Upload
trankiet
View
255
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PERAN K.H.M. SANUSI DALAM
MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN ISLAM DI
PESANTREN ASSANUSI
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
Muhamad Hasan Habibi
NIM. 1112011000092
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
ABSTRAK
Nama : M. Hasan Habibi
Nim : 1112011000092
Judul : Peran KH. M. Sanusi Dalam Mengembangkan
Pendidikan Islam di Pesantren Assanusi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran KH. M. Sanusi dalam
mengembangkan pendidikan Islam di pesantren Assanusi. Penelitian ini bersifat
kualitatif deskriptif, data diperoleh dari buku tanwir Al-Qulub dan wawancara
dengan KH Ali Munir kemudian data dipilah dan dipilih berdasarkan yang
berkaitan dengan KH. M. Sanusi dan pesantren, tehnik penulisan berdasarkan
buku pedoman akademik. KH. M. Sanusi telah banyak berkiprah dalam pesantren
secara materil dan non materil, penulis katakana juga memang Al-Maghfurlah
KH. M. Sanusi itu hidupnya didedikasikan untuk ilmu itu terbukti dalam kisah
hidup perjuangan dalam membangun dan mengembakan pesantren.
Hasil menunjukkan bahwa ide dan gagasanya yang fenomenal adalah
tentang penerapan metode Tahriran dan Madrasi (klasikal), Tahriran merupakan
media pengajaran dan Tahriran yang dimaksud adalah alat pembelajaran yaitu
penerapan tulis menulis dan menggunakan papan tulis. Dalam perjuangannya
menerapkan kedua sistem tersebut mendapati tantangan yang luarbiasa dari
Ulama-ulama se-Cirebon. Pada masa kemerdekaan beliau terlibat secara langsung
dalam perjuangannya. Bahkan ketika pesantren diserang oleh penjajah beliau
adalah orang yang mempunyai perhatian besar terhadap pesantren.
v
ABSTRACT
Name : M. Hasan Habibi
Nim : 1112011000092
Title : The Role Of KH. M. Sanusi in Developing Islamic
Education in Assanusi Boarding School.
This study aims to determaine the role of KH. M. Sanusi in developing
Islamic education is related to what KH. M. Sanusi in developing Islamic
education inthis case related to Islamic boarding schools. This reaserch is
qualitative descriptive, data obtained from books and interviews then data are
sorted and selected based on those related to KH. M. Sanusi and pesantren,
writing techniques based on academic guidelines. KH. M. Sanusi has been active
in Islamic boarding schools materially and non materially, the wiriter also said
that Al-Maghfurlah KH. M. Sanusi was dedicated to the knowledge of his life as
evidenced in the life story of the struggle to build and build pesantren.
The phenomenal ideas and ideas are about the application of the method of
Tahriran and Madrasi (klasikal), Tahriran is a teaching and learning media that is
meant is a learning tool that is the application of writing and using the
blackboard.in his struggle to deliver the two systems an extraordinary challenge
from the Ulama scholar of Cirebon. During the independenc period he was
directly involved in his struggle. Even when the Pesantren was attacked by
invaders he was a person who had great attention to the pesantren.
vi
KATA PENGATAR
Tiada kata dan bahasa yang pantas terucap, selain ucapan rasa syukur yang
teramaat mmendalam kehadirat ilahi Rabbi kuasa tunggal kerajaan langit dan
bumi yang kekuasaannya tak berujung tak bertepi. Semua limpahan berbagai
kenikmatan dan karunianya yang tiada terhinggasehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Kami memuji, memohon pertolongan dan memohon
ampunan serta berlindung kepada Allah Swt dari kejahatan-kejahatan diri kami
dan keburukan-keburukan perbuatan kami. Aku bersaksi tiada tuhan yang patut
disembah kecuali Allah yang maha esa dan tidak ada sekutu baginya, dan aku
bersaksi Nabi Muhammad Saw utusan Allah.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada revolusioner dan
reformer sejati, baginda Nabi besar Muhammad Saw, juga kepada keluarga,
sahabat setianya dan juga kepada umatnya semoga kelak dihari yang sudah
ditentukan semua mendapat syafaat darinta.
Penulis benar benar menyadari bahwa selama penyusunan skripsi ini tidak
sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami dan dihadapi penulis, baik
menyangkut waktu, bahan-bahan tulisan, pembiayaan dan lain-lain. Namun,
berkat berbagai pihak, segala kesulitan hambatan bisa diatasi sehingga penulisan
ini dapat diselesaikan.
Oleh karena itu, penulis sampaikan terimakasih yang tiada terhingga dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, Selaku ketua jurusan pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Syarifhidaytullah
Jakarta.
3. Marhamah Saleh, Lc, M.A. Selaku sekertaris jurusan pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Syarifhidaytullah
Jakarta.
vii
4. Prof. Dr. Armai Arief, M.Ag. Selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
membimbing selama penulisan skripsi.
5. Dr. Muhammad Dahlan, M.Hum. Selaku pembimbing akademik yang
membimbing dan mengarahkan, memberi nasehat kepada penulis.
6. Seluruh jajaran dosen hususnya dosen jurusan pendidikan Agama Islam
dan seluruh dosen fakultas Ilmu Tarbiyah dan pendidikan yang telah
memberikan bekal Ilmu pengetahuan kepada penulis.
7. Pengasuh pondok pesantren Assanusi KH. Ali Munir. Yang telah
memfasilitasi selama penulis melakukan penelitian. Terimakasih atas
kesedihan, dorongan, dukungan dan bimbingan. Barokallah.
8. Jajaran pengurus pondok pesantren Assanusi Babakan yang sudah yang
sudah banyak membantu penulis selama penelitian.
9. KH. Tasrifien yang telah bersedia untuk menjadi narasumber dan sudah
membantu mendorong dan membimbing penulis dalam pengupulan bahan
tulisan. Barokallah.
10. Terkhusus kepada orang tua tercinta, bapak Drs. H. Muksin dan ibunda Hj
Sri Rahayu f. bagaimana aku melupakanmu. Engkau telah mengorbankan
segalanya kepadaku serta tak bosan-bosannya memberikan bantuan moral,
materil, semangat dan Doa untuk penulis, maafkan atas segala dosa dan
khilafku, doaku selalu mengiringi dimana kalian berada.
11. Tidak ketinggalan pula teruntuk kekasih tercinta Euis Lestari yang sudah
sabar dan selalu turut memberi motivasi selama penulisan.
Tidak sanggup rasanya penulis membalas budi dan jasa mereka, hanya
Doa yang terpanjat semoga segala perhatian, motivasi, inspirasi dan
bantuannya dibalas oleh Allah Swt, sebagai amal kebaikan, jazakumullah
khairan katsiro.
Akhirnya dengan kepala terunduk, penuh kesadaran diri, kesadaran hati
penulis menyadari bahwa hanya Allah Swt yang maha sempurna, maha
perkasa, maha segala-galanya. Karena itulah saran dan kritik konstruktif dari
semua pihak sangat penulis harapkan, agar tercipta suatu sinergi dengan
viii
harapan akan membuat pemikiran ini bisa lebih disempurnakan lagi dimasa
mendatang untuk kemudian menjadi manfaat bagi halayak banyak. Amiin.
Wallahumuwafiq ila aqwamithariq.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 09 Januari 2019
Penulis
M. Hasan Habibi
x
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAN LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................... 8
C. Pembatasan Masalah ............................................................... 8
D. Perumusan Masalah ................................................................ 8
E. Tujuan Penelitian .................................................................... 8
F. Manfaat Penelitian .................................................................. 9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pesantren .............................................................................. 10
1. Pengertian Dan Tujuan Pesantren ................................... 10
2. Unsur-Unsur Pesantren .................................................. 12
a. Kyai .......................................................................... 12
b. Santri ......................................................................... 13
c. Kitab Kuning ............................................................ 14
d. Masjid ....................................................................... 15
e. Pondok ..................................................................... 16
xi
3. Model Model Pesantren ................................................. 17
a. Pondok Pesantren Tradisional (klasikal) .................. 17
b. Pondok Pesantren Modern (Khalaf) ......................... 18
4. Metode Pembelajaran Di Pesantren ............................... 18
a. Sorogan .................................................................... 18
b. Bandongan ............................................................... 19
c. Wetonan ................................................................... 19
B. Pendidikan Islam .................................................................. 20
1. Pengertian Pendidikan ................................................... 20
2. Tujuan Pendidikan .......................................................... 21
3. Pengertian Pendidikan Agama Islam ............................. 22
4. Tujuan Pendidikan Agama Islam ................................... 24
5. Dasar Pendidikan Agama Islam ..................................... 26
C. Hasil Penelitian Yang Relevan ............................................ 28
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu, Dan Tempat Penelitian ............................................ 31
1. Waktu Penelitian ............................................................ 31
2. Tempat Penelitian ........................................................... 31
B. Metode Penelitian ................................................................. 31
C. Tehnik Pengumpulan Data ................................................... 32
1. Penelitian Kepustakaan .................................................. 32
2. Observasi ........................................................................ 32
3. Wawancara ..................................................................... 33
4. Dokumentasi .................................................................. 34
D. Tehnik Pengolahan Data ...................................................... 35
E. Tehnik Analisa Data .............................................................. 35
1. Reduksi Data .................................................................. 35
2. Penyajian Data ............................................................... 36
3. Penarikan Kesimpulan ................................................... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN
xii
A. K.H. M. Sanusi .................................................................... 37
1. Biografi Kh. M. Sanusi .................................................. 37
2. Riwayat Pendidikan ....................................................... 39
3. Paham Tasawuf ............................................................. 41
B. Pondok Pesantren Assanusi ................................................. 53
1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Assanusi ............ 53
2. Struktur Organisasi ........................................................ 55
3. Visi Dan Misi Pondok Pesantren Assanusi ................... 57
a. Visi Pondok Pesantren ............................................. 57
b. Misi Pondok Pesantren ............................................ 57
4. Jadwal Ngaji Pesantren ................................................. 58
C. Peran Kh. M. Sanusi ............................................................ 62
1. Gagasan ......................................................................... 62
a. Media Pengajaran .................................................... 63
b. Alat Pengajaran ....................................................... 64
c. Keberhasilan Belajar Pembelajaran ......................... 66
2. Ide dan Pemikiran .......................................................... 66
a. Etika Peserta Didik ................................................... 66
b. Metode Pembelajaran .............................................. 68
1) Metode Pembiasaan ............................................ 68
2) Metode Ketauladanan ........................................ 68
3) Metode Pemberian Nasihat ................................ 69
c. Syarat Dalam Keberhasilan Belajar ........................ 70
d. Syarat Bagi Orang Yang Mencari Ilmu ................... 70
e. Pendidikan Akhlaq .................................................. 71
f. Kitab Bahasa Jawa Dan Karya-Karya ..................... 73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 77
B. Saran ..................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 79
DAFTAR TABEL DAN LAMPIRAN
A. Daftar Tabel
Tabel 4.1. Kurikulum Pesantren ............................................................. 57
Tabel 4.2. Kurikulum Madrasah Klasikal .............................................. 58
Tabel 4.3. Daftar Pengajar ..................................................................... 60
Tabel 4.4. Jadwal Pengajian Pasholatan ................................................ 60
B. Lampiran-Lampiran
Lampiran I Wawancara
Lampiran II Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hubungan manusia dengan pendidikan sebenarnya bisa di telusuri dari awal
penciptaan manusia yaitu Nabi Adam as. Dimana kemampuan dan pengetahuan
Adam bersumber dari Allah Swt. Dibekali dengan potensi pendengaran
pengelihatan hati dan otak untuk berfikir. Sehingga itu mengindikasikan bahwa
manusia adalah mahluk yang mampu mengembangkan segala bentuk potensi yang
ada. Dalam tahap pengembangan potensi manusia membutuhkan intervensi dari
luar, yakni pendidikan. Itu juga menunjukan bahwa manusia adalah mahluk yang
berpotensi untuk di didik. Dengan aktivitas pendidikan manusia dapat
dikembangkan menjadi mahluk yang berperadaban.1
Berkaitan dengan pendidikan, Negara Kesatuan Republik Indonesia
mempunyai tiga macam jenis pendidikan yang bisa juga disebut dengan
Pendidikan Formal, Non Formal, dan Informal. Jalur formal adalah jalur
pendidikan yang terstruktur dan berjenjang terdiri atas Pendidikan Dasar,
Menengah dan Tinggi, pendidikan non formal adalah jalur pendidikan diluar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, dan
pendidikan Informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Lembaga pendidikan keagamaan yang diselenggarakan oleh masyarakat atau
individu masuk kedalam jalur pendidikan non formal dan termasuk kedalam
Sistem Pendidikan Nasional. Yang dimaksud lembaga pendidikan keagamaan
adalah seperti Diniyah, Pesantren, Pasraman, Pesantian, Pabajja, dan Dhuyuan.
Menurut Samsul Nizar pendidikan Formal yang kini termasuk dalam Sistem
Pendidikan Nasional merupakan kelanjutan dari sekolah-sekolah yang didirikan
oleh pemerintah kolonial seperti HIS, MULO, AMS. Yang merupakan cikal bakal
1 Jalaludin, Pendidikan Islam Pendekatan Sistem dan Proses, (Jakarta: PT Raja Gravindo
Persada 2016), cet. 1, h. 12.
2
berdirinya sekolah-sekolah tingkat SD, Mengah Pertama SMP, dan Menengah
Atas SMA yang menjadi sistem persekolahan sejak masa kemerdekaan.2
Lembaga pendiidkan keagamaan dalam hal ini pesantren, awal kelahiranya
sangat sederhana yaitu dimana seorang kyai setelah mempelajari kitab kuning
diberbagai pesantren atau bahkan sampai ke Timur Tengah lalu datang ke sebuah
kampung kemudian mendirikan langgar, musholla, atau surau untuk menampung
masyarakat dalam shalat berjamaah. Kepandaian dan kealiman seorang Kyai
semakin hari semakin tersebar luas sehingga kemudian seluruh khazanah islam
yang dikuasai Kyai disuguhkan dalam suatu forum pengajian.3
Maka bisa dilihat bahwa perkembangan lembaga pendidikan di Indonesia ini
secara histori memang terbentuk dari dua kultur berbeda yaitu kultur yang
terbentuk dari rakyat indonesia dan kultur yang dibawa oleh bangsa kolonial
penjajah yang kini keduanya termasuk ke dalam Sistem Pendidikan Nasional dan
dampaknya masih dirasakan sampai saat ini.
Kedua model pendidikan tersebut mengalami dinamika yang luar biasa dalam
perjalananya. Eksistensi pendiidkan keagamaan indonesia ditantang oleh
kehadiran lembaga pendidikan Barat dalam bentuk sekolah Sekuler yang
dikembangkan oleh Kolonial. Sehingga lembaga pendiidkan keagamaan
mempunyai respon terhadap itu yang bersifat isolatif, dimana pendidikan islam
mengasingkan diri dari pengaruh pendidikan modern. Pada zaman pemerintahan
Hindia-Belanda. Dr. Ahmad Fauzan bahkan menegaskan bahwa sekolah yang
didirikan pihak Belanda yaitu untuk menghilangkan sistem pesantren dengan
materi umum untuk meminimalisir materi Agama yang telah menjadikan santri
anti barat.4
2 Syamsul Nizar dan Muhammad Syaifuddin, Isu-Isu Kontemporer Dalam Dunia
Pendiidkan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia 2010), cet. 1, h. 31. 3 Saifullah Ma’sum, Dinamika Pesantren, (Depok: Yayasan Islam Al-Hamidyah 1998),
cet. 1, h.24. 4 Fauzan, Sejarah Pendidikan Islam Analisis Modern Klasik, (Jakarta: UIN Jakarta Press
2016), cet.1, h. 36.
3
Pemerintah kolonial Belanda pernah mengeluarkan kebijakan terhadap lembaga
pendiidkan islam yang disebut dengan Ordonansi. Yaitu ordonansi guru dan
ordonansi sekolah liar. Ordonansi guru merupakan kebijakan untuk mewajibkan
guru agama memiliki surat izin dari pemerintah, ordonansi sekolah liar
merupakan kebijakan yang mengatur bahwa penyelenggaraan lembaga pendidikan
harus mendapat izin dari pemerintah.
Oleh hasbullah dijelaskan lebih lanjut menjadi tiga periode, yaitu:
1. Pada tahun 1882 pemerintah Belanda membentuk suatu badan husus yang
betugas untuk mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan Islam yang
mereka sebut Priesteraden. Dari nasehat badan inilah maka pada tahun
1905. Pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan baru yang isinya
bahwa orang yang memberikan pengajaran atau pengajian Agama Islam
harus terlebih dahulu memijnta izin kepada pemerintah Belanda.
2. Tahun 1925 keluar lagi peraturan yang lebih ketat terhadap pendidikan
Agama Islam yaitu bahwa tidak semua orang (Kyai) boleh memberikan
pengajaran mengaji kecuali telah mendapat izin dari pemerintah Hindia-
Belanda.
3. Pada tahun 1932 keluar lagi peraturan yang isinya berupa kewenangan
untuk memberantas dan menutup madrasah dan sekolahyang tidak ada
izinya atau memberikan pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah
Belanda yang disebut dengan Ordonansi sekolah liar (Wilde School
Orodonantie).5
Kebijakan tersebut bersifat menekan dan menghambat perkembangan
pendidikan Islam, sebagaimana pemerintah kolonial memandang bahwa
pendidikan pribumi bersifat jelek, berkaitan dengan membaca teks arab yang
hanya di hafal tanpa disertai makna dan pengertian. Karena kebiasaan menghafal
tidak dapat diterima sebagai titik tolak untuk mengembangkan suatu sistem
pendidikan umum. Para santri pondok masih dianggap buta huruf, pada waktu itu
5 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Gravindo Persada
2013), cet. 1, h. 52.
4
umat Islam keberatan dan menolak kebijakan tersebut sehingga kemudian
menimbulkan reaksi yang cendrung menjadikan pemerintah sebagai lawan. Disisi
lain terbitnya kebijakan tersebut dilatar belakangi oleh kehawatiran pemerintah
Belanda terhadap bangkitnya militansi kaum muslimin terpelajar.
Politik pendidikan yang di jalankan pemerintah Belanda yang
menomorsatukan anak-anak Pejabat dan Pembesar dan membatasi pendidikan
Pribumi justru mengiring putera pribumi tersebut pergi ke pondok-pondok atau
pesantren. Ini lah pangkal tolak mengapa terjadi tarik menarik antara sistem
pendidikan pesantren klasik konservatif dengan sistem pendidikan ala Eropa Barat
awal abad 20 yang notabenya sudah melesat jauh tingkat kemajuan dan
perkembanganya. Persaingan yang terjadi bukan ahanya ranah ideologi dan cita-
cita saja melainkan juga muncul dalam bentuk perlawanan politis dan bahkan fisik
(peperangan). Perlawanan pemerintah kolonial Belanda pada abad Ke-19
bersumber atau paling tidak mendapatkan dukungan penuh dari pesantren.
Begitulah dinamika lembaga pendidikan Indonesia dalam lintasan sejarah yang
pengaruhnya sangat kuat sampai saat ini.
Di tengah arus globalisasi yang sangat kental ini pendidikan umum dan
pendidikan Agama seakan akan mempunyai gengsi tersendiri. Masyarakat
mempunyai alasan masing-masing untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang
pendidikan umum atau ke pendidikan Agama. Kedua model pendidikan tersebut
mempunyai ciri yang berbeda. Lembaga pendidikan Agama lebih menghususkan
keilmuan Agama dan lembaga pendidikan umum lebih menghususkan muatan
pelajaran umum, Meskipun ada muatan Agama tetapi hanya sedikit.
Menurut Dawam disekolah umum kini memilkiki proporsi 30% muatan
Agama dan 70% muatan umum yang awalnya 60% muatan Agama dan 40%
muatan umum, hal ini secara tidak sadar telah melemahkan eksistensi pendidikan
islam Indonesia. Mengakibatkan adanya masalah dalam pandangan masyarakat
seperti semakin berkurangnya materi pendidikan Agama, hal ini dilihat sebagai
5
upaya pendangkalan pemahaman keagamaan, karena kurikulum dianggap bisa
mencetak muslim yang sejati.6
Said Aqil Siradj mengatakan bahwa pada era kolonial tahun 1990,
memperkenalkan pendidikan sekolah yang hanya mengajarkan Ilmu-ilmu
keduniaan dengan dasar rasional semata. Rasional disini dipandang sebagai mesin
Modernitas, dan dari sinilah kemudian muncul paradigma adanya dualisme
pendidikan, pendidikan kolonial tidak mengenal Agama sedangkan pendidikan
pesantren memadukan keduanya.7
Sedangkan Badrut Tamam memandang bahwa ada dualisme dalam kurikulum
pesantren, yang brekembang sehingga ahir-ahir ini terjadi tarik menarik antara dua
kurikulum berbeda yang secara otomatis tidak bisa dihindari lagi, akibatnya tentu
sangat fatal bagi perkembangan mutu dan keahlian santri. Santri akan kesulitan
mencerna apalagi menguasai dua-duanya. Akibatnya, kualitas dan kemampuan
anak didik yang kemudian menjadi korbanya, sebab mereka sama-sama
mendapatkan keduanya Sejalan dengan apa yang di lihat oleh Jazuli Juwaini
dalam pandangan Dhiya Habibi pendidikan Agama yang dilaksanakan di sekolah
umum di rasa masih kurang dapat memberi bekas yang cukup dalam memperbaiki
moral generasi bangsa. Karena itu para siswa tidak mempunyai bekal yang cukup
untuk membentengi diri dari pengaruh negatif di era globalisasi.8
Paradigma dualisme antara pendidikan Islam dan umum ini merupakan pola
pikir yang sempit cendrung membuka kesenjangan antara Ilmu Agama dan Ilmu
umum. Seolah-olah muncul Islam dan bukan Islam. Kedua hal tersebut sampai
saat ini masih mempunyai tingkat resistensi yang sangat tinggi dan
menghawatirkan bagi perkembangan Sistem Pendidikan Nasional mendatang.
6 Dawan dan Ta’arifin, Managemen Madrasah Berbasis Pesantren, (Jakarta: Lista
Fariska 2005), cet. 2, h. 5. 7 Said Aqil Siroj, Islam Sumber Inspirasi Budaya Nusantara, (Jakarta: LTN NU 2015 ),
cet. 2, h. 1. 8 Badrud Tamam, Pesantren Nalar Dan Trdisi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2015), cet.
1, h. 51-52.
6
Ada fakta lain juga yang cukup signifikan menarik untuk disimak yaitu
Azyumardi Azra dalam memandang masyarakat Indonesia mengindikasikan
bahwa ada kerinduan para orang tua Indonesia yang notabenya muslim untuk
mendapatkan pendidikan Islam yang baik tetapi sekaligus kompetitif bagi anak-
anaknya. Atau sebaliknya, boleh jadi mengindikasikan bahwa kepasrahan orang
tua muslim terutama diwilayah urban yang merasa tidak mampu lagi mendidik
anaknya secara islami atau tidak yakin bahwa anaknya akan mendapat pendidikan
Agama yang memadai dari sekolah – sekolah umum. Karena itu lalu para orang
tua menyerahkan anaknya ke pesantren atau lebih jauh lagi karena pesantren
dengan proses pendidikanya 24 jam dipandang mampu menjinakan anak mereka
dari dislokasi sosial yang mulai muncul dewasa ini sebagai ekses globalisasi
nilai.9
Pendidikan keagamaan mempunyai peran yang besar dalam mengembangkan
dan membangun peradaban bangsa Indonesia. Pendidikan Islam dalam hal ini
pesantren, merupakan khazanah peradaban nusantara yang telah ada sejak jaman
kapitayan, sebelum hadirnya Agama-agama besar seperti Hindu, Budha, Islam.
Misi dan risalah pesantren tidak berubah yaitu memberkan nilai muatan moral dan
spiritual pada prilaku masyarakat sehari-hari dalam kegiatan sosial, keagamaan
maupun kenegaraan.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan paling awal di Indonesia, tersebar
di beberapa wilayah di Sumatera disebut dengan Surau, di Aceh disebut dengan
Dayah atau Meunasah, sedangkan pesantren sendiri sebutan untuk masyarakat di
Jawa. Pesantren juga bisa disebut sebagai lembaga pendidikan islam Tradisional.
Peran pesantren dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa tidaklah
diragukan. Disinilah umat Islam dan bangsa Indonesia dapat menikmati
pendidikan disamping juga ia sangat berjasa dalam menumbuhkan semangat
9 Ma’sum, op. cit., h. 5.
7
Patriotisme dan Nasionalisme yang pada giliranya tercapai kemerdekaan yang
sudah di idamkan sejak lama. 10
Praktik pendidikan yang dikembangkan pesantren secara signifikan dapat
menghindari terjadinya tiga kesenjangan pendidikan yaitu; kesenjangan
Akademik dan kesenjangan okupasional dan kesenjangan kultural. Kesenjangan
Akademik menunjukan bahwa Ilmu yang dipelajari tidak ada kaitanya dengan
kehidupan masyarakat sehari-hari. Kesenjangan okupasional menunjukan pada
ketidak atau kurang keterkaitan antara dunia pendiidkan pendidikan dan dunia
kerja. Kesenjangan kultural, menunjukan ketidakmampuan peserta didik
memahami persoalan – persoalan yang sedang dan akan di hadapi bangsanya di
masa mendatang.11
Ditengah dahsyatnya arus globalisasi industrialisasi dan perkembangan
teknologi modern Hasbullah melihat bahwa pada sebuah kenyataan sekarang
yang terjadi adalah kemerosotan moral, dan spiritualitas umat Islam ahir-ahir ini.
