10
A. Pendahuluan Rendahnya produktifitas tanaman di Indonesia salah satunya disebabkan masih minimnya petani yang menerapkan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada areal pertaniaannya, sehingga kerugian hasil akibat serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), terutama hama dan penyakit tanaman cukup besar. Umumnya dalam pengendalian hama penyakit petani akan menggunakan produk kimia yang dapat menimbulkan beberapa masalah seperti resistensi OPT terhadap pestisida sintetis, residu pestisida, pencemaran lingkungan dan lain-lain. Berbagai dampak negatif penggunaan pestisida terhadap agroekosistem dan adanya kesadaran akan perlunya kualitas lingkungan hidup yang tinggi dari pemerintah dan masyarakat, melatar belakangi diterapkannya prinsip pengendalian hama terpadu (PHT). Pengendalian Hama Terpadu atau PHT adalah pengendalian hama yang menggunakan semua teknik dan metode yang sesuai dengan cara-cara yang harmonis, dan dapat menekan populasi hama dibawah ambang batas ekonomi Salah satu prinsip PHT ialah dengan penggunaan agen hayati dalam pengendalian hama penyakit. Penggunaan agen hayati diyakini memiliki kelebihan karena sesuai dengan prinsip keseimbangan ekosistem. Memanfaatkan musuh alami dari hama dan penyakit pengganggu tanaman pertanian.

Peran Agen Hayati dalam Menjaga Keseimbangan Ekologi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Peranan Musuh Alami dalam Mengendalikan Populasi Hama Pengganggu Tanaman Pertanian

Citation preview

A.Pendahuluan

Rendahnya produktifitas tanaman di Indonesia salah satunya disebabkan masih minimnya petani yang menerapkan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada areal pertaniaannya, sehingga kerugian hasil akibat serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), terutama hama dan penyakit tanaman cukup besar. Umumnya dalam pengendalian hama penyakit petani akan menggunakan produk kimia yang dapat menimbulkan beberapa masalah seperti resistensi OPT terhadap pestisida sintetis, residu pestisida, pencemaran lingkungan dan lain-lain.

Berbagai dampak negatif penggunaan pestisida terhadap agroekosistem dan adanya kesadaran akan perlunya kualitas lingkungan hidup yang tinggi dari pemerintah dan masyarakat, melatar belakangi diterapkannya prinsip pengendalian hama terpadu (PHT). Pengendalian Hama Terpadu atau PHT adalah pengendalian hama yang menggunakan semua teknik dan metode yang sesuai dengan cara-cara yang harmonis, dan dapat menekan populasi hama dibawah ambang batas ekonomi Salah satu prinsip PHT ialah dengan penggunaan agen hayati dalam pengendalian hama penyakit. Penggunaan agen hayati diyakini memiliki kelebihan karena sesuai dengan prinsip keseimbangan ekosistem. Memanfaatkan musuh alami dari hama dan penyakit pengganggu tanaman pertanian.

Oleh sebab itu, pengetahuan akan hal ini perlu disebarluaskan agar masyarakat semakin paham mengenai pengendalian hama secara terpadu terutama bagi petani. Dalam paper ini akan dibahas mengenai ruang lingkup ekosistem pertanian yang meliputi rantai makanan, musuh alami, serta agen pengendali hayati.

B.Pembahasan

1.Ekosistem Pertanian

Dalam suatu ekosistem, terjadi hubungan timbal balik antar-organisme dan juga lingkungannya. Hubungan yang terjadi di antara organisme atau individu tersebut cukup kompleks dan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Hubungan antara unsur hayati dan juga non-hayati tersebut kemudian bermuara pada suatu sistem ekologis yang kemudian kita sebut eksosistem. Dan di dalam pola interaksi hubungan tersebut ikut melibatkan terjadinya siklus biogeokimia, sejumlah aliran energi dan juga rantai makanan. Pengertian rantai makanan tak lain adalah serangkaian proses beralihnya energi dari sumbernya yakni tumbuhan melalui organisme yang memakan dan yang dimakan.

