peran mikroba pada pangan.docx

  • Upload
    aqwam05

  • View
    71

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Selain itu pertumbuham mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikomsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan bahan pangan.Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab penyakit. Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tifus, kolera, disentri, atau tbc, mudah tersebar melalui bahan makanan. Gangguan-gangguan kesehatan, khususnya gagguan perut akibat makanan disebabkan, antara lain oleh kebanyakan makan, alergi, kekurangan zat gizi, keracunan langsung oleh bahan-bahan kimia, tanaman atau hewan beracun; toksin-toksin yang dihasilkan bakteri; mengkomsumsi pangan yan mengandung parasit-parasit hewan dan mikroorganisme. Gangguan-gangguan ini sering dikelompokkan menjadi satu karena memiliki gejala yang hampir sama atau sering tertukar dalam penentuan penyebabnya.Berdasakan data Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan Badan POM RI dari tahun 2001-2009 menunjukkan bahwa rata-rata persentase penyebab KLB keracunan pangan adalah akibat cemaran mikroba sebesar 23,41% dan jenis pangan penyebab keracunan terbanyak adalah masakan rumah tangga dengan rata-rata persentase sebesar 38,69%. Data tersebut mengindikasikan bahwa praktek higiene dan sanitasi oleh konsumen (rumah tangga) masih memprihatinkan (Badan POM, 2010).Kontaminasi yang tidak diinginkan pada pangan dapat terjadi kapan saja dari produksi primer (hewan sendiri), pemotongan, pengemasan, produksi produk daging sampai ke tingkat distribusinya dan penjualan di pasar. Bahaya kontaminasi oleh bakteri yang tidak diinginkan paling tinggi pada bahan pangan yang tidak dikemas. Kontaminasi silang antara bahan makanan beresiko tinggi dan makanan lainnya berperan penting dalam transmisi salmonella. Kontaminasi dapat terjadi akibat mengabaikan prinsip produksi yang disarankan dan praktek higene selama produksi, distribusi dan pemasaran bahan pangan.Disamping merusak dan menyebabkan penyakit, mikroba juga bermanfaat bagi kehidupan terutama dalam pengolahan pangan. Dewasa ini mikroba digunakan dalam proses pembuatan vaksin dan bioremediasi dengan ditemukannya bakteri yang dapat mengurai zat kimia berbahaya dalam limbah pabrik atau industri. Dalam makalah ini akan diuraikan secara singkat tentang mikroba penting dalam mikrobiologi pangan dan menyelesaikan salah satu tugas yang dibebankan dalam mata kuliah mikrobiologi pangan asal hewan.

