151
PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN KAUM MISKIN SKRIPSI Diajukan kepada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat Program Studi Ilmu Teologi-Filsafat Agama Katolik Oleh IGNASIUS RUDI HARYANTO NPM: 16.75.5894 SEKOLAH TINGGI FILSAFAT KATOLIK LEDALERO 2020

PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM

MEMBEBASKAN KAUM MISKIN

SKRIPSI

Diajukan kepada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero

untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat

Program Studi Ilmu Teologi-Filsafat

Agama Katolik

Oleh

IGNASIUS RUDI HARYANTO

NPM: 16.75.5894

SEKOLAH TINGGI FILSAFAT KATOLIK LEDALERO

2020

Page 2: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

ii

LEMBARAN PENERIMAAN JUDUL

1. Nama : Ignasius Rudi Haryanto

2. NPM : 16.75.5894

3. Judul : PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM

MEMBEBASKAN KAUM MISKIN

4. Pembimbing :

1 Dr. Philipus Ola Daen : ....................................

(Penganggung Jawab)

2 Dr. Yohanis Masneno : ....................................

3 Dr. Mathias Daven : ....................................

5. Tanggal diterima : 30 November 2019

6. Mengesahkan: 7. Mengetahui

Wakil ketua I Ketua STFK Ledalero

Dr. Yosef Keladu Koten Dr. Otto Gusti Ndegong Madung

Page 3: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

iii

Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi

Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero

dan Diterima untuk Memenuhi Sebagian

dari Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Filsafat

Program Studi Ilmu Teologi-Filsafat

Agama Katolik

Pada

12 Mei 2020

Mengesahkan

SEKOLAH TINGGI FILSAFAT KATOLIK LEDALERO

Ketua

Dr. Otto Gusti Ndegong Madung

Dewan penguji:

1. Dr. Yohanis Masneno : .......................................................

2. Dr. Mathias Daven : .......................................................

3. Dr. Philipus Ola Daen : .......................................................

Page 4: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

iv

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ignasius Rudi Haryanto

NPM : 16.75. 5894

menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya ilmiah saya sendiri, dan

bukan plagiat dari karya ilmiah yang ditulis orang lain atau lembaga lain. Semua

karya ilmiah orang lain atau lembaga lain yang dirujuk dalam skripsi ini telah

disebutkan sumber kutipannya serta dicantumkan pada catatan kaki dan daftar

pustaka.

Jika di kemudian hari terbukti ditemukan kecurangan atau penyimpangan, berupa

plagiasi atau penjiplakan dan sejenisnya di dalam karya ilmiah ini, saya bersedia

menerima sanksi akademis yakni pencabutan skripsi serta gelar yang saya peroleh

dari skripsi ini.

Ritapiret, 12 Mei 2020

Yang menyatakan

Ignasius Rudi Haryanto

Page 5: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

v

KATA PENGANTAR

Kemajuan yang terjadi dalam kehidupan manusia pada dasarnya selalu

melahirkan dua dampak sekaligus yakni dampak positif dan dampak negatif.

Dampak positif dari sebuah kemajuan ditandai dengan kemudahan manusia dalam

melakukan dan mendapatkan sesuatu. Sedangkan dampak negatif dari kemajuan

itu adalah lahirnya masalah-masalah sosial yang menghantui kehidupan umat

manusia. Salah satu masalah sosial yang timbul sebagai dampak dari kemajuan

adalah semakin lebarnya jurang pemisah antara sekelompok kecil yang kaya dan

sebagian besar yang miskin. Kenyataan ini tentunya menjadikan masalah

kemiskinan sebagai pemandangan umum yang disaksikan di tengah segala

kemajuan yang ada.

Masalah kemiskinan telah menjadi masalah global karena masalah ini

dialami sebagian besar negara di dunia. Meski demikian masalah ini telah menjadi

ancaman yang lebih serius bagi negara-negara berkembang. Indonesia sebagai

negara berkembang juga tidak terlepas dari masalah kemiskinan. Masalah

kemiskinan di tingkat nasional tentunya menggambarkan situasi yang terjadi pada

tingkat regional. Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi yang

miskin di Indonesia, dan kenyataan yang sama juga dialami oleh tiga kabupaten

yakni Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur yang merupakan

wilayah administrasi Keuskupan Ruteng.

Peran Gereja Keuskupan Ruteng dalam pembangunan sejak pertama kali

masuk di Manggarai hingga saat ini merupakan bentuk usaha Gereja dalam

membebaskan kaum miskin. Gereja telah berjasa dalam pembangunan dalam

pelbagai sektor kehidupan umat Keuskupan Ruteng. Meski demikian masalah

kemiskinan masih saja mewarnai kehidupan umat Keuskupan Ruteng hingga saat

ini. Gereja Keuskupan Ruteng berdasarkan hasil Sinode III 2013-2015 telah

meninjau kembali semua usaha yang telah dilakukan selama ini dan menetapkan

kembali pelbagai usaha yang dituangkan dalam program-program konkret untuk

membebaskan umat Keuskupan Ruteng dari kemiskinan. Akan tetapi, semua

program yang telah dirancang Gereja Keuskupan Ruteng dalam sinode tidak akan

berjalan dengan baik bila tidak menggunakan strategi pastoral yang tepat. Oleh

Page 6: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

vi

karena itu, dengan mempertimbangkan hambatan-hambatan yang dialami Gereja

Keuskupan Ruteng dalam usaha membebaskan kaum miskin selama ini, penulis

menawarkan pembenahan terhadap manajemen pastoral sebagai salah satu strategi

agar semua program yang telah dirancang dapat dilaksanakan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam proses pengerjaan karya ilmiah ini ada

banyak pihak yang telah berjasa. Oleh karena itu, penulis beryukur dan berterima

kasih kepada semua pihak yang telah berjasa dalam pengerjaan karya ilmiah ini.

Pertama, ucapan syukur kepada Tuhan sang Penyelenggara kehidupan, sehingga

memampukan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis sadar

bahwa tanpa campur tangan Tuhan, karya ini tidak dapat dikerjakan dengan baik.

Kedua, penulis menyampaikan terima kasih kepada Sekolah Tinggi Filsafat

Katolik Ledalero yang telah menjadi tempat untuk mengasah kemampuan

intelektual penulis untuk peduli terhadap pelbagai masalah sosial. Selain itu,

STFK Ledalero juga telah menyediakan perpustakaan yang memadai, sehingga

penulis terbantu dalam penyelesaian skripsi ini. Ketiga, penulis berterima kasih

kepada Seminari Tinggi Interdiosesan St. Petrus Ritapiret yang telah membantu

penulis dalam membentuk diri selama lima tahun masa formasi. Ada banyak hal

yang penulis dapat selama menjalani masa formasi di tempat ini sebagai bekal

dalam menapaki panggilan hidup selanjutnya.

Kempat, ucapan terima kasih kepada Dr. Philipus Ola Daen, yang telah

bersedia menjadi pembimbing dalam proses pengerjaan skripsi ini melalui

pelbagai koreksi dan masukan yang amat berharga. Koreksi dan masukan yang

diberikan merupakan tahap yang paling berharga dalam menghasilkan sebuah

karya yang berharga. Ucapan terima kasih yang sama juga penulis sampaikan

kepada Dr. Yohanis Masneno, yang telah bersedia menjadi penguji atas skripsi

ini. Segala koreksi dan masukan yang bernas dari penguji merupakan sumbangan

paling berharga demi menyempurnakan hasil tulisan ini. Penulis juga

menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Mathias Daven, yang telah

bersedia menjadi anggota tim penguji.

Kelima, ucapan terima kasih kepada anggota keluarga yang telah

mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, bapak Marianus Sudarso,

Page 7: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

vii

(alm) ibu Salome Sakti, adik Yohana Astuti dan Anjelina Mutiara, paman Gabriel

Jama, tanta Apolonia Riman, mama Margaretha Sima, adik Yohanes Rivaldo,

Yosep Marikiano Ujus, dan Febrinia Fitriani Mina. Segala bentuk dukungan

kalian merupakan energi yang besar bagi saya dalam menyelesaikan tulisan ini

dan panggilan saya. Keenam, terima kasih kepada semua pihak yang dengan

caranya masing-masing telah berjasa dalam menyelesaikan tulisan ini, khususnya

kepada teman-teman se-angkatan yang telah berjuang bersama selama empat

tahun masa kuliah dan lima tahun masa formasi. Kehadiran kalian merupakan

salah satu alasan saya tetap bertahan dalam jalan panggilan ini.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, segala koreksi dan masukan yang diberikan

kepada penulis berkaitan dengan tulisan ini akan diterima dengan senang hati.

Ritapiret, 12 Mei 2020

Penulis

Page 8: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i

HALAMAN PENERIMAAN JUDUL ............................................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................................... iv

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Permasalahan ............................................................................................ 9

1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 10

1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................................................... 10

1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................................................... 10

1.4 Guna Penulisan ........................................................................................................ 10

1.5 Metode Penelitian dan Penulisan ............................................................................ 11

1.6 Sistematika Penulisan .............................................................................................. 11

BAB II GEREJA KEUSKUPAN RUTENG

2.1 Gambaran Umum tentang Gereja .......................................................................... 13

2.1.1 Gereja sebagai Umat Allah ................................................................................... 13

2.1.2 Gereja sebagai Tubuh Kristus ............................................................................. 14

2.1.3 Gereja sebagai Sakramen ..................................................................................... 15

2.1.4 Gereja sebagai Hierarki ........................................................................................ 16

2.2 Sejarah Singkat Terbentuknya Gereja Keuskupan Ruteng ................................. 17

2.3 Selayang Pandang Gereja Keuskupan Ruteng ...................................................... 20

2.3.1 Letak Geografis ..................................................................................................... 20

2.3.2 Sosio Demografi ..................................................................................................... 21

2.3.3 Sosio Ekonomi ....................................................................................................... 21

2.3.4 Sosio Religius ......................................................................................................... 23

2.3.5 Sosio Budaya .......................................................................................................... 24

2.3.6 Sosio Politik ........................................................................................................... 24

2.3.7 Sosio Pendidikan ................................................................................................... 25

Page 9: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

ix

2.4 Peran yang Sudah Dilakukan Gereja Keuskupan Ruteng dalam

Pembangunan di Manggarai ................................................................................. 26

2.4.1 Bidang Sosial Politik ............................................................................................. 27

2.4.2 Bidang Sosial Ekonomi ......................................................................................... 27

2.4.3 Bidang Sosial Pendidikan ..................................................................................... 29

2.4.4 Bidang Lingkungan Hidup (Ekologi)................................................................... 31

2.5 Tantangan dalam Pembangunan di Keuskupan Ruteng ...................................... 32

2.5.1 Kemampuan Intelektual Umat Masih Rendah ................................................... 32

2.5.2 Tantangan kultural ............................................................................................... 33

2.5.3 Isolasi Fisik ............................................................................................................ 34

2.5.4 Mentalitas Umat .................................................................................................... 35

2.5.5 Tantangan yang Muncul dari Petugas Pastoral (Gereja) ................................... 36

2.5.6 Partisipasi Umat Masih Rendah .......................................................................... 37

2.5.7 Dana ....................................................................................................................... 37

2.6 Dasar-Dasar Pelayanan Gereja Keuskupan Ruteng Terhadap Kaum

Miskin ...................................................................................................................... 39

2.6.1 Dasar Biblis............................................................................................................ 39

2.6.1.1 Dasar dari Perjanjian Lama: Eksodus sebagai Model Kepedulian Allah ..... 39

2.6.1.2 Dasar dari Perjanjian Baru: Yesus sebagai Tokoh Pembebas ....................... 40

2.6.1.3 Dasar dari Jemaat Perdana ............................................................................... 42

2.6.2 Ajaran-Ajaran Gereja .......................................................................................... 42

2.6.2.1 Ajaran Konsili Vatikan II .................................................................................. 42

2.6.2.2 Federasi Konferensi-Konferensi Para Uskup Asia (FABC) ............................ 44

2.6.2.3 Konfersensi Waligereja Indonesia (KWI) ........................................................ 46

2.6.2.4 Sinode III 2013-2015 Keuskupan Ruteng ......................................................... 47

BAB III SELAYANG PANDANG TENTANG KAUM MISKIN

3.1 Pengertian Kaum Miskin ........................................................................................ 49

3.1.1 Secara Etimologis .................................................................................................. 49

3.1.2 Secara Realis .......................................................................................................... 50

3.2 Karakteristik Kaum Miskin .................................................................................... 52

3.2.1 Mutu Kesehatan Rendah ...................................................................................... 52

3.2.2 Rumah Tidak Layak Huni.................................................................................... 53

3.2.3 Memiliki Lahan yang Sempit ............................................................................... 54

3.2.4 Rendahnya Pendapatan ........................................................................................ 57

Page 10: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

x

3.2.5 Angka Buta Huruf yang Tinggi ............................................................................ 59

3.2.6 Rendahnya Keterampilan/Kreativitas ................................................................. 60

3.2.7 Banyak Anak ......................................................................................................... 61

3.3 Jenis-Jenis Kemiskinan............................................................................................ 62

3.3.1 Kemiskinan Individual dan Kemiskinan Struktural ......................................... 62

3.3.2 Kemiskinan Material dan Kemiskinan Spiritual ................................................ 63

3.3.3 Kemiskinan Mutlak dan Kemiskinan Relatif...................................................... 64

3.4 Sebab-Sebab Adanya Kemiskinan .......................................................................... 65

3.4.1 Dari Dalam ............................................................................................................ 65

3.4.1.1 Motivasi ............................................................................................................... 65

3.4.1.2 Mentalitas ........................................................................................................... 66

3.4.2 Dari Luar ............................................................................................................... 67

3.4.2.1 Struktur Sosial .................................................................................................... 67

3.4.2.2 Struktur Ekonomi .............................................................................................. 67

3.4.2.3 Politik .................................................................................................................. 68

3.5 Pembebasan Kaum Miskin ...................................................................................... 69

3.5.1 Pengertian Pembebasan ........................................................................................ 69

3.5.1.1 Arti Etimologis ................................................................................................... 69

3.5.1.2 Arti Realis ........................................................................................................... 70

3.5.2 Dasar-Dasar Pembebasan ..................................................................................... 71

3.5.2.1 Martabat Manusia ............................................................................................. 72

3.5.2.2 Dasar Biblis ......................................................................................................... 79

3.5.3 Tujuan Pembebasan .............................................................................................. 81

3.5.3.1 Tujuan Kini ........................................................................................................ 81

3.5.3.2 Tujuan Eskatologis ............................................................................................. 82

BAB IV PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM

MEMBEBASKAN KAUM MISKIN

4.1 Gereja Keuskupan Ruteng dalam Konteks Membebaskan Kaum Miskin .......... 84

4.2 Usaha-Usaha Gereja Keuskupan Ruteng dalam Membebaskan Kaum

Miskin ...................................................................................................................... 87

4.2.1 Pastoral Transformatif ......................................................................................... 87

4.2.2 Mewartakan Kabar Gembira ............................................................................... 89

4.2.3 Bersolider dengan Kaum Miskin ......................................................................... 91

4.2.4 Live In..................................................................................................................... 92

Page 11: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

xi

4.2.5 Pola Penyadaran ................................................................................................... 94

4.2.6 Bergerak dari Pinggir ........................................................................................... 96

4.2.7 Pendekatan Holistik .............................................................................................. 98

4.3 Program-Program Konkret Gereja Keuskupan Ruteng dalam

Membebaskan Kaum Miskin .............................................................................. 100

4.3.1 Bidang Sosial Politik ........................................................................................... 101

4.3.2 Bidang Sosial Ekonomi ....................................................................................... 104

4.3.3 Bidang Sosial Pendidikan ................................................................................... 108

4.3.4 Bidang Lingkungan Hidup ................................................................................. 111

4.4 Strategi Gereja Keuskupan Ruteng dalam Membebaskan Kaum Miskin......... 114

4.4.1 Pembenahan terhadap Manajemen Pastoral: Suatu Upaya Strategis

Membebaskan Kaum Miskin .............................................................................. 114

4.4.1.1 Fungsi perencanaan (Planning) ....................................................................... 115

4.4.1.2 Pengorganisasian (Organizing) ........................................................................ 116

4.4.1.3 Pengarahan (Leading) ...................................................................................... 118

4.4.1.4 Pengendalian (Controlling) .............................................................................. 120

4.5 Refleksi Kritis Atas Peran Gereja dalam Upaya Membebaskan Kaum

Miskin .................................................................................................................... 121

4.5.1 Bidang Sosial Politik ........................................................................................... 121

4.5.2 Bidang Sosial Ekonomi ....................................................................................... 122

4.5.3 Bidang Sosial Pendidikan ................................................................................... 125

4.5.4 Bidang Lingkungan Hidup ................................................................................. 126

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 128

5.2 Saran ....................................................................................................................... 131

5.2.1 Bagi Para Klerus Keuskupan Ruteng ................................................................ 131

5.2.2 Bagi Umat Keuskupan Ruteng ........................................................................... 132

5.2.3 Bagi Pemerintah dan Penguasa di Keuskupan Ruteng .................................... 132

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 133

Page 12: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan kemajuan yang terjadi di

pelbagai bidang. Unsur yang paling berpengaruh dalam kemajuan ini adalah

bidang teknologi dan komunikasi. Melalui kedua unsur ini, kemajuan di segala

bidang dapat merambat dengan sangat cepat ke seluruh dunia. Keuntungan yang

dapat diperoleh dari kemajuan sangat membantu manusia dalam memenuhi segala

kebutuhan dan meningkatkan efisiensi. Meski demikian di tengah kemajuan yang

begitu pesat, tak dapat disangkal akan besarnya dampak negatif yang timbul.

Dampak negatif yang timbul dari kemajuan ini adalah kerusakan lingkungan

hidup, ketidakadilan, penindasan dan kemiskinan. Masalah-masalah ini telah

menjadi masalah global yang dialami oleh semua warga masyarakat dunia. Meski

demikian kemajuan teknologi dan komunikasi tidak secara otomatis meniadakan

masalah-masalah di atas tadi.

Masalah kemiskinan merupakan salah satu masalah yang dialami oleh

hampir semua negara berkembang. Itu berarti bahwa masalah kemiskinan

merupakan masalah dunia. Pertumbuhan produksi sebagian besar negara-negara

berkembang, tidak menguntungkan semua penduduk pada umumnya; yang kaya

semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Masalah ini secara sangat jelas

diuraikan dalam Majalah Forbes 2018. Diklaim bahwa terjadi kesenjangan antara

yang benar-benar kaya dan yang hanya kaya terus melebar, saat kekayaan

melambung ke ketinggian yang baru. Majalah Forbes pada tahun 2018 membuat

peringkat tahunan ke-32 atas 2.208 miliarder. Secara keseluruhan mereka

memiliki kekayaan $ 9,1 triliun, naik 18% dari tahun sebelumnya. Dua puluh

orang kaya di planet ini memiliki kekayaan $1,2 triliun, jumlah yang kira-kira

Page 13: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

2

setara dengan output ekonomi tahunan Meksiko. Secara agregat, mereka mungkin

mewakili kurang dari 1% miliarder tetapi total kekayaan mereka berjumlah 13%

dari total kekayaan semua miliarder di seluruh dunia.1 Itu berarti bahwa jurang

antara yang kaya dan yang miskin semakin lebar, di mana yang kaya semakin

kaya dan yang miskin semakin miskin.

Memang harus diakui bahwa masalah kemiskinan terdapat di semua

negara, tidak terkecuali negara Indonesia. Dana Internasional PBB untuk

Pembangunan Pertanian mencatat bahwa gambaran pembangunan Indonesia

menunjukkan ada banyak keluarga Indonesia yang tidak mendapat keuntungan

dari pertumbuhan ekonomi nasional. Sekitar 50% dari penduduk Indonesia masih

miskin, berada di sekitar ambang garis kemiskinan, hidup dengan kurang dari US

2 per hari.2 Kenyataan ini menunjukkan bahwa masalah kemiskinan di Indonesia

masih sangat parah. Sebagian besar penduduk Indonesia yang masih berada dalam

lingkaran garis kemiskinan sulit untuk keluar. Hal ini tidak saja dikarenakan

faktor eksternal tetapi juga faktor internal.

Masalah kemiskinan yang terjadi di tingkat nasional juga berdampak pada

tingkat regional. Salah satu ukuran untuk mengetahui angka kemiskinan suatu

daerah yakni dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita

masing-masing provinsi di Indonesia. Berdasarkan PDRB per kapita, Daerah

Khusus Ibukota Jakarta menempati urutan tertinggi dengan nilai Rp 2.177.119,88,

sedangkan urutan terendah ditempati oleh provinsi Maluku Utara sebesar Rp

29.165,23. Posisi provinsi Nusa Tenggara Timur menempati urutan ke 25 dari 33

provinsi dengan jumlah sebesar Rp 84.172,64.3 Berdasarkan urutan di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa provinsi Nusa Tenggara Timur termasuk dalam provinsi

dengan pendapatan menengah ke bawah. Itu berarti bahwa provinsi NTT masih

1 Luisa Kroll, “Forbes Billionaires 2018: Meet The Richest People On The Planet”di

https://www.forbes.com/sites/luisakroll/2018/03/06/forbes-billionaires-2018-meet-the-richest-

people-on-the-planet/#756b4c0d6523, diakses 28 Maret 2019. 2 Alexander Jebadu, Bahtera Terancam Karam (Maumere: Penerbit Ledalero, 2018), hlm.

25. 3 “Daftar Provinsi di Indonesia Menurut PDRB Tahun 2016,” di

https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_provinsi_di_Indonesia_menurut_PDRB_tahun_2016, diakses

pada 28 Maret 2019.

Page 14: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

3

tergolong provinsi miskin. Kondisi kemiskinan pada tingkat regional tentunya

akan berdampak langsung pada tingkat lokal, khususnya di wilayah Manggarai.4

Masyarakat Manggarai masih banyak yang berada di bawah garis

kemiskinan karena ketimpangan pendapatan, ketidakadilan sosial, rendahnya

pendidikan, pembangunan yang tidak merata, kondisi kesehatan yang buruk,

budaya yang belum maju dan pola pikir yang masih tradisional. Data BPS

memperlihatkan bahwa ada 69.320 penduduk miskin di Kabupaten Manggarai

pada tahun 2018,5 74.850 penduduk miskin di Manggarai Timur pada tahun

2017,6 dan 48.530 penduduk miskin Kabupaten Manggarai Barat pada tahun

2018.7 Data ini tidak terhitung penduduk yang berada pada garis kemiskinan dan

yang mendekati garis kemiskinan. Ada banyak dampak yang ditimbulkan dari

masalah kemiskinan ini yakni angka putus sekolah semakin tinggi, pengangguran

semakin membengkak, dan TKI semakin meningkat diikuti dengan fenomena

human trafficking. Masalah-masalah ini bila ditelusuri lebih jauh memiliki kaitan

dengan pola pembangunan yang tidak merata, sehingga sebagian besar

masyarakat tidak menikmati hasil pembangunan.

Pembangunan yang dilakukan pemerintah tidak mencapai titik maksimal

karena kualitas pembangunan sangat rendah. Hal ini juga bisa disebabkan oleh

maraknya praktik korupsi dalam proyek pembangunan. Misalnya di Kabupaten

Manggarai Barat, menurut temuan Cypri Jehan Paju Dale disinyalir hanya 5-7 dari

30 anggota DPRD yang tidak „bermain proyek‟, lewat perusahaan konstruksi yang

disembunyikan atas nama kerabat atau kroni bisnis mereka. Bahkan ada anggota

yang memegang lebih dari lima proyek dalam tahun anggaran 2012.8

4 Wilayah Manggarai mencakup tiga kabupaten yakni Kabupaten Manggarai, Kabupaten

Manggarai Timur dan Kabupaten Manggarai Barat. Pembahasan selanjutnya nama ketiga

kabupaten ini akan diganti dengan nama Manggarai. 5 Badan Pusat Statistik Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Dalam Angka 2019

(Ruteng: BPS Kabupaten Manggarai, 2019), hlm. 379. 6 Badan Pusat Statistik Kabupaten Manggarai Timur, Kabupaten Manggarai Timur

Dalam Angka 2019 (Borong: BPS Kabupaten Manggarai Timur, 2019), hlm. 243. 7 Badan Pusat Statistik Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai Barat Dalam

Angka 2019 (Labuan Bajo: BPS Kabupaten Manggarai Barat, 2019), hlm. 131. 8 Cypri Jehan Paju Dale, Kuasa, Pembangunan dan Pemiskinan Sistemik (Labuan Bajo:

Sunspirit, 2013), hlm. 226.

Page 15: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

4

Seringkali juga pembangunan yang dicanangkan pemerintah tidak tepat

sasaran, sehingga tidak menjawabi kebutuhan konkret masyarakat.9 Pembangunan

yang tidak tepat sasaran ini ditandai dengan rancangan program yang cenderung

top down, di mana rancangan pembangunan tidak sesuai dengan kebutuhan riil

masyarakat. Selain itu, dana yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi

geografis suatu daerah, sehingga anggaran yang dialokasikan pada suatu daerah

seringkali tidak mencapai target yang direncanakan.10

Berbicara tentang tema pembangunan tidak hanya secara fisik tetapi harus

mencakup secara keseluruhan. Hal ini diuraikan secara jelas oleh Paul Budi

Kleden bahwa:

Pembangunan tidak hanya dilihat dari aspek fisik semata. Ada aspek non

fisik yang turut mempengaruhi pembangunan, seperti aspek psikologis dan

aspek religius. Sebab suasana kejiwaan seseorang dan seluruh masyarakat

serta paham dan penghayatan religiusnya mempunyai andil besar dalam hal,

bagaimana seseorang dan satu masyarakat melihat tantangan yang sedang

dihadapinya, menggalang potensi yang dimiliki atau yang ditawarkan

kepadanya dan memanfaatkan semuanya itu dalam kegiatan yang disebut

pembangunan demi mengatasi pelbagai tantangan tersebut.11

Persis pembangunan seperti inilah yang membebaskan masyarakat dari

kemiskinan. Term “membebaskan” di sini merupakan istilah yang lebih cocok

dari pada term pembangunan, sebab pembebasan juga mencakup pembangunan

non-fisik. Hal ini dikarenakan kemiskinan tidak hanya mencakup aspek fisik,

tetapi juga mencakup pola pikir yang membelenggu masyarakat untuk berjuang

melawan kemiskinan.

9 Salah satu contoh pembangunan pemerintah yang tidak tepat sasar nampak dalam

temuan Paju Dale adalah berkaitan dengan kebijakan pembangunan infrastruktur transportasi.

Meskipun pembangunan infrastruktur transportasi di Manggarai meningkat dari tahun ke tahun,

tetapi polanya lebih mengutamakan kepentingan turisme dan perdagangan dibandingkan

kepentingan petani dan masyarakat pedesaan. Di Manggarai Barat misalnya, tahun 2012-2013,

ruang tunggu di Bandara Komodo menghabiskan anggaran sekitar 100 miliar rupiah, dan dalam

rangka Sail Komodo juga dibangun dermaga apung untuk pariwisata dengan anggaran yang

kurang lebih sama. Sedangkan di sisi lain, jalur transportasi yang menghubungkan desa-desa dan

desa-kota masih sangat memprihatinkan. Kondisi jalur transportasi yang buruk menyebabkan

produk para petani semakin sulit untuk diperdagangkan ke kota. Ibid., hlm. 139. 10

Ganewati Wuryandari (ed.), Pengembangan Wilayah Nusa Tengggara Timur dari

Perspektif Sosial, Analisis Pelaksanaan Kebijakan (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), hlm. 107.

Ganewati Wuryandari adalah peneliti di Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI, dan juga sebagai

Kepala Bidang Tata Operasional di P2P. Menyelesaikan S2 Develpoment of Politics, Internasional

Relations, di Monash University tahun 1944. Dan S3 Discipline of Studies, the University of

Western Australia, tahun 2006. Fokus Kajian penelitiannya adalah Politik Luar Negeri, Isu-isu

Kontemporer Hubungan Internasional, Perbatasan. 11

Paulus Budi Kleden, Teologi Terlibat, Politik dan Budaya dalam Terang Teologi

(Maumere: Penerbit Ledalero, 2012), hlm. 133.

Page 16: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

5

Menjawabi masalah di atas, maka sangat diharapkan agar pembangunan

yang dicanangkan pemerintah harus merata dan tepat sasaran, sehingga tidak

mengakibatkan ketimpangan, ketidakadilan, dan keterbelakangan.12

Selain itu,

pembangunan juga dapat menjawab kebutuhan masyarakat dan berpihak pada

masyarakat. Pembangunan yang berpihak pada masyarakat akan menggugah

kesadaran masyarakat mengenai situasi yang mereka alami.13

Usaha

membebaskan kaum miskin bukan perkara mudah seperti membalikkan telapak

tangan, karena masalah kemiskinan sangatlah kompleks. Untuk itu, peran semua

elemen sangat dibutuhkan. Pemerintah merupakan aktor yang paling sentral dalam

membebaskan kaum miskin melalui pelbagai program yang bertujuan agar

masyarakat keluar dari rantai kemiskinan yang mengikat mereka. Dalam proyek

pembangunan, pemerintah juga seharusnya melibatkan semua elemen dalam

masyarakat termasuk agama-agama, dan salah satunya adalah Gereja.

Selain pemerintah, Gereja mempunyai peran dalam membebaskan kaum

miskin dari situasi kemiskinan. Sikap Gereja sangat jelas sebagaimana termaktub

dalam Gaudium et Spes nomor 1 bahwa “kegembiraan dan harapan, duka dan

kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja

yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para

murid Kristus juga”.14

Itu berarti bahwa sikap Gereja Katolik sangat jelas yakni

berpihak pada kaum miskin dan menderita. Kaum miskin merupakan orang-orang

yang kalah dalam persaingan dunia ini. Dunia yang didominasi oleh sistem kerja

pasar, tidak lagi mempunyai rasa solidaritas.15

Penyebab dari realitas ini adalah

sistem kerja pasar yang menggunakan logika untung rugi dalam setiap relasi. Itu

berarti bahwa setiap relasi yag dibangun bukan karena semangat solidaritas, tetapi

semangat persaingan. Orang yang kalah dalam persaingan akan segera

12

Robert Justin Sodo, “Manggarai dalam Lensa Kemiskinan: Potret Representatif

Kemiskinan NTT?”, dalam Rikard Rahmat (ed.), Gereja Itu Politis (Jakarta: JPIC OFM, 2012),

hlm. 119. 13

Suroto, Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja (Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press, 1992), hlm. 45. 14

Konsili Vatikan II, Dokumen Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes, No. 1, penerj. R.

Hardawirayana (Jakarta: Penerbit Obor, 2013), hlm. 521. 15

Alexander Jebadu, “Politik Ekonomi Pasar Bebas” (Bahan Kuliah, Sekolah Tinggi

Filsafat Katolik Ledalero, Maumere, 2018), hlm. 216.

Page 17: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

6

disingkirkan. Kemiskinan di sini disebabkan karena seseorang tidak mampu

bersaing.

Gereja dalam situasi seperti ini hadir sebagai pembela kaum miskin yang

menjadi korban persaingan dalam dunia pasar. Dominasi kaum oligarki di sini

memonopoli segala sektor kehidupan masyarakat, sehingga orang yang tidak

mampu bersaing akan tersingkir.16

Logika kapitalisme telah merasuk ke segala

sektor kehidupan, di mana setiap orang berusaha untuk mengakumulasikan

kekayaan sebanyak-banyaknya. Hal ini ditegaskan oleh Franklyn J. Balasundaram

dalam bukunya Teologia Cristiana Asiatica Contemporanea,sebagaimana dikutip

oleh Alexander Jebadu bahwa:

Salah satu konteks sosial ekonomi dan sosial politik dari semua negara Asia

adalah semakin meningkatnya kesenjangan antara mayoritas orang miskin

dan segelintir orang kaya, di mana segelintir orang kaya ini memegang

kekuasaan yang sangat kuat dan hingga batas-batas tertentu mereka

mengontrol segala-galanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.17

Logika seperti ini persis membuat yang miskin semakin menderita. Ada

banyak orang yang terjebak dalam situasi kemiskinan dan tidak bisa keluar dari

situasi yang dialami. Mereka membutuhkan bantuan dari pihak lain agar dapat

keluar dari situasi sulit ini. Oleh karena itu, orang miskin tidak dapat bersaing

dengan orang kaya, sebab dalam persaingan itu orang miskin akan kalah. Dari

segi finansial, orang miskin pasti tidak bisa bersaing.18

Hal ini tentunya

merupakan suatu bentuk ketidakadilan yang paling keji. Gereja hadir di sini agar

kaum miskin bisa keluar dari situasi sulit ini. Selain membangun secara fisik,

Gereja terlebih khusus menekankan pembangunan dalam aspek psikologis dan

religius. Inilah semangat yang mampu menjiwai perjuangan kaum miskin yang

dapat menjadi roh yang berkobar-kobar.

16

Mikhael Dua, “Globalisasi Ekonomi, Budaya Kapitalis dan Demokrasi”, Jurnal

Ledalero, 12:2 (Ledalero: Desember 2014), hlm. 365. 17

Alexander Jebadu, Bahtera Terancam Karam, op. cit., hlm. 19-20. 18

Guido Tisera, “Inspirasi Firman bagi Pembaharuan Gereja Milenium Ketiga”, dalam

Romanus Satu dan Herman Embuiru Wetu (ed.), Gereja Milenium Ketiga (Tangerang: Yayasan

Gapura, 2000), hlm. 131.

Page 18: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

7

Selain karena sistem kerja pasar, kemiskinan juga disebabkan oleh faktor

internal masyarakat. Faktor internal yang ada di dalam masyarakat adalah

mentalitas dan pola pikir yang belum maju. Hal ini terjadi karena proses kemajuan

yang datang, baik yang muncul dari dalam masyarakat maupun dari luar

masyarakat akan sulit terjadi kalau mentalitas dan pola pikir masyarakat belum

maju. Masyarakat melihat kenyataan yang terjadi di sekitarnya sebagai sesuatu

yang normal. Masyarakat juga belum siap untuk meninggalkan pola pikir yang

lama dan menerima cara berpikir yang baru. Oleh karena itu, kemiskinan yang

mewarnai kehidupan mereka sehari-hari akhirnya dilihat sebagai hal yang biasa

saja bagi mereka.

Faktor internal inilah yang menjadi tantangan besar Gereja dalam

usahanya membebaskan kaum miskin. Semua program atau usaha yang dibuat

Gereja merupakan sarana atau cara untuk membebaskan kaum miskin dari

kemiskinan. Akan tetapi, semuanya tidak akan berdaya guna bila mentalitas dan

pola pikir masyarakat belum diubah. Usaha mengubah mentalitas dan pola pikir

bukan pekerjaan mudah dan terjadi dalam waktu yang singkat. Usaha ini

membutuhkan waktu yang lama dan intensif. Salah satu cara yang dapat dilakukan

demi mengubah mentalitas dan pola pikir masyarakat adalah melalui upaya

penyadaran. Penyadaran yang dimaksudkan di sini adalah penyadaran kritis, di

mana masyarakat menyadari situasinya saat ini dan di sini, kemudian sadar akan

akar dari semua persoalan yang tengah mereka alami.

Gereja di sini harus pro kaum miskin dan berjuang membebaskan orang-

orang miskin dan menderita. Dengan demikian Gereja telah menjadi Gereja yang

terlibat dalam masalah dunia. Bentuk keterlibatan Gereja ditegaskan dalam

Gaudium et Spes, nomor 63 bahwa:

Kehidupan sosial ekonomi, martabat manusia pribadi, serta panggilannya

seutuhnya, begitu pula kesejahteraan seluruh masyarakat, harus dihormati

dan dikembangkan. Sebab manusialah yang menjadi pencipta, pusat, dan

tujuan seluruh kehidupan sosial ekonomi.19

19

Konsili Vatikan II, Dokumen Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes, No. 63, penerj. R.

Hardawirayana, op. cit., hlm. 608.

Page 19: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

8

Itu berarti fokus keterlibatan Gereja dalam membebaskan kaum miskin

dilandaskan pada pemikiran manusia sebagai tujuan dari pembangunan.

Pembangunan yang dicanangkan harus mampu menciptakan masyarakat yang

sejahtera. Kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan akhir tidak membenarkan

segala praktik yang menjadikan manusia sebagai sarana demi mencapai tujuan.

Selain itu, Gereja juga harus bisa menjadi garam dan terang dunia (Matius 5:13-

16).20

Menjadi garam dan terang dunia berarti kehadiran Gereja harus mempunyai

peranan dalam masyarakat dan mengambil peran yang bisa membantu kesulitan

yang dihadapi masyarakat. Kehadiran Gereja juga harus bisa memancarkan

cahaya yang menghalau situasi kegelapan dalam masyarakat.

Persoalan kemiskinan pada dasarnya memang sangat kompleks dan

menyebabkan masyarakat semakin dililit penderitaan, maka Gereja Keuskupan

Ruteng21

terdorong untuk ikut berperan dalam proses pembangunan di Manggarai.

Program pembangunan yang dicanangkan Gereja di wilayah Keuskupan Ruteng

bukan tanpa tantangan dan kendala. Tantangan yang dihadapi Gereja Keuskupan

Ruteng dalam upaya membebaskan kaum miskin datang dari perusahaan-

perusahaan transnasional yang bergerak di bidang industri ekstraktif yang

berkoalisi dengan pemerintah daerah dan politisi Indonesia yang korup.22

Kemudian tantangan yang datang dari masyarakat sendiri adalah mentalitas dan

pola pikir yang belum maju. Tetapi semua kendala yang dihadapi akan teratasi

bila semua elemen dalam masyarakat mampu bekerja sama dalam mengatasi

20

Garam (ayat 13) di sini memiliki banyak fungsi, yakni untuk mengawetkan makanan

dan membuat makanan menjadi lebih enak. Selain itu, garam juga bisa mencegah kebusukan pada

makanan, sehingga makanan dapat bertahan untuk waktu yang cukup lama. Garam juga dapat

mengakibatkan kehausan, itu berarti setiap orang yang mengonsumsi garam secara lansung akan

mengalami kehausan. Garam dalam Perjanjian Lama juga dimaknai sebagai lambang perjanjian

yang mengikat/kekal. Perjanjian itu dikenal dengan perjanjian garam yakni perjanjian yang

menggunakan obyek tertentu yang dibubuhi garam, dengan makna bahwa perjanjian itu tidak akan

pernah dibatalkan (Bil. 18:19). Kemudian terang yang dimaksudkan di sini adalah terang Tuhan.

Salah satu sikap hidup dalam terang adalah hidup dalam kasih. Hendaknya terang itu kita

tunjukkan, dan bukannya kita simpan cahayanya (Matius 5:14-16). Terang itu harus memberi

dampak dan dapat dilihat oleh orang lain. 21

Keuskupan Ruteng dalam pembahasan ini merujuk pada penyebutan Gereja Katolik

(di) Manggarai. Meskipun apa yang disebut Keuskupan Ruteng, secara institusional, baru ada

setelah Gereja hadir beberapa dekade di Manggarai. Penyebutan Keuskupan Ruteng sama artinya

dengan Gereja Manggarai atau Gereja Katolik Manggarai. 22

Cypri Jehan Paju Dale, op. cit., hlm. 149.

Page 20: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

9

masalah kemiskinan ini, sehingga masyarakat dapat mengalami kesejahteraan

baik secara sosial maupun ekonomi.

Oleh karena itu, Gereja sadar bahwa kehadirannya harus dapat

menciptakan transformasi sosial dan ekonomi. Untuk itu, Gereja Keuskupan

Ruteng berusaha agar keterlibatannya dalam proses pembangunan di Manggarai

mesti memberikan dampak bagi pembebasan kaum miskin. Gereja Keuskupan

Ruteng sejauh ini telah terlibat dalam pembangunan di Manggarai, dalam

pembangunan fisik seperti jalan raya, jembatan, dan dalam bidang pertanian.

Sedangkan, dalam bidang non fisik, Gereja telah melaksanakan pembangunan di

bidang pendidikan dengan membangun sekolah-sekolah Katolik. Sekolah-sekolah

Katolik bertujuan untuk membentuk karakter masyarakat yang disiplin, kreatif

dan inovatif. Selain itu, melalui pendidikan juga akan dibentuk generasi yang

kritis dalam menilai realitas sosial yang ada dalam masyarakat; kritis terhadap

perkembangan yang datang dari luar sembari menentukan jati diri yang unggul

demi mempertahankan hak dan martabat sebagai manusia.

Realitas di atas mendorong penulis untuk mengangkatnya ke dalam tulisan

ilmiah dengan judul: “PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM

MEMBEBASKAN KAUM MISKIN”. Peran profetis Gereja harus mampu

membebaskan kaum miskin dari kemiskinan.

1.2 Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang dan alasan pemilihan judul di atas, maka

muncul satu permasalahan utama yakni sudah sejauh mana peran Gereja

Keuskupan Ruteng dalam membebaskan kaum miskin? Pertanyaan ini sangat

relevan untuk melihat kembali peran Gereja sejak berkarya di wilayah Keuskupan

Ruteng, sebab peran Gereja bukan hanya untuk mewartakan iman, tetapi juga

membawa transformasi sosial.

Dari masalah pokok di atas, ada beberapa masalah turunan yang dapat

ditarik, yakni:

1. Siapa yang dimaksud dengan Gereja Keuskupan Ruteng?

Page 21: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

10

2. Apa yang telah dilakukan Gereja Keuskupan Ruteng dalam

membebaskan kaum miskin?

3. Siapa itu kaum miskin?

4. Bagaimana ciri-ciri seseorang dikategorikan sebagai kaum miskin?

5. Apa yang akan diupayakan Gereja Keuskupan Ruteng dalam

membebaskan kaum miskin dari kemiskinan?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Karya tulis ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

menyelesaikan program studi Strata Satu (S1) di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik

Ledalero.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tulisan ini dibuat dengan tujuan:

1. Menjelaskan Gereja Keuskupan Ruteng dan seluk beluk Gereja

Keuskupan Ruteng.

2. Menggambarkan kiprah Gereja Keuskupan Ruteng dalam membebaskan

kaum miskin.

3. Menjelaskan tentang kaum miskin dan segala aspek yang berkaitan

dengan kaum miskin.

4. Menjelaskan upaya yang akan dilakukan Gereja Keuskupan Ruteng dalam

membebaskan kaum miskin dari kemiskinan.

1.4 Guna Penulisan

Penulisan ini dibuat dengan harapan agar berguna bagi:

1. Kaum hierarki Keuskupan Ruteng, agar dapat melihat kembali sepak

terjang karya pastoral yang telah dilakukan selama ini di Keuskupan

Ruteng yang mencakup segala pencapaian yang telah dibuat baik

dalam dimensi sosial religius maupun secara khusus dalam sosial

Page 22: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

11

ekonomi dan rencana untuk meningkatkan sektor yang masih belum

maksimal.

2. Bagi umat Keuskupan Ruteng, agar mereka menyadari situasi sosial

ekonomi yang tengah mereka alami saat ini dan semoga terdorong

untuk melangkah ke arah perubahan dengan mendukung segala

program pembangunan baik yang dicanangkan pemerintah maupun

Gereja Keuskupan Ruteng.

3. Bagi pemerintah dan penguasa yang tinggal di daerah, agar mereka

menyadari situasi kemiskinan yang sedang dialami masyarakat

Manggarai Raya, sehingga kebijakan yang dibuat pada masa yang akan

datang lebih proporsional dan memihak kaum miskin.

4. Akhirnya tulisan skripsi ini, berguna bagi penulis sendiri.Tulisan ini

merupakan sarana latihan dalam menulis karya ilmiah, agar penulis

semakin mahir dalam menulis dan menganalisis dengan tajam

fenomena dan realitas sosial yang terjadi di tengah masyarakat untuk

menghasilkan transformasi dalam kehidupan Gereja dan Negara.

1.5 Metode Penelitian dan Penulisan

Jenis studi yang digunakan penulis dalam menyelesaikan tulisan ini adalah

jenis studi kepustakaan, maka metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah

metode studi kepustakaan yaitu analisis data sekunder. Dalam analisa data

sekunder, penulis bertolak dari dokumen-dokumen, buku-buku, majalah-majalah,

kamus, artikel dan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan tema ini. Selain itu,

penulis juga menggunakan metode wawancara dengan informan kunci untuk

memperdalam data atau informasi, khususnya berhubungan dengan kebijakan

Gereja Keuskupan Ruteng.

1.6 Sistematika Penulisan

"Peran Gereja Keuskupan Ruteng dalam Membebaskan Kaum Miskin", akan

dibahas dalam beberapa bab berikut ini:

Bab I akan diuraikan pengantar umum untuk masuk ke dalam karya ini yakni

mengenai latar belakang dan alasan pemilihan judul, permasalahan, tujuan dan

Page 23: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

12

guna penulisan, metode penulisan yang dipakai dan yang terakhir sistematika

penulisan.

Dalam bab II akan diuraikan tentang Gereja dan realitas Keuskupan Ruteng yang

meliputi gambaran umum tentang Gereja, sejarah singkat Gereja Keuskupan

Ruteng, selayang pandang Gereja Keuskupan Ruteng, dan gambaran tentang

peran yang sudah dilakukan Gereja dalam pembangunan. Kemudian dijelaskan

pula tantangan yang dialami Gereja Keuskupan Ruteng dalam pembangunan dan

dasar-dasar pelayanan terhadap kaum miskin, yaitu dasar biblis dan Ajaran

Gereja.

Dalam bab III akan dijelaskan secara mendalam tentang kaum miskin, yang

meliputi pengertian kaum miskin, karakteristik kaum miskin, jenis-jenis

kemiskinan, dan penyebab adanya kaum miskin. Selain itu, dijelaskan juga

gambaran tentang pembebasan kaum miskin yang meliputi pengertian

pembebasan, dasar-dasar pembebasan, dan diakhiri dengan tujuan dari

pembebasan kaum miskin.

