26
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH NOMOR 05 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TENGAH, Menimbang : a. bahwa untuk terselenggaranya pengelolaan keuangan daerah yang tertib, taat azas dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka perlu adanya pengaturan mengenai sistem dan prosedur penyusunan pengurusan, penatausahaan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah; b. bahwa sehubungan dengan maksud tersebut pada huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, maka Pemerintah Daerah perlu mengatur Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah dengan Peraturan daerah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan huruf b, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pokok- pokok Pengelolaan Keuangan Daerah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 Tentang Penetapan Undang- Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam lingkungan Propinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1991) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1821); 2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Dati II Way Kanan, Kabupaten Dati II Lampung Timur, dan Kotamadya Metro (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3825); 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 5. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286); 6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah Otonom www.djpp.depkumham.go.id www.djpp.depkumham.go.id

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH NOMOR …ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2003/lampungtengah5... · 2016-12-19 · POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH ... BUPATI

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

NOMOR 05 TAHUN 2003

TENTANG

POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LAMPUNG TENGAH,

Menimbang : a. bahwa untuk terselenggaranya pengelolaan keuangan daerah yang tertib, taat azas dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka perlu adanya pengaturan mengenai sistem dan prosedur penyusunan pengurusan, penatausahaan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah;

b. bahwa sehubungan dengan maksud tersebut pada huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, maka Pemerintah Daerah perlu mengatur Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah dengan Peraturan daerah;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan huruf b, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 Tentang Penetapan Undang-

Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam lingkungan Propinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1991) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1821);

2. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Dati II Way Kanan, Kabupaten Dati II Lampung Timur, dan Kotamadya Metro (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3825);

3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);

5. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);

6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah Otonom

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 Tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4021) sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 84 Tahun 2001 (Lembaran negara tahun 2001 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4165);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4022);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 203, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4023);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 Tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 204, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4024);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 209, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4027);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 210, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4028);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4262);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4287);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1999 Tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Perundang-undangan, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancanagn Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70);

16. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 15);

17. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi daerah Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Teknik Penyusunan dan Materi Muatan Produk-produk Hukum Daerah;

18. Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi daerah Nomor 29 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD, Tata Usaha Keuangan Daerahdan Penyusunan Perhitungan APBD.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Daerah Otonom kabupaten Lampung Tengah. 2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain

sebagai Badan Eksekutif daerah Kabupaten Lampung Tengah. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Badan Legislatif Daerah Kabupaten Lampung

Tengah. 4. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Otonom oleh

Pemerintah daerah dan DPRD menurut azas Desentralisasi. 5. Kepala Daerah adalah Bupati Lampung Tengah. 6. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang Pemerintahan oleh Pemerintah kepada

Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 7. Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka

penyelenggaraan Pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang selanjutnya disingkat APBD, adalah suatu rancangan keuangan tahunan Daerah yang ditetapakan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD.

9. Anggaran Berbasis Kinerja adalah anggaran dimana setiap alokasi biaya yang direncanakan harus dikaitkan dengan tingkat pelayanan atau hasil yang diharapkan dapat dicapai.

10. Pemegang Kekuasaan Umum Pengelola Keuangan Daerah adalah Kepala Daerah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah dan mempunyai kewajiban menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewenangan tersebut kepada DPRD.

11. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah pejabat atau pegawai Daerah yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku diberi kewenangan tertentu dalam kerangka pengelolaan keuangan daerah.

12. Pengelola Keuangan daerah adalah pejabat pemegang kekuasaan penggunaan Anggaran Belanja Daerah.

13. Bagian Belanja Aparatur Daerah adalah belanja yang dialokasikan pada atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat, dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

14. Bagian Belanja Pelayana Publik adalah belanja yang dialokasikan pada atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat, dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat.

15. Barang Daerah adalah semua barang milik daerah yang berasal dari pembelian dengan dana yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD dan atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

16. Belanja Daerah meliputi semua pengeluaran Kas Daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah.

17. Belanja Administrasi Umum adalah Belanja tidak langsung yang dialokasikan pada kegiatan non investasi.

18. Belanja Modal adalah belanja langsung yang digunakan untuk membiayai kegiatan investasi.

19. Belanja Operasi dan Pemeliharaan adalah belanja langsung yang digunakan untuk membiayai kegiatan non investasi.

20. Belanja tidak tersangka adalah pengeluaran daerah yang tidak terencana penggunaan sebelumnya, untuk dipergunakan sewaktu-waktu guna mengatasi keadaan darurat dan mendesak seperti penanganan bencana alam, bencana sosial atau pengeluaran lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka kewenangan Pemerintahan Daerah.

21. Sisa Lebih Perhitungan APBD tahun lalu adalah selisih lebih realisasi Belanja Daerah dan merupakan komponen pembiayaan.

22. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak dapat dibebankan dalam satu Tahun anggaran.

23. Dana Depresiasi adalah dana yang disisihkan untuk penggantian aset pada akhir masa umur ekonomisnya.

24. Aset Daerah adalah smua harta kekayaan milik Daerah baik barang berwujud maupun barang tidak berwujud.

25. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan.

26. Kas Daerah adalah tempat menyimpan uangdaerah yang ditentukan oleh bendahara umum Daerah.

27. Pembiayaan adalah transaksi keuangan Daerah yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah.

28. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang akan menjadi penerimaan Kas Daerah.

29. Penerimaan daerah adalah semua penerimaan kas Daerah dalam periode Tahun Anggaran tertentu.

30. Pengeluaran Daerah adalah semua pengeluaran kas Daerah dalam periode Tahun Anggaran tertentu.

31. Rencana Strategi adalah rencana strategi Daerah Kabupaten Lampung Tengah mengenai rencana lima tahunan yang menggambarkan visi, misi, tujuan, strategi, program dan kegiatan daerah.

32. Perangkat Daerah adalah orang / lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab kepada Kepal daerah dan membantu Kepala daerah dalam penyelenggaraan Pemerintahan yang terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis daerah, Kecamatan dan Kelurahan / Kampung sesuai dengan kebutuhan daerah.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

33. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kekuasaan penggunaan anggaran belanja Daerah.

34. Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah untuk mengelola penerimaan dan pengeluaran Kas Daerah serta segala bentuk kekayaan Daerah lainnya.

