Upload
others
View
21
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PERANAN KOMUNIKASI INTRAPERSONAL DALAM PROSES
PEMBENTUKAN KONSEP DIRI DAN PERILAKU MAHASISWA
ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Bunga Nabilah
150904099
Jurnalistik
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
Universitas Sumatera Utara
i
PERANAN KOMUNIKASI INTRAPERSONAL DALAM
PROSES PEMBENTUKAN KONSEP DIRI DAN PERILAKU
MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
BUNGA NABILAH
150904099
Jurnalistik
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
Universitas Sumatera Utara
ii Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :
Nama : Bunga Nabilah
NIM : 150904099
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Judul : PERANAN KOMUNIKASI INTRAPERSONAL DALAM
PROSES PEMBENTUKAN KONSEP DIRI DAN
PERILAKU MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Medan, Juli 2019
Dosen Pembimbing, Ketua Program Studi,
Dr. Sakhyan Asmara, MSP Dra. Dewi Kurniawati, M.Si,
Ph.D.
NIP: 195609171984031001 NIP : 196505241989032001
Dekan FISIP USU,
Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si.
NIP : 197409302005011002
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar.Jika di kemudian
hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses
sesuai dengan hukum yang berlaku.
Nama : Bunga Nabilah
NIM : 150904099
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Tanda Tangan :
Tanggal :
Universitas Sumatera Utara
iv Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Bunga Nabilah
NIM : 150904099
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Judul Skripsi : Peranan Komunikasi Intrapersonal Dalam Proses
Pembentukan Konsep Diri Dan Perilaku Mahasiswa
Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Komunikasi pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Majelis Penguji
Ketua Penguji : ( )
Penguji : Dr Sakhyan Asmara, MSP ( )
Penguji Utama : ( )
Ditetapkan di : Medan
Tanggal :
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara. Saya yang bertanda tangan
di bawah ini :
Nama : Bunga Nabilah
NIM : 150904099
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Universitas : Universitas Sumatera Utara (USU)
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan. Menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Ekslusif (Non-ekslusif
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah yang berjudul :
PERANAN KOMUNIKASI INTRAPERSONAL DALAM PROSES
PEMBENTUKAN KONSEP DIRI DAN PERILAKU MAHASISWA ILMU
KOMUNIKASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
ekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengolah dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Medan
Pada Tanggal :
Yang Menyatakan,
(Bunga Nabilah)
Universitas Sumatera Utara
vi Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti persembahkan kepada Allah SWT yang
selalumemberikan rahmatNya hingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan
skripsi ini.Tanpa izinMu, peneliti tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat beriringsalam kepada junjungan Nabi Besar kita, Muhammad SAW
semoga peneliti mendapatsafa‟atnya dikemudian hari, amin. Dan untukKedua
Orangtua saya Rimbananto, S.Hut dan Dwi Rakhayatun, S.P yang tidak pernah
berhenti untuk memberikan rasa percaya kepada saya bahwa saya bisa mencapai
kelulusan ini, dan tidak pernah putus mendoakan saya dalam keadaan apapun
beserta seluruh keluarga besaryang selalu memberikan semangat sehingga saya
bisa mencapai pada titik ini.
Penelitian ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat dalam
menyelesaikan Program Sarjana Strata 1 (S1) bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dalam meningkatkan peran serta para
mahasiswa.
Dalam melakukan penyusunan laporan ini, peneliti sangat sadar
sepenuhnya bahwa penelitian ini tidak terlepas dari bimbingan, semangat, serta
dukungan dari banyak pihak, baik bersifat moril ataupun materil, maka dari itu
penulis mengucapkan banyak terima kasih antara lain kepada:
1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si., Ph.D selaku Ketua Jurusan Program
Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara.Serta Pembimbing
Akademik peneliti yang dengan sabar membimbing peneliti secara
akademik selama sejak awal hingga saat ini
3. Ibu Emilia Ramadhani S.Sos, M.A selaku Sektretaris Program StudiIlmu
Komunikasi Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Sakhyan Asmara, MSP selaku Dosen Pembimbing Skripsi
Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara yang telah
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
memberikan bimbingan dan arahan selama ini kepada peneliti dalam
penyelesaian penelitian Skripsi.
5. Seluruh Dosen Ilmu komunikasi FISIP USU yang telah banyak sekali
memberikan pengetahuan dan arahan selama masa perkuliahan.
6. Kak Maya dan Kak Yanti, yang telah baik dan banyak membantu saya
dalam memperoleh informasi tentang perkuliahan. Da selalu siap
membantu mengurus berkas-berkas akademik saya.
7. Kepada teman dekat saya, Francois Fredly Africo. Terimakasih selalu ada
dan mendukung saya dengan tulus disegala situasi dan kondisi.
8. Kepada grup 13, sahabat saya selama perkuliahan, Alfi, Donny, Fadhil,
Fadhlan, Lady, Iki, Maya, Nuy, Odis, Rara, Rima, dan Sely. Terimakasih
atas segala cerita, bantuan, saran, dan diskusi yang bermanfaat serta
pengalaman yang mewarnai kehidupan peneliti selama masa perkuliahan
dan juga selama proses penelitian.
9. Untuk teman masa awal kuliah, Yasmin, Aldo, Rara, Maya, dan Nuy yang
sudah menemani saya disaat saya belum mempunyai teman.
10. Untuk angkatan 2015, Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP USU,
kawan-kawan yang tidak bisa disebutkan satu persatu, semoga kita selalu
kompak dan tidak putus hubungan. Terimakasih sudah menjadi keluarga
baru saya selama masa perkuliahan ini.
11. Terimakasih juga kepada seluruh keluarga Radio Usukom angkatan 2014,
2015, dan 2016. Terimakasih atas rumah kedua saya, atas pengalaman,
cinta dan rasa nyaman selama peneliti menjadi anggota Usukom.
12. Terimakasih juga kepada seluruh keluarga KISS FM MEDAN, yang selalu
mengingatkan saya untuk segera menyelesaikan skripsi ini dan untuk tidak
keasikan kerja.
13. Untuk teman sejak SMA yang sampai kini selalu menjadi sahabat dalam
situasi dan kondisi apapun. Terimakasih Ghalia dan Yabo karna selalu
mengingatkan peneliti untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Terimakash
selalu memberikan semangat untuk peneliti meskipun dari jauh.
Universitas Sumatera Utara
viii Universitas Sumatera
Utara
14. Kepada Para Informan Maya Sari, Irene, Azaka, Putradan Ibu Hutasoit
yang bersedia peneliti wawancara untuk memenuhi data skripsi.
Akhir kata peneliti mengucapkan banyak terima kasih dan mohon maaf
apabila ada kesalahan, harapan peneliti semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang akan membaca skripsi ini.
Medan, Agustus 2019
Penulis,
BUNGA NABILAH
NIM. 150904099
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Penelitian ini berjudulPeranan Komunikasi Intrapersonal Dalam Proses
Pembentukan Konsep Diri Dan Perilaku Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas
Sumatera Utara. Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui
Komunikasi Intrapersonal, konsep diri dan perilaku mahasiswa Ilmu Komunikasi
FISIP USU dan untuk mengetahui peranan komunikasi intrapersonal dalam
pembentukan konsep diri dan perilaku mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU.
Adapun teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah teori Komunikasi
Intrapersonal, teori Konsep Diri, teori Peranan, dan teori Perilaku. Metode
Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi kualitatif yang
menjelaskan fenomena sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data dan
menggunakan teori.Penelitian ini melibatkan 4 (empat) informan yaitu mahasiswa
Ilmu Komunikasi FISIP USU angkatan 2015, 2016 dan 2017 yang dipilih
secarasengaja oleh peneliti sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian dengan
menggunakan teknik purposive sampling.Dan satu orang
trianggulator.Wawancara mendalam, studi kepustakaan, dan observasi merupakan
teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, dan dalam
menganalisis data digunakan teknik analisis data kualitatif yang untuk mereduksi,
menyajikan dan menyimpulkan data yang diperoleh dari hasil wawancara.Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga informan yang komunikasi intrapersonal
bagus, memiliki konsep diri dan perilaku yang baik pula.Sedangkan satu informan
yang komunikasi intrapersonalnya buruk, memiliki konsep diri dan perilaku yang
buruk juga. Dengan demikian diketahui bahwa komunikasi intrapersonal memiliki
peran dalam proses pembentukan konsep diri dan perilaku seseorang.
Kata kunci: Komunikasi Intrapersonal, Konsep Diri, Perilaku.
Universitas Sumatera Utara
x Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
The title of this research is The Role of Intrapersonal Communication in the
Process of Forming Self-Concept and Student Behaviorof Communication
Sciences at the University of North Sumatra.The purpose of this research is to find
out Intrapersonal Communication, self-concept and behavior of USU FISIP
Communication Students and to determine the role of intrapersonal
communication in the formation of self-concept and behavior of USU FISIP
Communication Students. The theory that relevant with this research is the theory
ofIntrapersonal Communication, the theory of Self-Concept, the theory of Roleand
the theory of Behavior. The research method that used in this research is a
qualitative methodology that explains the phenomena deeply through collecting
data and using the theory. This research involved 4 (four) informants, namely
students of the 2015 USU FISIP Communication Sciences, 2016 and 2017 who
were deliberately selected by researchers in accordance with the objectives and
needs of the research using purposive sampling technique. And one trianggulator.
In-depth interviews, library studies, and observations are data collection
techniques used in this research, and in analyzing data used qualitative data
analysis techniques to reduce, present and conclude data obtained from
interviews. The results of this research indicate that the three informants whose
intrapersonal communication is good, have self-concept and good behavior as
well. Whereas one informant whose intrapersonal communication is bad, has self-
concept and bad behavior too. Thus it is known that intrapersonal communication
has a role in the process of forming one's self concept and behavior.
Keywords: Intrapersonal Communication, Self-Concept, Behavior.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ iii
HALAMANPENGESAHAN .......................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN DAN PERSETUJUAN PUBLIKASI............ v
KATA PENGANTAR..................................................................................... vi
ABSTRAK .................................................................................................... ix
ABSTRACT……………………………………………………………………. x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Konteks Masalah ………………………………………………………. 1
1.2 Fokus Masalah …………………………………………………………. 9
1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………………. 9
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………………… 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Paradigma Kajian…………..……………………………………………
11
2.2 Kajian Pustaka. …………………………………………………………. 14
2.2.1 Komunikasi…………………… ………………………………….. 14
2.2.2 Komunikasi Intrapersonal…………………………………………. 16
2.2.3 Konsep Diri……………………………………………………….. 19
2.2.4 Peranan……………………………………………………………. 24
2.2.5 Perilaku……………………………………………………………. 26
2.2.5.1 Bentuk-bentuk perilaku…………………………………… 29
2.3 Model Teoritik……….…………………………………………………... 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian …………………………………………………….. 38
3.2 Objek Penelitian ……………………………………………………… 39
3.3 Subjek Penelitian ………………………………………………………. 39
3.4 Kerangka Analisis …………………………………………………….. 40
3.5 Teknik Pengumpulan Data …………………………………………….. 40
3.6 Teknik Pengambilan Data……………………………………………… 42
3.7 Keabsahan Data ……………………………………………………….. 43
Universitas Sumatera Utara
xii Universitas Sumatera Utara
3.8 Teknik Analisis Data ………………………………………………….. 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ……………………………………………………….. 46
4.1.1 Proses Penelitian…………….…………………………………… 46
4.1.2 Data Informan…………….……………………………………… 53
4.1.3 Hasil Penelitian …………………………………………………… 54
4.2 Pembahasan ……………………………………………………………. 76
4.2.1 Pelaksanaan Bentuk-Bentuk Komunikasi Intrapersonal………… 77
4.2.2 Gambaran Konsep Diri dan Perilaku Terpuji dan Tercela..……… 85
4.2.3 Peranan Komunikasi Intrapersonal Terhadap Konsep
DiridanPerilaku…………………………………………………. 90
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan……………………………………………………………….. 97
5.2 Saran…………………………………………………………………… 98
DAFTAR REFERENSI…………………………………………………… 99
LAMPIRAN……………………………………………………………….. 102
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Profil Informan Utama ……………………………………………… 54
Tabel 4.2 Profil Informan Tambahan…………………………………………… 54
Tabel 4.3 Ciri Konsep Diri Positif dan Negatif Informan……………………… 73
Tabel 4.4 Kompilasi Tabel Hasil Penelitian Sesuai Dengan Tujuan Penelitian.. 74
Universitas Sumatera Utara
1 Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Konteks Masalah
Universitas Sumatera Utara (USU) adalah salah satu universitas negeri
yang menjadi favorit masyarakat kota Medan karena itu USU memiliki jumlah
mahasiswa yang sangat banyak. Salah satu jurusan yang menjadi favorit adalah
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Dengan banyaknya
jumlah mahasiswa Ilmu Komunikasi, maka beragam pula perilakunya. Peneliti
melihat beragam perilaku mahasiswa yang sangat berbeda-beda.Dari mulai
mahasiswa yang ceria, pendiam, cerewet, kutu buku, dll.Intensitas berkomunikasi
mereka juga berbeda-beda.
Komunikasi merupakan istilah yang sangat akrab dalam kehidupan sehari-
hari. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari
kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama.
Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Hal yang senada diungkapkan oleh
Hafied Cangara, komunikasi berpangkal pada perkataan Latin communis yang
artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang
atau lebih (Vardiansyah:2008).
Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak terelakkan dalam kehidupan
sehari-hari.Komunikasi memainkan peranan penting dalam kehidupan
manusia.Hampir setiap saat kita bertindak dan belajar dengan dan melalui
komunikasi.Komunikasi merupakan medium penting bagi pembentukan atau
pengembangan pribadi untuk kontak sosial. Melalui komunikasi seseorang
tumbuh dan belajar, menemukan pribadi diri sendiri dan orang lain, kita bergaul,
bersahabat, bermusuhan, mencintai atau mengasihi orang lain, membenci orang
lain dan sebagainya.
Menurut Harold Laswell, cara yang baik untuk menggambarkan
komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: “Who says
what and with channel to whom with what effect?” atau siapa yang mengatakan
apa dengan saluran apa kepada siapa dengan pengaruh yang bagaimana (Mulyana
: 2010).
Universitas Sumatera Utara
2
Universitas Sumatera Utara
Sebuah definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang
mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human communication)
bahwa: komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki
orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan
antarsesama manusia; (2) melalui pertukaran informasi; (3) untuk menguatkan
sikap dan tingkah laku orang lain; serta (4) berusaha mengubah sikap dan tingkah
laku itu (Cangara:2011).
Susanto (2010) menyatakan dalam bukunya Komunikasi Manusia Esensi
dan Aplikasi dalam Dinamika Sosial Ekonomi Politik, bahwa ada lima konteks
komunikasi, yaitu: komunikasi intrapersonal (intrapersonal communication),
komunikasi antarpersonal (interpersonal communication), komunikasi kelompok
(group communication), komunikasi organisasi (organizational communication)
dan komunikasi massa (mass communication).
Dari intensitas komunikasi yang dilakukan para mahasiswa juga
berbeda.Salah satu yang menarik perhatian peneliti adalah intensitas komunikasi
intrapersonal pada mahasiswa itu sendiri.
Komunikasi intarpersonal sendiri merupakan proses komunikasi yang
terjadi dalam diri seseorang. Komunikasi ini umumnya membahas proses
pemahaman, ingatan dan interpretasi terhadap simbol yang ditangkap melalui
panca indera. Lebih jelasnya dapat dikatakan bahwa komunikasi ini merupakan
komunikasi yang terjadi terhadap diri sendiri, yang dilakukan dengan sengaja atau
tidak sengaja.
Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang terjadi dengan diri
sendiri. Ini merupakan dialog internal dan bahkan dapat terjadi saat bersama
dengan orang lain sekalipun. Sebagai contoh: ketika anda bersama seseorang, apa
yang anda pikirkan termasuk dengan komunikasi intrapersonal. Pada komunikasi
intrapersonal seringkali mempelajari peran kognisi dalam perilaku manusia.Dalam
konteks ini biasanya dilakukan berulangulang daripada dengan komunikasi
lainnya. Uniknya lagi, komunikasi intrapersonal mencakup dimana kita bisa
membayangkan, melamun, mempersepsikan dan memecahkan masalah dalam
pikiran kita (Turner:2009).
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi intrapersonal dapat menjadi pemicu bentuk komunikasi yang
lainnya.Pengetahuan mengenai diri pribadi melalui proses-proses psikologis
seperti persepsi dan kesadaran (awareness) terjadi saat berlangsungnya
komunikasi intrapribadi oleh komunikator. Untuk memahami apa yang terjadi
ketika orang saling berkomunikasi, maka seseorang perlu untuk mengenal diri
mereka sendiri dan orang lain.
Menurut Rakhmat, komunikasi intrapersonal adalah proses pengolahan
informasi. Proses ini melewati empat tahap: sensasi, persepsi, memori, dan
berpikir. Karena pemahaman ini diperoleh melalui proses persepsi. Maka pada
dasarnya letak persepsi adalah pada orang yang mempersepsikan, bukan pada
suatu ungkapan ataupun obyek.
Aktivitas dari komunikasi intrapribadi yang kita lakukan sehari-hari dalam
upaya memahami diri pribadi diantaranya adalah; berdo'a, bersyukur, instrospeksi
diri dengan meninjau perbuatan kita dan reaksi hati nurani kita, mendayagunakan
kehendak bebas, dan berimajinasi secara kreatif.Pemahaman diri pribadi ini
berkembang sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam hidup kita.
Kita tidak terlahir dengan pemahaman akan siapa diri kita, tetapi perilaku kita
selama ini memainkan peranan penting bagaimana kita membangun pemahaman
diri pribadi ini.
Manusia dalam posisinya sebagai makhluk sosial tentu terlibat dengan
berbagai aktivitas komunikasi yang bersifat dinamis.Baik di lingkungan keluarga,
sekolah, maupun masyarakat, manusia mau tidak mau harus menjadi bagian dari
kehidupan social budaya yang melingkupinya.Manusia dalam menjalankan
kehidupannya sehari-hari, memiliki keunikan masing-masing yang terkait dengan
cara mereka dalam berkomunikasi.
Salah satunya dalam kajian komunikasi intrapersonal atau komunikasi
dengan diri sendiri atau dengan suatu subyek yang tidak tampak (misalnya
Tuhan), dimana kajian masih dipandang terlalu subjektif dan tidak dapat diketahui
kebenarannya oleh orang lain atau dinilai secara umum.
Jalalluddin Rakmat (1985) sudah lama mengungkapkan dalam buku
Psikologi Komunikasinya bahwa Luruskan Cara Berkomunikasimu maka
Luruslah Jiwamu.Meluruskan cara berkomunikasi, tentu dimulai dari KIP
Universitas Sumatera Utara
4
Universitas Sumatera Utara
(Komunikasi Intrapribadi). Sebelum bersahabat dengan orang lain, bersahabat
dengan diri, dan mengenal diri sendiri terlebih dahulu maka seseorang akan
mengenal TuhanNya melalui dialog komunikasi spiritual.
Baharuddin (2007: 238-242 ) menerangkan bahwa semua dimensi manusia
saling berinteraksi, berdialog, atau berkomunikasi. Setiap dimensi manusia
memiliki daya, kecuali dimensi jism.Dimensi manusia memiliki kebutuhan
dasar.Kebutuhan dasar dimensi jism adalah biologis.Kebutuhan dasar dimensi
nafsu adalah keamanan, ketentraman, dan seksual.Kebutuhan dimensi akal adalah
penghargaan diri dan ingin tahu.Kebutuhan dasar kalbu adalah cinta dan kasih
sayang.Kebutuhan dasar dimensi ruh adalah perwujudan diri dan aktualisasi
diri.Kebutuhan dasar dimensi fitrah adalah keyakinan dan agama.
Menurut Baharuddin (2007), dimensi fitrah memiliki daya yang paling
tinggi. Dimensi–dimensi ini perlu difungsikan agar mereka berfungsi dan
berinteraksi. Bagaikan rumah memiliki kabelnya yang dipasang sudah terputus-
putus dan dindingnya ada yang berlubang.Besi dari pilar sebuah rumah kurang
saling mengkait satu dengan lainnya karena semen, pasir, airnya kurang, dan
besinya tidak tersambung.
KIP sering dikaitkan dengan kemampuan berkomunikasi antarpribadi.
Sebenarnya, sebelum seseorang berKAP (Komunikasi antarpribadi), ia bersahabat
dengan dirinya sendiri. KIP menunjang dan menopang semua komunikasi
seseorang.Kajian pustaka mengenai KIP (Komunikasi Intrapribadi), pertama,
Agus M.Harjana menulis Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal tahun 2003
penerbit Kanisius.Ia membahas KIP berkaitan dengan kemampuan manusia,
bermediasi, mendengarkan hati nurani, mendayagunakan kehendak bebas,
mendayagunakan daya imajinasi kreatif, dan mendayagunakan buku harian.
Kedua, AMH Gunarsa juga menulis dengan judul yang sama, 2003 dan
penerbit yang sama. Ketiga, A. Mudhofir 2012 dengan judul yang sama.
Seseorang mampu menjalin komunikasi efektif dengan stakeholder pendidikan
lain. Ia juga perlu mengolah keterampilan interpersonal skills dan intrapersonal
skills.Kepala sekolah bersama guru melatih komunikasi yang efektif.
Keempat, dalam jurnal Psikologi Udayana (2013), NR Dewi dan H.
Sudhana menulis artikel berjudul Hubungan antara Komunikasi Interpersonal
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Pasutri dengan Keharmonisan dalam Pernikahan 2013. Jika pasangan suami dan
istri menunjukkan sikap negatif, saling curiga maka hubungan KAP atau
Komunikasi antarpribadinya menjadi renggang dan mempengaruhi KIPnya.
Smassek Sunggal (2010) dalam artikelnya yang dipublikasikan dalam
academia.edu, yaitu Hubungan antara Pemanfaatan Sumber Belajar Perpustakaan
dan Komunikasi Interpersonal dengan hasil Belajar Sosiologi, menemukan
bentuk: Intrapersonal communication adalah makna pemanfaat sumber belajar
perpustakaan, dan interpersonal communication secara bersamaan. Siswa yang
memiliki KIP semakin baik maka KIP tersebut mendukung prilaku KAPnya.
Kelima, RR. Rondowunu (2012) mengatakan keberadaan komunikasi
intrapersonal dikurangi dalam kehidupan sehari-hari, seperti sikap dan
pikiran.Peran KIP berfungsi memproses terjadinya KAP.Keenam, D. Darmawan
dalam jurnal Social and Development, MIMBAR, aktivitas belajar diamati,
komunikasi biologika diuji secara ilmiah dari pandangan Ilmiah dari pandangan
KAP dan KIP.Ketujuh, Akif Khilmiyah menulis Perbandingan Keterampilan
Intrapersonal dan Interpersonal Berbasis Pendidikan Karakter Siswa Sekolah
Dasar Negeri (SDN) Kasihan Bantul.Prestasi siswa dibentuk oleh tiga tipe
kapasitas; akademik, vokasional, dan generik atau kapasitas personal.Ia mengkaji
instrument pendidikan karakter yang meliputi ketrampilan KIP dan
KAP.Berdasarkan referensi di atas, KIP atau Komunikasi intrapribadi adalah level
pertama komunikasi, dasar, dan akar dari pohon komunikasi. KIP bisa membantu
keberhasilan KAP, komunikasi kelompok, dan komunikasi organisasi.
Berdasarkan perilaku yang peneliti amati, hal ini bisa dijadikan sebagai
acuan untuk mengobservasi bagaimana konsep diri mahasiswa tersebut.Weiten,
Dunn, & Hammer (2012) menyatakan A self-concept is a collection of beliefs
about one's own nature, unique qualities, and typical behavior. Your self-concept
is your mental picture of yourself. It is a collection of self-perceptions. For
example, a self-concept might include such beliefs as 'I am easygoing' or 'I am
pretty' or 'I am hardworking. Konsep diri adalah kumpulan keyakinan tentang diri
kita sendiri, tentang keunikan diri dan perilaku khas kita.Konsep diri Anda adalah
gambaran mental Anda sendiri.
Universitas Sumatera Utara
6
Universitas Sumatera Utara
Konsep diri adalah kumpulan dari persepsi diri, misalnya keyakinan diri
seperti 'saya orang yang santai' atau 'saya cantik' atau 'saya pekerja keras, dan
sebagainya. Ketika orang melakukan interaksi sosial melalui komunikasi
interpersonal maka setiap orang membawa sikap diri mereka masing-masing yang
satu sama lainnya berbeda. Hal inilah yang sering menyebabkan suatu interaksi
sosial bermasalah.
Carl Rogers dalam Crisp, R. J. & Turner, menyatakan terdapat tiga elemen
dalam sikap-diri (konsep diri) yaitu; a) Self-image (citra diri) adalah bagaimana
Anda melihat diri Anda sendiri.Citra diri tidak selalu sama dengan realitas yang
ada. Orang yang memiliki citra diri positif percaya bahwa mereka lebih baik dari
kenyataan yang ada. Sebaliknya, orang yang cenderung memiliki citra diri negatif
akan melihat atau melebih-lebihkan kekurangan atau kelemahan dirinya, contoh,
seorang remaja mungkin percaya bahwa ia kikuk dan canggung secara sosial
padahal ia sangat menarik dan menyenangkan. Atau seorang gadis remaja percaya
bahwa ia kelebihan berat badan, meskipun sebenarnya ia sebenarnya seorang yang
kurus.
Citra diri pada dasarnya merupakan campuran berbagai aspek seperti
karakteristik fisik, ciri-ciri kepribadian, dan peran sosial yang di jalani. b) Self-
esteem (harga diri) adalah sebarapa besar Anda menghargai diri sendiri. Sejumlah
faktor yang berbeda dapat mempengaruhi harga diri , termasuk bagaimana kita
membandingkan diri kita dengan orang lain dan bagaimana orang lain merespon
kita. Ketika orang merespon positif terhadap perilaku kita, kita cenderung
untukmengembangkan harga diri yang positif. Ketika kita membandingkan diri
kita dengan orang lain dan menemukan diri kita kurang, maka hal ini dapat
berdampak negatif pada harga diri kita. c) Ideal self (ideal diri) adalah diri ideal
yang anda inginkan atau anda cita-citakan
Konsep diri dapat bersifat positif atau negatif. Jalaluddin Rakhmat, (2004:
105) mengutip Brooks mengindentifikasi ciri orang yang memiliki konsep diri
negatif: (1).Peka pada kritik dan mudah marah (2).sangat responsif terhadap
pujian, Sikap hiperkritis, sikap berlebihan dalam melakukan penilaian terhadap
orang lain. Ia selalu mencela, mengeluh, meremehkan, dan tak pandai dan tak
sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan terhadap kelebihan orang
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
lain (3).Merasa tidak disenangi orang lain, merasa tidak diperhatikan, hingga ia
bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tak dapat merasakan
kehangatan persahabatan (4).Pesimis untuk bersaing dalam sebuah kompetisi.
Sementara itu orang yang konsep diri yang positif, ditandai dengan lima
hal, yaitu: a. Yakin akan kemampuan mengatasimasalah; b. Merasa stara dengan
orang lain; c. Menerima pujian tanpa rasa malu; d. Menyadari, bahwa setiap orang
mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya
disetujui oleh masyarakat; e. Mampu memperbaiki dirinya.
Konsep diri merupakan pengetahuan individu tentang dirinya sendiri,
pengharapan yang diinginkan, serta penilaian dengan dirinya sendiri yang diukur
dari tiga aspek atau komponen yaitu: pengetahuan, pengharapan, dan penilaian
(Calhoun dan Acocella dalam Usmara, 2002). Pengetahuan. Aspek ini merupakan
pemahaman individu terhadap apa yang diketahui mengenai dirinya, tanggung
jawab terhadap pekerjaannya, kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, serta cara
mengatasi kelemahan diri. Pengharapan berkaitan dengan sikap optimis yang
dimiliki individu terhadap masa depannya, kemampuannya mengembangkan diri,
mendapatkan kebahagiaan hidup, dan bersaing dengan individu lain. Penilaian
berkaitan dengan kesesuaian antara yang diinginkan individu dengan kondisinya,
rasa percaya diri, dan harga diri.
Konsep diri diukur dengan menggunakan skala konsep diri dengan lima
alternatif jawaban yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Cukup Sesuai (CS), Tidak
Sesuai (TS), serta Sangat Tidak Sesuai (STS).
Konsep diri adalah pemahaman tentang diri sendiri yang timbul akibat
interaksi dengan orang lain. Konsep diri merupakan faktor yang menentukan
(determinan) dalam komunikasi kita dengan orang lain (Riswandi, 2013: 64).
Konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri kita.Persepsi tentang diri
ini bisa bersifat psikologis, sosial dan fisis, menurut William D Brooks dalam
Jalaludin Rakhmat (2015: 98).Kebanyakan ahli-ahi tentang diri setuju, bahwa
konsep diri secara jelas dapat terdiferensiasikan dan terstruktur, yang merupakan
suatu keseluruhan yang stabil.
Sepanjang kehidupan, konsep diri berkembang dan berubah secara
berkelanjutan, meskipun sulit untuk membedakan antara perkembangan dan
Universitas Sumatera Utara
8
Universitas Sumatera Utara
perubahan konsep diri (Fittz, 1972: 35).Dengan adanya perkembangan dan
perubahan tersebut, dapatlah diterima pendapat Rogers (Hall & Lindzey, 1978:
499), bahwa struktur diri berkembang dan berubah seiring waktu.Di masa kanak-
kanak awal, ada kecenderungan perkembangan yang berasal dari citra diri (self
image) yang positif atau negatif.Selanjutnya diri terbentuk melalui interaksi
dengan lingkungan, khususnya lingkungan yang terdiri dari orang-orang yang
signifikan (orangtua, sibling).
