Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Jurnal Ilmu Ekonomi ISSN 2302-0172
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 14 Pages pp. 80- 93
Volume 2, No. 1,Februari 2014 - 80
PERAN SEKTOR KEUANGAN DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DI
INDONESIA
Sovia Dewi
1, Aliasuddin
2, M. Shabri Abdul Majid
3
1) Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
2,3)Dosen Fakultas Ekonomi dan Pasca Sarjana Universitas Syiah Kuala
Abstract: This study aims at analyzing the role of financial development on poverty alleviation in
Indonesia using annual data for the period of 1980-2014. The ARDL approach to cointegration is
used to empirically examine the existence of long run equilibrium between financial development
and poverty reduction. Additionally the VECM Granger Causality approach is used to detect the
direction of the causal relationship between financial development and poverty reduction.
Meanwhile, to measure the duration and magnitude of poverty in response to the relative strength
of the financial development shocks the impulse response Functions (IRFs) and Variance
decompositions (VDCs) were used. Money supply and domestic credit to the private sector ratio
were used as the indicators for financial development while poverty measured by household
consumption expenditure per capita, and economic growth measured by Gross Domestic Product
(GDP) per capita. Our findings showed that there was a long run relationship between financial
development, economic growth and poverty reduction in Indonesia. Furthermore, our result
showed that there was a bidirectional between financial development and poverty reduction.
Money supply and the ratio of private credit in poverty reduction were positively contributed by
the innovative shocks stemming in poverty reduction. Therefore, to accelerate poverty reduction,
the goverment may adopt a policy requiring all commercial banks to provide a certain percentage
of loans to the SMEs (Small and Medium sized Enterprises) that will be helpfull for reducing
poverty throug creating employment opportunities to growth.
Keywords : Financial Development, Poverty, Growth, ARDL, VECM,
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran sektor keuangan terhadap pengentasan
kemiskinan di Indonesia dengan menggunakan data tahunan untuk periode 1980-2014. Pendekatan ARDL
untuk kointegrasi digunakan untuk membuktikan adanya keseimbangan jangka panjang antara sektor
keuangan dengan pengentasan kemiskinan. Selain itu pendekatan VECM Kausalitas Granger digunakan
untuk mendeteksi arah hubungan kausal antara sektor keuangan dan kemiskinan. Sementara itu, untuk
mengukur jangka waktu dan besarnya kekuatan relatif kemiskinan dalam menanggapi guncangan yang
dialami sektor keuangan digunakan Impulse Response Functions (IRFs) dan Variance Decompositions
(VDCs). Jumlah uang beredar dan rasio kredit domestik untuk sektor swasta digunakan sebagai indikator
pengembangan sektor keuangan, sementara itu kemiskinan diukur dengan pengeluaran konsumsi rumah
tangga per kapita dan pertumbuhan ekonomi diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan jangka panjang antara sektor keuangan, pertumbuhan
ekonomi dan pengentasan kemiskinan di Indonesia. Selanjutnya, hasil menunjukkan adanya hubungan
kausalitas dua arah antara sektor keuangan dengan kemiskinan. Kontribusi jumlah uang beredar dan rasio
kredit swasta adalah positif dalam merespon guncangan yang berasal dari kemiskinan. Oleh karena itu,
untuk mempercepat pengentasan kemiskinan, pemerintah dapat mengambil kebijakan untuk menuntut
semua bank-bank komersial menyediakan fasilitas kemudahan akses pinjaman bagi kelompok miskin dan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UKM). Melalui kebijakan tersebut akan membantu untuk mengurangi
kemiskinan melalui penciptaan kesempatan kerja dan pada akhirnya akan mengarah kepada peningkatan
pertumbuhan ekonomi.
Kata kunci : Sektor Keuangan, Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, ARDL, VECM.
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
81 - Volume 2, No. 1, Februari 2014
PENDAHULUAN
Berdasarkan laporan UNDP tahun 2014,
telah terjadi peningkatan jumlah penduduk
dunia yang hidup dalam kemiskinan pada garis
kemiskinan US $1,25 - $2,50 per hari sebanyak
1,2 juta orang atau 22% .
Di Indonesia sendiri dalam beberapa
dekade terakhir telah mengalami penurunan
tingkat kemiskinan dari 16,66% pada tahun
2004 menjadi 10,96% tahun 2014. Namun
tingkat penurunan kemiskinan tersebut mulai
mengalami perlambatan. Sebelumnya
peningkatan terjadi sebesar 1,27% pada periode
2008-2009. Namun setelah periode tersebut
mulai terjadi perlambatan tingkat penurunan
kemiskinan, pada 2011 hingga 2014 penurunan
tingkat kemiskinan hanya berkisar 0,5% saja.
Selain itu data Badan Pusat Statistik
(BPS) menunjukkan bahwa telah terjadi
peningkatan angka gini rasio dari 0,37 pada
2009 menjadi 0,41 pada 2014. Dengan
demikian dapat dikatakan ketimpangan
distribusi pendapatan dalam masyarakat
semakin melebar. Selanjutnya salah satu target
penting dari pengentasan kemiskinan yang
ditetapkan oleh Millenium Development Goals
(MDGs) tahun 2000 silam belum dapat dicapai.
Capaian target persentase penduduk yang hidup
dibawah garis kemiskinan nasional masih
11,47% dari target yang ditetapkan sebesar
7,55% (Bappenas, 2014).
Menurut Jonaidi (2012), melalui
peningkatan akses modal, kualitas pendidikan
dan derajat kesehatan orang miskin akan bisa
meningkatkan produktivitas mereka dalam
berusaha yang akan mengarah ke pertumbuhan
ekonomi.
Dari berbagai penyebab kemiskinan,
alasan pertumbuhan ekonomi dan akses
terhadap keuangan sangat berperan dalam
pengentasan kemiskinan. Dampak keuangan
terhadap kemiskinan sangat jelas bahwa
terjadinya perubahan tingkat pendapatan
sebagai akibat perubahan yang terjadi pada
sektor keuangan akan mengarah ke perubahan
tingkat kemiskinan.