35. Pemegang Kas adalah setiap orang yang ditunjuk dan diserahi tugas melaksanakan kegiatan kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBD disetiap unit kerja pengguna anggaran daerah.

36. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang menjadi Hak Daerah atau kewajiban pihak lain kepada Daerah sebagai akibat penyerahan uang, barang dan atau jasa oleh daerah atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

37. Sistem Akuntansi Keuangan Daerah adalah sistem akuntansi yang meliputi proses pencatatan, penggolongan, penafsiran, peringkasan transaksi atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangannya dalam rangka pelaksanaan APBD, dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum.

BAB II PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Bagian Pertama

Azas Umum

Pasal 2 Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan.

Pasal 3 (1) APBD merupakan dasar pengelolaan Keuangan Daerah dalam tahun anggaran tertentu. (2) APBD merupakan anggaran berbasis kinerja. (3) APBD harus lebih berorientasi pada kepentingan masyarakat. (4) Tahun fiskal APBD sama dengan tahun fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 4 (1) Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah dalam rangka desentralisasi dicatat

dan dikelola dalam APBD. (2) APBD, Perubahan APBD, dan Perhitungan APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pasal 5 Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah cukup.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Pasal 6 (1) Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur

secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. (2) Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap

jenis belanja. (3) Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban

APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.

Bagian Kedua

Pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah

Pasal 7 (1) Kepala Daerah adalah pemegang kekuasaan umum Pengelolaan Keuangan Daerah, yang

dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan. (2) Kepala Daerah selaku pemegang kekuasaan umum Pengelolaan Keuangan Daerah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mendelegasikan sebagian atau seluruh kewenangannya kepada Sekretaris Daerah dan/atau Perangkat Pengelola Keuangan Daerah.

Pasal 8

(1) Kepala Daerah menetapkan terlebih dahulu para pejabat pengelola Keuangan Daerah

dengan Surat Keputusan untuk dapat melaksanakan anggaran. (2) Keputusan Penetapan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah ditetapkan paling lambat

1(satu) bulan setelah penetapan APBD.

Bagian Ketiga Kewenangan

Pasal 9

(1) Dalam rangka menyiapkan rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersama-sama DPRD

menyusun Arah dan Kebijakan Umum APBD. (2) Berdasarkan Arah dan Kebijakan Umum APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Kepala Daerah menyusun Strategi dan Prioritas APBD. (3) Arah dan Kebijakan Umum APBD serta Strategi dan Prioritas APBD sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan oleh Kepala Daerah sebagai pedoman bagi perangkat daerah dalam menyusun usulan program, kegiatan dan anggaran.

(4) Usulan program, kegiatan dan anggaran sebagimana dimaksud pada ayat (3), disusun berdasarkan prinsip-prinsip anggaran kinerja.

(5) Usulan program, kegiatan dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dituangkan dalam rencana anggaran satuan kerja dan dibahas dalam rangka penyusunan Rancangan APBD.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Pasal 10 (1) Kepala Daerah dapat menyediakan anggaran untuk membiayai pengeluaran tidak

tersangka. (2) Anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya tidak tersangka sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), disediakan dalam bagian anggaran pengeluaran tidak tersangka. (3) Penggunaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan

Kepala Daerah dan diberitahukan kepada DPRD paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal ditetapkannya keputusan Kepala Daerah.

Pasal 11

(1) Kepala Daerah dalam keadaan yang sangat mendesak atau karena kebutuhan yang

mendesak, melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran uang dalam batas-batas anggaran daerah.

(2) Untuk tiap pengeluaran atas beban anggaran daerah termasuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diterbitkan Keputusan Otoritas oleh Kepala Daerah atau keputusan lain yang berlaku sebagai Keputusan Otoritas.

(3) Tindakan pengeluaran uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh Kepala Daerah dengan memberitahukan kepada DPRD.

BAB III

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

Bagian Pertama Struktur APBD

Pasal 12

(1) Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari Pendapatan Daerah, Belanja

Daerah dan Pembiayaan. (2) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini meliputi semua

penerimaan yang merupakan hak Daerah dalam satu Tahun Anggaran yang akan menjadi penerimaan Kas Daerah.

(3) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini meliputi semua pengeluaran yang merupakan kewajiban Daerah dalam satu Tahun Anggaran yang akan menjadi pengeluaran Kas Daerah.

(4) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini meliputi transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus.

(5) Struktur APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diklasifikasikan berdasarkan bidang Pemerintahan Daerah.

(6) Setiap Bidang Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) pasal ini dilaksanakan oleh perangkat-perangkat Daerah yang bertindak sebagai pusat-pusat pertanggungjawaban sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.

(7) Klasifikasi struktur APBD beserta kode rekeningnya sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah ini.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Bagian Kelima Anggaran Pendapatan Daerah

Pasal 13

(1) Anggaran Pendapatan Daerah dirinci dalam kelompok pendapatan yang meliputi

Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan lain-lain Pendapatan yang sah. (2) Kelompok Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dirinci dalam jenis

pendapatan. (3) Jenis Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dirinci dalam obyek pendapatan. (4) Obyek Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dirinci menurut rincian obyek

pendapatan. (5) Anggaran Pendapatan Daerah merupakan batas terendah yang diperkirakan dapat dicapai.

Bagian Ketiga Anggaran Belanja Daerah

Pasal 14

(1) Anggaran Belanja Daerah sebagaimana dimaksud Pasal 3 dirinci dalam bagian belanja

yang meliputi Bagian Belanja Aparatur Daerah dan Bagian Belanja Pelayanan Publik. (2) Bagian Belanja dirinci dalam kelompok belanja yang meliputi Belanja Administrasi

Umum, Belanja Operasi dan Pemeliharaan, serta Belanja Modal. (3) Kelompok Belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dirinci dalam jenis belanja. (4) Jenis Belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dirinci dalam obyek belanja. (5) Obyek Belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dirinci menurut rincian obyek

belanja. (6) Komposisi antara Bagian Belanja Aparatur Daerah dan Bagian Belanja Pelayanan Publik

ditetapkan setiap tahun oleh Kepala Daerah. (7) Anggaran Belanja Daerah merupakan batas tertinggi yang dapat dikeluarkan oleh Kepala

Daerah.

