Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERBANDINGAN NILAI RERATA PENGUKURAN MANDIBULA MELALUI RADIOGRAF PANORAMIK PADA RENTANG USIA 14-35
TAHUN DAN 50-70 TAHUN
Devia Tasya Rachmadiani1*, Hanna H. Bachtiar-Iskandar2, Benindra Nehemia Makes2
1. Undergraduate Program, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia, Jl. Salemba Raya No. 4, Jakarta, 10430, Indonesia
2. Radiology Department, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia, Jl. Salemba Raya No. 4, Jakarta, 10430, Indonesia
*E-mail: [email protected]
Abstrak
Latar Belakang: Tulang mandibula merupakan tulang terkuat pada tengkorak yang mengalami perubahan sesuai usia. Pengukuran mandibula banyak dijadikan parameter terkait tumbuh kembang yang bermanfaat untuk berbagai bidang ilmu kedokteran gigi termasuk ortodonsi dan forensik. Tujuan: Mengetahui nilai pengukuran parameter mandibula pada radiograf panoramik sebagai data dasar untuk estimasi usia rentang 14-35 tahun dan 50-70 tahun. Metode: Pengukuran parameter mandibula pada 200 sampel radiograf panoramik digital usia 14-35 tahun dan 50-70 tahun. Hasil: Pengukuran parameter mandibula terhadap usia tidak berbeda bermakna secara statistik, namun cenderung mengalami peningkatan atau penurunan sesuai perubahan usia. Kesimpulan: Pengukuran parameter mandibula pada radiograf panoramik usia 14-35 tahun dan 50-70 belum dapat digunakan sebagai data dasar untuk estimasi usia. Kata kunci: estimasi usia, mandibula, radiograf panoramik
The Average Value of Mandible’s Measurements in Panoramic Radiograph: A Comparison
of 14-35 and 50-70 Years Old
Abstract
Background: Mandible is the strongest bone in skull and experience change with age. Mandibular parameters measurements are often used in relation with growth and development that are useful in dentistry including in orthodontics and forensic dentistry. Objective: To obtain the mandibular parameters value through panoramic radiograph as basic data in age estimation of 14-35 and 50-70 years old subjects. Method: Measurement of mandibular parameters on digital panoramic radiograph of 200 subjects at age 14-35 years and 50-70 years old. Results: The measurement of mandibular parameters are not statistically significant but tend to change according to age. Conclusion: Measurement of mandibular parameters in panoramic radiograph cannot be used as basic data for age estimation in 14-35 years old and 50-70 years old. Keywords: Age estimation, mandible, panoramic radiograph
Pendahuluan
Perbandingan nilai ..., Devia Tasya Rachmadiani, FKG UI, 2016
Radiografi dapat memberikan gambaran tulang yang tidak terlihat secara kasat mata. Di
daerah mandibula, yang merupakan salah satu region of interest bidang kedokteran gigi, banyak
landmark yang potensial untuk memberi informasi diagnostik tumbuh kembang, dalam hal ini
termasuk informasi diagnostik usia, jenis kelamin, ras, dan lainnya. Informasi diagnostik ini
sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang ilmu kedokteran gigi. Penggunaan parameter tumbuh
kembang di bidang kedokteran gigi antara lain di bidang ortodonti, pedodonti dan forensik.
Banyak literatur mengenai berbagai parameter tumbuh kembang termasuk di mandibula, namun
literatur yang berasal dari subyek orang Indonesia masih terbatas.
Salah satu kegunaan parameter tumbuh kembang terkait usia yang sangat bermanfaat
adalah di bidang forensik. Secara geografis, Indonesia adalah negara yang memiliki potensi
bencana yang sangat tinggi, seperti gempa bumi, banjir, gunung meletus, tanah longsor, termasuk
bencana yang diakibatkan oleh manusia diantaranya yaitu kecelakaan lalu lintas darat, laut dan
udara, kebakaran hingga peledakan bom dan kerusuhan yang mengakibatkan kerusakan dan
kerugian harta benda serta korban manusia yang relatif besar baik cedera maupun meninggal
dunia (Suwandono A, 2010). Diantara korban bencana yang meninggal dunia, ada yang dapat
dikenali dan ada pula yang tidak sehingga diperlukan upaya identifikasi. Identifikasi usia sangat
penting untuk dilakukan dalam proses identifikasi. Estimasi usia dapat dilakukan karena
bertambahnya usia seiring dengan meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan struktur tubuh
berupa perubahan fisik yang konstan sehingga setiap perubahan yang terjadi dapat dihubungkan
dengan usia individu. Selain pada individu yang telah meninggal, estimasi usia juga dapat
digunakan pada individu yang masih hidup diantaranya adalah untuk mengetahui apakah
seseorang masih dalam kategori anak atau dewasa berkaitan dengan proses peradilan dan akta
kelahiran tidak tersedia ataupun keasliannya diragukan (Putri AS et al., 2013).
Mandibula dapat berperan dalam estimasi usia karena merupakan tulang yang paling kuat
pada tengkorak dan seringkali ditemukan dalam keadaan utuh. Keberadaan lapisan tulang
kompak yang padat pada mandibula membuatnya dapat mempertahankan bentuknya dan tetap
dalam kondisi yang baik dibandingkan tulang lainnya (Muskaan A & Sarkar S, 2015; Indira AP,
2012). Pada remaja, pertumbuhan rahang terjadi berkaitan dengan pubertas (Proffit WR et al.,
2007). Hingga dekade ketiga kehidupan, perubahan morfologi dan dental dapat membantu dalam
mengestimasi usia, namun pada usia diatas dekade ketiga, perubahan yang terjadi hampir tidak
terlihat (Muskaan A & Sarkar S, 2015). Pada usia tua, kembali terjadi perubahan pada mandibula
Perbandingan nilai ..., Devia Tasya Rachmadiani, FKG UI, 2016
terutama ketika gigi geligi mulai menghilang dan tulang alveolar terabsorbsi sehingga terjadi
penurunan pada tinggi tulang (Singh V, 2014).
Dalam estimasi usia, radiograf merupakan salah satu metode yang kurang invasif yang
dapat digunakan baik pada individu yang hidup maupun telah meninggal (Muskaan A & Sarkar
S, 2015). Radiograf panoramik merupakan radiograf yang telah digunakan secara luas untuk
memperoleh tinjauan komprehensif dari kompleks maksilofasial dan umum digunakan pada
rutinitas klinis untuk melihat struktur mandibula secara bilateral (Taleb NSA & Beshlawy ME,
2015). Saat ini, radiograf panoramik digital telah banyak digunakan. Kelebihan dari teknik ini
adalah dapat dilakukannya pengukuran secara digital dan dapat dilakukan pengaturan pada
gambar sehingga dapat menyediakan metode yang akurat dalam pengukuran mandibula
(Muskaan A & Sarkar S, 2015; White SC & Pharoah MJ, 2004). Parameter mandibula yang dapat
diukur pada radiograf panoramik diantaranya meliputi tinggi ramus, sudut gonial, lebar bigonial,
jarak maksimum ramus, jarak minimum ramus, tinggi ramus-kondil, tinggi ramus-koronoid dan
indeks mentalis. Pada beberapa penelitian, dilaporkan bahwa parameter mandibula tersebut
mengalami penurunan ataupun peningkatan nilai rerata seiring dengan bertambahnya usia.
