40
31 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011 Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada Pembangunan Kawasan Perumahan 1 Oleh Indah Wahyuni Damayanti 2 ABSTRACT ABSTRACT ABSTRACT ABSTRACT ABSTRACT The purpose of this study was to determine the factors that influence the. effectiveness. of housing policies in Banjarbaru especially the provision of public facilities/social. This study used. a descriptive approach in the form of case studies. The number of respondents. who researched many as 68 people were selected. purposively. Data collection. by inter- view technique, observation and documentation study. The results showed. that: (l) Implementation Kebiiakan Banjarbaru City Govern- ment for the provision of public facilities/social facilities are still poor because of. weak. supervision (2) Factors affecting the implementation. of. housing policy in. Banjarbaru. City covers aspects of the implement- ing. rules and institutions. The substance of the regulations governing the obligation to provide. public. facilities. or social amenities that the developer has not. stated. with. strict. sanctions and the attitudes and behavior of officialswho still provide opportunities for corruption, col- lusion and nepoteisme (CCN), (3) The social impact caused by poor. provision of. public facilities and social facilities byhousing developers is the emergence of. such. dissatisfaction. does not irregular vehicleparking facilities, recreational areas. and places of worship. 1 Ditulis uang dari Tesis berjudul “Implimentasi Kebijakan Pembangunan Perumahan di Kota Banjarbaru” yang dibuat oleh Indah Wahyuni Damayanti dibawah bimbingan Dr. Syahriani, MS Dr. Syahriani, MS Dr. Syahriani, MS Dr. Syahriani, MS Dr. Syahriani, MS dan Drs. Nurul Azkar, MSi Drs. Nurul Azkar, MSi Drs. Nurul Azkar, MSi Drs. Nurul Azkar, MSi Drs. Nurul Azkar, MSi. 2 Indah Wahyuni Damayanti Indah Wahyuni Damayanti Indah Wahyuni Damayanti Indah Wahyuni Damayanti Indah Wahyuni Damayanti adalah mahasiswa Program Magister Sains Administrasi Pembangunan Universitas Lambung Mangkurat (MSAP-UNLAM) angkatan II, dan status pekerjaannya saat itu adalah sebagai staf Pemko Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

  • Upload
    dotram

  • View
    218

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

31FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan

Implikasinya Pada Pembangunan Kawasan

Perumahan1

Oleh Indah Wahyuni Damayanti2

ABSTRACTABSTRACTABSTRACTABSTRACTABSTRACT

The purpose of this study was to determine the factors that influence the.effectiveness. of housing policies in Banjarbaru especially the provisionof public facilities/social. This study used. a descriptive approach inthe form of case studies. The number of respondents. who researchedmany as 68 people were selected. purposively. Data collection. by inter-view technique, observation and documentation study. The resultsshowed. that: (l) Implementation Kebiiakan Banjarbaru City Govern-ment for the provision of public facilities/social facilities are still poorbecause of. weak. supervision (2) Factors affecting the implementation.of. housing policy in. Banjarbaru. City covers aspects of the implement-ing. rules and institutions. The substance of the regulations governingthe obligation to provide. public. facilities. or social amenities that thedeveloper has not. stated. with. strict. sanctions and the attitudes andbehavior of officialswho still provide opportunities for corruption, col-lusion and nepoteisme (CCN), (3) The social impact caused by poor.provision of. public facilities and social facilities byhousing developersis the emergence of. such. dissatisfaction. does not irregularvehicleparking facilities, recreational areas. and places of worship.

1 Ditulis uang dari Tesis berjudul “Implimentasi Kebijakan Pembangunan Perumahan diKota Banjarbaru” yang dibuat oleh Indah Wahyuni Damayanti dibawah bimbinganDr. Syahriani, MSDr. Syahriani, MSDr. Syahriani, MSDr. Syahriani, MSDr. Syahriani, MS dan Drs. Nurul Azkar, MSiDrs. Nurul Azkar, MSiDrs. Nurul Azkar, MSiDrs. Nurul Azkar, MSiDrs. Nurul Azkar, MSi.

2 Indah Wahyuni DamayantiIndah Wahyuni DamayantiIndah Wahyuni DamayantiIndah Wahyuni DamayantiIndah Wahyuni Damayanti adalah mahasiswa Program Magister Sains AdministrasiPembangunan Universitas Lambung Mangkurat (MSAP-UNLAM) angkatan II, danstatus pekerjaannya saat itu adalah sebagai staf Pemko Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Page 2: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

32 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

A. PENDAHULUANA. 1. Latar Belakang

Kota senantiasa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi

dan dinamikanya. Dalam perkembangannya tidak akan sama satu kota

dengan kota yang lainnya. Suatu kota dapat berkembang secara

alamiah ataupun secara teratur dan terarah sesuai rencana kota.

Faktor-faktor perkembangan dan pertumbuhan yang bekerja pada

suatu kota dapat mengembangkan dan menumbuhkan kota pada suatu

arah tertentu.

Perkembangan wilayah kota yang sering dikonotasikan dengan

perkembangan kota biasanya sangat menekankan pada aspek-aspek

fisik saja seperti pembangunan prasarana kota dan perluasan wilayah

kota. Padahal perluasan wilayah kota sesungguhnya merupakan

tuntutan terhadap adanya kebutuhan yang semakin meningkat akan

prasarana kota. Pembangunan perkotaaan tidak hanya sekadar

membangun kebutuhan prasarana itu saja, tetapi juga memikirkan hal-

hal yang berkaitan dengan pemeliharaan, perencanaan dan penataan

lingkungan kota. Sebagaimana dicatat Daldjoeni (1987:14l),”Literatur

tentang seluk beluk kota biasanya berkisar pada perencanaan kota

secara fisik dan pembangunan sektor ekonomi belaka. Namun

pembangunan fisik saja tidaklah cukup, maka pembangunan yang

bersifat jasmani dan rohani perlu diciptakan agar perkembangan kota

tidak menimbulkan masalah yang rawan”.

Di. Indonesia,. kegiatan. pembangunan yang dilaksanakan selama

30 tahun terakhir sejak dekade 1980, telah menghasilkan peningkatan

ekonomi yang cukup pesat. Peningkatan investasi berbagai sektor

pembangunan tampak cukup signifikan. Namun hal ini diiringi dengan

jumlah penduduk yang kian bertambah. Implikasinya adalah semakin

mendesaknya kebutuhan akan lahan, baik untuk areal industri dan

usaha lainnya maupun untuk perumahan. Perumahan dan pemukiman

merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Perumahan

merupakan jati diri manusia, baik secara perorangan maupun dalam

suatu kesatuan dan kebersamaan dengan lingkungan alamnya.

Perumahan dan pemukiman juga mempunyai peranan yang sangat

strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sehingga

Page 3: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

33FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan

kehidupan dan penghidupan. masyarakat (Marsono, l995).

Lahan juga merupakan sumber alam yang tidak ternilai harganya,

terutama untuk pembangunan. Semua sektor pembangunan, terutama

pembangunan fisik seperti pertanian, perumahan dan pemukiman,

perindustrian, pertambangan dan transportasi memerlukan lahan. Di

satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain

kebutuhan akan lahan terus meningkat untuk berbagai keperluan.

Kondisi seperti ini sering menyebabkan timbulnya konflik, timbulnya

benturan-benturan kepentingan antar sektor, antar pengusaha, antar

anggota masyarakat baik mengenai penguasaan dan pemilikan lahan

maupun mengenai penggunaaannya, sehingga harus ditangani secara

konsepsional dan menyeluruh melalui perencanaan Tata Ruang

(Blaang, 1986).

Pada akhir dasawarsa 1970-an muncul fenomena baru di kota-

kota besar di Indonesia dalam hal pembangunan perumahan. Bila

sebelumnya rumah-rumah baru dibangun secara individual oleh calon

penghuni, maka sejak akhir 1970-an mulai berkembang sistem

pembangunan perumahan dalam bentuk kelompok perumahan yang

dibangun oleh pengembang perumahan swasta. Sistem pembangunan

perumahan ini semakin berkembang dengan didirikannya Perum

PERUMNAS. oleh pemerintah pada tahun 1974. Tugas utama Perum

PERUMNAS adalah untuk membangun ribuan unit rumah per. tahun

yang kemudian dijual secara kredit kepada masyarakat dengan sistem

pembiayaan melalui Kredit Pemilikan Rumah Bank rabungan Negara

(KPR-BTN). Kecenderungan pembangunan kelompok perumahan ini

lalu berkembang ke berbagai kota lain di Indonesia seiring dengan

makin meningkatnya kebutuhan rumah untuk semua golongan

masyarakat.

Kota Banjarbaru, sebagai salah satu kota utama di provinsi

Kalimantan Selatan, tampak paling cepat tanggap terhadap peluang

dan kebutuhan pengembangan perumahan tersebut. Sebagai kota hasil

pemecahan wilayah dari Kabupaten Banjar (tahun 1999), Kota

Banjarbaru menginginkan kemajuan pembangunan di segala bidang.

Terlebih dengan visi misi Kota Banjarbaru sebagai “Kota Empat

Page 4: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

34 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Dimensi”, yakni sebagai Kota Pemerintahan, Kota Perdagangan dan

Jasa, Kota Pemukiman, dan Kota Pendidikan; dengan kondisi geografis

yang strategis berada di antara Banjarmasin (ibukota Propinsi

Kalimantan Selatan) dan Martapura (ibukota Kabupaten Banjar).

Faktanya, selama 10 tahun terakhir sejak menjadi daerah otonom, Kota

Banjarbaru telah sangat maju pembangunan fisiknya dan para

pengembang perumahan telah membangun ribuan unit rumah baru

berbasis KPR BTN.

UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (pasal ll)

mengatur wewenang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan

penataan ruang yang meliputi pengaturan, pembinaan, dan

pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kota dan

kawasan strategis kota; pelaksanaan penataan ruang wilayah kota;

pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kota; dan kerjasama

penataan ruang antar kota/kabupaten. Pertumbuhan dan

perkembangan Kota Banjarbaru pada dasarnya tidak maju dengan

sendirinya, tetapi akan selalu terkait dengan kemajuan daerah

sekitarnya (hinterland kota) maupun terhadap Kota Banjarmasin

sebagai ibukota propinsi Kalimantan Selatan.

Dalam rangka menciptakan suatu wilayah pemukiman yang

memenuhi persyaratan, maka diperlukan suatu perencanaan dan

pembangunan lingkungan yang dilengkapi dengan fasilitas umum

(fasum) dan fasilitas sosial (fasos) yang layak. Kedua fasilitas ini

lazimnya dibutuhkan oleh warga penghuni kawasan perumahan.