Pasal 15 (1) Belanja tidak tersangka sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, untuk penanganan

bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran yang tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dan tidak dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran yang berjalan dapat dibebankan pada Anggaran Belanja Tidak Tersangka.

(2) Pengembalian atas kelebihan penerimaan yang terjadi dalam tahun anggaran yang lalu dibebankan pada anggaran belanja tidak tersangka.

Pasal 16

Anggaran Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan direncanakan untuk pengeluaran yang tidak menerima secara langsung imbal barang dan jasa, tidak mengharapkan akan menerima kembali dimasa yang akan datang, tidak mengharapkan hasil.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Bagian Keempat Surplus dan Defisit Anggaran

Pasal 17

(1) Selisih antara Anggaran Pendapatan Daerah dan Anggaran Belanja Daerah dapat

mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit anggaran. (2) Surplus anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi apabila Anggaran

Pendapatan Daerah lebih besar dari Anggaran Belanja Daerah. (3) Defisit anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi apabila Anggaran

Pendapatan Daerah lebih kecil dari Anggaran Belanja Daerah. (4) Surplus Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimanfaatkan antara lain untuk

Transfer ke Dana Cadangan, Pembayaran Pokok Utang, Penyertaan Modal (Investasi), dan atau Sisa Perhitungan Anggaran Tahun berkenaan yang dianggarkan pada Kelompok Pembiayaan Jenis Pengeluaran Daerah.

(5) Defisit Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibiayai antara lain dari sisa Anggaran Tahun Yang Lalu, Pinjaman Daerah, Penjualan Obligasi Daerah, Hasil Penjualan Barang Milik Daerah yang dipisahkan, Transfer dari Dana Cadangan, yang dianggarkan pada Kelompok Pembiayaan Jenis Penerimaan Daerah.

(6) Sisa Perhitungan Anggaran Tahun Berkenaan merupakan selisih lebih dari Surplus/Defisit ditambah dengan Pos Penerimaan Pembiyaan dikurangi dengan Pos Pengeluaran Pembiayaan Daerah.

Bagian Kelima

Anggaran Pembiayaan

Pasal 18 (1) Anggaran Pembiayaan dapat dirinci menurut sumber pembiayaan yang merupakan

penerimaan daerah dan pengeluaran daerah. (2) Penerimaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berasal dari Sisa Lebih

Perhitungan Anggaran Tahun Lalu, Transfer dari Dana Cadangan, Hasil Penjualan Aset Daerah Yang Dipisahkan.

(3) Pengeluaran daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berasal dari Transfer ke Dana Cadangan, Transfer dari Dana Depresiasi, Pembayaran Utang pokok yang Jatuh Tempo, Penyertaan Modal, Sisa Kurang Perhitungan Anggaran Tahun Lalu.

Pasal 19

Penerimaan Pinjaman dan Obligasi sebagai penerimaan daerah dan Pembayaran Utang Pokok yang Telah Jatuh Tempo sebagai pengeluaran daerah akan diatur tersendiri dalam Peraturan Daerah, jika Daerah telah diizinkan untuk melakukan pinjaman.

BAB IV KEUANGAN KEPALA DAERAH DAN DPRD

Bagian Pertama

Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Pasal 20 Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ditetapkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua Keuangan DPRD

Pasal 21

(1) DPRD mempunyai hak menentukan Anggaran Belanja dan Keuangan. (2) Anggaran Belanja dan Keuangan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini diatur oleh

DPRD bersama-sama dengan Sekretaris DPRD sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

BAB V

PROSEDUR ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

Bagian Pertama Penyusunan APBD

Paragraf I

Proses Penyusunan APBD

Pasal 22

(1) APBD disusun dengan memperhatikan Rencana Strategis Daerah dan atau dokumen perencanaan lainnya, Kebijakan Pemerintah Atasan, pokok-pokok pikiran DPRD, kinerja APBD tahun sebelumnya untuk dijadikan pedoman bagi Pemerintah Daerah bersama-sama DPRD dalam menyusun Arah dan Kebijakan Umum APBD tahun anggaran berkenaan.

(2) Konsep Arah dan Kebijakan Umum APBD dibahas Pemerintah Daerah bersama-sama DPRD untuk selanjutnya dituangkan dalam Nota Kesepakatan yang ditandatangani bersama antara Pemerintah Daerah dan DPRD.

(3) Pemerintah Daerah bersama-sama dengan DPRD menyusun Arah dan Kebijakan Umum APBD paling lambat 5 (lima) bulan sebelum tahun anggaran dimulai.

Pasal 23

(1) Kepala Daerah menyusun Strategi dan Prioritas APBD berdasarkan Arah dan Kebijakan

Umum APBD paling lambat 4 (empat) bulan sebelum tahun anggaran dimulai. (2) Penyusunan Strategi dan Prioritas APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan

oleh Tim Anggaran Eksekutif yang ditetapakan Kepala Daerah yang terdiri dari unsur perencana, keuangan dan unsur terkait.

(3) Standar Pelayanan Minimal disusun oleh masing-masing unit kerja dan dibahas dengan Tim Anggaran Eksekutif.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Pasal 24 (1) Kepala Daerah menerbitkan Surat Edaran kepada seluruh Unit Kerja untuk menyusun

Rencana Anggaran Satuan Kerja. (2) Surat Edaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat Arah dan Kebijakan Umum

APBD, Strategi dan Prioritas APBD, Standar Pelayanan dan Standar APBD. (3) Kepala Daerah menetapkan Tata Cara Penyusunan Anggaran Satuan Kerja oleh Unit

Kerja.

Pasal 25 (1) Unit kerja membuat usulan program, kegiatan dan anggaran berdasarkan Surat Edaran

sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (2). (2) Usulan Program, Kegiatan dan Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dituangkan dalam Rencana Anggaran Satuan Kerja . (3) Rencana Anggaran Satuan Kerja diserahkan kepada Tim Anggaran Eksekutif.

Pasal 26 (1) Tata Cara Pembahasan Rencana Anggaran Satuan Kerja ditetapkan Kepala Daerah. (2) Tata Cara Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipakai Tim Anggaran

Eksekutif untuk menilai kewajaran beban kerja dan biaya kegiatan dari Rencana Anggaran Satuan Kerja.

