Upload
irfani-fathunaja
View
128
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Peran Pemuda Dalam Meningkatkan Potensi Wisata di Kota Banjar Jawa Barat
Citation preview
0
PERAN PEMUDA DALAM MENINGKATKAN POTENSI WISATA
DI KOTA BANJAR
MAKALAH
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Sayarat
Audisi Internal Mojang Jajaka Kota Banjar
Disusun oleh:
IRFANI FATHUNAJA
DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI, INFORMASI DAN PARIWISATA
KOTA BANJAR
2014
1
A. Latar belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang sangat besar, yang dihuni oleh
macam-macam ras, suku dan etnis yang berbeda. Masing masing daerah tersebut
memiliki keunggulan sendiri-sendiri termasuk potensi alamnya. Hal ini tentunya
sangat menguntungkan bidang kepariwisataan. Dengan banyaknya potensi alam yang
dimiliki tersebut akan menarik banyak wisatawan asing untuk datang ke Indonesia
dan akan memberikan keuntungan tersendiri bagi Negara.
Pariwisata sering kali dipandang sebagai sector yang sangat terkemuka dalam
ekonomi dunia. Kalau sector tersebut berkembang atau mundur maka banyak Negara
yang akan berpengaruh secara ekonomis. Kegiatan pariwisata merupakan kegiatan
yang sifatnya sementara, dilakukan secara sukarela dan tanpa paksaan untuk
menikmati objek dan atraksi wisata. Dalam perkembangannya, dunia pariwisata
mampu berperan sebagai salah satu sumbe pendapatan Negara.
Di dunia international, Indonesia merupakan Negara yang terkenal dengan
potensi pariwisatanya yang beraneka ragam, mulai dari pantai nya yang indah,
pegungunagan yang hijau dan peninggalan peninggalan bersejarah seperti candi juga
banyak di temukan di Indonesia. Salah satu pusat tujuan wisatawan di Indonesia
adalah bali, yang terkenal dengan keindahan alamnya dan tradisi budaya nya yang
masih kental. Selain itu, di jawa barat juga terdapat salah satu kota yang nantinya bisa
menjadi tujuan wisatawan seperti layaknya bali.
Kota Banjar, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota
Banjar berada di perbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah, yakni dengan Kabupaten
Cilacap. Banjar merupakan menjadi pintu gerbang utama jalur lintas selatan Jawa
Barat. Untuk membedakannya dengan Banjarnegara yang berada di Jawa Tengah,
kota ini sering disebut juga Banjar Patroman (dari nama asal "Banjar Pataruman").
Luas Wilayah Kota Banjar sebesar 13.197,23 Ha, terletak di antara 07°19' - 07°26'
Lintang Selatan dan 108°26' - 108°40' Bujur Timur. Berdasarkan undang-undang
nomor 27 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kota Banjar di Provinsi Jawa Barat
kurang lebih 113,49 Km2 atau 11.349 Ha.
2
Pariwisata Kota Banjar sekarang bertambah dengan dibangunnya Waterpark dan
Bendung Situ Leutik. Keberadaan dua objek wisata tersebut semakin menambah
objek andalan pariwisata Kota Banjar. Waterpark yang berada di Parunglesang dilalui
oleh lalu lintas Jalur Selatan Jawa. Baik itu Roda empat maupun Kereta Api.
Potensi Pariwisata Kota Banjar
Wisata Air
1. Objek Wisata Situ Mustika (Danau)
2. Objek Wisata Waterpark.
3. Objek Wisata Situ Leutik.
Wisata Situs/Sejarah
1. Rawa Onom / Pulomajeti (Situs)
2. Kokoplak (Situs)
3. Terowongan Binangun
Wisata Kuliner
1. Jajanan Khas Sunda
2. Jajanan Seafood
3. Jajanan Oriental/Chinese food.
Dari sekian banyak potensi wisata di kota banjar yang tidak di miliki oleh kota
dan ibukota lainnya di jawa barat, akan lebih berkembang lagi apabila dalam
prosesnya melibatkan beberapa pihak. Salah satunya adalah pemuda.
Didasari atau tidak, pemuda sejatinya memiliki peran dan fungsi yang
strategis dalam akselerasi pembangunan termasuk pula dalam proses pengembangan
pariwisata. Pemuda merupakan aktor dalam pembangunan. Baik buruknya suatu
daerah dilihat dari kualitas pemudanya, karena generasi muda adalah penerus dan
pewaris bangsa dan Negara. Generasi muda harus mempunyai karakter yang kuat
untuk membangun daerahnya, memiliki kepribadian tinggi, semangat nasionalisme,
berjiwa saing, mampu memahami pengetahuan dan teknologi untuk bersaing secara
global. Pemuda juga perlu memperhatikan bahwa mereka mempunyai fungsi sebagai
3
Agent of change, moral force and sosial kontrol sehingga fungsi tersebut dapat
berguna bagi masyarakat.
Pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen
perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional. Peran aktif pemuda sebagai
kekuatan moral diwujudkan dengan menumbuhkembangkan aspek etik dan moralitas
dalam bertindak pada setiap dimensi kehidupan kepemudaan, memperkuat iman dan
takwa serta ketahanan mental-spiritual, dan meningkatkan kesadaran hukum.