Sektor keuangan mampu memobilisasi
tabungan dan menyalurkan kepada pihak-pihak
yang membutuhkan melalui kredit. Salah satu
indikator sektor keuangan dapat di lihat dari
rasio jumlah uang beredar terhadap PDB.
Peningkatan rasio jumlah uang beredar terhadap
PDB cukup signifikan, terjadi kenaikan sebesar
15,89 persen dalam waktu 5 tahun dari 21,41
persen tahun 2009 menjadi 37,3 persen pada
2013. Peningkatan indikator lainnya juga terjadi
pada rasio kredit domestik untuk sektor swasta
yang di sediakan sektor keuangan sebesar 36,96
persen pada 2009 meningkat menjadi 45,64
persen pada 2013.
Pentingnya sektor keuangan untuk
memberantas kemiskinan telah diakui, banyak
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
perkembangan sektor keuangan akan dapat
mengurangi tingkat kemiskinan. Beberapa studi
yang telah mengkaji hal tersebut diantaranya
Beck et al. (2007), Odhiambo (2009), Uddin et
al. (2014), Abosedra et al. (2015) dan Dhrifi
(2014) .
Namun penelitian sejenis belum banyak
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 1, Februari 2014 - 82
dilakukan di Indonesia. Sepanjang pengamatan
penulis, hanya ditemukan satu penelitian yakni
studi Maryanto tahun 2013. Berdasarkan hal
tersebut diatas, maka diperlukan suatu
penelitian untuk menganalisis peran sektor
keuangan dalam pengentasan kemiskinan di
Indonesia.
KAJIAN PUSTAKA
Konsep Kemiskinan
Secara umum kemiskinan diartikan
kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam
mencukupi kebutuhan pokok. World Bank
membuat garis kemiskinan absolut US$1
(berdasarkan PPP 2005 US$ 1.25) dan US$2
PPP (purchasing power parity/paritas daya
beli) per hari (bukan nilai tukar US$ resmi)
dengan tujuan untuk membandingkan angka
kemiskinan antar negara/wilayah dan
perkembangannya menurut waktu untuk
menilai kemajuan yang dicapai dalam
memerangi kemiskinan di tingkat
global/internasional.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga telah
memberikan acuan kemiskinan untuk membuat
Poverty line (garis kemiskinan). Acuan tersebut
dengan menggunakan pendekatan pengeluaran
konsumsi penduduk (consumption expenditure
approach) dengan batasan kemiskinan
berpatokan pada kcukupan kebutuhan kalori
(2100 kkal/kapita/hari) dan kebutuhan dasar
non makanan lainnya per hari. Nilai garis
kemiskinan digunakan untuk menentukan
kemiskinan mengacu pada kebutuhan minimum
yang dibutuhkan seseorang yaitu 2100 kalori
per kapita per hari, ditambah dengan kebutuhan
minimum non makanan yang merupakan
kebutuhan dasar seseorang yang meliputi:
papan, sandang, sekolah, transportasi serta
kebutuhan rumah tangga yang mendasarinya.
Jadi menurut BPS, jika seseorang/individu yang
pengeluarannya lebih rendah dari Garis
Kemiskinan maka seseorang/individu tersebut
dikatakan miskin.
Sektor Keuangan
Sektor keuangan merupakan bagian
dari perekonomian yang berkaitan dengan
transaksi-transaksi dari lembaga keuangan.
Lembaga keuangan sebagai lembaga perantara
(intermediary) dalam penyaluran tabungan
(saving) dan dana-dana lain untuk investasi
(investment). Menurut DFID (Departement For
International Development) sektor keuangan
adalah lembaga formal dan informal didalam
perekonomian yang memberikan pelayanan
keuangan kepada konsumen, para pelaku bisnis
dan lembaga keuangan lainnya. ADB (2013)
mereview tulisan Levine tahun 2004 tentang
lima fungsi dasar dari lembaga perantara
keuangan, yaitu mobilisasi tabungan, mengelola
resiko, memperoleh informasi tentang peluang-
peluang investasi, mengerahkan kontrol bagi
perusahaan, memperlancar transaksi dan
memfasilitasi pertukaran barang dan jasa.
Hubungan antara sektor keuangan
dengan pertumbuhan ekonomi di negara-negara
Sub–Sahara Afrika juga menjadi kajian Ahmed
(2013) yang menunjukan bahwa dengan adanya
liberalisasi dalam sektor keuangan akan
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
83 - Volume 2, No. 1, Februari 2014
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sektor
keuangan tidak hanya meningkatkan
perkembangan sektor swasta tetapi juga
mendorong sektor publik untuk melakukan
investasi infrastruktur dan memungkinkan
rumah tangga untuk investasi modal manusia
serta keuntungan untuk konsumsi (ADB, 2013).
Bukti lain ditunjukan oleh Uddin dan Shahbaz
(2013) di Kenya bahwa dalam jangka panjang
sektor keuangan berdampak positif terhadap
pertumbuhan ekonomi karena sektor keuangan
akan dapat menstimulasi peningkatan
pertumbuhan ekonomi.
Dengan adanya perkembangan sektor
keuangan menurut (DFID, 2004),
memungkinkan masyarakat miskin menarik
tabungan untuk memulai usaha mikro yang
akan mengarah ke akses yang lebih luas untuk
jasa keuangan, menghasilkan banyak lapangan
kerja, peningkatan pendapatan dan akhirnya
dapat mengurangi kemiskinan. Selanjutnya
perkembangan sektor keuangan akan dapat
menetes kebawah (trickle down) kepada orang
miskin melalui pengaruh pertumbuhan ekonomi.
Hal ini tersirat dari hubungan sektor keuangan
dengan pertumbuhan ekonomi bahwa
perkembangan sektor keuangan memiliki
dampak langsung pada standar hidup
masyarakat miskin.
