Upload
adi-kurniadi
View
493
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
I. PENDAHULUAN
Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan
dengan perkembangan sosial budaya manusia di bumi. Proses pewarisan dan pengembangan budaya
manusia yang bersumber dan berpedoman pada ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al
Qur`an dan terjabar dalam Sunnah Rasul bermula sejak Nabi Muhmmad SAW menyampaikan ajaran
tersebut pada umatnya.
Pembahasan tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dibagi dalam lima
periodisasi, yaitu periode pembinaan pendidikan Islam pada masa Nabi Muhammad SAW, periode
pertumbuhan pendidikan Islam yang berlangsung sejak Nabi Muhammad SAW wafat sampai masa
akhir Bani Umayyah, periode kejayaan (puncak perkembangan) pendidikan Islam yang berlangsung
sejak permulaan Daulah Abbasiyah sampai jatuhnya Baghdad, periode kemunduran pendidikan Islam,
yaitu sejak jatuhnya Baghdad sampai jatuhnya Mesir ke tangan Napoleon yang ditandai dengan
runtuhnya sendi-sendi kebudayaan Islam dan berpindahnya pusat-pusat pengembangan kebudayaan
ke dunia Barat dan periode pembaharuan pendidikan Islam yang berlangsung sejak pendudukan Mesir
oleh Napoleon sampai masa kini yang ditandai dengan gejala-gejala kebangkitan kembali umat dan
kebudayaan Islam.
Dalam makalah ini akan dibahas Sejarah Pendidikan Islam pada masa Al-Hadi sampai Al-Ma’mun
yang berlangsung sejak permulaan Daulah Abbasiyah yang diwarnai oleh berkembangnya ilmu aqliyah
dan timbulnya madrasah serta memuncaknya perkembangan kebudayaan Islam.
Pembahasan pada masa ini merupakan rangkaian pembahasan Sejarah Peradaban Islam,
Karena pada hakikatnya suatu peristiwa sejarah seperti halnya Sejarah Pendidikan Islam selalu
berkaitan dengan peristiwa lainnya yang saling berhubungan yang mengakibatkan terjadinya rentetan
peristiwa serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat.
Semoga dengan makalah ini pembaca dapat menambah pengetahuan tentang peristiwa sejarah
khususnya Sejarah Pendidikan Peradaban pada Masa Al-Makmun.
PERADABAN ISLAM DI MASA AL-HADI (147H/764-786M)
Khalifah Bani Abbasiyah ke-4 yang memerintah antara tahun 785-786 M,menggantikan
ayahnya, Al-Mahdi.Nama Musa bin Muhammad bin Abu Ja’far Abdullah bin Muhammad bin Ali bin
Abdullah bin Abbas BIN Abdul Muthalib ,terkenal dengan nama Abu Muhammad ,dan bergelar Al-
Hadi,yang berarti mendapat petunjuk atau penerangan.Lahir di Rayytahun 147 H,dan merupakan putra
sulung Khalifah Al Mahdi.Seperti ayahnya (Al-Mahdi),ia sangat terbuka kepada semua orang di
negerinya dan mengijinkan orang-orang awam untuk mengunjunginya di istana Baghdad untuk
berbicara dengannya.Ia dianggap sebagai penguasa yang selalu mendapat penerangan dan
melanjutkan gerakan progresif dari para pendahulunya.Ia berkuasa hanya satu tahun, pada masanya
banyak terjadi konflik militer,diantaranya pemberontakan yang di akukan oleh Husain bin Ali bin
Hasan ,saat Husein menyatakan dirinya sebagai khalifah di Madina.Al-Hadi dapat memadamkan
pemberontakan Husein dan kebanyakan pendukungnya.Namun saudara Husein (Idris) melarikan diri
ke Maroko,dimana kemudian mendirikan Negara dinasti Idrisiyah.Al-Hadi juga harus memadamkan
pemberontakan khwarij(Khrijite) dan juga harus berhadapan dengan serbuan Byzantium.