Bagian terpenting pada suatu ekosistem (pertanian) adalah adanya musuh alami yang berperan mengendalikan hama yang menjadi titik penting dalam budidaya tanaman. Budidaya tanaman monokultur dapat mendorong ekosistem pertanian rentan terhadap organisme serangga hama. Salah satu pendorong meningkatnya serangga pengganggu adalah tersedianya makanan terus menerus sepanjang waktu dan di setiap tempat. Untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan maka tindakan mengurangi serangan hama melalui pemanfaatan musuh alami serangga dan meningkatkan keanekaragaman tanaman seperti penerapan tumpang sari, rotasi tanaman dan penanaman lahan-lahan terbuka sangat perlu dilakukan karena meningkatkan stabilitas ekosistem serta mengurangi resiko gangguan hama (Altieri & Nicholls,1999 cit. Tobing, 2009).

Ekosistem dapat lebih beranekaragam apabila kultur teknisnya diperbaiki. Cara kultur teknis merupakan pengelolaan lingkungan yang bertujuan agar lingkungan tersebut tidak mendukung berkembangnya hama dan atau sesuai untuk hidupnya musuh alami. Contoh, untuk mengurangi serangan hama kubis, salah satu cara kultur teknis yang telah diketahui yaitu menggunakan tanaman perangkap. Rape (B. campestris ssp. oleifera) dan sawi jabung (B. juncea) dapat digunakan sebagai tanaman perangkap P. xylostella dan C. binotalis serta membantu meningkatkan populasi parasitoid Diadegma semiclausum Hellen (Sastrosiswojo, 1997 cit. Permadi dan Sastrosiswojo, 1993).

Dalam ekosistem pertanian musuh alami atau natural enemies berperan untuk mengendalikan populasi hama di pertanian sehingga kerusakan yang ditimbulkan dapat ditekan atau bahkan dikurangi sehingga tidak melampaui ambang ekonomi. Sebagai gambaran, sistem rantai makanan pada ekosistem pertanian ini meliputi produsen, konsumen, serta dekomposer. Tanaman pertanian merupakan produsen yang menghasilkan makanan sendiri yang kemudian akan dimakan oleh konsumen tingkat satu, yang dalam hal ini adalah hama. Di alam sebenarnya sudah ada konsumen tingkat kedua yang akan memakan konsumen pertama dan seterusnya. Konsumen tingkat dua tersebut tidak lain adalah musuh alami bagi hama tanaman, dengan begitu akan terjadi keseimbangan dalam ekologi tersebut.

2.Agen Hayati

Pengertian agen hayati menurut FAO (1988) adalah mikroorganisme, baik yang terjadi secara alami seperti bakteri, cendawan, virus dan protozoa, maupun hasil rekayasa genetik (genetically modified microorganisms) yang digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Pengertian ini kemudian dilengkapi dengan definisi menurut FAO (1997), yaitu organisme yang dapat berkembang biak sendiri seperti parasitoid, predator, parasit, artropoda pemakan tumbuhan, dan patogen.

Mengingat pentingnya pengembangan agen hayati dalam pertanian, Indonesia pun mengeluarkan definisi melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 411 tahun 1995, yaitu setiap organisme yang meliputi spesies, subspesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikoplasma, serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian, dan berbagai keperluan lainnya.

Pemanfaatan agen hayati untuk mengendalikan patogen masih populer baik di dalam maupun luar negeri. Pengendalian hayati pada dasarnya adalah usaha untuk memanfaatkan dan menggunakan musuh alami sebagai pengendali populasi hama yang merugikan. Pengendalian hayati dilihat dari aspek ekologi adalah suatu fase dari pengendalian secara alami.

Pengendalian hayati adalah pengendalian OPT dengan melibatkan peranan musuh alami dari OPT tersebut, pengertian lain menyebutkan bahwa pengendalian hayati pada dasarnya merupakan pengendalian populasi OPT dengan menggunakan populasi agen hayati. Populasi OPT berupa populai hama, populasi patogen tanaman, atau populasi gulma. Populasi agen hayati berupa populasi predator, populasi parasitoid, populasi entomopatogen, populai antagonis, populasi pemakan gulma, dan sebagainya. Pengendalian hayati ini dilakukan dengan cara mengkondisikan populasi agen hayati (musuh alami) untuk menyerang populasi OPT, dengan harapan populasi musuh alami dapat mengalahkan populasi OPT (Mudita, 2012).

