93
PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 20/11/PADG/2018 TENTANG RASIO INTERMEDIASI MAKROPRUDENSIAL DAN PENYANGGA LIKUIDITAS MAKROPRUDENSIAL BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL, BANK UMUM SYARIAH, DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. Bank Indonesia telah menerbitkan peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai rasio intermediasi makroprudensial dan penyangga likuiditas makroprudensial bagi bank umum konvensional, bank umum syariah, dan unit usaha syariah; b. bahwa peraturan mengenai rasio intermediasi makroprudensial dan penyangga likuiditas makroprudensial bagi bank umum konvensional, bank umum syariah, dan unit usaha syariah, perlu didukung dengan peraturan pelaksanaan yang mengatur hal teknis mengenai mekanisme pelaksanaan ketentuan rasio intermediasi makroprudensial dan penyangga likuiditas makroprudensial;

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR RASIO … · Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah bank umum yang menjalankan kegiatan usaha ... Besaran dan parameter yang digunakan

Embed Size (px)

Citation preview

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR

NOMOR 20/11/PADG/2018

TENTANG

RASIO INTERMEDIASI MAKROPRUDENSIAL DAN PENYANGGA LIKUIDITAS

MAKROPRUDENSIAL BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL,

BANK UMUM SYARIAH, DAN UNIT USAHA SYARIAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA,

Menimbang : a. Bank Indonesia telah menerbitkan peraturan Bank

Indonesia yang mengatur mengenai rasio intermediasi

makroprudensial dan penyangga likuiditas

makroprudensial bagi bank umum konvensional, bank

umum syariah, dan unit usaha syariah;

b. bahwa peraturan mengenai rasio intermediasi

makroprudensial dan penyangga likuiditas

makroprudensial bagi bank umum konvensional, bank

umum syariah, dan unit usaha syariah, perlu didukung

dengan peraturan pelaksanaan yang mengatur hal teknis

mengenai mekanisme pelaksanaan ketentuan rasio

intermediasi makroprudensial dan penyangga likuiditas

makroprudensial;

2

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan

Anggota Dewan Gubernur tentang Rasio Intermediasi

Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas

Makroprudensial bagi Bank Umum Konvensional, Bank

Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah;

Mengingat : Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/4/PBI/2018 tentang

Rasio Intermediasi Makroprudensial dan Penyangga

Likuiditas Makroprudensial bagi Bank Umum

Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha

Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2018 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 6194);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR TENTANG RASIO

INTERMEDIASI MAKROPRUDENSIAL DAN PENYANGGA

LIKUIDITAS MAKROPRUDENSIAL BAGI BANK UMUM

KONVENSIONAL, BANK UMUM SYARIAH, DAN UNIT USAHA

SYARIAH.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini yang dimaksud

dengan:

1. Bank Umum Konvensional yang selanjutnya disingkat

BUK adalah bank umum yang melaksanakan kegiatan

usaha secara konvensional sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan,

termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di

luar negeri.

2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS

adalah bank umum yang menjalankan kegiatan usaha

berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud

3

dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai

perbankan syariah.

3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS

adalah unit usaha syariah sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan

syariah.

4. Bank adalah BUK, BUS, dan UUS.

5. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK

adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Otoritas

Jasa Keuangan.

6. Dana Pihak Ketiga yang selanjutnya disingkat DPK adalah

kewajiban Bank kepada penduduk dan bukan penduduk

dalam rupiah dan/atau valuta asing.

7. Rekening Giro dalam Rupiah yang selanjutnya disebut

Rekening Giro Rupiah adalah rekening giro dalam mata

uang rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

Bank Indonesia yang mengatur mengenai rekening giro di

Bank Indonesia.

8. Pembiayaan adalah pembiayaan sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai

perbankan syariah.

9. Rasio Intermediasi Makroprudensial yang selanjutnya

disingkat RIM adalah rasio hasil perbandingan antara:

a. kredit yang diberikan dalam rupiah dan valuta asing;

dan

b. surat berharga korporasi dalam rupiah dan valuta

asing yang memenuhi persyaratan tertentu, yang

dimiliki BUK,

terhadap:

a. DPK BUK dalam bentuk giro, tabungan, dan

simpanan berjangka/deposito dalam rupiah dan

valuta asing, tidak termasuk dana antarbank; dan

b. surat berharga dalam rupiah dan valuta asing yang

memenuhi persyaratan tertentu, yang diterbitkan

oleh BUK untuk memperoleh sumber pendanaan.

4

10. Rasio Intermediasi Makroprudensial Syariah yang

selanjutnya disebut RIM Syariah adalah rasio hasil

perbandingan antara:

a. Pembiayaan yang diberikan dalam rupiah dan valuta

asing; dan

b. surat berharga syariah korporasi dalam rupiah dan

valuta asing yang memenuhi persyaratan tertentu,

yang dimiliki BUS atau UUS,

terhadap:

a. DPK BUS atau DPK UUS dalam bentuk dana

simpanan wadiah dan dana investasi tidak terikat

dalam rupiah dan valuta asing, tidak termasuk dana

antarbank; dan

b. surat berharga syariah dalam rupiah dan valuta asing

yang memenuhi persyaratan tertentu, yang

diterbitkan oleh BUS atau UUS untuk memperoleh

sumber pendanaan.

11. Giro atas pemenuhan RIM yang selanjutnya disebut Giro

RIM adalah saldo giro dalam Rekening Giro Rupiah di

Bank Indonesia yang wajib dipelihara oleh BUK untuk

pemenuhan RIM.

12. Giro atas pemenuhan RIM Syariah yang selanjutnya

disebut Giro RIM Syariah adalah saldo giro dalam

Rekening Giro Rupiah di Bank Indonesia yang wajib

dipelihara oleh BUS atau UUS untuk pemenuhan RIM

Syariah.

13. Target RIM adalah kisaran RIM yang dibatasi oleh batas

bawah dan batas atas yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia untuk perhitungan Giro RIM.

14. Target RIM Syariah adalah kisaran RIM Syariah yang

dibatasi oleh batas bawah dan batas atas yang ditetapkan

oleh Bank Indonesia untuk perhitungan Giro RIM Syariah.

15. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang

selanjutnya disebut KPMM adalah rasio hasil

perbandingan antara modal terhadap aset tertimbang

menurut risiko sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

OJK yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan

5

modal minimum bank umum konvensional dan bank

umum syariah.

16. KPMM Insentif adalah KPMM yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia untuk perhitungan RIM atau RIM Syariah.

17. Parameter Disinsentif Bawah adalah parameter pengali

yang digunakan dalam pemenuhan:

a. Giro RIM bagi BUK yang memiliki RIM kurang dari

batas bawah Target RIM; atau

b. Giro RIM Syariah bagi BUS dan UUS yang memiliki

RIM Syariah kurang dari batas bawah Target RIM

Syariah.

18. Parameter Disinsentif Atas adalah parameter pengali yang

digunakan dalam pemenuhan:

a. Giro RIM bagi BUK yang memiliki RIM lebih dari batas

atas Target RIM; atau

b. Giro RIM Syariah bagi BUS dan UUS yang memiliki

RIM Syariah lebih dari batas atas Target RIM Syariah.

19. Penyangga Likuiditas Makroprudensial yang selanjutnya

disingkat PLM adalah cadangan likuiditas minimum dalam

rupiah yang wajib dipelihara oleh BUK dalam bentuk surat

berharga yang memenuhi persyaratan tertentu, yang

besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar

persentase tertentu dari DPK BUK dalam rupiah.

20. Penyangga Likuiditas Makroprudensial Syariah yang

selanjutnya disebut PLM Syariah adalah cadangan

likuiditas minimum dalam rupiah yang wajib dipelihara

oleh BUS dalam bentuk surat berharga syariah yang

memenuhi persyaratan tertentu, yang besarnya

ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase

tertentu dari DPK BUS dalam rupiah.

21. Jakarta Interbank Offered Rate yang selanjutnya disebut

JIBOR adalah Jakarta Interbank Offered Rate

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia

yang mengatur mengenai suku bunga penawaran

antarbank.

22. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI

adalah Sertifikat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud

6

dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur

mengenai operasi moneter.

23. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya

disingkat SBIS adalah Sertifikat Bank Indonesia Syariah

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia

yang mengatur mengenai operasi moneter syariah.

24. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya

disingkat SDBI adalah Sertifikat Deposito Bank Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia

yang mengatur mengenai operasi moneter.

25. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN

adalah surat berharga yang terdiri atas surat utang negara

dalam mata uang rupiah dan surat berharga syariah

negara dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh

Pemerintah Republik Indonesia.

26. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN

adalah surat utang negara sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang yang mengatur mengenai surat utang

negara, dalam mata uang rupiah.

27. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat

SBSN adalah surat berharga syariah negara atau sukuk

negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

yang mengatur mengenai surat berharga syariah negara,

dalam mata uang rupiah.

28. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah yang

selanjutnya disebut PUAS adalah pasar uang antarbank

berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud

dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur

mengenai pasar uang antarbank berdasarkan prinsip

syariah.

29. Sertifikat Investasi Mudarabah Antarbank yang

selanjutnya disingkat SIMA adalah sertifikat investasi

mudarabah antarbank sebagaimana dimaksud dalam

ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai

sertifikat investasi mudarabah antarbank.

7

30. Tingkat Indikasi Imbalan SIMA adalah rata-rata

tertimbang tingkat indikasi imbalan SIMA dalam rupiah

yang terjadi di PUAS pada pasar perdana.

31. Laporan Berkala Bank Umum yang selanjutnya disingkat

LBBU adalah laporan berkala bank umum sebagaimana

dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang

mengatur mengenai laporan berkala bank umum.

32. Laporan Berkala Bank Umum bagi BUS dan UUS yang

selanjutnya disebut LBBUS adalah laporan berkala bank

umum bagi BUS dan UUS sebagaimana dimaksud dalam

ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai

laporan berkala bank umum.

33. Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disingkat

LHBU adalah laporan harian bank umum sebagaimana

dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang

mengatur mengenai laporan harian bank umum.

34. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System

yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah Bank

Indonesia-Scripless Securities Settlement System

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia

yang mengatur mengenai penyelenggaraan

penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS.

BAB II

KEWAJIBAN PEMENUHAN GIRO RIM DAN GIRO RIM

SYARIAH

Pasal 2

(1) BUK wajib memenuhi Giro RIM yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia.

(2) BUS dan UUS wajib memenuhi Giro RIM Syariah yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia.

(3) BUK yang menerima pinjaman likuiditas jangka pendek

tetap wajib memenuhi Giro RIM.

(4) BUS yang menerima pembiayaan likuiditas jangka pendek

syariah tetap wajib memenuhi Giro RIM Syariah.

8

Bagian Kesatu

Tata Cara Pemenuhan Kewajiban Giro RIM

Paragraf 1

Besaran dan Parameter Giro RIM

Pasal 3

(1) Giro RIM ditetapkan sebesar hasil perkalian antara

Parameter Disinsentif Bawah atau Parameter Disinsentif

Atas, selisih antara RIM dan Target RIM, serta DPK BUK

dalam rupiah.

(2) Dalam hal RIM lebih besar dari batas atas Target RIM,

pemenuhan Giro RIM sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) memperhatikan KPMM BUK dan KPMM Insentif.

(3) Giro RIM dipenuhi dengan membandingkan posisi saldo

Rekening Giro Rupiah BUK di Bank Indonesia setiap akhir

hari selama 2 (dua) periode laporan terhadap Giro RIM

yang dihitung menggunakan rata-rata harian jumlah DPK

BUK dalam rupiah selama 2 (dua) periode laporan pada 4

(empat) periode laporan sebelumnya.

(4) Pemenuhan Giro RIM didasarkan pada DPK BUK dalam

rupiah dengan periode laporan sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) diatur sebagai berikut:

a. Giro RIM untuk periode laporan sejak tanggal 1

sampai dengan tanggal 7 dan periode laporan sejak

tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 menggunakan

rata-rata harian jumlah DPK BUK dalam rupiah

dalam periode laporan sejak tanggal 1 sampai dengan

tanggal 7 dan periode laporan sejak tanggal 8 sampai

dengan tanggal 15 bulan sebelumnya; dan

b. Giro RIM untuk periode laporan sejak tanggal 16

sampai dengan tanggal 23 dan periode laporan sejak

tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan

menggunakan rata-rata harian jumlah DPK BUK

dalam rupiah dalam periode laporan sejak tanggal 16

sampai dengan tanggal 23 dan periode laporan sejak

9

tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan

sebelumnya.

Pasal 4

Besaran dan parameter yang digunakan dalam pemenuhan

Giro RIM ditetapkan sebagai berikut:

a. batas bawah Target RIM sebesar 80% (delapan puluh

persen);

b. batas atas Target RIM sebesar 92% (sembilan puluh dua

persen);

c. KPMM Insentif sebesar 14% (empat belas persen);

d. Parameter Disinsentif Bawah sebesar 0,1 (nol koma satu);

dan

e. Parameter Disinsentif Atas sebesar 0,2 (nol koma dua).

Paragraf 2

Sumber Data dan Nilai yang Digunakan

Pasal 5

(1) Perhitungan RIM menggunakan sumber data dan nilai

sebagai berikut:

a. kredit;

b. DPK BUK;

c. surat berharga korporasi yang dimiliki BUK; dan

d. surat berharga yang diterbitkan oleh BUK,

dalam rupiah dan valuta asing.

(2) Data kredit dalam rupiah dan valuta asing sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a diperoleh dari pos kredit

yang diberikan kepada pihak ketiga bukan bank dalam

Formulir 2 Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode

Data Laporan pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya

dalam LBBU.

(3) Data DPK BUK dalam rupiah dan valuta asing

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperoleh

dari pos giro, pos tabungan, dan pos simpanan berjangka

dalam Formulir 2 Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir

10

Periode Data Laporan pada 4 (empat) periode laporan

sebelumnya dalam LBBU.

(4) Data surat berharga korporasi yang dimiliki BUK dalam

rupiah dan valuta asing sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf c dan data surat berharga yang diterbitkan oleh

BUK dalam rupiah dan valuta asing sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf d diperoleh dari:

a. saldo total harga perolehan surat berharga korporasi

yang dimiliki BUK dan saldo total nilai nominal surat

berharga yang diterbitkan oleh BUK dalam laporan

surat berharga sebagaimana tercantum dalam

Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini, posisi 2

(dua) periode laporan sebelumnya yang disampaikan

BUK kepada Bank Indonesia secara bulanan; atau

b. saldo total harga perolehan surat berharga korporasi

yang dimiliki dan saldo total nilai nominal surat

berharga yang diterbitkan dalam laporan surat

berharga BUK yang diperoleh dari laporan bulanan

bank umum atau sistem aplikasi laporan lainnya,

dalam hal Bank Indonesia telah menginformasikan

kepada BUK mengenai penghentian kewajiban

penyampaian laporan surat berharga melalui surat

dan/atau penyempurnaan Peraturan Anggota Dewan

Gubernur ini.

Pasal 6

(1) Data DPK BUK dalam rupiah untuk pemenuhan Giro RIM

diperoleh dari rata-rata DPK BUK dalam rupiah untuk

seluruh kantor dari BUK yang bersangkutan di Indonesia

dalam Formulir 1 Laporan Dana Pihak Ketiga Rupiah dan

Valuta Asing dalam LBBU.

(2) DPK BUK dalam rupiah untuk pemenuhan Giro RIM

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kewajiban

dalam rupiah kepada pihak ketiga bukan bank, baik

kepada penduduk maupun bukan penduduk, yang terdiri

atas:

11

a. giro;

b. tabungan;

c. simpanan berjangka/deposito; dan

d. kewajiban lainnya.

Pasal 7

(1) Data KPMM dalam pemenuhan Giro RIM diatur sebagai

berikut:

a. KPMM yang digunakan yaitu KPMM triwulanan dari

BUK yang bersangkutan; dan

b. KPMM triwulanan sebagaimana dimaksud dalam

huruf a menggunakan posisi akhir bulan Maret, Juni,

September, dan Desember dengan rincian sebagai

berikut:

1. KPMM pada posisi akhir bulan Maret digunakan

untuk pemenuhan Giro RIM untuk bulan Juni,

Juli, dan Agustus pada tahun yang sama;

2. KPMM pada posisi akhir bulan Juni digunakan

untuk pemenuhan Giro RIM untuk bulan

September, Oktober, dan November pada tahun

yang sama;

3. KPMM pada posisi akhir bulan September

digunakan untuk pemenuhan Giro RIM untuk

bulan Desember pada tahun yang sama serta

bulan Januari dan Februari pada tahun

berikutnya; dan

4. KPMM pada posisi akhir bulan Desember

digunakan untuk pemenuhan Giro RIM untuk

bulan Maret, April, dan Mei pada tahun

berikutnya.