BAB IIIPERAN MIKROBA PADA PANGAN ASAL HEWAN

Pertumbuhan mikroba pada pangan dapat menimbulkan berbagai perubahan, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan. Mikroba yang merugikan misalnya yang menyebabkan kerusakan atau kebusukan pangan, dan yang sering menimbulkan penyakit atau keracunan pangan. Sedangkan mikroba yang menguntungkan adalah yang berperan dalam proses fermentasi pangan, misalnya dalam pembuatan tempe, oncom, kecap, tape dll. Oleh karena itu dengan mengetahui sifat-sifat mukroba pada pangan kita dapat mengatur kondisi sedemikian rupa sehingga pertumbuhan mikroba yang merugikan dapat dicegah dan mikroba yang menguntungkan dirangsang pertumbuhannya.Pangan asal hewan berupa daging, susu, telur serta produk olahannya merupakan bahan pangan yang sangat mudah terkontaminasi oleh mikroba. Daging merupakan pangan bergizi tinggi, dengan kandungan air sekitar 75%, protein 19%, lemak 2.5%, nitrogen terlarut non protein 1.65% dan bahan-bahan anorganik 0.65%. Ketersediaan nutrisi yang lengkap ini menyebabkan daging menjadi media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba. Didalam daging segar, jumlah bakteri patogen (penyebab penyakit) jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah bakteri pembusuk. Tetapi yang perlu diingat juga adalah, bahwa beberapa bakteri patogen dapat menyebabkan penyakit dalam jumlah yang sangat sedikit.Sumber pencemaran bakteri pada pangan asal hewan berasal dari tanah, air, udara, saluran pencernaan dan pernafasan manusia serta hewan. Apabila air yang digunakan dalam proses penyembelihan dan penanganan karkas tercemar oleh feses maka daging dapat terkontaminasi Salmonella. Kontaminasi Salmonella sp. pada bahan pangan asal hewani, produknya membahayakan konsumen sebab dapat menimbulkan penyakit zoonosis seperti penyakit salmonellosis dan demam tifus. Demikian halnya dengan jumlah bakteri yang mengkontaminasi daging dapat menimbulkan perubahan fisik pada daging misalnya pembusukan yang dapat membahayakan kesehatan konsumen (Andy dan Taufik, 2010).Bahan atau bahaya (hazards) yang dapat mengkontaminasi pangan asal hewan terdiri dari:1. Bahaya biologis berupa cacing, parasit, bakteri (mikroba), cendawan/fungi, virus, riketsia2. Bahaya kimia berupa toksin bakteri, mikotoksin, cemaran logam berat, residu antimikroba.3. Bahaya fisik berupa serpihan kaca, potongan kayu, logam, batu, rambut, benang, dan lain-lain.Jumlah dan jenis mikroba yang mencemari pangan ditentukan oleh tingkat pengendalian higienis yang dilaksanakan selama penanganan pangan sampai ke konsumen. Saat ini, kualitas mikrobiologi daging telah menjadi salah satu perhatian masyarakat dalam hal keamanan pangan. Daging yang sehat seharusnya tidak mengandung mikroba patogen, kalaupun mengandung mikroba non patogen maka jumlahnya harus sedikit. Jika kandungan bakteri daging melebihi 106 mikrob/g maka daging tersebut dianggap berkualitas rendah. Batas jumlah mikroba daging selama dilayukan tidak boleh lebih dari 105 bakteri/cm2 daging. Dalam kaitannya dengan pangan asal hewan mikroba mempunyai peranan yang menguntungkan maupun yang merugikan.Mikroba yang menguntungkan1. Bakteri fermentasiBeberapa makanan hasil fermentasi dan mikroorganisme yang berperan: No.Nama produk atau makananBahan bakuBakteri yang berperan

1YoghurtsusuLactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus

2MentegasusuStreptococcus lactis

3TerasiikanLactobacillus sp.

4Asinan buah-buahanbuah-buahanLactobacillus sp.

5SosisdagingPediococcus cerevisiae

6KefinsusuLactobacillus bulgaricus dan Sreptococcus lactis

Fermentasi adalah suatu proses untuk menghasilkan produk dengan melibatkan aktivitas mikroba secara terkontrol, baik dalam kondisi aerob maupun anaerob. Fermentasi dilakukan dalam fermentor yang berisi medium dengan kandungan nutrien yang cukup dan kondisi medium yang optimal untuk pertumbuhan dan sintesis produk yang diinginkan, baik suhu, pH, aerasi maupun homogenitas. Selanjutnya fermentor dihubungkan dengan monitor untuk mengatur parameter-parameter yang terkait dengan proses fermentasi. Proses fermentasi dapat dilakukan dengan sistem batch, fed-batch, continuous dan semi batch, tergantung pada substrat yang digunakan dan produk atau metabolit yang diinginkan. Fermentasi dilakukan dalam skala laboratorium, skala pilot plan dan skala industri. Fermentasi skala laboratorium digunakan untuk uji coba kemampuan mikroba atau untuk penelitian yang terkait dengan peningkatan produksi oleh mikroba. Fermentasi skala pilot plan digunakan untuk mendisain proses fermentasi yang akan diterapkan dalam industri. Sedangkan fermentasi skala industri adalah untuk memproduksi produk dalam jumlah maksimal hingga dapat digunakan oleh konsumen. Prosedur perpindahan fermentasi dari skala laboratorium ke skala industri disebut juga dengan scale-up atau peningkatan proses. Scale-up perlu dilakukan karena selama fermentasi terjadi perubahan lingkungan internal fermentor, yang dapat mempengaruhi aktivitas dan produktivitas mikroba.

