25
Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia Toddler antara Ibu berusia Remaja yang Mengalami Kehamilan Terencana dan Kehamilan di Luar Pernikahan Yasmine Nur Edwina dan Rini Hildayani Program Studi Sarjana, Fakultas Psikologi [email protected] Abstrak Skripsi ini membahas mengenai perbedaan perilaku nurturing dalam interaksi ibu-anak usia toddler antara ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan terencana dan ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan di luar pernikahan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode observasi sebagai metode pengambilan datanya. Alat ukur Marschack Interaction Method Rating System (O’Connor, Ammen, Hitchcok, & Backman, 2001) digunakan untuk mengkuantifikasikan hasil observasi. Dengan menggunakan pengujian statistik Independent Sample t-Test, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang siginifikan pada skor rata-rata perilaku nurturing dalam interaksi ibu-anak usia toddler antara ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan terencana dan kehamilan di luar pernikahan (t(58) = - 0,021, p < 0,05). Kedua kelompok memperoleh skor rata-rata perilaku nurturing yang cenderung rendah. Selain itu, terdapat faktor lain yang dapat membedakan perilaku nurturing dari ibu berusia remaja, yaitu usia ibu, pendidikan terakhir, dan status sosial ekonomi The Differences of Nurturing Behavior in Mother-Child Interaction between Planned Pregnancy Adolescent Mother and Premarital Pregnancy Adolescent Mother with Toddler Abstract The focus of this study is to differentiate the nurturing behavior in mother-toddler interaction between planned pregnancy adolescent mother and premarital pregnancy adolescent mother. This study used observation method in collecting the data. As this study is a quantitative research, The Marschak Interaction Method Rating System (O’Connor, Ammen, Hitchcock, & Backman, 2001) is used to quantify the result of observation. Using the Independent Sample t-Test, result shows that there is no significant differences of nurturing behavior in mother- child interaction between planned pregnancy adolescent mother and premarital pregnancy adolescent mother with toddler (t(58) = - 0,021, p < 0,05). Both of them have a low score in nurturing behavior. Furthermore, maternal age, maternal education, and socioeconomic status (SES) could differentiate the nurturing behavior of adolescent mother. Key words: adolescent mother; mother-child interaction; nurturing behavior; planned pregnancy; premarital pregnancy; toddler Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia Toddler

antara Ibu berusia Remaja yang Mengalami Kehamilan Terencana dan

Kehamilan di Luar Pernikahan

Yasmine Nur Edwina dan Rini Hildayani

Program Studi Sarjana, Fakultas Psikologi

[email protected]

Abstrak

Skripsi ini membahas mengenai perbedaan perilaku nurturing dalam interaksi ibu-anak usia

toddler antara ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan terencana dan ibu berusia

remaja yang mengalami kehamilan di luar pernikahan. Penelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif dengan menggunakan metode observasi sebagai metode pengambilan datanya.

Alat ukur Marschack Interaction Method Rating System (O’Connor, Ammen, Hitchcok, &

Backman, 2001) digunakan untuk mengkuantifikasikan hasil observasi. Dengan

menggunakan pengujian statistik Independent Sample t-Test, hasil penelitian menunjukkan

bahwa tidak terdapat perbedaan yang siginifikan pada skor rata-rata perilaku nurturing

dalam interaksi ibu-anak usia toddler antara ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan

terencana dan kehamilan di luar pernikahan (t(58) = - 0,021, p < 0,05). Kedua kelompok

memperoleh skor rata-rata perilaku nurturing yang cenderung rendah. Selain itu, terdapat

faktor lain yang dapat membedakan perilaku nurturing dari ibu berusia remaja, yaitu usia

ibu, pendidikan terakhir, dan status sosial ekonomi

The Differences of Nurturing Behavior in Mother-Child Interaction between

Planned Pregnancy Adolescent Mother and Premarital Pregnancy Adolescent

Mother with Toddler

Abstract

The focus of this study is to differentiate the nurturing behavior in mother-toddler interaction between planned

pregnancy adolescent mother and premarital pregnancy adolescent mother. This study used observation method

in collecting the data. As this study is a quantitative research, The Marschak Interaction Method Rating System

(O’Connor, Ammen, Hitchcock, & Backman, 2001) is used to quantify the result of observation. Using the

Independent Sample t-Test, result shows that there is no significant differences of nurturing behavior in mother-

child interaction between planned pregnancy adolescent mother and premarital pregnancy adolescent mother

with toddler (t(58) = - 0,021, p < 0,05). Both of them have a low score in nurturing behavior. Furthermore,

maternal age, maternal education, and socioeconomic status (SES) could differentiate the nurturing behavior of

adolescent mother.

