12
RANCANG BANGUN SISTEM MONITORING RESPON PERUBAHAN SUHU PENGKONDISIAN UDARA PADA RUANG RAWAT INAP (Studi Kasus: RSUP Dr Sardjito) Eki Farlen Jurusan Teknik Fisika FT UGM Jln. Grafika 2 Yogyakarta 55281 INDONESIA Intisari- Pengkondisian udara di rumah sakit mempunyai peran yang penting guna mendapatkan kenyamanan pasien. Setiap ruangan ber-AC akan terasa tidak nyaman jika salah satunya disebabkan oleh tidak meratanya distribusi suhu di dalam ruangan tersebut. Oleh karena itu dirancang suatu sistem monitoring respon perubahan suhu AC secara real time dengan menempatkan sensor suhu di titik zona nyaman pasien di Ruang Rawat Inap RS. Sardjito guna mengetahui keadaan pasien apakah selalu terjaga dalam zona kenyamanan termal yang mengacu pada standard ASHRAE, SNI 03-6572-2001, dan Pedoman teknis tata udara rumah sakit. AC yang dipakai ruang rawat inap VIP berkapasitas 2 PK atau setara dengan 5275 Watt sudah cukup efisien mendinginkan ruangan yang berukuran 35,2 m 2 mengingat beban puncak panas sensibel dan laten yang diperkirakan pada ruang tersebut tidak jauh lebih besar melebihi kapasitas AC, yaitu sebesar 6230,51 Watt. Ketiga zona pengukuran berada pada zona kenyamanan termal pasien dan hasil pengujian respon set-point tetap dengan variasi pengaturan kecepatan fan AC menunjukkan bahwa suhu ruangan rata-rata dengan beban panas sebesar 2100 Watt mencapai keadaan steady pada suhu 24 o C di menit ke-14. Panas total sensibel dan laten sebesar 3139 Watt yang dibangkitkan selama pengujian respon gangguan internal mengakibatkan kenaikan suhu ruangan hingga 25,2 o C, ruangan masih dalam zona nyaman standard SNI karena masih berada pada rentang suhu 22,8 o C hingga 25,8 o C. Kata Kunci : monitoring suhu, zona nyaman, pengkondisian udara, beban pendinginan Abstract- Air conditioning in hospitals have an important role to obtain the patient's comfort. Each air-conditioned room will feel uncomfortable if one of them caused by the uneven of room temperature distribution. Therefore, writer designed system monitoring of air conditioning temperature response change in real time by placing a temperature sensor at some point of comfort zone in Inpatient room of Sardjito Hospital to determine whether the patient's condition is always maintained in the thermal comfort zone which refers to the ASHRAE standard, SNI 03-6572-2001, and technical guidelines HVAC hospital. AC which used in VIP wards have capacity amount 2 PK or equivalent to 5275 Watt have enough efficient to cool the room the size of 35,2 m2 because total peak of sensible and latent heat expected in the space not much bigger than the capacity of AC, equal to 6230,51 Watt. The three sensor of the measurement were located around thermal comfort zone and the result of response testing of set-point fixed with variation of AC fan speed settings show that the average temperature of the room with a cooling load amount 2100 Watts reach steady state at a temperature of 24 o C in the 14th minute. Total of Sensible and latent heat amount 3139 watts that are generated during the testing of internal disturbance response resulted in increasing of room temperature from 24 o C till 25,2°C , the room still at comfort zone because still in SNI standard temperature range between 22,8 o C to 25,8 o C. Keyword : temperature monitoring, comfort zone, air conditioning, cooling load I. PENDAHULUAN Studi menunjukkan bahwa pasien dalam lingkungan terkendali umumnya memiliki penyembuhan fisik lebih cepat daripada pasien dalam lingkungan yang tidak terkendali. Perbedaan tindakan terhadap beberapa penyakit mengakibatkan setiap ruangan membutuhkan pengkondisian udara yang berbeda-beda untuk menghindarkan penularan penyakit dan temperatur ruangan yang tepat untuk penyakit yang berbeda. Pengkondisian udara di rumah sakit mempunyai peran yang penting guna memperoleh kenyamanan termal pasien. Pengaturan kenyamanan lingkungan dibantu dengan menggunakan sistem pengkondisian udara dimana suhu ruangan adalah faktor yang paling berpengaruh dalam parameter pengkondisian udara [1]. Faktor-faktor ketidaknyamanan termal ruangan dijelaskan dalam ASHRAE, HVAC Design Manual for Hospitals and Clinics, 2003 [2], di antaranya temperatur, kelembaban, aktivitas, pakaian, kecepatan udara, dan kualitas udara. Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah setiap ruangan ber- AC akan terasa tidak nyaman jika salah satunya disebabkan

Perancangan Sistem Monitoring Temperature Ruang Rawat Inap secara Real-time

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Skripsi S1

Citation preview

RANCANG BANGUN SISTEM MONITORING

RESPON PERUBAHAN SUHU

PENGKONDISIAN UDARA PADA RUANG

RAWAT INAP

(Studi Kasus: RSUP Dr Sardjito)

Eki Farlen

Jurusan Teknik Fisika FT UGM

Jln. Grafika 2 Yogyakarta 55281 INDONESIA Intisari- Pengkondisian udara di rumah sakit mempunyai peran yang penting guna mendapatkan kenyamanan pasien.

Setiap ruangan ber-AC akan terasa tidak nyaman jika salah satunya disebabkan oleh tidak meratanya distribusi suhu di dalam

ruangan tersebut. Oleh karena itu dirancang suatu sistem monitoring respon perubahan suhu AC secara real time dengan

menempatkan sensor suhu di titik zona nyaman pasien di Ruang Rawat Inap RS. Sardjito guna mengetahui keadaan pasien apakah

selalu terjaga dalam zona kenyamanan termal yang mengacu pada standard ASHRAE, SNI 03-6572-2001, dan Pedoman teknis tata

udara rumah sakit.

