Upload
sfr-reeand-ndha
View
802
Download
12
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Proyek AkhirPERBANDINGAN EFISIENSI ANTENA DIPOLE REFLEKTOR SUDUT DENGAN BERBAGAI BAHAN PADA FREKUENSI 2,4 GHZDiajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III Politeknik Negeri Lhokseumaweoleh SAFRIYANDA 080305317PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE 20111BAB I PENDAHULUAN1.1Latar Belakang Antena adalah suatu komponen yang mempunyai peranan yang sangatpenting dalam sistem telekomunikasi. Ant
Citation preview
Proyek Akhir
PERBANDINGAN EFISIENSI ANTENA DIPOLE
REFLEKTOR SUDUT DENGAN BERBAGAI BAHAN
PADA FREKUENSI 2,4 GHZ
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan
Program Diploma III Politeknik Negeri Lhokseumawe
oleh
SAFRIYANDA
080305317
PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE
2011
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Antena adalah suatu komponen yang mempunyai peranan yang sangat
penting dalam sistem telekomunikasi. Antena merupakan daerah transisi antara
saluran transmisi dan ruang bebas, sehingga antena berfungsi sebagai pemancar
ataupun penerima gelombang elektromagnetik. Antena yang dikatakan sebagai
antena yang baik yaitu antena yang memiliki efisiensi yang tinggi. Efisiensi
antena yang tinggi dapat dihasilkan dengan cara memperbesar daya yang
diradiasikan pada antena tersebut serta memperkecil rugi-rugi yang dapat timbul
pada antena.1
Diduga komponen lain yang ikut berpengaruh terhadap efisiensi antena
adalah bahan dari reflektor antena tersebut. Dugaan ini didasari bahwa bahan
reflektor yang baik akan menghasilkan front to back ratio yang besar yang berasal
dari maksimalisasi gelombang pantul. Hal ini menarik untuk diteliti, untuk itu
pada proyek akhir ini penelitian efisiensi antena terkait dengan bahan akan
memilih lima jenis bahan reflektor sebagai objek penilitian. Kelima jenis bahan
tersebut adalah besi, seng, stainless, tembaga dan alumunium.
Berdasarkan alasan di atas, maka penulis memilih judul Perbandingan
Efisiensi Antena Dipole Reflektor Sudut dengan Berbagai Bahan pada Frekuensi
2,4 GHz. Penelitian ini dilakukan pada laboratorium antena dan propagasi Jurusan
1 Harry Ramza, Buku Antena dan Propagasi, Universitas Muhammadiyah, Prof. Dr. Hamka, Jakarta.
2
Teknik Elektro Program Studi Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri
Lhokseumawe.
1.2 Perumusan Masalah
Untuk mendapatkan efisiensi antena terkait dengan pemilihan bahan
reflektor, maka dapat dirumuskan permaslahan-permasalahan sebagai berikut :
a. Merancang struktur antena dipole dan bahan reflektornya.
b. Menentukan metode untuk menganalisis efisiensi antena.
c. Menentukan metode pengukurannya.
d. Menganalisis efisiensi.
1.3 Batasan Masalah
Ada beberapa metode yang digunakan untuk mendapatkan efisien antena
yang tinggi, pertama; yaitu dengan cara memperbesar daya yang di radiasikan
pada antena serta memperkecil rugi-rugi yang ditimbulkan pada antena. Metode
ini ditempuh dengan cara memanipulasi karakteristik antena serta pemilihan
saluran yang macth dengan antena tersebut.
Metode yang kedua; adalah efisiensi antena dipengaruhi oleh reflektor dan
dan jenis bahannya. Pada proyek akhir ini pembahasan akan difokuskan pada
metode yang kedua ini, dimana pengamatan akan dilakukan melihat efisiensi
antena dari lima jenis bahan reflektor berbeda.
3
1.4 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan proyek akhir ini adalah menganalisis
pengaruh bahan reflektor terhadap efisiensi antena, sehingga diketahui bahan yang
paling efesien.
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan proyek akhir ini di susun atas 5 bab dengan sisitematika penulisan
sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan secara ringkas tentang latar belakang,
permasalahan dan batasan masalah, tujuan penulisan, metode
penyusunan, sistematika penulisan dan relevansi.
BAB II : ANTENA DAN KARAKTERISTIK
Pada bab ini berisi tentang Antena pada umumnya, serta
menjelaskan hal-hal yang mencakup pada antena.
BAB III : PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ANTENA DIPOLE
REFLEKTOR SUDUT DENGAN BERBAGAI BAHAN
Bab ini membahas tentang perancangan fisik antena dipole
dengan menggunakan reflektor sudut.
BAB IV : PENGUJIAN DAN ANALISA
Pada bab ini berisikan langkah pengujian , hasil pengujian dan
analisa hasil pengujian.
BAB V : PENUTUP
Berisikan tentang kesimpulan dan saran.
4
BAB II
ANTENA DAN KARAKTERISTIK
2.1 Antena Dipole
Antena dipole tunggal adalah suatu antena resonan yang mempunyai
panjang total nominal ½ λ pada frekuensi pembawa, biasanya disebut antena
dipole setengah gelombang atau antena dipole tunggal. Antena Dipole sebenarnya
merupakan sebuah antena yang dibuat dari kawat tembaga dan dipotong sesuai
ukuran agar beresonansi pada frekwensi kerja yang diinginkan. Antena dipole bisa
terdiri hanya satu kawat saja disebut single wire dipole, bisa juga dengan dua
kawat yang ujungujungnya dihubungkan dinamakan two wire folded dipole, bisa
juga terdiri atas 3 kawat yang ujungujungnya disambung dinamakan three wire
folded dipole.
