Upload
edwin-octavian-mahendra
View
1.521
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009
1
PENYUSUNAN DATA BASE PERTANIAN UNTUK PENGEMBANGAN
SEKTOR UNGGULAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
Sonny Sumarsono
Fakultas Ekonomi Univesitas Jember, Jurusan IESP
Jl. Kalimantan No. 37 Jember Telp. 0331-337990
Rumah Jl. Semeru XIII/2 Jember Telp. 0331- 336236 /HP.081336188959
E-mail: [email protected]
Ringkasan
Hasil perhitungan LQ, CR dan DLQ menunjukkan bahwa terdapat 3 sektor
prioritas yang dapat diunggulkan terutama dalam konstribusi pendapatan daerah,
yaitu: (1) sektor pertanian (LQ = 2,44770, artinya LQ >1, artinya sektor pertanian
merupakan sektor basis pembangunan ekonomi di kabupaten Banyuwangi), (CR >0,
sektor pertanian CR= -0,0005, pertanian, CR=0,0003 sektor perdagangan, hotel dan
restoran hall ini menunjukkan kebijakan pembangunan untuk kebupaten Banyuwangi
adalah penekanan prioritas pertama pada sektor pertanian dan prioritas kedua
adalah perdagangan, hotel dan restoran; (b) sektor perdagangan, hotel dan
restouran; dan (c) sektor pengangkutan dan komunikasi. Penyusunan Database Hasil
Pertanian di Kabupaten Banyuwangi merupakan Sistem Informasi data hasil
produksi pertanian yang pada hakekatnya merupakan suatu sistem dari semua bentuk
kegiatan perolehan dan pengolahan data yang terkoordinasi, terintegrasi dan saling
berinteraksi dari seluruh aktivitas lingkup hasil produksi pertanian. Tanaman pangan
dengan komoditas unggulan di Kabupaten Banyuwangi terdiri dari: padi sawah, padi
ladang, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kacang hijau.
Sedangkan untuk komoditas hortikultura buah-buahan yaitu manggis, durian, jeruk
siam, pisang, dan jahe; sedangkan sayur-sayuran meliputi bawang merah, bayam,
buncis, cabe besar, cabe kecil, kacang panjang, kangkung, ketimun, labu siam, sawi,
terung, dan tomat. Khusus untuk komoditas buah-buahan yang menjadi unggulan
jika dilihat dari luas lahan dan produksinya adalah pisang, jeruk, manggis dan
semangka. Keberadaan komoditas tersebut tersebar di enam Kecamatan yaitu:
Songgon, Kalipuro, Glagah, Bangorejo, Pesanggaran dan Purwoharjo. Adapun
pemasaran komoditas buah-buahan tersebut hinga saat ini tidak menemui hambatan
yang berarti. Disamping untuk memenuhi pasar lokal, juga dipasarkan hingga ke
luar daerah seperti Surabaya dan Bali. Bahkan khusus buah manggis sudah di ekspor
ke Australia dan Taiwan. Selain buah-buahan tersebut di atas masih ada beberapa
buah-buahan yang memungkinkan untuk dikembangkan di masa mendatang, di
antaranya lengkeng, durian, dan melon. Untuk tanaman sayuran di Kabupaten
Banyuwangi, pemasaran komditas sayuran tersebut sudah ada yang di pasarkan di
luar daerah Kabupaten Banyuwangi seperti tanaman cabe besar dan kacang
panjang.
Kata Kunci: Pergeseran sektor basis, data base pertanian, produk unggulan
Sonny Sumarsono, Penyusunan Data Base Pertanian Kabupaten Banyuwangi
2
COMPILATION of AGRICULTURE DATA BASE FOR EXPANSION of
PRE-EMINENT SECTOR of SUB-PROVINCE AREA BANYUWANGI
Abstract
Result of calculation LQ, CR and DLQ indicates that there is 3 priority sector
which can be exeeded especially in konstribusi area earnings, that is: ( 1)
agricultural sector (LQ = 2,44770, mean LQ > 1, mean agricultural sector is
economic development bases sector in sub-province Banyuwangi), ( CR > 0,
agricultural sector CR= - 0,0005, agriculture, CR=0,0003 commercial sector, this
hotel and hall restaurant shows development policy for kebupaten Banyuwangi is
emphasis of first priority at second agricultural sector and priority is commerce,
hotel and restaurant; ( b) commercial sector, hotel and restouran; and ( c) sector
transportation and communications. Compilation of Agricultural produce Database
in Kabupaten Banyuwangi is Agro product result data information system that is
intrinsically is a system from all form of acquired activities and data processing co-
ordinated, integrated and interacted from all scope activity result of agro product.
Field crop with pre-eminent commodity in Kabupaten Banyuwangi is consisted:
lowland rice, upland padi, corn, soy, cassava, parsnip jalar, peanut, and green
peanut. While for fruits horticulture commodity that is mangosteen, durian, orange
siam, banana, and ginger; while vegetables covers shallot, spinach, chickpea, big
cabe, small cabe, string bean, kangkung, cucumber, gourd siam, mustard, eggplant,
and tomato. Special for fruits commodity becoming is pre-eminent if it is seen from
its(the farm wide and production is banana, orange, mangosteen and watermelon.
Existence of the commodity spread over in six Kecamatan that is: Songgon,
Kalipuro, Glagah, Bangorejo, Gallery and Purwoharjo. As for marketing of the
fruits commodity is the existing hinga doesn't meet meaning resistance. Beside to
fulfill local market, also is marketed is finite out area like Surabaya and Bali. Even
special mangosteene have been in export to Australian and Taiwan. Besides above
mentioned fruits there are still some fruitses enabling to be developed in coming,
among others litchi, durian, and melon. For vegetable crop in Kabupaten
Banyuwangi, marketing of the vegetable komdity someone have in marketing outside
area Kabupaten Banyuwangi like big cabe crop and string bean.
Key word: Friction of bases sector, agriculture data base, pre-eminent product
I. PENDAHULUAN
Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk
melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945. Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Hal ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah,
seperti pangan, sandang, perumahan, dan kesehatan atau kepuasan batiniah, seperti
pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab, dan rasa
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009
3
keadilan, melahirkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara keduanya. Bahwa
pembangunan dilaksanakan merata di seluruh tanah air bukan hanya untuk satu golongan atau
sebagian masyarakat melainkan masyarakat secara keseluruhan. Pembangunan itu harus
benar-benar dapat dirasakan oleh seluruh rakyat sebagai perbaikan tingkat hidup yang
berkeadilan sosial.
Sehubungan dengan itu, pembangunan nasional dilaksanakan secara berencana,
menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap dan berlanjut untuk memacu peningkatan kemampuan
nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain
yang telah maju.
Indonesia merupakan negara pertanian, 75% tenaga kerja berada di sektor pertanian.
Ditunjang dengan tanah yang subur, meratanya hujan di seluruh wilayah negara Indonesia,
serta macam varietas yang beragam menjadikan Indonesia berpotensi untuk mengembangkan
sektor pertanian sebagai basis perekonomian (Sarangih. B, 2004:20)
Pada saat ini Indonesia mengalami krisis daya beli masyarakat yang sangat menurun.
Industri-industri banyak tutup karena biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan mentah
sangat mahal sedangkan pendapatan masyarakat menurun. Limpahan tenaga kerja tidak
mampu ditampung oleh sektor industri maupun jasa. Satu-satunya sektor yang mampu
menampung limpahan tenaga kerja adalah sektor pertanian dalam jangka pendek.
Pertanian yang menerima limpahan tenaga kerja sektor industri dan jasa mengalami
goncangan. Kredit program pertanian dicabut, suku bunga kredit membubung tinggi sehingga
tidak ada kredit yang tersedia untuk pertanian. IMF melakukan desakan supaya subsidi pupuk
dicabut dan memberlakukan tarif impor untuk tanaman pangan sebesar 5%. Diperparah lagi
Infra struktur pertanian di pedesaan banyak yang rusak karena tidak adanya dana untuk
perawatan.
Memperhatikan kondisi dan perubahan yang terjadi, Departemen Pertanian bersama
stakeholder pembangunan lainya merumuskan dan mengimplementasikan paradigma baru
pembangunan petanian yaitu “pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing,
kerakyatan, berkelanjutan, dan terintegrasi.” Kondisi dan perubahan yang ada adalah
persoalan sistem, sehingga pemulihan krisis ekonomi maupun pembangunan tidak boleh
dilakukan dengan sepotong-potong, melainkan harus dilakukan secara sistem, yaitu
pembangunan kembali sektor pertanian.
