86
PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA DI BANTEN TAHUN 1945-1949 Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) Disusun Oleh : Wahyudin Arief NIM.1112022000087 JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1440 H

PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN

KEMERDEKAAN INDONESIA DI BANTEN TAHUN 1945-1949

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Salah

Satu Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Humaniora

(S.Hum)

Disusun Oleh :

Wahyudin Arief

NIM.1112022000087

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M/1440 H

Page 2: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …
Page 3: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …
Page 4: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …
Page 5: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

i

ABSTRAK

Penelitian ini membahas tentang peran K.H. Ahmad Chatib dalam

mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Banten tahun 1945-1949. K.H. Ahmad

Chatib merupakan ulama kharismatik yang mampu menggerakkan kaum ulama,

pemuda, jawara, dan TNI untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui

perang gerilya. Permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah

bagaimana usaha-usaha K.H. Ahmad Chatib dalam menggerakkan dan memimpin

lapisan masyarakat Banten untuk melakukan perang gerilya. Untuk menjawab

permasalahan tersebut, dalam penelitian ini digunakan metode sejarah pada

umumnya, yaitu heuristik, kritik sumber, interprestasi, dan historiografi. Sedangkan

untuk teori, penulis menggunakan landasan teori gerakan sosial dengan pendekatan

perubahan sosial yang dikemukakan oleh Anthony Giddens.

Temuan dalam penelitian ini adalah pertama, K.H. Ahmad Chatib merupakan

ulama kharismatik yang pernah memimpin gerakan pemberontakan komunis

Banten tahun 1926, dimana pemberontakan itu mempunyai semangat kuat anti

kolonial dan anti priayi, sehingga ia amat dipercayai oleh rakyat Banten. Kedua,

K.H. Ahmad Chatib merupakan mantan komandan batalyon PETA pada masa

pendudukan Jepang, sehingga ia mempunyai dasar teknik berperang. Ketiga, ketika

terjadi Agresi Militer Belanda I pada tahun 1947, ia mampu mengendalikan

perekonomian Banten meskipun daerah itu di blokade secara ketat. Disamping itu,

semangat juang K.H. Ahmad Chtaib dalam mempertahankan kemerdekaan

ditunjukan ketika terjadi Agresi Militer Belanda II, yaitu ketika tentara Belanda

memasuki wilayah Banten pada tanggal 23 Desember 1948, K.H. Ahmad Chatib

berhasil memimpin dan mengajak kaum ulama, pemuda, jawara, dan TNI untuk

mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui perang gerilya

Kata Kunci: K.H. Ahmad Chatib, Ulama, Banten

Page 6: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

ii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Alhamdulillah, puji serta syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis selalu diberikan

kesehatan sehingga mampu menyelesaikan skripisi ini. Shalawat beserta salam

semoga selalu tercurahkan kepada Sang Baginda Nabi Muhammad SAW beserta

keluarga, sahabat dan seluruh umuatnya yang senantiasa istiqomah dalam

menjalankan sunnahnya. Akhirnya skripsi yang berjudul “Peran K.H. Ahmad

Chatib dalam Mempertahankan Kemerdekaan di Banten tahun 1945-1949” ini

dapat diselesaikan.

Tentunya dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari arahan,

bimbingan, doa, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak yang dengan

keikhlasannya baik moril maupun materil telah banyak membantu dalam

penyusunan skripsi ini hingga selesai. Oleh tersebab itu, pada kesempatan ini

penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A selaku Rektor

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Saiful Umam, M.A., Ph.D selaku Dekan Fakultas Adab dan

Humaniora.

3. Bapak H. Nurhasan MA, selaku Ketua Program Studi dan Ibu Shalikatus

Sa‟diyah M.Pd selaku Sekretaris Program Studi Sejarah Dan Peradaban

Islam yang telah dengan sabar mengurusi semua administrasi yang penulis

butuhkan. Sungguh beruntung SPI memiliki Kaprodi dan Sekprodi seperti

beliau berdua, semoga Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan

dalam hidupnya.

4. Drs. Imam Subchi M.A selaku dosen pembimbing skripsi yang banyak

membantu dengan sabar serta selalu memotivasi dalam mengarahkan proses

penelitian ini di tengah-tengah kesibukannya. Penulis ucapkan terima kasih

setinggi-tingginya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Page 7: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

iii

5. Bapak Drs. Azhar Saleh M.A dan Bapak Dr. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag

selaku dosen penguji yang telah memberikan pengarahan dan membimbing

hinga skripsi ini menjadi lebih baik.

6. Seluruh Dosen Prodi Sejarah dan Perdaban Islam yang telah mendidik dan

memberikan berbagai ilmu pengetahuan kepada penulis selama di bangku

kuliah. Semoga Allah membalas dengan segala kebaikan.

7. Seluruh staff dan pegawai Perpustakaan Nasional Republik Indonesia,

Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta serta

Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora telah memberikan pelayanan

dan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan penulis. Semoga segala

urusannya dimudahkan oleh Allah SWT.

8. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Arbain dan Ibunda Nurjanah atas segala

jerih payah mereka membesarkan dan mendidik penulis dengan segala

perhatian dan kasih sayang, serta motivasi luar biasa bagi hidup penulis.

Juga kepada kedua adik penulis tercinta, M. Rizki Febriansyah dan Andita

Faradila, semoga kalian menjadi anak yang membaggakan. Amin.

9. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Tangerang Barat

(HIMATANGBAR), Lukman M. Ridwan L.H, Supriyadi, Arief Rihman,

Uci Sanusi, Moh. Didi Maldini, dan yang lainnnya. Melalui diskusi-diskusi

ringan dengan merekalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

Terima kasih atas pengalaman dan ilmu-ilmunya dalam berorganisasi,

berinteraksi dan bersosialisasi.

10. Kawan-kawan HMI KOFAH dan HMI KOMITI yang telah memberikan

warna baru bagi penulis selama berproses di himpunan ini.

11. Teman-teman seangkatan SPI, khususnya Muammar Akbar, Wildan

Albasith, M. Rizal Pahlevi, Risman, dan Jainudin. Mereka adalah teman

seperjuangan yang tak mampu dibayar dengan mata uang manapun, terima

kasih.

12. Ucapan terima kasih khusus penulis sampaikan kepada saudari Ani Apriani

yang tak henti-hentinya memberikan semangat, motivasi, dan inspirasi

selama penulis mengerjakan skripsi. Thanks for everything.

Page 8: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

iv

13. Penulis juga dihasruskan mengucapkan terima kasih kepada “Ciputat”

sebuah kota kecil dengan pemikiran dan peradaban yang besar.

Ucapan terima kasih juga untuk semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan

satu per satu, yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Ungkapan kata

memang tidak akan pernah cukup untuk membalas kebaikan kalian semua. Semoga

Allah SWT membalas dengan pahala yang berlipat ganda, Amin.

Penulis mengakui dan menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, baik dari segi isi, susunan kalimat, dan sistematika penulisannya.

Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

perbaikan selanjutnya agar tidak lagi terjadi kesalahan-kesalahan yang terdahulu.

Segala kesempurnaan, penulis kembalikan kepada Sang Maha Sempurna Allah

SWT, mudah-mudahan Allah SWT senantiasa memberkahi segala amal usaha kita.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi yang sekiranya jauh dari sempurna

ini dapat memberikan sepercik manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca

umumnya. Semoga kita senantiasa dipelihara di jalan yang lurus serta di ridhoi

Allah SWT dan di akhirat kelak mendapatkan tempat yang layak di sisi-Nya. Amin

Ya Robbal’Alamin

Ciputat, 09 Mei 2019

Wahyudin Arief

Page 9: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ........................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... v

DAFTAR ISTILAH ...................................................................................... vii

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ ix

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................... 5

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................... 6

D. Tujuan Penelitian .................................................................................. 6

E. Manfaat Penelitian ................................................................................ 7

F. Pustaka Terdahulu ................................................................................. 7

G. Landasan Teori ...................................................................................... 9

H. Metodologi Penelitian ......................................................................... 10

I. Sistematika Penulisan ......................................................................... 12

BAB II : BANTEN DALAM SOSIO POLITIK

A. Kondisi Sosial Banten Sebelum Kemerdekaan ................................... 13

B. Kondisi Politik Banten Setelah Kemerdekaan .................................... 17

C. Gerakan Sosial Banten Awal Kemerdekaan ....................................... 20

BAB III : BIOGRAFI K.H. AHMAD CHATIB

A. Kehidupan dan Aktivitas K.H. Ahmad Chatib ................................... 28

B. K.H. Ahmad Chatib sebagai Residen Banten ..................................... 30

C. Polemik K.H. Ahmad Chatib dengan Pemerintah Pusat ..................... 33

Page 10: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

vi

BAB IV : PERAN K.H. AHMAD CHATIB PADA MASA REVOLUSI

FISIK

A. Strategi K.H. Ahmad Chatib dalam Menghadapi Agresi Militer

Belanda I ............................................................................................ 40

B. Strategi K.H. Ahmad Chatib dalam Menghadapi Agresi Militer

Belanda II .......................................................................................... 45

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................... 54

B. Saran ............................................................................................. 55

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 57

LAMPIRAN ................................................................................................... 61

Page 11: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

vii

DAFTAR ISTILAH

Buduk : Penyakit gatal (kusta)

Daidan : Batalyon

Daidancho : Komandan batalyon

Dai Nippon : Entitas politik pemerintahan Jepang di bawah

Konstitusi Kekaisaran Jepang dari Restorasi Meiji

1868 hingga diberlakukannya Konstitusi 1947

Gerilya : Cara berperang yang tidak terikat secara resmi pada

ketentuan perang (biasanya dilakukan dengan

sembunyi-sembunyi dan secara tiba-tiba)

Heiho : Pembantu prajurit

Jalma Leutik : Masyarakat umum atau rakyat kecil

Jaro : Kepala desa

Jawara : Pendekar atau jagoan di Banten

Kaigun : Angkatan Laut pada masa Jepang

Kenpeitai : Polisi Militer Jepang

Keresidenan : Daerah yang merupakan bagian dari provisini yang

meliputi beberapa kabupaten yang dikepalai oleh

residen

Kewedanan : Daerah kekuasaan wedana

Kidobutai : Angkatan Udara pada masa Jepang

Laskar : Pasukan

Mas : Gelar yang diberikan kepada bangsawan yang bukan

anggota keluarga sultan

Pamong Praja : Istilah pengganti Pangerah Praja yaitu pegawai negeri

yang mengurus pemerintahan negara

Pendopo : Balai atau ruang besar tempat pertemuan atau

sebagainya

Page 12: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

viii

Pesantren : Tempat asrama santri atau tempat murid-murid belajar

mengaji dan sebagainya

Priyayi : Golongan elite di Jawa yang terdiri dari birokrat kelas

atas

Raden : Gelar yang diberiakn kepad bangsawan tingkat bawah

di Jawa

Residen : Kepala daerah keresidenan

Rikugun : Angkatan Darat pada masa Jepang

Ulama : Pengajar dan Pemuka Agama Islam

Wedana : Kepala kewedanan

Tubagus : Gelar yang diberikan kepada bangsawan yang

merupakan kelaurga sultan

Page 13: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

ix

DAFTAR SINGKATAN

API : Angkatan Pemuda Indonesia

BKR : Badan Keamanan Rakyat

GERA : Gerilya Rakyat

H. : Haji

K.H. : Kiai Haji

KMB : Konferensi Meja Bundar

KNI : Komite Nasional Indonesia

KNID : Komite Nasional Indonesia Daerah

KNIP : Komite Nasional Indonesia Pusat

Mr. : Meester in de Rechten

NICA : Netherlands Indies Civil Administration

NIS : Negara Indonesia Serikat

NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia

ORI : Oeang Republik Indonesia

PKI : Partai Komunis Indonesia

PRP : Partai Rakyat Pasundan

R. : Radem

R.A.A. : Raden Adipati Arya

RI : Republik Indonesia

RIS : Republik Indonesia Serikat

SI : Sarekat Islam

Tb. : Tubagus

TBA : Territoriaal Bestuurs Adviseur

TKR : Tentara Keamanan (Keselamatan) Rakyat

TNI : Tentara Nasional Indonesia

URIDAB : Uang Republik Indonesia Daerah Banten

Page 14: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk memahami dinamika masyarakat Indonesia modern, khususnya pada

masa revolusi1 yang mempunyai arti penting, tidak bisa dilewatkan begitu saja. Arti

penting masa itu ialah karena krisisnya sumber-sumber sejarah baik lisan maupun

tulisan. Dalam sumber sejarah berupa lisan, para pelaku sejarahnya telah berusia 90

tahun ke atas, satu persatu telah meninggal dunia. Sedangkan sumber sejarah berupa

tulisan, sangat sedikit para pelaku sejarah yang menuliskan pengalaman mereka di

tingkat lokal, berbeda dengan pelaku sejarah ditingkat nasional. Di samping itu,

sumber-sumber tertulis dari surat kabar pada masa revolusi banyak yang rapuh dan

tidak komplit. Sehingga, sebelum sumber-sumber tertulis itu benar-benar hilang,

penanganan penulisan sejarah tentang masa tersebut di tingkat lokal merupakan

sangat penting untuk dilakukan.

Penulisan sejarah masa revolusi di tingkat lokal telah dilakukan oleh beberapa

peneliti, di antaranya: Anthony Reid menulis daerah Sumatera Utara, Audrey R.

Kahin menulis daerah Sumatera Barat, dan Anton E. Lucas menulis daerah Brebes,

Tegal, dan Pemalang (terkenal dengan peristiwa “Tiga Daerah”), serta Suyatno

menulis daerah Surakarta.

Di Banten juga telah dilakukan penulisan sejarah masa revolusi, di antaranya;

Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari menulis tentang “Catatan Masa Lalu

Banten” tahun 1993, Michael C. Williams menulis “Banten: Utang Padi dibayar

1 Dalam penelitian ini penulis menggunakan istilah revolusi. Ada beberapa nama yang

diberikan untuk penyebutan periode antara 1945-1949. Para ahli strategi dari kelompok militer di

Indonesia yang berkuasa lebih menyukai istilah “perang pemerdekaan”, sedangkan Ir. Soekarno,

presiden pertama Indonesia memberikan nama “revolisi fisik”. Lihat Suharto, Banten Masa

Revolusi, 1945-1949: Proses Integrasi Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, (Depok:

Universitas Indonesia, 2001), h. 1. Ada beberapa istilah mengenai revolusi, menurut Anthony Reid,

revolusi merupakan sebuah restrukturasi fundamental dari suatu sitem politik dengan kekerasan

dalam jangka waktu yang relatif singkat. Lihat Anthony Reid, “Revolusi Sosial: Revolusi Nasional”,

dalam Prisma, No. 8 Agustus 1981 hlm. 32. Sedangkan Sartono Kartodirdjo mengartikan Revolusi

Indonesia sebagai masa gegeran (pergolakan) yang ditandai oleh srobotan atau gedoran

(pendaulatan), disamping sebagai masa perjuangan. Lihat Sartono Kartodirdjo, “Wajah Revolusi

Indonesia Dipandang dari Prespektivisme Struktural”, dalam Prisma, No. 8 Agustus 1981, hlm. 3.

Page 15: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

2

Padi, Utang Darah Dibayar Darah” tahun 1990, Suharto menulis “Banten Masa

Revolusi, 1945-1949: Proses Integrasi Dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia” tahun 2001, dan Nina H. Lubis menulis “Banten dalam Pergumulan

Sejarah: Sultan, Ulama, Jawara” tahun 2003. Di samping itu, banyak juga jurnal

yang menuliskan tentang Banten pada masa revolusi, di antaranya: Else Ensering

menulis “Banten In Time Revolution” tahun 1995, Lasmiyati menulis “Sejarah

Uang Republik Indonesia Banten (URIDAB) 1945-1949” tahun 2012, dan M. Ilham

Gilang menulis “Sejarah Lokal dalam Mengembangkan Patriotisme (Kajian pada

Materi Sejarah Revolusi Fisik di Banten Tahun 1945-1949” tahun 2016.

Sebenarnya banyak daerah Indonesia yang memainkan peranan penting pada

masa revolusi, namun ada beberapa alasan mengapa penulis memilih daerah

Banten, khususnya K.H Ahmad Chatib dalam penelitian ini. Pertama, Banten

adalah bekas kesultanan yang wilayahnya dikuasai oleh Belanda kemudian

dihapuskan. Kedua, pada Agresi Milier Belanda I wilayah Banten di blokade secara

total namun mampu bertahan dan tetap berada dibawah kekuasaan pemerintah RI.

Ketiga, dari beberapa peneliti tentang Banten pada masa revolusi belum pernah

diteliti secara mendalam tentang peranan residen Banten, yaitu K.H. Ahmad Chatib,

sehingga menarik untuk diteliti dan menjadi penguat atas penelitian-penilitian

sebelumnya.

Kemerdekaan yang telah diraih oleh bangsa Indonesia ialah bukan semata-

mata pemberian dari penjajah, melainkan sebagai hasil dari serangkaian perjuangan

panjang yang telah dilalui dalam kurun waktu yang cukup lama. Proklamasi 17

Agustus 1945 tidak bisa dilepaskan dari peranan setiap daerah yang melakukan

perlawanan terhadap penjajah kolonial Belanda unuk mencapai tujuan bersama,

yaitu Kemerdekaan Indonesia.

Sesaat setelah berita Proklamasi Kemerdekaan menyebar, terjadi perubahan-

perubahan sosial-politik diberbagai sudut Indonesia, salah satunya terjadi di

Banten. Kelompok sosial seperti ulama, pemuda, dan jawara bersatupadu dalam

merebut kekuasaan dari pemerintah Jepang atau Dai Nippon. Kelompok sosial ini

Page 16: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

3

melakukan koalisi dan berhasil merebut kekuasaan ke tangan kaum pribumi

seutuhnya.2

Tindakan pemuda selanjutnya ialah pada tanggal 22 Agustus 1945, Sri Sahuli,

pegawai kantor sosial pemerintahan Jepang, berani memprakarsai penurunan

bendera Jepang yang ada di Hotel Vos, Serang (sekarang kantor Kodim Serang).

Peristiwa ini disusul dengan penurunan bendera di kantor-kantor pemerintah Jepang

lainnya pada keesokan harinya. Adanya gelagat penurunan bendera ini

menunjukkan bahwa para pemuda semakin berani bertindak dan mulai giat

menggerakkan kekuatan rakyat untuk melucuti serdadu Jepang dan merebut

kekuasaan pemerintahan dari tangan orang-orang Jepang.3

Salah satu peristiwa lain yang menarik pasca kemerdekaan ialah di Banten

terjadi kekosongan jabatan residen, karena ditinggal kabur oleh pejabatnya. Pada

tanggal 29 September 1945 Wakil Residen Banten, Raden Tirtasuyatna, diangkat

menjadi Residen Banten oleh Pemerintah RI, menggantikan pendahulunya yang

menjabat Residen, Yuki Yoshi yang pergi meninggalkan Banten karena dianggap

sudah tak aman lagi. Tidak lama setelah pengangkatan Residen Banten,

Tirtasuyatna juga ikut kabur, mengingat dirinya yang bukan putra Banten, dan

memang pada saat itu masyarakat Banten juga telah gusar dengannya.

Dengan adanya kekosongan kekuasaan dalam jabatan Residen Banten itu,

para pemuda segera membentuk Angkatan Pemuda Indonesia (API) di Serang

Banten yang diketuai oleh Ali Amangku dengan anggota Makhadi dan Achmad

Mudjini M. Mereka mengadakan pertemuan dengan tokoh masyarakat Banten di

rumah Zulkarnaen. Tokoh-tokoh tersebut di antaranya K.H. Ahmad Chatib, K.H.

Syam’un, Ali Amangku, Zulkarnaen Surya Kartalegawa.4 Adapun hasil dari

pertemuan tersebut membahas tentang:

2 M. Ilham Gilang, Sejarah Lokal dalam Mengembangkan Patriotisme (Kajian pada Materi

Sejarah Revolusi Fisik di Banten Tahun 1945-1949), Jurnal Pendidikan dan Sejarah:

Candrasangkala, Vol. 2, No. 1 (November 2016), h. 38. 3 Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten, (Serang: Penerbit

Saudara, 1993), h. 106. 4 Lasmiyati, “Sejarah Uang Republik Indonesia Banten (URIDAB) 1945-1949”, Patanjala,

Vol. 4, No. 3 (September 2012), h. 470.

