Upload
mohamad-a
View
6.504
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ok
Citation preview
PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN KADAR GLUKOSA DENGAN
METODE GOD-PAP DAN CARA STRIP PADA MAHASISWA ANALIS
KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES TANJUNGKARANG
ABSTRAK
PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN KADAR GLUKOSA DENGAN METODE
GOD-PAP DAN CARA STRIP PADA MAHASISWA ANALIS KESEHATAN
POLTEKES KEMENKES TANJUNGKARANG
Oleh
AHMAD AKUAN
Pemeriksaan kadar glukosa sekarang sudah diisyaratkan dengan cara enzimatik, tidak lagi
dengan prinsip reduksi untuk menghindari ikut terukurnya zat-zat lain yang akan memberikan
hasil tinggi palsu. Cara enzimatik dapat dilakukan dengan cara otomatis seperti dengan GOD-
PAP dan cara Strip. Pemeriksaan dengan metode GOD-PAP memiliki kelebihan, yaitu : presisi
tinggi, akurasi tinggi, spesifik, relatif bebas dari gangguan (kadar hematokrit, vitamin C, lipid,
volume sampel, dan suhu). Sedangkan kekurangannya adalah memiliki ketergantungan pada
reagen, pemeliharaan alat dan reagen dan membutuhkan biaya yang cukup mahal. Sedangkan
pada cara strip memiliki kelebihan hasil pemeriksaan dapat segera diketahui, hanya butuh sampel
sedikit, tidak membutuhkan reagen khusus, praktis dan mudah dipergunakan jadi dapat
dilakukan oleh siapa saja tanpa butuh keahlian khusus. Kekurangannya adalah akurasinya belum
diketahui, dan memiliki keterbatasan yang dipengaruhi oleh kadar hematokrit, interfensi zat lain
(Vitamin C, lipid, bilirubin dan hemoglobin), suhu, volume sampel yang kurang, dan strip bukan
untuk menegakkan diagnosa klinis melainkan hanya untuk pemantauan kadar glukosa.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan kadar glukosa
pada Mahasiswa Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Tanjung Karang dengan menggunakan
metode GOD-PAP dan cara strip.
Penelitian ini bersifat deskriptif. Sampel yang digunakan adalah Mahasiswa Analis Kesehatan
yang berjenis kelamin laki laki yang berjumlah 61 orang.
Hasil penelitian ini adalah kadar glukosa rata- rata yang diperiksa dengan metode GOD-PAP
adalah 114 mg/dl, kadar maksimal adalah 209 mg/dl, kadar minimalnya
adalah 73 mg/dl, dan kadar glukosa rata- rata yang diperiksa dengan cara strip adalah 103 mg/dl,
kadar maksimalnya adalah 198 mg/dl, kadar minimalnya adalah 70 mg/dl. Nilai standar deviasi
(Sd) dari seluruh sampel adalah 4,663. Diperoleh hasil nilai (t ) hitung sebesar 17,269 sedangkan
(t) tabel sebesar 2,00. Dari hasil tersebut ( t) hitung > ( t) tabel,maka Hipotesis diterima
Kata kunci : kadar glukosa, metode GOD-PAP, cara strip.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karbohidrat adalah suatu senyawa yang terdiri atas atom–atom karbon, hidrogen, dan oksigen.
Karbohidrat memiliki rumus umum (CH2O)n. Sebagai contoh, molekul glukosa mempunyai
rumus kimia C6H12O6. Karbohidrat yang berasal dari makanan, dalam tubuh mengalami
perubahan atau metabolisme. Hasil metabolisme karbohidrat antara lain glukosa yang terdapat
dalam darah, sedangkan glikogen adalah karbohidrat yang disintesis dalam hati dan digunakan
oleh sel- sel pada jaringan otot sebagai sumber energi (Poedjiadi, 2007).
Dalam ilmu kedokteran, glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada kadar glukosa di
dalam darah. Kadar glukosa darah, diatur dengan ketat di dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan
melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya, kadar glukosa darah
berada pada rentang kadar (70-110 mg/dl). Kadar glukosa ini meningkat setelah makan dan
biasanya berada dikadar terendah pada pagi hari, sebelum orang makan. Bila kadar glukosa
terlalu terendah (<70 mg/dl), disebut hipoglikemia. Bila kadar gula darah berada pada kadar
tinggi (>110 mg/dl) disebut hiperglikemia ( Price, 2005).
Dahulu, pengukuran glukosa darah dilakukan terhadap darah lengkap, tetapi sekarang sebagian
besar laboratorium melakukan pengukuran kadar glukosa dalam serum. Karena eritrosit memiliki
kadar protein (hemoglobin) yang lebih tinggi dari pada serum, serum memiliki kadar air yang
lebih tinggi. Sehingga bila dibandingkan dengan darah lengkap, serum melarutkan lebih banyak
glukosa. Untuk mengubah glukosa pada darah lengkap, kalikan kadar glukosa yang diperoleh
dengan 1,15 untuk menghasilkan kadar glukosa serum atau plasma. Pengukuran kadar glukosa
digunakan untuk melakukan diagnosa klinis terhadap kelainan metabolisme glukosa dalam tubuh
(Sacher, 2004) .
Terdapat dua metode utama yang digunakan untuk mengukur glukosa. Metode yang pertama
adalah metode kimiawi yang memanfaatkan sifat mereduksi dari glukosa, dengan bahan
indikator yang akan berubah warna apabila tereduksi. Akan tetapi metode ini tidak spesifik
karena senyawa-senyawa lain yang ada dalam darah juga dapat mereduksi (misal : urea, yang
dapat meningkat cukup bermakna pada uremia) (Sacher, 2004). Contoh metode kimiawi yang
masih digunakan untuk pemeriksaan glukosa saat ini adalah metode toluidin, karena murah, cara
kerja sederhana, dan bahan mudah didapat (Departemen Kesehatan RI , 2005 ). Dengan metode
kimiawi, kadar glukosa dapat lebih tinggi 5 sampai 15 mg/dl dibandingkan dengan kadar glukosa
yang diperoleh dengan metode enzimatik (yang lebih spesifik untuk glukosa). Metode yang
kedua adalah enzimatik yang umumnya menggunakan kerja enzim glukosa oksidase atau
heksokinase, yang bereaksi pada glukosa, tetapi tidak pada gula lain (misal : fruktosa, galaktosa,
dan lain-lain) dan pada bahan pereduksi. Contoh metode yang menggunakan kerja enzim adalah
GOD – PAP dan cara strip (Sacher, 2004).
Pemeriksaan kadar glukosa sekarang sudah diisyaratkan dengan cara enzimatik, tidak lagi
dengan prinsip reduksi untuk menghindari ikut terukurnya zat-zat lain yang akan memberikan
hasil tinggi palsu. Cara enzimatik dapat dilakukan dengan cara otomatis seperti dengan GOD-
PAP dan cara Strip (Suryaatmadja, 2003).
