17
Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016 49 PERBANDINGAN HUKUM JABATAN NOTARIS DI INDONESIA DAN DI NEGARA BELANDA Oleh : Enny Mirfa. SH.,MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Samudera Langsa ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hukum Jabatan Notaris dalam perspektif pengawasan jabatan notaris di Indonesia untuk dibandingkan dengan pengaturan hukum pengawasan Jabatan di Belanda. Ada satu hal fenomenal yang ditemukan dalam penelitian ini, dengan adanya satu badan hukum eksternal yang melakukan pengawasan secara terpadu di Negara Belanda. Badan tersebut adalah Bureau Financieel Toezicht (Kantor Pengawasan Keuangan) yang merupakan regulator integral dan tidak hanya akan mengawasi keuangan, tetapi juga kualitas dan integritas. Selain melakukan pengawasan kantor BFT juga juga masih berhubungan dengan Koninklijke Notariële Beroepsorganisatie KNB organisasi notaris di Negara Belanda. Dengan kemitraan antara BFT dan KNB akan memperkuat bentuk pengawasan satu sama lain,. KNB dan BFT memiliki prinsip yang sama yaitu untuk menjadikan profesi notaris sebagai profesi yang terhormat, jujur dan dapat diandalkan. Dengan melakukan perbandingan pengaturan hukum pengawasan jabatan notaris di Indonesia dan di Belanda diharapkan dapat diketahui bagaimana perkembangan hukum jabatan notaris di Belanda dan di Indonesia pada saat sekarang, sehingga dapat dianalisis hal-hal yang lebih baik pengaturan hukumnya dan dapat menjadi dasar pemikiran untuk perbaikan dan penyempurnaan pengaturan hukum jabatan notaris di Indonesia dalam perspektif pengawasan Jabatan notaris. Kata Kunci : Jabatan Notaris PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedudukan notaris sebagai pejabat umum pembuat akta otentik memang semakin dianggap penting dengan berkembangnya bidang hukum. Oleh karena itu, adanya suatu wadah perkumpulan bagi notaris diharapkan membawa perkembangan-perkembangan yang positif dalam pelaksanaan jabatan notaris di Indonesia. Peraturan terakhir tentang jabatan notaris, yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, telah mengatur beberapa ketentuan mengenai organisasi notaris. Ketentuan-ketentuan mengenai organisasi notaris dalam undang- undang tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan para notaris untuk berkumpul dalam jabatan mereka sebagai notaris dan lebih dari

PERBANDINGAN HUKUM JABATAN NOTARIS DI …jurnalmudiraindure.com/wp-content/uploads/2016/08/PERBANDINGAN... · Applied Theory dalam ... hukum dari ajaran Von Savigny tentang mazab

Embed Size (px)

Citation preview

Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016

49

PERBANDINGAN HUKUM JABATAN NOTARIS DI INDONESIA DAN

DI NEGARA BELANDA

Oleh : Enny Mirfa. SH.,MH

Dosen Fakultas Hukum Universitas Samudera Langsa

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hukum Jabatan

Notaris dalam perspektif pengawasan jabatan notaris di Indonesia untuk

dibandingkan dengan pengaturan hukum pengawasan Jabatan di Belanda. Ada

satu hal fenomenal yang ditemukan dalam penelitian ini, dengan adanya satu

badan hukum eksternal yang melakukan pengawasan secara terpadu di Negara

Belanda. Badan tersebut adalah Bureau Financieel Toezicht (Kantor Pengawasan

Keuangan) yang merupakan regulator integral dan tidak hanya akan mengawasi

keuangan, tetapi juga kualitas dan integritas. Selain melakukan pengawasan

kantor BFT juga juga masih berhubungan dengan Koninklijke Notariële

Beroepsorganisatie – KNB organisasi notaris di Negara Belanda. Dengan

kemitraan antara BFT dan KNB akan memperkuat bentuk pengawasan satu sama

lain,. KNB dan BFT memiliki prinsip yang sama yaitu untuk menjadikan profesi

notaris sebagai profesi yang terhormat, jujur dan dapat diandalkan.

Dengan melakukan perbandingan pengaturan hukum pengawasan jabatan

notaris di Indonesia dan di Belanda diharapkan dapat diketahui bagaimana

perkembangan hukum jabatan notaris di Belanda dan di Indonesia pada saat

sekarang, sehingga dapat dianalisis hal-hal yang lebih baik pengaturan hukumnya

dan dapat menjadi dasar pemikiran untuk perbaikan dan penyempurnaan

pengaturan hukum jabatan notaris di Indonesia dalam perspektif pengawasan

Jabatan notaris.

Kata Kunci : Jabatan Notaris

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kedudukan notaris sebagai

pejabat umum pembuat akta otentik

memang semakin dianggap penting

dengan berkembangnya bidang

hukum. Oleh karena itu, adanya

suatu wadah perkumpulan bagi

notaris diharapkan membawa

perkembangan-perkembangan yang

positif dalam pelaksanaan jabatan

notaris di Indonesia. Peraturan

terakhir tentang jabatan notaris, yaitu

Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris, telah

mengatur beberapa ketentuan

mengenai organisasi notaris.

Ketentuan-ketentuan mengenai

organisasi notaris dalam undang-

undang tersebut diharapkan dapat

memenuhi kebutuhan para notaris

untuk berkumpul dalam jabatan

mereka sebagai notaris dan lebih dari

Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016

51

itu, organisasi notaris sebagaimana

dimaksud dalam undang-undang

tersebut diharapkan dapat

mengangkat citra jabatan notaris

menjadi lebih baik.

Jabatan yang diemban

Notaris adalah suatu jabatan

kepercayaan yang diberikan oleh

undang-undang dan masyarakat,

untuk itulah seorang Notaris

bertanggung jawab untuk

melaksanakan kepercayaan yang

diberikan kepadanya dengan selalu

menjunjung tinggi etika hukum dan

martabat serta keluhuran jabatannya,

sebab apabila hal tersebut diabaikan

oleh seorang Notaris maka akan

berbahaya bagi masyarakat umum

yang dilayaninya.

Dalam menjalankan

jabatannya, seorang Notaris tidak

cukup hanya memiliki keahlian

hukum tetapi juga harus dilandasi

tanggung jawab dan penghayatan

terhadap keluhuran martabat dan

etika. Peranan dan kewenangan

Notaris sangat penting bagi lalu

lintas hukum di masyarakat, oleh

karena itu Notaris harus dapat

menjalankan profesinya secara

profesional, berdedikasi tinggi serta

selalu menjunjung harkat dan

martabatnya dengan menegakkan

kode etik Notaris.

