154
PERAN MAJELIS TAKLIM DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KEAGAMAAN (Studi pada Kelompok Pengajian Ahad Pagi di Desa Kadirejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Tahun 2020) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: Munawaroh NIM. 23010160044 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2020

PERAN MAJELIS TAKLIM DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KEAGAMAAN (Studi pada …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8599/1/ACC SKRIPSI... · 2020. 6. 25. · PERAN MAJELIS TAKLIM DALAM

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • PERAN MAJELIS TAKLIM DALAM MENINGKATKAN

    PEMAHAMAN KEAGAMAAN

    (Studi pada Kelompok Pengajian Ahad Pagi di Desa Kadirejo

    Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Tahun 2020)

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar

    Sarjana Pendidikan

    Oleh:

    Munawaroh

    NIM. 23010160044

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    2020

  • ii

  • iii

    PERAN MAJELIS TAKLIM DALAM MENINGKATKAN

    PEMAHAMAN KEAGAMAAN

    (Studi pada Kelompok Pengajian Ahad Pagi di Desa Kadirejo Kecamatan

    Pabelan Kabupaten Semarang Tahun 2020)

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar

    Sarjana Pendidikan

    Oleh:

    Munawaroh

    NIM. 23010160044

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    2020

  • iv

  • v

  • vi

    PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

    Saya yang bertandatangan dibawah ini:

    Nama : Munawaroh

    NIM : 23010160044

    Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

    Program Studi : Pendidikan Agama Islam

    Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya

    saya sendiri, bukan jiplakan dari hasil karya orang lain. Pendapat atas temuan

    orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode

    etik ilmiah. Skripsi ini diperkenankan untuk dipublikasikan pada e-repository

    IAIN Salatiga.

    Salatiga,14 Agustus 2019

    Yang Menyatakan

    Anggun Klara Sinta

    NIM. 23040150056

  • vii

    MOTTO

    Hargailah orang lain meskipun orang lain tidak menghargai kita

    Hormatilah orang lain meskipun orang lain tidak menghormati kita

    Teruslah berbuat baik kepada orang lain

    meskipun orang lain tidak berbuat baik kepada kita

  • viii

    PERSEMBAHAN

    Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, skripsi

    ini penulis persembahkan untuk:

    Ayahanda Muh Kirom dan ibunda Siti Asiyah tercinta, yang telah menyayangi,

    mengasihi dan selalu mendoakanku.

    Kakakku Thoriqotul Millah dan adikku M. Nurul Huda yang selalu

    menyemangatiku.

    Seluruh keluarga besarkku yang selalu mendoakanku

    Sahabat-sahabatku yang selalu mensuport dan mendoakanku

    Dan untuk orang spesial dalam hidupku Zulfi M Syafi yang selalu memotivasi,

    menyemangati langkahku menuju gelar sarjana

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

    memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya. Shalawat serta salam selalu

    tercurahkan kepada junjungan kita, Rasulullah SAW yang kita nantikan

    syafa‟atnya di hari akhir nanti. Dengan penuh rasa syukur penulis dapat

    menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Peran Majelis Taklim dalam

    Meningkatkan Pemahaman Keagamaan (Studi pada Pengajian ahad pagi di Desa

    Kadirejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Tahun 2020)” dengan baik.

    Penulis menyadari adanya keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki,

    sehingga dalam penyusunan skripsi ini banyak mendapat bimbingan, pengarahan,

    bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini

    penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

    1. Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri

    Salatiga.

    2. Prof. Dr. Mansur, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

    IAIN Salatiga.

    3. Dra. Siti Asdiqoh, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama

    Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga periode tahun 2019-2023.

    4. Badrus Zaman, M.Pd.I selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu

    memberikan motivasi, arahan dan bimbingan hingga terselesaiannya skripsi

    ini dengan baik.

  • x

    5. M. Aji Nugroho, LC., M.Pd.I. sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang

    selalu memberikan arahan serta bimbingannya untuk lancarnya proses

    perkuliahan penulis.

    6. Semua pihak Pondok Pesantren Darussalam Sempon Kadirejo yang telah

    memberikan ijin penelitian ini.

    7. Bapak Muh Kirom, Ibu Siti Asiyah, Kakak Thoriqotul Millah, Adek M. Nurul

    Huda dan seluruh keluarga besar penulis yang selalu menguatkan dalam

    keadaan apapun, memberikan motivasi, dukungan moril dan materiil, serta

    do‟a dalam penulisan skripsi ini.

    8. Sahabat-sahabat tercinta Hida, Lala, Nisa dan Wiwik yang telah memberikan

    semangat do‟a serta membantu hingga terselesaiannya penulisan skripsi ini.

    9. Teman-teman seperjuanganku, Amatullah Latifah, Anis Alfiani, Umi

    Kholisna, Ely, Atika, Fika, Mila, Yuyun, Feni dan semua teman-teman PAI

    angkatan 2016 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

    10. Semua pihak yang telah berjasa dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa

    penulis sebutkan satu persatu.

    Semoga dukungan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis

    menjadi amal baik dan mendapat pahala dari Allah SWT.

    Salatiga, 1 Juni 2020

    Penulis

  • xi

    DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL LUAR ....................................................................... i

    LEMBAR LOGO IAIN .................................................................................. ii

    HALAMAN SAMPUL DALAM ................................................................... iii

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. iv

    HALAMAN PENGESAHAN . ...................................................................... v

    HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ........................... vi

    HALAMAN MOTTO ..................................................................................... vii

    HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... viii

    KATA PENGANTAR .................................................................................... ix

    DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

    DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv

    ABSTRAK ...................................................................................................... xvi

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

    B. Fokus Penelitian ................................................................................. 5

    C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 5

    D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 6

    1. Manfaat Teoritis .......................................................................... 6

    2. Manfaat Praktis ........................................................................... 6

    E. Penegasan Istilah ................................................................................ 7

    F. Sistematika Penulisan ........................................................................ 9

  • xii

    BAB II KAJIAN PUSTAKA

    A. Landasan Teori................................................................................... 11

    1. Majelis Taklim ............................................................................ 11

    a. Pengertian Majelis Taklim ..................................................... 11

    b. Sejarah Majelis Taklim .......................................................... 17

    c. Dasar Hukum Majelis Taklim ................................................ 20

    d. Fungsi Majelis Taklim ........................................................... 25

    e. Lembaga Pengelola Majelis Taklim....................................... 27

    f. Peran Majelis Taklim ............................................................. 29

    2. Pemahaman Keagamaan ............................................................. 35

    a. Pengertian Pemahaman Keagamaan ...................................... 35

    b. Dimensi Pemahaman Keagamaan .......................................... 38

    c. Faktor yang Mempengaruhi Pemahaman Keagamaan ........... 41

    B. Kajian Pustaka ................................................................................... 43

    BAB III METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian................................................................................... 47

    B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 47

    C. Sumber Data....................................................................................... 48

    D. Prosedur Pengumpulan Data .............................................................. 49

    E. Analisis Data ...................................................................................... 51

    F. Pengecekan Keabsahan Data ............................................................. 52

    BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA

    A. Paparan Data ...................................................................................... 54

  • xiii

    1. Profil Desa Kadirejo ................................................................... 54

    2. Profil Pengajian Ahad Pagi ......................................................... 58

    3. Deskripsi Data Peran Pengajian Ahad Pagi di Desa

    Kadirejo dalam Meningkatkan Pemahaman Keagamaan ........... 63

    B. Analisis Data ...................................................................................... 76

    1. Analisis Peran Pengajian Ahad Pagi di Desa Kadirejo

    dalam Meningkatkan Pemahaman Keagamaan .......................... 76

    BAB V PENUTUP

    A. Simpulan ............................................................................................ 96

    B. Saran ................................................................................................. 97

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 98

    LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................. 101

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... 138

  • xiv

    DAFTAR TABEL

    Tabel 4.1 Pembagian Wilayah Desa Kadirejo

    Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tahun

    Tabel 4.3 Letak Wilayah

    Tabel 4.4 Batas Wilayah

    Tabel 4.5 Sarana Pendidikan

    Tabel 4.6 Sarana dan Prasarana Keagamaan

    Tabel 4.7 Sarana dan Prasarana Kesehatan

    Tabel 4.8 Sarana Transportasi

    Tabel 4.9 Prasarana Olahraga

    Tabel 4.10 Mata Pencarian Warga Desa Kadirejo

    Tabel 4.11 Program Kegiatan Pengajian Ahad Pagi

    Tabel 4.12 Jadwal Kegiatan Pengajian Ahad Pagi

    Tabel 4.13 Daftar Nama Informan

  • xv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Daftar Nilai Satuan Kredit Kegiatan

    Lampiran 2 Pedoman Wawancara

    Lampiran 3 Verbatim Wawancara

    Lampiran 4 Foto Kegiatan

    Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian

    Lampiran 6 Surat Keterangan Penelitian

    Lampiran 7 Nota Pembimbing Skripsi

    Lampiran 8 Lembar Konsultasi

    Lampiran 9 Daftar Riwayat Hidup

  • xvi

    ABSTRAK

    Munawaroh. 2020. Peran Majelis Taklim dalam Meningkatkan Pemahaman

    Keagamaan (Studi pada Pengajian Ahad Pagi di Desa Kadirejo

    Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang Tahun 2020). Skripsi: Program

    Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan,

    Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Badrus Zaman,

    M.Pd.I.

    Kata Kunci: Peran Majelis Taklim, Pemahaman Keagamaan

    Majelis taklim merupakan salah satu lembaga pendidikan non formal yang

    memiliki kontribusi besar dalam mengembangan dan pembinaan ilmu agama

    Islam. Majelis taklim di Indonesia sudah berkembang pesat dalam masyarakat,

    mulai dari anggotanya yang sedikit hingga yang anggotanya mencapai ribuan.

    Salah satu majelis taklim yang turut andil di Desa Kadirejo Kecamatan Pabelan

    Kabupaten Semarang yaitu Pengajian ahad pagi yang dikelola oleh Pondok

    Pesantren Darussalam Sempon. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

    peran pengajian ahad pagi di Desa Kadirejo dalam meningkatkan pemahaman

    keagamaan.

    Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif karena data yang

    diperoleh diolah dan dijelaskan dalam deskripsi penulis. Dalam memperoleh data,

    penulis menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Sumber

    data dalam penelitian ini meliputi sumber data primer yaitu hasil wawancara

    dengan pengasuh, pengurus dan beberapa jamaah pengajian ahad pagi di Desa

    Kadirejo, serta sumber data sekunder yang berasal dari dokumentasi kegiatan.

    Adapun hasil temuan dari peran pengajian ahad pagi di Desa Kadirejo

    dalam meningkatkan pemahaman keagamaan yaitu: (1) Pembinaan keimanan

    jamaah, setelah mengikuti pengajian ahad pagi ini jamaah merasakan adanya

    peningkatan keimanan. (2) Membina keluarga dalam mewujudkan keluarga

    sakinah melalui kegiatan bahsul masail di Ahad legi. (3) Pemberdayaan kaum

    duafa dengan diadakannya kegiatan santunan anak yatim setiap bulan Muharram.

