141
i PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PEMBUATAN DESA PITUSUNGGU KECAMATAN MA’RANG KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN. SKRIPSI Untuk memenuhi sebagai persyaratan Untuk mencapai derajat sarjana S-1 Program study Ilmu Pemerintahan OLEH ACHMAD SYAUKANI ABDHY E12111259 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016

PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

i

PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PEMBUATAN

DESA PITUSUNGGU KECAMATAN MA’RANG KABUPATEN PANGKAJENE

DAN KEPULAUAN.

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagai persyaratan Untuk mencapai derajat sarjana S-1 Program study Ilmu Pemerintahan

OLEH

ACHMAD SYAUKANI ABDHY

E12111259

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016

Page 2: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

ii

Page 3: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

iii

Page 4: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas

segala limpahan rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan nikmat

kesehatan dan hikmat kepada penulis sehingga penelitian ini dapat

diselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.

Penulisan skripsi dengan judul “Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

dalam Pembentukan Peraturan Desa Pitusunggu Kecamatan Ma’rang

Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan” merupakan salah satu syarat untuk

menyelesaikan studi sarjana strata satu (S1) pada Program Studi Ilmu

Pemerintahan Jurusan Ilmu Politik Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan

Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar.

Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Besar

Muhammad Saw. Manusia pilihan terbaik dalam peradaban zaman

dikarenakan perjuangan beliau membawa panji risalah suci Islam dari zaman

jahiliyah menuju zaman yang bertaburkan aroma bunga firdaus. Semoga suri

tauladan beliau senantiasa mewarnai dan menafasi segala derap langkah

dan aktivitas kita.

Serta selalu doa yang teriring oleh kedua orang tua penulis sehingga

penulis bisa seperti ini sampai sekarang, teruntuk Ayahanda tercinta, Abdi

Nur S.Sos yang telah mendidik serta membesarkan penulis dengan penuh

kasih sayang. Dan untuk ibunda tercinta Inalindhari Abdi yang telah

Page 5: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

v

melahirkan dan membesarkan penulis sampai saat ini. Penulis bukanlah apa-

apa tanpa kalian. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan

kesehatan kepada beliau.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penulisan ini

masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat

mengharapkan saran dan kritik yang membangun yang berguna untuk

penyempurnaan selanjutnya. Penulis telah banyak menerima masukan,

bimbingan dan bantuan selama penulis mengikuti perkuliah di Jurusan Politik

Pemerintahan Prodi Ilmu Pemerintahan Fisip Unhas. Oleh sebab itu pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu, MA selaku Rektor Universitas

Hasanuddin yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

mengikuti pendidikan pada program S1 Universitas Hasanuddin.

2. Bapak Prof. Dr. Andi Alimuddin M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin beserta seluruh stafnya

3. Dr. H. Andi Samsu Alam, M.Si selaku ketua jurusan Ilmu Politik

Pemerintahan dan segenap Dosen pengajar dan staf pegawai di

lingkungan FISIP UNHAS khususnya jurusan Ilmu Politik dan

Pemerintahan yang pernah memberikan ilmu dan bantuan kepada

penulis.

4. Dr. Hj. Nurlinah, M.Si selaku ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan

dan segenap Dosen pengajar dan staf pegawai di lingkungan FISIP

Page 6: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

vi

UNHAS khususnya Prodi Ilmu Pemerintahan yang pernah memberikan

ilmu dan bantuan kepada penulis.

5. Bapak Dr.Hj. Rabina Yunus M.Si selaku pembimbing 1 dan bapak

Dr.Andi M. Rusli M.SI selaku pembimbing 2 yang telah meluangkan

waktu untuk membimbing penulis dari awal proposal hingga skripsi ini

selesai.

6. Terima Kasih untuk segala pihak yang terlibat dalam hal ini

Pemerintah Kabupaten Pangkajene dan kepulauan, pemerintah

kecamatan Ma’rang, Pemerintah Desa Pitusunggu, Badan

Permusyawaratan Desa (BPD)Desa Pitusunggu dan para informan

serta pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan semua yang sudah

membantu dan memberikan kontribusi kepada penulis selama

penyusunan skripsi.

7. Saudara-saudara penulis, Kak Ririn yang telah banyak membimbing

dan mendidik penulis selama ini, serta untuk adik Afan dan adik Zie

yang telah merelakan waktunya untuk memenuhi Kebutuhan Penulis.

8. Terima kasih untuk Nurindah Putri Iriana atas sumbangsih waktu,

tenaga dan perhatiannya selama ini. Semoga Allah senantiasa

membalas segala yang telah kau berikan untuk penulis.

9. Terima Kasih untuk sahabat-sahabat semasa sekolah di SMAN 1

Merauke Kabupaten Merauke, dan teristimewa untuk anak-anak

Page 7: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

vii

Serikat IPA 1 “Sepatu”. Terimakasih untuk waktu kalian untu mengukir

sedikit cerita dari kebersamaan kita di masa putih abu-abu.

10. Terima kasih untuk saudara-saudara seperjuangan Enlightment 2011,

Muh. Nurul Arifin “Kepala Suku”, Andis Rasyid, Assyam Siddiq W.G.,

M. Nur Fadholul Hijja, Gusti Zulkarnain T., Haryono Ansar, Hugo

Itamar, Wismoyo Ade Saputro, Adithia Anbar, Nurul Hilal Bahnar,

Adhyatma Pratama, A. Munzir Muin, M. Rijal, Amirullah Umar, Hendry

Gunawan, Marwin, Muhammad Amirul Haq, Dody Prasetyo, Heri

Gazali, Noer Gemilang S., Amril Pratama, Arman, Muh. Ade Fatria,

Ahmad Syaukani, Dewi Puspita Sari, Dwi Putri Maharani, Nila Tri

Agustin, Ayuni Syamsu, Nursamsi Dwi Safitri, Sahriwana Nawir, A.

Fadillah Wulandari, Nurul Soleha, Hardiyanti Kadir, Sulfiati Fahri, A.

Tenri Wulang, Eka Kurniawati, A. Tenri Ummu, Novitasari Bendatu, A.

Nur Mughni, Nadia Indriana T., Zulfiani Mas’ud, Delfawati Nadir,

Khairina Almirah Rivai, Indriani Pallawa, Resky Widya Arlini dan Sri

Indriani Novi. Terima kasih atas tangis, canda tawa, dan cerita yang

telah kalian berikan. Kalian telah menjadi salah satu catatan sejarah

hidup bagi Penulis. Penulis beruntung telah dipertemukan dengan

Kalian. Otonomi 2011, TETES DARAH MILITAN

11. Keluarga besar HIMPUNAN MAHASISWA ILMU PEMERINTAHAN

Respublika 2006, Renessaince 2007, Glasnost 2008, Aufklarung 2009,

Page 8: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

viii

Volksgeist 2010, Enlightment 2011, Fraternity 2012, Lebensraum

2013, Fidelitas 2014. Salam Merdeka Militan!

12. Terima kasih untuk teman-teman KKNers Gel.90 kecamatan Takkalasi

Terkhusus untuk “Ochy, Ali, Iqbal, Aso, Coppy Anwar kanda Qibal,

yang telah menjadi Kordes-kordes handal dalam membantu saya

menjalankan tugas-tugas korcam selam KKN. Terima Kasih telah

menjadi keluarga dan saudara yang baik walaupun dalam waktu yang

singkat.

13. Terimakasih untuk teman-teman di Distro ACO Makassar yang telah

mengisi hari-hari saya selama menjalankan proses kuliah di Makassar,

serta kepada Kanda-Kanda yang telah banyak memberikan pelajaran

tentang arti hidup di kota ini,

Akhirnya segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dapat

menjadi karunia yang tidak terhingga dalam hidupnya. Penulis telah

berupaya dengan semaksimal mungkin dalam penyelesaian skripsi ini,

namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun

tata bahasa, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Kiranya isi skripsi

ini bermanfaat dalam memperkaya khasanah ilmu pendidikan dan juga dapat

dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi peneliti selanjutnya yang

berminat meneliti hal yang sama.

Page 9: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

ix

Sekian dan Terima Kasih.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, 20 Mei 2015

Penulis

Page 10: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

x

INTISARI

Achmad Syaukani Abdi, E12111259. Program Studi Ilmu Pemerintahan jurusan Politik Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PEMBUATAN PERATURAN DESA PITU SUNGGU KECAMATAN MA’RANG KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN. Dibimbing oleh Pembimbing I, Dr. Hj. Rabina Yunus M.Si. dan Pembimbing II, Dr. Andi M. Rusli M.Si.

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui Peran Badan permusyawaratan Desa (BPD) dalam Pembuatan peraturan Desa Pitusunggu Kecamatan Ma’rang Kabupaten pangkajene dan kepulauan terkhusus Tentang Pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu No.1 tahun 2015 tentang anggaran Pendapatan Dan Belaja Desa (APBDesa). Penelitian ini berlangsung kurang lebih 1 bulan dan berlokasi di Desa Pitusunggu Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, studi dokumen, studi pustaka dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan peran BPD dalam pembentukan peraturan Desa Pitusunggu Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkajene dan kepulauan, yaitu mengetahui bagaimana kinerja BPD dalam proses pembuatan peraturan di desa, apakah mereka paham tentang teknisi pembuatan perturan di desa sesuai dengan aturan perundang-undangan yang telah ada di Indonesia.

Adapun tahap pembuatan peraturan di Desa Pitusunggu yang terbagai menjadi 3 tahap yaitu; (a) tahap inisiasi, (B)sosio-politis dan(C) tahap yuridis. Selain itu adapun faktor yang mempengaruhi peran Badan Permusyawaratan Desa dalam Pembuatan peraturan Desa Pitusunggu terdiri dari faktor pendukung yakni rekruitmen atau sistem pemilihan anggota BPD,masyarakat desa Pitusunggu dan faktor social budaya yang ada di desa Pitusunggu,serta adapun Faktor penghambat Dalam pembuatan Peraturan di Desa Pitusunggu yakni kurangnya kordinasi Pemerintah Desa dengan BPD pitusunggu dalam Proses pengumpulan Aspirasi, serta lamannya pemerintah kabupaten dalam mengevaluasi peraturan yang elah di tetapkan.

Page 11: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

xi

ABSTRAC

Syaukani Achmad Abdi,E12111259.Program Political Science

Department of Government Administration , Faculty of Social and

Political Sciences, University of Hasanuddin. CONSULTATIVE BOARD

ROLE OF VILLAGE (BPD) REGULATION IN THE MAKING VILLAGE SUB

Pitu Sunggu MA'RANG Pangkajene Islands Regency. Guided by the

Supervisor I, Dr. Hj. Rabina Yunus M.Sc. and Advisor II, Dr. Andi M.

Rusli M.Sc.

This research was conducted with the aim to determine the role of the

village consultative Agency (BPD) in the District Pitusunggu Village Adoption

Ma'rang especially its Pangkajene Islands Regency Village Regulations

About Making Pitusunggu 1 2015 on budgetary Revenue and Expenditure

Village (APBDesa). The study lasted approximately one month and is located

in the village of Pitusunggu Pangkajene Islands Regency. This type of

research is descriptive type by using the techniques of data collection was

done by using interviews, document studies, literature study and observation.

The results showed BPD role in the formation of village regulations

Pitusunggu Ma'rang District Subdistrict Pangkajene and islands, is to know

how the performance of BPD in the rulemaking process in the country,

whether they know about the manufacturing technician perturan in the village

in accordance with the rules of law existing in Indonesia.

The stage of rulemaking in the village Pitusunggu which is divided into

three stages, namely: (A) initiation, (B) the socio-political and (C) juridical

stage. Moreover as for factors that affect the role of Village Consultative Body

in Adoption Village Pitusunggu consists of factors supporting the recruitment

or the electoral system in the BPD, the village community Pitusunggu and

social factors of culture in the village Pitusunggu, as well as for inhibiting

factors in the manufacture of the Regulation in the village Pitusunggu namely

the lack of coordination with BPD pitusunggu Village government in the

process of gathering aspiration, and its homepage district government in

evaluating rules elah in charge..

Page 12: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ...........................................................................

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................

KATA PENGANTAR ........................................................................... iv

INTISARI .............................................................................................

ABSTRACT .........................................................................................

DAFTAR ISI ........................................................................................ ix

DAFTAR TABEL ................................................................................. xii

DAFTAR BAGAN ................................................................................

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian .....................................................................

1.4 Manfaat penelitian.................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 9

2.1 Teori Formulasi Kebijakan ....................................................... 9

2.2 Otonomi Desa .......................................................................... 11

2.3 Badan Permusyawaratan Desa ............................................... 13

2.4 Peraturan Desa ........................................................................

i

ii

iii

iv

x

xi

xiv

xv

xvi

1

1

6

7

7

8

8

14

18

21

Page 13: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

xiii

2.5 Proses Legilasi Peraturan Desa ..............................................

2.6 Kerangka Konseptual .............................................................. 20

BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 23

3.1 Lokasi Penelitian ...................................................................... 23

3.2 Tipe dan Dasar Penelitian ....................................................... 24Jenis Data 25 26

3.3 Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 27

3.4 Informan ..................................................................................

3.5 Jenis dan sumber Data ........................................................... 28

3.6 Definisi Operasional .................................................................

3.7 Analisis Data ............................................................................

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 30

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................

4.1.1 Visi dan Misi Desa Pitusunggu .....................................

4.1.2 Kondisi Umum Desa Pitusunggu ..................................

4.1.3 Keadaan Sosial Ekonomi ..............................................

4.1.4 Sarana dan Prasarana desa ........................................

4.1.5 Pemerintahan Desa ...................................................... 34

4.1.6 Badan Permusyawaratn Desa ......................................

4.2 Peran Badan Permusyarawatan Desa dalam pembuatan

peraturan desa Pitusunggu Kecamatan Ma’rang Kabupaten

Pangkajene dan Kepulauan ....................................................

25

30

31

31

31

32

33

34

34

40

42

42

43

44

46

49

54

56

59

Page 14: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

xiv

4.2.1 Tahap Inisiasi ................................................................

4.2.2 Tahap Sosio-Politis .......................................................

4.2.3 Tahap Yuridis ................................................................

4.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Fungsi Badan

Permusyawaratan Desa Dalam Pembuatan Peraturan Desa .

4.3.1 Faktor Pendukung .........................................................

4.3.2 Faktor Penghambat .....................................................

BAB V PENUTUP .............................................................................. 79

5.1 Kesimpulan .............................................................................. 79

5.2 Saran ........................................................................................ 82

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 84

60

83

92

100

100

`104

107

107

110

111

LAMPIRAN………………………………………………………………..

Page 15: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

xv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

4.1

4.2

4.3

4.4

4.5

4.6

4.7

4.8

4.9

4.10

4.11

4.12

4.13

4.14

Wilayah Administrasi Desa Pitusunggu ..............................................

Perbandingan Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis

Kelamin ............................................................................................... 79

Perbandingan Tingkat Kesejahteraan penduduk Desa

Pitusunggu .......................................................................................... 79

Perbandingan Persentase Mata Pencaharian Penduduk

Desa Pitusunggu .................................................................................

Sarana Umum Desa Pitusunggu ........................................................

Sarana Pendidikan Desa Pitusunggu .................................................

Sarana Keagamaan Desa Pitusunggu .............................................

Prasarana Transportasi Desa Pitusunggu ..........................................

Kualitas Jalan Desa Pitusunggu .........................................................

Profil BPD Desa Pitusunggu…………………………………...

Peran Pemerintah Desa Pitusunggu Dalam Musyawarah

Dusun ..................................................................................................

Absensi Rapat Gabungan Desa Pitusunggu ......................................

Absensi Rapat Pembahasan ..............................................................

Peran BPD Desa Pitusunggu dalam Tahap Yuridis ........................... Absensi Rapat Gabungan Desa Pitusunggu Absensi Rapat Gabungan Desa Pitusunggu

46

47

47

48

49

50

51

52

53

58

73

79

88

99

Page 16: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

xvi

DAFTAR BAGAN

Nomor Halaman

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Bagan Kerangka Konseptual ...............................................................

Struktur Pemerintah Desa Pitusunggu ................................................

Struktur BPD Desa Pitusunggu ...........................................................

Alur Tahap Inisiasi ...............................................................................

Peran Pemerintah Desa Pitusunggu dan Alur dari Musyawarah

Tingkat RT ...........................................................................................

Alur Musyawarah Tingkat Dusun ........................................................

Peran Pemerintah Desa Pitusunggu Dalam Musyawarah

Tingkat Dusun .....................................................................................

Peran Pemerintah Desa Pitusunggu dan Alur pengumpulan

aspirasi masyarakat ............................................................................. 79

Alur Tahap Sosio-Politis ......................................................................

Alur Tahap Yuridis ...............................................................................

40

55

57

62

68

71

75

77

85

93

Page 17: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

xvii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Peta Administrasi Kecamatan Ma’rang ............................................... 79

Page 18: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh

hampir seluruh negara di dunia termasuk di Indonesia. Salah satu pilar

demokrasi adalah prinsip Trias Politica yang membagi tiga kekuasaan politik

dalam sebuah negara yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hal ini bertujuan

untuk mewujudkan lembaga negara yang independen dan berada dalam

tingkatan yang sejajar antara satu sama lain. Kesejajaran dan independensi

ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini

bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip Checks

and Balances.

Lembaga legislatif merupakan salah satu bagian dari prinsip Trias

Politica. Lembaga ini memiliki kewenangan dalam menjalankan kekuasaan

legislatif atau kewenangan dalam membuat dan menetapkan peraturan

perundang-undangan. Legislatif dalam sistem presidensial adalah cabang

pemerintahan yang sama dan bebas dari lembaga eksekutif. Dibeberapa

negara lembaga legislatif dikenal dengan beberapa nama yaitu Parlemen

ataupun Kongres sedangkan di Indonesia sendiri, untuk tingkat pusat dikenal

dengan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR. Tidak hanya di tingkat pusat,

Page 19: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

2

provinsi ataupun kota/kabupaten bahkan lembaga legislasi pun hadir ditingkat

pemerintahan terkecil yakni desa.

Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,

selanjutnya di sebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki

batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa

masyarakat, hak asal usul dan atau hak tradisonal yang di akui dan di

hormati dalam sistem pemerintahan negara kesatuan republik Indonesia (UU

RI No.6 Tahun 2014 pasal 1 ayat 1). Hal ini menunjukkan bahwa selain

menganut demokrasi, di desa juga memiliki otonominya sendiri yang diakui

dan dihormati dalam sistem pemerintahan Indonesia. Otonomi desa bukanlah

menunjuk pada otonomi pemerintah desa semata-mata, tetapi juga otonomi

masyarakat desa dalam menentukan diri mereka dan mengelola apa yang

mereka miliki untuk kesejahteraan mereka sendiri. Otonomi desa berarti juga

memberi ruang yang luas bagi inisiatif dari desa. Kebebasan untuk

menentukan dirinya sendiri dan keterlibatan masyarakat dalam semua

proses baik dalam pengambilan keputusan berskala desa, perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan maupun kegiatan-kegiatan lain yang dampaknya

akan dirasakan oleh masyarakat desa sendiri.

Demi mewujudkan demokrasi dan otonomi di tingkat desa maka

dibentuklah lembaga yang serupa dengan lembaga legislatif yang disebut

dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai salah satu unsur

Page 20: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

3

penyelenggara pemerintahan di desa. Hal ini termuat dalam Peraturan

Pemerintah No. 43 tahun 2014 yang disebutkan bahwa BPD adalah lembaga

yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. BPD

sebagai badan permusyawaratan berasal dari ketua rukun warga, pemangku

adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat

lainnya. Badan permusyawaratan desa bukanlah lembaga legislasi yang

pertama ditingkat desa karena ada lembaga legislasi desa lainnya sebelum

BPD yang merupakan cikal bakal perwujudan demokrasi dan otonomi di desa

yakni Lembaga Musyawarah Desa (LMD) dan Badan Perwakilan Desa.

Lembaga ini pada hakikatnya adalah mitra kerja pemerintah desa yang

memiliki kedudukan sejajar dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan,

pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Badan Permusyawaratan Desa memiliki fungsi utama yakni

merumuskan dan menetapkan Peraturan Desa bersama-sama dengan

pemerintah desa (legislasi) serta menampung dan menyalurkan aspirasi dari

masyarakat kepada pemerintah desa (refresentasi). Proses pembuatan

peraturan desa, mencakup tiga bagian yaitu bagian perencanaan,

penyusunan peraturan desa oleh kepala desa dan penyusunan peraturan

desa oleh BPD, pembahasan, penetapan, pengundangan dan

penyebarluasan. Bagian ini di atur dalam pasal 5 sampai 13 Permendagri

No.111 tahun 2014 tentang pedoman teknis pembuatan peraturan di desa.

Page 21: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

4

Selain fungsi dalam legislasi dan refresentasi, BPD juga memiliki fungsi

lainnya seperti mengayomi yaitu menjaga kelestarian adat istiadat yang hidup

dan berkembang di desa yang bersangkutan sepanjang menunjang

kelangsungan pembangunan dan melakukan pengawasan yaitu meliputi

pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa, anggaran pendapatan

dan belanja desa/APBDesa serta keputusan kepala desa.

