Upload
lamkien
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i��
PERBANDINGAN SISTEM PAJAK PENGHASILAN ANTARA TIMOR LESTE
DAN INDONESIA
Tesis
Diajukan Kepada Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum
Oleh : BERNARDO AMARAL
NPM : 322009902
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA – JAWA TENGAH INDONESIA
2011
ii��
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
N a m a : Bernardo Amaral
NPM : 322009902
Program : Magister Ilmu Hukum
Program Pascasarjana UKSW Salatiga
Alamat : Becora-Becusi Bawah Dili Timor Leste
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam
menulis tesis, yang berjudul : “Perbadingan Sistem Pajak Penghasilan antara Timor Leste dan Indonesia”, saya
tidak melakukan plagiasi atau mengambil alih baik
seluruhnya maupun sebagian besar dari karya tulis orang
lain tanpa menyebutkan sumbernya. Jika saya terbukti
melakukan tindakan demikian, bersediah dicabut hak saya
sebagai mahasiswa atau dicabut kembali gelar yang sudah
diberikan dan akbit hukum lainnya.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk
dipertanggungjawabkan, baik secara moral maupun
secara hukum dikemudian hari, jika terdapat kekeliruan.
Salatiga, 2 Agustus 2011
Yang membuat pernyataan
Bernardo Amaral
iii��
MOTTO
Penelitian membuat kita bisa melihat hal yang
sudah dilihat orang lain, sekaligus membuat kita
memikirkannya apa yang sesungguhnya tidak
dipikirkan oleh orang lain
(ALBERT S.G.)
Keadilan akan disingkirkan oleh ketidakadilan,
yang mengatasnamakan kepentingan umum.
(GENHOLTA-SIBA)
“Tundukkanlah hakmu dibawah kewajiban dasar,
agar tidak mencederai hak orang lain”.
( PENULIS )
i��
KATA PENGANTAR
Ketertarikan penulis untuk menulis ”Perbandingan sistem Pajak Penghasilan antara Timor Leste dan Indonesia” adalah berangkat dari pengamatan penulis
terhadap kenyataan pelaksanaan pajak penghasilan di
Timor Leste. Hal ini terutama pada perubahan UU No. 18
tahun 2000 menjadi UU No. 8 tahun 2008, yang
substansinya berdampak pada penurunan drastis
terhadap pada sektor pajak non migas.
Berpijak pada itu maka penulis melakukan
penelitian ini sebagai kontribusi atau sumbangan
pemikiran kepada Pemerintah Timor Leste, melalui Dirjen
Pajak dan Bea Cukai untuk lebih memperhatikan dan
memperbaiki Undang-undang pajak penghasilan yang
sedang berlaku. Hal ini sangat diperlukan, karena pajak
merupakan salah satu sumber keuangan negara, yang
ditarik dari rakyat, sebagai bentuk partisipasi dalam
pembangunan, yang dilakukan secara paksa oleh
pemerintah berdasarkan UU PPh yang ada. Dengan
demikian perlu meninjau kembali UU PPh yang sedang
berlaku, supaya dalam penerapannya tidak merugikan
wajib pajak dalam pemenuhan kewajibannya.
Pada sisi lain penulisan tesis ini merupakan salah
satu syarat yang harus ditempuh untuk memperoleh Gelar
Magister Hukum (S-2), Konsentrasi Hukum Kenegaraan
pada Program Pascasarjana Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga-Jawa Tengah, Indonesia.
Dengan selesainya tesis ini, penulis penyampaikan
rasa syukur dan terima kasih kepada :
ii��
1. Bapak Dr. Tri Budiono, SH.,M.Hum, selaku Dosen
Pembimbing dan Kaprodi Magister Ilmu Hukum
Unversitas Kristen Satya Wacana Salatiga;
2. Bapak Tyas Tri Arsoyo, SH.,MH. Selaku Dosen
Pembimbing dan Dosen pengampu Mata Kuliah
Hukum Pajak dan Keuangan Negara;
3. Bapak Kustadi, SH.,MH. Selaku Dosen penguji dan
Dosen mengampu Mata kuliah pada Program
Pascasarjana MIH UKSW
4. Bapak Drs. Cancio de Jesus Oliveira, selaku Dirjen
Pajak dan Bea Cukai Timor Leste, sebagai atasan
langsung yang memberikan ijin pada penulis untuk
melanjutkan studi pada Program Pascasarjana MIH-
UKSW Salatiga;
5. Bapak Drs. Francisco Borlaku da Silva, Selaku Dirjen
Anggaran dan Perbendaharaan Timor Leste, yang
selalu memberi motivasi kepada penulis untuk
melanjutkan studi pada Program Pascasarjana MIH-
UKSW salatiga;
6. Bapak Drs. Uldarico Maria Rodrigues, selaku Direktur
Pajak Non Migas yang selalu memotivasi dan
mengarahkan penulis untuk melanjutkan studi.
7. Bapak/ibu dan segenap pengelola Program study
Magister Ilmu Hukum Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga;
8. Teman-teman sealmamaterku, Tubias Fernandes,
Silvia, SE, Faustino dos santos Pires, SH.,MH, Jaime
Xavier, SH, Silvino Augusto Pinto Cabral, SE,
Nominando Martins, S.Sos.,M.Si. yang selalu
berdiskusi dengan penulis, untuk saling memberikan
kritik saran dan penyusunan tesis ini.
iii��
9. Ayahanda (alm) Horacio Fernandes dan Ibunda
Etelvina Lopes yang selalu mendoakan anaknya, dalam
menyelesaikan studi ini;
10. Isteriku Tercinta Olivia C.A.I. Leto, yang selalu setia
dan tabah memberikan dukungannya dalam
penyelesaian studi ini;
11. Anak-anakku tersayang; Genoveva Maria J. Amaral,
Horacio Gabriel Amaral, Titania Olivia Amaral dan
Nolla Siva Amaral, yang selalu mengharapkan
kesuksesan ayahnya.
12. Teman-temanku di Kantor Pajak Timor Leste, bagian
Large Bussines Devision, Dra. Maria Jose D.C
Amaral, Emelia L. Boavida, SE, Sr. Jaime C. Semith,
Dina Fernandes, AMD, Fernando Soares, AMD,
Mateus Soares, S.Sos, Francisco Sufa, S.Sos, Dulciana
Neves, SE, Edmundo Guterres, SE. dan Armindo
Fernandes, SE.,MM. yang selalu menyempatkan
waktunya berdiskusi dengan penulis.
13. Saudara Joao Demetrio, S.Sos. MM, selaku kepala
bagian Penagihan Pajak Migas, yang selalu memberi
motivasi kepada penulis untuk melanjutkan study ke
Magister Ilmu hukum
Akhir kata, penulis berharap semoga hasil penelitian
ini bermanfaat bagi pemerintah Timor Leste, dan mohon
kritikan yang bersifat membangun dari para pembaca
untuk perbaikan tesis ini.
Salatiga, 4 Agustus 2011
Penulis
iv��
ABSTRAK
� Masalah Pajak Penghasilan dalam perspektif sejarah di Indonesia, adalah berawal dari anjloknya harga minyak bumi dan gas alam (migas) di pasar Internasional tahun 1980-an. Keadaan itu menguncangkan ABPN pada sektor pembangunan nasional. Untuk mengatasinya pemerintah mengalihkan pada sektor pajak dengan mereposisi kebijakan pemerintah melalui reformasi perpajakan nasional (National Tax Reform) tahun 1983. Reformasi Pajak pertama pada tahun 1983 dan reformasi kedua pada tahun 1994. Tahapan reformasi pertama dan kedua Timor Leste masih menjadi Propinsi yang ke 27 NKRI. Dengan demikian tentunya ikut mengimplementasikan reformasi tersebut dengan baik sesuai kebijakan Pemerintah Indonesia pada saat itu. Akan tetapi setelah merdeka, melalui amademen UU No 8 tahun 2008 tentang Pajak dan Pabean, substansinya terdapat banyak perbedaan yang berdampak pada penurunan drastis terhadap penerimaan Negara dari sektor pajak non migas. Memperhatikan kondisi tersebut maka untuk menemukan benang merahnya penulis melakukan penelitian terhadap judul “Perbandingan Sistem Pajak Penghasilan antara Timor Leste dan Indonesia”. Melalui penelitian ini dapat menemukkan perbedaan dan persamaan serta kelebihan dan kekurangan dari sub sistem pajak penghasilan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Timor Leste dan Indonesia, kemudian membandingkannya. Pijakan perbedaan dan persamaan tersebut terletak pada Kebijakan Pemerintah Timor Leste dan Indonesia, yang dapat disesuaikan dengan kondisi nyata negara masing-masing. Untuk memperoleh keakuratan bahan penulisan, penulis melakukan penelitian terhadap Undang-Undang Pajak penghasilan Timor Leste dan Indonesia beserta perubahan-perubanhannya. Disamping itu bahan-bahan lain yang relevan seperti buku-buku pajak, Tesis, ensiklopedia perpajakan, dan bahan lain yang mendukung. Tujuan dari hasil temuan tersebut akan di rekomendasikan kepada Dirjen Pajak dan Bea Cukai Timor Leste, dan selanjutnya untuk memperhatikan dan memperbaiki Sistem pajak penghasilan di Timor Leste, melalui peninjauan kembail terhadap substansi Undang-Undang Pajak Penghasilan. Rekomendasi ini ditujukan kepada Dirjen Pajak dan Bea Cukai Timor Leste, karena menurut penelitian penulis terhadap perbandingan pajak penghasilan ini, lebih banyak menemukan kekurangan-kekurangan dalam amandemen Undang-Undang No. 8 tahun 2008. Penelitian ini dilakukan dengan maksud memberikan sumbangan pemikiran penulis kepada Pemerintah Timor Leste untuk memperbaiki Undang-Undang Pajak Penghasilan yang ada, agar kedepan bisa memberikan respon yang positif kepada wajib pajak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan perekonomian nasional kedepannya.
v��
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN
MOTTO
KATA PENGANTAR ................................................... i
ABSTRAK ................................................................. ii
DAFTAR ISI .............................................................. v
DAFTAR TABEL ........................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN ............................................ 1
A. Latar Belakang ........................................ 1
B. Rumusan Masalah .................................... 1
C. Tujuan Penelitian .................................... 20
D. Manfaat Penelitian .................................... 21
E. Keaslian Penelitian ................................... 21
F. Metodologi Penelitian ................................ 21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................... 27
A. Pengertian Pajak dan Penghasilan ........... 27
1. Pengertian Pajak ................................. 27
2. Pengertian Penghasilan ....................... 32
a. Tahun Pajak ................................... 34
b. Subyek Pajak ................................. 35
c. Obyek Pajak ................................... 39
B. Sistem Perpajakan ................................... 45
1. Tax Law .............................................. 46
2. Tax Policy ........................................... 47
3. Tax Administration ............................. 50
vi��
C. Amandemen Undang-Undang Perpajakan . 52
1. Peran Pajak bagi Negara ..................... 54
2. Manfaat Pajak bagi Masyarakat .......... 56
D. Kerangka Teori ........................................ 62
1. Teori Kebijakan .................................. 62
2. Teori Pembangunan ........................... 64
3. Teori Keadilan .................................... 66
a. Teori Gaya Pikul ............................. 66
b. Teori Gaya Beli ................................ 68
c. Teori Kewajiban Mutlak ................... 69
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS ............ 71
A. Gambaran Umum Indonesia dan
Timor Leste .............................................. 71
1. Indonesia ........................................... 71
2. Timor Leste .......................................... 73
B. Landasan Hukum .................................... 75
1. Undang-undang Pajak
Penghasilan Indonesia ........................ 76
2. Undang-undang Pajak
Penghasilan Timor Leste ..................... 78
C. Tata Cara Pemungutan Pajak .................. 83
1. Stelsel Pajak ....................................... 83
a. Stelsel Nyata ................................. 83
b. Stelsel Anggapan ........................... 84
c. Stelsel Campuran .......................... 84
2. Asas Pengenaan Pajak ........................ 87
a. Asas Domisili ................................ 87
b. Asas Sumber ................................. 87
c. Asas Kebangsaan ........................... 88
3. Sistem Pengenaan Pajak .................... 90
vii��
a. Official Assessment System ........... 90
b. Self Assessment System ................ 91
c. Withholding system ....................... 92
D. Timbul dan Hapusnya Hutang Pajak ......... 98
E. Tarif Pajak ............................................... 108
1. Tarif Tetap ......................................... 108
2. Tarif Proporsional ............................... 109
3. Tarif Progresif ..................................... 113
F. Penghasilan Tidak Kena Pajak ................. 119
G. Fungsi Pajak ............................................ 124
1. Fungsi Anggaran ................................ 124
2. Fungsi Mengatur ................................ 125
H. Wajib Pajak ............................................. 131
I. Metode Penyusutan ................................. 139
J. Analisis ................................................... 145
BAB IV PENUTUP .................................................... 157
A. Kesimpulan ............................................. 157
B. Saran ...................................................... 161
DAFTAR PUSTAKA ................................................... 163
viii��
DAFTAR TABEL
1. Perbedaan dan Persamaan Subyek Pajak ............ 37 2. Perbedaan dan Persamaan Sistem Pemungutan Pajak ................................................................. 95 3. Perbedaan dan Persamaan Timbul dan Hapusnya Hutang Pajak .................................................... 106 4. Tarif Pajak Proporsional di Timor Leste .............. 110 5. Tarif Pajak Progresif di Timor Leste .................... 114 6. Tarif Umum Pajak Penghasilan di Indonesia ...... 116 7. Perbedaan dan Persamaan Tarif Pajak ............... 117 8. Penghasilan Tidak Kena Pajak Wajib Pajak orang di Indonesia ...................................................... 119 9. Penghasilan Tidak Kena Pajak di Timor Leste .... 121 10. Perbedaan dan Persamaan Penghasilan Tidak Kena Pajak ....................................................... 122 11. Perbedaan dan Persamaan Fungsi Pajak ............. 128 12. Perbedaan dan Persamaan Wajib Pajak .............. 137 13. Masa Manfaat dan Tarif Penyusutan Harta Berwujud di Indonesia ....................................... 140 14. Kalkulasi Metode Saldo Menurun ...................... 142 15. Perbedaan dan Persamaan Penyusutan ............ 144 16. Ringkasan analisis Perbedaan dan Persamaan Pajak Penghasilan ............................................. 151 17 Pengaturan sub-subsistem pajak Penghasilan antara Timor Leste dan Indonesia dalam UU PPh ..154
1��
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan
negara yang berlaku, baik di Timor Leste maupun di
Indonesia. Peranan pajak pada dasarnya berbeda
antara satu negara dengan negara lainnya. Hal ini
dipengaruhi oleh sistem perpajakan yang dianut,
perkembangan perekonomian Nasional, kebijakan
Politik pemerintah serta jumlah penduduk yang
berdomisili dalam negara tersebut.
Dalam konteks Timor Leste dan Indonesia, untuk
menemukan benang merahnya perbedaan sistem
termaksud, tentunya harus melalui suatu studi
perbandingan. Ruang lingkup studi perbandingan yang
dimaksudkan adalah perbandingan sistem pajak
penghasilan antara Timor Leste dan Indonesia. Studi
ini berawal dari analisis terhadap Undang-Undang
Pajak Penghasilan masing-masing Negara dan sejarah
sebelum Timor Leste merdeka. Oleh karena melalui
pendekatan sejarah, selanjutnya bisa menguraikan
sistem pajak penghasilan yang dianut oleh masing-
masing negara. Seperti telah diketahui bahwa selama
24 tahun Timor Leste menjadi propinsi yang ke 27
negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sejarah
masuknya Timor Leste ke Indonesia melalui proses
Integrasi.
Namun proses integrasi itu menimbulkan
penafsiran yang berdampak pada konflik
2��
berkepanjangan antara satu kelompok dengan
kelompok lain pada negara bekas jajahan Portugues
tersebut. Untuk mengakhiri konflik perang saudara itu
adalah melalui proses jajak pendapat (referendum) yang
dimediasi oleh Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
pada tanggal 30 Agustus 1999, yang mana 78,5% dari
masyarakat Timor Leste memilih merdeka, dan 21,5 %,
memilih bergabung dengan Indonesia. Dalam kurun
waktu 24 tahun tersebut, secara otomatis Timor Leste
telah menjalankan program tax reform yang pertama
tahun 1983 dan taxreform kedua tahun 1994.
Secara umum reformasi pajak menurut Gunadi
(dalam Abdul Rahman, hal 207)1 menyatakan bahwa :
pajak itu mengikuti fenomena kehidupan sosial
ekonomi masyarakat. Di setiap perubahan kehidupan
sosial perekonomian masyarakat maka sudah
sepantasnya pajak harus mengadakan reformasi.
Di Indonesia, reformasi perpajakan berawal dari
tahun 1980-an,2 yang merupakan saat dimana terjadi
guncangan dalam anggaran negara. Penyebabnya
adalah terjadi penurunan drastis harga minyak bumi
dan gas alam di pasar internasional. Oleh karena
penerimaan dari minyak bumi dan gas alam, sebagai
sumber utama penerimaan negara saat itu sangat sulit
diprediksi untuk pengamanan penerimaan dan
berkesinambungannya. Dari aspek anggaran, bila
penerimaan andalan dari migas tetap dipertahankan
���������������������������������������� �������������������1 Gunadi (dalam Abdul Rahman) Administrasi Perpajakan, Nuansa, Bandung, 2010, hlm 207 2 Sumihar Petrus Tambunan et all (Editor), Pajak menurut Teologi Kristen, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, hlm 10�
3��
saat itu, maka akan merusak tatanan dan struktur
penerimaan negara pada Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN).
Untuk itu pemerintah segera mengambil kebijakan
dengan melakukan reposisi andalan bagi penerimaan
negara dari minyak bumi dan gas alam (migas) menjadi
dari pajak. Untuk mendukung reposisi penerimaan
andalan ini, agar berjalan dengan baik, maka
dilakukan berbagai langkah perubahan pada sektor
perpajakan terutama yang bersifat fundamental. Dalam
rangka membangun fondasi perpajakan yang baik
sebagai sumber penerimaan negara yang layak dan
dapat diandalkan, maka pijakannya adalah melakukan
pembaruan sistem perpajakan nasional melalui
reformasi perpajakan.
Kaitannya dengan kebijakan pemerintah di atas
maka dapat dipastikan, bahwa peran pajak bagi tiap
negara pada dasarnya berbeda antara satu negara
dengan negara lainnya, yang mana dipengaruhi oleh
sistem perpajakan yang dianut, kemajuan,
perekonomian, politik, dan pemerintahan dari negara
yang menerapkannya. Seiring dengan uraian di atas,
dapat digaris bawahi bahwa dari sisi sejarah, Timor
Leste mengadopsi sistem pajak penghasilan yang
dianut oleh Indonesia, namun di lain sisi, dapat
disesuaikan pula dengan perkembangan kemajuan
perekonomian, kebijakan politik, dan sistem
pemrintahan yang ada. Hal ini menyebabkan
pengimplementasian sistem pajak penghasilan, yang
dianut oleh Timor Leste pun, banyak yang sama, tetapi
pasti ada juga perbedaannya.
4��
Dengan pijakan dua sisi tersebut di atas, maka
penulis termotivasi untuk memilih judul” Perbandingan
sistem pajak Penghasilan antara Timor Leste dan
Indonesia. Persamaan dalam sistem pajak penghasilan
dapat dilihat pada Pasal 165 UUD Republik
Demokratika Timor Leste (RDTL), yang menyebutkan
bahwa : “Undang-undang dan peraturan-peraturan yang
berlaku di Timor Leste sebelumnya, akan tetap berlaku
berkaitan dengan semua hal kecuali bila bertentangan
dengan UUD atau asas-asas yang terkandung di
dalamnya”. Artinya ada landasan resmi bagi
pemerintah Timor Leste untuk menggunakan hukum
Pajak Penghasilan Indonesia guna mengisi ke vacuman
hukum pajak di Timor Leste, untuk melakukan
pemungutan pajak, sepanjang masih tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Timor Leste, atau sepanjang Timor
Leste belum memiliki UU PPh secara lengkap sesuai
dengan kebutuhan.
Disadari bahwa pada area Perpajakan Timor
Leste, peraturan perundang-undangan yang dirancang
bangun belum cukup untuk dipergunakan dalam
pemungutan pajak beserta aktivitas lain yang
berkaitan. Keterbatasan ini memberi peluang kepada
wajib pajak untuk melakukan penghindaran, terhadap pemenuhan kewajibannya.
Untuk mempertegas alasan memilih judul ini,
berawal dari sumber segala sumber hukum yaitu
berlandaskan pada Pasal-pasal yang mengatur tentang
perpajakan di Indonesia dan Timor Leste, yang
tertuang dalam UUD 1945 dan UUD Republik
5��
Demokratik Timor Leste (RDTL). Di Timor Leste di atur
dalam Pasal 144 UUD RDTL, yang menyebutkan : 1)
negara harus menetapkan suatu sistem perpajakan
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keuangan
negara serta pembagian penghasilan dan kekayaan
negara secara adil; 2) Sistem Perpajakan akan
ditetapkan dengan undang-undang yang menentukan
kewajiban membayar pajak, keuntungan yang di dapat
dari pajak dan jaminan bagi para wajib pajak. Pada
ayat (2) ini, memberikan amanat bahwa sistem
perpajakan yang dipergunakan harus ditetapkan
dengan undang-undang, agar bisa menjamin
pelaksanaan hak dan kewajiban wajib pajak maupun
fiskus.
Sedangkan di Indonesia di atur dalam pasal 23A
UUD 194 menyebutkan bahwa : “Pajak dan pungutan
lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara di
atur dengan undang-undang”.
Berdasarkan Pasal-pasal dalam Undang-Undang
Dasar (UUD) di atas, maka lahirlah undang-undang
perpajakan, yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan
dan kondisi real pada masing-masing negara.
Selanjutnya dalam undang-undang tersebut akan
ditentukan sistem pajak penghasilan yang akan
diberlakukan. Berpijak pada itu yang dapat diangkat
sebagai isu utama dalam penelitian ini adalah,
melakukan perbandingan sistem pajak penghasilan.
Sistem adalah suatu rangkaian bagian-bagian
atau sub sistem yang saling berhubungan dan
bergantung sedemikian rupa sehingga interaksi dan
saling pengaruh dari satu bagian akan mempengaruhi
6��
keseluruhan3. Sedangkan sebagai bahan
perbandingannya adalah terfokus pada apa yang
menjadi perbedaan dan persamaan terhadap sub-
subsistem pajak penghasilan antara Timor Leste dan
Indonesia, beserta kelebihan dan kekurangan yang
terkandung di dalamnya. Adapun sub-subsistem
tersebur antara lain; 1) Tata cara pemungutan pajak; 2)
wajib pajak; 3) fungsi pajak; 4) Tarif pajak; 6) Timbul
dan hapusnya utang pajak; 7) Metode penyusutan; 8)
penghasilan tidak kena pajak.
Dapat diuraikan bahwa dalam studi perbandingan
sub-subsistem pada bab III, penulis lebih berlandaskan
pada sistem pajak penghasilan Indonesia sebagai
acuan atau pedoman. Hal ini dikondisikan sedemikian
rupa karena, UU pajak penghasilan Timor Leste materi
muatannya sangat singkat dan abstrak. Oleh karena
itu pendekatan yang digunakan adalah menguraikan
terlebih dahulu sub-sub sistem pajak penghasilan di
Indonesia, kemudian membanding perbedaan dan
persamaannya beserta kelebihan dan kekurangan yang
terkandung di dalam UU PPh masing-masing negara.
Melalui perubahan UU PPh maka dapat
memodernisasikan perpajakan, perubahan pengelolaan
pajak sangat penting dan konstruktif untuk memenuhi
tuntutan berbagai pihak sebagai pemangku
kepentingan. Modernisasi perpajakan yang dilakukan
dalam rangka melaksanakan good governance, clean
governance dan pelayanan prima kepada masyarakat
���������������������������������������� �������������������3 http://ariebrain.wordpress.com/2010/03/06/sistem/ hlm 2
7��
sebagai wajib pajak di dalam pemenuhan
kewajibannya, yang lebih adil dan transparan.
Untuk membangun fondasi perpajakan yang baik
sebagai sumber penerimaan negara yang layak dan
dapat di andalkan, maka sudah menjadi keharusan
pemerintah melalui pembaruan sistem perpajakan
nasional seperti yang dilakukan oleh Indonesia yaitu
dimulai dengan reformasi perpajakan (tax reform).
Adapun perubahan UU PPh tersebut, adalah : (1)
Undang-undang No. 7 Th. 1983 tentang pajak
penghasilan; (2) Undang-undang No. 10 Th. 1994
tentang Pajak penghasilan; (3) Undang-undang No. 17
Th. 2000 tentang pajak penghasilan; dan (4) Undang-
undang No. 36 Th. 2008 tentang Pajak penghasilan.
Penjelasannya sebagai berikut :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak penghasilan
Pembaruan Undang-undang pajak penghasilan
ini dapat dilakukan, karena undang-undang
sebelumnya dipandang sudah tidak akomodatif lagi,
dan tidak sesuai terhadap perkembangan
perekonomian nasional Indonesia. Dilakukan
perubahan atas sistem perpajakan untuk penetapan
dan pemungutan pajak, yakni dari official
assessment ke self assessment yang dalam
implementasinya dilaksanakan bersama-sama
dengan withholding system.4 Official assessment
system adalah suatu sistem pemungutan pajak di ���������������������������������������� �������������������4 Achmad Tjahjono dan Muhammad Fakhri Husein, Perpajakan, STIM YKPN, Yogyakarta, 2009, hlm 20
8��
mana besarnya pajak yang harus dilunasi atau pajak
yang terutang oleh wajib pajak ditentukan oleh fiscus
(dalam hal ini wajib pajak bersifat pasif). Sedangkan
self assessment system adalah suatu sistem
pemungutan pajak di mana wewenang sepenuhnya
untuk menghitung besarnya pajak yang terutang
oleh wajib pajak diserahkan oleh fiscus kepada wajib
pajak yang bersangkutan, sehingga dengan sistem
baru ini wajib pajak harus aktif untuk menghitung,
menyetor, dan melaporkan kepada kantor pelayanan
pajak. Sementara withholding system adalah suatu
cara pemungutan pajak yang memberikan wewenang
kepada pihak ketiga untuk memungut/memotong
besarnya pajak yang terutang (wajib pajak dan fiscus
bersifat pasif). Dengan ulasan di atas dapat terlihat
ada pergeseran fungsi dan tugas dari fiscus yang
sebelumnya aktif menjadi pasif. Artinya pada self
assessment system ini fiscus hanya melakukan
pengawasan terhadap segala aktivitas wajib pajak
yang kaitannya dengan kewajiban pemenuhan
membayar pajak.
Adapun beberapa hal penting pada bagian
menimbang undang-undang ini seperti berikut :
a. Sistem perpajakan yang merupakan dasar
pelaksanaan pemungutan pajak tidak sesuai lagi
dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan
kehidupan sosial masyarakat Indonesia, baik
dalam kegotongroyongan nasional maupun dalam
menunjang pembiayaan pembangunan. Ini sejalan
dengan pasal 33 ayat (1) UUD 1945, yang
disebutkan bahwa : perekonomian disusun
9��
sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan. Asas ini di landasi dengan upaya
perberdayaan perekonomian nasional yang
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
kemandirian, keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional untuk kesejahteraan
seluruh rakyat Indonesia.
b. Undang-undang tersebut harus perbaharui dan
disesuaikan dengan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945. Dapat dimaknai bahwa
sebelum direformasi, UU perpajakan Indonesia,
merupakan peninggalan dari penjajah yang
tentunya tidak sesuai dengan jiwa bangsa
Indonesia. Dengan demikian harus disesuaikan,
terutama dengan Pancasila sebagai falsafah
bangsa dan sekaligus sebagai falsafah pajak.5
Karena negara Indonesia mempunyai falsafah
negara yang disebut Pancasila, maka dengan
sendirinya falsafah pajak bersandar pada
Pancasila dan tidak boleh bertentangan dengan
Pancasila, bahkan Pancasila harus dijabarkan
dalam peraturan perpajakan.6 Pancasila dalam
sila kelima menyebutkan : Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Melalui falsafah hidup
seluruh rakyat Indonesia ini, masyarakat
diharapkan semakin lancar dalam membayar
���������������������������������������� �������������������5 Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, Asas dan Dasar Perpajakan, ( Ed.Rev. 1) PT Refika Aditama, Bandung, 2004 hlm 6. 6 Sumihar Petrus Tambunan et all (Editor), Op.Cit, hlm 189
10��
pajak. Karena yang mereka lakukan adalah untuk
kepentingan seluruh lapisan masyarakat
Indonesia. Artinya pajak hanya ada dalam
masyarakat, dan pajak sudah ada sejak
masyarakat ada, dengan demikian masyarakat
mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk
meningkatkan kesejahteraan bersama.
c. Undang-undang ini belum sepenuhnya dapat
menggerakkan peran serta semua lapisan subyek
pajak dalam peningkatan penerimaan Negara
yang sangat diperlukan guna mewujudkan
kelangsungan dan peningkatan pembangunan
dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional.7
Subyek PPh di atur dalam pasal 2 dan 3 UU PPh.
Yang menjadi subyek pajak :1) orang pribadi dan
warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
mengganti yang berhak; 2) Badan; 3) Bentuk
Usaha Tetap. Subyek pajak dapat dikategorikan
menjadi subyek pajak dalam negeri dan subyek
pajak luar negeri. Subyek pajak dalam negeri
adalah; a) orang pribadi yang bertempat tinggal di
Indonesia lebih dari 183 hari, dalam jangka waktu
12 bulan, atau pribadi yang berniat untuk
bertempat tinggal di Indonesia; b) badan yang
didirikan atau bertempat kedudukan di indonesia;
c) Warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan, menggantikan yang berhak. Sedang
subyek pajak luar negeri adalah ; a) orang pribadi
yang bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih ���������������������������������������� �������������������7 Tri Budiono, Pajak dalam Perspektif Hukum, Fakultas Hukum Universitas Satya Wacana, Salatiga, 2009 hlm 54�
11��
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; b) orang
pribadi yang tidak betempat tinggal di Indonesia
atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia bukan dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
d. Pada umumnya pajak perseroan, pajak
pendapatan, dan pajak atas bunga, dividen dan
royalty yang berlaku, perlu diperbaharui dan
disesuaikan sehingga lebih memberikan
kepastian, sederhana, mudah pelaksanaannya,
serta lebih adil dan merata.8 Apabila dilihat dari
sejarah perkembangannya, PPh merupakan hasil
penyederhanaan terhadap berbagai jenis pajak
sejenis yang telah ada pada sebelum tahun 1984,
seperti disebutkan di atas. Kemudian
digabungkan ke dalam pajak penghasilan pada
saat reformasi pertama UU perpajakan Indonesia.
UU ini menyederhanakan struktur pajak, seperti
jenis-jenis pajak, tarif dan cara pemenuhan
kewajiban pajak. Tarif pajak ditetapkan secara
wajar berdasarkan prinsip-prinsip pemerataan
dalam pemungutan pajak dan keadilan dalam
���������������������������������������� �������������������8 Ibid hlm 53
12��
pembebanan pajak. Tujuan dari penyederhanaan
ini adalah untuk mempermudah masyarakat
mempelajari, memahami dan mematuhinya.
