Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERANCANGAN JADWAL PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE
HEIJUNKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN SISTEM PRODUKSI
KONVENSIONAL KE SISTEM PRODUKSI TOYOTA
(STUDI KASUS: PT ADYAWINSA DINAMIKA)
A. Konsep Heijunka
Heijunka dilakukan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi terhadap
keinginan pasar atau konsumen. Konsep heijunka tidak hanya dipakai pada lini perakitan saja,
karena apabila setiap lini sub-perakitan memproduksi part sesuai dengan kapasitas produksinya
tanpa henti, jumlah part yang tak terpakai sangat banyak jumlahnya. Artinya, terjadi pemborosan
akibat kelebihan produksi dalam proses atau sub-perakitan hulu. Sehingga perataan jumlah
produksi untuk setiap jenis produk perlu dilakukan untuk meminimumkan pemborosan.
B. Definisi Heijunka
Heijunka produksi sangat tepat diaplikasikan untuk memproduksi produk-produk yang
berlainan jenis/model campuran dalam suatu lini produksi. Menurut Suzaki (1991) heijunka
berartisistem produksi yang memproduksi barang bermacam-macam (campur) dalam satu lini
produksi, yang berarti produksi dilakukan secara bergilir dalam setiap hari, tiap jam bahkan tiap
menit sehingga tingkat persediaan dalam proses menjadi lebih rendah. PT Toyota Motor
Company (1989) mendefinisikan heijunka sebagai suatu metode sistem produksi yang merata
berdasarkan pada target yang ditentukan secara bulanan dan harian dengan memantau model
spesifikasi unit, sehingga dapat mengurangi fluktuasi beban kerja. Sedangkan Liker (2006)
menyatakan heijunka adalah meratakan produksi baik dari segi volume maupun bauran produk.
Ia tidak membuat produk berdasarkan urutan aktual dari pesanan pelanggan, yang dapat naik dan
turun secara tajam, tapi mengambil jumlah total pesanan dalam satu periode dan meratakannya
sehingga dibuat dalam jumlah dan bauran yang sama setiap hari.
Tujuan perataan jumlah produksi setiap jenis produk adalah untuk membatasi variasi jumlah
dalam aliran tiap produk yang berbeda setiap periode. Perataan jumlah produksi artinya
meratakan jumlah part yang dikonsumsi dan diproduksi setiap periode. Variasi yang besar dalam
pemakaian jumlah part tertentu setiap harinya, menyebabkan lini sub-perakitan harus
menanggung kelebihan persediaan dan tenaga kerja yang sangat besar.Sehingga menurut Liker
(2006), definisi konsep heijunka dari Toyota adalah perataan jadwal kerja, yaitu dengan cara
mengambil permintaan pelanggan aktual, menentukan pola volume dan bauran produknya, dan
membuat jadwal yang rata setiap hari. Dan mencapai heijunka merupakan hal mendasar untuk
menghilangkan Mura (ketidakseimbangan), yang merupakan hal mendasar untuk menghilangkan
Muri(kelebihan beban) dan Muda (pekerjaan sia-sia_.
C. Manfaat dan Keuntungan Dari Heijunka
Produksi berdasarkan heijunka mempunyai beberapa manfaat diantaranya (Widagdo,
Gutomo, dan Basri, 2005):
a) Penanganan logistik akan menjadi seimbang dan merata,
b) Beban kerja untuk para pekerja akan seimbang dan merata,
c) Hasil produksi yang dihasilkan untuk konsumen juga akan seimbang dan merata,
d) Produksi di supplier/vendor juga akan seimbang dan merata,
e) Dasar untuk menetapkan sistem kanban,
f) Membantu untuk meningkatkan kualitas produk dengan mengurangi defect/cacat yang
disebabkan karena beban pekerja,
g) Membuat produksi menjadi fleksibel, karena beban kerja merata sehingga mempermudah
untuk melakukan line balancing,
h) Mengurangi level stock inventory, karena didapatkan angka yang merata dan seimbang,
bukan angka yang tertinggi/terendah.