2. Bakteri sebagai antimikrobaBakteri asam laktat didefinisikan sebagai bakteri yang mampu menghasilkan asam laktat dari sumber karbohidrat yang dapat difermentasi (Salminen dan Wright, 1993). Dalam industry pangan bakteri asam laktat telah digunakan secara luas sebagai kultur starter untuk berbagai ragam fermentasi daging, susu, dan roti. Semula peranannya terutama adalah untuk memperbaiki citarasa produk fermentasi. Tetapi ternyata bakteri asam laktat juga mempunyai efek pengawetan pada produk yang dihasilkan, sehingga sekarang berkembang penerapan bakteri asam laktat atau senyawa yang dihasilkan dengan tujuan utama untuk pengawetan pangan baik terhadap produk fermentasi maupun nonfermentasi.Bakteri asam laktat mempunyai efek pengawetan karena menghasilkan senyawa-senyawa yang mampu menghambat pertumbuhan berbagai mikroba. Sebagian besar efek antimikroba ini disebabkan oleh pembentukan asam laktat dan asam asetat serta penumnan pH yang dihasilkan. Selain itu bakteri asam laktat juga menghasilkan senyawa-senyawa penghambat lain seperti hydrogen peroksida, diasetil, karbondioksida, reuterin dan bakteriosin. Asam-asam lipofilik seperti asam laktat dan asetat dalam bentuk tidak terdisosiasi dapat menembus sel mikroba dan pada pH intraseluler yang lebih tinggi, berdisosiasi menghasilkan ion-ion hidrogen dan mengganggu fungsi metabolik esensial seperti translokasi substrat clan fosforilasi ohidatif, dengandemikian mereduksi pH intraseluler.Sejumlah bakteriosin yang dihasilkan bakteri asam laktat yang berasal dari bahan pangan telah diisolasi dan diketahui memiliki efek antimikrobia terhadap L. monocytogenes, diantaranya adalah: nisin yang dihasilkan oleh Lactococcus lactis; plantaricin UG1 dari L. plantarum yang diisolasi dari sosis kering; thermophilin 347, yang diproduksi oleh Streptococcus thermophilus 347 yang diisolasi dari yoghurt; acidocin A yang dihasilkan oleh Lactobacillus acidophilus TK9201; pediocin JD dari strain Pediococcus acidilactici JD 1-23; enterocin 226NWC yang diproduksi oleh Enterococcus faecalis 226 yang diisolasi dari kultur whey yang digunakan sebagai starter pada pembuatan keju Mozzarella dari susu kerbau; divercin dan piscicocin yang diproduksi oleh strain Carnobacterium dari produk olahan ikan, (Pilet et al,. 1995).Mikroba dewasa ini sangat banyak digunakan dalam bidang industri seperti Propionobacterium (vitamin/cyanocobalamin), Acetobacter aceti (asam cuka), Micrococcus luteus (hidrokarbon/petroleum), beberapa mikroba penghasil enzim Trichoderma viridae dan P. funiculosum (menghasilkan selulase), Aspergilus ochraceus dan B. subtilis menghasilkan Xylanase) dan sebagainya.

Mikroba yang merugikanJenis mikroba yang terdapat dalam makanan meliputi bakteri, kapang/jamur dan ragi serta virus yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang tidak diinginkan seperti penampilan, tekstur, rasa dan bau dari makanan. Pengelompokan mikroba dapat berdasarkan atas aktivitas mikroba (proteolitik, lipofilik, dsb) ataupun atas pertumbuhannya (psikrofilik, mesofilik, halofilik, dsb) Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah serta jenis mikroba yang terdapat dalam makanan, diantaranya adalah sifat makanan itu sendiri (pH, kelembaban, nilai gizi), keadaan lingkungan dari mana makanan tersebut diperoleh, serta kondisi pengolahan atau pun penyimpanan. Jumlah mikroba yang terlalu tinggi dapat mengubah karakter organoleptik, mengakibatkan perubahan nutrisi/nilai gizi atau bahkan merusak makanan tersebut. Apalagi mikroba yang bersifat patogen, akan berbahaya bagi yang mengkonsumsinya.Dalam pengujian cemaran mikroba digunakan mikroba indikator, karena selain mudah dideteksi juga dapat memberikan gambaran tentang kondisi higienis dari produk yang diuji. Bersamaan dengan mikroba indikator dilakukan juga pengujian terhadap bakteri patogen.Mikroba indikator adalah golongan atau spesies bakteri yang kehadirannya dalam makanan dalam jumlah diatas batas (limit) tertentu, merupakan pertanda bahwa makanan telah terpapar dengan kondisi-kondisi yang memungkinkan berkembang biaknya mikroba patogen. Mikroba indicator digunakan untuk menilai keamanan dan mutu mikrobiologi makanan. Jumlah bakteri aerob mesofil, bakteri anaerob mesofil dan bakteri psikrofil dapat merupakan indikator bagi status/ mutu mikrobiologi makanan. Jumlah yang tinggi dari bakteri-bakteri tersebut seringkali sebagai petunjuk bahan baku yang tercemar, sanitasi yang tidak memadai, kondisi (waktu dan atau suhu) yang tidak terkontrol selama proses produksi atau selama penyimpanan ataupun kombinasi dari berbagai kondisi tersebut. Bakteri aerob mesofil dianggap sebagai mikroba indikator, meskipun sebenarnya kurang akurat dibandingkan dengan indikator lainnya. Bakteri anaerob mesofil merupakan indikator dari kondisi yang dapat menyebabkan adanya pertumbuhan mikroba .