Kode Etik Notaris akan tetapi

juga untuk tujuan yang lebih luas,

yaitu agar para Notaris dalam

menjalankan tugas persyaratan-

persyaratan ditetapkan oleh undang

undang, demi pengamanan atas

kepentingan masyarakat yang

dilayaninya.

Diadakannya pengawasan

terhadap para Notaris adalah sangat

beralasan, mengingat bahwa Notaris

menjalankan suatu fungsi sosial yang

sangat penting, meliputi bidang yang

sangat luas. Sebagaimana telah diatur

dalam UUJN, selain membuat akta-

akta otentik, Notaris juga ditugaskan

untuk melakukan pendaftaran dan

mensahkan surat-surat atau akta-akta

yang dibuat di bawah tangan. Notaris

juga memberikan penyuluhan hukum

dan penjelasan mengenai undang-

undang kepada pihak-pihak yang

berkepentingan.

Notaris sebagai pejabat

umum harus senantiasa menyadari

bahwa ia diangkat oleh penguasa

bukan hanya untuk kepentingannya

sendiri, melainkan juga untuk

kepentingan masyarakat. Oleh sebab

itu, undang undang memberikan

kepada Notaris suatu kepercayaan

yang besar dan sejalan dengan itu,

Notaris harus pula menyadari bahwa

setiap pemberian kepercayaan

kepada seseorang meletakkan

tanggung jawab di atas bahunya,

baik berdasarkan hukum, moral

maupun etika.

Notaris yang tidak

bertanggung jawab dan tidak

menjunjung tinggi hukum dan

martabat serta keluhuran jabatannya

adalah berbahaya, tidak hanya bagi

individu tetapi juga bagi masyarakat

yang dilayaninya.

Selain dari adanya tanggung

jawab dan etika profesi yang tinggi,

juga adanya integritas dan moralitas

yang baik, hal ini merupakan

persyaratan yang harus dimiliki oleh

Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016

52

setiap Notaris. Apabila Notaris

memenuhi persyaratan-persyaratan

di atas, maka dapat diharapkan

Notaris akan melakukan tugasnya

dengan baik, sesuai dengan tuntutan

hukum dan kepentingan masyarakat.

Namun pada saat ini di

Indonesia terdapat beberapa

organisasi notaris, pertama INI

(Ikatan Notaris Indonesia) sebagai

organisasi notaris yang diakui oleh

pemerintah. Selain itu, ada pula

Himpunan Notaris Indonesia (HNI),

Asosiasi Notaris Indonesia (ANI),

dan Organisasi Perhimpunan Notaris

untuk Reformasi. Hal ini terjadi

karena memang di dalam Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004

tentang Jabatan Notaris maupun

Putusan Mahkamah Konstitusi

Republik Indonesia Nomor: 009-

014/PUU-III/2005i

tidak

menyebutkan secara tegas bahwa

satu-satunya organisasi jabatan untuk

mereka yang memangku jabatan

notaris adalah INI(Ikatan Notaris

Indonesia).

Dengan melakukan

perbandingan dengan hukum jabatan

notaris di Belanda diharapkan agar

dapat diketahui bagaimana

perkembangan hukum jabatan notaris

di Belanda dan di Indonesia pada

saat sekarang, sehingga dapat

dianalisa hal-hal yang dapat menjadi

dasar pemikiran untuk perbaikan dan

penyempurnaan pengaturan

mengenai hukum jabatan notaris di

Indonesia.

B. Perumusan Masalah

Mengacu pada pemaparan

latar belakang masalah tersebut di

atas, maka pokok permasalahan yang

akan dibahas dalam tulisan ini dapat

diidentifikasikan dalam suatu

rumusan masalah, sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan mengenai

hukum Jabatan Notaris di

Indonesia dan di Negara Belanda

2. Bagaimana implementasi

mengenai hukum Jabatan Notaris

di Indonesia dan di Negara

Belanda

C. Kerangka Teori

Terdapat berbagai istilah

dalam perbandingan hukum

perbandingan hukum yaitu :

1. Comparative Law

2. Foreign Law

3. Comparative Jurisprudence

Dengan demikian, pertama,

perbandingan hukum merupakan

sejarah hukum (legal history) yang

berkenaan dengan hubungan antara

sistem-sistem. Tetapi, tidak dapat

dikatakan bahwa perbandingan

hukum secara sederhana sebagai

cabang dari sejarah hukum. Kedua,

perbandingan hukum berkenaan

dengan sifat hukum, khususnya

tentang sifat pembangunan hukum

(legal development).

Applied Theory dalam

penelitian ini memakai konsep

hukum dalam pembangunan yang

dikemukakan oleh Mochtar

Kusumaatmadja. Secara substansial,

di dalam negara hukum ada dua hal

yang pokok, yaitu: pertama, adanya

pembatasan kekuasaan negara

Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016

53

terhadap perseorangan, negara tidak

maha kuasa, negara tidak dapat

bertindak sewenang-wenang.

Tindakan-tindakan negara terhadap

warga negaranya dibatasi oleh

hukum. Dengan kata lain, kekuasaan

tunduk kepada hukum. Kedua, tidak

boleh pembatasan kekuasaan negara

terhadap perseorangan ini menjadi

sedemikian rupa, sehingga

pemerintah terganggu dalam

melaksanakan tugasnya.

Pendapat di atas dapat dimaknai

bahwa di dalam negara hukum,

perlindungan hukum tidak hanya

semata-mata untuk kepentingan

penduduk dan warga negara, tetapi

juga memberikan perlindungan

sekaligus memberikan legitimasi

kepada pemerintah untuk bertindak

tegas dalam menjalankan tugas dan

wewenangnya, agar pemerintah tidak

dirugikan dan tidak takut untuk

mengambil tindakan terhadap siapa

pun yang mencoba dan melakukan

perbuatan yang melanggar hukum.

Secara fungsional, sistem

penegakan hukum merupakan suatu

sistem aksi yang diwujudkan dalam

suatu Sistem Peradilan Pidana. Ada

sekian banyak aktivitas yang

dilakukan oleh alat perlengkapan

negara dalam penegakan hukum.

Alat atau instrumen penegak hukum

itu secara sempit biasanya hanyalah

badan-badan yang mempunyai

wewenang kepolisian dan kejaksaan.