Page 17: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

4

1. Pengambilalihan kekuasaan dari tangan Jepang kepada Zulkarnaen Surya

Kartalegawa.

2. Masalah keamanan diserahkan kepada K.H. Ahmad Chatib.

3. Urusan yang berhubungan dengan badan-badan perjuangan atau organisasi

perjuangan pemuda diserahkan kepada Ali Amangku dan API.5

Dengan adanya perundingan tersebut, para pemuda mengusulkan kepada

pemerintah pusat agar segera mengangkat K.H. Ahmad Chatib sebagai Residen

Banten. Usulan pemuda Banten disambut baik oleh pemerintah pusat, tanggal 19

September 1945 K.H. Ahmad Chatib secara resmi diangkat oleh Ir. Sukarno sebagai

Residen Banten.6 Banten di bawah kepemimpinan K.H. Ahmad Chatib mendapat

dukungan dari elemen pemuda, ulama, intelektual pribumi, dan angkatan

bersenjata. Lalu, untuk menjaga keamanan di daerah Banten dibentuklah Badan

Keamanan Rakyat (BKR) Karesidenan Banten yang dipimpin oleh K.H. Syamun.7

Namun karena kebijakan K.H. Ahmad Chatib yang mengangkat kembali

pejabat lama untuk mengisi jabatan yang kosong, terjadi intrik-intrik ketidakpuasan

oleh para pemuda yang mengatasnamakan Dewan Rakyat yang dipimpin oleh Tje

Mamat. Pada tanggal 27 Oktober Dewan Rakyat mendatangi Keresidenan dan

mengancam agar K.H. Ahmad Chatib untuk membatalkan surat pengangkatan

aparat-aparat pemerintahan di seluruh karesidenan Banten, dan menggantinya

dengan orang-orang yang ditunjuk oleh Dewan Rakyat.8 Permintaan tersebut

dikabulkan, dan keesokan harinya diumumkan dihadapan para pejabat sekaligus

mengumumkan bahwa kekuasaan di seluruh Karisidenan Banten diambil alih oleh

Dewan Rakyat yang dipimpin oleh Tje Mamat.9

Perubahan personalia pemerintahan Banten sesuai dengan keinginan Dewan

Rakyat itu akhirnya tetap tidak membuat situasi menjadi lebih baik. Kekacauan

yang ditimbulkan oleh Dewan Rakyat tetap saja berlanjut. Mulai dari peculikan

Bupati Hilman Jayadiningrat sampai kepada pembunuhan-pembunuhan bekas

5 Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten, .........., h. 107. 6 Lasmiyati, “Sejarah Uang Republik, .........., h. 471. 7 M. Ilham Gilang, Sejarah Lokal, …......., h. 38. 8 Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten, .........., h. 111. 9 Suharto, Revolusi Sosial di Banten, .........., h. 12.

Page 18: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

5

pejabat kolonial Belanda dan Jepang yang dianggap oleh Dewan Rakyat sebagai

warisan kolonial.

Di samping itu pada saat terjadi Agresi Militer I, tentara Belanda di bawah

naungan pasukan sekutu melakukan blokade darat dan laut pada Keresidenan

Banten. Para pejabat keresidenan pun putus komunikasi dengan Permerintah RI di

Yogyakarta. Agar perekonomian tetap berjalan, K.H. Ahmad Chatib selaku Residen

Banten meminta izin kepada pemerintah pusat untuk mencetak uang daerah sendiri

bernama Uang Republik Indonesia Daerah Banten (URIDAB).10

Perlawanan terhadap Belanda mencapai puncaknya pada tahun 1948 pada

saat Agresi Militer Belanda II, yaitu terjadi perang griliya yang dipimpin langsung

oleh K.H. Achamd Chatib. Ketika perang gerilya berlangsung, para ulama kembali

menunjukkan peranannya yang sangat besar. Mereka dipercaya rakyat sebagai

pamong praja yang tidak mudah goyang pendiriannya. Mereka memberi contoh

ketabahan dalam menghadapi segala macam kesulitan sehingga meneguhkan

semangat perlawanan rakyat Banten.11

K.H. Ahmad Chatib sendiri dilahirkan di Kampung Gayam, Kecamatan

Cadasari, Kabupaten Pandeglang, tahun 1895. Ayahnya seorang ulama terkenal di

Pandeglang, K.H. Muhammad Waseh. Ia belajar agama Islam di dua pesantren di

Banten, yaitu pesanteren Kadupiring dan pesantren di Caringin pimpinan K.H.

Asnawi.12 Untuk mengetahui peranan K.H. Ahamd Chatib dan proses

perjuangannya secara lebih terperinci dan mendalam, penulis mencoba melaukakan

penelitian skripsi yang berjudul Peran K.H. Ahmad Chatib dalam Mempertahankan

kemerdekaan Indonesia di Banten Tahun 1945-1949.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah-masalah yang akan di

identifikasi adalah masalah yang berkaitan dengan “Peran K.H. Ahmad Chatib

10 Lasmiyati, “Sejarah Uang Republik, .........., h. 467. 11 Suharto, “Banten Pasca Agresi Militer Belanda Kedua”, Makara, Sosial Humaniora, Vol.

13, No. 2, (Desember 2009), h. 87. 12 Michael C. Williams, “Banten: Utang Padi dibayar Padi, Utang Darah Dibayar Darah”,

dalam Audrey Kahin (ed). (tej.). Pergolakan Daerah Pada Awal Kemerdekaan, (Jakarta: Grafiti,

1990), h. 252.

Page 19: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

6

dalam Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia di Banten tahun 1945-1949”

yaitu:

1. Banten sebelum Kemerdekaan

2. K.H. Ahmad Chatib sebagai residen Banten pertama setelah kemerdekaan

Indonesia

3. K.H. Ahmad Chatib menghadapi Agresi Militer Belanda I & II.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini, masalah yang akan dibahas akan dibatasi seputar

peranan K.H. Ahmad Chatib dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di

Banten. Kajian ini difokuskan pada permasalahan yang meliputi kondisi Banten

menjelang kemerdekaan, posisi dan peran K.H. Ahmad Chatib selaku Residen

Banten serta upaya mempertahankan Kemerdekaan di Banten.

Untuk menjabarkan permasalahan tersebut, maka rumusan masalahnya

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi Banten menjelang kemerdekaan?

2. Bagaimana biografi K.H. Ahmad Chatib?

3. Bagaimana strategi K.H. Ahmad Chatib dalam menghadapi Agresi Militer

Belanda I & II?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah sebagai

berikut:

1. Mengetahui kondisi sosial-ekonomi, dan politik Banten menjelang

kemerdekaan Indonesia.

2. Mengetahui biografi dan latar belakang kehidupan K.H. Ahmad Chatib

4. Menjabarkan bagaiamana K.H. Ahmad Chatib mempertahankan

kemerdekaan Indonesia dalam menghadapi Agresi Militer Belanda I & II di

Banten.

Page 20: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

7

E. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dan kontribusi yang

positif bagi semua pihak. Adapun manfaat dari penelitian ini ialah:

1. Bagi Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam

Penelitian ini diharapkan menjadi bahan bacaan dalam menambah

pengetahuan dan menjadi sumber referensi bagi penelitian sejenis di masa

yang akan datang.

2. Bagi Fakultas Adab dan Humaniora

Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi data perpustakaan

Fakultas Adab dan Humaniora serta memperkaya penulisan sejarah

Indonesia pada masa revolusi, khususnya di daerah-daerah.

3. Bagi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan tambahan koleksi

sehingga menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas tentang

studi kajian sejarah yang ada dalam kehidupan masyarakat.

4. Bagi Pemerintah Daerah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi

Pemerintah Daerah Banten untuk lebih mengenalkan tokoh K.H. Ahmad

Chatib yang mempunyai peranan besar dalam mempertahankan

kemerdekaan Indonesia, khususnya kepada masyarakat Banten.

F. Pustaka Terdahulu

Dalam praktiknya, penelitian ini dilandasi atas beberapa buku maupun karya

ilmiah yang sudah ada sebelumnya, terutama karya-karya yang membahas

mengenai Banten. Karya Suharto yang berjudul “Banten Masa Revolusi 1945-

1949: Proses Integrasi Dalam Negara Kesatuan republik Indonesia”.13 Secara

tidak langsung, penelitian ini diharapkan menjadi pelengkap untuk menggambarkan

kondisi Banten pada masa Agresi Militer I & II. Dalam hasil penelitian tersebut,

Suharto menjabarkan secara rinci mulai dari kondisi masyarakat, pembentukan

13 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949: Proses Integrasi Dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia, (Depok: Universitas Indonesia, 2001).

Page 21: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

8

militer, Banten pada masa Agresi Militer I & II, hingga Banten kembali ke

pangkuan RI. Yang membuat perbedaan skripsi ini dengan penelitian tersebut

adalah bahwa skripsi ini lebih menekankan kepada peranan salah satu tokoh yang

sangat berpengaruh dalam merebut kemerdekaan Indonesia di Banten yang mana

dalam penelitian Suharto tidak dituliskan secara jelas.

Buku “Catatan Masa Lalu Banten”,14 karangan Halwany Michrob dan

Mudjahid Chudari. Dalam buku ini Halwany dan Chudari sebenarnya sudah

menjelasakan sejarah panjang Banten, mulai dari Banten sebelum Islam hingga

Banten awal Kemerdekaan RI. Dalam bab akhirnya terutama yang berkaitan masa

mempertahankan kemerdekaan, Halwany dan Chudari sedikit menggambarkan

kondisi dan para tokoh pada masa kemerdekaan Indonesia di Banten, namun lebih

sedikit bila dibandingkan dengan tulisan Suharto. Hal ini dikarenakan tulisan

Halwany dan Chudari mengambil rentan waktu yang cukup panjang, sehingga buku

ini banyak fokus yang dimiliki. Yang menjadi pembeda dari buku ini ialah penulis

lebih memfokuskan terhadap satu tokoh pada periode tertentu saja, sehingga

penelitian ini diharapkan menjadi pelengkap dari serangkaian sejarah Banten yang

ditulis sebelumnya.

Selanjutnya kajian yang meneliti mengenai proses revolusi di Banten lebih

lengkap dijelaskan oleh Michael C. Williams, “Banten: Utang Padi dibayar Padi,

Utang Darah dibayar Darah”, dalam buku Pergolakan Daerah Pada Awal

Kemerdekaan yang disunting oleh Audrey R. Kahin.15 Beberapa yang menonjol

dari tulisan ini adalah penjelasannya yang mendalam bila dibandingkan dengan

tulisan lain yang menjelaskan mengenai revolusi di Banten. Terlebih dijelaskan

pula mengenai peristiwa-peristiwa sebelumnya, seperti peristiwa tahun 1926 yang

kemudian dihubungkan dengan penjelasan dan fakta yang kaya. Namun lagi-lagi

seperti kebanyakan kajian lainnya, penjelasan mengenai peran ulama di Banten

14 Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten, (Serang: Penerbit

Saudara, 1993). 15 Michael C. Williams, “Banten: Utang Padi dibayar Padi, Utang Darah Dibayar Darah”,

dalam Audrey Kahin (ed). (tej.). Pergolakan Daerah Pada Awal Kemerdekaan, (Jakarta: Grafiti.

1990).

Page 22: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

9

pada masa tersebut masih menjadi peran figuran dan hanya disinggung sedikit, dan

tentu saja hal ini yang membedakan tulisan Williams dengan skripsi ini.

Berbeda dengan studi-studi di atas, penulisan ini secara teoritis menjelaskan

pola-pola peranan satu tokoh ulama sekaligus Residen Banten pertama, yakni K.H.

Ahmad Chatib yang berpengaruh pada masa mempertahankan kemeredekaan

Indonesia di Banten tahun 1945-1949. Studi ini mengambil sekop di wilayah

Banten yang sudah dikumpulkan dalam sumber-sumber tertulis. Dengan demikian,

penelitian ini memiliki signifikasi yang tinggi dan memberi kontribusi bagi

masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Banten untuk mengenal lebih

beberapa tokoh ulama yang berpengaruh pada masa awal kemerdekaan.

G. Landasan Teori

Menurut Sarono Kartodirjo, penggambaran kita mengenai suatu peristiwa

sangat bergantung pada pendekatan, yaitu dari segi mana kita memandangnya,

dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang diungkapkan dan

sebagainya.16 Dengan pendekatan tersebut, maka akan memudahkan penulis untuk

mengetahui bahwa ilmu sosial sebagai ilmu bantu dalam sejarah.

Untuk menjelaskan fenomena yang terjadi pada masa revolusi di Banten,

digunakan teori gerakan sosial dengan pendekatan perubahan sosial yang

dikemukan Anthony Giddens. Perubahan sosial yang dimaksud adalah suatu upaya

kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama atau gerakan mencapai tujuan

bersama melalui tindakan kolektif (collective action) di luar lingkup lembaga-

lembaga yang mapan.

Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Tarrow, ia mendefinisikan gerakan

sosial sebagai politik perlawanan yang dilakukan oleh rakyat biasa yang bergabung

dengan kelompok masyarakat yang lebih berpengaruh. Menggalang kekuatan

bersama dengan tujuan melawan para elite, pemegang otoritas ataupun pihak-pihak

16 Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 4.

Page 23: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

10

lawan yang lain. Perlawanan ini berubah menjadi sebuah gerakan sosial ketika

didukung oleh jaringan sosial yang kuat.17

H. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode yang biasa digunakan dalam penelitian

sejarah pada umumnya, yaitu heuristik atau pengumpulan data, kritik sumber baik

intern maupun ekstern, interpretasi atau penafsiran dan yang terakhir adalah tahap

historiografi atau penulisan sejarah.18

Dalam proses heuristik penulis akan menggunakan metode library research

atau kepustakaan. Penulis mencari sumber-sumber sejarahnya berupa sumber

tertulis baik primer maupun sekunder. Untuk sumber primer penulis menggunakan

surat kabar tahun 1945-1949, yaitu Surat Kabar Merdeka19 yang kerap

memberitakan kondisi Banten antara tahun 1945 sampai 1949. Selain sumber

primer berupa surat kabar, penulis juga memanfaatkan sumber primer berupa foto-

foto yang terdapat di BPAD (Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah) Provinsi

Banten.20

Untuk sumber sekunder penulis menggunakan buku-buku yang membahas

terkait peran ulama dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Banten yang

penulis dapatkan dari berbagai perpustakaan. Salah satunya Banten Masa Revolusi

1945-1949: Proses Integrasi Dalam Negara Kesatuan republik Indonesia, yang

penulis dapatkan dari perpustakaan Universitas Indonesia. Selebihnya data-data

sekunder yang penulis gunakan berupa buku, artikel dan skripsi yang penulis

temukan di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan

Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan UI dan

beberarapa jurnal ilmiah dari situs internet. Namun, dalam proses heuristik ini

17 Fadillah Putra, dkk., Gerakan Sosial: Konsep, Strategi, Aktor, Hambatan dan Tantangan

Gerakan Sosial di Indonesia, (Malang: Averroes Press, 2006), Hal. 1 18 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995), h.

89. 19 Merdeka adalah surat kabar yang didirikan oleh B.M. Diah pada 1 Oktober 1945. Tersedia

di Perpustakaan Nasional, Jalan Salemba Raya NO. 28A Jakarta 20 BPAD (Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah) Provinsi Banten beralamat di Jl. Raya

jakarta, Km. 4, Pakupatan, Panancangan, Kota Serang, Banten 42124. Lebih lanjut lihat:

http;//bpad.bantenprov.go.id

Page 24: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

11

penulis mendapatkan hambatan dalam pencarian sumber mengenai pengasingan

K.H. Ahmad Chatib di Boven Digul dan kehidupan akhir K.H. Ahmad Chatib,

teruama setelah tidak lagi menjabat sebagai Residen Banten

Tahapan berikutnya adalah verifikasi atau kritik sumber. Dalam tahapan ini

penulis menguji keabsahan sumber baik dari melalui kritik ekstern maupun kritik

intern. Dalam kritik ekstren penulis mengkritisi secara fisik mengenai sumber-

sumber yang penulis dapatkan. Surat kabar yang ditemukan penulis dari

Perpustakaan Nasional berupa surat kabar Merdeka, Warta Indonesia dan Antara

yang telah difoto copy. Sehingga secara fisik dokumen tersebut tidak dapat

dikatakan otentik karena sudah tidak dalam bentuk aslinya, namun bagi penulis

sumber tersebut tetap memuat unsur-unsur primer.21

Tahap selanjutnya yaitu penulis melakukan interpretasi dari sumber-sumber

yang telah diuji kebenarannya. Tahap ini merupakan penggabungan antara sumber-

sumber yang didapat dengan teori-teori yang mendukung beserta pendapat penulis

mengenai aspek yang dikaji. Dalam proses analisis atau penguraian, penulis

memperoleh beberapa fakta dari sumber-sumber yang telah penulis himpun baik

sumber primer maupun sumber sekunder. Seperti kebijakan Residen K.H. Ahmad

Chatib mengangkat pejabat lama untuk mengisi jabatan yang kosong namun

bertolak belakang dengan keinginan para pemuda, membuat program untuk terakhir

strategi K.H. Ahmad Chataib dalam perang gerilya pada saat terjadi Agresi Militer

belanda. Dari beberapa fakta hasil analisis tersebut maka sintesisnya adalah bahwa

K.H. Ahmad Chatib sangat besar peranannya dalam mempertahankan kemerdekaan

Indonesia di Banten.

Tahap terakhir yaitu historiografi, dalam tahap penulis menguraikan fakta-

fakta yang sudah didapat ke dalam penulisan sejarah, dan kemudian menarik

kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan pokok yang menjadi

kajian utama penulisan ini.

21 Louis Gottschak, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto, (Jakarta: UI Press, 1969),

h. 45.

Page 25: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

12

I. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab. Adapun susunan

penulisan skripsi ini sebagai berikut:

Bab pertama atau pendahuluan yang memuat penjabaran singkat latar

belakang yang akan menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini, identifikasi

masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, pustaka

terdahulu, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua akan menjelaskan mengenai kondisi sosial Banten sebelum

kemerdekaan, kondisi politik Banten setelah kemerdekaan, dan gerakan sosial

banten awal kemerdekaan

Bab ketiga akan menjelaskan tentang aktivitas politik K.H. Ahmad Chatib

pada masa penjajahan Belanda dan Jepang sampai awal kemerdekaan. Dalam bab

ini akan dibagi pembahasannya megenai kehidupan dan aktivitas K.H. Ahmad

Chatib, K.H. Ahmad Chatib sebagai residen banten, dan polemik K.H. Ahmad

Chatib dengan pemerintah pusat.

Bab keempat akan menguraikan tentang analisis pola gerakan K.H. Ahmad

Chatib dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Banten kemudian akan

dikaji tentang kebijakan K.H. Ahmad Chatib saat Banten di blokade oleh Belanda

dan strategi K.H. Ahmad Chatib dalam perang gerilya.

Bab kelima berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analis data dan

memberikan saran atas penelitian yang telah diperoleh agar menjadi masukan untuk

penulisan selanjutnya.

