Upload
harry
View
155
Download
39
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Perancangan alat proses reaktor kimia
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Industri kimia, penggunaan reaktor merupakan “jantung” dari proses kimia
untuk mendapatkan produk yang diinginkan. Untuk perancangan reaktor skala
industri tersebut, dibutuhkan data-data kinetika sehingga dibutuhkan studi awal,
seperti melakukan serangkaian percobaan dengan menggunakan reaktor skala
laboratorium yang disesuaikan dengan jenis reaksi yang akan terjadi.
Reaktor adalah suatu alat proses tempat di mana terjadinya suatu reaksi
berlangsung, baik itu reaksi kimia atau nuklir dan bukan secara fisika. Dengan
terjadinya reaksi inilah suatu bahan berubah ke bentuk bahan lainnya, perubahannya
ada yang terjadi secara spontan dan terjadi dengan sendirinya atau bisa juga butuh
bantuan energi seperti panas (contoh energi yang paling umum). Perubahan yang
dimaksud adalah perubahan kimia, jadi terjadi perubahan bahan bukan fase misalnya
dari air menjadi uap yang merupakan reaksi fisika.
Gambar 1Proses Reaksi Kimia
Untuk merancang sebuah reaktor diperlukan bekal pengetahuan tentang
pengaruh variabel-variabel : Konsentrasi, suhu, tekanan, kecepatan aliran umpan pada
persamaan kecepatan reaksi, yang dapat dipelajari dari materi kinetika dan katalisa.
Sumber data yang diperlukan pada perancangan sebuah reactor dapat diperoleh
dengan jalan melakukan :
1. Percobaan dengan reactor kecil di laboratorium. Biasanya percobaan
dijalankan pada suhu konstan (secara isothermal) dengan mengubah-ubah
variable :
Konsentrasi zat pereaksi, perbandingan zat pereaksi dan suhu untuk reactor
batch, atau dengan mengubah-ubah variable kecepatan aliran dan suhu jika
dipakai reactor alir pipa.
Dari data-data yang diperoleh diharapkan dapat diinterpretasi untuk menentukan
persamaan kecepatan reaksi, harga konstanta kecepatan reaksi dan hubungan
antara konstanta kecepatan reaksi dengan suhu.
2. Pilot Plant. Pada tahap ini dipakai reactor yang ukurannya lebih besar
dibandingkan yang dipakai pada percobaan dilaboratorium. Percobaan
dijalankan dengan jenis reactor yang sama pada suhu, tekanan, konsentrasi,
kecepatan aliran umpan, perpindahan panas, yang sesuai dengan keadaan
operasi reactor kimia yang akan dirancang.
Dari percobaan pilot Plant ini diharapakan diperoleh data-data tambahan untuk
melihat penyimpangan yang terjadi jika dibandingkan dengan perhitungan
teoritis yang diperoleh dari data laboratorium, akibat besarnya kapasitas
reactor/kecepatan aliran umpan.
3. Mempelajari data operasi yang diperoleh dari industri yang sejenis.
1.2. Tujuan
a) Menjelaskan pengertian Reaktor secara umum
b) Mengetahui macam macam reaktor ditinjau dari prosesnya
c) Mengetahui neraca massa dan neraca panas pada Reaktor
d) Menghitung tinggi dan diameter Reaktor
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Jenis- jenis Reaktor
Ditinjau dari bentuk, proses dan kondisi operasinya maka reaktor dibagi
menjadi beberapa jenis yaitu :
1. Berdasarkan bentuknya:
a) Reaktor tangki
Dikatakan reaktor tangki ideal bila pengadukannya sempurna,
sehingga komposisi dan suhu didalam reaktor setiap saat selalu
uniform. Dapat dipakai untuk proses batch, semi batch, dan proses
alir.
b) Reaktor pipa
Biasanya digunakan tanpa pengaduk sehingga disebut Reaktor
Alir Pipa. Dikatakan ideal bila zat pereaksi yang berupa gas atau
cairan, mengalir didalam pipa dengan arah sejajar sumbu pipa.
2. Berdasarkan prosesnya :
a) Reaktor batch
Batch Reactor adalah tempat terjadinya suatu reaksi kimia tunggal,
yaitu reaksi yang berlangsung dengan hanya satu persamaan laju reaksi
yang berpasangan dengan persamaan kesetimbangan dan stoikiometri.
Reaktor jenis ini biasanya sangat cocok digunakan untuk produksi
berkapasitas kecil misalnya dalam proses pelarutan padatan, pencampuran
produk, reaksi kimia, Batch distillation, kristalisasi, ekstraksi caircair,
polimerisasi, farmasi dan fermentasi.
Kelebihan penggunaan reaktor batch:
1. Ongkos atau harga instrumentasi rendah.
2. Penggunaannya fleksibel, artinya dapat dihentikan secara mudah dan
cepat kapan saja diinginkan.
3. Penggunaan yang multifungsi.
4. Reaktor ini dapat digunakan untuk reaksi yang menggunakan
campuran kuat dan beracun.
5. Mudah dioperasikan, dikontrol dan dibersihkan.
6. Dapat menangani reaksi dalam fase gas, cair dan cair-padat.
Kelemahan penggunaan reaktor batch :
1. Biaya buruh dan handling tinggi.
2. Kadang-kadang waktu shut downnya besar, yaitu waktu untuk
mengosongkan, membersihkan dan mengisi kembali.
3. Pengendalian kualitas dari produk jelek atau susah.
4. Skala produksi yang kecil.
5. Tidak begitu baik untuk reaksi fase gas (mudah terjadi kebocoran
pada lubang pengaduk)
Gambar 2. Reaktor Batch
b) Reaktor semi batch
Biasanya berbentuk tangki yang berpengaduk dan cara operasinya
dengan jalan memasukkan sebagian zat pereaksi ke dalam reaktor,
sedangkan zat pereaksi yang lain atau sisanya dimasukkan secara kontinu
ke dalam reaktor. Ada material masuk selama operasi tanpa dipindahkan.
