Upload
lamlien
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK DAN STUDENT TEAMS
ACHIEVEMENT DIVISION MATERI ALJABAR BAGI SISWA KELAS VII SMP
NEGERI 2 TUNTANG
JURNAL
Diajukan untuk memenuhi syarat guna mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi S1 Pendidikan Matematika
Disusun Oleh:
SYARIF HIDAYATI
202013013
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
1
PERBANDINGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK DAN STUDENT TEAMS
ACHIEVEMENT DIVISION MATERI ALJABAR BAGI SISWA KELAS VII SMP
NEGERI 2 TUNTANG
Syarif Hidayati1)
, Tri Nova Hasti Yunianta2)
Program Studi S1 Pendidikan Matematika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan–Universitas Kristen Satya Wacana
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika siswa pada model
pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dan Student Teams Achievement Division materi aljabar
bagi siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang. Jenis penelitian ini merupakan mixed method dengan
model sequential explanatory. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik cluster
random sampling. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua kelas yaitu kelas VII C menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe talking stick dengan jumlah siswa 34 orang dan kelas VII E
menggunakan model pembelajarn kooperatif tipe STAD dengan jumlah siswa 31 orang. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, tes, dan
dokumentasi. Data kedua kelas homogen sebelum diberi perlakuan. Hasil analisis data menunjukkan
rata-rata hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick adalah
83,68 lebih baik dari rata-rata hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD adalah 78,71. Hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji Mann-Whitney U yang
menunjukkan Asymp. Sig. (2-tailed) = 0,029, dimana 0,029 < 0,05, sehingga diperoleh kesimpulan
bahwa ada perbedaan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
talking stick dan STAD. Pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking
stick hanya siswa yang memegang tongkat yang menjawab pertanyaan dari guru dan menjawabnya
secara lisan, sehingga membuat siswa lebih antusias saat pembelajaran agar siswa dapat menjawab
pertanyaan tersebut. Berbeda dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD, siswa mengerjakan kuis dengan waktu yang bersamaan dan bersifat tertulis. Jadi dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking
stick lebih baik daripada hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD.
Kata kunci: hasil belajar matematika, talking stick, student teams achievement division
PENDAHULUAN
Proses pembelajaran memiliki peran untuk mengembangkan pola pikir manusia, tetapi
dalam proses pembelajaran sering terjadi hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan
tersebut. Adapun hambatan tersebut adalah kurang cakapnya guru mengelola kelas, suasana
kelas yang membosankan sehingga motivasi siswa untuk belajar menjadi berkurang.
2
Hambatan ini berpengaruh terhadap pembelajaran yang dilakukan. Pembelajaran tersebut
harusnya sebagai proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala
potensi dan sumber yang ada, baik potensi yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri
maupun potensi yang ada di luar diri siswa (Sanjaya, 2009: 26). Potensi-potensi tersebut
dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.
Agar siswa mendapat hasil belajar yang memuaskan, seharusnya guru menggunakan
model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan mata pelajaran melalui aktivitas
eksplorasi, elaborasi, dan konfrimasi. Aktivitas tersebut dapat dilakukan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, dan menantang, sehingga momotivasi siswa untuk berpartisipasi
aktif dalam proses pembelajaran (Departemen Pendidikan Nasional, 2007). Oleh karena itu
untuk melaksanakan proses pembelajaran matematika sekarang tidak cukup hanya
mengandalkan metode ceramah saja. Model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil
belajar siswa juga perlu adanya dalam pembelajaran, salah satunya model pembelajaran
kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang
mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran dalam model pembelajaran
kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur,
dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan
dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang
dimaksud (Suprijono, 2015:73). Adapun tipe-tipe model pembelaajran kooperatif antara lain
talking stick dan student teams achievement division (STAD).
Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick adalah pembelajaran yang mendorong
peserta didik untuk berani mengemukakan pendapat, dengan cara siapa yang memegang
tongkat, dialah yang menjawab pertanyaan (talking) (Suprijono, 2010: 109). Menurut Aris
Shoimin (2014: 199) kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick adalah
menguji kesipan peserta didik dalam pembelajaran, sedangkan kelemahannya membuat
senam jantung karena tegang dan ketakutan akan pertanyaan yang akan diberikan oleh guru.
