Author
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
PERASAAN KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA
DALAM NOVEL RADIT DAN JANI KARYA RIO RINALDO
SUATU TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Simplisius Dioni Resianto
NIM: 034114042
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
ii
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
….Bila kau menginginkan pelangi,
Engkau harus rela tersiram rintik-rintik hujan….
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Kedua orang tuaku tercinta (Antonius Santoso dan Lucia Supraptini)
Adikku tersayang (Pauline Dianingtyas)
Semua orang yang peduli dan sangat menyayangiku
…Love u all…
iv
v
ABSTRAK
Resianto, Simplisius Dioni. 2010. Perasaan Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Radit dan Jani Karya Rio Rinaldo: Tinjauan Psikologi Sastra. Skripsi S1. Yogyakarta: Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini mengkaji gejala kejiwaan manusia, yakni perasaan. Gejala kejiwaan tersebut difokuskan pada perasaan kepribadian tokoh Radit dan tokoh Jani dalam novel Radit dan Jani. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan hasil analisis struktural tokoh dan penokohan Radit dan Jani, dan mendeskripsikan perasaan kepribadian tokoh Radit dan tokoh Jani.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah objektif dan metode yang dipakai yakni metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang ada dalam novel Radit dan Jani. Langkah-langkah yang ditempuh mendeskripsikan tokoh dan penokohan Radit dan Jani, kemudian menganalisis perasaan kepribadian yang dialami oleh tokoh utama.
Kajian tokoh dan penokohan menghasilkan deskripsi tokoh utama yaitu Radit dan Jani, tokoh tambahan: Bapak Santoso, Mama dari tokoh Jani, Abi, Adi, Kemal, Dino, Pak Jamal, Inge, Pak Narto, Wati, Tike, Bonang, Kribo dan Bantet. Sementara penokohan tokoh utama digambarkan secara fisik dan psikis, dan metode yang digunakan adalah analitik dan dramatik
Ada empat macam tingkatan perasaan. Perasaan-perasaan itu meliputi perasaan indrawi, perasaan psikis, perasaan vital/suasana hati, dan perasaan kepribadian. Perasaan indrawi, digambarkan pada saat Radit tertarik kepada Jani karena mendengar tawanya yang polos; sedangkan digambarkan pada Jani, ia harus menahan lapar karena tidak memiliki uang untuk membeli makanan. Perasaan vital/suasana hati, digambarkan pada saat Radit cemburu melihat Jani dengan orang lain; sedangkan digambarkan pada Jani, ia sangat merindukan orang tuanya. Perasaan psikis, digambarkan bila ada masalah Radit selalu mencari jalan keluar dengan mengkonsumsi obat-obatan terlarang; sedangkan Jani digambarkan sangat bahagia bisa mengenal Radit. Perasaan kepribadian, digambarkan Radit memiliki harga diri yang tinggi; sedangkan pada Jani digambarkan, ia sangat kecewa dengan Radit. Dari tingkatan perasaan tersebut, perasaan kepribadian merupakan perasaan yang berhubungan dengan keseluruhan perasaan, sehingga mendominasi perasaan tokoh utama.
vi
ABSTRACT
Resianto, Simplisius Dioni. Main Characters’ Personality Feeling as seen in Radit dan Jani by Rio Rinaldo: a Literary Psychological Approach. Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Indonesian Letter. Sanata Dharma University
This study was carried out to analyze human psychological symptoms, which is feeling. It focuses on the personality feeling of Radit and Jani as seen in the novel Radit dan Jani. The aim of this study is to describe the result of character and characterization structural analysis of Radit and Jani, and to describe the main characters’ personality feeling.
This study uses the objective and psychological approach and descriptive analysis method. The descriptive analysis method was done by describing the facts in the novel Radit dan Jani. The steps were done by describing Radit and Jani’s character and characterization, then by analyzing the main characters’ feelings.
The analysis on the character and characterization resulted in the description of the main characters, Radit and Jani, the additional characters: Mr. Santoso, Jani’s mother, Abi, Adi, Kemal, Dino, Mr. Jamal, Inge, Mr. Narto, Wati, Tike, Bonang, Kribo, and Bantet. Meanwhile, the main characters were characterized physically and psychologically, by using analytic and dramatic methods.
There are four levels of feelings, namely sensory feeling, psychological feeling, vital feeling/mood, and personality feeling. The sensory feeling was described when Radit was interested in Jani when he heard Jani laughing innocently; it was also described when Jani had to endure hunger because she did not have any money to buy food. The vital feeling was described when Radit was jealous as he saw Jani going out with someone else; it was also described when Jani missed her parents so much. The psychological feeling was described when Radit always looked for the way out from drugs, while in Jani, it was described when she was very happy to know Radit. The personality feeling was described in Radit that he had high self-esteem. On the other hand, it was described in Jani that she was disappointed with Radit. From those levels of feelings, the personality feeling was the feeling connected with the whole feelings. Therefore, it dominated the main characters’ feelings.
vii
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus atas berkat
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyusun
skripsi ini dalam rangka menyelasaikan Program Strata Satu (S1) pada Program Studi
Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Dalam menyusun skripsi ini penulis telah banyak memperoleh bimbingan,
pengarahan, saran, serta dorongan yang bermanfaat dan dukungan penyelesaian
skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu S.E. Peni Adji, S.S selaku pembimbing 1 yang telah memberikan
pengarahan dan membimbing dengan sabar sehingga penulis akhirnya dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M.Hum. selakui pembimbing II yang secara tidak
langsung telah memberikan motivasi kepada penulis untuk tetap semangat
dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Para dosen yang telah mengajar dan membagi ilmunya pada penulis selama
penulis menyelesaikan studi di USD. Pak Rahmanto, Pak Yapi, Pak Ari, Pak
Praptomo, Pak Santosa, Pak Heri Antono, dan semua dosen-dosen Sastra
Indonesia yang belum disebutkan, terima kasih atas bimbingannya selama ini.
4. Segenap keluarga besar Program Studi Sastra Indonesia. Terima kasih untuk
persahabatannya.
5. Bapak, Ibu, dan Adik ku tercinta. Terima kasih atas doa, kasabaran, semangat,
cinta dan kepercayaannya yang diberikan kepada penulis untuk segara
menyelesaikan skripsi.
ix
6. Kawan sekaligus saudara bagi ku di Sastra Indonesia 2003. Gayung ‘Icha”, Aji,
Jati, Riawan, Anton, Rinto, Agus, Aik “Emak”, Doan, Eci, Az3, Anink, Firla,
Bekti, vonny “nex”. Matursuwun untuk semua cerita dan waktu yang indah saat
bersama. “Kita tak pernah tiba pada suatu batas, karena kita harus berpisah di
tengah perjalanan…”
7. Saudara-saudara ku tercinta: Ruri, Eko, Nining, Andang, Sinta, Sari, Galih,
Lantang dan Lintang.
8. Cah-cah Stanis: Disa, Vivin, Marda, Nia, Gading, Berna, Yudha, dan semua
teman-teman. Matursuwun untuk semangat dan kebersamaannya..yeahhh!
9. ‘Kierana ku’ untuk sebuah cinta dan kesalahan yang indah.
10. Anak-anak Onthel 26: Bima, Harry, Agus, Sisco, Joe. Semoga persahabatan kita
tetap terjaga. (Tunggu aku di kota itu sobat!)
11. Teman2 ‘perjamuan’: Haris “beruk’, bondhead, Ella (Kapan kita bersulang lagi
kawan?)
12. Untuk ‘Dilla B 6267 UL’ I need u…
13. “Kandang” ku tercinta, tempat aku merebahkan raga, bercinta, dan mengumpat.
14. Terima kasih untuk semua rekan-rekanku yang tidak bisa aku sebutkan satu
persatu yang telah membantu dan mendukung kelancaran penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna dan mempunyai
beberapa kekurangan karena keterbatasan kemampuan serta pengalaman penulis.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan
kritik yang membangun demi kesempurnaan dan perbaikan skripsi ini.
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN.... ....................................................... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................... v
ABSTRAK ......................................................................................... vi
ABSTRACT ........................................................................................ vii
PUBLIKASI KARYA ILMIAH ....................................................... viii
KATA PENGANTAR....................................................................... ix
DAFTAR ISI ……………………………………………………… xi
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………..…. 1
1.1 Latar Belakang..........................……………………........... 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………. 4
1.3 Tujuan Penelitian..……………………………………....... 5
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………... 5
1.5 Tinjauan Pustaka................................................................... 6
xi
1.6 Landasan Teori………………………....................................... 6
1.6.1 Teori struktural…………………………….………. 6
1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan....…..……………... 7
1.6.1.1.1 Tokoh...........…………………………… 7
1.6.1.1.2 Penokohan............................................... 8
1.6.2 Teori Psikologi Sastra................................................. 9
1.6.3 Teori Perasaan.......................................................... 10
1.7 Metode Penelitian................................................................. 12
1.7.1 Pendekatan................................................................ 12
1.7.2 Metode....................................................................... 12
1.7.3 Teknik Pengumpulan Data......................................... 13
1.7.4 Sumber Data............................................................... 13
1.8 Sistematika Penyajian …………….………………………. 14
BAB II ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN DALAM NOVEL
RADIT DAN JANI KARYA RIO RINALDO…………… 15
2.1 Tokoh..........................…………………………………… 16
2.2 Penokohan.......................................................................... 17
2.2.1 Radit………………………………………………. 17
2.2.2 Jani…………………………………………………. 27
xii
BAB III PERASAAN KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL
RADIT DAN JANI KARYA RIO RINALDO ……………… 35
3.1 Radit……………………………………………………… 35
3.1.1 Perasaan Indrawi…………………………………….. 35
3.1.2 Perasaan Suasana Hati…………………………….. 37
3.1.3 Perasaan Psikis………………………………………. 40
3.1.4 Perasaan kepribadian………………………………… 42
3.2 Jani…………………………………………………………. 46
3.2.1 Perasaan Indrawi…………………………………….. 46
3.2.2 Perasaan Suasana Hati………………………………… 46
3.2.3 Perasaan Psikis……………………………………….. 47
3.2.4 Perasaan Kepribadian…………………………………. 50
BAB IV PENUTUP............................................................................. 57
4.1 Kesimpulan Hasil Analisis Novel Radit dan Jani .................. 57
4.1.1 Tokoh dan Penokohan dalam Novel Radit dan Jani..... 57
4.1.1.1 Radit................................................................... 57
4.1.1.2 Jani...................................................................... 59
4.1.2 Perasaan Kepribadian Radit dan Jani dalam Novel
Radit dan Jani............................................................... 60
xiii
xiv
4.1.2.1 Radit................................................................... 61
4.1.2.2 Jani...................................................................... 62
4.2 Saran....................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………….... 64
BIOGRAFI PENULIS ……………………………………………… 65
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Di dalam kehidupan nyata atau cerita, setiap pelaku dan tokoh memiliki
perasaan yang berbeda-beda, yang muncul karena dihadapkan pada permasalahan
sebagai suatu bentuk reaksi-reaksi rasa dari berbagai bentuk rangsangan. Perasaan
adalah suatu keadaan rohani atau peristiwa kejiwaan yang dialami oleh seseorang
dengan senang atau tidak senang dalam hubungannya dengan peristiwa pengenalan
yang bersifat subjektif (Ahmadi, 1992:101). Shalahuddin menambahkan perasaan
merupakan salah satu fungsi psikis yang dapat dirumuskan sebagai warna atau
suasana psikis seseorang yang mengiringi, menyertai suatu kegiatan dalam situasi
khusus serta berhubungan dengan adanya kesan setelah kegiatan, dengan perkataan
lain, perasaan dapat disifatkan sebagai suatu keadaan jiwa sebagai akibat adanya
peristiwa-peristiwa yang pada umumnya menimbulkan kegoncangan-kegoncangan
pada individu yang bersangkutan (1990: 114).
