39
PERBANDINGAN PERSENTASE HETEROSIS KAMBING BOERAWA GRADE 1 DAN 2 PADA BOBOT SATU TAHUN DI KECAMATAN SUMBER REJO KABUPATEN TANGGAMUS (Skripsi) Oleh RAHMAT ISWARNO FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016

PERBANDINGAN PERSENTASE HETEROSIS KAMBING …digilib.unila.ac.id/24724/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · ABSTRAK PERBANDINGAN KOEFISIEN HETEROSIS KAMBING BOERAWA GRADE 1 DAN 2

Embed Size (px)

Citation preview

PERBANDINGAN PERSENTASE HETEROSIS KAMBING BOERAWA

GRADE 1 DAN 2 PADA BOBOT SATU TAHUN DI KECAMATAN

SUMBER REJO KABUPATEN TANGGAMUS

(Skripsi)

Oleh

RAHMAT ISWARNO

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016

ABSTRAK

PERBANDINGAN KOEFISIEN HETEROSIS KAMBING BOERAWA

GRADE 1 DAN 2 PADA BOBOT SATU TAHUN DI KECAMATAN

SUMBEREJO KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

Rahmat Iswarno

Heterosis atau hybrid vigour adalah kejadian dalam suatu persilangan dimana

kinerja hasil silangannya melampaui rata-rata kinerja kedua bangsa tetuanya.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan koefisien heterosis

bobot umur satu tahun Kambing Boerawa G1 dan G2 di Kecamatan Sumberejo,

Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Penelitian dilaksanakan mulai 2

September sampai 2 Oktober 2015 dengan metode survai. Materi pengamatan

berupa rekording pertumbuhan dari lahir sampai umur satu tahun untuk 30 ekor

Kambing Boerawa G1 (12 ekor dari Kelompok Tani Pelita Karya 3, 10 ekor dari

Kelompok Tani Mitra Usaha, dan 8 ekor dari Kelompok Tani Handayani) dan 30

ekor Kambing Boerawa G2 (15 ekor dari Kelompok Tani Pelita Karya 3, 7 ekor

dari Kelompok Tani Mitra Usaha, dan 8 ekor dari Kelompok Tani Handayani)

yang dipilih dengan metode purposive sampling. Peubah yang diamati meliputi

waktu penimbangan serta bobot saat disapih dan umur satu tahun. Koefisien

heterosis Kambing Boerawa G1 dan G2 dibandingkan dengan menggunakan uji t

pada taraf nyata 5 dan atau 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata

bobot umur satu tahun terkoreksi dan koefisien heterosis Kambing Boerawa G1

(36,87 ± 0,27 kg dan 10,83±3,61 %) berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan

Boerawa G2 (37,56 ± 0,25 kg dan 2,36±1,54 %).

Kata kunci:Kambing Boerawa G1 dan G2, Bobot umur satu tahun, Bobot sapih,

Koefisien heterosis.

ABSTRACT

COMPARISON OF HETEROSIS COEFFICIENT BETWEEN BOERAWA

GOAT GRADE 1 AND 2 ON ONE YEAR WEGHTS IN SUMBEREJO

DISTRICT OF TANGGAMUS REGENCY

By

Rahmat Iswarno

Heterosis or hybrid vigour is a cross event in which the cross-bred performance

results exceeded the average performance of the parents. This research was

conducted to compare the heterosis coefficients of one year weights of Boerawa

Goat G1 and G2 in the District of Sumberejo, Tanggamus, Lampung Province.

The research was conducted from September 2nd

to October 2nd

, 2015 with survey

method. The observation material were in the form of growth rate recording from

birth to the age of one year which was applied to 30 head of Boerawa G1 (12 head

from Pelita Karya 3 Farmers Group, 10 head from Mitra Usaha Farmers Group,

and 8 head from Handayani Farmers Group) and 30 head of Boerawa G2 (15 head

from Pelita Karya Farmers Group 3, 7 head from Mitra Usaha Farmers Group, and

8 head from Handayani Farmers Group) were selected by purposive sampling

method. The parameters observed included: time of weighing, weaning weight

and weight of one year. The heterosis coefficient of Boerawa G1 and G2 were

compared using t-test at significance level of 5 or 1%. The results showed that the

average weight of one year corrected age and Boerawa heterosis coefficient of G1

(36.87 ± 0.27 kg and 10.83 ± 3.61%) was significantly different (P <0.01) from

Boerawa G2 (37.56±0.25 and 2.36 ± 1.54%)

Key words: Boerawa Goat G1 and G2, one year old weights, weaning weights,

heterosis coefficient.

PERBANDINGAN KOEFISIEN HETEROSIS KAMBING BOERAWA

GRADE 1 DAN 2 PADA BOBOT SATU TAHUN DI KECAMATAN

SUMBEREJO KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

RAHMAT ISWARNO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PETERNAKAN

pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016

RIWAYAT HIDUP

Penulisdilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara pada 6 Desember 1991 dan merupa-

kan putera keempat dari empat bersaudara pasanganBapak Ir. Hi.Prayitno, M.T. dan

Ibu Zulaiha, S.T. Pendidikan taman kanak-kanak (TK) ditempuh di TK Al-Azhar 2,

Way Halim dan diselesaikanpada1997; pendidikan sekolah dasar di SD Xaverius,

Way Halim, Bandar Lampung dan lulus pada 2004; pendidikan sekolah menengah

pertama ditempuh di SMP Kartika II-2, Bandar Lampung dan lulus pada2007;

pendidikan sekolah menengah atas ditempuh di SMA Negeri 9, Bandar Lampung dan

lulus pada2010.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,

Universitas Lampungpada 2010 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan

Tinggi Negeri. Penulis melaksanakan praktik umum di Rama Jaya farm pada Juli—

Agustus 2013 dan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di DesaMulya Jaya, Kecamatan

Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat pada Januari--Maret 2014.

Penulis aktif pada beberapa organisasi di dalam kampus (Himpunan Mahasiswa

Peternakan 2011—2013) maupun di luarkampus (KelompokPemudaPeduli AIDS

2012—2015 dan Narkoba serta Relawan Persatuan Keluarga Berencana Indonesia

2011—2012).