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang diterapkan untuk menghadapi kemampuan siswa yang heterogen. Model
pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dan belajar dalam
kelompok, hal ini bertujuan agar siswa dapat memahami urian materi pelajaran serta mampu
berinteraksi dan berkomunikasi dalam kelompok (Isjoni 2007: 51). Menurut Shoimin (2014:
189), kelebihan model pembelajaraan kooperatif tipe STAD adalah siswa aktif membantu dan
3
memotivasi semangat untuk berhasil bersama, serta siswa aktif membantu dan memotivasi
semangat untuk berhasil bersama, sedangkan kelemahannya adalah siswa berprestasi tinggi
akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan.
Setiap kelebihan dan kelemahan model pembelajaran pasti akan mempengaruhi
kemampuan siswa, salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe talking stick dan
STAD. Model pembelajaran tersebut memiliki ciri khas yang berbeda yaitu pada akhir
pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick guru
memberikan tongkat, kemudian siswa yang memegang tongkat harus menjawab pertanyaan
dari guru, sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD setiap akhir pembelajaran
selalu diadakan kuis. Pada model pembelajaran kooperatif tipe talking stick hanya siswa yang
memegang tongkat yang menjawab soal dari guru yang dapat membuat siswa senam jantung,
sedangkan pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD semua siswa mengerjakan kuis
pada waktu yang bersamaan. Oleh karena kedua model tersebut memiliki ciri khas yang
berbeda, maka dipandang perlu untuk melihat perbedaan hasil belajar kedua model tersebut.
Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Hakim dan Pramukantoro (2012)
menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan perpaduan metode pembelajaran
Snowball Throwing dengan Talking Stick berpengaruh signifikan lebih tinggi terhadap hasil
belajar siswa dibandingkan sebelum diberi pembelajaran dengan metode tersebut. Riana dan
Hasruddin (2016) menunjukkan bahwa bahwa ada perbedaan hasil belajar siswa dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together dan Student
Teams Achievement Divisions pada materi pokok sistem pencernaan manusia di kelas VIII
SMP Negeri 1 Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun Pembelajaran 2015/2016. Bayu
Hidayat dan Nur Kholis (2014) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
terhadap hasil belajar kelas eksperimen yang menggunakan metode pembelajaran tallking
stick dengan kelas kontrol yang menggunakan metode pembelajaran students teams
achievement divisions (STAD).
Hasil wawancara pada hari Jumat, 10 Juni 2016 kepada salah seorang guru yang
mengajar matematika kelas VII di SMP Negeri 2 Tuntang materi matematika yang sering
menjadi kesulitan siswa adalah materi aljabar. Hal ini dikarenakan materi aljabar baru
dipelajari siswa kelas VII, selain itu guru yang menggunakan pembelajaran konvensional
yang menyebabkan banyak siswa merasa jenuh, kurangnya antusias siswa, kurangnya
kerjasama dalam kelompok, kurangnya konsentrasi perhatian siswa. Hal-hal tersebut yang
mengakibatkan hasil belajar matematika siswa belum memuaskan dan masih rendah.
4
Sehingga guru harus memilih model pembelajaran yang menyenangkan dan membuat siswa
tertarik dan aktif di dalam kelas.
Berdasarkan urian di atas, peneliti melakukan penelitian dengan judul “Perbandingan
Hasil Belajar Matematika Pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick dan
Student Teams Achievement Division Materi Aljabar Bagi Siswa Kelas VII SMP Negeri 2
Tuntang”. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar
matematika siswa pada model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick dan Student Teams
Achievement Division materi aljabar bagi siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang.
HASIL BELAJAR
Menurut Supratiknya (2012: 5), hasil belajar adalah objek penilaian kelas berupa
kemampuan-kemampuan baru yang diperoleh murid sesudah mereka mengikuti proses
belajar-mengajar tentang mata pelajaran tertentu. Pemerolehan kemampuan baru tersebut
akan terwujut dalam perubahan tingkah laku tertentu, seperti dari tidak tahu menjadi tahu
tentang seluk-beluk gejala tertentu, dari acuh-tak-acuh menjadi menyukai objek atau aktivitas
tertentu, serta dari tidak bisa menjadi cakap melakukan ketrampilan tertentu.
