Upload
lamduong
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
Nomor : P. 32/Menhut-II/2013
TENTANG
RENCANA MAKRO PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/2010 tentang Sistem Perencanaan Kehutanan, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Kehutanan tentang Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2034);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
7. Undang–Undang …
- 2 -
7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5214);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4452);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4696), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan
Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Departemen Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4813);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5097), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5324);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5103);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5112) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5325);
16. Peraturan ...
- 3 -
16. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292);
17. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011;
18. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan
Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;
19. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011;
20. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/2010
tentang Sistem Perencanaan Kehutanan, (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 460);
21. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.10/Menhut-II/2010 tentang Mekanisme dan Tata Cara Audit Kawasan Hutan,
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 66);
22. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.32/Menhut-II/2010
tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 376), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.41/Menhut-II/2012 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1025);
23. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/Menhut-II/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan, (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 405), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.33/Menhut-II/2012 (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 779);
24. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2011
tentang Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) Tahun 2011-2030, (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 381);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG RENCANA
MAKRO PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN.
Pasal 1
Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
Pasal 2
Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) 2013-2032 yang menjabarkan arahan yang bersifat penting, strategis dan lebih detil dari RKTN 2011-2030 dalam Pemantapan Kawasan Hutan.
Pasal 3 ...
- 4 -
Pasal 3
Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan acuan Pemantapan Kawasan Hutan dalam:
a. penyusunan rencana kehutanan tingkat provinsi, kabupaten/kota dan rencana
pengelolaan hutan di tingkat Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH);
b. penyusunan rencana pembangunan kehutanan;
c. penyusunan rencana kerja usaha pemanfaatan hutan;
d. mengkoordinasikan perencanaan jangka panjang dan menengah antar sektor; dan/atau
e. pengendalian kegiatan pembangunan kehutanan.
Pasal 4
Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun, untuk mengakomodir
dinamika pembangunan kehutanan.
Pasal 5
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Juni 2013
MENTERI KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ZULKIFLI HASAN
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd. AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 887
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI,
ttd.
KRISNA RYA
- 5 -
Lampiran I Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor : P.32/Menhut-II/2013 Tanggal : 25 Juni 2013
RENCANA MAKRO PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN
TAHUN 2013 - 2032
1
I. PENDAHULUAN
A. Urgensi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan.
Hutan merupakan sumber daya alam yang penting di Indonesia yang
memerankan fungsi strategis dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan,
sehingga wajib diurus dan dikelola secara berkesinambungan bagi sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat. Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004, yang mana pada dasarnya prinsip
dan jiwa penyelenggaraan kehutanan ini selaras dengan amanat Pasal 33 Undang-
Undang Dasar 1945.
Seluruh kawasan hutan pada dasarnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat, dan Pemerintah mendapatkan wewenang untuk
mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan
hutan dan hasil hutan, menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah status dan
fungsi kawasan hutan, serta mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan
dengan tetap memperhatikan hak-hak masyarakat hukum adat sepanjang
kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya serta tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional.
Dalam rangka mempertahankan kecukupan luas dan penutupan hutan pada
setiap daerah aliran sungai (DAS) dan pulau guna memperoleh manfaat lingkungan,
ekonomi dan sosial, Pemerintah menetapkan kawasan hutan untuk dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap. Atas dasar tersebut, penyelenggaraan
pengelolaan kawasan hutan didasarkan atas sumberdaya dan potensinya, kepastian
status/fungsi dan luasan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan dan
pengendalian pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan serta pembentukan
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) diseluruh kawasan hutan.
Permasalahan-permasalahan dalam pengelolaan kawasan hutan yang
dihadapi sampai sejauh ini sekaligus menghambat terwujudnya kemantapan
kawasan hutan dalam menjamin pengelolaan hutan lestari adalah meningkatnya
kebutuhan ruang dan konflik tenurial dalam kawasan hutan berbagai sektor yang
berbasis sumberdaya lahan. Faktor-faktor pemicunya antara lain pertumbuhan
penduduk/kepadatan agraris, konflik kepentingan ruang, pemekaran wilayah serta
konflik kewenangan, kemiskinan, kepastian dan penegakan hukum yang
berkeadilan serta dinamika pembangunan sektor-sektor di luar kehutanan. Kondisi
ini sebagaimana tercermin dari usulan pemerintah daerah dalam review tata ruang
provinsi dimana hampir setiap provinsi mengusulkan adanya perubahan
status/fungsi kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain.