Pengukuran parameter mandibula sebagai data dasar untuk estimasi usia tidak hanya berperan
dalam proses identifikasi dalam bidang forensik, namun juga dapat digunakan dalam bidang ilmu
kedokteran gigi lainnya. Dalam bidang ilmu ortodonti, pengukuran parameter mandibula dapat
berperan untuk memonitor pola pertumbuhan individu dalam penilaian ortodonti (Leversha et al,
2015).
Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, didapatkan variasi nilai rerata
pengukuran parameter mandibula pada populasi yang berbeda. Hal ini memungkinkan adanya
variasi antara nilai rerata pengukuran yang sudah ada dengan nilai rerata pengukuran parameter
mandibula pada populasi Indonesia. Selain itu, di Indonesia, penelitian mengenai pengukuran
mandibula pada radiograf panoramik telah dilakukan oleh Wardhani (2016), namun penelitian
tersebut terbatas pada satu parameter saja yaitu sudut gonial dan hanya dilakukan pada subjek
laki-laki. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan perbandingan nilai rerata
pengukuran parameter mandibula tersebut pada radiograf panoramik pada individu dengan
rentang usia 14-35 tahun dan 50-70 tahun khususnya pasien di Rumah Sakit Khusus Gigi dan
Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Usia 14-35 tahun digunakan untuk
Perbandingan nilai ..., Devia Tasya Rachmadiani, FKG UI, 2016
mewakili usia remaja dan dewasa, sedangkan usia 50-70 tahun digunakan untuk mewakili usia
tua. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk estimasi usia dan
membantu dalam berbagai bidang kedokteran gigi.
Tinjauan Teoritis
Mandibula merupakan tulang yang paling kuat pada tengkorak. Adanya lapisan tulang
kompak yang padat pada mandibula membuat tulang tersebut kuat sehingga dapat tetap terjaga
dengan baik dibandingkan tulang lainnya. Mandibula merupakan salah satu diantara tulang
pertama pada tubuh yang memulai osifikasi dan merupakan tulang yang unik karena memiliki
dua pola osifikasi yaitu endokondral dan intramembran. Pola osifikasi intramembran terdapat
pada badan mandibula sedangkan pola osifikasi endokondral terjadi pada prosessus koronoid dan
kondiloid (Muskaan A & Sarkar S, 2015). Pertumbuhan mandibula berlangsung pada laju yang
relatif tetap sebelum pubertas. Pada remaja, pertumbuhan rahang berkaitan dengan pubertas
dimana terdapat percepatan pertumbuhan pada panjang mandibula (Proffit WR et al., 2007).
Sampai dekade ketiga kehidupan, perubahan morfologi dan dental dapat membantu dalam
mengestimasi usia. Pada usia diatas dekade ketiga, perubahan yang terjadi hampir tidak terlihat
(Muskaan A & Sarkar S, 2015). Pada usia tua, terjadi perubahan pada mandibula terutama ketika
gigi geligi mulai menghilang dan tulang alveolar terabsorbsi sehingga terjadi penurunan pada
tinggi tulang, prosessus koronoid terlihat lebih tinggi dari prosessus kondilar dan sudut
mandibula semakin membesar dibandingkan pada dewasa (Singh V, 2014). Dengan adanya
perubahan-perubahan tersebut, data pengukuran mandibula pada saat pertumbuhan dan penuaan
dapat berperan sebagai dasar dalam estimasi usia. Pada mandibula, terdapat beberapa parameter
yang dapat digunakan untuk estimasi usia, di antaranya tinggi ramus, sudut gonial, lebar bigonial,
jarak maksimum ramus, jarak minimum ramus, tinggi ramus-kondil, tinggi ramus-koronoid dan
indeks mentalis.
Ramus merupakan komponen vertikal dari mandibula (UNC School of Dentistry).
Penentuan tinggi ramus (ramus height) dilakukan dengan mengukur garis yang
merepresentasikan ramus yang memanjang dari titik paling superior lateral kepala kondil hingga
titik paling inferior lateral ramus mandibula. Ketinggian ramus meningkat pada dekade kedua dan
ketiga lalu menurun seiring pertambahan usia (Al-Shamout R et al, 2012). Pada penelitian
Perbandingan nilai ..., Devia Tasya Rachmadiani, FKG UI, 2016
lainnya, dinyatakan bahwa ketinggian ramus juga mengalami penurunan seiring bertambahnya
usia (Leversha et al, 2015)
Sudut gonial (gonial angle) merupakan sudut yang dibentuk oleh garis yang
bersinggungan dengan tepi inferior mandibula dengan garis yang bersinggungan dengan tepi
posterior ramus dan kondilus mandibula. Beberapa studi menunjukkan pelebaran sudut gonial
seiring dengan bertambahnya usia walaupun pada beberapa studi ada pula yang menunjukkan
hasil yang berbeda. Al-Shamout et al (2012) pada penelitiannya menyatakan bahwa sudut gonial
mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia.
Lebar bigonial (Bigonial width) merupakan jarak antara dua Gonia (Go). Gonia
merupakan titik paling inferior, posterior dan lateral dari sudut luar mandibula. Pengukurannya
dilakukan secara horizontal dari gonia pada rahang sisi kanan ke sisi kiri. Lebar bigonial
mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya usia (Al-Shamout R et al, 2012). Namun,
terdapat perbedaan pada penelitian lainnya dimana dikatakan bahwa lebar bigonial menunjukkan
penurunan seiring bertambahnya usia, walaupun penurunannya tidak menunjukkan signifikansi
yang konsisten diantara seluruh kelompok usia (Leversha et al, 2015).
Jarak maksimum ramus (maximum ramus breadth) diukur sebagai jarak antara titik paling
anterior ramus mandibula dan titik paling posterior ramus mandibula, di bawah sigmoid notch.
Jarak minimum ramus (minimum ramus breadth) merupakan jarak anteroposterior paling kecil
ramus mandibula (Muskaan A & Sarkar S, 2015; V Poongodi et al, 2015).