Pengendalian hayati akhir-akhir ini juga banyak mendapat perhatian dunia dan sering kali dibicarakan di dalam seminar atau kongres, serta ditulis dalam naskah jurnal atau pustaka, khususnya yang berkaitan dengan penyakit tanaman. Pengendalian penyakit tanaman dengan menggunakan agen pengendali hayati muncul karena kekhawatiran masyarakat dunia akibat penggunaan pestisida kimia sintetis. Adanya kekhawatiran tersebut membuat pengendalian hayati menjadi salah satu pilihan cara mengendalikan patogen tanaman yang harus dipertimbangkan (Soesanto, 2008).

Sistem kerja pengendalian hayati menurut Baker, dan Cook dalam Anggraini 2008, dilakukan penurunan kepadatan inokulum atau aktifitas patogen atau parasit dalam keadaan aktif atau dorman, oleh satu atau lebih organisme secara alami atau melalui manipilasi lingkungan, inang, antagonis, atau introduksi massal dari satu atau lebih antagonis. Pengendalian secara hayati ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya melalui praktek atau budidaya pengelolaan hayati dengan menciptakan suatu lingkungan yang sesuai dengan antagonis maupun inangnya. Selain itu dengan pemuliaan tanaman dapat meningkatkan resistensi tanaman terhadapa pathogen, serta dengan introduksi massal antagonis, ras, non-patogen, dan organisme atau agen berguna lainnya (Lewis dan Papavizas dalam Mujoko dkk, 2005).

Penggunaan agen hayati dalam pengendalian OPT mempunyai beberapa keunggulan antara lain tidak berdampak negatif terhadap lingkungan, tidak memusnahkan musuh alami bagi OPT tertentu, mencegah timbulnya ledakan OPT sekunder, produk bebas residu pestisida, tidak mengganggu kesehatan manusia, dan dapat menurunkan biaya produksi, karena aplikasi dapat dilakukan seklai dalam satu musim tanam (Margiono, 2002, dalam Tombe).

Dalam sistem perbanyakan agen hayati, contohnya terdapat dua macam teknologi untuk pengembangan agen pengendali hayati jenis jamur atau cendawan yaitu dengan menggunakan media cair dan padat. Pengembangan media cair menggunakan media ekstrak kentang gula dan media padat menggunakan media jagung.

C.Penutup

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal antara lain :

1. Bagian terpenting pada suatu ekosistem (pertanian) adalah adanya musuh alami yang berperan mengendalikan hama yang menjadi titik penting dalam budidaya tanaman

2. Dalam ekosistem pertanian musuh alami berperan untuk mengendalikan populasi hama di pertanian sehingga kerusakan yang ditimbulkan dapat ditekan atau bahkan dikurangi

3. Pengertian agen hayati menurut FAO (1988) adalah mikroorganisme, baik yang terjadi secara alami seperti bakteri, cendawan, virus dan protozoa, maupun hasil rekayasa genetik yang digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT)

4. Peran agen hayati dalam menjaga keseimbangan ekologi adalah sebagai musuh alami bagi hama tanaman yang merugikan pertanian.

Daftar Rujukan

Adnan, A.M. 2011. Manajemen Musuh Alami Hama Utama Jagung. Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia.

Fitriya, Nila. 2013. Strategi Pengembangan Usaha Perbanyakan Agens Hayati Pada Ppah Sumber Alam Lestari [Skripsi]. Malang. Universitas Brawijaya Malang. Jurusan Agrikultur Sosial Ekonomi.

Mulyani, Leni. 2010. Implementasi Sistem Pertanaman Kubis:Kajian Terhadap Keragaman Hama Dan Musuh Alami [Skripsi]. Surakarta. Universitas Sebelas Maret. Jurusan/Program Studi Agronomi.

http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-249-pentingnya-melestarikan-musuh-alami-.html

http://www.gerbangpertanian.com/

http://www.wikipedia.org