Upload
vandiep
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERBANDINGAN PEMUNGUTAN PAJAK AIR TANAH (PAT)
SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA
UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009
(STUDI KASUS DPPKAD KABUPATEN KARANGANYAR)
TUGAS AKHIR
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Ahli Madya Program Studi Diploma III Perpajakan
Oleh:
Arthur Novita Sagitarisma NIM F3409011
PROGRAM STUDI DIPLOMA III PERPAJAKAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTTO
من جّد وجد Barang siapa yang bersungguh – sungguh maka ia akan dapat
�URAKARTA �Barang siapa yang bersabar akan beruntung
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini saya persembahkan kepada :
Allah SWT yang selalu memberikan petunjuk dan
jalan yang terbaik bagi hamba-Nya . .
Babe, Umi, dan Adeg yang selalu memberikan
kasih sayang, dukungan dan doa untuk yang terbaik buatku . .
Teman – teman seperjuangan DIII Perpajakan 09 . .
Almamaterku . .
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan mengucapkan puji syukur Alhamdulilah atas kehadirat Allah SWT
karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Akhir ini dengan judul “PERBANDINGAN PEMUNGUTAN PAJAK
AIR TANAH (PAT) SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA
UNDANG – UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 (STUDI KASUS DPPKAD
KABUPATEN KARANGANYAR)”. Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat kelulusan Program Diploma III Perpajakan pada Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
Penyusunan Tugas Akhir ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa
bantuan, bimbingan, dukungan dan bantuan yang bersifat materi maupun non
materi dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut memberikan
dorongan dan bimbingan dalam penyusunan Tugas Akhir ini kepada:
1. Dr. Wisnu Untoro, M. S selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret,
2. Drs. Hanung Triatmoko, M.Si., Ak selaku Ketua Program Studi DIII
Perpajakan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret,
3. Ibu Juliati, SE, Ak selaku pembimbing Tugas Akhir yang telah memberi
masukan, bimbingan serta motivasi kepada penulis,
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret yang
telah bersedia berbagi ilmu pengetahuan kepada penulis,
5. Bapak dan Ibu Karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
yang telah membatu kelancaran pengurusan ijin penelitian untuk penulisan
Tugas Akhir,
6. Seluruh pimpinan dan karyawan DPPKAD dan UP3AD Kabupaten
Karanganyar yang telah bersedia memberikan informasi serta bantuannya
sehingga penulis dapat meperoleh data untuk penulisan Tugas Akhir,
7. Pimpinan dan karyawan Badan Kesbanglinmas Bidang II Ketahanan
Bangsa Propinsi Jawa Tengah yang telah bersedia membantu kelancaran
pengurusan ijin penelitian untuk penulisan Tugas Akhir,
8. Ibu Fatma, Karyawan Dipenda Propinsi Jawa Tengah yang telah bersedia
membantu kelancaran pengurusan ijin penelitian untuk penulisan Tugas
Akhir,
9. Babe, Umi, Adek, dan keluarga besarku yang selalu memberi kasih
sayang, doa dan dukungan,
10. Temen – temen kos putri Nurhidayah ; Wulan, Sertia, Mbak Asih,
Mbak Monik, Mbak Diah, Mbak Pantes, Mbak Faya, dan Elank yang
selalu tiada henti memberi semangat kepadaku,
11. Temen – temen seperjuangan Pajak 09, terimakasih atas kebersamaan
selama 3 tahun ini,
12. Mas Epe, Mbak Ajeng, dan Tante Dika, terimakasih atas kebersamaan dan
tiada henti memberi semangat kepadaku,
13. Tika Muryka dan keluarga, yang telah bersedia memberiku tempat singgah
selama pengurusan surat ijin penelitian ini,
14. Lepi “pus meong” dan Canon MP258, yang selalu mempermudah dan
mempelancar dalam penulisan ini,
15. Si Kuning, yang selalu setia menemani dan menghantarkanku kemana
saja, dan
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan yang telah membantu
dalam penyelesaian laporan ini baik moril maupun material.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis menyadari bahwa masih terdapat
banyak kekurangan disebabkan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan
yang ada pada diri penulis. Untuk itu segala kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.
Akhir kata penulis berharap mudah-mudahan Tugas Akhir ini bermanfaat
bagi pembaca pada umumnya dan pada penulis pada khususnya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Surakarta, Juni 2012
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iv
MOTTO .................................................................................................. v
PERSEMBAHAN ................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan Dan Aset Daerah (DPPKAD)
Kabupaten Karanganyar ........................................... 1
1. Sejarah Pendirian .............................................. 1
2. Kedudukan ........................................................ 2
3. Visi ................................................................... 3
4. Misi .................................................................. 3
5. Tujuan .............................................................. 4
6. Sasaran ............................................................. 5
7. Struktur Organisasi .......................................... 6
8. Deskripsi Jabatan ............................................ 9
B. Latar Belakang Masalah ...................................... 27
C. Perumusan Masalah ............................................ 30
D. Tujuan Penelitian ................................................ 31
E. Manfaat Penelitian .............................................. 31
F. Metode Penelitian ................................................ 32
BAB II ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Tinjauan Pustaka ............................................... 35
1. Pengertian Pajak Secara Umum ................. 35
2. Ciri – ciri yang melekat pada
pengertian pajak ........................................ 37
3. Fungsi Pajak .............................................. 37
4. Syarat Pemungutan Pajak ......................... 38
5. Teori yang mendukung pemungutan
pajak ......................................................... 39
6. Sistem Pemungutan Pajak ......................... 41
7. Penggolongan Jenis Pajak ........................ 42
8. Tarif Pajak ................................................ 43
B. Pajak Daerah .................................................... 44
C. Pajak Air Tanah (PAT) ..................................... 48
1. Dasar Hukum ........................................... 48
2. Pengertian Pajak Air Tanah ..................... 49
3. Dasar Pengenaan dan Tarif
Pajak Air Tanah ....................................... 49
4. Objek dan Subjek Pajak Air Tanah ......... 50
5. Tata Cara Penghitungan
Pajak Air Tanah ....................................... 51
6. Masa Pajak ............................................... 51
7. Klasifikasi volume Pajak Air Tanah ........ 51
8. Klasifikasi Peruntukan dan Penggolongan
Air Tanah ................................................. 52
9. Penetapan Pajak ....................................... 53
10. Contoh perhitungan Pajak Air Tanah ...... 54
D. Pembahasan ...................................................... 55
1. Pemungutan Pajak Air Tanah sebelum
Diberlakukannya Undang – Undang
Nomor 28 Tahun 2009 ............................ 55
2. Pemungutan Pajak Air Tanah sesudah
Diberlakukannya Undang – Undang
Nomor 28 Tahun 2009 ............................ 83
3. Dampak yang ditimbulkan dari
pemungutan Pajak Air Tanah setelah
diberlakukannya Undang – Undang
Nomor 28 Tahun 2009 ............................ 111
BAB III TEMUAN
A. Kelebihan ..................................................................... 119
B. Kelemahan ................................................................... 120
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ..................................................................... 121
B. Rekomendasi ............................................................... 125
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
II.1 Harga Dasar Air sesuai Klasifikasi Peruntukan Air Tanah ........... 54
II.2 Harga Dasar menurut Peruntukan dan Volume Pengambilan
Air Bawah Tanah .......................................................................... 62
II.3 Target dan Realisasi Pendapatan Pajak Daerah pada UP3AD
Kabupaten Karanganyar ................................................................ 112
II.4 Daftar Potensi Pendataan Pajak Air Tanah pada DPPKAD
Kabupaten Karanganyar Periode Januari – Desember 2011 ........ 114
II.5 Daftar Potensi Pendataan Pajak Air Tanah pada DPPKAD
Kabupaten Karanganyar Periode Januari – April 2012 ............... 115
II.6 Target dan Realisasi Pendapatan Pajak Daerah pada DPPKAD
Kabupaten Karanganyar ............................................................... 116
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
II.1 Susunan Organisasi Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten Karanganyar .................. 8
II.2 Prosedur Pendaftaran Obyek Pajak ............................................... 74
II.3 Prosedur Pendataan Obyek Pajak .................................................. 74
II.4 Prosedur Lanjutan Pendaftaran dan Pendataan Obyek Pajak ........ 75
II.5 Prosedur Penetapan Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah .......... 76
II.6 Prosedur Pembayaran Pajak Terutang ........................................... 77
II.7 Prosedur Lanjutan Penetapan Pajak .............................................. 78
II.8 Prosedur Penyetoran ...................................................................... 78
II.9 Prosedur Pembukuan dan Pelaporan ............................................. 79
II.10 Prosedur Penagihan Pasif ............................................................. 80
II.11 Prosedur Penagihan Aktif ............................................................. 81
II.12 Prosedur Tindak Lanjut Penagihan Aktif ..................................... 82
II.13 Prosedur Pendaftaran Obyek Pajak .............................................. 95
II.14 Prosedur Lanjutan Pendaftaran Obyek Pajak ............................... 96
II.15 Prosedur Penelitian SSPD ............................................................ 97
II.16 Prosedur Penagihan Pajak yang tidak/kurang bayar .................... 97
II.17 Prosedur Lanjutan Penelitian SSPD ............................................. 98
II.18 Prosedur Lanjutan Penelitian SSPD ............................................. 99
II.19 Prosedur Pembayaran Pajak ......................................................... 100
II.20 Prosedur Pelaporan Pajak ............................................................. 101
II.21 Prosedur Lanjutan Pelaporan Pajak melalui Bank ....................... 101
II.22 Prosedur Pelaporan Pajak melalui Bank yang ditunjuk ............... 102
II.23 Prosedur Lanjutan Pelaporan Pajak .............................................. 103
II.24 Prosedur Penagihan Pajak ............................................................ 104
II.25 Prosedur Lanjutan Penagihan Pajak ............................................. 105
II.26 Prosedur Lanjutan Penagihan Pajak ............................................. 106
II.27 Perbandingan pemungutan Pajak Air Tanah sebelum dan
sesudah diberlakukaannya Undang – Undang Nomor 28
Tahun 2009 .................................................................................. 107
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Pernyataan Tugas Akhir
2. Surat Perizinan Magang dari DPPKAD Kabupaten Karanganyar
3. Surat Keterangan Selesei Magang
4. Formulir Penilaian Magang
5. Surat Rekomendasi Survey/Riset dari Badan Kesbangpol dan
aa Linmas Propinsi Jawa Tengah
6. Surat Ijin Penelitian dari DPPAD Propinsi Jawa Tengah
7. Surat Keterangan Selesei Penelitian dari UP3AD Kabupaten
aa Karanganyar
ABSTRACT
THE COMPARISON OF GROUND WATER TAX COLLECTION BEFORE AND AFTER enactment- LAW NUMBER 28 OF 2009
(Case Study of DPPKAD Karanganyar)
Arthur Novita Sagitarisma
NIM F3409011
Tax is a source of revenue obtained through levies collected and managed by local goverments to finance their own local needs. One of the tax levied by the District Government is a Ground Water Tax. Formerly, Ground Water Tax is the type of Provincial Tax set out in the Act Number 34 of 2000 and Government Regulation Number 65 of 2001 with the nomenclature of Ground Water Withdrawal Tax. With the enactement of Law Number 28 of 2009, the authority of Ground Water Withdrawal Tax collection with nomenclature of Ground Water Tax shift in to District Government. With the shift of authority, the realization of the Ground Water Tax revenues increased dramatically than in previous years. On this thesis, the author tries to compare the collection of Ground Water Tax, before and after the enactment of Law Number 28 of 2009 and the impact of the Ground Water Tax collection authority shift from the Provincial to the District Government. The collection of Ground Water Withdrawal Tax in Karanganyar is managed by UP3AD Karanganyar who cooperate with the BPPE of Mines Departement of The Central Java Province. In this case, the BPPE of Mines Departement in charge of registration and tax objects collection periodically in each month.The collection of Ground Water Tax in Karanganyar is managed by DPPKAD Karanganyar. In this case, DPPKAD prepares the required function include : service functions; functions of data and information; functions od accounting and reporting; and billing functions. From the data analysis above, it can be concluded that the authors want to deliver the differences of Ground Water Tax collection permormed by UP3AD and DPPKAD Karanganyar. Those differences are seen in the related function and documents used in the collection. With the shift of collecting authority, there are some impact felt by UP3AD, namely : (1) the decrease of the tax revenue realization percentage against the targets set; and (2) the responsibility the carried little lighter. While the impact felt by DPPKAD, among others : (1) the authority flexibility given to seek to the tax potentials; (2) an increase in local tax revenues; and (3) the rate increase at the Regent. The impact felt by the taxpayer, among others : (1) the ease of collection process in DPPKAD; (2) the taxpayer is more active in reporting the use ground water in each month; and (3) the existence of a clear proof of payement. Key words : ground water tax, the collection of ground water tax, the collection of ground water withdrawal tax.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan
Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Karanganyar
1. Sejarah Pendirian
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintah Daerah, bahwa pemberian otonomi kepada daerah
Kabupaten dan Kota didasarkan atas asas desentralisasi dalam wujud
otonomi yang luas, nyata, dan bertanggungjawab. Berdasarkan asas
desentralisasi tersebut, pemerintah daerah Kabupaten Karanganyar
selaku pelaksana daerah otonom, mempunyai hak dan kewajiban
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya dalam rangka
menggali potensi daerah dan meningkatkan sumber daya yang ada
secara optimal, termasuk sumber-sumber pendapatan daerah guna
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan serta pelayanan kepada masyarakat
sekaligus sebagai upaya peningkatan stabilitas politik dan kesatuan
bangsa.
Untuk melaksanakan pengelolaan sumber-sumber pendapatan
daerah sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka pemerintah
daerah Kabupaten Karanganyar membentuk Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) yang berdasarkan
peraturan Daerah Karanganyar Nomor 2 Tahun 2009 tentang
“Organisasi dan Tata Kerja Daerah Kabupaten Karanganyar”. Tujuan
dibentuk DPPKAD Kabupaten Karanganyar adalah untuk menjadikan
perencanaan anggaran keuangan daerah, meningkatkan upaya
perbaikan terhadap mutu pelayanan di bidang keuangan daerah,
menjadikan mutu pertanggung jawaban anggaran daerah sebagai
bentuk akuntabilitas kinerja Pemerintah Daerah yang transparan, dan
meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia di bidang
keuangan. DPPKAD Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu
dari salah satu dari Dinas Daerah yang membantu Kepala Daerah
dalam hal ini Bupati Karanganyar untuk melaksanakan tugas
pembantuan dalam bidang pendapatan pengelolaan keuangan dan aset
daerah.