Page 26: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

13

BAB II

BANTEN DALAM SOSIO POLITIK

A. Kondisi Sosial Banten Sebelum Kemerdekaan

Daerah Banten yang terletak di bagian barat Pulau Jawa, pada masa revolusi

merupakan sebuah keresidenan yang terdiri dari tiga kabupaten yaitu Kabupaten

Lebak, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang. Secara garis besar, Banten

dibagi menjadi dua wilayah yang sangat berbeda, yaitu bagian selatan yang

merupakan daerah pegunungan serta jarang penduduknya, dan bagian utara yang

merupakan dataran rendah serta padat penduduknya. Golongan etnik terbesar di

Banten adalah suku sunda yang mendiami daerah selatan Banten yaitu orang Baduy

yang mempunyai adat istiadat sendiri, sedangkan di Banten bagian utara

kebanyakan orang-orang pendatang dan keturunan Jawa yang datang dari Demak

dan Cirebon.1

Berbicara mengenai struktur sosial, klasifikasi masyarakat Banten didasarkan

atas kepemilikan tanah, karena daerahnya yang cenderung agraris. Oleh karena itu,

penduduk setempat memiliki matapencaharian rata-rata sebagai petani. Di luar itu,

ada yang bekerja sebagai nelayan, tukang, pekerja industri dan pedagang.2 Pada

abad ke-19, terjadi pengelompokan terhadap masyarakat Banten, kelompok

pertama disebut jalma leutik, yaitu petani, tukang, pedagang dan buruh. Kelompok

ini merupakan mayoritas. Kelompok kedua disebut priyayi, mereka yang memiliki

darah bangsawan dan para elit birokrasi. Para elit birokrasi berada di bawah para

bangsawan, namun masih lebih tinggi dari para jalma leutik.

Banten pada masa kesultanan yang didirikan pada tahun 1525, mempunyai

daerah kekuasaan yang lebih luas, yaitu meliputi daerah Jasinga, Tangerang dan

Lampung. Akan tetapi setelah Sultan Ageng Tirtayasa meninggal tahun 1682 pamor

Kesultanan Banten menurun, karena perebutan-perebutan kekuasaan di keluarga

1 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949: Proses Integrasi Dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia, (Depok, Universitas Indonesia, 2001), h. 4. 2 Anthony Reid, “Revolusi Sosial: Revolusi Nasional”, dalam Prisma, No. 8 Agustus 1981,

h. 57.

Page 27: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

14

sultan, yang kemudian dimanfaakan oleh Belanda dan akhirnya tahun 1808

Kesultanan Banten berakhir, wilayahnya dikuasi oleh Belanda.

Setelah Kesultanan Banten dikuasi Belanda, perlawanan di daerah-daerah

terus bertambah, diantaranya pemberontakan Pandeglang (1811 M), peristiwa

geger Cilegon atau yang lebih dikenal dengan peristiwa pemberontakan petani

Banten (1888 M) Cikande Udik (1845 M), peristiwa Kolelet (1866 M),

pemberontakan Wakhia (1850 M), sampai kepada pemberontakan komunis Banten

(1926 M).3 Pada tahun 1926 Banten menjadi ajang pemberontakan komunis yang

mencemaskan pemerintah Hindia Belanda. Pemberontakan ini mempunyai

semangat kuat anti kolonial dan anti priayi, banyak kaum ulama yang terlibat di

dalamnya.4 Pemberontakan tersebut gagal dan banyak masyarakat Banten yang

ditangkap kemudian di buang ke Boven Digul,5 salah satunya K.H. Ahmad Chatib.6

Peralihan kekuasaan dari pemerintah kolonial Belanda ke pendudukan Jepang

memberikan angin segar bagi masyarakat Indonesia yang sedang berjuang

memperoleh kemerdekaan. Kemenangan pasukan Dai Nippon atas pasukan militer

Belanda pada tahun 1942 menjadi awal baru semangat para pejuang untuk

melepaskan diri dari cengkraman penjajahan Belanda. Kedatangan Jepang ke

Nusantara disambut dengan meriah oleh masyarakat Indonesia karena dianggap

sebagai saudara tua yang telah membantu bangsa Indonesia melepaskan diri dari

penjajahan Belanda.7

Setelah Jepang berhasil menduduki Indonesia, dibentuklah suatu

pemerintahan militer yang bersifat sementara sesuai dengan Undang-undang No.

1/1942 yang dikeluarkan oleh Panglima Tentara Keenambelas pada tanggal 7 Maret

3 Fahmi Irfani, Jawara Banten: Sebuah Kajian Sosial, Politik dan Budaya. (Jakarta: YPM

Press, 2011), h. 44. 4 Nina Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah Ulama, Sultan, Jawara, (Jakarta: LP3ES,

2003), h. 142. 5 Boven Digul adalah penjara alam yang didirikan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda

di Pulau Papua atau yang disebut sebagai tempat pembuangan/pengasingan bagi para tahan politik

yang melawan pemerintah kolonial Belanda terutama orang-orang yang terlibat dalam

pemberontakan komunis 1926. 6 Michael C. Williams, Arit dan Bulan Sabit: Pemberontakan Komunis 1926 di Banten,

(Yogyakarta: Syarikat, 2003), h. 163. 7 Iwan Hermawan, “Lubang Tambang Batu Bara Bayah: Jejak Romusha Di Banten Selatan”,

Kapata Arkeologi Vol. 3, No. 2, 2017, h. 226.

Page 28: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

15

1942. Pada dasarnya, susunan pemerintahan masa pendudukan Jepang tetap

mempertahankan sistem lama. Pada masa penjajahan Belanda, sejak tahun 1834,

daerah kesultanan Banten dijadikan sebagai satu karesidenan, meliputi kabupaten

Serang, kabupaten Pandeglang dan kabupaten Lebak. Pada tanggal 29 April 1942,

R. Adipati Aria Hilman Djajadiningrat diangkat sebagai Residen Banten yang

berkedudukan di Serang.8

Wilayah karesidenan Banten sebagai daerah ujung barat pulau Jawa,

merupakan pintu masuk yang sangat strategis, serta atas dasar pertimbangan

ideologi, politik, sosial ekonomi dan strategi militer, Banten dijadikan benteng

pertahanan wilayah pendudukan Jepang di pulau Jawa bagian barat. Basis-basis

pertahanan yang terpenting dengan kesatuan tempur cukup besar ditempatkan di

Pulau Sangiang, sebagai pangkalan Angkatan Laut (Kaigun) di Selat Sunda, dengan

markas komando di Anyer; kekuatan Angkatan Udara (Kidobutai) di Gorda,

menghadap ke pantai Laut Jawa; kesatuan Angkatan Darat (Rikugun) di tempatkan

di Sajira (Rangkasbitung). Di Serang ditempatkan satu Sub Detasemen Kempetai

(Polisi Militer), untuk meliputi seluruh daeran Banten.9

Untuk mengambil hati rakyat, Jepang melakukan berbagai cara pendekatan,

misalnya: memberi pelajaran baris berbaris kepada para pemuda, membangun

beberapa gedung sekolah antara lain di kota Serang dibangun sebuah Chugakko

(SMP), di Pandeglang dibangun sebuah Sihan gakko (Sekolah Guru) dan sebuah

Nogyo gakko (Sekolah Menengah Pertanian Pertama).10 Program pendidikan yang

dilakukan pemerintah pendudukan Jepang bagi penduduk di Banten merupakan

sebagai usaha men-Jepang-kan penduduk yang dilakukan lewat sekolah-sekolah

yang para gurunya telah dipersiapkan melalui kursus pendidikan guru yang "dipola"

sesuai dengan propaganda Jepang.

Disamping itu, Simbol-simbol nasional diizinkan untuk dipamerkan bersama

dengan simbol-simbol negara Jepang. Bendera merah putih berkibar berdampingan

8 Euis Thresnawaty, “Lintasan Sejarah Pemerintahan Kabupaten Serang Abad XVI-XX”,

dalam Patanjala, Vol. I No. 2, Juni 2009, h. 183. 9 Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten, (Serang: Penerbit

Saudara, 1993), h. 98. 10 Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten, .........., h. 99.

Page 29: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

16

dengan bendera matahari terbit, demikian pula lagu kebangsaan Indonesia Raya

dinyanyikan setelah lagu kebangsaan Jepang. Selain itu, Jepang juga membebaskan

pemimpin-pemimpin nasional yang ditahan oleh Belanda.11 Untuk memperoleh

simpati rakyat Indonesia, selain mengobarkan spirit anti Belanda, Jepang juga

selalu menyiarkan propagandanya dalam bahasa Indonesia, dan dalam setiap siaran

radio untuk Indonesia selalu diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Propaganda yang demikian itu telah membentuk opini bangsa Indonesia bahwa

Jepang memang akan membebaskannya dari penjajahan bangsa Barat.12 Setelah

pemerintah Jepang membentuk Pembela Tanah Air (PETA), di daerah Banten

empat daiden (batalyon), dua diantara batalyonnya adalah ulama Banten yaitu K.H.

Ahmad Chatib dan K.H. Syam’un.13

Perubahan sosial politik mulai terasa setelah Jepang berkuasa selama satu

tahun. Sikap mereka yang semula ramah dan simpati berubah kejam, menekan

rakyat dengan berbagai peraturan ketat. Tindakan tersebut antara lain melarang

pengibaran bendera merah putih, mengharuskan mengibarkan bendera Hinomaru

atau Kooki pada saat hari-hari yang dianggap penting, penggunaan tahun sumera,

waktu menurut Tokyo.14 Selain itu, pemerintah Jepang juga melarang rakyat

menyanyikan lagu Indonesia Raya dan berkumpul lebih dari dua orang. Di antara

peraturan-peraturan itu, ada satu ketentuan yang sangat ditentang oleh para ulama,

yaitu kewajiban untuk melakukan seikerei yaitu membungkuk ke arah timur untuk

memberi hormat kepada Kaisar Jepang, yang dianggap dewa matahari. Sikap

tersebut oleh para ulama diartikan sebagai penyembahan kepada selain Allah yang

termasuk syirik (mempersekutukan Allah). Penyembahan hanyalah kepada Allah,

bukan kepada yang lain; apabila sikap itu dilakukan kepada selain Allah maka

termasuk syirik, dosa yang terbesar dalam Islam.15

11 Iwan Hermawan, Lubang Tambang Batu Bara Bayah, .........., h. 226. 12 Dewi Yulianti, Sistem Propaganda Jepang di Jawa 1942-1945, 2010, h. 8. Diakses dari

http://eprints.undip.ac.id/19444/1/ARTIKEL_PROPAGANDA_JEPANG.pdf pada tanggal 09

Februari 2019, pukul 19.00 WIB. 13 Suharto, Revolusi Sosial di Banten, 1945-1949: Kondisi, Jalan Peristiwa, dan Dampaknya.

Laporan Hasil Penelitian, (Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1996), h. 2. 14 Nina Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah, .........., h. 149. 15 Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten, .........., h. 100.

Page 30: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

17

Pendudukan Jepang secara langsung telah menyebabkan terjadinya

perubahan sosial yang besar dalam masyarakat. Salah satu perubahan sosial yang

paling mecolok adalah perubahan dalam pelapisan sosial. Pada masa penjajahan

Belanda, terdapat tiha lapisan dalam masyarakat yang didasarkan atas ras. Lapisan

pertama terdiri dari golongan orang Belanda dan Eropa lainnya. Lapisan kedua

adalah orang Timur Asing (Cina, Arab, dan India), dan yang terakhir adalah bangsa

Indonesia. Akan tetapi, setelah Jepang berkuasa, susuan itu berubah. Orang Jepang

sebagai pemenang perang menduduki lapisan teratas. Selanjutnya diikuti oleh

bangsa Timur Asing dan Indonesia pada lapisan kedua. Orang Belanda dan Eropa

yang kalah perang dan dianggap mush utama Jepang berada dilapisan terakhir.

Sebagai akibatmya, banyak harta benda dan perusahaan serta perkebunan milik

orang Belanda yang disita oleh Jepang.16

B. Kondisi Politik Banten Setelah Kemerdekaan

Kabar tentang penyerahan Jepang kepada Sekutu baru sampai kepada orang-

orang Jepang di Banten pada tanggal 15 Agustus 1945 sore. Kolonel Ban

Yokiyoshi, Shuchoken (Residen) Banten, pada tanggal 16 Agustus meninggalkan

Banten menuju Jakarta untuk memenuhi panggilan atasannya tanpa

memberitahukan kepada Raden Tumenggung Rangga Tirtasoejatna, Fuku

Shuchoken (Wakil Residen) Banten, baik secara lisan maupun tulisan. Disamping

itu, tentara Jepang di Banten diintruksikan agar tetap berada di markas atau asrama

masing-masing dan melaksanakan perintah Sekutu, yaitu menjaga status quo.17

Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia tersebar luas di kalangan

masyarakat Banten setelah datangnya para pemuda dari Jakarta utusan Chaerul

Saleh pada tanggal 20 Agustus 1945, mereka adalah Pandu Kartawiguna, Ibnu

Parna, dan Abdul Muluk yang menemui K.H. Ahmad Chatib dan Ali Amengku,

tokoh Banten. Para utusan ini menyerahkan selembaran teks proklamasi, maklumat

oleh proklamator Soekarno-Hatta, dan beberapa ekslamper surat kabar terbitan

Jakarta yang memuat tentang berita upacara kemerdekaan Indonesia, mereka

16 Nina Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah, .........., h. 152. 17 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, .........., h.. 77.

Page 31: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

18

diharapkan untuk meneruskan berita itu secara berantai kepada seluruh masyarakat

di Keresidenan Banten. Maka Ali Amangku mendirikan Angkatan Pemuda

Indonesia (API), sedangkan API Puteri dipimpin oleh Sri Sahuli.18

Setelah mendengar kabar berita kemerdekaan dari utusan Jakarta, beberapa

pemuda yang tergabung dalam API (Angkatan Pemuda Indonesia) berinisiatif

untuk membentuk suatu badan penerangan yang bertugas menyebarluaskan berita

kemerdekaan ke seluruh penjuru Banten. Para anggota ini kemudian dikirim untuk

menggerakan pemuda dan mendatangi para ulama di pesantren-pesantren dengan

tujuan agar mereka memberikan penerangan kepada masyarakat. Selain

menyampaikan berita kemerdekaan, badan penerangan ini juga mengobarkan

semangat juang masyarakat untuk mempertahankan kemerdekaan, juga

menanamkan pemahaman bahwa kemerdekaan ini bukanlah pemberian Jepang.

Dalam waktu lima hari seluruh masyarakat Banten sudah mengetahui tentang berita

kemerdekaan Republik Indonesia.19

Selain itu, utusan itu juga menyampaikan pesan Chaerul Saleh antara lain

bahwa kemerdekaan Indonesia bukan hadiah dari Jepang dan agar para pemuda

segera merebut kekuasaan dari tangan Jepang. Maka pada tanggal 22 Agustus 1945

beberapa pemuda, di antaranya ketua API Puteri, Sri Sahuli, berani memprakarsai

penurunan bendera Jepang yang ada di Hotel Vos, Serang (sekarang kantor Kodim

Serang). Peristiwa ini disusul dengan penurunan bendera di kantor-kantor

pemerintah Jepang lainnya pada keesokan harinya.20

Adanya gerakan penurunan bendera Jepang di berbagai tempat menunjukan

bahwa para pemuda semakin berani dan dengan giat menggerakan semangat rakyat

Banten untuk melucuti tentara Jepang. Melihat gelagat ini banyak orang Jepang

yang melarikan diri dari Banten menuju Jakarta. Di samping itu beberapa pegawai

pemerintah atau pangerah praja yang berasal dari daerah Priyangan pun melarikan

18 Hendri F. Isnaeni, “Proklamasi Kemerdekaan sampai di Banten”, Historia, Jumat, 17

Agustus 2018. Diakses dalam https://historia.id/politik/articles/proklamasi-kemerdekaan-sampai-

di-banten-Pdjxl pada tanggal 18 Februari 2019, pukul 20.57 WIB. 19 Nina Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah, .........., h. 167. 20 Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten, .........., h. 106.

Page 32: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

19

diri,21 hal ini bukan berarti mereka setia kepada Jepang, melainkan mereka merasa

takut menjadi luapan kemarahan rakyat Banten karena bekas pejabat kolonial yang

tidak disenangi. R. Tirtasoejatna yang baru menerima pengangkatan jabatan dari

Yukiyoshi juga melarikan diri ke Bogor, meskipun ia telah ditunjuk oleh

Pemerintah RI sebagai Residen.

Sejak R. Tirtasoejatna melarikan dari Banten, jabatan Residen menjadi

kosong, sedangkan waktu itu belum ada penunjukan sebagai gantinya. Dalam

situasi yang tidak menentu ini, para pemuda yang tergabung dalam API menyusun

rencana kerja pada akhir bulan Agustus 1945 untuk menangani masalah Pemerintah

Daerah. Pertemuan dilaksanakan di rumah Zulkarnaen Surya Kertalegawa di

Serang yang dihadiri oleh perwakilan golongan muda, ulama dan jawara.

Pertemuan itu antara lain memutuskan hal berikut: pengambilalihan kekuasaan dari

tangan Jepang diserahkan kepada Zulkarnaen Kertalegawa, urusan yang ada

hubungannya dengan badan-badan perjuangan atau organisasi kepemudaan

diserahkan kepada Ali Amengku. Pertemuan secara aklamasi memilih K.H. Ahmad

Chatib sebagai Residen Banten yang menangani pemerintahan sipil.22

Dalam perundingan itu pun para pemuda mengusulkan kepada pemerintah

Republik Indonesia agar segera mengangkat K.H. Ahmad Chatib sebagai Residen

Banten, yang menangani administrasi dan pemerintahan sipil di Banten.23

Pemerintahan ini didukung oleh elemen pemuda, ulama, intelektual pribumi, dan

angkatan bersenjata. Lalu, untuk menjaga keamanan di daerah Banten dibentuklah

Badan Keamanan Rakyat (BKR) Karesidenan Banten yang dipimpin oleh K.H

Syam’un.24

Pada tanggal 19 September 1945, K.H. Ahmad Chatib resmi diangkat

menjadi Residen Banten oleh Presiden Soekarno melalui.25 Untuk membantu

21 Michael C. Williams, “Banten: Utang Padi dibayar Padi, Utang Darah Dibayar Darah”,

dalam Audrey Kahin (ed). (tej.). Pergolakan Daerah Pada Awal Kemerdekaan, (Jakarta: Grafiti.

1990), h. 61. 22 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, .........., h. 86. 23 Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten, .........., h. 107. 24 M. Ilham Gilang, Sejarah Lokal Dalam Mengembangkan Patriotisme (Kajian Pada Materi

Sejarah Revolusi Fisik Di Banten Tahun 1945-1949), dalam Candrasangkala: Jurnal Prndidikan

dan Sejarah, Vol. 2, Mo.1, 2016, h. 38. 25 Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten, .........., h. 107.

Page 33: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

20

kelancaran pemerintahan, K.H. Ahmad Chatib menunjuk Zulkarnain Surja

Kertalegawa sebagai Wakil Residen. Dan untuk jabatan bupati di daerah Serang,

Pandeglang dan Lebak, K.H. Ahmad Chatib meminta agar para bupati lama untuk

sementara tetap dalam jabatannya dan meneruskan tugasnya sebagai Bupati;

dengan pertimbangan, dalam masa transisi, para bupati lamalah yang lebih

mengetahui administrasi pemerintahan di daerahnya. Para bupati itu adalah: Raden

Hilman Djajadiningrat (Bupati Serang), Mr. Djumhana (Bupati Pandeglang) dan

Raden Hardiwinangun (Bupati Lebak). Dikemudian hari, kebijakan inilah yang

memicu terjadinya aksi Dewan Rakyat.

Menurut Suharto, tampilnya ulama dalam politik lokal Banten merupakan

usaha yang telah lama mereka perjuangkan setelah kedudukannya dimusnahkan

oleh kolonialisme Belanda. Pada kondisi lain, rakyat menghendaki tampilnya para

ulama sebagai amirul mukminin, sehingga adanya kekosongan pemerintahan pada

masa awal kemerdekaan merupakan kesempatan paling baik bagi kaum ulama

untuk tampil kembali sebagai umaro.26

C. Gerakan Sosial Banten Awal Kemerdekaan

Sebagai salah satu daerah di Indonesia, Banten juga ikut berpartisipasi dalam

sebuah remembered history.27 Letak Banten yang yang masih satu jalur dengan

pesisir utara pulau Jawa menjadi pemicu utama pentingnya kajian tentang masa

revolusi di Banten. Hal ini sejalan dengan pernyataan Anthony Reid yang

mengatakan bahwa gerakan-gerakan revolusi dimulai dari daerah-daerah yang

terletak di pesisir utara pulau Jawa.28 Terlebih lagi jika dilihat mengenai

karakteristik masyarakat Banten yang masih cenderung tertutup dan susah diatur

dan kemudian berpotensi menimbulkan persaingan antara kelompok sosial.29

26 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, .........., h. 125. 27 Istilah yang digunakan oleh Sartono untuk menyebut sejarah yang diingat, atau yang masih

dalam ingatan orang-orang. Lihat Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru, Sejarah

Pergerakan Nasional: Dari Kolonialisme sampai Nasionalisme (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

1990), h. 36. 28 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru, .........., h. 134. 29 Rosian Anwar, Sejarah Kecil, “Petite Histoire” Indonesia (Jakarta: Penerbit Buku

Kompas, 2004), h. 133.