    (4) Peningkatan ekonomi rumah tangga dengan banyaknya jamaah yang ikut

    mengaji sambil berjualan. (5) Sebagai tempat untuk belajar ilmu agama, sehingga

    dapat meningkatkan pemahaman keagamaan. (6) Membina kerukunan sesama

    umat dengan silaturrahim.

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Manusia membutuhkan pendidikan sebagai bekal dalam menjalankan

    kehidupannya. Melalui pendidikan, manusia dapat mengembangkan seluruh

    potensi yang ada pada dirinya sehingga mampu memecahkan masalah yang

    muncul dalam kehidupannya. Pendidikan mampu mengantarkan manusia

    untuk dapat bersosialisasi, berkomunikasi dan berinteraksi yang baik dengan

    sesama. Dengan demikian manusia mampu menaikkan taraf kehidupannya

    baik dari segi ekonomi maupun sosialnya. Pendidikan tidak hanya mampu

    menaikkan kemuliaan manusia dihadapan manusia saja namun juga di

    hadapan Allah SWT.

    Pendidikan menggambarkan interaksi pendidik dengan peserta didik

    guna mencapai visi pendidikan yang berlangsung dalam lembaga pendidikan

    forman maupun nonformal. Pendidikan yang dilaksanakan pada dasarnya

    semua sama, yakni memberi bimbingan agar peserta didik dapat hidup

    mandiri sehingga dapat melanjutkan dan melestarikan tradisi serta nilai-nilai

    yang berkembang di masyarakat (Zaman, 2018: 130). Melalui pendidikan

    yang terprogram dan terkelola dengan baik dan intensif, titik optimum usaha

    pendidikan akan terwujud. Pendidikan dikatakan berhasil apabila mampu

    mengubah tingkah laku manusia ke arah yang positif (Rochimah & Zaman,

    2018: 31).

  • 2

    Belajar bagi setiap muslim merupakan kewajiban. Allah akan

    meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi

    ilmu pengetahuan sesuai dengan firman-Nya Q.S. Mujadillah ayat 11:

    ُ لِِظ فَٱۡفَغُحىْا ٌَۡفَغِح ٱَّللَّ ْا إَِرا قٍَِل لَُكۡن تَفَغَُّحىْا فًِ ٱۡلَوَجَٰ أٌَُّهَا ٱلَِّزٌَي َءاَهٌُىََٰٰٓٓ ٌََٰ

    ُ ٱلَِّزٌَي َءاَهٌُىْا ِهٌُكۡن َوٱلَِّزٌَي لَُكۡنۖۡ َوإِ َرا قٍَِل ٱًُشُضوْا فَٱًُشُضوْا ٌَۡشفَعِ ٱَّللَّ

    ُ بَِوا تَۡعَولُىَى َخبٍِٞش ت ٖۚ َوٱَّللَّ أُوتُىْا ٱۡلِعۡلَن َدَسَجَٰ

    Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! apabila dikataan kepadamu,:

    “Berilah kelapangan dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya

    Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan,

    “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat

    (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang

    diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti apa yang kamu kerjaan.

    (Q.S. Al-Mujadillah: 11) (Departemen Agama RI, 2011: 544)

    Selain itu, Rasulullah juga memerintahkan untuk memperdalam ilmu

    agama

    ْيِن )متفق عليو( ْهُو ِِف الدِّ ًرا يُ َفقِّ َمْن يُِر ِد اهللُ ِبِو َخي ْArtinya: “Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah untuk diberi kebaikan,

    maka orang itu memperdalam agama Islam” (H.R. Bukhari-Muslim)

    (Bahreisj, t.th: 31)

    Hal ini menunjukkan bahwa menuntut ilmu dalam Islam merupakan

    suatu proses tanpa ada akhirnya atau yang terkenal dengan sebutan long life

    education yang sejalan dengan prinsip yang ditetapkan oleh Allah SWT dan

    Rasul-Nya.

    Menuntut ilmu itu tidak hanya dilakukan oleh anak-anak saja

    melainkan juga orang tua. Para orang tua yang disibukkan oleh pekerjaan

    tentu tidak dapat menambah ilmu yang diharapkannya dari lembaga

  • 3

    pendidikan formal. Selain faktor usia dan waktu yang tidak memungkinkan,

    mereka juga akan berfikir ulang akan faktor keuangan yang mereka miliki

    sebagian besar dari mereka akan memilih dialokasikan untuk memenuhi

    kebutuhaan sehari-hari.

    Menyikapi permasalahan tersebut, tentunya para orang tua akan

    mencari jalan alternatif lain untuk dapat menimba ilmu dan memperdalam

    ilmu agama. Orang tua tidak hanya dapat memperoleh pendidikan melalui

    jalur pendidikan formal saja, tetapi juga dapat memperolehnya melalui jalur

    pendidikan nonformal. Salah satu pendidikan nonformal yang masih eksis

    sampai sekarang yaitu majelis taklim. Majelis taklim tidak hanya

    diperuntukkan untuk orang tua saja akan tetapi terbuka untuk umum termasuk

    juga para pemuda yang ingin menimba ilmu melalui jalur pendidikan

    nonformal ini.

    Islam adalah agama yang menuntun agar manusia secara individual

    maupun kelompok menjadi manusia yang baik, berakhlak dan berbudi luhur.

    Agar mencapai apa dari tujuan agama itu sendiri maka diperlukan sebuah

    dinamika yang disebut dengan dakwah. Dakwah merupakan suatu seruan atau

    ajaran yang dilakukan oleh seorang dai kepada mad‟u baik melalui lisan,

    tulisan maupun perbuatan agar melaksanakan apa yang diperintahkan Allah

    SWT dan menjauhi larangan-Nya.

    Kehadiran lembaga dakwah ini sebagai wujud kegiatan dalam bentuk

    pembinaan, pendidikan dan pengarahan ini telah memberian harapan baru

    bagi upaya kecerdasan dan pencerahan masyarakat, khususnya dalam bidang

  • 4

    beragama dan sosial. Salah satu lembaga dakwah atau lembaga pendidikan

    yang ada di sekitar masyarakat adalah majelis taklim. Oleh karena itu, majelis

    taklim bukan hanya berfungsi sebagai lembaga dakwah, melainkan berperan

    dalam melakukan pengembangan dan pembinaan ilmu agama Islam serta

    pembinaan kehidupan masyarakat disekitarnya.

    Tujuan utama terbentuknya majelis taklim adalah menyebarkan

    dakwah Islam dan menyelamatkan umat dari keterpurukan, dimana majelis

    taklim telah berkembang pesat di Indonesia. Mulai dari remaja hingga para

    orang tua telah andil dalam kegiatan majelis taklim tersebut. Awal mula

    terbentuknya majelis taklim ini merupakan upaya umat Islam dalam

    menyebarkan dakwah Islam melalui masjid-masjid. Namun bukan hanya

    sekedar masjid saja, sekarang dakwah sudah banyak dilakukan di beberapa

    tempat, bahkan tidak hanya lewat lisan akan tetapi lewat media sosial seperti

    Youtube, Facebook, Whatshap dan lain-lain.

    Berdasarkan sejarah kelahirannya, majelis taklim merupakan lembaga

    pendidikan tertua dalam Islam, sebab telah dilaksanakan sejak zaman Nabi

    Muhammad SAW yang berlangsung secara sembunyi-sembunyi di rumah

    Arqam Ibnu Abu al-Arqam (as-Siba‟i, 2011: 38). Namun dakwah secara

    sembunyi-sembunyi ini tidak berlangsung lama setelah adanya perintah Allah

    untuk melaksanakan dakwah secara terang-terangan yang terdapat dalam Q.S.

    Al-Hijr ayat 94 :

    فَٱۡصَذۡع بَِوا تُۡؤَهُش َوأَۡعِشۡض َعِي ٱۡلُوۡشِشِكٍَي

  • 5

    Artinya: “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa

    yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang

    musyrik”.

    Majelis taklim marak ditengah-tengah masyarakat di Indonesia yang

    mayoritas penduduknya beragama Islam. Salah satu majelis taklim yang

    tumbuh berkembang pesat yaitu di Pengajian Ahad Pagi di Desa Kadirejo

    Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang. Majelis Taklim yang berlokasi di

    Pondok Pesantren Darussalam Sempon, Kadirejo, Pabelan ini mampu

    menyedot hingga ribuan jamaah setiap diadakan pengajian rutin Ahad Pagi.

    Adapun kajian dalam majelis taklim ini merupakan kajian tafsir al ibriz dan

    bahsul masail. Mengingat pentingnya bagi setiap orang untuk meningkatkan

    pemahaman keagamaan masing-masing individu, maka akan timbul

    keinginan seseorang untuk mengikuti majelis taklim yang ada disekitar

    lingkungannya.

    Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai peran majelis

    taklim dalam meningkatan pemahaman keagamaan. Judul yang diangkat

    penulis yaitu “Peran Majelis Taklim dalam Meningkatkan Pemahaman

    Keagamaan (Studi pada Kelompok Pengajian Ahad Pagi di Desa

    Kadirejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Tahun 2020)”.

    B. Fokus Penelitian

    Dari uraian di atas, penulis mengemukakan rumusan masalah yang

    akan dibahas lebih lanjut. Adapun pokok permasalahan dalam penulisan

    skripsi ini adalah: Bagaimana peran majelis taklim pada kelompok pengajian

  • 6

    ahad pagi di Desa Kadirejo dalam meningkatkan pemahaman keagamaan

    tahun 2020?

    C. Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dari skripsi ini adalah sebagai berikut: Untuk

    mendeskripsikan peran majelis taklim pada kelompok pengajian ahad pagi di

    Desa Kadirejo dalam meningkatkan pemahaman keagamaan tahun 2020.

    D. Manfaat Penelitian

    Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan

    berguna bagi semua kalangan masyarakat. Adapun berbagai manfaat yang

    diharapkan antara lain:

    1. Manfaat Teoritis

    a. Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan

    tambahan wawasan dan pemahaman yang positif mengenai pentingnya

    peran majelis taklim dalam meningkatkan pemahaman keagamaan

    seseorang.

    b. Menambah pengetahuan dan wawasan serta sebagai wahana untuk

    mengembangkan ilmu yang telah diperoleh dari kuliah.

    c. Dapat dijadikan referensi dalam mengembangkan pengetahuan tentang

    peran majelis taklim dalam meningkatkan pemahaman keagamaan.