Sebagai kontrol sosial diwujudkan dengan memperkuat wawasan kebangsaan,
budaya dan pariwisata untuk bisa membangkitkan kesadaran atas tanggungjawab,
hak, dan kewajiban sebagai warga negara, membangkitkan sikap kritis terhadap
lingkungan, penegakan hukum, meningkatkan partisipasi dalam perumusan kebijakan
publik, menjamin transparansi dan akuntabilitas publik, memberikan kemudahan
akses informasi dan melestarikan kebudayaan.
Sebagai agen perubahan diwujudkan dengan mengembangkan pendidikan
politik dan demokratisasi, sumberdaya ekonomi, kepedulian terhadap masyarakat,
ilmu pengetahuan dan teknologi, olahraga, seni, dan budaya, kepedulian terhadap
lingkungan hidup, pendidikan kewirausahaan, serta kepemimpinan dan kepeloporan
pemuda.
Peran penting pemuda telah tercatat dalam sejarah perjuangan bangsa
Indonesia yang dimulai dari pergerakan Budi Utomo tahun 1908, Sumpah Pemuda
tahun 1928, proklamasi kemerdekaan tahun 1945, pergerakan pemuda, pelajar, dan
mahasiswa tahun 1966, sampai dengan pergerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang
meruntuhkan kekuasaan Orde Baru selama 32 tahun sekaligus membawa bangsa
Indonesia memasuki masa reformasi. Fakta historis ini menjadi salah satu bukti
bahwa pemuda selama ini mampu berperan aktif sebagai pionir dalam proses
perjuangan, pembaruan, dan pembangunan bangsa.
Dalam proses pembangunan pariwisata, pemuda merupakan kekuatan moral,
kontrol sosial, dan agen perubahan sebagai perwujudan dari fungsi, peran,
karakteristik, dan kedudukannya yang strategis dalam pembangunan pariwisata dan
4
budaya. Untuk itu, tanggung jawab dan peran strategis pemuda di segala dimensi
pembangunan pariwisata dan budaya perlu ditingkatkan dalam kerangka memajukan
daerahnya menjadi lebih baik.
Dalam sejarah pergerakan dan perjuangan bangsa Indonesia, pemuda selalu
mempunyai peran yang sangat strategis di setiap peristiwa penting yang terjadi.
Ketika memperebutkan kemerdekaan dari penjajah belanda dan jepang kala itu,
ketika menjatuhkan rezim Soekarno (orde lama), hingga kembali menjatuhkan rezim
Soeharto (orde baru), pemuda menjadi tulang punggung bagi setiap pergerakan
perubahan ketika masa tersebut tidak sesuai dengan keinginan rakyat. Pemuda akan
selalu menjadi People make history (orang yang membuat sejarah) di setiap
waktunya. Pemuda memang mempunyai posisi strategis dan istimewa. Secara
kualitatif, pemuda lebih kreatif, inovatif, memiliki idealisme yang murni dan energi
besar dalam perubahan sosial dan secara kuantitatif, sekitar 30-40 % pemuda dari
total jumlah penduduk Indonesia dalam kisaran umur 15-35 tahun dan akan lebih
besar lagi jika kisaran menjadi 15-45 tahun. Keterlibatan pemuda dalam
pembangunan bangsa sudah tidak dapat diragukan lagi, hal ini akan menjadi poin
penting apabila dilibatkan dalam pembangunan pariwisata secara penuh.
B. Rumusan Masalah
Pengembangan pariwisata merupakan salah satu upaya yang bisa ditempuh
untuk memberdayakan masyarakat agar lebih mandiri. Dalam makalah ini akan
membahas bagaimana peran pemuda dalam meningkatkan potensi wisata yang ada di
kota banjar?
C. Tujuan dan manfaat
Untuk mengetahui upaya yang bisa dilakukan oleh pemuda dalam rangka
meningkatkan potensi wisata yang ada di kota banjar.
Memberikan gambaran maupun informasi bahwa pemuda juga memiliki peran
yang cukup bersar dalam pengembangan potensi pariwisata. Selain itu, memberikan
gambaran dan wacana baru bahwa tidak selamanya pemuda itu dipandang sebagai
5
generasi yang tidak mampu melakukan peran terhadap pengembangan pariwisata di
daerahnya.
D. Konsep pemberdayaan masyarakat berbasis pariwisata
Tantangan yang dihadapi umat manusia dewasa ini adalah perubahan
peradaban yang terjadi dalam waktu cepat, dengan skala besar dan secara substansi
mendasar. Michell, dkk. (2000) mengupas lebih jauh bahwa perubahan menimbulkan
kompleksitas, ketidakpastian dan konflik sebagai peluang tetapi juga sekaligus
mendatangkan masalah yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Pembangunan menimbulkan perubahan keadaan dan pergeseran peran pelaku, ada
yang diuntungkan dan dirugikan. Kepariwisataan sebagai salah satu kegiatan
pembangunan diupayakan dapat sejalan dengan konsep dan prinsip pembangunan
berkelanjutan, perlu menerapkan kaidah-kaidah sebagai berikut:
1. Pengembangan pariwisata berorientasi jangka panjang dan menyeluruh
(holistic) tidak hanya memanfaatkan tetapi sekaligus melestarikan obyek dan
daya tarik wisata yang memberikan manfaat secara adil bagi semua.