Bahkan Devarajan et al. (2015)
meyakinkan dalam penelitiannya di Afrika
bahwa dalam jangka panjang pertumbuhan
ekonomi akan dapat menurunkan tingkat
kemiskinan, bahkan akan dapat tahan terhadap
goncangan eksternal yang timbul dari ekonomi
global seperti resesi.
Di Indonesia menurut Jonaidi (2012),
terdapatnya hubungan dua arah yang kuat
antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan
terhadap pengurangan angka kemiskinan
PENELITIAN SEBELUMNYA
Hasil penelitian Beck et al. (2007)
menyimpulkan bahwa perkembangan sektor
keuangan berpengaruh dalam penurunan
kemiskinan bahkan dapat menurunkan
ketimpangan pendapatan. Perkembangan sektor
keuangan membantu masyarakat miskin dalam
pembiayaan yang berdampak pada peningkatan
pertumbuhan agregat hingga 60 persen.
Sementara penurunan ketimpangan pendapatan
dapat berkurang sebesar 40 persen.
Kajian Uddin et al. (2014) menunjukan
bahwa adanya hubungan jangka panjang antara
perkembangan sektor keuangan, pertumbuhan
ekonomi dan pengurangan kemiskinan.
Hubungan kausalitas dua arah terjadi antara
sektor keuangan dan pengentasan kemiskinan.
Sektor keuangan yang menyebabkan
kemiskinan dan sebaliknya. Kausalitas dua arah
juga ditemukan antara pertumbuhan ekonomi
dan kemiskinan.
Kajian Ho dan Odhiambo (2011)
melaporkan hal yang sama, bahwa dalam
jangka panjang pengentasan kemiskinan
menyebabkan perkembangan sektor keuangan.
Sedangkan dalam jangka pendek, terdapat efek
feedback (dua arah) antara pengentasan
kemiskinan dengan perkembangan sektor
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 1, Februari 2014 - 84
keuangan.
Hasil studi Uddin et al. (2012) yang
melakukan kajian dinegara Bangladesh
menunjukkan terdapatnya kointegrasi antar
semua variabel yang digunakan. Selain itu
terdapat hubungan dua arah antara sektor
keuangan dengan pengentasan kemiskinan di
negara tersebut.
Penelitian Maryanto (2013) di
Indonesia menyimpulkan bahwa pertumbuhan
ekonomi dan perkembangan sektor keuangan
mempunyai hubungan jangka panjang dengan
penurunan tingkat kemiskinan. Hasil penelitian
ini juga menemukan bahwa perkembangan
sektor keuangan menyebabkan pertumbuhan
ekonomi dan mendukung supply leading
hypothesis di Indonesia.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data
tahunan runtun waktu (time series) periode
1980-2014 yang diperoleh dari beberapa
sumber, seperti Statistik Ekonomi dan
Keuangan Indonesia (SEKI), Badan Pusat
Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), Data
World Bank, SESRIC (The Statistical,
Economic and Social Research and Training
Center for Islamic Countries), kepustakaan serta
literatur-literatur yang berkaitan dan
mendukung penulisan ini.
Model persamaan linier dalam
penelitian ini adalah:
LPOVt = 0 + β1FD + β2 LPDB + εt .............(1)
Dimana POV adalah kemiskinan, FD
menunjukan pengukuran sektor keuangan dan
PDB adalah pertumbuhan ekonomi. Karena
pengukuran FD menggunakan dua proksi yakni
jumlah uang beredar (LM2) dan kredit
domestik untuk sektor swasta (CR), maka
persamaan (1) dapat di pecah menjadi sebagai
berikut:
LPOVt = 0 + β1LM2 + β2LPDB + εt .......(1.1)
LPOVt = 0 + β1CR + β2LPDB + εt ..........(1.2)
Adapun metode analisis yang
digunakan untuk stasioneritas data adalah uji
ADF (Augmented Dickey-Fuller) dan PP
(Phillips–Perron). Untuk memeriksa adanya
keseimbangan jangka panjang (long run
equilibrium) antara sektor keuangan dengan
kemiskinan digunakan teknik Autoregressive
Distributed Lag (ARDL). Selanjutnya rumus
empiris model ARDL yang dibentuk untuk
kointegrasi berdasarkan persamaan 1.1 dan 1.2
adalah:
ΔLPOVt = 01 + ∑ 11Δ (LPOVt−i)ni=1 + ∑ 12Δ(LM2t−i)
ni=1 +
∑ 13Δ(LPDBt−i)ni=1 + β11LPOVt-1 + β12LM2t-1 + β13LPDBt-1 +
ε1t ...........................................(2)
ΔLPOVt = 01 + ∑ 11Δ (LPOVt−i)ni=1 + ∑ 12Δ(CRt−i)
ni=1 +
∑ 13Δ(LPDBt−i)ni=1 + β11LPOVt-1 + β12CRt-1 + β13LPDBt-1 +
ε1t .............................................(3)
ΔLM2t = 02 + ∑ 21Δ(LM2t−i)ni=1 + ∑ 22Δ(LPOVt−i)
ni=1 +
∑ 23Δ(LPDBt−i)ni=1 + β21 (LPOVt-1) + β22(LM2t-1) + β23(LPDBt-
1) + ε2t ...........................(5)
Δ CRt = 02 + ∑ 21Δ(CRt−i)ni=1 + ∑ 22Δ(LPOVt−i)
ni=1 +
∑ 23Δ(LPDBt−i)ni=1 + β21 (LPOVt-1) + β22(CRt-1) + β23(LPDBt-1)
+ ε2t ..........................................................(5)
ΔLPDBt = 03 + ∑ 31Δ(LPDBt−i)ni=1 + ∑ 32Δ(LPOVt−i)
ni=1 +
∑ 33Δ(LM2t−i)ni=1 + β31(LPOVt-1) + β32(LM2t-1) + β33(LPDBt-1)
+ ε3t .........................................................(6)
ΔLPDBt = 03 + ∑ 31Δ(LPDBt−i)ni=1 + ∑ 32Δ(LPOVt−i)
ni=1 +
∑ 33Δ(CRt−i)ni=1 + β31 (LPOVt-1) + β32(CRt-1) + β33(LPDBt-1) +
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
85 - Volume 2, No. 1, Februari 2014
ε3t ....................................(7)
Dimana P adalah pengeluaran konsumsi rumah
tangga perkapita, LM2 adalah jumlah uang
beredar, CR adalah kredit domestik untuk
sektor swasta, Y adalah pertumbuhan ekonomi,
1 sampai 4 koefisien jangka pendek, β1
sampai β4 adalah koefisien jangka panjang, t
adalah tahun, i adalah urutan lag dan ε adalah
error term. Hipotesis pengujian jangka panjang
yang digunakan adalah H0 : β11 = β21 = β31 = 0
(tidak berkointegrasi) melawan hipotesis
alternatif: H1 : β11 ≠ β21 ≠ β31 ≠ 0
(berkointegrasi).