Bloom dalam Sudjana (2006: 22) membagi hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu ranah
kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil
belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan dan ingatan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai.
Adapun jenis hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti
perhatianya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman
sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Hasil belajar psikomotorik tampak dalam
bentuk ketrampilan dan kemampuan bertindak individu.
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang
mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran dapat didefinisikan sebagai sistem
kerja atau belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima
unsur pokok, yaitu saling ketergantungan positif, tanggungjawab individual, interaksi
personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok (Suprijono, 2015:77). Model
pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok
termasuk bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru, dimana guru
menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi
yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru
5
biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas (Suprijono, 2015:73). Tipe-tipe
model pembelajran kooperatif antara lain talking stick dan student teams achievement
division (STAD).
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK
Menurut Shoimin (2014: 197), talking stick adalah model pembelajaran yang pada
mulanya digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara atau
menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antarsuku). Talking Stick (tongkat
berbicara) telah digunakan selama berabad-abad oleh suku-suku Indian sebagai alat
menyimak secara adil dan tidak memihak. Tongkat berbicara juga sering digunakan kalangan
dewan untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara pada saat rapat. Pada saat
pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas masalah harus memegang tongkat. Tongkat
akan berpindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini
tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke orang lain jika orang tersebut ingin
berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke ketua atau pimpinan rapat. Penjelasan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa talking stick dipakai sebagai tanda seseorang mempunyai
hak suara (berbicara) yang diberikan secara bergiliran atau bergantian.
Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick, sebelum
pembelajaran guru menyiapakan tongkat yang panjangnya kurang lebih 20 cm. Pada saat
pembelajaran, guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian siswa
dibagi dalam kelompok untuk berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wacana.
Setelah siswa selesai membaca wacana, guru mempersilahkan siswa untuk menutup buku.
Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu siswa. Siswa yang memegang
tongkat menjawab pertanyaan dari guru. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa
mendapat bagian untuk menjawab pertanyaan dari guru, kemudian guru memberi kesimpulan
dan melakukan evaluasi (Huda, 2013: 277).
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS
ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang diterapkan untuk menghadapi kemampuan siswa yang heterogen. Model
pembelajaran ini dipandang sebagai cara yang paling sederhana dari pendekatan
pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bekerja dan belajar dalam kelompok, hal ini bertujuan agar siswa dapat memahami
urian materi pelajaran serta mampu berinteraksi dan berkomunikasi dalam kelompok (Isjoni
6
2007: 51). Menurut Slavin (2008: 143), STAD terdiri lima komponen utama yaitu presentasi
kelas, tim, kuis, skor kemajuan individu, dan rekognisi tim. Pada komponen presentasi kelas
yaitu guru menyajikan materi pelajaran. Pada komponen tim, guru membagi siswa dalam
kelompok secara heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku,
memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Pada komponen kuis, setiap siswa
mengerjakan kuis secara individu. Pada tahap komponen kemajuan individu, guru men-score
kuis tersebut dan mencatat pemerolehan hasil saat itu serta hasil pada pertemuan sebelumnya
dengan kriteria skor tertentu. Berikut merupakan tabel pemberian skor individu.
Tabel 1. Skor Kemajuan Individu
Nilai tes Skor Perkembangan
1. Lebih dari 10 poin dibawah skor awal 0 poin
2. 10-1 poin dibawah skor awal 10 poin
3. Skor awal sampai 10 poin diatas skor awal 20 poin
4. Lebih dari 10 poin diatas skor awal 30 poin
5. Nilai sempurna (tanpa memperhatikan skor awal) 30 poin
(Slavin, 2009: 159)
Pada komponen rekognisi tim, tim akan mendapatkan sertifikat atau penghargaan
apabila skor rata-rata kelompok mencapai kriteria tertentu. Rekognisi dilakukan pada saat
terakhir pembelajaran.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan mixed method dengan model sequential explanatory,
karena dalam penelitian ini pengumpulan data dan analisis data kuantitatif pada tahap
pertama, dan diikuti dengan pengumpulan dan analisis data kualitatif pada tahap kedua, guna
untuk memperkuat hasil penelitian kuantitatif yang dilakukan pada tahap pertama. Analisis
data kuantitatif digunakan untuk olah data hasil belajar. Adapun data kuantitatif diperoleh
menggunakan desain penelitian quasi experimental design untuk mengetahui perbedaan hasil
belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick dan STAD. Desian ini
mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol
variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2010).