2. Kedudukan
Kedudukan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keangan dan Aset
Daerah Kabupaten Karanganyar adalah sebagai pengelola sumber
pendapatan daerah yang bertanggungjawab kepada Bupati
Karanganyar. Dibentuk berdasarkan ketetntuan pasal 9 Peraturan
Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 9 Tahun 2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Karanganyar.
3. Visi
Visi merupakan cara pandang jauh ke depan tentang kemana
Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Karanganyar akan diarahkan atau dibawa agar dapat eksis dan apa
yang akan dicapai pada masa depan. Visi Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah adalah “ menjadi dinas yang
professional di bidang pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah
melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi dalam rangka
mendukung Kabupaten Karanganyar menuju tingkat pendapatan
terkemuka di Jawa Tengah”.
4. Misi
Dalam rangka mendukung atau mewujudkan misi yang telah
ditetapkan dan berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi, maka Misi Dinas
Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Karnganyar dapat ditetapkan sebagai berikut :
a. meningkatkan sumber daya Pengelolaan Pendapatan Daerah
yang professional,
b. meningkatan fungsi pelayanan ketatausahaan/administrasi
pengelolaan Pendapatan Daerah sesuai sistem manajemen
keuangan atau pendapatan daerah yang berlaku,
c. meningkatkan pelayanan masyarakat di bidang pendapatan,
d. meningkatkan pendapatan setiap tahun anggaran, dan
e. meningkatkan koordinasi dan kerja sama yang harmonis
dengan semua pihak yang terkait dalam upaya peningkatkan
pendapatan daerah.
5. Tujuan
Tujuan merupakan implementasi atau penjabaran dari misi dan
merupakan sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan pada kurun
waktu tertentu 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun ke depan. Dinas
Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Karanganyar menetapkan tujuan sebagai berikut :
a. meningkatkan kualitas sumber daya manusia pengelola
sumber-sumber pendapatan daerah yang professional melalui
pembinaan pendidikan pelatihan teknis maupun fungsional,
b. meningkatkan pelaksanaan sistem manajemen keuangan atau
pendapatan secara efektif dan efisien,
c. meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat di bidang
pendapatan daerah dan meningkatkan ke sasaran membayar
pajak daerah maupun retribusi daerah sesuai dengan ketentuan
dan prosedur,
d. meningkatkan sarana dan prasarana sumber-sumber pendapatan
dalam menunjang pelayanan prima dan peningkatan
pendapatan daerah,
e. meningkatkan penerima pendapatan daerah tiap tahun
khususnya intensifikasi pengelolaan PAD dari sektor pajak,
dana penimbangan retribusi daerah dan penerimaan lain-lain,
f. meningkatkan upaya peningkatan pendapatan daerah
khususnya ekstensifikasi sumber-sumber baru pendapatan
daerah yang yang potensial, dan
g. meningkatkan koordinasi dan kerja sama yang harmonis
dengan semua pihak yang terkait dalam upaya peningkatan
pengelolaan pendapatan.
6. Sasaran
Sasaran merupakan penjabaran dari tujuan secara terukur yang
akan dicapai secara nyata dalam jangka waktu tertentu. Sasaran
merupakan bagian integral dalam proses perencanaan strategis dalam
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.
Berdasarkan pengertian tersebut Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah menetapkan sasaran sebagai berikut :
a. tersedia data potensi sumber-sumber pendapatan daerah
khusunya pajak dan retribusi daerah melalui pendataan,
penelitian dan pengkajian,
b. terbangun dan terpeliharanya sarana dan prasarana sumber-
sumber pendapatan daerah yang memadai,
c. makin efektif dan efisien pengelolaan sumber-sumber
pendapatan daerah,
d. meningkatkan penerima pendapatan daerah setiap tahun
anggaran,
e. terjalin hubungan atau kerja sama yang harmonis dengan
semua pihak yang terkait dalam pengelolaan pendapatan
daerah, dan
f. terselenggaranya koordinasi yang mantap antar unit kerja
pengelolaan pendapatan daerah dan dengan daerah tetangga di
bidang pendapatan daerah.
7. Struktur Organisasi
Struktur organisasi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2
Tahun 2009 tentang Susunan Organisasi Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, terdiri dari :
a. Kepala Dinas,
b. Sekretraiat, membawahi :
1) Sub Bagian Perencanaan,
2) Sub Bagian Keuangan,
3) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.
c. Bidang Pendaftaran dan Pendataan, membawahi :
1) Seksi Pendaftaran,
2) Seksi Pendataan.
d. Bidang Penetapan dan Penagihan, membawahi :
1) Seksi Penetapan,
2) Seksi Penagihan.
e. Bidang Anggaran, membawahi :
1) Seksi Pengendalian Anggaran,
2) Seksi Perencanaan dan Penyusunan Anggaran.
f. Bidang Perbendaharaan dan Kas, membawahi :
1) Seksi Perbendaharaan dan Pengendalian Kas,
2) Seksi Penerimaan dan Pengeluaran.
g. Bidang Akuntansi dan Aset Daerah, membawahi :
1) Seksi Akuntansi,
2) Seksi Aset Daerah.
h. Unit Pelaksana Teknis,
i. Kelompok Jabatan Fungsional.
Gambar I.1 Susunan Organisasi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah
Kabupaten Karanganyar
Sumber : www.dppkad.karanganyar.go.id
SUBAG PERENCANAAN
KEPALA
SEKRETARIS
SUBAG KEUANGAN
BIDANG ANGGARAN
SUBAG UMUM DAN KEPEGAWAIAN
BIDANG AKUNTANSI DAN
ASET DAERAH
BIDANG PERBENDAHARAAN DAN
KAS
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
BIDANG PENDAFTARAN DAN PENDATAAN
BIDANG PENETAPAN DAN PENAGIHAN
SEKSI PENETAPAN SEKSI PENDAFTARAN
SEKSI PENAGIHAN SEKSI PENDATAAN
SEKSI PERENCANAAN DAN PENYS. ANGGARAN
SEKSI PENGENDALIAN ANGGARAN
SEKSI PERBENDAHARAAN
DAN PENGENDALIAN KAS
SEKSI PENERIMAAN DAN PENGELUARAN
SEKSI ASET DAERAH
SEKSI AKUNTANSI
UPTD
8. Deskripsi Jabatan
Berdasarkan keputusan Bupati Kepala Daerah Nomor 307
Tahun 2001 ditetapkan uraian tugas pokok dan fungsi jabatan
struktural pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Karanganyar sebagai berikut :
a. Kepala Dinas
Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam perumusan
kebijakan di bidang Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah. Uraian tugas Kepala Dinas sebagai berikut :
1) merumuskan program kegiatan dinas berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan sumber data yang
tersedia sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan,
2) mengarahkan tugas bawahan sesuai bidang tugasnya baik
secara lisan maupun tertulis guna kelancaran pelaksanaan
tugas.
Untuk pelaksanaan tugas pokok, Kepala Dinas Pendapatan
Pengelolalaan Keuangan dan Aset Daerah mempunyai fungsi
sebagai berikut :
1) penyusun kebijakan bidang pendapatan, pengelolaan keuangan
dan aset daerah serta kesekretariatan,
2) pengkoordinasian, fasilitas dan pembinaan kegiatan pada
bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah serta
kesekretariatan,
3) pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan bidang
pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah serta
kesekretariatan.
b. Sekretaris
Sekretaris mempunyai tugas membantu Kepala Dinas dalam
perumusan kebijakan, mengkoordinasikan, membina dan
mengendalikan kegiatan perencanaan, monitoring, evaluasi,
keuangan, umum, dan kepegawaian. Uraian tugas Sekretaris
sebagai berikut :
1) merumuskan program kegiatan Sekretariat berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sumber data
yang tersedia sebagai pedoman kegiatan,
2) mempersiapkan rumusan program kegiatan berdasarkan hasil
rangkuman rencana kegiatan Bidang - Bidang dan Sekretariat
dalam rangka penyusunan anggaran pendapatan dan belanja
Dinas.
Untuk pelaksanaan tugas, Sekretaris mempunyai fungsi sebagai
berikut :
1) melaksanakan koordinasi dengan Kepala Bidang di lingkungan
dinas secara langsung maupun tidak langsung untuk
mendapatkan masukan, informasi serta untuk mengevaluasi
permasalahan agar diperoleh hasil kerja yang optimal,
2) melaksanakan tugas lain yang diberikan atasan sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
Sekretaris terdiri atas :
1) Kepala Sub Bagian Perencanaan
Kepala Sub Bagian Perencanaan mempunyai tugas membantu
Sekretaris dalam hal :
a) menyusun program kegiatan Sub Bagian Perencanaan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan sumber data yang tersedia sebagai pedoman
pelaksanaan kegiatan,
b) menjabarkan perintah atasan melalui pengkajian
permasalahan dan peraturan perundang-undangan agar
pelaksanaan tugas sesuai dengan ketemtuan yang berlaku.
Untuk pelaksanaan tugas, Kepala Sub Bagian Perencanaan
mempunyai fungsi sebagai berikut :
a) menyiapkan konsep naskah dinas bidang perencanaan
sesuai dengan ketentuan berlaku,
b) menyusun rencana Kegiatan dan Anggaran
(RKA)/Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) atau
Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
2) Kepala Sub Bagian Keuangan
Kepala Sub Bagian Perencanaan mempunyai tugas membantu
Sekretaris dalam hal :
a) menyusun program kegiatan Sub Bagian Keuangan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan sumber data yang tersedia sebagai pedoman
pelaksanaan kegiatan,
b) membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan bidang
tugasnya, memberi petunjuk dan arahan secara lisan
maupun tertulis guna meningkatkan kelancaran
pelaksanaan tugas.
Untuk pelaksanaan tugas, Kepala Sub Bagian Keuangan
mempunyai fungsi sebagai berikut :
a) Menyiapkan proses pencairan dana dan pengelolaan
administrasi keuangan,
b) Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran
dengan cara membandingkan laporan perkembangan
realisasi belanja dengan rencana pembiayaan yang telah
disusun untuk bahan laporan kepada atasan.
3) Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
Kepala Sub Bagian Perencanaan mempunyai tugas membantu
Sekretaris dalam hal :
a) menyusun program kegiatan Sub Bagian Umum dan
kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan sumber data yang tersedia sebagai
pedoman pelaksanaan kegiatan,
b) menyiapkan konsep naskah dinas bidang administrasi
umum dan kepegawaian sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Untuk pelaksanaan tugas, Kepala Sub Bagian Umum dan
Kepegawaian mempunyai fungsi sebagai berikut :
a) Melaksanakan pengendalian dan verifikasi serta pelaporan
keuangan di lingkungan dinas,
b) Membuat laporan pelaksanaan tugas kepada atasan sebagai
dasar pengambilan kebijakan.
c. Kepala Bidang Pendaftaran dan Pendataan
Kepala Bidang Pendaftaran dan Pendataan mempunyai tugas
membantu Kepala Dinas dalam merumuskan kebijakan,
mengkoordinasikan, membina dan mengendalikan kegiatan di
bidang pendaftaran dan pendataan. Uraian tugas Kepala Bidang
Pendaftaran dan Pendataan sebagai berikut :
1) merumuskan rencana kerja dan program kegiatan bidang
pendaftaran dan pendataan obyek dan subyek pajak dan retribusi
daerah serta pendataan PBB,
2) melaksanakan koordinasi dengan Sekretaris dan Kepala Bidang
di lingkungan dinas baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk mendapatkan masukan, informasi serta untuk
mengevaluasi permasalahan agar diperoleh hasil kerja yang
optimal.
Untuk pelaksanaan tugas, Kepala Bidang Pendaftaran dan
Pendataan mempunyai fungsi sebagai berikut :
1) merumuskan rencana kerja dan program kegiatan bidang
pendaftaran dan pendataan obyek dan subyek pajak dan
retribusi daerah serta pendataan PBB,
2) merumuskan rencana kerja dan program kegiatan pendataan
ijin HO, ijin bangunan dan ijin perumahan.
Bidang Pendaftaran dan Pendataan terdiri atas :
1) Kepala Seksi Pendaftaran
Kepala Seksi Pendaftaran mempunyai tugas membantu Kepala
Bidang Pendaftaran dan Pendataan di bidang pendaftaran.
Uraian tugas Kepala Seksi Pendaftaran sebagai berikut :
a) melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan,
koordinasi, pembinaan, dan pengendalian kegiatan seksi
pendaftaran,
b) mendistrubusikan dan menerima kembali formulir
pendaftaran yang telah diisi oleh wajib pajak dan retribusi
daerah, membuat laporan tentang formulir pendaftaran
wajib pajak dn retribusi daerah yang belum diterimanya
kembali, mencatat nama dan alamat calon wajib pajak dan
retibusi daerah, menetapkan Nomor Pokok Wajib Pajak
Daerah (NPWPD).
Untuk pelaksanaan tugas, Kepala Seksi Pendaftaran
mempunyai fungsi sebagai berikut :
a) Membuat laporan pelaksanaan kegiatan pendaftaran wajib
pajak dan wajib retribusi kepada atasan,
b) Membuat laporan pelaksanaan tugas kepada atasan sebagai
dasar pengambilan kebijakan.
2) Kepala Seksi Pendataan
Kepala Seksi Pendataan mempunyai tugas membantu Kepala
Bidang Pendaftaran dan Pendataan di bidang pendataan. Uraian
tugas Kepala Seksi Pendataan sebagai berikut :
a) melaksanakan pendataan pajak dan retribusi daerah,
kegiatan pemeriksaan lapangan dan melaporkan hasilnya
serta membuat daftar mengenai formulir Surat
Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD),
b) menghimpun, mengelola, dan mencatat data obyek dan
subyek pajak dan retribusi daerah.
Untuk pelaksanaan tugas, Kepala Seksi Pendataan mempunyai
fungsi sebagai berikut :
a) Melaksanakan pendataan ijin HO, ijin bangunan, ijin
perumahan,
b) Melaksanakan kegiatan pendataan Notaris/PPAT dan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
d. Kepala Bidang Penetapan dan Penagihan
Kepala Bidang Penetapan dan Penagihan mempunyai tugas pokok
sebagai berikut :
1) melaksanakan penetapan jumlah pajak dan retribusi daerah
yang terhutang serta penghitungan besarnya angsuran atas
permohonan wajib pajak dan wajib retribusi daerah serta
menetausahaan jumlah ketetapan PBB yang penagihannya
dilimpahkan kepada Daerah berdasarkan SPPT dan DHKP
PBB,
2) melaksanakan tugas penagihan pajak daerah dan retibusi
daerah yang telah melampaui batas waktu jatuh tempo,
melayani keberatan dan permohonan banding serta
pengumpulan dan mengolah data sumber penerimaan daerah
lainnya di luar pajak dan retribusi daerah.