Pesantren yang bisa dikategorikan dewasa sudah selayaknya mampu mencetak
generasi muslim indonesi yang terdidik, bermoral tangguh, dan berwawasan luas,
pesantren sebagai satu-satunya lembaga pendidikan Islam tertua Indonesia
setidaknya harus bertanggung jawab atas pemberdayan umat Islam Indonesia.
Keaslian dan kekhasan pesantren disamping sebagai khazanah tradisi budaya
bangsa juga merupakan kekuatan penyangga pilar pendidikan untuk
memunculkan pemimpin bangsa yang bermoral.
Sebagaimana telah diuraikan diatas dalam lintasan sejarah pendidikan
Indonesia menghadapi berbagai dinamikanya. Pesantren memiliki peranan yang
besar dalam membangun masyarakat berbudaya dan berkeadaban. Peranya tidak
bisa dilepaskan dari kehidupan kultural masyarakat Indonesia, sebagaimana
Haidari memberikan pandangan terhadap pesantren bahwa peran pesantren
menemukan momentumnya terutama dalam menjawab tantangan zaman atau
10
Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad Ke-20, (Jakarta: Kencana
2002), cet. 1, h. 75. 11
Imam bawani, pesantren buruh pabrik, (yogyakarta: Lkis 2011), cet. 1, h. 55.
8
proses modernisasi yang terus berlangsung. Dualisme pendidikan yang dipandang
Oleh para Ahli memposisikan pesantren menjadi poros tersendiri yang secara
tidak langsung menjadi kekuatan tersendiri, dan selalu menarik untuk di bicarakan
dan diteliti. Berdasarkan hal itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian
ilmiah terhadap K.H.M. Sanusi, oleh karena itu penulis menulis sebuah karya
ilmiah yang berjudul “Peran K.H.M. Sanusi Dalam Mengembangkan Pendidikan
Islam di Pesantren Assanusi”.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang diatas dapat di identifikasikan permasalahanya
sebaga berikut:
1. Upaya yang dilakukan K.H.M. Sanusi dalam membentuk santri yang
sesuai dengan keislaman.
2. Karya apa saja yang dapat K.H.M. Sanusi lahirkan.
3. Masyarakat luas banyak yang belum mengenal sosok K.H.M. Sanusi.
4. Kontribusi K.H.M. Sanusidalam pengembangan pendiidkan Islam di
pesantren assanusi hususnya dan masyarakat cirebon pada umumnya.
5. Ide dan gagasan K.H.M. Sanusi dalam mengembangkan pendidikan
Islam di lingkungan pesantren.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis memberikan batasan masalah
hanya pada bagaimana peran K.H.M. Sanusi yakni di bidang ide dan gagasan
beliau dalam mengembangkan pendidikan Islam di pesantren Assanusi.
D. Perumusan Masalah
1. Bagaimana gagasan K.H.M. Sanusi dalam mengembangkan
pendidikan Islam di pesantren Assanusi.
2. Bagaimana ide dan pemikiran K.H.M. Sanusi dalam mengembangkan
pendidikan Islam di pesantren Assanusi.
E. Tujuan Penelitian
9
Setiap karya ilmiah tentunya mempunyai maksud dan tujuan tertentu yang
hendak dicapai, begitupun dengan penulisan ini dengan segala pemaparan diatas
maka penulisan ini empunyai target yang bertujuan sebagai berikut:
1. Agar dapat mengetahui peran K.H.M. Sanusi dalam mengembangkan
Pendidikan Islam di lingkungan Babakan Cirebon.
2. Dapat mengetahui upaya apa yang dilakukan K.H.M. Sanusi dalam
memajukan pondok pesantren.
F. Manfaat Penelitian
1. Agar dapat membantu penelitian selanjutnya jika dilakukan ditempat
yang sama sebagai rujukan dan perbandingan.
2. Untuk memperkaya Khazanah Ilmu pengetahuan dunia Pesantren dan
pendidikan Islam. Umumnya untuk masyarakat luas hususnya untuk
Penulis.
3. Untuk pihak pesantren semoga dapat dijadikan bahan yang bisa dikaji
dalam rangka perkembangan pesantren dan kemajuan Islam.
4. Bagi peneliti semoga menjadi proses pembelajaran yang sebenar-
benarnya pembelajaran sebagai mahluk hidup yang dinamis.
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pesantren
1. Pengertian dan Tujuan Pesantren
C. C. Berg dalam Zamakhsyari Dhofier berpendapat bahwa
Perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe- di
depan dan ahiran an- dibelakang, berarti tempat tiggal para santri.
Sedangkan istilah tersebut berasal dari istilah Shastri yang dalam bahasa
india berarti orang yang tahu buku-buku suci Agama hindu. Kata Shastri
berasal dari kata I yang berarti buku-buku suci buku Agama. 1
Sedangkan Nurcholis Madjid mengemukakan bahwa “Sastri” adalah
sebuah kata dari bahasa Sansakerta yang artinya melek huruf. Agaknya,
dulu pada permulaan tumbuhnya kekuasaan politik Islam di Demak, kaum
santri adalah kelas “literary” bagi orang Jawa. Ini disebabkan
pengetahuan mereka tentang Agama melalui kitab-kitab bertuliskan dan
berbahasa Arab. Keudian juga menjelaskan bahwa santri, sesungguhnya
berasal dari bahasa Jawa, persisnya dari kata Cantrik, yang artinya
seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru pergi
menetap.2
Pesantren merupakan tempat berkumpulnya para santri. Perkataan
santri digunakan untuk menunjuk pada golongan orang-orang Islam di
Jawa yang memiliki kecendrungan lebih kuat pada ajaran-ajaran
Agamanya. Kata santri pada mulanya hanya ditujukan kepada masyarakat
yang menuntut Ilmu Agama. Di Indonesia istilah pesantren lebih popular
dengan sebutan pondok pesantren. Lain halnya dengan pesantren, pondok
1 Zamakhzyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta:
LP3ES 1982), cet. Pertama, h. 18. 2 Nurcholish Madjid, Bilik bilik Pesantren, (Jakarta: Paramadina 1997), Cet. Pertama, Hal.
19.
11
berasal dari bahasa Arab Funduq, yang berarti hotel asrama, rumah, dan
tempat tinggal sederhana.3
Sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren dengan demikian
tidak hanya berfungsi sebagai lembaga yang mencetak kyai atau pemimpin
keagamaan saja tetapi juga mencetak pemimpin bangsa yang shalih dan
tenaga professional dalam bidang tertentu yang dijiwai oleh semangat
moral Agama sebagaimana yang dicita citakan oleh Sistem Pendidikan
Nasional. Menurut Mugist “Pondok” secara etimologis berarti bangunan untuk
sementara; rumah; bangunan tempat tinggal yang berpetak-petak yang berdinding
dan beratap rumbia; madrasah dan asrama (tempat mengaji atau belajar Agama
Islam).4
Keberhasilan pemimpin pesantren dalam membentuk ulama yang
berkualitas tinggi adalah karena metode pendidikan yang dikembangkan
oleh kyai. Tujuan pedidikan tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran
murid dengan penjelasan-penjelasan, tetapi untuk meninggikan moral,
melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan
kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan
bermoral, meyiapkan murid yang sederhana dan bersih hati.
Tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk mengejar kepetingan
kekuasaan, uang dan kepentingan duniawi, tetapi ditanamkan kepada
mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian
kepada Tuhan yang maha Esa.
Diantara cita-cita pendidikan pesantren adalah latihan untuk dapat
berdiri sendiri dan membina diri agar tidak menggantungkan sesuatu
kepada orang lain kecuali kepada tuhan yang maha esa. Pendidikan
pesantren itu titik tekanya bukan hanya pada aspek kognitif saja seperti
pada lembaga pendidikan modern teteapi justru pada aspek afektif dan
psikomotorik juga. Bagaimana santri mau dan mampu menyadari nilai-
3 Clifford Greertz, Agama Jawa Abangan, Santri, Priyayi Dalam Kebudayaan Jawa Terj.
Dari The Religion Of Java Oleh, Aswab Mahasin Dan Bur Rasuanto, (Depok: Komunitas Bambu
2014) cet. Pertama, h. 174. 4 Abdul mughits, Kritik Nalar Fiqih Pesanttren, (Jakarta: Kencana 2008), cet. Pertama, h.
119.
12
nilai ajaran Islam dan menginternalisasikan pada dirinya, kemudian mau
dan mampu mewujudkan dalalm prilaku kehidupan. Dengan demikian
penulis berkesimpulan pesantren adalah tempat tinggal santri atau asrama
santri.
2. Unsur-Unsur Pesantren
a. Kyai
Kyai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren.
Biasanya merupakan seorang pendiri pesantren, maka sewajarnya apabila
perkembangan pesantren tergantung kepada Kyainnya. Kendatipun
demikian tidak semua kyai mempunyai pesantren, namun yang jelas
adalah kyai yang mempunyai pesantren mempunyai pengaruh yang lebih
besar dari pada yang tidak memilikinya.5
Menurut Hamdan Kyai adalah seorang Ahli Agama yang banyak
berperan sebagai konsultan Agama dilingkungan masyarakat tradisiona,
terutama didaerah pedesaan, meski tidak memangku pesantren, sehinggga
sering dikenal sebagai kyai (imam) langgar atau kyai (imam) masjid,
meskipun demikian, kyai jenis ini pada umumnya justru memiliki banyak
akses sosial yang kuat dengan lingkugan masyarakatnya. Menurut
Hamdan Kyai berkhidmat menjadi pendidik, mengorbankan waktu, tenaga
pikiran dan harta. Penyebutan kyai karena terutama adalah penguasanya
dalam Ilmu Agama. sehingga ia dipercaya oleh masyarakat dalam
kepemimpinan ibadah dan upacara keagaamaan.6
Dalam bahasa Jawa Yasmadi mengklasifikasikan kata kyai
kedalam tiga jenis gelar yang berbeda:
1) Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat.
2) Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.
5 Endang Turmudi, Perselingnkuhan Kyai dan Kekuasaan Terj. Dari Strugling For The
Umma:Changing Leadership Roles of Kyai In Jombang East Java Oleh, Supriyanto Abdi,
(Yogyakarta: LKiS 2004), cet. Pertama h. 29. 6 Hamdan Arrayah dan Jejen Musfah, Pendidikan Islam Memajukan Umat dan Memperkuat
Kesadaran Bela Negara, (Jakarta: Kencana 2016), cet. Pertama, h. 109.
13
3) Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli Agama
Islam yang memilikik atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar
kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya.7
Ada beberapa Jenis Kyai yang bisa di ketahui yakni kepada; Kyai
Pesantren, Kyai Tarekat, Kyai panggung dan Kyai politik. Kyai Pesantren
memusatkan perhatianya pada mengajar dipesantren untuk meningkatkan
sumber daya masyarakat melalui pendidikan. Hubungan antara Kyai
dengan santri menyebabkan keluarga santri ssecara tidak langsung
menjadi pengikut kyai. Ketika orang tua mengirimkan anak-anaknya ke
kyai secara tidak langsung mereka juga mengakui bahwa Kyai itu adalah
orang yang patut diikuti dan seorang pengajar yang tepat untuk
mengembangkan ajaran Islam.
Di Jawa Ulama sering disebut kyai, Kyai merupakan pimpinan
pesantren tidak semua umat bisa tinggal di pesantren kecuali mereka yang
telah diperkenankan oleh kyai untuk mondok kepadanya. sosok Kyai juga
merupakan seorang yang harismatik seorang yang dipandang istimewa
oleh santri. di pulau Jawa Kyai sangatlah menjadi figur.
b. Santri
Mengutip Zainul Milal Bizawie, Dalam perkembanganya santri
memiliki pengertian, yaitu:
Santri adalah kelompok yang taat menjalankan rukun Islam serta sangat
memperhatikan penafsiran moral dan sosial dari doktrin Islam.
Kelompok ini sangat memperhatikan iman dan keyakinan akan
kebenaran Agama Islam. Santri adalah kelompok sosial yang lebih
kosmopolitan karena mempunyai orientasi kekotaan dan sistem
pemikiran yang rasional.8
Kemudian dijelaskan bahwa santri merupakan pengertian kolektif,
bukan individu seperti kyai. Statusnya sebagai penghuni pesantren, tunduk
7 Yasmadi, Modernisasi Pesantren, (Jakarta: Ciputat Press 2002), Cet. Pertama, h. 61.
8 Zainul Milal Bizawie, Laskar Ulama-Santri dan Resolusi Jihad Garda Depan Menegakan
Indonesia (1945-1949), (Tangerang: Pustaka Compass 2014), cet. Pertama, h. 11.
14
dan patuh terhadap kyai, apa yang disampaikan kyai merupakan
bersumber dari kebenaran dan wajib dipatuhi.
Secara sederhana santri adalah murid atau siswa yang sedang belajar
Ilmu keAgamaan dibawah asuhan kyai dengan cara bermukim disebuah
tempat yang disebut pesantren.
Dhofier mengelompokan santri kedalam 2 bagian yaitu:
1) Santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh
dan menetap dalam kelompok pesantren.
2) Santri Kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di
sekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren.
untuk mengikuti pelajaranya dipesantren mereka bolak-balik rumah-
pesantren.9
Santri adalah sumber daya manusia yang tidak hanya mendukung
keberadaan pesantren, tapi juga menopang pengaruh kyai dalam
masyarakat. Dengan demikian Santri menjadi unsur penting dalam dunia
pesantren.
c. Kitab-Kitab Klasik (Kuning)
Agus Iswanto mengemukakan bahwa kata kitab berasal dari bahasa
Arab “Kitab”. dalam bahasa indonesia dapat diartikan dengan “buku”.
Dalam konteks pesantren biasanya mengacu pada buku-buku bertuliskan
arab yang berisi tentang berbagai aspek keIlmuan Islam. Kata kitab juga
biasanya mendapat tambahan kata “Kuning” dibelakangnya. Disebut
kuning karena biasanya kertas berwarna kuning yang dibawa dari timur
tengah pada awal abad ke-20. Secara kultur karena ketahananya dari abad
ke-abad. 10
Di pesantren santri mengaji kitab kuning tersebut, sebagai salah satu
unsur mutlak dari proses belajar-mengajar di pesantren, sangat penting
dalam membentuk kecerdasan intelektual dan moralitas kesalehan pada
9 Dhofier, op. cit., h. 51.
10 Agus Iswanto. Et.al. Kontekstualisasi Kajian Kitab Kuning di Pesantren, (Jakarta: Balai
Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta 2015), cet. Pertama, h. 1-2.
15
diri santri. Ilmu yang diperoleh dari membaca kitab tersebut langsung
diamalkan dalam lingkugan pesantren. Interaksi santri-kyai dan hubungan
antar teman, bisa terjadi setiap saat. Menjadi ajang penempaan
kepribadian para santri dan disana terjadi penanaman nilai.11
Istilah Kitab kuing merupakan asli Indonesia, sebagai identitas tradisi
pesantren dan untuk membedakan jenis kitab yang ditulis di atas kertas
putih. Disisi lain juga mengandung nilai budaya, yaitu pengaguganya
terhadap kitab-kitab warisan ulamam terdahulu sebagai ajaran suci dan
sudah bulat (final). Inilah kemudian di Indonesia dikenal dengan nama
“kitab kuning” sebagai ciri has kegiatan yang ada di pesantren.
d. Masjid
Masjid memang merupakan tempat ibadah orang muslim, berbeda
dengan musala (langgar, surau) yang hanya untuk solat lima waktu,
selain Jumat dan „Ied. Di pesantren, masjid adalah pusat kegiatan
intelektual dan spiritual. Biasanya untuk kajian kitab-kitab utama yang
dengan sistem Bandongan oleh Kyai atau kerabat ndalem menempati
masjid.
Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren
merupakan manifestasi Universallisme dari sistem pendidikan Islam
tradisional. Lembaga-lembaga pesantren di Jawa memelihara tradisi ini.
Para kyai selalu mengajar santrinya di masjid dan menganggap masjid
sebagai tempat yang paling tepat untuk menanamkan disiplin para murid
dalam melaksanakan ibadah dan mendapatkan Ilmu pengetahuan Agama.
Selain fungsinya sebagai pusat upacara keagamaan, masjid sekaligus
merupakan juga tempat kehiidupan bagi pesantren. Seperti Ziemek
“masjid (adalah) juga merupakan pusat sebenarnya pesantren untuk
11
Arrayah, op. cit., h. 107.
16
pengajaran Islam tradisional dan dengan demikian merupakan
komponen-koponen dasar lembaga ini”.12
e. Pondok
Pondok atau bisa juga disebut sebagai asrama, merupakan untuk
tempat tinggal para santri yang berada di dalam lingkungan komplek
pesantren bersama dengan kyai yang juga berada didalam lingkungan
pesantren.
Dhofier mengemukakan beberapa alasan mengapa pesantren harus
menyediakan asrama. Pertama, kemasyhuran kyai, kedalaman
pengetahuanya tentang Islam menarik santri-santri dari jauh. Untuk dapat
menggali Ilmu dari kyai tersebut dalam waktu yang lama, para santri
harus meninggalkan kampung halaman dan menetap di dekat kyai.
Kedua, hampir semua pesantren di desa-desa di mana tidak tersedia
perumahan yang cukup untuk dapat menampung santri-santri, dengan
demikian perlulah adanya suatu asrama khusus bagi para santri. Ketiga,
ada sikap timbal balik antara kyai-santri, dimana santri menganggap kyai
itu seolah-olah sebagai bapaknya sendiri, sedangkan kyai menganggap
santri sebagai titipan tuhan yang harus dilindungi.13
Seperti yang dialami penulis yang hidup waktu mesantren, tinggal di
sebuah asrama, dalam satu kamar berisi tujuh sampai sebelas orang, maka
sudah wajar jika bersempit-sempitan untuk istirahat. Disediakan juga
asrama bagi santriwati dengan bangunan yang terpisah dan tembok yang
tinggi sehingga tidak memungkinkan untuk adanya aktifitas komunikasi
antara santri dan santriwati. Disediakan juga asrama husus bagi pengurus
pondok.
Komposisi setiap kamar biasanya telah diatur oleh pengurus pondok,
seperti dalam satu kamar terdiri dari santri baru - santri senior dan
12
Manfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M 1986), cet. Pertama,
h. 115. 13
Dhofier, op. cit., h. 47.
17
pengurus yang bertugas sebagai kepala kamar. Yang bertugas untuk
mengurus keseharian santri di dalam kamar.
3. Model-Model Pesantren
a. Model Pondok Tradisional
Tradisi pesantren merupakan kerangka sistem pendidikan Islam
tradisional di Jawa dan madura. Menurut Dhofier istilah tradisional berasal
dari kata tradisi yang berarti adat istiadat; turun-temurun yang masih
dijalankan dalam masyarakat; dan penilaian atau angggapan bahwa cara-
cara yang telah ada merupakan cara yang paling baik dan benar.14
Dengan demikian bahwa tradisional adalah sesuatu yang telah
dilakukan oleh nenek moyang dan masih berjalan sampai sekarang dijaga
dan dilestarikan keberlangsunganya. Kehidupan tradisi pesantren
tradisional identik dengan kesederhanaan; kesederhanaan bangunan,
kesederhanaan cara hidup para santri, kepatuhan mutlak dari santri kepada
kyai dan mempelajari pengajaran kitab-kitab klasik dan praktek upacara
peribadatan, pendidikan yang secara tradisioinal diberikan dalam pegajian-
pengajian yang diselenggarakan di rumah guru ngaji di langgar atau di
masjid.
Pesantren yang paling sederhana masjid digunakan sekaligus seagai
tempat pengajaran Agama. jenis ini merupakan yang paling awal dalam
pembentukan pesantren. Bentuk dasar yang dilengkapi dengan pondok
yang pisah, yaitu asrama untuk santri, tempa tinggal, tempat belajar yang
sederhana untuk santri. Berikutnya komponen pesantren tradisional
dengan tambahan bangunan madrasah, anak-anak yang tinggal di
pesantren itu belajar di madrasah sebagai alternatif terhadap sekolah dasar
pemerintah.
b. Model pondok modern
14
Mughits, op. cit., h.131.
18
Jenis pesantren modern ini selain mengadakan pendidikan klasik juga
mencakup semua tingkat sekolah formal dari tingkat sekolah dasar hingga
universitas dan dibarengi dengan penyelenggaraan pendidikan
keterampilan.
Sebagai contoh pondok pesantren gontor, pada awalnya pesantren ini
diluar garis modernisasi, tapi kemudian trejadi perubahan seperti tetap
mempertahan kan sebagian tradisi pesantren salaf dan mengubah metode
pengajaran pesantren yang menggunakan wetonan (masal) sorogan
(individu) menjadi seperti sekolah umum. Dalam perkembanganya
meningnkat dengan di dirikanya Kulliyatul Mu’alimin Al-Islamiyah (KMI)
yang setara dengan tingkat sekolah menengah dan pada tahun 1963M
gontor mendirikan Institusi Studi Darussalam (Isid). Kemoderenan pondok
gonntor juga terlihat melalui visi nya yaiu: “Sebagai lembaga pendidian
pencetak kader-kader pemimpin umat, menjadi tempat ibadah (Talab Al-
‘Ilmi); dan menjad sumber pengetahuan Islam, bahasa al-quran, dan Ilmu
pengetahuan umum, dengan tetap berjiwa pesantren”.15
4. Metode pembelajaran di pesantren
Metode metode yang akan diurai dibawah merupakan secara garis besar
dan sebagai metode yang dilestarikan dan di pertahankan di pondok
modern yaitu Sorogan, Bandongan, dan Wetonan.
a. Sorogan
Pengajian yang merupakan permintaan dari seseorang atau beberapa
orang santri kepada kyainya untuk diajarkan kitab tertentu. Biasanya
diberikan kepada santri-santri yang cukup maju khususnya yang berminat
hendak menjadi kyai. Aktivitas pengajaran di mana setiap santri
menghadap ustadz atau kyai secara bergiliran untuk membaca di
hadapanya sebagai cara pengecekan penguasaan santri terhadap materi
15
Direktorat Jendral Diniyah dan Pondok Pesantren Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Kementrian Agama Republik Indonesia 2011, Profil Dan Pedoman Penyelenggaraan Pondok
Pesantren Mu’adalah, h. 15.
19
kitab sebelumnya, jika santri sudah dianggap menguasai materi, maka
ditambah lagi materi berikutnya. 16
b. Bandongan
Menurut Arief Subhan istilah Sorog adalah berarti menyodorkan kitab
ke hadapan kyai. Seorang santri membaca kitab dihadapan kyai,
sementara kyai akan memberikan koreksi yang bersifat mendasar dan
memberi petunjuk yang berkaitan dengan cara membaca, memahami teks
secara benar sesuai dengan struktur bahasa arab.17
Metode pengajaran di mana seorang kyai atau ustadz itu membaca,
menerjemahkann, mengupas, seperlulnya kitab tertentu, keudian santri
secara bergerombol, duduk di depanya atau mengelilingi dengan seksama
mendengarkan, menerjemahkan, dan memberi catatan-catatan seperlunya
dengan bahasa Jawa dengan huruf Arab (arab pegon). Metode ini disebut
juga metode weton karena biasanya kegiatan dilaksanakan dalam waktu-
waktu tertentu, seperti setelah shalat wajib dan lain-lain.
Bandongan atau wetonan mirip dengan metode kuliah, yaitu santri
mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai yang menerangkan
secara kuliah dan para santri menyimak kitab masing-masing dan
memmbuat catatan. Mendengarkan kyai membaca, menerjemahkan,
menjelaskan. Santri membuat catatan diantara dua alinea atau di pinggiran
kitabnya.
c. Wetonan
Menurut Syukri Zarkasyi weton adalah pengajian yang inisiatifnya
berasal dari kyai sendiri baik dalam memnentukan tempat, waktu,
maupun lebih lagi kitabnya. Cara belajar berkelompok yang di ikuti para
16
Yasmadi, op. cit, h. 67. 17
Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam Indonesia Abad-20, (Ciputat: Uin Press 2009),
cet. Pertama, h. 75.
20
santri dan biasanya kyai menggunakan bahasa daerah yang langsung
menerjemah kan kalimat demi kalimat dari kitab yang dipelajari.18
B. Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan
Menurut Darsono Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses
memberitahu dan mendidik peserta didik. Memberi tahu artinya
memasukan suatu pengertian, pernyataan dan penalaran kedalam otak
peserta didik agar mereka tahu tentang sesuatu. Darsono Mengemukkan
bahwa mendidik adalah mengubah prilaku peserta didik sesuai degan nilai
dan aturan sosial yang berlaku. Jadi kalau kondisi alam dan sosial berubah
maka penididkan harus berubah mengikuti kondisi alam dan sosial.19
Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi
manusia aspek; rohaniah dan jasmaniah, juga harus berlangsung secara
bertahap. Oleh karena itu, titik kematangan baru akan tercapai melalui
proses demi proses kearah tujuan ahir. Pendidikan sebagai aktivitas dan
fenomena. Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya secara sadar
dirancang untuk membantu seseorang atau kelompok dalam
mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang akan menjalani dan
memanfaatkan hidup dan kehidupanya), sikap hidup, dan keterampilan
hidup. Pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara
dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu
pandangan hidup, sikap hidup atau keterampilan hidup pada salah satu
atau beberapa pihak.20
Dalam undang undang no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional disebutkan bahwa :
18
Abdullah Syukri Zarkasyi. Gontor Dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta: PT
Grafindo Persada 2005), Edisi. Satu, .h. 74. 19
Darsono Prawironegoro, Filsafat Ilmu Pendiidkan, (Jakarta: Nusantara Consulting 2010),
cet. Pertama, h. 85. 20
Muhaimin dan Sut‟iah Dkk, Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan
Pendidikan Agama Islam Disekolah, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya 2012), cet. Kelima, h. 37
21
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual
keagamaan pengendalian diri kepribadian kecerdasan ahlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan diriya masyarakat bangsa dan Negara.