Apabila suatu lingkungan perumahan yang luas tidak dilengkapi

dengan fasum/////fasos, maka lingkungan perumahan tersebut akan

terlihat kumuh. Menurut aturan yang ada, setelah memperoleh Ijin

Peruntukan penggunaan Tanah (IPPT) dari Pemerintah Daerah, pihak

pengembang perumahan sebenarnya wajib menyediakan fasilitas

umum dan fasilitas sosial sesuai kebutuhan masyarakat penghuni

lingkungan perumahan. Namun demikian, dari hasil pengamatan awal

untuk penelitian ini, pengembang perumahan di Banjarbaru yang

jumlahnya pada tahun 2009 sudah mencapai 50 buah perusahaan

pengembang, cenderung mengabaikan kewajiban tersebut. Tercatat

hanya ada 4 kawasan pengembang perumahan yang tetap konsisten

Page 5: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

35FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

sesuai dengan peruntukan perijinan lahan yang diberikan. Dan itulah

salah satu sebab mengapa kajian tentang hal itu dianggap penting dan

urgen.

A. 2. Pokok Permasalahan

Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor I Tahun l997,

sebenarnya merupakan ketentuan wajib bagi setiap perusahaan

pengembang perumahan untuk menyediakan. fasilitas umum (fasum)

dan fasilitas sosial (fasos). di lingkungan kawasan pemukiman yang

dibangunnya; dan ketentuan itu menjadi prasyarat sebelum ada ijin

Pemerintah Daerah kepada perusahaan pengembang untuk melakukan

kegiatan pembangunannya. Hal itu pula yang sangat jelas termuat

dalam Surat Keputusan Walikota Banjarbaru Nomor 262 Tahun 2004

tentang Ketentuan Dasar Pembangunan Perumahan di wilayah Kota

Banjarbaru.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan betapa banyaknya

perusahaan pengembang yang tidak mentaati aturan tersebut, dan

cenderung mengenyampingkan aturan Rencana Umum Tata Ruang

Kota (RUTRK) di Kota Banjarbaru. Bahkan dalam beberapa kasus lahan

untuk fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) tersebut dapat

diperjualbelikan oleh pihak pengembang sehingga dalam komplek

perumahan tersebut tidak ada sarana untuk memperoleh lingkungan

sosial dan fisik yang teratur, aman, serasi dan nyaman. Padahal

sebelumnya para pengembang yang ingin membangun perumahan

terlebih dahulu harus mengurus lzin Peruntukan Penggunaan Tanah

(IPPT), sesuai Perda Kota Banjarbaru Nomor I0 Tahun 2003 tentang

izin peruntukan penggunaan tanah. Aturan ini menetapkan bahwa

bagi perusahaan pengembang yang memiliki luas areal lahan lebih dari

2500 meter persegi diwajibkan untuk menyiapkan 30 %. dari luas

kawasan untuk fasilitas umum (fasum) dan atau fasilitas sosial (fasos),

serta lebar jalan masuk atau jalan utama kompleks perumahan. harus

selebar l0 (sepuluh) meter, sedangkan jalan lingkungan harus dengan

lebar 8 (delapan) meter.

Page 6: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

36 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan pokok permasalahan dan dengan mengambil kasus

di Kota Banjarbaru, maka perumusan masalah yang diajukan untuk

penelitian ini adalah: Mengapa aturan kebijakan tentang persyaratan

pembangunan kawasan pemukiman kurang dipatuhi oleh para

pengembang perumahan di Kota Banjarbaru, dan bagaimana

implikasinya atas kenyamanan bermukim bagi para penghuni di

komplek perumahan yang bersangkutan?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhi efektivitas kebijakan pemerintah dalam

pengaturan pembangunan perumahan, khususnya dalam hal

penyediaan fasum dan fasos oleh pengembang, sesuai dengan

peraturan perundangan yang berlaku.

B. METODOLOGIB. 1. Teorisasi Masalah

Pemukiman kota, sesuai dengan definisinya, ialah konsentrasi

penduduk yang berpenghidupan non-agraris (Sinulingga, 1999). Oleh

karena merupakan konsentrasi penduduk, maka pemukiman adalah

merupakan kebutuhan yang sangat penting. Di dalam setiap rencana

kota, kawasan pemukiman harus dirancang sedemikian rupa agar

sesuai dengan daya dukung kota dan memungkinkan para

penghuninya bisa hidup di lingkungan yang bersih dan sehat. Secara

spesifik, pemukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan secara

teratur agar lingkungan pemukiman tetap nyaman. Pemukiman juga

membutuhkan fasilitas umum seperti taman bermain bagi anak-anak,

lapangan terbuka, tempat ibadah, tempat pendidikan, dan seterusnya.

Dan kriteria semacam itu menjadi tren di kawasan perumahan modern

yang dibangun oleh suatu perusahaan pengembang (developer) yang

berorientasi bisnis namun sekaligus berupaya memberikan layanan

terbaik bagi para konsumennya.

Namun dalam konteks kebutuhan masyarakat umum, perumahan

adalah sebuah kebutuhan sosial yang membutuhkan campur tangan

Page 7: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

37FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Pemerintah. Perumahan adalah salah satu kebutuhan dasar bagi

peningkatan kualitas hidup manusia sehingga pengembangan

perumahan yang sehat dan layak bagi masyarakat Indonesia

merupakan wadah untuk pengembangan sumberdaya manusia (Aziz,

2005). Perumahan berkaitan erat dengan kondisi penduduk dan faktor

sosial ekonomi lainnya. Untuk mengantisipasi permasalahan yang ada

dalam bidang perumahan rakyat itulah Pemerintah telah membuat

program-program dan menentukan kebijakan-kebijakan.

Dalam sejarahnya, kebijakan yang dibuat Pemerintah bisa dicatat

dimulai sejak era Pelita I tahun 1969. Kala itu pembangunan

perumahan sifatnya masih merupakan persiapan-persiapan untuk

pembangunan perumahan yang sesungguhnya baru dimulai pada

Pelita II. Pada waktu itu program perumahan baru pada taraf

peningkatan penelitian dan pengembangan di bidang teknik teknologi

perumahan dan bahan bangunan murah, pengembangan proyek-

proyek percontohan, penyuluhan tentang rumah sehat dan penyiapan

sarana kelembagaan dan penunjang lainnya yang diperlukan bagi

pembangunan perumahan dalam Pelita II dan seterusnya.

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1969, kemudian

dibentuk sektor khusus tentang papan (baca: perumahan), yang diketuai

oleh Menteri PUTL (Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik). Sektor khusus

ini mempunyai tugas untuk menciptakan sebuah iklim yang kondusif

yang memungkinkan mendorong usaha-usaha pembangunan

perumahan di kota dan desa; dan kemudian untuk tujuan itu dikaitkan

dengan Undang-Undang tentang Penanaman. Modal Dalam Negeri.

Tujuan strategisnya adalah, sektor perumahan murah untuk masyarakat

yang berpenghasilan rendah dapat dijadikan kebijakan prioritas. Untuk

kebijakan perumahan masyarakat perkotaan dilakukan dengan

mengusahakan pembangunan perumahan sebanyak-banyaknya dengan

melihat adanya berbagai golongan penghasilan masyarakatnya.

Sedangkan untuk masyarakat pedesaan, pemerintah mengusahakan dan

menerapkan program pemugaran perumahan desa. Kebijakan

perumahan yang telah digariskan dalam Pelita II terus dilanjutkan dan

ditingkatkan pada Pelita III. Peningkatan ini menyangkut programnya

dan penangannya, dimana azas keterjangkauan dan pemerataan lebih

Page 8: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

38 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

ditekankan pelaksanaannya. Tetapi sejak Pelita IV, kebijakan

pembangunan perumahan lebih diarahkan pada pembangunan

pemukiman. Dengan demikian dalam pembangunan perumahan terkait

dengan aspek pembangunan pemukiman; dan untuk membangun

rumah dengan jumlah yang besar pada setiap tahunnya, Pemerintah

melibatkan pihak swasta (developer) untuk mengambil bagian dalam

pembangunan perumahan ini. Dan keluarlah PeraturanMenteri Dalam

Negeri Nomor 2 Tahun 1984, sebagai perbaikan dari Permendagri Nomor

5 Tahun 1974.

Menurut pasal 5 ayat (l) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

5 Tahun 1974, perusahan pembangunan perumahan adalah suatu

perusahaan yang berusaha dalam bidang perumahan dari berbagai

jenis jumlah yang besar diatas suatu areal tanah yang akan merupakan

suatu kesatuan lingkungan pemukiman yang dilengkapi dengan

prasarana-prasarana dan fasilitas-fasilitas sosial yang diperlukan oleh

masyarakat penghuninya. Sedangkan pengertian perusahaan

pembangunan perumahan sederhana atau perumahan murah menurut

pasal I ayat (1) Permendagri Nomor 2 Tahun 1984 adalah perusahan

yang membangun jenis-jenis rumah sebagaimana yang disebutkan

dalam rencana proyek yang sudah disetujui oleh Bank Tabungan

Negara, di atas areal tanah yang merupakan kesatuan lingkungan

pemukiman, dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan fasilitas sosial

yang diperlukan oleh masyarakat yang menghuninya. Dalam

pengertian ini tidak termasuk pembangunan perumahan yang

diselenggarakan oleh PERUM. PERUMNAS (perusahaan umum

pembangunan perumahan nasional).

Oleh karena itu dalam Permendagri Nomor 3 Tahun l987 Pasal 1

ayat (l), lebih tegas disebutkan bahwa pengertian Perusahaan

Pembangunan Perumahan yang selanjutnya disebut perusahaan adalah

badan usaha yang berbentuk badan hukum yang mengusahakan

pembangunan perumahan di atas areal tanah di lingkungan

pemukiman yang dilengkapi dengan fasilitas lingkungan, utilitas umum

dan prasarana sosial lainnya yang diperlukan masyarakat penghuni

lingkungan pemukiman.

Page 9: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

39FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Adapun yang dimaksud dengan prasarana lingkungan, utilitas

umum dan fasilitas sosial menurut Permendagri Nomor 3 Tahun 1987

itu, adalah:

(1) Prasarana Lingkungan adalah kelengkapan lingkungan yang

meliputi antara lain:

(a) Jalan;

(b) Saluran pembuangan air limbah;

(c) Saluran pembuangan air hujan.

(2) Utilitas umum adalah bangunan-bangunan yang dibutuhkan dalam

sistem pelayanan lingkungan yang diselenggarakan oleh Instansi

pemerintah dan terdiri dari, antara lain:

(a) Jaringan air bersih;

(b) Jaringan listrik;

(c) Jaringan gas;

(d) Jaringan telepon;

(e) Terminal angkutan/bus shelter;

(f). Kebersihan/pembuangan sampah.

(3) Fasilitas sosial adalah fasilitas yang dibutuhkan masyarakat dalam

lingkungan pemukiman. yang meliputi antara lain:

(a) Pendidikan;

(b) Kesehatan;

(c) Perbelanjaan dan niaga;

(d) Pemerintahan dan pelayanan umum;

(e) Peribadatan;

(f) Rekreasi dan kebudayaan;

(g) Olahraga dan lapangan terbuka;

(h) Pemakaman umum.

Penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang biasa dikenal

dengan “fasum” dan “fasos”, dalam skema pembangunan perumahan

oleh pengembang adalah mutlak sesuai dengan persyaratan yang

ditentukan oleh Pemda setempat. Bahkan bila pengembang tidak

menyediakan fasum/fasos, maka Pemda setempat dimungkinkan

untuk tidak memberikan ijin lokasi (Ijin Peruntukan Penggunaan

Tanah/IPPT). Karena itu perencanaan dan pembangunan lingkungan

Page 10: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

40 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

ini seharusnya dapat memberikan keseimbangan sosial dan dapat

memberikan kesempatan untuk membina individu dan keluarga

sejahtera. Dengan kata lain, perencanaan dan pembangunan

lingkungan perumahan harus selalu mempertimbangkan kemungkinan

penggabungan prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial

yang telah ada dengan tidak mengurangi kualitas lingkungan secara

menyeluruh.

Pemerintah Kota Banjarbaru telah menetapkan visi pembangunan

“Kota Empat Dimensi”, dan salah satu dimensinya adalah menjadikan

Kota Banjarbaru sebagai kota pemukiman yang layak huni. Berbagai

kebijakan diterbitkan untuk mewujudkan tatanan kota yang ideal,

antara lain penataan Rencana Umum Tata Ruang Kota Banjarbaru

(RUTRK). Bertolak dari RUTRK tersebut Pemerintah Kota Banjarbaru

mengeluarkan Keputusan Walikota Banjarbaru Nomor 27A Tahun

2009 sebagai dasar hukum untuk menata kawasan perumahan dan

pemukiman di Kota Banjarbaru sebagaimana aturan perundangan di

atasnya. Merujuk pada Keputusan Walikota itu jelas sekali bahwa

pelaku utama untuk menjamin terlaksananya kebijakan tersebut adalah

para pengembang perumahan di wilayah Kota Banjarbaru dengan

supervisor oleh Dinas Kebersihan Pertamanan dan Tata Ruang, dan

Dinas Pekerjaan Umum Kota Banjarbaru. Kendati hanya implisit,

regulasi itu juga tampaknya berharap adanya peran warga masyarakat

penghuni pemukiman dan masyarakat di sekitar kawasan pemukinan

untuk ikut serta melakukan pengawasan atas ketaatan para

pengembang perumahan. Dan karena itu, sebenarnya tidak ada alasan

bahwa sebuah kawasan pemukiman sampai tidak memiliki fasos dan

fasum yang memadai.

B. 2. Kerangka Konseptual

Sejumlah penelitian tentang pembangunan kawasan pemukiman

dan peran perusahaan pengembang perumahan sudah dilakukan di

berbagai lokasi dengan pelbagai contoh kasusnya. Dari beberapa

penelitian yang terdahulu itu antara lain dapat dirujuk studi yang

dilakukan oleh Sugiantoro (2000), Zainuddin (2001), Moeljono (2001),

dan Anwar (2003).

Page 11: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

41FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Sugiantoro yang meneliti kasus kebijakan pemanfaatan ruang di

Kotamadya Malang ternyata menemukan fakta bahwa sejumlah Perda.

dan bahkan UU yang berkaita dengan tata ruang telah dilanggar oleh

perusahaan pengembang. Bahkan sejumlah bangunan diketahui tidak

menggunakan Ijin Mendirikan Bangunan, sehingga sangat mendesak

untuk dilakukan sosialisasi tentang kebijakan tata ruang sebagai

solusinya. Sedangkan Zainuddin dalam penelitiannya menemukan

fakta bahwa terjadinya alih fungsi fasilitas sosial dan fasilitas umum

oleh perusahaan pengembang lebih disebabkan karena sikap dan

perilaku aparat yang tidak dapat mendudukkan dirinya sebagai

pelayan masyarakat; sehingga ketika perusahaan pengembang sangat

berorientasi pada keuntungan semata, maka terjadilah pelanggaran-

pelanggaran aturan, dan celakanya tidak ada sanksi atas pelanggaran

aturan tersebut. Kasus serupa dengan versi lain juga ditemukan oleh

Moeljono dalam penelitiannya. Bahwa terdapat pelanggaran oleh

perusahaan pembangunan perumahan terhadap PP Nomor 29 tahun

1974 mengenai penjualan kapling siap bangun dan adanya ketentuan

dilarang menjual tanah matang tanpa bangunan/rumah yang berdiri

diatasnya. Hal itu bisa terjadi ternyata karena lemahnya. pengawasan

dalam pemberian Ijin Peruntukan dan Penggunaan Tanah (IPPT), yang

mestinya merujuk pada aturan-aturan pembangunan pemukiman

berwawasan lingkungan dan peka sosial. Dan studi Anwar, yang

mengambil kasus Kota Banjarmasin, lebih menguatkan lagi adanya

kelemahan pengawasan aparatur yang berwenang, sehingga Tata

Ruang Kota tidak bisa dimaksimalkan sesuai rencana.

Merujuk pada Steinhoff (1979), secara konseptual, pengawasan

adalah evaluasi terhadap pelaksanaan untuk melihat apakah tujuan-

tujuan dapat diwujudkan, dan penerapan tindakan perbaikan apabila

tujuan-tujuan tersebut tidak dapat diwujudkan. Steinhoff. menyatakan

bahwa esensi dari pengawasan adalah tindakan perbaikan. Akan tetapi

Steinhoff juga menyatakan bahwa agar pengawasan itu dapat

dilakukan secara efektif, harus diciptakan beberapa pra kondisi sebagai

berikut:

(a)Harus dirumuskan standar yang baik untuk kepentingan evaluasi.

(b)Harus dikembangkan sistem pengumpulan data tentang

pelaksanaan sesuatu rencana.

Page 12: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

42 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

(c) Para manajer harus diberi otoritas untuk melaksanakan tindakan

perbaikan apabila hal itu memang diperlukan.

Dengan demikian secara implisit Steinhoff menyatakan bahwa

langkah-langkah dalam pengawasan adalah:

(a)Perumusan standar untuk kepentingan evaluasi.

(b)Pengembangan sistem pengumpulan data tentang pelaksanaan

sesuatu rencana.

(c) Pemberian otoritas kepada manajer untuk melakukan tindakan

perbaikan.

(d) Tindakan perbaikan.

Pembangunan suatu kawasan pemukiman di sebuah Kota, seperti

halnya Kota Banjarbaru, seharusnya mengacu pada perencanaan

strategis yang dimuat dalam Rencana Umum Tata Ruang Wilayah

(RUTRW). Dan merujuk pada konsep Steinhoff itu tentulah ada yang

keliru ketika suatu implementasi kebijakan ternyata tidak sesuai dengan

tujuan strategis yang telah ditetapkan sebelumnya.

Implementasi rencana strategis pembangunan suatu kawasan,

pada dasarnya terpulang pada pemahaman para pelaksana tentang

apa urgensi dari suatu perencanaan strategis itu. Namun demikian,

perencanaan strategis acapkali kurang dipahami sebagai awal dari

sebuah impelementasi kebijakan. Selama ini perhatian para perumus

kebijakan lebih banyak dipusatkan pada policy formulation dan policy

outcomes. Akibatnya terjadi kesenjangan pada implementasi, padahal

pada tahapan implementasi inilah dapat dianalisis kemungkinan

terjadinya gap antara tujuan yang ingin dicapai dan hasil dari kebijakan

itu sendiri, sehingga dapat dinilai kinerja dari suatu kebijakan.

Salah satu kelemahan yang mendasar yang sering dialami oleh

para pelaksana kebijakan publik adalah adanya persepsi bahwa

implementasi adalah bagian yang terpisahkan dari perencanaan

kebijakan. Padahal keberhasilan implementasi sangat dipengaruhi oleh

bagaimana desain kebijakan mampu merumuskan secara komprehensif

aspek pelaksanaan sekaligus metode evaluasi yang akan dilaksanakan.

Pentingnya implementasi kebijakan ini dapat disimak dari pendapat

Grindle sebagaimana dikutip Wahab (1991), bahwa implementasi

Page 13: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

43FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

kebijaksanaan sesungguhnya bukanlah sekadar bersangkut paut

dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam

prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi; melainkan

lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik keputusan dan siapa

yang memperoleh apa dari suatu kebijaksanaan.

Terkait dengan pengertian implementasi, Jones (1984)

mendefinisikannya sebagai suatu proses antara suatu perangkat tujuan

dan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa implementasi merupakan

suatu rangkaian kegiatan yang secara langsung mengantarkan pro-

gram ke arah efek yang diharapkan. Dengan kata lain, proses

implementasi kebijakan publik itu baru dapat dilaksanakan apabila

tujuan-tujuan kebijakan telah ditetapkan, program-program

pelaksanaan telah dibuat, dan dana untuk menunjang kegiatan tersebut

telah dialokasikan guna mencapai tujuan kebijakan yang telah

ditetapkan. Tahapan-tahapan kegiatan sebelum implementasi

kebijakan dilaksanakan disebut perencanaan kebijakan yang

merupakan formulasi kebijakan atau tahapan dalam pembuatan

kebijakan. Namun demikian yang menjadi persoalan adalah bagaimana

suatu program kebijakan dapat berlangsung secara optimal sehingga

dapat diterima dan didukung secara optimal oleh berbagai pihak (stake-

holders).

Meminjam konsep Moore (Badjuri dan Yuwono, 2002), mestinya

perlu diperhatikan dasar pendekatan yang tepat agar kebijakan publik

dapat didukung oleh berbagai pihak. Paling tidak ada lima dasar

pendekatan yang dapat dipilih, yaitu: pendekatan advokasi

enterprenerial, pendekatan pengembangan kebijakan, pendekatan

negoisasi, pendekatan delibrasi publik, dan pendekatan komunikasi

strategis. Kelima pendekatan itu, semuanya bisa dilakukan, tetapi tentu

saja harus mempertimbangkan untuk apa dan kepada siapa kebijakan

ditujukan. Dalam konteks perusahaan pengembang, tampaknya

pendekatan pengembangan kebijakan dan pendekatan deliberasi publik

lebih relevan untuk dipertimbangkan. Pendekatan pengembangan

kebijakan adalah perlibatan secara luas berbagai pihak dalam proses

konsultasi agar menghasilkan suatu keputusan yang berkualitas,

Page 14: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

44 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

dengan melakukan pengembangan, mendesain dan mengoperasi-

onalisasikan proses pembuatan keputusan dalam ruang lingkup

tanggung jawab kewenangan pengambil kebijakan publik. Sedangkan

pendekatan delibrasi publik adalah pelibatan publik secara lebih luas;

yang tidak saja melibatkan struktur formal tetapi juga pihak diluar

struktur formal tersebut, seperti kelompok masyarakat yang tertarik,.

atau yang terkena dampak kebijakan baik langsung maupun tidak

langsung, dan bahkan masyarakat awam yang mempunyai

kemampuan untuk merespon sebuah proposal kebijakan publik.

Akan tetapi perlu dipahami bahwa pencapaian tujuan

implementasi kebijakan itu ditentukan oleh sejumlah faktor pendukung.

