Upload
truongnhu
View
223
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON
NOMOR 3 TAHUN 2011
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CILEGON
TAHUN 2010-2030
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA CILEGON,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
maka pengembangan dan pembangunan Kota Cilegon harus lebih
mengoptimalkan pengaturan dan pemanfaatan ruang di Kota
Cilegon sehingga pembangunan dapat dilaksanakan secara efisien
dan efektif;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan
antar sektor, wilayah dan pelaku dalam pemanfaatan ruang di
Kota Cilegon serta untuk menyesuaikan dengan peraturan
perundang-undangan nasional;
c. bahwa dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan ruang dan Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 2008, maka strategi dan arahan kebijakan
pemanfataan ruang wilayah nasional perlu dijabarkan ke dalam
rencana tata ruang wilayah Kota Cilegon;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf
a, huruf b, huruf c dan huruf d, perlu membentuk Peraturan
Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Cilegon Tahun
2010-2030;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1960 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2043);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3274);
3. Undang …
- 2 -
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3469);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar
Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3470);
5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan
Daerah Tk II Kotamadya Depok dan Daerah Tk II Kotamadya
Cilegon (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3828);
6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 129,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
8. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888);
9. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor
3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);
10. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4247);
11. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
12. Undang ...
- 3 -
12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4844);
13. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 38, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 132);
14. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722);
15. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4723);
16. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
17. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4739);
18. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746);
19. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);
20. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4851);
21. Undang ...
- 4 -
21. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batu Bara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4959);
22. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);
23. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5025);
24. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052);
25. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5059);
26. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3294);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3527);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana
dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3529);
30. Peraturan ...
- 5 -
30. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk Dan Tata Cara
Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660);
31. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3776);
32. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3838);
33. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat
Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3934);
34. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan
dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4090);
35. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 143,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4156);
36. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan
Hutan, dan Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4206);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4385);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan tol
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4489);
39. Peraturan ...
- 6 -
39. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
40. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4833);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan
Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4987);
43. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelengaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 51030);
44. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah
Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5110);
45. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111);
46. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan
Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
47. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung;
48. Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1991 tentang Penggunaan
Tanah bagi Kawasan Industri;
49. Keputusan ...
- 7 -
49. Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
50. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan
Nasional di Bidang Pertanahan;
51. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan;
52. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun
2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan
Hidup Dalam Penataan Ruang Wilayah;
53. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2000 tentang Tata Cara &
Teknik Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Lembaran
Daerah Kota Cilegon Nomor 4);
54. Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kota Cilegon Nomor 122);
55. Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2002 tentang Pembentukan 4
Kecamatan Baru (Lembaran Daerah Kota Cilegon Nomor 124);
56. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2003 tentang Ketertiban,
Kebersihan, dan Keindahan (K-3) di Wilayah Kota Cilegon
(Lembaran Daerah Kota Cilegon Nomor 161);
57. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2003 tentang Pengendalian
Pedagang Kaki Lima (PKL) (Lembaran Daerah Kota Cilegon Nomor
162);
58. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004 tentang Pengendalian
Pencemaran dan Perusakan Lingkungan (Lembaran Daerah Kota
Cilegon Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kota Cilegon
Nomor 35);
59. Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2006 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Cilegon (Lembaran
Daerah Kota Cilegon Nomor 19);
60. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Kota Cilegon (Lembaran
Daerah Kota Cilegon Nomor 4);
61. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan
Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kota Cilegon (Lembaran
Daerah Kota Cilegon Nomor 6);
62. Peraturan ...
- 8 -
62. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pembentukan
Organisasi Dinas Teknis Daerah Kota Cilegon (Lembaran Daerah
Kota Cilegon Nomor 7);
63. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Cilegon Tahun 2005 –
2025 (Lembaran Daerah Kota Cilegon Tahun 2010 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Daerah Tahun 2010 Nomor 59);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA CILEGON
dan
WALIKOTA CILEGON
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON TENTANG RENCANA TATA
RUANG WILAYAH KOTA CILEGON TAHUN 2010 - 2030.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kota Cilegon.
2. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
3. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Walikota adalah Walikota Cilegon.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD
adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Cilegon.
6. Provinsi adalah Provinsi Banten.
7. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan mahluk hidup lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
8. Tata ...
- 9 -
8. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
9. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional.
10. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
11. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
12. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
13. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang
dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
14. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang.
15. Rencana Tata Ruang Wilayah, yang selanjutnya disingkat RTRW,
adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Cilegon.
16. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
18. Bagian Wilayah Kota, yang selanjutnya disingkat BWK, adalah
wilayah yang secara geografis berada dalam satu pelayanan pusat
sekunder.
19. Tujuan adalah nilai-nilai, kualitas, dan kinerja yang harus dicapai
dalam pembangunan berkaitan dengan merealisasikan misi yang
telah ditetapkan.
20. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budi daya, yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
fungsional serta memiliki ciri tertentu.
21. Kawasan ...
- 10 -
21. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam dan sumber daya buatan.
22. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudi dayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
23. Kawasan peruntukan lainnya (Pusat Sekunder Cilegon Timur) adalah
wilayah ditetapkan dengan fungsi khusus yang sifatnya strategis
bagi pengembangan kota dan/atau fungsi lainnya dengan variasi
bangunan perniagaan, sub terminal dan bukan kegiatan industri
berat, Industri yang tidak mengkonsumsi banyak air atau industri
yang berpolusi.
24. Kawasan perindustrian atau kawasan peruntukan industri adalah
bentangan lahan yang yang diperuntukkan bagi kegiatan industri
berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
25. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan
industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang
yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri
yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri.
26. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun
pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan.
27. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi
dengan prasarana dan sarana lingkungan.
28. Kawasan perdagangan dan jasa adalah lokasi yang ditetapkan untuk
transaksi langsung antara pembeli dan pedagang atau kegiatan
pelayanan, yang wadah fisiknya antara lain berupa pertokoan,
pasar, pusat belanja dan perkantoran.
29. Perdagangan adalah kegiatan ekonomi yang umumnya merupakan
transaksi atau pertukaran antara barang dan uang. Wadah fisik
kegiatan perdagangan antara lain pasar, pertokoan, eceran, grosir,
mall, dan sejenisnya.
30. Jasa ...
- 11 -
30. Jasa adalah kegiatan ekonomi atau serangkaian kegiatan yang
umumnya tidak kasat mata dan tidak berdampak kepada
kepemilikan apapun, yang ditawarkan satu pihak kepada orang lain,
produknya dinikmati saat diproduksi, dan mempunyai nilai tambah
dalam berbagai bentuk (kenyamanan, hiburan, kemudahan, atau
kesehatan). Wadah fisik kegiatan jasa adalah perkantoran;
pertokoan, eceran, mall dan sejenisnya tidak dikategorikan jasa.
31. Kawasan pelabuhan dan pergudangan adalah lokasi yang ditetapkan
sebagai tempat segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan
penyelengaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya
dalam melaksanakan fungsi pelabuhan untuk menunjang
kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalu lintas kapal,
penumpang dan/atau barang, keselamatan berlayar, serta tempat
perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi dengan
dilengkapi fasilitas penyimpanan barang-barang sementara dan
fasilitas produksi untuk kegiatan industri yang tidak banyak
mengkonsumsi air atau yang berpolusi.
32. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan atau
perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan
sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan atau
bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal
yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan
pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat
perpindahan intra dan antar moda transportasi.
33. Pelabuhan Pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya
melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan
laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal
tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan
dengan jangkauan pelayanan antar provinsi.
34. Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar
dan tempat kapal bersandar atau tambat, tempat penumpukan,
tempat menunggu dan naik turun: penumpang, dan/atau tempat
bongkar muat barang.
35. Terminal ...
- 12 -
35. Terminal untuk kepentingan sendiri adalah terminal yang terletak di
dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
Kepentingan Pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan
untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya.
36. Kawasan pariwisata adalah wilayah yang secara teknis dapat
digunakan untuk kegiatan pariwisata atau segala sesuatu yang
berhubungan dengan wisata termasuk obyek dan daya tarik wisata
serta usaha-usaha yang terkait dengan bidang tersebut dan tidak
mengganggu kelestarian budaya, keindahan alam dan lingkungan.
37. Kawasan pengelola limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
adalah lokasi tempat pengelolaan limbah B3 yang mencakup
kegiatan reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3.
38. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang selanjutnya disingkat
limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat
dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak
lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.
39. Kawasan pemerintahan dan bangunan umum adalah wilayah yang
digunakan untuk kegiatan pemerintahan dan bangunan kepentingan
umum skala kota atau wadah kegiatan yang berfungsi untuk
kepentingan publik, baik berupa fungsi usaha maupun sosial
budaya.
40. Kawasan Tempat Pemrosesan Akhir, yang selanjutnya disingkat
kawasan TPA, adalah kawasan tempat untuk memroses dan
mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi
manusia dan lingkungan.
41. Kawasan strategis adalah wilayah yang didalamnya berlangsung
kegiatan yang mempunyai pengaruh besar terhadap tata ruang di
wilayah sekitarnya, kegiatan lain dibidang yang sejenis dan kegiatan
di bidang lainnya, dan/atau peningkatan kesejahteraan masyarakat.
42. Kawasan strategis kota adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam
lingkup kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan.
43. Kawasan ...
- 13 -
43. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara
nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
44. Kota adalah pusat permukiman kegiatan penduduk yang mempunyai
batasan administrasi yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan serta permukiman yang telah memperlihatkan watak dan
ciri kehidupan perkotaan.
45. Sistem pusat pelayanan kota adalah tata jenjang dan fungsi
pelayanan pusat-pusat kegiatan kota yang meliputi pusat pelayanan
kota, sub pusat pelayanan kota, dan pusat lingkungan.
46. Pusat pelayanan kota adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial
dan/atau administrasi dengan skala pelayanan seluruh wilayah kota
dan/atau regional.
47. Sub pusat pelayanan kota adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial
dan/atau administrasi dengan skala pelayanan pada sub wilayah
kota atau setara dengan satu BWK.
48. Pusat lingkungan adalah pusat pelayanan ekonomi, sosial dan/atau
administrasi dengan skala pelayanan lingkungan dan/atau
kelurahan.
49. Ruang Terbuka Hijau, yang selanjutnya disingkat RTH, adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya
lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
50. Ruang terbuka non hijau, adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan
yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang
diperkeras maupun yang berupa badan air.
51. Prasarana kota adalah kelengkapan dasar fisik yang memungkinkan
kawasan permukiman perkotaan dapat berfungsi sebagaimana
mestinya, yang meliputi jalan, saluran air bersih, saluran air limbah,
saluran air hujan, pembuangan sampah, jaringan gas, jaringan
listrik, dan telekomunikasi.
52. Sarana kota adalah kelengkapan kawasan permukiman perkotaan
yang berupa fasilitas pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan
niaga, pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan, rekreasi
dan kebudayaan, olah raga dan lapangan terbuka, serta
pemakaman umum.
54. Mitigasi ...
- 14 -
53. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui membangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
54. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,
hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi,
dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan,
dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk
bahaya tertentu.
55. Pembangunan adalah pelaksanaan operasi teknik bangunan,
pertambangan dan operasi lainnya, di dalam, pada, di atas atau di
bawah lahan, atau pembuatan setiap perubahan penting dalam
penggunaan lahan, pemanfaatan bangunan dan pemanfaatan ruang
lainnya.
56. Penggunaan lahan adalah fungsi dominan dengan ketentuan khusus
yang ditetapkan pada suatu kawasan, blok peruntukan, dan/atau
persil.
57. Kawasan siap bangun, yang selanjutnya disingkat KASIBA, adalah
sebidang tanah yang fisiknya telah disiapkan untuk pembangunan
perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi dalam 1
(satu) atau lebih lingkungan siap bangun atau yang pelaksanaannya
dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi dengan
jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan
rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan Pemerintah Daerah.
58. Lingkungan siap bangun, yang selanjutnya disingkat LISIBA, adalah
sebidang tanah, yang merupakan bagian dari kawasan siap bangun
ataupun berdiri sendiri, yang telah dipersiapkan dan dilengkapi
dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan
persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan untuk membangun
kavling tanah matang.
59. Intensitas pemanfaatan ruang adalah besaran ruang untuk fungsi
tertentu yang ditentukan berdasarkan pengaturan Koefisiensi Dasar
Bangunan (KDB) dan Koefisiensi Lantai Bangunan (KLB).
60. Insentif …
- 15 -
60. Insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan
terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata
ruang.
61. Disinsentif adalah perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan
rencana tata ruang.
62. Perizinan adalah upaya mengatur kegiatan-kegiatan yang memiliki
peluang melanggar ketentuan perencanaan dan pembangunan,
serta menimbulkan gangguan bagi kepentingan umum.
63. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang berkaitan dengan lokasi,
kualitas ruang, penggunaan ruang, intensitas pemanfaatan ruang,
ketentuan teknis tata bangunan, dan kelengkapan prasarana yang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, hukum adat, dan
kebiasaan yang berlaku.
64. Pengawasan pemanfaatan ruang adalah upaya untuk menjaga
kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang
ditetapkan dalam rencana yang diselenggarakan dalam bentuk
pelaporan, pemantauan, dan evaluasi pemanfaatan ruang.
65. Pelaporan adalah kegiatan memberi informasi secara obyektif
mengenai pemanfaatan ruang, baik yang sesuai maupun tidak
sesuai dengan rencana tata ruang.
66. Pemantauan adalah usaha atau perbuatan mengamati, mengawasi,
dan memeriksa dengan cermat perubahan kualitas tata ruang dan
lingkungan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
67. Evaluasi adalah usaha untuk menilai kemajuan kegiatan
pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan rencana tata ruang.
68. Penertiban pemanfaatan ruang adalah usaha untuk mengambil
tindakan agar pemanfaatan ruang yang direncanakan dapat
terwujud.
69. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain.
70. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup
lain.
71. Daya …
- 16 -
71. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang
masuk atau dimasukkan kedalamnya.
72. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut
BKPRD, adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk
mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang di Kota Cilegon dan mempunyai fungsi
membantu pelaksanaan tugas Walikota dalam koordinasi penataan
ruang di daerah.
73. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku
kepentingan nonpemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan
ruang.
74. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI
PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Cilegon
Pasal 2
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Cilegon: “Terwujudnya Kota
Cilegon sebagai Kota Industri, Perdagangan dan Jasa terdepan di Pulau
Jawa yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan.”
Pasal 3
(1) Kedudukan RTRW sebagai:
a. dasar bagi kebijakan pemanfaatan ruang kota;
b. penyelaras strategi serta arahan kebijakan penataan ruang
wilayah Provinsi dengan kebijakan penataan ruang wilayah
daerah ke dalam Struktur dan Pola Ruang Wilayah; dan
c. dasar pertimbangan dalam penyelarasan penataan ruang dengan
kabupaten yang berbatasan.
(2) RTRW …
- 17 -
(2) RTRW berfungsi sebagai pedoman bagi:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar
sektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
f. penataan ruang kawasan strategis kota;
g. penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang; dan
h. penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi
pertanahan.
Pasal 4
(1) Lingkup wilayah RTRW meliputi daerah dengan batas berdasarkan
aspek administratif dan fungsional mencakup seluruh wilayah
daratan seluas kurang lebih 17.550,00 hektar beserta ruang udara
diatasnya dan ruang bawah tanah, sedangkan untuk penataan
wilayah perairan seluas 1/3 (satu per tiga) dari kewenangan wilayah
perairan Provinsi.
(2) Lingkup perencanaan meliputi wilayah di 8 (delapan) kecamatan,
yaitu Kecamatan Cilegon, Kecamatan Pulomerak, Kecamatan
Ciwandan, Kecamatan Cibeber, Kecamatan Jombang, Kecamatan
Grogol, Kecamatan Purwakarta dan Kecamatan Citangkil;
(3) Batas-batas Administrasi Kota Cilegon meliputi sebelah Utara
berbatasan dengan Kecamatan Pulo Ampel dan Bojonegara -
Kabupaten Serang, sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda,
sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Anyer dan Mancak -
Kabupaten Serang, dan sebelah Timur berbatasan dengan
Kecamatan Kramatwatu dan Waringin Kurung - Kabupaten Serang.
Pasal 5
Jangka waktu RTRW sampai dengan tahun 2030 sejak tanggal
diundangkannya Peraturan Daerah ini.
Bagian …
- 18 -
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kota Cilegon
Pasal 6
Kebijakan penataan ruang wilayah Kota Cilegon meliputi:
a. Peningkatan peran kota berbasis industri, perdagangan dan jasa
dalam mendukung ekonomi Pusat Kegiatan Nasional (PKN);
b. Pengembangan Kota Cilegon sebagai pusat pelayanan berskala
regional;
c. Pengembangan Kota Cilegon sebagai pusat pelayanan kawasan
Andalan Bojonegara – Merak – Cilegon;
d. Pengembangan sistem pusat pelayanan Kota Cilegon;
e. Pengembangan sarana dan prasarana Kota Cilegon;
f. Penetapan dan pengelolaan kawasan lindung untuk mendukung
pembangunan kota yang berkelanjutan;
g. Penetapan RTH sebesar 30 % dari luas wilayah Kota Cilegon;
h. Pengembangan dan pengendalian kawasan budi daya;
i. Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan
pedestrian;
j. Pengembangan jalur dan ruang evakuasi bencana;
k. Pengelolaan dan penataan ruang untuk sektor informal;
l. Penetapan kawasan strategis wilayah kota dalam rangka
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi wilayah; dan
m. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang Wilayah Kota Cilegon
Pasal 7
(1) Kebijakan Peningkatan peran kota berbasis industri, perdagangan
dan jasa dalam mendukung ekonomi Pusat Kegiatan Nasional (PKN)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, dilakukan dengan
strategi:
a. mengembangkan kawasan perindustrian yang dilengkapi fasilitas
atau prasarana minimum;
b. mengembangkan …
- 19 -
b. mengembangkan pelabuhan pengumpul dan terminal untuk
kepentingan sendiri yang terintegrasi dengan kawasan industri
dan pergudangan sebagai pintu gerbang kegiatan perekonomian
daerah, nasional, dan internasional;
c. mendorong kemudahan aksesibilitas terhadap kegiatan skala
nasional;
d. meningkatkan pembangunan sarana prasarana utama dan
lainnya yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi
kawasan secara signifikan dan merata; dan
e. menciptakan pelayanan kegiatan nasional yang aman dan
nyaman.
(2) Kebijakan pengembangan Kota Cilegon sebagai pusat pelayanan
berskala regional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b,
dilakukan dengan strategi:
a. mendorong kemudahan aksesibilitas pelayanan kegiatan skala
regional;
b. mengarahkan kegiatan pelayanan industri, perdagangan dan jasa
pada skala regional;
c. mengarahkan perkembangan perdagangan dan jasa pada jalur
protokol yang terjangkau oleh pangsa regional;
d. mengarahkan perkembangan kegiatan industri dan pergudangan
pada wilayah perbatasan kota agar mudah dijangkau pangsa
regional;
e. mendorong pertumbuhan sektor-sektor strategis yang menarik
pangsa regional dengan mengutamakan perkembangan ekonomi
lokal; dan
f. menciptakan sistem yang kondusif bagi penanam modal untuk
kegiatan usaha skala regional.
(3) Kebijakan pengembangan Kota Cilegon sebagai pusat pelayanan
Kawasan Andalan Bojonegara – Merak – Cilegon sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, dilakukan dengan strategi:
a. mendorong sektor pendukung industri dan pariwisata yang
melayani Kawasan Andalan Bojonegara – Merak – Cilegon;
b. mendorong ...
- 20 -
b. mendorong pertumbuhan dan perkembangan kawasan budi daya
yang mendukung pelayanan Bojonegara – Merak – Cilegon;
c. menjalin kerja sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten
Serang untuk memantapkan pelayanan dan pengembangan
kota;
d. meningkatkan kegiatan dan pelayanan sektor kepelabuhanan
dan pergudangan untuk mendukung sektor industri; dan
e. meningkatkan kegiatan dan pelayanan sektor perdagangan dan
jasa yang mengarah pada pendukung sektor pariwisata.