Model Vector Error Correction Model
(VECM) dalam penelitian ini digunakan untuk
menguji hubungan kausalitas bivariat dan
multivariat antara sektor keuangan dengan
kemiskinan. Model VECM di estimasi sebagai
berikut:
ΔZt = α+ ΨiΔ𝑍t−1 +.........+ ΨkΔ𝑍t−k + Ω𝑍t−k +
εt .......................................(3.17)
Dimana 𝑍t = (P, FD, Y). α adalah n x 1 vektor
konstan masing-masingnya, Ψ adalah n x n
matrik (koefisien jangka pendek dinamis), Ω =
αβ′ dimana α adalah n x 1 vektor kolom yang
mewakili kecepatan penyesuaian jangka pendek
menuju ketidakseimbangan dan β′ adalah 1 x n
vektor baris kointegrasi yang menunjukan
matrik koefisien jangka panjang. εt adalah n x 1
vektor white noise error term dan k adalah
order autoregresi.
VDCs digunakan untuk menunjukkan
kekuatan relatif satu variabel terhadap variabel
lainnya. Sedangkan IRFs dapat menunjukan
tanggapan sementara goncangan satu variabel
terhadap goncangan variabel lainnya. Melalui
penerapan IRFs dalam penelitian ini akan dapat
diperiksa arah, jarak dan konsistensi tanggapan
kemiskinan untuk melakukan perubahan dalam
sektor keuangan dan pertumbuhan ekonomi.
HASIL PEMBAHASAN
Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test)
Hasil uji ADF dan PP menyatakan
bahwa kemiskinan, sektor keuangan dan
pertumbuhan ekonomi tidak stasioner pada
level. Variabel-variabel dalam penelitian ini
stasioner pada diferensi pertama (first
difference) atau dengan kata lain terintegrasi
pada order satu, I(1).
Autoregressive Distributed Lag (ARDL)
Pengujian adanya kointegrasi yang
berarti terdapatnya keseimbangan jangka
panjang antar variabel digunakan pendekatan
Autoregressive Distributed Lag (ARDL). Tabel
1 menunjukkan bahwa persamaan 2 hingga
persamaan 7 menghasilkan F-statistik yang
signifikan pada derajat kepercayaan 1%, 5%
dan 10%. Hasil ini membuktikan bahwa semua
variabel berkointegrasi yang berarti terdapatnya
keseimbangan jangka panjang antara sektor
keuangan dengan kemiskinan di Indonesia pada
periode 1980-2014.
Tabel 1. Hasil Uji Kointegrasi ARDL
Variabel
dependen/
independen
Panjang
lag
optimal
F-statistik Keputu
san
M
od
el
1
LPOV/LM2,LP
DB 6,6,6 4,1490*
Kointeg
rasi
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 1, Februari 2014 - 86
LM2/LPOV,LP
DB 2,2,3 7,0204***
Kointeg
rasi
LPDB/LM2,LP
OV 3,3,1 6,1667***
Kointeg
rasi
Mo
del
2
LPOV/CR,LPD
B 6,6,5 5,4718**
Kointeg
rasi
CR/LPOV,LPD
B 1,4,2 9,5822***
Kointeg
rasi
LPDB/CR,LPO
V 5,6,6 6,7415***
Kointeg
rasi
Catatan : ***, ** dan * menunjukkan tingkat signifikansi
pada derajat 1%, 5% dan 10%. Nilai kritis bounds yang
diambil didasarkan dari Narayan (2005) (case II:
restricted intercept and no trend, dengan jumlah k = 2)
yaitu 4,94 – 6,02 pada tingkat 1%; 3,47 – 4,33 pada
tingkat 5% dan 2,84 – 3,62 pada tingkat 10%.
Selanjutnya, Tabel 2. hasil estimasi
koefisien jangka panjang model ARDL
menunjukkan bahwa jumlah uang beredar
bertanda positif dan signifikan pada tingkat
kepercayaan 1% terhadap kemiskinan di
Indonesia. Apabila jumlah uang beredar
meningkat sebesar 1 persen maka akan
meningkatkan pengeluaran konsumsi rumah
tangga perkapita sebesar 0,1152%. Peningkatan
terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga
perkapita mengindikasikan terjadinya
penurunan kemiskinan. Koefisien jangka
panjang pertumbuhan ekonomi bertanda positif
dan tidak signifikan pada Model 1.