AC yang dipakai ruang rawat inap VIP berkapasitas 2 PK atau setara dengan 5275 Watt sudah cukup efisien

mendinginkan ruangan yang berukuran 35,2 m2 mengingat beban puncak panas sensibel dan laten yang diperkirakan pada ruang

tersebut tidak jauh lebih besar melebihi kapasitas AC, yaitu sebesar 6230,51 Watt. Ketiga zona pengukuran berada pada zona

kenyamanan termal pasien dan hasil pengujian respon set-point tetap dengan variasi pengaturan kecepatan fan AC menunjukkan

bahwa suhu ruangan rata-rata dengan beban panas sebesar 2100 Watt mencapai keadaan steady pada suhu 24oC di menit ke-14.

Panas total sensibel dan laten sebesar 3139 Watt yang dibangkitkan selama pengujian respon gangguan internal mengakibatkan

kenaikan suhu ruangan hingga 25,2 oC, ruangan masih dalam zona nyaman standard SNI karena masih berada pada rentang suhu

22,8oC hingga 25,8

oC.

Kata Kunci : monitoring suhu, zona nyaman, pengkondisian udara, beban pendinginan

Abstract- Air conditioning in hospitals have an important role to obtain the patient's comfort. Each air-conditioned room will

feel uncomfortable if one of them caused by the uneven of room temperature distribution. Therefore, writer designed system

monitoring of air conditioning temperature response change in real time by placing a temperature sensor at some point of comfort

zone in Inpatient room of Sardjito Hospital to determine whether the patient's condition is always maintained in the thermal comfort

zone which refers to the ASHRAE standard, SNI 03-6572-2001, and technical guidelines HVAC hospital.

AC which used in VIP wards have capacity amount 2 PK or equivalent to 5275 Watt have enough efficient to cool the room

the size of 35,2 m2 because total peak of sensible and latent heat expected in the space not much bigger than the capacity of AC,

equal to 6230,51 Watt. The three sensor of the measurement were located around thermal comfort zone and the result of response

testing of set-point fixed with variation of AC fan speed settings show that the average temperature of the room with a cooling load

amount 2100 Watts reach steady state at a temperature of 24oC in the 14th minute. Total of Sensible and latent heat amount 3139

watts that are generated during the testing of internal disturbance response resulted in increasing of room temperature from 24oC till

25,2°C , the room still at comfort zone because still in SNI standard temperature range between 22,8oC to 25,8

oC.

Keyword : temperature monitoring, comfort zone, air conditioning, cooling load

I. PENDAHULUAN

Studi menunjukkan bahwa pasien dalam lingkungan

terkendali umumnya memiliki penyembuhan fisik lebih cepat

daripada pasien dalam lingkungan yang tidak terkendali. Perbedaan tindakan terhadap beberapa penyakit

mengakibatkan setiap ruangan membutuhkan pengkondisian

udara yang berbeda-beda untuk menghindarkan penularan

penyakit dan temperatur ruangan yang tepat untuk penyakit

yang berbeda. Pengkondisian udara di rumah sakit

mempunyai peran yang penting guna memperoleh

kenyamanan termal pasien. Pengaturan kenyamanan

lingkungan dibantu dengan menggunakan sistem

pengkondisian udara dimana suhu ruangan adalah faktor yang

paling berpengaruh dalam parameter pengkondisian udara [1]. Faktor-faktor ketidaknyamanan termal ruangan dijelaskan

dalam ASHRAE, HVAC Design Manual for Hospitals and

Clinics, 2003 [2], di antaranya temperatur, kelembaban,

aktivitas, pakaian, kecepatan udara, dan kualitas udara.

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas,

permasalahan dalam penelitian ini adalah setiap ruangan ber-

AC akan terasa tidak nyaman jika salah satunya disebabkan

oleh tidak meratanya distribusi suhu di dalam ruangan

tersebut. Oleh karena itu dirancang suatu sistem monitoring

respon perubahan suhu AC secara real time dengan

menempatkan sensor suhu di titik zona nyaman pasien di

Ruang Rawat Inap RS. Sardjito guna mengetahui keadaan

pasien apakah selalu terjaga dalam zona kenyamanan termal yang mengacu pada standard ASHRAE, SNI 03-6572-2001,

dan Pedoman teknis tata udara rumah sakit.

Penelitian ini bertujuan untuk merancang bangun

sistem monitoring respon perubahan suhu pengkondisian

udara pada zona nyaman pasien guna menjaga kondisi pasien

di dalam ruangan setiap waktu.

II. STUDI PUSTAKA

Sendi Surya (2006) menganalisa perhitungan

kapasitas penyejuk udara yang detail guna mendapatkan

efisiensi energi dan nilai ekonomis, dengan meminimalisasi besar kapasitas sistem penyejuk udara tersebut sesuai dengan

kebutuhan menggunakan software Microsoft Excel dan

Borland Delphi 7. Untuk kondisi beban pendinginan ruangan

yang lebih besar dari kapasitas sistem penyejuk udara, akan

memakan waktu lama untuk mencapai suhu standar

kenyamanan (24oC pada kelembaban 50% sampai 26oC pada

kelembaban 70%). Hal ini sangat mempengaruhi kenyamanan

penghuni ruangan. Sebaliknya, jika kapasitas sistem penyejuk

yang terpasang telah sesuai dengan beban kalor maksimum

yang terdapat dalam ruangan, maka sistem dapat dengan

mudah mencapai suhu standar kenyamanan [3].

Gbr. 1 Grafik temperatur ruangan pada saat evaporator sudah dipasang[6]

Chandra Thomas Saragih (2011), telah merancang

bangun dan melakukan pengujian evaporator untuk pengkondisian udara pada ruangan hotel dengan memasang

sensor suhu di beberapa titik ruangan [4]. Pada penelitian ini

ditemukan bahwa respon perubahan suhu udara di setiap

lokasi titik ruangan berbeda-beda, di dalam suatu ruangan

yang berukuran 22,932 m2 dengan range suhu antara 22oC s/d

25oC. dan untuk lokasi titik pengukuran yang berdekatan

memiliki perbedaan suhu yang sedikit.

III. DASAR TEORI

III.1 Konsep Kenyamanan Termal

Rasa nyaman sangat dipengaruhi oleh suhu udara di

dalam ruangan. Rasa nyaman dapat diperoleh apabila suhu

berkisar antara 75°F atau sekitar 23°C pada kelembaban 50% sampai 78°F atau sekitar 26°C pada kelembaban 70%, nilai

diatas merupakan rekomendasi dari ASHRAE Handbook of

Fundamentals [6]. Rekomendasi dari Standar Nasional

Indonesia (SNI) 03-6572-2001, menyebutkan bahwa daerah

kenyamanan suhu untuk daerah tropis antara temperatur

efektif 22,8°C- 25,8°C [7] .

