40
BAB I PEMBUKAAN 1.1. Latar Belakang Fenomena yang terjadi empat puluh tahun terakhir ini menurut salah satu pakar ilmu sosial bahwa peliknya perubahan-perubahan pola sosial yang ada di masyarakat sudah tidak dapat dielakkan lagi. Meningkatnya angka perceraian,meresapnya pengaruh TV dan media, kurangnya rasa hormat anak kepada orang yang lebih tua dan semakin sedikitnya waktu yang disediakan oleh orang tua untuk anak-anak mereka, menjadi salah satu pemicu perubahan sosial yang ada saat ini. Upaya untuk memperbaiki ketidakharmonisan tersebut salah satunyaadalah dengan mengolah kecerdasan emosional seseorang. Awalnya konsep kecerdasan emosional ini dimulai dari peran membesarkan dan mendidik anak2 anak. Selanjutnya orang menyadari bahwa konsep tersebut sangat penting dalam keberhasilan hidup seseorang baik dalam hal pekerjaan maupun dalam kehidupan rumah tangga. Kecerdasan emosional diungkapkan pertama kali oleh psikolog Peter Salovy dari Harvard University dan John Mayer dari University Of New Hampshire untuk mengungkapkan kualitas-kualias emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan hidup. 1

peran orang tua dalam kecerdasan anak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Page 1: peran orang tua dalam kecerdasan anak

BAB I

PEMBUKAAN

1.1.    Latar Belakang

Fenomena yang terjadi empat puluh tahun terakhir ini menurut salah satu

pakar ilmu sosial bahwa peliknya perubahan-perubahan pola sosial yang ada di

masyarakat sudah tidak dapat dielakkan lagi. Meningkatnya angka

perceraian,meresapnya pengaruh TV dan media, kurangnya rasa hormat anak

kepada orang yang lebih tua dan semakin sedikitnya waktu yang disediakan oleh

orang tua untuk anak-anak mereka, menjadi salah satu pemicu perubahan sosial

yang ada saat ini.

Upaya untuk memperbaiki ketidakharmonisan tersebut salah

satunyaadalah dengan mengolah kecerdasan emosional seseorang. Awalnya

konsep kecerdasan emosional ini dimulai dari peran membesarkan dan mendidik

anak2 anak. Selanjutnya orang menyadari bahwa konsep tersebut sangat penting

dalam keberhasilan hidup seseorang baik dalam hal pekerjaan maupun dalam

kehidupan rumah tangga.

Kecerdasan emosional diungkapkan pertama kali oleh psikolog Peter

Salovy dari Harvard University dan John Mayer dari University Of New

Hampshire untuk mengungkapkan kualitas-kualias emosional yang tampaknya

penting bagi keberhasilan hidup.

Kualitas ini antara lain: empati, mengungkapkan dan memahami perasaan,

mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai,

kemampuan memecahkan masalah antarpribadi, ketekunan, kesetiakawanan,

keramahan dan sikap hormat.

Menurut Lawrence E. Shapiro (1998:8) kecerdasan emosional sebagai bagian dari

kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi

baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya dan

menggunakan informasi untuk membimbing pikiran dan tindakan.

Penelitian-penelitian telah membuktikan bahwa kecerdasan emosional

sebaiknya mulai di kembangkan sedini mungkin karena dapat membuat anak

1

Page 2: peran orang tua dalam kecerdasan anak

mempunyai semangat yang tinggi dalam belajar atau disukai teman-temannya di

arena bermain. Dengan memiliki kecerdasan emosional sedini mungkin dapat

membantu seseorang memasuki dunia kerja atau ketika berkeluarga kelak. Selain

itu, kecerdasan emosional juga memegang peranan penting dalam hubungan kita

dengan orang lain juga dengan sang pencipta, sehingga anak-anak kita mampu

menghargai dirinya, orang lain dan terutama yang menciptakan-Nya. Kecerdasan

emosi bermula dari adanya sambungan antara neokorteks 3 sebagai pusat pikiran

dengan amigdala sebagai pusat emosi, yang fungsinya bisa saling berlawanan

sekaligus saling kerjasama antara otak dengan hati. Dengan adanya keterlibatan

rasa atau emosi terhadap keputusan rasio atau pikiran, membuat keputusan

rasional yang diambil seseorang dapat selaras dengan pengalaman kehidupan dan

budaya disekitarnya. Kerjasama antara pikiran dan

hati inilah yang merupakan inti dari kecerdasan emosional

1.2     Masalah Penulisan

1.      Pengertian kecerdasan emosional ?

2.     Bagaimana cara memberikan stimulus yang sesuai dengan kematangan dan

perkembangan anak ?

3. Apa saja Peran orang tua dalam kecerdasan emosional ?

4. Apa saja Bahaya jika keliru memfasilitasi kecerdasan emosional anak ?

5. Apa saja Nutrisi yang baik bagi kecerdasan emosional anak?

1.3    Tujuan

Penulis bertujuan untuk menambah pengetahuan, wawasan untuk pembaca

dan orang tua tentang pentingnya peran orang tua dalam perkembangan anak dan

cara memberikan stimulus yang sesuai untuk meningkatkan perkembangan

kecerdasan emosional anak.

2

Page 3: peran orang tua dalam kecerdasan anak

BAB II

ISI

2.1 Pengembangan Kecerdasan Sosial Emosional Anak

Anak usia dini merupakan masa usia emas dimana perkembangan otak

atau berkembang sangat pesat atau lebih tepatnya saat yang penting untuk

merangsang kemampuan berpikir anak secara optimal. Belajar sejak kecil berarti

menerapkan pengetahuan yang dibutuhkan otak anak selama tahun-tahun awal

perkembangan mereka. Pembelajaran yang tepat sejak dini diharapkan dapat

menunjang perkembangan mental yang dapat meningkatkan motivasi belajar agar

lebih bergairah dan lebih cerdas. Anak selain tumbuh secara fisik, juga

berkembang secara psikologis. Tidak bisa anak yang dulu sewaktu masih bayi

tampak begitu lucu dan penurut, sekarang pada usia 3 tahun misalnya, juga tetap

dituntut untuk lucu dan penurut.

Ada fase-fase perkembangan yang dilaluinya dan anak menampilkan

berbagai perilaku sesuai dengan ciri-ciri masing-masing fase perkembangan

tersebut.