Key words:

adolescent mother; mother-child interaction; nurturing behavior; planned pregnancy; premarital pregnancy;

toddler

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 2: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

1

Pendahuluan

Saat ini, fenomena kehamilan pada remaja merupakan salah satu fenomena sosial yang

patut untuk ditinjau lebih lanjut karena jumlah kasus tersebut sudah mengalami peningkatan.

Menurut WHO (2012), 16 juta remaja perempuan di dunia melahirkan setiap tahunnya.

Sembilan puluh lima persen kasus kehamilan pada remaja di dunia tersebut terjadi di negara

berkembang. Indonesia, yang termasuk sebagai negara berkembang, memang mengalami

peningkatan pada kasus kehamilan dan kelahiran oleh remaja. Dalam sebuah artikel berjudul

“Jumlah Pernikahan Dini Indonesia Terbanyak Kedua di ASEAN” (Albasit, 2013), Deputi

Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga dari Badan Kependudukan dan

Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Sudibyo Alimoeso menyatakan bahwa pada tahun

2007 – 2012, di Indonesia terjadi peningkatan kelahiran pada remaja usia 15 – 19 tahun dari

angka 35 per 1000 kelahiran hidup menjadi 45 per 1000 kelahiran hidup.

Kehamilan pada remaja dapat dikaitkan dengan beberapa isu, di antaranya adalah isu

seksualitas pada remaja, seks di luar pernikahan, dan kehamilan yang tidak direncanakan

(Meyers, 2004). Sehubungan dengan adanya isu seksualitas pada remaja, tahap perkembangan

remaja memang merupakan landasan dari perkembangan seksual individu, ditandai dengan

adanya keinginan pada diri sendiri dan orang lain untuk melakukan aktivitas seksual secara

sadar dan tanpa ada paksaan. Adanya impulsivitas yang tinggi di kalangan remaja pun

membuat para remaja secara aktif mencoba melakukan aktivitas seksual (Westman, 2009). Di

Indonesia, kurangnya pengetahuan mengenai seksualitas, alat kontrasepsi, dan kehamilan

mengakibatkan tingginya aktivitas seksual para remaja yang menimbulkan adanya kehamilan

di luar nikah pada remaja (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI, 2010).

Kehamilan di luar pernikahan bukanlah satu satunya penyebab munculnya kehamilan

pada remaja. Kehamilan pada remaja dapat pula terjadi karena adanya perencanaan (planned

pregnancy) (Meyers, 2004). Menurut Dairo, selaku penasehat program dan teknis senior

untuk kesehatan reproduksi perempuan pada Dana Kependudukan PBB (dalam de Capua,

2013), adanya keinginan secara sukarela untuk menikah di usia remaja atau disebut dengan

pernikahan dini dapat menjadi penyebab munculnya kehamilan pada remaja. Adanya budaya

menikah dini di masyarakat setempat adalah salah satu penyebab dari munculnya keinginan

untuk menikah pada remaja di Indonesia (BKKBN, 2012). Berdasarkan hasil wawancara

dengan bidan Novida (7 Mei 2014, komunikasi personal), di desa Hambaro, Leuwiliang,

kabupaten Bogor, mayoritas remaja memilih menikah dini karena orangtua pun mendukung

anak-anaknya untuk menikah secepatnya. Beberapa tujuannya adalah untuk menghindari zina

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 3: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

2

dan memperbaiki keadaan ekonomi keluarga. Berkaitan dengan adanya pernikahan dini,

BKKBN (2012) memaparkan bahwa Indonesia merupakan negara tertinggi kedua perihal

kasus pernikahan dini terbanyak di tingkat ASEAN. Adanya peningkatan angka pernikahan

dini pun dianggap sebagai penyebab dari tingginya angka kelahiran pada remaja di Indonesia

(Albasit, 2013). Dengan adanya keinginan secara sukarela untuk menikah di usia remaja,

kehamilan pada remaja pun dapat terjadi karena adanya kehamilan yang terencana (planned

pregnancy) dalam pernikahan dini.

Remaja yang mengalami kehamilan yang terencana tentu akan berperan sebagai

seorang ibu setelah anaknya dilahirkan. Di sisi lain, pada remaja yang mengalami kehamilan

di luar penikahan, terdapat beberapa pilihan terkait dengan kehamilan yang sedang

dialaminya. Mereka dapat memilih untuk melakukan aborsi, melahirkan dan membesarkan

anaknya sendiri, atau melahirkan dan membiarkan anaknya untuk diadopsi oleh orang lain

(Steinberg, 2002). Jika remaja perempuan tersebut memilih untuk melahirkan anaknya, ia pun

akan memiliki peran sebagai seorang ibu. Jadi, kehamilan pada remaja, baik itu disebabkan

oleh kehamilan yang direncanakan ataupun kehamilan di luar pernikahan akan berdampak

pada munculnya sosok ibu yang masih berusia remaja (adolescent mother).