Sedangkan keuntungan dalam produksi berdasarkan heijunka adalah:
(a) Memungkinkan operasi produksi menyesuaikan diri dengan cepat terhadap fluktuasi
permintaan harian dengan secara rata memproduksi berbagai jenis produk setiap hari dalam
jumlah kecil, b.Heijunka memungkinkan tanggapan terhadap variasi dalam pesanan
pelanggan tiap hari tanpa menyandarkan diri pada persediaan produk jadi,
(b) Jika semua proses mencapai produksi sesuai dengan waktu siklus, penyeimbangan antara
berbagai proses ditiadakan (menjadi lebih kecil).
D. Pengurutan Produksi Dengan Pola Heijunka
Heijunka dapat dikatagorikan menjadi heijunka terhadap produk dalam hal berproduksi
terbagi menjadi: jumlah atau volume dan varian atau tipe, heijunka terhadap jam kerja dipabrik
Toyota konsep produksi lancar juga diterapkan pada perbedaan jam kerja yang diperlukan untuk
memproduksi mobil yang berbeda pada lini yang sama, dan heijunka waktu siklus terhadap takt
time. Takt time adalah kecepatan produksi yang dinyatakan dalam satuan waktu untuk
melakukan suatu proses atau satu unit part, dan secara umum berlaku diseluruh proses baik dari
proses fabrikasi maupun sampai proses akhir yaitu barang jadi. (TPS, 1994). Sedangkan waktu
siklus merupakan jumlah dari waktu setiap elemen pekerjaan untuk melakukan suatu proses atau
satu unit part. Oleh karena itu agar memenuhi permintaan pelanggan, nilai takt time yang
menunjukkan kecepatan penjualan kepada pelanggan harus lebih besar dibandingkan dengan
waktu siklusnya.
Takt time dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana, waktu proses adalah total waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sejumlah
unit produksi yang telah terjadwal; waktu siklusadalah waktu yang dibutuhkan untuk membuat
satu unit produk atau disebut juga sebagai waktu permesinan/unit produk.
Dalam melakukan pengalokasian pembebanan kerja antar operator, Toyota memiliki konsep
melakukan pemerataan pembebanan kerja yaitu dengan meniadakan waktu menggangur
tersembunyi. Pengalokasian pembebanan kerja yang baik adalah dengan memaksimalkan takt
time dari waktu siklus setiap pekerja sehingga waktu yang menganggur setelah pengalokasian
operasi akan tampak jelas dan hal tersebut merupakan suatu tantangan dalam metode heijunka,
volume produksi yang telah direncanakan besarnya masing-masing periode bulanan diturunkan
ke periode harian dengan cara merata-ratakannya (untuk masing-masing jenis produk). Dari
volume produksi harian yang telah direncanakan, ditentukan besarnya rasio untuk semua jenis
produk yang akandiproduksi. Selanjutnya besarnya rasio yang didapat, ditetapkan sebagai dasar
penentuan urutan produksi. Urutan produksi ini didasarkan atas penyeimbangan waktu
penyelesaian (beban kerja) seluruh jenis produk di lini produksi.
Penyeimbangan waktu penyelesaian yang dilakukan untuk pengaturan urutan produksi
berfungsi untuk menyeimbangkan beban kerja oleh tiap operator yang akan mengerjakan
produk-produk tersebut di lini produksi. Untuk menentukan rasio dan polaheijunkaproduksi
pada proses fabrikasi menurut Widagdo dkk (2005) adalah sebagai berikut:
(a) Tentukan rasio untuk masing-masing produk/part dengan total seluruhnya = 1, Jika
produk/parttersebut mempunyai ukuran lot part, maka jumlah unit dari masing-masing
ketiga parttersebut harus dibagi terlebih dahulu dengan nilai lotnya masing-masing. Hasil
pembagian ini juga disebutsebagai jumlah lot part, kemudian untuk mendapatkan rasio
masing-masing produk/partmaka jumlah lot part ini dibagi dengan total jumlah lot part dari
ketiga jenis parttersebut. Sehingga didapatlah rasio dari masing-masing ketiga
produk/parttersebut;
(b) Urutkan nilai rasio tersebutdari mulai besar ke kecil;
(c) Nomor urut pengerjaan pertama seluruh rasio dikalikan 1 lalu pilih nilai terbesarnya;
(d) Nomor urut pengerjaan kedua seluruh rasio dikalikan dengan dua. Rasio yang sudah
dikerjakan dikurangi dengan satu dan pilih partdengan nilai yang terbesar;
(e) Nomor urut pengerjaan ketiga seluruh rasio dikalikan dengan tiga. Rasio yang sudah
dikerjakan dikurangi dengan satu dan pilihlah part dengan nilai yang terbesar; dan
(f) Demikian seterusnya sampai semua part selesai dikerjakan (sudah diurutkan).