Untuk pelaksanaan tugas, Kepala Bidang Penetapan dan Penagihan
mempunyai fungsi sebagai berikut :
1) menyusun rencana kegiatan di bidang penetapan, penghitungan
dan penetapan pajak dan retribusi daerah yang terhutang serta
penghitung besarnya angsuran atas permohonan wajib pajak
dan wajib retribusi daerah,
2) menyusunan rencana kegiatan di bidang penagihan pajak
daerah dan retribusi daerah yang telah jatuh tempo.
Bidang Penetapan dan Penagihan terdiri atas :
1) Kepala Seksi Penetapan
Kepala Seksi Penetapan mempunyai tugas pokok membantu
Kepala Bidang Penetapan dan Penagihan dalam hal :
a) menghitung besarnya pajak/retribusi yang akan dikenakan,
penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Ketetapan
Retribusi (SKR), Surat Perjanjian Angsuran dan Surat
Ketetapan lainnya, pendistribusian dan penyampaian arsip
perpajakan dan retribusi daerah, membantu Direktorat
Jendral Pajak dalam pelaksanaan penyampaian arsip SPT
PBB serta dokumen PBB lainnya,
b) menyiapkan laporan periodik mengenai realisasi
penerimaan dan tunggakan pajak dan retribusi daerah serta
PBB.
Untuk pelaksanaan tugas, Kepala Seksi Penetapan mempunyai
fungsi sebagai berikut :
a) menyerahkan surat ketetapan kepada wajib pajak dan wajib
retribusi untuk membayar pajak dan retribusi kepada
bendahara,
b) melaksanakan monitoring, evaluasi, dan menilai prestasi
kerja pelaksanaan tugas bawahan secara berkala melalui
sistem penilaian yang tersedia sebagai cerminan
penampilan kerja.
2) Kepala Seksi Penagihan
Kepala Seksi Penagihan mempunyai tugas pokok membantu
Kepala Bidang Penetapan dan Penagihan dalam hal :
a) Mempersiapkan dan mendistribusikan surat menyurat dan
dokumentasi yang berhubungan dengan penagihan,
b) Menerima dan melayani surat keberatan dan surat
permohonan banding atas materi penetapan pajak dan
retribusi daerah.
Untuk pelaksanaan tugas, Kepala Seksi Penagihan mempunyai
fungsi sebagai berikut :
a) Menyusun rencana kegiatan di bidang penagihan,
menyiapkan dan mendistribusikan surat menyurat serta
dokumentasi yang berhubungan dengan penagihan,
b) Menyiarkan keputusan menerima atau menolak keberatan
dan meneruskan penyelesaian permohonan banding ke
mahkamah pertimangan pajak.
e. Kepala Bidang Anggaran
Kepala Bidang Anggaran mempunyai tugas membantu Kepala
Dinas dalam merumuskan kebijakan, mengkoordinasikan,
membina, dan mengendalikan kegiatan di bidang anggaran. Uraian
tugas Kepala Bidang Anggaran sebagai berikut :
1) menyusun program kegiatan kegiatan bidang anggaran
berdasarkan hasil evaluasi kegiatan tahun lalu sesuai
perundang-undangan yang berlaku dan sumber data yang
tersedia sebagai bahan pedoman kerja,
2) mempersiapkan penyusunan rancangan APBD dan Perubahan
APBD beserta lampirannya dan hasil pembahasan TAPD
dikirim ke Dewan untuk pembahasan lebih lanjut.
Untuk pelaksanaan tugas, Kepala Bidang Anggaran mempunyai
fungsi sebagai berikut :
1) melaksanakan koordinasi dengan Sekretaris dan Kepala Bidang
di lingkungan Dinas baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk mendapatkan masukan, informasi serta untuk
mengevaluasi permasalahan agar diperoleh hasil kerja yang
optimal,
2) memonitor dan mengevaluasi atas pelaksanaan APBD dan
perubahan APBD perkembangan dan sebagai bahan rumusan
kebijakan atasan.
Bidang Anggaran terdiri dari :
1) Kepala Seksi Pengendalian Anggaran
Kepala Seksi Pengendalian Anggaran mempunyai tugas
membantu Kepala Bidang Anggaran dalam melaksanakan
penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan,
dan pengendalian kegiatan di bidang Pengendalian Anggaran.
Uraian tugas Kepala Seksi Pengendalian Anggaran sebagai
berikut :
a) melaksanakan pemantauan, monitoring dan evaluasi
terhadap fisik aset daerah,
b) otorisasi atas transaksi dan kejadian penting kegiatan
APBD terhadap SKPD.
Untuk pelaksanaan tugas, Kepala Seksi Pengendalian
Anggaran mempunyai fungsi sebagai berikut :
a) melaksanakan koordinasi dengan Kepala Seksi dan Kepala
Sub Bagian di lingkungan Dinas baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk mendapatkan masukan,
informasi serta untuk mengevaluasi permasalahan agar
diperoleh kerja yang optimal,
b) menyelenggarakan pengendalian APBD sesuai dengan
ukuran, kompleksitas dan sifat dari tugas dan fungsi sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Kepala Seksi Perencanaan dan Penyusunan Anggaran
Kepala Seksi Perencanaan dan Penyusunan Anggaran
mempunyai tugas membantu Kepala Bidang Anggaran dalam
melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan,
koordinasi, pembinaan, dan pengendalian kegiatan di bidang
Perencanaan dan Penyusunan Anggaran. Uraian tugas Kepala
Seksi Perencanaan dan Penyusunan Anggaran sebagai berikut :
a) menyusun program kegiatan di bidang Perencanaan dan
Penyusunan Anggaran berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan sumber data yang tersedia
sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan,
b) membuat Surat Edaran Usulan Program dan Kegiatan
sesuai dengan PPA dan KUA yang telah ditetapkan
Untuk pelaksanaan tugas, Kepala Seksi Perencanaan dan
Penyusunan Anggaran mempunyai fungsi sebagai berikut :
a) melaksanakan koordinasi dengan Kepala Seksi dan Kepala
Sub Bagian di lingkungan Dinas baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk mendapatkan masukan,
informasi serta untuk mengevaluasi permasalahan agar
diperoleh kerja yang optimal,
b) menyiapkan anggaran kas terhadap SKPD dan SPD.
f. Kepala Bidang Perbendaharaan dan Kas
Kepala Bidang Perbendaharaan dan Kas mempunyai tugas
membantu Kepala Dinas dalam merumuskan kebijakan,
mengkoordinasikan, membina dan mengendalikan kegiatan di
Bidang Perbendaharaan dan Kas. Uraian tugas Kepala Bidang
Perbendaharaan dan Kas sebagai berikut :
1) menyusun konsep peraturan, keputusan, edaran serta petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis bupati dalam rangka
pelaksanaan APBD,
2) merumuskan petunjuk teknis tentang perbendaharaan dan kas
untuk dasar pelayanan bagi para petugas dan bawahan.
Untuk pelaksanaan tugas, Kepala Bidang Perbendaharaan dan Kas
mempunyai fungsi sebagai berikut :
1) pengenventarisasi permasalahan bidang perbendaharaan dan
ganti rugi serta mengkoordinasikan penyelesaiannya,
2) melaksanakan koordinasi dengan Sekretaris dan Kepala Bidang
di lingkungan Dinas baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk mendapatkan masukan, informasi serta untuk
mengevaluasi permasalahan agar diperoleh kerja yang optimal.
Bidang Perbendaharaan dan Kas terdiri :
1) Kepala Seksi Perbendaharaan dan Pengendalian Kas
Kepala Seksi Perbendaharaan dan Pengendalian Kas
mempunyai tugas membantu Kepala Bidang Perbendaharaan
dan Kas dalam merumuskan kebijakan, mengkoordinasikan,
membina dan mengendalikan kegiatan di bidang
Perbendaharaan dan Pengendalian Kas. Uraian tugas Kepala
Seksi Perbendaharaan dan Pengendalian Kas sebagai berikut :
a) menyusun program kegiatan Seksi Perbendaharaan dan
Pengendalian Kas berdasarkan hasil evaluasi kegiatan tahun
lalu sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
sumber data yang tersedia sebagai pedoman kerja,
b) memantau transfer uang sampai pada Kas Umum Daerah.
Untuk pelaksanaan tugas, Kepala Seksi Perbendaharaan dan
Pengendalian Kas mempunyai fungsi sebagai berikut :
a) melaksanakan penjagaan likuiditas kas daerah,
b) memeriksa dan/atau meneliti surat tanda setoran
penerimaan dari masing-masing Satuan Perangkat Daerah
yang melaksanakan setoran pada kas umum daerah.
2) Kepala Seksi Penerimaan dan Pengeluaran
Kepala Seksi Penerimaan dan Pengeluaran mempunyai tugas
membantu Kepala Bidang Perbendaharaan dan Kas dalam
melaksanakan penyiapan bahan perumuskan kebijakan,
koordinasi, pembinaan dan pengendalian kegiatan di bidang
Penerimaan dan Pengeluaran. Uraian tugas Kepala Seksi
Penerimaan dan Pengeluaran sebagai berikut :
a) menyusun program kegiatan di Seksi Penerimaan dan
Pengeluaran berdasarkan hasil evaluasi kegiatan tahun lalu
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
sumber data yang tersedia sebagai pedoman pelaksanaan
kegiatan,
b) membuat advis Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)
Belanja.
Untuk pelaksanaan tugas, Kepala Seksi Penerimaan dan
Pengeluaran mempunyai fungsi sebagai berikut :
a) membuat petunjuk penyusunan Anggaran Kas, Dokumen
Pelaksanaan Anggran (DPA), Dokumen Pelaksanaan
Perubahan Anggran (DPPA) dan Konsep Keputusan Bupati
tentang Bendaharawan, Surat Keputusan Leassion Officer
sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan,
b) membuat laporan realisasi gaji PNS setiap bulan.
g. Kepala Bidang Akuntansi dan Aset Daerah
Kepala Bidang Akuntansi dan Aset Daerah mempunyai tugas
membantu Kepala Dinas dalam merumuskan kebijakan,
mengkoordinasikan, membina dan mengendalikan kegiatan di
bidang Akuntansi dan Aset Daerah. Uraian tugas Kepala Bidang
Akuntansi dan Aset Daerah sebagai berikut :
1) menyusun program kegiatan bidang Akuntansi dan Aset
Daerah berdasarkan hasil evaluasi tahun lau sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan sumber data yang
tersedia sebagai pedoman kegiatan,
2) menyusun laporan berkala/ realisasi anggaran semesteran,
tahunan, neraca, aliran kas, dan catatan atas laporan keuangan
Daerah serta laporan aset daerah.
Untuk pelaksanaan tugas, Kepala Bidang Akuntansi dan Aset
Daerah mempunyai fungsi sebagai berikut :
1) melaksanakan pengawasan pembukuan secara sistematis dan
kronologis realisasi penerimaan pendapatan, belanja dan
pembiayaan serta pencatatan aset daerah,
2) mempersiapkan bahan untuk penyusunan laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD ke DPRD kabupaten
Karanganyar.
Bidang Akuntansi dan Aset Daerah terdiri dari :
1) Kepala Seksi Akuntansi
Kepala Seksi Akuntansi mempunyai tugas membantu Kepala
Bidang Akuntansi dan Aset Daerah dalam melaksanakan
penyiapaan bahan perumuskan kebijakan, koordinasi,
pembinaan, pengendalian dan bimbingan di bidang Akuntansi.
Uraian tugas Kepala Seksi Akuntansi sebagai berikut :
a) menyusun laporan bulanan, triwulan, dan tahunan
pendapatan dan belanja serta pembiayaan daerah
berdasarkan catatan akuntansi sebagai bahan penyajian data
kepada atasan maupun penyusunan laporan kinerja daerah,
b) membuat laporan/ umpan balik pendapatan Daerah
berdasarkan rekapitulasi penerimaan sebagai laporan
kepada SKPD bersangkutan.
Untuk pelaksanaan tugas, Kepala Seksi Akuntansi mempunyai
fungsi sebagai berikut :
a) melaksanakan pengawasan terhadap pencatatan
pendapatan daerah sesuai jenis penerimaan untuk tertib
administrasi,
b) melaksanakan penelitian/ pemeriksaan terhadap Surat
Tanda Setoran (STS) penerimaan daerah.
2) Kepala Seksi Aset Daerah
Kepala Seksi Aset Daerah memunyai tugas membantu Kepala
Bidang Akuntansi dan Aset Daerah dalam melaksanakan
penyiapaan bahan perumuskan kebijakan, koordinasi,
pembinaan, pengendalian dan bimbingan di bidang Aset.
Uraian tugas Kepala Seksi Aset Daerah sebagai berikut :
a) menyusun program kegiatan Seksi Aset berdasarkan hasil
evaluasi kegiatan tahun lalu sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan sumber data yang tersedia
sebagai pedoman kerja,
b) mempersiapkan bahan penyusunan laporan sesuai catatam
akuntansi.
Untuk pelaksanaan tugas, Kepala Seksi Aset Daerah
mempunyai fungsi sebagai berikut :
a) melaksanakan pencatatan aset baik manual atau dengan
komputer secara sistematis dan kronologis mengenai
belanja langsung,
b) melaksanakan pengawasan pembukuan secara sistematis
dan kronologis mengenai aset.
B. Latar Belakang Masalah
Pajak merupakan sumber utama penerimaan Pemerintah Republik
Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas.
Sebagai salah satu penerimaan Pemerintah, pajak dapat dipergunakan
untuk membiayai kegiatan pemerintah (budgeter), maupun untuk
meningkatkan kegiatan masyarakat. Alokasi pajak untuk pembangunan
prasarana dan perbaikan kualitas sumber daya manusia berpengaruh positif
terhadap kegiatan ekonomi masyarakat (Sugianto,1996).
