Upload
buithuy
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Komis i Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia
PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR oq TAHUN 2016
TENTANG
PEDOMAN PENGGUNAAN DAFTAR PERIKSA KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA,
Menimbang : bahwa u n t u k melaksanakan ke tentuan sebagaimana d imaksud dalam Pasal 35 h u r u f e dan h u r u f f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopol i dan Persaingan Usaha T idak Sehat per lu d i te tapkan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha tentang Pedoman Penggunaan Daftar Periksa Kebijakan Persaingan Usaha;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T a h u n 1999 tentang Larangan Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha t idak Sehat (Lembaran Negara Republ ik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817);
2. Keputusan Presiden Nomor 75 T a h u n 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagaimana telah d iubah dengan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 75 T a h u n 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
3. Keputusan Presiden Nomor 112/P Tahun 2012; 4. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Nomor 01 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN DAFTAR PERIKSA KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA.
Pasal 1
Pedoman Penggunaan Daftar Periksa Kebijakan Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut Daftar Periksa merupakan pedoman yang d igunakan u n t u k memeriksa kesesuaian dalam berbagai pera turan perundang-
undangan.
undangan dengan pr ins ip kebi jakan persaingan usaha yang sehat sebagaimana d ia tur da lam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Pasal 2
Pedoman Daftar Periksa sebagaimana d imaksud dalam Pasal 1 mencakup: a. Daftar Periksa I u n t u k memeriksa peraturan
perundang-undangan d i sektor ekonomi yang t idak d ikecual ikan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
b. Daftar Periksa I I u n t u k memeriksa peraturan perundang-undangan d i sektor ekonomi yang d ikecual ikan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 5 T a h u n 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
c. Daftar Periksa I I I u n t u k memeriksa peraturan perundang-undangan d i sektor ekonomi yang member ikan hak Monopoli ; dan
d. Daftar Periksa IV u n t u k memeriksa peraturan perundang-undangan yang member ikan per l indungan kepada: 1. pe laku usaha mikro dan usaha kecil terhadap
pe laku usaha menengah dan usaha besar; dan 2. pe laku usaha dalam negeri terhadap pe laku usaha
asing.
Pasal 3
(1) Daftar Periksa I sampai dengan IV sebagaimana d imaksud dalam Pasal 2 h u r u f a sampai dengan h u r u f d t e rcantum dalam Lampiran Peraturan Komisi i n i .
(2) Daftar Periksa sebagaimana d imaksud pada ayat (1) merupakan satu kesatuan dan bagian yang t idak terp isahkan dar i Peraturan Komisi i n i .
Pasal 4
Da lam hal berdasarkan ketentuan dalam Daftar Periksa I sampai dengan IV sebagaimana d imaksud dalam Pasal 2 terdapat ket idaksesuaian pera turan perundang-undangan dengan ketentuan persaingan usaha yang sehat sebagaimana d imaksud dalam ke tentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Prakt ik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, maka Komisi Pengawas Persaingan Usaha member ikan saran pert imbangan kepada pemer intah pusat , pemerintah daerah, badan, lembaga dan/a tau komis i yang menetapkan peraturan d imaksud u n t u k menyesuaikan
dengan.
- 3 -
dengan ketentuan sebagaimana d ia tur da lam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha T idak Sehat dan pera turan pelaksanaannya.
Pasal 5
Peraturan Komisi i n i mu la i ber laku pada tanggal d i te tapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memer intahkan pengundangan Peraturan Komis i i n i dengan penempatannya dalam Berita Negara Republ ik Indonesia.
| PARAF 05PUT! BIDANG "ENCEGAHAN
T A S A T G A S
•NAMA P R A F T E R ~
Ditetapkan d i Jaka r t a pada tanggal 0} Mei 2016 KOMISI PENGAWAS PERSJ
TA; N USAHA,
MUHAMMAD SYARKAWI RAUF
Diundangkan d i Jakar ta pada tanggal... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN... NOMOR....
PARAF S E K J E N D
K A R O S J 2
K A B A G S J . 2 V E f f l F I K A S I
~WAMA D n A r T G *
veaifiMfe*. ̂ j K A S U B B A G T U S E K J E N D
LAM PI RAN PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN DAFTAR PERIKSA KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA
PEDOMAN PEMERIKSAAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN/RANCANGAN PERATURAN K E B I J A K A N
ATAU PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN/PERATURAN K E B I J A K A N DI S E K T O R EKONOMI BERDASARKAN
DAFTAR P E R I K S A K E B I J A K A N PERSAINGAN USAHA
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA R E P U B L I K INDONESIA
- 1 1 -
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I I PEMERIKSAAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN/RANCANGAN PERATURAN KEBIJAKAN ATAU PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN / PERATURAN KEBIJAKAN DI SEKTOR EKONOMI BERDASARKAN DAFTAR PERIKSA KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA 5
BAB III DAFTAR PERIKSA 9 BAGIAN I 9 DAFTAR PERIKSA I : UNTUK RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN / RANCANGAN PERATURAN KEBIJAKAN ATAU PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN/PERATURAN KEBIJAKAN DI SEKTOR EKONOMI, YANG TIDAK DIKECUALIKAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK 9 SEHAT BAGIAN I I 14 DAFTAR PERIKSA I I : UNTUK RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN / RANCANGAN PERATURAN KEBIJAKAN ATAU PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN / PERATURAN KEBIJAKAN DI SEKTOR EKONOMI, YANG DIKECUALIKAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT 14 BAGIAN I I I 16 DAFTAR PERIKSA I I I : UNTUK RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN / RANCANGAN PERATURAN KEBIJAKAN ATAU PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN/PERATURAN KEBIJAKAN DI SEKTOR EKONOMI, YANG MEMBERIKAN HAK MONOPOLI 16 BAGIAN IV 22 DAFTAR PERIKSA IV: UNTUK RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN/RANCANGAN PERATURAN KEBIJAKAN ATAU PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN/ PERATURAN KEBIJAKAN D I SEKTOR EKONOMI, YANG MEMBERIKAN PERLINDUNGAN BAGI PELAKU USAHA TERTENTU DI SEKTOR TERTENTU 22
BAB IV CONTOH KASUS 24 BAB V PENUTUP 57
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagaimana d ia tu r da lam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia T a h u n 1945 yang kemud ian d iu ra i kan da lam penjelasan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, bahwa Negara Indonesia adalah negara h u k u m .
Sebagai negara h u k u m segala aspek keh idupan dalam bidang
kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan te rmasuk pemerintahan
harus berdasarkan atas h u k u m yang sesuai dengan sistem h u k u m nasional.
Sejalan dengan ha l tersebut, sejak masa reformasi, berbagai Peraturan
Perundang-undangan dan Peraturan Kebijakan d i b idang ekonomi
d ike luarkan u n t u k menata kembal i perekonomian Indonesa agar lebih
efisien, sehat, dan kondusi f .
D i t ingkat Pusat, DPR dengan persetujuan bersama Presiden membentuk
Undang-Undang. Disamping i t u , Presiden sebagai kepala Pemerintahan
menetapkan Peraturan Pemerintah u n t u k menja lankan Undang-Undang
sebagaimana mest inya dan menetapkan Peraturan Presiden dalam rangka
menjalankan per in tah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
a tau dalam rangka menyelenggarakan kekuasaan pemer intahan.
Jenis Peraturan Perundang-undangan la innya d i t ingkat pusat adalah
sebagaimana d ia tur da lam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan antara la in
adalah Peraturan Perundang-undangan yang d i te tapkan oleh Menteri ,
badan, lembaga, a tau komis i yang setingkat yang d iben tuk dengan Undang-
Undang a tau oleh Pemerintah atas per intah Undang-Undang.
Pemerintah Daerah juga memi l ik i peran yang sangat strategis dalam
menetapkan kebi jakan d i bidang ekonomi. Dengan ber lakunya Undang-
Undang Nomor 23 T a h u n 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai
pengganti Undang-Undang Nomor 32 T a h u n 2004 ber ikut dengan
perubahannya, y a i t u Undang-Undang Nomor 2 T a h u n 2015, peran
Pemerintah Daerah baik Pemerintah Daerah Provinsi m a u p u n Pemerintah
Daerah/Kabupaten/Kota sangat signif ikan dalam proses pengelolaan negeri
in i .
Dalam proses pengelolaan daerah yang menjadi kewenangannya, Kepala
Daerah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memi l ik i
kewenangan u n t u k menetapkan Peraturan Daerah yang d i t u j u k a n u n t u k
pengelolaan daerahnya masing-masing.
Apabila k i ta me ru juk ke Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka
Peraturan t ingkat Daerah selain Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana d imaksud da lam Pasal 7 ayat (1) juga
mencakup pera turan yang di tetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi, Gubernur , Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota, Bupat i/Wal ikota , dan Kepala Desa a tau yang setingkat.
Dalam proses penyusunan Peraturan Perundang-undangan/Peraturan
Kebijakan terdapat beberapa hal yang harus d iperhat ikan agar Peraturan
Perundang-undangan/Peraturan kebi jakan yang menjadi kewenangan
Daerah t idak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang
lebih t inggi. Da lam ka i tan i n i , Pasal 251 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur bahwa Perda yang
bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi dan/atau kepent ingan u m u m (dalam ha l i n i adalah terganggunya
kegiatan ekonomi u n t u k meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
sebagaimana d imaksud dalam Pasal 250 ayat (2) h u r u f d.) dapat d ibata lkan.
Hal yang juga mengatur bagaimana proses h u k u m dar i Peraturan
Perundang-undangan yang bertentangan dengan Peraturan Perundang-
undangan yang lebih t inggi t ingkatannya, d ia tur da lam Pasal 9 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang menyatakan bahwa da lam ha l sua tu Peraturan
Perundang-undangan d i bawah Undang-Undang diduga bertentangan
dengan Undang-Undang, pengujiannya d i l akukan oleh Mahkamah Agung.
Memperhat ikan ha l tersebut, maka menjadi sangat pent ing bagi Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah u n t u k menjaga agar penyusunan Peraturan
Perundang-undangan yang menjadi kewenangannya t idak bertentangan
dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih t inggi t ingkatannya.
D i sisi la in , berka i tan dengan persaingan usaha, Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat, berdasarkan ketentuan Pasal 35 h u r u f e mengamanatkan
kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) u n t u k melaksanakan
tugas member ikan saran dan pert imbangan terhadap kebi jakan Pemerintah,
apabila KPPU memandang kebi jakan Pemerintah tersebut menjadi sumber
terjadinya praktek monopol i dan/atau persaingan usaha t idak sehat.
U n t u k i t u , maka menjadi tugas KPPU me lakukan pengawasan terhadap
Undang-Undang dan Peraturan Kebijakan baik Pemerintah Pusat m a u p u n
Pemerintah Daerah da lam perspekti f persaingan usaha. Apabi la d i t emukan
Undang-Undang dan Peraturan Kebijakan yang bertentangan dengan pr ins ip
persaingan usaha yang sehat, maka KPPU akan member ikan saran
pert imbangan berupa perbaikan, pembatalan, dan/atau pencabutan
kebijakan.
Memperhat ikan j i k a da lam penanganan perkara d i KPPU d i t emukan adanya
Undang-Undang dan Peraturan Kebijakan yang bertentangan dengan
pr ins ip persaingan usaha yang sehat dan telah d i implementas ikan oleh
pelaku usaha serta telah men imbu lkan kerug ian masyarakat, per lu
d ikembangkan cara agar Undang-Undang dan Peraturan Kebijakan yang
berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
dapat dicegah sedini m u n g k i n .
Salah satu cara pencegahan yang d imaksud adalah dengan mengembangkan
sebuah tools/alat periksa Rancangan Peraturan Perundang-
undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan a tau Peraturan Perundang-
undangan/Peraturan Kebijakan d i sektor ekonomi yang d igunakan u n t u k
me lakukan ident i f ikasi sedini m u n g k i n kesesuaian substansi Rancangan
Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan atau
Peraturan Perundang-undangan/Peraturan Kebi jakan d i sektor ekonomi
dengan substansi Undang-Undang Nomor 5 T a h u n 1999 tentang Larangan
Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Alat periksa tersebut
adalah Competition Checklist a tau Daftar Periksa Kebi jakan Persaingan
Usaha.
Daftar Periksa i n i d iharapkan dapat d i gunakan oleh s iapapun, baik
Pemerintah Pusat m a u p u n Pemerintah Daerah u n t u k me lakukan identi f ikasi
kesesuaian Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan
Peraturan Kebi jakan a tau Peraturan Perundang-undangan/Peraturan
Kebijakan d i sektor ekonomi yang ber laku dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat, sehingga dapat d ih indar i Rancangan Peraturan Perundang-
undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan a tau Peraturan Perundang-
undangan/Peraturan Kebijakan d i sektor ekonomi yang bertentangan
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Atas dasar n i la i strategis tersebut, maka B u k u Pedoman Pemeriksaan
Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan
Kebijakan a tau Peraturan Perundang-undangan/Peraturan Kebijakan d i
sektor ekonomi berdasarkan Daftar Periksa Kebi jakan Persaingan Usaha i n i
d isusun.
BAB II
PEMERIKSAAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN/RANCANGAN PERATURAN K E B I J A K A N ATAU PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN/PERATURAN K E B I J A K A N DI S E K T O R
EKONOMI BERDASARKAN DAFTAR P E R I K S A K E B I J A K A N PERSAINGAN
USAHA
Daftar Periksa Kebi jakan Persaingan Usaha i n i merupakan Daftar Periksa
yang d i susun KPPU berdasarkan Best Practice dengan memperhat ikan
ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terka i t kepent ingan nasional
sebagaimana d ia tu r da lam Pasal 50 dan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.
Pedoman Daftar Periksa Kebijakan Persaingan Usaha i n i terd i r i atas 4
(empat) Modu l u tama , yakn i :
Bagian I
Daftar Periksa I : U n t u k memeriksa Rancangan Peraturan Perundang-
undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan a tau Peraturan Perundang-
undangan/Peraturan Kebijakan d i sektor ekonomi yang t idak d ikecual ikan
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat a tau Rancangan Peraturan
Perundang-undangan/Rancangan Peraturan Kebi jakan a tau Peraturan
Perundang-undangan/ Peraturan Kebijakan d i sektor ekonomi yang t idak
member ikan hak monopol i a tau pembatasan pe laku usaha.
Bagian II
Daftar Periksa I I : U n t u k memeriksa Rancangan Peraturan Perundang-
undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan a tau Peraturan Perundang-
undangan/Peraturan Kebijakan d i sektor ekonomi yang d ikecual ikan dalam
ketentuan Pasal 50 h u r u f a Undang-Undang Nomor 5 T a h u n 1999 tentang
Larangan Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha T idak Sehat.
Bagian III
Daftar Periksa I I I : U n t u k memeriksa Rancangan Peraturan Perundang-
undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan a tau Peraturan Perundang-
undangan/Peraturan Kebijakan d i sektor ekonomi yang member ikan hak
monopoli a tau pembatasan pe laku usaha.
Bagian IV
Daftar Periksa IV: u n t u k memeriksa Rancangan Peraturan Perundang-
undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan a tau Peraturan Perundang-
undangan/ Peraturan Kebijakan d i sektor ekonomi yang member ikan
per l indungan kepada pe laku usaha ter tentu pada sektor te r tentu .