Musa Al-Hadi (785-786 M) menjabat Khalifah Abbasiyah keempat menggantikan
ayahnya,Khalifah Al-Mahdi.Ia menjalankan pemerintahannya hanya satu tahun tiga bulan(169-170
H).Ketika ayahnya wafat,Musa Al-Hadi sedang berada di pesisir pantai laut kaspia.Saudaranya Harun
Ar-Rasyid bertindak mewakilinya untuk mengambil baiat dari seluruh tentara.Mendengar berita
wafatnya sang ayah Musa Al-Hadi kembali ke Bagdhad dan berlangsunglah baiat secara umum.Pusat
perhatian umat Musa Al-Hadi ketika menjabat khalifah adalah membasmi kaum Zindiq.Kelompok ini
berkembang sejak pemerintahan ayahnya,Al-Mahdi.Secara umum kelompok ini lebih mirip ajaran
komunis yang ingin menyamakan kepemilikan harta.Tetapi mereka sering tidak menampakan
ajarannya secara terang-terangan .Ini yang menyebabkan kaum muslimin susah membasminya.
Walau demikian,di akhir pemerintahan Al-Mahdi,kelompok ini semakin merebak dengan melakukan
kegiatan bawah tanah.Untuk itu,Khalifah Musa Al-Hadi tidak mau ambil resiko.Dengan tegas ia
memerintahkan pasukannya untuk membasmi kelompok ini sampai ke akar-akarnya.
Tantangan tehadap Khalifah Musa Al-Hadi tak hanya muncul dari kaum Zindiq.Di daerah hijaz
muncul sosok Husain binAli bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib.Ia mendapatkan sambutan dari
masyarakat karena masih keturunan Ali bin Abi Thalib.Bahkan kelompok ini sempat memaklumatkan
berdirinya Dulah Alawi di Tanah Hijaz.
Karena gubernur setempat tak mampu mengatasinya,Musa Al-Hadi segera mengirimkan pasukan
cukup besar dari Bagdhad yang di pimpin oleh Muhammad bin Sulaiman.Mulanya pihak Sulaiman
menawarkan perdamaian .Namun karena tak mencapai kata mufakat,akhirnya terjadilah pertempuran
di suatu tempat antara Madiah dan Makkah yang di enal dengan nama Fakh.
Husain bun Ali tewas dalam peperangan itu.Kepalanya di bawa ke hadapan khalifah Musa Al-Hadi dan
di kebumikan di Bagdhad.Sisa-sisa pasukan Husain di kejar,sebagian melarikan diri keluar Hijaz.
Tak terlalu banyak perkembangan yang terjadi di masa pemerintahan Musa Al-Hadi .Usia
pemerintahannya pun tidak terlalu lama.Ia meninggal dunia pada malam sabtu 16 rabiul awwal 170
H.Konon kemangkatannya itu tidak wajar.Ibunya,Khaizuran yang masih keturunan Iran dianggap teralu
sering mencampuri urusan pemerintahan.Hal itu tidak di senangi leh sang khalifah.
Konon sering terjadi pertentangan antara keduanya,ia pun dibunuh.Imam As-Suyuthi
memaparkan banyak versi tentang tewasnya Musa Al-Hadi .Ada yang mengatakan sang khalifah atuh
dari jurang dan tertancap pada sebtang pohon.Ada juga yang mengatakan ia meninggal karena radang
usus hingga perutnya bernanah.Riwayat lain mengatakan,ia di racun oleh ibunya sendiri.Sebagaimana
di ketahui,ibunya adalah orang yang sangat berpengaruh dan sering mengurusi hal yang sangat
penting seputar stana.Para utusan banyak yang datang ke kediaman ibunya .Melihat hal itu,Musa Al-
Hadi marah.Terjadi pertengkaranantara dirinya dan ibunya.Seperti dikisahkan As-Suyuthi ,Musa Al-
Hadi mengirimkan makan beracun kepada ibunya.Begitu menerima makanan itu,ibunya langsung
memberikannya kepada seekor anjing.Seketika binatang itu mati.