Kosmajadi memberikan pandangan bahwa secara sederhana pendidikan
dimaknai sebagai aktivitas manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya
sebagai individu dan masyarakat. Dari segi bahasa, dalam bahasa Yunani
pendidikan disebut Pedagogic, yaitu Ilmu untuk mengenali, menuntun dan
tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa sejak lahir.21
2. Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan secara universal ialah menciptakan
keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh
dengan cara melatih jiwa, akal pikiran, perasaan, dan fisik manusia.
Dengan begitu maka pendidikan harus mengupayakan tumbuhnya seluruh
potensi manusia baik yang bersifat spritual, intelektual, daya khayal,
fisik, Ilmu pengetahuan, maupun bahasa, secara perorangan maupun
kelompok, dan mendorong tumbuhnya seluruh aspek tersebut agar
mencapai kebaikan dan kesempurnaan.22
Tugas pendidikan adalah membantu peserta didik untuk:
a. Meningkatkan kecerdasan intelektual agar dapat mengembangkan
Ilmu dan teknologi.
b. Meningkatkan kecerdasan emosional agar dapat bersikap dan bertidak
empati dan simpati.
c. Meningkatkan semangat hidup agar dapat mengelola alam dan sosial
sesuai kebutuhan.23
Roh pendidikan yaitu mencipta manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada tuhan yang maha esa. Setiap kerja manusia harus mempunyai nilai
ketuhanan. Kehidupan dunia atau keidupan sosial merupakan sarana
21
Yunus dan Kosmajadi, filsafat pendidikan Islam, (Majalengka: Universitas Majalengka
2015), cet. Pertama, h. 75. 22
Abuddin Nata, studi Islam komprehensif, (Jakarta: Kencana 2011), cet. Pertama, h. 212. 23
Muzayyin Arifin, filsafat pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Ksara 2016), cet. Revisi, h.
12.
22
untuk menuju ke kehidupan spiritual yaitu: pertama, yang berbasis pada
iptek iman dan taqwa. kedua, yang ukuranya adalah keterampilan
intelektual kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.
Pokok yang terkandung dalam pendidikan adalah bahwa pendidikan
itu mengandung “pengarahan” ke suatu tujuan. Pendidikan tidak hanya
menumbuhkan, juga mengembangkan kearah tujuan ahir. Dalam
pengertian analisis pendidikan pada hakikatnya adalah membentuk
kemanusiaan dalam citra tuhan.
Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa keoada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia,
sehat, berIlmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung Jawab.
Sehingga penulis ingin katakan bahwa Tujuan pendidikan yaitu
membimbing peserta didik agar dapat hidup mandiri melalui transformasi
Ilmu pengetahuan dan ketermpilan, penekanan adalah pada upaya
pengenalan terhadap nilai-nilai yang baik dan kemudian
menginternalisasikan serta mengaplikasikan dalam sikap dan prilaku
melalui pembiasaan.
3. Pengertian pendidikan Islam
Seperti yang sudah diterangkan sebelumnya tentang pendidikan
maka ada beberapa kata yang merujuk kepada pendidikan Islam,
diantaranya; Al-Tarbiyah, Al-Ta’lim, dan Al-Ta’dib.
Menurut Jalaluddin kata Tarbiyah dapat mengandung beberapa
makna. Pertama, Tarbiyah berasal dari kata Rabaa, Yarbu, Tarbiyatan
dapat berarti proses menumbuhkan dan mengembangkan apa yang ada
pada diri peserta didik, baik psikis, sosial, fisik, spiritual. Kedua, berasal
dari kata Rabaa, Yurbi, Tarbiyatan, yang memiiki makna tumbuh menjadi
besar dan atau dewasa. Dengan ini maka Tarbiyah berarti usaha
23
menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik baik psikis, fisik dan
spiritual. Ketiga, dari kata Rabaa, Yarubbu, Tarbiyatan yang mengandung
arti memperbaiki, menguasai urusan, memelihara dan merawat,
memperindah, memberi makna, mengasuh, memiliki peserta didik agar
dapat survive lebih baik dalam hidupnya.24
Konsep Tarbiyah merupakan proses mendidik manusia dengan
tujuan untuk memperbaiki kehidupan kearah yang lebih baik dan
sempurna.
Menurut Abuddin Nata kata Ta’lim berasal dari ‘Allam Yu’allimu
Ta’liman, menunjukan sebuah proses pengajaran, yaitu menyampaikan
sesuatu berupa Ilmu pengetahuan, hikmah, kandungan kitab suci, wahyu,
sesuatu yang belum diketahui manusia, keterampilan membuat alat
pelindung dan segala sesuatu yang berkaitan dengan alam jagat raya.
Ta’dib berasal dari kata Addaba, Yuaddibu, Ta’diban yang dapat berarti
Education (pendidikan), Discipline (disiplin, patuh dan tunduk),
Punishment (hukuman atau peringatan), kata Ta‟dib digunakan untuk
menunjukan pada kegiatan pendiidkan yang dilaksanakan di istana-istana
raja yang para muridnya terdiri dari para putra mahkota atau pangeran
calon pengganti raja.25
Dalam pandangan Islam, peyelenggaraan pendidikan dilandasi nilai-
nilai Islami sehingga tujuanya pun ditetapkan berdasarkan ajaran Islam.
Ilmu pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang proses
kependidikan yang didasarkan pada nilai-nilai filosofis ajaran Islam
berdasarkan al-quran dan hadits.
Sebagai sebuah disiplin Ilmu, pendidikan Islam pun bersifat
akademik, yang merupakan sebuah prinsip, struktur, metodologi dan
objek yang memiliki karakteristik epistimologi Ilmu Islami. Namun tidak
sepenuhnya tunduk kepda budaya Ilmu modern yang cendrung anti
24
Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2002), cet. Kedua, h.
95. 25
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multi Disipliner, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada 2010), cet. Kedua, h. 14.
24
Agama. bahkan Armai Arief mengungkapkan bahwa “Ilmu pendidikan
Islam bertolak belakang dengan pendidikan Ilmu non-Islam”.Ilmu
pendidikan Islam yang berkarakter Islam itu adalah pendidikan yang
sejalan dengan nilai-nilai luhur yang terdapat pada Al-Quran dan Sunnah.
Dengan demikian maka Ilmu pendidikan Islam tidak mendikotomikan
Agama dan Ilmu. Dalam Islam Agama menetapkan tujuan yang harus
dicapai manusia, sedangkan Ilmu membantu manusia mempercepat
sampainya pada tujuan tersebut.26
Pendidikan Islam ialah usaha pembinaan dan pengembangan potensi
manusia secara optimal sesuai dengan statusnya, dengan berpedoman
kepada syariat Islam yang disampaikan kepada Rosul Allah agar supaya
manusia dapat berperan sebagai pengabdi Allah yang ssetia dengan
segala aktivitasnya guna tercipta suatu kondisi kehidupan Islami yang
ideal selamat, aman, sejahtera dan berkualitas, serta memperoleh jaminan
(kesejahteraan) hidup didunia dan jaminan yang baik bagi kehidupan
ahirat.
Dengan demikian bisa dikatakan bahwa Pendidikan Agama Islam,
yakni upaya mendidikkan Agama Islam serta nilai-nilainya agar menjadi
Way Of Life (pandangan dan sikap hidup) seseorang.
4. Tujuan pendidikan Islam
Sebagaimana rumusan tentang pengertian pendidikan Islam yang
dipahami dan di kembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamenal yang
terkandung dalam sumber dasarnya yaitu; al-quran dan hadist. pendidikan
yang dibangun atas kedua sumber tersebut terdapat beberapa visi, yaitu
(1) pemikiran, teori dan praktik penyelenggaraanya melepaskan diri dan
atau kurang mempertimbagkan situasi konkret dinamika pergumulan
masyarakat muslim (era klasik dan konotemporer); (2) pemikiran, teori
dan praktik penyelenggaraanya hanya mempertimbangkan pengalaman
dan khazanah intelektual uama klasik; (3) pemikiran, teori dan praktik
26
Armai Areif, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press
2002), Cet. Pertama, h. 3.
25
penyelenggaraanya hanya mempertimbangkan situasi kondisi sosio-
historis dan kultural masyarakat kontemporer dan melepaskan diri dari
khazanah intelektual ulama klasik; (4) pemikiran, teori dan praktik
penyelenggaraanya mempertimbangkan pengalaman dan khazanah
intelektual muslim klasik serta mencermati situasi sosio-historis dan
kulturan masyarakat kontemporer.27
Pendidikan berdasarkan Islam yang mengharapkan adanya
integrasi nilai-nilai keIslaman yang bersumber pada al-quran dan hadist,
jalaludin mengemukakan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam Islam
sebagai berikut; (1) dimensi yang mengandung nilai yang meningkatkan
kesejahteraan manusia di dunia; (2) dimensi yang mengandung nilai yang
mendorong manusia untuk berusaha keras meraih kehidupan ahirat yang
bahgia; (4) dimensi yang mengandung nilai yang dapat memadukan
antara kepentingan hidup dunia-ukhrawi.28
Kemudian dijelaskan oleh Jalaludin nilai yang pertama itu untuk
medorong manusia mengelola dan memanfaatkan dunia untuk bekal di
akhirat. Kedua, menuntut manusia agar tidak terbelenggu oleh rantai
kekayaan duniawi atau materi, dimensi ketiga, merupakan perpaduan
keserasian dan keseimbangan antara kedua nilai terdulu.
Dengan nilai-nilai itulah menrutnya proses pendidikan Islam
dibangun di atasnya. Itu menunjukan bahwa pendidikan secara optimal
harus mampu mendidik anak agar memiliki kedewasaan atau kematangan
dalam beriman, bertaqwa, dan mengamalkan hasil pendidikan yang
diperoleh, sehinggga menjadi pemikir yang sekaligus pengamal ajaran
Islam, yang dialogis terhadap perkembangan kemajuan jaman.
H.M Arifin dalam Abuddin Nata merumuskan tujuan pendidikan
Islam sebagai berikut; pertama, melakukan pembuktian terhadap teori-
teori kependidikan Islam yang merangkum aspirasi atau cita-cita Islam
yang harus diikhtiarkan menjadi kenyataan; kedua, memberikan bahan-
27
Jalaluddin, Ibid. 28
Muzayyin arifin, op. cit, h. 109.
26
bahan informasi tentang pelaksanaan pendidikan dalam segala aspeknya
bagi pengembangan Ilmu pendidikan Islam; ketiga, menjadi korektor
terhadap kekurangan teori-teori yang dipegangi oleh Ilmu pendidikan
Islam sehingga kemungkinan pertemuan antara teori dan praktik semakin
dekat dan hubungan antara keduanya bersifat interaktif. Tujuan
pendidikan Islam pada hakikatnya identik dengan tujuan Islam itu sendiri.
Tujuan dimaksud menyatu dalam hakikat penciptaan manusia. Yakni
menjadikan manusia sebaga mahluk pengabdi setia kepada Allah swt.29
Menurut Al-Syathibi dalam Abuddin Nata menerangkan bahwa
tujuan penciptaan ini mencakup tiga masalah utama. pertama, tujuan yang
bersifat Dharuriyah (primer), tujuan yang meesti dicapai untuk
menegakan Agama dan dunia dengan ketentuan jika tujuan ini tidak
tercapai maka kemashlahatan dunia tidak tercapai bahkan mengancam
keberlangsungan hiudp manusia; kedua tujuan yang bersifat Hajiyat
(sekunder) berbagai kebutuhan yang dapat menyampaikan seseorang pada
tujuan utama serta menghilangkan berbagai kesulitan yang umumnya
terjadi; ketiga, tujuan yang bersifat Tahsinyah (tersier) suatu upaya
melengkapi atau meghiasi dengan sesuatu yang sesuai dan memperindah
kebiasaan hidup, menjauhi hal yang tercela berdasarkan pertimbangan
akal sehat.30
Menjadi manusia seutuhnya sesuai dengan syari‟at Allah dengan
segala ketentuan yang berlaku dalam kehidupan untuk kebaikan ahirat.
Begitu kira--kira hakikat tujuan pendidikan Islam.
5. Dasar Pendidikan Islam
Sebagaimana uraian terdahulu tentang pendidikan Islam maka
rujukan yang dijadikan landasan pemikiran pendidikan Islam itu identik
dengan sumber ajaran Islam. Kata dasar dengan sumber itu berbeda, dasar
itu seperti dalam istilah bangunan yaitu fondasi, yang diatasnya terdapat
29
Jalaluddin, op. cit., h. 142. 30
Abuddin nata, op. cit., h. 108-109.
27
bangunan berdiri, sedangkan kata sumber itu sesuatu yang senantiasa
memberikan nilai bagi kebutuhan pendidikan.
Dengan demikian secara sederhana bahwa dasar pendidikan Islam
itu dibangun diatas nilai-nilai dan atau sumber Islam. Sumber ajaran
Islam, al-quran dan hadist. Selanjutnya di kembangkan oleh para ulama
dalam bentuk qiyas syar‟i, ijma yang diakui, ijtihad dan tafsiir yang benar
yang terkemas dalam pemikiran yang menyeluruh dan terpadu.31
Abuddin Nata mengemukakan bahwa secara harfiah Al-Quran
berarti bacaan atau yang dibaca. Secara istilah berarti firman Allah SWT
yang diturunkan melalui Malaikat Jibril kepada Rasul-Nya, yang
disampaikan kepada generasi bearikutnya secara mutawatir (tidak
diragukan). Fungsi al-quran sebagai sumber pendidikan dapat dilihat;
pertama, dari namanya mengisyaratkan bahwa dirinya kitab pendidikan;
kedua, dari surat pertama yng diturunkan yaitu ayat satu sampai lima surat
Al-Alaq, juga berkaitan dengan pendidkan; ketiga, dari fungsinya sebagai
Al-Huda, Al-Furqan, Al-Hakim, Al-Bayyinah, dan Rahmatal Lil Alamin
ialah berkaitan dengan pendidikan yang seluas luasnya; keempat,
kandungan Al-Quran yang berisi ayat-ayat yang mengadung aspek
pendidikan; kelima, dari sumbernya yaitu Al-Rabb Al-Murabbi, yakni
sebagai pendidik, dan orang pertama kali didik atau diberi pengajaran
oleh Allah SWT adalah Nabi Adam as.32
Selanjutnya Hadis adalah sesuatu yang didapatkan dari Nabi SAW
yang terdiri dari ucapan, perbuatan dan persetujuan, sifat fisik atau budi,
atau biografi sebelum masa kenabian dan sesudah kenabian. Hadis
sebagai sumber pendidikan Islam dilihat dari; pertama, Nabi Muhammad
SAW sebagai pemproduksi hadis menyatakan dirinya sebagai guru;
kedua, Nabi Muhammad tidak hanya memiliki kopetensi pengetahuan
yang mendalam dan luas dalam Ilmu Agama, psikologi, sosial, ekonomi,
politik, hukum dan budaya, melainkan juga memiliki kompetensi
31
Jalaluddin, op. cit., h. 141. 32
Abuddin Nata, op. cit., h. 75.
28
kepribadian terpuji, kompetensi keterampilan mengajar, dan mendidik
yang prima, sertaa kompetensi sosial; ketiga, Nabi Muhammad pernah
menyelanggarakan pendidikan di Darul Al-Arqan dan tempat-tempat lain
secara tertutup.
Dengan berdasarkan Al-Quran dan Hadist, Ilmu pendidikan Islam
tidak hanya akan menemukan berbagai isyarat tentang pentingnya
membangun sistem pendidikan Islam yang lengkap, visi, misi, kurikulum
dan lain-lain, juga akan menemukan prinsip-prinsip yang harus di pegang
teguh dalam mengembangkan pendidikan Islam. Dengan mengkaji kedua
sumber tersebut maka akan ditemui beberapa prinsip antara lain; Al-
Quran dan hadist menawarkan prinsip hubungan yang erat harmonis dan
seimbang dengan tuhan, manusia dan alam, pendidikan untuk semua,
pendidikan seumur hidup, pendidikan yang berorientasi pada kualitas,
pendidikan yang unggul, pendidikan yang terbuka, demokratis, adil,
egaliter, dinamis, manusiawi dan sesuai dengan fitrah manusia, seimbang
antara pendidikan yang medukung kecerdasan akal, spiritual, emosional,
sosial, kinestetis, seni, etika, profesional berorientasi pada masa depan,
pendidikan sebagai alat untuk mewujudkan kedamaian, kesejahteraan,
keamanan dan ketentraman.
C. Penelitian Terdahulu
Setelah penulis meneliti pada studi-studi terdahulu, ternyata skripsi
“peranan mbah sanusi dalam mengembangkan pendidikan Agama Islam
dipesantren Assanusi” belmi pernah dikaji, meskipun terdapat judul yang
memiliki kesamaan:
“Peranan Kh Zainal Abidin Dalam Pengembangan Pendidikan Agama
Islam Di Pesantren Ar-Ridwan Jatiluhur Bekasi “. Yang ditulis oleh
Muhamad Ubaidillah Karim (109011000128) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Dapat ditarik kesimpulan bahwa peranan KH. Zainal Abidin
dalam pengembangna pendidikan Agama Islam dipesantren Ar-Ridwan
Jatiluhur, upaya yang dilakukan dalam memajukan pesantren Ar-Ridwan
yakni dengan cara memajukan SDM terlebih dahulu hal tersebut apat
29
dilihat dari banyaknya penghargaan dalam hal keIlmuan yang diraih oeh
ondok pesantren. 33
Memiliki persamaan, penelitian terhadap tokoh. Yaitu sosok kyai
dalam perjuanganya memperjuangkan pendidikan Islam dalam lingkup
pengembangan pesantren
“Peran Abuya Kh. Abdurrahman Nawi Dalam Mengembangkan
Pendidikan Islam Di Pondok Pesantren Al-Awwabin Depok”. Yang ditulis
oleh Muhammad Dhiya Habibi (1112011000065) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Dalam skripsi Muhammad Dhiya Habibi mengemukakan bahwa
peran K.H. Abdurrahman Nawi dalam mengembangkan pedidikan Islam
yaitu, membangun pendidikan Islam menjadi seorang inovator dalam
memberikan ide gagasan yang dapat diterapkan dipesantren. Kedua,
membangun lembaga pendidikan formal dan non formal dalam rangka
agar peserta didik tidak hanya cerdas dalam sisi keAgamaan saja, namun
juga peserta didik cerdas dalam Ilmu umum dan tehnologi yang sedang
berkembang.34
Memiliki kesamaan dalam penelitian seorang tokoh dalam
perjuanganya membangun dan mengembangkan pondok pesantren
“Peranan Tuan Guru Kyai Haji Muhammmad Zainuddin Abdul Majid
Dalam Mengembangkan Pendidikan Islam Di Nahdlatul Wathan Jakarta”.
Yang ditullis oleh Yusron Khaidir (106011000725) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Berikut beberapa point dari skripsi tersebut pertama,
lembaga pendidikan di Nahdlatul Wathan Jakarta mayoritas bersifat umum
namun bernuansa Islami dari tingkat bawah sampai tingkat atas dari tk
sampai SMA. Kedua, sarana dan prasarana tidak luput dari campur tangan
TGKH Muhammad Zainuddin Abdu Majid, hususnya dalam pembelian
dan pembebasan tanah. Ketiga, para guru yang mengajar di Nahdlatul
33
Muhamad Ubaidillah Karim, Peranan Kh Zainal Abidin Dalam Pengembangan
Pendidikan Agama Islam di Pesantren Ar-Ridwan Jatiluhur Bekasi, Skripsi Pada Jurusan PAI
Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2014m/1435, h. 89. 34
Muhamad Dhiya Habibi, Peran Abuya KH. Abdurrahman Nawi Dalam Mengembagkan
Pendidikan Agama Islam Di Pondok Pesantren Al-Awwabin Depok, Skripsi Pada Jurusan Pai
Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2016m/1438, h. 120.
30
Wathan adalah alumnus Ma‟had Darul Quran dan Hadits Nahdlatul
Wathan NTB. Dengan ini dapat dikatakan bahwa guru yang mengajar
tersebut adalah murid Maulana Syeikh dan secara otomatis memiliki bekal
perjuangan yang dimiliki Mauana Syaikh pula. Keempat, menerapkan
pembiasaan-pembiasaan yang baik dalam bagi para siswa dan siswi,
semua ini dilakukan dikarenakan Nahdlatul Wathan berada dalam
lingkungan pondok pesantren. Kelima, pembelajaran di Nahdlatul Wathan
sarat dengan nasehat-nasehat TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid,
terutama sekali ialah tradisi yang ada di Pancor Lombok Timur di
abadikan di Jakarta.35
Begitu juga dengan yang ini, memiliki persamaan meneliti tentang
seorang tokoh dalam perjuanganya mengembagkan pendidikan Islam.
Dari tiga penelitian diatas mumpunyai persamaan dalam meneliti
seorang tokoh dalam perjuanga dan mengembangkan pendidikan Islam
dalam lingkup pesantren. sedang perbedaanya, hapir seluruhnya berbeda
seperti perbedaan tokoh yang diteliti tempat penelitian waktu penelitian.
Meskipun demikian penelitian diatas mencoba menganalisa dan
menemukan titik perjuangan dari objek penelitianya masing-masing.
35
Yusron Khaidir, Peranan Tuan Guru Kyai Haji Muhammmad Zainuddin Abdul Majid
Dalam Mengembangkan Pendidikan Islam Di Nahdlatul Wathan Jakarta, Skripsi Pada Jurusan
PAI Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012/1434, h. 94.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian yang dilakukan penulis adalah 7 July sampai
5 Agustus 2018.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Assanusi dan
perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara yang dilakukan penelitian untuk
melakukan penelitian. Herdiansyah menjelaskan bahwa metodologi penelitian
adalah serangkaian hukum, aturan, dan tata cara tertentu yang diatur dan
ditentukan berdasarkan kaidah ilimiah dalam menyelenggarakan suatu penelitian
dalam koridor keilmuan tertentu yang hasilnya dapat di pertanggung jawabkan
secara ilmiah.1 Dalam penyusunan ini peneliti menggunakan pendekatan
penelitian kualitatif. Menurut Nana Saodih penelitian kualitatif adalah suatu
penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, presepsi, pemikiran orang secara
individual maupun kelompok.2
Penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan
data deskriptif mengenai kata-kata maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat
diamati dari orang-orang yang diteliti. Adapun metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif. Yaitu metode yang meneliti status
kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran,
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Metode kualitatif yang
1 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta:
Salemba Humanika 2012), Cet. 1, h. 3. 2 Nana Syaodih Sukmadinata, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya 2011), Cet. 1, h. 60.
32
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan
prilaku yang dapat diamati. 3
Penelitian deskriptif dapat dilakukan untuk memperoleh gambaran situasi
atau informasi tentang gejala atau temuan dilapangan pada saat penelitian
dilakukan. Setelah data diperoleh kemudian data dianalisis dengan pendekatan ini
peneliti diharapkan dapat mengungkap situasi dan fenomena yang akan diteliti
yaitu hal-hal yang berkaitan dengan peran K.H.M. Sanusi dalam mengembangkan
pendidikan Islam di pesantren Assanusi.
C. Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan
untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian. penelitian ini dilakukan
dengan beberapa metode yaitu Observasi, Wawancara, Dokumentasi dan Studi
Kepustakaan. untuk memudahkan data dan informasi yang akan menunjang pada
penulisan karya ilmiah ini.
1. Penelitian Kepustakaan
Dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan mempelajari buku-
buku serta referensi yang ada hubunganya dengan objek yang akan akan
diteliti. penelitian kepustakaan inipun ditujukan untuk mencari landsan
teori yang berhubungan dengan penyusunan karya ilmiah ini. metode ini
dimaksudkan untuk mendpatkan pengertian secara teoritis bahkan yang
mendasari pengumpulan data dilapangan.
2. Observasi
Merupakan tehnik pengumpulan data yang paling utama dalam
penelitian kualitatif. Menurut Djam’an Satori Observasi penelitian
kualitatif adalah pengamatan langsung terhadap objek untu kmengetahui
keberadaan objek, situasi, konteks dan maknanya, dalam mengumpulkan
3 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia 2009), Cet. 9, h. 54.
33
data dengan mengadakan kunjungan langsung ketempat penelitian dan
mengamati keadaaan pesantren. kegiatan yang berlangsung sarana
prasarana serta data yang mendukung lainya.4
Observasi atau disebut juga dengan pengamatan merupakan suatu
teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan terhadap
lapangan penelitian. dalam penelitian ini peneliti melakukan teknik
observasi non partisipatif yakni peneliti datang kelokasi penelitian secara
langsung tetapi kemudian peneliti tidak terlibat secara langsung dalam
kegiatan, peneliti hanya mengamati kegiatan dan tidak ikut dalam
kegiatan. Model ini bisa juga disebut dengan observasi tidak terstruktur.
keudian peneliti mengamati dan mencatat kegiatan yang berhubungan
dengan program ada di pesantren.
Peneliti tidak mempersiapkan instrumen observasi secara
sistematis dari awal karena peneliti belum mengetahui pasti apa yang akan
terjadi dilapangan jenis data apa yang berkembang dan dengan cara apa
data baru itu paling sesuai untuk dieksplorasi. Namun sebagai alat bantu
dalam penelitian ini peneliti membuat pedoman observasi secara garis
besar.
