Upload
vuque
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG
NOMOR 10 TAHUN 2008
TENTANG
PAJAK KENDARAAN BERMOTOR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR LAMPUNG,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 2 Pasal 2 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, Pajak Kendaraan Bermotor merupakan salah satu
jenis Pajak Provinsi;
b. bahwa berdasarkan Pasal I angka 2 Pasal 4 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, Pajak Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
c. bahwa Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2002
tentang Pajak Kendaraan Bermotor perlu disesuaikan dengan
peraturan perundang-undangan di bidang pemerintahan dan
keuangan daerah serta ketentuan atau tata cara pembentukan
peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, huruf b, dan huruf c diatas, perlu dibentuk dan ditetapkan
kembali PeraturanDaerah tentang Pajak Kendaraan Bermotor;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan
Piutang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2104);
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Pembentukan
Daerah Tingkat I Lampung (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1964 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2688);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor
76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3209);
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 240, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4048);
5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997, Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun
2000, Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3987);
6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4286);
7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4355);
8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4381);
9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
10. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1981 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3258);
14. Kepemilikan adalah hubungan hukum antara orang pribadi atau
badan dengan kendaraan bermotor yang namanya tercantum dalam
bukti kepemilikan atau dokumen yang sah termasuk Buku Pemilikan
Kendaraan Bemotor.
15. Penguasaan adalah penggunaan dan/atau pengguasaan fisik
kendaraan bermotor oleh orang pribadi atau badan dengan bukti
pengusaan yang sah menurut peraturan perundang-undangan.
16. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat
dikenakan Pajak Daerah.
17. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan
untuk melakukan pembayaran pajak, termasuk pemungut atau
pemotong pajak tertentu.
18. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1
(satu) tahun takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan
Peraturan Gubernur.
19. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun
takwim kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang
tidak sama dengan tahun takwim.
20. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu
saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam bagian
Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah.
21. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari
penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya
pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib
Pajak serta pengawasan penyetorannya.
22. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SPTPD,
adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan/atau pembayaran pajak, Objek Pajak dan/atau
bukan Objek Pajak, dan/atau harta dan kewajiban, menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
23. Surat Ketetapan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SKPD, adalah
surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok
pajak.
24. Surat Setoran Pajak Daerah, yang dapat disingkat SSPD, adalah
surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan
pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah
atau ke tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Gubernur.
25. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang
dapat disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
26. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat
SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
BAB III
DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK
Pasal 5
(1) Dasar pengenaan Pajak dihitung sebagai perkalian 2 (dua) unsur pokok, yaitu:
a. Nilai Jual Kendaraan Bermotor;
b. Bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan
pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.
(2) Nilai Jual Kendaraan Bermotor diperoleh berdasarkan harga pasaran umum atas
suatu kendaraan bermotor.
(3) Dalam hal harga pasaran umum atas suatu kendaraan bermotor tidak diketahui, Nilai
Jual Kendaraan Bermotor ditentukan berdasarkan faktor-faktor, antara lain:
a. isi silinder dan/atau satuan daya;
b. penggunaan kendaraan bermotor;
c. jenis kendaraan bermotor;
d. merek kendaraan bermotor;
e. tahun pembuatan kendaraan bermotor;
f. berat total kendaraan bermotor dan banyaknya penumpang yang diizinkan;
g. dokumen impor untuk jenis kendaraan bermotor tertentu.
(4) Bobot sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung berdasarkan faktor-
faktor:
a. tekanan gandar;
b. jenis bahan bakar kendaraan bermotor;
c. jenis, penggunaan, tahun pembuatan, dan ciri-ciri mesin dari kendaraan
bermotor.
(5) Dasar pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4), ditetapkan dengan Peraturan Gubernur sesuai tabel yang ditetapkan
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Penghitungan Dasar Pengenaan
Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
(6) Dasar pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditinjau kembali
setiap tahun.
Pasal 6
Dalam hal dasar pengenaan Pajak belum tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), Gubernur menetapkan dasar
pengenaan Pajak untuk kendaraan bermotor:
a. Jenis, merek, dan tipe yang belum tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
dengan ketentuan :
1. untuk tahun pembuatan lebih baru, niiai jualnya ditetapkan sesuai dengan harga
pasaran umum yang berlaku di Daerah sebelum dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai, Pajak, dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
BAB VII
SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
Pasal 13
(1) Setiap Wajib Pajak Wajib mengisi SPTPD.
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diisi dengan jelas, benar dan
lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya.
