Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERANAN PROBIOTIK BAKTERI ASAM LAKTAT (BAL)
SUSU KEDELAI ASAM DAN TAPE UBI DALAM AIR MINUM
TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS KARKAS DAGING
AYAM BROILER
OLEH :
IDA AYU OKARINI
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
PRAKATA
Beberapa tahun terakhir perhatian berkembang pada usaha peningkatan
kesehatan. Masalah kesejahteraan ayam potong/broiler semasih hidup sampai
pada produk hasil pemrosesan dan penyediaan karkas daging broiler yang ASUH,
aman, sehat, utuh dan halal menjadi perhatian dan kepedulian yang serius.
Kini tersedia banyak kesempatan dalam pengembangan produksi dan
disertai dengan peningkatan kualitas karkas daging broiler melalui rekayasa
bioteknologi yaitu pemanfaatan Bakteri Asam Laktat (BAL) sebagai probiotik.
Tehnik probiotik BAL diterapkan untuk meningkatkan kesehatan saluran
pencernaan dan sistem imunitas tubuh, karena BAL tergolong bakteri yang aman,
terdapat banyak pada makanan tradisional terfermentasi, seperti: tape ubi dan susu
kedelai asam yang dicobakan pada penelitian ini, diberikan dalam air minum
broiler dari umur 1 minggu sampai dengan 5 minggu.
Salah satu alasan penelitian ini dilakukan yaitu untuk menyediakan
karkas daging broiler yang aman, sehat, utuh dan halal tanpa perlakuan vaksinasi
dan hanya pada perlakuan kontrol diberi obat – obatan kimia. Sehingga hasil yang
diperoleh berupa karkas daging broiler segar tidak cepat terkontaminasi oleh
kuman patogen (“shelf life“ diperpanjang), kualitas daging yang telah dimasak
(tanpa penambahan tepung bumbu) secara organoleptik dapat disejajarkan dengan
produk Mc Donald (yang mendapat perlakuan tape ubi) dan produk KFC (yang
mendapat perlakuan susu kedelai asam), khusus dalam hal aroma dan citarasanya.
Aplikasi hasil penelitian ini sudah diterapkan pada salah satu industri
ransum broiler skala besar, walaupun dicobakan selama empat hari pada puluhan
ribu ekor broiler dan ayam petelur afkir, ternyata memberikan hasil yang positif
dalam mereduksi angka mortalitas ayam dengan perlakuan tape ubi 1 %.
Hasil penelitian ini dilaporkan untuk mencapai sasaran pembaca, tidak
hanya mahasiswa peternakan, kedokteran hewan, peternak broiler, maupun para
pengusaha produksi ransum unggas, bibit broiler (perbaikan gen) dan para ahli
keamanan serta kesehatan pangan yang berkecimpung dibidang kesehatan
masyarakat.
Meskipun demikian, penulis sepenuhnya menyadari bahwa laporan
kegiatan penelitian ini masih belum sempurna. Karena berpijak pada kaidah
keilmuan yang berkembang setiap saat dari pendapat dan sanggahan, didasarkan
pada logika dan bukti – bukti nyata, pada akhirnya laporan ini hadir dihadapan
pembaca.
Untuk itu, segala kritik, saran dari sejawat dan para ahli keamanan serta
kesehatan pangan, akan penulis terima dengan senang hati. Merupakan suatu
penghargaan dan patut disyukuri jika ada yang memberikan kritik dan perhatian
positif, guna perbaikan kedepan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pemberi dana melalui
proyek penelitian Ilmu Pengetahuan Dasar Direktorat Penelitian Dan Pengabdian
Kepada Masyarakat, Dirjen Dikti, DEPDIKNAS bekerjasama dengan Lembaga
Penelitian Universtas Udayana, untuk mengadakan penelitian sampai
kepenyusunan laporan kegiatan ini. Terima kasih pula penulis sampaikan kepada
tiga belas orang mahasiswa/i yang telah membantu kegiatan penelitian dan
sebagai penyelesaian tugas akhir di Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
Semoga laporan kegiatan ini, menambah cakrawala pengetahuan yang
selalu berkembang dan menjadi inspirasi bagi tumbuhnya jiwa – jiwa wirausaha di
bidang agribisnis.
Denpasar, 17 oktober 2018
Ida Ayu Okarini,
DAFTAR ISI
PRAKATA ........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian .................................................................................. 4
1.3. Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
II. METODE PENELITIAN
2. 1. Tempat dan Lama Penelitian ............................................................. 5
2. 2. Rancangan Penelitian ......................................................................... 5
2. 3. Pengacakan Ternak ............................................................................. 5
2. 4. Pemberian Ransum dan Air Minum ................................................... 6
2. 5. Cara Pembuatan Tape Ubi, Susu Kedelai Asam dan Soyghurt .......... 6
2. 6. Pencegahan Penyakit .......................................................................... 7
2. 7. Preparasi Sampel untuk Analisa Kadar Protein Kasar ..................... 8
2. 8. Variabel yang Diamati ............................................................................. 8
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3. 1. Hasil ....................................................................................................... 11
3. 2. Pembahasan ............................................................................................ 13
IV. SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan ............................................................................................ 25
4.2 Saran ....................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 27
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peningkatan jumlah penduduk sebanding dengan peningkatan pendapatan
per kapita, hal ini memacu peningkatan keperluan produk hasil pertanian dalam
arti luas, khususnya produk peternakan (daging, susu dan telur). Sebaliknya
produk hasil peternakan di Indonesia sangat terbatas, oleh karena rendahnya mutu
pakan ternak (Suryahadi et al., 2001).
Tingginya kewaspadaan konsumen tentang keamanan pangan yang
dikonsumsi terutama yang berasal dari produk-produk hasil peternakan (daging,
susu dan telur) di Indonesia (Samadi, 2002), khususnya keamanan konsumen
terhadap daging ayam yang beredar di pasar. Walaupun tinggi mutunya, lezat
citarasanya serta menarik penampilannya, makanan tidak ada artinya bila tidak
aman bagi kesehatan konsumen (Halid, 1996). Lebih lanjut ada tiga hal penting
yang erat hubungannya dengan kesehatan konsumen yaitu adanya kontaminasi
bakteri patogen, adanya residu obat-obatan ternak dan tingkat kadar kolesterol
daging. Rasa dan aroma daging ayam umumnya ditentukan oleh pakan, umur,
jenis kelamin, cara pemeliharaan dan jenis galur (strain) ayam yang dipelihara
(Winarno, 1993).
Banyaknya unggas yang mati akibat terserang penyakit flu burung karena
perubahan suhu dan kelembaban, hal ini menandakan dengan pemberian ransum
komersial, vaksin, obat-obatan dan berbagai macam vitamin, belum menjamin
hasil produk akhir ayam potong berupa karkas daging yang aman dan sehat untuk
konsumen. Sehingga pada proses pengolahan selanjutnya masih perlu
ditambahkan tepung bumbu atau bahan penyedap seperti yang dilakukan oleh
restoran cepat saji.
Hasil penelitian Dharmaputra (2005) mendapatkan bahwa bahan pangan
dan pakan, serta produk olahannya di indonesia dari tahun 1994-2004, telah
terkontaminasi dengan mikotoksin. Pada pakan ayam komersial yang diproduksi
oleh beberapa pabrik di Indonesia, memiliki kandungan aflatoksin yang tinggi.
Lebih lanjut dilaporkan yang telah melakukan penelitian pada broiler (DOC)
selama 4 minggu dengan mencobakan pemberian 100 ppb Aflatoksin B1 (AFB1),
ternyata berpengaruh terhadap gangguan respon imunitas ayam.
Pada umumnya ayam dapat menghasilkan karkas yang berkualitas adalah
ayam yang secara genetis tidak menimbun banyak lemak di dalam tubuhnya.
Selain faktor genetik ayam, faktor komposisi makanan sangat menentukan rasa
dan aroma daging yang erat hubungannya dengan lemak. Lebih lanjut menurut
Amrullah (2004) bahwah zat-zat makanan broiler yang dipelihara dapat berbeda
oleh perbedaan suhu lingkungan dan mutu genetis ayam bibit. Demikian pula
umur dan jenis kelamin broiler akan menentukan kebutuhan protein, terutama
kebutuhan harian akan setiap asam amino yang lebih penting dari kebutuhan
protein total. Asam mino ransum yang seimbang memiliki nilai biologis protein
lebih baik, sehingga lebih banyak diretensi pada tubuh broiler. Sebaliknya bila
tidak seimbang asam-asam amino yang telah diserap tubuh dapat terbuang
kembali melalui urine.
Lebih lanjut menurut Murtidjo (2003), menyatakan bahwa kualitas
karkas daging ayam ditentukan dengan beberapa faktor, baik pada waktu ayam
masih hidup (cara pemeliharaan, pemberian pakan, perawatan kesehatan) maupun
setelah ayam dipotong (pengeluaran darah harus dikeluarkan secara sempurna dan
tuntas untuk menekan kontaminasi).