Setelah mengetahui niat busuk anaknya ,sang ibu berencana untuk membunuh anaknya yang durhaka
itu.Dengan menggunakan selendang,ia membungkam wajah Musa Al-Hadi hinngga kehilangan nafas
dan mati.Dalam versi lain di riwayatkan bahwa Al-Hadi di racun oleh ibunya di karenakan ibunya lebih
menginginkan Harun Ar-Rasyid yang menjadi khalifah.
PERADABAN ISLAM DI MASA KHULAFAUR RASYIDIN
Setelah masa Khulafaur Rasyidin, kekhalifahan Islam dipegang oleh sejumlah dinasti. Mulai
dari Bani Umayyah, kemudian dinasti Abbasiyah, Fathimiyah, hingga Turki Usmani.Masing-masing
memiliki corak dan model pemerintahan yang berbeda. Namun, tujuannya satu, yakni menyebarkan
dakwah Islam ke seluruh dunia.Salah satu kekhalifahan Islam yang mampu mencapai puncak kejayaan
adalah Dinasti Abbasiyah, yang berkedudukan di Baghdad, Irak.Di bawah kepemimpinan Harun Ar-
Rasyid, wilayah kekuasaan Islam semakin menyebar luas, mulai dari Timur Tengah, Eropa, Asia,
Afrika, hingga sebagian benua Amerika.Era keemasan Islam (The Golden Age of Islam) tertoreh pada
masa kepemimpinannya. Perhatiannya yang begitu besar terhadap kesejahteraan rakyat serta
kesuksesannya mendorong perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, perdagangan,
politik, wilayah kekuasaan, serta peradaban Islam telah membuat Dinasti Abbasiyah menjadi salah
satu negara adikuasa dunia pada abad ke-8 M.Yang lebih fenomenal lagi, dalam usianya yang belum
genap 20 tahun, Harun Ar-Rasyid sudah memimpin 95 ribu pasukan beserta para pejabat tinggi dan
jenderal veteran dalam pertempuran melawan orang-orang Romawi. Karena kecakapannya dalam
memimpin negeri, wilayah kekuasaan Islam pun semakin meluas.Nama lengkapnya adalah Harun bin
Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas. Panggilannya adalah Abu
Ja'far dan julukannya adalah Ar-Rasyid (orang yang mendapatkan petunjuk). Konon, Harun Ar-Rasyid
adalah khalifah yang berperawakan tinggi, berkulit putih, dan tampan.Dia dilahirkan pada bulan Maret
763 M di Rayy, Teheran, Iran. Namun, ada juga versi lain yang menyebutkan dia dilahirkan pada bulan
Februari 766 M. Ayahnya, Al-Mahdi bin Abu Ja'far Al-Mansur, adalah khalifah Abbasiyah ketiga.
Ibunya, Khaizuran, adalah seorang wanita sahaya dari Yaman yang dimerdekakan dan dinikahi Al-
Mahdi.
Harun Ar-Rasyid diangkat sebagai khalifah kelima Dinasti Abbasiyah dan memerintah antara
tahun 786 hingga 803 M. Dia adalah raja agung pada zamannya. Kehebatannya banyak dibandingkan
dengan Karel Agung (724-814 M) di Eropa.Sebelum dibaiat sebagai khalifah, dia adalah Gubernur
Maroko, Azerbaijan, dan Armenia. Sang ibu sangat berpengaruh dan berperan besar dalam
kepemimpinan Harun Ar-Rasyid.Sejak belia, ia sudah ditempa dengan pendidikan agama Islam dan
pemerintahan di lingkungan istana. Salah satu gurunya yang paling populer adalah Yahya bin Khalid
(salah seorang menteri pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid).Berbekal pendidikan yang
memadai, ia tumbuh menjadi seseorang yang terpelajar. Harun Ar-Rasyid memang dikenal sebagai
sosok yang berotak encer, berkepribadian kuat, dan fasih dalam berbicara. Karenanya, ketika tumbuh
menjadi seorang remaja, dia sudah mulai diterjunkan ayahnya dalam urusan
pemerintahan.Kepemimpinan Harun Ar-Rasyid ditempa sang ayah ketika dipercaya memimpin
ekspedisi militer yang terdiri atas 95 ribu pasukan untuk menaklukkan Bizantium sebanyak dua kali.