Struktur tarif disederhanakan dan bersifat
progresif, artinya semakin tinggi penghasilan
semakin tinggi persentase tarif pajak. Kebaikan-
kebaikan tarif progresif ini adalah; a) Sederhana
artinya bagi wajib pajak mudah untuk
menghitung. Tidak ada lagi perbedaan tarif
dengan wajib pajak badan; b) Keadilan dan
pemerataan beban, yaitu pemberlakuan tarif yang
sama terhadap penghasilan yang sama dari
manapun diperoleh.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1994, tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Pada reformasi kedua undang-undang
perpajakan ini, merupakan kelanjutan dan
penyempurnaan reformasi pertama. Hal ini dapat
dicermati pada penjelasan umum UU tersebut,
terutama mengenai prinsip kepastian hukum,
keadilan dan kesederhanaan, maka arah dan tujuan
penyempurnaannya sebagai berikut : a) menuju
kemandirian bangsa dalam pembiayaan
pembangunan yang sumber utamanya berasal dari
penerimaan pajak; b) Lebih memberikan kepastian
hukum dan keadilan bagi masyarakat dalam
berpartisipasi, dalam pembiayaan pembangunan
sesuai dengan kemampuannya; c) menunjang
kebijaksanaan pemerintah dalam rangka
13��
meningkatkan pertumbuhan, pemerataan
pembangunan, dan investasi di seluruh wilayah RI ;
d) menunjang peningkatan usaha ekspor, terutama
ekspor non migas, barang hasil olahan dan jasa-jasa
dalam rangka meningkatkan perolehan devisa; e)
menunjang usaha pengembangan usaha kecil untuk
mengoptimalkan pengembangan potensinya, dalam
rangka mengentaskan kemiskinan; f) Menunjang
usaha pengembangan sumber daya manusia, ilmu
pengetahuan dan teknologi, pelestarian ekosistem,
SDM dan lingkungan hidup; g) menunjang usaha
terciptanya aparat perpajakan makin mampu dan
makin bersih, peningkatan pelayanan kepada wajib
pajak termasuk penyederhanaan dan kemudahan
prosedur dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.
3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Pada perubahan ketiga ini, berpegang pada
prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara
universal yaitu keadilan, kemudahan/efisiensi
administrasi dan produktifitas penerimaan negara
dengan tetap mempertahankan self assessment
system. Oleh karena itu, arah dan tujuan
penyempurnaan undang-undang pajak penghasilan
sbb ;
a. Lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak.
Keadilan yang dimaksudkan disini adalah dilihat
dari dasar pengenaan tarif pajak yang digunakan
adalah tarif progrsif, dimana didasarkan pada
14��
besar-kecilnya penghasilan yang diterima wajib
pajak.
b. Lebih memberikan kemudahan kepada wajib
pajak. Artinya wajib pajak, menghitung, menyetor
dan melaporkan sendiri penghasilannya sesuai
dengan penerimaan riil yang sebenarnya.
Disamping itu wajib pajak juga proaktif
memperoleh informasi yang berkaitan dengan
kewajiban membayar pajak.
c. Menunjang kebijaksanaan pemerintah dalam
rangka meningkatkan investasi langsung di
Indonesia baik penanaman modal asing maupun
penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang
usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang
mendapat prioritas. Dengan meningkatkan
investasi seperti itu maka secara tidak langsung,
dapat membantu beban pemerintah mengatasi
masalah penggangurang, dan mengurangi
urbanisasi yang dari waktu ke waktu memadati
kota-kota besar untuk mencari pekerjaan.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008, tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Pada perubahan keempat ini, tujuan utamanya
adalah upaya mengamankan penerimaan negara
yang semakin meningkat, mewujudkan sistem
perpajakan yang netral, sederhana, stabil, lebih
memberikan keadilan dan lebih dapat menciptakan
kepastian hukum serta transparansi. Dengan
15��
berlandaskan pada arah dan tujuan tersebut, maka
dalam penjelasan umum perubahan pajak
penghasilan ini, menguraikan hal-hal pokok meliputi:
a. Dalam rangka meningkatkan keadilan pengenaan
pajak maka dilakukan perluasan subjek dan
obyek pajak dalam hal-hal tetentu dan
pembatasan pengecualian atau pembebasan pajak
dalam hal lainnya; b. Dalam rangka meningkatkan daya saing dengan
negara-negara lain, mengedepankan prinsip
keadilan dan netralitas dalam penetapan tarif dan
mendorong perkembangan usaha-usaha kecil; c. Untuk lebih memberikan kemudahan kepada
wajib pajak, self assessment system tetap
dipertahankan dan diperbaik, terutama pada
sistem pelaporan dan prosedur pembayaran pajak
dalam tahun berjalan agar tidak menyulitkan
wajib pajak untuk lebih menyesuaikan perkiraan
pajak yang akan terutang. Kebijakan pemerintah melakukan reposisi,
yang pada akhirnya bermuara pada perubahan
undang-undang pajak penghasilan mulai dari
perubahan pertama sampai keempat, adalah
bertujuan untuk meningkatkan penghasilan untuk
kemakmuran rakyat bersama. Hal ini sejalan dengan
fungsi pajak budgeter, yakni sebagai alat utama
untuk memasukkan uang ke dalam kas negara yang
sangat diperlukan untuk membiayai pengeluaran
negara.9 UU No 36 tahun 2008, tentang Pajak
���������������������������������������� �������������������9 Rochmat Soemitro dan Kania Sugiharti (Ed. Rev. 1) ,Op.Cit hlm 129
16��
Penghasilan dibuat terutama dengan maksud untuk
memasukkan uang ke dalam kas negara. Walaupun
di sadari masih ada fungsi pajak lain yakni fungsi
mengatur. Tapi fungsi mengatur itu hanya sebagai
sampingan saja, yaitu sebagai instrumen bagi
pemerintah, seperti untuk menarik modal asing dan
modal domestik dalam investasi yang mendapat
prioritas dalam pembangunan.
Setelah menguraikan perubahan undang-
undang pajak penghasilan Indonesia sampai yang
keempat kalinya, maka langkah berikutnya adalah
menguraikan undang-undang pajak penghasilan
Timor Leste sebagai berikut.
5. Undang-undang No. 18 Tahun 2000 tentang Sistem Perpajakan Timoe Leste Dalam undang-undang ini, sistem pemungutan
pajak yang digunakan di Timor Leste untuk
memungut pajak adalah self assessment system,
yang dalam implementasinya bersama-sama dengan
Withholding system. Secara historis sistem ini
diadopsi dari Indonesia, yang dilandaskan pada pasal
165 UUD RDTL yang disebutkan bahwa : “Undang-
undang dan peraturan-peraturan yang berlaku di
Timor Leste sebelumnya, akan tetap berlaku berkaitan
dengan semua hal kecuali bila bertentangan dengan
UUD atau asas-asas yang terkandung di dalamnya”.
Oleh karena tidak ada pertentangan yang signifikan,
maka self assessment system dapat
diimplementasikan di Timor Leste, bersamaan
dengan withholding system. Dalam pelaksanaan
17��
undang-undang ini, menggunakan tarif progresif,
sehingga lebih mengarah pada keadilan.
6. Undang-undang RDTL No. 8 tahun 2008 tentang Pajak dan Pabean Undang - undang ini merupakan
penyempurnaan dari UU No. 18 Tahun 2000, tentang
Sistem Perpajakan Timor Leste, yang pada prinsipnya
menyangkut tiga hal pada bagian menimbang
sebagai tujuan perubahan, terutama hanya terfokus
pada tarif pajaknya, seperti berikut :
a. Berupaya memberikan keringanan beban fiscal
kepada pajak Non Migas. Maksudnya adalah
dengan perubahan tersebut, pemerintah telah
mengambil kebijakan untuk merubah ; 1) tarif
dari progresif menjadi proporsional. Ini menganut
asas kesederhanaan, akan tetapi bertentangan
dengan asas keadilan; 2) menghapus bunga bank
dan dividen; 3) menurunkan tarif beberapa jenis
pajak; 4) Tarif pajak progresif berlaku untuk
Migas dan tarif pajak proporsional berlaku untuk
Non migas.
b. Memprioritaskan kenetralan sistem pajak. Pada
point ini, merupakan suatu penetapan tarif
sampai diberlakukan bersifat netral pada semua
wajib pajak, sesuai dengan ketentuan undang-
undang perpajakan yang sedang berlaku, dan
tidak menimbulkan diskrimanasi.
c. Terfokus pada keadilan pajak dan konsensus
antara wajib pajak dan masyarakat secara
18��
menyeluruh.10 Keadilan merupakan bagian
integral dari pengelolaan pajak, yang berarti
keadilan dalam bertindak. Bersikap adil
merupakan elemen yang tampak paling nyata dan
selalu menjadi tolak ukur bagi pembayar pajak
dalam penilaian kualitas dari undang-undang
perpajakan itu sendiri. Berkaitan dengan itu,
proses untuk menentukan perubahan tentunya
melalui Parlemen nasional, yang merupakan wakil
rakyat. Dengan demikian keputusan apapun yang
telah ditetapkan melalui mayoritas anggota
Parlemen Nasional sudah merupakan keputusan
yang adil bagi rakyat. Hanya saja bila dicermati
kembali fokus keadilan yang dimaksud adalah
baru sampai pada perubahan tarif pajak yang
sebelumnya hanya menggunakan tarif progresif,
dirubah menjadi tarif progresif diimplementasikan
pada pajak migas dan tarif proporsional
diimplementasikan untuk pajak Non Migas.
Kaitannya dengan itu, maka peran pajak
dalam keuangan negara, bagi Timor Leste saat ini,
belum menitik beratkan pada sektor pajak
penghasilan sebagai sumber andalan dalam
pembangunan nasional, melainkan hanya sebagai
dana pendukung dalam pelayanan pemerintahan.
Memperhatikan uraian secara detail
perubahan Undang-undang pajak penghasilan kedua
negara di atas terdapat beberapa hal antara lain :
���������������������������������������� �������������������10 Sumihar Petrus Tambunan et all (Editor), Op.Cit hlm 144
19��
1) Untuk Indonesia, pertama kali, pajak dapat
diandalkan pada area minyak bumi dan gas alam,
dalam mengisi APBN setiap tahun. Akan tetapi hal
ini megalami perubahan, beralih ke pajak Non
migas tahun 1983, dan menggunakan tarif
progresif. Sementara Timor Leste juga sebelum
perubahan undang-undang pajak penghasilan
hanya menerapkan tarif progresif.
2) Perubahan undang-undang pajak penghasilan
Indonesia dari waktu ke waktu lebih mengarah ke
penyempurnaan dengan tujuan untuk
meningkatkan penerimaan Negara yang kemudian
memasukkan uang ke dalam kas Negara, guna
dialokasikan kembali untuk pembangunan
nasional. Sedangkan Timor Leste baru sekali ada
perubahan. Dimana perubahan dari tarif progresif
menjadi tarif ganda, yaitu tarif progresif
diberlakukan untuk pajak migas, dan tarif
proporsional dapat diberlakukan untuk pajak non
migas. Dengan demikian perubahan di Timor
Leste bukan mengacu pada penyempurnaan,
melainkan mengacu pada kerumitan, dalam
pelaksanaan.
3) Bagi Indonesia peran pajak adalah sangat penting
untuk diandalkan menjadi sumber pendanaan
dalam pembangunan nasional. Sedangkan bagi
Timor Leste, untuk sementara pajak belum
diandalkan sebagai sumber pembangunan
nasional, melainkan lebih mengandalkan hasil
pembagian minyak bumi dan gas alam antara
Timor Leste dan Australia.
20��
4) Indonesia lebih mengutamakan fungsi pajak
Anggaran, sementara Timor Leste menggunakan
fungsi pajak mengatur.
5) Untuk Indonesia UU PPh adalah hukum material
dipisahkan dari hukum formal (KUP), sedangkan
Timor Leste hukum material dan formalnya
dijadikan satu dalam UU pajak penghasilan.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas,
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
Bagaimana perbandingan sistem pajak penghasilan
antara Timor Leste dan Indonesia ?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan utama yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Untuk mendeskripsikan Perbedaan dan
persamaan serta kekurangan dan kelebihan sistem
pajak penghasilan antara Indonesia dan Timor Leste,
yaitu meliputi landasan yuridis, tata cara pemungutan
pajak, timbul dan hapusnya utang pajak, tarif yang
dipergunakan, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP),
fungsi pajak, wajib pajak, dan penyusutan yang
digunakan.
Disamping itu hasil penelitian ini akan penulis
rekomendasikan kepada Dirjen Pajak dan Bea Cukai
Timor Leste untuk memperbaiki UU PPh yang dinilai
berdampak pada merugikan penerimaan Negara dari
sektor pajak non migas.
21��
D. Manfaat penelitian Adapun manfaat penelitian ini antara lain :
1. Secara teoritis diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan,
khususnya pada bidang perpajakan;
2. Secara praktisnya, hasil penelitian ini, akan penulis
rekomendasikan kepada pemerintah Timor Leste,
terutama pejabat pada Dirjen pajak dan Bea Cukai
Timor Leste untuk memperbaiki sistem pajak
penghasilan.
3. Dapat menginventarisir kelemahan-kelemahan
sistem perpajakan yang belum di ketahui oleh
pemerintah Timor Leste.
E. Keaslian Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian perdana yang
dilakukan oleh penulis. Sejauh ini belum ada peneliti
lain yang meneliti, mengenai perbandingan sistem
pajak penghasilan antara Timor Leste dan Indonesia.
Dengan demikian peneliti menjamin keaslian bahan-
bahan yang berkaitan dengan topik ini tanpa plagiat
dari peneliti pendahulu dalam bidang ini.
F. Metodologi Penelitian 1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan adalah yuridis normatif
dengan menggunakan metode perbandingan hukum
yaitu meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan
sistem norma. Sistem norma yang dimaksudkan
adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari
22��
peraturan perundang-undangan, putusan
pengadilan, perjanjian serta doktrin. Menurut Peter Mahmud,11 penelitian hukum normatif adalah suatu
proses untuk menemukan suatu aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin
hukum untuk menjawab permasalahan yang
dihadapi. Menurut Holland, 12 metode perbandingan
hukum dilakukan dengan mengumpulkan,
menganalisa, menguraikan gagasan-gagasan,
doktrin, peraturan yang ditemukan di setiap sistem
yang berkembang dengan memberikan perhatian
mengenai persamaan dan perbedaan. Menurut
Jolious Stone perbandingan hukum mencoba untuk
melukiskan apa yang sama dan apa yang berbeda
dalam system hukum atau mencari inti kesamaan
dan perbedaan dari sistem hukum tersebut.
Menurut Bartholomew,13 metode perbandingan
adalah lebih menaruh perhatian pada metode studi,
dengan jalan mana dua atau lebih system hukum,
konsep, lembaga atau prinsip diteliti dengan
pengamatan guna mengetahui secara pasti mengenai
perbedaan-perbedaan dan persamaan di antaranya.
Dari pendapat para ahli dapat ditegaskan
bahwa Penelitian perbandingan hukum adalah
suatu penelitian yang dilakukan oleh peniliti dengan
membandingkan undang-undang suatu negara
���������������������������������������� �������������������11 Peter Mahmud (dalam Mukti Fajar ND & Yulianto Achmad) Dualisme Penelitian Hukum, Normatif dan Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010 hlm 34. 12 http://go.Microsoft.com/ fwlink/? linkId = 69157, Sifat Dasar dan Pengertian mengenai Perbandingan Hukum, Pan Mohamad Faiz hlm 2�13 Ibid. hlm 3
23��
dengan undang-undang dari satu negara atau lebih
untuk menemukan perbedaan dan persamaannya.
Selain itu, Perbandingan hukum, juga merupakan
suatu metode studi dan penelitian di mana hukum
dan lembaga-lembaga dari dua Negara atau lebih di
perbandingkan. Metode ini menaruh perhatian pada
analisis kandungan dari sistem hukum yang
berbeda dalam rangka menemukan perbedaan dan
persamaan, guna menjawab berbagai masalah
hukum. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui
dengan pasti perbedaan dan persamaan di dalam
peraturan hukum pada dua negara atau lebih
dengan cara pandang untuk menyediakan solusi
yang bermanfaat bagi sistem hukum setempat.
Penelitian hukum normatif dilakukan untuk
menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru
sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapi. Menggunakan penelitian normatif
adalah untuk meneliti, persamaan dan perbedaan,
Landasan hukum, konsep penghasilan, sistem
perpajakan yang dianut, timbul dan hapusnya
hutang pajak, tarif yang dikenakan dan penghasilan
tidak kena pajak (PTKP) antara kedua Negara.
2. Spesifikasi penelitian Spesifikasi penelitian ini adalah menggunakan
metode perbandingan hukum yaitu suatu penelitian
yang dilakukan peneliti khususnya melakukan
perbandingan sistem pajak penghasilan antara
Timor Leste dan Indonesia. Bahan perbandingan
24��
yang digunakan sebagai sub-subsistem pajak
penghasilan dapat dirinci seperti berikut :
a. Landasan Hukum:
1) Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia
2) UU Pajak Penghasilan Timor Leste
b. Tata cara pemungutan Pajak
1) Stelsel Pajak
2) Asas pengenaan Pajak
3) Sistem Pemungutan Pajak
c. Timbul dan Hapusnya Pajak
d. Tarif Pajak
e. Penghasilan Tidak Kena Pajak
f. Fungsi Pajak
g. Wajib Pajak
h. Metode Penyusutan
3. Sumber bahan penelitian a. Bahan hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan
hukum perpajakan, di Timor Leste dan
Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Landasan hukum yang digunakan di Timor
Leste meliputi:
a) UU perpajakan Timor Leste No. 18 Tahun
2000, tentang sistem perpajakan;
b) Undang-udang perpajakan No 8 Tahun
2008, tentang pajak dan kepabean.
2) Landasan hukum yang digunakan di Indonesia
sbb:
a) UU No 7 Tahun 1983 tentang pajak
penghasilan
25��
b) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994,
tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor
7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
c) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000,
tentang Peubahan ketiga UU Nomor 7
tentang Pajak Penghasilan
d) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Perubahan Keempat atas Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan;
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan
hukum yang diperoleh melalui studi
kepustakaan, seperti studi terhadap Undang-
undang pajak Penghasilan Timor Leste dan
Indonesia, buku-buku Perpajakan, Tesis-tesis
yang relevan dengan judul tersebut.
Untuk menunjang data sekunder, maka
penulis mendapatkan data primer tambahan,
dengan cara berdiskusi dengan Dirjen Pajak dan
Bea Cukai Timor Leste dan Dirjen Anggaran dan
Perbendaharawan Timor Leste. Disamping itu
berdiskusi dengan Direktur Nasional Pajak Non
Migas serta Migas. Maksud penulis untuk
bertemu dengan para pejabat tersebut untuk
mengklarifikasi, keterlibatan mereka dalam
kebijakan pemerintah mengenai perubahan
undang-undang pajak penghasilan di Timor
Leste.
26��
c. Bahan hukum tertier
Bahan hukum ini meliputi kamus ( Kamus
hukum, kamus bahasa Indonesia, bahasa
Inggris) dan ensiklopedia perpajakan Indonesia.
4. Analisis Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini,
adalah mengumpulkan undang-undang pajak
penghasilan Timor Leste dan Indonesia, beserta
perubahannya masing-masing. Kemudian penulis
mempelajari, mengklasifikasi dan diuraikan,
mengenai perbedaan dan persamaan serta kelebihan
dan kekurangan sistem pajak penghasilan Timor
Leste dan Indonesia.
Selanjutnya menganalisis secara kualitatif,
yaitu menggunakan kata-kata.
27��
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pajak dan Penghasilan 1. Pengertian Pajak
Definisi hukum pajak, menurut para Ahli
mempunyai pendapat yang berbeda-beda sesuai
dengan perspektifnya masing-masing di antaranya
seperti berikut.
P.J. A. Adriani14
Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Sammerfeld Ray M, Anderson Herschel M, dan Brock Horace R15
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib pajak dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
���������������������������������������� ���������������������� Mohammad Zain, Manajemen Perpajakan,Salemba Empat, Jakarta ed. II,
2005, hlm 10����Ibid. hlm 11�
28��
Adam Smith16
Pajak memiliki dua aspek yang berbeda. Pertama, aspek pengambilalihan; hukum pajak menyediakan instrument khusus bagi Negara agar dapat memaksa warga negaranya untuk membayar pajak. Kedua adalah aspek kontribusi, selaku bagian dari komunitas, maka sesama warga negara saling berbagai pengeluaran.
Soeparman Soemahamidjaja17
Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejateraan umum.
Rochmat Soemitro18
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut : Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk publik saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai publik investment.
���������������������������������������� ����������������������Yustinus Prastowo, Panduan lengkap pajak, Raih Asa Sukses,Jakarta, 2009,
hlm 8���� Tunggul Anshari Setia Negara, Pengantar Hukum Pajak,Bayumedia
publishing, Malang, 2008, hlm 5�18 Tri Budiono, Op. Cit hlm 2�
29��
B.Usman dan K Subroto19
Pajak diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemrintah berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk pembiayaan pengeluaran umum pemerintah, yang balas jasanya tidak secara langsung diberikan kepada pembayarnya, sedangkan pelaksanaannya di mana perlu dapat dipaksakan.
Rismky K. Judiseno 20
Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan berupa pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai keperluan negara berupa pembangunan nasional yang pelaksanaannya di atur dalam undang-Undang dan peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara.
Oleh karena pajak adalah pungutan paksa
yang dilakukan pemerintah terhadap wajib pajak
yang tidak ada kontraprestasi secara langsung. Atas
tidak ada kontra prestasi secara langsung, maka
suatu pajak harus memenuhi asas-asas sebagai
berikut 21 ;
a. Asas legalitas; yaitu mempunyai makna bahwa
setiap pemungutan harus di dasarkan pada
undang-undang pajak penghasilan sedang
berlaku;
���������������������������������������� �������������������19 Loc.Cit hlm 2 20 Loc.Cit hlm 2�21Zainuddin Dachlan, Efektifitas Pelaksanaan Sistem Self Assessment di Kantor Pelayanan Pajak Kendari, Sulawesi Tenggara, Tesis UNDIP Semarang, 2002, hlm 2
30��
b. Asas kepastian hukum, artinya bahwa ketentuan
perpajakan tidak boleh menimbulkan keragu-
raguan, harus jelas dan mempunyai suatu
pengertian sehingga tidak menimbulkan celah,
untuk menafsirkan makna ganda. Unsur-unsur
yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan
kepastian hukum adalah mengenai materi obyek
pajak, subyek pajak, tempat, waktu,
pendefinisian, penyempitan atau perluasan
makna, penggunaan bahasa hukum dan
penggunaan istilah-istilah baku;
c. Asas efisien, adalah pajak dipungut dari
masyarakat yang kemudian digunakan untuk
membiayai kegiatan-kegiatan administrasi
pemerintahan dan pembangunan, Oleh karena
itu suatu jenis pungutan pajak harus efisien,
artinya biaya yang digunakan dengan pajak yang
masuk minimal harus terjadi keseimbangan,
bahkan diharapkan pemasukkan harus lebih
besar dari pengeluaran biaya.
d. Asas non distorsi, berarti bahwa pajak harus
tidak menimbulkan distorsi dalam masyarakat
sebagai wajib pajak;
e. Asas sederhana, bahwa aturan-aturan pajak
harus sederhana sehingga mudah di mengerti,
baik oleh fiskus, maupun oleh wajib pajak.
Aturan-aturan yang kompleks disamping akan
menyulitkan bagi pelaksanaan perpajakan, juga
dapat ditafsirkan ganda sehingga dapat
menimbulkan celah-celah;
31��
f. Asas adil, terutama berarti bahwa alokasi beban
pajak pada berbagai golongan masyarakat harus
mencerminkan keadilan. Ada dua kriteria yang
lazim digunakan antara lain; pertama, adalah
kemampuan membayar dari wajib pajak (ability
to pay). Berdasarkan kriteria ini maka alokasi
beban pajak di katakan adil apabila seseorang
yang mempunyai kemampuan membayar lebih
tinggi dikenakan proporsi beban pajak yang lebih
tinggi; kedua, prinsip benefit yaitu benefit yang
diperoleh wajib pajak dari jasa-jasa publik yang
diberikan oleh pemerintah. Berdasarkan kriteria
ini, maka pajak dikatakan adil apabila seseorang
yang memperoleh kenikmatan lebih besar dari
jasa-jasa public yang dihasilkan oleh pemerintah
dikenakan proporsi beban yang lebih besar.
Dari pendapat para pakar di atas dapat
disimpulkan bahwa beberapa hal penting yang
terdapat pada pengertian pajak tersebut, yaitu :
a. Iuran yang dapat dipaksakan, artinya iuran yang
mau tidak mau harus di bayar oleh rakyat yang
dikenakan kewajiban membayar iuran tersebut.
Kalau rakyat atau badan hukum yang oleh
pemerintah dikenakan kewajiban membayar
iuran tersebut (lazim disebut wajib pajak) tidak
melaksanakan pembayaran tersebut, maka wajib
pajak yang bersangkutan dapat di kenakan
tindakan hukum oleh pemerintah berdasarkan
undang-undang berlaku;
b. Tanpa jasa kontra prestasi/imbalan langsung,
yang dapat ditunjukkan mengandung arti bahwa
32��
wajib pajak yang membayar iuran kepada Negara
tidak ditunjukkan secara langsung imbalan apa
yang diperolehnya dari pemerintah atas
pembayaran iuran tersebut.
c. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan
atas Undang-Undang serta peraturan
pelaksanaannya
d. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi
keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam
rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik
rutin maupun pembangunan
2. Pengertian penghasilan Menurut Moenaf H. Regar,22 ( dalam Achmad
Tjahjono & Muh. Fakhri Husein 2009 : 166).
Menyebutkan bahwa : penghasilan adalah tambahan
kemampuan ekonomis dapat diartikan sebagai
potensi untuk menambah pemenuhan suatu
kebutuhan, termasuk kemampuan teknis,
kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.
Sementara berdasarkan akuntansi, penghasilan
adalah kenaikkan manfaat ekonomi selama satu
periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau
penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal
dari kontribusi penanaman modal.
Sedangkan pada pasal 4 ayat (1) UU PPh No.
36 Th. 2008, menyebutkan bahwa : penghasilan
���������������������������������������� �������������������22 Achmad Tjahjonodan Muhammad Fakhri Husein, Op. Cit. hlm 116
33��
adalah setiap tambahan yang diterima atau diperoleh
wajib pajak, baik yang berasal dari dalam negeri
maupun luar negeri. Kaitannya dengan itu maka
pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan
terhadap subyek pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Pajak
adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke
sektor publik berdasarkan undang-undang yang
dipaksakan dan tidak mendapat imbalan secara
langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk
membiayai pengeluaran umum dan dapat digunakan
sebagai alat pendorong, penghambat atau pencegah
untuk mencapai tujuan yang ada diluar bidang
keuangan Negara.23 Dilihat dari segi ekonomi, pajak
dapat dilihat dari sisi mikro ekonomi maupun dari
sisi makro ekonomi. Seperti dikatakan oleh Rochmat
Soemitro, bahwa : Dari segi mikro ekonomi, pajak
mengurangi income individu, yakni mengurangi daya
beli seseorang, mengurangi kesejahteraan individu,
dan mengubah pola hidup wajib pajak.
Secara makro, pajak merupakan income bagi
masyarakat (negara) tanpa menimbulkan kewajiban
pada negara terhadap wajib pajak. Hal ini dapat
ditegaskan bahwa pajak merupakan peralihan uang
(harta) dari sektor swasta/individu ke sektor
pemerintah, yang dapat mengurangi pendapatan
seseorang dan sudah barang tentu mengurangi daya
beli individu dan akan berdampak besar pada
ekonomi keluarga, seperti merubah pola konsumsi ���������������������������������������� �������������������23Y. Sri Pudyatmoko (Ed.Rev), Pengantar Hukum Pajak, Cv. Andi Offset, Yogyakarta, 2006 hlm 27
34��
dan pola hidup individu. Secara makro uang pajak
yang diterima pemerintah dikeluarkan lagi ke
masyarakat untuk membiayai kepentingan umum,
seperti fasilitas jalan umum, sekolah, rumah sakit
dan lain-lain.
Pajak penghasilan merupakan refleksi,24 dari
pernyataan Pasal 1 UU No. 36 tahun 2008 yang
menyebutkan bahwa : pajak penghasilan dikenakan
terhadap : (1) Tahun Pajak; (2) Subyek Pajak; 3)
Obyek Pajak (penghasilan) yang diterima atau di
peroleh; Berikut uraiannya
a. Tahun Pajak Tahun pajak yang dipergunakan untuk
menentukan pajak pada dasarnya adalah tahun
takwim,25 yaitu tahun yang dimulai dari 1 januari
sampai dengan 31 Desember. Namun demikian,
undang-undang memperbolehkan wajib pajak
mempergunakan tahun buku yang tidak sama
dengan tahun takwim, sepanjang tahun buku
tersebut meliputi jangka waktu 12 bulan.
Undang-undang tersebut memperbolehkan
wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak
sama dengan tahun takwim. Akan tetapi terlebih
dahulu harus memberitahukan kepada Dirjen
pajak untuk mendapatkan persetujuan lebih
lanjut. Ini sejalan dengan pasal 42 ayat (2) UU
PPh No. 8 Th. 2008 tentang Pajak dan Pabean
���������������������������������������� �������������������24 Soemarso S.R, Perpajakan pendekatan Komprehensip, Salemba Empat, Jakarta, 2007 hlm 192 25 Tri Budiono, Op. Cit. hlm 53 �
35��
yang menyebutkan bahwa : seorang wajib pajak
diberi izin untuk menggunakan suatu tahun pajak
pengganti sesuai dengan permintaan secara
tertulis kepada Dirjen pajak guna merubah tahun
wajib pajak menjadi periode 12 bulan dalam satu
tahun pajak. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa
Dirjen pajak dapat memberikan izin jika
permohonan tersebut disertai dengan alasan-
alasan rasional sesuai dengan keadaan wajib
pajak tersebut.
b. Subyek Pajak Subyek pajak diartikan,26 sebagai orang
yang dituju oleh undang-undang untuk
dikenakan pajak. Pajak penghasilan dikenakan
terhadap subyek pajak berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperolehnya
dalam satu tahun. Pengertian subyek pajak
meliputi orang pribadi, badan dan warisan yang
belum terbagi sebagai satu kesatuan dan Bentuk
Usaha Tetap. Subyek pajak dibedakan menjadi
subyek pajak dalam negeri dan subyek pajak luar
negeri.
1) Subyek pajak dalam negeri, terdiri dari ;
a) Orang pribadi yang lahir di Indonesia, orang
yang bertempat tinggal di Indonesia lebih
dari 183 hari dalam waktu 12 bulan, orang
berniat tinggal di Indonesia.
���������������������������������������� �������������������26 Waluyo, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, 2010 hlm 89
36��
b) Badan terdiri dari; badan yang didirikan di
Indonesia, seperti PT, BUMN, BUMD,
perseroan komanditer, dengan nama dan
dalam bentuk apapun, BUT adalah bentuk
usaha yang digunakan orang pribadi atau
badan yang tidak didirikan di Indonesia
untuk menjalankan usaha, seperti, cabang
perusahaan, manajemen, pabrik, bengkel,
pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh
pegawai sepanjang dilakukan lebih dari 60
hari dalam jangka waktu 12 bulan.
c) Warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan menggantikan yang berhak. Oleh
karena warisan adalah kekayaan maka
harus menarik pajak untuk kemakmuran
bersama.
2) Subyek pajak luar negeri, 27 terdiri dari; orang
pribadi yang tinggal di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,
badan yang tidak didirikan atau berkedudukan
di Indonesia yang menerima penghasilan dari
Indonesia.
Untuk mempermudah pemahaman
mengenai subyek pajak tersebut dapat diuraikan
dalam tabel berikut:
���������������������������������������� �������������������27 Fidel, Op. Cit hlm 134
37��
Tabel 1 Perbedaan dan Persamaan Subyek Pajak
di Timor Leste dan Indonesia
Perbedaan
Indikator Indonesia Timor Leste
Syarat kuantitatif Subyek
pajak orang
pribadi yg
berada di
Indonesia
lebih
dari183 hari
dalam
waktu 12
bulan
Subyek pada orang
pribadi yang berada
di Timor Leste lebih
dari 180 hari dalam
waktu12 bulan,
dianggap tetap
subyek pajak luar
negeri jika yang
bersangkutan belum
memenuhi syarat
kualitatif.