Pada saat anak memiliki sensitifitas sosial disertai kemampuan kognisi dan
kemampuan perseptualnya menjadi matang, konsep diri menjadi berbeda dan
lebih kompleks. Berk (1996: 280, 355, 467) menjelaskan bahwa perkembangan
konsep diri diawali dari usia 2 tahun (ada rekognisi diridengan melihat dirinya di
kaca, foto, videotape); masa kanak-kanak awal (konsep dirinya bersifat kongkrit,
biasanya berdasar karakteristik nama, penampilan fisik, barang-barang milik dan
tingkahlaku sehari-hari); masa kanak-kanak pertengahan (ada transformasi dalam
pemahaman diri, mulai menjelaskan diri dengan istilah-istilah sifat kepribadian,
mulai dapat membandingkan karakteristik dirinya dengan peer-nya).
Konsep diri (self-concept) menurut Chaplin (dalam Lidya, Devi jatmika
2018) merupakan evaluasi individu baik penilaian atau penaksiran mengenai
dirinya sendiri. Papalia, Olds, & Feldman (2009) berpendapat bahwa konsep diri
dibentuk berdasarkan interaksi individu dengan orang-orang sekitarnya, apa yang
dipersepsikan orang lain mengenai diri individu yang tidak terlepas dari struktur,
peran, dan status sosial yang disandang oleh seorang individu. Konsep diri
bukanlah faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan
terbentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan individu lain
(Subadi, 2008). Sedangkan Deaux, et al. (dalam Lidya, Devi jatmika 2018),
menyatakan konsep diri adalah sekumpulan keyakinan dan perasaan seseorang
mengenai dirinya. Keyakinan mengenai dirinya tersebut meliputi dengan bakat,
minat, kemampuan, penampilan fisik, dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menemukan bahwa terdapat beragam
perilaku yang bisa peneliti amati. Perilaku tersebut bisa menunjukkan bagaimana
konsep diri mahasiswa tersebut.Peneliti juga melihat tingkat komunikasi
intrapersonal mahasiswa yang berbeda.Maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
jauh mengenai Peranan Komunikasi Intrapersonal dalam Proses Pembentukan
Konsep Diri.Untuk menjawab permasalahan tersebut, peneliti berencana
menggunakan analisis kualitatif Konsep Diri.Materi mengenai komunikasi
intrapersonal dipilih agar dapat mengungkapkan bagaimana peranan komunikasi
intrapersonal dalam membentukkonsep diri (self concept) di kalangan mahasiswa
Ilmu Komunikasi FISIP USU.
Alasan peneliti melakukan penelitian karena melihat kurangnya penelitian
tentang peranan komunikasi intrapersonal dalam pembentukan konsep diri.
Terkhusus penelitian yang berbasis di kota Medan. Peneliti sangat ingin mencari
tahu bagaimana peranan komunikasi intrapersonal dalam pembentukan konsep
diri. Peneliti juga melihat banyaknya penelitian yang bersangkutan dengan
komunikasi interpersonal dan konsep diri, sedangkan komunikasi intrapersonal
adalah komunikasi yang dilakukan bahkan sebelum komunikasi interpersonal
dilakukan.. Alasan peneliti ingin menjadikan mahasiswa Ilmu Komunikasi di
FISIP USU sebagai subjek penelitian yaitu karena peneliti mendapatkan informasi
melalui pra-riset pada mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU bahwa rata-rata
mahasiswa yang komunikasi intrapersonal baik dan konsep dirinya baik. Hal ini
menandakan adanya peranan komunikasi intrapersonal dalam proses pembentukan
konsep diri seseorang.
1.2 Fokus Masalah
Berdasarkan uraian konteks masalah di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa fokus masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
“Bagaimanakah peranan komunikasi intrapersonal dalam pembentukan konsep
diri dan perilaku mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU?”
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui bentuk-bentuk komunikasi intrapersonal mahasiswa
Ilmu Komunikasi FISIP USU.
b. Untuk mendapatkan gambaran tentang konsep diri dan perilaku terpuji dan
tercela mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU.
Universitas Sumatera Utara
10
Universitas Sumatera Utara
c. Untuk mengetahui peranan komunikasi intrapersonal dalam pembentukan
konsep diri dan perilaku terpuji dan tercela mahasiswa Ilmu Komunikasi
FISIP USU.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
a. Manfaat Akademis
Penelitian yang berjudul “Peranan Komunikasi Intrapersonal Dalam
Proses Pembentukan Konsep Diri Mahasiswa Universitas Sumatera
Utara(Analisis Kualitatif Komunikasi Intrapersonal dalam Proses
Pembentukan Konsep Diri di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi
FISIP USU)” ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi
pengembangan ilmu komunikasi khususnya.
b. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan contoh dan memperluas
wawasan bagi pengembangan Ilmu Komunikasi, khususnya bagi
mahasiswa atau masyarakat yang tertarik dengan topik penelitian ini.
Penelitian ini juga mencoba untuk mengungkapkan peranan komunikasi
intrapersonal dalam pembentukan konsep diri mahasiswa.
c. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa atau
masyarakat yang ingin mempelajari lebih lanjut mengenai peranan
komunikasi intrapersonal dalam pembentukan konsep diri di Ilmu
Komunikasi FISIP USU.
Universitas Sumatera Utara
11 Universitas Sumatera Utara
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Paradigma Kajian
Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada
dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan membentuk cara pandang
terhadap dunia, Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk
menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran.Usaha untuk
mengejar kebenaran yang dilakukan oleh para filsuf, peneliti maupun oleh para
praktisi melalui model-model tertentu. Model itu disebut dengna paradigma
(Moleong, 2010:49)
Paradigm atau paradigm (inggris) atau paradigme (Perancis), istilah
tersebut berasal dari bahasa Latin, yakni para dan deigma.Secara etimologis, para
berarti (di samping, di sebelah) dan deigma berarti (memperlihatkan, yang berarti
model, contoh, arketipe, ideal).Deigma dalam bentuk kata kerja deiknynai berarti
menunjukkan atau mempertunjukkan sesuatu.Paradigma penelitian merupakan
sudut pandang peneliti dalam memandang realitas yang diteliti. Sudut pandang
penelitian akan berimplikasi pada pendekatan, prosedur, asumsi dan teori yang
dipilih. Paradigma adalah suatu set asumsi, konsep, nilai-nilai dan merupakan cara
pandang atau pola pikir komunitas ilmu pengetahuan atas peristiwa/ realitas/ ilmu
pengetahuan/ yang dikaji, diteliti, dipelajari, dipersoalkan, dipahami dan untuk
dicarikan pemecahan persoalannya (Pujileksono, 2015 : 25-26).
Dalam menentukan paradigma yang akan digunakan dalam penelitian,
peneliti memiliki beberapa alas an yaitu (Pujileksono, 2015 : 26):
1. Paradigma penelitian menggambarkan pilihan suatu kepercayaan yang
akan mendasari dan memberi pedoman seluruh proses penelitian.
2. Paradigma penelitian menentukan rumusan masalah, tujuan penelitian
dan tipe penjelasan yang digunakan.
Cresswel membedakan dua macam paradigma yakni kuantitatif dan
kualitatif .Paradigma ilmu komunikasi berdasarkan metodologi penelitiannya,
menurut Dedy Nur Hidayat (1999) yang mengacu pada pemikiran Guba dan
Lincoln (1994) ada tiga paradigma yaitu : (1) paradigma klasik yang mencakup
positivisme dan post positivisme, (2) paradigma konstruktivisme, (3) paradigma
Universitas Sumatera Utara
12
Universitas Sumatera Utara
kritis . Namun dalam perkembangan komunikasi saat ini telah muncul paradigma
intrepretasi. Mengacu pada pendapat sandjaja, bahwa pendekatan intrepretasi
yang dikenal dalam istilah Jerman „verstehen‟ atau pemahaman, berusaha untuk
menjelaskan makna dari tindakan. Karena suatu tindakan dapat memiliki banyak
arti, maka makna tidak dapat dengan mudah diungkap begitu saja. (Bungin,
2008:237)
Paradigma inilah yang sangat mempengaruhi pandangan seseorang dalam
mengambil suatu tindakan atau sesuatu hal apapun. Misalnya dua orang yang
sama dihadapkan dengan suatu fenomena yang sama, atau suatu peristiwa yang
sama, kemungkinan kedua orang tersebut akan memberi respon yang berbeda.
Menurut Pujileksono (dalam Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif,
2015: 27-29) Penelitian paradigma positivistik menggunakan metode empiris
untuk dapat menggambarkan fakta sosial sebagai realita atau objek penelitian.
Paradigma ini melihat fakta sosial sebagai realita, yang dimana realita ini
memiliki syarat yaitu: dapat diamati, dapat diukur dan dapat diulang. Paradigma
ini mempertanyakan suatu realita dengan “apa‟ atau menanyakan apa yang terjadi
di masyarakat pada umumnya dan dalam hal ini peneliti tidak berinteraksi secara
langsung dengan objek penelitian. Hasil penelitian dapat ditentukan kualitasnya
melalui validitas internal, validitas eksternal, reliabilitas dan objektivitas. Dalam
paradigma ini, penelitian menggunakan metode kuantitatif
Paradigma pos-positivistik merupakan paradigma yang melakukan kritik
terhadap paradigma postivistik.Paradigma ini menganggap bahwa penelitian tidak
dapat dipisahkan dengan nilai-nilai pribadi peneliti sendiri.Peneliti perlu
memasukkan nilai-nilai sebagai pendapatnya sendiri.Realita yang diteliti berada
diluar dan peneliti berinteraksi dengan objek penelitian sehingga membuat
paradigma penelitian ini lebih bersifat kualitatif (Ibid).
Paradigma kritis adalah paradigma yang melihat suatu realitas secara kritis
sebagai objek penelitian yang jaraknya dekat dengan peneliti. Realitas yang
dijadikan sebagai objek penelitian merupakan proses sejarah dan kekuatan sosial
yang semu dalam masyarakat. Penelitian ini sangat subjektif karena penilaian
terhadap suatu realitas berasal dari penelitian sendiri.Dalam memasukkan
penilaian dalam penelitian, peneliti juga melihat penilaian masyarakat pada
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
umumnya dan bersifat kualitatif.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
membangun kesadaran kolekftif demi mengubah struktur untuk menjadi lebih
baik. Paradigma penelitian ini melihat realitas yang terjadi tidak sesuai dengan
apa yang sebainya seperti ketimpangan, ketidakadilan, penindasan dan sebagainya
(Ibid).
Penelitian paradigma konstruktivistik adalah paradigma yang melihat
suatu realita dibentuk oleh berbagai macam latar belakang sebagai bentuk
konstruksi realita tersebut. Penelitian ini mempertanyakan “mengapa‟ (why) akan
suatu realitas itu terjadi yang dalam hal ini realitas berada di luar peneliti namun
dapat memahami melalui interaksi dengan realita sebagai objek penelitian. Jarak
antara peneliti dengan objek penelitian tidak terlalu dekat.Paradigma penelitian
yang bersifat kualitatif ini memasukkan nilai-nilai pendapat peneliti sehingga
menjadi subyektif. Paradigma konstruktivisme bertujuan untuk memahami apa
yang menjadi konstruksi suatu realitas yang membuat peneliti harus dapat
mengetahui dan menggali faktor apa saja yang mendorong suatu realita dapat
terjadi dan menjelaskan bagaimana faktor-faktor tersebut merekonstruksi realitas
tersebut (Ibid).
Adapun metodologi yang digunakan peneliti dalam pembahasannya adalah
metode deskriptif kualitatif dengan paradigma konstruktivis.Penelitian deskriptif
adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-
fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan
manusia.Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan,
hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena
lainnya. (Rizka, 2018)
Alasan peneliti menggunakan paradigma konstruktivis sesuai dengan
masalah yang akan diteliti yaituperanan komunikasi intrapersonal dalam proses
pembentukan konsep diri mahasiswa. Dimana para mahasiswa ini memiliki
pemahaman dan cara pandang tersendiri untuk memahami diri mereka sendiri
dalam membentuk konsep dirinya.
Universitas Sumatera Utara
14
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan acuan atau landasan berpikir peneliti dengan
basis padabahan pustaka yang membahas tentang teori atau hasil penelitian
terdahulu yangberkaitan dengan penelitian yang akan dijalankan. Pencarian dan
penelusuran kepustakaan atau literatur yang berhubungan dengan masalah
penelitian sangat diperlukan.Penelitian tidak dilakukan di ruang kosong dan tidak
pula dapat dikerjakan dengan baik, tanpa basis teoritis yang jelas.Penelitian
kekinian sesungguhnya menelusuri atau meneruskan peta jalan yang telah dirintis
oleh peneliti terdahulu (Iskandar, 2009).
Dengan adanya kajian pustaka, maka peneliti akan mempunyai landasan
untuk menentukan tujuan dan arah penelitian. Adapun teori yang dianggap relevan
dalam penelitian ini adalah:
2.2.1 Komunikasi
Definisi komunikasi menurut Effendy (dalam Ilmu Komunikasi Teori dan
Praktek, 2007: 9)merupakan aspek yang tidak akan bisa dilepaskan dari kehidupan
sosial yang di lakoni oleh manusia. Segala macam lini kehidupan manusia dapat
dipastikan memerlukan komunikasi sebagai alat untuk beinteraksi. Mulai dari
tangisan seorang bayi hingga gerakan seorang manusia lanjut usia yang terbaring
sakit pun dapat diklasifikasikan sebagai bentuk komunikasi.
Secara etimologis kata atau istilah komunikasi dari bahasa inggris
communication, dan asal katanya dari bahasa latincommunicatus, perkataan ini
bersumber pada kata communis. Kata communis memiliki makna “berbagi” atau
“menjadi milik bersama” yang berarti membuat kebersamaan atau membangun
kebersamaan antara dua orang atau lebih. Dalam kehidupan sehari-hari selain
menjadi makhluk individu, manusia juga sebagai makhluk sosial yang sangat
membutuhkan interaksi dengan orang lain. Dari interaksi itulah terjadi
komunikasiuntuk menyampaikan pesan, saling bertukar informasi dengan orang
lain untuk tujuan tertentu. (Ruben dan Steward 1998:16)
Bernard Berelson & Gary A. Steiner mendefinisikan komunikasi sebagai
transmisi informasi, gagasan, emosi, ketrampilan, dan sebagainya, dengan
menggunakan simbol-simbol – kata-kata, gambar, figur, grafik dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Tindakan atau proses transmisi itulah yang disebut dengan komunikasi (Mulyana,
2011:68).
Menurut Harold D. Laswell (Mulyana, 2011:69) cara yang baik untuk
menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan- pertanyaan
who say what in which channel to whom with what effect? Atau siapa yang
mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan pengaruh bagaimana?
Berdasarkan definisi Laswell ini dapat diturunkan lima unsur komunikasi yang
saling bergantung satu sama lain, yaitu : Pertama, komunikator (Source / sender /
encoder) adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk
berkomunikasi. Sumber bisa berupa individu, kelompok, organisasi, perusahaan
atau negara. Kedua, pesan (Message) adalah apa yang dikomunikasikan oleh
komunikator kepada komunikan. Pesan apa berupa symbol verbal maupun
nonverbal.Ketiga, saluran media, adalah alat yang digunakan komunikator untuk
menyampaikan pesan kepada komunikan.Keempat, komunikan (Receiver /
communican) adalah pihak yang menerima pesan dari komunikator. Dan kelima,
Efek adalah apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut.
Joseph A. Devito juga mengemukakan bahwa komunikasi adalah
transaksi, dengan transaksi di maksudkan bahwa momunikasi merupakan suatu
proses di mana komponen–komponennya saling terkait, dan bahwa para
komunikatornya beraksi dan beraksi sebagai suatu kesatuan dan keseluruhan.
Komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara.Sifat komunikasi yang
pertama adalah dengan tatap muka (face to facecommunication) yaitu komunikasi
yang berhadapan langsung antara komunikator dengan
komunikannya.Komunikasi selanjutnya dapat dinamakan dengan komunikasi
bermedia atau istilah asingnya (mediated communication). Komunikasi ini
menggunakan alat bantu sebagai perantaranya (Effendy, 2007:16).
Sifat komunikasi selanjutnya adalah komunikasi verbal
(verbalcommunication), merupakan komunikasi dengan menggunakan
bahasasebagai alatnya dan bibir untuk medianya.Adapun komunikasi verbal ini
bisa diklasifikasikan lagi menjadi komunikasi lisan (oral communication) dan
komunikasi tulisan (write communication) (Ibid).
Universitas Sumatera Utara
16
Universitas Sumatera Utara
Dan sifat komunikasi yang terakhir ada komunikasi yang dilakukan tidak
menggunakan aspek verbal melalui bibir sebagai media utamanya.yang
dinamakan komunikasi non verbal (nonverbal communication) yaitu komunikasi
yang menggunakan kial (gesture/body communication) dan komunikasi gambar
(pictorial communication) (Ibid).
Menurut Effendy dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik
proses komunikasi adalah berlangsungnya penyampain ide, informasi, opini,
kepercayaan, perasaan sebagainya dengan menggunakan lambang, misalnya
bahasa, gambar, warna dan sebagainya yang mempunyai syarat.
Hasil akhir yang di harapkan dari proses komunikasi yakni supaya
tindakan atau pun perubahan sikap penerima sesuai dengan keinginan pengirim.
Akan tetapi makna suatu pesan dipengaruhi bagaimana penerima merasakan pesan
itu sesuai konteksnya.Oleh sebab itu, tindakan atau perubahan sikap selalu
didasarkan atas pesan yang di sarankan. Adanya umpan balik menunjukan bahwa
proses komunikasi terjadi dua arah, artinya individu atau kelompok dapat
berfungsi sebagai pengirim sekaligus penerima dan masing-masing berinteraksi.
Interaksi ini memungkinkan pengirim dapat memantau seberapa baik pesan-pesan
yang dikirimkan dapat diterima atau apakah pesan yang disampaikan telah
ditafsirkan secara benar sesuai yang diinginkan (Ibid).
2.2.2 Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang terjadi dengan diri
sendiri. Ini merupakan dialog internal dan bahkan dapat terjadi saat bersama
dengan orang lain sekalipun. Sebagai contoh: ketika anda bersama seseorang, apa
yang anda pikirkan termasuk dengan komunikasi intrapersonal. Pada komunikasi
intrapersonal seringkali mempelajari peran kognisi dalam perilaku manusia.Dalam
konteks ini biasanya dilakukan berulang- ulang daripada dengan komunikasi
lainnya.Uniknya lagi, komunikasi intrapersonal mencakup dimana kita bisa
membayangkan, melamun, mempersepsikan dan memecahkan masalah dalam
pikiran kita. (Turner:2009)
Komunikasi intrapersonal dapat menjadi pemicu bentuk komunikasi yang
lainnya.Pengetahuan mengenai diri pribadi melalui proses-proses psikologis
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
seperti persepsi dan kesadaran (awareness) terjadi saat berlangsungnya
komunikasi intrapribadi oleh komunikator. Untuk memahami apa yang terjadi
ketika orang saling berkomunikasi, maka seseorang perlu untuk mengenal diri
mereka sendiri dan orang lain.
Menurut Rakhmat, komunikasi intrapersonal adalah proses pengolahan
informasi. Proses ini melewati empat tahap: sensasi, persepsi, memori, dan
berpikir. Dan tahap tahap komunikasi intrapersonal yaitu: Pertama, sensasi, yang
berasal dari kata sense, berarti kemampuan yang dimiliki manusia untuk
menyerap segala hal yang diinformasikan oleh panca indera. Informasi yang
diserap oleh pancaindera disebut stimuli yang kemudian melahirkan proses
sensasi. Dengan demikian sensasi adalah proses menangkap
stimuli.(Rakhmat:2009)
Kedua, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan.Secara sederhana persepsi adalah memberikan makna pada
hasil cerapan panca indera.Selain dipengaruhi oleh sensasi yang merupakan hasil
cerapan panca indera, persepsi dipengaruhi juga oleh perhatian (attention),
harapan (expectation), motivasi dan ingatan.Secara umum tiga hal yang disebut
pertama terbagi menjadi dua faktor personal dan faktor situasional.Penarik
perhatian yang bersifat situasional merupakan penarik perhatian yang ada di luar
diri seseorang (eksternal), seperti intensitas stimuli, kebaruan, dan
perulangan.Secara internal, ada yang dinamakan perhatian selektif (selective
attention) yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor biologis,
sosiopsikologis, dan sosiogenis.
Ketiga, memori. Dalam komunikasi intrapersonal, memori memegang
peranan penting dalammempengaruhi baik persepsi (dengan menyediakan
kerangka rujukan) maupun berfikir. Memori adalah sistem yang sangat terstuktur,
yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan
menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya. Setiap stimuli
datang, stimuli itu direkam sadar atau tidak. Kapasitas memori manusia,
diciptakan sangat besar namun hanya sedikit orang yang mampu menggunakan
memorinya sepenuhnya, bahkan Einstein yang tercatat manusia paling genius baru
Universitas Sumatera Utara
18
Universitas Sumatera Utara
mengoperasikan 15% dari memorinya.
Kerja Memori melalui tiga proses : (1) Perekaman (encoding), pencatatan
informasi melalui reseptor indera dan saraf internal baik disengaja maupun tidak
disengaja. (2) Penyimpanan (storage), Dalam fungsi ini, hasil dari
persepsi/learning akandisimpan untuk ditimbulkan kembali suatu saat. Dalam
proses belajar akan meninggalkan jejak-jejak (traces) dalam jiwa seseorang dan
suatu saat akan ditimbulkan kembali (memory traces). Memory dapat hilang
(peristiwa kelupaan) dan dapat pula berubah tidak seperti semula. (3)
Pemanggilan (retrieval), mengingat lagi, menggunakan informasi yang disimpan.
Dalam hal ini bisa ditempuh melalui dua cara yaitu to recall (mengingat kembali)
dan to recognize (mengenal kembali)..
Keempat, berfikir. Dalam suatu proses yang mempengaruhi penafsiran kita
terhadap stimuli adalahberfikir. Dalam berfikir kita akan melibatkan semua proses
yang kita sebut diatas, yaitu: sensasi, berfikir, dan memori. Saat berfikir maka
memerlukan penggunaan lambang, visual atau grafis. Tetapi untuk apa orang
berfikir? Berfikir dilakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil
keputusan, memecahkan persoalan, dan menghasilkan yang baru.Adalah
mengolah dan memanipulasikan informasi untuk memenuhi kebutuhan atau
memberikan respons.
Secara garis besar ada dua macam berfikir, autuistic dan realistic.Dengan
berfikir autistic orang melarikan diri dari kenyataan dan melihat hidup sebagai
gambar-gambar fantasi. Terbalik dengan berfikir secara realistic yang bertujuan
untuk menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Berfikir realistic di bagi menjadi
tiga macam, yaitu deduktif, induktif dan evaluative.
Jadi komunikasi intrapersonal merupakan keterlibatan internal secara aktif
dari individu dalam pemrosesan simbolik dari pesan-pesan. Seorang individu
menjadi pengirim sekaligus penerima pesan, memberikan umpan balik bagi
dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan. Komunikasi
intrapersonal dapat menjadi pemicu bentuk komunikasi yang lainnya.Pengetahuan
mengenai diri pribadi melalui proses-proses psikologis seperti persepsi dan
kesadaran (awareness) terjadi saat berlangsungnya komunikasi intrapribadi oleh
komunikator. Untuk memahami apa yang terjadi ketika orang saling
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
berkomunikasi, maka seseorang perlu untuk mengenal diri mereka sendiri dan
orang lain. Karena pemahaman ini diperoleh melalui proses persepsi. Maka pada
dasarnya letak persepsi adalah pada orang yang mempersepsikan, bukan pada
suatu ungkapan ataupun obyek.
Menurut Rakhmat, aktivitas dari komunikasi intrapribadi yang kita
lakukan sehari-hari dalam upaya memahami diri pribadi diantaranya adalah;
berdo'a, bersyukur, instrospeksi diri denganmeninjau perbuatan kita dan reaksi
hati nurani kita, mendayagunakan kehendak bebas, dan berimajinasi secara
kreatif.(Rakhmat:2009)
Pemahaman diri pribadi ini berkembang sejalan dengan perubahan
perubahan yang terjadi dalam hidup kita. Kita tidak terlahir dengan pemahaman
akan siapa diri kita, tetapi prilaku kita selama ini memainkan peranan penting
bagaimana kita membangun pemahaman diri pribadi ini. Dalam penelitian ini,
peneliti hanya memfokuskan pada kajian yang menyangkut persepsi. Karena
menurut peneliti persepsi merupakan inti dari komunikasi, sedangkan penafsiran
adalah inti dari persepsi, yang identik dengan penyandian balik (decoding) dalam
proses komunikasi.
2.2.3 Konsep diri
Pengertian Konsep Diri
Konsep diri adalah gagasan tentang diri sendiri yang mencangkup
keyakinan,pandangan dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri.Konsep
diri terdiri atasbagaimana cara kita melihat diri sendiri sebagai pribadi,bagaimana
kita merasatentang diri sendiri dan bagaimana kitamenginginkan diri sendiri
menjadi manusiasebagaimana yang kitaharapkan.
Konsep diri adalah kumpulan keyakinan danpersepsi diri mengenaidiri
sendiri yang terorganisasi dengan kata lain, konsep diritersebut bekerjasebagai
skema dasar. Diri memberikan sebuah kerangka berpikiryang menentukan bagai
mana mengolah informasi tentang diri sendiri, termasukmotivasi, keadaan
emosional, evaluasi diri, kemampuan dan banyak hallainya.Konsep diri (self-
concept) ialah gambaran diri sendiri yang bersifat menyeluruhterhadap
keberadaan diri seseorang.Konsep diri ini bersifat multi-aspek yaitumeliputi 4
Universitas Sumatera Utara
20
Universitas Sumatera Utara
(empat)aspek seperti (1) aspek fisiologis, (2) psikologis, (3) psiko -sosiologis,
(4)psiko-etika dan moral. Gambaran konsep diri berasal dari interaksiantaradiri
sendiri maupun antara diri dengan orang lain (lingkungan sosialnya). Olehkarna
itu, konsep diri sebagai cara pandang seseorang mengenai dirisendiri
untukmemahami keberadaan diri sendiri maupun memahami orang lain (Rakhmat,
2008).
Konsep diri merupakan proses yang terus berlanjut di sepanjang kehidupan
manusia. Menurut Symonds dan Fitts persepsi diri tidak langsung muncul pada
saat kelahiran tetapi mulai berkembang secara bertahap dengan munculnya
kemampuan perseptif.
William H. Fitts (1971) meninjau konsep diri secara fenomenologis. Fitts
mengatakan bahwa konsep diri nerupakan aspek penting dalam diri seseorang,
karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference)
dalam ia berinteraksi dengan lingkungannya. Definisi yang diberikan Fitts
mengenai konsep diri adalah : "the self as seen, perceived, and experienced by
him. This is the perceived self or the individuals self concept“ (Fitts, 1971 : 3).
Fitts juga mengemukakan bahwa konsep diri mempunyai pengaruh yang
kuat terhadap tingkah laku seseorang. Oleh karena itu, dengan mengetahui konsep
diri seseorang maka akan lebih memudahkan untuk meramalkan dan memahami
tingkah lakunya.
Fitts menjelaskan bahwa jika individu mempersepsikan dirinya, berreaksi
terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi pada
dirinya, maka hal ini menunjukkan suatu kesadaran diri (self awareness) dan
kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya sebagaimana
ia lakukan terhadap obyek-obyek lain yang ada di dalam kehidupannya. Jadi, diri
yang dilihat, dihayati, dan dialami seseorang itu disebut konsep diri.
Sedangkan menurut Klein, dkk (dalam Baron, 2004:165) menyatakan
bahwa konsep diri adalah kumpulan keyakinan dan persepsi diri mengenai diri
sendiri yang terorganisasi.Diri memberikan sebuah kerangka berpikir yang
menentukan bagaimana kita mengolah informasi tentang diri kita sendiri,
termasuk motivasi, keadaan emosional, evaluasi diri, kemampuan dan banyak hal
lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Menurut Charles Horton Cooley (dalam Rakhmat, 2008), kita
melakukannya dengan membayangkan diri kita sebagai orang lain. Cooley
menyebutkan gejala ini looking glass self (diri cermin) yang berarti seakan-akan
kita menaruh cermin di depan kita. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita
tampak pada orang lain. Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain
menilai penampilan kita. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau kecewa.
Konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan dan apa yang anda rasakan tentang
diri anda. Dengan demikian ada dua komponen konsep diri, yaitu: komponen
kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif disebut citra diri (self image)
dan komponen afektif disebut harga diri (self esteem).Didalam konsep diri ada
yang disebut dengan social self. Social self adalah identitas kolektif yang
merupakan bagian dari siapa kita dan bagaimana kita berpikir tentang diri kita
sendiri.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep diri
adalah pandangan individu mengenai dirinya, meliputi gambaran mengenai diri
dan kepribadian yang diinginkan, yang diperoleh dari pengalaman dan interaksi
dengan orang lain. Setiap konsep diri keseluruhan seseorang terdiri dari banyak
komponen yang berbeda yang memberikan skema terhadap aspek spisifik dalam
hidupnya.Satu komponen tersebut, yaitu interaksi sosial. Untuk kaum muda,
konsep self socialini dapat dibagi lebih jauh dalam kategori yang lebih spesifik,
seperti interaksi sosial di sekolah dan interaksi sosial dalam keluarga. Didalam
setiap interaksi, spesifikasi lebih lanjut adalah dalam interaksi dengan teman
sekelas versus dengan guru dan orang tua versus saudara (Baron, 2004:168-169).
Menurut Devito (2013) dalam buku yang berjudul The Interpersonal
Communication Book, Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep
diri, yaitu :
1) Other Images
Others images merupakan orang yang mengatakan siapa anda,melihat
citra diri anda dengan mengungkapkannya melalui perilaku dan aksi. Konsep diri seseorang dibentuk karena adanya orang-orang yang paling
penting dalam hidup seseorang seperti orang tua.Menurut Demo.H
menekankan bahwa konsep diri dibentuk, dipelihara, diperkuat dan
diubah oleh komunikasi para anggota keluarga.Mereka itulah yang
disebut sebagai significant others.Significant Orhers yang dimaksud
Universitas Sumatera Utara
22
Universitas Sumatera Utara
merupakan orang tua.Orang tua adalah faktor utama yang membentuk
dan mengembangkan konsep diri seorang anak.Dalam perkembangan,
significant others meliputi semua orang yang mempengaruhi perilaku,
pikiran dan perasaan kita, mereka mengarahkan tindakan kita,
membentuk pikiran kita dan menyentuh kita secara emosional.