3. Wawancara
Yaitu tehnik pengumpulan data dengan memberikan beberapa
pertanyaan kepada yang diwawancarai. Wawancara yang akan digunakan
adalah wawancara semi terstruktur. Yaitu peneliti melakukan wawancara
berbentuk dialog bersama nara sumber dengan penggabungan antara
pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan dan pertanyaan yang lebih
4 Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta
2013), Cet.1, h. 105.
34
luas dan mendalam dengan mengabaikan pertanyaan yang sudah ada
namun tetap berpatokan kepada pedoman yang telah disiapkan.5
Adapun dalam melakukan penelitian ini peneliti mewawancarai
Pengasuh Pesantren K.H. Ali Munir, Kepala Pondok Kang Adi, dan K.H.
Tasrifien, sebagai murid yang bertemu secara langsung dengan Al-
Maghfurlah Ki Sanusi. kemudian dicatat hasil wawancara itu sebagai
bahan data penelitian. instrumen dalam tehnik wawancara peneliti telah
menyiapkan pedoman wawancara yang berisi aspek pertanyaaan yang
berkaitan dengan objek penelitian.
4. Studi Dokumentasi
Metode ini dalam penelitian kualitatif kedudukanya sebagai pelengkap
dari penggunaan metode observasi dan wawancara. yaitu mengumpulkan
dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian
lalau ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah
kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya dari
seseorang. misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera, biografi,
peraturan kebijakan. Yang berbentuk foto misalnya, gambar hidup sketsa.
yang berbentuk karya lain misalnya gambar, karya seni, karya tulisan.
hasil penelitian observasi dan wawancara akan lebih kredibel kalau
didukung oleh sejarah pribadi kehidupan masa kecil, disekolah, tempat
kerja, masyarakat atau autobiografi.
Dokumen yang akan dikumpulkan peneliti dapat meliputi data keadaan
pesantren secara umum, profil pesantren, keadaan warga pesantren, foto
yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan serrta data-data lainya yang
berkaitan dengan oenelitian yang dilakukan.
5 Afifuddin dan Beni Ahmad, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia
2009), Cet. 1, h. 133.
35
D. Pengolahan Data
Setelah data terkumpul lengkap semuanya, kemudian penulis membaca,
memahami data demi data, meneliti, menyeleksi, dan mengklasifikasi data yang
relevan dan yang mendukung pokok bahsan untuk kemudian penulis analisis,
simpulkan dalam suatu bahasan utuh.
E. Tehnik Analisis Data
Tehnik analisis data dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan
data. Data-data yang penulis peroleh akan dianalisis dengn analisis data deskriptif.
dengan tujuan untuk mendeskriptifkan atau menggambarkan secara sistematis,
aktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat yang diteliti.
Sugiono mengutip Miles dan Huberman bahwa aktifitas dalam analisis
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secar terus menerus sampai
tuntas sehingga datanya sudah jenuh. aktifitas dalam analisis data yaitu melalui
reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan.6
1. Reduksi Data
Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang
tersedia dari berbagai sumber yang telah dikumpulkan. setelah itu langkah
selanjutnya adallah mengadakan reduksi data. bisa diartikan sebagai
proses pemilihan, pemusatan perharian pada penyederhanaan dan
transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis
dilapangan. adapun langkahnya dengan proses menyeleksi, memfokuskan
dan mentransformasikan data mentah yang telah diperoleh oleh peneliti.7
Dalam penenlitian ini setelah peneliti menelaah data yang tersedia baik
dari observasi, wawancara maupun studi dokumen, peneliti melakukan
reduksi data untuk memilah dari semua data yang ditemukan kemudian
6 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Dan R & D, (Bandung: Alfabeta 2012), Cet. 17,
h. 225. 7 Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman
Penulisan Skripsi, h. 70.
36
peneliti mengambil hanya hal-hal yang sesuai dengan penelitian. dan
reduksi data dalam penelitian ini penulis lakukan selama proses penelitian.
2. Penyajian Data
Penyajian data yang dilakukan secara umum dalam penelitian kualitatif
adalah teks naratif yang diceritakan secara panjang lebar, tetapi ada teks
naratif tertentu yang dialihkan menjadi gambar bagan dan tabel yang dapat
mempermudah pembaca dalam memahami isi penelitian ini.
Data disusun sehingga memudahkan untuk dipahami apa yang terjadi,
mengambil tindakan selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami tersebut
dalam penelitian ini penyajian data disajikan dalam bentuk teks naratif.
3. Penarikan Kesimpulan
Setelah melakukan penyajian data, peneliti melakukan penarikan
kesimpulan dari data yang telah disajikan. kesimpulan awal yang
dikemukakan sifatnya masih smentara, sehingga peneliti masih berpeluang
untuk menerima masukan. penarikan kesimpulan sementara, masih dapat
diuji kembali dengan data di lapangan, dengan cara merefleksikan kembali
peneliti dapat bertukar pikiran dengan teman sejawat, triangulasi sehingga
kebenaran ilmiah dapat tercapai.
Setelah data yang terkumpul maka mulai mereduksi data dan
menyajikan data yang selanjutnya menarik kesimpulan. Penarikan
kesimpulan dari data yang diperoleh peneliti untuk mengambil kesimpulan
bila masih awal biasanya penarikan kesimpulan perlu dikaji ulang karena
terkadang masih belum terstruktur dengan baik.
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. KH. M. Sanusi
1. Biografi
KH. M Sanusi merupakan salah serang ulama besar yang berasal
dari cirebon. Meskipun Beliau telah lama wafat, pengaruh dan jasa·jasanya
masih membekas dan diamalkan oleh banyak orang hingga sekarang. ia di kenai
sebagai seorang ulama yang sangat 'Alim- 'Allarnah dan Zuhud. Kyai
Muhammad Sanusi bemama asli Makrab, lahir di desa Windu Haji, Kuningan-
Jawa Barat pada malam Jumat 14 Rabiul awal 1322H, bertepatan dengan 12
Januari 1904M dari pasangan Kyai Agusnia'ani bin Kyai Akinatakariya bin
Kyai Asmaluddin dengan ibu Nyai Asnita binti Kiyai Kauri.1
KH. M Sanusi yang biasa disapa rnbah merupakan anak ketiga dari tujuh
bersaudara, adapun saudara-saudaranya antara lain; Aminah (meninggal saat
umur 8 tahun), Mir' ati (meninggal saat usia 6 tahun), Sarpan (Abdur Rahim,
Zaenab, Suknasih, Kasem (meninggal dunia sat usia 7 hari), sedangkan sodara
yang beda ibu adalah Kun'ah dan Saodah (meninggal saat usia 5 tahun.
Tidak banyak riwayat hidup Mbah Sanusi yang bisa diungkap pada masa
kecilnya, kecuali ada beberapa catatan beliau yang menjelaskan bahwa ketika
umur 4 tahun pemah terjatuh dari bangku ketika hendak mengambil genting.
Umur 6 tahun terserang penyakit panas yang sangat hebat, saat itulah sang ibu
benadzar jika sembuh akan berziarah ke makam Nyai Manis Kuningan, pada
usia 8 tahun Mbah di khitan (Sunnat) oleh dukun sunat Murkawi.2
Setelah cukup lama mesantren, KH. M Sanusi diminta menjadi
menantu oleh kyai Ma'ruf (saudara Kyai Zen). Sikap Tawadhu' dan patuhnya
terhadap guru, maka Mbah hanya Sami 'Na Wa Atho 'Na maka pada tanggal 24
Dzulhijjah 1341 H secara resmi Mbah dinikahkan dengan Nyai Qona'ah binti KH.
1ldham Kholid, K.H.M. Sanuusi Al-Babakani Filsafat, Nilai, Paham Kagamaan dan
Perjuanganya, (Bekasi; Pustaka Isfahan 2011), cet. Pertama, h. 25.
2 Lihat Muhammad Mudzakkir, al-Maghfitrlah K.H.M. Sanusi kakek dan Guruku, ttp.
t.p . t.t.
38
Ma'ruf.
Pada hari kamis tanggal 27 Muharam 1341H, KH. M. Sanusi berangkat
lagi mesantren di Cikalong Tasikmalaya mengikuti jejak guru terdahulunya, Kyai
Zakaria. Tentunya setelah memohon pengertian dan keihlasan dari istri dan
mertuanya. Namun, agar lebih berkonsentrasi dan lebih Thuma'ninah dalam
be1ajar, mbah meminta restu dari mertua dan istrinnya untuk mentalak. Hingga
pada ahimya tanggal 15 Rajab 1341 H, pada saat ini pula istri KH. M. Sanusi
yaitu Nyai Qona'ah di-talak.
Pada suatu hari ketika KH. M. Sanusi mesantren di Babakan medapat
panggilan dari kyai Amin Sepuh dan di beri tau bahwa kyai mejodohkan Mbah
dengan saudari ipamya. Padahal di rumah, Mbah pun di jodohkan dengan
puteri Kuwu bemama Nyai Robi' ah. Mbah shalat istikharah dan mendapat
jawaban bahwa harus menikah dengan apa yang di jodohkan kyainya. Maka pada
tanggal 10 syawal 1344 H(l926), Mbah menikah dengan Nyai Hj. Sa'adah binti
KH. Ali bin Kyai Masinah, seorang janda dari Kyai Halif (Desa Lontang Jaya).
Nyai Sa'adah merupakan kakak ipar dari KH. Amin Sepuh dan telah mempunyai
putera benama Atho'illah.
Meskipun secara status mbah adalah saudara tua KH. Amin Sepuh, namun
mbah tetap Takdzim (hormat) dan menghormati KH. Amin Sepuh sebagai
gurunya. Hingga di kemudian KH. Amin Sepuh di juluki sebagai Kyai Sepuh, dan
Mbah dijuluki sebagai Kyai Anom.3
Pada hari jumat tanggal 31 Mei 1974M Ba'da Isya, semua Putera-Puteri
Mbah Sanusi di panggil menghadap mbah dikarenakan Mbah mengalami
sakit yang cukup parah. Sambil menasehati dan dan membenkari wasiat minta
dipijiti hingga pukul 23.00 WIB mereka disuruh pulang kembali. Esok harinya
Sabtu 1 Juni 1974 pukul 08.00 WIB Mbah Sanusi kembali memangil puteranya
untuk diantar ke RSUD Gunung Jati Cirebon yang ternyata menurut diagnosa
dokter bahwa jantung mbah telah pecah. Hingga kemudian beberapa saat
tepatnya pukul 12.30 WIB Mbah menghembuskan nafas terahir. Menjelang
3 Rohaiman hidayat, KH. Muhammad Sanusi Al-Babakani (1904-1974), diakses pada 15
November, (http://kebonjambu.org).
39
Maghrib, jenazah mbah dikebumikan di pekuburan keluarga di depan masjid Jami'
Raudlatul At-Tholibien Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon,
berdampingan dengan makam gurunya, KH. Amin Sepuh.
Sesaat sebelum wafat, tiba-tiba beliau menjawab salam
"wa’alaikumsalam wr.wb" sebanyak dua kali seperti ada tamu, setelah itu
mengucapkan takbir bak orang hendak shalat lalu perlahan-lahan mata tertutup.
Dunia telah kehilangan satu sosok ulama Kharismatiknya, suasana tampak redup
seolah turut bersedih mengiringi kepergian mbah selamanya, namun wajah mbah
terlihat berseri kendati diiringi isak tangis putra-putri, sahabat, santri-santrinya
telah kehilangan orang yang paling dicintai, kagumi, dihormati.
2. Pendidikan
Pada usia 10 tahun Mbah Sanusi disekolahkan di Volk School (sekolah
rakyat) yang terletak di Desa Ciporang. Dalam buku catatan Mbah Sanusi, setiap
sore selalu mengaji di pesantren Kyaai Ghazali. Pada masa kecilnya, Mbah diberi
julukan "anak kecil yang pandai menjawab” dikarenakan selalu bisa menjawab
setiap pertanyaan KH. Ghazali tentang Ilmu faraidh (Ilmu mawaris) yang terkenal
rumit secara spontanitas dengan benar. Padahal para santri yang lain tidak ada
yang bisa menjawab setiap pertanyaan tentang waris. Tanggal 10 Juli 1915 M,
mbah menerima surat tanda tamat belajar dari sekolah Ciporang dengan prestasi
juara satu.
Setelah tamat sekolah rakyat dan tamat pengajian di Kiyai Ghazali, Mbah
Sanusi meneruskan pendidikanya di sekolah Dinas (sekolah calon birokrat)
di Kabupaten Kuningan. Di sekolah inilah Mbah mendalami hobi menulisnya
hingga ia pernah memenangkan kejuaraan penulis lagu terbaik. Tanggal 11
Dzulqo'dah 1337 H, Mbah mulai pesantren di Kyai Damanhuri Pakebon selama
kurang lebih 6 bulan, lalu Mbah dipindahkan oleh kyai Damanhuri ke pesantren
Sarajaya Karangsembung, sindang laut, Cirebon, di Kyai Zen karena terlalu
pintar. Saat itu mbah sanusi masih menginjak usia 15 tahun. Di pesantren inilah
diperlakukan lebih istimewa dengan memperoleh kamar yang juga dihuni ileh
Kyai-nya, sehingga setiap saaat mbah bisa mesuri tauladani sosok gurunya.
40
Baru setengah tahun di pesantren Sarajaya, Mbah Sanusi mendapat kabar
ibunda tercintaya sakit dan disuruh pulang. Setelah diberitahu hngga tiga kali
masih belum pulang, ahirnya mbah dijemput paksa pulang oleh saudaranya yang
bernama Kerta Adiwangsa karena kegigihanya dalam belajar. Mbah menolak
untuk pulang dan memilih tinggal di pesantren untuk mengaji. Menurut cerita dari
Kyai Mudzakir cucu Mbah Sanusi sampai pada ahirnya pengasuh memerintahkan
mbah sanusi untuk pulang.
Tiga hari meningggal ibundanya, Mbah memilih berangkat kembali ke
pesantren untuk menimba Ilmu yang sempat tertinggal. Ujian yang
menghalangi Mbah Sanusi dalam belajar tidak hanya itu. Di pesantren,
Mbah dibenci oleh teman-temanya yang iri dengn mbah. Kejahilanya selalu
mengancam keselamatan mbah. Tak hanya itu. mbah diberi musibah berupa
penyakit kulit yang sangat menjijikan. Kulitnya bernanah dan berbau amis. Akibat
itulah mbah semakin dijauhi oleh seluruh tcmanya. Apabila saatnya mengaji,
mbah selalu dipisah tempatnya di bawah kolong (saat itu langgar berupa rumah
panggung yang terbuat dari kayu).
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Mbah menjadi kaligrafer bayaran.
Karya-karyanya sering dijual bahkan hingga sering mendapat orderan karena
tulisan Mbah (baik arab maupun latin) sangat bagus sekali. Hasil uang yang
didapat selalu digunakan untuk membeli kitab. Bahkan sering pula mengirimkan
uang kerumah untuk kebutuhan sekolah adiknya. Kendati secara materi telah
tercukupi Mbah selalu hidup dalam ke Zuhudan, bahkan pernah suatu ketika
Mbah makan nasi yang dicampuri sedikit pasir bersih dengan tujuan
rnenghilangkan rasa nafsu hayawani. Mbah tidak pernah mau makan sebelurn ia
hafal setiap mata pelajaran yang ia pelajari.
Rabu, 4 Sya'ban 1341 H (1922M) Mbah Sanusi pindah mesantren di
Babakan - Ciwaringin - Cirebon, Jawa Barat. Jumlah santri saat itu masih 60
orang dengan lurah pondoknya bemarna Kyai Nawawi dari Majalengka.
Sementara pengasuhnya adalah Kyai Isma'il, Kyai Dawud, Kyai Muhammad dan
Kyai Amin Sepuh.
Meski sudah sebulan rnondok di Babakan , mbah mengalarni tidak betah
41
.
di situ karenanya Mbah menghadap kyai untuk meminta nasihat berupa "orang
mesantren itu sama dengan orang yang bertapa, kalau tidak kuat mengahadapi
godaan, tidak akan sukses. Orang yang akan sukses besar tentu godaanya besar
pula. lbarat pohon yang menjulang tinggi, maka akan semakin besar angin yag
menerpa. Maka bersabarlah". Karena kecerdasan ide dan kepintaran ilmunya.
Mbah dipercaya menjadi kepala pondok. Diamanahi mejadi kepala pondok
membuat banyak meyita waktu mbah karena harus membagi waktu antara
mengurus santri dan mengaji.
3. Paham Tasawuf KH. M. Sanusi
Dalam karya-karya KHM Sanusi terdapat pemikiran yang bisa disamakan
dengan maqamat dalam sufi, yang selanjutnya akan dibahas tentang beberapa
pandangan KH. M. Sanusi tentang tasawuf di bawah.
Berkaitan dengan maqamat mengutip penjelasan Schiemel sebagai berikut,
"Maqam adalah suatu taraf yang berlangsung terus, yang dicapai oleh manusia
berkat usahanya sendiri". Kemudian menerangkan bahwa Maqamat
"persinggahan-persinggahan" menggambarkan berbagai taraf yang telah diraih
oleh santri dalam ketekunanya di bidang pertapaan dan bidang moral.4 Maqam itu
sejenis Adab yang didapatkan seorang hamba dalam upaya peningkatan
rohaninya, yang harus dicapai melalui ikhtiyar dan kerja keras dan bersifat tetap.5
Mengenai adab Muhammad Fauqi Hajjaj berpendapat bahwa adab identik
dengan akhlak yang berarti pengajaran tata krama lahir dan batin agar selaras
dengan arahan-araham syariat. Mengutip pendapatnya "jika batin seseorang telah
terdidik tata krama dan pengaruhnya termanifestasikan dalam prilaku lahiriahnya
maka ketika itu ia Ielah bertasawuf secara hakiki". Begitu banyak pendapat
tentang pengertian tentang tasawuf, pertama-tama kata Tasawuf itu berasal dari
kata Ash-Shafa berarti bening6 atau Ash-Shaf Al Awwal yang berarti barisan,
4 Anne marie Schiemel, Dimensi Mistik Dalam Islam Terj. Mistical dimension of Islam,
oleh Saprdi Djoko Damono, dkk, (Jakarta; pustaka firdaus 2009), cet ke-3, h. 125 5 Simuh, Tasawuf Dan Perkembanganya Dalam Islam, (Jakarta; PT Raja
Grafindo Persada 1996), Cet. Pertama, h. 74. 6 Abu Al-Wafa' Al-Ghanimi Al-Taftazami, Sufi Dari Zaman Ke Zaman Terj. Madkha ila
Attashawwuf AI-Islam, oleh Ahmad Rofi' "usmani (Bandung; Penerbit Pustaka 1997), cet. kedua
42
sebab para sufi berada dibarisan pertama di hadapan Allah atau dari kata Shuffah
Masjid Nabawi. Kata tasawuf juga berasal dari bahasa Yunani, Shopia yang
berarti bijaksana. Ada juga yang menunjukan bahwa kata tasawuf berakar dari
kata Ash-Shuf yang seberati baju woll seebagai akar kata tasawuf”. 7
Menurut Idham Kholid bahwa ide pokok daari ajaran tasawuf KH. M.
Sanusi cendrung mengarah kepada nasehat-nasehat untuk santrinya agar selalu
berpegang teguh kepada ajaran Islam.
Selain dari pada itu Schimmel menyebut Tasawuf dengan Sufisme.
Perkataan yang digunakan untuk menyebut tentang Mistik dalam Islam, Mistik
berasal dari bahasa yunanai yaitu Myein yang berarti menutup mata. Dalam arti
yang luas mistik bisa di definisikan sebagai kesadaran terhadap kenyataan tunggal
yang mungkin disebut kearifan cahaya, cinta. Selanjutnya Schimmel
mendefinisikan mistik sebagai cinta kepada sang mutlak - sebab kekuatan yang
memisahkan mistik sejati dari sekedar Tapa Brata adalah cinta.8
Tasawuf atau mistisme mempuyai lima ciri yang bersifat psikis, moral, dan
epistimologis, yaitu; 1) Peningkatan moral. Dalam tasawuf atau mistisme
mempunyai parameter sendiri tentang nilai-nilai moral yang tujuanya untuk
membersihkan jiwa untuk pereaisasian niiai-nilai itu; 2) Pemenuhan fana (sima)
dalam realitas mutlak. Dengan latian fisik dan psikis pada tahap tertentu seorang
sufi atau mistikus akan sampai pada kondisi yang dimana dia tidak lagi akan
adanya diri atau keakuanya.
Bahkan dia merasa kekal-abadi dalam realitas tertinggi; 3) Pengetahuan
intuitif langsung. Inilah yang membedakan antara Tasauf atau Mistisme
dengan Filsafat. Dalam filsafat proses memahami realitas seseorang
menggunakan metode-metode intelektual. Sedang dalam sufi dalam memahami
realitas tidak dengan metode seperti yang digunakan dalam filusuf, yaitu dengan
metode lain selain pendekatan inderawi dan penalaran intelektual yang disebut
h. 21.
7 Muhamd Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam Dan Akhlak Terj. Tushawwuf AI- Islam Wa
AlAkhlaq, oleh Kamran As'at Irsyadi dan Fakhri Ghazali, (Jakarta; Bumi Aksara 2013), Cet.
Kedua, h. 317. 8 Anne, op. cit.,h. 1-2.
43
kasyf atau intuisi; 4) Ketentraman atau kebahagiaan. Dalam rangka pengendalian
atas hawa-nafsu serta pembangkit keseimbangan psikis yang berorientasi
pada kesejukan pada terbebas dari rasa takut dan mempunyai ketentraman
jiwa, sehingga terwujudlah kebahagiaan; 5) Penggunaan simbol dan ungkapan-
ungkapan. Ungkapan para sufi atau mistiskus biasanya mengandung dua
pengertian, ada yang menggunakan kata-kata dan ada yang di timba dari analisa
serta pendalaman (simbol).9
Tasawuf atau mistisme bisa juga dikatakan falsafah hidup, yang
dimaksdkan untuk meningkatkan jiwa seseorang secara moral, lewat latian-latian
praktis tertentu, kadang untuk pemenuhan fana dalam realitas yang tertinggi serta
pengetahuan tentang-Nya secar intuituf tidak secara raisona yang buahnya adalah
kebahagiaan rohaniah. yang hakikat realitasnya sulit diungkapkan dengan kata.
Disini akan diikuti pembagian dan susunan KH. M. Sanusi dalam
Idham Khalid yang telah melakukan kajian terhadap karya KH. M Sanusi
hususnnya yang berkaitan dengan Maqomat dalam Sufi. Yaitu sebagai berikut:
a. Zuhud
Zuhud pada dasarnya merupakan prilaku menjauhi yang syubhat dan
setiap yang haram, maka zuhud pada dasamy adalah tidak tamak atau tidak ingin
dan tidak menngutamakan kesenangan duniawi. Dalam tasawuf zuhud di jadikan
maqam dalam upaya melatih diri dan menyucikan hati untuk melepas ikatan hati
dengan dunia.
Simpul kata, Al-Quran memberikan perhatian besar terhadap penggalakan
prilaku zuhud di dunia namun zuhud yang di tuntut Al-Quran dari seorang
mukmin adalah zuhud dalam batas-batas kewajaran dan moderat. Bahwa tujuan
Al-Quran meyemaikan sikap zuhud terhadap keduniaan bukan lah berpaling dari
segalu perhiasan dunia secara total, sebab harta kekayaan merupakan sarana untuk
bertindak di jalan kebaikan.
Dalam pandangan sufi hawa nafsu dunialah yang menjadi sumber
kerusakan moral manusia, penguasaan hawa nafsu ini bisa mengakibatkan
kebrutalan dalam mengejar kepuasan nafsunya. Sekali lagi maka jelaslah bahwa
9
Al-Taftazami. Op.cit., h. 4-5.
44
Zuhud adalah suatu sikap batin terhadap dunia, dimana hati dan jiwanya sama
sekali tidak memiliki ketergantungan tetrhadap dunia. Tetapi juga bersifat aktif
kepada tugas dunia dan bagian dunia.10
Ada dua pandangan KH. M. Sanusi
tentang zuhud ini;
1) Tidak boleh mencaari-cari kebutuhan dunia dengan cara menumpuk
kekayaan yang berlebih.
Menurui KH M sanusi, seseorang tidak boieh memaksakan diri
mencaricari kebutuhan dunia dengan cara menumpuk kekayaan
yang berlebih, apalagi dengan rnenggunakan cara yang dilarang Agama.
"Mboten kenging molak-malik pikirane lan badane kangggeg
ngumpulaken dunya maksud kesugihan". Seseorang tidak diperbolehkan
untuk memutar otaknya dan badanya untuk mengumpulkan harta dengan
mabud untuk menumpuk harta kekayaan.
2) Tidak boleh mengagungkan ahli dunia karena melihat harta bendanya.
Menurut KHM sanusi, seseorang tidak boleh mengagungkan ahli
dunia karena melihat harta bendanya. "mboten kenging ngagungaken
dateng ahli dunya. marginingal dunyane”. Tidak boleh mengagungkan
ahli dunia karena mclihat hartanya.
b. Wara
Sikap Wara ditunjukan dengan keberanian oleh Salik dalam menghadapi
dirinya sendiri, nafsu, tabiat, setan, dan hal lain yang mengandung unsur
kejelekan. Kaum sufi memandang bahwa Wara merupakan sikap meninggalkan
segala sesuatu yang tidak berguna, meninggalkan hal-hal yang Syubhat, yang
tidak pasti, atau hal yang tidak berguna, serta upaya meninggalkan berbagai hal
yang tidak berhubungan dengan Allah.
Selalu merasa di awasi Allah Swt sehingga selalu berhati hati dalam
melakukan sesuatu agar terhindar dari kebencian allah dan selalu dalam jalan yang
lurus. Dalam pandangan sufi, wara adalah sebagai pintu sikap dan sifat dari
10 Muhammad Solikhin, Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar, (Jakarta; Narasi 2007)
cet.Pertama, h. 315-316.