2. Pengembangan pariwisata yang sesuai dengan karakter wilayah, kondisi
lingkungan, konteks sosial dan dinamika budaya.
3. Penciptaan keselarasan, senergitas antara kebutuhan wisatawan dan penyedia
oleh masyarakat lokal, yang memunculkan hubungan timbal balik dan saling
menghargai nilai, adat istiadat, kebiasaan, warisan, budaya, dan lain-lain.
4. Pemanfaatan sumber daya pariwisata yang memperhitungkan kemampuan
kelestariannya yang pengelolaannya secara eco-efficiency (reduce, reuse, dan
recyle) sehingga mencapai eco-effectivity (redistribute, reactual).
5. Pengelolaan kegiatan pariwisata yang tanggap terhadap perubahan yang
terjadi dari kedua sisi permintaan (pasar) dan penawaran (produk).
Pariwisata berbasis masyarakat sebagai sebuah pendekatan pemberdayaan
yang melibatkan dan meletakkan masyarakat sebagai pelaku penting dalam konteks
paradigma baru pembangunan yakni pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development paradigma) pariwisata berbasis masyarakat merupakan peluang untuk
6
menggerakkan segenap potensi dan dinamika masyarakat, guna mengimbangi peran
pelaku usaha pariwisata skala besar. Pariwisata berbasis masyarakat tidak berarti
merupakan upaya kecil dan lokal semata, tetapi perlu diletakkan dalam konteks
kerjasama masyarakat secara global. Dari beberapa ulasan tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa pariwisata berbasis masyarakat adalah pariwisata dimana
masyarakat atau warga setempat memainkan peranan penting dan utama dalam
pengambilan keputusan mempengaruhi dan memberi manfaat terhadap kehidupan
dan lingkungan mereka.
Dalam konsep pariwisata berbasis masyarakat terkandung didalamnya adalah
konsep pemberdayaan masyarakat, upaya pemberdayaan masyarakat pada hakikatnya
selalu dihubungkan dengan karakteristik sasaran sebagai suatu komunitas yang
mempunyai ciri, latar belakang, dan pemberdayaan masyarakat, yang terpenting
adalah dimulai dengan bagaimana cara menciptakan kondisi suasana, atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang. Dalam mencapai tujuan
pemberdayaan, berbagai upaya dapat dilakukan melalui berbagai macam strategi.
Salah satu strategi yang memungkinkan dalam pemberdayaan masyarakat adalah
pengembangan pariwisata berbasis masyarakat yang secara konseptual memiliki ciri-
ciri uni serta sejumlah karakter yang oleh Nasikun (2000:26-27) dikemukakan
sebagai berikut:
1. Pariwisata berbasis masyarakat menemukan rasionalitasnya dalam properti
dan ciri-ciri unik dan karakter yang lebih unik diorganisasi dalam skala yang
kecil, jenis pariwisata ini pada dasarnya merupakan, secara ekologis aman,
dan tidak banyak menimbulkan dampak negatif seperti yang dihasilkan oleh
jenis pariwisata konvensional
2. Pariwisata berbasis komunitas memiliki peluang lebih mampu
mengembangkan obyek-obyek dan atraksi-atraksi wisata berskala kecil dan
oleh karena itu dapat dikelola oleh komunitas-komunitas dan pengusaha-
pengusaha lokal.
7
3. Berkaitan sangat erat dan sebagai konsekuensi dari keduanya lebih dari
pariwisata konvensional, dimana komunitas lokal melibatkan diri dalam
menikmati keuntungan perkembangan pariwisata, dan oleh karena itu lebih
memberdayakan masyarakat.
Tantangan mewujudkan pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat adalah
memerlukan pemberdayaan masyarakat yang sungguh-sungguh dilakukan oleh, dari,
dan untuk masyarakat secara partisipatif muncul sebagai alternatif terhadap
pendekatan pembangunan yang serba sentralistik dan bersifat top down.
Munculnya proses partisipasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat
mendasarkan atas dua perefektif, Pertama; pelibatan masyarakat setempat dalam
pemilihan, perancangan, perencanaan dan pelaksanaan, program yang akan mewarnai
kehidupan masyarakat. Kedua; partisipasi transformasional sebagai tujuan untuk
mengubah kondisi lemah dan marjinal menjadi berdaya dan mandiri.
E. Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat pariwisata merupakan konsep yang mudah
dilontarkan tertapi sangat sulit untuk dilaksanakan, karena konsep ini merupakan
suatu konsep yang holistis dan terus menerus untuk digali dan diberdayakan yaitu
mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, bahkan kaum manula (masyarakat lanjut usia)
harus ikut dilabatkan dan dipahamkan. Diberdayakan dalam anti filosofi hidup di
masyarakat, pendidikan, keterampilan, sikap/tata krama, aturan bermasyarakat, adat,
bahkan sampai pada penampilan masyarakat itu sendiri.