Para remaja yang memiliki peran sebagai seorang ibu, tentu saja harus menjalankan

peran-peran sebagai orangtua dengan semestinya. Sebagai orangtua, ibu berusia remaja

berperan untuk merawat dan menjaga anak serta terlibat dalam kegiatan yang menuntu

pemberian perhatian dan kebutuhan anak, seperti kegiatan memberi makan, mengganti popok,

dan memandikan anak (Brooks 2008; Barnard & Solchany, 2002). Hal tersebut penting untuk

dilakukan oleh ibu karena sosok ibu diharapkan dapat menjadi figur utama yang dapat

menjadi tempat bergantung anak-anaknya (Brooks, 2008). Menurut Brooks (2008), pada

proses pengasuhan, ibu akan terlibat dalam interaksi antara orangtua dan anak. Interaksi

antara ibu dan anak adalah hubungan timbal balik antara ibu dan anak dengan melibatkan

peran dari masing-masing pihak (Fiese, 1990). Interaksi yang positif antara ibu dan anak

dapat mempengaruhi perkembangan psikososial anak dan membantu pembentukan secure

attachment antara anak dan ibu.

Menurut Jernberg (1991), interaksi ibu-anak dapat dilihat dari kemampuan ibu dalam

empat hal, yaitu nurture, structure, engage, dan challenge. Nurture merupakan domain yang

mengukur kemampuan ibu untuk memberikan perhatian dan dukungan terhadap anak,

memenuhi kebutuhan dasar dari anak, dan menerima bahwa anak memerlukan waktu untuk

dapat tumbuh. Structure adalah domain yang mengukur kemampuan ibu dalam menentukan

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 4: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

3

batasan bagi anak, memberikan instruksi kepada anak, dan membuat anak dapat menuruti

arahan dari ibunya. Domain berikutnya, yaitu engage, adalah domain yang mengukur

kemampuan ibu untuk berinteraksi, terlibat, dan bekerja sama dalam kegiatan yang anak

lakukan, serta menyesuaikan diri dengan aksi dan reaksi dari anak. Terakhir, challenge adalah

domain yang mengukur kemampuan ibu dalam memberikan dorongan dan stimulasi untuk

perkembangan anak yang disesuaikan dengan usia anak.

Dari empat domain interaksi ibu dan anak yang telah disebutkan, nurture merupakan

domain yang terpenting. Ketiga domain lainnya, yaitu structure, engage, dan challenge dapat

berjalan dengan baik jika dilandasi dengan adanya domain nurture. Nurture merupakan

domain yang penting, terutama bagi anak-anak yang tahap perkembangannya masih berada di

tahap perkembangan infant dan toddler, yaitu usia 0 – 36 bulan. Galiensky (dalam Martin &

Colbert, 1997) menyebutkan bahwa orangtua yang memiliki anak usia toddler masih berada

pada tahap nurturing stage, yaitu tahap kedua dalam perkembangan orangtua yang tugas

utamanya adalah pembentukan attachment dengan anak. Seperti yang juga dikemukakan oleh

Brooks (2008), perilaku nurturing dapat membantu pembentukan secure attachment. Secara

khusus, pada anak usia toddler, mempertahankan attachment pun merupakan salah satu

orientasi yang penting dalam perkembangannya (Davies, 1999). Secure attachment

merupakan landasan bagi terbentuknya rasa aman (secure base) bagi anak usia toddler agar

ke depannya anak dapat melakukan eksplorasi lingkungan (Ainsworth, dalam Flaherty &

Sadler, 2011). Hal-hal tersebut semakin memperkuat bahwa perilaku nurturing penting

diberikan kepada anak-anak di usia toddler, terutama untuk membantu mempertahankan

secure attachment antara orangtua dan anak.

Sekali pun perilaku nurturing penting, tidak semua orangtua dapat menunjukkan

perilaku nurturing kepada anak. Hal tersebut sering kali terjadi pada ibu berusia remaja dan

anaknya (Flaherty & Sadler, 2011). Ibu berusia remaja mengalami kesulitan dalam

memberikan nurturing care pada anak, ditandai dengan sikap ibu yang kurang sensitif dan

responsif terhadap tanda-tanda yang diberikan oleh anak saat bermain bebas dan kurang

responsif secara emosional serta melakukan pengabaian terhadap anak (Barnard & Solcany,

2002; East & Felice, 1996; McLoyd, 1990). Kurangnya perilaku nurturing pada ibu berusia

remaja, menimbulkan dampak tersendiri bagi anak, yaitu secure attachment antara anak dan

orangtua tidak terbentuk. Westman (2009) menyebutkan bahwa anak dari ibu berusia remaja

cenderung memiliki insecure dan disorganized attachment dengan ibunya. Kemudian, studi

lain pada pasangan ibu berusia remaja dan anak menunjukkan bahwa hanya terdapat 30%

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 5: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

4

anak usia satu tahun yang memiliki secure attachment dengan ibunya (Lounds, Borkowski,

Whitman, Maxwell, & Weed, 2005). Hal-hal tersebut memberikan kesan bahwa ibu berusia

remaja memang kurang menunjukkan perilaku nurturing kepada anaknya.