Sesuatu perasaan dapat dialami oleh individu sebagai sesuatu yang masih
dalam pengharapan, tetapi ada pula perasaan yang dialami individu karena peristiwa
atau keadaan itu telah nyata terjadi atau telah release (Woodworth dan Marquis via
Walgito, 1994: 142).
Sebagai dunia dalam kata, karya sastra memasukkan aspek kehidupan ke
dalamnya, khususnya manusia. Pada umumnya aspek-aspek kemanusiaan inilah yang
1
merupakan objek utama psikologi sastra, sebab semata-mata dalam diri manusia
itulah, sebagian tokoh-tokoh aspek kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan
(Ratna, 2004: 343). Rio Rinaldo, seorang penulis lepas dan novelis, menggambarkan
aspek-aspek kejiwaan secara detail dan lengkap dalam novelnya yang berjudul Radit
dan Jani. Penceritaannya yang tidak berlebihan dan ringan membuat pembaca turut
merasakan apa yang dirasakan tiap tokoh-tokohnya, khususnya tokoh Radit dan tokoh
Jani. Dalam novel Radit dan Jani karya Rio Rinaldo, digambarkan tokoh-tokoh di
dalamnya memiliki perasaan yang sangat mendalam. Dalam novel ini Rio Rinaldo
menceritakan bagaimana sepasang kekasih yaitu, Radit dan Jani yang nekat menikah
muda meskipun pernikahannya tidak direstui oleh orang tua Jani. Selain itu,
diceritakan pula bagaimana mereka berdua harus mencukupi kehidupan sehari-hari
tanpa bantuan dari orang tua, dan bagaimana Radit harus berurusan dengan obat-
obatan terlarang dan minuman keras.
Yang dimaksud tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988: 16). Tokoh pada
umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang
diinsankan. Semua unsur cerita rekaan, termasuk tokohnya, bersifat rekaan semata-
mata. Bagaimanakah tokoh dapat diterima oleh pembaca? Hal ini dikarenakan tokoh
memiliki kemiripan dengan individu tertentu dalam hidup ini; artinya, tokoh memiliki
sifat (-sifat) yang dikenal, tidak asing, bahkan ada pada diri pembaca. Semua cerita
rekaan ada kemiripan dengan sesuatu dalam hidup ini karena bahannya diambil dari
2
pengalaman hidup (Sudjiman, 1988: 12). Hal tersebutlah yang membuat tokoh dapat
diterima oleh pembaca.
Pemilihan judul Perasaan Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Radit dan
Jani karya Rio Rinaldo dalam penelitian ini mengacu pada kuatnya perasaan tokoh
dalam novel tersebut seperti tokoh Radit dan tokoh Jani. Rio Rinaldo mengungkap
bagaimana perasaan kepribadian dalam novel tersebut.
Peneliti menggunakan analisis tokoh dan penokohan sebagai unsur-unsur
intrinsik struktural. Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya
naratif yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan
tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan tindakan. Penokohan adalah
pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah
cerita (Nurgiyantoro, 2005: 165). Selain tokoh dan penokohan, pendekatan yang
dipakai penulis adalah pendekatan psikologi sastra, karena menyangkut peristiwa
kejiwaan.
Pendekatan psikologi sastra merupakan penelaahan sastra yang menekankan
pada segi-segi psikologi yang terdapat dalam suatu karya sastra. Karena psikologi
mempelajari proses-proses kejiwaan, maka psikologi dapat diikutsertakan dalam studi
sastra (Sukada, 1987: 105).
Perasaan tiap tokoh yang dikisahkan di dalam novel ini memiliki kekuatan
yang memunculkan simpati pembaca melalui permasalahan yang diungkapkan.
Peneliti memandang bahwa novel ini dapat memberikan manfaat yang cukup besar
untuk mengembangkan pribadi seseorang, menanggapi bagaimana perasaan
3
seseorang dan menjadikannya sebagai bahan refleksi diri. Hal inilah yang menjadikan
alasan bagi peneliti memilih novel Radit dan Jani sebagai bahan penelitiannya.
Novel Radit dan Jani merupakan adaptasi dari film Radit dan Jani. Di dalam
novel maupun film Radit dan Jani penceritaannya tidak jauh berbeda, hanya saja di
dalam novel penceritaannya lebih jelas dan detail dibandingkan dalam film, karena
dalam film terdapat bagian-bagian yang di sensor atau dipotong karena dianggap
terlalu vulgar sehingga penceritaannya kurang jelas. Untuk itu, peneliti memilih novel
sebagai bahan penelitiannya.
Menganalisis perasaan tokoh dalam novel Radit dan Jani sangat berkaitan erat
dengan unsur-unsur pembangun struktur yaitu tokoh dan penokohan. Tokoh-tokoh
perlu digambarkan ciri-ciri lahir dan sifat serta sifat batinnya agar wataknya juga
dikenal oleh pembaca. Watak merupakan kualitas tokoh, kualitas nalar, dan jiwanya
yang membedakan dengan tokoh lain, sehingga terciptalah penokohan (Sudjiman,
1988: 23). Dua hal ini (tokoh dan penokohan) secara kongkret membentuk cerita, dan
mendukung analisis novel Radit dan Jani tentang perasaan tokoh utama.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
2.1 Bagaimanakah tokoh dan penokohan tokoh utama dalam novel Radit
dan Jani karya Rio Rinaldo?
4
2.2 Bagaimanakah perasaan kepribadian tokoh utama dalam novel Radit
dan Jani karya Rio Rinaldo?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah adalah:
3.1 Mendeskripsikan tokoh dan penokohan tokoh utama dalam novel
Radit dan Jani karya Rio Rinaldo.
3.2 Mendeskripsikan perasaan kepribadian tokoh utama dalam novel Radit
dan Jani karya Rio Rinaldo.
4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka manfaat
penelitian ini adalah sebagai berikut:
4.1 Mengapresiasi karya sastra, khususnya perasaan tokoh-tokoh utama
dalam novel Radit dan Jani karya Rio Rinaldo
4.2 Memberikan sumbangan pada kajian sastra dengan tinjauan psikologi
sastra.
4.3 Hasil penelitian ini diharapkan membantu pembaca dan sastrawan
untuk lebih peka dalam mengenali aspek-aspek kejiwaan dalam
memahami dan menulis karya sastra.
5
5. Tinjauan Pustaka
Novel Radit dan Jani merupakan adaptasi dari film Radit dan Jani karya Upi
Avianto. Sejauh pengamatan yang telah dilakukan oleh peneliti, belum ada tulisan
yang membahas novel Radit dan Jani sebagai bahan tulisan ilmiah. Peneliti hanya
menemukan beberapa tulisan berbentuk sinopsis cerita novel Radit dan Jani,
sehingga dapat dikatakan novel Radit dan Jani belum pernah digunakan sebagai
bahan tulisan ilmiah.
6. Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan dua teori sebagai dasar analisis. Dua teori tersebut
yakni, teori strukural dan teori psikologi sastra. Teori struktural diambil untuk
menganalisis unsur intrinsik yakni tokoh dan penokohan, sedangkan teori psikologi
sastra digunakan untuk mengkaji masalah perasaan tokoh-tokohnya.
6.1 Teori Struktural
Di dalam penelitian sebuah karya sastra terdapat beberapa model pendekatan
yang dapat diterapkan. Salah satunya adalah pendekatan struktural. Pendekatan
struktural menekankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun karya yang
bersangkutan. Analisis strukural karya yang bersifat fiksi dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur
intrinsik fiksi yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2005: 37). Struktur karya sastra
dipaparkan dengan tujuan agar sebuah karya sastra lebih mudah dipahami. Unsur
6
struktural antara lain meliputi tokoh dan penokohan. Dalam penelitian ini hanya akan
membahas unsur tersebut. Hal ini dikarenakan fokus penelitian ini adalah perasaan
tokoh-tokoh utama sehingga untuk menganalisis perasaan perlu terlebih dahulu
dianalisis tokoh dan penokohannya.
6.1.1 Tokoh dan Penokohan
6.1.1.1 Tokoh
Definisi tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
berlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988:16). Istilah
“tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawab terhadap
pertanyaan: “Siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “Ada beberapa orang jumlah
pelaku novel itu?”, atau “siapakah tokoh protagonist dan antagonis dalam novel itu?”,
dan sebagainya. Watak, perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para
tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi
seorang tokoh (Nurgiyantoro, 2005: 165).
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita,
ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa
mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh(-tokoh) yang
dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi
penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama
cerita (central character, main character), sedang yang kedua adalah tokoh tambahan
(peripheral character) (Nurgiantoro, 2005: 176).
7
Tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan
tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Ia
selalu hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian dan konflik, penting yang
mempengaruhi perkembangan plot. Di pihak lain, pemunculan tokoh-tokoh tambahan
dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya
jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tidak langsung
(Nurgiantoro, 2005: 177). Supaya tokoh dapat diterima pembaca, ia hendaklah
memiliki sifat(-sifat) yang dikenal oleh pembaca, yang tidak asing baginya, bahkan
yang mungkin ada pada diri pembaca itu sendiri. Dengan kata lain, harus ada
relevansi tokoh itu dengan pembaca (Sudjiman, 1988: 17).
6.1.1.2 Penokohan
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita. (Nurgiantoro, 2005: 165). Tokoh-tokoh perlu
digambarkan ciri-ciri lahir dan sifat serta sikap batinnya agar wataknya juga dikenal
oleh pembaca. Yang dimaksud dengan watak ialah kualitas tokoh, kualitas nalar dan
jiwanya yang membedakannya dengan tokoh lain (Sudjiman, 1986: 80). Penokohan
memberikan ciri lahir (fisik) maupun batin (watak) tokoh (Sudjiman, 1988: 25).
Penokohan diperlukan untuk membantu memahami ciri fisik, perilaku dan
sikap tokoh dalam menghadapi lingkungan sekitarnya. Selain itu, penokohan satu
tokoh dapat membantu menjelaskan tokoh lain sehingga karakter tokoh-tokoh dapat
diketahui dengan lebih rinci di dalam sebuah karya sastra.
8
Ada beberapa metode penyajian watak tokoh yaitu dramatik, analitik, dan
kontekstual. Metode analitik yaitu pengarang dapat memaparkan watak tokohnya dan
dapat juga menambahkan komentar tentang watak tersebut (Sudjiman, 1988:24).
Metode dramatik watak tokoh dapat disimpulkan pembaca dari pikiran, cakapan, dan
lakuan tokoh yang disajikan pengarang, bahkan juga dari penampilan fisiknya serta
dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh. Cakapan atau lakuan tokoh demikian
pula pikiran tokoh yang dipaparkan oleh pengarang dapat menyiratkan sifat wataknya
Metode kontekstual, dengan metode ini watak tokoh dapat disimpulkan dari bahasa
yang digunakan pengarang dalam mengacu kepada tokoh (Sudjiman, 1988: 26).