  • 7

    2. Manfaat Praktis

    a. Bagi peneliti

    Diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan

    peneliti sendiri, serta dapat mengembangkan penelitian ini menjadi

    referensi yang dapat digunakan dalam meningkatkan pemahaman

    keagamaan dengan mengikuti majelis taklim yang ada di lingkungan

    sekitar.

    b. Bagi Masyarakat

    Penelitian ini diharapkan dapat memberi motivasi kepada

    masyarakat agar senantiasa meningkatkan pemahaman keagamaan

    dengan aktif mengikuti majelis taklim yang berada di lingkungan

    sekitar.

    c. Bagi Pengajian ahad pagi Desa Kadirejo

    Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

    masukan dan pertimbangan dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan

    dalam upaya meningkatkan pemahaman keagamaan jamaah yang

    mengikutinya.

    E. Penegasan Istilah

    Penelitian ini terdiri dari variabel yang terdiri dari independent

    variable (variabel bebas) yaitu peran majelis taklim, dan dependent variable

    (variabel terikat) yaitu meningkatkan pemahaman keagamaan. Untuk

    menghindari kesalahpahaman dan untuk membatasi ruang lingkup

  • 8

    pembahasan skripsi ini, perlu penulis jelaskan beberapa istilah yang

    digunakan dalam judul skripsi ini yaitu:

    1. Peran Majelis Taklim

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia peran diartikan sebagai

    sebuah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang

    berkedudukan dalam masyarakat (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan

    dan Pengembangan Bahasa, 1990: 667). Menurut Abu Ahmadi (2009:

    106), peran adalah kompleks pengharapan manusia terhadap cara individu

    harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan

    fungsi sosial.

    Majelis taklim adalah sebuah lembaga pendidikan non formal yang

    dipandu oleh ustadz atau ustadzah, memiliki jamaah untuk mendalami

    ajaran agama Islam serta kegiatan-kegiatan yang bermanfaat lainnya

    dengan tempat yang telah ditentukan (Amatul Jadidah dan Mufarrohah,

    2016: 27).

    Djauharuddin dalam Ahmad Sarbini (2010: 56) mendefinisikan

    majelis taklim sebagai lembaga pendidikan non formal Islam yang

    memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur,

    diikuti oleh jumlah jamaah yang relatif banyak dan bertujuan untuk

    membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara

    manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan lingkungannya dalam

    rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.

  • 9

    Adapun peran yang dimaksud oleh penulis dalam penelitian ini

    yaitu sumbangsih yang diberikan dari majelis taklim terhadap para

    jamaahnya. Adapun majelis taklim yang menjadi objek pada penelitian ini

    adalah kelompok Pengajian Ahad Pagi Desa Kadirejo Kecamatan Pabelan

    Kabupaten Semarang.

    2. Pemahaman Keagamaan

    Pemahaman keagamaan mengandung perngertian bahwa sampai

    dimana kemampuan untuk mengenali atau memahami nilai agama yang

    mengandung nilai-nilai luhurnya serta mempraktekan nilai-nilai tersebut

    dalam bersikap dan bertingkah laku (Murniati, 2013: 3).

    Berdasaran pengertian di atas, yang dimasud penulis dengan

    pemahaman keagamaan yaitu sejauh mana kemampuan seseorang untuk

    memahami, menghayati, serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama

    yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Jika pemahaman

    keagamaannya baik, seseorang itu tentunya akan berusaha menjadi

    pengikut agama yang baik dan senantiasa menjalankan perintah Allah dan

    menjauhi segala larangan-Nya serta menampilkan sikap dan tingkah laku

    keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya.

    F. Sistematika Penulisan

    Untuk memudahkan dalam memahami skripsi ini, maka perlu adanya

    pemaparan sistematika penulisan sehingga pembahasan akan lebih sistematis

    dan mudah dipahami. Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini yaitu:

  • 10

    BAB I : PENDAHULUAN

    Dalam bab ini penulis akan mengemukakan pokok-pokok pikiran

    yang mendasari penulisan skripsi ini yang berisi latar belakang masalah,

    fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan

    sistematika penulisan.

    BAB II : KAJIAN PUSTAKA

    Pada bab II ini penulis akan mengemukakan kerangka teoritik yang

    terdapat dalam skripsi ini. Pada bab II ini terdiri dari dua sub bab yaitu

    landasan teori mengenai peran majelis taklim dan pemahaman keagamaan,

    dan kajian pustaka.

    BAB III : METODE PENELITIAN

    Bab ini berisi tentang metode penelitian yang meliputi jenis penelitian,

    lokasi dan waktu penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data,

    analisis data dan pengecekan keabsahan data.

    BAB IV : PAPARAN DAN ANALISIS DATA

    Pada bab ini terbagi menjadi dua sub bab yaitu paparan data yang

    berisi uraian data-data yang di dapat dari lapangan dan analisis data dari

    perolehan data yang terkumpul sehingga diketahui tentang peran pengajian

    ahad pagi Desa Kadirejo dalam meningkatkan pemahaman keagamaan.

    BAB V : PENUTUP

    Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran-saran yang menjadi akhir

    dari penulisan skripsi ini.

  • 11

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Landasan Teori

    1. Majelis Taklim

    a. Pengertian Majelis Taklim

    Secara etimologis, kata majelis taklim berasal dari Bahasa Arab,

    yaitu majlis dan taklim. Kata majlis berasal dari kata jalasa, yajlisu,

    julusan, yang artinya duduk atau rapat. Arti kata taklim sendiri yaitu

    berasal dari kata „alima, ya‟lamu, „ilman yang artinya mengetahui

    sesuatu, ilmu, ilmu pengetahuan. Dalam definisi lain, taklim berasal

    dari kata „alama, „allaman yang artinya mengecap, memberi tanda, dan

    ta‟alam berarti terdidik, belajar (Muhsin, 2009:1). Kata ta‟lim adalah

    masdar dari „allama. Para ahli bahasa Arab telah memberikan arti pada

    kata „alima dengan beberapa arti. Arti-arti itu dapat dilihat dalam

    penggunaannya dikalangan orang Arab. Misalnya „alimtu‟sy-syai-a

    artinya „araftu (mengetahui, mengenal), „alima bi‟sy-syai-I artinya

    sya‟ara (mengetahui, merasa), dan „alima‟rrajula artinya khabarahu

    (memberi kabar kepadanya) (Rosidin, 2003: 65). Sedangkan menurut

    Jalal dalam Awwaliyah & Hasan (2018: 38) mengemukakan makna

    ta‟lim sebagai sebuah proses pemberian pengetahuan, pemahaman,

    pengertian, tanggungjawab, dan penanaman amanah, sehingga terjadi

    penyucian atau pembersihan diri manusia dari segala kotoran yang

    menjadikan diri manusia itu berada dalam suatu kondisi yang bisa

  • 12

    memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari segala

    yang bermanfaat dan yang tidak diketahuinya.

    Dedeng Rosidin (2003: 109-119) mengemukakan makna ta‟lim

    menurut beberapa ahli, diantaranya:

    1) Ta‟lim adalah proses pemberitahuan sesuatu dengan cara berulang-

    ulang dan sering sehingga muta‟allim (siswa) dapat

    mempersepsikan maknanya dan berbekas pada dirinya. Makna ini

    menunjukan pada proses ta‟lim. Demikian pula „Athiyah Al-

    Abrasyi, menyatakan bahwa ta‟lim atau pengajaran tidak menuntut

    lebih dari guru yang melaksanakan pengajaran kepada orang lain,

    dan mengajarannya akan informasi, pendapat dan pemikiran yang

    dikehendakinya dengan metode yang dipilihnya, sementara siswa

    memperhatikan apa yang disampaikan dan menyadari apa yang

    didengar.

    2) Ta‟lim adalah kegiatan yang dilakukan oleh mu‟allim dan

    muta‟allim yang menuntut adanya adab-adab tertentu, bersahabat,

    dan bertahab. Makna ini digolongan dalam syarat-syarat ta‟lim.

    Mukhtar Yahya mengatakan bahwa seorang mu‟allim harus

    senantiasa berperilaku baik sesuai syariat Allah SWT, murah hati,

    dermawan, lembut dan penyabar, dan muta‟allim hendaknya

    rendah diri terhadap mu‟allim, mencari ridhanya sekalipun ia

    berbeda pendapat dengannya. Begitu pula Ibnu Hajm, ia

    menyatakan bahwa seorang mu‟allim dituntut untuk menyampaikan

  • 13

    materi secara bertahap dengan tidak merasa jemu. Sedangan Ibnu

    Jama‟ah menyatakan bahwa pengajaran itu hendaknya disampaikan

    bertahap mulai dari yang terutama dan paling penting kepada yang

    sebawah itu.

    3) Penyampaian dalam ta‟lim diiringi dengan penjelasan, sehingga

    muta‟allim menjadi tahu dari yang asalnya tidak tahu, dan dari

    yang tidak paham menjadi paham. Makna ini menunjukan pada

    proses kegiatan didalam ta‟lim. Ibnu Jama‟ah mengatakan bahwa

    seorang mu‟allim hendaknya mencurahkan perhatiannya terhadap

    ta‟lim, memberikan pemahaman, menjelaskan makna agar melekat

    pada pikiran muta‟allim.

    4) Ta‟lim bertujuan agar ilmu yang disampaikan bermanfaat,

    melahirkan amal saleh, memberi petunjuk ke jalan kebahagiaan

    dunia akhirat untuk mencapai ridha Allah SWT. Makna ini

    menunjukan pada tujuan yang hendak dicapai dalam ta‟lim. Abdul

    Fattah Jalal mengatakan bahwa ta‟lim mencakup aspek

    pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam

    hidupnya serta pedoman perilaku yang baik. Al-Attas menyebutkan

    bahwa ta‟lim bertujuan untuk menanamkan dan memperkokoh

    perilaku (adab) seorang manusia. Dengan demikian dapat

    melahirkan amal baik atau amal saleh. Tujuan ini mengandung

    makna adanya perubahan dan perubahan yang dikehendaki Islam

    dalam Ilmu Pendidikan Islam ialah perubahan yang dapat

  • 14

    menjembatani individu dengan masyarakat dan dengan Tuhannya.

    Tujuan akhir berupa pembentukan hidup secara menyeluruh (dunia

    dan akhirat) sesuai dengan kehendak Tuhan.

    5) Ta‟lim merupakan kegiatan yang dilakukan oleh mu‟allim.

    Kegiatan yang dilakukan tidak hanya sekadar penyampaian materi,

    melainkan disertai dengan penjelasan-penjelasan, makna dan

    maksudnya; sehingga muta‟allim menjadi paham, terjaga dan

    terhindar dari kekeliruan, kesalahan, dan kebodohan. Makna ini

    menunjukkan adanya penilaian akhir atau evaluasi, yaitu paham,

    terhindar, terjaga dari kebodohan, kesalahan, dan kekeliruan

    terhadap materi yang diajarkan. Ibnu Jama‟ah mengatakan bahwa

    seorang mu‟allim hendaknya menyampaikan materi semudah

    mungkin dan memberikan pemahaman seringan mungkin.