Page 34: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

21

Peristiwa tahun 1926 dan tahun 1888 yang terjadi di Banten memberikan bukti

bahwa persaingan antara kelompok sosial telah berlangsung lama sebelum masa

revolusi. Adapaun gerakan sosial di Banten setelah kemerdekaan adalah sebagai

berikut:

1. Pengambilalihan Kekusaan dari Tangan Jepang

Setelah resmi menjadi Residen Banten, K.H. Ahmad Chatib segera menyusun

personalia Pemerintah Daerah untuk Keresidenan Banten. Selain mengeluarkan

kebijakan bahwa semua pegawai lama tetap pada jabatan masing-masing, Ahmad

Chatib juga segera membentuk Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) dan

Badan Keamanan Rakyat (BKR). Sesuai intruksi pemerintah pusat di Jakarta agar

setiap Kepala Daerah membentuk KNID dan BKR. Kedua badan tersebut dibentuk

pada tanggal 23 Agustus 1945 sebagai organisasi resmi yang membantu aparatur

pemerintah dalam menangani bidang politik, militer dan keuangan negara.30

K.H. Syam'un yang ditunjuk menangani bidang militer segera merealisir

pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Keresidenan Banten. Anggota

BKR ini terdiri dari bekas anggota PETA, Heiho, Hizbullah, Sabilillah, API, dan

lain-lain barisan kelaskaran. Susunan organisasi BKR masih menggunakan bentuk

yang terdapat dalam Daidan (kesatuan batalion) pada PETA di masa pendudukan

Jepang.31 Tujuan dibentuknya BKR adalah untuk memelihara keselamatan dan

keamanan masyarakat.

Dalam hal persenjataan, pasukan BKR tidak mempunyai banyak senjata api,32

Oleh sebab untuk mendapatkan senjata yang diperlukan pasukan yang akan menjadi

pasukan inti perjuangan rakyat Banten, K.H. Syam'un menyusun suatu rencana

untuk "meminta" dari pasukan Jepang. Untuk keperluan itu K.H. Syam'un

mengadakan perundingan dengan K.H. Ahmad Chatib, yang kemudian disepakati

untuk mencoba berunding dengan Kenpetai di Serang, agar pihak Jepang

menyerahkan senjatanya kepada BKR.

30 A.H. Nasution, Tentara Nasional Indonesia. Jilid I (Jakarta: Seruling Masa, 1970), h. 145. 31 Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten, .........., h. 108. 32 Hal ini dikarenakan para Shidokan (pelatih) tentara PETA sudah melucuti senjata anak

buahnya ketika para Daidancho (Komandan Batalyon) dari Banten sedang memenuhi panggilan

rapat pimpinan di Bogor pada tanggal 18 Agustus 1945, lebih lanjut lihat Suharto, Banten Masa

Revolusi, 1945-1949, .........., h. 77.

Page 35: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

22

Pada tanggal 5 Oktober 1945 perundingan ini terlaksana yang dihadiri

Residen Banten, K.H. Ahmad Chatib dan Wakil Residen, Zulkarnaen Suria

Kertalegawa. Hasil perundingan itu adalah bahwa pihak kenpetai menyetujui usul

K.H. Chatib asalkan BKR dan residen bersedia menjamin keselamatan seluruh

orang Jepang yang masih ada di Keresidenan Banten. Berdasarkan persetujuan ini,

maka Residen mengumumkan agar semua orang Jepang yang masih berada di

Keresidenan Banten segera berkumpul di kota Serang, di markas Kenpetai,

selambat-lambatnya sebelum tangggal 9 Oktober 1945 untuk diangkut ke Jakarta

dengan pengawalan pasukan BKR.

2. Gerakan Dewan Rakyat

Setelelah K.H. Ahmad Chatib menjadi residen dan mengangkat kembali

pejabat lama (pejabat semasa pemerintahan Belanda ataupun Jepang) untuk mengisi

jabatan yang kosong, terjadi intrik-intrik ketidakpuasan diantara sebagian kalangan

pemuda, terutama pemuda yang menamakan dirinya sebagai Dewan Rakyat yang

dipimpin oleh Tje Mamat. Para pemuda itu menginginkan adanya "pembaharuan

total", dan mencap orang-orang lama ini sebagai warisan kolonial ataupun

penghianat bangsa.33 Tje Mamat yang juga menjabat sebagai ketua KNID

Kabupaten Serang, yang mempunyai tugas untuk membantu residen dalam

menjalankan pemerintahan, ternyata tidak sepemikiran, bahkan menentangnya. Ia

dengan keras menuntut agar “orang-orang lama” yang dicap sebagai “warisan

kolonial” segera diganti dengan “orang-orang baru”

Tje Mamat alias Mohamad Mansur yang menjadi ketua Dewan Rakyat lahir

di Anyer dan pernah menjadi sekretaris PKI cabang Anyer pada tahun 1926. Setelah

kegagalan dalam pemberontakan Komunis di Banten tahun 1926, ia melarikan diri

ke Malaya, disana ia diterima dalam Partai Republik Indonesia (PARI), partai baru

yang didirikan oleh Tan Malaka.34 Pada tahin 1930 ia kembali ke Indonesia untuk

mendirikan klub studi politik bersama Arif Siregar di Palembang. Pada tahun 1932

ia pulang ke Banten dan menjadi Prokol (pengacara yang tidak memerlukan izin

khusus), sehingga seringkali ia membela jawara di pengadilan. Pada masa

33 Suharto, Revolusi Sosial di Banten, 1945-1949, .........., h. 11. 34 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, .........., h. 112.

Page 36: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

23

pendudukan Jepang, Tje Mamat memelihara hubungan baik dengan kelompok-

kelompok di luar Banten, termasuk kelompok gerakan bawah tanahnya Mr. Yusuf,

seorang pengacara radikal. Pada tahun 1944 Tje Mamat dan banyak kawananannya

ditangkap Kanpeitai (poisi militer Jepang), Tje Mamat sendiri dijebloskan ke

dalam penjara dan disiksa, dua dari pimpinan kelompok ini, H. Sinting, seorang

eks-Digulis, dan Hidayat meninggal di dalam penjara. Pengalaman kelompok ini

semasa penjajahan Jepang meninggalkan kebencian yang mendalam, serta

bersumpah akan memutuskan tiap hubungan apapun dengan kelompok ataupun

perorangan yang pro Jepang.35

Pembentukan Dewan Rakyat yang dipimpin oleh Tje Mamat dengan cepat

mendapat dukungan dari petani dan jawara. Dewan Rakyat yang dimasuki oleh

orang-orang radikal dan revolusioner mengintimidasi dan menghasut rakyat agar

membalas dendam terhadap orang-orang Jepang, pamong praja dan polisi.

Dikalangan petani, pembentukan Dewan Rakyat sangat mengesankan dengan

semboyan-semboyan yang sangat populis, yaitu “rakyat akan menjadi hakim”,

“satu untuk semua dan semua untuk satu”, “hutang padi dibayar dengan padi,

hutang darah dibayar dengan darah”. Tampaknya semboyan tersebut sangat jitu

dikalangan petani dan jawara. Bertambah banyaknya lambang dan lencana seperti,

bendera merah, lambang palu-arit, dan segitiga merah di atas dasar putih yang

menjadi lambang Dewan Rakyat itu sendiri.36

Tanda pertama ketegangan sosial yang kemungkinan akan menjadi

kekacauan yang meluas kemana-mana terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945, saat

itu para petani Cinangka mendatangi camat setempat, Tubagus Mohammad Arsad,

untuk meminta agar bahan sandang yang dia kuasai diserahkan kepada mereka.

Ketika camat menolak rumahnya pun di rampok sehingga ia kabur dan meminta

bantuan kepada Wedana Anyer, Raden Sukrawardi. Akan tetapi ketika camat dan

wedana beserta rombongan polisi mendatangi Cinangka, mereka diserang oleh para

petani yang bersenjatakan tongkat. Raden Sukrawardi terbunuh, yang lainnya

berhasil meloloskan diri. Insiden Cinangka ini merupakan tembakan pembukaan

35 Michael C. Williams, “Banten: Utang Padi dibayar Padi, ..........,h. 63. 36 Michael C. Williams, “Banten: Utang Padi dibayar Padi, .........., h. 72.

Page 37: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

24

perjuangan yang akan segera berkembang antara pangerah praja dan kaum sosial

revolusioner.37

Pada bulan September 1945 ketegangan diseluruh Banten tambah meningkat.

Peristiwa kekerasan di Cinangka menggelisahkan para pangerah praja dan para

pejabat kepolisian setempat. Dewan Rakyat yang sebagian besar anggotanya adalah

jawara dari daerah Ciomas, mengintimidasi penduduk dengan golok mereka dan

menjarah harta benda, terutama milik para orang-orang pribumi yang pernah

bekerjasama dengan Jepang.38 Kelompok jawara muncul secara terang-terangan,

sementara pejabat semakin diejek dan ditantang, para kaum revoluisoner sudah

mantap niatnya untuk bertempur. Sehingga, penarikan Jepang dari Banten dalam

pandangan mereka merupakan suatu kemenangan yang lengkap untuk pertama

kalinya dalam sejarah kerusuhan sosial dan politik di Banten.39

Sasaran Dewan Rakyat selanjutnya ialah penjara utama di Serang yang terjadi

pada tanggal 13 Oktober 1945. Banyak jawara yang dipenjarakan di sana pada masa

pendudukan Jepang, diantaranya Ahmad Sadeli, Mad Duding, dan Wadur

kemudian dibebaskan. Pada saat yang sama, enam orang Eropa terbunuh di penjara,

salah satunya mantan KNIL, Kapten Faber.40 Akibat mundurnya tentara Jepang dari

Banten, dan karena tidak adanya perlawanan dari siapapun, maka dengan cepat

Dewan Rakyat mengambil fungsinya sebagai badan ekskutif utama.

Pada tanggal 27 Oktober pukul 10 pagi, kantor residen disergap oleh Tje

Mamat dan para pengikutnya, di antaranya adalah dua truk berisi jawara dari

Tangerang. Pada saat itu yang hadir adalah: K.H. Ahamd Chatib, K.H. Syam'un dan

Abdulhadi, seorang mantan Digulis. Dengan ancaman kasar mereka memaksa

Residen Banten untuk membatalkan surat pengangkatan aparat-aparat

pemerintahan di seluruh karesidenan Banten, dan menggantinya dengan orang-

orang yang ditunjuk oleh Dewan Rakyat. Pembatalan dan pengangkatan pejabat-

pejabat baru itu harus dibacakan di depan umum besok tanggal 28 Oktober 1945.

Apabila hal ini tidak dilaksanakan, maka Dewan Rakyat akan melenyapkan orang-

37 Michael C. Williams, “Banten: Utang Padi dibayar Padi, .........., h. 72. 38 Else Ensering, “Banten In Time Revolution”, dalam Archipel, Vol. 50, Paris, 1995, h. 152. 39 Michael C. Williams, “Banten: Utang Padi dibayar Padi, .........., h. 67. 40 Else Ensering, “Banten In Time Revolution, .........., h. 151.

Page 38: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

25

orang "yang tidak disenangi rakyat”. Karena sergapan yang tiba-tiba dan ancaman

pembunuhan kepada semua yang hadir, K.H. Ahmad Chatib, K.H. Syam'un dan

Abdulhadi tidak dapat berbuat selain "terpaksa" menyetujui keinginan Dewan

Rakyat.

Karena keadaan yang tidak menentu itu, K.H. Ahmad Chatib terpaksa

menyetujui keinginan Dewan Rakyat. K.H. Ahmad Chatib terpaksa menyusun

aparat pemerintah daerah yang disesuaikan dengan tuntutan Dewan Rakyat.

Susunan aparat itu sebagai berikut: K.H. Achamd Chatib tetap sebagai residen,

K.H. Syam’un sebagai Bupati Serang merangkap pimpinan tertinggi TKR, K.H.

Abdulhalim sebagai Bupati Pandeglang, dan K.H. Hasan sebagai Bupati Lebak.

Untuk jabatan wedana, camat dan bahkan sampai lurah diserahkan kepada kaum

ulama. Keesokan harinya, pukul 10 pagi, dihadapan beberapa pejabat di halaman

keresidenan diumumkan bahwa mulai hari itu kekuasan diseluruh Keresidenan

Banten diambil alih oleh Dewan Rakyat yang dipimpin oleh Tje Mamat.41 Di

samping itu juga dibentuk semacam "Majlis Ulama" yang berfungsi sebagai badan

penasehat residen dan juga mengawasi residen. Anggota majlis ini terdiri dari 40

orang ulama yang berpengaruh di keresidenan Banten, kemudian Komite Nasional

Indonesia (KNI) dibubarkan.

Pada tanggal 28 Oktober 1945 malam, beberapa orang dar Laskar Gulkut42

yang dipimpin oleh Salim Nonong, seorang anggota TKR yang masuk anggota

Dewan Rakyat, menyerbu dan menangkap Bupati Serang, Hilman Djajadiningrat,

kemudian memasukannya ke dalam penjara. Dua hari kemudia Dewan Rakyat

menyerbu Datasemen Polisi Serang untuk merampas senjata, namun hanya

mendapatkan beberapa pucuk karena senjata sudah diserahkan kepada TKR.43 Aksi

41 Suharto, Revolusi Sosial di Banten, 1945-1949, .........., h. 12. 42 Gulkut = gulung bukut. bukut = pamongpraja; artinya, Laskar Gulkut ini dibentuk untuk

menggulung para pamongpraja yang dianggap warisan kolonial, dan kolaburator/penghianat bangsa.

Atau sering juga disebut Laskar Gutgut, Gut-gut = jawara-jawara; artinya mereka terdiri dari jawara-

jawara. Karena memang anggota laskar ini adalah para "jawara", yang biasanya berseragam baju

hitam-hitam dengan lencana di dada berbentuk segi tiga dengan tanda palu arit di tengahnya. Lebih

lanjut lihat Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten, .........., h. 131. 43 Rupanya pimpinan polisi saat itu, Oscar Kusumadiningrat, mempunyai pertimbangan

untuk membantu TKR agar senjata-senjata itu jangan jatuh ke tangan Dewan Rakyat; menurut

firasatnya, dia pribadi, termasuk "orang asing" yang berasal dari Priyangan dan juga "warisan

Page 39: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

26

Dewan Rakyat yang lain ialah mengatur penggeledahan rumah-rumah priyai dan

merampas cadangan beras, gula, garam, dan tepung yang kemudian dibagikan

kepada petani dengan pembagian yang sederhana hingga Desember 1945.44 Yang

terpenting ialah pandangan umum mulai bergeser kepada Dewan Rakyat terutama

Tje Mamat.

Melihat adanya penculikan-penculikan pejabat dan perampokan itu, Residen

K.H. Ahmad Chatib mengintruksikan kepada Bupati Serang K.H. Syam'un untuk

secepatnya menumpas gerakan Dewan Rakyat ini. K.H. Syam'un segera memanggil

Ali Amangku dan Tb. Kaking, sebagai pimpinan TKR, untuk menyusun siasat

penumpasan. Langkah pertama adalah membebaskan R. Hilman Djajadiningrat dari

penjara Serang. Usaha ini tidak mengalami banyak kesulitan, karena penjagaan

Laskar Gulkut di tempat itu tidak begitu kuat. Langkah berikutnya adalah

menyerang "markas besar" Dewan Rakyat di daerah Ciomas.

Sewaktu pasukan TKR bergerak dari Serang ke Ciomas, di perjalanan

mendapat perlawanan dari Laskar Gulkut yang mengakibatkan dua orang anggota

TKR terbunuh. Tapi akhirnya, pasukan TKR dapat mendesak "pasukan jawara"

sampai di dekat kantor Kawedanaan Ciomas.45 Ternyata kantor Kawedanaan

Ciomas dijadikan markas dan juga pertahanan Dewan Rakyat. Ali Amangku

memerintahkan pasukan TKR untuk mengepung kantor kawedanaan itu sambil

menyerang dengan tembakan-tembakan gencar. Dengan demikian pertahanan

Laskar Gulkut dapat dipatahkan, dan sebagian besar anggotanya dapat ditawan

sedangkan sisanya dapat melarikan diri ke daerah Lebak.

Kunjungan Soekarno dan Hatta pada bulan Desember ke Banten memainkan

peranan penting dalam bidang politik dan situasi Banten. Dalam pidato mereka di

Serang dan Rangkasbitung, para proklamator tersebut mengingatkan para hadirin,

bahwa kedaulatan rakyat tidak harus ditafsirkan secara harfiah. Sebaliknya, rakyat

harus ingat pada tanggungjawabnya kepada negara. Hatta, diluar kebiasaanya

dalam berpidato, mengatakan bahwa Dewan Rakyat itu tidak berguna dan berseru

kolonial", karena ia pernah menjadi aparat pemerintahan Hindia Belanda dan pendudukan Jepang.

Lihat Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten, .........., h. 112. 44 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, .........., h. 112. 45 A. H. Nasution, Tentara Nasional Indonesia, Jilid I, .........., h. 125.

Page 40: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

27

agar dibubarkan. Di sisi lain, Tje Mamat menjawab di lain tempat bahwa Dewan

Rakyat adalah satu-satunya yang mewakili demokrasi rakyat yang sejati.46

Pada tanggal 2 Januari 1946, Dewan Rakyat di Rangkasbitung menuntut

pergantian Bupati K.H. Hasan, TKR Rangaksbitung menjawabnya dengan sebuah

ultimatum yang menuntut agar Dewan Rakyat membubarkan diri. Ketika usaha ini

gagal, maka pertemuan pun pecah. Pasukan Dewan Rakyat karena tidak terlatih dan

lemah dalam hal persenjataan, dengan cepat dapat dikalahkan. Gencatan senjata

yang terjadi kemudian mengakibatkan terpecahnya Dewan Rakyat. Beberapa

pipinan revolusionernya termasuk Tje Mamat, Alirakhman, dan Ahmad Bassaif

ditangkap. Sampai saat itu kedudukan Residen K.H. Ahmad Chatib tetap tidak

tertandingi, dan kaum ulama bisa terus menduduki semua pos pemerintahan yang

penting di keresidenan.

Dengan ditumpasnya Dewan Rakyat pada bulan Januari 1946, radikalisme di

daerah Banten mengalami kemunduran yang hebat. Secara politik dan organisasi,

Dewan Rakyat memang tidak mampu membuat struktur dan program jangka

panjang. Penghapusan Dewan Rakyat berarti bahwa untaian revolusi sosial dalam

sejarah Banten di dalam revolusi telah memudar, namum tidak padam.

Regionalisme dan anti-kolonialisme menjadi unsur yang lebih penting, baik dalam

perjuangan revoluisoner maupun dalam berlanjutnya ketegangan antara Banten dan

pemerintah RI di Yogyakarta di kemudian hari.47

46 Michael C. Williams, “Banten: Utang Padi dibayar Padi, .........., h. 76. 47 Michael C. Williams, “Banten: Utang Padi dibayar Padi, .........., h. 78.

Page 41: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

28

BAB III

BIOGRAFI K.H. AHMAD CHATIB

K.H. Ahmad Chatib merupakan residen pertama Banten pasca kemerdekaan

yang memerintah pada tahun 1945-1949. Namun, tidak banyak yang mengenal

K.H. Ahmad Chatib, makamnya yang terletak di komplek pemakaman Banten

Lama tidak cukup mendukung untuk mengenalkan jati dirinya. Ulama masyhur

yang pernah memimpin pemberontakan komunis Banten pada tahun 1926 ini putra

dari K.H. Waseh, pimpinan pemberonakankan petani Banten atau lebih dkenal

dengan peristiwa Geger Cilegon pada tahun 1888 melawan kolonialisme Belanda.