MOTO

Orang yang tidak mengenal kata-kata kegagalan adalah orang yang tahu cara untuk menikmatinya, walaupun pada kenyataannya ia telah gagal

(Hitam Putih)

Sakit dalam perjuangan itu hanya sementara. Bisa jadi anda rasakan dalam semenit, sejam, sehari, atau setahun. Namun jika menyerah, rasa

sakit itu akan terasa selamanya

Kesuksesan hanya dapat diraih dengan segala upaya dan usaha yang disertai dengan do’a, karena sesungguhnya nasib seseorang manusia

tidak akan berubah dengan sendirinya tanpa berusaha…

Berangkat dengan penuh keyakinan, berjalan dengan penuh keikhlasan, sabar dalam menghadapi semua cobaan dan carilah jalan keluar di

setiap cobaan yang datang. Jadilah seperti karang di lautan yang kuat dihantam ombak dan kerjakanlah hal yang bermanfaat untuk diri

sendiri dan orang lain, karena hidup hanyalah sekali. Ingat hanya pada Allah SWT apapun dan dimanapun kita berada kepada Dia-lah tempat

meminta dan memohon (Penulis)

SANWACANA

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan anugerah-

Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbandingan Koefisien

Heterosis Kambing Boerawa Grade 1 dan 2 pada Bobot Satu Tahun di Kecamatan

Sumberejo Kabupaten Tanggamus.”

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak yang telah memberikan andil yang cukup besar. Untuk itu penulis

menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Sulastri, M.P.—selaku pembimbing utama—atas kebaikan, saran,

nasehat, arahan, bekal ilmu, semangat, dan motivasi yang telah diberikan;

2. Ibu Ir.Idalina Harris, M.S.—selaku pembimbing anggota—atas arahan, saran,

kritik, dan bimbingan selama penulisan skripsi;

3. Bapak M. Dima Iqbal Hamdani, S.Pt, M.P.—selaku pembahas—atas kritik

dan saran yang menyempurnakan tulisan ini;

4. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si.—selaku Dekan Fakultas Pertanian—

atas izin yang telah diberikan;

5. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P.—selaku Ketua Jurusan Peternakan—atas izin

untuk melaksanakan penelitian;

6. Bapak Liman, S.Pt., M.P.—selaku Pembimbing Akademik—atas bimbingan

dan arahan selama menjalankan studi;

7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Peternakan atas bekal ilmu yang diberikan;

8. Ayahanda dan Ibunda untuk semangat, motivasi, doa, dan segalanya yang

sangat berarti bagi penulis;

9. Kakakku Ipam, Mbakku Riri, dan Kakakku Aris untuk kebersamaan dan

semangatnya;

10. tim penelitian: Harowi, Ade Irma, dan Fitri Yuwanda atas kerja samanya;

11. teman-teman PTK 2010 Edo, Agung, Dewi, Dwi, Afrizal, Ari, Ayu, Ayyub,

Amrina, Anggiat (Alm),Aini, Ajrul, Andri, Anung, Janu, Sherly, Tiwi, Silvi,

Dewa, Dian, Fajar, Fandi, Fara, Geby, Heru, Irma, Imam, Kunai, Rohmat,

Rahmadhanil, Rizki, Miranti, Nani, Nano, Niko, Nova, Nurma, Fauzan, Oto,

Harowi, Cheldra, Rangga, Repi, Repki, Rosa, Sekar, Yuli, dan Widi;

12. adik-adikku 2011, 2012, 2013, 2014, 2015, dan keluarga mahasiswa Jurusan

Peternakan;

13. seluruh pihak yang membantu dalam penyelesaiaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi

kita semua.

Bandar Lampung, 11 Oktober 2016

Penulis,

Rahmat Iswarno

DAFTAR ISI

Halaman

SANWACANA ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................ iv

DAFTAR TABEL ................................................................................... vi

I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang dan Masalah ........................................................ 1

B. Tujuan Penelitian .......................................................................... 3

C. Kegunaan Penelitian ..................................................................... 3

D. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 3

E. Hipotesis ....................................................................................... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 6

A. Kambing Boer ............................................................................... 6

B. Kambing Peranakan Ettawah ........................................................ 7

C. Kambing Boerawa ......................................................................... 9

D. Umur Kawin dan Beranak Kambing ............................................. 10

E. Tipe Kelahiran Anak Boerawa ...................................................... 11

F. Bobot Satu Tahun .......................................................................... 12

G. Heterosis ........................................................................................ 12

III. METODE PENELITIAN ............................................................... 15

A. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 15

B. Materi Penelitian ........................................................................ 15

C. Metode Penelitian ....................................................................... 16

1. Metode penelitian dan rancangan penelitian ..................... 16

2. Prosedur penelitian ............................................................ 17

3. Peubah yang diamati ......................................................... 18

4. Diskripsi peubah ............................................................... 18

5. Penyesuaian data ............................................................... 19

6. Analisis data ...................................................................... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 22

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................... 22

B. Bobot Umur Satu Tahun Terkoreksi Kambing Boerawa G1

dan G2 ...................................................................................... 24

C. Koefisien Heterosis Bobot Umur Satu Tahun Kambing

Boerawa G1 dan G2 ................................................................. 26

V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 30

A. Kesimpulan ............................................................................... 30

B. Saran ......................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 31

LAMPIRAN ............................................................................................. 34

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kinerja petumbuhan Kambing Boerawa G1 di Kabupaten

Tanggamus ............................................................................................... 10

2. Jumlah sampel pemgamatan Kambing Boerawa G1 dan G2 ................... 16

3. Hasil uji t bobot umur satu tahun terkoreksi Kambing Boerawa G1

dan G2 ..................................................................................................... 24

4. Hasil uji t koefisien heterosis kambing Boerawa G1 dan G2 ................ 27

5. Nama kambing serta nama tetua jantan dan betina kelompok Kambing

Boerawa G1 yang terpilih sebagai sampel pengamatan .......................... 34

6. Nama kambing serta nama tetua jantan dan betina kelompok Kambing

Boerawa G2 yang terpilih sebagai sampel pengamatan .......................... 35

7. Bobot umur satu tahun terkoreksi Kambing Boer jantan (tetua jantan

Kambing Boerawa G1 dan G2) .............................................................. 36

8. Bobot umur satu tahun terkoreksi Kambing PE (induk kambing

Boerawa G1) ........................................................................................... 37

9. Bobot umur satu tahun terkoreksi kambing sampel Boerawa G1 ........... 39

10. Bobot umur satu tahun terkoreksi kambing sampel Boer jantan, PE

betina, Boerawa G1, dan koefisien heterosis bobot satu tahun

Kambing Boerawa G1 ............................................................................. 41

11. Bobot umur satu tahun terkoreksi induk kambing sampel Kambing

Boerawa G1 untuk menghasilkan Boerawa G2 ...................................... 43

12. Bobot satu tahun terkoreksi kambing sampel Boerawa G2 .................... 45

13. Bobot umur satu tahun terkoreksi Kambing Boer jantan, Boerawa G1

betina, Boerawa G2, dan koefisien heterosis bobotsatu tahun kambing

........ Boerawa G2 …………………………………........................................ 47

14. Analisis uji t student bobot umur satu tahun terkoreksi Kambing

Boerawa G1 dan G2…. ........................................................................... 49

15. Analisis uji t student koefisien heterosis Kambing Boerawa G1 dan G2 51

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang dipelihara oleh masyarakat

petani di pedesaan, termasuk petani di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung.