1. Mikroba perusak pangan Beberapa spesies pengurai tumbuh di dalam makanan. Beberapa mikroba dapat mengubah rasa beserta aroma pangan sehingga dianggap sebagai mikroba pembususk. Dalam pembusukan daging dan susu mikroba menghasilkan enzim proteolitik yang mampu merombak protein-protein. Disamping mengubah makanan dan mikroba juga mengeluarkan hasil metabolisme yang berupa toksin (racun). Racun tersebut berbahaya bagi kesehatan manusia, contohnya Clostridium botulinum menghasilkan racun botulinum (neurotoksin), biasanya terdapat pada makanan kalengan dan enterotoksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus yang terdapat dalam bahan makanan. Leuconostoc mesenteroides menyebabkan pelendiran makanan. L. monocytogenes merupakan bakteri patogen penyebab keracunan pangan yang berpengaruh sangat kuat pada industri pangan. Telah dilaporkan terjadinya beberapa kasus keracunan dan outbreak akibat konsumsi bahan pangan yang mengandung L. monocytogenes, membuktikan bahwa bakteri tersebut berpotensi sebagai penyebab keracunan pangan yang merupakan ancaman serius bagi kesehatan. Potensi L. monocytogenes untuk menyebabkan ke racunan pangan juga didukung oleh kemampuannya untuk tumbuh pada suhu penyimpan dingin (refrigerasi) dan bahkan mampu bertahan pada suhu penyimpanan beku.Saat ini foodborne diseases telah menjadi salah satu isu penting bagi kesehatan masyarakat, dan lebih dari 250 foodborne diseases telah dilaporkan di seluruh dunia. Sebagian besar penyakit tersebut bersifat infeksius yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus dan parasit. Umumnya ada beberapa jenis golongan bakteri terpenting yang dapat menyebabkan kerusakan makanan dan keracunan yaitu Acetobacter, Achromobacter, Alcaligenes, Bacillus, Bacteroides, Clostridium, Corynebacterium, Enterococci, Enterobacter, Erwinia, Escherichia, Flavobacterium, Kurthia, Lactobacillus, Leuconostoc, Micrococcus, Paracolobactrum, Proteus, Pseudomonas, Salmonella, Sarcina, Serratia, Shigella, Staphylococcus dan Streptomyces.