(4) Kebijakan pengembangan sistem pusat pelayanan Kota Cilegon
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, dilakukan dengan
strategi:
a. Membagi wilayah kota menjadi 5 (lima) BWK;
b. menetapkan struktur ruang berdasarkan hirarki dan fungsi sistem
pusat pelayanan kota dengan menetapkan 1 (satu) pusat
pelayanan kota dan 4 (empat) sub pusat pelayanan kota serta
pusat-pusat pelayanan lingkungan;
c. menghubungkan antar sub pusat pelayanan kota dan antara
masing-masing sub pusat pelayanan kota dengan pusat
pelayanan kota melalui jaringan jalan berjenjang dengan pola
pergerakan merata;
d. mengembangkan jaringan pusat pelayanan kota, sub pusat
pelayanan kota, dan Pusat Lingkungan yang berhirarki dan
tersebar secara berimbang dan saling terkait menjadi satu
kesatuan sistem kota;
e. mendorong pembangunan dan pengembangan pusat-Pusat
Lingkungan yang selaras dan seimbang; dan
f. mengembangkan kegiatan pelayanan sosial, budaya, ekonomi
dan/atau administrasi masyarakat pada sub pusat pelayanan
kota dan Pusat Lingkungan secara merata.
(5) Kebijakan pengembangan sarana dan prasarana Kota Cilegon
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, dilakukan dengan
strategi:
a. Memantapkan kondisi sistem prasarana utama berupa sistem
jaringan transportasi darat dan laut;
b. meningkatkan ...
- 21 -
b. meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana
utama sesuai dengan perkembangan wilayah dan tingkat
kepentingannya;
c. mengembangkan dan menyediakan sistem sarana dan prasarana
lainnya sesuai kebutuhan; dan
d. melengkapi dan menyebarkan infrastruktur perkotaan pada
daerah-daerah yang belum terlayani.
(6) Kebijakan penetapan dan pengelolaan kawasan lindung untuk
mendukung pembangunan kota yang berkelanjutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf f, dilakukan dengan strategi:
a. mempertahankan, memantapkan, memelihara dan merevitalisasi,
serta meningkatkan kualitas dan kuantitas kawasan lindung;
b. membatasi peningkatan kegiatan pada kawasan lindung
yang telah digunakan;
c. mendorong dan meningkatkan peran serta dan kepedulian
masyarakat terhadap kelestarian kawasan lindung; dan
d. melestarikan kawasan di sekitar sumber mata air Rawa Danau
dengan bekerja sama antar Pemerintah Daerah yang berbatasan
yaitu Kabupaten Serang.
(7) Kebijakan penetapan RTH sebesar 30 % dari luas wilayah Kota
Cilegon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf g, dilakukan
dengan strategi:
a. mengembangkan RTH publik dan privat sebagai bagian dari
pengembangan fasilitas umum dan sebagai kawasan mitigasi
bencana, jalur hijau dan sempadan, serta sebagai pembatas
antara kawasan industri dengan kawasan fungsional lain di
sekitarnya, terutama kawasan permukiman;
b. melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi RTH;
c. menyediakan taman-taman lingkungan yang berada di pusat-
Pusat Lingkungan perumahan;
d. mewajibkan kepada para pemilik lahan dan/atau investor untuk
menyediakan dan mengembangkan RTH privat;
e. mewajibkan kepada para pemilik lahan dan/atau investor sektor
industri untuk menyediakan dan mengembangkan RTH privat
maupun publik; dan
f. menjalin kemitraan dengan swasta dalam penataan dan
pengelolaan RTH.
(8) Kebijakan ...
- 22 -
(8) Kebijakan pengembangan dan pengendalian kawasan budi daya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf h, dilakukan dengan
strategi:
a. menetapkan kawasan budi daya berdasarkan karakteristik
wilayah dan perkembangan kawasan dengan memperhatikan
daya dukung dan daya tampung lingkungan;
b. mengembangkan kegiatan budi daya yang bernilai ekonomi
tinggi pada kawasan strategis beserta sarana dan prasarananya;
c. mengatur, menata, dan mengendalikan pengembangan kawasan
budi daya agar sesuai peruntukannya;
d. mengoptimalkan pemanfaatan ruang secara vertikal dan kompak
pada wilayah pusat pelayanan kota dan sub pusat pelayanan
kota;
e. mengendalikan perkembangan kawasan terbangun pada wilayah
yang berkepadatan tinggi;
f. melibatkan masyarakat dalam upaya mengoptimalkan
pemanfaatan ruang sesuai peruntukannya; dan
g. mendistribusikan fasilitas-fasilitas sosial dan umum sesuai
kebutuhan dan berdasarkan sebaran guna lahan.
(9) Kebijakan penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana
jaringan jalan pedestrian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf i, dilakukan dengan strategi:
a. mengembangkan jaringan pedestrian pada jalan lingkar luar
selatan Kota Cilegon;
b. membangun jaringan pedestrian sebagai bagian dari linkage
system kawasan yang membentuk karakter lingkungan dari
ruang publik; dan
c. mempertimbangkan faktor aksesibilitas dalam membangun jalur
pedestrian.
(10) Kebijakan pengembangan jalur dan ruang evakuasi bencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf j, dilakukan dengan
strategi:
a. menetapkan lokasi titik evakuasi bencana;
b. menetapkan jalur evakuasi bencana;
c. menetapkan lokasi penampungan sementara bencana; dan
d. menetapkan lokasi posko utama dan alternatif evakuasi bencana.
(11) Kebijakan …
- 23 -
(11) Kebijakan pengelolaan dan penataan ruang untuk sektor informal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf k, dilakukan dengan
strategi:
a. mengelola kegiatan pedagang kreatif lapangan (PKL) dan
menetapkan lokasinya sebagai bagian dalam suatu kawasan
perdagangan dan jasa;
b. menyediakan ruang untuk kegiatan sektor informal di dalam
suatu pusat perbelanjaan formal; dan
c. membatasi ruang-ruang publik untuk kegiatan sektor informal
dan melakukan penertiban secara konsisten.
(12) Kebijakan penetapan kawasan strategis wilayah kota dalam rangka
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi wilayah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf l, dilakukan dengan strategi:
a. menetapkan kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi;
b. meningkatkan kualitas kawasan strategis untuk memacu
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan perkembangan wilayah;
c. mengembangkan kegiatan budi daya unggulan pada lokasi
strategis di setiap wilayah beserta prasarana dan sarana
pendukung dengan mempertimbangkan kegiatan yang sudah
ada untuk mendorong pengembangan perekonomian kawasan
dan wilayah sekitarnya;
d. meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana penunjang
kegiatan ekonomi; dan
e. memberikan insentif terhadap investor dalam kemudahan untuk
berinvestasi guna peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
peningkatan kualitas lingkungan.
(13) Kebijakan peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan
keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf m,
dilakukan dengan strategi:
a. Mengembangkan kegiatan budi daya secara selektif di dalam dan
di sekitar kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan
dan keamanan untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;
b. mengembangkan ...
- 24 -
b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budi daya
tidak terbangun di sekitar kawasan strategis dari sudut
kepentingan pertahanan dan keamanan sebagai zona
penyangga; dan
c. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan
TNI.
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KOTA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 8
(1) Rencana struktur ruang wilayah kota meliputi:
a. pembagian wilayah kota;
b. sistem pusat pelayanan; dan
c. sistem jaringan prasarana kota.
(2) Rencana struktur ruang wilayah kota digambarkan dalam peta
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Pembagian Wilayah Kota
Pasal 9
(1) Pembagian wilayah kota menjadi 5 (lima) BWK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf a terdiri dari:
a. BWK I, mencakup kelurahan-kelurahan di Kecamatan Citangkil,
Kelurahan Kotasari (Kecamatan Grogol), Kelurahan Ciwaduk
(Kecamatan Cilegon), Kelurahan Kotabumi, Kebondalem,
Ramanuju (Kecamatan Purwakarta), Kelurahan Masigit dan
Jombang Wetan (Kecamatan Jombang);
b. BWK II, mencakup Kelurahan Gerem, Rawa Arum, dan Grogol
(Kecamatan Grogol), serta Kelurahan Pabean, Tegal Bunder, dan
Purwakarta (Kecamatan Purwakarta);
c. BWK ...
- 25 -
c. BWK III, mencakup semua kelurahan di Kecamatan Pulomerak
(Kelurahan Suralaya, Lebakgede, Tamansari, dan Mekarsari);
d. BWK IV, mencakup semua kelurahan di Kecamatan Ciwandan
(Kelurahan Tegalratu, Banjarnegara, Kubangsari, Kepuh,
Gunungsugih, dan Randakari); dan
e. BWK V, mencakup kelurahan-kelurahan di Kecamatan Cilegon
(Kelurahan Bagendung, Ciwedus, Bendungan, dan Ketileng),
Kecamatan Cibeber (Kelurahan Cikerai, Bulakan, Kalitimbang,
Karangasem, Cibeber, dan Kedaleman), dan Kecamatan
Jombang (Kelurahan Sukmajaya, Panggung Rawi, dan Gedong
Dalem).
(2) Tata ruang setiap BWK diatur lebih lanjut dalam Rencana Rinci
selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah perda ini ditetapkan;
(3) Peta rencana pembagian BWK dan Fungsi pengembangan tiap BWK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran II
dan Lampiran III Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketiga
Sistem Pusat Pelayanan
Pasal 10
(1) Pusat Pelayanan Kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat
(4) huruf b berada di sekitar Kelurahan Ramanuju Kecamatan
Purwakarta dengan fungsi perumahan, industri, pelabuhan dan
pergudangan, pusat pemerintahan, bangunan umum, perdagangan
dan jasa, RTH, dan Kawasan Lindung sekitar Waduk.
(2) Sub Pusat Pelayanan Kota dimaksud dalam pasal 7 ayat (4) huruf b
meliputi:
a. sub Pusat Pelayanan Kota 1 (satu) di sekitar Kelurahan Grogol,
melayani BWK II dengan fungsi perumahan, industri, pelabuhan
dan pergudangan, perdagangan dan jasa, kawasan lindung,
serta RTH;
b. sub Pusat Pelayanan Kota 2 (dua) di sekitar Kawasan Terminal
Terpadu Merak, melayani BWK III dengan fungsi perumahan,
industri, pelabuhan dan pergudangan, perdagangan dan jasa,
kawasan terminal terpadu merak, pariwisata, kawasan lindung,
serta RTH;
c. Sub ...
- 26 -
c. sub Pusat Pelayanan Kota 3 (tiga) di sekitar persimpangan Jalan
Negara dengan Jalan Lingkar Luar Selatan di Kelurahan Kepuh
Kecamatan Ciwandan, melayani BWK IV dengan fungsi industri,
pelabuhan dan pergudangan, kawasan lindung, RTH,
perdagangan dan jasa, serta perumahan; dan
d. sub Pusat Pelayanan Kota 4 (empat) di sekitar persimpangan
Jalan Negara dengan Jalan Lingkar Luar Selatan di Kelurahan
Kedaleman Kecamatan Cibeber, melayani BWK V dengan fungsi
perdagangan dan jasa, perumahan, pusat pemerintahan dan
bangunan umum, kawasan TPL B3, kawasan lindung, RTH,
kawasan TPA, sub terminal dan kawasan peruntukan lainnya.
(3) Pusat Lingkungan merupakan pusat pelayanan fasilitas dengan skala
pelayanan sub-BWK dan/atau kelurahan dan/atau lingkungan
perumahan, meliputi:
a. pusat lingkungan pada BWK I terdiri dari: Pusat lingkungan di
sekitar jalan lingkar luar selatan (JLS) di Kelurahan Lebak Denok,
Pusat lingkungan Kotasari, Pusat lingkungan Kotabumi, Pusat
Lingkungan Kebon Dalem, Pusat Lingkungan sekitar Perumahan
Metro, Pusat Lingkungan sekitar Komplek Bonakarta, Pusat
Lingkungan sekitar Martapura, Pusat Lingkungan sekitar Taman
Raya Cilegon, dan Pusat Lingkungan Jl. Kubang Laban.
b. pusat Lingkungan pada BWK II terdiri dari: Pusat Lingkungan
Gerem, Pusat Lingkungan Rawaarum, Pusat Lingkungan Pabean,
Pusat Lingkungan Tegal Bunder, dan Pusat Lingkungan
Purwakarta.
c. pusat Lingkungan pada BWK III terdiri dari: Pusat Lingkungan
Suralaya, Pusat Lingkungan Lebakgede, dan Pusat Lingkungan
Tamansari.
d. pusat Lingkungan pada BWK IV terdiri dari: Pusat Lingkungan di
sekitar Cigading.
e. pusat Lingkungan pada BWK V terdiri dari: Pusat Lingkungan
sekitar Perumahan Taman Cilegon Indah, Pusat Lingkungan
sekitar Mahkota Mas, Pusat Lingkungan sekitar Perumnas, Pusat
Lingkungan sekitar PCI, Pusat Lingkungan sekitar Perum Bumi
Rakata, Pusat Lingkungan sekitar Jerang, Pusat Lingkungan
sekitar Kantor Kelurahan Bagendung, Pusat Lingkungan sekitar
Krotek-Bentola, Pusat Lingkungan sekitar Komplek Griya Praja
Mandiri, Pusat Lingkungan sekitar Lebak Waluh-Jeruk Tipis, dan
Pusat Lingkungan sekitar Kantor Kelurahan Cikerai.
Bagian ...
- 27 -
Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Kota
Paragraf 1
Sistem Prasarana Utama
Pasal 11
(1) Sistem prasarana utama merupakan sistem jaringan transportasi
yang terdiri atas:
a. sistem jaringan transportasi darat; dan
b. sistem jaringan transportasi laut.
(2) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. sistem jaringan jalan;
b. sistem jaringan prasarana Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ);
c. sistem jaringan pelayanan Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ);
d. sistem jaringan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan;
dan
e. sistem jaringan kereta api.
(3) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi alur pelayaran serta pelabuhan pengumpul dan
terminal untuk kepentingan sendiri yang ada di Kota Cilegon.
Pasal 12
(1) Sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. jaringan jalan primer; dan
b. jaringan jalan sekunder.
(2) Jaringan jalan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri dari:
a. Arteri primer yang merupakan ruas Jalan Tol Tangerang – Merak,
Jalan Tol Cilegon – Bojonegara, dan Jalan Negara Cilegon (PCI) -
Simpang Tiga - Merak;
b. Kolektor primer yang merupakan ruas jalan pengumpul Cilegon
(PCI) - Bojonegara - Merak dan ruas jalan Simpang Tiga - Anyer;
serta
c. Lokal primer yang merupakan jalan penghubung ke orde IV atau
ibukota kecamatan.
c. Lokal ...
- 28 -
(3) Jaringan jalan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri dari:
a. Arteri sekunder yang merupakan ruas jalan lingkar luar selatan
dan lingkar luar utara;
b. kolektor sekunder yang merupakan ruas jalan provinsi Jl. KH.
Yasin Beji, ruas jalan lingkar dalam selatan dan lingkar dalam
utara;
c. lokal sekunder yang merupakan jalan kota dan jalan lingkungan
yang ada di Kota Cilegon; dan
d. lingkungan sekunder yang merupakan jalan penghubung
antarpersil dalam kawasan perkotaan.
(4) Rencana penanganan dan pengelolaan sistem jaringan jalan, yang
digambarkan dalam peta sebagaimana tercantum dalam Lampiran
IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini, meliputi:
a. pemeliharaan rutin pada ruas jalan dengan tingkat kerusakan
6–10 %;
b. pemeliharaan berkala jalan pada ruas jalan dengan tingkat
kerusakan 10–16 %;
c. rehabilitasi jalan pada ruas jalan yang mengalami kerusakan
ringan;
d. peningkatan struktur dan kapasitas jalan pada ruas Jl. Kapt.
Piere Tendean (ruas Ex. Matahari – Pecek), Jl. Ir. Sutami (ruas
Krenceng – Langgerang), ruas Kandang Sapi – Bagendung,
Jl. KH. Ahmad Dahlan (ruas Jl. Jombang Masjid – Curug
Katimaha), ruas Curug Katimaha – Bagendung, Jl. Imam Bonjol
(ruas Cibeber – Krotek), ruas Krotek – Kandang Sapi, Jl. Sunan
Bonang (ruas Kebanjiran – Lingkar luar selatan), Jl. Industri
(ruas ADB – Jl. KH. Yasin Beji), Jl. KH. TB. Ismail (ruas Pasar
Kelapa – Pakuncen), Jl. D.I. Panjaitan (ruas Ex. Matahari –
Ciberko), ruas Rama Baru – Daliran, Jl. Maulana Yusuf (ruas
Simpang Tiga – Tegal Cabe), ruas Pecek – Purwakarta, ruas
Purwakarta – Kubang Lampit, ruas Kubang Lampit – Pasar
Bunder, ruas Pasar Bunder – Dukuh Malang, ruas Cikebel Bawah
– Ciora Jaya, ruas Kuista – Gerem Kulon, Jl. Sultan Kranggot,
dan ruas Kadipaten - Seruni;
e. pembangunan ...
- 29 -
e. pembangunan jaringan jalan baru di ruas Pakuncen – Jalan
Lingkar Luar Selatan, ruas Martapura – Sumampir Timur, dan
ruas Bonakarta – Kependilan;
f. mengembangkan Jalan Lingkar Luar Utara Kota Cilegon;
g. membuka akses jalan-jalan baru sesuai dengan perkembangan
wilayah dan tingkat kepentingannya;
h. mengembangkan simpul persimpangan di jalan lingkar luar
selatan (JLS) dan pada beberapa ruas jalan sekunder yaitu di Jl.
Antasari, Jl. Temu Putih, Jl. R.A. Kartini, Jl. Pasar Baru Cilegon,
Jl. Kubang Bale, Jl. Kenanga, Jl. RPH dan Jl. Kranggot, serta
simpul persimpangan yang diperlukan;
i. meminimalisir persilangan dengan jaringan rel kereta api dalam
merencanakan dan membangun jaringan jalan baru;
j. menghilangkan secara bertahap kegiatan parkir di badan jalan
khususnya pada kawasan-kawasan yang rawan kemacetan;
k. penataan hirarki jalan untuk mendukung pengaturan perizinan
guna lahan;
l. memelihara fungsi jaringan jalan primer dengan membatasi jalan
akses lokal dan pengendalian pemanfaatan ruang di sepanjang
jaringan jalan;
m. melengkapi fasilitas lalu lintas jalan pada ruas jalan sekunder
dalam rangka meningkatkan keselamatan, keamanan dan
ketertiban berlalu lintas;
n. penetapan kajian Analisa Dampak Lalu Lintas akibat kegiatan
pembangunan/pengembangan yang menimbulkan bangkitan
pergerakan; dan
o. penetapan kelas jalan.
Pasal 13
(1) Sistem jaringan prasarana Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b meliputi:
a. Terminal Tipe A yaitu Terminal Terpadu Merak di Kecamatan
Pulomerak (BWK III);
b. Terminal Tipe B yaitu Sub Terminal di Kecamatan Cibeber
(BWK V); dan
c. Terminal ...
- 30 -
c. Terminal Tipe C yaitu terminal kecil di Kelurahan Suralaya dan
Pasar Baru Merak (Kecamatan Pulomerak), Pasar Kranggot
(Kecamatan Jombang), Pasar Kelapa Kavling (Kecamatan
Cilegon), dan Kecamatan Ciwandan.
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana LLAJ meliputi:
a. Terminal tipe A akan dikembangkan dengan mengintegrasikan
kegiatan ke dalam satu kawasan yang memadukan tiga moda
(jalan raya, angkutan penyeberangan dan kereta api);
b. Terminal tipe B akan dikembangkan untuk melayani pergerakan
regional; dan
c. Terminal tipe C di Kelurahan Suralaya dan Pasar Baru Merak
(Kecamatan Pulomerak), Pasar Kranggot (Kecamatan Jombang),
Pasar Kelapa Kavling (Kecamatan Cilegon), serta Kecamatan
Ciwandan akan dikembangkan untuk melayani pergerakan lokal.