Fungsi legislasi adalah salah satu tugas utama BPD dalam proses

penyelenggaraan pemerintahan di desa. Berbicara tentang legislasi tentunya

kita mengarah pada adanya output yang dihasilkan dalam bentuk peraturan

perundang-undangan. Dilevel desa peraturan perundang-undangan disebut

dengan peraturan desa (Perdes). BPD melakukan koordinasi dengan

pemerintah desa yakni kepala desa beserta jajarannya dalam merumuskan

dan menetapkan peraturan desa. Badan permusyawaratan desa memiliki hak

untuk menyetujui atau tidak terhadap peraturan desa yang dibuat oleh

pemerintah desa dalam hal ini kepala desa dan perangkat desa lainnya.

Lembaga ini juga dapat membuat rancangan peraturan desa untuk secara

bersama-sama pemerintah desa untuk ditetapkan menjadi peraturan desa.

Proses legislasi peraturan desa umumnya melalui 3 tahapan yaitu

tahap inisiasi, tahap sosio-politis dan tahap yuridis. Tahap-tahap ini

mencakup pengusulan, perumusan, pembahasan, pengesahan dan

pengundangan. Rancangan peraturan desa, dapat diajukan oleh pemerintah

desa dan dapat juga oleh BPD. Dalam menyusun rancangan peraturan desa,

Page 22: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

5

pemerintah desa dan atau BPD harus memperhatikan dengan sungguh-

sungguh aspirasi yang berkembang di masyarakat. Rancangan peraturan

desa yang berasal dari pemerintah desa disampaikan oleh kepala desa

kepada BPD secara tertulis. Setelah menerima rancangan peraturan desa,

BPD melaksanakan rapat paripurna untuk mendengarkan penjelasan kepala

desa. Jika rancangan peraturan desa berasal dari BPD, maka BPD

mengundang pemerintah desa untuk melakukan pembahasan. Setelah

dilakukan pembahasan, maka BPD menyelenggarakan rapat paripurna yang

dihadiri oleh anggota BPD dan pemerintah desa dalam acara penetapan

persetujuan BPD atas rancangan peraturan desa menjadi peraturan desa

yang dituangkan dalam keputusan BPD. Setelah mendapatkan persetujuan

BPD, maka kepala desa menetapkan peraturan desa, serta memerintahkan

sekretaris desa atau kepala urusan yang ditunjuk untuk mengundangkannya

dalam lembaran desa.

Tahap-tahap penyusunan dan penetapan peraturan desa yang ada harus

dijalankan di seluruh desa di Indonesia dengan memperhatikan tiap tahapan,

tidak terkecuali dalam pembuatan Peraturan Desa di Desa Pitusunggu,

Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan. BPD

merupakan salah satu Unsur penyelenggara pemerintahan desa yang paling

berperan dalam Pembuatan Perdes, dalam hal ini penulis ingin mengetahui

lebih jauh kondisi yang sebenarnya dari Badan Permusyawaratan Desa

dalam menjalankan tiap tahap dari pembuatan peraturan desa. Hak yang

Page 23: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

6

diberikan untuk mengusulkan rancangan peraturan desa apakah telah

dipergunakan sebaik-baiknya dan ketika usulan datang dari pemerintah desa,

apakah BPD setempat menyikapi dengan kritis sehingga kemungkinan besar

output yang dihasilkan akan banyak memberi perubahan yang positif di Desa

Pitusunggu, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan.

BPD setempat Seharusnya lebih menunjukkan kapabilitas dan

akuntabilitasnya sebagai lembaga legislasi di desa khususnya dalam

pembuatan peraturan desa, oleh karena itu penulis tertarik melakukan

penelitian dengan judul :

“ PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN RAKYAT (BPD) DALAMA PEMBUATAN

PERATURAN DESA PITU SUNGGU KECAMATAN MA’RANG KABUPATENG

PANGKAJENE DAN KEPULAUAN”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas timbul pertanyaan utama tentang

bagaimana pelaksanaan fungsi legislasi Badan Permusyawaratan Desa

Cumpiga Kecamatan Awangpone Kabupaten Bone. Untuk menjawab

pertanyaan tersebut kemudian oleh penulis dijabarkan menjadi beberapa

pertanyaan dalam rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana peran Badan Permusyawaratan Desa dalam pembuatan

Peraturan Desa di Desa Pitusunggu, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten

Pangkajene Dan Kepulauan?

Page 24: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

7

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembuatan Peraturan Desa

di Desa Pitusunggu, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkajene Dan

Kepulauan?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari latar belakang diatas yakni :

1. Untuk mengetahui peran Badan Permusyawaratan Desa dalam

pembuatan Peraturan Desa di Desa Pitusunggu, Kecamatan Ma’rang,

Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembuatan

Peraturan Desa di Desa Pitusunggu, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten

Pangkajene Dan Kepulauan

1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan menjadi bahan studi

perbandingan bagi penelitian selanjutnya dan menjadi salah satu

sumbangsih pemikiran ilmiah dalam melengkapi kajian-kajian yang

mengarah pada pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya

menyangkut Badan Permusyawaratan Desa.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan

yang sekiranya dapat membantu Badan Permusyawaratan Desa

setempat untuk lebih meningkatkan pelaksanaan fungsi legislasi

lembaga tersebut dalam penyelenggaraan pemerintahan di Desa di

Page 25: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

8

Desa Pitusunggu, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkajene

Dan Kepulauan.

Page 26: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka merupakan panduan penulisan dalam aspek

konseptual dan teoritis. Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai Otonomi

Desa, tinjauan mengenai Badan Permusyawaratan Desa, tinjauan mengenai

Peraturan Desa, tinjauan mengenai Proses Legislasi Desa, serta tinjauan

mengenai Sosiologi Pemerintahan Desa Cumpiga.

2.1 Teori Formulasi Kebijakan

Formulasi kebijakan sebagai bagian dalam proses kebijakan publik

merupakan tahap yang paling krusial karena implementasi dan evaluasi

kebijakan hanya dapat dilaksanakan apabila tahap formulasi kebijakan telah

selesai, disamping itu kegagalan suatu kebijakan atau program dalam

mencapai tujuan-tujuannya sebagian besar bersumber pada

ketidaksempurnaan pengolaan tahap formulasi (Wibawa; 1994,

2). Tjokroamidjojo (Islamy; 1991, 24) mengatakan bahwa folicy

formulation sama dengan pembentukan kebijakan merupakan serangkaian

tindakan pemilihan berbagai alternatif yang dilakukan secara terus menerus

dan tidak pernah selesai, dalam hal ini didalamnya termasuk pembuatan

keputusan.

Formulasi kebijakan sebagai suatu proses menurut Winarno (1989,

53), dapat dipandang dalam 2 (dua) macam kegiatan. Kegiatan pertama

Page 27: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

10

adalah memutuskan secara umum apa yang apa yang harus dilakukan atau

dengan kata lain perumusan diarahkan untuk memperoleh kesepakatan

tentang suatu alternatif kebijakan yang dipilih, suatu keputusan yang

menyetujui adalah hasil dari proses seluruhnya. Sedangkan kegiatan

selanjutnya diarahkan pada bagaimana keputusan-keputusan kebijakan

dibuat, dalam hal ini suatu keputusan kebijakan mencakup tindakan oleh

seseorang pejabat atau lembaga resmi untuk menyetujui, mengubah atau

menolak suatu alternatif kebijakan yang dipilih. Sejalan dengan pendapat

Winarno, maka Islamy (1991, 77) membagi proses formulasi kebijakan

kedalam tahap perumusan masalah kebijakan, penyusunan agenda

pemerintah, perumusan usulan kebijakan, pengesahan kebijakan,

pelaksanaan kebijakan dan penilaian kebijakan.

a. Perumusan masalah kebijakan.

Pada prinsipnya, walaupun suatu peristiwa, keadaan dan situasi

tertentu dapat menimbulkan satu atau beberapa problem, tetapi agar hal itu

menjadi masalah publik tidak hanya tergantung dari dimensi obyektifnya saja,

tetapi juga secara subyektif, baik oleh masyarakat maupun para pembuat

keputusan, dipandang sebagai suatu masalah yang patut dipecahkan atau

dicarikan jalan keluarnya. Oleh karena itu, suatu problem, untuk bisa berubah

menjadi problem umum tidak hanya cukup dihayati oleh banyak orang

sebagai sesuatu masalah yang perlu segera diatasi, tetapi masyarakat perlu

memiliki political will untuk memperjuangkannya dan yang lebih penting lagi,

Page 28: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

11

problem tersebut ditanggapi positif oleh pembuat kebijakan dan mereka

bersedia memperjuangkan problem umum itu menjadi problem kebijakan,

memasukannya kedalam agenda pemerintah dan mengusahakannya

menjadi kebijakan publik, maka langkah pertama yang harus dilakukan oleh

setiap pembuat kebijakan adalah mengidentifikasikan problem yang akan

dipecahkan kemudian membuat perumusan yang sejelas-jelasnya terhadap

problem tersebut. Kegiatan ini merupakan upaya untuk menentukan identitas

masalah kebijakan dengan terlebih dahulu mengerti dan memahami sifat dari

masalah tersebut sehingga akan mempermudah dalam menentukan sifat

proses perumusan kebijakan.

b. Penyusunan agenda pemerintah.

Oleh karena masalah publik yang telah diidentifikasi begitu banyak

jumlahnya, maka para pembuat keputusan akan memilih dan menentukan

problem mana yang seharusnya memperoleh prioritas utama untuk

diperhatikan secara serius dan aktif, sehingga biasanya agenda pemerintah

ini mempunyai sifat yang khas, lebih kongkrit dan terbatas jumlahnya.

Anderson (1966, 57-59) menyebutkan beberapa faktor yang dapat

menyebabkan problem-problem umum dapat masuk ke dalam agenda

pemerintah, yakni :

Apabila terdapat ancaman terhadap keseimbangan antar kelompok

(group equlibirium), dimana kelompok-kelompok tersebut mengadakan reaksi

Page 29: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

12

dan menuntut tindakan pemerintah untuk mengambil prakarsa guna

mengatasi ketidakseimbangan tersebut.

Kepemimpinan politik dapat pula menjadi suatu faktor yang penting

dalam penyusunan agenda pemerintah, manakala para pemimpin politik

didorong atas pertimbangan keuntungan politik atau keterlibatannya untuk

memperhatikan kepentingan umum, sehingga mereka selalu memperhatikan

problem publik, menyebarluaskan dan mengusulkan usaha pemecahannya.

Timbulnya krisis atau peristiwa yang luar biasa dan mendapatkan

perhatian besar dari masyarakat, sehingga memaksa para pembuat

keputusan untuk memperhatikan secara seksama terhadap peristiwa atau

krisis tersebut, dengan memasukkan ke dalam agenda pemerintah. Adanya

gerakan-gerakan protes termasuk tindakan kekerasan, sehingga menarik

perhatian para pembuat keputusan untuk memasukkannya ke dalam agenda

pemerintah.

Masalah-masalah khusus atau isyu-isyu politis yang timbul dalam

masyarakat, sehingga menarik perhatian media massa dan menjadikannya

sebagai sorotan. Hal ini dapat menyebabkan masalah atau isyu tersebut

semakin menonjol sehingga lebih banyak lagi perhatian masyarakat dan para

pembuat kebijakan tertuju pada masalah atau isyu tersebut.

Selanjutnya, setelah problem publik tersebut dimasukkan ke dalam

agenda pemerintah, maka para pembuat keputusan memprosesnya kedalam

fase-fase, yang oleh Jones (ibid) dibagi kedalam 4 (empat) tahap, yakni :

Page 30: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

13

(1) problem definition agenda yaitu hal-hal (problem) yang memperoleh

penelitian dan perumusan secara aktif dan serius dari para pembuat

keputusan ; (2) proposal agenda, yaitu hal-hal (problem) yang telah mencapai

tingkat diusulkan, dimana telah terjadi perubahan fase merumuskan masalah

kedalam fase memecahkan masalah ; (3)bargaining agenda, yaitu usulan-

usulan kebijakan tadi ditawarkan untuk memperoleh dukungan secara aktif

dan serius ; dan (4) continuing agenda, yaitu hal-hal (problem) yang

didiskusikan dan dinilia secara terus menerus.

c. Perumusan usulan kebijakan

Tahap ini merupakan kegiatan menyusun dan mengembangkan

serangkaian tindakan yang perlu untuk memecahkan masalah, meliputi :

Identifikasi alternatif dilakukan untuk kepentingan pemecahan

masalah. Terhadap problem yang hampir sama atau mirip, dapat saja dipakai

alternatif kebijakan yang telah pernah dipilih, akan tetapi terhadap problem

yang sifatnya baru maka para pembuat kebijakan dituntut untuk secara kreatif

menemukan dan mengidentifikasi alternatif kebijakan baru sehingga masing-

masing alternatif jelas karakteristiknya, sebab pemberian identifikasi yang

benar dan jelas pada setiap alternatif kebijakan akan mempermudah proses

perumusan alternatif.

Mendefinisikan dan merumuskan alternatif, bertujuan agar masing-

masing alternatif yang telah dikumpulkan oleh pembuat kebijakan itu jelas

pengertiannya, sebab semakin jelas alternatif itu diberi pengertian, maka

Page 31: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

14

akan semakin mudah pembuat kebijakan menilai dan mempertimbangkan

aspek positif dan negatif dari masing-masing alternatif tersebut. Menilai

alternatif, yakni kegiatan pemberian bobot pada setiap alternatif, sehingga

jelas bahwa setiap alternatif mempunyai nilai bobot kebaikan dan

kekurangannya masing-masing, sehingga dengan mengetahui bobot yang

dimiliki oleh masing-masing alternatif maka para pembuat keputusan dapat

memutuskan alternatif mana yang lebih memungkinkan untuk

dilaksanakan/dipakai. Untuk dapat melakukan penilaian terhadap berbagai

alternatif dengan baik, maka dibutuhkan kriteria tertentu serta informasi yang

relevan.

d. Pengesahan kebijakan

Sebagai suatu proses kolektif, pengesahan kebijakan merupakan

proses penyesuaian dan penerimaan secara bersama terhadap prinsip-

prinsip yang diakui dan diterima (comforming to recognized principles or

accepted standards). Landasan utama untuk melakukan pengesahan adalah

variabel-variabel sosial seperti sistem nilai masyarakat, ideologi negara,

sistem politik dan sebagainya.

Proses pengesahan suatu kebijakan biasanya diawali dengan

kegiatanpersuasion dan bargaining (Andersson;1966,80). Persuasion diartika

n sebagai “Usaha-usaha untuk meyakinkan orang lain tentang sesuatu

kebenaran atau nilai kedudukan seseorang, sehingga mereka mau

menerimanya sebagai milik sendiri”. Sedangkan Bergaining diterjemahkan

Page 32: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

15

sebagai “Suatu proses dimana dua orang atau lebih yang mempunyai

kekuasaan atau otoritas mengatur/menyesuaikan setidak-tidaknya sebagian

tujuan-tujuan yang tidak mereka sepakati agar dapat merumuskan

serangkaian tindakan yang dapat diterima bersama meskipun itu tidak terlalu

ideal bagi mereka”. Yang termasuk ke dalam kategori bargaining adalah

perjanjian (negotiation), saling memberi dan menerima (take and give) dan

kompromi (compromise). Baik persuasion maupun bargaining, kedua-duanya

saling melengkapi sehingga penerapan kedua kegiatan atau proses tersebut

akan dapat memperlancar proses pengesahan kebijakan

2.2 Otonomi Desa

Bagi masyarakat Desa, Otonomi desa bukanlah menunjuk pada

otonomi Pemerintah Desa semata-mata tetapi juga otonomi masyarakat desa

dalam menentukan diri mereka dan mengelola apa yang mereka miliki untuk

kesejahteraan mereka sendiri. Otonomi desa berarti juga memberi ruang

yang luas bagi inisiatif dari desa. Kebebasan untuk menentukan dirinya

sendiri dan keterlibatan masyarakat dalam semua proses baik dalam

pengambilan keputusan berskala desa, perencanaan dan pelaksanaan

pembangunan maupun kegiatan-kegiatan lain yang dampaknya akan

dirasakan oleh masyarakat desa sendiri, hal ini merupakan pengejawantahan

otonomi desa. Keberadaan otonomi desa mengacu pada konsep komunitas,

yang tidak hanya dipandang sebagai suatu unit wilayah, tetapi juga sebagai

sebuah kelompok sosial, sebagai suatu sistem sosial, maupun sebagai suatu

Page 33: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

16

kerangka kerja interaksi. Akhir-akhir ini, tuntutan daerah untuk diberi otonomi

yang seluas-luasnya makin menonjol. Kondisi seperti ini sebagian orang

dinilai sebagai benih-benih terjadinya disintegrasi bangsa dan disisi lain

sebagian orang menilai bahwa pemberian otonomi yang seluas-luasnya ini

merupakan satu-satunya jalan keluar untuk mempertahankan integrasi

nasional. Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, fenomena tentang

daerah yang memiliki otonomi seluas-luasnya tadi sesungguhnya bukan hal

yang baru bahkan bukan lagi sesuatu yang membahayakan keutuhan bangsa

dan negara. Demikian pula, keberadaan desa-desa adat yang memiliki

susunan asli ternyata tidak menimbulkan gagasan pemisah diri dari unit

pemerintahan yang begitu luas. Oleh karena itu, otonomi luas sesungguhnya

bukan paradoksi bagi integrasi bangsa dan sebaliknya. Artinya cita-cita

memberdayakan daerah melalui kebijakan otonomi luas tidak perlu disertai

dengan sikap “buruk sangka” yang berlebihan tentang kemungkinan

perpecahan bangsa. Kekhawatiran ini justru akan menunjukkan bahwa

pemerintahan pusat memang kurang memiliki Political Will yang kuat untuk

memberdayakan daerah. Dengan demikian, ide untuk kembali

menyeragamkan sistem pemerintahan daerah dengan alasan untuk menjaga

keutuhan dan persatuan bangsa antara lain melalui penghapusan “daerah

istimewa” dan penyeragaman pemerintahan desa adalah sangat tidak

kontekstual dan tidak konseptual. Perubahan kebijakan tentang

penyelenggaraan pemerintahan daerah (termasuk pemerintahan desa) dari

Page 34: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

17

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1979 menjadi UU Nomor 22 Tahun 1999, UU No 32 tahun 2004 serta yang

terbaru dengan adanya perubahan Undang-Undang Pemerintahan Daerah

melalui penetapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, membawa

implikasi yang sangat besar. Salah satu implikasi tersebut adalah bahwa

desa tidak sekedar merupakan wilayah administratif sebagai kepanjangan

tangan pemerintahan pusat di daerah (pelaksana asas dekonsentrasi), tetapi

memiliki lebih merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki

otonomi luas. Berdasarkan kerangka waktunya, perkembangan otonomi pada

kesatuan hukum masyarakat terkecil (desa) mengalami pergeseran yang

sangat fluktuatif, dimana pada satu desa memiliki otonomi yang sangat luas

(most desentralized), sedang disaat lain desa tidak memiliki otonomi sama

sekali dan hanya berstatus sebagai wilayah administratif (most centralized).

Pada awalnya, terbentuknya suatu komunitas bermula dari berkumpul dan

menetapnya individu-individu di suatu tempat terdorong oleh alasan-alasan

yang mereka anggap sebagai kepentingan bersama. Alasan-alasan untuk

membentuk masyarakat yang masih bersifat sederhana atau tradisional ini

adalah pertama untuk hidup, kedua untuk mempertahankan hidupnya

terhadap ancaman dari luar, dan ketiga untuk mencapai kemajuan dalam

hidupnya.

Kumpulan individu-individu yang membentuk desa dan merupakan

sebuah daerah hukum ini, secara alami memiliki otonomi yang sangat luas,

Page 35: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

18

lebih luas dari pada otonomi daerah-daerah hukum diatasnya yang lahir di

kemudian hari, baik yang terbentuk oleh bergabungnya desa-desa dengan

sukarela atau yang dipaksakan oleh pihak-pihak yang lebih kuat. Otonomi

atau kewenangan desa itu antara lain meliputi hak untuk menentukan sendiri

hidup matinya desa itu, dan hak untuk menentukan batas daerahnya sendiri.

Selanjutnya disebutkan juga bahwa masyarakat sebagai daerah hukum,

menurut hukum adat mempunyai norma-norma sebagai berikut : berhak

mempunyai wilayah sendiri yang ditentukan oleh batas-batas yang sah,

berhak mengurus dan mengatur pemerintahan dan rumah tangganya sendiri,

berhak memilih dan mengangkat Kepala Daerahnya atau Majelis

Pemerintahan sendiri, berhak mempunyai harta benda dan sumber keuangan

sendiri, berhak atas tanah sendiri, dan berhak memungut pajak sendiri.

Selanjutnya pada masa pemerintahan Republik Indonesia, pengaturan

penyelenggaraan pemerintahan desa mendapat landasan yuridis pada pasal

18 UUD 1945 yang mengakui kenyataan historis bahwa sebelum proklamasi

kemerdekaan, di Indonesia sudah terdapat daerah-daerah Swapraja yang

memiliki berbagai hak dan wewenang dalam penyelenggaraan berbagai

urusan di wilayahnya. Ini berarti, desa secara teoritis juga memiliki hak yang

bersifat autochtoon atau hak yang telah dimiliki sejak sebelum daerah itu

merupakan bagian dari Negara Indonesia. Namun dalam penyusunan

peraturan tentang pemerintahan desa sebagaimana tertuang dalam Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1979, kenyataannya desa bukan lagi dianggap

Page 36: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

19

sebagai kesatuan masyarakat hukum yang otonom, khususnya dalam

masalah administrasi pemerintahan secara umum. Terlebih lagi dengan

pembentukan kelurahan, maka kesatuan masyarakat “Desa” ini hanya

berstatus wilayah administratif yang ditempatkan sebagai kepanjangan

tangan pemerintah pusat (pelaksana asas dekonsentrasi).