Daftar Periksa tersebut dapat d igunakan u n t u k memeriksa baik Rancangan
Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan atau
Peraturan Perundang-undangan/Peraturan Kebijakan d i sektor ekonomi.
Proses Pemeriksaan Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan
Peraturan Kebi jakan atau Peraturan Perundang-undangan/Peraturan
Kebijakan.
Baik Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan
Kebijakan a tau Peraturan Perundang-undangan/Peraturan Kebijakan d i
sektor ekonomi apabi la d i l ihat dar i perspekti f persaingan usaha, dapat
d ike lompokkan ke da lam dua kelompok, yakn i :
1. Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan
Kebijakan a tau Peraturan Perundang-undangan/Peraturan Kebijakan d i
sektor ekonomi dengan konsep persaingan usaha; dan
2. Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan
Kebijakan a tau Peraturan Perundang-undangan/Peraturan Kebijakan d i
sektor ekonomi dengan konsep intervensi Pemerintah terhadap pasar.
Berbeda dengan pemeriksaan Rancangan Peraturan Perundang-
undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan, Pemeriksaan Peraturan
Perundang-undangan/Peraturan Kebijakan d i l a k u k a n secara be rurutan
(kronologis). Nomor u r u t mencerminkan prior i tas pemeriksaan.
Langkah-langkah pemeriksaan, adalah sebagai ber ikut :
Memeriksa se luruh substansi (materi yang diatur) da lam Rancangan
Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan atau
Peraturan Perundang-undangan/Peraturan Kebi jakan te r tentu dengan
menggunakan Daftar Periksa I .
Apabila se luruh jawabannya TIDAK, berart i substansi (materi) Rancangan
Peraturan Perundang-undangan /Rancangan Peraturan Kebijakan atau
Peraturan Perundang-undangan/Peraturan Kebi jakan sesuai a tau selaras
dengan ketentuan da lam Undang-Undang Nomor 5 T a h u n 1999 tentang
Larangan Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha T idak Sehat.
Apabila terdapat j awaban YA berart i terdapat substans i yang t idak sesuai
a tau t idak selaras dengan pr ins ip persaingan usaha yang sehat sebagaimana
d ia tur da lam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. U n t u k i t u , proses
pemeriksaan d i l an ju tkan dengan menganalisis penyebab m u n c u l n y a kata YA
tersebut. Penyebab m u n c u l n y a kata YA tersebut, d i t i ndak lan ju t i dengan
menggunakan Daftar Periksa dengan ketentuan sebagai ber ikut :
a. Apabila penyebabnya adalah pengaturan kegiatan a tau perjanjian yang
d ikecual ikan da lam Peraturan Perundang-undangan sebagaimana
d imaksud da lam Pasal 50 h u r u f a Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat, maka pemeriksaan d ihent ikan. Peraturan Perundang-undangan
yang diper iksa tetap ber laku sebagaimana mestinya.
b. Apabila penyebabnya adalah penun jukan monopol i kepada pelaku
usaha te r t entu sebagaimana d imaksud da lam Pasal 51 Undang-Undang
Nomor 5 T a h u n 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, pemeriksaan d i l an ju tkan dengan
menggunakan Daftar Periksa I I I .
c. Apabi la penyebabnya adalah karena r u m u s a n ke tentuan yang d ia tur
salah, sehingga bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor
5 T a h u n 1999 tentang Larangan Praktek Monopol i dan Persaingan
Usaha T idak Sehat, maka d i l akukan harmonisas i dengan tu juan
member ikan saran u n t u k mengubah a tau mencabut ketentuan Pasal
yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
d. Apabila penyebabnya adalah r u m u s a n ke tentuan yang d ia tur u n t u k
tu juan pemberian per l indungan kepada pe laku usaha ter tentu , maka
Pemerintah Pusat a tau Pemerintah Daerah harus me lakukan Kajian
Analisa Dampak u n t u k mengetahui seberapa j a u h dampak dar i
ke tentuan Peraturan tersebut.
Apabila KPPU sudah memi l ik i Kajian Analisa Dampak terkai t pengaturan
tersebut, maka dapat langsung diperiksa bagaimana Anal isa Dampak yang
d im i l i k i KPPU tersebut. Apabila Hasi l Kajian Anal isa Dampak
memper l ihatkan pent ingnya per l indungan, maka per l indungan dapat
d i l akukan . Akan tetapi apabila hasi lnya menyatakan per l indungan
membawa dampak persaingan t idak sehat yang secara ekonomi ni la inya
j a u h lebih besar dar i t u j u a n per l indungan pe laku usaha ter tentu, maka
substansi pera turan d isarankan dicabut.
Contoh U n t u k Indus t r i Ritel.
KPPU telah memi l i k i Kajian Analisa Dampak berka i tan dengan indus t r i r i te l ,
yang memper l ihatkan bahwa pengaturan zonasi dan pembatasan la in dar i
r i te l modern adalah intervensi yang dapat d i gunakan Pemerintah u n t u k
menjaga agar persaingan t idak sebanding antara pe laku usaha r i te l modern
dan usaha keci l/tradis ional t idak merug ikan ekonomi nasional . Oleh karena
i t u , pengaturan tentang ha l tersebut dapat d ibenarkan.
BAB III
BAGIAN I
DAFTAR P E R I K S A I
PEMERIKSAAN TERHADAP RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN/RANCANGAN PERATURAN K E B I J A K A N ATAU PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN/PERATURAN K E B I J A K A N DI S E K T O R
EKONOMI, YANG T IDAK DIKECUALIKAN DALAM UNDANG-UNDANG
NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN P R A K T E K MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA T IDAK S E H A T
Daftar Periksa I , d i gunakan u n t u k me lakukan pemeriksaan terhadap
Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan
Kebijakan a tau terhadap Peraturan Perundang-undangan/Peraturan
Kebijakan d i sektor ekonomi yang t idak d ikecua l ikan da lam Undang-Undang
Nomor 5 T a h u n 1999 tentang Larangan Praktek Monopol i dan Persaingan
Tidak Sehat, u n t u k mengetahui apakah Rancangan a tau Peraturan tersebut
memuat ke tentuan yang bertentangan a tau t idak dengan pr ins ip persaingan
usaha yang sehat.
Desain pertanyaan dalam Daftar Periksa I , d i susun u n t u k memast ikan
bahwa pr ins ip persaingan usaha yang sehat te lah d ia tur secara lengkap dan
jelas, sehingga t idak bertentangan dengan pr ins ip persaingan usaha yang
sehat.
Setiap ke tentuan yang bertentangan dengan pr ins ip persaingan usaha yang
sehat biasanya karena ada intervensi Pemerintah dengan tu juan
member ikan per l indungan u n t u k kepentingan nasional (national interest),
dengan mengenyampingkan pr ins ip persaingan usaha yang sehat. J i k a
terdapat ke tentuan yang menyimpang dar i pr ins ip persaingan usaha yang
sehat, past i t idak sesuai berdasarkan Daftar Periksa I i n i . Setelah
pengecekan d i l akukan , dapat d ike tahui ke tentuan yang bertentangan
dengan pr ins ip persaingan usaha yang sehat. Tahap be r iku tnya d i l akukan
analisis mengenai penyebab t idak sesuainya ke tentuan da lam Rancangan
Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan atau
Peraturan Perundang-undangan /Peraturan Kebi jakan tersebut.
-10-
Daftar Periksa I t e rd i r i atas 4 (empat) kelompok yakn i :
1. Daftar Periksa Terhadap Pengaturan Pembatasan J u m l a h dan Jangkauan
Pelaku Usaha
Daftar pertanyaan dalam bagian i n i d i t u j u k a n u n t u k mengidenti f ikasi
ketentuan da lam Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan
Peraturan Kebi jakan a tau Peraturan Perundang-undangan/Peraturan
Kebijakan yang member ikan per lakuan khusus (privilege) bagi satu atau
beberapa pe laku usaha ter tentu saja. Pemberian per lakuan khusus dapat
menyebabkan terc iptanya kekuatan pasar. Kekuatan pasar pada satu
atau beberapa pe laku usaha rawan u n t u k d isa lahgunakan. Bagian i n i
d imaksudkan u n t u k mene lusur i ke tentuan da lam Rancangan Peraturan
Perundang-undangan/Rancangan Peraturan Kebi jakan a tau Peraturan
Perundang-undangan/Peraturan Kebijakan yang diduga member ikan
manfaat bagi satu a tau beberapa pe laku usaha secara t idak wajar.
Ber ikut beberapa pertanyaan dalam bagian i n i .
Pertanyaan Y a Tidak
Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan atau Peraturan Perundang-undangan / Peraturan Kebijakan yang diper iksa memuat ke tentuan yang:
1. menun juk sa tu a tau beberapa pe laku usaha dalam pengadaan, penyediaan, dan penjualan barang dan/atau jasa?
2. menyatakan persyaratan yang hanya dapat d ipenuh i oleh satu atau beberapa pe laku usaha?
3. menyebabkan pe laku usaha yang m a m p u menyediakan barang dan/atau jasa, t idak dapat menjua l barang dan jasa tersebut d i pasar?
4. menyebabkan t ingginya biaya masuk pasar (seperti per i j inan, l isensi dan lainnya) secara t idak wajar?
5. menyebabkan t ingginya biaya keluar dar i pasar (seperti penutupan usaha) secara t idak wajar
6. membatasi wi layah pemasaran atau alokasi pasar?
- 1 1 -
2. Daftar Periksa Terhadap Pengaturan Pembatasan Kemampuan Pelaku
Usaha
Daftar Periksa d i Bagian i n i d imaksudkan u n t u k memeriksa ketentuan
dalam Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan
Kebijakan a tau Peraturan Perundang-undangan/Peraturan Kebijakan
yang m e n i m b u l k a n pembatasan kemampuan bersaing dar i pe laku usaha
ter tentu da lam satu pasar. Pembatasan kemampuan bersaing dapat
d i l akukan dengan pembatasan pemasaran a tau peningkatan biaya
produks i secara t idak wajar bagi pe laku usaha ter tentu . Pembatasan
kemampuan bersaing i n i dapat menyebabkan variasi harga dan
keragaman p roduk dalam pasar menjadi terbatas.
Ber ikut pertanyaan pada bagian in i :
Pertanyaan Y a Tidak
Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan Kebi jakan atau Peraturan Perundang-undangan/Peraturan Kebijakan yang diper iksa memuat ke tentuan yang:
1. mengharuskan se luruh pelaku usaha u n t u k menjual p roduknya dengan harga/tar i f tertentu? (kecuali batas atas harga/tarif ) .
2. membatasi kebebasan pe laku usaha u n t u k mempromos ikan a tau memasarkan produknya?
3. mengharuskan pe laku usaha memenuh i standar kua l i tas m i n i m u m yang sul i t dicapai?
4. berdampak mena ikkan biaya produks i bagi pe laku usaha yang baru?
3. Daftar Periksa Terhadap Pengaturan Pengurangan Insent i f U n t u k
Bersaing
Bagian i n i memuat daftar periksa yang d i t u j u k a n u n t u k mengidenti f ikasi
ketentuan da lam Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan
Peraturan Kebi jakan atau Peraturan Perundang-undangan/Peraturan
Kebijakan yang menc iptakan dis insent i f bagi persaingan usaha.
Ketentuan yang d imaksud mengatur pengurangan insent i f u n t u k
bersaing misa lnya adalah ketentuan yang mem-fasi l i tasi per i laku karte l
dan per i l aku an t i persaingan la innya yang melanggar Undang-Undang
-12-
Nomor 5 T a h u n 1999 tentang Larangan Praktek Monopol i dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Pengurangan Insent i f bersaing dapat menyebabkan
inovasi yang seharusnya semakin berkembang sebagai akibat dar i
persaingan yang sehat menjadi terhambat, yang pada akh i rnya
mengurangi kesejahteraan konsumen.
Ber ikut pertanyaan pada bagian i n i :
Pertanyaan Y a Tidak
Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan Qtm^ P p r ^ i t i i r ^ r i P p r n n H p n c f -a l u U l \ i a L u i cl11 i c. l L i i j u c i i lie
undangan/Peraturan Kebijakan yang d in i la i memuat ke tentuan yang: 1. member ikan kewenangan pengaturan
indus t r i sepenuhnya kepada kelompok nelaku usaha fsenerti asosiasif?
2. mensyaratkan pengaturan i n d u s t r i d i te tapkan berdasarkan kesepakatan kelompok pe laku usaha dengan Pemerintah?
3. mengharuskan se luruh pe laku usaha menginformasikan data-data tentang produk, harga, penjualan dan/atau biaya kepada pub l i k a tau asosiasi?
4. mengecual ikan kegiatan pe laku usaha te r tentu dar i Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha T idak Sehat?
Daftar Periksa Terhadap Pengaturan Pembatasan Pi l ihan Barang
dan/atau Jasa Bagi Konsumen
Daftar per iksa da lam bagian i n i memuat pertanyaan yang ber tu juan
u n t u k mene lusur i ke tentuan dalam Rancangan Peraturan Perundang-
undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan a tau Peraturan Perundang-
undangan/ Peraturan Kebijakan yang membatas i p i l ihan barang
dan/atau jasa yang dapat d ip i l ih oleh konsumen.
Ber ikut pertanyaan pada bagian in i :
Pertanyaan Ya Tidak
Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan Kebi jakan atau Peraturan Perundang-undangan/Peraturan Kebijakan yang d in i la i
-13-
memuat ke tentuan yang:
1 m p m h a t a s i k n n s n n i p t i u n t u k m p m i l i h i • l l l L l l l L / d t d O l I W I l l O U l l l L l l U11LCII\ 111111
barang dan/atau jasa yang d i ing inkan?
2. membebankan biaya tambahan yang t idak wajar bagi konsumen u n t u k p indah dar i satu penjual ke penjual lain?
-14-
BAGIAN II
DAFTAR P E R I K S A II
PEMERIKSAAN TERHADAP RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN/RANCANGAN PERATURAN K E B I J A K A N ATAU PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN/PERATURAN K E B I J A K A N DI S E K T O R
EKONOMI, YANG D IKECUAL IKAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 5
TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN P R A K T E K MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA TIDAK S E H A T
Daftar Periksa I I , d i gunakan u n t u k me lakukan Pemeriksaaan terhadap
Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan
Kebijakan a tau terhadap Peraturan Perundang-undangan/Peraturan
Kebijakan d i sektor ekonomi yang d ikecual ikan, sebagai pelaksanaan dar i
ketentuan Pasal 50 h u r u f a Undang-Undang Nomor 5 T a h u n 1999 tentang
Larangan Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha T idak Sehat.
Ketentuan Pasal 50 h u r u f a, pada hakekatnya d imaksudkan u n t u k
mel indungi kepent ingan nasional (national interest).
KPPU t idak dapat menjangkau pe laku usaha yang me lakukan per i laku atau
perjanjian yang memuat ketentuan u n t u k kepent ingan nasional tersebut,
wa laupun bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat, t idak termasuk per lu d i l akukan pemeriksaan lebih lan jut
tehadap ketentuan yang d iatur .
Daftar Periksa I I hanya memuat 1 (satu) pertanyaan, y a k n i
Pertanyaan Y a Tidak
Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan / Rancangan Peraturan Kebijakan a tau Peraturan Perundang-undangan / Peraturan Kebijakan yang d imaksud merupakan pelaksanaan dar i Undang-Undang?