Kondilus mandibula berada pada fossa glenoid tulang temporal untuk membentuk sendi
temporomandibula. Tinggi ramus-kondil (condylar-ramus height) merupakan jarak antara kondil
ke persimpangan garis orientasi dengan tepi inferior ramus, dimana garis orientasi merupakan
garis horizontal yang dibuat melalui sudut gonial. Prosessus koronoid mandibula merupakan
tonjolan triangular tipis pada bagian teratas mandibula dan merupakan tempat perlekatan otot
mastikasi terutama otot temporalis. Tinggi ramus-koronoid (coronoid-ramus height) merupakan
jarak proyektif antara koronoid dan sudut mandibula. Abu-Taleb dan El Beshlawy (2015) dalam
penelitiannya di Mesir menyatakan bahwa ramus mandibula dapat digunakan dalam estimasi
usia, dengan tinggi ramus-koronoid merupakan prediktor yang paling signifikan untuk usia
(Muskaan A & Sarkar S, 2015; Taleb NSA & Beshlawy ME, 2015; UNC School of Dentistry).
Pada indeks mentalis (mental index), dilakukan pengukuran lebar tulang kortikal
mandibula pada foramen mental. Indeks mentalis diukur dengan mengidentifikasi foramen
Perbandingan nilai ..., Devia Tasya Rachmadiani, FKG UI, 2016
mental lalu dilakukan penelusuran dengan menarik garis tegak lurus terhadap garis singgung ke
tepi inferior mandibula dan melalui tepi inferior foramen mental. Indeks mentalis mengalami
penurunan seiring dengan bertambahnya usia (Muskaan A & Sarkar S, 2015; Mostafa RA et al.,
2011).
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk pengukuran mandibula yaitu melalui
radiograf panoramik. Radiografi panoramik merupakan teknik untuk menghasilkan gambaran
tunggal dari struktur fasial yang meliputi rahang maksila dan mandibula beserta struktur
pendukungnya. Panoramik sangat berguna secara klinis untuk membantu menegakkan diagnosis
yang membutuhkan tampilan keseluruhan dari rahang. Radiograf panoramik digital telah banyak
digunakan di kedokteran gigi. Gambaran digital memiliki kelebihan dibandingkan film
konvensional diantaranya yaitu memudahkan untuk menyimpan informasi pasien dan
menggabungkannya dengan rekam medik, memudahkan untuk mengirim gambar secara
elektronik dan dapat pula dilakukan pengaturan pada gambar (image enhancement), namun perlu
diingat bahwa pengaturan gambar juga memiliki kelemahan yaitu menyebabkan hilangnya
informasi klinis dan mengubah diagnosis (Whaites E, 2003). Perangkat lunak digital imaging
menyediakan berbagai macam alat untuk melakukan analisis gambar, salah satunya adalah alat
untuk melakukan pengukuran. Alat pengukuran digital lebih serbaguna dibandingkan penggaris
analog, namun keakuratan dan presisi dari pengukurannya terbatas oleh sejauh mana gambar
merepresentasikan pasien dan oleh kemampuan operator untuk melakukan pengukuran dengan
tepat (White SC & Pharoah MJ, 2004).
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross-
sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah radiograf panoramik digital yang diambil dari
rekam medik dental pasien di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut (RSKGM) Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, dimana besar sampel yang digunakan yaitu 100 sampel
radiograf panoramik digital pasien usia 14-35 tahun dan 100 sampel radiograf panoramik digital
pasien usia 50-70 tahun. Kriteria inklusi dalam penelitian ini meliputi pasien laki-laki dan
perempuan di RSKGM FKG UI dengan rentang usia 14-35 tahun dan 50-70 tahun serta radiograf
panoramik dengan mutu yang baik. Adapun pasien yang memiliki kelainan tumbuh kembang
Perbandingan nilai ..., Devia Tasya Rachmadiani, FKG UI, 2016
rahang, penyakit sistemik yang mempengaruhi keadaan mandibula dan fraktur mandibula tidak
termasuk kedalam sampel penelitian ini.
Penelitian ini diawali dengan pemilihan radiograf panoramik digital yang sesuai dengan
kriteria inklusi. Radiograf panoramik digital tersebut kemudian dimasukkan kedalam perangkat
lunak AutoCAD 2016. Selanjutnya, dilakukan penentuan dan pengukuran parameter mandibula
yang meliputi tinggi ramus, sudut gonial, lebar bigonial, jarak maksimum ramus, jarak minimum
ramus, tinggi ramus-kondil, tinggi ramus-koronoid dan indeks mentalis. Pengukuran parameter
mandibula dilakukan dua kali pada waktu yang berbeda dan oleh dua orang pengamat. Setelah
selesai dilakukan pengukuran, tahap selanjutnya adalah melakukan uji reliabilitas intraobserver
dan interobserver. Dalam beberapa penelitian radiografis seperti yang dilakukan oleh Menik
Priaminiarti et al (2009), digunakan indeks kappa dengan interpretasi nilai indeks kappa
berdasarkan Altman untuk uji reliabilitas. Pada penelitian ini, uji reliabilitas intraobserver dan
interobserver dilakukan dengan menggunakan Technical Error of Measurements (TEM)
berdasarkan formula Dahlberg. Semakin kecil nilai TEM maka semakin baik keakuratan
pengamatan dalam melakukan pengukuran.
Setelah dilakukan uji reliabilitas, selanjutnya dilakukan pengolahan data secara statistik.
Agar didapatkan hasil analisis yang lebih akurat, maka rentang usia dibagi menjadi empat
kelompok usia yaitu 14-24 tahun, 25-35 tahun, 50-59 tahun dan 60-70 tahun. Uji normalitas data
dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov karena jumlah sampel lebih dari 50.
Data dikatakan memiliki distribusi normal bila nilai signifikansi lebih dari 0.05 (p>0.05). Pada
data dengan distribusi normal, selanjutnya dilakukan analisis statistik dengan menggunakan uji
parametrik berupa uji-t tidak berpasangan, sedangkan pada data dengan distribusi tidak normal
dilakukan analisis statistik menggunakan uji non-parametrik berupa uji Mann Whitney U. Data
dikatakan tidak berbeda bermakna bila nilai signifikansi lebih dari 0.05 (p>0.05).
Hasil Penelitian
Perbandingan nilai ..., Devia Tasya Rachmadiani, FKG UI, 2016
Gambar 1. Pengukuran parameter mandibula pada radiograf panoramik Tinggi ramus (ungu), sudut gonial (jingga), lebar bigonial (biru tua), jarak maksimum ramus (hijau), jarak minimum ramus
(kuning), tinggi ramus-kondil (merah muda), tinggi ramus-koronoid (biru muda) dan indeks mentalis (merah)
Setelah dilakukan uji reliabilitas intraobserver dan interobserver menggunakan TEM
berdasarkan formula Dahlberg, didapatkan keseluruhan nilai TEM kurang dari 1 mm.
Berdasarkan Gore CJ (2000) dalam penelitian Wijayati (2011), toleransi pengukuran yang dapat
diterima untuk pengukuran gigi dan tulang menurut formula Dahlberg adalah 1 mm. Hal ini
menunjukkan nilai tersebut masih didalam batas tolerasi pengukuran.