Pasal 14
Sistem jaringan pelayanan Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c meliputi jaringan
trayek angkutan penumpang dan jaringan lintas angkutan barang,
dengan rencana penyediaan dan pemanfaatannya meliputi:
a. pengadaan sarana angkutan perkotaan (bus) untuk pengembangan
angkutan umum massal berbasis jalan;
b. pengembangan teknologi transportasi ramah lingkungan dan
penggunaan energi alternatif;
c. penerapan manajemen dan rekayasa lalu lintas pada ruas jalan
kolektor primer;
d. pengembangan Area Traffick Control System (ATCS) dan teknologi
informasi untuk kepentingan lalu lintas pada ruas jalan kolektor
primer;
e. pengembangan fasilitas pemadu moda transportasi;
f. pengembangan trayek angkutan yang melayani bagian Utara dan
selatan kota;
g. penambahan trayek angkutan dengan rute (1) Ciora Jaya – Pasar
Baru; (2) Cikebel – Pasar Baru; dan (3) Cibeber – Cilegon;
h. penataan ...
- 31 -
h. penataan rute angkutan umum dalam rangka meningkatkan distribusi
pelayanan serta efisiensi penggunaan jalan;
i. penyediaan tempat pemberhentian untuk angkutan umum bus
maupun non-bus yang memadai;
j. pelayanan angkutan kota di Kota Cilegon dibuat beberapa rute
perjalanan yang dibedakan dengan warna; dan
k. pengaturan lintasan dan jadwal angkutan barang dan angkutan berat,
serta menghindari angkutan barang masuk ke kawasan pusat kota.
Pasal 15
(1) Sistem jaringan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d meliputi:
a. alur pelayaran Merak – Bakauheni; dan
b. pelabuhan sungai, danau, dan penyeberangan yang berada di
Kecamatan Pulomerak berupa dermaga untuk Kapal Roro dan
Kapal Cepat.
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan angkutan sungai, danau,
dan penyeberangan meliputi:
a. mengembangkan terminal penyeberangan Merak yang
mengintegrasikan kegiatan di dalam satu kawasan Terminal
Terpadu Merak yang memadukan tiga moda (jalan raya,
penyeberangan dan kereta api);
b. mengoptimalkan alur pelayaran penyeberangan Merak –
Bakauheni;
c. mengembangkan alur pelayaran Merak - Kepulauan Anak
Gunung Krakatau sebagai angkutan wisata; dan
d. meningkatkan fungsi pelayanan pelabuhan penyeberangan
dengan mengeluarkan fungsi stasiun kereta api dari dalam
kawasan pelabuhan penyeberangan.
Pasal 16
(1) Sistem jaringan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (2) huruf e meliputi:
a. jaringan jalur kereta api Merak – Cilegon – Serang – Tangerang
– Jakarta, Merak – Cilegon – Serang – Rangkas Bitung; dan
b. stasiun kereta api yang terdapat di Merak, Krenceng, Cigading
dan Cilegon.
(2) Rencana ...
- 32 -
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan kereta api di wilayah Kota
Cilegon meliputi:
a. mengembangkan sistem jaringan jalur kereta api lintas utara –
selatan dengan prioritas tinggi yang menghubungkan Merak –
Rangkas Bitung – Jakarta;
b. merencanakan pengembangan jaringan jalur kereta api ganda
(double track) dengan rel R.54 dan bantalan beton untuk
mendukung kegiatan distribusi barang dari dan ke dalam
kawasan perindustrian serta kawasan pelabuhan dan
pergudangan, juga untuk mendukung kegiatan angkutan
penyeberangan Merak – Bakauheni dan sebaliknya;
c. menertibkan kegiatan yang mengganggu lalu lintas kereta api
sepanjang jalur kereta api Merak – Rangkas Bitung – Jakarta
dengan berkoordinasi pada pihak pengelola kereta api;
d. merencanakan pengaktifan kembali jalur Cilegon – Anyer Kidul;
e. meningkatkan keamanan perlintasan kereta api dengan lalu
lintas moda transportasi lain melalui pengadaan pintu perlintasan
kereta api dan/atau perbaikan serta perpotongan jalur kereta api
dengan jalan dibuat tidak sebidang; dan
f. mengamankan kawasan sempadan rel kereta api.
Pasal 17
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (3) meliputi:
a. alur pelayaran merupakan bagian dari Alur Laut Kepulauan
Indonesia (ALKI) I;
b. pelabuhan pengumpul yang berada di Kecamatan Pulomerak,
Kecamatan Citangkil, serta Kecamatan Ciwandan; dan
c. terminal untuk kepentingan sendiri yang berada di Kecamatan
Ciwandan, Citangkil, Grogol, dan Pulomerak.
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi laut meliputi:
a. Membangun dan mengembangkan kawasan pelabuhan
pengumpul yang terintegrasi dengan pergudangan sebagai
fasilitas penunjangnya di Kecamatan Citangkil sebagai bagian
dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN serta sebagai
simpul utama pendukung pengembangan produksi kawasan
andalan ke pasar internasional;
b. menata ...
- 33 -
b. menata dan meningkatkan peran pelabuhan pengumpul di
Kecamatan Pulomerak, Kecamatan Citangkil, serta Kecamatan
Ciwandan; dan
c. menata dan mengembangkan terminal untuk kepentingan sendiri
sebagai bagian dari fasilitas kegiatan industri dan kegiatan
lainnya tanpa mengubah garis pantai (shore line) secara
signifikan.
Paragraf 2
Sistem Prasarana Lainnya
Pasal 18
Sistem prasarana lainnya yang merupakan sistem jaringan prasarana
pelengkap yang mengintegrasikan dan memberikan layanan bagi fungsi
kegiatan yang ada di wilayah kota, meliputi:
a. sistem jaringan energi/kelistrikan;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air kota; dan
d. infrastruktur perkotaan.
Pasal 19
(1) Sistem jaringan energi/kelistrikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 huruf a meliputi:
a. pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kelurahan Suralaya
Kecamatan Pulomerak dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan
Uap (PLTGU) di dalam Kawasan Industri di Kecamatan Citangkil;
b. jaringan pipa gas ethylene di Kecamatan Ciwandan ke
Kecamatan Citangkil;
c. jaringan pipa gas dari Stasiun Meter di Kawasan Industri
Kecamatan Citangkil ke kawasan perindustrian di Kelurahan
Gerem Kecamatan Grogol yang tertanam di sepanjang jaringan
jalur kereta api; dan
d. jaringan pipa gas bumi yang melintasi kawasan permukiman di
Kelurahan Kedaleman Kecamatan Cibeber, Kelurahan Panggung
Rawi dan Kelurahan Gedong Dalem Kecamatan Jombang, sampai
ke Kelurahan Purwakarta Kecamatan Purwakarta.
(2) Rencana ...
- 34 -
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan kelistrikan meliputi:
a. pengembangan sistem jaringan kelistrikan yang meliputi
pembangkit dan jaringan transmisinya harus sesuai dengan
rencana umum ketenagalistrikan nasional untuk wilayah Jawa -
Madura - Bali;
b. pengembangan prasarana pembangkit listrik dilakukan dengan
memanfaatkan potensi sumber energi yang ada di Kota Cilegon
dan pemanfaatan teknologi tinggi;
c. pembangunan pembangkit listrik dan jaringan transmisi harus
berada pada lokasi yang aman terhadap kegiatan lain dengan
memperhatikan persyaratan ruang bebas dan jarak aman sesuai
ketentuan dan aturan yang berlaku;
d. untuk pembangunan jaringan transmisi tenaga listrik (SUTUT,
SUTET maupun SUTT) wajib menyediakan lahan sebagai wilayah
pengamanan tapak tower sesuai ketentuan dan aturan yang
berlaku, melakukan pemagaran tower, pemasangan rambu-
rambu peringatan, serta pemasangan pengaman kabel
penghantar pada persilangan dengan jalan;
e. pengembangan jaringan udara terbuka (overhead line
transmision) dengan menggunakan tiang yang memiliki manfaat
sebagai jaringan distribusi dan penerangan jalan; dan
f. mengembangkan sistem kabel bawah tanah pada jaringan jalan
arteri primer dan jalan lingkar luar selatan.
(3) Rencana pengembangan sistem jaringan pipa gas meliputi:
a. pemasangan pipa gas dilakukan dengan sistem pipa bawah
tanah;
b. pengembangan jaringan pipa gas harus berada pada lokasi yang
aman terhadap kegiatan lain dengan memperhatikan persyaratan
jarak minimum aman antar pipa maupun dengan bangunan
disekitarnya sesuai ketentuan dan aturan yang berlaku; dan
c. pemasangan pipa gas yang melalui saluran air, jaringan jalur
kereta api dan jalan raya dilakukan dengan teknik pengeboran.
Pasal ...
- 35 -
Pasal 20
Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 18 huruf b meliputi:
a. Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi, meliputi sistem
jaringan terestrial, satelit dan sistem jaringan telekomunikasi yang
menggunakan spektrum frekuensi radio sebagai sarana transmisi,
sebagai penghubung antara pusat-pusat kegiatan;
b. Menyebarkan fasilitas telepon umum di lokasi strategis;
c. Menyediakan tiang pembagi yang menghubungkan konsumen melalui
saluran udara terbuka dan telepon umum (saluran bawah tanah) yang
merupakan jaringan tersier; dan
d. Membangun Base Tranceiver System (BTS) secara terpadu
berdasarkan Master Plan Tower Bersama serta mengendalikan tower-
tower seluler yang tidak sesuai dengan Master Plan.
Pasal 21
(1) Sistem jaringan sumber daya air kota sebagaimana dimaksud dalam
pasal 18 huruf c meliputi:
a. sistem jaringan air baku Waduk Krenceng;
b. sistem jaringan irigasi Kedung Ingas dan Cibeber; dan
c. sistem jaringan air baku untuk air bersih.
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air meliputi:
a. mengembangkan wilayah tangkapan air (catchment area) yang
berfungsi sebagai air baku di Kecamatan Ciwandan, Kecamatan
Cibeber, Kecamatan Grogol, Kecamatan Jombang, dan
Kecamatan Purwakarta;
b. melakukan konservasi daerah resapan air;
c. mengendalikan penggunaan sumber air yang berasal dari
sumber air tanah dalam, terutama untuk industri tidak
diperkenankan menggunakan air tanah dalam;
d. mengendalikan debit air limpasan pada musim hujan dengan
membuat sumur-sumur resapan; dan
e. melakukan kajian pemanfaatan air laut untuk air baku.
Pasal …
- 36 -
Pasal 22
(1) Infrastruktur perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
huruf d meliputi:
a. sistem penyediaan air minum kota;
b. sistem pengelolaan limbah kota;
c. sistem persampahan kota;
d. sistem drainase kota;
e. penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan
jalan pejalan kaki;
f. jalur evakuasi bencana; dan
g. sistem pemadam kebakaran.
(2) Sistem penyediaan air minum kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a mencakup sistem jaringan perpipaan dan/atau
bukan jaringan perpipaan, dengan rencana pengembangan meliputi:
a. mengembangkan rencana sistem penyediaan air bersih
perpipaan untuk wilayah Kecamatan Pulomerak dan Grogol;
b. membangun sumur dalam (deep well) pada wilayah-wilayah
rawan air bersih yang tidak terjangkau jaringan perpipaan;
c. meningkatkan cakupan wilayah pelayanan distribusi air bersih
untuk seluruh wilayah Kota Cilegon; dan
d. memperbaiki jaringan pipa air bersih secara bertahap,
meningkatkan manajemen operasi dan pemeliharaan pelayanan
air bersih.
(3) Sistem pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b mencakup sistem pengelolaan air limbah dan pengelolaan
limbah B3, dengan rencana pengembangan meliputi:
a. mengembangkan sistem penyaluran air limbah baik domestik
maupun non domestik dengan menggunakan sistem terpisah
seluruhnya;
b. melaksanakan studi kelayakan manajemen pengelolaan tinja
terpadu Kota Cilegon;
c. mengganti secara bertahap sistem pembuangan tinja dengan
septic tank menjadi sistem komunal;
d. mengembangkan ...
- 37 -
d. mengembangkan kawasan Tempat Pengelolaan Limbah (TPL) B3
di Kelurahan Bulakan Kecamatan Cibeber dan wilayah sekitarnya
sebagai kawasan penyangga dengan total lahan seluas kurang
lebih 50 (lima puluh) hektar di luar jalan khusus untuk kegiatan
ini;
e. pemanfaatan lahan untuk TPL B3 harus memperhatikan semua
hasil kajian yang merekomendasikan lahan yang dapat
dimanfaatkan oleh instansi yang diberikan kewenangan
berdasarkan kriteria teknis dan aturan-aturan yang telah
ditetapkan;
f. pengembangan TPL B3 ini harus memperhatikan prinsip-prinsip
kelestarian lingkungan, keselamatan dan berkelanjutan; dan
g. pengawasan penggunaan lahan TPL B3 dan pengelolaan limbah
B3 harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(4) Sistem persampahan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c mencakup tempat penampungan sampah sementara (TPS)
dan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah di Kelurahan
Bagendung Kecamatan Cilegon, dengan rencana pengembangan
meliputi:
a. peningkatan pelayanan persampahan pada wilayah Kecamatan
Cilegon, Cibeber, Jombang, Grogol, Purwakarta, Citangkil dan
Pulomerak;
b. penambahan daerah pelayanan baru di Kecamatan Ciwandan;
c. mengganti sistem TPS tembok menjadi TPS kontainer serta
merehabilitasi TPS kontainer yang rusak;
d. mengkaji dan menentukan lahan-lahan untuk TPS kontainer yang
baru serta menempatkan minimal 2 (dua) TPS skala kelurahan di
setiap kecamatan;
e. mengembangkan sistem di Kawasan TPA dari yang berupa open
dumping menjadi sanitary land fill;
f. memanfaatkan teknik-teknik yang berwawasan lingkungan
berdasarkan konsep daur ulang, pemanfaatan kembali,
pengurangan dalam pengolahan sampah di dalam kawasan TPA;
g. menata penggunaan lahan di sekitar Kawasan TPA sesuai
kemampuan lahan;
h. mengembangkan …
- 38 -
h. mengembangkan kemitraan dengan swasta dan/atau kerjasama
dengan kota/kabupaten sekitarnya yang berkaitan untuk
pengelolaan sampah;
i. melakukan pengawasan secara ketat dalam pengembangan
kawasan TPA agar tetap memperhatikan prinsip-prinsip
kelestarian lingkungan, keselamatan dan berkelanjutan; dan
j. mengembangkan buffer zone berupa RTH di sekitar Kawasan
TPA.
(5) Rencana sistem drainase kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d meliputi:
a. mengembangkan sistem drainase kota sesuai dengan Rencana
Induk Drainase Kota Cilegon;
b. normalisasi saluran primer yang selama ini menjadi saluran air
hujan seperti Kali Kedungingas dan Kali Seruni/ Cibeber;
c. ketentuan teknis bangunan pada daerah aliran sungai/kali diatur
lebih lanjut dalam peraturan mengenai garis sempadan dan/atau
rencana rinci jalan lingkar luar selatan (JLS) untuk wilayah
bagian Selatan Kota;
d. rehabilitasi drainase yang melintasi jalan tol;
e. meningkatkan kualitas jaringan drainase sekunder yang berada
ditengah kota dan sepanjang jalan utama;
f. membuat dan meningkatkan saluran drainase tersier di sisi kiri
kanan ruas jalan lingkungan dipadukan dengan drainase
sekunder dan utama;
g. mengembangkan sistem drainase pada 13 (tiga belas) ruas
dengan dimensi yang sesuai dengan luas daerah layanannya dan
mengikuti jaringan jalan utama (arteri primer) dengan saluran
terbuka;
h. membuat saluran drainase pada tempat-tempat yang belum
terlayani yaitu wilayah Selatan Kota;
i. memperbaiki sistem drainase pada kawasan rawan genangan,
yaitu di Sekitar Kelurahan Mekarsari, Kota Bumi, Ramanuju,
Masigit, Jombang Wetan, Sukmajaya, Cibeber, Kebonsari, dan
Tegal Ratu, dengan sistem berjenjang terpadu;
j. melaksanakan penertiban jaringan utilitas lain yang menghambat
fungsi drainase; dan
k. membangun ...
- 39 -
k. membangun kolam-kolam retensi air/kolam penampungan air
hujan dan meningkatkan sistem drainase baik drainase primer
maupun sekunder.
(6) Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana
jaringan jalan pejalan kaki sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e tidak dapat dipisahkan dari rencana penyediaan dan
pemanfaatan jaringan jalan lingkar luar selatan.
(7) Rencana jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf f untuk bencana tsunami dan bahaya industri kimia
dengan melalui jalan-jalan sekunder yang terdekat dan mudah
dicapai menuju lokasi evakuasi bencana yang sudah ditetapkan.
(8) Rencana sistem pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf g meliputi:
a. membangun pos pemadam kebakaran dengan lokasi tersebar
secara merata di 4 (empat) BWK yaitu Kecamatan Citangkil
(BWK I), Grogol (BWK II), Pulomerak (BWK III), dan Jombang
(BWK V);
b. membangun hidran-hidran air tersebar secara merata di
sepanjang jalan arteri, kawasan perdagangan dan jasa serta
kawasan perumahan;
c. membangun tandon-tandon air untuk keperluan pemadam
kebakaran; dan
d. meningkatkan sarana prasarana pendukung pemadam kebakaran
lainnya termasuk hidran kebakaran bersumber dari Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM).
BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KOTA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 23
(1) Rencana pola ruang wilayah kota terdiri atas:
a. kawasan lindung; dan
b. kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah kota digambarkan dalam peta
sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian ...
- 40 -
Bagian Kedua
Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung
Pasal 24
(1) Kawasan lindung di Kota Cilegon meliputi:
a. kawasan hutan;
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. RTH;
e. kawasan pelestarian alam;
f. kawasan cagar budaya; dan
g. kawasan rawan bencana alam.
(2) Kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi hutan lindung yang berada di Kecamatan Pulomerak dan
hutan produksi yang berada di Kecamatan Pulomerak dan
Purwakarta.
(3) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi
Gunung Gede pada bagian Utara Kota Cilegon dan Perbukitan di
Kelurahan Gunung Sugih dan Kepuh dengan rencana pengelolaan:
a. melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan;
b. memperbanyak keragaman tanaman pohon; dan
c. melaksanakan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan
ruang.
(4) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, meliputi jalur sempadan pantai; jalur sempadan sungai;
kawasan sekitar Waduk Krenceng dan Situ Rawa Arum; kawasan
sekitar mata air Ciputri di Kelurahan Cikerai Kecamatan Cibeber;
kawasan di bawah Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan
Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET); dengan rencana
pengelolaan sebagai berikut:
a. penanaman vegetasi jenis tanaman keras;
b. memperbanyak keragaman tanaman pohon; dan
c. menata dan mengamankan kawasan perlindungan setempat
tetap sesuai dengan fungsinya.
(5) RTH ...
- 41 -
(5) RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi RTH
hutan kota; RTH taman kota; RTH taman lingkungan; RTH Tempat
Pemakaman Umum; RTH lapangan olah raga; RTH kawasan
pertanian; RTH benteng alam/mitigasi bencana; RTH jalur hijau
jalan, jalan bebas hambatan, dan jalur kereta api; serta green belt
kawasan industri; dengan rencana penyediaan dan pemanfaatan
meliputi:
a. pengembangan RTH sebagai bagian dari pengembangan
fasilitas umum dan taman kota/lingkungan;
b. pengembangan RTH sebagai pembatas antara kawasan industri
dengan kawasan fungsional lain di sekitarnya, terutama kawasan
permukiman;
c. membangun benteng alam dalam kawasan perindustrian
yang berada di pesisir pantai sebagai antisipisasi terhadap
gelombang, angin dan tsunami ;
d. melaksanakan penanaman jenis tanaman yang dapat menahan
gelombang dan angin pada kawasan benteng alam;
e. intensifikasi dan ekstensifikasi RTH di sepanjang sempadan jalan,
jalan bebas hambatan, dan jalur kereta api, green belt kawasan
industri, dan benteng alam;
f. intensifikasi dan ekstensifikasi RTH di kawasan hutan kota,
taman kota, taman lingkungan, taman pemakaman umum, serta
di dalam kawasan perindustrian;
g. penyediaan taman-taman lingkungan yang berada di pusat-pusat
Lingkungan perumahan;
h. penyediaan dan pengembangan RTH sebagai bagian dari
pembangunan suatu kawasan fungsional; dan
i. pembatasan pendirian bangunan-bangunan, kecuali yang
memiliki fungsi sangat vital atau bangunan-bangunan yang
merupakan penunjang dan menjadi bagian dari RTH.