Anak usia 3-4 tahun sudah mempunyai kemampuan empati meskipun

masih sesuai dengan egosentrisnya. Meskipun masih sangat kecil kemampuan

empatinya, kalau kita kembangkan dengan baik tentunya anak usia prasekolah dan

sekolah dasar mempunyai ketahanan mental yang luar biasa. Kalau kita amati

secara cermat, anak usia 3 – 4 tahun senang bermain dengan berpura-pura menjadi

orang dewasa. Mereka meniru tingkah laku orang dewasa yang sedang bekerja,

misalnya mencuci piring, memasak, mengendarai mobil, menggendong bayi,

menjadi guru dan sebagainya. Bagi anak-anak, kegiatan menirukan tersebut

sebagai kesempatan untuk belajar memahami orang lain dan rasa

keingintahuannya dapat tersalurkan.

Secara garis besar ada dua hal utama dalam kecerdasan emosi, yaitu mengenali

dan mengelola emosi. Langkah pertama mengajarkan kecerdasan emosi adalah

mengenalkan berbagai jenis emosi kepada anak. Bagaimana caranya? Apabila

3

Page 4: peran orang tua dalam kecerdasan anak

anak sedari usia dini sering dilatih untuk peka dalam mengenali emosi, maka

semakin dewasa akan semakin mudah mengenali emosi, dan akhirnya dapat

menyesuaikan sikapnya dengan situasi emosi yang ada.

2.2 MENSTIMULUS KECERDASAN EMOSIONAL ANAK

Menurut Goleman (dalam Ayriza:2006) untuk menstimulus kecerdasan

emosional anak pada awalnya adalah dengan mengoptimalkan peran anak dalam

kehidupan sehari-hari. Langkah tersebut dapat diawali dengan mengembangkan

lima wilayah kecerdasan emosional, antara lain kemampuan mengenali emosi diri,

mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain serta

membina hubungan yang baik dengan orang lain.

1. Kemampuan Mengenali Emosi Diri

Kemampuan mengenali emosi diri adalah kemampuan seseorang dalam

mengenali perasaannya sendiri sewaktu perasaan atau emosi itu muncul. Ini sering

dikatakan sebagai dasar dari kecerdasan emosional. Seseorang yang mampu

mengenali emosinya sendiri adalah bila ia memiliki kepekaan yang tajam atas

perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil keputusan-

keputusan secara mantap. Dalam hal ini misalnya sikap yang diambil dalam

menentukan berbagai pilihan, seperti memilih: sekolah, sahabat, pekerjaan,

sampai kepada pemilihan pasangan hidup kelak jika anak telah dewasa.

2. Kemampuan Mengelola Emosi

Kemampuan mengelola emosi adalah kemampuan untuk mengendalikan

perasaannya sendiri sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi

perilakunya untuk dapat mengendalikan diri agar tidak mengulangi kesalahannya

lagi. Mungkin dapat diibaratkan sebagai seorang pilot pesawat yang dapat

membawa pesawatnya ke suatu kota tujuan dan kemudian mendaratkannya secara

mulus meskipun dalam pendaratan tersebut mengalami hambatan atau masalah.

4

Page 5: peran orang tua dalam kecerdasan anak

Selain itu dapat juga diibaratkan jika seseorang yang sedang marah, maka

kemarahan itu tetap dapat dikendalikan secara baik tanpa harus menimbulkan

akibat yang akhirnya disesalinya di kemudian hari. Dengan demikian anak akan

mampu menyesuaikan dirinya baik dalam keaadaan emosional maupun tidak.

3. Kemampuan Memotivasi Diri

Kemampuan memotivasi diri adalah kemampuan untuk

memberikansemangat kepada diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang baik dan

bermanfaat. Dalam hal ini terkandung adanya unsur harapan dan optimisme yang

tinggi, sehingga seseorang memiliki kekuatan semangat untuk melakukan suatu

aktivitas tertentu. Misalnya dalam hal belajar, bekerja, menolong orang lain, dan

sebagainya. Anak-anak identik mempunyai semangat yang bergelora dalam

melaksanakan segala aktivitasnya. Mereka masih memiliki pemikiran yang

sederhana dalam menikmati kegiatannya. Dengan adanya kemampuan memotivasi

ini akan senantiasa memompa energi positif dalam diri anak.

4. Kemampuan Mengenali Emosi Orang Lain

Kemampuan mengenali emosi orang lain adalah kemampuan untuk

mengerti perasaan dan kebutuhan orang lain, sehingga orang lain akan merasa

senang dan dimengerti perasaannya. Anak-anak yang memiliki kemampuan ini,

yaitu sering pula disebut sebagai kemampuan berempati, mampu menangkap

pesan non-verbal dari orang lain tersebut. Dengan demikian anak-anak ini akan

cenderung disukai orang. Pada masa perkembangan praoperasional sifat anak

masih didominasi oleh sikap egosentris sudah mampu memahami gejala emosi

orang-orang terdekat. Kemampuan tersebut akan semakin berkembang seiring

dengan bertambahnya usia anak yang mencapai tahap perkembangan operasional

kongkrit yang sudah mempunyai kemauan untuk menyesuaikan diri dengan orang

lain. Setiap perkembangan yang terjadi pada diri anak harus selalu kita dukung

agar bisa mencapai perkembangan yang optimal.

5

Page 6: peran orang tua dalam kecerdasan anak

5. Kemampuan Membina Hubungan

Kemampuan membina hubungan adalah kemampuan untuk mengelola

emosi orang lain, sehingga tercipta keterampilan sosial yang tinggi dan membuat

pergaulan seseorang menjadi lebih luas. Anak-anak dengan kemampuan ini

cenderung mempunyai banyak teman, pandai bergaul dan menjadi lebih populer.

Kemampuan membina hubungan ini mulai tumbuh ketika anak mencapai tahap

perkembangan operasional kongkrit. Kehadiran teman sebaya sangat berarti bagi

mereka, oleh karena itu keinginan untuk membina hubungan dengan teman dapat

memotivasi anak mengembangkan kecerdasan emosional dalam hal membina

hubungan dengan orang lain. Agar lima wilayah kecerdasan emosional yang

dikenalkan pada anak bisa tersampaikan dengan baik, perlu juga didukung dengan

kemampuan kecerdasan emosional orang tua maupun guru. Para orang tua dan

guru adalah orang terdekat anak-anak, oleh karena itu mereka perlu memberikan

teladan terlebih dahulu agar anak yang mempunyai potensi luar biasa bisa

mempelajari keterampilan emosional dari orang-orang dewasa terdekatnya secara

lebih baik

.