Untuk meningkatkan hasil peternakan diperlukan suatu perbaikan
kualitas pakan ternak. Ada dua tujuan dari peningkatan kualitas yaitu (1)
Meningkatkan daya cerna;(2) Meningkatkan kapasitas cerna hewan. Beberapa
pendekatan dapat dilaksanakan untuk mencapai sasaran ini, termasuk penerapan
bioteknologi. Untuk meningkatkan daya cerna, dapat dicapai melalui fermentasi
bahan pangan sejak awal atau bioproses dan penambahan bahan pangan (mineral,
enzim dan hormon), sementara itu untuk meningkatkan kapasitas cerna ternak
dapat dilakukan melalui pendekatan probiotik dan transgenik mikroba (Suryahadi
et al., 2001). Keunggulan baahan terfermentasi adalah dapat mengurangi
pemakaian tambahan pakan berupa vitamin. Produk fermentasi lebih banyak
vitamin dibandingkan dengan bahan semula (Amrullah, 2004).
Menurut Kuswanto (1997), bahwa penggunaan senyawa antibiotika
untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroba patogen dalam makanan dapat
diaplikasikan melalui penambahan Bakteri Asam Laktat (BAL) (yoghurt, kefir,
yakult) dalam pengolahan dan telah banyak dilakukan saat ini. Di beberapa
negara, pangan yang mengandung BAL dikenal sebagai “healthy food”, karena
bersifat aman, dapat mencegah bakteri patogen dalam sistem pencernaan,
menghambat perkembangan mikroflora intestinal penyebab penyakit, mempunyai
aktivitas antitumorgenik. Menurunkan kolesterol serum, dapat mesintesis vitamin
B-kompleks dan membantu absorbsi kalsium.
Produk-produk hasil fermentasi BAL pada makan tradisional di
Indonesia telah banyak diteliti yang memiliki efek positif terhadap kesehatan,
berkembang saat ini sebagai produk probiotik, dimana merupakan makan
fungsional manusia maupun hewan, selain berperan menyeimbangkan mikroflora
usus yang rusak akibat pemakaian antibiotik, probiotik juga berpotensi dalam
menurunkan kolesterol (Harmayani, 2004).
Menurut Jin et al., (1997), bahwa efek probiotik bervariasi pada ayam,
dari beberapa hasil penelitian yang berbeda-beda dalam strain ayam, lingkungan
pemeliharaan, jenis mikroorganisme yang digunakan dan dalam hal konsentrasi
yang diberikan dan diaplikasikan. Lebih lanjut dilaporkan Jin et al., (1997);
Suryahadi et al., (2001) dan Samadi (2002), merekomendasikan kepada
peternakan untuk menggunakan probiotik (feed suplement aditif) BAL, sebagai
pengganti antibiotika dalam pakan ternak, karena berperan penting dalam tubuh
hewan/ternak yaitu dengan cara meningkatkan komposisi pakan,
menyeimbangkan mikroflora usus, mengurangi faktor anti nutrisi (asam fitat dan
fitat inhibitor) sehingga kesehatan dan pertumbuhan ternak lebih baik. Didukung
oleh penelitian Rahayu (2000), pada beberapa makanan fermentasi tradisional
seperti tape ubi ternyata mengadung BAL yang dominan adalah Lactobacillus
sebanyak 8 isolat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan
Pediococcus sebanyak 3 isolat yang dapat menghambat pembusukan. Demikian
pula dengan susu kedelai terfermentasi alami sebagai sumber probiotik memiliki
harga yang lebih rendah dari pada yoghurt susu sapi. Didukung penelitian
Yusmarini dan Efendi (2004) mendapatkan adanya peningkatan kadar protein dan
penurunan lemak susu kedelai yang difermentasikan dengan menambahkan kultur
yoghurt (Steptococcus thermopillus dan Lactobacillus bulgaricus).
Berdasarkan uraian di atas belum ada hasil penelitian yang mencoba untuk
menggabungkan beberapa mikroorganisme sebagai sumber probiotik BAL yang
berasal dari fermentasi makanan tradisional tape ubi, demikian pula dengan susu
kedelai asam (tanpa penambahan kultur) yang diberikan melalui air minum broiler
(sebagai pengganti antibiotik zat memacu pertumbuhan), maka dilakukan
penelitian ini untuk memproduksi karkas daging broiler, ditinjau dari penampilan,
produksi karkas, organoleptik daging dan analisis darah ayam.
1.2. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mempelajari pengaruh penambahan tape
ubi maupun susu kedelai asam dalam air minum broiler (1-5 minggu) sebagai
sumber probiotik bakteri asam laktat (BAL) terhadap:
1) Penampilan broiler, ditinjau dari Pertambahan Berat Badan (PBB).
“Feed.Conversion Ratio” (FCR), retensi protein broiler, konsumsi pakan dan
konsumsi air minum.
2) Produksi karkas broiler ditinjau dari persentase karkas, dada, paha dengan
betis, punggung, sayap dan persentase non karkas.
3) Karakteristik organoleptik daging broiler ditinjau dari warna, citarasa, tekstur,
aroma dan penerimaan keseluruhan.
4) Analisis serum broiler darah ditinjau dari total protein serum darah, kolesterol,
High Density Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL).
1.3. Manfaat penelitian yang dapat diambil dari penelitian ini adalah
penambahan tape ubi maupun susu kedelai asam dalam air minum sebagai
pengganti obat-obatan ternak dan vaksin yang mampu berperan sebagai probiotik
BAL dan berpotensi dapat meningkatkan kesehatan, penampilan broiler, kualitas
karkas, daging melalui penurunan kolesterol serta peningkatan protein serum
darah broiler. Manfaat lebih jauh adalah usaha perbaikan mutu pakan komersial
untuk memproduksi karkas daging broiler yang aman dan sehat serta berpotensi
dikembangkan melalui suplementasi makanan tradisional terfermentasi (tape ubi
dan susu kedelai asam) guna meningkatkan kualitas produk-produk peternakan
dan memberi efek kesehatan dan keamanan pangan (“Food Safety”) bagi yang
mengkonsumsi.
II. METODE PENELITIAN
2.1. Tempat Dan Lama Penelitian
Penelitian dilaksanakan distasiun penelitian Fakultas Peternakan
Universitas Udayana kampus Bukit Jimbaran. Analisis darah dilakukan di
Laboratorium Kimia Klinik Rumah Sakit Umum, Denpasar dan analisis sampel
dilakukan di Laboratorium Makanan Ternak, Laboratorium Teknologi Hasil
Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar. Penelitian
berlangsung selama tiga bulan sampai selesai analisis laboratorium.
2.2. Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini, yakni Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan, sehingga terdapat 24 unit
percobaan. Masing-masing unit percobaan diisi 5 ekor broiler, diperlukan 120
ekor broiler. Perlakuan tersebut meliputi air minum tanpa pemberian susu kedelai
asam dengan tape ubi sebagai kontrol (A); pemberian dengan tape ubi 1% dalam 1
liter air minum (B); pemberian dengan tape ubi 2% dalam 1 liter air minum (C);
pemberian susu kedelai asam 1% dalam 1 liter air minum (D); pemberian susu
kedelai asam 2% dalam 1 liter air minum (E); pemberian tape ubi 1% dengan susu
kedelai asam 1% dalam 1 liter air minum (F)
2.3. Pengacakan Ternak
Sebanyak 120 ekor anak broiler umur 1 minggu diberi nomor (wing band)
di bagian bawah sayap kemudian ditimbang, yang memiliki berat hampir sama ( x
+5% yaitu 181,02 g + 9,05 g), dibagi 6 bagian menurut kisaran berat badan.
Selanjutnya ditempatkan pada 24 unit kandang (sesuai dengan perlakuaan yang
telah ditetapkan dengan cara di undi), sehingga antar perlakuan diperoleh berat
badan broiler yang relatif sama.
2.4. Pemberian Ransum dan Air Minum
Pakan komersial diberikan secara terkontrol-terbatas, berdasarkan standar
produksi menurut Hardjosworo dan Rukmiasih (2000) Tabel 1, sesuai dengan
umur ternak. Pakan komersial yang diberikan adalah ransum CP. 511 untuk masa
“starter” (0-4 minggu) dan CP. 512 untuk masa “finisher” (4 minggu hingga
panen) (Rasyaf, 2006).
Tabel 1. Komposisi Pakan Ayam Broiler Pada Berbagai Umur
Umur (Minggu) Konsumsi Pakan (g/ekor/minggu)
0 – 1
1 – 2
2 – 3
3 – 4
4 – 5
5 – 6
150
350
500
650
800
850
Air minum diberikan secara ad libitum, air minum yang digunakan berasal
dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) setempat, sebelum penggunaan air
sebelumnya diendapkan semalam agar kaporit yang terdapat pada air bisa
mengendap, dengan menambahkan tape ubi 1% sebanyak 23,12 g dalam satu liter
air minum (B); tape ubi 2% sebanyak 46,24 g dalam satu liter air minum (C); susu
kedelai asam 1% sebanyak 83,3 g dalam satu liter air minum (D); susu kedelai
asam 2% sebanyak 166,6 g dalam satu liter air minum (E) dan, perlakuan tape ubi
1% 23,12 g dengan susu kedelai asam 1% sebanyak 83,3 g dalam satu liter air
minum broiler (F). Konsentrasi ditentukan berdasarkan berat bahan kering.