Kenangan terhadap tokoh ini hanya tertinggal menjadi nama jalan di

Kelurahan Cipare, Serang, ini dikarenakan tidak banyaknya penelitian yang spesifik

membahas tentang K.H. Ahmad Chatib. Padahal, berdasarkan temuan penulis dari

berbagai sumber sejarah terkait sejarah Banten awal kemerdekaan, kontribusi K.H.

Ahmad Chatib sebagai ulama yang paling berpengaruh sekaligus residen pertama

Banten sangat besar peranannya dalam menegakan serta mempertahankan

kemerdekaan Indonesia dari serangan tentara sekutu melalui Agresi Militer Belanda

I & II.

Peranan K.H. Ahmad Chatib sudah sepantasnya dijadikan panutan bagi

masyarakat Banten. Untuk itu penulis ingin mengangkat peranan K.H Ahmad

Chatib dalam mempertahakan kemerdekaan Indonesia.

A. Kehidupan dan Aktivitas K.H. Ahmad Chatib

K.H. Ahmad Chatib dilahirkan di Kampung Gayam, Desa dan Kecamatan

Cadasari, Kabupaten Pandeglang, tahun 1895. Ayahnya seorang ulama terkenal di

Pandeglang, K.H. Muhammad Waseh. Ia belajar agama Islam di dua pesantren di

Banten, yaitu pesanteren Kadupiring dan pesantren di Caringin pimpinan K.H.

Asnawi.1 Ia meghabiskan masa kecilnya dengan pendidikan yang tidak mudah,

1 Michael C. Williams, “Banten: Utang Padi dibayar Padi, Utang Darah Dibayar Darah”,

dalam Audrey Kahin (ed). (tej.). Pergolakan Daerah Pada Awal Kemerdekaan, (Jakarta: Grafiti,

1990), h. 252.

Page 42: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

29

yaitu di tengah-tengah penjajahan kolonilisme Belanda, sehingga hal tersebut yang

membentuk peribadinya menjadi tangguh dan kuat dalam mengahdapi cobaan

kehidupan.

Karena kepintaran dan kecerdasannya K.H.Ahmad Chatib menjadi murid

kesayangan dan pada tahun 1912 ia menikah dengan Ratu Hasanah, Putri K.H

Asnawi, seorang ulama paling berpengaruh di Banten pada saati itu. Setelah meikah

dan tinggal di Caringin, ia bersama keluarganya menunaikan ibadah haji ke Mekah

dan menetap di sana selama tiga tahun untuk belajar agama Islam pada para ulama

setempat.2 Yang paling menonjol pada K.H. Ahmad Chatib adalah sikapnya yang

keras dan tegas terhadap penjajah.3

Setelah pulang ke Indonesia dan menetap di Caringin pada tahun 1916, untuk

memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, ia mengajar pendidikan agama di

pesantren milik mertuanya dan sejak tahun 1919 hingga 1922 ia juga berdagang

pakaian dan kayu.4 Di samping pekerjaan tersebut, ia juga masuk dan aktif menjadi

anggota SI (Sarekat Islam) dan pada tahun 1917 terpilih menjadi ketua SI Labuan.

Ia dikenal sebagai orang yang keras, bersemangat dan tidak mau berkompromi

dalam melawan Belanda. Disamping jati dirinya itu, sebagai seorang keturunan

Sultan Banten dan menantu K.H. Asnawi, telah membawa dirinya menjadi

pimpinan agama yang terpenting di Banten. Setelah berkenalan dan berdialog

dengan Puradisastra, Ketua PKI Seksi Banten, K.H. Ahmad Chatib tertarik,

kemudian mengikuti maksud dan tujuan PKI.5 K.H. Ahmad Chatib yang bergabung

dalam PKI Oktober 1925, dalam pertemuan PKI mengatakan sebagai berikut:

“Layaknya pakaian kotor, ia harus dicuci dengan sabun.

Begitupun dunia yang ternodai ia musti dicuci dengan darah”.6

2 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949: Proses Integrasi Dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia, (Depok, Universitas Indonesia, 2001), h. 88. 3 Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten, (Serang: Penerbit

“Saudara” Serang, 1993), h. 107. 4 Michael C. Williams, “Banten: Utang Padi dibayar Padi, .........., h. 253. 5 Suharto, Banten Masa Revolusi, .........., h. 88. 6 Michael C. Williams, Arit dan Bulan Sabit: Pemberontakan Komunis 1926 di Banten:

Pemberontakan Komunis 1926 di Banten, (Yogyakarta: Syarikat, 2003), h. 1.

Page 43: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

30

Sebagai mantan ketua SI Labuan, K.H. Ahmad Chatib menggerakkan para

pengikutnya dari daerah Labuan-Caringin termasuk semua anggota awal SI serta

para keluarganya untuk bergabung dengan PKI, bahkan putra Kyai Asnawi dan

sekaligus kawan akrabnya, yaitu Tb. Emed ikut bergabung. Masuknya K.H. Ahmad

Chatib dalam PKI membuat para ulama lain dan masyarakat Banten mengikuti

langkahnya. Berdasarkan laporan Residen Banten De Vries, pada penghujung 1925

anggota PKI di Banten mencapai 1200 orang.7

Karena aktivitasnya yang membahayakan pemerintah Hindia Belanda, pada

tanggal 23 Oktober 1926, sebelum pemberontakan PKI pecah, satu pasukan Polisi

Hindia Belanda dikirim ke Caringin untuk menangkap K.H. Ahmad Chatib

kemudian dibuang di Boven Digul.8 Pada tahun 1938 ia dibebaskan, kemudian

kembali ke Serang dan aktif melakukan kegiatan keagamaan, serta memimpin

pesantern milik mertuanya di Caringin.

Pada zaman pendudukan Jepang, untuk membantu kesulitan masyarakat Banten

dalam mengatasi kesulitan pengangkutan hasil kebun ke luar daerah, ia mendirikan

sebuah badan usaha yang diberi nama Perusahaan pengangkutan Rakyat. Setelah

Jepang mendirikian PETA, ia sebagai orang yang paling berpengaruh di Banten di

panggil untuk mengikuti pelatihan dan setelah itu diangkat sebagai daindacho

tentara PETA yang berkedudukan di Labuan.

B. K.H. Ahmad Chatib sebagai Residen Banten

K.H. Ahmad Chtaib resmi diangkat menjadi Residen Banten oleh Presiden

Soekarno pada tanggal 19 September 1945 melalui radiogram.9 Radiogram

7 Bonnie Triyana, “Tubagus Alpian, Tokoh Kecil dalam Sejarah Besar”, Historia, 12

November 2017. Diakses dalam: https://historia.id/politik/articles/tubagus-alpian-tikih-kecil-

dalam-sejarah-besar-P0mZG pada tanggal 14 Maret 2019 pukul 21.00 WIB . 8 Michael C. Williams, Arit dan Bulan Sabit, ........., h. 87. 9 Tentang tanggal diangkatanya K.H. Ahmad Chatib sebagai Residen terdapat beberapa

pendapt. Suharto dalam penelitiannya menyebutkan tanggal 2 September 1945, ia mengkritik

Michael C. Williams yang menyebut tangal 6 Oktober 1945. Suharto membantah Williams dengan

alasan bahwa pembentukan KNID dan BKR Banten sebagai kelengkapan Pemerintah Daerah

dilaksanakan pada awal bulan September 1945, karenanya tidak mungkin kedua badan tersebut

dibentuk sebelum ada residen. Sedangkan menurut Halwany dan Chudari dalam bukunya Catatan

Masa Lalu Banten, KNID dan BKR Banten belum dapat dibentuk, karena pucuk pimpinan

pemerintah yang resmi di daerah yakni residen belum ada. Lihat Halwany Michrob dan Mudjahid

Chudari, Catatan Masa Lalu Banten, (Serang: Penerbit Saudara, 1993), h. 107.

Page 44: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

31

pengangkatanya diantarkan ke rumahnya di Labuan oleh Ajip Dzukhri. Dalam

perjalanan ke Serang untuk mengemban tugas residen, ia singgah di Ciomas untuk

merekrut beberapa orang jawara untuk dijadikan regu pengawalnya. Sedangkan

untuk asisten pribadinya diangkat Ajip Dzukhri, menantu K.H. Ahmad Chatib

sendiri.

Kebijakan pertama yang dikeluarkan oleh Residen K.H Ahmad Chatib adalah

tentang susunan personalia Pemerintahan Daerah di Keresidenan Banten yang

isinya bahwa semua pegawai pemerintah yang lama (pejabat pada masa Belanda

dan Jepang) tetap pada jabatannya masing-masing. Mereka menjadi pegawai

pemerintah RI, dengan pertimbangan bahwa dalam keadaan transisi para pejabat

lamalah yang lebih mengetahui administrasi pemerintahan daerahnya. Jawatan atau

yang sebelumnya dipegang oleh orang Jepang, setelah merdeka digantikan oleh

wakilnya yang orang Indonesia secara otomatis diangkat menjadi kepala Jawatan

atau Dinas.

Residen K.H. Ahmad Chatib juga membentuk Komite Nasional Indonesia

Daerah (KNID) Keresidenan Banten, sesuai intruksi dari Presiden Soekarno.

Anggota KNID ini diketua oleh R. Dzulkarnaen Suria Kertalegawa dan angotanya

di isi oleh wakil-wakil dari golongan ulama, kaum intelektual, pemuda, wanita,

petani, dan nelayan. KNID berfungsii sebagai Badan Perwakilan Rakyat yang

bertugas membantu residen dalam membuat garis-garis kebijakan politik

pemerintahan keresidenan. Disamping itu, K.H. Ahmad Chatib juga membentuk

Badan Kemanan Rakyat (BKR) Keresidenan Banten sesuai aturan BKR pusat pada

bulan September 1945. Kemudian para Bupati Serang, Bupati Pandeglang, dan

Bupati Lebak secara serentak membentuk KNID dan BKR di kabupaten masing-

masing sesuai intruksi residen.

Setelah semuanya tersusun sesuai rencana, K.H. Ahmad Chatib sebagai

residen harus menghadapi revolusi sosial atau pemberontakan Dewan Rakyat yang

di ketuai oleh Tje Mamat, sahabatnya sewaktu menjadi anggota PKI. Pada tanggal

27 Oktober 1945 Tje Mamat bersama anggota Dewan Rakyat dan para pengikutnya

dengan membawa senjata tajam mendatangi kantor keresidenan, Tje Mamat

memaksa K.H. Ahmad Chatib untuk menyerahkan kekuasaannya kepadanya,

Page 45: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

32

karena tidak setuju dengan K.H. Ahmad Chatib yang mengangkat kembali para

pejabat lama. Sikap K.H. Ahmad Chatib yang tidak menginginkan pertumpahan

darah antar putra Banten akhirnya menuruti kemauan Dewan Rakyat.

Tindakan-tindakn Dewan Rakyat setelah berkuasa sangat merugikan banyak

kalangan di Banten, namun pada akhirnya Dewan rakyat yang menggerakan

revolusi sosial tersebut dapat di redam dan dibubarkan oleh Pemerintah Daerah

pada januari 1946. K.H. Ahmad Chtaib menyatakan bahwa Keresidenan Banten

beserta rakyat dan para ulamanya yang menduduki jabatan resmi di pemerintahan

siap mempertahankan kadaulatan RI. Dikatakan pula bahwa bahwa rakyat Banten

adalah warga negara RI dan hanya megakui Soekarno sebagai presiden negara

Indonesia yang merdeka.10 Meskipun memiliki hubungan dekat dengan Tje Mamat,

K.H. Ahmad Chatib tetap pada porosnya sebagai residen Banten, dan tidak ingin

Banten di kuasai oleh satu golongan saja.

Terpilihnya K.H. Ahmad Chatib sebagai Residen Banten, yang juga seorang

ulama, turut membawa para ulama lain yang berkompeten di bidangnya untuk

mengisi jabatan resmi Pemerintahan Daerah. Alasan kebijakan K.H. Ahmad Chatib

mengangkat para ulama dalam Pemerintahan adalah dari latar belakang sejarah,

yang merupakan telah lama mereka perjuangkan. Rangkaian peristiwa perlawanan

rakyat yang terjadi di Banten sejak Kesultanan Banten dihapuskan oleh pemerintah

kolonial, merupakan sebuah tujuan untuk menampilkan kembali pemerintahan

kaum ulam dalam panggung politik, dengan kata lain, mereka ingin menjadi tuan

di rumahnya sendiri. Kesempatan itu datang ketika Indonesia merdeka, terlebih

ketika seorang ulama, K.H. Ahmad Chtaib diangkat menjadi Residen Banten.

Namun perlu diingat disini, setelah kesultanan Banten dihapuskan pada tahun

181211 sampai dengan era kemerdekaan 1945 mempunyai jarak waktu yang sangat

lama, sehingga para ulama yang diangkat dalam jabatan resmi tidak mempunyai

pengalaman dibidang administrasi pemeritahan. Maka, jalan kelaur yang paling

bijaksana dari K.H. Ahmad Chatib ialah memberi kesempatan para pejabat lama

10 Merdeka, 31 Oktober 1945. 11 Dihapuskannya Kesultanan Banten oleh Daendells pada tahun 1812. Lihat Halwany

Michrob dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten, .........., h. 10.

Page 46: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

33

untuk tetap bekerja seperti semula. Harapan residen ialah bahwa kedua macam

pejabat dan pegawai itu bekerja sesuai dengan kemampan atau keahlian

dibidangnya masing-masing. Kaum ulama mendapat bagian tugas dibidang

keagamaan dan keamanan, sedangkan pejabat lama atau kaum intelek menangani

bidang administrasi pemerintahan.12

C. Polemik K.H. Ahmad Chatib dengan Pemerintah Pusat

Setelah keadaan relatif tenang, pada bulan September 1946 K.H. Ahmad

Chatib membuat program untuk mengurus dan memperbaiki bangunan-bangunan

kuno, Panitia Pembangunan Banten di ketuai oleh Residen Serang dan beberapa

orang pembantu. Antusiasme rakyat Banten tehadap kebijikan ini dibuktikan

dengan memberikan bantuan berupa material, uang serta tenaga secara suka rela.

Sebagai langkah pertama ialah membersihkan hutan-hutan dan semua tempat bekas

kesultanan.13 Selanjutnya panitia mendirikan tempat peristirahatan dan pasar di

sekitar Masjid Agung Banten. Selain itu panitia juga berniat membuka kembali

bekas pelabuhan Karangantu dan membuat saluran air sampai ke Kalimati di dekat

Masjid Agung.14

Perkembangan yang terjadi di Banten tentang revitalisasi bangunan kuno

tersebut dimanfaatkan oleh tentara NICA melalui siaran radionya di Bandung

bahwa Kesultanan Banten akan dipulihkan kembali. Residen K.H. Ahmad Chatib

disebut-sebut sebagai orang yang berhak menerima gelar sultan dan berupaya

memishakan diri dari Negara RI. Selain itu diberitakan pula bahwa rakyat Banten

tidak suka menerima ORI (Oeang Republik Indonesia).15

Melihat isyarat akan munculnya cita-cita kedaerahan itu, Wakil Presiden

Mohammad Hatta mengunjungi Banten pada Oktober 1946 untuk meninjau dan

menemui K.H. Ahmad Chatib. Setelah mengetahui situasinya, Mohammad Hatta

berpendapat bahwa daerah itu harus sungguh-sungguh diperhatikan oleh

Pemerintah Pusat. Meskipun di awal kemerdekaan rakyat Banten menghendaki

12 Merdeka, 1 Januari 1946 13 Merdeka, “Bangoenan Banten Koeno”, 23 September 1946. 14 Berita Indonesia, 30 Desember 1946. 15 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, .........., h. 131.

Page 47: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

34

pemerintahan kaum ulama karena pengaruhnya, namun pada akhirnya rakyat tidak

merasa puas terhadap Pemerintah Daerah. Menurut Hatta, susunan pamong praja di

daerah itu harus segera diperbaiki yang menurutnya tidak sulit karena di daerah itu

tidak terdapat aliran-aliran yang menentang pemerintah.16

Pada awal bulan November K.H. Ahmad Chatib dipanggil Pemerintah Pusat

di Yogyakarta untuk dimintai keterangan. Didepan Pemerintah Pusat ia membantah

berita-berita yang dikeluarkan oleh NICA tentang menghidupkan kembali

Kesultanan Banten. Dalam kesempatan ini ia menegaskan sebagi berikut:

“Segala lapisan Ra’jat Banten telah bersoempah akan berdiri dibelakang

presiden. Dari pada berpisah lebih baik mati. Dari pada menjadi boedak lebih baik

hantjoer leboer dalam perdjoeangan.” Tentang pemerintahan di Banten ia

menginginkan suatu pemerintahan yang terhormat, abadi, yang untuk itu dituntut

agar dipenuhi beberapa syarat yaitu berjuang dengan cita-cita yang tinggi, berbadan

dan berjiwa sehat, mempunyai ilmu yang sempurna, berani, tahan uji, cepat, dan

giat. Dalam menciptakan daerah yang diinginkan ia mengatakan: “...haroeslah kita

memenoehi sjarat2: beragama, patoeh kepada pemerintah, menoentoet keadilan,

berangan2 luas dan mendjelmakan kesentaoesaan”. Ia mengajak dan menyatakan:

“Marilah kita mendjadi manoesia jang ber-Toehan, berboedi loehoer, berdjoeang

tidak karana menjari oepah. Marilah kita berdjoeang melawan Nica,

mengantjoerkan jang dzolim dan membinasakan moesoeh. Kita soeka damai tapi

tidak soeka dihina. Tuan pasti melindoengi pemerintah kita, melindoengi oemat

Indonesia.17

Disamping itu, Wakil Ketua KNID Keresiden Banten turut mendamping K.H.

Ahmad Chatib menghadap pemerintah pusat, menyatakan bahwa rakyat Banten

membutuhkan tenaga intelektual yang bertanggung jawab dan konsen di

bidangnya.18 Setelah diambil kesimpulan atas kunjungan Keresidenan Banten itu,

maka pemerintah pusat segera melakukan tindakan perubahan personalia baik

dibidang politik maupun militer.

16 Berita Indonesia, 30 Oktober 1946. 17 Merdeka, 7 November 1946, dalam Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, ......, h.

132. 18 Merdeka, 7 November 1946

Page 48: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

35

Dalam bidang politik, untuk membatasi ruang gerak residen K.H. Ahmad

Chatib dan membantunya dalam menjalankan pemerintahan, pada bulan Desember

1946 diangkatlah Mr. Mas Joesoep Ardiwinata sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat

yang berkedudukan di Serang dan Soebari sebagai Wakil Residen baru

menggantikan Dzulkarnaen Suriakertalegawa.19 Selain itu, kekuasaan kaum ulama

dibatasi. Mereka yang menduduki jabatan-jabatan dalam pemerintahan secara

berangsur-angsur digeser dan tempatnya digantikan dengan pejabat profesional

yang didatangkan oleh pemerintah pusat. Dalam bidang militer, pada waktu yang

bersamaan dikirim ke Banten Letnan Kolonel Soekanda Bratamenggala untuk

mengambil alih komando, menggantikan kolonel K.H. Sjam’un yang semenjak

bulan Januari 1946 merangkap sebagai Bupati Serang.20

Pemerintah pusat banyak mendatangkan para pejabat dari daerah Periangan

untuk bertugas di Banten. Dalam rangka profesionalisasi, kaum ulama yang

menduduki jabatan-jabatan di pemerintahan lambat laun dipindahkan ke instansi

lain yang sesuai dengan keahlian mereka, yaitu di Jawatan Agama, Jawatan

Penerangan, atau di kantor kabupaten untuk belajar administrasi kepamongprajaan.