Kesulitan yang dialami ibu berusia remaja dalam menunjukkan perilaku nurturing

kepada anak bisa disebabkan oleh tugas perkembangan remaja yang sedang dijalaninya

(Sadler & Cowlin, 2003). Jika dikaitkan dengan perkembangan psikososial dan kognitif,

pencarian identitas merupakan isu penting pada tugas perkembangan remaja sehingga tingkah

laku para ibu berusia remaja cenderung masih bersifat self-centeredness dan sikap

egosentrisme pada remaja memuncak (Westman, 2009; Papalia, Olds, & Feldman, 2009;

Adam & Jones, dalam Elster, McAnarney, & Lamb, 1983). Kedua hal tersebut membuat ibu

berusia remaja cenderung lebih memperhatikan kebutuhan dirinya sendiri dibandingkan

dengan kebutuhan anaknya, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan kehangatan dari seorang ibu

(Parke, 2002; Elster, McAnarney, & Lamb, 1983).

Dengan adanya karakteristik-karakteristik negatif pada ibu berusia remaja, bukan

berarti seluruh ibu berusia remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang negatif terhadap

anaknya. Studi yang dilakukan oleh Family Planning and Contraceptive Research, University

of Chicago (2011) mengenai interaksi ibu-anak pada ibu berusia remaja menunjukkan adanya

interaksi yang positif antara ibu dan bayi. Selain itu, para ibu berusia remaja dalam penelitian

tersebut mengatakan bahwa mereka menikmati perannya sebagai seorang ibu karena memiliki

kesempatan untuk mengajari anaknya dan melihat langsung perkembangan dan pertumbuhan

dari anaknya.

Sekalipun terdapat perbedaan hasil, studi dari Family Planning Contraceptive

Research (2011) memiliki suatu limitasi. Studi tersebut menggunakan metode wawancara

dalam pengambilan datanya. Peneliti pada studi tersebut menyatakan bahwa hal tersebut

merupakan limitasi dari penelitiannya karena terdapat kemungkinan adanya ketidaksesuaian

antara yang disebutkan oleh partisipan saat wawancara dan perilaku pada saat interaksi ibu-

anak yang sebenarnya. Menurut Furstenberg, Brooks-Gun, dan Morgan (1987), limitasi lain

dari studi mengenai ibu berusia remaja adalah adanya pengabaian terhadap keberagaman latar

belakang kehidupan yang dimiliki oleh ibu berusia remaja. Salah satu keberagaman yang ada

pada ibu berusia remaja adalah status perencanaan kehamilan.

Status perencanaan kehamilan pada remaja dapat terbagi menjadi dua, yaitu kehamilan

yang terencana (planned pregnancy) dan kehamilan yang tidak terencana (unplanned

pregnancy), dalam hal ini kehamilan yang dimaksud adalah kehamilan di luar pernikahan

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 6: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

5

(premarital pregnancy). Di Indonesia, remaja perempuan yang mengalami kehamilan

terencana mendapatkan dukungan dari pasangan dan pihak keluarga dalam menjalankan

kehamilan dan melakukan pengasuhan anak karena sejak awal pihak keluarga telah

mendukung adanya pernikahan pada remaja tersebut. Adanya dukungan dari pasangan dan

keluarga membuat remaja perempuan bisa lebih menghayati peran sebagai ibu (Laghi,

Baumgartner, Riccio, Bohr, & Dhayanandhan, 2013). Adanya perencanaan pada kehamilan

pun membuat seorang ibu akan lebih menunjukkan perilaku prenatal care sejak kehamilan

dimulai, seperti tidak merokok. Selain itu, setelah anak lahir ibu pun akan menunjukkan

perilaku menyusui Air Susu Ibu (ASI) kepada anak (Joyce, Kaestner, & Korenman, 2000).