(6) Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e meliputi Pulau Ular, Pulau Merak Besar, dan taman wisata
alam yang dikembangkan di Gunung Gede, dengan rencana
pengelolaan menjaga dan melestarikan keberlangsungan
keanekaragaman hayati.
(7) Kawasan …
- 42 -
(7) Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f
mencakup obyek cagar budaya dan kawasan sekitarnya, yaitu
Kampung Pakuncen di Kelurahan Ciwedus Kecamatan Cilegon;
Stasiun Kereta Api Cilegon di Kelurahan Jombang Wetan Kecamatan
Jombang; Stasiun Kereta Api Krenceng di Kelurahan Kebonsari
Kecamatan Citangkil; Rumah kuno Temu Putih di Kelurahan Ciwaduk
Kecamatan Cilegon; Kampung Ciwedus di Kelurahan Ciwedus
Kecamatan Cilegon; Kampung Temu Putih di Kelurahan Ciwaduk
Kecamatan Cilegon; Eks kantor dan rumah Asisten Residen Gubbels
di Kelurahan Jombang Wetan Kecamatan Jombang; dan Makam Kyai
Haji Wasid di Kelurahan Jombang Wetan Kecamatan Jombang,
dengan rencana pengelolaan sebagai berikut:
a. mempertahankan karakteristik bangunan dan lingkungan
sekitarnya; dan
b. merevitalisasi kawasan cagar budaya.
(8) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf g terdiri atas kawasan rawan tsunami dan kawasan rawan
bahaya industri kimia di sekitar Kecamatan Pulomerak, Kecamatan
Grogol, Kecamatan Citangkil, dan Kecamatan Ciwandan dengan
rencana pengelolaan sebagai berikut:
a. melaksanakan penanaman di sekitar pesisir pantai dengan
tanaman yang berfungsi sebagai penahan gelombang.
b. membangun benteng alam sebagai penyangga antara kawasan
industri dan kawasan permukiman.
(9) Sebaran Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
ayat (3), ayat (4), dan ayat (6) dengan luas kurang lebih 3.352
hektar tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(10) Sebaran RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dengan luas
kurang lebih 2.376 hektar tercantum dalam Lampiran VII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian …
- 43 -
Bagian Ketiga
Rencana Pola Ruang Kawasan Budi Daya
Pasal 25
(1) Rencana pola ruang kawasan budi daya diarahkan kepada upaya
untuk mengendalikan alih fungsi bangunan dan guna lahan yang
tidak sesuai dengan peruntukannya serta mendorong perkembangan
kawasan budi daya yang sesuai dengan rencana tata ruang.
(2) Rencana pola ruang kawasan budi daya di Kota Cilegon terdiri atas:
a. rencana kawasan perumahan;
b. rencana kawasan perdagangan dan jasa;
c. rencana kawasan perindustrian;
d. rencana kawasan pelabuhan dan pergudangan;
e. rencana kawasan pemerintahan dan bangunan umum;
f. rencana kawasan pariwisata;
g. rencana kawasan peruntukan lainnya (Pusat Sekunder Cilegon
Timur);
h. rencana kawasan terminal terpadu;
i. rencana kawasan pertambangan batuan;
j. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non-hijau;
k. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang evakuasi bencana;
l. rencana penyediaan dan pemanfaatan sektor informal; dan
m. rencana peruntukan pelayanan umum.
Pasal 26
(1) Rencana kawasan perumahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (2) huruf a meliputi:
a. kawasan dengan kepadatan bangunan tinggi ditetapkan pada
wilayah Kecamatan Jombang dan Cilegon;
b. kawasan dengan kepadatan bangunan sedang ditetapkan pada
wilayah Kecamatan Pulomerak, Purwakarta, Cibeber, dan
Citangkil; dan
c. kawasan dengan kepadatan bangunan rendah ditetapkan pada
wilayah Kecamatan Grogol dan Ciwandan.
(2) Pengembangan …
- 44 -
(2) Pengembangan secara vertikal diperkenankan pada kawasan yang
ditetapkan berkepadatan sedang sampai tinggi, kecuali di kawasan
yang ditetapkan sebagai cagar budaya, atau kapasitas prasarananya
terbatas, atau tingkat pelayanan jalannya rendah serta harus
mempertimbangkan daya dukung tanah berdasarkan hasil studi
kelayakan.
(3) Perumahan atau rumah yang sudah ditetapkan menjadi kawasan
atau objek cagar budaya tetap dipertahankan dalam kerangka
perlindungan cagar budaya.
(4) Peremajaan kota dan pembangunan kembali kota pada beberapa
lingkungan yang menurun kualitasnya.
(5) Pengembangan baru dengan konsep Kasiba dan Lisiba yang berdiri
sendiri di wilayah Cilegon Timur (BWK V) dan Selatan (BWK I).
(6) Permukiman yang berkembang pada kawasan yang bukan
peruntukannya harus keluar dari kawasan tersebut secara bertahap.
(7) Permukiman yang berada dalam peruntukan kawasan perindustrian
akan direlokasi secara bertahap.
(8) Sebaran kawasan perumahan dengan luas kurang lebih 6.127 hektar
tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 27
(1) Rencana kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud
dalam pasal 25 ayat (2) huruf b meliputi:
a. pengembangan pasar induk grosir/perkulakan di Koridor Jalan
Lingkar Luar Selatan dan Pusat Sekunder Cilegon Timur;
b. pengaturan dan penataan pasar yang masih sesuai dengan
peruntukannya di seluruh kecamatan;
c. relokasi pasar lingkungan kelurahan/kecamatan dan sekitarnya
yang sudah tidak sesuai lagi peruntukannya dalam rencana tata
ruang;
d. perkembangan pusat belanja yang sudah ada harus dikendalikan
dan pengembangan selanjutnya diarahkan ke wilayah Cilegon
Timur (BWK V), Selatan (BWK I dan IV) dan Utara (BWK II);
e. pembatasan perkembangan pusat belanja dan pertokoan yang
berkembang secara linier sepanjang jalan arteri dan kolektor
sesuai peruntukannya;
f. mengembangkan …
- 45 -
f. mengembangkan dan memprioritaskan kegiatan jasa profesional,
jasa perdagangan, dan jasa keuangan ke wilayah Pusat Kota
Cilegon dan Cilegon Timur;
g. memprioritaskan pengembangan kegiatan jasa profesional, jasa
perdagangan, jasa pariwisata, dan jasa keuangan di wilayah
Cilegon Timur, di Cilegon Selatan (Jalan Lingkar Luar Selatan),
dan sisi jalan arteri primer dan arteri sekunder sesuai dengan
peruntukannya; dan
h. membatasi konsentrasi perkantoran jasa di wilayah Pusat Kota
Cilegon, khususnya kawasan inti pusat kota.
(2) Sebaran kawasan perdagangan dan jasa dengan luas kurang lebih
450 hektar tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 28
(1) Rencana kawasan perindustrian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (2) huruf c meliputi:
a. mengembangkan kawasan perindustrian di Kecamatan Ciwandan
dan Pulomerak yang ramah lingkungan;
b. mempertahankan industri kecil dan menengah yang ada di
lingkungan permukiman selama tidak menimbulkan dampak
negatif dan dikembangkan untuk diaglomerasikan dalam 1 (satu)
kawasan industri tertentu dengan alokasi ruang di Kecamatan
Citangkil, Kecamatan Cilegon, Kecamatan Cibeber, dan
Kecamatan Jombang;
c. industri yang berada bukan pada peruntukannya harus keluar
secara bertahap; dan
d. kegiatan industri yang berpotensi mencemari lingkungan
diarahkan untuk mengelola dan memantau limbahnya lebih
intensif dan/atau dialih fungsikan menjadi kegiatan jasa.
(2) Sebaran kawasan perindustrian dengan luas kurang lebih 3.514
hektar tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal ...
- 46 -
Pasal 29
(1) Rencana kawasan pelabuhan dan pergudangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf d meliputi pengembangan
kegiatan dan kawasan pergudangan yang terpadu dengan kegiatan
terminal untuk kepentingan sendiri terutama untuk mendukung
kegiatannya sendiri serta cenderung berfungsi untuk dan sebagai
pelabuhan pengumpul.
(2) Rencana pengelolaan pelabuhan pengumpul meliputi pembangunan
dan pengembangan guna mendukung penggerak perekonomian
kota.
(3) Rencana pengembangan kawasan pergudangan dengan
mengarahkan kegiatan pergudangan dan kegiatan produksi non
polutan dalam kawasan pelabuhan dan pergudangan.
(4) Kawasan pergudangan dikembangkan di sebelah Timur Kota Cilegon
(BWK V) untuk mendukung rencana pengembangan Pelabuhan
Bojonegara.
(5) Pembangunan dan pengembangan pelabuhan pengumpul dan
terminal untuk kepentingan sendiri tersebut tidak mengubah garis
pantai (shore line).
(6) Sebaran kawasan pelabuhan dan pergudangan dengan luas kurang
lebih 416 hektar tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 30
(1) Rencana kawasan pemerintahan dan bangunan umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf e mempertahankan
perkantoran pemerintah dan bangunan umum berskala nasional,
provinsi, dan kota pada lokasi saat ini.
(2) Pengembangan kawasan pemerintahan dan bangunan umum baru
di koridor Jalan Lingkar Luar Selatan (JLS) di Kelurahan Kalitimbang
Kecamatan Cibeber dan berfungsi sebagai kawasan cadangan
pengembangan pusat pemerintahan dan bangunan umum Kota
Cilegon.
(3) Pengembangan kawasan pemerintahan dan bangunan umum
diintegrasikan dengan pengembangan RTH dan taman kota.
(4) Sebaran ...
- 47 -
(4) Sebaran kawasan pemerintahan dan bangunan umum dengan luas
kurang lebih 22 hektar tercantum dalam Lampiran XII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 31
(1) Rencana pengembangan kawasan pariwisata yang diatur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf f mencakup
obyek wisata dan rekreasi, serta sarana pariwisata dan rekreasi.
(2) Obyek wisata dan rekreasi yang dikembangkan meliputi:
a. wisata bangunan bersejarah berupa cagar budaya seperti
dimaksud dalam pasal 24 ayat (7);
b. wisata bahari di Pulau Rida, Pulau Merak Kecil dan Pantai Merak
sampai dengan Suralaya di Kecamatan Pulomerak dengan tidak
merusak bentang alam yang ada;
c. wisata industri di Kawasan PLTU Kelurahan Suralaya Kecamatan
Pulomerak dan Kawasan Industri di Kecamatan Citangkil dan
Ciwandan; dan
d. obyek rekreasi lainnya seperti kampung wisata di Cipala
Kecamatan Pulomerak.
(3) Rencana pengembangan kegiatan pariwisata dan rekreasi meliputi:
a. Mempertahankan kawasan dan bangunan bersejarah yang ada;
b. mempertahankan obyek wisata budaya di lokasi yang ada;
c. memberdayakan industri yang ada sebagai obyek wisata;
d. mempertahankan obyek rekreasi yang ada dan mengembangkan
obyek rekreasi baru di wilayah Cilegon Utara (BWK II dan III);
e. melengkapi obyek wisata dan rekreasi dengan fasilitas
penunjang; dan
f. melibatkan masyarakat sekitar dalam pengembangan dan
pengelolaan wisata dan rekreasi.
(4) Obyek wisata dan rekreasi yang dikendalikan, dibatasi, dan/atau
dilarang meliputi tempat hiburan khusus.
(5) Rencana pengendalian dan/atau pembatasan kegiatan pariwisata
dan rekreasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan
mengalokasikan pada lokasi tertentu serta pelarangan pada lokasi
sekitar kegiatan peribadatan, pendidikan, dan permukiman
penduduk.
(6) Sebaran ...
- 48 -
(6) Sebaran kawasan pariwisata dengan luas kurang lebih 31 hektar
tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 32
(1) Rencana Kawasan Peruntukan Lainnya (Pusat Sekunder Cilegon
Timur) sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (2) huruf g
meliputi:
a. mengembangkan kegiatan campuran pada Kawasan Pusat
Sekunder Cilegon Timur di Kecamatan Jombang dan Cibeber
meliputi kegiatan perumahan didalam kawasan komersial,
jasa, kegiatan perkantoran, kegiatan industri non polutan,
serta sub terminal; dan
b. mengembangkan kawasan dengan tetap memperhatikan aspek
kenyamanan dan keselamatan lingkungan permukiman
disekitarnya.
(2) Kawasan Peruntukan Lainnya dengan luas kurang lebih 299 hektar
tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 33
(1) Rencana Kawasan Terminal Terpadu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (2) huruf h meliputi:
a. mengalokasikan ruang dan membangun kawasan perniagaan
dalam kawasan terminal terpadu merak;
b. mengalokasikan ruang dan membangun dermaga baru dalam
kawasan terminal;
c. mengalokasikan ruang bagi stasiun kereta di luar kawasan
pelabuhan penyeberangan; dan
d. mengalokasikan ruang untuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI).
(2) Kawasan terminal terpadu yang berada di Kecamatan Pulomerak
dengan luas kurang lebih 32 hektar tercantum dalam Lampiran XV
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal ...
- 49 -
Pasal 34
(1) Rencana kawasan pertambangan batuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (2) huruf i meliputi kawasan yang telah
ditetapkan dalam Peta Rencana Pola Ruang.
(2) Penetapan lokasi dengan penambangan terbatas untuk batuan
andesit di wilayah Kecamatan Pulomerak dan Kecamatan Ciwandan.
(3) Rencana pemanfaatan kawasan pertambangan batuan harus
memperhatikan prinsip-prinsip teknik penambangan, kapasitas yang
diperkenankan, kelestarian lingkungan, keselamatan dan
berkelanjutan serta dilakukan pengawasan secara ketat dan
pengendalian oleh instansi yang berwenang yang diatur lebih lanjut
dalam peraturan daerah.
Pasal 35
(1) Ruang terbuka non hijau meliputi:
a. waduk krenceng dengan luasan kurang lebih 95 hektar di
Kelurahan Citangkil, Kelurahan Kebonsari, Kelurahan Lebak
Denok, dan Kelurahan Citangkil Kecamatan Citangkil;
b. retention pond atau danau atau situ dengan luasan kurang lebih
11 hektar di Kelurahan Rawa Arum Kecamatan Grogol; dan
c. sumur – sumur resapan di setiap kecamatan.
(2) Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka non hijau
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf j meliputi:
a. menyusun rencana aksi pengembangan danau/situ Rawa Arum,
rumusan fungsi utama pelayanan, sampai pada tahap
penyusunan DED perluasan. Deliniasi perluasan pond disesuaikan
dengan kajian debit air dan analisis daerah tangkapan air hujan
(catchment area), kajian geologi/topografi, dan kajian
lingkungan. Hasil deliniasi tersebut akan dijadikan dasar dalam
pembebasan lahan;
b. menyediakan dan membangun danau-danau (retention pond) di
dalam kawasan permukiman dan kawasan perindustrian;
c. membuat saluran-saluran air menuju badan pond disesuaikan
dengan topografi dan kecenderungan arah aliran air. Saluran ini
dilengkapi dengan peripheral treatment/filter yang masuk ke
badan pond;
d. menyiapkan ...
- 50 -
d. menyiapkan daerah/koridor penyangga dari bibir waduk/danau/
situ sebagai RTH; dan
e. menyiapkan sumur-sumur resapan di seluruh kecamatan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 36
(1) Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana ruang
evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2)
huruf k meliputi:
a. penetapan lokasi posko utama dan alternatif di Kecamatan
Jombang, Kecamatan Cilegon dan Kecamatan Cibeber;
b. penetapan tempat penampungan sementara di Lingkungan
Ciromo, Kawasan Industri Gunung Leneng, dan lapangan terbuka
Perumahan Palm Hill; dan
c. penetapan 12 (dua belas) lokasi evakuasi bencana pada
beberapa tempat di Kecamatan Ciwandan, Kecamatan Citangkil,
Kecamatan Cilegon, Kecamatan Cibeber, Kecamatan Purwakarta,
Kecamatan Grogol, dan Kecamatan Pulomerak.
(2) Sebaran lokasi evakuasi bencana tercantum dalam Lampiran XVI
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 37
Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana kegiatan
sektor informal sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (2) huruf l
berada pada peruntukan kawasan perdagangan dan jasa dengan kriteria
meliputi:
a. penetapan lokasi untuk kegiatan informal pada lokasi-lokasi yang
tidak mengganggu kepentingan umum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
b. pengelolaan kegiatan pedagang kreatif lapangan (PKL), minimum
meliputi ketentuan pendaftaran PKL resmi, penetapan lokasi dan jenis
usaha/dagangan, hak dan kewajiban, serta besarnya iuran/retribusi;
c. menyediakan ruang untuk kegiatan PKL di dalam suatu pusat
perbelanjaan formal;
d. penertiban PKL secara konsisten baik jangka pendek, menengah,
panjang; dan
e. pembatasan ruang publik (jalan atau taman) yang diperbolehkan dan
tidak diperbolehkan untuk kegiatan PKL.
Pasal ...
- 51 -
Pasal 38
(1) Pelayanan umum meliputi semua fasilitas umum yang dibutuhkan
yaitu fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, rekreasi dan
olahraga.
(2) Rencana peruntukan pelayanan umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (2) huruf m meliputi:
a. fasilitas Taman Kanak-kanak (TK) atau sederajat dan Sekolah
Dasar (SD) atau sederajat perletakannya dalam lingkungan
permukiman serta memperhatikan jarak pencapaian dari rumah
maksimal 1 (satu) Km;
b. untuk prioritas pembangunan diutamakan untuk pendidikan
menengah atas dan pendidikan tinggi terutama di bagian Timur
wilayah kota;
c. untuk fasilitas kesehatan, diperlukan klinik pengobatan,
puskesmas, puskesmas rawat inap yang lokasinya berada pada
kawasan pemukiman dan disekitar kawasan perindustrian guna
melayani masyarakat secara umum serta pelayanan khusus
seperti akibat kecelakaan kerja pada kegiatan industri;
d. alokasi penempatan fasilitas peribadatan berdasarkan sebaran
guna lahan; dan
e. fasilitas rekreasi, taman, dan olahraga peletakannya di ruang
terbuka.
BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KOTA CILEGON
Pasal 39
(1) Penetapan kawasan strategis di Kota Cilegon meliputi:
a. kawasan stategis nasional;
b. kawasan strategis provinsi; dan
c. kawasan strategis kota.
(2) Kawasan strategis nasional, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, merupakan kawasan strategis Nasional yang ditetapkan di
wilayah Kota Cilegon yaitu Kawasan Selat Sunda.
(3) kawasan ...
- 52 -
(3) Kawasan strategis provinsi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, merupakan kawasan strategis Provinsi Banten yang
ditetapkan di wilayah Kota Cilegon, meliputi:
a. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan
keamanan yaitu Kawasan TNI AL di Kecamatan Pulomerak;
b. kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi meliputi
Kawasan Strategis Ekonomi Krakatau Cilegon di Kecamatan
Citangkil dan Ciwandan; dan
c. kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan
Sumber Daya Alam dan/ atau teknologi tinggi meliputi PLTU 1
Suralaya di Kecamatan Pulomerak dan Waduk Krenceng di
Kecamatan Citangkil.