Akan tetapi, kalau penegakan hukum

itu diartikan secara luas, maka

penegakan hukum itu juga menjadi

tugas dari pembentuk undang-

undang, hakim, instansi

pemerintahan (bestuur), termasuk

aparatur eksekusi pidana.

Oleh karena itu, dapat

dipahami jika ada yang berpendapat

bahwa penegakan hukum itu

merupakan bidang yang sangat luas,

sebab tidak hanya tindakan yang

bersifat kuratif dan represif, tetapi

juga tindakan preventif. Dalam arti

luas, tindakan preventif melibatkan

banyak pihak atau badan antara lain

pembentuk undang-undang, polisi,

kejaksaan, pengadilan, pamong praja

dan aparatur eksekusi pidana serta

masyarakat secara umum.

Walaupun hukum dalam arti

normatif semakin hari semakin baik,

hal itu tidak ber-

arti bahwa tujuan dari hukum, yaitu

tercapainya keadilan dan kepastian

hukum, semakin hari semakin baik.

Teori kebijakan hukum

berawal dari landasan pembangunan

hukum nasional sebagai salah satu

strategi pembangunan nasiona.

Fungsi dan peranan hukumdalam

pembangunan merupakan penentu

arah kebijakan pembangunan di

bidang hukum. Fungsi hukum yang

utama sebagai sarana rekayasa sosial

(a tool of social engineering) adalah

membawa perubahan mendasar sikap

masyarakat dalam setiap gerak

pembangunan nasional.

Fungsi dan peranan hukum

dalam model hukum pembangunan

kurang dipahami sebagai pembawa

perubahan sikap (attitude)

penyelenggara negara, melainkan

dipahami sebagai sarana (a tool)

semata-mata untuk mengubah sikap

Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016

54

masyarakat. Dengan kata lain,

hukum dipahami hanya sebagai

sarana untuk mengubah sikap

masyarakat dan tidak dipahami

sebagai sarana untuk mengubah

perilaku penyelenggara negara ke

arah yang lebih baik dari

sebelumnya.

Namun, menurut Mochtar

Kusumaatmadja, konsep Roscoe

Pound justru cocok untuk negara

maju maupun negara berkembang

yang bergerak dari kondisi agraris

menuju industri seperti Indonesia.

Dalam hal ini, hukum (undang-

undang) mengubah alam pemikiran

masyarakat tradisional ke pemikiran

modern.

Asumsi dasarnya adalah

bahwa hukum itu tidak boleh

ketinggalan dengan proses

perkembangan yang terjadi dalam

masyarakat, termasuk pembangunan..

Mochtar Kusumaatmadja juga

berpendapat bahwa kelemahan teori

hukum dari ajaran Von Savigny

tentang mazab sejarah maupun aliran

sociological jurisprudence adalah

bahwa masing-masing aliran tersebut

tidak dapat menerangkan secara

memuaskan apa yang dimaksudkan

dengan volksgeist atau nilai-nilai

yang hidup dalam masyarakat. Di

Indonesia, pelbagai upaya

pengungkapan apa yang hidup dalam

kesadaran hukum masyarakat telah

diberi tempat yang layak, yaitu

konsepsi hukum sebagai alat atau

sarana pembaharuan masyarakat.

Strategi pembangunan hukurn

nasional harus mernpertimbangkan 5

(lima) faktor, yaitu ratio biaya dan

efisiensi, kepentingan

lintas sektoral, dan kontrol kualitas,

dapat dipertanggungjawabkan dan

standardisasi analisis dan evaluasi

peraturan perundang-undangan.

Strategi pembangunan hukum yang

hanya dilandaskan kepada

kepentingan sektoral harus diubah

dengan mengutamakan kepentingan

keterkaitan antarsektoral sehingga

tidakmenimbulkan tumpang tindih

wewenang antara instansi yang

saling berkaitan satu sama lain.

Penetapan cost and efficiency

yang ketat akan dapat mencegah

lahirnya produk perundang-

undangan yang benar-benar

diperlukan untuk memperkuat

pembangunan nasional dan yang

lebih rnengutamakan kualitas produk

perundang-undangan yang rnernadai.

Kedua faktor tersebut diperkuat

dengan kontrol kualitas yang

komprehensif serta analisis dan

evaluasi peraturan perundang-

undangan yang terstandardisasi

dengan baik dan dapat

dipertanggungjawabkan, diharapkan

dapat menghasilkan perencanaan

pernbangunan hukum dan penegakan

hukurn yang dapat mendukung

pembangunan nasional dalam bidang

lainnya.

D. Metode Penelitian

1. Obyek Penelitian

Obyek penelitian dalam

penelitian ini adalah perundang-

undangan yang berkaitan dengan

hukum jabatan notaris di negera

Belanda dan hukum jabatan notaris

di Indonesia.

Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016

55

2. Teknik Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini

adalah studi dokumen terhadap data-

data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini. Dengannya, dapat

memudahkan penelitian yang

dilakukan oleh peneliti.

3. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, data-

data yang digunakan dianalisis

berdasarkan metode analisis data

kualitatif, yang mana adalah analisis

data dengan pemaknaan sendiri oleh

peneliti terhadap data-data yang

dikumpulkan untuk penelitian.

HASIL PENELITIAN

A. Pengawasan Jabatan Notaris di

Indonesia

1. Majelis Pengawas

Dengan berlakunya Undang-

Undang Jabatan Notaris, pengawasan

Notaris dilakukan oleh Menteri yang

kemudian membentuk Majelis

Pengawas yang terdiri atas unsur

pemerintah, organisasi Notaris dan

ahli akademisi masing-masing

sebanyak 3 (tiga) orang. Adapun

susunan anggota Majelis Pengawas

Notaris tersebut, sebagaimana diatur

dalam Pasal 67 ayat (3) Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004

adalah sebagai berikut :

1. Birokasi Pemerintah sebanyak 3 (

tiga ) orang;

2. Organisasi Notaris sebanyak 3 (

tiga ) orang;

3. Akademisi sebanyak 3 (tiga) orang

;

2. Dewan Kehormatan

Dewan Kehormatan

merupakan alat perlengkapan

perkumpulan yang terdiri dari

beberapa orang anggota yang dipilih

dari anggota biasa dan werda

Notaris, yang berdedikasi tinggi dan

loyal terhadap perkumpulan,

berkepribadian baik, arif dan

bijaksana, sehingga dapat menjadi

panutan bagi anggota dan diangkat

oleh kongres untuk masa jabatan

yang sama dengan masa jabatan

kepengurusan. Dewan Kehormatan

berwenang melakukan pemeriksaan

atas pelanggaran terhadap Kode Etik

dan menjatuhkan sanksi kepada

pelanggarannya sesuai dengan

kewenangannya dan bertugas untuk:

a. melakukan pembinaan, bimbingan,

pengawasan, pembenahan anggota

dalam menjunjung tinggi Kode

Etik;

b. memeriksa dan mengambil

keputusan atas dugaan

pelanggaran ketentuan Kode Etik

yang bersifat internal atau yang

tidak mempunyai masyarakat

secara langsung;

c. memberikan saran dan pendapat

kepada majelis pengawas atas

dugaan pelanggaran Kode Etik

dan Jabatan Notaris.

