Upload
asriie
View
357
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
Peranan Orangtua dalam Pendeteksian Dini Gejala Anak Penderita ADHD (Attention Deficit
Hiperactivity Disorder)
Oleh:
RIASRI NURWIRETNO
209000053
Program Studi PsikologiFakultas Falsafah dan Peradaban
Universitas Paramadina1
Tahun 2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Gangguan Attention Deficit Hiperactivity Disorder merupakan salah satu kelainan
mengenai gangguan perilaku yang sering dijumpai pada anak. Gejalanya berawal dari masa
kanak-kanak kemudian dapat berlanjut ke dewasa. Kelainan ini dapat mengganggu
perkembangan anak dalam hal kognitif, perilaku, sosialisasi maupun komunikasi. Tanpa
adanya perawatan, maka anak penderita ADHD akan sangat mungkin menyebabkan
permasalahan serius baik di rumah, sekolah, pekerjaan dan interaksi sosial di masyarakat
nantinya.
Angka kejadian gangguan ini adalah sekitar 3 – 10%, di Ameriksa Serikat sekitar 3-
7%, sedangkan di negara Jerman, Kanada dan Selandia Baru sekitar 5-10%. Diagnosis and
Statistic Manual (DSM IV) menyebutkan bahwa persentase kejadian ADHD pada anak usia
sekolah berkisar antara 3 - 5% (judarwanto, 2009: 2). Di Indonesia angka kejadiannya masih
belum mendapatkan angka yang pasti, sebab belum pernah dilakukan penelitian untuk hal
ini, meskipun pada kenyataannya gangguan ini cukup banyak terjadi. Akan tetapi, kita
ketahui bahwa di Indonesia faktor-faktor yang menyebabkan hambatan pada perkembangan
perilaku anak ini lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika Serikat.
ADHD merupakan suatu gangguan perkembangan pada anak-anak yang
menampakkan gejalanya sebelum anak berusia tujuh tahun. Ketika anak beranjak dewasa
gangguan ini bisa saja menetap. Diperkirakan sekitar 15-20% penderita ADHD akan
menetap, sekitar 65% masih mengalami sisa gejala saat usia dewasa atau bisa juga
menghilang secara perlahan. Angka kejadian penderita ADHD saat dewasa sekitar 2-7%
(judarwanto, 2009: 2).
Seringkali anak penderita ADHD hanya dicap sebagai ‘anak nakal’ atau ‘anak bandel’
dan ‘bodoh’. Sehingga pada akhirnya si anak tidak memperoleh penanganan yang tepat,
seperti kekerasan yang dilakukan oleh orang tua dan guru. Hal ini terjadi karena kurangnya
pemahaman dan perhatian mengenai gangguan ADHD, baik dari orang tua maupun guru.
Oleh karena itu, bagi para orang tua dan guru diperlukan adanya pemahaman mengenai
2
gangguan ini. Terutama bagi orang tua anak sebagai orang terdekat mereka, karena sudah
menjadi keutamaan bagi orang tua untuk memahami dan memberi perhatian kepada
anaknya. Peran orang tua terkait pada pentingnya pendeteksian dini gejala anak penderita
ADHD. Deteksi dini menjadi faktor yang sangat penting sebab hal itu dilakukan untuk
meminimalisir gejala dan akibat yang dapat ditimbulkan dikemudian hari. Disamping itu,
pendeteksian dini juga berguna untuk mengevaluasi perkembangan dan mengarahkan pola
pendidikan dan pengasuhan anak penderita ADHD sehingga dapat segera dilaksanakan
penanganan yang tepat.
1.2 TujuanTujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan gejala-gejala yang tampak pada anak penderita ADHD
2. Menekankan pentingnya peranan orang tua dalam pendeteksian dini gejala anak
penderita ADHD
3. Menjelaskan proses persiapan pemilihan sekolah pada anak penderita ADHD
1.3 Ruang lingkup masalah
Seperti yang sudah disampaikan pada bagian latar belakang, ADHD ini bisa saja
menetap ketika anak beranjak dewasa, meski gejalanya sudah tampak sebelum anak
berusia tujuh tahun. Karena itulah, dalam hal ini orang tua sebagai orang terdekat
mereka diharapkan memiliki pemahaman yang cukup baik, sebab jika tidak segera
ditangani dengan penanganan yang tepat gangguan ini akan berakibat buruk
dikemudian hari.
Kemudian dalam kasus ini yang menjadi pertanyaan adalah :
1. Apa yang perlu orang tua ketahui dalam mendeteksi gejala anak penderita
ADHD?
2. Sejauh apakah peranan orang tua dalam melakukan pendeteksian dini kepada
anak-anak mereka?
3. Lalu yang terakhir, bagaimana penanganan orang tua untuk mempersiapkan
anak mereka yang menderita ADHD agar dapat diterima di sekolah reguler
seperti anak-anak normal pada umumnya?
Kurangnya pemahaman dan perhatian orang tua dalam pendeteksian dini gejala
ADHD tentunya berdampak pada keterlambatan penanganan gangguan tersebut.
Pendeteksian dini terhadap gejala anak penderita ADHD ini kemudian akan berlanjut kepada
penanganan yang akan diberikan. Bukanlah hal yang sepele menentukan jenis penanganan
yang tepat bagi anak penderita gangguan ini serta mempersiapkan mereka sejak dini untuk
3
memasuki masa sekolah. Sebab, sebisa mungkin anak penderita ADHD dipersiapkan untuk
dapat masuk sekolah dengan jalur pendidikan formal.