Bab IV merupakan bab inti dari penulisan skripsi ini. Dalam bab ini akan

diuraikan peran yang akan dilakukan Gereja Keuskupan Ruteng dalam

membebaskan kaum miskin yang meliputi usaha-usaha yang dilakukan Gereja

Keuskupan Ruteng dalam membebaskan kaum miskin. Selanjutnya program-

program konkret Gereja Keuskupan Ruteng dalam membebaskan kaum miskin,

baik dalam bidang sosio politik, ekonomi, pendidikan maupun ekologi. Setelah itu

dijelaskan strategi yang akan ditempuh untuk menjalankan semua program

konkret dalam rangka membebaskan kaum miskin. Selain itu, pada bagian

terakhir bab ini akan dibuat refleksi kritis terhadap peran Gereja Keuskupan

Ruteng dalam upaya membebaskan kaum miskin.

Bab V merupakan bab penutup yang akan memuat kesimpulan dan usul-saran.

Page 24: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

13

BAB II

GEREJA KEUSKUPAN RUTENG

Pada bab sebelumnya telah dijelaskan fenomena perkembangan dunia

dewasa ini yang diwarnai dengan kemajuan dalam pelbagai bidang kehidupan

manusia, khususnya teknologi dan komunikasi. Akan tetapi seiring terjadinya

kemajuan dalam pelbagai bidang kehidupan masyarakat, muncul pula pelbagai

macam masalah sosial yang turut mewarnai kemajuan tersebut. Salah satu

masalah yang paling mencolok sebagai dampak negatif dari kemajuan adalah

kemiskinan. Kemiskinan telah menjadi sebab meningkatnya jumlah kaum miskin.

Kaum miskin tidak hanya muncul di negara-negara berkembang, tetapi juga

terdapat di negara-negara maju. Munculnya kemiskinan mendorong semua

kalangan untuk segera membebaskan kaum miskin dari kemiskinan.

Upaya membebaskan kaum miskin bukan merupakan pekerjaan yang

mudah. Hal ini berarti bahwa perlu adanya usaha yang besar dan melibatkan

semua pihak baik pemerintah maupun lembaga-lembaga lainnya. Gereja Katolik,

khususnya Gereja Keuskupan Ruteng memiliki tanggung jawab dalam usaha

membebasakan kaum miskin. Oleh karena itu, pada bab ini akan dijelaskan

tentang Gereja Keuskupan Ruteng serta dipaparkan pula sepak terjang Keuskupan

Ruteng dalam usaha membebaskan kaum miskin selama berkarya di Manggarai.

Selain itu, akan dikemukakan pula beberapa tantangan yang dialami Gereja

Keuskupan Ruteng dalam upaya membebaskan kaum miskin di Keuskupan

Ruteng.

2.1 Gambaran Umum tentang Gereja

2.1.1 Gereja sebagai Umat Allah

Gambaran Gereja sebagai “Umat Allah” sangat ditekankan dalam Konsili

Vatikan II, khususnya dalam Lumen Gentium nomor 9, bahwa Gereja bukanlah

Page 25: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

14

pertama-tama suatu organisasi manusiawi melainkan perwujudan karya Allah

yang konkret.23

Paham “Umat Allah” merupakan ungkapan kesadaran akan peran

Roh dalam hidup Gereja. Gereja hidup dan hadir di mana bentuk organisatorisnya

belum sempurna. Hal ini berarti bahwa Gereja sebagai “Umat Allah” dapat hidup

dalam dunia profan dan sekular.24

Paham “Umat Allah” juga tidak hanya berarti Gereja musafir, tetapi adalah

suatu gerakan yang melalui Kristus dalam satu Roh menemukan jalan kepada

Bapa. Istilah “Umat Allah” adalah istilah biblis yang dipilih demi sejarah

keselamatan. Dengan mempergunakan istilah dari Alkitab, diperlihatkan bahwa

Gereja dipandang dalam rangka sejarah keselamatan. Sejarah keselamatan, yang

dimulai dengan panggilan Abraham, berjalan terus dan mencapai puncaknya

dalam wafat dan kebangkitan Kristus serta pengutusan Roh Kudus. Maka Gereja

bukan hanya lanjutan “Umat Allah” yang lama, tetapi terutama kepenuhannya,

karena sejarah keselamatan Allah berjalan terus dan Allah memberikan diri

dengan semakin sempurna.25

Menurut Tom Jacobs paham “Umat Allah” tidak hanya menempatkan

Gereja dalam kerangka sejarah keselamatan, tetapi sekaligus juga menghapus sifat

piramidal Gereja, yang menempatkan hierarki di atas seluruh umat.26

Hal ini

berarti bahwa tidak ada lagi hierarki di atas yang lain. Oleh karena itu, paham

“Umat Allah” mendorong anggota Gereja untuk saling bekerja sama dalam

mewujudkan misi Gereja di tengah dunia.

2.1.2 Gereja sebagai Tubuh Kristus

Gereja merupakan Tubuh Kristus. Paham Tubuh Kristus di sini tidak

dimaksudkan untuk mempertentangkannya dengan paham Gereja sebagai “Umat

Allah”. Gereja sebagai Tubuh Kristus mau menggambarkan relasi antara Yesus

dan Gereja-Nya serta relasi yang terjadi antara anggota Gereja. Kristus sendirilah

23

Konsili Vatikan II, Dokumen Konsili Vatikan II, Lumen Gentium, No. 9, penerj. R.

Hardawirayana, op. cit., hlm. 82. 24

Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik, Buku Informasi dan Referensi

(Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1996), hlm. 333. 25

Ibid. 26

Tom Jacobs, Gereja Menurut Vatikan II (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987), hlm.

24.

Page 26: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

15

kepala yang memberi kehidupan kepada Gereja. Tanpa kehadiran Kristus, Gereja

akan mati sebab Kristuslah yang mejadi pokok Gereja.27

Hal yang sama juga

berlaku dalam relasi yang terjadi antara anggota Gereja. Relasi antara anggota

Gereja yang membentuk Gereja sebagai Tubuh Kristus digambarkan oleh Paulus

dalam suratnya kepada jemaat Korintus demikian:

Sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala

anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus.

Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani,

baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan

kita semua diberi minum dari satu Roh (1 Kor 12:12-13).

Gambaran “tubuh” yang diberikan Paulus, mengungkapkan kesatuan

jemaat, kendatipun ada aneka karunia dan pelayanan (ay. 7). Gereja itu satu. Ia

menegaskan, bahwa “mata tidak dapat berkata kepada tangan: Aku tidak

membutuhkan engkau. Dan kepala tidak dapat berkata kepada kaki: Aku tidak

membutuhkan engkau” (ay. 21). Sebab “tubuh tidak terdiri dari satu anggota,

tetapi atas banyak anggota” (ay. 14). Oleh karena itu, “kamu semua adalah Tubuh

Kristus dan masing-masing adalah anggotanya” (ay. 27).28

2.1.3 Gereja sebagai Sakramen

Konsep Gereja sebagai sakramen muncul pertama kali dalam dokumen

pertama yang dihasilkan konsili Vatikan II yakni dokumen Sacrosanctum

Concilium. Dokumen ini dua kali menyebut Gereja sebagai sakramen yakni pada

nomor 5 disebutkan bahwa dari lambung Kristus yang wafat di salib lahirlah

sakramen yang ajaib, yakni Gereja seluruhnya29

dan pada nomor 26 disebutkan

bahwa Gereja adalah sakramen kesatuan.30

Tetapi konsep ini kemudian diperjelas

lagi dalam Lumen Gentium nomor 1 bahwa Gereja disebut sakramen yaitu tanda

dan sarana kesatuan mesra umat manusia dengan Allah dan persatuan seluruh

umat manusia.31

Dengan demikian, Gereja merupakan himpunan orang yang

27

Ibid., hlm. 22. 28

Konferensi Waligereja Indonesia, op. cit., hlm. 334. 29

Konsili Vatikan II, Dokumen Konsili Vatikan II, Sacrosanctum Concilium, No. 5,

penerj. R. Hardawirayana, op. cit., hlm. 4. 30

Ibid., hlm.13. 31

Konsili Vatikan II, Dokumen Konsili Vatikan II, Lumen Gentium, No. 1, penerj. R.

Hardawiryana (Jakarta: DOKPEN KWI, 1990), hlm. 7.

Page 27: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

16

percaya akan Kristus sebagai pencipta keselamatan dan dasar kesatuan serta

perdamaian.32

Sifat sakramental Gereja tidak dapat dipisahkan dari Kristus, sebab

memang karya keselamatan Allah pertama-tama dinyatakan dalam Kristus. Karya

keselamatan Allah tidak lain daripada kesatuan Allah dengan manusia. Kesatuan

itu dilaksanakan dalam Kristus, sebab “Allah itu esa dan esa pula Dia yang

menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus” (1

Tim 2:5). Karya keselamatan Allah berpusat pada misteri Paskah, yakni misteri

kesatuan Kristus dengan manusia dalam maut dan kesatuan dengan Allah dalam

kebangkitan.33

Kristus adalah sekaligus pewahyuan Allah kepada manusia, dan jalan

manusia kepada Allah. Itu berarti hanya ada satu pengantara antara Allah dan

manusia. Semua manusia mengambil bagian dalam hidup Allah dengan

berpartisipasi pada penerimaan keselamatan oleh Kristus. Gereja hanya menerima

keselamatan dari Kristus, sehingga Gereja tidak boleh disebut sebagai “institut

penyelamatan”. Yang menyelamatkan adalah Allah dalam Kristus, bukan Gereja.

Gereja adalah sakramen keselamatan karena imannya akan Kristus.34

Oleh karena

itu, dalam sakramentalitas Gereja tidak pertama-tama ditekankan Gereja sendiri,

melainkan misteri Allah yang mewahyukan diri secara historis dalam Kristus.

2.1.4 Gereja sebagai Hierarki

Hierarki dalam konteks hukum Gereja merupakan tata susunan

sekelompok pejabat dalam umat beriman, yang dipanggil untuk

merepresentasikan Kristus yang tak kelihatan sebagai Kepala Tubuhnya, yang

adalah Gereja. Susunan hierarkis ini penting demi pelayanan akan kebenaran dan

persatuan baik di dalam Gereja maupun antara Gereja-gereja dan bahkah demi

persatuan seluruh umat manusia. Pejabat hierarkis bukan „penguasa suci‟,

32

J.B. Banawiratma, Gereja dan Masyarakat (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1986),

hlm. 24. 33

Tom Jacobs, op. cit., hlm. 17. 34

Ibid., hlm.18.

Page 28: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

17

melainkan pengabdi pada pembangunan Umat Allah, supaya semakin menjadi

Tubuh Kristus yang tersusun rapi dan Bait Roh Kudus yang indah.35

Hierarki dalam Gereja dibagi menjadi hierarki tahbisan dan hierarki

jabatan, yang sejajar dengan wewenang tahbisan dan wewenang kegembalaan.

Dasarnya adalah Sakramen Tahbisan yang dilengkapi oleh pengutusan kanonik.

Dalam hierarki tahbisan, terdapat tiga tingkatan yang termasuk hukum ilahi, yaitu

uskup, imam, dan diakon; sedangkan hierarki jabatan, jabatan tertinggi ditempati

oleh paus (sebagai gembala umum) serta kolegium para uskup (dengan paus

sebagai kepalanya), dan di sini jabatan uskuplah yang termasuk dalam hukum

ilahi. Semua jabatan lain dalam Gereja hanya mengambil bagian dalam wewenang

kepausan atau wewenang uskup.36

Oleh karena itu, setiap keputusan atau

kebijakan pastoral yang dibuat uskup atau pun paus merupakan pedoman dasar

yang dipegang para petugas pastoral dalam berpastoral.

2.2 Sejarah Singkat Terbentuknya Gereja Keuskupan Ruteng

Sejarah Gereja Keuskupan Ruteng dimulai pada tanggal 17 Mei 1912,

ketika Pater Henrikus Looijmans SJ, membaptis orang Manggarai pertama37

masuk agama Katolik di Reo. Selanjutnya pada tahun 1913 para misionaris SVD

mengambil alih misi untuk Sunda Kecil dari tangan misionaris Jesuit. Setelah

Ndona, Ende dijadikan sebagai pusat misi di Nusa Tenggara tahun 1914, bulan

Oktober pada tahun yang sama Mgr. Noyen, SVD mengunjungi Manggarai. Ia

tiba di Reo dengan menumpang kapal dan selanjutnya meneruskan perjalanan ke

Ruteng dan wilayah lain di Manggarai dengan berkuda. Setelah melakukan

kunjungan pastoral di Manggarai, akhirnya para misionaris SVD mendirikan

pusat-pusat misi pelayanan umat di Manggarai. Pater Bernhard Glanemann, SVD

mendirikan pusat misi di Ruteng, pada tanggal 23 September 1920 yang menjadi

sentral pelayanan pastoral di wilayah Tengah Manggarai. Tanggal 6 Maret 1921

Pater Willem Janssen, SVD tiba di Manggarai dan membangun pusat misi di

35

A. Heuken, “Hierarki”, Ensiklopedi Gereja, jilid III H-J (Jakarta: Yayasan Cipta Lokal

Caraka, 2004), hlm. 30. 36

Ibid., hlm. 31. 37

Orang-orang yang dibaptis tersebut adalah Katarina (Arbero), Henricus, Agnes Mina,

Caecilia Weloe, dan Helena Loekoe. Lihat, Max Regus dan Kanisius Teobaldus Deki (ed.), Gereja

Menyapa Manggarai (Manggarai: Yayasan Theresia Pora Plate, 2011), hlm. 206.

Page 29: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

18

Lengko Ajang untuk wilayah Timur Manggarai. Pada tanggal 6 April 1924, Pater

Franz Eickmann, SVD tiba di Rekas dan menjadikan Rekas sebagai pusat misi

untuk wilayah Barat Manggarai.38

Pusat-pusat misi yang telah didirikan dalam perjalanan waktu mengalami

perkembangan yang signifikan dan semakin memperoleh struktur gerejawi yang

mantap. Tanggal 29 September 1929 wilayah misi Manggarai ditetapkan menjadi

sebuah dekenat dengan pusatnya di Ruteng. Pater Thomas Koning, SVD yang tiba

di Ruteng pada tahun 1926 menjadi deken yang pertama. Sejalan dengan

pembentukan dekenat tersebut, pada tahun yang sama terbentuklah stasi Pagal dan

tahun 1930 stasi Mukun (Manus). Gereja Katedral Ruteng mulai dibangun pada

tahun 1929 dan diberkati oleh Uskup Vestraelen pada tanggal 14 September 1931

dengan nama Gereja Santo Yosef.39

Struktur gerejawi yang mantap dan pusat-pusat misi dengan pelayanan

pastoral yang tetap dan kontinu mendorong pertumbuhan umat yang sangat pesat.

Hal ini nyata ketika misi SVD Flores merayakan Pesta Perak pada tanggal 20 Juli

1939, di Manggarai tercatat 14 orang misionaris yang bekerja pada 18 Stasi.

Mereka melayani 65.592 orang Katolik. Tahun yang sama juga para misionaris

mempermandikan lagi 7.388 orang, termasuk anak-anak yang berjumlah 3.197

orang anak. Perkembangan Gereja Manggarai sempat terhambat dengan terjadinya

perang Dunia II, di mana banyak misionaris yang diinternir. Meski demikian

kehadiran para misionaris pribumi sangat membantu pelayanan pastoral dalam

masa sulit ini. Para misionaris pribumi ini adalah P. Yan Bala Letor, SVD, Rm.

Lukas Lusi, Rm. Zakharias Ze, dan P. Markus Malar, SVD. Selain itu, para rasul

awam yang turut berjasa dalam masa sulit ini adalah guru Gabriel Tjangkoeng dan

Damasus Agas.40

Struktur gerejawi semakin kokoh, setelah tanggal 8 Maret 1951 Paus Pius

XII meningkatkan status dekenat Ruteng menjadi Vikariat Apostolik dan

38

Sebagian besar uraian tentang sejarah terbentuknya Gereja Keuskupan Ruteng dikutip

dari Martin Chen, “Untuk Mewartakan Tahun Rahmat Tuhan Telah Datang”, Bengkes, (Edisi

Yubileum 100 Tahun Gereja Katolik Manggarai, 2012), hlm. 5. 39

Ibid. 40

Ibid.

Page 30: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

19

mengangkat Mgr. Wilhelmus van Bekkum menjadi Vikaris Apostolik pertama.

Status ini kemudian ditingkatkan menjadi Keuskupan tanggal pada tanggal 3

Januari 1961 oleh Paus Yohanes XXIII. Uskup Ruteng pertama adalah Mgr. Van

Bekkum terhitung sejak terpilih tahun 1961-1972. Selama menjadi uskup Ruteng,

perhatian besarnya adalah upaya pembaharuan liturgi di dan dari daerah misi.

Tahun 1972, Mgr. Van Bekkum secara tertulis menyatakan pengunduran diri dari

tanggung jawab atas Keuskupan Ruteng. Keadaan Keuskupan Ruteng pada tahun

yang sama adalah telah ada 45 wilayah paroki, dengan total jumlah umat 299.318

jiwa. Mereka dilayani oleh 59 orang pastor, 12 orang bruder, 45 orang suster, dan

72 orang katekis.41

Uskup Ruteng kedua yang menggantikan Mgr. Van Bekkum adalah Mgr.

Vitalis Djebarus SVD (1973-1981). Program yang dilakukan oleh Mgr. Vitalis

Djebarus, SVD adalah paroki berdikari yang meliputi tiga bidang, yakni

pemberdikarian mental, pemberdikarian material, dan pemberdikarian personil.

Tugas kepemimpinan Mgr. Vitalis di Keuskupan Ruteng berakhir pada tanggal 4

Januari 1981 dan sekaligus memulai tugas yang baru di Keuskupan Denpasar.

Dengan demikian, sampai saat itu di Keuskupan Ruteng telah ada 47 wilayah

paroki, dengan total jumlah umat 338.318 jiwa.42

Uskup ketiga Keuskupan Ruteng adalah Mgr. Eduardus Sangsun, SVD

(1985-2008). Selama masa kepemimpinannya Keuskupan Ruteng mengalami

kemajuan yang sangat pesat. Tahun 2008 jumlah umat telah mencapai angka

644.180 jiwa. Jumlah paroki meningkat menjadi 76 wilayah, dan jumlah agen

pastoral menjadi 288 orang pastor, 28 orang bruder, 251 orang suster dari 37

kongregasi dan belum terhitung para ketekis. Sesudah Mgr. Eduardus Sangsun,

Mgr. Hubertus Leteng menggantikannya. Dia merupakan imam diosesan

Keuskupan Ruteng pertama yang menjadi uskup Ruteng.43

Mgr. Hubertus

memimpin Keuskupan Ruteng sejak 2010-2017. Salah satu program penting yang

digagas oleh Mgr. Hubertus adalah menyelenggarakan sinode III Keuskupan

41

Max Regus dan Kanisius Teobaldus Deki (ed.), Gereja Menyapa Manggarai, op. cit.,

hlm. 219. 42

Ibid., hlm. 221. 43

Ibid., hlm 234.

Page 31: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

20

Ruteng yang berlangsung dari tahun 2013-2015. Menurut data tahun 2015, jumlah

umat telah mencapai 791.233 jiwa, yang tersebar di 82 paroki. Pada 11 Oktober

2017, tahta suci menerima pengunduran diri Mgr. Hubertus Leteng sebagai Uskup

Ruteng dan pada saat yang sama, Mgr. Silvester Tung Kiem San, Uskup

Denpasar, ditunjuk sebagai Administrator Apostolik. Tahun 2019, Keuskupan

Ruteng mendapat uskup baru, Mgr. Siprianus Hormat, yang ditahbiskan pada 19

Maret 2020.44

2.3 Selayang Pandang Gereja Keuskupan Ruteng

2.3.1 Letak Geografis

Keuskupan Ruteng terletak diujung barat pulau Flores. Wilayahnya

memiliki luas sebesar 7.136,04 km2, dan mencakup tiga wilayah kabupaten, yakni

Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur. Wilayah ini terdiri dari

daratan Barat pulau Flores, dan pulau-pulau sekitarnya, seperti Komodo, Rinca,

Mules, Longos, serta 40 buah pulau kecil lainnya. Wilayah ini memiliki curah

hujan yang relatif tinggi, sekitar 5-7 bulan setahun.

Selain itu, topografinya bergunung-gunung, dan tidak ada dataran yang

luas. Struktur kemiringan tanahnya bervariasi. Dataran yang kemiringannya

sekitar 0o

sampai 20 berjumlah 28 ha atau 3,97% dari luas keseluruhan. Tanah

yang kemiringannya 2-150 berjumlah 34,15 ha atau 11,79%. Tanah yang

kemiringannya 15-400

berjumlah 234.653 ha atau 34,14%, dan tanah yang terjal

(yang kemiringannya lebih dari 400) berjumlah 357.572 ha atau 50,10%.

45 Dalam

wilayah dengan topografi yang demikianlah wilayah Gereja Keuskupan Ruteng

tersebar. Keadaan alam ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi Gereja

Keuskupan Ruteng dalam karya pelayanannya.

44 “Keuskupan Ruteng”, https://id.wikipedia.org/wiki/Keuskupan_Ruteng, diakses pada 9

Februari 2020. 45

Max Regus dan Kanisius Teobaldus Deki (ed), Gereja Menyapa Manggarai, op. cit.,

hlm. 200.

Page 32: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

21

2.3.2 Sosio Demografi

Menurut data statistik Keuskupan Ruteng (per 2015), jumlah total populasi

yang ada di Manggarai sebanyak 821.089 jiwa. Dari total penduduk yang ada

tersebut, yang menganut agama Katolik sebesar 791.233 jiwa atau (96.36%) dari

total penduduk Manggarai.46

Bila dilihat dari kepadatan penduduk, tingkat

kepadatan penduduk di Manggarai rata-rata mencapai 104 penduduk per kilometer

per segi. Ada pun rinciannya, kepadatan tertinggi terdapat di kabupaten

Manggarai, yang mencapai 131/km2, disusul kabupaten Manggarai Barat, yang

mencapai 88/km2, dan kabupaten Manggarai Timur 93/km

2.47

Mereka umumnya

berdiam di pedalaman, di kampung-kampung yang letaknya di daerah

pegunungan. Hubungan transportasi antara kampung yang satu dengan kampung

yang lain, antara desa dengan kota masih relatif kurang lancar. Tidak heran kalau

mereka hidup dalam situasi relatif homogen, baik dari segi suku, kepercayaan,

pendidikan, cara berpikir, dan berbudaya. Dan di kampung-kampung masih ada

sikap fanatik berdasarkan suku dan agama.48

Kebanyakan dari umat Katolik ini adalah penduduk asli Manggarai yang

terdiri dari beberapa suku, seperti suku Pongkor, Todo, Ruteng, Rahong, Cibal,

Reok, Pota, dan suku-suku kecil lainnya, yang tersebar di seluruh wilayah

berdasarkan wilayah Hamente/Kedaluan. Selain penduduk asli, orang-orang dari

pelbagai daerah di Flores, seperti Larantuka, Maumere, Ende, dan Bajawa juga

banyak mendiami daerah Manggarai bagian tengah dan pesisir. Mereka datang ke

Manggarai karena hubungan perkawinan, dan khususnya dahulu, datang sebagai

guru dan misionaris awam.49

2.3.3 Sosio Ekonomi

Penduduk Manggarai hidup terutama dari pertanian. Sebagian dari mereka

adalah petani sawah, yang siklus hidupnya dipengaruhi oleh siklus musim tanam

46

“Keuskupan Ruteng”, https://id.wikipedia.org/wiki/Keuskupan_Ruteng, diakses pada 9

Februari 2020. 47

Robert Justin Sodo, “Manggarai Raya dalam Lensa Kemiskinan: Potret Representatif

Kemiskinan NTT?”, dalam Rikard Rahmat (ed.), Gereja Itu Politis, op. cit., hlm. 105. 48

Max Regus dan Kanisius Teobaldus Deki (ed.), Gereja Menyapa Manggarai, op. cit.,

hlm. 201. 49

Ibid.

Page 33: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

22

dan musim panen. Dahulu kala mereka memprimadonakan jagung dan padi.

Namun, setelah diperkenalkan tanaman perdagangan, seperti kopi, vanili, dan

lain-lain pada awal tahun 1970-an, tanaman perdagangan menjadi budaya baru

dalam sistem perekonomian. Selain itu, penduduk Manggarai juga beternak dan

mengumpulkan hasil hutan, menenun, dan mengolah enau. Seiring perjalanan

waktu, mata pencaharian masyarakat Manggarai kian bervariasi. Ada yang bekerja

sebagai tukang bangunan, pedagang, pengusaha, dan pegawai.50

Realitas kehidupan orang Manggarai saat ini diwarnai dengan kemiskinan.

Menurut laporan Education for All Global Monitoring Report yang dirilis

UNESCO 2011, sebagaimana diuraikan Tapung, bahwa Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara berkembang

lainnya. Indonesia hanya berada pada peringkat 69 dari 127 negara, di bawah

Malaysia (posisi 65) dan Brunei (posisi 34). Sementara IPM NTT Tahun 2017,

berada pada skor 63,73. Skor ini masih jauh dari IPM Nasional sebesar 70,81,

atau berada pada peringkat 2 terakhir secara nasional. Sedangkan, IPM Manggarai

2016, dengan skor 61.67, berada pada peringkat enam besar terbawah di NTT.51

Lebih lanjut Tapung menguraikan bahwa, dari total 333.910 penduduk di

Kabupaten Manggarai, sebanyak 58.667 jiwa dikategorikan orang sangat miskin,

sebanyak 63.849 jiwa dikategorikan miskin, sebanyak 2.524 jiwa hampir miskin,

dan sebanyak 560 jiwa rentan miskin. Dari total empat kategori data kemiskinan

ini dipersentasikan 43,27% dari total 344.159 penduduk di Kabupaten Manggarai,

atau 52,18% dari 84.770 Kepala Keluarga di Manggarai sebagai orang miskin.

Berdasarkan data ini, hampir 20-30% sumbangan kemiskinan di NTT muncul dari

Manggarai.52

Hal inilah yang menjadikan Manggarai dipredikat sebagai daerah

yang masih tertinggal.

50

Ibid., hlm. 202. 51

Marianus Mantovanny Tapung, “‟Putus Sekolah‟ dan Politik Pendidikan yang

Visioner”, dalam Max Regus dan Fidelis Den (ed.), Omnia in Caritate, Lakukanlah Semua dalam

Kasih (Jakarta: Penerbit Obor, 2020), hlm. 251. 52

Ibid.

Page 34: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

23

2.3.4 Sosio Religius

Dilihat dari aspek sosio religius, orang Manggarai pada dasarnya mudah

dibaca. Dimensi religius orang Manggarai hampir mencakup semua aspek hidup

manusia. Sejak kelahiran sampai kematian, manusia selalu berhubungan langsung

dengan hal-hal keagamaan atau religi. Hal ini dapat dilihat dari pelbagai acara dan

upacara keagamaan, baik yang berkaitan langsung dengan Wujud Tertinggi,

maupun yang berkaitan dengan roh-roh atau para leluhur. Upacara yang dibuat

oleh orang Manggarai terjadi pada setiap tahap dan siklus hidup mereka.53

Ada beberapa kekhasan yang dimiliki orang Manggarai dalam kehidupan

religius mereka. Orang Manggarai percaya bahwa ada satu Wujud Tertinggi yang

merupakan asal-usul segala sesuatu yang ada, termasuk manusia sendiri.

Selanjutnya, Wujud Tertinggi itu memiliki kuasa dan peran yang tidak tergantikan

dalam menopang eksistensi mereka. Dia juga dipercaya sebagai penguasa alam

semesta yang mengatur peredaran waktu dan musim. Selain memiliki hubungan

yang erat dengan Wujud Tertinggi, orang Manggarai juga memiliki hubungan

yang erat dengan roh-roh dan leluhur. Mereka umumnya dihormati sebagai

pengantara antara manusia dan Wujud Tertinggi.54

Cukup menonjol, orang Manggarai berkeyakinan bahwa roh-roh dan

leluhur ini memainkan peranan penting dalam penyelenggaraan hidup manusia

sehari-hari. Hal ini juga menyebabkan rasa hormat dan rasa takut manusia

terhadap roh-roh dan leluhur lebih besar daripada rasa hormat dan takut kepada

Wujud Tertinggi. Oleh karena itu, ketika Gereja Katolik masuk dengan

mengalihkan peran Wujud Tertinggi kepada Allah atau Mori Kraeng, maka peran

roh-roh dan leluhur sebagai penyelenggara tidak diganggu gugat, dan malahan

porsinya dilipatgandakan.55

53

Martin Chen dan Charles Suwendi (ed.), Iman, Budaya, dan Pergumulan Sosial

(Jakarta: Penerbit Obor, 2012), hlm. 118. 54

Ibid., hlm. 119. 55

Ibid., hlm. 120.

Page 35: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

24

2.3.5 Sosio Budaya

Manggarai memiliki kebudayaan patrilinier yang totemistik. Hal ini berarti

bahwa yang mengatur alur keturunan dalam keluarga adalah berasal dari pihak

ayah. Dalam kebudayaan itu, terdapat suatu dewa, wujud tertinggi yang disebut

Mori Kraeng. Ikatan antara suami-istri berjalan langgeng dan jarang mereka

bercerai. Meski demikian, praktik poligami menjadi kebiasaan umum bagi para

pembesar dan orang-orang kaya. Dalam perjumpaan dengan Gereja Katolik,

kebudayaan Manggarai merupakan tempat Gereja untuk menjalankan misinya.56

Gereja dan kebudayaan merupakan dua entitas yang tidak dapat dilepaskan

bagi kehidupan umat Katolik Manggarai. Oleh karena itu, untuk mempererat

hubungannya dengan budaya, Gereja berusaha melakukan gerakan inkulturasi.

Gerakan inkulturasi yang dijalankan Gereja menyata dalam perayaan liturgis

Gereja Keuskupan Ruteng. Hal ini tentunya bertujuan agar kehadiran Gereja di

Manggarai sungguh menyatu dengan kehidupan orang Manggarai. Selain itu,

perjumpaan antara Gereja dan budaya Manggarai merupakan suatu kesempatan

bagi Gereja untuk memberikan nilai-nilai kekatolikan bagi kebudayaan

Manggarai.

2.3.6 Sosio Politik

Secara sosio politik, wilayah Keuskupan Ruteng mencakup tiga wilayah

administrasi pemerintahan yakni Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat dan

Manggarai Timur. Kabupaten Manggarai merupakan kabupaten yang paling tua

yang disusul dengan Kabupaten Manggarai Barat dan kemudian Kabupaten

Manggarai Timur. Dinamika perjalanan Gereja Keuskupan Ruteng secara politis

diwarnai dengan ketegangan dengan pemerintahan. Ketegangan pertama terjadi

antara uskup Mgr. Vitalis Djebarus, SVD dengan Bupati Frans Lega pada tahun

1977. Perselisihan ini berdampak pada penerbitan SK penarikan 1227 orang guru

dan 17 pegawai administrasi dari 265 SD milik yayasan Sukma.57

Hal ini terjadi

56

Max Regus dan Kanisius Teobaldus Deki (ed.), Gereja Menyapa Manggarai, op. cit.,

hlm. 204. 57

“Kutuk Uskup dan Sukma yang Merana”, Tempo.com, 6 Agustus 1977, dalam

https://majalah.tempo.co/read/agama/75239/kutuk-uskup-dan-sukma-yang-merana?read=true,

diakses pada 18 April 2020.

Page 36: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

25

karena Gereja seringkali menjadi oposisi pemerintah dalam setiap kebijakan yang

diambil pemerintah. Gereja Keuskupan Ruteng memiliki prinsip yang tegas dalam

menjalin relasi dengan pemerintah.

Selain itu, demontrasi tolak tambang yang terjadi di tiga kabupaten

merupakan bentuk perlawanan Gereja terhadap kebijakan yang diambil

pemerintah. Gereja juga bertentangan dengan pemerintah terkait privatisasi pantai

Pede. Sikap Gereja dalam hal ini secara tegas menunjukkan keberpihakan kepada

kepentingan umum. Meski demikian dalam hal tertentu Gereja juga menjadi mitra

pemerintah dalam berdialog tentang kebijakan yang dibuat pemerintah daerah.

Gereja juga selalu memberikan pendidikan politik kepada umatnya melalui

pelbagai himbauan pastoral. Kemudian dalam kegiatan-kegiatan Gereja, pihak

pemerintah juga seringkali dilibatkan.

2.3.7 Sosio Pendidikan

Keuskupan Ruteng memiliki peran yang sangat besar dalam bidang

pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu bidang pastoral Keuskupan Ruteng.

Hingga saat ini jumlah sekolah yang berada di bawah naungan yayasan Sukma

berjumlah 300 sekolah. Dari jumlah tersebut, terdapat 265 Sekolah Dasar, 18

Sekolah Menengah Pertama, 10 Sekolah Menengah Atas.58

Selain itu, Gereja juga

berjasa besar dalam bidang pendidikan dengan mendirikan dua perguruan tingggi

Katolik di Manggarai yakni STIPAS St. Sirilus Ruteng dan Universitas Katolik

St. Paulus Ruteng. Sekolah Katolik milik Keuskupan Ruteng telah berjasa dalam

mencetak lulusan yang handal dan berdaya saing dalam kehidupan bermasyarakat.

Besarnya perhatian Keuskupan Ruteng dalam pendidikan tidak

menegasikan problem seputar pendidikan. Ada beberapa perosalan seputar

pendidikan yang terjadi di wilayah Keuskupan Ruteng. Saat ini mutu pendidikan

di Keuskupan Ruteng dinilai sangat memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat dari

memudarnya nilai kekatolikan dalam sekolah milik Keuskupan. Secara personal,

memudarnya nilai-nilai keKatolikan disebabkan oleh karena mental yang serba

instan dan pragmatis serta gaya hidup yang cenderung materialistis, konsumtif

58

Vinsen Patno, “Membangun Sinergitas Lembaga Pendidikan Katolik”, dalam

HidupKatolik.com, 28 Mei 2019, https://www.hidupKatolik.com, diakses pada 20 Maret 2020.

Page 37: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

26

dan hedonis pada setiap komponen pendidikan. Sedangkan secara sistemik, akar

permasalahan ini terletak pada sistem pendidikan yang terlalu berorientasi pada

aspek kognitif-informatif serta terbatasnya lingkup pendidikan nilai hanya melalui

pelajaran agama.59

Selain itu, wajah pendidikan Katolik juga semakin memudar dengan

melemahnya peran yayasan Sukma. Hal ini terjadi karena dua hal yakni faktor

internal dan eksternal. Secara internal, melemahya peran yayasan Sukma tidak

terlepas dari perumusan visi dan misi yang belum konkret, struktur dan

manajemen yang belum efektif, ruang lingkup kewenangan yang terlalu luas,

sumber daya manusia yang masih rendah dan ketersediaan dana yang masih

minim. Sedangkan secara eksternal, kebijakan keuskupan yang menggabungkan

beberapa yayasan ke satu payung hukum menjadikan perhatian yayasan Sukma

membias. Setelah itu, hingga saat ini belum ada MOU antara keuskupan dan

pemerintah daerah berkaitan dengan semua sekolah yang berstatus SDK. Dari

pemerintah juga belum ada kemauan politik untuk menjadikan yayasan Sukma

sebagai mitra. Inilah yang menjadikan wajah pendidikan Katolik milik Keuskupan

Ruteng semakin buram dari waktu ke waktu.60

2.4 Peran yang Sudah Dilakukan Gereja Keuskupan Ruteng dalam

Pembangunan di Manggarai

Gereja Katolik sejak berkarya pertama kali di wilayah Manggarai, tidak

hanya fokus pada pengajaran iman, tetapi juga pada bidang lainnya. Hal ini

terbukti dengan misi Gereja Keuskupan Ruteng yang berusaha membangun

kehidupan orang Manggarai secara integral yang mencakup segala bidang

kehidupan orang Manggarai. Misi ini pun turut membantu Gereja Katolik dalam

karya pewartaan, sehingga umat Katolik Manggarai tidak hanya berakar dalam

hidup iman, tetapi juga mandiri dalam bidang lainnya. Berikut akan diuraikan

beberapa bidang yang menjadi fokus karya misi Gereja sejak berkarya di

Manggarai sampai sekarang.

59

Panitia Sinode III Keuskupan Ruteng, Dokumen Sinode III 2013-2015 Keuskupan

Ruteng Pastoral Kontekstual Integral (Yogyakarta: asdaMEDIA, 2016), hlm. 221. 60

Ibid., hlm. 224.

Page 38: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

27

2.4.1 Bidang Sosial Politik

Gereja Katolik Keuskupan Ruteng lebih dari seratus tahun di Manggarai

Raya telah berkarya mendorong terciptanya struktur dan institusi sosial politik dan

sosial kemasyarakatan. Sebelum Perang Dunia II telah dibentuk kelompok-

kelompok sosial kemasyarakatan. Tahun 1933 ada Persaudaraan Sosial Katolik

Ruteng (PSKR). Sesudah itu, menyusul pembentukan pelbagai organisasi lain.

Kelahiran dan perkembangan Partai Katolik yang turut berperanan dalam sejarah

politik di wilayah Manggarai, tidak terlepas dari peranan Gereja Katolik. Melalui

organisasi ini, secara tidak langsung, Gereja Katolik terlibat dalam pembentukan

struktur sosial politik dan pengaderan awam Katolik dalam soal organisasi dan

kepemimpinan.61

Peran fungsi kritis profetis terhadap penyelenggaraan kekuasaan politik

juga dijalankan Gereja Katolik sejak awal sampai saat ini. Dalam konteks politik

praktis, Gereja mendorong kaum awam Katolik untuk terlibat dalam mewujudkan

pemerintahan yang bersih, bebas kolusi, nepotisme, dan korupsi. Dalam konteks

politik nilai, hierarki Gereja selalu mengumandangkan pesan-pesan kritis terhadap

kekuasaan politik agar dapat berjalan demi kesejahteraan umum dan

mengedepankan martabat luhur manusia. Tidak kalah pentingnya adalah gerakan-

gerakan sosial dan moral yang dipelopori Gereja, seperti demonstrasi tolak

tambang, gerakan ekologis perlindungan hutan, pembelaan hak-hak masyarakat

lemah, dan petisi-petisi sosial.62

2.4.2 Bidang Sosial Ekonomi

Kehadiran Gereja di Manggarai tidak hanya berfokus pada pewartaan Injil,

tetapi juga dalam bidang lain menyangkut kesejahteraan masyarakat atau umat.

Hal ini ditunjukkan Gereja Keuskupan Ruteng dalam pembangunan ekonomi di

Manggarai. Bentuk pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh Gereja

Keuskupan Ruteng diterjemahkan dalam pelbagai bidang. Ada banyak sektor

yang menjadi fokus pemberdayaan Gereja dalam memperbaiki kehidupan

ekonomi umat Keuskupan Ruteng yang meliputi bidang pertanian, perkebunan,

61

Ibid., hlm. 177. 62

Ibid.

Page 39: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

28

peternakan, pertukangan, koperasi dan program ekonomi kreatif lainnya demi

meningkatkan kesejahteraan hidup umat.63

Gereja Katolik berperan penting dalam membangun dan mengembangkan

bidang pertanian di Manggarai. Percetakan sawah di Lembor misalnya, dimulai

oleh Gereja dengan bantuan dana Lembaga Katolik Misereor Jerman pada saat itu.

Para misionaris telah membantu mengenalkan teknik pertanian maupun benih-

benih tanaman perdagangan, seperti: vanilli, cengkeh, dan kopi. Dalam bidang

peternakan, Gereja mendorong usaha beternak sapi, babi dan ayam. Selain itu,

belakangan, Gereja Katolik banyak terlibat dalam pendampingan dan

pemberdayaan kelompok usaha ekonomi umat. Menurut ketua Komisi PSE,

selama ini mereka telah mengembangkan pembuatan pupuk organik, pembuatan

pupuk cair, pembuatan pakan organik.64

Lembaga Caritas Keuskupan juga

mendampingi pengembangan pertanian organik bagi kelompok keluarga buruh

migran di pelbagai paroki, daerah kantong migran.65

Gereja juga banyak membangun sarana dan prasarana jalan, bendungan

dan air bersih. Pada tahun 1990-an telah diretas isolasi daerah Selatan menuju

Todo-Satar Mese melalui pembukaan jalan baru dengan jalan telfort terbaik di

Manggarai, serta pembangunan telfort jalan jurusan Colol-Elar. Sesudah itu,

Gereja juga terlibat dalam pengadaan air minum bersih di pelbagai daerah di

Manggarai.66

Untuk bidang kesehatan, Gereja Katolik membangun rumah sakit

(misalnya RS Cancar oleh biara SSpS) dan beberapa klinik kesehatan. Gereja juga

bekerja sama dengan beberapa LSM untuk membentuk program paroki siaga

untuk penanganan kesehatan ibu dan anak. Selain itu, ada juga kerja sama dengan

pelbagai kelompok rohani dari Jakarta untuk pelbagai kegiatan bakti sosial berupa

pelayanan kesehatan gratis dan pembagian sembako.67

63

Ibid., hlm. 197. 64

Hasil wawancara per telepon seluler dengan RD. Robertus Pelita, Ketua Komisi PSE

keuskupan Rtueng, pada 17 April 2020. 65

Panitia Sinode III Keuskupan Ruteng, op. cit., hlm. 197. 66

Ibid. 67

Ibid., hlm. 198.

Page 40: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

29

Gereja juga terlibat secara langsung dalam pelatihan dan pemberdayaan

„sumber daya manusia‟ (SDM). Pada masa lalu, para misionaris mendirikan

pelbagai tempat pelatihan dan pendidikan para tukang melalui bengkel misi di

Kisol, Wae Rana, Mukun, Wangkung, dan Kempo. Ada pula kursus-kursus rumah

tangga yang diselenggarakan oleh Suster-Suster SSpS. Kini, Gereja terlibat dalam

karya kursus pertukangan melalui Biara CSA dan pusat kursus Talita, Wangkung-

Rahong. Selain itu, dalam upaya mengentaskan kemiskinan Gereja juga turut serta

mendirikan dan mendampingi koperasi. Komisi PSE, melalui Koperasi

Kopkardios, telah mendampingi banyak koperasi yang tersebar di seluruh wilayah

Manggarai.68

Menurut Ketua PSE saat ini, koperasi Kopkardios telah membawahi

16 anggota puskopdit. Selain itu, koperasi milik keuskupan telah terdaftar sebagai

inkopdit Indonesia.69

2.4.3 Bidang Sosial Pendidikan

Gereja Keuskupan Ruteng pertama-tama melalui para misionaris telah

merintis pendidikan di Manggarai. Sejak tahun 1911 telah dibuka sekolah-sekolah

di Reo dan Labuan Bajo. Tahun 1925 jumlahnya berkembang pesat menjadi 25

sekolah. Sekolah-sekolah ini tersebar sampai ke daerah terpencil. Bahkan ketika

Perang Dunia II berkecamuk, jumlah sekolah tetap bertambah menjadi 52 sekolah.

Saat itu, sekolah-sekolah Katolik dilayani 117 orang guru untuk 7.638 orang

murid. Para misionaris yang paling berjasa adalah Serikat Sabda Allah (SVD).

Para misionaris ini dalam karya pastoralnya juga dibantu oleh para suster SSpS.

Atas permintaan Mgr. Leven, pada tanggal 2 September 1942 tibalah di Ruteng

Sr. Theodorina SSpS, Sr. Elisabethine SSpS, Sr. Sophina SSpS, dan Sr.

Crispianiana SSpS. Setahun kemudian para suster ini mendirikan asrama dan

Kursus Rumah Tangga (KRT). Kursus ini mencakup aspek pengetahuan seperti

pendidikan agama, moral, bahasa Indonesia, merawat bayi, ilmu gizi, dan

pengetahuan tentang resep dan aspek keterampilan memasak, menjahit,

68

Ibid. 69

Hasil wawancara per telepon seluler dengan RD. Robertus Pelita, Ketua Komisi PSE

Keuskupan Ruteng, pada 17 April 2020.

Page 41: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

30

membersihkan, dan mengatur rumah, latihan kepemimpinan umat antara lain

memimpin doa.70

Setelah menangani kursus yang berpusat di Ruteng selama 33 tahun

(1943-1975), para suster SSpS mengadakan kursus keliling “Pendidikan

Kesejahteraan Keluarga” (PKK) bagi para gadis di pelosok-pelosok Manggarai.

Dalam rentang waktu dua belas tahun (1975-1987), Tim Kursus pimpinan para

suster SSpS ini berhasil menyelenggarakan 89 Kursus Dasar dan 3 Kursus Kader

di wilayah Manggarai. Melalui kursus-kursus ini para suster SSpS mendidik

perempuan-perempuan dalam menggapai masa depan. Kursus-kursus

keterampilan seperti ini kemudian dilakukan pula oleh biara-biara suster lainnya

yang masuk ke Manggarai seperti CIJ sejak tahun 1960 dan Ursulin sejak tahun

1968.71

Kemajuan dunia pendidikan di Manggarai terdorong cepat dengan

hadirnya lembaga-lembaga pendidikan seperti SPG yang didirikan pada tahun

1947 di Ruteng (sejak 1958 dikelola oleh bruderan Aloysius) dan tahun 1959

Akademi Pendidik Kateketik (APK) yang kemudian menjadi Sekolah Tinggi

Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) yang dipimpin oleh Pater Rosmalen,

SVD. Pendidikan di Manggarai semakin berkembang, ketika tahun 1955 Pater

Leo Perik SVD mendirikan Seminari Pius XII Kisol. Alumnus seminari ini,

ditambah dengan alumnus Seminari Yohanes Paulus II Labuan Bajo yang

didirikan Pater J. Voyenciak dan Pater John Salu tahun 1987, tidak hanya

menghasilkan banyak imam, tetapi juga sejumlah kader awam yang kini berkarya

di seluruh pelosok tanah air (bahkan penjuru bumi).72

Dewasa ini pastoral pendidikan tetap menjadi prioritas Gereja Katolik

Manggarai. Melalui Yayasan Sukma dan yayasan lainnya Gereja Katolik

mengelola 21 unit TK, 265 SDK, 30 SLTP, 22 SMU/SMK dan dua lembaga

perguruan tinggi (STKIP dinaikkan status menjadi Universitas Katolik dan

70

Martin Chen dan Charles Suwendi (ed.), Iman, Budaya dan Pergumulan Sosial, op.

cit., hlm. 22. Gambaran tentang peran Gereja Keuskupan Ruteng dalam bidang sosial pendidikan

juga dapat dilihat dalam Panitia Sinode III Keuskupan Ruteng, op. cit., hlm. 219. 71

Ibid., hlm. 23. 72

Ibid., hlm. 24.