Pada uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan sudut gonial, lebar bigonial, jarak maksimum
ramus dan jarak minimum ramus memiliki nilai signifikansi lebih dari 0.05 sehingga dikatakan
memiliki distribusi normal, sedangkan tinggi ramus, tinggi ramus-kondil, tinggi ramus-koronoid
dan indeks mentalis memliki nilai signifikansi kurang dari 0.05 sehingga dikatakan memiliki
distribusi tidak normal.
Tabel 1. Nilai Rerata, Standar Deviasi dan Interval Kepercayaan Sudut Gonial dan Lebar Bigonial
Rentang Usia
Sudut Gonial (mm) Lebar Bigonial (mm) Rerata (SD) IK 95% Rerata (SD) IK 95%
14-24 123.53 (7.130) 121.48-125.58 223.78 (16.094) 219.15-228.40 25-35 123.59 (8.139) 121.30-125.88 223.80 (12.592) 220.26-227.35 50-59 124.02 (6.406) 122.20-125.84 224.83 (14.149) 220.81-228.85 60-70 124.18 (7.392) 122.08-126.28 220.85 (14.554) 216.71-224.99
Perbandingan nilai ..., Devia Tasya Rachmadiani, FKG UI, 2016
Tabel 2. Nilai Rerata, Standar Deviasi dan Interval Kepercayaan Jarak Maksimum Ramus dan Jarak Minimum
Ramus
Rentang Usia
Jarak maksimum ramus (mm) Jarak minimum ramus (mm) Rerata (SD) IK 95% Rerata (SD) IK 95%
14-24 41.721 (3.9886) 40.575-42.867 37.328 (3.5151) 36.318-38.338 25-35 41.732 (4.2949) 40.524-42.940 37.443 (4.5747) 36.157-38.730 50-59 42.752 (4.6324) 41.435-44.068 37.478 (4.4764) 36.206-38.750 60-70 42.419 (4.5052) 41.139-43.700 37.158 (5.0444) 35.725-38.592
Tabel 3. Nilai Median, Minimum dan Maksimum Tinggi Ramus dan Tinggi Ramus-Kondil
Rentang Usia
Tinggi Ramus (mm) Tinggi ramus-kondil (mm) Median Minimum Maksimum Median Minimum Maksimum
14-24 77.453 63.350 96.894 77.364 63.300 96.785 25-35 78.482 63.368 103.802 77.988 63.501 103.779 50-59 80.357 64.087 108.053 80.042 64.282 108.010 60-70 80.209 63.804 93.671 79.959 63.445 92.718
Tabel 4. Nilai Median, Minimum dan Maksimum Tinggi Ramus-Koronoid dan Indeks Mentalis
Rentang Usia
Tinggi ramus-koronoid (mm) Indeks mentalis (mm) Median Minimum Maksimum Median Minimum Maksimum
14-24 71.485 60.885 90.532 4.339 3.216 6.474 25-35 72.106 57.714 94.752 4.385 3.475 7.234 50-59 72.498 57.849 107.947 4.806 3.074 6.702 60-70 72.295 57.205 87.833 4.730 2.387 6.539
Tabel 5. Nilai p Uji-t Tidak Berpasangan pada Sudut Gonial, Lebar Bigonial, Jarak Maksimum Ramus dan Jarak
Minimum Ramus
14-24 25-35 50-59 Sudut Gonial 25-35 0.970
50-59 0.720 0.768 60-70 0.657 0.703 0.908
Lebar Bigonial
25-35 0.993 50-59 0.730 0.700 60-70 0.345 0.278 0.169
Jarak maksimum
ramus
25-35 0.989 50-59 0.239 0.254 60-70 0.417 0.435 0.717
Jarak minimum
ramus
25-35 0.888 50-59 0.854 0.969 60-70 0.847 0.767 0.738
Perbandingan nilai ..., Devia Tasya Rachmadiani, FKG UI, 2016
Hasil uji-t tidak berpasangan pada sudut gonial, lebar bigonial, jarak maksimum ramus
dan jarak minimum ramus pada tabel 5 secara keseluruhan menunjukkan nilai signifikansi (nilai-
p) lebih dari 0.05 (p> 0.05). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna secara statistik
antar rentang usia melalui pengukuran sudut gonial, lebar bigonial, jarak maksimum ramus dan
jarak minimum ramus.
Tabel 6. Nilai p Uji Mann-Whitney U pada Tinggi Ramus, Tinggi ramus-Kondil, Tinggi Ramus-Koronoid dan
Indeks Mentalis
14-24 25-35 50-59 Tinggi Ramus
25-35 0.268 50-59 0.215 0.903 60-70 0.221 0.786 0.605
Tinggi ramus-kondil
25-35 0.201 50-59 0.103 0.786 60-70 0.093 0.578 0.634
Tinggi ramus-
koronoid
25-35 0.707 50-59 0.609 0.839 60-70 0.763 0.951 0.725
Indeks mentalis
25-35 0.398 50-59 0.632 0.105 60-70 0.629 0.480 0.378
Hasil uji Mann-Whitney U pada tinggi ramus, tinggi ramus-kondil, tinggi ramus-koronoid
dan indeks mentalis pada tabel 6 secara keseluruhan menunjukkan nilai signifikansi lebih dari
0.05 (p>0.05). Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antar rentang usia secara
statistik melalui pengukuran tinggi ramus, tinggi ramus-kondil, tinggi ramus-koronoid dan indeks
mentalis.
Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara nilai rerata
pengukuran parameter mandibula yang meliputi tinggi ramus, sudut gonial, lebar bigonial, jarak
maksimum ramus, jarak minimum ramus, tinggi ramus-kondil, tinggi ramus-koronoid dan indeks
mentalis melalui radiograf panoramik pada usia 14-35 tahun dan 50-70 tahun. Nilai-nilai ini
sangat penting karena berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya, nilai
pengukuran parameter mandibula tersebut menunjukkan berbagai perubahan terkait dengan usia.
Pemilihan usia rentang 14-35 tahun dan 50-70 tahun didasari oleh pertumbuhan tulang rahang
Perbandingan nilai ..., Devia Tasya Rachmadiani, FKG UI, 2016
dimana ketika individu memasuki masa pubertas, terjadi percepatan pertumbuhan pada panjang
mandibula (Proffit WR et al., 2007). Perubahan morfologi yang terjadi pada mandibula dapat
membantu dalam mengestimasi usia hingga dekade ketiga kehidupan, namun pada usia diatas
dekade ketiga, perubahan yang terjadi hampir tidak terlihat. Saat memasuki usia tua, pada
individu kembali terjadi perubahan pada mandibula terutama saat gigi geligi mulai menghilang
dan tulang alveolar terabsorbsi sehingga terjadi penurunan tinggi tulang (Muskaan A & Sarkar S,
2015; Singh V, 2014). Usia 14-35 tahun dipilih untuk mewakili usia remaja dan dewasa awal
sedangkan usia 50-70 tahun untuk mewakili usia lanjut (lansia). Selanjutnya, dua kelompok usia
ini dibagi menjadi empat kelompok usia dengan rentang 10-11 tahun yaitu 14-24 tahun, 25-35
tahun, 50-59 tahun dan 60-70 tahun untuk melihat pola perubahan mandibula seiring
bertambahnya usia.