(3) Hasil pembahasan Tim Anggaran Eksekutif dituangkan dalam Rancangan APBD.

Paragraf II Dokumen Rancangan APBD

Pasal 27

(1) Dokumen Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD terdiri dari Rancangan Peraturan

Daerah tentang APBD dan lampiran-lampirannya. (2) Lampiran Rancangan Peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:

a. Ringkasan APBD; b. Rincian APBD; c. Daftar Rekapitulasi APBD berdasarkan Bidang Pemerintahan dan Perangkat daerah; d. Daftar Jumlah Pegawai Per Golongan dan Per Jabatan; e. Daftar Piutang Daerah; f. Daftar Pinjaman Daerah; g. Daftar Investasi (Penyertaan Modal) Daerah; h. aftar Ringkasan Nilai Aktiva Tetap Daerah; i. Daftar Dana Cadangan.

(3) Rincian APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, memuat uraian Bagian Kelompok, Jenis sampai dengan Obyek Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan untuk setiap satuan kerja perangkat daerah.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Paragraf III Penetapan APBD

Pasal 28

(1) Paling lambat 2 (dua) bulan sebelum Tahun Anggaran dimulai, Kepala Daerah

menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD beserta lampirannya kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan.

(2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai dengan Nota Kewenangan.

Pasal 29

Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah dibahas dan disetujui oleh DPRD, disahkan oleh Kepala Daerah menjadi Peraturan Daerah tentang APBD paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran dimulai.

Pasal 30 (1) Peraturan daerah tentang APBD ditindaklanjuti dengan Keputusan Kepala Daerah tentang

Penjabaran APBD. (2) Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun menurut

Kelompok, Jenis, Objek, Rincian Objek Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan.

Pasal 31 (1) Berdasarkan Peraturan daerah tentang APBD, Kepala Daerah menetapkan Rencana

Anggaran Satuan Kerja menjadi Dokumen Anggaran Satuan Kerja. (2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat Pendapatan dan Belanja setiap

perangkat daerah sebagai dasar pelaksanaan oleh Pengguna Anggaran. (3) Penetapan Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lambat 1 (satu) bulan

setelah Peraturan Daerah tentang APBD ditetapkan.

Bagian Kedua Perubahan APBD

Paragraf 1

Proses Penyusunan Perubahan APBD

Pasal 32 (1) Perubahan APBD dilakukan sehubungan dengan:

a. Adanya Kebijakan Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah yang bersifat strategis;

b. Penyesuaian akibat tidak tercapainya target penerimaan daerah yang ditetapkan; c. Terjadinya kebutuhan pengeluaran anggaran yang bersifat mendesak dan harus

dilaksanakan dalam Tahun Anggaran yang bersangkutan. (2) Hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya perubahan APBD, dibahas bersama dengan

DPRD dan selanjutnya dituangkan dalam perubahan Strategi dan Prioritas APBD.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(3) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Daerah sebagai pedoman Perangkat Daerah dalam menyusun usulan perubahan program, kegiatan dan anggaran.

Pasal 33

(1) Unit Kerja menyampaikan Usulan Perubahan Program, Kegiatan dan Anggaran

berdasarkan perubahan yang telah ditetapkan oleh Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada pasal 32 ayat (3).

(2) Usulan Perubahan Program, Kegiatan dan Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam Perubahan Rencana Anggaran Satuan Kerja.

(3) Perubahan Rencana Anggaran Satuan Kerja diserahkan kepada Tim Anggaran Eksekutif untuk dibahas.

(4) Hasil pembahasan dituangkan ke dalam Rancangan Perubahan APBD.

Paragraf II Dokumen Rancangan Perubahan APBD

Pasal 34

(1) Dokumen Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD terdiri dari Rancangan

Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD dan lampiran-lampirannya. (2) Lampiran Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimakdsud pada ayat (1), terdiri

dari: a. Ringkasan Perubahan APBD; b. Rincian Perubahan APBD; c. Daftar Rekapitulasi Perubahan APBD berdasarkan Bidang Pemerintahan dan

Perangkat Daerah; d. Daftar Piutang Daerah; e. Daftar Pinjaman Daerah; f. Daftar Investasi (Penyertaan Modal) Daerah; g. Daftar Dana Cadangan; h. Neraca Daerah Tahun Anggaran yang lalu.

(3) Rincian Perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, memuat uraian Bagian Kelompok, Jenis sampai dengan Obyek Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan untuk setiap satuan kerja perangkat daerah.

Paragraf III Penetapan Perubahan APBD

Pasal 35

(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD dan lampirannya disampaikan

oleh Kepala Daerah kepada DPRD paling lambat 5 (lima) bulan sebelum tahun anggaran berakhir. (2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai

dengan Nota Perubahan Keuangan.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Pasal 36 Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD yang telah dibahas dan disetujui oleh DPRD, disahkan oleh Kepala Daerah menjadi Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun anggaran berakhir.

Pasal 37 (1) Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD ditindaklanjuti dengan Keputusan Kepala

Daerah tentang Penjabaran Perubahan APBD. (2) Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun menurut

Kelompok, Jenis, Objek, Rincian Objek Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan.

Pasal 38 (1) Berdasarkan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD, Kepala Daerah menetapkan

Perubahan Rancangan Anggaran Satuan Kerja menjadi Perubahan Dokumen Anggaran Satuan

Kerja. (2) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat pendapatan dan belanja setiap

perangkat daerah sebagai dasar pelaksanaan oleh Pengguna Anggaran. (3) Penetapan Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lambat 1 (satu) bulan

setelah Peraturan Daerah tentang Perubahan ditetapkan.

Bagian Ketiga Perhitungan APBD

Paragraf I

Proses Penyusunan Perhitungan APBD

Pasal 39 (1) Satuan Kerja yang bertanggungjawab menyusun perhitungan anggaran mempersiapkan

draft Rancangan Peraturan Daerah tentang Perhitungan APBD. (2) Laporan Perhitungan APBD disusun menurut urutan susunan APBD setelah perubahan. (3) Uraian Perhitungan APBD terdiri dari anggaran setelah perubahan, rincian realisasi, dan

perhitungan selisih antara anggaran dengan realisasi pendapatan dan belanja daerah. (4) Perhitungan selisih sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disertai penjelasan tentang

penyebab terjadinya selisih antara anggaran dengan realisasi.