Page 42: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

31

STIPAS). Untuk mendukung pembinaan di luar sekolah, Keuskupan Ruteng

memiliki 11 asrama (belum termasuk yang dikelola oleh biara-biara) yang

menampung dan membina ribuan siswa-siswi dari seluruh Manggarai.73

2.4.4 Bidang Lingkungan Hidup (Ekologi)

Gereja Keuskupan Ruteng memiliki perhatian terhadap masalah ekologi.

Hal ini ditunjukkan Gereja Keuskupan Ruteng dengan sebuah gerakan

penghijauan. Selama tahun 2008 pelbagai kegiatan dicanangkan, antara lain

gerakan 1000 pohon. Setiap paroki wajib menanam seribu pohon di tanah-tanah

paroki dan tanah-tanah yayasan Sukma. Selain itu, umat juga didorong untuk

menanam pohon di tanah milik mereka atau di tanah-tanah milik umum yang

memungkinkan terciptanya ruang tebuka hijau. Menyertai gerakan ini,

dilaksanakan pula pelbagai seminar tentang lingkungan hidup, katekese, dan

rekoleksi khusus untuk penyadaran akan pentingnya lingkungan lestari.74

Pelbagai kegiatan advokasi menolak pertambangan juga terus-menerus

digencarkan. Peristiwa bersejarah penting tentang demo tolak tambang terbesar

terjadi pada tanggal 13 Oktober 2014 yang serentak di tiga pusat Kabupaten:

Ruteng, Labuan Bajo, dan Borong. Gereja lokal menolak pertambangan di daerah

Flores, terutama karena Flores tidaklah cocok sebagai daerah pertambangan.

Selain Flores adalah pulau kecil dan merupakan kawasan cincin api (gunung

berapi), lokasi-lokasi pertambangan berada di wilayah hutan yang menjadi sumber

air, dekat dengan pemukiman penduduk, dan mencaplok areal kebun milik warga.

Tambang mengancam kelestarian alam Flores. Oleh karena itu, Gereja selalu giat

menyadarkan umatnya tentang bahaya tambang dan seringkali juga terlibat dalam

gerakan demo massal menentang kebijakan di bidang pertambangan.75

Pelbagai kegiatan animasi dan advokasi bidang lingkungan hidup dimotori

oleh Komisi JPIC Keuskupan Ruteng dalam kerja sama dengan JPIC SVD dan

JPIC Fransiskan, serta beberapa LSM yang peduli lingkungan hidup. Semua

paroki, juga terlibat dalam gerakan peduli lingkungan hidup dimaksud. Tak dapat

73

Ibid., hlm. 25. 74

Panitia Sinode III Keuskupan Ruteng, op. cit., hlm. 241. 75

Ibid., hlm. 242.

Page 43: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

32

dimungkiri bahwa pelbagai kegiatan itu telah membawa beberapa hasil nyata,

seperti terjadinya penghijauan di Golo Lusang, banyak paroki sudah menanam

1000 pohon di tanah-tanah paroki, dalam kerja sama dengan PSE dan pemerintah

daerah, dan semakin banyak umat yang terlibat dalam gerakan tolak tambang.76

2.5 Tantangan dalam Pembangunan di Keuskupan Ruteng

2.5.1 Kemampuan Intelektual Umat Masih Rendah

Tantangan pastoral yang nyata yang dialami Gereja Keuskupan Ruteng

yang tidak dapat dielakkan adalah rendahnya kemampuan intelektual umat.

Rendahnya kemampuan intelektual tidak terlepas dari tingkat pendidikan umat.

Padahal salah satu instrumen yang turut menentukan kualitas intelektual manusia

adalah pendidikan. Pendidikan memiliki peranan penting dalam rangka

membentuk manusia pembangun. Meski demikian proses pendidikan memang

tidak pernah netral. Dilihat dari fungsinya, menurut Moeljarto Tjokrowinoto

pendidikan merupakan instrumen yang digunakan untuk mempermudah integrasi

generasi muda ke dalam logika sistem yang ada dan mencapai konformitas

dengan sistem dan karena itu melestarikan sistem; atau bisa menjadi wahana

dengan mana manusia secara kritis dan kreatif mempermasalahkan sistem yang

ada dan berpartisipasi dalam proses transformasi sistem.77

Data BPS Manggarai (2019) sebagaimana dikutip oleh Marianus

Mantovanny Tapung menyebutkan bahwa pada tahun 2018 dari total 339.910 jiwa

penduduk Manggarai, terungkap bahwa angka usia produktif antara 15-64 tahun

di Manggarai mencapai 59,24%. Sementara yang belum produktif 36,92% (0-14

tahun) dan sudah tidak cukup produktif sekitar 3,84% (umur 65 tahun ke atas).

Hal ini mau menunjukkan bahwa sebagian besar pendudukan di Manggarai

berusia produktif. Akan tetapi, dari persentasi jumlah tenaga kerja produktif ini

ada 35.000 penduduk Manggarai yang adalah tenaga kerja yang tidak tamat

76

Ibid. 77

Moeljarto Tjokrowinoto, Pembangunan, Dilema dan Tantangan (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1996), hlm. 31.

Page 44: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

33

Sekolah Dasar (SD).78

Itu berarti bahwa hampir sebagian besar penduduk yang

berusia produktif dipenuhi dengan tenaga kerja yang belum terdidik dan terlatih.

Kenyataan di atas tentunya membawa pengaruh terhadap jalannya

pembangunan yang terjadi di Keuskupan Ruteng. Ada dampak yang ditimbulkan

dari rendahnya kualitas intelektual dalam pembangunan di Keuskupan Ruteng.

Hal ini diakui ketua Komisi PSE bahwa dalam memberikan sosialisasi dan

pelatihan kepada umat membutuhkan waktu yang lama untuk menyerap materi

yang diberikan.79

Oleh karena itu, rendahnya kualitas intelektual umat di

Keuskupan Ruteng sangat berpengaruh pada semangat pembangunan, sehingga

secepatnya masalah ini harus dibenah agar pembangunan di Keuskupan Ruteng

dapat berjalan dengan lancar.

2.5.2 Tantangan Kultural

Gereja Keuskupan Ruteng dalam pelayanannya berjumpa dengan situasi

umatnya yang kompleks. Salah satu tantangan yang dialami Gereja adalah

menghadapi kebudayaan yang dimiliki umatnya. Praktik kebudayaan yang

mendapat sorotan dalam konteks umat Keuskupan Ruteng adalah pesta budaya

maupun pesta Gerejani yang semakin menjamur. Pesta budaya yang diadakan

umat Keuskupan Ruteng lebih berorientasi kepada penghabisan anggara. Padahal

bila dilihat dari kondisi ekonomi, umat Keuskupan Ruteng masih miskin. Akan

tetapi demi mengadakan pesta budaya, mereka rela untuk berutang. Kemudian

kebiasaan baru yang mulai muncul di Manggarai saat ini adalah pesta Gerejani

dalam rangka syukuran atas penerimaan sebuah sakramen. Yang menjadi sorotan

dalam hal ini tidak terletak pada pestanya, tetapi lebih pada anggaran yang

dihabiskan untuk pesta tersebut. Sama halnya dengan pesta budaya, umat rela

berutang demi mengadakan pesta Gerejani. Dengan demikian, kedua acara ini

tentu saja membutuhkan biaya yang besar.

78

Marianus Mantovanny Tapung, “‟Putus Sekolah‟ dan Politik Pendidikan yang

Visioner”, dalam Max Regus dan Fidelis Den (ed.), Omnia in Caritate, Lakukanlah Semua dalam

Kasih, op. cit., hlm. 249. 79

Hasil wawancara per telepon seluler dengan RD. Robertus Pelita, Ketua Komisi PSE

Keuskupan Ruteng, pada 17 April 2020.

Page 45: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

34

Selain itu, terdapat pula dua praktik yang melekat pada masyarakat

Mangggarai yakni paca (belis) dan sida. Praktik paca (belis) dan sida selalu

mewarnai kehidupan orang Manggarai dari waktu ke waktu. Kedua praktik ini

untuk masa sekarang telah mengalami degradasi nilai. Paca (belis) yang bertujuan

sebagai bentuk penghargaan terhadap seorang perempuan dari keluarga laki-laki

kini mengalami pergeseran makna dan nilai. Hal yang sama juga terjadi pada

praktik sida, di mana sida juga mengalami pengaburan makna. Pada zaman

dahulu sida hanya berlaku saat kematian, upacara kenduri, dan membayar belis,

maka saat ini sida telah berlaku dalam beberapa hal baru seperti untuk biaya

sekolah. Praktik sida telah menjadi kendala bagi orang Manggarai untuk maju

dalam perekonomian. Hal ini terjadi karena pengeluaran untuk sida selalu terjadi

pada setiap tahun dengan jumlah yang besar pula. Tidak heran bila paca (belis)

dan sida kini dianggap sudah dikomersialisasi karena sudah mengalami

pergeseran makna yang sebenarnya. Oleh karena itu, menjadi jelas bahwa

kebudayaan merupakan salah satu akar persoalan umat Keuskupan Ruteng masih

berada dalam lingkaran kemiskinan.

2.5.3 Isolasi Fisik

Wilayah Keuskupan Ruteng yang terletak di ujung Barat pulau Flores,

sebagaimana wilayah yang lainnya di pulau Flores memiliki topografi bergunung-

gunung. Hal ini berarti bahwa sebagian besar wilayah Keuskupan Ruteng

bergunung-gunung dan berbukit-bukit. Sebagian besar paroki-paroki yang ada di

Keuskupan Ruteng terletak di daerah pegunungan. Topografi yang demikian turut

mempengaruhi transportasi yang menghubungkan satu wilayah dengan wilayah

lain. Salah satu masalah yang dialami sebagian besar umat Keuskupan Ruteng

hingga saat ini adalah akses transportasi antarkampung dan juga antara kampung

dan kota serta antar stasi dan pusat paroki. Buruknya akses transportasi sangat

mempengaruhi mobilisasi umat di Keuskupan Ruteng.

Selain itu, buruknya akses transportasi di Keuskupan Ruteng turut

mempengaruhi pelayanan Gereja terhadap umatnya. Kenyataan inilah juga yang

menjadikan program Keuskupan Ruteng dalam membebaskan kaum miskin belum

berjalan secara maksimal. Hal ini juga menyebabkan biaya yang harus

Page 46: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

35

dikeluarkan untuk suatu kegiatan menjadi jauh lebih besar bila dibandingkan

dengan wilayah yang memiliki jalur transportasi yang lancar. Oleh karena itu,

untuk memperlancar pembangunan di Keuskupan Ruteng harus terlebih dahulu

membuka isolasi antar wilayah agar akses antarkampung atau kampung ke kota

semakin mudah.

2.5.4 Mentalitas Umat

Selain isolasi fisik, tantangan besar yang dialami Gereja Keuskupan

Ruteng dalam membangun keuskupan khususnya dalam bidang ekonomi umat

adalah mentalitas. Mentalitas yang dimaksudkan di sini adalah mentalitas

membangun. Menurut Ketua Komisi PSE, saat ini tantangan yang dialami para

petani Manggarai adalah rendahnya etos kerja. Kenyataan ini nampak dari

hilangnya kebanggaan orang Manggarai sebagai petani.80

Bila melihat pelbagai

upaya yang telah dibuat Gereja Keuskupan Ruteng selama ini, telah banyak hal

yang dilakukan.

Gereja selama berkarya di Keuskupan Ruteng telah berkecimpung dalam

semua segi kehidupan umat Keuskupan Ruteng. Akan tetapi, kenyataannya

hingga saat ini jumlah kaum miskin di Keuskupan Ruteng masih tinggi. Itu berarti

bahwa pembangunan yang telah dilakukan Gereja Keuksupan Ruteng sejak

dahulu hingga saat ini belum mampu mengubah mentalitas umat. Segala bentuk

program yang dibuat Gereja Keuskupan Ruteng belum berhasil membawa umat

kepada cara berpikir yang baru. Umat masih nyaman dengan pola pikir yang lama

dan malah mempertahankan pola pikir yang lama dalam menghadapi suatu

perubahan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar.

Selain itu, mentalitas umat diperburuk dengan program bantuan yang

diberikan oleh pemerintah.81

Adanya program bantuan uang tunai dan pelbagai

80

Hasil wawancara per telepon seluler dengan RD. Robertus Pelita, Ketua Komisi PSE

Keuskupan Ruteng, pada 17 April 2020. 81

Salah satu contoh program bantuan yang sedang berlangsung sejak masa

kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sampai masa kepemimpinan Presiden Joko

Widodo adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT). Sepintas bantuan ini memang efektif dalam

menjawabi kebutahan rakyat. Akan tetapi bila dilihat dari jenis bantuan yang diberikan dan

dampak lanjutan, sebenarnya bantuan ini lebih bersifat karitatif. Padahal yang diharapkan dari

Page 47: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

36

jenis bantuan lain yang diberikan pemerintah, alih-alih membawa kesejahteraan

bagi masyarakat, tetapi dalam kenyataannya justru mempermiskinkan

masyarakat.82

Hal ini terjadi karena program yang dibuat pemerintah tidak

berorientasi pada pemberdayaan masyarakat. Sumbangan yang diberikan

pemerintah malah memperlemah semangat inovasi dari masyarakat.

2.5.5 Tantangan yang Muncul dari Petugas Pastoral (Gereja)

Tantangan lain yang turut mempengaruhi perjuangan Gereja dalam

membebaskan kaum miskin, juga berasal dari para petugas pastoral. Para petugas

pastoral merupakan agen utama dalam usaha membebaskan kaum miskin. Ada

beberapa tantangan yang muncul dari para petugas pastoral atau Gereja sendiri

dalam membebaskan kaum miskin. Pertama, pelayanan Gereja masih cenderung

bersifat liturgisentris. Itu berarti bahwa Gereja masih berfokus pada pelayanan

liturgis semata. Urusan Gereja hanya berada pada seputar altar. Dalam konteks ini

kegiatan liturgi dilihat masih jauh lebih tinggi dari pada kegiatan sosial. Padahal

yang diharapkan dari upaya membebaskan kaum miskin adalah Gereja yang

terlibat. Gereja yang terlibat di sini berarti bahwa Gereja yang turut mengambil

bagian dalam situasi dunia, yang memberi garam dan terang bagi dunia.

Kedua, para pelayan Gereja menjalankan pelayanan cenderung

berdasarkan minat pribadi yang dimilikinya. Hal ini terjadi manakala para petugas

pastoral mengabaikan realitas yang dialami umat, tetapi di pihak lain ia

mendahulukan minat pribadinya. Upaya membebaskan kaum miskin merupakan

perjuangan yang penuh dengan resiko, di mana setiap orang akan berbenturan

dengan kepentingan tertentu. Oleh karena itu, Gereja dalam pelayanannya tidak

boleh berdasarkan pada minat, tetapi harus berdasarkan kenyataan sosial yang

dialami umatnya.

Ketiga, kemampuan para petugas pastoral dalam bidang ilmu lain masih

minim. Hal ini berarti bahwa para petugas pastoral tidak memiliki keahlian dalam

pemerintah adalah program yang menghasilkan transformasi dalam masyarakat melalui program

pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat bisa menghasilkan sesuatu untuk hidupnya. 82

Kenyataan ini pernah dialami negara-negara Eropa pascaperang Dunia II, tetapi kini hal

yang sama juga dialami negara-negara Dunia Ketiga termasuk Indonesia. Lihat, Johannes Muller,

Pembangunan Masyarakat Lintas Ilmu (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006), hlm. 36.

Page 48: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

37

bidang lain selain pelayanan sakramen. Kenyataan ini menjadi alasan yang kuat

bagi para petugas pastoral untuk tidak aktif dalam aksi sosial untuk membebaskan

kaum miskin. Minimnya keahlian dalam bidang ilmu yang lain juga menjadi

halangan bagi Gereja untuk militan dalam berjuang bersama umat.

Keempat, Gereja belum berani keluar dari zona nyaman. Hal ini berarti

bahwa Gereja dalam pelayanannya belum berani melawan sistem yang tidak adil.

Konsekuensi yang ditempuh dari perlawanan ini adalah siap menerima resiko bila

terjadi pertentangan antara Gereja dan pihak lain dalam usahanya membebaskan

kaum miskin.

2.5.6 Partisipasi Umat Masih Rendah

Rendahnya partisipasi umat dalam menyukseskan program Keuskupan

Ruteng untuk membebaskan kaum miskin tidak terlepas dari beberapa hal berikut

yakni pertama, program yang dijalankan Gereja terlalu besar, karena itu

memerlukan waktu dan tenaga yang ekstra untuk melaksanakannya. Kedua,

perencanaan kegiatan belum melibatkan umat secara keseluruhan. Dengan

demikian tidak heran bila sebagian besar umat kurang memahami tujuan dari

program yang dicanangkan Gereja.

Ketiga, Gereja memiliki pengaruh yang lebih besar dalam mengambil

setiap kebijakan pastoral, sedangkan suara umat hanya bersifat usulan saja.

Keempat, program yang dijalankan Gereja terlalu padat dan singkat.83

Artinya

program yang dijalankan Gereja berlangsung pada jangka waktu singkat dan juga

melibatkan semua komisi dengan sasaran umat yang sama. Kelima, umat melihat

program yang dicanangkan Gereja sebagai proyek seperti yang dilakukan

pemerintah. Oleh karena itu, tidak heran bila dalam pelaksanaannya umat bekerja

asal jadi, tanpa melihat unsur kontinuitas dari kegiatan yang telah dijalankan.

2.5.7 Dana

Tantangan laten yang dialami Gereja dalam melaksanakan setiap program

pastoral, khususnya dalam konteks membebaskan kaum miskin adalah anggaran.

83

Hasil wawancara per telepon seluler dengan RD. Robertus Pelita, Ketua Komisi PSE

Keuskupan Ruteng, pada 17 April 2020.

Page 49: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

38

Anggaran adalah perencanaan yang menggambarkan penerimaan dan pengeluaran

dalam sebuah kegiatan atau program. Anggaran menunjukkan besarnya biaya

yang diperlukan untuk melakukan suatu kegiatan.84

Meski demikian, berkaitan

dengan anggaran atau dana, Gereja Keuskupan Ruteng memiliki tantangan

tersendiri yakni kemampuan finansial yang masih rendah. Hal ini terjadi karena

pada dasarnya sumber dana Gereja Keuskupan Ruteng berasal dari dana tetap85

yang dikumpulkan dari umat beriman dan lembaga yang dikelola Gereja serta

dana tidak tetap yang berasal dari dana sumbangan baik dari dalam maupun dari

luar negeri.

Rendahnya kemampuan finansial tidak terlepas dari dua faktor yakni

pertama, ketimpangan rancangan anggaran Gereja. Hal ini tampak dalam

anggaran yang hanya berfokus pada biaya kehidupan pastoran, sedangkan

anggaran untuk reksa pastoral lainnya sangat minim. Selain itu, kenyataan ini juga

turut dipicu dengan minimnya kemampuan pelayan pastoral dalam mengelola

keuangan secara ketat dan berimbang. Kedua, partisipasi umat dalam keuangan

Gereja mandiri belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari pencapaian iuran

Gereja mandiri yang tidak mencapai target (rata-rata di bawah 50%), dan kolekte

yang rendah. Ada dua alasan mengapa kenyataan ini bisa terjadi yakni secara

personal masih rendah kesadaran umat tentang kolekte sebagi wujud syukur atas

rahmat Allah dan hakekatnya sebagai anggota Gereja. Sedangkan secara sistem,

hal ini disebabkan oleh sistem pemungutan dan pengelolaan yang belum efisien,

transparan dan akuntabel.86

84

Frederikus Djelahu Maigahoaku dan Martin Chen, “Perencanaan Program Pastoral

Diakonia” dalam Martin Chen dan Agustinus Manfred Habur (ed.), Diakonia Gereja, Pelayanan

Kasih bagi Orang Miskin dan Marginal (Jakarta: Penerbit Obor, 2020), hlm. 186. 85

Dana tetap yang dimaksudkan adalah dana APP. Adapun pengalokasian dana APP ini

antara lain, 30% dari total dana yang ada diberikan ke KWI, sedangkan 70% untuk keuskupan.

Selanjutnya dana 70% tersebut dihitung menjadi 100% untuk anggaran program Keuskupan

dengan pembagian 30% untuk Komisi PSE, 25% untuk Puspas, 15% untuk komisi-komisi lainnya,

5% untuk Lembaga Caritas, dan 25% dikembalikan ke paroki. Hasil wawancara per telepon seluler

dengan RD. Robertus Pelita, Ketua Komisi PSE Keuskupan Ruteng, pada 17 April 2020. 86

Panitia Sinode III Keuskupan Ruteng, op. cit., hlm. 313.

Page 50: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

39

2.6 Dasar-Dasar Pelayanan Gereja Keuskupan Ruteng Terhadap Kaum

Miskin

2.6.1 Dasar Biblis

2.6.1.1 Dasar dari Perjanjian Lama: Eksodus sebagai Model Kepedulian

Allah

Berbicara tentang kemiskinan, tidak terlepas dari realitas Allah sebagai

pembebas utama. Hal ini secara eksplisit dilukiskan dalam Perjanjian Lama, di

mana kaum miskin dan realitas kemiskinan mendapat tempatnya. Kitab suci

Perjanjian Lama memuat kisah tentang kemiskinan dan perjuangan untuk keluar

dari situasi kemiskinan itu. Perjanjian Lama melukiskan campur tangan Allah

dalam membebaskan kaum miskin dari situasi kemiskinan. Kitab Keluaran

merupakan salah satu dari sekian banyak kitab Perjanjian Lama yang lebih banyak

mengisahkan karya agung Allah dalam membebaskan kaum miskin dan tertindas.

Dalam Keluaran 3:10 Tuhan berfirman kepada Musa, “Jadi sekarang, pergilah,

Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umat-Ku, orang Israel,

keluar dari Mesir.” Perintah Tuhan kepada Musa dalam kutipan tadi merupakan

bentuk tanggapan Tuhan atas penderitaan yang dialami umat-Nya.

Eksodus adalah renungan tentang pembebasan kaum Israel dari Mesir.

Peristiwa pembebasan itu merupakan kesempatan Allah melaksanakan karya yang

mendasar dan mementukan bagi dan dalam umat yang dipilih-Nya. Karya

pembebasan Allah itu merupakan karya pembebasan demi dan bagi umat yang

tertindas.87

Karya pembebasan Allah atas umat Israel terjadi melalui beberapa

tahap. Pertama, umat berada dalam kesusahan dan penderitaan. Penderitaan yang

mereka alami datangnya dari luar yakni dari raja bangsa Mesir, Firaun. Di Mesir

mereka diperlakukan sebagai budak dan ditindas. Hal inilah yang mendorong

mereka untuk sampai pada tahap kedua, di mana mereka berseru kepada Allah.

Seruan kepada Allah menunjukkan ketidakberdayaan mereka dalam

menanggung penderitaan yang sedang mereka alami. Satu-satunya andalan

mereka saat itu adalah Allah mereka. Kemudian tahap ketiga, Allah mendengar

seruan dan melihat penderitaan mereka. Itu berarti bahwa Allah tidak pernah

87

St. Darmawijaya, Keterlibatan Allah Terhadap Kaum Miskin (Yogyakarta: Penerbit

Kanisius, 1991), hlm. 41.

Page 51: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

40

menutup telinga dan mata terhadap penderitaan yang sedang dialami umat-Nya.

Oleh karena itu, pada tahap keempat, Allah melibatkan diri dan meringankan

penderitaan mereka. Bentuk keterlibatan diri Allah terjadi ketika Ia memilih dan

mengutus Musa kepada umat-Nya sebagai pembebas bagi mereka.88

Karya agung Allah itu sungguh nyata ketika Ia memilih Musa dan Harun

sebagai pengantara-Nya terhadap umat Israel. Musa bertindak sebagai pengantara

yang membebaskan umat Israel dengan memimpin umat Israel dalam ziarah

mereka di padang gurun. Perjalanan keluar dari Mesir menuju padang gurun

memiliki makna yang mendalam bagi umat Israel, di mana mereka keluar dari

penindasan menuju suatu dunia yang baru yang bebas dan merdeka. Allah

sendirilah yang menuntun umat Israel selama perjalanan umat Israel di padang

gurun. Padang gurun merupakan suatu perjalanan yang harus dilalui umat Israel

dalam memasuki dunia baru yang dijanjikan Tuhan sendiri kepada mereka.

2.6.1.2 Dasar dari Perjanjian Baru: Yesus sebagai Tokoh Pembebas

Kehadiran Yesus di tengah dunia merupakan suatu bentuk solidaritas dan

keberpihakan Allah atas realitas hidup manusia yang penuh dengan dosa. Dosa

melahirkan penderitaan dalam kehidupan umat manusia. Hal ini terjadi karena

manusia semakin jauh dari Tuhan atau bahkan mau menjadi sama seperti Tuhan.

Putera Allah menjadi manusia bukan karena kebaikan manusia, tetapi Ia datang

karena manusia sudah berlumuran dosa yang menyebabkannya miskin akan

rahmat penebusan dari Allah. Putera Allah datang untuk mengembalikan martabat

manusia sebagai citra Allah dan menjadi kaya akan rahmat dan kasih Allah

sendiri. Adapun cara yang dilakukan Yesus untuk mengembalikan martabat

manusia adalah dengan membuat “orang buta melihat, orang lumpuh berjalan,

orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan

kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (Mat 11:5-6). Inilah alasan mendasar

Yesus memilih posisi yang paling hina yakni dilahirkan di kandang yang miskin.

88

Ibid., hlm. 44.

Page 52: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

41

Dengan menempatkan diri di pihak kaum miskin, Ia dapat memenangkan mereka

bagi Allah.89

Solidaritas Yesus terhadap kaum miskin kemudian sungguh nyata dalam

seluruh karya pewartaan-Nya. Spirit yang menggerakkan Yesus dalam hidup-Nya

adalah kerahiman Bapa dengan menyatakan belarasa terhadap kaum miskin dan

lemah. Injil melukiskan secara jelas solidaritas Yesus terhadap kaum miskin dan

lemah. Melihat orang-orang yang lelah dan terlantar seperti domba yang tidak

bergembala, hati-Nya tergerak oleh belas kasihan (Mat 9:36). Ketika melihat

banyak orang yang menderita sakit, hati-Nya tergerak oleh belas kasihan (Mat

14:14). Ia juga berbela rasa dengan orang kusta (Mrk 1:41), orang buta (Mat

20:34), dan orang yang tidak mempunyai apa-apa untuk dimakan (Mrk 8:2). Hal

inilah yang mendorong Yesus untuk bertindak melawan kelompok elit Yahudi

yang tidak memperhatikan kaum miskin dan bahkan menciptakan struktur

ketidakadilan yang menciptakan kemiskinan. Atas perjuangannya ini Ia pun harus

menjadi tebusan bagi banyak orang.90

Sikap hidup Yesus ini berlaku juga bagi semua pengikut-Nya. Misi Yesus

menyelamatkan orang-orang miskin dan menderita terus menjadi tugas para

pengikut-Nya. Keterbukaan diri dan kesediaan untuk berada di tempat orang

miskin adalah sikap yang semestinya. Pilihan Gereja untuk memperhatikan kaum

miskin sangat jelas mengungkapkan panggilannya di tengah dunia sesuai dengan

misi Yesus sendiri, sebab kemiskinan telah melanda umat dan masyarakat dunia.

Selain itu, gerakan yang dilakukan Gereja bukan hanya sampai pada level

karitatif, tetapi harus mampu memberdayakan umat menjadi mandiri.91

Oleh

karena itu, misi Yesus untuk mengembalikan martabat manusia sebagai citra

Allah dan menjadi kaya akan rahmat dan kasih Allah sendiri dapat terpenuhi.

89

Rikardus Muga Buku, “Mengapa Kandang?”, Majalah Dwibulan Keuskupan Maumere,

IV (Desember, 2009), hlm. 7. 90

Frans Harjawiyata (ed.), Yesus dan Situasi Zaman-Nya (Yogyakarta: Penerbit Kanisius,

1998), hlm. 52. 91

Rikardus Muga Buku, loc. cit.

Page 53: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

42

2.6.1.3 Dasar dari Jemaat Perdana

Pelayanan terhadap kaum miskin yang menjadi salah satu karya misi

Gereja juga memiliki dasar dalam kehidupan jemaat perdana. Kisah Para Rasul

melukiskan bagaimana jemaat perdana di Yerusalem hidup bersama.

Kebersamaan ini mencakup pelbagai segi seperti yang telah dihidupi oleh jemaat

perdana. Sikap khas yang dimiliki oleh jemaat perdana ditunjukkan dengan

perlakuan terhadap harta milik dan cita-cita hidup miskin yang mereka hayati.92

Cara hidup jemaat perdana dilukiskan dengan jelas dalam Kisah Para Rasul

bahwa “segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari

mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua

orang sesuai dengan keperluan masing-masing” (Kis. 2:44-45).

Dasar milik bersama ialah kesatuan mereka di dalam iman akan Yesus.

Jati diri inilah yang mendorong dan mempersatukan mereka untuk memberi

kesaksian konkret dalam milik bersama. Iman menghasilkan kasih dan kasih

konkret menyata dalam kerelaan untuk saling membantu dalam kesusahan. Selain

itu, terhadap semua jemaat, milik pribadi dipertahankan (Kis 12:12) sekalipun

sikap menimbun harta tidak diperkenankan. Hal yang ditekankan di sini adalah

spontanitas Kristen yang menyata dalam kerelaan untuk membantu dan tidak

dipaksakan oleh suatu sistem atau ideologi. Cita-cita dan praktik milik bersama

dan saling membantu bukanlah demi memuja kemiskinan itu sendiri, melainkan

merupakan ungkapan rasa solider dengan sesama yang berkekurangan.93

Oleh

karena itu, bercermin pada praktik hidup jemaat perdana Gereja dituntut untuk

peka terhadap realitas kemiskinan, sehingga dapat membongkar sekat-sekat yang

memisahkan kehidupan umat.

2.6.2 Ajaran-Ajaran Gereja

2.6.2.1 Ajaran Konsili Vatikan II

Tema kaum miskin dalam Konsili Vatikan II sebenarnya menjadi salah

satu dari ketiga tema yang disodorkan Paus dalam rangkaian pidato pembukaan

92

Guido Tisera, Bercermin Pada Jemaat Perdana: Membaca dan Merenungkan Kisah

Para Rasul (Maumere: Penerbit Ledalero, 2002), hlm. 47. 93

Ibid., hlm. 48.

Page 54: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

43

Konsili. Ketiga tema yang disodorkan tersebut yakni keterbukaan pada dunia

modern; persatuan umat kristiani; dan Gereja kaum miskin. Akan tetapi dalam

perjalanan diskusi, konsili hanya berhasil mengembangkan dua tema pertama.

Diskusi tentang tema kaum miskin belum mendapat perhatian yang serius dalam

seluruh konsili. Atas intervensi Kardinal Lercaro, setelah mendapat masukan dari

salah satu komisi tidak resmi yang terdiri dari beberapa penasihat ahli konsili dan

uskup Dunia Ketiga yang membicarakan tema “Gereja kaum miskin”, akhirnya

tema kaum miskin dimasukan.94

Tema ini kemudian muncul dalam dokumen

konsili, yang terdapat dalam dokumen Lumen Gentium nomor 8 yang berbunyi:

Seperti Kristus melaksanakan karya penebusan dalam kemiskinan dan

penganiayaan, begitu pula Gereja dipanggil untuk menempuh jalan yang

sama supaya menyalurkan buah-buah keselamatan kepada manusia. Kristus

Yesus “walaupun dalam rupa Allah, ... telah mengosongkan diri-Nya dan

mengambil rupa seorang hamba” (Flp 2:6-7), dan demi kita Ia “menjadi

miskin, meskipun Ia kaya” (2Kor 8:9). Demikianlah Gereja, kendati

memerlukan upaya-upaya manusiawi untuk menunaikan perutusannya,

didirikan bukan untuk mengejar kemuliaan duniawi, melainkan untuk

menyebarluaskan kerendahan hati dan pengikraran diri juga melalui

teladannya. Kristus diutus oleh Bapa untuk “menyampaikan kabar baik

kepada orang-orang miskin, ... untuk menyembuhkan mereka yang putus asa”

(Luk 4:18), untuk “mencari dan menyelamatkan yang hilang” (Luk 19:10).

Begitu pula Gereja melimpahkan cinta kasihnya kepada semua orang yang

terkena oleh kelemahan manusiawi. Bahkan, dalam mereka yang miskin dan

menderita Gereja mengenali citra pendirinya yang miskin dan menderita,

berusaha meringankan kemelaratan mereka dan bermaksud melayani Kristus

dalam diri mereka.95

Kutipan Lumen Gentium di atas menegaskan bahwa misi Gereja di tengah

dunia adalah dalam rangka mengambil bagian dalam karya keselamatan Kristus.

Itu berarti bahwa Kristus sendirilah yang menjadi dasar karya misi Gereja.

Sebagaimana Kristus yang menghampakan diri-Nya demi menyelamatkan

manusia yang berdosa, maka hendaknya Gereja juga meneladani sikap Yesus

dengan meninggalkan segala bentuk privilese duniawi. Gereja dituntut untuk

selalu membaharui diri dan menyadari misi khusus yang diembannya dari Kristus.

Gereja harus berani berpihak pada yang kalah seperti kaum miskin dan menderita.

94

C. Putranta, “Gereja Kaum Miskin dalam Konsili Vatikan II dan Dokumen Rederasi

Konferensi Uskup-Uskup Asia”, dalam J.B. Banawiratma (ed.), Kemiskinan dan Pembebasan

(Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987), hlm. 105. 95

Konsili Vatikan II, Dokumen Konsili Vatikan II, Lumen Gentium, No. 8, penerj. R.

Hardawirayana, op. cit., hlm. 79.

Page 55: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

44

Kasih Bapa yang ditunjukkan melalui Kristus harus diteruskan Gereja kepada

mereka yang terpinggirkan, mereka yang miskin.

Misi Gereja dalam meneruskan kasih Bapa melalui Kristus, lebih lanjut

ditegaskan dalam dokumen tentang Kegiatan Misioner Gereja (Ad Gentes). Kasih

Allah harus dibagikan kepada semua orang yang membutuhkan. Hal ini

dirumuskan secara rinci dalam Ad Gentes nomor 5 bahwa:

Perutusan itu terus berlangsung, dan di sepanjang sejarah menjabarkan

perutusan Kristus sendiri, yang diutus untuk mewartakan Kabar Gembira

kepada kaum miskin. Atas dorongan Roh Kristus, Gereja harus menempuh

jalan yang sama seperti yang dilalui oleh Kristus sendiri, yakni jalan

kemiskinan, ketaatan, pengabdian dan pengurbanan diri sampai mati, dan dari

kematian itu muncullah Ia melalui kebangkitan-Nya sebagai pemenang.

Sebab demikianlah semua rasul berjalan dalam harapan. Dengan mengalami

banyak kemalangan dan dukaderita, mereka menggenapi apa yang masih

kurang pada penderitaan Kristus bagi Tubuh-Nya, yakni Gereja.96

Kedua kutipan di atas merupakan bentuk perhatian konsili atas realitas

kemiskinan yang terjadi saat ini. Gereja berdasarkan pandangan konsili harus

berani mengemban misinya untuk membawa keselamatan di tengah dunia. Gereja

juga harus menempatkan Kristus sebagai dasar dalam misi keselamatannya. Kasih

Kristus harus ditunjukkan melalui perhatian atas mereka yang miskin dan melarat.

Oleh karena itu, misi pembebasan Gereja di tengah dunia dapat membawa kaum

miskin keluar dari kungkungan penderitaan yang mereka alami.

2.6.2.2 Federasi Konferensi-Konferensi Para Uskup Asia (FABC)97

Pembentukan FABC merupakan salah satu tonggak sejarah bagi umat

Kristiani di Asia. Hal ini menandai permulaan kesadaran baru akan sekian banyak

ikatan tradisional, yang menyatukan pelbagai bangsa di dunia ini. Orientasi dasar

FABC sejak awal mula yakni dialog. Dialog membebaskan Gereja dari

96

Konsili Vatikan II, Dokumen Konsili Vatikan II, Ad Gentes, No5, ibid., hlm. 418. 97

Federasi Konferensi-Konferensi para Uskup Asia (FABC) merupakan lembaga lintas–

nasional yang menghimpun pelbagai Gereja setempat di Asia, yang diwakili oleh para Uskup,

dalam persaudaraan, dan kerja sama. Para anggota Federasi ialah Konferensi-Konferensi Uskup-

Uskup di Asia Selatan, Tenggara dan Timur yakni Bangladesh, Cina, India-Nepal, Indonesia,

Jepang, Korea, Laos-Cambodia, Malaysia-Singapura-Brunei, Myanmar, Pakistan, Filipina, Sri

Lanka, Thailand, dan Vietnam. Kawasan Hukum gerejawi Hongkong dan Macao bergabung juga

sebagai anggota. Federasi ini dibentuk pada sidang bersejarah 180 Uskup Asia di Manila pada

bulan November 1970, pada saat kunjungan Paus Paulus VI. R. Hardawiryana, Dokumen Sidang-

Sidang Federasi Konferensi-Konferensi Para Uskup Asia 1970-1991 (Jakarta: DOKPEN KWI,

1995), hlm. 9.

Page 56: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

45

kecenderungan menjadi jemaat yang berpusatkan pada diri, dan

menggabungkannya dengan rakyat di segala bidang dan dimensi kehidupannya.

Menurut pandangan para Uskup, di Asia dialog harus dilaksanakan khususnya di

tiga bidang yang saling berkaitan, yakni agama-agama Asia, kebudayaan-

kebudayaan Asia, dan massa kaum miskin yang meluap.98

Para Uskup menyadari bahwa salah satu persoalan yang dialami umat

Katolik Asia yang mempunyai dampak besar bagi bidang kehidupan lainnya

adalah kemiskinan. Dikatakan bahwa rakyat Asia kaya kerohaniannya, tetapi

miskin hal-hal jasmani, sebab sebagian besar rakyat Asia ialah massa kaum

miskin. Kenyataan ini merupakan suatu masalah yang mendasar bagi umat

Katolik Asia. Hal ini menyebabkan mereka tetap berada di bawah kungkungan

kemiskinan dan sulit untuk keluar dari belenggu kemiskinan. Kemungkinan untuk

keluar dari kungkungan kemiskinan itu tertutup, sebab mereka hidup dalam

penindasan yakni struktur-struktur sosial, ekonomi, dan politik, yang sarat

ketidakadilan. Oleh karena itu, bagi para Uskup, dialog dengan kaum miskin

berarti sungguh mengalami kemiskinan. Itu berarti bahwa Gereja tidak hanya

bekerja untuk mereka, secara paternalistis, melainkan bekerja bersama mereka.99

Lebih jauh para Uskup Asia dalam refleksinya menegaskan bahwa dalam

keberpihakannya terhadap kaum miskin, Gereja bertekad untuk sungguh-sungguh

menjadi „Gereja kaum miskin‟. Gereja kaum miskin berarti bahwa Gereja harus

bertindak ke arah keterlibatan makin intensif dengan kehidupan umat, menyatu

dengan kaum miskin, berusaha menyusun program-program pengembangan

manusiawi dan menyeluruh, penuh hormat terhadap martabat manusia, dan serasi

dengan kebudayaan-kebudayaan Asia. Selain itu, Gereja juga harus memihak pada

mereka dalam perjuangan mereka demi keadilan dan demi swadaya, swasembada

mereka. Gereja juga menekankan bahwa orang-orang kaya sendiri pun menjadi

anggota sejati Gereja kaum miskin dengan menunaikan kewajiban-kewajiban

mereka dalam keadilan dan cinta kasih terhadap kaum miskin. Gereja tidak dapat

membentuk pulau-pulau kemewahan di lautan kemiskinan dan penderitaan. Oleh

karena itu, posisi Gereja-Gereja Asia menjadi jelas dalam misinya terhadap kaum

98

Ibid., hlm. 11. 99

Ibid., hlm. 41.

Page 57: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

46

miskin yakni berjuang bersama kaum miskin, bukan hanya berjuang untuk kaum

miskin; bahwa Gereja bersedia menderita dan mati seperti Tuhannya, asal saja

kaum miskin di Asia dapat hidup.100

2.6.2.3 Konfersensi Waligereja Indonesia (KWI)

Gereja Indonesia memiliki kepedulian yang besar terhadap realitas

kemiskinan. Hal ini terutama dilihat dari komitmen para uskup se-Indonesia untuk

bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dalam membangun bangsa. Hidup

menggereja merupakan bagian dari kehidupan bernegara, maka hendaknya Gereja

juga mempunyai peran dalam kehidupan bernegara.101

Salah satu isu yang

menjadi keprihatinan Gereja Indonesia adalah kemiskinan. Gereja, khususnya

sejak Sinode Para Uskup 1971, memilih sikap mendahulukan pelayanan kepada

rakyat kecil. Rakyat kecil adalah „orang yang tersisih‟ karena tidak mampu dan

miskin serta tidak memiliki koneksi maupun keterampilan yang dapat

meningkatkan hidup mereka. Mereka juga tidak memiliki kekuasaan atau akses

kepada kekuasaan serta alat produksi.102

Menyadari sikapnya ini, Gereja berusaha tanggap terhadap realitas

masyarakat dan berusaha membebaskan kaum miskin dari kemiskinan. Adapun

kenyataan kemiskinan ini mendorong para uskup se-Indonesia untuk menyatakan

sikapnya yakni, pertama, membaharui tekad untuk bersama kaum miskin dan

lemah terus menumbuhkan sikap berani memulai dengan kekuatan dan potensi

yang ada, tanpa menggantungkan diri pada kekuatan-kekuatan ekonomi berskala

besar. Kedua, mendorong mereka yang diberkati dengan kekuatan ekonomi besar

agar lebih jujur dan bekerja sama dalam mencari jalan keluar bagi kaum miskin.

Tujuan dari usaha ini adalah agar kaum miskin mandiri secara ekonomi.

Ketiga, mendorong serta mendesak para pembuat dan pelaksana kebijakan

publik untuk berubah dari kecenderungan memperdagangkan jabatan dan mandat

bagi keuntungan sendiri menuju keberanian membuat dan melaksanakan

100

Ibid., hlm. 242. 101

Sidang Sinodal KWI 2003 (I), “Pengantar” Spektrum, 1/XXXII (Mei 2004), hlm. 3. 102

Hasil Sidang Agung KWI dan Gereja Katolik Indonesia (Jakarta: DOKPEN KWI,

2003), hlm. 40.

Page 58: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

47

kebijakan publik yang sungguh-sungguh berpihak kepada kaum miskin dan

kesejahteraan bersama. Keempat, mendorong para cerdik-pandai untuk aktif

terlibat dalam mengkaji kembali dan mengubah gagasan serta cara-cara berpikir,

terutama di bidang ekonomi, yang merugikan kaum miskin dan lemah.103

Sikap-sikap yang disampaikan Gereja ini bertujuan untuk memberdayakan

potensi dan energi ekonomi rakyat. Hal ini berarti bahwa segala bentuk upaya

yang tertuang dalam kebijakan publik dan kerja sama dengan kekuataan ekonomi

berskala besar semata-mata diarahkan pada proses pemberdayaan. Oleh karena

itu, semua usaha pemberdayaan tidak boleh menciptakan ketergantungan kaum

miskin terhadap pemerintah atau kekuatan ekonomi dalam skala besar, tetapi

membebaskan mereka dari ketergantungan.

2.6.2.4 Sinode III 2013-2015 Keuskupan Ruteng

Sinode III Keuskupan Ruteng memiliki perhatian yang serius terhadap

tema kemiskinan. Hal ini secara eksplisit tertuang dalam bidang diakonia. Sikap

Gereja Kuskupan Ruteng melalui sinode sangat jelas dengan beberapa hasil

keputusan sinode.104

Poin pertama yang menjadi sikap Gereja Kuskupan Ruteng

adalah pelayanan terutama terarah kepada orang-orang miskin menderita, yang

kurang beruntung, sebab dalam diri merekalah tampak wajah Yesus yang menjerit

memohon uluran tangan kasih kita.

Poin kedua, dalam aksinya, lebih daripada tindakan karitatif, pelayanan

sosial Gereja Keuskupan Ruteng harus bercorak transformatif, artinya Gereja

dalam kerja sama dengan pelbagai pihak perlu juga berjuang untuk mengatasi akar

ketidakadilan sosial penyebab kemiskinan dan memperbaharui kehidupan

masyarakat sesuai dengan nilai-nilai injili seperti keadilan, kebebasan, kejujuran,

kebenaran dan cinta kasih.

Poin ketiga, Gereja Keuskupan Ruteng mesti memperjuangkan kehidupan

sosial yang ditata dengan prinsip personalitas, kesejahteraan umum, solidaritas,

dan subsidiaritas. Prinsip personalitas berarti pribadi manusia harus selalu dan

103

Sidang Sinodal KWI 2006 (I), “Habitus Baru: Ekonomi yang Berkeadilan”, Spektrum,

1/XXXV (Maret 2007), hlm. 147. 104

Panitia Sinode III Keuskupan Ruteng, op. cit., hlm. 11.

Page 59: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

48

tetap menjadi subjek, dasar dan tujuan dari kehidupan bersama. Kesejateraan

umum mesti menjadi tujuan dari setiap aktivitas bersama manusia. Kesejahteraan

umum merupakan keseluruhan kondisi sosial yang memungkinkan setiap orang,

baik sebagai pribadi maupun kelompok, untuk dapat memperoleh kepenuhan

kebutuhannya secara lebih mudah.