(2) KPMM BUK untuk pemenuhan Giro RIM sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) yaitu KPMM triwulanan hasil

olahan sistem aplikasi yang diterima Bank Indonesia dari

OJK.

(3) Dalam hal terdapat perbedaan antara hasil perhitungan

KPMM yang diterima Bank Indonesia dari OJK

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan hasil

12

perhitungan KPMM yang dilakukan oleh BUK maka yang

berlaku yaitu KPMM yang diterima Bank Indonesia dari

OJK.

Paragraf 3

Kriteria dan Batas Maksimum Surat Berharga

Pasal 8

(1) Kriteria surat berharga korporasi yang dimiliki BUK

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c,

yang digunakan sebagai dasar perhitungan RIM diatur

sebagai berikut:

a. surat berharga korporasi dalam bentuk obligasi

korporasi dan/atau sukuk korporasi;

b. surat berharga korporasi diterbitkan oleh korporasi

bukan Bank dan oleh penduduk;

c. surat berharga korporasi ditawarkan kepada publik

melalui penawaran umum (public offering);

d. surat berharga korporasi memiliki peringkat yang

diterbitkan lembaga pemeringkat dengan peringkat

paling rendah setara dengan peringkat investasi; dan

e. surat berharga korporasi ditatausahakan di lembaga

yang berwenang memberikan layanan jasa

penyimpanan dan penyelesaian transaksi efek.

(2) Lembaga pemeringkat dan peringkat sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu lembaga

pemeringkat dan peringkat yang diakui oleh OJK sesuai

dengan ketentuan OJK.

(3) Bank Indonesia menetapkan batas maksimum surat

berharga korporasi yang dimiliki BUK dalam rupiah dan

valuta asing yang digunakan dalam perhitungan RIM.

(4) Batas maksimum surat berharga korporasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sebesar 100% (seratus

persen) dari surat berharga korporasi yang dimiliki BUK

dalam rupiah dan valuta asing.

13

Pasal 9

(1) Kriteria surat berharga yang diterbitkan oleh BUK dalam

rupiah dan valuta asing sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 5 ayat (1) huruf d, yang digunakan sebagai dasar

perhitungan RIM diatur sebagai berikut:

a. surat berharga dalam bentuk medium term notes

(MTN), floating rate notes (FRN), dan/atau obligasi

selain obligasi subordinasi;

b. surat berharga dimiliki bukan Bank baik penduduk

dan bukan penduduk;

c. surat berharga ditawarkan kepada publik melalui

penawaran umum (public offering);

d. surat berharga memiliki peringkat yang diterbitkan

lembaga pemeringkat dengan peringkat paling rendah

setara dengan peringkat investasi; dan

e. surat berharga ditatausahakan di lembaga yang

berwenang memberikan layanan jasa penyimpanan

dan penyelesaian transaksi efek.

(2) Lembaga pemeringkat dan peringkat sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu lembaga

pemeringkat dan peringkat yang diakui oleh OJK sesuai

dengan ketentuan OJK.

Paragraf 4

Perhitungan RIM dan Pemenuhan Giro RIM

Pasal 10

(1) RIM merupakan persentase yang dihitung dari

perbandingan antara penjumlahan kredit dalam rupiah

dan valuta asing dan surat berharga korporasi yang

dimiliki BUK dalam rupiah dan valuta asing terhadap

penjumlahan DPK BUK dalam rupiah dan valuta asing dan

surat berharga yang diterbitkan oleh BUK dalam rupiah

dan valuta asing.

(2) Dalam hal RIM berada dalam kisaran Target RIM maka

Giro RIM ditetapkan sebesar 0% (nol persen) dari DPK BUK

dalam rupiah.

14

(3) Dalam hal RIM tidak berada dalam kisaran Target RIM

maka Giro RIM ditetapkan sebagai berikut:

a. dalam hal RIM lebih kecil dari batas bawah Target

RIM maka Giro RIM ditetapkan sebesar hasil

perkalian antara Parameter Disinsentif Bawah, selisih

antara batas bawah Target RIM dan RIM, serta DPK

BUK dalam rupiah;

b. dalam hal RIM lebih besar dari batas atas Target RIM

dan KPMM BUK lebih kecil dari KPMM Insentif maka

Giro RIM ditetapkan sebesar hasil perkalian antara

Parameter Disinsentif Atas, selisih antara RIM dan

batas atas Target RIM, serta DPK BUK dalam rupiah;

atau

c. dalam hal RIM lebih besar dari batas atas Target RIM

dan KPMM BUK sama atau lebih besar dari KPMM

Insentif maka Giro RIM ditetapkan sebesar 0% (nol

persen) dari DPK BUK dalam rupiah.

Bagian Kedua

Tata Cara Pemenuhan Kewajiban Giro RIM Syariah

Paragraf 1

Besaran dan Parameter Giro RIM Syariah

Pasal 11

(1) Giro RIM Syariah ditetapkan sebesar hasil perkalian

antara Parameter Disinsentif Bawah atau Parameter

Disinsentif Atas, selisih antara RIM Syariah dan Target

RIM Syariah, serta DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS

dalam rupiah.

(2) Dalam hal RIM Syariah lebih besar dari batas atas Target

RIM Syariah, pemenuhan Giro RIM Syariah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) memperhatikan KPMM BUS atau

KPMM BUK yang menjadi induk UUS, dan KPMM Insentif.

(3) Giro RIM Syariah dipenuhi dengan membandingkan posisi

saldo Rekening Giro Rupiah BUS atau saldo Rekening Giro

Rupiah UUS di Bank Indonesia setiap akhir hari selama 2

15

(dua) periode laporan terhadap Giro RIM Syariah yang

dihitung menggunakan rata-rata harian jumlah DPK BUS

dalam rupiah atau DPK UUS dalam rupiah selama 2 (dua)

periode laporan pada 4 (empat) periode laporan

sebelumnya.

(4) Pemenuhan Giro RIM Syariah didasarkan pada DPK BUS

dalam rupiah atau DPK UUS dalam rupiah dengan periode

laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur

sebagai berikut:

a. Giro RIM Syariah untuk periode laporan sejak tanggal

1 sampai dengan tanggal 7 dan periode laporan sejak

tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 menggunakan

rata-rata harian jumlah DPK BUS dalam rupiah atau

DPK UUS dalam rupiah, dalam periode laporan sejak

tanggal 1 sampai dengan tanggal 7 dan periode

laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15

bulan sebelumnya; dan

b. Giro RIM Syariah untuk periode laporan sejak tanggal

16 sampai dengan tanggal 23 dan periode laporan

sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan

menggunakan rata-rata harian jumlah DPK BUS

dalam rupiah atau DPK UUS dalam rupiah, dalam

periode laporan sejak tanggal 16 sampai dengan

tanggal 23 dan periode laporan sejak tanggal 24

sampai dengan tanggal akhir bulan sebelumnya.

Pasal 12

Besaran dan parameter yang digunakan dalam pemenuhan

Giro RIM Syariah ditetapkan sebagai berikut:

a. batas bawah Target RIM Syariah sebesar 80% (delapan

puluh persen);

b. batas atas Target RIM Syariah sebesar 92% (sembilan

puluh dua persen);

c. KPMM Insentif sebesar 14% (empat belas persen);

d. Parameter Disinsentif Bawah sebesar 0,1 (nol koma satu);

dan

e. Parameter Disinsentif Atas sebesar 0,2 (nol koma dua).

16

Paragraf 2

Sumber Data dan Nilai yang Digunakan

Pasal 13

(1) Perhitungan RIM Syariah menggunakan sumber data dan

nilai sebagai berikut:

a. Pembiayaan;

b. DPK BUS atau DPK UUS;

c. surat berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS

atau UUS; dan

d. surat berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS

atau UUS,

dalam rupiah dan valuta asing.

(2) Data Pembiayaan dalam rupiah dan valuta asing

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperoleh

dari pos piutang, pos pembiayaan, dan pos ijarah dalam

Formulir 2 Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode

Data Laporan pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya

dalam LBBUS.

(3) Data DPK BUS atau DPK UUS dalam rupiah dan valuta

asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

diperoleh dari pos dana simpanan wadiah dan pos dana

investasi tidak terikat dalam Formulir 2 Neraca Mingguan

Pada Tanggal Akhir Periode Data Laporan pada 4 (empat)

periode laporan sebelumnya dalam LBBUS.

(4) Data surat berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS

atau surat berharga syariah korporasi yang dimiliki UUS

dalam rupiah dan valuta asing sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf c dan data surat berharga syariah yang

diterbitkan oleh BUS atau surat berharga syariah yang

diterbitkan oleh UUS dalam rupiah dan valuta asing

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diperoleh

dari:

a. saldo total harga perolehan surat berharga syariah

korporasi yang dimiliki BUS atau surat berharga

syariah korporasi yang dimiliki UUS dan saldo total

nilai nominal surat berharga syariah yang diterbitkan

17

oleh BUS atau surat berharga syariah yang

diterbitkan oleh UUS dalam laporan surat berharga

sebagaimana tercantum dalam Lampiran I posisi 2

(dua) periode laporan sebelumnya yang disampaikan

BUS atau UUS kepada Bank Indonesia secara

bulanan; atau

b. saldo total harga perolehan surat berharga syariah

korporasi yang dimiliki dan saldo total nilai nominal

surat berharga syariah yang diterbitkan dalam

laporan surat berharga BUS atau UUS yang diperoleh

dari laporan stabilitas moneter dan sistem keuangan

atau sistem aplikasi laporan lainnya, dalam hal Bank

Indonesia telah menginformasikan kepada BUS dan

UUS mengenai penghentian kewajiban penyampaian

laporan surat berharga melalui surat dan/atau

penyempurnaan Peraturan Anggota Dewan Gubernur

ini.

Pasal 14

(1) Data DPK BUS dalam rupiah atau data DPK UUS dalam

rupiah untuk pemenuhan Giro RIM Syariah diperoleh dari

rata-rata DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS dalam

rupiah untuk seluruh kantor dari BUS dan UUS yang

bersangkutan di Indonesia dalam Formulir 1 Laporan

Dana Pihak Ketiga Rupiah dan Valuta Asing dalam

LBBUS.

(2) DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS dalam rupiah

untuk pemenuhan Giro RIM Syariah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi kewajiban dalam rupiah

kepada pihak ketiga bukan bank, baik kepada penduduk

maupun bukan penduduk, yang terdiri atas:

a. dana simpanan wadiah;

b. dana investasi tidak terikat; dan

c. kewajiban lainnya.

18

Pasal 15

(1) Data KPMM dalam pemenuhan Giro RIM Syariah diatur

sebagai berikut:

a. KPMM yang digunakan yaitu KPMM triwulanan dari

BUS atau KPMM triwulanan dari BUK yang menjadi

induk UUS yang bersangkutan; dan

b. KPMM triwulanan sebagaimana dimaksud dalam

huruf a menggunakan posisi akhir bulan Maret, Juni,

September, dan Desember dengan rincian sebagai

berikut:

1. KPMM pada posisi akhir bulan Maret digunakan

untuk pemenuhan Giro RIM Syariah untuk

bulan Juni, Juli, dan Agustus pada tahun yang

sama;

2. KPMM pada posisi akhir bulan Juni digunakan

untuk pemenuhan Giro RIM Syariah untuk

bulan September, Oktober, dan November pada

tahun yang sama;

3. KPMM pada posisi akhir bulan September

digunakan untuk pemenuhan Giro RIM Syariah

untuk bulan Desember pada tahun yang sama

serta bulan Januari dan Februari pada tahun

berikutnya; dan

4. KPMM pada posisi akhir bulan Desember

digunakan untuk pemenuhan Giro RIM Syariah

untuk bulan Maret, April, dan Mei pada tahun

berikutnya.

(2) KPMM BUS atau KPMM BUK yang menjadi induk UUS

untuk pemenuhan Giro RIM Syariah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) yaitu KPMM triwulanan hasil

olahan sistem aplikasi yang diterima Bank Indonesia dari

OJK.

(3) Dalam hal terdapat perbedaan antara hasil perhitungan

KPMM yang diterima Bank Indonesia dari OJK

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan hasil

perhitungan KPMM yang dilakukan oleh BUS atau BUK

19

yang menjadi induk UUS maka yang berlaku yaitu KPMM

yang diterima Bank Indonesia dari OJK.

Paragraf 3

Kriteria dan Batas Maksimum Surat Berharga Syariah

Pasal 16

(1) Kriteria surat berharga syariah korporasi yang dimiliki

BUS atau surat berharga syariah korporasi yang dimiliki

UUS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf

c, yang digunakan sebagai dasar perhitungan RIM Syariah

diatur sebagai berikut:

a. surat berharga syariah korporasi dalam bentuk

sukuk korporasi;

b. surat berharga syariah korporasi diterbitkan oleh

korporasi bukan Bank dan oleh penduduk;

c. surat berharga syariah korporasi ditawarkan kepada

publik melalui penawaran umum (public offering);

d. surat berharga syariah korporasi memiliki peringkat

yang diterbitkan lembaga pemeringkat dengan

peringkat paling rendah setara dengan peringkat

investasi; dan

e. surat berharga syariah korporasi ditatausahakan di

lembaga yang berwenang memberikan layanan jasa

penyimpanan dan penyelesaian transaksi efek.

(2) Lembaga pemeringkat dan peringkat sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu lembaga

pemeringkat dan peringkat yang diakui oleh OJK sesuai

dengan ketentuan OJK.

(3) Bank Indonesia menetapkan batas maksimum surat

berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS dalam

rupiah dan valuta asing atau surat berharga syariah

korporasi yang dimiliki UUS dalam rupiah dan valuta

asing yang digunakan dalam perhitungan RIM Syariah.

(4) Batas maksimum surat berharga syariah korporasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sebesar

100% (seratus persen) dari surat berharga syariah

20

korporasi yang dimiliki BUS dalam rupiah dan valuta asing

atau surat berharga syariah korporasi yang dimiliki UUS

dalam rupiah dan valuta asing.

Pasal 17

(1) Kriteria surat berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS

dalam rupiah dan valuta asing atau surat berharga syariah

yang diterbitkan oleh UUS dalam rupiah dan valuta asing

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf d,

yang digunakan sebagai dasar perhitungan RIM diatur

berikut:

a. surat berharga syariah dalam bentuk medium term

notes (MTN) syariah dan/atau sukuk selain sukuk

subordinasi;

b. surat berharga syariah dimiliki bukan Bank baik

penduduk dan bukan penduduk;

c. surat berharga syariah ditawarkan kepada publik

melalui penawaran umum (public offering);

d. surat berharga syariah memiliki peringkat yang

diterbitkan lembaga pemeringkat dengan peringkat

paling rendah setara dengan peringkat investasi; dan

e. surat berharga ditatausahakan di lembaga yang

berwenang memberikan layanan jasa penyimpanan

dan penyelesaian transaksi efek.

(2) Lembaga pemeringkat dan peringkat sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu lembaga

pemeringkat dan peringkat yang diakui oleh OJK sesuai

dengan ketentuan OJK.

Paragraf 4

Perhitungan RIM Syariah dan Pemenuhan Giro RIM Syariah

Pasal 18

(1) RIM Syariah bagi BUS dan UUS merupakan persentase

yang dihitung dari:

a. bagi BUS, perbandingan antara penjumlahan

Pembiayaan dalam rupiah dan valuta asing dan surat

21

berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS dalam

rupiah dan valuta asing terhadap penjumlahan DPK

BUS dalam rupiah dan valuta asing dan surat

berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS dalam

rupiah dan valuta asing; dan

b. bagi UUS, perbandingan antara penjumlahan

Pembiayaan dalam rupiah dan valuta asing dan surat

berharga syariah korporasi yang dimiliki UUS dalam

rupiah dan valuta asing terhadap penjumlahan DPK

UUS dalam rupiah dan valuta asing dan surat

berharga syariah yang diterbitkan oleh UUS dalam

rupiah dan valuta asing.

(2) Dalam hal RIM Syariah berada dalam kisaran Target RIM

Syariah maka Giro RIM Syariah ditetapkan sebesar 0%

(nol persen) dari DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS

dalam rupiah.