1. Filosofi hidup di masyarakat
Filosofi hidup di masyarakat perlu diarahkan dan diperhatikan, agar sesuai
dengan filosofi pembangunan kepariwisataan karena apabila belum selaras akan
menjadi ganjalan dan kendala. Mindset masyarakat dalam memandang tamu atau
wisatawan harus diubah yang tadinya wisatawan sebagai saingan diubah menjadi
aset dan sumber kehidupan. Perlu disadarkan bahwa wisatawan yang datang
adalah masyarakat yang membawa biaya/uang yang akan dibelanjakan dan dapat
menambah kesejahteraan masyarakat dan akan menciptakan berbagai lapangan
8
pekerjaan. Harus ditanamkan pada masyarakat bahwa tamu atau turis merupakan
lapangan pekerjaan, sehingga masyarakat mempunya kewajiban untuk
menghormati dan melayani agar tamu menjadi betah dan berlama-lama tinggal di
tempat wisata.
2. Pendidikan generasi muda
Pendidikan sebagai media yang ampuh untuk menyiapkan generasi muda
untuk melayani dan memenuhi kebutuhan informasi bagi wisatawan, baik
informasi mengenai kondisi fisikal daerah maupun kultural yang berkembang di
masyarakat. Pendidikan yang ditekankan adalah pendidikan yang dapat
memelihara kelestarian objek dan budaya, agar menjadi aset dan jasa yang bisa
dijual. Banyak informasi yang terkandung di lokasi pariwisata (objek) tidak dapat
dijual karena keterbatasan pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat pariwisata.
Bentuk pendidikan yang perlu dikembangkan baik berupa pendidikan formal
maupun pendidikan non formal. Untuk dapat menjelaskan kepada wisatawan
secara lengkap dan benar maka diperlukan pengetahuan dan ilmu yang cukup
mengenai berbagai kondisi alam dan historisnya, sehingga menjadi bekal dan
pengetahuan yang berguna bagi pengunjung.
3. Keterampilan masyarakat
Keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat sebagai kunci pengembangan
kepariwisataan. Keterampilan yang dimaksud adalah keterampilan dalam
menyediakan berbagai kebutuhan wisatawan, baik berupa keterampilan dalam
menerima atau .keterampilan dalam menyuguhkan berbagai atraksi maupun
informasi yang dibutuhkan, sampai pada keterampilan dalam membuat berbagai
cinderamata yang khas dan yang diminati oleh wisatawan. Keterampilan yang
dimiliki oleh masyarakat sangat berkaitan erat dengan kreativitas dan ide-ide atau
gagasan yang dimiliki oleh masyarakat, oleh karena itu pembinaan kreativitas
harus selalu dipupuk dan dikembangkan.
9
4. Sikap/tata karma
Sikap/tata krama sangat berkaitan dengan filosofi yang dipegang oleh
masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu apa bila filosofinya sudah disesuaikan
maka sikap dan tata kramanya pun akan sesuai. Masyarakat yang ada di sekitar
objek atau tempat wisata ibarat tuan rumah yang sedang menerima tamu. Apabila
tuan rumah memiliki sikap dan tata krama yang baik akan menyebabkan tamu
menjadi betah dan mau tinggal berlama-lama di tempat wisata.
Pada dasarnya pariwisata akan berkembang dengan baik apabila
wisatawan memiliki waktu kunjungan yang lama dan mau tinggal di tempat
wisata, artinya tamu akan banyak mengeluarkan biaya atau uang di tempat wisata.
Oleh karena itu perlu secara terus menerus membina sikap/tata krama masyarakat
ke arah yang lebih baik. Memang tidak berarti masyarakat sekitar daerah wisata
harus merubah sikap/tata krama sesuai dengan sikap/tata krama yang dimiliki
wisatawan melainkan harus menunjukkan kemuliaan agar wisatawan menjadi
betah dan merasa aman di tempat wisata.
5. Aturan bermasyarakat
Banyak kalangan yang memandang jika pariwisata berkembang maka
aturan bermasyarakat semakin longgar dan rusak. Pandangan semacam ini keliru
dan perlu diluruskan, mestinya aturan bermasyarakat dapat dikemas menjadi daya
tarik wisata, dan kadang-kadang wisatawan merasa tertarik dan ingin mempelajari
aturan bermasyarakat yang dipegang teguh. Tidak berarti memaksa wisatawan
untuk mengikuti aturan bermasyarakat yang ada di tempat wisata, tetapi menjadi
media pendidikan bagi para wisatawan akan kemuliaan dan keunggulan aturan
bermasyarakat yang dikembangkan.
6. Adat
Adat merupakan aset wisata, sehingga adat yang baik perlu terus
dikembangkan dan diperkenalkan. Misalnya berbagai kepercayaan atau upacara
yang dimiliki dan dilakukan oleh masyarakat. Banyak wisatawan yang ingin
datang ke suatu lokasi wisata yang hanya tertarik oleh berbagai keunikan adat
10
istiadat yang dipegang teguh oleh masyarakatnya. Adat biasanya muncul tidak
serta-merta melainkan merupakan suatu hasil proses kehidupan bermasyarakat
yang cukup panjang sepanjang kehidupan masyarakat itu sendiri, sehingga
mengandung berbagai filosofi hidup dan mengandung nilai-nilai pendidikan yang
luar biasa.