Pengukuran parameter mandibula pada radiograf panoramik yang meliputi tinggi ramus,
sudut gonial, tinggi ramus maksimum, tinggi ramus minimum, tinggi ramus-kondil, tinggi ramus-
koronoid dan indeks mentalis hanya dilakukan pada salah satu sisi mandibula. Hal ini didasarkan
pada penelitian yang mengatakan tidak ada perbedaan bermakna secara statistik antara
pengukuran sisi kiri dan kanan terhadap pengukuran linear dan angular mandibula (Muskaan A &
Sarkar S, 2015; Taleb NSA & Beshlawy ME, 2015; Leversha et al, 2015; Al-Shamout R et al,
2012).
Pada uji Mann-Whitney U yang dilakukan pada tinggi ramus (tabel 6), didapatkan nilai p
lebih dari 0.05 yang menandakan perubahan yang terjadi tidak berbeda bermakna secara statistik.
Raustia dan Salonen pada penelitiannya pada pengguna gigi tiruan lengkap usia 42-74 tahun juga
tidak menemukan adanya hubungan antara usia dan tinggi ramus (Taleb NSA & Beshlawy ME,
2015). Bila dilihat dari nilai mediannya (tabel 3) pada rentang usia 14-24 tahun, 25-35 tahun dan
50-59 tahun tinggi ramus memiliki kecenderungan untuk mengalami peningkatan, lalu pada
rentang usia 60-70 tahun terjadi penurunan pada tinggi ramus tersebut. Al-Shamout et al. (2012)
pada penelitiannya pada populasi Yordania menyimpulkan bahwa tinggi ramus mengalami
peningkatan pada dekade kedua dan ketiga lalu mengalami penurunan seiring dengan
bertambahnya usia. Oksayan et al. pada penelitiannya pada subjek dengan completely edentulous,
old dentate dan young dentate menemukan tinggi ramus meningkat seiring usia namun
mengalami penurunan ketika mencapai tahap edentulous (Taleb NSA & Beshlawy ME, 2015).
Perbandingan nilai ..., Devia Tasya Rachmadiani, FKG UI, 2016
Leversha et al (2015) pada penelitiannya di Far North Queensland mengatakan bahwa terdapat
fluktuasi tinggi ramus dengan bertambahnya usia dengan penurunan yang stabil pada dekade
kelima dan keenam.
Pada data pengukuran sudut gonial dilakukan uji-t tidak berpasangan (tabel 5) didapatkan
nilai p lebih dari 0.05 yang menandakan perubahan yang terjadi dengan bertambahnya usia tidak
berbeda bermakna secara statistik. Serupa dengan penelitian ini, beberapa studi juga
menunjukkan hubungan tidak berbeda bermakna secara statistik antara sudut gonial dan usia
seperti yang dilakukan oleh Taleb et al. pada populasi Mesir, Chole et al, Dutra et al, Oksayan et
al. serta Raustia dan Salonen (Taleb NSA & Beshlawy ME, 2015). Bila dilihat dari nilai rerata
sudut gonial (tabel 1), terdapat kecenderungan peningkatan pada besar sudut gonial seiring
bertambahnya usia. Leversha et al. (2015) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa secara
umum besar sudut gonial mengalami peningkatan dengan bertambahnya usia. Hal ini juga
didukung oleh penelitian Al-Shamout et al. (2012) yang menemukan peningkatan pada besar
sudut gonial. Di sisi lain, Pecora et al. menyatakan bahwa sudut gonial mengalami penurunan
seiring bertambahnya usia (Taleb NSA & Beshlawy ME, 2015).
Pada data pengukuran lebar bigonial dilakukan uji-t tidak berpasangan (tabel 5)
didapatkan nilai p lebih besar dari 0.05 menandakan hubungan tidak berbeda bermakna secara
statistik antara lebar bigonial dan usia, meskipun berdasarkan nilai rerata lebar bigonial (tabel 1),
terdapat kecenderungan peningkatan pada rentang 14-24 tahun, 25-35 tahun dan 50-59 tahun, lalu
terjadi penurunan ketika memasuki rentang 60-70 tahun. Hal yang serupa juga terdapat pada
penelitian yang dilakukan Hesby et al dimana perbedaan pengukuran lebar bigonial seiring
bertambahnya usia menunjukkan hasil yang tidak signifikan atau tidak berbeda bermakna. Pada
penelitian lainnya, penurunan pada lebar bigonial terjadi seiring bertambahnya usia. Hal ini
berbeda dengan penelitian Al-Shamout et al yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan pada
lebar bigonial (Al-Shamout R et al, 2012; Leversha et al, 2015).
Pada uji-t tidak berpasangan yang dilakukan pada jarak maksimum ramus (tabel 5)
didapatkan nilai p lebih besar dari 0.05. Hal ini menandakan perubahan jarak maksimum ramus
terhadap usia tidak berbeda bermakna secara statistik walaupun dilihat dari nilai rerata jarak
maksimum ramus (tabel 2), terdapat kecenderungan peningkatan pada rentang 14-24 tahun, 25-35
tahun dan 50-59 tahun lalu mengalami penurunan pada rentang 60-70 tahun. Shaw et al. pada
Perbandingan nilai ..., Devia Tasya Rachmadiani, FKG UI, 2016
penelitiannya mendapatkan tidak adanya perubahan yang signifikan pada lebar ramus antar
kelompok usia untuk masing-masing jenis kelamin (Al-Shamout et al., 2012). Penurunan pada
jarak maksimum ramus seiring dengan bertambahnya usia terjadi pada penelitian yang dilakukan
oleh Atiyaah Muskaan & Sarkar S. (2015) di India, namun dikatakan bahwa determinasi usia
hanya dapat digunakan pada sampel wanita. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Ghaffari et
al. pada studinya menggunakan CT scan dari 125 subjek usia 21-50 tahun menyimpulkan bahwa
lebar ramus mengalami penurunan seiring bertambahnya usia (Taleb NSA & Beshlawy ME,
2015).