A.    Kecerdasan Emosional Pada Anak

Kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai

perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat,

menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-

hari. Tiga unsur penting kecerdasan emosional terdiri dari:

a.       kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri).

b.      kecakapan sosial (menangani suatu hubungan).

c.       keterampilan sosial (kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki

pada orang lain).

Beberapa indikator yang dapat mendeskripsikan kualitas kecerdasan social

emosional pada anak, adalah sebagai berikut:

a.       Empati (melibatkan perasaan orang lain).

b.      Mengungkapkan dan memahami perasaan.

6

Page 7: peran orang tua dalam kecerdasan anak

c.       Mengalokasikan rasa marah.

d.      Kemandirian.

e.       Kemampuan menyesuaikan diri.

f.       Perasaan disukai atau tidak.

g.      Kemampuan memecahkan masalah antarpribadi.

h.      Ketekunan.

i.        Kesetiakawanan.

j.        Kesopanan.

k.      Sikap hormat.

B.     Strategi Mengorganisasi Pengembangan Kecerdasan Emosional Anak

Strategi memiliki pengertian bagaimana menyiasati atau menentukan berbagai

tindakan yang dianggap efektif dalam mencapai suatu tujuan secara gemilang.

Agar para orang tua tidak tergelincir pada penyediaan lingkungan belajar yang

kurang sesuai atau bahkan keliru maka khusus pada bidang pengembangan

kecerdasan emosi diberikan sejumlah pedoman yang selayaknya diperhatikan,

yakni sbb:

1.      Kegiatan mengorganisasikan berdasarkan kebutuhan, minat dan

karakteristik perkembangan anak yang menjadi sasaran pengembangan

kecerdasan emosi.

2.      Kegiatan yang diorganisasikan bersifat holistik ( menyeluruh ).

3.      Kegiatan diorganisasikan sesuai dengan tuntutan kondisivitas

pengembangan kecerdasan emosi, diantaranya dikondisikan dalam suasana

kekeluargaan, suasana yang penuh kasih sayang, suasana yang penuh

kesejukan dan kedamaian, tetapi tetap dapat menempatkan setiap

komponen secara bertanggung jawab atas setiap peran yang dipegangnya.

4.      Kegiatan diorganisasikan pada suasana yang dapat memberikan

kesempatan kepada anak untuk menyampaikan gagasan-gagasannya,

memberikan kesempatan pada anak untuk memberikan masukan dalam

pengambilan keputusan.

7

Page 8: peran orang tua dalam kecerdasan anak

5.      Tugas orang tua diarahkan untuk membimbing dan memfasilitasi bukan

untuk mengatur berbagai prilaku secara otoriter.

6.      Peraturan rumah diorganisasikan secara jelas batas-batasnya sehingga

tumbuh kesadaran untuk menaatinya secara utuh dan bertanggung jawab.

7.      Pembimbingan dan kegiatan memfasilitasi dilakukan dengan penuh

kasih sayang sehingga dapat mempersiapkan anak menjadi pribadi dan

anggota masyarakat yang sehat dan mampu bersosialisasi dan

berkomunikasi.

8.      Organisasi kegiatan juga memberikan kesempatan dan menganjurkan

agar orang tua dapat berpartisipasi dengan anak-anaknya dalam kegiatan

sekolah.

9.      Komunikasi dan hubungan yang di bangun harus menciptakan suasana

yang tidak menuntut penilaian tapi menarik, menggairahkan, dan

menunujukan penerimaan sehingga dapat memberi landasan memadai

dalam pertumbuhan sosial dan emosi.

Tindakan yang dianjurkan oleh Tartila Tarsusi (1997) dan oleh Zirly Fera

Jamil (2002), terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan

atau pembelajaran emosi pada anak prasekolah, diantaranya berikut ini:

1.      Menjadi contoh yang baik.

2.      Mengajarkan pengenalan emosi.

3.      Menanggapi perasaan anak.

4.      Melatih pengendalian diri.

5.      Melatih pengelolaan emosi.

6.      Menerapkan disiplin dengan konsep empati.

7.      Melatih keterampilan komunikasi.

8.      Mengungkapkan emosi dengan kata-kata.

9.      Memperbanyak permainan dinamis.

10.  Memperdengarkan musik indah dengan ritme teratur.

11.  Marah, sedih, cemas bukan hal tabu.

12.  Menyelimuti dengan iklim positif.

8

Page 9: peran orang tua dalam kecerdasan anak

Untuk memahami kedua belas hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan

atau pembelajaran emosi pada anak prasekolah, berikut ini akan diuraikan secara

singkat.

1. Menjadi contoh yang baik

Untuk menjadi contoh bagaimana mengelola emosi yang baik, kecerdasan

emosi orang tua secara terus-menerus melalui berbagai pengalaman sehari-

hari.

2.      Mengajarkan pengenalan emosi

Kemampuan memahami perasaan sendiri membuat orang memiliki kepekaan

tinggi dalam pengambilan keputusan, juga dalam beberapa hal lain.

3.      Tanggapi perasaan anak

Apabila setiap perasaan anak didengarkan dan ditanggapi secara pas, anak

akan merasa bahwa dirinya merupakan sosok yang penting dimata orang

tuanya.

4.      Melatih pengendalian diri

Pada mereka diberikan dua pilihan, boleh langsung mengambil satu permen

yang enak lalu keluar ruangan, atau menunggu beberapa menit dan bisa

mendapatkan dua permen.

5.      Melatih pengelolaan emosi

Kemarahan hendaknya jangan dikubur tanpa diberi saluran karena hasilnya

adalah timbunan yang bisa meledak secara dahsyat. Namun, membiarkan

setiap kemarahan langsung tersalur begitu saja juga tidak tepat. Memang,

mengelola emosi secara pas baik itu kemarahan atau kegembiraan sungguh

tidaklah mudah. Tidak tercipta begitu saja, mesti melalui proses panjang dan

intensif. Sekali terkuasai maka kemampuan ini akan sungguh melicinkan

jalan anak menuju masa depan. Keterampilan ini membuang kemungkinan

terjadinya hal-hal yang tak mengenakkan dan merugikan karena kegagalan

mengelola emosi.