Standar kenyamanan ASHRAE Handbook of

Fundamentals tahun 1981 mendeskripsikan efek kesehatan

dari pengkondisian udara yang berkaitan dengan kelembaban

ruangan. Ruangan yang memiliki kelembaban relative (RH)

antara 50-70%, merupakan standar kenyamanan yang terbaik bagi rumah, perkantoran, dan jenis hunian lainnya sedangkan

Ruangan yang memiliki kelembaban relative (RH) di bawah

50%, merupakan daerah yang terlalu kering, yang dapat

menyebabkan infeksi saluran pernafasan [3].

II.2 Beban Pendinginan

Perhitungan beban kalor tiap ruangan merupakan

salah satu faktor penting dalam menentukan kapasitas

pendinginan yang dibutuhkan, sehingga harus dilakukan

dengan hatihati dan sangat cermat pada setiap komponen

beban. Perhitungan beban pendinginan yang cermat akan

dapat menjamin diperhatikannya sebanyak mungkin peluang

penghematan energi pada tahap perencanaan.[9]

III.2.1 Beban Pendinginan Eksternal

Beban pendinginan selubung bangunan adalah

komponen beban pendinginan bangunan yang dipengaruhi

oleh proses perpindahan panas dari atau ke lingkungan

melalui selubung bangunan.

III.2.1.1 Panas dari Atap, Partisi, dan Lantai

Panas yang masuk melalui atap, partisi, dan lantai

dapat dihitung dengan Persamaan 3.1

(3.1)

Dimana A adalah luas permukaan dinding (m2), U

adalah nilai transmittansi (W/m2K), dan = Selisih suhu

dalam dan luar ruangan (Kelvin) (Tr – To). Nilai U pada

setiap dinding memiliki nilai yang berbeda-beda tergantung

dari jenis bahan materialnya.

III.2.1.2 Radiasi yang Menembus Kaca

Panas terbesar yang masuk melalui kaca adalah melalui radiasi langsung jika dibandingkan melalui konduksi.

Dirumuskan dengan Persamaan 3.2

(3.2)

SCL digunakan untuk menghitung rerata besarnya

solar radiasi yang masuk ke dalam ruangan memanaskan

ruangan dan melepaskan panasnya dalam bentuk sensible

heat. Shading koefisien (SC) digunakan untuk menentukan

seberapa banyak cahaya yang masuk, setiap kaca memiliki

nilai yang berbeda[9].

III.2.1.3 Melalui Konduksi Atap, Dinding, dan Jendela

Konduksi melalui atap, dinding, dan jendela dapat

dihitung dengan Persamaan 3.3.

(3.3)

Di mana U adalah koefisien transfer panas (W/m2K),

A luas permukaan dinding/atap (m2), CLTD adalah Cooling

Load Temperature (F). CLTD adalah cooling load temperatur

difference ditampilkan pada Tabel 30 dan Tabel 32 Bab 28

ASHARE .

III.2.2 Beban Pendinginan Internal

Dalam perhitungan ini diperkenalkan konsep CLF

(cooling load factor) di mana konsepnya sama dengan CLTD

untuk konduksi dan SCL untuk radiasi matahari yaitu

menghitung kapasitas dari ruangan dalam menyimpan panas [5].

III.2.2.1 Panas manusia (Okupansi)

Tubuh manusia dalam beraktivitas, selalu

mengeluarkan panas ke udara sekelilingnya. Panas yang

dilepaskan oleh tubuh manusia ini terdiri dari 2 jenis, yaitu

panas sensible dan panas laten.

(3.4)

(3.5)

Panas sensibel dan panas laten pada Persamaan (3.4)

dan (3.5) adalah perkiraan panas yang dikeluarkan manusia

dan sesuai umur dan aktivitasnya. Dimana N adalah jumlah

manusia yang ada di ruangan. CLF adalah cooling load factor datanya ditampilkan pada Table 37 [9].

III.2.2.2 Panas lampu

Panas lampu memberikan kontribusi panas yang

cukup signifikan.

(3.6)

Intensitas lampu (W) dan nilai Ballast factor untuk

lampu fluorescent adalah 1.2 dan lampu non fluorescent 1. Jika suhu ruangan tidak diset pada temperature sama dalam

waktu 24 jam, maka asumsi nilai CLF = 1. Sf = 0,78 [5].

III.2.2.3 Panas peralatan elektronik

Komputer, printer, mesin fax, TV, kulkas, dan

peralatan dapur memberikan kontribusi panas ke dalam

ruangan sama halnya dengan sebuah lampu

(3.7)

(3.8)

ASHRAE juga memberikan standard nilai panas

yang dibangkitkan dari beberapa peralatan (2001 ASHRAE

Fundamentals, Chapter 29, and Tables 8, 9, & 10) [9].

III.3. USB 1208 LS

USB 1208LS mempunyai 8 masukan analog, dua

keluaran analog 10bit, 16 koneksi I/O digital, dan satu

counter eksternal 32-bit. USB 1208LS disuplai + 5 volt dari

USB komputer, tidak ada tenaga luar yang dibutuhkan.

Masukan analog USB 1208LS adalah perangkat lunak yang

dapat dikonfigurasikan delapan masukan 11 bit single-ended,

atau empat masukan diferensial 12 bit [13].

Gbr. 2 USB 1208 LS

USB 1208 dapat dihubungkan sampai delapan

hubungan masukan analog ke sekrup terminal terdiri pin 1

sampai 20 (CH0 IN sampai CH7 IN) konfigurasi kanal

masukan analog seperti kanal delapan single ended atau

empat kanal differensial. Ketika dikonfigurasikan untuk mode single ended, masing masing masukan analog memiliki

resolusi 11 bit, dalam kaitan dengan pembatasan yang

dikenakan oleh pengubah analog ke digital [14].