Deskripsi hasil belajar mengguanakan deskriptif kualitatif, sedangkan analisis data kualitatif
untuk mendeskripsikan proses hasil belajar untuk mendukung data kuantitatif.
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Tuntang dan waktu penelitian dilakukan
pada Semester I pada Tahun Ajaran 2016/2017. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang Semester 1 Tahun Ajaran 2016/2017 yang terdiri dari
7
235 siswa yang terbagi atas tujuh kelas. Adapun pengambilan sampel menggunakan teknik
cluster random sampling yang dilakukan secara bertahap. Pertama-tama populasi dalam
penelitian ini dikelompokkan menjadi 7 cluster sesuai dengan kelas masing-masing,
selanjutnya dipilih 2 cluster secara acak dan secara acak pula kedua kelas tersebut dipilih
sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kemudian, seluruh siswa dalam kelas tersebut
diambil sebagai sampel sehingga terpilihlah kelas VII C sebanyak 34 siswa sebagai kelas
eksperimen dengan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick dan kelas VII E
sebanyak 31 siswa sebagai kelas kontrol dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
observasi, tes, dan dokumentasi. Lembar observasi digunakan untuk mendapatkan data
tentang pencapaian guru dalam memberikan perlakuan di dalam kelas, sehingga dalam
pelaksanaan pembelajaran benar-benar sesuai dengan kondisi proses yang diharapkan.
Adapun instrumen observasi yang digunakan adalah lembar observasi implementasi RPP
untuk aktifitas guru dan siswa, serta lembar observasi aktivitas siswa dalam kelompok untuk
mengetahui aktivitas siswa dalam kelompok saat proses pembelajaran. Adapun tes digunakan
untuk mengetahui hasil belajar siswa yang digunakan untuk mengukur pencapaian siswa
sebelum diberi perlakuan dengan pretest dan juga setelah diberi perlakuan dengan posttest.
Nilai pretest diambil dari nilai UTS, sedangkan nilai posttest tentang materi aljabar yang
diberikan kepada siswa berbentuk uraian berjumlah 10 soal untuk mengetahui hasil belajar
siswa sehingga dapat mengetahui perbedaan hasil belajar menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dan talking stick. Sebelum digunakan sebagai instrumen dalam
pengambilan data, instrumen posttest terlebih dahulu dilakukan validasi isi melalui experts
judgement yaitu penilaian yang dilakukan oleh para ahli. Validasi isi instrumen tes hasil
belajar pada penelitian ini dilakukan oleh tiga ahli, yaitu dua dosen pendidikan matematika
Universitas Kristen Satya Wacana dan satu guru matematika SMP negeri 2 Tuntang. Setelah
dinyatakan layak digunakan maka instrumen siap digunakan dalam penelitian. Dokumentasi
digunakan untuk mengumpulkan data kemampuan awal siswa dan foto-foto saat
pembelajaran.
Pengolahan data menggunakan analisis deskriptif dan analisis inferensial. Analisis
deskriptif berfungsi untuk mendiskripsikan atau memberikan gambaran terhadap objek yang
diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa bermaksud membuat
kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2012). Pengujian hipotesis dilakukan
dengan uji beda rerata. Uji beda rerata terdiri dari dua, yaitu: parametik dan non parametik,
8
untuk mengetahui uji beda rerata yang digunakan maka dilakukan uji normalitas terlebih
dahulu. Jika uji normalitas terpenuhi maka uji beda rerata yang digunakan adalah parametik
(Independent Sampel T-Test), sebaliknya jika uji normalitas tidak terpenuhi maka uji beda
rerata yang digunakan adalah non parametik (Mann-Whitney). Uji Independent sampel t-test
terdiri dari dua macam sampel yaitu equal variances assumed (diasumsikan bahwa kedua
variansi sama) dan equal variances not assumed (diasumsikan bahwa kedua variansi tidak
sama).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Kemampuan Awal Siswa
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII C dan VII E SMP Negeri 2 Tuntang.