Boerawa Grade 1 (G1) dan Grade 2 (G2) merupakan kelompok kambing silangan

yang saat ini dikembangkan di wilayah tersebut. Kedua kelompok kambing

silangan tersebut berkaitan erat karena dibentuk dari populasi dasar yang sama

yaitu kambing Boer jantan dan kambing Peranakan Etawah (PE) betina.

Perbedaan kedua kelompok kambing silangan tersebut terletak pada proporsi

genetik kambing Boer jantan dan PE. Kambing Boerawa G1 mengandung 50%

genetik kambing Boer dan 50% genetik kambing PE, sedangkan kambing

Boerawa G2 75% genetik kambing Boer dan 25% genetik kambing PE (Dinas

Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, 2015).

Perbedaan kandungan genetik kedua kelompok kambing silangan tersebut di-

sebabkan oleh perbedaan tahapan grading up dalam metode persilangan antara

kambing Boer jantan dan PE betina. Kambing Boerawa G1 merupakan hasil

grading up tahap pertama yaitu hasil perkawinan antara Boer jantan dan PE

betina, sedangkan kambing Boerawa G2 merupakan hasil grading up tahap kedua

yaitu hasil perkawinan antara Boer jantan dan Boerawa G1 betina. Kambing

Boerawa G2 atau kambing Saburai tersebut selanjutnya dikembangbiakkan di

2

Kabupaten Tanggamus sebagai sumber daya genetik lokal Provinsi Lampung

berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 359/Kpts/

PK.040/6/2015 (Sulastri dan Sukur, 2015).

Persilangan antarbangsa ternak antara lain dimaksudkan untuk memanfaatkan

heterosis. Heterosis diekspresikan dalam bentuk keunggulan kinerja yang me-

lampaui rata-rata kinerja kedua tetuanya dan besarnya heterosis tersebut di-

nyatakan dalam koefisien heterosis. Besarnya koefisien heterosis ditentukan oleh

kinerja ternak silangan dan rata-rata kinerja kedua tetuanya serta dipengaruhi oleh

asal-usul kedua bangsa yang disilangkan. Koefisien heterosis suatu kinerja

semakin tinggi apabila kedua bangsa yang disilangkan berasal dari bangsa yang

berbeda dan lokasi yang berjauhan karena kedua bangsa tersebut memiliki

peluang yang besar dalam perbedaan genetik.

Koefisien heterosis dimanfaatkan untuk memperoleh keunggulan pada sifat yang

ekonomis, antara lain pada bobot umur satu tahun. Hasil penelitian Sulastri

(2014) menunjukkan bahwa bobot umur satu tahun kambing Boerawa G1

(43,49±6,15 kg) dan G2 (42,27±2,12 kg) yang berarti bahwa nilai heterosis bobot

umur satu tahun kambing Boerawa G2 lebih rendah daripada G1. Hal tersebut

diduga disebabkan oleh adanya pengaruh keragaman genetik nonaditif melalui

peristiwa heterosis yang terjadi pada Boerawa G1 dan G2. Namun, koefisien

heterosis dari penelitian terdahulu untuk Kambing Boerawa G1 dan G2 belum

tersedia. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka dilakukan penelitian tentang

perbandingan koefisien heterosis bobot umur satu tahun kambing Boerawa G1

dan G2.

3

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan koefisien heterosis pada

bobot satu tahun antara kambing Boerawa G1 dan G2.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peternak kambing yang me-

lakukan grading up, khususnya kambing Boerawa G1 dan G2, sebagai informasi

tentang pengaruh koefisien heterosis terhadap kinerja pertumbuhan kambing pada

umur satu tahun.

D. Kerangka Pemikiran

Persilangan antarbangsa ternak menghasilkan peningkatan pada kinerja per-

tumbuhan akibat adanya peristiwa heterosis. Heterosis adalah kejadian dalam

suatu persilangan dimana kinerja hasil silangannya melampaui rata-rata kinerja

kedua bangsa tetuanya (Hardjosubroto, 1994). Pengaruh heterosis berdampak

terhadap produktivitas ternak silangan. Peristiwa heterosis selalu terjadi pada

ternak silangan yang berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas ternak,

antara lain pada kinerja pertumbuhan (Leymaster, 2002).

Peningkatan produktivitas kambing PE di Lampung dilakukan melalui program

persilangan secara grading up antara kambing Boer jantan dan PE betina. Hasil

program grading up tersebut adalah kambing Boerawa G1 yang mengandung

genetik kambing Boer 50% dan PE 50%. Kambing Boer jantan dikawinkan

dengan kambing Boerawa G1 sehingga diperoleh kambing Boerawa G2 yang

4

mengandung komposisi genetik dari kambing Boer jantan 75% dan PE betina

25% (Departemen Pertanian, 2005).

Peristiwa heterosis pada Boerawa G1 terjadi karena persilangan dua bangsa

sedangkan heterosis pada kambing Boerawa G2 terjadi pada perkawinan antara

dua bangsa yang genetiknya lebih dekat yaitu antara kambing Boer jantan dan

kambing Boerawa G1. Kambing Boerawa G1 betina tersebut mengandung

genetik kambing Boer jantan. Besarnya koefisien heterosis dipengaruhi oleh

kedekatan genetik antara dua bangsa yang disilangkan. Semakin jauh jarak

genetik antara dua bangsa yang disilangkan maka akan menghasilkan koefisien

heterosis yang semakin tinggi (Hardjosubroto, 1994).