Gambar 2.1 Antena dipole ½
λ / 2
λ
/ 2
λ
2
5
2.2 Antena Dipole Reflektor Sudut
Gambar 2.2 Bentuk fisik antena dipole reflektor sudut2
Antena dipole reflektor sudut adalah antena direksional yaitu antena dalam
bentuk satu arah sebagai pengembangan dari antena λ dipole, dengan
menggunakan reflektor yang dapat digunakan sebagai antena penerima pada
sistem komunikasi.3
Setiap antena didesain dengan menentukan daerah panjang gelombang
antena tersebut. Panjang gelombang (λ) antena dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan 2.1.
λ = f
c…………………...……………………………………… (2.1)
2 Nachwan Mufti Adriansyah, S.T, Modul 4. Susunan Antena.2004
3 Krauss, john daniel. Antennas. Second Edition. McGraw-Hill Book Company .1998
6
Dimana c adalah kecepatan cahaya pada ruang hampa yang bernilai 3.108 m/det
dan f adalah frekuensi kerja antena dalam Hz. Selanjutnya panjang elemen
peradiasi antena (L) adalah :
L = 2
…………………………………………………………… (2.2)
Selanjutnya untuk menentukan jarak antara antena (S) dengan reflektornya adalah:
S = 0,5 λ ………………………………………………………… (2.3)
Menghitung tinggi reflektor antena (H) menggunakan rumus :
H = 0,6 λ ……………………………………………………….. (2.4)
Panjang reflektor antena (L) adalah :
L = 2S ………………………………………………………….. (2.5)
Dan untuk menentukan sudut reflektor antena (α) dapat menggunakan rumus :
α =n
180…………………………………………………………. (2.6)
Diamana n adalah jumlah kawat pada antena dipole.
2.3 Parameter-parameter Antena
Pada sub-bab ini akan dibahas tentang parameter-parameter yang
digunakan dalam membantu penyelesaian penelitian ini .Adapun parameter-
parameter yang digunakan adalah pola radiasi, direktivitas dan gain, half power
beamwidth (HPBW).
7
2.3.1 Pola Radiasi
Pola radiasi suatu antena didefinisikan sebagai suatu pernyataan secara
grafis yang menggambarkan sifat radiasi suatu antena (pada medan jauh) sebagai
fungsi dari arah.4
Dua dimensi Tiga dimensi
Gambar 2.3 Sifat radiasi4
Antena Pola radiasi
Gambar 2.4 Ilustrasi pola radiasi4
4 Budi Aswoyo, Antena dan Propagasi, Surabaya, 2006.
8
Gambar 2.5 Keterangan pola radiasi4
a. Beam utama (main beam) atau lobe utama (main lobe) adalah pancaran utama
dari pola radiasi suatu antena.
b. Lobe kecil (minor lobes) adalah pancaran-pancaran kecil selain pancaran utama
dari pola radiasi antena.
c. Lobe sisi (side lobes) adalah pancaran-pancaran kecil yang dekat dengan
pancaran utama dari pola radiasi antena.
d. Lobe belakang (back lobe) adalah pancaran yang letaknya berlawanan dengan
pancaran utama dari pola radiasi antena.
e. Titik setengah daya (Half power point) adalah suatu titik pada pancaran utama
yang mempunyai nilai daya separuh dari harga maksimumnya. Half power
beam width (HPBW) adalah lebar sudut yang memisahkan dua titik setengah
daya pada pancaran utama dari pola radiasi.
f. Front to back ratio adalah perbandingan antara daya maksimum yang di
pancarkan pada lobe utama (main lobe) dan daya pada arah belakangnya.5
5 Ibid Hal 7
9
2.3.2 Half Power Beam Width (HPBW)
Parameter lain didalam pola daya adalah half power beamwidth (HPBW),
yang merupakan lebar sudut yang memisahkan antara dua titik pada beam utama
dari suatu pola daya, dimana daya pada dua titik itu sama dengan separuh dari
daya maksimumnya.
2
…………………………………… (2.7)
Dimana θHP left dan θHP right adalah titik-titik disebelah kiri dan kanan dari
maksimum beam utama dimana harga pola daya pada kedua titik itu sama dengan
separuh dari harga maksimumnya.
Berdasarkan bentuk pola radiasinya, antena dapat digolongkan menjadi
antena Broad Side, apabila arah maksimum beam utamanya pada arah normal
(tegak lurus) bidang yang memuat antena. Dan sebaliknya, apabila arah
maksimum beam utama berada didalam bidang yang memuat antena, maka
pancaran utama (main beam) sejajar dengan bidang yang memuat antena
(endfire). Namun demikian ada juga antena yang mempunyai pola radiasi dimana
arah maksimum beam utamanya berada diantara bentuk Broad Side dan Endfire
(intermediate). Antena yang mempunyai radiasi intermediate ini banyak dijumpai
pada phase array antena.6
2.3.3 Gain
Penguatan ( gain ) adalah besarnya perbandingan intensitas daya yang
dipancarkan antena dengan total daya yang diterima. Gain juga merupakan suatu
6 Krauss, John D, Antennsa for all applications, Third Edition, Mc Graw-Hill Company, International Edition, 2003.
10
ukuran dalam pengukuran karakteristik antena yang menyatakan kemampuan
antena untuk menyearahkan daya.
Dengan penguatan antena standar yang diketahui sebesar 2,15 dB. Secara
matematis gain dapat dihitung dengan persamaan :
Gain = [ E1 – E2 ] + 2,15…………………………………………….(2.8)
Dimana E1 = Daya yang diterima dengan antena pembanding (dB) dan E2 = Daya
yang diterima dengan antena yang diukur (dB).