Dalam skripsi ini, penulis menggunakan metode dramatik dan metode analitik untuk
menyajikan watak tokohnya.
6.2 Teori Psikologi Sastra
Sebagai dunia dalam kata, karya sastra memasukkan aspek kehidupan ke
dalamnya, khususnya manusia. Pada umumnya aspek-aspek kemanusiaan inilah yang
merupakan objek utama psikologi sastra, sebab semata-mata dalam diri manusia
itulah, sebagian tokoh-tokoh aspek kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan
(Ratna, 2004: 343). Jadi, psikologi sastra adalah cabang ilmu sastra yang mendekati
sastra dengan sudut pandang psikologi. Perhatiannya diarahkan kepada pengarang
dan pembaca (psikologi komunikasi sastra) atau teks itu sendiri. Pendekatan
psikologi terhadap teks itu sendiri dapat dilangsungkan secara deskriptif belaka,
9
namun sering mendekati suatu penafsiran sastra ( Hartoko dan Rahmanto, 1986: 126-
127).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan psikologi sastra karena
ada hubungan yang erat antara psikologi dan sastra. Sastra memberikan gambaran
aspek kejiwaan individu-individu. Dengan menggunakan teori psikologi sastra,
penulis berharap dapat menganalisis dan menemukan fakta-fakta aspek kejiwaan
yang berkaitan dengan penggambaran perasaan Radit dan Jani dalam novel Radit dan
Jani.
6.3 Teori Perasaan
Tiap aktivitas dan pengalaman kita diliputi oleh sesuatu perasaan. Reaksi dari
masing-masing orang terhadap keadaan itu tidak sama benar satu dengan yang lain.
Max Scheler (dalam Shalahuddin, 1994: 119-120) berpendapat bahwa ada 4 macam
tingkatan perasaan, yaitu:
1) Perasaan indrawi; adalah perasaan yang timbul sebagai akibat adanya
perangsang-perangsang jasmaniah (fisik): seperti rangsangan sakit, panas,
dingin, berat, harum dan lain sebagainya. Perasaan ini dapat dilokalisir atau
dibatasi, disamping juga dapat ditimbulkan dengan sengaja.
2) Perasaan vital / suasana hati; adalah merupakan perasaan yang berhubungan
dengan suasana hati yang meliputi rasa segar, rasa nyaman, rasa lesu, rasa
lelah, dan lain sebagainya.
10
3) Perasaan psikis, yaitu jenis perasaan yang berada pada tingkatan rohani.
Dalam mana individu mengalami perasaan yang tidak berhubungan lagi
dengan sesuatu yang bersifat jasmaniah, tetapi berada pada tingkatan
kejiwaan. Misalnya gembira karena mengalami kemenangan dan rasa duka
oleh karena mengalami kegagalan atau kekalahan dan lain sebagainya.
4) Perasaan kepribadian, yaitu perasaan yang berhubungan dengan keseluruhan
pribadi, misalnya perasaan harga diri, perasaan putus asa, perasaan puas,
perasaan terabaikan, kecewa dan lain sebagainya. Perasaan jenis ini,
munculnya kadang-kadang tidak mempunyai alasan yang jelas. Menurut Max
Scheler antara perasaan vital dan perasaan pribadi, keduanya merupakan
perasaan yang dalam. Hanya, sifatnya bagi individu adalah relatif. Hal ini
tergantung pada pemberian arti dari individu terhadap objek yang
dirasakannya. Misalnya: perasaan keagamaan, bagi individu tertentu
merupakan perasaan yang dalam, tetapi bagi individu lainnya, barangkali
merupakan perasaan yang dangkal, oleh karena nilai agama tidak mempunyai
arti apa-apa.
Berdasarkan empat macam tingkatan perasaan yang ada, penulis akan
mencoba mengkaitkan teori-teori tersebut khususnya perasaan kepribadian dengan
perasaan tokoh utama yang ada di dalam novel Radit dan Jani karya Rio Rinaldo.
.
11
7. Metode Penelitian
7.1 Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologis
sastra. Pendekatan ini mempertimbangkan aspek-aspek kejiwaan individu-individu.
Penelitian ini memakai pendekatan psikologi yang mengarah pada teks sastra (novel)
itu sendiri (Hartoko-Rahmanto, 1986: 126). Novel terlebih dahulu dianalisis
strukturnya, kemudian analisis struktur tersebut dipakai untuk memahami perasaan
tokoh-tokoh.
7.2 Metode
Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analisis. Metode deskriptif analisis adalah metode yang dilakukan dengan cara
mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis (Ratna, 2004:
53).
Penelitian ini bersifat penelitian pustaka karena berobjek pada sebuah teks
sastra yakni novel. Peneliti akan menggali data-data mengenai perasaan tokok-tokoh
utama yang terdapat dalam novel Radit dan Jani. Selain itu peneliti akan
mengumpulkan data-data dari kepustakaan lain yang terkait dengan topik penelitian.
Data-data tersebut kemudian dianalisis berdasarkan kriteria rumusan masalah hingga
menemukan jawaban permasalahan. Tahap akhir adalah penyajian hasil analisis data.
12
7.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui studi pustaka.
Dalam teknik ini, peneliti akan menggunakan data yang terdapat dalam novel Radit
dan Jani, maupun sumber pustaka lain yang berupa buku-buku, karya tulis, atau
sumber dari internet yang berkaitan dengan objek penelitian.
7.4 Sumber Data
Data merupakan bahan penelitian. Dari bahan itulah diharapkan objek
penelitian dapat dijelaskan karena di dalam bahan terdapat objek penelitian yang
dimaksud. Sumber data adalah tempat data diambil atau diperoleh yang berupa karya
sastra dan buku-buku, yang berkaitan dengan objek penelitian. Karya sastra yang
menjadi objek dalam penelitian ini adalah novel dengan identitas sebagai berikut:
Judul Novel : Radit dan Jani
Pengarang : Rio Rinaldo
Penerbit : Gagas Media
Tahun terbit : 2008
Tebal buku : 167 hlm.
Cetakan : Pertama
13
8. Sistematika Penyajian
Penelitian ini akan disajikan dalam empat bab. Bab I berupa Pendahuluan
yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, landasan teori, meteologi penelitian, sistematika penelitian, jadwal
penelitian, dan anggaran penelitian. Bab II berupa pembahasan struktural yakni tokoh
dan penokohan. Bab III berupa pembahasan perasaan tokoh-tokoh utama dalam novel
karya Rio Rinaldo. Bab IV berupa kesimpulan hasil analisis data, serta diakhiri
dengan pemaparan daftar pustaka.
14
BAB II
ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN
DALAM NOVEL RADIT DAN JANI
KARYA RIO RINALDO
Analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan
ketertarikan antar unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah
kemenyeluruhan. Analisis struktural tidak cukup dilakukan hanya sekedar mendata,
namun yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsur itu,
dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan
yang ingin dicapai. Hal itu perlu dilakukan mengingat bahwa karya sastra merupakan
sebuah struktur yang kompleks dan unik (Nurgiantoro, 2005: 37).
Dalam bab II ini akan dianalisis tokoh dan penokohan yang terdapat dalam
novel Radit dan Jani karya Rio Rinaldo. Penulis memang mengesampingkan unsur
intrinsik yang lain untuk mengefektifkan objek penelitian yang berhubungan dengan
perasaan tokoh. Analisis tokoh dan penokohan dalam novel Radit dan Jani akan
dilakukan berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah
cerita, yaitu tokoh utama. Dengan menganalisis tokoh dan penokohan penulis mampu
mengetahui gambaran karakter para tokoh. Dalam novel Radit dan Jani ini penulis
hanya menganalisis tentang tokoh utama saja karena penulis menganggap tokoh-
tokoh utama mampu menggambarkan secara jelas aspek kejiwaan yang berupa
perasaan-perasaan yang dialami oleh Radit dan Jani.
15
2.1 Tokoh
Cerita berkisah tentang seseorang atau tentang beberapa orang. Jika
menghadapi sebuah cerita, orang selalu bertanya, “Ini cerita (tentang) siapa?” “ Siapa
pelaku cerita ini?”. Pelaku ini yang biasa disebut tokoh cerita. Yang dimaksud dengan
tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dengan
berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988: 16).
Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita,
tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama
adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan
(Nurgiyantoro, 2005: 177). Tokoh-tokoh utama dalam novel Radit dan Jani adalah
tokoh Radit dan tokoh Jani/Anjani. Tokoh tambahan adalah tokoh yang
kemunculannya dalam keseluruhan cerita lebih sedikit dan kehadirannya hanya jika
ada keterkaitannya dengan tokoh utama. Tokoh-tokoh tambahan dalam novel Radi
dant Jani adalah Bapak Santoso (Papanya Jani), Mama dari tokoh Jani, Abi (adiknya
Jani), Adi, Kemal, Dino, Pak Jamal, Inge, Pak Narto, Wati, Tike, Bonang, Kribo,
Bantet, dan Kirana.
Dari beberapa tokoh utama dan toko tambahan di atas, penulis akan
membatasi penelitian tokoh hanya pada tokoh utama saja, yaitu Radit dan Jani.
Kedua tokoh tersebut dipilih karena dianggap mendominasi penceritaan dalam novel
Radit dan Jani.
16
2.2 Penokohan
Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita. (Nurgiantoro, 2005: 165). Penokohan tidak hanya
menyebutkan siapa nama tokoh, tetapi juga memperkenalkan pembaca kepada watak
tokoh. Yang dimaksud dengan watak ialah kualitas tokoh, kualitas nalar dan jiwanya
yang membedakannya dengan tokoh lain (Sudjiman, 1986: 80). Jadi, penokohan
dapat membantu mengetahui dengan jelas perilaku, sifat, dan ciri fisik para tokoh.
Dalam analisis ini penulis hanya menganalisis penokohan dari tokoh utama,
yaitu Radit dan Jani. Kedua tokoh tersebut dipilih karena dianggap memiliki perasaan
yang mendominasi penceritaannya dalam novel Radit dan Jani.
2.2.1 Radit
Radit merupakan salah satu tokoh utama, karena intensitas keterlibatannya
dalam setiap kejadian dalam novel mempengaruhi jalan cerita. Ciri fisik Radit
digambarkan pengarang dengan bentuk fisik yang kurus dengan tulang pipi cekung
dengan mata tajam dan memiliki senyum yang sinis. Selain itu Radit juga memiliki
tatto di tubuhnya sebagai ekspresi kebebasan yang dimilikinya.
(1) Sekujur tubuhnya penuh tatto. Sekolahnya tak tamat SMA. Hidupnya sebatang kara. (Rinaldo, 2008:4).
(2) Ia seperti diselidiki oleh tatapan tajam penyanyi band pengisi acara musik kampusnya yang namanya pun ia tidak tahu. Cowok kurus yang tulang pipinya cekung dengan mata tajam dan senyuman yang sinis (Rinaldo, 2008:2).