Berdasarkan pengamatan peneliti di laboratorium-laboratorium yang memiliki fasilitas lengkap,
pemeriksaan kadar glukosa darah menggunakan metode GOD-PAP. Sedangkan di puskesmas-
puskesmas yang ada di pedesaan daerah Lampung Tengah dan laboratorium-laboratorium kecil
yang berada di Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kota Bandar
Lampung menggunakan cara strip untuk mengukur kadar glukosa.
Pemeriksaan dengan metode GOD-PAP memiliki kelebihan, yaitu : presisi tinggi, akurasi tinggi,
spesifik, relatif bebas dari gangguan (kadar hematokrit, vitamin C, lipid, volume sampel, dan
suhu). Sedangkan kekurangannya adalah memiliki ketergantungan pada reagen, butuh sampel
darah yang banyak, pemeliharaan alat dan reagen memerlukan tempat yang khusus dan
membutuhkan biaya yang cukup mahal. Sedangkan pada cara strip memiliki kelebihan hasil
pemeriksaan dapat segera diketahui, hanya butuh sampel sedikit, tidak membutuhkan reagen
khusus, praktis dan mudah dipergunakan jadi dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa butuh
keahlian khusus. Kekurangannya adalah akurasinya belum diketahui, dan memiliki keterbatasan
yang dipengaruhi oleh kadar hematokrit, interfensi zat lain (Vitamin C, lipid, bilirubin dan
hemoglobin), suhu, volume sampel yang kurang, dan strip bukan untuk menegakkan diagnosa
klinis melainkan hanya untuk pemantauan kadar glukosa (Suryaatmadja, 2003).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui apakah ada perbedaan hasil yang
bermakna pada hasil pemeriksaan glukosa dengan metode GOD-PAP dan cara strip pada
Mahasiswa Analis Kesehatan Poltekes Kemenkes Tanjung Karang dikarenakan kedua cara ini
banyak digunakan dalam pemeriksaan kadar glukosa darah.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Berapa kadar glukosa Mahasiswa Analis Kesehatan Poltekes Kemenkes Tanjung Karang
dengan menggunakan metode GOD-PAP dan cara strip?
2. Apakah terdapat perbedaan yang bermakna dari hasil pemeriksaan glukosa dengan metode
GOD–PAP dan cara strip?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kadar glukosa Mahasiswa Analis Kesehatan Poltekes Kemenkes Tanjung
Karang dengan menggunakan metode GOD-PAP dan cara strip.
2. Mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan glukosa Mahasiswa Analis Kesehatan Poltekes
Kemenkes Tanjung Karang dengan menggunakan metode GOD-PAP dan cara strip.
D. Manfaat Penelitian
Untuk penderita penyakit gula yang menggunakan alat ukur glukosa pribadi atau strip agar
secara berkala memeriksa atau membandingkan pengukuran alatnya terhadap pengukuran
glukosa laboratorium klinik.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup masalah pada penelitian ini hanya pada pemeriksaan glukosa darah dengan
metode GOD–PAP dan cara strip pada Mahasiswa Analis kesehatan Poltekes Kemenkes Tanjung
Karang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Kepustakaan
1. Karbohidrat
Karbohidrat adalah suatu senyawa yang terdiri atas atom-atom karbon, hidrogen, dan oksigen.
Karbohidrat memiliki rumus umum (CH2O)n. Sebagai contoh, molekul glukosa mempunyai
rumus kimia C6H12O6. Karbohidrat yang berasal dari makanan, dalam tubuh mengalami
perubahan atau metabolisme. Hasil metabolisme karbohidrat antara lain glukosa yang terdapat
dalam darah, sedangkan glikogen adalah karbohidrat yang disintesis dalam hati dan
digunakan oleh sel-sel pada jaringan otot sebagai sumber energi (Poedjiadi, 2007).
Ada empat macam kelompok karbohidrat, yaitu :
a. Monosakarida
Monosakarida adalah bentuk karbohidrat paling sederhana. Monosakarida hanya memiliki
satu molekul gula sederhana. Jenis monosakarida yang paling luas dikenal masyarakat
adalah glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Dalam hal ini, istilah glukosa dalam darah sering
dipertukarkan dengan gula.
b. Disakarida
Disakarida terbentuk dari dua molekul monosakarida. Kedua molekul dihubungkan
dengan ikatan kovalen. Contoh disakarida yang populer adalah sukrosa, maltosa, dan
laktosa.
c. Oligosakarida
Oligosakarida disusun oleh 3-10 monosakarida. Contoh oligosakarida adalah raffinose (
glukosa-galaktosa-fruktosa).
d. Polisakarida
Polisakarida adalah golongan karbohidrat yang tersusun oleh lebih dari sepuluh
monosakarida. Contohnya adalah amilum dan dekstrin (Murray, 2003).
Beberapa sifat kimia karbohidrat :
a. Sifat mereduksi
Monosakarida dan beberapa disakarida mempunyai sifat dapat mereduksi, terutama dalam
suasana basa. Zat sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi
karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus
aldehida atau keton bebas dalam molekul karbohidrat (Poedjiadi, 2007).
b. Pembentukan furfural
Dalam larutan asam yang encer, walaupun dipanaskan monosakarida umumnya stabil.
Tetapi apabila dipanaskan dengan asam kuat yang pekat, monosakarida menghasilkan
furfural atau derivatnya. Reaksi pembentukan furfural ini adalah reaksi dehidrasi atau
pelepasan molekul air dari suatu senyawa (Poedjiadi, 2007).
c. Pembentukan osazon
Semua karbohidrat yang mempunyai gugus aldehida atau keton bebas akan membentuk
osazon bila dipanaskan bersama fenilhidrazin berlebih. Osazon yang terjadi mempunyai
bentuk kristal dan titik lebur yang khas bagi masing-masing karbohidrat (Poedjiadi, 2007).
d. Pembentukan ester
Adanya gugus hidroksil pada karbohidrat memungkinkan terjadinya ester apabila
direaksikan dengan asam. Monosakarida mempunyai beberapa gugus –OH dan dengan
asam fosfat dapat menghasilkan ester asam fosfat (Poedjiadi, 2007).
e. Isomerisasi
Kalau dalam larutan asam encer monosakarida dapat stabil, tidak demikian halnya apabila
monosakarida dilarutkan dalam basa encer. Glukosa dalam larutan basa encer akan
berubah sebagian menjadi fruktosa dan maltosa. Ketiga monosakarida ini ada dalam
keadaan keseimbangan. Demikian pula apabila yang dilarutkan itu fruktosa atau maltosa,
keseimbangan antara ketiga monosakarida akan tercapai juga. Reaksi ini dikenal sebagai
transformasi Lobry de Bruin Van Eckenstein (Poedjiadi, 2007).
f. Pembentukan Glikosida
Apabila glukosa direaksikan dengan metil alkohol, menghasilkan dua senyawa. Kedua
senyawa ini dapat dipisahkan satu dari yang lain dan keduanya tidak memiliki gugus
aldehida. Keadaan ini membuktikan bahwa yang menjadi pusat reaksi adalah gugus –OH
yang terikat pada atom karbon nomor 1. Senyawa yang terbentuk adalah suatu asetal dan
disebut secara umum glikosida (Poedjiadi, 2007).
g. Karamelisasi
Dengan adanya basa kuat, karbohidrat yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas
pada waktu pemanasan pecah menjadi fragmen-fragmen yang terdiri dari rantai atom C 2-
3-4 yang reaktif.