Tabel 2. Hasil Estimasi Model Jangka
Panjang ARDL
Variabel
dependen :
LPOV
Model 1
(6,6,6)
Model 2
(6,6,5)
Konstanta 4,8559** (2,2205)
1,0660** (2,3620)
M2 0,1152***
(2,7220) -
CR - 0,0029***
(3,3678)
LPDB 0,1559
(0,5080)
-0,2077*
(-1,6061)
Diagnosa uji
statistik
R2 0,9193 0.9548
R2 –Adj 0,7175 0,8595
D-W 2,2408 2,0114
χ2 (serial
korelasi) 2,4759 (p-
value = 0,1644)
2,0495 (p-
value =
0,1992)
χ2(heterosk
edastisitas) 2,0287 (p-value =
0,1531)
0,4728 (p-
value =
0,9189)
Catatan : ***,**dan * masing-masing menunjukkan tingkat
signifikansi 1%, 5% dan 10%; nilai dalam tanda kurung adalah
nilai t-statistik
Selanjutnya pada Model 2, Koefisien
rasio kredit domestik untuk sektor swasta
bertanda positif dan signifikan pada tingkat
kepercayaan 1%. Tanda positif tersebut sesuai
dengan yang diharapkan. Besar koefisien
0,0029 dapat diartikan kenaikan 1 persen dari
rasio tersebut, akan menyebabkan penurunan
kemiskinan sebesar 0,0029%. Sektor keuangan
yang mempunyai pengaruh positif terhadap
pengentasan kemiskinan di Indonesia konsisten
dengan hasil temuan Beck et al. (2007) dan
Dhrifi (2014) untuk negara-negara yang
berpendapatan tinggi dan menengah.
Namun koefisien pertumbuhan
ekonomi negatif dan signifikan pada tingkat
10% terhadap penurunan kemiskinan.
Peningkatan 1 persen pertumbuhan ekonomi
akan meningkatkan kemiskinan sebesar
0,2077%. Hal ini membuktikan kajian Zaman et
al. (2012) bahwa pertumbuhan ekonomi
menyebabkan peningkatan kemiskinan yang
diiringi dengan ketimpangan pendapatan.
Kontradiktif dengan hasil temuan Dhrifi (2014)
yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi
positif dan signifikan mempengaruhi penurunan
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
87 - Volume 2, No. 1, Februari 2014
kemiskinan.
Namun pada Model 2, koefisien
pertumbuhan ekonomi negatif dan signifikan
pada tingkat 10% terhadap penurunan
kemiskinan. Peningkatan 1 persen pertumbuhan
ekonomi akan meningkatkan kemiskinan
sebesar 0,2077%. Hal ini membuktikan kajian
Zaman et al. (2012) bahwa pertumbuhan
ekonomi menyebabkan peningkatan kemiskinan
yang diiringi dengan ketimpangan pendapatan.
Nilai R2-adjusted untuk masing-masing
model adalah 0,7175 dan 0,8595 yang
menunjukkan bahwa secara bersama-sama
dalam jangka panjang sektor keuangan dan
pertumbuhan ekonomi berkontribusi
menjelaskan pengentasan kemiskinan di
Indonesia sebesar 71,75% dan 85,95%.
Kausalitas Bivariat
Hasil uji kausalitas bivariat menemukan
bahwa dengan menggunakan tingkat probability
α = 10%, kausalitas Granger membuktikan
adanya kausalitas satu arah (unidirectional
causality) antara variabel jumlah uang beredar
(LM2) dan kemiskinan (LPOV), namun tidak
sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa
perubahan sektor keuangan di masa lalu
mempunyai pengaruh terhadap perubahan
kemiskinan di masa sekarang, namun tidak
sebaliknya. Hasil ini sama dengan kesimpulan
kajian Odhiambo (2010) di Kenya dan di
Zambia dan Moreno (2011) yang dilakukan
pada 35 negara-negara berkembang.
Demikian juga halnya dengan variabel
kemiskinan (LPOV) yang menyebabkan
perkembangan sektor keuangan melalui rasio
kredit swasta (CR) pada probabilita α = 5%,
tetapi tidak sebaliknya. Hal ini menunjukkan
bahwa perubahan tingkat kemiskinan di masa
lalu akan menyebabkan pengaruh terhadap
perubahan rasio kredit swasta di masa sekarang.
Dalam teori ekonomi dapat dijelaskan bahwa
salah satu cara dalam pengentasan kemiskinan
adalah melalui peningkatan pendapatan orang
miskin. Dengan adanya kredit untuk usaha bagi
orang miskin akan memungkinkan mereka
untuk memulai usaha mikro, sehingga akan
mengarah ke peningkatan pendapatan dan
perluasan lapangan kerja dan pada akhirnya
dapat mengurangi tingkat kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi (LPDB)
mempunyai kausalitas dua arah dengan
kemiskinan (LPOV) pada probabilita α=10%.
Hasil ini konsisten dengan kajian Uddin et al.
(2014) dan Abosedra et al. (2015). Selanjutnya
arah yang dideteksi dari jumlah uang beredar
(LM) ke pertumbuhan ekonomi adalah
unidirectional . Hal ini membuktikan teori
supply leading di Indonesia. Sementara
unidirectional juga terdapat dari sektor
keuangan CR ke pertumbuhan ekonomi yang
membenarkan berlakunya demand side
hypothesis di Indonesia yang mengatakan
bahwa sektor keuangan makin berkembang
setelah terjadinya pertumbuhan ekonomi.
Kausalitas Granger Multivariat
Berdasarkan VECM
Analisis kausalitas multivariat dapat
menyelidiki pergerakkan jangka pendek dan
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 1, Februari 2014 - 88
jangka panjang variabel. Selain itu pengujian
ini dilakukan untuk mengetahui arah dan
kausalitas dari masing-masing variabel dalam
model, karena dalam hasil kointegrasi sebatas
hanya menyatakan hubungan tetapi belum arah
kausalitas. Hasil kausalitas multivariat
ditunjukkan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Kausalitas Multivariat VECM
Variabe
l Dependen
Variabel Independen
ΣΔLPO
V
ΣΔLP
DB
ΣΔLM
2
ΣΔCR
ECT(-1)
Model
1
ΔLPO
V -
2,7211*
(0,0732)
4,5076**
(0, 0150) -
-0,8536***
[-3,9546]
ΔLPD
B
6,3086**
(0,0144) -
4,7383**
(0,0304) -
-0,0468**
[-3,3622]
ΔLM2
3,5205*
(0.0621)
5,2025**
(0,0240)
-
- -0,4948**
[-2,6975]
Mo
del
2
ΔLPO
V -
5,3214**
(0,0226) -
5,3158**
(0,0227)
-1,2593***
[-5,5721]
ΔLPD
B
4,1502**
(0,0289) - -
3,3894**
(0,0513)
-0,1919*
[-1,7116]
ΔCR
2,8351*
(0,0620)
6,8415**
*
(0,0024)
- -
-0,0131
[-0,0784]
Catatan : *, ** dan *** menunjukkan α = 10%, 5% dan 1%. Nilai dalam tanda (.)
menunjukkan probabilitas pada uji-F sedangkan nilai dalam tanda [.] merupakan nilai t-statistik.