Pembangunan pertanian yang dikembangkan pemerintah adalah pertanian yang
mengembangkan komoditi daerah, sehingga berhak mengelola potensi yang ada sekaligus
sebagai tanggung jawab akan perkembangan perekonomian daerah. Pemerintah daerah akan
semakin intens karena telah mengenal karakteristik tanah, curah hujan, pangsa pasar, maupun
tata aturan yang ada. Dengan melibatkan peran serta pemerintahan daerah, pembangunan
pertanian sebagaimana telah digariskan dapat dijalankan dengan maksimal (Arie. P, 2000: 12)
Guna memperlancar pembangunan pertanian berbasis khas daerah pada era otonomi
daerah pemerintah menetapkan Undang-Undang (UU) nomer 32 tahun 2004 bagian a,
tentang otonomi daerah pada intinya mengatur pokok-pokok pembentukan pemerintah
daerah setingkat kota atau kabupaten. Atas dasar itu daerah dituntut untuk bertanggung jawab
dan dinamis dalam melaksanakan UU. “Bertanggung jawab” mempunyai arti pembangunan
ekonomi harus diselaraskan dengan pembangunan daerah di seluruh pelosok tanah air.
“Dinamis” berarti pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan pembangunan ekonomi
secara nasional meliputi seluruh sektor perekonomian, sehingga pelaksanaan pembangunan
daerah dapat berjalan secara seimbang dengan perkembangan daerah lain.
Sonny Sumarsono, Penyusunan Data Base Pertanian Kabupaten Banyuwangi
4
Pemerintah telah membuat beberapa peraturan yang harus menjadi acuan dalam
perumusan visi dan strategi pembangunan pertanian. Salah satunya adalah UU nomer 32
tahun 2004 bagian b, tentang sistem budidaya tanaman pangan. Pada dasarnya UU ini
memberikan kebebasan penuh kepada para petani untuk menentukan komoditas pertaniannya.
Ini berarti bahwa strategi pembangunan pertanian dalam bentuk perintah harus diganti dengan
penyediaan informasi selengkap-lengkapnya dan pemberian fasilitas berupa penyediaan
lahan-lahan bagi para petani agar dapat berproduksi secara optimal.
Sektor pertanian sub sektor tanaman pangan adalah komponen utama yang harus
dikembangkan untuk menciptakan ketahanan pangan. Produk pertanian sub sektor tanaman
pangan dapat juga meningkatkan sektor lain. Sektor pertanian sub sektor tanaman pangan ini
jika sampai terlambat pembangunannya maka pembangunan sektor lain akan mengalami
hambatan (Mubyarto, 2001: 33).
Luas Kabupaten Banyuwangi adalah 5.782,50 Km². Data dari dinas pertanahan tahun
2005 mencatat tanah untuk persawahan menempati area seluas 11,53 % (66,647 Ha) dari
seluruh penggunaan jenis tanah di Kabupaten Banyuwangi. Luasnya tanah untuk pertanian ini
karena Kabupaten Banyuwangi terkenal subur.
Selain itu Kabupaten Banyuwangi terletak secara geografis dengan curahan hujan
tinggi yang merata, hampir 50 % lahan di Kabupaten Banyuwangi terletak pada kemiringan 0-
40 % yang di dalamnya dibelah dengan 111 daerah aliran sungai (DAS) menjadikan tanah
yang ada sangat baik untuk ditanami.
Sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang paling dominan bila diperhatikan
berdasarkan struktur ekonomi Kabupaten Banyuwangi. Khusus dalam sektor pertanian ini,
ada dua sub sektor di dalamnya yang sangat potensial, yaitu sub sektor tanaman bahan
makanan dan sub sektor perikanan laut.
Peranan sub sektor tanaman bahan makanan dapat menyumbang produksi padi Jawa
Timur, yang mana Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu daerah lumbung padi.
Sedang peranan sub sektor perikanan laut cukup terbukti bahwa di Kecamatan Muncar
merupakan penghasil berbagai jenis biota laut berskala nasional.
Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang
mempunyai luas daerah terbesar, sehingga dengan adanya ketersediaan luas daerah yang
begitu besar tersebut, kesempatan untuk dijadikan sebagai lahan pertanian akan mempunyai
peluang besar. Namun perlu dipahami pula bahwa tidak semua tanah mempunyai tingkat
kesuburan yang sama.
Berdasarkan pemanfaatan lahan yang digunakan oleh para petani, mulai dari kawasan
Selatan ke arah Utara yang melebar ke arah Barat merupakan daerah potensi tanaman bahan
makanan. Utamanya tanaman padi banyak ditanam di kawasan ini, bahkan sebagian besar
dari kawasan tersebut pola tanam padi dalam satu tahunnya bisa dilakukan hingga tiga kali.
Pada tahun 2005 produksi padi telah mengalami penurunan sebesar 5,86% dibanding
tahun 2004. Bahkan kalau diperhatikan trend dari produksi padi pada tahun-tahun
sebelumnya, indikasinya menunjukkan pola yang menurun. Terjadinya penurunan tersebut,
telah menimbulkan banyak penafsiran.
Di antara penafsirannya adalah, lahan pertanian setiap tahun diduga mengalami
pengurangan lahan sebagai akibat digunakan untuk kepentingan lain. Misalnya digunakan
sebagai daerah pemukiman maupun pemanfaatan yang lain. Resikonya produksi tanaman
bahan makanan akan menurun sebanding dengan berkurangnya lahan pertanian tersebut.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009
5
Selama tiga tahun terakhir ini, menurut catatan Dinas Kehutanan, Pertanian dan
Urusan Ketahanan Pangan Kabupaten Banyuwangi diperoleh informasi adanya penurunan
produksi padi yang diikuti dengan meningkatnya luas panen. Naiknya produksi jagung yang
diikuti dengan turunnya luas panen. Begitu pula beberapa jenis tanaman bahan makanan yang
lain mempunyai fluktuasi yang cenderung turun.
Tanaman bahan makanan yang berpotensi tinggi di Kabupaten Banyuwangi, diikuti
tanaman perkebunan juga mempunyai potensi yang tidak kalah pentingnya bila dibanding
dengan tanaman bahan makanan. Sebut saja tanaman kelapa dan kopi, dua jenis tanaman
perkebunan ini kontribusinya terhadap kehidupan penduduk Kabupaten Banyuwangi dapat
dikatakan cukup besar.
Potensi lainnya adalah produksi hasil hutan, diduga sebagai akibat dari luas dan
potensi produksi kehutanan yang dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi ini, Institusi yang
menangani jumlahnya mencapai tiga Perum, yaitu Perum Perhutani Utara, Selatan dan Barat.
Letak geografis Kabupaten Banyuwangi yang mempunyai garis pantai yang begitu
panjang bahkan sepanjang Selat Bali, demikian pula potensi ikan serta biota laut lainnya
sudah dikenal sejak dahulu di negeri ini. Pernah dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Universitas Gajah Mada yang bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi,
memberikan indikasi tentang melimpahnya berbagai jenis ikan dan biota laut yang terkandung
di dalamnya. Namun dalam pengelolaannya masih jauh untuk bias dikatakan optimal.
Pada tahun 2005 produksi dan nilai produksi ikan laut mengalami penurunan. Yaitu
sebesar 49,58% untuk total produksinya. Bila dipadukan dengan hasil penelitian UGM,
terjadinya penurunan produksi tersebut bukan disebabkan oleh adanya ketersediaan ikan yang
ditangkap menurun, diduga lebih disebabkan oleh faktor teknis belaka.
Umumnya para nelayan yang ada masih menggunakan cara-cara tradisional, meski
dengan cara-cara tradisional produksi yang telah diraih oleh para nelayan di kawasan pantai
Kabupaten Banyuwangi itu bisa dikategorikan sebagai jumlah produksi yang besar. Bahkan
bila dihitung nilainya dalam setahun bisa mencapai nominal trilyunan rupiah. Selain produksi
ikan dan biota laut yang begitu melimpah ruah itu, jenis ikan air tawar juga mempunyai
produksi yang cukup tinggi.
II. PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah dalam kajian Penyusunan Data Base Pertanian Kabupaten
Banyuwangi adalah sebagai berikut:
a) Bagaimana profil stakeholder pertanian, potensi dan prospeknya di Kabupaten
Banyuwangi.
b) Bagaimana profil perkembangan luas area panen, produktivitas dan hasil produksi 5
(lima) tahun terakhir per kecamatan di Kabupaten Banyuwangi, yang meliputi
komoditi: padi, jagung, kedele, ubi kayu, ubi jalar, kacang hijau dan kacang tanah.
c) Bagaimana profil perkembangan luas area panen, produktivitas dan hasil produksi 5
(lima) tahun terakhir per kecamatan di Kabupaten Banyuwangi, yang meliputi
komoditi: kelapa buah, kelapa deres dan kopi.
d) Bagaimana profil perkembangan luas area panen, produktivitas dan hasil produksi
buah-buahan 5 (lima) tahun terakhir per kecamatan di Kabupaten Banyuwangi.