(4) Kawasan strategis kota, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, berupa Kawasan strategis Kota Cilegon dari sudut
kepentingan ekonomi, meliputi:
a. kawasan strategis Cilegon Selatan, dengan rencana pengelolaan
difokuskan pada peningkatan optimalisasi lahan yang ada dan
penataan kawasan industri;
b. kawasan strategis Cilegon Timur, sebagai kawasan yang sifatnya
strategis bagi pengembangan kota dan/atau fungsi campuran
dengan variasi bangunan perniagaan, sub terminal dan bukan
kegiatan industri berat, industri yang tidak banyak
mengkonsumsi air dan/atau industri yang berpolusi; dan
c. kawasan strategis Cilegon utara, dengan rencana pengelolaan
difokuskan pada penataan transportasi dan pengembangan
ekonomi wilayah melalui pengaturan jalur distribusi dan
pemasaran.
(5) Pengembangan dan pengelolaan lebih lanjut kawasan strategis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat
berwenang sesuai kewenangannya dengan berpedoman pada
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(6) Sebaran kawasan strategis Kota Cilegon tercantum dalam
Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
BAB ...
- 53 -
BAB VI
KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KOTA
Pasal 40
(1) Pemanfaatan ruang wilayah kota berpedoman pada rencana struktur
ruang dan rencana pola ruang.
(2) Pemanfaatan ruang wilayah kota dilaksanakan melalui penyusunan
dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta sumber
pendanaannya.
(3) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 41
(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 ayat (2) disusun berdasarkan indikasi program utama
lima tahunan yang ditetapkan dalam Lampiran XVIII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD), investasi swasta, dan/atau kerja sama
pendanaan.
(3) Pemerintah kota dapat bermitra dengan pihak swasta dan
masyarakat dalam penyediaan barang publik, seperti taman, pasar,
rumah sakit, dan sejenisnya.
(4) Barang dan pelayanan publik dapat disediakan secara penuh oleh
pihak swasta, yang mencakup sekolah swasta, jasa keuangan, dan
jasa pelayanan lainnya.
(5) Pemerintah kota dapat mengenakan ongkos atas penyediaan barang
publik, yang mencakup jalan, saluran, jembatan, trotoar, taman,
(6) Pasar, dan pelayanan pemerintah lainnya yang dibiayai oleh
Pemerintah.
(7) Pembangunan prasarana harus dapat dibayar kembali dengan
mengenakan biaya kepada pemakai demi menjamin kelangsungan
penyediaan pelayanan kepada masyarakat.
(8) Bentuk-bentuk kerjasama dalam pembiayaan diatur lebih lanjut
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal ...
- 54 -
Pasal 42
Tahapan pengembangan sampai dengan Tahun 2030 dibagi ke dalam
4 (empat) tahap, yaitu:
a. Tahap Pertama : sejak tanggal diundangkannya Peraturan
Daerah ini sampai dengan Tahun 2015;
b. Tahap Kedua : dari Tahun 2016 sampai dengan Tahun 2020;
c. Tahap Ketiga : dari Tahun 2021 sampai dengan Tahun 2025;
dan
d. Tahap Keempat : dari Tahun 2026 sampai dengan Tahun 2030.
BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 43
Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui:
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan pemberian insentif dan disinsentif; serta
d. arahan sanksi administratif.
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Pasal 44
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 43 huruf a merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan
ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap
zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk tiap BWK;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budi daya
terbangun
Paragraf ...
- 55 -
Paragraf 1
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi untuk Tiap BWK
Pasal 45
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk BWK 1 (satu) yaitu:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan dengan
skala pelayanan kota dan regional yang didukung fasilitas dan
infrastruktur perkotaan; dan
b. pengembangan fungsi kawasan sebagai pusat pemerintahan dan
bangunan umum, perdagangan dan jasa, perumahan dengan
intensitas kepadatan tinggi, industri, pelabuhan dan
pergudangan, serta RTH.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk BWK 2 (dua) yaitu:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan skala
BWK yang didukung fasilitas dan infrastruktur perkotaan; dan
b. pengembangan fungsi kawasan sebagai perdagangan dan jasa,
perumahan dengan intensitas kepadatan rendah hingga tinggi,
industri, pelabuhan pergudangan, kawasan lindung, dan RTH.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk BWK 3 (tiga) yaitu:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan skala
BWK yang didukung fasilitas dan infrastruktur perkotaan; dan
b. pengembangan fungsi kawasan untuk perumahan dengan
intensitas kepadatan sedang hingga tinggi, industri, pelabuhan
dan pergudangan, perdagangan dan jasa, kegiatan transportasi
(Kawasan Terminal Terpadu Merak), pariwisata, kawasan lindung
dan RTH.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk BWK 4 (empat) yaitu:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan skala
BWK didukung fasilitas dan infrastruktur perkotaan; dan
b. pengembangan fungsi kawasan sebagai kawasan industri kimia
dan berat, industri non kimia, pelabuhan dan pergudangan,
perdagangan dan jasa, perumahan dengan intensitas kepadatan
rendah hingga sedang, RTH, dan kawasan lindung.
(5) Ketentuan …
- 56 -
(5) Ketentuan Umum peraturan zonasi untuk BWK 5 (lima) yaitu:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan dengan
skala BWK didukung fasilitas dan infrastruktur perkotaan; dan
b. pengembangan fungsi kawasan untuk pusat pemerintahan dan
bangunan umum, perdagangan jasa, perumahan intensitas
kepadatan rendah hingga tinggi, industri non polutan, kegiatan
transportasi (sub terminal), pengelolaan limbah B3, kawasan
TPA, kawasan peruntukan lainnya, kawasan lindung dan RTH.
Paragraf 2
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi untuk Kawasan Lindung
Pasal 46
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung meliputi:
a. pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam;
b. pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas
kawasan lindung;
c. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk bangunan penunjang
rekreasi dan fasilitas umum lainnya serta perkerasan permukaan
menggunakan bahan yang memiliki daya serap air yang tinggi;
d. pelarangan pendirian bangunan permanen selain yang dimaksud pada
huruf c;
e. kegiatan pertambangan batuan diperkenankan sepanjang memenuhi
prinsip-prinsip teknik penambangan, kapasitas yang diperkenankan,
kelestarian lingkungan, keselamatan dan berkelanjutan;
f. pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah
abrasi pada kawasan sempadan pantai;
g. pada lahan pengembangan danau, diperbolehkan diselenggarakan
fasilitas penunjang dengan koefisien wilayah terbangun (KWT)
maksimal 30%, direkomendasikan bahan bangunan menggunakan
bahan alami seperti kayu serta fasilitas penunjang ini dapat
difungsikan sebagai bangunan untuk pengamanan lingkungan danau
dan bagian dari fasilitas wisata;
h. penetapan ...
- 57 -
h. penetapan lebar sempadan di sekitar kawasan danau/waduk/situ
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
i. pemanfaatan ruang kawasan lindung untuk kegiatan budidaya hanya
diizinkan bagi penduduk asli dengan luasan tetap, tidak mengganggu
fungsi lindung kawasan, dan dibawah pengawasan ketat.
Paragraf 3
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi untuk
Kawasan Budi Daya Terbangun
Pasal 47
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pusat
pemerintahan dan bangunan umum meliputi:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan pemerintahan dengan skala
pelayanan kecamatan, kota, provinsi, maupun nasional;
b. kegiatan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dapat berlokasi di luar kawasan ini dengan tetap
mempertimbangkan kaidah tata ruang dan pelayanan
masyarakat;
c. penerapan standar teknis bangunan yang meliputi ketentuan
garis sempadan, KDB, KLB, serta penetapan jenis dan syarat
penggunaan bangunan yang diizinkan sesuai ketentuan yang
berlaku; dan
d. jenis pemanfaatan yang diperbolehkan berupa perkantoran
pemerintahan, instansi vertikal, militer, kepolisian, pusat dakwah
islam (islamic center), dan RTH serta pemanfaatan ruang
penunjang kegiatan pusat pemerintahan tersebut.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perdagangan dan
jasa meliputi:
a. Pemanfaatan ruang untuk kegiatan perdagangan dan jasa
dengan skala pelayanan lingkungan dan kota;
b. pola pengembangan linier sepanjang jalan arteri dan kolektor
sebagai bagian dari kawasan bisnis/komersial;
c. perdagangan dan jasa skala kota untuk masa mendatang
diarahkan berada pada satu lokasi yang terintegrasi;
d. penerapan ...
- 58 -
d. penerapan standar prasarana minimum diberlakukan untuk
setiap jenis kegiatan perdagangan dan jasa;
e. penerapan standar teknis bangunan yang meliputi ketentuan
garis sempadan, KDB, KLB, serta penetapan jenis dan syarat
penggunaan bangunan yang diizinkan sesuai ketentuan yang
berlaku; dan
f. jenis pemanfaatan yang diperbolehkan meliputi pasar pertokoan,
jasa perkantoran, jasa profesional, jasa hiburan yang legal,
bangunan multi fungsi, bangunan umum, sub terminal lokal, dan
RTH taman kota sebagai penunjang kegiatan.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perumahan
meliputi:
a. jenis pemanfaatan yang diperbolehkan meliputi perumahan dan
sarana penunjangnya sesuai standar yang berlaku;
b. penerapan standar-standar teknis baik pada perumahan yang
tertata dan perumahan yang dibangun sendiri;
c. penetapan amplop bangunan, tema arsitektur bangunan,
kelengkapan bangunan dan lingkungan, serta penetapan jenis
dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan;
d. intensitas kepadatan bangunan tinggi yaitu antara 24-36
bangunan/ha dengan kepadatan penduduk rata-rata maksimum
180 jiwa/ha;
e. intensitas kepadatan bangunan sedang yaitu antara 12-24
bangunan/ha dengan kepadatan penduduk rata-rata maksimum
120 jiwa/ha;
f. intensitas kepadatan bangunan rendah yaitu < 12 bangunan/ha
dengan kepadatan penduduk rata-rata maksimum 60 jiwa/ha;
g. penyediaan taman-taman lingkungan sebagai RTH perkotaan;
h. pola pengembangan dengan konsep neighborhood unit;
i. dalam pembangunan perumahan baru skala besar dapat
diterapkan pola KASIBA dan LISIBA;
j. pengembangan dan pengintegrasian kawasan-kawasan
perumahan sporadis dan intensifikasi pemanfaatan ruang dengan
menghindari pola perumahan tertutup;
k. pengembangan ...
- 59 -
k. pengembangan hunian bertingkat (rusun/apartemen) dengan
intensitas terbatas, selama masih mendukung fungsi kota dan
memenuhi kaidah tata ruang dan daya dukung;
l. fungsi aksesoris diperbolehkan dengan syarat tidak lebih besar
dari fungsi utama (perumahan) dan tidak mempunyai dampak
yang lebih besar dibandingkan dengan fungsi utamanya; dan
m. penyediaan prasarana pengolahan air limbah (IPAL) bagi setiap
kegiatan yang menghasilkan limbah cair.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perindustrian
meliputi:
a. Pola pengembangan dengan menempatkan industri dalam satu
kawasan yang dikelola oleh suatu badan hukum dan/atau
membuat zona industri dengan mempertimbangkan aspek
keamanan dan keselamatan lingkungan sekitarnya;
b. pengembangan kawasan perindustrian harus dilengkapi dengan
taman-taman lingkungan dan jalur hijau (green belt) sebagai
penyangga atau buffer antar fungsi kawasan, serta sarana
pengelolaan limbah;
c. penerapan standar teknis bangunan yang meliputi ketentuan
garis sempadan, KDB, KLB, serta penetapan jenis dan syarat
penggunaan bangunan yang diizinkan sesuai ketentuan yang
berlaku;
d. jenis pemanfaatan yang diperbolehkan meliputi segala jenis
industri dengan fasilitas dan prasarana penunjang, serta
perumahan untuk pekerja dengan mempertimbangkan aspek
kesehatan dan keselamatan penghuni; dan
e. penyediaan prasarana instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
bagi setiap kegiatan yang menghasilkan limbah cair.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pelabuhan dan
pergudangan meliputi:
a. pemanfaatan ruang untuk pelabuhan dan pergudangan yang
terkait dengan industri di Kota Cilegon maupun untuk barang
yang akan didistribusikan ke wilayah yang lain;
b. jenis ...
- 60 -
b. jenis pemanfaatan yang diperbolehkan meliputi semua jenis
pergudangan, kegiatan bongkar muat, dan fasilitas produksi
untuk kegiatan industri yang tidak banyak mengkonsumsi air
dan/atau yang berpolusi;
c. pemanfaatan ruang di dalam dan di sekitar kawasan harus
memperhatikan kebutuhan ruang untuk operasional dan
pengembangan kawasan;
d. pelarangan kegiatan di ruang udara bebas di atas badan air yang
berdampak pada keberadaan jalur pelayaran transportasi laut;
e. pemanfaatan ruang pada badan air di sepanjang alur pelayaran
dibatasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
f. pemanfaatan ruang pada kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
di sekitar badan air di sepanjang alur pelayaran dilakukan
dengan tidak mengganggu aktivitas pelayaran; dan
g. pembatasan pemanfaatan ruang di dalam Daerah Lingkungan
Kerja Pelabuhan dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan
harus mendapatkan izin sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pariwisata
meliputi:
a. Pemanfaatan ruang untuk kegiatan pariwisata;
b. penerapan standar teknis bangunan yang meliputi ketentuan
garis sempadan, KDB, KLB, serta penetapan jenis dan syarat
penggunaan bangunan yang diizinkan sesuai ketentuan yang
berlaku;
c. jenis pemanfaatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan yang
terkait dengan jenis pariwisata yang dikembangkan (kegiatan
biro perjalanan, penginapan), berbagai jenis kegiatan wisata
yang terkait atau masih kompatibel dengan fungsi utama,
fasilitas publik dan fasilitas penunjang kegiatan pariwisata; dan
d. pola pengembangan dalam satu areal dengan fasilitas
penunjangnya.
(7) Ketentuan ...
- 61 -
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Peruntukan
Lainnya meliputi:
a. Pemanfaatan ruang untuk kegiatan multifungsi (mix used);
b. pengembangan kawasan disertai dengan pengembangan taman-
taman lingkungan sebagai RTH perkotaan;
c. pola pengembangan dengan menempatkan berbagai jenis
kegiatan multifungsi;
d. pembangunan kawasan harus sesuai dengan standar teknis yang
meliputi ketentuan garis sempadan, KDB, KLB, dsb;
e. jenis pemanfaatan yang diperbolehkan meliputi pergudangan,
perumahan, hotel, stadion/lapangan olahraga skala kota,
perdagangan dan jasa, terminal tipe b, dan industri yang tidak
mengkonsumsi banyak air dan/atau industri yang tidak berpolusi;
dan
f. penyediaan prasarana pengolahan air limbah (IPAL) bagi setiap
kegiatan yang menghasilkan limbah cair.
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Kawasan Strategis
meliputi:
a. pemanfaatan ruang kawasan strategis dari sudut kepentingan
ekonomi adalah untuk kegiatan yang bernilai ekonomi tinggi
sehingga dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi wilayah
dan mempercepat pertumbuhan kawasan;
b. pengembangan kawasan disertai dengan pengembangan sarana
prasarana serta taman-taman lingkungan sebagai RTH
perkotaan;
c. pembangunan kawasan harus sesuai dengan standar teknis yang
meliputi ketentuan garis sempadan, KDB, KLB, dsb;
d. pemanfaatan ruang kawasan strategis dari sudut kepentingan
pertahanan dan keamanan adalah untuk kegiatan basis militer,
daerah latihan militer, pembuangan amunisi dan peralatan
pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem
persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem persenjataan;
e. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif untuk
menjaga kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan
dan keamanan dengan sempadan 2 Km; dan
f. mengembangkan ...
- 62 -
f. mengembangkan kawasan lindung dan kawasan budidaya tidak
terbangun sebagai zona penyangga antara kawasan strategis
dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan dengan
kawasan lainnya yang berbatasan dengan sempadan 150 M.
(9) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kegiatan lainnya yang
belum terakomodir dalam pola ruang meliputi:
a. pemanfaatan ruang adalah untuk kegiatan yang bernilai ekonomi
tinggi dan/atau menguntungkan masyarakat sekitarnya; dan
b. pembangunan kawasan harus sesuai dengan standar teknis yang
meliputi ketentuan garis sempadan, KDB, KLB, dsb.
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 48
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf b
merupakan ketentuan yang diberikan untuk kegiatan pemanfaatan
ruang yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Ketentuan perizinan berfungsi sebagai:
a. alat pengendali dalam penggunaan lahan untuk mencapai
kesesuaian pemanfaatan ruang; dan
b. rujukan dalam membangun.
(3) Ketentuan perizinan disusun berdasarkan:
a. ketentuan umum peraturan zonasi yang sudah ditetapkan; dan
b. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.
(4) Jenis-jenis perizinan yang terkait dengan pemanfaatan ruang antara
lain meliputi izin prinsip, izin lokasi, izin AMDAL atau UKL-UPL, Site
Plan, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan perizinan lain yang
disyaratkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(5) Mekanisme perizinan terkait pemanfaatan ruang yang menjadi
wewenang pemerintah kota, termasuk pengaturan keterlibatan
masing-masing instansi perangkat daerah dalam setiap perizinan
yang diterbitkan, ketentuan teknis prosedural pengajuan izin
pemanfaatan ruang, forum pengambilan keputusan atas izin yang
akan dikeluarkan, dan waktu penyelesaian perizinan akan menjadi
dasar pengembangan Standar Operasional Prosedur (SOP) perizinan
yang akan diatur lebih lanjut dalam peraturan walikota.
(6) Ketentuan ...
- 63 -
(6) Ketentuan pengambilan keputusan apabila dalam dokumen RTRW
kota belum memberikan ketentuan yang cukup tentang perizinan
yang dimohonkan oleh masyarakat, individual, organisasi maupun
badan usaha harus melalui prosedur khusus.
Pasal 49
(1) Permohonan perizinan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 ayat (4) yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang harus melalui prosedur khusus.
(2) Permohonan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud ayat (1)
yang disetujui harus dikenakan disinsentif.
(3) Prosedur perubahan pemanfaatan ruang, ketentuan perhitungan
dampak pembangunan, pengenaan disinsentif, perhitungan denda
dan biaya dampak pembangunan ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
Bagian Keempat
Ketentuan Pemberian Insentif dan Disinsentif
Pasal 50
(1) Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 huruf c merupakan acuan bagi pemerintah dalam
pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.
(2) Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan
rencana struktur, rencana pola ruang, dan ketentuan umum
peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(3) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu
dicegah, dibatasi atau dikurangi keberadaannya berdasarkan
ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
(4) Bentuk perangkat insentif dan disinsentif yang dapat diterapkan
terdiri dari aspek pengaturan atau kebijakan, aspek ekonomi, dan
aspek pengadaan langsung oleh Pemerintah Daerah.
(5) Jenis Perangkat insentif dan disinsentif terdiri dari:
a. perangkat yang berkaitan dengan elemen guna lahan;
b. perangkat yang berkaitan dengan pelayanan umum; dan
c. perangkat yang berkaitan dengan penyediaan prasarana.
Pasal ...
- 64 -
Pasal 51
(1) Insentif khusus berupa kemudahan perizinan dan penyediaan
pelayanan jaringan utilitas akan diberikan untuk mendorong
pengembangan pada setiap Sub Pusat Pelayanan Kota,
pengembangan koridor jalan lingkar luar selatan, pengembangan
RTH Publik, serta pelestarian bangunan dan kawasan.
(2) Insentif untuk mendorong pelestarian bangunan bersejarah
meliputi:
a. bantuan teknis perubahan fisik bangunan dalam batas tertentu;
dan
b. izin perubahan fungsi bangunan dalam batas tertentu selama
fisik bangunan tetap.
Pasal 52
(1) Disinsentif khusus akan dikenakan untuk membatasi pembangunan
di wilayah Cilegon Utara dan mengendalikan pembangunan di
wilayah Cilegon Barat serta membatasi kegiatan pembangunan pada
daerah aliran sungai/kali terutama pada wilayah Cilegon Selatan.