Disamping itu, ada pula beberapa ulam yang mengundurkan diri dan kembali ke

profesi semula, yaitu sebagai dai. Kaum ulama menyadari, akan peran dan

kewajiban mereka sesungguhnya. Mereka dapat menerima kebijakan pemerintah

dan menggantikannya dengan pejabat yang lebih profesional karena dianggap

sesuai dengan keinginan rakyat Banten.

Majlis Ulama, yang didirikan K.H. Ahmad Chatib pada bulan Oktober 1945

yang berfungsi sebagai badan penasehat dan mengawasi residan yang berjumlah 40

orang ulama paling berpengaruh di Banten,21 mengadakan rapat untuk menanggapi

kebijakan pemerintah pusat. K.H. Ahmad Chatib dalam rapat tersebut menegaskan

peran dan tempat kaum ulama, ia mengatakan bahwa dalam perjuangan setiap

bangsa, para ulama adalah kaki kiri dari pemerintah dan pamong praja adalah kaki

19 Michael C. Williams, “Banten: Utang Padi dibayar Padi, .........., h. 65. 20 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, .........., h. 137. 21 Abdul Hamid, “The kyai in Banten: Shifting Roles in Changing Times”, dalam Ota

Atsushi, Okamoto Masaaki, dan Ahmad Suaedy (ed), Islam in Contention: Rethinking Islam and

State in Indonesia, (Jakarta: The Wahid Institute, 2010), h. 424.

Page 49: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

36

kanannya. Jika salah satu kaki itu lemah atau patah, maka pincanglah suatu

pemerintahan. Wakil Gubernur Jawa Barat, Josoep Ardiwinita yang hadir juga

dalam rapat itu mengatakan dalam sambutannya bahwa pentingnya kaum ulama

dalam perjuangan.22

Hasil rapat Majlis Ulama Banten ialah mengirimkan sebuah mosi kepada

Pemerintah RI, Perdana Mentri RI, dan Gubernur Jawa Barat yang isinya mendesak

pemerintah pusat untuk mengirimkan pegawai-pegawai yang sesuai dengan

suasana daerah Banten, yaitu pegawai-pegawai yang dicintai rakyat.23 Rakyat

Banten membutuhkan tenaga-tenaga ahli, seperti pertanian, ahli irigasi, ahli teknik,

dan ahli kesehatan untuk membantu daerah itu yang hasilnya benar-benar

ditunggu.24

Setelah urusan dengan pemerintah pusat yang menata daerah itu selesai,

Banten diganggu oleh Soeria Kertalegawa dengan proklamasinya. Dalam sebuah

rapat umum di alun-alun Bandung pada tanggal 4 Mei 1947, Kertalegawa ingin

mendirikan Negara Pasundan sebagai bagian dari federasi Indoneisa yang dibentuk

Oleh Belanda pada Agresi Militer ke I. Dalam kesempatan itu, Kertalegawa

minyinggung daerah Banten yang akan dimasukkan ke dalam lingkungan negara

yang akan didirikan itu.

Menanggapi rencana Soeria Kertalegawa itu, dalam rapatnya yang

diselenggarakan pada tanggal 5 Mei 1947, bahwa segenap partai politik, badan

perjuangan, wakil jawatan pemerintah, dan angkatan muda di Keresidenan Banten

memutuskan menentang dengan keras atas rencana Kertalegawa dan teman-

temannya. Rakyat Banten tetap setia pada Pemerintah RI dan siap untuk

mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.25

Sedangkan Van Mook mencurigai Suria Kertalegawa sebagai oportunis,

walaupun partainya, PRP (Partai Rakyat Pasundan), yang didirikan pada tanggal

20 November 1946 mendapat perlindungan dari para pejabat sipil dan militer

Belanda, seperti Kolonel Thomson di Bogor, Residen Priangan M. Klaassen, dan

22 Antara, 5 Maret 1947. 23 Antara, 10 Maret 1947. 24 Soeara Merdeka, 15 Maret 1947. 25 Merdeka, “Rakjat Banten Mempertahankan Negara Kesatoean”. 7 Mei 1947.

Page 50: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

37

pemangku jabatan gubernur Jakarta, C.W.A. Abbenhui. Mereka sangat aktif

mendukung Kertalegawa, bahkan ketika ia memproklamasikan Negara Pasundan

dalam rapat umum di Bandung dan Bogor pada tanggal 4 Mei 1947. 26

Pemerintah RI menanggapi kebangkitan Partai Rakyat Pasundan (RPP) dan

proklamasi Kertalegawa dengan serentetan pernyataan yang menghukup gerakan

itu.27 Tidak hanya presiden Soekarno, Pemerintah Hindia menanggapi proklamasi

itu dengan sikap lunak. Van Mook jelas berpendapat bahwa gerakan Pasundan tidak

layak diberi persetujuan resmi. Namun, ia melihat potensi di dalamnya, sehingga ia

mengizinkan gerakan itu meneruskan kegiatannya. PRP dikabarkan pula berusaha

mendekati K.H. Ahmad Chatib, residen republik di Banten. Namun, K.H. Ahmad

Chtaib dengan tegas menolak negara Pasundan tersebut.28 Dengan ia mengatakan:

“Saja, Achmad Chatib, memprotes keras perboeatan Kertalegawa jang

telah membohong dan membawa-bawa nama saja ke dalam gerakan

pengehianatannja. Sebagai seorang komoenis dan meoslim saja tantang

sekeoat2nja adanja monarchi dan provinsialisme”.

Kemudian, kepada presiden Soekarno ia mengirimkan kawat yang isinya

sebagai berikut:

“...dasar perdjoeangan saja selama 30 tahoen lebih. Saja tetap mendjadi

moesoeh siapapoen djuga jang berideologi pendjadjah dan memetjah

Kesatoean Repoeblik. Biarpoen 1001 kali dikatakan itoe dan ini, saja

tetap seorang Repoeblikien dan saja akan toentoet siapapoen djoega

jang menodai nama saja.”29

Tak ketinggalan rakyat Kabupaten lebak juga menentang keras proklamasi

Kertalegawa tersebut dalam rapat raksasa yang diadakan di alun-alun

Rangkasbitung pada tanggal 11 Mei 1947 yang dikunjungi oleh ribuan penduduk

dari berbagai lapisan. Rapat menyatakan tetap setia kepada Republik Indonesia dan

Presiden Soekarno.30 Selain itu, di Serang juga di adakan rapat raksasa yang

menyatakan menentang pemecahan RI oleh Belanda. Rapat ini juga menyatakan

26 Robbert Bridson, Gejolak Revolusi di Jakarta 1945-1949: Pergulatan Antara Otonomi dan

Hegemoni. Terjemahan Hasan Basri. (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1990), h. 138. 27 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, .........., h. 141. 28 Robbert Bridson, Gejolak Revolusi di Jakarta 1945-1949, .........., h. 139. 29 Merdeka, “Kiai Achmad Chatib Menentang Kertalegawa”. 10 Mei 1947. 30 Merdeka, “Rakjat Kaboepaten Lebak menentang Gerakan Kertalegawa”. 12 Mei 1947.

Page 51: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

38

berdiri di belakang Presiden Soekarno.31 Akhirnya, usaha Soeria Kertalegawa gagal

untuk memasukkan Banten ke dalam Negara Pasundan itu gagal, sehubungan

dengan Persetujuan Renville yang ditandatangani oleh Pemerintah RI dan Belanda.

31 Merdeka, “Rakjat Serang menentang Gerakan Kertalegawa”. 14 Mei 1947.

Page 52: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

39

BAB IV

PERAN K.H. AHMAD CHATIB PADA MASA REVOLUSI FISIK

Proklamasi 17 Agustus 1945 merupakan pengakuan kepada seluruh dunia

bahwa telah lahir sebuah negara baru yang diberi nama Indonesia. Dengan di

proklamirkannya kemerdekaan Indonesia bukan berarti negara ini sudah bersih dari

penjajahan. Kemerdekaan yang baru dicapai, ternyata masih harus mendapatkan

tantangan dan hambatan yang berat. Belanda dengan NICA-nya datang kembali ke

Indonesia dengan cara membonceng pasukan sekutu,1 atau sering di sebut dengan

Agresi Militer Belanda I. Pada awalnya, kedatangan pasukan sekutu disambut

dengan sikap netral oleh pihak Indonesia. Akan tetapi setelah diketahui bahwa

pasukan sekutu diboncengi oleh NICA yang bertujuan ingin menegakkan kembali

kekuasaan Hindia Belanda, maka sikap pihak Indonesia berubah menjadi curiga

dan menimbulkan sikap waspada.2

Sejak awal kedatangannya, Belanda menyadari tidak mudah untuk menguasai

Indonesia apalagi terlihat dari rakyat Indonesia yang masih menggelorakan

semangat kemerdekaannya. Maka dari itu, pada Agresi Militer Belanda II, Belanda

menggunakan strategi politik yang dikenal dengan divide et empera atau politik

memecah belah wilayah Republik Indonesia yang baru merdeka dengan cara

mendirikan negara bagian. Kemudian sejak saat itu terjadi dualisme pemerintahan

di satu wilayah, yaitu pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah Hindia

Belanda, sehingga pada masa revolusi terjadi banyak pemberontakan yang

mengakibatkan daerah-daerah kecil dikuasai oleh pemerintah Belanda.3

Ketika Belanda secara serentak melancarkan agresi militer pertamanya

terhadap wilayah Republik Indonesia tahun 1947, Keresidenan Banten tidak

diserang. Pada saat itu, Keresidenan Banten yang terdiri atas Kabupaten Serang,

Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Lebak hanya diblokade secara ketat

1 Susan Blacburn, Sejarah Jakarta 400 Tahun, (Jakarta: Masup Jakarta, 2001), h. 181. 2 Marwati Djoened dkk., Sejarah Nasional Indonesia, jilid IV (Jakarta: Balai Pustaka, 1984),

h. 122. 3 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949: Proses Integrasi Dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia, (Depok, Universitas Indonesia, 2001), h. 159.

Page 53: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

40

sehingga menyulitkan hubungan daerah itu dengan pemerintah pusat Republik

Indonesia di Yogyakarta dan daerah lain. Wilayah tersebut baru diserang dan

diduduki oleh Belanda melalui agresi militernya yang kedua bulan Desember

1948.4

A. Strategi K.H. Ahmad Chatib dalam Menghadapi Agresi Militer

Belanda I

Setelah selesai bertempur melawan kempetai di Serang pada bulan Oktober

1945 yang berakhir dengan kaburnya tentara Jepang dari Banten, bangsa lain yang

segera dihadapi Banten adalah tentara Inggris dan Belanda. Tentara sekutu sebagai

pemenang atas Perang Dunia II yang diwakili Inggris datang ke Indonesia pada

bulan September 1945,5 tiga divisi Inggris menduduki Jawa dan Sumatera untuk

mengurus 350.000 tentara Jepang dan beberapa ratus ribu interniran Sekutu.6

Tentara NICA yang ikut dalam rombongan tersebut merupakan tentara

Belanda yang berkeinginan menjajah kembali. Mereka melakukan teror dan

kekacauan. Sikap tentara NICA menimbulkan perlawanan di setiap daerah dari para

pejuang, termasuk di Banten. Mengamati adanya kejadian-kejadian yang

melanggar perikemanusiaan di daerah-daerah yang didatangi tentara sekutu seperti

di Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya, rakyat Banten menyatakan sikap

politiknya. Mereka dengan semangat tinggi bersedia pergi ke luar daerahnya untuk

membantu sesama bangsa melawan penganggu kemerdekaan Indonesia.7

Setelah dikuasainya Jakarta oleh Belanda, dan untuk menciptakan suatu

daerah yang aman, Belanda memperluas daerah kekuasaannya ke arah barat

Tangerang, sebagi pintu gerbang barat bagi Jakarta dan pintu gerbang timur bagi

Banten, dikuasai pada akhir bulan Mei 1946, sedangkan pemerintahan sipil

Kabupaten Tangerang mundur dan pindah ke Balaraja.8 Di sebelah selatan, untuk

4 Suharto, “Banten Pasca Agresi Militer Belanda Kedua”, Makara, Sosial Humaniora, Vol.

13, No. 2, (Desember 2009), h. 85. 5 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, .........., 159. 6 A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid II: Diplomasi atau

Bertempur, (Bandung: Disjarah AD dan Angkasa, 1977), h. 3. 7 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, .........., h. 159. 8 Merdeka, “Kaboepaten Tangerang Pindah”.3 Juni 1947

Page 54: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

41

mengisolasi Banten, Belanda menduduki Bogor dan kemudian Pelabuhanratu.

Dengan dikuasainya tempat-tempat tersebut, pintu keluar dan masuk ke daerah

banten di tutup.9 Mereka juga melakukan blokade laut, dengan alasan:

1. Untuk mencegah masuknya senjata dan alat-alat militer ke Indonesia.

2. Mencegah dikeluarkannya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik

asing lainnya.

3. Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan dan perbuatan-perbuatan yang

dilakukan oleh bukan bangsa Indonesia.10

Agresi militer Belanda pertama tanggal 21 Juli 1947 yang dilaksanakan

serentak keseluruh wilayah RI tidak menguasai Banten. Banten hanya didesak ke

arah barat dan blokade terhadap daerah ini diperketat. Ada beberapa kemungkinan

mengapa daerah ujung barat pulau Jawa ini tidak di serang. Pertama, jika dilihat

dari segi ekonomi, Banten bukanlah daerah yang menguntungkan jika dikuasai,

kedua, dari segi politik, Belanda sangat meragukan Banten apakah daerah itu

setelah dikuasai dapat dijadikan daerah yang berdiri sendiri di luar RI,11 mengingat

kebencian rakyat Banten terhadap Belanda. Tampaknya kedua alasan itu Belanda

hanya mengisolasi daerah itu rapat-rapat, tujuannya untuk melumpuhkannya

kemudian dilepaskan dari Republik Indonesia.

Akibat blokade ini kehidupan sosial, ekonomi, dan politik di Banten

mengalami goncangan. Adanya krisis di Banten inilah yang menjadi tujuan

Belanda. Kebutuhan hidup sehari-hari sulit ditemui, kalaupun ada harganya sangat

mahal. K.H. Ahmad Chatib sebagai Residen Banten sangat bertanggung jawab

dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, khususnya di daerah Banten.

Untuk itu beberapa strategi dan kebijakan K.H. Ahmad Chatib dalam menghadapi

Agresi Militer I adalah sebagi berikut:

9 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, .........., h. 168. 10 Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia, VI, Jaman Jepang dan Jaman

Republik Indonesia. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1975), h. 216. 11 Meskipun dari segi ekonomi dan politik Belanda tidak banyak mendapat keuntungan,

namun dalam rangka mendirikan negara federal di Indonesia, Banten akhirnya diserang juga melalui

agresi militer keduanya untuk menghabisi wilayah RI.

Page 55: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

42

1. Ketahanan Pangan

Untuk mengatasi kebutuhan hidup masyarakat, K.H Ahmad Chatib selaku

Residen Banten melakukan berbagai cara untuk melepaskan dari jeratan masalah

tersebut. Pemerintah daerah berusaha meningkatkan penghasilan daerah dengan

berbagai cara, salah satunya membuat aturan-aturan baik terhadap pedagang

maupun terhadap masyarakat agar hasil-hasil daerah Banten dapat digunakan

dengan sebaik-baiknya.

Selain itu, K.H. Ahmad Chatib juga memperluas daerah pesawahan untuk

mencukupi kebutuhan rakyat Banten, serta membuka 12 ha tanah untuk pembuatan

garam. Hasilnya, pada pertengahan 1946 Banten telah menghasilkan garam sendiri.

Melalui 6 ha tanah, dapat menghasilkan garam sekitar 30 ton, sehingga kebutuhan

akan garam dapat dipenuhi.12 Selain itu, juga dibuka pabrik minyak kelapa dengan

produksi sebulan menghasilkan 400 ton dan sebagian digunakan untuk ekspor dan

dibuka pertambangan yang fungsinya untuk memenuhi kebutuhan akan batubara.

Dalam satu bulan dapat diproduksi sebanyak 50 ton batu bara yang berfungsi

menjalankan kereta api untuk perhubungan antara kota Banten guna mengangkut

hasil bumi dari daerah pegunungan ke pelabuhan.13

Untuk memenuhi kebutuhan akan bensin, di Silalangu, 6 km dari stasiun

Maja, diusahakan pembuatan bensin dari karet dengan proses destilasi.

Pembuatannya sangat sederhana, mula-mula latex karet dimasak dalam drum tanpa

menggunakan pengukur tekanan, uapnya dialirkan melalui pipa yang berasal dari

waterleiding. Untuk mendinginkan uap, pipa tersebut dimasukan ke dalamselokan

dan pada ujung pipa ditempatkan sebuah drum untuk menampung hasilnya yang

berupa bensin.14

12 Lasmiyati, “Sejarah Uang Republik Indonesia Banten (URIDAB) 1945-1949”,

Patanjala, Vol. 4, No. 3 (September 2012), h. 474. 13 A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid 5: Agresi Militer Belanda I,

(Bandung: Disjarah AD dan Angkasa, 1978), h. 446. 14 Hasil perusahaan di Silalalngu adalah sebagai berikut, setiap 100 kg karet dalam fase

pertama dihasilkan 80 liter minyak kotor. Untuk ini diperlukan 0.8 meter kubik air dan 1 meter kubik

kayu bakar. Dalam destilasi kedua, dari 80 liter dihasilkan bensin kotor 40 liter, benzol 20 liter,

minyak tanah 5 liter, solar 5 liter, aspal aspal 5 liter, dan cokes 5 liter. (Biro Republik Indonesia

bagian Penerangan, Jakarta, “Laporan umum tentang Banten, Februari 1948,” Inventaris BP KNIP,

No. 153), lihat Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, .........., h. 170.

Page 56: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

43

Kebutuhan akan obat-obatan dipenuhi dengan membuat sendiri beberapa

jenis obat, seperti obat batuk dibuat dari daun sirih, obat buduk (gatal) dibuat

menggunakan balerang yang terbuat dari balerang yang dicampur dengan minyak

kelapa sawit, perban dibuat dari kulit pohon pisang bagian dalam, vaksin cacar

dibuat oleh dr. Satrio, pejabat bagian kesehatan Brigade Tirtayasa.15

2. Pembuatan URIDAB (Uang Republik Indonesia Daerah Banten)

Suasana perang yang terus berkecamuk antara tentara sekutu dengan pejuang

kemerdekaan menyebabkan sulitnya pengedaran ORI (Oeang Republik Indonesia)

sebagai pembayaran yang sah yang ditetapkan oleh pemerintah pusat di beberapa

wilayah tertentu. Langkanya ORI tersebut dikhawatirkan akan dimanfaatkan oleh

NICA untuk mengedarkan mata uangnya. Oleh karena itu Pemerintah RI

memberikan wewenang kepada Pemerintah Daerah tertentu untuk menerbitkan

uang kertas atau tanda pembayaran yang sah yang berlaku secara terbatas di daerah

yang bersangkutan. Penerbitan tersebut dijamin oleh Pemerintah berdasarkan

Peraturan Pemerintah No.19/1947 tanggal 26 Agustus 1947 dan pada waktunya

dapat ditukar dengan ORI.

Untuk memenuhi kebutuhan dan alat pembayaran yang sah di daerah, K.H.

Ahmad Chatib sebagai Residen Banten berinsiatif melakukan kebijakan mencetak

URIDAB (Uang Republik Indonesia Daerah Banten) agar masalah ekonomi pada

saat itu dapat diatasi.16 Setelah ada persetujuan dari pemerintah pusat, bahwa

Serang-Banten dijadikan sebagai tempat mencetak Uang Republik Indonesia

Daerah melalui Residen Banten K.H. Ahmad Chatib, maka mulailah dilakukan

pencetakan uang yang diberi nama URIDAB.17 Percetakan URIDAB meliputi

pecahan 1, 5, 10, 25 rupiah. Pecahan tersebut dicetak dalam jumlah yang tidak

terhitung. Masa pencetakan URIDAB dari Februari sampai 11 Agustus 1948.