Pengukuran gain juga dapat dilakukan dengan mengukur gain absolut
berdasarkan rumus transmisi Friis berikut :
( Got ) db + (Gor ) db = 20 log( ) + 10 log ( ) ………………….(2.9)
Dimana : Got : Gain absolute antena pengirim (dB), Gor : Gain absolute
antena penerima (dB), R : Jarak minimum antara antena pengirim dan antena
penerima (m), : Panjang gelombang (m), Pr : Daya terima (watt), Pt : Daya
terkirim (watt).
Berdasarkan rumus Friis diatas, pengukuran gain antena dapat diukur
dengan menggunakan metode 3 antena yang diukur atas dasar 3 kombinasi
pasangan antena. 3 persamaan yang didapat dari 3 kali pengukuran kombinasi
antena (1-2), (1-3), dan (2-3), yaitu :
Kombinasi antena 1-2
G1+ G2 = 20 log ( ) + 10 log ( )………….………………..…(2.10)
Kombinasi antena 1-3
G1+ G3 = 20 log ( ) + 10 log ( )……..……………………… (2.11)
11
Kombinasi antena 2-3
G2+ G3 = 20 log ( ) + 10 log ( ) ………………………………(2.12)
Dimana : G1 = Antena 1, G2 = antena 2 dan G3 = antena 3.
Dari ketiga persamaan diatas setelah , R dan perbandingan daya diukur maka
gain masing-masing antena dapat diketahui.
2.3.4 Direktivitas
Direktivitas gain yang didefenisikan sebagai rasio perkalian 4 dari
intensitas radiasi maksimum sebagi fungsi arah dan sudut terhadap total daya yang
diradiasikan melalui antena. Salah satu karakteristik antena yang dapat
memberikan gambaran berapa banyak energi yang dikonsentrasikan pada arah
yang dikehendaki terhadap arah yang lain disebut directivity. Pengertian
directivity ini akan sama dengan power gain apabila antena itu 100% efisien.
Directive gain merupakan perbandingan dari intensitas radiasi maksimum pada
suatu arah tertentu dengan intensitas radiasi rata-rata.7
Sedangkan direktivitas merupakan harga maksimum dari directive gain,
yang dapat dinyatakan dengan :
…………………………………………………………(2.13)
Atau
…………………………………………………………..(2.14)
7 Ibid Hal 9
12
…………………………………………………..(2.15)
maka :
…………………………………………………….. (2.16)
Sehingga,
…………………………………………………….(2.17)8
Dimana, intensitas radiasi maksimum, intensitas radiasi
rata-rata, total beam area, = sudut pada titik setengah daya sdiebelah
kanan (radian), = sudut pada titik setengah daya bidang disebelah kiri,
= sudut pada titik setengah daya sebelah kanan, = sudut pada titik disetengah
daya bidang disebelah kiri.
square degrees = 41253 square degrees.
Atau untuk menentukan direktivitas dalam satuan decibel (dB) :
D = 10 log D................................................................................. (2.18)
2.4 Teori Efisiensi Antena
Pada sub-bab ini akan dijelaskan tentang tinjauan kepustakaan yang
menjadi acuan teoritis pada penelitian ini. ada pun tinjauan kepustakaan tersebut
di kelompokkan dalam 2 bagian, antara lain ; tinjauan kepustakaan yang terkait
dengan efisiensi antena dan tinjauan kepustakaan yang terkait dengan metode
pengukuran efisiensi antena. Berikut akan dijelaskan secara rinci pada sub-bab
dibawah ini.
8 Ibid Hal 9.
13
2.4.1 Efisiensi Antena
Antena merupakan media yang dapat merubah besaran listrik dari saluran
transmisi menjadi suatu gelombang elektromagnetik (GEM) untuk diradiasikan ke
udara bebas. Sebaliknya antena juga menangkap gelombang elektromagnetik
(GEM) dari udara bebas untuk dejadikan listrik kembali melalui saluran transmisi.
Untuk menghitung efisiensi antena dapat menggunakan persamaan-
persamaan berikut. Umi Fadlillah menjelaskan dalam artikelnya bahwa untuk
mengetahui efisiensi antena dihitung dengan persamaan :
………………………………………………... (2.19)9
Dimana: : rugi konstruksi, : rugi radiasi, : rugi total.
Nilai Ra diketahui dari persamaan :
Ra = Rdc + Rg + Rrad . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2.20)
Dimana: Ra : rugi-rugi total, Rdc : rugi resistif dan rugi isolasi, Rg : rugi tanah,
Rrad : resistansi radiasi atau resistansi khayal.
Harry Ramza menjelaskan dalam artikelnya ketika antena dicatu oleh
suatu daya masukkan Pin di terminal input, maka daya tersebut tidak akan
seluruhnya untuk dipancarkan oleh antena ke udara. Faktor rugi-rugi antena yang
disebabkan oleh material, sangat berpengaruh terhadap efisiensi antena. Dengan
teori saluran transmisi, daya masukkan
Pin yang masuk terminal akan terbagi menjadi dua bagian, yaitu Prad dan Pohmic.
Pin = Prad + Pohmic . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . (2.21)
9 Umi Fadlillah, Simulasi Pola Radiasi Antena Dipole Tunggal, Jurnal Teknik Elektro dan Komputer Emitor, Vol. 4, 2004.
14
dimana : Prad = daya radiasi yang dipancarkan oleh antena, Pohmic = daya akibat
rugi-rugi oleh material.