45
zuhud. Wara adalah meningalkan segala hal yang syubhat yakni menjauhi atau
meninggalkan segala hal yang belum jelas hukumnya (halal-haram).11
KH. M. Sanusui memunyai beberapa pandangan tentang wara, yaitu:
1) Supaya baik semua makanan dan minumanya
Makan dan minum merupakan kebutuhan manusia sehari-hari
yang sangat prinsip, karena makan dan minum merupakan kebutuhan
hidup yang harus dipenuhi agar fisik kita tumbuh menjadi sehat dan kuat.
Mbah Sanusi menyuruh santrinya untuk selalu makan minum dan
berpakaian baik. "kedah apik sedaya daharane ian inhumane”. Harus
baik makan dan minumanya.
2) Supaya baik dalam hal berpakaian
KH. M. Sanusi menyuruh santrinya umuk selallu memakai
pakaian yang baik. "Ian kedah apik sandangane". dan supaya baik
pakaianya semua makanan dan miuman. Menjauhi barang yang makruh
dan haram.
Selain menyuruh makan dan minum dan berpakaian yang baik juga
KH. M. Sanusi menyuruh para santrinya untuk menjauhi hal-halyang
makruh dan haram. ''Adohana barang makruh barang haram”. Jauhi
barang makruh dan haram. "Iamon kita ngakehaken mubah makruh,
arti kita maring setan ngajak wawuh". Kalau kita memperbanyak
mubah makruh, berarti kita pada setan mengajak bersahabat.
3) Menjauhi Barang yang Haram atau Subhat
KH. M. Sanusi juga menyuruh untuk menjauhi barang yang
Subhat. "Kedah apik sedaya kedaharane lan inumane ian sandangane
milih kang halal boten ngalap kang haram atawa subhat”. Harus baik
semua makanan dan minuman serta pakaian, memilih yang halal
tidak memilih yang haram atau subhat.
c. Kefakiran
Mengosongkan seluruh hati dari ikatan dan keinginan terhadap apa saja
11 Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf , (Bandung; CV. Pustaka Setia
2000), cet. Pertama, h. 59.
46
selain Tuhan. Yakni, ajaran untuk membelakangni atau membuang dunia. Yang
ditujn dalam konsep fakir adalah hanya dengan memutuskan persangkutan hati
dengan dunia, sehingga hatinya hanya terisi pada kegandrungan pada keindahan
penghayatan makrifat pada Tuhan sepanjang keadaan.
Sedangkan Abu al-Wafa' al-Ghanimi al- Taftazami mcmberikan
rumusan fakir sebagai "tidak punya apa-apa, juga tidak menginginkan apa-
apa." Sikap Fakir ini sikap yang menganttisipasi kepada sikap keserakan. yang
dalam ajaran sufi itu sangat tidak diperkenankan, maka sikap merasa cukup
dengan apa yang dimiliki sangatlah harus diusahakan.12
KH. M. Sanusi mengajak para santrinya untuk ihlas menerima
pemberian atau rizki Allah SWT. Menurut KHM Sanusi seseorang harus
menerima peberian rezeki duniawi walau sekecil apapun. "Kedah nerima sakedik
dunya". Harus menerima sekecil apapun rezeki duiawi. “Neja damel sebab kuat
ibadah, boten bade dame/ maksiat". Sengaja membuat kuat ibadah , tidak akan
membuat masiat.
d. Sabar
Menurut Rijaluddin Secara etimologi Sabar berasal dari bahasa Arab yaitu
Shabr merupakan bentuk masdar dari kata Shabaro Yashbiru yang diantara
artinya adalah menahan. Secara terminoogi sabar adalah mengendalikan diri
terhadap apa yang dikehendaki oleh akal dan syara' atau keduanya.13
Sabar adalah mcnerima segala bencana dengan laku sopan dan rela.
Kiatnya adalah dengan cara berlatih sehingga akan lebih siap dan
berani mengahadapi kenyataan berupa mnsibah atau cobaan seberat apapun.
Orang yang ditimpa musibah dan ditimpa kesulitan-kesulitan hidup apabila
bersabar dan mampu tidak mengeluh kesana kemari niscaya ia dapat
mematahkan tipu daya musuhnya yang besar dalam hal ini adalah syetan. Orang
yang bersabar niscaya akan sampapi pada kesuksesan, dan mendapat hikmah dan
keadilan dari Allah SWT.
Sikap sabar dibutuhkan disegala tempat waktu dan aktivitas hidup. Orang
12
Al-Taftazami, Op. cit., h. 63. 13
Ridjaluddin, Sabar dalam Pandangan Imam Al-Ghazali, (Ciputat: Lembaga Kajian
Islam Nugraha, 2009), cet. Pertama, h. 3.
47
yang tidak sabar dalam mewujudkan keinginanya, maka segala usaha yang
diakukan tidak akan membawa kepada hasil yang benar bear sepetii yang
diharapkan. Sabar bukan saja dibutuhkan dalam menghadapi cobaan atau ujian
dari Allah, sabar juga mesti di implementasikan dalam rangka patuh terhadap-Nya
yakni menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.14
Sabar adalah separuh dari iman, rahasia kebahagiaan manusia, sumber
keselamatan, dan keteguhan hati tatkala mendapat ujian, dan merupakan bekal
seorang mukmin tatkala bencana dan cobaan datang. Sikap sabar dilandasi oleh
keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan kehendak tuhan. Apabila
seseorang telah yakin bahwa jalan yang ditempuh adalah benar maka akan teguh
dalam pendirianya walaupun menghadapi banyaknya cobaan. 15
Jika sayikh 'Abdul Qadir 'Isa mempunyai tigu karakter dalam sabar yaitu;
sabar dalam ketaatan; sabar dari maksiat; sabar dari dalam kemalangan yang
menimpa. Maka KH. M. Sanusi Punya dua pandangan tentang sabar, yaitu; a.
sabar dalam menjalani hidup, sabar dari cobaan, sabar dari hinaan, ataupun sabar
dari orang orang yang memusuhinya; b. sabar dalam hal kurang makan dan
kurang tidur. "Kedah sabar kirang dahar ian kiranng sare". Harus sabar kurang
makan dan tidur. "Kedah sabar sedaya cobiyane tiyang kang binehu Ilmu, kados
boten betah, dipun ina, dipun musuhi''. Harus sabar terhadap segala cobaan bagi
orang yang sedang mencari Ilmu scperti tidak betah, dihina, dimusuhi.
e. Tawakal
Tawakal dilakukan sesudah segala daya upaya dilakukan. Jadi, yang
digantungkan pada rohmat Allah adalah hasil usaha sesudah scgala ikhtiar
dilakukan, dengan kata lain tawakal dilandasi oleh aktif kerja keras. Tawakal
sebagai tangga untuk memalingkan dan menyucikan hati manuia agar tidak terikat
dan tidak ingin dan memikirkan keduniaan serta apa saja selain Allah.
Ikhtiar usaha dan tawakal sebagai satu kesatuan proses kerja manusia
14
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung; CV. Pustaka Setia 2009), eel. Pertama, h.
79.
15 Syaikh 'Abdul Qadir „Isa, Cetak Biru Tasawuf Spiritual Ideal Dalam Islam, Terj.
Haqaa 'iq'anit Tashawwuf, oleh Tim Ciputat Press di Mesir, (ciputat; Ciputat Press 2007), cet.
Pertama, h.210.
48
dalam menuju kesempurnaan hidupnya, ikhtiar menjadi kodrat manusia untuk
mencukupi kebutuhan hidup tetapi mengenai hasil akan di tentukan oleh
allah SWT. Dengan deikian tawakai bukan sikap yang pasif yang kemudian
selalu menunggu apa yg akan terjadi terhadapnya atau bahkaan melarikan dri
dari dari kenyataan tanpa ada usaha dan ikhtiar sebelumnya.
Hakikat tawakal adalah memutuskan tali perantara tuhan-tuhan selain
Allah serta membebaskan hati dan batin dari daya dan kekuatan untuk kemudian
berserah diri pada Tuhan. Tawakal merupakan gambaran hati seorang muslim
dalam penyerahan sepenuhnya diri kepada tuhanya. Sebagaimana disebutkan di
atas tawakal bukan berrti semata-mata penyerahan penuh terhadap tuhan tanpa
adanya usaha-usaha. Dalam pada itu berserah terhadap hasil yang akan terj adi
atau tercapai dipasrahkan sepenuhnya kepada Tuhan, jika yang terjadi ternyata
tidak sesuai ekspektasi maka seorang yang betawakal akan tetap
menyerahkan semuanya itu datang alas tuhan, menyandarkan sepcnuhnya,
tidak mcminta. tidak menolak dan tidak menduga.16
Bahkan oleh Hamka terkait tawakal memberikan gambaran
tentang pengobatan terhadap penyakit. Bahwa berobat ketika sakit itu tidak
mengurangi tawakal, mengutip perkataanya, "mengobati penyakit bukanlah
berlawan dengan tawakal, bukan pula menunjukan kurang terima atas lakdir dan
kelenluan Tuhan”.17
KH. M. Sanusi menyuruh para santrinya untuk selalu tawakkal kepada
Allah dalam segala persoalan yang di hadapinya. "Kedah ketanggenan dateng
gusti allah dateng sedaya perkawise". Supaya berserah diri kepada allah dalam
segala urusanya.
f. Ridha
Ridha merupakan sikap menanggapi dan mengubah segala bentuk
penderitaan, kesengsaraan dan kesusahan menjadi kegembiraan dan kenikmatan.
Dalam arti lain yaitu sikap menerima apa adanya. Ridha berlaku atas qadha dan
qadar Allah SWT didalam keadaan dirinya, keluarga, dan seluruh mahluk.
16
Rivay Siregar, Tasawuf Dari Sufisme Klasik, (Jakarta; PI Raja Grafindo Peresadal999),
cet. Pertama, h. 121. 17
Hamka, Tasawuf Modern, (Jakarta; Pustaka Panjimas 1990), cet. Pertama, h. 234-236.
49
Segala yang lelah dan sedang dialaminya itulah yang terbaik baginya,
tidak ada yang lebih baik selain yang telah dan sedang dialaminya. Dengan ridha
segala derita dan cobaan dari tuban ditanggapinya sebagai rahrnat nikmat Allah
SWT. Kegembiraan atas reaksi dari cobaan tersebut maksudnya bahwa meraka
bisa melewatinya dan itu dianggap sebagai kcnikmatan dengan asumsi bahwa
masih di perhatikan oleh Allah SWT yailu melalui penganugerahan lewal cobaan
tersebut.
Ridha mendorong manusia untuk selalu berusaha sekuat tenaga dalam
mencapai apa yang dicintai Allah SWT. Untuk itu orang yang ridha tidak akan
mengeluh atas kondisi apapun yang lerjadi dalam hidupnya. Sikap mental ridha
merupakan kelanjutan dari atau perpaduan rasa cinta dan sabar sehingga
konsekuensi sufi menjadi lapang dada dan terbuka hati. Terhadap apa saja yang
datang dari Tuhan, serta dengan senang hati menjalankan segala syariatnya.
Rivay Siregar menemukan tiga tanda terhadap orang yang ridha yaitu;
mempercayakan hasil usaha sebellum terjadi kerentuan, lenyapnya resah gelisah
sesudah terjadi ketentuan, dan cinta yang bergelora dikala turunya mala petaka.18
Pandangan KH. M. Sanusi yang berkaitan dengan ridha; a. Ridha terhadap
pemberian Allah dalam rezeki, b. Ridha dalam memberikan pertolongan, c. Ridha
beramal. "Amal ira kabeh kudu ikhlas , aja njaluk1aluk upah dasar welas". Amal
kamu haruslah ikhlas, jangan meminta upah karena kasihan. “Wong kang bodo
poma-poma wurukana, wong kang susah poma-poma tulungana". Orang yang
bodoh harus diajari, orang yang susah harus ditolongi. “Ridha dateng paparing
saking allah dateng parkawis rezeki". Ridha terhadap pemberian Allah dalam
masalah rezeki.
g. Tawadhu
As-Suhrawadi mengatakan tawadlu' sesungguhnya. adalah menjaga
keseimbangnan antara sikap tinggi hati dan rendah hati. Selanjutnya diterangkan
bahwa tinggi hati berarti meninggikan diri melebihi kadamya, rendah hati berarti
menempatkan diri pada pusisi yang membuatnya di cemooh dan bisa berakibat
18
Siregar, Op. cit., h. 122.
50
padad penyia-nyiaan haknya.19
Tawadhu' juga meniscayakan pelakunya untuk memandang dirinya
dengan pandangan minor (kecil) demi meghilangkan kecendrungan sornbong dan
angkuh. Sebaliknya, ia dituntut untuk memandang orang lain dengan pandangan
apresiatif (penuh pengormatan) agar tidak ada hasrat untuk berbuat zalim terhadap
mereka.
1) Tawadhu' Kepada Guru, Orang Tua, dan Penguasa
"Kedah nekadaken yen guru, tiyang sepuh, lan ratu punika
langkung muliya tinimbang piyambeke , langkung agung derajate ian
langkung katah Ilmune." Harus meyakini bahwa guru, orang tua, dan
penguasa lebih mulia dibandingkan dirinya sendiri, lebih tinggi
derajatnya dan lebih banyak Ilmunya. Selain dari pada itu durhaka
kepada kedua orang tua dan berbuat jahat terhadapnya merupakan
perbuatan dosa besar.
Berkaitan dengan tawadlu kcpada guru sayikh 'Abdul Qadir 'Isa
menulis etika antara murid dan guru yaitu meliputi dua bagian; batin dan
lahiriah. Yang termasuk bathiniah; 1) penyarahan atau kepasrahan
kepada gurunya dan mematuhi segala perintah dan nasehatnya; 2) tidak
menilak terhadap gurunya dalam cara pengajaran kepada murid-
muridnya. Dan yang berkhaitan dengan lahiriah diantaranya; 1)
mematuhi larangan dan perintah gurunya, 2) merasakan katengan dan
kedamaian di daam majlisnya, sehingga berperilaku sangat sopan, 3)
selalu menghadiri majlisnya, 4) mengambil inisiatif untuk mengabdikan
dirinya, dengan kadar kemampuan.20
2) Tawadhu' dalam melaksanakan semua perintah-perintah Allah dalam
bentuk ibadah.
"Kedah husyu' Zan tawadhu' dateng sedaya ibadahe". Seseorang harus
dengan khusyu' dan tawadhu' dalam ibadahnya. Kewajiban mukmin
dalam konteks hubunganya dengan tuhan maka seorang musilm harus
19 Hajjaj, op. cit., h. 332.
20 Isa. Op. cit., h.53-57.
51
senantiasa menjaga apa yang di perintahkan oleh tuhanya yaitu
menyembah hanya kepada Nya dan tidak menyekutukan dengan apapun.
h. Takwa
KH. M. Sanusi dalam kitabnya Tanwir Al-Kulub mengajarkan para
santrinya untuk selalu bertakwu kepada Allah. Dalam pandanganya takwa
merupakan unsur penting bagi muslim dengan takwa akan dapat menempatkan
pelakunya ada posisi sebagai orang yang mulia dan terhonnat disisi allah dan
manusia. Orang tidak akan tahan terhadap godaan hidup, dan godaan setan yang
mengarah pada sifat Ujub, Riya, Dan Takabbur.
Kewajiban meneladani Rasulullah dengan mengikuti dan memegang teguh
sunah-sunahnya merupakan indikator atau bukti ketaqwaan kepada Allah SWT.
Dengan demikian barang tentu apa yang diperintah Rasulullah akan membawa
kebaikan dan apa yang dilarang jika dijauhi akan membawa kebahagiaan.21
Allah akan meridhai orang-orang yang bertaqwa, dan taqwa adalah yang
taat dan ihlas dalam melaksanakan tuntunan Agama dalam hal ini terkait dengan
al-quran dan sunnah secara konsekuen dan selurus-lurusnya. Ketaatan dalam
melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya dengan penuh ikhlas dan
rela berkorban agar tujuan dalam pengabdian itu dapat tercapai yaitu mendapat
ridha Allah SWT.
K.H.M Sanusi mempunyai pandangan terkait itu seperti, "Para nabi cukup
ngupai pitutur. Lamon sira takwa tentu setan mundur" Para nabi telah cukup
memberimu petunjuk. Kalau kamu takwa tentu setan akan mundur. "Wong toat
den goda ken ujub riya, kon takabbur gonta ganti reka daya". Orang yang taat
digoda setan suppaya ujub riya, supaya takabbur gonta ganti rekayasa.
Jika syetan tersebut diidentikkan dengan hawa nafsu yang oleh Imam Al
Ghazali hawa nafsu bisa memberikan kebahagiaan juga bisa membawa manusia
terjerumus dalam kemaksiatan dan kejahatan, menurut Imam Al Ghazali nafsu
menipu melalui cara berangan-angan kosong dan tipu daya. Beberapa karakter
tipu daya tersebut diantaranya berbentuk merasa aman, lengah, santai, lambat dan
malas. Semua ajakanya bathil dan segala sessuatu yang timbul darinya adalah tipu
21
Hajjaj, op. cit., h. 231-232.
52
daya belaka.
i. Ikhlas
Ridjaluddin mempunyai pandangan bahwa Ikhlas adalah membersihkan
sesuatu hingga bersih. Ikhlas melakkan sesuatu karena Allah. lkhlas juga berarti
apa yang sekarang didapatkan adalah hasil tingkah laku yag dulu dikerjakan.22
Ikhlas merupakan sebagai sesuatu yang bersih, tidak ada campuran, ibarat
emas ia adalah emas tulen tidak ada bercampur perak berapa persenpun. Dalam
contohnya, seseorang mengerjakan upahan, semata-mata karena mengharapkan
pujian majikan, maka ihlas amalnya itu kepada majikanya. Dalam pandangan
sufi segala dalam kehidupan merupakan pengembalian kepada allah maka ikhlas
dalam pandangan sufi adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Allah SWT.
Muhammad Solikhin dalam penelitianya mengenai ajaran ma'rifat syekh
siti jenar mengungkapkan bahwa ihklas itu mengandung dua nilai sifat yaitu nilai
ketuhanan dan nilai kemanusiaan yang berarti jika manusia tidak mempunyai sifat
ihklas itu sama halnya dengan mengabaikan hak allah sekaligus hak manusia.
Sehingga dalam melaksanakan hak allah harus berdampak pada kemaslahatan
manusia, jika tidak, maka seseorang hanya beramal sebatas mengikuti diri sendiri,
egois, dan tidak mendapat manfaat apapun. Selanjutnya muhammad solikhin
menuturkan ciri orang yang ihlas sebagai berikut "ketika seseorang tidak melirik
kepada pujian mahuk dan tidak juga kepada caci makinya, tidak berambisi kepada
apapun yang mereka miliki".23
Seseorang yang berbuat sesuatu hanya karena Allah semata itu
bahkan tidak mengaharpkan pahala atau ganjaran atau kenikmatan yang telah
Allah janjikan. meski demikian tidak disalah kan ketika kemudian perbuatan yang
dilandas kan dengan harapan mendapat ganjaran, hanya saja berbeda derajatnnya.
Begini, orang yang berbuat dengan berharap timbal balik Allah maka berada pada
derajat yang disebutnya dengan Abraar (orang yang sungguh baik), sedangkan
orang yang benar-benar berbuat hanya karena kecintaanya kepada allah dan
tanpa mengharap apapun maka berada di derajat muqarribiin (orang yang
22
Ridjaluddin, op. cit., h.188. 23
Solikhin, op. cit., h. 337-338.
53
mendekatkan diri kepada Allah).
Berlaku ikhlas itu semata hanya karena Allah yaitu karen keimanan
kepada Allah. Sehingga ibadat yang dipandang shah olehNya ialah ibadat yang
dikerjakan karena dan untuk Allah tidak dicemari oleh sesuatu tujuan yang lain.
KH. M. Sanusi dalam kitabnya tanwirul kulub menyuruh santrinya untuk selalu
ikhas dalam beramal yakni tidak meminta-minta imbalan atas dasar kasihan.
“Amal ira kabeh kudu ikhlas. Aja enjaluk-jaluk upah dasar welas''. Ketika bennal
kamu harus ikkhlas dan tidak meminta-minta imbalan atas dasar kasian.
B. Pondok Pesantren Assanusi
1. Sejarah
Pesantren Assanusi terletak di Desa Babakan Kecamatan Ciwaringin
Kabupaten Cirebon Jawa Barat, di Cirebon sendiri merupakan daerah yang
terdapat pesantren besar sepeti Buntet dan Kempek. Pesantren Babakan adalah
salah satu pesantren besar di Cirebon, yanag dimana Assanusi berada di
dalamnya. Pada awalnya pesantren di Babakan sendiri cuma ada satu pesantren
hingga berkembang menjadi banyak hingga saat ini.
Sejarah Assanusi sudah tentu berawal dari setidaknya sejarah berdirinya
Pesantren Babakan, namun tidak akan di bahas secara melebar hingga
perkembangan Islam di Cirebon. Pesantren di Desa Babakan ini mempunyai
sejarah yang panjang berawal dari lahimya pesantren yang dirintis oleh Kyai
Hasanuddin sekitar tahun 1715 M. beliau seorang pejuang Agama dan penegak
kebenaran yang diharapkan keberadaanya oleh masyarakat Babakan untuk
menyebarkan Ilmu pengetahuanya dan menghindari ancaman dari penjajah
pada saat itu, sehingga dirintislah sebuah pesantren sederhana ber-Atapkan
ilalang dan berdaun kelapa berdinding kayu dan bambu.24
Setelah KH. Hasanuddin wafat, kaderisasi pesantren terhambat bahkan
konon sampai tidak ada bekas fisik jejak pesantren. Kemudian KH. Nawawi tidak
lain adalah menantu Kyai Jatira membangun kembali pesantren babakan,
dalam pengasuhanya beliau dibantu oleh KH. Adzro'i. setelah itu pesantren
24 Zamzami Amin, Baban kana Sejarah Pesantren Babakan Ciwaringin dan
Perang Nasianal Kedongdong, (Bandung: Humaniora 2014), cet. ke empat, h. 144-147.
54
dipegangn oleh KH. Ismail putera KH. Adzro'i tahun l225H/1800M. Mulai tahun
1916M pesantren diasuh oleh KH. Amien Sepuh bin KH Arsyad yang masih
merupakan ahlul bait dari garis keturunan Sunan Gunung Jati. 25
Pada masa inilah pesantren babakan mengalami masa keemasan mencetak
tokoh-tokoh Agama yang handal, hampir semua kyai sepuh Wilayah III Cirebon
adalah muridnya diantaranya Kang Ayip Muh (Kota Cirebon), KH. Syakur Yasin,
KH. Abdullah Abbas (Buntet), KH. Makmun, KH. Abdul Hannan dan KH.
Sanusi. Sampai pada tahun 1955 M pesantren tidak dapat lagi menampung para
santri yang semakin mel,mp hingga santrinya dititipkan di rumah rumah
ustadznya seperti; KH Abdul Hanan; KH Sanusi. Hingga kelak anak cucunya
membentuk dan mengembangkan pesantren-pesantren sarnpai sekarang. Sehingga
pondok pesantren yang awalnya satu yaitu Raudlatut Thalibin atau juga bisa
disebut Pondok Gede sehingga menjadi banyak.
Almagfurlah Ki Sanusi itu sebetulnya rumah pusakanya itu di At-
Taqwa dekat dengan komplek pesantren Tholibin (Pondok Gede). Memang
didirikan oleh leluhur-leluhur yang lebih dahulu. selanjutnya sebagai pengasuh
penanggung jawab Ki Sanusi kemudian, karena semakin turun temurun banyak
anak cucu. Mbah Sanusi membuat cabang, tapi pada saat itu baru At-Taqwa
(Rumah Pusaka) itu. 1968 dibangun atau dibimbingnya. kemudian kesini
(komplek Assanusi).
Dahulu kala komplek pesantren Assanusi masih berupa kebun, dan ternak
seperti temak kambing ternak ayam dan yang lainya. Mbah Sanusi diakhir hayat
membuat mushola. Dulunya masih pondasi tapi sudah ada bangunan kamar-
kamar, menjelang akhir hayat. Tahun 1969M mulai merambah ke sini sampai
pada akhimya taun 1974M beliau meninggal sudah ada tanda-tanda pembuatan
pesantren pondasi untuk mushola kemudian kamar yang sudah berdiri.
Pada awalnya pesantren Assanusi ini bemama pesantren Kebon Melati.
Sepeninggal Ki Sanusi tepatnya pada tahun 1974M. Nama itu dirubah oleh
keputusan keluarga, namanya jangan Kebon Melati sebab kebon melati itu bukan
disini, di sebelah Timur (sebelah timur pesantren Assanusi) yang sebetulnya
25
Amin. Op. cit., h.159.
55
Kebun Melati disana banyak. kemudian diganti namanya menjadi Assanusi dalam
rangka untuk kebaikan, Ngalap Berkah. Mengangkat nama orang tua akhimya
dirubah-lah padan tahun 1994M. Husus Assanusi sebetulnya berdiri mulai dari
masa Ki Sanusi Tahun1968-1974M, rintisan pesantren ini dilanjutkan oleh anak
cucunya sanmpai sekarang diasuh oleh KH. Ali Munir (Cucu KH Muhammad
Sanusi).