Sonny Sumarsono, Penyusunan Data Base Pertanian Kabupaten Banyuwangi
6
e) Bagaimana profil perkembangan luas area panen, produktivitas dan hasil produksi
sayur-sayuran 5 (lima) tahun terakhir per kecamatan di Kabupaten Banyuwangi.
f) Bagaimana profil perkembangan luas area panen, produktivitas dan hasil produksi 5
perkebunan rakyat (lima) tahun terakhir per kecamatan di Kabupaten Banyuwangi.
g) Bagaimana profil produksi peternakan 5 (lima) tahun terakhir di Kabupaten
Banyuwangi.
h) Bagaimana profil produksi perikanan laut 5 (lima) tahun terakhir per kecamatan di
Kabupaten Banyuwangi.
i) Bagaimana profil sarana dan prasarana sub sektor tanaman pangan, tanaman
perkebunan, peternakan dan perikanan tahun 2006.
j) Bagaimana profil rencana daerah sasaran luas tanam tanaman pangan dan holtikultura
tahun 2006 di Kabupaten Banyuwangi.
k) Bagaimana profil realisasi kebutuhan pupuk bersubsidi tanaman pangan, hortikultura,
dan perkebunan rakyat Tahun 2006 di Kabupaten Banyuwangi.
III. LANDASAN TEORI
Penyusunan Database Hasil Pertanian merupakan Sistem Informasi data hasil produksi
pertanian dan hasil pengolahan pertanian yang pada hakekatnya merupakan suatu sistem dari
semua bentuk kegiatan perolehan dan pengolahan data yang terkoordinasi, terintegrasi dan
saling berinteraksi dari seluruh aktivitas lingkup hasil produksi pertanian dan hasil
pengolahan pertanian.
Ketersediaan data statistik hasil produksi pertanian, pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian yang lengkap dan akurat adalah prasyarat penting dalam perencanaan, pelaksanaan
dan pengendalian pembangunan sektor pertanian. Oleh sebab itu pengembangan data statistik
hasil produksi pertanian, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian perlu diarahkan pada
ketersediaan data dan informasi yang lengkap, akurat, relevan, dan konsisten yang tidak
terlepas dari manajemen data dan informasi.
Data dan informasi hasil produksi pertanian dan hasil pengolahan pertanian
memegang peranan penting dalam proses penentuan hasil unggulan produksi pertanian, serta
perencanaan produksi dan distribusi dalam perkembangan sector pertanian Indonesia.
Informasi yang berasal dari database hasil pertanian ini merupakan salah satu input
yang berperan sama penting dengan input-input lainnya. Oleh karena itu data dan informasi
hasil pertanian seharusnya dianggap pula sebagai suatu sumberdaya yang harus dikelola sama
baiknya dengan sumberdaya lainnya.
Untuk itu, perlu disusun suatu data base hasil pertanian di daerah Kabupaten
Banyuwangi, berikut sistem informasinya, peraturan-peraturan pendukungnya, serta
peningkatan kemampuan sumberdaya manusia, yang dapat menunjang tercapainya sasaran
untuk mendapatkan data yang akurat, informatif dan representatif.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009
7
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penyusunan Database Pertanian di Kabupaten Banyuwangi merupakan Sistem
Informasi data hasil produksi sektor pertanian yang meliputi tanaman bahan makanan seperti :
komoditas unggulan padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang hijau dan kacang tanah.
Demikian juga hasil komoditas pertanian yang potensial di Kabupaten Banyuwangi
seperti: kelapa buah, kelapa deres dan kopi. Sedangkan buah-buahan meliputi manggis,
durian, pisang. Jeruk siem dan jahe. Untuk tanaman sayuran unggulan meliputi cabe besar,
cabe kecil, tomat dan kacang panjang. Unit penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptip.
Setelah database pertanian dapat disusun, diharapkan dapat memberi landasan yang
kokoh dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan
pertanian yang terpadu di Kabupaten Banyuwangi, dalam rangka menunjang tercapainya sasaran
dan tujuan pembangunan pertanian sebagai salah satu kabupaten lumbung pangan di Jawa
Timur.
4.2 Obyek Penelitian
Obyek penelitian Penyusunan Data Base Pertanian Kabupaten Banyuwangi adalah
data sekunder, yang terdiri dari:
a) Data stakeholder pertanian, potensi dan prospeknya di Kabupaten Banyuwangi.
b) Data perkembangan luas area panen, produktivitas dan hasil produksi 5 (lima) tahun
terakhir per kecamatan di Kabupaten Banyuwangi, yang meliputi komoditi: padi,
jagung, kedele, ubi kayu, ubi jalar, kacang hijau dan kacang tanah.
c) Data perkembangan luas area panen, produktivitas dan hasil produksi 5 (lima) tahun
terakhir per kecamatan di Kabupaten Banyuwangi, yang meliputi komoditi: kelapa
buah, kelapa deres dan kopi.
d) Data perkembangan luas area panen, produktivitas dan hasil produksi buah-buahn 5
(lima) tahun terakhir per kecamatan di Kabupaten Banyuwangi.
e) Data perkembangan luas area panen, produktivitas dan hasil produksi sayur-sayuran 5
(lima) tahun terakhir per kecamatan di Kabupaten Banyuwangi.
f) Data perkembangan luas area panen, produktivitas dan hasil produksi 5 perkebunan
rakyat (lima) tahun terakhir per kecamatan di Kabupaten Banyuwangi.
g) Data produksi perikanan laut per kecamatan di Kabupaten Banyuwangi tahun 2006.
h) Data produksi perairan umum per kecamatan di Kabupaten Banyuwangi tahun 2006.
i) Data produksi ikan menurut jenis alat tangkap per kecamatan di Kabupaten
Banyuwangi tahun 2006.
j) Data perkembangan kepemilikan sarana dan prasarana sub sektor tanaman pangan,
tanaman perkebunan, peternakan dan perikanan 5 (lima) tahun terakhir.
k) Data rencana kebutuhan pupuk tanaman pangan dan holtikultura komoditi padi,
jagung, kedelai Tahun 2006 Di Kabupaten Banyuwangi.
l) Data rencana kebutuhan pupuk berdasarkan sasaran luas tanaman pangan dan
hortikultura Tahun 2006 Di Kabupaten Banyuwangi.
m) Data realisasi kebutuhan pupuk urea bersubsidi tanaman pangan, holtikultura dan
perkebunan rakyat Tahun 2006 Di Kabupaten Banyuwangi.
n) PData realisasi kebutuhan pupuk SP-36 bersubsidi tanaman pangan, holtikultura dan
perkebunan rakyat Tahun 2006 Di Kabupaten Banyuwangi.
Sonny Sumarsono, Penyusunan Data Base Pertanian Kabupaten Banyuwangi
8
o) Data realisasi kebutuhan pupuk ZA bersubsidi tanaman pangan, holtikultura dan
perkebunan rakyat Tahun 2006 Di Kabupaten Banyuwangi.
4.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan
dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan informasi/data dengan mempelajari dokumen berupa
laporan data time series hasil produksi sector pertanian tahun 2000 – 2006. Data tersebut
diperoleh dari Dinas Pertanian, Kehutanan dan Urusan Ketahanan Pangan, Dinas Perikanan
dan Kelautan, Dinas Perindustrian, Perdagangan, PM dan Koperasi, Kantor Statistik
Kabupaten Banyuwangi
4.4 Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a) Cross Table Analysis
Untuk mengetahui profil hasil produksi partanian tanaman pangan di Kabupaten
Banyuwangi dan pola pengembangannya digunakan tabulasi silang (cross table
analysis). Analisis ini untuk menjelaskan tanggapan atas data base pertanian yang
sudah disusun terhadap hambatan atau kendala yang ditemui dalam penerapan sistem
informasi data base pertanian dalam bentuk persentase, grafik dan tabulasi.
b) Analisis LQ (location Quotien)
Untuk menentukan sektor yang akan dijadikan sektor basis digunakan analisis LQ
(location Quotien) untuk masing-masing sektor dengan rumus (Kadariah, 2001:72)
sebagai berikut:
ViVVR
iVR
iLQR
dimana:
LQR i = indek LQ dari sektor atau subsektor i di Kabupaten Jember;
VR i = vallue added sektor atau subsektor i di kabupaten Jember;
VR = jumlah semua value added sektor atau subsektor i di Kabupaten Jember;
Vi = vallue added sektor atau subsektor i di Jawa Timur;
V = jumlah vallue added sektor atau subsektor Jawa Timur.
c) Coefisien Resuffle
Untuk mengetahui pergeseran suatu sektor atau subsektor ekonomi di Kabupaten Jember
selama periode 2000 – 2006 dengan menggunakan Coefisien Resuffle (Warpani,
2003:85).
100
95959999%95959999% VVVVVRVRVRVRCR iiii
d) Analisis Dynamic Location Quotient
Untuk mengetahui sektor prioritas dimasa yang akan datang digunakan analisis
Dynamic Location Quotient (DLQ) (Yuwono, 2002:49)
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009
9
t
giG
nging
DLQ
11
11
dimana :
ing = rata-rata laju pertumbuhan (PDRB) sektor i di Kabupaten
Banyuwangi;
iG = rata-rata laju pertumbuhan (PDRB) sektor idi Propinsi
Banyuwangi;
ng = rata-rata laju pertumbuhan (PDRB) Kabupaten Banyuwangi;
G = rata-rata laju pertumbuhan (PDRB) Propinsi Jawa Timur;
t = jangka waktu perhitungan DLQ yaitu dari th 2000 s/d 2006.
e) Analisis Skaling
Untuk menentukan sektor atau sub sektor prioritas yang harus dikembangkan lebih
lanjut dari kelompok sektor prioritas yang ada di Kabupaten Banyuwangi digunakan
analisis skaling dengan rumus (Budiharsono, 2002:337):
100minmax
minX
NN
NNSkaling
Keterangan:
N = nilai pada location Quetient atau Elastisitas Kesempatan Kerja analisa;
Nmin = nilai minimal diantara Location Quetient atau Elastisitas Kesempatan Kerja;
Nmax = nilai maksimal diantara Location Quetient atau Elastisitas Kesempatan Kerja.