Jika tidak ada O2, maka fragmen-fragmen ini akan mengadakan kondensasi untuk
membentuk karamel. Jika ada O2 pada waktu pemanasan warna cokelat tidak terjadi karena
fragmen yang reaktip akan teroksidasi sempurna ( Sutadipura, 1978).
2. Metabolisme Karbohidrat
Pencernaan karbohidrat sudah dimulai sejak makanan masuk ke dalam mulut. Makanan
dikunyah agar menjadi bagian bagian kecil, sehingga jumlah permukaan makanan lebih luas
dan kontak dengan enzim pencernaan lebih banyak. Di dalam mulut, makanan bercampur
dengan air ludah yang mengandung enzim amilase. Enzim amilase bekerja memecah
karbohidrat rantai panjang seperti amilum dan dekstrin menjadi molekul yang lebih
sederhana. Hanya sebagian kecil karbohidrat yang dapat dicerna di dalam mulut karena
makanan hanya berada sebentar di dalam mulut(Poedjiadi, 2007).
Pencernaan di lambung :
Proses pemecahan karbohidrat diteruskan di dalam lambung, disini kerja enzim amilase dalam
air ludah dihentikan dengan adanya asam klorida yang dikeluarkan oleh lambung. Dalam
keadaan normal bahan makanan tinggal beberapa jam di dalam lambung, sementara asam
klorida dan pepsin menguraikan protein dan karbohidrat menjadi oligopeptida dan
oligosakarida. Berbeda dengan amilase dan enzim lainnya, pepsin bekerja pada suasana
sangat asam, pH 1,0- 2,5, sesuai dengan kondisi cairan lambung (Wirahadikusuma, 1985).
Pencernaan di usus halus :
Di usus halus, maltosa, sukrosa, dan laktosa yang berasal dari makanan maupun dari hasil
penguraian karbohidrat kompleks akan diubah menjadi monosakarida dengan bantuan enzim-
enzim yang terdapat di dalam usus halus ( Poedjiadi, 2007).
Maltosa maltase
2 (dua) molekul glukosa
Laktosa laktase
galaktosa dan glukosa
Sukrosa sukrose
fruktosa dan glukosa
Absorbsi :
Semua jenis karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida, proses penyerapan ini terjadi di
usus halus. Glukosa dan galaktosa memasuki aliran darah dengan jalan transfer aktif,
sedangkan fruktosa dengan jalan difusi. Para ahli sepakat bahwa karbohidrat hanya dapat
diserap dalam bentuk disakarida. Hal ini dibuktikan dengan dijumpainya maltosa, sukrosa,
dan laktosa dalam urin apabila mengkonsumsi gula dalam jumlah banyak. Akhirnya, berbagai
jenis disakarida diubah menjadi glukosa sebelum masuk proses metabolisme (Poedjiadi,
2007).
Gambar 1. Alur pencernaan karbohidrat(Wirahadikusuma, 1985).
Reaksi glikolisis
Reaksi pada proses glikolisis ada sepuluh. Reaksi pertama dalam jalur ini ialah fosforilasi
glukosa oleh ATP, yang dikatalisis oleh heksokinase. Enzim ini ditemukan dalam semua sel
dan mempunyai daya afinitas yang besar terhadap glukosa. Reaksi yang kedua ialah isomerasi
glikosa-6-fosfat menjadi fruktosa-6-fosfat. Reaksi ini adalah reaksi reversible yang
mengkatalisis perubahan suatu aldopiranosa (glukosa) menjadi suatu ketofuranosa (fruktosa).
Enzim yang mengkatalisis reaksi ini adalah fosfoglukoisomerase. Selanjutnya reaksi yang
ketiga adalah terjadinya fosforilasi fruktosa-6-fosfat menjadi fruktosa-1,6-fosfat oleh enzim
fosfofruktokinase dan memerlukan ATP sebagai sumber fosfat. Karena digunakan ATP, maka
reaksi ini irreverssibel dalam keadaan seperti yang ada dalam sel. Berikutnya pada reaksi
yang keempat, fruktosa 1,6-difosfat dipecah menjadi 2 triosa fosfat, yaitu gliseraldehid-3-
fosfat dan dihidroksiaseton fosfat. Enzim yang mengkatalis reaksi ini adalah suatu enzim dari
kelas liase dan dinamai aldose, reaksi yang dikatalisisnya reversibel. Kedua triosa fosfat dapat
berubah oleh bantuan enzim triosa fosfat isomerase(Schumm, 1993).
Pada reaksi kelima keseimbangan reaksi isomerasi ini condong ke arah dihidroksi aseton
fosfat. Akan tetapi karena gliseraldehid -3-fosfat terus-menerus diubah, maka reksi berjalan
ke arah selanjutnya. Pada reaksi keenam terjadilah oksidasi dan fosforilasi gliseraldehid-3-
fosfat dehidrogenase, yang menggunakan fosfat anorganik bukan ATP sebagai sumber fosfat.
Produk yang tarbentuk ialah suatu anhidrida campuran dari asam 3-fosfogliserat oleh asam
fosfat. Pada reaksi yang ketujuh fosfogliserakinase memindahkan ikatan fosfat kaya energi
dari 1,3-difosogliserat ke ADP sehingga tetrbentuklah 3-fosfogliserat dan ATP, pada reaksi
ini tarjadilah peristiwa fosforilasi tingkat substrat. Pada reaksi kedelapan enzim
fosfogliseromutase memindahkan fosfat yang ada di kedudukan 3 ke kedudukan 2 sehingga
terbentuklah 2-fosfogliserat. Reaksi ini menyiapkan pembentukan senyawa fosfat lain yang
juga kaya energi dan dari sini pembentukan molekul ATP. Pada reaksi yang kesembilan
enolase mengkatalisis dahidrasi 2-fosfogliseral menjadi fosfoenolpiruvat, yang juga suatu
senyawa yang kaya energi. Pada reaksi yang terakhir, senyawa ini memindahkan fosfatnya ke
ADP menghasilkan piruvat dan ATP. Reaksi yang terakhir ini dikatalisis oleh enzim piruvat
kinase(Schumm, 1993).