Gambar 2.6 Transmisi saluran dari generator menuju antena10
Sedangkan Pohmic dapat dinyatakan sebagai :
Pohmic = I2 Rohmic ……………………………………………… (2.22)
Definisi efisiensi antena dapat dinyatakan dengan persamaan :
…………………………………………………. (2.23)
Budi Aswoyo dalam artikelnya menyatakan, untuk mengetahui efisiensi
antena dapat dihitung dengan menggunakan hasil pengukuran direktivitas dan
gain. Persamaan untuk menghitung efisiensi dapat menggunakan persamaan :
.………………………………………………… (2.24)11
Dimana : e = efisiensi, G = gain, D = direktivitas.
10 Harry Ramza, Buku Antena dan Propagasi, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Jakarta. 11 Budi Aswoyo, Studi Perbandingan Efisiensi Bahan Pada Pembuatan Antena Horn Sektoral Bidang Medan Listrik (E),
pens-its, 2010.
15
2.4.2 Metode Pengukuran Efisiensi Antena
Bagaimanapun juga, efisiensi ini sulit untuk dihitung secara tepat, karena
daya radiasi total Prad dan arus antena I sulit dihitung secara tepat. Sehingga
penetuan efisiensi antena pada umumnya dilakukan dengan cara pengukuran
eksperimental. Untuk menghitung efisiensi antena, yaitu dengan cara
membandingkan gain dan direktivitas seperti yang di jelaskan Budi Aswoyo
dalam artikelnya menggunakan persamaan (2.20) sebagai pendekatan.
2.4.3 Metode Pengukuran Gain
Pengukuran gain dilakukan menggunakan metode membandingkan antena
yang satu dengan antena lain yang dianggap sebagai antena standard.
Gambar 2.7 Metode pengukuran gain antena
2.4.4 Metode Pengukuran Direktivitas
Direktivitas suatu antena dapat diperkirakan dengan menggunakan pola
radiasi yang dihasilkan pada pengukuran pola radiasi. Untuk menghitung
direktivitas dapat menggunakan persamaan 2.17
Antena penerima
Antena pengirim
Rx
Tx
Set best station
16
Gambar 2.8 Metode pengukuran pola radiasi
2.4.5 Metode Pengukuran VSWR
VSWR (Voltage Standing Wave Ratio) merupakan perbandingan antara
tegangan maksimum (Emax) dengan tegangan minimum (Emin).
VSWR = min
max
E
E……….....…………………………………. . ..(2.27)
Dan koefisien refleksi : Hubungan VSWR dengan koefesien pantul (Г) adalah :
VSWR= ……………………………………………………..(2.28)
Dimana, Γ = Koefisien pantul.
Dari persamaan (2.28) dapat diperoleh VSWR, yaitu :
[Г] = ...............................................................................(2.29)
Koefesien pantul [Γ] juga dapat diperoleh dengan pengukuran return loss berikut :
RL= 20 log [Г]............................................................................. (2.30)
Dimana, RL : Return Loss (dB)
Set best station
rotation
Rx
Antena penerima
Tx
Antena pengirim
17
Gambar 2.9 Metode pengukuran VSWR
2.5 Bahan Reflektor
Adapun bahan yang digunakan untuk pembuatan reflektor pada antena ini
adalah besi, seng, stainless, tembaga dan aluminium.
2.5.1 Besi
Besi adalah bahan kimia dengan simbol Fe dan mempunyai nomor atom
26. Besi berada pada golongan 8, periode 4 dan blok D. Besi mempunyai titik
lebur 1538o C. besi adalah logam yang berasal dari bijih besi (tambang) yang
banyak digunakan untuk kehidupan manusia sehari-hari dari yang bermanfaat
karena kelimpahan besi di kulit bumi cukup besar. Besi merupakan bahan yang
mempunyai tingkat oksidasi +3
(sangat stabil) dan +2
(reduktor) serta +6 (tidak
stabil). Menurut tabel periodik besi (Fe) termasuk dalam golongan unsur transisi.
Besi merupakan bahan konduktor baik sehingga memiliki konduktivitas yang
tinggi. Besi memiliki nilai resistivitas sebesar 90 ohm. nm pada suhu 0o C, selain
Set best station
rotation
Rx
Antena dipole
Tx
Antena pengirim
18
itu besi juga merupahan bahan magnet yang memiliki sifat magnet yang kuat,
yaitu feromagnetik.12
2.5.2 Seng
Seng (bahasa Belanda: zink) adalah unsur kimia dengan lambang kimia
Zn, nomor atom 30, dan massa atom relatif 65,39. Ia merupakan unsur pertama
golongan 12 pada tabel periodik. Beberapa aspek kimiawi seng mirip dengan
magnesium. Hal ini dikarenakan ion kedua unsur ini berukuran hampir sama.
Selain itu, keduanya juga memiliki keadaan oksidasi +2. Seng merupakan unsur
paling melimpah ke-24 di kerak Bumi dan memiliki lima isotop stabil. Bijih seng
yang paling banyak ditambang adalah sfalerit (seng sulfida).