Definisi subyek
pajak
Diuraikan
secara rinci
Tidak diuraikan
secara sehingga
mempersulit fiskus &
WP
Pasal yang mengatur
subyek
Terinci di
atur dalam
psl 2 UU
PPh No. 36
Th. 2008
Ditemukan dalam psl
27 UU PPh No. 8 Th.
2008, tapi mengenai
wajib pajak, tidak ada
penjelasannya
Persamaan
Indikator Indonesia dan Timor Leste
Syarat kualitatif Subyek pajak yang berniat tinggal.
Media yang digunakan untuk
mengukur niat tersebut adalah
kontrak kerja, Izin kerja tenaga kerja
asing, kontrak sewa rumah atau
apartemen
Subyek pajak dalam
negeri
Adalah orang pribadi, badan,
warisan yang belum terbagi dan BUT
38��
Subyek pajak luar
negeri
Orang pribadi yang tidak berada di
Timor Leste dan Indonesia, yang
tidak melebihi syarat kuantitatif dan
badan hukum yang tidak didirikan
di Timor Leste dan Indonesia.
Kategori Subyek
pajak
Subyek pajak dalam negeri dan
subyek pajak luar negeri
Memperhatikan tabel 1 diatas, semua
item dalam kolom tersebut adalah sama,
terkecuali pada subyek pajak orang pribadi
yang di bertempat kedudukan di Timor Leste,
kalaupun sudah lebih dari 180 hari dalam
waktu 12 bulan, tetap di anggap subyek pajak
luar negeri. Efek dari aturan sedemikian
berdampak pada ketidak pastian terhadap
subyek pajak yang berada di Timor Leste yang
sudah lebih dari 180 hari dalam jangka waktu
12 bulan. Bahkan sangat mempengaruhi para
pengusaha asing untuk menanamkan
modalnya di Timor Leste dalam jangka waktu
yang lama.
Sementara subyek pajak orang pribadi
sesuai dengan aturan di Indonesia, bagi orang
pribadi berada di Indonesiayang sudah lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,
sudah otomatis sebagai subyek pajak dalam
negeri. Penerapan aturan seperti yang
dilakukan oleh Indonesia, adalah lebih
memberikan kepastian hukum kepada wajib
pajak yang berdomisili di Indonesia, dalam
menjalankan usahanya.
39��
c. Obyek Pajak Obyek pajak adalah sasaran yang akan
dikenakan pajak, dalam hal ini yang menjadi
obyek pajak adalah penghasilan. Dalam arti
sempit penghasilan di artikan sebagai gaji,
keuntungan, honorarium, atau uang lembur.
Sedangkan dalam arti luas, penghasilan
adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau di peroleh subyek pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun yang
berasal dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Pengertian penghasilan di pandang dari
segi mengalirnya tambahan kemampuan
ekonomis kepada wajib pajak, dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa jenis obyek
pajak penghasilan seperti berikut:
a) Penggantian atau imbalan berkenaan
dengan pekerjaan atau jasa
Penghasilan yang diterima dalam
hubungan kerja ini mencakup; gaji, upah,
komisi, tunjangan, honorarium, bonus,
gratifikasi, uang pensiun atau imbalan
dalam bentuk lain. Sedangkan pemberian
gaji atau upah dalam bentuk atau
kenikmatan harus ditentukan dengan
undang-undang dan harus memenuhi
kriteria sebagai berikut: 1) diberikan oleh
wajib pajak dalam negeri atau pemerintah;
40��
2)wajib pajak telah di kenakan pajak yang
bersifat final; 3) wajib pajak menggunakan
norma penghitungan pajak dalam
menghitung pajaknya.
b) Hadiah dari undian, pekerjaan, atau
kegiatan dan penghargaan
Dalam pengertian ini mencakup
pemberian hadiah yang diberikan, baik
dengan undian maupun tanpa undian. Ini
kaitan dengan karyawan yang berprestasi
akan diberikan hadiah tanpa di undi.
Demikian juga para atlet olahragawan yang
memperoleh hadiah uang atau dalam
bentuk rumah, kendaraan dan lainya akan
dikenakan pajak.
c) Laba usaha
Ini merupakan penghasilan yang
diperoleh dari melakukan kegiatan usaha,
yang harus dikenakan pajak.
d) Keuntungan karena penjualan atau
pengalihan harta
Ada 5 bentuk keuntungan dari
penjualan atau penghasilan harta antara
lain; 1) keuntungan karena pengalihan
harta kepada perseroan, persekutuan dan
badan lain sebagai pengganti penyertaan
modal; 2) keuntungan karena pengalihan
harta kepada pemegang saham, sekutu dan
badan lainnya; 3) keuntungan karena
likuidasi, pengabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan dan
41��
pengambilalihan usaha; 4) keuntungan
karena pengalihan harta berupa hibah,
bantuan atau sumbangan; dan 5)
keuntungan karena penjualan atau
pengalihan keseluruhan atau sebagian hak
penambangan dan pembiayaan dalam
perusahaan tambang.
e) Penerimaan kembali pembayaran pajak
(restitusi)
Penerimaan kembali restitusi pajak
(kelebihan pembayaran pajak) yang telah
diperhitungkan sebagai biaya pada saat
menentukan PKP.
f) Bunga termasuk premium, diskonto, dan
imbalan karena jaminan pengembalian
hutang.
Bunga adalah imbalan yang diterima
sehubungan peminjaman uang dan
jaminan pengembalian hutang.
g) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada para pemegang polis dan
pembagian sisa hasil usaha.
Termasuk dalam pengertian dividen
adalah: 1) pembagian laba baik secara
langsung maupun tidak langsung, dengan
nama dan dalam bentuk apapun; 2)
pembayaran kembali karena likuidasi yang
melebihi jumlah modal yang disetorkan; 3)
pembayaran kembali seluruhnya atau
sebagian dari modal yang disetorkan; dan
42��
4) pengeluaran perusahaan untuk
keperluan pribadi pemegang saham yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan.
h) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak
Royalti adalah pembayarn, baik
dilakukan secara berkala maupun tidak,
atas apapun namanya sehubungan dengan
penggunaan atau pemakaian hak.
Pembayaran royalti ini ada tiga kelompok,
yaitu pembayaran atas penggunaan : 1)
Hak atas harta tak berwujud, misalnya hak
pengarang, hak paten, merek dagang,
formula atau rahasia perusahaan; 2) Hak
atas harta berwujud, seperti hak atas alat-
alat industry, komersial, dan ilmu
pengetahuan; dan 3) Jasa, yaitu pemberian
informasi yang diperlukan mengenai usaha
dan investasi pada umumnya.
i) Sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta
Yang termasuk dalam sewa pada
umumnya; 1) hasil sewa dari harta yang
merupakan modal harta perusahaan (sewa
gudang & rumah); 2) hasil penyewaan dari
harta yang tidak merupakan modal harta
perusahaan, sehingga penghasilan itu
merupakan penghasilan dari kegiatan
perusahaan.
43��
j) Penerimaan atau perolehan pembayaran
secara berkala
Adalah tunjangan seumur hidup yang
dibayarkan secara berkala, seperti uang
pension.
k) Keuntungan karena pembebasan hutang
Pembebasan piutang sebagai biayai,
sedangkan pembebasan hutang merupakan
penghasilan bagi pihak semula berhutang
l) Keuntungan selisih kurs mata uang asing
Ini termasuk penghasilan yang
menjadi obyek pajak penghasilan. Dengan
demikian harus dilaporkan di SPT dan
dikenakan pajak tersendiri dengan tarif
progresif (pasal 17 UU PPh 2008)
m) Selisih lebih karena penilaian kembali
aktiva
WP dalam negerei dan BUT dapat
melakukan penilaian kembali aktiva tetap
perusahaan untuk tujuan perpajakan,
dengan syarat telah memnuhi semua
kewajiban pajaknya sampai dengan masa
akhir sebelum dilakukan penilaian kembali.
n) Presmi asuransi
Premi yang diterima oleh perusahaan
asuransi merupakan penghasilan yang
dikenakan pajak (obyek pajak). Premi
dalam asuransi jiwa, beasiswa, kerugian,
kesehatan dan kecelakaan.
o) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari
penhasilan yang belum dikenakan pajak.
44��
p) Imbalan bunga
Imbalan bunga yang diterima oleh
wajib pajak berkenaan dengan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak
berdasarkan surat keputusan keberatan,
atau putusan banding atau penghapusan
sanksi adminidtrasi sebagai akibat adanya
putusan banding.
Pengklasifikasian diatas,28 dapat
digolongkan menjadi 4 golongan besar antara
lain : 1) penghasilan dari pekerjaan, baik dalam
hubungan kerja maupun atas pekerjaan bebas,
seperti gaji, honorarium, penghasilan dari
praktek dokter, notaries, aktuaris, akuntan,
pengacara dan sebagainya; 2) Penghasilan dari
kegiatan usaha, yakni kegiatan melalui sarana
perusahaan; 3) Penghasilan dari modal, dari
harta bergerak, harta tidak bergerak dan harta
yang dikerjakan sendiri, seperti bunga, royalty,
dividen dan sewa; dan 4) penghasilan lain-lain,
misalnya : menang lotre atau hadiah dan
pembebasan hutang.
Dengan memperhatikan uraian di atas
penulis berpendapat bahwa, peraturan
mengenai pajak penghasilan yang telah
diimplementasikan di Indonesia adalah sangat
lengkap dan terinci. Dengan demikian sangat
membantu fiskus dalam menjalankan tugasnya
dan membatasi runag gerak wajib pajak untuk
���������������������������������������� �������������������28 Ibid hal 27
45��
melakukan penafsiran yang bersifat merugikan
penerimaan negara. Dan juga kemungkinan
tidak ada pajak yang terlewatkan dalam
pemungutan yang dilakukan oleh para fiskus.
Sebagaimana telah diketahui, bahwa
Timor Leste lebih banyak mengadopsi sistem
perpajakan yang di anut oleh Indonesia. Hal
tersebut berlandaskan pasal 165 UUD RDTL,
yang menyebutkan bahwa : “Undang-undang
dan peraturan-peraturan yang berlaku
sebelumnya di Timor Leste akan tetap berlaku
berkaitan dengan semua hak kecuali bila
bertentangan dengan UUD atau asas-asas yang
terkandung di dalamnya”. Atas dasar itu maka
mengenai uraian tentang wajib pajak, seperti
dijelaskan panjang lebar di atas lebih banyak
ada persamaannya. Akan tetap ada juga
beberapa perbedaan, yang menurut penulis
hanya merupakan kekurangan atau
ketidaklengkapan yang dimiliki oleh Timor
Leste dan perlu di lengkapi sesuai dengan
perkembangan kedepannya.
B. Sistem Perpajakan Sistem Perpajakan suatu negara terdiri dari tiga
unsur,29 yakni Tax policy, Tax law dan tax
administration. Ketiga unsur tersebut saling menunjang
satu sama lain, tak bisa dipisahkan. Disamping juga
ketiga unsur tersebut harus sama kuat dan sama stabil
���������������������������������������� �������������������29 Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, Op. Cit. hlm 67
46��
sehingga dapat menopang sistem perpajakan. Ketiga
unsur tersebut juga saling bergantung satu sama lain
untuk mencapai suatu sistem perpajakan yang stabil.
Sistem perpajakan dapat diartikan sebagai
suatu kumpulan atau satu kesatuan yang terdiri dari
unsur tax policy, tax law dan tax administration, yang
saling berhubungan satu sama lain, bekerja sama
secara harmonis untuk mencapai tujuan atau target
perolehan penerimaan pajak bagi negara secara
optimal. Ketiga unsur sistem Perpajakan itu akan
penulis uraian seperti:
1. Tax Law Hukum pajak adalah keseluruhan peraturan
yang mengatur hubungan hukum antara pemerintah
sebagai pemungut pajak dengan rakyat sebagai wajib
pajak. Menurut R.Santoso Brotodihardjo
menyatakan30 : Hukum Pajak adalah keseluruhan
dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang
pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang
dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat
dengan melalui kas negara, sehingga ia merupakan
bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan
hukum antara negara dan orang atau badan yang
berkewajiban membayar pajak, yang selanjutnya
disebut wajib pajak.
Kiranya dapat dikemukakan bahwa hukum
pajak mengatur hubungan hukum antara
pemerintah (fiskus) sebagai pemungut pajak dengan ���������������������������������������� �������������������30 R. Santoso Brotodihardjo ( dalam sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu) Op. Cit hlm 93
47��
rakyat sebagai wajib pajak. Hukum pajak selalu
mengalami perkembangan dan tidak terlepas dari
kepentingan negara dan kepentingan warga negara.
Hukum pajak selain digunakan sebagai dasar
meningkatkan pemasukan uang ke dalam kas
negara, juga dapat difungsikan sebagai alat
meningkatkan pertumbuhan perekonomian.
Secara sistematis dibedakan antara hukum
pajak materil dan hukum pajak formal. Hukum pajak
material adalah hukum pajak yang memuat
ketentuan-ketentuan tentang siapa-siapa yang
dikenai pajak, dan siapa-siapa dikecualikan dari
pengenaan pajak, apa saja yang dikenakan pajak dan
berapa yang harus di bayar. Dalam artian hukum
pajak material ini menyangkut membuat norma-
norma yang menerangkan keadaan-keadaan,
perbuatan, peristiwa hukum yang harus dikenai
pajak. Sedang Hukum pajak formal adalah memuat
ketentuan-ketentuan bagaimana mewujudkan
hukum pajak material menjadi kenyataan.
Hal ini dapat dirumuskan bahwa hukum pajak
material berisi ketentuan-ketentuan tentang siapa,
apa, berapa dan bagaimana. Sedang hukum pajak
formal merupakan ketentuan-ketentuan yang
mengatur bagaimana mewujudkan hukum pajak
material menjadi kenyataan.
2. Tax Policy Membicarakan mengenai kebijakan pajak,
tentunya tidak terlepas dari kebijakan pemerintah
atau lazimnya disebut kebijakan publik. Pada
48��
dasarnya dapat dipahami ada dua jenis aliran atau
pemahaman,31 yaitu Kontinentalis dan Anglo Saxonis.
Kontinentalis melihat bahwa kebijakan publik adalah
turunan dari hukum, bahkan kadang
mempersamakan antara kebijakan publik dan
hukum, terutama mengenai hukum publik ataupun
hukum tata Negara, sehingga dapat melihat sebagai
proses interaksi. Sedangkan Anglo Saxon memahami
kebijakan publik adalah turunan dari politik-
demokrasi sehingga melihatnya sebagai sebuah
produk interaksi antara negara dan publik.
Landasan berpikir mengenai kebijakan publik,
oleh aliran kontinentalis dan Anglo Saxonis, penulis
berpendapat bahwa pada prinsipnya kedua aliran
tersebut lebih menyesuaikan diri pada tradisi hukum
yang dianutnya sehingga ikut mempengaruhi gaya
kebijakan yang dipergunakan oleh masing-masing
negara. Sementara pada lain sisi dapat dilihat pula
bahwa kebijakan itu berangkat dari kompromi politik
demokratis kemudian di formulasikan dalam hukum.
Oleh karena dengan tertuangnya politik dalam
hukum maka akan mempunyai kekuatan mengikat
secara menyeluruh terhadap masyarakat sebagai
obyeknya dalam suatu wilayah hukum tertentu.
Kaitannya dengan uraian di atas, selanjutnya
ditinjau dari aspek yuridis dan aspek ekonomi
dalam kajian kebijakan publik memenuhi unsur-
unsur tujuan, perencanaan, program, keputusan,
dan evaluasi akhir, yang semuanya itu bermuara ���������������������������������������� �������������������31 Rianto Nugroho, Public Policy, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta, 2008 hlm 22
49��
pada sebuah proses yang disebut dengan koordinasi,
integrasi, sinkronisasi dan simplikasi (KISS). Hal itu
dikemukakan karena pajak mengemban fungsi; 1)
fungsi budgeter; dan 2) fungsi Regulerend. Maka
dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan salah
satu bentuk penerimaan negara adalah aplikasi dari
kebijakan pemerintah, dan antara pajak dengan
kebijakan pemerintah tidak dapat dipisahkan.
Sejalan dengan itu kebijakan perpajakan
dirumuskan oleh Laudin Marsuni, menyatakan
bahwa, 32: 1) Suatu pilihan atau keputusan yang
diambil oleh pemerintah dalam rangka menunjang
penerimaan negara dan menciptakan kondisi
ekonomi yang kondusif; 2) Suatu tindakan
pemerintah dalam rangka memungut pajak, guna
memenuhi kebutuhan dana untuk keperluan negara;
3) Suatu keputusan yang diambil pemerintah dalam
rangka meningkatkan penerimaan negara dari sektor
pajak untuk digunakan menyelesaikan kebutuhan
dana bagi negara.
Kebijakan perpajakan dalam rangka
menunjang penerimaan negara ditempuh dalam
bentuk; 1) Perluasan dan peningkatan wajib pajak; 2)
perluasan obyek pajak; 3) penyempurnaan tarif
pajak; dan 4) penyempurnaan administrasi
perpajakan
Pada uraian di atas penulis berpendapat
bahwa penentuan kebijakan perpajakan sebagai
suatu proses dari suatu aktivitas politik, yaitu ���������������������������������������� �������������������32 Laudin Marsuni (dalam Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu), Op.Cit hlm 68
50��
sebagai suatu rangkaian kegiatan politik yang
berupa: 1) Kebijakan pemerintah mengenai
perpajakan didahului dengan identifikasi
permasalahan akan kebutuban Negara, dan kondisi
real masyarakat; 2) Kebijakan perpajakan
dirumuskan oleh lembaga politik yaitu lembaga
perwakilan dan pemerintah; 3) Kebijakan tersebut
harus ditetapkan dan disahkan dalam bentuk
undang-undang.
3. Tax administration Menurut Sophar Lumbantorun menyatakan
bahwa33 : administrasi perpajakan adalah cara-cara
atau prosedur pengenaan dan pemungutan pajak.
Administrasi pajak dalam arti sebagai prosedur
dalam self assessment system meliputi tahap-tahap
antara lain, pendaftaran, penetapan dan penagihan
pajak. Menurut Carlos A. Silvani menyebutkan
bahwa34 : administrasi perpajakan di katakan efektif
bila mampu mengatasi masalah-masalah : 1)
menindak dan mendeteksi serta memberikan sanksi
kepada wajib pajak yang telah memenuhi syarat dan
tidak mendaftarkan diri; 2) Harus mengetahui wajib
pajak yang tidak melaporkan SPT tahunan; 3) harus
mendeteksi wajib pajak yang melakukan
penghindaran terhadap kewajibannya; 4) melakukan
penagihan terhadap tunggakan pajak secara
profisional dan lebih efektif.
���������������������������������������� �������������������33 Sophar Lumbantoruan (dalam Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu) Op. Cit hlm 72 34 Carlos A. Silvani Ibid. hlm 72�
51��
Jika dapat dikatakan administrasi perpajakan
sudah memenuhi syarat, kalau pemerintah sudah
berupaya meningkatkan penerimaan negara dengan
cara mengatasi masalah-masalah di atas, sehingga
tujuan utama penerimaan negara pada sektor pajak
akan meningkat. Pelaksanaan administrasi pajak
yang baik, tentunya perlu menerapkan manajemen
yang bernafas modern, yang terdiri dari; 1)
pelaksanaan perencanaan yang baik; 2)
pengorganisasian yang tepat; 3) pelaksanaan
/pengimplementasian yang tepat; dan 4) pengawasan
yang berkesinambungan.
Selain itu perlu adanya kebijakan perpajakan
dari pemerintah yang tepat, peraturan pelaksanaan
perpajakan jelas dan sederhana untuk memudahkan
fiskus dan wajib pajak dalam melaksanakan
kewajibannya. Pada dasarnya sasaran administrasi
perpajakan adalah meningkatkan kepatuhan wajib
pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dan
pelaksanaan ketentuan perpajakan secara seragam
satu persepsi antara wajib pajak dan fiskus.
Menurut Toshiyuki menyatakan bahwa 35:
untuk mencapai hal-hal tersbut di atas, harus
memenuhi kondisi administrasi perpajakan antara
lain; 1) administrasi negara harus dapat
mengamankan penerimaan negara; 2) harus
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan
transparan; 3) dapat merealisasikan perpajakan yang
adil sesuai ketentuan yang ada; 4) memberikan
���������������������������������������� �������������������35 Toshiyuki (dalam Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu) Op. Cit hlm 73
52��
sanksi yang adil terhadap pelanggaran yang ada; 5)
mampu menyelenggarakan sistem perpajakan yang
efisien dan efektif; dan 6) meningkatkan kepatuhan
pembayar pajak.
C. Amandemen Undang-Undang Perpajakan Langkah ini merupakan hal yang penting dan
fundamental dalam membangun sistem perpajakan
nasional yang baik dan kokoh. Ditinjau dari aspek
hukum tata negara,36 maka pajak memiliki dasar
yuridis yang cukup kuat, mendasar dan strategi.
Dikatakan demikian, karena pajak di atur langsung
dalam masing-masing konstitusi, baik dalam UUD RDTL
maupun dalam UUD 1945. Dalam UUD RDTL di atur
dalam pasal 144 yang menyebutkan bahwa : 1) negara
harus menetapkan suatu sistem perpajakan yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keuangan negara
serta pembagian penghasilan dan kekayaan negara
secara adil; 2) Sistem perpajakan akan ditetapkan
dengan undang-undang yang menentukan kewajiban
membayar pajak, keuntungan yang di dapat dari pajak
dan jaminan bagi para wajib pajak. Berdasarkan pada
pasal 144, tersebut maka kemudian lahirlah undang-
undang No. 18 tahun 2000 tentang sistem perpajakan
Timor Leste, yang dikemudian diubah menjadi undang-
undang No. 8 tahun 2008 tentang Pajak dan Pabean.
Perubahan undang-undang pajak penghasilan itu
mengandung tiga hal penting sebagai dasar pemikiran
antara lain : a) pemerintah berupaya memberikan
���������������������������������������� �������������������36 Liberty Pandiangan,Op. Cit hlm 75�
53��
keringanan beban fiscal kepada pajak non migas,
dengan cara memberlakukan tarif yang berbeda ( Tarif
proporsional untuk pajak non migas dan tarif progresif
untuk pajak migas); b) memprioritaskan kenetralan,
yaitu aturan di berlakukan secara sama atau tidak
membeda-bedakan; dan c) terfokus pada keadilan pajak
dan konsensus antara wajib pajak dan masyarakat.
Konsensus dalam artian melalui perwakilan atau
Parlemen Nasional, sebagai lembaga berwenang dalam
memproduksi undang-undang. Kaitannya dengan itu,
proses untuk menentukan perubahan undang-undang
perpajakan tentunya harus melalui Parlemen Nasional.
Sedangkan dalam UUD 1945, di atur dalam pasal
23A yang menyebutkan bahwa : Pajak dan pungutan
lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara di
atur dengan undang-undang. Berdasarkan pasal yang
tertuang dalam UUD 1945 itulah, maka lahirlah
undang-undang pajak penghasilan, yang kemudian
diadakan beberapa kali perubahan. Perubahan tersebut
dilakukan, sebagai respon terhadap kebutuhan
anggaran negara, yang mana pada saat itu terjadi
merosotnya harga minyak bumi dan gas alam di pasar
dunia internasional turun drastis. Ini merupakan
ancaman yang cukup serius terhadap mata anggaran
pemerintah dalam menjalankan aktivitas pada segala
bidang secara menyeluruh.
Atas keadaan demikian, maka langkah posetif
yang ditempuh oleh pemerintah adalah melakukan
reposisi penerimaan andalan negara yang semula dari
minyak bumi dan gas alam beralih pada sektor pajak.
Untuk membangun fondasi perpajakan yang baik
54��
sebagai sumber penerimaan negara yang layak dan
dapat diandalkan, maka harus dilakukan pembaruan
sistem perpajakan nasional melalui reformasi
perpajakan (tax reform)
Perubahan ini di mulai dari; 1)UU No. 7 Tahun
1983 tentang pajak penghasilan; 2) UU No. 10 Tahun
1994 tentang pajak penghasiln; 3) UU No. 17 Tahun
2000 tentang pajak penghasilan; dan 4) UU No.
36Tahun 2008 tentang pajak penghasilan.
Tujuan perubahan tersebut adalah untuk
meningkatkan penghasilan, untuk kemakmuran rakyat
bersama. Untuk menyukseskan tujuan ini maka lebih
mengedepankan fungsi pajak anggaran (budgeter), yakni
sebagai instrument utama untuk memasukkan uang ke
dalam kas negara, yang kemudian dialokasikan kembali
untuk keperluan negara.
Berbicara amandemen terhadap UU Perpajakan,
baik yang telah dilakukan di Timor Leste maupun yang
dilakukan di Indonesia adalah bertujuan untuk
memperbaikai sistem pajak penghasilan yang ada pada
kedua negara, yang bermuara pada pengaturan
terhadap pemerintah sebagai fiskus dan masyarakat
sebagai wajib pajak. Dengan demikian dapat lihat pula
dua hal penting yaitu; bagaimana peran pajak bagi
negara dan manfaat pajak bagi masyarakat.
1. Peran Pajak bagi Negara Pajak merupakan fenomena umum sebagai
sumber penerimaan negara yang berlaku pada
berbagai negara. Hampir semua negara didunia
mengenakan pajak pada warganya. Kecuali negara-
55��
negara yang kaya akan sumber daya alam yang
dijadikan sebagai sumber penerimaan utama negara
yang tidak mengenakan pajak.Hal ini di dasarkan
pada aturan dan ketentuan dalam mengenakan dan
memungut pajak di negaranya, yang umumnya
mengikuti prinsip-prinsip atau kaidah dalam
perpajakan. Peranan pajak bagi tiap negara pada
dasarnya berbeda antara satu negara dengan negara
lainnya.
Bagi Indonesia, penerimaan pajak sangat besar
peranannya dalam mengamankan anggaran negara
dalan APBN setiap tahun. Dengan tersedianya
penerimaan pajak dalam APBN membuat tugas-tugas
pemerintahan dan pembangunan dapat berjalan baik
sesuai dengan rencana dan program pemerintah.
Pada prinsipnya pajak itu, merupakan salah satu
post anggaran yang di andalkan untuk
pembangunan pada semua bidang.
Sedangkan bagi Timor Leste, seharusnya
adalah sama, akan tetapi terdapat modifikasi dalam
strategi, sehingga tidak terlalu besar menyedot
anggaran dari hasil pemungutan pajak, melainkan
lebih mengutamakan hasil minyak bumi dan gas
alam yang sedang di kelolah oleh Pemerintah
Australia, untuk menjalakan pembangunan di Tmior
Leste. Jadi peran pajak bagi negara dapat dilihat
melalui kebijakan politik pemerintah dalam
menentukan fungsi pajak yang digunakan. Kedua
fungsi pajak ditentukan melalui amandemen
undang-undang pajak penghasilan pada masing-
masing negara.
56��
2. Manfaat pajak bagi masyarakat Secara filosofis pajak adalah uang rakyat.
Dilihat dari sisi ekonomis akan dianggap bahwa
setiap pengeluaran uang yang dilakukan masyarakat
umumnya harus diimbangi dengan diterimanya
sesuatu sebagai timbal balik, baik berupa barang
atau jasa maupun fasilitas. Akan tetapi pada bidang
perpajakan ada dimensi lain dalam memandang
setiap pembayaran pajak yang dilakukan oleh
masyarakat.
Karena pajak mempunyai karakteristik
tersendiri, dengan jenis pembayaran lain kepada
negara. Setiap pembayaran pajak yang dilakukan
oleh masyarakat, pada dasarnya tidak mendapatkan
kontraprestasi secara langsung kepada pembayaran
secara individu. Melainkan, atas pajak yang
dibayarkan, kemudian oleh pemerintah dialokasikan
untuk pembangunan, seperti jalan raya, jembatan,
sekolah-sekolah, PUSKESMAS, dan lain-lain yang
akan digunakan kembali oleh masyarakat.
Demikian juga dalam menangani dan
menangulangi bencana alam, seperti tsunami, gempa
bumi, banjir, tanah longsor dan lain-lain.
D. Kerangka Teori Kerangka Teori dalam penulisan karya ilmiah
hukum mempunyai 4 ciri yaitu 37 : a) Teori-teori hukum;
b) asas-asas hukum; c) doktrin hukum; dan d) ulasan
���������������������������������������� �������������������37 H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm 79
57��
pakar hukum berdasarkan pembidangan
kekhususannya. Keempat ciri khas teori hukum
tersebut, dapat dituangkan dalam penulisan kerangka
Teoritis dan / atau salah satu ciri tersebut.
Kata dan/atau salah satu ciri disini maknanya
adalah bisa memilih salah satu ciri dari keempat ciri
yang ada untuk mengkaji permasalahan yang ada
relevansinya. Dengan demikian maka, kerangka teori
yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah di
bangun dari Teori Perbandingan hukum sebagai Teori
utama (Ground Theory) khususnya perbandingan sistem
pajak penghasilan. Rheinstein menyatakan bahwa38:
Istilah perbandingan hukum adalah mencoba untuk
melukiskan apa yang sama dan apa yang berbeda
dalam sistem hukum atau untuk mencari inti kesamaan
dan perbedaan dalam sistem tersebut. Menurut
Bartholomew,39 metode perbandingan adalah lebih
menaruh perhatian pada metode studi, dengan jalan
mana dua system hukum atau prinsip diteliti dengan
pengamatan guna mengetahui secara pasti mengenai
perbedaan-perbedaan dan persamaan di antaranya.
Pendapat para ahli di atas dapat ditegaskan ,
bahwa perbandingan hukum merupakan suatu study
dan penelitian hukum dari dua negara yang
diperbandingkan. Metode ini menaruh perhatian pada
analisa kandungan dari sistem hukum yang berbeda
dalam rangka menemukan solusi guna menjawab
berbagai masalah hukum. Oleh karena sistem hukum
���������������������������������������� �������������������38 Pan Mohammad Paiz , Sifat Dasar dan pengertian mengenai perbandingan hukum,Http://go.Microsoft.Com/fwlink/?linkId=69157, hlm 3�39 Loc.Cit hlm 3
58��
dibangun dalam konteks realitas tertentu. Ia
mencerminkan situasi atau semangat zaman tertentu,
karena itu setiap analisis terhadap hukum harus
memperhitungkan aspek konteks situasi di belakang
kehadiran hukum itu. Dengan cara demikian maka
hukum itu, sebagai satu instrument yang mempunyai
kekuatan mengikat yang dapat digunakan untuk
mengatur dan memperbaiki sistem yang berlaku pada
suatu negara.
Hukum yang dimaksudkan disini adalah undang-
undang pajak penghasilan Timor Leste dan Indonesia.
Dengan mengadakan perubahan pada undang-undang
pajak penghasilan, maka substansinya akan dapat
disesuaikan dengan perkembangan perekonomian
nasional, juga dapat memperhitungkan irama
persaingan usaha internasional. Disamping itu juga
hanya dengan perubahan undang-undang pajak itu
sendiri, sekaligus sebagai landasan memperbaiki dan
merubah sistem yang akan diimplementasikan dalam
perpajakan sesuai dengan perkembangannya. Kaitannya
dengan penjelasan perbandingan hukum ini, maka yang
di maksud dengan sistem dalam penelitian ini adalah
penghasilan dari sektor pajak.
Sistem adalah,40 suatu kerangka yang terdiri dari
beberapa elemen/sub sistem yang saling berinteraksi
dan berpengaruh. Konsep sistem digunakan untuk
menganalisis berbagai sistem yang lebih luas maupun
dengan sub sistem tercakup di dalamnya. Subekti
���������������������������������������� �������������������40http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/06/teori-tindakan-dan-teori-sistem-talcot.html
59��
mengatakan,41 suatu sistem adalah suatu susunan
ataun tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang
terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama
lain, tersusunan menurut suatu rencana atau pola,
hasil dari pemikiran untuk mencapai tujuan. Ciri-ciri
dari sistem tersebut sebagai berikut :
1. Sistem itu merupakan suatu struktur dari tatanan
yang teratur dan tersusun secara sistematis. Artinya
tatanan yang ada dalam sistem tersebut diletakkan
pada tempatnya sesuai dengan fungsinya.