Daur krebs dimulai dengan pembentukan asetil KoA dari piruvat. Langkah pertama yang
dilakukan ialah membawa piruvat dari sitoplasma ke dalam matriks mitokondria. Tugas ini
dilakukan oleh suatu zat yang mengikat piruvat serta H+
dalam sitoplasma ke dalam
mitokondria. Piruvat juga dapat dibawa ke dalam mitokondria sebagai penukar ion-ion
hidroksil atau sitrat. Kemudian, piruvat dioksidasi dan dekarboksilasi untuk membentuk asetil
KoA. Oleh karena itu, jumlah dari asetil KoA langsung mempengaruhi laju keseluruhan dari
Daur Krebs, maka perubahan piruvat dari asetil KoA adalah reaksi penting yang mengatur
laju Daur Krebs(Schumm, 1993).
Reaksi perubahan piruvat menjadi KoA sebagai berikut :
Piruvat + KoA + NAD+
aseti KoA + CO2 + NADH + H+
Daur Krebs ini terdiri dari 9 reaksi kimia yang mengoksidasi 2 kabon menjadi CO2. Reaksi
yang pertama, asetil KoA mengalami kondensasi dengan oksaloasetat untuk membentuk
sitrat. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim sitrat sintase. Kemudian reaksi yang ke 2 dan 3 adalah
sitrat mengalami isomerase secara dehidrasi dan rehidrasi sehingga terbentuklah isositrat. Zat
antara dari reaksi ini ialah sis-akonitat dan pembentukan zat antara ini dikatalisis oleh enzim
akonitase(Schumm, 1993).
Pada reaksi keempat, isositrat mengalami dehidrogenase dan dekarboksilasi menjadi -
ketoglutarat oleh enzim isositrat dehidrogenase. Dalam reaksi ini, NAD menerima hidrogen
dan terbentuklah NADH dan H+. Pada reaksi kelima -ketoglutarat mengalami dekarboksilasi
dan dehidrogenase membentuk suksinil KoA. Pada reaksi yang keenam terjadilah reaksi satu-
satunya di dalam Daur Krebs yang disertai fosforilasi tingkat substart. Dari suksinil KoA
terbentuklah suksinat dan bersamaan dengan itu GDP mengalami fosforilasi menjadi GTP.
Enzim yang mengkatalisis reaksi ini yaitu suksinil KoA sintetase(Schumm, 1993).
Pada reaksi yang ketujuh suksinat mengalami dehidrokenase manjadi fumarat dan reaksi ini
memerlukan enzim suksinat dehidrogenase. Koenzim yang digunakan dalm reaksi ini adalah
FAD yang terikat erat dengan apoenzimnnya dari pada bentuk bebas seperti NAD. Dan pada
reaksi yang kedelapan fumarat kemudian menngalami hidrasi membentuk malat. Penambahan
air ini terjadi secara khas sekali karena selalu hanya L-Malat yang terbentuk. Enzim yang
mengkatalisis reaksi bolak balik ini ialah fumarase(Schumm, 1993).
Reaksi yang kesembilan yaitu memulihkan oksaloasetat yang terpakai di awal daur. Untuk ini
enzim malat dehidrogenase mengubah malat menjadi oksalo asetat dengan menggunakan
NAD sebagai penerima hidrogen(Schumm, 1993).
Reaksi pada daur kreb ialah :
Asetil KoA + 3NAD+ + FAD + GDP + Pi + 2H2O
2CO2 + 3NADH + FADH2 + GTP + 2H+ + KoA
Gambar 3. Alur daur krebs(Rodwell, 2003).
3. Glukosa Darah :
Dalam ilmu kedokteran, gula darah adalah istilah yang mengacu kepada kadar glukosa di
dalam darah. Kadar glukosa darah diatur dengan ketat di dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan
melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya, kadar glukosa
darah berada pada kadar (70-110 mg/dl) (Price, 2005).
Metabolisme glukosa yang tidak normal dapat menyebabkan :
a. Hiperglikemia
Bila kadar gula darah berada pada kadar tinggi (>110 mg/dl) disebut hiperglikemia (Price,
2005).
b. Hipoglikemia
Bila kadar glukosa terlalu terendah (< 70 mg/dl), disebut hipoglikemia (Price, 2005).
4. Metode Pengukuran Kadar Glukosa
a. Metode kimia
Sebagian besar pengukuran dengan metode kimia yang didasarkan atas kemampuan
reduksi sudah jarang dipakai karena spesifitas pemeriksaan kurang tinggi (Departemen
Kesehatan RI, 2005 ).
Prinsip pemeriksaan, yaitu proses kondensasi glukosa dengan akromatik amin dan asam
asetat glasial pada suasana panas, sehingga terbentuk senyawa berwarna hijau kemudian
diukur secara fotometri (Departemen Kesehatan RI, 2005 ).
Beberapa kelemahan atau kekurangan dari metode kimia adalah memerlukan langkah
pemeriksaan yang panjang dengan pemanasan, sehingga memungkinkan terjadinya
kesalahan besar bila dibandingkan dengan metode enzimatik. Selain itu, reagen-reagen
pada metode kimiawi ini bersifat korosif pada alat laboratorium. Dan gula selain glukosa
dapat terukur kadarnya sehingga menyebabkan hasil tinggi palsu. Pada penderita gagal
ginjal, kadar ureum tinggi akan terjadi hasil pengukuran kadar glukosa yang lebih tinggi.
Demikian juga pada bayi yang baru lahir, akan tetapi penyebabnya kadar bilirubin yang
tinggi. Peningkatan kadar glukosa pada bayi yang baru lahir karena terbentuk biliverdin
yang berwarna hijau dan pada metode kimiawi ini hasil reaksi antara glukosa dan reagen
adalah warna hijau (Departemen Kesehatan RI, 2005 ).
b. Metode enzimatik
Metode enzimatik pada pemeriksaan glukosa darah memberikan hasil dengan spesifitas
yang tinggi, karena hanya glukosa yang akan terukur. Cara ini adalah cara yang digunakan
untuk menentukan nilai batas. Ada 2 macam metode enzimatik yang digunakan yaitu
glucose oxidase dan metode hexokinase (Departemen Kesehatan RI, 2005 ).
1) Metode glucose oxidase
Metode glucose oxidase merupakan metode yang paling banyak digunakan di
laboratorium yang ada di Indonesia. Sekitar 85% dari peserta Program Nasional
Pemantapan Mutu Eksternal bidang Kimia Klinik (PNPME-K) memeriksa glukosa
serum kontrol dengan metode ini (Departemen Kesehatan RI, 2005).