2) Orang lain
Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu.
Ketika kita tumbuh menjadi dewasa, kita mencoba menghimpun
penilaian semua orang yang pernah berhubungan dengan kita.Sebagai
contoh, Minah memperoleh informasi tentang dirinya dari kedua orang
tuanya dan orang disekitarnya bahwa Minah anak yang pintar.Minah
berpikir, “saya pintar”. Ia menilai persepsinya dari orang lain. Richard
Dewey dan W.J. Humber menamai orang lain sebagai affective others,
dimana orang lain yang mengenal kita mempunyai ikatan emosional.
Dari merekalah, secara perlahan-lahan membentuk konsep diri kita
melalui senyuman, pujian, penghargaan, pelukan yang menyebabkan
kita menilai diri kita secara positif.Ejekan dan cemoohan membuat kita
memandang diri kita secara negatif. Pandangan diri kita tentang
keseluruhan pandangan orang lain terhadap kita disebut generalized
others. Konsep diri ini berasal dari George Herbert Mead, memandang
diri kita seperti orang lain memandangnya, berarti mencoba
menempatkan diri kita sebagai orang lain.
3) Budaya
Melalui orang tua, pendidikan, latar belakang budaya, maka
akanditanamkan keyakinan, nilai agama, ras, sifat nasional untuk
membentuk konsep diri seseorang. Contohnya, ketika seseorang
mempunyai latar belakang budaya yang baik dan memiliki etika maka
orang tersebut memiliki konsep diri positif.
4) Mengevaluasi pikiran dan perilaku diri sendiri
Konsep diri terbentuk karena adanya interpretasi dan evaluasi dari
perilaku diri sendiri berdasarkan apa yang dilakukan.
Menurut Sobur (2013) konsep diri terbentuk dalam waktu yang relatif
lama.Konsep diri pada dasarnya tersusun atas berbagai tahapan, yaitu :
a) Konsep diri primer
Konsep ini terbentuk atas dasar pengalamannya terhadaplingkungan,
yaitu lingkungan rumahnya sendiri.Pengalaman yang berbeda diterima
melalui anggota rumah, baik dari orang tua, nenek, paman atau saudara
kandung.Konsep tentang bagaimana dirinya banyak bermula dari
perbandingan antara dirinya dan saudara-saudara lainnya.Adapun
konsep bagaimana perannya, aspirasi-aspirasinya ataupun tanggung
jawabnya dalam kehidupan, ditentukan atas dasar pendidikan yang datang dari orang tuanya.
b) Konsep diri sekunder
Konsep ini banyak ditentukan oleh konsep diri primernya. Misalnya
apabila konsep diri primer seseorang adalah pendiam, tidak nakal, tidak
suka keributan, maka ia akan memilih teman bermain yang sesuai
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
dengan konsep diri yang sudah dimilikinya dan teman-teman baru yang
nantinya menunjang terbentuknya konsep diri sekunder.
Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi individu dengan orang-
orang disekitarnya. Apa yang dipersepsi individu lain mengenai diri individu,
tidak terlepas dari struktur, peran dan status sosial yang disandang seorang
individu.
Menurut Calhoun dan Acocella (1990:65-67), dalam
perkembangannya konsep diri terbagi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep
diri negatif.
a) Konsep Diri Positif
Konsep diri positif menunjukkan adanya penerimaan diri dimana
individu dengan konsep diri positif mengenal dirinya dengan baik
sekali.Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu
yang memiliki konsep diri positif dapat memahami dan menerima
sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri
sehingga evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat
menerima dirinya apa adanya. Individu yang memiliki konsep diri
positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu
tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu
menghadapi kehidupan di depannya serta menganggap bahwa hidup
adalah suatu proses penemuan.
b) Konsep diri negative
Calhoun dan Acocella (1990:65) membagi konsep diri negatif menjadi
dua tipe, yaitu:pertama, pandangan individu tentang dirinya sendiri
benar-benar tidak teratur, tidak memiliki perasaan, kestabilan dan
keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya,
kekuatan dan kelemahannya atau yang dihargai dalam
kehidupannya.Kedua, pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil
dan teratur.Hal ini bisa terjadi karena individu dididik dengan cara
yang sangat keras, sehingga menciptakan citra diri yang tidak
mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum yang
dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.
Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa konsep diri dapat berbentuk
positif atau negatif. Seseorang yang mempunyai konsep diri positif akan
menerima diri apa adanya dan memiliki tujuan sesuai dengan realitas. Berbeda
dengan seseorang yang mempunyai konsep diri negatif, dirinya sama sekali tidak
mengetahui kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Seseorang dengan
pandangan yang kaku terhadap dirinya juga memiliki konsep diri yang negatif.
Konsep diri adalah pandangan dari diri setiap individu tentang dirinya
Universitas Sumatera Utara
24
Universitas Sumatera Utara
sendiri. Potret diri mental ini, menurut Calhoun (1990 : 67) memiliki 3 dimensi,
yaitu:
(1) Pengetahuan individu tentang dirinya sendiri
(2) Pengharapan individu terhadap dirinya sendiri, dan
(3) Penilaian individu tentang dirinya sendiri.
Dimensi pertama dari konsep diri, yaitu pengetahuan individu tentang
dirinya tersebut menempatkan setiap individu ke dalam kelompok atapun
katagori-katagori sosial tertentu.Dalam benak setiap individu, terdapat satu daftar
julukan yang menggambarkan dirinya.Misalnya berapa usianya, kebangsaannya,
sukunya, pekerjaannya, keadaan fisiknya, dan sebagainya.Dengan demikian,
konsep diri setiap individu dapat diazas dasarkan dari keseluruhan pengetahuan
daftar julukan dirinya yang menempatkannya ke dalam kelompok ataupun
katagori-katagori sosial tertentu. Misalnya menjadi kelompok usia, kelompok
bangsa, kelompok suku, kelompok pekerjaan, kelompok keadaan fisik, dan
sebagainya. Dalam pengertian luas, setiap individu juga mengidentifikasikan
dirinya dengan kelompok sosial lainnya, yang akhirnya akan menambah luas
pengetahuan tentang daftar julukan dari dirinya.
2.2.4 Peranan
Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status).Apabila
seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya,
maka dia menjalankan suatu peranan (Soekanto 1989: 234). Pentingnya peranan
adalah karena ia mengatur perilaku seseorang atau kelompok. Peranan yang
melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan
kemasyarakatan.Posisi seseorang dalam masyarakat (social-position) merupakan
unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada organisasi
masyarakat.Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan
sebagai suatu proses.Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat
serta menjalankan suatu peranan.
Atas dasar tersebut Soekanto menyimpulkan bahwa sesuatu peranan
mencakup paling sedikit tiga aspek, yaitu:
a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
b. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan individu dalam
masyarakat sebagai organisasi.
c. Peranan jugan dapat diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.
Menurut Abdulsyani (2007: 94) peranan adalah suatu perbuatan seseorang
atau sekelompok orang dengan cara tertentu dalam usaha menjalankan hak dan
kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya.Pelaku peranan dikatakan
berperan jika telah melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan status
sosialnya dengan masyarakat. Jika seseoarang mempunyai status tertentu dalam
kehidupan masyarakat, maka selanjutnya akan ada kecenderungan akan timbul
suatu harapan-harapan baru.
Sedangkan, Abu Ahmadi (1982: 256) menyebutkan bahwa peranan dalam
ilmu sosial berarti suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki
suatu posisi dalam struktur sosial tertentu.Seseorang dapat memainkan fungsinya
dengan menduduki jabatan tertentu.Pengertian ini dikembangkan oleh paham
interaksionis, karena lebih memperlihatkan konotasi aktif dinamis dari fenomena
peranan. Seseorang dikatakan menjalankan peranannya manakala ia menjalankan
hak dan kewajiban yang merupakan bagian tidak terpisah dari status yang
disandangnya.
Setiap status sosial terkait dengan satu atau lebih peranan sosial.Merujuk
dari beberapa definisi di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa peranan adalah
suatu kegiatan yang di dalamnya meliputi status atau keberadaan seseorang atau
sekelompok orang yang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya atau posisinya dalam suatu kelompok.Jika ditinjau dari sudut
organisasi atau kelembagaan maka dapat disimpulkan bahwa peran adalah suatu
kegiatan yang didalamnya mencakup hak-hak dan kewajiban yang dilaksanakan
oleh sekelompok orang yang memiliki suatu posisi dalam suatu organisasi atau
lembaga.
Narwoko (2006 : 159) peranan dinilai lebih banyak menunjukkan suatu
proses dari fungsi dan kemampuan mengadaptasi diri dalam lingkungan sosialnya.
Universitas Sumatera Utara
26
Universitas Sumatera Utara
Dalam pembahasan tentang aneka macam peranan yang melekat pada individu-
individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat dengan adanya beberapa
pertimbangan sehubungan dengan fungsinya, yaitu sebagai berikut:
a) Bahwa peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur
masyarakat hendak dipertahankan kelangsungannya.
b) Peranan tersebut seyogyanya dilekatkan pada individu yang oleh masyarakat
dianggap mampu untuk melaksanakannya. Mereka harus telah terlebih dahulu
terlatih dan mempunyai pendorong untuk melaksanakannya.
c) Dalam masyarakat kadang-kadang dijumpai individu-individu yang tak
mampu melaksanakan peranannya sebagaimana diharapkan oleh masyarakat,
oleh karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan yang terlalu
banyak dari kepentingan-kepentingan pribadinya.
d) Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya, belum
tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang seimbang.
Bahkan seringkali terlihat betapa masyarakat terpaksa membatasi peluang-
peluang tersebut.Menurut teori peranan (Role Theory), peranan adalah
sekumpulan tingkah laku yang dihubungkan dengan suatu posisi
tertentu.(Sarbin & Allen, 1968 dalam www.freelist.com diakses tanggal 9
februari 2013).
Menurut teori ini, peranan yang berbeda membuat jenis tingkah laku yang
berbeda pula. Tetapi apa yang membuat tingkah laku itu sesuai dalam suatu situasi
dan tidak sesuai dalam situasi lain relatif independent (bebas) pada seseorang
yang menjalankan peranan tersebut. Sarbin dan Allen (1968) juga menyebutkan
bahwa analisis terhadap perilaku peranan dapat dilakukan melalui tiga
pendekatan, yaitu: 1. Ketentuan peranan, adalah pernyataan formal dan terbuka
tentang perilaku yang harus ditampilkan oleh seseorang dalam membawa
perannya. 2. Gambaran peranan, yaitu suatu gambaran tentang perilaku yang
secara aktual ditampilkan seseorang dalam membawakan perannya. 14 3. Harapan
peranan, adalah harapan orang-orang terhadap perilaku yang ditampilkan
seseorang dalam menampilkan peranannya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.2.5 Perilaku
Psikolog memandang perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi
yang dapat bersifat sedehana maupun bersifat kompleks” (Saifuddin Azwar, 1995:
9).Pada manusia umumnya memang terdapat bentuk-bentuk perilaku intrisik yang
didasari oleh kodra untuk mempertahankan kehidupan. Demikian pula dengan
beberapa bentuk perilaku abnormal yang ditunjukkan oleh para penderita
abnormalitas jiwa ataupun oleh orang-orang yang sedang berada dalam
ketidaksadaran akibat pengaruh obat-obat terlarang dan minuman keras, situasi
hipnotik, serta situasi emosional yang sangat menekan.
Perilaku sosial merupakan sebuah kalimat yang terdiri dari dari dua kata
yaitu perilaku dan sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku
merupakan “tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau
lingkungan”.Dalam psikologi, perilaku berarti “keseluruhan reaksi atau gerakan-
gerakan dan perubahan jasmani yang dapat diamati secara obyektif”.
Menurut Syamsul Arifin perilaku berarti “perbuatan atau tindakan dan
perkataan seseorang yang sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh
orang lain ataupun orang yang melakukannya”.3 Perilaku sangat erat
hubungannya dengan sikap.
Icek Ajzan dan Martin Fishbein mengemukakan Teori Tindakan Beralasan
(theory of reasoned action) dengan mencoba melihat anteseden penyebab perilaku
volisional (perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri), teori ini didasarkan
pada asumsi-asumsi berikut :
1) Bahwa manusia umumnya melakukan sesuatu dengan cara-cara yang masuk
akal.
2) Bahwa manusia mempertimbangkan semua informasi yang ada.
3) Bahwa secara ekplisit maupun implisit manusia memperhitungkan implikasi
tindakan mereka.
Syaifuddin Azwar (1995: 11) memandang dalam teori tindakan beralasan
mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan
keputusan yang teliti dan beralasan serta dampaknya terbatas hanya pada tiga hal,
yaitu :
1) Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tapi oleh sikap yang spesifik
Universitas Sumatera Utara
28
Universitas Sumatera Utara
terhadap sesuatu.
2) Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tapi juga oleh norma-norma
subyektif (subjective norms)yaitu keyakinan mengenai orang lain yang ingin kita
perbuat.
3) Sikap terhadap suatu perilaku bersama norma-norma subjektif membentuk
suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu.
Teori perilaku beralasan kemudian diperluas dan dimodifikasi oleh Ajzan
(1988).Modifikasi ini dinamai Teori Perilaku Terencana (theory of planned
behavior). Dalam teori perilaku terencana keyakinan-keyakinan berpengaruh pada
sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma-norma subyektif, dan pada kontrol
perilaku yang dihayati.
Menurut (Yayat Suharyat, 2009: 7) memandang pada pertumbuhan sikap
melalui proses belajar, bahwa : Sikap dapat ditumbuhkan dan dikembangkan
melalui proses belajar, dalam proses belajar tidak terlepas dari proses komunikasi
dimana terjadi proses transfer pengetahuan. Jika sikap merupakan hasil belajar,
maka kunci utama belajar sikap terletak pada proses kognisi dalam belajar siswa.
Sikap terhadap perilaku dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku
tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan.
Menurut teori perilaku terencana diantara berbagai keyakinan yang akhirnya akan
menentukan intensi dan perilaku tertentu adalah keyakinan mengenai tersedianya
kesempatan dan sumber yang diperlukan. Keyakinan ini dapat berasal dari
pengalaman dengan perilaku yang bersangkutan di masa lalu atau bisa juga
dipengaruhi oleh informasi tidak langsung yang lebih mengarah pada perilaku
yang misalkan dengan melihat pengalaman teman atau orang lain yang pernah
melakukannya atau dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang mengurangi atau
menambahkan kesan kesulitan untuk melakukan perbuatan yang bersangkutan.
Menurut W.A. Gerungan, attitude adalah “sikap terhadap objek tertentu,
bisa berupa sikap pandangan atau sikap perasaan yang disertai dengan
kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap objek tadi”.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah
keseluruhan reaksi baik itu berupa tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya
dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain akibat dari situasi yang
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
dihadapi.
2.2.5.1 Bentuk-Bentuk Perilaku
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari lainnya. Ia akan
selalu mengadakan hubungan demi kesempurnaan dalam memenuhi segala
kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan adanya pelaksanaan
bentuk-bentuk perilaku sosial yang positif agar tercipta kehidupan yang harmonis.
Menurut (Arifin:2015) bentuk dan perilaku sosial seseorang dapat pula
ditunjukkan oleh sikap sosialnya. Sikap ini dinyatakan dengan kegiatan yang sama
dan berulang-ulang terhadap objek sosial yang menyebabkan terjadinya tingkah
laku. Bentuk dan jenis perilaku sosial seseorang merupakan karakter ketika
seseorang berinteraksi dengan orang lain. Perilaku sosial dapat dilihat melalui
sifat-sifat dan respon antar pribadi sebagai berikut :
1) Perilaku Terpuji
Perilaku terpuji adalah segala sikap, ucapan dan perbuatan yang baik
sesuai ajaran Islam. Kendatipun manusia menilai baik, namun apabila tidak sesuai
dengan ajaran Islam, maka hal itu tetap tidak baik. Sebailiknya, walaupun
manusia menilai kurang baik, apabila Islammeyatakan baik, maka hal itu tetap
baik.
Kita sebagai umatnya tentunya ingin dapat mengikuti apa yang terjadi
tuntutan rasulullah dalam kehidupan sehari-hari sebagai suritauladan
manusia.Orang yang baik akhlaknya tentunya didalam pergaulan sehari-hari akan
senantiasa dicintai oleh sesama, dan tentunya mereka kelak dihari kiamat akan
masuk surga bersama dengan nabi saw.
Harta yang banyak, pangkat yang tinggi atau dimilikinya beberapa gelar
kesarjanaan tak mampu mengangkat derajat manusia tanpa dimilikinya akhlak
terpuji. Islam hadir dimuka bumi sebenarnya sangat mengedepankan akhlak
terpuji, karena Rasulullah saw. sendiri diutus untuk menyempurnakan akhlak.
Alangkah indahnya ajaran Islam yang memerintahkan untuk berakhlakul karimah.
Jika hidup kita dihiasi dengan ahklak terpuji tentunya akan dicintai oleh Allah awt
dan masyarakatnya akan menjadi baik, temteram dan damai.
Sebagian manusia, berbicara tentang akhlak terpuji dalam era globalisassi
Universitas Sumatera Utara
30
Universitas Sumatera Utara
seperti ini dinilai kuno dan kurang maju. Anggapan ini muncul karena sedah
terpengaruh budaya barat yang dinilai maju dan modern. Akhlak terpuji amat
penting dalam kehidupan manusia.
Manusia diciptakan Allah swt sebagai makhluk sosial artinya manusia
selalu berhubungan dan membutuhkan bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam
bergaul dengan orang lain harus diperhatikan norma-norma yang ada sehingga
pergaulan antar masyarakat akan berlangsung dengan harmoni. Denagn demikian
setiap manusia dituntut untuk berperilaku terpuji dalam hubungan dengan orang
lain dilingkungan sosialnya tanpa membedakan status sosialnya, agama, maupun
keturunannya. Rasulullah bersabda: “Engkau belum disebut sebagai orang yang
beriman kecuali engkau mencintai orang lain sebagaimana engkau mencintai
dirimu sendiri”.
Macam-macam perilaku terpuji terhadap sesama dalam masyarakat:
a. Saling Mengenal.
Dalam pergaulan sehari-hari sering kita dengar ungkapan “tidak kenal
maka tidak sayang”. Hal tersebut berlaku untuk apa saja baik itu dalam
perdagangan, perumahan, lingkungan masyarakat dan lain-lain. Begitu juga
dengan sesama manusia, kalau kita belum kenal mungkin kita punya dzan
(sangkaan) yang bermacam-macam. Orang kita sangka baik ternyata belum
tentu baik, orang yang kita sangka buruk belum tentu buruk, oleh karena itu
supaya tidak punya dzan yang bermacam-macam, sabaiknya kita
memperkenalkan diri.
Perkenalan bukan hanya dari segi nama saja, tetapi dari berbagai aspek
baik itu keluarga, pendidikan, agama, pekrjaan dan lain-lain. Itulah makna kita
saling kenal mengenal yang dalam bahasa arab disebut Ta‟aruf. Ta‟aruf dapat
di artikan saling mengenal, saling mengetahui manusia satu dengan manusia
lain. Saling kenal mengenal tersebut harus didasari dengan kemanusiaan,
persaudaraan kecintaan serta ketakwaan kepada Allah swt . tanpa
membedakan ras, keturunan, warna kulit, pangkat jabatan maupun agama.
Dalam ta‟aruf perbedaa-perbedaan itu harus kita jauhkan dan di ganti dengan
kasih sayang.
Atas kodrat dan irodat Allah, kita lajir didunia yang memiliki berbagai
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
macam perbedaan-perbedaan baik bentuk fisik, warna kulit, rambut, suku
bangsa, maupun yang dibentuk oleh manusia itu sendiri seperti kelompok
buruh, majikan dan lain-lain. Adanya perdaan itu jangan dijadikan alasan
untuk permusuhan dan pertentangan akan tetapi harus dijadikan sarana saling
kenal mengenal.
Ajaran tentang persaudaraan dan saling kenal mengenal antar manusia
harus dilandasi dengan landasan yang amat luas. Yang dituju disini bukan
hanya kaum mukmin, malinkan manusia pada umumnya yang mereka itu
seakan-akan satu keluarga dan terbagi menjadi bangsa, kebilah dan keluarga
b. Saling Memahami dan Tafahum
Tafahum artinya saling memahami keadaan seseorang, baik sifat watak
maupun latar belakang seseorang. Menurut ( Suharto:2007) pada dasarnya
setiap orang memiliki hak hidup yang sama dan saling membutuhkan. Oleh
karena itu hendaknya kita saling memahami dan saling menghargai dan tidak
bersikap sombong. Adapun kebalikan dari sifat ini adalah sombong. Supaya
pergaulan kita dapat berjalan dengan baik maka jauhilah sikap sombong. Allah
SWT telah mengingatkan kepada kita untuk tidak sombong.
c. Jujur
Dalam buku (Ahmadi, 2004 : 41) Jujur dalam bahasa Arab berarti ṣidiq,
sedangkan dalam KBBI jujur diartikan sebagai lurus hati; tidak curang. Orang
yang jujur adalah orang yang berkata, berpenampilan, dan bertindak apa
adanya tanpa dibuat-buat (dikurangi atau dilebihkan).
Allah meminta kapada manusia dalam membina kehidupan ini supaya
berlaku benar dan jujur, karena kebenaran dan kejujuran merupakan hal yang
pokok dalam kehidupan manusia. Akan tetapi sebaliknya, apabila manusia
melalaikan hal yang pokok ini, maka kehancuran dan kekacauan yang akan
menimpa manusia. Oleh karenanya berpegang teguh pada kejujuran dan
kebenaran dalam segala hal merupakan faktor yang penting dalam membina
akhlak bagi orang-orang muslim.
Benar atau jujur artinya sesuainya sesuatu dengan kenyataan yang
sesungguhnya, tidak saja berupa perkataan tetapi juga perbuatan. Dalam
bahasa arab benar atau jujur disebut sidiq (ash shidqu). Benar atau jujur
Universitas Sumatera Utara
32
Universitas Sumatera Utara
perkataan artinya mengatakan sesuatu keadaanya yang sebenarnya, tidak
mengada-ngada dan tidak pula menyembunyikan. Akan tetapi, apabila yang
disembunyikan itu suatu rahasia atau menjaga nama baik seseorang, maka itu
diperbolehkan. Benar atau jujur dalam perbuatan ialah melaksanakan suatu
pekerjaan sesuai dengan aturan atau oetunjuk agama. Apabila menurut agama
itu diperbolehkan, maka itu benar, dan apabila perbuatan itu menurut agama
dilarang, berarti perbuatan itu tidak benar.
Benar atau jujur pada diri sendiri berarti kita harus bersungguh-sungguh
untuk meningkatkan kemampuan dan tujuan hidup kita untuk memberikan
sesuatu yang terbaik bagi orang lain, yaitu kita memperlihatkan diri kita yang
sebenarnya, tangpa dibuat-buat, bersih dan lurus. Benar atau juur kepada
orang lain tidak hanya sekedar berbuat dan berkata yang benar, akan tetapi
harus berusaha memberikan manfaat yang sebesar-besarnya. Sebagaimana
disabdakan rasulullah yang artinya: “sebaik-baik manusia adalah mereka yang
paling bermanfaat bagi orang lain.” Disamping memberikan manfaat kepada
orang lain rasulullah juga mencontohkan kepeduliannya terhadap orang lain.
Jujur adalah kata yang mudah umtuk diucapkan, akan tetapi berat dalam
pelaksanaannya. Kejujuran memancarkan kewibawaan, karena orang yang
berlaku jujur dapat menepiskan segala prasangka buruk, dia berni karena
benar.
d. Adil
Adil menurut istilah agama adalah sama dalam segala urusan dan
menjalankan sesuai dengan ketentuan agama. Dengan kata lain, adil adalah
mengerjakan yang benar dan menjauhkan yang batil.
Adil adalah jalan bagi seseorang untuk menuju kepada ketakwaan.
Apabila didalam pergaulan hidup ini masing-masing pihak berbuat sesuai
dengan pekerjaannya, maka diharapkan akan terwujud ketenteraman dan
kedamaian didalam masyarakat. Salah satu sifat yang ahrus dimiliki setiap
orang untuk dapat menegakkan kebenaran adalah sifat adil.
Didalam Al-Quran dijelaskan bahwa bersikap adil tidak pilih-pilih,
kepada golongan yang kita bencipun kita haarus tetap berlaku adil. Dengan
berbuat adil, maka akan mendekatkan kita kepada sifat takwa.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
e. Amanah
Secara bahasa, amanah adalah kepercayaan, kesetiaan atau ketulusan
hati. Berdasarkan istilah, amanah adalah sesuatu yang dititipkan kepada pihak
lain sehingga menimbulkan rasa aman bagi pemberinya, dan sebaliknya, pihak
penerima memelihara amanah dengan baik.
Oleh karena itu amanah itu hendaknya diberikan kepada orang yang
mampu melaksanakannya. Begitu juga orang yang menerima amanah harus
menyadari, bahwa amanah yang diterimanya itu harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada yang memberi amanah dan kepada Allah
SWT.
f. Lapang Dada atau Tasamuh
Tasamuh dapat diartikan sebagai lapang dada, yaitu sikap tidak terburu-
buru menerima atau menolak saran atau pendapat orang lain, sekalipun hal
tersebut menyangkut pada masalah agama, akan tetapi dipikirkan dalam-dalam
dipertimbangkan masak-masak baru menetapkan sikap.
g. Toleransi
Secara bahasa toleransi artinya bersabar, menahan diri dan membiarkan.
Toleransi menghendaki agar kerukunan hidup diantara manusia yang
bermacam-macam paham, keyakinan dapat terhindar dari sifat-sifat kaku,
bahkan menjurus pada sikap-sikap permusuhan.
Pada dasarnya, tujuan utama dalam toleransi adalah terciptanya kerukunan
hidup antar manusia, dan dalam agama Islam juga diajarkan bahkan
merupakan sesuatu ajaran yang sangat prinsip diantara ajaran-ajaran yang lain.
Tuuan yang demikian ini merupakan tujuan utama dari agama Islam dimuka
bumi ini dan sesuai pula dengan kata “Islam” yang berarti “damai” yaitu
damai dengan sesama umat manusia
2) Perilaku Tercela
Kitab suci al-Qur‟an banyak menerangkan sifat-sifat dan akhlak yang baik
atau terpuji Rasullullah saw. Ketika salah seorang sahabat bertanya kepada siti
Aisyah( istri rasulullah) mengenai bagaimana akhlak rasulullah itu, Siti Aisyah
mengembalikan pertanyaan kepada sahabat nabi tersebebut, “ Bukankah Anda
telah membaca Al-Qur‟an?” Aisyah kemudian mengatakan bahwa Qur‟an itu
Universitas Sumatera Utara
34
Universitas Sumatera Utara
mengandung contoh-contoh tentang akhlak Rasulullah yang sepatut nya dijadikan
suri teladan oleh umat manusia.
Disisi lain, Al-Qur‟an juga mengemukakan dan member peringatan tentang
akhlak-akhlak buruk atau tercela yang dapat merusak iman seseorsng dan padas
akhirnya akan merusak dirinya serta kehidupan masyarakat. Akhlak buruk itulah
yang disampaikan oleh rasulullah yang ditunjukkan oleh kaum Quraisy dahulu
untuk memojokkan kebenaran yang disampaikan rasulullah sebagaimana yang
dilakukan oleh tokoh-tokoh Quraisy seperti Abu jalal, Walid bin mugirah, Akhnas
bin syariq, Aswad bin abdi Yaquts. Oleh karena itu, iman merupakan suatu
oengakuan terhadap kebenaran dan harus dipelihara serta di tingkat kan kualitas
nya melalui sikap dan perilaku terpuji.
Beberapa contoh Perilaku tercela :
a. Dengki (Iri hati)
Dalam bahasa arab, hasud berati dengki. Dengki yaitu sifat yang
mengharapkan agar nikamat orang lain lenyap atau terhapus. Hal ini terjadi
akibat dari rassa iri hati, yakni tidak senang jjika melihat orang lain mendapat
nikmat Allah atau kebahagiaan.Sifat tercela ini harus di hindari khusus nya di
kalangan generasi muda muslim karena jika teris-menerus menjadi kebiasaan,
akan menghancurkan kebaikan. Orang yang dengki menyimpan sifat rakus,
tamak,dendam, serta rasa permusuhan.
Pendengki selalu gelisah karena hatinya tidak rela jika melihat oranglain
mendapat kenikmatan dari Allah swt. Hal ini akan membahayakan kesehatan
rohani maupun jasmani. Dengki juga mengakibatkan bahaya bagi orang lain
karena dapat menimbulkan kebencian dan permusuhan serta kerusakan.
b. Ria
Ria berasal dari bahasa arab yang artinya „memperlihatkan‟ atau terkenal
dengan istilah „memerkan‟. Dari segi syarak, Iman Al Hafiz Ibnu Hajar dala
kitabnya Fathul Bari mengatakan bahwa ria ialah ibadah yang dilakukan
dengan tujuan atau maksud agar dapat dilihat orrang lain sehingga memuja
pelakunya. Dilihat dari bentuknya ria ada dua macam yaitu :
1. Ria dalam Niat
Maksudnya adalah berniat sebelum melakukan pekerjaan agar pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
tersebut di puji oleh orang lain. Padahal niat sangat menentukan nilai sutu
pekerjaan. Jika pekeerjaan baik dengan niat kaaarena Allah , maka perbuatan
itu mempunyai nilai sisi Allah dan jika perbuatan itu dilakukan karena hal lain
seperti ingin mendapat pujian, maka perbuatan itu tidak memperoleh pahala
Allah swt.Ria yang berkaitan dengan hati paling sulit untuk diketahui karena
yang mengetahui nya hanyalah Allah swt
2. Ria perbuatan
Contoh perbuatan ini adalah seseorang akan mengerjakan sholat disertai
harapan mendapat perhatian, sanjungan, dan pujian dari orang lain. Orang
yang ria dalam salat akan celaka.