Seng merupakan logam yang berwarna putih kebiruan, berkilau, dan
bersifat diamagnetik. Walau demikian, kebanyakan seng mutu komersial tidak
berkilau. Seng sedikit kurang padat daripada besi dan berstruktur kristal
heksagonal. Logam ini keras dan rapuh pada kebanyakan suhu, namun menjadi
dapat ditempa antara 100 sampai dengan 150 °C. Di atas 210 °C, logam ini
kembali menjadi rapuh dan dapat dihancurkan menjadi bubuk dengan memukul-
mukulnya. Seng juga mampu menghantarkan listrik. Dibandingkan dengan
logam-logam lainnya, seng memiliki titik lebur (420 °C) dan tidik didih (900 °C)
yang relatif rendah. Dan sebenarnya pun, titik lebur seng merupakan yang
terendah di antara semua logam-logam transisi selain raksa dan kadmium. 13
12
http://id.wikipedia.org/wiki/besi 13
http://id.wikipedia.org/wiki/seng
19
2.5.3 Stainless
Baja tahan karat atau lebih dikenal dengan Stainless Steel adalah senyawa besi
yang mengandung setidaknya 10,5% Kromium untuk mencegah proses korosi
(pengkaratan logam). Kemampuan tahan karat diperoleh dari terbentuknya lapisan
film oksida Kromium, dimana lapisan oksida ini menghalangi proses oksidasi besi
(Ferum).14
2.5.4 Tembaga
Tembaga adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang Cu dan nomor atom 29. Lambangnya berasal dari bahasa latin
Cuprum.Tembaga merupakan konduktor panas dan listrik yang baik.Selain itu
unsur ini memiliki korosi yang lambat sekali. Paduan Cu dan Ni dinamakan
tembaga putih atau kupronikel. Paduan Ni-Cu megandung kira-kira 67% Ni
dinamakan logam monel, yang didapat dari pemurnian langsung dari bijih, yaitu
suatu paduan alamiah. Kedua paduan tersebut mempunyai kekuatan dan
ketahanan korosi yang baik yang dipergunakan untuk komponen-komponen
khusus dari kondensor, komponen-komponen pompa, motor-motor,dll. Paduan
Cu-Ni yang mengandung 45% Ni mempunyai tahanan listrik yang tinggi dan
koefisien pemuaian yang rendah,paduan itu dinamakan konstantan,dipergunakan
sebagai kabel tahanan dan termokopel.15
14
http://id.wikipedia.org/wiki/stainless 15
http://id.wikipedia.org/wiki/tembaga
20
2.5.5 Aluminium
Aluminium (atau aluminum,alumunium,almunium,alminium) ialah unsur
kimia. Lambang aluminium ialah Al, dan nomor atomnya 13. Aluminium ialah
logam paling berlimpah. Aluminium bukan merupakan jenis logam berat, namun
merupakan elemen yang berjumlah sekitar 8% dari permukaan bumi dan paling
berlimpah ketiga. Aluminium terdapat dalam penggunaan aditif makanan,
antasida, buffered aspirin, astringents, semprotan hidung, antiperspirant, air
minum, knalpot mobil, asap tembakau, penggunaan aluminium foil, peralatan
masak, kaleng, keramik , dan kembang api.
Aluminium merupakan konduktor listrik yang baik. Terang dan kuat.
Merupakan konduktor yang baik juga buat panas. Dapat ditempa menjadi
lembaran, ditarik menjadi kawat dan diekstrusi menjadi batangan dengan
bermacam-macam penampang. Tahan korosi.16
Demikianlah tinjauan referensi yang dijadikan sebagai landasan teoritis untuk
pembahasan pada bab III dan IV.
16
http://id.wikipedia.org/wiki/aluminium
21
BAB III
PERANCANGAN ANTENA DIPOLE REFLEKTOR SUDUT
Pada bab ini akan dijelaskan tentang perancangan dan pembuatan elemen-
elemen antena dan reflektornya. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan pada sub-bab
dibawah ini.
3.1 Perancangan Fisik Antena Dipole
Bentuk fisik antena terdiri atas dua bagian, yaitu; elemen peradiasi dan
elemen reflektor.
3.1.1 Desain Elemen Peradiasi
Elemen perdiasi dirancang dari sebuah antena dipole. Ada dua bagian yang
menjadi titik perhatian dalam mendesain dimensi fisik antena dipole tersebut,
pertama panjang elemen peradiasi dan yang kedua jarak elemen peradiasi
terhadap reflektor.
Jika diketahui frekuensi kerja antena sebesar 2,4 GHz, dan kecepatan
gelombang yang merambat pada saluran dan antena sama dengan kecepatan
cahaya yaitu 3.108, maka panjang gelombang (λ) dapat dihitung menggunakan
persamaan 2.1 dan hasilnya diketahui sebesar 12,5 cm, selanjutnya elemen
peradiasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.2 dan hasilnya
diketahui sebesar 6,25 cm seperti pada tabel 3.1.
22
Setelah mengetahui panjang gelombang dan menghitung panjang elemen
peradiasi, maka langkah berikut adalah menghitung jarak elemen peradiasi dengan
elemen reflektor (S). Jika diketahui frekuensi sebesar 2,4 GHz dan kecepatan
gelombang yang merambat pada saluran dan antena sama dengan kecepatan
cahaya yaitu 3.108, maka jarak elemen peradiasi dengan elemen reflektor dapat
dihitung menggunakan persamaan 2.4 dan hasilnya diketahui sebesar 6,25 cm,
lebih jelasnya dapat diperlihatkan pada tabel 3.2.
Tabel 3.1 Hasil Perhitungan Panjang Desain Elemen Peradiasi
Parameter yang diketahui Parameter yang dicari
Frekuensi (GHz) c (cm/det) λ (cm) Panjang elemen (cm)
2,4 3.108
12,5 6,25
Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Jarak Elemen Peradiasi Terhadap Reflektor
Parameter yang diketahui Parameter yang
dicari
Frekuensi (GHz) c (cm/det) λ (cm) S (cm)
2,4 3.108
12,5 6,25
Uraian lengkap dari hasil perhitungan di atas, diperlihatkan secara rinci
pada gambar 3.1.