Reactant (massa) yang masuk bisa dihentikan dan product bisa
dipindahkan selama operasi waktu tertentu.Tidak beroperasi secara steady
state
Gambar 3.
Reaktor Semi Batch
c) Proses kontinyu (reaktor pipa, reaktor tanki)
Reaktor kontinyu mempunyai aliran masukan dan keluaran
(inlet/outlet) yang terdiri dari campuran homogen/heterogen . Reaksi
kontinue di operasikan pada kondisi steady. Dimana arus aliran masuk
sama dengan arus aliran keluar .
Reaktor kontinyu dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu :
1. Reaktor AlirTangki Berpengaduk (RATB) atau Continous Stirred
Tank Reaktor (CSTR)
RATB adalah reaktor model berupa tangki berpengaduk dan
diasumsikan pengaduk yang bekerja dalam tanki sangat sempurna
sehingga konsentrasi tiap komponen dalam reaktor seragam sebesar
konsentrasi aliran yang keluar dari reaktor. Model ini biasanya
digunakan pada reaksi homogen di mana semua bahan baku dan
katalisnya berfasa cair, atau reaksi antara cair dan gas dengan katalis
cair.
Prinsip Kerja reaktor CSTR :
1. satu atau lebih reagen fluida dimasukkan pada tangki sebuah
reaktor yang dilengkapi dengan kipas atau impeller
2. impeller mengaduk cairan untuk memastikan cairan tersebut
tercampur rata
3. ada waktu suatu cairan berada di dalam tabung tersebut sebelum
keluar
Beberapa aspek penting dalam CSTR :
1. Dalam keadaan tetap, fluida yang masuk harus sama dengan
fluida yang keluar
2. Semua kalkulasi yang dilakukan CSTR diasumsikan sebagai
pencampuran sempurna
3. Untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak dalam waktu yang
sama, dapat dilakukan dengan memparalelkan CSTR ini
Kelebihan penggunaan reaktor CSTR:
1. Operasi dalam keadaan tetap menyebabkan peralatan produk
lebih stabil
2. Penggunaan energi yang kualitasnya meningkat
3. Produktivitas yang lebih tinggi dalam reduksi pada periode tidak
aktif(pengisian, pemanasan, pendinginan, dan pengosongan).
4. Campuran lebih rata karena penggunaan teknik pengadukan
(stiring)
Kelemahan menggunakan CSTR:
1. Rata-rata reaksi volumetrik yang lebih rendah akan menghasilkan
produktivitas rendah.
2. Tidak sesuai untuk keseluruhan emulsi proses polimerisasi pada
tahap pertama penggunaan CSTR
3. Timbul endapan di dasar akibat gaya sentrifugal CSTR
4. Tidak dapat merubah grade dari RTD profile sesering mungkin
karena dapat mengurangi fleksibilitas reaktor
5. Biaya tinggi, semakin besar CSTR yang digunakan atau semakin
banyak CSTR kecil yang digunakan semakin besar biaya yang
dikeluarkan
6. Waktu menunggu (proses) yang lebih lama
Gambar 4.
Reaktor RATB / CSTR
2. Reaktor Alir Pipa (RAP) atu Plug Flow Reaktor (PFR).
Reaktor PFR (Plug Flow Reaktor ) merupakan suatu reaktor
berbentuk pipa yang beroperasi secara kontinyu. Dalam PFR selama
operasi berlangsung bahan baku dimasukkan terus menerus dan
produk reaksi akan dikeluarkan secara terus menerus sehinga disini
tidak terjadi pencampuran ke arah aksial dan semua molekul
mempunyai waktu tinggal di dalam reaktor sama besar.
Reaktor plug flow Adalah suatu alat yang digunakan untuk
mereaksikan suatu reaktan dalam hal ini fluida dan mengubahnya
menjadi produk dengan cara mengalirkan fluida tersebut dalam pipa
secara berkelanjutan (continuous). Biasanya reaktor ini dipakai untuk
mempelajari berbagai proses kimia yang penting seperti perubahan
kimia senyawa, reaksi termal, dan lain-lain.
Reaktor Plug Flow biasanya Untuk reaksi heterogen, misalnya
antara bahan baku gas dengan katalis padat menggunakan model
PFR. PFR mirip saringan air dari pasir. Katalis diletakkan pada suatu
pipa lalu dari sela-sela katalis dilewatkan bahan baku seperti air
melewati sela-sela pasir pada saringan. Asumsi yang digunakan
adalah tidak ada perbedaan konsentrasi tiap komponen yang terlibat
di sepanjang arah jari-jari pipa.
Kelebihan penggunaan RAP :
1. Tingkat perubahannnya besar dalam setiap volumenya
2. Bekerja dalam periode waktu yang cukup lama tanpa tenaga kerja
sehingga upah produksi rendah
3. Perpindahan kalornya baik sekali
4. Operasinya terus-menerus
Kelemahan penggunaan RAP :
1. Sulit mengontrol temperaturnya
2. Tingginya temperature yang tidak diinginkan dapat terjadi
3. Proses pemberhentian dan pembersihannya mahal
Gambar 5.
Reaktor Alir Pipa / PFR
3. Berdasarkan keadaan operasinya:
1. Reaktor isotermal
Dikatakan isotermal jika umpan yang masuk, campuran dalam
reaktor, aliran yang keluar dari reaktor selalu seragam dan bersuhu
sama.
2. Reaktor Adiabatis
Dikatakan adiabatis jika tidak ada perpindahan panas antara
reaktor dan sekelilingnya.