17
Pada kutipan (1) digambarkan bagaimana sekujur tubuh Radit dipenuhi oleh
tatto, yang menggambarkan bagaimana bentuk kebebasan Radit. Pada kutipan (2) di
atas juga digambarkan bagaimana bentuk tubuh Radit yang kurus sehingga terlihat
tulang pipinya yang cekung dengan memiliki tatapan mata yang tajam dan senyuman
sinis. Hal tersebut disampaikan pengarag secara analitis.
Segala perilaku dan sikap Radit digambarkan pengarang dalam kutipan-
kutipan berikut ini: Radit adalah seorang pemain band yang memiliki cita-cita yang
tinggi dalam bermusik, dalam setiap pertunjukannya ia hanya mau memainkan lagu-
lagu ciptaannya sendiri, ia sangat benci membawakan lagu-lagu dari band-band lain
selain bandnya sendiri.
(3) Band kita harus membawakan lagu kita sendiri, dengan gaya kita sendiri, Radit selalu menekankan hal itu kepada kawan-kawannya. Mending gue mati kelaparan daripada dapat duit dari nyanyiin lagu-lagunya Kings atau MissU Band, dengan sengit, Radit mendebat teman-temannya (Rinaldo, 2008: 26).
Pada kutipan (3) di atas terlihat bagaimana sikap Radit yang ingin
membuktikan bahwa dirinya bisa berkarya dalam dunia musik, terutama melalui lagu-
lagu yang diciptakannya sendiri. Radit rela mati kelaparan daripada harus
membawakan lagu-lagu milik orang lain. Hal tersebut disampaikan secara analitik.
Kehidupan Radit yang bebas sebagai anak band tidak lepas dari obat-obatan
dan minuman keras. Radit menjadi sosok yang sering mengkonsumsi obat-obatan dan
minuman keras. Ia sangat menikmati segala obat-obatan yang masuk ke dalam
dirinya. Bagi Radit obat-obatan merupakan surga baginya karena ia dapat merasakan
kenikmatan yang belum pernah ia rasakan.
18
(4) “Kamu harus coba semuanya supaya bisa tahu mana yang cocok buat kamu”. Dan ia menuruti Radit. Ia coba semua narkotika yang ada. Namun, Jani tetap tidak menyukai keluarga heroin dan semua keturunannya seperti Radit (Rinaldo, 2008:7).
(5) Bagi Radit, dua hal yang membuatnya berada di surga. Jani dan jarum. Setelah bercinta hebat dengan Jani seperti ini, ia ingin memperpanjang nikmatnya surga dengan jarum. Dan ketika cairan opiat mulai menggenangi aliran darahnya, ia tidak lagi menjejak bumi (Rinaldo, 2008:22).
Pada kutipan (4) di atas bagaimana Radit mempengaruhi Jani untuk mencicipi
semua jenis narkotika seperti dirinya agar bisa tahu bagaimana rasanya. Selama ini
Jani hanya bisa melarang Radit untuk berhenti menggunakan narkotika, sedangkan
Radit paling tidak suka bila ada orang yang melarang-larang untuk berhenti
menggunakan narkotika tetapi orang itu belum tahu bagaimana rasanya. Pada kutipan
(5) bagi Radit, ia hanya menginginkan Jani dan jarum untuk bisa menikmati surganya
dunia. Karena hanya itulah yang membuat Radit bisa merasakan bagaimana
nikmatnya berada pada dimensi yang berbeda. Hal tersebut disampaikan secara
dramatik dan analitik.
Kebiasaan Radit mengkonsumsi obat-obatan dan minuman keras membuatnya
mudah naik darah, sehingga Radit mudah sekali terpancing emosinya. Seperti ketika
Jani mendesak Radit membelikan kado untuk ibunya Jani yang sedang berulang
tahun. Ia merasa Jani menuntutnya memenuhi keinginan yang tidak masuk akal. Bagi
Radit mengumpulkan uang untuk makan saja sulit, apalagi Jani mendesaknya untuk
membelikan kado. Saat teman-teman band Radit mendapat tawaran main di sebuah
cafe dan mereka harus membawakan lagu-lagu milik orang lain, Radit menjadi
terpancing emosinya. Hal ini disebabkan Radit paling tidak senang membawakan
19
lagu-lagu milik orang lain dan Radit ingin sekali lagu-lagunya didengar oleh banyak
orang.
(6) “Lo yang mikir! Kalo gue ada uang gue udah beliin apa pun yang lo mau, tau!” “Makannya jangan suka cari gara-gara! Coba kalo gue masih kerja, gue masih bisa punya uang buat beli kado nyokap, tau!” “Anjing! Jangan ungkit-ungkit yang udah lewat! Arrghhhhhhhh....” Radit berteriak penuh kegeraman dan keluar dari rumah mereka sambil membanting pintu (Rinaldo, 2008: 18-19).
(7) “Kita dapat tawaran main di D-Cafe, dan kita semua tahu lo pasti bakal nolak karena kita bakal mainin lagu-lagu yang populer.” Radit menatap teman-temannya nanar. “Anjing lo semua.” Radit tidak dapat menahan kegeramannya. “ Cuma gara-gara duit lo mau ngejual harga diri lo! Dan...dan lo tega ngianatin temen lo sendiri!” (Rinaldo, 2008:28).
(8) “Mending lo ambil gitar lo dan pergi dari sini. Gue males ngeladenin omongan orang mabok!” “Apa lo bilang? Babi lo!” Radit hendak menyerang Adi, tapi Kemal dan Dino lebih cepat mendorongnya mundur (Rinaldo, 2008:28).
Kutipan di atas terlihat bagaimana Radit mudah sekali terpancing emosinya.
Pada kutipan (6) Radit bertengkar dengan Jani. Radit paling tidak suka bila yang
terjadi di masa lalu diunngkit-ungkit kembali oleh Jani, ia sadar penyebab Jani
berhenti dari pekerjaannya disebabkan olehnya. Kutipan (7) dan (8) menggambarkan
bagaimana kekecewaan Radit terhadap teman-temannya yang karena untuk
mendapatkan uang teman-temannya harus menjual harga dirinya dengan memainkan
lagu-lagu milik orang lain dan meninggalkan Radit. Hal tersebut disampaikan secara
dramatik.
Selain Radit gemar mengkonsumsi obat-obatan dan minuman keras. Radit
merupakan tipe orang yang posesif dan pencemburu. Sifat cemburu yang dimiliki
20
Radit ditunjukkannnya bila ada laki-laki lain yang mendekati atau berani
mengganggu istrinya (Jani). Radit tidak segan-segan menghajar tiap laki-laki yang
berani mendekati Jani. Radit tidak suka bila Jani bergaul dengan laki-laki lain yang
belum ia kenal, sekalipun laki-laki yang mendekatinya adalah bos di tempat istrinya
bekerja,
(9) Radit memecahkan kaca mobil teman kuliah Jani yang berani memeluknya sambil berdansa di sebuah lounge. Atau, ketika dua minggu lalu Jani terpaksa keluar dari kafe tempatnya bekerja karena Radit melabrak dan mendorong bosnya hingga membentur rak di belakang bar membuat botol-botol vodka berjatuhan. (Rinaldo, 2008: 8).
(10) “Bos kamu genit! Aku gak suka caranya ngeliatin kamu.” Cuma itu alasan Radit (Rinaldo, 2008: 8).
Dalam kutipan (9) di atas terlihat bagaimana Radit melampiaskan rasa
cemburunya dengan melakukan hal-hal anarkis terhadap teman laki-laki Jani karena
berani mendekati Jani. Sikap anarkis Radit ditunjukkannya dengan memecahkan kaca
mobil teman kuliah Jani. Kebencian Radit terhadap bos Jani juga ditunjukkan Radit
dengan cara melabrak dan mendorong bos Jani. Pada kutipan (10) terlihat bagaimana
alasan Radit ketika ditanya oleh Jani kenapa ia memukuli bosnya. Radit tidak suka
ada laki-laki yang berani menggoda meskipun bosnya Jani sekalipun. Bagi Radit,
bosnya Jani bersikap keterlaluan kepada Jani. Hal tersebut digambarkan secara
analitik dan dramatik.
Radit begitu menginginkan Jani untuk selalu berada di sampingnya. Bagi
Radit, Jani adalah segalanya dan ia rela mengorbankan apa pun demi istrinya yang
sangat dicintainya. Tidak ada yang dapat menggantikannya, ia lebih baik memilih
21
untuk mati bila Jani tidak ada bersamanya. Terlihat bagaimana begitu berartinya Jani
buat Radit.
(11) ketika Radit membelai rambutnya dengan tatapan penuh puja sambil memeluk tubuh yang berpeluh setelah bercinta semalaman sambil membisikkan, “kamu milikku, Jani, dan aku akan bersumpah tak akan membagimu dengan siapapun” (Rinaldo, 2008: 8).
(12) Bunuh saja aku, Jani. Kalau kamu pergi dengan laki-laki lain, hidup dan mati tidak ada bedanya. Kamu udara, air, dan tanah yang membuatku ada. Aku butuh kamu buat hidup (Rinaldo, 2008:89).
(13) “Kamu itu milikku dan aku enggak suka ada cowok lain yang berani macam-macam sama kamu!” Radit semakin tidak bisa mengendalikan emosinya (Rinaldo, 2008: 55).
Kutipan (11), (12), dan (13) di atas melihatkan bagaimana Radit begitu sangat
mencintai Jani. Jani adalah segala-galanya bagi Radit. Ia tidak ingin ada laki-laki lain
yang mendekati Jani selain dirinya, hanya ia yang boleh membahagiakan Jani, tidak
orang lain. Apa pun yang dilakukan Radit tidaklah ada artinya tanpa Jani di sisimya.
Ia pun rela mati, karena hanya Janilah yang bisa membuatnya berarti. Hal tersebut
disampaikan pengarang secara analitik.
Semakin hari Radit menyadari bahwa ia harus menyiapkan diri untuk menjadi
seorang ayah karena Jani telah hamil. Tidak hanya mempersiapkan mental menjadi
seorang ayah, ia juga menyadari harus mempersiapkan segala sesuatu untuk persiapan
kelahiran anaknya kelak, sedangkan sampai saat ini pun ia belum memiliki pekerjaan
yang pasti. Radit pun berusaha mencari pekerjaan untuk menghidupi keluarganya dan
Radit pun mencoba pekerjaan dari menjadi valet parkir di sebuah mall, buruh di toko
material sampai bekerja sebagai tukang pukul di sebuah klub malam. Semua
22
dicobanya demi mengumpulkan uang untuk mempersiapkan kelahiran anaknya kelak
dan memenuhi kehidupan sehari-harinya bersama Jani.
(14) Radit beruntung karena ketika ia datang ke mal tersebut mencari kerja, salah seorang valet parkirnya mengalami kecelakaan sehingga ia dapat menggantikan pekerjaannya, setidaknya untuk sementara. Ketika ditawarkan pekerjaan tersebut, Radit tidak berpikir dua kali dan langsung menerimanya (Rinaldo, 2008:63).
(15) “Aku tadi dapat pekerjaan,” kata Radit sambil menggerogoti ayam gulai hingga tulang-tulangnya gundul tak berdaging.
“Wah, senangnya. Dimana, Yang?” “Di toko material. Jadi kuli (Rinaldo, 2008: 103). (16) Dan seperti malam itu, ketika ia menyeret seorang pengunjung yang
mabuk keluar dari klab, orang itu menawarkannnya uang jika Radit tetap membiarkannya berada di dalam. Radit tidak mempedulikannya dan tetap melempar orang itu keluar klub (Rinaldo, 2008: 138).