Prinsip pemeriksaan pada metode ini adalah enzim glucose oxidase mengkatalisis reaksi
oksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida
yang terbentuk bereaksi dengan phenol dan 4-amino phenazone dengan bantuan enzim
peroksidase menghasilkan quinoneimine yang berwarna merah muda dan dapat diukur
dengan fotometer pada panjang gelombang 546 nm. Intensitas warna yang terbentuk
setara dengan kadar glukosa darah yang terdapat dalam sampel (Riyani, 2009).
Digunakannya enzim glucose oxidase pada reaksi pertama menyebabkan sifat reaksi
pertama spesifik untuk glukosa (Departemen Kesehatan RI, 2005).
2) Metode hexokinase
Metode hexokinase merupakan metode pengukuran kadar glukosa darah yang
dianjurkan oleh WHO dan IFCC. Baru sekitar 10% laboratorium yang ikut PNPME-K
menggunakan metode ini untuk pemeriksaan glukosa darah (Departemen Kesehatan RI,
2005).
Prinsip pemeriksaan pada metode ini adalah hexokinase akan mengkatalis reaksi
fosforilasi glukosa dengan ATP membentuk glukosa-6-fosfat dan ADP. Enzim kedua
yaitu glukosa-6-fosfat dehidrogenase akan mengkatalisis oksidasi glukosa-6-fosfat
dengan nicotinamide adenine dinocleotide phosphate (NADP+) (Departemen
Kesehatan RI, 2005).
Pada metode ini digunakan dua macam enzim yang baik karena kedua enzim ini
spesifik. Akan tetapi, metode ini membutuhkan biaya yang relatif mahal (Departemen
Kesehatan RI, 2005).
c. Cara Strip
Merupakan alat pemeriksaan laboratorium sederhana yang dirancang hanya untuk
penggunaan sampel darah kapiler, bukan untuk sampel serum atau plasma. Strip
katalisator spesifik untuk pengukuran glukosa dalam darah kapiler (Suryaatmadja, 2003).
Prinsip pemeriksaan pada metode ini adalah strip test diletakkan pada alat, ketika darah
diteteskan pada zona reaksi tes strip, katalisator glukosa akan mereduksi glukosa dalam
darah. Intensitas dari elektron yang terbentuk dalam alat strip setara dengan konsentrasi
glukosa dalam darah.
Cara strip memiliki kelebihan hasil pemeriksaan dapat segera diketahui, hanya butuh
sampel sedikit, tidak membutuhkan reagen khusus, praktis, dan mudah dipergunakan, serta
dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa butuh keahlian khusus.
Kekurangannya adalah akurasinya belum diketahui, dan memiliki keterbatasan yang
dipengaruhi oleh kadar hematokrit, interfensi zat lain (Vitamin C, lipid, dan hemoglobin),
suhu, volume sampel yang kurang, dan strip bukan untuk menegakkan diagnosa klinis
melainkan hanya untuk pemantauan kadar glukosa (Suryaatmadja, 2003).
5. Macam-macam Serum dalam Tes Glukosa
a. Glukosa sewaktu
Glukosa sewaktu adalah serum yang diambil kapan saja, tanpa mempertimbangkan
makan terakhir.
b. Glukosa puasa
Glukosa puasa adalah serum yang diambil ketika tidak ada asupan kalori selama paling
sedikit 8 jam (puasa).
c. Glukosa 2 jam setelah makan
Glukosa 2 jam setelah makan adalah pemeriksaan glukosa yang dilakukan setelah
makan (Sacher, 2004).
d. Oral glukosa
Oral glukosa toleransi test dilakukan dengan cara pemberian larutan glukosa pada
pasien yang dibuat 75 gram glukosa yang dilarutkan dalam 150 ml air atau aquades.
Sebelum pemberian larutan glukosa pasien puasa 8- 10 jam, kemudian diambil
darahnya. Pasien kemudian diberi larutan glukosa sebanyak 75gram untuk orang
dewasa ( atau 1,75 gram/KgBB untuk anak) dilarutkan dalam 250 mL air, dan harus
diminum habis dalam waktu 5 menit. Tepat 1 jam serta 2 jam setelah pemberian larutan
glukosa darah diambil dan diperiksa hasilnya, dapat pula hanya diwaktu 2 jam setelah
pemberian larutan glukosa darah diambil dan diperiksa (Suryaatmadja, 2003).
Tabel 1. Tabel nilai normal kadar glukosa (DiaSys Glucose GOD FS, 2011)
Umur Kadar Glukosa (mg/dL)
Baru lahir :
Darah tali pusar 63-158
1 Hari 36-99
2 Hari 36-89
5-14 Hari 34-77
10-28 Hari 46-81
44-52 Hari 48-79
Anak- anak :
1-6 tahun 74-127
7-19 tahun 70-106
Dewasa :
Plasma vena 70-115
6. Hormon-hormon yang Berperan dalam Menaikkan dan Menurunkan Glukosa
Darah
a. Insulin
Insulin adalah hormon yang terbentuk di sel beta pankreas, memiliki efek metabolik
meningkatkan masuknya glukosa ke dalam sel, meningkatkan penyimpanan glukosa
sebagai glikogen atau konversi menjadi asam lemak, meningkatkan sintesis protein dan
asam lemak, dan menekan perombakan protein menjadi asam amino, jaringan lemak
menjadi asam lemak bebas.
b. Somatostatin
Somatostatin adalah hormon yang terbentuk di sel D pankreas, memiliki efek metabolik
menekan pelepasan glukagon dari sel alfa (bekerja lokal), menekan pelepasan insulin,
hormon-hormon tropik gastrin dan sekretin.
c. Glukagon
Glukagon adalah hormon yang terbentuk dari sel alfa pankreas memiliki efek metabolik
meningkatkan pelepasan glukosa dari glikogen, meningkatkan sintesin glukosa dari asam
amino atau asam lemak.
d. Adrenalin
Adrenalin adalah hormon yang terbentuk di sel medulla adrenal memiliki efek metabolik
meningkatkan pelepasan glukosa dari glikogen, meningkatkan pelepasan asam lemak dari
jaringan lemak.
e. Cortisol
Cortisol adalah hormon yang terbentuk di sel cortex adrenal yang memiliki efek
metabolik meningkatkan sintesis glukosa dari asam amino atau asam lemak, dan
melawan insulin.
f. ACTH
ACTH adalah hormon yang terbentuk di sel pars anterior hipofisis yang memilki efek
metabolik meningkatkan pelepasan cortisol, meningkatkan pelepasan asam lemak dari
jaringan lemak.
g. Growth hormone Tiroxine
Growth hormone Tiroxine adalah hormon yang terbentuk di sel pars anterior hipofisis
kelenjar tiroid memiliki efek metabolik melawan insulin, meningkatkan pelepasan
glukosa dan glikogen, meningkatkan absorbsi gula-gula dari usus (Sacher, 2004).