Jika remaja yang mengalami kehamilan terencana mendapatkan dukungan dari pasangan dan

pihak keluarga, remaja yang mengalami kehamilan di luar pernikahan tidak mendapatkan

dukungan dari pihak keluarga, melainkan mendapatkan pandangan yang negatif dari keluarga

(Prihadiani, 2000). Berdasarkan penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Prihadiani (2000),

diketahui pula bahwa salah satu sumber stres pada ibu berusia remaja yang mengalami

kehamilan di luar pernikahan adalah adanya peran baru sebagai orangtua. Ibu berusia remaja

tersebut merasa tidak siap dengan peran sebagai ibu karena belum pernah berhadapan dengan

anak kecil dan hanya memiliki sedikit pengetahuan mengenai perkembangan anak. Mereka

merasa stres dengan rutinitas pengasuhan anak, seperti memandikan anak dan bangun di

malam hari untuk menyusui anak (Prihadiani, 2000; Dewi, 2005).

Adanya hasil-hasil penelitian mengenai status perencanaan kehamilan menjadi

landasan asumsi bagi peneliti bahwa terdapat perbedaan perilaku nurturing pada ibu berusia

remaja yang mengalami kehamilan terencana dan kehamilan tidak terencana, dalam hal ini

kehamilan di luar pernikahan. Adanya asumsi tersebut, perbedaan hasil-hasil studi mengenai

ibu berusia remaja, dan keberagaman latar belakang ibu berusia remaja, membuat peneliti

tertarik untuk meninjau kembali gambaran perilaku nurturing dalam interaksi ibu-anak yang

dilakukan ibu berusia remaja terhadap anaknya yang berusia toddler dengan melakukan

perbandingan antara ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan terencana dan ibu berusia

remaja yang mengalami kehamilan di luar pernikahan. Perilaku nurturing dipilih karena

perilaku tersebut dapat membantu anak usia toddler (12 – 36 bulan) mempertahankan

attachment dengan ibu dan membentuk secure base.

Dengan demikian, muncul satu rumusan masalah dari penelitian ini, yaitu apakah

terdapat perbedaan perilaku nurturing dalam interaksi ibu-anak usia toddler antara ibu berusia

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 7: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

6

remaja yang mengalami kehamilan terencana dan kehamilan di luar pernikahan?. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perilaku nurturing antara dua kelompok tersebut.

Tinjauan Teoritis

Interaksi Orangtua-Anak

Interaksi orangtua dan anak dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara

orangtua dan anak dengan melibatkan peran masing-masing (Fiese, 1990). Interaksi antara

orangtua dan anak melibatkan adanya timbal balik dari kedua belah pihak sehingga

hubungannya bersifat mutualisme (Barnard & Solcany, 2002). Menurut Jernberg (1991)

terdapat empat domain dari interaksi ibu-anak, yaitu structure, challenge, engagement, dan

nurture. Dari keempat domain tersebut, nurture merupakan domain yang terpenting (Munns,

2008). Domain nurture penting bagi semua anak, terutama bagi anak-anak yang masih berusia

dini karena dapat membantu pembentukan secure attachment pada hubungan orangtua-anak

(Brooks, 2008).

Perilaku Nurturing

Perilaku nurturing dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk memberikan

perhatian, mendukung, menenangkan, menerima hal-hal yang belum dikuasai anak,

memberikan ruang untuk anak berkembang, dan memenuhi kebutuhan dasar anak

(DiPasquale, 2000). Menurut O‟Connor, Ammen, Hitchcock, dan Backman (2001), dalam

interaksi antara orangtua dan anak, perilaku nurturing dapat diamati dari beberapa hal.

Pertama adalah adanya perilaku yang menunjukkan kasih sayang (affectionate contact),

seperti membelai, mencium, memandikan, membedaki, menyisir, memberikan makan, dan

menyanyikan lagu untuk anak (Muuns, 2008). Bentuk yang kedua adalah adanya penguatan

verbal (verbal reinforcement). Pada penerapan nurturing, penguatan tersebut dapat dilakukan

melalui penguatan verbal, seperti memuji anak ketika anak berhasil melakukan suatu hal.

Bentuk perilaku nurturing yang ketiga adalah usaha untuk menenangkan anak (soothing).

Selanjutnya, bentuk keempat dari perilaku nurturing adalah adanya mutual caring antara

orangtua dan anak.

Terdapat lima faktor yang berkaitan dengan perilaku nurturing ibu kepada anak.

Pertama adalah usia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lewin, Mitchell, dan

Ronzio (2013) ditemukan bahwa para ibu yang berusia < 24 tahun menunjukkan perilaku

yang kurang mendukung, kurang resposif, kurang sensitif, dan tidak menunjukkan hal-hal

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 8: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

7

yang positif kepada anak dibandingkan dengan ibu yang berusia > 25 tahun. Kedua, terdapat

beberapa penelitian yang mendapatkan hasil bahwa status perencanaan kehamilan pun

merupakan faktor yang berkaitan dengan perilaku nurturing. Ibu yang mengalami kehamilan

terencana cenderung lebih menunjukkan perilaku nurturing, seperti menyusui anaknya

dengan Air Susu Ibu (ASI) dibandingkan dengan ibu yang mengalami kehamilan tidak

terencana (Joyce, Kaestner, Korenman, 2000; Kost, Landry, & Darroch, 1998).