Dalam kutipan (14) di atas terlihat bagaimana keberuntungan sedang berpihak
pada Radit, karena saat sedang mencari pekerjaan Radit langsung mendapatkannya
walaupun sebagai valet parkir di sebuah mall untuk sementara karena menggantikan
valet parkir sebelumnya yang terkena kecelakaan. Namun, pekerjaan Radit sebagai
valet parkir tidak berjalan lama. Pada kutipan (15) digambarkan pekerjaan Radit yang
baru. Radit mengabarkan kepada Jani bahwa ia sudah mendapatkan pekerjaan lagi,
sebagai kuli di toko material. Kutipan (16) digambarkan bagaimana Radit sangat
menikmati pekerjaan barunya sebagai tukang pukul pada sebuah klub malam. Pada
kutipan (14) dan (16) tersebut disampaikan pengarang secara analitik, sedangkan
kutipan (15) disampaikan pengarang secara dramatik.
Apa yang Radit takuti pun terjadi. Radit sangat takut bila sakauw-nya datang.
Ia tidak ingin Jani menyaksikan penderitaannya karena Radit tahu apa yang
23
dilakukannya terjadi di luar kesadarannya bila ia sakauw. Radit tidak ingin terjadi
sesuatu terhadap Jani bila sakauw-nya sedang menghampirinya.
(17) Menjelang tengah malam, Radit terbangun. Tubuhnya menggigil, hidungnya terus mengeluarkan air. Ia tahu candu yang menyebabkan tubuhnya begini dan hanya candu pula yang dapat menenangkannya. Tapi ia bertahan sekuat ia bisa (Rinaldo, 2008: 132).
(18) “Kalau kamu sayang, kamu harus buka pintunya, Jani. Aku sudah tidak tahan lagi.” Malam berjalan semakin lambat. Sakauw Radit bukannya berkurang malah semakin bertambah. Kulitnya terasa gatal dan semakin panas. Ia menggigil hebat dan untuk menguranginya ia berulangkali membentur badannya ke pintu (Rinaldo, 2008: 133).
Pada kutipan (17) dan (18) di atas melihatkan bagaimana Radit harus berjuang
melawan sakauw yang begitu menyiksanya. Radit mencoba bertahan semampunya
walaupun tubuhnya terus menggigil dan untuk mengurangi rasa sakitnya Radit
berulang kali membenturkan badannya ke pintu. Hal tersebut disampaikan pengarang
secara analitik.
Belum sempat Radit merasakan rasanya menjadi seorang ayah. Radit harus
mengembalikan istrinya ke orangtuanya. Ia tidak mampu lagi menjaga Jani untuk
selalu ada di sampingnya. Radit tidak ingin Jani selalu menderita, terlebih bila
sakauwnya datang. Ia merelakan Jani kembali ke keluarganya. Radit tidak dapat
memenuhi janjinya untuk selalu ada di samping Jani. Diam-diam Radit datang
menemui keluarga Jani, untuk menyerahkan kembali Jani, yang pada saat itu
kondisinya sedang mengandung buah cintanya. Ia tidak ingin anak dalam
kandungannya mengalami sesuatu, karena Radit menyadari bila sakauwnya datang ia
24
bisa berubah menjadi sesuatu yang tidak diinginkan, sedangkan Radit sangat
menyayangi Jani.
(19) “Radit sudah mengembalikan kamu ke keluarga, Jani. Ia sudah menyerahkan amanatnya kembali kepada papa.” (Rinaldo, 2008: 151).
Pada kutipan (19) di atas menggambarkan bagaimana Radit sudah menyerah.
Radit sudah tidak sanggup lagi menemani Jani. Radit tidak ingin melihat Jani
menderita karena terus bersamanya. Akhirnya, Radit menyadari bahwa ia lebih
memilih obat-obatan dan minuman keras sebagai pendamping hidupnya daripada Jani
yang sangat ia cintai. Hal tersebut disampaikan pegarang secara dramatik.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diperoleh kesimpulan bagaimana
penokohan Radit yang mendominasi dalam penceritaan. Radit digambarkan memiliki
bentuk fisik kurus dengan tulang pipi cekung, tatapan mata tajam dan sekujur
badannya penuh tatto. Radit merupakan seorang pemain band yang begitu idealis, ia
sangat tidak senang membawakan lagu-lagu milik orang lain. Radit juga
mengkonsumsi obat-obatan dan minuman keras. Radit paling benci dilarang untuk
berhenti mengkonsumsi obat-obatan dan minuman keras, terlebih bila orang yang
melarang belum pernah mencobanya, seperti Jani. Bagi Radit, Jani dan jarum adalah
surganya. Radit mudah sekali terpancing emosinya. Ia selalu marah bila Jani
mengungkit-ungkit masa lalu atau ketika saat teman-teman bandnya mengajak untuk
membawakan lagu-lagu orang lain, sedangkan tidak banyak cafe yang mau
menampilkan band yang belum terkenal untuk membawakan lagu-lagu ciptaan
sendiri. Selain Radit orang yang emosional, ia juga seorang yang pencemburu. Radit
25
paling tidak suka ada laki-laki yang mendekati Jani. Ia tidak segan-segan
menggunakan kekerasan bila ada laki-laki yang mendekati Jani. Semua tingkah laku
yang Radit dilakukan karena Radit sangat mencintai Jani. Ia tidak ingin ada laki-laki
lain yang bisa membuat Jani bahagia, selain dirinya. Radit tidak bisa hidup tanpa
Jani. Ia lebih baik mati dari pada hidup tanpa Jani ada di sampingnya. Sejak kecil
Radit sudah kehilangan kedua orang tuanya dan dia diasuh oleh omnya. Karena suatu
masalah Radit pun bertengkar dengan omnya, dan tidak ada satu pun saudaranya yang
membelanya. Sampai akhirnya ia pun kabur dan bertemu dengan teman-teman
bandnya dan Jani. Dalam perjalanannya, Radit menyadari bahwa ia harus
menyiapkan diri untuk menjadi seorang ayah, karena Jani telah hamil. Ia pun
berusaha mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dari menjadi
valet parkir di sebuah mall, buruh di toko material sampai bekerja sebagai tukang
pukul disebuah klub malam. Itu semua ia jalani untuk mempersiapkan kelahiran
anaknya. Namun, pada akhirnya Radit harus menyerah pada obat-obatan dan
minuman keras. Ia tidak dapat memenuhi janjinya untuk selalu bersama Jani dan
membesarkan anaknya kelak bersama-sama. Radit lebih memilih obat-obatan
daripada Jani untuk berada di sampingnya. Radit pun diam-diam tanpa sepengetahuan
Jani menyerahkan kembali Jani kepada keluarganya, meskipun sebenarnya Radit
masih sangat mencintai Jani dan menginginkan untuk berada bersamanya.
26
2.2.2 Jani
Jani merupakan salah satu tokoh utama. Jani digambarkan pengarang dengan
bentuk fisik seorang gadis cantik, dengan tubuh tinggi dan kurus, rambutnya panjang
dengan mata yang lebar. Jani merupakan gadis yang polos. Disampaikan pengarang
secara analitik. Terlihat dalam kutipan di bawah ini.
(20) Gadis itu cantik, walaupun bukan gadis tercantik yang pernah dikenalnya. Tinggi dan kurus. Berambut panjang dengan mata sebelok ikan mas koki (Rinaldo, 2008: 1).
Kehidupan Jani berubah sejak bertemu dengan Radit. Ia menemukan kekuatan
untuk menjadi dirinya sendiri. Selama ini ia sudah bosan dan muak menjadi orang
lain, menjadi anak manis yang selalu menyembunyikan segala hal yang disukainya
hanya karena semua bertentangan dengan selera dan keinginan orang tuanya dan
sejuta larangan mereka. Jani sangat ingin membuat tatto di tempat yang bisa dilihat
orang seperti di betis, tanpa harus takut memikirkan makian orang tuanya. Ia ingin
merdeka menjadi diri sendiri sehingga bebas melakukan segala sesuatu yang
diinginkannya. Ayahnya selalu melarangnya untuk bergaul dengan Radit, karena
sejak bergaul dengan Radit, Jani menjadi orang yang sulit diatur.
(21) “ Apa-apaan ini?” bentak ayahnya sambil menunjuk ke tatto di betis Jani.
Jani hanya mengangkat bahu dan terus berjalan ke arah pintu depan. “J ani, mau kemana kamu?” suara ayahnya semakin meninggi. “ Mau pergi.” “ Papa tahu kamu mau pergi. Tapi kemana dan dengan sapa?” “ Nonton band-nya Radit manggung.”
“ Papa kan sudah larang kamu bergaul sama dia!” bentak ayahnya. “lihat hasilnya! Kamu jadi nggak bener! Ikut-ikutan pake tatto! Kayak preman pasar!”
“ Papa salah! Aku sudah punya tatto sebelum kenal Radit! Lihat!”
27
Jani balas membentak ayahnya sambil menurunkan rok mininya dan memperlihatkan sebuah tatto sekuntum bunga mawar tepat dibawah pusarnya (Rinaldo, 2008: 4-5).
Pada kutipan (21) di atas menggambarkan bagaimana Jani tidak lagi takut
kepada Ayahnya. Selama ini Jani selalu menuruti apa yang dikatakan Ayahnya, tetapi
sejak Jani berhubungan dengan Radit semua berubah. Jani menemukan suatu
kebebasan yang tidak di dapatnya di rumah. Hal tersebut disampaikan pengarang
secara dramatik.
Bagi Jani, Radit merupakan aliran sungai yang membawanya ke lautan lepas.
Kebersamaannya dengan Radit memberi Jani kekuatan untuk menyampaikan
keinginannya secara bebas, seperti keinginan Jani yang meminta Ayahnya
menikahkan Jani dengan Radit. Apa pun ia lakukan untuk selalu bersama Radit,
walaupun keluarganya tidak menyetujui hubungan mereka.
(22) keinginan untuk selalu bersama Radit, dicintai dan dipujanya, memberi Jani kekuatan untuk meminta ayahnya menikahkan mereka. Ketika ayah, ibu bahkan adiknya tak memberikan restu, Jani memilih lari dari rumah dan tinggal di rumah kontrakan Radit.hingga akhirnya ayahnya menyerah dan mau menikahkan mereka (Rinaldo, 2008: 6).
Kutipan di atas menunjukkan bagaimana cinta Jani kepada Radit. Jani
memberanikan diri untuk meminta restu kepada orang tuanya agar dapat menikahkan
mereka. Orang tua Jani tidak menyetujui hubungan mereka, sehingga Jani
memutuskan untuk menikah dengan Radit meskipun tanpa restu dari orang tua Jani.
Hal tersebut disampaikan pengarang secara analitik.
Jani menyadari sejak kebersamaannya dengan Radit, ia harus menerima
segala yang akan terjadi padanya. Jani masih ingat saat pertama kali ia ditawari oleh
28
Radit untuk mencicipi obat-obatan terlarang, dan saat itu Radit telah menjadi seorang
pecandu. Jani mudah sekali terbujuk dengan ajakan Radit untuk mencicipi obat-
obatan terlarang. Awalnya Jani tidak mengenal semua jenis obat-obatan terlarang,
tetapi karena bujukan Radit yang secara tidak langsung mengajak untuk mrncobanya,
akhirnya Jani pun terbujuk untuk ikut mencobanya.