(3) Dalam hal RIM Syariah tidak berada dalam kisaran Target

RIM Syariah maka Giro RIM Syariah ditetapkan sebagai

berikut:

a. dalam hal RIM Syariah lebih kecil dari batas bawah

Target RIM Syariah maka Giro RIM Syariah

ditetapkan sebesar hasil perkalian antara Parameter

Disinsentif Bawah, selisih antara batas bawah Target

RIM Syariah dan RIM Syariah, serta DPK BUS dalam

rupiah atau DPK UUS dalam rupiah;

b. dalam hal RIM Syariah lebih besar dari batas atas

Target RIM Syariah dan KPMM BUS atau KPMM BUK

yang menjadi induk UUS lebih kecil dari KPMM

Insentif maka Giro RIM Syariah ditetapkan sebesar

hasil perkalian antara Parameter Disinsentif Atas,

selisih antara RIM Syariah dan batas atas Target RIM

Syariah, serta DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS

dalam rupiah; atau

c. dalam hal RIM Syariah lebih besar dari batas atas

Target RIM Syariah dan KPMM BUS atau KPMM BUK

yang menjadi induk UUS sama atau lebih besar dari

KPMM Insentif maka Giro RIM Syariah ditetapkan

22

sebesar 0% (nol persen) dari DPK BUS dalam rupiah

atau DPK UUS dalam rupiah.

Bagian Ketiga

Pemberian Kelonggaran atas Pemenuhan Giro RIM atau Giro

RIM Syariah

Pasal 19

(1) Bank Indonesia dapat memberikan kelonggaran atas

pemenuhan ketentuan Giro RIM sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 atau Giro RIM Syariah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 12 terhadap:

a. BUK yang sedang dikenakan pembatasan kegiatan

usaha oleh OJK terkait dengan penyaluran kredit dan

penghimpunan dana; dan

b. BUS atau UUS yang sedang dikenakan pembatasan

kegiatan usaha oleh OJK terkait dengan penyaluran

Pembiayaan dan penghimpunan dana.

(2) Pemberian kelonggaran atas pemenuhan ketentuan Giro

RIM atau Giro RIM Syariah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) berupa kelonggaran atas perubahan Target RIM

atau Target RIM Syariah.

(3) Pemberian kelonggaran atas pemenuhan ketentuan Giro

RIM atau Giro RIM Syariah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan atas permintaan Bank secara tertulis

kepada Bank Indonesia.

(4) Penyampaian permintaan pemberian kelonggaran

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan

bersamaan dengan permintaan rekomendasi kepada OJK.

(5) Penyampaian permintaan pemberian kelonggaran

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada

Bank Indonesia dengan disertai dokumen pendukung

berupa:

a. fotokopi surat atau keputusan pembatasan kegiatan

usaha oleh OJK terkait dengan penyaluran kredit dan

penghimpunan dana bagi BUK atau penyaluran

23

Pembiayaan dan penghimpunan dana bagi BUS dan

UUS; dan

b. fotokopi surat permohonan rekomendasi kepada OJK.

(6) Bank menyampaikan kepada Bank Indonesia atas hasil

rekomendasi OJK mengenai pemberian kelonggaran atas

perubahan Target RIM atau Target RIM Syariah

sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(7) Persetujuan atau penolakan atas permintaan kelonggaran

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan setelah

dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat

(6) diterima oleh Bank Indonesia.

(8) Permintaan kelonggaran sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) disampaikan Bank kepada Bank Indonesia dengan

ketentuan sebagai berikut:

a. bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja

kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada

Departemen Surveilans Sistem Keuangan, Jalan M.H.

Thamrin No. 2, Jakarta 10350; atau

b. bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah

kerja kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada

Departemen Surveilans Sistem Keuangan, Jalan M.H.

Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan

kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat.

Bagian Keempat

Tata Cara Penyampaian Laporan Surat Berharga

Pasal 20

(1) BUK wajib menyampaikan laporan surat berharga

korporasi yang dimiliki BUK yang memenuhi kriteria

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan surat berharga

yang diterbitkan oleh BUK yang memenuhi kriteria

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 kepada Bank

Indonesia setiap bulan.

(2) BUS dan UUS wajib menyampaikan laporan surat

berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS dan surat

berharga syariah korporasi yang dimiliki UUS yang

24

memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16

serta surat berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS

dan surat berharga syariah yang diterbitkan oleh UUS

yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 17 kepada Bank Indonesia setiap bulan.

(3) Penyampaian laporan surat berharga sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menggunakan format

laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam

Lampiran I.

(4) Bank tetap diwajibkan menyampaikan laporan surat

berharga, dalam hal:

a. Bank tidak memiliki surat berharga korporasi atau

memiliki surat berharga korporasi namun tidak

memenuhi kriteria; atau

b. Bank tidak menerbitkan surat berharga atau

menerbitkan surat berharga namun tidak memenuhi

kriteria,

dengan menggunakan format sebagaimana tercantum

dalam Lampiran I dengan isi laporan nihil.

Pasal 21

(1) Laporan surat berharga Bank sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) wajib disampaikan

kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari

kerja setelah berakhirnya bulan laporan.

(2) Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan

apabila menyampaikan laporan setelah batas waktu

penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), sampai dengan 5 (lima) hari kerja berikutnya.

(3) Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila

belum menyampaikan laporan sampai dengan

berakhirnya batas waktu keterlambatan penyampaian

laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Bank dapat melakukan koreksi atas laporan yang telah

disampaikan kepada Bank Indonesia.

25

Pasal 22

(1) Laporan surat berharga Bank sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) atau koreksi laporan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4)

disampaikan melalui surat elektronik kepada Bank

Indonesia yaitu:

a. bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja

kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada

Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.

Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan GWM,

Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350; atau

b. bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah

kerja kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada

Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.

Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan GWM,

Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan

tembusan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia

setempat,

dengan alamat surat elektronik sebagaimana tercantum

dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.

(2) Bank harus menyampaikan secara tertulis mengenai

nama petugas dan penanggung jawab yang ditunjuk

untuk menyusun dan menyampaikan laporan surat

berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1)

dan ayat (2) serta alamat surat elektronik pengirim laporan

termasuk jika terdapat perubahannya, kepada Bank

Indonesia dengan alamat:

a. bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja

kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada

Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.

Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan GWM,

Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350; atau

b. bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah

kerja kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada

Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.

Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan GWM,

26

Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan

tembusan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia

setempat.

(3) Dalam hal penyampaian laporan melalui surat elektronik

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat

dilakukan, Bank menyampaikan laporan dalam bentuk

salinan lunak (soft copy) dan salinan keras (hard copy)

kepada Bank Indonesia dengan alamat:

a. bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja

kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada

Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.

Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan GWM,

Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350; atau

b. bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah

kerja kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada

Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.

Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LBU dan GWM,

Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan

tembusan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia

setempat.

(4) Batas waktu penyampaian laporan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) mengikuti ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 21.

(5) Bank Indonesia dapat mengubah tata cara penyampaian

laporan atau koreksi laporan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan menghentikan kewajiban penyampaian

laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1)

dan ayat (2) dalam hal Bank Indonesia memperoleh data

surat berharga Bank dari laporan bulanan bank umum,

laporan stabilitas moneter dan sistem keuangan, atau

sistem aplikasi laporan lainnya.

(6) Perubahan tata cara penyampaian dan penghentian

kewajiban penyampaian laporan surat berharga

sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diinformasikan oleh

Bank Indonesia kepada Bank.

27

Pasal 23

Data surat berharga korporasi yang dimiliki Bank dan data

surat berharga yang diterbitkan oleh Bank dalam laporan surat

berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, pertama kali

dilaporkan kepada Bank Indonesia untuk posisi bulan:

a. Mei 2018, untuk surat berharga korporasi yang dimiliki

BUK dalam rupiah dan valuta asing dan surat berharga

yang diterbitkan oleh BUK dalam rupiah dan valuta asing;

dan

b. Agustus 2018, untuk surat berharga syariah korporasi

yang dimiliki BUS dalam rupiah dan valuta asing dan

surat berharga syariah korporasi yang dimiliki UUS dalam

rupiah dan valuta asing, serta surat berharga syariah yang

diterbitkan oleh BUS dalam rupiah dan valuta asing dan

surat berharga syariah yang diterbitkan oleh UUS dalam

rupiah dan valuta asing.

Bagian Kelima

Evaluasi Kebijakan RIM dan RIM Syariah

Pasal 24

(1) Bank Indonesia melakukan evaluasi kebijakan RIM dan

RIM Syariah secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali

dalam setiap 6 (enam) bulan.

(2) Evaluasi kebijakan RIM dan RIM Syariah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap sumber data

untuk pemenuhan Giro RIM dan Giro RIM Syariah,

besaran dan parameter RIM dan RIM Syariah, kriteria

surat berharga, batas maksimum surat berharga

korporasi yang dimiliki Bank, waktu pemberlakuan RIM

dan RIM Syariah, dan/atau hal lain terkait kebijakan RIM

dan RIM Syariah.

(3) Hasil evaluasi kebijakan RIM dan RIM Syariah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penetapan:

a. tidak terdapat perubahan kebijakan; atau

b. terdapat perubahan kebijakan.

28

(4) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) berupa penetapan tidak terdapat perubahan

kebijakan maka Bank Indonesia mengeluarkan

pengumuman di laman (situs web) Bank Indonesia.

(5) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) berupa penetapan terdapat perubahan kebijakan

maka Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Anggota

Dewan Gubernur mengenai perubahan yang dilakukan.

BAB III

TATA CARA PEMENUHAN PLM DAN PLM SYARIAH

Pasal 25

(1) BUK wajib memenuhi PLM yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia.

(2) BUS wajib memenuhi PLM Syariah yang ditetapkan oleh

Bank Indonesia.

(3) BUK yang menerima pinjaman likuiditas jangka pendek

tetap wajib memenuhi PLM.

(4) BUS yang menerima pembiayaan likuiditas jangka pendek

syariah tetap wajib memenuhi PLM Syariah.

Bagian Kesatu

Tata Cara Pemenuhan PLM

Paragraf 1

Besaran Persentase, Jenis, Sumber Data, Nilai Surat Berharga

yang Digunakan, dan Periode Pemenuhan

Pasal 26

(1) PLM ditetapkan sebesar 4% (empat persen) dari DPK BUK

dalam rupiah.

(2) Bagi BUK yang memiliki UUS, jumlah DPK BUK dalam

rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk

DPK UUS dalam rupiah.

(3) PLM dipenuhi dalam bentuk:

a. surat berharga dalam rupiah yang dimiliki BUK dan

dapat digunakan dalam operasi moneter; dan

29

b. surat berharga syariah dalam rupiah yang dimiliki

UUS dan dapat digunakan dalam operasi moneter

syariah, bagi BUK yang memiliki UUS.

Pasal 27

(1) Data DPK BUK dalam rupiah untuk pemenuhan PLM

diperoleh dari rata-rata DPK BUK dalam rupiah untuk

seluruh kantor BUK yang bersangkutan di Indonesia

dalam Formulir 1 Laporan Dana Pihak Ketiga Rupiah dan

Valuta Asing dalam LBBU.

(2) Bagi BUK yang memiliki UUS, data DPK dalam rupiah

untuk pemenuhan PLM diatur sebagai berikut:

a. diperoleh dari rata-rata DPK BUK dalam rupiah

untuk seluruh kantor dari BUK yang bersangkutan di

Indonesia dalam Formulir 1 Laporan Dana Pihak

Ketiga Rupiah dan Valuta Asing dalam LBBU; dan

b. diperoleh dari rata-rata DPK UUS dalam rupiah

untuk seluruh kantor dari UUS yang bersangkutan di

Indonesia dalam Formulir 1 Laporan Dana Pihak

Ketiga Rupiah dan Valuta Asing dalam LBBUS.

(3) DPK BUK dalam rupiah untuk pemenuhan PLM

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kewajiban

dalam rupiah kepada pihak ketiga bukan bank, baik

kepada penduduk maupun bukan penduduk, yang terdiri

atas:

a. giro;

b. tabungan;

c. simpanan berjangka/deposito; dan

d. kewajiban lainnya.

(4) Bagi BUK yang memiliki UUS, DPK UUS dalam rupiah

untuk pemenuhan PLM sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) huruf b meliputi kewajiban dalam rupiah kepada pihak

ketiga bukan bank, baik kepada penduduk maupun

bukan penduduk, yang terdiri atas:

a. dana simpanan wadiah;

b. dana investasi tidak terikat; dan

c. kewajiban lainnya.

30

Pasal 28

(1) Jenis surat berharga yang diperhitungkan dalam

pemenuhan PLM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26

ayat (3) yaitu:

a. SBI untuk seluruh jangka waktu;

b. SBIS untuk seluruh jangka waktu;

c. SDBI untuk seluruh jangka waktu; dan/atau

d. SBN yang terdiri atas:

1. SUN berupa obligasi negara dan/atau surat

perbendaharaan negara, untuk seluruh jenis

dan jangka waktu, tidak termasuk SUN yang

tidak dapat diperdagangkan (non-tradable);

dan/atau

2. SBSN berupa SBSN jangka panjang dan/atau

SBSN jangka pendek untuk seluruh jenis dan

jangka waktu, tidak termasuk SBSN yang tidak

dapat diperdagangkan (non-tradable).

(2) SBI, SBIS, SDBI, dan/atau SBN yang dapat

diperhitungkan dalam pemenuhan PLM sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) yaitu SBI, SBIS, SDBI, dan/atau

SBN yang dimiliki BUK yang tercatat pada rekening surat

berharga BUK di BI-SSSS, dalam:

a. depository account (Rekening DEPO) dengan

subrekening available for sale (AVAI), not available for

sale (NAVL), dan available waiting for reselling

(AWAS);

b. intraday liquidity facility account (Rekening ILF)

dengan subrekening AVAI; dan

c. failure to settle account (Rekening FtS) dengan

subrekening AVAI,

namun tidak termasuk SBI, SBIS, SDBI, dan/atau SBN

yang dimiliki BUK yang tercatat pada rekening surat

berharga sub-registry.

(3) Penetapan jumlah SBI, SBIS, SDBI, dan/atau SBN yang

dimiliki BUK dilakukan berdasarkan data yang tercatat

pada rekening surat berharga BUK di BI-SSSS

31

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada posisi akhir

hari yaitu pada saat cut off time BI-SSSS.

(4) Nilai SBI, SBIS, SDBI, dan/atau SBN yang digunakan

dalam perhitungan PLM menggunakan harga yang

tercantum di BI-SSSS.

(5) Bagi BUK yang memiliki UUS, SBI, SBIS, SDBI, dan/atau

SBN yang dapat diperhitungkan dalam pemenuhan PLM

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)

termasuk SBIS dan/atau SBSN milik UUS yang tercatat

pada rekening surat berharga UUS di BI-SSSS, namun

tidak termasuk SBIS dan/atau SBSN yang dimiliki UUS

yang tercatat pada rekening surat berharga sub-registry.

Pasal 29

(1) Pemenuhan PLM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26

dihitung dengan membandingkan jumlah SBI, SBIS, SDBI,

dan/atau SBN yang dimiliki BUK yang tercatat pada

rekening surat berharga BUK di BI-SSSS sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) setiap akhir hari selama

2 (dua) periode laporan terhadap rata-rata harian jumlah

DPK BUK dalam rupiah selama 2 (dua) periode laporan

pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya.

(2) Bagi BUK yang memiliki UUS, pemenuhan PLM

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk

memperhitungkan:

a. SBIS dan/atau SBSN milik UUS yang tercatat pada

rekening surat berharga UUS di BI-SSSS; dan

b. rata-rata harian jumlah DPK UUS dalam rupiah.

Paragraf 2

Penggunaan Surat Berharga dalam Transaksi Repo

Pasal 30

(1) Dalam kondisi tertentu, surat berharga sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) dapat digunakan dalam

transaksi repo kepada Bank Indonesia dalam operasi

pasar terbuka.

32

(2) Bank Indonesia memperhitungkan surat berharga yang

digunakan dalam transaksi repo sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dengan ketentuan sebagai berikut:

a. hanya terhadap transaksi repo yang dilakukan

setelah kewajiban pemenuhan PLM berlaku; dan

b. bagi BUK yang memiliki UUS, jumlah surat berharga

yang digunakan dalam transaksi repo termasuk surat

berharga yang digunakan dalam transaksi repo oleh

UUS dalam operasi pasar terbuka syariah.

(3) Perhitungan surat berharga yang digunakan dalam

transaksi repo sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh Bank Indonesia melalui sistem aplikasi di

Bank Indonesia.

(4) Penggunaan surat berharga BUK dalam transaksi repo

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling

banyak sebesar 2% (dua persen) dari DPK BUK dalam

rupiah.

(5) Bank Indonesia dapat mengubah besaran persentase

penggunaan surat berharga yang dapat digunakan dalam

transaksi repo sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Bagian Kedua

Tata Cara Pemenuhan PLM Syariah

Paragraf 1

Besaran Persentase, Jenis, Sumber Data, Nilai Surat Berharga

Syariah yang Digunakan, dan Periode Pemenuhan

Pasal 31

(1) PLM Syariah ditetapkan sebesar 4% (empat persen) dari

DPK BUS dalam rupiah.