2.3 Badan Permusyawaratan Desa

Badan Permusyawaratan Desa merupakan perwujudan demokrasi di

desa. Demokrasi yang dimaksud bahwa agar dalam penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan harus selalu memperhatikan aspirasi dari

masyarakat yang diartikulasi dan diagregasikan oleh BPD dan Lembaga

Kemasyarakatan lainnya. Badan ini merupakan lembaga legislatif di tingkat

desa. Badan Permusyawaratan desa merupakan perubahan nama dari

Badan Perwakilan Desa yang ada sebelumnya. Perubahan ini didasarkan

pada kondisi faktual bahwa budaya politik lokal yang berbasis pada filosofi

musyawarah untuk mufakat. Musyawarah berbicara tentang proses,

sedangkan mufakat berbicara tentang hasil. Hasil yang diharapkan diperoleh

dari proses yang baik. Melalui musyawarah untuk mufakat, berbagai konflik

antara para elit politik dapat segera diselesaikan secara arif, sehingga tidak

sampai menimbulkan goncangan-goncangan yang merugikan masyarakat

luas.

Badan Pemusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa

bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Page 37: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

20

Oleh karenanya BPD sebagai badan permusyawaratan yang berasal dari

masyarakat desa, disamping menjalankan fungsinya sebagai jembatan

penghubung antara Kepala Desa dengan masyarakat desa, juga harus dapat

menjadi lembaga yang berperan sebagai lembaga representasi dari

masyarakat. Sehubungan dengan fungsinya menetapkan peraturan desa

maka BPD bersama-sama dengan Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa

sesuai dengan aspirasi yang datang dari masyarakat, namun tidak semua

aspirasi dari masyarakat dapat ditetapkan dalam bentuk peraturan desa tapi

harus melalui berbagai proses sebagai berikut; Artikulasi adalah penyerapan

aspirasi masyarakat yang dilakukan oeh BPD; Agregasi adalah proses

mengumpulkan, mengkaji dan membuat prioritas aspirasi yang akan

dirumuskan menjadi perdes; Formulasi adalah proses perumusan rancangan

peraturan desa yang dilakukan oleh BPD dan/atau oleh pemerintah desa;

dan Konsultasi adalah proses dialog bersama antara pemerintah desa dan

BPD dengan masyarakat. Dari berbagai proses tersebut kemudian barulah

suatu peraturan desa dapat ditetapkan, hal ini dilakukan agar peraturan yang

ditetapkan tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah

dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.

Adapun materi yang diatur dalam peraturan desa harus

memperhatikan dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang ada, seperti :

a. Landasan hukum materi yang diatur, agar Peraturan Desa yang

diterbitkan oleh Pemerintah Desa mempunyai landasan hukum;

Page 38: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

21

b. Landasan filosofis materi yang diatur, agar Peraturan Desa yang

diterbitkan oleh Pemerintah Desa jangan sampai bertentangan

dengan nilai-nilai hakiki yang dianut di tengah-tengah

masyarakat;

c. Landasan sosiologis materi yang diatur, agar Peraturan Desa

yang diterbitkan oleh Pemerintah Desa tidak bertentang dengan

nilai-nilai yang hidup di tengah-tengah masyarakat;

d. Landasan politis materi yang diatur, agar Peraturan Desa yang di

terbitkan oleh Pemerintah Desa dapat berjalan sesuai dengan

tujuan tanpa menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat.

Dalam mencapai tujuan mensejahterakan masyarakat desa, masing-

masing unsur pemerintahan desa, Pemerintah Desa dan BPD, dapat

menjalankan fungsinya dengan mendapat dukungan dari unsur yang lain.

Oleh karena itu, hubungan yang bersifat kemitraan antara BPD dengan

Pemerintah Desa harus Didasari pada filosofi antara lain (Wasistiono,

2006:36) :

a. Adanya kedudukan yang sejajar diantara yang bermitra ;

b. Adanya kepentingan bersama yang ingin dicapai ;

c. Adanya prinsip saling menghormati ;

d. Adanya niat baik untuk membantu dan saling mengingatkan.

Page 39: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

22

2.4 Peraturan Desa

Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang

ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan

Permusyawaratan Desa (UU RI No. 6 Tahun 2014 Bab I, pasal 1 ayat 7).

Peraturan desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

desa, dengan demikian maka pemerintahan desa harus merupakan

penjabaran lebih lanjut dari peraturan-peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum

dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta harus

memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat dalam

upaya mencapai tujuan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan

masyarakat jangka panjang, menengah dan jangka pendek.

Peraturan desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial

budaya masyarakat setempat. Peraturan desa dilarang bertentangan dengan

kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi. Secara teoritis, pembuatan produk hukum harus didasari oleh paling

tidak empat dasar pemikiran (Hamzah Halim, 2009:12) antara lain :

1. Dasar Filosofis, merupakan dasar filsafat atau pandangan hidup

yang menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan hasrat kedalam

suatu rancangan/draft peraturan perundang-undangan sehingga

hukum yang dibentuk tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral

Page 40: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

23

atau nilai-nilai adat yang dijunjung tinggi dimasyarakat. Menurut

Satjipto Raharjo, asas hukum ini juga lazim disebut sebagai

dasar/alasan bagi lahirnya suatu peraturan hukum atau

merupakan ratio legis dari peraturan hukum (1991 : 45).

2. Landasan Sosiologis, bahwa Peraturan Perundang-undangan

yang dibuat harus dapat dipahami oleh masyarakat dan harus

sesuai dengan kenyataan hidup masyarakat yang bersangkutan.

Aturan hidup yang dibuat harus sesuai dengan keutuhan,

keyakinan dan kesadaran masyarakat.

3. Landasan Yuridis, bahwa yang menjadi landasan dalam

pembuatan peraturan perundang-undangan adalah peraturan atau

sederet peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dan

dasar kewenangan seorang pejabat atau badan membentuk

Peraturan Perundang-undangan.

4. Dasar Hukum, Tolak ukur di atas dapat memberikan jaminan

bahwa rancangan peraturan perundang-undangan yang dibuat

merupakan cikal bakal peraturan perundang-undangan yang

diterima oleh masyarakat (acceptable), populis dan efektif. Populis,

karena mengakomodir sebanyak-banyaknya keinginan penduduk

di daerah. Efektif, karena peraturan yang dibuat itu operasional

dan jangkauan peraturannya mencakup sebanyak-banyaknya

kepentingan masyarakat dan senantiasa sesuai dengan tuntutan

Page 41: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

24

perkembangan zaman sehingga setiap kebutuhan masyarakat

pada setiap era, mampu diwadahinya.

Peraturan desa yang wajib dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah

No. 72 tahun 2005 adalah sebagai berikut :

1. Peraturan Desa tentang susunan organisasi dan tata kerja

pemerintahan desa (pasal 12 ayat 5 ).

2. Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

(Pasal 73 ayat 3).

3. Peraturan Desa Tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Desa (RPJMD) (pasal 64 ayat 2).

4. Peraturan desa tentang pengelolaan keuangan desa (pasal 76).

5. Peraturan desa tentang pembentukan Badan Milik Usaha Desa

(pasal 78 ayat 2), apabila pemerintah desa membentuk BUMD.

6. peraturan desa tentang Pembentukan Badan Kerjasama (pasal 82

ayat 2).

7. Peraturan desa tentang Lembaga Kemasyarakatan (pasal 89 ayat

2).

Selain peraturan desa yang wajib dibentuk seperti tersebut diatas,

pemerintah desa juga dapat membentuk peraturan desa yang merupakan

Page 42: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

25

pelaksanaan lebih lanjut dari peraturan daerah dan perundang-undangan

lainya yang sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat, antara lain:

1. Peraturan desa tentang pembentukan panitia pencalonan dan

pemilihan kepala desa.

2. Peraturan desa tentang penetapan yang berhak menggunakan

hak Pilih dalam pemilihan kepala desa.

3. Peraturan desa tentang penentuan tanda gambar calon,

pelaksanaan kampanye, cara pemilihan dan biaya pelaksanaan

pemilihan kepala desa.

4. Peraturan desa tentang pemberian penghargaan kepada mantan

kepala desa dan perangkat desa.

5. Peraturan desa tentang penetapan pengelolaan dan pengaturan

pelimpahan/pengalihan fungsi sumber-sumber pendapatan dan

kekayaan desa.

6. Peraturan desa tentang pungutan desa.

Selain hal diatas perlu juga diperhatikan bahwa dalam hal pembahasan

rancangan Peraturan Desa masyarakat berhak memberikan masukan baik

secara lisan maupun tertulis (Pasal 83 ayat (3) PP RI No 43 Tahun 2014) dan

Peraturan Desa disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota

melalui camat sebagai bahan pengawasan dan pembinaan paling lambat 7

hari setelah ditetapkan (Pasal 84 ayat (4) PP RI No 43 Tahun 2014). Adapun

Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang telah disetujui bersama

Page 43: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

26

sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa paling lama 3 (tiga) hari disampaikan

oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota untuk di evaluasi Guna untuk

melaksanakan Peraturan Desa, Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala

Desa dan/atau Keputusan Kepala Desa (Pasal 69 ayat(4) UU RI No.6 tahun

2014 ).

2.5 Proses legislasi Peraturan Desa

Secara umum, proses pembuatan Peraturan Desa melalui 3 (tiga)

tahapan yakni :

a. Tahap Inisiasi (Pengusulan dan Perumusan)

Pada tahap inisiasi ide atau gagasan dalam pembuatan

peraturan desa dapat datang dari dua belah pihak baik dari

pemerintah desa maupun dari BPD. Apabila usulan tersebut

datangnya dari BPD, maka rancangan tersebut diserahkan kepada

kepala desa, begitupun juga sebaliknya apabila usulan tersebut

datangnya dari kepala desa maka rancangan peraturan desa

diserahkan kepada BPD artinya keduanya mempunyai hak untuk

mengajukan peraturan desa.

BPD mengadakan rapat yang dihadiri oleh ketua-ketua

bidang (bidang kemasyarakatan atau pemerintahan dan

pembangunan) untuk membahas usulan tersebut apabila

disepakati perlu adanya peraturan desa sesuai dengan usulan

tersebut maka hasil rapat tersebut dijadikan pra-rancangan

Page 44: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

27

peraturan desa. Usulan peraturan desa juga dapat dari masukan

anggota masyarakat yang secara langsung atau lewat BPD

kemudian dari BPD lalu dibahas semacam kepanitiaan kecil, bila

disetujui barulah rapat secara lengkap untuk membahas pantas

tidaknya peraturan desa setelah itu dibuat rancangan peraturan

desa. Sebuah ide atau gagasan pembuatan peraturan desa harus

dibahas terlebih dahulu melalui sidang pleno guna menetapkan

apakah usulan tersebut disetujui menjadi sebuah rancangan

peraturan desa atau tidak.

Setelah mendapat persetujuan dari rapat BPD bahwa dari

usulan pembuatan peraturan desa menjadi rancangan peraturan

desa, maka sekretaris BPD membuat rancangan peraturan desa

untuk diserahkan kepada kepala desa dalam bentuk tulisan guna

mendapat persetujuan untuk menjadi peraturan desa. Setelah

kepala desa menerima rancangan peraturan desa, kepala desa

mengadakan rapat bersama dengan perangkatnya guna

membahas rancangan yang disampaikan oleh BPD. Hasil

keputusan rapat tersebut akan dibahas dalam rapat gabungan

yang dihadiri oleh BPD, kepala desa dan perangkatnya

sebagaimana diketahui bahwa yang dimaksud dengan perangkat

desa sesuai dalam pasal 61 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor

Page 45: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

28

43 tahun 2014 tentang perangkat desa terdiri dari sekretariat desa,

pelaksana kewilayahan dan pelaksana teknis.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun

2006 pasal 10 ayat (1-3), Rancangan Peraturan Desa tentang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, dan penataan

ruang yang telah disetujui bersama dengan BPD, sebelum

ditetapkan oleh Kepala Desa paling lama 3 (tiga) hari disampaikan

oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota untuk dievaluasi. Hasil

evaluasi rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud

diatas disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada kepala desa

paling lama 20 (dua puluh) hari sejak rancangan peraturan desa

tersebut diterima. Apabila bupati/walikota belum memberikan hasil

evaluasi rancangan anggaran pendapatan dan belanja desa paling

lama 20 (dua puluh) hari sejak rancangan peraturan desa tersebut

diterima, maka kepala desa dapat menetapkan rancangan

peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja desa

(APBDesa) menjadi peraturan desa. Kemudian pada pasal 11

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2006 dijelaskan

bahwa evaluasi rancangan peraturan desa tentang anggaran

pendapatan dan belanja desa sebagaimana dimaksud dalam pasal

10 dapat didelegasikan kepada Camat.

b. Tahap Sosio-Politis (Pembahasan)

Page 46: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

29

Rancangan peraturan desa yang telah diterima oleh

pemerintah desa, selanjutnya diadakan pembahasan dalam rapat

gabungan antara BPD, kepala desa serta perangkat desa.

Peranan perangkat desa tersebut dimaksudkan untuk menampung

aspirasi masyarakat sehingga dalam pelaksanaannya nanti

Peraturan Desa dapat diterima. Dalam rapat pembahasan ketua

BPD memberikan penjelasan mengenai latar belakang dan tujuan

dibuatnya peraturan desa. Dalam rapat tersebut diadakan tanya

jawab berkaitan dengan Ranperdes. Pada waktu rapat

pembahasan, permasalahan yang ada dalam rancangan peraturan

desa dibahas satu persatu, dibacakan oleh ketua BPD, dan yang

menetapkan peraturan desa adalah kepala desa.

Rancangan peraturan desa yang diajukan bermula dari satu

pendapat atau satu pandangan dari pihak BPD, setelah dibahas

bertemu dengan kepala desa, sekretaris desa dan perangkat desa

lainnya sehingga menghasilkan kesepakatan bersama, maka

peraturan desa yang diajukan selalu mengalami perubahan yang

bertujuan untuk menyempurnakan isi dan materi peraturan desa,

sehingga peraturan desa yang dihasilkan dapat memenuhi aspirasi

masyarakat dan menyangkut kepentingan umum. Setelah

diadakan pembahasan yang mendalam maka dapat diambil

sebuah keputusan dapat diterima atau tidaknya rancangan

Page 47: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

30

tersebut menjadi sebuah peraturan desa. Pengambilan keputusan

tentang peraturan desa biasanya dilakukan dengan cara

musyawarah untuk mufakat. Namun tidak menutup kemungkinan

diadakan voting.

c. Tahap Yuridis (Pengesahan dan Penetapan)

Setelah rancangan tersebut mendapat persetujuan dari

semua pihak untuk dijadikan peraturan desa maka langkah

selanjutnya adalah kepala desa bersama BPD menetapkan

rancangan peraturan desa tersebut menjadi sebuah peraturan

desa sesuai Pasal 83 ayat (4) Peraturan Pemerintah RI Nomor 43

tahun 2014 tentang desa. Namun sebelumnya, rancangan

peraturan desa yang telah disetujui bersama kepala desa dan BPD

tersebut disampaikan oleh pimpinan BPD kepada kepala desa,

penyampaian rancangan peraturan desa dilakukan dalam jangka

waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal

persetujuan bersama (Peraturan Pemerintah RI No. 43 Tahun 214

pasal 84 ayat 1).

Setelah ditetapkan menjadi peraturan desa, kepala desa

memerintahkan sekretaris desa untuk mengundangkannya dalam

lembaran desa. Peraturan desa berlaku sejak ada ketetapan dari

kepala desa.

Page 48: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

31

2.6 Kerangka Konseptual

Adapun kerangka konseptual dalam acuan penulis adalah sebagai

berikut :

Bagan 1. Kerangka Konseptual

Peran BPD dalam Pementukan Peraturan

Desa

1. Tahap Inisiasi (Pengusulan &

Perumusan)

2. Tahap sosio-politis (Pembahasan)

3. Tahap Yuridis

(Penetapan/Pengesahan)

Peraturan Desa

Fungsi Legislasi Badan Permusyawaratan

Desa

UU RI No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

PP RI No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan

Pelaksanaan UUNo. 6 tahun 2014 tentang Desa

Permendagri No. 111 Tahun 2014 tentang

Pedoman Teknis Pembuatan Peraturan Di Desa

Faktor yang mempengaruhi :

1. Faktor pendukung

2. Faktor penghambat

Page 49: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

32

BAB III

METODE PENELITAN

3.1 Lokasi Penelitian

Berdasarkan judul di atas, penelitian ini akan dilakukan di Desa

Pitusunggu, Kecammatan Ma’rang, Kabupaten Pangkajene dan

Kepulauan .

3.2 Tipe dan Dasar Penelitian

a. Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif

yaitu dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai

suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan

mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan

masalah dan unit yang diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk

memberikan gambaran tentang pelaksanaan fungsi Legislasi

Badan Permusyawaratan Desa Pitusunggu, Kecammatan

Ma’rang, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.

b. Dasar penelitian adalah Dasar penelitian adalah studi kasus

(case study) yaitu Suatu studi yang bersifat komprehensif,

intens, rinci dan mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya

menelaah masalah-masalah atau fenomena yang bersifat

kontemporer, kekinian.

Page 50: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

33

3.3 Teknik Penelitian

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu :

a. Wawancara

Yaitu mengadakan tanya jawab langsung kepada

sejumlah informan untuk memperoleh informasi dan gagasan

yang berkaitan erat dengan penelitian ini.

b. Observasi

Yaitu dengan melakukan pengamatan langsung yang

ada di lapangan yang erat kaitannya dengan objek penelitian.

c. Studi pustaka (library research)

Yaitu dengan membaca buku, majalah, surat kabar,

dokumen-dokumen, peraturan perundang-undangan dan media

informasi lain yang ada hubungannya dengan masalah yang

diteliti.

d. Dokumentasi

Teknik ini bertujuan melengkapi teknik wawancara dan

observasi, berupa catatan resmi yang berkaitan dengan objek

penelitian.

Page 51: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

34

3.4 Informan

Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi

tentang situasi dan kondisi latar penelitian, dengan pertimbangan

bahwa informan yang dipilih dianggap banyak mengetahui dan

berkompeten terhadap masalah yang akan diteliti. Adapun informan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Ketua BPD Desa Pitusunggu, Kecammatan Ma’rang, Kabupaten

Pangkajene dan Kepulauan.

b. Sekretaris BPD Desa Pitusunggu, Kecammatan Ma’rang,

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.

c. Anggota BPD Desa Pitusunggu, Kecammatan Ma’rang,

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.

d. Pemerintah desa dalam hal ini Kepala Desa Pitusunggu,

Kecammatan Ma’rang, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.

e. Sekretaris Desa Pitusunggu, Kecammatan Ma’rang, Kabupaten

Pangkajene dan Kepulauan.

f. Tokoh masyarakat Desa Pitusunggu yang dianggap berkompeten

dalam hal proses legislasi desa.

g. Masyarakat Desa Pitusunggu, Kecammatan Ma’rang, Kabupaten

Pangkajene dan Kepulauan

Page 52: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

35

3.5 Jenis dan Sumber Data

a. Data Primer

Yaitu data yang diperoleh langsung dari Informan, baik

melalui wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan tentang

pelaksanaan fungsi legislasi BPD setempat maupun melalui

observasi yang erat kaitannya dengan objek penelitian.

b. Data sekunder

Yaitu data yang diperoleh dengan membaca buku

literatur-literatur, dokumen, majalah dan catatan perkuliahan

yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

3.6 Definisi Operasional

Untuk lebih mengarahkan penelitian maka perlu

mengembangkan definisi operasional sebagai berikut :

a. Badan permusyawaratan desa ialah perwujudan demokrasi

dalam penyelenggaraan pemerintahan di desa yang memiliki

fungsi dalam merumuskan dan menetapkan peraturan desa

bersama kepala desa.

b. Peraturan Desa ialah produk hukum tingkat desa yang

ditetapkan oleh kepala desa bersama badan permusyawaratan

desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa.

c. Secara umum, proses pembuatan Peraturan Desa melalui 3

(tiga) tahapan yakni :

Page 53: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

36

1) Tahap inisiasi (Perumusan dan Pengusulan) meliputi :

Usulan bisa berasal dari BPD ataupun kepala desa. Jika

usulan dari BPD maka diserahkan kepada kepala desa

atau Jika usulan dari kepala desa diserahkan ke BPD.

Jika pengusulan berasal dari kepala desa maka

sebelum mengajukan usulan kepala desa bersama

jajarannya melakukan rapat untuk merumuskan usulan

tersebut.

Jika pengusulan berasal dari BPD maka BPD

mengadakan rapat yang dihadiri oleh ketua-ketua

bidang (bidang kemasyarakatan atau pemerintahan dan

pembangunan) untuk membahas usulan tersebut

apabila disepakati perlu adanya peraturan desa sesuai

dengan usulan tersebut maka hasil rapat tersebut

dijadikan pra-rancangan peraturan desa. Kemudian

BPD mengadakan sidang pleno guna menetapkan

apakah usulan tersebut disetujui menjadi sebuah

rancangan peraturan desa atau tidak. Jika usulan

tersebut disetujui maka BPD melalui sekretaris BPD

menyerahkan rancangan peraturan desa kepada kepala

desa dalam bentuk tulisan.