9

Page 10: peran orang tua dalam kecerdasan anak

6.      Menerapkan disiplin dengan konsep empati

Orang yang berempati akan lebih mampu menangkap sinyal sosial

tersembunyi tentang kebutuhan dan keinginan orang lain. Sinyal ini bisa

ditangkap lewat nada suara, raut wajah, dan hal nonverbal lainnya.

7.      Melatih kemampuan komunikasi

Kemampuan dibidang ini, seperti menyatakan gagasan, perasaan, dan konsep

kepada orang lain, kemampuan bergaul dan menyesuaikan diri harus dilatih

sejak dini.

8.      Mengungkapkan emosi dengan kata-kata

Anak yang tidak bisa mengungkapkan diri bahwa dia sesungguhnya “merasa

cemburu karena mainan adik atau temannya lebih bagus”, bisa jadi akan

bertindak agresif, dengan merusakkan mainan adik/ temannya atau memukul

orangnya. Bila anak kelihatan uring-uringan, murung, takut atau justru

bersemangat, tanyakan bagaimana perasaannya saat itu dan arahkan agar anak

mampu membuat ungkapan tentang emosinya saat itu.

9.      Memperbanyak permainan dinamis

Permainan-permainan sederhana dari “masa lalu” seperti lompat tali, bermain

gundu dengan teman, main kucing-kucingan, sesungguhnya lebih

mencerdaskan emosi anak. Mengasah kemampuan bekerja sama, jujur dan

percaya diri. Permainan yang melibatkan beberapa anak akan mempertajam

kemampuan bersosialisasi anak, juga bisa menguji daya tahan emosi anak

selama proses bermain. Dengan permainan yang dinamis, amak belajar

memusatkan perhatian lebih pada proses yang baik, bukan pada hasil akhir.

Kalau keadaan menerima kemenangan dan kekalahan sering berlangsung dan

dirasakan, anak tidak akan terkaget-kaget lagi dengan kondisi apapun. Emosi

anakpun menjadi bisa terkontrol. Saat kalah ia tidak frustasi, ketika

menangpun tidak gembira berlebihan.

10.  Musik indah dengan ritme teratur

Penelitian membuktikan bahwa musik sangat mempengaruhi perkembangan

IQ (Inteligent Quotient) dan EI (Emotional Inteligent) seseorang. Seseorang

yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik akan lebih berkembang

10

Page 11: peran orang tua dalam kecerdasan anak

kecerdasan emosi dan inteligensinya dibandingkandengan anak yang jarang

mendengarkan musik. Namun, yang dimaksud disini adalah irama dan nada-

nada yang teratur yang didapat dari perpaduan yang seimbang antara heat,

ritme, dan harmoni. Beat dapat mempengaruhi tubuh, ritme dapat

mempengaruhi jiwa, sedangkan harmoni mempengaruhi “roh”. Contohnya

dalam suatu konser, sudah dapat dipastikan bahwa tidak ada satu

penontonpun atau pemusiknya yang tidak bergerak. Semuanya bergoyang,

bahkan kadang lepas kontrol.

11.  Marah, sedih dan cemas bukan hal tabu

Mencerdaskan emosi anak bukan berarti orang tua atau guru harus selalu

tampil “sempurna”. Sesekali berselisih dengan pasangan, merasa sedih dan

kecewa, atau merasa cemas di depan anak-anak tidak menjadi soal sepanjang

mereka juga melihat bagaimana cara anda menyelesaikan semua persoalan itu

secara cerdas. Bisa jadi suatu ketika anda bersitegang dengan pasangan

tentang pekerjaan rumah yang tidak beres sehingga akhirnya anada berdua

mencapai kesepakatan, anada berdua lalu saling meminta maaf, tersenyum

dan berpelukan.

12.  Selimuti dengan iklim positif

Iklim positif seperti kegembiraan, harapan, kasih sayang memberikan dampak

yang sungguh positif. Rasa tawa bahagia, menolong kita berpikir dengan

wawasan yang lebih luas dan memungkinkan kita bernegosiasi lebih bebas,

juga membantu kita menjadi lebih peka pada beragam hubungan, juga

harapan.

C.     Pengalaman dan Lingkungan Menentukan Perkembangan Kecerdasan

Anak

John Lock (singgih, 1982) mengemukakan bahwa pengelaman dan lingkungan

anak merupakan faktor yang paling menentukan dalam perkembangan anak. Isi

kejiwaan anak ketika dilahirkan adalah ibarat secarik kertas yang masih kosong,

artinya bagaimanapun nantinya dan corak kertas tersebut bergantung pada cara

kertas ditulisi.

11

Page 12: peran orang tua dalam kecerdasan anak

D.    Meningkatkan peran Pembelajaran Untuk Pengembangan Kecerdasan

Emosional Anak

Perkembangan emosional adalah perkambangan perilaku anak dalam

pengendalikan dan menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dimana

anak itu berada. Dengan demikian, anak dapat meningkatkan peran dan aktualisasi

diri sesuai gendernya, sebab pada masa prasekolah anak memahami perannya

sebagai anak laki-laki dan perempuan.

1.      Arah pembelajaran sosial emosiaonal bagi anak prasekolah

Beberapa arah pengembangan emosional yang ditunjukan pada hasil belajar

anak antara lain seperti:

a.       Mampu melakukan hubungan dengan orang lain;

b.      Terbiasa untuk bersikap sopan-santun;

c.       Mampu mematuhi peraturan dan disiplin dalam kehidupan sehari-hari;

d.      Mampu menunjukkan reaksi emosi yang wajar.

Keempat kemampuan tersebut dengan diikuti indikator-indikator, yaitu :

a.       Tenggang rasa terhadap orang lain;

b.      Bekerja sama dengan teman;

c.       Mudah bergaul/berinteraksi dengan orang lain;

d.      Mengenal dirinya sendiri;

e.       Mulai dapat berimajinasi atau bermain pura-pura;

f.       Mulai berkomunikasi dengan orang yang sudah dikenalnya;

g.      Mulai bermain memisahkan diri dari orang tuanya terutama ibu;

h.      Aktif bergaul dengan teman;

i.        Mulai mengikuti aturan permainan;

j.        Meniru kegiatan orang dewasa;

k.      Menjadi ekstrem dan keras kepala;

l.        Memetuhi peraturan yang ada;

m.    Mulai mengenai konsep benar dan salah;

n.      Mau berbagi dengan teman;

12

Page 13: peran orang tua dalam kecerdasan anak

o.      Mau bermain dengan teman sebaya;

p.      Berani dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar;

q.      Merasa puas atas prestasi yang dicapai;

r.        Mulai dapat mengendalikan emosi;

s.       Menunjukkan reaksi emosi yang wajar karena, marah, senang, sakit,

takut, dan sebagianya;

t.        Manjaga keamanan diri.