(23) “Kamu harus coba semuanya supaya bisa tahu mana yang cocok buat kamu.” Dan ia menuruti Radit. Ia mencoba semua narkotika yang ada. Radit dengan putauw, Jani cukup dengan ganja dan alkohol (Rinaldo, 2008: 7).
Kutipan (23) di atas melihatkan bagaimana Jani menuruti Radit untuk
mencoba semua obat-obatan terlarang. Walaupun pada awalnya Jani tidak mau
mencicipi barang tersebut. Karena Radit selalu mendesaknya, akhirnya Jani pun
luluh. Ia mencicipi semua jenis narkotika yang Radit tawarkan kepadanya. Pada
awalnya, Jani hanya mencicipi yang Radit tawarkan kepadanya. Hal tersebut
disampaikan secara dramatik.
Walaupun Jani tidak tinggal bersama orang tuanya, Jani selalu ingat hari
ulang tahun tiap anggota keluarganya. Sewaktu masih tinggal bersama keluarganya
Jani selalu merayakan setiap ulang tahun bersama-sama. Namun, untuk kali ini tidak,
setelah pernikahannya dengan Radit hubungan Jani dengan keluarganya menjadi
tidak baik, terlebih ayahnya yang sangat tidak suka dengan Radit, Jani tidak lagi
merayakan ulang tahun bersama keluarganya. Terakhir Jani hanya mengirimkan SMS
kepada Adiknya sebelum telepon genggamnya dijual. Jani masih selalu ingat hari-hari
29
penting dalam keluarganya seperti saat hari ulang tahun Ibunya tiba. Terlihat dalam
kutipan (24) di bawah ini.
(24) Hari ini Mama Jani ulang tahun. Jani selalu ingat hari ulang tahun setiap anggota keluarganya dan biasanya jadi orang pertama yang mengucapkan selamat. Tapi sudah lama rasanya ia tidak melakukan itu. Ia hanya mengirimkan sms waktu Abi, adiknya, terakhir ulang tahun, sebelum telepon genggamnya berpindah tangan ke penadah barang langganan mereka (Rinaldo, 2008: 14).
(25) Ia menegarkan dirinya dan melangkahkan kaki menuju pintu pagar, namun kedua kakinya seperti diganduli bola besi yang berat. Selamat ulang tahun, Ma. Jani berbisik dalam hati. Aku ingin masuk dan memelukmu, tapi, masih terlalu berat bertemu dengan anggota keluarganya. Setelah beberapa saat terpaku di depan pagar, Jani akhirnya pulang (Rinaldo, 2008:16)
Pada kutipan (25) di atas walaupun Jani tahu hari ini adalah ulang tahun
Ibunya, Jani berusaha memberanikan diri untuk datang ke rumahnya untuk
mengucapkan selamat ulang tahun kepada Ibunya. Namun, Jani tidak berani, ia hanya
berdiri di depan rumahnya. Jani menyadari bahwa hubungannya dengan keluarganya
kurang baik, karena keputusannya untuk menikahi Radit tidak disetujui oleh orang
tuanya. Hal tersebut disampaikan pengarang secara analitik.
Jani masih ingat bagaimana Ayahnya menghina dan merendahkan Radit, yang
ketika itu sedang berkunjung ke rumahnya untuk meminjam uang kepada orang
tuanya untuk membayar sewa kontrakan rumah. Radit pada saat itu belum memiliki
pekerjaan tetap, sehingga tidak memiliki uang untuk membayar sewa kontrakan
rumah. Itulah sebabnya mengapa Jani tidak ingin bertemu dengan keluarganya,
terutama Ayahnya.
(26) “ Sapa suruh kawin sama pengamen!”
30
“ Papa!” Jani melompat dari duduk dan berdiri sambil menatap ayahnya, meradang. “ Jani datang ke sini bukan buat dihina. Jani datang mau pinjam uang. Papa tinggal bilang, ya atau enggak. Selesai! Simpan saja khotbah Papa untuk Papa sendiri.” (Rinaldo, 2008: 46-47).
Pada kutipan di atas Jani sangat kecewa dengan ucapan Ayahnya kepada
Radit yang menurut Jani tidak sepantasnya Ayahnya berkata seperti itu. Jani tidak
terima suaminya dihina oleh Ayahnya. Ia pun berdiri dan membela suaminya. Hal
tersebut disampaikan pengarang secara dramatik.
Cinta Jani kepada Radit begitu besar. Dibuktikan oleh Jani dengan selalu ada
menemani Radit, seperti saat grup bandnya Radit manggung. Jani selalu menonton
pertunjukan musik Radit bersama teman-temannya. Jani selalu mendukung apa pun
pekerjaan yang dilakukan Radit. Terlihat pada kutipan di bawah ini.
(27) Jani selalu menonton setiap kali ia dan band-nya manggung di mana pun. Jani yang selalu ada di sampingnya saat susah senang (Rinaldo, 2008: 20).
Kadang Jani tidak mampu menahan emosinya terhadap Radit. Ia sangat kesal
terhadap sikap dan tingkah laku yang diperbuat Radit. Jani sangat kesal ketika Radit
memperdebatkan masalah ketika teman lamanya mencium pipi dan berbincang-
bincang akrab dengan Jani. Menurut Jani mencium pipi dan berbincang-bincang
akrab merupakan hal yang wajar bila bertemu dengan teman lama. Hal terseut
disampaikan pengarang secara dramatik. Terlihat pada kutipan (28) di bawah ini.
(28) “ Apa kamu bilang? Ganjen? Dasar kampungan! Teman lama cium pipi dan ngobrol akrab itu biasa aja, tahu.” Jani tidak bisa menahan kejengkelannya dan membentak Radit (Rinaldo, 2008: 55).
31
Walau banyak sikap yang membuat Jani kesal akibat tingkah laku Radit, Jani
selalu memaafkannya. Ia menyadari tiap kata-kata maaf yang diucapkan oleh Radit
akan meluluhlantakkan pertahanan egonya. Ia selalu menerima apa pun yang
dilakukan Radit, baik senang maupun susah. Meskipun Jani harus mengeluarkan air
mata.
(29) Ia membaringkan tubuh dan merapatkannya ke tubuh Jani. Jemarinya membelai lengan Jani yang telanjang, ia menciumi tengkuk Jani sambil berbisik, “Maafkan aku, Sayang. Aku enggak seharusnyua marah sama kamu.” Mendengar itu, Jani sadar bahwa pertahanannya akan runtuh. Tak lama, ia tak akan sanggup untuk terus memunggungi Radit. Tak lama, Radit akan meluluhlantakkan pertahanan egonya. Dan memang tak lama, Radit telah berada di dalam tubuhnya hingga Jani tidak lagi dapat merasakan tubuhnya sendiri (Rinaldo, 2008: 22).
(30) “ Tega banget kamu.” Jani meringkukkan tubuhnya di tempat tidur dan hanya dapat terisak dan meratapi ketidakadilan yang diterimanya. “Selama ini aku selalu berusaha ada di samping kamu, susah, senang. Aku gak peduli apa kata orang tentang kamu. Buatku, kamu yang terbaik. Aku terima kamu apa adanya. Tapi...” (Rinaldo, 2008: 90).
Pada kutipan (29) dan (30) di atas memperlihatkan bagaimana Jani tidak bisa
marah kepada Radit. Egonya akan luluh setiap Radit mengucapkan kata maaf
kepadanya. Jani tahu hanya Raditlah yang akan ia ikuti langkahnya sampai kemana
pun. Sehingga apa pun yang dilakukan oleh Radit walaupun sampai harus
mengeluarkan air mata, bagi Jani Raditlah yang terbaik. Hal tersebut disampaikan
pengarang secara analitik.
Jani dikembalikan kepada keluarganya oleh Radit tanpa sepengetahuan Jani
sebab Radit sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup Jani dan calon anaknya
kelak. Radit tahu Jani tidak ingin berpisah dengannya dan Jani sangat mencintainya.
Sampai akhirnya, Jani pun merawat sendiri Kirana, buah cintanya dengan Radit
32
dengan penuh kasih sayang meski tanpa Radit di sisinya. Sebenarnnya Jani tidak
ingin berpisah dengan Radit, karena Jani sangat mencintai Radit tetapi karena
keadaan mereka pun harus berpisah. Meskipun Jani telah bersuami, Jani tidak pernah
melupakan ayah kandung Kirana, yaitu Radit. Jani tidak ingin anaknya melupakan
siapa ayah kandungnya. Untuk itu, ia berjanji pada dirinya untuk menceritakan
semuanya kelak kepada Kirana siapa ayah kandungnya. Hal tersebut disampaikan
pengarang secara analitik. Terlihat pada kutipan (31) di bawah ini.
(31) kelak, Nak, Jani berjanji kepada dirinya sendiri, aku akan bercerita tentang ayahmu. Ayah kandungmu (Rinaldo, 2008: 157).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diperoleh kesimpulan bagaimana
penokohan Jani yang juga mendominasi dalam penceritaan. Jani merupakan seorang
gadis yang polos, ia juga seorang gadis yang cantik. Berambut panjang dengan mata
selebar ikan mas koki. Pertemuannya dengan Radit pada sebuah acara di kampusnya
membawa Jani pada dunia baru yang ia tidak sangka bahkan tidak dibayangkan
sebelumnya. Jani berubah, ia seperti mendapatkan kekuatan untuk menjadi dirinya
sendiri. Ia menyembunyikan segala hal yang disukainya hanya karena semua
bertentangan dengan selera dan keinginan orang tuanya. Beberapa hal yang
disembunyikan Jani dari orang tuanya adalah keinginannya untuk membuat tatto dan
keinginannya untuk selalu bersama Radit. Meskipun keluarganya melarang Jani
untuk berhubungan dengan Radit yang memiliki masa depan tidak jelas. Begitu besar
cinta Jani kepada Radit, segala cara dilakukannya untuk mendapatkan Radit, seperti
Jani memutuskan untuk meninggalkan rumah dan menginap di rumah kontrakan
33
Radit. Akhirnya Ayahnya menyerah dan menikahkan Jani dengan Radit. Jani
menyadari, ia hidup dengan seorang pecandu obat-obatan. Jani pun masih ingat
bagaimana pertama kali ia mencicipi obat-obatan terlarang yang diperkenalkan oleh
Radit. Jani pun tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa ia juga ikut
terjerumus mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Walaupun Jani tidak lagi tinggal
dengan keluarganya, ia tidak melupakan keluarganya. Jani masih ingat hari ulang
tahun tiap anggota keluarganya. Ia pun tak pernah lupa untuk mengucapkannya. Ia
tahu bagaimana orang tuanya sangat membenci Radit, khususnya Ayahnya. Jani
selalu membela Radit setiap Ayahnya menghina dan merendahkannya, karena begitu
cintanya Jani kepada Radit. Tidak jarang segala tingkah laku Radit membuat Jani
naik darah, tapi Jani selalu memaafkannya. Jani menyadari mengapa Radit
mengembalikannya kepada orang tuanya. Sebenarnya Jani tidak ingin kembali
kepada keluarganya karena Jani ingin membesarkan anaknya bersama dengan Radit.