2
Berdasarkan hal-hal dimaksud dalam rangka perencanaan penyelengaraan
kehutanan telah ditetapkan Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) tahun
2011-2030 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.49/Menhut-II/2011. Sedangkan untuk mendukung RKTN dan menyelesaikan
permasalahan kawasan hutan dalam pemantapan kawasan hutan diperlukan
Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan (RMPKH) sebagaimana yang telah
diamanatkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/2010 tentang
Sistem Perencanaan Kehutanan. RMPKH ini memuat target, arahan kebijakan dan
strategi dalam mewujudkan pemantapan kawasan hutan.
B. Tata Hubungan Kerja Perencanaan Kehutanan.
Dalam Sistem Perencanaan Kehutanan (SISPERHUT) dinyatakan bahwa
RMPKH merupakan salah satu dari Rencana Makro Penyelenggaraan Kehutanan
yang disusun sebagai penjabaran dari RKTN, yang nantinya menjadi arahan bagi
penyusunan rencana kehutanan di bawahnya (RKTP, RKTK, dan RKPH) bidang
Pemantapan Kawasan Hutan (Gambar 1).
Gambar 1. Posisi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan dalam Sistem Perencanaan
Kehutanan sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/2010.
C. Ruang Lingkup.
1. Penjabaran sasaran-sasaran strategis kemantapan kawasan hutan dalam
RKTN 2011-2030;
2. Memuat target, arah kebijakan dan strategi dalam mewujudkan kawasan
hutan yang mantap;
3. Jangka waktu selama 20 Tahun (2013-2032);
4. Basis analisis berupa kawasan hutan sebagaimana dalam RKTN 2011-2030.
3
D. Alur Pikir dan Substansi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan.
Gambar 2. Alur Pikir dan Substansi Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan
E. Asumsi.
1. Penyelesaian masalah kawasan hutan tetap menjadi prioritas Pemerintah
dalam 20 tahun mendatang;
2. Komitmen yang kuat para pemangku kepentingan dalam
mengimplementasikan dan mewujudkannya;
3. Kondisi lingkungan strategis (faktor eksternal) tidak mengalami perubahan
yang signifikan dan tetap terkendali.
F. Definisi, Prinsip dan Kriteria Kemantapan Kawasan Hutan.
Kawasan hutan (Negara) yang mantap adalah wilayah tertentu yang telah
ditetapkan peruntukan dan fungsinya oleh Pemerintah untuk dipertahankan
keberadaanya sebagai hutan tetap (legal dan legitimate) serta terkelola dengan
jaminan dan perlindungan hak bagi seluruh pemangku kepentingan.
Prinsip dan kriteria kemantapan kawasan hutan yang didasarkan unsur-
unsur utama untuk tercapainya kemantapan kawasan hutan, yaitu:
1. Legalitas dan legitimasi kawasan hutan, dengan kriteria sebagai berikut :
a. kawasan hutan dikukuhkan melalui proses yang legal dan partisipatif, untuk
menjamin kepastian status dan fungsi serta bebas kepemilikan pihak ketiga;
b. memiliki luasan yang cukup dan sebaran hutan tetap yang proporsional pada
DAS/Pulau.
2. Jaminan hak dan perlindungan bagi seluruh pemangku kepentingan dan
masyarakat, dengan kriteria sebagai berikut :
a. arah pemanfaatan dan penggunaan ruang kawasan hutan sesuai fungsi
pokok dan kelayakannya;
4
b. kepastian ruang kelola sesuai dengan fungsi pokok dan arahan
pemanfaatannya untuk memelihara keutuhan kawasan hutan;
c. perlindungan hukum dan pelayanan publik dalam penyelesaian konflik
kawasan hutan.