2. Struktur dari tatanan tersebut yang teratur dan
tersusun merupakan suatu sub sistem yang utuh dari
sistem tersebut
3. Unsur atau bagian yang merupakan subsistem
mempunyai fungsi masing-masing. Artinya dalam
subsistem yang ada di dalam sistem mempunyai
hubungan kait mengait satu sama lain sehingga
terbentuk dalam suatu eksistensi yang utuh
4. Apa yang jalankan oleh sistem tersebut tentunya
berorientasi pada tujuan yang hendak dicapai suatu
sistem.
Sedang penghasilan ialah setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
wajib pajak,42 baik yang berasal dari Indonesia maupun
berasal dari luar Indoneia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak
yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk ���������������������������������������� ���������������������� �Rusadi Kartaprawira ( dalam Mohammad Saleh) Penerapan Asas
Peradilan pada Eksekusi Putusan Perkara Perdata, Graha Cendikia, Bogor, hlm 22 42 Sophar Lumbantoruan, Ensiklopedia Perpajakan Indonesia, Erlangga, Jakarta, 1990 hlm 384
60��
apapun. Kemudian yang dimaksudkan dengan setiap
kemampuan ekonomis,43 adalah setiap tambahan
kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan
hidup ekonomisnya selama satu periode, sepanjang
kemampuan tersebut berupa uang atau dapat diukur
dengan uang.
Selanjutnya wujud dari tambahan kemampuan
ekonomis dibedakan menjadi 3 bentuk antara lain 44;
1) bentuk uang adalah tambahan kemampuan
ekonomis dalam bentuk uang langsung, seperti
mendapatkan uang tunai, cek, tabungan, deposito dan
saham; 2) bentuk natura adalah tambahan kemampuan
ekonomis dalam bentuk barang bukan uang, seperti
beras, kopi, gula dan rumah; dan 3) bentuk kenikmatan
adalah tambahan kemampuan ekonomis dalam bentuk
secara tidak langsung, seperti berobat ke rumah sakit
dibayar subyek pajak lain, menggunakan kendaraan
yang disewakan oleh majikan/pemberi kerja. Oleh
karena pengertian tambahan kemampuan ekonomis
begitu luas menurut ilmu ekonomi, maka perlu di
batasi. Untuk membatasinya dengan menambahkan
frasa yang diterima atau diperoleh. Penambahan frasa
ini dimaksudkan untuk menentukan saat timbulnya
atau saat pengakuan penghasilan dan beban.
Yang dimaksud dengan istilah diterima atau
diperoleh dalam definisi penghasilan tersebut adalah
tambahan kemampuan ekonomis itu baru diakui
sebagai penghasilan jika telah direalisasikan atau telah
���������������������������������������� �������������������43 Muda Markus, Perpajakan Indonesia, suatu pengatanr, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005 hlm 32 44 Ibid hlm, 33�
61��
dicatat dalam pembukuan wajib pajak berdasarkan
basis kas atau basis akrual. Kata diterima (uang kas),
berkaitan dengan pencatatan berdasarkan basis kas.
Sedangkan kata diperoleh (piutang) berkaitan dengan
pencatatan berdasarkan basis akrual. Dengan
mengetengahkan penghasilan sebagai sistem dalam
kajian penelitian ini, dimaksudkan untuk lebih
memahami perbedaan dan persamaan subsistem-
subsistemnya, beserta kelemahan dan kelebihan yang
terkandung di dalamnya, dan selanjutnya akan di
bahas khusus pada bab 3 bagian pembahasan tesis ini.
Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui
dengan pasti perbedaan dan persamaan di dalam
peraturan hukum yang dianut oleh masing-masing
negara (Timor Leste dan Indonesia), terutama mengenai
perbedaan dan persamaan sistem pajak penghasilan.
Selanjutnya, perbedaan dan persamaan dalam sistem
pajak panghasilan pada masing-masing negara,
merupakan kebijakan politik atau lazimnya disebut
kebijakan publik dengan berbagai pertimbangan dan
pilihan alternatif. Muatan materi dalam kebijakan itu
merupakan suatu keputusan, yang dapat disesuaikan
dengan program politik pemerintah yang berkuasa
dalam kurun waktu tersebut, sebagai implementasi janji
pada waktu kampanye politik.
Dengan demikian maka muatan materi kebijakan
pajak penghasilan, pada masing-masing negara (Timor
Leste dan Indonesia), adalah bagian dari pada
implementasi program pemerintah yang dapat
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Mengingat
pentingnya materi dalam kajian ini, maka perlu
62��
menguraikan beberapa teori yang relevan sebagai
berikut:
1. Teori Kebijakan Menurut Edi Suharto,45 kebijakan adalah
suatu ketetapan yang memuat prinsi-prinsip untuk
mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara
terencana dan konsisten dalam mencapat tujuan
tertentu. Sedangkan menurut Thomas R. Dye,
kebijakan publik adalah segala sesuatu yg dikerjakan
dan tidak dikerjakan pemerintah. Teori kebijakan
Thomas dapat digambarkan antara lain : 1).
berkenaan dengan Segala sesuatu karena
menyangkut aturan main dalam kehidupan
bersama, antar sesama warga, maupun warga dan
pemerintah; 2) Pemakaian istilah dikerjakan karena
sudah merangkum proses pra dan pasca yaitu,
bagaimana pekerjaan tersebut dirumuskan,
diterapkan dan dinilai hasilnya; dan 3) dikerjakan
dan tidak dikerjakan keduanya adalah sama-sama
merupakan keputusan yang diambil oleh pemerintah.
Pada poin nomor 3 ini, lebih mengacu kepada pilihan
alternatif, yang harus dipilih, karena terkandung
didalam pilihan pasti ada konsekuensi, yang
bermuara pada kesuksesan atau kegagalan, yang
menjadi beban Pemerintah pada periode tersebut.
Memperhatikan definisi di atas, dapat
ditegaskan bahwa teori kebijakan itu dasarnya
berangkat dari suatu “pengalaman”, baik itu
���������������������������������������� �������������������45 http://naifu.wordpress.com/2010/08/12/teori-kebijakan
63��
kegagalan maupun keberhasilan yang dilakukan oleh
pemerintah dalam suatu periode tertentu. Berpijak
dari situlah, melakukan analisis kebijakan untuk
selanjutnya, seperti dikatakan oleh Thomas R. Dye”to
do or not to do”.
Berkaitan dengan itu, maka kebijakan yang
diambil oleh pemerintah Indonesia dalam bidang
perpajakan, yaitu melakukan perubahan secara
fundamental terhadap sendi-sendi yang di anggap
sudah kedaluarsa pada era modern. Maksudnya
berdasarkan pengalaman dan dinamisasi
perkembangan perekonomian nasional dan supaya
tidak kalah saing dengan dunia internasional maka
dari waktu ke waktu pemerintah dapat melakukan
perubahan, yaitu mulai dari perubahan UU,
perubahan nama institusi, kewenangan
mengkalkulasikan pajak dan lain-lainnya.
Sementara bagi Timor Leste, tidak sejalan
dengan teori tersebut. Artinya teori tersebut
berangkat dari pengalaman terbaik. Dan ini sangat
seirama untuk menjelaskan keadaan real Timor
Leste, dari sisi historis yang mana selama 24 tahun
menjadi propinsi yang ke 27 NKRI. Kurun waktu 24
tahun tersebut mulai dari 1975 sampai 1999, berarti
Timor Leste telah mempunyai pengalaman ikut
menyukseskan reformasi perpajakan yang pertama
tahun 1983 dan reformasi perpajakan yang kedua
tahun 1994. Muatan materi yang sangat berharga
dalam perubahan reformasi perpajakan tersebut,
salah satunya adalah lebih mengedepankan fungsi
anggaran dan menyederhanakan sistem terutama
64��
mengenai tarif pajak yang ada, agar mempermudah
pelayanan yang lebih efektif dan efisien terhadap
para wajib pajak.
Akan tetapi pengalaman tersebut telah
ditinggalkan oleh Timor Leste, hal ini dapat dilihat
dari kebijakan pemerintah yang kurang
memperhatikan keadaan real masyarakat sebagai
wajib pajak, yaitu dimana pemerintah lebih
mengedepankan fungsi pajak regulereng dan
menerapkan tarif pajak ganda (tarif proporsional dan
tarif progresif). Pada hal negara baru sangat
membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk
mengisi pembangunan dan semua sektor, baik itu
pembangunan fisik maupun pembangunan non fisik,
disamping membutuhkan penyederhanaan tarif
supaya tidak membinggungkan masyarakat sebagai
wajib pajak. Oleh karena pemungutan pajak ini,
tidak lain akan dialokasikan kembali untuk
pembangunan, maka tentunya mempunyai
relevansinya dengan teori pembangunan.
2. Teori Pembangunan Menurut Safri Nurmantu menyatakan
bahwa,46: justifikasi yang paling tepat adalah
pembangunan. Pajak dipungut negara untuk
pembangunan. Pembangunan merupakan pengertian
tentang tujuan suatu negara, yaitu masyarakat yang
adil, makmur, sejahtera di semua bidang kehidupan.
Karena tujuan utama dari pembangunan adalah
���������������������������������������� �������������������46 Safri Nurmanto (dalam Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu) Op.Cit hlm 52
65��
untuk rakyat, maka sewajarnya rakyat ikut andil
bersama-sama dalam pembiayaan pembangunan
dengan memenuhi kewajiban perpajakannya dengan
baik dan benar.
Tujuan akhir dari rangkaian kegiatan
pemerintah tersebut di alamatkan kepada
masyarakat sebagai obyeknya, yaitu mengedepankan
keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan pada
semua bidang kehidupan. Akan tetapi parameter
yang dijadikan pijakan untuk mengukur tujuan
pembangunan itu, belum menunjukkan kesuksesan
pada kedua negara. Hal ini terlihat pada masih
banyak pengangguran, tenaga kerja Indonesia masih
banyak yang dipekerjakan di Malasya, Saudi
Arabia,dan Negara-negara lain.
Sementara Timor Leste mengirimkan tenaga
kerjanya kerja di Irlandia, Inggris, Korea, Jerman,
dan Jepang. Keadaan ini mengindikasikan bahwa
tujuan negara tersebut merupakan suatu harapan
hampa, yang mungkin tiba hanya melalui mimpi di
bawah alam sadar. Oleh karena realitas
menunjukkan bahwa dinamisasi perkembangan dari
waktu ke waktu melaju begitu cepat, tentunya tujuan
negarapun akan berubah tak henti-hentinya
mengikuti dinamisasi tersebut. Maka konklusinya
adalah konsep tujuan negara hanya berada pada
harapan setiap individu melalui imajinasi. Faktanya
adalah negara-negara yang sudah maju sekalipun
hingga detik ini belum mencapai tujuan negara, yang
disebut adil, makmur dan sejahtera.
66��
Akan tetapi seiring dengan teori pembangunan,
ada fakta bahwa Indonesia sedang berkonsentrasi
mengarah pada pembangunan. Hal ini terlihat ada
upaya pemerintah dalam memperbanyak subyek
pajak dan obyek pajak, disamping mengedepankan
fungsi anggaran, untuk memasukkan uang ke dalam
kas Negara.
3. Teori keadilan
Dapat dikatakan bahwa, hukum pajak harus
mengabdi dan berdasarkan kepada suatu asas, yaitu
asas keadilan.Keadilan inilah yang dinamakan asas
pemungutan pajak. Untuk memberikan dasar pada
asas keadilan ini maka dijelaskan dengan beberapa
teori yaitu;47 1) teori Asuransi; 2) teori kepentingan;
3) teori bakti atau teori kewajiban pajak mutlak; 4)
Teori gaya pikul; dan 5) Teori gaya beli.
Dari beberapa teori ini, penulis hanya
menguraikan teori-teori tertentu yang ada relevan
dengan permasalahan yang akan dibahas dalam tesis
ini.
a. Teori Gaya Pikul
Pada prinsipnya teori ini menyatakan bahwa
pemungutan pajak harus di dasarkan pada
kekuatan membayar seseorang atau pada gaya
pikul seseorang.48 Gaya pikul adalah kekuatan
seseorang untuk memikul beban dari apa yang
tersisa, setelah seluruh penghasilannya dikurangi
���������������������������������������� �������������������47 R. Santos Brotodihardjo, Pengantar Ilmu hukum Pajak, PT. Refika Aditama, Bandung, 2003, hlm 29 48 Tri Budiono, Op.Cit hlm 11
67��
dengan pengeluaran-pengeluaran yang mutlak
untuk kehidupan primer diri sendiri wajib pajak
beserta dengan keluarganya.
Mengacu pada teori gaya pikul ini,
senyatanya dalam pelaksanaan dunia
perpajakan, indonesia telah melaksanakannya
dengan baik. Salah satunya adalah
diterapkannya penghasilan tidak kena pajak
(PTKP), yang secara rinci di buatkan pembagian
pendapatan (persentase) mulai dari diri wajib
pajak, wajib pajak yang menikah, dan
mempunyai tanggungan dalam keluarga. Untuk
tanggungan wajib pajak diperboleh oleh undang-
undang maksimal 3 orang. Kondisi ini dilihat dari
kualitas undang-undang tentunya, pemerintah
sudah mempunyai perhatian dan itikad baik
untuk membangun masyarakatnya, walaupun
dari segi kuantitas pendapatan minimum masih
cukup rendah.
Sedangkan Timor Leste, penghasilan tidak
kena pajak ini, memang sudah ditentukan, tetapi
belum serinci seperti yang dilakukan oleh
Indonesia. Mengacu pada keadilan yang di
dambakan oleh wajib pajak, maka diperlukan,
melakukan perincian terhadap upah tersebut
agar anggota keluarga yang menjadi subyek pajak
yang diwakili oleh kepala keluarga mendapatkan
bagian guna memenuhi kebutuhannya sesuai
haknya yang telah diatur dalam peraturan
perpajakan.
68��
b. Teori Gaya beli
Teori ini memandang fungsi pemungutan
pajak sebagai suatu cara memanfaatkan gaya beli
dari masyarakat untuk kepentingan negara
dalam menjalankan fungsi pemerintahan dan
menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam
bentuk pemberian fasilitas sosial, ekonomi,
pertahanan dan keamanan, dengan maksud
untuk memberikan rasa adil, aman dan sejahtera
bagi masyarakat. Teori ini lebih menekankan
pada efeknya yang baik, yaitu pemungutan pajak
untuk terselenggaranya kepentingan masyarakat.
Negara akan dapat memanfaatkan kekuatan
dan kemampuan beli masyarakat untuk
kepentingan negara yang pada akhirnya akan
dikembali atau disalurkan kembali pada
masyarakat, untuk kesejahteraan masyarakat.
Memperhatikan teori gaya beli ini, penulis
berpendapat bahwa, para pengusaha hanya
sebagai sebuah wadah penitipan uang
masyarakat, yang kemudian pengusaha tersebut
harus menyetorkan kepada bank yang ditunjuk
oleh pemerintah. Jika pengusaha yang
bersangkutan tidak menyetorkan pajak terutang
tersebut, maka tentunya dia adalah pelaku
korupsi terhadap keuangan negara.
Asumsi ini berlandaskan pada filosofis bisnis
bahwa, dalam keadaan apapun, para pebisnis
tetap berada pada wilayah aman. Artinya team
manajemen sudah memperhitungkan secara
komprehensip seluruh biaya, keuntungan yang
69��
akan diperoleh dan pajak yang akan di bayar.
Jadi naik turunnya harga barang sudah
termasuk dalam semua kalkulasi itu. Akan tetapi
masyarakat sebagai konsumen terakhir, banyak
yang kurang paham mengenai fluktuasi harga
pasar sumbernya dari mana.
Oleh karena itu, jika pengusaha yang telah
memenuhi syarat menjadi wajip pajak, tidak
melakukan kewajiban membayar pajak, maka itu
dapat diposisikan sebagai pencurian uang
masyarakat.
c. Teori Kewajiban pajak mutlak
Menurut Wolf hukum berbasis kewajiban.49
Tiada hukum tanpa kewajiban yang mendahului
keberadaannya. Hukum berada dan mengalir
dalam kewajibannya. Dengan demikian maka
masyarakat sebagai wajib pajak harus tunduk,
patuh kepada negara, dalam pelaksanann
pemenuhan kewajibannya.
Hal ini sejalan dengan semboyangnya John
F. kennedy,”50 yakni jangan bertanya, apa yang
negara berikan kepadamu, tetapi sadarlah apa
yang sudah kamu berikan kepada negara”.
Makna termenologi ini menganjurkan bahwa
untuk membayar pajak kepada negara dengan
���������������������������������������� �������������������49 Bernard L. Tanya et all, Teori Hukum, Strategi tertib manusia lintas ruang dan generasi, Genta publishing, Yogyakarta, 2010 hlm 80 50 Zainuddin HM, Golden Words, Kutipan lengkap pikiran dan ucapan terbaik Tokoh-tokoh penting dunia, PT. Tamaprint Indonesia, Jakarta, 2009 hlm 295
70��
tidak mempermasalahkan apa yang menjadi basic
atau dasar bagi negara untuk memungut pajak.
Teori kewajiban pajak mutlak, merupakan
tekanan realistis terhadap wajib pajak. Oleh
karena, aturan perpajakan ini sudah ditetapkan
oleh representative rakyat di Parlemen. Dalam
artian hak rakyat telah didepositokan kepada
Parlemen, yang kemudian memutuskan dan
menentukan kewajiban apa saja yang harus
diikuti oleh rakyat. Irama demokrasi ini
menunjukkan bahwa segala aktivitas, prosedur,
mekanisme yang ada kaitannya dengan pajak
harus dilaksanakan oleh para wajib pajak. Hanya
saja pelaksanaan tersebut dapat disesuaikan
dengan kebutuhan masing-masing negara,
berdasarkan peraturan perpajakan yang benar.
71��
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Gambaran Umum Indonesia dan Timor Leste 1. Indonesia
Indonesia adalah negara kesatuan yang
berbentuk Republik dengan sistem pemerintahan
presidensil. Penduduk pada negara tersebut adalah ±
237.000.000 jiwa, dibagi dalam 33 propinsi. Sebagai
Negara yang berpenduduk besar dan luas wilayah
yang berbentang dari Sabang sampai Merauke yang
terdiri dari 17.508 pulau, Indonesia memiliki banyak
potensi sumber daya alam yang dapat memberikan
kesejahteraan bagi negaranya. Potensi SDM itu
hingga saat ini masih belum maksimal dieksplorasi
untuk memberikan kesejahteraan kepada warga
negaranya, bahkan sebagian di kuasai oleh
perusahaan asing. Kendati demikian sebagai negara
berkembang, maka yang menjadi prioritas adalah,
mengakselerasi pembangunan pada semua lini dan
bidang, melalui program perencanaan, yang dikenal
dengan rencana pembangunan, jangka pendek,
jangka menengah dan jangka panjang. Untuk
menyukseskan pembangunan tersebut tidak terlepas
pula dengan strategi perencanaan yang di sebut ”Top
down planning and Bottom up planning, dengan
berpijak pada Koordinasi Integrasi Sinkronisasi dan
Simplikasi (KISS) sebagai wadah untuk
mempertemukan kepentingan masyarakat dan
pemerintah. Kaitannya dengan pelaksanaan
72��
pembangunan tersebut, tentunya membutuhkan
dana yang tidak sedikit. Salah satu sumber dana
yang diandalkan, tanpa membebani utang pada
negara di kemudian hari adalah penerimaan dari
sektor pajak.
Hal ini, sejalan dengan teori pembangunan
oleh Safri Nurmantu menyatakan,51 untuk Indonesia
justifikasi yang paling tepat adalah pembangunan,
yaitu pajak dipungut oleh negara untuk
pembangunan. Pembangunan merupakan pengertian
tentang tujuan suatu negara, yaitu masyarakat yang
adil, makmur, sejahtera disemua bidang kehidupan.
Untuk mencapai tujuan negara tersebut,52 sumber
keuangan negara yang berasal dari rakyat melalui
pungutan pajak dan/atau dari hasil kekayaan alam
(natural resources) yang terdapat di dalam negara
tersebut merupakan sumber keuangan negara yang
paling aman posisinya bila dibandingkan dengan
sumber keuangan negara yang berasal dari pinjaman
luar negeri.
Dengan memahami lalu lintas keuangan
negara, satu sisi Negara memungut pajak, kepada
rakyat dan sisi lain negara mendesain agenda
pembangunan untuk kepentingan rakyat.53 Uang
rakyat berupa pajak tidak hanya diperuntukkan bagi
kepentingan pengeluaran pemerintah semata-mata,
tetapi juga dialokasikan dalam proyek
���������������������������������������� �������������������51 Safri Nurmantu (dalam Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu),Op. Cit. hlm 52 52 Edi Slamet Irianto, Pajak Negara dan Demokrasi, konsep dan implementasinya di Indonesia, Laks Bang Mediatama, Yogyakarta, 2009 hlm 62 53 Loc. Cit hlm 62�
73��
pembangunan. Dalam konteks ini pajak sebagai
sarana demokratisasi bisa diwujudkan apabila
dimaknai sebagai sarana kontrak politik antara
rakyat dan negara.Pajak harus mendorong
terciptanya kesejahteraan umum warga negara
karena misi utama pajak adalah membangun basis
kesejahteraan rakyat, pemerataan ekonomi, dan
keseimbangan sosial. Sekilas gambaran di atas,
penulis kaitkan dengan pembangunan, oleh karena
penerimaan dari sektor perpajakan di Indonesia
sebagian memang dialokasikan untuk kepentingan
termaksud.
2. Timor Leste Timor Leste adalah Negara kesatuan, yang
berbentuk Republik, yang baru merdeka pada
tanggal 20 Mei 2002, melalui proses referendum
pada 30 Agustus 1999. Sistem pemerintahan yang
dianut adalah parlementer. Jumlah penduduk
sebanyak 1.162.000 jiwa, tersebar pada 13
kabupaten, dan luas wilayah 14.906 km². Hirarki
pemerintahan di bagi menjadi 4 region (setingkat
propinsi), dibagi lagi menjadi 13 distrik,54 kemudian
di bagi menjadi 66 kecamatan. Sebagai Negara baru
yang serba kekurangan, maka langkah utama yang
harus dilakukan adalah mempercepat
pembangunan pada semua bidang yang ada. Ini
���������������������������������������� �������������������54 Region I meliputi, Kabupaten Baucau, Viqueque dan Lospalos; Region II meliputi, kabupaten Manatuto, Same Aileu, Dili; Region III meliputi Kabupaten Ainaro, Ermera, Liquisa, Bobonaro dan Kovalima; dan Region IV meiputi kabupaten Oekusi.
74��
menjadi tugas mulia bagi pemerintah dalam
menentukan kebijakan, terutama dalam bidang
perpajakan, sebagai salah satu sumber keuangan
negara, yang dapat diandalkan.
Konsekuensi dari kebutuhan yang urgen itu
maka sangat diharapkan partisipasi masyarakat
dalam proses kebijakan perpajakan menjadi salah
satu indikator yang di kedepankan dengan dua
alasan;55 (1) dalam pemerintahan yang demokratis
selalu terancang bangun mekanisme konsensus dan
harmoni agar bisa memberikan ruang kepada
masyarakat bagi proses kerjasama termaksud; (2)
Pemerintah yang demokratis tidak hanya
memberikan ruang kepada mayoritas, melainkan
juga diberi ruang yang sama kepada yang minoritas.
Konsep demokrasi yang dikonstruksi oleh Timor
Leste adalah, upaya semaksimal mungkin untuk
menghindari diskriminasi, terhadap agama, ras,
suku, etnis dan lain-lainnya. Dan lebih
mengedepankan martabat manusia untuk menjalin
hubungan kerjasama dalam menciptakan ke
harmonisan dan memberikan kesempatan yang
sama pada semua warga negara yang ada sesuai
dengan amanat konstitusi RDTL.
Gambaran umum diatas, menunjukkan bahwa
ditinjau dari segi hukum internasional, kedua
negara mempunyai kedudukan yang sama yaitu,
disebut Negara Timor Leste dan negara Indonesia.
Namun dari segi jumlah penduduk, luas wilayah
���������������������������������������� �������������������55 Edi Slamet Irianto, Op. Cit hlm 64
75��
serta kekayaan alam yang dikandung oleh kedua
negara adalah sangat jauh berbeda. Perbedaan
demikian itulah akan dijadikan indikator bagi
pemerintahan masing-masing negara untuk
menyusun undang-undangnya sesuai dengan
tuntutan atau kebutuhan termaksud.
Atas dasar perbedaan tersebut, maka
Indonesia akan lebih bekerja keras untuk
membangun pembangunan yang tersebar, baik
pembangunan fisik maupun pembangunan non fisik.
Begitupun Timor Leste, meskipun wilayahnya kecil
dan jumlah penduduk yang sedikit, tidak dalam arti
harus bersantai-santai untuk membangun agar
percepatan pembangunan tersebut dapat berjalan
dengan baik sesuai dengan perkembangan yang ada
saat ini.
B. Landasan Hukum Berbicara landasan hukum, merupakan upaya
untuk memberikan warna demokrasi dalam sistem
perpajakan nasional, yakni upaya pemerintah dari
waktu ke waktu melakukan perubahan terhadap UU
PPh pada kedua negara. Maksud perubahan tersebut,
adalah menuju pada suatu penyempurnaan. Oleh
karena secara teoritik perpajakan merupakan lahan
yang rawan konflik secara horizontal, yaitu terdapat
dua kutub kepentingan yang berlawanan. Kutub
pertama adalah kepentingan pemerintah yang
menghendaki penerimaan pajak yang sebesar-
besarnya, dan kutub kedua adalah kepentingan
76��
masyarakat pembayar pajak yang menghendaki untuk
membayar pajak yang sekecil-kecilnya.
Mencari titik sentral untuk menyatukan dua
kepentingan itu, maka bermuara pada undang-undang
pajak penghasilan beserta perubahannya, baik di Timor
Leste maupun di Indonesia. Melalui landasan hukum
tersebut maka dijadikan pijakan bagi pemerintah
dalam melakukan pemungutan pajak terhadap
masyarakat sebagai wajib pajak pada masing-masing
negara. Disampin itu sistem perpajakan itu didesain
sesuai dengan kebutuhan yang ada agar bisa merespon
dan seirama dengan perkembangan perekonomian
nasional maupun bisa bersaing secara mendunia.
Berikut uraian UU PPh kedua negara :
1. Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia Lahirnya undang-undang pajak penghasilan
ini, di dasarkan pada pasal 23 A UUD 1945 yang
menyebutkan bahwa: Pajak dan pemungutan lain
yang bersifat memaksa untuk keperluan negara di
atur dengan undang-undang.56 Betapa caranya
rakyat sebagai bangsa akan hidup dan dari mana
di dapatnya belanja buat hidup, harus ditetapkan
oleh rakyat itu sendiri dengan perantaraan Dewan
Perwakilannya. Rakyat menentukan nasibnya
sendiri, karena itu juga cara hidupnya. Oleh karena
penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk
menentukan nasibnya sendiri, maka segala
tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat,
���������������������������������������� �������������������56 Mohammad Zain, Op.Cit hlm 16
77��
seperti pajak dan lainnya, harus ditetapkan dengan
undang-undang dengan persetujuan Parlemen.57
Menurut Tri Budiono pemungutan pajak tidak
hanya di dasarkan pada pasal 23A tersebut,
melainkan lebih jauh mendasar dan lebih bersifat
filosofis dapat di mulai dari hakekat dari undang-
undang itu sendiri. Undang-undang merupakan
produk lembaga legislatif bersama-sama dengan
eksekutif. Dengan adanya persetujuan dari wakil
rakyat, maka diasumsikan memberikan
persetujuan terhadap apa yang di atur dalam
undang-undang tersebut. Persetujuan wakil rakyat
menjadi dasar legitimasi rakyat harus bersedia
membayar pajak karena mereka telah memberikan
persetujuan terhadap pemungutan itu.
Supaya sistem pajak penghasilan, lebih
mengarah pada efektifitas dan efisiensi dalam
memberi pelayanan kepada masyarakat sebagai
wajib pajak, maka diperlukan perubahan undang-
undang pajak penghasilan itu sendiri. Seperti telah
di ketahui bahwa, UU PPh Indonesia telah
mengalami 4 kali perubahan, yaitu; 1) undang-
undang No. 7 tahun 1983 tentang penghasilan; 2)
undang-undang No. 10 Tahun 1994 tentang pajak
penghasilan; 3) undang-undang pajak penghasilan
nomor 17 Tahun 2000 tentang pajak Penghasilan;
4) undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang
pajak penghasilan.
���������������������������������������� �������������������57 Tri Budiono, Op.Cit hlm 9�
78��
Tujuan utama dari pada perubahan ini adalah
untuk mengamankan penerimaan negara,
memberikan pelayanan yang netral, adil dan
sederhana serta mengacu kepada penyempurnaan
terhadap undang-undang pajak penghasilan itu
sendiri.
2. Undang-Undang Pajak Penghasilan Timor Leste Aturan pengenaan pajak terhadap masyarakat
sebagai wajib pajak telah di atur dalam pasal 144
UUD RDTL, yang menyebutkan bahwa : 1) negara
harus menetapkan suatu sistem perpajakan yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keuangan
negara serta pembagian penghasilan dan kekayaan
negara secara adil; 2) Sistem perpajakan akan
ditetapkan dengan undang-undang yang
menentukan kewajiban membayar pajak,
keuntungan yang di dapat dari pajak dan jaminan
bagi para wajib pajak. Berpijak pada pada pasal
144 tersebut, maka lahirlah undang-undang
perpajakan yang digunakan oleh Timor Leste
adalah undang-undang No. 18 Tahun 2000 tentang
sistem perpajakan Timor Leste, yang telah di ubah
menjadi undang-undang No. 8 Tahun 2008 tentang
pajak dan Pabean.Tujuan utama perubahan
tersebut sebagaimana tertuang dalam bagian
menimbang, menyebutkan bahwa : memberikan
kenetralan, keadilan, kesederhanaan serta lebih
memberikan prioritas kepada pajak non migas.
Memperhatikan tujuan perubahan undang-
undang pajak penghasilan, sebagaimana tertera
79��
dalam perubahan terakhir, baik dalam UU PPh
Indonesia maupun UU PPh Timor Leste adalah
sama, yakni mengarah pada keadilan, kenetralan,
transparansi dan penyederhanaan, akan tetapi
terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Berikut
penulis akan menguraikan perbedaan termaksud.
Untuk menjelaskan keadilan penulis akan
menggunakan “Teori Gaya pikul”58. Pada
prinsipnya bahwa keadilan dan kebenaran negara
dalam memungut pajak dari warganya di dasarkan
pada kemampuan dan kekuatan setiap pribadi
masyarakatnya. Kemampuan pribadi membayar
pajak merupakan kemampuan dan kekuatan untuk
memperoleh penghasilan, harta kekayaan dan
konsumsi dengan tujuan dari itu adalah dapat
menghidupi diri sendiri dan kemampuan untuk
memikul beban kehidupan lainnya.
Terhadap ajaran teori ini penulis berpendapat
bahwa Indonesia telah menerapkan kepada wajib
pajak dengan tidak mengenakan pajak penghasilan
atas seluruh penghasilan brutonya. Tetapi, pajak
dikenakan atas penghasilan kena Pajak (PKP) atau
dengan kata lain dapat dikenakan pada
penghasilan netto fiscal, yakni penghasilan bruto
dikurangi dengan biaya-biaya yang di perkenankan
oleh UU PPh itu sendiri. Salah satu contoh nyata
dalam memberikan makna ganda kepada keadilan
pada area pajak penghasilan adalah, perbedaan
tarif pajak. Berdasarkan UU PPh penghasilan
���������������������������������������� �������������������58 Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, Op.Cit hlm 51
80��
Indonesia, tarif yang adil adalah tarif progresif, yang
diterapkan secara berbeda kepada wajib pajak
perorangan dan wajib pajak badan. Ini kita lihat
sangat jelas, dan tidak menimbulkan diskriminasi.