1.4 Dasar teori
Self fullfiling prophecy merupakan ramalan yang dengan satu dan lain cara
menyebabkan ramalan itu sendiri benar-benar terjadi (Baron& Byrne, 2004)
Teori tersebut saya pilih karena keterkaitan pada pentingnya pemahaman dan
perhatian orang tua dalam mendeteksi gejala anak penderita ADHD yang bertujuan untuk
mengurangi adanya kemungkinan salah diagnosa. Sebab, umumnya anak yang nomal juga
seringkali terlihat sangat aktif, meski tidak mengalami gangguan ADHD. Tanpa pemahaman
yang cukup maka dengan mudahnya lingkungan atau guru di sekolah akan melabel anak ini
sebagai anak hiperaktif.
Label ini akan melekat pada diri si anak, dengan pengulangan atau penguatan yang
diberikan kepada si anak maka cepat atau lambat label ini akan masuk ke belief system
anak, sehingga akhirnya akan menjadi identity. Kalau sudah menjadi identity maka hal
tersebut akan sulit diubah. Identity inilah yang kemudian disebut sebagai suatu hal yang
bersifat self fullfiling prophecy.
4
BAB II
ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorder)
2.1 Pengertian ADHD
ADHD merupakan singkatan dari Attention Deficit Hiperactivity Disorder, suatu
kondisi yang pernah dikenal sebagai Attention Deficit Disorder (Sulit memusatkan
perhatian), Minimal Brain Disorder (Ketidak beresan kecil di otak), Minimal Brain Damage
(Kerusakan kecil pada otak), Hyperkinesis (Terlalu banyak bergerak / aktif), dan Hyperactive
(Hiperaktif). ADHD dapat diterjemahkan dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas atau GPPH. Gangguan ini merupakan gangguan pada anak yang dapat terlihat
pada masa perkembangan dini yakni sebelum usia tujuh tahun (Permadi, 2007: 1).
Sejak dua puluh tahun belakangan ini Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas atau dapat disingkat GPPH sering disebut sebagai ADHD (Attention Deficit
Hiperactivity Disorder). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ADHD adalah suatu
kondisi dimana seseorang memiliki masalah perhatian dan pemusatan terhadap kegiatan.
Seorang anak yang menderita ADHD memiliki rentang waktu perhatian yang lebih singkat
dibandingkan dengan teman-teman seusianya. Gangguan ini juga biasanya diikuti dengan
gejala hiperaktif dan tingkah laku yang empulsif.
ADHD mungkin suatu istilah yang oleh sebagian kalangan masih cukup awam.
Berawal dari hasil penelitian oleh Prof. George F. Still, seorang dokter Inggris pada tahun
1902, mengenai gangguan ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan kepada sekelompok
anak yang menunjukkan suatu ketidakmampuan abnormal untuk memusatkan perhatian ini
menunjukkan bahwa anak-anak itu mengalami kekurangan yang serius dalam hal kemauan.
Anak-anak tersebut juga menunjukkan rasa gelisah dan resah. Hal tersebut berasal dari
bawaan biologis anak yakni adanya sesuatu ‘di dalam’ diri si anak, bukan karena faktor-
faktor lingkungan1 .
1 Putri, Nitya Harinda. ”ADHD keterlambatan tumbuh-kembang anak “. http://www.nityabersama .co.cc/2008/11/adhd-keterlambatan-tumbuh-kembang-anak.html, hal 9 diakses pada 29 Juli 2010 pukul 13.37
5
Sebuah makalah yang berjudul Your Child and ADHD menjelaskan pengertian sekaligus
penyebab ADHD sebagai berikut2 :
ADHD is a hereditary brain disorder that interferes with the way a person processes
information. If you or your spouse have ADHD, your child has about a 60% chance of having
it
too. If you both are ADHD, your child has almost a 95% chance of having it. ADHD runs in
families. ADHD is a physical problem. Children are born that way. ADHD does not come from
bad parenting or poor environments. Scientists in Israeli have actually identified two of the
genes that may cause ADHD.
Dr. David Fassler reported before a recent meeting of the American Medical Society,
“ADHD is a very active area of research. There is a clear genetic component. We are getting
closer and closer to understanding the biological basis. Neuro-imaging suggests differences
in
brain structure.
Sampai saat ini belum ditemukan satupun penyebab biologis dari ADHD. Tetapi dari
kebanyakan penelitian yang telah dilakukan, hasilnya mengarah kepada gen yang
diturunkan dari orang tua sebagai penyumbang utama terjadinya ADHD. Seperti hal yang
sudah disebutkan diatas, apabila salah satu dari orang tua menderita ADHD, maka 60%
kemungkinan anak akan menderita gangguan yang sama. Bahkan 95% anak akan
menderita ADHD jika kedua orang tuanya memiliki kondisi tersebut.
2.2 Jenis ADHD
ADHD merupakan gangguan dengan kondisi yang amat kompleks, para ahli
mempunyai perbedaaan pendapat akan hal ini. Mereka membedakan jenis ADHD
berdasarkan tipe berikut ini (Permadi, 2007: 1).:
1. Tipe sulit konsentrasi
Tipe anak sulit konsentrasi tidak mampu memusatkan perhatian, mereka akan
sangat mudah terganggu perhatiannya. Tipe ini kebanyakan terjadi pada anak perempuan.