Jani bersedia melakukan apa pun, tapi keinginannya tidak terwujud Radit telah pergi
dan telah mengembalikannya kepada keluarganya. Sampai akhirnya Jani
dikembalikan kepada keluarganya, Jani masih sangat mencintai Radit.
34
BAB III
PERASAAN KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA
DALAM NOVEL RADIT DAN JANI
KARYA RIO RINALDO
Karya sastra adalah curahan perasaan. Meskipun demikian, supaya dimengerti
oleh orang lain, maka karya sastra harus diungkapkan dengan bahasa yang logis
(Ratna, 2007: 162). Perasaan termasuk gejala jiwa yang dimiliki oleh semua orang,
hanya corak dan tingkatannya tidak sama. Perasaan lebih erat hubungannya dengan
pribadi seseorang dan berhubungan pula dengan gejala-gejala jiwa yang lain. Oleh
sebab itu tanggapan perasaan seseorang terhadap sesuatu tidak sama dengan
anggapan perasaan orang lain, terhadap hal yang sama (Ahmadi, 1991:101).
Max Scheler dalam Shalahuddin berpendapat ada empat tingkatan perasaan.
Empat tingkatan perasaan itu antara lain perasaan indrawi, perasaan vital/suasana
hati, perasaan psikis, dan perasaan kepribadian (1994: 119). Pada bab ini empat
tingkatan perasaan tersebut akan dibahas lebih lanjut oleh peneliti.
3.1. Radit 3.1.1 Perasaan Indrawi Saat bandnya Radit manggung mengisi acara di sebuah kampus. Radit tidak
pernah mengira akan bertemu dan berkenalan dengan seorang gadis yang menurut
Radit berbeda dengan gadis-gadis biasanya. Gadis itu bernama Anjani dan biasa
disebut Jani. Di mata Radit, Jani berbeda dengan gadis biasanya. Jani merupakan
gadis yang polos dan tidak munafik, Radit melihat dari caranya tertawa yang begitu
lepas saat sebelum bandnya Radit memulai menyanyikan lagu-lagu bandnya. Tawa
Janilah yang membuat Radit tertarik dan ingin berkenalan dengannya.
35
(32) “ Dan enggak usah juga merasa aneh kalo gue tadi menyanyi khusus buat lo. Inget gak waktu gue memperkenalkan band gue sebelum nyanyi, gue ngasih joke, dan lo adalah orang yang tertawa paling keras. Gue jadi penasaran dan waktu gue lihat lo. Jujur, gue…” Radit terdiam sejenak mencari kata yang tepat. “Gue suka sama lo.” (Rinaldo, 2008:3).
Pada kutipan (32) di atas, terlihat perasaan indrawi yang timbul sebagai akibat
adanya perangsang-perangsang jasmaniah. Saat Radit memberikan joke kepada
penonton sebelum grup bandnya memulai menyanyikan lagu-lagunya. Radit
mendengar tawa yang begitu lepas dari kerumunan penonton, yang membuat Radit
mencari siapa pemilik tawa tersebut. Radit pun mencari dan melihat siapa pemilik
tawa tersebut, setelah ia menyanyikan semua lagu-lagunya, Radit pun langsung
bergegas menghampiri dan berusaha berkenalan dengan pemilik tawa yang mencuri
perhatiannya. Gadis itu bernama Jani.
Saat Radit bertemu Abi (adik Jani) ia tahu sesuatu akan terjadi padanya. Abi
sudah merencanakan pertemuannya dengan Radit tanpa sepengetahuan Radit. Radit
mendengarkan apa yang dikatakan Abi kepadanya. Seperti yang sudah diduga oleh
Radit bahwa Abi menemuinya hanya untuk meminta mengembalikan Jani untuk
dirawat oleh keluarganya. Karena bagi Abi dan orang tuanya sejak Jani menikah
dengan Radit, Jani terlihat sangat tidak terurus. Radit pun sangat emosi mendengar
penjelasan yang diucapkan Abi kepadanya, karena Radit sangat mencintai Jani dan
tidak ingin ada orang lain memisahkannya. Radit sadar ia sedang berbicara dengan
Adik dari istrinya, karena bila tidak Radit sudah menghajar sampai babak belur orang
yang sudah berkata seperti itu. Radit hanya bisa menahan emosinya agar tidak terjadi
keributan.
36
(33) Radit menggigit bibirnya kuat-kuat menahan amarahnya yang mendidih hingga taringnya menggigit bibirnya terlalu keras dan sobek. Rasa asin darah menyentakkan Radit. Ia menyeka bibirnya dengan punggung tangannya (Rinaldo, 2008:113).
Pada kutipan di atas terlihat bagaimana perasaan indrawi Radit setelah
mendengar perkataan Abi. Radit hanya bisa menahan emosinya setelah mendengar
penjelasan Abi. Radit tidak kuasa menghajar Adik dari istrinya, ia hanya mampu
menggigit bibirnya kuat-kuat untuk menahan emosinya. Hingga rasa asin darah
menyadarkannya bahwa bibirnya telah sobek akibat gigitannya sendiri.
3.1.2 Perasaan Suasana Hati
Tidak pernah terbayangkan oleh Radit gadis yang dulu berkenalan pada
sebuah acara musik di sebuah kampus dan memiliki tawa yang lepas kini menjadi
istrinya. Entah apa yang membuat Radit begitu sangat mencintai Jani sehingga ia pun
tidak bisa lepas dari Jani. Radit sangat mencintai dan menyayangi Jani, ia tidak ingin
ada orang lain menggoda atau pun mendekati Jani. Rasa curiga dan cemburu Radit
selalu muncul bila ada orang yang mendekati Jani. Seperti ketika Radit melihat Jani
yang bekerja di sebuah kafe didekati bosnya, tiba-tiba Radit melabrak dan mendorong
bosnya hingga membentur rak di belakang bar membuat botol-botol vodka
berjatuhan. Yang membuat Jani pun di pecat dari pekerjaannya.
(34) “ Bos kamu genit! Aku gak suka caranya ngeliatin kamu.” Cuma itu alasan Radit (Rinaldo, 2008:8).
Kutipan (34) di atas, melihatkan bagaimana perasaan suasana hati Radit.
Bagaimana Radit merasa tidak nyaman atau tidak suka melihat Jani didekati oleh
37
laki-laki lain, walaupun yang mendekatinya adalah bos tempat Jani bekerja. Radit
tidak pernah memikirkan akibat yang akan terjadi sesudahnya, ia hanya tahu bahwa
Jani adalah miliknya dan tidak ada orang yang boleh mendekatinya.
Pada suatu ketika Radit dan Jani datang ke rumah orang tuanya Jani. Mereka
disambut oleh orang tua Jani, meskipun Radit tahu kedatangannya sangat tidak
diinginkan oleh Ayahnya Jani karena ayahnya Jani tidak menyukainya. Saat Radit
dan Jani disuguhi minuman tiba-tiba Jani meninggalkan Radit dengan kedua orang
tuanya.
(35) Radit mengambil cangkirnya pelan-pelan, sambil merutuk Jani yang meningalkannya hanya dengan mertuanya. Ayah Jani hanya duduk diam sambil menatap Radit, yang semakin membuatnya salah tingkah. Ia hanya bisa tersenyum setiap kali mata mereka berserobok (Rinaldo, 2008: 42).
Pada kutipan (35) di atas digambarkan bagaimana perasaan suasana hati Radit
yang merasa tidak nyaman karena ditinggal Jani sendirian dan harus berhadapan
dengan orang tua Jani. Tatapan Ayahnya Jani yang memperhatikannya semakin
membuat Radit merasa tidak nyaman. Radit hanya berharap agar Jani kembali
menemaninya.
Sebagai seorang pecandu, Radit tahu tempat mana yang dapat membuatnya
tenang. Kebiasaannya mengkonsumsi putauw belum bisa Radit tinggalkan. Walaupun
ia telah berjanji kepada Jani untuk berhenti mengkonsumsinya, tetapi Radit selalu
sembunyi-sembunyi jika mengkonsumsinya, Radit tidak ingin Jani tahu bahwa ia
masih belum bisa mengalahkan sakauw-nya. Radit hanya ingin menyenangkan Jani
38
dengan berjanji untuk tidak mengkonsumsi putaw lagi. Radit tidak ingin melihat Jani
bersedih.
(36) Sementara, badannya mulai menagih. Tubuhnya menggigil dan hidungnya mulai berair, ia tahu ia harus menyuntik dirinya. Selama ini ia selalu sembunyi-sembunyi pergi menemui duo kribo dan bantet. Ia tidak ingin Jani tahu bahwa ia masih belum bisa mengalahkan sakauw-nya (Rinaldo, 2008:118).
Kutipan (36) di atas melihatkan perasaan Radit yang tidak nyaman saat
tubuhnya menggigil dan hidungnya mulai berair akibat sakauw-nya. Radit akan
melakukan apa saja untuk menyembuhkan sakauw-nya, meskipun ia harus sembunyi-
sembunyi dari Jani untuk mendapatkannya. Radit pun tidak menghiraukan janjinya
kepada Jani, yang Radit ingin hanyalah menemui Kribo dan Bantet untuk
mendapatkan barang yang ia inginkan sehingga ia terlepas dari penderitaannya karena
sakauw-nya.
Bagi Radit, malam begitu lambat berjalan ketika rasa sakit yang dirasa begitu
membuatnya menderita. Yang ia tahu candu yang membuat tubuhnya begini dan
hanya candu pula yang dapat menenangkannya. Namun ia bertahan sekuat tenaga.
Radit tidak mempedulikan apa yang ada di sekitarnya. Radit hanya ingin mengahkiri
rasa sakit di tubuhnya yang semakin menggila.
(37) Malam berjalan lambat bagi Radit. Setiap detik memberikannya penderitaan baru. Tubuhnya bertambah menggigil, keringat bercucuran membasahi tubuhnya dan perutnya kram. Ia memukuli dinding kamar untuk menyalurkan rasa sakit yang dideritanya (Rinaldo, 2008:132).
Kutipan (37) terlihat bagaimana perasaan suasana hati Radit saat tubuhnya
sedang sakauw. Radit mencoba menahan rasa sakit dengan memukul-mukuli dinding
39
dan membenturkan badannya berharap dapat mengurangi rasa sakitnya. Radit
mencoba bertahan menahan segala penderitaan yang menderanya.
3.1.3 Perasaan Psikis Radit tidak pernah membayangkan bertemu dengan teman-teman yang
memiliki cita-cita yang sama dalam bermusik dan mereka membentuk sebuah grup
band bersama. Saat bandnya Radit sedang tampil di sebuah kampus, Radit tidak
menyangka akan berkenalan dengan Jani, seorang wanita yang kelak menjadi
istrinya.
(38) Radit hidup menggelandang, mengais kehidupan dengan mengamen. Hingga ia bertemu dengan teman-teman bandnya. Orang-orang yang memiliki impian yang sama, idealisme musik yang sama. Apalagi sejak ia bertemu Jani. Tidak pernah terlintas dalam mimpinya, perempuan secantik dan semenarik Jani, kaya pula, akan mau meliriknya saat ia belum mencapai cita-citanya (Rinaldo, 2008:20).