(2) PLM Syariah dipenuhi dalam bentuk surat berharga

syariah dalam rupiah yang dimiliki BUS dan dapat

digunakan dalam operasi moneter syariah.

33

Pasal 32

(1) Data DPK BUS dalam rupiah untuk pemenuhan PLM

Syariah diperoleh dari rata-rata DPK BUS dalam rupiah

untuk seluruh kantor BUS yang bersangkutan di

Indonesia dalam Formulir 1 Laporan Dana Pihak Ketiga

Rupiah dan Valuta Asing dalam LBBUS.

(2) DPK BUS dalam rupiah untuk pemenuhan PLM Syariah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kewajiban

dalam rupiah kepada pihak ketiga bukan bank, baik

kepada penduduk maupun bukan penduduk, yang terdiri

atas:

a. dana simpanan wadiah;

b. dana investasi tidak terikat; dan

c. kewajiban lainnya.

Pasal 33

(1) Jenis surat berharga syariah yang diperhitungkan dalam

pemenuhan PLM Syariah sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 31 ayat (2) yaitu:

a. SBIS untuk seluruh jangka waktu; dan/atau

b. SBSN yang terdiri atas:

1. SBSN jangka panjang; dan/atau

2. SBSN jangka pendek,

untuk seluruh jenis dan jangka waktu, tidak

termasuk SBSN yang tidak dapat diperdagangkan

(non-tradable).

(2) SBIS dan/atau SBSN yang dapat diperhitungkan dalam

pemenuhan PLM Syariah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) yaitu SBIS dan/atau SBSN yang dimiliki BUS yang

tercatat pada rekening surat berharga BUS di BI-SSSS

yaitu dalam:

a. Rekening DEPO dengan subrekening AVAI, NAVL,

dan AWAS;

b. Rekening ILF dengan subrekening AVAI; dan

c. Rekening FtS dengan subrekening AVAI,

34

namun tidak termasuk SBIS dan/atau SBSN yang dimiliki

BUS yang tercatat pada rekening surat berharga sub-

registry.

(3) Penetapan jumlah SBIS dan/atau SBSN yang dimiliki BUS

dilakukan berdasarkan data yang tercatat pada rekening

surat berharga BUS di BI-SSSS sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) pada posisi akhir hari yaitu pada saat cut off

time BI-SSSS.

(4) Nilai SBIS dan/atau SBSN yang digunakan dalam

perhitungan PLM Syariah menggunakan harga yang

tercantum di BI-SSSS.

Pasal 34

Pemenuhan PLM Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal

31 dihitung dengan membandingkan jumlah SBIS dan/atau

SBSN yang dimiliki BUS yang tercatat pada rekening surat

berharga BUS di BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal

33 ayat (2) setiap akhir hari selama 2 (dua) periode laporan

terhadap rata-rata harian jumlah DPK BUS dalam rupiah

selama 2 (dua) periode laporan pada 4 (empat) periode laporan

sebelumnya.

Paragraf 2

Penggunaan Surat Berharga Syariah dalam Transaksi Repo

Pasal 35

(1) Dalam kondisi tertentu, surat berharga syariah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) dapat

digunakan dalam transaksi repo kepada Bank Indonesia

dalam operasi pasar terbuka syariah.

(2) Bank Indonesia hanya memperhitungkan surat berharga

syariah yang digunakan dalam transaksi repo

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap transaksi

repo yang dilakukan setelah kewajiban pemenuhan PLM

Syariah berlaku.

(3) Perhitungan surat berharga syariah yang digunakan

dalam transaksi repo sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

35

dilakukan oleh Bank Indonesia melalui sistem aplikasi di

Bank Indonesia.

(4) Penggunaan surat berharga BUS dalam transaksi repo

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling

banyak sebesar 2% (dua persen) dari DPK BUS dalam

rupiah.

(5) Bank Indonesia dapat mengubah besaran persentase

penggunaan surat berharga syariah yang dapat digunakan

dalam transaksi repo sebagaimana dimaksud pada ayat

(4).

Bagian Ketiga

Evaluasi Kebijakan PLM dan PLM Syariah

Pasal 36

(1) Bank Indonesia melakukan evaluasi kebijakan PLM dan

PLM Syariah secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali

dalam setiap 6 (enam) bulan.

(2) Evaluasi kebijakan PLM dan PLM Syariah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap besaran

persentase PLM dan PLM Syariah, jenis surat berharga

untuk pemenuhan PLM dan PLM Syariah, sumber data

untuk pemenuhan PLM dan PLM Syariah, besaran

persentase surat berharga yang dapat digunakan dalam

transaksi repo kepada Bank Indonesia, waktu

pemberlakuan PLM dan PLM Syariah, dan/atau hal lain

terkait kebijakan PLM dan PLM Syariah.

(3) Hasil evaluasi kebijakan PLM dan PLM Syariah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penetapan:

a. tidak terdapat perubahan kebijakan; atau

b. terdapat perubahan kebijakan.

(4) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) berupa penetapan tidak terdapat perubahan

kebijakan maka Bank Indonesia mengeluarkan

pengumuman di laman (situs web) Bank Indonesia.

(5) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) berupa penetapan terdapat perubahan

36

kebijakan maka Bank Indonesia menerbitkan Peraturan

Anggota Dewan Gubernur mengenai perubahan yang

dilakukan.

BAB IV

TATA CARA PEMENUHAN GIRO RIM, GIRO RIM SYARIAH,

PLM, DAN PLM SYARIAH UNTUK PENGGABUNGAN ATAU

PELEBURAN BUK ATAU BUS, PERUBAHAN KEGIATAN

USAHA BUK MENJADI BUS, DAN PEMISAHAN UUS MENJADI

BUS

Bagian Kesatu

BUK yang Melakukan Penggabungan atau Peleburan

Pasal 37

Pemenuhan Giro RIM bagi BUK yang melakukan penggabungan

atau peleburan diatur sebagai berikut:

a. sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif

pelaksanaan penggabungan atau peleburan, berlaku

ketentuan sebagai berikut:

1. pemenuhan Giro RIM dihitung untuk masing-masing

BUK dengan cara pemenuhan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 10; dan

2. data KPMM yang digunakan yaitu data KPMM

triwulanan masing-masing BUK sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7;

b. sejak 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif

pelaksanaan penggabungan atau peleburan sampai

dengan 1 (satu) hari sebelum data DPK dalam rupiah BUK

hasil penggabungan atau peleburan tersedia, berlaku

ketentuan sebagai berikut:

1. pemenuhan Giro RIM hanya dihitung untuk BUK

hasil penggabungan atau peleburan dengan

menggunakan data gabungan BUK yang melakukan

penggabungan atau peleburan sampai dengan data

BUK hasil penggabungan atau peleburan tersedia;

37

2. data gabungan sebagaimana dimaksud dalam angka

1 meliputi data untuk perhitungan RIM berupa kredit

BUK, DPK BUK, saldo surat berharga korporasi yang

dimiliki BUK, dan saldo surat berharga yang

diterbitkan oleh BUK, dalam rupiah dan valuta asing,

serta data untuk pemenuhan Giro RIM berupa KPMM

BUK, DPK BUK dalam rupiah, dan saldo Rekening

Giro Rupiah BUK;

3. pemenuhan Giro RIM BUK hasil penggabungan atau

peleburan dilakukan sesuai dengan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;

4. data KPMM yang digunakan untuk pemenuhan Giro

RIM diperoleh dari BUK yang melakukan

penggabungan atau peleburan berdasarkan hasil

perhitungan yang dilakukan oleh BUK atas

penggabungan data yang digunakan dalam

perhitungan KPMM masing-masing BUK sebelum

tanggal efektif pelaksanaan penggabungan atau

peleburan;

5. data KPMM yang diperoleh dari BUK sebagaimana

dimaksud dalam angka 4 digunakan sampai dengan

tersedianya data KPMM triwulanan BUK hasil

penggabungan atau peleburan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7;

6. BUK menyampaikan hasil perhitungan KPMM

sebagaimana dimaksud dalam angka 4 kepada Bank

Indonesia paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum

tanggal efektif pelaksanaan penggabungan atau

peleburan; dan

7. penyampaian hasil perhitungan KPMM sebagaimana

dimaksud dalam angka 6 disampaikan kepada Bank

Indonesia dengan alamat:

a) bagi BUK yang berkantor pusat di wilayah kerja

kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada

Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan

Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan

38

LBU dan GWM, Jalan M.H. Thamrin No. 2

Jakarta 10350; atau

b) bagi BUK yang berkantor pusat selain di wilayah

kerja kantor pusat Bank Indonesia ditujukan

kepada Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan

Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan

LBU dan GWM, Jalan M.H. Thamrin No. 2

Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Kantor

Perwakilan Bank Indonesia setempat;

c. pada saat data DPK dalam rupiah BUK hasil

penggabungan atau peleburan tersedia, berlaku ketentuan

sebagai berikut:

1. pemenuhan Giro RIM dihitung untuk BUK hasil

penggabungan atau peleburan dengan cara

pemenuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;

2. khusus data:

a) surat berharga korporasi yang dimiliki; dan

b) surat berharga yang diterbitkan,

yang digunakan dalam perhitungan RIM untuk

pemenuhan Giro RIM, menggunakan data gabungan

BUK yang melakukan penggabungan atau peleburan

sampai dengan tersedianya data BUK hasil

penggabungan atau peleburan; dan

3. data KPMM yang digunakan yaitu data KPMM

sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 4

sampai dengan tersedianya data KPMM triwulanan

BUK hasil penggabungan atau peleburan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.

d. dalam hal terdapat perbedaan antara hasil perhitungan

KPMM yang diterima oleh Bank Indonesia dari OJK dengan

hasil perhitungan KPMM yang dilakukan oleh BUK

sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 4 dan huruf

c angka 3 maka yang berlaku yaitu KPMM yang diterima

Bank Indonesia dari OJK.

39

Pasal 38

Pemenuhan PLM bagi BUK yang melakukan penggabungan

atau peleburan diatur sebagai berikut:

a. sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif

pelaksanaan penggabungan atau peleburan maka

pemenuhan PLM dihitung untuk masing-masing BUK

dengan cara pemenuhan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 29;

b. sejak 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif

pelaksanaan penggabungan atau peleburan sampai

dengan 1 (satu) hari sebelum data DPK dalam rupiah BUK

hasil penggabungan atau peleburan tersedia, pemenuhan

PLM diatur sebagai berikut:

1. pemenuhan PLM hanya dihitung untuk BUK hasil

penggabungan atau peleburan dengan menggunakan

data gabungan BUK yang melakukan penggabungan

atau peleburan sampai dengan data BUK hasil

penggabungan atau peleburan tersedia;

2. data gabungan sebagaimana dimaksud dalam angka

1 terdiri atas:

a) bagi BUK, meliputi data:

1) saldo rekening SBI, SDBI, dan/atau SBN

BUK hasil penggabungan atau peleburan;

2) penggabungan data DPK BUK dalam rupiah

dari BUK yang melakukan penggabungan

atau peleburan; dan

3) saldo Rekening Giro Rupiah BUK hasil

penggabungan atau peleburan; dan

b) bagi BUK yang memiliki UUS, meliputi data:

1) saldo rekening SBI, SBIS, SDBI, dan/atau

SBN BUK hasil penggabungan atau

peleburan;

2) penggabungan data DPK BUK dalam rupiah

dari BUK yang melakukan penggabungan

atau peleburan; dan

3) saldo Rekening Giro Rupiah BUK hasil

penggabungan atau peleburan; dan

40

3. pemenuhan PLM sebagaimana dimaksud dalam

angka 1 dihitung dengan membandingkan jumlah

SBI, SBIS, SDBI, dan/atau SBN milik BUK hasil

penggabungan atau peleburan yang tercatat pada

rekening surat berharga BUK di BI-SSSS terhadap

rata-rata harian jumlah DPK BUK dalam rupiah dari

BUK yang melakukan penggabungan atau peleburan;

dan

c. pada saat data DPK dalam rupiah BUK hasil

penggabungan atau peleburan tersedia maka pemenuhan

PLM dihitung untuk BUK hasil penggabungan atau

peleburan dengan cara pemenuhan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 29.

Bagian Kedua

BUS yang Melakukan Penggabungan atau Peleburan

Pasal 39

Pemenuhan Giro RIM Syariah bagi BUS yang melakukan

penggabungan atau peleburan diatur sebagai berikut:

a. sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif

pelaksanaan penggabungan atau peleburan, berlaku

ketentuan sebagai berikut:

1. pemenuhan Giro RIM Syariah dihitung untuk

masing-masing BUS dengan cara pemenuhan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18; dan

2. data KPMM yang digunakan yaitu KPMM triwulanan

masing-masing BUS sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 15;

b. sejak 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif

pelaksanaan penggabungan atau peleburan sampai

dengan 1 (satu) hari sebelum data DPK dalam rupiah BUS

hasil penggabungan atau peleburan tersedia, berlaku

ketentuan sebagai berikut:

1. pemenuhan Giro RIM Syariah hanya dihitung untuk

BUS hasil penggabungan atau peleburan dengan

menggunakan data gabungan BUS yang melakukan

41

penggabungan atau peleburan sampai dengan data

BUS hasil penggabungan atau peleburan tersedia;

2. data gabungan sebagaimana dimaksud dalam angka

1 meliputi data untuk perhitungan RIM Syariah

berupa Pembiayaan BUS, DPK BUS, saldo surat

berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS, dan

saldo surat berharga syariah yang diterbitkan oleh

BUS, dalam rupiah dan valuta asing, serta data untuk

pemenuhan Giro RIM Syariah berupa KPMM BUS,

DPK BUS dalam rupiah, dan saldo Rekening Giro

Rupiah BUS;

3. pemenuhan Giro RIM Syariah untuk BUS hasil

penggabungan atau peleburan dilakukan sesuai

dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 18;

4. data KPMM yang digunakan untuk pemenuhan Giro

RIM Syariah diperoleh dari BUS yang melakukan

penggabungan atau peleburan berdasarkan hasil

perhitungan yang dilakukan oleh BUS atas

penggabungan data yang digunakan dalam

perhitungan KPMM masing-masing BUS sebelum

tanggal efektif pelaksanaan penggabungan atau

peleburan;

5. data KPMM yang diperoleh dari BUS sebagaimana

dimaksud dalam angka 4 digunakan sampai dengan

tersedianya data KPMM triwulanan BUS hasil

penggabungan atau peleburan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 15;

6. BUS menyampaikan hasil perhitungan KPMM

sebagaimana dimaksud dalam angka 4 kepada Bank

Indonesia paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum

tanggal efektif pelaksanaan penggabungan atau

peleburan; dan

7. penyampaian hasil perhitungan KPMM sebagaimana

dimaksud dalam angka 6 disampaikan kepada Bank

Indonesia dengan alamat:

42

a) bagi BUS yang berkantor pusat di wilayah kerja

kantor pusat Bank Indonesia ditujukan kepada

Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan

Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan

LBU dan GWM, Jalan M.H. Thamrin No. 2

Jakarta 10350; atau

b) bagi BUS yang berkantor pusat selain di wilayah

kerja kantor pusat Bank Indonesia ditujukan

kepada Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan

Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan

LBU dan GWM, Jalan M.H. Thamrin No. 2

Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Kantor

Perwakilan Bank Indonesia setempat;

c. pada saat data DPK dalam rupiah BUS hasil

penggabungan atau peleburan tersedia, berlaku ketentuan

sebagai berikut:

1. pemenuhan Giro RIM Syariah dihitung untuk BUS

hasil penggabungan atau peleburan dengan cara

pemenuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18;

2. khusus data:

a) surat berharga syariah korporasi yang dimiliki;

dan

b) surat berharga syariah yang diterbitkan,

yang digunakan dalam perhitungan RIM Syariah

untuk pemenuhan Giro RIM Syariah, menggunakan

data gabungan BUS yang melakukan penggabungan

atau peleburan sampai dengan tersedianya data BUS

hasil penggabungan atau peleburan; dan

3. data KPMM yang digunakan yaitu data KPMM

sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 4

sampai dengan tersedianya data KPMM triwulanan

BUS hasil penggabungan atau peleburan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; dan

d. dalam hal terdapat perbedaan antara hasil perhitungan

KPMM yang diterima Bank Indonesia dari OJK dengan

hasil perhitungan KPMM yang dilakukan oleh BUS

sebagimana dimaksud dalam huruf b angka 4 dan huruf c

43

angka 3 maka yang berlaku yaitu KPMM yang diterima

Bank Indonesia dari OJK.