Mereka seringkali melamun dengan pikiran yang mengawang-awang.
2. Tipe Hiperaktif-impulsif
2 Aspen Education Group. “Your Child and ADHD, A Guide for Parents”. n.p: (t.th), 36
Tipe anak Hiperaktif-impulsif menunjukkan gejala yang sangat hiperaktif dan
impulsif, tetapi tidak bisa memusatkan perhatian. Tipe ini seringkali ditemukan pada anak-
anak kecil.
3. Tipe kombinasi
Tipe gabungan mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif dan
impulsif. Kebanyakan anak anak termasuk tipe seperti ini.
2.3 Karakteristik anak penderita ADHD
Kita mungkin pernah melihat beberapa bentuk perilaku seorang anak yang tidak
pernah bisa duduk diam di dalam kelas, selalu saja bergerak ; atau anak-anak yang
melamun saja di kelas, tidak dapat memusatkan perhatian kepada proses belajar dan
cenderung tidak bertahan lama untuk menyelesaikan tugas; atau seorang anak yang selalu
bosan dengan tugas yang dihadapi dan selalu bergerak ke hal lain.
Lebih mudahnya kita dapat melihat ciri-ciri yang khas dari ADHD, antara lain3:
1. Selalu bergerak, dan gerakan-gerakannya tidak beraturan, tidak terkontol serta tanpa
sebab yang jelas
2. Sering lupa terhadap segala hal, disebabkan kurangnya kemampuan untuk
berkonsentrasi sehingga hal tersebut kurang pula diperhatikannya
3. Sering bingung tanpa sebab yang kuat
4. Kelabilan emosi, cenderung gelisah, resah, dan tidak tenang
5. Kecenderungan mengganggu orang lain.
Ciri-ciri perilaku diatas mewarnai berbagai situasi anak penderita ADHD dan
kemungkinan dapat berlanjut hingga dewasa. Selain ciri yang sudah disebutkan diatas,
terdapat ciri-ciri lain yang seringkali menyertai anak dengan gangguan ini, beberapa
diantaranya ialah4 :
1. Kemampuan akademik tidak optimal
2. Kecerobohan dalam hubungan sosial
3. Kurangnya kewaspadaan dalam menghadapi situasi yang berbahaya
4. Sikap melanggar tata tertib secara impulsif
3 Putri, loc.cit.,114 Ibid
7
Namun, ciri-ciri diatas tidak dapat mewakili keseluruhan diagnosa untuk menentukan
bahwa seorang anak mengalami ADHD. Penentuan diagnosa harus dipastikan melalui
pemeriksaan lebih lanjut yang dilakukan oleh psikolog/profesional dibidangnya. Pada bab
selanjutnya akan dibahas mengenai gejala-gejala anak penderita ADHD yang perlu diketahui
sebagai bekal untuk dapat melakukan pendeteksian dini terhadap gangguan ini.
BAB III
PERANAN ORANG TUA DALAM MENANGANI ANAK PENDERITA ADHD
3.1 Pendeteksian dini gejala anak penderita ADHD
Deteksi dini mengenai gejala anak penderita ADHD merupakan suatu hal yang
sangat penting. Dengan dilakukannya pendeteksian dini maka kita dapat segera
mengetahui dan melihat kenyataan yang ada. Penting bagi para orang tua memahami
gejala-gejala yang tampak dari anak penderita ADHD, sehingga dapat dilakukan
pendeteksian dini sejak awal. Gejala ADHD sebagaimana yang tercantum dalam “
Diagnostic And Statistical Manual of Mental Disorders” (2000) terdiri dari tiga gejala utama,
yaitu inatensivitas, impulsivitas dan hiperaktivitas. Gejala-gejala tersebut muncul dan
terkadang berpengaruh terhadap pengalaman belajar anak. Berikut ini penjelasan lebih
lanjut mengenai gejala ADHD.
1. Inatensivitas atau tidak adanya perhatian atau tidak menyimak, terdiri dari:
a. Gagal menyimak hal-hal yang rinci
b. Kesulitan bertahan pada satu aktivitas
c. Tidak mendengarkan sewaktu diajak bicara
d. Sering tidak mengikuti instruksi
e. Kesulitan mengatur jadwal tugas dan kegiatan
f. Sering menghindar dari tugas yang memerlukan perhatian lama
g. Sering kehilangan barang yang dibutuhkan untuk tugas
h. Sering beralih perhatian oleh stimulus dari luar
i. Sering pelupa dalam kegiatan sehari-hari
Inatensi atau pemusatan perhatian yang kurang dapat dilihat dari kegagalan seorang
anak dalam memberikan perhatian secara utuh terhadap sesuatu. Anak tidak mampu
mempertahankan konsentrasinya terhadap sesuatu, sehingga mudah sekali beralih
8
perhatian dari satu hal ke hal yang lain. Perhatiannya akan mudah sekali beralih karena
adanya bunyi bunyian, gerakan, bau-bauan atau pikiran tertentu. Tetapi seorang anak
penderita ADHD akan dapat memusatkan perhatian dengan baik jika ada sesuatu yang
menarik minatnya.