Apabila jawabannya adalah YA, maka Rancangan Peraturan Perundang-
undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan a tau Peraturan Perundang-
undangan / Peraturan Kebijakan yang d imaksud merupakan bagian dar i
pelaksanaan Undang-Undang, sehingga d ikecua l ikan dar i ketentuan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Oleh karena i t u , maka proses
pemeriksaan terhadap Rancangan Peraturan Perundang-
undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan a tau Peraturan Perundang-
undangan/Peraturan Kebijakan yang ber laku d ihent ikan . Rancangan
Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan dapat
d i l an ju tkan a tau Peraturan Perundang-undangan/Peraturan Kebijakan
dapat tetap d i implementas ikan tanpa per lu ada perbaikan.
Apabila j awabannya adalah TIDAK, maka proses pemeriksaan dapat
d i l an ju tkan dengan menggunakan daftar periksa yang la innya.
-16-
BAGIAN III
DAFTAR P E R I K S A I I I
PEMERIKSAAN TERHADAP RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN/RANCANGAN PERATURAN K E B I J A K A N ATAU PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN/PERATURAN K E B I J A K A N YANG MEMBERIKAN
HAK MONOPOLI DAN/ATAU HAK PEMUSATAN KEGIATAN YANG
BERKAITAN DENGAN PRODUKSI DAN/ATAU PEMASARAN BARANG
DAN/ATAU J A S A YANG MENGUASAI HAJAT HIDUP ORANG BANYAK
S E R T A CABANG-CABANG PRODUKSI YANG PENTING BAGI NEGARA
Daftar periksa I I I , d i gunakan u n t u k me lakukan pemeriksaan terhadap
Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan
Kebijakan a tau terhadap Peraturan Perundang-undangan/Peraturan
Kebijakan yang memi l i k i substansi pengaturan tentang pemberian hak
monopoli dan/atau pemusatan kegiatan yang berka i tan dengan produks i
dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang menguasai hajat h idup
orang banyak serta cabang-cabang produks i yang pent ing bagi negara
kepada pe laku usaha ter tentu sebagaimana d imaksud da lam Pasal 51
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dalam implementasinya, pemberian hak monopol i dan/atau hak pemusatan
kegiatan harus d i i k u t i sejumlah pengaturan la innya yang d i t u j u k a n u n t u k
mendorong agar proses pelaksanaan monopol i satu sektor, t idak
men imbu lkan per i l aku penyalahgunaan kekuatan monopol i da lam sektor
tersebut.
Salah satu penekanan yang d i l akukan adalah mengatur agar pemi l ik hak
monopoli dan/atau pemegang hak pemusatan kegiatan yang juga memi l ik i
usaha la in yang terintegrasi dengan bisnis yang d imonopol i dan/atau
dikuasai pemusatan kegiatannya t idak menya lahgunakan integrasi
usahanya tersebut. Mengingat tu juannya adalah u n t u k mencegah praktek
monopoli dan persaingan usaha t idak sehat, maka Daftar Periksa i n i j u s t r u
memeriksa se jumlah pera turan yang harus ada da lam Rancangan Peraturan
Perundang-undangan/Rancangan Peraturan Kebi jakan a tau Peraturan
Perundang-undangan/Peraturan Kebijakan yang ber laku.
-17-
Terdapat 4 (empat) kelompok pertanyaan da lam Daftar Periksa I I I i n i ,
dengan tu juan yang berbeda satu sama la innya.
1. Daftar Periksa Terhadap Netralitas Persaingan Usaha
Daftar Periksa Terhadap Netralitas Persaingan Usaha d i t u j u k a n terhadap
pelaku usaha yang diber i hak monopol i dan/atau h a k pemusatan
kegiatan pada sa tu pasar p roduk ter tentu , dan juga memi l i k i p roduk
la innya yang pasarnya bersaing. Kedua p roduk tersebut memi l ik i
keterkai tan antar produk. Produk yang dimonopol i dapat menjadi bahan
(input) da lam proses produks i produk yang la innya, a tau sebaliknya.
Daftar periksa i n i d i t u j u k a n u n t u k memeriksa apakah Rancangan
Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan atau
Peraturan Perundang-undangan/Peraturan Kebi jakan telah
mengakomodasi pengaturan yang menjaga agar hak monopol i dan/atau
hak pemusatan kegiatan pada produk te r tentu t idak d isa lahgunakan
terhadap persaingan d i pasar p roduk la innya yang t idak dimonopol i
dan/atau d ikuasa i pemusatan kegiatannya.
Adapun Daftar Periksa Netralitas Persaingan Usaha i n i , t e rd i r i atas 2
(dua) pertanyaan sebagaimana te rcantum dalam tabel d i bawah i n i .
Pertanyaan Ya Tidak
Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/ Rancangan Peraturan Kebijakan a tau Peraturan Perundang-undangan/Peraturan Kebijakan yang d imaksud memuat ketentuan yang :
a. memisahkan u n i t usaha yang dimonopol i dan/atau yang d iber ikan hak pemusatan kegiatan dengan u n i t usaha yang t idak dimonopol i dan/atau yang t idak d iber ikan hak pemusatan kegiatan da lam pasar yang terintegrasi secara vertikal?
b. memisahkan laporan keuangan antara u n i t usaha yang d imonopol i dan/atau u n i t usaha yang d iber ikan hak pemusatan kegiatan dengan u n i t usaha yang t idak dimonopol i dan/atau t idak d iber ikan hak pemusatan kegiatan dalam pasar yang terintegrasi secara vertikal?
2. Daftar Periksa Terhadap Netralitas Perlakuan Khusus
Daftar Periksa Netralitas Perlakuan Khusus , d i t u j u k a n terhadap
Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan
Kebijakan a tau Peraturan Perundang-undangan/Peraturan Kebijakan
-18-
yang m e n u n j u k pe laku usaha ter tentu u n t u k memonopol i satu pasar
produk yang d i i k u t i dengan per lakuan khusus . Per lakuan khusus
tersebut d imaksudkan u n t u k mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Perlakuan k h u s u s antara la in dapat berupa ker inganan pajak,
penyediaan sumber pembiayaan, pengadaan barang dan/atau jasa,
dan/atau pemberian subsidi .
Daftar Periksa Terhadap Netralitas Perlakuan Khusus d i t u j u k a n terhadap
pelaku usaha yang diber i hak monopol i dan/atau hak pemusatan
kegiatan pada satu pasar p roduk ter tentu a tau memi l i k i p roduk la innya
yang pasarnya bersaing. Kedua p roduk tersebut memi l i k i keterkaitan
an tar p roduk . Produk yang dimonopol i dan/atau yang d ikuasai
pemusatan kegiatannya dapat menjadi bahan (input) dalam proses
produk yang la innya a tau sebaliknya.
Pengaturan tersebut d i l akukan u n t u k menghindar i agar pemegang hak
monopol i dan/a tau hak pemusatan kegiatan da lam salah satu pasar
produknya t idak menyalahgunakan pemberian per lakuan khusus
tersebut u n t u k mendistors i persaingan d i pasar p roduk yang bersaing.
Pertanyaan tentang netral i tas terhadap pemberian per lakuan khusus
adalah sebagai ber ikut .
Pertanyaan Ya Tidak
Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan a tau Peraturan Perundang-undangan / Peraturan Kebijakan yang d imaksud memuat ke tentuan yang:
a. memisahkan pengaturan perpajakan antara u n i t usaha yang d iber ikan hak monopol i dan/atau d iber ikan hak pemusatan kegiatan dengan u n i t usaha yang t idak d iber ikan hak monopol i dan/atau t idak d iber ikan hak pemusatan kegiatan?
b. memisahkan pengaturan akses sumber pembiayaan antara u n i t usaha yang d iber ikan hak monopol i dan/atau d iber ikan hak pemusatan kegiatan dengan u n i t usaha yang t idak d iber ikan hak monopol i dan/atau t idak d iber ikan hak pemusatan kegiatan?
c. memisahkan pengaturan pengadaan barang dan/atau jasa antara u n i t usaha d iber ikan hak monopol i dan/atau d iber ikan hak pemusatan kegiatan dengan u n i t usaha yang t idak d iber ikan
-19-
I ld.K. I I l O I l O p U U U d l l / d l d U L l U d K U l U c r i K d l l I l d K
pemusatan kegiatan?
d. mengatur tentang subsidi yang hanya d igunakan u n t u k kepent ingan yang sesuai dengan amanat Peraturan Perundang-undangan?
Daftar Periksa Terhadap Transparansi Tata Kelola
Daftar Periksa terhadap Transparansi Tata Kelola d i t u j u k a n u n t u k
memeriksa pengaturan transparansi da lam pelaksanaan hak monopol i
dan/atau hak pemusatan kegiatan sehingga t u j u a n pemberian hak
monopol i dan/a tau hak pemusatan kegiatan dapat tercapai. Pelaku
usaha pemegang hak monopol i dan/atau hak pemusatan kegiatan harus
t ransparan da lam melaksanakan kegiatan usahanya u n t u k mencegah
terjadinya penyalahgunaan pemberian hak monopol i dan/atau hak
pemusatan kegiatan.
Daftar Periksa terhadap Transparansi Tata Kelola adalah sebagai ber ikut :
Pertanyaan Y a Tidak
Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan a tau Peraturan Perundang-undangan / Peraturan Kebijakan yang d imaksud memuat ketentuan yang :
a. mengatur tentang pemisahan peran operator (pelaku usaha) dan peran regulator?
b. t idak member ikan peluang bagi Pemerintah u n t u k me lakukan intervensi dalam operasional pe laku usaha pemegang hak monopol i dan/atau pemegang hak pemusatan kegiatan?
c. mengatur mengenai tugas, tanggung jawab, dan kewenangan pe laku usaha pemegang hak monopol i dan/atau pemegang hak pemusatan kegiatan secara t ransparan dan terbuka?
d . j i k a terdapat peraturan/kebi jakan mengenai subsid i , apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan a tau Peraturan Perundang-undangan / Peraturan Kebijakan yang d imaksud memuat ke tentuan yang mengatur t ransparans i laporan keuangan terkai t penggunaan subsidi u n t u k kepent ingan pub l ik?
-20-
4. Daftar Periksa Terhadap Pengendalian Praktek Monopol i Dan/atau
Persaingan Usaha T idak Sehat
Daftar Periksa terhadap Pengendalian Praktek Monopol i dan/atau
Persaingan Usaha Tidak Sehat d i t u j u k a n u n t u k mengendal ikan sejak
awal agar pe laku usaha yang mendapatkan hak monopol i dan/atau hak
pemusatan kegiatan t idak menyalahgunakan hak monopol i dan/atau hak
pemusatan kegiatan tersebut.
Pengendalian Praktek Monopoli dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat
sangat d ipe r lukan karena sering terjadi Peraturan Perundang-undangan
hanya member ikan hak monopol i dan/atau hak pemusatan kegiatan
tanpa memperhat ikan konsekuensinya terhadap kiner ja sektor ekonomi
mela lui pemberian hak monopol i dan/atau hak pemusatan kegiatan
tersebut.
Daftar Periksa Terhadap Pengendalian Praktek Monopol i dan Persaingan
Usaha Tidak sehat adalah sebagai ber ikut :
Pertanyaan Ya Tidak
Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan a tau Peraturan Perundang-undangan / Peraturan Kebijakan yang d imaksud memuat ke tentuan mengenai:
a. standar m i n i m u m barang dan/atau jasa u n t u k pe laku usaha pemegang hak monopol i dan/atau pemegang hak pemusatan kegiatan da lam penyediaan barang dan/atau jasa publ ik?
b. tar i f a tau harga dar i barang dan/atau jasa yang d iber ikan hak monopol i dan/atau hak pemusatan kegiatan?
c. j u m l a h pasokan m i n i m u m barang dan/atau jasa yang tersedia d i pasar?
d . j angka w a k t u pemberian hak monopol i dan/atau hak pemusatan kegiatan?
Tindak Lanjut Has i l Pemeriksaan Menggunakan Daftar Periksa II I
Setelah semua pemeriksaan d i l akukan , kemud ian d i l akukan t indak lan ju t
dar i hasi l pemeriksaan dengan menggunakan Daftar Periksa I I I .
Apabila se luruh jawabannya YA, maka Rancangan Peraturan Perundang-
undangan / Rancangan Peraturan Kebijakan a tau Peraturan Perundang-
undangan/Peraturan Kebijakan dianggap telah selaras dengan ketentuan
- 2 1 -
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Apabila terdapat jawaban TIDAK terhadap pertanyaan dalam Daftar
Periksa I I I , maka Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah harus
memperbaik i Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan
Peraturan Kebi jakan atau Peraturan Perundang-undangan/Peraturan
Kebijakan tersebut dengan menyempurnakan agar selaras dengan
ketentuan Undang-Undang Nomor 5 T a h u n 1999 tentang Larangan
Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Keselarasan Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan
Peraturan Kebi jakan a tau Peraturan Perundang-undangan/Peraturan
Kebijakan tersebut dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat, mempunya i makna bahwa Rancangan Peraturan Perundang-
undangan/ Rancangan Peraturan Kebijakan a tau Peraturan Perundang-
undangan/Peraturan Kebijakan tersebut t idak mengakibatkan terjadinya
praktek monopol i dan/atau persaingan usaha t idak sehat.
-22-
BAGIAN IV
DAFTAR P E R I K S A IV
PEMERIKSAAN TERHADAP RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN / RANCANGAN PERATURAN K E B I J A K A N DAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN / PERATURAN K E B I J A K A N YANG
MEMBERIKAN PERLINDUNGAN BAGI P E L A K U USAHA T E R T E N T U
DI S E K T O R T E R T E N T U
Daftar Periksa IV, d igunakan u n t u k me lakukan Pemeriksaaan apakah
Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan
Kebijakan a tau Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan
Kebijakan yang ber laku member ikan per l indungan bagi pe laku usaha
ter tentu d i sektor ter tentu. Per l indungan tersebut dapat berupa
per l indungan bagi pe laku usaha keci l dar i persaingan t idak sebanding
dengan pe laku usaha besar a t aupun berupa per l indungan bagi pe laku
usaha besar/nasional da lam bentuk penetapan Standar Nasional Indonesia
(SNI).
Ketentuan yang member ikan per l indungan bagi pe laku usaha ter tentu d i
sektor t e r tentu dapat dikategor ikan sebagai kebi jakan u n t u k kepentingan
nasional (national interest).
Daftar Periksa IV terd i r i atas 2 (dua) pertanyaan, yakn i :
Pertanyaan Y a Tidak
Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan Peraturan Kebijakan a tau Peraturan Perundang-undangan / Peraturan Kebijakan yang d imaksud merupakan peraturan/kebi jakan yang member ikan per l indungan bagi pe laku usaha ter tentu d i sektor tertentu?
Apakah Pemerintah Daerah telah mempunya i kaj ian analisa dampak terkai t peraturan/kebi jakan per l indungan tersebut?
Apabila jawabannya adalah YA, maka Rancangan Peraturan Perundang-
undangan/Rancangan Peraturan Kebi jakan/Peraturan Perundang-
undangan/Peraturan Kebijakan yang d imaksud dapat mengacu pada hasi l
kaj ian analisa dampak KPPU pada sektor tersebut a tau kaj ian analisa
dampak yang d i l a k u k a n Pemerintah Pusat a tau Peraturan Daerah j i k a
-23-
hasi lnya memper l iha tkan pentingnya per l indungan dan dampak an t i
persaingannya secara ekonomi lebih kecil d iband ingkan dengan manfaat
per l indungannya.