2. Struktur Organisasi
SRUKTUR KEPENGURUSAN PONDOK PESANTREN
ASSANUSI MASA KHIDMAT 2017-2019
Pengasuh
KH. Ali Munir
Ust. M. Nur, Ust. Ahmad Roja'I, Ust. Saefuddin Asep
Ust. Sutrisno, Ust. Abdullatif, Ust. Abdul Ghani
Kepala Pondok
Ust. Moh Nasir
Wakil Kepala Pondok
Ust. Adi Kamadi
Bendahara
Ust. M Burhanudin
Sekretaris
Ust. Syamsu M
Ust. Anton Ahyari
Sie Keamanan
Ust. A. Maulana
Ust. A. Haris
Ust. Saefullah
Ust. Eep Saefullah
Ust. Hamdan N
Mudir Madrasah
Ust. M. Solihin
Sie Kegiatan
Ust. FathuiTohman
Ust. M. J alaludin
Kg. M.Ahyar
Kg. Zaini Hariri
Sie Pendidikan
Ust. M. Solihin
Kg.Hilman N
Kg. K. Khuluq
Kg.Muta'ali
56
Keterangan:
a. Pengasuh adalah pemegang otoritas tertinggi pesantren. Sebagai mana
dibahas dalam bab sebelumnya, pengasuh disini merupakan pimpinan
tertinggi yaitu kyai dari pesantren tersebut.
b. Ustadz-ustadz yang berada di bawah garis pengasuh di atas garis kepala
pondok (lurah pondok) adalah sebagai pendamping kepala pondok
dalam hal ini mencakup berjalanya kegiatan pesantren.
c. Kepala pondok adalah sebagai penanggung jawab atas apa yang terjadi
di pondok pesantren.
d. Bendahara pondok bertugas sebagaimana tugas bendahara secara
umum yaitu mengurus hal yang berkairan dengan finansial dalam
pesantren.
e. Sekertaris pondok bertugas sebagai mana sekertaris pada umumnya
yaitu mcncatat hususnya yang bersifat administratif segala tentang
pesantren misalnya membuat brosur pondok.
f. Sie keamanan bcrtugas menjaga tegaknya peraturan kebijakan
pesantren.
g. Sie kegiatan bertugas untuk menjaga kelancaran berlangsungan
kegiatan pesantren.
h. Sie pendidikan bertugas mengatur kegiatan belajar mengaJar di
Sie Kebersihan
Ust. M. Zidni F
Kg. M. Rahmat
Kg. Sufyan J
Kg. Rizki N
Sie Pengairan
Ust. Muttaqin
Ust. lbnu U
Kg. Akhyarudin
Sie Humas
Ust. Khoirul Imam
Ust. Burhanudin
Sie DKM
Ust. Faisal A
Kg. A Mahasin
Kg. Ramdan Bariki
Darul Wiqor
Ust. Abdurrohman
Darul Falah
Kg. M. Lutfi
Darul Aman
Kg. Muhali
57
pesantren seperti contoh membuat dan atau membentuk jadwal Ngaji di
pesantren.
i. Mudir madrasah bertugas sebagai penanggungjawab atas madrasah.
j. Sie kebersihan bertugas mengatur keindahan pesantren.
k. Sie pengairan bertugas sebagai pengatur segala kebutuhan air seperti
untuk wudlu mandi dan lain-lain.
l. Sie humas bertugas untuk menjalin dengan kordinasi hubungan luar
dan dalam pesantren.
m. Sie DKM bertugas mengatur segala kegiatan yang berkaitan dengan
masjid seperti jadwal imam.
3. Visi dan Misi Pondok Pesantren Assanusi
a. Visi: Pondok pesantren Assanusi sebagai sarana pengembangan
Ilmu kepesantrenan dan pembinaan akhlaqul karimah.
b. Misi:
1) Membina santri agar menjadi manusia yang memililki
aqidah yang kuat dan keluasan Ilmu kepesantrenan
(Ahlussunnah Waljama'ah).
2) Mentranformasi dan memberikan pencerahan nilai-nilai Ilmu
kepesantrenan bagi masyarakat.
Di lansir dari pimpinan pesantren bahwa Visi Misi tersebut masih sama
dengan apa yang dulu Mbah Sanusi terapkan. Artinya, Visi Misi tersebut secara
tidak langsung memang karya Al-Maghfurlah KH. M. Sanusi.
4. Jadwal Mengaji
Ada dua macam jenis pengajian. yang di laksanakan di pesantren Assanusi
pertama adalah kurikulum pesantren dan kedua adalah menggunakan kurikulum
madrasah yang menggunakanjenjang.
Tabel 4.1
Kurikulum Pesantren
Tingkat Waktu I II III
Ashar Fashlotan Jurumiah Imrithi
58
Maghrib Madrasah
Isya Sorogan Sorogan Taqrib
Shubuh Juz „Amma Al-Qur‟an I Al-Qur‟an II
Dhuhur Istirahat
Tingkat Waktu IV V VI
Ashar Ilmu Shorof Alfiah Alfiah
Maghrib Madrasah
Isya Minhajul Qowim Minhajul Qowim Fathul Muin
Shubuh Tafsir Juz „Amma Tafsir Jalalain Tafsir Jalalain
Dhuhur Istirahat
Sumber: Dewan Qoriin
Tabel 4.2
Kurikulum Madrasah
HARI KELAS I A WAKTU USTADZ
Sabtu Kitab Adab
Bada Mahrib
1
Minggu Aqidatulawam 24
Senin Ahwalulinsan 12
Selasa Hidayatussibyan 18
Rabu Fiqihjawani 20
Kamis Matanbatai 27
HARI KELAS I B WAKTU USTADZ
Sabtu Kitab Adab
Bada Mahrib
1
Minggu Aqidatulawam 26
Senin Ahwalulinsan 23
Selasa Hidayatussibyan 25
Rabu Fiqihjawani 29
Kamis Matanbatai 22
HARI KELAS II WAKTU USTADZ
Sabtu Tahfatul Athfal
Bada Mahrib
11
Minggu Qowaidulilal 1
Senin Safinaunnajah 3
Selasa Safinaunnajah 3
Rabu Khoridatulbahiya 21
Kamis Tansirul kholaq 8
59
HARI KELAS III WAKTU USTADZ
Sabtu Hidayatul mustafid
Bada Mahrib
2
Minggu Dzurotulyatimah 13
Senin Talim mutaalim 1
Selasa Riyadhulbadhiah 28
Rabu Jawahirulkalami 3
Kamis Riyadhulbadhiah 28
HARI KELAS IV WAKTU USTADZ
Sabtu Ilmulurudh
Bada Mahrib
18
Minggu Jazuriyah 6
Senin Qowaidulirob 19
Selasa Qowaidulirob 19
Rabu Mabadiulawaliyah 2
Kamis Fathukmajid 5
HARI KELAS V WAKTU USTADZ
Sabtu Addasuqi
Bada Mahrib
10
Minggu Addasuqi 10
Senin Mustholahulhadist 4
Selasa Ilmufaraidh 14
Rabu Bidayahalhidayah 6
Kamis Ilmuhisab 9
HARI KELAS VI WAKTU USTADZ
Sabtu Jawahirulmaknun
Bada Mahrib
15
Minggu Jawahirulmaknun 15
Senin Aliksiir 16
Selasa Waroqoot 8
Rabu Addasuuqii 14
Kamis Ilmumantiq 1
Sumber: Dewan Qoriin
Tabel 4.3
Nama-nama Ustadz yang Mengajar di Pesantren Assanusi
60
No
Ustadz Nama Ustadz
No
Ustadz Nama Ustadz
1 Kyai Ali Munir 15 Ustad Muhamad Natsir
2 Kh Umar Syahid 16 Ustad Adi Karnadi
3 Ustad Muhamad Nur 17 Ustad Samsi Maarif
4 Ustad Hasan Bisri 18 Ustad Muhamad Solih
5 Ustad Muhamad Ikbas 19 Ustad Maryadi
6 Ustad Ahmad Jakaria 20 Ustad Saefullah
7 Ustad Rismadi 21 Ustad Ahmad Maulana
8 Ustad Ulinnuha 22 Ustad Muhamad
Burhanudin
9 Ustad Nurrahman 23 Ustad Ahmad Mahasin
10 Ustad Ahmad Rojai 24 Ustad Muhali
11 Ustad Saefudin Asep 25 Ustad Mutaali
12 Ustad Sutarsono 26 Ustad Hamdan Naian
13 Ustad Abdul Latif 27 Ustad Abdul Harits
14 Ustad Abdul Ghani 28 Ustad Jalaludin
Sumber: Dewan Qoriin
Tabel 4.4
Jadwal Pembagian Pengajian Kitab Pasholatan
Kang Saiful
No Nama Santri No Nama Santri
1 A Wildan Niam 14 Ibrahim A
2 Abdul Hakim 15 Jihan Praoga
3 Adit Hakim 16 M. Arif Maulana
4 Afnal Renaldi 17 M. Fhilip K
5 Ahmad Abdullah 18 M. Nadzirul U
6 Ahmad Nur Fiqri 19 M. Rizki
7 Bagas Saputra 20 M. Gilang Farhan
8 Deden Alfiansyah 21 M. Marzuki
9 Dimas Adi C 22 Muhamad Asyari
10 Ibnu Hasan 23 Muhamad Topik
11 Naufal Karim P 24 Pribowo A
61
12 Sandi Aji Saputra 25 Windaa F
13 Yahya
Kang Haris
No Nama Santri No Nama Santri
1 Shayid Abdi Ri 13 Masdar Chilmi
2 Adly Afandi 14 Hiakal Pratama
3 Mujni Imam S 15 Isadul Rofiq
4 M. Zaenudin 16 Fadly Afandi
5 Rizwali R 17 Adam Gio V
6 Salman AlFarisi 18 M. Naif Satria A
7 Yusuf Fajar 19 Maulana Subakti
8 Agung Wahyudi 20 Moh Hafidz M
9 M. Naif Satria A 21 Dede Romansyah
10 Niko Adew 22 Agung Wahyudi
11 M. Vicki Zulfikar 23 Mujni Imam S
12 Sekun 24 M. Vicky Zulfikar
Kang Hamdan
No Nama Santri No Nama Santri
1 Nipda Ismayadi 14 Wudan Walyudin
2 Adnan R 15 Dani R
3 M. Zidane Rifqi 16 Muhamad Koiril
4 Ilyas Ftahul Muzi 17 Sahidaturahman
5 Ahmad Johari 18 Dwi Wirandi
6 Fatkhur Riyadi 19 Farhan M. Akbar
7 M. Dimas R 20 Zain Farodis
8 Azham Fadillah 21 Oby Pratama
9 A. Triana N 22 Muhamad Rizki
10 Andika Putra P 23 MOh Tubagus P
11 Maulana Subekti 24 Faiz Khaidir
12 A Ghani Kharir 25 Saipul Bahri
13 Andika Pratama
Kang Mutaali
No Nama Santri No Nama Santri
1 M. Baihaqi 13 Ismail
2 Bagas Amar S 14 M. Hafaludin
3 Soleh Segap 15 Dimas Agung
62
4 Angga Pratama 16 Niko Astrio
5 Agus Nur Endang 17 Raja Daffa Ba
6 Agus Maulana 18 Muhamad Rifki
7 M. Musad M. H 19 Whayu
8 Caridin 20 Dimas Furyanto
9 Candra Saputra 21 Bintang M. Dwi
10 Raihan Arif R 22 Didi Musadi
11 Imam Saifudin 23 Adi Ardiansyah
12 Mihammad Rizki 24 M. Rijal
C. Peran K.H.M. Sanusi
Peran K.H.M. Sanusi di pondok pesantren Assanusi pada hususnya dan
lingkungan pesantren babakan pada umumnya lebih luas lagi bagi masyarakat
umum. Dapat dilihat dalam berbagai sudut pandang, pada penelitian ini akan
dilihat dari sisi gagasan, ide dan pemikiran. Yang penulis anggap sebagai bagian
dari peran K.H.M. Sanusi dalam mengembangkan pendidikan Islam di pesantren
dan sebagai wadah untuk menyalurkan, merealisasikan gagasan, ide dan
pemikiran beliau yang akan dibahas dibawah ini serta sebagai bukti kecerdasan
beliau dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dalam keseimbangan pendidikan.
1. Gagasan
Gagasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terkait dengan belajar
pembelajaran. guru bukan saja sebagai pemberi informasi, melainkan juga sebagai
agent yang menggerakan terjadinya proses pembelajaran santri atau peserta didik,
sehingga peserta didik mau belajar dengan giat dan sungguh-sungguh, melahirkan
gagasan, pemikiran dengan aktivitasnya sendiri. keadaan ini pada tahap
selanjutnya menempatkan guru sebgai Motivator, Katalisator, Inspirator,
Imaginator, Fasilitator dan sebaginya.
Pengajaran terkait dengan upaya menjelaskan dan mentransformasikan
pengertian tentang berbagai teori, konsep, prinsip yang terdapat dalam disiplin
Ilmu. Di dalam proses belajar pembelajaran dikenal juga dengan adanya metode
pengajaran. Yakni, cara-cara atau langkah yang digunakan dalam menyampaikan
63
suatu gagasan pemikiran, wawasan yang disusun secara sistematis dan terencana
serta didasarkan pada teori.26
K.H.M. Sanusi mempunyai gagasan yang luar biasa dalam
mengembangkan pendidikan Islam yang akan dijabarkan dibawah ini.
a. Media Pengajaran
Media pengajaran sesungguhnya merupakan bagian dari sumber
pengajaran yang didalamnya pelajaran disampaikan. Media pengajaran
yang dimaksud disini adalah yang mengandung pesan atau bahan
pengajaran yang akan disampaikan. Atau dengan kata lain disebut juga
dengan perangkat pembelajaran.27
Sewaktu K.H.M. Sanusi mulai mengajar di pondok pesantren
babakan tahun 1922M, dimulailah pengajian nahwu dengan menggunakan
sistem Tahriran serta diajarkan tulis-menulis secara kurikulum madrasah
atau klasikal. Hal ini belum pernah terjadi di pondok manapun hususnya
se-Wilayah tiga Cirebon.
Istilah Tahriran berasal dari bahasa arab yang diambil dari kata
Harra-Yuharriru-Tahriran. secara leksikal kata tahriran berarti kebebasan,
kemerdekaan, dan emansipasi. maksudnya metode ini diterapkan dengan
cara K.H.M. Sanusi menuliskan gagasanya tentang tata bahasa arab dalam
bentuk matan arab beserta arti dan pemahaman dalam bahasa Jawa dengan
tulisan arab Pegon. selain itu Tahriran juga berarti tulis menulis,
menyusun dan mengedit. mengutip K.H. Syakur Yasin Tahriran adalah
cara mengaji kitab yang diambil dari berbagai sumber kitab. Misalnya
diambil dari kitab safinah, kitab sulam dan sebagainya lalu diberi makna
dan I‟rab.28
Gagasan tentang metode Tahriran ini muncul sejaran dengan latar
belakang pendidikan K.H.M. Sanusi yang pernah mengikuti pendidikan
26
Abuddin Nata, Prespektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana
2009), cet. 1, h. 176. 27
Ibid., 28
Kholid, Op. Cit., h. 284.
64
pada HIS sekolah belanda setingkat SMA sekarang. dan metode madrasi
atau klasikal ini sistem yang dialaminya sewaktu di HIS sedangkan
Tahriran adalah metode pengajian kitab menggunakan rangkuman kitab-
kitab oleh K.H.M. Sanusi yang merupakan kesimpulan-kesimpulan lalu
diajarkan ke santri dengan metode yang lebih modern sehingga mudah
dicerna dan dipahami oleh santri.
b. Alat Pengajaran
Abuddin Nata mengemukakan bahwa Alat Pengajaran adalah
setiap peralatan yang dapat menunjang efektivitas dan efesiensi
pengajaran. Alat pengajaran ini juga termasuk bagian dari sumber
pengajaran, karena dapat memengaruhi tingkah laku para santri.29
Sewaktu Mbah mulai mengajar di pondok pesantren babakan tahun
1922M, dimulailah pengajian nahwu dengan diajarkan tulis-menulis
menggunakan papan tulis. Dan ini belum ada yang pernah menerapkan
papan tulis setidaknya se-wilayah tiga Cirebon.
Oleh karena itu banyak tokoh Ulama sekitar yang tidak
menyetujuinya karena dianggap sistem tahriran dan penggunaan papan
tulis karena dianggap Tasyabbuh (Meniru) dengan penjajah Belanda,
karenanya harus dihindarkan. Sebenarnya tujuan utama Mbah Sanusi
hanya ingin mengarahkan bagaimana cara belajar yang efektif. Mbah
berfikir, jika cara itu dihentikan maka jelas akan berakibat akan
memperlambat kemampuan bernalar, optimalisasi penguasaan isi materi
menjadi tidak sempurna.
Dalam menanggapi penolakan tersebut Mbah pura-pura tidak
mendengar saja dan terus menjalankan keyakinan menjalankan program
tersebut. hingga pada suatu hari datanglah sepucuk surat dari kantor POS
Jamblang yang ditujukan untuk Mbah Sanusi, isinya berupa ancaman
berupa “Sanusi, kamu harus menghentikan sistem pengajian dan
madrasah. Mending kamu mampus aja ke Kuningan !. Wassalam, Johor
29
Abuddin Nata, Op. Cit., h. 301.
65
Balarante”.
Setelah menerima surat itu hati Mbah terayuh dan sedih, untuk itu
Mbah berniat mengecek kebenaran surat itu dan sekaligus Tabayyun atau
klarifikasi ke Kyai Johar Balatrante. Ternyata sesampainya disana tidak
terjadi apa-apa, bahkan disambut dengan hangat.
Untuk lebih meyakinkan, ahirnya Mbah memberanikan diri
menanyakan langsung kepada beliau berbunyi “maaf Rama, apa benar
Rama kirim surat ke saya?” dijawab oleh Kyai Johar “tidak, apa ada surat?
lewat mana datangnya?” Mbah pun menjawab “ ada Rama, dari kantor
POS”.
Kemudian dibacalah surat itu oleh Kyai Johar dan klarifikasi oleh
Kyai Johar bahwa tidak pernah mengirimkan surat itu. Kyai Johar hanya
tidak mengizinkan Mbah mengajar dengan sistem seperti orang Kafir.
Namun, jika tidak ada metode lain, gunakan saja lembaran kertas yang
lebar kemudian ditulisi. Agar ketika selese digunakan bisa digulung dan
ketika dibutuhkan lagi bisa dibuka. Menurut Kyai Johar yang terpenting
jangan sampai menggunakan papan tulis kapur yang digunakan untuk
menulis Al-Quran dan Hadist. Karena apabila dihapus akan menjadi debu
yang beterbangan, dan apabila diinjak sama artinya menginjak Al-Quran.
Mbah pun menuruti saran Kyai Johar namun setekah itu tahun
dijalani dirasa kurang efektif, maka Mbah melakukan taktik baru yaitu
tetap menggunakan papan tulis yang diberi bingkai asbak bertujuan supaya
menjadi wadah bagi debu kapur yang telah dihapus.
Namun demikian Mbah tetap Tawadhu‟ dan menghormati semua
Kyai sepuh meskipun banyak orang tau bahwa karismatik Mbah tinggi
dari pada para Kyai sepuh lainya. Sifat Tawadhu‟ Mbah yang patut disuri
tauladani seperti kepada Kyai K.H. Amin Sepuh (Adik Iparnya) tetap tidak
berani berjalan mendahuluinya atau shalat di depanya. Bahkan Mbah
untuk hal semacam sendalpun jika kebetulan berada ditempat yang sama
Mbah tidak pernah berada didepan sendal milik K.H. Amin Sepuh
dikarenakan rasa Takzim-nya terhadap beliau.
66
c. keberhasilan belajar mengajar
keberhasilan belajar mengajar merupakan hal yang sangat penting
karena dari seluruh komponen pendidikan seperti biaya, sarana prasarana,
guru, proses belajar mengajar yang selanjutnya diarahkan pada tercapainya
tujuan belajr mengajar yang selanjutnya diarahkan pada tercapainya tujuan
pendidikan yang akan berdampak pada pengetahuan, keterampilan,
tingkah laku sikap, nilai-nilai dan kebiasaan. tutjuan Mbah Sanusi dalam
penerapan metode Tahriran dan pengajaran papan tulis dan penggunaan
papan tulis hanya ingin mengarahkan bagaimana cara belajar yang efektif.
Berkaitan dengan tujuan pengajaran ini Abuddin Nata membagi
menjadi: 1). Meningkatkan motivasi belajar, 2). Meningkatkan perhatian
para siswa kepada guru, 3). Meningkatkan keberhasilan kegiatan belajar
mengajar, 4). Menghilangkan kejenuhan belajar-mengajar.
2. Ide dan Pemikiran
a. Etika Peserta Didik
Etika peserta didik dimaksudkan untuk mengatur kegiatan peserta
didik agar menunjang proses pembelajaran sehingga berjalan lancar dan
tertib teratur serta berkontribusi bagi pecapaian tujuan yang diinginkan.
mengatur etika peserta didik atau managemen prilaku peserta didik
merupakan hal yang sangat penting karena sentral layanan pendidikan
adalah peseta didik.
Baharuddin mengemukakan Fungsi bahwa dalam mengatur peserta
didik adalah sebagai wahana bagi peserta didik untuk mengembangkan diri
seoptimal mungkin, baik kdari segi individualistis sosial, aspirasi sosial
ataupun kebutuhan potensinya.30
K.H.M. Sanusi mempunyai pandangan terkait etika santri dalam
menuntut Ilmu yang harus dihindari.
30
Baharuddin, Manajemen Pendidikan Islam, (Malang: UIN Maliki Press 2016), cet. 1, h.
98-101.
67
1) Aja Lok Jajan (Jangan Boros Jajan). Belanja harus dibatasi, jangan
menuruti hawa nafsu karena kalo dituruti akan berdampak orang tua
tidak mampu lagi untuk membekalinya, sehingga berdampak Drop
Out belajarnya. K.H.M. Sanusi selalu mewanti-wanti santrinya agar
tidak berlaku boros.
2) Aja Doyan Turu (Jangan Suka Turu). karena akan berakibat hatinya
keras dan otaknya tumpul. waktu tidur dalam sehari semalam harus
diatur paling banyak 6 jam, yaitu dari pukul 22.00 sampai 04.00.
3) Aja Lok Plesiran (jangan suka rekreasi). karena akan mengakibatkan
hatinya beku tidak ingin pandai. mungkin, jika terlalu sering rekreasi
akan jadi lupa daratan dengan statusnya yangsedang mencari Ilmu di
pesantren.
4) Aja Sok Nonton (jangan suka nonton). sekalipun tontonan kecil,
karena nonton itu merupakan kesenangan hawa nafsu, kalau dituruti
akan lupa kepada belajar. kaitanya dengan menonton ini dalam
konteks tontonan yang kurang berfaedah.
5) Aja Lok Maen Bal (jangan suka ikut maen bola). Dan yang serupa
dengan itu, akibatnya akan selalu ketinggalan mengaji dan jama‟ah.
6) Aja Lok Jambulan lan Tinggal Topong (jangan memelihara rambut
dan jangan meninggalkan kopeah). karena hukumnya makruh,
akibatnya sifat kekanak-kanakanya akan terbawa sampe usia senja.
karenanya apabila rambut sudah kira-kira 5cm maka harus segera
dipotong.
7) Aja Lok Nganggo Srowal Pokek (jangan suka memakai celana
pendek). karena nanti merasa seperti anak-anak, akibatnya tidak punya
rasa malu. Tentu saja, didalam pesantren juga sangat mengedepankan
estetika berbusana. Pesantren diperbolehkan celana panjang biasanya
untuk seperti kegiatan seragam sekolah dan Ro‟an atau bersih-bersih
itupun celana panjang.
68
8) Aja Sering Balik (jangan sering pulang). Akibatnya tidak betah tinggal
di pesantren, K.H.M. Sanusi santrinya pulang diizinkan minimal 6
bulan sekali.
9) Aja Ngalih/Boyong Yen Durung Pinter (jangan pindah sebelum
pintar). K.H.M. Sanusi mempunyai pandangan bahwa orang yang
mencari Ilmu di pesantren sekurang-kurangnya selama 7 tahun,
apabila kurag dari itu kurang bisa dipertanggung jawabkan hasilnya.
contoh, seperti orang menggali sumur, jika baru dapat satu dua meter
pindah, tentu tidak akan mendapatkan air bahkan sepuluh kali
pindahpun air tidak akan keluar.
b. Metode Pembelajaran
1) Metode Pembiasaan
Metode pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilaukan
untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap, dan bertindak sesuai
dengan tuntutan. pembiasaan dinilai sangat efektif jika penerapanya
dilakukan terhadap peserta didik yang masih kecil, karena ingatanya
yang masih kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang.
Sehingga peserta didik akan mudah terlarut dengan kebiasaan-
kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari. Untuk itu Armai Arief
menilai bahwa metodologi pembiasaan ini dinilai sangat penting dalam
menanamkan nilai moral kedalam jiwa anak.31
Berkaitan dengan metode ini sebagaimana dijelaskan lebih
dahulu K.H.M. Sanusi selalu memberikan nasihat dan larangan kepada
para santri atau peserta didiknya bahkan keluarganya untuk selalu
memellihara diri dari hal yang berkemungkinan menghambat proses
belajar.
2) Metode Ketauladanan
Yang dimaksud dengan metode ini adalah hal-hal yang dapat
31
Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat
Press 2002), cet. 1, h. 110.