3. Pengelolaan kawasan hutan, dengan kriteria sebagai berikut :
a. ada pengelola kawasan hutan sampai tingkat tapak, yang memiliki
kepastian wilayah pengelolaan, organisasi dan kecukupan sumberdaya
manusia serta sarana prasarana pengelolaan;
b. pengamanan dan perlindungan kawasan hutan, guna menjaga dan
memelihara batas dan kawasan hutan.
c. data dan informasi sumberdaya hutan dan sistem sosialnya tersedia secara
lengkap, terkini, dan terpercaya;
d. tertib administrasi pemanfaatan, penggunaan kawasan, dan perubahan
peruntukan kawasan hutan.
5
II. Kondisi Kemantapan Kawasan Hutan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004, menetapkan bahwa
kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Pemerintah menetapkan dan
mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk
setiap DAS dan atau pulau guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial,
dan manfaat ekonomi masyarakat setempat, melalui penyelenggaraan perencanaan
kawasan hutan. Perencanan kawasan hutan dilakukan melalui :
1. Inventarisasi hutan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi
tentang sumber daya, potensi kekayaan alam hutan, serta lingkungannya secara
lengkap.
2. Pengukuhan kawasan hutan untuk memberikan kepastian hukum mengenai
status, fungsi, letak, batas dan luas kawasan hutan.
3. Penatagunaan kawasan hutan, untuk menetapkan fungsi pokok, pemanfaatan
dan penggunaan kawasan hutan yang optimal secara ekonomi, sosial dan
lingkungan.
4. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan untuk
mewujudkan pengelolaan hutan yang efisien dan lestari dengan
mempertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi
daerah aliran sungai, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat
setempat termasuk masyarakat hukum adat dan batas administrasi
pemerintahan.
5. Penyusunan rencana kehutanan untuk menetapkan arah pengurusan dan
pengelolaan hutan menurut jangka waktu dan skala geografis.
A. Sejarah Kawasan Hutan.
Pengukuhan kawasan hutan pada dasarnya telah dimulai sejak jaman
penjajahan Belanda dan telah mengalami beberapa proses penyempurnaan sejalan
dengan berkembangnya dan perubahan pola ruang Nasional dan Daerah.
Pemaduserasian terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), diawali
dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan
Ruang, seluruh kawasan hutan dilakukan paduserasi antara TGHK dengan peta
RTRWP. Pemaduserasian ini dalam upaya menetapkan kawasan hutan serta
perubahan peruntukkan kawasan hutan untuk mendukung proses pembangunan
yang harus berjalan untuk sektor-sektor lain di luar kehutanan. Dengan demikian
pengukuhan status kawasan hutan berupa register kawasan hutan, hasil Tata Guna
Hutan Kesepakatan (TGHK) atau penunjukan kawasan hutan, penataan batas serta
penetapan kawasan hutan merupakan ketetapan hukum kawasan hutan bagi
seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat.
6
Berikut adalah proses sejarah kawasan hutan dimaksud :
1. Pada era sampai dengan 1980-an penunjukan kawasan hutan didasarkan atas
penunjukan/penetapan parsial menjadi register-register kawasan hutan.
2. Pada era 1980-an dilakukan penunjukkan/penetapan atas kesepakatan semua
pihak berupa Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK).
3. Pada era 1990-an, setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun
1992 tentang Penataan Ruang, penunjukan kawasan hutan dilakukan
berdasarkan paduserasi antara Peta TGHK dengan Peta Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi (RTRWP).
4. Terakhir penunjukkan kawasan hutan dilakukan melalui pengintegrasian
dengan review RTRWP sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang (Gambar 3).
Gambar 3. Sejarah Kawasan Hutan Indonesia
Berikut disajikan perkembangan luas kawasan hutan dari sejak era TGHK
yang telah mengakomodir kebutuhan sektor lain non-kehutanan dan penyelesaian
hak-hak pihak ketiga dalam kawasan hutan.