Kelas VII C sebagai kelas eksperimen yang berarti kelas ini diberi perlakuan model
pembelajaran kooperatif tipe talking stick, dan kelas VII E sebagai kelas kontrol yang
berarti kelas ini diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Data awal yang diperoleh dari penelitian ini adalah hasil belajar siswa yaitu nilai pretest
yang diambil dari nilai Ulangan Tengah Semester (UTS). Pretest dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui kemampuan awal siswa dari masing-masing sampel. Hasil pretest
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Kemampuan Awal Siswa
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Pretest Pretest
N 34 31
Minimum 40 35
Maksimum 93 83
Rata-rata 55,76 53,97
Uji Normalitas 0,87 0,96
Uji Homogenitas 0,633
Uji t 0,592
Judgment Kedua kelas sampel memiliki kemampuan
matematika awal yang sama atau seimbang.
Berdasarkan Tabel 2 hasil pretest siswa SMP Negeri 2 Tuntang kelas VII C yang
digunakan sebagai kelas eksperimen dapat dilihat dari 34 subjek penelitian, nilai terendah
sebesar 40 dan nilai tertinggi sebesar 93 dengan rata-rata sebesar 55,76. Pada kelas VII E
yang digunakan pada kelas kontrol dapat dilihat dari 31 subjek penelitian, nilai terendah
sebesar 35 dan nilai tertinggi sebesar 83 dengan rata-rata 53,97.
Berdasarkan Tabel 2 perhitungan uji normalitas kemampuan awal siswa diperoleh
bahwa kelas eksperimen memiliki nilai signifikansi 0,87 dan kelas kontrol memiliki nilai
9
signifikansi 0,96. Hal ini berarti nilai signifikansi kedua kelas memiliki taraf signifikansi
lebih dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelas masing-masing berasal
dari populasi yang berdistribusi normal sehingga dapat dilakukan uji selanjutnya, yaitu uji
homogenitas dan uji beda rerata.
Uji homogenitas dan uji beda rerata dilakukan menggunakan uji Independent
sampel t-test. Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa taraf signifikansi antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol sebesar 0,633 (lebih dari 0,05) sehingga dapat disimpulkan
bahwa kedua kelas berasal dari varians yang sama (homogen). Dengan demikian analisis
uji beda t-test harus menggunakan equal variances assumed. Hasil dari uji ini
menghasilkan nilai signifikan 0,592 (lebih dari 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat perbedaan nilai pretest. Jadi kedua kelas memiliki kemampuan awal yang
sama.
2. Kemampuan Akhir Siswa
Soal posttest yang digunakan berjumlah 10 soal uraian. Pemberian posttest pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang
dikenai model pembelajaran kooperatif tipe talking stick dan STAD. Hasil posttest antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Kemampuan Akhir Siswa
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Pretest Pretest N 34 31
Minimum 70 70
Maksimum 100 100
Rata-rata 83,68 78,71
Uji Normalitas 0,000 0,008
Uji Mann-Whitney U 0,029
Judgment
Terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar
dengan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick
dan STAD
Berdasarkan Tabel 3 hasil posttest kelas eksperimen dapat dilihat dari 34 subjek
penelitian, nilai terendah sebesar 70, nilai tertinggi sebesar 100 dengan rata-rata sebesar
83,68. Hasil posttest kelas kontrol dapat dilihat dari 31 subjek penelitian, nilai terendah
sebesar 70, nilai tertinggi sebesar 100 dengan rata-rata sebesar 83,68.
Uji normaliats kemampuan akhir siswa diperoleh kelas eksperimen memiliki
signifikansi 0,000 dan kelas kontrol memiliki signifikansi 0,008. Hal ini berarti nilai
10
signifikansi kedua kelas memiliki taraf signifikansi kurang dari 0,05, yang berarti data
tersebut tidak berasal dari distribusi yang normal. Oleh karena itu, pengujian beda rerata
menggunakan uji Mann-Whitney U.