69
ditiru dan dicontoh oleh seorang dari orang lain. Dan yang dimaksud
disini tentunya keteladanan yang baik. Metode ini digunakan untuk
merealisasikan tujuan pendiidkan dengan memberi contoh keteladanan
yang baik kepada santri agar mereka berkembang secara fisik, mental
dan memiliki ahlak yang baik dan benar. Imam Bawani mengatakan
bahwa faktor pendukung keberhasilan pendidikan pesantren adalah
terwujudnya keteladanan Kyai.32
Dalam metode ini sudah barang tentu K.H.M. Sanusi
merupakan sosok yang harismatik dan menjadi tuladan sebagaimana
cucu dan santriny yang selalu meneladani beliau. sebagaimana yang
terkenang oleh K.H. Ali Munir yang memberikan gambaran bahwa
kakeknya seorang tauladan yang baik. Sebagaimana juga K.H.
Tasrifien yang sekarang banyak mengadopsi sistem dan nilai yang
diajarkan oleh Al-Maghfurlah K.H.M. Sanusi untuk diterapkan di
pesantrenya.
3) Metode Pemberian Nasihat
Sebagaimana ditulis oleh Mukti Ali berkaitan dengan metode
pemberian nasihat K.H. Hasyim Asy‟ari bahwa peserta didik harus
memiliki anggapan dalam dirinya bahwa pendidik itu mempunyai
kelebihan tersendiri dan sangat berwibawa, sehingga peserta didik
harus mengetahui dan mengamalkan etika berbicara dengan pendidik.33
Berkaitan dengan metode pemberiannasihat ni Mbah Sanusi
selalu memberi nasihat kepada santri dan keluarganya seperti “orang
yang sedang mencari Ilmu, apabila ingin mendapat Ilmu yang
bermanfaat, maka harus menjalani aturan-aturanya, supaya mendapat
ridha Allah, serta mendapat doan dan berkah dari ulama sholihin, untuk
itu harus rajin ngaji dan jama‟ah”. Beliau selalu mengajak untuk
mengaji dan berjama‟ah menurutnya kedua itu sangat penting dan tidak
32
Bawani, Op.cit., h. 120. 33
Mukti Ali, Pemikiran K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari Dalam Pendidikan Pesantren,
Tesis Pada Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. Tidak
dipublikasikan, h. 131.
70
dapat dipisahkan. Yang menurutnya dengan kedua itu tergolong
menjadi golongan Ahl As-sunnah Wa Al-jama’ah.
c. Syarat Dalam Mencapai Keberhasilan Belajar
K.H.M. Sanusi memandang bahwa dalam belajar agar
seseorang memiliki hati yang tenang dan bening sehingga akan
memudahkan dalam menerima Ilmu itu ada syaratnya, yaitu:
1) Harus Memlunyai Motivasi Ingin Pandai
Seorang yang mencari Ilmu harus memiliki keinginan yang
kuat untuk menjadi pandai, untuk menjadi pandai tentu diperlukan
adanya semangat dan motivasi yang tinggi untuk dapat menjadi sukses
dalam belajarnya. Dengan demikian diharapkan akan mendorong
dalam upaya tercapainya ciita-cita.
2) Harus Diusahakan Selalu Punya Wudhu
Orang yang sedang mencari Ilmu harus mau membiasakan
mempunyai wudhu. Ilmu adalah cahaya maka Allah tidak akan
menunjukan kepada orang yang maksiat. Wudhu membuat
seseorangmenjadi suci, dengan kondisi yang suci sangat dimungkinkan
cahaya itu akan mudah ditangkap oleh seseorang yang suci.
3) Jangan Suka Ngobrol Nganggur
Perbuatan tersebut sebagai suatu yang sia-sia. tentunya bagi
yang sedang mencari Ilmu harus bisa membagi waktu dengan baik.
Untuk itu seseorang yang menginginkan keberhasilan dalam belajar
maka harus menghindarkan diri dari obrolan-obrolan yang tidak jelas,
bersifat buang-buang waktu, apalagi sampai ghibah, itu akan
menghambat dalam proses belajar.
d. Syarat-Syarat Bagi Yang Mencari Ilmu
Menurut K.H.M. Sanusi bahwa orang yang sedang mencari Ilmu
harus memenuhi syarat pokok, karena mencari Ilmu itu ibadah sehingga
kegiatan mencari Ilmu itu sesuatu yang suci. Adapun syaratnya sebagai
71
berikut:
1) Harus memiliki niat baik ketika hendak menuntut Ilmu dan harus
membaca niat sesuai dengan keinginanya dalam menuntut Ilmu.
2) Harus melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi segala
laranganya.
3) Harus mempunyai niat yang luhur dan cukup dengan bekal yang
sedikit.
4) Harus meneguhkan ihtiar supaya cepat pandai dengan
menyedikitkan minum dan makan serta menyedikitkan tidur.
5) Dalam hal mencari Ilmu seseorang harus menjalankan dengan
tertib, yaitu dengan dimulai dari Ilmu yang bersifat fardu ‘Ain.
6) Harus dipastikan bekal dan uang untuk kehidupan sehari-hari.
7) Harus akur dengan teman, tolong-menolong dan saling hormat
menghormati sesama teman.
8) Harus mencari teman begaul yang memiliki intelejensia yang lebih
jika dibandingkan kita serta memiliki moralitas yang tinggi.
9) Harus patuh pada semua peraturan guru tidak boleh senang-senang.
10) Harus memberi nasihat pada teman yang tidak melaksanakan
aturan mencari Ilmu.
e. Pendidikan Ahlak
Menurut Ardani pengertian Ahlak dari segi bahasa itu berasal dari
bahasa arab yang berarti perangai, tabiat. watak dasar kebiasaan, sopan
santun Agama. Dalam konsepnya Ahlak adalah suatu sikap mental yang
mendorong untuk berbuat tanpa fikir dan pertimbangan. Keadaan sikap
jiwa ini terbagi menjadi dua ada yang berasal dari watak dan ada yang
dari kebiasaan atau latihan.34
Penerapan nilai Ahlak dalam pengajaran bisa dilakukan secara
dirancang atau secaraa penggunaan siap pakai. penanaman nilai dapat
dilakukan secara spontan apabila timbul suasana yang memungkinkan
34
Moh Ardani, Ahlak Tasawuf, (Jakarta: CVMulia 2006), cet. 2, h. 27.
72
ahlak pelajar dapat diperbaiki. Untuk itu guru perlu menjadi contoh ahlak
mulia terlebih dulu kepada muridnya supaya diikuti dengan baik oleh
muridnya. Setiap guru atau Kyai harus memahami bahwa pelajar atau
santri lebih banyak melihat dari pada apa yang didengar.35
Pendidikan Ahlak yang diajarkan oleh K.H.M. Sanusi secara jelas
menunjukan ajaran etika seorang muslim dalam keseharianya dan bisa
dibagi menjadi ahlak kepada Allah, Ahlak kepada sesama manusia dan
Ahlak kepada Lingkungan. berkaitan dengan ahlak kepada Allah terdapat
dalam kitab Tanwir Al-Qulub yang sebagian berisi tentang fikih.
K.H.M. Sanusi melarang untuk merendahkan Allah Swt dengan
cara menyamakan dengan mahluk-Nya. Mempersamakan Allah dengan
mahluknya merupakan ahla tercela dan perbuatan yang dilarang. juga
beliau menekankan harus renndah hati dalam menjalani segala ibadahnya.
Yang berkitan ahlak kepada sesama manusia diantaranya: 1). tata
krama murid terhadap guru, anak terhdap orang tua, rakyat terhadap
penguasa. murid harus yakin bahwa guru, orang tua, penguasa itu lebih
mulia dibandingkan denganya karena Ilmu, derajat dan kedudukan yang
mereka miliki. Harus mentaati semua perintahnya dan menjauhi
laranganya, sepanjang guru, orang tua, penguasa tersebut itdak melanggar
Syari‟ah. Murid harus selalu menjawab ketika mendapat panggilan dari
mereka. 2). tata krama persahabatan, mendahulukan kepentingan teman.
Harus menutupi rahasia teman, harus rela menolong teman baik secara
moril maupun materil. harus memanggil dengan nama yang disukai.
Yang berkaitan dengan ahlak lingkungan K.H.M. Sanusi
memberikan pandangan 1). Tentang memilih lingkungan tempat makan
2). memilih makanan 3). etika makanan, dimana disana diterangkan
seputar tatacara dan memilih makanan dan tempat yang baik.
Pendidikan Ahlak yang diberikan K.H.M. Sanusi ini tertulis dalam
kitabnya yaitu karanganya sendiri yang berjudul Al-addab Fi Al-durus Al-
35
Abdul Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Press
2013), cet. 1, h.147.
73
Awwaliyah Li Al-Ahlak Al-Mardhiyyah dan kitab Tanwir Al-qulub.
Dalam kitab tersebut terdapat beberapa pasal tentang ahlak:
1) Tata krama murid terhadap guru, anak terhadap orang tua, rakyat
terhadap penguasa
2) Tata krama orang yang mencari Ilmu.
3) Tata krama persahabatan.
4) Tata krama orang alim untuk diri sendiri.
5) Tata krama orang yang mengajak untuk bersedekah.
6) Tata krama orang yang diajak bersedekah.
7) Tata krama makan secara umum.
8) Tata krama makan pada acara undangan.
9) Tata krama ketika makan.
10) Tata krama minum.
11) Tata krama menghidangkan minuman kepada tamu.
12) Tata krama menghidangkan makanan kepada tamu.
Sebagaimana pada uraian sebelumnya kedua kitab tersebut
diajarkan dan masuk kedalam kurikulum pengajian pesantren. Disisi
lain juga penulis ingin katakan bahwa itu adalah bukti besar penekanan
K.H.M. Sanusi terhadap pendidikan ahlak. Karena selain di ajarkan
dalam proses ngaji juga perhatianya terlihat dari kebiasaan dan
ketaladanan beliau dalam membina ahlak santri dilingkungan
pesantren.
f. Kitab Bahasa Jawa dan Karya-Karyanya.
Penggunaan bahasa lokal menjadi pilihan utama K.H.M. Sanusi
dan sebagai langkah nyata kiprahnya dalam menyebarkan ajaran Agama
terutama bagi santrinya di pesantren. Untuk tujuan tersebut K.H.M.
Sanusi sebagai pengarang yang produktif banyak menulis kitab-kitab
menggunakan bahasa jawa dengan menggunkan tulisan arab pegon. karya
nya yang dikenal masyarakat santri sebagai berikut:
74
1) Kitabul Adab Fi Al-Durus Al-Awwaliyah Fi Al-Ahlakqil
Mardhiyyah. Kitab yang ditulis dalam bahasa jawa ini berisi
tentang tata krama seorang murid kepada guru, tata krama seorang
yang sedang mencari Ilmu, murid terhadap guru, anak terhadap
orang tua, rakyat terhadap penguasa tata krama persahabatan dan
lain-lain. ada sebelas pasal semuanya membicarakan tentang ahlak.
2) Tanwir Al-Qulub. Kumpulan syair dalam bahasa jawa mengupas
tentang aqidah diantaranya membahas tentang siapa yang dimaksud
dengan golongan ahl al-sunnah wa al-jamaah. masalah-masalah
kejadian dalam ahirat seperti nikmat dan azab kubur, hisab dan
lain-lain.
3) Bisyaril Anam Bifadloilil Ahkam As-Siyamu Ala Madzhabil
Aimmah. Kitab ini berbahasa arab dan membicarakan seputar
ibadah puasa dan keutamaanya.
4) Ironu Kalamu Fi Si’ri ‘Ilmuan-Nahwu Bilughotil Jawi. Syair kitab
jurumiyah dalam bahasa jawadiantaranya berisi Ilmu nahwu yang
diambil dari berbagai kitab dan berbagai sumber kemudian
dimaknai dalam bahasa jawa.
5) Babul Jumu’ah Wa Duhri. Mengupas seputar syarat rukun dan
kaitan dengan shalat jumat dan duhur.
6) Kitab Fasholatan. Tentang seputar doa-doa dan niat shalat wajib
sebagai imam, makmum, sendirian, shalat wajib, istisqa, dhuha,
istikharah, mayit juga doa dan tahlil.
7) Jadual Sholat Abadi. Hampir semua masjid diwilayah III Cirebon
menggunakan jadwal ini.
8) Tadzkirotul Ahwan. Kitab syair berbahasa arab yang membicarakan
tentang aqidah ahlak terdiri dari beberapa bab antara lain bab Fi
Adli Fi As-Sulthan Fi Bayani As-Sholah Fi Sakhoi Al-Aghniya.
Ini adalah bukti nyata bahwa K.H.M. Sanusi merupakan Kyai
yang produktif. mempunyai karya karya berupa karangan kitab yang
75
belum tentu semua kyai yang sezaman atau se-masa mempunyai krya
seperti K.H.M. Sanusi.
Mulai sekitar tahun 1901M sampai 1945M beberapa pesantren
telah mengalami pembaharuan metode. Metode yang diterapkan
pesantren pada prinsipnya memang tergantung selera Kyai dalam
prinsip metodik, pesantren terpolarisasi menjaadi tiga kelompok:
kelompok pesantren yang hanya menggunakan metode bersifat
tradisional dalam mengajarkan kitab islam klasik, kelompok pesantren
yang hanya menggunakan metode-metode hasil penyesuaian dengan
metode yang dikembangkan pendidikan formal, dan kelompok
pesantren yang menggunakan metode bersifat tradisional dan
mengadakan penyesuaian denganmetode pendidikan yang dipakai
dalam lembaga pendiidkan formal.36
Pesantren yang melakukan kombinasi berbagai metode dengan
sistem klasikal dlam bentuk madrasah, maka pesantren tidak lagi
dipandang anti kemajuan dan sarang kebekuan, melainkan telah
tumbuh dinamika metodik yang memberikan warna baru bagi
kehidupanya. Dengan begitu pesantren yang mengakami modifikasi
berarti telah menunjukan bahw pesantren telah menempuh sikap
adaptif terhadap perkembangan pendidikan dilingkunganya.
Sebagaimana yang dilakukan K.H.M. Sanusi yang melakukan
pembaruan metode pembelajaran dengan tujuan agar mempermudah
pemahaman, maka K.H.M. Sanusi telah berlaku adaptif terhadap
pesantren sebagai perubahan yang positif.
Selain dari pada itu K.H.M. Sanusi adalah seorang Kyai yang
diisplin terhadap keilmuan dan peribadatan. sebagaimana terkenang
K.H. Tasrifien “jadi setiap pelajaran Mbah Sanusi itu menghafal kalo
ngga hafal ya dihukum. maka santrinya jadi-jadi (berhasil). Saya
pernah dihukum gara-gara ga hafal. K.H.M. Sanusi merupakan seorang
36
Mujammil Qomar, Pesantren Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi Institusi,
(Jakarta: Erlangga 2016), cet. 1, h. 150.
76
„alim alamah yang selalu tetap pada pendirianya terutama dalam
mengaji dan shalat berjama‟ah, walau sesibuk apapun yang namanya
ngaji dan jama‟ah tidak pernah tinggal.
77
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari seluruh uraian pada bab-bab terdahulu, maka pada bab ini akan
ditarik beberapa kesimpulan secara umum tentang “Peran KH. M. Sanusi
dalam mengembangkan pendidikan Islam di pondok pesantren Assanusi”
yang telah penulis teliti, adapun kesimpulannya sebagai berikut:
1. Peran Al-Maghfurlah KH. M. Sanusi adalah mempertahankan dan
mengembangkan pendidikan Islam dengan amat sungguh-sungguh.
Seluruh perhatiannya terhadap pendidikan Islam ide dan gagasannya
yang luar biasa yang diterapkan pada pesantren dibawah asuhannya.
sebagai sosok inovatif, kreatif serta tidak serta merta meninggalkan
kebudayaan lama yang baik, juga beliau mengadopsi sesuatu yang
bukan hanya datang dari Islam. Terlihat dari Gagasan, ide dan
pemikiranya.
2. Menjadi hal menarik melihat apa yang di perjuangkan oleh K.H.M.
Sanusi yakni menggagas penggunaan papan tulis dalam proses belajar-
pembelajaran. Terdapat idealisme yang sangat kuat dalam
mempertahankan penggunaan papan tulis yaitu agar proses belajar
menjadi mudah.
B. Saran
Dalam hal memberi saran secara jujur meskipun telah meneliti
sebelumnya penulis bukan orang yang tepat untuk memberikan saran
terhadap pondok pesantren. Tapi, setidaknya setelah penulis
menyelesaikan penulisan ini ada beberapa hal yang bisa disampaikan:
1. Diharapkan pesantren Assanusi dapat Istiqomah dalam berpegang pada
nilai-nilai dan ajaran yang telah diemban dan dikembangkan oleh Al-
Maghfurlah mbah Sanusi sebagai ppendiri pesantren Assanusi pada
hususnya dan pesantren babakan pada umumnya. Karena beliau
78
merupakan sosok yang telah terbukti dan berhasil mengembangkan
pendidikan Islam secara totaliter.
2. Kepada para santri, atau siapapun yang memebaca tulisan ini. Yang
sudah menjadi santri atau belum menjadi santri bahwa mendengarkan
nasihat guru, hormat kepada guru itu amatlah penting. Karna Ilmu itu
akan berkah dan manfaat itu terletak pada ke-Ridhoan guru.
79
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Beni dan Afifuddin. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka
Setis, 2009.
Al-Taftazami, ’Abu Al-wafa Al-Ghanimi. Sufi dari Zaman ke Zaman
Terj.Madkhal Ila At-Tashawuf Al-Islam Oleh, Ahmad Rofi’ “Usmani,
Bandung; Penerbit Pustaka, 1997.
Amin, Zamzami. Baban Kana Sejarah Pesantren Babakan Ciwaringin Dan
Perang Nasional kedongdong, Bandung: Humaniora, 2014
Anwar, Rosihon. Akhlak Tasawuf, Bandung; Cv. Pustaka Setia, 2009.
-------. Dan Solihin, Mukhtar. Ilmu Tasawuf, Bandung: Cv. Pustaka Setia, 2000.
Aqil, Said Siroj. Islam Sumber Inspirasi Budaya Nusantara, Jakarta: Ltn Nu,
2015.
Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat
Pers, 2002.
-------. Revormulasi Pendidikan Islam, Jakarta: Carrd Pres, 2005.
Arifin, Muzaayin. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pt Bumi Aksara, 2016.
Arrayah Hamdan Dan Musfah, Jejen. Pendidikan Islam Memajukan Umat dan
Memperkuat Kesadaran Bela Negara, Jakarta: Kencana, 2016.
‘Abdul, Syaikh Qadir ‘Isa. Cetak Biru Tasawuf Spiritual Ideal Dalam Islam,
Terj.Haqaa’iq ‘Anit Tashawuf Oleh Tim Ciputat Press di Mesir, Ciputat;
Ciputat Press, 2007.
Bawani, Imam, Dkk. Pesantren Buruh Pabrik, Yogyakarta: Lkis, 2011.
Direktorat Jendral Diniyyah Dan Pondok Pesantren Diroktorat Jendral Pendidikan
Islam Kementrian Agama Republik Indonesia, Profil dan Pedoman
Penyelenggaraan Pondok Pesantren Mu’adalah, 2011.
Dhofier, Zamakhzyari. Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup kyai,
Jakarta: Lp3es, 1982.
Fauqi, Muhamad Hajjaj. Tasawuf Islam dan Akhlak Terj. Tashawwuf Al-Islam
Wa Al-Akhlaq Oleh, Kamran As’at Irsyadi Dan Fakhri Ghazali, Jakarta;
Bumi Aksara, 2013.
80
Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman
Penulisan Skripsi, 2015.
Fauzan. Sejarah Pendidikan Islam Analisis Klasik Modern, Jakarta: Uin Jakarta
Press. 2016.
Greetz, Clifford. Agama Jawa Abangan, Santri Priyayi Dalam Kebudayaan Jawa
Terj. Dari The Religion Of Java Oleh, Aswad Mahasin Dan Bur Rasuanto,
Depok: Komunitas Bambu, 2014.
Haedari, Amin Dkk. Masa Depan Pesantren, Jakarta Ird Press, 2004.
Halida Dkk. Prinsip-Prinsip Prilaku Organisasi, Jakarta: Airlangga, 2002.
Hamka. Tasawuf Modern, Jakarta; Panjimas, 1990.
Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta; Pt Raja Grafindo
Persada, 1995.
Herdianyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilimu Sosial,
Jakarta: Salemba Humanika, 2012.
Hidayat, Rohaiman. Kh. Muhammad Sanusi Al-Babakani (1904-1974), Diakses
Pada 15 November, (Http://Kebonjambu. Org), 2018.
Idi, Abdullah. Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: TW Tiara Kencana,
2006.
Iswanto, Agus. Et. Al. Kontekstualisasi Kajian Kitab Kuning di Pesantren,
Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, 2015.
J. Lexy Moeleong. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosda
Karya, 2016.
Jalaludin. Pendidikan Islam: Pendekatan Sistem dan Proses, Jakarta: PT Raja
Grafindo Perseda, 2016.
-------. Teologi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Perseda, 2002.
Karnadi. Wawancara, Cirebon: 2018.
Kholid, Idham. KH. M. Sanusi Al-Babakani Filsafat, Nilai, Paham Keagamaan
Nan Perjuangannya, Bekasi: Pustaka Isfahan, 2011.
M, Mahi Hikmat, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Graha Ilmu 2011.
Madjid, Nurcholis. Bilik-Bilik Pesantren, Jakarta: Paramadina:2011.
81
Maksun, Muhammad. Politik Kebijakan Pp No. 55/2007 Terhadap Pesantren,
Jurnal Pesantren Vol 11, 2008.
Marie, Anne Schiemel. Dimensi Mistik DalamIslam, Terj. Mistical Dimension Of
Islam Oleh Sapardi DJoko Damono Dkk, Jakarta; Pustaka Firdaus, 2009.
Ma’sun, Saifullah. Dinamika Pesantren, Depok: Yayasan Islam Al-Hamidiyah,
1998.
Milal, Zainul Bizawie. Laskar Ulama-Santri Dan Resolusi Jihad Garda Depan
Menegakkan Indonesia (1945-1949), Tangerang: Pustaka Compass, 2014.
Mudzakkkir, Muhammad. Al-Maghfurlah KH. M. Sanusi Kakek Dan Guruku,
Cirebon: t,t.
Mughits, Abdul. Kritik Nalar Fiqih Pesantren, Jakarta: Kencana, 2008.
Muhaimin, Dan Sut’imah Dkk. Paradigma Pendidikan Islam Upaya
Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam Di Sekolah, Bandung: PT
Remaja Rosda Karya, 2012.
Munir, Ali. Wawancara, Cirebon: 2018.
Nata, Abuddin. Studi Islam Komprehensif, Jakarta: Kencana, 2011.
-------. Ilmu pendidikan islam dengan pendekatan multi disipliner, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persad, 2010.
Nazir, Moh. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009.
Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis Dan Karya Ilmiah, Jakarta:
Kencana, 2011.
Prawironegoro, Darsono. Filsafat Ilmu Pendidikan, Jakarta: Nusantara Consulting
2010.
Qomar, Mujammil. Psantren Transformasi Metodologi Menuju Demokrasi
Institusi, Jakarta: Erlangga, t,t.
Ridjaluddin. Sabar Dalam Pandangan Imam Al-Ghazal, Ciputat: Lembaga Kajian
Islam Nugraha, 2009.
-------. Mengungkap Rahasia Tasauf Versi Hamka, Jakarta: Pusat Kajian Islam Fai
Uhamka, 2008.
S, Astrid Susanto. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bandung: Karya
Nusantara, 1977.
82
Saepuddin, Asep Jahar Dkk. Sosiologi Sebuah Pengantar, Tangerang:
Laboratorium Sosiologi Agama, 2010.
Satori, Djam’an Dan Komariah, Aan. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung:
Alfabeta, 2013.
Simuh. Tasawuf dan Perkembangan Dalam Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 1996.
Sanusi. Tanwir Al-Qulub, Cirebon: Pesantren Babakan Ciwaringin: t,t.
-------. Pasholatan, Cirebon Ciwaringin: t,t.
-------. Al-Addab Fi Al-Durus Al-Awwaliyah Li Al-Akhlak Al-Mardhiyyah,
Cirebon: t,t.
Siregar Rivai. Tasawuf dari Sufisme Klasik, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1999.
Soekanto, Soerjono. Memperkenalkan sosiologi, Jakarta: CV Rajawali, 1985.
Solikhin, Muhammad. Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar, Jakarta: Narasi, 2007.
Syamsul, Nizar dan Muhammad, Syaifudin. Iisu Isu Kontemporer Dalam Dunia
Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2010.
Subhan, Arief. Lembaga Pendidikan Indonesia Abad ke-20, Jakarta: Kencana
2012.
-------. Lembaga Pendidikan Islam Abad ke-20, Ciputat: Uin Press 2009.
Sugiono. memahami penelitian kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2016.
-------. Memahami penelitian kualitatif, Dan R & D, Bandung: Al-Fabeta, 2012.
Syaodih, Nana Sukmadinata. Metode penelitian pendidikan, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011.
Syukri, Abdullah Zarkasyi. Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren,
Jakarta: PT Grafindo Persada, 2005.
Tamam, Badrut. Pesantren Nalar dan Tradisi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Tasrifien. Wawancara, Subang: 2018.
Thoha, Miftah. Prilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2005.
83
Turmudi, Endang. Perselingkuhan Kyai dan Kepemimpinan Terj. Dari Sreuglling
For The Umma: Changing Leadership Roles Of Kiai In Jombang East
Java Oleh, Supriyanto Abdi, Yogyakarta: Lkis, 2004.
Yasmadi. Modernisasi Pesantren, Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Yunus dan Kosmajadi, Filsafat Pendidikan Islam, Majalengka: Universitas
Majalengka, 2015.
Ziemek, Manfred. Pesantren Dalam Perubahan Sosial: P3m, 1986.