Perusahaan pemasok komponen dan part otomotif yang telah dijelaskan sebelumnya
merupakan perusahaan yang bergerak dalam pembuatan dies, mould injection dan part lainnya,
dan menggunakan mesin presssebagai salah satu alat produksinya. Mesin press yang digunakan
adalah mesin press300 TS dan mesin press 400 Ts. Proses produksi di perusahaan antara lain
adalah: Shearing, Blanking, Trimming, Bending, Bending“U”, Flange, Drawing, Separating,
Cuting,Embosing, Piercing, Restrik, Forming. Setelah dilakukan pengumpulan dan pengolahan
data part yang dihasilkan dan waktu siklus setelah ditambah dandory time (DT) dari mesin press
300 Ts dan mesin press400 TS dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2. Perhitungan takt timeuntuk
part yang dikerjakan dimesin press300 Ts berdasarkan formulasi diatas, jika rencana produksi
perbulan sebesar 37.881 pcs/bulan dan jam kerja untuk shift 1 + shift 2 sebesar 15 jam
(8jam/shiff + 7jam/shift) x 26 hari keja x 3.600 detik perhari = 1.404.000 detik/bulan, sehingga
takt time-nya didapat sebesar 37,06 detik/pcs (1.404.000detik/bln : 37.881 pcs/bln). Dengan cara
yang sama takt time untuk mesin press400 Ts didapat 12,51 dtk/pcs ≈13 dtk/pcs
(1.404.000dtk/bln : 112.190 pcs/bln).
Tabel 1. Hasil Perbandingan Waktu Siklus/Part ditambah Dandory Time dengan Takt Time pada
Mesin Press 300 TS
DT rata-rata diatas, didapatkan dari Waktu Before Process (BP) + Waktu Set Up+ Waktu After
Process(AT) dibagi dengan jumlah proses 0,37 jam/proses. Demikian juga untuk mesin press 400
Ts caranya sama dan dari hasil perhitungan didapat DT rata-ratanya 16 min/proses.
Tabel 2. Hasil Perbandingan Waktu Siklus/Part ditambah Dandory Time dengan Takt Time pada
Mesin Press 400 TS
Dari tabel diatas dapat disimpulkan untuk masing-masing mesin press(300 Ts dan
400TS) jika TT > WS sesuai dengan persyaratan sehingga penjadualan produksi dengan
menggunakan konsep heijunkadapat dilanjutkan tanpa menambah jam kerja lembur. Jika waktu
siklus didapat lebih besar dari takt time, maka waktu kerja yang tersedia harus ditambah lembur.
Kemudian langkah selanjutnya adalah membuat perancangan jadwal produksi dengan konsep
heijunka dengan mengikuti tahap berikut:
Tahap I, Penentuan prioritas produksi perhari dengan menggunakan konsep heijunka,
mengikuti langkah-langkah berikut:
a) Langkah 1: Mengkonversikan jumlah Pcs/lot coil ke waktu pengerjaan (WP) part
b) Langkah 2: Mengalokasikan part ke jadwal produksi harian sebelum mengoptimalkan beban
kerja
c) Langkah 3: Mengalokasikan part ke jadwal produksi harian setelah mengoptimalkan beban
kerja.
Tahap II, Penentuan pengurutan produksi perhari dengan menggunakan pola heijunka, langkah-
langkahnya:
a) Langkah 1: Menghitung rasio produksi harian; dan
b) Langkah 2: Membuat pola heijunka.
Tahap III, Membuat jadwal Produksi, langkah-langkahnya:
(a) Langkah 1: Membuat durasi produksi harian
(b) Langkah 2: Membuat jadwal produksi harian.