2.5. Cara pembuatan tape ubi
Secara garis besar cara pembuatan tape ubi yang umum dilakukan adalah
sebagai berikut: pertama-tama pilih ubi singkong yang baik, setelah itu lakukan
pencucian yang bertujuan untuk membersihkan kotoran-kotoran yang melekat di
ubi singkong agar tidak mengganggu proses fermentasi, selanjutnya kukus ubi
singkong sampai matang lalu tiriskan, dilanjutkan dengan pemberian ragi dengan
perbandingan dalam 1 kilogram ubi singkong dibutuhkan 2 tablet ragi NKL,
dengan cara menaburkan pada ubi singkong, lalu diperam pada suhu kamar
selama tiga hari (Suwaryono dan Ismeini, 1988).
2.6. Cara pembuatan susu kedelai asam
Cara pembuatan susu kedelai dalam 1 kg kedelai (Santoso, 1994) yang
umum dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pertama-tama dilakukan penyortiran yaitu dengan cara membuang biji
kedelai yang sudah tua dan memakai biji kedelai yang masih segar,
agar mendapatkan susu kedelai yang berkualitas bagus.
2. Selanjutnya kedelai direndam yang bertujuan untuk mempermudah
penggilingan, dan pada saat perendaman ditambahkan 2 g Natrium
Bikarbonat atau soda kue 0,5%, yang bertujuan untuk melunakkan
kedelai.
3. Setelah perendaman, biji-biji kedelai dibilas dengan tujuan untuk
menghilangkan kotoran-kotoran yang terdapat pada biji kedelai.
4. Berikutnya direbus pada suhu ± 70o C selama 30 menit yang bertujuan
melunakkan biji kedelai dan melemahkan enzim lipoksigenase.
selanjutnya proses penggilingan dengan mengunakan alat “warring
blender”, pada waktu penggilingan ditambahkan air 3 liter dalam 1 kg
biji kedelai.
5. Setelah hasil penggilingan didapatkan selanjutnya dilakukan
penyaringan dengan menggunakan kain saring berganda agar
mendapatkan filtrat (menyerupai susu sapi).
6. Dilajutkan dengan proses pemanasan filtrasi biji kedelai, sampai
mendidih dan diaduk agar tidak membentuk kerak atau gosong pada
dasar panci. Setelah mendidih saring hasil filtrasi biji kedelai, hasil ini
disebut susu kedelai, untuk menghasilkan susu kedelai asam, dilakukan
fermentasi pada suhu ruang (32o-34o C) selama 18-20 jam sampai
membentuk “curd”.
2.7. Pencegahan Penyakit
Sebelum broiler dimasukkan dalam kandang, terlebih dahulu kandang
dibersihkan dan disemprot dengan desinfektan (1 liter formalin : 20 liter air).
Kandang diistirahatkan selama satu minggu. Pada saat DOC yang baru datang
diberi larutan gula (2 g gula pasir : 1 liter air minum) selama 5 jam. Jenis vaksin
yang diberikan adalah vaksin ND yaitu Medivac ND La Sota yang diberikan pada
saat broiler berumur 4 hari dengan cara diteteskan pada salah satu mata ayam.
Vaksinasi selanjutnya tidak diberikan.
2.8. Preparasi Sampel Untuk Analisa Kadar Protein Kasar
Untuk menetukan analisa kandungan protein tubuh awal dilakukan pada
ayam umur 1 minggu sebanyak 2 ekor masing-masing perlakuan. Broiler yang
mempunyai berat badan rata-rata paling mendekati pada masing-masing unit
percobaan dipotong dan dicercah, bersama bulunya. Agar recahan tubuh ayam
tercampur sehomogen mungkin, maka dilakukan pencampuran dengan mixer.
Hasil recahan diambil sampel sebanyak ± 300 g (dipersiapkan duplo untuk setiap
ekor), masukkan ke cawan dan ditimbang, kemudian dioven pada suhu 700 C
selama 36-48 jam sampai kering, kemudian bahan dikeluarkan dari oven dan
dibiarkan pada suhu kamar untuk menyeimbangkan kandungan air, lalu bahan
ditimbang. Setelah itu bahan digiling, kemudian di tempatkan pada suhu kamar
selama 6 jam, lalu simpan dalam botol. Selanjutnya siap dilakukan analisis kadar
protein kasar.
Analisa protein tubuh akhir, prosedur analisis yang dilakukan sama dengan
prosedur analisis kandungan protein tubuh awal, namun yang berbeda hanya pada
waktu pengambilan sampel, yang dilakukan setelah ayam berumur 5 minggu.
2.9. Variabel yang diamati
Variabel yang diamati atau diukur dalam penelitian ini adalah :
2.9.1. Penampilan Broiler:
1) Pertambahan Berat Badan (PBB), dengan menghitung selisih antara
berat badan minggu ke-2 dan minggu ke-1, berat badan minggu ke-3 dan
ke-2, berat badan minggu ke-4 dan ke-3, berat badan minggu ke-5 dan ke-
4. Dalam bentuk rumus dinyatakan sebagai berikut, (Rasyaf, 2006) :
PBB = BBt – BB t-1
Keterangan; PBB = pertambahan berat badan; BBt = berat badan pada
waktu t; BB t-1 = berat badan pada waktu yang lalu.
2) “Feed Convertion Ratio” (FCR) setiap minggu, merupakan pembagian
antara konsumsi ransum pada minggu dengan pertambahan berat badan
yang dicapai pada minggu itu pula. Dalam bentuk rumus dinyatakan
sebagai berikut, (Abidin, 2002):
3) Retensi protein, Didapat dengan cara pengurangan jumlah protein dalam
tubuh ternak pada akhir penelitian (5 minggu) dikurangi dengan jumlah
protein dalam tubuh ternak pada awal penelitian (1 minggu), lalu di bagi
dengan jumlah protein yang di konsumsi selama 5 minggu. Dalam bentuk
rumus dinyatakan sebagai berikut, (Buwono, 2000):
Keterangan; JPS akhir= jumlah protein yang disimpan dalam tubuh ternak, pada
akhir penelitian (g) ; JPS awal= jumlah protein yang disimpan dalam tubuh
ternak, pada awal penelitian (g); JPB= jumlah protein dalam ransum yang
diberikan selama pemeliharaan (g).
4) Konsumsi air minum, diukur tiap hari dengan cara jumlah air minum
yang diberikan dikurangi dengan jumlah air minum yang tersisa,
pengukuran air minum dilakukan dengan menggunakan gelas ukur.
5) Konsumsi pakan, diukur dengan cara jumlah pakan yang diberikan
dikurangi dengan jumlah pakan yang tersisa, pengukuran pakan dilakukan
dengan menggunakan timbangan.
2.9.2. Produksi Karkas Broiler :
1) Persentase karkas, dengan membagi berat karkas dengan berat potong
kemudian dikalikan dengan 100%.
2) Persentase dada, dengan membagi berat dada dengan berat karkas
kemudian dikalikan dengan 100%.
Minggu SetiapBadan Berat n Pertambaha
Minggu Setiap Ransum KonsumsiJumlah =FCR
(g) JPB
(g) awal JPS -(g)akhir JPS PrRe =oteintensi
3) Persentase paha dan betis, dengan membagi berat paha dan betis dengan
berat karkas kemudian dikalikan dengan 100%.
4) Persentase punggung, dengan membagi berat punggung dengan berat
karkas kemudian dikalikan dengan 100%.
5) Persentase sayap, dengan membagi berat sayap dengan berat karkas
kemudian dikalikan dengan 100%.
6) Persentase non karkas, diperoleh dari perbandingan antara non karkas
dengan berat karkas dikali 100%. Bagian non karkas meliputi kepala,
leher, kaki, dan jeroan.
2.9.3. Organoleptik Broiler:
Meliputi warna, aroma, citarasa, tekstur dan penerimaan keseluruhan
dilakukan menggunakan metode “Consumer Preference Test”, berdasarkan
tingkat kesukaan dengan skala hedonik, yang memiliki kisaran nilai 1,0 (amat
sangat tidak suka) sampai dengan nilai 9,0 (amat sangat suka) (Larmond, 1977
dalam Okarini, 2003) dan nilai ini tertulis dalam format uji.
2.9.4. Analisis Serum Darah Broiler:
Meliputi Total protein serum darah, kolesterol serum darah, High Density
Lipoprotein (HDL) dan Low Density Lipoprotein (LDL) yang dianalisis di
Laboraturium Kimia Klinik Rumah Sakit Umum Sanglah bertempat diDenpasar.
Metode analisis serum darah broiler pertama-tama pengambilan sempel
darah broiler dengan cara (Dharmawan 2002):
1. Broiler secara perlahan-lahan diletakkan diatas meja yang sudah
disiapkan dalam posisi tidur dengan punggung dibawah, kaki dan
sayap ditarik kebelakang.
2. Apabila ayam sudah merasa tenang tidak bergerak, maka masukan
spuit (jarum suntik) volume 2,5 ml pada bagian vena pectoralis
externa sayap.
3. Setelah spuit terisi penuh darah segera ditutup dan masukkan kedalam
termos es kemudian sesegera mungkin dibawa kelaboraturium untuk di
analisa.