6, 25 cm
6, 25 cm
7,5 cm
12,5 cm
23
Gambar 3.1 Desain antena dipole reflektor sudut
3.1.2 Desain Elemen Reflektor
Reflektor sudut dirancang ada tiga bagian, yaitu panjang elemen reflektor,
lebar elemen reflektor dan sudut elevasi reflektor. Jika diketahui panjang
gelombang sebesar 12.5 cm, maka tinggi elemen reflektor dapat dihitung
menggunakan persamaan 2.4 dan hasilnya diketahui sebesar 7,5 cm, selanjutnya,
jika diketahui jarak elemen peradiasi dengan elemen reflektor sebesar 6,25 cm,
maka panjang elemen reflektor dapat dihitung menggunakan persamaan 2.5 dan
hasilnya sebesar 12,5 cm, lebih rinci hailnya diperlihatkan pada tabel 3.3.
Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Tinggi dan Panjang Elemen Reflektor
Parameter yang diketahui Parameter yang dicari
λ (cm) S (cm) H (cm) L (cm)
12.5
6,25 7,5
12,5
Tabel 3.4 Hasil Perhitungan Sudut Reflektor Antena
Parameter yang diketahui Hasil perhitungan
Konstanta sudut ( 0
) α ( 0
)
180 90
Langkah berikutnya adalah menghitung sudut reflektor antena yang
disimbolkan dengan α. Sudut antena dapat dihitung menggunakan persamaan 2.6.
Hasilnya ditunjukkan pada tabel 3.4. Dengan demikian desain sudut elevasi
antena di set pada sudut sebesar 900.
3.2 Pengukuran Antena Dipole
24
Secara umum pengukuran antena dilakukan atas 2 bagian, yaitu ;
pengukuran gain dan pengukuran direktivitas. Lebih rinci dijelaskan uraiannya di
bawah ini.
3.2.1 Setup Pengukuran Gain
Pengukuran gain di setup seperti pada gambar 2.7. antena Tx di setup
bekerja pada frekuensi 2,4 GHz. Antena Tx dibuat dalam posisi diam. Disisi lain
dipasang sebuah antena penerima Rx secara bergantian, demikian juga antena Tx
digantikan posisinya sebagai penerima. Sistem ini digunakan untuk menghitung
gain dengan metode friis dimana masing-masing hasil pengukuran ini di
subtitusikan untuk mendapatkan gain maksimum. Antena penerima juga di setup
pada frekuensi operasi yang sama dengan antena pemancar.
3.2.2 Setup Pengukuran Direktivitas
Pengukuran directivitas di setup seperti pada gambar 2.8. Antena Tx dan
Rx di set pada frekuensi kerja 2,4 GHz, antena Tx dipasang tetap pada posisi 00
terhadap Rx. Kedua antena Tx dan Rx di arahkan sejajar dan lurus. Selanjutnya
anten Rx diputar setiap kelipatan 100 dimana tiap perubahan kelipatan sudut
tersebut data dicatat sebagai data medan jauh terhadap perubahan arah antena.
Data-data ini selanjutnya di olah untuk menghitung direktivitas.
Demikianlah uraian rinci tentang perancangan antena dipole reflektor
sudut, sebagai landasan untuk pembahasan pada bab selanjutnya.
25
BAB IV
PENGUKURAN DAN ANALISA
Pada bab ini akan di uraikan hasil pengukuran dan analisa antena yang
meliputi pengukuran VSWR, pengukuran gain, pengukuran direktivitas dan analisa
efisiensi antena dari bahan reflektor yang berbeda. Secara rinci akan di uraikan
pada sub-bab berikut.
4.1 Pengukuran VSWR
VSWR adalah rasio gelombang berdiri yang menunjukkan perbandingan
antara gelombang yang datang pada saluran dan menuju antena terhadap
gelombang yang dipantulkan dari antena menuju ke sumber. Berdasarkan teknik
pengukuran pada gambar 2.9, maka dari hasil pengujian VSWR antena terhadap
berbagai macam bahan seperti ditunjukkan pada table 4.1, maka VSWR untuk
bahan reflektor besi diketahui bernilai 1,65; seng 1,67; stainless 1,64; tembaga
1,68; aluminium 1,64.
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran VSWR
Bahan
reflektor VSWR
Besi 1,65
Seng 1,67
Stainless 1,64
Tembaga 1,68
Aluminium 1,64
Dari data di atas menunjukkan VSWR dapat diasumsikan memiliki nilai yang
mendekati sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa antena tersebut ditinjau dari
karakteristik SWR-nya memiliki sifat yang sama. Hal ini penting disampaikan
sebagai acuan bahwa spesifikasi teknis masing-masing antena identik. Untuk
26
mengambarkan secara jelas uraian di atas dapat ditunjukkan pada grafik
pengukuran SWR pada lampiran I.
4.2 Pengukuran Gain
Gain didefenisikan sebagai kekuatan antena untuk menyalurkan daya
secara maksimal. Pada pengukuran gain antena ini, menggunakan metode
kombinasi seperti ditunjukkan pada gambar 2.7. Metode ini menggunakan tiga
buah antena dimana antena 1 menggunakan antena dipole reflektor sudut dari
bahan-bahan reflektor besi, seng, stainless, tembaga dan aluminium, sedangkan
antena 2 menggunakan antena helix dengan reflektor sudut dan antena 3
menggunakan antena dipole dengan reflektor sudut. Berikut ini ditunjukkan hasil
pengukuran gain antena seperti pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Gain
Bahan reflektor
Level ( dB ) Gain
Antena 1 dan 2 Antena 1 dan 3 Antena 2 dan 3
Besi -23 -23 -20 7,02
Seng -20 -23 -20 8,52
Stainless -23 -21 -20 8,02
Tembaga -19 -20 -20 10,52
Aluminium -22 -19 -20 9,52
Dengan menggunakan persamaan 2.10, 2.11, 2.12, maka gain dari masing-masing
antena dapat dihitung seperti pada lampiran II dan hasilnya diperlihatkan pada
tabel 4.2. Dari hasil perhitungan ini, maka gain dari masing-masing antena dapat
digambarkan dalam bentuk grafis sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.1.