Sifat ria dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Sifat ria
yang membahayakan terhadap diri sendiri diantaranya ialah :
a. Selalu muncul ketidakpuasan terhadap apa yang telah dilakukan
b. Muncul rasa hampa dan senantiasa gelisah ketika berbuat sesuatu
c. Menyesal melakukan seswuatu ketika orang lain tidak memperhatikan
nya
d. Jiwa akan terganggu karena keluh kesah yang tiada hentinya
Bahaya ria Akan terlihat ketika orang yang pernah dibantu nya kemudian
diumpatnya,di olok-olok, dan dihina atau dicaci maki oleh yang telah
membantu dengan ria. Dia mencaci maki atau mengungkit-ungkit
pemberiannya karena ingin disanjung dan dipuji atau karena tidak tercapai
harapan sesuai dengan apa yang dikehendakinya sehingga orang yang dicaci-
maki itu akan tersinggungdan akhirnya terjadilah perselihan dan permusuhan
diantara keduanya. Oleh karena itu, perbuataan ria sangat merugikan.
Begitulah bahaya sifat ria, bahkan itu dapat dikatakan syirik khafi yang artinya
syirik ringan karena mengaitkan niat untuk melakukan sesuatu perbuataan
kepaada sesuatu selain kepada Allah swt.
c. Aniaya
Aniaya dalam bahsa arab disebut Zalim yang berarti melampaui
batas,keterlaluan, atau menempatkan sesuatu seperti
mengucapakan,berindak,atau beritikad yang tidak pada tempatnya. Kezaliman
dapat diartikan perbuataan yang melampaui batas-batas kemanusiaan dan
Universitas Sumatera Utara
36
Universitas Sumatera Utara
menantang atau menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan Allah swt.
d. Deskriminasi
Diskriminasi berasal dari bahasa inggris yaitu discrimination yang artinya
„Pembedaan Perlakuan‟. Dalam bahasa Arab diskriminasi disebut juga dengan
“tafriq”. dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diskriminassi berarti
perbedaan perlakuaan terhadap sesama warga (Negara) berdasarkan ras, suku,
warna kulit dan lain-lain.
Beberapa macam perlakuan diskriminasi antara lain yaitu :
Diskriminasi Kelamin, yaitu pembedaan sikap dan perlakuan terhadap orang
berdasarkanjenis kelamin
Diskriminasi Ras yaitu pembedaan berdasarkan asal bangsa yang menganggap
bahwa ras yang satu lebih hebat daripada ras yang lain.
Diskriminasi Sosial, yaitu pembedaan orang terhaadap sesame warga
bedasarkan status social nya, seperti kaya dan miskin, bangsawan dan rakyat
jelat,atau suatu agama dengan agama yang lain.
Diskriminasi Warna Kulit, yaitu pembedaan berdasarkan warna kulit.
Misalnya, orang berkulit putih dianggap lebih terhormat atau lebih unggul
daripada orang berkulit hitam.
2.3 Model Teoritik
Berdasarkan fokus permasalahan dan tujuan penelitian ini terdapat tiga
konsep utama yang harus dijelaskan dalam kerangka pemikiran, yaitu mengenai
konsep diri yang terbentuk, komunikasi intrapersonal dan peranan komunikasi
intrapersonal dalam proses pembentukan konsep dirimahasiswa Ilmu Komunikasi
FISIP USU.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi
Intrapersonal
1.Berdoa
2.Bersyukur
3.Intropeksi diri
4.Berimajinasi
Terbentuknya Konsep
diri
1. Pengetahuan
individu terhadap
dirinya sendiri
2. Pengharapan
individu terhadap
dirinya sendiri
3. Penilaian individu
terhadap dirinya
sendiri
Perilaku
1. Perilaku Terpuji :
a. Saling mengenal
b. Saling memahami
c. Jujur
d. Adil
e. Amanah
f. Lapang dada
g. Toleransi.
2. Perilaku Tercela :
a. Dengki
b. Ria
c. Aniaya
d. Deskriminasi
Universitas Sumatera Utara
38 Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah
metode studi kasus, maksudnya metode ini adalah metode penelitian yang
menggunakan berbagai sumber data (sebanyak mungkin data) yang biasa
digunakan untuk meneliti, menguraikan dan menjelaskan secara komprehensif
berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi atau peristiwa
secara sistematis (Krisyantono, 2008 : 66).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian yang
mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas
yang ada dalam interaksi manusia.Penelitian ini tidak mengutamakan banyaknya
populasi, jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan
fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari informan lainnya.
Penelaah berbagai sumber data ini membutuhkan berbagai macam
instrumen pengumpulan data.Karena itu, peneliti dapat menggunakan wawancara
mendalam, observasi, dokumentasi-dokumentasi, kuesioner (hasil survei),
rekaman, bukti-bukti fisik, dan sebagainya (Krisyantono, 2009:65).Dalam hal ini,
peneliti menggunakan wawancara mendalam sebagai instrumen pengumpulan
data.
Menurut Bogdan dan Biklen (2008: 4-5) terdapat lima ciri utama
penelitian kualitatif, yaitu:
1) Naturalistik. Penelitian kualitatif memiliki latar aktual sebagai sumber
langsung data dan peneliti merupakan instrumen kunci. Kata naturalistic
berasal dari pendekatan ekologis dalam biologi.
2) Data Deskriptif. Penelitian kualitatif adalah deskriptif. Data yang
dikumpulkan lebih mengambil bentuk kata-kata atau gambar daripada angka-
angka. Hasil penelitian tertulis berisi kutipan-kutipan dari data untuk
mengilustrasikan dan menyediakan bukti persentasi.
3) Berurusan dengan Proses. Peneliti kualitatif lebih berkonsentrasi pada proses
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
daripada dengan hasil atau produk.
4) Induktif. Peneliti kualitatif cenderung menganalisis data mereka secara
induktif. Mereka tidak melakukan pencarian di luar data atau bukti untuk
menolak atau menerima hipotesis yang mereka ajukan sebelum pelaksanaan
penelitian.
5) Makna. Makna adalah kepedulian yang esensial pada pendekatan kualitatif
peneliti yang menggunakan pendekatan ini tertarik bagaimana orang membuat
pengertian tentang kehidupan mereka. Dengan kata lain peneliti kualitatif
peduli dengan apa yang disebut dengan perspektif partisipan.
Berangkat dari karakteristik sebuah penelitian kualitatif yang telah
dibentangkan diatas, maka dapat dikemukakan bahwa dalam penelitian ini,
peneliti langsung berlaku sebagai alat peneliti utama (key instrument) yang mana
melakukan proses penelitian secara langsung dan aktif mewawancarai,
mengumpulkan berbagai materi atau bahan yang berkaitan.
3.2 Objek Penelitian
Objek penelitian apa yang akan diselidiki dalam penelitian. Menurut
Sugiyono (2013) dan Andi Prastowo (2011) apabila dlihat dari sumbernya, objek
dalam penelitian kualitatif disebut situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen, yaitu
tempat, pelaku dan aktivitas yang berinteraksi secara sinergi ( Fitrah& Lutfiyah,
2017: 156). Objek penelitian merupakan sesuatu yang merujuk pada masalah atau
tema yang sedang di teliti (Idrus, 2009;91). Adapun objek penelitian yang diteliti
adalah “Peranan, komunikasi intrapersonal, konsep diri dan perilaku mahasiswa
Ilmu Komunikasi FISIP USU”
3.3 Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah informan yang memahi informasi objek penelitian
sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Burhan,
2007: 76). Adapun subjek penelitian dalam penelitian ini adalah mahasiswa Ilmu
Komunikasi FISIP USU. Alasan peneliti ingin menjadikan mahasiswa Ilmu
Komunikasi di FISIP USU sebagai subjek penelitian yaitu karena peneliti melihat
bahwa mahasiswa ilmu komunikasi memiliki perilaku yang beragam, perilaku
Universitas Sumatera Utara
40
Universitas Sumatera Utara
inilah yang terliat sebagai indeks konsep diri. Dengan beragamnya konsep diri
yang ada, maka akan lebih mudah bagi peneliti untuk mendapatkan data yang
beragam. Peneliti juga mengharapkan dengan beragamnya perilaku mahasiswa
Ilmu Komunikasi FISIP USU bisa memperkaya data yang ada, dan membuat
penelitian semakin baik.
Berikut kriteria subjek penelitian:
1. Subjek harus dalam kategori atau rentang umur remaja menuju dewasa
(mahasiswa) yaitu 18- 23 tahun
2. Subjek merupakan salah satu mahasiswa aktif di Ilmu Komunikasi FISIP
USU
3. Subjek merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2016 dan 2017
Untuk melengkapi data tentang subjek penelitian, selain mahasiswa yang
menjadi subjek penelitian akan ada informan tambahan yaitu orang tua atau
sahabat dari subjek penelitian.
3.4 Kerangka Analisis
Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dari informan di lapangan
akan dilakukan dengan proses pengumpulan data yang dilakukan terus-menerus
hingga data jenuh dan teknik analisis data selama di lapangan berdasarkan model
Miles dan Huberman. Langkah-langkah dalam analisis data Sugiono (2005 : 92)
mengungkapkan “Peniliti akan melakukan reduksi data. Data yang diperoleh dari
lapangan yang sangat banyak sehingga perlu dilakukan analisis dan melakukan
reduksi data. Mereduksi berarti merangkum dan memilih hal-hal apa saja yang
pokok dan berfokus pada hal-hal yang penting saja. Data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti
melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencari bila diperlukan”.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :
a) Wawancara Mendalam (in-depth interview)
Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi
atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.Tehnik wawancara yang digunakan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam
(in–depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara
dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan
pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam
kehidupan sosial yang relatif lama (Sugiyono, 2006; 138).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang peneliti saat mewawancarai
responden adalah intonasi suara, kecepatan berbicara, sensitifitas pertanyaan,
kontak mata, dan kepekaan nonverbal. Dalam mencari informasi, peneliti
melakukan dua jenis wawancara, yaitu autoanamnesa (wawancara yang dilakukan
dengan subjek atau responden) dan aloanamnesa (wawancara dengan keluarga
responden) (Sugiyono, 2006; 139)Beberapa tips saat melakukan wawancara
adalah mulai dengan pertanyaan yang mudah, mulai dengan informasi fakta,
hindari pertanyaan multiple, jangan menanyakan pertanyaan pribadi sebelum
building raport, ulangkembali jawaban untuk klarifikasi, berikan kesan positif,
dan kontrol emosi negatif.
Wawancara dilakukan terhadap individu yang memenuhi kriteria untuk
menguatkan penelitian serta hasil temuan peneliti. Ada pula kriteria informan
sebagai berikut:
Berikut kriteria subjek penelitian:
1. Subjek harus dalam kategori atau rentang umur remaja menuju dewasa
(mahasiswa) yaitu 18- 23 tahun
2. Subjek merupakan salah satu mahasiswa aktif di Ilmu Komunikasi FISIP
USU
3. Subjek merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2016 dan 2017
b) Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan, yaitu akan digunakan sebagai sumber data sekunderyang
akan diperoleh dari buku-buku, artikel-artikel, serta tulisan-tulisan ilmiah yang
berhubungan dengan rumusan penelitian untuk melengkapi data yang diperoleh
melalui observasi dan wawancara. Studi kepustakaan adalah metode yang akan
digunakan peneliti dengan mengumpulkan informasi yang relevan dengan fokus
Universitas Sumatera Utara
42
Universitas Sumatera Utara
permasalahan atau yang sedang diteliti. Informasi berupa buku- buku ilmiah,
laporan penelitian baik berbentuk cetak maupun elektronik.Informasi ataupun
teori yang mendukung pengembangan analisis data yang di dapat oleh peneliti
selama melakukan wawancara dan observasi di lapangan.
c) Observasi
Menurut Abdurrahmat Fathoni (2011:104), observasi adalah teknik
pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu pengamatan dengan disertai
pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran. Sebagai
metode ilmiah, observasi merupakan suatu penyelidikan yang dilakukan secara
sistematik dan sengaja diadakan dengan menggunakan alat indra terutama mata
terhadap kejadian yang berlangsung dan dapat dianalisa pada waktu kejadian
tersebut terjadi (Arikunto, 2002:133).
3.6 Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan sampel untuk subjek penelitian ini menggunakan
teknik Purposive sampling, Purposive sampling adalah salah satu teknik
pengampilan sample yang sering digunakan dalam penelitian, secara bahasa yaitu
berarti sengaja. Jadi, purposive sampling berarti teknik pengampilan sampling
secara sengaja salah satu metode dalam pengambilan sample dari suatu populasi.
Dalam bahasa sederhana purposive sampling itu dapat dikatakan sebagai secara
sengaja mengambil sampel tertentu (jika orang berarti orang orang tertentu)
(Bungin,2008:259).
Pada penelitian ini yang menjadi informan utama adalah kalangan
mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU angkatan 2016 dan 2017. Dengan
kriteria yang ditentukan tersebut, diharapkan peneliti dapat memperoleh informasi
sebanyak-banyaknya terkait hal yang berhubungan dengan peranan komunikasi
intrapersonal dalam proses pembentukan konsep diri (self concept) di Kalangan
Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU .Hal ini dimaksudkan agar data yang
peneliti peroleh lengkap sehingga menghasilkan penelitian yang maksimal.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3.7 Keabsahan Data
Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Perpanjangan Keikutsertaan kehadiran peneliti dalam setiap tahap penelitian
kualitatif membantu peneliti untuk memahami semua data yang dihimpun
dalam penelitian. Peneliti kualitatif adalah orang yang langsung melakukan
wawancara dan observasi dengan informan-informannya. Karena itu peneliti
kulitatif adalah peneliti yang memiliki waktu yang lama bersama dengan
informan dilapangan, bahkan sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai
(Bungin, 2008:254).
2. Ketekunan pengamatan untuk memperoleh derajat keabsahan yang tinggi,
maka jalan penting lainnya adalah dengan meningkatkan ketekunan dalam
pengamatan di lapangan. Pengamatan bukanlah suatu teknik pengumpulan data
yang hanya mengandalkan kemampuan pancaindra, namun juga menggunakan
semua pancaindra termasuk adalah pendengaran, perasaan, dan insting peneliti.
Dengan meningkatkan ketekunan pengamatan di lapangan maka, derajat
keabsahan data telah ditingkatkan pula (Bungin,2008:256).
Untuk menguji keabsahan hasil penelitian, peneliti menggunakan teknik
triangulasi yaitu dengan memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Menurut Denzin
(dalam Moleong, 2005) ada empat macam triangulasi yang memanfaatkan
penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori yakni sebagai berikut :
1. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek kembali
derajat kepercayaan suatu informasi dengan cara : (1) membandingkan data
hasil pengamatan dengan hasil wawancara ; (2) membandingkan apa yang
dikatakan di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi ; (3)
membandingkan apa yang dikatakan tentang situasi penelitian dengan apa
yang dikatakan sepanjang waktu ; (4) membandingkan keadaan dan perspektif
seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain ; (5)
membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.
2. Pada triangulasi dengan metode terdapat dua strategi, yaitu mengecek derajat
kepercayaan hasil penelitian dan mengecek derajat kepercayaan beberapa
sumber data dengan metode yang sama.
Universitas Sumatera Utara
44
Universitas Sumatera Utara
3. Triangulasi yang ketiga ialah dengan jalan memanfaatkan peneliti atau
pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan
data.
4. Triangulasi dengan teori dilakukan menguraikan pola, hubungan dan
menyertakan penjelasan yang muncul dari analisis untuk mencari tema atau
penjelasan pembanding (Moleong, 2005 : 330-332).
3.8 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
analisis data kualitatif, yaitu (Miles dan Huberman, 1992 : 16) :
1. Reduksi data.
Reduksi data merupakan proses dalam pemilihan, pemusatan perhatian,
pengabstraksian, dan pentransformasian data kasar dari lapangan. Proses ini
berlangsung selama penelitian dilakukan, dari awal sampai akhir
penelitian.Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu
perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti : merangkum,
memilih hal- hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari
tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
2. Data Display
Setelah data direduksi, maka langkah berikutnya adalah mendisplaykan
data.Display data dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk :
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sebagainya.
Miles dan Huberman (1984) menyatakan : yang paling sering digunakan untuk
menyajikan data dalam penelitian kualitatif dengan teks yang bersifat naratif.
Selain dalam bentuk naratif, display data dapat juga berupa grafik, matriks,
network (jejaring kerja).Bila setelah lama memasuki lapangan ternyata
hipotesis yang dirumuskan selalu didukung data pada saat dikumpulkan di
lapangan, maka hipotesis tersebut terbukti dan akan berkembang menjadi teori
yang grounded. Teori grounded adalah teori yang ditemukan secara induktif,
berdasarkan data-data yang ditemukan di lapangan, dan selanjutnya diuji
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
melalui pengumpulan data yang terus menerus. Bila pola-pola yang ditemukan
telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut menjadi pola
yang baku yang tidak lagi berubah. Pola tersebut selanjutnya ditampilkan pada
laporan akhir penelitian (Rizka, 2018).
3. Penarikan/Verifikasi Kesimpulan
Langkah ketiga adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal
yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan
data berikutnya. Namun bila kesimpulan memang telah didukung oleh bukti-
bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan
kesimpulan yang kredibel (dapat dipercaya).
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan
masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena masalah
dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan
akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan. Kesimpulan dalam
penelitian kualitatif yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada.Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran
suatu obyek yang sebelumnya masih belum jelas, sehingga setelah diteliti menjadi
jelas.
Universitas Sumatera Utara
46 Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Bab ini akan menjelaskan tentang hasil temuan yang didapatkan olehpeneliti
selama melakukan penelitian tentang Peranan Komunikasi Intrapersonal dalam
Proses Pembentukan Konsep Diri dan Perilaku Mahasiswa Ilmu Komunikasi
Universitas Sumatera Utara. Peneliti melakukan penelitianselama dua bulan untuk
mendapatkan data yang valid dan lengkap. Penelitian inidiperoleh dengan
melakukan proses wawancara mendalam, observasi, dan studi
kepustakaanmengenai Peranan komunikasi Intrapersonal dalam Proses
Pembentukan Konsep Diri yang dilaksanakan di Universitas Sumatera Utara
khususnya mahasiswa Ilmu Komunikasi serta melakukan observasi secara
langsung dilingkungan kampus. Informan dipilih berdasarkan criteria yang sudah
ditentukan.
4.1.1 Proses Pelaksanaan
Pada proses penelitian, teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh
peneliti melalui dua tahap yaitu kegiatan observasi dan wawancara mendalam
antara peneliti dengan informan. Pelaksanaan observasi peneliti lakukan ketika
akan memilih informan yang tepat untuk dijadikan narasumber dalam penelitian
ini, dan melihat keselarasan data yang disampaikan informan dengan keseharian
informan. Peneliti menentukan informan penelitian dengan cara purposive
sampling atau penentuan informan dengan sengaja yang berasal dari suatu
populasi ( mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU ) karena memenuhi syarat
tertentu. Dimana dalam penelitian ini, syarat yang wajib dipenuhi oleh informan
terpilih adalah yang rentang umur remaja menuju dewasa ( 18-23 tahun) dan
merupakan mahasiswa aktif Ilmu Komunikasi FISIP USU angkatan 2015, 2016
dan 2017.
Setelah pemilihan informan selesai dilakukan, maka peneliti mulai
melakukan kegiatan wawancara dengan informan yang telah peneliti tentukan.
Awalnya peneliti hanya mencari tiga informan untuk penelitian ini. Namun
peneliti ingin mendapatkan hasil yang lebih banyak sehingga peneliti menambah
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
satu informan lagi. Akhirnya Peneliti memilih 4 informan yang sesuai dengan
kriteria dan yang bersedia untuk diwawancara. Meskipun ada beberapa yang
meminta namanya untuk disamarkan. 4 informan ini adalah Maya Sari angkatan
2015, Putra angkatan 2015, Irene Natalia Hutapea angkatan 2016, dan Azka Fikri
angkatan 2017.
Selama mencari informan, kendala yang dirasakan peneliti yaitu adanya
calon informan yang tidak bersedia untuk diwawancara. Mereka menolak untuk
menjadi informan denga alasan takut. Setelah peneliti meyakinkan informan
tersebut dengan membujuk dan menyarankan tentang indentitas informan yang
bisa disamarkan, baru informan tersebut mau menjadi informan peneliti. Selain itu
sangat susah untuk bertemu dengan beberapa informan, karna ada beberapa
informan yang sudah disemester akhir dan tidak ada kelas lagi.
Jadi sangat sulit untuk menentukan waktu wawancara dan peneliti juga sedang
bekerja. Tapi akhirnya informan bersedia menyesuaikan waktu dengan peneliti.
Peneliti sudah mencari dan menentukan informa sejak awal bulan April
tahun 2019. Awalnya dari membahas tentang judul penelitian dengan teman
mahasiswa Ilmu Komunikasi lalu muncul saran dari teman-teman mahasiswa ilmu
komunikasi. Saat itu peneliti baru mendapatkan tiga informan yaitu Maya Sari,
Irene Natalia, dan Azka Fikri. Namun peneliti disitu belum langsung melakukan
wawancara dengan informan karena peneliti masih belum menemukan waktu
yang pas untuk wawancara. Peneliti baru menanyakan kesediaan informan dan
menjelaskan maksud serta tujuan wawancara melalui aplikasi LINE. Peneliti juga
menjelaskan sedikit mengenai penelitian yang akan dijadikan skripsi yaitu tentang
peranan komunikasi intrapersonal dalam proses pembentukan konsep diri dan
perilaku mahasiswa ilmu komunikasi FISIP USU.
Setelah peneliti berhasil menemukan waktu dan lokasi wawancara. Pada
tanggal 11 April 2019 peneliti langsung melakukan wawancara dengan salah satu
informan. Informan pertama adalah Maya Sari Ilmu Komunikasi angkatan 2015.
Wawancara dilakukan pukul 12.00 wib di FISIP USU tepatnya diruang sekretariat
radio Usukom. Wawancara dilaksanakan diruang sekretariat radio Usukom karena
informan pertama adalah salah satu pengurus radio Usukom. Saat melakukan
wawancara, Maya sangat terbuka, dan menjawab semua pertanyaan peneliti
Universitas Sumatera Utara
48
Universitas Sumatera Utara
dengan baik. Kebetulan Maya adalah teman satu angkatan peneliti sehingga bisa
membangun suasana yang nyaman saat wawancara. Bahkan informan juga tidak
masalah jika namanya tidak disamarkan.
Peneliti merasa tidak sulit untuk mengetahui maksud dari beberapa
jawaban yang diberikan oleh Maya sebagai informan wawancara. Selama proses
wawancara tidak ada kendala yang peneliti alami kepada Maya. Peneliti dan
informan cukup menikmati dan lancar dalam melakukan tanya jawab. Waktu yang
dibutuhkan menjawab pertanyaan berdasarkan pedoman wawancara hanya
sebentar yaitu sekitar sepuluh menit. Namun inti yang peneliti cari sudah
didapatkan dari jawaban yang Maya berikan. Alasan peneliti memilih Maya
sebagai informan adalah peneliti menduga bahwa Maya memiliki konsep diri
dominan positif, dan juga sering melakukan komunikasi intrapersonal.
Berlanjut dengan informan kedua adalah Irene NataliaHutapea mahasiswa
Ilmu Komunikasi angkatan 2016. Wawancara dilakukan di hari yang berbeda
tetapi tempat yang sama dengan informan 1 yaitu diruang sekretariat radio
Usukom. Kebetulan informan 2 juga merupakan anggota radio Usukom, dan juga
anggota imajinasi. Setelah selesai melakukan wawancara dengan informan yang
pertama, peneliti tidak langsung mewawancarai informan 2 karna informan 2 yang
tidak sedang berada di kampus. Peneliti menunggu agak lama karena informan
keduadatang ke kampus saat peneliti tidak bisa kekampus. Oleh karena itu,
wawancara dengan informan 2 dilakukan di tanggal 15 April 2019 dari jam yang
di janjikan yaitu pukul 13.00 wib. Setelah melakukan wawancara dan mengobrol
sekitar dua jam, wawancara selesai sekitar pukul 15.00 wib. Awalnya ketika ingin
memulai wawancara, informan 2 sedikit ragu dan bertanya mengenai judul
penelitian ini. Tapi setelah mengobrol beberapa saat, informan 2 terlihat mulai
terbuka dan tidak ragu lagi. Saat itu juga penelitilangsung mulai melakukan
wawancara dengan Irene. Alasan peneliti memilih Irene karena peneliti pernah
berbincang beberapa kali dengan Irene seputar komunikasi intrapersonal. Sebelum
melakukan penelitian, peneliti melihat dan menduga jika Irene memiliki konsep
diri yang dominan positif. Tetapi menurut peneliti Irene sepertinya kurang dalam
melakukan komunikasi intrapersonal.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Dalam membuat izin dan janji dengan informan peneliti sedikit kesulitan
karena jadwal peneliti dan Irene yang tidak sama. Tapi peneliti dan informan
bergabung dalam organisasi yang sama yaitu radio Usukom.. Jadi informan dan
peneliti sudah kenal dan bisa lebih bersikap flexible dengan peneliti dan tidak ada
tuntutan selama proses wawancara.
Ireneyang memiliki rambut hitam lebat sebahu dengan suaranya yang khas
ini memiliki segudang kegiatan positif sebagai mahasiswa diantaranya ia sering
menjadi panitia dalam berbagi kegiatan organisasi kampus dan menjadi salah satu
kandidat calon Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi
(IMAJINASI FISIP USU).
Menjadi pribadi yang aktif dalam setiap kegiatan di kampus, membuat
Irene dikenal sebagai pribadi yang easy going, suka bercanda namun tetap bisa
memberikan opini-opini kritisnya. Hal ini peneliti rasakan saat mewawancarai
Irene, dimana ketika menjawab pertanyaan yang diberikan, Irene kerap
menyelipkan guyonan-guyonan khasnya namun tetap menjawab secara terperinci.
Saat itu Irene berpenampilan rapih menggunakan kemeja, celana jeans,
sepatu sneakers dan jam tangan. Wawancara berlangsung lama, sekitar enambelas
menit, karena informan yang memang sangat suka berbicara. Sehingga peneliti
cukup puas dengan jawan Irene karena tanpa harus bersusah payah menggali
informasi, informan langsung bercerita panjang lebar. Informan juga mudah
mengerti dan menjawab selengkap mungkin pertanyaan peneliti. Selesai
melakukan wawancara informan berdiskusi dan mengobrol banyak hal.
Informan ketiga adalah Azka Fikri yang biasa peneliti panggil Azka,
mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU stambuk 2017. Peneliti membuat belum
membuat janji wawancara dengan Azka melalui aplikasi LINE.. Tapi karena
kebetulan informan ada di kampus pada saat peneliti mewawancarai informan 2,
jadi wawancara dilaksanakan sesaat setelah peneliti mewawancarai informan 2.
Peneliti melakukan wawancara dengan Azka di depan ruang Prodi Ilmu
Komunikasi FISIP sekitar pukul 15.15 WIB. Alasan peneliti memilih Azka karena
peneliti melihat di lingkungan kampus, Azka dikenal sebagai orang yang mudah
bergaul dan periang. Azka juga merupakan mahasiswa yang cerdas dan aktif. Hal
ini Peneliti ketahui karena selain cukup mengenal baik Azka, Peneliti melihat
Universitas Sumatera Utara
50
Universitas Sumatera Utara
langsung kegiatan Azka yang cukup padat seperti menjadi Master Of Ceremony
(MC) dalam berbagai kegiatan Komunikasi ataupun menjadi delegasi Prodi Ilmu
Komunikasi dalam acara-acara seminar yang ada. Jadi peneliti memustuskan
Azka untuk dijadikan subjek pada penelitian ini.
Saat ditemui Azka sedang mengenakan balutan T-shirt yang dipadu dengan
celana skinny jins. Kemudian, Peneliti dan Azka pun mencari ruang kelas yang
kosong untuk melakukan sesi wawancara . Kebetulan di depan ruang prodi Ilmu
Komunikasi saat itu sedang kosong. Saat ini Azka berumur 20 tahun. Azka
memiliki ciri fisik tinggi sekitar 160 cm dengan warna kulit kecokelatan dan
rambut ikal belah samping.
Sebelum melangsungkan wawancara, peneliti berbincang dengan informan
dahulu membahas seputar perkuliahan. Peneliti juga menjelaskan kenapa peneliti
memilih Azka sebagai informan. Peneliti sedikit menjelaskan terkait judul
penelitian yang sedang peneliti kerjakan. Azka cukup terbuka dan informan
menjawab dengan santai tanpa dilihat ada yang di tutupi.. Wawancara
berlangsung santai seperti percakapan biasa.
Informan keempat, yaitu Putra mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2015.
Putra adalah nama samaran yang peneliti berikan untuk informan 4. Karena
informan 4 tidak ingin identitas dirinya diketahui siapa pun. Alasan peneliti
memilih Putra karena peneliti mendapatkan informasi dari teman peneliti yang
juga teman satu tongkrongan dengan Putra. Mereka mengatakan putra memiliki
perilaku yang kurang baik, Putra juga jarang sekali melakukan komunikasi
intrapersonal.Jadi peneliti langsung menghubungi Putra untuk mengkonfirmasi
informasi tersebut dan meminta izin agar Putra mau menjadi subjek penelitian ini.
Awalnya peneliti hanya memilih tiga informan. Namun hasil yang didapatkan
peneliti kurang kaya. Peneliti tidak menemukan konsep diri yang dominan negatif
pada informan 1,2 dan 3. Oleh karena itu, setelah mendengar cerita tentang Putra
dari salah seorang temannya, peneliti langsung memilih Putra sebagai informan
keempat.