Pembangunan tersebut dilaksakan secara berkesinambungan dan
ditujukan untuk kemakmuran rakyat. Dalam hal ini Pemerintah Pusat
melalui otonomi daerah memberi wewenang kepada Pemerintah Daerah
untuk sepenuhnya mengatur pemerintahannya sendiri termasuk dalam hal
pengelolaan keuangan untuk membiayai keperluan daerah. Termasuk
pelaksanaan pembangunan yang ada pada daerah masing-masing yang
meliputi pelaksanaan dan pembiayaan.
Untuk pembiayaannya didapat dari sumber penerimaan daerah,
salah satunya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu pendapatan yang
diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai
peraturan perundang-undangan. Salah satu Pendapatan Asli Daerah adalah
pajak daerah.
Sehubungan dengan pajak, Pemerintah Daerah dapat memperoleh
pendapatan dari sektor pajak melalui pungutan-pungutan yang
dikumpulkan dan dikelola oleh Pemerintah Daerah sendiri. Dasar
hukumnya (kewenangannya) ditetapkan berdasarkan ketentuan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah. Di dalam Undang-undang tersebut terdapat jenis-jenis pajak yang
dapat dipungut oleh Pemerintah Kabupaten/ Kota salah satunya adalah
Pajak Air Tanah (PAT).
Sesuai Undang-Undang tersebut, Pajak Air Tanah (PAT)
diperuntukkan untuk wajib pajak sebagai berikut; orang pribadi atau badan
yang melakukan pengambilan dan atau pemanfaaatan air tanah. Dengan
objek pajaknya adalah kegiatan pengambilan dan pemanfaatan air tanah
dengan pengecualian untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan
pertanian dan perikan rakyat serta peribadatan.
Dahulunya Pajak Air Tanah adalah jenis Pajak Provinsi yang diatur
dengan Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2000 dengan nomenklatur
Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah. Dan pemungutan Pajak
Pengambilan Air Bawah Tanah di Kabupaten Karanganyar dikelola oleh
Unit Pelayanan Pendapatan dan Pemberdayaan Aset Daerah (UP3AD)
Kabupaten Karanganyar. Hasil bagi penerimaan Pajak Pengambilan Air
Bawah Tanah yang diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah
Nomor 7 Tahun 2002 tentang Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah adalah
sebesar 30% untuk Daerah dan diserahkan kepada Kabupaten/ Kota
sebesar 70%. Dengan diberlakukannya Undang – Undang Nomor 28
Tahun 2009, Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah dengan nomenklatur
Pajak Air Tanah kewenangan pemungutannya beralih ke Kabupaten/ Kota.
Untuk Kabupaten Karangnyar dikelola oleh Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten
Karanganyar.
Berikut ini sekilas data prosentase realisasi penerimaan Pajak Air
Tanah di Kabupaten Karanganyar sebelum pengalihan (rentang waktu 3
tahun) dan setelah pengalihan adalah sebagai berikut; pada tahun 2008
prosentase realisasi penerimaan Pajak Air Tanah sebesar 87,85%. Tahun
2009 prosentasenya sebesar 94,72%. Dan pada tahun 2010 prosentasenya
sebesar 100,71%. Setelah terjadi pengalihan kewenangan di tahun 2011,
prosentase realisasi penerimaan Pajak Air Tanah mengalami kenaikan
daripada tahun sebelumnya yaitu menjadi 125,50%. Dengan data di atas
dapat diketahui bahwa prosentase realisasi penerimaan Pajak Air Tanah
Kabupaten Karanganyar di tahun 2008 dan 2009 belum bisa mencapai
target yang telah ditetapkan, tapi pada tahun 2010 telah berhasil mencapai
target yang ditetapkan, dan setelah terjadinya pengalihan kewenangan di
tahun 2011 membawa dampak positif terhadap pencapaian target dari
prosentase realisasi Pajak Air Tanah.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis sangat
berkeinginan untuk mengangkat judul “PERBANDINGAN
PEMUNGUTAN PAJAK AIR TANAH (PAT) SEBELUM DAN
SESUDAH DIBERLAKUKANNYA UNDANG – UNDANG
NOMOR 28 TAHUN 2009”.
C. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
dijadikan pedoman bagi penulis untuk melakukan penelitian secara cermat
dan tepat sesuai dengan prinsip - prinsip penelitian ilmiah. Berdasarkan
latar belakang masalah di atas agar lebih jelas mengenai pokok
permasalahn, maka penulis menetapkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pemungutan Pajak Air Tanah sebelum dan sesudah
diberlakukannya Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009?
2. Apa dampak yang ditimbulkan dari pemungutan Pajak Air Tanah
setelah diberlakukannya Undang – Undang Nomor 28 Tahun
2009?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dapat dicapai dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Tujuan Operasional
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
perbandingan pemungutan Pajak Air Tanah sebelum dan sesudah
pengalihan, dan dampak yang ditimbulkan dengan adanya
pengalihan kewenangan pemungutan Pajak Air Tanah.
2. Tujuan Fungsional
Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai tambahan dan bahan
masukan kepada para pembaca tentang pemungutan Pajak Air
Tanah di Kabupaten Karanganyar.
3. Tujuan Individual
Penelitian yang dilakukan ini dengan tujuan sebagai persyaratan
untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada Jurusan Akuntansi
Perpajakan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Bagi DPPKAD Kabupaten Karanganyar
Merupakan sumbangan pikiran yang diharapkan bisa membantu
mengetahui kelemahan sistem yang telah ada tersebut guna
menciptakan efisiensi yang lebih baik, dalam upayanya untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari sektor pajak.
2. Bagi Pihak Lain
Dapat dijadikan tambahan wawasan bagi para pembaca serta dijadikan
sumber informasi atau bahan masukan guna pembuatan laporan
selanjutnya.
3. Bagi Penulis
Sebagai tambahan wawasan serta pengetahuan tentang pengelolaan
Pajak Air Tanah sebelum dan sesudah pengalihan, dan perbandingan
terapan ilmu di bidang perpajakan yang telah diperoleh selama proses
perkuliahan dengan keadaan yang sesungguhnya terjadi di lapangan
mengenai Pajak Air Tanah.
F. Metode Penelitian
1. Objek penelitian menurut Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar
Nomor 9 Tahun 2010 adalah Pajak Air Tanah, air tanah adalah air
yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan.
Pajak Air Tanah yang selanjutnya dapat disebut dengan Pajak adalah
kontribusi wajib kepada Daerah atas pengambilan dan/ atau
pemanfaatan air tanah. Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan sebesar 20%.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan
dan Aset Daerah Kabupaten Karanganyar yang menjadi tempat
pemungutan Pajak Air Tanah di Kabupaten Karanganyar.
3. Sumber Data
a. Data Primer yang digunakan adalah data yang diperoleh dari objek
yang diteliti mengenai pemungutan Pajak Air Tanah di Kabupaten
Karanganyar.
b. Data Sekunder yang digunakan oleh data yang diperoleh
mempelajari buku-buku terkait, literature, makalah-makalah,
Undang – Undang Pajak dan Surat Keputusan Bupati. Data
sekunder bersifat melengkapi data primer dan digunakan sebagai
landasan teori untuk memecahkan masalah.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Metode wawancara
Metode pengupulan data dengan melakukan wawancara secara
langsung dengan Kepala Seksi Pendaftaran DPPKAD Kabupaten
Karanganyar dan Wajib Pajak Air Tanah.
b. Metode Pustaka
Metode pengumpulan data atau informasi dengan cara membaca
buku serta referensi sumber data lainnya yang berhubungan guna
mendukung penulisan Tugas Akhir ini.
c. Metode Observasi
Metode pengumpulan data dengan cara pengamatan baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap obyek penelitian.
5. Teknik Pembahasan
Teknik pembahasan yang digunakan dengan pembahasan deskriptif,
yaitu teknik untuk membuat gambaran atau deskripsi secara akurat
mengenai suatu obyek yang diteliti.
BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Pajak Secara Umum
Untuk mengetahui lebih jauh tentang pengertian pajak daerah,
maka terlebih dahulu membicarakan mengenai pengertian pajak itu
sendiri. Banyak ahli memberikan batasan tentang pajak diantaranya
adalah :
a. Adriani, yang telah diterjemahkan oleh Brotodiharjo dalam
Waluyo (2007 : 2)
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan)
yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali,
yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan
dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.
b. Soemitro dalam Mardiasmo (1998 : 1)
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
Undang – Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
c. Feldmann dalam Ilyas (2001 : 4)
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan
terhutang kepada Penguasa, (menurut norma – norma yang
ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontra – prestasi dan
semata – mata digunakan untuk menutup pengeluaran –
pengeluaran umum.
d. Smeets dalam Suandy (2005 : 10)
Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui
norma – norma umum, dan yang dapat ditunjukkan dalam hal
yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai
pengeluaran pemerintah.
e. Menurut Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2007 perubahan
ketiga atas Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983
Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badab yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang – Undang dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
2. Ciri – ciri yang melekat pada pengertian pajak
Dalam pengertian – pengertian tersebut, Suandy (2005 : 11)
menyimpulkan bahwa ciri – ciri yang melekat pada pengertian pajak
adalah :
a. pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah,
b. pajak dipungut berdasarkan/ dengan kekuatan undang – undang
serta aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan,
c. dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh
pemerintah,
d. pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah,
e. pajak diperuntukkan bagi pengeluaran – pengeluaran
pemerintah, yang bila dari pemasukannya masi terdapat
surplus, dipergunakan untuk membiayai investasi publik,
f. pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan
tertentu dari pemerintah, dan
g. pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.
3. Fungsi Pajak
Sebagaimana telah diketahui ciri – ciri yang melekat pada
pengertian pajak dari berbagai definisi, terlihat beberapa fungsi pajak
dalam Ilyas (2001 : 8), yaitu :
a. Fungsi budgeter
Fungsi yang letaknya di sektor publik yaitu fungsi untuk
mengumpulkan uang pajak sebanyak – banyaknya sesuai
dengan undang – undang yang berlaku yang pada waktunya
akan digunakan untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran
negara, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan
dan bila ada sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan
pemerintah untuk investasi pemerintah.
b. Fungsi regulerend
Suatu fungsi bahwa pajak – pajak tersebut akan digunakan
sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan – tujuan tertentu yang
letaknya di luar bidang keuangan.
c. Fungsi demokrasi
Suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau
wujud sistem gotong – royong, termasuk kegiatan
pemerintahan dan pembangunan demi kemaslahatan manusia.
d. Fungsi distribusi
Fungsi yang lebih yang lebih menekankan pada unsur
pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.
4. Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan, maka
pemungutan pajak harus memenuhi syarat dalam Nugraheni (2009)
sebagai berikut :
a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan), bahwa dalam
mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan
dengan kemampuan masing-masing wajib pajak.
b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat
yuridis), hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan
keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
c. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomi),
pemungutan pajak tidak boleh mengganggu kelancaran
kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak
menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil), sesuai
dengan fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat
ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pungutan.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana, dengan adanya
penyederhanaan prosedur-prosedur akan memudahkan dan
mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya.
5. Teori yang mendukung pemungutan pajak
Dalam Resmi (2004 : 5) ada beberapa teori yang mendukung
hak negara untuk memungut pajak dari rakyatnya adalah :
a. Teori Asuransi
Termasuk dalam tugas negara untuk melindungi rakyat dan
segala kepentingannya, keselamatan dan keamanan jiwa, dan
juga harta bendanya. Seperti halnya dalam perjanjian asuransi
(pertanggungan), untuk melindungi orang dan kepentingan
tersebut diperlukan pembayaran premi. Dalam hubungan
negara dengan rakyatnya, pajak inilah yang dianggap sebagai
preminya yang sewaktu-waktu harus dibayar oleh masing –
masing .
b. Teori Kepentingan
Semula hanya memperhatikan pembagian beban pajak yang
dipungut dari seluruh penduduk. Pembagian beban ini harus
didasarkan atas kepentingan orang masing – masing dalam
tugas – tugas pemerintah, termasuk perlindungan atas jiwa
orang – orang itu beserta harta bendanya. Oleh karena itu,
sudah sewajarnyalah jika biaya – biaya yang dikeluarkan oleh
negara dibebankan kepada mereka.
c. Teori Gaya Pikul
Bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada jasa –
jasa yang diberikan oleh negara kepada warganya, yaitu
perlindungan atas jiwa dan harta bendanya. Untuk kepentingan
tersebut diperlukan biaya – biaya yang harus dipikul oleh
segenap orang yang menikmati perlindungan itu, yaitu dalam
bentuk pajak. Teori ini menekankan pada asas keadilan,
bahwasanya pajak haruslah sama beratnya untuk setiap orang.
6. Sistem Pemungutan Pajak
Waluyo (2007 : 17) membagi sistem pemungutan pajak
menjadi :
a. Official Assessment System
Merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang. Ciri – ciri Official Assessment System :
1) wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang
berada pada fiskus,
2) wajib Pajak bersifat pasif, dan
3) utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan
pajak oleh fiskus.
b. Self Assessment System
Merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang,
kepercayaan, tanggungjawab kepada Wajib Pajak untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan
senidri besarnya pajak yang harus dibayar.
c. Withholding System
Merupakan system pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau
memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
7. Penggolongan Jenis Pajak
Ilyas (2001 : 17) menggolongkan jenis – jenis pajak menjadi 3
golongan, yaitu :
a. Menurut Sifatnya
1) Pajak langsung adalah pajak – pajak yang bebannya harus
dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat
dilimpahkan kepada orang lain serta dikenakan secara
berulang – ulang pada waktu – waktu tertentu .
Contoh : Pajak Penghasilan
2) Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang bebannya dapat
dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan pada
hal – hal tertentu atau peristiwa – peristiwa tertentu saja.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.
b. Menurut Sasaran/ Objeknya
1) Pajak Subjektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan
pertama-tama memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan
2) Pajak Objektif adalah jenis pajak yang dengan pertama –
tama memperhatikan/ melihat objeknya baik berupa
keadaan perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan
timbulnya kewajiban membayar pajak.
Contoh : Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
c. Menurut Lembaga Pemungutnya
1) Pajak Pusat adalah jenis pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat yang dalam pelaksanaannya dilakukan
oleh Departemen Keuangan cq. Direktorat Jenderal Pajak.
Contoh : Pajak penghasilan, PPN dan PPnBM
2) Pajak Daerah adalah jenis pajak yang dipungut oleh
pemrintah daerah yang dalam pelaksanaannya sehari – hari
dilakukan oleh Dinas pendapatan Daerah. Pajak Daerah
terdiri dari Pajak Propinsi (contoh : Pajak Kendaraan
Bermotor ) dan Pajak Kabupaten/ Kota (contoh : Pajak
Hotel, Pajak Air Tanah).