III.4. Sensor LM 35

Sensor Suhu LM35 yang dipakai dalam penelitian

ini berupa komponen elektronika-elektronika yang diproduksi

oleh National Semiconductor. LM35 memiliki keakuratan

tinggi dan kemudahan perancangan jika dibandingkan dengan

sensor suhu yang lain, LM35 juga mempunyai keluaran

impedansi yang rendah dan linieritas yang tinggi sehingga

dapat dengan mudah dihubungkan dengan rangkaian kendali khusus serta tidak memerlukan penyetelan lanjutan.

Gbr. 3 IC LM 35

IC LM 35 sebagai sensor suhu yang teliti dan terkemas

dalam bentuk Integrated Circuit (IC), dimana output

tegangan keluaran sangat linear terhadap perubahan suhu.

Sensor ini berfungsi sebagai pegubah dari besaran fisis suhu

ke besaran tegangan yang memiliki koefisien sebesar 10 mV /°C yang berarti bahwa kenaikan suhu 1° C maka akan terjadi

kenaikan tegangan sebesar 10 mV [23]. Gambar 3.3.

menunjukan bentuk dari LM35 tampak depan dan tampak

bawah. 3 pin LM35 menujukan fungsi masing-masing pin

diantaranya, Pin 1 berfungsi sebagai sumber tegangan kerja

dari LM35, Pin 2 atau tengah digunakan sebagai tegangan

keluaran atau Vout dengan jangkauan kerja dari 0 Volt sampai

dengan 1,5 Volt dengan tegangan operasi sensor LM35 yang

dapat digunakan antara 4 Volt sampai 30 Volt. Keluaran

sensor ini akan naik secara liniear sebesar 10 mV setiap

derajat celcius, seperti tampak pada Gambar 3.4.

III.5. Matlab Akuisisi Data

Perangkat akuisisi data atau Data Acquitition

Toolbox terdiri dari 3 komponen yang berbeda: M-file

function, data acquition engine, dan hardware driver adaptor

[22]. Seperti pada Gambar 3.5, komponen-komponen ini

memperbolehkan untuk melakukan pertukaran data antara

perangkat keras akuisisi data dengan MATLAB.

Gbr. 4 Komponen matlab akuisisi data

Gambar 3.5. menggambarkan bagaimana informasi mengalir dari satu komponen ke komponen yang lain,

informasi terdiri dari Property value yang dapat

mengendalikan perilaku/karakteristik dari aplikasi akuisisi

data dengan mengkonfigurasikan property value, dapat

menyesuaikan sesuai dengan kebutuhan pengolahan data.

Data dari sensor yang terhubung dengan masukan analog dan

tersimpan di MATLAB, atau data keluaran dari MATLAB

menuju aktuator yang terhubung ke keluaran analog

perangkat keras akuisisi data. Events dapat terjadi pada waktu

tertentu setelah kondisi bertemu dan dapat menghasilkan satu

atau lebih callback yang kita spesifikasikan. Event dapat

dihasilkan hanya setelah mengkonfigurasikan property value-

nya.

IV. PELAKSANAAN PENELITIAN

IV.1. Tata Laksana Penelitian

Gbr 5. Flowchart Penelitian

Secara garis besar penelitian ini dilakukan dengan

enam tahap sebagai berikut:

IV.1.1 Studi Literatur

Sebelum penelitian dimulai, penulis melakukan studi

literatur untuk mempelajari tentang pengkondisian udara di

rumah sakit dengan cara observasi dan wawancara. Sumber

pustaka diperoleh baik melalui buku teks, literature dari

internet, jurnal, makalah, laporan teknis, tesis, skripsi, maupun peraturan perundangan dan dokumen dari Rumah

sakit Sardjito.

IV.1.2 Perolehan Data

Data yang diperlukan meliputi karakteristik

fundamental bangunan, seperti bentuk geometri, konstruksi

selubung bangunan, beban internal, dan spesifikasi pendingin

ruangan. Perolehan data dan materi penelitian dapat ditempuh

dengan cara Observasi, Cetak biru (blueprint) yang

digunakan sebagai sumber data. Wawancara dan diskusi dilakukan untuk mendapatkan informasi-informasi yang tidak

dalam bentuk dokumentasi atau arsip.

IV.1.3 Pengolahan Data

Pengolahan data meliputi tahap perhitungan

perkiraan beban pendinginan ruangan bertujuan untuk

mengetahui kapasitas mesin pendingin yang dibutuhkan

untuk ruangan berukuran 35,2 m2 dan beberapa kondisi lainya

yang mempengaruhi beban pendinginan. Perhitungan

dilakukan pada saat bulan Juli dari jam 10:00 sampai dengan

jam 21:00.

IV.1.4 Perancangan Sistem Monitoring Suhu

Gbr 6. Arsitektur perancangan sistem monitoring

Power Suply yang digunakan adalah batre 9V untuk

mensuplai tegangan Vcc Op-Amp dan sebagai inputan

regulator penstabil tegangan.

Berfungsi untuk menghaluskan tegangan keluaran catu

daya dan menjaga kestabilan tegangan [12]. Untuk

menghasilkan tegangan keluaran positif menggunakan IC

seri 7805, besarnya 2 digit paling belakang menyatakan

besarknya nilai tegangan keluaran yang dihasilkan IC

tersebut (5 Volt).

Gbr 7. Rangkaian pengkondisian modul sensor LM 35.

Keluaran sensor ini akan naik linear sebesar 10 mV

setiap derajad celcius sehingga diperoleh persamaan sebagai

berikut [11]:

VLM35 = Suhu* 10 mV (4.1)

Dimana Vout adalah tegangan keluaran sensor yang

terskala linear terhadap suhu terukur, yakni 10 milivolt per 1 derajat celcius. Jadi, jika Vout = 530mV, maka suhu terukur

adalah 53 derajat Celcius.

IC Op-amp digunakan sebagai penguat sinyal tegangan

DC, memperbesar tegangan, merubah tegangan dari milivolt

menjadi volt, IC op-amp dasar adalah LM741. Namun dalam

penelitian ini menggunakan IC LM324 yang merupakan

gabungan dari 4 buah Op-amp, lebih praktis karena tidak

memerlukan catu daya negatif, dan ekonomis. Penguatan non-

inverting dengan keluaran yang tetap sefase dengan masukan.

Resistor variable atau biasa disebut potensiometer yang

memiliki 2 kaki input dan 1 kaki output, namun pada

penelitian ini penulis hanya memakai 1 kaki input dan output, dengan mengatur putaran potensiometer untuk mendapatkan

perbandingan R2/R1 mendekati nilai 9 untuk penguatan non-

inverting 10 kali.