Dari gambar 4.1 memberikan informasi kepada kita bahwa gain antena yang
terbaik adalah antena dari bahan tembaga dengan nilai sebesar 10,52 dB, di ikuti
oleh antena dari bahan reflektor aluminium dengan nilai sebesar 9,52 dB, antena
27
dari bahan reflektor seng sebesar 8,52 dB, berikutnya antena dari bahan reflektor
stainless dengan harga sebesar 8,02 dB, selanjutnya dan antena dari bahan
reflektor besi dengan harga sebesar 7,02 dB. Hal ini dihasilkan dari setting luasan
Gambar 4.1 Grafik hasil pengukuran gain
aperture pada reflektor antena, dimana harga gain merupakan pengaruh
perubahan sudut α atau pengaruh perubahan tinggi dan panjang reflektor, lebih
jelasnya diperlihatkan pada tabel 4.3. Dengan demikian gain pada masing-masing
Tabel 4.3 Pengaruh Perubahan Luasan Aperture Terhadap Gain
Bahan reflektor Tinggi
(cm)
Lebar
(cm) Luas Gain
Besi 17.6 7.5 132.00 7,02
Seng 17.6 7.5 132.00 8,52
Stainless 17.8 7.5 133.50 8,02
Tembaga 17.4 7.5 130.50 10,52
Aluminium 17.9 7.5 134.25 9,52
7.02
8.528.02
10.52
9.52
0
2
4
6
8
10
12
Besi Seng Stainless Tembaga Aluminium
Gain
Bahan reflektor
28
bahan antena tidak dipengaruhi oleh VSWR, hal ini dapat ditunjukkan seperti pada
grafik gambar 4.3.
Gambar 4.2 Grafik perbadingan VSWR dan gain
4.3 Pengukuran Direktivitas
Sebagaimana pengertian tentang direktivitas gain, direktivitas gain
didefenisikan sebagai rasio perkalian 4 dari intensitas radiasi maksimum sebagai
fungsi arah dan sudut terhadap total daya yang diradiasikan melalui antena. Untuk
mengetahui harga direktivitas antena, diukur dengan menggunakan metode seperti
pada gambar 2.8.
Berdasarkan gambar 2.8 pengukuran direktivitas diketahui dengan cara
membaca hasil pengukuran pola radiasi antena seperti diperlihatkan pada lampiran
III. Lampiran III menunjukkan hasil pengukuran pola radiasi antena dari lima
bahan reflektor, berdasarkan data tersebut maka direktivitas dapat diketahui dari
1.65 1.67 1.64 1.68 1.64
7.02
8.528.02
10.529.52
0
2
4
6
8
10
12
besi seng stainless tembaga aluminium
Bahan reflektor
VSWR
Gain
29
hasil perhitungan seperti ditunjukkan pada lampiran IV dan hasilnya ditampilkan
pada tabel 4.4 dan grafik pada gambar 4.3.
Tabel 4.4 Direktivitas pada Antena Dipole
No Bahan
Reflektor Direktivitas (dB)
1. Besi 20,13
2. Seng 19,16
3. Stainless 20,14
4. Tembaga 16,33
5. Aluminium 20,13
Gambar 4.3 Grafik perhitungan direktivitas
Gambar 4.4 Perbandingan gain dan direktivitas
20.13 19.16 20.14
16.33
20.13
0
5
10
15
20
25
Direktivitas (dB)
7.028.52 8.02
10.52 9.52
20.13 19.16 20.14
16.33
20.13
0
5
10
15
20
25
Gain (dB)
Direktivitas (dB)
30
Tabel 4.5 Nilai Direktivitas Terhadap dan
Bahan reflektor (o) (
o) Direktivitas (dB)
Besi 20 20 20,13
Seng 20 25 19,16
Stainless 19 21 20,14
Tembaga 30 32 16,33
Aluminium 20 20 20,13
Gambar 4.5 Grafik nilai direktivitas terhadap sudut dan arah
Dari hasil pengukuran direktivitas pada tabel 4.5 di atas, diketahui bahwa harga
direktivitas terbaik dari kelima jenis bahan reflektor adalah antena dari bahan
reflektor stainless dengan nilai sebesar 20,14 dB, selanjutnya antena dari bahan
reflektor besi dan aluminium menempati urutan kedua yaitu memiliki harga
direktivitas yang sama dengan nilai sebesar 20,13 dB, kemudian antena dari bahan
reflektor seng memiliki harga direktivitas ketiga yaitu 19,16 dB dan yang terakhir
antena dari bahan reflektor tembaga memiliki harga direktivitas 16,33 dB. Nilai
ini dipengaruhi oleh sifat radiasi pada antena, semakin kecil sudut dan arah radiasi
20 20 19
30
2020
25
21
32
2020.13 19.16 20.14
16.33
20.13
0
5
10
15
20
25
30
35
Θ (o)
φ (o)
Direktivitas (dB)
31
antena, maka semakin besar nilai direktivitas suatu antena. Hal ini dapat
diperlihatkan hasilnya seperti pada tabel 4.5 dan gambar grafik 4.5.