Page 54: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

37

Rancangan peraturan desa yang telah diterima oleh

pemerintah desa dari BPD dibahas dalam rapat

bersama antara kepala desa dengan perangkatnya.

2) Tahap sosio-politis (Pembahasan) meliputi :

Rancangan peraturan desa yang telah diterima oleh

pemerintah desa selanjutnya diadakan pembahasan

dalam rapat gabungan antara BPD, kepala desa dan

perangkat desa.

Dalam rapat pembahasan, ketua BPD memberikan

penjelasan mengenai latar belakang dan tujuan

dibuatnya peraturan desa. Dalam rapat tersebut

diadakan tanya jawab berkaitan dengan Ranperdes.

Setelah diadakan pembahasan yang mendalam maka

dapat diambil sebuah keputusan dapat diterima atau

tidaknya rancangan tersebut menjadi sebuah peraturan

desa. Pengambilan keputusan tentang peraturan desa

biasanya dilakukan dengan cara musyawarah mufakat,

namun tidak menutup kemungkinan diadakan voting.

Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, dan penataan

ruang yang telah disetujui bersama dengan BPD,

Page 55: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

38

sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa paling lama 3

(tiga) hari disampaikan oleh Kepala Desa kepada

Bupati/Walikota untuk dievaluasi.

Hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa sebagaimana

dimaksud diatas disampaikan oleh Bupati/Walikota

kepada kepala desa paling lama 20 (dua puluh) hari

sejak rancangan peraturan desa tersebut diterima.

Apabila bupati/walikota belum memberikan hasil

evaluasi rancangan anggaran pendapatan dan belanja

desa paling lama 20 (dua puluh) hari sejak rancangan

peraturan desa tersebut diterima, maka kepala desa

dapat menetapkan rancangan peraturan desa tersebut

menjadi peraturan desa.

Evaluasi rancangan peraturan desa tentang anggaran

pendapatan dan belanja desa dapat didelegasikan

kepada Camat.

3) Tahap yuridis (Penetapan/Pengesahan) meliputi :

Rancangan peraturan desa yang telah disetujui

bersama oleh kepala desa dan BPD tersebut

disampaikan oleh pimpinan BPD kepada kepala desa,

penyampaian rancangan peraturan desa dilakukan

Page 56: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

39

dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari

terhitung sejak tanggal persetujuan bersama

BPD bersama kepala desa menetapkan rancangan

peraturan desa tersebut menjadi sebuah peraturan

desa.

Setelah ditetapkan menjadi peraturan desa, kepala

desa memerintahkan sekretaris desa untuk

mengundangkannya dalam lembaran desa.

d. Peran BPD dalam pelaksanaan fungsi legislasi yang terdapat

dalam 3 (tiga) tahapan pembuatan perdes antara lain :

1) Tahap inisiasi (Pengusulan dan Perumusan) meliputi :

BPD dapat memberi usulan untuk dibahas menjadi pra-

rancangan peraturan desa.

Sebelum BPD mengajukan usulan, BPD mengadakan

rapat yang dihadiri oleh ketua-ketua bidang (bidang

kemasyarakatan atau pemerintahan dan pembangunan)

untuk membahas usulan tersebut. Apabila disepakati

perlu adanya peraturan desa sesuai dengan dengan

usulan tersebut maka hasil rapat tersebut dijadikan pra-

rancangan peraturan desa. Kemudian BPD

Page 57: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

40

mengadakan sidang pleno guna menetapkan apakah

usulan tersebut disetujui menjadi sebuah rancangan

peraturan desa atau tidak.

Jika usulan berasal dari BPD maka BPD mengundang

pemerintah desa untuk melakukan pembahasan.

BPD melalui sekretaris BPD menyerahkan rancangan

peraturan desa kepada kepala desa dalam bentuk

tulisan.

2) Tahap sosio-politis (Pembahasan) meliputi :

Rancangan peraturan desa yang telah diterima oleh

pemerintah desa selanjutnya diadakan pembahasan

dalam rapat gabungan antara BPD, kepala desa dan

perangkat desa.

Dalam rapat pembahasan, ketua BPD memberikan

penjelasan mengenai latar belakang dan tujuan

dibuatnya peraturan desa. Dalam rapat tersebut

diadakan tanya jawab berkaitan dengan Ranperdes.

Setelah diadakan pembahasan yang mendalam maka

dapat diambil sebuah keputusan dapat diterima atau

tidaknya rancangan tersebut menjadi sebuah peraturan

desa. Pengambilan keputusan tentang peraturan desa

Page 58: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

41

biasanya dilakukan dengan cara musyawarah mufakat,

namun tidak menutup kemungkinan diadakan voting.

3) Tahap yuridis (Penetapan/Pengesahan) meliputi :

Rancangan peraturan desa yang telah disetujui

bersama kepala desa dan BPD tersebut disampaikan

oleh pimpinan BPD kepada kepala desa. penyampaian

rancangan peraturan desa dilakukan dalam jangka

waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak

tanggal persetujuan bersama

BPD bersama kepala desa menetapkan rancangan

peraturan desa tersebut menjadi sebuah peraturan

desa.

3.7 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik

analisis data kualitatif. Dalam penelitian kualitatif tersebut pengolahan

data tidak harus dilakukan setelah data terkumpul, atau analisis data

tidak mutlak dilakukan setelah pengolahan data selesai. Analisis data

adalah proses penyederhaaan data dalam bentuk yang lebih mudah

dibaca dan diinterpresentasikan. Data yang di peroleh kemudian

dianalisis secara bersama dengan proses pengumpulan data, proses

analisis yang dilakukan merupakan suatu proses yang cukup

Page 59: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

42

panjang. Data dari hasil wawancara yang diperoleh kemudian dicatat

dan dikumpulkan sehingga menjadi sebuah catatan lapangan.

Page 60: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

43

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menyajikan gambaran umum lokasi penelitian yakni

Desa Pitusunggu Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkajene dan

Kepulauan yang meliputi gambaran umum Desa Pitusunggu, gambaran

umum Pemerintah Desa Pitusunggu dan gambaran umum Badan

Permusyawaratan Desa Pitusunggu. Gambaran umum Desa Pitusunggu

mencakup kondisi fisik dan wilayah, kependudukan, kondisi sosial, kondisi

ekonomi, serta visi misi Desa Pitusunggu. Gambaran umum Pemerintah

Desa Pitusunggu dan BPD Desa Pitusunggu terdiri dari kedudukan, tugas

dan fungsi, serta struktur organisasi.

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Pitusunggu merupakan salah satu Desa di Kecamatan Ma’rang

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Desa Pitusunggu terdiri atas tiga

(tiga) Dusun yakni Dusun I Bonto sunggu, Dusun kampung baru, dan Dusun

pungkalawaki yang masing-masing dusun memiliki Enam (6) Rukun

Tetangga(RT) di dusun Bontosunggu , Tiga (3) Rukun Tetangga (RT) di

dusun kampung baru dan tiga (3) rukun tetangga (RT) di Dusun

Pungkalawaki. Desa Pitusunggu adalah Desa nelayan dan tambak yang

dominan penduduknya hidup dengan budidaya ikan dan hasil laut. Desa

Page 61: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

44

Pitusunggu adalah salah satu Desa yang memiliki nilai sejarah tersendiri

bagai masyarakatnya, secara historis nama Desa Pitusunggu awalnya

bernama Desa Bonto sunggu yaitu pada tahun 1964, kemudian pada Tahun

1975 berubah nama menjadi Desa Pitusunggu yang di ambil dari dua nama

Kampung di wilayah Desa ini yaitu: kampung Pitue dengan Kampung Bonto

Sunggu kemudian disingkat menjadi Pitusunggu.

4.1.1 Visi dan Misi Desa Pitusunggu

4.1.1.1 Visi Desa Pitusunggu

Penyusunan Visi Desa Pitusunggu dilakukan dengan

pendekatan Partisipatif, melibatkan pihak-pihak yang

berkepentingan di Desa seperti pemerintah desa, BPD, tokoh

masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan (anggota PKK), tokoh

pemuda dan masyarakat Desa pada umumnya. Berdasarkan hasil

musyawarah bersama maka ditetapkan Visi Desa Pitusunggu. Visi

Desa Pitusunggu yakni Meningkatkan Desa Pitusunggu disemua

sector sesuai potensi yang di miliki berlandaskan iman dan taqwa

kepada tuhan yang maha esa..

4.1.1.2 Misi Desa Pitusunggu

Berdasarkan pada Visi diatas maka dapat dijabarkan

beberapa hal yang merupakan Misi untuk dilaksanakan yang sesuai

dengan perundang-undangan yang berlaku :

Misi yang dimaksud antaranya :

Page 62: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

45

1. Mengelola sumber daya alam dengan baik dan

berkelanjutan dalam bidang perikanan dan kelauatan.

2. Membangun struktur perekonomian Desa dengan

baik,mandiri, yang didukung oleh infrasruktur yang

memadai.

3. Menyelenggarakan system pemerintahan yang baik, jujur

dan adil serta memberikan pelayanaan dengan baik kepada

masyarakat.

4. Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana desa.

5. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan

Desa.

6. Mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai budaya

masyarakat Desa yang tidak bertentangan dengan agama

yang di anut oleh masyarakat

7. Menciptakan kehidupan masyarakat Desa yang demokratis,

aman, damai dan tentram.

4.1.2 Kondisi Umum Desa Pitusunggu

4.1.2.1 Keadaan Geografis Desa

1. Batas wilayah

- Sebelah Timur : DesaPitue

Page 63: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

46

- Sebelah Barat : Keluran Liukang Tupabbiring

- Sebelah Utara : DesaTamangapa

- Sebelah Selatan : DesaPitue

2. Luas Wilayah

Luas Desa Pitusunggu sekitar 3,65 HA. Sebagian besar

lahan di Desa Pitusunggu digunakan sebagai lahan tambak dan

hanya sebagian kecil saja yang digunakan menjadi lahan

perkebunan. Lokasi permukiman warga dimanfaatkan juga untuk

kegiatan kerajinan tangan anyam-anyaman.

3. Keadaan Topografi

Secara umum keadaan topografi Desa Pitusunggu adalah

daerah pesisir.Desa Pitusuggu terbagi menjadi beberapa wilayah

diantaranya Wilayah Dusun Bonto Sunggu, Dusun Kampung

Baru dan Dusun Pungkalawaki yang berada di kecamatan

Ma’rang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yang berjarak

sekitar 5 km dari ibukota kecamatan.dan berjarak sekitar 23 km

dari ibukota kabupaten.

4.1.2.2 Iklim

Iklim Desa Pitusunggu sebagaimana desa-Desa lain di wilayah

Indonesia beriklim tropis dengan dua musim yakni musim kemarau

dan musim hujan.

Page 64: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

47

4.1.2.3 Wilayah Administrasi Pemerintahan Desa

Desa Pitusunggu terdiri atas tiga (3) dusun yakni Dusun Bonto

Sunggu, Dusun Kampung Baru dan Dusun Pungkalawaki. Wilayah

administrasi pemerintahan Desa Pitusunggu memiliki jumlah rukun

tetangga (RT) sebanyak dua belas (12) dan masing dusun terdiri dari

enam (6) RT di Dusun Bonto Sunggu, tiga (3) rukun tetangga(RT) di

Dusun Kampung baru dan tiga (3) rukun tetangga (RT) di Dusun

Pungkalawaki. Berikut wilayah administrasi pemerintahan Desa

Pitusunggu.

Tabel 4.1

Wilayah Administrasi Pemerintahan Desa Pitusunggu

Nama Dusun Jumlah RT

Dusun I Bonto Sunggu

Dusun II Kampung Baru

Dusun III Pungkalawaki

6

3

3

Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015.

4.1.3 Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk Desa Pitusunggu

4.1.3.1 Jumlah Penduduk

Penduduk Desa Pitusunggu terdiri atas 531 KK dengan total

jumlah jiwa 2.010 jiwa. Berikut perbandingan jumlah penduduk

dengan laki-laki.

Page 65: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

48

Tabel 4.2

Perbandingan Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan Total

1000 jiwa 1010 jiwa 2.010 jiwa

Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015

4.1.3.2 Tingkat Kesejahteraan

Desa Pitusunggu yang memiliki 2010 jiwa dari 531 KK terbagi

atas 2 klasifikasi dilihat dari tingkat kesejahteraannya yakni pra

sejahtera dan sejahtera.

Tabel 4.3

Perbandingan Tingkat Kesejahteraan penduduk Desa Pitusunggu

Pra Sejahtera Sejahtera Total

79 KK 452 KK 531 KK

Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015

4.1.3.3 Mata pencaharian

Desa Pitusunggu merupakan daerah pesisir yang sebagian

besar wilayahnya adalah lahan tambak. Olehnya itu sebagian besar

Page 66: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

49

mata pencaharian penduduk bergantung pada hasil laut dan hasil

tambak, penduduk Desa Pitusunggu sebagian besar berprofesi

sebagai nelayan, selebihnya ada yang berprofesi sebagai pedagang,

peternak dan juga berprofesi sebagai PNS (guru dan pegawai negeri

lainnya). Berikut perbandingan persentase jenis mata pencaharian

penduduk Desa Pitusunggu.

Tabel 4.4

Perbandingan Persentase Mata Pencaharian Penduduk Desa Pitusunggu

Mata Pencaharian Persentase

Petani

Nelayan

Peternak

Wiraswasta

PNS

Karyawan

Pengrajin

1 %

80,5 %

4 %

7 %

3,4 %

0,3 %

3,8 %

Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015

4.1.4 Sarana dan Prasarana Desa Pitusunggu

Seperti desa-Desa lainnya, Desa Pitusunggu juga memiliki sarana dan

prasarana yang meliputi berbagai aspek guna memenuhi kebutuhan

Page 67: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

50

masyarakatnya. Desa Pitusunggu yang letaknya tidak begitu jauh dari pusat

kota Pangkajene memiliki sarana dan prasarana yang dapat dikatakan cukup

memadai. Berikut gambaran sarana dan prasarana yang ada di Desa

Pitusunggu.

4.1.4.1 Sarana Umum

Sarana umum meliputi semua sarana yang dapat digunakan dan

sangat dibutuhkan oleh masyarakat Desa Pitusunggu pada umumnya.

Berikut sarana umum yang ada di Desa Pitusunggu.

Tabel 4.5

Sarana Umum Desa Pitusunggu

Sarana Jumlah

Pasar

Masjid

Poliklinik

Lapangan sepak bola

1 buah

2 buah

1 buah

1 buah

Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015

4.1.4.2 Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan sangat dibutuhkan di semua tempat termasuk

Desa Pitusunggu. Sarana Pendidikan sangat penting bagi pengembangan

Page 68: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

51

ilmu pengetahuan masyarakat di Desa Pitusunggu. Olehnya itu beberapa

sarana pendidikan dibangun di Desa Pitusunggu. Berikut sarana

pendidikan yang ada di Desa Pitusunggu.

Tabel 4.6

Sarana Pendidikan Desa Pitusunggu

Sarana Jumlah

TK

SD/MI

SMP/Tsanawiyah

SMA/Aliyah

1 buah

1 buah

1 buah

-

Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015

4.1.4.3 Sarana Keagamaan

Dalam melaksanakan kegiatan rohani dibutuhkan sarana-sarana

keagamaan. Di Desa Pitusunggu yang semua masyarakatnya menganut

agama Islam memiliki beberapa Masjid sebagai sarana keagamaan.

Berikut sarana keagamaan di Desa Pitusunggu.

Page 69: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

52

Tabel 4.7

Sarana Keagamaan Desa Pitusunggu

Sarana Jumlah

Masjid

Mushallah

Pura

Gereja

3 buah

-

-

-

Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015

4.1.4.4 Prasarana Transportasi

Dalam melancarkan akses ke dalam maupun ke luar suatu

daerah atau wilayah dibutuhkan prasarana transportasi sebagai media

dalam memudahkan penggunaan alat transportasi. Di Desa Pitusunggu

memiliki prasarana transportasi sebagai akses dalam menjangkau wilayah

Desa Pitusunggu itu sendiri dan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.

Berikut prasarana transportasi di Desa Pitusunggu.

Page 70: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

53

Tabel 4.8

Prasarana Transportasi Desa Pitusunggu

Prasarana Jumlah

Provinsi

Kabupaten

Desa

78 KM

23 KM

5 KM

Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015

4.1.4.5 Kualitas Jalan

Kualitas jalan sebagai akses keluar masuk suatu daerah atau

wilayah sangat perlu diperhatikan. Hal ini dimaksudkan agar dapat

memperlancar segala macam kegiatan masyarakat yang membutuhkan

jalan sebagai media pendukungnya. Oleh karena itu, Desa Pitusunggu

yang memiliki lebih dari 2.000 penduduk membutuhkan jalan yang

memiliki kualitas yang baik agar dapat digunakan oleh masyarakat Desa

Pitusunggu itu sendiri. Desa Pitusunggu memiliki beberapa jenis jalan

berdasarkan kualitasnya mulai dari yang memenuhi standar hingga yang

sifatnya kurang memadai. Berikut jenis jalan berdasarkan kualitasnya di

Desa Pitusunggu.

Page 71: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

54

Tabel 4.9

Kualitas Jalan Desa Pitusunggu

Jalan Panjang

Aspal

Sirtu

Tanah

Setapak

5 KM

2 KM

1 KM

1 KM

Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015

4.1.5 Pemerintahan Desa Pitusunggu

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang

Desa, Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan

oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur

dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan

adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan pemerintahan Desa

merupakan subsistem dari penyelenggaraan pemerintahan, sehingga Desa

memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakatnya. Adapun urusan pemerintah yang menjadi kewenangan

Desamencakup:

Page 72: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

55

a) Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul

desa;

b) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota

yang diserahkan pengaturannya kepada desa;

c) Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan

Pemerintah Kabupaten/Kota; dan

d) Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-

undangan diserahkan kepada desa.

Penyelenggaraan pemerintahan dan pembuatan APBDesa di Desa

ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat

melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan

esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat. Adapun Penyelenggara

pemerintahan di Desa Pitusunggu terdiri dari :

1. Kepala Desa

2. Sekretaris Desa

3. Kaur Pemerintahan

4. Kaur Pembangunan

5. Kaur Umum

6. Kadus Bonto sunggu

7. Kadus Kampung Baru

Page 73: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

56

8. Kadus Pungkalawaki

Selain yang telah disebutkan diatas, juga terdapat BPD yang

merupakan mitra pemerintah Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan

desa. Ada pun struktur pemerintah Desa Pitusunggu dapat dilihat dalam

bagan berikut ini :

Bagan. 2

Struktur Pemerintah Desa Pitusunggu

Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015

Kaur Umum Darwisa

Kaur Pemerintahan Usman HR.

Kadus Bonto sunggu

Syaruddin Kadus Kampung Baru

Jumaing Kadus Pungkalawaki

Abdullah

BPD

Sekretaris Desa A.Parenrengi

Kepala Desa Nurhayati S.Sos

. SULAEMANA, SE

KASI KESEJAHTARAN SOSIAL

Kusnadi

KASI EKONOMI & PEMBANGUAN

Faisal

KASI PEMERINTAHAN

Hasmah

Page 74: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

57

4.1.6 Badan Permusyawaratan Desa Pitusunggu

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan mitra kerja

pemerintah Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan di desa. Badan

Permusyawaratan Desa Pitusunggu disahkan pada tahun 2012 yang lalu,

lembaga ini terbentuk mengingat peraturan Mentri Dalam Negri yang

mengatur tentang pedoman teknis pembentukan Badan permusyawaratan

Desa yaitu Peraturan Mentri Dalam Negri No.111 Tahin 2014. Badan

Permusyawaratan Desa Pitusunggu berjumlah 7 orang, yang terdiri atas :

1. Ketua : 1 orang

2. Sekretaris : 1 orang

3. Bendahara : 1 orang

4. Anggota : 4 orang

Mekanisme pembentukan anggota BPD Pitusunggu yaitu dipilih

melalui musyawarah mufakat. Mekanisme tersebut sesuai dengan Peraturan

Pemerintah No. 43 Tahun 2014 tentang pedoman pembentukan Badan

Permusyawaratan Desa. Adapun struktur Badan Permusyawaratan Desa

Pitusunggu dapat dilihat pada bagan berikut ini :

Page 75: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

58

Bagan. 3

Struktur BPD Desa Pitusunggu

Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015

Sekretaris BPD

H. Muh. Arsyad

Anggota BPD :

1. Amirullah

2. Budirman

3. Saharia

4. Husain Ta’aming

Ketua BPD

H.Naharuddin

Bendahara BPD

Baharuddin

Page 76: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

59

Tabel 4.10

PROFIL BPD DESA PITUSUNGGU

NAMA JABATAN KETERANGAN

H.Naharuddin Ketua BPD Kepala Sekolah SDN 1 Bonto Sunggu

H.Muh Arsyad Sekertaris Tokoh masyarakat

Baharuddin Bendahara Tokoh Masyarakat

Amirullah Anggota Tokoh Pemuda

Budirman Anggota Tokoh Masyarakat

Husein Ta’aming Anggota Tokoh Masyarakat

Saharia Anggota Perwakilan Perempuan Tani Tambak

Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015

Page 77: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

60

4.2 Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Pembuatan

peraturan Desa PituSunggu Kecamatan Ma’rang Kabupaten

Pangkajene Dan Kepulauan

Peraturan pemerintah No. 43 tahun 2014 menegaskan bahwa ada

beberapa peraturan desa yang wajib dibentuk atau dibuat oleh pemerintah

desa di Indonesia, salah satunya yakni Peraturan Desa Tentang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa). Berdasarkan peraturan

perundang-undangan tersebut Kepala Desa dan BPD Desa pitusunggu

secara bersama-sama membuat Peraturan Desa pitusunggu No. 1 tahun

2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) tahun

2015. Peraturan desa tersebut merupakan pedoman sekaligus landasan

dalam pembuatan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

(APBDesa) tahun 2015. Dalam pembuatannya, peraturan desa tersebut telah

melewati proses yang panjang hingga dapat menjadi sebuah peraturan yang

dapat diberlakukan di Desa Pitusunggu.