Prinsip subsidiaritas memberikan ruang pengorganisasian diri masyarakat

pada tingkat yang lebih rendah, sejauh itu dapat dilakukan. Nilai kebebasan dan

martabat manusia menuntut bahwa manusia dalam kelompok yang paling kecil

dapat mengatur kehidupannya sendiri. Solidaritas menunjukkan hakikat sosial dari

manusia, yang memberikan perhatiannya demi persatuan yang lebih mengikat

antarmanusia. Pelbagai perbedaan sebagai wujud dari ketidakadilan tidak dapat

diatasi hanya dengan mengandalkan hukum dan aturan. Pada basis yang paling

dalam, perlu ada solidaritas yang tertanam dalam diri manusia. Tanggung jawab

terhadap orang lain karena kesadaran akan kesetaraan derajad sebagai manusia,

merupakan basis dari solidaritas.

Sikap Gereja Keuskupan Ruteng melalui sinode III ini merupakan bentuk

keprihatinan dan sekaligus usaha membebaskan kaum miskin dari kemiskinan,

sebab kemiskinan mewarnai kehidupan umat Keuskupan Ruteng. Gereja akan

betul-betul mengakar di wilayah Keuskupan Ruteng hanya bila ia sanggup

menerjemahkan karya pewartaannya bagi transformasi sosial, membawa kaum

miskin keluar dari kemiskinannya.

Page 60: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

49

BAB III

SELAYANG PANDANG TENTANG KAUM MISKIN

Pada bab II telah dijelaskan tentang Gereja Keuskupan Ruteng yang

mencakup gambaran umum tentang Gereja, sejarah terbentuknya Gereja

Keuskupan Ruteng. Kemudian dijelaskan pula selayang pandang tentang Gereja

Keuskupan Ruteng yang ditinjau dari beberapa sudut pandang. Pada bagian ini

juga telah dijelaskan pelbagai karya pastoral yang telah dilaksanakan Gereja

Keuskupan Ruteng dalam usahanya mengembangkan kehidupan umatnya. Selain

itu, dikemukakan pula beberapa tantangan pastoral yang menjadi penghambat

perealisasian program yang telah dijalankan Gereja Keuskupan Ruteng. Akhirnya

dijelaskan pula dasar-dasar pelayanan Gereja dalam usahanya membebaskan

kaum miskin. Selanjutnya pada bab ini akan dijelaskan secara panjang lebar

tentang kaum miskin dan pembebasan kaum miskin.

3.1 Pengertian Kaum Miskin

3.1.1 Secara Etimologis

Secara etimologis istilah “kaum miskin” berasal dari bahasa Latin “pauper,

pauperis” yang berarti miskin.105

Webster’s Third New International Dictionary,

memberikan arti kata “pauper” (kaum miskin) sebagai berikut:

(1) Orang yang miskin harta dan hanya berharap dari belas kasihan (a person

destitute of means except such as are derived from charity). (2) Manusia yang

sangat miskin (a very poor person). (3) Sesuatu yang membuat orang menjadi

miskin (one allowed to sue in forma pauperi).106

105

Alb. Smit, Elementa Linguae Latinae (Revisa), Liber Primus (Yogyakarta: Penerbit

Kanisius, 2006), hlm. 193. 106

Webster‟s Third New International Dictionary of The English Language “pauper”

(United State: Merriam-Webster Inc., 1989), hlm. 1657.

Page 61: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

50

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “miskin” berarti tidak berharta;

serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah).107

Jadi, secara etimologis yang

dimaksud dengan kata kaum miskin adalah orang yang tidak memiliki harta

kekayaan dan hidup serba kekurangan serta hanya berharap dari belas kasihan

orang lain.

3.1.2 Secara Realis

Merujuk kepada arti kaum miskin secara etimologis, kaum miskin

merupakan orang atau sekelompok orang yang tidak memiliki harta dan serba

kekurangan. Keadaan ini mengakibatkan mereka hidup dalam penderitaan,

kelaparan, dan kemiskinan. Kelompok ini juga sangat rentan terhadap pelbagai

praktik diskriminasi dan ketidakadilan. Selain itu, kebutuhan pokok yang

seharusnya dimiliki seperti sandang, pangan dan papan serta pendidikan dan

kesehatan tidak dapat dinikmati oleh kelompok ini.108

Kenyataan ini mendorong

kelompok ini semakin terpinggirkan dari kehidupan bermasyarakat dan juga

menjadi kelompok yang tidak diperhitungkan.

Situasi yang dialami kaum miskin bila dibiarkan begitu saja akan

menimbulkan dampak psikologis yang berbahaya. Hal ini terjadi bila kaum

miskin mencari sesama yang senasib untuk menerima keadaan miskin, sehingga

secara perlahan akan timbul perasaan senasib. Keadaan ini akan menjadi semakin

berbahaya bila situasi kemiskinan diinternalisasi sebagai identitas terberi bagi

kaum miskin. Oleh karena itu, kemungkinan yang terjadi adalah kecemburuan

sosial antara kaum miskin dan kelompok kaya.

Menanggapi persoalan yang dialami kaum miskin ini, sidang pleno

MASRI (Majelis Antar-Serikat Religius Indonesia) tahun 1984 sebagaimana

dikutip oleh C. Putranta menyebut kaum miskin sebagai “orang miskin dan kecil”.

Pernyataan dokumen ini berbunyi demikian, orang miskin adalah

orang yang tak berdaya karena mengalami aneka macam pemiskinan... yang

membuat semakin banyak orang hidup semakin tidak manusiawi dan tidak

107

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. 4, cet. 9

(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 921. 108

Yvon Ambroise, Memberdayakan Kaum Miskin, penerj. Vincent de Ornay (Maumere:

LPBAJ, 2000), hlm. 61.

Page 62: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

51

menggambarkan bahwa dia adalah citra Allah yang bermartabat sebagai

manusia. Pada umumnya mereka hidup di bawah taraf kewajaran

manusiawi.109

Konsep tentang kaum miskin ini merupakan hasil dari sebuah refleksi

yang mendalam tentang nasib kaum miskin dengan penekanan pada aneka macam

pemiskinan yang dialami kaum miskin. Hal ini berarti bahwa kemiskinan yang

dialami kaum miskin bukanlah suatu situasi terberi, tetapi hasil dari praktik

ketidakadilan yang dilakukan secara struktural oleh pihak lain atas kelompok ini.

Selain itu, sidang FABC (Federation of Asian Bishops’ Conferences)

menghasilkan suatu definisi yang komplit tentang kaum miskin. Dokumen FABC

menyebutnya dengan kata miskin, yakni:

Miskin bukan dalam nilai-nilai, kualitas ataupun potensi-potensi manusiawi.

Miskin berarti bahwa mereka dilucuti dari kemungkinan mencapai harta dan

sumber-sumber material yang mereka perlukan untuk bisa hidup secara

sungguh manusiawi. Dikatakan dilucuti, karena mereka hidup di bawah

penindasan, yakni, di bawah struktur-struktur sosial, ekonomis dan politis

yang dalam dirinya sudah mengandung ketidakadilan.110

Kaum miskin di sini merupakan kelompok yang dikorbankan dalam

struktur-struktur sosial, ekonomi dan politik yang tidak adil. Oleh karena itu,

perjuangan yang dilakukan harus melibatkan kaum miskin itu sendiri. Akan tetapi

kekuatan kaum miskin belum cukup, sehingga peran kaum cendekiawan di sini

sangat diperlukan untuk memberi kesadaran dan pendasaran atas perjuangan

mereka. Kolaborasi antara kaum miskin dan kelompok cendekiawan akan berhasil

meruntuhkan sistem sosial yang tidak adil dan melahirkan struktur yang adil dan

menghasilkan kesejahteraan semua orang.

Pemahaman yang lebih komprehensif tentang kaum miskin dikemukakan

oleh Michel Mollat dalam bukunya, Orang Miskin di Abad Pertengahan,

sebagaimana dikutip oleh Muller:

Kaum miskin adalah mereka yang tetap atau sementara dalam keadaan

lemah, tergantung dan remeh, dalam keadaan kekurangan yang berbeda-beda

menurut zaman dan pola masyarakat, serta dalam keadaan tak berdaya dan

109

C. Putranta, “Gereja Kaum Miskin dalam Konsili Vatikan II dan Dokumen Rederasi

Konferensi Uskup-Uskup Asia”, dalam J. B. Banawiratma (ed.), Kemiskinan dan Pembebasan. op.

cit., hlm. 98. 110

R. Hardawiryana, Dokumen Sidang-Sidang Federasi Konferensi-Konferensi Para

Uskup Asia 1970-1991, op.cit., hlm. 41.

Page 63: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

52

terhina. Orang miskin tidak memiliki uang, koneksi, pengaruh, kuasa,

pengetahuan, keterampilan teknis, kelahiran yang terhormat, kekuatan fisik,

kemampuan intelektual, kebebasan pribadi, bahkan harkat manusia. Mereka

hidup dari hari ke hari dan tidak punya peluang sedikit pun untuk melepaskan

diri dari keadaannya tanpa bantuan orang lain. Definisi semacam ini meliputi

semua orang yang tersingkirkan dan dicabut hak-haknya, semua orang aneh,

dan semua anggota kelompok marginal.111

Gambaran lengkap tentang kaum miskin yang dikemukakan Mollat di atas

menunjukkan bahwa kaum miskin merupakan mereka yang tidak memiliki apa-

apa dalam hidupnya, selain kemiskinan. Oleh karena itu, menjadi jelas di sini

bahwa kaum miskin adalah mereka yang tidak diperhitungkan sama sekali dalam

kehidupan bermasyarakat.

3.2 Karakteristik Kaum Miskin

3.2.1 Mutu Kesehatan Rendah

Kaum miskin umumnya merupakan kelompok yang sangat rentan dalam

hal kesehatan. Hal ini disebabkan oleh mutu kesehatan yang rendah atau kurang

memadai. Rendahnya mutu kesehatan disebabkan oleh banyak indikator seperti

kurangnya tenaga kesehatan, kurangnya dokter ahli dan dokter umum yang

melayani masyarakat di daerah pedesaan atau daerah pedalaman; sedangkan kalau

ditinjau dari fasilitas yang ada, masih banyak wilayah yang tidak terjangkau dari

Puskesmas dan klinik kesehatan. Ditinjau dari penyakit yang diderita, John

Madeley mengemukakan bahwa secara global malaria menelan korban sekitar

satu juta jiwa setiap tahun – kebanyakan anak-anak dan wanita hamil. Dua juta

orang meninggal setiap tahun karena TBC (Tuberculosis). Setengah dari kematian

global akibat kanker terjadi di negara-negara berkembang. Penyakit asma

meningkat rata-rata sebesar 50% setiap sepuluh tahun di kota-kota di negara-

negara berkembang.112

Faktor lain yang memperburuk kesehatan kaum miskin menurut Eko

Prasetyo adalah ongkos kesehatan yang mahal.113

Mahalnya biaya kesehatan

111

Johannes Muller, op. cit., hlm. 8. 112

John Madeley, Big Business Poor People, Bisnis Besar Menguasai Masyarakat

Miskin, penerj. Alexander Jebadu (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2013), hlm. 115. 113

Eko Prasetyo, Orang Miskin Dilarang Sakit (Yogyakarta: Resist Book, 2005), hlm. 44.

Ulasan yang terdapat dalam bukunya ini menggunakan bahasa yang ringan, tetapi disampaikan

dalam bahasa yang kritis.

Page 64: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

53

menurut Prasetyo, turut melahirkan beberapa ekses yakni menimbulkan

pandangan bahwa akses tehadap kesehatan hanya merupakan monopoli orang

kaya saja, sedangkan orang miskin tidak dilayani. Mahalnya biaya kesehatan juga

turut mempengaruhi pelayanan yang diberikan petugas kesehatan terhadap pasien.

Selain itu, sanitasi lingkungan yang buruk turut mempengaruhi juga kualitas

kesehatan kaum miskin. Rumah yang tidak layak huni dan minimnya sirkulasi

udara misalnya, dapat pula menjadi faktor pendorong munculnya penyakit

menular. Kemudian gizi makanan yang rendah, juga turut mempengaruhi sistem

kekebalan tubuh manusia.114

Oleh karena itu, masalah kesehatan dapat melahirkan

banyak dampak negatif dalam kehidupan, seperti rentan terhadap penyakit,

produktivitas kerja menurun, angka kematian usia produktif yang cukup tinggi

(kematian akibat stroke, jantung), juga kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga

terganggu.115

Rendahnya mutu kesehatan kaum miskin tidak terlepas dari absennya

pemerintah dalam memperhatikan kesehatan kaum miskin. Terdapat indikasi

bahwa dalam menangani masalah kesehatan pemerintah mulai lepas tangan.

Menurut Madeley salah satu faktor pemicu yang mempengaruhi perhatian

pemerintah dalam hal ini adalah masalah kesehatan dilihat sebagai arena bisnis.116

Hal ini berarti bahwa dalam menangani masalah kesehatan rakyatnya, negara

harus bisa mendapat keuntungan. Banyaknya rumah sakit swasta juga turut

menyebabkan meningkatnya biaya kesehatan. Sejalan dengan Madeley, Eko

Prasetyo juga berpendapat bahwa penanganan masalah kesehatan menjadi sasaran

empuk dari bisnis yang mendatangkan keuntungan yang besar bagi rumah sakit

yang dipelopori oleh perusahaan-perusahaan swasta.117

3.2.2 Rumah Tidak Layak Huni

Rumah (papan) merupakan salah satu dari ketiga (selain pangan dan

sandang) unsur dasar yang mesti dimiliki oleh setiap manusia. Kepemilikan

114

Ibid. 115

Masalah-masalah kesehatan ini merupakan temuan yang dihasilkan dalam sinode III

Keuskupan Ruteng. Lihat Panitia Sinode III Keuskupan Ruteng, op. cit., hlm. 200. 116

John Madeley, op. cit., hlm. 119. 117

Eko Prasetyo, Orang Miskin Dilarang Sakit, op. cit., hlm. 57.

Page 65: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

54

rumah menunjukkan bahwa orang tersebut menetap di suatu tempat setidaknya

secara permanen. Namun yang menjadi persoalan sekarang adalah ada banyak

orang miskin yang tidak memiliki rumah sebagai tempat tinggal atau bahkan

hanya memiliki gubuk kecil yang tidak layak huni. Ketiadaan rumah sebagai

tempat hunian memberikan dampak yang sangat besar baik secara fisik maupun

secara psikis. Dampak secara fisik dari ketiadaan rumah adalah manusia akan

mengalami kesulitan untuk melindungi diri dari suhu atau cuaca yang tidak

menentu. Rumah juga merupakan tempat seseorang untuk beristirahat dan

menghilangkan rasa letih; sedangkan secara psikis ketiadaan rumah menimbulkan

perasaan inferior terhadap orang yang punya rumah layak huni. Hal inilah yang

mendorong mereka untuk merasa bahwa kehadiran mereka tidak diperhitungkan

dalam suatu kelompok masyarakat.

Masalah ketiadaan kepemilikan rumah rupanya bukan hanya masalah

sekelompok kecil orang di suatu daerah tertentu, tetapi masalah ini sudah menjadi

masalah global. Mengingat sangat seriusnya permasalahan ini, Paus Yohanes

Paulus II dalam ensiklik “Sollicitudo Rei Socialis” nomor 17 menguraikan secara

sangat jelas bahwa salah satu krisis yang dialami oleh hampir semua negara

adalah krisis perumahan. Kekurangan perumahan dialami di mana-mana di dunia,

dan sebagian besar disebabkan oleh adanya aktivitas urbanisasi yang semakin

meningkat setiap tahun.118

Walaupun tidak harus dibuat kajian yang ilmiah dan

sistematis, namun dapat disimpulkan bahwa kelompok yang tidak memiliki rumah

umumnya merupakan kaum miskin. Jangankan berjuang demi membangun rumah

yang layak, perjuangan yang sangat hebat dari kaum miskin adalah

mempertahankan hidup.

3.2.3 Memiliki Lahan yang Sempit

Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang sebagian besar

penduduknya berprofesi sebagai petani. Hal ini berarti bahwa sebagian besar

rakyat bekerja dan mencari nafkah di sektor pertanian. Keuntungan yang dapat

diambil dari kenyataan ini adalah pendapatan negara mayoritas juga

118

Yohanes Paulus II, Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis, penerj. P. Turang Pr (Jakarta:

DOKPEN KWI, 1988), hlm. 24.

Page 66: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

55

disumbangkan oleh sektor pertanian. Ahmad Erani Yustika dalam bukunya

membuat perbandingan antara sektor pertanian dan industri manufaktur.119

Contoh yang diambil Yustika adalah pada tahun 1971, ketika pembangunan

ekonomi mulai dijalankan secara sistematis. Kontribusi sektor pertanian pada

tahun tersebut bagi pendapatan nasional (produk domestik bruto) mencapai

44,8%, atau hampir separuh dari pendapatan nasional. Sumbangan dari sektor

perekonomian jauh lebih banyak bila dibandingkan sektor industri manufaktur

yang hanya menyumbangkan sebesar 8,4% terhadap pendapatan nasional. Dilihat

dari sumbangan aspek kesempatan kerja, sektor pertanian menyerap jumlah

tenaga kerja yang jauh lebih banyak yakni mencapai 64%, sedangkan sektor

industri manufaktur hanya menyumbangkan 6,5%. Kenyataan ini secara jelas mau

menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan kegiatan ekonomi yang paling

penting dalam konteks Indonesia.120

Namun gambaran tentang pentingnya sektor pertanian bagi rakyat

Indonesia berdasarkan temuan Yustika ternyata tidak mengalami kemajuan,

bahkan setelah melewati beberapa tahun mengalami kemunduran. Hal ini secara

nyata dilihat dari perubahan yang drastis selama 30 tahun kemudian. Tahun 2001

misalnya, secara umum penyerapan tenaga kerja tidak mengalami perubahan yang

berarti yakni sektor pertanian hanya menyerap tenaga kerja sebanyak 43,8% dan

hanya menyumbang pendapatan nasional sebesar 17,0%. Sebaliknya, sektor

industri manufaktur menyumbangkan pendapatan nasional sebesar 25%, tetapi

hanya menyerap tenaga kerja sebesar 13,3%.121

Pembangunan ekonomi yang telah berjalan selama 30 tahun dengan

demikian tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Dominasi industrialisasi

meminggirkan sektor perekonomian yang menjadi andalan 30 tahun sebelumnya.

Semakin besarnya dominasi industri dalam pembangunan ekomoni di Indonesia

akhirnya melahirkan suatu masalah baru yakni pengangguran. Logika industri

yang berupaya mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan menekan biaya

produksi pada akhirnya mengorbankan masyarakat petani yang tidak lagi

119

Ahmad Erani Yustika, Negara Vs Kaum Miskin (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003),

hlm. 22. 120

Ibid., hlm. 22-23. 121

Ibid., hlm. 24.

Page 67: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

56

memiliki lapangan pekerjaan. Dampak bagi pendapatan nasional dari sektor

pertanian dari tahun ke tahun akhirnya juga semakin menurun, sedangkan sektor

industri semakin tinggi.122

Tantangan yang semakin nyata dan besar dari perubahan kebijakan

pembangunan ini juga diperparah oleh dukungan pemerintah untuk bergerak di

sektor industri. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan pemerintah yang akhir-akhir

ini mengundang investor dari luar untuk mengolah sumber daya alam. Temuan

Wartaya Winangun memperlihatkan bahwa adanya dukungan pemerintah yakni

penerbitan Paket kebijaksanaan Pemerintah Oktober (Pakto) 1993.123

Kebijakan

pemerintah yang mengutamakan sektor industri melahirkan persoalan baru yakni

konflik terjadi antara petani dan pemerintah serta pihak ketiga yang memiliki

modal besar.

Noer Fauzi dalam bukunya membeberkan beberapa konflik yang terjadi

antara para petani dan pemerintah terkait kebijakan tentang kepemilikan dan

pengelolaan tanah, pertama, ketika pemerintah mewajibkan petani untuk

mempergunakan unsur-unsur revolusi hijau, demi tercapai dan terjaganya

swasembada beras. Kedua, perkebunan-perkebunan mengambil alih tanah-tanah

yang sebelumnya dikuasai oleh rakyat. Ketiga, terdapat sejumlah kasus di mana

pemerintah melakukan pengambilalihan (penggusuran) tanah untuk apa yang

dinyatakan sebagai “program pembangunan”, baik oleh pemerintah maupun

swasta. Keempat, konflik akibat eksploitasi hutan.124

Deretan konflik yang terjadi

menunjukkan peminggiran peran para petani dalam pembangunan ekonomi dan

diganti dengan industri. Meluasnya aktivitas industri menyebabkan lahan yang

dimiliki rakyat semakin sempit.

122

Ibid. 123

Y. Wartaya Winangun, Tanah, Sumber Nilai Hidup (Yogyakarta: Penerbit Kanisius,

2004), hlm. 81. Dalam pakto ini ditetapkan peraturan-peraturan yang mempermudah dan

memperlancar penanaman modal asing dan dalam negeri dalam soal pengusahaan tanah. 124

Noer Fauzi, Petani dan Penguasa, Dinamika Perjalanan Politik Agraria Indonesia

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 197-201.

Page 68: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

57

3.2.4 Rendahnya Pendapatan

Para petani merupakan golongan terendah pendapatannya di Indonesia.

Pendapatan yang rendah itu disebabkan oleh produksi yang rendah. Produksi yang

rendah ini disebabkan oleh lahan usaha yang sempit dan dikelola dengan

teknologi yang sederhana serta peralatan yang serba terbatas, sebagaimana telah

dijelaskan dalam poin sebelumnya di atas. Keadaan ini juga diperparah jika lahan

usahanya adalah milik orang lain yang harus disewa atau dengan bagi hasil.

Menurut Winagun dampak langsung dari kepemilikan lahan yang sempit

sebagaimana dialami oleh masyarakat agraris di Indonesia adalah rendahnya

pendapatan.125

Konsekuensi lebih lanjut dari rendahnya pendapatan juga turut

mempengaruhi kemampuan rakyat dalam menabung dan menambah investasi.126

Rendahnya pendapatan dan tidak adanya investasi turut mempengaruhi teknologi

dan peralatan yang digunakan dalam bertani. Oleh karena itu, derita yang dialami

para petani merupakan suatu siklus tertutup yang sulit untuk dibongkar.

Konsekuensi logis dari pendapatan rendah adalah rakyat mengalami kesulitan

dalam memenuhi kebutuhan pokoknya misalnya sandang, pangan, papan dan

kesehatan.

Pendapatan yang rendah ternyata tidak hanya dialami oleh para pekerja di

sektor pertanian, tetapi pada sektor lain juga mengalami nasib yang sama.

Masalah ini juga dialami oleh para buruh, para pekerja yang bekerja sebagai

tenaga honorer, pelayan tokoh atau para pekerja lain yang digaji per bulan.

Penerapan upah minimum regional (UMR) terhadap para pekerja merupakan salah

satu strategi yang diambil sebagai hasil perundingan pemerintah dan perusahaan

yang mengorbankan rakyat sebagai tenaga kerja. Yustika melihat bahwa

kebijakan UMR merupakan suatu bentuk penindasan yang paling nyata terhadap

raykat.127

125

Y. Wartaya Winangun, op. cit., hlm. 69 126

Ibid. 127

Dasar terjadinya penetapan upah minimum regional (UMR) di Indonesia dapat dilihat

dari perkawinan antara pemerintah dan perusahaan. Hal itu berarti bahwa seluruh proses operasi

perusahaan harus dijauhkan dari ekonomi biaya tinggi (hing costs economy) sehingga mengundang

minat investor, baik domestik maupun asing, menanamkan modalnya. Secara alamiah, untuk

operasi perusahaan yang memproduksi barang-barang tertentu, Indonsesia sejak mula memang

Page 69: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

58

Selain itu, penetapan kenaikan upah minimum (UM) yang terjadi pada

setiap tahun sangat kecil. Kenyataan ini bisa dilihat dari kebijakan pemerintah

melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang menaikkan upah

minimum provinsi pada tahun 2020.128

Pendapatan rendah yang dialami kaum

miskin bila dibandingkan dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok rumah

tangga saja sebenarnya tidak mencukupi. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan

jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan pokok rumah

tangga yang dikeluarkan dan pendapatan yang diterima. Biaya yang dikeluarkan

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari jauh lebih besar dari pada pendapatan

yang diterima. Untuk mengetahui secara jelas ketimpangan ini dapat dihitung

dengan menggunakan perbandingan upah minimum regional (UMR) dan

kebutuhan fisik minimum (KFM).

telah mengundang minat investasi karena sumber daya alam yang terkandung begitu melimpah.

Tetapi tidak cukup sampai di situ, negara juga masih mengintrodusir penurunan biaya produksi

tersebut lewat penekanan upah buruh. Atas relasi ketiga faktor produksi, yakni tanah, modal, dan

buruh pemerintah telah meyakinkan bahwa kedua faktor produksi yang pertama bisa saja mahal,

tetapi buruh tidak boleh menjadi variabel yang mengganggu proses produksi. Efisiensi operasi

perusahaan, pada pengertian seperti ini, tidak lain adalah mengayunkan palu kebijakan untuk

mengetuk upah buruh agar tidak terlihat menjulang. Dalilnya sederhana saja: setiap kenaikan upah

buruh dipastikan akan meningkatkan biaya produksi, sehingga membuat pemerintah ogah

membuka usaha atau enggan datang ke Indonesia. Rumus itulah yang diterima secara taklit dalam

peta sirkulasi ekonomi Indonesia, sehingga merupakan alasan penting dari munculnya kebijakan

minimum (UM). Oleh karena itu, ideologi UM merupakan pertemuan dari dua hal absurd untuk

dipahami. Pertama, negara yang terlanjur malas untuk berpikir menggerakkan kegiatan secara

kreatif sehingga memutuskan investor sebagai pihak paling utama yang harus dihormati dan dibela

keberadaannya. Kedua, investor bengal yang dengan senang hati mempercayai dalil bahwa

efisiensi usaha bisa dicapai dengan jalan menurunkan biaya produksi, dan itu cuma bisa diperoleh

dengan cara menekan tingkat upah buruh. Traktat ini terang saja merupakan persekutuan ilegal

yang dipraktikkan secara telanjang oleh negara dan korporasi, sambil melupakan bahwa tenaga

kerja merupakan faktor produksi yang paling memiliki sisi sosial, sehingga setiap penentuan

bagian materi yang diterimanya tidak boleh luput dari asas sosial tersebut. Oleh karena itu,

terhadap perkawinan pemerintah dan perusahaan yang terjadi di Indonesia dibutuhkan gerakan dari

rakyat untuk melerai hubungan antara keduanya, agar pemerintah kembali pada tugasnya untuk

mengurus kesejahteraan rakyat. Lihat, Ahmad Erani Yustika, op. cit., hlm. 47-48. 128

Provinsi yang memiliki UMR tertinggi dari ke 34 provinsi adalah DKI Jakarta dari

sekitar Rp 3.940.973 pada 2019 menjadi sekitar Rp 4.276.349 pada 2020. Provinsi yang memiliki

UMP terndah adalah DIY dari Rp 1.570.922 menjadi sekitar Rp 1.704.607 pada 2020, sedangkan

provinsi NTT berada pada urutan ke 30 yakni dari Rp 1.793.293 pada 2019 menjadi sekitar Rp

1.945.902 pada 2020. Lihat, Fika Nurul Ulya, “UMP 34 Provinsi Naik 8,51 Persen Tahun 2020,

Nerikut Daftar Lengkapnya”, dalam Kompas. com, 18 Oktober 2019,

https://Money.Kompas.Com/Read/2019/10/18/131354326/Ump-34-Provinsi-Naik-851-Persen-

Tahun-2020-Berikut-Daftar-Lengkapnya, diakses pada 23 Oktober 2019.

Page 70: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

59

3.2.5 Angka Buta Huruf yang Tinggi

Harbison dan Myers sebagaimana dikutip oleh Didik J. Rachbini

mengemukakan bahwa pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan

proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, keahlian dan keterampilan

serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat.129

Menurut Rachbini, ditinjau

dari ilmu ekonomi, hal ini bisa dijabarkan sebagai proses akumulasi sumber daya

manusia dan investasinya secara efektif dalam pembangunan ekonomi suatu

bangsa. Salah satu jalan yang ditempuh untuk mengembangkan kemampuan

manusia dalam pembangunan adalah dengan pendidikan formal, baik di sekolah

umum maupun sekolah kejuruan.130

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan esensial yang harus dipenuhi

seseorang untuk bisa menjadi manusia yang baik. Akan tetapi kebutuhan ini tidak

sepenuhnya bisa diperoleh setiap orang. Hal ini disebabkan oleh lemahnya

kemampuan ekonomi masyarakat dan kurangnya fasilitas penunjang yang

mendukung pendidikan. Kenyataan ini tidak terlepas dari masalah sebelumnya

yakni rendahnya pendapatan. Meskipun pemerintah akhir-akhir ini sudah gencar

dengan program pendidikan 9 tahun dan juga pemberian bantuan bagi siswa yang

kurang mampu,131

tetapi program ini belum dijalankan secara merata. Hal ini

menyebabkan tingginya angka putus sekolah.

Menurut Eko Prasetyo, tingginya angka putus sekolah dan buta huruf

masih menjadi masalah yang yang lumrah bagi masyarakat Indonesia.132

Hal ini

akan berdampak pada lemahnya daya berpikir dan tidak dapat berpikir futuristik.

Prasetyo lebih jauh menegaskan bahwa mereka yang berpendidikan rendah dan

buta huruf pada dasarnya lebih memfokuskan diri pada hal-hal praktis dan jangka

pendek. Mereka tidak sibuk dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang

129 Didik J. Rachbini, Pembangunan Ekonomi dan Sumber Daya Manusia (Jakarta: PT

Grasindo, 2001), hlm. 123. 130

Ibid., hlm. 124. 131

Salah satu program bantuan yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia saat ini adalah

Kartu Indonesia Pintar (KIP). Lihat, “Kartu Indonesia Pintar”, dalam

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kartu_Indonesia_Pintar, diakses pada 18 Februari 2020. 132

Eko Prasetyo, Orang Miskin Dilarang Sekolah (Yogyakarta: Resist Book, 2005), hlm.

39.

Page 71: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

60

“bagaimana” dan “mengapa” kondisi hidup mereka terjadi demikian.133

Pola pikir

seperti ini lama-kelamaan melihat sebuah ketimpangan sosial sebagai sebuah

fakta yang diterima begitu saja. Bahkan perubahan sebagai upaya perbaikan taraf

hidup dapat dilihat sebagai sebuah ancaman bagi eksistensi mereka. Meski

demikian diperlukan kerja keras dalam membebaskan butah huruf yang dialami

kaum miskin. Usaha ini harus menjadi tugas utama pemerintah melalui kebijakan

anggaran, guna membangun fasilitas dan biaya pendidikan yang terjangkau bagi

semua anak bangsa agar cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa dapat terwujud.

3.2.6 Rendahnya Keterampilan/Kreativitas

Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan dua arti terhadap kata

kreativitas yakni (1) kemampuan untuk mencipta; daya cipta (2) perihal berkreasi;

kekreatifan.134

Oleh karena itu, kreativitas merupakan kemampuan yang dimiliki

seseorang untuk menciptakan sesuatu. Menciptakan dalam hal ini tidak berarti

menciptakan dari ketiadaan, tetapi menciptakan dari sesuatu yang telah ada.

Menciptakan yang dimaksudkan adalah mengolah sesuatu menjadi sesuatu yang

baru dan mengalami pertambahan nilai. Akan tetapi kreativitas bukan merupakan

sesuatu yang muncul dengan sendirinya, melainkan harus senantiasa diasah.

Masalah yang kerap kali mewarnai kehidupan kaum miskin adalah

rendahnya keterampilan. Hal ini tidak terlepas dari masalah sebelumnya yakni

rendahnya pendidikan. Menurut Philip H. Combs dan Manzoor Ahmed,

pendidikan memampukan seseorang untuk mejadi lebih kreatif.135

Combs dan

Ahmed berpendapat bahwa seorang yang berpendidikan tinggi selalu pandai

melihat peluang yang ada dan selalu berinovasi.136

Peluang ini akan berguna

apabila dimanfaatkan melalui keterampilan yang dimiliki.

Keterampilan yang dimiliki akan membantu seseorang untuk menambah

nilai dari suatu barang. Suatu barang yang sama akan memiliki nilai lebih apabila

diolah sedemikian rupa. Misalnya satu sisir pisang yang terdiri dari 10 buah dijual

133

Ibid. 134

Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., hlm. 739. 135

Philip H. Combs dan Manzoor Ahmed, Memerangi Kemiskinan di Pedesaan Melalui

Pendidikan Non-Formal (Jakarta: Penerbit CV. Rajawali, 1984), hlm. 78. 136

Ibid.

Page 72: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

61

di pasar seharga Rp. 5.000, tetapi bila diolah menjadi pisang goreng yang mana

satu buah di bagi empat potong dengan harga 2 potong Rp.500, maka nilai pisang

itu akan bertambah 2 kali lipat dari harga semula. Oleh karena itu, dari contoh di

atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan salah satu faktor penting

yang harus dimiliki oleh seorang manusia agar keluar dari kemiskinan.

3.2.7 Banyak Anak

Keluarga miskin seringkali diidentikkan dengan memiliki banyak anak.

Hal ini tidak terlepas dari anggapan yang sudah akrab dalam masyarakat yakni

banyak anak banyak rejeki. Akan tetapi pandangan ini sebenarnya berangkat dari

suatu kenyataan bahwa kaum miskin dalam menjalankan suatu usaha

membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Tidak adanya teknologi dan modal

mendorong kaum miskin untuk memiliki banyak anak dalam memudahkan proses

produksinya. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang

menjadi lebih murah.

Pandangan yang diamini kaum miskin ini sebenarnya tidak mengubah

situasi yang mereka alami ke arah yang lebih baik, tapi menghantar mereka

kepada suatu persoalan baru yang lebih parah dalam pembangunan. Menurut H.

Abdul Ahmadi dan Kaelani HD, salah satu faktor penghambat pelaksanaan

pembangunan ekonomi adalah sangat tingginya tingkat pertambahan penduduk di

Indonesia, di samping faktor-faktor lainnya, misalnya kekurangan modal,

besarnya proporsi anak-anak di bawah umur kerja, dan kurangnya tenaga-tenaga

terdidik dan terlatih bagi pelaksanaan pembangunan.137

Pertambahan penduduk

secara kumulatif akan semakin memerosotkan pendapatan nasional, sebab

konsumsi yang dibutuhkan oleh kelompok ini akan mengurangi pendapatan

semestinya disediakan oleh investor (modal). Secara umum, menurunya

pendapatan nasional perkapita ini berarti semakin menyusutkan barang dan jasa

yang dapat dinikmati setiap orang.

Selain itu, pandangan kaum miskin yang bertumpu pada manusia sebagai

satu-satunya faktor produksi sudah tidak relevan lagi pada zaman industri

137

H. Abdul Ahmadi dan Kaelani HD, Kependudukan di Indonesia dan Pelbagai

Aspeknya (Semarang: Mutiara Permata Widia, 1982), hlm. 63.

Page 73: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

62

sekarang ini. Saat ini dalam kegiatan produksi, tenaga kerja manusia sudah pelan-

pelan digantikan dengan tenaga mesin. Sekali pun dengan suatu alasan banyaknya

anak akan berpengaruh pada tingginya pendapatan nasional, tetapi pendapatan

nasional belum menjamin kenaikan pendapatan perkapita. Hal ini terjadi jikalau

pertumbuhan penduduk tetap tinggi meskipun pendapatan nasional naik, karena

kenaikan produksi akan habis untuk memberi makan bagi mereka yang lahir.138

Oleh karena itu, filosofi banyak anak yang terjadi pada kaum miskin sebenarnya

tidak serta merta memecahkan persoalan yang dialami kaum miskin, malah

menjerumuskan mereka pada suatu kemelaratan yang berkepanjangan.

3.3 Jenis-Jenis Kemiskinan

Menurut J.B. Banawiratma dan J. Muller, penentuan jenis-jenis

kemiskinan yang disematkan kepada seseorang atau kelompok tertentu tidak

mudah dilakukan. Anggapan bahwa orang miskin itu dapat dikenal sebagai

gelandangan, pengemis, pedagang asongan dan buruh harian tidak dapat

menegaskan bahwa mereka termasuk dalam kelompok kaum miskin. Masalah

kemiskinan kalau dilihat secara langsung dalam kehidupan sehari-hari memiliki

banyak segi dan dimensi, mulai dari yang bersifat material sampai pada segi yang

bersifat mental, dan banyak dimensi lainnya, sehingga tidak mudah untuk

menentukan tolok ukur yang tepat mengenai kemiskinan.139

Hal ini juga menjadi

kendala dalam menentukan siapa saja yang dapat disebut sebagai kaum miskin itu.

Meski demikian untuk mengetahui siapa saja yang termasuk dalam kategori

sebagai kaum miskin, perlu dibuat klasifikasi perihal jenis-kenis kemiskinan agar

dapat mengetahui seseorang atau sekelompok orang dikatakan miskin atau tidak.

3.3.1 Kemiskinan Individual dan Kemiskinan Struktural

Menurut Gutierrez sebagaimana dikutip oleh Martin Chen, kemiskinan

individual merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor yang

berasal dari dalam diri orang miskin sendiri seperti malas, tak kreatif, dan tak

138

Ibid., hlm. 64. 139

J.B. Banawiratma dan J. Muller, Berteologi Sosial Lintas Ilmu, Kemiskinan sebagai

Tantangan Hidup Beriman (Yogyakarta: Kanisius, 1993), hlm. 124.

Page 74: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

63

kompetitif, tak tekun dan tak disiplin. Kemiskinan individual ini bisa diatasi

dengan pendidikan, pembinaan, dan training.140

Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh faktor

dari luar diri orang miskin seperti penindasan dan penghisapan. Struktur sosial

mengakibatkan kemiskinan. Oleh karena itu, hanya dengan perubahan sosial

radikal orang miskin mampu mendapat kesempatan hidup secara layak.141

Menurut Soedjatmoko, ada dua ciri khas kemiskinan struktural, pertama,

kesenjangan yang lebar antara kelompok kaya dan mayoritas masyarakat miskin.

Kedua, lambannya mobilitas sosial akibat kungkungan struktur sosial yang ada.142

Jadi, kemiskinan struktural merupakan kemiskinan masif yang dialami mayoritas

masyarakat akibat struktur sosial yang tidak adil, yang menguntungkan elite

tertentu dan yang menghambat mobilitas sosial, sehingga diperlukan perubahan

struktural mendasar untuk memperbaiki nasib mayoritas masyarakat yang miskin.

3.3.2 Kemiskinan Material dan Kemiskinan Spiritual

Menurut Gutierrez sebagaimana dikemukakan Martin Chen, kemiskinan

material merupakan situasi kehidupan manusia yang mengalami kekurangan atau

ketiadaan barang-barang yang mutlak perlu demi kelangsungan hidupnya.

Kemiskinan tidak hanya terikat pada aspek ekonomi saja tetapi juga meliputi

aspek politik dan sosio-kultural. Itu berarti kemiskinan juga menyangkut

hilangnya ruang gerak partisipasi dalam kehidupan politik (demokrasi politik)

maupun matinya ekspresi nilai-nilai kultural masyarakat (sosiokultural) akibat

penindasan dan penetrasi ideologis (pencangkokan nilai) oleh aparat penguasa.

Orang miskin tidak hanya mengalami kekurangan ekonomis tetapi juga

kehilangan martabat manusia sebagai makhluk politik yang bebas dan makhluk

kultural yang autentik.143

140

Martin Chen, Teologi Gustavo Gutierrez (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 52. 141

Ibid. 142

Soedjatmoko, “Dimensi-Dimensi Struktural Kemiskinan,” dalam Alfian, Melly G.

Tan, Selo Soemardjan (ed.), Kemiskinan Struktural. Suatu Bunga Rampai (Jakarta: YIIs, 1980),

hlm. 47. 143

Martin Chen, Teologi Gustavo Gutierrez, op. cit., hlm. 53.

Page 75: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

64

Sedangkan kemiskinan spiritual merupakan suatu sikap dari seseorang

yang secara aktif terbuka dan terarah pada pewahyuan Kerajaan Allah.

Kemiskinan spiritual dalam bahasa biblis, tak lain dari sikap miskin di hadapan

Allah (spiritual childhood), yaitu keterarahan diri manusia secara total kepada

Allah. Kemiskinan ini dapat juga berarti sikap diri yang tidak terikat pada barang-

barang duniawi. Selain itu, kemiskinan spiritual juga berarti kesiapan dan

kesediaan seseorang menjawab tawaran rahmat Allah secara utuh.144

3.3.3 Kemiskinan Mutlak dan Kemiskinan Relatif

Kemiskinan mutlak menurut Banawiratma dan Muller berarti bahwa

kebutuhan-kebutuhan pokok yang primer dan sekunder tidak terpenuhi.

Kebutuhan-kebutuhan primer seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, kerja

yang wajar, dan pendidikan dasar tidak terpenuhi; sedangkan kebutuhan-

kebutuhan sekunder seperti hak berpartisipasi, rekreasi atau lingkungan hidup

yang menyenangkan tidak terpenuhi.145

Sedangkan kemiskinan relatif menurut Banawiratma dan Muller lebih

menekankan pada pembagian pendapatan nasional yang berarti bahwa ada

perbedaan mencolok antara pelbagai lapisan atau kelas dalam masyarakat. Itu

berarti bahwa dalam pembagian pendapatan nasional terjadi perbedaan yang tajam

antara dua kelompok yakni yang kaya memiliki pendapatan yang jauh lebih besar

dibandingkan dengan pendapatan yang diterima kaum miskin. Konsekuensinya

ialah bahwa kelompok kaya semakin kaya, sedangkan kelompok miskin semakin

melarat. Dengan demikian, pasti ada orang yang bisa disebut miskin dibandingkan

mereka yang sangat kaya.146

144

Ibid., hlm. 54. 145

J.B. Banawiratma dan J. Muller, op. cit., hlm. 126. 146

Ibid.

Page 76: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

65

3.4 Sebab-Sebab Adanya Kemiskinan

3.4.1 Dari Dalam

3.4.1.1 Motivasi

Kata motivasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki dua

pengertian. Pertama, dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau

tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Kedua, usaha

yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak

melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau

mendapat kepuasan dengan perbuatannya.147

Motivasi dengan demikian berarti bahwa dorongan yang timbul dari dalam

diri seseorang baik secara sadar atau tidak sadar yang menyebabkannya tergerak

untuk merealisasikannya. Menurut Ambroise, dorongan yang timbul dalam diri

seseorang sangat berpengaruh terhadap aktualisasi dirinya.148

Dorongan yang kuat

dari dalam diri seseorang dapat menghasilkan energi positif yang membawa

kepada suatu kemajuan. Sebaliknya dorongan yang lemah dari dalam diri

seseorang dapat menghambat kemajuan.149

Kaum miskin dengan demikian dapat

dikatakan sebagai seseorang atau sekelompok orang yang memiliki motivasi yang

lemah. Lemahnya motivasi dalam diri kaum miskin dapat menghambat usaha

mereka untuk keluar dari lingkaran kemiskinan.

Selain itu, dilihat dari tujuan perjuangan kaum miskin, mereka lebih

berorientasi pada kebutuhan jangka pendek. Hal inilah yang menyebabkan mereka

tidak memiliki suatu idealisme yang menggerakkan mereka untuk berjuang.

Idealisme ini mendorong mereka untuk berjuang lebih keras lagi, bukan hanya

berpikir tentang kebutuhan saat ini, tetapi apa yang diharapkan untuk kehidupan

jangka panjang agar kelangsungan hidup pada masa yang akan datang tetap

terjaga.

147

Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., hlm. 930. 148

Yvon Ambroise, op. cit., hlm. 89. 149

Ibid.

Page 77: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

66

3.4.1.2 Mentalitas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mentalitas adalah keadaan dan

aktivitas jiwa (batin), cara berpikir, dan berperasaan150

seseorang. Mentalitas yang

dimiliki seseorang pada hakekatnya baik bila digunakan secara maksimal. Meski

demikian menurut Koentjaraningrat mentalitas yang dimiliki seseorang sangat

dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu dan latar belakangnya.151

Koentjaraningrat menegaskan bahwa seseorang atau sekelompok orang yang

memiliki pengalaman traumatis pada masa lalu atau terlahir sebagai keluarga

yang dikenal miskin umumnya akan memiliki masalah mental yang serius yang

berdampak pada perkembangan mental yakni merasa tidak percaya diri, penakut,

dan pasif. Sebaliknya seseorang atau sekelompok orang yang dibesarkan dalam

suatu situasi yang baik, dari aspek ekonomi, sosial dan politik yang stabil

memiliki kemungkinan untuk berkembang secara baik.152

Mentalitas dengan demikian dapat menyebabkan kemiskinan. Hal ini

terjadi karena pikiran atau perasaan masa lalu mereka senantiasa menghantui

mereka. Kaum miskin seringkali melihat keadaannya sebagai keterberian dan

akhirnya menerimanya sebagai takdir. Inilah yang menyebabkan mereka tidak

mempunyai daya juang untuk keluar dari situasi kesulitan tersebut. Perjuangan

untuk keluar dari lingkaran kemiskinan dilihat sebagai kemustahilan. Buntunya

jalan keluar yang muncul dari kaum miskin sendiri, dibutuhkan usaha eksternal

sebagaimana yang selalu diperjuangkan oleh Freire yakni upaya penyadaran.153

Hanya melalui usaha penyadaran kaum miskin dapat melihat keadaan dan

mengubah cara berpikirnya. Oleh karena itu, satu-satunya jalan yang ditempuh

untuk mendongkrak mentalitas kaum miskin seturut Freire adalah pendidikan

yang merangsang penyadaran akan eksistensi mereka sebagai manusia yang

memiliki martabat yang setara dengan orang lain.154

150

Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., hlm. 901. 151

Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan (Jakarta: PT Gramedia,

1974), hlm. 77. 152

Ibid. 153

Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, penerj. Utomo Dananjaya, dkk. (Jakarta:

LP3ES, 1985), hlm. 26. 154

Ibid.