Pasal 40

Pemenuhan PLM Syariah bagi BUS yang melakukan

penggabungan atau peleburan diatur sebagai berikut:

a. sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif

pelaksanaan penggabungan atau peleburan maka

pemenuhan PLM Syariah dihitung untuk masing-masing

BUS dengan cara pemenuhan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 34;

b. sejak 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif

pelaksanaan penggabungan atau peleburan sampai

dengan 1 (satu) hari sebelum data DPK dalam rupiah BUS

hasil penggabungan atau peleburan tersedia, pemenuhan

PLM Syariah diatur sebagai berikut:

1. pemenuhan PLM Syariah hanya dihitung untuk BUS

hasil penggabungan atau peleburan dengan

menggunakan data gabungan BUS yang melakukan

penggabungan atau peleburan sampai dengan data

BUS hasil penggabungan atau peleburan tersedia;

2. data gabungan sebagaimana dimaksud dalam angka

1 meliputi data:

a) saldo rekening SBIS dan/atau SBSN BUS hasil

penggabungan atau peleburan;

b) penggabungan data DPK BUS dalam rupiah dari

BUS yang melakukan penggabungan atau

peleburan; dan

c) saldo Rekening Giro Rupiah BUS hasil

penggabungan atau peleburan;

3. pemenuhan PLM Syariah sebagaimana dimaksud

dalam angka 1 dihitung dengan membandingkan

jumlah SBIS dan/atau SBSN milik BUS hasil

penggabungan atau peleburan yang tercatat pada

rekening surat berharga BUS di BI-SSSS terhadap

rata-rata harian jumlah DPK BUS dalam rupiah dari

44

BUS yang melakukan penggabungan atau peleburan;

dan

c. pada saat data DPK dalam rupiah BUS hasil

penggabungan atau peleburan tersedia maka pemenuhan

PLM Syariah dihitung untuk BUS hasil penggabungan

atau peleburan dengan cara pemenuhan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 34.

Bagian Ketiga

Perubahan Kegiatan Usaha BUK Menjadi BUS

Pasal 41

(1) BUK yang melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi

BUS harus memenuhi Giro RIM dan PLM sampai dengan

1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif pelaksanaan

kegiatan usaha BUS.

(2) BUS hasil perubahan kegiatan usaha dari BUK harus

memenuhi Giro RIM Syariah dan PLM Syariah sejak

tanggal efektif pelaksanaan kegiatan usaha BUS.

(3) Pemenuhan Giro RIM Syariah dan PLM Syariah bagi BUS

hasil perubahan kegiatan usaha dari BUK sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan menggunakan

data saat bank belum melaksanakan kegiatan usaha

sebagai BUS sampai dengan 1 (satu) hari sebelum data

DPK dalam rupiah BUS hasil perubahan kegiatan usaha

dari BUK tersedia.

(4) Pemenuhan Giro RIM Syariah sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. perhitungan RIM Syariah menggunakan:

1. data Pembiayaan yang diperoleh dari data kredit

BUK dalam pos kredit yang diberikan kepada

pihak ketiga bukan bank dalam rupiah dan

valuta asing dalam Formulir 2 Neraca Mingguan

Pada Tanggal Akhir Periode Data Laporan pada 4

(empat) periode laporan sebelumnya dalam

LBBU;

45

2. data DPK yang diperoleh dari data DPK BUK

dalam rupiah dan valuta asing dalam pos giro,

pos tabungan, dan pos simpanan berjangka

dalam Formulir 2 Neraca Mingguan Pada

Tanggal Akhir Periode Data Laporan pada 4

(empat) periode laporan sebelumnya dalam

LBBU;

3. data surat berharga syariah korporasi yang

dimiliki yang diperoleh dari data surat berharga

korporasi yang dimiliki BUK dalam rupiah dan

valuta asing dalam saldo total harga perolehan

surat berharga korporasi yang dimiliki BUK

dalam laporan surat berharga sebagaimana

tercantum dalam Lampiran I posisi 2 (dua)

periode laporan sebelumnya yang disampaikan

BUK kepada Bank Indonesia secara bulanan;

dan

4. data surat berharga yang diterbitkan yang

diperoleh dari data surat berharga yang

diterbitkan oleh BUK dalam rupiah dan valuta

asing yang diperoleh dari saldo total nilai

nominal surat berharga yang diterbitkan oleh

BUK dalam laporan surat berharga sebagaimana

tercantum dalam Lampiran I posisi 2 (dua)

periode laporan sebelumnya yang disampaikan

BUK kepada Bank Indonesia secara bulanan;

dan

b. pemenuhan Giro RIM Syariah menggunakan:

1. data rata-rata harian jumlah DPK yang diperoleh

dari data rata-rata DPK BUK dalam rupiah

dalam Formulir 1 Laporan Dana Pihak Ketiga

Rupiah dan Valuta Asing dalam 2 (dua) periode

laporan pada 4 (empat) periode laporan

sebelumnya dalam LBBU; dan

2. data KPMM yang diperoleh dari data KPMM

triwulanan BUK sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 7.

46

(5) Pemenuhan PLM Syariah sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. data rata-rata harian jumlah DPK yang diperoleh dari

data rata-rata DPK BUK dalam rupiah dalam

Formulir 1 Laporan Dana Pihak Ketiga Rupiah dan

Valuta Asing dalam 2 (dua) periode laporan pada 4

(empat) periode laporan sebelumnya dalam LBBU;

dan

b. data SBIS dan/atau SBSN milik BUS yang tercatat

pada rekening surat berharga BUS di BI-SSSS setiap

akhir hari dalam 2 (dua) periode laporan.

(6) Pada saat data DPK dalam rupiah BUS hasil perubahan

kegiatan usaha dari BUK tersedia, pemenuhan Giro RIM

Syariah dan PLM Syariah bagi BUS hasil perubahan

kegiatan usaha dari BUK berlaku ketentuan sebagai

berikut:

a. pemenuhan Giro RIM Syariah diatur sebagai berikut:

1. pemenuhan Giro RIM Syariah dihitung untuk

BUS hasil perubahan kegiatan usaha dari BUK

dengan cara pemenuhan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 18;

2. khusus data:

a) surat berharga syariah korporasi yang

dimiliki; dan

b) surat berharga syariah yang diterbitkan,

yang digunakan dalam perhitungan RIM Syariah

untuk pemenuhan Giro RIM Syariah

menggunakan data BUK sampai dengan

tersedianya data BUS hasil perubahan kegiatan

usaha dari BUK; dan

3. data KPMM yang digunakan yaitu data KPMM

triwulanan BUK sampai dengan tersedianya data

KPMM triwulanan BUS hasil perubahan kegiatan

usaha dari BUK; dan

b. pemenuhan PLM Syariah dihitung untuk BUS hasil

perubahan kegiatan usaha dari BUK dengan cara

pemenuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.

47

Bagian Keempat

BUK yang Melakukan Pemisahan UUS Menjadi BUS

Pasal 42

Dalam hal BUK yang memiliki UUS melakukan pemisahan UUS

menjadi BUS maka pemenuhan Giro RIM Syariah diatur

sebagai berikut:

a. sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif

pelaksanaan pemisahan, berlaku ketentuan sebagai

berikut:

1. pemenuhan Giro RIM Syariah dihitung untuk UUS

dengan cara pemenuhan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 18; dan

2. data KPMM yang digunakan yaitu KPMM triwulanan

BUK yang menjadi induk UUS sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7;

b. sejak 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif

pelaksanaan pemisahan sampai dengan 1 (satu) hari

sebelum data DPK dalam rupiah BUS hasil pemisahan

UUS dari BUK tersedia, berlaku ketentuan sebagai

berikut:

1. pemenuhan Giro RIM Syariah dihitung untuk BUS

hasil pemisahan UUS dari BUK dengan data UUS

sampai dengan data BUS hasil pemisahan UUS dari

BUK tersedia;

2. data UUS sebagaimana dimaksud dalam angka 1

meliputi data untuk perhitungan RIM Syariah berupa

Pembiayaan UUS, DPK UUS, saldo surat berharga

syariah korporasi yang dimiliki UUS, dan saldo surat

berharga syariah yang diterbitkan oleh UUS, dalam

rupiah dan valuta asing, serta data untuk

pemenuhan Giro RIM Syariah berupa KPMM BUK

yang menjadi induk UUS, DPK UUS dalam rupiah,

dan saldo Rekening Giro Rupiah UUS;

3. pemenuhan Giro RIM Syariah untuk BUS hasil

pemisahan UUS dari BUK dilakukan sesuai dengan

48

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18;

dan

4. data KPMM sebagaimana dimaksud dalam angka 2

yaitu KPMM triwulanan BUK yang menjadi induk

UUS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;

c. pada saat data DPK dalam rupiah BUS hasil pemisahan

UUS dari BUK tersedia, berlaku ketentuan sebagai

berikut:

1. pemenuhan Giro RIM Syariah dihitung untuk BUS

hasil pemisahan UUS dari BUK dengan cara

pemenuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18;

2. khusus data:

a) surat berharga syariah korporasi yang dimiliki;

dan

b) surat berharga syariah yang diterbitkan,

yang digunakan dalam perhitungan RIM Syariah

untuk pemenuhan Giro RIM Syariah menggunakan

data UUS sampai dengan tersedianya data BUS hasil

pemisahan UUS dari BUK; dan

3. data KPMM yang digunakan yaitu data KPMM

triwulanan BUK yang menjadi induk UUS

sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 4

sampai dengan tersedianya data KPMM triwulanan

BUS hasil pemisahan UUS dari BUK sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 15; dan

d. dalam hal terdapat perbedaan antara hasil perhitungan

KPMM yang diterima Bank Indonesia dari OJK dengan

hasil perhitungan KPMM yang dilakukan oleh BUK yang

melakukan pemisahan UUS menjadi BUS maka yang

berlaku yaitu KPMM yang diterima Bank Indonesia dari

OJK.

Pasal 43

(1) Pemenuhan PLM Syariah bagi BUK yang melakukan

pemisahan UUS menjadi BUS dihitung untuk BUS hasil

pemisahan UUS dari BUK sejak 1 (satu) tahun setelah

tanggal efektif pelaksanaan pemisahan UUS menjadi BUS.

49

(2) Pemenuhan PLM Syariah dihitung untuk BUS hasil

pemisahan UUS dari BUK sesuai dengan cara pemenuhan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dengan

menggunakan data BUS hasil pemisahan UUS dari BUK.

BAB V

TATA CARA PENGENAAN SANKSI

Pasal 44

Sanksi teguran tertulis dan kewajiban membayar dikenakan

bagi:

a. BUK yang melanggar kewajiban pemenuhan Giro RIM dan

PLM;

b. BUS yang melanggar kewajiban pemenuhan Giro RIM

Syariah dan PLM Syariah;

c. UUS yang melanggar kewajiban pemenuhan Giro RIM

Syariah; dan/atau

d. Bank yang melanggar kewajiban penyampaian laporan

surat berharga untuk pemenuhan Giro RIM atau Giro RIM

Syariah.

Pasal 45

(1) BUK yang melanggar kewajiban pemenuhan Giro RIM

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dikenakan sanksi

kewajiban membayar sebesar hasil perkalian antara

kekurangan Giro RIM, 125% (seratus dua puluh lima

persen) dari suku bunga jangka waktu 1 (satu) hari

(overnight) dari JIBOR dalam rupiah pada hari terjadinya

pelanggaran, dan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh),

untuk setiap hari pelanggaran.

(2) BUK yang melanggar kewajiban pemenuhan PLM

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenakan sanksi

kewajiban membayar sebesar hasil perkalian antara

kekurangan PLM, 125% (seratus dua puluh lima persen)

dari suku bunga jangka waktu 1 (satu) hari (overnight) dari

JIBOR dalam rupiah pada hari terjadinya pelanggaran,

50

dan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh), untuk setiap

hari pelanggaran.

Pasal 46

(1) BUS yang melanggar kewajiban pemenuhan Giro RIM

Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dikenakan

sanksi kewajiban membayar sebesar hasil perkalian

antara kekurangan Giro RIM Syariah, 125% (seratus dua

puluh lima persen) dari Tingkat Indikasi Imbalan SIMA

pada hari terjadinya pelanggaran, dan 1/360 (satu per tiga

ratus enam puluh), untuk setiap hari pelanggaran.

(2) BUS yang melanggar kewajiban pemenuhan PLM Syariah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dikenakan sanksi

kewajiban membayar sebesar hasil perkalian antara

kekurangan PLM Syariah, 125% (seratus dua puluh lima

persen) dari Tingkat Indikasi Imbalan SIMA pada hari

terjadinya pelanggaran, dan 1/360 (satu per tiga ratus

enam puluh), untuk setiap hari pelanggaran.

(3) Dalam hal data Tingkat Indikasi Imbalan SIMA

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak

tersedia, pengenaan sanksi dihitung berdasarkan rata-

rata tingkat imbalan deposito investasi mudarabah

berjangka waktu 1 (satu) bulan sebelum didistribusikan,

pada bulan sebelumnya dari seluruh BUS atau UUS.

Pasal 47

(1) UUS yang melanggar kewajiban pemenuhan Giro RIM

Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dikenakan

sanksi kewajiban membayar sebesar hasil perkalian

antara kekurangan Giro RIM Syariah, 125% (seratus dua

puluh lima persen) dari Tingkat Indikasi Imbalan SIMA

pada hari terjadinya pelanggaran, dan 1/360 (satu per tiga

ratus enam puluh), untuk setiap hari pelanggaran.

(2) Dalam hal data Tingkat Indikasi Imbalan SIMA

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia,

pengenaan sanksi dihitung berdasarkan rata-rata tingkat

imbalan deposito investasi mudarabah berjangka waktu 1

51

(satu) bulan sebelum didistribusikan, pada bulan

sebelumnya dari seluruh BUS atau UUS.

Pasal 48

(1) Bank yang terlambat menyampaikan laporan surat

berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2)

dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban

membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per

hari keterlambatan.

(2) Bank yang dinyatakan tidak menyampaikan laporan surat

berharga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3)

dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban

membayar sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta

rupiah).

(3) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

tidak menghilangkan kewajiban Bank untuk

menyampaikan laporan surat berharga sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 20.

Pasal 49

(1) Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal

48 dilaksanakan dengan mendebit Rekening Giro Rupiah

Bank di Bank Indonesia.

(2) Pendebitan Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

ketentuan sebagai berikut:

a. untuk pelanggaran pemenuhan Giro RIM, Giro RIM

Syariah, PLM, dan/atau PLM Syariah, paling lambat

3 (tiga) hari kerja setelah tanggal terjadinya

pelanggaran; dan

b. untuk pelanggaran penyampaian laporan surat

berharga, paling lambat 14 (empat belas) hari kerja

setelah tanggal terjadinya pelanggaran.

(3) Dalam hal di kemudian hari diketahui terjadi kekurangan

atau kelebihan dalam pendebitan Rekening Giro Rupiah

Bank di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat

52

(1), Bank Indonesia dapat mendebit atau mengkredit

Rekening Giro Bank tersebut sebagaimana dimaksud

dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur

mengenai sistem Bank Indonesia-Real Time Gross

Settlement.

(4) Apabila pada saat pendebitan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2), saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank

Indonesia tidak mencukupi maka seluruh sanksi

kewajiban membayar tersebut diperhitungkan sebagai

kewajiban yang masih harus diselesaikan oleh Bank

kepada Bank Indonesia.

(5) Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank

Indonesia tidak mencukupi untuk pendebitan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a maka atas

kekurangan tersebut juga dikenakan sanksi dengan

perhitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45,

Pasal 46, dan Pasal 47.

BAB VI

CONTOH PEMENUHAN GIRO RIM, GIRO RIM SYARIAH, PLM,

DAN PLM SYARIAH

Pasal 50

(1) Contoh pemenuhan Giro RIM, Giro RIM Syariah, PLM, dan

PLM Syariah, serta sanksi kewajiban membayar tercantum

dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.

(2) Contoh pemenuhan Giro RIM dan PLM bagi BUK yang

melakukan penggabungan tercantum dalam Lampiran IV

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Anggota Dewan Gubernur ini.

53

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 51

Pelanggaran atas ketentuan mengenai kewajiban pemenuhan

giro wajib minimum sekunder, kewajiban pemenuhan giro

wajib minimum loan to funding ratio, dan/atau kewajiban

penyampaian laporan surat berharga sebagaimana dimaksud

dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor

19/4/PADG/2017 tanggal 28 April 2017 tentang Giro Wajib

Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi

Bank Umum Konvensional, yang terjadi sebelum berlakunya

Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini, dikenakan sanksi

sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Anggota Dewan

Gubernur Nomor 19/4/PADG/2017 tanggal 28 April 2017

tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan

Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 52

Ketentuan Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 35

sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Anggota Dewan

Gubernur Nomor 19/4/PADG/2017 tanggal 28 April 2017

tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan

Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional, dicabut dan

dinyatakan tidak berlaku mulai laporan posisi bulan Mei 2018.