Sesuai yang dikemukakan pada bab sebelumnya, dalam proses

pembuatan peraturan desa dapat dibagi menjadi 3 (tiga) tahap yakni tahap

inisiasi, tahap sosio-politis dan tahap yuridis. Tahap-tahap tersebut menjadi

pedoman dalam pembuatan peraturan desa tidak terkecuali dalam

pembuatan Peraturan Desa pitusunggu No. 1 tahun 2015 tentang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) tahun 2015. Dalam pembuatan

Page 78: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

61

peraturan desa tersebut melibatkan banyak pihak. Namun, dalam pembuatan

peraturan desa tersebut didominasi oleh BPD Desa pitusunggu dan

Pemerintah Desa pitusunggu. Dalam hal ini, BPD Desa Pitusunggu bertindak

sebagai lembaga legislasi di desa.

BPD Desa Pitusunggu yang merupakan lembaga legislasi di Desa

Pitusunggu tentunya memiliki peran-peran tersendiri. Peran-peran tersebut

sangat erat kaitannya dalam proses pembuatan peraturan desa khususnya

dalam pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 tahun 2015 Tentang

APBDesa Tahun 2015 di Desa Pitusunggu. BPD Desa Pitusunggu dituntut

melaksanakan fungsi legislasinya semaksimal mungkin dalam pembuatan

peraturan desa tersebut. Oleh karena itu, dalam bab ini penulis akan

mengulas bagaimana pelaksanaan fungsi legislasi Badan Permusyawaratan

Desa Pitusunggu dalam Tahap Inisiasi, Sosio-politis dan Yuridis pembuatan

Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 tahun 2015 Tentang APBDesa Tahun

2015.

4.2.1 Tahap Inisiasi Dalam Proses Pembuatan Peraturan Desa

Pitusunggu

Tahap Inisiasi pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 tahun

2015 Tentang APBDesa Tahun 2015 merupakan tahap munculnya gagasan

oleh Pemerintah Desa Pitusunggu. Dalam pembentukan peraturan desa

Page 79: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

62

tersebut, tahapan ini adalah tahapan yang paling awal. Dalam Tahap Inisiasi

ini, BPD Desa Pitusunggu tidak memiliki hak untuk mengajukan usulan

rancangan peraturan desa. Hal tersebut sesuai dengan Permendagri No.111

Tahun 2014 pasal 7 (2).namun hak untuk mengajukan usulan rancangan

peraturan Desa tentang APBDesa yaitu Pemerintah Desa.

Pemerintah Desa Pitusunggu berasumsi bahwa pada saat itu Desa

Pitusunggu memang sangat membutuhkan peraturan desa tentang

APBDesa, untuk membenahi Desa Pitusunggu dalam hal pembenahan

infrastruktur dan suprastrukur Desa Pitusunggu. Hal tersebut diungkapkan

oleh Nurhayati S.Sos selaku Ketua kepala Desa Pitusunggu, berikut

pernyataannya.

“Dalam pembenahan desa Pitusunggu, peraturan desa tentang APBDesa sangat dibutuhkan, karena untuk menciptakan infrastruktur dan suprastuktur yang memadai dibutuhkan aturan .apalagi sudah keharusan desa harus memiliki peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja desa, atas dasar itulah kami sebagai Pemerintah Desa Pitusunggu mengusulkan rancangan peraturan desa tentang APBDesa kepada BPD desa pitusunggu untuk di tindak lanjuti. (wawancara pada tanggal 10 pebruari 2016) Berdasarkan dari uraian serta penyataan di atas yang dikemukakan

oleh salah satu informan dalam penelitian, di dapat alasan mengapa

Pemerintah Desa Pitusunggu melakukan pengusulan dalam pembentukan

Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 tahun 2015 Tentang APBDesa Tahun 2015

antara lain.

Page 80: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

63

1. Menjalankan amanah Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2014

yang mengharuskan pembuatan peraturan desa tentang Anggaran

Pendapatan Dan Belanja Desa

2. Desa Pitusunggu sangat membutuhkan peraturan desa tersebut

dalam membenahi Desa Pitusunggu;

3. Dalam pembenahan infrastruktur dan suprastruktur harus dilandasi

dengan peraturan desa.

Dalam Tahap Inisiasi pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1

tahun 2015 Tentang APBDesa Tahun 2015 diawali dengan pengumpulan

aspirasi masyarakat. Pengumpulan aspirasi ini dilakukan dalam bentuk

musyawarah. Musyawarah tersebut dilakukan di tingkat RT dan dusun di

Desa Pitusunggu. Setelah aspirasi masyarakat telah dikumpulkan, proses

atau langkah selanjutnya adalah melakukan penyusunan dan pengusulan.

Penyusunan dan pegusulan dilakukan dalam rapat yang dilaksanakan

oleh Pemerintah Desa Pitusunggu, rapat ini bersifat internal. Hasil dari rapat

internal yang dilakukan pemerintah Desa kemudian di konsultasiikan kepada

camat kecamatan ma”rang bersama dengan tokoh masyarakat yang berada

Desa Pitusunggu , selain menyusun dan mengusulkan rancangan peraturan

desa , Pemerintah Desa juga melibatkan BPD Desa Pitusunggu dalam

proses penetapan rancangan peraturan desa yang akan diajukan

Selanjutnya.

Page 81: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

64

Berdasarkan uraian di atas,Tahap Inisiasi pembuatan Peraturan Desa

Pitusunggu Kecamatan Ma’rang Kabupaten pangkajene dan kepulauan No.

1 tahun 2015 Tentang APBDesa Tahun 2015 dapat dibagi menjadi 3

subtahap, yakni sebagai berikut :

1. Pengumpulan aspirasi masyarakat Desa Pitusunggu;

2. Penyusunan dan pengusulan rancangan peraturan desa yang di

konsultasikan bersam Camat Ma’rang dan Tokoh Masyarakat Desa

Pitusunggu;

3. Penetapan rancangan peraturan desa yang melibatkan BPD Desa Pitusunggu.

Bagan. 4

Alur Tahap Inisiasi

Pengumpulan

Aspirasi Masyarakat

Penyusunan dan pengusualan Rancangan Peraturan Desa yang telah di konsultasikan

Penetapan Rancangan Peraturan Desa

Tahap Inisiasi Peraturan Desa

Pitusunggu

Keterangan : Proses Selanjutnya

Page 82: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

65

1. Proses Pengumpulan Aspirasi Masyarakat Dalam Pembuatan

Peraturan Desa Pitusunggu

Sebelum pemerintah Desa Pitusunggu melakukan Pengusulan dan

Penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa tahun 2015 Yang

ditetepkan menjadi rancangan peraturan desa oleh BPD dan pemerintah

desa Pitusunggu, ada proses yang turut berperan dalam inisiasi yang

dilakukan oleh Pemerinta Desa Pitusunggu. Proses tersebut adalah

Pengumpulan Aspirasi Masyarakat. Pengumpulan aspirasi tersebut terbagi

atas Musyawarah RT dan Musyawarah Dusun. Musyawarah RT dan Dusun

tersebut merupakan media bagi Pemerintah Desa dalam mengumpulkan

aspirasi masyarakat Desa Pitusunggu merupakan wadah bagi masyarakat

Desa Pitusunggu dalam menyalurkan aspirasinya khususnya dalam proses

pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 tahun 2015 Tentang APBDesa

Tahun 2015. Hal ini didukung oleh keterangan dari salah seorang dari tokoh

masyarakat sekaligus Salah seorang kepala dusun Bonto Sunggu Desa

Pitusunggu berikut ini.

“Sebelum Pemerintah Desa Pitusunggu merumuskan ranperdes, Pemerintah Desa Pitusunggu mengumpulkan aspirasi masyarakat yang dihasilkan dalam musyawarah RT dan dusun. Saya bersama kepala-kepala dusun lainnya memberikan hasil musyawarah dusun ke Pemerintah Desa untuk dikumpulkan dan diajukan secara resmi untuk kemudian dibahas secara bersama oleh Pemerintah desa Pitusunggu Dan Camat Kecamatan Ma’rang” (Wawancara dengan Syaruddin, tanggal 10 pebruari 2016).

Page 83: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

66

Pengumpulan aspirasi oleh Pemerintah Desa Pitusunggu didasarkan

pada Peraturan Mentri Dalam Negri No. 111 tahun 2014 bahwa Pemerintah

Desa memiliki fungsi dan wewenang dalam menampung aspirasi masyarakat,

sehingga dapat diartikan bahwa Pemerintah Desa sebagai penyelenggaraan

pemerintahan desa untuk melakukan upaya untuk menggalang aspirasi

masyarakat. Oleh karena itu, Pemerintah Desa Pitusunggu berinisiatif untuk

meminta kepada aparat pemerintah dusun dan RT untuk mengumpulkan

masyarakatnya dalam forum musyawarah. Pengumpulan hasil dari

musyawarah RT dan dusun tersebut akan dikonsultasikan kepada Camat

Kecamatan Ma’rang sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan

rancangan peraturan desa tentang APBDesa tahun 2015, dan proses

selanjutnya pemerintah desa membahas rancangan peraturan desa untuk di

tetapkan menjadi rancangan peraturan APBDesa bersama BPD Desa

Pitusunggu.

Pengumpulan aspirasi masyarakat dalam proses pembuatan peraturan

desa memiliki peranan tersendiri dalam pelaksanaan Tahap Inisiasi, yaitu

sebagai berikut :

1. Merupakan proses yang bersifat penunjang dalam menciptakan

peraturan desa yang berpihak kepada masyarakat desa;

Page 84: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

67

2. Merupakan proses persiapan dalam melakukan perumusan

rancangan peraturan desa;

3. Mendorong tercapainya tingkat keefektifan dan efisiensi dalam

pembuatan sebuah peraturan desa

Adapun Pengumpulan aspirasi masyarakat oleh Pemerintah Desa

Pitusunggu dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1. Musyawarah Tingkat RT

Dalam proses Pengumpulan Aspirasi Masyarakat di Desa Pitusunggu

terkait pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 tahun 2015 Tentang

APBDesa Tahun 2015, diawali oleh musyawarah yang diadakan di tingkat RT

yang ada di dusun-dusun di Desa Pitusunggu. Di Desa Pitusunggu ada 3

Dusun dan masing-masing terdiri dari 6 RT di Dusun Bonto Sunggu,3 RT di

Dusun Kampung Baru dan 3 RT di Dusun Pungkalawaki, dengan demikian

ada 12 musyawarah tingkat RT yang dilaksanakan. Musyawarah RT ini

bertujuan untuk menyiapkan materi pembahasan dalam musyawarah dusun.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Andi Darwis (Ketua RT 2 Dusun

Bonto sunggu Desa Pitusunggu) berikut ini

. “Seminggu sebelum musyawarah dusun dilaksanakan, diadakan musyawarah RT. Musyawarah ini bertujuan untuk mewadahi masyarakat RT dalam memberikan gagasannya dan untuk menyiapkan bahan yang akan dibahas dalam musyawarah dusun nantinya.” (Wawancara dengan Andi Darwis, tanggal 11 pebruari 2016).

Page 85: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

68

Berdasarkan uraian serta keterangan yang diperoleh dari informan di

atas, musyawarah tingkat RT yang diadakan di Desa Pitusunggu memiliki

fungsi sebagai berikut :

1. Untuk mewadahi masyarakat tingkat RT dalam memberikan

gagasannya terkait pembuatan peraturan desa di Desa

Pitusunggu;

2. Untuk menyiapkan materi yang akan dibahas dalam musyawarah

dusun.

Dalam musyawarah RT ini forum yang ada bersifat informal dan

kekeluargaan namun tetap terpimpin. Musyawarah RT ini dilaksanakan

sekitar 1 minggu sebelum diadakannya musyawarah dusun. Musyawarah RT

dipimpin oleh ketua RT masing-masing atau tidak menutup kemungkinan

dapat dipimpin oleh tokoh masyarakat setempat bila ketua RT berhalangan.

Musyawarah RT ini dihadiri oleh tokoh pemuda, tokoh agama, tokoh

masyarakat dan masyarakat di RT masing-masing. Hasil yang didapatkan

dari musyawarah ini didasarkan atas kata mufakat atau kesepakatan

bersama. Hasil musyawarah ini dimaksudkan untuk memperkaya materi yang

akan dibahas dalam Musyawarah dusun nantinya.

Page 86: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

69

Peran Pemerintah Desa Pitusunggu Dalam Musyawarah Tingkat RT

Dalam memaksimalkan pelaksanaan fungsinya Pemerintah Desa

Pitusunggu dituntut untuk melakukan banyak gebrakan dan inovasi. Dalam

pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 tahun 2015 Tentang APBDesa

Tahun 2015, Pemerintah Desa Pitusunggu menggagas pelaksanaan

Musyawarah RT dan dusun sebagai media dalam menggalang aspirasi

masyarakat Desa Pitusunggu. Hal tersebut merupakan gebrakan Pemerintah

Desa Pitusunggu dalam menghasilkan rancangan peraturan desa yang

berkualitas. Dengan melibatkan langsung masyarakat akan menambah

kualitas Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 tahun 2015 Tentang APBDesa

tersebut sebagai peraturan perundang-undangan.

Dalam melancarkan gebrakan tersebut, Pemerintah Desa Pitusunggu

berkoordinasi kepada aparat pemerintah RT untuk meminta Ketua-Ketua RT

mengumpulkan masyarakat dan mengadakan musyawarah. Pemerintah

Desa Pitusunggu merupakan penggagas pelaksanaan musyawarah RT.

Pemerintah Desa Pitusunggu hanya bertindak sebatas memantau

hasil dari musyawarah RT ini. Dari penjelasan tersebut, Pemerintah Desa

dalam proses pelaksanaan Musyawarah RT adalah sebagai berikut :

Sebagai penggagas dilaksanakannya musyawarah RT;

Sebagai pemantau hasil musyawarah

Page 87: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

70

Bagan. 5

Peran Pemerintah Desa Pitusunggu dan Alur dari Musyawarah Tingkat RT

2. Musyawarah Tingkat Dusun

Musyawarah terkait pengumpulan aspirasi masyarakat desa dalam

pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 Tentang APBDesa Tahun

Musyawarah Tingkat RT Pemerintah Desa Pitusunggu:

Sebagai Penggagas

Mufakat Pemerintah Desa Pitusunggu:

Sebagai Pemantau Hasil Musyawarah

Musyawarah Tingkat

Dusun

Keterangan : Proses Selanjutnya Peranan

RT 2 Dusun 3

pungkalawaki

RT 1 Dusun 3

pungkalawaki

RT 3 Dusun 3

pungkalawaki

RT 1 Dusun 2

kampung baru

RT 2 Dusun 2

kampong baru

RT 1 Dusun 1

Bonto sunggu

RT 3 Dusun2

kampongg baru

RT 2 Dusun 1

Bonto sunggu

RT 4 Dusun 1

Bonto sunggu

RT 3 Dusun 1

Bonto sunggu

RT 6 Dusun 1

Bonto sunggu

RT 5 Dusun 1

Bonto sunggu

Page 88: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

71

2015, kemudian dilanjutkan di tingkat dusun. Musyawarah dusun ini berguna

sebagai wadah dalam pengumpulan aspirasi masyarakat RT yang telah

dilakukan sebelumnya sekaligus wadah dalam penyatuan gagasan dari dua

belas RT yang ada. Selain itu, Musyawarah dusun juga dimaksudkan untuk

mewadahi masyarakat yang mungkin tidak sempat hadir dalam musyawarah

RT sebelumnya. Yang paling penting adalah hasil dari musyawarah ini akan

diberikan kepada Pemerintah Desa Pitusunggu sebagai bahan pertimbangan

dalam merumuskan rancangaan peraturan desa tentang APBDesa tahun

2015. Hal ini sesuai dengan penjelasan dari Muhammad selaku tokoh

masyarakat Desa Pitusunggu, berikut pernyataannya :

“Setelah musyawarah tingkat RT sudah memperoleh kata mufakat, musyawarah kemudian dilanjutkan di tingkat dusun. Di musyawarah dusun ini dikumpulkan hasil musyawarah RT tapi tetap ada kesempatan untuk masyarakat yang tidak datang pada musyawarah RT untuk memberikan pendapatnya.” (Wawancara dengan Muhammad, tanggal 11 Pebruari 2016). Berdasarkan penjelasan serta keterangan dari salah satu informan di

atas, fungsi Musyawarah Tingkat Dusun dalam pembuatan peraturan desa di

Desa Pitusunggu adalah sebagai berikut :

1. Sebagai wadah dalam pengumpulan aspirasi masyarakat RT yang

diperoleh dalam musyawarah RT;

2. Sebagai wadah dalam penyatuan gagasan dari RT yang ada di

dusun masing-masing;

Page 89: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

72

3. Untuk mewadahi masyakat yang mungkin tidak sempat hadir dalam

musyawarah RT sebelumnya, dalam menyampaikan aspirasinya.

4. Hasil dari musyawarah ini akan diberikan kepada Pemerintah Desa

Pitusunggu sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan

peraturan desa.

Pengumpulan aspirasi masyarakat yang dilakukan dalam bentuk

musyawarah dusun tersebut diadakan di 3 (tiga) dusun yang ada di Desa

Pitusunggu. Musyawarah ini merupakan kelanjutan dari pertemuan yang

dilakukan di tingkat RT masing-masing dusun. Dalam musyawarah ini unsur-

unsur dusun yang hadir diberikan kesempatan untuk memberikan gagasan

dan ide-ide khususnya yang berkaitan dengan pembuatan Peraturan Desa

Pitusunggu No. 1 tahun 2015 Tentang APBDesa. Selain itu, hasil

musyawarah RT turut dijadikan materi dalam pokok pembahasan

musyawarah dusun ini, guna memperkaya materi yang akan dibahas dalam

musyawarah dusun tersebut. Dengan demikian musyawarah ini tidak hanya

menghasilkan kesepakatan yang berasal dari materi-materi yang muncul

dalam musyawarah dusun itu sendiri, melainkan juga mempertimbangkan

hasil yang ada dari musyawarah RT sebelumnya.

Pada musyawarah dusun ini masyarakat diharapkan untuk memberi

sumbangsihnya dalam hal pemikiran terhadap Desa Pitusunggu khususnya

berkaitan dengan rancangan peraturan desa tentang APBDesa tahun 2015.

Musyawarah dusun ini sedikit banyaknya dinilai dan terbukti dapat membantu

Page 90: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

73

dalam pembuatan peraturan desa tersebut khususnya dalam tahap Inisiasi

dalam pembentukan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 tahun 2015 Tentang

APBDesa Tahun 2015.

Bagan. 6

Alur Musyawarah Tingkat Dusun

Musyawarah dusun ini dilaksanakan di 3 (tiga) dusun yang ada di

Desa Pitusunggu yakni Dusun I Bonto sunggu, Dusun II Kampung Baru dan

di Dusun III Pungkalawaki. Musyawarah dusun ini tidak dilakukan secara

serentak. Selain itu, musyawarah dusun ini diadakan di tempat yang berbeda

Musyawarah

Tingkat Dusun

Musyawarah

Dusun bonto

sunggu

Musyawarah

Dusun kampung

baru

Musyawarah

Dusun

pungkalwaki

Mufakat

Keterangan : Proses Selanjutnya Peranan

Pemerintah Desa Pitusunggu:

Sebagai Penggagas dan

Penyelenggara

Page 91: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

74

yakni di masing-masing dusun yang di gagas dan di jalankan oleh pemerintah

desa masing-masing yaitu kepala dusun selaku pemerintah desa di tingkat

Dusun. Dari segi waktu, ketiga musyawarah dusun ini berlangsung kurang

lebih selam 2 jam.

Peran Pemerintah Desa Pitusunggu Dalam Musyawarah Tingkat

Dusun

Berdasarkan gambaran tentang proses pelaksanaan ketiga

musyawarah dusun di atas, BPD Desa Pitusunggu sama sekali tidak terlibat

langsung. BPD Desa Pitusunggu bahkan tidak ikut hadir dalam musyawarah

dusun tersebut. Oleh karena itu dalam proses atau pelaksanaan musyawarah

dusun, BPD Desa Pitusunggu sama sekali tidak memiliki peranan. Namun,

Musyawarah dusun yang dijadikan sarana dalam menghimpun aspirasi

masyarakat adalah ide dari Pemerintah Desa Pitusunggu yang juga sebagai

pelaksana di tingkat musyawarah dusun. Atau dengan kata lain, dalam

melaksanakan fungsinya Pemerintah Desa Pitusunggu bertindak sebagai

penggagas dan penyelenggara pelaksanaan musyawarah dusun dalam

pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 tahun 2011 tentang APBDesa .