Lampiran I
Pedoman Wawancara
Nama : KH. Ali Munir
Jabatan : Pengasuh Pesantren Assanusi
Tempat wawancara : Rumah kediaman KH. Ali Munir
Tanggal wawancara : 7 July 2018
1. Bagaimana kiprah Mbah Sanusi di pesantren?
Jadi kiprah mbah snusi di bidanng pesatren ya seperti ini, ini tata tertib
loh. Bukti fisik, sejarahnya ada semua, Cuma bagian seksi seksi tidak
tercantum disitu. Tugas bendahara tugas sekertaris semua ada, tinggal minta
dipengurus tinggal difoto. Dan sistim yang digunakan istilahnya ada sistim
klasikal, dikelas sistim madrasi gitu dan waktunya magrib, untuk pengajian
yang maktubah itu yang inti , spesialisasinya seperti asar itu dari mulai
tingkat2, tingkat pertama pengenalan saja maka pasolatan, tingkat 2 mulai
penguasaan bidang nahwujurmiyah, tingkat 3 imriti, tingkat 4 itu sorof dan
nahwu, qawaidul I’rab terus tingkat 5&6 itu pendalaman alfiyah. asar itu
nahwu semua nahwu sorof setiap hari, nanti abis isa fiqih semua . untuk tingkat
1&2 itu masih pembelajaran baca kitab, penguasaan isi dan materi baru sekitar
30% ditingkat ini. Mulai tingkat 3 dan seterusnya itu pendalman fikih dengan
sistem bandongan, kolektif. Setiap hari fiqih, dalam satu minggu itu ada
musawaroh. waktu subuh itu quran dari mulai iqra juz amma Al-quran
kemudian tafsir. Sedangkan magrib itu pendukkung fiqih nahwu sorof tauhid
ahlak dimadrosah. Jadi prioritas 3 quran ilmu nahwu sorof ilmu fiqih. Lain
lainya seperti usul fiqih qawaid itu semua ditaro dimadrosah. Adalagi setoran
hafalan iqroran semiggu sekali, tingkat satu hafalan aqidatul awam, tingkt 2
jurmiyah tingkat 3 imriti, tingkat 4,5&6 itu alfiyah, seminggu sekali malam
sabtu. Musyawaroh fikih itu setiap malam senen.
Pokonya peraturan dan profil yang sekarang itu tidak jauh dengan
peraturan dan profil pda jaman mbah sanusi. Yang saya terapkan. Jadi sistim
keamananya seperti apa dan lain lainya ngobrol sama pengurus.
Ada istilah penngasuh saya ada penasehat atau pembimbing itu senior
ustad kemudian ada kepala pondok wakil sekertaris dan bendahara turun
kebawah garis kordinasi itu bidang masing masing departemen, dalam satu
bidang keamanan itu ada ketua sekertaris bendahara dan anggota .mengurus
semua hal keamanan dari mulai kontrol absensi nngaji absensi madrosah sampe
tindak anjut barangkali ada yang melanggar kemudia kenakalan anak termasuk
rajia hal hal yang dilarang oleh pesantren barang elektronik itu semua tugas
keamanan. Pelnggaran dipengajian madrosah disekitsr lingkungan pesantren
dan diluar lingkungan pesantren yang nangani keamanan. Sampe disekolah
misal ada anak yg ngga sekolah itu yang nangani keamanan.
Bagian pendidikan juga sama dari mulai memprogramkan pengajian bada
solat kitab sampe gurunya absensi nya termasuk dibidang madrosah sama,
jadwal pengajian kitab apa saja tenga guru penugasan bagan tugasnya dewan
qoriin disini namanya.
Seksi kegiatan itu pengembangan bakat ada yang bakatnya dibidang
kaligrafi, dua orang husus yang mengelola kegiatan ekstra bidang kaligrafi
dilakukan dalam satu minggu sekali yaitu hari jumat, adalagi bidang hitobah
dakwah didatangkan tutornya.
Jadi anak itu ditawarkan ada yang ikutnya kaligravi, hot quran, tilawah jurnalis,
retorika dakwah itu bagian kegiatan. Sampe dkm pun ada husus mengelol
musola.
Saya sendiri ngimamin magrib aja biar sebior senior termasuk adik saya, saya
suruh terjun biar nanti pas pulang ngga keder ngimamin musola.
2. Bagaimana pandangan pak kyai mengnhadapi misalnya pesantren modern dan
sekolah formal? apa strategi pak kyai untuk terus mengembangkan pesantren?
Ya karna saya masih fokus ke pesantren memaksimalkan pesantren, ddari
mulai konsep pembelajaran, pengajiansampe palaksanan dan hasilnya, saya
mapankan pesantren. Karna santrinya mayoritas plus sekolah yah, maka saya
kondisikan , saya husus ngurus pesantren kerjasama dengan pendidikan formal
yang ada disekitar sini, jadi tidak satu atap tapi bagaimana saya memanage satu
atap distu jelas ada kordinasi dengan sekolah, seperti sekolah dibatasi misalnya
maksimal belajar sampe jam satu siang itu atau setegah dua itu harus udah
selese anak harus sudah pulang kepondok, makanya say disini tidak waijb
habis duhur ngaji itu. Pulang sekolah makan solat istirahat tidur, nanti bangun
menjelang asar, asar langsung ngaji. Magrib ngaji isa ngaji subuh ngaji. Ngga
mungkin pulang sekolah sannegn yah, trus disini wajib ngaji tenaga terbuang
ustad dan santri yah, hasil ngga maksimal gitu biar ada waktunya istirahat
mesin saja kan harus ada istirahatnya, iya.
3. Apa sudah ada cita cita membuat sekolah sendiri pak kyai ?
Kalau keinginan ada, cuman lokasi atau fasilitas belum mendukung. Saya
tidak mau asal mendirikan sekolah, takut nanti pondok lg mapan terganggu.
Kalau rung beljarnya layak saja ya bismilah. Y konsep si adalah tenaga guru
sudah kebabyang kemudian yang bertanggung jawab seperti kepala sekolah
dan bagian managemen lainya ade saya sudah siap, tapi ya menurut saya tidak
asal berangkat, tenaga guru sudah disiapkan dan kalo semuanya sudah bener
bener siap i. allah bismillah. Yakalo pesantren kan ditempat seperti ini suddah
cukup lah ya, tapi kan kalo butat sekolah kurang layak yah. Kalo pesantren si
asal glepor bae dadi.ngga maen maen lah saya bikin sekolah ngga maen maen,
walaupun ada istilah sekolah alam ya kan begitu yah,
Ada, jadi konsep saya si saya mapankan pesantren, kondisikan pesantren.
Karna maoyoritas santri kan sekolah, alhamdulillah sekolah sekolah idirikan
oleh pesatren, yang penting say akordinasi jadi tidak satu atap tapi saya
manage satu atap, itu saja. Kan enak, ga susah.
Contoh gini, ada anak kelas 2 smk ada penugasan dari sekolah untuk pkl, 2
bulan. Harus ada yang kalah, saya ngga melarang. Silakan pkl ini tugas sekolah
tapi ada yang dikorbankan, ngaji 2 bulan ditinggal, itu resiko. Cuan, anak
berangkat pkl saya titip kamu pkl disana untuk arama keseharianya cari yg
dekat musola sekaligus disitu sampean pkl pesantren. Saya manfaatkan begitu,
kayane durung ana santri mengkonon kuh durung ana. Ya, alhamdulillah yang
pkl pkl itu padahal disini baru dua tahun, pulang dari sana itu gitu, kang saya
disuruh diam disana bantu musola bantu madrosah, anak santri 2 tahun loh.
Apalagi yang sudah lima taahun enam tahun kan gitu. Serinng anak pulang pkl
sering begitu iinta sama warga setempat, padahal esantrenya baru dua tahun,
karna saya sarankan begitu sih, sepuang dari pkl disitu berinteraksi dengan
syarakat dimusola kalo misalnya diminta untuk bantu ngajar ya bantu ngajar,
pagi berangkat selese pulang kemasyarakat.
4. Bagaimana Sejarah berdirinya pesantren Asanusi ?
Jadi, almagfurlah ki sanusi itu sebetulnya rumah pusakanya itu yang
sekarang ditempati ade saya itu At-taqwa ada pesanren Tholibin, nah disitu.
Memng didirikan oleh leluhur-leluhur yang lebih dahulu gitu yah, selanjutnya
sebagai pengasuh penanggungjawab ki sanusi kemudian, karena semakin turun
temurun banyak anak cucu. Mbah sanusi membuat cabang, tapi pada saat itu
baru At-taqwa ya, itu 1968 dibanngun atau dibimbingnya, kemudian kesini.
Dulunya mah kebun, dan ternak disini kambing ayam macem macem. Mbah
sanusi diahir hayat itu bikin musola disitu, yang sekarang itu. Itu dulunya msih
pondasi tapi sudah ada bangunan kamar-kamar itu menjelang ahir hayat. 1969
mulai merambah ke ini gitu sampe pada ahirnya taun 1974 beliau meninggal
itu sudah ada tanda tanda pembuatan pesantren pondasi untuk musola
kemudian kamar yang sudah berdiri juga ada. Dulu namanya pesantren kebon
melati, sepeninggal ki sanusi itu. 1994 nama itu dirubah oleh keputusan
keuarga itu namanya jangan kebon melati sebab kebon melati itu bukan disini,
disebelah timur itu yag sebetulnya kebun melati itu disitu banyak, kemudian
diganti namanya menjadi assanusi istilahnya untuk kebaikan ngalap berkah
mengangkat nama orang tua ahirnya dirubah disitu tahun 1994. Ya husus
assanusi sebetulnya berdiri mulai dari masa ki sanusi ditahun 1968-1974 itu
rintisan pesantren ini dilanjutkan oleh anank cucunya. Kira kira begitu profil d
an sejarahnya.
5. ceritakan sejarah hidup Mbah Sanusi ?
Lahir dikuningan, kelrahan windu haji keamatan windu haji. Tahun 1904.
Saat kecil ngaji di kyai setempat dan sekolah. Saat usia belasan tahun udah
mesantren ke cirebon daerah karang sembung. Bukan orang kaya bukan
turunan kyai, tapi dengan ketekunanya keprihatinanya . juga belajar ngaji
didaerah pasundan mangun jaya daerah sana dan cukup lumyan, kemudian
mesantren dibabakan penuh cerita dalam perjalanan pesantren. Baru dua tahun
itu kena penyakit dihina temn temmanyatapi kuat dan sabar, sampe suatu
ketika pernah dijauhi teman temanya sampai ngaji dikolong mejanya kyai karn
agra gara punya penyakit kulit tapi mbah sanusi bertahan. Banyak ujianya,
pada suatu saat ada masalah dalam musyawaroh idak ada yang menjawab
ahirnya, coba tanya kesanusi gitu, ternyata ki sanusi bisa menjawab dengan
kitab yang sorih yang jelas, nah mulai saat itu dikenal kyai cilik padahal masih
jadi santri.
Mesantren dua tahun disitu langsung dijodohkan oleh kyai dengan kaka
iparnya, jadi secara kekluargaan ya sepuh secara kekeluargaan dengan kyai
amin sepuh, kyai amin sepuh guru. Dijodohkan oleh gurunya untuk mengawini
kaka iparnya. Bukan orang kaya hanya bekal orang tua dan doa, terus tulisanya
bagus sehingga banyak yang minta tuliskan sebuah kitab kemudian dijual gitu.
Jadi bisa buat bekal sendiri, rajin puasa.
Sampe suatu hari ada cerita karna dulu kan podok itu bangunanya
panggung yah terus dibawah ada tukang sate gitu, nh mbah sanusi itu makan
Cuma pake nasi sambil ngirup asapnya tukang sate. Sampe begitu almagfurlah
mbah sanusi.
6. Bagaimana perjuangan mbah sanusi dalam mengembangkan pendidikan agama
islam dilingkungan sekitar ?
Semasa mesantren beliau itu sangat bermasyarakat, merangkul masyarakat
ngaji di masyarakat sehingga masyarakat sekitar pada waktu itu banyak juga
yang ikut mengaji dipesantren. Jadi dakwah dilingkungan sekitarnya
merangkul semua masyarakat, dengan dakwah merangkul orang untuk bekerja
sambil beribadah. Termasuk keorganisasian kemasyarakatan. Mbah snusi itu
termasuk yang menyokong persenjataan mensuplaijaman di tiijaman pki masuk
pertempuran 10 november itu berangkat kesurabayaresolusi jihad. Itu kan
termasuk keputusan bagaimana ketika agresi belanda. Itu kan mbah hasyim itu
kan minta keputusan beberapa kyai diantaranya dari cerbon yang dipimpin oleh
kyai abbas buntet terus dari ciwaringiny k amin sepuh dan k sanusi itu berangat
kesana.
Kebon kebon mbah sanusi itu ketika panen ngga pernah dijual tapi dibagikan
kemasyarakat sekittar.
7. Apa saja karya mbah sanusi?
Yang baru dicetak itu tanwirul qulub ahwalu insan, kitabul adab,
pasolatan, attafsir watahdir, tanpoma, risalatul jamaah, taadud jumat ilmu
faraid ilmu falak.
Cirebon, 8 july 2018
Pewawancara
Narasumber
M. Hasan habibi KH. Ali Munir
Pedoman Wawancara
Nama : Ust. Adi Karnadi
Jabatan : Wakil lurah Pesantren Assanusi
Tempat wawancara : Kantor ponpes Assanusi
Tanggal wawancara : 7 July 2018
1. Apa yang mas adi ketahui tentang mbah sanusi
Mbah sanusi itu adalah sesepuh pondok pesantren babakan ciwaringin,
termasuk diantara jajaran para kyai dibabakan yang sangat berjasa besar
dalam pembanngunan pessantren di babakan. Saya kira beliau dengan mbah
amin merupakan simbol dari tokoh babakan.
Waktu itu mbah sanusi mondok di mbah amin, setelah mbah sanusi lama
dipondok kemudian diangkat menjadi lurah pondok, kemudian dijodohkan
oleh kyai amin. Dan jadilah beiau orang babakan stilahnya.
2. Bagaimana latar kehidupan mbah sanusi ?
Mbah sanusi itu lahir dikuningan desa windnu haji, beliau ketika masih
kecil bernama makam nama oranng tua beiau itu kh agus maani, beliau juga
bersekolah disekolah rakyat. Semasa mesantren dibabakan itu mbah sanusi
dijuluki ebaga anak kecil yang pandai menjawab, karna mbah sanusi itu
sangat mudah emahami pelajaran sehingga pertanyaan apappun ketika santri
lain tiak bisa menjawab tapi mbah sanusi bisa menjawab. Semenjak kecil
beliau memang cerdas. Kemudian, namun ditegah perjalanan mesantren mbah
sanusi terkena musibah terkena penyakit cengkreng, sehingga dijauhi oleh
santri santri yang lain. Tapi mbah sanusi terus mengikuti pengajian.
Suatu ccerita ibunda mbah sanusi sakit, tapi mbah sanusi enggan untnuk
pulang. Hingga datang kabar ibunda mbah sanusi meninggal dunia, lantas
beliau tidak menjadi sedih tapi malah berkata “alhamdulilllah saya bisa
belajar dengan tenang”. Memang hidupnya itu didedikasikan untuk belajar,
beliau juga sangat rajin ibadah berjamaah.
3. Apa kontribusi mbah sanusi dalam dunia kepesantrenan
Pada jaman penjajahan, budaya tulis menulis belum ada. Pembeajaran
dipesantren hususnya masih menggunakan pola mendengarkan, guru
menerangkan santri mendengarkan. Nah mbah sanusi mempunyai pandangan
bahwa pola seperti itu kurang efektif, sulit untuk dipahami apalagi untuk
pelajaran nahwu dan shorof, dimana harus ada tulisan tulisan coretan, sarana.
Mbah sanusi mencoba enerapkan pembelajaran menggunakan papan tulis
hitam, namun semua kyai dibabakan itu tidak setuju dengan alasan karena itu
meniru belanda para penjajah dan itu tidak boleh sebagai sanri harus berbeda
dengan penjajah. Sampai kemudian para kyai dibabakan mengakui efektifnya
metode mengajar degan papan tulis, dibabakan sendiri kan ada utara selatan,
babakan selatan sendiri terkenal lebih unggul dalam ilmu pengetahuanya,
karna mbah sanusi memberikan sarana mengajar dengan papan tulis.
4. Bagaimana sejarah berdirinya pesantren sanusi?
Tanah yang sekarang kita duduki ini adalah tanah mbah sanusi, setiap
malam selalu bermujahadah dimusolah ini. Dulu pondok ini namnya kebon
melati diasuh oleh kh muhammad atas restu dari mbah sanusi kemudian pada
tahun 1994 trejadiperubahan nama menjadi ponpes sanusi dan juga
pengalihan kh muhammad pindah ke pondok kebon jambu jadid pondok ini
resmi menjadi assanusi pada tahun 1994 diasuh oleh kh abd rohman dan kh
abdull qohar, tapi yang jelas tanah ini punya mbah sanusi dan atas restu mbah
sanusi.
Semuanya masih keturunan mbah sanusi sampe sekarang
5. Kurikulum seperti apa yang diterapkan dipesantren ini ?
Yang pertama madrasah, klasifikasi. Diisni ada sorogan wetonan,
madrasah ini ada enam tingkatan.
Bada asar untuk santri baru ngaji pasolatan kelas duanya itu nahwu
aljurumiyah kelas 3 nya amriti kelas empat fokus sorof kitab dari tegalrejo
kelas lima itu alfiyah awal tingkat enam alfiyah sani . jadi alfiyah itu dua
tahun.
Bada magrib itu madrasah berjenjang dari kelas satu sampe kelas enam,
dan untuk bada isya itu sorogan kelas satu kitabnya safinah kelas dua kitab
sebelas kitab kitab kecil paling besarnya taqrib kelas tiganya fiqih ngaji
badungan kitab fathul qorib dalam satu minggu itu ada dua hari musywaroh
fiqih kelas empat itu kitab minhajul kowil juzz awal kelas lima itu minhajul
kowi sani untuk tingkat enam dipersilahkan untuk belajar mengajar bada
subuh itu untuk ilmu ilmu alquran tingkat satu juzz amma tingkat dua
alquran awal tingkat tiga alquran sani tingkat empat tafsir juzz ama dan
tingkat lima dan enam itu tafsir jalalain.
6. Sistim ijazah madrasah
Setiap lulus tingkat enam diahir tahun akan diberikan ijazah dan itu sejajar
dengan setingkat sma, dan itu baru berjalan dua tahun ini sebelumnya bukan
ijazah tapi surat pernyataan bahwa santri sudah selesai pendidikan pesantren.
7. Ada berapa kitab mbah sanusi yang dikaji dipesantren ?
Kitabnya banyak yah sebenernya, dari berbagai van ilmu. Yang dikaji
disini itu hanya dua, karna yang lain itu belum sampai dicetak masih
manuskrip tulisan tngan asli mbah sanusi yang disimpan oleh pengasuh.
Pertama kitabul adab, bahasa jawa tentang tatakrama dan yang kedua itu at
tafsir wa tahdir itu kitab tentang kehidupan mulai dari jaman penciptaan
sampai nanti dihari kiamat.
Kami juga berharap kitab kitab mbah sanusi bisa dikaji oleh para santri.
Dua kitab diatas sudah diajarkan sejak dahulu kala, dua kitab tu merupakan
kitab ajaran pokok untuk para santri.
8. Apakah sistim madrosah mempunyai struktur sendiri?
Madrosah disini, masih nyatu dengan struktur pondok. Pengurus madrosah
itu bagian dari struktur pondok, dibawah pengasuh luraah dan seterusnya,
merupakan bagian dari seksi pengurus pondok
Cirebon, 8 july 2018
Pewawancara
Narasumber
M. Hasan habibi Ust. Adi Karnadi
Pedoman Wawancara
Nama :KH. Tasrifien, AS
Jabatan :Pengasuh ponpes As-Syifa
Tempat wawancara :Rumah kediaman KH. Tasrifien, AS
Taggal wawancara :20 juni 2018
1. Apa yang kyai ketahui sosok ki sanusi?
Alim alamah istiqomah selain itu kyai sanusi seorang ulama yang disiplin
waktu baik dalam ibadah atau dalam masalah mengajar tepat waktu. Kenapa saya
katakan tepat waktu? Saya sedikit terlambat saja dihukum, disiplin bener. Yang
diajarkan oleh kyai sanusi terutama kaitanya degan ahlak dan aqidah, ngajar dari
jam 6 sampe jam 7 pagi selain imam tetap 5 waktu ada ngajar lagi adanya malam
abis isya. Antara lain kitaabnya itu jawahirul kalami, aqidatul awam yang kecil
termasuk yang tasaswuf sulam taufik nya .
Jadi kyai sanusi itu terbilang kyai langkah, menurut saya. Dalam segi
keihlasan ketekunan dan disiplin sehingga ribuan santri ki sanusi itu pada jadi,
minimal jadi ustad lah. Kalo yang taat sama ki sanusi. Dan ki sanusi itu
megeluarkan sembilan peraturan, sembilan yang wajib sembilan yang dilarang
yang wajib solat, taat ngaji, yang dituangkan dalam kitab talim itu terus ki sanusi
itu melarang santri banyak tidur, banyak makan, ngobrol, maen bola, bergaul
bebas, sering pulang gaboleh, ngelawan orang tua . kalo udah taat yang sembilan
ini insyaallah jadi, santrinya ki sanusi itu.
2. Metode ngajar mbah sanusi?
Bandungan, sorogan, hafalanjadi setiap pelajaran mbah sanusi itu menghafal
kalo ngga hafal dihukum maka santrinya jadi-jadi. Saya pernah dihukum sekali
gara gara ga hafal. Makanya diterapkan disini hafalan (pesantren saya).
3. Apa betul mbah sanusi itu orang yang pertama kali nerapin ngajar
menggunakan papan tulis?
Iya, betul. Sebelum ki sanusni belum pernah ada. Kyai ngajar pake papan
tulis, dibawah pohon belajarnya dan duduknya juga masih glepor, belum ada
bangku. Pertama kali kisanusi ngajar pake papan tulis. Dan mbah sanusi itu
tamatan SMA bukan dari madrasah.
4. Jaman pa kyai itu sudah merasakan belajar menggunakan papan tulis?
Sudah, sudah mulai. Pertama kali itu gelombang saya, alhamdulillah.
5. Perjuangan mbah sanusi dalam membangun pesantren dibabakan itu seperti
apa?
Mbah sanusi dalam membangun pesantren tidak memungut biaya kepada
siappapun, kebetulan saya pernah jadi hodim nya, jadi orang sedatangnya
semaunya yang mau ngaji. Tidak pernah mencari kemana mana itulah hebatnya ki
sanusi.
Karna beliau itu dulu belajar sama belanda, mungkin penemuan mengajar
menggunakan dengan papan tulis itu dikira eefktif jadi diterapkan dipesantren
sampe sekarang.
6. Sejarah pesantren yang diasuh sama mbah sanusi ?
Kyai sanusi itu dulu bersama kyai amin sepuh ya, tinggal di yang namanya
roudlatul tholibin itu. Ada semacam job deskripsi yah. Sepeninggal kyai amin
tahun 1971, kemuduian diambil alih oleh kyai sanusi pesantren masjid, belio
memanfaatkan santri seniornya untuk mengajar dipesantren. Sehingga sekian
banyaknya santri semua bisa ditampung. Termasuk saya mengajar disana. Punya
putra kang maimun tapi kurang sehat, adalagi kan hariri tapi aktip terus dipolitik
digolkar.
Kang munir, itu cucunya itu. Jadi sekarang cucunya kang munir yang nerusin,
kalo anaknya ngga ada. Termasuk pa mudakir almrh itu cucunya
7. Pakyai masuk babakan tahun berapa?
Masuk tahun 1968 pulang tahun 73. Awalnya dilirboyo, trus ampir
dibabakan. Andon ngeliwet.
Kang munir kang kohar juga sering pada kesini, saya penasaran awalnya saya
tanya, kenapa si pada nyari saya gitu, trus kata kang munir itu katanya dapet
amanat dari mama (kang maimun) jangan putus silaturahmi sama kyai tasripin, itu
amana dari mbah sanusi. Begitu ceritanya. Sering keluarga ki sanusi pada kesini,
ya sebulan sekali minimal.
Subang, 20 juni 2018
Pewawancara
Narasumber
M. Hasan habibi KH. Tasrifien, AS
LAMPIRAN II
Keterangan:
Koleksi buku bacaan (arab dan non arab) dan tulisan otentik Al-Maghfurlah KH.
M Sanusi.
Keterangan:
Tulisan otentik Al-maghfurlah KH. Msanusi tentang peraturan pondok.
Keterangan:
Foto teratas adalah merupakan logo pondok pesantren assanusi.
Foto Kiri bawah adalah founding father pesantren babakan dan Assanusi.
Foto kanan bawah adalah struktur kepengurusan Assanusi masa hidmat 2017-
2019.
Keterangan:
Foto kanan diatas adalah dokumentasi penulisan tentang silsilah para pendiri
pesantren babakan yang di susun dan diketik oleh Al- Maghfurlah KH. M Sanusi.
Foto diatas kiri merupakan dokumentasi tulisan tangan Al-maghfurlah KH. M
Sanusi. Tentang sembilan larangan bagi santri ketika mesantren di pesantren
asuhan Almaghfurlah KH. M Sanusi.
Keterangan :
kiri atas adalah dokumentasi penulis bersama kepala pondok.
Kanan atas adalah dokumentasi penulis bersama KH Tasrifien.
Paling bawah adalah dokumentasi penulis bersama KH Ali Munir.
Keterangan:
Brosur pondok pesantren Assanusi tahun 2018-2019. Dalam brosur dari tahun
ketahun selalu mencantumkan visi dan misi pesantren.