Sedangkan Timor Leste menginterpretasikan
keadilan dengan menerapkan tarif ganda, yaitu tarif
progresif dan tarif proporsional.
Dicermati lebih jauh tarif ganda itu sendiri
sudah mengandung makna diskriminasi, karena
kedua tarif ini mengandung makna yang berbeda
yakni tarif yang persentasenya tunggal
(proporsional), dan tarif yang persentasenya
meningkat (progresif). Keadilan terutama
mengarahkan kepada pengalokasian beban pajak
pada berbagai golongan masyarakat harus
mencerminkan keadilan. Ada dua kriteria yang
lazim digunakan untuk melihat cerminan aspek
keadilan, antara lain; 1) kemampuan membayar
dari wajib pajak (ability to pay). Kriteria sinkron
dengan tarif progresif; 2) Prinsip benefit, yaitu
benefit yang diperoleh wajib pajak dari jasa-jasa
public yang diberikan oleh pemerintah (cocok
diterapkan pada retribusi).Sedangkan mengenai
kenetralan dan transparansi pada prinsipnya
adalah sama, yakni tarif di berlakukan tanpa
menimbulkan perbedaan. Untuk transparansi,
adalah merupakan proses keterhubungan antara
fiscus dan wajib pajak adalah terbuka, menyangkut
segala hal yang relevan dengan aktivitas hak dan
kewajiban wajib pajak dan fiscus.
81��
Pada tujuan perubahan yang bersifat
penyederhanaan adalah merupakan pertimbangan
dengan karakteristik membentuk suatu sistem
perpajakn yang baik. Akan tetapi sederhana tidak
di maknai sebagai celah untuk mengabaikan UU
PPh yang ada, melainkan hendaknya menjaga
ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut
agar perbedaan yang terjadi antara kepentingan
sosial dan kepentingan ekonomi berada dalam
posisi yang paling minim.
Sederhana juga berkontribusi dalam
mengembangkan keadilan dalam perpajakan,
karena memungkinkan para wajib pajak semuanya
sama, baik itu wajib pajak yang kapasitas
pendapatannya rendah maupun yang berkapasitas.
Jadi asas sederhana disini, berarti bahwa aturan-
aturan pajak harus disederhanakan sehingga
mudah dimengerti baik fiscus, maupun oleh wajib
pajak, oleh karena jika tidak disederhanakan akan
menimbulkan tafsiran ganda, yang akan
berdampak pada penghindaran pajak.
Pada prinsipnya perubahan undang-undang
pajak penghasilan, baik di Timor Leste maupun di
Indonesia, adalah bisa di amati melalui kebutuhan
dan tuntutan, masing-masing negara. Hakekat
perubahan undang-undang pajak penghasilan di
Indonesia berawal dari tahun 1983, dimana
minyak bumi dan gas alam sebagai sumber
penerimaan andalan negara harganya turun sangat
drastis. Keadaan ini merupakan ancaman serius
terhadap anggaran pembangunan dan pengeluaran
82��
pemerintah yang lainnya dalam pelayanan sektor
publik.
Sebagai respon positif terhadap kondisi real
itu, pemerintah segera mengambil kebijakan
dengan melakukan reposisi andalan dari minyak
bumi dan gas alam menjadi dari pajak. Untuk
mendukung reposisi ini maka dilakukan berbagai
langkah perubahan pada sektor pajak, terutama
melakukan reformasi perpajakan.Tujuan utama
perubahan UU PPh Indonesia adalah untuk; 1)
mengamankan dan meningkatkan penerimaan
negara; 2) mewujudkan sistem perpajakan yang
netral, sederhana, stabil dan lebih memberikan
keadilan dan kepastian hukum serta transparansi;
3) lebih memberikan kemudahan dan tanggung
jawab kepada wajib pajak melalui self assessment
system.
Sedangkan amandemen UU pajak penghasilan
di Timor Leste, mempunyai tiga hal penting antara
lain : 1) lebih mengedepankan keadilan dan
konsensus antara masyarakat sebagai wajib pajak
dan pemerintah melalui Parlemen Nasional; 2)
Memberikan keringanan beban fiscal kepada area
pajak non migas, melalui penurunan tarif dan
penghapusan tarif pajak; dan 3) memprioritaskan
sistem kenetralan pajak.
Jadi dapat ditegaskan bahwa pada dasarnya
Indonesia sudah sempurna menjalankan instruksi
undang-undang perpajakannya dengan baik,
melalui implementasinya. Sementara Timor Leste
masih terjadi tumpang tindih antara substansi
83��
undang-undang pajak penghasilan dan
implementasinya. Kondisi ini terjadi karena faktor
kurangnya SDM di Timor Leste yang ahli dalam
bidang perpajakan.
C. Tata Cara Pemungutan Pajak Tata cara pemungutan pajak terdiri dari stelsel
pajak, asas pemungutan pajak, dan sistem pemungutan
pajak59.
1. Stelsel Pajak Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan
tiga stelsel, yaitu stelsel nyata, stelsel anggap, dan
stelsel campuran.
a. Stelsel Nyata (stelsel riil)
Stelsel ini di dasarkan pada obyek yang
sesungguhnya terjadi (untuk pajak penghasilan
maka obyeknya adalah penghasilan). Oleh karena
itu, pemungutan pajaknya baru dilakukan pada
akhir tahun pajak, yaitu setelah semua
penghasilan sesungguhnya dalam satu tahun
pajak diketahui. Dari pengertian stelsel nyata,
penulis berpendapat bahwa, pajak penghasilan
tidak hanya dapat diketahui pada akhir tahun,
melainkan melalui penghasilan setiap bulan
sudah bisa di dikenakan pajak dan dikreditkan
pada akhir tahun pajak.
���������������������������������������� �������������������59 Widi Widodo dan Dedy Djefris, Tax Payaer’s Right, Affabet, Bandung, 2008 hlm 33
84��
b. Stelsel Anggapan (fictive stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu
anggapan yang di atur oleh undang-undang.
Misalnya pendapatan suatu tahun di anggap
sama dengan penghasilan tahun sebelumnya
sehingga pajak yang terutang pada suatu tahun
juga dianggap sama dengan pajak yang terutang
tahun sebelumnya. Kelebihan stelsel ini adalah
pajak dapat dibayar pada tahun berjalan, tanpa
harus menunggu sampai akhir suatu tahun
pajak, misalnya pembayaran pajak di lakukan
pada saat wajib pajak memperoleh penghasilan
yang tinggi atau mungkin dapat diangsur dalam
tahun berjalan. Kekurangnnya adalah pajak yang
dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang
sesungguhnya, sehingga penentuan pajak
menjadi tidak akurat.
c. Stelsel Campuran
Pada stelsel ini pengenaan pajak di dasarkan
pada kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel
anggapan. Artinya pada awal suatu tahun pajak,
besarnya pajak dihitung berdasarkan anggapan,
kemudian pada akhir tahun besarnya pajak di
hitung berdasarkan pada keadaan yang
sesungguhnya. Stelsel ini jika wajib pajak kurang
bayar maka harus membayar lagi kekurangannya
(pajak terutang), akan tetapi ada lebih bayar
maka diminta restitusi atau kompensasi.
85��
Dari uraian di atas dapat dipastikan, baik di
Timor Leste maupun di Indonesia menggunakan
stelsel anggapan dan stelsel nyata. Hal ini dapat di
atur dalam UU PPh masing-masing negara. Di Timor
Leste stelsel campuran ini diatur dalam pasal 64
ayat (4) UU PPh No. 8 tahun 2008, yang
menyebutkan bahwa : “angsuran pajak penghasilan
yang dibayar seorang wajib pajak dalam suatu tahun
pajak harus dikreditkan terhadap kewajiban pajak
penghasilan wajib pajak untuk tahun tersebut”.
Besarnya angsuran pajak penghasilan tersebut
adalah 0.5%, dari penghasilan kotor setiap bulan.
Secara administrasi telah dibagi menjadi wajib pajak
yang penghasilan kotor pertahun US $ 1,000,000.-
ke atas dikategorikan sebagai wajib pajak besar,
yang pembayaran angsurannya dilakukan setiap
tanggal 15 bulan berikutnya. Sedangkan wajib pajak
yang penghasilan kotornya pertahun dibawah US $
1,000,000.- dikategorikan sebagai wajib pajak kecil,
yang pembayaran angsurannya diakomulasikan
setiap triwulan.
Pembayaran angsuran tersebut dapat
dikalkulasikan kembali pada akhir tahun pajak,
sebagai pembetulan atau koreksi terhadap angsuran
termaksud. Jika terjadi kelebihan bayar (over
payment) dapat dikompensasikan, baik secara
vertikal maupun secara horizontal. Akan tetapi jika
terjadi kekurangan bayar (under payment) maka
merupakan hutang pajak yang harus di bayar oleh
wajib pajak. Untuk pajak yang dikreditkan pada
akhir tahun, ada dua cara yang digunakan oleh
86��
Timor Leste, yang dikatakan istimewa. Dikatakan
mempunyai hak istimewa karena, ada kebebasan
memilih jumlah penghasilan yang lebih besar yang
dilaporkan oleh wajib pajak pada akhir tahun.
Contohnya pada akhir tahun wajib pajak melaporkan
penghasilannya kepada kantor pajak, jika jumlahnya
lebih besar daripada angsuran setiap bulan, berarti
wajib pajak tersebut dimintakan untuk membayar
tambahan. Jika terjadi kelebihan bayar, tentunya
kompensasi dan terjadi kerugian, maka akan di
bawa ke tahun berikutnya.
Sedang di Indonesia stelsel campuran ini salah
satunya di atur dalam pasal 25 ayat (1) yang
menyebutkan besarnya angsuran pajak dalam tahun
pajak berjalan yang harus di bayar sendiri oleh wajib
pajak untuk setiap bulan adalah sebesar pajak
penghasilan yang terutang menurut surat
pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun
pajak yang di kurangi dengan : 1) Pajak penghasilan
yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal
21, dan pasal 23 serta pajak penghasilan yang
dipungut sebagaimana dalam pasal 22.
Artinya angsuran pembayaran yang dilakukan
setiap bulan oleh wajib pajak akan dikreditkan atau
memperhitungkan kembali pada akhir tahun.
Pada stelsel ini, yang menjadi perbedaan di
Timor Leste dan Indonesia antara lain : 1) untuk
stelsel anggapan di Indonesia dapat diterapkan pada
pajak PBB, sedangkan Timor Leste pajak PBB belum
ada.
87��
Sedangkan persamaanya terletak pada ; 1)
angsuran setiap bulan merupakan pajak fiktif yang
dikreditkan pada akhir tahun; 2) Waktu terakhir
laporan SPT tahun pajak jatuh bulan ketiga tahun
pajak berikutnya (tanggal 31 Maret); 3) Laporan
akhir tahun pajak merupakan koreksi terhadap
pembayaran di muka/angsuran setiap bulan.
Jadi konklusinya adalah stelsel fiksi dikoreksi
dengan stelsel riil ini, yang kemudian diberi nama
stelsel camupran, merupakan suatu sarana yang
dapat menghilangkan kelemahan dari stelsel fiksi.
2. Asas Pengenaan Pajak Terdapat tiga asas pengenaan pajak yaitu asas
domisili, asas sumber dan asas kebangsaan. Ketiga
asas ini dapat diuraian berikut :
a. Asas Domisili (asas tempat tinggal)
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak
mengenakan atas pajak seluruh penghasilan wajib
pajak bertempat tinggal diwilayahnya, baik dari
dalam negeri maupun dari luar negeri. Setiap
wajib pajak yang berdomisili dalam negeri (wajib
pajak dalam negeri) di kenakan pajak atas seluruh
penghasilan yang diperoleh dari dalam dan luar
negeri.
b. Asas sumber (Sources Income)
Pada asas ini negara berhak mengenakan
pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayah
tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
88��
Setiap orang yang memperoleh penghasilan dari
negara sumber dikenakan pajak atas penghasilan
yang diperolehnya.
c. Asas kebangsaan (Nasionality)
Pada asas ini yang menjadi landasan
pengenaan adalah status kewarganegaraan dari
orang atau badan yang memperoleh penghasilan.
Sistem pengenaan pajak berdasarkan asas
nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas
worldwide income.
Di Indonesia asas domisili dan asas
kebangsaan di atur dalam pasal 2 UU PPh No. 36 Th.
2008. Kriteria yang dijadikan,60 landasan
kewenangan negara untuk mengenakan pajak
adalah status subyek yang akan dikenakan pajak,
tanpa memperhatikan yang bersangkutan berstatus
sebagai penduduk (asas domisili) atau berstatus
sebagai warga negara (asas kebangsaan). Yang
penting pada kedua asas ini adalah subyek
pajaknya, baik subyek pajak dalam negeri maupun
subyek pajak luar negeri dapat dikenakan pajak
(worldwide income). Sementara asas sumber di atur
dalam pasal 4 UU PPh No. 36 Th. 2008. Pada asas
sumber yang menjadi landasannya adalah61 status
obyeknya, yaitu apakah obyek yang akan dikenakan
pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Jadi
asas sumber ini ruang lingkupnya terbatas pada ���������������������������������������� �������������������60 Tri Budiono, Op.Cit. hlm 21 61 Loc. Cit hlm 21�
89��
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
sumber yang ada pada negara yang bersangkutan.
Negara yang memberi/menyediakan pekerjaan yang
berhak memotong dan memungut pajak penghasilan
wajib pajak.
Sedangkan di Timor Leste asas domisili dan
asas kebangsaan di atur dalam pasal 27 ayat (1) UU
PPh No. 8 tahun 2008, menyebutkan yang disebut
wajib pajak adalah;1) orang perorangan; 2) warisan
yang belum terbagi; dan 3) badan. Kemudian subyek
pajak, menurut domisilinya dibedakan menjadi
subyek pajak luar negeri dan subyek pajak dalam
negeri. Kriteria yang dijadikan dasar pengenaan
pajak adalah status subyek pajak, tanpa
memperhatikan obyeknya. Dengan demikian maka
yang dipentingkan disini adalah subyek pajak yang
menjadi titik tolak pengenaan pajak. Asas sumber
(Source income) di atur dalam pasal 28 UU PPh No. 8
tahun 2008. Dimana akan dikenakan pajak atas
suatu penghasilan yang diterima atau diperolah,
baik oleh orang perorangan maupun oleh badan,
apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu
diperoleh oleh orang perorangan atau badan yang
bersangkutan dari sumber yang ada di negara itu.
Misalnya para konsultan, tenaga ahli dan tenaga
kerja asing yang bekerja di Timor Leste, maka
penghasilan yang diterima di Timor Leste akan
dikenakan pajak sesuai dengan peraturan
perpajakan yang berlaku.
Perbedaan yang ditemukan dalam asas
pengenaan pajak di Timor Leste dan Indonesia
90��
adalah berdasarkan prinsip worldwide income.
Maksudnya di Indonesia worldwide income dalam
artian wajib pajak dalam negeri dikenakan pajak
penghasilan, baik obyek pajak dalam negeri
maupun obyek pajak yang ada di luar negeri.
Sedangkan Timor Leste tidak menganut prinsip
worldwide income, karena wajib pajak dalam negeri
dikenakan pajak penghasilan hanya atas hasil dari
obyek yang ada dalam negeri. Semenetara
persamaan terletak pada asas sumber (source
income).
3. Sistem Pengenaan Pajak Pada sub sistem ini, akan berpijak pada
reformasi yang berangkat dari perubahan official
assessment ke self assessment system. Pada self
assessment system, wajib pajak mempunyai posisi
ganda, yaitu sebagai obyek pajak sekaligus sebagai
subyek pajak, yang justru aktif. Ini mengandung
maksud bahwa setiap wajib pajak diberi tanggung
jawab untuk menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak terutang dalam satu tahun pajak.
Berikut uraian tiga sistem pemungutan pajak
tersebut.
a. Official assessment system
Adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberikan wewenang kepada pemerintah
(fiscus) untuk besarnya pajak terutang oleh wajib
pajak; Ciri-cirinya antara lain : a) fiscus
berwewenang untuk menentukan bearnya utang
91��
pajak; b) wajib ajak bersifat pasif; c) utang pajak
timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan
oleh oleh fiscus.
b. Self assessment system
Arti kata Self assessment system,62 adalah
menghitung dan menetapkan sendiri besarnya
pajak yang terutang, dan membayar pajak
tersebut sebelum memasukkan SPT. Dengan
sistem pemungutan pajak yang wewenang
kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri
besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya antara
lain ; a) bahwa pemungutan pajak merupakan
pengabdian dan peran serta wajib pajak untukl
secara langsung dan bersama-sama
melaksanakan kewajiban perpajakan; b)
Tanggung jawab atas pelaksanaan pemungutan
pajak, sebagai pencerminan kewajiban dibidang
perpajakan berada pada anggota masyarakat
wajib pajak sendiri. Sedangkan pemerintah
hanya berkewajiban melakukan pembinaan,
pelayanan dan pengawasan terhadap pemenuhan
kewajiban wajib pajak sesuai dengan peraturan
yang ada; c) Wajib pajak diberi kepercayaan
untuk dapat melaksanakan kewajibannya secara
aktif dengan menghitung, memperhitungkan,
membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang
terutang secara teratur kepada kantor pajak.
���������������������������������������� �������������������62 Rachmad Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan, PT Refika Aditama, Bandung, 1998, hlm 13
92��
Selain ciri-ciri tersebut, self assessment
masih mengandung hal yang penting, yang
diharapkan dipatuhi oleh wajib pajak antara lain;
1) Kesadaran pada wajib pajak; 2) Kejujuran
wajib Pajak; 3) Wajib pajak mempunyai hasrat
untuk membayar pajak; dan 4) Disiplin wajib
pajak terhadap pelaksanaan peraturan pajak.
Apabila wajib pajak sudah patuh memnuhi 4
syarat tersebut, maka pelaksanaan kewajiban
pemenuhan pajak otomatis baik.
c. Withholding system
Sistem pemungutan ini, memberikan
wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh wajib pajak sesuai dengan ketentuan
undang-undang yang berlaku. Sistem ini
bedakan menjadi dua antara lain;
1) sistem pemotongan, yaitu suatu sistem yang
diterapkan pada pemajakan PPh63 pasal 21,
PPh pasal 26 dan PPh pasal 23 UU PPh No. 36
tahun 2008;
���������������������������������������� �������������������63 Pasal 21 mengatur tentang wewenang pemotong pajak, dalam kapasitas sebagai pemberi kerja yang, tdd orang pribadi, badan yang melakukan pembayaran kepada subyek pajak dalam negeri; pasal 23 mengatur tentang wewenang pemotong pajak wajib pajak dalam negeri atau BUT 15% dan 2% terhadap dividen, bunga, royalty, sewa, hadiah bonus dan lain-lain; pasal 26 mengatur tentang wewenang pemotong pajak wajib pajak luar negri 20 % dari bruto terhadap dividen, bunga, royalty, hadiah penghargaan dan bonus.
93��
2) sistem pemungutan, yaitu suatu sistem yang
diterapkan pada PPh pasal 22. Obyek
pemungutan PPh pasal 22 adalah64;
a) Pembelian barang oleh pemerintah pusat
dan daerah;
b) Impor barang;
c) Pembelian barang yang tergolong mewah.
Tujuan pengenaan PPh pasal 22 ini melalui
pemerintah yaitu pembelian APBN/APDB
oleh pendaharawan dan impor barang
melalui pengawasan direktorat bea cukai.
Yang berwenang memungut pajak adalah;
1) bendahara pemerintah, baik pusat
maupun daerah, serta instansi-
instansi yang ada; dan
2) badan tertentu berkenaan dengan
kegiatan impor, seperti produksi
semen dan otomotif.
Pemungutan pajak dilaksanakan oleh
pemungut Pajak atas nama wajib pajak ke bank
persepsi atau kantor pos dengan cara penyetoran
menggunkan formulir surat setoran pajak (SSP)
yang berlaku sebagai bukti pemungutan pajak.
Manfaat withholding tax system, antara lain:
1. Dapat meningkatkan kepatuhan secara
sukarela karena pembayar secara tidak
langsung telah membayar pajaknya;
2. Pengumpulan pajak secara otomatis, bagi
pemerintah tanpa mengeluarkan biaya; ���������������������������������������� �������������������64 Rudi Suharto dan Rirawan B. Ilyas, Ensiklopedia perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, 2010, hlm 224�
94��
3. Merupakan penerapan prinsip convenience of
tax system;
4. Meningkatkan penerimaan pajak
(optimalisasikan perluasan obyek pajak)
Setelah terjadi reformasi perpajakan
nasional (tax reform), sejak tahun 1983
merupakan moment berakhirnya masa
berlakunya official assessment system di
Indonesia, karena dinilai tidak sesuai lagi dengan
perkembangan perekonomian nsaional. Sebagai
gantinya adalah self assessment system, yang
dalam implementasinya dilaksanakan bersama-
sama dengan withholding system. Mengenai
sistem tersebut penulis ingin menyatakan bahwa
tidak ada satu pasal pun, baik dalam UU PPh
Indonesia maupun UU PPh Timor Leste yang
secara spesifik menjelaskan tentang self
assessment system tersebut. Dengan demikian
untuk menjelaskan asal muasal self assessment
system dapat dilihat melalui wewenang dari
fiskus yang aktif berdasarkan official assessment
system bergeser menjadi wewenang pasif
berdasarkan self assessment system. Artinya
setelah terjadi tax reform wewenang aktif sudah
bergeser ke tangan wajib pajak berdasarkan self
assessment system. Berawal dari perubahan
pertama UU PPh tahun 1983 hingga saat ini
Indonesia menggunakan self assessment system,
sebagai suatu sistem yang sangat cocok dalam
pemungutan pajak.
95��
Sementara sistem tersebut digunakan di
Timor Leste, didasarkan pada Regulasi United
Nation Transition Administration East Timor
(UNTAET) No. 1 tahun 1999, yang memberikan
wewenang sepenuhnya kepada UNTAET untuk
mempersiapkan segala sesuatunya menuju pada
kemerdekaan total Timor Leste. Seirama dengan
rangkaian proses tersebut, maka UNTAET dapat
menerapkan asas konkordansi di Timor Leste,
pada bidang perpajakan, dengan menggunakan
self assessment system dalam pemungutan
pajak.
Pada sistem pemungutan pajak itu terdapat
perbedaan dan persamaan antara Timor Leste
dan Indonesia seperti dalam tabel berikut:
Tabel 2 Perbedaan dan persamaan sistem pemungutan
antara Timor Leste dan Indonesia
Perbedaan
Indikator Indonesia Timor Leste
Kesadaran
internal WP
Lebih baik karena
pemahaman WP
tentang pajak
cukup memadai
terhadap aturan
pajak
masih butuh waktu
untuk membina, &
mensosialisasikan
aturan pajak kpd WP
UU PPh Sangat lengkap
dan terinci,
sehingga
membatasi ruang
penafsiran yang
bersifat merugikan penerimaan negara
Sangat abstrak dan
tidak rinci, sehingga
cukup mengundang
penafsiran yang
bersifat penghindaran
pajak
96��
Capacity
building
Lebih efektif,
melalui
pendidikan formal
dan informal
Masih dalam tahap
pendidikan informal
(pelatihan)
Team
accounting
dan hukum
Jauh lebih handal,
sehingga mudah
mendeteksi,
pembukuan dan
laporan WP
Perlu ditingkatkan,
agar kedepan bisa
memberi respon yang
positif pada sistem
tersebut.
Jasa
Konsultan
Tersedia untuk
memberikan
pelayanan kepada
WP
Masih sangat terbatas,
baik kualitas maupun
kuantitas
Persamaan
Indikator Indonesia dan Timor Leste
Wewenang
Wajib pajak
Mutlak ditangan wajib pajak dalam
pemenuhan kewajibannya, mulai dari
menghitung, memperhitungkan, menyetor
dan melaporkan pada kantor pajak
Wewenang
Fikus
Membina, mengawasi, mengsosialisakan
informasi yang kaitan dengan aturan-aturan
baru dan memberi pelayanan yang lebih
prima
Sarana
informasi
Melalui workshop, website, majalah, brosur,
telpon, radio dan tv.
Sistem
pemungutan
pajak
Self assessment system dan withholding
system, disamping official assessment
system secara praktek masih digunakan
pada saat pemeriksa (auditor) melakukan
pemeriksaan terhadap laporan wajib pajak
dan menentukan hasilnya sesuai dengan
hasil temuannya.
Pemungut
pajak
Dilakukan oleh bendahara pemerintah,
badan tertentu, BUMN dan BI
97��
Penyetoran
pemungutan
pajak
Melalui bank persepsi atau kantor pos,
dengan menggunkan surat setoran pajak
(SSP)
Pemenuhan
kewajiban
Wajib pajak harus mengeluarkan uang
untuk membayar konsultan pajak.
Selain perbedaan dan persamaan itu,
penulis akan menguraikan pula kelebihan dan
kekurangannya sistem tersebut antara lain :
1) kelebihannya di Indonesia yakni ; (a)
memberikan wewenang penuh kepada wajib
pajak untuk melakukan pemenuhan
kewajibannya; (b) membatasi wewenang fiskus
yaitu hanya pada tahap pengawasan dan
pembinaan; (c) diberikan kepercayaan oleh UU
kepada pihak ketiga (bukan wajib pajak dan
bukan fiskus) untuk memotong dan
memungut pajak; (d) pemerintah tidak
mengeluarkan biaya untuk melakukan
pemungutan pajak; (e) UU PPh sangat lengkap
sehingga mempermudah wajib pajak maupun
fiskus dalam melaksanakan kewajibannya
masing-masing ;
2) kelebihannya di Timor Leste adalah sama
dengan point a, b, c dan d yang
diimplementasikan oleh Indonesia.
3) kekurangannya di Indonesia adalah; (a)
pengawasan kurang ketat sehingga terjadi
kolusi dan korupsi; (b) perlu lebih intensif
dalam sosialisai melalui berbagai media untuk
98��
mempermudah wajib pajak, memahami self
assessment system.
4) kekurangannya di Timor Leste yakni ; (a) pada
Negara baru self assessment system sangat
membingungkan wajib pajak; (b) wajib pajak
harus mengeluarkan biaya untuk membayar
konsultan pajak; (c) tingkat pelanggaran
cukup tinggi; (d) tingkat penghindaran juga
cukup banyak; (e) UU PPh nya tidak lengkap
akhirnya sulit memberikan petunjuk yang
lebih memadai kepada wajib pajak dan fiskus.
D. Timbul dan Hapusnya Hutang Pajak Ditinjau dari segi hukum, pajak merupakan
sebuah perikatan. Perikatan pajak adalah perikatan
yang timbul karena undang-undang, yang dilingkupi
oleh hukum di mana salah satu memaksa. Menurut
Rochmat Soemitro (dalam Y. Sri Pudyatmoko, 2006 :
62), menyebutkan bahwa:65 utang pajak adalah utang
yang timbul secara khusus, karena negara (kreditur)
terikat dan tidak memilih secara bebas siapa yang akan
dijadikan debiturnya.
Lahirnya utang pajak dikenal adanya dua ajaran,
yakni ajaran formal dan ajaran material. Menurut
ajaran materil utang pajak timbul dengan sendirinya
karena pada saat yang ditentukan oleh undang-undang,
sekaligus dipenuhi syarat subyek dan syarat obyek.
Timbulnya hutang pajak itu tidak perlu campur tangan
���������������������������������������� �������������������65 Rachmat Soemitro (dalam Y. Sri Pudyatmoko), Op.Cit hlm 62
99��
atau perbuatan dari pejabat pajak, asal syarat-syarat
yang ditentukan oleh undang-undang telah terpenuhi.
Di Timor Leste ajaran materiil di atur dalam
pasal 27 ayat (2) yakni mengenai wajib pajak 66. Subyek
pajak adalah Orang pribadi, badan dan warisan yang
belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak, yang memenuhi syarat-syarat subyektif.
Subyek pajak dikategorikan menjadi :
1. Subyek pajak dalam negeri. Syarat menjadi subyek
pajak dalam negeri antara lain;
a. Orang pribadi bertempat tinggal di Timor Leste;
b. Orang pribadi yang berada di Timor Leste lebih
dari 180 hari dalam 12 bulan atau berniat untuk
tinggal di Timor Leste;
c. Badan yang ddirikan di Timor Leste;
d. Warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan menggantikan yang berhak.
2. Subyek pajak luar negeri. Syarat menjadi subyek
pajak luar negeri antara lain ;
a. Orang pribadi bertempat tinggal di Timor Leste;
b. Orang pribadi yang berada di Timor Leste tidak
lebih dari 180 hari dalam waktu 12 bulan;
c. Badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat
kedudukan di Timor Leste, yang melakukan
kegiatan melalui BUT;
d. Badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat
kedudukan di Timor Leste yang dapat menerima
penghasilan dari Timor Leste tidak dari ���������������������������������������� �������������������66 Pasal 27 ayat (2) wajib pajak adalah orang perorangan, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, dan badan.��
100��
menjalankan usaha melalui BUT di Timor Leste.
Jadi subyek pajak itu berubah menjadi wajib
pajak mulai saat menerima atau memperoleh
penghasilan kena pajak, dan sebaliknya subyek
pajak itu berhenti menjadi wajib pajak apabila ;
1) tidak menerima penghasilan kena pajak;
2) meninggal dunia;
3) pergi meninggalkan Timor Leste untuk
selamanya;
4) badan tersebut berhenti menjalankan kegiatan
usahanya.
Sedangkan subyek pajak itu memenuhi syarat
obyektif adalah pada saat menerima atau memperoleh
penghasilan kena pajak (PKP), yang berumber dari;
1. Timor Leste dan luar Timor Leste (berdasarkan asas
domisili);
2. Timor Leste (berdasarkan asas source income).
Mengenai obyek pajak, di Timor Leste diatur
dalam pasal 28 ayat (1) UU PPh No. 8 tahun 2008,
yakni tentang obyek pajak penghasilan yang diperoleh
melalui usaha, modal, properti, pembayaran pajak atas
jasa dan lain-lainnya seperti diatur dalam pasal 53 UU
ayat (1),67 UU PPh No. 8 tahun 2008.
Sedangkan di Indonesia ajaran material ini di atur
dalam pasal 1 UU PPh No. 36 tahun 2008 yang
menyebutkan pajak penghasilan dikenakan terhadap
subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau
���������������������������������������� �������������������671) Penghasilan dari konstruksi; 2) Penghasilan konsultan jasa; 3) Penghasilan transportasi udara dan laut; 4) Penghasilan dari pertambangan; 5) modal, property, Join modal, deposito di bank dll
101��
diperolehnya dalam satu tahun. Artinya subyek pajak
tersebut dikenai pajak apabila menerima atau
memperoleh penghasilan, yang selanjutnya subyek
pajak tersebut disebut wajib pajak. Selanjutnya dalam
pasal 4 UU PPh No. 36 tahun 2008, yang menyebutkan
bahwa yang menjadi obyek pajak adalah penghasilan,
yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal
dari dalam maupun luar Indonesia. Dalam artian UU ini
menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam
pengertian yang luas yaitu lebih memperhatikan
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima wajib
pajak sebagai ukuran terbaik.
Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa
ajaran materiil mengatur tentang ;
1. Obyek Pajak;
2. Subyek pajak;
3. Dasar pengenaan pajak;
4. Tarif pajak;
5. Cara perhitungan pajak.
Sedang menurut ajaran formal, utang pajak
timbul karena undang-undang pada saat dikeluarkan
surat ketetapan pajak, (perbuatan manusia)
Jadi selama belum ada surat ketetapan pajak
maka belum ada utang dan tidak akan dilakukan
penagihan, walaupun syarat subyek maupun syarat
obyek telah terpenuhi bersamaan.
102��
Di Timor Leste, ajaran formil, di atur dalam68 pasal
64 ayat (2), (3) dan ayat (4) UU PPh No. 8 tahun 2008.