Peran pemerintah Desa Pitusunggu dalam menjalankan fungsinya

juga dapat dilihat ketika para Kepala Dusun diminta oleh Pemerintah Desa

Pitusunggu untuk menyerahkan hasil dari musyawarah dusun tersebut.

Page 92: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

75

Dalam hal tersebut, Pemerintah Desa Pitusunggu memiliki peran yakni dalam

menghimpun aspirasi masyarakat Desa Pitusunggu yang berasal dari proses

musyawarah dusun tersebut. Dan kemudian diolah oleh Pemerintah Desa

Pitusunggu menjadi rancangan peraturan desa yang akan di konsultasikan

bersama Camat Kecamatan Ma’rang(Perumusan).

Berdasarkan pengamatan dan penjelasan di atas, peranan Pemerintah

Desa Pitusunggu menyangkut musyawarah dusun adalah sebagai berikut.

1. sebagai penggagas dam pelaksanaan musyawarah dusun dalam

pembuatan peraturan APBDesa di Desa Pitusunggu;

2. Menghimpun aspirasi masyarakat Desa Pitusunggu yang berasal

dari proses musyawarah dusun.

Tabel 4.11

Peran Pemerintah Desa Pitusunggu Dalam Musyawarah Dusun

Musyawarah Dusun Peran Pemerintah Desa

Pitusunggu

Persiapan Sebagai penggagas

Pelaksanaan Sebagai pelaksana

Hasil Sebagai Pemantau hasil musyawarah

Sumber : Data Primer

Setelah menerima hasil musyawarah dusun dari para kepala dusun di

Desa Pitusunggu, pemerintah Desa Pitusunggu kemudian mengambil

Page 93: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

76

langkah-langkah dalam mengolah hasil dari musyawarah dusun tersebut.

Langkah yang diambil Pemerintah Desa Pitusunggu yakni dengan

mengadakan Rapat Gabungan Pemerintah desa yang dihadiri oleh Camat

kecamatan Ma’rang untuk di konsultasikan. Rapat ini bertujuan untuk

mempertimbangkan hasil dari musyawarah dusun untuk diajukan sebagai

ranperdes tentang APBDesa tahun 2015 dan untuk selanjutnya merumuskan

dan menetapkan ranperdes yang diajukan ke rapat gabungan atau rapat

pembahasan bersama BPD Desa Pitusunggu.

Bagan. 7

Peran Pemerintah Desa Pitusunggu Dalam Musyawarah Tingkat Dusun

Musyawarah

Tingkat Dusun

Musyawarah

Dusun Bontosua

Musyawarah

Dusun Pitusunggu

Musyawarah

Dusun Baranasing

Mufakat Pemerintah Desa

Pitusunggu : Menghimpun

Pemerintah Desa Pitusunggu :

Sebagai Penggagas dan

pelaksana

Rapat

gabungan

Page 94: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

77

2. Peran Pemerintah Desa Pitusunggu Dalam Proses Pengumpulan

Aspirasi Masyarakat Terkait Pembuatan Peraturan Desa

Pitusunggu

Pemerintah Desa Pitusunggu memiliki peran dalam menggagas

terciptanya proses Pengumpulan Aspirasi Masyarakat sebagai proses

sebelum atau Pra-pembuatan peraturan desa termasuk dalam pembuatan

Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 Tahun 2015 Tentang APBDesa Tahun

2015. Pemerintah Desa Pitusunggu menghimbau kepada aparat pemerintah

tingkat RT dan Dusun dengan meminta aparat pemerintah tingkat RT dan

dusun mengumpulkan masyarakat di RT dan Dusun masing-masing untuk

kemudian dilakukan musyawarah. Pemerintah Desa Pitusunggu terlibat

langsung dalam musyawarah tersebut. Pemerintah Desa Pitusunggu

menggagas dan melasaksanakan musyawarah tersebut untuk dijadikan

bahan pertimbangan pemerintah Desa Pitusunggu dalam merumuskan

rancangan peraturan desa yang akan di konsutrasikan Bersama Camat

Kecamatan Ma’rang.

Keterangan : Proses Selanjutnya Peranan

Page 95: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

78

Berdasarkan penjelasan di atas, Peran Pemerintah Desa Pitusunggu

Dalam proses Pengumpulan Aspirasi Masyarakat di Desa Pitusunggu adalah

sebagai berikut :

1. Sebagai penggagas dan Pelaksana terciptanya proses

Pengumpulan aspirasi masyarakat dalam pembuatan peraturan

APBDesa di Desa Pitusunggu;

2. Menghimpun hasil dari musyawarah untuk menjadi bahan

pertimbangan Pemerintah dalam merumuskan rancangan

peraturan desa yang akan di konsultasikan Bersama Camat

Kecamatan Ma’rang.

Bagan. 8

Peran Pemerintah Desa Pitusunggu dan Alur pengumpulan aspirasi masyarakat

Pengumpulan Aspirasi

Masyarakat Desa

Pitusunggu

Musyawarah Tingkat

RT

Musyawarah Tingkat

Dusun

Pemerintah Desa

Pitusunggu :

Menghimpun Hasil

Musyawarah

BPD Desa Pitusunggu

: Sebagai Penggagas dan Pelaksana

Mufakat

Page 96: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

79

Keterangan : Proses Selanjutnya Menghasilkan Peranan 3. Proses Perumusan Dalam Pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu

Dalam Tahap Inisiasi pembentukan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1

tahun 2015 tentang APBDesa , Perumusan menjadi kelanjutan dari proses

pengumpulan aspirasi masyarakat. Proses Perumusan ini memiliki peranan

yang sangat vital dalam pembentukan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1

tahun 2051 tentang APBDesa tahun 2015 karena dalam proses ini

membutuhkan ketelitian, ketepatan dan kemampuan dari Pemerintah Desa

Pitusunggu untuk menerjemahkan kondisi kekinian Desa Pitusunggu.

Dengan memenuhi hal tersebut, peraturan desa yang dibuat akan sesuai

dengan kebutuhan masyarakat Desa Pitusunggu. Dalam Proses perumusan

ini, hasil pengumpulan aspirasi masyarakat yang telah dilakukan sebelumnya

akan disimpulkan. Penarikan kesimpulan ini dilakukan dalam forum rapat

yakni Rapat Pemerintah Desa Pitusunggu dan di konsultasikan Bersama

camat Kecamatan Ma’rang.

4. Rapat Gabungan Pemerintah Desa Pitusunggu

Dalam pembuatan Rancangan Peraturan Desa Tentang APBDesa

Tahun 2015 dilakukan oleh pemerintah Desa Pitusunggu. Pembuatan

Rancangan dilakukan dalam rapat Pemerintah Desa Pitusunggu yang

Page 97: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

80

Bersifat Rapat Gabungan. Rapat dilaksanakan pada 24 April 2014. Rapat ini

dihadiri oleh Nurhayati S.Sos, selaku kepala Desa Pitusunggu, A.Parenrengi

selaku sekretaris Desa Pitusunggu, Darwisah, hatika,hasma,faizal, dan

kusnadi sebagai anggota Pemerintah desa Pitusunggu,H.Naharuddi selaku

ketua BPD,H.Muh. Arsyad selaku sekertaris BPD, baharuddin, Amirullah,

Budirman, Saharia, Husain Ta’aming selaku angguta BPD. dalam rapat ini

turut hadir bapak H.Hasanuddin DM S.Sos M.Si selaku Camat Kecamatan

Ma’rang, dalam rapat ini juga juga turut hadir para kepala dusun di Desa

Pitusunggu, Syaruddin, jumaing dan abdullah yang menjadi tamu undangan

guna diminta penjelasannya yang berkaitan dengan hasil musyawarah

dusun. Adapun absensi rapat gabungan yang di lakukan Oleh Pemerintah

desa dapat di lihat pada table berikut :

Tabel 4.12

Absensi Rapat Gabungan Desa Pitusunggu

Absensi Peranan Dalam Rapat

Nurhayati S.Sos Pimpinan Rapat

A.Parenrengi Notulis

H.Hasanuddin DM S.sos M.Si Peserta Rapat

Darwisah Peserta Rapat

Hatika Peserta Rapat

Hasma Peserta Rapat

Faizal Peserta Rapat

Page 98: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

81

Kusnadi Peserta Rapat

H.Naharuddin Peserta Rapat

H.Muh. arsyad Peserta Rapat

Amirullah Peserta Rapat

Buirman Peserta Rapat

Saharia Peserta Rapat

Husain Ta’amin Peserta Rapat

Syaruddin Tamu Undangan

Jumaing Tamu Undangan

Abdullah Tamu Undangan

Sumber : Data Primer

Rapat BPD terkait perumusan Rancangan Peraturan Desa Tentang

APBDesa Tahun 2015 diadakan di Kantor Desa Pitusunggu di Dusun Bonto

Sunggu.. Rapat ini bertujuan untuk membahas usulan dari musyawah dusun

yang telah diterima Pemerintah Desa. Rapat ini dipimpin dan dibuka

langsung oleh Nurhayati S.Sos sebagai Kepala Desa Pitusunggu. Pimpinan

Rapat kemudian memaparkan hasil musyawarah dusun kepada peserta rapat

karena sebelumnya Kepala Desa Pitusunggu telah menerima hasil dari

musyawarah dusun. Setelah semuanya telah selesai dipaparkan oleh

pimpinan rapat kemudian oleh pimpinan rapat meminta tanggapan berupa

kritik dan saran dari peserta rapat berkaitan dengan hasil musyawarah dusun

yang telah dipaparkan.

Page 99: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

82

Pada saat itu Budirman selaku peserta rapat sekaligus anggota BPD

Desa Pitusunggu hanya meminta penjelasan lebih mendalam terkait hasil

musyawarah dusun karena menurut Budirman apa yang telah dipaparkan

pimpinan rapat pada saat itu masih belum cukup jelas. Atas permintaan

peserta rapat, pimpinan rapat mengijinkan para kepala dusun untuk memberi

penjelasan guna melengkapi pemaparan yang telah dilakukan Kepala Desa

Pitusunggu sebelumnya. Penjelasan tersebut sesuai dengan keterangan

yang diperoleh dari Pemerintah Desa Pitusunggu tersebut, berikut

keterangannya :

“Pada saat itu saya meminta kepada para kepala dusun untuk menjelaskan hasil dari musyawarah dusun dan RT secara garis besarnya saja lewat Kepala Desa sebagai pimpinan rapat karena menurut saya pemaparan yang dilakukan oleh Kepala Desa masih belum jelas sehingga butuh penjelasan langsung dari para kepala dusun.” (Wawancara dengan budirman, tanggal 12 pebruari 2016). Pernyataan Budirman selaku Anggota BPD Desa Pitusunggu di atas

sejalan dengan keterangan dari Kepala Dusun I Bonto Sunggu Desa

Pitusunggu berikut ini.

“Saat rapat gabungan Pemerintah Desa, kepala-kepala dusun diminta menjelaskan hasil musyawarah termasuk saya sendiri selaku kepala Dusun Bonto Sunggu” (Wawancara dengan Syaruddin, tanggal 12 Pebruari 2016). Penjelasan oleh para kepala dusun Desa Pitusunggu berlangsung

beberapa menit. Setelah semuanya jelas kemudian oleh Pemerintah Desa

Pitusunggu memilah-milah aspirasi masyarakat Desa Pitusunggu yang dapat

dimasukkan dalam rancangan peraturan desa dengan menyatukan pendapat.

Page 100: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

83

Setelah penyatuan pendapat antara pemerintah desa pitusunngu dan peserta

rapat, selanjutnya di pemerintah Desa Pitusunggu memberikan kesempatan

kepada Camat Kecamatan Ma’rang untuk memberikan masukan, adapun

masukan camat kecamatan ma’rang dalam rapat gabungan yaitu:

“Sebenarnya aturan itu dibuat untuk kemaslahatan rakyat dan sebagai petunjuk untuk berlanggsungnya roda pemerintahan, nah, peraturan desa mengenai APBDesa ini sebaiknya pro kepada rakyat sehingga kebijakan yang akan dikeluarkan nantinya dapat diterima dengan positif oleh masyarakat desa pitusunngu. (wawancara dengan H. Hasanuddin DM selaku camat kecamatan ma’rang, Tanggal 13 Pebruari 2016)”

Dari penjelasan camat kecamatan Ma’rang penulis menarik kesimpulan

bahwa aturan mengenai APBDesa Pitusunggu harus sesuai dengan

kebutuhan yang ada di Desa Pitusunggu, hal ini dimaksudkan agar kebijakan

yang lahir nantinya akan mudah diterima oleh Masyarakat.

Setelah mendengar masukan-masukan yang di terima oleh

pemerintah desa. Proses selanjutnya Pemerintah Desa beserta BPD

Pitusunggu menetapkan Rancangan Peraturan Desa Tentang APBDesa

Tahun 2015. Dalam rapat Pemerintah Desa ini, rumusan yang telah di

tetapkan menjadi ranperdes yang akan diajukan secara resmi. Rapat ini

berlangsung selama kurang lebih 2 jam, mulai dari pukul 15.00 Wita sampai

pukul 17.15 Wita.

Page 101: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

84

5. Peran BPD Dalam Proses Penetapan Ranperdes

Dalam proses Penetapan Ranperdes tentang APBDesa no 1 tahun

2015, peran BPD Desa Pitusunggu jelas terlihat pada proses Rapat

gabungan yang di selanggarakan oleh Pemerintah desa pitusunggu. Dalam

Rapat Gabungan tersebut, BPD mempunyai peranan memberikan masukan-

masukan serta menetapan rancangan peraturan desa bersama pemerintah

desa tentang APBDesa no 1 tahun 2015 untuk selanjutnya di bawa

ketahapan sosio-politis, yaitu pembahasan rancangan peraturan APBDesa

menjadi Peraturan APBDesa yang nantinya akan di sahkan menjadi

peraturan desa. peran BPD Desa Pitusunggu dalam proses Penetapan

rancangan peraturan desa adalah sebagai berikut.

1. BPD dapat memberikan masukan-masukan mengeni rancangan

peraturan desa;

2. BPD bersama pemerinta Desa Pitusunggu menetapkan Ranperdes

yang akan di bahas di tahap selanjutnya

4.2.2 Tahap Sosio-Politis Dalam Proses Pembuatan Peraturan Desa

Pitusunggu

Tahap sosio-politis merupakan kontinuitas/kelanjutan dari Tahap

Inisiasi karena berperan sebagai tahap kedua dalam proses pembuatan

Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 Tahun 2015 Tentang APBDesa Tahun

Page 102: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

85

2015 setelah Tahap Inisiasi. Tahap Sosio-politis merupakan tahap lanjutan

dari tahap inisiasi sebelumnya. Tahap ini dapat dikatakan sebagai penentu

kualitas dari Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 Tahun 20151 Tentang

APBDesa Tahun 2015 yang akan dihasilkan nantinya. Peraturan desa akan

memiliki kualitas sebagai peraturan perundang-undangan jika isi dari

peraturan desa tersebut memiliki ketepatan dan kesesuaian antara aturan

yang dihasilkan dengan apa yang dibutuhkan masyarakat desa dalam kondisi

kekinian desa tersebut.

Dalam Tahap sebelumnya rancangan peraturan desa yang telah

diusulkan oleh pemerintah Desa Pitusunggu diberikan kepada BPD Desa

Pitusunggu. Ranperdes tersebut diserahkan langsung oleh A.parenrengi

selaku sekretaris Pemerintah Desa Pitusunggu di rumah H.Naharuddin dan

diterima langsung oleh H.Naharuddin. sendiri selaku Ketua BPD Desa

Pitusunggu. Setelah Ketua BPD Pitusunggu menerima Rancangan Peraturan

Desa tersebut, Ketua BPD Pitusunggu mengadakan rapat bersama dengan

perangkatnya guna membahas rancangan yang disampaikan oleh

Pemerintah Desa Pitusunggu tersebut secara internal BPD Pitusunggu

(Ketua BPD dan jajarannya). Setelah rapat tersebut barulah diadakan

pembahasan dalam rapat gabungan.

Page 103: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

86

Berdasarkan penjelasan di atas, Tahap Sosio-politis pembuatan

peraturan desa di Desa Pitusunggu terdiri dari :

1. Rapat Internal BPD;

2. Rapat Gabungan atau Rapat Pembahasan.

Bagan. 9

Alur Tahap Sosio-Politis

Tahap Sosio-politis

Rapat Internal

BPD

Rapat Gabungan atau

Rapat Pembahasan

Ketua BPD

beserta jajarannya

BPD Desa Pitusunggu,

Kepala Desa dan

Unsur-unsur Desa

lainnya

Rancangan Peraturan

Desa yang telah

diterima dan

disempurnakan

Page 104: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

87

Keterangan :

Proses Selanjutnya Hadir dalam Rapat

1. Rapat Internal BPD Pitusunggu

Rapat internal BPD Pitusunggu (Ketua BPD dan jajarannya)

dilaksanakan guna membahas rancangan peraturan desa tentang APBDesa

tahun 2015 di Desa Pitusunggu yang disampaikan oleh BPD Desa

Pitusunggu tersebut. Rapat ini diadakan pada akhir April 2014, yang

bertempat di rumah H.Naharuddin, Ketua BPD Pitusunggu. Rapat ini dihadiri

oleh H.Naharuddi. selaku Ketua BPD Pitusunggu, H. Mug. Arsyad selaku

Sekretaris BPD Pitusunggu, Baharuddin. selaku Bendahara, amirulah,

budirman,saharia, husein Ta’aming selaku anggota BPD Ptiusunggu. Dalam

rapat ini Ketua BPD Pitusunggu memimpin langsung jalannya rapat. Rapat

berlangsung sekitar 2 jam, dimulai sekitar pukul 15.00 Wita sampai pukul

17.00 Wita. Dalam rapat ini yang menjadi pokok pembahasan adalah

Rancangan Peraturan Desa Tentang APBDesa Tahun 2015 di Desa

Pitusunggu yang diajukan oleh Pemerintah Desa Pitusunggu. Rapat ini

bertujuan untuk menyatukan pendapat dikalangan BPD Pitusunggu sehingga

tidak terjadi perpecahan persepsi terkait Rancangan Peraturan Desa Tentang

APBDesa Tahun 2015..

Page 105: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

88

Hasil keputusan rapat tersebut kemudian dipersiapkan untuk dibawa

ke dalam rapat gabungan yang dihadiri oleh BPD dan Kepala Desa

Pitusunggu serta berbagai unsur desa lainnya yang ada di Desa Pitusunggu

untuk dibahas secara bersama-sama antar peserta rapat. Selanjutnya oleh

BPD dan Kepala Desa Pitusunggu menjadwalkan pembahasan dalam rapat

gabungan antara BPD Desa Pitusunggu dan Pemerintah Desa Pitusunggu.

Berdasarkan kesepakatan bersama pada saat itu rapat gabungan atau rapat

pembahasan dijadwalkan dilakukan awal Mei 2014.

2. Rapat Gabungan/Rapat Pembahasan Desa Pitusunggu

Proses Rapat Pembahasan

Rapat pembahasan rancangan peraturan desa tentang APBDesa

2015 Desa Pitusunggu dilaksanakan sesuai yang telah dijadwalkan oleh BPD

dan Pemerintah Desa Pitusunggu sebelumnya yakni pada awal Mei 2014

tepatnya hari minggu tanggal 2 Mei 2014. Rapat tersebut dilaksanakan di

Kantor Desa Pitusunggu. Dalam rapat pembahasan tersebut dihadiri oleh

Nurhayati S.sos. Selaku Kepala Desa Pitusunggu, H.Naharuddin selaku

Ketua BPD Desa Pitusunggu, H. Muh Arsyad selaku sekretaris BPD Desa

Pitusunggu, Andi Parenreng selaku sekretaris Desa Pitusunggu,Baharuddin

selaku bendahara BPD,amirullah,budirman Saharia dan HusainTa’amin

selaku anggota BPD, Darwisa Kaur Umum Desa Pitusunggu, Hatika selaku

Kaur Keuangan, Hasma selaku Kasi Pemerintahan,Faizal seelaku Kasi

Page 106: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

89

Ekonomi dan Pembangunan,kusnadi selaku Kasi Kesejahtran Sosial,

Saharuddin selaku Kepala Dusun I Bonto Sunggu, Jumaing selaku Kepala

Dusun II Kampung Baru, Abdullah selaku Kepala Dusun III Pungkalawaki,

Basir selaku Ketua RT 2 Dusun II Pitusunggu Desa Pitusunggu, Abd.Asis

selaku Ketua RT 1 Dusun II Pitusunggu Desa Pitusunggu, Amirullah selaku

Ketua RT 1 Dusun III Pungkalawaki Desa Pitusunggu, colle selaku Ketua RT

1 Dusun I Bonto Sunggu Desa Pitusunggu, Ridwan dan A.Abdul Rasyid

selaku tokoh masyarakat Desa Pitusunggu, Kaharuddin selaku tokoh pemuda

Desa Pitusunggu, Arifin dan A.Sudirman selaku wakil dari kelompok tani

Desa Pitusunggu, Hj.Hanatang selaku wakil dari PKK Desa Pitusunggu dan

Jupri selaku Imam Desa Pitusunggu. Rapat pembahasan ini dipimpin oleh

Ketua BPD Desa Pitusunggu, H. Naharuddin .