B.
Karbohidrat dikonsumsi
Kerangka Teori
Gambar 4. Skema kerangka teori.
C. Kerangka Konsep
Berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disajikan dalam kerangka
konsep perbedaan hasil pemeriksaan glukosa dengan metode GOD- PAP dan cara strip pada
mahasiswa Analis Kesehatan Poltekes Kemenkes Tanjung Karang sebagai berikut :
Variabel penelitian
Variabel penelitian
Gambar 5. Skema kerangka konsep.
Glukosa darah
D. Definisi Operasional
Tabel 2. Definisi operasional.
No Variabel
penelitian Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
1 Metode
GOD –
PAP
Suatu metode
yang digunakan
untuk mengukur
kadar glukosa
yang
menggunakan
kerja enzim
glucose oxidase
dan peroxidase.
yang digunakan
untuk
memeriksa
kadar glukosa
darah
mahasiswa
analis kesehatan
poltekes
kemenkes
tanjung karang
Observasi Panca
indra
(mata)
Mengetahui
bentuk dan
cara
melakukan
pemeriksaan
glukosa
darah
dengan
metode
GOD – PAP
Nominal
2 Cara strip Suatu perangkat
atau instrumen
untuk mengukur
glukosa secara
analitik yang
menggunakan
biomolekul
(enzim) yang
digunakan untuk
memeriksa
kadar glukosa
darah
mahasiswa
analis kesehatan
poltekes
kemenkes
tanjung karang
observasi Panca
indra(mat) Mengetahui
bentuk dan
cara
melakukan
pemeriksaan
glukosa
darah
dengan cara
strip
Nominal
3 Kadar
glukosa Adalah jumlah
glukosa yang
ada dalam darah
mahasiswa
Analis
kesehatan
Poltekes
Kemenkes
Tanjung Karang
.
Dengan
menggunakan
metode GOD
– PAP dan
cara strip
Fotometer
MD 150
dan strip
mg/dl Ordinal
E. Hipotesis
Ada perbedaan hasil yang bermakna pada pemeriksaan glukosa dengan metode GOD-PAP
dan cara strip.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang menjelaskan karakteristik masing-
masing variabel. Dengan dua variabel penelitian yaitu variabel penelitian yang pertama kadar
glukosa darah dan variabel penelitian yang kedua metode GOD-PAP dan cara strip.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes
Tanjung Karang yang berjumlah 225 orang.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian adalah Mahasiswa Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Tanjung
Karang yang berjenis kelamin laki-laki, yaitu : 61 orang.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Klinik Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes
Kemenkes Tanjung Karang mulai bulan Maret sampai Mei 2012.
D. Alat dan Bahan untuk Pemeriksaan
1. Metode GOD-PAP
a. Alat
Fotometer MD 150, mikoropipet 5µL dan 500 µL, tip kuning dan tip biru, tabung
reaksi, tisue, centrifuge, spuit 3ml, kertas label, kapas alkohol, dan kapas kering.
b. Bahan
Sampel (serum), reagen glukosa oksidase kit/GOD kit.
2. Cara strip
a. Alat
Alat cek darah strip, auto klik, lancet, kapas alkohol, dan kapas kering.
b. Bahan
Bahan hanya terdiri dari darah kapiler.
E. Cara Kerja Penelitian
1. Sampel yang digunakan adalah seluruh Mahasiswa Analis Kesehatan yang berjenis
kelamin laki- laki dengan jumlah 61 orang.
2. Cara pengambilan sampel adalah dengan mengambil jumlah keseluruhan mahasiswa
yang berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 61 orang.
3. Metode GOD-PAP (Glukosa Oksidase Para Amino Phenazone).
Prisip kerja metode GOD-PAP adalah glukosa dioksidasi oleh glukosa oksidase (GOD)
membentuk asam glukonat dan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida yang terbentuk
bereaksi dengan phenol dan 4-amino phenazone dengan bantuan enzim peroksidase
menghasilkan quinoneimine yang berwarna merah muda dan dapat diukur dengan
fotometer pada panjang gelombang 546 nm. Intensitas warna yang terbentuk setara
dengan kadar glukosa darah yang terdapat dalam sampel.
Reaksi : Glukosa GOD
asam glukonat + 4H2O2
2H2O2 + phenol + 4-Aminophenazone POD
quinoneimine + 4H2O
(Riyani, 2009)
a. Cara pengambilan darah vena
1) Dibersihkan bagian tangan yang akan diambil darahnya tepat di bagian vena fossa
cubiti dengan kapas alkohol 70% dan dibiarkan hingga mengering.
2) Dipasang tourniquet tiga jari di atas lipatan siku. Pemasangan tourniquet tidak boleh
lebih dari 1 menit, hal ini menjaga terjadinya hemokonsentrasi. Untuk pengambilan
darah vena pasien diminta untuk membuka dan menutup genggaman beberapa kali.
3) Ditegangkan bagian kulit di atas vena dengan jari-jari tangan kiri supaya vena tidak
bergerak.
4) Ditusuk vena dengan spuit, lubang jarum menghadap ke atas dengan sudut
kemiringan antara jarum dan kulit 150.
5) Dilepaskan atau diregangkan torniquet secara perlahan dan ditarik penghisap spuit
sampai didapat jumlah darah yang dikehendaki.
6) Diletakkan kapas kering di atas jarum dan ditarik jarum secara perlahan lalu ditekan
tempat bekas penusukan jarum beberapa saat.
7) Dipindahkan darah dari dalam spuit ke dalam wadah lalu dibuang spuit
(Gandasoebrata, 2007).
b. Cara pembuatan serum.
1) Diambil darah vena sebanyak 3 ml.
2) Disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 1500 rpm.
3) Dipisahkan antara sel darah merah dengan serum dan diambil serumnya.
c. Cara pemakaian Photometer.
1) Dihubungkan photometer dengan arus listrik.
2) Ditekan tombol power pada posisi ON (posisi tombol power di kanan belakang).
3) Setelah aktif, alat akan melakukan start up. Setelah selesai alat meminta untuk
dihisapkan aquadest, pada layar tampak “ Destiled Water Test. Please asprirate!”
4) Diletakkan botol aquadest pada “pipette” lalu ditekan “aspiratingkey/sipper”,
aquadest akan terhisap.
5) Alat akan membaca aquadest, setelah selesai akan muncul menu utama yang terdiri
dari : “Test”,”Records”,”System”,”power”,”Off”.
6) Dari menu dipilih “Test”
7) Lalu dipilih “Select Test” dipilih/klik/blok test yang akan dilakukan.