2. Impulsivitas atau tidak sabaran, bisa dibagi atas impulsif motorik dan impulsif verbal
atau kognitif, terdiri dari:
a. Sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai
b. Sering mengalami kesuliatan menunggu giliran
c. Sering memotong atau menyela orang lain
d. Ceroboh, melakukan tindakan berbahaya tanpa pikir panjang
e. Sering berteriak di kelas
f. Tidak sabaran
g. Usil, suka mengganggu anak lain
h. Peermintaanya harus segera dipenuhi
i. Mudah frustasi dan putus asa
Selain dari delapan poin yang sudah disebutkan diatas, sisi lain dari impulsivitas
adalah anak memiliki potensi tinggi untuk melakukan aktivitas yang membahayakan, baik
bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
3. Hiperaktivitas atau tidak bisa diam, terdiri dari:
a. Sering menggerakkan kaki atau tangan dan sering menggeliat
b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas
c. Sering berlari dan memanjat
d. Mengalami kesulitan melakukan kegiatan dengan tenang
e. Sering bergerak seolah diatur oleh motor penggerak
f. Sering bicara berlebihan
Setiap anak yang seringkali bertindak seperti contoh-contoh diatas selama lebih dari
enam bulan berturut-turut, dibandingkan dengan anak seusianya, dapat didiagnosa
menderita ADHD. Gejala-gejala tersebut setidaknya muncul dalam 2 situasi atau lebih
seperti di sekolah, rumah, atau pekerjaan. Harus ada bukti nyata secara klinis adanya
gangguan dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan. Gejala tidak terjadi mengikuti
gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya dan tidak
dilihat bersama dengan gangguan mental lain, misalnya gangguan suasana hati, gangguan
kecemasan, atau gangguan kepribadian.
9
Selanjutnya dalam makalah yang berjudul “Deteksi Dini ADHD”, Judarwanto (2009)
menjelaskan adanya manifestasi klinis yang terjadi sangat luas. “Hal ini dapat dimulai dari
yang ringan hingga berat atau bisa juga terjadi dengan jumlah gejala minimal hingga lebih
banyak gejala. Tampilan klinis ADHD dapat dideteksi sejak dini, yakni sejak usia bayi. Gejala
yang harus lebih dicermati pada usia bayi adalah bayi yang sangat sensitif terhadap suara
dan cahaya, menangis, menjerit, sulit untuk diam, waktu tidur sangat kurang dan sering
terbangun. Sulit makan atau minum susu baik ASI atau susu botol, tidak bisa ditenangkan
atau digendong, menolak untuk disayang, berlebihan air liur, kadang seperti kehausan
sering minta minum, Head banging (membenturkan kepala, memukul kepala, menjatuhkan
kepala kebelakang) dan sering marah berlebihan” (hal 8).
Keluhan lain ketika anak mulai tumbuh besar adalah anak tampak clumsy
(canggung), impulsif, sering mengalami kecelakaan atau jatuh, perilaku aneh/berubah-ubah
yang mengganggu, melakukan gerakan konstan atau monoton, lebih ribut dibandingkan
anak lainnya. Agresif, Intelektual (IQ) normal atau tinggi tapi pretasi di sekolah buruk. Saat
pelajaran berlangsung anak akan kurang berkonsentrasi, melakukan aktifitas berlebihan dan
tidak bisa diam, mudah marah dan meledak kemarahannya, anak juga memiliki nafsu
makan yang buruk.
Koordinasi mata dan tangan jelek, sulit bekerjasama, suka menentang dan tidak menurut,
suka
menyakiti diri sendiri seperti menarik rambut, menyakiti kulit, membentur kepala dll. Anak
dengan gangguan ini umumnya juga memiliki gangguan tidur5.
Tanda dan gejala pada anak yang lebih besar adalah tindakan yang hanya terfokus
pada satu hal saja dan cenderung bertindak ceroboh, seperti mudah bingung, lupa pelajaran
sekolah dan tugas di rumah, kesulitan mengerjakan tugas di sekolah maupun di rumah,
kesulitan dalam menyimak, kesulitan dalam menjalankan beberapa perintah, sering
keceplosan bicara, tidak sabaran, gaduh dan bicara berbelit-belit, gelisah dan bertindak
berlebihan, terburu-buru, banyak omong dan suka membuat keributan, dan suka memotong
pembicaraan dan ikut campur pembicaraan oranglain6.
Penelitian terakhir menyebutkan bahwa gejala-gejala pada anak ADHD muncul
karena mereka tidak dapat menghambat respon-respon impulsif motorik terhadap input-
input yang diterima, bukan ketidakmampuan otak dalam menyaring input sensoris seperti
5 Judarwanto, Widodo. “Deteksi Dini ADHD”. Mei. 2009, 86 Ibid
10
cahaya dan suara (Barkley, 1998). Berdasarkan penelitian tersebut, kita ketahui bahwa anak
penderita ADHD memiliki gerak motorik yang berlebihan disebabkan karena
ketidakmampuan mereka dalam menghambat respon-respon impulsif motorik. Gejala-gejala
yang tampak pada anak ADHD sangat mungkin dapat diamati. Karena itu amat disayangkan
jika orang tua tidak memiliki pemahaman serta perhatian cukup kepada anak-anak terhadap
kemungkinan gejala ADHD pada anak mereka saat usia dini.
3.2 Penanganan orang tua terhadap anak penderita ADHD
Setelah mampu mengidentifikasi gejala-gejala anak penderita ADHD, selanjutnya
orang tua perlu menindaklanjuti lebih jauh perihal cara penanganan yang tepat bagi anak.