Paragraf II Dokumen Rancangan Perda Tentang Perhitungan APBD

Pasal 40

(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang perhitungan APBD sebagaimana dimaksud dalam

pasal 39 ayat (1), disampaikan Kepala Daerah kepada DPRD untuk dimintakan persetujuan.

(2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilampiri:

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

a. Laporan Perhitungan APBD; b. Nota Perhitungan APBD; c. Laporan Aliran Kas; d. Neraca Daerah.

Paragraf III

Penetapan Perhitungan APBD

Pasal 41

(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang Perhitungan APBD yang telah dibahas dan disetujui oleh DPRD, disahkan oleh Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Tahun Anggaran berakhir.

(2) Peraturan Daerah tentang Perhitungan APBD ditindaklanjuti dengan Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran Perhitungan APBD.

(3) Penjabaran perhitungan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi dengan lampiran sebagai berikut: a. Ringkasan Perhitungan APBD; b. Laporan Sisa Perhitungan Anggaran tahun Berkenaan; c. Rincian Perhitungan APBD; d. Daftar Rekapitulasi Perhitungan APBD berdasarkan Bidang Pemerintahan dan

Perangkat Daerah; e. Daftar Piutang Daerah; f. Pinjaman Daerah; g. Daftar Investasi (Penyertaan Modal) Daerah; h. Daftar Realisasi Dana Cadangan; i. Daftar Cek yang Masih Belum Dicairkan; j. aftar Aset yang Diperoleh pada Tahun Berkenaan, dan k. Laporan Keuangan Badan Usaha Milik Daerah yang terdiri dari Neraca Laporan Rugi

Laba, dan Laporan Aliran Kas.

BAB VI REVISI ANGGARAN

Pasal 42

(1) Kepala Daerah selaku Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah dapat

melakukan revisi Anggaran tanpa merubah plafon anggaran yang disediakan. (2) Revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan dengan

rincian kegiatan dalam satu kegiatan. (3) Revisi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan

Kepala Daerah setelah mendapat Persetujuan Pimpinan DPRD.

BAB VII DANA CADANGAN, DANA DEPRESIASI, PINJAMAN DAERAH

DAN INVESTASI DAERAH

Bagian Pertama Dana Cadangan

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Pasal 43 (1) Pemerintah Daerah dapat membentuk Dana Cadangan guna membiayai kebutuhan dana

yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran. (2) Dana Cadangan yang dibentuk bersumber dari kontribusi tahunan penerimaan APBD,

kecuali dari Dana Alokasi Khusus, Pinjaman Daerah, Dana Darurat. (3) Pembentukan Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan

Peraturan Daerah.

Pasal 44 (1) Pengisian Dana Cadangan setiap tahun dianggarkan dalam kelompok pembiayaan jenis

pengeluaran Daerah, obyek transfer ke Dana Cadangan. (2) Penggunaan Dana Cadangan dianggarkan pada: a. Kelompok pembiayaan, jenis penerimaan daerah, obyek transfer dari Dana Cadangan.

b. Bagian, kelompok dan jenis belanja modal.

Pasal 45 (1) Penganggaran Dana Cadangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 44, dialokasikan dari

sumber penerimaan APBD. (2) Semua sumber penerimaan Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan

semua pengeluaran atas beban Dana Cadangan dicatat dan dikelola dalam APBD. (3) Pengeluaran untuk menutup kebutuhan sebagaimana yang ditetapkan dalam Peraturan

Daerah tentang Pembentukan Dana Cadangan dibebankan pada Rekening Dana Cadangan.

(4) Posisi Dana Cadangan dilaporkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan pertanggungjawaban APBD.

Pasal 46 (1) Dana Cadangan dibukukan dalam rekening tersendiri atas nama Dana Cadangan

Pemerintah Daerah, yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah. (2) Dana Cadangan tidak dapat digunakan untuk membiayai program / kegiatan lain diluar

yang telah ditetapkan. (3) Program / kegiatan yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan apabila Dana Cadangan yang disisihkan telah tercapai.

(4) Untuk melaksanakan program / kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dana Cadangan dimaksud terlebih dahulu dipindahbukukan ke Rekening Daerah.

Bagian Kedua

Dana Depresiasi

Pasal 47

(1) Pemerintah Daerah dapat membentuk Dana Depresiasi yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan Daerah.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(2) Pembentukan Dana Depresiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.

(3) Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menetapkan tujuan, besaran dan sumber Dana Depresiasi, serta jenis penggantian Aset Daerah yang dibiayai dari Dana Depresiasi tersebut.

Pasal 48

Dana Depresiasi yang dibentuk sebagaimana dimaksud pada Pasal 47, bersumber dari kontribusi tahunan Penerimaan APBD, kecuali Dana Alokasi Khusus, Pinjaman Daerah dan Dana Darurat.

Pasal 49 (1) Aset Daerah berupa Aktiva Tetap selain tanah yang digunakan untuk operasional secara

langsung oleh Pemerintah Daerah didepresiasi dengan metode garis lurus berdasarkan umur ekonomisnya.

(2) Depresiasi atas Aktiva Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan untuk pembentukan dana depresiasi yang digunakan untuk penggantian aset daerah pada akhir masa umur ekonomis.

Pasal 50

(1) Pengisian Dana Depresiasi setiap tahun dianggarkan dalam kelompok Pembiayaan, Jenis

Pengeluaran Daerah, Obyek Transfer ke Dana Depresiasi. (2) Penggunaan Dana Depresiasi dianggarkan pada: a. Kelompok Pembiayaan, Jenis Penerimaan Daerah, Obyek Transfer dari Dana

Depresiasi. b. Bagian kelompok dan Jenis Belanja Modal.

Bagian Ketiga Pinjaman Daerah dan Investasi Daerah

Paragraf I

Pinjaman Daerah

Pasal 51

(1) Pemerintah Daerah dengan persetujuan DPRD dapat melakukan pinjaman baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri.

(2) Pinjaman Daerah dari dalam negeri bersumber dari Pemerintah Pusat, Lembaga Keuangan Bank, Lembaga Keuangan Bukan Bank, Masyarakat dan sumber lainnya.

(3) Pinjaman Daerah dari luar negeri dapat berupa pinjaman bilateral atau pinjaman multilateral.