(3) SPTPD yang dimaksud pada ayat (1), harus disampaikan kepada Kepala Dinas
Pendapatan Daerah, dengan ketentuan:
a. Untuk kendaraan baru selambatnya-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak saat
kepemilikan;
b. Untuk kendaraan bukan baru selambatnya-lambatnya 15 (lima belas) hari
sejak tanggal penyerahan atau setelah berakhirnya Masa Pajak;
c. Untuk kendaraan mutasi selambatnya-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal pendaftaran.
(4) Dalam hal terjadi perubahan bentuk, fungsi dan/atau penggantian mesin dalam Masa
Pajak, Wajib Pajak melaporkan dengan menggunakan SPTPD selambatnya-
lambatnya 15 (lima belas) hari sejak saat perubahan.
(5) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya memuat:
a. Nama dan alamat lengkap pemilik;
b. Jenis, merek, tipe, fungsi, isi silinder, tahun pembuatan, warna body, nomor
rangka dan mesin kendaraan bermotor.
(6) Bentuk, isi, tata cara pengisian dan penyampaian SPTPD ditetapkan dengan
Peraturan Gubernur.
BAB VIII
PENETAPAN
Pasal 14
(1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) ditetapkan
Pajak dengan menggunakan SKPD.
(2) Bentuk, isi, tata cara pengisian dan penyampaian SKPD ditetapkan dengan
Peraturan Gubernur.
BAB IX
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 15
(1) Pembayaran Pajak yang terutang dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang
ditetapkan oleh Gubernur.
c. SKPDLB;
d. SKPDN.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan alasan-alasan
yang jelas.
(3) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas ketetapan Pajak secara jabatan,
Wajib Pajak harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan Pajak tersebut.
(4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak
tanggal surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali Wajib Pajak dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaannya.
(5) Pengajuan keberatan hanya dapat diajukan apabila jumlah Pajak yang terutang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dibayar oleh Wajib Pajak sebesar 50%
(lima puluh persen).
(6) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga
tidak dipertimbangkan.
Pasal 20
(1) Gubernur dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat
Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
(2) Keputusan Gubernur atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau
sebagian, menolak, atau menambah besarnya Pajak yang terutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan
Gubernur tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut
dianggap dikabulkan.
Bagian Kedua Banding
Pasal 21
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan
Pajak terhadap keputusan mengenai keberatan yang ditetapkan oleh Gubernur.
(2) Permohonan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis
dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan sejak tanggal diterima keputusan yang dibanding dan dilampiri salinan dari
surat keputusan tersebut.
Pasal 22
Apabila pengajuan keberatan atau banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya,
kelebihan pembayaran Pajak atas jumlah yang telah dibayarkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (5) dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua
persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
BAB XV
PENGURANGAN, KERINGANAN, DAN PEMBEBASAN
Pasal 29
(1) Gubernur berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan,
keringanan, atau pembebasan Pajak.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Wajib Pajak
Kepada Gubernur melalui Kepala Dinas Pendapatan Daerah.
(3) Pengurangan, keringanan, atau pembebasan Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diberikan terhadap:
a. besarnya pokok Pajak terutang;
b. denda; dan/atau
c. bunga.
(4) Kepala Dinas Pendapatan Daerah atas nama Gubernur paling lama 3 (tiga) bulan
sejak permohonan pengurangan, keringanan, atau pembebasan Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterima sudah harus memberikan keputusan.
(5) Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
Kepala Dinas Pendapatan Daerah atas nama Gubernur tidak memberikan
keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan.
(6) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan, atau pembebasan Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
BAB XVI
B A G I H A S I L
Pasal 30
(1) Hasil penerimaan pajak merupakan pendapatan daerah yang harus disetorkan
seluruhnya ke Kas Daerah.
(2) Hasil penerimaan Pajak diserahkan kepada daerah kabupaten/kota sebesar 30%
(tiga puluh persen).
(3) Bagian daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan ketentuan:
a. 50% (lima puluh persen) berdasarkan potensi; dan
b. 50% (lima puluh persen) dibagi rata.
(4) Tata cara penghitungan dan penyaluran bagian daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
(5) Pembagian hasil penerimaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
setelch dikurangi biaya pemungutan.
BAB XVII
BIAYA PEMUNGUTAN
Pasal 31
(1) Dalam rangka kegiatan pemungutan pajak dapat diberikan biaya pemungutan paling
tinggi sebesar 5 % (lima persen).
(2) Penetapan besaran biaya pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan asas efisiensi, efektifitas, akuntabilitas, transparansi,
kepatutan, keadilan dan kewajaran.