Peneliti awalnya menghubungi Putra melalui aplikasi LINE namun pada saat
itu peneliti masih dalam proses pembuatan transkrip wawancara informan 1,2, dan
3, jadi peneliti belum menentukan janji dan waktu untuk wawancara. Akhirnya
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
peneliti baru mendiskusikan waktu luang antara peneliti dan informan saat
kebetulan peneliti bertemu informan saat peneliti di kampus untuk sebuah urusan.
Putra jarang sekali terlihat dikampus, bahkan ketika kami masih semester awal.
Beberapa kali saat ingin bertemu Putra, dia tidak bisa di wawancara pada
saat itu karena sudah ingin buru-buru pergi, jadi wawancara sempat beberapa kali
tertunda.
Akhirnya wawancara dilaksanakan tanggal 29 April 2019 pukul 11.00 wib.
Wawancara ini akhirnya terjadi juga berkat bantuan seorang teman. Wawancara
dilaksanakan di lorong gedung E FISIP USU. Padahal awalnya peneliti berjanji
wawancara dengan informan pukul 15.00 wib. Namun karena peneliti memang
sudah ada di kampus dari pagi dan kebetulan Putra juga mau langsung
diwawancarai saat itu juga, agar dia bias segera pulang kerumah. Putra yang
menawarkan untuk saat itu saja melangsungkan wawancaranya karena pukul
15.00 Putra ada urusan mendadak.
Sebelum melakukan wawancara seperti biasa peneliti menjelaskan seputar
judul skripsi peneliti. Tidak lupa peneliti menyiapkan perekam suara dan pedoman
wawancara. Awalnya wawancara berlangsung agak canggung antara informan dan
peneliti. Ini dikarenakan peneliti tidak teralu mengenal informan, peneliti awalnya
hanya sekedar tahu dari sosok Putra. Awalnya informan sangat singkat menjawab
pertanyaan peneliti. Namun peneliti tidak menyerah dan mengulang pertanyaan-
pertanyaan yang sudah ditanyakan. Peneliti memberikan cerita pengalaman
sebagai contoh dari jawaban dari pertanyaan tersebut, agar memancing informan
untuk bercerita. Setelah berlanjut ke pertanyaan ketiga percakapan mulai santai,
dan informan semakin nyamanuntuk bercerita.
Selama wawancara dengan informan berlangsung lancar. Selama proses
wawancara juga tidak terlalu canggung karena peneliti bisa membuat suasana
yang nyaman dengan informan. Meski awalnya informan sedikit canggung dan
kaku untuk menjawab. Namun peneliti terus mengulang pertanyaan dan
mengembangkan pertanyaan dari pertanyaan yang ada di pedoman wawancara.
Peneliti juga menanyakan beberapa pertanyaan basa-basi yang bisa mencairkan
suasana. Saat itu informan memakai baju kaos warna biru dongker, dan celana
hitam. Wawancara di selingi dengan percakapan biasa agar informan tidak terlalu
Universitas Sumatera Utara
52
Universitas Sumatera Utara
tegang. Setelah peneliti puas dengan jawaban informan, peneliti berterimakasih
dengan informan dan mengundang informan untuk datang jika nanti peneliti akan
melaksanakan seminar hasil.
Informan terakhir yaitu informan kelima adalah Ibu Hutasoit, yang
merupakan orangtua dari informan I yaitu Maya Sari sebagai mahasiswa Ilmu
Komunikasi angkatan 2015. Untuk mengecek kebenaran data atau informasi yang
diperoleh, peneliti juga melakukan wawancara dengan orangtua informan.Hal ini
peneliti lakukan untuk mengetahui konsep diri, komunikasi intrapersonal, dan
perilaku informan dari sudut pandang yang berbeda. Peneliti memilih Ibu Hutosoit
sebagai informan triangulasi atau sebagai triangulator. Wawancara yang
berlangsung dengan Ibu Hutasoit cukup lancar dan ia menceritakan hal-hal terkait
informan I yang ia ketahui.
Lalu peneliti menghubungi Informan I tanggal 1 Mei 2019 melalui aplikasi
LINE, untuk menanyakan kesediaan Ibunya ( Ibu Hutasoit ) untuk di wawancara,
tidak lupa peneliti juga menjelaskan mengenai judul skripsi yang berhubungan
dengan pertanyaan yang akan ditanyakan nanti. Informan I dengan senang hati
membantu menanyaka kepada ibunya, dan akhirnya Ibu informan I mau menjadi
informan tambahan ( triangulator) dan peneliti langsung membuat janji dan waktu
untuk melaksanakan wawancara. Karena peneliti dan informan sangat jarang
bertemu di kampus, peneliti selalu menghubungi informan melalui aplikasi LINE.
Awalnya janji wawancara dengan informan akan dilakukan pada hari minggu 5
Mei 2019 sekitar jam 12.00 wib di Rumah Informan. Namun pada hari tersebut
Informan tiba-tiba tidak ada kabar dan tidak membalas chat Line peneliti. Setelah
menunggu beberapa hari yaitu pada tanggal 8 Mei Informan akhirnya mengabari
peneliti. Informan memberi kabar bahwa kemarin informan sedang sibuk
mengurus penelitiannya juga. Kendala yang peneliti alami adalah, peneliti harus
menunggu waktu dimana informan I bisa dan informan V juga bisa. Karna peneliti
merasa tidak akan nyaman jika peneliti main kerumah informan V saat tidak ada
informan I. Jadi peneliti dan informan membuat janji wawancara ulang yaitu
tanggal 13 Mei 2019 jam 12.00 wib di rumah informan. Dijalan Harmonika,
Tajung Rejo, Medan.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
. Wawancara berlangsung santai seperti bercerita biasa. Karena disitu ikut
juga teman-teman lain yang mendengarkan dan ikut bertanya. Peneliti kerumah
informan dengan teman-temen peneliti, sekalian ingin bermain dengan informa I.
Tidak ada kesulitan peneliti selama mewawancarai informan. Sikap Ibu Hutasoit
yang heboh dan ramahmembuat tidak ada rasa canggung antara peneliti dan
informan. Informan juga tidak kesulitan untuk menjawab pertanyaan yang
dilontarkan. Wawancara berlangsung sekitar 21 menit. Sebelumnya peneliti
memang sudah mengetahui kalau Ibu Hutasoit adalah oragtua informan I, dan
peneliti sudah beberapa kali bertemu dengan Ibu Hutasoit.namun peneliti tidak
tahu kalau informan sedang dirumah informan I.
Dalam proses penelitian selama di Lapangan, peneliti sering mendapat
kendala, terutama penolakan para informan yang tidak mau untuk dijadikan
informan peneliti, hal tersebut karena kebanyakan dari mereka merasa bahwa
penelitian peneliti sangat privasi dan informan tidak ingin orang lain tau
bagaimana komunikasi intrapersonal mereka . Sehingga pada saat di lapangan
peneliti memerlukan waktu lebih lama untuk mencairkan suasana dan
menjelaskan penelitian ini lebih lengkap kepada seluruh informan. Kendala itu
juga yang membuat peneliti sedikit lama berada di Lapangan untuk
mengumpulkan data. Demi kenyamanan dan atas permintaan dari informan yang
tidak ingin privasinya terganggu, satu nama informan pada penelitian ini
merupakan nama samaran yaitu informan IV ( Putra). Ketika peneliti merasa data
yang diperoleh sudah cukup maka peneliti menyusun data yang sudah ada sesuai
dengan tujuan penelitian.
Selama melaksanakan wawancara peneliti tidak lupa menyediakan alat
tulis, perekam suara dan pedoman wawancara. Dalam pedoman wawancara
terdapat sepuluh pertanyaan. Namun pada saat kegiatan wawancara, peneliti
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan lain yang hampir sama inti
pertanyaannya agar jawaban dari informan lebih bisa berkembang.
4.1.2 Data Informan
Dalam penelitian berjudul Peranan Komunikasi Intrapersonal dalam
Proses Pembentukan Konsep Diri dan Perilaku Mahasiswa Ilmu Komunikasi
Universitas Sumatera Utara
54
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara ini, peneliti melakukan wawancara denganinforman
yang ditelah ditetapkan berdasarkan kriteria. Adapun data informan
dalampenelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1
Profil Informan Utama
Tabel 4.2
Profil Informan Tambahan
Nama Usia Pekerjaan Hubungan dengan
Informan
Ibu
Hutasoit 57 tahun Ibu Rumah Tangga Orangtua Informan I
4.1.3 Hasil Penelitian
1) Informan I
Nama : Maya Sari
Usia : 22 Tahun
Status : Mahasiswa Ilmu Komunikas angkatan 2015
Informan pertama merupakan seorang wanita bernama Maya Sari (22
tahun). Maya merupakan Mahasiswi di Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara (FISIP USU). Sebagai salah
satu pengurus dan penyiar radio USUKOM FM, Maya dikenal sebagai orang
yang ramah dan mudah bersosialisasi dengan siapa saja. Hal ini bisa peneliti
Informan I
Informan II
Informan III
Informan IV
Nama
Maya Sari Irene Azka Putra
Jenis Kelamin
Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki
Usia
22 Tahun 21 Tahun 20 Tahun 22 Tahun
Angkatan
2015 2016 2017 2015
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
rasakan langsung saat mewawancarai Maya, dimana ia terlihat bersemangat dan
antusias dalam menjawab setiap pertanyaan yang peneliti ajukan.
Untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi intrapersonal
memengaruhi konsep diri Maya, Peneliti mengajukan pertanyaan meliputi
bagaimana intensitas komunikasi intrapersonal Maya seperti berdoa, bersyukur,
berimajinasi dan melakukan intropeksi diri agar mengetahui seberapa jauh Maya
mengenal dirinya dan seperti apa ia mendeskripsikan citranya sendiri.
Pertanyaan pertama diawali dengan menanyakan kepercayaan yang Maya
yakini. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui nilai-nilai atau norma yang
dianut. Aktivitas komunikasi intrapersonal yang dilakukan Maya sehari-hari
merupakan upaya memahami dirinya sendiri dengan suatu subjek yang tidak
tampak seperti halnya Tuhan. Maya merupakan seseorang yang beragama Kristen
dan sebagai manusia yang beragama, Maya percaya bahwa aktivitas beribadah
adalah salah satu media untuk bisa berkomunikasi dan mendekatkan diri dengan
Tuhan. Saat ditanya mengenai seberapa sering intensitas beribadah dan berdoa di
lakukan, Maya mengaku cukup rutin untuk mengerjakan ibadah mingguan ke
Gereja.
“Menurutku berdoa itu penting biar aku bisa dekat dengan pencipta ku.
Dalam agamaku beribadah itu ngga hanya di hari Minggu aja kok, setiap
hari kami juga berdoa. Aku yakin doa itu cara yang diberikan Tuhan biar
kita bisa merasa tenang dan damai. Karena seperti kita habis
mengungkapkan keluh kesah seharian yang kita rasakan, jadi ngerasa lega
aja gitu. “
Maya menambahkan bahwa dia belum merasa puas dengan intensitas
berdoa dan beribadahnya. Alasannya, Maya kerap lupa untuk berdoa apalagi
ketika ia sedang sibuk dan merasa senang.
“Ditanya udah puas apa belum dengan ibadahku, jawabannya belum
sama sekali. Pengen banget untuk bisa ditingkatkan lagi, tapi kaya sering
kelupaan apalagi kalau udah sibuk seharian dan lagi senang-senang.
Sering keingatnya pas lagi sedih atau ada masalah aja. Padahal meski
sedih ataupun senang harus tetap berdoa sama Tuhan kan.”
Saat ditanya mengenai tanggapan tentang bersyukur, Maya memaknai
sebagai suatu perbuatan yang penting dilakukan, karena ia yakin ketika bersyukur
Universitas Sumatera Utara
56
Universitas Sumatera Utara
berarti Maya menghargai dan menghormati kebesaran Tuhan yang sudah
diberikan.
“Ketika bersyukur aku merasa lebih bahagia. Kita manusia ini kan ngga
pernah puas ya. Udah dapat satu pengen lagi dapat yang lain. Apalagi
kalau lagi kumat iri dengkinya. Hahaha. Harus banyak liat kebawah aja,
Tuhan udah baik memberikan kesehatan, anggota badan lengkap,
keluargaku pun masih lengkap, makan pun masih enak. Alhasil suka
ngomong sama diri sendiri, ayoo bersyukur May. Banyak yang hidupnya
ngga seberuntung kau”
Mencoba membiasakan diri untuk bersyukur dengan apa yang terjadi di
dalam hidupnya, tidak membuat Maya menjadi pribadi yang jarang mengeluh.
Maya setuju bahwa dia masih cukup sering mengeluhkan hal-hal kecil karena
menurutnya itu adalah suatu kewajaran yang dilakukan tiap manusia secara sadar
ataupun tidak.
“Pasti pernah ngeluh, bahkan tadi juga barusan ngeluh karena panas kali
kurasa. Kemauan untuk ngerubahnya pasti ada lah, tapi kadang ngeluh itu
sesuatu yang kita ngga sadari, kaya tiba-tiba keceplosan aja. Ini udah
mulai berusaha ngurang-ngurangi ngeluh sama suatu hal kok.”
Selanjutnya pertanyaan mengenai introspeksi diri. Hal ini ditanyakan guna
mengetahui bagaimana Maya mengerti dan menerima kelebihan serta kekurangan
yang ia miliki sebagai satu kesatuan agar dapat mengembangkan diri menjadi
pribadi yang lebih baik lagi. Maya pun setuju bahwa tiap manusia tidak pernah
lepas dari berbuat kesalahan termasuk dirinya.
“Aku termasuk orang yang senang dinasihati dan bisa menerima kritikan.
Artinya ketika aku di kritik, aku harus mengintrospeksi diriku biar bisa
jadi pribadi yang lebih baik lagi. Kadang kalo baru ngelakuin kesalahan
akibat emosi sesaat, aku suka berdiam diri, merenung di rumah. Kalau di
agamaku ada anjuran untuk tiap pagi atau malam hari melakukan
renungan. Disitulah kita mengintrospeksi diri apa yang uda kita lakuin
hari itu, terus dibawa kedoa, minta maaf. Tiap tahun kami juga ada
namanya renungan keluarga.”
Maya menambahkan, ketika dia menyangkal sudah berbuat kesalahan atau
merasa sudah menyinggung hati seseorang, ia merasa suasana hatinya berubah
menjadi buruk dan gampang emosian.
“Aku merasa ada yang mengganjal di hati, jadi ngerasa ga „plong‟,
ngerasa berdosa. Itu sebabnya aku lebih sering instropeksi diri. Apalagi
aku termasuk orang yang blak-blakan, ngomong apa adanya, tapi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
percayalah siap aku ngomong gitu kadang kepikiran tadi aku salah ngga
ya? Becanda ku kelewatan ngga ya? Kaya nyesal gitulah jadinya.
“Ditanya udah puas sama diriku sekarang atau ngga?Jawabannya masih
jauh dari kata puas. Pengennya semakin dikit intrsopeksi diri, berartikan
aku udah makin dikit juga berbuat kesalahan sama orang lain.”
Dering telefon Maya sedikit menginterupsi sesi wawancara pada siang
menjelang sore hari itu. Sambil menunggu Maya menyelesaikan telefonnya,
Peneliti membuka aplikasi Instagram dan mengunjungi Profil Instagram Maya
untuk melihat momen apa saja yang suka ia bagikan. Tentunya ini bisa
memberikan sedikit gambaran kepada Peneliti mengenai kepribadian informan.
Dalam akunnya, Maya senang mengunggah video ketika ia bernyanyi. Ia pun suka
mengabadikan momen ketika menonton konser bersama teman-temannya. Tak
heran mengapa Maya bisa menjadi salah satu Penyiar di Radio USUKOM karena
terlihat pada kecintaannya akan musik.
Introspeksi diri berguna untuk mengetahui tidak hanya kekurangan namun
juga kelebihan yang dimiliki. Salah satu ciri konsep diri positif diantaranya adalah
mampu dan yakin akan kemampuan yang dimiliki. Maya menunjukan ciri ini
dengan jelas dan percaya diri bahwa ia merasa memiliki taste bagus dalam
bermusik. Berikut peryataan Maya:
“ Aku merasa punya kelebihan dalam selera musik dan aku juga
suka nyanyi. Itu juga alasanku gabung jadi penyiar di Usukom dan
bisa dilihat dari postingan instagram ku, setengah dari isinya
hampir selalu ada video aku nyanyi dan mengcover lagu-lagu
musisi lain.”
Sesi tanya jawab pun dilanjutkan. Kali ini, Peneliti bertanya mengenai
imajinasi. Dengan wajah sumringah, Maya langsung menjawab bahwa ia adalah
tipikal orang yang sangat suka berimajinasi.
“Sering. Aku suka kali berimajinasi tentang apa aja. Kehidupan,, keuangan,
rencana kedepannya. Buat ku berimajinasi itu kaya refreshing, kan ngga
ada salahnya berimajinasi. Kita kaya membangun impian kita, siapa tau
suatu saat bsia terkabul. Bermimpilah setinggi langit, tapi jangan cuma
mimpi aja harus berusaha buat merealisasikannya.”
Setelah mendengarkan tanggapan yang diberikan Maya mengenai aktivitas
Komuniksi Intrapersonal yang ia lakukan (berdoa, bersyukur, instropeksi, dan
Universitas Sumatera Utara
58
Universitas Sumatera Utara
berimajinasi), Peneliti ingin menarik kesimpulan mengenai seberapa berpengaruh
aktivitas berkomunikasi dengan diri sendiri pada perilaku Maya dan sedetail apa
Maya bisa mendeskripsikan dirinya.
“Aku itu orang yang suka ngomong ceplas-ceplos, bisa bawa suasana,
lumayan sensitif, keras kepala dan gampang moody. Aku tau apa yang aku
suka dan ngga. Contohnya aku suka hal-hal yang berhubungan dengan
musik. Makanya aku senang nyanyi, upload video coveran lagu di
Instagram, nonton konser. Kalau bagian ngga sukanya, aku paling ngga
suka sama orang yang lelet. Lama geraknya.”
Setelah Maya mendeskripsikan tentang dirinya, Peneliti memberikan contoh
perilaku-perilaku yang ingin dinilai mengenai perilaku terpuji (Saling mengenal,
Saling memahami, Jujur, Adil, Amanah, Lapang dada, dan Toleransi) dan
perilaku tercela (Dengki, Ria, Aniaya, Deskriminasi). Hal ini tentu akan
berpengaruh pada konsep diri yang terbentuk positif ataukah negatif.
“Aku orangnya mau terbuka untuk mulai obrolan dengan orang lain.
Misalnya lagi disuatu tempatbaru, aku suka ngajakin ngobrol orang
disebelahku. Untuk saling memahami aku lumayan bisa mengerti kawan-
kawanku, misalnya mereka ada buat salah, pasti ku tanya dulu kenapa
kaya gitu dan ngga langsung marah-marah. Kalau untuk jujur sih, ngga
berani bilang aku orang yang jujur 100% karena pasti pernah bohong dan
mungkin juga masih sampe sekarang. Tapi untuk amanah, aku orangnya
bisa dipercaya kok, dan akupun orang yang Toleran.”
“Kalau soal perilaku ngga baik kaya iri, dengki, ya pernah lah. Siapa
manusia yang ngga pernah kaya gitu. Sikap seperti itu kan datangnya
emang karena kita ngga mampu kaya dia. Bedanya kalau di aku, rasa iri
dengki itu kuubah jadi motivasi biar bisa kaya yang aku irikan itu. Kalau
ria sih tergantung orang yang liat gimana. Kadang kita ngga niat
nyombong, orang nangkapnya kita pamer.
“..Dan untuk diskrimanasi atau sampe ngebully ya ngga lah. Aku
berteman sama siapa aja. Aku punya banyak teman Muslim, Cina, Jawa,
Padang, semua ku kawani. Ngebully yang sampai main fisik ngga pernah.
Tapi kalau sekedar canda-canda sama kawan, kaya saling ejek becanda
gitu ya sering sama kawan-kawanku. Apalagi orang kaya aku mulutnya
suka ceplas-ceplos.”
Untuk menutup sesi tanya-jawab dengan Maya sebagai informan Pertama
pada penelitian kali ini, Peneliti meminta Maya untuk menyampaikan harapan
kedepannya untuk diri Maya sendiri.
“Harapan kedepannya semoga aku bisa lebih menjadi pribadi yang lebih
baikl lagi, semoga kuliahku cepat selesai dan cepat dapat kerja juga. .
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Semoga kedepannya, aku bisa cepat sukses dan bisa mewujudkan impian-
impianku, biar bisa membahagiakan orangtuaku secepatnya. Amin.”
Maya juga menambahkan bahwa dia belum sepenuhnya puas dengan
dirinya saat ini. Maya merasa yakin masih banyak hal-hal lain yang belum dia
perbaiki dan masih banyak tujuan-tujuan lain yang ingin ia dapatkan.
2) Informan II
Nama : Irene Natalia Hutapea
Usia : 21 Tahun
Status : Mahasiswa Ilmu Komunikas angkatan 2016
Informan kedua pada penelitian ini adalah Irene Natalia Hutapea yang
kerap disapa Irene. Irene yang lahir 21 tahun silam, merupakan mahasiswa
Jurnalistik, Ilmu Komunikasi FISIP USU yang juga tergabung sebagai pengurus
dan penyiar di salah satu radio USU yaitu USUKOM FM. Wanita yang memiliki
rambut hitam lebat sebahu dengan suaranya yang khas ini memiliki segudang
kegiatan positif sebagai mahasiswa diantaranya ia sering menjadi panitia dalam
berbagi kegiatan organisasi kampus dan menjadi salah satu kandidat calon Ketua
Umum Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi (IMAJINASI FISIP
USU).
Menjadi pribadi yang aktif dalam setiap kegiatan di kampus, membuat
Irene dikenal sebagai pribadi yang easy going, suka bercanda namun tetap bisa
memberikan opini-opini kritisnya. Hal ini peneliti rasakan saat mewawancarai
Irene, dimana ketika menjawab pertanyaan yang diberikan, Irene kerap
menyelipkan guyonan-guyonan khasnya namun tetap menjawab secara terperinci.
Sama halnya dengan Informan pertama, Irene merupakan seorang Kristiani
yang bersuku Batak. Saat ditanya mengenai untuk apa ia beribadah dan berdoa
kepada Tuhan dan bagaimana perasaannya setelah melakukan aktivitas tersebut,
Irene menanggapi bahwa kegiatan beribadah merupakan caranya berkomunikasi
dengan Tuhan dan ia merasa tenang sehabis melakukannya.
”Setelah beribadahpastinya merasa lebih lega dan tenang. Berdoa buatku
untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Ngga cuma yang sedih-sedihnya aja,
lagi senang pun diceritakan. Tapi ginilah manusia lebih sering pas ada
masalah aja doa ke Tuhan, meskipun masalahnya ga selesai saat itu juga,
tapi ngerasa kaya ada yang mendengarkan apa yang aku alamin. Hatipun
Universitas Sumatera Utara
60
Universitas Sumatera Utara
ngerasa lebih plong dan lega. Apalagi kalau sampai yang uda berat kali,
bisa banjir air mata.”
Saat ini Irene merasa bahwa intensitas beribadahnya dengan Tuhan sedikit
menurun. Padahal beberapa waktu kebelakang, Irene mengaku sangat intens untuk
berdoa. Perasaan bersalah dan berdosa pun kerap ia rasakan.
“Belum. Sekarang ini aku lagi turun kali intensitas berdoanya. Padahal
dulu aku sering berdoa, sekarang malah bolong-bolong. Ngerasa berdosa
dan bersalah karena lupa sama Tuhan. Ada niat ingin meningkatkan lagi,
tapi gatau kenapa ngerasa malas kali.”
Meskipun mengaku bahwa tingkat beribadahnya tidak dalam kondisi
prima, Irene menyatakan bahwa tidak ada alasan untuk dirinya tidak bersyukur
kepada Tuhan. Bersyukur baginya adalah bentuk berterimakasih karena Tuhan
begitu baik memberikannya segala nikmat di dunia ini. Irene pun menambahkan
dengan bersyukur ia jadi lebih menghargai hidup dan mengurangi membanding-
bandingkan dirinya dengan orang lain
“Bersyukur itu wajib. Karena setiap kegiatan mau makan, tidur, bangun
tidur, semuanya diawali dengan bersyukur”
“..Bersyukur itu untuk eum…aku gatau untuk apa. Hahaha. Tapi aku
merasa itu kewajiban tiap manusia, karena udah diberikan nafas tiap
harinya, berkat kebaikan Tuhan kita masih hidup. Jadi itu wajib memang.
Biar lebih menghargai nikmat Tuhan, biar tau diri. Hidup kita itu udah
enak, ada yang lebih ngga enak dari kita. Menjalankan hidup pun jadi
lebih enjoy. Biar ingat kematian juga. Jadi lebih ingat Tuhan pastinya.”
Irene pun menambahkan ketika kita terus-terusan membandingkan diri
dengan orang yang lebih dari kita, melihat ke atas terus, semua ngga akan pernah
ada habisnya. Contoh yang paling sederhana Irene analogikan seperti membeli
gadget terbaru.
“Perasaan baru aja beli handphone model terbaru, eh uda keluar lagi
yang model barunya. Kalau diikutin terus kan ngga bakalan ada habisnya.
Mau lebih terus. Makanya bersyukur aja sama yang kita miliki. Sering-
sering lihat ke bawah, banyak orang yang mau makan dan tidur aja susah.
Itulah bentuk introspeksi diri kita biar tetap membumi.”
Disinggung perihal instropeksi diri, Irene menyadari bahwa ia pasti sering
melakukan kesalahan dan dosa. Namun baginya, sebaik-baik orang yang
melakukan kesalahan, ialah orang yang mau berusaha menyadarkan dirinya
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
sendiri dengan banyak merenung dan mengkoreksi diri, kemudian mau
memperbaiki kesalahan.
Irene pun mengaku bahwa ia adalah pribadi yang suka melihat kutipan
kata ataupun video renungan sebagai pengingat dirinya. Proses introspeksi yang
kerap ia lakukan menjadi cara bagi Irene untuk mengkoreksi kesalahan yang ia
perbuat meski kadang itu berlaku hanya setelah emosinya reda dan ia merasa
bersalah.
“Kadang langsung introspeksi diri kak. Tapi itu cuma berlaku di detik itu
aja. Ibaratnya kaya iya..aku salah. Ngga ngulangin lagi. Tapi ketika
datang lagi suatu kejadian yang mancing emosi, setelahnya ku buat lagi.
Sekarang lumayan uda berubah, dulu aku itu orangnya emosian, karena
sering diingetin sama keluarga, orang sekitar, sekarang udah banyak
berkurang.”
Pertanyaan berikutnya Peneliti ajukan kepada Irene mengenai imajinasi.
Menurut Irene, dia bukan orang yang suka berimajinasi. Irene beranggapan bahwa
berimajinasi sama halnya dengan melamun atau menghayal yang ia anggap
kurang memberikan dampak postif bagi dirinya. Namun di lain sisi, ketika Irene
berimajinasi mengenai sesuatu yang negatif misalnya mengenai kematian,
kecelakaan, atau hal buruk lainnya, disaat itulah ia merasa mendapatkan efek
positif menjadi lebih empati dan berhati-hati
“Aku termasuk orang yang kurang imajinatif, lebih ke realistis sih aku
kak. Hidup ini dijalani aja, ngga usah terlalu banyak dipikirkan nanti
pusing. Ditanya pernah berimajinasi ya pernah. Cuma imajinasiku banyak
yang negatif kak. Misalnya aku sering membayangkan orangtua ku
meninggal.Tapi setelah itu efeknya positif,disitu aku bisa jadi anak yang
baik kali ke Mamaku seharian, apa aja ku kerjakan, ku kusuk-kusuk biar
hilang capeknya.”
“..contoh lainnya pas aku melamun,tiba-tiba bisa kepikiran gimana kalau
aku mati, dosaku masih banyak, ibadahpun masih malas-malasan. Setelah
itu langsung doa aku minta ampun.”
Setelah mendengarkan tanggapan yang diberikan Irene mengenai aktivitas
Komuniksi Intrapersonal yang ia lakukan (berdoa, bersyukur, instropeksi, dan
berimajinasi), Peneliti ingin menarik kesimpulan mengenai bagaimana pengaruh
aktivitas berkomunikasi dengan diri sendiri pada konsep diri Irene.
Universitas Sumatera Utara
62
Universitas Sumatera Utara
Peneliti meminta kepada Irene untuk mencoba mendeskripsikan dirinya
dan menjawab beberapa pertanyaan tentang perilaku-perilku yang ingin dinilai
seperti perilaku terpuji (Saling mengenal, Saling memahami, Jujur, Adil, Amanah,
Lapang dada, dan Toleransi) dan perilaku tercela (Dengki, Ria, Aniaya,
Deskriminasi).
“Menurut kawan-kawan ku, aku itu orangnya rame, suka becanda, bisa
dijadiin tempat curhat. Banyak kawan-kawanku yang curhat sama ku kak.,
berarti aku sedikit bisa memahami mereka lah ya. Haha. Kalau kakak
suruh aku gambarin diriku sendiri..aku ini orang yang cukup emosian,
keras kepala, sensitif juga dan bisa diandalkan. Kalau ada orang yang
nyakitin keluarga atau sahabat-sahabatku, aku orang paling depan yang
ngelabrak orang-orang itu.”
“Kalau sifat Jujur, aku ngga berani bilang aku orang yang jujur sih.
Kadang masih mau juga bohong. Tapi kalau bohong masalah riskan yang
berhubungan sama kepercayaan orangtua gitu ngga pernah. Contohnya
kaya nelap uang kuliah, ngga berani aku”
Untuk perilaku tercela seperti Dengki, Ria, Aniaya dan Deskriminasi,
Irene mengaku bahwa ia tidak pernah merasa mendeskriminasi dan menganiaya
siapapun seumur hidupnya. Namun untuk sikap Dengki dan Ria dengan penuh
tawa Irene menyetujui bahwa ia sering bersikap seperti itu.