Jika reaksinya eksotermis, maka panas yang terjadi karena reaksi
dapat dipakai untuk menaikkan suhu campuran di reaktor. ( K naik
dan –rA besar sehingga waktu reaksi menjadi lebih pendek).
3. Reaktor Non-Adiabatis
a. Reaktor Gas Cair dengan Katalis Padat
1) Packed/Fixed bed reaktor (PBR).
Terdiri dari satu pipa/lebih berisi tumpukan katalis
stasioner dan dioperasikan vertikal. Biasanya dioperasikan
secara adiabatis.
Gambar 6.
Fixed Bad Reaktor
2) Fluidized bed reaktor (FBR)
Reaktor dimana katalisnya terangkat oleh aliran gas reaktan.
Operasinya: isotermal.
Perbedaan dengan Fixed bed: pada Fluidized bed jumlah
katalis lebih sedikit dan katalis bergerak sesuai kecepatan
aliran gas yang masuk serta FBR memberikan luas
permukaan yang lebih besar dari PBR
Gambar 7.
Fluidized Bad Reaktor
b. Fluid-fluid reaktor
Biasa digunakan untuk reaksi gas-cair dan cair-cair.
1) Bubble Tank.
Gambar 8.
Bubble Tank Reaktor
2) Agitate Tank
Gambar 9.
Agitate Tank Reaktor
3) Spray Tower
Gambar 10.
Spray Tower Reaktor
Pertimbangan dalam pemilihan fluid-fluid reaktor :
1. Untuk gas yang sukar larut (Kl <) sehingga transfer massa kecil maka Kl
harus diperbesar .Jenis spray tower tidak sesuai karena kg besar pada
Spray Tower
2. Jika lapisan cairan yang dominan, berarti tahanan dilapisan cairan kecil
maka Kl harus diperbesar
» jenis spray tower tidak sesuai.
3. Jika lapisan gas yang mengendalikan (maka Kg <)
» jenis bubble tank dihindari.
4. Untuk gas yang mudah larut dalam air
» jenis bubble tank dihindari.
4. Berdasarkan susunannya
a. Reaktor Seri
1. Reaktor aliran plug susunan seri
Pada gambar menunjukkan sebuah sistem susunan seri reaktor
aliran plug, dimana tidak terdapat sisa aliran antara reaktor
berikutnya. Pada gambar tersebut terdapat tiga reaktor seri, tetapi ada
beberapa kasus yang jumlah reaktornya lebih sedikit atau lebih
banyak. Jumlah volume pada susunan seri untuk N reaktro,
diekspresikan dalam bentuk keseimbangan mol untuk masing –
masing reaktor.
Dengan kata lain, jumlah volume untuk semua reaktor diperoleh
dengan mengintegralkan persamaan neraca mol input pada reaktor
pertama dan cabang dari yang terakhir. Keseimbangan mol pada
beberapa reaktor mungkin dapat dikalkulasikan pada bentuk sebuah
konversi fraksi masukan (input) pada reaktor pertama.
Gambar 11.
Reaktor aliran plug susunan seri
2. CSTR dalam susunan seri
Sebuah sistem CSTR dalam susunan seri diilustrasikan pada
gambar. Dalam hal ini, cabang dari satu reaktor membentuk aliran
yang ada pada reaktor yang berikutnya dalam susunan seri lainnya.
Dalam bagian ini kita anggap bahwa tidak ada perubahan sistem
antara reaktor. Persamaan konversi dapat diselesaikan untuk masing –
masing reaktor dalam susunan seri.
Gambar 12.
CSTR dalam susunan seri
Total volume reaktor minimum untuk CSTR dalam susunan seri
adalah dideterminasikan dari volume reaktor minimum yang
dibutuhkan untuk memperoleh konversi pada kondisi yang ada pada
reaktor pertama. Persamaan keseimbangan mol data ditulis untuk
masing – masing CSTR, dengan konversi dalam beberapa reaktor
yang ditentukan dalam bentuk nilai aliran molar A ada pada reaktor
pertama. Nilai aliran Inlet dan outlet dibagi dengan nilai reaksi dapat
di plot sebagai sebuah fungsi konversi untuk sistem reaktor ini.
Minimisasi masssa dapat ditunjukan dalam bentuk nilai XAi yang
meminimumkan volume reaktor total.
Volume total minimum ditemukan dengan mengambil turunan
volume total dengan mengikuti pada XA1, dan menyusun hasil yang
sma dengan mol. Lalu, ambil hasil penurunannya dengan mengikuti
pada XA1 dan susun hasil dengan sama dengan nol. Susunan ulang
persamaan tersebut untuk memberikan kondisi yang memberikan
volume minimum. Konstanta kesetimbangan untuk semua reaksi
dalam bentuk konsentrasi adalah dengan mengasumsikan gas ideal.
Keuntungan dan Kekurangan dari rangkaian seri
o Keuntungan
- Menghasilkan produk yang sempurna
- Feed ( umpan ) diteruskan secara kontinyu
- Memberikan konversi produk yang lebih tinggi
o Kerugian
- Kapasitas produk yang dihasilkan sedikit
- Membutuhkan waktu lama untuk operasi
b. Reaktor Paralel
1. Reaktor aliran plug dalam susunan paralel
Dalam sistem paralel reaktor aliran plug, sebuah aliran
bertekanan dibagi dalam beberapa bentuk, masing – masing masukan
pada sebuah reaktor aliran plug, seperti yang diilustrasikan pada
gambar. Konversi keseluruhan dari sistem reaktor dapat
didetermenasikan dengan pembentukan sebuah keseimbangan mol
pada titik konvergen aliran cabang. Hal ini dapat ditunjukkan oleh
temperatur dan total nilai molar, dimana konversi keseluran tertinggi
yang diperoleh adalah sama pada masing – masing reaktor. Pada
industri, umumnya reaktor tubulal terdiri dari banyak ( mungkin
ratusan ) pipa yang paralel dengan ukuran yang sama, dimana masing
– masing reaktor mempunyai kondisi operasi yang sama.