2. Mikroba penyebab penyakit (pathogen)Kelompok mikroba yang menimbulkan penyakit pada manusia, hewan dan tumbuhan meliputi bakteri, jamur/kapang dan ragi/yeast. Bakteri pathogen termasuk jenis penyebab toksiinfeksi makanan diantaranya Salmonella, Shigella, Brucella. Selain oleh bakteri, kapang juga dapat menimbulkan penyakit yang dibedakan atas dua golongan, yaitu (1) infeksi oleh fungi yang disebut mikosis dan (2) keracunan yang disebabkan oleh tertelannya metabolik beracun dari fungi atau mikotoksikosis. Mikotoksikosis biasanya tersebar melalui makanan, sedangkan mikosis tidak melalui makanan tetapi melalui kulit atau lapisan epidermis,rambut dan kuku akibat sentuhan, pakaian, atau terbawa angin. Senyawa beracun yang dihasilkan fungi disebut mikotoksin. Toksin ini dapat menimbulkan gejala sakit yang kadang-kadang fatal. Beberapa mikotoksin yang sering mengkontaminasi pangan antara lain aflatoksin (Aspergilus flavus, A. parasiticus), asam penisilat (Penicillium cyclopium,) dan lain-lain.Mikroba patogen lain yang terdapat dalam pangan dapat berupa virus, ricketsia, prion, parasit dan protozoa. Rickettsiae adalah bakteri yang berukuran kecil dan tidak pernah berhasil dikultivasi pada medium sintetik. Rickettsia berbeda dengan virus karena mikroorganisme ini mempunyai DNA dan RNA mempunyai beberapa struktur yang dimiliki bakteri. Coxiella burnetii, penyebab demam Q, ditimbulkan oleh mikroorganisme ini adalah sakit kepala dan demam. Penularannya melalui susu dari sapi yang terinfeksi. C. burnetii telah dilaporkan relatif tahan panas dan dapat membentuk spora, sehingga kemungkinan bisa terdapat pada susu pasteurisasi jika susu tersebut berasal dari sapi yang terinfeksi.Prion menyebabkan penyakit degeneratif pada sistem syaraf pusat pada hewan dan manusia. Penyakit scrapie pada kambing merupakan penyakit yang ditimbulkan oleh prion. Penyakit yang sama juga telah ditemukan pada sapi, bovine spongiform encephalopathy (BSE). Prion tersebar melalui pakan dan penularan terhadap manusia kini mendapat perhatian yang serius. Prion sangat resisten terhadap panas, lebih tahan daripada spora bakteri dan merupakan bentuk protein yang abnormal dari inang. Pencegahan penularan melalui pencegahan pemberian pakan dari bahan-bahan yang terinfeksi dan pencegahan komsumsi daging dan bagian-bagian hewan yang terinfeksi. Giardia, Cryptosporidium, Balantidium, Entamoeba dan protozoa lainnya serta parasit seperti cacing pita (Taenia. saginata, Diphyllobotrium latum), dapat menginfeksi melalui air dan makanan. Beberapa spesies dapat bertahan pada lingkungan untuk beberapa minggu. Gejala-gejala yang ditimbulkan dapat sama dengan gejala gangguan perut yang ditimbulkan oleh bakteri. Beberapa pathogen penyebab foodborne diseases adalah Aeromonas, Arcobacter, Bacillus cereus, Brucella, Campylobacter, Clostridium botulinum, Clostridium perfringens, Escherichia coli, Listeria, Plesiomonas shigelloides, Salmonella, Shigella, Staphylococcus aureus, Vibrio, Yersinia, Mycotoxins and Fungi, Cryptosporidium, Cyclospora, Entamoeba, Giardia, Anisakis simplex, Ascaris, Diphyllobothrium latum, Taenia, Trichinella spiralis, Virus Hepatitis A and E serta Norovirus (Heredia et al. 2009).KESIMPULANPengendalian cemaran mikroba pada bahan pangan asal ternak dapat dilakukan dengan cara pengolahan untuk menekan atau menghambat pertumbuhan mikroba, pengendalian residu dan cemaran mikroba pada produk pangan, penerapan sistem keamanan pangan, dan meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap penyakit yang disebabkan oleh cemaran mikroba sehingga dapat mengeliminasi dampak yang ditimbulkan oleh cemaran mikroba pada pangan asal hewan.

DAFTAR PUSTAKAKusumawati, N. (2000). Peran Bakteri Asam Laktat dalam Menghambat Listeria monocytogenes pada Pangan Asal Hewan. J. Teknol. Pangan dan Gizi. 1(1):14-28.Andi dan Taufik M. (2010). Jumlah Bakteri dan Keberadaan Salmonella sp. Pada Daging Kuda di Kabupaten Jeneponto. Jurnal Agrisistem. 6(2).Yulneriwarni, (2008). Mikroba, Dari Habitat ke Industri. Visi Vitalis. 1(2):13-18.Heredia, N., I. Wesley,S. Garcia. (2009). Microbiologically Safe Foods. John Wiley and Sons, New Jersey.

11