54

Pasal 53

Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini mulai berlaku pada

tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 31 Mei 2018

ANGGOTA DEWAN GUBERNUR,

TTD

ERWIN RIJANTO

1

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR

NOMOR 20/11/PADG/2018

TENTANG

RASIO INTERMEDIASI MAKROPRUDENSIAL DAN PENYANGGA LIKUIDITAS

MAKROPRUDENSIAL BAGI BANK UMUM KONVENSIONAL,

BANK UMUM SYARIAH, DAN UNIT USAHA SYARIAH

I. UMUM

Untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik, khususnya

terhadap risiko kredit dan risiko likuiditas, Bank Indonesia telah

mengeluarkan kebijakan makroprudensial melalui instrumen yang berbasis

intermediasi dan likuiditas yang bersifat countercyclical dan dinamis

terhadap perubahan siklus perekonomian. Terkait dengan hal tersebut,

Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor

20/4/PBI/2018 tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial dan

Penyangga Likuiditas Makroprudensial bagi Bank Umum Konvensional,

Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha Syariah. Sehubungan dengan hal di

atas, perlu ditetapkan Peraturan Anggota Dewan Gubernur tentang Rasio

Intermediasi Makroprudensial dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial

bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, dan Unit Usaha

Syariah yang mengatur hal-hal teknis mengenai mekanisme pelaksanaan

ketentuan rasio intermediasi makroprudensial dan penyangga likuiditas

makroprudensial.

2

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “posisi saldo Rekening Giro Rupiah BUK

di Bank Indonesia setiap akhir hari” adalah posisi saldo Rekening

Giro Rupiah BUK di Bank Indonesia saat tutup sistem pada

sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Surat berharga korporasi yang dimiliki BUK merupakan

surat berharga yang tercatat pada sisi aset BUK.

Huruf d

Surat berharga yang diterbitkan oleh BUK merupakan surat

berharga yang tercatat pada sisi kewajiban BUK.

3

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “giro” adalah komponen giro yang

tercantum dalam penjelasan komponen DPK BUK dalam

rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank

Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala bank

umum.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “tabungan” adalah komponen

tabungan yang tercantum dalam penjelasan komponen DPK

BUK dalam rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala

bank umum.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “simpanan berjangka/deposito”

adalah komponen simpanan berjangka yang tercantum

dalam penjelasan komponen DPK BUK dalam rupiah

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia

yang mengatur mengenai laporan berkala bank umum.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “kewajiban lainnya” adalah

kewajiban lainnya kepada pihak ketiga bukan bank yang

tercantum dalam penjelasan komponen DPK BUK dalam

rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank

Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala bank

umum.

4

Pasal 7

Ayat (1)

Contoh penggunaan sumber data dan nilai untuk perhitungan

RIM dan pemenuhan Giro RIM yaitu sebagai berikut:

a. RIM dan Giro RIM untuk periode laporan tanggal 1

September 2018 sampai dengan tanggal 15 September 2018

didasarkan pada:

1. RIM:

a) nilai kredit dalam rupiah dan valuta asing dan DPK

BUK dalam rupiah dan valuta asing pada akhir

periode laporan tanggal 8 Agustus 2018 sampai

dengan tanggal 15 Agustus 2018; dan

b) nilai surat berharga korporasi yang dimiliki BUK

dalam rupiah dan valuta asing dan surat berharga

yang diterbitkan oleh BUK dalam rupiah dan valuta

asing pada posisi tanggal 31 Juli 2018; dan

2. Giro RIM:

a) DPK BUK dalam rupiah dalam periode laporan

sejak tanggal 1 Agustus 2018 sampai dengan

tanggal 7 Agustus 2018 dan periode laporan sejak

tanggal 8 Agustus 2018 sampai dengan tanggal 15

Agustus 2018; dan/atau

b) KPMM yang digunakan yaitu KPMM BUK pada

posisi akhir bulan Juni 2018.

b. RIM dan Giro RIM untuk periode laporan tanggal 16

September 2018 sampai dengan tanggal 30 September 2018

didasarkan pada:

1. RIM:

a) nilai kredit dalam rupiah dan valuta asing dan DPK

BUK dalam rupiah dan valuta asing pada akhir

periode laporan tanggal 24 Agustus 2018 sampai

dengan tanggal 31 Agustus 2018; dan

b) nilai surat berharga korporasi yang dimiliki BUK

dalam rupiah dan valuta asing dan surat berhaga

yang diterbitkan oleh BUK dalam rupiah dan valuta

asing pada posisi tanggal 31 Juli 2018; dan

5

2. Giro RIM:

a) DPK BUK dalam rupiah dalam periode laporan

sejak tanggal 16 Agustus 2018 sampai dengan

tanggal 23 Agustus 2018 dan periode laporan sejak

tanggal 24 Agustus 2018 sampai dengan tanggal 31

Agustus 2018; dan/atau

b) KPMM yang digunakan yaitu KPMM BUK pada

posisi akhir bulan Juni 2018.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 8

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “penduduk” adalah orang, badan

hukum, atau badan lainnya, yang berdomisili atau

berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya 1

(satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik

Republik Indonesia di luar negeri, sebagaimana dimaksud

dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai

laporan bulanan bank umum.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Dalam hal surat berharga korporasi yang dimiliki BUK untuk

jenis mata uang yang sama memiliki lebih dari satu peringkat

maka Bank Indonesia mengakui peringkat surat berharga

korporasi yang dimiliki BUK dari lembaga pemeringkat

dengan peringkat paling rendah setara dengan peringkat

investasi.

6

Contoh:

Surat berharga korporasi dalam rupiah PT X yang dimiliki

Bank A memiliki lebih dari satu peringkat dengan rincian

sebagai berikut:

1. Lembaga pemeringkat P memberikan peringkat surat

berharga korporasi PT X dengan peringkat investasi;

2. Lembaga pemeringkat Q memberikan peringkat surat

berharga korporasi PT X dengan peringkat di bawah

peringkat investasi; dan

3. Lembaga pemeringkat R memberikan peringkat surat

berharga korporasi PT X dengan peringkat di bawah

peringkat investasi.

Untuk perhitungan RIM, Bank Indonesia mengakui surat

berharga korporasi PT X yang dimiliki Bank A karena telah

memiliki peringkat investasi yang dikeluarkan oleh lembaga

pemeringkat P.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “lembaga yang berwenang

memberikan layanan jasa penyimpanan dan penyelesaian

transaksi efek” adalah Kustodian Sentral Efek Indonesia atau

lembaga berwenang lainnya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Dalam menetapkan batas maksimum surat berharga korporasi

yang dimiliki BUK, Bank Indonesia mempertimbangkan antara

lain jumlah kredit yang diberikan BUK dan ketersediaan surat

berharga korporasi.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 9

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

7

Huruf b

Yang dimaksud dengan “penduduk” adalah orang, badan

hukum, atau badan lainnya, yang berdomisili atau

berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya 1

(satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik

Republik Indonesia di luar negeri, sebagaimana dimaksud

dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai

laporan bulanan bank umum.

Yang dimaksud dengan “bukan penduduk” adalah orang,

badan hukum, atau badan lainnya, yang tidak berdomisili

atau berencana berdomisili di Indonesia kurang dari 1 (satu)

tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik negara lain

di Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank

Indonesia yang mengatur mengenai laporan bulanan bank

umum.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Dalam hal surat berharga yang diterbitkan oleh BUK untuk

jenis mata uang yang sama memiliki lebih dari satu peringkat

maka Bank Indonesia mengakui peringkat surat berharga

yang diterbitkan oleh BUK dari lembaga pemeringkat dengan

peringkat paling rendah setara dengan peringkat investasi.

Contoh:

Surat berharga yang diterbitkan dalam rupiah oleh Bank A

memiliki lebih dari satu peringkat dengan rincian sebagai

berikut:

1. Lembaga pemeringkat P memberikan peringkat surat

berharga yang diterbitkan Bank A dengan peringkat

investasi;

2. Lembaga pemeringkat Q memberikan peringkat surat

berharga yang diterbitkan Bank A dengan peringkat di

bawah peringkat investasi; dan

3. Lembaga pemeringkat R memberikan peringkat surat

berharga yang diterbitkan Bank A dengan peringkat di

bawah peringkat investasi.

8

Untuk perhitungan RIM, Bank Indonesia mengakui surat

berharga yang diterbitkan oleh Bank A karena telah memiliki

peringkat investasi yang dikeluarkan oleh lembaga

pemeringkat P.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “lembaga yang berwenang

memberikan layanan jasa penyimpanan dan penyelesaian

transaksi efek” adalah Kustodian Sentral Efek Indonesia atau

lembaga berwenang lainnya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 10

Ayat (1)

Rumus perhitungan RIM sebagai berikut:

RIM =(kredit + surat berharga korporasi yang dimiliki)

(DPK + surat berharga yang diterbitkan) x 100%

Keterangan:

- kredit berupa kredit dalam rupiah dan valuta asing;

- DPK berupa DPK dalam rupiah dan valuta asing;

- surat berharga korporasi yang dimiliki berupa surat

berharga korporasi dalam rupiah dan valuta asing; dan

- surat berharga yang diterbitkan berupa surat berharga yang

diterbitkan dalam rupiah dan valuta asing.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Rumus pemenuhan Giro RIM dalam hal RIM lebih kecil dari

batas bawah Target RIM adalah sebagai berikut:

Giro RIM = Parameter Disinsentif Bawah x (batas bawah

Target RIM - RIM) x DPK BUK dalam rupiah

Huruf b

Rumus pemenuhan Giro RIM dalam hal RIM lebih besar dari

batas atas Target RIM dan KPMM BUK lebih kecil dari KPMM

Insentif adalah sebagai berikut:

9

Giro RIM = Parameter Disinsentif Atas x (RIM - batas atas

Target RIM) x DPK BUK dalam rupiah

Huruf c

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “posisi saldo Rekening Giro Rupiah BUK

di Bank Indonesia setiap akhir hari” adalah posisi saldo Rekening

Giro Rupiah BUK di Bank Indonesia saat tutup sistem pada

sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Surat berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS atau

UUS merupakan surat berharga yang tercatat pada sisi aset

BUS atau UUS.

Huruf d

Surat berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS atau UUS

merupakan surat berharga yang tercatat pada sisi kewajiban

BUS atau UUS.

Ayat (2)

Cukup jelas.

10

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “dana simpanan wadiah” adalah

dana simpanan wadiah yang tercantum dalam penjelasan

komponen DPK BUS dalam rupiah dan DPK UUS dalam

rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank

Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala bank

umum.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “dana investasi tidak terikat” adalah

komponen dana investasi tidak terikat yang tercantum dalam

penjelasan komponen DPK BUS dalam rupiah dan DPK UUS

dalam rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank

Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala bank

umum.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “kewajiban lainnya” adalah

kewajiban lainnya kepada pihak ketiga bukan bank yang

tercantum dalam penjelasan komponen DPK BUS dalam

rupiah dan DPK UUS dalam rupiah sebagaimana dimaksud

dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai

laporan berkala bank umum.

Pasal 15

Ayat (1)

Contoh penggunaan sumber data dan nilai untuk perhitungan

RIM Syariah dan pemenuhan Giro RIM Syariah yaitu sebagai

berikut:

11

a. RIM Syariah dan Giro RIM Syariah untuk periode laporan

tanggal 1 November 2018 sampai dengan tanggal 15

November 2018 didasarkan pada:

1. RIM Syariah:

a) nilai Pembiayaan dalam rupiah dan valuta asing

dan DPK BUS dalam rupiah dan valuta asing atau

DPK UUS dalam rupiah dan valuta asing pada

akhir periode laporan tanggal 8 Oktober 2018

sampai dengan tanggal 15 Oktober 2018; dan

b) nilai surat berharga syariah korporasi yang dimiliki

BUS dalam rupiah dan valuta asing dan surat

berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS dalam

rupiah dan valuta asing pada posisi tanggal 30

September 2018; atau

c) nilai surat berharga syariah korporasi yang dimiliki

UUS dalam rupiah dan valuta asing dan surat

berharga syariah yang diterbitkan oleh UUS dalam

rupiah dan valuta asing pada posisi tanggal 30

September 2018; dan

2. Giro RIM Syariah:

a) DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS dalam

rupiah dalam periode laporan sejak tanggal 1

Oktober 2018 sampai dengan tanggal 7 Oktober

2018 dan periode laporan sejak tanggal 8 Oktober

2018 sampai dengan tanggal 15 Oktober 2018;

dan/atau

b) KPMM yang digunakan yaitu KPMM BUS atau

KPMM BUK yang menjadi induk UUS pada posisi

akhir bulan Juni 2018.

b. RIM Syariah dan Giro RIM Syariah untuk periode laporan

tanggal 16 November 2018 sampai dengan tanggal 30

November 2018 didasarkan pada:

1. RIM Syariah:

a) nilai Pembiayaan dalam rupiah dan valuta asing

dan DPK BUS dalam rupiah dan valuta asing atau

DPK UUS dalam rupiah dan valuta asing pada

12

akhir periode laporan tanggal 24 Oktober 2018

sampai dengan tanggal 31 Oktober 2018; dan

b) nilai surat berharga syariah korporasi yang dimiliki

BUS dalam rupiah dan valuta asing dan surat

berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS dalam

rupiah dan valuta asing pada posisi tanggal 30

September 2018; atau

c) nilai surat berharga syariah korporasi yang dimiliki

UUS dalam rupiah dan valuta asing dan surat

berharga syariah yang diterbitkan oleh UUS dalam

rupiah dan valuta asing pada posisi tanggal 30

September 2018; dan

2. Giro RIM Syariah:

a) DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS dalam

rupiah dalam periode laporan sejak tanggal 16

Oktober 2018 sampai dengan tanggal 23 Oktober

2018 dan periode laporan sejak tanggal 24 Oktober

2018 sampai dengan tanggal 31 Oktober 2018;

dan/atau

b) KPMM yang digunakan yaitu KPMM BUS atau

KPMM BUK yang menjadi induk UUS pada posisi

akhir bulan Juni 2018.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 16

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “penduduk” adalah orang, badan

hukum, atau badan lainnya, yang berdomisili atau

berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya 1

(satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik

Republik Indonesia di luar negeri, sebagaimana dimaksud

13

dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai

laporan stabilitas moneter dan sistem keuangan.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Dalam hal surat berharga syariah yang dimiliki BUS atau

surat berharga syariah yang dimiliki UUS untuk jenis mata

uang yang sama memiliki lebih dari satu peringkat maka

Bank Indonesia mengakui peringkat surat berharga syariah

yang dimiliki BUS atau surat berharga syariah yang dimiliki

UUS dari lembaga pemeringkat dengan peringkat paling

rendah setara dengan peringkat investasi.

Contoh:

Surat berharga syariah korporasi dalam rupiah PT Y yang

dimiliki BUS B memiliki lebih dari satu peringkat dengan

rincian sebagai berikut:

1. Lembaga pemeringkat P memberikan peringkat surat

berharga syariah korporasi PT Y dengan peringkat

investasi;

2. Lembaga pemeringkat Q memberikan peringkat surat

berharga syariah korporasi PT Y dengan peringkat di

bawah peringkat investasi; dan

3. Lembaga pemeringkat R memberikan peringkat surat

berharga syariah korporasi PT Y dengan peringkat di

bawah peringkat investasi.

Untuk perhitungan RIM Syariah, Bank Indonesia mengakui

surat berharga syariah korporasi PT Y yang dimiliki BUS B

karena telah memiliki peringkat investasi yang dikeluarkan

oleh lembaga pemeringkat P.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “lembaga yang berwenang

memberikan layanan jasa penyimpanan dan penyelesaian

transaksi efek” adalah Kustodian Sentral Efek Indonesia atau

lembaga berwenang lainnya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

14

Ayat (3)

Dalam menetapkan batas maksimum surat berharga syariah

korporasi yang dimiliki BUS atau surat berharga syariah

korporasi yang dimiliki UUS, Bank Indonesia mempertimbangkan

antara lain jumlah Pembiayaan yang diberikan oleh BUS atau

UUS, dan ketersediaan surat berharga syariah korporasi.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “penduduk” adalah orang, badan

hukum, atau badan lainnya, yang berdomisili atau

berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya 1

(satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik

Republik Indonesia di luar negeri, sebagaimana dimaksud

dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai

laporan stabilitas moneter dan sistem keuangan.