Tabel 1. Data Perubahan Luas Kawasan Hutan Sejak Era TGHK Sampai Sekarang
FUNGSI
KAWASAN
HUTAN
TGHK (1980-an) PENUNJUKAN HASIL
PADUSERASI (1999-
2000)
RKTN 2011-2030
KSA/KPA 19.23 22.43 26.82
HL 29.33 31.60 27.67
HPT 29.44 22.50 19.68
HP 32.99 36.65 38.17
Hutan Tetap 110.99 113.19 112.34
HPK 36.04 22.79 18.34
JUMLAH 147.03 135.98 130.68
7
B. Kondisi Kawasan Hutan.
Berdasarkan peta kawasan hutan yang dimutakhirkan atas perkembangan
pengukuhan kawasan dan hasil revisi tata ruang provinsi sampai dengan April 2011,
kawasan hutan dan perairan seluruh Indonesia seluas 130,68 juta ha (68,4% dari
luas daratan). Menurut fungsinya, kawasan hutan tersebut terdiri dari hutan
konservasi (HK) 26,82 juta ha, hutan lindung (HL) 28,86 juta ha, hutan produksi
(HP) 32,60 juta ha, hutan produksi terbatas (HPT) 24,46 juta ha, dan hutan produksi
yang dapat dikonversi (HPK) 17,94 juta ha (Gambar 4).
Gambar 4. Peta Kawasan Hutan Indonesia.
Kondisi penutupan hutan berdasarkan data hasil penafsiran citra satelit
tahun 2009 diketahui bahwa 68,6% kawasan hutan atau seluas 89,64 juta ha dalam
kondisi berhutan (41,26 juta ha hutan primer, 45,55 juta ha hutan sekunder, 2,82
juta ha hutan tanaman), sedangkan 41,04 juta ha atau 31,4% dalam kondisi tidak
berhutan (Gambar 5).
Gambar 5.Kondisi Tutupan Hutan Indonesia Berdasarkan Citra Satelit Tahun 2009.
8
C. Pengukuhan Kawasan Hutan.
Kondisi pengukuhan kawasan hutan yang telah dilaksanakan sampai saat
ini:
1. Kawasan hutan yang telah ditetapkan sampai tahun 2012 melalui Keputusan
Menteri Kehutanan seluas 21,07 juta hektar atau sekitar 16,3%, namun
kawasan yang telah ditata batas dalam rangka penyelesaian pihak ketiga
sepanjang 219.206 Km dari total panjang batas 282.323 Km;
2. Kawasan hutan yang telah dilepaskan untuk penyediaan ruang sektor non
kehutanan seluas 7,6 juta ha, berasal dari HPK dan Tukar Menukar Kawasan
Hutan (TMKH);
3. Pengakuan terhadap kawasan hutan dan penyelesaian hak-hak pihak ketiga
masih rendah;
4. Konflik/klaim kepemilikan pihak ketiga atas kawasan hutan masih tinggi.
D. Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan.
1. Pemanfataan hutan diluar kawasan konservasi telah mencapai 35 juta Ha;
2. Sebagian besar kawasan konservasi telah dikelola, namun izin pemanfaatan
di dalam hutan konservasi sebanyak 25 izin seluas 2.666 Ha;
3. Penggunaan Kawasan hutan untuk sektor non kehutanan seluas 274.000
Ha;
4. Konflik pemanfaatan kawasan hutan masih tinggi;
a. izin pemanfaatan hasil hutan yang berada di HPK seluas 3,48 juta Ha;
b. izin pemanfaatan hasil hutan tanaman yang berada di HPT seluas 2,28
juta Ha.
E. Keamanan Kawasan Hutan.
1. Kawasan hutan belum seluruhnya “clear and clean” antara lain: batas-batas
kawasan hutan belum jelas dan adanya konflik kawasan;
2. Pemeliharaan/ pengamanan kawasan hutan masih rendah;
3. Partisipasi masyarakat dalam pengamanan kawasan hutan masih rendah;
4. Proses penegakan hukum terkait kawasan hutan belum sepenuhnya tuntas
memberikan kepastian hukum.
F. Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Hutan.
1. Kawasan hutan belum seluruhnya dikelola sampai tingkat tapak;
2. Peraturan-perundangan yang ada belum lengkap dan operasional;
3. Basis data dan sistem informasi kawasan hutan belum terintegrasi;
4. Sumberdaya Manusia (SDM) pengelola kawasan hutan masih terbatas;
5. Hubungan antar penyelenggara kehutanan belum optimal.
9
III. Kondisi yang Diinginkan
1. Luas dan status kawasan hutan yang harus dipertahankan 20 tahun ke depan
seluas 112,34 juta ha dan bebas konflik tenurial jangka panjang;
2. Luas kawasan HK akan tetap dipertahankan/dijaga keberadaannya dan
permasalahan hak-hak pihak ketiga serta konflik jangka panjang dapat
terselesaikan;
3. Luas kawasan HL dan HP dipertahankan dan dimanfaatkan dengan
perubahan peruntukan/fungsi yang diperkenankan tidak lebih dari 20 % dan
tidak ada tumpang tindih areal pemanfaatan atau pengunaan kawasan hutan;
4. Perubahan peruntukkan kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan
sampai tahun 2030 maksimal tidak lebih dari seluas 18,34 juta ha, dalam
rangka penyelesaian konflik lahan dan pemenuhan kepentingan sektor non
kehutanan/pemda dan masyarakat terkendali;
5. Seluruh kawasan hutan dikelola oleh KPH untuk menjamin pengelolaan
secara lestari;
6. Seluruh kawasan hutan dimanfaatkan sesuai fungsi pokok, arahan
pemanfaatan dan kelayakannya guna menjamin sebesar besarnya manfaat
ekonomi, sosial budaya dan lingkungan;
7. Perubahan peruntukan dan penggunaan kawasan hutan terkendali dan
sinergis dengan pembangunan di luar sektor kehutanan.
10
IV. Situasi Permasalahan Kemantapan Kawasan Hutan
A. Eksternal.
1. Semakin tingginya kebutuhan sektor lain dan masyarakat atas lahan
termasuk kawasan hutan.
2. Tumpang tindihnya potensi sumberdaya alam berbagai sektor.
3. Pemekaran wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota.
4. Belum terkoordinasinya pemanfaatan dan penggunaan ruang/lahan antar
sektor.
5. Belum selarasnya peraturan perundangan di bidang ruang/lahan.
6. Belum mantapnya penyelenggaraan desentralisasi bidang kehutanan.
7. Beragamnya persepsi terhadap hutan dan kawasan hutan.
8. Masyarakat belum seluruhnya merasakan manfaat kawasan hutan.
9. Penyelesaian legalitas kepemilikan hak masyarakat dalam kawasan
hutanbelum sepenuhnya terselesaikan.
B. Internal.
1. Belum optimalnya sistem pengukuhan kawasan hutan.
2. Belum terbangunnya sistem penyelesaian konflik tenurial kawasan hutan
(pemanfaatan, penggunaan dan hutan adat) dan permasalahan hutan
lainnya.
3. Belum terintegrasinya sistem penyediaan data/informasi sumberdaya hutan
termasuk sistem sosialnya (kayu, hasil hutan bukan kayu, jasa lingkungan,
data sosek masyarakat, konflik sosial kawasan hutan).
4. Belum terbangunnya koordinasi, integrasi, sinergitas dan sinkronisasi
(KISS) arah/rencana pemanfaatan dan penggunaan ruang kawasan hutan
pada berbagai tingkat penyelenggara kehutanan.
5. Belum optimalnya sistem pengawasan/pengendalian dan administrasi
pengelolaan kawasan hutan.