Apabila j awabannya adalah TIDAK, maka proses pemeriksaan dapat
d i l an ju tkan dengan menggunakan Daftar Periksa yang la innya.
-24-
BAB IV
CONTOH KASUS
CONTOH KASUS DALAM DAFTAR P E R I K S A I
UNTUK S E L U R U H RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN/RANCANGAN PERATURAN K E B I J A K A N DAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN/PERATURAN K E B I J A K A N DI S E K T O R
EKONOMI YANG T IDAK DIKECUALIKAN DALAM UNDANG-UNDANG
NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN P R A K T E K MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA T IDAK S E H A T
Daftar periksa I t e rd i r i atas 4 (empat) kelompok yakn i :
I . Daftar Periksa Pengaturan Pembatasan J u m l a h dan Jangkauan Pelaku
usaha
Bagian i n i d imaksudkan u n t u k menelusur i ke tentuan da lam Rancangan
Peraturan Perundang-undangan/ Rancangan Peraturan Kebijakan dan
Peraturan Perundang-undangan/Peraturan Kebi jakan yang diduga
member ikan manfaat bagi satu atau beberapa pe laku usaha secara t idak
wajar. Be r iku t contoh kasus dalam bagian i n i .
Contoh Kasus 1
Menunjuk satu atau beberapa pelaku usaha dalam hal pengadaan,
penyediaan, atau penjualan barang dan/atau jasa .
Penunjukan Koperasi pegawai Depnakertrans u n t u k me lakukan proses
pengadaan dan pengelolaan kendaraan pemulangan TKI dar i Bandara
Soekarno-Hatta ke daerah asal. Kebijakan tersebut member ikan hak
eksklusi f kepada Koperasi sebagai pe laku usaha tunggal (monopolis)
u n t u k melaksanakan pengadaan dan pengelolaan kendaraan pemulangan
TKI dar i Bandara Soekarno-Hatta ke daerah asal. Koperasi tersebut telah
me lakukan praktek monopol i dengan menetapkan:
a. jenis mob i l dengan merk ter tentu yang d i gunakan sebagai alat angkut ;
b. empat perusahaan karoseri mobi l sebagai penyedia alat angkut TKI ;
dan
c. harga yang harus dibayar oleh pe laku usaha penyedia jasa alat angkut
TKI kepada Koperasi.
Kebijakan tersebut menjadi hambatan masuk [entry barrier) bagi pe laku
usaha yang la in da lam penyediaan jasa angkutan , demik ian juga
-25-
kebi jakan tersebut mengakibatkan berkurangnya persaingan dalam
penyediaan jasa angkutan TKI.
Terkait dengan kebi jakan pemberian hak eksk lus i f kepada Koperasi
Pegawai Depnakertrans, KPPU menyampaikan Surat Saran Pertimbangan
kepada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigras i u n t u k mencabut
Keputusan Menter i tersebut.
Harmonisasi ke tentuan yang mengatur kebi jakan tersebut per lu
d i l akukan antara la in dengan mekanisme kompet is i , misalnya tender
terbuka dengan pengaturan spesifikasi yang logis dan dapat d i i k u t i oleh
pelaku usaha yang la in .
Contoh Kasus 2
Persyaratan yang hanya dapat dipenuhi oleh satu atau beberapa
pelaku usaha.
Persyaratan yang d i terapkan u n t u k masuk da lam suatu indus t r i
ber tu juan u n t u k memast ikan bahwa hanya pe laku usaha yang memenuhi
standar sebagaimana dipersyaratkan u n t u k dapat me lakukan kegiatan
usaha. Persyaratan tersebut ber tu juan u n t u k member ikan per l indungan
kepada konsumen. Persyaratan tersebut misa lnya penetapan modal
m i n i m u m disetor u n t u k pendir ian Bank U m u m . Kebi jakan tersebut
d imaksudkan u n t u k menjaga stabil itas d i sektor keuangan.
D i sisi la in kebi jakan tersebut dapat men imbu lkan hambatan yang lebih
besar bagi pe laku usaha d ibandingkan dengan t u j u a n u n t u k member ikan
per l indungan bagi konsumen. Persyaratan modal m i n i m u m yang disetor
lebih menguntungkan bagi pe laku usaha dominan u n t u k menjaga
stabil itas pasar. Persyaratan yang ter la lu ketat j uga dapat mengakibatkan
pelaku usaha lama meninggalkan pasar. Sehingga berakibat terdapat
tekanan persaingan karena terdapat hambatan bagi pe laku usaha yang
baru (new entrant).
Persyaratan yang dapat menjadi hambatan u n t u k me lakukan kegiatan
usaha misalnya persyaratan dalam indus t r i jasa inspeksi keselamatan
kerja d i kapal dan d i pe labuhan.
Dalam i n d u s t r i i n i terdapat ketentuan yang mensyaratkan kepemil ikan
kantor cabang d i beberapa ibukota Propinsi t e ru tama d i ibukota Propinsi
yang terdapat pe labuhan kelas I . Dengan ke tentuan tersebut, hanya
-26-
terdapat 2 (dua) pe laku usaha yang dapat memenuh i persyaratan
tersebut.
Sebagai ak ibat kebi jakan tersebut, pelayanan jasa inspeksi menjadi
ter tunda, t e rutama d i wi layah Indonesia bagian t i m u r . Sebagai al ternat i f
dar i kebi jakan mengenai kepemi l ikan kantor cabang, dapat berupa
ketentuan mengenai pengalaman me lakukan inspeksi jasa keselamatan
kerja d i kapal dan d i pe labuhan.
Contoh Kasus 3
Pemhatasan kemampuan pelaku usaha tertentu untuk menyediakan
harang atau jasa .
Suatu kebi jakan dapat saja member ikan pembatasan j u m l a h pe laku
usaha dalam sua tu sektor te r tentu j i k a ber tu juan u n t u k pencapaian skala
ekonomis a tau berhubungan dengan fasilitas pub l i k yang penting.
Pembatasan pe laku usaha yang berlebihan pada sektor yang dapat
dipersaingkan, dapat berdampak b u r u k bagi persaingan usaha dan
kesejahteraan konsumen. Pada kasus te r tentu kebi jakan tersebut dapat
mengecual ikan pe laku usaha yang t idak mempunya i karakter is t ik yang
dipersyaratkan dar i se luruh pengadaan barang dan jasa.
Contoh dar i ke tentuan pembatasan pe laku usaha adalah Peraturan
mengenai Asurans i Tenaga Kerja Indonesia (Asuransi TKI). Peraturan i n i
membatasi perusahaan asuransi yang dapat melayani Asurans i TKI hanya
pada perusahaan yang tergabung dalam Konsors ium yang d i t u n j u k oleh
Kementerian Tenaga Kerja. Ketentuan i n i membawa dampak pada
pembatasan j u m l a h pe laku usaha. Kebijakan tersebut dapat member ikan
peluang bagi pe laku usaha me lakukan perjanjian yang d i larang misalnya
dalam ben tuk karte l . Pembukaan kesempatan yang seluas-luasnya bagi
perusahaan asurans i yang kredibel dan/atau berpengalaman u n t u k i k u t
melayani Asurans i TKI dapat d ia jukan sebagai a l ternat i f kebi jakan.
Contoh Kasus 4
Ketentuan yang mengakibatkan kenaikan hiaya masuk dan/atau
biaya keluar dari pasar secara tidak wajar misa lnya syarat biaya
tender, biaya modal, dan/atau biaya perijinan.
Upaya membatas i j u m l a h pe laku usaha da lam sua tu pasar dapat
d i l akukan dengan mena ikkan biaya masuk dan/atau biaya keluar pasar.
Contoh kebi jakan yang dapat mengakibatkan kena ikan biaya masuk
-27-
pasar antara la in kebi jakan terkai t dengan persyaratan test p roduk atau
kebi jakan mengenai penetapan modal m in ima l . Kebi jakan yang dapat
mengakibatkan kena ikan biaya keluar pasar misa lnya kewajiban
me lakukan pembers ihan l ingkungan dalam hal terjadi penutupan pabrik.
Kebijakan terka i t dengan persyaratan tes p roduk , penetapan modal
m in ima l , dan kewajiban me lakukan pembersihan l ingkungan dalam ha l
terjadi p enu tupan pabr ik ber tu juan member ikan per l indungan baik bagi
konsumen m a u p u n bagi l ingkungan.
Di sisi l a in kebi jakan tersebut cenderung membatasi j u m l a h pe laku usaha
d i Pasar. Pelaku usaha per lu mempersiapkan modal yang besar u n t u k
menutup biaya masuk serta kemungk inan resiko yang harus ditanggung
sebagai ak ibat j i k a terjadi penutupan usahanya.
U n t u k mengatasi dampak negatif dar i kebi jakan tersebut, per lu
d ipast ikan bahwa persyaratan yang d i terapkan merupakan kebutuhan
m i n i m u m yang wajar u n t u k member ikan per l indungan baik bagi
konsumen m a u p u n bagi l ingkungan.
Kebijakan yang meningkatkan hambatan masuk a tau keluar pasar
misalnya kebi jakan yang ada d i salah satu Provinsi d i Indonesia terkai t
dengan i ndus t r i bahan baku shuttlecock, y a i tu b u l u bebek. Terkait dengan
kebi jakan u n t u k pengamanan dar i ancaman v i rus f lu b u r u n g , Pemerintah
Daerah setempat mensyaratkan agar impor t i r b u l u bebek memi l ik i pabr ik
shuttlecock. Pabrik tersebut wajib mendapat i j in dar i Pemerintah Daerah
setempat u n t u k me lakukan impor b u l u bebek sebagai bahan baku
shuttlecock. Kebi jakan dar i Pemerintah Daerah tersebut dapat
mengakibatkan biaya t inggi, karena kebi jakan Pemerintah Daerah
tersebut mengharuskan me lakukan survey ke negara asal b u l u bebek
u n t u k memast ikan b u l u bebek yang d i impor t idak tercemar v irus f lu
burung . Kebi jakan Pemerintah Daerah yang mengharuskan pe laku usaha
u n t u k me lakukan survey ke negara asal b u l u bebek dan keharusan
u n t u k mempunya i pabr ik i n i mengakibatkan peningkatan biaya masuk
pasar. U n t u k mengatasi kebi jakan Pemerintah Daerah yang m u n g k i n
memberatkan pe laku usaha, Pemerintah Daerah dapat
mempert imbangkan sebagai pengganti me lakukan survey ke negara asal
dengan memanfaatkan Badan Karant ina Hewan u n t u k mencegah
masuknya v i rus f lu burung .
-28-
Contoh Kasus 5
Ketentuan yang membatasi wilayah pemasaran atau alokasi pasar
terhadap harang, bahan baku, jasa , modal, dan tenaga kerja.
Pembatasan wi layah yang d imaksud b u k a n berart i mengenyampingkan
Peraturan Perundang-undangan d i b idang Pemerintahan Daerah
Pembatasan wi layah pemasaran tersebut merupakan kebi jakan
pemberian fasi l i tasi pembagian wi layah d i antara pe laku usaha.
Kebijakan tersebut dapat berupa kebi jakan yang bersifat nasional a tau
regional. Kebi jakan tersebut ber tu juan member ikan per l indungan bagi
pelaku usaha nasional dan/atau bagi pe laku usaha yang ba ru t u m b u h
(infant industry). Pemberian per l indungan tersebut bersifat sementara,
u n t u k mendorong pe r tumbuhan indus t r i pada daerah yang sedang
berkembang.
Disisi la in , kebi jakan mengenai pembagian wi layah d i antara pe laku
usaha dapat berdampak negatif, antara la in meningkatnya konsentrasi
pasar. Peningkatan konsentrasi pasar tersebut dapat mengakibatkan
pelaku usaha menyalahgunakan kekuatan pasar tersebut. Pembagian
wi layah d iantara pe laku usaha dapat menc iptakan pasar yang lebih kecil
dan terisolasi yang mengakibatkan inovasi dan diferensiasi p roduk yang
terbatas.
U n t u k menghindar i dampak negatif tersebut kebi jakan yang akan
d i terapkan sebaiknya dianal isa ter lebih d a h u l u dar i berbagai faktor
misalnya:
a. apakah terdapat keterkai tan antara hambatan dengan pencapaian
t u j u a n kebi jakan;
b. apakah kebi jakan mengenai pembagian wi layah yang mengakibatkan
terjadinya hambatan t idak melebihi dar i yang d i b u t u h k a n u n t u k
mencapai t u j u a n ;
c. apakah analisa yang rasional m e n d u k u n g penerapan hambatan u n t u k
mencapai t u j u a n yang d i ing inkan; dan
d. apakah hambatan yang d i terapkan dibatasi dengan j angka w a k t u yang
jelas.
Contoh kebi jakan mengenai pembagian wi layah d iantara pe laku usaha
terjadi pada i n d u s t r i pelayanan dokumen la lu l intas perdagangan mela lui
kapal l aut (Tally). Pada i ndus t r i tersebut terdapat peraturan yang
-29-
mengatur pemberian fasilitas u n t u k pembagian wi layah. Ketentuan
mengenai pemberian fasilitas pembagian wi layah dapat mengakibatkan
kemungk inan kerjasama antara Otoritas Pelabuhan dengan Asosiasi Tally
d i pe labuhan setempat u n t u k membagi wi layah sesuai dengan pagu yang
tersedia. Ketentuan mengenai pembagian wi layah d iantara pelaku usaha
mengakibatkan pembatasan wi layah pelayanan Tally d i satu pelabuhan,
dan menyebabkan perusahaan Tally t idak dapat melayani konsumen d i
luar pe labuhan yang direkomendasikan oleh Otoritas Pelabuhan dan oleh
Asosiasi Tally. Harmonisas i kebi jakan persaingan dapat t e rwu jud dengan
cara mencabut persyaratan yang menentukan adanya rekomendasi dar i
Asosiasi Tally.
II. Daftar Periksa Pengaturan Pembatasan Kemampuan Pelaku usaha
Suatu pera turan dikategor ikan mengurangi dan/atau menghambat
persaingan usaha j i k a memuat ketentuan yang dapat menyebabkan
Pasar t idak berfungsi sebagaimana mestinya. Ketentuan tersebut antara
la in dapat berupa intervensi dalam penetapan harga, pembatasan wi layah
pemasaran, a tau penetapan standar m u t u p roduk yang d iskr iminat i f .
Dampak dar i ke tentuan yang mengurangi dan/atau menghambat
persaingan usaha berpotensi menciptakan penguasaan pasar yang
m u n g k i n dapat d isa lahgunakan. Ber iku t contoh kasus dalam Daftar
Periksa i n i .
Contoh Kasus 1
Ketentuan yang membatasi kemampuan penjual untuk menetapkan
harga barang dan/atau jasa .
Kebijakan batas atas harga biasanya d i terapkan u n t u k per l indungan bagi
konsumen. Kebi jakan batas bawah harga d i gunakan u n t u k member ikan
per l indungan bagi Pelaku Usaha Mikro , Pelaku Usaha Kecil, Pelaku
Usaha Menengah (UMKM), Pelaku Usaha Lokal yang menghadapi
persaingan yang t idak adi l .