Metode analisa serum darah yang dilaksanakan menggunakan sistem
komputer dengan SYNCHRON CX Syestem “BECKMAN COULTER” yang
dilakukan sesui dengan metode yang berlaku di Balai Laboraturium. Pada analisa
kolesterol serum darah broiler ditera pada absorbansi (λ = panjang gelombang 520
nano meter).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil Penelitian.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan terhadap penampilan, produksi
karkas, demikian pula pengamatan di laboratorium dilakukan uji organoleptik
daging matang “steam”dan analisis serum darah broiler umur 5 minggu diperoleh
data yang terekam pada Tabel 2. Sejak awal pemberian perlakuan tape ubi
maupun susu kedelai asam telah dihitung pula total BAL dan pengukuran nilai pH
pada tiap minggu. Sehingga diperoleh nilai rataan total BAL tape ubi tersebut
berkisar antara 8,6x103 - 1,08x105 cfu/g dengan nilai pH berkisar antara
3,70 - 4,02. Sedangkan total BAL susu kedelai asam berkisar antara 8,98x104 -
1,06x106 cfu/g dengan nilai pH berkisar antara 5,00 - 5,06.
Rataan bobot awal broiler umur 1 minggu yang digunakan dalam setiap
perlakuan penelitian yaitu : perlakuan tanpa pemberian tape ubi dan susu kedelai
asam (A) 175,29 g/ekor; perlakuan pemberian tape ubi 1% (B) 175,18 g/ekor;
pemberian tape ubi 2% (C) 174,45 g/ekor; pemberian susu kedelai asam 1% (D),
174,12 g/ekor; pemberian susu kedelai asam 2% (E) 175,43 g/ekor; dan
pemberian tape ubi 1% dengan susu kedelai asam 1% (F) 181,81 g/ekor.
Sedangkan bobot potong broiler umur 5 minggu diperoleh rataan masing-masing
perlakuaan yaitu: A 1597 g/ekor; B 1437,5 g/ekor; C 1567,5 g/ekor; D 1497,5
g/ekor; E 1635 g/ekor; F 1580,50 g/ekor.
Tabel. 2. Peranan Probiotik Bakteri Asam Laktat (BAL) Susu Kedelai Asam
Dan Tape Ubi Dalam Air Minum Terhadap Produksi Dan
Kualitas Karkas Daging Ayam Broiler.
Variabel Perlakuan1)
SEM2)
A B C D E F
I. Penampilan
PBB (g/ekor/4 minggu)
FCR
Retensi protein (%)
Konsumsi Air Minum
(ml/ekor/4 minggu)
Konsumsi Pakan
(g/ekor/4 minggu)
II. Produksi Karkas
Karkas (%)
Dada (%)
Paha dan Betis (%)
Punggung (%)
Sayap (%)
Non Karkas (%)
III. Organoleptik
Warna
Citarasa
Tekstur
Aroma
Penerimaan Keseluruhan
IV. Analisis Serum Darah
Total Protein (g/dl)
Kolesterol (mg/dl)
HDL (mg/dl)
LDL (mg/dl)
1305,20 a 3)
1,77 a
37,65 b 4)
6150,00 a
2301,93b
66,46 a
30,99 a
34,10 a
21,90 a
13,02 a
23,23 a
5,00
5,85
5,90
5,75
5,90
2,34d
185,50 a
92,50 b
76,50 a
1410,20 a
1,64 a
55,28 a
6425,00 a
2298,72b
67,06 a
32,27 a
32,78 a
21,39 a
13,57 a
23,79 a
6,75
6,30
6,60
6,35
6,55
3,95 bc
152,00bc
88,50 b
56,50 b
1388,05 a
1,66 a
46,34ab
6670,00 a
2301,48b
65,72 a
31,22 a
33,52 a
21,66 a
13,60 a
23,56 a
6,60
7,10
6,75
7,35
7,10
3,83c
119,00b
99,75 a
22,50 d
1299,72 a
1,77 a
42,32 b
6000,00 a
2299,31b
66,57 a
31,19 a
32,28 a
23,40 a
13,13 a
24,33 a
6,15
6,25
5,95
6,40
6,25
4,52ab
105,00c
97,50 b
31,50cd
1407,71 a
1,64 a
42,91b
6095,00 a
2301,33b
64,70 a
32,17 a
33,92 a
21,60 a
12,32 a
22,88 a
6,10
6,70
6,45
7,10
6,70
4,83 a
145,50bc
114,00 a
26,00cd
1398,69a
1,68 a
50,94ab
6425,00a
2351,91a
65,06 a
29,70 a
33,62 a
23,63 a
13,06 a
24,92 a
6,15
5,55
6,20
5,95
6,05
4,57 ab
179,00a
114,00 a
53,50 c
31,43
0,05
3,78
210,32
2,27
8,20
3,82
4,13
0,88
0,30
0,64
0,22
5,21
4,21
4,98
Keterangan: 1. Pemberian air minum tanpa tape ubi dan susu kedelai asam sebagai kontrol (A),
pemberian tape ubi 1% dalam 1 liter air minum (B), pemberian tape ubi 2%
dalam1 liter air minum (C), pemberian susu kedelai asam 1% dalam 1 liter air
minum (D), pemberian susu kedelai asam 2% dalam 1 liter air minum (E) dan
pemberian tape ubi 1% dengan susu kedelai asam 1% dalam 1 liter air minum
(F).
2. SEM : “Standard Error of The Treatment Means”
3. Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama pada masing-masing
perlakuan adalah berbeda tidak nyata (P>0,05).
4. Nilai dengan huruf yang tak sama pada baris yang sama pada masing-masing
perlakuan adalah berbeda nyata (P<0,05).
5. Skala Organoleptik: 1(amat sangat tidak suka), 2 (sangat tidak suka),3 (tidak
suka), 4 (agak tidak suka), 5 (biasa), 6 (agak suka), 7 (suka), 8 (sangat suka), 9
(amat sangat suka).
3.2. Pembahasan.
3.2.1. Penampilan
Hasil penelitian pemberian tape ubi 1% (B), tape ubi 2% (C), susu kedelai
asam 1% (D), susu kedelai asam 2% (E) dan perlakuan tape ubi 1% dengan susu
kedelai asam 1% (F) sebagai sumber probiotik BAL secara satatistik belum
menujukan pengaruh nyata pada taraf 5% terhadap pertambahan berat badan atau
bobot potong broiler yang dicapai selama 4 minggu pemeliharaan. Tetapi terlihat
adanya hasil pertambahan berat badan (PBB) maupun bobot potong yang lebih
baik (Tabel 2) pada perlakuan probiotik BAL jika dibandingkan dengan kontrol.
Hal ini diduga karena kemampuan BAL pada perlakuan B, C, D, E dan perlakuan
F dapat meningkatkan aktivitas enzim pemecah pati (amilase atau ptialin), enzim
pemecah disakarida, enzim sukrose intestinal, enzim maltose intestinal dan enzim
laktose intestinal yang dapat menghodrolisis karbohidrat yang tidak tersedia
(unavailable carbohydrate) dalam ransum yang dikonsumsi broiler. Hal ini dapat
ditunjukkan dari berat kering feces broiler sekitar 20-25% dengan bau amoniak
yang tidak menyengat pada perlakuan probiotik BAL tape ubi maupun kedelai
asam (B, C, D, E dan F), jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Selain
dapat meningkatkan aktivitas enzim pemecah pati, juga dapat meningkatkan
aktivitas proteolitik seperti enzim pepsin, protease pankreas serta meningkatkan
aktivitas enzim pemecah lemak seperti lipase yang terkait dalam proses
pencernaan ransum broiler. Sehingga proses penyerapan zat-zat gizi lebih efektif
sebagai bahan bakar untuk oksidasi dan menyediakan energi untuk proses
metabolik lain.
Demikian pula hasil pencernaan protein berupa asam-asam amino yang
diserap oleh usus untuk dialirkan ke seluruh tubuh digunakan membentuk
biomassa sel dalam pertumbuhan otot dan menggantikan jaringan tubuh yang
rusak. Ditunjang oleh hasil penelitian Sieo et al. (2005), menggunakan beberapa
strain probiotik Lactobacillus, sebagai “Alternatif Enzyme Carrier”. Pada ayam
yang diberi ransum komersial, ternyata bermanfaat sebagai “carrier for
heterologous enzyme into the gastrointestinal tract of chickens”. Lebih lanjut hasil
penelitian Yeo dan Kim (1997) dalam Jin et al. (1997) yang melaporkan bahwa
terdapat peningkatan nyata berat badan perhari selama 3 minggu pertama pada
ayam yang diberikan probiotik L. casei dalam ransum, tetapi tidak selama
pertumbuhan minggu ke-4 sampai minggu ke-6. Lebih lanjut dilaporkan dalam
penelitian Rahardita (2004) mendapatkan pertambahan berat badan lebih tinggi
8,17% pada broiler yang diberikan susu sapi asam (Yoghurt) 2% dalam air minum
dibanding perlakuan kontrol selama 5 minggu pemeliharaan.
Pertambahan berat badan yang dicapai oleh broiler, secara langsung
dipengaruhi oleh mutu ransum yang diberikan pada broiler, untuk mengetahui
bagaimana mutu dari suatu ransum, dapat tercermin dari nilai “Feed Conversion
Ratio” (FCR). Apabila suatu nilai FCR diperoleh rendah atau kecil, hal ini berarti
pertambahan berat badan yang dicapai dapat memuaskan peternak, broiler tidak
banyak makan (Rasyaf, 2006). Dalam penelitian ini mendapatkan hasil, bahwa
perlakuan B, C, D, E maupun pada perlakuan F sebagai sumber probiotik BAL
yang secara statistik belum berpengaruh nyata terhadap nilai “Feed Conversion
Ratio” (FCR) dibandingkan dengan perlakuan kontrol
Hal ini sejalan dengan hasil pertambahan berat badan yang diperoleh juga
belum berpengaruh (Tabel 2). Walau secara statistik FCR perlakuan B, C, D, E
maupun pada perlakuan F belum berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kontrol
(A), akan tetapi terdapat kecenderungan lebih rendah dibandingkan dengan
kontrol (Tabel 2) .