Uji Mann-Whitney U dapat menghasilkan nilai signifikansi 0,029 (kurang dari 0,05),
dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol, dengan rata-rata nilai hasil belajar siswa pada kelas
eksperimen (83,68) lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol (78,71) maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara hasil belajar yang dikenakan
model pembelajaran kooperatif tipe talking stick dan STAD dimana hasil belajar siswa
yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe talking stick lebih baik dibanding
dengan siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD bagi siswa kelas
VII SMP Negeri 2 Tuntang.
3. Deskripsi Proses Pembelajaran Menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
talking stick dan STAD
Proses pembelajaran kelas VII C SMP Negeri 2 Tuntang dengan model
pembelajaran kooperatif tipe talking stick pada saat guru mengelompokkan siswa
menimbulkan kegaduhan, hal tersebut terlihat pada hasil lembar observasi aktivitas
siswa dalam kelompok yang diisi oleh salah satu guru matematika SMP Negeri 2
Tuntang pada Gambar 1.
Gambar 1. Hasil Lembar ObservasiAktivitas Siswa Dalam Kelompok
Pada Kelas VII C
Berdasarkan Gambar 1, saat pembagian kelompok kondisi kelas gaduh, hal ini
disebabkan karena siswa mengalami kebingungan dengan adanya suatu model
pembelajaran yang masih baru bagi siswa dan siswa ingin berkelompok. Guru kemudian
memberi pengarahan kepada siswa, sehingga pada akhirnya siswa mengikuti arahan dari
guru untuk berkelompok dengan kondisi yang telah ditentukan oleh guru.
Pada akhir pembelajaran kooperatif tipe talking stick diadakan permainan
menggunakan tongkat. Permainan menggunakan tongkat pada kelas ini dapat dilihat
pada Gambar 2. Pada Gambar 2, terlihat siswa sangat antusias saat mengikuti permainan
menggunakan tongkat, karena siswa lebih tertarik saat pembelajaran matematika
11
menggunakan permainan. Tetapi terlihat siswa merasa takut jika saat memegang tongkat,
siswa tidak bisa menjawab pertanyaan dari guru. Jika siswa yang tidak dapat menjawab
pertanyaan dari guru, maka siswa mendapat hukuman, hukuman tersebut adalah
menyanyi di depan kelas. Dengan adanya hukuman, siswa menjadi lebih antusias saat
proses pembelajaran dan lebih giat belajar, agar tidak mendapat hukuman tersebut. Hal-
hal tersebut mengakibatkan hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe talking stick sangat baik. Gambar permainan menggunakan tongkat pada
kelas VII C sebagai berikut.
Gambar 2. Pembelajaran Menggunakan Model Kooperatif tipe Talking Stick
Proses pembelajaran kelas VII E SMP Negeri 2 Tuntang dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD tidak jauh berbeda dengan kelas sebelumnya,
kondisi siswa gaduh saat pembagian kelompok. Hal tersebut terlihat pada hasil lembar
observasi aktivitas siswa dalam kelompok yang diisi oleh salah satu guru matematika
SMP Negeri 2 Tuntang pada Gambar 3.
Gambar 3. Hasil Lembar Observasi Aktivitas Siswa Dalam Kelompok
Pada Kelas VII E
Berdasarkan Gambar 3, saat pembagian kelmompok suasana kelas sangat gaduh
karena siswa ingin berkelompok dengan teman akrabnya. Hal tersebut dikarenakan siswa
merasa bosan dan kurang semangat bertemu denga teman kelompok yang sama selama
empat kali pertemuan. Guru kemudian memberi arahan jika siswa harus berkelompok
dengan anggota kelompok yang sama karena ada penskoran hasil kuis setiap kelompok
dan pada pertemuan terakhir kelompok akan mendapat penghargaan jika memenuhi
12
kriteria skor tertentu. Hal tersebut membuat siswa pada akhirnya siswa mengikuti arahan
dari guru untuk berkelompok dengan kondisi yang telah ditentukan oleh guru.