    Demikian dengan Abdul Fatah Jalal, ia mengatakan bahwa ketika

    Rasulullah SAW mengajaran tilawah Al-Qur‟an kepada kaum

    muslimin, tidak sekadar membuat mereka dapat membaca saja,

    melainkan membaca dengan perenungan yang berisikan

    pemahaman, pengertian, tanggungjawab dan penanaman amanah.

    6) Ta‟lim adalah pembinaan intelektual, pemberian ilmu yang

    mendorong amal yang bermanfaat sehingga muta‟allim akan

    menjadi suri teladan baik dalam perkataan maupun dalam setiap

    perbuatannya.

  • 15

    7) Ta‟lim dilakukan dengan niat karena Allah SWT dan dengan

    metode yang mudah diterima. Maksudnya seorang guru harus

    mengusahakan agar pengajaran yang diberikan kepada murid

    mudah diterima dan ia harus memikirkan metode yang akan

    digunakan.

    8) Sifat mu‟allim dalam kegiatan ta‟lim tidak boleh pilih kasih, sayang

    kepada yang bodoh, berperilaku baik dalam mengajar, bersikap

    lembut, memberi pengertian dan pemahaman, serta menjelaskan

    dengan menggunakan atau mendahulukan nash tidak dengan ra‟yu

    kecuali bila diperlukan. Makna ini sejalan dengan yang dikatakan

    oleh Ibnu Abdi‟l-Barr, ia mengungkapkan bahwa mu‟allim wajib

    berperilaku adil terhadap yang kaya dan yang miskin, dan dapat

    menjadi contoh yang baik bagi mereka.

    9) Pada kegiatan ta‟lim tersirat adanya mu‟allim (guru sebagai

    pengajar), yu‟allim (proses kegiatan belajar mengajar), muta‟allim

    (murid yang menerima pelajaran), dan al‟ilmu (materi atau bahan

    yang disampaikan).

    10) Mu‟allim yang sebenarnya secara mutlak adalah Allah SWT,

    karena Dia sebagai sumber ilmu dan Dia-lah pemberi ilmu. Al-

    Attas memperkuat makna ini dengan dengan mengungkapkan

    bahwa sesungguhnya Allah adalah sumber semua ilmu. Meskipun

    kegiatan ta‟lim merupakan kegiatan manusia, tetapi sejalan dengan

    pandangan Islam, kegiatan ini tidak bisa lepas dari peranan Tuhan.

  • 16

    11) Mu‟allim harus senantiasa meningkatkan diri dengan belajar dan

    membaca sehingga ia memperoleh banyak ilmu.

    12) Mu‟allim senantiasa berlaku baik, tidak suka menyiksa fisik, balas

    dendam, membenci, dan mencaci murid. Makna ini menunjukan

    karakteristik atau sifat-sifat mu‟allim dari sisi moral psiologis, yaitu

    menyarankan cara-cara lunak, lembut, dan kasih sayang dalam

    pendidikan dan pengajarannya.

    Zarkasyi dalam Muhsin (2009: 2) menyatakan bahwa majelis

    taklim bagian dari model dakwah dewasa ini dan sebagai forum belajar

    untuk mencapai suatu tingkat pengetahuan agama. Majelis taklim

    adalah salah satu lembaga pendidikan diniyah non formal yang

    bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT

    dan akhlak mulia bagi jamaahnya, serta mewujudkan rahmat bagi alam

    semesta (Fitriyah & Kiki, 2012:12).

    Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa majelis

    taklim merupakan suatu tempat atau suatu lembaga pendidikan yang

    bersifat non formal dalam rangka melaksanakan kegiatan belajar

    mengajar atau kegiatan pembinaan untuk mempelajari, mendalami, dan

    memahami ilmu pengetahuan tentang agama Islam sebagai wadah

    dalam melaksanakan berbagai kegiatan yang memberikan kemaslahatan

    kepada jamaah dan masyarakat sekitarnya.

  • 17

    b. Sejarah Majelis Taklim

    Pada awal masuknya Islam, dakwah merupakan salah satu cara

    yang digunakan untuk menyiarkan ajaran Islam. Nabi Muhammad

    SAW menyiarkan agama Islam secara sembunyi-sembunyi dari satu

    rumah ke rumah lainnya, dan dari satu tempat ke tempat lainnya.

    Berdasarkan sejarah kelahirannya, majelis taklim merupakan

    lembaga pendidikan tertua dalam Islam, sebab telah dilaksanakan sejak

    zaman Nabi Muhammad SAW yang berlangsung secara sembunyi-

    sembunyi di rumah Arqam Ibnu Abu al-Arqam (as-Siba‟i,2011: 38).

    Adanya kegiatan pembelajaran di rumah Arqam bin Abil Arqam ini

    menjadi model dan inspirasi berdirinya majelis taklim yang pertama

    kali. Namun dakwah secara sembunyi-sembunyi ini tidak berlangsung

    lama setelah adanya perintah Allah untuk melaksanakan dakwah secara

    terang-terangan yang terdapat dalam Q.S. Al-Hijr ayat 94 :

    فَٱۡصَذۡع بَِوا تُۡؤَهُش َوأَۡعِشۡض َعِي ٱۡلُوۡشِشِكٍَي

    Artinya: “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala

    apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-

    orang yang musyrik”.

    Setelah adanya perintah dari Allah SWT untuk melaksanakan

    dakwah secara terang-terangan, maka kegiatan pengajian tersebut

    berkembang pesat dan diselenggarakan secara terbuka.

    Pada periode madinah, ketika Islam telah menjadi kekuatan

    politik praktis dalam masyarakat waktu itu penyelenggaraan majelis

    taklim dalam bentuk pengajian dan dakwah Rasulullah SAW

  • 18

    berlangsung lebih pesat. Rasulullah SAW duduk di masjid Nabawi

    untuk memberikan pengajian kepada para sahabat dan kaum muslimin.

    Metode dengan sistem tersebut nabi Muhammad SAW berhasil

    menyiarkan agama Islam, sekaligus berhasil membentuk dan membina

    para pejuang Islam yang tidak hanya gagah berani, perkasa di medan

    perang dalam membela dan menegakan Islam, akan tetapi juga tampil

    prima dalam mengatur pemerintahan dan membina kehidupan sosial

    kemasyarakatan (Jasmiana & Dangnga, 2019: 2).

    Di awal masuknya Islam ke Indonesia, majelis taklim

    merupakan sarana yang paling efektif untuk memperkenalkan sekaligus

    menyiarkan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat sekitar. Dengan

    berbagai kreasi dan metode, majelis taklim menjadi ajang

    berkumpulnya orang-orang yang berniat untuk mendalami ilmu agama

    Islam dan menjadi sarana berkomunikasi antar sesama umat. Bahkan

    berawal dari majelis taklim inilah kemudian muncul metode pengajaran

    yang lebih teratur, terencana, dan berkesinambungan, seperti madrasah

    dan pondok pesantren.

    Pada awalnya majelis taklim menggunakan masjid sebagai

    tempat pendidikan mereka. Hal ini dikarenakan masjid bukan hanya

    sebagai tempat ibadah ritual saja, akan tetapi masjid juga sebagai

    tempat untuk mempelajari ilmu-ilmu Islam melalui pengajian-pengajian

    (Rokim, 2018: 277). Bahkan pendidikan yang dilakukan di masjid

  • 19

    memiliki keutamaan sendiri. Sebagaimana yang disabdakan oleh

    Rasulullah SAW:

    ُلوَن ِكَتاَب اللَِّو َوَما اْجَتَمَع قَ ْوٌم ِِف بَ ْيٍت ِمْن بُ ُيوِت اللَِّو يَ ت ُْهُم الرَّْْحَُة ِكيَنُة َوَغِشَيت ْ نَ ُهْم ِإالَّ نَ َزَلْت َعَلْيِهُم السَّ َويَ َتَداَرُسونَُو بَ ي ْ

    ُهُم اْلَمالَِئَكُة َوذََكَرُىُم اللَُّو ِفيَمْن ِعْنَده ت ْ َوَحفَّArtinya: “Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah-rumah

    Allah (masjid) membaca Kitabullah dan saling mempelajarinya,

    melainkan akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), mereka

    akan dinaungi rahmat, mereka akan dilingkupi para malaikat dan Allah

    akan menyebut-nyebut mereka di sisi para makhluk yang dimuliakan di

    sisi-Nya”. (H.R. Muslim no 2699)

    Eksistensi majelis taklim cukup kuat dengan tetap memelihara

    pola dan tradisi yang baik sehingga mampu bertahan di tengah

    kompetisi lembaga-lembaga pendidikan keagamaan yang bersifat

    formal. Jika zaman dahulu majelis taklim hanya sebatas pengajian yang

    dikelola oleh kyai yang sekaligus merangkap sebagai pengajar, maka

    dalam perkembangan sekarang majelis taklim telah berubah menjadi

    lembaga atau institusi yang menyelenggarakan pengajaran atau

    pengajian dengan materi agama Islam dan dikelola dengan cukup baik

    oleh individu atau perorangan, kelompok, maupun lembaga atau

    organisasi (Helmawati, 2013: 77).

  • 20

    Dalam praktiknya, majelis taklim merupakan tempat pendidikan

    yang fleksibel dan tidak terikat waktu. Majelis taklim bersifat terbuka

    terhadap segala usia, lapisan atau strata sosial, dan jenis kelamin. Untuk

    waktu penyelenggaraannya pun tidak terikat (Fitriyah & Kiki, 2012:

    12).

    Majelis taklim memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai

    lembaga dakwah dan lembaga pendidikan non formal. Fleksibelitas ini

    yang menjadi kekuatan sehingga mampu bertahan dan merupakan

    lembaga pendidikan Islam yang paling dekat dengan masyarakat.

    Majelis taklim juga merupakan wahana interaksi dan komunikasi yang

    kuat antara sesama anggota jamaah majelis taklim tanpa dibatasi oleh

    tempat dan waktu.

    Dengan demikian, majelis taklim menjadi lembaga pendidikan

    keagamaan alternatif bagi mereka yang tidak memiliki cukup tenaga,

    waktu dan kesempatan untuk menimba ilmu agama di jalur pendidikan

    formal.

    c. Dasar Hukum Majelis Taklim

    Helmawati (2013: 86) mengungkapkan bahwa majelis taklim

    merupakan lembaga pendidikan non formal yang keberadaannya diakui

    dan diatur dalam:

    1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

    Nasional, pasal 26.

  • 21

    Pasal 26

    a) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat

    yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai

    pengganti, penambah, dan/ atau pelengkap pendidikan formal

    dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

    b) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta

    didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan

    keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan

    kepribadian professional.

    c) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup,

    pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan

    pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan

    keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta

    pendidikan lain yang ditunjukkan untuk mengembangkan

    kemampuan peserta didik.

    d) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus,

    lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar

    masyarakat, dan majelis ta‟lim serta satuan pendidikan yang

    sejenis.

    e) Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang

    memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup,

    dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi,

  • 22

    bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke

    jenjang yang lebih tinggi.

    f) Hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil

    program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian

    penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau

    Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional

    pendidikan.