7. Penampilan
Penampilan merupakan akumulasi dari berbagai pemahaman dan
pengetahuan termasuk keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat, cerminan dari
akumulasi tersebut akan nampak berupa penampilan sikap dan aura jiwa dari
masyarakat tersebut. Pencitraan berupa penampilan masyarakat maupun
penampilan lingkungan yang ada juga merupakan suatu daya tarik yang tidak
kalah pentingnya dalam mendatangkan dan ketertarikan wisatawan. Oleh karena
itu perlu dipelihara dan dipertahankan terutama penampilan yang membuat
wisatawan merasa aman, tenteram, dan menimbulkan semangat hidup untuk
berkarya dan bersikap ke arah yang lebih baik.
8. Partisipasi Masyarakat
Pola pembinaan pemberdayaan masyarakat menitikberatkan kepada
partisipasi masyarakat, agar masyarakat dapat diajak terlibat guna mengarahkan
kegiatan yang berhubungan langsung dengan mereka yang berkaitan dengan :
1. Perumusan persoalan lebih efektif
2. Mendapatkan informasi dan pemahaman realitas sumber asli.
3. Merumuskan alternatif penyelesaian masalah secara sosial diterima
4. Menumbuhkan rasa memiliki terhadap rencana sehingga memperlancar
rencana sehingga mempelancar penerpaan
5. Menghindari pertentangan yang tajam
6. Menggalang swadaya akan lebih mudah
7. Memperkuat posisi pemberdayaan masyarakat agar setara dengan para
stakeholder kuat.
11
F. Tahap-tahap Pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target
masyarakat mampu untuk mandiri dan dilepas untuk mandiri, dengan demikian
pemberdayaan melalui satu proses belajar, hingga mencapai status mandiri. Oleh
karena pemberdayaan masyarakat akan berlangsung secara bertahap. Tahap-tahap
yang harus dilalui menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2004:83), meliputi:
1. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan
membutuhkan peningkatan kapasitas diri.
2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan,
keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran didalam pembangunan
3. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan, keterampilan
sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan INOVATIF untuk
mengantarkan kepada kemandirian.
4. Tahapan pertama atau tahap penyadaran dan pembentukan perilaku
merupakan tahap persiapan dalam pemberdayaan masyarakat. Pada tahap ini
para pelaku pemberdayaan masyarakat berusaha menciptakan prakondisi agar
dalam tahap ini dapat mencapai kesadaran tentang perlunya memperbaiki
kondisi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Tahap ini
merangsang pula kesadaran dan kemauan belajar dengan demikian
masyarakat semakin terbuka dan merasa membutuhkan pengetahuan, dan
keterampilan untuk memperbaiki kondisi.
5. Tahap kedua adalah tahap kelanjutan pertama, jika tahap pertama telah
terkondisi, maka tahap kedua adalah tahap dimana masyarakat akan menjalani
proses belajar tetang pengetahuan, kecakapan, keterampilan yang memiliki
hubungan dengan apa yang menjadi kebutuhan. Dengan demikian menguasai
kecakapan, pada tahapan ini masyarakat hanya menjadi pengikut, yaitu
sekedar menjadi obyek pembangunan saja, belum menjadi subyek
pembangunan.
12
6. Tahap ketiga merupakan tahap pengayaan atau peningkatan intelektualitas,
kecakapan dan keterampilan yang diperlukan, agar mereka dapat membentuk
kemampuan kemandirian. Kemandirian tersebut akan diwujudkan dalam
bentuk inovasi,
kreativitas, inisiatif dan kreasi-kreasi dalam lingkungannya. Apabila
masyarakat telah sampai pada tahap ini, masyarakat akan menjadi pemeran utama
dalam berbagai konteks pembangunan kebudayaan dan kepariwisataan. Namun,
demikian dalam konteks pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan, maka
tahapan-tahapan pemberdayaan yang berkaitan dengan kedewasaan sikap masyarakat,
merupakan tahapan yang perlu dicermati secara seksama mengingat dalam
pemberdayaan masyarakat, masyarakat akan berproses secara bertahap, dalam waktu
yang tidak singkat. Proses tahapan akan memberikan gambaran terhadap keterkaitan
antara pengetahuan (know ledge), sikap (attitude) dan keterampilan (practice) dengan
tahapan proses pemahaman masyarakat terhadap tahapan pembelajaran pada masing-
masing tahapan Ambar Teguh Sulistiyani (2004:84-85), mengenai sikap kedewasaan
masyarakat, pada masing-masing tahapan dapat diamati pada model perlakuan untuk
meningkatkan aspek afektif, konitif, psikomotorik dan konatif.
Mengenai tahapan-tahapan yang mengarah kepada perubahan-perubahan
seperti pada tahap afeksi sangat rendah usaha dibutuhkan penyuluhan untuk
penyadaran, pada tahapan afeksi sangat rendah, tahap kognitif tidak berpengaruh,
perlakuannya adalah pembelajaran untuk membuka wawasan bilamana afeksi dan
kognitif dalam keadaan unskilled, akan berpengaruh kepada konatif. Pada tahap
pertama bilamana afeksi sangat rendah secara linear berpengaruh kepada perlakuan
kognitif, psikomotorik, dan konatif demikian pula pada tahap selanjutnya setiap
tahapan akan selalu mengalami perubahan, sangat tergantung pada perubahan, sangat
tergantung pada tingkat kesadaran. Komponen kognisi berkaitan dengan daya
nalar/pikiran, gagasan/ide dan keyakinan. Sedangkan komponen afeksi berkaitan
dengan perasaan, komponen konasi berkenaan sikap seseorang yang bertingkah laku
sesuai dengan sikapnya. Apabila kebiasaan sikap tersebut telah terbentuk dan
13
tertanamkan pada masyarakat, maka tidak perlu lagi dipaksa atau, didorong untuk
melakukan sesuatu kesadaran akan pentingnya perubahan kemandirian akan tumbuh
dengan sendirinya, sejalan dengan itu dalam pembinaan pemberdayaan masyarakat
pariwisata, tentunya tahapan-tahapan demi tahapan dibutuhkan waktu untuk
mencapai perubahan-perubahan.