Sebelum masuk kepada penjelasan terapi dan penanganan ADHD, terlebih dahulu penulis
akan menjelaskan langkah-langkah yang perlu dilakukan orang tua untuk menentukan
penanganan yang tepat bagi anak.
1. Lakukan deteksi sedini mungkin, hal ini dapat diketahui jika anak memperlihatkan
perilaku yang tidak sama dengan sebayanya. Jika karakteristik anak mengarah pada
diagnosa ADHD maka orang tua diaharapkan segera ke dokter spesialis jiwa anak
atau ke institusi tertentu yang dapat menetapkan diagnosa. Dalam hal ini disarankan
agar memeriksakan anak tidak hanya kepada satu dokter saja, sehingga dapat
diputuskan diagnosa serta penanganan yang tepat.
2. Carilah informasi dan bacalah banyak buku, makalah dan majalah dengan teliti
mengenai ADHD dan metode atau terapi yang telah digunakan untuk menanganinya
3. Kemudian putuskanlah bersama suami/isteri untuk menentukan metoda atau terapi
yang terbaik.
4. Apabila mula-mula anak tampak mengalami kemajuan, tetapi kemudian terjadi
kemandekan dengan menggunakan metoda yang sama,maka kemungkinan terdapat
handycap lain yang menimpa anak. Untuk mendeteksi hal tersebut perlu dilakukan
pemeriksaan lengkap.
5. Bila kemajuan anak masih juga lambat dapat ditempuh dengan terapi alternative
lain, seperti akupuntur, Homeopathy dsb. Dalam hal ini pilihan orang tua sebaiknya
jangan terlalu menyimpang dari rasionalitas, misalnya membawa anak mereka ke
‘orang pinter’ atau semacamnya.
Terdapat banyak terapi atau cara untuk penanganan anak yang menderita gangguan
ini. Dikarenakan adanya beberapa teori penyebab ADHD, maka cara penanganannya
disesuaikan dengan faktor penyebabnya. Berikut ini macam-macam terapi yang dapat
digunakan untuk penanganan anak ADHD (Handojo, 2008: 28) :
11
1. Terapi medikasi atau farmakologi adalah penanganan dengan menggunakan obat-
obatan. Terapi ini sebaiknya hanya sebagai penunjang dan sebagai kontrol terhadap
kemungkinan timbulnya impuls-impuls hiperaktif yang tidak terkendali. Sebelum
digunakannya obat-obat ini, diagnosa ADHD haruslah dipastikan terlebih dulu dan
secara simultan juga perlu dilaksanakan pendekatan terapi okupasi lainnya, sebab
bila penanganan hanya diutamakan obat maka tidak akan efektif secara jangka
panjang.
2. Terapi nutrisi dan diet, diantaranya adalah dengan menjaga keseimbangan diet
karbohidrat, penanganan gangguan pencernaan (Intestinal Permeability or "Leaky
Gut Syndrome"), penanganan alergi makanan atau reaksi menyimpang dari makanan
lainnya
3. Terapi biomedis lainnya dilakukan dengan pemberian suplemen nutrisi, defisiensi
mineral, essential Fatty Acids, gangguan metabolisme asam amino dan toksisitas
Logam berat.
4. Terapi EEG Biofeed back, sebagai terapi inovatif yang pernah diberikan terhadap
penderita ADHD.
5. Terapi alternatif, misalnya terapi herbal, pengobatan homeopatik dan pengobatan
tradisional Cina seperti akupuntur.
6. Terapi okupasi, Ada beberapa terapi okupasi untuk memperbaiki gangguan
perkembangan dan perilaku pada anak yang mulai dikenalkan oleh beberapa ahli
perkembangan dan perilaku anak di dunia, diantaranya adalah sensory Integration
(AYRES), snoezelen, neurodevelopment Treatment (BOBATH), modifikasi perilaku,
terapi bermain dan terapi okupasi lainnya.
Terapi yang diterapkan terhadap penderita ADHD haruslah bersifat holistik dan
menyeluruh. Penanganan ini hendaknya melibatkan berbagai disiplin ilmu yang dilakukan
antara dokter, orang tua, guru dan lingkungan yang berpengaruh terhadap anak penderita
ADHD secara bersama-sama. Diutamakan adanya partisipasi orang tua serta saudara
kandung dalam penerapan terapi. Untuk penanganan ideal harus dilakukan terapi stimulasi
dan terapi perilaku secara terpadu guna menjamin keberhasilan terapi.
Terapi modifikasi perilaku cukup berhasil dalam mengajarkan perilaku yang
diinginkan, berupa interaksi social, bahasa dan perawatan diri. Terapi ini juga akan
mengurangi perilaku yang tidak diinginkan seperti sifat agresif, emosi yang labil, self injury
dsb. Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan yang paling efektif dengan
pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan frustrasi, marah, dan
berkecil hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri.
12
Terapi modifikasi perilaku dapat dilakukan bersamaan dengan terapi bermain. Kedua
hal ini sangat membutuhkan andil besar bagi para orang tua anak penderita ADHD. Bermain
menjadi fase yang sangat penting untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan.
Serta membiasakan anak dalam suasana kompetitif dan kooperatif dalam melakukan suatu
kegiatan kelompok. Bermain juga dapat dipakai sebagai sarana persiapan untuk beraktifitas
dan bekerja saat usia dewasa. Terapi bermain digunakan sebagai sarana pengobatan atau
terapitik dimana sarana tersebut dipakai untuk mencapai aktifitas baru dan ketrampilan
sesuai dengan kebutuhan terapi.