Faktor ketiga yang berhubungan dengan perilaku nurturing, khususnya pada ibu

berusia remaja, adalah status sosial ekonomi (Apostolakis-Kyrus, Valentine, & DeFranco,

2012). Status sosial ekonomi yang rendah membuat ibu berusia remaja berada pada situasi

kehidupan yang kompleks. Sebagai akibatnya, ibu berusia remaja merasa kewalahan dan

memilih untuk tidak memberikan ASI atau memberikan ASI hanya dalam jangka waktu

pendek kepada anaknya (Apostolakis-Kyrus, Valentine, dan DeFranco, 2012; Smith, Coley,

Labbok, Cupito, & Nwokah, 2012). Keempat, pendidikan adalah faktor yang berhubungan

pula dengan perilaku nurturing. Menurut National Institute of Child Health and Human

Development (NICHD) Early Child Care Research Network (1999), pendidikan dari ibu

berhubungan dengan sikap sensitif yang diberikan oleh ibu kepada anaknya. Kelima adalah

hal-hal yang berhubungan dengan pasangan, baik itu status perkawinan maupun dukungan

dari pasangan. Adanya dukungan dari pasangan membuat ibu dapat lebih menghayati dan

mengerti peran sebagai seorang ibu (Laghi, Baumgartner, Riccio, Bohr, & Dhayanandhan,

2013).

Perilaku nurturing merupakan perilaku yang bermanfaat bagi perkembangan anak.

Dengan adanya perilaku nurturing, anak merasa bahwa dirinya diterima, dianggap penting,

diperhatikan, dan disayang oleh ibunya (Munns, 2008). Hal-hal tersebut dapat menciptakan

kenyamanan pada diri anak. Dengan adanya perasaan nyaman dengan ibu, anak menjadi

terbantu untuk belajar meregulasi emosi, terutama saat anak sedang mengatasi perasaan yang

negatif, seperti tantrum atau frustrasi akibat tidak bisa menyelesaikan suatu tugas (Davies,

1999). Selain dapat menimbulkan perasaan nyaman bagi anak, adanya perilaku nurturing

dapat membangun secure attachment antara ibu dan anak. Seperti yang disebutkan oleh

Davies (1999), attachment dapat terbentuk dengan adanya interaksi antara ibu dan anak, yaitu

saat anak mengekspresikan kebutuhannya dan ibu memenuhi kebutuhan anak dengan

menunjukkan perilaku nurturing.

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 9: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

8

Ibu berusia Remaja (Adolescent Mother)

Terdapat sejumlah karakteristik dari remaja yang bisa mengakibatkan seorang remaja

memiliki peran sebagai ibu. Di samping itu, terdapat pula beberapa karakteritisk remaja yang

dapat membuat ibu berusia remaja mengalami kesulitan dalam menjalankan peran sebagai

seorang ibu. Pertama adalah adanya sikap remaja yang cenderung meremehkan kemungkinan

bahwa mereka akan mengalami kehamilan dan memiliki anak, memiliki karakteristik yang

impulsif, serta tidak peduli akan risiko yang akan dihadapi jika melakukan suatu hal (dalam

hal ini situasi berhubungan seksual sebelum menikah). Dengan demikian, terdapat

kemungkinan bahwa remaja tersebut akan mengalami kehamilan di luar pernikahan dan

berperan sebagai seorang ibu. Kedua, Kedua, remaja yang memilih untuk mempertahankan

kehamilannya memiliki alasan-alasan yang mendasari pilihannya ini. Beberapa alasan yang

dikemukakan adalah keinginan untuk memiliki sesuatu yang dapat menjadi hak miliknya,

keinginan untuk menjadikan anak sebagai objek untuk mencurahkan kasih sayangnya, dan

sebagai pembuktian kompetensi diri (Westman, 2009; Parmely, dalam Hitchcock, Ammen,

O‟Connor, & Backman, 2008).