Gambar 13.
Reaktor aliran plug dalam susunan paralel
2. CSTR dalam susunan paralel
Pada gambar menunjukkan CSTR dalm susunan paralel dimana
analisis sistem ini mirip pada analisis sistem paralel PFR, yang pada
masing – masing reaktor dapat dianalisa secara terpisah. Untuk sebuah
sistem paralel CSTR, konversi keseluran tertinggi didapat ketika
konversi dimana pada masing-masing reaktor. Dengan kata lain, total
nilai aliran dibagi berdasarkan reaktor-reaktor menurut volume yang
ada. Sebuah sistem N paralel CSTR pada ruang dan waktu yang sama,
akan memberikan konversi keseluran sama sebagai sebuah CSTR
tunggal dengan sebuah volume (Vt) sama untuk sejumlah volume total
CSTR dalam susunan paralel.
Gambar 14.
CSTR dalam susunan paralel
Keuntungan dan kerugian dari rangkaian paralel
o Keuntungan
- Menghasilkan produk homogen
- Memperbesar kapasitas produk
- Waktu pengoperasiannya lebih cepat
o Kerugian
- Produk yang dihasilkan belum begitu sempurna
- Menghasilkan konversi produk yang sama
2.2. Pemilihan Reaktor
Dalam proses perancangan untuk pembuatan suatu reaktor kimia maka
tujuan pemilihan reaktor adalah :
1. Mendapat keuntungan yang besar
2. Biaya produksi rendah
3. Modal kecil/volume reaktor minimum
4. Operasinya sederhana dan murah
5. Keselamatan kerja terjamin
6. Polusi terhadap sekelilingnya (lingkungan) dijaga sekecil-kecilnya
Pada pemilihan jenis reaktor yang tepat dan pemilihan keadaan operasi, harus
mempertimbangkan dengan matang mengenai aspek-aspek berikut:
Pemilihan jenis reaktor dipengaruhi oleh :
1. Fase zat pereaksi dan hasil reaksi
2. Tipe reaksi dan persamaan kecepatan reaksi, serta ada tidaknya reaksi
samping
3. Kapasitas produksi
4. Harga alat (reactor) dan biaya instalasinya
5. Kemampuan reactor untuk menyediakan luas permukaan yang cukup untuk
perpindahan panas
Pemilihan keadaan operasi dipengaruhi oleh :
1. Harga Panas reaksi (Reaksi Eksotermis dan Endotermis)
2. Persamaan hubungan antara suhu dengan konstanta kecepatan reaksi dan
konstanta kesetimbangan
3. Harga tenaga aktivasi dari masing-masing reaksi yang berlangsung
Keadaan Operasi yang dipilih berdasarkan :
1. Dapat menghasilkan produk yang sebanyak-banyaknya
2. Mudah/sedrhana cara kerjanya
3. Hemat energy, misalnya dengan mengoperasikan reaktor secara adiabatic
4. Diinginkan reaktor yang bekerja pada volume minimum, konversi yang
optimum atau waktu reaksi yang optimum
2.3. Neraca Massa dan Neraca Panas Reaktor
1. Neraca Massa pada Reaktor
1. Neraca Massa dan Persamaan Karakteristik Reactor Alir Sumbat
Neraca massa pada reaktor alir pipa pada kondisi steady state sebagai berikut :
CAo CAf
FAo FA FA+dFA FAf
XAo XA XA+dFA XAf
vo dv vf
L
Gambar 7.1 Skema neraca masa di dalam reaktor alir pipa
Neraca masa di dalam segmen volume dV adalah sebagai berikut :
FA = ( -rA ) dV + ( FA + dFA ) (1)
A masuk = A yang hilang A yang keluarkarena reaksi
atau: - dFA = -rA dV (2)
karena - FA = FA0 ( 1 – XA ) maka persamaan (2) bisa ditulis dalam fungsi
XA , menjadi FA0 dXA = -rA dV (3)
atau,
dXA -rA -rA
---- = ---- = ----- (4)dV FA0 υo CAo
Karena -rA merupakan fungsi dari XA, maka persamaan (4) biasanya ditulis
sebagai berikut :
dV dV dXA ---- = ----- = ------- (5)FA0 υo CAo -rA
Besarnya konversi pada bagian keluaran (output) reaktor diperoleh
dengan mengintegrasikan persamaan 5 , untuk seluruh volume reaktor V
dengan harga batas antara XAo dan XA,
V XA dXA ---- = CAo ∫ ------- (6)υo XA0 -rA
dimana :
V volume reaktor ------ = --------------------- = τp = space time
υo laju alir umpan
Kebalikan dari space time adalah space velocity τs = 1/ τp , yaitu
kecepatan alir umpan yang diizinkan per satuan volume reaktor untuk
mendapatkan suatu harga konversi tertentu.
Persamaan (6) sekarang dapat dituliskan menjadi,
XA dXA τp = CAo ∫ ------- (7) XA0 -rA
Persamaan (7) disebut sebagai persamaan karakteristik reaktor alir pipa
( plug-flow reactor, PFR) kalau dibuatkan plot antara CAo/-rA sebagai fungsi
dari XA , maka τp merupakan luas bidang di bawah kurva dengan batas dari
XAo sampai dengan XA1.