8. Tarif Pajak
Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang diperlukan 2
unsur, yaitu tarif pajak dan dasar pengenaan pajak. Tarif pajak dapat
berupa angka atau persentase tertentu. Dalam Resmi (2004 : 13)
membedakan jenis - jenis tarif pajak menjadi :
a. Tarif tetap
Tarif berupa jumlah atau angka yang tetap, berapa pun
besarnya dasar pengenaan pajak
Contoh : di Indonesia tarif tetap diterapkan pada bea materai.
Pembayaran dengan menggunakan cek atau bilyet giro untuk
berapa pun jumlahnya dikenakan pajak Rp 6.000.
b. Tarif Proporsional
Tarif berupa presentase tertentu yang sifatnya tetap terhadap
berapa pun dasar pengenaan pajaknya. Semakin besar dasar
pengenanaan pajak maka akan semakin besar pula jumlah pajak
yang terutang dengan kenaikan yang proporsional atau
sebanding.
Contoh : Pajak Air Tanah sebesar 20% dari Nilai Perolehan
Air.
c. Tarif Progresif
Tarif berupa presentase tertentu yang semakin meningkat
dengan semakin meningkatnya dasar pengenaan pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan (Tarif Pasal 17 UU PPh)
d. Tarif Degresif
Tarif berupa presentase tertentu yang semakin menurun dengan
semakin meningkat dasar pengenaan pajak.
B. Pajak Daerah
Dalam Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, disebutkan bahwa Pajak daerah yang
selanjutnya disebut Pajak adalah adalah kontribusi wajib kepada Daerah
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang – Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Dalam acara orasi ilmiah dengan tema “Strategi meningkatkan
kemampuan Keuangan Daerah Melalui Penggalian Potensi Daerah Dalam
Rangka Otonomi Daerah”, Sidik (2002)1 menyampaikan prinsip – prinsip
umum perpajakan daerah yang baik pada umumnya tetap sama, yaitu
harus memenuhi kriteria umum tentang perpajakan daerah sebagai berikut:
1. prinsip memberikan pendapatan yang cukup dan elastis, artinya
dapat mudah naik turun mengikuti naik/ turunnya tingkat
pendapatan masyarakat;
2. adil dan merata secara vertikal artinya sesuai dengan tingkatan
kelompok masyarakat dan horizontal artinya berlaku sama bagi
setiap anggota kelompok masyarakat sehingga tidak ada yang
kebal pajak;
3. administrasi yang fleksibel artinya sederhana, mudah dihitung,
pelayanan memuaskan bagi si wajib pajak;
4. secara politis dapat diterim oleh masyarakat, sehingga timbul
motivasi dan kesadara pribadi untuk membayar pajak;
1 Sidik, Machfud. “Optimalisasi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah” disampaikan dalam Acara Orasi Ilmiah dengan tema “Strategi Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah Melalui Penggalian Potensi Daerah Dalam Rangka Otonomi Daerah” Acara Wisuda XXI STIA LAN Bandung Tahun Akademik 2001/2002 di Bandung, 10 April 2002.
5. non – distorsi terhadap perekonomian : implikasi pajak atau
pungutan yang hanya menimbulkan pengaruh minimal terhadap
perekonomian. Pada dasarnya setiap pajak atau pungutan akan
menimbulkan suatu beban baik bagi konsumen maupun produsen.
Jangan sampai suatu pajak atau pungutan menimbulkan beban
tambahan (extra burden) yang berlebihan, sehingga akan
merugikan masyarakat secara menyeluruh.
Menurut Sidik (2002)2, untuk mempertahankan prinsip-prinsip
Pajak Daerah maka perpajakan daerah harus memiliki ciri-ciri tertentu.
Adapun ciri-ciri yang dimaksud sebagai berikut:
1. pajak Daerah secara ekonomis dapat dipungut, berarti
perbandingan antara penerimaan pajak harus lebih besar
dibandingkan ongkos pemungutannya;
2. relatif stabil, artinya penerimaan pajaknya tidak berfluktuatif
terlalu besar, kadang-kadang meningkat secara drastis dan
adakalanya menurun secara tajam.;
3. tax base-nya harus merupakan perpaduan antara prinsip
keuntungan (benefit) dan kemampuan untuk membayar (ability to
pay).
2 Sidik, Machfud. “Optimalisasi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah” disampaikan dalam Acara Orasi Ilmiah dengan tema “Strategi Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah Melalui Penggalian Potensi Daerah Dalam Rangka Otonomi Daerah” Acara Wisuda XXI STIA LAN Bandung Tahun Akademik 2001/2002 di Bandung, 10 April 2002.
Sesuai dengan pembagian administrasi daerah dan Undang –
Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, pajak daerah dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu sebagi
berikut :
1. Pajak Propinsi, terdiri atas :
a. Pajak Kendaraan Bermotor,
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor,
d. Pajak Air Permukaan, dan
e. Pajak Rokok.
2. Pajak Kabupaten/ Kota, terdiri atas :
a. Pajak Hotel,
b. Pajak Restoran,
c. Pajak Hiburan,
d. Pajak Reklame,
e. Pajak Penerangan Jalan,
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan,
g. Pajak Parkir,
h. Pajak Air Tanah,
i. Pajak Sarang Burung Walet,
j. Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan
k. Bea Peolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
C. Pajak Air Tanah (PAT)
Dahulunya Pajak Air Tanah adalah jenis pajak daerah yang
dipungut oleh Propinsi yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 34
Tahun 2000 dan PP pendukungnya, yaitu PP Nomor 65 Tahun 2001
tentang Pajak Daerah dengan nomenklatur Pajak Pengambilan Air Bawah
Tanah. Dengan diberlakukannya Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang memberikan perbaikan
dalam hal penyempurnaan sistem pemungutan pajak daerah dan retribusi
daerah, maka Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah dengan nomenklatur
Pajak Air Tanah kewenangan pemungutannya beralih ke Kabupaten/ Kota.
1. Dasar Hukum
a. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah.
b. Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 9 Tahun
2010 tentang Pajak Air Tanah.
c. Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 73 Tahun 2010 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten
Karanganyar Nomor 9 Tahun 2010 Tentang Pajak Air Tanah.
d. Keputusan Bupati Karanganyar Nomor 616/285 Tahun 2011
tentang Penetapan Harga Dasar Air Tanah (HDA) Untuk
Menghitung Pajak Air Tanah.
e. Keputusan Bupati Karanganyar Nomor 690/428 Tahun 2011
tentang Harga Dasar Air Tanah (HDA) Untuk Menghitung
Pajak Air Tanah Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Tirta Lawu Kabupaten Karanganyar.
f. Keputusan Bupati Karanganyar Nomor 9731/633 Tahun 2011
tentang Harga Dasar Air Tanah (HDA) Untuk Menghitung
Pajak Air Tanah Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Tirta Dharma Kota Surakarta.
g. Keputusan Bupati Karanganyar Nomor 900/608 Tahun 2011
tentang Harga Dasar Air Tanah (HDA) Untuk Menghitung
Pajak Air Tanah Pada Perusahaan Pariwisata Tawangmangu.
2. Pengertian Pajak Air Tanah
Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar
Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pajak Air Tanah, Pajak Air Tanah
adalah kontribusi wajib kepada Daerah atas pengambilan dan/ atau
pemanfaatan air tanah. Sedangkan pengertian air tanah itu sendiri
adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah.
3. Dasar pengenaan dan Tarif Pajak Air Tanah
Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar
Nomor 9 Tahun 2010, dasar pengenaan dan tarif Pajak Air Tanah
adalah :
a. Dasar pengenaan Pajak adalah Nilai Perolehan Air Tanah.
b. Nilai Perolehan Air Tanah dinyatakan dalam Rupiah yang
dihitung dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh
faktor – faktor berikut :
1) Jenis sumber air,
2) Lokasi sumber air,
3) Tujuan pengambilan dan/ atau pemanfaatan air,
4) Volume air yang diambil dan/ atau dimanfaatkan,
5) Kualitas air, dan
6) Tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh
pengambilan dan/atau pemanfaatan.
c. Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan sebesar 20 %.
4. Objek dan Subjek Pajak Air Tanah
Objek Pajak Air Tanah adalah kegiatan pengambilan dan
atau pemanfaatan air tanah. Yang dikecualikan dari objek Pajak
adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Tanah untuk
keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan
rakyat, serta peribadatan. Subjek Pajak Air Tanah adalah orang
pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau
pemanfaatan Air Tanah. Wajib Pajak Air Tanah adalah orang
pribadi atau badan yang melakukan pengambialn dan/atau
pemanfaatan Air Tanah.
5. Tata Cara Penghitungan Pajak Air Tanah
Sesuai dengan Peraturan Bupati Karanganyar Nomor 73
Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah
Kabupaten Karanganyar Nomor 9 Tahun 2010 Tentang Pajak Air
Tanah, tata cara penghitungan Pajak Air Tanah sebagai berikut :
a. Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan sebesar 20% dan
besarannya pokok pajak dihitung dari tarif pajak dikalikan
dengan Nilai Perolehan Air (NPA), dinyatakan dengan
rumus : Pokok Pajak Air Tanah = 20% x NPA.
b. Nilai Perolehan Air (NPA) besarnya sama dengan volume
air yang diambil (V) dikalikan Harga Dasar Air (HDA)
dinyatakan dengan rumus : NPA = V x HDA.
c. Harga Dasar Air (HDA) untuk menghitung besarnya Pajak
Air Tanah didasarkan pada Keputusan Bupati yang
mengatur tentang Penetapan Harga Dasar Air Untuk
Menghitung Pajak Air Tanah. Harga Dasar Air dapat dilihat
pada tabel II.1.
6. Masa Pajak
Masa Pajak Air Tanah ditetapkan 1 bulan.
7. Klasifikasi volume Pajak Air Tanah berdasarkan besarnya volume
pengambilan Air Tanah dalam satu bulan. Semakin besar volume
pengambilan Air Tanah akan semakin besar pula resiko
kerusakannya. Oleh karena itu, besarnya jumlah pengambilan Air
Tanah ditentukan secara progresif sebagai berikut:
a. s/d 100 m³
b. 101 s/d 500 m³
c. 501 s/d 1.000 m³
d. 1.001 s/d 2.500 m³
e. 2.501 s/d 5.000 m³
f. Lebih dari 5.000 m³
8. Klasifikasi Peruntukan dan Pengelolaan Air Tanah dikelompokkan
menjadi 5 kelas, yaitu :
a. Kelas I, peruntukan Sosial/non niaga meliputi : asrama,
lembaga pendidikan swasta, terminal bus, pasar, Real Estate
dan kelompok usaha lain yang sejenis.
b. Kelas II, peruntukan Niaga Kecil meliputi : warung/rumah
makan, kantor swasta, rumah sakit swasta, poliklinik,
laboratorium, penginapan/ mes/ apartemen, kolam renang,
tempat hiburan, usaha peternakan, pergudangan dan kelompok
usaha lain yang sejenis.
c. Kelas III, peruntukan Niaga Besar meliputi : hotel berbintang,
restoran, mall/pasaraya, pelabuhan, jalan tol dan kelompok
usaha lain yang sejenis.
d. Kelas IV, peruntukan Industri Kecil dan Menengah meliputi :
industri rumah tangga, pabrik es, perakitan, pengepakan,
furniture dan kelompok usah lain yang sejenis.
e. Kelompok V, peruntukan Industri Besar meliputi : instri tekstil,
makanan, minuman, garmen, rokok, kertas, cat, kosmetik dan
kelompok usaha lain yang sejenis.
Untuk menentukan pengguna Air Tanah dalam kelas didasarkan
dari klasifikasi jenis usaha yang tertulis pada dokumen perjanjian
usaha yang berlaku.
9. Penetapan Pajak
a. Setiap wajib pajak/ kuasanya, wajib menandatangani Kartu
Catatan Penggunaan Air Tanah (KCPAT) setelah petugas
DPPKAD mencatat penggunaan air tanah dengan jelas, benar,
dan lengkap dalam Daftar Induk Wajib Pajak berdasarkan
nomor urut yang dihunakan sebagai NPWPD.
b. KCPAT disampaikan petugas DPPKAD kepada Kepala
DPPKAD selambat – lambatnya 15 hari kerja seteah
berakhirnya masa pajak.
c. Berdasarkan KCPAT, Kepala DPPKAD atas nama Bupati
menetapkan Pajak terhutang dengan menerbitkan SKPD atau
dokumen lain yang dipersamakan.
10. Contoh perhitungan Pajak Air Tanah :
Perusahaan Tekstil A ketegori Industri Besar. Dalam bulan April,
penggunaan air tanah yang tercatat dalam KCPAT sebesar 880 m3.
Maka perhitungan Pajak Air Tanah yang terutang adalah sebagai
berikut :
Tabel II.1
Harga Dasar Air sesuai Klasifikasi Peruntukan Air Tanah
Sumber : Keputusan Bupati Karanganyar
Berdasarkan Keputusan Bupati Karanganyar untuk Harga Dasar
Air pada PDAM Tirta Lawu Kabupaten Karanganyar sebesar
Rp 135/m3, PDAM Tirta Dharma Kota Surakarta ditetapkan
Peruntukan
Air
Volume Pengambilan Air (Dalam m3)
0 -
100
(Rp)
101 -
500
(Rp)
501 -
1000
(Rp)
1001-
2500
(Rp)
2501-
5000
(Rp)
> 5000
(Rp)
Sosial/Non
Niaga
480 488 496 504 512 520
Niaga kecil 544 552 560 568 576 584
Indutri Kecil
dan Menengah
616 624 632 640 648 656
Niaga besar 688 696 704 712 720 728
Industri Besar 752 760 768 776 784 792
sebesar Rp 140/m3, dan Perusahaan Pariwisata Tawangmangu
sebesar Rp 250/m3.
Maka perhitungan Pajak Air Tanah dengan rumus sebagai berikut:
Pajak Air Tanah = Tarif (20%) x NPA
NPA = Volume x HDA
Jadi rumus tersebut dapat digabungkan menjadi :
Pajak Air Tanah = Volume x HDA x Tarif
Dengan penggunaan air tanah dengan ketegori industri besar
sebesar 880 m3, maka dapat dilihat pada Tabel II.1 untuk Harga
Dasar Air untuk industri besar. Maka pajak terutangnya adalah :
Pajak Air Tanah = Volume x HDA x Tarif
= 100 x 752 x 20% = Rp 15. 040
= 400 x 760 x 20% = Rp 60.800
= 380 x 768 x 20% = Rp 58.368
Jumlah Pajak Air Tanah yang terutang Rp 132.208
Jadi Perusahaan Tekstil A harus membayar Pajak Air Tanah bulan
April sebesar Rp 132.208.