Page 78: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

67

3.4.2 Dari Luar

3.4.2.1 Struktur Sosial

A. Suryawasita, SJ dalam tulisannya yang berjudul Analisis Sosial

mendefinisikan struktur sosial sebagai keseluruhan institusi serta saling

berhubungannya satu sama lain. Kata struktur menunjukkan saling adanya

hubungan antarbagian dari keseluruhan. Struktur sosial dengan demikian berarti

interaksi manusia yang sudah berpola dalam institusi-institusi ekonomi, politik,

agama, keluarga dan budaya.155

Setiap orang pada umumnya hidup dalam struktur sosial tertentu. Struktur

sosial ini akan mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku seseorang dalam

hidupnya. Struktur sosial akan menentukan kualitas hidup masyarakat yang ada di

dalam struktur tersebut. Perjuangan untuk memperbaiki ketimpangan-

ketimpangan yang ada dalam struktur sosial akan menemukan banyak kesulitan.

Salah satu problem yang sulit diatasi dalam struktur sosial adalah pelaksanaan

keadilan, sebab tanggung jawab ini terletak pada struktur masyarakat. Justru

karena tergantung pada struktur masyarakat inilah maka tanggung jawab atas

ketidakadilan sosial menjadi tanggung jawab semua pihak. Melihat kenyataan ini,

secara jelas Suryawasita menegaskan bahwa sering individu yang hidup dalam

masyarakat tidak dapat bertindak dengan adil meskipun dia telah insaf dan sadar.

Dia tidak dapat bertindak dengan adil karena struktur sosial yang ada tidak

memungkinkannya.156

Kemiskinan merupakan dampak dari struktur sosial yang

tidak adil. Oleh karena itu, usaha membebaskan kaum miskin merupakan usaha

yang sangat besar dan satu-satunya jalan yang harus ditempuh adalah perombakan

struktur yang tidak adil.

3.4.2.2 Struktur Ekonomi

Banawiratma dan Muller mengemukakan bahwa antara kemiskinan dan

ekonomi memiliki hubungan yang erat, sebab jika ekonomi tidak berhasil, maka

155

A. Suryawasita, “Analisis Sosial”, dalam J. B. Banawiratma (ed.), Kemiskinan dan

Pembebasan, op. cit., hlm. 12. 156

Ibid., hlm. 13.

Page 79: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

68

usaha mengatasi masalah kemiskinan juga mustahil.157

Salah satu tantangan nyata

yang menggerogoti perkembangan perekonomian negara-negara berkembang saat

ini adalah neoliberal. Negara-negara maju dengan ideologi kapitalisme berusaha

menjajah kembali negara-negara lain secara ekonomi melalui perdagangan bebas.

Aktor lapangan dari perdagangan bebas adalah perusahaan-perusahaan

transnasional. Cengkraman perusahaan-perusahaan transnasional atas negara-

negara berkembang saat ini menyebabkan negara-negara berkembang tidak

berdaya.158

Perusahaan-perusahaan transnasional saat ini telah mengambil alih semua

sektor perekonomian negara berkembang. Kenyataan ini menjadikan negara-

negara berkembang hanya bisa menjadi konsumen, tempat pemasaran produk-

produk perusahaan transnasional. Meluasnya sepak terjang perusahaan-

perusahaan transnasional dalam menguasai hajat hidup masyarakat negara

berkembang akan melahirkan persoalan baru yakni kemiskinan. Menurut

Hadiwardoyo, kemiskinan merupakan dampak dari sistem ekonomi yang tidak

adil, di mana kaum miskin tidak dapat keluar dari situasi yang dihadapi karena

sistem ekonomi yang ada.159

Oleh karena itu, untuk keluar dari situasi kemiskinan,

maka dibutuhkan perbaikan atas sistem ekonomi yang tidak adil yang diusung

oleh ideologi kapitalis.

3.4.2.3 Politik

Menurut Matias Daven politik secara hakiki adalah “seni pemakaian

kemungkinan yang nyata”, politik tidak pernah boleh menjadi perkara hitam

putih, wajib dan terkutuk, benar atau salah.160

Politik dalam arti itu berusaha

menjadi penengah antara kenyataan (yang dianalisis) dan tujuan-tujuan

(pembangunan) yang dicita-citakan. Politik harus mengambil keputusan-

keputusan, artinya harus memilih antara sejumlah sasaran yang sering dinilai

157

J.B. Banawiratma dan J. Muller, op. cit., hlm. 197. 158

Benny Denar, Mengapa Gereja (Harus) Tolak Tambang, Sebuah Tinjauan Etis,

Filosofis dan Teologis Atas Korporasi Tambang (Maumere: Penerbit Ledalero, 2015), hlm. 63. 159

Al. Purwa Hadiwardoyo, “Keadilan Sosial dan Sistem Ekonomi”, dalam J.B.

Banawiratma, (ed.) Aspek-Aspek Teologi Sosial (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1988) hlm. 43. 160

Mathias Daven, “Filsafat Pancasila” (Bahan Kuliah, Sekolah Tinggi Filsafat Katolik

Ledalero, Maumere, 2016), hlm. 85.

Page 80: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

69

sama-sama baik tetapi tidak bisa diwujudkan sekaligus dan harus mengatasi

bermacam-macam kendala. Politik dengan demikian menuntut pemikiran strategis

dengan urutan prioritas yang jelas.

Politik sebagai tindakan-tindakan menyata dalam setiap kebijakan politik

yang diambil oleh para politisi. Kebijakan-kebijakan yang diambil merupakan

hasil kompromi dari pelbagai pihak yang berkepentingan. Atas nama kepentingan

rakyat, pemerintah mengambil sebuah kebijakan yang bertujuan mensejahterakan

rakyat. Akan tetapi, sering kali para penguasa mengabaikan amanat yang

diberikan oleh rakyat terhadap mereka. Menurut Albert Widjaya ada tiga bentuk

pengabaian pemerintah terhadap rakyatnya, yakni praktik korupsi, kolusi dan

nepotisme.161

Ketiga bentuk praktik penyimpangan ini bagi Widjaya merupakan

pengkhianatan atas amanat yang telah diberikan oleh rakyat.162

Padahal politik

merupakan suatu tindakan yang mengabdi pada kepentigan bersama ke arah yang

lebih baik.

Kaum miskin sebagai bagian dari masyarakat mempunyai hak untuk

dipenuhi kebutuhannya. Satu-satunya jalan yang memungkinkan terpenuhinya hak

mereka adalah melalui para politisi. Oleh karena itu, bila politik tidak dijalankan

dengan benar, maka kaum miskin akan tetap menderita, sebab kebutuhan mereka

tidak masuk dalam kebijakan politik pemerintah.

3.5 Pembebasan Kaum Miskin

3.5.1 Pengertian Pembebasan

3.5.1.1 Arti Etimologis

Kata “pembebasan” berasal dari kata dasar “bebas” yang ditambah prefiks

“pe” dan sufiks “an”. Kata dasar “bebas” itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia berarti:

(1) Lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu, dan sebagainya

sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat, dan sebagainya dengan leluasa).

(2) Lepas dari (kewajiban, tuntutan, perasaan takut, dan sebagainya). (3)

Tidak dikenakan (pajak, hukuman, dan sebagainya). (4) Tidak terikat atau

161

Albert Widjaya, Budaya Politik dan Pembangunan Ekonomi (Jakarta: Penerbit LP3ES,

1982), hlm. 141. 162

Ibid.

Page 81: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

70

terbatas oleh aturan dan sebagainya. (5) Merdeka (tidak dijajah, diperintah,

atau tidak dipengaruhi oleh negara lain atau kekuasaan asing). (6) Tidak

terdapat (didapati) lagi.163

3.5.1.2 Arti Realis

Berdasarkan arti etimologis, pembebasan secara realis dimengerti sebagai

pembebasan dari penindasan sosial ekonomi maupun politik. Pembebasan

semacam itu mengakui sejarah rakyat dan kekuatan rakyat miskin untuk

mengubah situasi sejarah mereka yang tertindas dan menderita.164

Albert Camus

memberikan definisi kebebasan, baginya “kebebasan adalah masalah orang yang

tertindas, dan pelindungnya selalu datang dari golongan tertindas pula.”165

Pandangan Camus ini berasal dari kenyataan Eropa zaman feodal dulu, bahwa

masyarakat tani tetap menjadi tempat berkembang biaknya penindasan, sebab ia

melihat kemenangan kebebasan pada tahun 1789 adalah kemenangan penduduk

kota.166

Pembebasan dengan demikian mengandaikan adanya subjek dan objek

pembebasan. Subjek pembebasan adalah manusia-manusia yang bertindak untuk

membebaskan mereka yang terikat, melarat, terpinggirkan dan yang hidup susah.

Dalam memperjuangkan kebebasan, Camus akhirnya menegaskan bahwa objek

pembebasan adalah manusia-manusia yang terikat, melarat, terpinggirkan dan

yang hidup susah.167

Oleh karena itu, kaum miskin dapat bertindak serentak

sebagai subjek dan objek pembebasan.

Selain itu, Gustavo Gutierrez seperti yang dikutip oleh Martin Chen,

memberikan sumbangan yang cukup dalam memahami pembebasan.168

Ia

mendefinisikan pembebasan dari sudut pandang Kristiani. Pertama, pembebasan

memperlihatkan realitas konfliktual dalam proses ekonomi, politik, sosio-budaya

yang membagi masyarakat dalam kelas kaya dan kelas miskin. Kedua,

pembebasan menunjuk pada martabat pribadi manusia yang memiliki kebebasan

163

Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., hlm. 118. 164

Edenio Valle, “Dialog Bersama Kaum Miskin dan Tertindas”, dalam Georg

Kirchberger dan John Mansford Prior (ed.), Mengendus Jejak Allah, Dialog dengan Masyarakat

Pinggiran, Jilid II (Ende: Penerbit Nusa Indah, 1997), hlm. 290. 165

Albert Camus, Krisis Kebebasan, penerj. Edhi Martono (Jakarta: Yayasan Pustaka

Obor Indonesia, 2013), hlm. 72. 166

Ibid. 167

Ibid., hlm. 75. 168

Martin Chen, Teologi Gustavo Gutierrez, op. cit., hlm. 80.

Page 82: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

71

dan tanggung jawab atas nasibnya. Ketiga, istilah pembebasan memiliki dasar

biblis yang fundamental, yakni karya pembebasan Allah bagi umat-Nya. Ia

melanjutkan bahwa pembebasan merupakan perjuangan manusia dalam

mewujudkan diri secara autentik dan dalam mengatasi struktur sosial yang

menindas dan menghisap dengan berpangkal pada rahmat pembebasan yang

diberikan Allah.169

Pembebasan adalah suatu usaha yang sangat luas dan dalam untuk lepas

dari situasi yang mengikat dan menekan. Pembebasan bukanlah suatu proyek

yang dilakukan oleh seorang ahli ilmu alam di mana terjadi pengobjekan terhadap

alam. Pembebasan hanya mungkin bila melibatkan kaum miskin, tertindas

serentak sebagai subjek dan objek pembebasan. Pembebasan sejati hanya

mungkin terjadi berdasarkan suatu kesadaran kaum miskin untuk

bertanggungjawab atas hidupnya. Kesadaran yang timbul dalam diri kaum miskin

dan tertindas akan betul-betul mengakar bila dilandasi suatu keyakinan akan

rahmat pembebasan yang diberikan Allah.170

3.5.2 Dasar-Dasar Pembebasan

Secara historis perjuangan demi kebebasan sudah terjadi sejak lama. Hal

ini mau menegaskan bahwa kebebasan merupakan salah satu ciri yang melekat

pada manusia dalam keberadaannya di antara manusia lainnya. Itu berarti bahwa

perjuangan pembebasan kaum miskin dari situasi mereka saat ini bukan

merupakan perjuangan yang baru mucul sekarang, melainkan sudah berlangsung

dalam kurun waktu yang lama. Oleh karena itu, berikut ini akan dijelaskan dasar-

dasar perjuangan demi pembebasan.

169

Ibid., hlm. 81. 170

A. Suryawasita, Teologi Pembebasan Gustavo Gutierrez (Yogyakarta: Penerbit

Jendela, 2001), hlm. 53.

Page 83: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

72

3.5.2.1 Martabat Manusia

a. Pernyataan Hak-Hak Asasi Manusia Menurut Perserikatan Bangsa-

Bangsa171

Menurut Satya Ariananto, istilah hak asasi manusia (HAM) merupakan

suatu istilah yang relatif baru, dan menjadi bahasa sehari-hari semenjak Perang

Dunia II dan pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1945.

Istilah tersebut menggantikan istilah natural rights (hak-hak alam) karena konsep

hukum alam – yang berkaitan dengan istilah natural rights – menjadi suatu

kontroversi, dan frasa the rights of man yang muncul kemudian dianggap tidak

mencakup hak-hak wanita.172

Meski demikian, paham hak asasi sudah lahir di

Inggris dalam abad ke-17. Inggris memiliki tradisi perlawanan yang lama

terhadap segala usaha raja untuk mengambil kekuasaan mutlak. Pada tahun 1215

para bangsawan sudah memaksa raja untuk memberikan Magna Charta

Libertatum yang melarang penahanan, penghukuman, dan perampasan benda

dengan sewenang-wenang. Tahun 1679 menghasilkan pernyataan Habeas Corpus,

pernyataan ini menjadi dasar prinsip hukum bahwa orang hanya boleh ditahan

atas perintah hakim.173

Perkembangan selanjutnya dipengaruhi oleh filsafat Jhon Locke (1632-

1704) yang di samping menuntut toleransi religius (kecuali terhadap orang

Katolik dan ateis), mengemukakan bahwa semua orang diciptakan sama dan

memiliki hak-hak alamiah (natural rights) yang tidak dapat dilepaskan

(inalineable), di antaranya termasuk hak atas hidup, kemerdekaan dan hak milik,

tetapi juga hak untuk mengusahakan kebahagiaan. Gagasan-gagasan Locke amat

berpengaruh dalam abad ke-18, terutama di daerah jajahan Inggris di Amerika dan

di Perancis, dan menjadi dasar filosofis liberalisme. Revolusi Perancis pada 1789

menghasilkan suatu “pernyataan tentang hak-hak manusia dan warga negara”

171

Sebagian besar penjelasan tentang sejarah perkembangan hak asasi manusia dalam

subbagian ini dikutip dari Franz Magnis-Suseno, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar

Kenegaraan Modern (Jakarta: Penerbit Gramedia, 1987), hlm. 159-161. 172

Satya Ariananto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia (Jakarta:

Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015), hlm. 65. 173

Franz Magnis-Suseno, op. cit., hlm. 159.

Page 84: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

73

(Déclaration des droits des hommes et des citozens) yang kemudian menjadi

pedoman bagi banyak pernyataan hak-hak asasi manusia.174

Selama abad ke-19, borjuasi liberal memperjuangkan negara

konstitusional dan pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia dengan melawan

pemerintah-pemerintah yang feodal dan absolut. Selain itu, pada abad yang sama

ada kontestan baru yang masuk ke panggung perjuangan yakni kaum buruh.

Meskipun pada mulanya mereka mendukung perjuangan borjuasi dalam

memerangi sisa-sisa feodalisme, tetapi pada akhirnya mereka melawan borjuasi

untuk memperjuangkan hak-hak mereka sebagai manusia pekerja. Tetapi pada

abad ke-20 terjadi pergeseran yakni perjuangan melawan penindasan yang

dilakukan oleh negara sendiri atau oleh suatu sistem pemerintahan yang totaliter

terhadap masyarakatnya sendiri atau sebagian dari padanya.175

Pernyataan hak-hak asasi sedunia yang pertama, yang diterima oleh

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1984

tidak hanya memuat hak-hak asasi yang diperjuangkan oleh liberalisme dan

sosialisme, melainkan juga mencerminkan pengalaman penindasan oleh rezim-

rezim fasis dan nasionalsosialis tahun dua puluh sampai empat puluhan.176

Pasal 1

dalam pernyataan HAM PBB berbunyi: “Semua manusia dilahirkan bebas dan

sama dalam martabat dan hak. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan harus

bertindak terhadap sesama manusia dalam semangat persaudaraan.”177

Hal ini

berarti bahwa setiap manusia memiliki kebebasan dan martabat yang sama yang

melekat dalam diri setiap pribadi. Oleh karena itu, segala tindakan yang

membatasi kebebasan dan pelecehan terhadap martabat manusia tidak dapat

dibenarkan. Kebebasan dan martabat manusia sangat menentukan eksistensi

manusia dalam hidupnya di dunia ini.

174

Ibid., hlm. 160. 175

Ibid. 176

Ibid., hlm. 161. 177

Instrumen Internasional Pokok Hak-Hak Asasi Manusia, penerj. Burhan Tsany dan S.

Maimoen (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001), hlm. 183.

Page 85: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

74

Kebebasan dan martabat yang dimiliki manusia tidak dapat dibelenggu

atas dasar alasan apapun. Hal ini secara jelas termaktub dalam pasal 2 HAM PBB

yang berbunyi:

Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam

deklarasi ini, dengan tanpa pembedaan apa pun seperti ras, warna kulit, jenis

kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lain, asal mula

kebangsaan bangsa atau sosial, harta milik, status kelahiran atau status

lainnya.178

Pasal ini mengandung prinsip nondiskriminasi atas setiap pribadi, sebab setiap

pribadi tidak pernah ditentukan oleh segala atribut yang melekat pada dirinya

sejauh ia sebagai seorang manusia. Harus diakui bahwa pada dasarnya manusia

tidak pernah lahir dalam suatu dunia a historis, sebab sejak lahir ia de fakto sudah

masuk ke dalam suatu dunia yang mempunyai sistem dan nilai yang tertentu yang

tidak bisa dielakkan. Akan tetapi kenyataan ini tidak menjadi alasan untuk

memperlakukan setiap orang berdasarkan kriteria yang terdapat dalam setiap latar

belakang manusia, melainkan menjadi suatu kekayaan yang mendorong setiap

orang untuk menghargai kebebasan dan martabat sesamanya.

Pernyataan HAM PBB bila dihubungkan dengan perjuangan pembebasan

kaum miskin, maka terdapat kesamaan dasar dan tujuan yakni kebebasan dan

martabat manusia. Kaum miskin menjadi korban ketidakadilan dalam kehidupan

bersama, di mana kebebasan dan martabat mereka tidak pernah diakui, sehingga

kaum miskin tidak dapat mengaktualisasikan diri dan keluar dari persoalan pelik

yang sedang mereka hadapi. Kaum miskin memiliki hak yang sama dengan orang-

orang kaya untuk menikmati kebebasan dan diperlakukan setara dengan yang

lainnya.

b. Hak-Hak Asasi Manusia dalam Pancasila

Pancasila lahir pada tanggal 1 Juni 1945, ketika Sukarno menyampaikan

pandangannya mengenai dasar-dasar filsafat bagi negara Indonesia Merdeka. Isi

pidato Sukarno tidak saja mengikat, tetapi juga pada dasarnya disetujui oleh

seluruh anggota BPUPKI. Pidato Sukarno sama sekali tidak menyinggung soal

hak-hak asasi manusia karena pusat perhatiannya tidak ke situ. Tetapi ia menyebut

178

Ibid., hlm. 184.

Page 86: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

75

beberapa konsep yang berkaitan dengan soal ini, misalnya musyawarah, mufakat

kekeluargaan, gotong-royong. Ia menyebut kosep-konsep itu dalam hubungan

dengan penolakannya terhadap demokrasi Barat. Menurut Sukarno, demokrasi

Barat hanya berisi demokrasi politik, tetapi tidak mengenal demokrasi ekonomi.

Oleh karena itu, Sukarno berusaha membangun demokrasi yang mencakup

demokrasi politik dan demokrasi ekonomi, yakni demokrasi yang mampu

mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.179

Meski demikian

pandangan tentang hak asasi manusia sudah terimplisit dalam beberapa pasal yang

merupakan hasil perjuangan Bung Hatta yakni pasal 1 ayat 2 dan juga dalam pasal

28. Selain itu, semangat hak-hak asasi manusia juga tercermin pada pasal 27 ayat

1 dan 2, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, pasal 31 ayat 1, pasal 32, pasal 23, dan

pasal 34.180

Dapat disimpulkan bahwa konsep hak asasi manusia sudah

terkandung di dalam lima sila Pancasila.

Sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sila ini mengandung

pengertian dan keyakinan akan adanya Tuhan. Keyakinan akan adanya Tuhan

Yang Maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan yang tidak dapat

dibuktikan kebenarannya melalui akal-pikiran, melainkan suatu kepercayaan yang

berakar pada pengetahuan yang benar yang dapat diuji atau dibuktikan melalui

kaidah-kaidah logika. Atas dasar keyakinan demikianlah maka Negara Indonesia

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Negara memberikan jaminan

kebebasan kepada setiap penduduk untuk memeluk agama sesuai dengan

keyakinannya dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Pandangan ini dipertegas dalam pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi:

“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

masing-masing untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.181

Sila kedua, “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Sila ini mengandung

kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan pada potensi budi-nurani

manusia dalam hubungannya dengan norma-norma dan kebudayaan pada

179

M. Dawam Rahardjo, “Pancasila dan Masalah Hak-Hak Asasi Manusia”, dalam Alex

Lanur (ed), Pancasila sebagai Ideologi Terbuka (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hlm. 28. 180

Ibid., hlm. 32. 181

Darji Darmodihardjo, Orientasi Singkat Pancasila (Malang: Universitas Brawijaya

Malang, 1976), hlm. 43.

Page 87: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

76

umumnya, baik terhadap pribadi-pribadi, sesama maupun terhadap alam dan

hewan. Memasukan konsep kemanusiaan yang adil dan beradab berarti bahwa

setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sederajat dan sama terhadap

Undang-Undang Negara, mempunyai kewajiban dan hak-hak yang sama; setiap

warga negara dijamin haknya serta kebebasannya yang menyangkut hubungan

dengan Tuhan, dengan seseorang, dengan negara, dengan masyarakat dan

menyangkut pula kemerdekaan menyatakan pendapat dan mencapai kehidupan

yang layak sesuai dengan hak asasi manusia. Dasar dari sila kedua terdapat dalam

pasal 27, 28, 29, 30, dan 31 UUD 1945. 182

Sila ketiga, “Persatuan Indonesia”. Persatuan berasal dari kata satu, yang

berarti utuh, tidak terpecah-belah. Dalam konteks Indonesia persatuan

mengandung dua makna yakni makna geografis yang berarti sebagai bumi yang

membentang dari 95⁰ - 141⁰ bujur Timur dan dari 6⁰ lintang Utara sampai 11⁰

lintang Selatan, dan makna politis yakni bangsa yang hidup dalam wilayah

tersebut. Indonesia dalam sila ke-3 ini ialah Indonesia dalam pengertian bangsa.

Paham kebangsaan Indonesia tidaklah sempit, tetapi dalam arti menghargai

bangsa lain sesuai dengan sifat kehidupan bangsa itu sendiri.183

Oleh karena itu,

semangat egoisme yang melahirkan perpecahan harus ditinggalkan demi

memupuk semangat pesaudaraan yang mengarah kepada persatuan bangsa

Indonesia.

Sila keempat, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

dalam permusyawaratan perwakilan.” Kerakyatan berasal dari kata rakyat, yang

berarti sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah tertentu.

Kerakyatan dalam sila ini berarti bahwa kekuasaan berada di tangan rakyat.

Hikmat kebijaksanaan berarti penggunaan pikiran atau rasio yang sehat selalu

mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa. Permusyawaratan merupakan

salah satu kekhasan Indonesia dalam merumuskan dan memutuskan sesuatu

berdasarkan kehendak rakyat. Perwakilan adalah suatu sistem yang

memungkinkan rakyat turut serta dalam kehidupan bernegara yang dilakukan

melalui badan-badan perwakilan. Oleh karena itu, sila keempat ini berarti bahwa

182

Ibid., hlm. 45. 183

Ibid., hlm. 47.

Page 88: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

77

rakyat dalam menjalankan kekuasaannya melalui sistem perwakilan dan

keputusan-keputusan yang diambil dengan jalan musyawarah yang dipimpin oleh

pikiran yang sehat serta penuh tanggung jawab kepada rakyat yang diwakilinya.

Sila ini juga mengandung hak-hak dan kebebasan yang memungkinkan

terwujudnya pemerintahan yang demokratis. Hal ini tercakup dalam pasal 28

UUD 1945 yakni “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran

dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.184

Sila kelima, “Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.” Keadilan

sosial berarti keadaan di mana seluruh masyarakat menikmati keadilan. Itu berarti

bahwa setiap orang Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang

hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Hal ini secara jelas termaktub

dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1945 bahwa, “Tiap-tiap warga negara berhak atas

pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”185

Pasal ini menjadi

landasan yang kuat bagi kaum miskin dalam perjuangan untuk mendapatkan

hidup yang layak.

Kelima sila Pancasila di atas menurut Soerjanto Poespowardjo merupakan

unsur konstitutif kodrat manusia dan inheren padanya.186

Kodrat manusia di sini

baginya adalah keseluruhan struktur, dinamika serta perwujudan yang

kesemuanya mengungkapkan realitas manusia qua talis.187

Oleh karena itu,

Pancasila mencerminkan nilai-nilai kodrati yang fundamental sifatnya dan bukan

sekedar perwujudan konkret yang mengungkapkan kode-kode atau kebiasaan

sehari-hari.

c. Hak-Hak Asasi Manusia dalam Gereja Katolik

Gereja Katolik merupakan salah satu institusi yang sampai saat ini tetap

konsisten dengan perjuangannya membela hak asasi manusia. Gereja

memperjuangkan hak-hak dan keadilan bagi mereka yang ditindas secara tidak

adil dan berjuang untuk memulihkan martabat mereka yang mengalami

184

Ibid., hlm. 49. 185

Ibid., hlm. 50. 186

Soerjanto Poespowardjo, Filsafat Pancasila Sebuah Pendekatan Sosio-Budaya

(Jakarta: PT Gramedia, 1989), hlm. 55. 187

Ibid.

Page 89: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

78

ketidakadilan dalam pelbagai segi kehidupan. Gereja mendedikasikan

perjuangannya demi membebaskan kaum miskin dari situasi yang sedang mereka

alami. Meski demikian, jika dilihat dari sejarah perjuangan Gereja dalam

membebaskan kaum miskin, Gereja Katolik dinilai terlambat sadar dalam

perjuangan membebaskan hak asasi manusia. Hal ini dapat dilihat dari sikap

Gereja yang baru muncul sejak Konsili Vatikan II tahun 1962-1965, 17 tahun

setelah deklarasi universal HAM oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

pada tanggal 10 Desember 1948. Menurut Magnis-Suseno sebagimana dikutip

Mathias Daven, secara historis gagasan hak asasi manusia diperjuangkan oleh

ideologi-ideologi sekular, bukan perjuangan agama-agama.188

Meski terkesan

terlambat, sikap Gereja jelas bahwa perjuangannya untuk menegakkan hak asasi

manusia.

Salah satu dokumen Gereja yang berbicara tentang manusia adalah

dokumen Gaudium et Spes, khususnya nomor 12 yang menyatakan bahwa dasar

martabat manusia adalah diciptakan menurut gambar Allah. Menindaklanjuti

pandangan ini, konsili menegaskan bahwa budi manusia adalah dasar martabat

manusia karena diterima dari budi Ilahi yang mendorongnya untuk senantiasa

mencari dan mencintai yang serba benar dan baik.189

Selanjutanya dalam

dokumen yang sama pada nomor 16 menyatakan bahwa martabat manusia juga

didasarkan pada hati nurani dan kebebasan, sebab dalam hati nuraninya manusia

menemukan hukum yang tidak diterima dari dirinya sendiri, melainkan harus

ditaati. Martabat manusia adalah mematuhi hukum itu, dan menurut hukum itu

pula ia akan diadili. Kebebasan merupakan tanda yang mulia gambar Allah dalam

diri manusia. Martabat manusia menuntut agar ia bertindak menurut pilihannya

yang sadar dan bebas tanpa paksaan dari luar.190

Dasar terdalam martabat manusia adalah Sabda yang menjelma, sebab

Dialah gambar Allah yang tidak kelihatan yang menyempurnakan martabat

manusia. Kodrat manusia disambut di dalam Dia dan bukannya dienyahkan,

188

Mathias Daven, op. cit., hlm. 179. 189

Konsili Vatikan II, Dokumen Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes, No.12, penerj. R.

Hardawirayana SJ, op. cit., hlm. 534. 190

Ibid., hlm. 538.

Page 90: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

79

sehingga dalam diri kita pun kodrat itu diangkat mencapai martabat yang amat

luhur. Kristus mengangkat martabat manusia menjadi lebih tinggi dalam misteri

penebusan dengan menumpahkan darah-Nya secara sukarela.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Gereja Katolik

sangat menjunjung tinggi martabat manusia, karena ia adalah gambar Allah. Hal

ini juga terjadi karena pada manusia terdapat hati nurani dan kebebasan. Lebih

jauh martabat manusia disempurnakan dalam misteri inkarnasi dan mencapai

puncaknya dalam penebusan dengan menumpahkan darah-Nya di atas kayu salib.

Secara jeli Matias Daven melihat sikap Gereja bahwa sekalipun ideologi-ideologi

sekularistik yang pernah mencetuskan ide budaya kemanusiaan universal

kehilangan relevansi, tetapi yang tetap eksis di panggung dunia adalah agama-

agama termasuk Gereja Katolik.191

Oleh karena itu, eksistensi Gereja Katolik

sebenarnya sangat ditentukan oleh tanggapannya terhadap isu martabat manusia

sebagaimana diperjuangkan melalui hak asasi manusia.

3.5.2.2 Dasar Biblis

Pemebebasan kaum miskin merupakan salah satu tema pokok yang

terdapat dalam Kitab Suci. Merujuk pada kisah pembebasan yang terdapat dalam

Perjanjian Lama, dapat dilihat bahwa persoalan yang dialami kaum miskin

sangatlah pelik. Akan tetapi bila diteliti secara serius, bagi Suryawasita

kemiskinan dalam konteks Kitab Suci lebih dilihat sebagai kemiskinan

spiritual.192

Kemiskinan spiritual menurutnya merupakan suatu sikap yang aktif,

terbuka dan terarah kepada kerajaan Allah, yang dilandasi dengan sikap

kerendahan hati, dan suatu penyesalan yang mendalam karena telah berdosa dan

menyadari diri sebagai makhluk lemah.193

Allah adalah pembebas. Hal ini tampak dalam keberpihakan Allah

terhadap kaum miskin, lemah, menderita dan terpinggirkan dalam kehidupan

bermasyarakat. Allah terlibat dalam setiap kesulitan yang dialami kaum miskin,

karena ia sungguh berpihak terhadap mereka. Keberpihakan Allah terhadap kaum

191

Mathias Daven, op. cit., hlm. 181. 192

A. Suryawasita, op. cit., hlm. 57. 193

Ibid.

Page 91: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

80

miskin dalam Perjanjian Lama nyata dalam diri wakil-wakil-Nya seperti Musa

dan para nabi yang diutus-Nya, lalu disempurnakan dalam diri Putra-Nya Yesus

Kristus dalam Perjanjian Baru. Menurut Frans Harjawiyata, perjuangan

pembebasan Allah yang telah terjadi melalui para nabi dan Yesus merupakan

warisan yang sangat besar bagi Gereja untuk menjalankan panggilannya di tengah

dunia yakni pembebasan kaum miskin.194

Oleh karena itu, Gereja dituntut untuk

secara konsekuen membela hak-hak kaum miskin, lemah, menderita dan

terpinggirkan.

Pernyataan Harjawiyata di atas tadi juga senada dengan Congar, bahwa

ajaran untuk mengasihi Tuhan dan sesama dalam Kitab Suci sebenarnya mau

menunjukkan bahwa Gereja dalam ziarahnya di dunia ini tidak hanya fokus

berelasi dengan Allah, tetapi juga dipanggil untuk sesama yang miskin dan

menderita.195

Hal ini nyata dalam ajaran dan tindakan Yesus ketika selama

berkeliling mengajar di Palestina, Ia memilih untuk mengutamakan kaum miskin

dan makan bersama dengan mereka. Ajaran Yesus dalam Injil Markus 10: 21

berbunyi: “hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kau miliki

dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di

sorga, kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku.” Tindakan Yesus yang

istimewa terhadap orang berdosa yang diidentikkan dengan orang miskin terdapat

dalam Injil Matius 9: 11 dilukiskan: “pada waktu orang Farisi melihat hal itu,

berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: „mengapa gurumu makan

bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?”196

Tindakan Yesus ini menjadi model bagi perjuangan Gereja dalam

keberpihakannya terhadap kaum miskin. Gereja tidak cukup hanya dengan praktik

kesalehan, juga tidak hanya dengan nasihat-nasihat biblis tentang kebahagiaan

eskatologis, tetapi juga harus terlibat secara langsung dalam membebaskan kaum

miskin. Partisipasi Gereja dalam pemebasan kaum miskin sebagaimana telah

194

Frans Harjawiyata (ed.), op.cit., hlm. 52. 195

Y. Congar, Gereja Hamba Kaum Miskin, penerj. R. Hardjono (Yogyakarta: Penerbit

Kanisius, 1973), hlm. 90. 196

Orang berdosa dalam konteks Kitab Suci termasuk kaum miskin, lemah, dan

terpinggirkan. Oleh karena itu, bagi orang Farisi pergaulan Yesus dengan orang berdosa

merupakan suatu bentuk tindakan najis.

Page 92: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

81

diamanatkan Yesus harus tetap dijalankan dengan setia, agar kehadiran Gereja

sungguh berdampak transformatif bagi kaum miskin.

3.5.3 Tujuan Pembebasan

3.5.3.1 Tujuan Kini

Tujuan kini merupakan hasil yang harus dicapai saat ini. Hal ini

menunjukkan sesuatu yang hadir di sini dan kini. Pembebasan yang mau dicapai

dalam konteks ini adalah keluarnya manusia dari situasi kemiskinan dan

kemelaratan menuju situasi mapan, situasi yang wajar dan manusiawi. Perjuangan

ini dapat terwujud bila menempatkan kaum miskin sebagai subjek dan objek

pembebasan. Sebagai subjek dan objek pembebasan, kaum miskin sendirilah yang

menjadi pelopor pembebasan dan berani melangkah keluar dari situasi yang

sedang dialami, meskipun pada saat yang sama membutuhkan bantuan dari pihak

lain.197

Pembebasan benar-benar terwujud bilamana harkat dan martabat setiap

orang diperlakukan secara setara. Hal ini dapat dilakukan dengan memberantas

setiap sistem yang tidak adil, baik sistem ekonomi, politik, sosial maupun budaya.

Akar dari kemiskian adalah sistem yang tidak adil, sehingga setiap orang yang

lahir dalam sistem tersebut mengalami kesulitan untuk menikmati hidup secara

setara. Perjuangan individu untuk keluar dari sistem yang ada akan terasa sia-sia

karena ia masih hidup dalam sistem yang ada.198

Satu-satunya jalan keluar yang bisa ditempuh untuk mencapai pembebasan

adalah memperbaiki struktur yang ada. Struktur ekomomi yang tidak adil

sebagaimana ditunjukkan oleh ekonomi neoliberal, telah melahirkan kesenjangan

yang semakin tajam antara negara-negara Eropa dengan negara-negara di Dunia

Ketiga199

. Hal ini terjadi karena negara-negara Eropa bertindak sebagai produsen,

sedangkan negara-negara Dunia Ketiga hanya sebagai konsumen. Selain itu,

197

J.B. Banawiratma, “Analisis Sosial dan Pembebasan: Refleksi Teologis”, dalam J.B.

Banawiratma (ed.), Kemiskinan dan Pembebasan, op. cit.,133. 198

J.B. Banawiratma dan J. Muller, op. cit., hlm. 203. 199

Dunia Ketiga merupakan nama yang diberikan kepada negara-negara yang belum

maju serta masih tertinggal jauh dari proses perkembangan. Mereka tidak cukup ambil bagian

dalam perkembangan mondial. Umumnya mereka dilukiskan sebagai negara yang ketinggalan

dalam proses perkembangan sosial, ekonomi, dan politik. A. Suryawasita, op.cit., hlm. 1.

Page 93: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

82

struktur politik yang cenderung mengarah kepada totaliter dapat menyebabkan

terjadinya kemiskinan. Kemiskinan terjadi manakalah kepentingan masyarakat

tidak menjadi prioritas dalam setiap kebijakan yang dibuat.

Cita-cita pembebasan di sini dan kini baru akan terwujud apabila sekat-

sekat yang membagi manusia ke dalam kelompok-kelompok dibongkar sampai

tuntas. Hal ini ditandai dengan kesejahteraan ekonomi yang merata, pendidikan

dinikmati semua orang, pelayanan kesehatan yang memadai, kebebasan untuk

berpendapat dijamin, dan hak asasi manusia ditegakan.

3.5.3.2 Tujuan Eskatologis

Menurut pandangan Kristen, perjuangan pembebasan tidak hanya

mencakup tujuan masa kini, tetapi juga mempunyai dimensi eskatologis.

Eskatologi menurut Karl Rahner seperti dikutip Remigius Ceme adalah ajaran

tentang hal-hal terakhir, tetapi sesungguhnya merupakan ajaran tentang manusia

sejauh ia adalah makhluk yang terbuka kepada masa depan yang disediakan Allah

sendiri yang sifatnya absolut.200

Hal ini secara nyata ditunjukkan dalam diri

Yesus. Misi Yesus selama berada di dunia adalah membebaskan manusia dari

penderitaan dan dosa. Pembebasan yang diperjuangkan Yesus tidak hanya untuk

masa kini, tetapi mempunyai dimensi eskatologis.

Menurut Leonardo Boff, Yesus merupakan tokoh pembebas utama yang

membebaskan manusia dari situasi tertindas.201

Boff berpendapat bahwa sikap dan

tindak laku Yesus menampilkan wujud konkret Kerajaan Allah dan

mengejawantahkan cinta Bapa.202

Wujud Kerajaan Allah yang diperjuangkan

Yesus selama di dunia ini adalah membongkar sekat-sekat yang membuat

manusia hidup dalam pelbagai kelompok yang melahirkan ketidakadilan. Proyek

pembebasan yang dikerjakan Yesus merupakan antisipasi akan kesempurnaan

pada masa eskatologis, di mana tidak ada lagi penindasan, penderitaan, dan kaum

miskin.

200

Remigius Ceme, Hidup yang Sesungguhnya (Maumere: Penerbit Ledalero, 2017), hlm.

48. 201

Leonardo Boff, Yesus Kristus Pembebas, penerj. Aleksius Armanjaya dan G.

Kirchberger (Maumere: LPBAJ, 2000), hlm. 34. 202

Ibid.

Page 94: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

83

Selain itu, kehadiran Yesus di tengah dunia merupakan tanda kehadiran

Allah secara nyata. Allah dalam diri Yesus mau menyapa umat-Nya secara

langsung. Hal ini merupakan wujud kepedulian Allah kepada manusia, khususnya

bagi manusia yang tertindas dan berada di bawah kuasa dosa. Setiap kali Yesus

melakukan mukjizat, pada saat itulah Allah hadir dan menunjukkan kebesaran

serta kuasa-Nya yang membebaskan.203

Oleh karena itu, tujuan eskatologis pembebasan kaum miskin merupakan

suatu persiapan akan masa yang akan datang. Hal ini ditandai dengan kehadiran

Yesus yang adalah subjek pembebasan. Kehadiran Yesus hendak membongkar

tatanan kehidupan bermasyarakat pada masanya yang tidak adil. Pembebasan

eskatologis memang benar-benar terwujud pada masa yang akan datang, tetapi

pembebasan itu sudah mulai terwujud pada masa kini dan di sini.204

Pembebasan

di sini dan kini merupakan suatu antisipasi akan pembebasan eskatologis,

sehingga kita diarahkan untuk menantikan kesempurnaan itu.

203

J.B. Banawiratma, “Analisis Sosial dan Pembebasan: Refleksi Teologis”, dalam J.B

Banawiratma, (ed.), Kemiskinan dan Pembebasan, op. cit., hlm. 139. 204

Georg Kirchberger, Allah Menggugat, Sebuah Dogma Kristiani (Maumere: Penerbit

Ledalero, 2007), hlm. 392.

Page 95: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

84

BAB IV

PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

KAUM MISKIN

Pada bab III telah diuraikan secara panjang lebar tentang kaum miskin.

Setelah itu dijelaskan pula beberapa karakteristik yang dimiliki kaum miskin yang

dapat menjadi sebuah indikator untuk menentukan siapa itu kaum miskin. Selain

itu, untuk mengetahui kemiskinan yang sangat kompleks dijelaskan pula jenis-

jenis kemiskinan yang dialami kaum miskin. Kemiskinan tidak muncul dengan

sendirinya, sehingga dijelaskan pula sebab-sebab timbulnya kemiskinan. Setelah

itu, dijelaskan pembebasan kaum miskin yang menjadi misi Gereja yang dilandasi

dengan dasar-dasar perjuangan Gereja dalam usaha membebaskan kaum miskin.

Pada bab IV ini akan dijelaskan peran Gereja Keuskupan Ruteng dalam

membebaskan kaum miskin.

4.1 Gereja Keuskupan Ruteng dalam Konteks Membebaskan Kaum

Miskin

Pada hakekatnya, Gereja adalah persekutuan orang yang beriman kepada

Kristus. Wujud iman kepada Kristus itu, ditunjukkan melalui kesaksian hidup

sesuai dengan ajaran Kritus sendiri. Menjadi pengikut Kristus juga terwujud

dalam turut melakukan apa yang sudah dilakukan oleh Yesus Kristus. Itu berarti

bahwa menjadi pengikut Kristus harus masuk dalam gerakan yang sudah

dimulaiNya, berlaku dan bertindak sebagaimana yang dilakukan oleh Yesus

sepanjang hidupNya di dunia ini.205

Misi Yesus selama berkarya di dunia ini adalah mewartakan Kerajaan

Allah. Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus itu, sudah mulai menyata ketika

205

J.B. Banawiratma (ed.), Spiritualitas Transformatif (Yogyakarta: Penerbit Kanisius,

1990), hlm. 69.

Page 96: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

85

Yesus mengadakan mukzijat penyembuhan terhadap orang yang sakit maupun

yang kerasukan setan. Selain itu, Kerajaan Allah juga menyata dalam tindakan

Yesus yang menyapa dan mendekatkan diri pada orang-orang pinggiran, termasuk

kaum miskin. Kaum miskin mendapat tempat istimewa dalam karya pelayanan

Yesus. Hal ini secara nyata dilihat dalam sabda bahagia yang diucapkan Yesus

(Luk.6:20-23). Dengan demikian, menjadi jelas apa yang ditegaskan dalam Lumen

Gentium nomor 3 bahwa tujuan pewartaan Yesus agar semua orang dipanggil ke

arah persatuan dengan Kristus itu, sebab kita berasal dari-Nya, hidup karena-Nya,

menuju kepada-Nya.206

Meski demikian, pemenuhan defenitif janji Kerajaan Allah baru terlaksana

pada saat yang akan datang. Namun, bukan berarti pewartaan Yesus hanya

sekadar hiburan semata. Karya pembebasan Yesus selama berada di dunia ini

merupakan suatu bentuk persiapan menuju keselamatan kekal itu. Selanjutnya

misi Yesus ini, diteruskan kepada Gereja melalui para rasul-Nya. Gereja diberi

tugas untuk mewartakan Kerajaan Allah kepada dunia. Pewartaan itu harus

bersifat membebaskan dan bukannya membelenggu umat manusia.

Gereja Keuskupan Ruteng dalam konteks ini memiliki panggilan yang

sama, yakni mewartakan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah yang diwartakan Gereja

Keuskupan Ruteng harus bersifat kontekstual. Hal ini berarti bahwa seluruh karya

pewartaan Gereja harus berdasarkan pada realitas kehidupan umat Keuskupan

Ruteng. Dalam konteks Gereja Keuskupan Ruteng, salah satu realitas yang

mewarnai sejarah perjalanannya adalah kemiskinan. Gereja Keuskupan Ruteng

telah memasuki usia satu abad. Usia seperti ini menandakan kematangan dan

kemadirian, sebab dilihat dari jumlah umat, sebagian besar masyarakat Manggarai

adalah umat Katolik sehingga Gereja mengalami kemudahan dalam karya

pastoralnya. Akan tetapi beberapa kenyataan ironis tetap muncul, di tengah

rentetan keberhasilan yang mewarnai sejarah perjalanannya, ternyata masih

terdapat begitu banyak kekurangan yang dialami Gereja Keuskupan Ruteng yang

mesti dibenah, dan salah satunya adalah masalah kemiskinan.

206

Konsili Vatikan II, Dokumen Konsili Vatikan II, Lumen Gentium, No. 3, penerj. R.

Hardawirayana, op. cit., hlm. 71.

Page 97: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

86

Menghadapi realitas kemiskinan yang dialami umat Kesukupan Ruteng,

Gereja dituntut untuk bekerja lebih keras dan berjuang bersama umat untuk

memberantas kemiskinan yang dialami umatnya. Pilihan membebaskan kaum

miskin merupakan bentuk partisipasi Gereja dalam misi Yesus. Gereja harus

berani menyapa umatnya yang miskin dan berjuang membebaskan kaum miskin,

agar kaum miskin sungguh merasakan kehadiran Kerajaan Allah yang diwartakan

Gereja itu. Gereja juga harus mendahulukan kaum miskin dalam karya

pewartaannya. Hal ini tidak berarti bahwa orang kaya tidak mendapat perhatian

dari Gereja, tetapi pilihan mendahulukan kaum miskin merupakan bentuk

solidaritas Gereja terhadap mereka yang terpinggirkan dan miskin agar mereka

memiliki martabat yang setara dengan yang lainnya.