“Iri dan dengki ku itu bukan yang merasa ngga suka liat orang senang,
senang liat orang susah. Aku bahagia kok liat orang lain misalnya
saudara atau temanku bahagia, cuma kadang aku merasa iri karena belum
bisa seperti dia. Jadi sikap iri ini kuubah jadi motivasi biar aku bisa,
Mereka bisa kenapa aku ngga. Kalau untuk Ria Cuma untuk becanda-
becanda aja sama kawan.”
Sebagai penutup sesi wawancara dengan Irene sebagai informan ke-dua
pada penelitian kali ini, Peneliti meminta Irene untuk menyampaikan harapan
kedepannya untuk diri Irene sendiri.
“Harapan kedepannya semoga aku bisa lebih baik lagi, segi ibadah, segi
sikap, ngga emosian, makin sayang sama diri sendiri, orangtua, dan
orang-orang sekitarku. Semoga kedepannya, aku bisa sukses dan
membahagiakan orangtuaku secepatnya. Amin.”
Irene juga menambahkan bahwa dia sudah merasa cukup puas dengan
dirinya yang sekarang. Irene merasa jauh sudah berubah dari segi perilaku,
pengambilan keputusan dan lain sebagainya. Namun ia masih tetap ingin
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
menaikan kualitas dirinya lagi karena yakin masih banyak hal-hal lain yang belum
dia perbaiki dan masih banyak impian lain yang ingin ia wujudkan.
3) Informan III
Nama : Azka Fikri
Usia : 20 Tahun
Status : Mahasiswa Ilmu Komunikas angkatan 2017
Informan ketiga yang menjadi subjek penelitian ini merupakan mahasiswa
Komunikasi Universitas Sumatera Utara angkatan 2017 bernama Azka Fikri. Saat
ditemui Azka sedang mengenakan balutan T-shirt putih berlogo BT21 yang
dipadu dengan celana skinny jins. Kemudian, Peneliti dan Azka pun mencari
ruang kelas yang kosong untuk melakukan sesi wawancara . Saat ini Azka
berumur 20 tahun. Azka memiliki ciri fisik tinggi sekitar 160 cm dengan warna
kulit kecokelatan dan rambut ikal belah samping.
Di lingkungan kampus, Azka dikenal sebagai orang yang mudah bergaul
dan periang. Azka juga merupakan mahasiswa yang cerdas dan aktif. Hal ini
Peneliti ketahui karena selain cukup mengenal baik Azka, Peneliti melihat
langsung kegiatan Azka yang cukup padat seperti menjadi Master Of Ceremony
(MC) dalam berbagai kegiatan Komunikasi ataupun menjadi delegasi Prodi Ilmu
Komunikasi dalam acara-acara seminar yang ada.
Sama dengan kedua informan sebelumnya, untuk memulai sesi tanya
jawab mengenai pengaruh Komunikasi Intrapersonal yang dilakukan Azka
terhadap Konsep Dirinya, Peneliti menanyakan kepercayaan yang Azka yakini.
Karena hal ini penting dilakukan untuk mengetahui nilai-nilai atau norma yang
dianut. Azka merupakan seseorang yang beragama Islam dan Sholat merupakan
salah satu ibadah yang digunakan sebagai media untuk dapat berkomunikasi dan
mendekatkan diri dengan sang Pencipta yaitu Allah SWT. Saat ditanya mengenai
intensitas beribadahnya, Azka mengaku bahwa ia cukup rutin untuk melaksanakan
sholat, meskipun masih ada beberapa waktu yang tertinggal.
“Ditanya sering berdoa insyaallah tiap hari. Sholat kan wajib ya, sehari
lima kali. Alhamdulillah, sholatku pun uda mulai full kak, jarang ada yang
kecolongan. Paling yang susah kali itu Sholat Isya karena uda kecapean
pulang ngampus langsung ketiduran aja.”
Universitas Sumatera Utara
64
Universitas Sumatera Utara
“Yang aku rasakan setelah beribadah itu pastinya jadi lebih rileks dan
tenang. Apalagi pas lagi ada masalah ataupun pikiran yang mengganggu,
siap shalat tuh berasa beban dan tekanan yang tadi ada di kepalaku
berkurang, udah terlepas sedikit karena merasa udah diceritakan sama
Allah. Kadang kalau ketinggalan sholat tuh, pasti ngerasa berdosa kali.”
Azka pun menambahkan bahwa dia ingin untuk dapat meningkatkan
intensitas ibadahnya seperti menambah ibadah-ibadah sunnah yang ada. Namun ia
sendiri mengaku masih mengalami kesulitan untuk menggenapkan ibadah
wajibnya.
“..pengen kali bisa sholat full apalagi ditambah ibadah-ibadah sunnah
yang lain kaya solat sunnah, puasa senin-kamis. Siapa yang ngga pengen
ibadahnya meningkat kan, tapi gitulah kak, Sholatpun kadang masih
bolong beberapa kali.Hehehe”
Berdoa dan bersyukur merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa terlepas.
Saat melakukan ibadah seperti sholat, sebenarnya kita sedang mengucap syukur
kepada Allah sebagai hamba dengan mengikuti perintahnya. Azka pun menyetujui
hal ini. Menurut Azka, tak ada alasan bagi seorang Muslim untuk tidak bersyukur
kepada Rabb-nya.
“Aku pernah dengar ceramah pas sholat Jumat, ada kalimat yang ringan
diucapkan lidah , banyak pahalanya, tapi kadang berat buat dilaksanakan
yaitu dengan mengucapkan Alhamdulillah. Itu kan kalimat bersyukur ya.
Bukan berat sih, lebih ke sering lupa buat mengucapkannya. apalagi kalau
lagi senang.”
Dengan bersyukur, Azka merasa banyak hal positif datang kepada dirinya
tanpa ia sadari. Selain bersyukur membuatnya lebih menghargai apa yang ia
miliki, Azka pun merasa hidupnya menjadi lebih berkah.
“Ketika bersyukur aku merasa rezekiku ditambahkan sama Allah.
Contohnya aku ini kan anak kos, kadang duit pun pas-pasan. Tapi ketika
aku bersyukur dengan duit ku yang tinggal dikit, besoknya pasti kaya ada
tambahan uang yang datang entah darimana. Tiba-tiba disuruh ikut
seminar atau jadi MC, atau ada kawan yang bawak makanan jadi makan
gratis.Haha. Rezeki anak kostan.”
Meskipun Azka mengaku cukup sering bersyukur, namun ada saat-saat
dimana dia juga mengeluh. Baginya, mengeluh seperti melepas stress sesaat
apalagi jika masalah yang ia rasakan dirasa sudah terlalu berat. Azka pun
mengatakan bahwa ia pernah merasa stress berat hingga mengalami sakit kepala
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
yang amat mengganggu. Akhirnya ia pun berdiam diri sejenak, keluar dari hiruk-
pikuk lingkungannya, sambil menenangkan pikiran.
Disaat proses menenangkan pikiran itulah, proses introspeksi diri
berlangsung. Dimana kita kembali mengingat apa dan bagaimana sikap yang telah
kita perbuat.
“Kita instrospeksi diri pasti karena udah berbuat suatu kesalahan dan itu
mengganggu hati dan pikiran kita. Contoh sederhana kaya berantam sama
orangtua, sebagai anak hati nurani kita tau ngga boleh bersikap kaya gitu .
Tapi karena sikap egois dan ngga mau kalah tetap kita lakuin. Ujungnya
jadi nyesal kan udah ngebentak orangtua. Pernah buat mama sampai
nangis, setelah itu langsung terikut nangis juga awak, akhirnya meluk
mama, minta maaf langsung, sambil janji ngga ngelakuin hal itu lagi.”
Azka pun menambahkan bahwa dia menganggap instrospeksi diri itu
sebagai tempat ia bermuhasabah dan sangat penting untuk dilakukan setiap
individu. Baginyai introspeksi inilah cara agar dia bisa mengetahui apa kelebihan
dan kekurangannya.
“Biar tau dimana letak kesalahn kita. Ketika kita ngga mau
mengintrokpeksi diri, orang disekitar kita jadi terus ngecap diri kita buruk,
ngga mau berubah. Nah, kalau kita introspeksi dirikan jadi lebih tau
dimana letak kesalahan dan kebenaran kita. Yang salah diubah lebih baik,
yang benar lebih dikembangkan biar lebih baik lagi kedepannya.”
Peneliti kemudian menanyakan apakah Azka memiliki waktu-waktu
tertentu untuk merenung ataupun menginstrospeksi dirinya. Azka pun menjawab
bahwa ia tidak memiliki waktu spesifik untuk melakukan hal tersebut. Baginya
setiap ia sudah merasa berbuat salah, maka di hari itu juga dia harus tau dimana
dan bagaimana kesalahan itu diperbuat agar tidak berlarur-larut dan menjadi
beban pikiran.
Dalam akun Instagram pribadinya, Azka kerap mengunggah berbagai
kegiatan yang ia lakukan seperti sedang menghadiri suatu acara seminar ataupun
kegiatan hangout bersama teman-temannya. Azka pun senang mengunggah hasil
jepretan kameranya yang biasa berlatar pemandangan.
Dalam pengamatan Peneliti, Azka merupakan tipe lelaki yang percaya diri
untuk mengekspresikan dirinya. Karena saling berteman di sosial media, Peneliti
juga mengetahui bahwa Azka menyenangi hal-hal yang berkaitan dengan Korea.
Hal ini menjadi sinkron, saat peneliti bertanya mengenai apa imajinasi Azka.
Universitas Sumatera Utara
66
Universitas Sumatera Utara
Semua jawabannya didominasi dengan keinginannya untuk bisa berkunjung ke
Negeri Ginseng tersebut.
“Sering banget. Aku kan penyuka K-Pop, seneng sama hal-hal yang
berkaitan dengan Korea, baik itu makanan, musik, film atapun tempat
wisatanya. Jadi aku sering berimajinasi gimana kalau misalnya aku ke
Korea, liburan disana, menikmati kuliner dan budaya di Korea langsung.
Sering juga sih mimpi bisa bawa keluarga untuk ibadah umroh ataupun
Haji.”
Bagi Azka, berimajinasi adalah hal yang sangat menyenangkan. Kegiatan
tersebut bisa membuat suasan hatinya menjadi lebih baik. Azka meyakini bahwa
semua hal berawal dari mimpi dan harus yakin serta berusaha semaksimal
mungkin agar mimpi-mipi itu bisa terealisasi.
“Ngga ada yang salah dari bermimpi. Segala sesuatu kan berawal dari
mimpi, jadi ketika kita udah punya mimpi, tau goals apa yang pengen kita
raih, kita tekuni, aku yakin suatu saat insyaallah mimpi itu bisa aku raih.”
Azka mengakui bahwa dia adalah orang yang sangat imajinatif. Hal ini
sangat membantunya dalam beraktivitas sehari-hari karena biasanya dia sudah
menyiapkan dan merencanakan apa yang akan ia lakukan.
“Iya aku orang yang imajinatif. Aku tipe yang kalau ada kegiatan ataupun
projek harus mikirin dulu konsepnya gimana. Aku lebih suka segala
kegiatanku udah ter- planning, udah bisa dibayangkan dulu, jadi pas
kegiatannya jalan semoga bisa sesuai dengan rencanaku.”
Setelah mendengarkan tanggapan yang diberikan Azka mengenai aktivitas
berkomunikasi dengan diri sendiri dengan cara berdoa, bersyukur, instrospeksi
diri dan juga berimajinasi, Peneliti ingin menarik kesimpulan apakah ada
pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri dan perilaku Informan.
Penelitipun meminta kepada Azka untuk mencoba mendeskripsikan
dirinya kemudian Peneliti memaparkan contoh-contoh perilaku yang ingin dinilai
seperti perilaku terpuji (Saling mengenal, Saling memahami, Jujur, Adil, Amanah,
Lapang dada, dan Toleransi) dan perilaku tercela (Dengki, Ria, Aniaya,
Deskriminasi).
“Menurutku, aku itu orang yang mudah bergaul, berani untuk tampil
dimuka umum dan berani untuk speak up apa yang aku pikirkan, lumayan
egois, setia kawan, suka bermimpi dan juga ambisius.”
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
“Dari sikap-sikap yang kakak paparin tadi, aku jawab dari perilaku terpuji
dulu. Untuk bagian saling mengenal, aku sih orangnya kalau lagi ada di
tempat baru suka untuk bangun komunikasi duluan meskipun basa-basi.
Kalau jujur sih ngga terlalu. Kadang juga masih sering bohong. Untuk
sikap amanah, insyaallah aku orangnya amanah, bisa dipercaya. Dan
terakhir untuk sikap toleransi dalam beragama, aku orang yang toleran,
menghargai apa yang orang lain yakini dan ngga mau ikut-ikutan menghina
agama orang”
“Perilaku tercela yang aku lakuin paling Iri ngga sampe dengki. Iri kan
bisa berarti Iri positif. Siapa yang ngga pernah iri sama orang lain
kan?Udah naluri itu. Kalau Ria, aku termasuk orang yang sedikit sombong
sih, tapi dalam artian sombong pengen orang tau kegiatan-kegiatan ku.”
Sebelum mengakhiri sesi wawancara dengan Azka sebagai informan ke-
tiga pada penelitian ini, Peneliti meminta Azka agar dapat menyampaikan harapan
kedepan yang ia harapkan untuk dirinya.
“Aku berharap bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi, mengurangi
sikap egoisku. Aku juga berharap semoga sikap-sikap jelekku bisa
berkurang. Semoga kedepannya, aku bisa meraih apa yang aku impikan
dan citakan, biar aku bisa membanggakan orangtua dan diriku sendiri
karena berhasil melewati segala tantangan yang ada.”
Azka juga menambahkan bahwa sedikit banyaknya diri Azka sekarang
adalah apa yang dia inginkan. Azka merasa cukup puas dan bangga dengan
prestasi-prestasi yang sudah ia raih dan kemampuan-kemampuan yang semakin
banyak ia pelajari. Namun layaknya manusia yang tidak pernah puas dengan
dirinya, Azka juga yakin masih dapat lagi menggali potensi-potensi yang ada di
dalam dirinya dan memperbaiki sifat-sifat buruk yang masih ada. merasa jauh
sudah berubah dari segi perilaku, pengambilan keputusan dan lain sebagainya.
4) Informan IV
Nama : Putra
Usia : 22 Tahun
Status : Mahasiswa Ilmu Komunikas angkatan 2015
Informan ke-empat sekaligus informan terakhir pada Penelitian ini
merupakan mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Sumatera Utara, angkatan
2015. Namun, karena satu dan lain hal, informan tidak bersedia nama serta
statusnya untuk dicantumkan dan meminta agar memakai nama samaran saja.
Universitas Sumatera Utara
68
Universitas Sumatera Utara
Untuk itu peneliti menamai informan ini sebagai Putra. Peneliti juga tidak akan
mendeskripsikan bagaimana ciri fisik Putra. Alasan Peneliti memilih Putra
sebagai Informan karena Putra diharapkan dapat menjadi objek pembanding dari
ketiga Informan sebelumnya. Menurut pengamatan Peneliti dan hasil diskusi
bersama teman, Putra dikenal sebagai seseorang yang tidak begitu aktif di
lingkungan kampus dan sering menunjukan perilaku yang kurang enak dipandang.
Penelitian ini tidak bermaksud untuk menyudutkan informan, namun agar
mengetahui faktor penyebab perilaku itu tercipta. Tidak mudah mendapatkan
persetujuan Putra untuk diwawancara, namun akhirnya berkat bantuan seorang
teman yang mengenal Putra, Peneliti berhasil mewawancarainya dengan
kesepakatan yang sudah peneliti paparkan di atas.
Sama dengan ketiga informan yang sudah diwawancarai sebelumnya,
pertanyaan pertama yang peneliti tanyakan adalah mengenai kepercayaan yang
Putra yakini. Terlihat ragu, Putra menjawab bahwa ia adalah seorang muslim
namun jarang sekali melakukan ibadah yang diwajibkan dalam agamanya.
Mengonfirmasi tanggapan tersebut, Peneliti pun bertanya lebih lanjut alasan
mengapa dia jarang beribadah.
“Aku sebenarnya bingung mau jawab apa. Dibilang agamaku Islam tapi
aku pun jarang sholat, bisa dibilang jarang kali. Alasannya apa ya?
Mungkin karena uda banyak kali setan besarang. Hahaha.”
“…Aku dulu sering sholat. Awalnya ninggalkan sholat sekali karena
malas,besok dua kali, lama-lama jadi keterusan. Perasaanya ninggalkan
sholat? Sempat ngerasa ngga enak, tapi sekarang biasa aja.”
Putra pun menambahkan bahwa dia masih jauh dari merasa puas dengan
keadaan ibadahnya saat ini. Dia pun mengaku masih merasa nyaman dengan
keadaanya yang seperti itu dan kerap merasa masih banyak melakukan dosa. Ia
tak yakin jika ia berdoa akan dikabulkan.
Beribadah sama halnya dengan mengucap syukur kepada Tuhan dengan
cara menjalankan perintahnya. Bagi Putra, meskipun ia jarang melakukan ibadah
ia merasa alam bawahnya masih sering mengucap syukur untuk hal-hal yang
terjadi dalam hidupnya.
“Kalau ngucap syukur gitu kayanya sering. Sadar ngga sadar kita pasti
bersyukur dalam hati. Untuk apanya mungkin biar tetap sadar diri. Jangan
udah ngga sholat, bersyukur pun ngga mau. Kaco kita. ”
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Pertanyaan berikutnya yang Peneliti tanyakan kepada Putra yaitu
mengenai aktivitas mengeluh. Menurut Putra dia kerap mengeluhkan segala
sesuatu. Apalagi jika melihat hal yang ia rasa tidak adil atau tidak sesuai dengan
kehendaknya. Aktivitas tersebut dijadikan Putra sebagai cara untuk menyalurkan
emosinya. Putra menambahkan ada keinginan untuk mengurangi sikap emosian
dan mengeluhnya, namun ia mengaku sangat sulit.
“Ngeluh itu kaya marah-marah gitu kan? Seringlah. Apalagi kalo aku
merasa atau ngeliat sesuatu yang ngga pas sama aku. Misalnya dosen
bilang kita ngga boleh telat, telat kena usir. Tapi dosen itu sendiri kadang
yang telat. Apa ngga palak liatnya.”
Setiap manusia adalah gudang kesalahan dan kekhilafan. Putra setuju
dengan pendapat tersebut. Menurutnya, tidak ada manusia yang tidak pernah
melakukan kesalahan entah itu dalam skala kecil ataupun besar. Saat ditanya
kesalahan apa yang masih diingat Putra dan membuat dia merasa sangat bersalah,
Putra menjawab bahwa ia pernah membuat orangtuanya menangis hebat. Ditanya
lebih lanjut mengenai penyebabnya, Putra enggan menjawab.
“Dari kecil aja pasti kita udah buat salah. Siapa manusia yang ngga pernah
buat kesalahan kan. Nabi Muhammad pun pernah apalagi aku. Yang paling
aku ingat sih buat mamakku nangis. Nangis hebat lah pokoknya. Disitu
nyesal kali aku sampai ikut nangis juga.”
Merasa menyesal sudah melakukan perbuatan yang tidak benar merupakan
bagian dari introspeksi diri. Putra mengaku ia kerap termenung pada malam hari
memikirkan apa yang telah ia lakukan dan sampai kapan ia akan terus melakukan
kesalahan-kesalah tersebut. Namun sayangnya, semua itu hanya berlaku bak
suam-suam kuku , keesokan harinya dia kembali melakukan hal itu lagi.
“Pernah terpikir mau sampai kapan kuliah ku gini-gini terus. Kadang
masuk, kadang engga. Kawan-kawanku udah lulus, aku masih gini-gini
aja. Makin dewasa bukannya malah makin betol. Merokok kuat kali,
kadang mau juga minum.. Bukannya apa, dari situlah aku bisa ngerasa
tenang. Walaupun bentar efeknya. Mau kali aku berubah, cuma gitulah.
Mungkin karena faktor lingkungan ku juga, jadi berat dia kalau kita mau berubah sendirian.”
Saat peneliti bertanya mengenai tanggapan tentang berimajinasi dengan
cepat Putra menjawab bahwa ia bukan tipikal yang suka mengkhayal ataupun
Universitas Sumatera Utara
70
Universitas Sumatera Utara
berimajinasi. Menurutnya, kehidupan itu jangan teralalu banyak dipikirkan namun
dijalani.
“Ngga. Aku ngga suka mengkhayal-khayal ngga jelas. Hidup itu jangan
dimimpi-mimpikan. Omong kosong. Nanti kalau ngga sesuai ekspektasi
marah. Realita hidup kejam, dek. Dijalani aja, jangan kebanyakan
berharap. Apalagi sama orang lain. Jangan pernah.”
Setelah mendengarkan paparan yang diberikan Putra mengenai aktivitas
berkomunikasi dengan diri sendiri dengan berdoa, bersyukur, instrospeksi diri dan
juga berimajinasi, Peneliti meminta Putra untuk mencoba mendesripsikan dirinya
sendiri. Peneliti ingin menarik kesimpulan apakah ada pengaruh signifikan yang
Informan rasakan terhadap pengetahuan mengenai pribadinya.
“Aku ngga pande mendeskripsikan diri. Biar orang aja yang menilai aku
gimana. Nanti ku bilang aku baik tapi menurut orang aku jahat. Iyakan?
Berpengaruh apa ngganya, makin kesini sih aku ngerasa biasa aja. Ngga
berpengaruh kali. Tapi memang ada perasaan gelisah, ngga tenang,
ngerasa berdosa, cuma lama-lama jadi hilang aja ngga kepikiran lagi.”
Kemudian Peneliti memberikan contoh-contoh perilaku yang ingin dinilai
seperti perilaku terpuji (Saling mengenal, Saling memahami, Jujur, Adil, Amanah,
Lapang dada, dan Toleransi) dan perilaku tercela (Dengki, Ria, Aniaya,
Deskriminasi) dengan cara memaparkan suatu peristiwa. Misalnya, pada bagian
saling mengenal dan memahami, Putra diminta menjawab apakah ia tipe yang
mau membuka obrolan duluan kepada orang asing dan bila ada teman yang
berbuat kesalahan, apakah dia tipikal yang bertanya mengapa atau langsung
emosi dan marah.
“Aku ngga gitu suka obrolan basa-basi tapi kalau ada orang lain yang
ngajak ngobrol duluan ya pasti diladeni. Untuk yang kawan tadi, kayanya
aku ngga bakal bisa mikir dulu baru bertindak. Pasti langsung naik
emosiku.”
Selanjutnya mengenai sikap Jujur, Adil, Amanah dan Toleransi. Putra
menanggapi bahwa dia bukan orang yang jujur apalagi amanah. Karena dia
merasa sering berbohong dan tidak menepati janji-janjinya. Untuk sikap toleransi
diakui Putra bahwa dia cukup toleran dan menghargai perbedaan yang ada.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Lanjut pada sikap-sikap tercela. Putra merasa dia hanya sering merasa iri
namun tidak sampai merasa dengki. Sikap Ria ataupun menyobongkan sesuatu
diakui pernah ia lakukan karena merasa itu cara yang ia lakukan agar tidak
dipandang rendah oleh orang lain. Untuk sikap Aniaya atau disini dimaksudkan
peneliti sebagai sikap membully teman hingga bermain fisik, Putra menjawab
bahwa memang begitulah cara laki-laki agar menjadi dekat dengan saling
mengejek, berkata kasar, ataupun melakukan kontak fisik.
“Bully itu untuk lucu-lucuan aja. Yang kita bully pun ngga marah kok
malah ikut ketawa-tawa juga dia. Ngejek „keleng‟, „gendut‟ itu termasuk
diskriminasi ngga?Aku suka gitu sih.”
Sebagai penutup sesi wawancara dengan Putra, Peneliti meminta Putra untuk
menyampaikan harapan kedepannya untuk diri Putra sendiri.
“Harapan kedepannya semoga aku bisa lebih baik lagi lah. Meninggalkan
kegiatan-kegiatan yang ngga baik.Bisa lulus kuliah tahun ini. Pokoknya
yang terbaik lah semoga.”
Putra juga menambahkan bahwa dia sudah jauh merasa dari kata puas
dengan apa yang sudah ia jalankan dikehidupannya saat ini. Putra merasa banyak
sikap-sikap buruk yang ia lakukan namun sulit untuk kembali ke jalan yang benar.
Untuk itu putra berharap semoga di masa depan dia akan menjadi pribadi yang
lebih baik dari saat ini.
5) Informan V
Nama : Ibu Hutasoit
Usia : 57 Tahun
Status : Orang tua informan I
Ibu Hutasoitmerupakan orangtua dari Maya sebagai Informan pertama
pada penelitian ini. Peneliti sudah beberapa kali bertemu dengan Bu Hutasoit
karena pernah berkunjung kerumah Maya. Khas seorang Ibu Rumah Tangga,
Peneliti menjumpai beliau saat sedang memasak lengkap dengan celemek di
bajunya. Sambil menunggu mama Maya memasak, Peneliti ditemani Maya,
menagajukan beberapa pertanyaan sambil mengobrol santai.
Menurut Bu Hutasoit, Maya merupakan anak yang rajin beribadah dan
berdoa. Ia yakin karena melihat aktivitas dan kebiasaan Maya yang jarang sekali
melewatkan ibadah mingguan ke Gereja.
Universitas Sumatera Utara
72
Universitas Sumatera Utara
“Maya dari kecil udah dibiasakan harus rajin Ibadah dan jangan malas
berdoa. Jadi kalau dia Ibu liat malas-malasan pergi Gereja, Ibu Marahi
habis-habisan. Ngga sia-sia usaha Ibu dari kecil buat melatih dia.”
Peneliti kemudian bertanya lebih lanjut mengenai Perilaku Maya dalam
bersyukur sebagai indikator Komunikasi Intrapersonal. Pertanyaan ini tidak
menyoroti tentang aktivitas bersyukurnya namun menyoroti tentang kebiasaan
mengeluh yang diakui Maya masih kerap ia lakukan,
“Si Maya ini dulu lebih parah sikap ngeluhnya itu. Semua dikomentarin
dia. Sekarang udah jauh berkurang lah, makin dewasa pasti makin ngerti
juga ngga ada gunanya banyak ngeluh.”
Bu Hutasoit menambahkan setiap manusia seharusnya makin dewasa
harus bisa makin bersyukur dan belajar dari kesalah-kesalahan di masa lalu.
Menurutnya salah itu pasti dan jangan takut buat kesalahan karena dari kesalahan,
manusia belajar untuk jadi benar.
“Maya pasti pernah buat salah begitupun seluruh manusia di bumi ini.
Sebagai Ibu harus mengerti, begitulah kodrat manusia diciptakan. Tapi Ibu
selalu ngajarin dan nasihatin Maya, jangan takut buat salah tapi juga harus
berani ngaku salah. Udah ngaku, harus introspeksi diri biar ngga ngulangin
hal yang sama.”
“Maya ini syukurnya anak yang mau dinasihatin. Mau dia dengar apa yang
kita bilang, mau terbuka dan sering cerita ke Ibu apa yang terjadi. Sedikit
banyaknya ibu pasti tau dia lagi ada masalah apa dan sama siapa.”
Lebih lanjut, Peneliti menanyakan apakah Maya termasuk anak yang suka
berimajinasi atau tidak, Bu Hutasoit menjawab,
“Kalau itu hobinya memang. Di kamarnya banyak dia nulis-nulis tentang
mimpi dia terus ditempelnya di dinding. Penting itu buat bermimpi, ibu pun
mendukung dia sambil mendoakan semoga mimpi-mimpinya cepat
dikabulkan Tuhan atau dikasih yang lebih baik.”
Bu Hutasoit percaya dengan bertambah rajinnya seseorang berdoa,
bersyukur, mau mengintrospeksi diri, dan berani bermimpi, orang tersebut akan
menjadi seseorang yang berguna dan memiliki sikap yang berbudi seiring waktu
pendewasaanya. Hal ini beliau nyatakan dengan melihat tumbuh kembang
pendewasaan Maya.
“Ketika kita rajin berdoa, rajin bersyukur, kita jadi merasa takut untuk
berbuat jahat ke orang lain. Karena kita yakin, Tuhan selalu melihat gerak-
gerik tingkah laku kita. Yang paling penting itu diri kita sendiri. Ibu lihat si
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Maya pun makin lama makin bagus tingkahnya, rajin dia ibadah, rajin dia
renungan malam, introspeksi diri, nurut dia kalo dibilangin.”
“Perilaku terpuji si Maya ini mau dia nolong orangtuanya, penuru ngga
susah dibilangi, kawannya pun banyak berarti dia anaknya supel. Kalau
perilaku jeleknya paling si Maya ini ngomongnya terlalu ceplas-ceplos,
kalau dia ngga suka dibilangnya langsung, ngga difilternya dulu. Ibu takut
jadi banyak orang yang sakit hati ngga terima omongannya. Padahal
mungkin niat si Maya ini bagus, tapi kan ngga semua orang bisa nerima.
Udah sering juga Ibu bilangin.”
Setelah mendapatkan jawaban Ibu Hutasoit mengenai sikap terpuji dan
tercela yang Maya miliki, Peneliti kemudian mencoba memaparkan ciri-ciri
konsep diri positif dan konsep diri negatif. Indikator ini kemudian diberikan
kepada Informan ke 5, sebagai informan triangulasi/tambahan untuk dijawab
berdasarkan pengamatannya sebagai orangtua dari Maya. Jawaban yang didapat,
Ibu Hutasoit menjawab „Iya‟ pada seluruh pilihan ciri konsep diri positif yaitu
Merasa yakin dengan kemampuan yang dimiliki, Merasa setara dengan orang
lain, Menerima pujian tanpa rasa malu, Peka pada kebutuhan orang lain dan
Mampu memperbaiki diri. Hasil jawaban untuk konsep diri negatif didapati
bahwa Ibu Hutasoit menjawab „Tidak‟ untuk setiap opsi ciri konsep negatif yang
dipaparkan. Hal ini menandakan bahwa apa yang diungkapkan oleh informan I
benar seperti faktanya.
Tabel 4.3
Ciri konsep diri positif dan negatif informan
Konsep Diri
Positif Negatif
Informan 1
Merasa yakin akan
kemampuannya.