Pada data pengukuran jarak minimum ramus dilakukan uji-t tidak berpasangan didapatkan
nilai p lebih besar dari 0.05 (tabel 5) yang menandakan perubahan jarak minimum ramus
terhadap usia tidak berbeda bermakna secara statistik, walaupun berdasarkan nilai rerata pada
tabel 2, terdapat kecenderungan peningkatan nilai jarak minimum ramus pada rentang 14-24
tahun, 25-35 tahun dan 50-59 tahun lalu mengalami penurunan pada rentang 60-70 tahun. Shaw
et al. pada penelitiannya mendapatkan tidak adanya perubahan yang signifikan pada lebar ramus
antar kelompok usia untuk masing-masing jenis kelamin (Al-Shamout et al., 2012). Atiyaah
Muskaan & Sarkar S. (2015) pada penelitiannya menyatakan bahwa jarak minimum ramus
mengalami penurunan seiring bertambahnya usia, namun dikatakan bahwa determinasi usia
hanya dapat digunakan pada sampel wanita. Penelitian lainya yaitu oleh Ghaffari et al.
menyimpulkan lebar ramus mengalami penurunan dengan bertambahnya usia (Taleb NSA &
Beshlawy ME, 2015).
Pada data pengukuran tinggi ramus-kondil dilakukan uji Mann-Whitney U. Dari hasil uji,
didapatkan nilai p lebih dari 0.05 (tabel 6) yang menandakan perubahan tinggi ramus-kondil
terhadap usia tidak berbeda bermakna secara statistik, walaupun bila dilihat dari nilai median
pada tabel 3, tinggi ramus-kondil mengalami kecenderungan peningkatan pada rentang 14-24
tahun, 25-35 tahun dan 50-59 tahun lalu mengalami penurunan pada rentang 60-70 tahun. Pada
penelitian lainnya yang dilakukan pada tinggi ramus-kondil pada radiograf panoramik yang
ditemukan sejauh ini yaitu hanya melihat hubungannya dengan jenis kelamin dimana menurut
Taleb NSA & Beshlawy ME (2015), tinggi ramus mandibula merupakan prediktor paling
signifikan terhadap jenis kelamin.
Perbandingan nilai ..., Devia Tasya Rachmadiani, FKG UI, 2016
Pada data pengukuran tinggi ramus-koronoid dilakukan uji Mann-Whitney U dan
didapatkan nilai p lebih dari 0.05 (tabel 6) yang menandakan perubahan tinggi ramus-koronoid
terhadap usia tidak berbeda bermakna secara statistik walaupun dilihat pada nilai median tinggi
ramus-koronoid pada tabel 4, terdapat kecenderungan peningkatan pada rentang 14-24 tahun, 25-
35 tahun dan 50-59 tahun lalu mengalami penurunan pada rentang 60-70 tahun. Hal ini berbeda
dengan penelitian yang dilakukan Taleb NSA & Beshlawy ME (2015) yang menyimpulkan
bahwa tinggi koronoid merupakan prediktor yang paling signifikan untuk usia. Muskaan A &
Sarkar S (2015) pada penelitiannya mengatakan bahwa tinggi ramus-koronoid mengalami
penurunan seiring bertambahnya usia.
Pada uji Mann-Whitney U yang dilakukan pada indeks mentalis didapatkan niai p lebih
dari 0.05 (tabel 6) yang menandakan perubahan indeks mentalis terhadap usia tidak berbeda
bermakna secara statistik, walaupun dilihat dari nilai median pada tabel 4 terdapat kecenderungan
peningkatan pada rentang 14-24 tahun, 25-35 tahun dan 50-59 tahun lalu mengalami penurunan
pada rentang 60-70 tahun. Pada penelitian yang dilakukan oleh Atiyaah Muskaan & Sarkar S.
(2015) indeks mentalis menunjukkan penurunan seiring dengan bertambahnya usia. Hasil serupa
juga ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Mostafa et al (2011) yang menyatakan
terjadi penurunan dengan bertambahnya usia.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengukuran parameter mandibula menunjukkan
perubahan yang tidak berbeda bermakna antara rentang usia 14-35 tahun dan 50-70 tahun.
Walaupun beberapa parameter menunjukkan hasil yang sesuai dengan beberapa penelitian
sebelumnya, ada pula beberapa penelitian yang menunjukkan hasil yang berbeda dimana terdapat
perbedaan bermakna pada ukuran parameter mandibula seiring bertambahnya usia. Berdasarkan
teori yang ada, seiring dengan pertumbuhan, mandibula mengalami perpindahan dari
artikulasinya di fossa glenoid. Kondil dan ramus lalu tumbuh ke arah superior dan posterior pada
ruang yang dihasilkan oleh proses perpindahan tersebut. Hal ini mengakibatkan terjadinya
peningkatan pada tinggi dan lebar ramus yang mengakomodasi fungsi mastikasi dan pelebaran
ruang faringeal. Selain itu, fungsi otot mastikasi menjaga tulang pada titik insersinya dimana
sudut gonial terjaga oleh insersi otot pterygoid medial dan masseter. Dengan bertambahnya usia,
bila gigi tetap utuh maka sangat sedikit perubahan anatomis yang terjadi. Aktivitas otot mastikasi
juga menjaga sudut gonial dari perubahan bentuk/ukuran (Rosen CJ et al., 1999; Srineeraja P,
Perbandingan nilai ..., Devia Tasya Rachmadiani, FKG UI, 2016
2015; Oksayan R, 2014). Studi melaporkan bahwa rata- rata sudut dan ramus mandibula tidak
mengalami perubahan mulai dari dewasa hingga kurang lebih usia 70 tahun, kecuali terdapat
kehilangan gigi yang luas (Al-Shamout R et al., 2012; Mostafa RA et al., 2011). Perubahan pada
morfologi rahang akan terjadi berkaitan dengan proses penuaan yaitu karena adanya kehilangan
gigi yang berlebih dan adanya atrofi otot yang progresif. Ketika terjadi kehilangan gigi, tulang
mengalami remodeling dan menyebabkan perubahan pada sudut gonial. Resorpsi tulang pada
bagian tepi posterior atau inferior, didaerah insersi otot masseter, memicu peningkatan pada sudut
mandibula. Penurunan pada tinggi ramus merupakan hasil dari dekompensasi kehilangan ridge
alveolar (Rosen CJ et al., 1999; Srineeraja P, 2015; Oksayan R, 2014).
Berkaitan dengan indeks mentalis, pada penelitian ini pada rentang usia 60-70 tahun
mengalami penurunan walaupun tidak berbeda bermakna secara statistik. Penurunan indeks
mentalis atau kehilangan tulang seiring dengan bertambahnya usia dapat disebabkan karena
penipisan dan peningkatan porositas yang umum terjadi pada korteks mandibula. Pada usia
kurang lebih 65 tahun, sekitar sepertiga mineral tulang hilang. Terdapat beberapa faktor yang
terlibat terhadap kehilangan tulang terkait usia diantaranya penurunan aktivitas fisik, penurunan
sekresi esterogen, pola makan, ras dan keturunan (Mostafa RA et al., 2011).
Perbedaan pada hasil penelitian ini dengan penelitian lain yang telah dilakukan
sebelumnya dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya seperti perbedaan rentang usia.