Pengawasanan atas pelaksaanaan

Kode Etik dilakukan dengan cara

sebagai berikut :

a. Pada tingkat pertama oleh

Pengurus Daerah Ikatan Notaris

Indonesia dan Dewan Kehormatan

Daerah;

b. Pada tingkat banding oleh

Pengurus Wilayah Ikatan Notaris

Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016

56

Indonesia dan Dewan Kehormatan

Wilayah;

c. Pada tingkat terakhir oleh

Pengurus Pusat Ikatan Notaris

Indonesia dan Dewan Kehormatan

Pusat.

Dewan Kehormatan Daerah terdiri

dari 3 (tiga) orang anggota

diantaranya, seorang Ketua, seorang

Wakil Ketua, dan seorang Sekretaris.

Yang dapat diangkat menjadi

anggota Dewan Kehormatan Daerah

adalah anggota biasa yang telah

menjabat sebagai Notaris sekurang-

kurangnya 5 (lima) tahun dan

anggota luar biasa (mantan Notaris),

yang senantiasa mentaati peraturan

perkumpulan dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku,

berdedikasi tinggi, berjasa dan loyal

serta mempunyai rasa kepedulian

yang tinggi kepada konferensi daerah

dapat menentukan lain, terutama

mengenai komposisi Notaris dan

mantan Notaris.

3. Permasalahan Pelaksanaan

Pengawasan Notaris

3.1. Majelis Pengawas Tidak

Berwenang Menjadi Pelapor

Tindak Pidana

Mengenai kewenangan

Majelis Pengawas (Daerah, Wilayah,

dan Pusat ) ini, ada satu kewenangan

Majelis Pengawas yang perlu untuk

diluruskan sesuai aturan hukum yang

berlaku, yaitu atas laporan Majelis

Pemeriksa jika menemukan suatu

tindak pidana dalam melakukan

pemeriksaan terhadap notaris, maka

majelis pengawas akan

melaporkannya kepada pihak yang

berwenang. Substansi Pasal ini telah

menempatkan Majelis Pengawas

Notaris sebagai pelapor tindak

pidana.

Menurut Pasal 1 angka 24

Kitab Undang Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) bahwa laporan

adalah pemberitahuan yang

disampaikan oleh seseorang karena

hak atau kewajiban berdasarkan

undang-undang kepada pejabat

berwenang tentang telah atau sedang

atau diduga akan terjadinya peristiwa

pidana. Berdasarkan isi Pasal

tersebut, bahwa syarat untuk menjadi

pelapor, yaitu :

1) Seorang ( satu orang /

perseorangan); dan

2) Ada hak dan kewajiban

berdasarkan undang-undang.

Majelis Pengawas merupakan suatu

badan dengan parameter seperti ini

dikaitkan dengan Pasal 1 angka 24

KUHAP, bahwa yang dapat menjadi

pelapor adalah subjek hukum berupa

orang, bukan majelis atau badan .

Berkaitan pula dengan keputusan

Menteri Kehakiman Nomor

M.01.PW.07.03. Tahun 1982 tentang

Pedoman Pelaksanaan KUHAP,

dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a angka 1

dan Pasal 7 ayat (1) disebutkan

bahwa, penyidik dan penyelidik

berkewajiban mempunyai wewenang

menerima laporan atau pengaduan

dari seseorang tentang adanya tindak

pidana. Substansi Pasal ini

menegaskan bahwa penyelidik atau

penyidik hanya menerima pengaduan

atau laporan dari orang. Dengan

demikian tidak tepat Majelis

Pengawas bertindak sebagai pelapor

tindak pidana, karena Majelis

Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016

57

Pengawas bukan subjek Hukum

berupa orang. Ketentuan Pasal 1

angka 24 KUHAP menentukan

bahwa hak atau kewajiban

melaporkan suatu tindak pidana

harus berdasarkan undang-undang,

maka dengan demikian Majelis

Pengawas tidak mempunyai hak dan

kewajiban sebagai pelapor

berdasarkan undang-undang. Pelapor

harus subjek hukum orang atau

perorangan, bukan badan, majelis

atau lembaga. Karena terjadi

ketidaksinkronan secara vertical

antara Pasal 1 angka 24 KUHAP

dengan Pasal 32 ayat 1 dan 2

Peraturan Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia Nomor

M.02.PR.08.10 Tahun 2004, maka

kemudian Pasal 32 ayat 1 dan 2

Peraturan Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia Nomor

M.02.PR.08.10 Tahun 2004, tidak

berlaku.

3.2. Majelis Pengawas Sebagai

Badan atau Jabatan Tata Usaha

Negara

Pada dasarnya pengawasan

terhadap Notaris dilakukan oleh

Menteri (Pasal 67 ayat (1) UUJN)

dan dalam pelaksanaannya dilakukan

oleh Majelis Pengawas yang

dibentuk oleh Menteri (Pasal 67 ayat

(2) UUJN). Menempatkan

kedudukan Majelis Pengawas yang

melaksanakan tugas pengawasan dari

Menteri dapat dianggap sebagai

menerima tugas dari Menteri (secara

atributif) sebagai pihak yang

mempunyai urusan pemerintahan.

Dengan demikian perlu dikaji

kedudukan Majelis Pengawas yang

secara fungsional (dalam fungsinya)

telah melakukan urusan

pemerintahan. Mengenai kedudukan

Majelis Pengawas tersebut dapatkah

dikategorikan sebagai Badan atau

Jabatan Tata Usaha Negara? Apakah

Keputusan Majelis Pengawas yang

telah menjatuhkan Sanksi

Administratif

telah memenuhi ketentuan sebagai

Keputusan Tata Usaha Negara ?.