Ekspedisi militer pertama dipimpinnya pada 779-780 M.Sementara dalam ekspedisi kedua yang
dilakukannya pada 781-782 M, ia memimpin pasukannya hingga ke pantai Bosporus.Saat melakukan
ekspedisi militer itu, ia didampingi oleh para pejabat tinggi dan jenderal veteran. Dari mereka pula,
Harun banyak belajar tentang strategi pertempuran.Sebelum dinobatkan sebagai khalifah, Harun
didaulat ayahnya menjadi gubernur di As-Siafah tahun 779 M dan di Maghrib pada 780 M. Dua tahun
setelah menjadi gubernur, sang ayah mengukuhkannya sebagai putra mahkota untuk menjadi khalifah
setelah saudaranya, Musa Al-Hadi.Pada 14 September 786 M, Harun Ar-Rasyid akhirnya menduduki
takhta tertinggi di Dinasti Abbasiyah sebagai khalifah kelima dan berkuasa hingga akhir hayatnya.
Sang khalifah tutup usia pada 24 Maret 809 M di Tus, Khurasan, Irak, pada usia yang terbilang muda,
46 tahun.Meski begitu, pamor dan popularitasnya masih tetap melegenda hingga kini. Namanya juga
diabadikan sebagai salah satu tokoh dalam kitab 1001 malam yang amat populer. Pemimpin yang baik
akan tetap dikenang sepanjang masa. Setelah meninggal, ia digantikan oleh putranya, Al-Amin (809-
813 M).Ar-Rasyid meninggal ketika menumpas pemberontakan yang terjadi di khurasan yang di pimpin
oleh Rafi ibn Laith.
Pencapaian yang di raih oleh Harun Ar-Rasyid :
Membangun kota Baghdad dengan bangunan-bangunan yang megah
Membangun tempat-tempat peribadatan
Membangun sarana pendidikan, kesenian, kesehatan, dan perdagangan
Mendirikan Baitul Hikmah sebagai lembaga penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi,
perpustakaan, dan penelitian
Membangun majelis Al-Muzakarah, yakni lembaga pengkajian masalah-masalah keagamaan yang
diselenggarakan di rumah, mesjid, dan istana
Munculnya Daulah Aghalibah
809-813 (Jumadil Akhir 194 H-Muharram 198 H)
PERADABAN ISLAM DI MASA AL-AMIN
Khalifah ke-6 dari dinasti Abbasiyah, di Baghdad. Ia menggatikan ayahnya (Harun al rasyid)
sebagai khalifah pada tahun 809, dan berkuasa hingga ia terbunuh pada tahun 813 M.
Nama Muhammad bin Harun al rasyid, dan bergelar Al Amin. Dalam suksesi, harun Ar rasyid
memutuskan pergantian kekuasaan putranya selama haji di Mekah, Al Amin akan menerima jabatan
sebagai khalifah dan Al Ma’mun akan menjadi gubernur Khurasan di Persia timur, dan setelah Al Amin
meninggal, menurut keputusan Harun, sabagai penggantinya adalah Al Ma’mun.
Setelah Harun meninggal ada tahun 809 M, Al Amin kemudian dibaiat sebagai khalifah.
Setelah berkuasa, Al Amin kemudian mengumumkan putranya, Musa, yang akan menggantikannya
ketika ia meninggal. Hal ini menyebabkan perang saudara. Lebih lanjut permusuhan diantara ara
saudara tersebut digerakan oleh para ibu mereka masing-masing.