Yang dimaksud dengan “bukan penduduk” adalah orang,

badan hukum, atau badan lainnya, yang tidak berdomisili

atau berencana berdomisili di Indonesia kurang dari 1 (satu)

tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik negara lain

di Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank

Indonesia yang mengatur mengenai laporan stabilitas

moneter dan sistem keuangan.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Dalam hal surat berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS

atau UUS untuk jenis mata uang yang sama memiliki lebih

dari satu peringkat maka Bank Indonesia mengakui

peringkat surat berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS

atau UUS dari lembaga pemeringkat dengan peringkat paling

rendah setara dengan peringkat investasi.

15

Contoh:

Surat berharga syariah yang diterbitkan dalam rupiah oleh

BUS B memiliki lebih dari satu peringkat dengan rincian

sebagai berikut:

1. Lembaga pemeringkat P memberikan peringkat surat

berharga syariah yang diterbitkan BUS B dengan

peringkat investasi;

2. Lembaga pemeringkat Q memberikan peringkat surat

berharga syariah yang diterbitkan BUS B dengan

peringkat di bawah peringkat investasi; dan

3. Lembaga pemeringkat R memberikan peringkat surat

berharga syariah yang diterbitkan BUS B dengan

peringkat di bawah peringkat investasi.

Untuk perhitungan RIM, Bank Indonesia mengakui surat

berharga yang diterbitkan oleh BUS B karena telah memiliki

peringkat investasi yang dikeluarkan oleh lembaga

pemeringkat P.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “lembaga yang berwenang

memberikan layanan jasa penyimpanan dan penyelesaian

transaksi efek” adalah Kustodian Sentral Efek Indonesia atau

lembaga berwenang lainnya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 18

Ayat (1)

Rumus perhitungan RIM Syariah sebagai berikut:

RIM Syariah =

(Pembiayaan + surat berharga syariah korporasi yang dimiliki)

(DPK + surat berharga syariah yang diterbitkan) x100%

Keterangan:

- Pembiayaan berupa Pembiayaan dalam rupiah dan valuta

asing;

- DPK berupa DPK dalam rupiah dan valuta asing;

16

- surat berharga syariah korporasi yang dimiliki berupa surat

berharga syariah korporasi dalam rupiah dan valuta asing;

dan

- surat berharga syariah yang diterbitkan berupa surat

berharga syariah yang diterbitkan dalam rupiah dan valuta

asing.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Rumus perhitungan Giro RIM Syariah dalam hal RIM Syariah

lebih kecil dari batas bawah Target RIM Syariah adalah

sebagai berikut:

Giro RIM Syariah = Parameter Disinsentif Bawah x (batas

bawah Target RIM Syariah – RIM

Syariah) x DPK BUS dalam rupiah atau

DPK UUS dalam rupiah

Huruf b

Rumus perhitungan Giro RIM Syariah dalam hal RIM Syariah

lebih besar dari batas atas Target RIM Syariah dan KPMM

BUS atau KPMM BUK yang menjadi induk UUS lebih kecil

dari KPMM Insentif adalah sebagai berikut:

Giro RIM Syariah = Parameter Disinsentif Atas x (RIM

Syariah – batas atas Target RIM Syariah)

x DPK BUS dalam rupiah atau DPK UUS

dalam rupiah

Huruf c

Cukup jelas.

Pasal 19

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

17

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Hasil rekomendasi OJK dapat berupa persetujuan atau penolakan

atas permintaan Bank.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Koreksi laporan dapat dilakukan atas inisiatif Bank atau

permintaan dari Bank Indonesia.

Pasal 22

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

18

Ayat (6)

Informasi kepada Bank mengenai penyesuaian tata cara

penyampaian laporan dan penghentian kewajiban penyampaian

laporan dilakukan melalui surat dan/atau penyempurnaan

Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Evaluasi dilakukan sesuai dengan arah kebijakan Bank Indonesia

yang memperhatikan antara lain kondisi makroekonomi,

moneter, sistem keuangan Indonesia, dan/atau kondisi

perekonomian global.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

19

Ayat (3)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “giro” adalah komponen giro yang

tercantum dalam penjelasan komponen DPK BUK dalam

rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank

Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala bank

umum.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “tabungan” adalah komponen

tabungan yang tercantum dalam penjelasan komponen DPK

BUK dalam rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala

bank umum.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “simpanan berjangka/deposito”

adalah komponen simpanan berjangka yang tercantum

dalam penjelasan komponen DPK BUK dalam rupiah

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia

yang mengatur mengenai laporan berkala bank umum.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “kewajiban lainnya” adalah

kewajiban lainnya kepada pihak ketiga bukan bank yang

tercantum dalam penjelasan komponen DPK BUK dalam

rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank

Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala bank

umum.

Ayat (4)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “dana simpanan wadiah” adalah

dana simpanan wadiah yang tercantum dalam penjelasan

komponen DPK UUS dalam rupiah sebagaimana dimaksud

dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai

laporan berkala bank umum.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “dana investasi tidak terikat” adalah

komponen dana investasi tidak terikat yang tercantum dalam

penjelasan komponen DPK UUS dalam rupiah sebagaimana

20

dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur

mengenai laporan berkala bank umum.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “kewajiban lainnya” adalah

kewajiban lainnya kepada pihak ketiga bukan bank yang

tercantum dalam penjelasan komponen DPK UUS dalam

rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank

Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala bank

umum.

Pasal 28

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Angka 1

Yang dimaksud dengan “obligasi negara” adalah SUN

yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan

dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga

secara diskonto.

Yang dimaksud dengan “surat perbendaharaan negara”

adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12

(dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara

diskonto.

Angka 2

Yang dimaksud dengan “SBSN jangka panjang” adalah

surat berharga syariah negara yang berjangka waktu

lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran

imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto.

Yang dimaksud dengan “SBSN jangka pendek” adalah

surat berharga syariah negara yang berjangka waktu

sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan

21

pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara

diskonto.

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “Depository Account (Rekening

DEPO)” adalah rekening untuk mencatat kepemilikan surat

berharga dan/atau instrumen keuangan lainnya atas hasil

setelmen transaksi.

Yang dimaksud dengan “subrekening available for sale

(AVAI)” adalah subrekening yang digunakan untuk setelmen

seluruh transaksi surat berharga dan instrumen lainnya.

Yang dimaksud dengan “subrekening not available for sale

(NAVL)” adalah subrekening yang digunakan untuk mencatat

surat berharga dengan tujuan untuk dimiliki sampai dengan

jatuh waktu (hold to maturity).

Yang dimaksud dengan “subrekening available waiting for

reselling (AWAS)” adalah subrekening yang digunakan untuk

mencatat surat berharga yang dimiliki dengan tujuan untuk

dijual kembali dalam waktu dekat.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “intraday liquidity facility account

(Rekening ILF)” adalah rekening untuk mencatat surat

berharga yang akan digunakan peserta sistem Bank

Indonesia-Real Time Gross Settlement untuk memperoleh

fasilitas likuiditas intrahari dalam sistem Bank Indonesia-

Real Time Gross Settlement.

Yang dimaksud dengan “subrekening available for sale

(AVAI)” adalah subrekening yang digunakan untuk setelmen

seluruh transaksi surat berharga dan instrumen lainnya.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “failure to settle account (Rekening

FtS)” adalah rekening untuk mencatat surat berharga yang

digunakan peserta BI-SSSS untuk prefund sistem kliring

nasional Bank Indonesia.

Yang dimaksud dengan “subrekening available for sale

(AVAI)” adalah subrekening yang digunakan untuk setelmen

seluruh transaksi surat berharga dan instrumen lainnya.

22

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Contoh:

PLM BUK X pada tanggal 1 Agustus 2018 yang dihitung pada

tanggal 2 Agustus 2018 menggunakan data dan nilai surat

berharga di BI-SSSS yaitu harga SBI dan SDBI pada tanggal 1

Agustus 2018, nilai nominal SBIS, dan harga SBN pada tanggal

31 Juli 2018.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 29

Ayat (1)

Rumus pemenuhan PLM sebagai berikut:

PLM =

Jumlah SBI, SBIS, SDBI, dan/atau SBN yang dimiliki BUK

setiap akhir hari selama 2 (dua) periode laporanRata − rata harian jumlah DPK BUK dalam rupiah

selama 2 (dua) periode laporan pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya

x100%

Perhitungan pemenuhan PLM didasarkan pada DPK BUK dalam

rupiah dengan periode laporan sebagai berikut:

a. PLM untuk periode laporan sejak tanggal 1 sampai dengan

tanggal 7 dan periode laporan sejak tanggal 8 sampai dengan

tanggal 15 menggunakan rata-rata harian jumlah DPK BUK

dalam rupiah selama periode laporan sejak tanggal 1 sampai

dengan tanggal 7 dan periode laporan sejak tanggal 8 sampai

dengan tanggal 15 bulan sebelumnya; dan

b. PLM untuk periode laporan sejak tanggal 16 sampai dengan

tanggal 23 dan periode laporan sejak tanggal 24 sampai

dengan tanggal akhir bulan menggunakan rata-rata harian

jumlah DPK BUK dalam rupiah selama periode laporan sejak

tanggal 16 sampai dengan tanggal 23 dan periode laporan

sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan

sebelumnya.

23

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 30

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “transaksi repo kepada Bank Indonesia”

adalah transaksi repurchase agreement (repo) sebagaimana

dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur

mengenai operasi moneter.

Yang dimaksud dengan “operasi pasar terbuka” adalah operasi

pasar terbuka sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank

Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter.

Ayat (2)

Huruf a

Surat berharga yang digunakan dalam transaksi repo yang

diperhitungkan Bank Indonesia dalam pemenuhan PLM

yaitu surat berharga yang digunakan dalam transaksi repo

pada operasi moneter dalam bentuk operasi pasar terbuka

yang dilaksanakan Bank Indonesia sejak tanggal 16 Juli

2018.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

24

Yang dimaksud dengan “dana simpanan wadiah” adalah dana

simpanan wadiah yang tercantum dalam penjelasan komponen

DPK BUS dalam rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala bank

umum.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “dana investasi tidak terikat” adalah

komponen dana investasi tidak terikat yang tercantum dalam

penjelasan komponen DPK BUS dalam rupiah sebagaimana

dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur

mengenai laporan berkala bank umum.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “kewajiban lainnya” adalah kewajiban

lainnya kepada pihak ketiga bukan bank yang tercantum dalam

penjelasan komponen DPK BUS dalam rupiah sebagaimana

dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur

mengenai laporan berkala bank umum.

Pasal 33

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Angka 1

Yang dimaksud dengan “SBSN jangka panjang” adalah

surat berharga syariah negara yang berjangka waktu

lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran

imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto.

Angka 2

Yang dimaksud dengan “SBSN jangka pendek” adalah

surat berharga syariah negara yang berjangka waktu

sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan

pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara

diskonto.

25

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “Rekening DEPO” adalah rekening

untuk mencatat kepemilikan surat berharga dan/atau

instrumen keuangan lainnya atas hasil setelmen transaksi.

Yang dimaksud dengan “subrekening AVAI” adalah

subrekening yang digunakan untuk setelmen seluruh

transaksi surat berharga dan instrumen lainnya.

Yang dimaksud dengan “subrekening NAVL” adalah

subrekening yang digunakan untuk mencatat surat berharga

dengan tujuan untuk dimiliki sampai dengan jatuh waktu

(hold to maturity).

Yang dimaksud dengan “subrekening AWAS” adalah

subrekening yang digunakan untuk mencatat surat berharga

yang dimiliki dengan tujuan untuk dijual kembali dalam

waktu dekat.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “Rekening ILF” adalah rekening

untuk mencatat surat berharga yang akan digunakan

peserta sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement

untuk memperoleh fasilitas likuiditas intrahari dalam sistem

Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement.

Yang dimaksud dengan “subrekening AVAI” adalah

subrekening yang digunakan untuk setelmen seluruh

transaksi surat berharga dan instrumen lainnya.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “Rekening FtS” adalah rekening

untuk mencatat surat berharga yang digunakan peserta BI-

SSSS untuk prefund sistem kliring nasional Bank Indonesia.

Yang dimaksud dengan “subrekening AVAI” adalah

subrekening yang digunakan untuk setelmen seluruh

transaksi surat berharga dan instrumen lainnya.

Ayat (3)

Cukup jelas.

26

Ayat (4)

Contoh:

PLM Syariah BUS Y pada tanggal 1 November 2018 yang dihitung

pada tanggal 2 November 2018 menggunakan data dan nilai surat

berharga di BI-SSSS yaitu nilai nominal SBIS dan harga SBSN

pada tanggal 31 Oktober 2018.

Pasal 34

Rumus pemenuhan PLM Syariah sebagai berikut:

PLM Syariah =

Jumlah SBIS dan/atau SBSN yang dimiliki BUS setiap akhir hari selama 2 (dua) periode laporan

Rata − rata harian jumlah DPK BUS dalam rupiah

selama 2 (dua)periode laporan pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya

x100%

Perhitungan pemenuhan PLM Syariah didasarkan pada DPK BUS

dalam rupiah dengan periode laporan sebagai berikut:

a. PLM Syariah untuk periode laporan sejak tanggal 1 sampai

dengan tanggal 7 dan periode laporan sejak tanggal 8 sampai

dengan tanggal 15 menggunakan rata-rata harian jumlah DPK

BUS dalam rupiah selama periode laporan sejak tanggal 1 sampai

dengan tanggal 7 dan periode laporan sejak tanggal 8 sampai

dengan tanggal 15 bulan sebelumnya; dan

b. PLM Syariah untuk periode laporan sejak tanggal 16 sampai

dengan tanggal 23 dan periode laporan sejak tanggal 24 sampai

dengan tanggal akhir bulan menggunakan rata-rata harian

jumlah DPK BUS dalam rupiah selama periode laporan sejak

tanggal 16 sampai dengan tanggal 23 dan periode laporan sejak

tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan sebelumnya.

Pasal 35

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “transaksi repo kepada Bank Indonesia”

adalah transaksi repurchase agreement (repo) sebagaimana

dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur

mengenai operasi moneter.

27

Yang dimaksud dengan “operasi pasar terbuka syariah” adalah

operasi pasar terbuka syariah sebagaimana diatur dalam

ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi

moneter.

Ayat (2)

Surat berharga syariah yang digunakan dalam transaksi repo

yang diperhitungkan Bank Indonesia dalam pemenuhan PLM

Syariah yaitu surat berharga syariah yang digunakan dalam

transaksi repo pada operasi moneter syariah dalam bentuk

operasi pasar terbuka syariah yang dilaksanakan Bank Indonesia

sejak tanggal 1 Oktober 2018.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 36

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Evaluasi dilakukan sesuai dengan arah kebijakan Bank Indonesia

yang memperhatikan antara lain kondisi makroekonomi,

moneter, sistem keuangan Indonesia, dan/atau kondisi

perekonomian global.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

28

Pasal 37

Huruf a

Yang dimaksud dengan “tanggal efektif” adalah tanggal

pelaksanaan operasional BUK hasil penggabungan atau

peleburan.

Huruf b

Rumus RIM untuk BUK hasil penggabungan atau peleburan:

RIM =(kredit + surat berharga korporasi yang dimiliki )

(DPK BUK + surat berharga yang diterbitkan) x 100%

Keterangan:

- kredit berupa kredit dalam rupiah dan valuta asing dengan

data yang diperoleh dari penjumlahan kredit BUK yang

melakukan penggabungan atau peleburan yang didasarkan

pada pos kredit yang diberikan kepada pihak ketiga bukan

bank dalam Formulir 2 Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir

Periode Data Laporan pada 4 (empat) periode laporan

sebelumnya dalam LBBU;

- DPK BUK berupa DPK BUK dalam rupiah dan valuta asing

dengan data yang diperoleh dari penjumlahan DPK BUK

dalam rupiah dan valuta asing dari BUK yang melakukan

penggabungan atau peleburan yang didasarkan pada pos

giro, pos tabungan, dan pos simpanan berjangka dalam

Formulir 2 Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode

Data Laporan pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya

dalam LBBU;

- surat berharga korporasi yang dimiliki berupa surat

berharga korporasi dalam rupiah dan valuta asing dengan

data yang diperoleh dari penjumlahan saldo pada pos total

harga perolehan dalam laporan surat berharga sebagaimana

tercantum dalam Lampiran I posisi 2 (dua) periode laporan

sebelumnya untuk BUK yang melakukan penggabungan

atau peleburan; dan

- surat berharga yang diterbitkan berupa surat berharga yang

diterbitkan dalam rupiah dan valuta asing dengan data yang

diperoleh dari penjumlahan saldo pada pos total nominal

dalam laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam

29

Lampiran I posisi 2 (dua) periode laporan sebelumnya untuk

BUK yang melakukan penggabungan atau peleburan.