CAo
------rA
τp
XAo XA1 XA
Gambar. Harga τp dinyatakan dalam luas di bawah kurva
2. Volume campuran tetap selama reaksi
Kalau volume campuran tidak berubah selama reaksi berlangsung,
maka space time (τp) adalah identik dengan waktu tinggal campuran
tersebut di dalam reaktor. Untuk keadaan yang seperti ini persamaannya
dapat ditulis sebagai berikut:
CA CA
τp = ∫ CAo dXA / -rA = ∫ dCA/ -rA ( 8 ) CAo CAo
Harga τp yang diperoleh adalah ekivalen dengan waktu reaksi t di
dalam sistim reaktor batch.
3. Volume campuran berubah selama reaksi
Berubahnya volume campuran karena adanya reaksi kimia akan
mengakibatkan berubahnya laju alir campuran di setiap titik sepanjang
reaktor. Besarnya perubahan ini akan tergantung pada derajat konversi yang
di capai pada titik-titik tersebut. Makin jauh titik yang ditinjau dari titik
inputnya, maka makin besar pula derajat konversinya sehingga laju alir
volumenya akan makin berbeda dari laju alir volume asalnya.
Hubungan antara laju alir pada suatu konversi ( υ ) terhadap laju alir
asal (υo) adalah identik dengan hubungan antara volume campuran ( V )
dengan volume campuran asal ( Vo) untuk reaktor batch yaitu :
υ = υo ( 1 + εA XA ) (9)
VXA =1 – VXA= 0
dimana εA = ---------------------- (10) VXA=0
Adanya perubahan laju alir ini akan secara langsung mempengaruhi
banyaknya hasil reaksi yang terjadi. Secara kuantitatif, pengaruh perubahan
volume terhadap hasil yang diperoleh da diturunkan berdasarkan persamaan 7.
XA dXA τp = CAo ∫ ------- XA0 -rA
Karena Vp dan υo mempunyai harga – harga yang sudah tertentu , maka
space time (τp) akan selalu konstan dan tidak dipengaruhi oleh ada atau
tidaknya perubahan volume campuran selam areaksi . Variabel yang
dipengaruhi oleh adanya perubahan ini hanyalah – rA yang merupakan fungsi
dari CA.
Misalnya untuk reaksi orde n.
-rA = k CAn (11)
FA NA
dimana CA = ----- (12) ( ingat CA ≠ --------- ) υ Vreaktor
FA0 ( 1- XA) CA = --------------------- (13)
νo ( 1+ εAXA)
Korelasi antara space time ( τp ) dengan XA diperoleh dengan
memasukkan persamaan 11 dengan 7-13 ke dalam persamaan 7, yaitu :
XA dXA
τp = CAo ∫ ------------------------------- (14) 0 n ( 1 – XA )n
k CAo ------------------ ( 1 + εAXA )n
Atau,
CAo 1-n XA ( 1 + εAXA )n
τp = --------- ∫ --------------------- d XA (15) k 0 ( 1 – XA )n
Harga τp ini sering dipakai di dalam perhitungan perhitungan desain
suatu reaktor alir pipa, walaupun secara fisis besaran ini tidak menunjukkan
waktu reaksi di dalam reaktor. Waktun reaksi yang dimaksud biasanya
dituangkan dalam besaran waktu yang lain yang disebut waktu tinggal rata-
rata campuran di dalam reaktor, dengan definisi sebagai berikut:
V
τ rata-rata = ∫ dV / υ = waktu tinggal rata-rata (16)
0
Hubungan τ rata-rata dengan XA diperoleh berdasarkan neraca massa
komponen A di dalam reaktor :
d V ( -rA ) = FAo dXA (17)
atau,
FAo dXA
dV = -------------- (18)( -rA )
Karena υ merupakan fungsi XA menurut persamaan 7-9, maka waktu
tinggal rata-rata campuran di dalam reaktor dapat dinyatakan sebagai berikut :
XA FAo dXA
τ rata-rata = V/ υ = ∫ ------------------------------- (19) 0 υo ( 1 + εA XA ) ( -rA )
atau
XA dXA
τ rata-rata = CAo ∫ -------------------------- (20) 0 ( 1 + εA XA ) ( -rA )
Bila volume campuran berubah sesuai dengan konversi reaksi maka untuk :
1) Reaksi orde nol
XA dXA XA dXA
τ rata-rata = CAo ∫ ---------------- = CAo ∫ ---------------- (21)
0 ( -rA ) 0 k
2) Reaksi orde satu irreversibel
A Produk dengan -rA = k CA
NA NA0 ( 1 – XA ) ( 1 – XA )
CA = ------ = ----------------- = CA0 -------------- (22)V Vo ( 1 + εA XA) ( 1 + εAXA )
sehingga :
XA dXA XA dXA
τ rata-rata = CAo ∫ ---------- = CAo ∫ -------------------------------- (23) 0 ( -rA ) 0 k CAo ( 1-XA )/ ( 1 + εAXA )
XA ( 1 + εAXA ) dXA
= 1/k ∫ -------------------- 0 ( 1-XA )
k τ = - ( 1 + εAXA ) ln ( 1 – XA ) - εAXA (24)
3) Reaksi orde satu reversible
A r R, dengan M = CR0 / CAo
- rA = k1 CA - k2 CR dan XAe = konversi reaksi pada kesetimbangan
XA dXA
τ rata-rata = CAo ∫ ---------------------- (25) 0 k1 CA - k2 CR
XA dXA
τ rata-rata = CAo ∫ ----------------------------------------------------------
0 k1 ( CA0 - CA0 XA ) - k2 ( CA0 M + CA0 XA )
M + r XAe XA
k 1 τ rata-rata = ---------------- [ - ( 1 + εAXA ) ln ( 1 - ----- ) - εAXA ) (26) M + r XAe
2. Neraca Panas pada Reactor
a. Panas Reaksi
Panas reaksi (Notasi ∆H) merupakan ukuran tentang banyaknya panas
yang diserap atau dikeluarkan pada saat suatu reaksi berlangsung. Misalnya
untuk reaksi berikut ini :
a A + b B r R + s S ∆Hr kkal/mol
Panas reaksi (∆Hr) didefinisikan sebagai panas yang
dibutuhkan/dihasilkan bil a mol zat A bereaksi dengan b mol zat B
membentuk r mol zat R dan s mol zat S. Besarnya panas reaksi ini selain,
selain tergantung pada temperatur dan tekanan operasinya, juga tergantung
pada keadaan sistim itu sendiri, yaitu apakah sistim tempat reaksi berlangsung
merupakan sistim terbuka atau tertutup.