Merujuk pada Mazmanian dan Sabatier (Wahab, 1997), faktor-faktor

yang mempengaruhi pencapaian tujuan dari suatu implementasi

kebijakan menyangkut tiga variabel, yaitu:

(1). Mudah atau tidaknya masalah dikendalikan:

(a) Kesukaran-kesukaran teknis.

(b) Keseragaman perilaku kelompok sasaran.

(c) Prosentase kelompok sasaran dibandingkan dengan jumlah

penduduk.

(d) Ruang lingkup perilaku yang diinginkan.

(2) Kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi:

(a) Kejelasan dan konsistensi tujuan.

(b) Digunakan teori kausal yang memadai.

(c) Ketepatan alokasi sumber dana.

(d) Keterpaduan hirarki dalam dan diantara lembaga pelaksana.

(e) Aturan-aturan dari badan pelaksana.

(f) Rekrut pejabat pelaksana.

g) Akses formal pihak lain.

(3) Variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi:

(a) Kondisi sosial-ekonomi dan teknologi.

(b) Dukungan publik.

(c) Sikap dan sumber yang dimiliki kelompok-kelompok.

(d) Dukungan dari pejabatatasan.

(e) Komitmen dan kemampuan kepemimpinan pejabat-pejabat

pelaksana.

Page 15: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

45FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Dari ketiga variabel tersebut sebagai variabel bebas akan

mempengaruhi tahapan-tahapan proses implementasi sebagai variabel

tergantung. Model analisis ini disebut Model Proses Implementasi

Kebijakan (A Model of the Policy Implementation Process), dan pertama

kali dikembangkan oleh van Meter dan van Horn (1975). Teori tersebut

didasari oleh argumentasi bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses

implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan

dilaksanakan. Suatu model konseptual yang menghubungkan antara

kebijakan dengan prestasi kerja yang dipisahkan oleh sejumlah variabel

bebas yang saling berkaitan.

Adapun variabel-variabel bebas itu adalah :

(1)Ukuran dan tujuan kebijaksanaan.

(2)Sumber-sumber kebijaksanaan.

(3)Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan

pelaksanaan.

(4)Ciri-ciri atau sifat badan/instansi pelaksana.

(5)Sikap para pelaksana.

(6)Lingkungan ekonomi, sosial dan politik.

Page 16: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

46 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Gambar 1. Model Kerangka Konseptual.

Bertolak dari pemahaman bahwa perijinan merupakan salah satu

bentuk pelayanan publik yang diberikan oleh instansi pemerintah yang

bentuk pelayanannya adalah ijin (Ratminto, 2008), maka pemberian

ijin harus dipahami sebagai tugas pemerintah demi pemenuhan

kebutuhan masyarakat. Pemda memiliki otoritas memberikan ijin,

sebagai implementasi. Keputusan Walikota Banjarbaru Nomor 27A

Tahun 2009; tetapi di sisi lain Pemda juga wajib mengamankan agar

aturan-aturan yang dimuat dalam Keputusan Walikota itu

Page 17: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

47FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

dilaksanakan oleh subyeknya, yakni para pengembang perumahan. Dari

perspektif layanan publik, implementasi kebijakan berupa perijinan

tersebut bermakna pengaturan (regulasi) untuk pemenuhan

kenyamanan masyarakat juga pada akhirnya. Para penghuni sebuah

pemukiman adalah konsumen bagi perusahaan pengembang, dan

karena itu boleh jadi hubungannya terbatas pada pola simbiosis

mutualistik bisnis. Tetapi, konsumen perumahan itu juga adalah warga

Kota, dan mereka sesungguhnya berhak mendapatkan layanan

maksimal dari Pemerintah Kota (lihat Gambar 1). Dan di situlah pokok

perhatian penelitian ini.

B. 3. Metode Penelitian

Pada dasarnya pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

merujuk pada prinsip-prinsip penelitian deskriptif analisis studi kasus.

Akan tetapi dalam teknis pelaksanaannya penelitian ini. hanya

dimaksudkan sebagai upaya untuk memahami sebuah gejala tanpa

bermaksud untuk membangun atau menguji sebuah teori. Dimaksud

dengan gejala disini adalah indikasi-indikasi dari bentuk ketidakpuasan

konsumen atas diabaikannya penyediaan fasum dan fasos oleh

pengembang perumahan, dan secara khusus dalam hal ini pemukim

perumahan di lokasi penelitian terpilih. Dari perspektif penelitian

deskriptif, model analisisnya memang dimaksudkan untuk

menggambarkan adanya hubungan antar variabel atau faktor-faktor

yang dominan dapat mempengaruhi kebijakan, dalam hal ini rasa

ketidak puasan yang timbul pada warga masyarakat (pemukim) atas

kebijakan selama ini. Namun demikian deskripsi penelitian ini tidak

sampai pada taraf menguji kesahihan hubungan antar variabel.

Lokasi pengamatan untuk penelitian ini sebenarnya meliputi

seluruh kawasan pemukiman yang dibangun pengembang di Kota

Banjarbaru yang dilakukan sejak Januari hingga Maret 2010. Namun

demikian, sebagai kasus, dalam penelitian sengaja hanya diambil 4

kawasan perumahan dan pemukiman yaitu: Komplek Perumahan

Halim Permai Banjarbaru Selatan, Komplek Perumahan Balittan XII,

Komplek Griya Angkasa Komplek Berlina Jaya, dan Komplek Banua

Permai. Semua kawasan pemukiman itu berciri pemukiman untuk

Page 18: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

48 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

konsumen kelas menengah, yang secara. teoritis penghuninya dapat

diasumsikan berpenghasilan cukup besar dan rata-rata berpendidikan

cukup baik (SLTA ke atas). Pilihan atas lokasi penelitian didasarkan

pada ciri pemukimnya itu penting sekali ditetapkan sedari awal, karena

penelitian ini akan memposisikan mereka sebagai “penilai” atas

kelayakan fasilitas yang diterimanya dari pengembang.

Sebagai instrumen utama dalam penelitian ini adalah wawancara.

Wawancara semula dirancang dilakukan kepada kepala rumah tangga

di lokasi pemukiman kasus, namun ternyata tidak semua kepala rumah

tangga bersedia, dan hanya mewakilkan kepada anggota rumah

tangganya. Dari pola pemilihan sampel secara purposive, terpilih 68

orang sebagai informan dalam penelitian ini; dengan ciri jenis kelamin

44 orang (65%) di antaranya adalah laki-laki, dan hanya 9 orang (13%)

yang statusnya tidak/belum kawin. Sedangkan dalam kaitan status

pendidikan, sebagaimana yang diharapkan, hanya 10 orang (15%) yang

mengaku berlatar belakang pendidikan formal setara SLTP, dan

selebihnya adalah berpendidikan SLTA; bahkan 52 orang (76%)

mengaku berpendidikan Perguruan Tinggi. Karena itu pula cukup

wajar ketika hanya 10 orang pula yang mengaku berlatar pekerjaan

sebagai buruh, dan selebihnya adalah pelaku pekerjaan di sektor for-

mal, terutama PNS (sebanyak 43 orang atau 63 persen).

Dalam upaya menafsir data hasil penelitian di lapangan, sejumlah

hal yang berkaitan dengan persepsi informan ditafsirkan secara

kualitatif. Tetapi ketika informasinya berkaitan dengan data kuantitatif,

seperti penilaian tentang ukuran fasos dan fasum,. maka deskripsinya

merujuk pada analisis Chi-Kuadrat (X²) untuk sekadar mengetahui

bagaimana korelasinya.

C. HASIL PENELITIAN1. Aspek Demografis dan Kebijakan Penggunaan Lahan

Berdasarkan Rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Kota Banjarbaru Tahun 2008-2028,. upaya efektivitas pelaksanaan

pengembangan dan pembangunan kawasan yang saling menunjang,

agar pertumbuhan dan. perkembangan kegiatan fisik serta kegiatan

sosial ekonomi maupun budaya yang terjadi di masa yang akan datang

Page 19: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

49FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

dapat terakomodir secara baik, maka perencanaan ruang kota

Banjarbaru didasarkan menjadi orientasi spasial (ruang) dan orientasi

sektoral dimana keduanya harus mendapatkan rencana struktur yang

seimbang dan berhasil guna.

Pembagian wilayah kota ini dimaksudkan sebagai salah satu

upaya dan strategi pengembangan pada masa mendatang, sesuai

dengan karakteristik serta kecenderungan pola perkembangan yang

terjadi saat ini. Selain faktor daya dukung alam dan lingkungan

memungkinkan untuk dikembangkan kearah tersebut.

Rencana alokasi fungsi jenjang pelayanan di Pusat Kota dan Sub

pusat Kota di Wilayah Kota Banjarbaru adalah sebagai berikut:

(1). Pusat Kota (Kecamatan Banjarbaru Utara), berfungsi sebagai:

a) Pusat Perkantoran dan Pemerintahan skala Kota, antara lain

Kantor Walikota Banjarbaru, DPRD Kota dan Polresta

Banjarbaru;

b) Pusat Perdagangan dan Jasa, antara lain Pasar Bauntung, Hotel

Permata, Gedung BNI, BRI dan Bank Mandiri.

c) Pemukiman.

d) Taman Kota.

e) Hutan Kota.

(2)Pusat Kota (Kecamatan Banjarbaru Selatan), berfungsi sebagai:

a) Pusat Perdagangan dan Jasa

b) Pemukiman

c) Pendidikan Tinggi, antara lain Unlam, Uvaya, Uniska dan STIMI.

d) Taman Kota.

e) Perkantoran dan pemerintahan.

(3) Sub Pusat Kota (Kecamatan Landasan Ulin), berfungsi sebagai:

a) Kawasan bandar udara, terletak bandara Syamsuddin Noor.

b) Perdagangan dan Jasa.

c) Perumahan dan pemukiman.

d) Pertanian dan perkebunan.

e) Kawasan Industri, antara lain home industry berupa aneka usaha

makanan kering.

(4) Sub Pusat Kota (Kecamatan Liang Anggang), berfungsi sebagai:

a) Kawasan Industri, antara lain tersedia Lingkungan Industri Kecil

Liang Anggang.

Page 20: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

50 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

b) Perdagangan dan Jasa. antara lain pusat kuliner panggalaman.

c) Perumahan dan pemukiman.

d) Pertanian dan perkebunan.

(5) Sub Pusat Kota (Kecamatan Cempaka), berfungsi sebagai:

a) Pusat Perkantoran dan Pemerintahan Provinsi.

b) Perdagangan dan Jasa.

c) Perumahan dan Pemukiman.

d) Pertanian dan Perkebunan.

e) Pariwisata berupa lokasi penambangan intan tradisional di

Cempaka.

f) Pertambangan berupa penggalian tambang gol C (batu, kerikil

dan pasir).