(2) Disinsentif yang dikenakan untuk menghambat pembangunan di
wilayah Cilegon Utara pada kawasan lindung meliputi:
a. tidak dikeluarkan izin lokasi baru;
b. tidak dibangun akses jalan baru; dan
c. tidak dibangun jaringan prasarana baru kecuali prasarana vital
daerah.
(3) Disinsentif yang dikenakan untuk mengendalikan pembangunan dan
perkembangan di wilayah Cilegon Barat/BWK IV meliputi:
a. pengenaan retribusi kegiatan yang relatif lebih besar daripada di
BWK lainnya; dan
b. pengenaan denda terhadap kegiatan yang menimbulkan dampak
negatif bagi kepentingan umum seperti gangguan keamanan,
kenyamanan dan keselamatan.
(4) Disinsentif ...
- 65 -
(4) Disinsentif yang dikenakan untuk membatasi kegiatan pembangunan
pada daerah aliran sungai/kali terutama pada wilayah Cilegon
Selatan meliputi:
a. Pengenaan retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang lebih
besar daripada wilayah lainnya;
b. Pemberian ketentuan khusus spesifikasi bangunan; dan
c. pengenaan denda terhadap kegiatan yang menimbulkan dampak
negatif bagi kepentingan umum seperti gangguan keamanan,
kenyamanan dan keselamatan.
Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 53
Arahan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf
d merupakan acuan dalam pengenaan sanksi terhadap pemohon izin dan
pemberi izin pemanfataan ruang:
a. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW Kota Cilegon;
b. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin;
d. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang
yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kota;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam izin pemanfaatan
ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kota;
f. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang
oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum;
dan/atau
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur tidak
benar.
Pasal …
- 66 -
Pasal 54
(1) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53
huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g dikenakan
sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. pencabutan izin;
e. pembatalan izin;
f. penutupan lokasi;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
(2) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53
huruf c dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pembongkaran bangunan;
f. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
g. denda administratif.
(3) Arahan sanksi sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.
BAB VIII
KELEMBAGAAN
Pasal 55
(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang
dan kerjasama antar sektor/antar daerah bidang penataan ruang
dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD).
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja BKPRD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Walikota.
BAB …
- 67 -
BAB IX
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 56
Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata
ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di
wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat
berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.
Pasal 57
(1) Untuk mengetahui rencana tata ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 huruf a, Pemerintah Daerah wajib mengumumkan
dan menyebarluaskan RTRW.
(2) Pengumuman atau penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan melalui penempelan/pemasangan peta
RTRW pada tempat-tempat umum dan kantor-kantor pelayanan
umum.
Pasal 58
(1) Dalam menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang
sebagai akibat penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56 huruf b, pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Untuk ...
- 68 -
(2) Untuk menikmati dan memanfaatkan ruang beserta sumber daya
alam yang terkandung didalamnya, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat berupa manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan
dilaksanakan atas dasar pemilikan, penguasaan, atau pemberian hak
tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 59
(1) Perolehan penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya
sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai
dengan RTRW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf c,
diselenggarakan secara musyawarah dengan pihak yang
berkepentingan dengan tetap memegang hak masyarakat.
(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang
layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka penyelesaiannya
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 60
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 61
(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dilaksanakan dengan
mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-
aturan penataan ruang yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Kaidah ...
- 69 -
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dipraktekkan
masyarakat secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang
memperhatikan faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika
lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat
menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras dan seimbang.
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 62
Peran masyarakat dalam penataan ruang dilakukan antara lain melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 63
(1) Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang berupa:
a. masukan mengenai:
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah;
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. Penetapan rencana tata ruang.
b. kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang.
(2) Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang dapat berupa:
a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
sesama unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal
dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam
pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di
dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. kegiatan ...
- 70 -
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan serta memelihara dan
meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber
daya alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang
dapat berupa:
a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang
dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran
kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang
yang telah ditetapkan; dan
d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang
berwenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai
dengan rencana tata ruang.
Pasal 64
Tata cara dan ketentuan lebih lanjut tentang peran masyarakat dalam
penataan ruang di daerah dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
BAB X
PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG WILAYAH
Pasal 65
(1) RTRW yang telah ditetapkan dapat dilakukan peninjauan kembali
dan atau diubah dalam jangka waktu 5 (lima) tahun;
(2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.
(3) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan dan/atau perubahan batas wilayah yang
ditetapkan dengan Undang-Undang, RTRW ini dapat ditinjau
kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Bab ...
- 71 -
BAB XI
PENYIDIKAN
Pasal 66
(1) Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia,
pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruang
diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat
penyidik kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Cilegon tentang Penyidik Pegawai Negeri
Sipil yang berlaku.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1), memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan pada
Penuntut Umum, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
Hukum Acara Pidana yang berlaku.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 67
(1) Setiap orang atau pejabat pemerintah yang melanggar ketentuan
dalam pasal 53 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f,
huruf g dan pasal 60 diancam dengan pidana kurungan paling lama
6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 68
Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, semua Peraturan Daerah dan
peraturan pelaksanaan yang berkaitan masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dengan peraturan daerah ini.
BAB …
- 72 -
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 69
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kota
Cilegon Nomor 15 Tahun 2001 tentang (Lembaran Daerah Tahun 2001
Nomor 69 Seri C) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Cilegon
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 70
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kota Cilegon.
Ditetapkan di Cilegon
pada tanggal 10 Juni 2011
WALIKOTA CILEGON,
Tb. IMAN ARIYADI
Diundangkan di Cilegon
pada tanggal 10 Juni 2011
SEKRETARIS DAERAH KOTA CILEGON,
ABDUL HAKIM LUBIS
LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN 2011 NOMOR 3
Penjelasan
atas
PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON
NOMOR TAHUN 2011
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA CILEGON
TAHUN 2010 - 2030
I. UMUM
Pembangunan di Indonesia, khususnya di beberapa wilayah perkotaan
tertentu, telah berlangsung lama dengan hasil yang umumnya belum memuaskan.
Kota-kota yang telah memiliki rencana tata ruang kota, yang dulu disebut master
plan, atau Rencana Induk Kota (RIK), atau Rencana Umum Tata Ruang Kota
(RUTRK), sebagai pedoman dan arahan pembangunan sebagian besar belum
menunjukkan hasil sesuai dengan tujuan dan arahan yang ditetapkan. Hasil
pembangunan kota-kota yang memiliki rencana hampir sama saja dengan hasil
pembangunan kota yang tanpa rencana, sehingga menimbulkan kesan dengan atau
rencana kota hasilnya akan sama saja. Ketidakefektifan dokumen dan Peraturan
Daerah tentang rencana tata ruang kota menimbulkan pertanyaan apakah suatu
rencana tata ruang kota diperlukan atau tidak. Melihat upaya-upaya yang perlu
dilakukan oleh Pemerintah Daerah, terutama dalam mendapatkan keabsahan hukum
tindakan yang dilakukan untuk melindungi kepentingan umum, tidak dapat disangkal
lagi bahwa rencana tata ruang kota dengan dasar hukum yang sah tetap diperlukan.
Tidak salah bila sebagian besar pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam
pembangunan kota berpendapat bahwa memiliki rencana kota jauh lebih baik
daripada tidak memilikinya sama sekali. Ini juga merupakan pandangan yang realistik
dan logis bagi semua orang yang peduli kepada masa depan. Yang selanjutnya harus
dipikirkan adalah bagaimana melaksanakan rencana tata ruang kota tersebut dengan
efektif agar mencapai tujuan yang dicita-citakan bersama.
Setelah selama bertahun-tahun perencanaan kota di Indonesia merujuk
kepada Staadsvormings Ordonnantie (SVO) 1948 dan peraturan pelaksanaannya,
Staadsvormings Verordening (SVV) 1949, serta merujuk pula pada berbagai
peraturan dan keputusan di tingkat menteri yang hampir seluruh isinya tidak sesuai
dengan SVO dan SVV, akhirnya Indonesia memiliki dasar hukum penataan ruang
pada tahun 1992. Dasar hukum untuk penataan ruang, termasuk penataan ruang
wilayah kota, ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang
Penataan Ruang yang mejadi landasan bagi kegiatan penataan ruang di Indonesia.
Undang ...
- 2 -
Undang-undang tersebut menetapkan unsur utama dalam penataan ruang
terdiri dari perencanaan tata ruang yang menghasilkan Rencana Tata Ruang
Wilayah, pemanfaatan ruang yang mengatur mekanisme dan perangkat
pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah, serta pengendalian pemanfaatan ruang
yang berisi mekanisme dan perangkat pengendalian pemanfaatan ruang. Khusus
dalam perencanaan tata ruang, undang-undang ini mengatur bentuk Rencana Tata
Ruang Wilayah berdasarkan wilayah administratif, yaitu Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), dan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRW Kabupaten/Kota) yang
dilakukan secara terpadu dan tidak dipisah-pisahkan.
Dalam perkembangannya, Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992
tentang Penataan Ruang dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan
pengaturan penataan ruang sehingga diganti dengan Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan
bahwa penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang, merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga
diharapkan: (i) dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan
berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang
berkelanjutan; (ii) tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang; dan (iii) tidak
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.
Perubahan peraturan perundang-undangan, kebijakan dan rencana tata
ruang di tingkat Nasional dan Provinsi sangat berpengaruh terhadap proses
penataan ruang di Daerah. Sejalan dengan perkembangan politik di Indonesia
setelah krisis multidimensi tahun 1998, sistem pemerintahan pun mengalami
perubahan mendasar dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah dengan peraturan
pelaksanaannya. Sistem pemerintahan ini menekankan pada prinsip desentralisasi
dan memberikan kewenangan lebih besar kepada daerah otonom untuk mengurus
rumah tangganya sendiri. Proses penataan ruang di tingkat Nasional dan Provinsi
tidak lagi bersifat top-down, tetapi perlu didasarkan pada kesepakatan dengan
Provinsi dan Daerah terkait.
Paradigma ...
- 3 -
Paradigma pemerintahan dan pembangunan yang berkembang
mempengaruhi pula pendekatan, prosedur dan substansi penataan ruang kota.
Tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintah yang bersih
(clean government) dengan prinsip-prinsipnya yang meliputi antara lain partisipasi,
informasi/transparansi, subsidiaritas, akuntabilitas, keefektifan dan efisiensi,
kesetaraan, ketanggapan, kerangka hukum yang adil, berorientasi pada
konsensus, dan profesionalisme, telah menjadi tuntutan yang tidak dapat ditawar.
Perencanaan yang partisipatif juga telah menjadi tuntutan dalam proses penataan
ruang.
Walaupun Pemerintah Kota Cilegon mempunyai kewenangan dan kewajiban
dalam penataan dan pembangunan kota, tetapi prosesnya perlu melibatkan
berbagai kelompok masyarakat, antara lain lembaga non-pemerintah, asosiasi
profesi dan usaha, pendidikan tinggi, badan hukum, dunia usaha, dan masyarakat
lainnya. Paradigma penting yang sudah dianut oleh semua negara adalah
pembangunan berkelanjutan. Konsep ini bertumpu pada tujuan pembangunan di
satu sisi, dan pengendalian atau pembatasan dampak negatif kegiatan manusia
terhadap alam di sisi lainnya. Pada awalnya, konsep ini berpijak hanya
pada kemampuan daya dukung alam pada skala makro, tetapi kemudian
berkembang pada keberlanjutan sosial dan ekonomi. Beberapa paradigma
pembangunan lainnya yang dikemukakan oleh UNDP tahun 1994 dan penting
diperhatikan dalam penataan ruang antara lain keterlibatan kelompok minat,
koordinasi vertikal dan horizontal, kelayakan pembiayaan, subsidiaritas, dan
interaksi perencanaan fisik dan ekonomi.
Pengaruh internasional juga patut dipertimbangkan dampaknya terhadap
perkembangan Kota Cilegon. Era globalisasi yang sudah semakin dekat dan
nyata mulai harus dihadapi, antara lain dengan akan diberlakukannya ketentuan
World Trade Organization (WTO), Asean Free Trade Agreement (AFTA), NAFTA,
dan lain-lain. Perkembangan informasi teknologi yang sangat cepat juga
mempengaruhi perkembangan dunia menjadi tanpa batas.
Dalam konteks nasional adanya perubahan rujukan sistem perencanaan,
mengakibatkan RTRW Kota Cilegon perlu disusun kembali. Pada waktu RTRW
Kota Cilegon Tahun 2001 dibuat masih mengacu pada RTRW Provinsi Jawa Barat,
mengingat Provinsi Banten baru terbentuk pada Tahun 2002 dan belum
memiliki RTRW Provinsi. Selain itu, penyusunan RTRW Kota Cilegon semata-mata
didasarkan pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan
Ruang; dengan acuan prosedural penyusunan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota. Kedua rujukan
tersebut pada dasarnya masih menganut sistem perencanaan top-down,
dimana kedudukan rencana tata ruang bersifat hirarkis.
Dewasa ...
- 4 -
Dewasa ini terdapat rujukan-rujukan baru dalam sistem perencanaan, karena
adanya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999), dan Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Terkait dengan prosedur penyusunan rencana tata ruang, secara teknis telah ada
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor: 17/PRT/M/2009) yang memberi arahan tentang
ketentuan teknis muatan RTRW Kota serta proses dan prosedur penyusunan RTRW
Kota.
Berdasarkan RTRW Nasional (Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008),
Kota Cilegon ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang berfungsi
sebagai kota pusat pertumbuhan nasional. Selanjutnya juga dijelaskan bahwa Kota
Cilegon merupakan pusat utama untuk Kawasan Andalan Bojonegara – Merak –
Cilegon, dimana sektor unggulan kawasan ini adalah industri, pariwisata, pertanian,
perikanan, dan pertambangan. Kota Cilegon sebagai potensi inlet-outlet terhadap
lokasi pasar dunia, dimana secara geografis Kota Cilegon memiliki akses langsung
terhadap Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I yang didukung oleh keberadaan
21 pelabuhan umum dan khusus. ALKI yang merupakan salah satu jalur pelayaran
internasional menjadi salah satu acuan pengembangan inlet-outlet wilayah
nasional, yaitu dalam meningkatkan aksesibilitas terhadap lokasi pasar dunia. Peran
penting Kota Cilegon sebagai inlet-outlet di tingkat nasional di sisi lain ditunjukkan
dengan kinerja bongkar muat barang antar pulau dan luar negeri pada Pelabuhan
Khusus dan Umum yang ada di Kota Cilegon.
Kota Cilegon sebagai simpul sistem transportasi Jawa-Sumatera, melalui
posisi seperti ini Kota Cilegon turut menentukan pertumbuhan dan perkembangan
wilayah di kedua pulau besar tersebut. Dalam sektor transportasi misalnya,
keberadaan Pelabuhan Merak menjadi penentu roda perekonomian yang bergerak
dari Pulau Jawa ke Sumatera dan sebaliknya, khususnya dalam menjamin
kelancaran distribusi arus barang dan manusia. Disamping itu, keberadaan Jalan Tol
Merak-Jakarta semakin meningkatkan aksesibilitas eksternal Kota Cilegon, baik
dengan ibukota negara (Jakarta) maupun wilayah-wilayah di Pulau Jawa lainnya.
Kota Cilegon dalam konstelasi pembangunan Pulau Jawa sebagaimana
tertuang dalam RTR Pulau Jawa-Bali memiliki kedudukan dan peran penting yang
antara lain digambarkan melalui penetapan Kota Cilegon sebagai pusat pelayanan
sekunder jasa pemerintahan dan industri manufaktur serta pengolahan, pariwisata
bahari, serta sebagai salah satu simpul dalam arahan pola pengelolaan sistem
jaringan jalan rel KA di Jawa-Bali dan sistem jaringan prasarana energi dan tenaga
listrik yang diprioritaskan penanganannya.
Kota ...
- 5 -
Kota Cilegon dalam beberapa tahun terakhir ini telah mengalami
perkembangan yang luar biasa. Perkembangan dimaksud bukan saja terjadi dalam
aspek ekonomi ataupun sosial, tetapi juga dalam aspek pemanfaatan ruang kota.
Pertumbuhan sosial, ekonomi dan pemanfatan ruang yang pesat tersebut
menyebabkan pengendalian perkembangan kota menjadi semakin semakin sulit
sehingga banyak terjadi ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dengan Rencana
Umum Tata Ruang Kota yang telah ditetapkan.
Mempertimbangkan berbagai hal di atas, maka Pemerintah Kota Cilegon
perlu meningkatkan kemampuan manajerial dalam pengelolaan pembangunan kota.
Pembangunan kota harus dilakukan dengan lebih terpadu, menyeluruh, efisien,
efektif, ekonomis, tepat waktu dan tepat sasaran dengan memilih strategi dan
kebijakan pembangunan yang tepat dalam pemanfaatan sumber daya, maupun
sumber dana, serta penyediaan dan pengaturan ruang yang lebih optimal.
Oleh karenanya, pengembangan dan penataan ruang kota yang lebih terarah
melalui RTRW Kota perlu dilakukan secara terpadu dan menyeluruh sebagai bagian
dari strategi untuk meningkatkan kinerja pemerintahan dan pembangunan,
menciptakan kondisi lingkungan yang lebih baik, maupun meningkatkan kinerja
pelayanan publik
Untuk menghadapi berbagai perubahan dan paradigma yang berkembang,
penataan ruang Kota Cilegon perlu mendapat perhatian yang serius. RTRW Kota
Cilegon yang akan memandu perkembangan dan mengikat pemerintah Kota dan
masyarakat secara hukum pada 20 tahun mendatang perlu disempurnakan agar
menjadi pedoman yang rasional dan sah.
RTRW Kota Cilegon merupakan matra spasial dari pembangunan di bidang
ekonomi dan pembangunan bidang sosial budaya. Oleh karena itu, penataan ruang
di Kota Cilegon merupakan implementasi dari keterpaduan pembangunan di bidang
ekonomi dan sosial budaya. Sebagai wadah bagi kegiatan pembangunan ekonomi
dan sosial budaya itu, maka pemanfaatan ruang harus dilakukan secara serasi,
selaras, dan seimbang serta berkelanjutan. Pemanfaatan ruang secara serasi,
selaras, dan seimbang adalah kegiatan dalam penataan ruang yang harus dapat
menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan struktur dan
pola pemanfaatan ruang, sedangkan yang dimaksud dengan pemanfaatan ruang
yang berkelanjutan kegiatan dalam penataan ruang yang harus dapat menjamin
kelestarian dan kemampuan daya dukung sumber daya alam.
II. Pasal ...
- 6 -
II. Pasal Demi Pasal
Pasal 1
Istilah-istilah yang dirumuskan dalam pasal ini dimaksudkan untuk memberikan
kesamaan pengertian dalam Peraturan Daerah ini.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 4
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Yang dimaksud dengan “kebijakan penataan ruang wilayah” adalah rangkaian
konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar dalam pemanfaatan ruang
darat, laut, dan udara termasuk ruang di dalam bumi untuk mencapai tujuan
penataan ruang.
Pasal 7
Yang dimaksud dengan “strategi penataan ruang wilayah” adalah langkah-langkah
pelaksanaan kebijakan penataan ruang.
ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan fasilitas atau prasarana minimum disini adalah
segala fasilitas dan/atau prasarana penunjang kegiatan industri yang
harus ada dalam suatu kawasan perindustrian antara lain Ruang Terbuka
Hijau (RTH)/pertamanan, jalan lingkungan, penerangan jalan, drainase,
IPAL, dll.
Huruf ...
- 7 -
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
ayat ...
- 8 -
ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf ...
- 9 -
Huruf d
Sumber air baku Kota Cilegon sebagian besar berasal dari sumber mata air
di Kawasan Rawa Danau Kabupaten Serang. Untuk itu perlu kerjasama
antara Pemerintah Kota Cilegon dan Pemerintah Kabupaten Serang dalam
hal pelestarian kawasan sumber mata air tersebut.
ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Intensifikasi RTH dilakukan dengan pemilihan jenis tanaman, letak
tanaman, ruang antar permukiman, dan lain-lain. Selain itu dilakukan juga
diantaranya melalui penataan ulang taman dan/atau jalur hijau.
Sedangkan ekstensifikasi RTH dilakukan dengan cara menambah luas
lahan RTH dari yang sudah ada.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
ayat (8)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf ...
- 10 -
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
ayat (9)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
ayat (10)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
ayat (11)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
ayat ...
- 11 -
ayat (12)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Kegiatan budi daya unggulan merupakan kegiatan yang menjadi
penggerak utama perekonomian kawasan dan wilayah sekitarnya.
Agar kegiatan budi daya unggulan dapat berkembang dengan baik, perlu
dikembangkan prasarana dan sarana pendukung seperti jaringan jalan, air
bersih, jaringan listrik, dan telekomunikasi yang dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut dan di wilayah sekitarnya.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
ayat (13)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 8
ayat (1)
Yang dimaksud dengan “rencana struktur ruang” adalah gambaran struktur
ruang yang dikehendaki untuk dicapai pada akhir tahun rencana, yang
mencakup struktur ruang yang ada dan yang akan dikembangkan.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal ...
- 12 -
Pasal 9
ayat (1)
BWK disusun menurut fungsi dan karakteristiknya sehingga pengembangan
BWK yang meliputi penetapan fungsi pengembangan masing-masing BWK
berdasarkan penilaian kondisi sekarang dan antisipasi perkembangan di masa
yang akan datang dapat mewujudkan pelayanan sarana prasarana yang
efektif dan efisien, yang persebarannya disesuaikan dengan jenis dan tingkat
kebutuhan yang ada.
ayat (2)
Rencana rinci yang dimaksud adalah Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
dan/atau rencana tata ruang kawasan strategis kota. Rencana rinci ini disusun
sebagai perangkat operasional rencana tata ruang kota.
ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 10
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 11
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Sistem jaringan transportasi darat merupakan sistem yang memperlihatkan
keterkaitan kebutuhan dan pelayanan transportasi antar kawasan dan antar
wilayah dalam ruang wilayah Kota Cilegon.
Pengembangan sistem ini dimaksudkan untuk menciptakan keterkaitan antar
pusat pelayanan serta mewujudkan keselarasan dan keterpaduan antara pusat
pelayanan kegiatan dengan sektor kegiatan ekonomi masyarakat.
ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal ...
- 13 -
Pasal 12
ayat (1)
Klasifikasi jalan umum di Indonesia terbagi berdasarkan sistem, fungsi, status,
dan kelas. Berdasarkan sistem, jalan umum terdiri dari jalan primer dan jalan
sekunder. Berdasarkan fungsinya jalan diklasifikasikan menjadi jalan arteri,
kolektor, lokal, dan lingkungan. Jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten,
jalan kota, dan jalan desa adalah klasifikasi jalan berdasarkan status.
Sedangkan klasifikasi jalan berdasarkan kelasnya hanya meliputi jalan bebas
hambatan. Definisi, ciri-ciri dan ketentuan teknisnya telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, dan Peraturan
Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan.
ayat (2)
Jalan primer adalah jalan yang menghubungkan secara menerus Pusat
Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), Pusat Kegiatan Lokal
(PKL) sampai ke Pusat Kegiatan Lingkungan (PKLing); dan menghubungkan
antar PKN.
ayat (3)
Jalan sekunder adalah jalan yang menghubungkan secara menerus kawasan
yang memiliki fungsi primer, sekunder kesatu, sekunder kedua, dan
seterusnya sampai ke persil.
ayat (4)
Huruf a
Pemeliharaan rutin jalan merupakan kegiatan merawat serta memperbaiki
kerusakan-kerusakan yang terjadi pada ruas-ruas jalan dengan kondisi
pelayanan mantap. Jalan dengan kondisi pelayanan mantap adalah ruas-
ruas jalan dengan umur rencana yang dapat diperhitungkan serta
mengikuti suatu standar tertentu.
Huruf b
Pemeliharaan berkala jalan merupakan kegiatan penanganan terhadap
setiap kerusakan yang diperhitungkan dalam desain agar penurunan
kondisi jalan dapat dikembalikan pada kondisi kemantapan sesuai dengan
rencana.
Huruf ...
- 14 -
Huruf c
Rehabilitasi jalan merupakan kegiatan penanganan terhadap setiap
kerusakan yang tidak diperhitungkan dalam desain, yang berakibat
menurunnya kondisi kemantapan pada bagian/tempat tertentu dari suatu
ruas jalan dengan kondisi rusak ringan, agar penurunan kondisi
kemantapan tersebut dapat dikembalikan pada kondisi kemantapan sesuai
dengan rencana.
Huruf d
Yang dimaksud peningkatan struktur jalan merupakan kegiatan
penanganan untuk dapat meningkatkan kemampuan ruas-ruas jalan
dalam kondisi tidak mantap atau kritis agar ruas-ruas jalan tersebut
mempunyai kondisi pelayanan mantap sesuai dengan umur rencana yang
ditetapkan.
Sedangkan peningkatan kapasitas jalan merupakan penanganan jalan
dengan pelebaran perkerasan, baik menambah maupun tidak menambah
jumlah lajur.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Dalam membangun jaringan jalan baru dihindari persimpangan dengan rel
kereta api. Meminimalisir persilangan jalan dengan jaringan rel kereta api
dimaksudkan untuk meminimalisir konflik lalu lintas pada saat kereta
lewat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pembuatan fly over di atas
jaringan kereta tersebut atau under pass di bawah jaringan rel kereta api.
Huruf j
Kegiatan parkir yang ada di badan jalan terutama pada kawasan yang
rawan kemacetan akan dikurangi untuk kemudian dihilangkan. Setiap
kegiatan yang berada di sepanjang jaringan jalan diwajibkan untuk
menyediakan lahan parkir sehingga tidak ada lagi kegiatan parkir di badan
jalan.
Huruf ...
- 15 -
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Pasal 13
ayat (1)
Pembagian tipe terminal mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ).
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 16
ayat (1)
Huruf a
Jaringan jalur kereta api Merak – Rangkas Bitung – Jakarta ini
menghubungkan Kota Cilegon dengan kota-kota sekitar, yakni Serang,
Rangkasbitung, Tangerang, dan Jakarta.
Huruf b
Cukup Jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal ...
- 16 -
Pasal 17
ayat (1)
Huruf a
ALKI merupakan alur laut yang ditetapkan sebagai alur untuk pelaksanaan
hak lintas alur laut kepulauan berdasarkan konvensi hukum laut
internasional. ALKI ditetapkan untuk menghubungkan 2 (dua) perairan
bebas, yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
ALKI I melintasi Laut Cina Selatan – Selat Karimata – Laut Jawa – Selat
Sunda.
Huruf b
Pelabuhan pengumpul diselenggarakan guna mewujudkan sistem
transportasi laut yang handal dan berkemampuan tinggi dalam rangka
menunjang pembangunan nasional.
Kriteria teknis pelabuhan pengumpul ditetapkan oleh menteri yang tugas
dan tanggung jawabnya di bidang transportasi laut.
Huruf c
Terminal untuk kepentingan sendiri dikembangkan untuk menunjang
pengembangan kegiatan atau fungsi tertentu (kegiatan perindustrian,
pertambangan, perikanan, atau kegiatan lainnya yang dalam pelaksanaan
usaha pokoknya memerlukan fasilitas pelabuhan).
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal ...
- 17 -
Pasal 20
Huruf a
Jaringan terestrial meliputi jaringan mikro digital, fiber optic (serat optik),
mikro analog, dan kabel laut.
Yang dimaksud jaringan satelit merupakan piranti komunikasi yang
memanfaatkan teknologi satelit.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 21
ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan air baku adalah air yang dapat dipergunakan
untuk keperluan air bersih, industri, pertanian, penggelontoran, dan
kelistrikan.
Sumber air baku Waduk Krenceng merupakan Instalasi Pengolahan Air
milik PT. Krakatau Steel/PT. KS (Perusahaan Air Minum PT. Krakatau Tirta
Industri/PT. KTI) yang airnya berasal dari sumber air baku Rawa Danau,
Kabupaten Serang.
PDAM Cilegon sementara ini tidak melakukan pengolahan air melainkan
memanfaatkan air hasil olahan PT. KTI.
Huruf b
Bahwa Daerah Irigasi Kedung Ingas (1.455 Ha) merupakan kewenangan
Provinsi Banten dan Daerah Irigasi Cibeber (21 Ha) merupakan
kewenangan Kota Cilegon.
Huruf c
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal ...
- 18 -
Pasal 22
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan sistem terpisah seluruhnya (completely separate
system) adalah dengan memisahkan saluran antara sistem penyaluran air
hujan dan air buangan (limbah). Air limbah akan disalurkan melalui
saluran tertutup (perpipaan).
Huruf b
Pengelolaan tinja yang akan dikembangkan adalah dengan membuat
Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) secara komunal pada setiap
lingkungan permukiman.
Huruf c
Untuk pembangunan perumahan baru, para developer disyaratkan untuk
membuat IPLT sedangkan perumahan yang sudah ada secara bertahap
untuk merubah sistem septic tank menjadi sistem komunal.
Huruf d
Total lahan seluas 50 (lima puluh) hektar meliputi lokasi pengelolaan
limbah B3 dan kawasan penyangga/buffer zone.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “kriteria teknis” adalah persyaratan teknis untuk
pembangunan fisik kawasan tempat pengelolaan limbah B3 dan
pengelolaan limbah B3 sesuai dengan ketentuan pengelolaan limbah B3.
Kriteria desain tempat pengelolaan limbah B3 adalah:
1. Dapat melindungi masyarakat di sekitar lokasi pengelolaan limbah B3
serta para pekerjanya dari pencemaran lingkungan akibat kegiatan
yang dilakukan.
2. Sesuai ...
- 19 -
2. Sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku yaitu
Keputusan Kepala Bapedal No. 4 Tahun 1995 tentang Simbol dan
Label Bahan Berbahaya dan Beracun.
3. Mempunyai efektivitas pengolahan yang baik dalam menetralkan
limbah yang ditampung dari industri sehingga dapat menghasilkan
bahan produk yang bisa digunakan kembali untuk industri.
4. Teknologi pengolahan dapat mengurangi limbah padat yang tidak
dapat diolah lagi sehingga dapat mengurangi volume limbah padat
yang di landfill.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud “ketentuan yang berlaku” adalah semua ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tata laksana
pengawasan pengelolaan limbah B3.
ayat (4)
Yang dimaksud dengan Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS)
adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang,
pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
Sedangkan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) adalah tempat untuk memroses
dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia
dan lingkungan.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf …
- 20 -
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan konsep daur ulang, pemanfaatan kembali,
pengurangan (recycle-reuse-reduce) adalah suatu konsep untuk
meminimalkan jumlah sampah menuju zero waste, konsep dimulai dari
pemilahan sumber sampah yang dilakukan dengan mendesain bak
sampah sehingga memudahkan sampah untuk digunakan kembali (reuse),
pengurangan jumlah sampah, dan dilanjutkan dengan mendaur ulang
sampah di tempat lain. Penerapan konsep ini juga dilakukan di TPS dan
TPA.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Penyelenggaraan pengelolaan sampah antara lain berupa penyediaan
tempat penampungan sampah, alat angkut sampah, tempat
penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, dan/atau
tempat pemrosesan akhir sampah.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
ayat (5)
Cukup jelas.
ayat (6)
Cukup jelas.
ayat (7)
Jalur evakuasi yang dimaksud meliputi:
1. Untuk menuju lokasi evakuasi I yang dipusatkan di SD Kampung Baru Kab.
Serang, jalur evakuasi melalui akses jalur Jl. Cilodan/Sriwi Kec. Ciwandan
yang melewati perbatasan antara Kota Cilegon – Kab. Serang berjarak + 2
Km dari jalur Jalan Utama/Jalan Nasional;
2. Untuk …
- 21 -
2. Untuk menuju lokasi evakuasi II yang dipusatkan di Kampung Kopo Kidul,
jalur evakuasi melalui akses jalur Jl. Kawasan Pancapuri dan Akses Jalur Jl.
Ciromo-Kopolandeuh (Jl. Sunan Demak) berjarak + 2 Km dari jalur Jalan
Utama/Jalan Nasional;
3. Untuk menuju lokasi evakuasi III yang dipusatkan di Kantor Desa/MTs
Randakari, jalur evakuasi melalui akses jalur Jl. Randakari (Sukasari-Sasak
Asem) dan Akses Jalur Jl. Kp. Warung Kara-Umbul Burak berjarak + 1,2
Km dari jalur Jalan Utama/Jalan Nasional;
4. Untuk menuju lokasi evakuasi IV yang dipusatkan di Kp. Karang Jetak Lor
(Kubang Sari), jalur evakuasi melalui akses jalur Jl. Mudakir (Meluar-
Warung Juwet-Buah Kopek-Panauwan-Ciriu) dan Akses jalan lain menuju
lokasi berjarak + 2 Km dari jalur Jalan Utama/Jalan Nasional;
5. Untuk menuju lokasi evakuasi V yang dipusatkan di SD Walikukun (Lebak
Denok), jalur evakuasi melalui akses jalur Jl. Ir. Sutami (Krenceng-
Batukuda), Jl. H. Agus Salim, Jl. Kp.Leuweung Sawo, Delingseng, Kepuh
Denok menuju lokasi berjarak + 3 Km dari jalur Jalan Utama/Jalan
Nasional;
6. Untuk menuju lokasi evakuasi VI yang dipusatkan di SD Lebak Gebang
(Bagendung) Kec. Cilegon, jalur evakuasi melalui akses Jl. Temu Putih,
Ciwedus, arah TPA Bagendung menuju lokasi berjarak + 4 Km dari jalur
Jalan Utama/Jalan Nasional;
7. Untuk menuju lokasi evakuasi VII yang dipusatkan di TPU Cikerai Kec.
Cibeber, jalur evakuasi melalui akses jalur Jl. Tb. Ismail, Jl. Pagebangan,
arah TPA Bagendung menuju lokasi berjarak + 4 Km dari jalur Jalan
Utama/Jalan Nasional;
8. Untuk menuju lokasi evakuasi VIII yang dipusatkan di Kab. Serang
(Waringin Kurung), jalur evakuasi melalui akses jalur Jalan Serdang Kab.
Serang;
9. Untuk menuju lokasi evakuasi IX yang dipusatkan di SD Pecinaan (Tegal
Bunder), jalur evakuasi melalui akses jalur Jl. Sumampir, Kebondalem,
Purwakarta, Pabean menuju lokasi berjarak + 3 Km;
10. Untuk menuju lokasi evakuasi X yang dipusatkan di SD Gerem 3 Kec.
Grogol, jalur evakuasi melalui akses utama (Jl. H. Leman) berjarak + 1,2
Km;
11. Untuk menuju lokasi evakuasi XI yang dipusatkan di Lapangan Terbuka,
jalur evakuasi melalui akses Jl. Statomer-Cikuasa berjarak + 1,2 Km;
12. Untuk ...
- 22 -
12. Untuk menuju lokasi evakuasi XII yang dipusatkan di Daerah Terbuka, jalur
evakuasi melalui akses Jl. Puskesmas Merak, Jl. Pasar Baru Merak, Jl.
Merdeka, dan Jl. Langon 2 menuju ke lokasi berjarak + 1,6 Km;
13. Untuk menuju lokasi evakuasi XIII yang dipusatkan di Lapangan Terbuka,
jalur evakuasi melalui akses Jl. Kp. Cipala menuju ke lokasi berjarak + 1,2
Km;
14. Untuk menuju lokasi evakuasi XIV yang dipusatkan di SD Pulorida (Lebak
Gede), jalur evakuasi melalui akses Jl. Kp. Temposo menuju ke lokasi
berjarak + 0,8 Km; dan
15. Untuk menuju lokasi evakuasi XV yang dipusatkan di Lapangan Terbuka
(Kel. Suralaya), jalur evakuasi melalui akses Jl. Ki Kahal menuju ke lokasi
berjarak + 2,1 Km.
ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 23
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 24
ayat (1)
Kawasan lindung dapat diterapkan untuk mengatasi dan mengantisipasi
ancaman kerusakan lingkungan saat ini dan pada masa yang akan datang
akibat kurangnya kemampuan perlindungan wilayah yang ada.
Penetapan suatu kawasan berfungsi lindung wajib memperhatikan
penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (P4T) yang ada
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pertanahan.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat ...
- 23 -
ayat (3)
Yang dimaksud dengan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap
kawasan bawahannya adalah kawasan resapan air di wilayah Cilegon Utara
(Kecamatan Pulomerak) dan Cilegon Selatan (Kecamatan Ciwandan). Kawasan
resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk
meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer)
yang berguna sebagai sumber air. Perlindungan terhadap kawasan resapan
air, dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan
pada daerah tertentu untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan
pengendalian banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang
bersangkutan.
Kriteria kawasan resapan air adalah:
a. kawasan dengan curah hujan rata-rata lebih dari 1.000 mm per tahun;
b. lapisan tanahnya berupa pasir halus berukuran minimal 1/16 mm;
c. mempunyai kemampuan meluluskan air dengan kecepatan lebih dari 1
meter per hari;
d. kedalaman muka air tanah lebih dari 10 meter terhadap muka tanah
setempat;
e. kelerengan lebih dari 15 %; dan
f. kedudukan muka air tanah dangkal lebih tinggi dari kedudukan muka air
tanah dalam.
ayat (4)
Yang dimaksud dengan jalur sempadan pantai dan/atau sungai adalah seluruh
tepian pantai dan/atau sungai/kali yang ada di Kota Cilegon.
Perlindungan terhadap jalur sempadan sungai dilakukan untuk melindungi
fungsi sungai dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu dan merusak
kondisi sungai dan mengamankan aliran sungai.
Kriteria jalur sempadan sungai adalah:
a. sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul di luar
kawasan perkotaan dan 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul di
dalam kawasan perkotaan;
b. sekurang-kurangnya 100 meter di kanan kiri sungai besar dan 50 meter di
kanan kiri sungai kecil yang tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan;
c. sekurang-kurangnya ...
- 24 -
c. sekurang-kurangnya 10 meter dari tepi sungai untuk sungai yang
mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 meter;
d. sekurang-kurangnya 15 meter dari tepi sungai untuk sungai yang
mempunyai kedalaman lebih dari 3 meter sampai dengan 20 meter;
e. sekurang-kurangnya 30 meter dari tepi sungai untuk sungai yang
mempunyai kedalaman lebih dari 20 meter.
Ketentuan garis sempadan sungai diatur lebih lanjut oleh Peraturan Daerah
yang berlaku.
Kriteria kawasan perlindungan setempat untuk kawasan sekitar danau
buatan/waduk dan situ yaitu daratan sepanjang tepian danau buatan/waduk
dan situ yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau
antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Kriteria kawasan perlindungan setempat untuk kawasan sekitar mata air yaitu
kawasan di sekitar mata air dengan jari-jari sekurang-kurangnya 200 meter.
Kawasan di bawah SUTT dan SUTET adalah seluruh kawasan di bawah tower
SUTT dan SUTET yang ada di Kota Cilegon.
Kriteria kawasan di bawah SUTT dan SUTET diatur dalam Peraturan Menteri
Energi dan Sumber daya Mineral.
ayat (5)
RTH terdiri dari RTH Publik dan RTH Privat.
RTH publik merupakan RTH yang dikelola oleh pemerintah kota yang
digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Proporsi RTH publik
paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dari luas wilayah kota, untuk
menjamin keseimbangan ekosistem kota sehingga meningkatkan ketersediaan
udara bersih dan meningkatkan estetika kota.
RTH privat meliputi kebun atau halaman rumah/gedung milik
masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan, proporsi RTH privat paling
sedikit 10 % (sepuluh persen) dari luas wilayah kota. Penyediaan RTH privat
dilaksanakan untuk meningkatkan fungsi dan proporsi RTH di kota,
pemerintah, masyarakat, dan swasta didorong untuk menanam tumbuhan di
dalam areal lahan miliknya dan/atau di atas bangunan gedung.