Model 1 mempunyai nilai ECT yang
negatif dapat diinterpretasikan sebagai adanya
mekanisme dalam memperbaiki
ketidakseimbangan variabel dependen terhadap
variabel independen. Kecepatan sistem Model 1
dalam menyesuaikan kembali
ketidakseimbangan jangka pendek untuk
menuju keseimbangan jangka panjang adalah
antara 4,6% hingga 85,36% per tahun. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pengentasan
kemiskinan dalam menyesuaikan
ketidakseimbangan yang terjadi pada jangka
pendek akibat shock sektor keuangan akan
membutuhkan waktu kurang lebih 2 tahun
untuk mencapai keseimbangan jangka
panjangnya.
Hasil estimasi ECT Model 2
menyatakan bahwa antara 19,19% hingga
125,9% per tahun kecepatan penyesuaian
ketidakseimbangan jangka pendek untuk
menuju jangka panjang. Besarnya koefisien
ECT pada Model 2 mengindikasikan bahwa
Model 2 memiliki kecepatan penyesuaian
sistem sangat cepat untuk menyamakan kembali
tingkat ketidakseimbangannya ketika terjadi
guncangan dibandingkan Model 1.
Kausalitas dua arah (bidirectional)
diketahui terjadi antara perkembangan sektor
keuangan dengan pengentasan kemiskinan
(LPOV), baik dengan menggunakan variabel
jumlah uang beredar (LM2) maupun dengan
variabel rasio kredit domestik untuk sektor
swasta (CR) untuk mengukur perkembangan
sektor keuangan.
Hal ini bermakna bahwa pengaruh
sektor keuangan dapat menyebabkan
pengentasan kemiskinan dan sebaliknya
pengaruh kemiskinan juga dapat menyebabkan
perkembangan sektor keuangan di Indonesia.
Selain itu pertumbuhan ekonomi juga
mempunyai kausalitas dua arah terhadap
kemiskinan, demikian juga halnya terhadap
sektor keuangan. Hasil ini konsisten dengan
kesimpulan yang diperoleh Ho dan Odhiambo
(2011) di negara China, Uddin et al. (2012),
(2014) dan Abosedra et al. (2015).
Fenomena bi-directional causality
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
89 - Volume 2, No. 1, Februari 2014
antara sektor keuangan, pertumbuhan ekonomi
dan pengentasan kemiskinan di Indonesia
mungkin dapat dijelaskan oleh alasan berikut.
Upaya pengentasan kemiskinan yang dilakukan
akan dapat mengembangkan sektor keuangan
apabila intermediasi keuangan memberikan
ruang dan insentif yang lebih untuk
berpartisipasinya kelompok-kelompok miskin
dalam pasar keuangan. Pemanfaatan yang
efektif dari sumber-sumber domestik melalui
sektor keuangan akan berdampak positif
terhadap pertumbuhan ekonomi dan
pengentasan kemiskinan.
Ketiga variabel tersebut terlihat saling
mempengaruhi satu sama lainnya, sehingga
apabila dilakukan kebijakan terhadap
pengentasan kemiskinan misalnya, maka sektor
keuangan dan pertumbuhan ekonomi juga harus
dikontrol secara bersamaan perkembangannya
untuk mengiringi kebijakan yang dilakukan
tersebut.
Impulse-Response Functions (IRFs)
Hasil estimasi IRF dalam 20 periode
(tahun) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Impulse Response Kemiskinan dengan Sektor
Keuangan
Sebagaimana yang ditunjukkan oleh
Gambar 1. baris pertama, respon yang diberikan
variabel kemiskinan (LPOV) akibat adanya
shock pada variabel jumlah uang beredar (LM2)
menunjukkan respon yang positif hingga
periode 2. Namun pada periode 3-9 serta
periode 12 sampai berikutnya, kemiskinan
merespon negatif goncangan yang terjadi pada
jumlah uang beredar Hal ini mengindikasikan
bahwa dalam jangka panjang pertambahan
jumlah uang beredar berdampak negatif
terhadap pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Peningkatan jumlah uang beredar dalam
masyarakat yang tidak dikontrol oleh
pemerintah dapat menyebabkan terjadinya
inflasi. Inflasi dapat mengakibatkan
menurunnya daya beli masyarakat sehingga
berpengaruh kepada konsumsi dan tingkat
kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya respon kemiskinan
terhadap goncangan pertumbuhan ekonomi
(LPDB) adalah positif sampai periode 12.
Namun sampai akhir periode, kemiskinan
merespon goncangan pada pertumbuhan
ekonomi dengan negatif. Hal ini dapat
disebabkan dengan kebijakkan pertumbuhan
ekonomi yang tidak berpihak pada masyarakat
miskin sehingga dapat memperlebar jurang
ketimpangan pendapatan.