G. Partisipasi dan Pemberdayaan Masyarakat
Pada umumnya sejumlah kalangan sepakat perlu dikembangkan partisipasi
sebagai upaya menyertakan masyarakat seluas-luasnya yang mendorong,
berkembangnya proses kebersamaan. Munculnya proses partisipasi dalam rangka
pemberdayaan masyarakat mendasarkan atas dua pendekatan. Pertama; pelibatan
masyarakat dalam pemilihan, perancangan, perencanaan dan pelaksanaan program,
sehingga dengan demikian adanya jaminan pola sikap dan pola pikir serta nilai-nilai
dan pengetahuannya ikut dipertimbangkan. Kedua; membuat umpan balik yang pada
hakikatnya merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari kegiatan pembangunan.
Mikkelsen (1999), mengidentifikasi ada dua penggunaan partisipasi yaitu
sebagai tujuan pada dirinya sendiri dan sebagai alat mengembangkan diri. Keduanya
merupakan satu kesatuan yang satu bersifat partisipasi transformasional dan yang lain
bersifat partisipasi instrumental. Partisipasi merupakan cara sederhana yang dapat
dilakukan atau biasa dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat. Partisipasi
transformasional, satu bentuk partisipasi yang memiliki tujuan untuk merubah kondisi
yang lemah dan marjinal menjadi berdaya dan mandiri. Partisipasi semacam ini
terkait dengan agenda-agenda besar seperti pembangunan kebudayaan yang berkaitan
dengan situs-situs, kawasan wisata budaya, dan lain-lain, sedangkan partisipasi
instrumental diartikan sebagai alat operasional yang terkait dengan cara-cara
memadukan persepsi, aspirasi, merumuskan perencanaan, mengumpulkan sumber
daya dan mengelola pelaksanaan kegiatan. Dalam pembinaan pemberdayaan
masyarakat dibidang pariwisata. Kedua bentuk partisipasi tersebut baik
transformasional dan instrumental perlu dikembangkan, mengingat pada tahap
transformasional, partisipasi masyarakat dibutuhkan dalam membentuk gagasan besar
14
yang mampu menggalang kesadaran untuk perubahan dalam pembangunan
kebudayaan dan kepariwisataan, mengingat pembangunan kepariwisataan memiliki
titik singgung multidimensional yang keberhasilan pembangunannya banyak
mengandalkan hasil dari sektor pembangunan lainnya. Disamping itu pengayaan
kesadaran dan tanggung jawab bersama merupakan upaya yang harus terus digalang
sebagai penggerak proses partisipasi.
Partisipasi instrumental merupakan bentuk yang secara proses pembelajaran
dalam masyarakat yang bergerak dibidang pariwisata, merupakan cara-cara yang
mendorong untuk merumuskan permasalahan secara efektif seperti dalam perumusan
rencana pengembangan kebudayaan dan pariwisata, sehingga menumbuhkan rasa
memiliki terhadap rencana dan memperlancar dalam pelaksanaannya dan dapat
mengurangi pertentangan, karena sejak awal telah terjadi kesepakatan dengan
demikian akan memperkuat posisi pemberdayaan masyarakat agar setara dengan para
pelaku lainnya. Partisipasi sudah menjadi bahasa baku masyarakat dan sudah
merupakan kebiasaan sehari-hari masyarakat dan menjadi pengetahuan dan
pengalaman masyarakat, hanya saja dalam pelaksanaannya dibutuhkan fasilitator
yang dapat mengkondinir dan merumuskan berbagai kegiatan dan permasalahan, baik
program maupun data dan fakta. Proses belajar adalah merupakan langkah yang
penting dalam partisipasi.
H. Kemitraan Dalam Memperkuat Jaringan Usaha Pariwisata
Kemitraan merupakan kesatuan hubungan antar pelaku pembangunan yang
saling menghargai dalam mengembangkan potensi bersama agar dapat saling
menguntungkan (mutual benefits) dalam rangka memperkuat kemandirian, bukan
ketergantungan. Kemitraan dalam kaitannya dengan pengembangan kebudayaan dan
pariwisata dapat diartikan sebagai upaya membangun kekuatan sosial dan
pertumbuhan ekonomi pariwisata yang ditandai dengan indikator-indikator
peningkatan kunjungan wisatawan, belanja wisatawan, dan lama tinggal wisatawan.
Kekuatan sosial dan pertumbuhan ekonomi tersebut dengan bertumpukan pada
15
pemanfaatan sumber daya lokal secara optimal sehingga mampu meningkatkan
kesejahteraan antara lainnya rumah tangga miskin dan usaha kecil (UKM).