Menurut Suharto, pengeluaran uang itu didasarkan pada jaminan adanya tambang

15 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, .........., h. 171. 16 M. Ilham Gilang, Sejarah Lokal dalam Mengembangkan Patriotisme (Kajian pada Materi

Sejarah Revolusi Fisik di Banten Tahun 1945-1949), Jurnal Pendidikan dan Sejarah:

Candrasangkala, Vol. 2, No. 1 (November 2016), hal. 39. 17 Lasmiyati, “Sejarah Uang Republik Indonesia Banten, .........., h. 476.

Page 57: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

44

emas di Cikotok. Pembuatan mata uang itu dilakukan setelah Pemerintah Daerah

Banten tidak dapat membayar gaji pegawai karena tidak ada uang.18

Pembuatan mata uang URIDAB dilakukan oleh pemerintah daerah Banten

dan dilaksanakan secara gotong-royong. Alat yang digunakan berupa alat cetak

sederhana maka uang tersebut dapat diperbanyak dengan jumlah yang tidak

diketahui. URIDAB ditandatangani oleh K.H. Ahmad Chatib sebagai residen

banten dan Yusuf Adiwinata sebagai Kepala Pejabat Keuangan Dewan Pertahanan

Daerah Banten.Tetapi karena uang URIDAB itu begitu sederhana, maka mudah

sekali dipalsukan. Pemalsu-pemalsu URIDAB diketahui terdiri dari orang-orang

Cina yang berdomisili di Tangerang dengan dukungan Belanda. Karenanya dengan

mudah mereka memasukkan uang palsu tersebut ke daerah Banten melalui pos-pos

penjagaan Belanda di perbatasan. Akibatnya, terjadilah inflasi, dan yang lebih parah

lagi rakyat tidak menaruh kepercayaan terhadap nilai URIDAB.

Untuk menghadapi situasi moneter tersebut, pasukan penjaga perbatasan

yang dipimpin oleh Mayor R.R. Jaelani diperintahkan untuk mengatasi keadaan itu,

orang-orang yang masuk ke daerah Tangerang diperiksa oleh pihak TRI Tangerang

dengan amat teliti. Uang, barang, dan surat izin lalu lintas diperiksa dengan

seksama. Menurut perintah Pemerintah Sipil Tangerang, orang yang masuk tidak

boleh membawa uang lebih dari f 500, dan uang NICA tidak boleh masuk sama

sekali. Sementara itu barang-barang makanan dan lainnya tidak boleh dikeluarkan

dari Tangerang, jika tidak mendapatkan izin dari Pemerintah Bagian Ekonomi atau

dari TRI.19

Di samping itu, dibentuk pula pasukan khusus yang ditugaskan untuk

mempelajari kode-kode rahasia dari URIDAB dan mengadakan penelitian uang di

pasar-pasar. Sebelum pasar dibuka, para petugas ini memeriksa uang yang akan

dibelanjakan, dan apabila diketahui bahwa uangnya palsu maka uang tersebut

segera dimusnahkan. Di samping itu juga dilakukan pemeriksaan ketat terhadap

orang-orang yang datang dari daerah pendudukan, dan dilakukan penangkapan

18 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, .........., h. 173. 19 Merdeka, “Mendjaga Keamanan Di Daerah Tangerang”. 15 Maret 1947.

Page 58: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

45

terhadap orang yang diketahui menyelundupkan URIDAB palsu. Dengan cara

semacam itu, akhirnya sedikit demi sedikit inflasi URIDAB dapat diatasi.20

Blokade total oleh Belanda ternyata tidak menggoyahkan Banten untuk lepas

dari Republik Indonesia. Kebencian rakyat banten terhadap Belanda benar-benar

ditunjukan. Banten tetap berintegrasi dengan Republik Indonesia, bahkan dalam

keadaan sulit, Banten masih dapat membantu Pemerintah Pusat dengan batangan-

batangan emas yang dihasilkan dari tambang emas Cikotok.21

Aksi Militer Belanda atau lebih dikenal dengan Agresi Militer Belanda I ini

membuat PBB terlibat langsung. Amerika Serikat dan Inggris yang tidak menyukai

“aksi polisionil” tersebut, menggiring Belanda untuk segera menghentikan

penaklukan sepenuhnya terhadap RI. India, Australia, dan Uni Soviet juga sangat

aktif mendukung RI di dalam PBB. Sekutu-sekutu utama Belanda terutama Inggris,

Australia, dan Amerika Serikat yang paling diandalkan Belanda untuk memberi

dukungan ternyata malah tidak menyukai Agresi Militer tersebut.22 Akhirnya H.J.

Van Mook atas nama pemerintah Belanda melayangkan pengumuman gencatan

senjata yang berlaku pada 4 Agustus 1947 mulai pukul 24.00.

B. Strategi K.H. Ahmad Chatib dalam Menghadapi Agresi Militer

Belanda II

Setelah ditandatanganinya perjanjian Renville, hubungan antara Pemerintah

RI dan Belanda tetap tegang. TNI telah memperkirakan bahwa Belanda akan

melakukan serangan kembali, namuh waktunya tidak bisa di prediksi. Gejala akan

datangnya serangan itu telah dirasakan oleh Pimpinan TNI, Jendral Soedirman,

semenjak Belanda mencoba untuk mengulur-ulur waktu perundingan mengenai

pelaksanaan persetujuan itu.

Berhubung serangan tentara Belanda telah diperkirakan akan terjadi lagi,

maka TNI mengadakan persiapan-persiapan. Belajar dari pengalaman agresi militer

20 Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari, Catatan Masa Lalu Banten, (Serang: Penerbit

Saudara), h. 130. 21 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, .........., h. 176. 22 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200 -2008. (Jakarta: Serambi, 2009), h. 474.

Page 59: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

46

Belanda pertama, maka sistem pertahanan linier23 diganti dengan sistem perang

wilayah (wehrkreise), yang pada pokoknya membagi daerah pertempuran dalam

lingkaran-lingkaran yang dapat beridiri sendiri. Dalam segi militer, konsep strategi

ini dilengkapi dengan taktik perang gerilya. Selain itu pasukan-pasukan yang

sebelumnya hijrah akibat dari persetujuan Renville, harus menyusup ke daerah

musuh untuk kembali ke daerah asalnya. Rencana itu tertuang dalam intruksi

Panglima Besar TNI tanggal 9 November 1948 yang dikenal dengan “Perintah

Siasat No. 1” yang isinya sebagai berikut: Pertama, perintah untuk memperlambat

gerak maju atau serangan Belanda, pengungsian, dan bumi hangus secara total.

Kedua, tugas membuat kantong-kantong perlawanan di setiap kewedanan militer.24

Tanggal 19 Desember 1948 Tentara Belanda melaksanakan Agresi Militer

yang kedua, saat itu Belanda berusaha untuk menduduki daerah-daerah Republik

Indonesia dan kota-kota yang dianggap strategis, dalam rangka memperluas

kekuasaanya untuk dapat kembali menjajah negara maupun Bangsa Indonesia.

Dalam Agresi Militer Belanda II ini, tampaknya ingin memperlihatkan bahwa

tentara Belanda, setidaknya dalam jangka pendek, bisa memenangkan perang

konvensional terbatas itu secara meyakinkan dan untuk pertama kalinya sebagian

besar daerah-daerah di Jawa dan Sumatra secara resmi diduduki. Namun, aksi

tersebut menempatkan Belanda pada opini internasional di kursi terdakwa.25

Aparat pemerintah sipil telah diperingatkan oleh pimpinan militer agar siap

menghadapi segala kemungkinan. Akhirnya pada tanggal 19 Desember 1948

dibawah pimpinan Letnan Jendral Spoor, Ibu kota pemerintah Republik Indonesia,

Yogyakarta, diserang dan diduduki. Pimpinan-pimpinan Republik Indonesia

termasuk presiden Soekarno dan wakil presiden Mohammad Hatta ditawan.

Banten, suatu daerah yang tidak diserang dan diduduki oleh Belanda pada

Agresi Militer Pertamanya, akhirnya diserang juga pada Agresi Militer Belanda II

pada tanggal 23 Desember 1948. Sebelum belanda memasuki kota Serang, sekitar

23 Sistem pertahanan linier adalah sistem pertahanan konfensional. Dalam sistem ini pasukan

pasukan yang bertahan berada pada pos-pos yang diperkuat untuk mempertahankan suatu daerah

dari kemungkinan dari serangan musuh. 24 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, .........., h. 178. 25 Gert Oostindie, Serdadu Belanda di Indonesia 1945-1950 Kesaksian perang pada sisi

sejarah yang salah (Terj), (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016), h. 10.

Page 60: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

47

pukul 09.00 pagi datang pesawat terbang Belanda yang menjatuhkan pamflet di

Pasar Royal dan di Asrama Sekolah Guru di Serang, ada tiga lembar pamflet yang

masing-masing tertanda Jendral Spoor. Pamflet pertama ditujukan untuk rakyat

Banten, isinya kira-kira sebagai berikut; “Tentara Belanda akan masuk ke Serang,

kami yakin bahwa orang Banten itu adalah masyarakat yang patuh terhadap

agamanya, yaitu Islam. Kami akan menyediakan kapal secara cuma-cuma untuk

menunaikan ibadah haji. Harap tenang dan sambutlah kami dengan baik”. Pamflet

kedua ditujukan untuk pegawai negeri, isinya kira-kira sebagi berikut; “Pamong

praja supaya menjalankan tugas di kantornya masing-masing dan harap tenang.

Kami akan masuk dan tidak berbuat apa-apa agar disambut dengan baik”. Pamflet

ketiga ditujukan untuk polisi dan tentara yang isinya kira-kira sebagai berikut;

“Polisi dan tentara supaya meletakan senjata. Jangan mengadakan perlawanan,

karena kami pun tidak masuk dengan kekerasan. Sambutlah kami dengan baik”.26

Sebelum Ibu Kota Banten, Serang, diduduki Belanda, Karesidenan Banten

menepi ke daerah pedalaman di selatan Banten. Dari sini K.H. Ahmad Chatib

sebagai Residen Banten melaksanakan aktivitas pemerintahan bersaman TNI. Hal

serupa dilakukan oleh Pemerintahan Daerah Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten

Lebak. Pemilihan daerah ini karena keadaan alamnya berupa pegunungan yang

cenderung aman. Terlebih penduduk sekitar menerima dan membantu perjuangan

ini dengan cara memberi beberapa sumbangan berupa kerbau, padi, buah-buahan,

dan sebagainya.27

Sekitar pukul 12.00 siang, pasukan Brigade Infenteri I Divisi 7 Desember

memasuki Kota Serang, berkekuatan sekitar 1.000 personel dengan senjata lengkap

dan dibawah komando Kolonel Blanken. Tentara Belanda bergerak dalam dua fase.

Fase pertama mereka menyerebu secepat mungkin mengikuti jalan raya untuk

menduduki kota-kota dan pusat perhubungan. Pada fase kedua mereka melancarkan

operasi pembersihan sektor demi sektor kekuatan TNI. Selanjutnya, Belanda

membentuk pemerintahan sipil dan merehabilitasi jalanan yang rusak.28 Kemudian,

26 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, .........., h. 185. 27 M. Ilham Gilang, Sejarah Lokal dalam Mengembangkan Patriotisme, .........., h. 39. 28 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, .........., h. 183.

Page 61: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

48

Belanda memberlakukan “jam malam”, mulai pukul 06.00 petang sampai 06.00

pagi. Jika ada yang berkeliaran, maka Belanda tidak segan untuk menembak.29

Setelah Banten diduduki Belanda pada bulan Desember 1948, Belanda

membentuk pemerintah sipil yang diberi nama Territoriaal Bestuurs Adviseur

(TBA). Pemerintah tersebut berpusat di Serang di bawah pimpinan N. Makkes

(mulai bulan April 1949 digantikan oleh Mas Asikin Nitiatmaja). Pembentukan

pemerintah TBA ini tidak mudah karena beberapa hal. Pertama, sebagian besar

pamong praja mulai residen hingga camat dan pegawainya meninggalkan kota

menuju daerah pedalaman yang masih aman. Kedua, kaum intelektual Banten lebih

suka berada di luar daerah itu dari pada kembali ke daerahnya.30 Agar pemerintahan

TBA terus berjalan, Belanda pun mempekerjakan pegawai sipil yang tertawan atau

menyerah, menerima masyarakat yang melamar menjadi pegawai, dan

mendatangkan tenaga-tenaga dari Jakarta.

Anehnya, para pamong praja dari pemerintahan TBA ini tidak berani keliling

di daerahnya, mereka takut berhubungan dengan masyarakat. Mereka berada di

kantor pada waktu siang hari, dan kembali ke tempat-tempat yang dirasa aman pada

waktu malam hari, yaitu di tempat-tempat yang ada tentara Belanda.31

1. Keresidenan Banten Di Pedalaman

Agresi Militer Belanda II ke daeah Banten sudah diantisipasi oleh pimpinan-

pimpinan setempat, baik dari kalangan sipil maupun militer. Oleh karena itulah

sebelum Ibu Kota Residan Banten, Serang, diduduki oleh Belanda, Residen K.H.

Ahmad Chatib, Wakil Gubernur Jawa Barat Joesoep Adiwinata, bersama sebagian

besar aparat pemerintah daerah Banten (republik), dan Kepala Polisi Keresidenan

Banten Joesoef Martadilaga beserta anak buahnya meninggalkan kota dan

mengungsi ke daearah pedalaman Banten bersama TNI.32 Hal serupa dilakukan

juga oleh aparat Pemerintah Daerah Pandeglang dan Lebak sebelum kedatangan

tentara Belanda.

29 Merdeka, 18 Februari 1949. 30 Suharto, “Banten Pasca Agresi Militer, .........., h. 86. 31 Merdeka, 11 Oktober 1949. 32 Merdeka, 19 Januari 1949.

Page 62: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

49

Peran kaum ulama juga sangat penting pada fase Agresi Militer Belanda II

ini. Mereka sangat dipercaya rakyat, mereka juga memberikan contoh ketabahan

dalam menghadapi kesulitan. Peran ulama dalam perjuangan kemerdekaan negara

Republik Indonesia tidak hanya sebagai pengobar semangat santri dan

masyarakatnya, akan tetapi juga bertujuan “mempengaruhi” pemerintah agar segera

menentukan sikap melawan kekuatan asing yang ingin menggagalkan kemerdekaan

negara Republik Indonesia.33

K.H. Ahmad Chatib selain sebagai Residen Banten, ia juga seorang ulama

banyak memberi pengaruh dan teladannya. Pendiriannya yang kuat dalam berjuang,

ia pantang mundur ketika sebagian pegawai pemerintahannya memihak kepada

Belanda, seperti ucapannya berikut ini:

“Seandainya semua rakyat Banten mengikuti kepada Belanda, baik

berilah saya sebuah senjata untuk sekadar penjagaan diri saya dari

gangguan binatang buas. Saya lebih senang menjadi orang hutan saja

dari pada dijajah kembali oleh Belanda. Tetapi saya yakin bahwatidak

akan terjadi sedemikan”.34

Keyakinan K.H. Ahmad Chatib didasarkan pada pengetahuanya terhadap

rakyat Banten yang taat pada agama dan patuh pada para ulama yang menjadi

pemimpin mereka. Sebagian besar pamong praja yang terdiri dari para ulama

mengungsi ke pedalaman bersama TNI, mereka memberi contoh ketabahan dalam

menghadapi segala macam kesulitan sehingga meneguhkan kembali semangat

perlawanan rakyat Banten. Karena peran ulama pula, militer terjamin hidupnya

walaupun tanpa perbekalan dan persiapan sama sekali.35

Pemerintah Daerah Keresidenan Banten (republik) tidak menyerah kepada

Belanda meskipun daerahnya banyak diduduki oleh Belanda. Di pedalaman,

pemerintah daerah menjalankan pemerintahan semampunya. Para pemimpin

33 Amin Farih, “Nahdlatul Ulama (Nu) Dan Kontribusinya Dalam Memperjuangkan

Kemerdekaan Dan Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)”, Jurnal

Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 24 No. 2, (Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang,

November 2016), h. 265. 34 Majalah Merdeka, Th II, No.14, 2 April 1949: 7, dalam M. Ilham Gilang, “Sejarah Lokal

dalam Mengembangkan Patriotisme (Kajian pada Materi Sejarah Revolusi Fisik di Banten Tahun

1945-1949)”, Jurnal Pendidikan dan Sejarah: Candrasangkala, Vol. 2, No. 1 (November 2016), h.

40. 35 A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid X: Perang Gerilya Semesta

II, (Bandung: Angkasa, 1979), h. 206.

Page 63: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

50

pemerintahan daerah berusaha menyusun kembali pemerintahan daerah untuk

mengimbangi pemerintah TBA. Daerah yang dipilih untuk menjalankan roda

pemerintahan adalah Banten Selatan. Alasan dipilihnya daerah itu ialah karena jauh

dari tentara Belanda sehingga tempat ini aman dan dinilai cukup strategis untuk

markas komando perang griliya.

Setelah tersusun kembali Pemerintahan Daerah Banten (republik) di

pedalaman, maka di Keresidenan Banten terdapat dua pemerintahan sipil, yaitu

Pemerintan TBA (Belanda) dan Pemerintahan Daerah Banten (republik).

Pemerintahan Daerah pimpinan K.H. Ahmad Chtatib terus berjuang agar seluruh

Keresidenan Banten kembali ke panguan Pemerintah RI.36

Rakyat yang daerahnya disinggahi dan ditempati oleh Rombongan K.H.

Ahmad Chatib merasa sangat gembira. Mereka dengan ikhlas menjamu para

pemimpin dan tentara di daerahnya. Residen K.H. Ahnad Chatib tahu betul akan

mentalitas rakyatnya. Rakyat Banten adalah orang-orang yang taat beragama serta

mematuhi para pemimpin mereka. Mereka tidak mudah mengikuti aliran-aliran

lain, oleh karena itu sulit bagi Belanda untuk mempengaruhi rakyat Banten. Banyak

rakyat Banten yang tinggal di Serang, setelah menerima pembagian pakaian, setelah

sampai di rumah segera menyerahkannya ke badan-badan tertentu. Karena bagi

rakyat Banten, makanan dan pakaian yang diberikan oleh Belanda adalah

personifikasi oleh pemberinya.

Pemerintah di pedalaman juga mendapat dukungan dari orang-orang yang

tempat tinggalnya didudki oleh Belanda. Di kota-kota, banyak rakyat Banten

memberikan sumbangan materil kepada pejuang-pejuang di pedalaman. Selain itu,

di kota, seperti di Pandeglang juga terdapat orang-orang yang berjuang untuk

kepentingan repubik dengan cara lain. Mereka berusaha memasuki Badan

Perwakilan Rakyat (BPR) yang dibentuk oleh pemerintah TBA Banten agar badan

tersebut tidak dimasuki oleh orang-orang yang benar-benar berpihak kepada

Belanda. Usaha mereka berhasil, hal itu terlihat ketika pemerintah TBA berusaha

agar Banten menjadi negara bagian NIS atau masuk negara Pasundan. BPR terang-

36 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, .........., h. 203.

Page 64: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

51

terangan menolaknya, dan menyerahkan penyelesaian masalah ini kepada

Pemerintah Pusat RI.37

Aparat pemerintah Banten yang ada di pedalaman dapat melaksanakan

tugasnya karena mereka mendapat sokongan baik moril maupun materi, dari

berbagai pihak yang masih setia kepada K.H. Ahmad Chatib dan Pemerintah Pusat.

Soal kebutuhan pangan, tidak ada masalah karena daerah Banten bagian selatan

merupakan daerah penghasil bahan makanan. Selain itu, atas usaha Pemerintah

Daerah, pasar-pasar diadakan di daerah pedalaman. Sebagai alat pembayaran yang

sah, digunakanlah ORI, URIDAB atau dengan cara Barter.

2. Strategi K.H. Ahmad Chatib dalam Perang Gerilya

Tidak adanya perlawanan TNI pada saat tentara Belanda menduduki Serang

pada tanggal 23 Desember 1948 dan strategi politik “Bumi Hangus” tidak

dilaksanakan, membuat rakyat Banten yang tidak mengerti siasat TNI kecewa.