Lebih lanjut hasil penelitian Jin et al. (1997) menyatakan bahwa ransum
unggas yang mengandung probiotik, memiliki angka FCR lebih kecil dari 2. Hal
ini sesuai dengan pendapat Samadi (2002) bahwa probiotik merupakan
mikroorganisme yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi ransum,
yaitu dengan hanya mengkonsumsi ransum yang relatif lebih sedikit, ternyata
BAL mampu mengoptimalkan pemanfaatan zat-zat gizi yang terkandung dalam
ransum. Lebih lanjut dilaporkan dalam penelitian Rahardita (2004) mendapatkan
nilai “Feed Conversion Rasio” (FCR) lebih rendah 2,23% pada broiler yang
diberikan susu sapi asam (Yoghurt) 2% dalam air minum dibanding perlakuan
kontrol selama 5 minggu pemeliharaan.
Mutu suatu pakan ternak, selain dapat dilihat dari segi FCR, mutu atau
kualitas pakan ternak juga dapat dilihat dari segi retensi protein, didukung
penyataan Buwono (2000), retensi protein merupakan gambaran dari banyaknya
protein ransum, yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk membangun ataupun
memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak, serta dimanfaatkan tubuh bagi
metabolisme sehari-hari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perlakuan B, C, D, E dan
perlakuan F sebagai sumber BAL secara statistik berbeda nyata (P<0,05) terhadap
retensi protein broiler yang dipelihara selama 4 minggu dibandingkan dengan
kontrol (Tabel 2). Diperoleh adanya peningkatan retensi protein broiler pada
perlakuan B, C, D, E dan perlakuan F sebagai sumber probiotik BAL. Hal ini
disebabkan karena telah terjadi keseimbangan dinamis atau “turmover” protein
dalam tubuh broiler dengan kecepatan pembentukan protein yang berbeda-beda,
tergantung jenis dan keperluannya. Hal mana secara kontinyu protein dipecah
menjadi asam amino (katabolisme pada tingkat intrasel), dan oleh karena itu harus
selalu dianalisis kembali dalam jumlah yang sama. Sedangkan pada perlakuan
kontrol, diperoleh nilai persentase retensi tubuh broiler yang paling rendah
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Rendahnya persentase retensi protein
disebabkan karena terjadi penurunan kecepatan katabolisme protein yang
mengakibatkan terganggunya metabolisme tubuh atau penurunan aktivitas protein
secara biologis. Didukung oleh pendapat Muchtadi et al. (1993) dalam Pribakti
(2007) bahwa “turmover” tersebut akan menurun bila terjadi defisiensi protein
dalam makanan yang dikonsumsi dan juga tergantung dari konsentrasi asam-asam
amino bebas dalam jaringan. Mengingat salah satu fungsi asam amino untuk
pembentukan jaringan tubuh yang baru, sedangkan protein bertindak sebagai
bahan membran sel. Didukung pernyatan Mohan et al. (1995) dalam Jin et al.
(1997) pemberian probiotik ternyata mampu meningkatkan pertumbuhan,
kecernaan ransum, meningkatkan ketahanan tubuh, meningkatkan produksi telur,
susu, dan daging melalui peningkatan mikroorganisme yang menguntungkan.
Lebih lanjut ditambahkan Samadi (2002), penambahan probiotik melalui pakan
ternak atau melalui air minum dapat meningkatnya ketersediaan protein bagi
ternak, disamping itu juga dapat meningkatkan kandungan vitamin B kompleks
melalui fermentasi makanan. Probiotik juga dapat meningkatkan
kekebalan/immunitas dan dapat mencegah alergi makanan dan kanker kolon.
Konsumsi air minum broiler perlakuan A adalah 6150 ml/ekor. Perlakuan
B, C dan F masing-masing 4,47%, 8,45% dan 4,47% tidak nyata (P>0,05) lebih
tinggi dibanding perlakuan A, sedangkan perlakuan D dan E masing-masing
2,44% dan 0,89% tidak nyata (P>0,05) lebih rendah dibanding perlakuan A (Tabel
2). pemberian perlakuan B, C, D, E, dan perlakuan F sebagai sumber BAL melalui
air minum terhadap konsumsi air minum secara statistik tidak berbeda nyata
(P>0,05) dibandingkan dengan kontrol. Didukung oleh pernyataan Wahju (2004)
konsumsi air minum pada unggas dipengaruhi oleh jenis dan jumlah ransum yang
dikonsumsi, suhu lingkungan serta besar kecilnya tubuh ternak. Secara statistik
tidak adanya perbedaan yang nyata terhadap konsumsi air minum semua
perlakuan, hal ini menunjukkan bahwa selama pemeliharaan, jumlah ransum yang
dikonsumsi untuk semua perlakuan sama (Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000),
broiler dapat memanfaatkan zat-zat gizi ransum baik dengan dan tanpa probiotik
yang berperan dalam proses metabolisme tubuh untuk memenuhi kebutuhan dan
mempertahankan sistem imunitas tubuh. Terutama pada ayam yang mendapat
perlakuan probiotik tape ubi maupun susu kedelai asam selama pemeliharaan
hingga panen.
Konsumsi pakan broiler perlakuan A adalah 2301,93 g/ekor. Perlakuan B,
C, D dan E masing – masing 0,14%, 0,02%, 0,11% dan 0,03% nyata (P<0,05)
lebih rendah dibanding perlakuan A, sedangkan perlakuan F 2,17% nyata
(P<0,05) lebih tinggi dibanding perlakuan A (Tabel 2). Pada pemberian tape ubi
1% dengan susu kedelai asam 1% (F) dimana BAL dapat mengoptimalkan pakan
yang diberikan. Didukung pernyataan Jin et al. (1997) bahwa penggunaan
probiotik dalam ternak ayam dapat mempertahankan keseimbangan populasi
mikroba dalam saluran pencernaan dan menurunkan aktivitas enzim bakteri
patogen, meningkatkan kecernaan zat–zat makanan dan dapat menurunkan kadar
amoniak feses. Dengan sifat tersebut diharapkan dapat memperbaiki efisiensi
penggunaan ransum, produksi dapat dipacu dan penyerapan pakan di dalam
saluran pencernaan ayam dapat ditingkatkan.
3.2.2. Produksi Karkas
Persentase karkas yang diberi perlakuan B, C, D, E, dan perlakuan F
sebagai sumber BAL melalui air minum broiler, belum berpengaruh nyata
(P>0,05) dibanding kontrol (A). Hal ini menunjukkan bahwa persentase karkas
sebagai ukuran produksi daging broiler sangat dipengaruhi oleh bagian–bagian
non karkas seperti saluran pencernaan, organ dalam, darah, bulu, kepala dan kaki
(Santoso et al. 2001). Demikian pula pernyataan Soeparno (1998) menyatakan
bahwa faktor–faktor yang mempengaruhi persentase karkas adalah berat akhir,
umur ayam, berat karkas dan persentase bagian yang terbuang selain karkas.
Persentase dada perlakuan B, C, D, E, dan perlakuan F sebagai sumber
BAL melalui air minum broiler, belum berpengaruh nyata (P>0,05) dibanding
kontrol (A), tetapi terdapat kecenderungan lebih tinggi pada perlakuan B, C, D,
dan E masing-masing sebesar 4,13%, 0,74%, 0,65% dan 3,81%, (Tabel 2). Hal ini
disebabkan pada perlakuan yang diberikan tape ubi maupun susu kedelai asam,
dapat menyediakan tambahan protein BAL melalui peningkatan aktivitas enzim
proteolitik yang dapat memecah protein menjadi asam-asam amino essensial dan
sejumlah kecil peptida untuk keperluan sintesis beberapa asam amino
nonessensial dalam jaringan otot yang dimanfaatkan oleh ayam untuk
pembentukan otot daging. Dada merupakan bagian tubuh yang banyak otot daging
dan mengandung sedikit tulang, sehingga perkembangannya seimbang dengan
perkembangan tubuh ayam. Didukung oleh pernyataan Jull (1951) dalam
Sampurna et al. (1995), menyatakan bahwa pada bagian dada terjadi pertumbuhan
daging dan lemak lebih banyak dibandingkan dengan bagian karkas lainnya.
Persentase paha dan betis pada perlakuan kontrol (A) menunjukkan nilai
yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan B, C, D, E, dan perlakuan F,
namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) (Tabel 2). Terjadinya
penurunan persentase paha dan betis pada perlakuan tape ubi dan susu kedelai
asam disebabkan karena komponen-komponen pembentukan daging atau otot
lebih banyak terakumulasi ke arah dada, sedangkan otot paha dan betis merupakan
jaringan yang aktif bergerak, dengan demikian diperoleh persentase paha dan betis
lebih rendah. Didukung oleh Crawfrod (1990) pada umumnya perbaikan mutu
ayam pedaging ditujukan pada penimbunan daging dada yang menentukan
kualitas dari ayam pedaging, sehingga seleksi pada penimbunan daging paha dan
betis kurang diperhatikan yang menyebabkan perbaikan paha dan betis kurang
mendapatkan respon dibandingkan dengan respon pada daging dada.