Merasa setara dengan orang lain
Menerima pujian tanpa rasa
malu.
Peka pada kebutuhan orang
lain
Mampu memperbaiki diri.
Informan 2 Merasa yakin akan
kemampuannya.
Universitas Sumatera Utara
74
Universitas Sumatera Utara
Merasa setara dengan orang lain
Menerima pujian tanpa rasa
malu.
Peka pada kebutuhan orang
lain
Mampu memperbaiki diri
Informan 3
Merasa yakin akan
kemampuannya.
Merasa setara dengan orang lain
Peka pada kebutuhan orang
lain
Mampu memperbaiki diri
-Responsif terhadap pujian
Informan 4 .
Merasa tidak yakin akan
kemampuannya
Responsif terhadap pujian
Merasa tidak disenangi oleh
orang lain.
Merasa tidak mampu
memperbaiki diri
Tabel 4.4
Kompilasi Tabel Hasil Penelitian Sesuai Dengan Tujuan Penelitian
No. Informan Tujuan Penelitian Hasil
1. Informan 1
Mengetahui aktivitas
Komunikasi Intrapersonal yang
dilakukan
1. Sering Berdoa,
2. Sering Bersyukur
3. Sering Introspeksi diri
4. Sangat suka Berimajinasi
Mengetahui peranan
komunikasi intrapersonal dalam
pembentukan konsep diri dan
perilaku
Berpengaruh.
Perilaku Terpuji :
1. Mau mengenal orang lain
2. Saling memahami teman
3. Amanah
4. Toleransi
Perilaku tercela:
1. Berbohong
2. Iri
3. Ria
Mengetahui konsep diri yang
terbentuk
Terbentuknya konsep diri positif karena
merasa mampu mengatasi masalah,
menginstrospeksi diri dan sanggup
mengungkapkan aspek kepribadian
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
yang tidak disenangi dan berusaha
untuk memperbaiki diri agar lebih baik.
2. Informan 2
Mengetahui aktivitas
Komunikasi Intrapersonal yang
dilakukan
1. Sering Berdoa,
2. Sering Bersyukur
3. Sering Introspeksi diri
4. Tidak suka Berimajinasi
Mengetahui peranan
komunikasi intrapersonal dalam
pembentukan konsep diri dan
perilaku
Berpengaruh.
Perilaku Terpuji :
1. Mau mengenal orang lain
2. Saling memahami teman
3. Amanah
4. Toleransi
Perilaku Tercela
1. Berbohong
2. Iri
3. Ria
Mengetahui konsep diri yang
terbentuk
Terbentuknya konsep diri positif
karena merasa mampu mengatasi
masalah, menginstrospeksi diri dan
sanggup mengungkapkan aspek
kepribadian yang tidak disenangi dan
berusaha untuk memperbaiki diri agar
lebih baik.
3. Informan 3
Mengetahui aktivitas
Komunikasi Intrapersonal yang
dilakukan
1. Sering Berdoa,
2. Sering Bersyukur
3. Sering Introspeksi diri
4. Sangat suka Berimajinasi
Mengetahui peranan
komunikasi intrapersonal dalam
pembentukan konsep diri dan
perilaku
Berpengaruh.
Perilaku Terpuji :
1. Mau mengenal orang lain
2. Saling memahami teman
3. Amanah
4. Toleransi
Perilaku Tercela
1. Berbohong
2. Iri
3. Ria
Mengetahui konsep diri yang
terbentuk
Terbentuknya konsep diri positif karena
merasa mampu mengatasi masalah,
menginstrospeksi diri dan sanggup
mengungkapkan aspek kepribadian
yang tidak disenangi dan berusaha
untuk memperbaiki diri agar lebih baik.
4. Informan 4 Mengetahui aktivitas 1. Jarang Berdoa
Universitas Sumatera Utara
76
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi Intrapersonal yang
dilakukan
2. Jarang Bersyukur
3. Jarang Introspeksi diri
4. Tidak Suka Berimajinasi
Mengetahui peranan
komunikasi intrapersonal dalam
pembentukan konsep diri dan
perilaku
Berpengaruh.
Perilaku Terpuji :
1. Toleransi
Perilaku Tercela
1. Tidak mau mengenal orang lain,
ketika tidak diajak ngobrol
2. Tidak memahami teman
3. Berbohong
4. Iri
5. Ria
6. Deskriminasi / Membully
Mengetahui konsep diri yang
terbentuk
Terbentuknya konsep diri cenderung
negatif karena merasa tidak bisa
mengendalikan emosinya dan sering
naik pitam. Jarang melakukan
instrospeksi diri dan tidak sanggup
mengungkapkan aspek kepribadian
yang disukai ataupun tidak disukai.
4.2 Pembahasan
Dari hasil wawancara dengan keempat informan, didapat hasil wawancara
yang berkaitan dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui aktivitas komunikasi
intrapersonal dan peranan komunikasi intrapersonal dalam pembentukan konsep
diri dan perilaku yang terbentuk di kalangan mahasiswa Ilmu Komuniksi FISIP
USU. Untuk menguji keabsahan hasil penelitian, peneliti menggunakan teknik
triangulasi yaitu dengan memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Menurut Denzin
(dalam Moleong, 2005) ada empat macam triangulasi yang memanfaatkan
penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Dalam hal ini Peneliti
menggunakan triangulasi dengan sumber yaitu membandingkan dan mengecek
kembali derajat kepercayaan suatu informasi dengan cara :
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara
2. Membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi
3. Membandingkan apa yang dikatakan tentang situasi penelitian dengan apa
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
yang dikatakan sepanjang waktu
4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang lain
5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.
6. Memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan
pengecekan kembali derajat kepercayaan data.
Untuk itu peneliti memilih Ibu dari salah seorang Informan untuk
dijadikan pembanding dan mengecek hasil wawancara dari informan utama.
Peneliti memilih Ibu dari informan I yaitu Maya Sari. Seorang Ibu dapat menjadi
informan pendukung untuk menambah keabsahan hasil wawancara mengenai
peran komunikasi intrapersonal dalam pembentukan konsep diri dan perilaku
karena dianggap sebagai orang yang dekat dan mengenal pribadi informan utama.
Peneliti juga turut mengamati para informan untuk menambah derajat
kepercayaan data.
4.2.1 Pelaksanaan Bentuk-Bentuk Komunikasi Intrapersonal
Sebelum seseorang melakukan antisipasi atau memberikan feedback
terhadap reaksi orang lain atau sering disebut dengan Komunikasi interpersonal, ia
harus terlebih dahulu berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Komunikasi
intrapersoal dan interpersonal saling berkaitan dan berhubungan sehingga akan
mempengaruhi kualitas kita dalam berkomunikasi. Komunikasi intrapersonal
inilah yang akan menunjang dan menopang semua komunikasi seseorang.Untuk
memahami apa yang terjadi ketika orang saling berkomunikasi, maka seseorang
perlu untuk mengenal diri mereka sendiri dan orang lain. Karena pemahaman ini
diperoleh melalui proses persepsi. Pada dasarnya letak persepsi adalah pada orang
yang mempersepsikan, bukan pada suatu ungkapan ataupun obyek.
Menurut Rakhmat, komunikasi intrapersonal adalah proses
pengolahan informasi. Proses ini melewati empat tahap: sensasi, persepsi,
memori, dan berpikir. Dari hasil wawancara yang Peneliti lakukan ditemukan
bahwa ke-empat tahap ini saling mempengaruhi satu sama lain.
Universitas Sumatera Utara
78
Universitas Sumatera Utara
1. Sensasi
Sensasi merupakan tahap pertama proses pengolahan informasi dalam
komunikasi intrapersonal. Kemampuan ini membuat manusia mampu untuk
menyerap segala hal yang diinformasikan oleh panca indera. Melalui panca
inderanya, seorang manusia bisa memahami lingkungannya, bahkan bisa
mendapat ilmu pengetahuan an kemampuan untuk melakukan interaksi dengan
sekelilingnya.
Pada penelitian ini, Sensasi yang didapat oleh para Informan karena
melihat , mendengar dan merasakan aktivitas beribadah sejak kanak-kanak yang
dilakukan oleh orangtuanya masing-masing. Seperti informan pertama yaitu Maya
yang sudah diajarkan untuk belajar berdoa dan pergi beribadah ke Gereja sedari
dini. Hal ini yang ditangkap oleh panca indera Maya yang kemudian
menghasilkan sebuah persepsi.
2. Persepsi
Kedua, persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. Secara sederhana persepsi adalah memberikan makna pada
hasil cerapan panca indera. Hasil serapan berupa macam-macam kegiatan
beribadah yang sudah dipertontonkan dari kecil memberikan sebuah makna,
bahwa beribadah merupakan hal yang wajib dilakukan tiap manusia karena
sebagai cara untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Ke-empat informan sepakat,
bahwa mereka mempersepsikan ibadah sebagai tempat untuk mendekatkan diri
dengan penciptanya. Selain dipengaruhi oleh sensasi yang merupakan hasil
cerapan panca indera, persepsi dipengaruhi juga oleh perhatian (attention),
harapan (expectation), motivasi dan ingatan. Secara umum tiga hal yang disebut
pertama terbagi menjadi dua faktor personal dan faktor situasional. Penarik
perhatian yang bersifat situasional merupakan penarik perhatian yang ada di luar
diri seseorang (eksternal), seperti intensitas stimuli, kebaruan, dan perulangan.
Maksudnya adalah setiap orangtua secara terus menerus mengulang stimulus
bahwa aktivitas beribadah itu penting dilakukan dan jika meninggalkanya ada
hukuman atas hal tersebut. Seperti Informan pertama yang terbiasa di nasihati
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
berulang-ulang hingga sampai sang Ibunda Marah ketika dia tidak melakukannya.
Stimuli ini tentunya akan memberikan efek penarik perhatian dan juga ingatan
pada Informan I.
Tak hanya efek tersebut, persepsi juga memberikan efek lain seperti
harapan dan motivasi. Tiga dari ke-empat Informan setuju bahwa ketika mereka
melakukan aktivitas berkomunikasi dengan diri sendiri, mereka sadar telah
membuat sebuah harapan dan membangun motivasi agar harapan tersebut dapat
diwujudkan.
3. Memori.
Dalam komunikasi intrapersonal, memori memegang peranan penting
dalam mempengaruhi baik persepsi (dengan menyediakan kerangka rujukan)
maupun berfikir. Memori adalah sistem yang sangat terstuktur, yang
menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan
pengetahuannya untuk membimbing perilakunya. Setiap stimuli datang, stimuli
itu direkam sadar atau tidak.
Kerja Memori melalui tiga proses : (1) Perekaman (encoding), pencatatan
informasi melalui reseptor indera dan saraf internal baik disengaja maupun tidak
disengaja. (2) Penyimpanan (storage), Dalam fungsi ini, hasil dari
persepsi/learning akan disimpan untuk ditimbulkan kembali suatu saat. Dalam
proses belajar akan meninggalkan jejak-jejak (traces) dalam jiwa seseorang dan
suatu saat akan ditimbulkan kembali (memory traces). Memori dapat hilang
(peristiwa kelupaan) dan dapat pula berubah tidak seperti semula. (3)
Pemanggilan (retrieval), mengingat lagi, menggunakan informasi yang disimpan.
Dalam hal ini bisa ditempuh melalui dua cara yaitu to recall (mengingat kembali)
dan to recognize (mengenal kembali)..
Menurut hasil wawancara dengan Peneliti, proses memori ini dapat
disimpulkan sebagai ingatan mereka ketika berkomunikasi dengan dirinya baik
dalam berdoa, bersyukur, introspeksi diri maupun berimajinasi. Setiap kegiatan
yang mereka lakukan dimana awalnya dimulai dari proses sensasi dari panca
indera, kemudia memberikan persepsi, hal ini kemudian di simpan dalam memori
ingatan mereka. Contohnya ketika para informan mengintrospeksi diri. Introspeksi
Universitas Sumatera Utara
80
Universitas Sumatera Utara
berarti mengingat kembali kejadian-kejadian lampau yang sudah dilakukan untuk
kemudian ditinjau kelebihan dan kekurangannya. Kesalahan-kesalahan yang
dibuat diingat agar kedepannya tidak mengulangi perilaku yang sama.
4. Berfikir.
Dalam suatu proses yang mempengaruhi penafsiran kita terhadap stimuli
adalah berfikir. Dalam berfikir kita akan melibatkan semua proses yang kita sebut
diatas, yaitu: sensasi, berfikir, dan memori. Saat berfikir maka memerlukan
penggunaan lambang, visual atau grafis. Tetapi untuk apa orang berfikir? Berfikir
dilakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan,
memecahkan persoalan, dan menghasilkan yang baru.
Proses berfikir inilah yang dapat menentukan bagaimana sikap yang akan
kita tunjukan ke orang lain atau komunikasi antarpersonal. Sebelum
menunjukannya ke orang lain, setiap Informan tentunya harus memahami diri
mereka sendiri dengan cara melibatkan semua proses yang telah dibahas tadi.
Contohnya, ketika suatu Informan berbuat kesalahan, dia akan berupaya untuk
mengingat kembali dan mengintrospeksi diri. Hasil dari introspeksi diri inilah
yang dilakukan lewat tahap berpikir, misalnya meminta maaf kepada orang yang
telah disakiti atau memohon ampun kepada Tuhan atas dosa- dosa yang telah
dilakukan.
Komunikasi dengan diri sendiri ini bertujuan untuk berpikir, melakukan
penalaran, menganalisis dan merenung. Menurut Effendy seperti yang dikutip
oleh Rosmawaty (2010) mengatakan bahwa komunikasi intrapersonal atau
komunikasi intrapribadi merupakan komunikasi yang berlangsung dalam diri
seseorang. Orang itu berperan baik sebagai komunikator maupun sebagai
komunikan. Dia berbicara kepada dirinya sendiri. Dia berdialog dengan dirinya
sendiri. Dia bertanya dengan dirinya sendiri dan dijawab oleh dirinya
sendiri.Aktivitas dari komunikasi intrapersonal yang dilakukan sehari-hari dalam
upaya memahami diri pribadi diantaranya adalah; berdo'a, bersyukur, instrospeksi
diri dengan meninjau perbuatan kita dan reaksi hati nurani kita, mendayagunakan
kehendak bebas, dan berimajinasi secara kreatif.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Berdoa atau beribadah masuk dalam bagian komuniksi intrapersonal atau
komunikasi dengan diri sendiri dengan suatu subyek yang tidak tampak (misalnya
Tuhan). Meskipunn kajian ini masih dipandang terlalu subjektif dan tidak dapat
diketahui kebenarannya oleh orang lain atau dinilai secara umum, namun dapat
melihat dan sedikit memahami nilai-nilai atau norma yang diyakini.
Jalalluddin Rakmat (1985) mengungkapkan dalam buku Psikologi
Komunikasinya bahwa Luruskan Cara Berkomunikasimu maka Luruslah Jiwamu.
Meluruskan cara berkomunikasi, tentu dapat dimulai dengan meluruskan
komunikasi dengan Tuhan yang menciptakan kita. Dengan melakukan pendekatan
kepada Tuhan, individu diharapkan dapat menemukan berbagai makna hidup yang
dibutuhkan.
Hasil wawancara yang peneliti temukan bahwa tiga dari ke-empat informan
setuju bahwa dengan sering melakukan pendekatan spiritual melalui doa mereka
merasa lebih tenang dan damai. Meskipun berasal dari agama, keyakinan, serta
cara beribadah yang berbeda, ketiga Informan yaitu Maya, Irene dan Azka sepakat
bahwa dengan berdoa sebagai cara untuk berkomunikasi dan mendekatkan diri
dengan Tuhan. Merasa nyaman, hidup lebih berkah dan menciptakan emosi yang
positif serta membentuk pola pikir bahwa mereka tidak sendirian menghadapi
masalah-masalah yang ada, karena masih ada Tuhan yang akan menolong menjadi
manfaat yang mereka rasakan ketika melakukan komunikasi intrapersonal
tersebut.
Ibu Hutasoit sebagai informan tambahan juga menyetujui hal ini. Ibu dari
Informan pertama yaitu Maya, mengaku melihat Maya sebagai pribadi anak yang
rajin beribadah dan berdoa. Hal ini diyakini beliau karena melihat aktivitas
anaknya yang rajin berangkat ibadah ke Gereja dan sering melakukan renungan
malam dikamarnya. Ibu Hutasoit pun merasa puas melihat intensitaas ibadah
anaknya yang sudah ia latih sedari kecil, beliau puas karena melihat sosok Maya
yang sudah tidak susah payah lagi untuk berkomunikasi dengan Penciptanya.
Namun berbeda tanggapan yang didapat dari informan ke-empat yaitu Putra.
Saat diwawancara Putra mengaku sangat jarang beribadah dan tidak merasa ada
pengaruh signifakan ketika dia beribadah ataupun tidak. Terbiasa meninggalkan
ibadah membuat Putra berpikir itu menjadi hal yang biasa dan wajar.
Universitas Sumatera Utara
82
Universitas Sumatera Utara
Menggunakan kata-kata positif setiap berbicara dengan diri sendiri (self-
talk) mulai dari bangun tidur sampai menjelang tidur ke dalam diripun dapat
dijadikan sebagai doa aktif dalam bentuk bersyukur. Al-quran dalam surah
Ibrahim ayat ke-7 mengatakan, “ Dan ketika Tuhanmu berkata : Sungguh jika
kamu bersyukur, pasti kami tambah nikmat kepadamu.”
Hakikat dari ibadah adalah ungkapan rasa syukur seorang hamba. Saat
melakukan ibadah seperti sholat, berzikir, menyanyikan lagu rohani, berdoa ketika
hendak makan ataupun tidur, sebenarnya kita sedang mengucap syukur kepada
Tuhan sebagai hamba dengan mengikuti perintahnya.
Ke-empat informan sangat menyetujui bahwa bersyukur adalah kegiatan
komunikasi intrapersonal yang sering mereka lakukan meski tidak dalam bentuk
beribadah seperti sholat ataupun ibadah ke Gereja. Tanggapan yang mereka
paparkan saat ditanya mengenai manfaat yang mereka rasakan untuk diri mereka
ketika bersyukur, jawabannya hampir serupa. Semua sepakat bahwa bersyukur
wajib dan penting dilakukan untuk menghargai dan menghormati kebesaran
Tuhan yang sudah diberikan. Informan I dan II memiliki pendapat sama bahwa
dengan bersyukur hidup menjadi lebih bahagia dan menjauhkan mereka dari sikap
membanding-bandingkan hidup dengan orang lain.
Informan ke-III yaitu Azka berpendapat bahwa ketika ia bersyukur, ia
merasa rezekinya lebih dipermudah dan datang dari sumber yang tidak ia sangka-
sangka. Putra pun mengaku meski ia jarang beribadah, namun dia merasa alam
bawah sadarnya tetap melakukan aktivitas bersyukur.
Menurut Emmons dan McCullough (2003) dalam Sulistyaini (2010),
menunjukan bahwa bersyukur merupakan sebuah bentuk emosi atau perasaan,
yang kemudian berkembang menjadi suatu sikap, sifat moral yang baik,
kebiasaan, sifat kepribadian, dan akhirnya akan memengaruhi seseorang untuk
menanggapi/bereaksi terhadap sesuatu atau situasi. Emmons juga menambahkan
bahwa syukur itu membahagiakan, membuat perasaan nyaman, dan bahkan dapat
memacu motivasi. Dari penjelasan tersebut diketahui bahwa dampak dari perasaan
bersyukur dapat berkembang menjadi reaksi atau tanggapan yang berwujud
sebuah sikap dan cirri pribadi yang berpikir positif.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Meskipun keempat Informan menyatakan sering bersyukur namun tidak
membuat mereka semua lepas dari kebiasaan mengeluh. Masing-masing dari
mereka mengaku karena faktor terbiasa mengkomplen suatu hal, sikap mengeluh
itu tanpa sadar keluar dengan sendirinya tanpa bisa dikontrol. Namun mereka pun
tetap berusaha untuk mengurangi sikap buruk tersebut dengan lebih
memperbanyak bersyukur.
Hasil wawancara yang didapat dari informan tamabahan pun mendukung
hasil wawancara dari informan utama. Bagi Ibu Hutasoit, Informan pertama
termasuk anak yang hobi mengeluh sedari ia kanak-kanak. Namun menurut
beliau, semakin bertambah dewasanya Maya, sikap itu perlahan menghilang dan
tidak sesering dahulu. Bagi Ibu Hutasoit, komunikasi intrapersonal dalam hal ini
bersyukur sangat memberikan peranan besar dalam aktivitas Maya sehari-hari.
Maya dianggap sudah paham dan mengerti bahwa bersyukur itu bukan hanya
sekedar aktivitas biasa yang dilakukan ketika senang saja, namun wajib dilakukan
dalam segala hal dan situasi.S
Aktivitas komunikasi lainnya yaitu mengenai Introspeksi Diri. Komunikasi
intrapersonal juga digunakan dalam memperbaiki diri sendiri misalnya dalam
berintrospeksi. Ketika seseorang dirundung berbagai masalah maka ia akan
merenungkan kesalahan apa saja yang pernah dibuat olehnya. Komunikasi
intrapersonal dilakukan untuk merenungkan diri, memaafkan masa lalu, dan
menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Komunikasi intrapersonal juga membangun
rasa optimis dalam diri sendiri untuk mencapai perubahan diri yang lebih baik lagi
dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Hasil wawancarapun menyatakan bahwa keempat informan setuju bahwa
melakukan introspeksi diri merupakan hal yang sangat penting. Menurut informan
pertama yaitu Maya, Introspeksi ia lakukan agar beban di hati menjadi lebih
„plong‟, Maya mengaku sering melakukan introspeksi karena merasa sikapnya
yang terkadang berbicara ceplas-ceplos apa adanya sudah menyakiti hati keluarga
ataupun teman-temannya. Informan ke-3 yaitu Azka juga berpendapat introspeksi
ia lakukan sebagai tempat ia bermuhasabah dan sangat penting untuk dilakukan
setiap individu. Baginyai introspeksi inilah cara agar dia bisa mengetahui apa
kelebihan dan kekurangannya.
Universitas Sumatera Utara
84
Universitas Sumatera Utara
Hal senada juga disampaikan oleh informan kedua. Irene mengaku kerap
langsung dilanda perasaan bersalah ketika selesai meluapkan emosinya. Untuk itu
Irene berusaha langsung meminta maaf dan berjanji tidak mengulangi. Namun
Iren mengaku meskipun ia sudah sering melakukan introspeksi, terkadang ketika
dia dihadapkan dengan situasi yang memancing emosinya, segala hasil refleksi
diri yang pernah ia pikirkan terlupa begitu saja.
Hal ini hampir sama dengan yang dirasakan Putra sebagai Informan ke-4.
Mengaku terkadang pernah terpikir mengenai kesalahan yang ia perbuat, namun
keesokan harinya ia kembali mengulangi kesalahan yang sama.
Aspek berikutnya yang ditanyakan mengenai berimajinasi. Manusia
dianugerahi Tuhan berupa akal. Inilah yang membedakan manusia dengan makluk
ciptaan Tuhan yang lain. Dengan akal manusia dapat berpikir, berimajinasi, dan
berlogika. Berpikir adalah akumulasi dari proses sensasi, asosiasi, persepsi, dan
memori yang dikeluarkan untuk mengambil keputusan. Selain itu, berpikir juga
diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk memahami realitas dalam rangka
mengambil keputusan (decision making), memecahkan persoalan (problem
solving) dan menghasilkan sesuatu yang baru (creativity). Ketika berpikir, otak
manusia akan bekerja untuk membayangkan atau mengimajinasikan objek yang
belum ada agar dapat menciptakan sesuatu yang ada ke depannya. Untuk itulah
berimajinasi memiliki peranan yang sangat penting dalam hal komunikasi
intrapersonal untuk menciptakan keputusan dan sikap dari dalam diri.
Dua dari ke-empat informan mengaku bahwa mereka adalah orang yang
imajinatif dan sisanya mengaku kurang imajinatif. Informan I dan ke-III
menyatakan bahwa mereka adalah tipikal orang yang menjadikan imajinasi
sebagai tempat yang menyenangkan dan membuat re-fresh kembali.
Menurut Maya, menjadi imajinatif membuatnya kembali memiliki pikiran
yang positif tentang tujuan yang ingin ia raih. Ibu Hutasoit pun mengamini bahwa
anaknya adalah orang yang imajinatif. Hal ini beliau dapati dari melihat kondisi
kamar Maya yang berisi tulisan-tulisan harapan dan cita-cita yang ingin ia raih.
Maya juga sering bercerita kepada Ibunya mengenai khayalan-khayalannya,
seperti ingin bekerja sebagai apa, liburan kemana, dan hal-hal lainnya. Ibu
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Hutasoit sangat mendukung impian Maya dan selalu mendoakan agar segala
mimpinya segera dikabulkan Tuhan.
Azka pun sependapat dengan Maya. Menurut Azka dengan berimajinasi, dia
dapat mengkonsep dan merencanakan kegiatan ataupun impian yang ingin ia
dapatkan. Berani bermimpi, menciptakan tujuan, menekuni serta berusaha
semaksimal mungkin dan yakin adalah cara yang ia lakukan agar impiannya
terwujud.Azka dan Maya mengaku tetap ingin menjadi pribadi yang imajinatif
karena banyak membawa dampak baik bagi pribadi mereka seperti tetap optimis,
pantang menyerah dan menjad pribadi yang terarah.
Berbeda dari kedua informan diatas, Irene dan Putra memiliki pendapat lain.
Bagi Informan II dan IV ini menyatakan bukan tipikal orang yang imajinatif dan
suka mengkhayal tentang sesuatu yang belum jelas. Mereka berpendapat bahwa
hidup itu harusnya dijalani saja sebagaimana mestinya. Meski setuju bahwa
mereka bukan tipikal orang yang imajinatif, baik Irene maupun Putra memiliki
alas an berbeda tentang hal tersebut.
Bagi Irene, imajinasinya didominasi pada hal-hal negatif seperti kematian.
Informan ke-II ini kerap membayangkan dirinya atau keluarga dekat, khususnya
orangtuanya meninggal dunia. Ketika membayangkan hal negatif tersebut, Irene
merasakan perubahan sikap yang signifikan. Irene mengaku dia menjadi penurut
dengan orangtuanya karena dia merasa takut dan bersalah jika tidak menjadi anak
yang berbudi baik. Meski Informan III kerap mengimajinasikan suatu hal yang
terkesan negative, tentang kematian dan kehilangan, namun dampak dari aktivitas
komunikasi intrapersonal ini membawa perubahan positif seperti yang dijelaskan
di atas. Namun untuk Informan ke IV sendiri menyatakan tidak memiliki alas an
khusus mengapa dia tidak ingin menjadi pribadi yang imajinatif. Melihat dari
jawaban wawancara yang dilakukan, Peneliti mengamati bahwa Putra takut untuk
berimajinasi. Dia khawatir menjadi kecewa dengan harapan-harapan yang tidak
berjalan sesuai dengan ekspektasi yang ia inginkan.
4.2.2 Gambaran Konsep Diri dan Perilaku Terpuji dan Tercela
William D.Brooks dan Philip Ermet mengungkapkan bahwa pengertian
konsep diri mencakup secara fisik, sosial, dan psikologis. Dalam komunikasi
Universitas Sumatera Utara
86
Universitas Sumatera Utara
intrapersonal, konsep self atau diri digunakan untuk menggambarkan siapa dan
apa yang kita pikirkan tentang diri kita. Self atau diri memiliki dua dimensi yaitu
dimensi internal yang terdiri dari karakteristik kepribadian, sikap, nilai,
kepercayaan, dan kebiasaan dan dimensi sosial yang terbentuk akibat adanya
kontak dengan orang lain dan berfungsi sebagai panduan komunikasi yang kita
lakukan.
Konsep diri memiliki peranan penting dalam menentukan perilaku
individu sebagai cermin bagi individu dalam memandang dirinya. Individu akan
bereaksi terhadap lingkungannya sesuai dengan konsep dirinya, menurut Burns
(1993) pembentukan konsep diri memudahkan interaksi sosial sehingga individu
yang bersangkutan dapat mengantisipasi reaksi orang lain. Namun sebenarnya,
sebelum seseorang melakukan antisipasi atau memberikan feedback terhadap
reaksi orang lain atau sering disebut dengan Komunikasi interpersonal, ia harus
terlebih dahulu berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Komunikasi intrapersonal
dan interpersonal saling berkaitan dan berhubungan sehingga akan mempengaruhi
kualitas kita dalam berkomunikasi. Komunikasi intrapersonal inilah yang akan
menunjang dan menopang semua komunikasi seseorang.
Dari ke-empat aktivitas diatas, berdoa, bersyukur, introspeksi diri dan
berimajinasi, di dapatkan kesimpulan dari ke empat informan bahwa mereka yang
melakukan aktivitas itu dengan intensitas sering cenderung merasa lebih positif
dan tau dengan kekurangan dan kelebihan dari proses introspeksi diri. Informan
pertama mengatakan aktivitas di atas membuatnya menjadi memiliki pagar
pembatas ketika ia merasa sikapnya terlalu berlebihan. Jawaban yang diberikan
Maya sejalan dengan hasil wawancara bersama Ibunya. Ibu Hutasoit menyatakan
semua aktivitas yang ditanyakan di awal sangat mempengaruhi perilaku Maya.
Ibu Maya yakin ketika rajin berdoa, rajin bersyukur, seseorang akan merasa takut
untuk berbuat jahat ke orang lain. Karena kita yakin, Tuhan selalu melihat gerak-
gerik tingkah laku kita. Hal inilah yang selalu ditanamkan Ibu Hutasoit kepada
anaknya. Beliau melihat Maya semakin lama semakin baik tingkahnya, rajin
ibadah, rajin renungan malam, introspeksi diri dan nurut dengan perkataan orang
tua.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Bagi informan ke-II aktivitas komunikasi intrapersonal tersebut membawa
dampak perubahan yang baik bagi dirinya. Diantaranya informan ke-II merasa
lebih mengenal dan sayang terhadap dirinya sendiri. Hal ini ia dapatkan melalui
proses yang panjang yaitu selalu belajar bersyukur dengan kehidupan yang ia
miliki. Azka selaku informan ke-III pun memiliki pandangan yang sama.