Tabel 4.13

Absensi Rapat Pembahasan

Unsur Desa Pitusunggu Nama

I II

Pemerintah Desa 1. Nurhayati S.Sos.

2. A.Parenrengi

3. Darwisah

4. Hatika

5. Hasmah

6. Faizal

7. Kusnadi

8. Syaruddin

9. Jumaing

Page 107: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

90

10. Abdullah

I II

BPD 1. H.Naharuddin

2. H.Muh. Arsyad

3. Baharuddin

4. Amirullah

5. Budirman

6. Saharia

7. Husain Ta’aming

Tokoh Masyarakat 1. Ridwan

2. Rasyid A.Abdul

PKK Dusun Pitusunggu Hj.Hanatang

Kelompok Tani 1. Arifin

2. A.Sudirman

Tokoh Pemuda Kaharuddin

Imam Desa Jufri

Sumber : Data Primer

Rapat gabungan ini dimulai dengan pemaparan latar belakang dan

tujuan dari ranperdes tentang APBDesa tahun 2015 Desa Pitusunggu oleh

Nurhayati S.Sos selaku pimpinan rapat sekaligus Kepala Desa Pitusunggu.

Kepala Desa Pitusunggu memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan

ranperdes tentang APBDesa tahun 2015 Desa Pitusunggu karena ranperdes

tersebut diajukan atas nama Pemrintah Desa Pitusunggu. Pemaparan oleh

Kepala Desa Pitusunggu dimaksudkan untuk memberi alasan sejelas-

Page 108: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

91

jelasnya kenapa rancangan peraturan desa tentang APBDesa tahun 2015

perlu untuk dijadikan peraturan desa di Desa Pitusunggu. Alasan tersebut

ditujukan kepada Pemerintah Desa Pitusunggu, perangkat desa, tokoh-tokoh

masyarakat, unsur-unsur desa lainnya dan terkhusus kepada masyarakat

Desa Pitusunggu sendiri yang melaksanakan peraturan desa.

Setelah Kepala Desa Pitusunggu selesai memaparkan latar belakang

dan tujuan rancangan peraturan desa tentang APBDesa tahun 2015

kemudian Nurhayati S.Sos selaku Kepala Desa Pitusunggu memberikan

kesempatan kepada semua unsur Desa Pitusunggu untuk menyampaikan

tanggapan/komentar, kritik maupun saran yang berhubungan dengan

ranperdes tersebut. Pada saat itu antusiasme unsur-unsur Desa Pitusunggu

yang hadir dirapat pembahasan sangatlah besar. Mereka memberikan

tanggapannya sehingga begitu banyak ide-ide yang muncul yang sangat

membantu dalam menyempurnakan Rancangan Peraturan Desa tentang

APBDesa tahun 2015 Desa Pitusunggu. Salah satu tanggapan muncul dari

peserta rapat pembahasan yaitu dari Sekretaris BPD Pitusunggu, H. Muh

Arsyad.

“perlu adanya poin dalam Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa tahun 2015 Desa Pitusunggu yang memberikan penjelasan tentang pelaksanaan yang kemungkinan tidak sesuai atau mengalami perubahan dari APBDesa jika ada penyebab yang sulit dihindari.(wawancara tanggal 13 Pebruari 2016)

Page 109: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

92

Hal ini dibenarkan oleh Kepala Desa Pitusunggu, Nurhayati , berikut

pernyataannya :

“Dalam rapat pembahasan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa tahun 2015 Desa Pitusunggu banyak muncul ide-ide yang sangat membantu hingga dapat disetujui menjadi peraturan desa. Salah satunya dari anggota BPD Pitusunggu yang diwakili oleh H> Muh Arsyad. Beliau menyarankan agar ada penjelasan tambahan bilamana ada sesuatu hal yang menyebabkan perubahan pelaksanaan anggaran Desa Pitusunggu nantinya.” (Wawancara dengan Suardi, S.Pd, tanggal 13 Pebruari 2016).

Saran yang diajukan tersebut oleh seluruh unsur desa disepakati

bersama untuk dimasukkan dalam Rancangan Peraturan Desa tentang

APBDesa tahun 2015 Desa Pitusunggu. Setelah diadakan pembahasan yang

mendalam maka diambil sebuah keputusan diterimanya rancangan tersebut

dengan segala perubahannya yang dihasilkan dalam rapat pembahasan

menjadi peraturan desa. Pengambilan keputusan tersebut dilakukan dengan

cara musyawarah mufakat oleh seluruh peserta rapat pembahasan.

Peran BPD Desa Pitusunggu Dalam Rapat Gabungan Pembuatan

Peraturan Desa Pitusunggu

Sesuai penjelasan dan keterangan informan di atas, dalam rapat

pembahasan/gabungan peran BPD Desa Pitusunggu dalam pembuatan

peraturan desa Tentang APBDesa tahun 20145 adalah sebagai berikut.

Page 110: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

93

1. BPD Desa Pitusunggu dapat memberikan masukan dalam

pembahsan tersebut;

2. BPD beserta PemerintahDesa Pitusunggu menetapakan Peraturan

desa Tentang APBDesa tahun 2015 di Desa Pitusunggu

Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

Dibalik peranan yang dipegang oleh BPD Desa Pitusunggu dalam

Rapat pembahasan tersebut, peran BPD Desa Pitusunggu dapat dikatakan

maksimal dalam menjalankan perannya dalam rapat pembahasan tersebut.

4.2.3 Tahap Yuridis Dalam Proses Pembuatan Peraturan Desa

Pitusunggu

Tahap Yuridis merupakan Tahap ketiga setelah Tahap Inisiasi dan

Tahap Sosio-politis sekaligus tahap terakhir dari tahap-tahap pembentukan

Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 Tahun 2011 Tentang APBDesa Tahun

2015. Tahap Yuridis lebih singkat dan sederhana dibandingkan tahap-tahap

lainnya dalam pembuatan peraturan desa tersebut. Walaupun demikian,

Tahap Yuridis tetap memiliki peran yang sama pentingnya dengan tahap-

tahap sebelumnya.

Dalam tahap ini rancangan peraturan desa yang telah disetujui

dalam Tahap Sosial-politik ditetapkan menjadi peraturan desa (Penetapan)

Page 111: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

94

dan disahkan oleh Pemerintah Desa (Pengesahan), dalam hal ini adalah

Kepala Desa Pitusunggu. Sebelum itu, dalam Tahap ini juga dilakukan

penyusunan bahan (ranperdes yang telah disetujui) ke dalam bentuk

Peraturan Perundang-undangan. Dan kemudian Kepala Desa Pitusunggu

memerintahkan Sekretaris Desa Pitusunggu setempat untuk

mengundangkannya dalam bentuk Lembaran Desa.

Bagan. 10

Alur Tahap Yuridis

Keterangan :

Proses Selanjutnya

Perlu diketahui bahwa setelah pembentukan Peraturan Desa

Pitusunggu No. 1 Tahun 2015 Tentang APBDesa dirampungkan, kemudian

disebarluaskan dan disosialisasikan kepada masyarakat lewat media cetak,

Tahap Yuridis

Penyusunan Rancangan

peraturan Desa

Penyerahan

Ranperdes

Penetapan dan

Pengesahan

Peraturan Desa

Page 112: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

95

media elektronik ataupun melalui suatu forum pertemuan. Selanjutnya,

peraturan desa yang telah rampung tersebut, diberikan ke Pemerintah

Daerah Kabupaten Pangkajene dan kepulauan bagian Hukum dan Pemdes.

1. Penyusunan Ranperdes

Penyusunan rancangan peraturan desa Pitusunggu tentang

APBDesa tahun 2015 dilakukan berdasarkan Legal Drafting (Teknik

Perundang-undangan). BPD Desa Pitusunggu yang melakukan penyusunan

ranperdes tersebut. Hal ini salah satu persyaratan agar ranperdes tersebut

dapat menjadi peraturan desa yang sesuai dengan teknik perundang-

undangan itu sendiri. Adapun sistematika penyusunan peraturan desa yang

menjadi pedoman bagi BPD Desa Pitusunggu dalam menyusun rancangan

peraturan desa tersebut menjadi peraturan desa adalah sebagai berikut :

A. JUDUL

B. PEMBUKAAN

1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan

3. Konsiderans

4. Dasar Hukum

Page 113: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

96

5. Diktum

C. BATANG TUBUH

1. Ketentuan Umum

2. Materi Pokok yang diatur

3. Ketentuan Pidana (jika diperlukan)

4. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan)

5. Ketentuan Penutup

D. PENUTUP

E. PENJELASAN (jika diperlukan)

F. LAMPIRAN (jika diperlukan).

2. Penyerahan Ranperdes Yang Telah Disetujui

Pada tahap sebelumnya, rancangan Peraturan Desa Pitusunggu

tentang APBDesa tahun 2015 telah mengalami pembahasan dan telah

disepakati bersama secara musyawarah mufakat. Rancangan peraturan desa

tentang APBDesa tahun 2015 tersebut pada rapat gabungan/rapat

pembahasan telah disetujui bersama oleh BPD dan Kepala Desa Pitusunggu.

Page 114: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

97

Pada saat ranperdes tersebut disetujui, turut disaksikan oleh perangkat desa,

berbagai unsur Desa Pitusunggu dan Masyarakat Desa Pitusunggu sendiri.

Rancangan peraturan desa tentang APBDesa tahun 2015 yang telah

disetujui kemudian diberikan oleh H.naharuddin selaku Ketua BPD Desa

Pitusunggu kepada Nurhayati S.sos Selaku Kepala Desa Pitusunggu.

Penyerahan ranperdes tersebut dilakukan sekitar 2 hari setelah ranperdes

tersebut disetujui untuk menjadi peraturan desa. Penyerahan tersebut

dilakukan karena pada saat rapat pembahasan berakhir, rancangan

peraturan desa tersebut hanya dipegang oleh BPD Desa Pitusunggu untuk

diubah sesuai hasil rapat pembahasan. Sebelum diserahkan, ranperdes

tersebut telah disusun berdasarkan Legal Drafting (Teknik Perundang-

undangan) yang ada.

3. Penetapan dan Pengesahan Peraturan Desa

BPD Desa Pitusunggu dan Kepala Desa Pitusunggu kemudian

bersama-sama menetapkan rancangan peraturan desa tentang APBDesa

tahun 2015 Desa Pitusunggu menjadi Peraturan Desa Pitusunggu No. 1

Tahun 2015 Tentang APBDesa Tahun 2015. Namun dalam penetapan,

pengesahan dan pengundangannya Rancangan peraturan desa tentang

APBDesa tahun 2015 Desa Pitusunggu tersebut sangatlah lama. Rancangan

peraturan desa tersebut disetujui menjadi peraturan desa pada tanggal 24

november 2014 sedangkan ditetapkan baru pada tanggal 11 Mei 2015.

Page 115: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

98

Alasan mengapa dalam penetapan, pengesahan dan pengundangannya

Rancangan peraturan desa tentang APBDesa tahun 2015 Desa Pitusunggu

tersebut mengalami keterlambatan dijelaskan dalam pernyataan Ketua BPD

Desa Pitusunggu, H.Naharuddin berikut ini :

“Dalam penetapan Rancangan peraturan desa tentang APBDesa tahun 2015 Desa Pitusunggu menjadi peraturan desa sangat lama. Hal itu dikarenakan pemerintah kabupaten Pangkajene dan Kepulauan memberikan Revisi terhadap Perturan Desa No 1 tahun 2015 tentang APBDesa Pitusunggu.” (Wawancara dengan H.Naharuddin, tanggal 14 Pebruari 2016).

Dari penjelasan Ketua BPD Desa Pitusunggu di atas, diperoleh

alasan mengapa dalam penetapan Rancangan peraturan desa tentang

APBDesa tahun 2015 Desa Pitusunggu menjadi peraturan desa sangat lama.

Hal tersebut disebabkan karena pemerintah kabupaten Pangkajene dan

Kepulauan memberikan Revisi terhadap Perturan Desa No 1 tahun 2015

tentang APBDesa Pitusunggu.

Rancangan tersebut ditetapkan menjadi peraturan desa oleh Kepala

Desa Pitusunggu bersama BPD Desa Pitusunggu di rumah Nurhayati pada

tanggal 11 Mei 2015. Bersamaan dengan hal tersebut, kemudian disahkan

dengan ditanda tangani oleh Kepala Desa. Setelah ditetapkan menjadi

Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 Tahun 2015 Tentang APBDesa Tahun

2015, Sekretaris Desa Pitusunggu, A.parenrengi mengundangkan peraturan

Page 116: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

99

desa tersebut ke dalam Lembaran Desa Pitusunggu Tahun 2015 Nomor 1

dengan menandatangani lembaran desa tersebut. Dengan diundangkannya

Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 Tahun 2015 Tentang APBDesa Tahun

2015 ke dalam Lembaran Desa No.1 Tahun 2015 maka selesai sudah proses

pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 Tahun 2015 Tentang APBDesa

Tahun 2015 khususnya dalam Tahap Yuridis.

4. Peran BPD Desa Pitusunggu Dalam Tahap Yuridis

Dalam Tahap Yuridis pembuatan Pembuatan Peraturan Desa

Pitusunggu No.1 tahun 2015 tentang APBDesa tahun 2015, BPD Desa

Pitusunggu telah menjalankan peranannya sebagai lembaga legislasi di Desa

Pitusunggu. Peranan tersebut dapat kita lihat mulai dari penyususnan

rancangan peraturan desa hingga ditetapkan dan disahkan. Adapun peranan-

peranan tersebut yakni antara lain.

1. BPD Desa Pitusunggu yang melakukan penyusunan ranperdes

tentang APBDesa tahun 2015 berdasarkan teknik perundang-

undangan (Legal Drafting);

2. Rancangan peraturan desa tentang APBDesa tahun 2015 yang

telah disetujui kemudian diberikan oleh Ketua BPD Desa

Pitusunggu kepada Kepala Desa Pitusunggu. Penyerahan

Page 117: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

100

ranperdes tersebut dilakukan sekitar 2 hari setelah ranperdes

tersebut disetujui untuk menjadi peraturan desa;

3. BPD Desa Pitusunggu menetapkan rancangan peraturan desa

tentang APBDesa tahun 2015 menjadi Peraturan Desa No. 1 tahun

2015 tentang APBDesa tahun 2015 bersama Kepala Desa

Pitusunggu.

Tabel 4.14

Peran BPD Desa Pitusunggu dalam Tahap Yuridis

Tahap Yuridis Peran BPD Desa Pitusunggu

Penyusunan Rancangan

peraturan Desa

Melakukan penyusunan Rancangan

Peraturan Desa tentang APBDesa

tahun 2015 berdasarkan teknik

perundang-undangan (Legal Drafting)

Penyerahan Ranperdes Ranperdes yang telah disetujui

diberikan oleh Ketua BPD Desa

Pitusunggu kepada Kepala Desa

Pitusunggu

Penetapan dan Pengesahan Menetapkan rancangan peraturan

desa tentang RPJMDesa tahun 2015

menjadi Peraturan Desa No. 1 tahun

2011 tentang APBDesa tahun 2015

bersama Kepala Desa Pitusunggu

Sumber : Data Primer

Page 118: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

101

4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi Badan Permusyawaratan

Desa dalam Pembuatan Peraturan Desa.

Untuk mewujudkan suatu organisasi yang efektif dalam pelaksanaan

fungsinya tidak lepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi kinerjanya

dalam mencapai tujuan. Seperti halnya dengan Badan Permusyawaratan

Desa, untuk menjadi efektif tidak serta merta terjadi begitu saja tetapi ada

beberapa faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan data yang diperoleh di

lapangan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas

pelaksanaan fungsi BPD yaitu :

4.3.1 Faktor pendukung

1. Rekruitmen atau sistem pemilihan anggota BPD

Sistem rekruitmen/pemilihan anggota Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) menggunakan sistem pemilihan

langsung oleh masyarakat. Hal ini menjadikan tingginya

kepercayaan masyarakat terhadap orang-orang yang menjadi

anggota BPD.Karena orang-orang yang terpilih merupakan pilihan

masyarakat yang telah diketahui dan dapat diukur kemampuan

dan kapabilitas yang dimiliki serta sengan pemilihan langsung oleh

masyarakat dapat dipastikan tidak adanya nepotisme yang dilakukan

oleh pemerintah yang terkait.

Page 119: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

102

Selain itu, sistem rekruitmen/pemilihan anggota BPD di Desa

Pitusunggu menggunakan sistem pemilihan langsung oleh tokoh-

tokoh masyarakat yang dipercaya oleh masyarakat setempat.

Orang-orang yang dipilih untuk menduduki jabatan BPD ini

merupakan orang yang danggap mampu baik dari segi

pendidikan, maupun pengaruhnya dimasyarakat dalam hal ini

mampu bekerja sama dan mampu menangkap serta membaca

masalah- masalah yang ada di desa.

Hal ini menjadikan tingginya kepercayaan masyarakat

terhadap orang- orang yang menjadi anggota BPD. Dalam

pemilihan anggota BPD ini tidak dilakukan begitu saja. Tokoh-

tokoh masyarakat juga melihat dan menilai orang-orang layak

menjadi anggota BPD. Orang-orang yang menjadi anggota BPD

sudah memiliki pengetahuan yang lebih dan wawasan yang

bagus tentang pemerintahan sehingga orang-orang tersebut mampu

berkomunikasi dengan baik kepada masyarakat maupun kepada

pemerintah desa nantinya.

2. Masyarakat

Masyarakat, merupakan faktor penentu keberhasilan BPD

dalam melaksanakan fungsinya, besarnya dukungan serta

penghargaan dari masyarakat kepada BPD menjadikan BPD lebih

Page 120: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

103

mempunyai ruang gerak untuk dapat melaksanakan fungsinya.

Dukungan dari masyarakat tidak hanya pada banyaknya aspirasi

yang masuk juga dari pelaksanaan suatu perdes. Kemauan dan

semangat dari masyarakatlah yang menjadikan segala keputusan

dari BPD dan Pemerintah Desa menjadi mudah untuk

dilaksanakan. Partisipasi masyarakat baik dalam bentuk aspirasi

maupun dalam pelaksanaan suatu keputusan sangat menentukan

fungsi BPD.

Dalam mewujudkan suatu organisasi yang efektif dalam

pelaksanaan fungsinya tidak lepas dari berbagai faktor yang

mempengaruhi kinerjanya dalam mencapai tujuan, seperti halnya

dengan Badan Permusyawaratan Desa, untuk menjadi efektif

dan baik tidak serta merta terjadi begitu saja tetapi ada beberapa

faktor yang mempengaruhinya.

Tidak semua keputusan yang ditetapkan oleh BPD dan

Pemerintah Desa dapat diterima oleh seluruh masyarakat.

Beberapa kebijakan yang dikeluarkan terkadang mendapat respon

yang beraneka ragam baik pro maupun kontra dari masyarakat.

Adanya tanggapan yang bersifat kontra tentunya dapat

menghambat langkah BPD dan Pemerintah Desa dalam

pelaksanaan kebijakan tersebut.

Page 121: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

104

Dalam mencapai tujuan mensejahterahkan masyarakat

desa, masing- masing unsur pemerintahan desa, Pemerintah Desa

dan BPD, dapat menjalankan fungsinya dengan mendapat

dukungan dari masyarakat. Layak tidaknya orang-orang yang

menjadi anggota BPD ditentukan dari besar kecilnya dukungan

yang diperoleh dari masyarakat.

Selanjutnya, dukungan dari masyarakat juga dapat dilihat

dari tingkat kepercayaan masyarakat dalam menjadikan BPD

sebagai tempat menyalurkan aspirasi. Hal ini dapat dilihat dari

frekuensi pertemuan- pertemuan yang diadakan oleh BPD dengan

masyarakat untuk membahas masalah-masalah masyarakat desa.

Dukungan dari masyarakat juga dapat dilihat dari antusiasme

masyarakat dalam setiap musyawarah/pertemuan yang dilakukan

BPD.

3. Sosial budaya

Gaya hidup masyarakat desa Pitusunggu yang masih sangat

kental dengan budaya saling menghargai memberi pengaruh positif

terhadap efektifitas implementasi fungsi BPD. Masyarakat desa

Pitusunggu masih sangat menjunjung tinggi budaya menghormati

orang yang lebih tua dan menghargai orang yang lebih muda

sehingga rasa kekeluargaan lebih diutamakan antara mereka. Pihak

Page 122: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

105

BPD dengan pemerintah desa senantiasa menjadikan hal tersebut

sebagai landasan untuk meminimalisir jika terjadi perbedaan-

perbedaan antar masyarakat yang dapat menimbulkan potensi

konflik.