D. Pembahasan
1. Pemungutan Pajak Air Tanah sebelum diberlakukannya Undang –
Undang Nomor 28 Tahun 2009
Sebelum diberlakukannya Undang – Undang Nomor 28 Tahun
2009, Pajak Air Tanah dengan nomenklatur Pajak Pengambilan Air
Bawah Tanah adalah jenis pajak daerah yang dipungut oleh Propinsi
yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2000, Peraturan
Pemerintah pendukungnya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 65
Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, dan Pearaturan Daerah Propinsi
Jawa Tengah Nomor 7 Tahun 2002 tentang Pajak Pengambilan Air
Bawah Tanah. Pemungutan Pajak Air Bawah Tanah di Kabupaten
Karanganyar dikelola oleh Unit Pelayanan Pendapatan dan
Pemberdayaan Aset Daerah (UP3AD) Kabupaten Karanganyar yang
dahulunya bernama Unit Pelayanan Pendapatan Daerah (UPPD).
a. Pengertian Objek Pajak
Sesuai dengan Keputusan Kepala Dinas Pendapatan Daerah
Propinsi Jawa Tengah Nomor 973/9267 tentang Petunjuk Teknis
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2002 Tentang Pajak
Pengambilan Air Bawah Tanah, Air Bawah Tanah yang untuk
selanjutnya disebut dengan ABT adalah semua air yang terdapat di
dalam lapisan pengandung air di bawah permukaan tanah termasuk
mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah.
Pengambilan Air Bawah Tanah adalah setiap kegiatan
pengambilan Air Bawah Tanah yang dilakukan dengan berbagai
cara untuk dimanfaatkan airnya atau tujuan lain. Pajak
Pengambilan Air Bawah Tanah adalah pajak yang dikenakan atas
setiap Pengambilan Air Bawah Tanah.
b. Pelaksanaan pemungutan Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah
Sesuai dengan Keputusan Kepala Dinas Pendapatan Daerah
Propinsi Jawa Tengah Nomor 973/9267 tentang Petunjuk Teknis
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2002 Tentang Pajak
Pengambilan Air Bawah Tanah, maka pelaksanaan pemungutan
pajak Pengambilan Air Bawah Tanah sebagai berikut :
1) Penatausahaan
a) Pendataan
(1) BPPE Dinas Pertambangan Propinsi Jawa Tengah
berkewajiban melakukan pendataan dan perhitungan
volume pengambilan Air Bawah Tanah secara periodik
setiap bulan dengan menggunakan Surat pemberitahuan
Pajak Daerah (SPTPD) sebagaimana blangko ABT 01.
(2) Apabila sampai dengan tanggal 5 pada bulan berikutnya
UPPD Dinas Pertambangan tidak dapat melakukan
pendataan bersama, maka ketetapan Pajak Pengambilan
Air Bawah Tanah untuk bulan bersangkutan ditetapkan
sama dengan bulan lalu, dan pada bulan berikutnya
didapati bahwa pemakaian Air Bawah Tanah
sebagaimana tercatat dalam meter air terdapat
kekurangan atau kelebihan pemakaian, maka ketetapan
pajaknya diperhitungkan pada bulan berikutnya, sesuai
hasil pemeriksaan meteran air.
(3) Apabila sampai dengan 2 bulan berturut – turut BPPE
Dinas Pertambangan tidak dapat melakukan pendataan
bersama, maka pendataan dilakukan oleh UPPD Dinas
Pendapatan Daerah dan hasil pendapatan dipergunakan
sebagai dasar penetapan Pajak.
(4) Berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah
(SPTPD) maka BPPE Pertambangan membuat Daftar
Nilai perolehan Air Tanah (Daftar NPA) yang
kemudian akan diserahkan kepada UPPD Dinas
Pendapatan untuk ditetapkan pajak terutangnya.
(5) Ketetapan besarnya jumlah/ volume pemakaian Air
Bawah Tanah pada dasarnya mempergunakan meter air
(water meter). Sedangkan yang belum mempergunakan
meter air, didasarkan pada taksiran dengan berpedoman
pada data pendukung yang ada di lapangan, antara lain
berupa :
(a) kapasitas pompa,
(b) lamanya penggunaan pompa,
(c) konversi penggunaan air terhadap hasil produksi,
(d) dan alat ukur lainnya.
(6) Apabila meter air, atau alat pengukur air rusak,
besarnya jumlah pemakaian air berpedoman pada rata-
rata pemakaian air selama 3 bulan terakhir.
(7) Setiap obyek pengambilan Air Bawah Tanah wajib
memperoleh ijin. Bagi yang belum memperoleh ijin
diminta mengajikan ijin sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, dan selama proses pengajuan ijin Pajak
Pengambilan Air Bawah Tanah tetap harus dipungut.
(8) Apabila pengambilan Air Bawah Tanah dihentikan
sementara atau selamanya, maka wajib pajak
diharuskan melaporkan kepada UPPD Dipenda Propinsi
Jawa Tengah setempat.
b) Pendaftaran
(1) Setiap pengambilan Air Bawah Tanah wajib didaftarkan
di UPPD Dipenda Propinsi Jawa Tengah setempat,
dengan mempergunakan blangko Surat Pemberitahuan
Pajak Daerah (SPTPD) form ABT 01 selambat –
lambatnya :
(a) 14 (empat belas) hari sejak tanggal penerbitan ijin
baru,
(b) 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya ijin bagi
pengambilan Air Bawah Tanah yang telah memiliki
ijin.
(2) Pendaftaran dilampiri dengan :
(a) Surat Ijin pengambilan Air Bawah Tanah atau yang
sejenis, yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang;
(b) Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Tanda Jati diri
lain yang sah;
(c) Salinan/ fotokopi akte pendirian dan keterangan
domisili bagi Badan Hukum; dan
(d) Surat Kuasa yang bermaterai cukup untuk
pendafataran yang tidak diurus sendiri oleh
pemiliknya.
(3) Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) harus diisi
dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani
oleh wajib pajak atau kuasanya.
(4) Jika kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat
Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) tidak dipenuhi/
lebih dari batas waktu yang telah ditetapkan maka akan
ditambah sanksi administrasi sebesar 25% dari pajak
terutang.
c) Pemberkasan
Kepala UPPD berkewajiban melaksanakan pemberkasan
terhadap seluruh obyek Pajak Pengambilan Air Bawah
Tanah.
(1) Setiap obyek Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah
diberi identitas dalam bentuk Nomor Berkas yang
sekaligus berlaku sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak.
(2) Nomor Berkas obyek Pajak Pengambilan Air Bawah
Tanah dimulai dengan nomor 01 dan diberi kode
Kabupaten/ Kota serta tahun pendaftaran.
Contoh :
01/ ABT / PWR / 2003
01 = Nomor urut berkas
ABT = Jenis Pajak
PWR = Kode Kabupaten/ Kota (Purworejo)
2003 = Tahun Pendaftaran
(3) Nomor tersebut tidak berubah selama obyek Pajak
Pengambilan Air Bawah Tanah masih tetap terdaftar.
2) Penetapan
a) Dasar pengenaan
(1) Dasar pengenaan Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah
adalah Nilai Perolehan Air (NPA) yang merupakan
perkalian antara Volume Pengambilan Air Bawah
Tanah dengan Harga Dasar Air (HDA).
Rumus : NPA = VOL x HDA
(2) Harga Dasar Air untuk menghitung besarnya Pajak
Pengambilan Air Bawah Tanah didasarkan pada
Keputusan Gubernur yang mengatur tentang Ketetapan
Besarnya Harga Dasar Air Bawah Tanah.
Tabel II.2
Harga Dasar Air Menurut Peruntukan dan Volume
Pengambilan Air Bawah Tanah
Sumber : Lampiran Keputusan Gubernur Jawa Tengah
(3) Tarif Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah adalah
20%.
(4) Besarnya Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah yang
terutang adalah perkalian antara NPA dan tarif.
Rumus : Pajak terutang = NPA x Tarif.
Peruntukan
Air
Volume Pengambilan Air (Dalam m3)
0 -
100
(Rp)
101 -
500
(Rp)
501 -
1000
(Rp)
1001-
2500
(Rp)
2501-
5000
(Rp)
> 5000
(Rp)
Sosial/Non
Niaga
1200 1220 1240 1260 1280 1300
Niaga kecil 1360 1380 1400 1420 1440 1460
Indutri Kecil
dan Menengah
1540 1560 1580 1600 1620 1640
Niaga besar 1720 1740 1760 1780 1800 1820
Industri Besar 1880 1900 1920 1940 1960 1980
PDAM 125 125 125 125 125 125
(5) Dalam rangka sosialisasi Peraturan Daerah Propinsi
Jawa Tengah Nomor 7 Tahun 2002 dan guna
mendorong pengembangan dunia usaha yang
mengambil Air Bawah Tanah baik dalam proses
produksi maupun sebagai bahan baku pengenaan Pajak
Pengambilan Air Bawah Tanah diberikan keringanan
70% sehingga pengenaan pajaknya sebesar 30% kecuali
untuk PDAM dan Industri Pertambangan Minyak dan
Gas Bumi.
(6) Contoh perhitungan Perhitungan Pajak Pengambilan
Air Bawah Tanah :
Perusahaan Tekstil A ketegori Industri Besar. Dalam
bulan April, penggunaan air bawah tanah yang tercatat
sebesar 880 m3. Maka perhitungan Pajak Air Tanah
yang terutang adalah sebagai berikut :
Pajak terutang = Tarif (20%) x NPA
NPA = VOL x HAD
Jadi rumus tersebut dapat digabungkan menjadi :
Pajak terutang = VOL x HDA x Tarif
Dengan penggunaan air tanah dengan ketegori industri
besar sebesar 880 m3, maka dapat dilihat pada
Tabel II.2 Harga Dasar Air untuk industri besar. Maka
pajak terutangnya adalah :
Pajak terutang = VOL x HDA x Tarif
= 100 x 1880 x 20% = Rp 37.600
= 400 x 1900 x 20% = Rp 152.000
= 380 x 1920 x 20% = Rp 145.920
Jumlah Pajak Rp 355.520
Pemberian keringanan 70% (Rp 234.864)
Jadi Pajak yang terutang Rp 100.650
Jadi Perusahaan Tekstil A harus membayar Pajak
Pengambilan Air Bawah Tanah bulan April sebesar
Rp 100.650.
b) Ketetapan Pajak Pengambilan Pajak Air Tanah
(1) Ketetapan Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah dengan
mempergunakan blanko Surat Ketetapan Pajak Daerah
(SKPD) Form ABT 02.
(2) Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) Pajak
Pengambilan Air Bawah Tanah dilaksanakan selambat-
lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.
(3) Khusus terhadap Pemakaian ABT untuk Pertanian/
Perkebunan yang tidak dibebaskan pajaknya, penetapan
dilaksanakan pada waktu panen.
(4) Nomor kohir Pajak
Penggunaan Nomor Kohir berdasarkan Bulan dan
Tahun Pajak. Setiap tahun dimulai dengan nomor urut
01. Contoh : 456/ 23/ ABT/ PWR / VII/ 2003
456 = Nomor urut bulan yang bersangkutan
23 = Nomor berkas
ABT = Kode jenis pajak
PWR = Kode Kabupaten/ Kota
VII = Bulan yang bersangkutan
2003 = Kode tahun
(5) Penggunaan Nomor Kohir Pajak untuk pemakaian Air
Bawah Tanah bulan lalu yang ditetapkan bulan
bersangkutan, menggunakan Nomor Kohir Pajak Bulan
lalu dan tahun bersangkutan.
Contoh : Pengambilan Air Bawah Tanah bulan
Desember 2003 dan ditetapkan tanggal 10 Januari 2004.
Nomor Kohir Pajak : 12/ 23/ ABT/ PWR/ I/ 2004
12 = Nomor urut tahun yang bersangkutan
23 = Nomor berkas
ABT = Kode jenis pajak
PWR = Kode kabupaten/ kota
I = Kode bulan Januari
2004 = Kode tahun
(6) Jumlah dan banyaknya Ketetapan setiap hari dibuatkan
Daftar Pengantar Penetapan (DPD.1.010) dicatat dalam
register sebagaimana bahan pembukuan Ikhtisar
Bulanan.
(7) Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutang
Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah, Kepala UPPD
dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar (SKPDKB) :
(a) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain, Pajak Pengambilan Air Bawah
Tanah yang terutang kurang atau tidak bayar,
(b) apabila Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD)
tidak disampaikan kepada Kepala UPPD dalam
jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara
tertulis, dan
(c) apabila kewajiban mengisi Surat Pemberitahuan
Pajak Daerah (SPTPD) tidak dipenuhi, pajak yang
terutang dihitung secara jabatan.
(8) Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutang
Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah, Kepala UPPD
dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah
Kurang Bayar Terutang (SKPDKBT) apabila
ditemukan data baru dan atau data yang semula belum
terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah
pajak terutang.
(9) Jumlah kekurangan Pajak Pengambilan Air Bawah
Tanah yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak
Daerah (SKPD) dikenakan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan Pajak
Pengambilan Air Bawah Tanah tersebut.
(10) Kenaikan jumlah pajak yang terutang, tidak dikenakan
apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum
dilakukan tindakan pemeriksaan.
3) Pembayaran dan Penyetoran
a) Tempat Pembayaran
Pembayaran Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah
dilakukan pada Bendaharawan Khusus Penerima (BKP)
UPPD setempat.
b) Batas Waktu Pembayaran
Pembayaran Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah
dilakukan paling lambat 30 hari sejak tanggal
diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD).
c) Pelaksanaan Pembayaran
(1) Pajak terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak
Daerah
(2) Pembayaran Pengambilan Air Bawah Tanah dilakukan
sekaligus
(3) Terhadap pembayaran Pajak Pengambilan Air Bawah
Tanah diberikan Tanda Bukti Pembayaran (TBP) form
ABT 03 rangkap 4 diperuntukkan :
(a) lembar pertama untuk Wajib Pajak,
(b) lembar kedua untuk BKP,
(c) lembar ketiga untuk arsip UPPD, dan
(d) lembar keempat untuk laporan.