Huruf c

Rumus RIM untuk BUK hasil penggabungan atau peleburan:

RIM =(kredit + surat berharga korporasi yang dimiliki )

(DPK + surat berharga yang diterbitkan ) x 100%

Keterangan:

- kredit berupa kredit dalam rupiah dan valuta asing dengan

data yang diperoleh dari kredit BUK hasil penggabungan

atau peleburan yang didasarkan pada pos kredit yang

diberikan kepada pihak ketiga bukan bank dalam Formulir 2

Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode Data Laporan

pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya dalam LBBU;

- DPK BUK berupa DPK BUK dalam rupiah dan valuta asing

dengan data yang diperoleh dari DPK BUK hasil

penggabungan atau peleburan yang didasarkan pada pos

giro, pos tabungan, dan pos simpanan berjangka dalam

Formulir 2 Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode

Data Laporan pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya

dalam LBBU;

- surat berharga korporasi yang dimiliki berupa surat

berharga korporasi dalam rupiah dan valuta asing dengan

data yang diperoleh dari penjumlahan saldo pada pos total

harga perolehan dalam laporan surat berharga sebagaimana

tercantum dalam Lampiran I posisi 2 (dua) periode laporan

sebelumnya dari BUK yang melakukan penggabungan atau

peleburan sampai dengan tersedia data surat berharga

korporasi yang dimiliki BUK hasil penggabungan atau

peleburan yaitu setelah 2 (dua) periode laporan surat

berharga sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang

disampaikan kepada Bank Indonesia; dan

- surat berharga yang diterbitkan berupa surat berharga yang

diterbitkan dalam rupiah dan valuta asing dengan data yang

diperoleh dari penjumlahan saldo pada pos total nominal

dalam laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam

Lampiran I posisi 2 (dua) periode laporan sebelumnya dari

30

BUK yang melakukan penggabungan atau peleburan sampai

dengan tersedia data surat berharga yang diterbitkan BUK

hasil penggabungan atau peleburan yaitu setelah 2 (dua)

periode laporan surat berharga sebagaimana tercantum

dalam Lampiran I yang disampaikan kepada Bank Indonesia.

Huruf d

Cukup jelas.

Pasal 38

Huruf a

Yang dimaksud dengan “tanggal efektif” adalah tanggal

pelaksanaan operasional BUK hasil penggabungan atau

peleburan.

Huruf b

Angka 1

Cukup jelas.

Angka 2

Huruf a)

Angka 1)

Cukup jelas.

Angka 2)

Cukup jelas.

Angka 3)

Saldo Rekening Giro Rupiah digunakan dalam hal

terjadi pelanggaran pemenuhan PLM.

Huruf b)

Angka 1)

Cukup jelas.

Angka 2)

Cukup jelas.

Angka 3)

Saldo Rekening Giro Rupiah digunakan dalam hal

terjadi pelanggaran pemenuhan PLM.

Angka 3

Bagi BUK yang memiliki UUS maka jumlah DPK BUK dalam

rupiah termasuk DPK UUS dalam rupiah.

31

Huruf c

Cukup jelas.

Pasal 39

Huruf a

Yang dimaksud dengan “tanggal efektif” adalah tanggal

pelaksanaan operasional BUS hasil penggabungan atau

peleburan.

Huruf b

Rumus RIM Syariah untuk BUS hasil penggabungan atau

peleburan:

RIM Syariah =

(Pembiayaan + surat berharga syariah korporasi yang dimiliki)

(DPK BUS + surat berharga syariah yang diterbitkan ) x 100%

Keterangan:

- Pembiayaan berupa Pembiayaan dalam rupiah dan valuta

asing dengan data yang diperoleh dari penjumlahan

Pembiayaan BUS yang melakukan penggabungan atau

peleburan yang didasarkan pada pos piutang, pos

pembiayaan, dan pos ijarah dalam Formulir 2 Neraca

Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode Data Laporan pada 4

(empat) periode laporan sebelumnya dalam LBBUS;

- DPK BUS berupa DPK BUS dalam rupiah dan valuta asing

dengan data yang diperoleh dari penjumlahan DPK BUS

dalam rupiah dan valuta asing dari BUS yang melakukan

penggabungan atau peleburan yang didasarkan pada pos

dana simpanan wadiah dan pos dana investasi tidak terikat

dalam Formulir 2 Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir

Periode Data Laporan pada 4 (empat) periode laporan

sebelumnya dalam LBBUS.

- surat berharga syariah korporasi yang dimiliki berupa surat

berharga syariah korporasi dalam rupiah dan valuta asing

dengan data yang diperoleh dari penjumlahan saldo pada pos

total harga perolehan dalam laporan surat berharga

sebagaimana tercantum dalam Lampiran I posisi 2 (dua)

32

periode laporan sebelumnya untuk BUS yang melakukan

penggabungan atau peleburan; dan

- surat berharga syariah yang diterbitkan berupa surat

berharga syariah yang diterbitkan dalam rupiah dan valuta

asing dengan data yang diperoleh dari penjumlahan saldo

pada pos total nominal dalam laporan surat berharga

sebagaimana tercantum dalam Lampiran I posisi 2 (dua)

periode laporan sebelumnya untuk BUS yang melakukan

penggabungan atau peleburan.

Huruf c

Rumus RIM Syariah untuk BUS hasil penggabungan atau

peleburan:

RIM Syariah =

(Pembiayaan + surat berharga syariah korporasi yang dimiliki)

(DPK BUS + surat berharga syariah yang diterbitkan) x 100%

Keterangan:

- Pembiayaan berupa Pembiayaan dalam rupiah dan valuta

asing dengan data yang diperoleh dari Pembiayaan BUS hasil

penggabungan atau peleburan yang didasarkan pada pos

piutang, pos pembiayaan, dan pos ijarah dalam Formulir 2

Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode Data Laporan

pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya dalam LBBUS;

- DPK BUS berupa DPK BUS dalam rupiah dan valuta asing

dengan data yang diperoleh dari DPK BUS hasil

penggabungan atau peleburan yang didasarkan pada pos

dana simpanan wadiah dan pos dana investasi tidak terikat

dalam Formulir 2 Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir

Periode Data Laporan pada 4 (empat) periode laporan

sebelumnya dalam LBBUS;

- surat berharga syariah korporasi yang dimiliki berupa surat

berharga syariah korporasi yang dimiliki dalam rupiah dan

valuta asing dengan data yang diperoleh dari penjumlahan

saldo pada pos total harga perolehan dalam laporan surat

berharga sebagaimana tercantum dalam Lampiran I posisi 2

(dua) periode laporan sebelumnya dari BUS yang melakukan

penggabungan atau peleburan sampai dengan tersedia data

33

surat berharga syariah korporasi yang dimiliki BUS hasil

penggabungan atau peleburan yaitu setelah 2 (dua) periode

laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam

Lampiran I yang disampaikan kepada Bank Indonesia; dan

- surat berharga syariah yang diterbitkan berupa surat

berharga syariah yang diterbitkan dalam rupiah dan valuta

asing dengan data yang diperoleh dari penjumlahan saldo

pada pos total nominal dalam laporan surat berharga

sebagaimana tercantum dalam Lampiran I posisi 2 (dua)

periode laporan sebelumnya dari BUS yang melakukan

penggabungan atau peleburan sampai dengan tersedia data

surat berharga syariah yang diterbitkan oleh BUS hasil

penggabungan atau peleburan yaitu setelah 2 (dua) periode

laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam

Lampiran I yang disampaikan kepada Bank Indonesia.

Huruf d

Cukup jelas.

Pasal 40

Huruf a

Yang dimaksud dengan “tanggal efektif” adalah tanggal

pelaksanaan operasional BUS hasil penggabungan atau

peleburan.

Huruf b

Angka 1

Cukup jelas.

Angka 2

Huruf a)

Cukup jelas.

Huruf b)

Cukup jelas.

Huruf c)

Saldo Rekening Giro Rupiah digunakan dalam hal

terjadi pelanggaran pemenuhan PLM Syariah.

Angka 3

Cukup jelas.

34

Huruf c

Cukup jelas.

Pasal 41

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “tanggal efektif” adalah tanggal

pelaksanaan operasional BUK melakukan perubahan kegiatan

usaha menjadi BUS.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 42

Huruf a

Yang dimaksud dengan “tanggal efektif” adalah tanggal

pelaksanaan operasional BUS hasil pemisahan UUS dari BUK.

Huruf b

Rumus RIM Syariah untuk BUS hasil pemisahan:

RIM Syariah =

(Pembiayaan UUS + surat berharga syariah

korporasi yang dimiliki UUS)

(DPK UUS + surat berharga syariah yang diterbitkan UUS)x100%

Keterangan:

- Pembiayaan UUS berupa Pembiayaan UUS dalam rupiah dan

valuta asing dengan data yang diperoleh dari Pembiayaan

UUS yang didasarkan pada pos piutang, pos pembiayaan,

dan pos ijarah dalam Formulir 2 Neraca Mingguan Pada

Tanggal Akhir Periode Data Laporan pada 4 (empat) periode

laporan sebelumnya dalam LBBUS;

35

- DPK UUS berupa DPK UUS dalam rupiah dan valuta asing

dengan data yang diperoleh dari DPK UUS dalam rupiah dan

valuta asing yang didasarkan pada pos dana simpanan

wadiah dan pos dana investasi tidak terikat dalam Formulir

2 Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode Data Laporan

pada 4 (empat) periode laporan sebelumnya dalam LBBUS;

- surat berharga syariah korporasi yang dimiliki berupa surat

berharga syariah korporasi dalam rupiah dan valuta asing

dengan data yang diperoleh dari saldo surat berharga syariah

korporasi yang dimiliki UUS pada pos total harga perolehan

dalam laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam

Lampiran I posisi 2 (dua) periode laporan sebelumnya; dan

- surat berharga syariah yang diterbitkan berupa surat

berharga syariah yang diterbitkan dalam rupiah dan valuta

asing dengan data yang diperoleh dari saldo surat berharga

yang diterbitkan oleh UUS pada pos total nominal dalam

laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam

Lampiran I posisi 2 (dua) periode laporan sebelumnya.

Dalam pemenuhan Giro RIM Syariah pada 1 hari kerja sebelum

tanggal efektif pelaksanaan Pemisahan, saldo Rekening Giro

Rupiah UUS yaitu saldo Rekening Giro Rupiah UUS termasuk

saldo Rekening Giro Rupiah UUS yang pindah ke saldo Rekening

Giro Rupiah BUS.

Huruf c

Rumus RIM Syariah untuk BUS hasil pemisahan:

RIM Syariah =

(Pembiayaan BUS + surat berharga syariah

korporasi yang dimiliki)

(DPK BUS + surat berharga syariah yang diterbitkan)x100%

Keterangan:

- Pembiayaan BUS berupa Pembiayaan BUS dalam rupiah dan

valuta asing dengan data yang diperoleh dari Pembiayaan

BUS hasil pemisahan yang didasarkan pada pos piutang, pos

pembiayaan, dan pos ijarah dalam Formulir 2 Neraca

Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode Data Laporan pada 4

(empat) periode laporan sebelumnya dalam LBBUS;

36

- DPK BUS berupa DPK BUS dalam rupiah dan valuta asing

dengan data yang diperoleh dari DPK BUS hasil pemisahan

yang didasarkan pada pos dana simpanan wadiah dan pos

dana investasi tidak terikat dalam Formulir 2 Neraca

Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode Data Laporan pada 4

(empat) periode laporan sebelumnya dalam LBBUS;

- surat berharga syariah korporasi yang dimiliki berupa surat

berharga syariah korporasi dalam rupiah dan valuta asing

dengan data yang diperoleh dari saldo surat berharga syariah

korporasi yang dimiliki UUS pada pos total harga perolehan

dalam laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam

Lampiran I posisi 2 (dua) periode laporan sebelumnya sampai

dengan data surat berharga syariah korporasi yang dimiliki

BUS hasil pemisahan tersedia, yaitu setelah 2 (dua) periode

laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam

Lampiran I yang disampaikan kepada Bank Indonesia; dan

- surat berharga syariah yang diterbitkan berupa surat

berharga syariah yang diterbitkan dalam rupiah dan valuta

asing dengan data yang diperoleh dari saldo surat berharga

syariah yang diterbitkan oleh UUS pada pos total nominal

dalam laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam

Lampiran I posisi 2 (dua) periode laporan sebelumnya sampai

dengan data surat berharga syariah yang diterbitkan oleh

BUS hasil pemisahan tersedia, yaitu setelah 2 (dua) periode

laporan surat berharga sebagaimana tercantum dalam

Lampiran I yang disampaikan kepada Bank Indonesia.

Huruf d

Cukup jelas.

Pasal 43

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “tanggal efektif” adalah tanggal

pelaksanaan operasional BUS hasil pemisahan UUS dari BUK.

Ayat (2)

Cukup jelas.

37

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Ayat (1)

Perhitungan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran

pemenuhan Giro RIM yang wajib dipenuhi, dihitung dengan

rumus sebagai berikut:

= Kekurangan Giro RIM yang wajib dipenuhi x 125% x suku bunga JIBOR

𝑜𝑣𝑒𝑟𝑛𝑖𝑔ℎ𝑡 dalam rupiah x 1/360

Perhitungan suku bunga jangka waktu 1 (satu) hari (overnight)

dari JIBOR dalam rupiah mengacu pada ketentuan Bank

Indonesia yang mengatur mengenai suku bunga penawaran

antarbank.

Ayat (2)

Perhitungan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran

pemenuhan PLM yang wajib dipenuhi, dihitung dengan rumus

sebagai berikut:

= Kekurangan PLM yang wajib dipenuhi x 125% x suku bunga JIBOR

𝑜𝑣𝑒𝑟𝑛𝑖𝑔ℎ𝑡 dalam rupiah x 1/360

Perhitungan suku bunga jangka waktu 1 (satu) hari (overnight)

dari JIBOR dalam rupiah mengacu pada ketentuan Bank

Indonesia yang mengatur mengenai suku bunga penawaran

antarbank.

Pasal 46

Ayat (1)

Perhitungan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran

pemenuhan Giro RIM Syariah yang wajib dipenuhi, dihitung

dengan rumus sebagai berikut:

= Kekurangan Giro RIM Syariah yang wajib dipenuhi x 125% x

Tingkat Indikasi Imbalan SIMA x 1/360

38

Data mengenai Tingkat Indikasi Imbalan SIMA yang digunakan

yaitu rata-rata tertimbang tingkat indikasi imbalan SIMA pada

pasar perdana yang diperoleh dari LHBU

Ayat (2)

Perhitungan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran PLM

Syariah yang wajib dipenuhi, dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

= Kekurangan PLM RIM Syariah yang wajib dipenuhi x 125% x

Tingkat Indikasi Imbalan SIMA x 1/360

Data mengenai Tingkat Indikasi Imbalan SIMA yang digunakan

yaitu rata-rata tertimbang tingkat indikasi imbalan SIMA pada

pasar perdana yang diperoleh dari LHBU.

Ayat (3)

Data mengenai tingkat imbalan deposito investasi mudarabah

berjangka waktu 1 (satu) bulan sebelum didistribusikan yang

digunakan yaitu rata-rata tingkat imbalan deposito mudarabah

berjangka waktu 1 (satu) bulan sebelum didistribusikan, yang

tercatat pada LHBU.

Pasal 47

Ayat (1)

Perhitungan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran

pemenuhan Giro RIM Syariah yang wajib dipenuhi dihitung

dengan rumus sebagai berikut:

= Kekurangan Giro RIM Syariah yang wajib dipenuhi x 125% x

Tingkat Indikasi Imbalan SIMA x 1/360

Data mengenai Tingkat Indikasi Imbalan SIMA yang digunakan

yaitu rata-rata tertimbang tingkat indikasi imbalan SIMA pada

pasar perdana yang diperoleh dari LHBU.

Ayat (2)

Data mengenai tingkat imbalan deposito investasi mudarabah

berjangka waktu 1 (satu) bulan sebelum didistribusikan yang

digunakan yaitu rata-rata tingkat imbalan deposito mudarabah

berjangka waktu 1 (satu) bulan sebelum didistribusikan yang

tercatat pada LHBU.

39

Pasal 48

Ayat (1)

Contoh perhitungan pengenaan sanksi kewajiban membayar atas

keterlambatan penyampaian laporan surat berharga:

Bank A terlambat menyampaikan laporan surat berharga selama

2 (dua) hari kerja dan di antara 2 (dua) hari kerja tersebut

terdapat hari Sabtu dan hari Minggu dan/atau hari libur

nasional.

Atas pelanggaran tersebut, Bank A dikenakan sanksi kewajiban

membayar sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah). Dalam hal

ini, sanksi kewajiban membayar tidak dikenakan pada hari Sabtu

dan hari Minggu dan/atau hari libur nasional.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Cukup jelas.

Pasal 53

Cukup jelas.