1. Sistim terbuka
Gambar 8.1. Tinjauan Sistim Reaktor
Secara termodinamika bisa dibuktikan bahwa panas reaksi untuk sistim
terbuka adalah sama dengan perbedaan entalpi produk total dengan entalpi
reaktan total, atau :
∆Hr = ∑ ni hi (1)
di mana : hi adalah entalpi molar komponen i
Kalau entalpi produk total lebih besar dari pada entalpi reaktan total,
maka ∆Hr akan berharga positif. Ini berarti bahwa sejumlah panas harus
ditambahkan agar reaksi dapat berlangsung. Reaksi yang semacam ini disebut
reaksi endotermik. Untuk keadaan sebaliknya, yaitu ∆Hr < 0 , berarti bahwa
sejumlah panas akan dibebaskan pada saat reaksi berlangsung dan reaksi ini
disebut reaksi eksotermik. Harga panas reaksi pada suhu standar untuk reaksi-
reaksi tertentu biasanya telah tersedia di dalam tabel-tabel termodinamika.
Bila seandainya untuk reaksi-reaksi tertentu data panas reaksinya tidak bisa
diperoleh secara langsung, maka bisa saja ditempuh cara lain, yaitu dengan
menghitungnya berdasarkan :
1. Data entalpi pembentukan standar (∆Hfo) atau
2. Data entalpi pembakaran (∆Hco).
2. Sistim Tertutup
Sistim tertutup dapat dibagi dalam 2 (dua) katagori, yaitu :
- Sistim tertutup pada tekanan konstan
Untuk sistim seperti ini, panas reaksi dihitung tepat sama
dengan apa yang telah diturunkan untuk sistim terbuka, yaitu panas
reaksi adalah sama dengan perbedaan entalpi produk dan reaktan.
- Sisitim tertutup pada volume konstan
Menurut hukum termodinamika panas reaksi untuk sistim
tertutup pada volume konstan, adalah sama dengan perbedaan energi
dalam (internal energi)antara produk dan reaktan, atau dituliskan :
∆Ur = ∑ ni Ui (2)
di mana : Ui adalah energi dalam molar senyawa i.
b. Estimasi Efek Panas
Penentuan panas reaksi biasanya dilakukan di dalam suatu alat yang
disebut “Bomb calometri”. Alat ini berupa suatu sistim reaktor tertutup
dengan volume konstan, sehingga panas reaksi yang kita dapatkan adalah
sama dengan perubahan enrgi dalamnya.
Untuk merubah panas reaksi pada volume konstan menjadi panas
reaksi pada tekanan konstan seperti dinyatakan dalam banyak literatur,
dipakai korelasi sebagai berikut :
H = U + pV (3)
Perubahan entalpi pada temperatur dan tekanan konstan adalah :
∆HP,T = ∆UP,T + p(∆V)T (4)
di mana :
∆UP,T adalah perubahan energi dalam pada temperatur dan tekanan
konstan Untuk gas-gas yang mendekati hukum gas ideal dan perubahan
tekanan di dalam alat bomb calorimeter tidak terlalu besar, nilai ∆UP,T
kira-kira sama dengan perubahan energi dalam pada temperatur dan
volume konstan, atau dituliskan :
∆UP,T = ∆UV,T (5)
Sehingga persamaan (4) menjadi :
∆HP,T = ∆UV,T + p(∆V)T (6)
Apabila selama reaksi jumlah mol total adalah tetap (atau kalau di dalam
sistim terjadi proses pengembunan, sehingga jumlah mol di dalam fasa
adalah tetap), maka :
∆HP,T = ∆UV,T (7)
Apabila campuran reaksi di dalam reaktor dianggap mengikuti hukum gas
ideal, maka :
p(∆V)T = ∆n RT (8)
Sehingga persamaan (8.6), dapat dituliskan menjadi :
∆HP,T = ∆UV,T + ∆n RT (9)
Pada perhitungan-perhitungan praktis harga p(∆V)T ini biasanya relatif
kecil dibandingkan dengan ∆UV,T , sehingga kalau diambil saja : ∆HP,T =
∆UV,T , kesalahan yang dibuat bisa diabaikan.