Majelis Pengawas dalam

menjalankan kewenangannya

mengeluarkan putusan yang

ditujukan kepada Notaris, baik

putusan menjatuhkan sanksi

administratif ataupun putusan

mengusulkan untuk memberikan

sanksi-sanksi tetentu dari MPW

kepada MPP ataupun MPP kepada

Menteri.

Pada dasarnya yang

mempunyai wewenang melakukan

pengawasan dan pemeriksaan

terhadap Notaris adalah Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia yang

dalam pelaksanaannya Menteri

membentuk Majelis Pengawas

Notaris. Menteri sebagai kepala

Departemen Hukum dan Hak Asasi

Manusia mempunyai tugas

membantu Presiden dalam

menyelenggarakan sebagian urusan

pemerintah di bidang hukum dan hak

asasi manusia.

Dengan demikian

kewenangan pengawasan terhadap

Notaris ada pada pemerintah,

sehingga berkaitan dengan cara

pemerintah memperoleh wewenang

Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016

58

pengawasan tersebut Ada 2 (dua)

cara utama untuk memperoleh

wewenang pemerintah, yaitu

Atribusi dan Delegasi. Mandat juga

ditempatkan sebagai cara tersendiri

untuk memperoleh wewenang,

namun apabila dikaitkan dengan

gugatan ke pengadilan tata usaha

negara, Mandat tidak ditempatkan

secara tersendiri karena penerima

Mandat tidak bisa menjadi tergugat

di pengadilan tata usaha negara.

Berdasarkan pengertian

tersebut di atas, bahwa wewenang

untuk melakukan pengawasan

terhadap Notaris secara atributif ada

pada Menteri sendiri, yang dibuat,

diciptakan dan diperintahkan dalam

undang-undang sebagaimana

tersebut dalam Pasal 67 ayat (1)

UUJN. Kedudukan Menteri sebagai

eksekutif (pemerintah) yang

menjalankan kekuasaan pemerintah

dalam kualifikasi sebagai Badan atau

Jabatan Tata Usaha Negara.

Berdasarkan Pasal 67 ayat (2)

UUJN Menteri mendelegasikan

wewenang pengawasan tersebut

kepada suatu badan dengan nama

Majelis Pengawas. Majelis Pengawas

menurut Pasal 1 ayat (1) Peraturan

Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia Nomor

M.02.PR.08.10 Tahun 2004, adalah

suatu badan yang mempunyai

kewenangan dan kewajiban untuk

melaksanakan pengawasan dan

pembinaan terhadap Notaris.

Dengan demikian Menteri

selaku delegans dan Majelis

Pengawas selaku delegataris. Majelis

Pengawas sebagai delegataris

mempunyai wewenang untuk

mengawasi Notaris sepenuhnya,

tanpa perlu untuk mengembalikan

wewenangnya kepada delegans.

Kedudukan Menteri selaku Badan

atau Jabatan TUN yang

melaksanakan urusan pemerintahan

berdasarkan peraturan

perundangundangan yang berlaku

membawa konsekuensi terhadap

Majelis Pengawas, yaitu Majelis

Pengawas berkedudukan pula

sebagai Badan atau Jabatan TUN,

karena menerima delegasi dari badan

atau Jabatan yang berkedudukan

sebagai Badan atau Jabatan TUN

dengan demikian secara kolegial

Majelis Pengawas sebagai :

a. badan atau Pejabat TUN;

b. melaksanakan urusan

pemerintahan;

c. berdasarkan perundang-undangan

yang berlaku, yaitu melakukan

pengawasan terhadap Notaris

sesuai dengan UUJN.

Dalam melakukan

pengawasan, pemeriksaan dan

penjatuhan sanksi Majelis Pengawas

harus berdasarkan kewenangan yang

telah ditentukan UUJN sebagai

acuan untuk mengambil keputusan,

hal ini perlu dipahami karena

anggota Majelis Pengawas tidak

semua berasal dari Notaris, sehingga

tindakan atau keputusan dari Majelis

Pengawas harus mencerminkan

tindakan suatu Majelis Pengawas

sebagai suatu badan, bukan tindakan

anggota Majelis Pengawas yang

dianggap sebagai tindakan Majelis

Pengawas.

Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016

59

Dengan demikian jika

Menteri Hukum dan HAM RI yang

secara atribusi mempunyai

kewenangan Pengawasan yang

kemudian didelegasikan kepada

Majelis Pengawas, maka Menteri

telah memberikan kewenangan

kepada Majelis Pengawas Notaris

untuk melakukan wewenangnya.

B. Implementasi Pengawasan

Jabatan Notaris di Negara

Belanda

1. Biro Financieel Toezicht

(Kantor Pengawasan

Keuangan )

Dengan diperkenalkannya

Perubahan UU Notaris baru, maka

sejak 1 Januari 2013 maka

pengawasan seorang notaris menjadi

lebih jelas dan seragam di bawah

BFT.

BFT adalah regulator integral

dan tidak hanya akan mengawasi

keuangan, tetapi juga kualitas dan

integritas. Dalam Undang-Undang

lama, tugas ini sebelumnya berada di

tangan sembilan belas majelis

pengawasan. Dalam menjalankan

peran yang baru ini, BFT akan

menggunakan perhitungan risiko

dalam mengawasi semua kantor

notaris. Selain melakukan

pengawasan kantor BFT juga juga

masih berhubungan dengan peer

review dari KNB. Dengan kemitraan

antara BFT dan KNB akan

memperkuat bentuk pengawasan satu

sama lain, dimana dapat bertukar

data yang akurat dari kecenderungan

umum dalam pelaksanaa tugas

notaris dan bila diperlukan adanya

intervensi khusus kasus tertentu.

KNB dan BFT memiliki prinsip yang

sama yaitu untuk menjadikan profesi

notaris sebagai profesi yang

terhormat, jujur dan dapat

diandalkan.

BFT memiliki wewenang dan

tanggung jawab yang berbeda

dengan KNB, dimana KNB bertugas

menetapkan aturan dan memajukan

kualitas, sedangka BFT mengawasi

kepatuhan (compliance).

Alasan Pengawasan oleh BFT

Pada tahun 1999, kelompok

kerja khusus telah menguji

efektivitas dari pengawasan notaris

profesi. Kelompok kerja

menyimpulkan bahwa ada beberapa

hambatan untuk pengawasan yang

efektif :

- Pengawasan terlalu terpisah-pisah,

tidak ada tempat sentral yang

menyimpan semua informasi.