Dapat dijelaskan bahwa pada ayat (2) itu menentukan
untuk pajak penghasilan yang diangsur, sebesar 0.5 %
dari gross income, baik omzet pertahun $ 1 juta keatas
maupun omzet pertahun di bawah $ 1 juta, di bayar
setiap tanggal 15 bulan berikutnya maupun setiap
tanggal 15 pada triwulan ketiga sebagaimana di
tentukan dalam ayat (3). Pada ayat (4) menjelaskan
mengenai pembayaran yang merupakan angsuran
setiap bulan dan triwulan akan dikredit pada akhir
tahun. Selain pajak anggsuran (installment tax atau
minimum tax) penagihan terhadap pajak pemotongan
(withholding tax), di atur dalam pasal 53, 54, 55 dan
56,69 UU PPh No. 8 tahun 2008, yang menyebutkan,
pajak pemotongan ini diberlakukan pada setiap orang
yang membayar suatu jumlah penghasilan sumber jasa
kepada orang pribadi atau badan harus memotong
pajak sesuai ketentuan yang ada. Kemudian
pembayaran tersebut dilaksanakan pada setiap tanggal
15 bulan berikutnya. Untuk pajak tahunan ditentukan
tanggal akhir pemasukan surat pemberitahuan tanggal
31 Maret. Jika ada terjadi sesuatu lain hal bisa minta
perpanjangan waktu, dengan catatan harus membayar
���������������������������������������� �������������������68 Ayat (2) Seorang wajib pajak yang jumlah penghasilan omzetnyauntuk 1 tahun lebih dari $ 1 juta harus membayar angsuran setiap bulan dari gross income 0.5%. Jika kurang dari $ 1 juta harus membayar angsuran per triwulan 0.5%. Ayat (3) Angsuran pajak penghasilan selambat-lambatnya setiap tanggal 15 bulan berikutnya atau tanggal 15 triwulan ketiga. Ayat (4) Angsuran pajak penghasilan yang dibayar seorang wajib pajak pada setiap bulan/triwulan dapat dikreditkan terhadap kewajiban tersebut pada akhir tahun, yaitu pelaporan SPT pada tanggal 31 maret tahun berikutnya. 69 1. Pasal 53 mengenai pembayaran atas jasa; 2) pasal 54 Royalti; 3) pasal 55 sewa dan Pasal 56 tentang hadiah dan undian.
103��
terlebih dahulu sejumlah uang, agar tidak dapat
dikenakan sanksi administrasi atas permintaan
perpanjangan waktu tersebut.
Wilayah pendaftaran Kantor Pajak Pelayanan di
Timor Leste ada 3 yakni Dili, Baucau dan Maliana. Tiga
kantor pajak pelayanan ini melakukan pelayanan
terhadap wajib pajak di seluruh wilayah Timor Leste70.
Selanjutnya menyangkut penyelesaian sengketa pajak
di atur dalam pasal 69 ayat (1)71 UU PPh No. 18 tahun
2000. Amanat pasal 69 ayat (1) dijelaskan bahwa
menyelesaikan sengketa pajak terhadap keputusan
komisaris yang dirasa oleh wajib pajak tidak benar atau
bertentangan dengan aturan perpajakan perlu
diselesaikan melalui lembaga independen yang disebut
kantor banding. Akan tetapi dalam kenyataan sampai
saat ini di Timor Leste hanya ada unit banding yang
tetap di bawa kendali komisaris. Hal seperti ini dalam
penyelesaian sengketa juga tidak ada peluang yang
cukup pengambil keputusan dalam unit tersebut secara
independen.
Sementara di Indonesia ajaran formil diatur dalam
pasal pasal 25 UU PPh No. 36 tahun 200872. Pada
���������������������������������������� �������������������70 1)Kantor pajak pelayanan Dili meliputi kabupaten Dili, Aileu, Liquisa dan Ermera; 2)Kantor Pajak pelayanan Baucau meliputi : Kabupaten Baucau, Manatuto, Viqueque dan Lospalos; dan 3) Kantor Pajak Pelayanan Maliana meliputi: Kabupaten Maliana, Kovalima, Same, Ainaro dan Oekusi. 71 Komisaris harus membentuk suatu kantor banding yang bertanggungjawab untuk mempertimbangkan banding dari orang-orang yang membatah suatu hutang pajak atau penalty yang diatur didalam satu penilain atau yang mengira bahwa satu keputusan atau penilaian komisaris tidak benar. 72 Pasal 25 tentang besarnya pajak angsuran dalam tahun pajak berjalan yang harus di bayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan adalah besarnya penghasilan yang terutang menurut SPT pajak penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan pajak penghasilan yang dipotong seperti pada pasal 21, 23 serta PPh yang dipungut dalam pasal 22.
104��
ketentuan ini mengatur tentang perhitungan besarnya
angsuran bulanan yang harus dibayar oleh wajib pajak
sendiri dalam tahun berjalan. Secara garis besar ajaran
formil terdiri dari ;
1. Pendaftaran;
2. Pembayaran;
3. Pelaporan;
4. Penetapan;
5. Penagihan; penyelesaian sengketa dan tindakan
pidana.
Selain timbulnya hutang pajak karena undang-
undang, maka hutang pajak timbul karena perbuatan
manusia, yakni setelah administrator pajak
menerbitkan surat pemberitahuan pajak. Misalnya
pajak pemotongan yang tidak dipotong oleh pihak ketiga
atau pemberi kerja, jasa konstruksi, sewa rumah dan
tanah serta upah/gaji.
Selain kapan saat timbulnya hutang pajak, harus
diketahui dengan baik kapan hapusnya hutang pajak.
Utang pajak dapat hapus karena hal-hal sebagai
berikut :
1. Karena telah dilakukan pembayaran. Artinya wajib
pajak yang terkena utang sudah melakukan
pembayaran, pada bank yang ditunjuk oleh
pemerintah
2. Karena kompensasi hutang. Kompensasi itu sendiri
muncul karena over payment, dan untuk melakukan
kompensasi atau restitusi hanya, atas permitaan
wajib pajak. Kompensasi boleh dilakukan secara
vertikal maupun horizontal
105��
3. Karena daluarsa. Daluarsa adalah hapusnya,73
suatu hak untuk dapat dimintakan pemenuhan
prestasinya oleh kreditur atau kewajiban debitur
untuk menunaikan suatu prestasi karena
lampaunya suatu waktu, yaitu setelah 10 tahun.
4. Karena peniadaan hutang pajak. Ini mengakibatkan
kreditur dibebaskan dari kewajiban untuk
membayar pajak. Peniadaan hutang pajak menjadi
sah hanya dapat didasarkan pada surat keputusan
administrator perpajakan, didasarkan antara lain :
a. Dasar penetapan pajak tidak benar;
b. Karena penghapusan;
c. Karena penghapusan sebagian;
d. Karena pembebasan hutang pajak, karena
musnahnya obyek pajak; dan karena bencana
alam.
Hutang pajak itu timbul oleh karena undang-
undang di tambah perbuatan manusia. Dua cara
tersebut selanjutnya melahirkan ajaran timbulnya
hutang pajak yang masing-masing mempunyai
kelebihan dan kekurangan
Perbedaan dan persamaan ajaran Material dan
Formil tentang timbul dan hapusnya hutang pajak di
Timor Leste dan Indonesia seperti tabel berikut :
���������������������������������������� �������������������73 Tri Budiono, Op. Cit hlm 27
106��
Tabel 3 Perbedaan dan persamaan Timbul dan hapusnya hutang
pajak menurut ajaran Material dan formil
Perbedaan
Indikator Indonesia
Timor Leste Ajaran Materiil
Syarat wajib
pajak dalam
negeri
Subyek pajak yang
berada di indonesia lebih
dari 183 dalam jangka
waktu 12 bulan
Subyek pajak yang
berada di Timor
Leste lebih dari 180
hari dalam janka
waktu 12 bulan
Obyek pajak Pusat dan daerah pusat
Tax kredit Sudah diberlakukan Belum berlaku
TPKP Dirinci Tidak dirinci
Ajaran Formil
Tempat
pendaftaran
Lebih banyak Hanya 3 KPP
Penyelesaian
sengketa
Lewat pengadilan pajak Masih pada bagian
keberatan
Penagihan
pajak dengan
surat paksa
Pencegahan dan
penyanderaan
Belum ada
Pengembalian
over pyament
Kompensasi dan restitusi Hanya kompensasi
Penggunaan
bahasa asing
dalam
pembukuan
Harus mendapat izin
terlebih dahulu dari
menteri keuangan
Diperbolehkan
menggunakan 4
bahasa (UUD RDTL
psl 159)
Persamaan
Indikator
Indonesia danTimor Leste Ajaran Materil
Subyek pajak Pada prinsipnya sama, dalam pelaksanaan Dasar pengenaan
pajak
dikenakan pada netto dan bruto penghasilan yang
diterima atau diperoleh oleh wajib pajak
107��
Ajaran formil
Syarat
pendaftaran
memenuhi syata obyektif dan subyektif untuk
memperoleh NPWP
Pembayaran
pajak
Bisa menggunakan cek. Tunai, giro dan transfer
lewat eletronik.
Dasar
timbulnya
sengketa
sengketa antara wajib pajak dan pejabat yang
berwenang mengeluarkan keputusan
Hapusnya
hutang pajak
Juga sama, setelah melewati beberapa langkah
penyelesaian
Kelebihan dan kekurangan yang terkandung di
dalam kedua ajaran seperti berikut:
Ajaran materil kekurangannya adalah bahwa pada
saat utang pajak itu timbul tidak diketahui dengan
pasti, atau belum diketahui dengan pasti, berapa
besarnya utang, karena kebanyakan wajib pajak tidak
menguasai ketentuan undang-undang pajak, sehingga
kurang mampu menerapkannya. Sementara
kelebihannya adalah manusia tidak ikut campur tangan
dalam menetapkan utang tidak ada rekayasa terhadap
besarnya hutang bagi wajib pajak.
Ajaran Formil, kelebihannya adalah pada saat
hutang pajak timbul, sekaligus dapat diketahui dengan
pasti berapa besarnya utang pajak, karena yang
menentukan adalah fiskus. Dengan demikian langsung
memberikan tahukan hutang pajak tersebut kepada
wajib pajak. Sedangkan kekurangannya adalah besar
kemungkinan utang pajak ditetapkan tidak sesuai
dengan keadaan sebenarnya.
108��
E. Tarif Pajak Pemungutan pajak tidak terlepas dari keadilan.74
Dengan keadilan dapat menciptakan keseimbangan
sosial yang sangat penting untuk kesejahteraan
masyarakat. Hal ini dapat dilihat melalui tarif pajak
yang diterapkan oleh pemerintah. Tarif pajak adalah
tarif untuk menghitung besarnya pajak terutang (pajak
yang harus dibayar), yang dinyatakan dalam
persentase. Secara garis besar tarif dapat dibedakan
menjadi tiga.
Untuk menentukan masalah tarif pajak, kebijakan
pemerintah memegang peranan yang sangat penting.
Sudah barang tentu pajak adalah alat utama untuk
memasukkan uang ke dalam kas negara yang sangat
diperlukan untuk membiayai pengeluaran negara.
selain tujuan fungsi budgeter tersebut, ada pula tujuan
untuk mengatur roda perekonomian, dengan
menggunakan tarif sebagai senjata pemungkas, baik
menaikkan, menurunkan maupun menghapuskannya
sama sekali. Berikut penjelasan macam-macam tarif
termaksud al 75:
1. Tarif Tetap
Adalah tarif yang besarnya merupakan jumlah
tetap, tidak berubah, jika jumlah yang dijadikan
dasar perhitungan perubah. Contoh tarif tetap, yaitu
meterai umum untuk tanda yang memuat perjanjian
atau kontrak, dan ini tidak tergantung kepada
���������������������������������������� �������������������74 Waluyo, Op. Cit hlm 17 75 Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, Op.Cit hlm 121��
109��
besarnya jumlah uang yang diterima. Untuk tarif
tetap ini, yang dipersoalkan bukan masalah adil dan
tidak adil melainkan menyangkut legalitas pada
dokumen-dokumen tertentu yang harus
menggunakan meterai yang sejenis, yang dapat
dibedakan dengan dokumen lainnya. Dan ini sudah
menjadi ketentuan pihak yang berwenang, tanpa
mengkaitkan dengan kaya atau miskin, ekonomi
lemah atau kuat.
2. Tarif Proporsional
Tarif proporsional atau tarif sepadan adalah
tarif yang berupa Suatu persentase tetap yang tidak
berubah-ubah. Tetapi jika jumlah yang dijadikan
dasar perhitungan berubah, maka jumlah uang yang
harus di bayar berubah juga. Tarif ini kurang
memperhatikan sisi keadilan, karena semua orang
dikenakan pajak dengan tarif yang sama, tanpa
memperhatikan kenyataan keadaan dan kemampuan
orang yang satu dengan yang lain, yang mempunyai
pendapatan dan tanggungan yang berbeda. Timor
Leste menggunakan tarif proporsional ini, khusus di
implementasikan pada area non migas. Tarif tersebut
dapat diuraikan pada tabel berikut:
110��
Tabel 4 Tarif proporsional yang berlaku di Timor Leste pada area
Non Migas
Indikator Jumlah Penghasilan kena pajak Tarif
PPH Upah (di
atur dalam
pasal 20 UU
PPh No.8
tahun. 2008)
a) Untuk WP Resident/bulan
$ 0 - $ 500
$ 500 ke atas
b) Untuk WP Non Resident
Pajak dikenakan pada gross
income (total penerimaan)
0 %
10 %
10 %
Pajak
pemotongan
(diatur dalam
pasal 53 UU
PPh No. 8
tahun 2008)
Untuk area Non Migas
1. Hadiah, undian, sewa rumah
dan tanah, baik resident
maupun non resident
2. Konstruksi
3. Jasa Konsultan konstruksi
4. Transportasi udara dan laut
5. Pengeboran pertambangan
10 %
2 %
4 %
2.64 %
4.5 %
Pajak
pelayanan
(Diatur dalam
psl 7 UU PPh
No.8 Th. 2008)
1. Hotel, bar dan restaurant
2. Pelayanan telekomunikasi
5 %
Pajak
penghasilan
angsuran
(diatur dalam
psl 64 UU
PPhNo.8
Th.2008)
1. Untuk WP yang kategori
pendapatan kotor $
1,000,000.00 ke atas
bayar/bulan dari gross
income (dikreditkan)
2. Untuk WP yang pendapatan
kotornya di bawah $
1,000,000.00/ triwulan bayar
dari gross income
(dikreditkan)
0.5 %
0.5 %
PPh tahunan
(diatur dalam
psl 26 UU PPh
1. Untuk wajib pajak orang
pribadi resident
$ 0 - $ 6,000
0 %
111��
No. 8 Th.
2008)
$ 6,000 ke atas
2. Untuk orang pribadi Non
resident dikenakan pada
pendapatan kotor (gross
income)
3. Untuk badan di area non
migas dikenakan pada
pendapatan kotor
4. Untuk badan pada area Migas
di kenakan pada pendapatan
bersih
10 %
10 %
10 %
30 %
Memperhatikan tabel 4 diatas adalah Tarif
pajak proporsional murni. Tarif ini diterapkan pada
pajak non migas, dengan pendekatan asas
kesederhanaan. Asas ini menjadi pilihan untuk
diterapkan di Timor Leste, dengan asumsi akan lebih
mempermudah wajib pajak untuk melakukan
pemenuhan kewajiban perpajakannya. Oleh karena
wajib pajak pada area tersebut tingkat pemahaman
pajak masih rendah, sehingga tanpa dipermudah
maka akan berdampak pada penghindaran
membayar pajak.
Konsep kebijakan pemerintah menerapkan
tarif ini, tertuang dalam UU PPh No. 8 tahun 2008,
pada alinea pertama bagian menimbang,
menyebutkan bahwa : “Undang-undang ini berupaya
memberikan keringanan beban fiscal yang dianggap
tidak sepadan kepada wajib pajak dalam negeri”.
Pada prinsipnya tarif proporsional ini, memiliki
kelebihan pada kondisi seperti Timor Leste karena
sistem admnistrasi dan kalkulasi pajaknya
112��
sederhana, akan tetapi sisi kekurangannya lebih
besar yaitu tidak berorientasi pada memasukkan
uang ke dalam kas negara, dan tidak ada makna
keadilan di antara sesama wajib pajak. Ini lihat dari
dasar pengenaan pajak tidak melihat pada besar
kecilnya penghasilan, melainkan hanya didasarkan
pada tarif yang sudah ditentukan secara sepadan.
Salah satu contoh tarif proporsional ini,
menimbulkan ketidakadilan seperti;
a. Penghasilan tidak kena pajak untuk upah/gaji.
Tidak dapat membedakan wajib pajak yang
menikah, dan mempunyai tanggungan dengan
wajib pajak yang belum menikah dan tidak
mempunyai tanggungan, (sama-sama menerima
PTKP $ 500/bulan). Pada hal di lihat dari sisi
pemenuhan kebutuhan setiap hari tidak
seimbang.
b. Untuk pajak penghasilan pukul rata 10% dari
pendapatan bersih, tanpa memperhatikan besar-
kecilnya penghasilan yang diterima atau diperoleh
masing-masing wajib pajak;
c. Membebaskan pajak bunga bank dan dividen,
serta menurunkan beberapa tarif pajak serendah
mungkin, sangat tidak bermanfaat bagi wajib
pajak orang pribadi dalam negeri. Karena
kebijakan tersebut hanya bermaksud ingin
menarik investor asing untuk tanam modal Timor
Leste, tapi sampai saat ini belum ada investor
asing yang masuk ke Timor Leste.
113��
Dengan keadaan real seperti itu, maka
kebijakan tersebut lebih menguntungkan pengusaha
yang sedang beroperasi di Timor Leste saat ini, dan
makna keringanan dalam undang-undang tersebut,
subtansinya hanya mengarah pada penyederhanaan
sistem administrasi dan kalkulasi pajak, tetapi tidak
mengarah pada memberikan keringanan kepada
masyarakat ekonomi lemah dalam negeri.
3. Tarif Progresif
Tarif ini berupa persentase yang meningkat,
seiring dengan meningkatnya jumlah yang dikenai
pajak.76 Penerapan suatu tarif progresif yang tinggi
untuk tujuan peningkatan penerimaan di satu pihak
dan pertimbangan keadilan di lain pihak, mungkin
sekali berakibat kemunduran yang berarti dalam
tingkat tabungan, investasi dan pertumbuhana
ekonomi serta dapat pula berakibat administrasi
dan pelaksanaan yang rumit, sehingga meninggalkan
sisi kesederhanaan, akan tetapi lebih meningkatkan
penerimaan Negara. Jadi tarif pajak jenis ini terdiri
dari beberapa persentase dan bukan persentase
tunggal. Tarif ini dinilai paling adil bagi semua wajib
pajak, karena sudah disesuaikan dengan besar-
kecilnya penghasilan yang diterima oleh wajib pajak.
Dengan pertimbangan sisi keadilan dan
mengisi kas negara, maka Inodonsia
mengimplementasikan tarif progresif tersebut. Di
lain sisi Timor Leste juga menggunakan tarif
���������������������������������������� �������������������76 Mohammad Zain, Op.Cit hlm 7
114��
progresif, dengan sasaran diterapkan pada area
migas.Untuk memudahkan pemahaman mengenai
tarif itu lihat tabel berikut :
Tabel 5 Tarif progresif yang berlaku di Timor Leste,
pada area migas
Jenis pajak Jumlah penghasilan pajak upah yang dikenakan pajak
Tarif
Pajak
Penghasilan
upah
Diatur
dalam pasal
72 ayat (2)
UU PPh No.
8 Tahun
2008
a. Karyawan yang bekerja
pada perusahaan Bayu
Undan Australia al :
1. Pajak upah pertahun
untuk resident:
$ 0 - $ 3,367
$ 3,368 – 6,737
$ 6,737 ke atas
2. Pajak upah untuk Non
resident dikenakan pada
gross income
b.Karyawanyang bekerja pada
area Migas yang permanent
di Timor Leste 1. Pajak upah untuk resident:
$ 0 - $ 550
$ 550 ke atas
2. Pajak upah untuk non
resident, dapat dikenakan
pajak pada gross income
10 %
15 %
30 %
20 %
10 %
30 %
20 %
Alasan pemerintah Timor Leste, menerapkan
tarif progresif pada area non migas, karena pada area
tersebut tingkat pemahaman terhadap pemenuhan
kewajiban perpajakannya sudah bagus. Disamping
115��
itu mengimplememtasikan sisi keadilan bagi wajib
pajak melalui pengenaan pajak, dapat disesuaikan
dengan besar kecilnya penghasilan yang diterima
atau diperoleh. Walaupun ada asumsi lain
menyatakan, bahwa tarif progresif ini telah
mengabaikan sisi kesederhanaan dan menimbulkan
kerumitan dalam proses administrasi perpajakan,
karena kalkulasinya cukup rumit. Sebenarnya sisi
keadilan juga merupakan penyederhanaan dengan
asumsi bahwa pada tataran negara yang sumber
daya manusia sudah memadai seperti Indonesia
maka itu tidak dianggap hal yang rumit, melainkan
sudah menjadi sesuatu yang biasa dijalankan
sebagaimana mestinya. Oleh karena tarif ini
berorientasi untuk memasukkan uang ke dalam kas
negara sebanyak mungkin, yang pada gilirannya
akan dialokasikan kembali untuk kemakmuran
bersama. Di Indonesia tarif pajak progresif tersebut di
atur dalam,77 pasal 17 undang-undang Nomor 36
tahun 2008. Pengaturan tersebut dapat dipisahkan
menjadi dua yaitu;
a. tarif pajak untuk wajib pajak orang pribadi dalam
negeri, dengan tarif terendah 5% dan tarif
tertinggi 30%;
b. tarif pajak untuk wajib pajak badan dalam negeri
dan bentuk usaha tetap 25%. Untuk lebih
jelasnya lihat tabel berikut :
���������������������������������������� �������������������77 Ahmad Tjahjono dan Muhammad Fakhri Husein, Op.Cit hlm 162
116��
Tabel 6 Tarif umum pajak penghasilan yang berlaku
di Indonesia
Penghasilan kena pajak untuk WP
individu/perorangan Tarif
Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5 %
Rp. 50.000.000,-s/d Rp 250.000.000,- 15 %
Rp. 250.000.000,-s/d Rp. 500.000.000,- 25 %
Di atas Rp. 500.000.000,- 30 %
Penghasilan kena Pajak untuk WP badan
Tarif pajak untuk wajib pajak badan dalam
negeri dan bentuk usaha tetap menggunakan
tarif tunggal
25%
WP yang telah go public dengan jumlah 40%
saham yang disetor diperdagankan di bursa
efek indonesia
23-25%
Untuk WP luar negeri 20 %
Tarif progresif dalam pemungutan pajak di
atur dalam undang-undang No. 36 Th. 2008 tentang
pajak penghasilan, khusus untuk wajib pajak badan
dan bentuk usaha tetap, telah diubah menjadi tarif
tunggal atau tarif proporsional yaitu 25%. Dengan
demikian, dapat ditegaskan bahwa, untuk tarif
proporsional juga tetap masih digunakan oleh
Indonesia, terutama untuk wajib pajak badan dalam
negeri dan bentuk usaha tetap dan wajib pajak luar
negeri.
Agar lebih mudah memahami, perbedaan dan
persamaan tarif pajak yang diimplementasikan di
Timor Leste dan Indonesia digambar dalam tabel
berikut :
117��
Tabel 7 Perbedaan dan Persamaan Tarif Pajak
Perbedaan
Indikator Indonesia Timor Leste
Tarif Progresif Proporsional dan
progresif
PTKP Terinci mulai dari diri
wajib pajak sampai
pada tanggungan
Tidak ada rincian
( untuk migas $ 500 dan
non migas 100) perbulan
Asas yang
dianut
Keadilan Keadilan dan
kesederhanaan
Tarif pajak
untuk non
resident
20 % dari gross income 10 % dari gross income
Withholding
tax
15 % 10 %
Bunga
bank dan
dividen
15 % dihapus
Wajib pajak
go publik
23-25 %
Timor Leste belum ada
Persamaan
Indikator Indonesia dan Timor Leste
Tarif Secara teori Indonesia menggunakan tarif progresif,
tapi dalam pelaksanaan masih
mengimplementasikan tarif proporsional terutama
terhadap withholding tax, Sedangkan Timor Leste
menggunakan tarif proporsional dan progresif.
Tabel 7 di atas adalah gambaran perbedaan
dan persamaan tarif pajak pada kedua negara.
Sekilas diperhatikan dalam kolom di atas, bahwa
118��
Timor Leste menerapkan tarif pajak lebih rendah di
bandingkan Indonesia. Ini merupakan strategi
kebijakan pada masing-masing negara dalam
perekonomian dalam negeri. Dari gambarkan
tersebut akan menguraikan kelebihan dan
kekurangannya antara lain :
a. kelebihan Indonesia mengimplementasi tarif
progresif yaitu ; (a) memasukan uang sebanyak
mungkin ke dalam kas negara; (b) sistem
manajemen perpajakan dan SDM sudah
memadai; (c) kaya sumber daya alamnya; (d)
menciptakan keadilan di antara wajib pajak.
b. Kelebihan Timor Leste mengimplementasi tarif
proporsional dan tarif progresif antara lain; (a)
menjaga keseimbangan asas keadilan dan
kesederhanaan; (b) Tarif proporsional murni
diterapkan pada area non migas (asas sederhana),
sedangkan tarif progresif diterapkan pada area
migas (asas keadilan); (c) lebih memprioritaskan
wajib pajak dalam negeri.
c. Kekurangan tarif pajak di Indonesia yaitu; (a)
mengabaikan asas kesederhanaan, yang
seharusnya adalah tepat diterapkan dalam self
assessment system pada negara berkembang; (b)
implementasi tarif progresif cukup rumit sehingga
wajib pajak kecil harus mengeluarkan biaya
untuk konsultasi ke public accounting.
d. Kekurangan tarif pajak di Timor Leste yaitu ; (a)
untuk tarif pajak proporsional pada area domestik
menimbulkan ketidakadilan di antara wajib pajak,
karena tidak disesuaikan dengan besar-kecilnya
119��
penghasilan yang diterima atau diperoleh; (b)
tidak memasukan uang ke dalam kas negara; (c)
lebih menguntungkan wajib pajak tertentu.
F. Penghasilan Tidak Kena Pajak Khusus wajib Pajak orang pribadi,78 untuk
menghitung jumlah penghasilan kena pajak,
penghasilan netonya terlebih dahulu harus dikurangi
dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Pada
penghasilan tidak kena pajak (PTKP) ini, terdapat
perbedaan tarif yang diterapkan di Timor Leste dan
Indonesia. Hal ini disebabkan Timor Leste
menggunakan Tarif ganda yaitu tarif progresif dan tarif
proporsional, sementara Indonesia menggunkan tarif
progresif. Secara mendetailnya akan penulis
menguraikan terlebih dahulu tarif yang digunakan oleh
Indonesia sebagaimana di atur dalam pasal 7 UU No. 36
Th. 2008 tentang pajak penghasilan seperti berikut :
Tabel 8 Penghasilan Tidak Kena Pajak wajib pajak orang pribadi
yang berlaku di Indonesia
Status Wajib Pajak
Besarnya PTKP
Pertahun Perbulan Diri Wajib Pajak Rp. 15.840.000 Rp. 1.320.000
Tambahan untuk wajib
Pajak yg menikah
Rp. 1.320.000
Rp. 110.000
Tambahan untuk
setiap anggota
keluarga (maksimal 3
orang )
Rp. 1.320.000
Rp. 110.000
���������������������������������������� �������������������78 Suryo Dwianto Agung Nugroho, Cara mudah mneghitung pajak pribadi, Jakarta, Raih Asa Sukses, 2009, hlm 27
120��
Pada tabel 8 di atas, menguraikan mengenai
besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
Sementara tambahan untuk setiap anggota keluarga
yang sesuai dengan undang-undang adalah maksimal 3
orang. Yang dapat diperboleh adalah anggota keluarga
sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus
yang menjadi tanggungan sepenuhnya adalah :
1. Anggota keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus, misalnya:ayah kandung, ibu kandung, anak
kandung, kakek, nenek dan cucu;
2. Anggota keluarga semenda dalam garis keturunan
lurus, misalnya mertua anak tiri;
3. Anggota keluarga yang menjadi tanggungan
sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak
mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya
ditanggung oleh wajib pajak.
Adapun ketentuan lain mengatur mengenai
penghasilan tidak kena pajak;
1. Untuk karyawati kawin, PTKP dikurangkan adalah
hanya untuk diri sendiri. Sedang belum kawin
pengurangan PTKP selain untuk diri sendiri di
tambah dengan PTKP keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya;
2. Bagi karyawati yang mendapat surat keterangan dari
pejabat paling rendah kecamatan, bahwa suaminya
tidak kerja maka diberi tambahan PTKP sebesar Rp.
1.320.000/tahun dan RP. 110.000/bulan, ditambah
lagi dengan keluarganya maksimal 3 orang.
Memperhatikan penghasilan tidak kena pajak
(PTKP) yang diberlakukan di Indonesia, berikutnya ini
akan menguraikan pula penghasilan tidak kena pajak
121��
(PTKP), yang diberlakukan di Timor Leste, berdasarkan
pasal 20 ayat (2) UU No. 8 Th. 2008 tentang Pajak dan
Pabean sebagai berikut :
Tabel 9 Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku
di Timor Leste
Jenis pajak Besarnya PTKP
Pertahun Perbulan
PPh Upah pd area non Migas $ 6,000 $ 500
PPh Upah pd area Migas untuk
resident
$ 1,200 $ 100
PPh Upah pada area Migas non
resident
$ 1,200 $ 100
PPh wajib pajak orang pribadi $ 6,000 $ 500
Memperhatikan PTKP pada tabel 9 ini, dapat
dijelaskan, bahwa pemerintah Timor Leste mengambil
kebijakan dengan berlandaskan pada sisi keadilan,
dengan memainkan tarif pada penghasilan tidak kena
pajak. Maksudnya adalah dengan cara sedemikian
menimal tercipta suatu keseimbangan antara wajib
pajak yang bekerja pada area migas dan non migas.
Asumsinya adalah wajib pajak yang bekerja pada area
migas, tentunya menerima atau memperoleh upah atau
gaji yang cukup tinggi, seirama dengan kemampuan
yang dipunyai.
Sementara wajib pajak yang bekerja pada area non
migas, gajinya mayoritas rendah, sesuai dengan skill
yang dimiliki. Ini terlihat bahwa skill wajib pajak
merupakan salah satu, titik tolak pemikiran dalam
menentukan penghasilan tidak kena pajak, disamping
faktor perekonomian dalam negeri dalam pemenuhan
122��
kebutuhan, maka secara rasional untuk mendukung
kebijakan pemerintah itu, bukan hanya cukup pada
menaikkan PTKP upah dan PTKP wajib pajak orang
pribadi sebesar $ 500/bulan, melainkan yang lebih
penting adalah menentukan upah minimum untuk
wajib pajak pada area migas
Penjelasan penghasilan tidak kena pajak di Timor
Leste dan Indonesia diatas, merupakan hasil kebijakan
yang diambil oleh masing-masing pemerintah, sesuai
dengan pertimbangan dan sudut pandang yang berbeda.
Perbedaan dan persamaan tersebut secara singkat
digambar pada tabel berikut :
Tabel 10 Perbedaan dan persamaan Penghasilan Tidak Kena
Pajak di Timor Leste dan Indonesia
Perbedaan PTKP
Indikator Indonesia Timor Leste
PTKP untuk
upah
Dirinci mulai diri WP Rp.
1.320.000,-/bulan, Wajib
pajak menikah Rp.