Sementara gambar pada baris kedua
menunjukkan respon yang terjadi antara
variabel LPOV, LPDB dan CR. Variabel
kemiskinan (LPOV) rata-rata memberikan
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LPOV to LPOV
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LPOV to LM2
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LPOV to LPDB
-.10
-.05
.00
.05
.10
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LM2 to LPOV
-.10
-.05
.00
.05
.10
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LM2 to LM2
-.10
-.05
.00
.05
.10
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LM2 to LPDB
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LPDB to LPOV
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LPDB to LM2
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LPDB to LPDB
Response to Cholesky One S.D. Innovations
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LPOV to LPOV
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LPOV to LM2
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LPOV to LPDB
-.10
-.05
.00
.05
.10
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LM2 to LPOV
-.10
-.05
.00
.05
.10
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LM2 to LM2
-.10
-.05
.00
.05
.10
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LM2 to LPDB
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LPDB to LPOV
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LPDB to LM2
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LPDB to LPDB
Response to Cholesky One S.D. Innovations
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LPOV to LPOV
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LPOV to CR
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LPOV to LPDB
-8
-4
0
4
8
12
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of CR to LPOV
-8
-4
0
4
8
12
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of CR to CR
-8
-4
0
4
8
12
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of CR to LPDB
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LPDB to LPOV
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LPDB to CR
-.04
-.02
.00
.02
.04
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Response of LPDB to LPDB
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 1, Februari 2014 - 90
respon positif hingga akhir periode terhadap
goncangan pada variabel rasio kredit swasta
(CR). Namun reaksi yang diberikan oleh
pengentasan kemiskinan terhadap perubahan
goncangan petumbuhan ekonomi cukup
berfluktuasi. Awal periode shock pertumbuhan
ekonomi direspon dengan negatif, pada periode
3-4 direspon positif namun kembali negatif
pada periode 5 hingga 8. Akhirnya sampai akhir
periode kemiskinan selalu merespon positif
perubahan pertumbuhan ekonomi.
Analisis Variance Decompositions
Untuk menginvestigasi peranan sektor
keuangan dalam pengentasan kemiskinan maka
digunakan analisis variance decomposition.
Dengan menggunakan analisis VDCs dalam
penelitian ini maka dapat diperoleh gambaran
bagaimana pengaruh perkembangan sektor
keuangan melalui variabel jumlah uang beredar
(LM2) dan rasio kredit swasta (CR) terhadap
pengentasan kemiskinan (LPOV).
Hasil VDCs menunjukkan dalam
jangka pendek, pengaruh variabel jumlah uang
beredar jika dilihat pada periode ke-6 sampai
pada periode ke-16 memberikan kontribusi
yang relatif lebih besar dibandingkan dengan
kontribusi pertumbuhan ekonomi dalam
menjelaskan variasi kemiskinan. Namun dalam
jangka panjang terjadi sebaliknya, varians
pertumbuhan ekonomi mampu memberikan
kontribusi relatif lebih besar yakni 28,51%
dibandingkan varians sektor keuangan (LM2)
yang sebesar 24,27% dalam menjelaskan
goncangan kemiskinan (LPOV).
Selanjutnya kontribusi sektor keuangan
yang diwakili oleh variabel CR berkontribusi
sebesar 1,71% dalam menjelaskan pengentasan
kemiskinan dalam jangka panjang. Sementara
pertumbuhan ekonomi mampu memberikan
kontribusi yang relatif lebih besar yakni 56,61%
terhadap pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Uji Stabilitas Model
Selanjutnya plot statistik CUSUM dan
CUSUMQ pada Gambar 4.6 menunjukkan
berada dalam dua garis kritis dan signifikan
pada tingkat 5%. Hal ini mempunyai implikasi
bahwa Error Correction Term (ECT) cukup
stabil dalam jangka panjang.
Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa kedua model baik yang menggunakan
variabel jumlah uang beredar maupun variabel
rasio kredit domestik untuk sektor swasta
sebagai pengukuran sektor keuangan stabil pada
periode 1980-2014.
a. Model 1
b. Model 2
Gambar 2. Hasil Pengujian CUSUM dan CUSUMQ
Residual Model 1 dan Model 2
-10.0
-7.5
-5.0
-2.5
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
CUSUM 5% Significance
-0.4
0.0
0.4
0.8
1.2
1.6
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
CUSUM of Squares 5% Significance
-10.0
-7.5
-5.0
-2.5
0.0
2.5
5.0
7.5
10.0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
CUSUM 5% Significance
-0.4
0.0
0.4
0.8
1.2
1.6
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
CUSUM of Squares 5% Significance
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
91 - Volume 2, No. 1, Februari 2014
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil analisa yang dilakukan
terhadap peran sektor keuangan dalam
pengentasan kemiskinan di Indonesia dari
rentang waktu 1980-2014, dapat diambil
diambil kesimpulan bahwa terdapat
keseimbangan jangka panjang antara sektor
keuangan dengan pengentasan kemiskinan di
Indonesia.
Dalam jangka panjang, jumlah uang
beredar dan rasio kredit swasta berpengaruh
positif dan signifikan terhadap pengentasan
kemiskinan. Hal ini menyiratkan bahwa dalam
jangka panjang pertambahan jumlah uang
beredar kenaikkan rasio kredit swasta akan
menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia.
Kecepatan dalam menyesuaikan
keseimbangan jangka pendek untuk menuju
keseimbangan jangka panjang adalah sebesar
85,36% untuk variabel jumlah uang beredar dan
125,9% untuk variabel rasio kredit swasta.
Hasil ini menyatakan bahwa kecepatan
penyesuaian jangka pendek ke jangka panjang
variabel rasio kredit swasta lebih cepat
dibandingkan kecepatan penyesuaian variabel
jumlah uang beredar.
Uji kausalitas bivariat menyatakan
bahwa adanya hubungan satu arah
(unidirectional) antara jumlah uang beredar
dengan kemiskinan dan kemiskinan dengan
rasio kredit swasta. Feedback ditemukan pada
pertumbuhan ekonomi dengan rasio kredit
swasta.
Hasil kausalitas multivariat
menunjukkan adanya pola kausalitas dua arah
(bidirectional) antara antara sektor keuangan,
pertumbuhan ekonomi dan pengentasan
kemiskinan di Indonesia.