V. Hasil Identifikasi Penelitian Dan Pembahasan
5.1 Analisis Location Quotient (LQ)
Analisis Location Quotient (LQ) merupakan suatu indikator yang menunjukkan besar
atau kecilnya peranan suatu sektor dalam kegiatan ekonomi di daerah. Jika suatu sektor
memiliki nilai LQ lebih besar dari satu , maka sektor tersebut merupakan sektor yang kuat
sehingga secara potensial merupakan pengekspor produk ke daerah lain atau dengan kata lain
dapat dijadikan sebagai leading sector karena sektor tersebut memiliki keunggulan
komparatif. Sebaliknya, jika suatu sektor memiliki nilai LQ kurang dari satu, maka sektor
tersebut lemah atau merupakan pengimpor produk dari daerah lain.
Untuk mengetahui lebih jelas nilai LQ sektor ekonomi Kabuoaten Banyuwangi dalam
kurun waktu tahun 2002-2006 dijelaskan sebagai berikut:
Berdasarkan hasil perhitungan, maka selama periode lima tahun terakhir, sektor
pertanian di Kabupaten Banyuwangi tetap menjadi sektor prioritas pertama dengan nilai rata-
rata LQ tertinggi yaitu sebesar 2,512818. Prioritas kedua yaitu sektor angkutan dan
komunikasi dan sektor prioritas ketiga dipegang oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Sedangkan sektor kontruksi mempunyai nilai rata-rata LQ terendah diantara sembilan
sektor yang ada yaitu sebesar 0,250128. Artinya sektor kontruksi merupakan sektor bukan
basis yang cenderung mengimpor produk sektor-sektor tersebut dari daerah lain.
Sonny Sumarsono, Penyusunan Data Base Pertanian Kabupaten Banyuwangi
10
Sektor yang menjadi andalan selama lima periode pada tahun 2002 sampai dengan
tahun 2006, yaitu sektor pertanian; dan sektor angkutan dan komunikasi. Sedangkan tahun
2002-2006 terdapat tiga sektor basis, yaitu sektor pertanian; sektor perdagangan, hotel dan
restoran; dan sektor angkutan dan komunikasi.
Sektor pertanian tetap menduduki peringkat tertinggi dengan nilai rata-rata sebesar
2,512818 hal ini berarti sektor pertanian merupakan sektor andalan yaitu sektor yang mampu
memenuhi kebutuhan daerah sekaligus mampu mengekspor hasil dari sektor tersebut.
5.2 Analisis Koefisien Pergeseran (Coefisient Resuffle)
Coefisient Resuffle merupakan alat analisis yang menjadikan pergeseran suatu sektor
atau sub sektor. Jika sektor atau sub sektor memiliki nilai CR lebih dari nol maka sektor atau
sub sektor tersebut bergeser, sehingga sektor ini memberikan semakin besar peranannya
dibandingkan dengan sektor atau sub sektor yang memiliki nilai CR kurang dari nol.
Pada kegiatan ekonomi suatu daerah dapat dikatakan bahwa sektor ini memiliki nilai
CR kurang dari nol atau negatif maka sektor tersebut mengalami pergeseran yang besar yang
semakin melemah. Sehingga kurang memberikan nilai yang semakin besar pada kegiatan
ekonomi di suatu daerah.
Hasil perhitungan nilai koefisien pergeseran (CR) masing-masing sektor di Kabupaten
Banyuwangi atas dasar harga konstan tahun 2003 terdapat lima sektor yang memiliki nilai CR
lebih besar dari nol antara lain sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai CR sebesar
0,0003.
Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan nilai CR sebesar 0,00021;
sektor konstruksi dengan nilai CR sebesar 0,00011; sektor pertambangan dan penggalian yang
memiliki nilai CR sebesar 0,00009; dan sektor jasa-jasa dengan nilai CR sebesar 0,00004.
Sektor-sektor diatas adalah sektor yang memiliki kecenderungan menguat dibandingkan
empat sektor yang lainnya yang memiliki nilai CR kurang dari nol.
Hasil perhitungan koefisient pergeseran atau CR atas dasar harga konstan tahun 2003
diperoleh empat sektor yang memiliki nilai CR kurang dari nol atau negatif. Sektor ini
memiliki kecenderungan melemah dibandingkan sektor-sektor yang lainnya. Sektor-sektor
tersebut antara lain sektor pertanian dengan nilai CR sebesar –0,00005. Sektor pertanian
memiliki kecenderungan melemah, ini membuktikan bahwa struktur ekonomi Kabupaten
Banyuwangi mulai bergeser dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Kemudian
disusul dengan sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih; dan sektor
pengangkutan dan komunikasi.
1) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
Sektor ini dikatakan sebagai sektor yang memiliki pergeseran yang menguat, karena
sektor ini memiliki nilai CR lebih dari nol. Perhitungan CR atas dasar harga konstan tahun
2003 sub sektor perdagangan yang memiliki nilai CR sebesar 0,0001 dan sektor restoran yang
memiliki nilai CR sebesar 0,0002. Sedangkan sub sektor hotel memiliki nilai CR negatif yaitu
sebesar –0,00001. Berarti sub sektor restoran dan perdagangan memiliki pergeseran yang
menguat dan memberikan peranan yang besar dalam kegiatan ekonomi daerah Kabupaten
Banyuwangi. Dalam hal ini pemerintah perlu memperhatikan peningkatannya untuk masa
depan tanpa mengesampingkan sektor-sektor yang lain.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009
11
2) Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Sektor ini merupakan sektor yang menguat kedua setelah sektor perdagangan, hotel dan
restoran. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan memiliki nilai CR lebih besar dari
nol yaitu sebesar 0,00021. Hasil perhitungan nilai CR atas dasar harga konstan tahun 2003
terdapat tiga sub sektor bernilai positif, yaitu sub sektor bank, sub sektor lembaga keuangan
bukan bank dan sub sektor jasa perusahaan. Sedangkan sub sektor yang bernilai negatif
adalah sub sektor sewa bangunan. Sub sektor yang memiliki nilai CR positif maka cenderung
menguat sehingga pemerintah daerah setempat perlu memperhatikan sektor tersebut. Ketiga
sub sektor mempunyai perana yang besar dibandingkan dengan sub sektor yang bernilai CR
negatif.
3) Sektor Konstruksi
Sektor konstruksi juga merupakan sektor yang menguat ketiga setelah sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan memiliki nilai CR lebih dari nol atau
positif, yaitu sebesar 0,00011 menurut hasil perhitungan atas dasar harga konstan tahun 2003.
4) Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sektor ini merupakan sektor tersier keempat yang memiliki nilai yang lebih dalam
kegiatan perekonomian di Kabupaten Banyuwangi disamping sektor keuangan, persewaan
dan jasa perusahaan; sektor konstruksi; dan sektor jasa. Sektor pertambangan dan penggalian
yang memiliki nilai CR sebesar 0,00009 menurut hasil perhitungan atas dasar harga konstan
tahun 2003. Menguatnya sektor ini tidak terlepas dari peranan masing-masing sub sektor
dalam mendukung sektor ini. Sub sektor tersebut adalah sub sektor pertambangan dan sub
sektor penggalian. Dimana sub sektor pertambanganyang mempunyai nilai CR positif maka
sektor ini dapat memberikan peranannya yang besar pada kegiatan ekonomi daerah setempat.
5) Sektor Jasa
Sektor jasa merupakan sektor yang memiliki nilai CR lebih dari nol atau positif.
Sehingga sektor ini mempunyai kecenderungan semakin menguat. Sektor jasa mencakup sub
sektor pemerintahan umum dan sub sektor swasta. Sub sektor yang mengalami pergeseran
adalah sub sektor jasa sosial dan kemasyarakatan dengan nilai CR sebesar 0,0004. Sedangkan
sub sektor jasa perorangan dan rumah tangga mempunyai nilai CR negatif yaitu –0,0004
artinya sub sektor ini mempunyai kecenderungan melemah Sub sektor jasa sosial dan
kemasyarakatan memiliki nilai CR positif berarti kecenderungannya menguat sehingga
pemerintah Kabupaten Banyuwangi perlu memperhatikan sub sektor tersebut.
5.3 Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ)
Berdasarkan hasil perhitungan DLQ dapat diketahui bahwa sektor yang masih tetap
dapat diprioritaskan untuk masa yang akan datang adalah sektor perdagangan, hotel dan
restoran yang memiliki nilai DLQ sebesar 1,161.