Menyadari bahwa faktor penduduk merupakan hal yang

signifikan terhadap kebutuhan akan tempat tinggal, maka

perkembangan jumlah penduduk sejalan dengan meningkatnya

kebutuhan terhadap tempat tinggal. Jumlah penduduk Kota Banjarbaru

dari awal pemekaran hingga Tahun 2008 terus meningkat. Rata-rata

pertumbuhan penduduk mencapai kisaran 3,42 %. per tahun atau

meningkat sebanyak 37.388 orang selama 9 tahun terakhir hingga 2010.

Kota Banjarbaru mengalami pertumbuhan penduduk paling tinggi di

Kalimantan Selatan, yang rata-rata pertumbuhan penduduknya hanya

sebesar 1,8 % (BPS, 2008).

Jumlah penduduk menurut data terakhir (BPS, 2008) adalah 164.216

jiwa. Angka ini menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk

sebesar 3,13 % dari tahun sebelumnya (2007) dimana jumlah penduduk

adalah l59.230 jiwa. Rasio penduduk antara laki-laki dan perempuan

dari tahun 1999-2008 hampir tidak berubah dengan kisaran laki-laki adalah

5l % dan perempuan 49 %.

Dari data kecamatan menunjukan bahwa kepadatan penduduk

yang paling tinggi adalah Kecamatan Banjarbaru Selatan dengan

kepadatan penduduk mencapai 1.661 jiwa/Km². Dan yang terendah

adalah Kecamatan Cempaka dengan kepadatan penduduk hanya 177.

jiwa/Km². Perbedaan penyebaran penduduk dari yang terbanyak

hingga yang paling sedikit mungkin disebabkan karena kurang

meratanya fasilitas di kecamatan-kecamatan yang ada di Kota

Page 21: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

51FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Banjarbaru dimana pusat kegiatan perekonomian utama lebih banyak

di Kecamatan Banjarbaru Selatan .

Dari tahun 1999-2008, kepadatan penduduk di Kota Banjarbaru

rata-rata terus meningkat. Rata-rata kepadatan penduduk di Kota

Banjarbaru adalah sebesar 442. jiwa per KM persegi. Dibanding dengan

daerah lain di Kalimantan Selatan, Kota Banjarbaru merupakan daerah

kedua setelah Kota Banjarmasin yang memiliki kepadatan penduduk

yang paling tinggi dibandingkan daerah lainnya. Hal ini lumrah karena

di Kota Banjarbaru terdapat sarana pendidikan, kesehatan dan

prasarana pembangunan yang jauh lebih lengkap dibandingkan

dengan daerah lainnya.

Penguasaan tempat tinggal dapat digunakan sebagai salah satu

indikator yang dapat memperlihatkan kesejahteraan rumah tangga,

yaitu semakin tinggi. persentase rumah tangga yang menempati tempat

tinggal berstatus milik sendiri di suatu daerah, semakin baik

kesejahteraan daerah tersebut. Dikaitkan dengan kepemilikan rumah

tempat tinggal tentunya sangat erat hubungannya dengan tingkat

pertumbuhan laju penduduk. Dengan tingkat pertumbuhan penduduk

sebesar 3,42 %. per tahun menempatkan jumlah penduduk sebesar

164.216 jiwa. (BPS,2008), dan dengan asumsi setiap rumah ditempati

oleh 4 orang, maka Kota Banjarbaru membutuhkan sebanyak 41.504

rumah.

Di Kota Banjarbaru 69,94 %. rumah tangga dengan status

penguasaan tempat tinggalnya adalah milik sendiri, kontrak sebesar

6,56 %. sewa sebesar 11,11 %. dan rumah dinas/bebas sewa/lainnya

sebesar 13,40 %. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kemampuan

pemenuhan kebutuhan akan perumahan dan tempat tinggal rata-rata

rumah tangga di Kota Banjarbaru secara umum relatif cukup baik,

yang dapat dilihat dari kemampuan warga untuk memenuhi kebutuhan

tempat tinggalnya sendiri.

Konsep yang digunakan dalam perencanaan Kota Banjarbaru

adalah sistem perkotaan. dengan ibukota sebagai Pusat Kegiatan Lokal

(PKL). PKL sebagai Pusat Pelayanan Tersier meliputi Kecamatan

Banjarbaru Utara. Kecamatan Banjarbaru Selatan, Kecamatan

Landasan Ulin, Kecamatan Liang Anggang dan Kecamatan Cempaka.

Page 22: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

52 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

PKL Kota Banjarbaru merupakan kawasan perkotaan sedang (RPJM

Kota Banjarbaru, 2008). PKL (Pusat Kegiatan Lokal) ditetapkan dengan

kriteria:

a. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat

kegiatan industri dan jasa yang melayani skala kecamatan atau

beberapa kecamatan; dan/atau;

b. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul

transportasi yang melayani skala kecamatan atau beberapa

kecamatan.

Dalam pengendalian untuk kawasan permukiman, ketentuannya

adalah sebagai berikut:

a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah 40-80%, kecuali

penggunaan untuk olah raga ruang terbuka dan Ruang Terbuka

Hijau (RTH) diarahkan 15%.

b. Ketinggian Lantai Bangunan (KLB) di kawasan strategis kota

disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.

c. Angka Ruang Terbuka (ART) di Kota Banjarbaru adarah 20-60%.

d. Dalam hal ruang milik jalan tidak cukup luas, lebar ruang

pengawasan jalan ditentukan dari tepi badan jalan paling sedikit

dengan ukuran sebagai berikut:

(1) Jalan arteri primer l5 (lima belas) meter.

(2) Jalan kolektor primer l0 (sepuluh) meter.

(3) Jalan lokal primer 7 (tujuh) meter.

(4) Jalan lingkungan primer 5 (lima) meter.

(5) Jalan arteri sekunder 15 (lima belas) meter.

(6) Jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter.

(7) Jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter.

(8) Jalan lingkungan 2 (dua) meter.

Dalam rangka pengendalian Tata Ruang Kota Banjarbaru, pemerintahKota Banjarbaru telah menempuh beberapa kebijakan yang dilakukan melalui:(l) Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2001 tentang Rencana Umum

Tata Ruang Kota Banjarbaru Tahun 2000-2010;

(2) Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2003 tentang Izin Peruntukan

penggunaan Tanah;

Page 23: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

53FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

(3) Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas

peraturan. Daerah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin

Mendirikan Bangunan;

(4) Keputusan Walikota Banjarbaru Nomor 262 Tahun 2004 tentang

Ketentuan Dasar Pembangunan Perumahan di Kota Banjarbaru;

(5) Keputusan Walikota Banjarbaru Nomor 34.A Tahun 2010 tentang

pembentukan Tim Koordinasi Pemberian Izin Peruntukan

Penggunaan Tanah Kota Banjarbaru.

Pengendalian pembangunan perumahan di Kota Banjarbaru

selama ini meliputi instrumen-instrumen: (1) Izin Mendirikan Bangunan

(IMB), dan (2) lzin Peruntukan Penggunaan Tanah (PPT).

(l) Izin Mendirikan Bangunan

Dalam rangka pengaturan dan penataan bangunan yang ada di

Kota Banjarbaru, Pemerintah Kota Banjarbaru telah menerbitkan

peraturan Daerah Kota Banjarbaru Nomor 07 Tahun 2000 tentang

Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya dilakukan

perubahan menjadi perda Nomor 16 Tahun 2009. Selain untuk

mengatur penataan bangunan yang ada tujuan dari perda Kota

Banjarbaru Nomor 16 Tahun 2008 ini juga bermaksud untuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat di bidang pembangunan

perumahan dan penataan bangunan sehingga sesuai dengan RUTRK

yang terah ada. untuk memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

setiap pemohon diwajibkan untuk memenuhi persyaratan-persyaratan

tertentu seperti :

(a)Pemohon mengisi formulir yang telah tersedia di Kantor Kelurahan,

ditandatangani oleh pemohon;

(b)Permohonan disampaikan dengan beberapa lampiran, yakni :

o Fotocopy KTP yang masih berlaku;

o Fotocopy tanda lunas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);

o Fotocopy sertifikat/surat-surat status tanah tersebut;

o surat pernyataan tidak ada masalah atas tanah tersebut;

o Gambar Rencana site plan perumahan (tapak perumahan)

Page 24: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

54 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Formulir pemohon yang telah lengkap pengisiannya harus

ditandatangani oleh tetangga samping kiri dan samping kanan serta

muka dan belakang bangunan yang akan dibangun tersebut. Formulir

yang telah ditandatangani oleh semua tetangga diserahkan kepada

Ketua Rukun Tetangga, Lurah, dan Camat setempat untuk

ditandatangani oleh masing-masing yang bersangkutan. Formulir

permohonan dari pemohon yang sudah ditandatangani oleh Camat di

wilayahnya masing-masing, kemudian diserahkan kepada Walikota

Banjarbaru melalui Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BP2T) dan

Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Kota Banjarbaru untuk

diproses.

1. Izin Peruntukan penggunaan Tanah (IPPT)

Sebagai instrumen utama dalam pengendalian tata ruang

terutama dalam pembangunan perumahan yang mengatur kewajiban

bagi developer dalam hal penyediaan fasilitas umum/fasilitas sosial.

adalah pemberian Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) sebesar

30% dari luas tanah yang dimiliki apabila luas tanahnya lebih dari 2.500

meter persegi.

Menurut Peraturan Daerah Kota Banjarbaru Nomor l0 Tahun 2003

tentang lzin Peruntukan Penggunaan Tanah, yang dimaksud dengan

Izin Peruntukan Penggunaan Tanah adalah izin yang diberikan oleh

Pemerintah Daerah kepada usaha perorangan, badan hukum dan atau

badan usaha untuk menggunakan tanah sesuai dengan Rencana

Struktur Tata Ruang Daerah (STRD), yang meliputi Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK),

dan Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK) atau site plan.

Untuk memperoleh Izin IPPT, setiap orang atau badan usaha

diharuskan:

(a) Mengisi formulir yang telah disediakan di Badan Pelayanan Perijinan

Terpadu (BP2T) Kota Banjarbaru;

(b) Formulir tersebut diisi dan ditandatangani oleh pemohon;

(c) Formulir yang sudah diisi dan ditandatangani tersebut dilampiri:

o Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP);

o Fotocopy tanda lunas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);

Page 25: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

55FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

o Fotocopy sertifikat tanah yang dimaksud;

o Surat pemyataan tanah tidak bermasalah;

o Gambar rencana site plan perumahan (tapak perumahan).

Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) diberikan untuk para

Pengembang Perumahan yang bermaksud menggunakan suatu lahan

tertentu untuk pembangunan pemukiman (perumahan). Tujuan

pengendalian pembangunan fisik Kota Banjarbaru melalui lzin

Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) ini adalah untuk menjaga agar

penggunaan atau pemanfaatan lahan yang ada di Kota Banjarbaru

benar-benar sesuai dengan RUTRK yang telah ditetapkan oleh

Pemerintah Kota Banjarbaru. Setelah semua persyaratan pemohon

dipenuhi, maka oleh pemerintah Kota Banjarbaru, dalam hal ini Dinas

Kebersihan dan Pertamanan, diteliti terlebih dahulu persyaratan

administrasinya apakah sudah lengkap atau belum sesuai peraturan

kemudian diadakan rapat koordinasi yang melibatkan pemohon dan

para stakeholders untuk memutuskan bahwa izin tersebut bisa

diteruskan/diterbitkan atau tidak (SK Walikota Banjarbaru No.34A

Tahun 2010).