D i sisi la in , kebi jakan yang member ikan per l indungan bagi Pelaku Usaha
UMKM dan Pelaku Usaha Lokal juga dapat berdampak negatif. Kontro l
terhadap harga akan berpengaruh terhadap d inamika harga d i pasar.
Pada saat batas bawah di terapkan, pe laku usaha yang efisien dan
m a m p u member ikan harga m u r a h bagi konsumen, t idak dapat
memenangkan pasar. Pada saat batas atas d i terapkan, dorongan u n t u k
-30-
me lakukan inovasi bagi terciptanya produk yang lebih baik menjadi
hi lang.
Penetapan harga barang dan/atau jasa da lam pera turan juga dapat
mengakibatkan karte l penetapan harga. Bagi konsumen, dampak
peraturan mengenai penetapan harga dapat mengak ibatkan konsumen
kehi langan peluang mendapatkan barang dan/atau jasa dengan harga
lebih m u r a h a tau barang dan/atau jasa dengan kua l i tas yang lebih baik
wa laupun dengan harga yang lebih mahal .
Contoh Kasus 2
Ketentuan yang membatasi kebebasan pelaku usaha untuk
mempromosikan dan memasarkan barang dan/atau jasa .
Kebijakan mengenai pembatasan pemasaran pada pr ins ipnya d i tu jukan
u n t u k me l indung i konsumen sebagai akibat i k l an yang menyesatkan.
Kebijakan mengenai pembatasan pemasaran biasanya d ika i t kan dengan
produk yang t idak d ikonsums i secara u m u m dan per lu pemberian
per l indungan bagi konsumen ter tentu. Pembatasan i k l an rokok misalnya,
merupakan kebi jakan yang ber tu juan u n t u k me l indung i anak dar i
potensi menjadi perokok d i masa depan.
Pembatasan pemasaran ik lan rokok t idak semata-mata membatasi
kebebasan pemasaran pe laku usaha tetapi memi l i k i t u j u a n sosial yakn i
me l indung i anak dar i potensi menjadi perokok d i masa depan.
D i sisi l a in , kebi jakan mengenai pembatasan pemasaran dapat
mengakibatkan pembatasan kemampuan pe laku usaha ba ru u n t u k
menginformasikan keberadaan dan kual i tas p roduknya kepada
konsumen.
Ketentuan mengenai pembatasan pemasaran yang d i sk r im ina t i f dapat
mengakibatkan pe laku usaha yang sudah ada menjadi dominan. Posisi
dominan dan d i tambah hak khusus (privilige) pemasaran, berpotensi
d isa lahgunakan menjadi per i laku monopol i dan an t i persaingan usaha.
Pembatasan pemasaran barang dan/atau jasa sebaiknya di tetapkan
secara u m u m dan t idak berpotensi d iskr iminat i f .
Pembatasan pemasaran yang bertentangan dengan pr ins ip persaingan
usaha yang sehat misalnya peraturan yang memuat ketentuan yang
member ikan per l indungan kepada pe laku usaha yang sudah ada
-31-
(incumbents) secara d i skr imina t i f mela lu i pengaturan pembatasan
pemasaran, misa lnya dengan ketentuan membatas i pemasangan ik lan
produk ba ru guna mel indung i pe laku usaha lokal , berbentuk Badan
Usaha M i l i k Daerah (BUMD) atau Koperasi.
Peraturan yang member ikan per l indungan kepada konsumen harus
memuat ke tentuan tentang larangan mengenai i k l an yang menyesatkan.
Kebijakan tentang larangan mengenai i k l an yang menyesatkan lebih
efektif u n t u k me l indung i konsumen dan sesuai dengan pr ins ip
persaingan usaha d ibandingkan dengan kebi jakan pembatasan
pemasaran.
Contoh Kasus 3
Ketentuan tentang standar kualitas produk yang menguntungkan
pelaku usaha tertentu.
Ketentuan tentang penetapan standar kua l i tas p roduk pada sua tu
indus t r i d imaksudkan u n t u k meemberikan per l indungan kepada
konsumen dan/atau per l indungan bagi perekonomian da lam negeri. Pada
saat i n i sudah ada ketentuan mengenai Standar Nasional Indonesia (SNI)
dan T ingkat Komponen Dalam Negeri (Local Content). Standar i n i pada
dasarnya t idak bertentangan dengan pr ins ip persaingan usaha yang
sehat selama d i te tapkan berdasarkan per t imbangan yang t idak
d iskr iminat i f .
Penetapan standar produk dikategorikan d i sk r im ina t i f j i k a pemenuhan
standar tersebut hanya dapat d ipenuhi oleh sa tu a tau beberapa pelaku
usaha. Sebagai ak ibat dar i kebi jakan tersebut, pasar menjadi
terkonsentrasi dan mengurangi persaingan da lam pasar. Dalam
penyusunan Peraturan seharusnya t idak menetapkan standar yang
berlebihan yang dapat mengurangi persaingan usaha.
Contoh: pengaturan standar d i b idang jasa. Kebijakan yang
mensyaratkan bahwa penilai usaha yang me lakukan kegiatan d i pasar
modal wajib menjadi anggota Masyarakat Profesi Penilai Indonesia
(MAPPI). Kebi jakan tersebut berpotensi m e n i m b u l k a n persaingan usaha
yang t idak sehat antara la in menciptakan hambatan masuk (entry barrier)
dan d iskr iminat i f .
-32-
Contoh Kasus 4
Ketentuan yang menaikkan biaya produksi secara t idak wajar bagi
pelaku usaha tertentu, khususnya perlakuan yang menguntungkan
bagi pelaku usaha lama dibandingkan pelaku usaha pendatang baru.
Peraturan yang memuat ketentuan yang mena ikan biaya produks i
biasanya d i te tapkan u n t u k menjaga investasi d i daerah ter tentu atau
u n t u k men ingka tkan penerimaan Negara a tau penerimaan Daerah.
Peningkatan biaya produks i dapat berupa penentuan syarat pemberian
upah m i n i m u m yang meningkat secara s igni f ikan a tau persyaratan
perpanjangan iz in usaha yang mengharuskan pendir ian pabr ik a tau
komi tmen permodalan jangka panjang. J i k a ke tentuan i n i d i tu jukan
kepada se luruh pe laku usaha dalam suatu i n d u s t r i , ke tentuan mengenai
kenaikan biaya produks i , t idak bertentangan dengan pr ins ip persaingan
usaha yang sehat.
Ketentuan mengenai kenaikan biaya p roduks i dapat berpotensi
mengakibatkan d i skr iminas i bagi pe laku usaha te r tentu . Sebagai contoh
yang ekstrem, adalah penetapan Grandfather Clause. Ketentuan
Grandfather Clause, mendiskr iminas i persyaratan dengan menaikan
biaya p roduks i bagi pe laku usaha potensial. Penerapan ketentuan
Grandfather Clause misalnya pengalaman pe laku usaha yang sudah ada
d in i la i setara dengan persyaratan keberadaan mesin te r tentu . Penerapan
grandfather clause dalam kebi jakan i n d u s t r i d i m u n g k i n k a n u n t u k
mengurangi persaingan yang diprediksi akan menyu l i t kan pe laku usaha
yang sudah ada.
I I I . Daftar Periksa Pengaturan Pengurangan Insent i f U n t u k Bersaing
Dalam kondis i pasar yang baik, persaingan d iantara pe laku usaha akan
terjadi misa lnya persaingan inovasi p roduk dan efisiensi biaya produks i .
Pada akh i rnya konsumen akan mener ima p i l ihan barang dan/atau jasa
yang beragam dar i sisi kual i tas a t aupun harga. Namun ada kalanya
pasar terganggu oleh kebi jakan atau pera turan yang mengurangi minat
pelaku usaha u n t u k bersaing, misalnya dengan ketentuan yang
member ikan fasilitas kepada pe laku usaha u n t u k me lakukan karte l .
Penilaian dengan menggunakan daftar per iksa i n i dapat mengidenti f ikasi
ketentuan yang member ikan fasilitas karte l da lam satu pasar. Kartel
pada pr ins ipnya sangat su l i t d ibentuk secara mapan, tetapi peraturan
-33-
yang mengikat d i antara pe laku karte l dapat melanggengkan keberadaan
karte l . Kecurigaan d iantara pe laku karte l dapat d imin imal i sas i dengan
pengawasan karte l yang difasi l itasi kebi jakan pemer intah, misalnyanya
dalam ben tuk penetapan peraturan yang memuat kewajiban
penyampaian laporan harga dan penyampaian laporan hasi l penjualan
kepada Asosiasi dan disertai sanksi bagi pelanggarnya.
Ber ikut contoh kasus da lam Daftar Periksa 3
Contoh Kasus 1
Ketentuan yang menciptakan pengaturan sendir i atau pengaturan
bersama.
Ketentuan mengenai pengaturan sendir i adalah ke tentuan pengaturan
yang d i l akukan oleh asosiasi pe laku usaha da lam satu pasar berdasarkan
hak yang d iber ikan oleh pemerintah u n t u k mengatur d i r inya sendiri
dalam ha l -ha l yang berkai tan dengan persaingan. Misalnya penetapan
harga, rekomendasi iz in usaha baru , a tau kuo ta penjualan. Selanjutnya
yang d imaksud dengan rezim pengaturan bersama adalah peraturan yang
mensyaratkan penetapan kebi jakan yang be rhubungan dengan indus t r i ,
disepakati bersama antara Asosiasi dan Pemerintah.
Baik pengaturan sendir i (self-regulatory) m a u p u n pengaturan bersama
(co-regulatory) dapat member ikan fasilitas bagi kar te l mela lu i asosiasi.
Dengan pemberian hak kepada asosiasi pe laku usaha u n t u k menetapkan
harga, rekomendasi iz in usaha baru , a tau kuo ta penjualan, maka
kesepakatan kar te l dapat terwujud. Ketentuan mengenai pemberian
fasilitas bagi kar te l disertai dengan ketentuan pengawasan oleh asosiasi
atau oleh instans i pemer intah terkait .
Ketentuan mengenai pengaturan sendir i (self-regulatory) dan pengaturan
bersama (co-regulatory) yang mengakibatkan t i m b u l n y a karte l dapat
mengurangi insent i f persaingan d iantara pe laku usaha. Pelaku usaha
merasa aman dengan kesepakatan karte l yang d i l indung i oleh
berdasarkan ke tentuan mengenai pengaturan sendir i (self-regulatory) dan
pengaturan bersama (co-regulatory). Dengan demik ian persaingan dalam
inovasi dan harga t idak terjadi.
U n t u k kasus tersebut, KPPU pernah menge luarkan surat berisi saran
(harus dicatat secara lenRkap no, tanggal, t tg saran) terkai t peraturan
yang member ikan hak pengaturan sendir i kepada Asosiasi. Dalam kasus
-34-
in i , Asosiasi penerbangan diber i hak berdasarkan Peraturan Menteri
Perhubungan (harus jelas peraturan no, t a h u n , ttg) u n t u k menetapkan
tar i f penerbangan. Impl ikas inya, konsumen d ihadapkan pada tar i f
penerbangan yang t inggi dan terbatasnya p i l ihan maskapai .
KPPU, berdasarkan surat (diatas tadi) berhasi l meyak inkan Menteri
Perhubungan u n t u k mencabut peraturan yang member ikan (sebutkan
peraturannya) .
Pada saat i n i , berdasarkan Peraturan No... Tahun. . . Tentang... Menteri
Perhubungan menetapkan tar i f batas atas da lam sua tu formula yang
bersifat sebagai ta r i f referensi bagi penerbangan kelas ekonomi dan
p i l ihan maskapai penerbangan dalam beberapa rute .
Contoh Kasus 2
Ketentuan yang mengharuskan pelaku usaha menginformasikan
tentang produk (perjelas jenis , formulasi ) , harga, penjualan, atau biaya.
(diperjelas dan di lengkapi maksudnya a tau spesifikasinya)
Kebijakan yang mewaj ibkan publ ikas i informasi seperti harga dan volume
produks i pada dasarnya d igunakan sebagai cara u n t u k mengurangi biaya
konsumen da lam memperoleh informasi. Oleh karena i t u pe laku usaha
harus menyediakan informasi tentang harga dan volume produks i yang
jelas.
D i sisi la in , kebi jakan tersebut dapat mendorong terbentuknya karte l ,
karena pada pr ins ipnya yang d iper lukan u n t u k kar te l adalah dapat
memonitor secara efektif per i laku pasar pesaingnya.
Salah satu penyebab karte l sul i t mencapai kemapanan adalah
keterbatasan informasi dalam pengawasan karte l . Perpecahan dalam
karte l sering terjadi sebagai akibat pelanggaran terhadap kesepakatan
karte l i t u sendir i . Kewajiban pengumpulan a tau pub l ikas i informasi
harga, p roduks i , penjualan, dan biaya p roduks i dapat member ikan
kemudahan bagi kar te l u n t u k mencapai kemapanan.
Ketentuan Peraturan yang mewaj ibkan penyampaian informasi
perusahaan biasanya d igunakan u n t u k kepent ingan stat is t ik indus t r i .
U n t u k mencapai t u j u a n tersebut, d isarankan u n t u k menggunakan
ins t rumen sampl ing stat is t ik a tau penggunaan data rata-rata ter t imbang
dan menghindar i kewajiban penyampaian data secara r inc i . Ketentuan
-35-
Peraturan yang mewaj ibkan penyampaian in formasi data mela lui Asosiasi
merupakan kebi jakan yang ku rang tepat da lam menc iptakan i k l i m
persaingan usaha yang sehat karena dapat mendorong terbentuknya
karte l .
Contoh Kasus 3
Ketentuan yang mengecualikan kegiatan industr i atau kelompok
pelaku usaha tertentu dari Undang-Undang tentang Persaingan
Usaha.
Pengecualian i n d u s t r i a tau kelompok pe laku usaha dar i h u k u m
persaingan da lam daftar periksa i n i t idak berka i tan dengan ketentuan
Pasal 50 h u r u f a Undang-Undang Nomor 5 T a h u n 1999 tentang Larangan
Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Daftar periksa i n i
d imaksudkan u n t u k peraturan yang t idak d ipe r in tahkan oleh Peraturan
Perudang-undangan yang lebih t inggi t ingkatannya tetapi u n t u k
mengatur pengecualian terhadap ketentuan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.
Penetapan Peraturan Perundang-undangan/Peraturan Kebijakan yang
mengecual ikan kegiatan indus t r i a tau kelompok pe laku usaha ter tentu
dar i Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dapat d i laksanakan u n t u k
member ikan per l indungan kepada kepentingan t e r t en tu (perjelas siapa
yang d i l indung i , ber ikan contoh). Dengan demik ian , Peraturan
Perundang-undangan/Peraturan Kebijakan d ibawah Undang-Undang
yang t idak mendapatkan delegasi u n t u k melaksanakan perjanjian atau
kegiatan yang d i larang h u k u m persaingan usaha dar i Undang-Undang,
di larang memuat ke tentuan tentang pengecualian sebagaimana d ia tur
dalam Pasal 50 h u r u f a Undang-Undang Nomor 5 T a h u n 1999 tentang
Larangan Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Harmonisasi kebi jakan u n t u k peraturan/kebi jakan yang ber laku adalah
dengan me lakukan perubahan atau pencabutan Peraturan tersebut.