Apabila tidak dilakukan penanganan tertentu kepada anak yang sudah terdeteksi
menderita gangguan ADHD maka hal itu akan menimbulkan hambatan perilaku sosial dan
kemampuan akademik, baik di lingkungan rumah dan sekolah. Sehingga menyebabkan
perkembangan anak tidak optimal serta kemungkinan timbulnya gangguan perilaku di
kemudian hari. Beberapa kondisi lain yang terkadang menyertai gangguan ADHD yakni:
Gangguan pola perilaku yang menentang peraturan (Oppositional Defiant Disorder / ODD),
gangguan kelakuan (Conduct disorder), ketidakmampuan belajar dan berbahasa (Learning
and language disabilities), gangguan cemas (Anxiety disorder), gangguan depresi
(Depressive disorder), gangguan bipolar (Bipolar disorder), penyakit Tourette (Tourette's
Disorder)7
Akibat lain yang mungkin timbul pada anak penderita gangguan ADHD seperti: tidak mampu
mengikuti kegiatan belajar dengan baik, sering tidak patuh terhadap perintah orang tua,
dan sulit didisiplinkan. Berbagai kemungkinan akibat yang ada diharapkan dapat
diminimalisir dengan dilakukannya pendeteksian dini, kemudian berlanjut pada pemilihan
penangan yang tepat. Sehingga anak penderita ADHD akan lebih siap untuk masuk jenjang
pendidikan formal, seperti sekolah.
3.3 Pemilihan sekolah anak penderita ADHD
Dengan adanya pendeteksian dini maka orang tua dapat mengevaluasi
perkembangan dan mengarahkan pola pendidikan dan pengasuhan anak penderita ADHD
sehingga dapat segera menentukan metode penanganan yang tepat bagi anak. Sejalan
dengan hal itu, anak dipersiapkan sebaik mungkin untuk siap memasuki jenjang pendidikan
formal. Bukanlah perkara mudah memasukkan anak dengan gangguan ini ke sekolah,
berbagai hal perlu dipertimbangan sebelum memutuskan hendak memasukkan anak
penderita ADHD ke sekolah tertentu.
7 http://adhd.or.id/adhd.html diakses pada tanggal 29 Juli 2010 pukul 13.52
13
Dalam bab sebelumnya telah disinggung langkah-langkah yang sebaiknya dilakukan
oleh orang tua penderita sebelum hendak melakukan penanganan bagi anak. Pemilihan
sekolah harus dilakukan dengan pertimbangan orang tua, serta melihat perkembangan
perilaku anak. Menentukan sekolah bagi penderita ADHD tergantung pada kemampuannya
dalam bersosialisasi dan berkomunikasi. Jika anak sudah mampu bersosialisasi dan
berkomunikasi dengan baik maka dapat dicoba untuk memasuki sekolah “normal” sesuai
dengan usianya. Namun yang perlu diingat adalah bahwa terapi yang sedang dijalani
jangan ditinggalkan, terutama terapi perilaku, karena ada kemungkinan terjadinya regresi
pada anak. Pengertian regresi disini adalah terjadinya kemunduran pada perkembangan
perilaku anak. Hal ini disinyalir dapat menimbulkan suatu akibat tertentu dikemudian hari.
Anak penderita ADHD yang sudah mampu berkomunikasi dengan baik dan dapat
memasuki sekolah normal kemudian dilatih untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
dan sosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Karena itu diperlukan pengamatan yang
ketat dari orang tua untuk terus memantau perkembangan perilaku pada anak penderita
ADHD. Orang tua juga diharapkan untuk terus mendampingi anak, sehingga bila terjadi
kesulitan komunikasi pada anak, orang tua harus membantu untuk menjembatani anak,
serta memberikan instruksi tertentu yang dapat dimengerti anak.
Jika anak Anda adalah penderita ADHD, sebaiknya tidak mengirimkan mereka ke
sekolah yang didesain khusus untuk ADHD. Orang tua sebisa mungkin harus yakin bahwa
anak mampu dimasukkan ke dalam sekolah umum. Meski pada umumnya sekolah umum
tidak memberikan pelayanan khusus bagi anak penderita ADHD. Dalam banyak kasus, orang
tua seringkali dihadapkan pada permasalahan anak dengan peraturan sekolah. Sehingga
diperlukan adanya pendekatan orang tua anak penderita ADHD dengan guru yang mengajar
di sekolah.
Pendekatan tersebut berguna untuk menjelaskan kondisi anak, sehingga guru
mengerti hal apa yang perlu dilakukan untuk menghadapi anak dengan gangguan ADHD.
Penting sekali untuk menjalin hubungan yang baik dengan guru karena mereka merupakan
narasumber anak Anda dalam mencari pengalaman di sekolah. Sebaiknya orang tua
menemui guru sebelum sekolah dimulai untuk memastikan bahwa si guru mengetahui
tentang ADHD. Siapkan bahan pembicaraan yang efektif, misalnya tentang ruang kelas, lalu
nyatakan juga hal-hal apa yang dapat membuat anak dapat belajar baik, peralatan dan cara
apa yang dapat digunakan. Karena biar bagaimanapun anak yang menderita ADHD tentu
akan terlihat berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya. Komunikasi yang baik
antara orang tua dan guru merupakan salah satu kunci kesuksesan anak ADHD dalam
belajar.