Al Ma’mun yang ibunya berasal dari persia dan jabatannya sebagai gubernur militer Khurasan,
menerima dukungan dari persia. Penduduk dataran tinggi Iran bersatu mendukungnya, dibawah jendral
terpercaya, Thahir bin Husain (w. 822 M), memimpin pasukannya ke Irak.Karena terdesak, Al Amin
memohon ibunya, Zubaidah, menengahi pergantian kekuasaan dan memperjuangkan maksudnya.
Tetapi Zubaida menolak untuk melakukannya, dan akhirnya Al Amin mengundurkan diri pada tahun
813 M. Tetapi Jendral Thahir bin Husain dapat menguasa Baghdad, dan memenggal Al Amin ada
tahun itu.Al - Amin menghadapi kerusuhan di Suriah . Dia mengirim Abd al - Malik ibn Salih untuk
memulihkan ketertiban di sana. Ada pertempuran sengit dan Abd al - Malik meninggal. Al - Amin dikirim
Ahmad bin Mazyad dan Abdallah ibn Humaid timur , masing-masing dengan tentara ( al- Tabari v 31 p .
100 mengatakan masing-masing memiliki 20.000 orang ) . Namun, agen Tahir menabur perselisihan
dan dua tentara berperang melawan satu sama lain.Al - Amin menghadapi pemberontakan di Baghdad
yang dipimpin oleh putra Ali bin Isa Husain . Ini ditumpas dan Husain terbunuh . Tahir mengambil
Ahwaz dan menguasai Bahrayn dan bagian Arab. Basra dan Kufah bersumpah setia kepada al-
Ma'mun . Tahir maju di Baghdad dan mengalahkan kekuatan dikirim melawan dia . Di Mekah , Dawud
bin Isa mengingatkan jamaah bahwa al - Amin telah menghancurkan suksesi janji Harun ar Rashid dan
memimpin mereka dalam sumpah setia kepada Al - Mamun .Di karenakan pada masa
pemerintahannya Al-Amin terlalu banyak bersenda gurau dan berfoya-foya maka tidak ada pencapaian
kemajuan dalam pemerintahannya.Setelah meninggalnya Al-Amin,jabatan kepemimpinannya di
gantikan oleh Al-Makmun
II. RUMUSAN MASALAH
Riwayat Hidup Al-Makmun?
Perluasan Daerah Islam Selama Pemerintahan Al-Makmun?
Sistem Ketatanegaraan Al-Makmun?
Bagaimana Masa kejayaan al-Makmun?
III. PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup Al-Ma’mun
Al-Makmun Abdullah Abu Al-Abbas bin Ar-Rasyid, dilahirkan pada tahun 170 H, tepat pada
malam jum’at di pertengahan bulan Rabi’ul Awwal. Pada malam itu bersamaan dengan kematian Al-
Hadi dan digantikan oleh ayahnya, Ar-Rasyid.
Ibunya adalah mantan budak yang kemudian dikawini oleh ayahnya. Namanya Murajil, dia meninggal
saat masih dalam keadaan nifas setelah melahirkan Al-Ma’mun, sejak kecil Al-Ma’mun telah belajar
banyak ilmu. Dia menimba ilmu hadits dari ayahnya dari Hasyim, dari Ibad bin Al-Awam, dari Yusuf bin
‘Athiyyah, dari Abu Mu’awiyah adh-Dharir, dari Ismail bin ‘Aliyah, Hajjaj Al-A’war dan Ulama-ulama lain
di zamannya.
Al-Yazidi adalah orang yang menggemblengnya. Dia sering kali mengumpulkan para fukaha
dari berbagai penjuru negeri. Dia memiliki pengetahuan yang sangat luas dalam masalah fiqih, ilmu
bahasa arab, dan Sejarah umat manusia. Saat dia menjelang dewasa, dia banyak bergelut dengan
ilmu filsafat dan ilmu-ilmu yang pernah berkembang di yunani sehingga membuatnya menjadi seorang
pakar dalam bidang ilmu ini. Ilmu filsafat yang dia pelajari telah menyeretnya kepada pendapat yang
menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk.