Persentase punggung dan persentase sayap broiler yang diberi perlakuan
tape ubi maupun susu kedelai asam belum berpengaruh nyata (P>0,05) dibanding
kontrol (A), namun pada perlakuan E terjadi penurunan persentase punggung dan
sayap sebesar 1,37% dan 5,38% dibandingkan dengan perlakuan A. Hal ini
disebabkan karena bagian punggung dan sayap tersusun dari banyak tulang dan
sedikit daging dibandingkan dengan dada, paha dan betis, sehingga
pertumbuhannya mengalami penurunan dengan bertambahnya umur ayam. Hal ini
didukung oleh pernyataan Soeparno (1998), yang menyatakan bahwa bagian–
bagian tubuh yang banyak tulang mempunyai pertumbuhan yang konstan seperti
sayap, kepala, leher, punggung dan kaki, persentasenya semakin menurun dengan
meningkatnya umur ayam. Demikian pula pendapat Morran dan Orr (1977) dalam
Sampurna et al. (1995), menyatakan bahwa bagian tubuh yang banyak tulang
pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan dengan perkembangan keseluruhan
tubuh.
Persentase non karkas broiler semua perlakuan B, C, D, E dan F diperoleh
sama dengan perlakuan A. Namun pada perlakuan E terdapat kecenderungan lebih
rendah 1,51% dibanding kontrol (A). Hal ini disebabkan karena broiler yang
mendapat perlakuan E (susu kedelai asam 2 %) selama proses pertumbuhannya
dapat memenuhi keseimbangan pembentukan protein dan energi yang diperlukan
dalam proses metabolisme. Juga karena adanya peran BAL endogenous dalam
saluran pencernaan broiler untuk memproduksi beberapa koenzim, sehingga dapat
meningkatkan aktivitas enzim-enzim pencernaan lemak pakan dan
mengefektifkan proses penyerapan lemak yang diedarkan ke seluruh tubuh
melalui darah, terutama mencegah terakumulasinya pembentukan lemak pada
bagian leher broiler. Sedangkan pada perlakuan kontrol, paling banyak lemak
terdistribusi pada bagian leher dan abdomen serta membungkus organ dalam dan
saluran pencernaan, hanya saja pada perlakuan B, C, D dan F, sedikit lemak yang
terdistribusi baik pada bagian leher maupun abdomen broiler.
3.2.3. Uji organoleptik daging ayam
Panelis memberikan nilai kesukaan warna daging broiler rebus tertinggi
pada perlakuan probiotik susu kedelai asam maupun tape ubi, karena terlihat
warna putih bersih cerah. Sedangkan pada perlakuan A (kontrol) kenampakan
warna daging broiler masak agak kusam atau putih agak kecoklatan. Hal ini
diduga kandungan lesitin dalam susu kedelai asam dapat berperan sebagai
antioksidan (Jacobson, 1985 dalam okarini 2003) sedangkan asam-asam organik
pada tape ubi, bersifat sebagai reduktor yang dapat mempengaruhi status molekul
mioglobin untuk menghalangi kelebihan oksigen akibat pengaruh luar
Stabilnya warna daging ini terhadap oksigen berhubungan dengan tingkat
pH postmortem sebagai akibat akumulasi asam laktat dari hasil pemecahan
glikogen otot (Lawrie, 1995). Adanya unsur-unsur karbohidrat monosakarida
sederhana yang mudah larut dalam air dan diabsorbsi dalam tubuh ayam
membentuk asam-asam organik dalam daging. Sehingga pada saat postmortem,
terjadinya glikolisis (penurunan pH) yang diperlambat, karena cadangan glikogen
yang cukup saat penyembelihan ayam. Lebih lanjut juga dikatakan bahwa faktor
penentu warna daging tergantung pada konsentrasi pigmen daging (mioglobin),
tipe molekul mioglobin, status kimia dan kondisi fisik mioglobin dengan
komponen lain dalam daging. Demikian pula terhadap pakan, umur, stress, pH
dan ada tidaknya oksigen sangat berperan dalam menentukan warna daging.
Perlakuan susu kedelai asam maupun perlakuan tape ubi memberikan
peningkatan nilai kesukaan aroma dan citarasa daging broiler dibanding perlakuan
kontrol. Hal ini disebabkan oleh perlakuan susu kedelai asam maupun tape ubi
dalam air minum ayam, dapat memberikan tambahan berupa asam-asam amino
essensial, hasil hidrolisis karbohidrat stachyosa dan raffmosa yang berasal dari
gula-gula kedelai (oligosakarida polisakarida) serta beberapa vitamin B (kecuali
vitamin B12) (Lee et al., 1990 dalam Okarini, 2003), sedangkan tape ubi
mengandung asam-asam organik dan alkohol yang berperan memecah lemak
jenuh menjadi asam-asam lemak bebas dan asam-asam amino essensial yang
terakumulasi dalam daging broiler. Sehingga pada saat perebusan daging, akan
berkembang aroma dan citarasa daging yang lebih sedap dan gurih (dalam bentuk
inosin mono posphat = IMP). Demikian pula dengan senyawa-senyawa phenolik
dari minyak kedelai dan tape ubi mengalami pemecahan selama proses fermentasi
dapat menyediakan asam-asam lemak mono tak jenuh, juga berperan dalam aroma
dan citarasa daging broiler rebus. Adanya keterkaitan yang erat antara aroma dan
citarasa daging (Lawrie, 1995), karena beberapa komponen-komponen daging
berkembang setelah proses pemasakan. Seperti asam-asam amino, karbohidrat,
lemak, vitamin B merupakan prekursor pembentuk aroma dan citarasa daging
masak. Didukung dengan pernyataan Vander Ouweland, Olsman dan Peer (1978)
dalam Lawrie (1995) bahwa pengaruh panas saat perebusan dapat menghadirkan
flavor daging dari bermacam-macam tipe reaksi, seperti pirolisis peptida dan
asam-asam amino, degadrasi gula, dekarbosilasi lemak, degadrasi tiamin dan
ribonukleotida, serta interaksi yang melibatkan gula-gula, asam-asam amino,
lemak, asam sulfida dan amoniak. Lebih lanjut hasil komentar dari panelis
terekam bahwa perlakuan tape ubi memiliki aroma dan citarasa daging broiler
rebus yang disejajarkan dengan produk Mc. Donald. Sedangkan perlakuan susu
kedelai asam memiliki aroma dan citarasa (flavor) produk KFC. Diduga tepung
bumbu dari KFC mengandung soy isolat protein, dan tepung bumbu Mc. Donald
mengandung tepung dari ubi yang terfermentasi. Sudah tentu kedua restauran
cepat saji tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, dari
beberapa aspek organoleptik maupun bisnis.
Rendahnya nilai kesukaan aroma dan citarasa daging ayam masak pada
perlakuan kontrol (A), karena degradasi panas dari tiamin menghasilkan H2S asam
format dan zat-zat bersulfur yang reaktif (seperti metanetiol) meningkat pada
waktu pemanasan (Galt dan Macleod, 1984; Persson dan Von Sydow, 1973 dalam
Lawrie, 1995). Kontribusi H2S yang berkembang dari residu sistin dan sistein
protein daging menyebabkan “off-flavors” pada aroma daging masak. Sejumlah
besar karbonil yang mudah menguap dari daging unggas sering dihasilkan dari
degradasi stecker asam amino atau degradasi linoleat dan asam lemak tidak jenuh
lainnya (Zapsalis dan Beck, 1986 dalam Okarini 2003).
Nilai organoleptik tekstur daging broiler rebus menunjukkan adanya
peningkatan pada perlakuan susu kedelai asam maupun perlakuan tape ubi,
dibanding perlakuan kontrol.hal ini diduga pada perlakuan probiotik BAL dapat
membentuk protein miofibril seperti miosin lebih banyak dan dimana pada miosin
ini dihasilkan enzim ATPase yang berperan mencegah terbentuknya ikatan-ikatan
silang antara aktin-miosin, sehingga daging memiliki tekstur halus dengan ikatan-
ikatan serabut yang lembut dan memudahkan penetrasi gigi ke dalam daging
ditandai dengan keempukan meningkat, atau mudahnya daging dikunyah menjadi
potongan-potongan yang lebih kecil (Weir, 1960 dalam Lawrie, 1995). Tingginya
kandungan lisin, arginin dan histidin dalam soyghurt (Lee et al., 1990 dalam
Okarini 2003) yang hampir sama dengan susu kedelai asam, berperan dalam
pembentukan molekul-molekul daging yang mengandung 2 gugus asam amino
yaitu desmosin dan isodesmosin, demikian pula ada kemungkinan yang sama
pada perlakuan tape ubi yang mengandung ester-ester alkohol terutama berperan
dalam pembentukan tenunan pengikat daging (Lawrie, 1995), sedikit banyak akan
mempengaruhi tekstur daging. Lebih lanjut juga dikatakan bahwa tekstur daging
merupakan penentu yang penting pada kualitas daging, setidak-tidaknya
ditentukan oleh tiga komponen daging, yaitu struktur dan status kontraksi
miofibril, kandungan dan tingkat ikatan silang jaringan ikat dan daya ikat air oleh
protein daging serta jus daging. Keempukan juga dipengaruhi oleh faktor ante-
mortem dan faktor post-mortem. Pemberian susu kedelai asam maupun tape ubi
dalam air minum selama 4 minggu perlakuan dapat mempengaruhi ketiga
komponen daging yang berperan menentukan tekstur daging broiler.