Peter Salovey dan John Mayer (1990), sasaran pengembangan emisoanal

adalah untuk membantu meningkatkan kualitas-kualitas emosi yang penting bagi

suatu keberhasilan anak. Mereka memerinci setidaknya terdapat sebelas indikator,

yaitu :

a.       Kualitas empati (melihat perasaan orang lain);

b.      Kualitas dalam mengungkapkan dan memahami perasaan;

c.       Kualitas dalam mengalokasikan rasa marah;

d.      Kualitas kemandirian;

e.       Kualitas dalam kemampuan menyesuaikan diri;

f.       Kulitas disukai atau tidak;

g.      Kualitas dalam kemampuan memecahkan masalah anarpribadi;

h.      Kualitas ketekunan;

i.        Kualitas kesetiakawanan;

j.        Kualitas kesopanan:

k.      Kualitas sikap hormat;

Uraian di atas merupakan sasaran pengembangan emosional yang sifatnya

menyatu, apabila dipilah-pilah dapat dijelaskan sebagai berikut.

a.       Arah pembelajaran sosial anak

1)      Membantu pencapaian kematangan dalan hubungan sosial

2)     Membantu kemampuan menyesuaikan diri dengan norma-norma

kelompok, tradisi dan moral (agama)

3)     Membantu kemampuan dalam memperluas hubungan anak dengan

masyarakar (mulai dari teman sebaya hingga yang lebih luas)

13

Page 14: peran orang tua dalam kecerdasan anak

b.      Arah pembelajaran emosi anak

1)      Membantu perolehan kemampuan mengendalikan diri atau

mengontrol ekspresi emosi

2)      Membantu mengendalikan emosi diri sendiri

3)      Membantu kemampuan memotivasi diri

4)      Membantu mengendalikan emosi orang lain

5)      Membantu kemampuan membina hubungan dengan orang lain

2.      Cara anak mendapatkan pengalaman emosional

a.       Trial & error

Trial and error, yaitu belajar dengan cara coba-ralat. Individu mendaptkan

intisari pembelajaran berdasarkan pada pengelaman yang dialaminya

secara langsung.

b.      Imitasi

Imitasi, yaitu proses belajar anak dengan cara meniru dari lingkungan.

c.       Conditioning

Conditioning merupakan proses belajar anak dengan cara mengkondisikan

reaksi-reaksi emosi tertentu dalam dirinya.

3.      Prinsip-prinsip dalam membantu pengembangan emosional anak

Pengendalian emosi (emotional control), menitik beratkan pada penekanan

reaksi yang tampak terhadap rangsangan yang menimbulkan emosi. Mengapa

bantuan itu menjadi penting, setidaknya didasarkan atas 2 alasan, yaitu sebagai

berikut.

a.       Kelompok sosial mengharap semua anak dapat belajar mengendalikan

emosi.

b.      Apabila suatu pola ekspresi emosi telah dipelajari, ,aka sukar untuk

mengendalikannya bahkan lebih sukar lagi untuk menghilangkannya.

Menurut Maurice J. Ellias, dkk (1999) bahwa sejumlah prinsip badapt

dijadikan pegangan atau penuntun dalam membantu anak-anak dalam

14

Page 15: peran orang tua dalam kecerdasan anak

pengembangan kecerdasan emosi dan peningkatan keterampilan sosialnya, yaitu

meliputi 3 kelompok.

a.       Prinsip-prinsip keseharian

1)      Memberi teladan

2)      Mengingatkan dan menunjukkan keterampilan yang baru dipelajari

3)      Paraphrading adalah menginagtkan kembali dengan kalimat sendiri

b.      Teknik-teknik bertanya

1)      Mengajukan pertanyaan terbuka

a)      Pertanyaan kausal, “mengapa kamu memukulnya?”

b)      Pertanyaan pilihan berganda, “kamu memukulnya karena dia

mengganggu, karena dia mengambil mainan atau karena kamu sedang

marah disebabkan sesuatu yang lain?”

c)      Pertanyaan benar-salah, “apa kamu memukulnya, ya atau tidak?”

d)     Pertanyaan terbuka, “apa yang terjadi antara kalian berdua?”

2)      Dua pertanyaan berurutan dimana aturannya sedrhana

3)      Teknik colombo, aspek penting colombo adalah sikap persahabatan

Kiat-kiat jangka panjang

1)      Kesabaran dan kegigihan

2)      Keluwesan dan kreativitas

3)      Penyesuaian dengan

4)      Perkembangan

2.3 PERAN ORANG TUA DALAM KECERDASAN ANAK

Para peneliti yang mempelajari reaksi orang tua terhadap anak-anaknya

menemukan bahwa ada tiga gaya bagaimana orang tua menjalankan perannya

sebagai orang tua, yaitu: otoriter, permisif dan otoratif. Orang tua otoriter

memberlakukan peraturan-peraturan yang ketat dan menuntut agar peraturan-

peraturan itu dipatuhi. Mereka yakin bahwa anak-anak harus berada di tempat

yang telah ditentukan dan tidak boleh menyuarakan pendapatnya. Hasil penelitian

membuktikan bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga yang menerapkan

15

Page 16: peran orang tua dalam kecerdasan anak

sistem otoriter menjadikan anak tidak bahagia, penyendiri dan sulit mempercayai

orang lain. Kadar harga dirinya paling rendah. Sebaliknya, orang tua yang

permisif, berusaha menerima dan mendidik sebaik mungkin, tetapi cenderung

sangat pasif ketika sampai ke masalah menanggapi kepatuhan. Orang tua permisif

tidak begitu menuntut dan cenderung tidak menetapkan sasaran yang jelas pada

anaknya. Sedangkan orang tua yang otoritatif berbeda dengan orang tua otoriter

dan permisif. Orang tua otoritatif menghargai kemandirian anak dan menuntut

mereka untuk memenuhi standar tanggung jawab yang tinggi kepada keluarga.