c. Pengaruh Temperatur Terhadap Panas Reaksi
Panas reaksi pada temperatur T2 (keadaan akhir) dapat ditentukan
berdasarkan data panas reaksi pada temperatur T1 (keadaan awal) yang
diketahui menurut korelasi sebagai berikut :
ΔH r 2o = ΔH r1
o +∫T1
T2 ΔCp dT(10)
di mana :
ΔCp = Σ ni Cpi
Cpi = panas jenis komponen i
ΔH r 2o , ΔH r1
o = panas reaksi molar pada temperatur T1 dan T2
Karena panas jenis Cp dari masing-masing komponen biasanya dinyatakan
dalam bentuk fungsi temperatur yaitu :
Cp = α + β T + γ T2
maka : ∫ ΔCp dT dapat dituliskan menjadi :
∫ ΔCp dT = ∫T1
T 2 ( Δα + ΔβT + ΔγT 2 )dT
di mana :
∆α = Σ ni α
∆β = Σ ni β
∆γ = Σ ni γ
Sehingga persamaan (8.10) menjadi :
ΔH r 2o = ΔH r1
o + Δα (T 2 − T 1) + Δβ2
(T 22 − T 1
2) + Δγ3
(T 23 − T1
3 ) (11)
Apabila panas jenis tiap komponen dalam campuran reaksi adalah konstan
antara T1 dan T2, maka perbedaan panas jenis antara produk dan reaktan juga
konstan, sehingga panas reaksi pada temperatur T2 bisa dituliskan sebagai
berikut :
ΔH T2= ΔHT 1
+ ΔCp(T 2 − T1) (12)
d. Neraca Energi untuk Reaktor Batch
Hal yang pertama diperhatikan untuk menurunkan persamaan neraca
energi di dalam reaktor batch adalah diketahui dahulu apakah sistim operasi
pada volume konstan atau pada tekanan konstan. Untuk keadaan yang pertama
(volume konstan) setiap perubahan energi yang dialami sistim adalah ekivalen
dengan perubahan energi dalamnya. Sedangkan untuk sistim yang kedua
(tekanan tetap) setiap perubahan energi yang dialami sistim adalah ekivalen
dengan perubahan entalpi.
Dengan demikian neraca energi untuk reaksi :
a A + b B r R + s S
dapat dituliskan sebagai berikut :
Panas yang + Panas yang dihasilkan = Panas yang (13)
masuk reaksi terakumulasi
Untuk sistim dengan volume tetap :
Q + (−r A)V R(−ΔUr ) = M T Cv dTdt (14)
Untuk sistim dengan tekanan tetap :
Q + (−r A)V R (−ΔHr ) = M T Cp dTdt (15)
di mana :
VR = volume reaktor
MR = massa total campuran di dalam reaktor
Cv = panas jenis campuran pada volume tetap, kal/g. oC
Cp = panas jenis campuran pada tekanan tetap, kal/g.oC
∆Ur = panas reaksi per mol A (pada volume tetap)
ΔU r = 1a
(rU R+sU S − aU A − bU B)=U r
a
∆Hr = panas reaksi per mol A (pada tekanan tetap)
ΔH r = 1a
(rH R+sHS − aH A − bH B) =H r
a
Kedua prinsip diatas harus betul-betuk dipahami, walaupun di dalam
perhitungan-perhitungan praktis seringkali hanya dipakai model persamaan
(15), baik untuk sistim dengan volume tetap maupun sistim dengan tekanan
tetap (konstan). Kesalahan yang terjadi relatif kecil sekali dan dapat
diabaikan).
Reaktor Batch dengan Operasi Adiabatik
Dalam operasi adiabatik tidak ada sama sekali panas yang masuk
maupun yang keluar dari sistim, atau :
Q = 0
Sehingga neraca energinya menjadi :
(r A )V R(−ΔHr )= M T Cp dTdt (16)
dari definisi kecepatan reaksi, yaitu :
(−r A )= 1V R
dN A
dt=
N Ao
V R
dX A
dt (17)
atau :
(−r A )= C Ao
dX A
dt( untuk V R tetap)
(18)
substitusi ke persamaan (8.16) menjadi :
− C Ao
dX A
dtV R(−ΔHr ) = M T Cp dT
dt
− C Ao dX A(−ΔH r )=M T
V RCp dT
dt
− C Ao dX A(−ΔH r )= ρmix Cp dTdt
( ρmix = densiti campuran )
− C Ao∫0
X A dX A =∫To
T ρmix Cp−ΔH r
dt (19)
Apabila pada interval temperatur di mana operasi berlangsung harga
∆Hr dan Cp dapat dianggap konstan, maka persamaan (8.19) bisa
ditulisskan :
T − T o =−ΔHr C Ao
Cp ρmixX A
(20)
di mana :
To = temperatur pada awal reaksi (XA = 0)
T = temperatur campuran pada saat konversi reaksi XA.
Persamaan (8.20) menunjukkan perubahan temperatur selama reaksi
berlangsung dan perubahan ini akan secara langsung mempengaruhi
besarnya harga konstanta kecepatan reaksi (k).
Kalau pengaruh temperatur terhadap k mengikuti Arhenius, yaitu :
k = ko e−Ea /RT
maka dengan mengganti T pada persamaan di atas dengan T pada
persamaan (8.20) akan diperoleh k sebagai fungsi derajat konversi reaksi
XA, yaitu :
k = ko e−Ea /R (T o +
−ΔH r C Ao
Cp ρmixX A )
Persamaan neraca massa di dalam reaktor :
− r A = k f ( X A)
C Ao
dX A
dt = k o e−Ea/ R (T o +
−ΔH r CAo
Cp ρmixX A )
f ( X A ) (21)
sedangkan waktu yang diperlukan untuk mendapatkan konversi XA
adalah :
t =C Ao
ko∫0
X A dX A
e−Ea /R (To +
−ΔH rC Ao
Cp ρmixX A )
f ( X A ) (22)
Persamaan di atas sangat sulit diselesaikan secara analitis, sehingga
seringkali penyelesaiannya dilakukan secara integrasi grafis yaitu dengan
membuat plot antara :
1
e−Ea / R (To +
−ΔH rC Ao
Cp ρmixX A )
f ( X A )
vs X A
dengan menentukan luas bidang antara kurva tersebut dengan sumbu
XA.
Reaktor Batch dengan Operasi Isotermal
Temperatur adalah konstan selama berlangsung, yang berarti bahwa
semua panas yang dihasilkan/diserap adalah sama dengan panas yang
dipindahkan melalui dinding media pemindah panas, sehingga tidak ada
akumulasi panas di dalam sistim.