Penerimaan secara keseluruhan daging broiler rebus perlakuan kontrol (A)
memperoleh penilaian lebih rendah daripada perlakuan susu kedelai asam maupun
perlakuan tape ubi. Hal ini dikarenakan oleh adanya peningkatan nilai hasil panel
yang berhubungan dengan kualitas makan (eating quality), terutama kesukaan
warna, aroma, tekstur dan citarasa daging broiler rebus, dan secara langsung
menunjukkan perolehan nilai penerimaan secara keseluruhan yang tinggi pada
perlakuan B, C, D, E dan F dibanding A. Didukung oleh pernyataan Winarno
(2002) bahwa mutu atau kualitas daging yang baik, ditentukan oleh aroma (bau),
warna, tekstur dan citarasa yang baik pula, sehingga meningkatkan nilai
organoleptiknya.
3.2 4. Analisa Serum Plasma Darah Broiler
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan total protein
serum pada perlakuan probiotik BAL tape ubi maupun susu kedelai asam
(perlakuan B, C, D dan F) dibandingkan dengan kontrol (A). Hal ini disebabkan
karena terjadi peningkatan aktivitas enzim-enzim pencernaan secara alami dengan
hadirnya BAL yang bersumber dari tape ubi maupun susu kedelai asam dalam
saluran pencernaan broiler. Sehingga lebih mengefektifkan dan mengoptimalkan
kecernaan pakan yang tidak tercerna oleh enzim-enzim pencernaan secara alami
menjadi tersedia atau bermanfaat untuk pembentukan asam-asam amino essensial
dan asam-asam lemak essensial sesuai dengan keperluan metabolisme tubuh
broiler. Lebih lanjut hasil penyerapan nutrisi oleh sel-sel mukosa usus untuk
dialirkan ke seluruh tubuh dalam bentuk komponen-komponen plasma darah
seperti albumin, globulin dan fibrinogen yang cukup tinggi. Sehingga kelebihan
asam amino akan didegradasi melalui jalur karbohidrat (glukoneogenesis)
menghasilkan energi untuk sintesis asam amino essensial plasma, seperti
diperoleh pada perlakuan D, E dan F. Total protein serum plasma broiler berada
pada kisaran standar 4,0-5,5 g/dl dengan 4,5 g/dl pada ayam (Dharmawan, 2002).
Sedangkan perlakuan tape ubi (B dan C) lebih tinggi daripada perlakuan kontrol,
tetapi masih dibawah standar (Tabel 2). Rendahnya total protein plasmaterutama
pada perlakuan kontrol (A) disebabkan karena keseimbangan antara energi da
protein yang dikonsumsi broiler belum dapat memenuhi kebutuhan asam-asam
amino pembatas yang sangat diperlukan pada metabolisme tubuh, sehingga akan
mengurangi pertumbuhan komponen-komponen plasma darah, seperti gamma
globulin yang berperan sebagai antikorpora (unsur pertahanan tubuh terhadap
serangan kuman penyakit), terbukti hanya pada perlakuan kontrol (A) , sebanyak
4 ekor broiler mati pada umur 3 - 4 minggu (dari jumlah awal sebanyak 20 ekor).
Total protein serum plasma darah perlakuan yang mengandung susu
kedelai asam (D, E dan F) lebih tinggi daripada perlakuan tape ubi, hal ini
disebabkan karena pada susu kedelai asam mengandung Soybaccili yang lebih
cepat tumbuh untuk mengasamkan susu dan menghasilkan peptidase lebih banyak
daripada enzim – enzim yang berperan sebagi proteinase. Pada tape ubi lebih
banyak dihasilkan enzim – enzim karbohidrase dan lipase, sehingga beberapa
asam – asam amino yang dibentuk sebagai komponen plasma darah merupakan
hasil senyawa antara siklus kreb (TCA Cycle/tahap III), dengan kelipatan proses
anabolisme protein yang tidak secepat pada perlakuan susu kedelai asam
membentuk makromolekul sel.
Pemberian perlakuan B, C, D, E dan perlakuan F melalui air minum
broiler sebagai sumber probiotik BAL terhadap penurunan kolesterol serum darah
broiler 1-4 minggu, secara statistik berbeda nyata (P<0,05) terhadap kontrol (A)
(Tabel 2). Rendahnya kolesterol serum darah pada perlakuan yang diberi probiotik
BAL tape ubi maupun susu kedelai asam, karena produk hasil fermentasi BAL
mengandung enzim bile salt hidrolase (Gilliland et al., 1985 dalam Mermeistein,
2001). Beberapa referensi melaporkan bahwa BAL dapat memproduksi sejumlah
besar enzim-enzim proteinase, lipase seperti lesitinase (berperan dalam
esterifikasi kolesterol), Hydroxymethil-glutaral-KoA reduktase, azoreduktase dan
nitroreduktase dimana enzim – enzim itu mencegah penyerapan lemak dalam
saluran pencernaan broiler, mengakibatkan VLDL (Very Low Density
Lipoprotein) di hati turun. Sehingga pada bahan terfermentasi secara alami lebih
tersedia asam-asam amino esensial yang berperan dalam proses metabolisme
protein dan lemak ransum yang dikonsumsi broiler. Lebih lanjut dijelaskan oleh
Legowo (2002) bahwa probiotik erupakan mikroba dari makanan yang
menguntungkan bagi mikroflora dalam saluran pencernaan dan mampu
mendegradasi kolesterol, sehingga diperoleh penurunan lemak secara nyata.
demikian juga aliran VLDL yang keluar dari hati berkurang, sehingga terjadi
penurunan kolesterol plasma darah.
Hasil penelitian mendapatkan kadar HDL (Lipoprotein paling kecil dengan
kandungan protein paling banyak dan konsentrasi lemak paling kecil) perlakuan
kontrol (A) sama dengan perlakuan tape ubi 1 % (B) dan susu kedelai asam 1 %
(D), yang lebih rendah daripada perlakuan C, E dan F. Hal ini menunjukkan
bahwa konsentrasi probiotik BAL pada penelitian ini yaitu sebesar 2 % baik
dalam bentuk tape ubi maupun susu kedelai asam serta kombinasi (F) berakibat
meningkatkan kadar HDL (kolesterol yang baik). Lebih lanjut dapat diartikan
bahwa plasma/serum darah broiler pada perlakuan C, E dan F mengandung asam
lemak tidak jenuh lebih tinggi dibandin perlakuan kontrol maupun tingkat
konsentrasi 1 % (perlakuan B dan D). Mengingat peran HDL dalam
mengumpulkan kelebihan kolesterol dari jaringan tubuh broiler dan
mengembalikan ke liver, kemudian mengeluarkannya bersama dengan empedu
(BAL memiliki enzim bile salt hidrolase) dan tidak mengendap dalam intima
aorta. Bertolak belakang dengan LDL lipoprotein terkecil, hanya satu kandungan
protein terbesar dan satu lemak yang paling kecil) mengandung paling banyak
kolesterol dari semua lipoprotein dan ini merupakan pengirim kolesterol utama
dalam darah (LDL = kolesterol yang buruk). Pada penelitian ini diperoleh kadar
LDL plasma/serum darah broiler, paling tinggi pada perlakuan kontrol (A),
sedangkan pada perlakuan probiotik BAL tape ubi maupun susu kedelai asam B,
C, D, E dan F) terdapat penurunan yang signifikan, berarti efek konsumsi
probiotik yang diberikan seperti pada perlakuan C dan E sebanyak 2 % sangat
mempengaruhi penurunan kadar LDL dan peningkatan kadar HDL. Hal tersebut
disebabkan beberapa asam - asam organik, asam – asam amino esensial, vitamin
dan mineral yang terkandung dalam tape ubi maupun susu kedelai asam yang
diberikan melalui air minum broiler, bermanfaat menyempurnakan proses –
proses metabolisme tubuh broiler sesuai keperluan. Kondisi ini berdampak pada
kesejahteraan broiler terpenuhi, kondisi kesehatan broiler terjaga, yang pada
akhirnya menghasilkan karkas daging broiler sesuai dengan harapan. Terlihat
penampilan warna karkas daging dengan warna merah pink yang menarik, tidak
mudah tercemar organisme/mikroorganisme dari lingkungan pada saat
pemrosesan dan merupakan jaminan terhadap kualitas halal, utuh, aman dan sehat
(ASUH) untuk dikonsumsi.