Pasal 52

Penggunaan, batas maksimum jumlah dan jangka waktu pinjaman jangka panjang:

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

a. Pinjaman Jangka Panjang hanya dapat digunakan untuk membiayai pengembangan prasarana yang merupakan aset daerah dan dapat menghasilkan penerimaan untuk pembayaran kembali pinjaman, serta memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat.

b. Pinjaman Jangka Panjang tidak dapat digunakan untuk membiayai belanja administrasi umum serta belanja operasional dan pemeliharaan.

c. Batas maksimum jumlah pinjaman jangka panjang wajib memenuhi 2 (dua) ketentuan: 1. Jumlah kumulatif pokok pinjaman yang wajib dibayar tidak melebihi 75 % (tujuh

puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya; dan 2. Berdasarkan proyeksi penerimaan dan pengeluaran daerah tahunan selama jangka

waktu pinjaman, Debt Service Coverage (DSCR) paling sedikit 2,5 (dua setengah). d. Batas maksimum jangka waktu pinjaman jangka panjang disesuaikan dengan umur

ekonomis aset yang dibiayai, termasuk masa tenggang yang disesuaikan dengan masa pengadaan harta atau masa konstruksi, dengan jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun.

Pasal 53

Penggunaan, batas maksimum jumlah dan jangka waktu pinjaman jangka pendek: a. Pinjaman jangka pendek digunakan hanya untuk pengaturan arus kas dalam rangka

pengelolaan Kas Daerah. b. Jumlah maksimum pinjaman jangka pendek adalah 1/6 (satu per enam) dari jumlah belanja

APBD Tahun Anggaran yang berjalan dengan mempertimbangkan kecukupan penerimaan daerah untuk membayar kembali pinjaman tersebut pada waktunya.

c. Pelunasan pinjaman jangka pendek wajib diselesaikan dalam Tahun Anggaran yang berjalan.

Pasal 54

(1) Berdasarkan persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, Pemerintah

Daerah mengajukan pinjaman kepada calon pemberi pinjaman. (2) Setiap pinjaman daerah dituangkan dalam surat perjanjian pinjaman antara Pemerintah

Daerah dengan pemberi pinjaman, yang ditandatangani atas nama Pemerintah Daerah oleh Kepala Daerah dan Pemberi Pinjaman.

(3) Agar setiap orang mengetahuinya setiap perjanjian pinjaman yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah diumumkan dan ditempatkan dalam Lembaran Daerah.

Pasal 55

(1) Untuk memperoleh pinjaman yang bersumber dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah

mengajukan usulan kepada Menteri Keuangan disertai Surat Persetujuan DPRD, Studi Kelayakan dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan untuk dilakukan evaluasi.

(2) Perjanjian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah Pusat ditandatangani oleh Menteri Keuangan dan Kepala Daerah.

Pasal 56

(1) Pinjaman Daerah yang bersumber dari Laur Negeri dilakukan melalui Pemerintah Pusat. (2) Untuk memperoleh pinjaman daerah yang bersumber dari luar negeri sebagaimana

dimaksud pada ayat

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(1) Pemerintah daerah mengajukan usulan kepada Pemerintah Pusat disertai surat persetujuan DPRD, studi kelayakan dan dokumen-dokumen yang diperlukan.

(3) Terhadap usulan Pinjaman Daerah yang bersumber dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat melakukan evaluasi dari berbagai aspek untuk dapat tidaknya menyetujui usulan tersebut.

(4) Apabila Pemerintah Pusat telah memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah Daerah mengadakan perundingan dengan calon pemberi pinjaman yang hasilnya dilaporkan untuk mendapatkan persetujuan Pemerintah Pusat.

(5) Pemerintah Daerah dapat melakukan pinjaman daerah yang bersumber dari luar negeri, setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Pemerintah Pusat.

(6) Perjanjian pinjaman daerah yang bersumber dari luar negeri ditandatangani oleh Kepala Daerah dengan pemberi pinjaman luar negeri.

Pasal 57

(1) Pinjaman daerah jangka pendek dan jangka panjang disalurkan melalui rekening Kas

Daerah. (2) Penatausahaan pelaksanaan program/kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman Daerah

diperlakukan sama dengan penatausahaan pelaksanaan program/kegiatan lainnya. (3) Semua penerimaan dan kewajiban dalam rangka pinjaman daerah dicantumkan dalam

daftar Pinjaman Daerah.

Pasal 58 (1) Penerimaan pinjaman daerah dalam APBD dianggarkan pada kelompok pembiayaan,

jenis penerimaan daerah, obyek pinjaman dan obligasi sesuai dengan jumlah yang akan diterima dalam tahun anggaran berkenaan.

(2) Program dan kegiatan yang dibiayai dengan pinjaman daerah dianggarkan pada bagian, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek belanja sesuai dengan penggunaan pinjaman daerah.

Pasal 59

(1) Jumlah pinjaman yang jatuh tempo pada APBD tahun berkenaan dianggarkan pada

kelompok pembiayaan, jenis pengeluaran daerah, obyek pembayaran pokok pinjaman. (2) Jumlah bunga atau denda dan biaya administrasi pinjaman yang akan dibayar pada

APBD tahun berkenaan dianggarkan pada bagian, kelompok belanja, jenis belanja administrasi umum, obyek bunga dan denda, dan rincian obyek bunga dan denda pinjaman.

Paragraf II

Investasi Daerah

Pasal 60 (1) Pemerintah Daerah dapat melakukan investasi dalam bentuk penyertaan modal, deposito,

atau bentuk investasi lainnya sepanjang hal tersebut memberikan manfaat bagi peningkatan pelayanan masyarakat dan tidak mengganggu likuiditas Pemerintah Daerah.

(2) Investasi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan daerah.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(3) Pemerintah Daerah bertanggungjawab atas pengelolaan investasi dan setiap akhir tahun anggaran melaporkan hasil pelaksanaannya kepada DPRD.

BAB VIII

PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN KAS

Bagian Pertama Penerimaan dan Pengeluaran

Pasal 61

(1) Uang milik Daerah disimpan pada bank yang sehat dengan cara membuka rekening kas

daerah. (2) Setiap penerimaan kas disetor sepenuhnya ke rekening kas daerah pada Bank yang

ditunjuk. (3) Semua manfaat yang bernilai uang berupa komisi, rabat, potongan bunga, jasa giro atau

nama lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan jasa serta dari penyimpanan dan atau penempatan uang daerah merupakan pendapatan daerah.