4.3.2 Faktor penghambat

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan ada beberapa

faktor yang menjadi penghambat kinerja BPD dlam melaksanakan

fungsinya, yakni:

1. Kurangnya Koordinasi Pemerintah Desa dengan BPD

Salah satu faktor penghambat efektivitas fungsi BPD

adalah kurangnya kordinasi antara BPD dengan Pemerintah Desa

dapat dilihat pada saat jalannya rapat yang diadakan oleh pemerintah

desa namun BPD tidak di undang dalam rapat tersebut yang di

undang hanyalah RT beserta dusun, disinilah sebagai faktor

penghambat peran BPD dalam pembuatan Peraturan Desa tentang

APDesa, hal tersebut jga diungkapkan oleh Ketua BPD yang

mengatakan bahwa :

“BPD merupakan perwakilan masyarakat di tingkat desa, oleh

karena itu seharusnya di dalam proses pengumpulan aspirasi

Pemerintah Desa seharusnya mengikutsertakan BPD dalam

Proses ini Mengingat bahwa salah satu fungsi dari BPD

adalah melakukan pengawasan terkait pelaksanaan peraturan

Page 123: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

106

maupun dalam proses pembuatan aturan( wawancara dengan

H.Naharuddin , tanggal 14 pebruari 2015).

Dari hasil wawancara di atas dapat dikatakan bahwa koordinasi

dalam rapat yang diadakan oleh pemerintah desa kerapkali tidak

mengikutsertakan BPD yang mempunyai fungsi sebagai lembaga

pengawasan di tingkat desa

2. Lambatnya Evaluasi dari pemerintah kabupaten pangkep dan

kepulauan yang

Ada bebarapa tahapan sehingga Peraturan Desa tentang

APBDesa Pitusunggu Kecamatan Ma’rang bisa terselesaikan, mulai

dari tahapan pengusulan yang di buat oleh pemerintah desa

selanjutnya di musyawarakan di tingkat RT dan dusun setelah itu di

konsultasikan di Kecamatan Ma’rang dan tahapan selanjutnya di

koordinasikan kepada BPD dan tahapan terakhir adalah di evaluasi

oleh pemerintah kabupaten pangkep dan kepulauan melalui camat

Kecamatan Ma’rang sebelum disahkan, hal tersebut yang menjadikan

lamanya aturan Peraturan Desa tentang APBDesa disahkan karena

lambannya pemerintah Kabuapten Pangkep Dan Kepuluan dalam hal

evaluasi sebelum disahkan, hal tersebut di ungkapkan oleh Ketua

BPD Pitusunggu yang mengatakan bahwa :

“hasil rancangan Peraturan Desa yang telah di kami sepakati

bersama pemerintah desa Pitusunggu kemudian kami

Page 124: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

107

serahkan kepada Camat Kecamatan Ma’rang yang

kemuadian akan di serahkan kepada pemerintah Daerah

kabupaten pangkajene dan kepulauan untuk di lakukan

evaluasi untuk kemudian nantinya akan di sahkan oleh

pemerintah desa( wawancara dengan H.Naharuddin , tanggal

14 pebruari 2015).

Dari hasil wawancara yang ada di atas penulis melihat bahwa

salah satu faktor penghambat peran BPD dalam pembuatan

peraturan desa adalah lambannya evaluasi dari pemerintah

Kabupaten Pangkep Dan Kepulauan sehingga Peraturan Desa

tentang APDesa lambat dalam tahapan pengesahannya, Peraturan

Desa tentang APDesa baru disahkan pada tanggal 11 Mei 2015.

Page 125: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

108

BAB V

PENUTUP

Pada bab IV telah telah diuraikan hasil penelitian dan pembahasan

tentang peran Badan Permusyawaratan Desa Pitusunggu Kecamatan

Ma’rang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Peran BPD Desa

Pitusunggu yang menjadi fokus adalah proses pembuatan Peraturan Desa

Pitusunggu No. 1 tahun 2015 tentang APBDesa tahun 2015 di Desa

Pitusunggu. Pembuatan peraturan desa tersebut yang oleh penulis dibagi

atas 3 tahap yakni Tahap Inisiasi, Tahap Sosio-Politis, dan Tahap Yuridis.

Dalam bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan serta saran-saran

yang berhubungan dengan hasil penelitian.

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan penulis dengan judul “Peran Badan

Permusyawaratan (BPD) Dalam Pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu

Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan”, ada

beberapa hal yang menjadi kesimpulan yaitu :

1. Dalam Tahap Inisiasi proses pembuatan Peraturan Desa

Pitusunggu No. 1 tahun 2015 tentang APBDesa tahun 2015 terbagi

atas, (a.) Pengumpulan Aspirasi Masyarakat, (b.) Perumusan dan

(c.) Pengusulan. Dalam proses Pengumpulan Aspirasi Masyarakat,

BPD Desa Pitusunggu tidak memiliki peran sebagai penggagas

terciptanya proses Pengumpulan Aspirasi Masyarakat hal ini seusi

Page 126: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

109

dengan Permendagri no 111 tahun 2014 tentang Pedoman teknis

Pembuatan Peraturan Di desa Pitusunggu, BPD Desa Pitusunggu

mempertimbangkan hasil dari musyawarah pemerintah desa

bersama RT dan dusun dalam rapat gabungan yang di

dilaksanakan oleh pemerintah Desa Pitusunggu Kecamatan

Ma’rang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

Dalam Tahap Sosio-politis proses pembuatan Peraturan

Desa No. 1 tahun 2015 tentang APBDesa tahun 2015 terbagi atas,

(a.) Rapat Gabungan Pemerintah Desa Bersama BPD, Camat

Kecamatan Ma’rang dan tokoh-tokoh Masyarakat (b.) Rapat

Gabungan/ pembahasan. Dalam rapat pembahasan peran BPD

Desa Pitusunggu adalah memimpin rapat gabungan serta dapat

memberikan Masukan kepada Pemerintah Desa Pitusunggu

sebagai Penggagas Pembuatan Peraturan Desa No 1 Tahun 2015

tentang APBDesa pitusunggu

Tahap Yuridis proses pembuatan Peraturan Desa No. 1

tahun 2015 tentang APBDesa tahun 2015 terbagi atas, (a.)

Penyusunan Ranperdes, (b.) Penyerahan Ranperdes, (c.)

Penetapan dan Pengesahan Peraturan Desa. Dalam proses

Penyusunan ranperdes, peranan BPD Desa Pitusunggu yakni BPD

Desa Pitusunggu yang melakukan penyusunan Rancangan

Peraturan Desa tentang APBDesa tahun 2015 berdasarkan teknik

perundang-undangan (Legal Drafting). Adapun dalam proses

Page 127: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

110

Penyerahan Ranperdes, ranperdes yang telah disetujui diberikan

oleh Ketua BPD Desa Pitusunggu kepada Kepala Desa Pitusunggu

yang akan di kordinasikan di Kecamatan yang selanjutnya Camat

Kecamatan Ma’rang akan menyerahkan kepada pemerintah

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan untuk di evaluasi kembali

sebelum disahkan dan di sebarluaskan Menjadi peraturan Desa No

1 tahun 2015 Tentang Anggaran belanja dan Pendapatan

Desa(APBDesa).

2. Peran BPD dalam Pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu , muncul

berbagai faktor yang berpengaruh, adapun faktor yang

berpengaruh dalam pembuatan Peraturan Desa No 1 Tahun 2015

tentang APBDesa Pitusunggu yaitu rekruitmen anggota BPD yang

dipilih langsung dari tokoh masyarakat yang berpengaruh ,serta

masyarakat dan social budaya juga merupakan faktor pendukung

BPD dalam pembuatan peraturan Desa, Karena masyarakat

memberi dukungan kepada BPD dalam pembuatan peraturan desa

dan Keadan social budaya yang masih kental akan penghargaan

membuat perdebatan yang alot dalam pembuatan aturan bisa

terhindarkan. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat

pembuatan Pertauran Desa yaitu kurangnya kordinasi antara

Pemerintah desa dan BPD Desa Pitusunggu serta lambannya

evaluasi dari Pemerintah Kabupaten Pangkajene dan kepulauan

yang menyebabkan Peraturan Desa No 1 Tahun 2015 Tentang

Page 128: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

111

APBDesa lama dalam tahap pengesahan , pengundangan dan

penyebarluasan..

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, maka dikemukakan

beberapa saran sebagai berikut :

1. BPD Desa Pitusunggu kurang maksimal dalam melaksanakan

peran terkait fungsi legislasinya, khususnya dalam tahapan inisiasi

yang di laksanakan oleh pemerintah sebagai penggagas pembutan

Peraturan, Dengan demikian BPD Desa Pitusunggu hendaknya

melakukan evaluasi dan mencari solusi atas penyebab kurang

maksimalnya peran BPD Desa Pitusunggu dalam Rapat

Pembahasan tersebut. Sehingga nantinya BPD Desa Pitusunggu

dapat lebih meningkatkan perannya dalam Tahap inisiasi

2. Kordinasi pemerintah desa dan BPD harus lebih ditingkatkan agar

Peraturan Desa yang ada di desa pitusunggu dapat di tingkatkan,

karena pada tahun 2015 hanya ada satu peraturan yang telah di

buat oleh BPD dan Pemerintah Desa Pitusunggu, serta evaluasi

dari pemerintah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan harus

tepat waktu dalam melakukan evaluasi.

3. Perlunya SDM yang Baik di dalam Pembuatan peraturan di desa

terutama pada tahapan inisiasi yang dimana BPD seharusnya

Menjadi lembaga pengawasan dalam tahapan ini, di karnakan BPD

Page 129: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

112

desa Pitusunggu Tidak memiliki hak untuk Menginisiasi pembuatan

peraturan Desa tersebut, sehingga BPD desa pitusunggu

seharusnya menjadi lembaga pengawas di tahap inisiasi tersebut

terutama di tahap penugumpulan aspirasi di tingkat RT dan Dusun.

4. Perlunya pemahaman landasan hukum Terhadap BPD desa

pitusunggu, di karnakan selam 2 priode BPD desa menjabat BPD

desa Pitusunggu baru membuat 1 aturan di dDesa Pitusunggu yaitu

Peraturan No.1 tahun 2015 Tentang APBDesa pitusunggu.

5. Perlunya pembinaan dan pelatihan Bersama dalam meningkatakan

kapasitas/kemampuan dalam pembuatan Peraturan desa terkhusus

di Desa Pitusunggu

Page 130: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

113

DAFTAR PUSTAKA Buku-buku:

Ali, Faried dan Baharuddin, 2013. Pengantar Ilmu adinistrasi. Gorontalo:

Penerbit PT BIFAD Press.

Agussalim, Andi Gadjong 2007. Pemerintahan Daerah (Kajian Politik dan

Hukum). Bogor: Ghalia.

Karim, Abdul Gaffar, 2003. Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah di

Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ridwan HR, 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: RajaGrafindo.

Saleh, Hasrat Arief dkk. 2013. Pedoman Penulis Proposal (Usulan Penelitian) & Skripsi.

Syarifin, Pipin, Jubaedah, Dedah 2005.Hukum Pemerintah Daerah.

Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Syarifuddin, Ateng, 1976. Pengaturan Koordinasi Pemerintahan Daerah.

Bandung: Tarsito.

Huda, Ni’matul, 2005. Otonomi Daerah. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR.

Ndraha, Taliziduhu, 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) 1.

Jakarta: Rineka Cipta.

, 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) 2. Jakarta: Rineka

Cipta.

Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Siagian, Sondang P, 2003, Administrasi Pembangunan. Jakarta:PT.Gunung Agung.

Hiddin, Micelle J. 2007 “role theory” in George Ritzer (ed.) The

Blackwell Encyclopedia of Sociology, Blackweel Publishing.

Page 131: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

114

Solihin, Dadang, 2002, Kamus Istilah Otonomi Daerah. Jakarta:Institute

For SME Empowerment.

Peraturan Undang-Undang

Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Peraturan Mentri Dalam Negri No.111 Tahun 2014 Tentang

Pedoman Teknis Pembuatan Peraturan Di Desa

Website :

https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Permusyawaratan_Desa

http://kebijakanpublik12.blogspot.co.id/2012/06/formulasi-

kebijakan.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Permusyawaratan_Desa

http://teguhimamsationo.blogspot.co.id/2013/06/program-legislasi-

daerah-dan.html

Page 132: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

115

LAMPIRAN

Wawancara bersama KASI Kesejahtran Sosial Desa Pitusunggu.

Wawancara Bersama Kepala Desa Pitusunggu, kec.Ma’rang

Page 133: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

116

Wawancara Bersama Kepala Dusun Bonto Sunggu di Desa Pitusunggu

Wawancara Bersama Ketua BPD Desa Pitisunggu

Page 134: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

117

Peraturan Desa Pitusunggu No.1 tahun 2015 tentang APBDesa

Pitusunggu

Lembar Pengesahan Peraturan desa Pitusunggu No.1 tahun 2015

Tentang APBDesa

Page 135: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

118

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

Nomor 111 tahun 2014

tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa.

Pasal 4

(1) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a berisi

materi pelaksanaan kewenangan desa dan penjabaran lebih lanjut

dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

(2) Peraturan bersama Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal

2 huruf b berisi materi kerjasama desa.

(3) Peraturan Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c

berisi materi pelaksanaan peraturan desa, peraturan bersama kepala

desa dan tindak lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi.

Peraturan Desa

Peraturan Desa, mencakup tiga bagian yaitu bagian Perencanaan,

Penyusunan Peraturan Desa oleh Kepala Desa dan penyusunan

Peraturan Desa oleh BPD, Pembahasan, Penetapan, Pengundangan dan

Penyebarluasan. Bagian ini diatur dalam pasal 5 sampai pasal 13.

BAB III PERATURAN DESA

Bagian Kesatu Perencanaan

Pasal 5

(1) Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Desa ditetapkan oleh

Kepala Desa dan BPD dalam rencana kerja Pemerintah Desa.

(2) Lembaga kemasyarakatan, lembaga adat dan lembaga desa lainnya di

desa dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Desa dan atau

BPD untuk rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa.

Page 136: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

119

Bagian Kedua Penyusunan Paragraf 1

Penyusunan Peraturan Desa oleh Kepala Desa Pasal 6

(1) Penyusunan rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah

Desa.

(2) Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan

kepada masyarakat desa dan dapat dikonsultasikan kepada camat

untuk mendapatkan masukan.

(3) Rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) diutamakan kepada masyarakat atau

kelompok masyarakat yang terkait langsung dengan substansi materi

pengaturan.

(4) Masukan dari masyarakat desa dan camat sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) digunakan Pemerintah Desa untuk tindaklanjut proses

penyusunan rancangan Peraturan Desa.

(5) Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk

dibahas dan disepakati bersama.

Paragraf 2 Penyusunan Peraturan Desa oleh BPD

Pasal 7

(1) BPD dapat menyusun dan mengusulkan rancangan Peraturan Desa.

(2) Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

kecuali untuk rancangan Peraturan Desa tentang rencana

pembangunan jangka menengah Desa, rancangan Peraturan Desa

tentang rencana kerja Pemerintah Desa, rancangan Peraturan Desa

tentang APB Desa dan rancangan Peraturan Desa tentang laporan

pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa.

(3) Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat diusulkan oleh anggota BPD kepada pimpinan BPD untuk

ditetapkan sebagai rancangan Peraturan Desa usulan BPD.

Page 137: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

120

Bagian Ketiga Pembahasan

Pasal 8

(1) BPD mengundang Kepala Desa untuk membahas dan menyepakati

rancangan Peraturan Desa.

(2) Dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa prakarsa Pemerintah

Desa dan usulan BPD mengenai hal yang sama untuk dibahas dalam

waktu pembahasan yang sama, maka didahulukan rancangan

Peraturan Desa usulan BPD sedangkan Rancangan Peraturan Desa

usulan Kepala Desa digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

Pasal 9

(1) Rancangan Peraturan Desa yang belum dibahas dapat ditarik kembali

oleh pengusul.

(2) Rancangan Peraturan Desa yang telah dibahas tidak dapat ditarik

kembali kecuali atas kesepakatan bersama antara Pemerintah Desa

dan BPD.

Pasal 10

(1) Rancangan peraturan Desa yang telah disepakati bersama

disampaikan oleh pimpinan Badan Permusyawaratan Desa kepada

kepala Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan Desa paling lambat 7

(tujuh) Hari terhitung sejak tanggal kesepakatan.

(2) Rancangan peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

wajib ditetapkan oleh kepala Desa dengan membubuhkan tanda

tangan paling lambat 15 (lima belas) Hari terhitung sejak diterimanya

rancangan peraturan Desa dari pimpinan Badan Permusyawaratan

Desa.

Bagian Keempat Penetapan Pasal 11

(1) Rancangan Peraturan Desa yang telah dibubuhi tanda tangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Sekretaris

Desa untuk diundangkan.

(2) Dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani Rancangan Peraturan

Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Rancangan Peraturan

Page 138: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

121

Desa tersebut wajib diundangkan dalam Lembaran Desa dan sah

menjadi Peraturan Desa.

Bagian Kelima Pengundangan

Pasal 12

(1) Sekretaris Desa mengundangkan peraturan desa dalam lembaran

desa.

(2) Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan

hukum yang mengikat sejak diundangkan.

Bagian Keenam Penyebarluasan

Pasal 13

(1) Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD sejak

penetapan rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa, penyusunan

Rancangan Peratuan Desa, pembahasan Rancangan Peraturan Desa,

hingga Pengundangan Peraturan Desa.

(2) Penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk

memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan

para pemangku kepentingan.

Kemudian diatur tentang tata cara evaluasi dan klarifikasi peraturan desa

yang dimaktub dalam bab IV pasal 14 sampai pasal 20. (1) Rancangan

Peraturan Desa tentang APB Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi

Pemerintah Desa yang telah dibahas dan disepakati oleh Kepala Desa

dan BPD, disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota Melalui

camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati untuk

dievaluasi. (2) Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi

dalam batas waktu, Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya.

Bupati dan Walikota dapat membentuk tim evaluasi Rancangan Peraturan

Desa. Hingga sampai diundangkan setelah di evaluasi dan diklarifikasi

maka Peraturan Desa yang sudah melampaui proses tersebut akan

diundangkan oleh Pemerintah Desa. Dalam hal ada masalah tidak

ditindaklanjutinya proses evaluasi dan klarifikasi oleh Kepala Desa maka

Bupati/Walikota dapat membatalkan Peraturan Desa tersebut.

Page 139: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

122

Peraturan Bersama Kepala Desa

Peraturan Bersama Kepala Desa di Permendagri 111 tahun 2014

didalamnya termasuk Perencanaan, Penyusunan, Pembahasan,

Penetapan, dan Pengundangan kemudian bagian tentang

Penyebarluasan.

Peraturan Bersama Kepala Desa dirancang dan disusun oleh dua Kepala

Desa atau lebih dalam rangka kerjasama antar desa. Perancangan ini

dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari Musdes - Musyawarah

Desa. Kemudian Kepala Desa pemrakarsa Peraturan Bersama Kepala

Desa menyusun rancangan peraturan tersebut.

Bagian Ketiga Pembahasan, Penetapan dan Pengundangan

Pasal 24

Pembahasan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh

2 (dua) Kepala Desa atau lebih.

Pasal 25

(1) Kepala Desa yang melakukan kerja sama antar-Desa menetapkan

Rancangan Peraturan Desa dengan membubuhkan tanda tangan

paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal disepakati.

(2) Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah dibubuhi

tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diundangkan

dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa masing-masing desa.

(3) Peraturan Bersama Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1

mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak tanggal

diundangkan dalam Berita Desa pada masing-masing Desa.

Bagian Keempat Penyebarluasan

Pasal 26

Peraturan Bersama Kepala Desa disebarluaskan kepada masyarakat

Desa masing-masing.

Peraturan Kepala Desa

Page 140: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

123

Kepala Desa memiliki dasar untuk membuat Peraturan Kepala Desa

dalam Permendagri 111 tahun 2014 Pasal 27 sampai dengan Pasal 29.

Singkat dan jelas dalam pasal-pasal yang pendek:

BAB VI PERATURAN KEPALA DESA

Pasal 27 (1) Penyusunan rancangan Peraturan Kepala Desa dilakukan oleh Kepala

Desa.

(2) Materi muatan Peraturan Kepala Desa meliputi materi pelaksanaan

Peraturan di Desa dan peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi.

Pasal 28

Peraturan Kepala Desa diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris

Desa.

BAB VII PEMBIAYAAN

Pasal 29

Pembiayaan pembentukan Peraturan di Desa dibebankan pada APB

Desa.

Peraturan Desa Adat

Tentang Peraturan Desa Adat diatur dalam ketentuan lain-lain di Pasal 30

(ayat) 1 disebutkan bahwa (1) Peraturan Desa Adat disesuaikan dengan

hukum adat dan norma adat istiadat yang berlaku di Desa Adat sepanjang

tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Dijelaskan juga dalam ayat selanjutnya bahwa (2) Teknik dan prosedur

penyusunan Peraturan di desa yang diatur dalam Peraturan Menteri ini

berlaku secara mutatis mutandis bagi teknik dan prosedur penyusunan

Peraturan di desa adat.

Kepala Desa dapat menetapkan Keputusan Kepala Desa untuk

pelaksanaan Peraturan di desa, peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi dan dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa yang

bersifat penetapan, disebutkan dalam Pasal 31. Ketentuan Teknis tentang

penyusunan Peraturan Desa Adat dan Keputusan Kepala Desa

Page 141: PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

124

menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan (Pasal 32 Ayat 1) yang diteruskan di Ayat

2 bahwa Ketentuan teknis lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan

peraturan di desa diatur dalam Peraturan Bupati/Walikota. Dan di Pasal 33

menyebutkan bahwa bentuk Peraturan di Desa dan Keputusan Kepala

Desa tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dalam peraturan Menteri ini, dalam hal ini Permendagri Nomor

111 tahun 2014 tentang Pedoman teknis peraturan di Desa.