110.000/bulan dan
tanggungan sampai dengan
3 orang, masing-masing
Rp. 110.000/bulan
Tidak dirinci (hanya
membedakan PTKP
migas $ 100 dan
non migas $
500/bulan
Persamaan PTKP
Indikator Timor Leste dan Indonesia
Cara
pemotongan
Dilakukan oleh pihak ketiga atau
penyedia/pemberi kerja, kemudian disetorkan
pada bank yang ditunjuk pemerintah
123��
Sehubungan dengan perbedaan dan persamaan
penghasilan tidak kena pajak di Timor Leste dan
Indonesia pada tabel 10 di atas, penulis akan mengulas
kelebihan dan kekurangan pada masing-masing Negara.
1. Kelebihan penghasilan tidak kena pajak di Indonesia
antara lain : (a) Penghasilan tidak kena pajak di
jelaskan secara rinci, mulai dari diri wajib pajak,
wajib pajak yang menikah, tanggungan keluarga
maksimal 3 orang sesuai dengan aturan; (b) memberi
kepastian hak yang jelas;(c) tanggungan keluarga
mulai terhitung tanggal 1 Januari; (d) ada tunjangan
hari tua dan biaya jabatan.
2. Kelebihan penghasilan tidak kena pajak di Timor
Leste antara lain; (a) upah/gaji US $ 500/bulan
untuk wajib pajak domestik; (b) memberikan prioritas
kepada wajib pajak domestik; (c) pajak penghasilan
wajib pajak domestik orang pribadi US $ 500/bulan;
3. Kekurangan penghasilan tidak kena pajak di Timor
Leste adalah; (a) wajib pajak minoritas yang gajinya
sampai $ 500/bulan; (b) tidak ada pembagian hak
secara rinci, seperti diri wajib pajak, istrinya dan para
tanggungannya; (c) adanya diskriminasi PTKP wajib
pajak domestik dan non domestik ( $ 500/bulan dan
$100/bulan).
4. Kekurangan PTKP di Indonesia adalah; (a) untuk diri
wajib pajak, penghasilan terlalu rendah
Rp.1.320.000/bulan, dan Rp.110.000 / bulan untuk
tanggungan wajib pajak, juga sangat rendah karena
tidak seimbang dengan harga barang yang ada.
124��
G. Fungsi Pajak Pengertian “fungsi”79 dalam fungsi pajak adalah
pengertian fungsi sebagai kegunaan suatu hal. Maka
fungsi pajak adalah kegunaan pokok atau manfaat
pokok pajak. Sebagai alat untuk menentukan politik
perekonomian, Pajak memiliki kegunaan dan manfaat
pokok dalam meningkatkan kesejahteraan umum.
Secara teori fungsi pajak dibedakan menjadi dua yaitu
fungsi anggaran (budgeter) dan fungsi mengatur
(regulerend) seperti penjelasan berikut :
1. Fungsi Anggaran (budgeter)
Fungsi anggaran ini merupakan fungsi utama
pajak, atau fungsi fiscal, yaitu suatu fungsi dalam
mana pajak digunakan sebagai alat untuk
memasukkan dana secara optimal ke kas negara
berdasarkan undang-undang perpajakan yang
berlaku. Disebut sebagai fungsi utama, karena fungsi
inilah yang secara historis pertama kali muncul.
Pajak digunakan sebagai alat untuk menghimpun
dana dari masyarakat tanpa ada kontraprestasi
secara langsung dari pemerintah.
Memasukkan dana secara optimal bukan
berarti memasukkan dana secara maksimal, atau
sebesar-besarnya, melainkan usaha memasukkan
dana jangan sampai ada yang terlewatkan, baik wajib
pajak maupun obyek pajaknya. Diharapkan jumlah
pajak yang memang seharusnya diterima kas benar-
���������������������������������������� �������������������79 Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu, Op.Cit hlm 25
125��
benar masuk semua sesuai dengan peraturan yang
ada.
Adapun faktor-faktor dalam mempengaruhi
dan menentukan optimalisasi pemungutan pajak
kepada warga negara adalah :
a. Kejelasan dan kepastian peraturan perundang-
undangan perpajakan. Undang-undang yang
jelas, sederhana, mudah dimengerti akan
penafsiran yang sama bagi wajib pajak dan fiskus.
Dengan demikian kesadaran dan kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan akan terbentuk
dengan peraturan yang tidak berbelit-belit.
b. Kualitas petugas pajak; adalah ikut menentukan,
yaitu dapat memberikan pelayanan prima kepada
wajib pajak yang lebi efisien, tepat dan adil;
c. Sistem administrasi perpajakan yang tepat. Hal
ini dianggap penting, karena unit-unit/bagian-
bagian dalam kantor pajak itu sendiri sebagai
kunci strategis dalam memberikan pelayanan
yang lebih efektif dan efisien.
2. Fungsi Mengatur (regulerend)
Fungsi mengatur (regulerend) adalah
merupakan alat kebijakan pemerintah untuk
mencapai tujuan tertentu. Yang dimaksud dengan
tujuan tertentu disini adalah sebagai instrumen bagi
Pemerintah dalam mengatur perekonomian dalam
negeri. Misalnya,80 untuk memberikan perlindungan
terhadap industri di dalam negeri, mendorong minat
���������������������������������������� �������������������80 Tri Budiono, Op.Cit hlm 6
126��
investor untuk menanamkan modal di sektor-sektor
dan/atau di daerah tertentu, menghambat
pengkonsumsian suatu produk tertentu, dan lain-
lain.
Selain itu, fungsi mengatur ini juga sebagai
alat penggerak masyarakat dalam sarana
perekonomian untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat agar sejalan dengan rencana dan keinginan
pemerintah. Yang paling lazim digunakan pada
fungsi mengatur (regulerend) adalah menaikkan atau
menurunkan, tarif pajak, bahkan membebaskan tarif
sebagai instrument untuk memberikan proteksi
terhadap produk atau industri tertentu.
Indonesia dipastikan menggunakan fungsi
anggaran, ini searah dengan tujuan perubahan
peraturan perundang-undangan pajak penghasilan,81
yang sudah barang tentu merupakan alat utama
untuk memasukkan uang ke dalam kas negara yang
sangat diperlukan untuk membiayai pengeluaran
negara. Selanjutnya di dalam UU No. 36 Th. 2008,
dibuat terutama dengan maksud untuk
memasukkan uang dalam kas. Ini maknanya adalah
fungsi pajak mengatur (regulerend) hanya merupakan
tujuan sampingan saja. Kalau kembali pada
perjalanan sejarah perpajakan Indonesia, maka
fungsi mengatur ini eksis atau dominan sebelum
terjadi reformasi pajak pertama pada tahun 1983.
Sebelum Timor Leste memisahkan diri, telah
menjalankan fungsi anggaran yang merupakan salah
���������������������������������������� �������������������81 Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, Op. Cit hlm 129�
127��
satu hasil reformasi pajak pertama di Indonesia pada
tahun 1983. Dengan demikian maka setelah
merdeka, Timor Leste juga menggunakan fungsi
anggaran untuk diimplementasikan, berdasarkan UU
PPh No. 18 tahun 2000. Akan tetapi, setelah
amandemen UU No. 18 Th. 2000, menjadi UU No. 8
Tahun 2008 tentang Pajak dan Pabean, maka fungsi
pajak yang digunakan bukan hanya fungsi anggaran
sendiri, melainkan fungsi ganda yaitu anggaran
(budgeter) dan fungsi mengatur (regulerend).
Untuk memahami fungsi pajak tersebut dapat
dilihat dari kebijakan pemerintah dalam menerapkan
tarif pajak. Jika tarif pajak itu dapat dinaikkan,
diturunkan serendah mungkin, sepadan, bahkan
membebaskan beberapa jenis pajak (tidak dikenakan
pajak) maka fungsi pajak yang dipilih adalah fungsi
mengatur (regulerend). Jika tarif pajak itu sepadan,
dan bertingkat sesuai dengan besar kecilnya
penghasilan maka fungsi pajak yang dipilih adalah
fungsi anggaran. Setelah penjelasan tentang fungsi
pajak anggaran dan fungsi pajak mengatur, berikut
akan diuraikan perbedaan dan persamaan masing-
masing fungsi di Timor Leste dan Indonesia dalam
tabel berikut:
128��
Tabel 11 Perbedaan dan persamaan fungsi pajak
Perbedaan
Indikator Indonesia Timor Leste
Fungsi Pajak Menggunakan fungsi
anggaran untuk
memasukan dana
yang sebanyak
mungkin ke dalam
kas Negara.
Menggunakan fungsi
pajak mengatur
(regular), untuk
mengatur
perekonomian dalam
negeri, guna menarik
investor dari luar.
Persamaan
Indikator Indonesia dan Timor Leste
Fungsi
pajak
Merupakan instrument yang pilih oleh masing-
masing negara untuk mengatur perekonomian
dalam negeri sesuai kebutuhannya.
Dari perbedaan dan persamaan fungsi pajak di
atas, untuk berikut ini akan menguraikan kelebihan
dan kekurangan pada masing-masing negera, antara
lain :
a. Di Indonesia mengutamakan fungsi anggaran
dengan mempunyai kelebihan; (a) untuk
memasukan uang ke dalam kas Negara, yang
kemudian akan dialokasikan kembali untuk
pembangunan; (b) untuk mendukung fungsi
anggaran itu, dari waktu ke waktu semakin
menyempurnakan UU PPh yang ada; (c)
menciptakan keadilan bagi semua wajib pajak,
melalui tarif progresif.
b. Di Timor Leste mengutamakan fungsi mengatur
(regulerend) dengan mempunyai kelebihan : (a)
129��
khusus untuk wajib pajak pada area non migas (
domestik) fungsi ini bermanfaat untuk mengatur
perekonomian dalam negeri; (b) menganut asas
kesederhanaan, sehingga mempermudah wajib
pajak untuk melakukan pemenuhan
kewajibannya; (c) untuk wajib pajak pada area
migas di berlakukan asas keadilan dan
kesederhanaan ( dapat lihat melalui tarif pajak
proporsional dan progresif).
c. Kekurangan fungsi pajak di Indonesia; (a) melalui
fungsi anggaran lebih mengutamakan
pembangunan kolektif; (b) mengabaikan asas
kesederhanaan, sementara dalam kenyataan
wajib pajak cukup sulit menghadapi self
assessment system.
d. Kekurangan fungsi pajak di Timor Leste: (a) fungsi
mengatur yang digunakan dengan tarif
proporsional murni sangat mengabaikan asas
keadilan, sehingga tidak memperhatikan besar-
kecinya penghasilan wajib pajak; (b) lebih
menguntungkan para pengusaha; (c) tidak
memasukkan uang ke dalam kas negara.
Uraian fungsi pajak di atas, penulis dapat
simpulkan dari 3 aspek sebagai berikut :
a. Aspek historis. Dapat dijelaskan bahwa,
Indonesia lebih menekankan pada fungsi
budgeter, karena sebelum tax reform, Indonesia
menggunakan fungsi pajak regulerend, dengan
sistem pemungutan pajak official assessment.
Oleh karena pada saat itu Indonesia masih
mengandalkan hasil minyak bumi dan gas alam,
130��
untuk mengisi APBN. Akan tetapi pada tahun
1980-an, harga minyak bumi dan gas alam anjlok
di pasar Internasional. Dengan keadaan demikian
maka Indonesia beralih ke sektor pajak dengan
lebih menekankan pada fungsi pajak anggaran
(budgeter), agar bisa mengumpulkan dana ke
dalam kas negara untuk mengisi APBN. Sedang
Timor Leste sebelum referendum tahun 1999,
ikut mengimplementasikan program reformasi
pajak yang di jalankan oleh Pemerintah Indonesia
tersebut. Akan tetapi merdeka beralih pada
fungsi pajak regulerend. Hal ini dilakukan,
kemungkinan masih mengandalkan hasil minyak
bumi dan gas alam di celah Timor yang sedang
bekerja sama dengan Pemerintah Australia
tersebut.
b. Aspek Politik. Pada aspek ini, Pemerintah
Indonesia lebih mengekstensifikasi dan
mengintensifikasi pajak agar bisa mengisi dana
APBN, yang kemudian akan di alokasikan
kembali untuk menjalankan pembangunan pada
semua sektor untuk kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat. Sedangkan Timor
Leste politik perpajakan yang dirancang bangun,
adalah menggunakan fungsi pajak regulerend
sebagai alat politik untuk mengatur
perekonomian dalam negeri. Hal ini dimaksudkan
untuk menarik investor asing supaya bisa
menanamkan modal di Timor Leste, agar dapat
merekrut tenaga kerja dan sekaligus memberi
131��
memotivasi kepada pengusaha lokal untuk
bersaing.
c. Aspek Yuridis. Pada aspek ini, di Indonesia dapat
dilihat dari reformasi UU PPh yang dari waktu ke
waktu menuju pada kesempurnaan agar bisa
mempermudah fiskus dalam menerapkan aturan
tersebut. Penyempurnaan UU PPh tersebut
dimaksudkan agar pemungutan pajak tidak
terlewatkan, bagi wajib pajak yang telah
memnuhi syarat menerima / memperoleh
penghasilan kena pajak. Sedang di Timor Leste
dari diperhatikan pada perubahan UU PPh No. 8
tahun 2008, dimana substansinya dapat
mengurangi tarif beberapa jenis pajak, bahkan
menghapuskannya, seperti dividend dan pajak
atas bunga bank.
H. Wajib Pajak Di Timor Leste, materi tentang wajib pajak di atur
dalam pasal 27 ayat (1) UU PPh No. 8 tahun 2008, yang
menyebutkan bahwa : yang dimaksud dengan wajib
pajak antara lain ; 1) orang perorangan; 2) warisan
yang belum terbagi sebagai satu kesatuan ; dan 3)
badan yang didirikan di Timor Leste. Wajib pajak
tersebut di atas, belum dijabarkan secara rinci,
sehingga dalam penerapannya cukup membinggungkan
para wajib pajak dan fiskus itu sendiri.
Kaitannya dengan keadaan demikian, solusi yang
digunakan adalah hanya menguraikan secara singkat
dalam bentuk brosur-brosur yang kemudian di
132��
sosialisasikan kepada wajib pajak, melalui workshop,
media massa maupun media elektronik. Hanya saja
dalam praktek pelaksanaan, penulis menemukan tidak
jauh berbeda seperti yang diuraikan secara detail
dalam UU PPh Indonesia, maupun di dalam reference-
reference yang ada pada perpustakan.
Dengan demikian, problematiknya sekarang
hanya terletak pada belum ada orang atau institusi
yang berniat untuk mengakomulasikan secara rinci
suatu tulisan, yang akan dijadikan pedoman, baik bagi
wajib pajak maupun fiskus. Dari keterbatasan itulah
penulis berpedoman pada uraian penjelasan yang
terkandung dalam UU PPh No. 36 tahun 2008, sebagai
acuan untuk membandingkan kekurangan-kekurangan
yang di jumpai dalam UU PPh Timor Leste.
Di Indonesia Wajib pajak di atur dalam pasal 2 UU
PPh No. 36 tahun 2008. Oleh Fidel wajib pajak 82 adalah
orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai
hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan perpajakan. 83 Wajib pajak adalah
subyek pajak yang memenuhi syarat-syarat obyektif,
yang ditentukan oleh undang-undang, yaitu menerima
atau memperoleh Penghasilan Kena Pajak (PKP), yaitu
penghasilan yang melebihi Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) bagi wajib pajak dalam negeri. Dengan
kata lain, wajib pajak adalah orang atau badan yang
sekaligus memenuhi syarat-syarat subyektif dan syarat-
syarat obyektif. Orang atau badan yang memenuhi ���������������������������������������� �������������������82 Fidel, Op. Cit. hlm 136 83 . Loc. Cit hlm 136�
133��
syarat-syarat subyektif merupakan subyek pajak, tetapi
belum tentu merupakan wajib pajak. Subyek pajak itu
harus memenuhi syarat-syarat obyektif, yaitu
menerima/ memperoleh penghasilan kena pajak.
Wajib pajak terdiri dari,84 wajib pajak dalam negeri
dan wajib pajak luar negeri.
1. Wajib Pajak Dalam Negeri
Adalah subyek pajak yang memenuhi syarat
antara lain:
a. Orang pribadi yang tinggal di Indonesia;
b. Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
c. Badan yang didirikan atau bertempat tinggal
dalam sebuah negara;
d. Bentuk usaha tetap yang dipergunakan untuk
menjalankan kegiatan usaha secara teratur di
suatu negara, oleh badan atau perusahaan yang
tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan
di Indonesia.
Subyek pajak dalam negeri dapat berbentuk
orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai
satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan
dan bentuk usaha tetap. Subyek pajak dalam negeri
memiliki ciri-ciri seperti berikut
1) Orang pribadi atau perseorangan. Orang pribadi
akan menjadi subyek pajak dalam negeri apabila
memenuhi ketentuan; a) bertempat tinggal di
indonesia; b) berada di Indonesia lebih dari 183
���������������������������������������� �������������������84 Sophar Lumbantoruan, Op Cit hlm 667
134��
hari dalam kurun waktu 12 bulan; dan c)
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia
2) Warisan yang belum terbagi. Warisan belum
terbagi dianggap sebagai subyek pengganti, yaitu
menggantikan pihak yang berhak atas warisan
tersebut. Hal ini terjadi pada saat meninggalnya si
pewaris. Warisan belum terbagi dikenai pajak
penghasilan apabila warisan tersebut memberikan
penghasilan. Misalnya rumah atau tanah pewaris
di kontrakkan, maka akan otomatis dikenakan
pajak.
3) Badan. Dalam arti luas pengertian badan disini
adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan, baik yang melakukan
usaha maupun yang tidak melakukan usaha.
Suatu badan di katakan sebagai subyek pajak
dalam negeri pada saat badan tersebut di dirikan
atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Mengenai tempat tinggal orang pribadi atau
tempat kedudukan badan di tetapkan oleh
direktur Jenderal menurut keadaan yang
sebenarnya (pasal 2 ayat (6) UU No. 36 tahun
2008 tentang pajak penghasilan). Hal ini
maksudkan untuk memberikan kepastian
hukum, mengenai badan yang benbentuk PT, CV,
BUMN, dan BUMD, dengan nama dan dalam
bentuk apapun persekutuan, perseroan atau
perkumpulan lainnya.
4) Bentuk usaha tetap (BUT). BUT adalah bentuk
usaha yang dipergunakan untuk menjalankan
135��
kegiatan usaha secara teratur di Indonesia, oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bukan, untuk menjalankan usaha atau kegiatan
di Indonesia seperti : tempat kedudukan
manajemen, gedung kantor, cabang perusahaan,
kantor perwakilan, pabrik, bengkel,
pertambangan atau pengalian sumber alam,
wilayah kerja pengeboran yang dipergunakan
untuk eksplorasi pertambangan, perikanan,
peternakan, pertanian, perkebunan, proyek
konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan,
pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh
pegawai atau oleh orang lain sepanjang dilakukan
lebih dari 60 hari hari dalam jangka waktu 12
bulan, atau orang atau badan yang bertindak
selaku agen bebas.
Untuk wajib pajak dalam negeri orang
pribadi,85 yang memiliki usaha atau pekerjaan,
badan, dan Bentuk usaha tetap penghasilan bruto
yang diterima atau diperoleh dapat di kurangkan
dengan biaya-biaya untuk mendapatkan menagih
dan memelihara penghasilan tersebut. Wajib pajak
perseorangan penghasilan bruto yang diterima atau
diperoleh dapat dikurangkan dengan PTKP, seperti
biaya jabatan, tunjangan hari tua dan iuran pension.
Sedangkan wajib pajak badan dan BUT, tidak semua
���������������������������������������� �������������������85 YB. Sigit Hutomo, Op. Cit. hlm 51
136��
biaya-biaya yang terjadi dalam wajib pajak dapat
dipakai sebagai pengurangan penghasilan bruto.
2. Wajib Pajak Luar Negeri
Adalah subyek pajak yang bertempat tinggal di
Indonesia, tidak didirikan atau tidak bertempat
kedudukan di suatu Negara yang dapat memperoleh
penghasilan dari Indonesia. Subyek pajak luar
negeri meliputi, subyek pajak yang bertempat tinggal,
bertempat kedudukan, yang di dirikan di luar
indonesia yang menerima atau memperoleh
penghasilan di Indonesia. Subyek pajak ini
berbentuk orang pribadi ataupun badan.
a. Orang Pribadi
1) Orang pribadi tergolong sebagai subyek pajak
luar negeri bila memenuhi beberapa antara
lain; tidak bertempat tinggal di indonesia;
2) berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan;
3) menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.
b. Badan
Suatu badan di luar negeri dapat menjadi
subyek pajak bila badan tersebut mempunyai
hubungan ekonomis (memperoleh penghasilan)
dari Indonesia. Dalam pengertian badan sebagai
subyek pajak luar negeri adalah badan yang
memperoleh penghasilan dari Indonesia tetapi
tidak dari hasil usaha atau kegiatan yang
137��
dilakukan BUT di Indonesia. Pada prinsipnya
mengenai wajib pajak seperti diuraikan di atas,
tidak ada perbedaan dengan pelaksanaan di Timor
Leste. Hanya saja di Timor Leste, belum diuraikan
secar detail seperti yang diterapkan di Indonesia.
Dari penjelasan diatas subyek pajak dapat di
golongkan menjadi :
a. berdasarkan sifatnya, yang terdiri dari; a) Wajib
pajak orang pribadi; dan b) wajib pajak badan.
b. berdasarkan asalnya terdiri dari; a) Wajib pajak
dalam negeri; dan b) Wajib Pajak luar negeri.
Selanjutkan dapat di klasifikasikan bahwa subyek
pajak warisan yang belum terbagi, adalah sama
dengan wajib pajak orang pribadi, sedangkan
bentuk usaha tetap adalah diklasifikasikan
masuk dalam wajib pajak dalam negeri.
Untuk mempermudah pemahaman mengenai
perbedaan dan persamaan secara singkat diuraikan
pada tabel berikut:
Tabel 12 Perbedaan dan persamaan wajib pajak berdasarkan
UU PPh Timor Leste dan Indonesia
Perbedaan
Indikator Indonesia Timor Leste
Syarat
WP
dalam
Negeri
Secara kuantitatif
(lebih dari 183 hari
dalm waktu 12
bulan)
dan syarat kualitatif
(niat orang yang
bersangkutan)
Syarat kuantitatif melebihi
180 hari, tapi tidak otomatis
sebagai WP dalam negeri
karena ada syarat lain yaitu,
keluarganya harus tinggal,
rekening, rumahnya di Timor
Leste.
138��
Untuk syarat WP
dalam negeri,
Indonesia berlaku
syarat ganda.
( Timor hanya lebih melihat
pada syarat kualitatif)
Definis
Wajib
Pajak
Dapat dijabarkan
secara rinci dalam
UU PPh
Tidak dapat di jabarkan
secara rinci dalam UU PPh
Persamaan
Indikator Indonesia dan Timor Leste
Subyek
pajak
Orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai
satu kesatuan menggantikan yang berhak
Kategori
subyek
pajak
Subyek pajak dalam negeri dan subyek pajak luar
negeri
Wajib
pajak
Subyek pajak yang memenuhi syarat obyektif yakni
menerima PKP
Setelah menguraikan perbedaan dan
persamaan mengenai wajib pajak seperti pada tabel
di atas, penulis akan menguraikan pula kekurangan
dan kelebihan antara lain;
1. Kelebihan sistem ini, di Indonesia adalah: (a)
memberikan kepastian hukum mengenai syarat
menjadi subyek pajak dalam negeri kepada wajib
pajak, agar dalam menjalankan segala aktivitas
yang berkaitan dengan perpajakan tidak ada lagi
keragu-raguan; (b) definisi mengenai wajib pajak
dijelaskan secara rinci dalam memori penjelasan
UU PPh sehingga mempermudah fiskus dalam
mengimplementasikannya.
2. Kelebihan mengenai sub pembahasan wajib pajak
ini, untuk Timor Leste penulis menemukan
139��
hanya sebatas, seperti diuraikan pada tabel di
atas pada bagian persamaan.
3. Kekurangan di Timor Leste adalah : (a) Syarat
mengenai subyek pajak dalam negeri tidak
dipastikan secara jelas; (b) Definisi wajib pajak
tidak dijelaskan secara rinci, sehingga dalam
penerapan cukup membingungkan para fiskus.
4. Di Indonesia kekurangan, tidak ditemukan karena
telah diuraikan secara lebih detail.
I. Metode Penyusutan Penyusutan adalah pengeluaran untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
tidak boleh dibebankan sekaligus, melainkan
dibebankan melalui penyusutan.86 Pengertian
penyusutan menurut PSAK adalah alokasi jumlah suatu
asset yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat
yang di estimasi. Alokasi harga perolehan,87 harta
berwujud disebut dengan penyusutan. Penyusutan di
atur dalam pasal 11 UU PPh. Metode penyusutan yang
dapat digunakan untuk harta berwujud bukan
bangunan adalah;
1. Metode Garis Lurus (Straight Line Method); dan
2. Metode Saldo Menurun ( Declining Balance Method).
Metode penyusutan yang harus dipakai untuk
harta berwujud berupa bangunan adalah metode garis
lurus. Aset yang disusut antara lain :
���������������������������������������� �������������������86 Waluyo, Op. Cit hlm 161 87 Soemarso. S.R, Op. Cit hlm 236
140��
a. diharapkan untuk digunakan selama lebih dari
satu periode akuntansi;
b. memiliki suatu masa manfaat yang terbatas;
c. ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan
dalam produksi atau memasok barang dan jasa
untuk disewakan atau untuk tujuan administrasi.
Sesuai dengan pasal 11 ayat (6) UU No. 36
tentang pajak penghasilan, dapat dikelompokkan
penyusutan, harta berwujud sesuai masa manfaat dan
tarif penyusutan sebagai berikut:
Tabel 13 Masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud
Kelompok harta berwujud
Masa
Manfaat
Tarif penyusutan berdasar metode
Garis Lurus
Saldo Menurun
I .Bukan bangunan:
Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV
4 tahun 25% 50%
8 tahun 12,5% 25%
16 tahun 6,25% 12,5%
20 tahun 5% 10%
II. Bangunan:
Permanen Tidak permanen
20 tahun 5% -
10 tahun 10% -
Untuk memperjelas asset apa saja yang masuk
kelompok harta berwujud dalam tabel di atas, secara
berurutan penulis menguraikan sebagai berikut:
141��
a. Kelompok I, adalah jenis harta berwujud yang
masa manfaatnya hanya sampai 4 tahun, dengan
presentase rata-rata 25% (garis lurus) dan 50%
untuk saldo menurun. Jenis harta berwujud yang
termasuk disini adalah mebel dan peralatan dari
kayu dan rotan, seperti meja, kursi, lemari, mesin
ketik, mesin hitung, tv, computer, printer, scanner
dan sejenisnya.
b. Kelompok II, adalah masa manfaat 8 tahun dengan
persentase 12.6% (garis lurus) dan 25 % untuk
saldo menurun. Jenis harta yang termasuk di
dalamnya antara lain, Mebel dan peralatan dari
logam, seperti meja, bangku, kursi, lemari, mobil,
bus truk dan sejenisnya;
c. Kelompok III adalah masa manfaat 16 tahun
dengan persentase 6,25% (garis lurus) dan 12,5%
untuk saldo menurun. Jenis harta yang termasuk
di dalamnya adalah mesin yang menghasilkan
produk-produk tekstil, misaknya kain katun, sutra,
wol, bulu hewan dan sejenisnya.
d. Kelompok IV adalah masa manfaat 20 tahun
dengan persentase 5% (garis lurus) dan 10% untuk
saldo menurun. Jenis harta berwujud yang
termasuk di dalamnya adalah mesin berat untuk
konstruksi.
Metode garis lurus adalah untuk menggambarkan
perhitungan penyusutan dengan menggunakan metode
garis lurus. Anggaplah bahwa sebuah gedung dibeli
dengan harga Rp.50,000.00. Gedung tersebut
mempunyai masa manfaat 20 tahun. Penyusutan tiap
tahun adalah Rp. 5.000.000,- Apabila dibangun sendiri
142��
dan pembayaran dimulai pada bulan 200A serta
selesainya 200B, maka penyusutan dimulai pada bulan
april 200B. Anggaplah harga bangunan itu RP.
150.000.000,- maka penyusutan untuk tahun 200B
akan berjumlah 9/12 x Rp.150.000.000,- =
Rp.5.625.000. Penyusutan tahun berikutnya dihitung
sebesar Rp. 5% x Rp. 150.000.000,- dan seterusnya
sampai 20 tahun.
Setelah memberikan contoh metode garis lurus
seperti di atas, berikut penulis paparkan satu contoh
untuk metode saldo menurun. Contohnya sebuah mesin
di beli dan ditempatkan pada bulam Januari 200A.
Harga perolehan mesin tersebut adalah Rp.
150.000.000,- dan masa manfaat 4 tahun, dengan tarif
penyusutan 50%. Contoh perhitungannya sebagai
berikut :
Tabel 14 Kalkulasi Metode Saldo Menurun
Tahun Tarif Penyusutan Nilai buku
2000 Harga perolehan Rp. 150.000.000
2000 50% Rp. 75.000.000 Rp. 75.000.000
2001 50% Rp. 37.000.000 Rp. 37.000.000
2002 50% Rp. 18.750.000 Rp. 18.750.000
2003 Disusut sekaligus Rp. 18,750.000 0
Penyusutan dalam tahun 2003 adalah sebesar
Rp.18.750.000. Oleh karena masa manfaat mesin
tersebut telah ditetapkan selama 4 tahun, maka pada
akhir tahun keempat seluruh harga perolehan mesin
sudah harus habis disusutkan. Penyusutan pada tahun
2003 adalah sebesar nilai buku pada akhir tahun 2002
143��
yaitu sebesar Rp. 18.750.000,- pada tahun akhir 2003
nilai buku mesin sama dengan nol.
Pada prinsipnya penyusutan di atas adalah asset
yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun,
tidak boleh di bebankan sekaligus, melainkan
dibebankan melalui penyusutan. Oleh karena sudah
ditentukan masa manfaatnya masing-masing dari jenis
harta berwujud yang dipergunakan untuk kegiatan
bisnis.
Di Timor Leste penyusutan di atur dalam pasal 36
UU PPh No. 8 Th. 2008, menyebutkan wajib pajak
berhak mendapatkan pengurangan biaya penyusutan
terhadap aset-aset yang digunakan untuk kegiatan
bisnis, baik keseluruhan maupun sebagian dalam akhir
tahun pajak. Tarif penyusutan tersebut dapat
dibebankan secara sekaligus (100%) pada akhir tahun
pajak betrsangkutan. Dengan demikian semua asset
yang dapat disusut harus disertakan dalam daftar
kemudian dikirim ke kantor pajak, agar bisa diketahui
masa manfaat asset-asset tersebut. Penyusutan yang
diimplementasikan oleh Timor Leste saat ini adalah hasil
perubahan dari UU No. 18 tahun 2000, ke UU PPh No. 8
tahun 2008. Sebelum ada perubahan yaitu pada UU
PPh No. 18 tahun 2000, sistem penyusutan yang dianut
oleh Timor Leste adalah sama dengan yang di
implementasikan oleh Indonesia sekarang ini, yaitu
menggunakan dua metode penyusutan ( metode garis
lurus dan metode saldo menurun). Berikut penulis akan
gambarkan perbedaan dan persamaan penyusutan di
maksud.
144��
Tabel 15 Perbedaan dan persamaan penyusutan
di Timor Leste dan Indonesia
Perbedaan
Indikator Indonesia Timor Leste
Metode Garis lurus dan saldo
menurun
Metode tunggal
Tarif
penyusutan
Bertingkat /berlapis
(dilakukan setiap akhir
tahun pajak sesuai
masa manfaat)
Sepadan (yaitu 100%) di
berlakukan setiap akhir
tahun pajak sampai
selesai, sesuai masa
manfaat.
Manfaat Tidak merugikan
Negara, karena
penyusutan tidak
sekaligus.
Merugikan Negara, karena
perusahaan besar tidak
membayar pajak beberapa
ke depan
Persamaan
Dasar
pengenaan
Sama, yaitu memperhitungkan asset-asset yang
dipergunakan untuk kepentingan bisnis, baik
seluruhnya maupun sebagian sesuai dengan masa
manfaat.