IV.1.5. Antarmuka USB 1208 dan Komputer

Agar USB dapat digunakan untuk antarmuka,

terlebih dahulu harus dideteksi dengan menggunakan

program instaCal [14]. Kemudian kita dapat memilih

konfigurasi yang digunakan (single mode atau differential mode) sesuai dengan kebutuhan masukan analog yang

digunakan. Setelah komputer berhasil mendeteksi komponen

dan menginstal program aplikasi yang dibutuhkan maka

dilakukan beberapa pengujian yaitu pengujian terminal input

analog (CH0 IN – CH7 IN) . Proses konfigurasi USB 1208

LS pada instacal terlihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.

Konfigurasi USB dengan Matlab/Sesi akuisisi data

terdiri dari 4 langkah yang harus ditempuh ketika akan

mengambil dan mengeluarkan data dari perangkat keras [15] :

Gbr. 8 Konfigurasi USB1208LS pada 8 single-ended

Gbr. 9 Test Board Channel USB 1208 LS

1. Membuat objek

Membuat objek adalah mengkonfigurasikan suatu objek yang akan dijadikan target akuisisi, mendefinisikan nama

jenis adaptor dan nomor board yang akan dipakai, dengan

menuliskan object creation function (object constructors) di

command window.

2. Mengalamatkan channel/Line

Channel/line adalah lokasi masukan dan keluaran

analog/digital yang terhubung pada perangkat keras,

misalnya USB 1208 LS terdiri dari 8 channel analog input, 2

channel analog output 16 line digital I/O. dari beberapa

channel dan line harus dialamatkan pada MATLAB.

3. Mendapatkan/mengeluarkan data

Setelah mengkonfigurasikan objek, mengalamatkan

channel/line dan mengatur parameter/property, proses

pengambilan dan pengeluaran data sudah bisa dilakukan

dengan mengikuti 3 langkah berikut :

1. Starting Objek

2. Logging data or sending

3. Stopping objek

4. Membersihkan (clean Up)

Ketika sudah tidak lagi menjalankan perangkat keras, yang seharusnya dilakukan adalah membersihkan MATLAB

dengan membuang program-program objek yang sudah

dibuat dari memori (engine) dan dari workspace. Langkah ini

diambil untuk mengakhiri proses sesi akuisisi data.

Setelah modul sensor dan USB 1208 terhubung dan

terkonfigurasi oleh Matlab/Simulink, tahap selanjutnya

adalah membuat blok diagram pada simulink untuk merekam

setiap hasil pengukuran yang berlangsung secara real time.

USB 1208 LS memiliki kecepatan mengakuisisi data yang

sangat cepat, pada penelitian ini 100 sampel per detik, yang

artinya USB 1208 LS akan melakukan pencacahan

pengukuran setiap 0,01 detik, dengan durasi waktu yang akan

ditentukan, semakin lama waktu pengukuran akan semakin

banyak data yang disimpan.

Gbr. 10 Blok Simulink Pengkondisian Sinyal 2

Pengkondisin sinyal 2 dengan blok-blok simulink dengan

menambahkan lowpass filter pada Gambar 10, dengan tujuan

agar meloloskan frekuensi yang lebih rendah dari frekuensi

cut-off dan frekuensi di atas frekuensi cut-off biasanya

diperkecil (idealnya hilang). Faktor pengali (gain) 10 kali untuk mengkalibrasi hasil pengukuran tegangan keluaran dari

op-amp untuk mendapatkan nilai Temperatur yang

sebenarnya.

IV.1.6 Teknik Pengukuran Temperatur Ruangan

Pada Gambar 11. Sensor suhu 1 berjarak 5 meter dari AC

diletakkan di atas kursi sofa dengan ketinggian 0,47 meter,

Sensor suhu 2 berjarak 3,6 meter dari AC diletakkan di atas

tempat tidur pasien dengan ketinggian 0,78 meter, dan sensor

suhu 3 berjarak 1,5 meter dari AC diletakkan di atas lantai.

Gbr. 11 Peletakan Lokasi Titik-titik Pengukuran

Metode perhitungan untuk pengukuran 3 titik

pengukuran dengan rumus rata-rata per sampel di mana notasi

i adalah titik-titik peletakan sensor, notasi u adalah jumlah

titik pengukuran, Δt adalah waktu cacah.

(4.2)

Dalam melakukan pengujian terdapat dua skenario :

a. Skenario pertama : Pengujian respon set point tetap

dan perubahan set point turun ketika tanpa adanya

gangguan

b. Skenario kedua : Pengujian respon ketika diberikan

gangguan, sumber panas internal yang dibangkitkan

dalam ruangan seperti lampu dan peralatan

elektronik dihidupkan, aktivitas manusia sampai 3

orang di dalam ruangan serta pengukuran suhu luar

ruangan jika memungkinkan terjadinya perubahan

yang signifikan.

IV.2. Rencana Analisis Hasil

Analisis perbandingan hasil perhitungan perkiraan

beban pendinginan sebelum dan sesudah dipasang AC dan

menguji karakteristik sistem dilihat dari hasil pengujian

respon set-point naik dan turun, pengujian perubahan respon

ketika ada gangguan, dan menganalisa hasil perhitungan yang

berkaitan dengan kenyamanan termal.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1 Hasil Pengujian Sitem Monitoring

V.1.1. Hasil Pengujian Sensor

Uji Akurasi dilakukan dengan membandingkan suhu

ruangan yang terukur termometer digital yang sudah terkalibrasi dengan sensor suhu LM 35. Berdasarkan Tabel I

hasil pengukuran dan pengujian perbandingan pembacaan

suhu ruang dengan termometer analog dan LM35, dapat

disimpulkan bahwa sensor suhu LM35 bekerja cukup baik,

karena sensor 1, 2, dan 3 memiliki error antara 0oC-0,5oC.

Hal ini sesuai dengan sifat LM35, yaitu memiliki akurasi

sampai 0,5oC. Dengan rata-rata prosentase kesalahan

pembacaan suhu sebesar 0,83%, 0,65%, dan 0,78%.