Sektor pertanian untuk tahun-tahun berikutnya tidak dapat dijadikan sektor prioritas
utama karena nilai DLQnya kurang dari satu atau sebesar 0,988. Hal ini berarti proporsi laju
pertumbuhan sektor tersebut terhadap laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Banyuwangi lebih
lambat dibandingkan dengan proporsi laju pertumbuhan sektor yang sama terhadap PDRB
Jawa Timur. Kondisi demikian memperlihatkan bahwa selama keadaan masih tetap
sebagaimana adanya, maka pada masa yang akan datang sektor tersebut akan kalah bersaing.
Sonny Sumarsono, Penyusunan Data Base Pertanian Kabupaten Banyuwangi
12
Sektor lain yang dapat dijadikan sebagai sektor prioritas di masa yang akan datang
adalah sektor jasa-jasa dengan nilai DLQ sebesar 1,453; kedua adalah sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan yang memiliki nilai DLQ sebesar 1,439; dan sektor industri
pengolahan dengan niai DLQ 1,016.
Pada tahun-tahun sebelumnya sektor tersebut bukan merupakan sektor prioritas. Hal
ini ditunjukkan dengan nilai DLQ lebih besar dari satu yang berarti proporsi laju pertumbuhan
sektror tersebut terhadap PDRB Kabupaten Banyuwangi lebih cepat dibanding proporsi laju
pertumbuhan pada sektor yang sama terhadap PDRB Jawa Timur. Pada masa depan jika
keadaan masih sebagaimana adanya saat ini, maka dapat diharapkan bahwa sektor ini akan
unggul dalam persaingan sehingga dapat ditetapkan sebagai sektor prioritas. Sedangkan
sektor-sektor yang lain masih belum bisa diharapkan sebagai sektor prioritas karena nilai
DLQnya kurang dari satu.
a) Sektor Jasa-jasa
Sektor jasa-jasa merupakan prioritas utama untuk masa datang dengan nilai DLQ
sebesar 1,453 yang berarti untuk masa datang sektor ini merupakan sektor basis dan dapat
dijadikan sebagai sektor prioritas pembangunan. Keberhasilan sektor jasa-jasa ini tidak
terlepas dari sumbangan sub sektornya, yaitu sub sektor pemerintahan umum dan swasta.
Sub sektor dari sektor jasa mempunyai nilai kurang dari satu yaitu sub sektor
pemerintahan umum dengan nilai DLQ sebesar 0,807 dan sub sektor swasta dengan nilai
DLQ 0,779. Namun demikian sub sektor yang mampu memberikan sumbangan terbesar yaitu
sub sektor jasa sosial dan kemasyarakatan dengan nilai DLQ sebesar 0,930. Artinya sub
sektor tersebut untuk masa yang akan datang tidak dapat dijadikan sebagai sektor prioritas.
b) Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan merupakan sektor yang memiliki
nilai DLQ terbesar kedua, yaitu sebesar 1,439. Sub sektor yang banyak memberikan
sumbangannya adalah sub sektor jasa perusahaan, yaitu sebesar 2,131.
Dua dari empat sub sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan memiliki nilai
DLQ lebih dari satu yaitu sebesar 1,439. Sub sektor jasa perusahaan memiliki nilai DLQ
sebesar 2,131 dan sub sektor lembaga keuangan bukan bank mempunyai nilai DLQ sebesar
1,181. Sehingga untuk masa yang akan datang sub sektor tersebut dapat dijadikan sebagai sub
sektor basis. Sub sektor yang memiliki nilai DLQ paling tinggi adalah sub sektor jasa
perusahaan dengan nilai DLQ sebesar 2,131.
c) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan salah satu sektor yang mampu
bertahan sebagai sektor prioritas di masa yang akan datang. Hal ini terlihat dari nilai DLQ nya
yaitu sebesar 1,161.
Sub sektor yang belum memberikan peranannya adalah sub sektor perdagangan yang
terlihat dari nilai DLQ kurang dari satu atau sebesar 0,98. Dan dua sub sektor yang lain
mampu menjadi sektor basis untuk masa yang akan datang hal ini dapat diketahui dari nilai
sub sektor hotel sebesar 1,206 dan nilai sub sektor restoran sebesar 1,098.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009
13
d) Sektor Industri Pengolahan
Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan salah Potensi sub sektor jasa-jasa
sebagai sub sektor prioritas di masa yang akan datang. Sub sektor yang dapat diprioritaskan
dimasa yang akan datang adalah sub sektor pemerintahan umum dengan nilai DLQ sebesar
1,023, sedabgkan untuk sub sektor swasta yang dapat dijadikan sub sektor prioritas adalah sub
sektor jasa sosial dan kemasyarakatan dengan nilai DLQ sebesar 1,023.
5.4 Analisis Skalling
Analisis skalling digunakan untuk mengetahui sektor prioritas yang dapat
dikembangkan dari sektor-sektor basis yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Berdasarkan hasil
perhitungan Location Quotient, Coefisient Resuffle dan Dynamic Location Quotient, maka
dapat dihitung nilai skalling masing-masing sektor basis sehingga diketahui rankingnya.
Untuk suatu sektor yang nilai skallingnya tertinggi kemudian dijadikan sektor prioritas
pilihan.
Berdasarkan hasil perhitungan, ternyata nilai skalling LQ tahun 2002 yang tetinggi
terdapat pada sektor pertanian dengan nilai 100, tertinggi kedua sektor listrik, gas dan air
bersih dengan nilai skalling sebesar 60,41 dan nilai tertinggi ketiga adalah sektor
pengangkutan dan komunikasi dengan nilai sebesar 48,38.
Urutan nilai skalling LQ tahun 2003 sampai tahun 2004, yaitu sektor pertanian; sektor
pengangkutan dan komunikasi dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Skalling LQ tahun 2005 tertinggi tetap diduduki oleh sektor pertanian sebesar 100,
tertinggi kedua sektor perdagangan, hotel dan restoran; dan tertinggi urutan ketiga yaitu sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.
Nilai skalling untuk Coefisient Resuffle tertinggi dipegang oleh sektor perdagangan,
hotel dan restoran dengan nilai 100, disusul kemudian oleh sektor keuangan, persewaan dan
jasa perusahaan dengan nilai sebesar 87,50. Dan urutan nilai skalling Coefisient Resuffle yang
ketiga, yaitu sektor konsumsi dengan nilai sebesar 73,61.
Analisis Dynamic Location Quotient setelah diskalling maka nilai tertinggi diduduki
oleh sektor jasa-jasa dengan nilai sebesar 100. Urutan kedua yaitu sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan dengan nilai 98,256 dan urutan ketiga adalah sektor
perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai sebesar 63,636. Dari nilai skalling LQ, CR dan
DLQ tersebut, kemudian ditotal skallingkan dan direskalling dengan menggunakan rumus
skalling. Hasil dari reskalling tersebut dapat peringkat dari tiap sektor, sehingga diketahui satu
sektor prioritas pilihan yaitu sektor pertanian dengan nilai reskalling sebesar 100.
5.5 Analisis Identifikasi Data Penelitian
Luas lahan Pertanian di Kabupaten Banyuwangi 125.785 Ha, yang terdiri dari tanah
sawah seluas 66.721 Ha; tanah tegal seluas 35.092 Ha; tanah pekarangan seluas 23.162 Ha;
irigasi tehnis seluas 61.996 Ha; irigasi setengah tehnis 557 Ha; irigasi sederhana seluas 3.552
Ha; dan tanah tadah hujan seluas 616 Ha.
Bila dilihat dari komoditas yang diusahakan lahan tersebut di atas umumnya ditanami
tanaman pangan dengan komoditas unggulan padi sawah, padi ladang, jagung, kedelai, ubi
kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kacang hijau. Sedangkan untuk komoditas hortikultura
buah-buahan yaitu manggis, durian, jeruk siam, pisang, dan jahe; sedangkan sayur-sayuran
meliputi bawang merah, bayam, buncis, cabe besar, cabe kecil, kacang panjang, kangkung,
ketimun, labu siam, sawi, terung, dan tomat.
Sonny Sumarsono, Penyusunan Data Base Pertanian Kabupaten Banyuwangi
14
Khusus untuk komoditas buah-buahan yang menjadi unggulan jika dilihat dari luas
lahan dan produksinya adalah pisang, jeruk, manggis,dan semangka.
Keberadaan komoditas tersebut tersebar di enam Kecamatan yaitu: Songgon;
Kalipuro; Glagah;Bangorejo; Pesanggaran dan Purwoharjo. Adapun pemasaran komoditas
buah-buahan tersebut hinga saat ini tidak menemui hambatan yang berarti. Disamping untuk
memenuhi pasar lokal, juga dipasarkan hingga ke luar daerah seperti Surabaya dan Bali.
Bahkan khusus buah manggis sudah di ekspor ke Australia dan Taiwan.
Selain buah-buahan tersebut di atas masih ada beberapa buah-buahan yang memungkinkan
untuk dikembangkan di masa mendatang, di antaranya lengkeng, durian, dan melon.