Page 26: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

56 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Tabel 1. Ketentuan Dasar Pembangunan perumahan diTabel 1. Ketentuan Dasar Pembangunan perumahan diTabel 1. Ketentuan Dasar Pembangunan perumahan diTabel 1. Ketentuan Dasar Pembangunan perumahan diTabel 1. Ketentuan Dasar Pembangunan perumahan di

Wilayah Kota BanjarbaruWilayah Kota BanjarbaruWilayah Kota BanjarbaruWilayah Kota BanjarbaruWilayah Kota Banjarbaru

Sumber: SK Walikota Banjarbaru Nomor 262/2004.

Tugas dan fungsi dari Tim Koordinasi Pemberian Perizinan

Peruntukan dan Penggunaan Tanah adalah sebagai berikut:

(l)Membantu Walikota Banjarbaru dalam rangka pengendalian

peruntukan penggunaan tanah;

(2)Memberikan pertimbangan kepada walikota Banjarbaru dalam

rangka pemberian Izin Peruntukan Penggunaan Tanah;

(3)Mengadakan pengawasan dan pengendalian lzin Peruntukan

Penggunaan Tanah serta pemanfaatan tanahnya;

(4)Membuat dan menandatangani hasil rekomendasi rapat;

Page 27: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

57FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

(5)Memberikan dan menolak Izin Peruntukan Penggunaan Tanah;

(6)Melaporkan seluruh hasil kegiatan Tim kepada DKPTR Kota

Banjarbaru dan Walikota Banjarbaru.

Keputusan Walikota Banjarbaru Nomor 262 Tahun 2004 tentang

Ketentuan Dasar Pembangunan Perumahan di wilayah Kota

Banjarbaru menetapkan sejumlah kewajiban bagi Pengembang

Perumahan (Tabel 1). Setelah pemohon menyatakan bersedia untuk

memenuhi ketentuan-ketentuan sesuai Keputusan Walikota tersebut

maka diterbitkanlah Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT)

dengan ketentuan lahan 30% untuk fasilitas umum/fasilitas sosial

seterusnya diproses oleh Kantor Pertanahan Kota Banjarbaru. Pada

tahapan selanjutnya. sertifikat lahan fasum/fasos tersebut diserahkan

kepada Pemerintah Kota Banjarbaru melalui Dinas Pendapatan

Pengelolaa Keuangan dan Asset Daerah sebagai aset Pemerintah

Daerah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat lingkungan

perumahan sebagai sarana umum dan sosial.

C. 2. Implementasi Kebijakan

Selama 5 tahun sejak tahun 2005, Pemko Banjarbaru telah

menerima sertifikat 293 buah untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial

yang telah diserahkan oleh. Kantor Pertanahan dengan luasan sebesar

l. 439.766.583 m² (Tabel 2). Dari data pada Tabel 2 tampak sekali aset

fasum dan fasos yang telah diserahkan oleh pengembang perumahan

kepada Pemerintah Kota Banjarbaru terus meningkat yang

menunjukkan bahwa luas areal fasum/fasos yang menjadi aset

Pemerintah Kota Banjarbaru juga semakin luas. Masalahnya adalah,

dari pengamatan untuk penelitian ini terbukti tidak seluruh luasan

fasum/fasos tersebut telah dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

Page 28: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

58 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Tabel 2. Jumlah Sertifikat untuk Fasilitas. Umum/SosialTabel 2. Jumlah Sertifikat untuk Fasilitas. Umum/SosialTabel 2. Jumlah Sertifikat untuk Fasilitas. Umum/SosialTabel 2. Jumlah Sertifikat untuk Fasilitas. Umum/SosialTabel 2. Jumlah Sertifikat untuk Fasilitas. Umum/Sosial

Sumber: Pemko Banjarbaru, 2010.

Kebijakan peruntukan dan penggunaan tanah di Kota Banjarbaru

dituangkan dalam Rencana umum Tata Ruang Kota (RUTRK) yang

kemudian menjadi Peraturan Daerah (Perda) dan diimplementasikan

dalam bentuk Keputusan Walikota Banjarbaru. Demikian pula

pengendalian tata ruang Kota Banjarbaru dalam hal pemukiman dan

perumahan yang sesuai dengan Rencana umum Tata Ruang Kota

Banjarbaru dituangkan dalam bentuk kebijakan yang mengatur agar

perumahan tidak kumuh, layak, representatif serta berwawasan

lingkungan.

Implementasi kebijakan tentang pembangunan perumahan yang

dilakukan oleh Pengembang Perumahan khususnya dalam penyediaan

fasilias umum / fasilitas sosial telah diatur daram pemberian Ijin

Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) yang dijabarkan dengan Surat

Keputusan Walikota Banjarbaru Nomor 27 A Tahun 2009. Dalam proses

pelaksanaannya sudah barang tentu diperlukan suatu kebijakan yang

mengatur pelaksanaanya yang meliputi: aspek peraturan dan aspek

institusi pelaksana dimana kedua aspek tersebut saling berhubungan

dan keterkaitan satu sama lain. Kedua aspek inilah yang dinilai paling

berperan daram implementasi kebijakan pembangunan perumahan di

Kota Banjarbaru.

Di dalam melakukan kegiatan pelaksanaan Ijin Peruntukan

penggunaan Tanah sebagai instrumen pengendalian pembangunan

perumahan yang dilakukan oleh pengembang perumahan sangat

ditentukan oleh peraturan yang mendukungnya. Dalam pelaksanaan

Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah di Kota Banjarbaru, peran Dinas

Page 29: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

59FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Kebersihan, Pertamanan dan Tata Ruang Kota Banjarbaru adalah

sebagai instansi yang melaksanakan kebijakan. Perumusan kebijakan

atau pembuat peraturan yang mendukung dalam proses penerbitan

ljin Peruntukan Penggunaan Tanah dilakukan oleh Pemerintah Kota

Banjarbaru.

Dalam melaksanakan kegiatan penataan ruang di bidang

pemukiman telah diatur dalam Peraturan Daerah yang berhubungan

dengan penanganan Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah adalah

Peraturan Daerah Nomor l0 Tahun 2003 tentang ljin Peruntukan

Penggunaan Tanah. Sedangkan dalam penerbitan ijin dilakukan rapat

koordinasi tim berdasarkan Keputusan Walikota Nomor 34.A Tahun

2010 dimana semua institusi terkait ikut berperan dalam penentuan

Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah.

Sedangkan bagi pengembang perumahan yang telah mendapatkan

Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah akan membangun perumahan

harus menaati ketentuan pembangunan perumahan yang tertuang

dalam Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2000 jo. Perda Nomor 16

Tahun 2009 tentang Retribusi Ijin Mendirikan Bangunan dan Keputusan

walikota Banjarbaru Nomor 262 Tahun 2004 tentang Ketentuan Dasar

Pembangunan Perumahan di wilayah Kota Banjarbaru.

Dalam Perda Nomor 10 Tahun 2003 tentang ljin peruntukan

penggunaan Tanah diatur mengenai ketentuan perijinan, besarnya tarif

serta sanksi administrasi. Dalam ketentuan pemberian ijin

pembangunan perumahan bagi pengembang adalah kewajiban untuk

penyediaan fasilitas umum/fasilitas sosial seluas 3 % dari luas lahan

yang dimiliki (minimal 2.500 M²) termasuk didalamnya adalah

infrashuktur jalan yang memadai. Ketentuan tersebut biasanya dapat

dipenuhi oleh pemohon ijin dengan site plan perumahan yang akan

dibangun. Namun ketika ijin sudah diterbitkan oleh Pemerintah Kota

Banjarbaru dan pengembang membangun komplek perumahan,

kewajiban penyediaan fasilitas umum/fasilitas sosial tersebut belum

bisa dipastikan tidak berubah dari perencanaan awal sesuai site plan.

Pengawasan dan pengendalian terhadap ketaataan para pengembang

terhadap ijin yang telah diterbitkan tersebut terputus. Hal ini disebabkan

peraturan yang mengikat para pengembang tentang pembangunan

perumahan tidak tegas sanksinya.

Page 30: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

60 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Dalam Perda Nomor 10 Tahun 2003. pasal 21,. dinyatakan bahwa

setiap orang atau badan hukum yang melakukan pelanggaran terhadap

Perda ini diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan

atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000 (lima juta rupiah). Namun,

rupanya sanksi tersebut tidak terlalu berarti bagi pengembang sehingga

ketidakpatuhan terhadap aturan masih mungkin bisa dilakukan oleh

pengembang perumahan.

Dari hasil pengamatan di lapangan, masih terdapat lokasi fasum/

fasos yang semestinya diberikan pengembang ternyata dialihfungsikan.

Sebab-sebab terjadinya alih fungsi fasilitas umum dan fasilitas sosial

oleh pengembang perumahan itu adalah:

(1) Merupakan suatu postulat bahwa setiap perusahaan pembangunan

perumahan cenderung untuk memperoleh keuntungan yang

sebesar-besarnya dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya.

Didasarkan pada asumsi tersebut maka ada justifikasi

kecenderungan perusahaan pembangunan perumahan untuk

mengalihfungsikan fasilitas sosial dan fasilitas umum menjadi kapling

siap bangun untuk dipasarkan kembali kepada calon user;

(2) Bahwa lemahnya pengawasan dan kurang mantapnya koordinasi

dengan instansi teknis yang memberikan rekomendasi berkaitan

dengan pemberian ijin, sehingga dapat dimungkinkan terjadinya

kolusi dalam pemberian ijin perubahan site plan;

(3) Bahwa terjadi ketidakpatuhan terhadap peraturan disebabkan

karena komitmen yang tidak tegas yang diformulasikan dalam

bentuk adanya kepentingan kolaboratif antara aparatur pemerintah

dengan developer yang tidak jujur.

Tidak adanya koordinasi dan pengawasan yang ketat inilah yang

menyebabkan sering terjadinya alih fungsi fasilitas umum/fasilitas sosial

yang dilakukan oleh pengembang. Lemahnya pengawasan, tidak

adanya koordinasi yang dapat menguatkan komitmen dari instansi

terkait, serta kurang tegasnya sanksi tampaknya dimanfaatkan oleh

pihak pengembang yang secara diam-diam telah melakukan kolusi

dengan aparat instansi terkait. Lagipula. dalam Permendagri Nomor 3

Tahun 1987. tentang penyediaan dan pemberian hak atas tanah untuk

keperluan perusahaan pembangunan perumahan tidak secara jelas

Page 31: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

61FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

mencantumkan sanksi yang tegas terhadap larangan alih fungsi fasilitas

umum/fasilitas sosial. Di satu sisi secara hukum aturan yang ada tidak

memiliki kekuatan hukum yang jelas, dan di sisi lain menjadi salah

satu kendala dalam tahap implementasinya.