Berdasarkan hasil perhitungan pada tahap 1 langkah 1 dan 2 pada mesin press 300 Ts
didapat jam kerja yang digunakan selama 26 hari kerja sebesar 161,13 jam terdiri dari jam kerja
144,48 dan DT sebesar 16,65 jam. Sedangkan jam kerja yang tersedia sebesar 390 jam.
Sedangkan untuk mesin press 400 TS didapat jam kerja yang digunakan sebesar 203,97 jam
terdiri dari jam kerja 134,81 jam dan DT 69,16 jam dengan jam kerja tersedia 390 jam. Terdapat
selisih jam kerja untuk mesin press 300Ts sebesar 228,87 jam dan untuk mesin press 400Ts
sebesar 201,03 jam. Dari selisih jam kerja yang cukup besar tersebut, kemudian dapat
dilanjutkan ke langkah 3 pada tahap I, yaitu mengalokasikan part ke jadwal produksi harian
setelah mengoptimalkan beban kerja dengan tujuan memprioritaskan pengerjaan part tertentu
guna mengoptimlakan utilitas mesin dan operator setiap harinya.
Dengan menggunakan konsep heijunka dan metode coba-coba, dan mengalokasikan part ke
tanggal sebelumnya, maka prioritas produksi harian harus memperhatikan langkah-langkah:
1) Pengalokasian part yang akan dilakukan sudah memperhitungkan WP dan DT masing-
masing part. Syaratnya WP>DT. Jika WP<DT maka alokasi part tersebut harus
digabungkan dengan alokasi sebelumnya;
2) Part dialokasikan ke tanggal sebelumnya;
3) Jika dalam satu hari kerja, jam kerja yang digunakan melebihi maksimal jam kerja
sehari,maka part tertentu yang harus dialokasikan ke tanggal lainnya. Namun
pengalokasian part ini diusahakan sama dengan tanggal pada tahap awal;
4) Jika part tersebut pada tahap awal dialokasikan/dijadwalkan pada hari Sabtu atau pun
hari libur lainnya, maka pengalokasiannya dapat dialokasikan ke tanggal sesudahnya. Ini
dilakukan jika tidak memungkinkan untuk dialokasikan ke tanggal sebelumnya
5) Pemilihan part yang harus dialokasikan tersebut dipilih part yang memiliki jumlah WP
dan DT terkecil. Sehingga jam kerja dalam sehari pada tanggal tersebut dapat optimal
6) Jika jumlah lot dari semua jenis part telah dialokasikan terdapat penggunaan waktu kerja
tidak optimal maka pengalokasian suatu part dapat digabungkan dengan lot sebelumnya.
Setelah diketahui jam kerja (JK) yang digunakan dalam sehariuntuk memproduksi
berbagai macam part, maka formulasi sisa waktu kerja dalam sehari hasil dari
pengalokasian adalah:
Alokasi rencana produksi pada mesin press 300Ts dan 400Ts yang dijadwalkan perusahaan
sebelumnya tidak memperhatikan DT. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya syarat heijunka
adalah TT≥WS dan WP>D T. Jika WP<DT maka waktu yang terbuang dan tidak mempunyai
nilai tambah akan sangat besar dan dapat merugikan perusahaan. Terdapat dua part yang tidak
memperhatikan nilai DT pada mesin press 300Ts yaitu part Patch#105 (WP=0,19 jam<DT=0,37
jam), Member Front Floor Tunnel R (WP=0,29 jam<DT=0,37 jam). Untuk mesin press 400Ts
terdapat 5 part yaitu: Pillar Deck Front Side R dan L (WP=0,18 jam), G20 (WP=0,19 jam), G71
(WP=0,24 jam), dan G77 (WP=0,23 jam) lebih kecil dibandingkan dengan DT=0,26 jam. Setelah
melakukan pengoptimalan beban kerja didapat jam kerja yang digunakan pada mesin press
300Ts sebesar 158,17 jam (JK=144,48 jam dan DT=13,69 jam) dan jam kerja tersedia 165 jam
(berkurang dari 14 hari kerja menjadi 11hari kerja). Sedangkan pada mesin press 400Ts jam
kerja yang digunakan 186,29 jam (JK=134,81 jam dan DT=51,48 jam) dengan jam kerja tersedia
195 jam (berkurang dari 23 hari kerja menjadi 13 hari kerja).