Perbedaan koefisien heterosis akibat perbedaan kemurnian bangsa tetuanya

dilaporkan oleh Leymaster (2002) bahwa persilangan antara domba Rambouillet

jantan dan Dorset betina menghasilkan domba silangan Rambouillet-Dorset

dengan koefisien heterosis 5,2% untuk bobot satu tahun. Persilangan antara

domba Hamphshire jantan dan domba silangan Rambouillet-Dorset betina

menghasilkan koefisien heterosis 5,0% pada bobot satu tahun. Perbedaan

koefisien heterosis tersebut menunjukkan perbedaan besarnya koefisien heterosis

pada keturunan antara induk bangsa murni yang menghasilkan ternak silangan dan

induk silangan yang melahirkan ternak silangan.

Perbedaan koefisien heterosis akibat perbedaan kemurnian bangsa tetua jantan dan

betina juga dilaporkan oleh Zaman et al. (2002). Koefisien heterosis bobot umur

satu tahun kambing silangan (F1) antara Jamunapari jantan dan Black Bengal

5

betina 5,71%. Koefisien heterosis F2 hasil perkawinan antarkambing silangan

Jamunapari-Black Bengal F1 pada bobot satu tahun 2,86%. Hal tersebut me-

nunjukkan bahwa koefisien heterosis bobot umur satu tahun kambing F2 lebih

kecil daripada F1. Nilai koefisien heterosis untuk kambing Boerawa G1 dan G2

belum tersedia dan asumsinya disetarakan dengan hasil koefisien heterosis dari

nilai F1 dan F2.

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu ada perbedaan koefisien

heterosis kambing Boerawa G1 dan G2 untuk bobot satu tahun.

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kambing Boer

Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan merupakan kambing pedaging

yang terkenal di dunia karena pertumbuhannya yang cepat. Bobot badan kambing

Boer mencapai 50—70 kg pada umur 12 bulan, rata-rata pertambahan berat tubuh

antara 0,2—0,4 kg/hari. Tubuhnya lebar, panjang, dalam, bulunya putih, kakinya

pendek, hidungnya cembung, telinganya panjang menggantung, kepala cokelat

kemerahan atau cokelat muda hingga cokelat tua. Beberapa kambing Boer me-

miliki garis putih di wajahnya. Kulitnya yang berwarna cokelat mampu me-

lindungi dirinya dari penyakit kanker kulit akibat sengatan sinar matahari secara

langsung. Kambing Boer sangat suka berjemur di siang hari (Shipley dan

Shipley, 2005).

Kambing Boer jantan bertubuh kokoh dan sangat kuat. Pundaknya luas ke

belakang dan pantatnya berotot. Kambing Boer dapat hidup pada suhu

lingkungan yang sangat dingin (-25°C) hingga sangat panas (43°C) dan mudah

beradaptasi terhadap perubahan suhu lingkungan, tahan terhadap penyakit, dapat

hidup di kawasan semak belukar maupun lereng gunung yang berbatu atau di

padang rumput, suka meramban sehingga lebih menyukai daun-daunan, tanaman,

dan semak daripada rumput. Kambing Boer jantan dapat menjadi hewan yang

jinak, terutama jika terus berada di sekitar manusia sejak lahir (Shipley dan

Shipley, 2005).

7

Bobot satu tahun kambing Boer jantan 50—70 kg dan betina 45—65 kg. Rata-rata

pertambahan bobot badan harian selama satu tahun pertama 200 g/hari pada

kondisi pastura yang baik. Lama siklus estrus 18—21 hari, kira-kira 17%

kambing Boer betina memiliki siklus estrus 13 hari, dan 10% mencapai 25 hari.

Rata-rata lama estrus 37,4 jam. Lama bunting 148 hari.Kambing Boer betina

mencapai pubertas pada umur 5 bulan, kambing Boer jantan dapat digunakan

untuk breeding pada umur 5—6 bulan, pubertas dicapai pada saat bobot badan

mencapai 32 kg yaitu ketika berumur 3—4 bulan (Lu, 2005).

Rata-rata pertambahan bobot sapih 15,29±0,65 kg. Bobot badan induk kambing

Boer pada waktu menyapih anaknya 42,42±1,25 kg (Leite-Browning et al., 2006).

B. Kambing Peranakan Etawah

Kambing Peranakan Etawah (PE)— merupakan hasil persilangan secara grading

upantara kambing Etawah jantan dan Kacang betinalokal — sebagai tipe dwiguna

yaitu penghasil susu dan daging namun di Indonesia dipelihara sebagai kambing

pedaging (Hardjosubroto, 1994).

Menurut Devendra dan Burns (1994), kambing Kacang memunyai ciri-ciri

sebagai berikut: tubuhnya kecil, gerakannya gesit, mampu beradaptasi dengan

berbagai macam lingkungan, daun telinganya pendek mencapai 15 cm, panjang

tanduk pada kambing jantan 10 cm dan betina mencapai 8 cm, kambing betina

berambut pendek kecuali pada bagian ekor dan dagu agak panjang, bobot badan

dan tinggi badan pada kambing jantan masing-masing 25 kg dan 60—65 cm,

8

sedangkan pada kambing betina masing-masing 20 kg dan 56 cm. Kambing

Kacang merupakan tipe pedaging.

Kambing Etawah berasal dari India, memunyai kelebihan pada produksi susunya.

Ciri-ciri kambing Etawah yaitu hidung melengkung, telinga panjang dan terkulai

ke bawah, baik jantan maupun betina bertanduk, kakinya panjang, terdapat bulu

yang panjang dan lebatdi bawah ekor yang dinamakan surai, warna bulu tubuh

putih, warna kepala hitam atau cokelat. Tinggi badan yang jantan antara 90—130

cm dan yang betina 75—95 cm, serta bobot badan hidup yang jantan antara

50—95 kg sedangkan yang betina 30—65 kg (Mulyono, 2005).

Kambing PE memunyai sifat yang dimiliki diantara kedua sifat tetuanya, yaitu

kambing Etawah dan kambing Kacang tergantung pada proporsi genetik yang

diwariskan oleh tetuanya. Warna bulu tubuh kambing PE putih namun warna

bulu pada kepala ada yang berwarna cokelat atau hitam. Daun telinganya

panjang, lemas, menggantung, melipat kearah depan seperti daun bambu, antara

kepala dan pangkal telinga tidak terdapat patahan. Berat badan kambing PE

jantan dewasa 40 kg dan yang betina 35 kg. Bulu yang terdapat pada bagian atas

dan bawah leher serta pada bagian pundak panjang dan tebal, mampu beradaptasi

dengan berbagai lingkungan, dari daerah tropis hingga subtropis serta mampu

beradaptasi dengan baik pada iklim yang ada di Indonesia (Cahyono, 1998).