C. Isu Strategis Pemantapan Kawasan Hutan.
Berdasarkan permasalahan eksternal dan internal terdapat 3(tiga) isu
strategis dalam pemantapan kawasan hutan guna terwujudnya kawasan hutan yang
legal dan legitimate serta terjaminnya hak dan perlindungan bagi seluruh pemangku
kepentingan dan masyarakat (Gambar 6.):
1. Penertiban dan penegakan hukum atas kawasan hutan.
2. Penyelesaian konflik kawasan hutan.
3. Perbaikan tata kelola kawasan hutan.
11
Gambar 6. Isu Strategis Kemantapan Kawasan Hutan.
A. PENERTIBAN
PENEGAKAN
HUKUM
B. PENYELESAI-
AN KONFLIK
KAWASAN
HUTAN
C. PERBAIKAN
TATA KELOLA
KAWASAN
HUTAN
Legal,Legitimate,
Terkelola, Jaminan hak
dan perlindungan
12
V. Rencana Makro Pemantapan
Kawasan Hutan
A. Prinsip Pelaksanaan Rencana Makro Pemantapan Kawasan Hutan.
Dalam pelaksanaan RMPKH didasarkan pada prinsip-prinsip hukum dan
keadilan, tata kelola, ekonomi dan hubungan kelembagaan:
1. Hukum dan keadilan: kepastian hukum; keragaman hukum dan kebudayaan;
penghormatan hak asasi manusia; serta keadilan, termasuk keadilan gender;
2. Tata kelola: partisipasi; transparansi; dan akuntabilitas;
3. Ekonomi: kesetaraan; pemberdayaan; kesejahteraan; serta kelestarian hutan;
4. Hubungan kelembagaan: pelimpahan kewenangan dan desentralisasi; kerjasama
para pihak; dan koordinasi antar sektor.
B. Kebijakan Umum Pemantapan Kawasan hutan.
13
C. Strategi Pemantapan Kawasan Hutan dan Pentahapannya.
Tabel 2. Matriks Kebijakan dan Strategi Umum Pemantapan Kawasan Hutan.
Kebijakan Strategi
Milestone
2013-
2017
2018-
2022
2023-
2027
2028-
2032
Perencanaan
ruang dan
pengembangan
wilayah
pengelolaan dan
pemanfaatan
kawasan hutan
Memperkuat sinergitas dan sinkronisasi peraturan.
perencanaan ruang dan pengembangan wilayah.
pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan.
√
Mengembangkan sistem pengendalian kawasan hutan
secara optimal. √ √
Mengembangkan sistem penilaian kawasan hutan yang
berkelanjutan. √ √
Memantapkan perencanaan kehutanan berbasis spasial √ √
Meningkatkan koordinasi dan integrasi KH dengan Tata
Ruang Nasional/Daerah/kabupaten. √ √ √ √
Mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan
pengelolaan kawasan hutan. √ √ √ √
Meningkatkan integrasi pemanfaatan Hutan dalam
Wilayah KPH. √ √ √ √
Menyediakan jumlah SDM pengelola kawasan hutan
yang cukup dan memadai. √ √
Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas SDM pengelola
kawasan hutan. √ √ √ √
Meningkatkan penerapan teknologi pengelolaan
kawasan hutan. √ √ √ √
Menyediakan sarana dan prasarana pengelola kawasan
hutan. √ √
Pengukuhan dan
penyelesaian
konflik tenurial
kawasan hutan
Memperkuat sinergitas dan sinkronisasi peraturan
pengukuhan dan penyelesaian konflik tenurial kawasan
hutan.