    2) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

    Nasional Pendidikan.

    3) Keputusan MA No. 3 Tahun 2006 tentang Strutur Departemen

    Agama.

    4) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan

    Agama dan Pendidikan Keagamaan.

    5) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan

    dan Penyelenggaraan Pendidikan, terutama Pasal 100, 101, 102, dan

    106.

    Pasal 100

    a) Penyelenggaraan pendidikan nonformal meliputi penyelenggaraan

    satuan pendidikan dan program pendidikan nonformal.

    b) Penyelenggaraan satuan pendidikan nonformal sebagaimana

    dimaksud pada Ayat (a) meliputi satuan pendidikan:

    (1) Lembaga kursus dan lembaga pelatihan;

    (2) Kelompok belajar;

  • 23

    (3) Pusat kegiatan belajar masyarakat;

    (4) Majelis ta‟lim; dan

    (5) Pendidikan anak usia dini jalur nonformal.

    c) Penyelenggaraan program pendidikan nonformal sebagaimana

    dimaksud pada Ayat (a) meliputi:

    (1) Pendidikan kecakapan hidup;

    (2) Pendidikan anak usia dini;

    (3) Pendidikan kepemudaan;

    (4) Pendidikan pemberdayaan perempuan;

    (5) Pendidikan keaksaraan;

    (6) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja; dan

    (7) Pendidikan kesetaraan.

    Pasal 101

    Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil

    program pendidikan formal.

    Pasal 102

    Fungsi dan Tujuan

    a) Pendidikan nonformal berfungsi:

    (1) Sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan

    formal atau sebagai alternatif pendidikan; dan

    (2) Mengembangan potensi peserta didik dengan penekanan pada

    penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional, serta

  • 24

    pengembangan sikap dan kepribadian professional dalam

    rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

    b) Pendidikan nonformal bertujuan membentuk manusia yang

    memiliki kecakapan hidup, keterampilan fungsional, sikap dan

    kepribadian professional, dan mengembangkan jiwa wirausaha

    yang mandiri, serta kompetensi untuk bekerja dalam bidang

    tertentu, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih

    tinggi dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

    c) Pendidikan nonformal diselenggarakan berdasarkan prinsip-

    prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat.

    Pasal 106

    Majelis Ta‟lim

    a) Majelis Ta‟lim atau bentuk lain yang sejenis dapat

    menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat untuk:

    (1) Memperoleh pengetahuan dan keterampilan;

    (2) Memperoleh keterampilan kecakapan hidup;

    (3) Mengembangkan sikap dan kepribadian professional;

    (4) Mempersiapkan diri untuk berusaha mandiri; dan/atau

    (5) Melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.

    b) Majelis Ta‟lim atau bentuk lain yang sejenis dapat

    menyelenggarakan program:

    (1) Pendidikan keagamaan Islam;

    (2) Pendidikan anak usia dini;

  • 25

    (3) Pendidikan keaksaraan;

    (4) Pendidikan kesetaraan;

    (5) Pendidikan kecakapan hidup;

    (6) Pendidikan pemberdayaan perempuan;

    (7) Pendidikan kepemudaan; dan/atau

    (8) Pendidikan nonformal lain yang diperlukan masyarakat.

    c) Peserta didik yang telah menyelesaikan kegiatan pembelajaran di

    majelis ta‟lim atau bentuk lainnya yang sejenis dapat mengikuti

    ujian kesetaraan hasil belajar dengan pendidikan formal sesuai

    dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    d) Peserta didik yang telah memenuhi syarat dan/atau lulus dalam

    ujian kesetaraan hasil belajar dengan pendidikan formal

    sebagaimana dimaksud pada ayat (c) memperoleh ijazah sesuai

    dengan program yang diikutinya.

    d. Fungsi Majelis Taklim

    Helmawati (2013: 91) memaparkan beberapa fungsi majelis

    taklim, diantaranya:

    1) Fungsi keagamaan, yakni membina dan mengembangkan ajaran

    Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang beriman dan

    bertaqwa kepada Allah SWT;

    2) Fungsi pendidikan, yakni menjadi pusat kegiatan belajar masyarakat

    (learning society), keterampilan hidup, dan kewirausahaan;

  • 26

    Fungsi pendidikan disini berfokus pada pendidikan ibadah,

    pendidikan ibadah adalah suatu aktivitas atau usaha untuk

    mendekatkan diri kepada Allah baik berupa ucapan ataupun

    perbuatan yang sesuai dengan tuntutan dan ajaran agama dengan

    menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-

    Nya (Zaman, 2017: 88).

    Manusia diciptakan oleh Allah SWT agar umat manusia

    beribadah kepada Allah SWT. Manusia diberi amanah oleh Allah

    untuk menjadi khalifah di bumi. Untuk bisa menjalanan amanah

    yang dipikul oleh manusia, maka pendidikan merupakan suatu

    keharusan bagi setiap manusia itu sendiri. Adapun pendidikan yang

    dimaksud adalah pendidikan Islam. Menurut al-Nahlawi dalam

    Anwar (2012:46) Syariat Islam hanya dapat dilaksanakan dengan

    mendidik diri, gerasi dan masyarakat agar beriman dan tunduk

    kepada Allah semata serta selalu mengingat Allah. Oleh karena itu

    pendidikan Islam bukan hanya menjadi kewajiban orang tua atau

    guru, akan tetapi merupakan tanggung jawab setiap umat Islam.

    3) Fungsi sosial, yakni menjadi wahana silaturahmi, menyampaikan

    gagasan dan sekaligus sarana dialog antarulama, umara dan umat;

    4) Fungsi ekonomi, yakni sebagai sarana tempat pembinaan dan

    pemberdayaan ekonomi jamaahnya;

    5) Fungsi seni dan budaya, yaitu sebagai tempat pengembangan seni

    dan budaya Islam;

  • 27

    6) Fungsi ketahanan bangsa, yaitu menjadi wahana pencerahan umat

    dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, dan berbangsa.

    Muhsin (2009: 5-7) juga mengungkapkan beberapa fungsi dan

    tujuan majelis taklim diantaranya:

    1) Tempat belajar mengajar

    2) Lembaga pendidikan dan keterampilan

    3) Wadah berkegiatan dan berkreativitas

    4) Pusat pembinaan dan pengembangan

    5) Jaringan komunikasi, ukhuwah, dan silaturahim.

    e. Lembaga Pengelola Majelis Taklim

    Lembaga pengelolaan majelis taklim dapat berupa yayasan,

    organisasi sosial, kelompok profesi, lembaga pemerintahan, dan

    kelompok masyarakat lainnya yang mempunyai kepedulian terhadap

    pendidikan diniyah non formal. Lembaga pengelolaan majelis taklim

    dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu:

    1) Pengelolaan majelis taklim yang jamaahnya berdasarkan kelompok

    usia, seperti: kaum bapak/ibu, pemuda atau remaja;

    2) Pengelolaan majelis taklim yang jamaahnya berdasarkan kelompok

    profesi, seperti: dokter, guru, pengusaha, nelayan, petani, dan

    pegawai.

  • 28

    Dilihat dari aspek dasar pengikat jamaahnya, majelis taklim

    dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:

    1) Majelis taklim yang dikelola oleh masjid, mushala, atau pesantren

    tertentu. Jamaah terdiri dari orang-orang yang berada di sekitar

    tempat tersebut. Jadi faktor pengikatnya adalah persamaan masjid,

    mushala atau pesantren;

    2) Majelis taklim yang dikelola oleh Rukun Warga (RW) atau Rukun

    Tetangga (RT) tertentu. Peserta terdiri dari warga RW atau RT

    setempat. Dengan demikian dasar pengikatnya adalah persamaan

    wilayah administratif;

    3) Majelis taklim yang dikelola oleh kantor atau instansi tertentu

    dengan peserta yang terdiri dari para pegawai atau karyawan beserta

    keluarganya. Dasar pengikatnya adalah persamaan kantor atau

    instansi tempat bekerja;

    4) Majelis taklim yang dikelola oleh organisasi atau perkumpulan

    tertentu. Jamaah atau pesertanya terdiri dari para anggota atau

    simpatisan dari organisasi atau perkumpulan tersebut. Dasar

    pengikatnya adalah keanggotaan atau rasa simpati peserta terhadap

    organisasi atau perkumpulan tertentu.

    Jika ditinjau dari metode penyajian, majelis taklim bisa

    dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:

    1) Majelis taklim yang dikelola dengan metode ceramah. Metode ini

    dilaksanakan dengan dua cara. Pertama, ceramah umum, dimana

  • 29

    mu‟allim bertindak aktif dengan memberikan pelajaran atau

    ceramah, sedangkan pesertanya berperan pasif hanya mendengarkan

    atau menerima materi yang diceramahkan. Kedua, ceramah terbatas

    dimana biasanya terdapat kesempatan untuk bertanya jawab. Disini

    antara mu‟allim dan jamaah sama-sama aktif berperan.

    2) Majelis taklim yang dikelola dengan metode halaqoh. Dalam situasi

    ini mu‟allim memberikan pelajaran biasanya dengan memegang

    suatu kitab tertentu. Jamaah mendengarkan keterangan pengajar

    sambil menyimak kitab yang sama atau melihat ke papan tulis

    dimana pengajar menuliskan apa-apa yang hendak diterangkan.

    Bedanya dengan metode ceramah terbatas ialah peranan mu‟allim

    sebagai pembimbing jamaah dengan metode halaqah lebih menonjol.

    Mu‟allim seringkali harus mengulang-ulang sesuatu bacaan dengan

    ditirukan oleh jamaah serta membetulkan bacaan yang salah.

    3) Majelis taklim yang dikelola dengan metode mudzakarah. Metode

    ini dilakukan dengan cara tukar menukar pendapat atau diskusi

    mengenai suatu masalah yang telah disepakati untuk dibahas. Dalam

    metode ini, mu‟allim seolah-olah tidak ada, karena semua jamaah

    biasanya terdiri dari orang-orang yang berpengetahuan agamanya

    setaraf atau jamaahnya terdiri dari para ulama. Namun demikian

    biasanya peserta awam diberi kesempatan.

    4) Majelis talim yang dikelola dengan metode campuran. Artinya satu

    majelis taklim menyelenggarakan kegiatan pendidikan atau

  • 30

    pengajian tidak dengan satu macam metode saja, melainkan dengan

    berbagai metode secara berselang-seling.

    f. Peran Majelis Taklim

    Keberadaan majelis taklim dalam masyarakat telah membawa

    manfaat dan kemaslahatan bagi umat, terutama bagi mereka yang

    menjadi anggota dan jamaahnya. Peran majelis taklim selama ini

    tidaklah terbatas. Adapun peran majelis taklim menurut Muhsin (2009:

    256-269) yaitu:

    1) Pembinaan Keimanan

    Peran majelis taklim yang cukup dominan selama ini adalah

    dalam membina jiwa dan mental kerohaniah jamaahnya, sehingga

    banyak diantara mereka yang semakin taat beribadah, kuat imannya,

    dan aktif dalam berdakwah. Hal ini tidak terlepas dari kegiatan

    majelis taklim yang senantiasa berhubungan erat dengan masalah

    agama, keimanan, dan ketakwaan yang ditanamkan melalui

    pengajian yang dilakukan secara intensif, rutin dan berkelanjutan,

    yang diikuti oleh segenap jamaah dan pengurus majelis taklim.