Bahkan ada juga yang marah melihat mundurnya TNI. Namun, kemarahan itu

segera mereda dan akhirnya hilang setelah mereka mengetahui alasan mundurnya

TNI, mendengar berita tentang bertempur di luar kota, serta K.H. Ahmad Chatib

membuat Pemerintahan Daerah di pedalaman Banten.

Selama dua bulan, para pejuang sipil maupun militer melakukan konsolidasi

untuk mematangkan taktik perang gerilya. Setelah itu, Pemerintah Sipil, TNI, dan

rakyat Banten melakukan penyerangan di wilayah Banten bagian utara dan selatan.

Demi memperkuat perjuangan, Residen K.H. Ahmad Chatib membentuk pasukan

Gerilya Rakyat (GERA) yang dipimpin langsung oleh dirinya. GERA ini terdiri

dari unsur militer dan sipil.38

Sesudah organisasi pertahanan dibentuk, kegiatan grilya dimulai. Setiap

malam diadakan serangan-serang sporadis ke pos-pos penjagaan Belanda secara

bergantian. Di setiap belokan jalan, terutama di Banten Selatan, jalan raya dipasangi

ranjau darat. Belanda merasakan gangguan kemananan di pingir-pinggir kota yang

37 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, .........., h. 205. 38 M. Ilham Gilang, “Sejarah Lokal dalam Mengembangkan Patriotisme .........., h. 40.

Page 65: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

52

mereka duduki. Pada malam tanggal 10 Maret 1948, kaum gerilya di Banten Utara

melancarkan serangan di beberapa bagian kota Serang.39

Wilayah Banten bagian Utara, antara Serang dan Balaraja, merupakan sektor

yamh terberat karena keadaan medannya yang rata, sehingga tidak memungkinkan

untuk bergerilya.40 Berbeda dengan wilayah Banten di bagian selatan, daerah ini

menjadi medan pertempuran yang merepotkan pihak militer Belanda. Serangan

dilakukan dengan berbagai cara, yakni penyerangan pada malam hari ke pospos

penjagaan Belanda, penghadangan konvoi Belanda, pemasangan ranjau darat. Di

Kabupaten Pandeglang penyerangan terjadi hampir selama 24 jam, dimana para

pejuang selain menyerang pos-pos penjagaan Belanda, juga melakukan

pembakaran dan pengahancuran jembatan-jembatan di daerah antara Pandeglang-

Menes dan Rangkasbitung-Bogor. Daerah-daerah ini yang sangat merepotkan

pihak militer Belanda.41

Semangat dan keyakinan rakyat Banten tidak tergoyahkan, meskipun pihak

Belanda terus mempengaruhi melalui surat-surat yang berisi ajakan dan

bekerjasama dengan pihak Belanda. Revolusi Fisik di Banten ini mereda setelah

terjadi gencatan senjata antara Pemerintah RI dan pihak Belanda, pada tanggal 10

Agustus 1949. Gencatan senjata ini merupakan hasil dari Perundingan Roem-

Royen. Kemudian secara perlahan Pemerintahan Sipil dan pihak Militer RI kembali

ke kota-kota di daerah Banten.

Dalam fase konsolidasi antara pihak RI dengan Belanda dan setelah gencatan

senjata dilaksanakan, TNI mendapatkan musuh baru dari bangsa sendiri, yaitu

gerakan Bambu Runcing di Banten Selatan yang dipimpin oleh Charul Saleh.

Gerombolan itu dalam perjalananya dari Bogor ke daerah Cibaliung, telah

melakukan pembunuhan-pembunuhan. Beberapa prajurit TNI dan beberapa pejabat

Pemerintah Daerah Banten (republik) menjadi korban, diantaranya Wakil Residen

banten K.H. Ahmad Fathoni,42 Kepala Kepolisian Banten Komisaris Polisi Joesoep

39 A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid X, .........., h. 208. 40 Suharto, Banten Masa Revolusi, 1945-1949, .........., h. 214. 41 M. Ilham Gilang, “Sejarah Lokal dalam Mengembangkan Patriotisme, .........., h. 40. 42 K.H. Ahmad Fathoni menjabat sebagai Wakil Residen Pemerintah Daerah Banten

(republik) berada di pedalaman, sedangkan Soebari Wakil Residen sebelumya memihak pada

pemerintahan TBA bentukan Belanda. Merdeka, 4 November 1949.

Page 66: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

53

Martadilaga, sepuluh orang prajurit TNI dari sektor Malimping, dan tujuh orang

prajurit TNI dari sektor Cibaliung. Namun pada akirnya gerombolan ini dapat

ditumpas oleh TNI.43

43 Merdeka, 25 November 1949.

Page 67: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

54

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya, akhirnya terjawab

pertanyaan besar terkait rumusan masalah yang menjadi fokus kajian penulis.

Penulis dapat menyimpulkan beberapa hal yang dapat ditari menjadi kesimpulan,

di antaranya:

1. Setelah Kesultanan Banten dikuasi Belanda, perlawanan di daerah-daerah

terus bertambah, dua di antaranya pemberontakan petani Banten tahun

1888 dan pemberontakan komunis Banten tahun 1926. Pemberontakan ini

mempunyai semangat kuat anti kolonial dan anti priayi, banyak kaum

ulama yang terlibat di dalamnya termasuk K.H. Ahmad Chatib. Pada masa

pendudukan Jepang, K.H. Ahmad Chatib diangkat menjadi daindacho

tentara PETA yang berkedudukan di Labuan, Pandeglang.

2. K.H. Ahmad Chatib dilahirkan di Kampung Gayam, Kecamatan Cadasari,

Kabupaten Pandeglang, tahun 1895. Ayahnya seorang ulama terkenal di

Pandeglang, K.H. Muhammad Waseh. Ia belajar agama Islam di dua

pesantren di Banten, yaitu pesanteren Kadupiring dan pesantren di

Caringin pimpinan K.H. Asnawi. Karena kepintaran dan kecerdasannya

K.H. Ahmad Chatib menjadi murid kesayangan K.H. Asnawi dan

dinikahkan dengan putrinya yang bernama Ratu Hasanah pada tahun 1912.

Selama masa hidupnya, ia sebagai ulama dan pejuang mencurahkan

seluruh hidupnya untuk perjuangan agama dan bangsa Indonesia. Pada

tanggal 19 September 1945 K.H. Ahmad Chtaib resmi diangkat menjadi

Residen Banten oleh Presiden Soekarno, di fase inilah ia memulai

perjuangannya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari

ancaman Belanda melalui Agresi Militer Belanda I dan II.

3. Pada saat terjadinya peristiwa Agresi Militer Belanda I, Banten tidak

diserang namun hanya diblokade secara ketat sehingga hubungan dengan

pemerintah pusat menjadi terhambat. Adapun strategi K.H. Ahmad Chatib

Page 68: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

55

dalam menghadapi blokade ini ialah membuat kebijakan ketahanan pangan

dengan cara memperluas area pesawahan, membuka lahan untuk

pembuatan garam, dan membuat URIDAB (Uang Republik Indonesia

Daerah Banten) karena sulitnya peredaran uang ORI yang dikeluarkan

oleh pemerintah pusat.

Banten, suatu daerah yang tidak diserang dan diduduki oleh Belanda pada

Agresi Militer Pertamanya, akhirnya diserang juga pada Agresi Militer

Belanda II pada tanggal 23 Desember 1948. Sebelum Ibu Kota Residan

Banten, Serang, diduduki oleh Belanda, Residen K.H. Ahmad Chatib,

Wakil Gubernur Jawa Barat Joesoep Adiwinata, bersama sebagian besar

aparat pemerintah daerah Banten (republik), dan Kepala Polisi

Keresidenan Banten Joesoef Martadilaga beserta anak buahnya

meninggalkan kota dan mengungsi ke daearah pedalaman Banten. Setelah

tersusun kembali Pemerintahan Daerah Banten (republik) di pedalaman,

K.H. Ahmad Chatib berhasil mengajak golongan ulama, pemuda, dan

jawara untuk melakukan perang gerilya melawan Belanda, hingga pada

akhirnya seluruh Keresidenan Banten kembali ke pangkuan Pemerintah

Republik Indonesia.

B. Saran

Sehubungan dengan penelitian yang penulis lakukan tantang peran K.H.

Ahmad Chatib dalam mempertahankan kemerdekaan indonesia di banten tahun

1945-1949, maka penulis menyampaikan beberapa saran diantaranya, sebagai

berikut:

1. Disarankan bagi peneliti berikutnya yang akan membahas tentang K.H.

Ahmad Chatib untuk melakukan riset yang lebih mendalam baik dari

kelengkapan data, metodelogi ataupun analisis. Masih banyak sisi lain

yang perlu diteliti lebih lanjut terutama kehidupan K.H. Ahmad Chatib

saat berada di pengasingan Boven Digul serta kehidupannya menjelang

akhir jabatan Residen Banten, sehingga dapat memperoleh gambaran yang

Page 69: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

56

lebih jelas tentang perjuanagan K.H. Ahmad Chatib dalam

mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Banten tahun 1945-1949.

2. Untuk pemerintah Provinsi Banten disarankan untuk membentuk sebuah

tim untuk meneliti perjuangan K.H. Ahmad Chatib agar dapat diusulkan

menjadi pahlawan nasional. Karena berdasarkan penelitian yang penulis

lakukan, K.H. Ahmad Chatib mempunyai jasa yang sangat besar dalam

mempertahankan Republik Indonesia, khususnya di Banten, serta sudah

memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional berdasarkan

Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun

2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Page 70: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

57

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Anwar, Rosian, 2004. Sejarah Kecil, “Pattie Historie” Indonesia. Jakarta:

Penerbit Buku Kompas.

Blacburn, Susan. 2001. Sejarah Jakarta 400 Tahun. Jakarta: Masup Jakarta.

Bridson, Robbert. 1990. Gejolak Revolusi di Jakarta 1945-1949: Pergulatan

Antara Otonomi dan Hegemoni, Terj. Hasan Basri. Jakarta: Pustaka Utama

Grafiti.

Djoened, Marwati, dkk.1984. Sejarah Nasional Indonesia, Jilid IV. Jakarta: Balai

Pustaka.

Gottschak, Louis. 1969. Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto. Jakarta:

UI Press.

Hamid, Abdul. 2010. “The kyai in Banten: Shifting Roles in Changing Times”,

dalam Ota Atsushi, Okamoto Masaaki, dan Ahmad Suaedy (ed), Islam in

Contention: Rethinking Islam and State in Indonesia. Jakarta: The Wahid

Institute.

Irfani, Fahmi, 2001. Jawara Banten: Sebuah Kajian Sosial, Politik dan Budaya.

Jakarta: YPM Press.

Kartodirdjo, Sartono. 1990. Pengantar Sejarah Indonesia Baru, Sejarah

Pergerakan Nasional: Dari Kolonialisme sampai Nasionalisme. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Kartodirjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bintang Budaya.

Lubis, Nina H. 2003. Banten dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama, Jawara.

Jakarta: LP3ES.

Michrob, Halwany dan Mudjahid Chudari. 1993. Catatan Masa Lalu Banten.

Serang: Penerbit Saudara.

Page 71: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

58

Nasution, A.H. 1970. Tentara Nasional Indonesia, Jilid I. Jakarta: Seruling Masa.

___________ . 1977. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid II: Diplomasi

atau Bertempur. Bandung: Disjarah AD dan Angkasa.

___________ .1978. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid V: Agresi

Militer Belanda I. Bandung: Disjarah AD dan Angkasa.

_____________ . 1979. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, Jilid X: Perang

Gerilya Semesta II. Bandung: Angkasa.

Notosusanto, Nugroho. 1975. Sejarah Nasional Indonesia, VI, Jaman Jepang dan

Jaman Republik Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Oostindie, Gert. 2016. Serdadu Belanda di Indonesia 1945-1950 Kesaksian

perang pada sisi sejarah yang salah (Terj). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia.

Putra, Fadillah dkk. 2006. Gerakan Sosial: Konsep, Strategi, Aktor, Hambatan

dan Tantangan Gerakan Sosial di Indonesia. Malang: Averroes Press.

Sokanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

Suharto. 2001. Banten Masa Revolusi, 1945-1949: Proses Integrasi Dalam

Negara Kesatuan Republik Indonesi. Depok: Universitas Indonesia.

Williams, Michael C. 2003. Arit dan Bulan Sabit: Pemberontakan Komunis 1926

di Banten. Yogyakarta: Syarikat.

Williams, Michael C. 1990. “Banten: Utang Padi dibayar Padi, Utang Darah

Dibayar Darah”, dalam Audrey Kahin (ed). (tej.). Pergolakan Daerah Pada

Awal Kemerdekaan. Jakarta: Grafiti.

B. Jurnal

Ensering, Else. 1995. “Banten In Time Revolution”. Archipel, Vol 50. Paris,

1995.

Farih, Amin. 2016. “Nahdlatul Ulama (Nu) Dan Kontribusinya Dalam

Memperjuangkan Kemerdekaan Dan Mempertahankan Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI)”. Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 24

Page 72: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

59

No. 2. Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, November

2016.

Hermawan, Iwan. 2017. “Lubang Tambang Batu Bara Bayah: Jejak Romusha Di

Banten Selatan”. Kapata Arkeologi Vol. 3, No. 2. November 2017.

Kartodirdjo, Sartono. 1981. “Wajah Revolusi Indonesia Dipandang dari

Prespektivisme Struktural”, dalam Prisma, No. 8 Agustus 1981.

Lasmiyati. 2012. “Sejarah Uang Republik Indonesia Banten (URIDAB) 1945-

1949”. Patanjala, Vol. 4, No. 3. September 2012.

Gilang, M. Ilham. 2016. “Sejarah Lokal dalam Mengembangkan Patriotisme

(Kajian pada Materi Sejarah Revolusi Fisik di Banten Tahun 1945-1949”.

Jurnal Pendidikan dan Sejarah: Candrasangkala, Vol. 2, No. 1. November

2016.

Reid, Anthony. 1981. “Revolusi Sosial: Revolusi Nasional”. Prisma, No. 8.

Agustus 1981.

Suharto. 1996. “Revolusi Sosial di Banten, 1945-1949: Kondisi, Jalan Peristiwa,

dan Dampaknya”. Naskah Publikasi. Depok: Lembaga Penelitian

Universitas Indonesia.

Soeharto. 2009. “Banten Pasca Agresi Militer Belanda Kedua”. Makara, Sosial

Humaniora, Vol. 13, No. 2. Desember 2009

Thresnawaty, Euis. 2009. “Lintasan Sejarah Pemerintahan Kabupaten Serang

Abad XVI-XX”. Patanjala, Vol. I, No. 2, Juni 2009.

C. Sumber Daring (Online)

Bonnie Triyana, “Tubagus Alpian, Tokoh Kecil dalam Sejarah Besar”, Historia,

12 November 2017. Diakses dalam:

https://historia.id/politik/articles/tubagus-alpian-tikih-kecil-dalam-sejarah-

besar-P0mZG pada tanggal 14 Maret 2019 pukul 21.00 WIB.

Isnaeni, Hendri F. 2018. “Proklamsi Kemerdekaan sampai di Banten”. Historia,

17 Agustus 2018. Diakses dalam:

https://historia.id/politik/articles/proklamasi-kemerdekaan-sampai-di-

banten-Pdjxl pada tanggal 18Februari 2019, pukul 20.57 WIB.

Page 73: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

60

Yulianti, Dewi. 2010. Sistem Propaganda Jepang di Jawa 1942-1945. Diakses

dalam:

http://eprints.undip.ac.id/19444/1/ARTIKEL_PROPAGANDA_JEPANG.p

df. pada tanggal 9 Februari 2019, pukul 19.00 WIB.

D. Surat Kabar

Antara, 5 Maret 1947.

Antara, 10 Maret 1947

Berita Indonesia, 30 Desember 1946.

Merdeka, 31 Oktober 1945.

Merdeka, 1 Januari 1946

Merdeka, “Bangoenan Banten Koeno”, 23 September 1946.

Merdeka, 7 November 1946

Merdeka, “Mendjaga Keamanan Di Daerah Tangerang”. 15 Maret 1947.

Merdeka, “Rakjat Banten Mempertahankan Negara Kesatoean”. 7 Mei 1947.

Merdeka, “Kiai Achmad Chatib Menentang Kertalegawa”. 10 Mei 1947.

Merdeka, “Rakjat Kaboepaten Lebak menentang Gerakan Kertalegawa”. 12 Mei

1947.

Merdeka, “Rakjat Serang menentang Gerakan Kertalegawa”. 14 Mei 1947.

Merdeka, 18 Februari 1949.

Merdeka, 11 Oktober 1949.

Merdeka, 4 November 1949.

Merdeka, 25 November 1949.

Soeara Merdeka, 15 Maret 1947.

Page 74: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

61

LAMPIRAN

Lampiran 1 Foto K.H. Ahmad Chatib1

1 Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) Banten.

Page 75: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

61

Lampiran 2 Surat Kabar Merdeka “Lapangan Terbang Banten dibom”

22 Agustus 1946.2

Lampiran 3 Surat Kabar Merdeka “Banten Menegaskan Pendirian”

22 Marert 1946.3

2 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 3 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Page 76: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

62

Lampiran 4 Surat Kabar Merdeka “Oesaha Menjiarkan Oeang NICA”

12 Maret 1946.4

4 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Page 77: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

63

Lampiran 5 Surat Kabar Antara “Tangerang Melawan” 5 Juni 19465

Lampiran 6 Surat Kabar Merdeka “Kaboepaten Tangerang Pindah” 3 Juni

1946.6

5 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 6 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Page 78: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

64

Lampiran 7 Surat Kabar Merdeka “Oeang Repoeblik Moelai Berlakoe Tgl. 26

Okt.” 24 Oktober 1946.7

7 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Page 79: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

65

Lampiran 8 Surat Kabar Merdeka “Tiadalah Goenanja Belanda Memerangi

Indonesia” 7 Mei 19478

8 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Page 80: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

66

Lampiran 9 Surat Kabar Merdeka “Kiai Achmad Chatib Menentang

Kertalegawa” 6 Mei 1947.9

9 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Page 81: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

67

Lampiran 10 Surat Kabar Merdeka “Poetra-Poetra Indonesia Soenda di Soematra

tidak Menjetoejoei Perboetan Kertalegawa” 7 Mei 194710

10 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Page 82: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

68

Lampiran 11 Surat Kabar Antara “Rakjat Kaboepaten Lebak Menentang

Gerakana Kartalegawa” 12 Mei 1947.11

Lampiran 12 Surat Kabar Merdeka “Tentara Belanda” 14 Mei 1947.12

11 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 12 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Page 83: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

69

Lampiran 13 Surat Kabar Merdeka “Bangoenan Banten Koeno” 23 September

1947.13

Lampiran 14 Foto Bangunon Banten Kuno.14

13 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia 14 Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) Banten.

Page 84: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

70

Lampiran 15 URIDAB Pecahan 1 Rupiah.15

Lampiran 16 URIDAB Pecahan 5 Rupiah.16

15 : Lasmiyati, “Sejarah Uang Republik Indonesia Banten (URIDAB) 1945-

1949”, Patanjala, Vol. 4, No. 3, h. 476. 16 Lasmiyati, “Sejarah Uang Republik Indonesia Banten (URIDAB) 1945-

1949”, Patanjala, Vol. 4, No. 3, h. 477.

Page 85: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

71

Lampiran 17 URIDAB Pecahan 10 Rupiah.17

Lampiran 16 URIDAB Pecahan 25 Rupiah.18

17 Lasmiyati, “Sejarah Uang Republik Indonesia Banten (URIDAB) 1945-

1949”, Patanjala, Vol. 4, No. 3, h. 477. 18 Lasmiyati, “Sejarah Uang Republik Indonesia Banten (URIDAB) 1945-

1949”, Patanjala, Vol. 4, No. 3, h. 477.

Page 86: PERAN K.H. AHMAD CHATIB DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN …

72

Lampiran 19 Makam K.H. Ahmad Chatib di Komplek Pemakaman Kesultanan

Banten.19

19 Doukumen Pribadi