Pada ruang-ruang privat yang luasan RTH-nya kurang dari 10 % (sepuluh
persen) dari luas lahan yang dikuasai, harus dilakukan upaya peningkatan luas
RTH hingga mencapai tingkat paling sedikit 10 % (sepuluh persen).
Pada ...
- 25 -
Pada ruang-ruang privat (khususnya ruang di dalam kawasan perindustrian
dan sekitarnya) dengan luasan RTH lebih dari 10 % (sepuluh persen), perlu
dilakukan upaya agar luas RTH tersebut tidak berkurang atau dipertahankan
guna meminimalisir dampak pencemaran udara.
Pada kondisi ekosistem tertentu dimana keberlanjutan lingkungan hidup
mensyaratkan keberadaan RTH lebih besar seperti pada daerah sekitar
kawasan perindustrian, maka dalam rencana rinci tata ruang dan atau site
plan kawasan ditetapkan proporsi luas RTH sesuai dengan kondisi ekosistem
tersebut.
Pengadaan RTH taman kota, RTH taman lingkungan, dan RTH tempat
pemakaman umum sesuai dengan standar prasarana kota dan besaran/lokasi
yang ditetapkan dalam rencana tata ruang.
Taman kota adalah rencana taman di eks pasar baru di Kecamatan Jombang.
Taman lingkungan adalah seluruh taman yang ada di dalam kawasan
perumahan (developer) maupun di dalam permukiman penduduk, taman di
dalam areal perkantoran, dan kawasan industri.
TPU adalah TPU Cikerai dan TPU Makam Balung di Kecamatan Citangkil, serta
seluruh TPU kecil yang tersebar di dalam lingkungan permukiman penduduk.
Jalur sempadan jalan kereta api adalah seluruh kawasan di sisi kiri dan kanan
rel kereta api yang ada di Kota Cilegon.
Kriteria jalur sempadan jalan kereta api yaitu kawasan di sisi kiri dan kanan rel
kereta api dengan jarak sekurang-kurangnya 20 meter.
Sempadan jalan dan jalan bebas hambatan diatur oleh pengelolaan jalan
sesuai dengan rancangan teknis dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan intensifikasi dan ekstensifikasi RTH adalah
sebagaimana dapat dilihat pada penjelasan Pasal 7 ayat (7) huruf b.
Huruf ...
- 26 -
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
ayat (6)
Cukup jelas.
ayat (7)
Yang dimaksud dengan kawasan cagar budaya yaitu tempat serta ruang di
sekitar bangunan bernilai budaya tinggi dan situs yang mempunyai manfaat
tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Fungsi bangunan pada
kawasan ini dapat berubah dengan mempertahankan bentuk asli bangunan.
ayat (8)
Cukup jelas.
ayat (9)
Cukup jelas.
ayat (10)
Cukup jelas.
Pasal 25
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Kawasan budi daya menggambarkan kegiatan dominan yang berkembang di
dalam kawasan tersebut. Dengan demikian, masih dimungkinkan keberadaan
kegiatan budi daya lainnya di dalam kawasan tersebut. Sebagai contoh, pada
peruntukan kawasan perindustrian dapat dikembangkan perumahan untuk
para pekerja di kawasan peruntukan industri.
Peruntukan ...
- 27 -
Peruntukan kawasan budi daya dimaksudkan untuk memudahkan pengelolaan
kegiatan termasuk dalam penyediaan prasarana dan sarana penunjang,
penanganan dampak lingkungan, penerapan mekanisme insentif, dan
sebagainya. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penyediaan
prasarana dan sarana penunjang kegiatan akan lebih efisien apabila kegiatan
yang ditunjangnya memiliki besaran yang memungkinkan tercapainya skala
ekonomi dalam penyediaan prasarana dan sarana. Peruntukan kawasan budi
daya disesuaikan dengan kebijakan pembangunan.
Pasal 26
ayat (1)
Kawasan perumahan harus dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan, serta tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan
kerja terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga
fungsi perumahan tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna.
ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pengembangan secara vertikal” adalah
pengembangan ruang secara tegak lurus baik di atas permukaan tanah
maupun di dalam bumi dengan batas geometri tertentu yang disesuaikan
dengan kondisi geografis daerah.
Pengembangan ke arah vertikal harus mempertimbangkan dimensi fisik dan
non fisik.
Dimensi fisik antara lain meliputi karakteristik lahan, topografi, dan daya
dukung lahan.
Dimensi non fisik antara lain meliputi ekonomi, sosial, dan budaya.
Untuk mewujudkan pengembangan permukiman secara vertikal dapat
dilakukan berdasarkan Kasiba dan Lisiba.
Pengembangan secara vertikal meliputi rumah susun dengan ketinggian
maksimum 5 lantai, apartemen rendah dengan ketinggian sampai 8 lantai, dan
apartemen tinggi dengan ketinggian lebih dari 8 lantai. Prasarana yang harus
dipertimbangkan terutama ketersediaan kapasitas prasarana jalan dan air
bersih.
ayat (3)
Cukup Jelas.
ayat ..
- 28 -
ayat (4)
Peremajaan kota (urban renewal) merupakan kegiatan untuk memperbaiki
daerah kota; dengan maksud agar dapat meningkatkan pemanfaatan daerah-
daerah yang dirasakan sudah kurang menguntungkan bagi kehidupan sosial
dan penghidupan ekonomi kota.
Pembangunan kembali kota (urban redevelopment) merupakan pengaturan
dan pembangunan kembali lahan kota; berupa upaya meningkatkan manfaat
lahan bagi masyarakat maupun pemerintah kota.
Lokasi yang dimaksud adalah lokasi yang teridentifikasi sebagai kawasan
kumuh (berdasarkan kajian Penyusunan Pola dan Strategi Penataan
Permukiman Kumuh Kota Cilegon) yaitu:
1. RW. 02 Cibeber Barat Kel. Cibeber Kec. Cibeber
2. RW. 04 Kel. Ketileng Kec. Cilegon
3. RW. 02 Kel. Banjarnegara Kec. Ciwandan
4. RW. 05 Medaksa Kel. Tamansari Kec. Pulomerak
5. RW. 03 Pecak Kel. Gedongdalem Kec. Jombang
6. RW. 03 Kel. Panggungrawi Kec. Jombang
7. RW. 03 Kp. Priuk Kel. Sukmajaya Kec. Jombang
8. RW. 02 Teratai Udik Kel. Masigit Kec. Jombang
9. RW. 01 Kubang Lampit Kel. Tegal bunder Kec. Purwakarta
10. Link. Ciore Wetan Kel. Kotasari dan Grogol Kec. Grogol
11. Link. Kagungan RW. 06 Kel. Gerem Kec. Grogol
12. Link. Kagungan RW. 07 Cupas Wetan Kel. Gerem Kec. Grogol
13. Link. Sukaseneng RW. 01 dan 02 Kel. Tamansari Kec. Pulomerak
ayat (5)
Ketentuan pembangunan Kasiba dan Lisiba yang berdiri sendiri diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang Kasiba dan Lisiba.
ayat (6)
Cukup jelas.
ayat (7)
Cukup jelas.
ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal ...
- 29 -
Pasal 27
ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang termasuk jasa profesional adalah pengacara, dokter, psikolog, dan
sejenisnya.
Yang termasuk jasa perdagangan terdiri dari ekspor-impor, perdagangan
berjangka, dan sejenisnya.
Yang termasuk jasa keuangan terdiri dari perbankan, asuransi, lembaga
keuangan non bank, pasar modal, dan sejenisnya.
Huruf g
Yang termasuk jasa pariwisata terdiri dari agen dan biro perjalanan,
penginapan, dan sejenisnya.
Huruf h
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 28
Kawasan perindustrian dimaksudkan untuk mengarahkan agar kegiatan industri
dapat berlangsung secara efisien dan produktif, mendorong pemanfaatan sumber
daya setempat, pengendalian dampak lingkungan,dan sebagainya.
ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf ...
- 30 -
Huruf b
Industri kecil dan menengah yang tidak menimbulkan dampak negatif
yang dimaksud adalah industri yang tidak mengkonsumsi banyak air
(terutama air tanah dalam), sudah memiliki instalasi pengolahan limbah,
dan tidak menimbulkan gangguan lingkungan, seperti bau, bising, dll.
Aglomerasi kegiatan industri kecil dan menengah ke dalam 1 (satu)
kawasan industri tertentu dimungkinkan dengan luasan minimal adalah 5
(lima) hektar seperti yang disyaratkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 29
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Cukup jelas.
ayat (4)
Cukup jelas.
ayat (5)
Cukup jelas.
ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 30
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat ...
- 31 -
ayat (3)
Cukup jelas.
ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 31
Kawasan pariwisata adalah kawasan yang didominasi oleh fungsi kepariwisataan
dapat mencakup sebagian areal dalam kawasan lindung atau kawasan budi daya
lainnya dimana terdapat konsentrasi daya tarik dan fasilitas penunjang pariwisata.
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Cukup jelas.
ayat (4)
Jenis hiburan khusus yang dikendalikan, dibatasi, dan/atau dilarang antara lain
meliputi bar, pub, panti pijat, karaoke, mesin ketangkasan, diskotik, kelab
malam, dan tempat hiburan lainnya diluar fasilitas yang melekat pada fungsi
kegiatan lain selain hotel.
Lebih jelasnya mengenai hiburan khusus ini diatur dalam Peraturan Daerah
tersendiri.
ayat (5)
Cukup jelas.
ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 32
ayat (1)
Huruf a
Yang termasuk dalam kawasan komersial adalah fasilitas rumah toko,
perdagangan grosir dan perkulakan.
Huruf b
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal ...
- 32 -
Pasal 33
Kawasan terminal terpadu merupakan gabungan lokasi 3 (tiga) moda yang terdiri
dari terminal tipe A (angkutan jalan), pelabuhan kapal (angkutan sungai, danau,
dan penyeberangan), dan stasiun kereta api.
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 34
Kawasan peruntukan pertambangan batuan dimaksudkan untuk mengarahkan
agar kegiatan pertambangan dapat berlangsung secara efisien dan produktif tanpa
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Yang dimaksud dengan pertambangan batuan adalah sebagaimana disebut dalam
pasal 2 ayat 2 huruf d PP No 23 tahun 2010, meliputi pumice, tras, toseki,
obsidian, marmer,perlit, tanah diatome, tanah serap (fullers earth), slate, granit,
granodiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, trakhit, leusit, tanah liat, tanah urug,
batu apung, opal, kalsedon, chert, kristal kuarsa, jasper, krisoprase, kayu
terkersikan, gamet, giok, agat, diorit, topas, batu gunung quarry besar, kerikil
galian dari bukit, kerikil sungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir
urug, pasir pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah),
urukan tanah setempat, tanah merah (laterit), batu gamping, onik, pasir laut, dan
pasir yang tidak mengandung unsur mineral logam atau unsur mineral bukan
logam dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan.
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 35
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal ...
- 33 -
Pasal 36
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 37
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan pedagang kreatif lapangan (PKL) adalah kegiatan jasa
dan perdagangan yang tidak bertentangan dengan hukum serta dimiliki dan
diusahakan sendiri dengan menggunakan tempat usaha di ruang terbuka
publik, tidak menetap atau permanen, sarana berdagang tidak berpondasi,
dan menempati persil yang diperuntukan bagi kegiatan ini.
Lokasi ruang publik yang diizinkan untuk dimanfaatkan oleh kegiatan PKL
secara reguler maupun insidental (sewaktu-waktu) ditetapkan oleh Walikota.
Luas untuk kegiatan PKL pada setiap ruang publik yang diizinkan untuk
dimanfaatkan secara reguler oleh UKL dibatasi maksimum 10% dari luas areal;
sedangkan ruang publik yang dapat dimanfaatkan secara insidental oleh PKL
maksimum 50 % dari areal ruang publik.
Pemanfaatan ruang publik untuk kegiatan PKL hanya diperbolehkan pada
waktu yang ditetapkan oleh Walikota.
Ketentuan lainnya yang harus diatur adalah batas gangguan yang diizinkan,
ketentuan ketertiban, kebersihan, dan keindahan kota, perlindungan terhadap
fungsi utama ruang publik, serta keamanan dan keselamatan pengguna ruang
publik.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal ...
Pasal 38
- 34 -
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 39
Penetapan kawasan strategis lebih ditekankan pada upaya untuk memacu
perkembangan sektor-sektor strategis yang dapat memberi dampak positif
terhadap pembangunan daerah secara keseluruhan.
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Cukup jelas.
ayat (4)
Cukup jelas.
ayat (5)
Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah
semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
kerjasama pendanaan/pembiayaan dalam pembangunan dan/atau
pengelolaan kawasan strategis.
ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 40
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat ...
- 35 -
ayat (3)
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang sistem perencanaan
pembangunan daerah, keuangan daerah, dan perbendaharaan daerah.
Pasal 41
ayat (1)
Indikasi program utama menggambarkan kegiatan yang harus dilaksanakan
untuk mewujudkan rencana struktur dan rencana pola ruang wilayah.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Cukup jelas.
ayat (4)
Cukup jelas.
ayat (5)
Cukup jelas.
ayat (6)
Cukup jelas.
ayat (7)
Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah
semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
kerja sama pendanaan/pembiayaan dalam pembangunan dan/atau
penyediaan barang publik.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Ketentuan umum peraturan zonasi bertujuan untuk menjamin fungsi kawasan
yang berada di wilayah Kota Cilegon, yang terdiri atas:
b. ketentuan mengenai jenis kegiatan pemanfaatan ruang yang
diperbolehkan pada suatu kawasan;
c. ketentuan ...
- 36 -
c. ketentuan mengenai jenis kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak
diperbolehkan pada suatu kawasan;
d. ketentuan mengenai jenis kegiatan pemanfaatan ruang yang diperbolehkan
dengan persyaratan tertentu pada suatu kawasan; dan/atau
e. ketentuan mengenai tingkat intensitas kegiatan pemanfaatan ruang pada
suatu kawasan.
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 45
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Cukup jelas.
ayat (4)
Cukup jelas.
ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 46
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Pendirian bangunan yang dibatasi adalah pada bangunan permanen.
Bangunan fasilitas umum lainnya yang dapat dibangun pada kawasan lindung
dan RTH adalah bangunan yang apabila dibangun di lokasi lain menjadi tidak
berfungsi seperti jembatan penyeberangan yang melintasi taman di median
jalan dan halte angkutan umum.
Huruf ...
- 37 -
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Prinsip-prinsip teknik penambangan dan kapasitas yang diperkenankan, akan
diatur lebih lanjut dalam peraturan daerah.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud “ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kriteria kawasan
lindung.
Huruf i
Yang dimaksud “kegiatan budi daya yang tidak mengganggu fungsi lindung”
adalah kegiatan yang tidak mengubah bentang alam dan ekosistem alami,
antara lain pembuatan teras untuk meningkatkan konservasi tanah dan air,
pemanfaatan hasil hutan non-kayu seperti buah-buahan, getah, damar,
tengkawang, dan lain-lain dan harus dilakukan tanpa mengurangi fungsi pokok
masing-masing kawasan lindung yang bersangkutan; pembuatan menara
pengawas satwa di taman hutan raya dengan menggunakan konstruksi bambu
atau kayu, sehingga yang berada langsung dipermukaan tanah hanya keempat
kakinya.
Pengertian kegiatan budidaya secara terbatas di kawasan non hutan yang
berfungsi lindung antara lain untuk pembangunan prasarana vital seperti
sistem jaringan listrik, telepon, cek dam, tandon air atau bendung, pemancar
elektronik tetap diperlukan meskipun bangunan tersebut pada kawasan
lindung.
Pasal 47
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat ...
- 38 -
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud sarana penunjang adalah fasilitas pendidikan, kesehatan,
peribadatan, perbelanjaan, taman dan lapangan olahraga.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “standar teknis” adalah standar teknis bangunan
perumahan.
Huruf c
Amplop bangunan yang ditetapkan antara lain, meliputi Garis Sempadan
Bangunan (GSB), Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai
Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Hijau (KDH), dan ketinggian bangunan.
Penetapan tema arsitektur bangunan antara lain, meliputi persyaratan
penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam, keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya,
serta pertimbangan adanya keseimbangan antara nilai-nilai sosial budaya
setempat terhadap penerapan berbagai perkembangan arsitektur dan
rekayasa.
Kelengkapan bangunan yang dapat ditetapkan antara lain, meliputi lahan
parkir, jalan, kelengkapan pemadam kebakaran, dan jalur evakuasi
bencana.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf ...
- 39 -
Huruf h
Yang dimaksud dengan “konsep neighborhood unit” adalah konsep
pengembangan kawasan perumahan lengkap dengan prasarana dan
sarana kebutuhan hidup sehari-hari.
Huruf i
Ketentuan pembangunan KASIBA dan LISIBA yang berdiri sendiri diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang KASIBA dan
LISIBA.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
ayat (4)
Cukup jelas.
ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud “alur pelayaran” adalah bagian dari perairan baik yang
alami maupun buatan yang dari segi kedalaman, lebar, dan hambatan
pelayaran lainnya dianggap aman untuk dilayari.
Huruf ...
- 40 -
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKR)”
adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan yang dipergunakan
secara langsung untuk kegiatan pelabuhan.
Yang dimaksud dengan “Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan
(DLKP)” adalah wilayah perairan di sekeliling DLKR perairan pelabuhan
yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran.
ayat (6)
Cukup jelas.
ayat (7)
Cukup jelas.
ayat (8)
Cukup jelas.
ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 48
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Cukup jelas.
ayat (4)
Cukup jelas.
ayat (5)
Cukup jelas.
ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal ...
- 41 -
Pasal 49
ayat (1)
Prosedur khusus yang dimaksud adalah dengan merubah perda.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 50
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Cukup jelas.
ayat (4)
Cukup jelas.
ayat (5)
Huruf a
Perangkat insentif dan disinsentif yang berkaitan dengan elemen guna
lahan meliputi:
a. dalam bentuk pengaturan atau kebijakan dapat terdiri dari pengaturan
hukum kepemilikan lahan oleh swasta dan pengaturan perizinan;
b. dalam bentuk ekonomi meliputi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan
retribusi perubahan pemanfaatan lahan; serta
c. dalam bentuk pengadaan langsung oleh pemerintah daerah meliputi
pengusahaan lahan oleh Pemerintah.
Huruf b
Perangkat insentif dan disinsentif yang berkaitan dengan pelayanan umum
meliputi:
a. dalam bentuk pengaturan atau kebijakan dapat terdiri dari kekuatan
hukum untuk mengembalikan gangguan/pencemaran dan pengaturan
penyediaan pelayanan umum oleh swasta;
b. dalam ...
- 42 -
b. dalam bentuk ekonomi meliputi pajak kemacetan, pajak pencemaran,
retribusi perizinan, pembangunan, dan biaya dampak pembangunan;
serta
c. dalam bentuk pengadaan langsung oleh pemerintah daerah meliputi
pengadaan barang publik dan pelayanan umum oleh Pemerintah.
Huruf c
Perangkat insentif dan disinsentif yang berkaitan dengan penyediaan
prasarana meliputi:
a. dalam bentuk pengaturan atau kebijakan dapat terdiri dari penyediaan
prasarana seperti AMDAL;
b. dalam bentuk ekonomi antara lain user charge, development exaction
dan initial cost for land consolidation; serta
c. dalam bentuk pengadaan langsung oleh pemerintah daerah meliputi
pengadaan prasarana dan pembangunan fasilitas umum oleh
Pemerintah.
Pasal 51
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 52
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Prasarana vital yang dimaksud meliputi sistem jaringan listrik, telepon, cek
dam, tandon air atau bendung, dan pemancar elektronik tetap diperlukan
meskipun bangunan tersebut pada kawasan lindung.
ayat ...
- 43 -
ayat (3)
Cukup jelas.
ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 55
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 56
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal ...
- 44 -
Pasal 57
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 58
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 59
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 60
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 61
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal ...
- 45 -
Pasal 62
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 63
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 66
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Cukup jelas
Pasal ...
- 46 -
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN 2011 NOMOR 3