Aturan sanksi itu sebenarnya sudah agak jelas dari perspektif peran

Pemda. Penyediaan fasilitas umum/fasilitas sosial itu hukumnya wajib

bagi para pengembang; karena apabila pengembang tidak menyediakan

fasilitas umum/fasilitas sosial, maka Pemerintah Kota Banjarbaru

(berhak untuk) tidak akan memberikan Ijin Peruntukan Penggunaan

Tanah. Fatsun yang ada menyebutkan bahwa sanksi. bila. pengembang

melakukan pelanggaran terhadap penyediaan fasilitas umum dan

fasilitas sosial bisa berupa kondite buruk; atau bisa juga berupa

permintaan kompensasi lahan baru jika plot lahan fasum/fasos

ternyata sudah terlanjur dibangun perumahan. Namun demikian,

pokok persoalannya kembali pada aspek pengawasan, apakah aturan

tentang kompensasi itu berlanjut hingga ke taraf eksekusi. Tidak ada

instrumen dan lembaga yang secara tegas bertugas mengawasi apabila

pengembang tetap nakal atau mangkir dengan kewajibannya itu.

Padahal kinerja Tim Koordinator yang bertanggungjawab dalam

implementasi program juga kurang memuaskan. Dalam beberapa

kasus, pejabat yang seharusnya hadir dalam acara Rapat Koordinasi

justru sering mewakilkan kepada salah satu stafnya yang tidak

mempunyai kompetensi di bidang yang dibicarakan. Alasannya macam-

macam, termasuk karena kesibukan tugas dinas lainnya, seperti yang

diakui oleh S.

“Atasan saya sedang menghadiri tugas lain sehingga saya yang

mewakili. Kan tidak perlu bicara banyak, yang penting tidak

bermasalah” (Wawancara dengan informan S, l5 Februari 2010).

Dalam rapat koordinasi tim IPPT adalah masing-masing anggota

menyampaikan pendapatnya atas permohonan yang diajukan oleh

pengembang Perumahan disesuaikan tugas dan fungsi jabatan yang

dipangkunya. Tetapi, karena tidak semua yang hadir memiliki

kompetensi dan otoritas yang tepat, acara itupun jadi sekadar seremonial

belaka. Padahal dalam proses penerbitan IPPT yang melibatkan seluruh

instansi terkait itu mestinya ditunjukkan adanya koordinasi antar tim

Page 32: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

62 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

sehingga pemerintah selaku pembuat kebijakan tetap berwibawa dalam

membuat keputusan untuk para pengembang. Lemahnya pengawasan

dan kurang mantapnya koordinasi instansi teknis membuka peluang

terjadinya kolusi dalam pemberian ijin serta menimbulkan bias atas

tafsir Keputusan Walikota. Dan hal itulah yang diakui oleh seorang

staf Dinas terkait (Od) yang sering hadir mewakili pimpinannya dalam

rapat koordinasi.

“Kadang ada saja pemohon (pengembang) yang minta

kebijaksanaan, karena mereka punya tanah kaplingan sudah lama

sebelum keluar peraturan sekarang yang mensyaratkan jalan

lingkungan harus 8 meter. Padahal ketika mereka menjual

kaplingan tanah, rencana jalan lingkungan itu masih 4 meter,.

dan kalau diubah jadi 8 meter pasti tidak cukup lahannya untuk

fasilitas umum/sosial. Jadi yang dibicarakan adalah bagaimana

baiknya supaya usaha mereka bisa tetap jalan, dan aturan bisa

ditaati” (Wawancara dengan Od, 27 Pebruari 2010).

Selain koordinasi, kelemahan dalam monitoring hasil keputusan

tim juga menjadi salah satu kendala dalam mengendalikan

pengawasan. Hal ini tampak dalam proses penyerahan sertifikat yang

kadangkala amat lama terpendam di Kantor Pertanahan Kota

Banjarbaru; sehingga tim koordinasi praktis tidak mampu memantau

apakah sudah diserahkan atau belum sertifikat tersebut, dan apakah

site plan-nya masih seperti waktu disetujui dulu, atau sudah berubah

dari perencanaan awal.

Pokok persoalannya tampaknya adalah komunikasi antar instansi

terkait. Secara teoritik dipahami bahwa tujuan dan sasaran kebijakan

seharusnya ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group)

sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan

sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama

sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi

dari kelompok sasaran. Berdasarkan hasil verifikasi dengan sejumlah

Camat yang terlibat dalam rapat koordinasi, diakui bahwa komunikasi

yang terjadi cukup baik. Para pelaksana program di tingkat kecamatan

ke bawah pada dasarnya cukup memahami maksud aturan yang

berkaitan dengan fasum dan fasos di komplek perumahan. Tetapi,

Page 33: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

63FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

sebagaimana diakui mereka, urusan pemberian sanksi bukanlah ranah

kekuasaan mereka; dan justru itu ketika ada pelanggaran aturan main

oleh perusahaan pengembang, mereka tidak punya kekuatan apapun

untuk melakukan intervensi. Bagi aparatur di tingkat kecamatan ini,

kalaupun ada pihak yang lebih berhak untuk mengajukan keberatan,

opininya justru adalah warga masyarakat yang tinggal di komplek

perumahan itu sendiri.

Pembangunan kawasan pemukiman untuk menyediakan

perumahan bagi warga kota adalah bisnis yang mengikuti hukum

ekonomi. Dari hasil verifikasi dengan kelompok pengembang, rupanya

tidak semua mereka mengabaikan aturan yang berkaitan dengan hak

penghuni perumahan atas fasum dan fasos. Bahkan untuk beberapa

pengembang kelas menengah atas yang mengutamakan bonafiditas

perusahaan, justru kondisi fasum dan fasos itu yang mereka tonjolkan

sebagai jualan.

“Kami sudah tahu kalau dalam membangun perumahan ada

aturan untuk fasum/fasos 30 persen. Kami selalu mengikuti

aturan itu, karena masyarakat juga tidak mau kalau jalannya

sempit dan lingkungan pemukimannya tidak indah. Rumah yang

kami bangun akan kurang laku kalau tidak ada keindahan dan

itu salah satu daya tarik pemasaran yang kami tawarkan kepada

konsumen” (Wawancara dengan Pengembang M, tanggal 7

Maret 2010).

Informasi yang disampaikan oleh pengembang M itu seleras

dengan verifikasi yang disampaikan oleh seorang narasumber,

penghuni sebuah pemukiman baru, yang ketika memilih kawasan justru

mempertimbangkan antara lain aspek keindahan lingkungan dan

kenyamanan hunian.

“Kami mencari rumah yang memiliki lahan agak luas. Lebih-

lebih di Banjarbaru cukup banyak pilihan perumahan yang

harganya rata-rata sama antar perumahan yang satu dengan yang

lain” (Wawancara dengan Sup, tanggal 9 Maret 2010).

Dengan demikian, kalau sampai terjadi kasus adanya

penyimpangan dalam hal pembangunan fasum dan fasos, maka gejala

Page 34: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

64 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

itu jelas berkaitan dengan tidak adanya pilihan lain bagi konsumen

yang terpaksa harus membeli rumah di kawasan yang kurang baik

fasilitasnya. Tetapi dengan mengacu pada kasus penyimpangan yang

dilakukan oleh pengembang, maka faktor-faktor penyebabnya bukan

hanya karena adanya sikap pasif konsumen, tetapi karena hal itu

menguntungkan bagi pihak pengembang. Dari hasil verifikasi di

sejumlah kawasan pemukiman yang ada di Kota Banjarbaru, fasum

dan fasos yang dialihfungsikan menjadi bangunan atau dijual kembali

oleh pengembang kepada pihak ketiga dengan kisaran harga Rp 300

ribu sampai Rp 400 ribu per meter persegi, tergantung pada lokasi

kawasan pemukiman tersebut. Tetapi, fenomena itu kembali terpulang

pada pihak pengembangnya, karena dari penelitian ini pula terbukti

bahwa beberapa kawasan pemukiman ternyata patut dinilai positif

dan memiliki kredibilitas yang baik dalam kaitan kewajiban

pembangunan fasum dan fasos tersebut (Tabel 3). Dan karena alasan

itu pula beberapa pengembang perumahan patut. dinilai cukup buruk

perilakunya, karena misalnya telah mengalihfungsikan lahan fasum

dan fasos, atau malah tidak menyediakannnya sama sekali; meskipun

sayangnya perilaku buruk tersebut ternyata tidak pernah digugat oleh

para penghuni komplek perumahan yang bersangkutan.

Tabel 3. Kondisi Fasum/Fasos Perumahan Baru di KotaTabel 3. Kondisi Fasum/Fasos Perumahan Baru di KotaTabel 3. Kondisi Fasum/Fasos Perumahan Baru di KotaTabel 3. Kondisi Fasum/Fasos Perumahan Baru di KotaTabel 3. Kondisi Fasum/Fasos Perumahan Baru di Kota

BanjarbaruBanjarbaruBanjarbaruBanjarbaruBanjarbaru

Sumber: Data survei 2010.

Kondisi pemukiman yang cukup ideal di Banjarbaru hanya dapat

ditemukan di empat komplek perumahan, yang kebetulan dibangun

oleh perusahaan pengembang kelas menengah atas. Beberapa komplek

perumahan diketahui telah berubah kawasan fasum dan fasosnya,

tetapi perubahan itu ditoleransi karena sesuai dengan kesepakatan

Page 35: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

65FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

dengan para penghuni pemukiman. Tetapi ada 36 pengembang (72%)

yang sebenarnya melanggar komitmen, dan bahkan 29 di antaranya

menunjukkan kinerja yang sangat buruk sebagai pengembang yang

mestinya menyediakan fasum dan fasos yang memadai untuk para

penghuni komplek perumahan yang dibangunnya. Adapun ciri

pengembang yang buruk perilakunya itu, mereka adalah pengembang

yang hanya mampu membangun rumah tipe kecil sederhana,

jumlahnya terbatas, dan lokasinya kurang strategis. Namun demikian,

salah satu fasilitas yang paling buruk yang dibuat oleh kelompok

pengembang ini adalah tidak adanya saluran akhir drainase sehingga

ketika hujan besar turun pasti jalanan dan kawasan di situ akan

tergenang banjir.

C. 3. Penilaian Subyektif Pemukim

Dampak sosial yang ingin dilacak dalam penelitian ini adalah

kerugian yang diderita oleh para penghuni perumahan, terutama isu

yang berkaitan dengan kenyamanan dan rasa aman. Secara operasional

didefinisikan bahwa kenyamanan pemukim itu diukur dari tersedianya

fasum dan fasos, dan mereka benar-benar dapat memanfaatkan fasilitas

tersebut sebagai warga komunitas setempat dalam berinteraksi sosial.