    Peran ini perlu dipelihara dan dipertahankan dengan baik

    dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh majelis taklim ini,

    apalagi majelis taklim merupakan salah satu pilar dawah dalam

    masyarakat yang memiliki kedudukan strategis dalam membentengi

    akidah umat dari berbagai pengaruh yang dapat merusak keimanan

    mereka. Hal ini akan lebih terasa di zaman ini karena saat ini

  • 31

    tantangan dan gangguan keimanan semakin merajalela, selain itu

    juga meningkatnya kegiatan kemusyrikan, kemunkaran, dan

    kemaksiatan dalam kehidupan masyarakat di dunia yang sudah tidak

    terkendali lagi. Atas dasar itu, majelis taklim diharapkan

    mempunyai peran yang sangat strategis karena keberadaannya

    langsung ditengah masyarakat. Selian itu majelis taklim merupakan

    mempunyai potensi dan kekuatan besar dalam menghadang

    berbagai tantangan dan rintangan keimanan umat sehingga

    kegiatan-kegiatan yang dilasanakan oleh majelis taklim ini benar-

    benar dapat membentengi akidah dan memperkuat iman mereka.

    2) Pendidikan Keluarga Sakinah

    Menjadi keluarga yang sakinah merupakan dambaan bagi

    setiap pasangan yang sudah menikah dan berkeluarga, apalagi

    keluarga sakinah merupakan sebuah proses dan tujuan dari sebuah

    pernikahan dalam Islam. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Ar-Rum

    ayat 21:

    ۡي أَۡى ٰٓۦَ تِهِ َءاٌََٰ َوِهۡي هَا ْا إِلٍَۡ ُكٌُىَٰٓ ا لِّتَغۡ ج َوَٰ أَصۡ أًَفُِغُكنۡ َخلََق لَُكن هِّ

    ة َوَجَعَل بٍَۡ َىدَّ َوَسحۡ ٌَُكن هَّ ٌَتَفَكَُّشوَى م لِّقَىۡ ت ٌََٰ لَِك َلَٰٓ إِىَّ فًِ َرَٰ َوت ٖۚ

    Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

    menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya

    kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-

    Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang

    demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang

    berfikir.”

    Keluarga sakinah tidak hanya tercermin dalam lingkup tata

    pergaulan internal sesama anggota keluarga dalam sebuah rumah

  • 32

    tangga. Namun ia juga tercermin dari tata pergaulannya dengan

    tetangga, kaum kerabat, serta seluruh keluarga baik yang jauh

    maupun yang dekat (Pulungan, 2014: 130). Dengan demikian,

    pendidikan sangat diperlukan dalam membina keluarga sakinah.

    Disinilah majelis talim dapat memainkan peran yang besar dalam

    membantu memecahkan masalah dan kesulitan suatu keluarga,

    terutama yang dihadapi oleh jamaah majelis taklim dalam

    kehidupan bermasyarakat dan dalam membentuk serta membangun

    suatu keluarga sakinah, mawadah dan warohmah.

    3) Pemberdayaan Kaum Duafa

    Islam telah mengajarkan kepada umatnya agar mereka

    memiliki perhatian dan kepedulian terhadap nasib sesamanya,

    terlebih kepada golongan duafa ini, sebagaimana firman Allah SWT

    dalam Q.S. Al-Baqarah: 83 yang berbunyi

    ًَٰٓ ًَا ِهٍثََٰ أََخزۡ َوإِرۡ إِعۡ َق بٌََِٰٓ َ َوبِ ِءٌَل ََل تَعۡ َشَٰ ِي لَِذٌۡ َىَٰ لۡ ٱبُُذوَى إَِلَّ ٱَّللَّ

    ً إِحۡ ا ٌ ِكٍِي َوقُىلُىْا لِلٌَّاِط ُحغۡ َوَغَٰ لۡ ٱوَ َوىَٰ ٍَتََٰ لۡ ٱوَ بَىَٰ قُشۡ ا َوِري ٱلۡ َغا

    لَىَٰ َكىَٰ َوأَقٍُِوىْا ٱلصَّ ٌُكنۡ إَِلَّ قَلٍِل تُنۡ ةَ ثُنَّ تََىلٍَّۡ ةَ َوَءاتُىْا ٱلضَّ َوأًَتُن هِّ

    عۡ ِشُضىَى هُّ

    Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani

    Israil, “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat

    baiklah kepada kedua orangtua, kerabat, anak-anak yatim, dan

    orang-orang miskin. Dan bertutur katalah yang baik kepada

    manusia, lasanakanlah sholat dan tunaikanlah zakat.” Tetapi

    kemudian kamu berpaling (mengingkari), kecuali sebagian kecil

    dari kamu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang.”

  • 33

    Sudah seharusnya bagi Umat Islam yang mampu membantu

    mereka yang kurang/tidak mampu untuk meringankan beban hidup

    kaum duafa dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun

    kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh majelis taklim diantaranya

    berupa:

    a) Penyantunan, pengasuhan, dan pendidikan anak yatim.

    b) Santunan dan bantuan sosial kepada fakir miskin dan orang-

    orang yang terlantar.

    c) Pemberian bantuan pangan dan obat-obatan untuk masyarakat

    yang mengalami musibah bencana alam.

    d) Menghimpun zakat, infak, dan sedekah yang digunakan untuk

    kepentingan kaum duafa.

    e) Pembinaan dan pendidikan anak-anak jalanan dan

    pemberdayaan ekonomi.

    f) Dakwah dan pembinaan rohani kepada orang sakit dan pelatihan

    keterampilan.

    g) Pemberian beasiswa.

    h) Khitanan dan perkawinan masal.

    Dengan demikian majelis taklim memiliki peran yang besar

    bagi kaum duafa, baik dalam memberikan bantuan sosial maupun

    yang berkaitan dengan kegiatan, pendidikan, kesehatan, dan

    peningkatan ekonomi mereka.

  • 34

    4) Peningkatan Ekonomi Rumah Tangga

    Sudah seharusnya majelis taklim berperan lebih besar dalam

    meningkatkan ekonomi rumah tangga jamaah. Namun, majelis

    taklim selama ini belum berperan masimal dalam masalah tersebut

    dan lebih terkesan justru memberatkan ekonomi jamaahnya dengan

    berbagai kegiatan yang bersifat konsumtif. Misalnya pakaian

    seragam yang digunakan oleh jamaah majelis taklim yang setiap

    tahun ganti serta melakukan ziarah yang memerlukan biaya tidak

    sedikit. Oleh sebab itu, majelis taklim perlu membentuk dan

    mengadakan kegiatan ekonomi sehingga diharapkan dapat

    meningkatkan ekonomi jamaah, sekalipun belum dapat memberikan

    bantuan yang besar.

    Dalam redaksi lain, Qomar (2015: 82) menjelaskan majelis

    taklim dalam eksistensinya memiliki peran dalam pendidikan di

    masyarakat. Adapun peran tersebut yaitu:

    1) Majelis taklim dapat digunakan sebagai tempat untuk belajar

    mengenai masalah-masalah keagamaan.

    2) Majelis taklim dapat membantu mencerdaskan masyarakat melalui

    upaya pemberantasan buta huruf.

    3) Majelis taklim dapat memberdayakan masyarakat di bidang

    ekonomi dan sosial.

    4) Majelis taklim dapat menunjang kerukunan sesama umat.

  • 35

    Majelis taklim merupakan pendidikan non formal yang bergerak

    di bidang keagamaan. Adapun yang membedakan majelis taklim

    dengan lembaga pendidikan lainnya menurut Rukianti & Fenti (2006:

    132) yaitu:

    1) Majelis talim adalah lembaga pendidikan non formal Islam.

    2) Waktu belajarnya berkala namun teratur, tidak setiap hari seperti

    madrasah.

    3) Pengikut atau pesertanya disebut jamaah bukan pelajar atau santri.

    4) Tujuannya adalah memasyarakatkan ajaran-ajaran Islam.

    2. Pemahaman Keagamaan

    a. Pengertian Pemahaman Keagamaan

    Pemahaman merupakan proses berfikir dan belajar. Dikatakan

    demikian karena untuk menuju ke arah pemahaman perlu diikuti

    dengan belajar dan berfikir. Pemahaman merupakan proses, pembuatan

    dan cara memahami.

    Sudijono (1996: 50) menyatakan bahwa pemahaman yaitu

    kemampuan seseorang untuk mengerti sesuatu setelah sesuatu itu

    diketahui dan diingat. Dengan makna lain, memahami adalah

    mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi.

    Zaini (2002: 68-69) mengartikan pemahaman sebagai suatu

    kemampuan menangkap makna suatu bahan yang dipelajari, dan hasil

    pembelajaran ini satu tingkat lebih tinggi dibandingkan dengan hafalan.

  • 36

    Berdasaran pengertian di atas, dapat dipahami bahwa

    pemahaman adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam

    menerjemahkan atau mengartikan sesuatu dengan cara mereka sendiri.

    Mereka dapat mengartikan apa yang mereka peroleh dari pengetahuan

    atau pembelajaran yang telah mereka terima.

    Dalam istilah sehari-hari sering dijumpai istilah “agama”,

    “keagamaan” dan “keberagamaan”. Keagamaan atau keberagamaan

    adalah penyikapan atau pemahaman para penganut agama terhadap

    doktrin, kepercayaan atau ajaran Tuhan yang tentu saja menjadi bersifat

    relatif dan kebenarannya pun bersifat relatif. Hal ini karena setiap

    penyikapan terikat oleh sosio-kultural tertentu yang sangat

    mempengaruhi pemahaman seseorang tentang agamanya. Dari sinilah

    muncul keragaman pandangan dan paham keagamaan (Ghazali, 2006:

    12).

    Pemahaman agama disini mengandung pengertian sampai

    dimana kemampuan seseorang untuk mengenali dan memahami nilai-

    nilai agama serta mempraktekan nilai-nilai tersebut dalam bersikap dan

    bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.

    Pemahaman keagamaan memiliki peranan yang sangat penting

    bagi pemeluk agama itu sendiri, paham akan makna dari suatu ajaran

    agama akan membawa seseorang itu pada penghayatan agama yang

    mendalam sehingga akan terarah kehidupannya. Sebaliknya,

    ketidakpahaman seseorang akan ajaran agamanya akan membuat orang

  • 37

    tersebut kurang menghayati dan kurang terarah dalam menjalankan

    kehidupannya.