Berdasarkan hasil impulse response,
pengentasan kemiskinan memberikan respon
yang berfluktuatif terhadap goncangan yang
terjadi pada jumlah uang beredar dan
pertumbuhan ekonomi. Namun respon yang
selalu positif diberikan oleh kemiskinan dalam
menanggapi perubahan yang dialami variabel
rasio kredit swasta.
Hasil variance decompositions
mengungkapkan bahwa varians pertumbuhan
ekonomi memiliki kekuatan relatif yang lebih
besar dibandingkan dengan sektor keuangan
dalam merespon perubahan pengentasan
kemiskinan di Indonesia. Model yang dibangun
cukup stabil yang dapat dibuktikan dari nilai
CUSUM dan CUSUMQ yang signifikan pada
tingkat 5%.
Saran
Feedback antara perkembangan sektor
keuangan, pertumbuhan ekonomi dan
pengentasan kemiskinan di Indonesia
menyiratkan bahwa kebijakan yang akan
diambil untuk pengentasan kemiskinan dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang
lebih tinggi, selanjutnya lebih jauh akan dapat
memfasilitasi pengembangan sektor keuangan.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi di
Indonesia berdampak positif dalam pengentasan
kemiskinan, namun penurunan kemiskinan
tersebut belum diiringi dengan pemerataan
distribusi pendapatan. Kenyataannya
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Volume 2, No. 1, Februari 2014 - 92
ketimpangan makin meningkat, dimana makin
melebarnya rentang pendapatan antara si kaya
dan si miskin. Untuk menyelaraskan
pengentasan kemiskinan tersebut pemerintah
dapat memfokuskan kebijakan pada sektor
keuangan, terutama bank-bank komersil untuk
menyediakan porsi pembiayaan lebih besar
untuk usaha kecil yang akan membantu
penurunan kemiskinan melalui penciptaan
kesempatan kerja.
Secara teoritis studi ini masih banyak
keterbatasan, untuk itu diharapkan bagi peneliti
selanjutnya untuk menggunakan jenis data yang
berbeda dalam mengukur variabel – variabel
yang digunakan. Misalnya, kemiskinan yang
diukur melalui jumlah orang miskin, tingkat
pendapatan dan lain sebagainya. Sektor
keuangan yang diukur melalui rasio cadangan
bank terhadap aset bank, aset lancar (M3/PDB)
dan proksi lainnya,. Terakhir, akan lebih baik
kiranya bagi peneliti selanjutnya untuk
menggunakan data dengan jangka waktu yang
lebih panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Abosedra, S., Shahbaz, M., dan Nawaz, K.
(2015). Modelling causality between
financial deepening and poverty
reduction in Egypt. Social Indicator
Research, DOI 10.1007/s 11205-015-
0929-2.
ADB. (2013). Financial sector development,
economic growth and poverty
reduction: a literature review, Working
Paper Series. 173. Mandaluyong City,
Philippines, Manila, Philippines:
www.adb.org/economics.
Ahmed, A. (2013). Effect of financial
liberalization on financial market
development and economic
performance of the SSA: an empirical
assessment. Economic Modelling, 30,
261-273.
Bappenas. (2014). Laporan pencapaian tujuan
pembangunan milenium di Indonesia
tahun 2013. Jakarta: Bappenas.
Beck, T., Demirguc-Kunt, A., & Levine, R.
(2007). Finance, inequality and the
poor. Economic Growth, 12, 27-49.
Devarajan, S., Go, D. S., Maliszewska, M.,
Osorio-Rodarte, I., & Timmer, H.
(2015). Stress-Testing Africa's Recent
Growth and Poverty Performance.
Journal of Policy Modelling, 37, 521-
547.
DFID. (2004). Financial Sector Development:
A Pre-requisite For Growth and
Poverty Reduction? Department for
International Development, Policy
Division, London.
Dhrifi, A. (2014). Financial development and
the "Growth-Inequality-Poverty"
triangle. Knowledge Economy.
Ho, S.-Y., & Odhiambo, M. (2011). Finance
and Poverty Reduction in China: an
Empirical Investigation. International
Bussiness Economic Research Journal,
10, 103-114.
Jonaidi, A. (2012). Analisis Pertumbuhan
Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia.
Jurnal Kajian Ekonomi, vol1(1), 140-
164.
Maryanto, B. (2013). Analisis Perkembangan
Sektor Keuangan, Pertumbuhan
Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia
Pendekatan: Kausalitas Dalam VECM.
Tesis. Universitas Indonesia.
Moreno, S. P. (2011). Financial development
and poverty in developing countries: a
Jurnal Ilmu Ekonomi
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
93 - Volume 2, No. 1, Februari 2014
causal analysis. Empirical Economy,
41, 57-80.
Odhiambo, M. (2009). Finance-Growth-Poverty
Nexus in South Africa: a Dynamic
Causality Lingkages. Socio-Economic,
38, 320-325.
Odhiambo, M. N. (2010). Is Financial
Development a Spur to Poverty
Reduction? Kenya's Experience.
Journal Econ. Study, 37, 343-353.
Odhiambo, N. M. (2010). Finance-investment-
growth nexus in South Africa: an
ARDL bounds testing procedure.
Economic Change Restructure, 43,
205-219.
Shahbaz, M. (2009). Financial Performance and
Earnings of Poor People: A Case Study
of Pakistan. Journal Yasar University,
4, 2557-2572.
Todaro, M. P. (2004). Pembangunan Ekonomi
di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Uddin, G. S., & S, B. (2013). The causal Nexus
Between Financial Development and
Economic Growth in Kenya. Economic
Modelling, 35, 701-707.
Uddin, G. S., Shahbaz, M., Arouri, M., &
Teulon, F. (2014). Financial
Development and Poverty Reduction
Nexus: A Cointegration and causality
Analysis in Bangladesh. Economic
Modelling, 36, 405-412.