IV. SIMPULAN DAN SARAN
4.1. Simpulan
Kesimpulan hasil penelitian ini bahwa pemberian tape ubi maupun susu
kedelai asam sebagai sumber probiotik Bakteri Asam Laktat (BAL) dalam air
minum broiler (1 – 5 minggu) memberikan :
a. Penampilan : pertumbuhan berat badan (PBB), “feed convension ratio”
(FCR) dan konsumsi air minum sama dengan perlakuan kontrol. Lebih
lanjut diperoleh peningkatan konsumsi pakan dan retensi protein tubuh
broiler dibanding kontrol.
b. Produksi karkas dan recahan komersial karkas diperoleh sama dengan
perlakuan kontrol, secara kuantitatif terdapat peningkatan.
c. Nilai organoleptik broiler daging masak diperoleh nilai lebih tinggi (agak
suka = 6,0 sampai suka = 7,0), dibanding kontrol (nilai kesukaan 5,0 =
biasa).
d. Adanya peningkatan total protein serum dan HDL, sebaliknya terjadi
penurunan kolesterol dan LDL serum darah broiler.
4.2.Saran
1. Penelitian ini dapat diaplikasikan guna memperbaiki produksi dan kualitas
karkas daging broiler yang aman dan sehat bagi konsumen masyarakat luas.
2. Penelitian ini dapat pula diaplikasikan pada perusahaan pakan ternak dengan
cara menambahkan tape ubi maupun susu kedelai asam dalam bentuk
tepung/bubuk, guna mengantisipasi akibat kerusakan kandungan nutrisi pakan
yang diproduksi selama pendistribusiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 2004. Pengaruh bakteri asam laktat (BAL) yoghurt dalam air minum
terhadap distrubusi lemak tubuh broiler umur 0 – 5 minggu. Skripsi.
Fakultas Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar.
Abidin, Z. 2002. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Pedaging. Cetakan I.
Penerbit AgroMedia Pustaka, Jakarta
Almatsier. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan ke-VI. Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Amrullah. I.K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan III. Lembaga Satu Gunung
Bumi, Bogor.
Anggorodi, R. 1995. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Buwono, I.Dwi. 2000. Kebutuhan Asam Amino Esensial Dalam Ransum Ikan.
Anggota IKAPI. Cetakan I. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Crawford, R. D. 1990. Poultry Breeding and Genetic. Development In Animal and
Veterinary Science, 22. New York.
Dharmaputra, O. S. 2005. Kontaminasi Mikotoxin pada Bahan Pangan dan Pakan
di Indonesia. Simposium Mikotoxin dan Mikotoxikosis, 30–07–2005.
Dharmawan, N. S. 2002. Pengantar Patologi Klinik Veteriner, Hematologi Klinik.
Cetakan ke II. Penerbit Universitas Udayana. Bukit Jimbaran, Bali.
Halid, H. 1996. Keamanan terhadap daging ayam yang beredar di pasar. Media
Komunikasi dan Informasi Pangan No. 29 Vol. VIII (50 - 55) Agribisnis
Unggas, Jakarta.
Hardjosworo, P. S dan Rukmiasih. 2000. Meningkatkan Produksi Daging Unggas.
Cetakan I. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
Harmayani, E. 2004. Peranan probiotik dalam menurunkan kolesterol.
Disampaikan Pada Seminar Nasional Probiotik dan Prebiotik Sebagai
Makanan Fungsional. 30 Agustus. Universitas Udayana, Denpasar.
Irawan, A. A. H. S.. 1996. Ayam – ayam pedaging unggul kiat beternak produktif
dan berkualitas. CV. Aneka, Solo.
Jay, J. M. 1986. Modern Food Microbiology. Van Nostran Reinhold Company,
New York.
Jin, L.Z., Y. W. Ho., N. Abdullah and Jalaludin. 1997. Probiotics in Poultry:
Modes of Action. World Poultry Sci. J. 53 (4): 351–368.
Kartadisastra, H.R. 1994. Pengelolaan Pakan Ayam. Cetakan Pertama. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Kuswanto, K. R. 1997. Aspek Mikrobiologi Dalam Keamanan Pangan Untuk
Menunjang Industri Pariwisata Pada Era Globalisasi. 30 Desember. PSTP
Universitas Udayana. Jimbaran.
Lawrie, R. A. 1995. Meat Science. 4th Ed. Pergamon Press Oxford, New York.
Legowo, A. M. 2002. Soyghurt Untuk Kesehatan. KOMPAS. (Online).
http://www.KOMPAS.com diakses 13 September 2002.
Marmeistein, H. Neil. 2001. Functional Food From Probiotics. Food Technology.
55 : 50 -53.
Murtidjo, B.A. 2002. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Murtidjo, B.A. 2003. Pemotongan dan Penanganan Daging Ayam. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta
Ngatirah, Eni Harmayani, Endang S. Rahayu, Tyas Utami. 2002. Seleksi Bakteri
Asam Laktat Sebagai Agensia Probiotik Yang Berpotensi Menurunkan
Kolesterol. Seminar Nasional Industri Pangan. PAU Pangan Gigi UGM,
Yogyakarta.
Okarini. 2003. Efek Yoghurt Dalam Air Minum Terhadap Karakteristik Fisik,
Kimia, Mikrobiologis dan Organoleptik Daging Ayam Broiler. Tesis
Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, Denpasar.
Saputro, 2007. Pemberian susu kedelai asam dengan tape ubi dan soyghurt
melalui air minum terhadap pertambahan berat badan, “feed conversion
ratio” (FCR) da retensi protein broiler (1 – 5 minggu). Skripsi. Fakultas
Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar.
Rahardita, A. 2004. Pemberian Probiotik Yoghurt Melalui Air Minum Terhadap
Penampilan Ayam Broiler Umur 0-5 Minggu. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar.
Ratnawati. 1998. Fraksinasi Protein Susu Kedelai Selama Fermentasi Yoghurt.
Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Rasyaf, M. 2006. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan XXIV. Penebar Swadaya
Jakarta.
Rahayu, E. S. 2000. Bakteri Asam Laktat dalam Fermentasi dan Pengawetan
Makanan. Makalah Seminar Nasional Industri Pangan. Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Resnawati, H dan P. S. Hardjosworo. 1976. Pengaruh Umur terhadap Persentase
Karkas dan Efisiensi Ekonomis pada Ayam Broiler “Unsexed”.
Lembaran Penelitian Peternakan. Th. VI No. 2, Bogor.
Rimbawan. 1997. Metabolisme Zat Gizi dan Kaitannya dengan Keamanan
Pangan. Makalah Pelatihan Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan,
bagi staf Pengajar, Bogor.
Ritonga, H. 1992. Beberapa cara menghilangkan mikroorganisme patogen.
Majalah Ayam dan Telur No. 73. Hal 24 – 26.
Samadi. 2002. Probiotik Pengganti Antibiotik Dalam Pakan Ternak. KOMPAS.
(Online). http://www.KOMPAS.com diakses 13 September 2002.
Sampurna, I. P., I. G. K. Majun dan I. G. M. Gede. 1995. Pertumbuhan Alometrik
Bagian–bagian Tubuh Ayam Broiler. Majalah Ilmiah Unud. No. 44-Th.
XXII-April 1955.
Santoso. 1994. Susu dan Yoghurt Kedelai. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Santoso, U., K. Tanaka, S. Ohtani and M. Sakaida. 2001. Effect of Fermented
Product from Bacillus Subtition Feed Conversion Efficiency, Lipid,
Accumulation and Amonia Production in Broiler Chicks. Asian–Aust J.
anim Sci 14 (3): 333–337.
Saputro, 2006. Analisis Finansial Pemberian Probiotik Tape Ubi Dan Susu
Kedelai Asam Dalam Air Minum ayam Broiler. Skripsi. Fakultas
Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar.
Soediaoetama, A.Djaeni. 1991. Ilmu Gizi. Untuk Mahasiswa dan Profesi di
Indonesia. Cetakan II Seri Pustaka Universitas No. 32. Dian Rakyat.
Soeparno, 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi Tiga, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Suharno, B. 2007. Beternak Itik secara Intensif. Cetakan XV. Penerbit Penebar
Swadaya. Jakarta.
Suryahadi, T. Toharmat, K. G. Wiryawan dan A. S. Tjakradidjaja. 2001. Current
Research and Prospect of Animal Nutrition Biotechnology in Indonesia.
The Second Indonesia Biotechnology Conference. Yogyakarta 23 – 26
October.
Suwaryono, O. Dan Y. Ismeini. 1988. Fermentasi Bahan Makanan Tradisional.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Tillman, A.D., H.Hartati, S. Reksohardiprojo, S. Prawirokusumo dan S.
Lebdosoekojo. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Penerbit Universitas
Gadjah Mada. University Press. Yogyakarta.
Tammine, A. Y. dan R. K. Robinson. 1985. Biochemisty of Fermentation. In
Yoghurt Science and Technology. Oxford New York: Pergamon Press,
295–324
Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas.cetakan ke-5. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Winarno, F. G. 2002. Pangan Gizi Teknologi dan konsumen. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Winter, A. R. and E. M. Funk. 1960. Poultry Science and Practice. 5 th Ed. J. B.
Lippincott Co. USA.
Yupardhi. W.S, R.B. Matram dan Wayan Wirta. 2001. Buku Ajar Fisiologi
Hewan. UPT Penerbit. Universitas Udayana. Denpasar
Yusmarini dan R. Effendi. 2004. Evaluasi Mutu Soyghurt yang Dibuat dengan
Penambahan Beberapa Jenis Gula. Jurnal Natur indonesia 6(2): 104–110
(2004). (Online). http://www.Unri.ac.id/Jurnal-natur.pdf diakses 8
September 2005.