Pilihan Gereja Keuskupan Ruteng atas kaum miskin mau menegaskan

bahwa Gereja tidak hanya berfokus pada kehidupan liturgis semata. Hal ini berarti

iman kepada Allah harus memiliki matra sosial, artinya Gereja tidak boleh

menutup diri atau bersembunyi di balik kesalehannya, tetapi Gereja harus berani

terlibat dengan realitas sosial yang tidak adil. Gereja harus berani menunjukkan

kesaksian imannya di tengah dunia, sebagaimana Yesus yang datang tidak hanya

berkata-kata saja, tetapi Ia juga berbuat. Maka Gereja juga harus berani

melaksanakan setiap ajaran yang telah diwartakan-Nya. Oleh karena itu, Gereja

Keuskupan Ruteng sependapat dengan Paul Budi Kleden, bahwa Gereja di sini

dituntut untuk beriman dengan mata terbuka, sehingga mampu melihat pelbagai

tantangan dalam kehidupan umatnya dan menangkap pelbagai peluang untuk

mengatasi tantangan tersebut.207

Usaha membebaskan kaum miskin bukanlah pekerjaan yang mudah untuk

dilakukan, sehingga menjadi jelas bahwa Gereja Keuskupan Ruteng tidak dapat

bekerja sendirian. Itu berarti bahwa Gereja harus terbuka untuk bekerja sama

dengan pelbagai pihak, sehingga setiap usaha yang bertujuan untuk membebaskan

kaum msikin dapat berjalan dengan baik dan efektif. Namun, satu hal yang perlu

diingat bahwa usaha yang dilakukan Gereja Keuskupan Ruteng tidak bermaksud

untuk menggantikan peran negara atau pemerintah. Tetapi sebagai salah satu

207

Paul Budi Kleden, op. cit., hlm.134.

Page 98: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

87

institusi yang berada dalam suatu negara, Gereja wajib menjalankan tugasnya

untuk membebaskan kaum miskin agar mereka dapat mengekspresikan dirinya

sebagaimana mestinya.

4.2 Usaha-Usaha Gereja Keuskupan Ruteng dalam Membebaskan Kaum

Miskin

Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang sangat kompleks

untuk dikaji dan diatasi. Hal ini menuntut tindakan yang besar dan kekuatan yang

besar pula. Menyadari kompleksitas masalah kemiskinan ini, maka yang dituntut

adalah melakukan pelbagai upaya yang memungkinkan agar masalah kemiskinan

ini dapat diatasi. Tujuan utama dari semua usaha ini adalah agar kaum miskin

dapat dibebaskan dari persoalan yang sedang mereka alami. Oleh karena itu,

berikut diuraikan beberapa upaya yang dapat dilakukan Gereja Keuskupan Ruteng

dalam membebaskan kaum miskin.

4.2.1 Pastoral Transformatif

Menurut J. B. Banawiratma, pastoral transformatif merupakan suatu visi

untuk mewujudkan Kerajaan Allah. Visi tentang Kerajaan Allah berkaitan erat

dengan panggilan dan pengutusan dari Allah.208

Gereja dipanggil dan diutus Allah

untuk menjadi agen transformasi sosial di tengah dunia. Pastoral transformatif

merupakan salah satu dari beberapa model pastoral Gereja dan merupakan

penyempurnaan dari beberapa model tersebut. Beberapa model pastoral Gereja

berdasarkan Hasil Sidang Pastoral Keuskupan Ruteng 2019209

, yakni pertama,

pastoral karitatif. Pastoral karitatif adalah tindakan langsung menolong orang

yang miskin dan menderita seperti memberi makan kepada orang lapar,

mengunjungi yang sakit dan memberi pertolongan bagi orang yang bersusah.

Model ini merujuk pada perbuatan belas kasih yang bersifat kedermawanan atau

pemberian secara sukarela.

Kedua, pastoral reformatif. Pastoral ini menekankan pemberdayaan,

pengembangan dan penguatan orang miskin dan sengsara sehingga mandiri untuk

208

J.B. Banawiratma (ed.), Spiritualitas Transformatif, op. cit., hlm. 58. 209

Mgr. Silvester San, “Hasil Sidang Pastoral Keuskupan Ruteng 2019” dalam

http://www.indonesiakoran.com/news/nusantara/read/80537/hasil.sidang.pastoral.keuskupan.ruten

g..2019, diakses pada 12 Februari 2020.

Page 99: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

88

mencukupi kebutuhan hidupnya. Pendekatan yang digunakan dalam pastoral

reformatif berupa community development. Community development adalah

sebuah usaha menghasilkan aset-aset yang dapat meningkatkan kapasitas

penduduk demi memperbaiki kualitas hidup mereka. Adapun nilai-nilai yang

terkandung dalam communnity development adalah keadilan, kesetaraan,

akuntabilitas, partisipasi, kerja sama dan proses belajar yang berkelanjutan.210

Beberapa contoh community development yakni pembangunan pusat kesehatan,

pendidikan dan pelatihan, koperasi kredit, pemberdayaan kelompok tani,

kelompok migran, dan kelompok difabel. Dalam hal ini orang “tidak hanya diberi

ikan tetapi juga kail untuk menangkap ikan”.

Ketiga, pastoral transformatif. Pastoral ini terungkap dalam tindakan untuk

melayani umat manusia secara multi-dimensional (roh, jiwa dan tubuh) dan multi-

sektoral (ekonomi, politik, kultural, pendidikan, dan hukum). Pastoral model ini

bukan terutama melayani orang per orang melainkan pelayanan secara komunal

untuk mengubah sistem dan struktur yang tidak adil dan menindas dalam

masyarakat menuju kehidupan sosial yang manusiawi dan bermartabat.

Lebih lanjut Banawiratma menguraikan bahwa pastoral transformatif

terjadi melalui pola refleksi-aksi-refleksi-aksi terus-menerus.211

Pola ini dapat

dilukiskan melalui beberapa tahap. Pertama, menyadari visi melalui refleksi.

Adapun nilai-nilai yang direfleksikan sebagai landasan perjuangan pada tahap ini

yakni Kerajaan Allah, penyelamatan, dan transformasi yang membebaskan.

Kedua, melibatkan diri dalam aksi. Aksi yang diperjuangkan meliputi keadilan,

perdamaian, keharmonisan ciptaan Allah dan memelihara kesejahteraan dunia.

Ketiga, bersama-sama menguji, mencari dan memperdalam visi, yang berakhir

dengan aksi lanjut pada tahap keempat. Dalam aksi lanjut ini yang dibuat adalah

mencari alternatif tindakan praktis untuk mengubah struktur dan sistem yang tidak

adil.

210

Rhonda Phillips dan Robert H. Pittman (ed.), An Introduction to Community

Development (Abingdon: Routledge, 2009), hlm. 10. 211

J.B. Banawiratma (ed.), Spiritualitas Transformatif, op. cit., hlm. 76.

Page 100: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

89

Gereja Keuskupan Ruteng dalam karya pastoralnya dituntut untuk

melampaui kedua karya pastoral sebelumnya yakni pastoral karitatif dan pastoral

reformatif. Hal ini disebabkan karena untuk menciptakan tatanan masyarakat yang

terbebas dari kemiskinan perlu diberantas akar dari persoalannya. Akar dari

persoalan kemiskinan yang dialami kaum miskin adalah struktur sosial yang tidak

adil, yang mengorbankan kaum miskin. Struktur ekonomi kapitalisme neoliberal

misalnya merupakan salah satu akar penyebab kemiskinan di Manggarai. Dengan

demikian Gereja Keuskupan Ruteng harus berani mengambil langkah

transformatif.212

Gereja Keuskupan Ruteng mesti berani melakukan transformasi sosial,

baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Gereja Keuskupan

Ruteng harus berani berjuang bersama kaum miskin untuk mengubah struktur

sosial yang tidak adil yang menciptakan perpecahan menuju Umat Allah yang

satu dan setara. Perjuangan Gereja Keuskupan Ruteng dengan demikian akan

menghasilkan suatu tatanan kehidupan masyarakat atau umat yang baru. Oleh

karena itu, visi Kerajaan Allah yang diwartakan Gereja akan menjadi relevan

apabila perjuangannya membuahkan hasil yang nyata.

4.2.2 Mewartakan Kabar Gembira

Kabar gembira yang dibawa Yesus adalah mewujudkan Kerajaan Allah.

Gambaran Kerajaan Allah adalah Allah yang meraja, yang membebaskan manusia

dari segala belenggu yang mengikatnya. Dari pihak manusia, dibutuhkan

keterbukaan, sebagai jawaban atas karya Allah ini. “Kabar baik bagi yang miskin,

pembebasan bagi yang ditahan, penglihatan bagi yang buta, pembebasan bagi

yang tertindas” merupakan tanda atau wujud hadirnya Kerajaan Allah itu (Luk

212

Salah satu jalan alternatif yang perlu dilakukan Gereja Keuskupan Ruteng dalam

mengubah struktur ekonomi yang tidak adil di Manggarai adalah melalui gerakan Ekonomi Baku

Peduli. Ekonomi Baku Peduli didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi, solidaritas, dan

kelestarian alam serta keadilan. Melawan sistem eksploitasi untung karena orang lain rugi.

Ekonomi Baku Peduli mengandung unsur care yang resiprokal. Ekonomi ini tidak semata-mata di-

drive oleh pemburuan untung atau profit. Untung memang dikejar, tetapi harus bersamaan dengan

tanggung jawab akan tata kehidupan bersama yang lebih baik. Uraian lengkap tentang ekonomi

baku peduli dapat dilihat dalam Cypri Djehan Paju Dale, Kuasa Pembangunan dan Pemiskinan

Sistematik, op. cit., hlm. 172-176. Lihat juga Cypri Jehan Paju Dale, “Ketidakadilan dalam Segelas

Kopi Manggarai, Senjakala Kapitalisme Neoliberal, dan Ekonomi Baku Peduli”, dalam Rikard

Rahmat (ed.), Gereja Itu Politis. op. cit., hlm. 137-140.

Page 101: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

90

4:18-19).213

Inilah misi Yesus yang dilaksanakan dalam seluruh hidup-Nya, lewat

kata dan tindakan, lewat tanda-tanda heran yang dibuat-Nya. Di situlah kiranya

jelas bahwa Yesus membawa kabar gembira bagi kaum miskin, tersingkir dan

terlupakan.

Menurut Hortensius Mandaru, kaum miskin inilah yang menjadi alamat

pewartaan kabar gembira Yesus.214

Lebih jauh Mandaru menegaskan bahwa kaum

miskin dipilih bukan karena kondisi material mereka ataupun sikap hati mereka,

tetapi karena Kerajaan Allah adalah kerajaan keadilan yang akan mengakhiri

semua bentuk ketidakadilan, penindasan dan penderitaan.215

Itu berarti bahwa

keselamatan tidak berasal dari kemiskinan atau kaum miskin, tetapi dari Allah

yang sekarang mulai meraja di dalam diri Yesus.

Gereja Keuskupan Ruteng dalam usahanya mewartakan kabar gembira

harus mampu membebaskan kaum miskin dari kemiskinan. Itu berarti bahwa

pewartaan yang diberikan Gereja Keuskupan Ruteng harus mampu mewujudkan

transformasi dalam diri umat. Umat yang disapa Gereja dengan kabar gembira

Yesus harus menikmati pembebasan dan pada akhirnya mereka mengalami kasih

Allah. Dengan demikian kehadiran Gereja dalam hal ini juga bukan menjadi

problem bagi Umat Allah, khususnya kaum miskin. Setiap orang yang disapa oleh

Gereja harus mengalami pembebasan dari setiap belenggu. Gereja juga harus bisa

mewujudkan Kerajaan Allah di tengah dunia melalui misi luhurnya mewartakan

kabar gembira Yesus Kristus. Oleh karena itu, agar Gereja tetap berada pada jalan

panggilannya, maka ia harus selalu menimba kekuatannya dalam terang Yesus

Kristus sumber kabar gembira itu.

213

J.B. Banawiratma, dan J. Muller, Berteologi Sosial Lintas Ilmu, Kemiskinan sebagai

Tantangan Hidup Beriman, op. cit., hlm. 283. 214

Hortensius Mandaru, Solidaritas Kaya Miskin Menurut Lukas (Yogyakarta: Penerbit

Kanisius, 1992), hlm. 162. 215

Ibid.

Page 102: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

91

4.2.3 Bersolider dengan Kaum Miskin

Solidaritas bagi Paulo Freire berarti menuntut agar orang masuk ke situasi

orang lain dan ini adalah gerakan radikal.216

Prinsip dasar solidaritas adalah

menekankan hakikat sosial yang intrinsik dari pribadi manusia, kesetaraan semua

orang dalam martabat dan hak-hak serta jalan bersama individu-individu dan

bangsa-bangsa menuju kesatuan yang semakin kokoh.217

Solidaritas sejati tehadap

kaum miskin berarti berjuang di sisi mereka untuk mengubah kenyataan objektif

yang menciptakan kaum miskin tersebut. Sikap solidaritas sejati itu dapat

ditemukan dalam pribadi Yesus. Sikap solidaritas Yesus ini ditemukan dalam

tanda perjamuan malam terakhir di mana Yesus memberi contoh tentang

kerendahan hati, kemerdekaan, dan cinta kasih. Menurut Longginus Farneubun,

seluruh hidup Yesus mengungkapkan solidaritas kepada kaum miskin, kaum

tertindas, dan yang mengalami penderitaan karena praktik ketidakadilan dalam

masyarakat. Puncak dari solidaritas Yesus kepada kaum miskin dan tertindas

adalah ketika Ia dipaku di kayu salib, lambung-Nya ditikam dengan tombak dan

wafat.218

Solidaritas yang ditunjukkan Yesus merupakan dasar bagi Gereja

Keuskupan Ruteng dalam menumbuhkan sikap solider-Nya terhadap kaum miskin

dan tertindas. Hal ini secara tegas dikemukakan oleh Hortensius Mandaru bahwa

dasar solidaritas Kristen bukanlah cita-cita kemiskinan asketik ataupun sistem

komunistik yang mewajibkan, tetapi semata-mata cinta kasih kepada sesama yang

miskin dan menderita.219

Ada banyak hal yang dapat dilakukan Gereja Keuskupan

Ruteng sebagai ungkapan solider terhadap sesama yang miskin dan menderita.

Salah satu bentuk sikap solider yang ditunjukkan Gereja Keuskupan Ruteng

adalah melalui aksi puasa pembangunan (APP). APP merupakan gerakan

persekutuan hidup umat Katolik untuk menghadirkan semangat solidaritas

216

Paulo Freire, “Pendidikan yang Membebaskan, Pendidikan yang Memanusiakan”,

dalam Omi Intan Naomi (penyunt.), Menggugat Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998),

hlm. 440. 217

Komisi Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian, Kopendium Ajaran Sosial Gereja,

penerj. Yosef Maria Florisan, Paul Budi Kleden, dan Otto Gusti Madung (Maumere: Penerbit

Ledalero, 2009), hlm. 131. 218

Longginus Farneubun, “Gereja Kaum Miskin”, Media, 1/VII (Oktober 2012), hlm. 45. 219

Hortensius Mandaru, Solidaritas Kaya Miskin Menurut Lukas, op. cit.,hlm. 168.

Page 103: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

92

kristiani. Solidaritas Allah membuat keselamatan menjadi nyata bagi manusia dan

seluruh dunia. Gereja mengimani bahwa Yesus wafat demi keselamatan

manusia.220

APP mendidik umat Katolik untuk bertobat dan bersolider, sehingga pada

akhirnya tercapai persaudaraan sejati di antara umat manusia. Karena itu, hasil

yang dinantikan dari sebuah APP adalah aktualisasi iman kristiani dalam bentuk

pembaharuan diri yang semakin sesuai dengan jati dirinya yang sejati. Dana APP

merupakan ungakapan konkret dari semangat pertobatan dan niat-niat baik dari

umat yang berpantang dan berpuasa. Selain itu, APP juga sebagai ungkapan

solidaritas umat Gereja terhadap sesama yang ditimba dari solidaritas Allah

terhadap manusia. Secara tradisional derma APP diperuntukkan bagi kaum

miskin.221

Tujuan utama APP adalah untuk meringankan kebutuhan sesama yang

berkekurangan. Meski demikian dalam perkembagan selanjutnya bantuan ini

mengarah kepada pembangunan. Pembangunan di sini menjadi bentuk proses

menuju kemandirian umat. Usaha-usaha yang dilakukan bercorak edukatif-

produktif. Intinya tetap berkisar pada konteks “preferential option for (and with)

the poor dan oppressed”. Itu berarti bahwa, mendahulukan kaum miskin dan

tertindas, memperjuangkan keadilan, keutuhan ciptaan, kesejahteraan umum,

merupakan wujud kesetiaan kepada ajaran Yesus.222

4.2.4 Live In

Live in berarti tinggal bersama (ada di dalam). Hal ini berarti bahwa

Gereja (para pemimpin Gereja) turun ke tengah umat untuk tinggal dan turut

merasakan suka dan duka yang dialami umatnya. Gereja akan turut merasakan

penderitaan yang dialami kaum miskin hanya bila ia terjun secara langsung di

tengah kaum miskin. Atas dasar inilah Banawiratma dan Muller berpendapat

220

Fajar Kristianto, “Efektivitas Pemanfaatan Dana APP di Paroki Santo Yohanes Rasul

Wonorigi Tahun 2010-2011”, Orientasi Baru, 1/XXV (April 2016), hlm. 39. 221

Ibid., hlm. 40. 222

Ibid., hlm. 41.

Page 104: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

93

bahwa realitas kemiskinan hanya bisa dialami sebagai keprihatinan dan tantangan

oleh orang yang berani memasuki dunia kaum miskin.223

Senada dengan Banawiratma dan Muller, Paus Fransiskus dalam surat

untuk hari orang sakit sedunia tahun 2019 secara gamblang melukiskan perhatian

Gereja terhadap kaum miskin. Dalam suratnya Paus Fransiskus menegaskan

bahwa:

Kadang-kadang, sangat sedikit yang dibutuhkan untuk memulihkan

pengharapan. Cukup berhenti sejenak, tersenyum dan mendengarkan. Untuk

kali ini, marilah kita mengesampingkan data angka-angka: kaum miskin

bukanlah data angka-angka yang dikutip ketika membanggakan karya dan

rancangan kita. Kaum miskin adalah orang-orang yang harus dijumpai;

mereka kesepian, tua dan muda, diundang ke tempat tinggal kita untuk ikut

makan; pria, wanita dan anak-anak yang mencari kata yang ramah.224

Hadirnya Gereja di tengah kaum miskin, dapat menjadi kesempatan untuk

menyapa mereka yang terpinggirkan, dan turut mendorong Gereja untuk

mengubah paradigma berpikirnya tentang kaum miskin. Hal ini dapat ditunjukkan

melalui kebijakan yang dibuat Gereja terhadap kaum miskin. Program-program

yang dibuat untuk membebaskan kaum miskin dari kemiskinan tidak hanya

rekaan belaka, tetapi berdasarkan data dan melalui pengalaman langsung. Melihat

pokok persoalan yang dialami kaum miskin secara langsung, akan membantu

Gereja untuk menentukan titik tolak pelayanannya terhadap kaum miskin.

Gereja Keuskupan Ruteng harus berani meninggalkan kemegahan

pastoran untuk mengetahui secara langsung suka dan duka umatnya. Kalau selama

ini Gereja hanya mengetahui keadaan umatnya berdasarkan data-data berupa

angka statistik, maka mulai saat ini Gereja harus terjun ke tengah umat untuk

mengalami secara langsung kehidupan umatnya. Itu berarti Gereja harus

berlangkah lebih jauh dalam membuat kebijakannya dengan tidak hanya membuat

kebijakan berpijak pada data, tetapi berusaha melihat secara langsung keadaan

umat, sebab kemiskinan yang dialami umat sangat kompleks.

223

J.B. Banawiratma dan J. Muller, Berteologi Sosial Lintas Ilmu, Kemiskinan sebagai

Tantangan Hidup Beriman, op. cit., hlm. 128. 224

Paus Fransiskus, “Pesan Paus Fransiskus untuk Hari Orang Miskin Sedunia III”,

http://w2.vatican.va/content/francesco/en/events/event.dir.html/content/vaticanevents/en/2019/6/1

3/messaggio-giornatapoveri.html), diakses pada 03 Maret 2020.

Page 105: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

94

Selain itu, hadirnya Gereja di tengah kaum miskin akan menumbuhkan

keyakinan dalam diri kaum miskin, bahwa mereka juga mendapat perhatian dari

Gereja. Keterlibatan Gereja dengan demikian akan mendapat sambutan yang baik

dari kaum miskin. Hal ini juga turut menumbuhkan harapan dalam diri kaum

miskin untuk bekerja sama dengan Gereja dalam membebaskan diri mereka dari

kemiskinan. Dengan demikian kaum miskin akan siap melaksanakan secara

proaktif kebijakan yang diambil Gereja untuk membebaskan mereka dari

belenggu kemiskinan. Di sisi lain, Gereja juga tidak mengalami kesulitan dalam

menjalankan usahanya untuk membebaskan kaum miskin dari situasi mereka.

Oleh karena itu, dengan melakukan live in, kebijakan Gereja dalam membebaskan

kaum miskin dari belenggu kemiskinan akan tepat sasaran dan dirasakan langsung

oleh kaum miskin.

4.2.5 Pola Penyadaran

Paulo Freire sebagaimana dikemukakan oleh Roem Topatimasang, dkk.,

menggolongkan kesadaran manusia ke dalam tiga tahap225

yakni pertama,

kesadaran magis, yaitu kesadaran masyarakat yang tidak mampu mengetahui

kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Misalnya, kaum miskin yang tidak

mampu melihat kaitan kemiskinan mereka dengan sistem politik dan kebudayaan.

Kesadaran magis lebih melihat faktor di luar manusia (natural maupun

supranatural) sebagai penyebab ketakberdayaan. Kedua, kesadaran naif. Keadaan

yang dikategorikan dalam kesadaran ini adalah melihat „aspek manusiawi‟ sebagai

akar penyebab masalah masyarakat. Itu berarti bahwa dalam menganalisis

penyebab kemiskinan masyarakat, kesalahannya terletak pada masyarakat sendiri.

Masyarakat dianggap malas, tidak memiliki kewiraswastaan atau tidak memiliki

budaya membangun. Ketiga, kesadaran kritis. Kesadaran ini lebih melihat sistem

dan struktur sebagai sumber masalah utama. Itu berarti bahwa masalah

kemiskinan yang dialami kaum miskin berasal dari struktur ekonomi, sosial,

politik dan budaya yang tidak adil.

225

Roem Topatimasang, Toto Rahardjo, dan Mansour Fakih (penyunt.), Pendidikan

Populer, Membangun Kesadaran Kritis (Jogjakarta: INSISTPress, 2005), hlm. 28-30.

Page 106: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

95

Pola penyadaran di sini sangat penting dalam membebaskan kaum miskin

dari belenggu kemiskinan. Sebagian besar masyarakat atau umat yang ada di

Manggarai masih berada pada level kesadaran magis dan kesadaran naif. Hal ini

dapat dilihat dari reaksi yang mereka berikan atas kemiskinan yang mereka alami.

Terkadang mereka mengeluh atas situasi yang mereka alami, tetapi mereka tidak

mengetahui sebab dari kemiskinan yang mereka alami. Mereka juga dituduh

sebagai masyarakat yang tidak mampu berwiraswasta, karena memang pendidikan

mereka rendah. Akhirnya kenyataan ini mereka terima sebagai kenyataan terberi.

Sebagian besar masyarakat Manggarai adalah petani, tetapi akhir-akhir ini

profesi ini mulai ditinggalkan. Para petani yang ada di Manggarai sudah mulai

frustrasi dengan profesi sebagai petani. Kenyataan ini dilukiskan oleh Benediktus

Kalakoe bahwa kebanggaan sebagai seorang petani tidak ada dalam masyarakat

petani Manggarai. Anak-anak muda mulai menjual lahan pertanian mereka,

membeli motor, dan beralih profesi menjadi tukang ojek. Selain itu, ada juga yang

memutuskan untuk merantau ke luar daerah atau ke luar negeri walaupun mereka

tidak tahu apa yang akan mereka kerjakan sampai di sana.226

Semua hal di atas

tidak terlepas dari kenyataan bahwa kemiskinan yang mereka alami terjadi secara

natural juga karena kesalahan mereka sendiri.

Menghadapi situasi kemiskinan yang dialami masyarakat atau umat

Keuskupan Ruteng, perjuangan Gereja ke depannya adalah memberikan

kesadaran kritis. Gereja Keuskupan Ruteng harus menunjukkan kepada umatnya

akar dari persoalan yang sedang mereka alami saat ini. Akar persolan yang

menyebabkan kemiskinan dalam hal ini adalah struktur dan sistem yang tidak adil.

Oleh karena itu, tugas Gereja Keuskupan Ruteng harus mampu memberikan

kesadaran kritis terhadap umatnya, agar umatnya bisa melihat situasi yang mereka

alami bukan karena faktor atau keadaan luar manusia (natural), dan juga bukan

karena kesalahan mereka semata-mata, tetapi lebih jauh dari pada itu struktur dan

sistem yang tidak adil-lah yang menciptakan ketimpangan di tengah umat.

226

Benediktus Kalakoe, “Dari Gereja Miskin Amerika Latin menuju Gereja Petani

Manggarai”, dalam Rikard Rahmat (ed.), Gereja Itu Politis, op.cit., hlm. 592-593.

Page 107: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

96

Salah satu jalan yang dapat dilakukan Gereja dalam membangun

kesadaran kritis dari umatnya selain pendidikan formal adalah melalui katekese.

Katekese yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah katekese umat. Menurut

Afra Siauwarjaya, katekese umat adalah usaha mengembangkan iman, agar umat

makin mendalam relasinya dengan Kristus secara kritis dan bertanggungjawab.227

Lebih lanjut ia menegaskan bahwa tujuan katekese umat tidak hanya berhenti

pada tahap penyadaran dalam kelompok, melainkan harus diarahkan pada

penghayatan iman dalam hidup nyata, dalam perjuangan menegakkan keadilan,

membela kaum miskin dan tertindas dalam terang Injil.228

4.2.6 Bergerak dari Pinggir

Umumnya pendekatan yang dipakai dalam mengatasi kemiskinan atau

membebaskan kaum miskin sebagaimana diuraikan Banawiratma dan Muller

yaitu pendekatan dari atas atau dari bawah.229

Hal ini mengandaikan bahwa segala

usaha yang dilakukan akan gagal, bila rakyat atau umat tidak ikut serta, maka

diperlukan pendekatan dari bawah. Tetapi semua usaha hanya bisa berhasil kalau

ada kerangka politik yang menunjang atau paling tidak memungkinkan usaha dari

bawah, sehingga pendekatan dari atas juga diperlukan.230

Meski demikian, kedua pendekatan ini belum mampu menjawabi

persoalan yang dialami kaum miskin. Apabila menggunakan pendekatan dari

bawah, maka akan ada bahaya bahwa umat terjerumus ke dalam ketidaktahuan

dan egoisme kelompok. Itu berarti bahwa basis perjuangan umat adalah demi

kepentingannya sendiri tanpa memperhitungkan kelompok yang lain atau

kebaikan semua pihak. Sedangkan bila pendekatan yang digunakan yaitu dari atas,

maka akan muncul bahaya bahwa kaum miskin hanya diperlakukan sebagai objek

pembangunan dan pelaksana perintah dari atas. Itu berarti bahwa pendapat dan

keprihatinan mereka tidak didengarkan, apalagi diikutsertakan dalam keputusan

yang sangat mempengaruhi hidup mereka.

227

Afra Siauwarjaya, Membangun Gereja Indonesia, jilid 2 (Jakarta: Penerbit Kanisius,

1987), hlm. 65. 228

Ibid. 229

J.B. Banawiratma dan J. Muller, Berteologi Sosial Lintas Ilmu, Kemiskinan sebagai

Tantangan Hidup Beriman, op. cit., hlm. 230. 230

Ibid.

Page 108: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

97

Oleh karena itu, hendaknya Gereja memilih alternatif pendekatan lain

yakni Gereja hendaknya bergerak dari pinggir ke pusat. Hal ini berarti bahwa

pembebasan tidak dimulai dari atas lapisan tertinggi hierarki Gereja, karena para

petinggi Gereja ingin mempertahankan pengaruh mereka, juga tidak dimulai dari

bawah, karena keegoisan dan ketidaktahuan umat, tetapi dimulai dari pinggir ke

pusat. Menurut Michael Lowy, kelompok-kelompok sosial yang berada pada

lintas-silang bidang keagamaan Gereja-lah yang menjadi kekuatan pendorong

utama dari pembaharuan ini, dalam satu dan lain cara, yakni mereka yang

memang berada di pinggiran dalam hubungan kelembagaannya dengan Gereja,231

misalnya saja para imam asing atau kongregasi religius.

Perjuangan untuk menolak aktivitas pertambangan di Flores, khususnya di

Manggarai misalnya, peran Ordo Fransiskan dan SVD sangat menonjol. Kedua

serikat religius ini melalui Komisi JPIC-nya masing-masing menjadi pioneer

perjuangan tolak tambang yang menjadi perjuangan Gereja Keuskupan Ruteng

sampai saat ini.232

Itu berarti bahwa gerakan tolak tambang yang menjadi salah

satu kampanye pastoral lingkungan hidup/ekologi Gereja Keuskupan Ruteng

mendapat pengaruh dari kedua komisi ini. Gerakan tolak tambang pada awalnya

bukan berasal dari para petinggi Gereja Keuskupan Ruteng dan juga dari umat

Keuskupan Ruteng, melainkan terutama berasal dari inisiatif kedua komisi ini.

231

Michael Lowy, Teologi Pembebasan, penerj. Roem Topatimasang (Yogyakarta:

INSIST Press, 1999), hlm. 42. 232

Sejarah penolakan terhadap aktivitas pertambangan di Flores dan Manggarai

khususnya dimulai pada tahun 2008. Pioneer utama dari perjuangan ini adalah JPIC OFM

Indonesia dan JPIC SVD. Untuk menggemakan perjuangan ini dilakukan beberapa seminar

akademis, yakni seminar pertama terjadi pada tanggal 6-9 November 2008 di Detusoko, sebuah

kota kecil sekitar 25 km ke arah timur dari kota Ende di Flores tengah, yang dipioneer oleh Komisi

JPIC SVD Provinsi Ende dan JPIC OFM Indonesia. Para peserta yang menjadi sasaran dari

seminar ini adalah semua uskup dan para pemimpin tarekat religius yang berkarya di Flores.

Seminar akademis kedua, diadakan di STFK Ledalero, Maumere pada tanggal 14 Februari 2009

yang diponeer oleh Forum cendekiawan asal manggarai (FORCAM). Peserta yang menjadi

sasaran dari seminar ini adalah para mahasiswa yang belajar di STFK Ledalero dan mahasiswa/i

Akademi Perawat St. Elisabeth Lela di Kabupaten Sikka. Seminar ketiga, diadakan di Ruteng,

yang dianggap sebagai kota utama dari tiga kabupaten di Flores bagian barat, pada tanggal 23

April 2009 yang dipioneer oleh JPIC Provinsi Ruteng dan JPIC OFM Indonesia. Peserta yang

menjadi sasaran dari seminar ketiga ini adalah para tokoh agama, mahasiswa, perwakilan

pemerintah, dan tokoh-tokoh masyarakat pedesaan. Seminar akademis keempat diadakan di kota

Labuan bajo, Flores bagian barat, pada tanggal 25 April 2009 yang diselenggarakan oleh JPIC

SVD Ruteng dan JPIC OFM Indonesia, dan dihadiri oleh perwakilan pemerintah, mahasiswa,

tokoh agama dan tokoh mayarakat pedesaan. Lihat Alexander Jebadu, Bahtera Terancam Karam,

op. cit., hlm. 248-249.

Page 109: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

98

Gerakan ini kemudian mendapat dukungan dari Gereja dan umat setelah mendapat

pencerahan dari kedua komisi ini bersama dengan organisasi-organisasi lainnya.

Bahkan gerakan yang dimulai dari pinggir ini dapat mempengaruhi pandangan

Gereja Keuskupan Ruteng, khususnya dalam dokumen sinodenya. Oleh karena

itu, menjadi jelas bahwa gerakan dari pinggir ke pusat dapat menjadi salah satu

model pendekatan sebagai alternatif dalam usaha membebaskan kaum miskin di

Keuskupan Ruteng.

4.2.7 Pendekatan Holistik

Pendekatan holistik merupakan suatu usaha membebaskan kaum miskin

dari kemiskinan dalam seluruh aspeknya hidupnya. Hal ini berarti bahwa aspek

personalitas atau martabat pribadi kaum miskin sangat dijunjung tinggi. Manusia

tidak boleh dikorbankan dalam pengejaran kepentingan ekonomi. Sebaliknya

manusia harus selalu “menjadi subjek, dasar dan tujuan” dari setiap kegiatan,

termasuk kegiatan ekonomi.233

Selain itu, pendekatan holistik juga berarti bahwa usaha membebaskan

kaum miskin mencakup pelbagai aspek baik fisik maupun non-fisik. Aspek non-

fisik mencakup psikologis dan religius.234

Hal ini mengingat kemiskinan terdapat

dalam banyak jenis, termasuk kemiskinan material maupun spiritual. Untuk

menghilangkan kemiskinan dalam segala segi kehidupan manusia perlu

melibatkan berbagai macam aspek di atas.

Gereja Keuskupan Ruteng mempunyai tugas untuk membebaskan kaum

miskin secara integral. Hal ini mengingat realitas kemiskinan di Manggarai tampil

dalam pelbagai jenis wajah yakni kemiskinan individual, struktural, material,

spiritual, mutlak dan relatif. Berhadapan dengan realitas kemiskinan ini, Gereja

harus mampu membebaskan manusia dari kemiskinan dalam pelbagai jenisnya.

Oleh karena itu, Gereja dalam usahanya harus menggunakan pelbagai pendekatan

yang mungkin. Pelbagai pendekatan ini akan semakin efektif bila Gereja terbuka

233

Sidang Sinodal KWI 2006 (I), “Habitus Baru: Ekonomi yang Berkeadilan”, Spektrum,

1/XXXV (Maret 2007), hlm. 148. 234

Paul Budi Kleden, loc. cit.

Page 110: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

99

untuk bekerja sama dengan pelbagai pihak, sehingga usaha membebaskan kaum

miskin secara holistik dapat terwujud.

Selain Gereja Keuskupan Ruteng sebagai institusi yang berjuang

membebaskan kaum miskin, terdapat beberapa pihak yang memiliki peran yang

sangat menentukan dalam usaha membebaskan kaum miskin dari kemiskinan,

yakni pertama, diri sendiri. Usaha membebaskan kaum miskin harus dimulai dari

diri sendiri yakni para petugas pastoral. Itu berarti bahwa para petugas pastoral

mesti menghidupi semangat kemiskinan dalam kehidupan hariannya. Semangat

inilah yang menjiwai perjuangan para petugas pastoral dalam memperjuangkan

kepentingan kaum miskin. Adanya keselarasan antara perjuangan dan cara hidup

menjadi modal yang kuat bagi para petugas pastoral dalam perjuangan

membebaskan kaum miskin. Iniah yang menjadi tantangan yang harus dilewati

oleh para petugas pastoral Keuskupan Ruteng dalam usaha membebaskan kaum

miskin. Mustahil bersolider dengan kaum miskin kalau di lain pihak cara hidup

para petugas pastoral tidak sesuai dengan perjuangan yang sedang dilakukannya.

Kedua, dalam keluarga. Keluarga merupakan unit terkecil dalam sebuah

masyarakat. Sebagai unit yang paling kecil, keluarga menjadi dasar bagi

kehidupan masyarakat. Pembangunan yang terjadi dalam masyarakat akan

berjalan dengan baik bila melibatkan unit-unit terkecil dalam masyarakat secara

intensif. Usaha Gereja Keuskupan Ruteng dalam membebaskan kaum miskin

mesti menjadikan keluarga sebagai basis pertama. Itu berarti bahwa usaha Gereja

pertama-tama harus menjadikan keluarga sebagai sasaran utama. Dengan

menjadikan keluarga sebagai sasaran utama dalam usaha membebaskan kaum

miskin, usaha Gereja Keuskupan ruteng akan berjalan dengan efektif.

Ketiga, tokoh adat. Masyarakat Manggarai hingga saat ini masih sangat

kental dengan adat istiadat. Hal ini dapat dilihat dari setiap upacara adat yang

terjadi di Manggarai. Tidak mengherankan apabila masyarakat Manggarai hingga

saat ini lebih aktif dalam upacara adat di bandingkan kegiatan gerejani. Inilah

yang menjadi catatan evaluatif bagi Gereja Keuskupan Ruteng dalam karya

pelayanannya membebasakan kaum miskin. Dalam usaha membebaskan kaum

miskin, Gereja Keuskupan Ruteng perlu berdialog dan bekerja sama dengan para

Page 111: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

100

tokoh adat untuk menyadarkan masyarakat dan mencari jalan yang terbaik dalam

usaha membebaskan kaum miskin dari kemiskinan. Salah satu tantangan Gereja

Keuskupan Ruteng dalam membebaskan kaum miskin adalah kebudayaan. Oleh

karena itu, hendaknya Gereja memulai karya pelayanannya dengan berdialog dan

bekerja sama dengan tokoh adat agar setiap usaha yang dilakukan Gereja dapat

diterima masyarakat dengan antusias sebagaimana halnya kegiatan budaya

setempat.

Keempat, pemerintah. Pemerintah merupakan pelaku utama dalam usaha

membebaskan kaum miskin dari belenggu kemiskinan. Usaha yang dibuat

pemerintah menyata dalam setiap program yang dibuat demi kepentingan rakyat,

khususnya kaum miskin. Program yang dibuat pemerintah bukan pertama-tama

bersifat karitatif, tetapi lebih bersifat transformatif. Itu berarti bahwa program-

program yang dibuat harus mampu membawa kaum miskin keluar dari belenggu

kemiskinan. Pemerintah harus memungkinkan kaum miskin bangkit dari

keterpurukan hidupnya. Usaha yang dilakukan pemerintah dengan demikian

menjadi jauh lebih kompleks yakni menciptakan struktur sosial, politik dan

ekonomi yang adil. Semua perjuangan ini hanya menjadi mungkin berdasarkan

sejauh mana pemerintah berpihak kepada kepentingan bersama.

4.3 Program-Program Konkret Gereja Keuskupan Ruteng dalam

Membebaskan Kaum Miskin

Gereja Keuskupan Ruteng dalam sinode III mempunyai perhatian yang

serius dalam usaha membebaskan kaum miskin. Terlepas dari semua pencapaian

yang telah dicapai Gereja Keuskupan Ruteng dalam sejarah perkembangannya

selama seabad lebih, namun Gereja Keuskupan Ruteng tetap berusaha

memperbaiki karya pelayanannya melalui beberapa program pastoral yang

mencakup beberapa bidang karya pastoralnya. Ada empat karya pastoral yang

yang bersinggungan langsung dengan upaya Gereja dalam membebaskan kaum

miskin dari belenggu kemiskinan, yakni bidang sosial politik, ekonomi,

pendidikan, dan lingkungan hidup. Peningkatan pelayanan pada keempat bidang

karya pastoral ini dapat menjadi solusi yang mampu menjawabi penderitaan yang

dialami kaum miskin. Keempat bidang karya pastoral ini juga memiliki program-

program konkretnya masing-masing sebagai bentuk perannya dalam

Page 112: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

101

membebaskan kaum miskin. Oleh karena itu, berikut akan diuraikan program-

program konkret yang dilakukan Gereja Keuskupan Ruteng dalam upaya

membebaskan kaum miskin.

4.3.1 Bidang Sosial Politik

Pada hakekatnya, politik dapat dipahami dalam dua segi, yakni pertama,

segala upaya untuk membangun kesejahteraan bersama. Kedua, segala hal yang

berkaitan dengan kekuasaan seperti pemilu, penyelenggaraan kekuasaan, dan

pengawasan.235

Akan tetapi partisipasi Gereja dalam bidang sosial politik lebih

dilihat sebagai uapaya mewujudkan poin pertama di atas. Meski demikian, dalam

perjuangannya Gereja juga tidak serta merta mengabaikan poin kedua, karena

kedua poin di atas saling mengandaikan. Berhadapan dengan poin kedua di atas,

Gereja sejauh dapat harus bersikap kritis agar tidak terjebak dalam lingkaran

kekuasaan yang justru menumpulkan sikap kritis Gereja.

Selain demi mewujudkan kesejahteraan bersama, partisipasi Gereja dalam

bidang sosial politik juga untuk mendorong tercapainya kesetaraan kemelekan

politik236

di level masyarakat. Hal ini disadari bahwa sebagian besar masyarakat

Manggarai belum melek politik. Masyarakat masih melihat politik hanya sebatas

pada peristiwa pemilu, entah pada lembaga eksekutif maupun legislatif dari

tingkat daerah sampai tingkat nasional. Kenyataan ini mau menunjukkan bahwa

tidak heran bila dalam kehidupan sehari-hari masyarakat seringkali apatis

terhadap setiap kebijakan para penguasa dan di sisi lain para penguasa bertindak

sewenang-wenang atas jabatannya.

Oleh karena itu, untuk mewujudkan kesejateraan bersama dan kemelekan

politik di kalangan masyarakat atau umat, Gereja Keuskupan Ruteng dalam

sinode III 2013-2015 menghasilkan beberapa program konkret yakni pertama,

dalam rangka mengatasi praktik korupsi. Masalah korupsi merupakan salah satu

235

Panitia Sinode III Keuskupan Ruteng, op. cit., hlm. 175. 236

Melek politik artinya pertama-tama paham apa itu politik, sadar akan posisi

istimewanya sebagai pemegang kedaulatan, tahu hak-hak dan kewajiban-kewajiban politiknya,

serta mampu mengartikulasikan hak-hak dan kewajiban politiknya itu. Lihat Rikard Rahmat,

“Menyongsong Gereja yang Politis” dalam Rikard Rahmat (ed.), Gereja Itu Politis., op. cit., hlm.

16.

Page 113: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

102

dari sekian banyak masalah dalam dunia politik. Praktik korupsi sudah semakin

menjamur dalam dunia politik, termasuk di Manggarai, sehingga tidak heran bila

orang yang melakukan korupsi tidak pernah merasa bersalah atas perbuatannya.

Para koruptor merasa malu apabila kemudian tindakannya diketahui publik.

Fenomena ini merupakan suatu potret buram dalam dunia politik kita saat ini.

Oleh karena itu, melihat kenyataan ini Gereja Keuskupan Ruteng berusaha

menanggapinya melalui beberapa program yakni:237

a) Penyusunan dan sosialisasi materi iman dan anti korupsi dalam seluruh reksa

pastoral pewartaan Keuskupan Ruteng, antara lain dalam katekese umat,

renungan doa bulan rosario, khotbah Minggu, seminar dan lokakarya;

b) giatkan kampanye “budaya malu” korupsi di seluruh Keuskupan Ruteng.

Kedua, dalam rangka mengatasi rendahnya pemahaman dan kesadaran

politik di kalangan umat atau masyarakat dan para politisi. Rendahnya

pemahaman dan kesadaran masyarakat dan politisi dalam berpolitik berdampak

langsung pada motivasi masyarakat dan politisi dalam berpolitik. Hal ini juga

mengakibatkan hilangnya rasa tanggung jawab masyarakat dan para politisi untuk

mengambil bagian dalam urusan politik sehingga cita-cita kesejahteraan semakin

jauh dari harapan. Politik bagi masyarakat tidak lebih dari pesta demokrasi yang

berlangsung selama lima tahun sekali. Sedangkan bagi para politisi sendiri, politik

tidak lebih dari perjuangan untuk meraih kekuasaan dan keuntungan pribadi

semata. Tidak heran bila para politisi dengan segala cara merebut atau

mempertahankan kekuasaannya. Oleh karena itu, atas dasar kenyataan ini maka

Gereja Keuskupan Ruteng menetapkan beberapa program konkret yakni:238

a) Penyelenggaraan kegiatan pendampingan politisi Katolik baik dalam bentuk

ibadat maupun dalam bentuk dialog/sharing ataupun seminar/lokakarya demi

sosialisasi prinsip dan nilai Katolik dalam berpolitik.

b) Pewartaan secara sistematis dan masif tema kejujuran dalam seluruh

pewartaan maupun praksis kehidupan Gereja.

237

Panitia Sinode III Keuskupan Ruteng, op. cit., hlm. 191. 238

Ibid., hlm. 192.

Page 114: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

103

c) Kampanye secara masif „tolak politik uang‟ dalam momen-momen menjelang

pemilihan presiden, pemilihan legislatif, pemilihan kepala daerah, dan

pemilihan kepala desa, antara lain melalui mimbar Gereja, media sosial, dan

katekese umat.239

Ketiga, meningkatkan pemahaman dan kesadaran kritis profetis hierarki.

Gereja menyadari bahwa untuk meningkatkan partisipasi umat dalam dunia

politik diperlukan pendidikan politik. Peran sebagai pendidik inilah yang

hendaknya diperhatikan Gereja dalam misinya pada bidang sosial politik.

Kenyataannya masih banyak para klerus yang minim pengetahuan tentang politik.