8) Selanjutnya akan tampak “Test Parameter”, lalu diisi semua text box yang tampak.
Pengisian disesuaikan dengan aplikasi reagensia yang dipakai.
9) Digunakan Mouse dan Virtual Keyboard yang terlihat pada layar untuk melakukan
pengisian.
10) Dipilih “Test” untuk memeriksa sampel dari menu
11) Akan tampak pilihan test (menu “Select Test”) dipilih/klik/block test yang ingin
diprogram (glukosa/Glu) klik “OK”.
12) Alat akan menyesuaikan dengan program yang akan dibaca. Lalu diikuti petunjuk
yang tertulis berwarna biru di atas grafik.
13) Setelah suhu stabil photometer akan meminta membaca aquades.
14) Diklik Cal (calibrasi) untuk membaca STD (standar) dan diklik QC untuk
membaca QC (Quality Control). Untuk membaca sampel (SPL) langsung saja.
15) Setelah selesai, hasil pemeriksaan akan secara otomatis tercetak.
16) Diletakkan botol aquadest pada “Pipette” setelah selesai melakukan pemeriksaan,
lalu dipilih/klik “Rinse” selama beberapa detik untuk proses pembilasan dipilih
/klik “Rinse” lagi dan diambil kembali botol aquadest.
17) Dipilih/klik “Back” sampai muncul kembali menu utama yang terdiri dari :
“Test”,”Record”,”System”,”Power Off”
18) Dipilih/klik “Power Off”
19) Ditekan tombol power pada posisi Off. Posisi tombol power di kanan belakang
(MD150 Biochemistry Analyzer, 2009)
d. Cara pemeriksaan sampel.
Tabel 3. Tabel cara kerja
Blanko QC Standar Sampel
QC - 5 µL
Standar - - 5 µL -
Sampel - - 5 µL
Larutan
kerja/reagen
500 µL 500 µL 500 µL 500 µL
Catatan : QC ( 82,8 – 114)
1) Dihomogenkan
2) Diinkubasi selama 20 menit pada suhu 20-25oC
3) Dibaca hasilnya dengan fotometer pada panjang gelombang 546 nm.
4. Cara strip
Prinsip kerjanya adalah pemeriksaan ini menggunakan prinsip dasar biosensor (enzim).
Strip test diletakkan pada alat, ketika darah diteteskan pada zona reaksi tes strip,
katalisator glukosa akan mengoksidasi glukosa dalam darah. Intensitas dari elektron yang
terbentuk dalam alat strip setara dengan konsentrasi glukosa dalam darah (Suryaatmadja,
2003).
Cara pemeriksaan sampel :
a. Dimasukkan baterai dan diaktifkan alat.
b. Diatur jam, tanggal, dan tahun pada alat.
c. Diambil chip warna kuning dan dimasukan ke dalam alat untuk cek alat.
d. Apabila pada layar muncul “ERROR” artinya alat rusak.
e. Apabila pada layar muncul “OK” artinya alat siap dipakai.
f. Setiap botol strip pada gula darah, asam urat, dan kolestrol terdapat chip test.
g. Dimasukan chip gula dan strip gula terlebih dahulu untuk cek kadar gula darah.
h. Pada layar akan muncul angka atau kode sesuai pada botol strip.
i. Setelah itu akan muncul gambar tetes darah dan kedip-kedip .
j. Dimasukan jarum pada autoclik dan atur kedalaman jarum.
k. Dibersihkan jari menggunakan tisu alkohol.
l. Ditusukkan jarum pada jari dan ditekan supaya darah keluar.
m. Disentuhkan darah pada strip dan bukan diteteskan di atas strip alat test darah Easy
Touch. Disentuh pada bagian garis yang ada tanda panah
n. Darah akan langsung meresap sampai ujung strip dan bunyi beep.
o. Ditunggu sebentar, dan hasil akan keluar beberapa detik pada layar.
p. Dibuang jarum dan strip yang telah digunakan.
q. Disimpan kembali chip gula ke botol (Musyaffa, 2010).
F. Alur Penelitian
Pengambilan sampel darah
vena
Pengambilan sampel darah
kapiler
Gambar 6. Skema alur penelitian
G. Pengumpulan Data
Data yang dipergunakan adalah data primer, yang diperoleh dari hasil pemeriksaan kadar
glukosa dengan metode GOD – PAP dan cara strip.
H. Analisis Data
Hasil yang diperoleh dikali 1,15
untuk menyetarakan hasil dari
metode GOD-PAP
Perhitungan selisih hasil
pemeriksaan glukosa
1. Analisis univariat
Bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel, seperti
rata-rata selisih hasil pemeriksaan dan standar deviasi. Peda penelitian ini didapat data
numerik sehingga digunakan nilai rata-rata atau mean, dan standar deviasi (Notoatmodjo,
2010).
2. Analisis bivariat
Setelah dilakukan analisis univariat maka dapat dilanjutkan dengan analisis bivariat.
Dalam penelitian ini dilakukan uji statistik (t test), untuk melihat ada perbedaan yang
bermakna atau tidak dari metode GOD – PAP dan cara strip.
Tabel 4. Tabel analisa data hasil pemeriksaan glukosa.
No Kadar glukosa
dengan metode
GOD-PAP
Kadar glukosa
dengan cara
strip
d ( selisih dari hasil
pemeriksaan
dengan metode
GOD- PAP)
d2
1 2 3 4 5 N ∑
Selisih rata- rata ( ) =
Standar deviasi ( Sd) =
Standar eror ( SE ) =
t hitung = (Tjokronegoro, 1981)
Pada penelitian ini menggunakan derajat kepercayaan 95%.
Setelah nilai t hitung didapat maka nilai tersebut dilihat pada tabel t distribusi, kemudian
dilihat nilai probabilitasnya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pemeriksaan dari 61 sampel darah mahasiswa analis kesehatan Poltekkes
Kemenkes Tanjung Karang yang berjenis kelamin laki- laki, terdapat perbedaan hasil antara
pemeriksaan glukosa dengan metode GOD-PAP dan cara strip.
Hasil analisis data univariat untuk memperoleh kadar glukosa rata- rata, kadar glukosa maksimal,
kadar glukosa minimal, serta standar deviasi yang diperiksa dengan metode GOD-PAP dan cara
strip. Rata- rata kadar glukosa yang diperiksa dengan metode GOD-PAP adalah 114 mg/dl, kadar
maksimal adalah 209 mg/dl, kadar minimalnya adalah 73 mg/dl, dan kadar glukosa rata- rata
yang diperiksa dengan cara strip adalah 103 mg/dl, kadar maksimalnya adalah 198 mg/dl, kadar
minimalnya adalah 70 mg/dl. Nilai standar deviasi (Sd) dari seluruh sampel adalah 4,663. Untuk
analisis data bivariat dihitung menggunakan uji statistik ( t) dengan tingkat selang kepercayaan
95% dan diperoleh hasil nilai (t ) hitung sebesar 17,269 sedangkan (t ) tabel sebesar 2,00. Dari
hasil tersebut ( t) hitung > (t) tabel, maka H1 diterima yaitu ada perbedaan hasil yang bermakna
pada pemeriksaan glukosa dengan metode GOD-PAP dan cara strip.