Tabel I. Hasil Pengujian Akurasi Sensor

Suhu

Termometer

Analog

(oC)

Suhu Sensor LM

(oC)

1 Eror 2 Eror 3 Eror

27 27,2 0,2 26,6 0,4 27,2 0,2

28 27,9 0,1 27,9 0,1 28 0

29 29,1 0,1 29,2 0,2 28,8 0,2

30 30 0 30,1 0,1 29,7 0,3

31 30,8 0,2 30,8 0,2 30,7 0,3

32 31,9 0,1 31,9 0,1 32,1 0,1

33 33,3 0,3 32,5 0,5 33,2 0,2

34 34,1 0,1 33,8 0,2 34,1 0,1

Karena tegangan keluaran dari sensor LM35 masih

sangat kecil dalam orde miliVolt, maka pada penelitian ini

penulis menambahkan rangkaian penguat op-amp non-

inverting dengan menggunakan Resistor 100K (R1) dan

Resistor Variabel 10K yang terukur dengan Ohm-meter

bernilai 98.5 Ohm dan 10,83 Ohm. Secara teori menghasilkan penguatan non-inverting sebesar 10,07 kali

(mendekati 10 kali) dan secara hasil pengujian sebenarnya

menghasilkan penguatan sebesar 10,024 kali, karena tegangan

offset LM324 hanya 2mV. Terlihat dari kemiringan (slope)

hubungan antara tegangan masukan dari sensor (input)

dengan tegangan keluaran (output) dari IC Op-amp 342 pada

Gambar 12 .

Gbr 12 Grafik pengujian rangkaian penguat Op-amp non-inverting.

V.1.2. Pengujian Akurasi dan Resolusi ADC USB 1208 LS

Tinggi rendahnya resolusi ADC akan berpengaruh

terhadap tingkat ketelitian, sensitifitas dan akurasi sensor

terhadap perubahan temperatur, jika sensor mempunyai

resolusi tinggi maka akurasi dan sensitifitasnya akan semakin

tinggi dan sebaliknya apabila resolusi ADC kecil maka akurasi dan sensitifitasnya rendah. ADC pada modul USB

yang digunakan dalam penelitian ini adalah 11 bit dan nilai

resolusinya dapat dihitung dengan persamaan berikut :

Sensor dengan nilai akurasi tinggi akan

menghasilkan pengukuran dengan kesalahan yang sangat

kecil. Tingkat akurasi USB LS dipengaruhi oleh Offset dan

Gain pada keluaran tegangan yang telah terkonversi ADC, Pada Gambar 13, dengan kesalahan pembacaan sebesar 0,2%,

pada penelitian ini dengan batas kerja pengujian dari 20-35oC

untuk range Tegangan input analog sebesar 3.5 Volt, maka

3,5 V x ± 0,002 = ±0,0035 V

Gbr 13 Grafik Pengujian ADC dengan USB 1208 LS

V.2. Analisis Hasil Perhitungan Beban Pendinginan dengan

Kondisi Terpasang

Perhitungan beban pendinginan dilakukan pada tiap

jam kerja, yaitu pada pukul 10:00 WIB sampai dengan 21:00

WIB. Berdasarkan hasil perhitungan perkiraan beban

pendinginan ruang rawat inap III, beban puncak pendinginan

untuk ruangan berukuran 5,5m x 6,4m x 2,9m terjadi pada

pukul 4 sore sebesar 5377,29 Watt. Laju panas sebelum

masuk ruangan (space heat gain) besarnya tidak sama ketika

sudah menembus beberapa bagian interior ruangan (jendela,

dinding, atap, dan ventilasi), karena sudah diserap terlebih dahulu, oleh karena itu terjadi time lag antara panas sebelum

dan sesudah masuk ruangan dan pada sore hari beban panas

maksimal dari setiap elemen bangunan baru dilepaskan ke

dalam ruangan.

AC yang dipakai ruang rawat inap VIP berkapasitas

2 PK atau setara dengan 5275 Watt (17999,06 Btu/jam),

artinya sistem penyejuk udara tersebut hanya mampu

memberi kapasitas pendinginan sebesar 17999 btu dalam

jangka waktu 1 jam. Beban puncak panas sensibel dan laten

yang diperkirakan pada ruang tersebut sebesar 5377,29 Watt,

dengan memperhitungkan safety factor 5 % dan rugi

kebocoran supply duct 10% maka Effective Room Total Heat (ERTH) sebesar 6230,51 Watt (21192,81 Btu/hr).

Gbr 14. Grafik beban pendinginan ruangan

1:1,17 adalah perbandingan nilai beban pendinginan

puncak dengan kapasitas mesin penyejuk udara, nilai

perbandingan yang kecil dan bisa dikatakan sudah cukup

efisien dan ekonomis untuk mendinginkan ruangan yang

berukuran 35,6 m2, karena kompresor tidak akan menyala

lebih lama jika beban pendinginan ruangan tidak melebihi

kapasitas mesin penyejuk udara, terkecuali jika suhu luar

ruangan naik secara ekstrim yang akan membebani kerja kompresor untuk mencapai suhu standard kenyamanan

(24oC), maka motor komperesor akan terus bekerja untuk

mencapai suhu tersebut turun sesuai yang diinginkan.

Akibatnya motor akan panas dan secara otomatis umur dari

sistem akan pendek.

V.3. Analisis Hasil Pengujian Respon Set Point Tetap

Berdasarkan Gambar 15, titik 1 yang berjarak 5

meter dari AC dan dekat dengan Jendela yang merupakan

elemen penyumbang panas terbesar akibat transmisi radiasi

matahari memiliki perbedaan suhu dengan titik 2 dan titk 3

yang suhunya identik. Suhu mula-mula di titik 1 sebesar

27oC, sedangkan di titik 2 yang berada pada zona nyaman pasien sebesar 26,5oC dan titik 3 yang dekat dengan AC

sebesar 26,3oC.

Pengujian set-point tetap yang dilakukan adalah

mengamati respon perubahan suhu ketika tanpa adanya

gangguan (disturbance), ketika pertama kali Air Conditioner

(AC) dinyalakan dan di-set pada suhu 24oC, titik 3 yang

berjarak 1,8 meter dari AC mengalami penurunan suhu yang

lebih cepat dibandingkan titik 2 dan titik 3, ini dikarenakan

titik 3 merasakan debit aliran udara suplai AC lebih besar

daripada titik 2 dan titik 1.