Pasal 62

(1) Pengeluaran Kas yang mengakibatkan beban APBD, tidak dapat dilakukan sebelum

rancangan peraturan Daerah tentang APBD disahkan. (2) Pengeluaran Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak termasuk belanja pegawai

yang formasinya telah ditetapkan. (3) Pengeluaran kas dengan cara beban tetap dapat dilakukan untuk keperluan: a. Belanja Pegawai; b. Belanja Perjalanan Dinas sepanjang mengenai uang pesangon; c. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan; d. Pelaksanan pekerjaan oleh pihak ketiga; e. Pembelian barang dan jasa; f. Pembelian barang dan bahan untuk pekerjaan yang dilaksanakan sendiri yang jenis

dan nilainya ditetapkan oleh Kepala Daerah. (4) Pengeluaran kas dengan cara pengisian kas dapat dilakukan untuk pengeluaran yang

bersifat kecil dan atau pengeluaran yang sulit direncanakan kapan terjadinya. (5) Pengeluaran kas atas beban APBD dapat dilakukan, bila unit kerja pengguna anggaran

telah memiliki rencana strategis yang telah disetujui oleh Kepala Daerah.

Pasal 63 (1) Prosedur dan tata cara penerimaan kas dan penyimpanan uang milik daerah, serta

pengeluaran kas ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah dan disampaikan kepada DPRD.

(2) Penetapan Bank dan Nomor Rekening Kas Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 61, akan diatur oleh Kepala Daerah.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Bagian Kedua Pembiayaan

Pasal 64

Jumlah sisa perhitungan tahun lalu dipindahbukukan pada kelompok pembiayaan, jenis penerimaan daerah, obyek sisa lebih anggaran tahun lalu.

BAB IX PENGADAAN BARANG DAN JASA SERTA ASET DAERAH

Pasal 65

(1) Prinsip-prinsip pengadaan barangadan jasa dalam rangka pelaksanaaan dan atau menjadi

beban APBD adalah sebagai berikut : a. Hemat, tidak mewah, dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan

/ditetapkan. b. Terarah dan terkendali sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas pokok

dan fungsi perangkat daerah. c. Mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri. d. Memberikan kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil, menengah, dan koperasi. (2) Standar harga satuan barang dan jasa disusun oleh suatu tim yang terdiri dari Instansi

atau Satuan Kerja terkait. (3) Penetapan tim penyusun dan standar harga satuan Barang dan Jasa sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) , ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.

Pasal 66

Tata cara, prosedur, dan mekanisme pengadaan barang, dan Jasa menggunakan pelaksanaan pegadaan barang dan jasa yang sudah diatur dengan peraturan perundang-undangan

Pasal 67 (1) Seluruh barang yang pengadaannya atas beban APBD, dibukukan kedalan Rekening

Aset Daerah yang berkenaan dan dicatat dalam daftar aset daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pembukuan dan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakuakan uleh unit kerja pengguna barang dan dilaporkan setiap triwulan kepada satuan kerja yang melaksanakan fungsi akuntansi keuangan daerah.

Pasal 68

Penerimaan atas pengelolaaan aset daerah, menjadi pendapatan asli daerah dan disetorkan seluruhnya secara bruto ke rekening kas daerah.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Pasal 69

Aset daerah yang rusak, musnah, hilang atau dicuri dapat dihapuskan dari pembukuan aset dan dari daftar inventaris aset daerah, yang penetapannya dengan Keputusan Kepala Daerah setelah memperoleh persetujuan dari DPRD

Pasal 70 (1) Aset yang berasal dari Pihak ketiga berupa donasi, hibah, bantuan, sumbangan,

kewajiban, dan tukar guling yang menjadi milik Pemerintah Daerah dituangkan dalam berita acara.

(2) Aset sebagaimana pada ayat(1) , diukur berdasarkan nilai wajar dari harga pasar atau nilai pengganti.

BAB X

SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH

Pasal 71 (1) Penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangann daerah berpedoman pada standar

akuntansi keuangan Pemerintah Daerah yang berlaku. (2) Sistem akuntasi yang meliputi proses pencatatan, penggolongan, penafsiran, peringkasan

transaksi atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangan dalam pelaksanaan APBD, dilaksanakan sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum.

(3) Sistem akuntansi keuangan daerah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Kepala Daerah.

(4) Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memuat pula kebijakan akuntansi yang berpedoman pada standar akuntansi keuangan Pemerintah daerah yang berkenan.

BAB XI

PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Bagian Pertama Laporan Keuangan Penggunaan Anggaran

Pasal 72

(1) setiap akhir bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, kepala unit kerja pengguna

anggaran wajib menyampaikan laporan keuangan penggunaan anggaran kepada kepala Daerah.

(2) Laporan keuangan pengguna anggran sebagaiamana dimaksud pada ayat (1), menggambarkan tentang pencapaian kinerja program dan kegiatan, kemajuan realisais pencapaian target dan pendapatan, realisasi penyerapan belanja dan realisasi pembiayaan berikut masalah-masalah yang diahadapai dan solusi yang telah dan kaan dilakukan.

(3) bentuk, mekanisme dan prosedur pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh kepala daerah.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Bagian Kedua Laporan Keuangan triwulan

Pasal 73

(1) Pemerintah Daerah menyampaiakan laporan keuangan triwulan sebagai pemberitahuan

pelaksanaan APBD kepada DPRD. (2) Laporan Keuangan Triwulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan paling

lambat1 (satu) bulan berakhirnya triwulan yang bersangkutan. (3) (bentuk, mekanisme, dan prosedur pelaporan triwulan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2), ditetapkan oleh Kepala Daerah.