Anak dihargai keberadaan dan kemampuannya dengan memberikan peran dalam

kehidupan sehari-hari. Rasa kepercayaan inilah yang membuat anak diakui dan

dihargai keberadaannya. Langkah berikutnya setelah mengembangkan lima

wilayah kecerdasan, yang dapat dilakukan para orang tua maupun guru menurut

Lawrence E. Shapiro (1998) sebagai orang yang dianggap lebih tua dan punya

pengalaman yang lebih dari anak bisa mengenalkan kecerdasan emosional dengan

cara mengembangkan kasih sayang afirmasif, mengajarkan tata krama,

menumbuhkan empati serta mengajarkan arti kejujuran dan berpikir realistik.

Yang perlu dipahami adalah bagaimana menyesuaikan tuntutan dengan

perkembangan yang ada pada diri

anak, sehingga stimulisasi kecerdasan emosional ini tidak dipaksakan akan tetapi

disesuaikan dengan karakteristik masing-masing pribadi.

1. Mengembangkan kasih sayang afirmasif.

Penelitian membuktikan bahwa hubungan yang terbuka dan saling

menyayangi dengan anak akan memberikn efek jangka panjang berupa citra diri,

keterampilan menguasai situasi dan kesehatan anak.. Selain itu orang tua juga

dianjurkan meluangkan waktu khusus 20 menit per hari bersama anaknya sebagai

cara untuk menjamin mereka mendapatkan manfaat dari ungkapan sayang yang

afirmasif. Sikap saat meluangkan waktu dengan anak antara lain:

16

Page 17: peran orang tua dalam kecerdasan anak

1. Memuji anak bila berperilaku benar (misalnya dengan mengatakan

”Wah tinggi sekali menara yang kamu bangun!”) diusahakan pujian itu akurat,

jujur dan tidak dibuat-buat.

2. Tunjukkan minat Anda akan apa yang sedang dilakukan anak dengan

berpartisispasi dalam kegiatannya, dengan mengatakan apa yang Anda lihat serta

dengan merefleksikan perasaannya.

3. Jangan bertanya atau memerintah. Jika anak Anda berusia 4 – 9 tahun,

cobalah membuat jadwal main untukwaktu teratur beberapa kegiatannya. Yang

dimaksud dengan disiplin afirmasifadalah Anda harus mempunyai cara yang telah

dipikir matang, terencana dan sesuai untuk menanggapi perilaku menyimpang

anak Anda.

Berikut ini beberapa prinsip dan strategi sederhana untuk mendisiplinkan

anak:

a. Membuat aturan dan batas yang jelas tentang kegiatan sehari-hari yang ditulis

dan ditempelkan.

b. Beri peringatan dan petunjuk apabila anak Anda mulai berbuat kesalahan.

Hal ini dilakukan untuk mengajari anak mengendalikan diri.

c. Membentuk perilaku positif dengan mendukung perilaku yang baik melalui

pujian dan perhatian.

d. Didiklah anak sesuai harapan Anda.

e. Cegah masalah sebelum terjadi.

f. Memberikan hukuman yang sesuai apabila ada yang melanggar peraturan yang

telah disepakati, antara lain:

Memberikan teguran

Bersikap konsekuensi wajar

Menyetrap atau time out

Menahan hak untuk menikmati sesuatu

Koreksi berlebihan

Sistem Angka

17

Page 18: peran orang tua dalam kecerdasan anak

2. Mengajarkan Tata Krama

Jika anak Anda tidak mendapatkan nilai seperti yang Anda harapkan,

maka hal tersebut wajar karena sopan santun adalah sesuatu yang dapat

diekspresikan melalui perilaku dan relatif mudah mengubahnya jika dilakukan

sejak dini. Misalnya:

1. Memberikan arahan pada anak agar selalu memberi salam kepada orang

yang kita jumpai dengan mengatakan ”Selamat pagi”, atau kalau sudah kenal

dengan sapaan yang lebih hangat ” Assalamu’alaikum” dan bertanya ”Apa

kabar?”.

2. Jika baru dikenalkan orang baru yang sebelumnya belum dikenal, maka

jabatlah tangannya.

3. Selalu ucapkan terima kasih bila seseorang melakukan suatu kebaikan

pada anak, sekecil apapun.

Mengajarkan tata krama pada anak usia dini tentunya membutuhkan proses dan

waktu yang cukup panjang. Kalau nilai-nilai sopan santun dan keramahn kita

kenalkan tiap hari, maka anak akan menyerap dan mengikuti apa yang kita

ajarkan. Hal ini akan mudah diterima anak, karena pada usia mereka kemampuan

otak untuk menyerap sesgala sesuatu yang ada di depan mereka sangat cepat.

Tentunya kita juga harus konsekuensi untuk tidak melanggar sendiri apa yang

telah kita ajarkan pada anak, karena hal itu akan menimbulkan kebingungan pada

anak dan anak tidak lagi mengikuti arahan kita selanjutnya.

3. Menumbuhkan Empati Anak

Para psikolog menegaskan bahwa empati seseorang mulai berkembang

pada enam tahun pertama kehidupan. Mulai bayi sudah dapat mengikuti tangisan

bayi lain meskipun kejadian itu hanya bersifat empati global. Antara usia satu

sampai dua tahun mulai dapat melihat kesusahan orang lain. Terkadang batita

ingin meringankan penderitaan orang lain dengan keterbatasan kognitifnya yang

18

Page 19: peran orang tua dalam kecerdasan anak

terkadang menjadikan mereka mengalami kebingungan empatik. Dengan

betambah matangnya wawasan dan kemampuan kognitif mereka, anak-anak

bertahap belajar mengenali kesedihan orang lain dan mampu menyesuaikan

kepeduliannya dengan perilaku yang tepat.

Menjelang berakhirnya masa kanak-kanak antara usia sepuluh dan

duabelas tahun, anak-anak mengembangkan empati mereka tidak hanya kepada

orang yang mereka kenal atau mereka lihat secara langsung, namun juga termasuk

kelompok orang yang belum mereka jumpai.

Dalam tahap ini, yang disebut empati abstrak, anak-anak mengungkapkan

kepeduliannya terhadap orang-orang yang kurang beruntung dibanding mereka.

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengembangkan empati anak terhadap

sesama adalah:

1. Perketat tuntutan pada anak mengenai sikap peduli dan tanggungjawab

2. Ajari anak mempraktekkan perbuatan baik secara acak

3. Libatkan anak dalam kegiatan pelayanan masyarakat

Untuk menjadikan kebaikan hati sebagai suatu kebiasaan, latihlah anak

apada tahap awal dengan selalu mencatat perbuatan baiak yang telah dilakukan

oleh seluruh anggota keluarga tiap hari selama seminggu. Perbuatan baik ini bisa

berupa hanya membukakan pintu bagi orang lain atau menengok teman yang

sakit. Apabila kebaikan menjadi kebiasaan, Anda akan melihat bahwa anak akan

ketagihan dan mereka akan mencari jalan sendiri untuk melakukan lebih banyak

lagi kebaikan.