Bahkan tidak jarang ditemukan para klerus yang turut berpolitik praktis. Oleh

karena itu, demi meningkatkan pemahaman dan kesadaran kritis profetis para

klerus, Gereja Keuskupan Ruteng pun melakukan:240

a) Penyelenggaraan pendidikan politik kritis profetis bagi para klerus

Keuskupan Ruteng.

b) Penyusunan dan penetapan prinsip-prinsip keterlibatan kritis profetis klerus

dalam dunia politik.241

c) Pengawasan ketat terhadap klerus Keuskupan Ruteng dalam menjalankan

fungsi pastoral sosial politik.242

239

Berkaitan dengan masalah politik uang, Gereja Keuskupan Ruteng secara tegas

menolak praktik ini. Hal ini misalnya dilakukan paroki St. Fransiskus Asisi Karot, Keuskupan

Ruteng, di mana para politisi dari paroki tersebut diminta untuk mengambil sumpah. Salah satu

poin dalam sumpah yang diikrarkan tersebut ialah menolak secara tegas pembusukan politik

dengan melakukan politik uang. Lihat, Jo Kenaru, “Di Gereja Katolik Ruteng Para Caleg

Bersumpah Tolak Politik Uang”, dalam Viva, 24 Maret 2019, https://www-viva-co-

id.cdn.ampproject.org/v/s/www.viva.co.id/amp/pemilu/berita-pemilu/1133286-di-Gereja-

Katolik-ruteng-para-caleg-bersumpah-tolak-politik uang?, diakses pada 20 Februari 2020. 240

Panitia Sinode III Keuskupan Ruteng, loc. cit. 241

Upaya Gereja dalam meminimalisasi praktik berpolitik praktis dari para klerus pun

biasa dikeluarkan uskup sebagai bagian dari surat gembalanya. Uskup melalui surat gembalanya

memberikan garis pedoman kepada umatnya untuk memilih calon yang layak untuk dipilih

berdasarkan pelbagai kriteria yang ada. Lebih dari itu, uskup selaku pemimpin Gereja lokal

mengharapkan kerja keras para klerus untuk menjalankan fungsi pastoralnya agar proses pemilu

dapat berjalan sesuai dengan harapan bersama. Mgr. Silvester San, “Surat Gembala Administrator

Apostolik Keuskupan Ruteng Tentang Pemilu 2019”, Komsos Ruteng, 24 Januari 2019, dalam

https://keuskupanruteng.org/surat-gembala-administrator-apostolik-keuskupan-ruteng-

tentang-pemilu-2019/, diakses pada 20 Februari 2020. 242

Berkaitan dengan poin ini, Mgr. Siprianius Hormat, selaku Uskup Ruteng secara tegas

mengingatkan bahwa ia akan menegur secara keras para imamnya yang melakukan politik praktis.

Page 115: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

104

d) Penolakan bantuan-bantuan dana bila terindikasi hal itu memiliki motif-motif

politik tertentu.

Dalam konteks peran Gereja untuk membebaskan kaum miskin, semua

program konkret di atas merupakan solusi yang ditawarkan Gereja sebagai bentuk

partisipasi dalam mewujudkan keadilan sosial. Hal ini berarti bahwa politik

memiliki peranan penting dalam mewujudkan kesejateraan bersama. Meski

demikian, posisi yang diambil Gereja dalam perjuanganya dilihat sebagai seruan

moral. Gereja tidak berorientasi pada kekuasaan, yang pada gilirannya

mengkotak-kotakan masyarakat atau umatnya. Sikap Gereja jelas yakni berjuang

demi terwujudnya kesejahteraan bersama, di mana dalam berpolitik yang

diperjuangkan adalah hak semua orang dan semua orang mengambil bagian dalam

menentukan nasib bersama sebagai warga negara. Itu berarti perjuangan Gereja

jauh melampaui usaha perebutan kekuasaan. Politik akan betul-betul memberikan

hasil yang baik jika dijalankan secara bersih sesuai dengan nilai-nilai yang baik

dan benar. Dengan demikian menjadi jelas pada akhirnya praktik politik yang

bersih dapat menghasilkan kebijakan yang mengutamakan kepentingan bersama.

4.3.2 Bidang Sosial Ekonomi

Karya pastoral Gereja Keuskupan Ruteng pada bidang sosial ekonomi

merupakan sebuah kemendesakan untuk saat ini. Pada dasarnya, kegiatan sosial

dalam bidang ekonomi merupakan setiap aktivitas yang berkaitan dengan

pemenuhan kebutuhan masyarakat, seperti sandang, pangan, papan dan

kesehatan.243

Mengingat pentingnya pastoral di bidang ekonomi ini, maka pastoral

di bidang sosial ekonomi harus dilihat sebagai bagian yang melekat dari tugas

perutusannya itu.

Saat ini masalah kemiskinan di Keuskupan Ruteng sangatlah kompleks.

Ada beberapa masalah dasar yang menjadi isu pokok kemiskinan di Keuskupan

Ruteng berdasarkan temuan sinode III Keuskupan Ruteng. Pertama, kemiskinan

Lihat Christo Lawudin, “Mgr. Sipri Hormat: Saya akan Jewer Pastor yang Berpolitik Praktis”,

dalam Flores Pos, 14 Maret 2020, https://florespos.co.id/berita/detail/mgr-sipri-hormat-saya-akan-

jewer-pastor-yang-berpolitik-praktis, diakses pada 25 Maret 2020. 243

Panitia Sinode III Keuskupan Ruteng, op. cit., hlm. 196.

Page 116: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

105

melilit kehidupan umat Keuskupan Ruteng. Kedua, mutu kesehatan

masyarakat/umat, khususnya ibu dan anak yang rendah. Ketiga, pariwisata

mengancam eksistensi dan identitas kehidupan penduduk lokal. Keempat, pola

dan praktik pertanian kimia anorganik yang merusak manusia dan lingkungan.

Berdasarkan beberapa masalah yang mendesak di atas, ada beberapa

sektor yang menjadi perhatian Gereja Keuskupan Ruteng dalam rangka

membebaskan kaum miskin, pertama, berkaitan dengan mutu kesehatan yang

rendah. Rendahnya mutu kesehatan yang dialami umat Keuskupan Ruteng

mempunyai hubungan langsung dengan kemiskinan. Betapa tidak, ada banyak

orang sakit yang ada di Keuskupan Ruteng yang tidak mendapat perawatan

kesehatan yang memadai karena mereka tidak mempunyai kemampuan untuk

membayar biaya. Fasilitas kesehatan yang serba terbatas juga turut mempengaruhi

mutu kesehatan masyarakat Manggarai. Khusus untuk masalah kesehatan ibu dan

anak, dapat dilihat dari angka kematian ibu dan anak yang masih tinggi.244

Masalah rendahnya kesehatan yang dialami umat Keuskupan Ruteng bila dilihat

secara luas timbul selain oleh karena kesadaran umat sendiri yang masih rendah,

tetapi juga karena struktur yang turut menciptakan kondisi demikian. Oleh karena

itu, ada beberapa program yang dilakukan Gereja Ruteng dalam meningkatkan

mutu kesehatan umat di Keuskupan Ruteng, yakni:245

a) Pengembangan pastoral kesehatan yang meliputi pewartaan (katekese),

ibadat/misa, dan pelayanan sosial kesehatan (rumah sakit, BKIA, bakti sosial

kesehatan).

b) Pembentukan komisi kesehatan yang mengorganisasi dan mengkoordinasi

pastoral kesehatan di Keuskupan Ruteng.

c) Pengintegrasian materi tentang kesehatan ibu dan anak termasuk KBA dalam

KPPK.

244

Data BPS Manggarai menunjukkan bahwa pada tahun 2018 terdapat 78 kasus bayi

yang lahir mati. Lihat BPS Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Dalam Angka 2019, op.

cit., hlm. 93. Data BPS Manggarai Timur juga menunjukkan bahwa pada 2018 terdapat 108 kasus

bayi yang lahir mati. BPS Kabupaten Manggarai Timur, Kabupaten Manggarai Timur Dalam

Angka 2019, op. cit., hlm. 63. Sedangkan data BPS Manggarai Barat pada tahun 2018 terdapat 61

kasus bayi yang mati. BPS Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai Barat Dalam

Angka 2019, op. cit., hlm. 89. 245

Panitia Sinode III Keuskupan Ruteng, op. cit., hlm. 213.

Page 117: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

106

d) Kerja sama dengan pihak berkompeten dalam melakukan penyuluhan

kesehatan.

e) Penyadaran umat, khususnya OMK, remaja pelajar, serta mahasiswa akan

bahaya HIV/AIDS dan narkoba.

f) Membantu orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan dan

mengarahkan mereka pada pelayanan rumah sakit jiwa Bruder Caritas di

Leda, Ruteng.

Kedua, berkaitan dengan pertanian kimia anorganik. Sebagian besar umat

Keuskupan Ruteng berprofesi sebagai petani. Tantangan bagi para petani di

Keuskupan Ruteng saat ini dalam bertani adalah semakin menurunnya

produktivitas lahan pertanian. Hal ini bila ditelisik lebih jauh, tidak terlepas dari

mentalitas umat yang sudah mulai berubah dan cenderung mengejar penghasilan

yang besar dengan cara yang instan. Kenyataan ini dapat dilihat dari para petani

yang lebih gemar menggunakan pupuk kimia anorganik demi meningkatkan

produktivitas lahan.246

Praktik ini di satu sisi kelihatan sangat menguntungkan

untuk jangka pendek, tetapi di sisi lain berdampak buruk untuk jangka panjang.

Tidak mengherankan bila saat ini produktivitas lahan mulai menurun. Penghasilan

masyarakat tidak seimbang dengan biaya yang dikeluarkan. Oleh karena itu,

terhadap praktik ini Gereja Keuskupan Ruteng melalui Sinode III menetapkan

beberapa program, yakni:247

a) Pengembangan pertanian orgnanik di seluruh wilayah Keuskupan Ruteng

melalui pembentukan kebun contoh di setiap paroki.

b) Pengadaan pelatihan pembuatan pupuk organik bagi kelompok-kelompok

tani.

c) Sosialisasi pertanian organik dan pembuatan pupuk organik melalui mimbar

dan katekese serta menyadarkan umat akan dampak negatif dari pertanian

kimia anorganik.

246

Hasil wawancara per telepon seluler dengan RD. Robertus Pelita, Ketua Komisi PSE

Keuskupan Ruteng, pada 17 April 2020. 247

Panitia Sinode III Keuskupan Ruteng, op. cit., hlm. 214.

Page 118: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

107

d) Penyuluhan dan pelatihan pengelolahan pertanian organik dan pembuatan

pupuk organik di semua paroki dan kelompok umat dalam wilayah

Keuskupan Ruteng melalui komisi PSE.

e) Pembuatan dan penyediaan modul-modul yang berisi informasi dan

pengetahuan organik di sekolah-sekolah.

Ketiga, berkaitan dengan pariwisata. Tak dapat disangkal bahwa saat ini

pariwisata merupakan salah satu kegiatan bisnis yang paling menjanjikan bagi

setiap negara. Hal yang sama juga terjadi di tingkat lokal, misalnya di Manggarai

sedang gencar mempromosikan tempat-tempat pariwisata. Salah satu wisata

unggulan di Manggarai khususnya di wilayah Manggarai Barat yang telah lama

mendunia adalah Komodo. Binatang Komodo yang telah mendunia itu telah

berhasil menggaet para wisatawan mancanegara maupun lokal untuk berkunjung

ke sana.

Kenyataan ini tentunya membawa dampak positif kepada masyarakat

Manggarai Barat. Akan tetapi, tidak dapat dielakkan bahwa dampak negatif juga

turut hadir melalui sektor pariwisata ini. Dilihat dari sisi ekonomi, keuntungan

sebagian besar jatuh ke tangan para kapitalis, sedangkan rakyat kecil hanya

mendapatkan remah-remah. Kemudian dilihat dari sisi budaya, pariwisata turut

mengikis kearifan lokal yang sudah terpelihara selama bertahun-tahun melalui

perjumpaan dengan budaya baru yang sama sekali berbeda dengan budaya lokal

setempat. Oleh karena itu, terhadap sektor pariwisata Gereja Keuskupan Ruteng

melalui programnya dalam sinode III berjuang untuk248

:

a) Merumuskan dan mewujudkan pastoral pariwisata untuk menjamin

pelestarian, keutuhan dan keterkaitan nilai-nilai Injil dan budaya lokal serta

memberi kesaksian tentang kehadiran Kerajaan Allah yang menyelamatkan

melalui – pendidikan dan pelatihan kepariwisataan dan – aneka kegiatan

rohani, seperti misa, rekoleksi, dan katekese pariwisata.

b) Melestarikan tradisi dan warisan budaya lokal dalam bentuk nilai-nilai

kearifan lokal, simbol-simbol, busana, (songke, bero, bali belo, sapu curuk),

kuliner (rebok [rodo dan siki seko], lomak, kolo, cobol, saung ndusuk, tibu,

248

Ibid., hlm. 215.

Page 119: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

108

rani, kompiang, gola manggarai), tari dan nyanyi. Hal ini dapat dilakukan

melalui kegiatan-kegiatan berikut: diskusi budaya, mengadakan perlombaan

seni/kekayaan budaya (mbata, ndundu ndake, danding, rawa, ragasulung, sae,

caci, rangkuk alu, sunding tongkeng, jarang dongka), membudidayakan

produk lokal, kegiatan promosi budaya, mendokumentasikan atribut-atribut

budaya.

Keempat, pengembagan koperasi. Koperasi di Keuskupan Ruteng

mengalami perkembangan yang sehat. Hal ini ditunjukkan dengan perkembangan

koperasi yang mencapai 16 puskopdit dan saat ini koperasi milik Keuskupan

Ruteng sudah terdaftar sebagai inkopdit Indonesia.249

Dalam rangka

mengembangkan koperasi di Keuskupan Ruteng, Gereja Keuskupan Ruteng

melalui sinode III mencanangkan beberapa program yakni:250

a) Pengembangan pastoral koperasi yang menanamkan dan mengembangkan

nilai-nilai kristiani, seperti solidaritas, tanggung jawab sosial, kejujuran, dan

subsidiaritas.

b) Penugasan pastor paroki untuk memfasilitasi pembentukan koperasi paroki

atau mendorong umat masuk menjadi anggota koperasi yang sehat yang

sudah ada di paroki serta mendampingi mereka secara pastoral.

4.3.3 Bidang Sosial Pendidikan

Pendidikan merupakan hak semua orang. Pendidikanlah yang

memungkinkan seseorang menjadi sungguh-sungguh manusia. Menyadari

pentingnya pendidikan bagi hidup manusia, Gereja pun turut berpartisipasi dalam

dunia pendidikan sebagai bentuk tanggung jawabnya dalam membentuk manusia

sebagai pribadi yang matang dan sebagai anggota masyarakat dapat mewujudkan

kesejahteraan bersama. Peran Gereja dalam dunia pendidikan dilihat sebagai

bentuk tanggung jawabnya atas pembentukan pribadi manusia.251

Namun lebih

249

Hasil wawancara per telepon seluler dengan RD. Robertus Pelita, Ketua Komisi PSE

Keuskupan Ruteng, pada 17 April 2020. 250

Panitia Sinode III Keuskupan Ruteng, op. cit., hlm. 216. 251

Nota Pastoral tentang Pendidikan, Lembaga Pendidikan Katolik: “Media Pewartaan

Kabar Gembira, Unggul dan Lebih Berpihak pada Kaum Miskin” (Jakarta: Sekretariat Jenderal

KWI, 2008), hlm. 6-7.

Page 120: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

109

dari itu, peran ini ditempuh Gereja sebagai bentuk partisipasinya dalam upaya

mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang telah diamanatkan dalam

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta Undang-Undang Sisdiknas.

Meski peran Gereja dilihat sebagai bentuk partisipasi dalam peran

pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Akan tetapi jika dilihat secara

historis peran Gereja dalam pendidikan di Manggarai sudah terlihat jauh sebelum

masa kemerdekaan Indonesia yakni dengan mendirikan sekolah di Labuan Bajo

dan di Reo pada tahun 1911. Sejak awal kedatangannya, Gereja memulai misinya

di Manggarai dengan mendirikan sekolah-sekolah. Hal ini berarti bahwa misi

Gereja dalam membentuk manusia sebagai pribadi yang matang sangatlah besar.

Perhatian Gereja dalam bidang pendidikan tidak hanya bertumpu pada

pendidikan formal, tetapi juga pendidikan nonformal. Berkaitan dengan lembaga

pendidikan formal, Gereja Keuskupan Ruteng telah mendirikan lembaga

pendidikan dari tingkat PAUD hingga perguruan tinggi. Hal ini tentunya dilihat

sebagai bentuk tanggung jawab Gereja dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pendidikan nonformal juga mendapat perhatian penting dalam misi Gereja.

Pendidikan nonformal dilaksanakan di luar sekolah, di mana keluarga sebagai

pelaku pertama. Peran orangtua dalam pendidikan nonformal sangat penting,

sebab orang pertama yang dikenal anak adalah orangtuanya. Dengan demikian

dalam pendidikan peran orangtua harus diperhitungkan sebagai salah satu unsur

yang turut menentukan kesuksesan sebuah pendidikan. Ada tiga unsur yang

diperhatikan Gereja dalam pelaksanaan pendidikan yakni insan-nsan pendidikan,

siswa dan orangtua.

Pentingnya pastoral pendidikan juga ditetapkan Gereja melalui beberapa

program konkretnya yakni berkaitan dengan pendidikan dasar dan menengah;

berkaitan dengan pendidikan tinggi; dan berkaitan dengan peran yayasan Sukma

dan yayasan Katolik lainnya di Keuskupan Ruteng. Oleh karena itu, berikut akan

diuraikan program-program Gereja Keuskupan Ruteng berdasarkan Sinode III

Page 121: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

110

berkaitan dengan pastoral di bidang sosial pendidikan: pertama, berkaitan dengan

pendidikan dasar dan menengah:252

a) Membangun etos kerja yang baik dari insan-insan pendidikan (guru, kepala

sekolah, pegawai, dan tenaga pendidikan lainnya) melalui aneka kegiatan

pembinaan, seperti: rekoleksi, retret, pelatihan, dan supervisi pendidikan.

b) Pengembangan manajemen sekolah yang profesional, akuntabel, kreatif dan

transparan.

c) Pengembangan manajemen pembelajaran yang partisipatif, kritis, kreatif, dan

kontekstual.

d) Mengusahakan pendampingan dan pembinaan asrama yang intensif,

profesional, kristiani, dan bertanggungjawab berdasarkan standar baku

pengelolaan pastoral asrama yang dikeluarkan oleh Komisi Pendidikan

Keuskupan Ruteng.

e) Melanjutkan pengumpulan Dana Abadi Pendidikan yang dikelola oleh

Komisi Pendidikan untuk membiayai kegiatan pastoral pendidikan, beasiswa

bagi anak-anak miskin serta mendukung pembangunan fasilitas sekolah dan

asrama.

Kedua, berkaitan dengan pendidikan tinggi. Perhatian Gereja Kuskupan

Ruteng dalam pendidikan tidak hanya diarahkan pada pendidikan dasar dan

menengah, tetapi juga pada pendidikan tinggi. Hal ini dapat dilihat dari peran

Gereja Keuskupan Ruteng dalam mendirikan dua lembaga pendidikan tinggi yang

ada di Manggarai yakni Universitas Katolik St. Paulus Ruteng dan Sekolah Tinggi

Ilmu Pastoral St. Sirilus Ruteng. Dua pendidikan tinggi yang ada di Manggarai

saat ini merupakan lembaga pendidikan milik Gereja Keuskupan Ruteng. Tujuan

pendirian kedua lembaga pendidikan tinggi ini adalah demi mendidik mahasiswa

menjadi agen perubahan di Manggarai dan juga menjadi pelayan pastoral yang

handal di tengah umat. Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan peran

pendidikan tinggi bagi pembangunan hidup bermasyarakat dan berumat, Gereja

Keuskupan Ruteng melalui sinode III menetapkan:253

252

Panitia Sinode III Keuskupan Ruteng, op. cit., hlm. 235. 253

Ibid., hlm. 236.

Page 122: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

111

a) Peningkatan status STKIP St. Paulus Ruteng menjadi universitas untuk

menjawabi kebutuhan masyarakat, sambil memperhatikan mutu pelayanan

demi melahirkan cendekiawan yang berilmu dan beriman.

b) Pengembangan proses pembelajaran dan penelitian serta pengabdian

masyarakat yang berkualitas sehingga para mahasiswa sungguh-sungguh

dapat menjadi tenaga kerja kreatif, inovatif, berdaya saing, dan mandiri.

Ketiga, berkaitan dengan peran yayasan Sukma. Semua pendidikan

Katolik berada di bawah naungan yayasan Sukma. Itu berarti perkembangan

pastoral pendidikan di Manggarai sangat ditentukan oleh peran yayasan dalam

mengatur manajemen pendidikan Katolik. Oleh karena itu, melihat pentingnya

peran yayasan dalam mengatur pendidikan Katolik di Manggarai, sinode III

Keuskupan Ruteng dalam programnya memutuskan untuk:254

a) Merevitalisasi dan mereformasi lembaga yayasan Sukma agar menjadi

lembaga penyelenggara pendidikan dengan struktur baru yang ramping dan

terfokus, sehingga mampu mengarahkan lembaga pendidikan yang

dikelolanya secara efektif dan efisien sesuai dengan kebijakan pastoral

pendidikan Keuskupan Ruteng.

b) Membuat MoU dengan tiga kabupaten di Keuskupan Ruteng untuk menjamin

eksistensi dan identitas SDK-SDK dan menguatkan peran yayasan Sukma

sebagai penyelenggara pendidikan 265 SDK.

c) Membuat petisi kepada pemerintah pusat untuk menolak kebijakan penarikan

guru-guru negeri (guru PNS) dari sekolah swasta dan menjamin penempatan

guru-guru PNS di sekolah swasta sebagai wujud tanggung jawab Negara

terhadap pendidikan.

4.3.4 Bidang Lingkungan Hidup

Perhatian Gereja Keuskupan Ruteng terhadap isu lingkungan hidup dapat

dikatakan sudah nampak melalui pelbagai kebijakan pastoralnya. Hal ini patut

disadari bahwa keberlangsungan hidup manusia dan makluk lainnya di atas bumi

sangat bergantung pada sikap dan tindakan manusia terhadapnya. Demikian pula

254

Ibid., hlm. 237.

Page 123: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

112

dengan keberlangsungan hidup dari generasi yang akan datang sangat bergantung

pada sikap dan tindakan generasi yang hidup pada saat ini. Adanya pergeseran

paradigma berpikir yang telah berkembang selama bertahun-tahun turut

membentuk cara pandang manusia terhadap alam.

Menurut Pater Leo Kleden paradigma ialah pola dasar yang melandasi

cara pikir dan sikap hidup manusia dalam satu masyarakat.255

Pergeseran

paradigma ini terjadi dimulai dari kebudayaan pramodern, modern, dan

postmodern. Lebih lanjut Pater Leo menjelaskan bahwa ketiga tahap ini

mempunyai kekhasannya dalam memandang alam lingkungan hidupnya.

Kebudayaan pramodern memandang dunia sebagai kosmos yang memiliki

kedekatan dengan yang sakral, sehingga Tuhan dilihat sebagai pusat kehidupan

atau dikenal dengan Theosentrisme. Tetapi dalam keudayaan modern terjadi

pergeseran di mana manusia melihat dirinya sebagai subjek, sedangkan alam

dilihat sebagai objek. Pandangan ini melahirkan sikap antroposentrik, di mana

manusia dilihat sebagai pusat dari segala sesuatu. Tahap terakhir adalah

kebudayaan postmodern, di mana dunia tidak dilihat sebagai objek, tetapi sebagai

lingkup hidup, “home”. Itu berarti bahwa manusia dilihat sebagai makluk yang

mengada bersama yang lain dalam dunia.256

Berdasarkan kerangka teoretis yang dijelaskan oleh Pater Leo Kleden di

atas, maka dapat dikatakan bahwa masyarakat Manggarai dalam melihat dunia

masih berada pada tahap modern, di mana alam dilihat sebagai objek. Anggapan

ini juga didukung dengan kenyataan praktik eksploitasi terhadap alam secara

masif. Cara pandang antroposentrisme ini melahirkan beberapa praktik yang

keliru dari masyarakat. Hal ini pun menyata dalam beberapa kasus yang marak

terjadi akhir-akhir ini yakni pertambangan yang merusak ekosistem.257

Saat ini

255

Untuk memahami konsep paradigma berpikir masyarakat Manggarai dalam

memandang alam lingkungan hidupnya, saya menggunakan konsep paradigma kebudayaan yang

dikemukakan oleh Pater Leo Kleden dalam bagian terakhir kuliah Filsafat Manusia. Lihat, Leo

Kleden, “Filsafat Manusia” (Bahan Kuliah, Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, Maumere,

2019). 256

Ibid. 257

Akhir-akhir ini juga di manggarai Timur terjadi pro-kontra berkaitan dengan

pembukaan pabrik semen yang akan terjadi di Lingko Lolok, Lamba Leda, Maggarai Timur.

Menurut Ferdy Hasiman, kebijakan bupati Manggarai Timur dengan mendatangkan investor untuk

membuka pabrik semen di Lingko Lolok dengan tujuan untuk menyerap tenaga kerja dan

Page 124: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

113

masyarakat baru mulai sadar akan dampak buruk dari adanya pertambangan,

khusus untuk Manggarai pertambangan telah membawa kehancuran bagi

lingkungan hidup. Masyarakat yang tinggal di sekitar daerah lingkar tambang

bukannya mengalami kesejahteraan, tetapi malah mengalami penderitaan yang

lebih serius karena lahan pertanian mereka sudah berubah menjadi lahan tandus

dan rusak.

Selain praktik pertambangan, saat ini juga persoalan lain yang turut

memperparah kerusakan lingkungan hidup ialah makin maraknya penebangan

pohon secara liar. Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air

tanah. Saat ini masyarakat Manggarai sudah mulai merasakan dampak dari

kekeringan air. Hutan yang berfungsi sebagai daerah resapan air yang

menyediakan air untuk kehidupan mereka, kini dimusnahkan. Dampak lain yang

timbul dari penebangan pohon secara liar ini adalah bencana bajir dan longsor

pada beberapa tahun terakhir di Manggarai. Oleh karena itu, menghadapi

beberapa isu di atas, maka Gereja Keuskupan Ruteng bertekad untuk258

:

a) Melanjutkan gerakan tanam 1000 pohon di setiap tanah paroki dan tanah

keuskupan, khususnya di lahan kritis dan sumber mata air.

b) Melanjutkan gerakan penolakan terhadap tambang (mineral) melalui kegiatan

penyadaran, pemberdayaan masyarakat, dan demo tolak tambang.

Usaha-usaha yang dilakukan Gereja Keuskupan Ruteng dalam

melestarikan lingkungan hidup merupakan satu langkah awal dari cara pandang

yang baru terhadap dunia, yakni dunia dilihat sebagai lingkup hidup, “home”.

Dengan melihat dunia sebagai “home”, maka segala sikap dan perilaku yang

merusakkan alam dapat dihindari. Hal ini tentunya mempunyai dampak positif

terhadap eksistensi manusia dan makluk hidup lainnya. Sedangkan dalam konteks

membebaskan kaum miskin, upaya Gereja Keuskupan Ruteng dapat dilihat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat merupakan omong kosong. Kemudian lebih lanjut

Hasiman berpendapat bahwa jangan sampai agenda pembukaan pabrik semen hanya sebagai kedok

untuk membuka usaha yang lain, mengingat wilayah tersebut merupakan bekas tambang mangan

yang telah ditutup. Untuk uraian selengkapnya tentang masalah pabrik semen di Lingko Lolok,

lihat Ardy Abba, “Janji Bupati Agas di Balik Rencana Pabrik Semen Lingko Lolok Omong

Kosong”, dalam VoxNtt.com, 13 April 2020, https://voxntt.com/2020/04/13/janji-bupati-agas-di-

balik-rencana-pabrik-semen-lingko-lolok-omong-kosong/61299/, diakses pada 20 April 2020. 258

Panitia Sinode III Keuskupan Ruteng, op. cit., hlm. 255.

Page 125: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

114

sebagai usaha untuk mencegah keserakahan manusia saat ini, agar generasi yang

hidup pada masa yang akan datang tidak mengalami kemiskinan yang lebih akut

karena semua kekayaan alam yang ada saat ini dihabiskan hanya untuk keinginan

generasi masa kini. Oleh karena itu, perjuangan Gereja dilihat sebagai upaya

menyelamatkan generasi masa kini dan kehidupan generasi yang hidup pada masa

yang akan datang.

4.4 Strategi Gereja Keuskupan Ruteng dalam Membebaskan Kaum Miskin

Semua program konkret yang telah dirancang Gereja Keuskupan Ruteng

merupakan suatu idealisme yang diharapkan mampu menjawabi situasi umat saat

ini dan di sini. Akan tetapi idealisme tersebut harus berhadapan dengan pelbagai

kendala yang ada selama pelaksanaan program berlangsung. Gereja harus realistis

bahwa dalam pelaksanaan pelbagai program tidak terlepas dari pelbagai kendala

baik internal maupun eksternal. Untuk mengatasi kendala yang ada maka

diperlukan sebuah strategi yang dapat meminimalisasi segala bentuk hambatan,

sehingga semua program yang telah dirancang sebelumnya dapat terealisasi

dengan baik. Salah satu strategi yang ditawarkan sebagai jalan keluar untuk

merealisasikan program-program yang telah dirancang Gereja Keuskupan Ruteng

dalam usahanya membebaskan kaum miskin adalah dengan melakukan

pembenahan manajemen pastoral. Manajemen pastoral yang baik memungkinkan

semua program yang telah dirancang bersama dapat diterjemahkan secara efektif

dan efisien di kemudian hari.

4.4.1 Pembenahan terhadap Manajemen Pastoral: Suatu Upaya Strategis

Membebaskan Kaum Miskin

Manajemen pastoral merupakan proses untuk merencanakan,

mengorganisasikan, mengarahkan, dan mengendalikan manusia dan sumber daya

lainnya dalam organisasi Gereja baik di keuskupan, paroki, stasi, wilayah,

kelompok basis atau juga di lembaga dan organisasi pastoral lainnya agar tercipta

efisiensi dan efektivitas pelayanan pastoral.259

Adanya manajemen pastoral

merupakan suatu prasyarat agar kegiatan pastoral menjadi proses yang rasional,

259

Marselus R. Payong, “Menjadi Gembala Berwatak Manajer dan Menjadi Manajer

Berhati Gembala”, dalam Max Regus dan Fidelis Den (ed.), Omnia in Caritate, Lakukanlah

Semua dalam Kasih (Jakarta: Penerbit Obor, 2020), hlm. 184.

Page 126: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

115

purposif, transparan, objektif, dan akuntabel. Ada empat fungsi manajemen

pastoral yang pada hakikatnya dapat mendukung terwujudnya suatu program

pastoral yakni fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan

pengendalian.

4.4.1.1 Fungsi perencanaan (Planning)

Perencanaan merupakan syarat utama yang harus dilalui dalam fungsi

manajemen. Perencanaan adalah menentukan apa yang terjadi atau apa yang akan

dilakukan di masa depan dengan mempertimbangkan pelbagai peluang, sumber

daya dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan.260

Itu

berarti bahwa kesuksesan suatu program pastoral dalam Keuskupan Ruteng sangat

ditentukan dengan sejauh mana perencanaan program dilakukan dengan baik.

Menurut Marselinus R. Payong, suatu perencanaan yang baik memiliki

beberapa kriteria:261

Pertama, signifikansi (significancy). Artinya suatu

perencanaan harus memiliki nilai manfaat, khususnya terhadap pemecahan

masalah tertentu. Dalam konteks kemiskinan misalnya, perencanaan kegiatan

harus berorientasi pada pemecahan masalah yang sedang dialami kaum miskin.

Kedua, fisibilitas (feasibility). Itu berarti bahwa perencanaan yang baik harus

dapat direalisasikan minimal sebagian besar dari apa yang direncanakan.

Ketiga, relevansi (relevancy). Suatu perencanaan yang baik memiliki

keterkaitan dengan kebutuhan riil yang dihadapi, khususnya berkaitan dengan

pemecahan masalah yang diharapkan. Keempat, kepastian (certainity).

Perencanaan yang baik harus memiliki derajat kepastian, khususnya dalam hal

kelengkapan, keterlaksanaannya, keturunannya, keberimbangannya, dan

keterlibatan semua komponen organisasi. Kelima, ketelitian (parsiomoniousness).

Itu berarti bahwa dalam merancang program pastoral, Gereja Keuskupan Ruteng

mesti memiliki garis komando yang jelas dengan fungsi serta tugas yang pasti,

agar pelaksanaan tugas tidak tumpang tindih.

260

Ibid. 261

Ibid., hlm. 184-185.

Page 127: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

116

Keenam, adaptabilitas (adaptability). Perencanaan yang baik juga harus

bersifat dinamis, artinya selalu memberikan ruang yang fleksibel bagi tuntuntan-

tuntutan baru yang mungkin tidak diakomodasi dalam detil perencanaan. Ketujuh,

dapat diukur (measurable). Perencanaan yang baik hendaknya juga bisa diukur

ketercapaiannya. Itu berarti bahwa dalam perencanaan sangat diperlukan adanya

indikator yang dapat dijadikan ukuran kesuksesan suatu program. Indikator

merupakan suatu tanda atau bukti bahwa tujuan dari sebuah program tercapai.262

Gereja Kuskupan Ruteng sejauh ini telah membuat rancangan program-

program yang konkret dalam Sinode III. Semua program tersebut merupakan

langkah awal bagi karya pastoral demi membebaskan kaum miskin dari belenggu

kemiskinan. Itu berarti bahwa sejauh ini Gereja Keuskupan Ruteng telah

menjalankan fungsi pertama dalam manajemen pastoral. Langkah berikut yang

menjadi tugas Gereja ke depannya adalah pengorganisasian, sehingga semua

program yang telah dibuat dapat diaktualisasi berdasarkan tujuan yang hendak

dicapai.

4.4.1.2 Pengorganisasian (Organizing)

Fungsi kedua dalam manajemen adalah pengorganisasian. Berkaitan

dengan organisasi, dalam manajemen dibagi menjadi organisasi formal dan

organisasi informal. Menurut Barnard sebagaimana diuraikan Harold Koontz,

Cyril O‟Donnell dan Heinz Weihrich, organisasi formal merupakan sebuah

aktivitas yang dijalankan seorang atau lebih yang dikoordinasi secara sadar

menuju suatu tujuan tertentu. Sedangkan organisasi informal merupakan setiap

aktivitas pribadi gabungan tanpa tujuan gabungan yang sadar, meskipun mungkin

memberi sumbangan kepada hasil-hasil gabungan itu.263

Organisasi yang

dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah organisasi formal.

Organisasi yang baik harus dilengkapi dengan uraian tugas yang jelas dari

masing-masing komisi atau seksi serta kualifikasi dan kompetensi kepengurusan

262

Frederikus Djelahu Maigahoaku dan Martin Chen, “Perencanaan dan Program Pastoral

Diakonia”, dalam Martin Chen dan Agustinus Manfred Habur (ed.), Diakonia Gereja, Pelayanan

Kasih bagi Orang Miskin dan Marginal (Jakarta: Penerbit Obor, 2020), hlm. 182. 263

Harold Koontz, Cyril O‟Donnell dan Heinz Weihrich, Manajemen 1, ed. Alfonsus

Sirait (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1996), hlm. 283.

Page 128: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

117

yang tepat untuk menduduki komisi atau seksi tersebut. Dalam konteks

manajemen pastoral Gereja Keuskupan Ruteng, kualifikasi dan kompetensi

kepengurusan perlu diperjelas, tidak hanya kompentensi teknis tetapi juga

mencakup beberapa atribut kepribadian yang mendukung, seperti loyalitas,

kesediaan, kemauan berkorban, memiliki integritas iman yang terpancar dalam

sikap dan perilaku hidup harian.264

Uraian tugas sangat penting karena akan

menjadi acuan untuk merumuskan tugas pokok dan fungsi dari masing-masing

personalia pada berbagai komisi atau seksi dan posisinya. Selain itu, perlu

ditetapkan juga norma-norma yang mengatur tugas pokok dan fungsi serta

hubungan kerja antarkomisi atau antarseksi sehingga menjadi panduan bersama

untuk melakukan segala tugas pokok dan fungsi sebaik-baiknya.

Fungsi pengorganisasian juga berkaitan erat dengan memanfaatkan secara

baik dan benar sumber daya manusia yang ada yakni dengan memilih dan

menempatkan para pengurus pada pelbagai komisi atau seksi sesuai dengan

struktur organisasi yang ada. Ada beberapa hal penting yang menjadi syarat

pemilihan dan penempatan para pengurus dalam pelbagai komisi atau seksi,

yakni kompetensi pengurus, beban kerja, dan reward.265

Kompetensi pengurus

merupakan faktor yang paling menentukan dalam manajemen sumber daya

manusia. Itu berarti bahwa yang diharapkan adalah menempatkan orang yang

sesuai dengan bidang keahlian atau kompetensi yang dimilikinya. Hal lain yang

perlu diperhitungkan adalah bahwa dalam memilih orang untuk ditempatkan

dalam sebuah komisi atau seksi mesti mempertimbangkan minat yang dimilikinya

atas tugas yang akan diembannya.

Setelah itu, pengelolaan kepengurusan juga harus memperhitungkan beban

kerja dari para pengurus atau petugas pastoral. Karya pastoral yang efektif sangat

bergantung pada besar kecilnya beban kerja yang dimiliki oleh para petugas

pastoral. Dalam karya pastoral, beban kerja bisa diukur dari volume pekerjaan

atau juga medan pastoral yang dilayani dan jumlah umat yang harus dilayaninya.

264

Marselus R. Payong, “Menjadi Gembala Berwatak Manajer dan Menjadi Manajer

Berhati Gembala”, dalam Max Regus dan Fidelis Den (ed.), Omnia in Caritate, Lakukanlah

Semua dalam Kasih, op. cit., hlm. 191. 265

Ibid.

Page 129: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

118

Hal ini dapat terjadi ketika rasio perbandingan antara jumlah petugas pastoral

lebih sedikit dari pada jumlah umat yang harus dilayani. Selain itu, reward atau

imbalan juga penting dalam pengelolaan sumber daya manusia. Para petugas

pastoral berhak atas upah dan jaminan hidup yang layak, minimal kebutuhan-

kebutuhan dasarnya terpenuhi. Imbalan hendaknya disesuaikan dengan beban

kerja, tingkat kerumitan pekerjaan, dan prestasi-prestasi yang didapat.

4.4.1.3 Pengarahan (Leading)

Fungsi ketiga yang penting dalam manajemen adalah pengarahan.

Pengarahan merupakan suatu proses untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia

akan tergerak dengan sukacita dan penuh semangat untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan bersama.266

Fungsi pengarahan dalam manajemen patoral Gereja

Keuskupan Ruteng mencakup beberapa aspek penting, yakni motivasi,

kepemimpinan, komunikasi dan penyelesaian konflik. Seorang petugas pastoral

harus mampu memberikan motivasi kepada setiap anggota yang berada di bawah

kepemimpinannya. Hal ini penting, sebab motivasi yang diberikan dapat memberi

dorongan kepada bawahan untuk bertindak sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan.

Ada dua teknik yang dapat dilakukan petugas pastoral dalam memberikan

motivasi kepada para bawahannya, yakni penguatan positif dan partisipasi.

Dalam penguatan positif, petugas pastoral harus menciptakan lingkungan kerja

yang baik dengan memuji yang berprestasi baik dan menghukum yang berprestasi

buruk yang menimbulkan hasil negatif. Sedangkan dalam teknik partisipasi,

petugas pastoral harus mengikutsertakan mereka dalam mengambil keputusan,

sehingga mereka merasa ikut terlibat.

Selain motivasi, dalam fungsi pengarahan yang tidak kalah penting adalah

kepemimpinan. Kepemimpinan dilihat sebagai pengaruh, seni atau proses

mempengaruhi orang-orang sehingga mereka akan berusaha mencapai tujuan

kelompok dengan kemauan dan antusias.267

Hal ini berarti bahwa seorang petugas

266

Harold Koontz, Cyril O‟Donnell dan Heinz Weihrich, Manajemen 2, ed. Gunawan

Hutauruk, MBA (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1996), hlm. 94. 267

Ibid., hlm. 147.

Page 130: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

119

pastoral harus memiliki jiwa kepemimpinan. Dari sekian banyak gaya

kepemimpinan, kepemimpinan yang demokratis merupakan gaya kepemimpinan

yang paling ideal dan efektif dalam memelihara relasi antara atasan dan bawahan

dalam sebuah organisasi. Kemudian, seorang petugas pastoral juga harus mampu

membangun semangat kerja tim dan selalu melakukan koordinasi dan sinkronisasi

terhadap pelbagai aktivitas seksi. Dalam manajemen pastoral, fungsi koordinasi

dan sinkronisasi harus dilakukan secara rutin dan berkesinambungan terutama

untuk menyelaraskan pelbagai program dan kegiatan serta capaian-capaiannya.

Komunikasi juga merupakan aspek yang penting dalam fungsi

pengarahan. Menurut Barnard sebagaimana dikutip Harold Koontz, Cyril

O‟Donnell dan Heinz Weihrich, komunikasi merupakan sarana penghubung

antara orang-orang dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama.268

Komunikasi yang dibangun harus berdampak pada tercapainya setiap rencana

yang telah dibuat. Untuk menghasilkan komunikasi yang sehat dan efektif

diperlukan media sebagai perantara agar setiap aspirasi yang dimiliki setiap

anggota dapat tersalur dengan baik. Hal yang sama juga dapat memudahkan

petugas pastoral untuk memberikan arahan kepada semua anggota

kepengurusannya.

Aspek terakhir yang tidak kalah penting dalam fungsi pengarahan adalah

kemampuan menyelesaikan konflik. Seorang petugas pastoral harus memiliki

kemampuan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dalam organisasi yang

dipimpinnya. Konflik terjadi manakala muncul perbedaan pendapat atau

pandangan baik antara individu maupun antara seksi dalam suatu organisasi.

Peran seorang petugas pastoral adalah menjadi penengah yang mampu

menemukan benang merah atau mensintesiskan pelbagai pandangan yang ada.269

Oleh karena itu, peran petugas pastoral sangat menentukan ketika menghadapi

sebuah konflik yang terjadi dalam organisasi yang dipimpinnya.

268

Ibid., hlm. 169. 269

Dr. Marselus R. Payong, M.Pd, “Menjadi Gembala Berwatak Manajer dan Menjadi

Manajer Berhati Gembala”, dalam Dr. Max Regus dan Dr. Fidelis Den (ed.), Omnia in Caritate,

Lakukanlah Semua dalam Kasih, op. cit., hlm. 195.

Page 131: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

120

4.4.1.4 Pengendalian (Controlling)

Fungsi manajemen yang terakhir adalah pengendalian. Fungsi ini

berkaitan dengan aktivitas untuk mengetahui capaian-capaian dalam pelaksanaan

tugas pada pelbagai komisi atau seksi dengan menggunakan ukuran dan standar

tertentu. Ada tiga tahap penting yang mesti dilakukan Gereja Keuskupan Ruteng

dalam menjalankan fungsi pengendalian, yakni (1) standar sebagai kriteria

keberhasilan atau ketercapaian, (2) pengukuran sebagai kegiatan untuk

mengetahui ketercapaian hasil dengan kriteria-kriteria keberhasilan, dan (3)

memperbaiki penyimpangan yang tidak dikehendaki dari standar dan

perencanaan.270

Pertama, standar merupakan merupakan kriteria yang dipakai untuk

mengukur prestasi kerja yang telah dicapai berdasarkan rencana yang telah

ditetapkan. Standar yang biasa digunakan dalam mengukur prestasi kerja adalah

standar kuantitatif dan kualitatif. Standar kuantitatif dapat dilihat dari pencapaian

yang ditunjukkan dengan angka-angka, sedangkan standar kualitatif dapat diukur

dengan penilaian-penilaian persepsional yang diungkapkan secara bebas maupun

diungkapkan melalui skala-skala pengukuran tertentu.271

Kedua, pengukuran sebagai kegiatan untuk mengetahui ketercapaian hasil

dengan kriteria-kriteria keberhasilan. Langkah ini sangat penting untuk

mengetahui sudah sejauh mana pencapaian atau prestasi program pastoral yang

telah dicapai berdasarkan rencana yang telah dibuat. Prestasi yang dicapai

merupakan suatu indikator bahwa suatu program pastoral terlaksana dengan baik.

Oleh karena itu, pencapaian ini pun dapat menjadi titik tolak dalam prencanaan

yang dibuat untuk masa yang akan datang.

Ketiga, memperbaiki penyimpangan yang tidak dikehendaki dari standar

dan perencanaan. Hal ini berarti bahwa apabila pencapaian atau prestasi yang

diperoleh dalam program pastoral tidak sesuai dengan standar dan prencanaan,

270

Harold Koontz, Cyril O‟Donnell dan Heinz Weihrich, Manajemen 2, ed. Gunawan

Hutauruk, MBA, op. cit., hlm. 197. 271

Marselus R. Payong, “Menjadi Gembala Berwatak Manajer dan Menjadi Manajer

Berhati Gembala”, dalam Max Regus dan Fidelis Den (ed.), Omnia in Caritate, Lakukanlah

Semua dalam Kasih, op. cit., hlm. 197.

Page 132: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

121

maka pada tahap ini akan diambil langkah perbaikan. Ada banyak langkah

perbaikan yang dapat dipilih untuk mencapai prestasi sesuai dengan rencana yang

telah dibuat, misalnya dengan menambah jumlah anggota dalam sebuah komisi

atau seksi dalam sebuah kepengurusan, mengadakan latihan atau pendampingan

bagi para pengurus, dan pilihan yang terakhir dengan mengganti pengurus yang

lama dengan yang baru.

Fungsi pengendalian sebagai bagian terakhir dalam manajemen pastoral

memiliki peran yang sangat penting. Melihat betapa pentingnya fungsi

pengendalian ini dalam sebuah manajemen pastoral, maka fungsi ini dapat

dilakukan Gereja Keuskupan Ruteng pada setiap tahun atau pada setiap akhir

tonggak tertentu. Meski demikian, apabila dilihat dari pentingnya fungsi

pengendalian ini dalam rangka memperbaiki kinerja demi mencapai standar yang

telah ditetapkan, maka fungsi pengendalian dapat dilakukan secara terus-menerus

pada setiap bulan dalam jenjang yang lebih kecil, jika memiliki data-data prestasi

yang dicapai.