Ketiga, tahap perkembangan ibu berusia remaja yang masih mementingkan isu

pencarian identitas (Papalia, Olds, & Feldman, 2009; Steinberg, 2002). Dengan demikian,

terdapat ibu berusia remaja yang masih bersifat self-centeredness dan memiliki sifat

egosentrisme yang tinggi (Westman, 2009). Adanya sikap egosentris membuat ibu berusia

remaja tidak mencari informasi mengenai perkembangan anak dan cara memenuhi kebutuhan

anak. Ibu berusia remaja pun kurang memahami onset usia dari tahap perkembangan anak

(Tamis-Lemonda, Shannon, & Spellmann, 2002). Keempat, ibu berusia remaja sering kali

memiliki ekspektasi terhadap kemampuan anak yang tidak sesuai dengan tahap

perkembangan anak (Moore & Brooks-Gun, 2002; Whiteside-Mansell, Pope, & Bradley,

1996). Sebagai akibatnya, mereka mengalami kesulitan dalam memahami keinginan dan

kebutuhan anak. Kelima, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Nitz, Ketterlinus, dan Brandt

(1995) diketahui bahwa ibu berusia remaja memiliki tingkat stres yang lebih tinggi. Studi lain

pun menyebutkan bahwa ibu berusia remaja mengalami stres terkait dengan perannya sebagai

orang tua. Kurangnya dukungan sosial terhadap ibu berusia remaja membuat mereka sulit

untuk mengatasi stres yang dialami. Sebagai akibatnya, ibu berusia remaja menunjukkan

perilaku yang lebih memperlihatkan kemarahan kepada anak (Nitz, Ketterlinus, & Brandt,

1995).

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 10: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

9

Status Perencanaan Kehamilan

Status perencanaan kehamilan (pregnancy planning status) adalah status mengenai

intensi untuk hamil pada seorang perempuan yang sedang mengalami masa kehamilan. Status

perencanaan kehamilan dapat terbagi menjadi dua, yaitu kehamilan yang diinginkan (intended

pregnancy) dan kehamilan yang tidak diinginkan (unintended pregnancy) (Kost, Landry, &

Darroch, 1998). Namun, pada suatu studi terbaru yang dilakukan oleh Barret dan Wellings

(2002) diketahui bahwa perempuan yang sedang atau pernah mengalami kehamilan lebih

memilih untuk menggunakan istilah kehamilan terencana (planned pregnancy) dan kehamilan

yang tidak terencana (unplanned pregnancy) dalam menyebutkan pembagian dari status

perencanaan kehamilan.

Menurut Barret dan Wellings (2002), kehamilan terencana (planned pregnancy)

adalah kehamilan yang dialami oleh perempuan yang memang memiliki keinginan untuk

hamil dan telah merencanakan kehamilan dengan pasangan. Keputusan untuk tidak

menggunakan alat kontrasepsi saat sedang berhubungan seksual dengan pasangan dan

melakukannya di masa subur pun merupakan ciri-ciri lain dari kehamilan yang direncanakan

(Barret & Wellings, 2002). Pasangan yang merencanakan kehamilan pun sudah memikirkan

hal-hal yang perlu untuk disiapkan dalam menyambut kelahiran anaknya. Kehamilan yang

tidak terencana (unplanned pregnancy) merupakan kehamilan yang identik dengan istilah

„kecelakaan‟ atau „kesalahan‟. Kehamilan tersebut dapat terjadi karena tidak adanya

penggunaan alat kontrasepsi ataupun tidak adanya keinginan untuk memiliki anak di waktu

tersebut. Kehamilan yang tidak terencana yang diakibatkan oleh adanya kesalahan memiliki

dua karakteristik, yaitu terjadi karena kejadian yang tidak terduga dan tidak ada tujuan untuk

memiliki anak. Contohnya adalah adanya hubungan seksual sebelum pernikahan yang dapat

mengakibatkan kehamilan yang tidak terencana. Kehamilan tersebut disebut sebagai

kehamilan di luar pernikahan atau premarital pregnancy (Barret & Wellings, 2002).

Kehamilan di luar pernikahan adalah kehamilan yang terjadi sebelum adanya pernikahan, baik

itu pernikahan yang sah secara hukum maupun agama (Garenne, Tollman, Kahn, Collins, &

Ngwenya, 2001). Isu tersebut biasanya banyak terjadi di kalangan remaja (Steinberg, 2002).

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan payung penelitian mengenai interaksi ibu dan anak pada ibu

berusia remaja yang memiliki anak usia toddler. Konsep interaksi ibu dan anak yang

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 11: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

10

digunakan terdiri dari empat domain yang dapat digunakan secara terpisah. Penelitian ini akan

lebih fokus pada salah satu domain, yaitu domain nurture atau dalam penelitian ini disebut

dengan perilaku nurturing.

Variabel Penelitian

Variabel satu dari penelitian ini adalah perilaku nurturing. Perilaku nurturing dapat

dilihat dari skor total dari domain nurture pada alat ukur Marschak Interaction Method Rating

System (MIMRS) (O‟Connor, Ammen, Hitchcok, & Backman, 2001), sebuah alat ukur

dengan metode observasi untuk melihat interaksi antara orangtua dan anak. Kemudian,

variabel dua dari penelitian ini adalah status perencanaan kehamilan, yang terdiri dari

kehamilan terencana dan kehamilan tidak terencana, dalam hal ini kehamilan di luar

pernikahan.