Karakterstik eksterior kambing PE sebagai berikut: bentuk badan besar, kepalanya

tegak, rahang bawah lebih panjang daripada rahang atas, tanduk mengarah ke

belakang, telinganya lebar dan menggantung serta sedikit melipat pada bagian

ujungnya, bobot badan kambing jantan dan betina dewasa masing-masing sekitar

9

65—90 kg dan 45—70 kg, pada tubuh bagian belakang yaitu di bawah ekor

terdapat bulu yang lebat dan panjang (Hardjosubroto, 1994).

C. Kambing Boerawa

Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan

dengan kambing PE betina yang dikembangkan di Provinsi Lampung sebagai

kambing pedaging. Provinsi Lampung memunyai peluang besar sebagai wilayah

pengembangan usaha ternak kambing karena memiliki potensi bahan pakan ternak

berupa hijauan.

Kambing Boerawa memiliki keunggulan antara lain pertumbuhan yang lebih cepat

dan menghasilkan daging bermutu baik. Bobot badan kambing Boerawa umur 8

bulan dapat mencapai 40 kg (Direktorat Pengembangan ternak, 2004). Kambing

Boerawa tersebut dihasilkan di Lampung untuk memenuhi standar bobot satu

tahun 35 kg (Direktorat Pengembangan Ternak, 2004).

Kinerja pertumbuhan kambing Boerawa G1 di Kabupaten Tanggamus dari be-

berapa hasil penelitian ternyata lebih tinggi daripada kambing PE. Hasil

penelitian tersebut tertera pada Tabel 1.

Umur sapih, jarak beranak, umur kawin pertama pada jantan dan betina cempe

Boerawa di Kabupaten Tanggamus sebesar 2,51±0,39 bulan; 9,06±0,83 bulan;

22,97±0,90 bulan; 16,28±1,17 bulan lebih baik daripada PE yang masing-masing

sebesar 3,68±0,32 bulan; 9,41±0,48 bulan; 24.39±0,71 bulan; 19,42±1,38 bulan

(Sulastri, 2014).

10

Tabel 1. Kinerja pertumbuhan Kambing Boerawa G1 di Kabupaten

Tanggamus

Kinerja

Sumber

Sulastri dan Qisthon (2007) Adhianto et al. (2013)

Bobot lahir Boerawa (kg) 2,87 ± 0,15 3,05 ± 0,23

Bobot sapih (kg) 21,01 ± 1,35 16,76 ± 1,64

Bobot umur satu tahun (kg) 38,38 ± 0,94 43,6 ± 5,51

PBBH prasapih (kg) 0,22 + 0,08 --

PBBH pascasapih (g) 140 --

Keterangan: PBBH = Pertambahan bobot badan harian

Kinerja produksi dan reproduksi kambing silangan Boer dan PE yang lebih baik

daripada PE tersebut sesuai dengan hasil pengamatan lain. Bobot lahir 3,7 kg;

pertambahan bobot badan harian 0,17 kg/hari; bobot badan umur 8 bulan 40 kg

kambing Boerawa, sedangkan kambing PE masing-masing seberat 2,75 kg; 0,10

kg/hari;13,5—22,5 kg (Direktorat Pengembangan Ternak, 2004).

D. Umur Kawin dan Beranak Kambing

Kambing betina mengalami dewasa kelamin pada umur 8—12 bulan. Pada umur

tersebut kambing sudah dapat dikawinkan tetapi perkawinan pada umur tersebut

harus dihindari karena alat reproduksinya belum berkembang sempurna.

Sebaiknya, masa perkawinannya ditangguhkan hingga mencapai umur antara

15—18 bulan. Perkawinan yang terlalu cepat pada kambing dapat dihindari

dengan memisahkan kambing dari kambing jantan mulai umur 5 bulan. Kandang

kambing jantan sebaiknya cukup luas sehingga kambing dapat bergerak dengan

aktif dan leluasa. Kambing PE betina yang mengalami birahi dapat dikenali

secara fisik dengan ciri umum yaitu vagina memar dan tegang, serta keluar lendir;

selalu mengembik, tampak gelisah, nafsu makan kurang; ekor tampak bergerak

11

terus-menerus; kadang menaiki temannya; diam kalau dinaiki atau dikawini

pejantan; jika kambing masih dalam laktasi atau berproduksi susu, tentunya

produksi susu pada saat itu agak menurun (Sarwono, 2002).

Kinerja reproduksi kambing Boerawa G1 adalah sebagai berikut: kawin pertama

kambing jantan pada umur 22,97±0,90 bulan dan betina pada umur 16,28±1,17

bulan, S/C 1,72±0,37 kali (Sulastri, 2014), umur sapih 2,51±0,39 bulan (Sulastri,

2014), siklus estrus 25,15±2,06 hari, lama kebuntingan 158,22±3,34 hari

(Adhianto et al., 2013).

E. Tipe Kelahiran Anak Boerawa

Litter size adalah banyaknya atau jumlah anak perkelahiran dari seekor induk.

Pada umumnya, besarnyalitter size kambing 2 ekor namun beberapa induk

mampu melahirkan cempe dengan litter size 4—5 ekor tetapi menurut penelitian

Adhianto et al. (2013) litter size1—3. Sekitar 7—15 % dari kambing Boer betina

dapat melahirkan 3 anak dan lebih dari 50 % melahirkan 2 anak. Pada kondisi

normal, persentase kelahiran kambing Boer betina mencapai 95 % (Barry dan

Godke, 2005). Litter size untuk Boer pada waktu sapih 1,58±0,09 anak dengan

rata-rata bobot sapih litter 26,48±1,51 kg (Leite-Browning, 2006). Litter size

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: umur induk, bobot badan, tipe kelahiran,

pengaruh pejantan, musim dan tingkat nutrisi (Land dan Robinson, 1985). Jumlah

anak yang banyak merupakan keadaan yang diharapkan dan termasuk sebagai satu

sasaran dari rencana pemuliaan yang banyak hal mengarah ke produksi secara

keseluruhan dari kambing yang dipelihara untuk penghasil daging. Jumlah anak

12

per kelahiran dapat ditingkatkan dengan persilangan yang tepat antara jenis

kambing yang subur dan yang tidak subur (Wodzika et al., 1993).