Pada penelitian ini, hanya dipilih 2 kelompok usia yaitu usia remaja dan dewasa awal yaitu 14-35
tahun serta usia lansia yaitu 50-70 tahun yang kemudian dibagi menjadi 4 kelompok kecil yaitu
14-24 tahun, 25-35 tahun, 50-59 tahun dan 60-70 tahun, sedangkan pada beberapa penelitian
lainnya rentang usia dikelompokkan dalam setiap dekade. Selain rentang usia, perbedaan status
dental yang dipilih pada setiap penelitian juga mempengaruhi perbedaan hasil penelitian. Hal ini
terlihat pada penelitian yang menggunakan status dental yang berbeda untuk melihat hubungan
antara sudut gonial dan usia. Oksayan et al. melakukan penelitian pada individu dengan
edentulous keseluruhan (24 subjek, rata-rata usia 69,7 tahun), old dentate (24 subjek, rata-rata
usia 62,2 tahun) dan young dentate (24 subjek, rata-rata usia 18.8 tahun) juga menemukan tidak
ada perbedaan signifikan pada sudut gonial. Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh
Leversha J et al. pada subjek usia 18-69 tahun yang tidak menyertakan subjek dengan edentulous
Perbandingan nilai ..., Devia Tasya Rachmadiani, FKG UI, 2016
keseluruhan, didapatkan hasil berupa peningkatan sudut gonial seiring bertambahnya usia
(Leversha J et al., 2015).
Penggunaan rehabilitasi prostetik juga dikatakan dapat mempengaruhi hasil penelitian.
Berdasarkan suatu studi, perubahan morfologi tulang basal mandibular berkaitan dengan
penurunan fungsi otot mastikasi karena proses penuaan yang diekspresikan dengan terjadinya
pelebaran pada sudut gonial dan penurunan tinggi ramus. Dengan adanya rehabilitasi prostetik
maka fungsi otot mastikasi dapat terjaga dengan baik. Hal ini dapat dilihat pada studi yang
dilakukan oleh Raustia dan Salonen yang menemukan tidak adanya hubungan antara usia dan
tinggi ramus pada pengguna gigi tiruan lengkap (Taleb NSA & Beshlawy ME, 2015; Al-Shamout
R et al., 2012). Kelemahan dalam penelitian ini adalah tidak didapatkannya informasi mengenai
penggunaan gigi tiruan lepasan oleh pasien.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran parameter mandibula
pada radiograf panoramik. Penggunaan radiografi panoramik tidak terlepas dari kelemahan yaitu
dapat terjadinya distorsi dan perbesaran gambar yang dapat mempengaruhi keakuratan dalam
melakukan pengukuran. Kesalahan yang terjadi karena ukuran atau bentuk trough akan
menghasilkan gambar yang terdistorsi. Gambar yang kurang baik dapat dihasilkan dari adanya
ghost image, summation image, kesalahan dalam proses processing dan pergerakan pasien (Owen
A & Johal A, 2008). Selain itu, penempatan posisi kepala pasien yang tidak benar juga
mempengaruhi gambaran panoramik yang dihasilkan. Radiografi panoramik memiliki focal
trough yang sempit pada bagian anterior dan melebar pada bagian posterior, sehingga perubahan
pada posisi kepala pasien akan memiliki efek yang besar terhadap derajat perbesaran di regio
anterior. Menurut suatu studi, gambaran yang terdistorsi dan kabur dapat terjadi ketika kepala
pasien berpindah secara sagital sekitar 1 cm di depan atau di belakang posisi ideal dan secara
lateral 3 cm dari posisi idealnya (Nikneshan S et al., 2013; Stramotas S et al., 2002).
Kesulitan dalam pengukuran parameter mandibula menggunakan radiograf panoramik
digital yaitu dalam menentukan titik referensi pada radiograf ketika dilihat melalui layar monitor.
Ketika parameter morfologi diukur melalui radiograf, maka konsistensi dari metode ditentukan
oleh kemampuan pengamat dalam menentukan titik referensi pada radiograf. Paewinsky et al.
mengatakan bahwa ketika pengamat melalui batas yang merupakan zona abu-abu, bukan sebuah
garis, maka pengamat harus mengambil keputusan apakah titik referensi berada pada awal,
Perbandingan nilai ..., Devia Tasya Rachmadiani, FKG UI, 2016
pertengahan atau pada akhir zona ini (Kancan-Talreja P et al., 2012). Selain itu, kesulitan dalam
penentuan parameter mandibula juga dapat terjadi karena adanya gambaran yang saling tumpang
tindih pada radiograf, seperti prosessus koronoid mandibula yang berada sebaris dengan
lengkung zigomatik dan lempeng pterigoid lateral tulang sphenoid (UNC School of Dentistry).
Dalam penentuan indeks mentalis, foramen mentalis seringkali terlihat tumpang tindih dengan
akar premolar. Hal ini mengakibatkan dapat terjadinya kesalahan dalam menentukan apakah area
radiolusen merupakan foramen mental atau lesi radiolusen di daerah apikal premolar mandibula
(Gupta V et al., 2015; Deghani M & Ghanea S, 2016). Kondisi pada saat melakukan interpretasi
radiograf juga memiliki peran yang penting dimana dengan kondisi viewing yang optimal maka
densitas kecil yang ditunjukkan radiograf dapat terdeteksi. Pencahayaan ruangan saat melakukan
interpretasi harus dikurangi. Selain itu, penggunaan penutup disekitar layar monitor juga dapat
membantu mengurangi cahaya dari sekitar. Namun, perlu diperhatikan bahwa pengalaman
pengamat dan kemampuannya dalam melakukan pengaturan kontras dan kecerahan gambar juga
merupakan aspek yang penting selain kondisi pencahayaan itu sendiri (Kutcher M et al., 2006).
Keterbatasan dari penelitian ini adalah status dental individu (full dentition, partial
edentulous, complete edentulous) tidak dianggap sebagai suatu variabel. Status dental
mempengaruhi perubahan pada struktur dan fungsi otot mastikasi sehingga dapat mempengaruhi
ukuran dari parameter mandibula. Selain itu, penelitian ini baru dilakukan pada dua kelompok
usia saja sehingga diperlukan penelitian lanjutan pada rentang usia lainnya untuk melihat ada
tidaknya perubahan yang signifikan pada ukuran mandibula. Jumlah sampel yang digunakan
pada penelitian ini relatif sedikit sehingga belum dapat merepresentasikan populasi Indonesia
secara keseluruhan. Peneliti juga belum membandingkan kesesuaian antara pengukuran pada
radiograf panoramik dengan pengukuran langsung pada tulang mandibula.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa nilai rerata pengukuran parameter
mandibula yang meliputi tinggi ramus, sudut gonial, lebar bigonial, jarak maksimum ramus, jarak
minimum ramus, tinggi ramus-kondil, tinggi ramus-koronoid dan indeks mentalis pada radiograf
panoramik antara usia 14-35 tahun dan 50-70 tahun menunjukkan kecenderungan untuk
mengalami peningkatan atau penurunan seiring bertambahnya usia, namun perubahan tersebut
tidak berbeda bermakna secara statistik. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian lain
Perbandingan nilai ..., Devia Tasya Rachmadiani, FKG UI, 2016
terdahulu. Oleh karena itu, untuk dapat digunakan sebagai data dasar dalam estimasi usia, perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut agar parameter mandibula dapat digunakan untuk estimasi usia
individu di Indonesia.