Persamaan neraca energi untuk sistim operasi semacam ini adalah :
Panas yang dihasilkan = Panas yang reaksi dipindahkan
(− rA )V (−ΔH r ) = − Q= - UA (Tk – T)
........(23)di mana :
Tk = temperatur medium penukar panas
T = temperatur reaksiU = over all heat tranfer coefficientA = luas bidang penukar panas
Tk - T = perbedaan temperatur antara campuran reaksi dengan media penukar panas
Jika sebagai medium penukar panas dipakai suatu fluida yang mengalir
di dalam pipa (heat exchanger), dengan temperatur masuk dan keluar
masing-masing adalah Tk1 dan Tk2, maka perbedaan temperatur rata-rata
antara medium pemindah panas dan campuran reaksi adalah :
(T k − T )rata−rata =(Tk 2 − T ) − (T k 1 − T )
ln(T k2 − T )(T k1 − T ) (24)
Sehingga persamaan (8.23) dapat ditulis manjadi :
(− r A )V (−ΔH r ) = − UA ( (Tk − T )rata−rata (25)
Waktu yang diperlukan untuk mencapai derajat konversi XA, adalah sama
seperti apa persamaan yang telah diturunkan sebelumnya untuk reaktor
batch adalah :
t = C Ao ∫0
X AdX A
− r A (26)
Banyaknya panas yang dihasilkan atau diserap (Q) selama reaksi dapat
dihitung berdasarkan jumlah A yang bereaksi (CAo XA V), atau :
Q =(C Ao X A V )(−ΔH r ) (27)
2.4. Contoh perhitungan Desain Reaktor
Rancangan CSTR untuk memproduksi 200 juta pon per tahun etilen glikol.
Diinginkan untuk menghasilkan 200 juta pon per tahun etilen glikol. Reaktor
itu dioperasikan pada kondisi isotermal. Konsentrasi etilen oksida yang
diumpankan adalah 1 mol/ft3 , dan juga air diumpankan ke reaktor bersama
dengan 0,9 % berat katalis H2SO4. Jika konversi 80% akan dicapai, maka
desain lah reaktor tersebut. Diketahui persamaan reaksi sebagai berikut dengan
k=0,311min-1.
Penyelesaian :
Jadi Volume reaktor adalah
Untuk kapasitas tangki >500 galon, maka safety factor yang digunakan adalah
10% [Bassel,1990].
maka volume reaktor, V = 1,1 x 5,6 m3
= 6,16 m3
Volum reaktor = volum silinder + (2 x volum tutup)
Diasumsikan perbandingan Hs/Dt = 1,5
Volum silinder = 𝝅/4 x Dt x Hs
Volum silinder = 𝝅/4 x Dt x 1,5 Dt
Volum tutup toripherical = 0,0847 Dt3 (Brownell dan Young, 1959)
Volum reaktor = (𝝅/4 x Dt x 1,5Dt) + (2 x 0,0847 Dt3)
6,16 m3 = 1,3469 D3
Diperoleh :
Dt = 1,104 m = 43,478 inch
Hs = 1,656 m = 65,2 inch
Tebal dinding silinder (shell, ts) dan tutup reaktor (head, th)
Bahan konstruksi reaktor : Loy Alloy SA-204 Grade C
Tegangan yang diizinkan : 18750 psi
Efisiensi sambungan : 0,8 (double welded butt-joint)
OD = ID + (2 x ts)
= 43,478 in + (2 x 0,1875 in)
= 43,853 in (digunakan ukuran OD standar 48 in)
Tinggi tutup, OA
Tinggi tutup reaktor dihitung dengan menggunakan rumus dari Brownell dan
Young (1959).
a = ID/2 = 47,625/2 = 23,8 in
AB = a – icr = (23,8 – 3) in = 20,8125 in
BC = r – icr = (48 – 3)in = 45 in
AC =
= 39,89 in
b = r – AC = 48 in – 39,89 in = 8,1 in
Dari tabel 5.6 Brownell untuk th 0,1875 in, maka sf = 2 in
OA = th + b + sf
= 0,1875 in + 8,1 in + 2 in
= 10,3 in
Tinggi total reaktor, Ht = Hs + (2 x OA)
= 71,4375 in + (2 x 10,3) in
= 92,0167 in = 7,668 ft
Perancangan Pengaduk (impeller)
Perhitungan Pengaduk direncanakan menggunakan pengaduk tipe vertical
blade turbine, serta tangki dilengkapi 4 baffle. bahn konstruksi Low Alloy SA
204 Grade C. konfigurasi design pengaduk ditentukan dari hubungan berikut:
dengan :
D = diameter tangki
D = diameter impeller
W = lebar impeller
L = panjang impeller
E = jarak impeller dar dasar tangki
J = lebar baffle
Perancangan Nozzle
Diameter nozzle pemasukan
Laju alir volumetrik, q
Faktor safety 10 %
q = 1,1 x 15,34 ft3/min= 0,28 ft3/det
asumsi aliran turbulen, maka diamter pipa optimum adalah
Di opt = 3,9 . q0,45 . ρ0,13 (Pers. 15 Peter Timmerhaus)
Di opt = 3,9 . ( 0,28)0,45 . (67,808)0,13
Di opt = 3,805 in
Dari Q.Kern Tabel 11, dimensi pipa yang digunakan adalah :
Nomonal Pipe Size : 4 in
ID : 4,026 in
OD : 4,5 in
Dengan cara yang sama maka diperoleh diameter nozzle keluaran reaktor
Manhole
Manhole pada reaktor berguna untuk memudahkan pembersihan dan
perbaikan alat. Manhole yang digunakan adalah ukuran standar dengan
spesifikasi sebagai berikut (Brownell dan Young, 1959) :