F. Bobot Satu Tahun

Bobot satu tahun (yearling weight) merupakan berat badan yang diperoleh dari

hasil penimbangan ternak pada umur satu tahun (12 bulan). Umur 12 bulan me-

rupakan indikator pertumbuhan kambing pada saat siap memasuki masa breeding

(Devendra dan Burns, 1994). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bobot satu

tahun kambing antara lain faktor genetik, berat sapih, dan jenis kelamin

(Hardjosubroto, 1994).

Rata-rata bobot satu tahun kambing Boerawa G1 di Tanggamus 43,67+5,51 kg

(Adhianto et al., 2013) dan 38,38±0,94kg (Sulastri dan Qisthon, 2007) lebih tinggi

daripada kambing PE yang masing-masing sebesar 32,91 kg untuk bobot satu

tahun ( Sulastri dan Qisthon, 2007). Demikian pula dengan rata-rata PBBH

pascasapih umur satu tahun 140 g/hari (Adhianto et al., 2013) dan 60,00 g/hari

untuk PBBH pascasapih (Sulastri dan Qisthon, 2007). Rata-rata bobot satu tahun

kambing Boerawa G2 seberat 41,28 ± 1,87 kg (Sulastri dan Qisthon, 2007).

G. Heterosis

Heterosis yang sering pula disebut hybrid vigour adalah kejadian dalam suatu

persilangan dimana kinerja hasil silangannya melampaui rata-rata kinerja kedua

bangsa tetuanya (Hardjosubroto, 1994).

13

Menurut Dally (1997), persilangan atau crossbreeding dilakukan untuk me-

manfaatkan pengaruh heterosis atau hybrid vigour. Faktor bangsa dan sistem

perkawinan menentukan derajat heterosis yang dihasilkan. Persilangan yang

mampu berkombinasi dengan hasil yang baik menunjukkan adanya kemampuan

untuk berkombinasi atau combining ability. Persilangan layak dilakukan apabila

rata-rata kinerja hasil silangannya lebih baik daripada rata-rata kinerja kedua

tetuanya. Heterosis dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daya tahan hidup

anak, pertumbuhan sebelum dan setelah sapih, umur pubertas, fertilitas, dan sifat

keindukan atau mothering ability.

Legates dan Warwick (1990) menyatakan bahwa heterosis terjadi akibat adanya

penyimpangan keragaman genetik dominan dan epistasis. Perbandingan antara

kinerja anak dengan kinerja rata-rata tetua memungkinkan untuk menggambarkan

kesimpulan tentang kontribusi terhadap penyimpangan genetik tersebut. Apabila

rata-rata besarnya kinerja F1 sebesar rata-rata antara kinerja kedua tetuanya, maka

gen dominan dan epistasis tidak berperan penting. Apabila kinerja F1 me-

nyimpang dari rata kinerja kedua tetua tetapi masih di dalam kisaran rata-rata

kinerja tetuanya, maka gen-gen yang beraksi merupakan gen dominan atau

sebagian dominan. Apabila kinerja tetua di luar kisaran rata-rata kinerja tetuanya,

maka gen-gen yang beraksi adalah gen dominan dan atau epistasis.

Manfaat heterosis dapat digunakan dalam produksi ternak karena antara lain dapat

meningkatkan pertumbuhan dan produksi susu, serta tercapainya pubertas yang

lebih awal (Warwick et al., 1990).

14

Perbedaan lingkungan sangat berpengaruh dalam menentukan besarnya heterosis.

Heterosis pada sifat-sifat kuantitatif ternak seperti halnya pertumbuhan dapat

mencapai maksimal apabila ternak mendapat pakan dengan nutrisi yang baik

daripada heterosis yang diperlihatkan ternak yang mendapat pakan dengan nutrisi

yang buruk namun apabila heterosis tersebut dihitung berdasarkan koefisien,

maka ternak yang mendapat pakan dengan kandungan nutrisi yang buruk me-

nunjukkan koefisien heterosis yang lebih tinggi (Warwick et al., 1990).

15

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada 2 September sampai dengan 2 Oktober

2015 pada Kelompok Tani Ternak Pelita Karya 3, Mitra Usaha, dan Handayani di

Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus.

B. Materi Penelitian

Materi penelitian yang digunakan berupa rekording perkawinan, bobot sapih,

bobot umur satu tahun, umur sapih dari kelompok tetua dan kelompok anak yang

masing-masing dalam keadaan hidup dan sehat.

Kelompok tetua tersebut terdiri dari:

a. rekording 9 ekor kambing Boer jantan dan 30 ekor kambing PE betina yang

merupakan tetua kambing Boerawa G1;

b. rekording 9 ekor kambing Boer jantan dan 30 ekor Boerawa G1 betina yang

merupakan tetua kambing Boerawa G2.

Kelompok anak merupakan sampel pengamatan yang diambil dari Kelompok

Tani Ternak Pelita Karya 3, Mitra Usaha, dan Handayani dengan menggunakan

metode purposive sampling. Rumus untuk menentukan jumlah sampel pengamat-

an per kelompok tani ternak menurut Nazir (1998) sebagai berikut:

16

)30)(N

n(x n

n

Keterangan:

xn = jumlah kambing Boerawa G1 atau G2 yang terpilih sebagai sampel

pengamatan

nn = jumlah kambing Boerawa G1atau G2 yang terdapat pada masing-

masing kelompok tani ternak

N = jumlah total kambing Boerawa G1 atau G2 yang terdapat pada

Kelompok Tani Ternak Pelita Karya 3, Mitra Usaha, dan Handayani

30 = jumlah kambing Boerawa G1 atau G2 sebagai sampel pengamatan

Berdasarkan aplikasi rumus tersebut di atas maka diperoleh masing-masing 30

sampel kambing Boerawa G1 dan G2 serta jumlah sampel dari masing-masing

kelompok ternak seperti tertera pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Jumlah sampel pengamatan Kambing Boerawa G1 dan G2

Kelompok

Tani Ternak

Desa Populasi kambing

(ekor)

Jumlah sampel

(ekor)

Boerawa

G1

Boerawa

G2

Boerawa

G1

Boerawa

G2

PelitaKarya 3 Dadapan 52 38 12 15

Mitra Usaha Tegal Binangun 43 18 10 7

Handayani Sidokaton 35 20 8 8

Jumlah 130 76 30 30

C. Metode Penelitian

1. Metode penelitan dan rancangan penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survai. Data yang diguna-

kan berupa data sekunder yakni rekording waktu sapih, bobot sapih, dan bobot

umur satu tahun. Rekording tersebut dilakukan oleh peternak.