Saran
1. Diperlukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih banyak agar dapat
mewakili populasi Indonesia.
2. Diperlukan penelitian lanjutan dengan memperhatikan faktor lainnya antara lain status
gigi geligi.
3. Diperlukan penelitian lanjutan dengan melibatkan sampel dari rentang usia lainnya.
4. Diperlukan penelitian lanjutan untuk membandingkan pengukuran pada radiograf
panoramik dengan pengukuran langsung pada tulang mandibula.
Daftar Referensi Al-Shamout R, Ammoush M, Alrbata R, Al-Habahbah A. (2012). Age and gender differences in
sudut gonial, tinggi ramus and lebar bigonial in dentate subject. Pakistan Oral & Dental
Journal, 32(1), 81-87
Dehghani M, Ghanea S. (2016) Position of the mental foramen in panoramic radiography and its
relationship to age in a selected Iranian population. Avicenna J Dent Res, 8(1), e25459
Gupta V, Pitti P, Sholapurkar A. (2015). Panoramic radiographic study of mental foramen in
selected dravidians of south Indian population: A hospital based study. J Clin Exp Dent,
7(4), e451-e456
Indira AP, Markande A, David MP. (2012). Mandibular ramus: An indicator for sex
determination - digital radiographic study. Journal of Forensic Dental Sciences, 4(2), 58-
62
Kancan-Talreja P, Acharya AB, Naikmasur VG. (2012) An assessment of the versatility of
Kvaal’s method of adult dental age estimation in Indians. Oral Biology, 57, 277-284
Perbandingan nilai ..., Devia Tasya Rachmadiani, FKG UI, 2016
Kutcher M, Kalathingal S, Ludlow J, et al. (2006). The effect of lighting conditions on caries
interpretation with a laptop computer in a clinical setting. Oral Surg Oral Med Oral
Pathol Oral Radiol Endod, 102, 537-543.
Leversha J, McKeough G, Myrteza A, Skjellrup-Wakefiled H, Welsh J, Sholapurkar A. (2015).
Age and gender correlation of sudut gonial, tinggi ramus and lebar bigonial in dentate
subjects in a dental school in Far North Queensland. J Clin Exp Dent.
doi:10.4317/jced.52683
Menik Priaminiarti, Budi Utomo, R Susworo, Hanna Bachtiar Iskandar. (2009). Converting
conventional radiographic examination data of trabecular bone pattern values into
density measurement values using intraoral digital images. Oral radiol, 25, 129-134
Mostafa RA, El-Ashiry MK, Farid MM. (2011). Effect of age, sex, and dental status on mental
and panoramic mandibular indices of the mandible: a retrospective study. Egyptian
Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, 2, 22-26
Muskaan A, Sarkar S. (2015). Mandible-An indicator for age and sex determination using digital
orthopantomogram. Scholars Journal of Dental Sciences, 2(1), 82-95
Nikneshan S, Sharafi M, Emadi N. (2013). Evaluation of the accuracy of linear and angular
measurements on panoramic radiographs taken at different positions. Imaging Science in
Dentistry, 43, 191-6
Oksayan R, Asarkaya B, Palta N, Simsek I, Sokucu O, Isman E. (2014) Effects of Edentulism on
Mandibular Morphology: Evaluation of Panoramic Radiographs. Hindawi Publishing
Corporation, 1-5
Owen A, Johal A. (2008). Near-End of Treatment Panoramic Radiograph in Assessment of
Mesiodistal Root Angulation. Angle Orthodontist, 78(3), 475-481
Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. (2007). Contemporary Orthodontics, 4th ed. Missouri:
Mosby Elsevier
Putri AS, Nehemia B, Soedarsono N. (2013). Prakiraan usia individu melalui pemeriksaan gigi
untuk kepentingan forensik kedokteran gigi. Jurnal PDGI, 62(3), 55-63
Perbandingan nilai ..., Devia Tasya Rachmadiani, FKG UI, 2016
Rosen CJ, Glowacki J, Bilezikian JP. (1999) The Aging Skeleton. USA: Academic Press. p. 359-
362
Singh V. (2014). Textbook of Anatomy Head, Neck and Brain Volume III, 2nd ed. New Delhi:
Elsevier, p. 28
Srineeraja P. (2015) Determination of Angle of Mandible from Mandibular Bones and
Orthopantomograph. J. Pharm. Sci & Res, 7(8), 579-581
Stramotas S, Geenty JP, Petocz P, Darendeliler MA. (2002). Accuracy of linear and angular
measurements on panoramic radiographs taken at various positions in vitro. European
Journal of Orthodontics, 24, 43-52
Suwandono A. (2010). Identifikasi Korban Bencana Massal. Accessed on Mei 7, 2016 from
http://adjisuwandono.staff.uns.ac.id/2010/07/22/identifikasi-korban-bencana-massal/
Taleb NSA, Beshlawy ME. (2015). Mandibular Ramus and Sudut gonial Measurements as
Predictors of Sex and Age in an Egyptian Population Sample: A Digital Panoramic Study.
J Forensic Res, 6, 308. doi:10.4172/2157-7145.1000308
UNC School of Dentistry. (n.d.). Anatomy of the panoramic radiograph. Accessed on November
25, 2016 from http://www.dentistry.unc.edu/resources/NRA/PanAnatomy/pananat.html
V Poongodi, R Kanmani, MS Anandi, CL Krithika, A Kannan, PH Raghuram. (2015) Prediction
of age and gender using digital radiographic method: A retrospective strudy. J Pharm
Bioallied Sci, 7(Suppl 2), S504–S508
Wardhani MD. (2016). Pengukuran sudut gonial mandibula laki-laki berdasarkan usia melalui
radiograf panoramik. Skripsi, Universitas Airlangga.
Whaites E. (2003). Essentials of Dental Radiography and Radiology, 3rd ed. Churchill
Livingstone
White SC, Pharoah MJ. (2004). Oral Radiology Principles and Interpretation, 5th ed. Missouri:
Mosby.
Perbandingan nilai ..., Devia Tasya Rachmadiani, FKG UI, 2016
Wijayati AT. (2011). Ketepatan prakiraan usia dengan menerapkan metode Tooth Coronal Index
pada radiograf periapikal. Skripsi, Universitas Indonesia. p. 30-31
Perbandingan nilai ..., Devia Tasya Rachmadiani, FKG UI, 2016