Sedangkan rasa aman lebih pada penilaian subyektif pemukim tentang

kondisi lingkungan pemukimannya ketika musim hujan (bebas banjir

atau tidak), sumber air minum (bermasalah atau tidak kala musim

kemarau), dan tempat pembuangan sampah sementara (dalam kaitan

keindahan dan rasa aman dari sumber penyakit). Ternyata, penilaian

semacam itu tergantung pada masa mukim yang bersangkutan dan

apakah komplek perumahan itu merupakan kawasan pemukiman lama

atau masih baru. Tidak dapat diingkari bahwa pada umumnya

kawasan pemukiman baru masih kurang dirasakan dampak negatif

dari ketiadaan fasum dan fasos, bahkan di komplek perumahan yang

berskala kecil sekalipun. Dampak negatif itu umumnya baru dirasakan

ketika komplek perumahan itu sudah berdiri di atas sepuluh tahun

dan para penghuninya semakin padat sehingga masing-masing pemilik

rumah memperbesar ukuran bangunan rumahnya, dan yang lebih

parah ketika drainase yang buruk tidak mengakomodir pembuangan

Page 36: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

66 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

limbah rumah tangga. Tetapi, kasus semacam itu hanya terjadi di

kawasan pemukiman yang warganya termasuk dalam kelompok

masyarakat menengah ke bawah. Untuk kasus pemukiman kelas

menengah ke atas, meskipun sudah berdiri di atas sepuluh tahun, tidak

tampak terjadi perubahan fisik pada sebagian bangunan rumah yang

semula memang sudah baik kualitas dan memadai ukuran luasnya;

dan lingkungan pemukimannya juga cukup terpelihara keindahannya.

Semula diduga penilaian pemukim atas kualitas fasum dan fasos

itu berhubungan dengan tingkat pendidikan dan status pekerjaan.

Alasannya, tingkat pendidikan itu diduga mempengaruhi kemampuan

seseorang untuk melakukan sebuah penilaian kritis. Sedangkan latar

belakang pekerjaan diduga mempengaruhi kemampuan seseorang

untuk melakukan negosiasi dan posisi tawar. Namun, analisis Chi-

kuadrat memberikan gambaran bahwa hubungan antara penilaian atas

dampak ketidakpuasan dari terabaikannya fasos dan fasum dengan

tingkat pendidikan ternyata tidak signifikan (0,326) dan hanya bernilai

13,621 dengan peluang independensi 75%. Demikian pula

hubungannya dengan status pekerjaan, tidak signifikan. Tidak

signifikannya korelasi antar variabel itu boleh jadi karena kekeliruan

mengambil sampel narasumber. Namun demikian perlu dicatat bahwa,

ternyata warga penghuni perumahan memiliki indikator tersendiri

berkaitan dengan ihwal kenyamanan tinggal di lokasi mukim. Bagi

sebagian besar penghuni komplek perumahan di Kota Banjarbaru, akses

ke jalan protokol ternyata sangat menentukan persepsi mereka tentang

kenyamanan lokasi mukim, dan hal itulah yang terabaikan ketika

peneliti merancang penelitian ini. Dan ketika akses jalan jadi perhatian,

mereka justru menuntut adanya peran Pemerintah Daerah untuk

memperbaiki jalan di dalam dan menuju komplek perumahan mereka

yang kondisinya buruk. Mereka tidak mempersoalkan buruknya kondisi

jalan di lingkungan pemukiman itu sebagai kinerja pengembang.

Ada kecenderungan faktual yang agak aneh, bahwa ketika

bangunan rumah sudah ditempati pemiliknya, maka seperti gugurlah

sudah segala kewajiban pengembang perumahan untuk memberikan

layanan kepada warga komunitas setempat. Dan karena itu pula nyaris

tidak ada responden dalam penelitian ini yang tampak ingin

Page 37: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

67FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

menyalahkan pihak pengembang perumahan ketika ada masalah yang

berkaitan dengan kurang memadainya kualitas fasum dan fasos di

lingkungan mukim mereka. Hal itu bukan berarti bahwa mereka tidak

merasakan dampak negatif dari buruknya kondisi fasum dan fasos,

karena 88,7% responden dalam penelitian ini sebenarnya

menyadarinya. Mereka rupanya mengira urusan fasum dan fasos itu

adalah wilayah kewenangan Pemda, dan karena itu pula 22%

responden dalam penelitian ini mengaku pernah melaporkan kondisi

buruk lingkungan mukimnya kepada aparatur Pemda yang

dikenalnya, dan lalu kecewa karena tidak ada tindak lanjutnya. Tetapi

mereka yang telah berinisiatif menyampaikan keluhan itu, meskipun

tidak terlalu benar dalam konteks siapa yang sebenarnya berkewajiban

memfasilitas hal itu, tentu saja lebih baik daripada mereka yang skeptis

dan jumlahnya ternyata jauh lebih besar.

D. KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan:

1. Pengadaan fasum dan fasos oleh pengembang perumahan, yang

seharusnya sesuai dengan site plan, ternyata tergantung pada

bonafiditas perusahaan pengembang perumahan; dan

perusahaan pengembang kelas menengah atas cenderung sangat

menaruh perhatian dengan hal itu tetapi semata-mata karena

faktor bisnis belaka.

2. Pada kasus pemukiman yang buruk kondisi fasum dan fasosnya,

ihwalnya bukan hanya karena rendahnya komitmen pihak

pengembang untuk menyediakannya, tetapi juga karena

rendahnya tingkat kepedulian warga setempat untuk menggugat

hal itu sebagai hak mereka.

3. Khusus yang berkaitan dengan fungsi pengawasan Pemda, kasus

beberapa lokasi pemukiman di Kota Banjarbaru yang buruk fasum

dan fasosnya adalah bukti bahwa aturan tertulis yang menjaga

komitmen pengembang perumahan sebenarnya tidak bermakna

apa-apa ketika kinerja pengawasan dari instansi Pemda tidak

menjamin tegaknya aturan yang berkaitan dengan kewajiban

pengembang menyediakan fasum dan fasos yang baik.

Page 38: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

68 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

DAFTAR RUJUKAN

Anonimous, 2008. Kota Banjarbaru Dalam Angka. BPS, Banjarbaru.

_________, 2008, Analisis Kondisi Sosial. Ekonomi Kota Banjarbaru.

BPS, Banjarbaru.

_________, 2009. Rencana Pembangunan Jangka. Panjang Daerah

Tahun 2009-2028. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kota Banjarbaru, Banjarbaru.

Anwar, Khairuddin, 2003. Implementasi Kebiiakan pengendalian Tata

Ruang Kota (Suatu studi tentang Pengendalian dan

pemanfaatan Ruang Kota Melalui Pelayanan Advice. planning.

di Kota Banjarmasin). Tesis pada Program Pascasarjana Uni-

versitas Brawijaya, Malang.

Aziz, Moch. Ali, 2005. Dakwah Pemberdayaan Masyarakat. Pustaka

Pesantren, Yogyakarta.

Blaang, C. Djemabut, 1986. Perumahan dan Pemukiman sebagai

Kebutuhan Dasar. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Daldjoeni, N., 1981. Seluk. Beluk Masyarakat Kota. Alumni, Bandung.

Dunn, William, 1999. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta.

Islamy, M. Irfan, 1997. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebiiaksanaan

Negara. Bumi Aksara, Jakarta

Koestoer, Raldi, l997. Perspektif Lingkungan Desa Kota: Teori dan

Kasus. Universitas Indonesia Pers, Jakarta.

Koestoer, Raldi, 2001. Dimensi Keruangan Kota: Teori dan Kasus.

Universitas Indonesia Pers, Jakarta.

Marsono, l995. Undang-Undang dan Peraturan-peraturan di Bidang

Perumahan dan Pemukiman. Djambatan, Jakarta .

Mondy, Wayne R., A. Sharplin, S.R. Premaux & J.R. Gordon. 1990.

Management and Organizational Behavior. Allyn and Bacon,

Boston.

Page 39: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

69FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Muljono, R., 2001. Pengawasan Terhadap Penguasaan dan Penggunaan

Tanah oleh Perusahaan Pembangunan Perumahan (Studi Kasus

di Kotamadya Daerah Tingkat II Malang). Tesis pada Program

Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang.

Munir, Rozi dan Priyono Tjiptoheriyanto, 1986. Penduduk dan

Pembangunan Ekonomi. Bina Aksara, Jakarta.

Nugroho, Iwan dan Rochmin Dahuri, 2004. Pembangunan Wilayah.

LP3ES, Jakarta.

Ratminto dan Atik Serti Winarsih, 2008. Manajemen Pelayanan. Pustaka

Pelajar,Yogyakarta.

Santoso, Jo, 2006. Menyiasati Kota Tanpa Warga. Centropolis-Center

for Metropolitan Studies. Universitas Tarumanegara, Jakarta.

Sarman, Mukhtar, 2004. Pengantar Metodologi Penelitian Sosial.

Pustaka Fisip Unlam, Banjarmasin.

Sinulingga, Budi S., 1999. Pembangunan Kota: Tinjauan Regional dan

Lokal. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Soetomo, 2009. Pembangunan Masyaraka. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Steinhoff, Dan, 1979. The World of Bussiness. The University of Michi-

gan. Michigan.

Sugiantoro, 2000. Implementasi Kebijakan pemanfaatan Ruang Kota

Melalui Pelayanan Advices. Planning. Tesis pada Program

Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang.

Sumarjono, Maria S., 2008. Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi,

Sosial, dan Budaya. Penerbit Buku Kompas, Jakarta.

Sunyoto, Usman, 2008. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat.

Pustaka pelajar,Yogyakarta.

Syakrani & Syahriani, 2001. Implementasi Otonomi Daerah dalam

Perspektif Good Governance. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Tjiptono, Fandy, 1996. Manajemen Jasa. Andi Offset, Yogyakarta.

Wahab, Solichin Abdul, 1997. Analisis Kebijaksanaan. PT Bumi Aksara,

Jakarta.

Wibawa, Samodra dkk, l994. Evaluasi Kebijakan Publik. PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta.

Page 40: Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Implikasinya Pada ... · satu sisi lahan yang ada tidak pernah bertambah dan di sisi lain kebutuhan akan ... salah satu sebab mengapa kajian

70 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Wrihatnolo, Randy R. & RN Dwijowijoto, 2006. Manajemen

Pembangunan Indonesia: Sebuah Pengantar dan Panduan

untuk Pemberdayaan Masyarakat. PT Elex Komputindo, Jakarta.

Yudohusodo, Siswono dkk,1991. Rumah untuk Seluruh Rakyat.

INKOPPOL Bharakerta, Jakarta.

Yunus, Hadi S., 2000. Struktur Tata Ruang Kota. Pustaka Pelajar,

Yogyakarta.

Zainudin, Arif, 2001. Sebab-sebab Terjadinya Alih Fungsi Fasilitas sosial

dan Fasilitas Umum oleh Perusahaan Pembangunan Perumahan.

Tesis pada Program Pascasarjana Universitas Brawijaya,

Malang.