Dalam pola kemitraan tersebut di atas pada dasarnya perlu didasari oleh
beberapa komitmen diantara pelaku kemitraan untuk menciptakan kerjasama dan
saling mempercayai antara pelaku dan mengembangkan sikap tanggap dalam
pengelolaan program pengembangan kebudayaan dan kepariwisataan, disamping itu
dengan kemitraan perlu diciptakan sinergi melalui jaringan dan komunikasi
informasi, pengetahuan dan pengalaman. Dalam proses pemberdayaan dibidang
pengambilan keputusan, pemerintah sebaiknya memberikan fasilitas sistem edukasi
masyarakat, dengan cara:
1. Memberikan ruang yang lebar kepada masyarakat untuk menyampaikan saran,
ide, masukan, kritik merasa keberatan tanpa dibebani sangsi dan ancaman.
2. Memberikan informasi secara transparan kepada masyarakat
3. Pelibatan masyarakat dalam formulasi kebijakan dengan melihat
profesionalisme, kompetensi disamping nilai kepentingan masyarakat terhadap
program pemberdayaan.
Sedangkan dalam hal pendanaan pemerintah lebih melandaskan kebijakan
dalam hal membangun permodalan dengan mempersatukan suatu bangunan struktur
sosial yang dapat menjadi permasalahan dalam sistem investasi, aliran dana, dan
tumbuh berkembangnya basis perekonomian, dengan demikian ekonomi rakyat
diharapkan dapat berkembang secara merata.
Peran dunia usaha lebih banyak mengambil peran dalam hal implementasi
penentuan langkah/policy action bersama masyarakat. Peran dunia usaha dalam
implementasi kebijakan pemberdayaan mencakup juga kontribusi dana melalui
investasi yang bermanfaat untuk mendukung proses pemberdayaan masyarakat,
disamping itu dukungan terhadap berbagai pelaksanaan program yang menjadi
kebijakan pemerintah berupa pemanfaatan tenaga ahli serta teknologi memadai.
Secara umum peran masyarakat lebih menitikberatkan kepada partisipasi. Tinggi
rendahnya partisipasi yang diberikan akan berdasarkan pada tingkat keberdayaan
16
yang dimiliki oleh masyarakat dan kemampuan pemahaman pada setiap level dalam
proses kebijakan public. Pada dasarnya tidak semua masyarakat sudah mampu
memberikan saran, kritik, ide dan sebagainya. Peran lain dapat digali adalah
partisipasi dibidang pendanaan. Pengerahan dana masyarakat sering kali dilakukan
sebagai perbandingan kemampuan masyarakat terhadap pendanaan dalam satu
kegiatan pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah maupun pihak
swasta, sumber pendanaan yang dihimpun masyarakat lebih populer disebut dengan
swadaya masyarakat. Peran masyarakat yang lain adalah memiliki fungsi pada
kontrol sosial dalam rangka pelestarian dan pemeliharaan hasil-hasil pembangunan.
Dalam mengembangkan ketiga peran dalam pemberdayaan masyarakat
pariwisata, maka hal-hal yang paling penting dan mendasar adalah semangat gotong
royong diantara ketiga peran tersebut, oleh karena itu dalam kemitraan dengan
masyarakat tidak hanya terbatas dalam SDM atau pengarahan tenaga kerja semata
akan tetapi sejauh mana memposisikan pengembangan kebudayaan dan pariwisata
sebagai subyek pembangunan. Swadaya masyarakat merupakan dasar yang cukup
kuat namun kenyataannya dalam pengembangan kebudayaan dan kepariwisataan,
swadaya masyarakat untuk membangun kekuatan di sektor tersebut masih dirasakan
jauh memadai, dan masih peranannya dimiliki oleh sektor usaha swasta, terutama
dalam pemberdayaan pariwisata yang mampu mengundang kesadaran dan inisiatif
masyarakat dalam membangun kepariwisataan yang dapat menguntungkan bagi
kesejahteraan mereka.
I. Kemitraan Lintas Pelaku dalam Pemberdayaan Masyarakat
Dalam proses kemitraan pemberdayaan masyarakat terdapat berbagai
komponen yang terlibat dan memegang peranan sebagai pelaku kemitraan
pemberdayaan masyarakat, para pelaku tersebut diantaranya: pemerintah, pakar,
dunia usaha, LSM, dan masyarakat. Dalam menjalin kemitraan diantara unsur-unsur
tersebut membuat jaringan-jaringan kerja efektif dan efisien untuk tercapai
keuntungan bersama melalui berbagai dimensi kegiatan antara lain kegiatan
pengembangan usaha ekonomi rakyat, penguatan modal sosial masyarakat. Dalam
17
jaringan kerja kemitraan tersebut pada dasarnya lebih menitikberatkan kepada
bagaimana upaya yang dapat dilakukan oleh setiap komponen pemberdayaan
masyarakat, agar masyarakat yang tidak mampu dan belum berdaya menjadi berdaya,
oleh karena itu dalam fase kegiatan pengembangan usaha ekonomi rakyat.
Tergambarkan tiga unsur penting adalah produksi rakyat, hasil yang dicapai rakyat
dan dapat memberikan kehidupan. Pengelolaan pasca produksi mampu
mengembangkan keuntungan melalui inovasi produksi dan pemasaran.