Setelah tahap 1 selesai selanjutnya dilakukan tahap kedua yaitu menentukan pengurutan
produksi perhari dengan menggunakan pola heijunka, langkah 1: menghitung rasio produksi
perhari untuk mengetahui bobot/nilai masing-masing part. Persamaan rasio produksi perhari
adalah:
Setelah itu kemudian dilanjutkan ke langkah kedua, yaitu membuat pola hijunka dengan
langkah-langkah:
1. Mengurutkan nilai rasio mulai dari nilai terbesar ke nilai terkecil,
2. Membuat pola heijunka dengan metode iterasi.
Penentuan rasio produksi dan pembuatan pola heijunka untuk fabrikasi ini dibuat perhari
sesuai dengan pesanan yang masuk pada perusahaan seperti yang dijelaskan pada langkah-
langkah kerangka teoritis diatas. Sebagai contoh pembuatan pola heijunka dengan metode
iterasi dapat dilihat pada tabel 3.
Dengan cara yang sama, pola heijunka untuk harilainnya dapat dibuat, demikian juga untuk
mesin press 400Ts. Setelah dibuat pola heijunka maka akan dilanjutkan ke tahap III, yaitu
membuat jadwal produksi harian berdasarkan heijunka. Langkah pertama pada tahap III ini
adalah: merancang durasi produksi perhari dengan rincian waktu proses terdiri dari: waktu BP,
Setup, WP dan AP. Durasi tersebut akan dibuat berdasarkan WP dan DT dari masing-masing
part dengan cara mem-breakdown kembali keempat rincian diatas. Selain itu juga harus
memperhitungkan jam break (istirahat kecil), jam istirahat makan dan waktu kerja antara shift I
dan shift II. Setelah selesai menghitung durasi tersebut, kemudian dapat dilanjutkan ke langkah
kedua yaitu: membuat jadwal produksi berdasarkan rancangan durasi produksi perhari. Sama
halnya seperti dalam pembuatan pola heijunka pada pembuatan jadwal ini pun akanberbeda-beda
setiap harinya berdasarkan order yang masuk dan pola heijunka yang telah dibuat sebelumnya,
adapun contoh jadwal produksi dapat dilihat pada tabel 4 berikut:
E. SIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan dan berdasarkan pengolahan data dan analisis masalah,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
1) Takt timeuntuk mesin press300 Ts dari hasil perhitungan adalah sebesar 37 detik/pcs. dan
untuk mesin press400 Ts didapat takt timesebesar 13 detik/pcs. Dandory timerata-rata untuk
setiap proses pada mesin press300 Ts adalah sebesar 22 menit atau sebesar 0,37 jam.
Sedangkan dandory timerata-rata untuk setiap proses di mesin press 400 Ts adalah sebesar
15,74 menit atau sebesar 0,26 jam.Waktu siklus terbesar setelah ditambah dandory time
untuk mesin press 300 Ts adalah 34 detik untuk pengerjaan proses drawing part Member
Front Floor TunnelR. Sedangkan untuk mesin press 400 Ts adalah sebesar 13 detik/pcs.