Menurutnya banyak sekali perubahan yang ia rasakan ketika menjalani aktivitas-
aktivitas tersebut. Selain dia terus berusaha untuk mengetahui titik lemah dan
lebihnya, ia pun merasa tiap kegiatan yang ia lakukan lebih diberkahi.Namun hal
berbeda terjadi pada salah satu informan yang mengaku intensitas komunikasi
intrapersonalnya kurang cenderung pasif. Seperti yang dirasakan oleh Informan ke
IV. Putra merasa hidupnya terasa begitu-begitu saja tidak ada perubahan yang
berarti.
Selanjutnya, Ke-empat informan diminta menjawab mengenai perilaku
terpuji dan tercela yang dipaparkan oleh peneliti apakah mereka merasa memiliki
sikap-sika tersebut. Sikap Terpuji (Saling mengenal, saling mengerti, Jujur, Adil,
Amanah, Toleransi) dan Sikap Tercela (Dengki, Ria, Aniaya, Diskriminasi).
Adapun kasus untuk sikap Terpuji Peneliti paparkan seperti berikut :
1. Saling mengenal. Dalam hal ini kasusnya adalah Informan diminta mengingat
ataupun membayangkan sedang bersama dengan orang baru yang sama sekali
tidak ia kenal. Informan diminta menjawab kasus tersebut sesuai dengan sikap
yang mungkin akan ia lakukan seperti membuka obrolan atau hanya diam-
diam saja.. Untuk sikap saling mengenalini, Informan I mengaku memiliki
sikap mau mengenal orang baru. Menurutnya hal tersebut bisa menghilangkan
kebosanan ketika menunggu dan membuka obrolan-obrolan baru. Bagi
Informan ke-II, perilaku ini tidak selalu ia lakukan ketika berjumpa dengan
orang lain. Khawatir menjadi orang yang sok kenal dan sok dekat, membuat
Irene enggan melakukannya. Lain halnya dengan informan ke-III Azka,
dengan bersemangat dia menjawab bahwa dirinya sangat suka membuka
obrolan dengan orang lain. Menurut hasil pengamatan Peneliti, karena mereka
memang orang-orang yang dikenal dan lumayan dekat, perilaku saling
mengenal sangat berelasi dengan kehidupan kampus mereka. Ketiga informan
Universitas Sumatera Utara
88
Universitas Sumatera Utara
ini memang dikenal sebagai orang yang terbuka dan gampang bersosialisasi.
Lain halnya dengan Informan IV. Putra mengaku tidak memiliki perilaku ini
dan menganggapnya sebagai sikap basa-basi. Bagi Putra dia lebih suka orang
lain dahulu yang membuka obrolan baru dia yang akan menanggapi.
2. Saling mengerti. Dalam hal ini kasusnya adalah Informan diminta mengingat
ataupun membayangkan sedang mengalami hal yang kurang menyenangkan
dengan teman ataupun sahabat. Persoalannya adalah apakah Informan memilih
untuk langsung mengeluarkan emosi atau memilih untuk bertanya terlebih
dahulu tentang sebabnya. Informan I, II, dan III mengaku akan bertanya lebih
dahulu mengapa temannya melakukan hal demikian, meski terkadang mereka
juga kerap lupa untuk mengerti lebih dulu dan mengedepankan emosinya.
Informan IV menjawab bahwa dia adalah orang yang emosian dan akan
bereaksi marah terlebih dahulu sebelum berpikir.
3. Jujur dan Amanah. Dalam hal ini kasusnya adalah Informan diminta
mengingat apakah mereka termasuk orang yang jujur dan jarang berbohong
serta apakah mereka adalah pribadi yang bisa diberikan amanah. Contoh
sederhana yang Peneliti paparkan mengenai uang kuliah. Informan I, II, III,
dan IV setuju bahwa mereka bukan orang yang memiliki sikap jujur 100%.
Hal ini diakui karena ke-empat Informan masih sering berbohong untuk satu
dan lain hal. Untuk perilaku Amanah sendiri, Informan I dan II menyatakan
tidak berani untuk menggunakan uang tersebut untuk keperluan lain dan
mereka yakin cukup amanah dalam hal ini. Lain halnya dengan Informan ke
III yang memberikan jawaban bahwa ia pernah beberapa kali menggunakan
uang kuliah itu untuk keperluan lain tetapi ia ganti dikemudian hari. Berlanjut
ke Informan ke-IV dimana ia menyatakan sering menggunakan uang kuliah
yang diberikan orangtuanya untuk hal-hal lain dan kemudian meminta uang
lagi dengan alasan kebutuhan perkuliahan mendadak.
4. Adil. Dalam hal ini kasusnya adalah Informan diminta mengingat ataupun
membayangkan apakah ia dapat berlaku adil dalam memperlakukan seseorang
dikehidupan mereka. Baik informan I, II, III, dan IV menyatakan mereka tidak
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
dapat berlaku adil pada setiap orang karena merasa pasti memiliki sikap
subjektif dalam bersikap.
5. Toleransi. Dalam hal ini kasus yang Peneliti angkat mengenai kebebasan dan
keberagaman, baik dalam hal agama, pilihan dan lain sebagainya. Semua
informan setuju bahwa mereka cukup toleran dengan orang-orang yang
berbeda keyakinan dan pilihan.
Adapun kasus untuk sikap Tercela Peneliti paparkan seperti berikut :
1. Iri dan Dengki. Semua jawaban dari hasil wawancara dengan Informan I, II,
III dan IV memiliki jawaban yang sama yaitu mengaku memiliki sikap iri
namun bukan dengki. Bagi mereka, perilaku Iri merupakan sikap yang wajar
dimiliki oleh setiap manusia karena merasa belum mampu untuk memiliki
atau melakukan suatu hal. Para informan yakin mereka belum masuk pada
kategori dengki yang merasa senang melihat orang susah dan susah melihat
orang senang.
2. Ria. Sama halnya dengan sikap Iri, Ria juga termasuk sikap tercela yang
sering dimiliki oleh setiap insan manusia begitupun dengan ke-empat
informan. Bagi informan pertama dan ke-II mengatakan berlaku sombong
hanya sebagai bahan bercanda dan hal tersebut hanya mereka tunjukan
kepada teman dekatnyas saja. Informn III yaitu Azka menanggapi sering
bersikap Ria atau memamerkan kegiatan-kegiatan kampusnya seperti
menjadi perwakilan Fakultas ataupun sedang hangout bersama teman-
temannya. Informan ke IV juga mengatakan hal yang senada. Bagi Putra
dengan menunjukan sesuatu yang ia miliki, Putra merasa tidak akan
dipandang rendah oleh orang lain.
3. Aniaya. Dalam hal ini contoh kasus yang Peneliti angkat mengenai
pembullyan secara fisik. Tiga dari empat Informan yaitu Informan I, II dan
III mengaku tidak pernah melakukan sikap ini apalagi hingga menyakiti fisik
temannya. Namun satu informan yang tersisa yaitu Informan ke-IV secara
eksplisit mengaku bahwa ia sering membully teman-temannya tetapi hanya
Universitas Sumatera Utara
90
Universitas Sumatera Utara
sebagai bahan tertawa sesama lelaki. Untuk hal ini, Peneliti juga sering
mengamati Informan ke-IV kerap terlibat perkelahian di lingkungan kampus.
4. Diskriminasi. Dalam hal ini contoh kasus yang Peneliti paparkan adalah
mengenai apakah informan bersikap tidak adil atau tidak seimbang kepada
individu atau kelompok lain berdasarkan perbedaan ras, agama, kondisi fisik
dan lain sebagainya. Jawaban dari semua infoman menyatakan bahwa
Informan I, II, dan III tidak pernah membeda-bedakan perlakuan dengan
orang yang berbeda agama, ras, warna kulit ataupun bentuk fisik. Ketiganya
mengaku mereka banyak memiliki kenalan, teman, bahkan keluarga yang
juga berbeda dari mereka. Informan ke-IV mengaku tidak yakin apakah
tindakannya termasuk diskriminasi apa bukan. Putra mengaku sering
mengolok-olok teman yang berbeda darinya seperti, gendut, keling,
cungkring, dan olokan lainnya.
4.2.3 Peranan Komunikasi Intrapersonal Terhadap Konsep Diri dan
Perilaku
Sarbin dan Allen (1968) menyebutkan bahwa analisis terhadap perilaku
peranan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu: 1. Ketentuan peranan,
adalah pernyataan formal dan terbuka tentang perilaku yang harus ditampilkan
oleh seseorang dalam membawa perannya. 2. Gambaran peranan, yaitu suatu
gambaran tentang perilaku yang secara aktual ditampilkan seseorang dalam
membawakan perannya. 3. Harapan peranan, adalah harapan orang-orang
terhadap perilaku yang ditampilkan seseorang dalam menampilkan peranannya.
Hasil wawancara yang peneliti temukan mengenai peranan komunikasi
intrapersonal terhadap konsep diri dan perilaku informan I hingga ke-IV, didapati
bahwa setiap informan mampu untuk memberikan harapan terhadap dirinya
sendiri untuk masa yang akan datang. Jawaban dari ke-empat informan hampir
serupa, yaitu mengharapkan untuk bisa berubah menjadi pribadi yang lebih baik
lagi, bisa mengubah sikap-sikap yang tidak baik dan meningkatkan sikap-sikap
terpuji lainnya, serta harapan untuk membahagiakan kedua orangtua mereka..
Meskipun informan ke-II dan ke-IV mengaku tidak menyukai aktivitas
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
berimajinasi, namun mereka tetap memiliki harapan agar kehidupannya dimasa
yang akan datang menjadi lebih baik lagi.
Adapaun mengenai pengharapan individu terhadap dirinya sendiri yang
ditanyakan melalui pendeskripsian dirinya, Informan I dan III mampu
mendeskripsikan karakteristik diri mereka menurut pandangan pribadinya sendir
seperti ramah, mudah bergaul, keras kepala, egois dan lain sebagainya. Informan
ke-dua cenderung mendeksripsikan dirinya menurut pandangan orang lain yang
menyatakan bahwa dia bisa menjadi pendengar yang baik menurut pengalaman
teman-teman yang terbiasa bercerita dengannya. Namun Informan IV tidak dapat
mendeskripsikan karakteristik kepribadiannya karena merasa penilaian terhadap
dirinya tidak terlalu penting, namun penilaian orang lain kepada dirinyalah yang
lebih ia anggap penting.
William H. Fitts (1971) meninjau konsep diri secara fenomenologis. Fitts
mengatakan bahwa konsep diri nerupakan aspek penting dalam diri seseorang,
karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference)
dalam ia berinteraksi dengan lingkungannya.
Fitts juga mengemukakan bahwa konsep diri mempunyai pengaruh yang
kuat terhadap tingkah laku seseorang. Oleh karena itu, dengan mengetahui konsep
diri seseorang maka akan lebih memudahkan untuk meramalkan dan memahami
tingkah lakunya.
Fitts menjelaskan bahwa jika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi
terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi pada
dirinya, maka hal ini menunjukkan suatu kesadaran diri (self awareness) dan
kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat dirinya sebagaimana
ia lakukan terhadap obyek-obyek lain yang ada di dalam kehidupannya.
Dimensi pertama dari konsep diri, yaitu pengetahuan individu tentang
dirinya tersebut menempatkan setiap individu ke dalam kelompok atapun
katagori-katagori sosial tertentu.Misalnya berapa usianya, kebangsaannya,
sukunya, pekerjaannya, keadaan fisiknya, dan sebagainya. Dalam benak setiap
individu, terdapat satu daftar julukan yang menggambarkan dirinya.
Pengetahuan individu ini Peneliti dapatkan diawal sebelum memulai
wawancara dan hasil pengamatan pribadi Peneliti selama berteman. Hal ini untuk
Universitas Sumatera Utara
92
Universitas Sumatera Utara
mengetahui lebih detail mengenai siapa Informan yang Peneliti teliti. Semua
infoman dapat menguraikan dengan baik kategori-kategori sosialnya seperti usia,
kebangsaan, suku, keadaan fisik dan lain sebagainya. Tetapi satu dari empat
Informan tidak bersedia untuk di publish mengenai infomarsi yang telah ia
paparkan.
Informan I memperkenalkan dirinya sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi
angkatan 2015 yang saat ini berusia 22 tahun dan bersuku Batak. Di
lingkungannya Informan pertama mendapat julukan si „pengheboh‟ karena
aktivitasnya yang kerap menghidupkan suasana. Informan ke-II memperkenalkn
dirinya sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi angakatan 2016 yang berusia 21
tahun dan bersuku Batak juga. Irene dan Maya sama-sama tergabung dalam
kepengurusan dan penyiar di Radio USU. Irene saat ditanya mengenai ciri khas
atau julukannya, dia sering dijuluki „si cerewet‟. Lanjut Informan ke III yaitu
Azka. Azka merupakan informan termuda dari ke-empat Informan yang ada. Saat
memperkenalkan dirinya, Azka mengatakan bahwa dia adalah mahasiswa Ilmu
Komunikasi angkatan 2017 dan masih berusia 20 tahun. Azka di lingkungan
kampus juga mendapat julukan „Tukang MC‟. Dalam benak setiap individu pasti
mereka tau bahwa terdapat satu daftar julukan yang menggambarkan dirinya dan
hal ini terjawab dalam proses perkenala diri dengan para informan.
Diperlukan indikator dalam menentukan apakah konsep diri itu termasuk
kedalam konsep diri positif atau konsep diri negatif. Brooks dan Philip
menyatakan bahwa individu yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan
lima hal, yaitu (Rakhmat, 2007: 105):
(1) Ia yakin akan kemampuannya. Seseorang yang memiliki konsep
diri positif seperti ini akan timbul rasa optimis dan yakin akan
kemampuan yang ia miliki dalam berbagai hal.
Informan I, II, dan III menjawab dengan percaya diri dan tidak
malu dalam menyatakan kelebihan yang ia miliki. Informan
pertama menyatakan bahwa ia yakin dengan kemampuannya dalam
hal musik.
Pernyataan informan ke II tentang kelebihannya juga diungkapkan
dengan menyatakan bahwa dirinya adalah orang yang berani untuk
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
beretorika dan aktif dalam berbagai kegiatan organisasi di kampus.
Informan ke III juga menyatakan bahwa ia yakin akan
kemampuannya memandu acara sebagai Master of Ceremony dan
ia pun yakin dengan kemampuannya melakukan public speaking di
hadapan orang ramai.
(2) Merasa setara dengan orang lain. Hal yang dimaksudkan adalah
tidak merasa lebih ataupun merasa kurang terhadap orang lain. Di
mana ia sanggup menerima dirinya dan berusaha untuk tidak
banyak mengeluh dan membanding-bandingkan kehidupan yang ia
miliki dengan orang lain.
Informan I, II, dan III sepakat bahwa bersyukur adalah cara terbaik
untuk menghindarkan diri dari sikap banyak mengeluh dan
membanding-bandingkan kemampuan diri dengan orang lain
karena mereka yakin bahwa semua individu punya kelebihan dan
kekurangannya tersendiri.
(3) Ia peka pada kebutuhan orang lain. Pada cirri-ciri ini, ia
mementingkan kepentingan bersama dibandingkan kepentingan
pribadi apabila rasa sosial yang dimilikinya tinggi. Hal ini
ditunjukkan oleh beberapa sikap yang ditemukan peneliti selama
berteman dengan informan. Informan I sering menjadi tempat
berkeluh-kesah beberapa teman lainnya dan sering menawarkan
bantuan selama masa pengerjaan skripsi. Informan ke-II
menyatakan langsung dalam hasil wawancaranya bahwa dia adalah
orang yang dapat diandalkan dan siap membantu ketika ada teman
yang merasa susah. Informan III juga dikenal sebagai orang yang
tidak pelit ilmu dan senang berbagi pengalaman dan
pengetahuannya.
(4) Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan
aspek- aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha
mengubahnya. Ia bisa menerima kritik dari orang lain, berkebalikan
dengan point pertama dari konsep diri negatif, ia akan menganggap
kritik yang datang dari luar dirinya merupakan suatu kritik
Universitas Sumatera Utara
94
Universitas Sumatera Utara
membangun. Hasil wawancara dari ke-4 Informan, tiga dari mereka
Informan I, II, dan III sanggup untuk mengungkapkan aspek-aspek
kepribadian yang tidak mereka senangi seperti ibadah ketika ada
masalah, lupa bersyukur ketika senang, sikap egois, keras kepala
dan lainnya. Ke-tiga informan sepakat bahwa kritik dari orang lain
merupakan cara agar mereka bisa berubah menjadi pribadi yang
lebih baik lagi.
Brooks dan Philip juga menyatakan ada empat tanda orang yang
memiliki konsep diri negatif yaitu :
(1) Peka pada kritik. Orang ini sangat tidak tahan terhadap kritik yang
diterimanya, dan mudah marah atau naik pitam. Bagi orang ini,
koreksi seringkali dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan
harga dirinya. Dari ke-4 Informan, Informan III mengaku mudah
marah dan naik pitam. Hal ini didukung dengan pernyataan Putra
yang mengaku suka mengeluh akan berbagai hal. Amatan Peneliti
juga melihat bahwa Putra sering terlibat selisih paham dengan
orang lain.
(2) Responsif sekali terhadap pujian. Walaupun ia mungkin berpura-
pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan
antusiasmenya. Hasil wawancara menyatakan, keempat informan
memiliki kadar responsif terhadap pujian yang berbeda. Jawaban
ini Peneliti dapatkan dari respon mereka mengenai sikap tercela
yaitu Ria. Informan I dan Informan II menyatakan bahwa mereka
senang memamerkan suatu hal yang baru hanya kepada teman-
teman yang mereka anggap dekat dan menjadikan itu sebagai
bahan untuk tertawa. Berbeda dari informan III dan IV yang
menyatakan senang untuk memamerkan sesuatu agar orang lain
„tau‟ apa yang mereka lakukan dan miliki yang bertujuan untuk
mendapatpan pujian dan pengakuan dari orang lain.
(3) Memiliki sikap hiperkritis. Bersamaan dengan kesenangannya
terhadap pujian, individu ini pun bersikap hiperkritis terhadap
orang lain. Dimana ia selalu mengeluh, mencela atau meremehkan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
apa pun dan siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup
mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan
orang lain. Hasil wawancara yang didapat, Informan I, II, dan III
cenderung tidak memiliki sifat seperti ini. Hasil pengamatan
Peneliti terhadap Maya, Irene dan Azka cenderung bersikap kritis
dengan cara yang tepat. Meskipun kadang berlebihan, masih dalam
konteks bercanda. Namun, Informan IV yaitu Putra mengaku suka
mencela / menjadikan orang lain sebagai bahan olokan.
(4) Cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Seseorang yang
memiliki konsep diri negatif, akan cenderung merasa bahwa
dirinya tidak disenangi orang lain yang melihatnya. Ia merasa tidak
diperhatikan, dengan konsep yang seperti ini maka ia akan bereaksi
pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak akan pernah
mempersalahkan dirinya, tetapi akan menganggap dirinya sebagai
korban dari sistem sosial yang tidak beres. Dari ke-4 informan,
Peneliti tidak mendapatkan jawaban mutlak untuk ciri konsep
negatif ini. Namun menurut pengamatan Peneliti, Informan ke-4
sering terlibat perkelahian dengan mahasiswa lainnya.
(5) Bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terungkap dalam
keenggaknannya untuk bersaing dengan oran lain dalam membuat
prestasi. Disini individu tersebut akan merasa enggan untuk
bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia
menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang
merugikan dirinya. Sikap ini belum Peneliti temukan pada
Informan I, II, dan III karena mereka termasuk mahasiswa yang
aktif dan berprestasi di bidangnya. Namun, peneliti menemukan
jawaban yang sedikit mengarah ke-arah pesimis dalam diri
Informan ke-4. Adapun hal itu ialah respon Peneliti yang
mengatakan bahwa dia merasa hidupnya tertinggal jauh dari teman-
temannya yang sudah lulus kuliah dan merasa tak ada kemajuan
dalam kehidupannya.
Universitas Sumatera Utara
96
Universitas Sumatera Utara
Dari ke-empat informan dapat peneliti simpulkan dari hasil wawancara
bahwa Informan I, II, dan III cenderung memiliki konsep diri yang positif dan
informan ke IV cenderung memiliki konsep diri negatif. Hal ini dapat informan
ketahui dari cara mereka menjawab tentang pengetahuan akan dirinya melalui
cara mendeskripsikan diri, hasil keseluruhan wawancara dan pengamatan pribadi
peneliti.
Adapun hal-hal yang mempengaruhi terbentuknya konsep diri positif mereka
adalah sebagai berikut. Pertama, pengetahuan mereka yang sudah kokoh atas diri
mereka sendiri, dimana mereka sudah mengetahui siapa dirinya, apa potensi yang
dia miliki, keadaan fisiknya, sehingga mereka dengan yakin dan percaya diri
mampu melakukan sesuatu atas kehendak dan kesadaran mereka sendiri, tidak
mudah merasa rendah diri atau kurang percaya diri, dan membuat mereka merasa
setara dengan orang lain. Kedua,, komentar negatif, kritikan yang membangun
dan dukungan dari keluarga serta lingkungan sekitar membuat diri mereka lebih
kuat, yakin dan mau mengubah diri agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Adapun yang mempengaruhi terbentuknya konsep diri negatif adalah
sebagai berikut. Pertama, pengetahuan mereka belum kokoh atas diri mereka
sendiri, masih tidak mengetahui kelebihan dan kekurangan diri, menganggap
orang yang memberikan koreksi tentang dirinya sebagai usaha untuk menjatuhkan
harga dirinya, serta tidak adanya dukungan dan dorongan untuk berubah menjadi
lebih baik lagi dari sisi keluarga maupun lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
97 Universitas Sumatera Utara
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan keseluruhan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti,
maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Bentuk-bentuk Komunikasi Intrapersonal yang dilakukan oleh
mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU adalah berdoa, bersyukur,
intropeksi diri dan berimajinasi. Kebanyakan mahasiswa Ilmu
Komunikasi memiliki aktivitas komunikasi intrapersonal yang baik.
Mereka sering berdoa, bersyukur, intropeksi diri dan berimajinasi.
Namun ada juga mahasiswa yang tidak memiliki aktivitas komunikasi
intrapersonal yang baik.
2. Gambaran konsep diri dan perilaku terpuji serta perilaku tercela
mahasiswa Ilmu komunikasi FISIP USU adalah kebanyakan mahasiswa
Ilmu Komunikasi FISIP USU konsep dirinya dominan positif. Hal
tersebut dilihat dari hasil wawancara yang dominan menunjukkan ciri-
ciri konsep diri positif. Mereka mengetahui bagaimana diri mereka,
mereka memiliki harapan untuk diri mereka kedepannya dan mereka
menilai diri mereka dengan baik. Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP
USU juga memiliki perilaku terpuji seperti mau mengenal orang lain,
saling memahami teman, amanah, dan toleransi. Namun ada juga yang
memiliki perilaku tercela seperti berbohong, iri, ria dan
deskriminasi/membully.
3. Menurut hasil penelitin, komunikasi intrapersonal memiliki peranan
terhadap pembentukan konsep diri dan perilaku mahasiswa Ilmu
Komunikasi FISIP USU. Didapati bahwa mahasiswa Ilmu Komunikasi
yang memiliki komunikasi intrapersonal baik membentuk konsep diri
yang cenderung positif dan memiliki perilaku yang terpuji. Dan
mahasiswa yang memiliki komunikasi intrapersonal tidak baik
membentuk konsep diri yang cenderung negatif. Serta memiliki
perilaku yang tercela.
Universitas Sumatera Utara
98
Universitas Sumatera Utara
5.1. Saran
Berdasarkan keseluruhan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti, peneliti melihat terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Berikut
adalah saran yang dapat diberikan:
1. Komunikasi Intrapersonal memiliki peranan dalam proses pembentukan
konsep diri dan perilaku mahasiswa, jadi untuk membentuk konsep diri
dan perilaku yang baik sebaiknya mahasiswa meningkatkan aktivitas
komunikasi intrapersonalnya.
2. Hendaknya orangtua lebih menekankan aktivitas komunikasi intrapersonal
yang baik sejak dini, agar terbentuk konsep diri positif dan perilau yang
terpuji dalam diri anak.
3. Penelitian ini hanya dilakukan terhadap mahasiswa ilmu komunikasi FISIP
USU, semoga kedepannya banyak peneliti yang berminat meneliti judul
ini dengan subjek yang berbeda dan membuat penelitian ini lebih kuat.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Daftar pustaka
Baharuddin. 2007. Paradigma Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bambang Syamsul Arifin. 2015.Psikologi Sosial. Bandung: Pustaka Setia.
Baron, R. A., dan Byrne, D. 2004.Psikologi Sosial. Edisi Kesepuluh, Jilid 1.
Jakarta : Erlangga. Alih Bahasa : Dra. Ratna Juwita, Dipl. Psychl, dkk
Berk, L.E. 1996 .Infants, Children andAdolesence.. USA: Allyn & Bacon
Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana
Bungin, Burhan. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakrta: Kencana.
Calhoun, J. F., dan Acocella, J. R. 1990. Psikologi tentang Penyesuaian dan
Hubungan Kemanusiaan.Alih bahasa: Satmoko. Semarang : IKIP
Semarang Press
Chaplin, James P. 2011. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.
Crisp, R. J. & Turner, R. N. 2007 .Essential Social Psychology. London: Sage
Publications.
D. Ruben, Brent and Lea P. Stewart. 1998. Communication and Human Behavior.
USA : Allyn & Bacon.
Deddy, Mulyana. 2001. Komunikasi Antar Budaya. Bandung: Rosda Karya.
Deddy, Mulyana. 2011. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Devito , Joseph A. 2007. Komunikasi antarpribadi My Communication Lab Seri
Pearso,edisi internasional.Pearson / Allyn dan Bacon.
Devito, Joseph A. 2013. The Interpersonal Communication Book 13th
Edition.Pearson
Effendy, Onong Uchjana. 2007. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung :
PT Remaja Rosdakarya
Fathoni, Abdurrahmat. 2011. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan
Skripsi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Universitas Sumatera Utara
100
Universitas Sumatera Utara
Fitzz,W.H. 1971. The Self Concept and Behaviour: Overview and
Supplement.Research Monograph. No VII, Library of Congress Catalog
Number 72-80269. California.
Gunarsa, A. 2003. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal Kanisius.
Hall, S. Calvin & Lindzey. G. 1978. Theories of Personality. New York: John
Wiley &Sons.
Joko Suharto. 2007. Menuju Ketenangan Jiwa. Jakarta: Rineka Cipta.
Moleong, Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mulyana,Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung:Remaja
Rosdakarya.
NR Dewi, H. S. 2013. Hubungan antara Komunikasi Interpersonal Pasutri
denganKeharmonisan dalam Pernikahan 2013.Jurnal Psikologi Udayana.
Pujileksono, Sugeng. 2015. Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif. Malang :
Intrans Publishing
Rakhmat, Jalaludin. 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya
Rakhmat, Jalaludin. 2009. Psikologi Komunikasi. Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya
Rakhmat, Jalaludin. 2015. Psikologi Komunikasi. Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya
Richard West and Lynn. H. Turner. 2009. Pengantar Teori Komunikasi.Jakarta:
Salemba Humanika.
Riswandi. 2013. Psikologi Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sumadi Suryabrata. 1990.Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Sunggal, S. 2010. Hubungan antara Pemanfaatan Sumber BelajarPerpustakaan
danKomunikasi Interpersonal dengan hasil Belajar
Sosiologi.Academia.edu.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2005.Kamus Besar Bahasa
Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Usmara. 2002. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
Amara Books.
W.A. Gerungan. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Wahid Ahmadi, 2004.Risalah Akhlak: Panduan Perilaku Muslim Modern. Solo:
Era Intermedia.
Weiten, W., Dunn, D. S., & Hammer, E. Y. 2012. Psychology Applied to Modern
Life: Adjustments in the 21st Century. Belmont,CA: Wadsworth.
Universitas Sumatera Utara
102
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BIODATA PENELITI
Jl. Mandolin. No. 4
Medan Baru
MEDAN
A. Data Pribadi
Nama : Bunga Nabilah
Tempat/Tanggal Lahir : Sleman/ 09 Juni 1996
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Mahasiswa
Telefon/HP : 081361485844
Sosial media : @nabilahbunga (Instagram)
@nabilahbungaa (twitter)
B. Pendidikan Formal
Universitas Sumatera Utara, Ilmu Komunikasi Semester 8
SMA LABSCHOOL Banda Aceh Lulus Tahun 2014
SMPN 19 Percontohan Banda Aceh Lulus Tahun 2011
SD Kartika Jaya XIV-II Banda Aceh Lulus Tahun 2008
C. Pengalaman Organisasi
Turun Tangan Medan 2014 - 2015
Radio Usukom 2018 – 2019
(Ketua)
Pemerintahan Mahasiswa FISIP USU 2018 – 2019 (Sekretaris
Divisi Koordinasi Organisasi)
D. Pengalaman & Pelatihan
Pelatihan Kepemimpinan Pemuda Banda Aceh tahun 2012
Paskibraka Provinsi Aceh tahun 2012
Table Manner Santika Dyandra Hotel tahun 2017
Praktek Kerja Lapangan TVRI SUMUT tahun 2018
Panitia Seminar dan Workshop Fotografi dan Konten Media “FOLK Toba Festival”
tahun 2017
Panitia Kunjungan Media & Table Manner Ilmu Komunikasi tahun 2017
Universitas Sumatera Utara
104
Universitas Sumatera Utara
Ketua Divisi Dekorasi Panitia AMOUR (Art and Music Fair) Komunikasi FISIP USU
tahun 2018
Panitia “CIA” (Communication In Action) tahun 2018
Penyiar radio KISS FM Medan tahun 2019-sekarang
Universitas Sumatera Utara