14
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dan guru di sekolah
seperti pengaturan di ruang kelas. Ruang kelas yang terbaik bagi anak dengan ADHD adalah
adanya penempatan peraturan dan jadual sekolah yang mudah dilihat dan dibaca. Aktivitas
sekolah sebaiknya mampu merangsang minat anak. Pekerjaan sekolah yang diberikan
mungkin mungkin sukar, tetapi dapat diimbangi dengan praktik yang menyenangkan,
misalnya penggunaan komputer, pekerjaan laboratorium dsb. Tetapi jika lingkungannya
terlalu merangsang minat anak, si anak akan sulit berkonsentrasi. Hindari menempati si
anak di dekat jendela, pintu terbuka atau gambar/lukisan yang warnanya cerah karena akan
merusak konsentrasi anak. Tempatkan si anak dekat meja guru agar guru bisa mengawasi
dan membantu. Tetapi jangan sampai si guru sering didatangi murid lain karena inipun bisa
mengganggu, karena anak anda akan mengalihkan perhatiannya kepada apa yang
didiskusikan temannya dengan guru. Jangan tempatkan anak anda di sudut kelas atau jauh
dari pantauan guru. Tanpa perhatian guru si anak akan dengan mudah beralih dan sibuk
dengan pikirannya sendiri dan hanya melamun (Permadi, 2007: 6).
BAB IV
ANALISIS TERHADAP ANAK PENDERITA ADHD
4.1 Pengetahuan orang tua sebagai faktor penting dalam pendeteksian dini anak
penderita ADHD
Pada bab dua dan tiga sudah dibahas mengenai gejala ADHD serta peranan orang
tua dalam menangani anak dengan ADHD. Gejala-gejala pada anak ADHD yang sudah
dijelaskan pada pembahasan sebelumnya penting untuk diketahui dan dipahami orang tua.
15
Dengan adanya pengetahuan tersebut orang tua dapat mewaspadai kemungkinan
gangguan ini terjadi dalam diri anak-anak mereka. Dengan mampu melakukan pendeteksian
dini sejak awal maka akan lebih mudah menanggulangi dan memutuskan bentuk
penanganan yang tepat bagi anak. Sama seperti anak lainnya, setiap anak mengalami
perkembangan otak yang cepat pada usia dibawah lima tahun. Masa yang paling ideal untuk
melakukan intervensi dini adalah ketika anak berusia 2-3 tahun, karena pada masa inilah
otak anak berkembang paling cepat.
Kemudian perlu dipahami oleh para orang tua bahwa terapi harus dimulai sedini
mungkin sebelum usia 5 tahun. Proses terapi anak ADHD ini umumnya berlangsung sekitar
2-3 tahun, karena itu dengan melakukan intervensi sedini mungkin anak dapat dipersiapkan
untuk masuk sekolah regular sesuai dengan usianya. Jika pelaksanaan terapi dilakukan
diatas 5 tahun maka hasilnya akan berjalan lebih lambat. Sebab, pada usia 5-7 tahun
perkembangan otak anak melambat menjadi 25% dari usia sebelum 5 tahun.
Tanpa pengetahuan yang cukup orang tua belum tentu bisa menghadapi anak ADHD
dengan baik, dimulai dari adanya pendeteksian dini serta pemilihan penanganan yang akan
dilakukan. Pengetahuan orang tua tidak hanya terbatas pada hal tersebut, perlu dipikirkan
lebih lanjut metode dan penanganan anak dengan ADHD. Sebab jika tidak segera ditangani,
maka ditakutnya hal yang lebih buruk akan terjadi. Karena itu, penting bagi orang tua untuk
membaca dan mencari informasi mengenai ADHD. Orang tua yang mengetahui lebih banyak
tentu akan memberikan yang terbaik juga buat anaknya.
Hal ini persis seperti yang telah disampaikan oleh Ibu Rinta, sebagai salah satu Ibu
dari anak yang menderita ADHD. Ketika ditanya mengenai seberapa pentingnya
pengetahuan orang tua terhadap gangguan ADHD, maka Ibu yang sehari-harinya berperan
sebagai Ibu Rumah Tangga ini dengan lantang menjawab,“Amat sangat penting! Betul betul
penting banget deh. Soalnya makin banyak tau, makin baik usaha yang dilakukan dalam
rangka menangani anaknya yang berkebutuhan khusus”. Ibu Rinta juga mengatakan bahwa
permasalahan anak dengan gangguan ADHD ini memang hal yang sulit dimengerti dan sulit
diterima di masyarakat8.
Pengetahuan yang dimiliki orang tua juga mempengaruhi tindak lanjut dalam
melakukan penanganan terhadap anak penderita ADHD. Berikut ini dua kemungkinan yang
akan terjadi:
8 Berdasarkan hasil wawancara saya dengan Ibu Rinta, salah satu Ibu dari anak penderita ADHD. Wawancara ini
dilakukan di kediaman beliau pada tanggal 05 Agustus 2010 pukul 17.07
16
Pertama, orang tua setelah mengetahui kondisi anaknya akan semakin giat mencari tau apa
yang terjadi pada anaknya. Kedua, orang tua justru ada yang merasa malu dan putus asa,
serta merasa hasil usahanya tidak cukup membuahkan hasil9.
Diperlukan banyak literatur untuk mengetahui tentang ADHD secara mendetail.
Orang tua diharapkan waspada terhadap kemungkinan anak mereka terkena gangguan ini.