untuk pengerjaan part proses drawing/blanking part Pillar Deck Front Side L dan R;
2) Perbandingan waktu siklus (WS) setelah ditambahdandory time dengan takt time (TT) untuk
setiap part yang dikerjakan di mesin press 300 Ts semuanya memenuhi syarat WS < TT,
karena waktu siklus terbesar masih lebih kecil dibandingkan dengan takt time (WS = 34
detik < TT = 37 detik). Demikian juga untuk part yang dikerjakan dimesin press 400 Ts
perbandingan waktu siklus yang terbesar memenuhi syarat yaitu WS = 13 detik ≥TT = 13
detik. Artinya semua part dapat dikerjakan tanpa menambah jam kerja lembur;
3) Alokasi part yang tidak memenuhi syarat Waktu Pengerjaan (WP) > Dandory Time (DT) di
mesin press 300 Ts adalah: part Patch # 105 pada tanggal 9, 15, 21 Agustus, yaitu WP =
0,19 jam < DT = 0,37 jam dan part Member Front Floor Tunnel R pada tanggal 31 Juli, 1, 4,
9, 11, 14, 22 Agustus, yaitu WP = 02,9 jam < DT = 0,37 jam. Sehingga alokasi pengerjaan
part tersebut harus digabungkan. Untuk mesin press 400 Ts alokasi part yang tidak
memenuhi syarat adalah: Pillar Deck Front Side L (WP =0,18 jam < DT = 0,26 jam) yang
diproduksi pada tanggal 1, 7, 11, 12, 15, 16, 19, 21 Agustus; Pillar Deck Front Side R (WP
=0,18 jam < DT = 0,26 jam) yang diproduksi pada tanggal 11 Agustus; part G20 (WP =0,19
jam < DT = 0,26 jam) yang diproduksi pada tanggal 31 Juli, 1, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 14, 15, 17
Agustus; part G71 (WP =0,24 jam < DT = 0,26 jam) yang diproduksi pada tanggal 28, 29
dan 31 Juli, 1, 4, 5, 8, 10, 11, 12, 14, 15, dan 16 Agustus; part G77 WP =0,23 jam < DT =
0,26 jam) yang diproduksi pada tanggal 29 dan 31 Juli, 1, 4, 7, 8, 11, 12 dan 15 Agustus;
4) Dengan menerapkan konsep heijunkadi mesin press300 Ts sebelum dan setelah
mengoptimalkan beban kerja terdapat pengurangan hari kerja sebesar 3 hari (dari 14
harimenjadi 13 hari). Sedangkan selisih jam kerja yang digunakan berkurang sebesar 2,96
jam dari 161,13 jam menjadi 158,17 jam yang disebabkan karena pengurangan waktu
dandory timedengan penggabungan pekerjaan. Sedangkan untuk mesin press 400 Ts terjadi
pengurangan hari kerja sebesar 13 hari kerja dari 23 hari menjadi 13 hari, jam kerja yang
digunakan sebesar 22, 88 jam yang didapat dari pengurangan dandory time;
5) Alokasi partdan jam kerja yang digunakan dengan menggunakan konsep heijunka untuk
mesin press300 Ts untuk setiap tanggalnya adalah: 27 Juli ada 4 partdengan jam kerja yang
digunakan 14,62 jam, 28 Juli ada 4 part dengan jam kerja yang digunakan 14,31 jam, 31 Juli
ada 4 partdengan jam kerja yang digunakan 14,69 jam, tanggal 1 Agustus ada 3 part dengan
jam kerja yang digunakan 14,89 jam, tanggal 2 Agustus ada 5 partdengan jam kerja yang
digunakan 14,30 jam, tanggal 3 Agustus ada 4 partdengan jam kerjanya 14,85 jam, 4
Agustus ada 2 partdengan jam kerjanya 14,41 jam, tanggal 7 Agustus 3 partdengan jam
kerjanya 14,82 jam, tanggal 8 Agustus ada 3 part dengan jam kerjanya 14,75 jam, tanggal 9
Agustus ada 3 part dengan jam kerjanya 13,72 jam dan tanggal 10 Agustus ada 2
partdengan jam kerjanya 12,24 jam; dan
6) Alokasi partdan jam kerja yang digunakan dengan menggunakan konsep heijunka untuk
mesin press400 Ts untuk setiaptanggalnya adalah: 27 Juli ada 8 partdengan jam kerja yang
digunakan 14,69 jam, 28 Juli ada 14 part dengan jam kerja yang digunakan 14,96 jam, 31
Juli ada 15 partdengan jam kerja yang digunakan 14,88 jam, tanggal 1 Agustus ada 15
partdengan jam kerja yang digunakan 14,99 jam, tanggal 2 Agustus ada 15 partdengan jam
kerja yang digunakan 14,91 jam, tanggal 3 Agustus ada 17 partdengan jam kerjanya 14,97
jam, tanggal 4 Agustus ada 16 partdengan jam kerjanya 14,92 jam, tanggal 7 Agustus ada 16
partdengan jam kerjanya 14,93 jam, tanggal 8 Agustus ada 15 part dengan jam kerjanya
14,93 jam, tanggal 9 Agustus ada 17 partdengan jam kerjanya 14,86 jam dantanggal 10
Agustus ada 15 part dengan jam kerjanya 14,97 jam, tanggal 11 Agustus ada 13 part dengan
jam kerjayang digunakan 13,91 jam dan tanggal 14 Agustus hanya 2 partsaja yang
dikerjakan dengan jam kerjanya 3,17 jam, karena semuanya sudah dialokasikan.