Pada kutipan (38) terlihat bagaimana perasaan psikis Radit yang begitu
gembira karena dapat memiliki teman-teman yang mempunyai mimpi yang sama dan
seorang wanita yang sangat ia sayangi. Tidak pernah terlintas oleh Radit ada seorang
wanita yang mencintainya sebelum cita-citanya tercapai yaitu menjadi seorang
vokalis band terkenal dan lagu-lagunya selalu dinyanyikan semua orang.
Radit bekerja sebagai valet parkir. Namun, saat Radit memarkirkan mobil, ia
selalu mencari-cari barang-barang apa saja yang ada di dalam mobil yang dapat ia
jual kembali. Keberuntungan pun sedang berpihak padanya. Ia menemukan kamera
digital di dalam dashboard mobil dan segera mengambilnya. Setelah beberapa hari
40
pemilik mobil melaporkan bahwa kamera digitalnya hilang. Setelah mengetahui
Raditlah yang mencuri, ia pun kabur. Dalam perjalanannya Radit mampir menemui
Kribo dan Bantet untuk mencari ketenangan.
(39) Kribo dan Bantet satu-satunya tempat yang bisa membantu ia melupakan semua ini. Ia meraba kantongnya dan teringat bahwa ia masih menyimpan uang sisa penjualan kamera digital kemarin. Bagus, sekarang ia bisa lupa. Ia bisa melupakan semua (Rinaldo, 2008:69).
Pada kutipan (39) di atas digambarkan bagaimana perasaan psikis Radit.
Untuk menyelesaikan masalah ia selalu datang kepada Kribo dan Bantet. Mereka
adalah penjual putaw, tempat biasa Radit membeli putaw bila sedang sakauw ataupun
ingin menenangkan pikiran dari masalah-masalah yang sedang dihadapinya.
Kebiasaan Radit mencuri akhirnya ketahuan juga. Ia pun dikeluarkan dari
pekerjaannya. Namun, Radit tidak putus asa, ia terus mencari pekerjaan. Setelah ia
mengetahui bahwa Jani telah hamil. Radit lebih bersemangat untuk mencari
pekerjaan. Apa pun ia lakukan demi mendapatkan pekerjaan. Sampai akhirnya Radit
mendapatkan pekerjaan sebagai kuli di toko material.
(40) “ Di toko material. Jadi kuli. Kamu malu enggak punya suami kuli, Bodoh?” Jani memeluk Radit dan mencium wajahnya. “Bagaimana mungkin aku malu punya suami yang mau bekerja apa saja demi menghidupi istrinya? Aku malah bangga sayang.” Radit tersenyum mendengar dukungan Jani yang sangat ia butuhkan (Rinaldo, 2008:103).
Kutipan (40) di atas merupakan perasaan psikis Radit. Radit membutuhkan
dukungan karena ia merasa pekerjaannya sebagai kuli di toko material hanya akan
menjadi bahan tertawaan Jani. Tetapi sebaliknya, Jani sangat mendukung apa yang
dilakukan Radit, sekalipun menjadi kuli di toko material.
41
Apa saja yang dikerjakan Radit selalu saja salah dan tidak karu-karuan. Untuk
menghitung batu bata yang akan dikirim Radit selalu salah menghitung, belum lagi
beberapa sak semen yang ia jatuhkan karena keteledorannya, padahal hari itu adalah
hari pertamanya menerima gaji. Namun, apa yang terjadi, uang gajiannya dipotong
untuk mengganti semua barang yang rusak akibat ulah Radit. Radit pun tidak terima
atas tindakan bosnya, ia hampir saja membunuh bosnya.
(41) “ Enggak, dia enggak mati,” lanjut Radit. “Teman-temanku datang dan memisahkan kami. Aku stress, Bodoh, makannya aku butuh mabuk. Aku ingin ngelupain semua itu.” (Rinaldo, 2008:127).
Pada kutipan (41) di atas menggambarkan bagaimana perasaan psikis Radit.
Dalam kutipan tersebut terlihat bagaimana Radit jika menghadapi masalah. Ia lebih
senang lari kepada obat-obatan atau minuman keras untuk melupakan masalah-
masalahnya. Bagi Radit dengan mengkonsumsi obat-obatan maupun minuman keras
membuat semua masalahnya cepat teratasi.
3.1.4 Perasaan Kepribadian Sebagai seorang pemain band, Radit adalah orang yang memiliki idealisme
yang kuat dalam bermusik. Radit ingin dalam setiap penampilan bandnya
menyanyikan lagu-lagu ciptaan sendiri. Radit tidak ingin bandnya menyanyikan lagu-
lagu orang lain. Bagi Radit membawakan lagu-lagu milik orang lain sama saja tidak
memiliki harga diri.
(42) Band kita membawakan lagu kita sendiri, dengan gaya kita sendiri, Radit selalu menekankan hal itu kepada kawan-kawannya. Mending gue mati kelaparan daripada dapat duit dari nyanyiin lagu-lagunya Kings atau
42
MissU Band, dengan sengit Radit mendebat teman-temannya (Rinaldo, 2008:26).
Apa yang terlihat dalam kutipan (42) melihatkan perasaan Radit yang
memiliki idealisme yang besar dalam bermusik. Radit sangat tidak ingin bandnya
membawakan lagu-lagu dari orang lain. Radit pun sangat kecewa ketika teman-
temannya memilih untuk menyanyikan lagu-lagu dari orang lain, semata-mata hanya
untuk suatu alasan tertentu yaitu mencari uang. Teman-temannya pun tega
meninggalkan Radit dan mencari pengganti Radit sebagai vokalis. Kekecewaan Radit
dapat terlihat dalam kutipan (43) di bawah ini.
(43) “Anjing lo semua!” Radit tidak dapat menahan kegeramannya. “Cuma gara-gara duit lo mau ngejual harga diri lo! Dan… dan lo tega ngianatin teman lo sendiri!” (Rinaldo, 2008:28).
(44) “Apa!” Radit tak mempercayai apa yang ia dengar. “Lo mau mecat gue dari band? Lo mau cari orang lain buat ngebawain lagu-lagu kita yang hampir semuanya gue yang tulis?” (Rinaldo, 2008: 27)
Dalam kutipan (43) dan (44) di atas terlihat bagaimana perasaan Radit yang
sangat kecewa karena dikhianati oleh teman-teman bandnya. Radit tidak mengira
teman-temannya akan mengeluarkannya dari band yang telah lama dibentuk. Teman-
temannya rela menghianati Radit hanya demi uang tanpa memikirkan tujuan awal
bandnya terbentuk. Radit sudah menganggap teman-teman bandnya sebagai saudara
sendiri. Ia tidak pernah mengira akan ditinggalkan teman-temannya dengan cara
seperti ini, dikhianati. Teman-teman yang dulu menjadi saudaranya dalam bermusik
dan tidak akan mudah menyerah ketika penolakan demi penolakan harus mereka telan
setiap kali CD demo lagu mereka ditolak. Kini mereka telah meninggalkan Radit dan
menyerah.
43
Radit kini harus berjuang sendiri mewujudkan cita-citanya untuk menjadi
seorang musisi tanpa ada teman-temannya. Radit masih ingat saat masih bersama
teman-temanya ia sempat mengirimkan CD demo lagu-laguya ke kantor studio. Ia
pun segera menanyakan untuk memperoleh kejelasan tentang demo lagunya.
(45) ”Sudah, sudah diterima Pak Willy. Tapi saya enggak yakin beliau suah mendengarnya.”
“Kenapa, Mbak?” “Karena masih ada ratusan CD atau kaset lain yang belum dia dengar.”
Radit hanya dapat tersenyum miris mendengar jawaban itu. Ia pn berterima kasih kepada sekretaris itu dan pergi meninggalkan kantor studio tersebut (Rinaldo, 2008: 69).
Pada kutipan (45) di atas terlihat bagaimana Radit sangat kecewa mendengar
keterangan dari sekretaris di kantor studio tempat Radit pernah mengirimkan CD
demo lagunya.
Setelah Radit dipecat dari bandnya, ia berusaha mencari pekerjaan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Karena Radit sudah tidak lagi memiliki uang untuk
membayar kontrakan, dan makan sehari-hari bersama Jani. Akhirnya mau tidak mau,
Radit bersama Jani datang ke rumah orang tua Jani untuk meminjam uang. Radit
mengetahui bahwa orang tua Jani tidak suka padanya. Apa yang Radit bayangkan
terjadi. Di rumah orang tuanya Jani, Radit dipermalukan.
(46) “Kamu…laki-laki macam kamu, suami seperti apa kamu, menelantarkan istri, hah? Kontrakan saja enggak bisa bayar! Kalau kamu sudah enggak sanggup mengurus Jani, tinggal bilang!” “ Saya masih sanggup, Pak.” Radit berusaha mengendalikan amarahnya yang memuncak karena dihina seperti itu. “Dan Bapak tidak berhak menilai saya seperti itu.” (Rinaldo, 2008:47).
44
Kutipan (46) di atas menggambarkan perasaan kepribadian Radit yang sangat
kecewa karena perkataan Ayah Jani begitu menghinanya. Bagi Radit tidak
sepantasnya Ayah Jani memojokkannya dan berkata seperti itu. Radit pun merasa
harga dirinya di injak-injak. Ia berusaha menahan amarah karena ia tidak ingin Ayah
Jani semakin membencinya. Radit tahu kedatangannya bukan untuk mencari
keributan, tetapi meminjam uang untuk membayar kontrakan.
Ketika Radit sedang menunggu kendaraan di pinggir jalan, sambil menunggu
Jani yang sedang membeli rokok di seberang jalan. Radit melihat ada laki-laki yang
datang menghampiri Jani sambil menempelkan pipi dan berbincang sangat akrab.
Radit tidak bisa menahan emosinya melihat Jani berbincang dengan laki-laki lain
dengan sangat akrab tanpa ia tahu laki-laki itu. Laki-laki itu adalah teman sekolah
Jani waktu itu.
(47) ”Kamu itu milikku dan aku gak suka ada cowok lain yang berani macam-macam sama kamu.” Radit semakin tidak bisa mengendalikan emosinya. Ia menggenggam jam tangan itu kuat-kuat untuk menyalurkan rasa marahnya yang semakin naik. Nafasnya semakin tidak teratur dan ia benci mendengar Jani malah membela dirinya dan cowok itu (Rinaldo, 2008: 55).
Pada kutipan (47) di atas digambarkan bagaimana perasaan Radit yang begitu
kecewa kepada Jani. Radit tidak bisa menahan emosinya karena melihat Jani
berbincang akrab dengan laki-laki lain. Radit memang sangat mencintai Jani dan
tidak ingin berpisah dengan Jani. Oleh karena itu, Radit tidak suka bila ada laki-lai
yang mendekati Jani.
45
3.2 Jani 3.2.1 Perasaan Indrawi
Sejak Jani memutuskan untuk menikah dengan Radit, Jani menyadari
kehidupannya akan berubah. Jani tahu ia harus berusaha sendiri tanpa bantuan dari
keluarganya, ia menyadari keluarganya tidak menyetujui hubungannya dengan Radit
yang dianggap tidak memiliki masa depan. Tidak hanya itu, Jani juga tahu bahwa
Radit seorang pecandu, dan Jani sudah mengtahui konsekuensinya hidup dengan
seorang pecandu. Bagi mereka hidup itu hari ini, bukan besok atau pun lusa. Untuk
memenuhi kehidupan sehari-h