Bagian ketiga Laporan keuangan Akhir Tahun Anggaran

Pasal 74

(1) Setelah tahun anggaran berakhir, kepala Daerah menyusun Laporan pertanggungjawaban

Keuanga Daerah yang terdiri dari : a. Laporan perhitungan APBD; b. Nota Perhitungan APBD; c. Laporan aliran Kas; d. Neraca daerah. (2) Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah sebagaiman dimaksud pada ayat (1),

mengungkapakan : a. secara wajar dan menyeluruh dari kegiatan pemerintah Daerah, pencapaian kinerja

keuangan daerah dan pemanfaatan seumber daya ekonomi serta ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan;

b. perbandingan antara realisasi dan anggaran serta penyebab terjadinya selisih antara realisasi dengan anggarannya;

c. konsistensi penyusunaan laporan keuangan antara satu periode akuntansi dengan periode akuntansi sebelumnya;

d. perubahan kebijakan akuntansi yang diterapkan; e. transaksi atau kejadian penting yang terjadi setelah tangaal tutup buku yang

mempengaruhi kondisi keuangan; f. catatan-catatan terhadap isi laporan dan informasi tambahan lainnya yang diperlukan

yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaporan keuangan. (3) Selain mengungkapkan hal-hal sebagaimaana dimaksud pada ayat (2), laporan

Pertanggung jawaban Kepala Daerah mengungkapakan pula kegagalan kinerja program dan kegitan Pemerintah Daerah yang menyangkut kepentingan masyarakat

(4) Paling lamabat 3 (tiga ) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran Kepala Daerah menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban tersebut pada ayat (1), ayat (2) dan ayat kepada DPRD untuk dilakukan pembahasan dan penilaian.

Pasal 75

(1) Laporan perhitungan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a,

berupa perhitungan atas pelaksanaan dari semua yang telah dianggarkan dalam tahun anggaran yang berkenaan, baik kelompok pendapatan, belanja, dan pembiayaan.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(2) Nota perhitungan APBD sebagaimana dimaksud dalam pasal 74 ayat (1) huruf b, memuat ringkasan realisasi Pendapatan Daerah, dan pembiayaan serta kinerja keuangan daerah yang mencakup antara lain :

a. pencapaian kinerjadaerah dalam rangka melaksanakan program yang direncanakan dalam APBD tahun Anggaran berkenaaan, berdasarkan rencana strategis Daerah ;

b. pencapaian kinerja pelayanan yang dicapai. c. bagian belanja APBD yang digunakan untuk membiayai administrasi umum, kegiatan

operasi dan pemeliharaan serta belanja modal untuk aparatur daerah dan pelayanan publik ;

d. bagian Belanja APBD yang digunakan untuk anggaran DPRD termasuk sekretariat DPRD ;

(3) Laporan aliran Kas sebagaimana simaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf c, menyajikan informasi mengenai sumber dan penggunaan kas dalam aktivitas operasi, aktivitas investasi, dan aktiitas pembiayaan.

(4) Laporan Aliran Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat disusun dengan metode langsung atau tidak langsung.

(5) Neraca Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf d, menyajikan informasi mengenai posisi aktiva, utang, dan ekuitas dana pada akhir Tahun Anggaran.

BAB XII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Pertama Pembinaan

Pasal 76

(1) Pembinaan pengelolaan keuangan daerah dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri, dan atau

Gubernur sebagai wakil Pemerintah. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa pemberian pedoman, bimbingan,

pelatihan, arahan, supervisi, dan evaluasi di bidang pengelolaan keuangan daerah.

Bagian Kedua Pengawasan

Pasal 77

(1) Untuk menjamin kineja atas pencapaian sasaran-sasaran yang telah ditetapkan, DPRD

melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBD. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bukan bersifat pemeriksaan.

Pasal 78 (1) Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan keuangan daerah,

Kepala Daerah menugaskan perangkat daerah yang membidangi pengawasan untuk melakukan pengawasan atas pengelolaan keuangan daerah.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup seluruh aspek keuangan daerah termasuk pengawasan terhadap tatalaksana penyelenggaraan program, kegiatan dan manajemen Pemerintah Daerah.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(3) Perangkat daerah sebagimana dimaksud pada ayat (1), melaporkan hasil pengawasannya kepada Kepala Daerah.

Pasal 79

Pedoman dan Pelasanaan Pengawasan diaturoleh Kepala daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur untuk itu.

Pasal 80 (1) Pejabat pada perangkat daerah yang melakukan pengawasan tidak diperkenankan

merangkap jabatan lain di Pemerintah Daerah. (2) Jabatan lain sebagaiman dimaksdu pada ayat (1), adalah menjadi anggota Tim atau Panitia

dalam rangka pelaksanaan APBD yang akan atau sedang diperiksanya.

Pasal 81 (1) Pejabat, selain pejabat atau perangakat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80

ayat (1), sebelum melaksanakan tugas fungsional pengawasan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, harus beroleh ijin terlebih dahulu dari Kepala Daerah.

(2) Sebelum melaksanakan tugas, pejabat sebagimana dimaksud pada ayat (1), terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan pejabat atau perangakat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1).

(3) Pejabat (3) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah selesai melaksanakan tugas harus menyampaikan laporan kepada Kepala Daerah.

BAB XII

KERUGIAN KEUANGAN DAERAH

Pasal 82 (1) setiap kerugian daerah baik yang langsung maupun tidak langsung sebagai akibat

perbuatan melanggar hukum dan atau kelalaian, harus diganti oleh yang bersalah dan atau lalai.

(2) Setiap pimpinan perangkat daerah wajib melaporkan kepada Kepala Daerah bila diteukan adanya kerugian Keuangan Daerah yang diakibatkan oleh perbuatan melanggar hukum atau kelalaian pejabat pengelola Keuangan Daerah.

Pasal 83

Kepala Daerah wajib melakukan tuntuitan ganti rugi atas setiap kerugiab yang diakibatkan oleh perbuatan melanggar hukum atau kelalaian pejabat Pengelola keuangan Daerah.

Pasal 84 Tata cara dan proses penyelesaian kerugian atau tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

BAB XII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 85

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka segala ketentuan menyangkut materi yang sama dan bertentangan dengan peraturan daerah ini dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 86 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Kepal Daerah.

Pasal 87 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lampung tengah. Ditetapkan di Gunung sugih Pada tanggal 25 september 2003

BUPATI LAMPUNG TENGAH ANDY ACHMAD SAMPURNA JAYA

Diundangkan di Gunung sugih Pada tanggal 25 september 2003 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH SUDIRMAN SUBING PEMBINA TINGKAT I

NIP. 460006920 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN 2003 NOMOR 23 SERI E NOMOR 4

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id