17

2. Prosedur penelitian

Penelitian dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

a. melakukan survai ke kelompok ternak untuk menentukan kambing Boerawa

G1 dan G2 yang akan dipilih sebagai sampel pengamatan;

b. menentukan kambing yang dipilih sebagai sampel pengamatan berdasarkan

kriteria sebagai berikut: kambing dalam keadaan hidup dan sehat, memiliki

rekording lengkap, memiliki tetua jantan dan betina yang rekordingnya

lengkap;

c. mencatat data dari kartu rekording kambing Boerawa G1 dan G2 yang

merupakan sampel pengamatan, data rekording kambing Boer jantan dan PE

betina yang merupakan tetua kambing Boerawa G1, data rekording kambing

Boer jantan dan Boerawa G1 betina yang merupakan tetua kambing Boerawa

G2. Data-data tersebut meliputi nama peternak, umur ternak, umur dan bobot

sapih, serta bobot umur satu tahun;

d. melakukan tabulasi data;

e. melakukan koreksi terhadap data bobot umur satu tahun kambing Boerawa G1

dan G2 serta kambing Boer jantan dan PE betina;

f. menghitung koefisien heterosis bobot umur satu tahun kambing Boerawa G1

dan G2;

g. melakukan uji perbandingan koefisien heterosis bobot umur satu tahun antara

kambing Boerawa G1 dan G2 dengan menggunakan uji t sesuai rekomendasi

Nazir (1998).

18

3. Peubah yang diamati

Peubah yang diamati untuk kelompok tetua dan anak meliputi:

a. kelompok tetua (Boer jantan dan PE betina): waktu dan bobot sapih serta

waktu penimbangan bobot dan bobot umur satu tahun;

b. Kelompok anak (Boerawa G1 dan G2): waktu dan bobot sapih serta waktu

penimbangan bobot dan bobot umur satu tahun.

4. Diskripsi peubah

a. Waktu sapih

Waktu sapih merupakan tanggal, bulan, dan tahun pada saat peternak

menyapih cempe.

b. Bobot sapih

Bobot sapih (kg) merupakan hasil penimbangan cempe pada saat mulai

disapih yang dilakukan peternak dan dicatat dalam kartu rekording.

c. Waktu penimbangan umur satu tahun

Waktu penimbangan umur satu tahun adalah tanggal, bulan, dan tahun pada

saat peternak menimbang kambing PE dan Boerawa G1 untuk memperoleh

bobot umur satu tahun.

d. Bobot umur satu tahun

Bobot umur satu tahun (kg) merupakan hasil penimbangan kambing pada saat

umur satu tahun yang dilakukan peternak dan dicatat dalam kartu rekording.

19

5. Penyesuaian data

Data bobot umur satu tahun disesuaikan terhadap umur sapih dan waktu

penimbangan bobot umur satu tahun dengan rumus sesuai rekomendasi

Hardjosubroto (1994) sebagai berikut:

)(245)]TW

BSBSt[(BSBStT

Keterangan :

BStT = bobot umur satu tahun terkoreksi

BS = bobot sapih

BSt = bobot umur satu tahun

TW = tenggang waktu= rentang waktu antara waktu penyapihan dan waktu

penimbangan bobot umur satu tahun.

6. Analisis data

a. Koefisien heterosis

Koefisien heterosis dihitung dengan rumus sesuai rekomendasi Hardjosubroto

(1994) sebagai berikut:

(100%)P

PP%H

tetua

tetuasilangan

Keterangan :

% H = koefisien heterosis

Psilangan = bobot umur satu tahun kambing Boerawa G1 atau G2

tetuaP = rata-rata bobot umur satu tahun tetua jantan dan betina

20

b. Uji perbandingan bobot umur satu tahun terkoreksi dan koefisien

heterosis

Rata-rata bobot umur satu tahun terkoreksi (BStT) dan koefisien heterosis (% H)

kambing Boerawa G1 dan G2 dianalisis dengan menggunakan uji t-student pada

taraf nyata 5% dan atau 1% menurut Nazir (1998).

Hipotesis yang diajukan untuk perbandingan BStT Boerawa G1 dan G2 sebagai

berikut:

H0: BStT Kambing Boerawa G1 = BStT Kambing Boerawa G2

HA: BStT Kambing Boerawa G1 ≠ BStT Kambing Boerawa G2

Hipotesis yang diajukan untuk perbandingan koefisien heterosis (% H) Boerawa

G1 dan G2 sebagai berikut:

H0: % H Kambing Boerawa G1 = % H Kambing Boerawa G2

HA: % H Kambing Boerawa G1 ≠ % H Kambing Boerawa G2

ds

2X1Xhitungt

)n

1

n

1(SS

21

2

pd

2nn

)X1)(S(n)X1)(S(nS

21

2

2

21

2

12

p

t = X1 – X2

SX1-X2

1n

/n]2

)1

X[(2

1X

1X2

S

1n

/n]2

)2

X[(2

2X

2X2

S

21

Keterangan:

X1 = rata-rata BStT atau % H Kambing Boerawa G1 (%)

X2 = rata-rata BStT atau % H Kambing Boerawa G2 (%)

SX1-X2 = standar error dari beda

Kaidah keputusan:

t hitung dibandingkan dengan ttabel (db: n1+n2-2), pada taraf nyata 5% dan atau 1%.

-bila t hitung ≤ ttabel (db: n1+n2-2), maka H0 diterima yang berarti bahwa rata-rata BStT

atau % H bobot umur satu tahun Kambing Boerawa G1 dan G2 berbeda tidak

nyata;

-bila t hitung > ttabel (db: n1+n2-2), maka H0 ditolak yang berarti bahwa rata-rata BStT

atau % H bobot umur satu tahun Kambing Boerawa G1 dan G2 berbeda nyata

atau sangat nyata.

29

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. bobot umur satu tahun terkoreksi kambing Boerawa G1 (36,87 ± 0,27 kg)

berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan kambing Boerawa G2 (37,56 ± 0,25 kg).