Pada akhir pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
selalu diadakan kuis. Pada saat siswa mengerjakan kuis dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Kuis pada Model Pembelajaraan Kooperatif tipe STAD
Pada Gambar 4, terlihat siswa antusias mengerjakan kuis, meskipun pada awalnya
siswa mengeluh karena setiap akhir pertemuan selalu diadakan kuis, tetapi guru
membimbing agar siswa mau mengerjakan kuis tersebut. Guru juga memberitahu bahwa
kelompok akan mendapatkan penghargaan apabila skor rata-rata kelompok mencapai
kriteria tertentu. Hal tersebut membuat siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran
dan siswa lebih giat belajar, agar rata-rata kelompoknya mencapai kriteria tertentu,
sehingga kelompoknya mendapatkan penghargaan. Hal tersebut yang mengakibatkan
hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD baik. Tetapi
hasil belajar siswa kelas sebelumnya lebih baik daripada kelas ini, karena pada kelas
sebelumnya hanya siswa yang memegang tongkat yang menjawab pertanyaan dari guru
dan menjawabnya secara lisan, sehingga membuat siswa lebih antusias saat
pembelajaran agar siswa dapat menjawab pertanyaan tersebut. Berbeda dengan kelas ini,
siswa mengerjakan kuis dengan waktu yang bersamaan dan bersifat tertulis. Jadi dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe talking stick lebih baik daripada hasil belajar siswa yang menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan hasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang tahun pelajaran
2016/2017 yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick dan
STAD dari nilai posttest yang telah diuji dengan uji Mann-Whitney U yang menunjukkan
13
Asymp. Sig. (2-tailed) = 0,029, dimana 0,029 < 0,05. Kelas yang diajar menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe talking stick memiliki rata-rata hasil belajar 83,68
lebih tinggi daripada kelas yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD yang memiliki rata-rata 78,71. Pada kelas yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe talking stick hanya siswa yang memegang tongkat yang menjawab
pertanyaan dari guru dan menjawabnya secara lisan, sehingga membuat siswa lebih
antusias saat pembelajaran agar siswa dapat menjawab pertanyaan tersebut. Berbeda
dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa
mengerjakan kuis dengan waktu yang bersamaan dan bersifat tertulis. Jadi dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe talking stick lebih baik daripada hasil belajar siswa yang menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar diantara siswa
yang diajar menggunakan model kooperatif tipe talking stick lebih baik daripada siswa
yang diajar dengan menggunkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa
kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang, maka dalam proses pembelajaran model pembelajaran
kooperatif tipe talking stick dapat digunakan sebagai alternatif ajaran sehingga proses
pembelajaran tidak hanya berpusat kepada guru.
DAFTAR PUSTAKA
A.Supratiknya. 2012. Penilaian Hasil Belajar Dengan Teknik Nontes. Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma.
Hidayat, Bayu dan Nur Kholis. 2014. Perbandingan Metode Pembelajaran Talking Stick Dengan Student
Teams Achievement Divisions Pada Standar Kompetensi Memperbaiki Compact Cassete
Recorder di Kelas X Teknik Audio Video SMK Muhammadiyah 1 Gresik. Universitas Negeri
Surabaya. Jurnal Pendidikan Teknik Elektro. Volume 03, Nomor 03, Tahun 2014, 605 – 611.
Depdiknas. 2007. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh/ Model Silabus SMA/MA. Jakarta:
Depdiknas.
Hakim A. H. R, dan Pramukantoro J. A. 2013. Pengaruh Perpaduan Metode Pembelajaran Snowball
Throwing Dengan Talking Stick Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Standar Kompetensi
Menerapkan Dasar-Dasar Elektronika. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Jurnal
Penelitian Pendidikan Teknik Elektro. Volume 01 Nomor 1, Tahun 2013, 11-20.
Huda, M. 2015. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Isjoni. 2007. Pembelajaran Visioner: Perpaduan Indonesia-malaysia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rejika, Riana dan Hasruddin. (2016). Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan STAD
Terhadap Hasil Belajar SIswa Pada Materi Sistem Pencernaan Manusia. Medan: Universitas
Negeri Medan. Jurnal Pelita Pendidikan. Volume 04. Nomor 2, Tahun 2016, 053 – 060.
Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Prenada: Jakarta.
Shoimin, A. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
Slavin, Robert E. 2009. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Indah.
Sudjana, N. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
14
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D.
Bandung: Alfabeta. Suprijono, A. 2015. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suprijono, A. 2010. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi. Yogjakarta:Pustaka Pelajar.