Gbr 15 Pengukuran distribusi suhu ruangan

Secara keseluruhan, suhu ruangan rata-rata dari

ketiga titik tersebut sudah cukup baik, terlihat pada Gambar

16. Pengujian pertama pada kondisi awal suhu ruangan

sebesar 26.5oC sebelum Air Conditioner dinyalakan,

kemudian AC dinyalakan dan di-set pada suhu 24oC (Garis

biru) mengalami penurunan suhu 2.5oC dari keadaan awal

hingga menuju set-point yang diinginkan selama 14 menit

untuk mencapai keadaan steady-nya.

Gbr 16. Pengujian ke-1 pada Suhu ruangan rata-rata

Pada Ruang rawat inap VIP kapasitas terpasang 2

PK atau sebesar 5275 Watt (17999,06 Btu/jam). Sedangkan

berdasarkan hasil perhitungan beban panas ruangan ketika

pengujian jam 10:00 pagi adalah sebesar 1818 Watt atau 6203

Btu/jam. Sebagai akibatnya, waktu nyala kompresor sistem

terpasang akan lebih cepat menurunkan suhu yang

diinginkan.

Gbr 17. Pengujian ke-2 dengan pengaturan jendela kipas bergerak

naik turun

Pada pengujian yang ke dua, louvre vertical diatur

bergerak naik-turun dan tidak diam di satu titik. Swing istilah

perintah pada remote AC. Fan speed diset auto agar

menyesuaikan antara suhu ruangan dengan laju aliran udara

suplai, ketika suhu ruangan naik akibat gangguan, maka laju

aliran udara AC harus lebih besar mensuplai ke ruangan,

akibatnya suhu ruangan akan kembali turun.

Gbr 18. Pengujian ke-3 dengan pengaturan jendela kipas diam

V.4. Analisis Hasil Pengujian Respon Set-point Turun

Pada keadaan steady suhu ruangan rata-rata dari ke

tiga titik adalah 24oC, kemudian penulis mengubah set point

remote AC dari 24oC menjadi 22oC. Perubahan setting suhu

ruangan dari 24oC menjadi 22oC membutuhkan waktu selama

7,4 menit hingga mencapai keadaan steady-state nya.

meskipun kenyataanya tidak sampai suhu 22oC, melainkan

22,3oC.

Gbr 19 Pengujian respon set point turun

Untuk menurunkan suhu dari keadaan awal 26.5oC

sampai 24oC memerlukan waktu lebih lama dibandingkan

menurunkan suhu dari 24oC menjadi 22oC. Terjadi perbedaan

waktu penetapan antara hasil pengujian respon set-point tetap

dengan hasil pengujian respon set-point turun. Perbedaan dikarenakan adanya time-delay (waktu tunda) ruangan ketika

pertama kali AC dinyalakan. Besarnya waktu tunda

bergantung pada parameter seperti [16] :

Nilai Lpo = 40 kJ/K adalah hasil empirik (Yuji

Yamakawa, 2009), adalah laju aliran udara ketika bekerja

pada 50% dari keadaan maksimalnya (0.15 m3/s), dan UA

koefisien transfer panas. Waktu tunda akan bernilai kecil jika

laju aliran udara suplai ( ) ditingkatkan dan koefisien transfer

panas (UA) dibesarkan dengan cara mengganti material-

material agar panas buang dari ruangan ke lingkungan

berlangsung dengan cepat sehingga suhu menjadi lebih cepat

turun ke keadaan yang diinginkan.

V.5 Analisis Hasil Pengujian Respon Gangguan

Pengujian gangguan dilakukan pada pukul 11:00

WIB dengan keadaan awal kamar kosong tidak ada pasien,

lampu dan semua peralatan elektronik mati. Berdasarkan hasil

perhitungan beban pendinginan pada jam tersebut sebesar 1919 Watt, nilai ini belum termasuk beban pendinginan

internal dan Tabel II. Dirincikan perhitunganya.

Tabel II. Sumber panas internal yang dibangkitkan selama

gangguan sistem

No. Sumber Panas Sensibel

dan laten (watt)

1 2 orang duduk santai 164

2 1 orang berdiri 182.4

3 TV LCD 125

4 Dispenser 350

5 Laptop 35,8

6 Infiltrasi(pintu terbuka) 52,82

7 Lampu 229.12

Total 1139.22 Keterangan : hasil perhitungan beban internal mengacu pada Tabel 8,9,10

ASHRAE fundamental handbook 1997

Pada Gambar 20. di menit ke-19 suhu ruangan mulai

naik dari keadaan tunaknya dan sampai puncak kenaikanya di

menit ke-30 pada suhu 25,2oC. Kembali turun sampai ke

keadaan tunak di menit ke 43, selama 24 menit terjadi

kenaikan suhu hingga 25,2oC akibat panas internal yang

dibangkitkan, kemudian di menit ke-48 pintu ruangan dibuka

dan terjadi proses infiltrasi, panas dari luar ruangan berpindah

ke dalam ruangan dan terjadi kenaikan suhu 24,8oC, namun

terjadi hanya 8 menit kemudian kembali ke keadaan tunaknya.

Selama pengujian gangguan akibat beban

pendinginan internal berlangsung, tidak terjadi perubahan

suhu udara luar ruangan yang signifikan, suhu rata-rata udara

luar selama 1 jam pengujian sebesar 30oC. Ini menunjukan

bahwa kenaikan suhu ruangan terjadi karena faktor beban

pendinginan internal dan tidak dipengaruhi oleh suhu udara

luar ruangan. Panas total sensibel dan latent dari eksternal dan

internal sebesar 3058 Watt yang dibangkitkan selama

pengujian respon gangguan mengakibatkan kenaikan suhu hingga 25,2 oC, ruangan masih berada dalam standar zona

nyaman yang direkomendasikan SNI, yaitu berada pada

rentang 22,8 hingga 25,8oC.