2. koefisien heterosis bobot umur kambing Boerawa G1 (10,85±3,61 %) berbeda

sangat nyata (P<0,01) dengan Boerawa G2 (2,36±1,54 %).

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka disarankan agar peternak

kambing Boerawa di Kecamatan Sumberejo melakukan seleksi kambing yang

digunakan sebagai induk untuk mendapatkan hasil terbaik pada bobot umur satu

tahun serta nilai koefisien heterosis dari kambing Boerawa yang dipelihara

peternak.

DAFTAR PUSTAKA

Adhianto, K., N. Ngadiyono, Kustantinah, dan I. G. S. Budisatria. 2013. Lama

Kebuntingan, Litter Size, dan Bobot Lahir Kambing Saburai pada

Pemeliharaan Perdesaan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.

Jurnal Penelitian Pertanian Terapan.

onlinehttp://jptonline.or.id/index.php/ojs-jpt/article/view/56/46

Banjarnahor, N., U. Budi, dan Hamdan. 2014. Estimasi jarak genetik dan faktor

peubah pembeda bangsa babi (Berkshire, Duroc, Landrace dan

Yorkshire) melalui analisis morfometrik di BPTU Babi dan Kerbau

Siborongborong. J.Peternakan Integratif Vol.2 (.2) ; 165-172

Barry, D.M. and R. A. Godke. 2005. The Boer Goat. The Potential for Cross

Breeding. Boer goats.com.cover page (previous display). Department of

Animal Science. LSU Agricultural Center. Lousiana State University.

Baton Rough. Lousiana

Cahyono, B. 1998. Beternak Domba dan Kambing. Kanisius. Yogyakarta

Dally, J. J. 1997. Breeding for Beef Production. Beef Cattle Husbandry Branch

Technical Bulletin No. 7. Queensland Department of Primary Industries

Departemen Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis

Kambing-Domba. Agro Inovasi. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Bogor

Devendra, C. dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Institut

Teknologi Bandung. Bandung

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Tanggamus. 2014. Produk

Unggulan dan Peluang Investasi Ternak Kambing. Dinas Peternakan dan

Kesehatan Hewan Kabupaten Tanggamus. Lampung

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung. 2015. Penetapan

Kambing Saburai. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi

Lampung

Direktorat Pengembangan Peternakan. 2004. Laporan Intensifikasi Usaha Tani

Ternak Kambing di Propinsi Lampung. http://disnakkeswan-

lampung.go.id/publikasi/bplm. Diakses 17 Februari 2015

32

Handiwirawan E., R .R . Noor, C . Sumantri, d an Subandriyo. 2014.

Pemanfaatan karakteristik tingkah laku dalam pendugaan jarak genetik

antarrumpun domba. JITV19 (4): 239—242 Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliaan Ternak di Lapangan. PT. Grasindo.

Jakarta

Land, R. B. and D. W. Robinson. 1985. Genetics of Reproduction in Sheep.

Garden City Press Ltd, Letchworth, Herts. England

Legates, E. J. and E. J. Warwick. 1990. Breeding and Improvement of Farm

Animals. McGraw Hill. Publishing Company. London

Leite-Browning, M. L. 2006. Breed Options for Meat Goat Production in

Alabama. Alabama Cooperative Extension System UNP-84

Leymaster, K. A. 2002. Fundamental Aspects of Crossbreeding of Sheep:Use of

Breed Diversity to Improve Efficiency of Meat Production. Sheep and

Goat Research Journal. Volume 17 (3): 50-59

Lu, C. D. 2005. Boer Goat Production : Progress and Perspective. American Boer

Goat Association. http://www.adga.org/breedinfo.html. Diakses 20

Februari 2015

Mulyono, S. 2005. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar Swadaya.

Jakarta

Nazir, M. 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta

Pemerintah Desa Dadapan. 2012. Monografi Desa Dadapan. Pemerintah Desa

Dadapan, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus

Pemerintah Desa Sidokaton. 2015. Monografi Desa Sidokaton. Pemerintah Desa

Sidokaton, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus

Pemerintah DesaTegal Binangun. 2012. Monografi Desa Tegal Binangun.

Pemerintah Desa Tegal Binangun, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten

Tanggamus

Pemerintah Kecamatan Sumberejo, 2012. Monografi Kecamatan Sumberejo.

Kecamatan Sumberejo. Kabupaten Tanggamus. Provinsi Lampung

Sarwono, B. 2002. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta

Shipley, T. dan L. Shipley. 2005. ―Mengapa Harus Memelihara Kambing Boer,

daging untuk masa depan‖.

http://www.indonesiaboergoad.com/ind/whyriseboergoat.html.

33

Program Brawi Boer Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya. Diakses

pada 1 April 2015.

Sulastri. 2014. Karakteristik Genetik Bangsa-bangsa Kambing di Provinsi

Lampung. Disertasi. Program Pascasarjana. Fakultas Peternakan.

Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Sulastri dan A. Qisthon. 2007. Nilai pemuliaan sifat-sifat pertumbuhan Kambing

Saburai Grade 1-4 pada tahapan Grading Up Kambing Peranakan Etawah

betina oleh jantan Boer. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Universitas

Lampung. Bandar Lampung

Sulastri dan D. A. Sukur. 2015. Evaluasi kinerja wilayah sumber bibit kambing

Saburai di Kabupaten Tanggamus. Prosiding. Seminar Nasional Sains &

Teknologi VI: 282 – 290

Sulastri dan W. Hardjosubroto. 2002. ― Estimasi Parameter Genetik Sifat-sifat

Pertumbuhan Kambing Peranakan Etawah di Unit Pelaksana Teknis

Ternak Singosari, Malang, Jawa Timur‖. Agrosains. Berkala penelitian

Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Gadjah Mada. Volume 15 (3), September

2002.

Warwick, E. J., J. M. Astuti, dan W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak.

Gajah Mada University Press. Yogyakarta

Wodzika, M. T, M. I. Made, D. Andi, G. Susan, dan R. W. Tantan. 1993.

Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Terjemahan I. M. Mastika.

Sebelas Maret University Press. Surakarta

Zaman, M.R., M.Y. Ali, M.A. Islam, and A.B.M.M. Islam. 2002. Heterosis

Productive and Reproductive Performance of Crossbreds from Jamunapari

and Black Bengal Goat Crosses. Pakistan Journal of Biological Sciences 5

(1): 94 – 96 (2002)