√
√
Mempercepat penetapan kawasan hutan √ √
Menyelesaikan kepemilikan dan hak-hak pihak ketiga
dalam kawasan hutan √ √
Menyelesaikan konflik-konflik kawasan hutan √ √
Memperkuat sistem pengukuhan KH yang berkeadilan
dan partisipatif √ √
Memperkuat kerjasama dalam penertiban dan
penegakan hukum kawasan hutan. √ √ √ √
Mengintegrasikan wilayah hutan adat dan ruang kelola
masyarakat dalam kawasan hutan. √ √ √ √
Meningkatkan kepastian hak hutan adat dan ruang
kelola masyarakat adat dalam kawasan hutan. √ √ √ √
Mengembangkan pola dan kerjasama penyelesaian
konflik dengan pihak lain. √ √ √ √
Mengendalikan luas, status dan fungsi kawasan hutan. √ √ √ √
Inventarisasi dan
pemantauan
sumber daya
hutan
Mengembangkan data dan informasi SDH serta sistem
sosialnya yang cepat, akurat dan terpercaya/terkini. √ √ √ √
Mengintegrasikan sistem data informasi SDH. √ √
Memperkuat sistem pemantauan sumberdaya hutan. √ √
Memperkuat pemetaan geospasial yang cepat, akurat
dan terintegrasi. √ √ √ √
14
Kebijakan Strategi
Milestone
2013-
2017
2018-
2022
2023-
2027
2028-
2032
Pengendalian/p
enertiban ruang
kawasan hutan
Menertibkan izin-izin pemanfaatan atau penggunaan
kawasan hutan. √
Menyelesaikan tumpang tindih pemanfaatan KH atau
penggunaan kawasan hutan. √ √
Mengendalikan perubahan dan pemberian izin-izin
pemanfaatan atau penggunaan kawasan hutan. √ √ √ √
Memperkuat sistem pengendalian dan audit kawasan
hutan. √ √ √ √
Memperkuat sistim administrasi PNBP dari kawasan
hutan. √ √ √ √
D. Prioritas Kebijakan Regional/Pulau.
Tabel 3. Matriks Prioritas Kebijakan Regional/Pulau.
Wilayah Kebijakan Regional/Pulau Pemantapan Kawasan Hutan
JAWA
a. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan
konflik kawasan hutan khususnya konflik pemanfaatan dan penggunaan
kawasan hutan termasuk penyelesaian lahan pengganti pelepasan/ tukar
menukar kawasan hutan.
b. meningkatkan pengelolaan kawasan hutan.
SUMATERA
a. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan
konflik kawasan hutankhususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan
kawasan hutan.
b. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan hutan
c. mengendalikan perubahan-perubahan kawasan hutan.
KALIMANTAN
a. meningkatkan kepastian status KH melalui percepatan penetapan kawasan
hutan.
b. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan
konflik kawasan hutankhususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan
kawasan hutan dan sebagian permasalahan hukum adat.
c. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan
hutanMengendalikan perubahan-perubahan kawasan hutan.
SULAWESI
a. meningkatkan kepastian status kawasan hutan melalui percepatan penetapan
kawasan hutan.
b. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan
konflik kawasan hutan khususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan
kawasan hutan dan sebagian permasalahan hukum adat.
c. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan
hutan.
MALUKU
a. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan
konflik kawasan hutankhususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan
kawasan hutan dan sebagian permasalahan hukum adat.
b. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan
hutanMengendalikan kawasan hutanberbasis pulau.
15
Wilayah Kebijakan Regional/Pulau Pemantapan Kawasan Hutan
BALI DAN
NUSA
TENGGARA
a. menertibkan , penegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan konflik
kawasan hutankhususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan kawasan
hutan dan sebagian permasalahan hukum adat.
b. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan
hutan.
c. meningkatkan pengelolaan kawasan hutan.
d. mengendalikan kawasan hutanberbasis pulau.
PAPUA
a. meningkatkan kepastian status kawasan hutan melalui percepatan penetapan
kawasan hutan.
b. menertibkan dan menegakan hukum kawasan hutan serta menyelesaikan
konflik kawasan hutan khususnya konflik pemanfaatan atau penggunaan
kawasan hutan dan sebagian permasalahan hukum adat.
c. meningkatkan pengakuan hak hutan adat dan ruang kelola masyarakat
adat.
d. mengarusutamakan KPH sebagai pusat pelayanan pengelolaan kawasan
hutan.
E. Prioritas Kebijakan pada tiap Arahan Pemanfaatan.
Tabel 4.Matriks Prioritas Kebijakan pada setiap Arahan Pemanfaatan.
