busyro, 2006. “Peran Komisi Yudisial RI dalamPemberantasan Mafia Peradilan di Indonesia”. Makalah dalamDiskusi Publik Komisi Penyelidikan dan PemberantasanKorupsi, Kolusi dan Nepotisme. Jawa Tengah, 1 Pebruari 2006.

Mudzakkir, “Urgensi dan Relevansi Eksaminasi Publik”. Makalah dalamdiskusi panel yang diselenggarakan oleh Departemen AcaraFH UII, Pusdiklat Laboratorium UII, ICW.

Mertokusumo, Sudikno, 2004. Mengenal Hukum Suatu Pengantar,Yogyakarta, Liberty.

_______, 1997. “Sistem Peradilan di Indonesia”. Jurnal Hukum FH-UII.No.9. Vol.4-1997

Merton, R.K., 1968. Social Theory and Scoial Structure. New York: TheFree Press.

Nagel, E. 1961. The Structure of Science: Problems in the Logic of ScientificExplanation London: Routledge and Kegan Paul.

Program Studi Agama dan Lintas Budaya (Center for Religious and Cross-cultural Studies/CRCS, Sekolah Pascasarjana, Universitas GadjahMada, Yogyakarta, Laporan Tahunan Kehidupan Beragama diIndonesia, 2009.

Parsons, Talcott. The Social System: The Major Exposition of the Author’sConceptual Scheme for the Analisis of the Dinamics of the SocialSystem.

Putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 2263.K/Pdt/1991.Qodir, C.A. 1991. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam. Jakarta:

Yayasan Obor.Rahman, Fazlur, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual

Tradition, Chicago: The University of Chicago Press, l982.Ramadan, Tariq, Western Muslims and the Future of Islam, New York:

Oxford University Press, 2004.Rolston, Holmes III, Science and Religion: A Critical Survey, New York:

Random House, l987.Reynolds, A. 1980. A Primer in Theory Construction.Ratoosh, P. 1973. “Sense and Sensation”. Encyclopedia Americana vol.24:

559-561.

Page 320: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Daftar Pustaka306

Ritzer, George and Doglas, Goodman, Modern Sociological Theory. (SixEdition), McGraw-Hill. Mariland, USA. 2003. A.15.

Rahayu, Yusti Probowati, “Putusan Hakim Pada Perkara Pidana: KajianPsikologis”. Buletin Psikologi Fakultas Psikologi UGM tahun IIINomor 1 Agustus 1995

Rawls, John, Teori Keadilan Dasar-dasar Filsafat Politik untuk MewujudkanKesejahteraan Sosial dalam Negara, Pusaka Pelajar, Yogyakarta,2006.

Rahardjo, Satjipto, “Pendekatan Holistik terhadap Hukum”. JurnalHukum Progresif Volume: 1 Nomor 2/ Oktober 2005.

Rahardjo, Satjipto. Tanpa tahun. Masalah Penegakan Hukum SuatuTinjauan Sosiologis. Bandung : Sinar Baru.

_______, 2006. “Pemberantasan Korupsi Progresif”. Makalah disampaikanPada diskusi Peran Komisi Yudisial dalam Pemberantasan MafiaPeradilan di Indonesia. FH Unissula / Kp2KKN Semarang 1Pebruari.

_______, 1998. “Keluasan Reformasi Hukum”, Kompas, 8 Mei.Sidharta, Bernard Arief, 1999. Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum, sebuah

Penelitian tentang Fondasi kefilsafatan dan sifat keilmuan IlmuHukum sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional In-donesia. Bandung: Mandar Maju.

Stone, Julius, 1969. Law and Social Sciences. Minneapolis. University ofMinnesota Press.

Saeed, Abdullah, 2006. Interpreting the Qur’an: Towards a contemporaryapproach, New York NY: Routledge.

Saeed, Abdullah, 2006. Islamic Thought: An Introduction, London andNew York: Routledge.

Safi, Omit (Ed.), 2003. Progressive Muslims: On Justice, Gender and Pluralism,Oxford: Oneworld Publications.

Saridjo, Marwan (Ed), 200. .Mereka Bicara Pendidikan Islam: Sebuah BungaRampai, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Shahrur, Mohammad, 2000. Nahw usul al-jadidah li al-fiqh al-Islamy: Fiqhal-mar’ah, Damaskus: al-Ahali.

Sumartana, Th., dkk. 2005. Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama diIndonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cetakan kedua.

Sardar, Ziauddin (Editor), 1989. An Early Crescent: The Future ofKnowwledge and the Enironment in Islam. London and New York.Mansel.

Sutiyoso, Bambang, 2009. Metode Penemuan Hukum: Upaya MewujudkanHukum yang Pasti dan Berkeadilan, Jogjakarta, UII Press.

Page 321: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Daftar Pustaka 307

Syah, Mudakir Iskandar. 1985. Hukum Dan Keadilan, Grafindo Utama,Jakarta.

Siregar, Bismar. 1995. Hukum Hakim dan Keadilan Tuhan, Jakarta, GemaInsani Press.

Widoyoko, Danang et. al. Menyingkap Tabir Mafia Peradilan, Jakarta, ICW,Soegangga, I.G.N., 1994. Pengantar Hukum Adat. Semarang: Badan

Penerbit Undip;Smith.V.L.1991. “Impact of Pretrial Instruction on Juror’s Information

Prossesing and Decision Making”. Journal of Applied Psycology.Suryabrata, S.1993. Psikologi Kepribadian. Ctk. Keenam. Jakarta: Rajawali

Press.Sarwono, Sarlito W. 1995. Teori-Teori Psikologi Sosial. Saduran. Jakarta:

PT Raja Grafindo.Sugiharto, Bambang. 1996. Postmodernisme - Tantangan bagi Filsafat,

Yogyakarta: Kanisius.Suriasumantri, Jujun S. 1994. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer.

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.Twinning, William. 2000. Globalization and Legal Theory. Santos dan Haack,

and Calvino, Globalization, Post-modernism, and pluralism.Butterworth. London.

Thontowi, Jawahir. “Pengembangan Ilmu Hukum Berbasis ReligiousScience: Dekonstruksi Filosofis Pemikiran Hukum Postivistik”.Makalah disampaikan dalam Kuliah Tamu di PaskasarjanaFakultas Hukum, Universitas Brawijaya Malang.diselenggarakan 13 Agustus 2011.

_______, 2010. Menuju Ilmu Hukum Berkeadilan. Disampaikan dalamPidato Pengukuhan Guru Besar. Diselenggarakan 20 Desemberdi dalam Sidang Senat Terbuka Universitas Islam Indonesia,Yogyakarta.

Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.Varia Peradilan, 1996. No.129.Wilk, K, 1950. The Legal Philosophies of Laks, Radbruch, and Dabin.

Cambridge. Massachusetts. Harvard university Press.Wignjosoebroto, Soetandyo. 2013. Hukum Konsep dan Metode. Malang:

Setara Press._______, 2002. Hukum Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya.

Jakarta: Huma._______, 2000. “Permasalahan Paradigma dalam Ilmu Hukum”. Jurnal

Ilmu Sosial Transformatif , Edisi 6- Tahun II 2000.

Page 322: Penyunting - law.uii.ac.idlaw.uii.ac.id/old/images/Jurnal/Publikasi/msyamsudin/editor-buku... · banyak membawa problem terhadap peradaban manusia. ... dalam bentuk power point,

Daftar Pustaka308

Wilson, Edward O. 1998. Consilience, The Unity of Knowledge. AlfredaKnoff New York.

www.jasserauda.netwww.maqasid.net.