IV. Daftar Periksa Pengaturan Pembatasan Pi l ihan Barang dan/atau Jasa
Bagi Konsumen
Daftar periksa yang masuk dalam bagian i n i memuat pertanyaan yang
ber tu juan u n t u k mene lusur i ketentuan da lam Rancangan Peraturan
-36-
Perundang-undangan/Rancangan Peraturan Kebi jakan a tau Peraturan
Perundang-undangan/Peraturan Kebijakan yang mengatur pembatasan
p i l ihan barang dan/atau jasa. Ber ikut pertanyaan pada bagian i n i :
1. Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan
Peraturan Kebi jakan atau Peraturan Perundang-undangan/Peraturan
Kebijakan yang d imaksud memuat ke tentuan mengenai pembatasan
bagi konsumen u n t u k memi l ih pe laku usaha; a tau
2. Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan
Peraturan Kebi jakan atau Peraturan Perundang-undangan/Peraturan
Kebijakan yang d imaksud yang memuat ke tentuan mengenai
pembatasan mobi l i tas konsumen u n t u k p indah ke pe laku usaha la in
mela lui pembebanan biaya perpindahan pe laku usaha?
-37-
CONTOH KASUS DALAM DAFTAR P E R I K S A II
PEMERIKSAAN TERHADAP RANCANGAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN/RANCANGAN PERATURAN K E B I J A K A N
ATAU PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN/PERATURAN K E B I J A K A N
DI S E K T O R EKONOMI, YANG D IKECUALIKAN DALAM UNDANG-UNDANG
NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN P R A K T E K MONOPOLI
DAN PERSAINGAN USAHA T IDAK S E H A T
Daftar periksa i n i merupakan t indak lan jut dar i ke tentuan Pasal 50 h u r u f a
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang berbunyi :
Pasal 50
Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah:
a. perbuatan dan/atau perjanjian yang bertujuan
melaksanakan peraturan perundang-undangan yang
berlaku; atau
Mengenai ke tentuan dalam Pasal 50 h u r u f a i n i KPPU telah menyusun
Pedoman Pasal 50 h u r u f a yang d i t e rb i tkan dalam Peraturan KPPU Nomor 5
Tahun 2009. Da lam Pedoman tersebut di jelaskan bahwa Peraturan
Perundang-undangan yang ber laku dalam ketentuan Pasal 50 h u r u f a harus
d iar t ikan Undang-Undang Dasar Negara Republ ik Indonesia Tahun 1945
dan/atau Undang-Undang sektoral yang terkai t a tau ke tentuan yang d ia tur
dalam Peraturan perundang-undangan d i bawah Undang-Undang tetapi
mendapat delegasi secara tegas dar i Undang-Undang yang bersangkutan.
"Peraturan Perundang-undangan yang ber laku" t idak boleh d i ta fs i rkan
secara luas dengan mengacu u n t u k melaksanakan se luruh jenis peraturan
perundang-undangan. 1
Pertanyaan u n t u k peni la ian peraturan i n i adalah sebagai ber ikut :
"Apakah Peraturan Perundang-undangan yang berlaku merupakan
peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang?"
Peraturan yang mengatur ketentuan yang memuat perbuatan dan/atau
perjanjian yang bertentangan dengan UU Nomor 5 T a h u n 1999 tentang
Larangan Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha T idak Sehat d ikatakan
i lebih lanjut baca Lampiran Peraturan KPPU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 Huru f a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. haL 2 1 .
-38-
dikecual ikan j i k a berbentuk Undang-Undang a tau pera turan d i bawah
Undang-Undang yang d iamanatkan u n t u k mengatur lebih lan jut sua tu
ketentuan.
Apabila Peraturan termasuk kr i ter ia pengecualian, peni la i member ikan
jawaban "Ya". Jawaban "Ya" berart i pera turan tersebut merupakan
peraturan yang d ikecua l ikan dalam UU No. 5 T a h u n 1999 tentang Larangan
Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tersebut dan t idak
per lu d ipertentangkan dengan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Apabila Peraturan t idak termasuk kr i ter ia pengecualian, peni la i member ikan
jawaban "Tidak". Jawaban "Tidak" berart i pera turan harus d in i la i mela lu i
daftar periksa ber ikutnya . Pemeriksaan d i l akukan pada ketentuan yang
d in i la i bertentangan dengan ketentuan UU No. 5 T a h u n 1999 tentang
Larangan Praktek Monopol i dan Persaingan Usaha T idak Sehat.
-39-
CONTOH KASUS DALAM DAFTAR P E R I K S A III
PEMERIKSAAN TERHADAP RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN/RANCANGAN PERATURAN K E B I J A K A N ATAU PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN/PERATURAN K E B I J A K A N YANG MEMBERIKAN
HAK MONOPOLI DAN/ATAU HAK PEMUSATAN KEGIATAN YANG
BERKAITAN DENGAN PRODUKSI DAN/ATAU PEMASARAN BARANG
DAN/ATAU J A S A YANG MENGUASAI HAJAT HIDUP ORANG BANYAK
S E R T A CABANG-CABANG PRODUKSI YANG PENTING BAGI NEGARA
Daftar Periksa I I I i n i d i tu jukan u n t u k mengetahui apakah terdapat
pengaturan monopol i dan/atau pemusatan kegiatan oleh suatu
badan/lembaga/BUMN/BUMD yang d iben tuk dan d i t u n j u k oleh
Pemerintah. Hal i n i ber tu juan u n t u k menerapkan ke tentuan Pasal 51 UU
Nomor 5 T a h u n 1999 tentang Larangan Praktek Monopol i dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
Pasal 51
Monopoli dan/atau pemusatan kegiatan yang berkenaan
dengan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa
yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-
cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan
Undang-Undang dan diseleng gar akan oleh Badan Usaha Milik
negara dan/atau badan/atau lembaga yang dibentuk atau
ditunjuk oleh Pemerintah.
Contoh Badan/Lembaga/BUMN/BUMD yang d iben tuk oleh Pemerintah dan
d i tun juk u n t u k me lakukan pemusatan kegiatan usaha yang berhubungan
dengan Sumber Daya A lam yang d ikuasa i oleh negara adalah PT. PLN
(Persero). PT. PLN (Persero) menguasai pasar penyediaan l i s t r i k d i Indonesia.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk
Perusahaan mengatur dasar kewenangan PT. PLN (Persero) tersebut.
Peraturan tersebut masuk kategori pera turan k h u s u s karena l i s t r ik
merupakan sumber daya yang d ikuasai oleh negara dan menguasai hajat
h idup orang banyak.
Cabang p roduks i pent ing t idak selalu berhubungan dengan Sumber Daya
Alam yang d ikuasa i negara. Ada kalanya, cabang produks i t idak
menyangkut sama sekali dengan sumber daya a lam, misalnya indus t r i
penjaminan kesehatan. Penjaminan kesehatan merupakan jasa penting yang
-40-
menguasai hajat h i d u p orang banyak dan t idak bersangkutan dengan
sumber daya a lam. Oleh karena i t u , pertanyaan kedua mengakomodasi ha l
in i .
Badan Penyelenggara J a m i n a n Sosial (BPJS) merupakan contoh cabang jasa
yang pent ing n a m u n t idak berkai tan langsung dengan sumber daya alam.
BPJS d ibentuk dengan Undang-Undang Nomor 24 T a h u n 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jam inan Sosial. J i k a peni la i menemui kondis i
Peraturan seperti Undang-Undang BPJS maka proses peni la ian masuk ke
Daftar Periksa Netralitas, Daftar Periksa Transparans i Tata Kelola, dan
Daftar Periksa Pengendalian Praktek Monopoli .
Ber ikut penjelasan dar i masing-masing daftar per iksa dan pertanyaannya
serta contoh norma da lam Peraturan Perundang-undangan yang ber laku:
1. Daftar Periksa Netralitas Persaingan Usaha
Daftar Periksa i n i d i is i u n t u k Peraturan yang mengatur keberadaan
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD yang mendapat hak Monopoli a tau
penguasaan pasar berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan tetapi memi l i k i usaha komersi l d i pasar terintegrasi . Misalnya
Perusahaan Daerah Air M i n u m (PDAM) yang memi l i k i u n i t usaha atau
bisnis Air M i n u m Dalam Kemasan (AMDK).
PDAM diber ikan tugas mendis t r ibus ikan air b a k u me la lu i pipa. D is t r ibus i
Air B a k u me la lu i p ipa merupakan pasar yang d imonopol i PDAM.
Sedangkan pasar AMDK adalah pasar ter integrasi dengan pasar
Dis t r ibus i Air B a k u mela lui pipa. Daftar Periksa Netralitas d i l akukan
u n t u k menguj i apakah telah terdapat pera turan yang menjamin PDAM
t idak menya lahgunakan posisi dominan d i pasar D i s t r ibus i Air Baku
melalui pipa da lam bisnis AMDK.
Daftar Periksa i n i t e rd i r i atas 2 (dua) pertanyaan. Pertanyaan atas
peni laian netral i tas persaingan usaha d i t u j u k a n agar pera turan memuat
ketentuan mengenai pemisahan kegiatan Badan/Lembaga/BUMN/BUMD
yang diber i hak monopol i antara yang d iamanatkan peraturan
perundangan dengan u n i t usaha komersialnya. Be r i ku t pertanyaan dar i
Daftar Periksa Netralitas Persaingan Usaha:
a. Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan
Peraturan Kebijakan atau Peraturan Perundang-
undangan/ Peraturan Kebijakan yang d imaksud memuat ketentuan
-41-
yang memisahkan unit usaha yang dimonopoli dengan yang tidak
dimonopoli dalam pasar yang terintegrasi secara ver t ika l?
Ketentuan pemisahan s t r u k t u r bisnis da lam pera turan d imaksudkan
agar ekspansi usaha dar i Badan/Lembaga/ BUMN/BUMD yang
mendapat Hak Monopol i t idak mel ibatkan i n s t rumen mandator is dar i
Peraturan Perundangan dalam usaha komersialnya. Hal i n i dapat
d ia r t i kan bahwa j i k a Badan/Lembaga/BUMN/ BUMD ingin
me lakukan kegiatan usaha komersial d i pasar ter integrasi l a in , harus
membentuk badan usaha baru .
Contoh pemisahan s t r u k t u r bisnis da lam pera turan adalah peraturan
indus t r i M inyak dan Gas B u m i . Dalam i n d u s t r i M inyak dan Gas B u m i ,
PT. PGN (Persero), Tbk. yang bergerak da lam usaha pengangkutan
(Transporter) wajib mend i r ikan badan usaha ba ru u n t u k me lakukan
kegiatan usaha tata niaga (Trader). Demik ian juga da lam indus t r i
Ketenagal istr ikan, PT. PLN (Persero) mend i r i kan PT. Indonesia Power
u n t u k mengakomodasi peraturan pemisahan kegiatan usaha
pembangki tan dengan kegiatan usaha d i s t r ibus i dan t ransmis i yang
merupakan tugas PT. PLN (Persero) sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
Dengan pemisahan s t r u k t u r bisnis tersebut, pe laku usaha potensial d i
pasar terintegrasi dapat d iper lakukan secara adi l , dengan demik ian
Peraturan tersebut dapat d in i la i netral terhadap persaingan usaha d i
pasar ter integrasi dengan pasar yang d imonopol i . Apabi la pasar
terintegrasi ada d i h u l u , maka manfaat akan d irasakan oleh
Badan/Lembaga/ BUMN/BUMD yang mendapat Hak Monopol i ,
sedangkan j i k a pasar terintegrasi ada d i h i l i r , konsumen yang akan
mendapatkan manfaat persaingan.
Sebagai contoh ha l tersebut adalah ketentuan sebagaimana ter tuang
dalam Peraturan Menter i Komunikas i dan In format ika Nomor 1 Tahun
2010 tentang Penyelenggaran Jar ingan Telekomunikasi , yang
mengatur tentang ketentuan pemisahan u n i t usaha sebagai ber ikut :
Pasal 8
(2) Penyelenggara jaringan telekomunikasi diwajibkan
memisahkan komponen-komponen pelayanannya
-42-
(unbundling) dalam rangka menyediakan pelayanan yang
dibutuhkan oleh penyeleggara telekomunikasi.
(3) Komponen-komponen yang dimaksud pada ayat (2) berupa:
a. Jaringan lokal;
b. Perangkat antar muka;
c. Sentral (pusat penyambungan);
d. Transmisi; dan
e. Sistem pendukung operaasi, pelayanan dan perangkat
tambahan.
b. Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan
Peraturan Kebijakan atau Peraturan Perundang-
undangan/Peraturan Kebijakan yang dimaksud memuat ketentuan
yang memisahan laporan keuangan antara unit usaha yang
dimonopoli dengan unit usaha yang tidak dimonopoli dalam pasar
yang terintegrasi secara vert ika l?
Pemisahan laporan keuangan yang d imaksud da lam pertanyaan i n i
ber tu juan u n t u k member ikan kejelasan (transparansi) pemakaian hak
monopol i hanya d igunakan u n t u k kegiatan yang d ia tur dalam
Peraturan Perundangan saja. Mesk ipun secara s t r u k t u r bisnis usaha
komersial Badan/Lembaga/BUMN/BUMD berada pada badan h u k u m
la in , n a m u n potensi pencampuran pengelolaan keuangan dapat
d imin ima l i s i r dengan ketentuan pemisahan laporan keuangan
tersebut.
Laporan keuangan yang disaj ikan secara terpisah antara u n i t usaha
yang d imonopol i sebagaimana d i t en tukan da lam Peraturan
Perundang-undangan dengan u n i t usaha yang t idak d imonopol i dapat
d igunakan sebagai sarana pengawasan j i k a ter jadi penyalahgunaan
pengelolaan keuangan oleh Badan/Lembaga/BUMN/BUMD u n t u k
kegiatan usaha komersialnya. Dengan demik ian distorsi pasar
terintegrasi ak ibat pencampuran pengelolaan keuangan oleh
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD dapat d ih inda r i dan Peraturan dapat
d ika takan Netral dengan keberadaan ke tentuan pemisahan laporan
keuangan tersebut.
Contoh penyusunan norma yang d isarankan terkai t dengan hal
tersebut diatas adalah sebagai ber ikut :
-43-
(1) Dalam hal dilakukan pemisahan unit usaha harus disertai
pemisahan pemisahaan pembukuan.
Penjelasan: Pemisahan unit usaha yang disertai dengan
pemisahan pembukuan dimaksudkan untuk menjamin
netralitas.
Daftar Periksa Netralitas Perlakuan Khusus
Pengaturan Per lakuan Khusus d idasarkan pada beberapa peraturan yang
member ikan ke tentuan khusus kepada pe laku usaha sebagaimana
d i t en tukan da lam Peraturan Perundang-undangan. Ketentuan khusus
tersebut d i te rapkan antara la in d i b idang perpajakan, sumber
pembiayaan, t ingkat s u k u bunga khusus , subsid i , dan pengaturan
pengadaan barang/jasa. J i k a Badan/Lembaga/BUMN/BUMD
mendapatkan salah satu dar i per lakuan k h u s u s tersebut, peraturan
harus member ikan j a m i n a n bahwa Badan/Lembaga/BUMN/BUMD
tersebut t idak menya lahgunakan per lakuan k h u s u s tersebut u n t u k u n i t
usaha la in yang t idak dimonopol i .