Untuk tanaman sayuran di Kabupaten Banyuwangi, pemasaran komditas sayuran
tersebut sudah ada yang di pasarkan di luar daerah Kabupaten Banyuwangi seperti tanaman
cabe besar dan kacang panjang. Secara terinci dijelaskan sebagai berikut:
a) Luas Area Panen, Produktivitas, dan Hasil Produksi Padi
Luas area panen padi terbesar tersebar di Kecamatan Cluring, Gambiran, Srono,
Rogojampi, Kabat, Singojuruh, Sempu, dan Songgon. Demikian pula hasil produksi terbesar
tersebar pada kecamatan tersebut. Luas panen tanaman padi tahun 2004 seluas 109.685 ha
terus meningkat menjadi 104.324 pada tahun 2005 dan 111.535 ha tahun 2006.
b) Luas Area Panen, Produktivitas, dan Hasil Produksi Jagung
Luas area panen jagung terbesar tersebar di Kecamatan Pesanggrahan, Siliragung,
Kalibaru, Kalipuro, dan Wongsorejo. Demikian pula hasil produksi terbesar tersebar pada
kecamatan tersebut. Luas panen tanaman jagung tahun 2004 seluas 18.780 ha, terus menurun
menjadi 17.897 pada tahun 2005 dan 15.734 ha tahun 2006.
c) Luas Area Panen, Produktivitas, dan Hasil Produksi Kedelai
Luas area panen kedelai terbesar tersebar di Kecamatan Pesanggrahan, Siliragung,
Purwoharjo, Tegaldlimo, Muncar, dan Srono. Demikian pula hasil produksi terbesar tersebar
pada kecamatan tersebut. Luas panen tanaman kedelai tahun 2004 seluas 36.537 ha, terus
meningkat menjadi 40.910 pada tahun 2005 dan 33.854 ha tahun 2006.
d) Luas Area Panen, Produktivitas, dan Hasil Produksi Ubi Kayu
Luas area panen ubi kayu terbesar tersebar di Kecamatan Muncar, Kalibaru, Kabat,
dan Wongsorejo. Demikian pula hasil produksi terbesar tersebar pada kecamatan tersebut.
Luas panen tanaman ubi kayu tahun 2004 seluas 2.848 ha, terus meningkat menjadi 2.924 ha
pada tahun 2005 dan 3.571 ha tahun 2006.
e) Luas Area Panen, Produktivitas, dan Hasil Produksi Ubi Jalar
Luas area panen ubi jalar terbesar tersebar di Kecamatan Kalibaru dan Glagah.
Demikian pula hasil produksi terbesar tersebar pada kecamatan tersebut. Luas panen tanaman
ubi jalar tahun 2004 seluas 891 ha, terus menurun menjadi 674 ha pada tahun 2005, dan naik
lagi menjadi 694 ha tahun 2006.
d) Luas Area Panen, Produktivitas, dan Hasil Produksi Kacang Hijau
Luas area panen kacang hijau terbesar tersebar di Kecamatan Wongsorejo. Demikian
pula hasil produksi terbesar tersebar pada kecamatan tersebut. Luas panen tanaman kacang
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009
15
hijau tahun 2004 seluas 5.386 ha, meningkat menjadi 5.771 ha pada tahun 2005, dan
menurun menjadi 5.488 ha tahun 2006.
e) Luas Area Panen, Produktivitas, dan Hasil Produksi Kacang Tanah
Luas area panen kacang tanah terbesar tersebar di Kecamatan Siliragung, Kalibaru,
Rogojampi, Glagah, Kalipuro, dan Wongsorejo. Demikian pula hasil produksi terbesar
tersebar pada kecamatan tersebut. Luas panen tanaman kacang tanah tahun 2004 seluas 2.749
ha, menurun menjadi 2.192 ha pada tahun 2005, dan menurun lagi menjadi 1.837 ha tahun
2006.
f) Luas Area Panen, Produktivitas, dan Hasil Produksi Kelapa Buah
Luas area panen kelapa buah terbesar tersebar di Kecamatan Muncar, Glenmore,
Singojuruh, Sempu, Songgon, Banyuwangi, Giri, dan Kalipuro. Demikian pula hasil produksi
terbesar tersebar pada kecamatan tersebut. Luas panen tanaman kelapa buah tahun 2004
seluas 24.225 ha, menurun menjadi 23.047 ha pada tahun 2005.
g) Luas Area Panen, Produktivitas, dan Hasil Produksi Kelapa Deres
Luas area panen kelapa deres terbesar tersebar di Kecamatan Glenmore, Genteng,
Kabat, Sempu, dan Songgon. Demikian pula hasil produksi terbesar tersebar pada kecamatan
tersebut. Luas panen tanaman kelapa deres tahun 2004 seluas 24.225 ha, menurun menjadi
1.103 ha pada tahun 2005.
h) Luas Area Panen, Produktivitas, dan Hasil Produksi Kopi
Luas area panen kopi terbesar tersebar di Kecamatan Pesanggrahan, Glenmore,
Kalibaru, Songgon, Licin, dan Kalipuro. Demikian pula hasil produksi terbesar tersebar pada
kecamatan tersebut. Luas panen tanaman kopi tahun 2004 seluas 3.279 ha, menurun menjadi
3.254,2 ha pada tahun 2005.
i) Luas Area Panen, Produktivitas, dan Hasil Produksi Buah-buahan
Luas area panen buah-buahan terbesar adalah jeruk siam (Kec. Bangorejo), manggis
(Kec. Kalipuro), pisang (Kec. Songgon), dan melon (Kec. Purwoharjo). Luas area panen
buah-buahan tersebut untuk jeruk siam 1.087 ha, manggis 152 ha, pisang 199 ha, dan melon
251 ha pada tahun 2005.
j) Komoditas Sayuran Unggulan Kacang Panjang
Kawasan sentra komoditas kacang panjang di Kabupaten Banyuwangi tersebar di
Kecamatan Srono, Rogojampi, Muncar, Glenmore, dan Singojuruh.
5.6 Hasil Produksi Peternakan
a) Populasi Unggas
Populasi ternak menurut kecamatan di Kabupaten Banyuwangi tahun 2006 untuk jenis
sapi perah yang terbanyak terdapat di Kecamatan Kalibaru (70 ekor) dan Genteng (19 ekor).
Jenis sapi potong populasi terbanyak terdapat di kecamatan Ronggojampi (9.698 ekor),
Wongsorejo (19.061 ekor) dan Kalipuro (12.049 ekor). Jenis Kuda populasi terbanyak
terdapat di kecamatan Kabat (153 ekor), Sempu (145 ekor), Wongsorejo (137 ekor) dan
Tegaldlimo (93 ekor).
Sonny Sumarsono, Penyusunan Data Base Pertanian Kabupaten Banyuwangi
16
Untuk jenis kerbau populasi terbanyak terdapat di kecamatan Glenmore (1.106 ekor),
Rogojampi (998 ekor), Singojuruh (813 ekor), Songgon (765 ekor), dan Kabat (738 ekor).
Jenis kambing populasi terbanyak terdapat di kecamatan Wongsorejo (4.681 ekor), Songgon
(3.392 ekor), Srono (3.115 ekor) dan Muncar (2.545 ekor). Jenis domba populasi terbanyak
terdapat di kecamatan Ronggojampi (6.698 ekor), Wongsorejo (6.555 ekor), Singojuruh
(2.869 ekor), Kalibaru (2.631 ekor), dan Glenmore (2.459 ekor). Jenis babi populasi
terbanyak terdapat di kecamatan Sempu (612 ekor), Genteng (401 ekor), dan Gambiran (200
ekor).
b) Pemotongan Ternak
Pemotongan ternak menurut kecamatan di Kabupaten Banyuwangi tahun 2006 untuk
jenis sapi potong yang terbanyak terdapat di Kecamatan Tegaldlimo (6.026 ekor),
Banyuwangi (3.565 ekor), Rogojampi (1.227 ekor), Genteng (1.094 ekor), Srono (995 ekor),
Muncar (914 ekor), dan Wongsorejo (864 ekor).
Jenis kambing populasi terbanyak terdapat di kecamatan Banyuwangi (3.136 ekor),
Cluring (2.317 ekor), Srono (1.609 ekor), Gambiran (1.579 ekor), Bangorejo (1.552 ekor),
dan Purwoharjo (1.368 ekor).
Jenis domba populasi terbanyak terdapat di kecamatan Cluring (2.314 ekor),
Purwoharjo (2.084 ekor), Tegaldlimo (2.019 ekor), Banyuwangi (1.348 ekor), dan Srono
(1.015 ekor). Jenis babi populasi terbanyak terdapat di Sempu (27 ekor) an Rogojampi (24
ekor).
c) Populasi Berdasarkan Jenis Unggas
Populasi ayam menurut kecamatan di Kabupaten Banyuwangi tahun 2006 untuk jenis
buras terbanyak terdapat di Kecamatan Srono (84.808 ekor), Rogojampi (81.232 ekor),
Wongsorejo (75.769 ekor), Purwoharjo (62.899 ekor), Kalipuro (58.000 ekor), dan Muncar
(51.253 ekor).