4. Mengajarkan Kejujuran dan Berpikir Realistis

Sebagaimana diketahui oleh semua orang tua, anak-anak berkata bohong

hampir sejak mereka mulai berbicara bahkan kadang-kadang lebih cepat.

Berbohong meskipun sering dimaklumi dari segi perkembangan anak ini akan

menjadi masalah bila berbohong menjadi kebiasaan atau bahkan penting dalam

hal-hal tertentu. Berbohong mengikis kedekatan dan keakraban, berbohong

19

Page 20: peran orang tua dalam kecerdasan anak

menumbuhkan benih ketidakpercayaan, karena perbuatan ini menghianati

kepercayaan orang lain.

Yang dapat dilakukan untuk mengajarkan pentingnya kejujuran kepada

anak antara lain dengan membangun kepercayaan dan menghormati privasi anak

Anda. Kita dapat mengajarkan kisah-kisah keteladanan buah dari sutau kejujuran

melalui buku-buku dan video anak-anak untuk dinikmati bersama.

Dengan mengajarkan kejujuran sekaligus akan mengajarkan anak untuk

berpikir realistis. Anak-anak perlu belajar sejak dini untuk mengevaluasi

situasi mereka sendiri sesuai dengan kepentingannya. Mereka tidak dapat

belajar realistis jika orang tuanya merahasiakan sesuatu di depan mereka.

Sebagai orang tua ada kalanya di depan anak jujur terhadap perasaan kita,

tidak menyembunyikan kesalahan dan menceritakan kebenaran kepada anak

betapapun menyakitkan. Hal itu kita lakukan tentunya dengan memperhatikan

nilai etika agar anak tidak salah tafsir.

2.4 BAHAYA JIKA KELIRU MEMFASILITASI PERKEMBANGAN

EMOSIONAL ANAK

Terdapat sejumlah bahaya jika keliru memfasilitasi perkembangan

emosional anak (hurlock, 1980), diantaranya adalah sebagai berikut ini.

1.      Pembicaraan atau perilaku anak tidak populer

Pembicaraan atau perilaku anak tidak popular diantara teman-teman sebaya, ia

tidak hanya merasa kesepian, tetapi yang terpenting ia kurang mempunyai

kesempatan belajar berperilaku sesuai dengan harapan teman-temannya.

2.      Anak yang dipaksa justru berindak berlebihan

Anak yang secara keras dipaksa untuk bermain sesuai dengan jenis

kelaminnya akan bertindak secara berlebihan dan ini menjengkelkan teman-

teman sebaya. Misalnya, laki-laki berusaha untuk bersikap, seperti jantan dan

agresif dalam bermain sehingga terjadi pertentangan dengan teman-temannya,

akibatnya ia ditolak kelompoknya.

3.      Hadirnya binatang peliharaan

20

Page 21: peran orang tua dalam kecerdasan anak

Penggunaan binatang peliharaan atau teman khayalan untuk mengimbangi

kurangnya teman hanyalah penyelesaian sementara saja terhadap masalah

anak kesepian, dengan demikian sosialisasi anak menjadi sangat sedikit.

4.      Dorongan orang tua untuk menghabiskan waktunya dengan teman-

temannya

Kalau anak menjadi terbiasa mempunyai teman diwaktu hendaknya bermain

maka saat seorang diri ia tidak dapat mengembangkan kemampuan untuk

menghibur diri.

2.5 NUTRISI BAGI KECERDASAN EMOSIONAL ANAK

Dua faktor penting perlu diperhatikan oleh orang tua dalam perkembangan anak pada periode emas ini, yaitu faktor nutrisi dan stimulasi. Nutrisi harus diperhatikan sesuai dengan usia perkembangan anak. Laman www.nlm.nih.gov memberikan panduan pemberian nutrisi pada anak sesuai dengan usia anak. Selama 6 bulan pertama kehidupan, anak wajib diberikan ASI secara eksklusif. Umur 4-6 bulan merupakan masa transisi anak dapat diberikan makanan padat. Anak dapat mulai diberikan makanan tambahan berupa sereal.

Namun beberapa hal harus diperhatikan sebelum memberikan makanan padat pada anak, yaitu :

(1) berat badan anak setidaknya dua kali berat badan lahir (2) anak mempunyai kontrol gerakan kepala dan leher yang baik (3) anak dapat duduk dengan bantuan (4) anak dapat menunjukkan tanda-tanda sudah kenyang dengan menjauhkan kepala atau dengan menutup mulutnya (5) anak mulai menunjukkan ketertarikan terhadap makanan ketika ada orang yang makan di sekitarnya.

Umur 6 – 8 bulan, anak dapat mulai diberikan buah-buahan dan sayur-sayuran sederhana. Buah-buahan yang dapat diberikan antara lain : pisang, apel, aprikot, pir, dan persik (peach). Sayur-sayuran yang dapat diberikan antara lain : kacang hijau, kentang, wortel, buncis, ubi manis, dan labu. Penting untuk tetap melanjutkan pemberian ASI pada periode ini. Pemberian susu sapi tidak dianjurkan untuk anak di bawah umur satu tahun. Umur 8 – 12 bulan, makanan diatas dapat dilanjutkan termasuk pemberian ASI. Pada periode ini anak perlu diberikan makanan yang mengandung zat besi, misalnya daging. Cadangan zat besi dalam tubuh anak hanya bertahan sampai anak berumur 8 bulan, sehingga penting untuk memberikan tambahan zat besi dari luar. Anak juga dapat diberikan telur, namun terbatas hanya kuningnya saja. Pemberian putih telur sebaiknya

21

Page 22: peran orang tua dalam kecerdasan anak

ditangguhkan sampai anak berusia di atas satu tahun untuk mencegah terjadinya alergi.

Umur 1 tahun, anak mulai dapat diberikan susu untuk menggantikan pemberian ASI (namun tetap disarankan untuk memberikan ASI sampai anak berumur 2 tahun). Susu yang diberikan harus tidak rendah lemak karena anak masih memerlukan kalori dari susu untuk pertumbuhan dan perkembangannya yang optimal. Pada usia ini, anak lebih banyak mendapatkan sumber energinya dari daging, buah-buahan, padi-padian, sayur-sayuran, roti dan produk susu. Pemberian makanan yang bervariasi sangat penting untuk memastikan anak tercukupi kebutuhan vitamin dan mineralnya.