Dia adalah tokoh Bani Abbasiyyah yang paling istimewa dalam kemauannya yang kuat, kesabaran,
keluasan ilmu, kecemerlangan ide, kecerdikan, kewibawaan, keberanian dan ketolerannya. Dia
memiliki kisah hidup panjang yang penuh dengan kebaikan-kebaikan. Sayangnya jejak kehidupannya
yang demikian baik sedikit tercemari dengan peristiwa yang menggemparkan saat dia mengatakan
bahwa Al-Qur’an adalah makhluk.
Tidak seorang pun dari khalifah Bani Abbasiyyah yang lebih pintar darinya. Dia adalah seorang
pembicara yang fasih dan singa podium yang lantang. Tentang kefasihannya dia berkata, “Juru bicara
mu’awiyah adalah ‘Amr bin Ash, juru bicara Abdul Malik adalah Hajjaj, dan juru bicara saya adalah diri
saya sendiri.” Disebutkan bahwa di dalam Bani Abbas itu ada Fatihah (pembuka), wastilah (penengah),
dan Khatimah (penutup). Adapun pembukanya adalah As-Saffah, penengahnya adalah Al-Makmun
dan penutupnya adalah Al-Mu’tadhid.
B. Perluasan Daerah Islam Selama Pemerintahan Al-Ma’mun
Al-Makmun Khalifah Penyokong Ilmu Pengetahuan dan menempatkan para intelektual dalam
posisi yang mulia dan sangat terhormat. Di era kepemimpinannya, Ke khalifahan Abbasiyah menjelma
sebagai adikuasa dunia yang sangat disegani. Wilayah kekuasaan dunia Islam terbentang luas mulai
dari Pantai Atlantik di Barat hingga Tem bok Besar Cina di Timur. Dalam dua dasawarsa
kekuasaannya, sang khalifah juga berhasil menjadikan dunia Islam sebagai penguasa ilmu
pengetahuan dan peradaban di jagad raya.
Khalifah Abbasiyah ketujuh yang mengantarkan dunia Islam pada puncak penca paian itu bernama Al-
Ma’mun. Ia di kenal sebagai figur pemimpin yang dianuge rahi intelektulitas yang cemerlang. Ia
menguasai beragam ilmu pengetahuan. Kemampuan dan kesuksesannya mengelola pemerintahan
dicatat dengan tinta emas dalam sejarah peradaban Islam.
Berkat inovasi gagasannya yang brilian, Baghdadibu kota Abbasiyah menjadi pusat kebudayaan dunia.
Sang khalifah sangat menyokong perkembangan aktivitas keilmuan dan seni. Perpustakaan Bait Al-
Hikmah yang didirikan sang ayah, Khalifah Harun Ar-Rasyid disulapnya menjadi sebuah universitas
virtual yang mampu menghasilkan sederet ilmuwan Muslim ng melegenda.
Khalifah yang sangat cinta dengan ilmu pengetahuan itu mengundang para ilmuwan dari beragam
agama untuk datang ke Bait Al-Hikmah. Al-Ma’mun menempatkan para intelektual dalam posisi yang
mulia dan sangat terhormat. Para filosof, ahli bahasa, dokter, ahli fisika, matematikus, astronom, ahli
hukum, serta sarjana yang menguasai ilmu lainnya digaji dengan bayaran yang sangat tinggi.
Dengan insentif dan gaji yang sangat tinggi, para ilmuwan itu dilecut sema ngatnya untuk
menerjemahkan beragam teks ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa seperti Yunani, Suriah, dan San
sekerta. Demi perkembangan ilmu pengetahuan, Al-Ma’mun mengirim seorang utusan khusus ke
Bizantium untuk mengumpulkan beragam munuskrip termasyhur yang ada di kerajaan itu untuk
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Ketika Kerajaan Bizantium bertekuk lutut terhadap pemerintahan Islam yang dipimpinnya, sang khalifah
memilih untuk menempuh jalur damai. Tak ada penjarahan terhadap kekayaan intelektual Bizantium,
seperti yang dilakukan peradaban Barat ketika menguasai dunia Islam. Khalifah Al-Ma’mun secara
baikbaik meminta sebuah kopian Almagest atau al-kitabu-l-mijisti (sebuah risalah tentang matematika
dan astronomi yang ditulis Ptolemeus pada abad kedua) kepada raja Bizantium.