4.5 Refleksi Kritis Atas Peran Gereja dalam Upaya Membebaskan Kaum

Miskin

Peran Gereja dalam upaya membebaskan kaum miskin dari kemiskinan

merupakan suatu bentuk partisipasi Gereja dalam karya keselamatan Allah bagi

umat manusia. Gereja menyadari bahwa panggilannya lebih mengutamakan

mereka yang terpinggirkan. Oleh karena itu, berkaitan dengan peran Gereja dalam

membebaskan kaum miskin, akan diuraikan beberapa refleksi kritis atas beberapa

bidang karya pastoral Keuskupan Ruteng.

4.5.1 Bidang Sosial Politik

Perjuangan Gereja dalam membebaskan kaum miskin memungkinkan

Gereja untuk terlibat dalam bidang politik. Meski demikian harus diakui bahwa

misi utama Gereja dalam masyarakat adalah misi keagamaan bukan politis,

ekonomis atau sosial.272

Misi keagamaan yang diemban Gereja dalam hal ini

adalah mewartakan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah itu membawa keselamatan

272

John Boylon, “Imam dan Politik”, dalam Romanus Satu dan Herman Embuiru Wetu

(ed.), Gereja Milenium Baru (Tangerang: Yayasan Gapura, 2000), hlm. 181.

Page 133: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

122

kepada semua orang tanpa terkecuali. Gereja sebagai sarana keselamatan Allah

juga harus mampu mengemban semua tugas yang diberikan kepadanya,

khususnya membebaskan kaum miskin dan menderita.

Upaya Gereja dalam membebaskan kaum miskin melalui bidang politik

hendaknya menyadarkan Gereja, bahwa sesungguhnya Gereja tidak memiliki

kompetensi politik. Memang harus diakui bahwa perjuangan Gereja melalui

politik untuk membebaskan kaum miskin dan tertindas merupakan suatu

keharusan. Akan tetapi harus tetap diperhatikan bahwasannya Gereja tidak

mempunyai kompetensi untuk mengajukan kebijakan-kebijakan konkret-

praktis.273

Hal ini dikarenakan kebijakan-kebijakan konkret praktis memerlukan

kompetensi politis. Dalam hal ini menjadi jelas bahwa Gereja sebagai Gereja tidak

diberi kompetensi apa-apa dalam bidang politik.

Tidak adanya kompetensi Gereja dalam bidang politik tidak berarti bahwa

Gereja tidak mempunyai sumbangsih terhadap kehidupan berpolitik. Peran Gereja

dalam bidang politik yang berkaitan dengan pengambilan kebijakan politik demi

kepentingan kaum miskin diemban oleh para politik Katolik. Mereka memiliki

kompetensi dalam mengambil kebijakan politisi bukan karena mereka Katolik,

tetapi karena mereka politisi. Dengan demikian, menjadi relevan program yang

dicanangkan Gereja Keuskupan Ruteng berkaitan dengan bidang sosial politik

yakni dengan berfokus pada para politisi agar berpolitik sesuai dengan nilai-nilai

keKatolikan. Hal ini menghantar pada suatu tujuan agar para politisi Katolik

menjalankan tugas sesuai dengan ajaran iman Katolik dengan memperjuangkan

kesejahteraan bersama, khususnya hak kaum miskin dan menderita.

4.5.2 Bidang Sosial Ekonomi

Keterlibatan Gereja dalam bidang sosial ekonomi merupakan sebuah

kemendesakan. Hal ini terjadi karena perekonomian berkaitan dengan hajat hidup

orang banyak. Sebagaimana Yesus dalam karya pelayanannya memberi makan

kepada orang banyak (Mat. 14:13-21; 15:32-39; Mrk. 6:30-44; Luk. 9:10-17; Yoh.

6:1-13), demikian pula Gereja mengambil bagian dalam karya pelayanan Yesus

273

Franz Magnis-Suseno, “Iman dan Politik”, dalam Eduard R. Dopo (ed.), Keprihatinan

Sosial Gereja (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm. 35.

Page 134: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

123

itu. Semua karya pelayanan yang dilakukan Yesus bertujuan untuk membebaskan

manusia dari belenggu kemiskinan. Ada beberapa sektor yang menjadi perhatian

Gereja dalam meningkatkan kehidupan ekonomi umat di Keuskupan Ruteng

yakni kesehatan, pertanian, dan pariwisata.

Kesehatan merupakan bagian penting dalam pelayanan Gereja. Pelayanan

terhadap orang sakit sudah ditunjukkan Yesus selama pewartaan-Nya di Palestina

(Mat. 8:1-4; Mrk. 1:40-45; Luk. 5:12-16). Yesus menyembuhkan orang sakit dan

serentak pada saat yang sama orang tersebut mengalami trasformasi dalam

hidupnya untuk menjalani kehidupan yang baru. Gereja Keuskupan Ruteng dalam

pelayanannya di bidang kesehatan dilihat sebagai bentuk partisipasi dalam

pelayanan yang telah ditunjukkan Yesus. Gereja melihat pelayanan dalam bidang

kesehatan sebagai upaya membebaskan manusia dari penderitaan.

Adanya penderitaan dapat menjadi halangan bagi orang yang beriman

kepada Kristus untuk mewujudkan iman dalam hidupnya sehari-hari. Kesehatan

merupakan kondisi yang memungkinkan seseorang mengaktualisasi pontesi yang

ada dalam dirinya. Itu berarti kondisi kesehatan dalam hal ini bukan hanya secara

fisik saja, tetapi juga secara rohani. Oleh karena itu, dalam hal ini dapat

dibenarkan misi Gereja dalam bidang kesehatan sebagai upaya membebaskan

mereka yang menderita karena sakit. Gereja Keuskupan Ruteng telah melakukan

pelbagai upaya untuk menyadarkan umatnya agar menjaga hidup sehat melalui

pola hidup yang sehat. Selain melakukan pola penyadaran, Gereja juga turut

membangun fasilitas kesehatan bagi masyarakat.

Selain sektor kesehatan, Gereja juga turut memperhatikan sektor petanian.

Sebagian besar umat Katolik Keuskupan Ruteng berprofesi sebagai petani.

Kenyataan ini mendorong Gereja agar pelayanannya selalu kontekstual yaitu

sesuai dengan latar belakang umatnya. Tantangan yang dialami para petani di

Keuskupan Ruteng adalah modernisasi dalam pertanian serentak membawa

dampak negatif. Harus diakui bahwa pertanian modern telah membantu para

petani untuk mendapat hasil yang memuaskan. Akan tetapi praktik ini telah

terbukti membawa masalah baru yakni menurunnya produktivitas lahan.

Kemudian para petani bergantung pada perusahaan mulai dari pembibitan hingga

Page 135: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

124

perawatan. Dalam proses perawatan juga, demi meningkatkan produktivitas lahan

para petani saat ini gemar menggunakan pupuk kimia.

Pola praktik pertanian yang demikian bila dilihat dari aktivitas jangka

panjang sangat merugikan generasi yang akan datang. Hal ini terjadi karena

praktik pertanian seperti ini dapat merusak lingkungan. Memang harus diakui

bahwa pola pertanian lama yang menggunakan pupuk organik kurang

memberikan hasil yang memuaskan, tetapi keuntungan yang diperoleh dari

praktik ini adalah dapat berlangsung untuk waktu yang lama. Oleh karena itu,

Gereja harus tetap berjuang menyelamatkan generasi yang akan datang dengan

menggalakkan pertanian organik untuk generasi sekarang.

Perhatian Gereja dalam bidang sosial ekonomi juga terarah kepada sektor

pariwisata. Pariwisata saat ini telah menjadi prioritas pemerintah mulai dari pusat

sampai ke daerah. Dampak dari kebijakan pemerintah dalam pengembangan

pariwisata sangat terasa dengan kebijakan Presiden Jokowi yang menetapkan

Taman Nasional Komodo sebagai tempat pariwisata premium.274

Pengembangan

pariwisata yang terjadi di Manggarai tidak hanya membawa keuntungan positif,

tetapi juga tidak menutup kemungkinan adanya dampak negatif. Di sini Gereja

harus menentukan sikap secara bijak, sehingga dalam konteks ini Gereja

mendukung pengembangan pariwisata. Memang harus diakui bahwa Gereja tidak

mempunyai pengaruh untuk menolak adanya pengembangan pariwisata di

Keuskupan Ruteng, tetapi jalan yang ditempuh Gereja Keuskupan Ruteng adalah

dengan mengingatkan pemerintah untuk mengembangkan pariwisata sambil

memperhatikan kepentingan masyarakat umum. Lebih dari itu usaha yang dibuat

adalah dengan melibatkan masyarakat setempat dalam mengolah pariwisata yang

ada dengan mengutamakan kearifan lokal daerah setempat.

274

Rakhmat Nur Hakim, “Jokowi: Labuan Bajo Destinasi Wisata Premium, Jangan

Dicampur dengan Menengah ke Bawah”, Kompas.Com, 28 November 2019,

https://amp.kompas.com/nasional/read/2019/11/28/11181551/jokowi-labuan-bajo-destinasi-

wisata-premium-jangan-dicampur-dengan-menengah, diakses pada 15 April 2020.

Page 136: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

125

4.5.3 Bidang Sosial Pendidikan

Dalam karya pastoral Gereja Keuskupan Ruteng, pendidikan merupakan

bidang yang sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini mengingat bahwa dalam

rangka mewartakan ajaran iman kepada umat, Gereja harus terlebih dahulu

mendidik umat untuk menjadi pribadi yang berpengetahuan. Pengetahuan yang

dimaksudkan bukan hanya tentang bidang ilmu tertentu saja, tetapi lebih pada

pengetahuan yang bersifat integral yang mencakup segala bidang. Dalam konteks

membebaskan kaum miskin, pendidikan memainkan peran yang sangat penting

dalam menumbuhkan kesadaran akan realitas kehidupan di tengah umat.

Pendidikan memungkinkan seorang manusia merefleksikan secara kritis keadaan

sosial yang tidak adil. Ketidakadilan itu menyata dalam perbedaan yang mencolok

antara yang miskin dan yang kaya. Inilah yang menjadi tujuan Gereja Keuskupan

Ruteng berkecimpung dalam dunia pendidikan.

Misi pendidikan yang dijalankan Gereja Keuskupan Ruteng diterjemahkan

melalui sekolah-sekolah yang didirikannya yakni dari tingkat PAUD hingga

perguruan tinggi. Gereja Keuskupan Ruteng mendirikan sekolah-sekolah tersebut

agar umatnya dapat dididik secara berkelanjutan dari tingkat dasar hingga ke

tingkat yang lebih tinggi. Dengan sistem pendidikan yang berkelanjutan ini,

Gereja sebenarnya hendak mendidik umatnya untuk menjadi pribadi yang

sungguh mengenal hidupnya. Meski demikian, peran Gereja dalam pendidikan

tidak hanya terjadi dalam pendidikan formal seperti di sekolah-sekolah, tetapi

juga pendidikan nonformal.

Pendidikan nonformal yang dimaksudkan adalah pendidikan yang terjadi

di luar lingkungan sekolah yakni di dalam lingkungan keluarga. Keluarga

merupakan tempat persemaian yang paling pertama seorang anak. Dalam

keluarga, seorang anak dididik untuk pertama kalinya. Oleh karena itu, menyadari

pentingnya peran keluarga dalam mendidik anak-anaknya, maka Gereja juga turut

berpartisipasi dalam mendorong setiap keluarga Katolik untuk mendidikan anak-

anaknya dengan baik dan benar. Hal ini dilakukan Gereja terhadap calon keluarga

baru melalui Kursus Persiapan Perkawinan Katolik.

Page 137: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

126

Akan tetapi dalam karya pastoral di bidang pendidikan, Gereja harus

mengakui bahwa ruang gerak Gereja dalam pendidikan formal masih terbatas

hanya pada sekolah-sekolah milik Gereja. Sedangkan untuk sekolah yang bukan

berada di bawah yayasan milik keuskupan, Gereja tidak memliki otoritas yakni

sekolah swasta non-Katolik dan sekolah negeri. Meski demikian, upaya yang

masih relevan bagi mereka yang berada di sekolah negeri dapat ditempuh melalui

pendidikan nonformal yang terjadi baik dalam keluarga, maupun dalam asrama-

asrama milik Gereja.

Selain itu, di tengah perkembangan teknologi yang semakin canggih dan

tuntutan dunia kerja yang menekankan keahlian, tantangan Gereja dalam bidang

pendidikan adalah menyesuaikan model pendidikan yang sesuai dengan

kebutuhan dunia kerja sambil mempertahankan nilai-nilai keKatolikan dalam diri

peserta didik.

4.5.4 Bidang Lingkungan Hidup

Pastoral dalam bidang lingkungan hidup merupakan bentuk partisipasi

Gereja dalam menjaga keutuhan ciptaan Allah. Sebagaimana ditegaskan dalam

Gaudium et Spes nomor 12 bahwa alam diperuntukkan bagi manusia sebagai

pusat dan puncaknya.275

Sebagai pusat dan puncak dalam hal ini bukan berarti

manusia melihat alam disubordinasikan terhadap manusia, sehingga

membenarkan eksploitasi terhadap alam. Paradigma berpikir demikian harus

diubah dengan melihat alam sebagai ”home”, tempat tinggal manusia. Saat ini

terjadi krisis lingkungan hidup karena perilaku manusia yang menjadikan alam

sebagai objek pemenuhan kebutuhan manusia. Praktik ini secara langsung

mengancam kehidupan yang ada di bumi termasuk hidup manusia sendiri.

Keberpihakan terhadap keutuhan alam dan ciptaan mendorng Gereja

dalam karya pelayanannya untuk mewartakan secara masif tema ekologi. Betapa

tidak kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya kelestarian ekologi turut

menjadi pertimbangan penting dalam setiap keputusan khususnya dalam

pembangunan. Hal ini berangkat dari realitas saat ini di mana terjadi krisis

275

Konsili Vatikan II, Dokumen Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes, No. 12, penerj. R.

Hardawirayana SJ, op. cit., hlm. 534.

Page 138: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

127

lingkugan hidup secara besar-besaran mulai dari perubahan iklim yang ekstrim

hingga cuaca yang tidak menentu. Selain itu bencana alam seperti kekeringan,

banjir dan tanah longsor merupakan rentetan akibat kerusakan linkungan.

Berangkat dari kenyataan ini Gereja mesti menanamkan kesadaran dalam diri

manusia tentang pentingnya kelestarian alam. Meski demikian, apabila dilihat dari

gerakan yang diinisiasi Gereja Keuskupan Ruteng saat ini, karya pastoral

Keuskupan Ruteng di bidang lingkungan hidup belum menggema secara luas.

Gerakan yang dijalankan Gereja Keuskupan Ruteng masih dalam ranah yang

sempit, misalnya saja program penghijauan yang dicanangkan Gereja Keuskupan

Ruteng masih terbatas pada lahan milik Gereja.

Page 139: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

128

BAB V

PENUTUP

Pada bab penutup ini penulis akan membahas kesimpulan dan saran. Pada

bagian pertama penulis akan menyimpulkan seluruh pembahasan dengan bertitik

tolak pada pertanyaan pokok perihal sejauh mana peran Gereja Keuskupan Ruteng

dalam membebaskan kaum miskin. Setelah itu, pada bagian kedua akan diuraikan

pula saran-saran sebagai rekomendasi bagi pihak-pihak yang memiliki tanggung

jawab dalam pelayanan pastoral untuk membebaskan kaum miskin dari

kemiskinan, khususnya para agen pastoral dan para pengurus Gereja yang terlibat

langsung dalam karya pelayanan terhadap kaum miskin.

5.1 Kesimpulan

Telah diuraikan sebelumnya bahwa perkembangan dunia dewasa ini yang

ditandai dengan kemajuan dalam pelbagai bidang kehidupan manusia telah

membawa perubahan dalam kehidupan manusia. Kemajuan yang dicapai manusia

saat ini telah memudahkannya dalam memenuhi semua kebutuhan hidupnya.

Meski demikian, harus diakui bahwa kemajuan tersebut tidak dengan sendirinya

menegasikan tantangan-tantangan yang timbul sebagai ekses dari kemajuan yang

ada. Banyaknya masalah yang timbul saat ini menegaskan anggapan ini bahwa

kemajuan dalam pelbagai bidang kehidupan khususnya ilmu pengetahuan dan

teknologi belum bisa mengatasi masalah yang dialami umat manusia. Salah satu

masalah yang dialami umat manusia saat ini yang mewarnai perkembangan dunia

adalah kemiskinan yang semakin meraja lela.

Kemiskinan sebagai tantangan global telah membuka mata semua orang

bahwa kemajuan dalam pelbagai bidang kehidupan turut melahirkan kemiskinan

di pihak lain. Masalah kemiskinan yang terjadi secara global juga turut dirasakan

secara nyata oleh umat Keuskupan Ruteng. Kemiskinan yang dialami umat

Page 140: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

129

Keuskupan Ruteng terjadi dalam banyak dimensi kehidupan. Ada banyak umat

Keuskupan Ruteng yang hidup di bawah garis kemiskinan, tidak terhitung dengan

masyarakat yang hidup di sekitar garis kemiskinan. Kenyataan ini mau

menggambarkan bahwa umat Keuskupan Ruteng masih berada dalam lingkaran

kemiskinan.

Dalam sejarah perkembangannya, sejak tahun 1912 ketika Gereja Katolik

masuk ke Manggarai, Gereja telah berperan dalam membangun kehidupan orang

Manggarai dalam pelbagai dimensi kehidupan, bukan hanya dalam bidang rohani,

tetapi dalam bidang lain juga menjadi fokus perhatian Gereja. Sejak

kedatangannya hingga saat ini, Gereja telah berperan dalam beberapa bidang

kehidupan umat, yakni dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, dan ekologi.

Dalam bidang politik, Gereja Katolik Manggarai turut mengambil bagian dalam

mendidik umat untuk berpartisipasi dalam bidang politik. Gereja juga menjadi

pelopor dalam setiap gerakan yang menentang kebijakan pemerintah yang tidak

pro rakyat.

Sedangkan dalam bidang ekonomi, Gereja Keuskupan Ruteng telah

berperan penting dalam mengembangkan ekonomi umat seperti dalam sektor

pertanian, perkebunan, peternakan, pertukangan, koperasi dan sektor kreatif

lainnya. Hal ini mau membuktikan kepedulian Gereja terhadap pembangunan

perekonomian umat Keuskupan Ruteng. Selain itu, Gereja juga telah berjasa

dalam mengembangkan pendidikan di Manggarai. Sejak awal kehadiran Gereja di

Manggarai, telah didirikan sekolah pertama tahun 1911 di Reo dan Labuan Bajo.

Dalam perkembangan selanjutnya Gereja juga mengembangkan pendidikan

hingga perguruan tinggi. Selain pendidikan formal, Gereja juga berjasa dalam

mengembangkan pendidikan nonformal melalui penyelenggaraan kursus.

Selain itu, Gereja juga memiliki perhatian yang besar terhadap isu

lingkungan hidup. Selama ini Gereja Keuskupan Ruteng telah aktif dalam rangka

melestarikan lingkungan dengan mengadakan penghijauan di semua lahan milik

Gereja. Gereja juga telah menjadi pelopor aksi penolakan terhadap operasi

tambang di beberapa wilayah di Manggarai. Semua usaha yang dilakukan Gereja

merupakan bentuk peran dalam membangun ekonomi umat. Gereja Kuskupan

Page 141: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

130

Ruteng telah berjuang membawa umat Keuskupan Ruteng untuk keluar dari

keterbelakangan baik dari segi psikis maupun fisik.

Besarnya perhatian Gereja sejak masa lalu hingga sekarang dalam

pembangunan hidup umat, khususnya dalam kesejahteraan ekonomi, tidak dengan

sendirinya menghilangkan masalah kemiskinan. Angka kemiskinan di Keuskupan

Ruteng yang mencakup tiga kabupaten masih terbilang tinggi. Hal ini mau

menegaskan bahwa perjuangan Gereja dalam membebaskan kaum miskin belum

berhasil sepenuhnya. Dengan demikian, realitas kemiskinan ini menjadi dorongan

bagi Gereja Keuskupan Ruteng untuk menyatakan keberpihakannya terhadap

kaum miskin. Misi yang diemban Gereja Keuskupan Ruteng dalam menghadapi

realitas kemiskinan adalah dengan membebaskan kaum miskin.

Dasar perjuangan Gereja dalam membebaskan kaum miskin sudah tersurat

dalam kitab suci dan ajaran sosial Gereja. Dalam Perjanjian Lama Allah

membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir. Perhatian Allah terhadap

bangsa Israel nyata ketika Ia memilih Musa untuk membawa mereka keluar dari

tanah Mesir. Selanjutnya dalam Perjanjian Baru, misi pembebasan Allah

terlaksana dalam diri Yesus. Kedatangan Yesus di dunia ini mau menegaskan

solidaritas Allah terhadap penderitaan manusia, di mana Ia mau menjadi sama

seperti manusia kecuali dalam hal dosa. Selama karya pewartaanNya, Yesus

selalu memperhatikan yang miskin dan menderita, bahkan pada akhirnya Ia

sendiri rela menderita dan mati di kayu salib. Kesaksian hidup Yesus inilah yang

menjadi semangat dan dasar pelayanan jemaat perdana terhadap kaum miskin.

Ajaran Sosial Gereja juga secara tegas menyatakan keberpihakan terhadap kaum

miskin. Oleh karena itu, atas dasar inilah Gereja Keuskupan Ruteng menyatakan

keberpihakan terhadap kaum miskin dengan berjuang bersama kaum miskin untuk

bebas dari belenggu kemiskinan.

Berdasarkan inspirasi biblis dan ajaran sosial Gereja, Gereja Keuskupan

Ruteng berusaha untuk membebaskan kaum miskin. Ada banyak pilihan yang

dapat dilakukan Gereja Keuskupan Ruteng dalam usaha membebaskan kaum

miskin. Akan tetapi lebih dari itu, Gereja Keuskupan Ruteng mewujudkan usaha

itu dalam program-program konkret sebagaimana dipaparkan dalam hasil sinode

Page 142: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

131

III Keuskupan Ruteng. Perjuangan Gereja Keuskupan Ruteng dalam

membebaskan kaum miskin sudah dicanangkan Gereja Keuskupan Ruteng dalam

sinode III.

Ada empat bidang pelayanan pastoral Gereja Keuskupan Ruteng yang

bersinggungan langsung dalam usaha membebaskan kaum miskin. Keempat

bidang pastoral ini saling berkaitan satu sama lain yakni pastoral dalam bidang

sosial politik, ekonomi, pendidikan dan ekologi. Telah diuraikan secara detail

semua program yang akan dilakukan Gereja Keuskupan Ruteng dalam rangka

upaya membebaskan kaum miskin dari lingkaran kemiskinan. Akan tetapi semua

program itu akan dijalankan dengan efektif dan efisien bila menggunakan strategi

pastoral yang tepat.

Salah satu strategi yang ditawarkan dalam tulisan ini dalam rangka upaya

membebaskan kaum miskin adalah dengan melakukan pembenahan manajemen

pastoral. Adanya manajemen pastoral yang baik dapat memudahkan

pengimplementasian program pastoral sebagaimana yang telah dirancang

sebelumnya. Dalam kerangka manajemen pastoral yang baik, pelaksanaan

program pastoral dalam upaya membebaskan kaum miskin dapat terealisasi,

sehingga peran Gereja dalam upaya membebaskan kaum miskin dapat tercapai.

5.2 Saran

Berdasarkan uraian yang terdapat dalam kesimpulan di atas, maka tulisan

ini bertujuan untuk menjadi landasan dalam membebaskan kaum miskin dari

realitas kemiskinan. Oleh karena itu, penulis memberikan beberapa usul saran

bagi para klerus dan para umat Keuskupan Ruteng serta pihak pemerintah daerah

agar berperan aktif dalam uasaha membebaskan kaum miskin.

5.2.1 Bagi Para Klerus Keuskupan Ruteng

Para klerus memiliki peran yang sangat sentral dalam tugas pelayanan

pastoral, khususnya dalam usaha membebaskan kaum miskin. Berdasarkan solusi

yang ditawarkan dalam tulisan ini, ada beberapa saran yang menjadi perhatian

para klerus Keuskupan Ruteng. Pertama, para klerus harus memiliki kemampuan

Page 143: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

132

dalam manajemen pastoral. Itu berarti bahwa para klerus sebagai petugas pastoral

harus memahami tugas dan fungsinya dengan baik. Kedua, para klerus harus

melakukan pembenahan manajemen pastoral mulai dari tingkat keuskupan,

paroki, lingkungan, stasi sampai KBG. Itu berarti bahwa setiap kepengurusan dari

tingkat keuskupan harus sinkron dengan kepengurusan paroki sampai ke tingkat

KBG. Tujuannya agar semua program yang dibuat di tingkat keuskupan dapat

terlaksana hingga ke tingkat KBG, karena didukung dengan struktur

kepengurusan yang rapi dan jelas. Ketiga, para klerus memberikan sosialisasi

kepada umat yang menjadi pengurus dari tingkat keuskupan hingga tingkat KBG,

sehingga umat dapat memahami tugas dan fungsinya dengan baik dalam struktur

kepengurusan.

5.2.2 Bagi Umat Keuskupan Ruteng

Peran umat sangat penting demi terlaksananya program pastoral dalam

sebuah keuskupan. Hal yang sama juga diharapkan dari umat Keuskupan Ruteng.

Bagi umat Keuskupan Ruteng, khususnya yang menjadi pengurus komisi atau

seksi dari tingkat keuskupan hingga tingkat KBG, harus memahami fungsi dan

tugasnya dalam struktur kepengurusan agar menjalankan tugas dengan baik dan

bertanggungjawab. Sedangkan bagi umat seluruhnya, harus mendukung semua

program Gereja Keuskupan Ruteng dalam membebaskan kaum miskin dengan

cara melibatkan diri secara aktif.

5.2.3 Bagi Pemerintah dan Penguasa di Keuskupan Ruteng

Pemerintah lokal dapat melakukan kerja sama dengan Gereja Keuskupan

Ruteng dalam membebaskan kaum miskin dengan menjadikan komisi-komisi di

tingkat keuskupan atau seksi-seksi di tingkat paroki sebagai mitra. Hal ini penting

mengingat sasaran dari perjuangan pemerintah dan Gereja adalah masyarakat atau

umat Keuskupan Ruteng. Oleh karena itu, adanya kerja sama antara pemerintah

dan Gereja dapat mempermudah perjuangan dalam membebaskan kaum miskin di

Keuskupan Ruteng.

Page 144: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

133

DAFTAR PUSTAKA

I. Dokumen-Dokumen Gereja

Hardawiryana, R. Dokumen Sidang-Sidang Federasi Konferensi-Konferensi Para

Uskup Asia 1970-1991. Jakarta: DOKPEN KWI, 1995.

Hasil Sidang Agung KWI dan Gereja Katolik Indonesia. Jakarta: DOKPEN KWI,

2003.

Komisi Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian. Kopendium Ajaran Sosial

Gereja. penerj. Yosef Maria Florisan, Paul Budi Kleden, dan Otto Gusti

Madung. Maumere: Penerbit Ledalero, 2009.

Konferensi Waligereja Indonesia. Iman Katolik, Buku Informasi dan Referensi.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1996.

Konsili Vatikan. Dekrit tentang Kegiatan Misioner Gereja, Ad Gentes. Penerj. R.

Hardawirayana. Jakarta: Penerbit Obor, 2013.

--------------------. Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini,

Gaudium et Spes. Penerj. R. Hardawirayana. Jakarta: Penerbit Obor, 2013.

---------------------. Konstitusi tentang Liturgi Suci, Sacrosanctum Concilium.

Penerj. R. Hardawirayana. Jakarta: Penerbit Obor, 2013.

---------------------. Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, Lumen Gentium. Penerj.

R. Hardawirayana. Jakarta: DOKPEN KWI, 1990.

Nota Pastoral tentang Pendidikan, Lembaga Pendidikan Katolik: “Media

Pewartaan Kabar Gembira, Unggul dan Lebih Berpihak pada Kaum

Miskin”. Jakarta: Sekretariat Jenderal KWI, 2008.

Panitia Sinode III Keuskupan Ruteng. Dokumen Sinode III 2013-2015 Keuskupan

Ruteng Pastoral Kontekstual Integral. Yogyakarta: asdaMEDIA, 2016.

Yohanes Paulus II. Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis. Penerj. P. Turang Pr. Jakarta:

DOKPEN KWI, 1988.

II. Dokumen Pemerintah

BPS Kabupaten Manggarai. Kabupaten Manggarai Dalam Angka 2019. Ruteng:

BPS Kabupaten Manggarai, 2019.

BPS Kabupaten Manggarai Timur. Kabupaten Manggarai Timur Dalam Angka

2019. Borong: BPS Kabupaten Manggarai Timur, 2019.

BPS Kabupaten Manggarai Barat. Kabupaten Manggarai Barat Dalam Angka

2019. Labuan Bajo: BPS Kabupaten Manggarai Barat, 2019.

Page 145: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

134

Instrumen Internasional Pokok Hak-Hak Asasi Manusia. Penerj. Burhan Tsany

dan S. Maimoen. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001.

III. Kamus dan Esiklopedi

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. 4, cet. 9.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Heuken, A. “Hierarki”, Ensiklopedi Gereja, jilid III H-J. Jakarta: Yayasan Cipta

Lokal Caraka, 2004.

Webster‟s Third New International Dictionary of The English Language “pauper”.

United State: Merriam-Webster Inc., 1989.

IV. Buku-Buku

Ahmadi, H. Abdul dan Kaelani HD. Kependudukan di Indonesia dan Pelbagai

Aspeknya. Semarang: Mutiara Permata Widia, 1982.

Ambroise, Yvon. Memberdayakan Kaum Miskin. Penerj. Vincent de Ornay.

Maumere: LPBAJ, 2000.

Ariananto, Satya. Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia. Jakarta:

Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia,

2015.

Banawiratma, J. B. Gereja dan Masyarakat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1986.

Banawiratma, J.B, ed. Spiritualitas Transformatif. Yogyakarta: Penerbit Kanisius,

1990.

Banawiratma, J.B dan J. Muller. Berteologi Sosial Lintas Ilmu, Kemiskinan

sebagai Tantangan Hidup Beriman. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1993.

Boff, Leonardo. Yesus Kristus Pembebas. Penerj. Aleksius Armanjaya dan G.

Kirchberger. Maumere: LPBAJ, 2000.

Budi Kleden, Paul. Teologi Terlibat, Politik dan Budaya dalam Terang Teologi.

Maumere: Penerbit Ledalero, 2012.

Camus, Albert. Krisis Kebebasan. Penerj. Edhi Martono. Jakarta: Yayasan

Pustaka Obor Indonesia, 2013.

Ceme, Remigius. Hidup yang Sesungguhnya. Maumere: Penerbit Ledalero, 2017.

Congar, Y. Gereja Hamba Kaum Miskin. Penerj. R. Hardjono. Yogyakarta:

Peberbit Kanisius, 1973.

Chen, Martin. Teologi Gustavo Gutierrez. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2002.

Page 146: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

135

Chen, Martin dan Charles Suwendi, ed. Iman, Budaya, dan Pergumulan Sosial.

Jakarta: Penerbit Obor, 2012.

Darmawijaya, St. Keterlibatan Allah Terhadap Kaum Miskin. Yogyakarta:

Penerbit Kanisius, 1991.

Darmodihardjo, Darji. Orientasi Singkat Pancasila. Malang: Universitas

Brawijaya Malang, 1976.

Denar, Benny. Mengapa Gereja (Harus) Tolak Tambang, Sebuah Tinjauan Etis,

Filosofis dan Teologis Atas Korporasi Tambang. Maumere: Penerbit

Ledalero, 2015.

Erani Yustika, Ahmad. Negara Vs Kaum Miskin. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2003.

Fauzi, Noer. Petani dan Penguasa, Dinamika Perjalanan Politik Agraria

Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

Freire, Paulo. Pendidikan Kaum Tertindas. Penerj. Utomo Dananjaya, dkk.

Jakarta: LP3ES, 1985.

H. Combs, Philip dan Manzoor Ahmed. Memerangi Kemiskinan di Pedesaan

Melalui Pendidikan Non-Formal. Jakarta: Penerbit CV. Rajawali, 1984.

Harjawiyata, Frans, ed. Yesus dan Situasi Zaman-Nya. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius, 1998.

J. Rachbini, Didik. Pembangunan Ekonomi dan Sumber Daya Manusia. Jakarta:

PT Grasindo, 2001.

Jacobs, Tom. Gereja Menurut Vatikan II. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987.

Jebadu, Alexander. Bahtera Terancam Karam. Maumere: Penerbit Ledalero,

2018.

Jehan Paju Dale, Cypri. Kuasa, Pembangunan dan Pemiskinan Sistemik. Labuan

Bajo: Sunspirit, 2013.

Kirchberger, Georg. Allah Menggugat, Sebuah Dogma Kristiani. Maumere:

Penerbit Ledalero, 2007.

Koentjaraningrat. Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: PT

Gramedia, 1974.

Koontz, Harold, Cyril O‟Donnell dan Heinz Weihrich. Manajemen 1. Ed.

Alfonsus Sirait. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1996.

------------------------------------------------------------------------. Manajemen 2. Ed.

Gunawan Hutauruk, MBA. Jakarta: Penerbit Erlangga, 1996.

Page 147: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

136

Lowy, Michael. Teologi Pembebasan. Penerj. Roem Topatimasang. Yogyakarta:

INSIST Press, 1999.

Madeley, John. Big Business Poor People, Bisnis Besar Menguasai Masyarakat

Miskin. Penerj. Alexander Jebadu. Jakarta: PT Elex Media Komputindo,

2013.

Magnis-Suseno, Franz. Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan

Modern. Jakarta: Penerbit Gramedia, 1987.

Mandaru, Hortensius. Solidaritas Kaya Miskin Menurut Lukas. Yogyakarta:

Penerbit Kanisius, 1992.

Muller, Johannes. Perkembangan Masyarakat Lintas Ilmu. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 2006.

Phillips, Rhonda dan Robert H. Pittman, ed. An Introduction to Community

Development. Abingdon: Routledge, 2009.

Poespowardjo, Soerjanto. Filsafat Pancasila Sebuah Pendekatan Sosio-Budaya.

Jakarta: PT Gramedia, 1989.

Prasetyo, Eko. Orang Miskin Dilarang Sakit. Yogyakarta: Resist Book, 2005.

-----------------. Orang Miskin Dilarang Sekolah. Yogyakarta: Resist Book, 2005.

Regus, Max dan Kanisius Teobaldus Deki, ed. Gereja Menyapa Mangggarai,

Gereja Menyapa Manggarai. Manggarai: Yayasan Theresia Pora Plate,

2011.

Siauwarjaya, Afra. Membangun Gereja Indonesia, jilid 2. Jakarta: Penerbit

Kanisius, 1987.

Smit, Alb. Elementa Linguae Latinae (Revisa), Liber Primus. Yogyakarta:

Penerbit Kanisius, 2006.

Suroto, Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press, 1992.

Suryawasita, A. Teologi Pembebasan Gustavo Gutierrez. Yogyakarta: Penerbit

Jendela, 2001.

Tisera, Guido. Bercermin Pada Jemaat Perdana: Membaca dan Merenungkan

Kisah Para Rasul. Maumere: Penerbit Ledalero, 2002.

Tjokrowinoto, Moeljarto. Pembangunan, Dilema dan Tantangan. Yogyakarta,

Pustaka Pelajar, 1996.

Topatimasang, Roem, Toto Rahardjo, dan Mansour Fakih (penyunt.). Pendidikan

Populer, Membangun Kesadaran Kritis. Jogjakarta: INSISTPress, 2005.

Page 148: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

137

Widjaya, Albert. Budaya Politik dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Penerbit

LP3ES, 1982.

Winagun, Y. Wartaya. Tanah, Sumber Nilai Hidup. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius, 2004.

Wuryandari, Ganewati, ed. Pengembangan Wilayah Nusa Tengggara Timur dari

Perspektif Sosial, Analisis Pelaksanaan Kebijakan. Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2015.

V. Artikel dan Jurnal

Banawiratma, J.B. “Analisis Sosial dan Pembebasan: Refleksi Teologis”, dalam

J.B Banawiratma, ed. Kemiskinan dan Pembebasan, Yogyakarta: Penerbit

Kanisius, 1987.

Boylon, John. “Imam dan Politik”, dalam Romanus Satu dan Herman Embuiru

Wetu, ed. Gereja Milenium Baru. Tangerang: Yayasan Gapura, 2000.

Djelahu Maigahoaku, Frederikus dan Martin Chen, “Perencanaan Program

Pastoral Diakonia”, dalam Martin Chen dan Agustinus Manfred Habur, ed.

Diakonia Gereja, Pelayanan Kasih bagi Orang Miskin dan Marginal.

Jakarta: Penerbit Obor, 2020.

Dua, Mikhael. “Globalisasi Ekonomi, Budaya Kapitalis dan Demokrasi”, Jurnal

Ledalero, Vol. 12, No. 2, Desember 2014.

Freire, Paulo. “Pendidikan yang Membebaskan, Pendidikan yang

Memanusiakan”, dalam Omi Intan Naomi, penyunt. Menggugat

Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.

Hadiwardoyo, Al. Purwa. “Keadilan Sosial dan Sistem Ekonomi”, dalam J.B.

Banawiratma, SJ, ed. Aspek-Aspek Teologi Sosial. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius, 1988.

Justin Sodo, Robert. “Manggarai dalam Lensa Kemiskinan: Potret Representatif

Kemiskinan NTT?”, dalam Rikard Rahmat, ed. Gereja Itu Politis. Jakarta:

JPIC OFM, 2012.

Kalakoe, Benediktus. “Dari Gereja Miskin Amerika Latin menuju Gereja Petani

Manggarai”, dalam Rikard Rahmat, ed. Gereja Itu Politis. Jakarta: JPIC

OFM, 2012.

Magnis-Suseno, Franz. “Iman dan Politik”, dalam Eduard R. Dopo, ed.

Keprihatinan Sosial Gereja. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991.

Payong, Marselinus R. “Menjadi Gembala Berwatak Manajer dan Menjadi

Manajer Berhati Gembala”, dalam Max Regus dan Fidelis Den, ed. Omnia

in Caritate, Lakukanlah Semua dalam Kasih. Jakarta: Penerbit Obor,

2020.

Page 149: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

138

Putranta, C. “Gereja Kaum Miskin dalam Konsili Vatikan II dan Dokumen

Federasi Konferensi Uskup-Uskup Asia”, dalam J.B. Banawiratma, ed.

Kemiskinan dan Pembebasan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987.

Rahardjo, M. Dawam. “Pancasila dan Masalah Hak-Hak Asasi Manusia”, dalam

Alex Lanur, ed. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka. Yogyakarta:

Kanisius, 1995.

Rahmat, Rikard. “Menyongsong Gereja yang Politis”, dalam Rikard Rahmat, ed.

Gereja Itu Politis. Jakarta: JPIC OFM, 2012.

Soedjatmoko, “Dimensi-Dimensi Struktural Kemiskinan”, dalam Alfian, Melly G.

Tan, Selo Soemardjan, ed. Kemiskinan Struktural. Suatu Bunga Rampai.

Jakarta: YIIs, 1980.

Suryawasita, A. “Analisis Sosial”, dalam J. B. Banawiratma, ed. Kemiskinan dan

Pembebasan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987.

Tapung, Marianus Mantovanny. “‟Putus Sekolah‟ dan Politik Pendidikan yang

Visioner”, dalam Max Regus dan Fidelis Den, ed. Omnia in Caritate,

Lakukanlah Semua dalam Kasih. Jakarta: Penerbit Obor, 2020.

Tisera, Guido. “Inspirasi Firman bagi Pembaharuan Gereja Milenium Ketiga”,

dalam Romanus Satu dan Herman Embuiru Wetu, ed. Gereja Milenium

Ketiga. Tangerang: Yayasan Gapura, 2000.

Valle, Edenio. “Dialog Bersama Kaum Miskin dan Tertindas”, dalam Georg

Kirchberger dan John Mansford Prior, ed. Mengendus Jejak Allah, Dialog

dengan Masyarakat Pinggiran, Jilid II. Ende: Penerbit Nusa Indah, 1997.

VI. Manuskrip

Daven, Mathias. “Filsafat Pancasila”. Bahan Kuliah, Sekolah Tinggi Filsafat

Katolik Ledalero, 2016.

Jebadu, Alexander. “Politik Ekonomi Pasar Bebas”. Bahan Kuliah, Sekolah

Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, 2018.

Kleden, Leo. “Filsafat Manusia”. Bahan Kuliah, Sekolah Tinggi Filsafat Katolik

Ledalero, 2019.

VII. Majalah

Chen, Martin. “Untuk Mewartakan Tahun Rahmat Tuhan Telah Datang”,

Bengkes. 5, Edisi Yubileum 100 Tahun Gereja Katolik Manggarai, 2012.

Farneubun, Longginus. “Gereja Kaum Miskin”, Media. 1/VII: 45, Oktober, 2012.

Page 150: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

139

Kristianto, Fajar. “Efektifitas Pemanfaatan Dana APP di Paroki Santo Yohanes

Rasul Wonorigi Tahun 2010-2011”, Orientasi Baru. 1/XXV: 39, April,

2016.

Muga Buku, Rikard. “Mengapa Kandang?”, Majalah Dwibulan Keuskupan

Maumere. IV: 7, Desember, 2009.

Sidang Sinodal KWI 2003 (I), “Pengantar” Spektrum. 1/XXXII: 3, Mei, 2004.

Sidang Sinodal KWI 2006 (I), “Habitus Baru: Ekonomi yang Berkeadilan”,

Spektrum. 1/XXXV: 148, Maret, 2007.

VIII. Internet

“Daftar provinsi di Indonesia menurut PDRB tahun 2016”.

<https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_provinsi_di_Indonesia_menurut_PD

RB_tahun_2016> diakses pada 28 Maret 2019.

“Kartu Indonesia Pintar”.

<https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kartu_Indonesia_Pintar> diakses pada 18

Februari 2020.

“Keuskupan Ruteng”. <https://id.wikipedia.org/wiki/Keuskupan_Ruteng> diakses

pada 9 Februari 2020.

“Kutuk Uskup dan Sukma yang Merana”. Tempo.com, 6 Agustus 1977.

<https://majalah.tempo.co/read/agama/75239/kutuk-uskup-dan-sukma-

yang-merana?read=true> diakses pada 18 April 2020.

Abba, Ardi. “Janji Bupati Agas di Balik Rencana Pabrik Semen Lingko Lolok

Omong Kosong”. VoxNtt.com, 13 April 2020,

<https://voxntt.com/2020/04/13/janji-bupati-agas-di-balik-rencana-pabrik-

semen-lingko-lolok-omong-kosong/61299/> diakses pada 20 April 2020.

Kenaru, Jo. “Di Gereja Katolik Ruteng Para Caleg Bersumpah Tolak Politik

Uang”. Viva, 24 Maret 2019, <https://www-viva-co-

id.cdn.ampproject.org/v/s/www.viva.co.id/amp/pemilu/berita-

pemilu/1133286-di-Gereja-Katolik-ruteng-para-caleg-bersumpah-tolak-

politikuang> diakses pada 20 Februari 2020.

Kroll, Luisa. “Forbes Billionaires 2018: Meet The Richest People On The Planet”.

<https://www.forbes.com/sites/luisakroll/2018/03/06/forbes-billionaires-

2018-meet-the-richest-people-on-the-planet/#756b4c0d6523> diakses 28

Maret 2019.

Lawudin, Christo. “Mgr. Sipri Hormat: Saya akan Jewer Pastor yang Berpolitik

Praktis”. Flores Pos, 14 Maret 2020,

<https://florespos.co.id/berita/detail/mgr-sipri-hormat-saya-akan-jewer-

pastor-yang-berpolitik-praktis> diakses pada 25 Maret 2020.

Page 151: PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN …103.56.207.239/113/1/Peran Gereja Keuskupan Ruteng Dalam... · 2020. 10. 23. · PERAN GEREJA KEUSKUPAN RUTENG DALAM MEMBEBASKAN

140

Mgr. Silvester San, “Surat Gembala Administrator Apostolik Keuskupan Ruteng

Tentang Pemilu 2019”. Komsos Ruteng, 24 Januari 2019,

<https://keuskupanruteng.org/surat-gembala-administrator-apostolik-

keuskupan-ruteng-tentang-pemilu-2019/> diakses pada 20 Februari 2020.

Mgr. Silvester San. “Hasil Sidang Pastoral Keuskupan Ruteng 2019”.

<http://www.indonesiakoran.com/news/nusantara/read/80537/hasil.sidang.

pastoral.keuskupan.ruteng..2019> diakses pada 12 Februari 2020.

Nur Hakim, Rakhmat. “Jokowi: Labuan Bajo Destinasi Wisata Premium, Jangan

Dicampur dengan Menengah ke Bawah”. Kompas.Com, 28 November

2019.

<https://amp.kompas.com/nasional/read/2019/11/28/11181551/jokowi-

labuan-bajo-destinasi-wisata-premium-jangan-dicampur-dengan-

menengah> diakses pada 15 April 2020.

Nurul Ulya, Fika. “UMP 34 Provinsi Naik 8,51 Persen Tahun 2020, Nerikut

Daftar Lengkapnya”, Kompas. com, 18 Oktober 2019,

<https://Money.Kompas.Com/Read/2019/10/18/131354326/Ump-34-

Provinsi-Naik-851-Persen-Tahun-2020-Berikut-Daftar-Lengkapnya>

diakses pada 23 Oktober 2019.

Patno, Vinsen. “Membangun Sinergitas Lembaga Pendidikan Katolik”,

HidupKatolik.com, 28 Mei 2019. <https://www.hidupKatolik.com>

diakses pada 20 Maret 2020.

Paus Fransiskus, “Pesan Paus Fransiskus untuk Hari Orang Miskin Sedunia III”.

<http://w2.vatican.va/content/francesco/en/events/event.dir.html/content/v

aticanevents/en/2019/6/13/messaggio-giornatapoveri.html> diakses pada

03 Maret 2020.

IX. Wawancara

Pelita, Robertus. Wawancara per telepon seluler, 17 April 2020.