- Majelis Pengawas terlalu

bergantung pada informasi yang

diberikan oleh otoritas lainnya.

- Pengawasan terlalu terfokus pada

tindakan represi, namun sedikit

perhatian terhadap kegiatan

pencegahan.

- Banyaknya Majelis Pengawas

menyebabkan kurangnya

keseragaman dalam pengawasan.

- Banyaknya otoritas yang

menangani keluhan sehingga tidak

mempunyai keseragaman dalam

putusan.

Kelompok kerja menyarankan untuk

memberlakukan pemeriksaan khusus

untuk profesi notaris. Pengawasan

harus melalui otoritas nasional yang

independen, melakukan fungsi

Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016

60

pengawasan kualitas hukum dan

integritas profesi notaris. Menteri

Kehakiman dan KNB juga tidak

melihat pengawasan yang terpisah-

pisah sebagai solusi terhadap

masalah-masalah tersebut di atas.

Dalam menanggapi temuan

kelompok kerja ini, mereka

memberikan kewenangan kepada

BFT untuk melakukan pengawasan.

BFT singkatan Biro Financieel

Toezicht ( Kantor Pengawasan

Keuangan ) yang sejak 1 Januari

2013, BFT sudah mulai mengawasi

seluruh sistem jaminan kualitas

secara terintegrasi.

BFT adalah badan pengawas

dan mengawasi kepatuhan terhadap

hukum dan peraturan oleh petugas

pengadilan dan notaris dan sesuai

dengan Pencucian Uang dan

Pendanaan Terorisme ( Prevention )

Act ( dalam bahasa Belanda :

WWFT ) oleh berbagai kelompok

profesional.

Sehingga BFT memberikan

kontribusi dalam kepastian hukum,

perlindungan kepentingan keuangan

kolektif orang-orang profesional,

pengguna jasa, dan integritas sistem

keuangan di Belanda.

Ketika melaksanakan kegiatan

pengawasannya, BFT adalah :

- Independen

- Transparan

- Profesional

- Selektif dan efisien

- Tegas

1.1.Kerangka Penilaian

Standar yang relevan dengan

pengawasan ditentukan oleh hukum

dan peraturan, peraturan menteri dan

(disiplin) yurisprudensi. Standar

standar ini adalah kerangka penilaian

untuk BFT.

1.2.Area Pengawasan

Daerah pengawasan BFT

yang berbeda per kelompok

profesional. BFT adalah pengawas

keuangan di mana petugas

pengadilan yang bersangkutan. BFT

integral mengawasi hal kenotarisan

(termasuk WWFT) BFT juga

bertugas mengawasi kepatuhan

dengan WWFT, misalnya dari

penasihat pajak, akuntan terdaftar,

akuntan dan konsultan administrasi,

atau profesi lain yang melakukan

kegiatan yang hampir sama, seperti

kantor administrasi, penasihat pajak,

dan penasehat bisnis.

1.3.Pengawasan keuangan petugas

pengadilan

Pengawasan keuangan

petugas pengadilan ditujukan untuk

mengamankan kepercayaan

masyarakat bahwa dana pihak ketiga

dipercayakan kepada petugas

pengadilan yang aman dan aman .

1.4.Posisi Informasi BFT

Posisi informasi yang baik

sangat penting untuk BFT, untuk

memungkinkan untuk secara

memadai melaksanakan tugas

pengawasannya . BFT menggunakan

informasi dari petugas pengadilan itu

sendiri untuk membangun posisi

informasinya. Petugas pengadilan

Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016

61

secara berkala memberikan BFT

dengan ( keuangan ) informasi.

Pada Penyelidikan Situs

1.5.Sentra Informasi BFT

Sentra informasi yang baik

adalah sangat penting bagi BFT,

untuk memungkinkan pelaksanaan

tugas pengawasannya secara

memadai. BFT akan mulai dengan

menggunakan informasi dari notaris

sendiri untuk membangun sentra

informasinya. Notaris akan secara

berkala memberikan BFT data

informasi keuangannya.

1.6.Keahlian BFT dan kerangka

hukum

BFT memiliki kekuatan dari

UU Administrasi Umum (dalam

bahasa Belanda: Algemene Wet

Bestuursrecht -AWB) yang

mewajibkan notaris untuk bekerja

sama. Title 5.2 dari AWB berlaku

untuk tugas pengawasan. Sehingga

BFT memiliki kewenangan untuk itu,

misalnya untuk membuat salinan

informasi bisnis. BFT juga

berwenang untuk memeriksa

administrasi keuangan pribadi

notaris. AWB juga akan

memungkinkan penggunaan

informasi dari pihak ketiga untuk

dilibatkan dalam pengawasan.

Notaris tidak memiliki kewajiban

kerahasiaan dengan BFT dan karena

itu tidak dapat menggunakan haknya

tersebut untuk menolak menjawab

pertanyaan BFT.

1.7.Pada Penyelidikan Situs

Penyelidikan seorang notaris dapat

terjadi karena berbagai macam

alasan yang berbeda. Jika menurut

analisis ada kemungkinan timbul

risiko, maka dilakukan penyelidikan,

berdasarkan informasi yang

dikumpulkan. Setelah itu dibuat

laporan sebagai hasil dari

penyelidikan .

Pelaksanaan

BFT dapat mengambil

tindakan penegakan hukum. Tujuan

dari tindakan hukum di satu sisi

adalah untuk memperbaiki perilaku

tidak patuh (non-conformant),

sementara itu juga memiliki lebih

dari karakter korektif . Sejumlah

contoh penegakan termasuk

percakapan transmissive standar ,

memaksakan denda atau hukuman

atau - dalam kasus pelanggaran

standar yang lebih serius -

mengirimkan keluhan disiplin

dengan hakim disiplin (ruang untuk

notaryship tersebut ) .

1.8.Pengawasan kepatuhan

terhadap Undang-Undang

Pencegahan Pencucian Uang dan

Pendanaan Terorisme

BFT bertugas mengawasi ,

misalnya, ( calon ) notaris dan

notaris pengganti, pengacara ,

penasihat pajak , akuntan terdaftar ,

akuntan dan konsultan administrasi ,

dan setiap profesional independen

lainnya atau bisnis yang

melaksanakan kegiatan serupa,

seperti kantor administrasi ,

penasihat pajak, dan hukum dan

penasihat bisnis.

Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016

62

Pemantauan kepatuhan WWFT

didasarkan pada kebijakan tiga hal:

Meningkatkan kesadaran

hukum dan peraturan , (

pencucian uang ) risiko dan

pentingnya memerangi

terorisme dan pencucian uang

( dengan cara publikasi dan

presentasi ) ;

Merangsang kepatuhan

terhadap hukum dan

peraturan melalui organisasi

profesi dan asosiasi , apakah

atau tidak melalui peer

review ( pengujian

intercollegial );

Pengujian kepatuhan

terhadap hukum dan

peraturan oleh para

profesional tersebut melalui

investigasi sendiri terfokus

reguler dan risiko.

1.9. Jurisdiksi Penegakan Disiplin

Majelis Pengawas

(Supervisory Chambers). Jurisdiksi

disiplin juga telah diberlakukan

untuk notaris junior. Undang-undang

Notaris baru menyatakan bahwa

notaris dan notaris junior tunduk

pada aturan disiplin ketika mereka

melakukan pelanggaran terhadap (

Huijgen dan Pleysier , 2001):

a. Undang-undang atau

peraturan yang terkait

Notaris

b. Tanggung jawab notaris

terhadap klien

c. Standar lain yang berasal

dari profesi notaris

2.Pengawasan Jaminan Kualitas

Kegiatan ini sudah mulai

dilakukan sebelum pengenalan

Undang-Undang Notaris baru.

Sistem kualitas jaminan terdiri dari

lima unsur ;

- Wajib pendidikan pasca –

sarjana Survei kepuasan pelanggan

- Pengembangan sistem

verifikasi antar –

persaudaraan

- Pengembangan

perencanaan karir

- Pengenalan buku

pegangan pada kualitas

dalam rangka untuk

- Merangsang

pengembangan kualitas

pedoman dalam kantor

notaris. Buku panduan ini

berisi standar kualitas

minimum yang berkaitan

dengan organisasi kantor,

bimbingan klien,

pembuatan akta notaris,

dan bekerja sama dengan

komisi keuangan (

Notariaat Magazine ,

Januari 2005) .

PENUTUP

A.Kesimpulan

1. Jabatan Notaris Pengaturan

tentang pengawasan terhadap

Notaris dalam menjalankan tugas

dan jabatannya adalah Pasal 1 butir 6

Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris ,

dimana yang melakukan tugas

pengawasan terhadap Notaris setelah

Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016

63

berlakunya Undang-Undang Jabatan

Notaris adalah tugas dari Majelis

Pengawas. Selain itu menurut Pasal

67 Undang-undang Nomor 30 Tahun

2004 tentang Jabatan Notaris yang

menjadi pengawas untuk mengawasi

segala tugas dan jabatan Notaris

diatur dalam adalah Menteri yang

ditindaklanjuti dengan Peraturan

Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia RI Nomor M.02.PR.08.10

Tahun 2004 tentang Tata Cara

Pengangkatan Anggota,

Pemberhentian Anggota, Susunan

Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara

Pemeriksaan Majelis Pengawas

Notaris.

Kode Etik notaris ditetapkan oleh

organisasi notaris, seperti tertera

dalam UUJN pasal 83, namun dalam

Undang-Undang Jabatan Notaris

tidak menyebutkan nama suatu

organisasi notaris tertentu yang

berwenang untuk menetapkan kode

etik tersebut.

Di Negara Belanda pengaturan

tentang pengawasan terhadap notaris

terdapat dalam BAB IX pasal 110-

113 dalam Undang-Undang Notaris

Tahun 1999 (Wet op het Notarisambt

- WNA). Pada pasal 110 ayat 1 jelas

disebutkan bahwa yang berwenang

untuk melakukan pengawasan adalah

Bureau Financieel Toezicht (Kantor

Pengawasan Keuangan). Badan ini

adalah badan hukum yang

bertanggung jawab dalam

mengawasi kepatuhan notaris,

notaris pengganti, dan notaris junior,

termasuk pengawasan terhadap

pelayanan yang diberikan sebagai

notaris, notaris pengganti atau junior

notaris.

2.Di Indonesia pelaksanaan tugas

pengawasan terhadap notaris

dilakukan oleh Majelis Pengawas

Notaris dan Dewan Kehormatan

merupakan amanat Undang-undang

Jabatan Notaris, khususnya Pasal 67

Ayat (1) dan (2) yang menyatakan

bahwa menteri berwenang dalam

mengawasi notaris dan dalam

melaksanakan pengawasannya

menteri membentuk majelis

pengawas. Pengawasan ditujukan

untuk pentaatan terhadap Kode Etik

dan ketaatan untuk menjalankan

ketentuan-ketentuan yang ditetapkan

peraturan perundang-undangan.

.

Pengaturan Organisasi Notaris

seperti di Belanda ini lebih jelas

dasar hukumnya dan berorientasi

pada peningkatan kualitas.

Pengaturan ini bisa diadopsi dalam

pengaturan hukum Jabatan Notaris di

Indonesia, yang akan menghilangkan

ketidakjelasan definisi wadah

organisasi notaris.

Dalam proses adopsi peraturan

dalam rangka pembangunan hukum

nasional, maka hal ini berkaitan

dengan strategi kebijakan dari

pembuat hukum.

B. Saran

1. Pengawasan oleh badan eksternal

seperti yang dilakukan BFT

sebaiknya bisa dicontoh dalam

pengaturan hukum pengawasan

notaris di Indonesia. Apa yang

dimuat dalam pengaturan hukum

pengawasan Notaris di Belanda

Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016

64

(WNA Tahun 1999) tersebut

merupakan refleksi dari perubahan

mendasar dalam setiap gerak

pembangunan nasional di Belanda,

dimana pengawasan notaris

dilakukan oleh Kantor Pengawasan

Keuangan untuk mematuhi (comply)

terhadap Undang-Undang

pencegahan tindak pidana pencucian

uang dan pendanaan teroris, karena

tugas dan tanggung jawab notaris

akan bersinggungan dengan hal-hal

ini.

2.Pembahasan RUU UUJN pada saat

sekarang diharapkan bisa melakukan

perbaikan aturan-aturan yang lebih

menyinkronkan aturan, serta lebih

efektif dan efisien dalam

pelaksanaannya, dengan tetap

menjunjung nilai-nilai keadilan dan

asas manfaat. Terutama dalam hal

kejelasan wadah organisasi notaris

sehingga bisa fokus dalam

peningkatan keahlian notaris dan

peningkatan kualitas pelayanan

kepada masyarakat.