Orang tua adalah agen pertama yang mampu mendeteksi perkembangan anak, baik tingkah
laku, kognitif, serta perkembangan lainnya. Orang tua harus tau hal-hal apa saja yang boleh
dan tidak boleh dilakukan dalam menghadapi anak dengan ADHD. Pengetahuan serta
penanganan orang tua ini berpengaruh besar pada tumbuh kembang anak kelak.
Sebelum anak terjun ke masyarakat, seperti lingkungan rumah dan sekolah, orang
tua adalah orang terdekat yang berhubungan langsung dengan anak. Karenanya penting
bagi orang tua mengawasi perkembangan anak sebelum benar-benar terjun langsung ke
masyarakat. Jika anak sudah dilepas, maka akan ada kemungkinan banyaknya pengaruh
negatif dari lingkungan. Mereka yang tidak mengerti mengenai ADHD hanya akan
memperburuk citra perkembangan anak. Orang tua lah yang kemudian harus mengontrol
anak dalam berkomunikasi dan bersosialisasi dalam lingkungannya, serta bertanggung
jawab mencarikan tempat di lingkungan dimana anak tersebut tinggal.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Penting bagi para orang tua untuk memahami gejala-gejala serta karakteristrik yang
tampak dari anak penderita ADHD. Gejala-gejala pada anak ADHD ini penting untuk
diketahui dan dipahami orang tua sebab dengan adanya pengetahuan tersebut orang tua
9 Ibid.17
dapat mewaspadai kemungkinan gangguan ADHD terjadi dalam diri anak-anak mereka.
Setelah mengetahui gejala yang tampak, kemudian orang tua juga harus melakukan
observasi kepada psikolog/ profesional dibidangnya dalam menentukan diagnosa yang tepat
pada anak.
Pendeteksian dini ini tentunya dapat dilakukan dengan peranan yang begitu besar dari
orang tua, kesediaan orang tua , serta pengetahuan orang tua. Tanpa pengetahuan yang
cukup orang tua belum tentu bisa menghadapi anak ADHD dengan baik. Kemudian peranan
orang tua tidak hanya terbatas sampai disitu, setelah dilakukan pendeteksian dini
selanjutnya perlu dipikirkan lebih lanjut metode dan penanganan yang tepat bagi anak
dengan ADHD. Sebab jika tidak, ditakutnya hal yang lebih buruk akan terjadi. Dengan
mampu melakukan pendeteksian dini sejak awal maka akan lebih mudah dalam
menanggulangi dan memutuskan bentuk penanganan yang tepat bagi anak. Maka itu
penting bagi orang tua untuk membaca dan mencari informasi lebih lanjut mengenai ADHD.
Orang tua yang mengetahui lebih banyak tentu akan memberikan yang terbaik juga untuk
anaknya.
Dengan adanya pendeteksian dini orang tua juga dapat mengevaluasi
perkembangan dan mengarahkan pola pendidikan dan pengasuhan anak penderita ADHD.
Orang tua sebaiknya tidak memasukkan anak penderita ADHD ke sekolah yang didesain
khusus untuk ADHD, sebisa mungkin orang tua harus yakin bahwa anak mampu masuk ke
sekolah umum. Sejak dini, anak harus dipersiapkan sebaik mungkin untuk siap memasuki
jenjang pendidikan formal. Dalam hal ini, diperlukan pengamatan yang ketat dari orang tua
untuk terus memantau perkembangan perilaku pada anak penderita ADHD. Orang tua
diharapkan dapat terus mendampingi anak, sehingga dapat membantu bila sewaktu-waktu
terjadi kesulitan komunikasi pada anak. Jika anak sudah mampu bersosialisasi dan
berkomunikasi dengan baik maka dapat dicoba untuk memasuki sekolah “normal” sesuai
dengan usianya. Hal ini didukung dengan adanya pendekatan orang tua anak penderita
ADHD dan guru yang mengajar di sekolah.
5.2 Saran
Selain pentingnya pengetahuan yang cukup bagi orang tua dalam mendeteksi gejala
anak penderita ADHD, hal yang tidak kalah penting adalah adanya kemauan yang kuat dari
para orang tua untuk menangani anak dengan ADHD. Dengan kemauan yang kuat dari
orang tua maka proses penanganan anak penderita ADHD dapat berlangsung dengan baik.
18
Berbagai terapi yang harus dijalani seperti terapi perilaku diharapakan agar terus
berlanjut. Tak jarang orang tua juga menggunakan obat, meski sebenarnya tidak terlalu
dianjurkan. Namun, hal ini dapat dilakukan untuk membantu proses terapi.
Daftar Pustaka
American Academy of Child and Adolescent Psychiatry ; American Psychiatric Association.
“ADHD Parents Medication Guide”. n.p: (t.th)
19
American Psychiatric Association: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
(DSM-IV-TR). 4th ed. Washington, DC: American Psychiatric Association. 2000
Aspen Education Group. “Your Child and ADHD, A Guide for Parents”. n.p: (t.th)
Baron, Robert A; Byrne. Social Psychology . 10th Ed. n.p: Pearson Education, Inc. Publishing
Handojo, Y. Autisma. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2008
Judarwanto, Widodo. “Deteksi Dini ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder)”. n.p:
2009
Permadi, Babsy (pnj.). “Attention Deficit DisorderAttention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADD/ADHD) Panduan Bagi Keluarga”. n.p: 2007
20