Berdasarkan perbedaan dan persamaan pada tabel
di atas, terdapat beberapa kekurangan dalam UU PPh
Timor Leste yang berdampak pada; 1) hampir semua
perusahaan besar mengalami kerugian untuk beberapa
tahun kedepan atas beban penyusutan tersebut; 2) ada
celah yang cukup signifikan dalam memanipulasi
laporan keuangan perusahaan pada akhir tahun tahun;
3) tidak ada pembatasan terhadap pembelian asset baru
perusahaan, yang akan berdampak pada beban
penyusutan akhir tahun pajak; 4) akan menimbulkan
145��
kerugian terhadap penerimaan negara pada sektor
pajak.
Sementara sistem penyusutan yang di
implementasikan oleh Indonesia betul-betul dapat
disesuaikan dengan standarisasi yang berlaku umum,
yaitu penyusutan dilakukan secara bertahap sesuai
dengan masa manfaat asset tersebut. Disamping itu
memberikan ruang yang cukup leluasa kepada fiskus
untuk lebih efektif mengontrol asset-asset yang akan
disusut. Dengan demikian kelebihan penyusutan di
Indonesia adalah; (a) Penyusutan dilakukan setiap akhir
tahun pajak sesuai dengan lapisan yang ditentukan; (b)
tidak menimbulkan kerugian pada negara.
Uraian sub sistem penyusutan di atas dapat
disimpulkan bahwa, Indonesia mengurangi semua biaya
yang digunakan, seperti pembelian kendaraan untuk
kegiatan bisnis, peralatan-peralatan, mesin, bangunan
dllnya dapat di lakukan melalui penyusutan sesuai
dengan masa manfaat. Sedangkan Timor Leste segala
biaya yang dikeluarkan untuk renofasi gedung untuk
kegiatan bisnis, maupun peralatan yang berkaitan
pemyusutannya hanya dilakukan secara sekaligus
(100%). Kondisi ini menimbulkan kerugian terhadap
penerimaan negara dari sektor pajak non migas.
J. Analisis Pada sub analisis ini penulis hanya
meringkaskan kembali hasil analisis pada masing-
masing subsistem, sebagai bahan perbandingan di
Indonesia dan Timor Leste sebagaimana diuraikan pada
146��
bab III di atas. Yang akan diuraikan, adalah mengenai
kelebihan, kekurangan, perbedaan dan persamaan
dalam sub-subsistem pajak penghasilan pada kedua
negara. Berikut penjelasannya.
1. Kelebihan Sub Sistem Pajak Penghasilan di Indonesia. Kelebihan yang dimaksudkan disini adalah
berawal dari sumber daya manusia sebagai kunci
sukses setiap negara, kemudian disusul dengan
peraturan perundang-undangan sebagai landasan
aktivitas dan terakhir manajemen implementasinya.
Kenyataan menunjukkan bahwa sumber daya
manusia di Indonesia terutama dalam bidang
perpajakan sudah memadai untuk di andalkan.
Faktanya adalah mulai sejak jatuhnya harga minyak
bumi dan gas alam pada tahun 1980-an di pasar
internasional, Indonesia mulai beralih ke sektor
perpajakan, sebagai salah satu sumber dalam
pembangunan. Landasan mengandalkan sektor
perpajakan melalui peruabahan UU PPh, yang
dilakukan secara berturut-turut mulai tahun 1983,
tahun 1994, tahun 2000 sampai dengan perubahan
keempat kalinya yaitu UU PPh No 36 tahun 2008.
Implikasi perubahan itu membawa hal-hal positif
antara lain; (a) menerapakan self assessment system,
dengan maksud memberi wewenang penuh kepada
wajib pajak untuk lebih aktif dalam menjalankan
pemenuhan kewajiban perpajakannya; (b)
menggunakan stelsel campuran untuk mengoreksi
stelsel fiktif yang diterapkan berdasarkan anggapan
147��
terhadap penghasilan wajib pajak setiap bulan
(installment tax atau minimum income tax); (c)
menerapkan tarif progresif, yang berlandaskan pada
asas keadilan pajak. Cara demikian dikatakan adil
karena pengenaan pajak di dasarkan pada besar-
kecilnya penerimaan; (d) penghasilan tidak kena
pajak, dapat dirinci mulai dari diri wajib pajak,
isterinya, serta tanggungannya sebanyak 3 orang. Ini
menunjukkan bahwa hak-hak anggota keluarga
sudah diperhitungkan di dalam penghasilan yang
diterima atau diperoleh oleh kepala keluarga; (e)
fungsi pajak yang digunakan adalah fungsi anggaran.
Ini menjadi pilihan pemerintah, karena sektor pajak
merupakan salah satu sumber keuangan negara,
yang tidak ada beban utang terhadap pemerintah,
baik sekarang maupun pemerintah yang akan
datang. Dengan demikian, diupayakan semaksimal
mungkin untuk memasukkan uang ke dalam kas
negara yang kemudian akan dialokasikan kembali
untuk pembangunan dan pelayanan umum
pemerintah; (f) Penyusutan. Pada penyusutan ini
dapat menerapkan 2 metode sebagai dasar
penyusutan, yaitu metode garis lurus dan metode
saldo menurun. Manfaat kedua metode tersebut
adalah diterapkan untuk mengkalkulasi masa
manfaat asset-asset yang digunakan oleh para
pengusaha, baik dalam pemnggunaannya secara
keseluruhan maupun sebagian; (g) penerapan self
assessment system dilakukan bersama-sama dengan
withholding system. Ini di maksudkan untuk
melakukan penghematan biaya pemungutan pajak
148��
pada pihak ketiga. Atas dasar pemikiran tersebut,
maka pihak ketiga diberi wewenang oleh undang-
undang pajak penghasilan untuk melakukan
pemotongan dan pemungutan pajak, selanjutkan
dapat disetorkan kepada bank yang ditunjuk oleh
pemerintah; (h) mengklasifikasikan wajib pajak
secara jelas, sehingga mempermudah fiskus dalam
pelaksanaan pemungutan pajak; (i) skill sumber daya
manusia sudah memadai untuk merespon keadaan
real yang ada; (j) peraturan perpajakannya sudah
memadai untuk membatasi, celah-celah yang akan
digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan
penghindaran.
2. Kelebihan Sub Sistem Pajak Penghasilan di Timor Leste. Kelebihan self assessment system di Timor
Leste, adalah: (a) wajib pajak disamping memberikan
wewenang penuh secara aktif dalam pemenuhan
kewajibannya dan sekaligus merupakan hal baru
bagi Timor Leste. Dengan demikian wajib pajak dapat
dibiasakan untuk melakukan pemenuhan
kewajibannya secara mandiri, dan tidak dapat
membandingan dengan sistem lain, selain self
assessment system; (b) dilakanakan bersama-sama
dengan withholding system sehingga menghemat
biaya pemerintah dalam melakukan pemungutan
pajak. Oleh karena pihak ketiga diberi wewenang
oleh UU PPh untuk memotong dan memungut pajak,
dan kemudian disetorkan kepada bank yang
ditunjuk oleh pemerintah; (c) lebih mempermudah
149��
pengawasan terhadap wajib pajak, karena negaranya
kecil dan wilayahnya juga kecil; (d) menerapkan tarif
proporsional dan progresif (asas keadilan dan asas
kesederhanaan); (e) lebih memperhatikan wajib
pajak dalam negeri. Hal ini dilakukan dengan asumsi
bahwa mayoritas wajib pajak dalam negeri
ekonominya lemah dan skillnya rendah, sehingga
ditentukan penghasilan tidak kena pajak perbulan
sebesar US $ 500.
3. Kekurangan Sub Sistem Pajak Penghasilan di Timor Leste. Kekurangan yang terdapat disini antara lain:
(a) Sumber daya manusia di Timor Leste pada bidang
perpajakan belum memadai; (b) UU PPh masih belum
memadai untuk melakukan pemungutan secara
detail, serta memberi peluang kepada wajib pajak
untuk menafsirkan sesuai dengan kepentingannya;
(c) penghasilan tidak kena pajak $ 500/bulan hanya
diterima oleh sebagian kecil wajib pajak. Disamping
itu tidak membuat pembagian secara rinci mengenai
hak-hak wajib pajak, isterinya dan tanggungannya;
(d) penyusutan diklaim 100 %, pada setiap akhir
tahun pajak.Hal ini berdampak pada pengusaha
besar tidak membayar pajak beberapa tahun ke
depan, tentunya akan merugikan penerimaan
negara pada sektor pajak non migas; (e) wajib pajak
harus mengeluarkan uang untuk membayar
konsultan pajak, supaya bisa membantu mengisi
formulir pajak yang ada; (f) fungsi pajak yang
digunakan adalah fungsi mengatur, sehingga lebih
150��
dijadikan instrument politik bagi pemerintah dalam
memainkan tarif pajak. Hal ini merugikan
penerimaan negara; (g) tingkat kesadaran wajib pajak
dalam pemenuhan kewajiban membayar pajak masih
rendah, karena faktor pemahaman terhadap self
assessment system.
4. Kekurangan Sub Sistem Pajak Penghasilan di Indonesia Disadari bahwa, Indonesia memang sudah
cukup sempurna di pandang dari segala sudut di
bidang perpajakan, bila dibanding dengan Timor
Leste. Namun sesempurna apapun pasti tetap ada
kekurangan seperti antara lain : (a) lebih
mengedepankan keadilan (tarif progresif) dan
mengabaikan kesederhanaan (tarif proporsional).
Pada hal dalam kenyataan, negara berkembang lebih
cocok menggunakan tarif proporsional agar tidak
terlalu rumit menghitung pajaknya; (b) PTKP terlalu
rendah, sehingga tidak seimbang dengan harga pasar
sembako yang tidak stabil.
Selain kelebihan dan kekurangan pada sub-
subsistem di atas, dalam tabel berikut akan
diuraikan mengenai ringkasan perbedaan dan
persamaannya.
151��
Tabel 16 Ringkasan perbedaan dan persamaan sub-subsistem
sebagai perbandingan sistem pajak penghasilan antara Timor Leste dan Indonesia
Perbedaan
Indikator Timor Leste Indonesia
UU PPh Material dan formalnya
tidak dipisahkan
Dipisahkan untuk
mempermudah
implementasinya
Fungsi pajak Fungsi mengatur
(regulerend)
Fungsi Anggaran (budgeter)
Tarif Pajak Proporsional dan progresif Progresif
PTKP upah $ 500 untuk non migas
dan $ 100 untuk Migas
baik resident maupun non
resident. Tidak dirinci,
aturan mengenai diri WP
dan tanggungan
Dirinci mengenai diri wajib
pajak, WP yg menikah,
serta tanggungan
maksimal 3 org, sesuai
dengan UU PPh
Tunjangan
Hari Tua
Belum di atur dalam UU
PPh
Sudah di atur 1% dari
penghasilan sebagai PTKP
Biaya
jabatan
Belum di atur dalam UU Sudah di atur 5% dari
penghasilan sebagai PTKP
Syarat
subyek pajak
dalam negeri
Hanya menggunakan
syarat kualitatif saja
183 hari ( syarat
kuantitatif), dan orang
berniat tinggal (syarat
kualitatif)
Konsultan
WP org
pribadi/peru
sahaan
(tidak
berkantor)
Pemotongan 4 % dari
penerimaan oleh yang
membayar dan itu adalah
final
di potong oleh pemberi
kerja, dan tetap laporkan
penghasilan pada akhir
tahun pajak
PPh bunga
dan Dividen
Telah di hapus Sebagai obyek pajak dan
merupakan penghasilan yg
dikenakan pajak
152��
Restitusi Hanya bisa kompensasi
saja, dan tidak
dikembalikan uangnya
secara fisik kepada WP
Bisa kompensasi dan bisa
juga restitusi
Imbalan
bunga dari
restitusi
Hal ini diatur dalam UU
No. 18/2000, tetapi tidak
pernah implementasi
Sebagai obyek pajak, yang
harus di pajaki
Biaya bunga
bank
Bisa diakui, apabila hanya
antara bank, tapi diluar
bank, bunga pinjaman
yang dibayarkan kepada
bank oleh peminjam tidak
diakui sebagai biaya
Biaya bunga ban dapat
diakui sebagai biaya, dalam
laporan tahun pajak.
Penyusutan beban 100% Dibebankan melalui
penyusutan, sesuai masa
manfaat
Kebijakan
pemerintah
dalam
amendeman
UU PPh
Arah perubahan UU PPh
masih cukup
membinggungkan dan
diperlukan perbaikan
kedepan
Mengarah pada
penyempurnaan dari waktu
ke waktu sesuai dengan
perkembangan
perekonomian
Hapusnya
hutang pajak
Khusus untuk daluarsa
belum berlaku di Timor
Leste
Berlaku semuanya tentang
hapus hutang pajak
Persamaan
Indikator Indonesia dan Timor Leste
Sistem
pemungutan
pajak
Self assessment system dan withholding system
Stelsel yang
digunakan
Stelsel anggapan dan stelsel rill
Asas yg
digunakan
Asas keadilan dan kesederhanaan
Subyek pajak Orang pribadi, badan, warisan yang belum terbagi
dan BUT
153��
Kategori
subyek pajak
Subyek pajak dalam negeri dan subyek pajak luar
negeri
Wajib pajak Subyek pajak yang memenuhi syarat obyektif
(menerima PKP)
Wewenang
wajib pajak
Mutlak menghitung, memperhitungkan, menyetor,
dan melaporkan sendiri oleh wajib pajak atas
penghasilannya
Wewenang
fikus
Membina, mengawasi, dan mengoreksi kesalahan
dan memberitahukan kepada wajib pajak untuk
memperbaiki
Akhir tahun
SPT
Adalah 31 maret tahun pajak berikutnya
Pembayaran
bulanan
Dilakukan pada setiap tanggal 15 bulan
berikutnya.
Kompensasi Adalah sama. Salah satunya setelah membayar
utang pajak, dan bisa dilakukan secara vertical
dan horizontal
Timbulnya
hutang pajak
Berdasarkan ajaran materil dan ajaran formil
Memperhatikan tabel 16 di atas, pada kolom
Timor Leste item bunga bank dan dividen di hapus,
dengan maksud untuk menarik para pengusaha luar
agar bisa menanamkan modalnya di Timor Leste,
supaya bisa menyerap tenaga kerja, namun sejauh
ini strategi pemerintah Timor Leste tersebut tidak
tercapai, karena tidak ada pengusaha luar yang
masuk setelah menghapusnya bunga bank dan
dividen tersebut. Kebijakan ini tentunya merugikan
penerimaan negara. Sedangkan perbedaan lainnya
bermuara pada kebijakan politik pemerintah dan
perkembangan perekonomian nasional, serta UU PPh
pada masing-masing negara.
154��
Sedangkan persamaannya adalah Timor Leste
mengadopsi sistem PPh yang diterapkan di Indonesia
berdasarkan pasal 165 UUD RDTL.
Uraian perbedaan dan persamaan serta
kelebihan dan kekurangan sub-subsistem pajak
penghasilan di atas, terdapat dalam UU PPh masing-
masing negara seperti tabel berikut :
Tabel 17 Pengaturan sub-subsistem pajak Penghasilan antara
Timor Leste dan Indonesia dalam UU PPh
Indikator Indonesia Timor Leste
Dasar
Hukum
2. Pasal 23A UUD 1945 3. UUPPh No.7 Th. 1983
tentang pajak penghasilan
4. UU PPh No. 10 Th. 1994 tentang PPh
5. UU PPh No. 17 Th. 2000 tentang PPh
6. UU No. 36 Th. 2008 tentang PPh.
1. Pasal 144 UUD
RDTL
2. UU PPh No. 18 Th.
2000 tentang
sistem perpajakan
3. UU PPh No. 8 Th.
2008 tentang
Pajak dan Pabean
Stelsel Pasal 20 ayat (3) dan pasal 28 UU PPh No. 36 Th. 2008
Pasal 64 ayat (4) dan
pasal 23 ayat (4) UU
PPh No. 8 Th. 2008
Asas
pengenaan
pajak
Pasal 2 dan 4 UU PPh No. 36 Th. 2008
Pasal 27 dan 49
UU PPh No. 8
Th.2008
Sistem
pengenaan
pajak
Pasal 21, 22, 23. 24, 25, 26, UU PPh No. 36 Th. 2008
Pasal 20, 26, 27, 28
dan 49
Timbul dan
hapusnya
hutang pajak
Pasal 2 dan 4 UU PPh No. 36 Th. 2008.
Pasal 27 dan 28 UU
PPh No. 8 Th. 2008
Subyek
Pajak
Pasal 2 UU PPh No. 36 Th. 2008
Pasal 27 UU PPh No.
8 Th. 2008
155��
Obyek Pajak Pasal 4 UU PPh No. 36 Th. 2008
Pasal 28 UU PPh No.
8 Th. 2008
Tarif Pajak Pasal 17 UU PPh No. 36 Th. 2008
Pasal 72 ayat (2)
pasal 53, dan pasal
20
PTKP Pasal 7 UU PPh No. 36 Th. 2008
Pasal 20 ayat (2) UU
PPh No. 8 Th. 2008
Fungsi Pajak - -
Wajib Pajak Pasal 1 UU PPh No. 36 Th. 2008
Pasal 27 UU PPh No.
8 Th.2008
Metode
penuyusutan
Pasal 11 UU PPh No. 36 Th. 2008
Pasal 36 UU PPh No.
8 Th. 2008
Tabel 17 di atas adalah uraian aturan-aturan
yang terdapat dalam undang-undang Pajak
Penghasilan Timor Leste dan Indonesia, yang
digunakan untuk membandingkan sub-subsistem
dalam sistem pajak penghasilan yang sedang
diimplementasikan pada kedua negara tersebut.
Dalam aturan-aturan tersebut terdapat banyak
kekurangan, terutama pada UU PPh Timor Leste,
antara lain pada pasal-pasal tersebut tidak di
uraikan secara detail, sehingga cukup mempersulit
fiskus dalam menerapkannya dan membingungkan
wajib pajak dalam pemenuhan kewajibannya,
berdasarkan self assessment system. Sementara
bagi Indonesia aturan-aturan dalam UU PPh nya,
secara detail ada memori penjelasannya sehingga
mempermudah baik, fiskus dalam menerapkan
maupun wajib pajak dalam pemenuhan
kewajibannya.
156��
Untuk subsistem fungsi pajak, penulis tidak
dapat menemukan dalam Undang-Undang pajak
penghasilan yang menjelaskan secara khusus. Oleh
karena itu penulis dapat menguraikannya melalui
kebijakan pemerintah masing-masing negara dalam
menentukan tarif pajak. Seperti diketahui bahwa
pemerintah Timor Leste menentukan tarif pajak
yang gunakan adalah tarif proporsional, sedang
Indonesia memilih tarif progresif. Melalui tarif pajak
tersebut maka dapat dipastikan bahwa Timor Leste
menggunakan fungsi pajak mengatur (regulerend),
dan Indonesia menggunakan fungsi pajak anggaran
(budgeter).
157��
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Alasan fundamental penelitian ini, berlandaskan
pada pemikiran bahwa penulis ingin memberi
kontribusi kepada pemerintah Timor Leste, terutama
pada bidang perpajakan melalui pengkajian materi
perbandingan sistem pajak penghasilan antara Timor
Leste dan Indonesia. Hal ini dilakukan karena
senyatanya peraturan pajak penghasilan di Timor
Leste, masih cukup membingungkan, baik bagi wajib
pajak maupun fiskus.
Dengan demikian melalui penulisan tesis ini
penulis mencoba untuk memahami, peraturan
perpajakan Indonesia terutama mengenai sistem pajak
penghasilan, yang dinilai sangat lengkap dan terinci,
sehingga mempermudah wajib pajak dalam pemenuhan
kewajibannya dan mempermudah fiskus dalam
melakukan pengawasan. Analisis uraian di atas
menemukan beberapa perbedaan, persamaan,
kelebihan dan kekurangan yang terkandung dalam
Undang-Undang Pajak Penghasilan pada masing-
masing negara, sebagaimana disimpulkan sebagai
berikut :
1. Perbedaan sistem pajak penghasilan.
Pada sisi perbedaan ini dapat menggambarkan
bahwa, itu merupakan strategis yang dirancang
bangun oleh masing-masing pemerintah dengan
158��
pendekatan parameternya adalah kepentingan dalam
negeri, disamping itu membangun sistem yang
memberi peluang kepada penanaman modal asing
untuk masuk. Jadi intinya adalah perbedaan
tersebut didasarkan pada perkembangan
perekonomian nasional, kebijakan politik
pemerintah, luas wilayah, jumlah penduduk pada
masing-masing negara. salah satu contoh seperti
fungsi pajak. Indonesia memilih fungsi anggaran
(budgeter) dan Timor Leste memilih fungsi mengatur
(regulereng). Tentunya masing-masing argumen yang
bersifat fundamental untuk menjatuhkan pilihannya.
2. Persamaan sistem pajak penghasilan
Persamaan yang dimaksudkan disini, bahwa
Timor Leste mengadopsi Sistem pajak penghasilan
yang sedang diimplementasikan di Indonesia. Hal ini
di dasarkan pada pasal 165 UUD Republik
Demokratik Timor Leste (RDTL), yang menyebutkan
bahwa : “Undang-Undang dan Peraturan-peraturan
yang berlaku di Timor Leste sebelumnya akan tetap
berlaku berkaitan dengan semua hal kecuali bila
bertentangan dengan UUD atau asas-asas yang
terkandung di dalamnya”. Atas dasar itulah maka
banyak menemukan persamaan, baik terdapat
dalam UU PPh maupun dalam implementasinya.
Disamping aturan tersebut, dilihat dari segi sejarah,
dimana Timor Leste selama 24 tahun menjadi bagian
dari Indonesia sebelum merdeka, maka sudah
memahami sistem pajak yang ada, sehingga mudah
untuk menyesuaikan dengan sistem termaksud.
159��
3. Kelebihan sistem pajak penghasilan
Simak kelebihan pada masing-masing Negara
antara lain; untuk Indonesia memiliki kelebihannya
adalah penempatan Sumber daya manusia sudah
mengacu pada the right men on the right place,
kelengkapan undang-undang pajak penghasilan
yang dirinci sedemikian rupa sehingga
mempermudah fiskus dan wajib pajak dalam
pemenuhan kewajibannya, sistem manajemen sudah
berjalan dengan baik, serta sarana dan prasarana
sudah lengkap, kesadaran pemenuhan kewajiban
wajib pajak sudah cukup baik. Disamping itu,
perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan
Indonesia semakin menuju pada kesempurnaan
sesuai dengan kebutuhan perkembangan
perekonomian nasional. Sementara Timor leste
kelebihannya adalah kedepannya mudah untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
wajib pajak karena faktor wilayahnya kecil dan
jumlah wajib pajaknya sedikit.
4. Kekurangan sistem pajak penghasilan
Menguraikan masalah kekurangan tersebut
dimulai dari Timor Leste, antara lain; terletak pada
kekurangan tenaga ahli sumber daya manusia
dalam bidang administrasi perpajakan, hukum,
accounting dan manajemen perpajakan, sehingga
secara organisatoris masih tergantung pada tenaga
ahli dari luar negeri. Disamping itu perekrutan
pegawai pajak tidak mengacu pada the men on the
right place. Selain keterbatasn di atas, UU PPh Timor
160��
Leste sangat abstrak dan tidak terinci sehingga
membingungkan wajib pajak dan fiskus dalam
menjalankan kewajibannya masing-masing.
Perubahan UU PPh cukup membingungkan. Salah
satu contohnya seperti penyusutan dilakukan secara
sekaligus (100%). Sedangkan kekurangan sistem
pajak penghasilan di Indonesia, untuk
membandingkan dengan Timor Leste, hanya lebih
pada pengawasan terhadap penerapan aturan
terhadap fiskus agar tidak terjadi kolusi dan korupsi
dengan wajib pajak, yang pada gilirannya akan
merugikan penerimaan uang negara pada sektor
perpajakan. Selain itu, oleh karena wilayah
Indonesia sangat luas, maka proses sosialisasi harus
secara rutin dilakukan agar wajib pajak lebih
menguasai aturan yang cukup kompleks dan cepat
berubah dari waktu ke waktu.
5. Kata kunci perbedaan, persamaan, kelebihan
maupun kekurangan yang terkandung dalam sistem
pajak penghasilan antara Timor Leste dan Indonesia,
adalah terletak pada kebijakan politik pemerintah
masing-masing negara, yang kemudian
diformulasikan dalam Undang-Undang pajak
penghasilan. Untuk Timor Leste perumusan UU PPh
tersebut bisa dilakukan secara sengaja maupun
tidak sengaja oleh para pembuat (Pemerintah &
Parlemen), untuk mengatasnamakan kepentingan
umum murni maupun kepentingan kelompok, partai
dan para konglomerat.
161��
6. Melalui penelitian ini penulis lebih banyak
mengetahui kekurangan-kekurangan yang
terkandung dalam UU PPh Timor Leste beserta
perubahannya. Hal ini merupakan konsekuensi
negara baru yang dihadapkan dengan berbagai
keterbatasan dan sangat berpotensi tingkat
ketergantungan yang cukup tinggi pada staff ahli
dari luar yang saat ini sebagai pendamping para
pengambil kebijakan.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas penulis
menyarankan beberapa hal, antara lain ;
1. Sumber daya manusia adalah kunci sukses bagi
semua sumber daya yang ada. Dengan demikian
penulis menyarankan kepada Dirjen pajak dan Bea
Cukai Timor Leste, agar bisa memprioritaskan hal ini
sebagai respon positif terhadap keadaan yang sedang
berjalan maupun perkembangan yang akan datang;
2. Undang-undang pajak penghasilan, yang sedang
digunakan untuk melakukan aktivitas perpajakan
perlu dilengkapi dan dirinci pasal demi pasal agar
tidak membinggungkan wajib pajak dan fiskus
dalam menerapkannya;
3. Perlu ditinjau kembali hal-hal penting yang tertuang
dalam UU PPh No. 8 tahun 2008, terutama
menyangkut penghapusan pajak bunga dan dividen,
penyusutan dan penurunan beberapa tarif pajak
162��
lainnya. Karena hal ini berdampak pada penurunan
drastis terhadap penerimaan negara pada sektor
perpajakan non migas;
4. Mencari mekanisme yang tepat agar fiskus yang
memiliki pengalaman dan keahlian yang cukup
dapat dilibatkan dalam setiap perubahan UU pajak
penghasilan Timor Leste;
5. Proses kaderisasi harus di mulai sedini mungkin,
agar tidak mendapat kesulitan kedepannya.
Contohnya pegawai pajak yang selesai studi atau
pelatihan dari luar maupun dalam negeri langsung
pindah ke departemen lain.
163��
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman, Administrasi perpajakan, Nuansa, Bandung, 2010 Achmad Tjahjono & Muhammad Fakhri Husein, Perpajakan, STIM
YKPN, Yogyakarta, 2009 Billy Ivan Tansuri, Pajak Penghasilan, Pemotongan & Pemungutan,
Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010 ___________________, Pajak Penghasilan Final, Graha Ilmu, Yogyakarta,
2011 Djoko Muljono, Hukum Pajak, Konsep Aplikasi dan Penuntun Praktis,
CV. Andi, Yogyakarta, 2010 Edi Slamet Irianto dan Syarfuddin Jurdi, Politik Perpajakan, UII Press,
Yoyakarta, 2005 Edi Slamet Irianto, Pajak Negara dan Demokrasi, Laks Bang,
Yogyakarta, 2009 Fidel, Cara Mudah dan Praktis Memahami masalah-masalah
Perpajakan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010 Haula Rosdiana & Rasin Tarigan, Perpajakan, Teori & Aplikasi, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005 Hilarius Abut, Perpajakan, Diadit Media, Jakarta Pusat, 2007 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,
Bayumedia Publishing, Malang-Jawa Timur, 2006 Liberty Pandiangan, Modernisasi dan Reformasi pelayanan Perpajakan,
PT. Gramedia, Jakarta, 2006 Marihot Pahala Siahaan, Hukum Pajak Material, Graha Ilmu, Yogkarta,
2010 _________________________ Hukum Pajak Fromal, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2010 Muda Markus, Perpajakan Indonesia, suatu pengantar, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2005 Muhammad Bakhrun Efendi, Kebijakan Perpajakan di Indonesia,
Alinea Pustaka, Yogyakarta, 2006
164��
M. Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum
Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Pernada Media Group,
Jakarta, 2006 Rochmat Soemitro & Dewi Kania Sugiharti, Asas dan Dasar
Perpajakan, PT Rafika Aditama, Bandung, 2004, R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar ilmuHukum Pajak, PT. Rafika
Aditama, Bandung, 2003 ________________________ Pengantar Ilmu Hukum Pajak, , PT Rafika
Aditama, Bandung, 2008 Rudi Suhartono dan Wirawan B. Ilyas, Ensiklopedia Perpajakan
Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, 2010 Soemarso S.R, Perpajakan, pendekatan Komprehensif, Salemba Empat,
Jakarta, 2007 Soetandya Wignjosoebroto, Paradigma, Metode dan Dinamika
Masalahnya, ELSAM, Jakarta, 2002 Sony Devano & Siti Kurnia Rahayu, Perpajakan, Teori, Konsep dan Isu,
Pernada Media Group, Jakarta, 2006 Sophar Lumbantoruan, Ensiklopedia Perpajakan Indonesia, Erlangga,
Jakarta, 1990 Sumihar Petrus Tambunan et. All (editor) Pajak menurut teologi Kristen,
Fakultas Ekonomi UI, Jakarta, 2006 Syofrin Sofyan dan Asyhar Hidayat, Hukum Pajak dan
Permasalahannya, PT Refika Aditama, Bandung, 2004 Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia, PT indeks, Jakarta, 2010 Tulis S. Meliala dan Francisca Widianti Oetomo, Perpajakan dan
Akuntasi Pajak, Semesta Media, Jakarta, 2010 Tunggul Anshari Setia Negara, Pengartar Hukum Perpajakan,
Bayumedia, Publishing, Jatim, 2008
165��
Tri Budiono, Pajak dalam Perspektif Hukum, Fakultas Hukum Unversitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, 2009
Waluyo, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, 2010 Widi Widodo & Dedy Djefri, Tax Payer’s Rights, PT Alfabeta, Bandung,
2008 _________________ et all, Moralitas, Budaya dan Kepatuhan Pajak, PT
Alfabeta, Bandung, 2010 Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton,Hukum Pajak, Salemba Empat,
Jakarta, 2010 YB. Sigit Hutomo, Pajak penghasilan, konsep & aplikasi, Universitas
Atmajaya, Yogyakarta, 2009 Yustinus Prastowo, Panduan Lengkap Pajak, Raih Asa Sukses, Jakarta,
2009 Y.Sri Puddyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, Cv Andi Offset,
Yogyakarta, 2005 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum , Sinar Grafika, Jakarta, 2009 Zainuddin Dachlan, Efektifitas Pelaksanaan Sistem Self Assessment di
Kantor Pelayanan Pajak Kendari Sulawesi Tenggara, Tesis Universitas Diponegoro, Semarang, 2002
PERATURAN-PERATURAN UUD RDTL Undang-undang perpajakan No. 18 tahun 2000 tentang sistem
perpajakan Timor Leste UU Perpajakan No. 8 Tahun 2008, tentang pajak dan pabean Timor
Leste UUD 1945 UU RI No. 7 Th. 1983 tentang pajak penghasilan UU RI No. 10 Th. 1994 tentang pajak penghasilan UU RI No. 17 Th. 2000 tentang pajak penghasilan
166��
UU RI No. 36 Th. 2008 tentang perubahan keempat atas UU No. 7 Th. 1983 tentang pajak penghasilan.
Http :// go.Microsoft.com/fwlink/?linkId = 69157, Pan Mohmmad
Faiz, Sifat Dasar dan Pengertian mengenai Perbandingan Hukum.
Htt:// Ariebrain.worlpress.com/2010/03/06/sistem