(3) Penetapan besaran dan pengalokasian biaya pemungutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
BAB XVIII
KETENTUAN KHUSUS
Pasal 32
(l) Setiap Pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang
diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau
pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli
yang ditunjuk oleh Gubernur untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
adalah:
a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam
sidang pengadilan;
b. Pejabat dan tenaga ahli yang memberikan keterangan kepada pihak lain yang
ditetapkan oleh Gubernur.
(4) Untuk kepentingan Daerah, Gubernur berwenang memberi izin tertulis kepada
Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), supaya memberikan keterangan, memperlihatkan bukti
tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuknya.
(5) Untuk kepentingan pemeriksaan di Pengadilan dalam perkara pidana atau perdata
atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara
Perdata, Gubernur dapat memberi izin tertulis untuk meminta kepada Pejabat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.
(6) Permintaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (5), harus menyebutkan nama
tersangkaatau nama tergugat, keterangan-keterangan yang diminta serta kaitan
antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang
diminta tersebut.
BAB XXI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
(1) Semua Peraturan dan Keputusan Gubernur yang berkaitan dengan pelaksanaan
pemungutan Pajak Kendaraan Bemotor sepanjang belum diganti dan tidak
bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku.
(2) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenal
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 38
Pada saat berlakunya Peraturan Daerah Ini, maka Peraturan Daerah Provinsi Lampung
Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pajak Kendaraan Bemotor dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 39
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Lampung.
Ditetapkan di Telukbetung
pada tanggal 30-12-2008
GUBERNUR LAMPUNG,
d t o
SYAMSURYA RYACUDU
Dengan diperbaharuinya peraturan perundang-undangan di bidang
pemerintahan dan keuangan daerah serta ketentuan dan tata cara pembentukan
peraturan perundang-undangan, maka Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1
Tahun 2002 tentang Pajak Kendaraan Bermotor perlu disesuaikan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka dipandang perlu untuk
menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang Pajak Kendaraan Bermotor
sebagai pengganti Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2002.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat(2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Huruf a
Kendaraan bermotor milik Badan Usaha Milik Negara dan
Badan Usaha Milik Daerah tidak dikecualikan sebagai objek
Pajak.
Huruf b
Ketentuan tentang pengecualian pengenaan Pajak bagi
perwakilan lembaga-lembaga Internasional berpedoman kepada
Peraturan Menteri Keuangan.
Huruf c
Contoh kendaraan bermotor untuk keperluan pengolahan lahan
pertanian rakyat adalah traktor tangan dan untuk keperluan
keselamatan adalah mobil pemadam kebakaran, ambulan
dan/atau jenazah.
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat(1)
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat(1)
Surat Tagihan Pajak Daerah diterbitkan baik terhadap Wajib Pajak yang
melakukan kewajiban pajak yang dibayar sendiri maupun terhadap Wajib
Pajak yang melaksanakan kewajiban Pajak yang dipungut. Sanksi
administrasi berupa bunga dikenakan kepada Wajib Pajak yang tidak atau
kurang membayar Pajak yang terutang, sedangkan sanksi administrasi
berupa denda dikenakan karena tidak dipenuhinya ketentuan formal,
misalnya, tidak atau terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak
Daerah.
Ayat(2)
Cukup jelas
Ayat(3)
Ayat ini mengatur pengenaan bunga atas Pajak yang tidak atau kurang
dibayar pada saat jatuh tempo pembayaran atau terlambat dibayar.
Ayat(4)
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan pengakuan utang Pajak secara
langsung adalah
Wajib Pajak dengan kesadarannya menyatakan masih
mempunyai utang
Pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
Yang dimaksud dengan pengakuan utang secara tidak langsung
adalah Wajib Pajak tidak secara nyata-nyata langsung
menyatakan bahwa ia mengakui mempunyai utang Pajak
kepada Pemerintah Daerah.
Contoh:
- Wajib Pajak mengajukan permohonan
angsuran/penundaan pembayaran;
- Wajib Pajak mengajukan permohonan keberatan.
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat(1)
Setiap pejabat baik petugas Pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan daerah, dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan daerah, antara lain:
a. Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain
yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;
b. data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan
pemeriksaan;
c. dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga
yang bersifat rahasia;
d. dokumen dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berkenaan.
Ayat (2)
Para ahli, seperti ahli bahasa, akuntan, pengacara, dan
sebagainya yang ditunjuk oleh Gubernur untuk membantu
pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan Daerah, adalah sama
dengan petugas Pajak yang dilarang pula untuk
mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).