    Pemahaman keagamaan individu berbeda untuk setiap masa

    perkembangan. Perbedaan tersebut tercermin dalam pemikiran dan

    tingkah laku yang dipengaruhi oleh faktor internal, eksternal, maupun

    kombinasi dari keduanya. Pada masa kanak-kanak, mereka

    menginternalisasi nilai agama melalui observasi dan imitasi perilaku

    yang ditampilkan oleh orang tua atau lingkungan terdekatnya (Rosidin

    & Nurul Aeni, 2017:139). Selanjutnya, semakin luas lingkungan sosial

    seseorang itu, pemahaman agama juga diperoleh melalui institusi yang

    lain, seperti sekolah atau lembaga pendidikan formal lainnya.

    Memasuki masa remaja atau dewasa, pemahaman keagamaan mereka

    juga akan berkembang dan tidak hanya diperoleh melalui pendidikan

    formal saja, melainkan bisa diperoleh melalui pendidikan non formal

    seperti majelis taklim yang ada di lingkungan sekitarnya.

    Kesadaran beragama merupakan bagian dari aspek rohaniyah

    manusia yang mendorongnya senantiasa untuk berperlaku agamis.

    Karena agama melibatkan seluruh fungsi jiwa raga manusia, maka

    kesadaran agama mencakup aspek kognitif, afektif, konatif, dan

    motorik. Fungsi afektif dan konatif tampak pada pengalaman ke-

    Tuhanan, rasa keagamaan dan kerinduan pada Tuhan. Fungsi kognitif

    tampak pada keimanan dan kepercayaannya pada Tuhan. Sedangkan

    fungsi motorik tampak pada perilaku keagamaannya. Dalam kehidupan

  • 38

    manusia, fungsi-fungsi tersebut saling terkait dan terbentuk suatu sistem

    kesadaran beragama yang utuh dan kepribadian seseorang (Zuhdiyah,

    2012: 105).

    b. Dimensi Pemahaman Keagamaan

    Menurut Glock and Stark dalam Kholifah (2018:58-60), terdapat

    lima dimensi keagamaan (religiusitas) yaitu sebagai berikut:

    1) Religius Ractice (The Ritualistic Dimension)

    Religious Ractice yaitu tingkatan sejauh mana seseorang

    mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual di dalam agamanya. Unsur

    yang ada dalam dimensi ini mencakup pemujaan, kultur serta hal-hal

    yang lebih menunjukan komitmen seseorang dalam agama yang

    dianutnya. Dimensi pratek dalam agama Islam dapat dilakukan

    dengan menjalanan ibadah seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan

    sebagainya.

    2) Religius Belieef (The Ideologi Dimension)

    Religius Belieef disebut juga dimensi keyakinan yaitu

    tingkatan sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatik di

    dalam ajaran agamanya. Misalnya kepercayaan tentang Tuhan,

    Malaikat, Syurga dan lain-lain yang bersifat dogmatik.

    3) Religius knowledge (The Intellectual Dimension)

    Religius knowledge atau dimensi pengetahuan agama adalah

    dimensi yang menerangkan seberapa jauh seseorang mengetahui

    tentang ajaran agamanya, terutama yang ada di kitab suci maupun

  • 39

    yang lainnya. Paling tidak seseorang yang beragama harus

    mengetahui hal-hal pokok mengenai dasar-dasar keyakinan, kitab

    suci, dan tradisi.

    4) Religius Feeling (The Experiental Dimension)

    Religius Feeling adalah dimensi yang terdiri dari perasaan-

    perasaan dan pengalaman-pengalaman keagamaan yang pernah

    dirasakan dan dialami. Misalnya merasa dekat dengan Tuhannya,

    merasa doanya dikabulan Tuhan, dan pengalaman spiritual lainnya.

    5) Religius Effect (The Consequental Dimension)

    Religius Effect yaitu dimensi yang mengukur sejauh mana

    perilaku seseorang yang konsekuen oleh ajaran agamanya dalam

    kehidupan sehari-hari.

    Menurut Jalaludin Rahmat (2005: 44), kepercayaan adalah

    dimensi yang paling dasar, karena dapat mewarnai dan menjadi

    identifikasi seseorang dalam kehidupannya menyangut keyakinan,

    demikian juga keyakinan pada agama lain. Inilah yang menjadi

    pembeda satu agama dengan agama yang lain, bahkan satu madzhab

    dengan madzhab yang lain. Seberapa besar kepercayaan umat Islam

    terhadap kitab suci Al-Qur‟an menjadi parameter tingkat keagamaan.

    Menurut Hasan (2005: 29-30) dalam proses pemahaman

    keagamaan ada empat dimensi pemahaman yang perlu dikembangan di

    kalangan umat Islam yaitu:

  • 40

    1) Memahami Islam sebagai pemberi norma dan hukum. Dalam Islam,

    hukum berkembang menjadi 2 kategori yaitu hukum baku dan

    hukum yang dapat berubah.

    2) Memahami Islam sebagai pembentuk solidaritas. Hal ini sangat

    penting untuk mengembangkan konsep “ummah” yang bersifat

    fungsional dan realistik.

    3) Memahami Islam sebagai sistem interpretasi terhadap realitas. Ini

    berarti ketika kita menghadapi realitas, kita dapat menghadapinya

    dengan tetap berkomitmen terhadap nilai-nilai keislaman.

    4) Memahami Islam sebagai instrumen pemecahan masalah yang

    dihadapi sehari-hari, karena Islam memiliki sumber yang berasal dari

    Tuhan dalam wujud Al-Qur‟an dan Hadits yang didalamnya

    mencakup segala hal permasalahan dan solusi bagi manusia.

    Dengan adanya empat dimensi pemahaman diatas, maka secara

    utuh harus ditingkatkan menjadi basic philosophy dan diinternalisasikan

    ke dalam sikap dan watak setiap muslim. Upaya setiap umat Islam

    dalam meningkatkan pemahaman keagamaan masing-masing menjadi

    sangat diperlukan mengingat banyaknya persoalan yang ada di sekitar

    masyarakat yang disebabkan karena kurang akan pemahaman

    keagamaan yang dimiliki. Dengan demikian, segala konflik atau

    permasalahan yang dipicu akibat pemahaman keagamaan individu yang

    kurang dapat segera diatasi.

    c. Faktor yang mempengaruhi pemahaman keagamaan

  • 41

    Adapun faktor yang dapat mempengaruhi pemahaman

    keagamaan menurut Jalaludin dalam Aisyiyah (2018: 56) yaitu:

    1) Faktor lingkungan keluarga

    Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dalam

    kehidupan manusia, dimana yang berperan sebagai pendidik yaitu

    kedua orang tua dan yang berperan sebagai orang yang di didik

    yaitu anak-anaknya mereka. Dengan demikian lingkungan keluarga

    menjadi fase pertama anak dalam mengenalkan ajaran agama dan

    untuk bersosialisasi dalam membentuk jiwa keagamaan.

    Perkembangan jiwa keagamaan anak akan terbentuk sesuai

    dengan arahan dari kedua orang tua masing-masing. Hal ini

    tergantung sepenuhnya terhadap cara didik orang tua dalam

    memberikan bimbingan, pemeliharaan, pemahaman dan pengaruh

    terhadap anak mereka, karena masa kanak-kanak merupakan masa

    meniru. Seperti yang diungkapkan Wiarto (2015: 59) bahwa di

    tahun pertama untuk masa anak-anak, penalaran anak didasarkan

    pada apa yang dilihatnya saja. Oleh karena itu sebagai orang tua

    seharusnya mengajarkan atau menunjukkan di hadapan anak tentang

    kebaikan sehingga sang anak akan cenderung mengidentifikasi

    sikap dan tingkah laku orang tuanya kemudian akan menirunya.

    2) Faktor lingkungan institusional atau lembaga

    Faktor dari lingkungan keluarga yaitu faktor lingkungan

    istitusional yang berperan dalam mempengaruhi perkembangan jiwa

  • 42

    keagamaan seseorang. Lingkungan institusional ini dapat berupa

    lembaga formal seperti sekolah maupun non formal seperti

    perkumpulan sekelompok orang, organisasi, majelis taklim, taman

    pendidikan Al-Qur‟an dan lain-lain.

    Proses perkembangan jiwa keagamaan dalam lingkungan

    institusional tergantung dari kemampuan pendidik atau pengurus

    dalam mengubah sikap anak agar menerima materi yang dipelajari,

    dan proses perubahan sikap dari tidak menerima ke sikap menerima

    yang akan terlihat melalui tiga tahapan yaitu perhatian, pemahaman

    dan penerimaan.

    3) Faktor lingkungan masyarakat

    Faktor yang mempengaruhi pemahaman keagamaan yang

    menempati posisi ketiga yaitu faktor lingkungan masyarakat.

    Meskipun faktor lingkungan masyarakat ini tidak sekuat faktor

    keluarga dan faktor institusi dalam menekankan peraturan dan

    kedisiplinan, pembentukan pemahaman keagamaan lingkungan

    masyarakat sangat tergantung dari sejauh mana masyarakat

    menjunjung tinggi norma-norma keagamaan di lingkungan mereka.

    jika masyarakat saja acuh terhadap norma keagamaan, maka itu lah

    yang akan terbentuk dalam lingkungan kehidupan masyarakat,

    begitupun sebaliknya.

    d. Indikator Pemahaman Keagamaan

  • 43

    Zaini (2002: 69) mengungkapkan indikator untuk mengetahui

    pemahaman keagamaan di masyarakat dapat dilihat dengan cara:

    1) Menerjemahkan bahan (materi yang disampaikan) dari suatu bentuk

    ke bentuk yang lain.

    2) Menafsirkan bahan (materi yang disampaikan), dalam hal ini

    meliputi pemberian contoh, mengklasifikasi, merangkum,

    menyimpulkan, membandingkan dan menjelaskan.

    3) Mengistimasi tren masa depan (seperti memprediksi konsekuensi

    atau pengaruh yang akan terjadi di kemudian hari).

    B. Kajian Pustaka

    Penulis mengambil beberapa tinjauan pustaka sebagai acuan dalam

    kerangka berpikir dan sebagai sumber informasi penelitian yang pernah

    dilakukan. Beberapa tinjauan pustaka tersebut diantaranya adalah:

    1. Penelitian skripsi yang diangkat oleh Fatimah Putri Cahyani (2019) yang

    berjudul “Peranan Majelis Taklim Al-Mustaqim dalam Perubahan Sosial

    Keagamaan di Desa Tirta Mamur Kec. Tulang Bawang Tengah Kab.