DAFTAR PUSTAKA
Aitken, J., Childerhouse, P., Towill, D., 2003, The Impact of Product Life Cycle on Supply
Chain Strategy, International Journal of Production Economics85, Elsevier, 127-140.
Azmi, N., Amran, T.G., dan Heikal, H., 2006, Usulan Penentuan Prioritas dan Pengurutan
Produksi Harian Berdasarkan Konsep Heijunka di PT Adyawinsa Dinamika, Tugas Akhir,
Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti.
Imdam, I.A., dan Afiningrum, G.D., 2006, Usulan Rancangan Jadwal Produksi Harian Dengan
Menggunakan Konsep dan Pola Heijunka di PT Indomobil Suzuki International 2 Wheels,
Tugas Akhir, Sekolah Tinggi Manajemen Industri.
Imdam, I.A., dan Windalia, R., 2006, Analisa Penentuan Jumlah Operator Berdasarkan Kaju
Haikin Gunsa Menghasilkan Efisiensi Kerja Operator Yang Optimal Pada penerapan Pola
Heijunka Lintasan Pengecatan PT Pantja Motor, Tugas Akhir, Sekolah Tinggi Manajemen
Industri.
Imdam, I.A., dan Supriyanto, 2007, Penjadwalan Urutan Produk Untuk Memenuhi Permintaan
Konsumen Melalui Sistem Produksi Just InTime dengan Penerapan Sistem Kanban Pada PT
Dewi Samudra Kusuma Surakarta, Tugas Akhir, Sekolah Tinggi Manajemen Industri
Imdam, I.A. dan Melinda, 2007, Usulan Rancangan Jadwal Produksi Harian Lemari Es Dengan
Menggunakan Konsep dan Pola Heijunka di PT Sharp Electronics Indonesia, Tugas Akhir,
Sekolah Tinggi Manajemen Industri.
Liker, J.K, 2006. The Toyota Way, 14 Prinsip Manajemen dari Perusahaan Manufaktur Terhebat
di Dunia, Penerbit Erlangga.
Monden, Yasuhiro, 2000, Sistem Produksi Toyota-Suatu Ancangan Terpadu Untuk Penerapan
JustIn-Time, 1.II jilid, terjemahan Edi Nugroho, Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Toyota Motor Company, PT 1989, Handbook of Toyota Production System, Human Resources
Development Production Control Div.
Skinner, W., 1974, The Focused Factory, Hardvard Bussiness Riview, 113-121 dikutip dari
Aitken, James, Childerhouse, Paul, Towill, Denis, 2003, The Impact of Product Life Cycle
on Supply Chain Strategy, International Journal of Production Economics 85, Elsevier, 127-
140.
Suzaki, K. (1991) Tantangan Industri Manufaktur, Penerapan Perbaikan Berkesinambungan.
Saduran Kristianto, J. Jakarta: Productivity and Quality Management Consultants.
Toyota Production System, 1994, Standar Kerja dan Kaizen, PT Toyota Astra Motor, PADES.
Vatissa, R., 2007, Usulan Perancangan Sistem Kanban di PT Adhi Wijayacitra, Tugas Akhir,
Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti.
Watanabe.R.,2001, Supply Chain Management: Konsep dan Teknologi, Jurnal UsahawanNo. 02
Th XXX Februari, Bandung.
Widagdo, Gutomo A., Basri, H., 2005, Handout of Toyota Production System Training For PT
Astra Daihatsu Motor’s Vendor, PT Astra Daihatsu Motor.