Anak usia diatas satu tahun harus diberikan berbagai variasi makanan. Anak diberikan makanan dari roti dan padi-padian, buahan-buahan, sayur-sayuran dan produk susu. Susu yang diberikan sebaiknya rendah lemak untuk mencegah obesitas pada anak (childhood obesity). Gizi pada anak direkomendasikan terpenuhi dari makanannya bukan dari suplemen makanan. Selain kebutuhan nutrisi, tata cara pemberian makan juga perlu diperhatikan. Anak merupakan peniru yang baik oleh karena itu orang tua perlu mencontohkan hal yang baik pada anak. Hal ini penting untuk memaksimalkan perkembangan otak dan menumbuhkan kebiasaan positif pada anak. Orang tua perlu memberikan contoh nyata, misalnya makan bersama dengan si kecil dengan berbagai variasi makanan sehat. Hal ini akan membuat si kecil memahami arti penting makanan sehat tersebut.

22

Page 23: peran orang tua dalam kecerdasan anak

BAB III

SAP

(SATUAN ACARA PENYULUHAN)

1. Pokok bahasan : Kecerdasan Emosional

2. Sub Pokok bahasan : Peran Orang tua dalam kecerdasan emosional anak

3. Hari/tanggal :

4. Waktu Penyuluhan :

5. Tempat Penyuluhan : Desa sei ular

6. Tujuan Instruksional

Umum

Setelah mengikuti penyuluhan selama 1 x 30 menit, di harapkan para peserta akan

dapat mengenal bagaimana kecerdasan emosional pada anak

Khusus

Setelah mengikuti penyuluhan selama 1 x 30 menit, di harapkan para

peserta akan dapat

Meyebutkan pengertian Kecerdasan emosional,

Menyebutkan bagaimana stimulus kecerdasan emosional anak

Menyebutkan peran orang tua dalam kecerdasan emosional anak

Menyebutkan bahaya keliru memfasilitasi perkembangan

emosional anak

Menyebutkan nutrisi yang baik bagi emosional anak

7. Sasaran : Orang tua

8. Metode : Ceramah dan Tanya jawab

9. Media : Brosur dan poster yang ada di Balai desa

10. Kegiatan Penyuluhan

23

Page 24: peran orang tua dalam kecerdasan anak

KEGIATAN PENYULUHAN PESERTA MEDIA WAKTU

Pembukaan

Isi

-Memberi salam

-Meyampaikan

tujuan

-Menanyakan

pengertian

kecedasan

emosional anak

pada peserta

penyuluhan

-Menjelaskan

stimulus

kecerdasan

emosioanal anak

pada peserta

penyuluhan

-Menjelaskan

peran orang tua

dalam kecerdasan

emosional anak

-Menjelaskan

bahaya jika keliru

memfasilitasi

kecerdasan

emosional

-Menjelaskan

nutrisi penting

bagi kecerdasan

-Menjawab salam

-Mendengarkan

dan

memperhatikan

-Menjawab

pertanyaan

-Mendengarkan

dan

memperhatikan

-Mendengarkan

dan

memperhatikan

- Mendengarkan

dan

-

-

-

menunjuk

kan poster

-menunjk

kan poster

5 mnt

15 mnt

24

Page 25: peran orang tua dalam kecerdasan anak

Penutup

anak pada peserta

-Melakukan

evaluasi dan

menanyakan dari

keseluruhan

tujuan khusus tsb

-Membuat

kesimpulan

-Menutup

pertemuan dan

memberi brosur

memperhatikan

-Mendengarkan

dan

memperhatikan

-Menjawab

pertanyaan

Mendengar

-Menerima brosur

-

menunjuk

kan poster

10 mnt

25

Page 26: peran orang tua dalam kecerdasan anak

BAB IV

PENUTUP

4.1    Kesimpulan

Kecerdasan emosional sangat penting dikembangkan pada diri anak sedini

mungkin. Karena betapa banyak kita jumpai anak-anak, dimana mereka begitu

cerdas di sekolah, begitu cemerlang prestasi akademiknya, namun bila tidak dapat

mengelola emosinya, seperti mudah marah, mudah putus asa atau angkuh dan

sombong, maka prestasi tersebut tidak akan banyak bermanfaat untuk dirinya.

Ternyata kecerdasan emosional perlu lebih dihargai dan dikembangkan pada anak

sejak usia dini. Karena hal inilah yang mendasari keterampilan seseorang di

tengah masyarakat kelak, sehingga akan membuat seluruh potensinya dapat

berkembang secara lebih optimal.

Mengenalkan keterampilan EQ pada anak usia dini dimulai dengan

mengoptimalkan lima wilayah kecerdasan emosional, antara lain kemampuan

mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi

orang lain serta membina hubungan yang baik dengan orang lain. Selain itu orang

tua juga perlu belajar bagaimana menjadi orang tua yang ber-EQ. Hal itu bisa

dilakukan dengan cara mengembangkan kasih sayang afirmasif, mengajarkan tata

krama, menumbuhkan empati serta mengajarkan arti kejujuran dan berpikir

realistik.

1.      Kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai

perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat,

menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan

sehari-hari.

2.      Strategi memiliki pengertian bagaimana menyiasati atau menentukan berbagai

tindakan yang dianggap efektif dalam mencapai suatu tujuan secara gemilang.

4.2   Saran

Diharapkan kepada pembaca dapat mengerti tentang makalah ini, terutama

orang tua atau orang dewasa harus dapat memberikan stimulus yang sesuai dalam

perekembangan kecerdasan emosional anak.

26

Page 27: peran orang tua dalam kecerdasan anak

DAFTAR PUSTAKA

http://tipsanda.com/2009/02/07/tips-memberi-stimulasi-anak-di-masa-golden-age/

http:www/djohar1962.blogspot.com. diakses Juli 2011

M. Nadzir (1988). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta.

Mansur (2009). Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Moleong. Lexy. J. (1998). Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Kerta Karya.

Mubin dan Ani Cahyadi (2008). Psikologi Perkembangan. Ciputat: Quantum Teaching.

Solehuddin, 2009. Pendidikan Anak Prasekolah, Jakarta: PT Rineka Cipta.

27