(4) Jatuh tempo pembayaran selambat-lambatnya 1 bulam
sejak diterbitkan SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD,
SK Pembetulan, SK Keberatan dan putusan banding
yang menyebabkan jenis pajak yang harus dibayar
bertambah.
d) Sanksi administrasi keterlambatan membayar
Atas keterlambatan membayar dikenakan sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dihitung dari
Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah terutang, untuk
jangka waktu paling lambat 24 bulan atau paling banyak
48%.
e) Penyetoran
(1) BKP berkewajiban menyetorkan penerimaan Pajak
Pengambilan Air Bawah Tanah ke Kas Daerah pada pos
ayat dan rekening yang sudah ditentukan, yang
dilaksanakan selambat – lambatnya dalam waktu 1 x 24
jam setiap hari.
(2) Khusus untuk hasil penerimaan Pajak Pengambilan Air
Bawah Tanah pada hari/ tanggal terakhir setiap bulan,
disetor ke Kas Daerah hari itu juga bersama dengan
setoran hasil/ penerimaan Pajak Pengambilan Air
Bawah Tanah hari sebelumnya.
(3) Apabila hari berikutnya jatuh pada hari Minggu atau
hari libur nasional maka setoran dapat dilakukan pada
hari berikutnya sesudah hari libur tersebut.
(4) BKP wajib menghimpun semua bukti setor disusun
menurut jenis/ kode anggarannya dan blangko bukti
setor yang telah ditentukan.
(5) BKP wajib melakukan pembukuan atas semua
penerimaan dan penyetoran sesuai ketentuan yang
berlaku.
(6) BKP setiap bulan selambat – lambatnya tanggal 5 bulan
berikutnya wajib melaporkan semua hasil penerimaan
dan penyetoran Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah
kepada Gubernur Jawa Tengah c.q. Kepala Kantor Kas
Daerah pada Setwilda Propinsi Jawa Tengah dengan
tembusan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Propinsi
Jawa Tengah dengan dilampiri bukti-bukti setor.
4) Penagihan
a) Penagihan Pasip
(1) Ketetapan yang belum dibayar sampai dengan jatuh
tempo pembayaran yang telah ditentukan, agar
dipisahkan dan diinventarisir serta dibuatkan daftar
tersendiri untuk dilakukan penagihan.
(2) Apabila sampai dengan 7 hari terhitung sejak tanggal
jatuh tempo pembayaran, ketetapan yang tercantum
dalam SKPD, SKPDKB dan SKPDKBT atau yang
dipersamakan dengan itu belum dibayar lunas oleh
Wajib Pajak, maka Kepala UPPD menerbitkan Surat
Tagihan Pajak Daerah.
(3) Surat Tagihan Pajak Daerah dibuat rangkap 2, dengan
peruntuk :
(a) lembar kesatu untuk Wajib Pajak,
(b) lembar kedua untuk arsip UPPD.
(4) Apabila sampai dengan 14 hari terhitung sejak tanggal
jatuh tempo pembayaran, ketetapan yang tercantum
dalam SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan atau STPD
atau yang dipersamakan dengan itu belum dibayar
lunas, maka Kepala UPPD menerbitkan Surat Teguran
kepada Wajib Pajak.
b) Penagihan Aktip
(1) Hasil kegiatan penagihan pasip tersebut, maka untuk
Wajib Pajak yang belum juga melaksanakan
pembayaran ditindak lanjuti dengan melakukan
kegiatan penagihan secara aktif dengan mengadakan
operasional secara langsung.
(2) Hasil dari kegiatan operasional langsung tersebut untuk
masing – masing obyek dituangkan dalam Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) dengan kemungkinan-
kemungkinan temuan :
(a) pengambilan Air Bawah Tanah sudah berhenti,
(b) pengambilan Air Bawah Tanah beralih tangan/
wajib pajak, dan lain-lain.
(3) Untuk mendukung kelancaran jalannya kegiatan
operasional, dimaksud hendak diperhatikan hal – hal
sebagai berikut :
(a) menyusun jadwal kegiatan yang dibuat secara
periodik dan berlanjut misalnya terbagi dalam
setiap semester,
(b) persiapan sarana administratif,
(c) dukungan personal,
(d) dukungan sarana mobilitas, dan
(e) koordinasi dengan pihak Pemerintah Kabupaten/
Kota dengan melibatkan aparat dijajarannya
(Kelurahan/ Desa).
c) Tindak lanjut
Berdasarkan temuan yang tertuang dalam Berita Acara
Pemeriksaan, kemudian dikelompokkan kasus perkasus dan
ditindak lanjuti dengan serangkaian kegiatan penyelesaian
sebagai berikut :
(1) pengambilan Air Bawah Tanah yang sudah berhenti
diminta untuk mengembalikan ijin Pengambilan Pajak
Air Tanah, sehingga yang bersangkutan bebas dari
beban membayar Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah
serta dapat mengurangi potensi obyek tunggakan,
(2) pengambilan Air Bawah Tanah yang sudah berganti
Wajib Pajaknya, agar didata/ didaftar ulang dan
tunggakan pajak yang lalu tetap ditagih kepada Wajib
Pajak yang lama.
5) Pembukuan dan Pelaporan
a) Pembukuan
Kepala UPPD berkewajiban melaksanakan :
(1) pembukuan data obyek dan subyek Pajak Pengambilan
Air Bawah Tanah, dilaksanakan dengan buku register
berkas yang sekurang – kurangnya memuat : Nomor
urut, Nomor berkas, Nama Subyek, Alamat,
Peruntukan, Lokasi Obyek dan keterangan;
(2) pembukuan penetapan Pajak Pengambilan Air Bawah
Tanah, dilaksanakan secara harian berdasar Tahun
Pajak di Buku Penetapan;
(3) pembukuan pembayaran Pajak Pengambilan Air Bawah
Tanah, dilaksanakan secara harian berdasarkan Tahun
Pajak di Buku Penerimaan;
(4) pembukuan tunggakan Pajak Pengambilan Air Bawah
Tanah, dilakukan dengan mengkompilasi antara
Penetapan dan Pembayaran di Buku Tunggakan.
b) Pelaporan
Kepala UPPD berkewajiban membuat laporan yang
disampaikan ke Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Jawa
Tengah selambat – lambatnya tanggal 5 bulan berikutnya,
meliputi :
(1) laporan data penetapan Pajak Pengambilan Air Bawah
Tanah,
(2) laporan data penerimaan Pajak Pengambilan Air Bawah
Tanah,
(3) laporan data tunggakan Pajak Pengambilan Air Bawah
Tanah.
Flowchart Pemungutan Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah di
UP3AD Kabupaten Karanganyar
BPPE Dinas Pertambangan Propinsi Jawa Tengah
WP Datang
ke BPPE
Gambar II.3 Prosedur Pendataan OB 3
Gambar II.2 Prosedur Pendaftaran Obyek Pajak
3 Keterangan : SPTPD (Surat Pemberitahuan Pajak Daerah), ABT (Air Bawah Tanah).
BPPE Dinas Pertambangan
Melakukan pendataan & menghitung volume ABT setiap bulan
Mengisi SPTPD
3 2
SPTPD 1
Wajib Pajak
1
N
Mulai
WP membawa persyaratan pendaftaran
Fotokopi Akte Pendirian
KTP Surat ijin pengambilan ABT
3 2
SPTPD 1
Mengisi SPTPD
Wajib Pajak
1 N
A
BPPE Dinas Pertambangan Propinsi Jawa Tengah
4
Gambar II.4 Prosedur Lanjutan Pendaftran dan Pendataan Obyek Pajak
4 Keterangan : Daftar NPA (Daftar Nilai Perolehan Air).
1
SPTPD 2
Membuat Daftar NPA
3 2
Daftar NPA 1
2
T
Untuk Laporan
N
UP3AD Kabupaten Karanganyar
Gambar II.5 Prosedur Penetapan Pajak Pengambilan Air Bawah Tanah 5
5 Keterangan : SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah).
2
Daftar NPA 1
Menetapkan Pajak
3 2
SKPD 1
4
3
5
T
BKP UP3AD Kabupaten Karanganyar
Gambar II.6 Prosedur Pembayaran Pajak Terutang 6
6 Keterangan : BKP (Bendahara Khusus Penerima), TBP (Tanda Bukti Pembayaran).
3
SKPD 1
WP membayar pajak terutang
Mengecek kesesuaian jumlah uang yang
dibayarkan dengan jumlah pajak terutang yang tercantum di SKPD
Membuat TBP kemudian ditandatangi
oleh BKP dan WP
4 3
2 TBP 1
Bersama Uang
Wajib Pajak
6 N
7
BKP UP3AD Kabupaten Karanganyar
Gambar II.7 Prosedur Lanjutan Penetapan Pajak
4
SKPD 2
Membuat Daftar Pengantar Penetapan
Mencatat ke Register Pembukuan Ikhtisar
Bulanan
Daftar Pengantar Penetapan
Register Pembukuan Ikhtisar Bulanan
N
Bersama Uang
6
TBP 2
Setiap hari maks 1 x 24 jam
Menyetor Pajak ke Kas Daerah
Menerima Bukti Setor
Bukti Setor
8
Gambar II.8 Prosedur Penyetoran
BKP UP3AD Kabupaten Karanganyar
Gambar II.9 Prosedur Pembukuan dan Pelaporan
8
SKPD 3
5
Bukti Setor
7
TBP 4
Melakukan pembukuan atas
semua penerimaan penyetoran
Laporan Penerimaan
Laporan Penetapan
Laporan Tunggakan
Maksimal tgl 5 bulan berikutnya Dilampiri
Laporan kepada DPPAD Jawa Tengah
Selesai
N
UP3AD Kabupaten Karanganyar
Gambar II.10 Prosedur Penagihan Pasif
Mulai
Memisahkan SKPD yang belum bayar
Membuat Surat Tagihan
7 hari sejak jatuh tempo
2 Surat Tagihan 1
Membuat Surat Teguran
14 hari sejak jatuh tempo
2 Surat Teguran 1
WP membayar tunggakan pajak
N
Selesai
UP3AD Kabupaten Karanganyar
Gambar II.11 Prosedur Penagihan Aktif 7
7 Keterangan : BAP (Berita Acara Pemeriksaan).
Mulai
Mengadakan
operasional
langsung
Jika dengan penagihan pasif, WP belum
melakukan pembayaran
Membuat BAP atas kegiatan operasional langsung
BAP
Kemungkinan-kemungkinan temuan
Pengambilan ABT sudah berhenti
Pengambilan ABT beralih tangan
9
UP3AD Kabupaten Karanganyar
Gambar II.12 Prosedur Tindak Lanjut Penagihan Aktif
9
Pengambilan ABT beralih tangan
Pengambilan ABT sudah berhenti
WP diminta untuk mengembalikan Ijin Pengambilan ABT
Ijin Pengambilan ABT
WP bebas beban membayar pajak
Mengurangi Potensi Obyek Tunggakan
Selesai
Didata / didaftar ulang
Tunggakan pajak bulan lalu ditagih ke WP yang lama N
2. Pemungutan Pajak Setelah diberlakukannya Undang – Undang Nomor 28
Tahun 2009
Dalam Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
Dan Retribusi Daerah yang telah disahkan dan mulai berlaku pada tanggal 1
Januari 2010 menyebutkan bahwa Pajak Air Bawah Tanah dengan nomenklatur
Pajak Air Tanah adalah jenis pajak daerah yang dipungut oleh Kabupaten/
Kota. Tapi dalam Ketentuan Penutup Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009
tersebut menyebutkan bahwa Peraturan Daerah Propinsi tentang Pajak
Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan tetap
berlaku paling lama 1 tahun sejak diberlakukannya Undang – Undang ini,
sepanjang Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota tentang Pajak Air Tanah belum
diberlakukan berdasarkan Undang – Undang ini. Dan dalam Pasal 184 Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 ini menyebutkan bahwa Peraturan pelaksanaan
atas Undang – Undang ini ditetapkan paling lambat 1 tahun sejak Undang -
Undang ini diundangkan. Jadi pemungutan Pajak Air Bawah Tanah pada tahun
2010 masih menjadi jenis pajak daerah yang dipungut oleh Propinsi. Dan
terhitung mulai 1 Januari 2012 pemungutan Pajak Air Bawah Tanah menjadi
kewenangan Pemerintah Kabupaten Karanganayar dengan nomenklatur Pajak
Air Tanah.
Pemungutan pajak mencakup seluruh rangkaian proses yang harus
dilakukan dalam menerima, menatausakan, dan melaporkan penerimaan pajak.
Untuk melaksanakan pemungutan pajak, Satuan Kerja Pengelola Keuangan
Daerah (DPPKAD) harus mempersiapkan fungsi yang dibutuhkan, meliputi :
a. fungsi pelayanan bertugas melakukan interaksi dengan wajib pajak
dalam tahapan-tahapan pemungutan pajak seperti dalam proses
penelitian Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD),
b. fungsi data dan informasi bertugas untuk mengelola database terkait
objek pajak,
c. fungsi pembukuan dan pelaporan bertugas untuk menyiapkan Laporan
Realisasi Penerimaan Pajak berdasarkan data dan laporan dari pihak-
pihak lain yang ditunjuk, dan
d. fungsi penagihan.
Sesuai dengan Peraturan Bupati Karanganayar Nomor 73 Tahun 2010
tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar
Nomor 9 Tahun 2010 Tentang Pajak Air Tanah, maka tata cara pemungutan
Pajak Air Tanah sebagai berikut :
a. Pendaftaran Objek Pajak
Pendaftaran Objek Pajak merupakan proses pengajuan
pembuatan NPWPD sebagai dokumen legal penerimaan objek pajak
yang dilakukan oleh wajib pajak kepada DPPKAD dengan cara
memeriksa kebenaran dan kelengkapan dokumen terkait objek pajak.