    Tulang Bawang Barat”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa majelis

    taklim Al-Muttaqim telah membawa manfaat dan kemaslahatan bagi umat

    serta berperan dalam merubah pola fikir masyarakat melalui kegiatan-

    kegiatan yang diadakan oleh majelis taklim. Pembinaan jamaah majelis

    taklim berkaitan dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan, selain

    itu juga terdapat pembinaan yang berkaitan dengan peningkatan

  • 44

    kepedulian sosial dibuktikan dengan kepekaan terhadap keadaan sekitar

    semakin meningkat, mulai timbul rasa simpati, empati, dan rasa solidaritas

    yang semakin tinggi. Persamaan penelitian ini dengan yang diteliti oleh

    Fatimah Putri Cahyani yaitu sama-sama menggunakan jenis pendekatan

    kualitatif dan variabel bebas yang digunakan sama, yaitu mengenai peran

    majelis taklim. Perbedaan penelitian Fatimah Putri Cahyani dengan

    penelitian penulis diantaranya variabel terikat yang digunakan, tempat

    penelitian dan subjek penelitian. Jika dalam penelitian Fatimah Putri

    Cahyani variabel terikat yang digunakan hanya terfokus pada perubahan

    sosial keagamaan, sedangkan dalam penelitian penulis sendiri yaitu

    terfokus pada pemahaman keagamaan.

    2. Penelitian skripsi yang diangkat oleh Okta Muslamida (2018) yang

    berjudul “Peranan Majelis Taklim Raudhatul Huda dalam Meningkatkan

    Perilaku Keagamaan pada Lanjut Usia (LANSIA) di Desa Datar Lebar

    Kabupaten Muara Enim Sumatra Selatan”. Hasil penelitian menunjukkan

    bahwa peranan majelis taklim Raudhatul Huda mampu meningkatkan

    perilaku keagamaan pada lanjut usia cukup positif dengan metode yang

    digunakan dalam pembelajaran di majelis taklim adalah metode ceramah

    dan tanya jawab. Jamaah sangat antusias mengikuti pengajian, lanjut usia

    mampu memahami pesan-pesan yang disampaikan pemateri, sehingga

    dapat mengamalkannya dengan baik, seperti ibadah shalat, puasa, zakat,

    serta mengikuti kegiatan-kegiatan positif di berbagai tempat. Faktor

    penghambat dalam pelaksanaan pengajian yaitu sebagai lansia tidak dapat

  • 45

    sepenuhnya mendengarkan ceramah karena faktor umur, dan faktor

    pendukungnya adalah jiwa kebersamaan lansia untuk tetap mengikuti

    pengajian tersebut. Persamaan penelitian ini dengan yang diteliti oleh

    Okta Muslamida yaitu sama-sama menggunakan jenis pendekatan

    kualitatif dan variabel bebas yang digunakan sama, yaitu mengenai peran

    majelis taklim. Perbedaan penelitian Okta Muslamida dengan penelitian

    penulis diantaranya variabel terikat yang digunakan, tempat penelitian dan

    subjek penelitian. Jika dalam penelitian Okta Muslamida variabel terikat

    yang digunakan adalah perilaku keagamaan dari jamaah lansia itu sendiri,

    sedangkan dalam penelitian penulis sendiri yaitu pemahaman keagamaan.

    3. Penelitian skripsi yang diangkat oleh Defi Nur Amanah (2019) yang

    berjudul “Kegiatan Majelis Taklim Masyarakat di Masjid Al-Adhar Desa

    Mercubuana Kecamatan Way Kenanga Kabupaten Tulang Bawang Barat”.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan majelis taklim masyarakat

    di Masjid Al-Adhar adalah kegiatan pengajian dan berjanjen. Keberadaan

    Majelis Taklim di Desa Mercu Buana sangat penting bagi masyarakat

    karena dapat menambah ilmu pengetahuan agama, menenangkan hati serta

    memberi semangat untuk belajar. Faktor pendukung Kegiatan Majelis

    Taklim Di Desa Mercu Buana adalah sarana yang memadai, ingin

    menambah wawasan keislaman dan menjaga tali silaturahmi. Faktor

    penghambat yang di alami jamaah untuk melakukan kegiatan majelis

    taklim adalah faktor cuaca, kesibukan dan pekerjaan masyarakat yang

    berbeda-beda, serta tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Persamaan

  • 46

    penelitian yang ditulis oleh saudara Defi Nur Amanah dengan penelitian

    ini yaitu sama-sama objek yang diteliti yaitu majelis taklim. Perbedaannya

    yaitu pada penelitian Defi Nur Amanah terfokus kepada kegiatan majelis

    taklim, sedangkan pada penelitian ini terfokus pada peran dari majelis

    taklim itu sendiri.

  • 47

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field

    research) yang bersifat kualitatif, yaitu prosedur penelitian lapangan yang

    menghasilkan data deskriptif, yang berupa data-data tertulis atau lisan dari

    orang-orang dan penelitian yang diamati (Moleong, 2008: 6).

    Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

    kualitatif. Menurut Sugiyono (2018: 9) metode penelitian kualitatif adalah

    metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang

    alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci.

    Pemilihan jenis penelitian ini karena penulis bermaksud ingin

    mengetahui peran dari majelis taklim dalam meningkatkan pemahaman

    keagamaan bagi para jamaahnya. Dengan demikian diperlukan data-data

    tertulis atau lisan yang diperoleh dengan menggunakan jenis penelitian

    kualitatif ini.

    B. Lokasi dan Waktu Penelitian

    1. Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Darussalam yang

    terletak di Dusun Gelangan Desa Kadirejo Kecamatan Pabelan Kabupaten

    Semarang. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena kegiatan pengajian

  • 48

    ahad pagi di Desa Kadirejo ini merupakan pengajian rutin dengan jumlah

    jamaah yang terbilang cukup banyak dibandingkan dengan kegiatan

    majelis taklim lain. Pengajian ahad pagi ini mampu menyedot jamaah

    hingga ribuan jamaah dan tidak hanya orang-orang di Desa Kadirejo saja,

    melainkan sampai ke luar daerah yang terbilang cukup jauh.

    2. Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Desember 2019 sampai

    dengan bulan Maret 2020.

    C. Sumber Data

    Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan

    informasi mengenai data berdasarkan sumbernya (Siregar, 2013: 15). Dalam

    penelitian ini diperlukan sampel dalam menggali sumber data yang

    dibutuhkan. Adapun teknik sampling yang dipakai adalah tipe non-

    probability sampling yaitu purposive sampling. Purposive sampling adalah

    teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu,

    misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita

    harapkan sehingga akan memudahkan dalam menelusuri objek yang diteliti

    (Sugiyono, 2018: 219) Dalam penelitian ini, sumber data dibagi menjadi dua,

    yaitu:

    1. Data Primer

    Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti

    langsung dari sumber pertama atau tempat objek penelitian dilakukan

  • 49

    (Siregar, 2013:16). Adapun dalam penelitian ini, yang menjadi sumber

    data primer yaitu pengasuh atau pengurus Pengajian ahad pagi Desa

    Kadirejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang, dan beberapa anggota

    yang mengikuti pengajian rutin Ahad Pagi.

    2. Data Sekunder

    Data sekunder atau sumber sekunder merupakan sumber yang tidak

    langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang

    lain atau lewat dokumen (Sugiyono, 2018: 225). Peneliti menggunakan

    data sekunder untuk memperkuat hasil penelitian dan sebagai pelengkap

    informasi melalui wawancara dan pengamatan yang dilakukan oleh

    peneliti.

    Adapun dalam penelitian ini, yang menjadi sumber data sekunder

    yaitu dokumentasi dari kegiatan majelis taklim itu sendiri, dan sumber-

    sumber lain berupa buku-buku yang membahas tentang penelitian ini.

    D. Prosedur Pengumpulan Data

    Pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

    adalah observasi, wawancara dan dokumentasi.

    1. Pengamatan (Observasi)

    Observasi adalah pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti,

    baik secara langsung maupun tidak langsung dengan melibatkan semua

    indera (penglihatan, pendengaran, penciuman, pembau, perasa) untuk

  • 50

    memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitian (Agustinova,

    2015: 36).

    Dalam hal ini, penulis melakukan observasi untuk mencari data

    dan mencatat hal-hal yang diperluan dalam penelitian ini. Observasi yang

    dilakukan penulis adalah participant observation yaitu penulis bertindak

    sebagai peserta yang mengikuti pengajian ahad pagi di Pondok Pesantren

    Darussalam yang berada di Desa Kadirejo. Penulis juga menggunakan

    observasi non partisipan yaitu penulis mengamati adanya perubahan-

    perubahan yang dialami para jamaah setelah mengikuti majelis taklim. Hal

    demikian yang kemudian penulis jadikan sebagai sumber data untuk

    memperoleh informasi secara langsung.

    2. Wawancara (Interview)

    Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi

    dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam

    suatu topik tertentu (Agustinova, 2015: 33).

    Dalam hal ini, penulis mewawancarai Pengasuh Pondok Pesantren

    Darussalam yang sekaligus juga menjadi pengasuh dari Pengajian ahad

    pagi di Desa Kadirejo ini untuk memperoleh data yang berkaitan dengan

    pengajian ahad pagi ini, seperti sejarah berdirinya majelis taklim, susunan

    kepengurusan majelis taklim, dan lain-lain. Selain mewawancarai

    pengasuh, penulis juga mewawancarai pengurus dari majelis taklim

    sebagai data pendukung, dan mewawancarai beberapa jamaah yang

    mengikuti kegiatan ahad pagi ini.

  • 51

    3. Dokumentasi

    Metode dokumentasi yang digunakan penulis yakni bertujuan

    untuk mengumpulkan data berupa buku-buku, jurnal terbaru ataupun

    literature, dan dokumentasi kegiatan yang menunjang dalam penelitian ini.

    E. Analisis Data

    Bogdan dalam Sugiyono (2018: 244) menyatakan analisis data adalah

    proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil

    wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat dengan

    mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.

    Analisis data merupakan langkah untuk mencari dan menyusun secara

    sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan

    dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, memilih

    mana yang penting dan akan dipelajari sehingga mudah dipahami oleh diri

    sendiri maupun orang lain (Ali & Ansori, 2014: 287-288).

    Analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis data model Miles

    dan Huberman yaitu:

    1. Data Reduction (Reduksi Data)

    Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

    memfokuskan kepada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

    Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran

    yang lebik jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan

  • 52

    pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono,

    2018: 247).

    2. Data Display (Penyajian Data)

    Setelah mereduksi data, langkah selanjutnya yaitu mendisplay data.

    Dalam mendisplay atau menyajian data, yang digunakan yaitu dengan

    menggunakan teks yang bersifat naratif. Dengan menyajian data, maka

    akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja

    selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

    3. Conclusion/Verification (Kesimpulan/Verifikasi)

    Langkah ketiga yaitu penarikan kesimpulan atau verifikasi.

    Kesimpulan awal yang ditemukan masih bersifat sementara, dan akan

    berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat untuk mendukung

    pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang

    ditemukan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan

    konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka

    kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel

    (Sugiyono, 2018: 252).

    F. Pengecekan Keabsahan Data

    Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini yaitu:

    1. Keikutsertaan Peneliti

    Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pr