4.4 Efisiensi Antena Dilihat Dari Bahan
Efisiensi adalah rasio perbandingan antara kemampuan antena menyalurkan
daya secara maksimum terhadap intensitas radiasi maksimum sebagai fungsi arah
dan sudut terhadap daya total. Berdasarkan data-data dan hasil perhitungan pada
tabel 4.3 dan 4.4, maka efisiensi antena untuk kelima jenis bahan reflektor dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan 2.20, seperti ditunjukkan pada lampiran
V dan hasilnya diperlihatkan pada tabel 4.5 dan gambar 4.6.
Tabel 4.6 Perhitungan Efisiensi pada Antena Dipole
No Bahan
Reflektor Gain (dB) Directivity (dB) Efisiensi (%)
1. Besi 7,02 20,13 34,87
2. Seng 8,52 19,16 44,46
3. Stainless 8,02 20,14 39,82
4. Tembaga 10,52 16,33 64,42
5. Aluminium 9,52 20,13 47,29
Gambar 4.6 Grafik hasil perhitungan efisiensi
34.87
44.4639.82
64.42
47.29
0
10
20
30
40
50
60
70
Besi Seng Stainless Tembaga Aluminium
Efisiensi (%)
32
Dari tabel 4.6 diketahui bahwa efisiensi antena terbaik adalah antena dari bahan
reflektor tembaga dengan nilai 64,42%, diikuti oleh reflektor dari bahan
aluminium dengan nilai 47,29%, selanjutnya reflektor dari bahan seng dengan
nilai 44,46%, berikutnya reflektor dari bahan stainless dengan nilai 39,82% dan
terendah reflektor dari bahan besi dengan nilai 34,87%, lebih jelasnya
perbandingan gain, direktivitas dan efisiensi diperlihatkan pada gambar 4.7. Hasil
ini memperlihatkan bahwa efisiensi antena yang besar diperoleh dari antena yang
memiliki gain yang besar dan direktivitas yang kecil, seperti diperlihatkan pada
grafik gambar 4.7.
Gambar 4.7 Grafik perbandingan gain dan direktivitas serta efisiensi
Demikianlah hasil pembahasan tentang efisiensi yang telah di uraikan pada
bab ini, untuk selanjutnya dijadikan sebagai acuan untuk pembahasan pada bab
penutup atau kesimpulan.
7.02 8.52 8.02 10.52 9.52
20.13 19.16 20.1416.33
20.13
34.87
44.4639.82
64.42
47.29
0
10
20
30
40
50
60
70
Gain (dB)
Direktivitas (dB)
Efisiensi (%)
33
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan analisa terhadap hasil pengukuran, maka
dapat diambil suatu kesimpulan, yaitu :
1. Gain antena yang terbaik adalah antena dari bahan tembaga dengan nilai
sebesar 10,52 dB, di ikuti oleh antena dari bahan reflektor aluminium dengan
nilai sebesar 9,52 dB, antena dari bahan reflektor seng sebesar 8,52 dB,
berikutnya antena dari bahan reflektor stainless dengan harga sebesar 8,02
dB, selanjutnya dan antena dari bahan reflektor besi dengan harga sebesar
7,02 dB.
2. Besarnya gain dipengaruhi oleh perubahan sudut α atau dipengaruhi oleh
perubahan tinggi dan panjang reflektor atau luasan aperture reflektor.
3 Harga direktivitas terbaik dari kelima jenis bahan reflektor adalah antena dari
bahan reflektor stainless dengan nilai sebesar 20,14 dB, selanjutnya antena
dari bahan reflektor besi dan aluminium menempati urutan kedua yaitu
memiliki harga direktivitas yang sama dengan nilai sebesar 20,13 dB,
kemudian antena dari bahan reflektor seng memiliki harga direktivitas ketiga
yaitu 19,16 dB dan yang terakhir antena dari bahan reflektor tembaga
memiliki harga direktivitas 16,33 dB.
4. Nilai direktivitas dipengaruhi oleh sifat radiasi pada antena, semakin kecil
sudut dan arah radiasi antena, maka semakin besar nilai direktivitas suatu
antena.
34
5. Efisiensi antena terbaik adalah antena dari bahan reflektor tembaga dengan
nilai 64,42%, diikuti oleh reflektor dari bahan aluminium dengan nilai
47,29%, selanjutnya reflektor dari bahan seng dengan nilai 44,46%,
berikutnya reflektor dari bahan stainless dengan nilai 39,82% dan terendah
reflektor dari bahan besi dengan nilai 34,87%.
6. Efisiensi antena yang besar dapat diperoleh dari antena yang memiliki
direktivitas yang kecil.
35
DAFTAR PUSTAKA
Balanis, C. A. Antenna Theory: Analysis and Design, Third Edition, John Willey and
sons, New York, 2005.
Budi Aswoyo, Antena dan Propagasi, Surabaya, 2006.
Budi Aswoyo, Studi Perbandingan Efisiensi Bahan Pada Pembuatan Antena
Horn Sektoral Bidang Medan Listrik (E), pens-its, 2010.
Harry Ramza, Buku Antena dan Propagasi, Universitas Muhammadiyah,
Prof. Dr. Hamka, Jakarta.
Krauss, John D, Antennas, Second Edition, McGraw-Hill Book Company, 1998
Krauss, John D, Antennsa for all applications, Third Edition, Mc Graw-Hill
Company, International Edition, 2003.
Sumber dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Besi, diakses 17 Juli 2011
Sumber dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Seng, diakses 17 Juli 2011
Sumber dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Stainless, diakses 17 Juli 2011
Sumber dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Tembaga, diakses 17 Juli 2011
Sumber dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Aluminium, diakses 17 Juli 2011
Umi Fadlillah, Simulasi Pola Radiasi Antena Dipole Tunggal, Jurnal Teknik Elektro
dan Komputer Emitor, Vol. 4, 2004.