Berikut langkah – langkah teknisnya :
1) wajib pajak (selaku pemilik objek pajak) menyiapkan dokumen
pendukung terkait objek pajak, yaitu dapat berupa surat perijinan
yang terkait objek pajak atau lainnya;
2) wajib pajak kemudian mengajukan permohonan pengurusan
objek pajak kepada DPPKAD;
3) DPPKAD menerima permohonan pengrusan NPWD dan
dokumen pendukung objek pajak dari wajib pajak, dan
selanjutnya DPPKAD memeriksa kelengkapan dokumen
pendukung yang diterima;
4) setelah kelengkapan dokumen dan kebenaran data objek pajak
terpenuhi, maka DPPKAD menghitung penggunaan Air Tanah
berdasarkan Kartu Catatan Penggunaan Air Tanah (KCPAT)
yang telah ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya;
5) setelah diperoleh data penggunaan Air Tanah, DPPKAD
menghitung nilai pajak dengan Surat Ketetapan Pajak Daerah
(SKPD);
6) berdasarkan SKPD tersebut, wajib pajak atau kuasanya
membayar kewajibannya dengan Surat Setoran Pajak Daerah
(SSPD);
7) SSPD terdiri dari 4 lembar, dengan perincian sebagai berikut :
a) lembar 1 : untuk wajib pajak,
b) lembar 2 : untuk Fungsi Pelayanan sebagaimmmmm
aaaaaaaaaaaaaaa lampiran permohonan penelitian SSPD,
c) lembar 3 : untuk Bank yang ditunjuk/Bendahara
mmmmmmmmm Penerimaan sebagai arsip,
d) lembar 4 : untuk Bank yang ditunjuk/Bendaharawan
mmmmmmmmm Penerimaan sebagai laporan kepada Fungsi
aaaaaaaaaaaaaaaaPembukuan/ Pelaporan.
b. Pembayaran
Pembayaran pajak oleh wajib pajak merupakan proses
pembayaran yang dilakukan wajib pajak atas objek pajak terutang
melalui Bank yang ditunjuk/ Bendahara Penerima. Wajib pajak dapat
memilih untuk melakukan pembayaran dengan melakukan penyetoran
ke rekening Kas Daerah melalui Bank yang ditunjuk atau secara tunai
melalui Bendahara Penerima. Berikut langkah – langkah teknisnya :
1) berdasarkan tata cara sebelumnya, wajib pajak akan menerima
SSPD yang telah diisi;
2) wajib pajak menyerahkan SSPD dan saat bersamaan
membayarkan pajak terutang kepada Bank yang ditunjuk/
Bendahara Penerima;
3) Bank yang ditunjuk/ Bendahara Penerima menerima SSPD dan
uang pembayaran pajak terutang dari wajib pajak;
4) Bank yang ditunjuk/ Bendahara Penerima memeriksa
kelengkapan pengisian SSPD dan kesesuaian besaran nilai Pajak
terutang dengan uang pembayaran yang diterima wajib pajak;
5) Bank yang ditunjuk/ Bendahara Penerima menandatangani
SSPD selanjutnya lembar ke 1 diserahkan kepada wajib pajak,
lembar ke 2 dan ke 4 diserahkan kepada DPPKAD, dan lembar
ke 3 untuk arsip Bank yang ditunjuk/ Bendahara Peneriman.
c. Penelitian SSPD
Penelitian SSPD merupakan proses verifikasi kelengkapan
dokumen dan kebenaran data terkait objek pajak yang tercantum dalam
SSPD yang dilakukan Fungsi Pelayanan di DPPKAD setelah wajib
pajak melakukan pembayaran pajak terutang dengan menggunakan
SSPD melalui Bank yang ditunjuk/ Bendahara Penerima. Berikut
langkah – langkah teknisnya :
1) wajib pajak selakun pemilik objek pajak menyiapkan dokumen
pendukung yang dibutuhkan untuk penelitian SSPD. Dokumen
pendukung terdiri atas :
a) SSPD disertai Bukti Penerimaan Daerah,
b) fotokopi identitas wajib pajak (dapat berupa Kartu Tanda
Penduduk/ Suat Izin Mengemudi / Paspor),
c) Surat Kuasa dari wajib pajak (dalam hal dikuasakan),
d) fotokopi identitas Kuasa Wajib Pajak (dalam hal
dikuasakan),
e) fotokopi Kartu NPWPD,
f) Surat Keterangan dari Kepala Desa yang diketahui oleh
Camat, dimana objek pajak tersebut terletak,
g) dokumen-dokumen lain yang diperlukan.
2) Fungsi Pelayanan di DPPKAD menerima Formulir
Permohonan Penelitian SSPD (lembar 2) dan dokumen lainya
dari wajib pajak;
3) Fungsi Pelayanan di DPPKAD selanjutnya mengajukan
permintaan data terkait objek pajak dengan mengisi dan
menyampaikan Formulir Pengajuan Data 1 kepada Fungsi
Pengolahan Data dan Informasi;
4) Fungsi Pengolahan Data dan Informasi menerima Formulir
Pengajuan Data 1 kemudian menarik data yang dibutuhkan dari
sistem database objek pajak, dan selanjutnya mencantumkan
informasi objek pajak pada Formulir Pengajuan Data 2 dan
menyerahkan Formulir Pengajuan Data 2 kepada Fungsi
Pelayanan di DPPKAD;
5) Fungsi Pelayanan di DPPKAD menerima Formulir Pengajuan
Data 2, dan selanjutnya memeriksa kebenaran data yang
tercantum dalam SSPD dan dokumen pendukung SSPD
berdasarkan data objek pajak dari Fungsi Pengolahan Data dan
Informasi;
6) dalam kondisi tertentu, DPPKAD berhak melakukan penelitian
lapangan untuk mengecek kebenaran data secara riil;
7) setelah semua kebenaran informasi objek pajak dalam SSPD
dan kelengkapan dokumen pendukung terpenuhi, maka Fungsi
Pelayanan melakukan penghitungan kembali sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
d. Pelaporan Pajak
Pelaporan pajak merupakan proses yang dilakukan oleh Bank
yang ditunjuk/ Bendahara Penerima dalam melaporkan penerimaan
pembayaran pajak dari wajib pajak meliputi proses pelaporan yang
dilakukan DPPKAD atas setiap NPWD dan melibatkan Bank yang
ditunjuk atas penerimaan pembayaran pajak dari Wajib Pajak yang
melalui mekanisme penyetoran ke rekening penerimaan Kas Daerah.
Berikut langkah – langkah teknisnya :
1) Pelaporan Pajak yang diterima melalui Bank yang ditunjuk
a) berdasarkan tata cara sebelumnya, Bank yang ditunjuk
mengarsip SSPD lembar 3 dan lembar 4 atas setiap
penerimaan pembayaran pajak dari wajib pajak yang melalui
mekanisme penyetoran rekening penerimaan Kas Daerah;
b) berdasarkan SSPD lembar 3 dan lembar 4, Bank yang
ditunjuk menerbitkan Nota Kredit dan membuat Register
SSPD atas setiap penerimaan pembayaran pajak dari wajib
pajak dan kemudian Bank mengarsip SSPD lembar 3;
c) Bank yang ditunjuk kemudian menyerahkan Nota Kredit ke
Bendahara Penerima;
d) Bendahara Penerima menerima Nota Kredit kemudian
mencatat penerimaan pajak ke Buku Penerimaan dan
Penyetoran, dan mencatat penerimaan pajak ke dalam
Register STS;
e) Bank yang ditunjuk secara periodik menyampaikan Register
SSPD yang dilampiri dengan SSPD lembar 4 ke Fungsi
Pembukuan dan pelaporan.
2) Pelaporan pajak yang diterima melalui Bendahara Penerima
a) berdasarkan tata cara sebelumnya, Bendahara Penerima
mengarsip SSPD lembar 3 dan lembar 4 atas setiap
penerimaan pembayaran pajak dari wajib pajak secara tunai
melalui Bendahara Penerima;
b) berdasarkan SSPD lembar 3 dan lembar 4, Bendahara
Penerima mencatat penerimaan pajak dalam Buku
Penerimaan dan Penyetoran, mencatat SSPD ke dalam
Register SSPD, dan mengarsip SSPD lembar 3;
c) secara periodik, Bendahara Penerima menyampaikan
Register SSPD yang dilampiri SSPD lembar 4 , Buku
Penerimaan dan Penyetoran, beserta Register STS kepada
Fungsi Pembukuan dan Pelaporan;
d) Fungsi Pembukuan dan Pelaporan menerima Register SSPD
yang dilampiri SSPD lembar 4 , Buku Penerimaan dan
Penyetoran, beserta Register STS.
3) Pelaporan Realisasi PAD
a) Fungsi Pembukuan dan Pelaporan menerima dokumen
berupa Register SSPD, SSPD lembar 4, Buku Penerimaan
dan Penyetoran, Register STS, dan Laporan Penerbitan
Pajak;
b) Berdasarkan dokumen - dokumen di atas Fungsi Pembukuan
dan Pelaporan menyusun Laporan Realisasi PAD.
e. Penagihan Pajak
Penetapan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) merupakan
proses yang dilakukan Fungsi Pelayanan dalam menetapkan tagihan
pajak terutang yang disebabkan karena pajak terutang menurut STPD,
tidak/kurang bayar, wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga dan/ atau denda. Penetapan Surat Teguran merupakan proses
yang dilakukan Fungsi Pelayanan dalam menindaklanjuti wajib pajak
yang belum melunasi pajak terutang hingga pada saat jatuh tempo.
Berikut langkah – langkah teknisnya :
1) Penetapan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD)
a) berdasarkan tata cara pembayaran pajak sebelumnya, Fungsi
Penagihan menerima fotokopi SSPD lembar 2 dari Fungsi
Pelayanan yang telah dibayarkan oleh wajib pajak;
b) Fungsi Penagihan memeriksa setiap SSPD terutang yang
tidak/ kurang bayar, wajib pajak dikenakan sanksi
administratif berupa bunga dan/ atau denda;
c) terhadap SSPD terutang yang tidak/ kurang bayar, dan kena
bunga/ denda, Fungsi Penagihan menerbitkan Daftar SSPD
Pajak yang tidak/ kurang dibayar wajib pajak dikenakan
sanksi administratif berupa bunga dan/ atau denda dan
kemudian mengarsipnya;
d) Fungsi Penagihan menerbitkan STPD rangkap 2 berdasarkan
Daftar SSPD yang tidak/ kurang bayar wajib pajak
dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/ atau denda
dan kemudian mengarsip STPD lembar 2;
e) Fungsi Penagihan mengirimkan STPD (lembar 1) kepada
wajib pajak;
f) Fungsi Penagihan memperbarui Daftar STPD atas setiap
STPD yang telah dikirimkan kepada wajib pajak;
g) wajib pajak menerima STPD dan membayar pajak terutang
sesuai dengan tata cara pembayaran pajak.
2) Penerbitan Surat Teguran
a) berdasarkan tata cara penetapan STPD, Fungsi Penagihan
menyimpan daftar STPD yang kemudian akan memantau
Surat Ketetapan Pajak yang akan mendekati jatuh tempo;
b) selama 7 hari sejak jatuh tempo, Fungsi Penagihan
menghubungi dan melakukan pendekatan persuasif kepada
wajib pajak agar melunasi pajak yang masih terutang dengan
cara menghubungi wajib pajak melalui telepon dan/ atau
mengirimkan Surat Pemberitahuan dan Himbauan;
c) setelah 7 hari sejak jatuh tempo atas permintaan penundaan
atau pembayaran pajak secara mengangsur oleh wajib pajak
yang disetujui, maka Fungsi Penagihan terus melakukan
pendekatan persuasif kepada wajib pajak agar melunasi
pajak yang masih terutang;
d) setelah 7 hari sejak jatuh tempo atas permintaan penundaan
atau pembayaran pajak secara mengangsur oleh wajib pajak
yang tidak disetujui, maka Fungsi Penagihan menerbitkan
Surat Teguran (rangkap 2) dan kemudian mengarsip Surat
Teguran (lembar 2);
e) Fungsi Penagihan mengirimkan Surat Teguran (lembar 1)
kepada wajib pajak;
f) Fungsi Penagihan memperbarui Daftar Surat Teguran atas
setiap Surat Teguran yang dikirimkan kepada wajib pajak;
g) setelah proses penerbitan Surat Teguran, Bupati menetapkan
mengenai tata cara penerbitan berupa :
(1) Surat Paksa atas Surat Teguran yang telah jatuh tempo,
(2) Surat Penyitaan atas Surat Paksa yang telah jatuh tempo,
(3) Surat Keputusan Pembetulan atas permohonan
pembetulan atas Surat Ketetapan Pajak oleh wajib pajak,
(4) Surat Keputusan Keberatan atas pengajuan keberatan
Surat Ketetapan Pajak oleh wajib pajak, dan
(5) Surat Keputusan Banding atas pengajuan banding
Ketetapan Pajak oleh wajib pajak.
Flowchart Pemungutan Pajak Air Tanah di DPPKAD Kabupaten
Karanganyar
Fungsi Pelayanan
Gambar II.13 Prosedur Pendaftaran Obyek Pajak
Mulai
WWP menyiapkan dokumen perijinan
obyek pajak
WP datang ke DPPKAD
WWP mengajukan permohonan
pengurusan obyek pajak
Dokumen Perijinan
1
Fungsi Pelayanan
8
Gambar II.14 Prosedur Lanjutan Pendaftaran Obyek Pajak
8Keterangan : KCPAT (Kartu Catatan Penggunaan Air Tanah), SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah), SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah).
2
KCPAT
Menghitung pajak
2 SKPD 1
3 N
2
3
SKPD 1
Membuat SSPD
4 3 2
SSPD 1
Wajib Pajak
A
1
Dokumen Perijinan
Memeriksa kelengkapan
Menghitung penggunaan air
KCPAT
2
Fungsi Pelayanan
Gambar II.15 Prosedur Penelitian SSPD
3
SSPD 2 Surat Ket. Kepdes
Fotokopi NPWD Fotokopi KTP
Dilampiri
Mengajukan permintaan
data OB
Mengisi Formulir
Pengajuan Data
Formulir Pengajuan Data 01
5
6
Gambar II.16
Prosedur Penagihan Pajak yang
tidak/ kurang bayarnagihan pajak
10
Memfotokopi SSPD
Fotokopi SSPD
11
SSPD 2
N
Fungsi Pelayanan
Gambar II.17 Prosedur Lanjutan Penelitian SSPD
A
7
Formulir Pengajuan Data 02
6
Surat Ket.Kepdes
Fotokopi NPWD
Fotokopi KTP
SSPD 2
Memeriksa kebenaran
data
Melakukan penghitungan
kembali
SSPD 2 Formulir
Pengajuan Data 02
10 N
Fungsi Pengolahan Data dan Informasi
Gambar II.18 Prosedur Lanjutan Penelitian SSPD
5
Formulir Pengajuan Data 01
Menarik database objek data yang dibutuhkan
Mengisi informasi objek
pajak pada formulir
Formulir Pengajuan Data 02
7
N