B. Pembahasan
Dari hasil pemeriksaan kadar glukosa terhadap 61 sampel mahasiswa laki- laki di jurusan Analis
Kesehatan Poltekkes Kemenkes Tanjung Karang dengan menggunakan metode GOD-PAP dan
cara strip dapat diketahui hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan tingkat perbedaan yang
bermakna ( t hitung > t tabel).
Dari hasil ini menunjukkan bahwa pemeriksaan dengan menggunakan strip tidak dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosa laboratorium, melainkan hanya untuk kontrol bagi
penderita diabetes. Cara strip bila digunakan untuk diagnosa laboratorium cendrung
menunjukkan hasil yang rendah palsu. Hasil yang rendah palsu ini dapat mempengaruhi
kesimpulan diagnosis pada pasien yang kadar glukosa berada pada batas maksimal atau
minimal. Sedangkan kesimpulan dari diagnosis tersebut sangat berpengaruh terhadap pola
penanganan pasien, jadi diagnosis laboratorium harus menggunakan metode dan alat yang dapat
menghasilkan hasil yang valid.
Pada dasar nya metode yang digunakan pada strip adalah metode enzimatik sama seperti metode
GOD-PAP. Akan tetapi alat yang digunakan untuk membaca hasil reaksi yang berbeda. Pada
metode GOD-PAP alat yang digunakan adalah fotometer, pada fotometer dapat dilakukan
kontrol dan presisi, akurasinya dapat diketahui sehingga hasilnya valid. Pada strip alat yang
digunakan adalah strip, pada strip tidak dapat dilakukan kontrol, presisi dan akurasinya tidak
diketahui.
Perbedaan hasil pemeriksaan kadar glukosa antara metode GOD-PAP dan cara strip
dimungkinkan karena terjadi kadar hematokrit yang ada dalam darah lengkap. Kadar hematokrit
yang rendah akan secara semu meningkatkan hasil pengukuran, begitu juga sebaliknya. Kadar
hematokrit ini hanya dapat berpengaruh pada pemeriksaan dengan menggunakan sampel darah
lengkap seperti pada cara strip (Sacher, 2004).
Antara serum dan darah lengkap memiliki kadar glukosa yang berbeda. Karena pada darah
lengkap terdapat eritrosit, dan eritrosit memiliki kadar protein (hemoglobin) yang lebih tinggi
dari pada serum, dan protein tersebut bersifat reduktor yang dapat mereduksi katalisator glukosa.
Sedangkan dalam serum tidak terdapat banyak eritrosit serta kadar air dalam serum lebih tinggi
sehingga bila dibandingkan dengan darah lengkap, serum lebih banyak melarutkan glukosa
(Sacher, 2004).
Dalam penelitian ini kadar glukosa yang didapat dari sampel darah lengkap telah dikalikan
dengan 1,15 untuk menyetarakan hasil dengan yang menggunakan sampel serum.
Akan tetapi tetap terjadi perbedaan hasil, hal ini dimungkinkan karena adanya gangguan dari zat
lain yang bersifat reduktor dalam jumlah yang banyak. Zat yang bersifat reduktor ini dapat
mengganggu reaksi glukosa oksidase karena zat tersebut mengikat H2O2 sehingga mengganggu
reaksi selanjutnya dan menyebabkan hasil rendah palsu (Suryaatmadja, 2003).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar glukosa dengan metode GOD-PAP dan cara strip pada
mahasiswa Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Tanjung Karang, maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Kadar glukosa rata- rata yang didapat dengan menggunakan metode GOD-PAP adalah
114 mg/dl, sedangkan pada cara strip 103 mg/dl.
2. Ada perbedaan yang bermakna dari hasil pemeriksaan kadar glukosa antara metode
GOD-PAP dan cara strip.
B. Saran
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, maka penulis menyarankan:
1. Kepada pihak medis khususnya analis kesehatan agar tidak menggunakan strip sebagai alat yang
digunakan untuk melakukan diagnosa laboratorium.
2. Kepada masyarakat khusunya penderita diabetes yang menggunakan strip, agar secara berkala
memeriksakan kadar glukosanya ke laboratorium klinik untuk mengetahui kerja strip apakah
masih baik atau tidak.
3. Untuk penelitian lebih lanjut, dilakukan penelitian dengan menggunakan kriteria sampel yang
memperhatikan faktor-faktor pengganggu reaksi glukosa.
DAFTAR PUSTAKA
A.Price, Sylvia; M.Wilson, Lorraine, 2005, Patofisiologi, EGC, Jakarta.
A.Sacher, Ronald; A. Mcpherson , Richard, 2004, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, EGC, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2005, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Untuk Penyakit
Diabetes Melitus, Jakarta.
Djaeni Sediaoetama, Achmad, 1989, Ilmu Gizi, Dian Rakyat, Jakarta.
DiaSys Diagnostic System GmbH, 2011, Jerman.
MD150 Biochemistry Analyzer, 2009, Jakarta.
Gandasoebrata. R, 2007, Penuntun Laboratorium Klinik, Dian Rakyat, Jakarta.
Musyafallab. Ripani, 2010, http://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2010/12/biosensor-glukosa-
darah.html,musyaffalb.rifani,2010
Notoatmodjo. Soekidjo, 2010, Metode Penelitian Kesehatan, PT RIENEKA CIPTA, Jakarta.
Poedjiadi, Anna; Titin Supriyanti, F.M, 2007, Dasar – Dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta.
Riyani, Ani, 2009, Penuntun Praktikum Kimia Klinik II, Analis Kesehatan Bandung, Bandung.
Rodwell, Peter A, 2003, Biokimia Harper, Edisi 25, EGC, Jakarta.
Schum, Dorothy E, 1993, Intisari Biokimia, Bina Putra Aksara, Jakarta.
Suryaatmadja, Marzuki, 2003, Pendidikan Berkesinambungan Patolohi Klinik 2003, Bagian
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Sutadipura, Nugraha, 1978, penuntun praktikum biokimia, Fakultas Kedokteran UNPAD,
Bandung.
Tjokronegoro, Arjatmo, 1981, Dasar Dasar Metodologi Riset Ilmu Kedokteran, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Konsorsium Ilmu Kedokteran, Jakarta.
Wirahadikusuma, Muhamad, 1985, Biokimia Mutu Energi, Karbohidrat, Lipid, ITB, Bandung.