C. Sistem Ketatanegaraan Al-Makmun
Al-Makmun pengganti Ar-Rasyid, dikenal sebagai Khalifah yang sangat cinta kepada ilmu.
Pada masa pemerintahannya penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-
buku Yunani beliau Menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain
yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karyanya yang terpenting adalah
pembangunan bait al-hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan
perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Makmun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan
dan ilmu pengetahuan.
Untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan saat itu, Khalifah Al-Makmun memperluas
Baitul Hikmah (Darul Hikmah) yang didirikan ayahnya, Harun Ar-Rasyid, sebagai Akademi Ilmu
Pengetahuan pertama di dunia. Baitul Hikmah diperluas menjadi lembaga perguruan tinggi,
perpustakaan, dan tempat penelitian. Lembaga ini memiliki ribuan buku ilmu pengetahuan.
Lembaga lain yang didirikan pada masa Al-Makmun adalah Majalis Al-Munazharah sebagai
lembaga pengkajian keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, masjid-masjid, dan istana
khalifah. Lembaga ini menjadi tanda kekuatan penuh kebangkitan Timur, di mana Baghdad mulai
menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan dan puncak keemasan Islam.
Sayangnya, pemerintahan Al-Makmun sedikit tercemar lantaran ia melibatkan diri sepenuhnya dalam
pemikiran-pemikiran teologi liberal, yaitu Muktazilah. Akibatnya, paham ini mendapat tempat dan
berkembang cukup pesat di kalangan masyarakat.
Kemauan Al-Makmun dalam mengembangkan ilmu pengetahuan tidak mengenal lelah. Ia ingin
menunjukkan kemauan yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat tradisi Yunani. Ia
menyediakan biaya dan dorongan yang kuat untuk mencapai kemajuan besar di bidang ilmu. Salah
satunya adalah gerakan penerjemahan karya-karya kuno dari Yunani dan Syria ke dalam bahasa Arab,
seperti ilmu kedokteran, astronomi, matematika, dan filsafat alam secara umum.
Ahli-ahli penerjemah yang diberi tugas Khalifah Al-Makmun diberi imbalan yang layak. Para
penerjemah tersebut antara lain Yahya bin Abi Manshur, Qusta bin Luqa, Sabian bin Tsabit bin Qura,
dan Hunain bin Ishaq yang digelari Abu Zaid Al-Ibadi.
Hunain bin Ishaq adalah ilmuwan Nasrani yang mendapat kehormatan dari Al-Makmun untuk
menerjemahkan buku-buku Plato dan Aristoteles. Al-Makmun juga pernah mengirim utusan kepada
Raja Roma, Leo Armenia, untuk mendapatkan karya-karya ilmiah Yunani Kuno yang kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Selain para pakar ilmu pengetahuan dan politik, pada Khalifah Al-Makmun muncul pula sarjana Muslim
di bidang musik, yaitu Al-Kindi. Khalifah Al-Makmun menjadikan Baghdad sebagai kota metropolis
dunia Islam sekaligus pusat ilmu pengetahuan, pusat kebudayaan, peradaban Islam, dan pusat
perdagangan terbesar di dunia selama berabad-abad lamanya.
D. Masa Kejayaan Al-Makmun
Puncak kejayaan dinasti Abbasiyah terjadi pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid dan anaknya
Al-Makmun (813-833M). Setelah ayahnya memerintah negara dalam keadaan makmur, kekayaannya
melimpah, dan keamanan terjamin, walaupun masihn adan juga pemberontakan.