3. DIperlukan politik hukum

pemerintah yang strategis dan

visionary untuk menentukan arah

perbaikan peraturan Jabatan Notaris

pada umumnya, pengawasan pada

khususnya.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Adjie, Habib, 2009, Hukum Notaris

Indonesia, Bandung:PT Refika

Aditama.

----------------, 2009, Meneropong

Khazanah Notaris dan PPAT

Indonesia, Bandung:Citra Aditya

Bakti.

Anshori, Abdul Ghofur, 2009,

Lembaga Kenotariatan Indonesia,

Yogyakarta:UII Press.

Budiono, Herlien, 2010, Kumpulan

Tulisan Hukum Perdata di Bidang

Kenotariatan, Bandung:Citra Aditya

Bakti.

CPB Netherland Beureau for

Economic Policy Analysis 2013,

(http://www.cpb.nl), diakses tanggal

1 November 2013.

Dewi , Santia, 2011, Panduan Teori

& Praktik Notaris, Yogyakarta:

Penerbit

Dja’is , Mochammad dan RMJ

Koosmargono, 2008, Membaca dan

Mengerti HIR, Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, Semarang.

Gutteridge ,H.C., Comparative Law,

1946, An Introduction to the

Comparative Method of Legal Study

& Research, Cambridge.

Kie, Tan Thong, 2007, Studi

Notariat dan Serba-Serbi Praktek

Notaris, Jakarta:Ichtiar Baru Van

Hoeve.

Koehn, Daryl, 2000, Landasan Etika

Profesi, Yogyakarta:Penerbit

Kanisius.

Koninklijke Notariele

Beroepsorganisatie(KNB), 2013,

Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016

65

(http://www.ebnotariaat.nl) diakses

tanggal 1 November 2013.

Metis Notaries Nederland, 2013,

(http://www.metisnotarissen.nl),

diakses tanggal 1 November 2013.

Nico, 2003, Tanggung Jawab

Notaris Selaku Pejabat Umum,

Yogyakarta : Center for

Documentation and Studies of

Business Law.

Notodisoerjo ,.R. Soegondo, 1993,

Hukum Notariat di Indonesia, PT.

Raja Grapindo Persada, Jakarta.

Purwadi , Hari, 2000, Pendekatan

Baru Dalam Studi Perbandingan

Hukum: “Critical Comparative

Law” Dan Transplantasi Hukum Di

Indonesia, dalam Wajah Hukum di

Era Reformasi, PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung.

Radjagukguk ,Erman , 2000,

Perbandingan Sistem Hukum (Civil

Law – Common Law) Jilid I

(Kumpulan Kuliah), Fakultas Hukum

UI Program Pasca Sarjana.Pustaka

Yustisia.

Soekanto , Soerjono dan Sri

Mamudji, 2007, Penelitian Hukum

Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,

Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.

Tobing ,G.H.S. Lumban, 1983,

Peraturan Jabatan Notaris,

Jakarta:Erlangga.

Widjojanto, Bambang, 2005,

Ceramah: “Etika Profesi Suatu

Kajian dan

Beberapa Masalah Pokok”.

Pendidikan Khusus Profesi Advokat

Angkatan

I, Depok.

Z.D. Lacle, 2013,

(http://www.leidenuniv.nl), Notarieel

Ethic Development, diakses tanggal 1

November 2013.

Nicole Kuijpers, Joelle Noailly, Ben

Vollaard, , Liberalization of the

Ducth Notary Profession, CPB

Netherland Beureau for Economic

Policy Analysis 2013,The Hague,

The Netherlands, 2013, page 13.

Malavet, P.A., The Latin notary, a

historical and comparative model,

mimeo, Hastings, College of the

Law, 1996.

Blokland, P., Testen en toelichting

op de wet op het notarisambt,

Koningklijke Vermande, Lelystad,

The Netherlands, 2001.

Jong, R. de, Tussen ambt en vrij

beroep. Het notariaat tussen 1842 en

1999, Stichting ter bevordering van

de notariele wetenschap,

Amsterdam, 2002.

Voert, M. ter and M. van Ewijk,

2004, Eerste Trendrapportage

Notariaat. Toegankelijkheid,

continuïteit, kwaliteit en integriteit

van het notariaat, WODC, The

Hague.

Jurnal ilmiah Research Sains Vol.2 No. 2 Juni 2016

66

Huijgen, W.G. and A.J.H. Pleysier,

2001, De wetgeving op het

notarisambt, Kluwer, Deventer.

Plug, P.J., A.S.E. Dekker, S.E. van

der Hurk, B.E. Baarsma and F.A.

Felsö, Mededinging versus

domeinmonopolie en

ministerieplicht. Over de gevolgen

van marktwerking in het notariaat,

Berenschot/SEO, The Hague, 2003.

Sujamto, Aspek Aspek-aspek

Pengawasan Di Indonesia, (Jakarta :

Sinar Grafika, 1993), hlm.53.

Viktor M. Situmorang dan

Cormentyna Sitanggang, Hukum

Administrasi Pemerintahan Di

Daerah, (Jakarta : Sinar Grafika,

1993), hlm. 233.

Sujamto, Beberapa Pengertian

Dibidang Pengawasan, (Jakarta

:Ghalia

Indonesia, 1983). hal 64.

S. Wojowasito, Kamus Umum

Belanda-Indonesia, Jakarta : Ichtiar

Baru Van Hoeve, 1978, hlm. 428.

W.J.S Poerwadarminta, Kamus

Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta ;

Balai Pustaka, 1976), hal. 20.

Sujamto, Norma dan Etika

Pengawasan, Jakarta : Sinar Grafika,

1989, hlm 18.

29 Sujamto, Norma dan Etika

Pengawasan, (Jakarta : Sinar

Grafika, 1989), hal 18 .

Poedjawijatna, Etika Filsafat

Tingkath Laku, (Jakarta : Bina

Aksara, 1984), hal 6

Anonim, Himpunan Etika Profesi :

Berbagai Kode Etik Asosiasi

Indonesia, Pustaka. (Yogyakarta :

Yustisia, 2006), hal. 123.

Keputusan Kongres Ikatan Indonesia

(I.N.I) tentang Kode Etik

Keputusan Kongres Ikatan Indonesia

(I.N.I) tentang Kode Etik

B. Peraturan Perundang-

undangan

UU No. 30 Tahun 2004 Tentang

Undang-Undang Jabatan Notaris,

Indonesia.

Wet op het Notarisambt, Tahun

1999, Belanda.

i Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, Bandung:PT Citra Aditya

Bakti, 2009, hlm. 117.