Daftar Periksa i n i t e rd i r i atas 4 (empat) pertanyaan sebagai ber ikut :
a. Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan
Peraturan Kebijakan atau Peraturan Perundang-
undangan/Peraturan Kebijakan memisahkan pengaturan
perpajakan antara unit usaha yang dimonopoli dengan unit usaha
yang tidak dimonopoli?
U n t u k menjaga netral i tas persaingan usaha d i pasar pada pr ins ipnya
per lu ada pengaturan perpajakan yang sama bagi BUMN dan pe laku
usaha yang la in sehingga t idak membebani pe laku usaha ter tentu.
Contoh ke tentuan tersebut sebagaimana terdapat da lam Pasal 31 ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) UU Nomor 22 T a h u n 2001 tentang Minyak
dan Gas B u m i yang mengatur mengenai pener imaan negara sebagai
ber ikut :
Pasal 31
(1) Badan Usaha atau Bentuk usaha Tetap yang
melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) wajib membayar
penerimaan negara yang berupa pajak dan Penerimaan
Negara bukan Pajak.
-44-
(2) Penerimaan Negara yang berupa pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas:
a. pajak-pajak;
b. bea masuk dan pungutan lain atas impor dan cukai;
c. pajak daerah dan retribusi daerah.
(3) Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) terdiri atas:
a. bagian negara;
b. pungutan negara yang berupa iuran tetap dan iuran
Eksplorasi dan Eksploitasi;
c. bonus-bonus.
b. Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan
Peraturan Kebijakan atau Peraturan Perundang-
undangan/Peraturan Kebijakan yang dimaksud memuat ketentuan
yang memisahkan pengaturan akses sumber pembiayaan antara
unit usaha yang dimonopoli dengan unit usaha yang tidak
dimonopoli?
Akses sumber pembiayaan Badan/Lembaga/BUMN/ BUMD
sebagaimana d ia tu r da lam Peraturan Perundang-undanganan dapat
berupa alokasi Penyertaan Modal da lam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Akses sumber pembiayaan dapat pu la berasal dar i Bank
BUMN dengan t ingkat bunga yang beda dengan pasar. Keistimewaan
in i semata-mata d imaksudkan u n t u k m e n d u k u n g kegiatan yang
d ia tur da lam Peraturan Perundang-undangan.
Ketentuan pemisahan pengaturan akses sumber pembiayaan
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD d imaksudkan agar pasar terintegrasi
t idak terdistors i adanya keist imewaan per lakuan akses sumber
pembiayaan tersebut. Ketentuan yang tegas dapat berupa ketentuan
mengenai larangan u n i t usaha komersia l dar i
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD u n t u k mendapatkan akses sumber
pembiayaan dan per lakuan perbankan yang sama dengan kegiatan
yang dimonopol i .
c. Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan
Peraturan Kebijakan atau Peraturan Perundang-
-45-
undangan/Peraturan Kebijakan yang d imaksud memuat ketentuan
yang memisahkan pengaturan pengadaan barang dan/atau jasa
antara unit usaha yang dimonopoli dengan unit usaha yang tidak
dimonopoli?
Contoh ke tentuan atas pertanyaan i n i adalah sebagaimana d ia tur
dalam Peraturan Menter i BUMN Nomor Per-15/MBU/2012 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menter i BUMN Nomor Per 05/MBU/2008
tentang Pedoman U m u m Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa
Badan Usaha M i l i k Negara yang menentukan sebagai ber ikut :
Pasal 2
Pengadaan Barang dan Jasa wajib menerapkan prinsip-prinsip:
a. efisien;
b. efektif;
c. kompetitif;
d. transparan;
e. adil dan wajar;
f. akuntabel.
Namun demik ian , da lam rangka mendorong sinergi BUMN dan anak
perusahaan BUMN, maka terdapat pengaturan preferensi dalam Pasal
9 ayat (3) h u r u f j yang berbuny i sebagai ber ikut :
j . penyedia barang dan jasa adalah BUMN, Anak Perusahaan
BUMN atau Perusahaan Terafiliasi BUMN, sepanjang barang
dan/atau jasa dimaksud adalah merupakan produk atau
layanan dari BUMN, Anak Perusahaan BUMN, Perusahaan
Terafiliasi BUMN, dan/atau usaha kecil dan mikro, dan
sepanjang kualitas, harga, dan tujuannya dapat
dipertanggungjawabkan, serta dimungkinkan dalam
peraturan sektoral.
Monopol i kegiatan usaha ter tentu d imaksudkan u n t u k memenuhi
k ebu tuhan hajat h idup orang banyak. Oleh karena i t u , da lam rangka
memenuh i ke tentuan Peraturan Perundang-undangan, terkadang
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD mendapat keist imewaan dalam
kebi jakan pengadaan barang dan/atau jasa. Peraturan yang netral
akan member i penegasan pemisahan kebi jakan pengadaan barang
dan/atau jasa antara u n i t usaha yang dmonopol i dengan u n i t usaha
yang t idak dimonopol i .
-46-
d. Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan
Peraturan Kebijakan atau Peraturan Perundang-
undangan/ Peraturan Kebijakan memuat ketentuan tentang subsidi
yang hanya digunakan untuk kepentingan yang sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang?
Contoh ketentuan u n t u k pertanyaan i n i sebagaimana d ia tur dalam
Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan
Gas B u m i yang berbuny i sebagai ber ikut :
Pasal 55
Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau
Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh
miliar rupiah).
Perlakuan k h u s u s terhadap Badan/Lembaga/BUMN/ BUMD antara
la in adalah pemberian subsidi atas kegiatan Public Service Obligation
(PSO). Da lam indus t r i Perkeretaapian, PT. KAI (Persero) yang
mendapat subsid i atas pelayanan transportas i kelas ekonomi, hanya
dapat memanfaatkan subsidi tersebut u n t u k u n i t kegiatan pelayanan
kelas ekonomi sebagaimana d ia tur da lam Peraturan Perundang-
undangan. J i k a d igunakan u n t u k u n i t pelayanan kelas bisnis,
misalnya, akan su l i t membayangkan adanya pe laku usaha ba ru yang
akan bersaing dengan PT. KAI (Persero). Penegasan pemanfaatan
subsid i da lam peraturan mencerminkan sifat netra l peraturan
terhadap persaingan d i u n i t usaha komersial terintegrasi .
Daftar Periksa Transparansi Tata Kelola
Prinsip Transparans i Tata Kelola da lam Daftar Periksa i n i merupakan
pr ins ip yang berdasarkan pengalaman KPPU bersinggungan dengan
persaingan usaha. Transparansi dan Akuntab i l i t as yang d ia tur dalam
Peraturan Perundang-undangan bagi Badan/Lembaga/BUMN/BUMD
yang mendapat Hak Monopoli d iharapkan memin imal i s i r penyalahgunaan
posisi dominan .
Daftar per iksa i n i t e rd i r i atas 4 (empat) pertanyaan sebagai ber ikut :
a. Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan
Peraturan Kebijakan atau Peraturan Perundang-
-47-
undangan/Peraturan Kebijakan memuat ketentuan tentang
pemisahan peran operator dan regulator?
Contoh ke tentuan mengenai pemisahan peran antara operator dan
regulator sebagaimana d ia tur dalam Pasal 38, Pasal 41 ayat (1), dan
Pasal 44 ayat (3) h u r u f a Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001
tentang Minyak dan Gas B u m i yang berbuny i sebagai ber ikut :
Pasal 38
Pembinaan terhadap kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi
dilakukan oleh pemerintah.
Pasal 41
a. Tanggung jawab kegiatan pengawasan atas pekerjaan dan
pelaksanaan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi terhadap
ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku berada pada departemen yang bidang tugas dan
kewenanangannya meliputi kegitan usaha Minyak dan Gas
Bumi dan departemen lain yang terkait.
Pasal 44
(3) Tugas Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) adalah:
a. memberikan pertimbangan kepada Menteri atas
kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran
Wilayah Kerja serta Kontrak Kerja Sama;
Berdasarkan pengalaman KPPU dalam me lakukan evaluasi kebi jakan,
terdapat Badan/Lembaga/ BUMN/BUMD yang mendapatkan Hak
Monopol i yang d ia tur dalam Undang-Undang tetapi t idak d ia tur
bagaimana pengawasannya sehingga sering terjadi
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD tersebut j uga menjadi regulator dalam
indus t r i tersebut. Dalam posisi sebagai operator sekaligus regulator,
sering terjadi Badan/Lembaga/BUMN/BUMD menyalahgunakan
wewenang tersebut dalam pasar terintegrasi dengan membuat
pera turan yang hanya menguntungkan
Badan/ Lembaga/ BUMN/ BUMD tersebut.
Ketentuan yang secara tegas mengatur bahwa
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD hanya sebagai operator, dapat
menu tup kemungk inan penyalahgunaan wewenang u n t u k bert indak
sebagai regulator. Akan lebih tepat j i k a Peraturan Perundang-
-48-
undangan memuat ketentuan pengawasan atas kegiatan
Badan / Lembaga/ BUMN/ BUMD.
a. Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan
Peraturan Kebijakan atau Peraturan Perundang-
undangan/Peraturan Kebijakan tidak member ikan peluang bagi
intervensi Pemerintah dalam operasional pelaku usaha monopoli?
Contoh ke tentuan u n t u k pertanyaan i n i sebagaimana d ia tur dalam
Keputusan Menter i Perhubungan Nomor KM. 31 T a h u n 2003 tentang
Penetapan Badan Regulasi Te lekomunikas i Indonesia yang
member ikan j a m i n a n transparansi , independensi, dan pr ins ip
keadi lan. Ketentuan mengenai t ransparansi , independensi, dan pr ins ip
keadi lan sebagaimana d ia tur dalam Pasal 2 yang berbuny i sebagai
ber ikut :
Pasal2
Maksud ditetapkannya BRTI adalah untuk lebih menjamin
adanya transparansi, independensi, dan prinsip keadilan
dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan
penyelenggara jasa telekomunikasi baik dalam fungsi
pengaturan, pengawasan, dan pengendalian penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa
telekomunikasi.
Dari sisi persaingan usaha, intervensi Pemerintah da lam kegiatan
operasional Badan/Lembaga/BUMN/BUMD harus d i t iadakan.
Intervensi po l i t ik , misalnya dalam i n d u s t r i Perbankan dengan hanya
mel ibatkan beberapa Bank BUMN dalam kred i t program Pemerintah
dapat menyebabkan pasar Perbankan menjadi terdistorsi . U n t u k i t u ,
pengaturan mengenai pembatasan peluang intervensi Pemerintah
dalam kegiatan operasional Badan/Lembaga/BUMN/BUMD menjadi
penting.
b. Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan
Peraturan Kebijakan atau Peraturan Perundang-
undangan/Peraturan Kebijakan mengatur mengenai tugas,
tanggung jawab dan kewenangan pelaku usaha monopoli secara
terbuka dan transparan?
-49-
Keterbukaan dan transparansi merupakan i su sentral dalam
penegakan Good Coorporate Governance. Da lam ka i tannya dengan
persaingan, keterbukaan dan t ransparans i tugas, tanggung jawab dan
kewenangan Badan/Lembaga/BUMN/BUMD berka i tan erat dengan
persaingan usaha yang sehat. Transparansi dan Keterbukaan dalam
peraturan akan mempersempit kemungk inan penyalahgunaan posisi
dominan oleh Badan/Lembaga/BUMN/BUMD.
Contoh ke tentuan u n t u k pertanyaan i n i sebagaimana d ia tur dalam
Pasal 13 h u r u f a Peraturan Menter i Komun ikas i dan In format ika
Nomor 1 T a h u n 2010 tentang Penyelenggaraan Jar ingan
Te lekomunikasi dan Undang-Undang Nomor 22 T a h u n 2001 tentang
Minyak dan Gas B u m i .
Pasal 13 h u r u f a Peraturan Menteri Komun ikas i dan In format ika
Nomor 1 T a h u n 2010 tentang Penyelenggaraan Jar ingan
Te lekomunikasi menyebutkan:
Pasal 13
Penyediaan interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 sekurang-kurangnya harus memenuhi prinsip:
a. transparan.
Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 T a h u n 2001 tentang
Minyak dan Gas B u m i menyebutkan:
Pasal2
(2) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
angka 2 diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha
yang wajar, sehat dan transparan.
. J i k a terdapat Rancangan Peraturan Perundang-
undangan/Rancangan Peraturan Kebi jakan atau Peraturan
Perundang-undangan/Peraturan Kebijakan mengenai pemberian
subsidi, apakah Rancangan Peraturan Perundang-
undangan/Rancangan Peraturan Kebi jakan atau Peraturan
Perundang-undangan/Peraturan Kebi jakan tersebut memuat
ketentuan yang mengatur keharusan transparansi laporan
keuangan dalam penggunaan subsidi untuk kepentingan publik?
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD yang mendapat subsid i atas
pemberian pelayanan pub l ik , per lu d i l a k u k a n pengawasan atas
-50-
pemanfaatan subsidinya. Pengawasan tersebut dapat berupa
pengumuman secara te rbuka dalam laporan keuangan, terkai t dengan
penggunaan subsidi tersebut. Ketentuan yang mewajibkan
t ransparans i pengelolaan subsidi akan mengurang i penyalahgunaan
subsid i u n t u k usaha komersial Badan/Lembaga/BUMN/BUMD yang
dapat mendistors i pasar terintegrasi.
Contoh ke tentuan dar i pertanyaan i n i sebagaimana d ia tur dalam Pasal
7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 T a h u n 2001 tentang Minyak dan
Gas B u m i yang berbuny i sebagai ber ikut :
Pasal 7
(2) Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
angka 2 diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha
yang wajar, sehat, dan transparan.
Daftar Periksa Pengendalian Praktek Monopol i
Daftar Periksa i n i d i susun berdasarkan pengalaman atas evaluasi
kebi jakan KPPU. Pada u m u m n y a , peraturan yang menentukan bahwa
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD menguasai pasar t e r t en tu tanpa adanya
pengawasan akan menciptakan pe laku usaha yang berperan ganda
sebagai operator sekaligus regulator. Dengan pengaturan mengenai
pengawasan terhadap penyalahgunaan posisi Monopol i , terdistorsinya
pasar ak ibat penyalahgunaan posisi monopol i bisa d ih i langkan dengan
mekanisme pengawasan tersebut.
Ber ikut beberapa pertanyaan terkai t dengan masalah tersebut:
a. Apakah terdapat pengaturan mengenai standar min imum untuk
pelaku usaha monopoli dalam penyediaan barang/jasa publik?
Monopol i a tau pemusatan kegiatan yang d iserahkan kepada
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD rawan d isa lahgunakan dalam bentuk
penyediaan barang yang t idak berkual i tas a tau jasa pelayanan yang
seadanya. Posisi tanpa pesaing dapat menyebabkan dis insent i f dalam
pemberian pelayanan yang terbaik. U n t u k i t u , ke tentuan mengenai
Standar Pelayanan M i n i m u m bagi Badan/Lembaga/BUMN/BUMD
pent ing u n t u k d ia tur secara tegas da lam Peraturan Perundang-
undangan.
Contoh ke tentuan atas pertanyaan tersebut sebagaimana d ia tur
dalam:
- 5 1 -
Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas B u m i .