Gbr 20. Respon gangguan, Garis merah (suhu luar ruangan) dan garis hijau

(suhu dalam ruangan)

VI. PENUTUP

VI.1. Kesimpulan

Dari hasil analisa parameter-parameter faktor

kenyamanan sistem pengkondisian udara yang data-datannya

didapatkan dari hasil perancangan monitoring suhu dan

pengukuran suhu dan kecepatan udara suplai AC, dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. AC yang dipakai ruang rawat inap VIP berkapasitas 2 PK

atau setara dengan 5275 Watt (17999,06 Btu/jam),

sedangkan beban puncak panas sensibel dan laten yang

diperkirakan pada ruang tersebut sebesar 5377,29 Watt,

dengan memperhitungkan safety factor 5 % dan rugi

kebocoran supply duct 10% maka Effective Room Total Heat (ERTH) sebesar 6230,51 Watt (21192,81 Btu/hr).

2. 1:1,17 adalah nilai perbandingan beban pendinginan

puncak dengan kapasitas mesin penyejuk udara, nilai

perbandingan yang kecil dan bisa dikatakan sudah cukup

efisien dan ekonomis untuk mendinginkan ruangan yang

berukuran 35,6 m2, karena kompresor tidak akan menyala

lebih lama jika beban pendinginan ruangan tidak melebihi

kapasitas mesin penyejuk udara, terkecuali jika suhu luar

ruangan naik secara ekstrim yang akan membebani kerja

kompresor untuk mencapai suhu standard kenyamanan

(24oC). 3. Pengukuran distribusi suhu ruangan menunjukan bahwa

ke tiga titik pengukuruan berada pada zona nyaman

standar SNI karena masih pada rentang suhu 22,8oC s/d

25,8oC

4. Pengujian respon set-point tetap yang dilakukan pada jam

10:00 pagi dengan kondisi beban panas total sebesar 1818

Watt dan kondisi awal suhu ruangan 26,5oC memerlukan

waktu 14 menit untuk mencapai suhu yang diinginkan,

24oC dan pengujian respon set-point turun dari keadaan

awal suhu ruangan 24oC memerlukan waktu 8 menit untuk

mencapai suhu 22oC.

5. Panas total sensibel dan latent sebesar 3139 Watt yang

dibangkitkan selama pengujian respon gangguan

mengakibatkan kenaikan suhu hingga 25,2 oC, ruangan

dalam zona nyaman standar SNI karena masih berada pada rentang 22,8 hingga 25,8oC.

VI.2. Saran

Dari hasil dan kesimpulan penelitian ini, dapat

diajukan beberapa saran agar penelitian ini dapat bermanfaat

dan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut di masa yang akan

datang. Beberapa saran yang dapat disampaikan adalah

sebagai berikut :

1. Menambah beberapa sensor yang menyebar dalam

ruangan agar mendapatkan suhu ruangan rata-rata yang

mewakili suhu ruangan sebenarnya dan memiliki

persamaan nilai suhu ruangan yang terbaca pada remote AC.

2. Menambah sensor kelembaban untuk mendapatkan nilai

yang sebenarnya, dalam penelitian ini hanya menghitung

nilai kelembaban dengan kurva psikometri.

3. Pengujian respon set-point naik dan turun dilakukan pada

saat jam beban pendinginan puncak, yaitu sore hari,

untuk mengamati performa kinerja AC mendingingkan

ruangan.

4. Keterbatasan jam dan waktu pengambilan data di rumah

sakit karena kamar pasien selalu terisi, maka sebaiknya

pengukuran/monitoring pengujian dilakukan dalam sehari untuk mendapatkan hasil yang analisa yang lebih

teliti.

Daftar Pustaka

[1] Dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS . “Pedoman Praktis

Prasarana Sistem Tata Udara Pada Bangunan Rumah

Sakit”, Kementrian Kesehatan-RI, DIREKTORAT

JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN, Jakarta, 2012.

[2] ASHRAE. HVAC design manual for Hospital and Clinic.

American Society of Heating, Refrigeration, and Air

Conditioning Engineers Inc., Atlanta, Georgia, Amerika

Serikat, 2009.

[3] Sendi Surya. “Perhitungan Kapasitas Sistem Penyejuk

Udara Dalam Rangka .Konservasi Energi Tata Udara

Pada Bangunan Gedung”. Skripsi, Universitas

Diponogoro, Semarang, 2006.

[4] Chandra Thomas Saragi, “Rancang Bangun Pengujian

Evaporator Siklus Kompresi Uap Hibrid Untuk

Pengkondisian Udara Ruangan 22,932 m2 ”. Skripsi, Universitas Sumatra Utara, Medan, 2011.

[5] Kholid Ridwan. Handout Fisika Bangunan. Handout,

Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik-UGM,

Yogyakarta, 2010.

[6] ASHRAE. 2009 ASHRAE Handbook – Fundamentals

(SI). American Society of Heating, Refrigeration, and Air

Conditioning Engineers Inc., Atlanta, Georgia, Amerika

Serikat, 2009.

[7] Badan Standarisasi Nasional. SNI 03-6196-2000, SNI 03-

6090-2000, SNI 03-6197-2000, SNI 03- 6759-2002, SNI

03-6572-2001. Jakarta : Bagian Proyek Efisiensi Energi

Depdiknas. 2001. [8] Wiranto Arismunandar, Heizo Saito : PENYEGARAN

UDARA; Edisi ke IV Pradnya Paramita, 1991. [9] Nonresidential Cooling and Heating Load Calculations

,American Society of Heating, Refrigeration, and Air

Conditioning Engineers Inc., Atlanta, Georgia, Amerika

Serikat, 2009. 1997.

[10] Wilbert F. Refrigrasi dan Pengkondisian Udara.

Erlangga, Jakarta, 2009.

[11] Datasheet LM 35, Texas Instruments. Diakses dari

http://www.ti.com/lit/ds/symlink/lm35.pdf , 7

September 2013.

[12] Malvino. Prinsip-prinsip Elektronika. Salemba Teknika, Jakarta, 2003

[13] Measurement computing, USB 1208 LS User’s

guide,2006

[14] Quick Start Guide MCC DAQ Software. Dokumen

teknis, MCC Measurement, 2012.

[15] Hans Petter. Data Acquitition in Matlab. Tutorial,

Telemark University College, Norway, 2012.

[16] Yamakawa Y. et al.2010. Compensation of Manual Rest

to offset Thermal Loads Change for PID Controller.

ASHRAE, vol 116, part 1,pp. 303-515.

[17] Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung, SNI

03-6572-2001.

.