Untuk jenis ayam ras populasi terbanyak terdapat di kecamatan Gambiran (116.500
ekor), Rogojampi (100.000 ekor), Srono (95.000 ekor), dan Wongsorejo (78.500 ekor). Jenis
ayam ras pedaging populasi terbanyak terdapat di kecamatan Rogojampi (40.000 ekor),
Purwoharjo (27.000 ekor), Kalibaru (27.000 ekor), dan Kabat (27.000 ekor).
Untuk jenis itik populasi terbanyak terdapat di kecamatan Kabat 21.569 ekor),
Bangorejo (16.880 ekor), Singojuruh (13.519 ekor), Songgon (11.510 ekor), dan Glenmore
(11.420 ekor). Jenis entok populasi terbanyak terdapat di kecamatan Wongsorejo (5.010
ekor), Kalipuro (3.529 ekor), Singojuruh (2.519 ekor), Rogojampi (2.131 ekor), Srono (1.681
ekor), dan Muncar (1.169 ekor)
5.7 Hasil Produksi Perikanan
Letak geografis Kabupaten Banyuwangi yang mempunyai garis pantai yang begitu
panjang bahkan sepanjang Selat Bali, potensi ikan serta biota laut lainnya sudah dikenal sejak
dahulu di negeri ini. Pernah dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Gajah
Mada yang bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, memberikan indikasi
tentang melimpahnya berbagai jenis ikan dan biota laut yang terkandung didalamnya. Namun
dalam pengelolaannya masih jauh untuk bisa dikatakan optimal.
Pada tahun 2006 produksi dan nilai produksi ikan laut mengalami kenaikan. Yaitu
sebesar tiga kali lipat untuk total produksinya. Bila dipadukan dengan hasil penelitian UGM,
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009
17
terjadinya peningkatan produksi tersebut masih belum sebanding dengan ketersediaan yang
ada. Bahkan masih relatif cukup kecil bila dihitung terhadap ketersedia-an ikan dan biota laut
yang ada.
Umumnya para nelayan yang ada masih menggunakan cara-cara tradisional, meski
dengan cara-cara tradisional produksi yang telah diraih oleh para nelayan di kawasan pantai
Kabupaten Banyuwangi sudah bisa dikatagorikan sebagai jumlah produksi yang besar.
Bahkan bila dihitung nilainya dalam setahun bisa mencapai nominal miliaran rupiah. Selain
produksi ikan dan biota laut yang begitu melimpah ruah, jenis ikan air tawar juga mempunyai
produksi yang cukup tinggi. Ikan air tawar ini umumnya menyebar disetiap kecamatan.
Potensi Sumberdaya Perikanan Laut di Kabupaten Banyuwangi terdiri dari potensi
Sumberdaya Perikanan Selat Bali dan Samudera Indonesia dengan tingkat pemanfaatannya
masing-masing.
Selat Bali yang luasnya ± 960 mil2 dengan potensi maksimum lestari 46.400 ton/tahun
dengan basis utama Muncar sangat potensial dengan sumberdaya perikanan utamanya lemuru
dengan potensi penangkapan maksimum lestari sebesar 25.256 ton/tahun untuk ikan lemuru
sementara hasil produksi penangkapannya sebesar 26.125,048 ton/tahun sehingga
pemanfaatannya mencapai 103,44 % dan dinyatakan sudah sangat padat tangkap.
Potensi Sumberdaya Perikanan Samudera Indonesia dan Pemanfaatannya. Samudera
Indonesia yang luasnya 2 juta mil2
termasuk perairan ZEE 200 mil memiliki potensi sebesar
rata-rata 2,1 juta ton per tahun. Tingkat pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan di
perairan samodera Indonesia dengan basis penangkapan di Grajagan, Pancer, Rajegwesi dan
Lampon, sementara hasil produksi penangkapannya yaitu sebesar 1.364.724 Kg maka tingkat
pemanfaatannya baru mencapai 0,068 % sehingga sangat perlu ada peningkatan lagi untuk
mencapai tahapan optimal sesuai kemampuan daya dukungnya.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka kesimpulan dalam penelitian ini
sebagai berikut:
a) Hasil perhitungan LQ, CR dan DLQ menunjukkan bahwa terdapat 3 sektor prioritas yang
dapat diunggulkan terutama dalam konstribusi pendapatan daerah, yaitu: (1) sektor
pertanian (LQ = 2,44770, artinya LQ >1, artinya sektor pertanian merupakan sektor basis
pembangunan ekonomi di kabupaten Banyuwangi), (CR >0, sektor pertanian CR= -
0,0005, pertanian, CR=0,0003 sektor perdagangan, hotel dan restoran hall ini
menunjukkan kebijakan pembangunan untuk kebupaten Banyuwangi adalah penekanan
prioritas pertama pada sektor pertanian dan prioritas kedua adalah perdagangan, hotel dan
restoran; (b) sektor perdagangan, hotel dan restouran; dan (c) sektor pengangkutan dan
komunikasi.
b) Penyusunan Database Hasil Pertanian di Kabupaten Banyuwangi merupakan Sistem
Informasi data hasil produksi pertanian yang pada hakekatnya merupakan suatu sistem
dari semua bentuk kegiatan perolehan dan pengolahan data yang terkoordinasi,
terintegrasi dan saling berinteraksi dari seluruh aktivitas lingkup hasil produksi pertanian.
c) Tanaman pangan dengan komoditas unggulan di Kabupaten Banyuwangi terdiri dari: padi
sawah, padi ladang, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kacang hijau.
Sedangkan untuk komoditas hortikultura buah-buahan yaitu manggis, durian, jeruk siam,
Sonny Sumarsono, Penyusunan Data Base Pertanian Kabupaten Banyuwangi
18
pisang, dan jahe; sedangkan sayur-sayuran meliputi bawang merah, bayam, buncis, cabe
besar, cabe kecil, kacang panjang, kangkung, ketimun, labu siam, sawi, terung, dan tomat.
d) Khusus untuk komoditas buah-buahan yang menjadi unggulan jika dilihat dari luas lahan
dan produksinya adalah pisang, jeruk, manggis dan semangka. Keberadaan komoditas
tersebut tersebar di enam Kecamatan yaitu: Songgon, Kalipuro, Glagah, Bangorejo,
Pesanggaran dan Purwoharjo. Adapun pemasaran komoditas buah-buahan tersebut hinga
saat ini tidak menemui hambatan yang berarti. Disamping untuk memenuhi pasar lokal,
juga dipasarkan hingga ke luar daerah seperti Surabaya dan Bali. Bahkan khusus buah
manggis sudah di ekspor ke Australia dan Taiwan.
e) Selain buah-buahan tersebut di atas masih ada beberapa buah-buahan yang
memungkinkan untuk dikembangkan di masa mendatang, di antaranya lengkeng, durian,
dan melon.
f) Untuk tanaman sayuran di Kabupaten Banyuwangi, pemasaran komditas sayuran tersebut
sudah ada yang di pasarkan di luar daerah Kabupaten Banyuwangi seperti tanaman cabe
besar dan kacang panjang.
Implikasi Kebijakan dari hasil penelitian ini sebagai berikut:
Untuk memudahkan dan mengarahkan pembinaan dan pengembangan produk hasil
pertanian tanaman pangan unggulan perlu mengklasifikasikan produk komoditas tersebut
menjadi produk unggulan utama, produk unggulan prioritas dan potensi produk unggulan.
Rencana Jangka Pendek
Pada tahap ini sasaran utamanya adalah produk hasil pertanian tanaman pangan
unggulan prioritas utama seperti : komoditi padi, jagung, kedele, kacang panjang, ubi kayu
dan kacang hijau perlu diberi kemudahan baik dalam permodalan, perijinan maupun
informasi pemasaran.
Demikian pula komoditi unggulan buah-buahan (manggis, durian, pisang, jeruk siem
dan jahe) dan sayur-sayuran (cabe bear, cabe kecil dan tomat).
Kegiatan pembinaan dan pengembangan dititik beratkan pada peningkatan kualitas
dan kuantitas serta kontinuitas produk tersebut dengan kegiatan sebagai berikut :
a) Peningkatan jangkauan informasi pasar melalui radio pemerintah daerah dan radio
swasta serta media cetak.
b) Pembinaan dan pengembangan manajemen serta jiwa wira usaha dengan pelatihan
khusus yang bekerja sama dengan dinas terkait dan perguruan tinggi negeri maupun
swasta.
c) Pelatihan ketrampilan dan pengenalan teknologi pertanian tepat guna dalam rangka
meningkatkan mutu produk, jumlah produk, dan kontinuitas produk.
d) Peningkatan pemasaran melalui pameran dan promosi agar tercapai pasar yang lebih
luas, baik pasar lokal, nasional maupun pasar eksport.
e) Peningkatan lembaga permodalan di tingkat desa dalam rangka mempermudah
pemenuhan kebutuhan modal usaha.
f) Peningkatan peran koperasi/KUB dalam pelayanan bibit unggul, dan informasi pasar.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009
19
g) Penataan kembali kios dan pasar produk unggulan khususnya komoditas padi, jagung,
kedele, kacang panjang, ubi kayu dan kacang hijau perlu diberi kemudahan baik
dalam permodalan, perijinan maupun informasi pemasaran. Demikian pula komoditi
unggulan buah-buah (manggis, durian, pisang, jeruk siem dan jahe) dan sayur-sayuran
(cabe bear, cabe kecil dan tomat).
h) Meningkatkan jumlah hasil produksi komoditas pertanian tanaman pangan unggulan.