J. Plan Project
Tentukan objek Kordinasi antara rencana dinas dengan pemuda, yang dipelopori oleh duta wisata
Sosialisasi dan penyuluhan kepada masyrakat
Persiapan SDM Sarana dan prasarana
Publikasi media
Cetak Elektronik
Keterlibatan pemuda
Mentoring dan pendampingan
18
K. Target project
Target jangka
Pendek Menengah Panjang
1. Masyarakat paham mengenai konsep pemberdayaan melalui desa wisata
2. Penyuluhan dan sosialisasi mengenai prospek wisata menghadapi ASEAN Community 2015
3. Pelatihan soft skil secara berkala
4. List kemabali mengenai potensi yang akan di jadikan sebagai media pariwisata dan kebudaayaan.
1. Perbaiki sarana dan prasarana.
2. Publikasi besar-besaran melalui berbagai media, baik local, nasional ataupun international.
3. Kerjasama dengan berbagai pihak.
1. Evaluasi dan pendampingan secara berkala
2. Tingkatkan pelayanan sesuai permintaan wisatawan disesuaikan dengan kondisi.
3. Wisatawan bukan hanya datang dari daerah melainkan dari mancanegara.
4. Perputaran ekonomi stabil.
5. Bisa menjadi desa percontohan bagi kota dan kabupaten lain.
Ket.
1. Durasi waktu setiap target max 1 tahun.
2. Evaluasi dan mentoring berjangka waktu min 2-3 minggu sekali.
3. Kerjasama bisa dilakukan dengan investor baik dari swasta ataupun negeri
namun dengan prinsip take and give.
19
L. Simpulan
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu usaha yang dilakukan untuk
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan menciptakan suatu kondisi
masyarakat yang sejahtera, maju dan mandiri. Pemerintah berusaha mengupayakan
pemberdayaan masyarakat melalui pendirian pokdarwis. Program pokdarwis ini
untuk menciptakan dan meningkatkan kapasitas masyarakat baik secara individu
ataupun kelompok dalam meningkatkan berbagai persoalan terkait dengan
peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraan.
Salah satu sector yang dimanfaatkan untuk memberdayakan masyarakat
adalah melalui sector pariwisata. Program pengembangan pariwisata akan
disinergikan dengan program pemberdayaan masyarakat. Sebagaimana kita ketahui
bahwa sector yang di unggulkan di Indonesia adalah sector pariwisata. Dengan
dikembangkannya sector pariwisata maka akan menunbuhkan sector sector ekonomi
yang lainnya.
20
DAFTAR PUSTAKA
http://www.cifor.org/acm/download/pub/Kabar/Kabar%2019.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/fpips/lainnya/gumelar_s/hand_out_matkul_konsep_resort_and_leisure/pemberdayaan_masyarakat_berbasis_pariwisata.pdf
http://digilib.uin-suka.ac.id/8267/1/BAB%20I,%20IV,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
http://digilib.uin-suka.ac.id/4374/1/BAB%20I,V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
http://kalisongku.wordpress.com/2011/09/01/pengembangan-ekowisata-pariwisata-berbasis-masyarakat/
http://kolom.pacific.net.id/ind/setyanto_p._santosa/artikel_setyanto_p._santosa/pengembangan__pariwisata__indonesia.html
file:///C:/Users/SANTAN4/AppData/Local/Temp/digital_20293547-T29802-Pemberdayaan%20masyarakat.pdf
http://ariesulistya.wordpress.com/2012/04/07/pentingnya-peran-pemuda-dan-mahasiswa-terhadap-kemajuan-bangsa-2/
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33356/5/Chapter%20I.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Banjar
21
CURRICULUM VITAE
Personal Details
Name : Irfani Fathunaja
Place, Date of : Ciamis, 23rd of May 1993
Birth
Marital Status : Single
Height, Weight : 170cm, 62kg
Occupation : University Student at State College of Islamic Studies Purwokerto
Address : Dsn. Kedungwaringin RT 02/01 Ds. Waringinsari Kec. Langensari Kota Banjar- Jawa Barat
Mobile : +62 8564 7598 488 / + 62 8211 8112 611
E-mail : irfani_fathunaja @yahoo.com
Achievements.
Delegate for Future Leader Summit, Semarang 2014 STAIN Purwokerto Delegate for Art Immertion and Student Exchange in Chiang Mai
University, Thailand 2013 Delegate for The 2nd Congress of Indonesian Diaspora 2013 Selected LO for ASEAN+9 Youth Assembly for ASEAN Community 2015 Delegate for Young Leader Forum for Asia Pacific Region, Jakarta 2013 Delegate for World Culture Forum in Bali, Indonesia 2013 Delegate for Youth for Clime Camp in Jakarta 2013 Delegate for Youth Educator Regional Training in Brawijaya University, Malang 2013 The 3rd Winner of Tourism Ambassador in Banyumas 2013 The 1st Winner of Duta Mahasiswa GenRe Karesidenan Banyumas 2012 The 3rd Winner of Duta Mahasiswa GenRe in Cental Java province 2012 The 1st Djarum Beasiswa Plus 2012/2013 from STAIN Purwokerto Finalist of Tourism Ambassador in Kota Banjar 2012 Finalist Da’i Muda Pilihan ANTV Yogyakarta 2011 The 2nd Winner of Motivation Speech Contest in Porsema STAIN Purwokerto 2011