Arahan Pemanfaatan RKTN 2011-2030 Kebijakan Pemantapan Kawasan Hutan
Kawasan Untuk Konservasi
mempertahankan luas HK dan menyelesaikan
permasalahan hak-hak pihak ketiga serta konflik
jangka panjang.
mengoptimalkan pengelolaan HK.
mengembangkan data dan informasi yg akurat
dan teritegrasi.
Kawasan Untuk Perlindungan Hutan
Alam dan Lahan Gambut
mempertahankan HP dan HL dan memanfaatkan
dengan perubahan peruntukan/fungsi yang
diperkenankan tidak lebih dari 20 % dan tidak
ada tumpang tindih areal pemanfaatan atau
pengunaan kawasan hutan.
mengarusutamakan KPH sebagai pusat
pelayanan pengelolaan kawasan hutan.
mengembangkan data dan informasi yg akurat
dan teritegrasi.
meningkatkan kepastian status kawasan hutan
melalui percepatan penetapan kawasan hutan.
mengendalikan perubahan dan pemberian alas
hak pemanfaatan atau penggunaan kawasan
hutan.
menyelesaikan permasalahan tumpang tindih
pemanfaatan kawasan hutan.
Kawasan Untuk Rehabilitasi
Kawasan Untuk Pengusahaan Skala
Besar
Kawasan Untuk Pengusahaan Skala
Kecil
16
Arahan Pemanfaatan RKTN 2011-2030 Kebijakan Pemantapan Kawasan Hutan
Kawasan Untuk Non Kehutanan
mengendalikan penggunaan ruang kawasan
hutan untuk kegiatan non kehutanan sampai
tahun 2030 maksimal seluas 18,34 juta Ha.
menyelesaikan konflik lahan dan kepentingan
sektor non kehutanan/pemda dan masyarakat.
mendorong terbangunya Hutan Rakyat.
F. Pengarusutamaan RMPKH.
Untuk memastikan RMPKH ini digunakan sebagai landasan dalam
pemantapan kawasan hutan, diperlukan sejumlah langkah sebagai berikut:
1. Melengkapi penjabaran RKTN bidang pemantapan kawasan hutan kedalam
Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi, Regional dan Kabupaten/Kota bidang
Pemantapan Kawasan Hutan.
2. RMPKH menjadi pedoman dalam rencana pembangunan kehutanan.
3. Koordinasi perencanaan pembangunan kehutanan antar sektor dan daerah.
4. Penguatan dan pengendalian program kegiatan pemantapan kawasan hutan
dalam pembangunan kehutanan.
17
VI. Penutup
Kementerian Kehutanan telah menetapkan RKTN Tahun 2011- 2030 melalui
Permenhut Nomor: P.49/Menhut-II/2011 yang memberikan arahan makro
pemanfaatan ruang kawasan hutan selama 20 tahun kedepan.
Guna menjamin terwujudnya dan tercapainya sasaran strategis sebagaimana
RKTN 2011-2030 bidang pemantapan kawasan hutan, disusun RMPKH untuk
jangka waktu 20 tahun ke depan yang memuat target, arah kebijakan dan strategi
bidang pemantapan kawasan hutan. Rencana ini selanjutnya akan melengkapi dan
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari RKTN 2011-2030 tersebut, sekaligus
menjadi pedoman dalam pelaksanaan pemantapan kawasan hutan ke depan tingkat
nasional, provinsi, kabupaten/kota dan KPH serta debottlenecking terhadap
hambatan pencapaian pemantapan kawasan hutan dan kegiatan-kegiatan
pemantapan kawasan hutan pada berbagai tingkat pengelolaan kawasan hutan.
Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI KEHUTANAN KEPALA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI, REPUBLIK INDONESIA,
ttd. ttd. KRISNA RYA ZULKIFLI HASAN
Lampiran II Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor : P.32/Menhut-II/2013 Tanggal : 25 Juni 2013
PETA INDIKATIF
KEMANTAPAN KAWASAN HUTAN INDONESIA