Rencana Jangka Menengah
Pada rencana jangka menengah ini di samping lebih memantapkan pembinaan dan
pengembangan produk komoditas tanaman pertanian unggulan, prioritas utama pada kegiatan
tahun kedua dan ketiga adalah :
a) Peningkatan jangkauan informasi pasar dan jangkauan pemasaran produk hasil
pertanian tanaman pangan unggulan ke luar jawa dan luar negeri.
b) Terus memantapkan manajemen kewirausahaan pengelolaan produk hasil pertanian
tanaman pangan unggulan.
c) Terus meningkatkan ketrampilan dan penguasaan teknologi pertanian tepat guna
dalam rangka meningkatkan mutu, jumlah serta kelangsungan produk.
d) Kegiatan pameran dan promosi terus ditingkatkan.
e) Memantapkan dan mengembangkan lembaga-lembaga perkreditan di Tingkat Desa
dalam rangka mempermudah pemenuhan kebutuhan modal usaha.
f) Memantapkan peran utama KUB dalam pelayanan sarana produksi dan pemasaran.
g) Memantapkan pola kemitraan yang meliputi kegiatan manajemen pengelolaan usaha,
permodalan dan pemasaran hasil usaha.
h) Peningkatan keterkaitan program/proyek/kegiatan berbagai sektor terkait dalam
rangka mendukung program pembinaan dan pengembangan produk hasil pertanian
tanaman pangan unggulan .
Membentuk Pemasaran Bersama (KUB)
Untuk mengefektifkan dan mengoptimalkan hasil produksi pertanian tanaman pangan
unggulan agar mudah mengakses pasar maka perlu dibentuk pemasaran bersama dalam
bentuk showroom/lokasi pasar yang dapat di menjual barang-barang produk unggulannya.
Tempat pemasaran bersama tidak harus berbentuk pertokoan yang berupa bangunan
tembok, tetapi dapat berupa tempat pasar rakyat yang berada di tempat strategis. Adanya
pasar rakyat tempat pemasaran bersama bersama, diharapkan sekitar pasar rakyat tersebut
nantinya akan tumbuh pertokoan yang memasarkan berbagai produk hasil pertanian tanaman
pangan unggulan.
Strategi pengembangan komoditas pertanian tanaman pangan unggulan dapat dilakukan
melalui peningkatkan kemampuannya dalam meningkatkan jaringan usaha jaringan usaha
(cooperative network). Hal tersebut merupakan wujud dari hasil keterkaitan integratif baik
antar sesama pengusaha komoditi hasil pertanian, maupun berdasar “kemitra-usahaan” antara
Sonny Sumarsono, Penyusunan Data Base Pertanian Kabupaten Banyuwangi
20
pengusaha komoditi pertanian tanaman pangan unggulan dengan perusahaan milik swasta
dan perusahaan milik negara.
Kebijaksanaan tersebut dilakukan dalam rangka untuk memperkokoh tumbuh dan
berkembangnya komoditi pertanian tanaman pangan unggulan sebagai gerakan ekonomi
pedesaan di kabupaten Banyuwangi. Hal ini merupakan salah satu cara untuk mengatasi
kesesenjangan pendapatan di tengah-tengah masyarakat.
Jaringan Kegiatan Usaha Bersama (KUB) yang tangguh bagi pengusaha komoditi
pertanian tanaman pangan unggulan dapat memperkokoh bargaining position usahanya di
tengah-tengah perkembangan ekonomi yang sangat cepat. Perkembangan tersebut menuntut
seriap pelaku usaha komoditi pertanian tanaman pangan unggulan untuk mampu bertahan
dan survive di dalam situasi dan kondisi apapun.
KUB yang sudah ada ditempat pelaku usaha pertanian tanaman pangan unggulan
dapatnya pemerintah Kabupaten Banyuwangi mengefektifkan dengan cara memperkuat
keberadaan kelembagaan tersebut. Caranya bisa dengan memberikan pelatihan bagi para
anggotanya maupun dengan memberikan infromasi yang tepat dan cepat sesuai kebutuhan
anggota KUB.
Menjalin Kemitraan
Pembinaan pada para pengusaha komoditi pertanian tanaman pangan unggulan
sesunguhnya tidak selalu berupa bantuan modal uang, jika ada kometmen keberpihakan.
Dengan karakter bisnis yang sangat dinamis, para pengusaha tersebut hanya membutuhkan
iklim usaha yang kondusif, aturan yang tidak birokratis sehingga lebih efisien dan sedikit
kemauan membantu memperbesar pendanaan.
Salah satu altenatip pemberdayaan terhadap para pengusaha komoditi pertanian
tanaman pangan unggulan dalam jangka pendek, adalah perlu diadakan pendidikan
manajemen sederhana, menjaga kedekatan dengan pelaku usaha tani tersebut, melakukan
subcontracting dan pelatihan penerapan teknologi.
Pendidikan manajemen sederhana harus diberikan kepada pelaku usaha komoditi
pertanian tanaman pangan unggulan agar mampu mengembangkan usahanya dan
memasarkan hasil produksinya.
Pendekatan dengan pelaku usaha pertanian tanaman pangan unggulan dengan
diadakan semacam pertemuan pada setiap periode tertentu untuk bertukar pengalaman dan
pengetahuan untuk mengembangkan usaha masing-masing. Pelatihan penerapan teknologi
pertanian untuk menjaga konsistensi mutu dan mampu secara cepat menyesuaikan diri
terhadap tuntutan perubahan permintaan di masyarakat.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sebagai fasiltator bentuk-bentuk kerja sama antar
UKM komoditi pertanian tanaman pangan unggulan - pengusaha besar, dengan melakukan
subcontracting yang prinsipnya adalah mengkaitkan (likages) usaha tani tersebut denganl
usaha yang lebih besar dan sudah mapan.
Keterkaitan antar petani dengan usaha yang lebih besar didasarkan pada hubungan
yang saling menguntungkan, dimana bagi perusahaan besar dapat melakukan proses produksi
dengan lebih efisien dan bagi para pengusaha komoditi pertanian tanaman pangan unggulan,
sehingga dapat terbantu untuk meningkatkan bisnisnya.
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009
21
DAFTAR PUSTAKA
Azis. 2004. Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: LPFEUI
Budiharsono, S. 2002. Perencanan Pembangunan Wilayah. Jakarta: FE UI
Glasson, John. 2000. Pengantar Perencanaan Regional. Jakarta: LPFEUI.
Hadjisaroso, Poernomosidi. 2000. Konsep Dasar Pengembangan Wilayah. Jakarta: DPU.
Kadariah. 2001. Ekonomi Perencanaan. Jakarta: LPFEUI.
Kamaluddin, Rustian. 2002. Beberapa Aspek Pelaksanaan Kebijaksanaan Pengembangan
Daerah. Jakarta: LPFEUI.
Muljana, B.S, 2003. Permasalahan Ruang dan Telaah Ekonomi Regional: dalam Iwan Jaya
Azis dan Hendra Esmara. Jakarta: Gramedia
Pebrina, Intan Yudistri. 2005. Analisis Pusat Pertumbuhan Ekonomi Pada Tingkat Kecamatan
di Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Kajian Ekonomi. Vol. IV Nomor 1.
Tahun 2005 : 81 – 103.
Rangkuti. 2003. Analisis SWOT. Jakarta: Airlangga
Sihotang, Paul. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional. Edisi Revisi. Jakarta: BPFEUI.
Spillane, James. 2000. Ekonomi Regional. Jakarta: UT.
Sumodiningrat. 2004. Metodologi Penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta: Graha Ilmu
Taringan, Robinson. 2004. Ekonomi Regional. Jakarta: Bumi Aksara.
---------, Robinson. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Yusuf, Maulana. 2001. Model Rasio Pertumbuhan (MRP) sebagai Salah Satu Alat Analisis
Alternatif dalam Perencanaan Wilayah dan Kota, Aplikasi Model: Wilayah Bangka
– Belitung. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Vol XLVIL. Nomor 2.
Tahun 2001 : 219 – 233.
Yuwono. 2003. “Penentuan Sektor Unggulan Daerah Menghadapi Implimentasi UU 22/1999
dan UU 25/1999”, Kritis, Nov. XII No 2. Yogyakarta
Warpani, dkk. 2003. Materi Pokok Ekonomi Perencanaan II. Jakarta: Karunika UT