Pasal 28
(1) Bahan Bakar Minyak serta hasil olahan tertentu yang
dipasarkan di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat wajib memenuhi standar dan mutu yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 40
(1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap menjamin standar
dan mutu yang berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta menerapkan
kaidah keteknikan yang baik.
Pasal 5 ayat (1) h u r u f c, Pasal 28 h u r u f a dan h u r u f b, Pasal 29 ayat
(1) h u r u f a, h u r u f b, h u r u f d dan h u r u f e, serta Pasal 46 ayat 1
h u r u f g Undang-Undang Nomor 30 T a h u n 2009 tentang
Ketenagal istr ikan.
Pasal 5
(1) Kewenangan pemerintah di bidang ketenagalistrikan
meliputi:
c. penetapan pedoman, standar, dan kriteria di bidang
ketenagalistrikan.
Pasal 28
Pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik wajib:
a. menyediakan tenaga listrik yang memenuhi standar mutu
dan keandalan yang berlaku:
b. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada
konsumen dan masyarakat.
Pasal 29
(1) Konsumen berhak:
a. mendapat pelayanan yang baik;
b. mendapat tenaga listrik secara terus-menerus dengan
mutu dan keandalan yang baik;
c. ...;
d. mendapatkan pelayanan untuk perbaikan apabila ada
gangguan tenaga listrik;
-52-
e. mendapatkan ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang
diakitbatkan kesalahan dan/atau kelalaian
pengoperasian oleh Pemegang Ijin Usaha, Penyedia
Tenaga Listrik sesuai syarat yang diatur dalam
pengoperasian jual beli tenaga listrik.
Pasal 46
(1) Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap usaha penyediaan tenaga listrik dalam hal:
g. pemenuhan tingkat mutu dan keandalan penyediaan
tenaga listrik.
b. Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan
Peraturan Kebijakan atau Peraturan Perundang-
undangan/Peraturan Kebijakan dimaksud memuat ketentuan
mengenai tarif/harga dari barang/jasa yang dimonopoli?
Ketentuan tentang tar i f/harga dar i barang/jasa yang dimonopol i
d imaksudkan u n t u k menghindar i eksploitasi posisi dominan
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD terhadap konsumennya. Dalam posisi
dominan, Badan/Lembaga/BUMN/BUMD dapat menetapkan
tar i f/harga d i atas tar i f/harga keekonomian. Tanpa adanya pesaing
yang berart i , Badan/Lembaga/BUMN/BUMD yang bebas menetapkan
tar i f/harga sendir i , akan cenderung menetapkan tar i f/harga secara
eksesif u n t u k mengejar keuntungan . Pada saat i n i , t u n t u t a n pol i t ik
agar Badan/ Lembaga/BUMN/BUMD member ikan laba u n t u k
penerimaan Negara/Daerah dapat menyebabkan penetapan
tar i f/harga yang t inggi. T u n t u a n po l i t ik te rka i t dengan pengaturan
tar i f/harga oleh Badan/Lembaga/BUMN/ BUMD sebaiknya d ia tur
dalam Peraturan Perundang-undangan u n t u k mencegah dampak
b u r u k n y a terhadap persaingan usaha.
Contoh ke tentuan atas pertanyaan i n i adalah sebagaimana d ia tur
dalam:
- Pasal 27 dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999
tentang Te lekomunikas i
-53-
Pasal 27
Susunan tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi
dan/atau tarif penyelenggaraan jasa telekomunikasi diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
Besaran tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi
dan/atau jasa telekomunikasi ditetapkan oleh penyelenggara
jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi dengan
berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2001 tentang Minyak dan Gas B u m i yang be rbuny i sebagai ber ikut :
Pasal 28
(2) Harga Bahan Bakar Migas dan harga Gas Bumi diserahkan
pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar.
(3) Pelaksanaan kebijakan harga sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) tidak mengurangi tanggung jawab sosial
Pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu.
Pengaturan tentang tar i f da lam Undang-Undang No. 30 Tahun 2009
tentang Ketengagalistrikan, terdapat da lam beberapa Pasal, yakn i
Pasal 5 ayat (1) h u r u f d dan h u r u f j , ayat (2) h u r u f e, dan ayat (3)
h u r u f e, Pasal 29 ayat (1) h u r u f c, Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36,
dan Pasal 46 ayat (1) h u r u f i .
Pasal 5
(1) Kewenangan Pemerintah di bidang ketenagalistrikan
meliputi:
d. penetapan pedoman penetapan tarif tenaga listrik untuk
konsumen;
j . penetapan tarif tenaga listrik untuk konsumen dari
pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Kewenangan pemerintah provinsi di bidang
ketenagalistrikan meliputi:
e. penetapan tarif tenaga listrik untuk konsumen dari
pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik yang
ditetapkan oleh pemerintah provinsi.
-54-
(3) Kewenangan pemerintah kabupatan/kota di bidang
ketenagalistrikan meliputi:
e. penetapan tarif tenaga listrik untuk konsumen dari
pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik yang
ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota.
Pasal 29
(I) Konsumen berhak untuk:
c. memperoleh tenaga listrik yang menjadi haknya dengan
harga yang wajar;
Pasal 34
(1) Pemerintah sesuai dengan kewenangannya menetapkan
tarif tenaga listrik untuk konsumen dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(2) Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
menetapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berdasarkan
pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Dalam hal pemerintah daerah tidak dapat menetapkan tarif
tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah menetapkan tarif tenaga listrik untuk daerah
tersebut dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Rakyat Indonesia.
(4) Tarif tenaga listrik utuk konsumen sebagaimana dimaksud
pada ayat (I), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan
memperhatikan keseimbangan kepentingan nasional,
daerah, konsumen, dan pelaku usaha penyediaan tenaga
listrik.
(5) Tarif tenaga listrik untuk konsumen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dapat ditetapkan secara berbeda
di setiap daerah dalam suatu wilayah usaha.
Pasal 35
Pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik dilarang
menerapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen yang tidak
sesuai dengan penetapan Pemerintah atau pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.
-55-
Pasal 36
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan harga
jual, sewa jaringan, dan tarif tenaga listrik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 46
(1) Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangaannya melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap usaha penyediaan tenaga listrik dalam hal
penerapan tarif tenaga listrik dalam hal:
i. penerapan tarif tenaga listrik; dan
Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan
Peraturan Kebijakan atau Peraturan Perundang-
undangan/ Peraturan Kebijakan dimaksud memuat ketentuan
mengenai j umlah pasokan minimal barang/jasa yang tersedia di
pasar?
Pengaturan mengenai j u m l a h pasokan m i n i m a l barang/jasa yang
tersedia d i pasar d imaksudkan u n t u k mencegah kelangkaan.
Kelangkaan barang/jasa yang d i tawarkan akan menyebabkan
kenaikan harga. Strategi pen imbunan barang/jasa u n t u k mena ikkan
harga merupakan bentuk pelanggaran yang biasa terjadi dalam pasar
yang terkonsentrasi , termasuk pasar yang d idominasi oleh
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD yang d ia tur da lam Peraturan
Perundang-undangan.
Oleh karena i t u , d isarankan u n t u k memasukkan ke tentuan mengenai
j u m l a h pasokan m in ima l barang/jasa yang tersedia d i pasar dan
melarang pen imbunan . Ketentuan tersebut harus disertai dengan
pengawasan yang ketat. Ketentuan sanksi j u g a dapat d imasukkan
u n t u k mencegah penyalahgunaan posisi dominan
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD dalam ben tuk pen imbunan u n t u k
mena ikkan harga. Contoh ketentuan atas masalah tersebut
sebagaimana d ia tu r dalam:
- Pasal 3 h u r u f c dan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22
T a h u n 2001 tentang Minyak dan Gas B u m i yang berbuny i sebagai
ber ikut :
-56-
Pasal 3
Penyelenggaraan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi
bertujuan:
c. menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya Minyak Bumi
dan Gas Bumi, baik sebagai sumber energi maupun sebagai
bahan baku, untuk kebutuhan dalam negeri.
Pasal 8
(2) Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran
pendistribusian Bahan Bakar Minyak yang merupakan
komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Pasal 28 h u r u f a, Pasal 29 ayat (1), dan Pasal 46 ayat (1) UU
Ketenagal istr ikan yang berbunyi sebagai ber ikut :
Pasal 28
Pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik wajib:
a. menyediakan tenaga listrik yang memenuhi standar mutu
dan keandalan yang berlaku;
Pasal 29
(1) Konsumen berhak untuk:
b. mendapat tenaga listrik secara terus-menerus dengan
mutu dan keandalan yang baik.
Pasal 46
(1) Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap usaha penyediaan tenaga listrik dalam hal:
b. pemenuhan kecukupan pasokan tenaga listrik;
d. Apakah Rancangan Peraturan Perundang-undangan/Rancangan
Peraturan Kebijakan atau Peraturan Perundang-
undangan/Peraturan Kebijakan yang dimaksud memuat ketentuan
mengenai jangka waktu pemberian Hak Monopoli?
Jangka w a k t u monopol i yang d imaksud da lam pertanyaan i n i u n t u k
menjamin pengembalian investasi dar i Badan/
Lembaga/BUMN/BUMD diber ikan secara wajar dan t idak berlebihan.
Pada beberapa kasus, pemberian Hak Monopol i d i l akukan karena
alasan efisiensi penggunaan Anggaran Negara/Daerah. U n t u k i t u
-57-
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD akan me lakukan investasi dan
pengembalian d i h i t u n g selama beberapa t a h u n ke depannya.
Pengaturan j angka w a k t u pemberian Hak Monopol i d imaksudkan
u n t u k mencegah eksploitasi konsumen oleh
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD. Misalnya da lam proyek j a lan tol ,
pemenang proyek akan d iber ikan Hak Monopol i pengoperasian j a lan
to l yang d ibangunnya, misalnya selama 25 (dua p u l u h lima) t ahun .
Pemberian j angka w a k t u tersebut te lah mempert imbangkan
pengembalian investasi sekaligus marg in profit dar i
Badan/Lembaga/BUMN/BUMD yang menjadi pemenang proyek.
Tanpa pengaturan batasan jangka w a k t u Hak Monopol i , j a l an tol yang
dapat saja dioperasikan oleh operator la in dengan tar i f yang bersaing,
menjadi terus dimonopol i oleh Badan/Lembaga/BUMN/ BUMD
pemenang proyek.
Contoh ke tentuan tentang ha l tersebut sebagaimana d ia tur dalam
Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 14 T a h u n 2012 tentang
Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga L is t r ik , yang mengatur mengenai
pemberian i j in usaha sebagai ber ikut :
Pasal 11
Izin usaha penyediaan tenaga listrik dapat diberikan untuk
jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat
diperpanjang.
-58-
CONTOH KASUS DALAM DAFTAR P E R I K S A IV
PEMERIKSAAN TERHADAP RANCANGAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN/RANCANGAN PERATURAN K E B I J A K A N
DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN/PERATURAN
K E B I J A K A N YANG MEMBERIKAN PERLINDUNGAN BAGI
P E L A K U USAHA T E R T E N T U DI S E K T O R T E R T E N T U
Daftar Periksa IV d i gunakan u n t u k me lakukan Pemeriksaaan apakah
Peraturan Perundang-undangan yang sedang d i susun a tau yang sudah
ber laku merupakan pera turan yang member ikan per l indungan bagi pe laku
usaha te r tentu d i sektor ter tentu. Per l indungan tersebut dapat berupa
per l indungan bagi pe laku usaha kecil dar i persaingan t idak sebanding
dengan pe laku usaha besar a tau berupa pemberian per l indungan bagi
pelaku usaha besar nasional dalam bentuk penetapan Standar Nasional
Indonesia (SNI).
Ketentuan yang member ikan per l indungan bagi pe laku usaha ter tentu d i
sektor t e r tentu d i l a k u k a n u n t u k menjamin kepent ingan ekonomi nasional,
misalnya Per l indungan produk dalam negeri
Contoh ketentuan mengenai pemberian per l indungan bagi pe laku usaha
ter tentu misa lnya ke tentuan Pasal 28 h u r u f d Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2009 tentang Ketenagal istr ikan yang mengatur bahwa pemegang izin
usaha penyediaan tenaga l i s t r ik wajib mengutamakan p roduk dan potensi
dalam negeri.
Disamping i t u , da lam ketentuan Pasal 46 ayat (1) h u r u f e tentang
Pembinaan dan Pengawasan, mengatur bahwa Pemerintah a tau Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya me lakukan Pembinaan dan
Pengawasan terhadap Usaha Penyediaan Tenaga L i s t r ik dalam hal
pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa da lam negeri.
Selanjutnya Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menter i BUMN No. Per-
15/MBU/2012 tentang Perubahan atas Perraturan Menter i BUMN No-
05/MBU/2008 tentang Pedoman U m u m Pelaksanaan Pengadaan Barang
dan Jasa BUMN, menentukan bahwa pengguna barang dan jasa
mengutamakan penggunaan produks i da lam negeri, rancang bangun dan
perekayasaan nasional , serta perluasan kesempatan bagi usaha kecil ,
sepanjang kual i tas , harga dan tu juannya dapat dipertanggungjawabkan.
-59-
Dalam Pasal 2 ayat (3) d ia tur bahwa dalam rangka mendorong pe r tumbuhan
indus t r i da lam negeri, pengguna barang dan jasa dapat member ikan
preferensi penggunaan produks i dalam negeri dengan tetap mengindahkan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang ber laku.
Contoh kebi jakan mengenai per l indungan pe laku usaha keci l .
Salah satu contoh kebi jakan yang telah d iambi l oleh KPPU tentang
per l indungan bagi pe laku usaha ter tentu a tau sektor t e r tentu adalah
tentang kebi jakan pengaturan mengenai per l indungan pe laku usaha kecil
(equal playing field) antara r i te l keci l/tradisional terhadap pe laku usaha r i te l
besar. Hal tersebut d isampaikan mela lui Rekomendasi yang ter tuang dalam
Surat KPPU kepada Presiden Republ ik Indonesia No. 77/K/I I I/2007 tanggal
9 Maret 2007. Da lam surat tersebut KPPU menyarankan agar pengaturan
antara pe laku usaha dan peritel t idak boleh bertentangan dengan
persaingan usaha yang sehat. Saran tersebut d isampaikan mengingat bahwa
daya tawar peritel modern yang t inggi d iband ingkan dengan Usaha Kecil dan
Usaha Menengah.
-60-
BAB V
PENUTUP
Penggunaan Daftar Periksa Kebijakan Persaingan i n i d iharapkan dapat
membantu se luruh pemangku kepentingan (stakeholders) penyusun
kebi jakan d i Pusat a t aupun d i Daerah u n t u k t idak m e r u m u s k a n ketentuan
yang berpotensi bertentangan dengan pr ins ip Persaingan Usaha Yang Sehat.
Evaluasi kebi jakan lebih lan jut dapat d i l akukan u n t u k peraturan yang
ter indikasi berpotensi melanggar pr ins ip persaingan usaha n a m u n memi l ik i
manfaat besar bagi kepent ingan nasional. Dalam kondis i demik ian, analisa
biaya manfaat dapat d igunakan u n t u k memper t imbangkan manfaat dan
kerugian dar i memper tahankan kebi jakan tersebut.
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA KETUAr
PARAF
PARAF S E K J E N D
K A S U B B A G T U S E K J E N D