Dalam fase keemasan inilah lahir berbagai ilmu Islam, dan telah diterjemahkan berbagai ilmu penting
kedalam bahasa Arab.Ilmu-ilmu umum masuk kedalam Islam melalui terjemahan dari bahasa Yunani
dan Persia ke dalam bahasa Arab, disamping bahasa india. Pada masa pemerintahan Al-Makmun,
pengaruh Yunani sangat kuat. Di antara para penerjemah yang masyhur saat itu adalah Hunain bin
Ishak, seorang kristen Nestorian yang banyak menerjemahkan buku-buku berbahasa Yunani ke
bahasa Arab. Ia menerjemahkan kitab Republik dari Plato, dan kitabKatagori, Metafisika, Magna
Moralia dari Aristoteles.
Lembaga pendidikan dimasa dinasti Abbasiyah mengalami perkembangan dan kemajuan sangat
pesat. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi
yang sudah berlaku sejak masa bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Disamping
itu kemajuan tersebut paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu sebagai berikut:
1. Terjadi asimilasi antara bahasa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami
perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
2. Gerakan penerjemahan dilakukan dalam tiga fase. Fase pertama pada Khalifah Al-Mansyur hingga
Khalifah Harun Ar-Rasyid dan Fase kedua berlangsung mulai Khalifah Al-Makmun hingga Tahun 300
H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang Filsafat dan kedokteran pada fase
ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas, selanjutnya
bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.
IV. KESIMPULAN
Dari deskripsi di atas dapat di simpulkan bahwa dalam dinasti abbasiyah yaitu kurun waktu
kekhalifahan Al-Hadi sampai dengan Al-Makmun telah terjadi empat kali pergantian
kepemimpinan,yaitu:
Masa pemerintahan Al-Hadi dari tahun 169 – 170 H kemudian di gantikan oleh saudaranya yang
bernama Harun Ar-Rasyid dari tahun 170 – 193 H setelah itu di gantikan oleh anaknya yang bernama
Al-Amin dari tahun 193 – 198 H.
Walaupun dalam kurun waktu yang tidak cukup lama tetapi telah terjadi perubahan kemajuan dalam
islam yang sangat significant terutama di masa kepemimpinana Al-Mamun yang merupakan khalifah
abbasiyah yang ke tujuh dikarenakan Al-Makmun adalah sosok yang memiliki keluasan
ilmu,kesabaran,kecemerlangan ide,kecerdikan,kewibawaan,keberanian serta ketolerannya.
V. PENUTUP
Demikianlah makalah sejarah peradaban islam di masa Al-Makmun ini saya sampaikan,saya telah
berusaha maksimal dalam penulisan makalah ini,jika masih ada kesalahan dan kekurangan di dalam
nya kritik dan saran yang konstruktif senantiasa saya nantikan sebagai bahan evaluasi.Semoga
makalah ini dapat member manfaat bagi kita semua.
Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Amin, Samsul,Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2009. cet. I
As-Suyuthi, Imam, Tarikh Al-Khlafa’, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000.
Hajmy, A., Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1986. cet. III
Yatim, Badri, Sejarah Peraddaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003. Cet XV.
http://alkisahteladan.blogspot.com/2009/09/al-mamun-khalifah-penyokong-ilmu.html
http://abihafiz.wordpress.com/2011/05/19/daulah-abbasiyah-al-makmun-khalifah-pengembang-sains/
[1] Imam As-Suyuthi, Tarikh Al-Khlafa’, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000), hlm. 369-370
[2]http://alkisahteladan.blogspot.com/2009/09/al-mamun-khalifah-penyokong-ilmu.html
[3] Badri Yatim, Sejarah Peraddaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003. Cet XV “hal.68
[4]http://abihafiz.wordpress.com/2011/05/19/daulah-abbasiyah-al-makmun-khalifah-pengembang-sains/
[5] Samsul Amir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, Amzah: 2009), cet. I “hal. 144
[6] A. Hajmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta, PT. Bulan Bintang: 1986), hal.214 cet. III
[7] Samsul Amir Amin, Op. Cit, hal. 145-146