Tipe dan Desain Penelitian

Berdasarkan penggolongan penelitian menurut Kumar (1999), dilihat dari tipe

informasi yang diperoleh, penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif. Berdasarkan

tujuannya, penelitian ini termasuk penelitian komparatif. Terakhir, berdasarkan aplikasinya,

penelitian ini termasuk penelitian terapan karena informasi yang diperoleh dapat

dimanfaatkan untuk merancang suatu program intervensi, penerapan aturan tertentu, dan

peningkatan pemahaman mengenai fenomena ibu berusia remaja. Desain penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian non-eksperimental

Partisipan Penelitian

Karakteristik partisipan penelitian ini adalah pasangan ibu berusia remaja dan anaknya

yang berusia toddler. Karakteristik ibu berusia remaja yang digunakan adalah seorang remaja

yang berusia antara 16 – 22 tahun yang memiliki anak usia toddler. Batasan usia toddler yang

digunakan adalah anak yang masih berusia 12 – 36 bulan. Teknik pengambilan sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non-random/non-probability sampling dengan

spesifikasi, yaitu teknik accidental sampling dan snowball sampling.

Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode

observasi. Penelitian ini menggunakan metode observasi karena ingin melihat perilaku

nurturing pada ibu berusia remaja dan anak usia toddler ketika sedang berinteraksi, bukan

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 12: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

11

persepsi ibu berusia remaja mengenai perilaku nurturing yang diberikannya. Metode

observasi terstruktur merupakan metode observasi yang digunakan dalam penelitian ini.

Dengan observasi terstruktur, peneliti dapat memberikan sejumlah tugas yang sudah

dirancang untuk dapat memunculkan suatu perilaku tertentu (Gravetter & Forzano, 2009),

dalam hal ini perilaku nurturing. Pada penelitian ini, observasi terstruktur akan dilakukan di

kediaman setiap partisipan. Akan tetapi, peneliti tetap akan mengatur ulang tempat tersebut

untuk tujuan observasi dan perekaman kegiatan interaki ibu dan anak. Pada penelitian ini,

metode observasi yang digunakan pun termasuk ke dalam jenis observasi non-partisipatif.

Peneliti hanya akan berperan pasif, yaitu mengamati dan mendengarkan aktivitas yang sedang

dilakukan oleh partisipan serta menarik kesimpulan berdasarkan hal-hal yang dilihat dan

didengarnya (Kumar, 1999). Untuk penelitian ini, observasi dilakukan dengan menggunakan

alat bantu perekam. Selain metode observasi, peneliti pun menggunakan metode wawancara

sebagai metode pengambilan data tambahan yang dapat mendukung penjelasan dari data

utama.

Instrumen Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan instrumen penelitian berupa alat ukur MIMRS

sebagai panduan untuk melakukan observasi dan skoring terhadap observasi yang dilakukan,

pedoman wawancara singkat untuk mengetahui status perencanaan kehamilan, dan berbagai

alat bantu (alat perekam dan permainan untuk membantu berjalannya proses observasi).

Marschak Interaction Method Rating System (MIMRS) merupakan sistem baru dalam skoring

Marschak Interaction Method (MIM). MIMRS melengkapi kebutuhan dari MIM untuk

digunakan dalam berbagai konteks, salah satunya adalah konteks penelitian yang fokus pada

interaksi antara orangtua dan anak (O‟Connor, Tristao, & Plascencia, 2011). Sistem skoring

tersebut digunakan dengan cara memberikan penilaian terhadap perilaku orangtua dan anak

saat interaksi antara keduanya sedang berlangsung. Interaksi orangtua dengan anak yang

terjadi pada saat observasi dilakukan dapat dilihat melalui rekaman video observasi. Alat ukur

MIMRS telah memiliki kelengkapan data psikometrik yang baik. Dengan menggunakan

metode Cronbach’s Alpha, didapatkan konsistensi internal yang tinggi dengan koefisien

reliabilitas sebesar 0,96. Selain itu, MIMRS juga memiliki validitas konstruk yang baik.

Dengan menggunakan teknik validitas konvergen, didapat hasil adanya korelasi yang negatif

antara MIMRS dan Parenting Stress Index/Short Form dengan koefisien sebesar -0,45.

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 13: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

12

Pada alat ukur MIMRS terdapat sembilan tugas yang diberikan kepada pasangan

orangtua dan anak. Setelah orangtua dan anak menyelesaikan tugas-tugas tersebut, peneliti

akan melakukan skoring terhadap video interaksi orangtua-anak. MIMRS terdiri dari 39 item

yang dinilai menggunakan tipe skala Likert dengan rentang 0 - 4 . Terdapat lima domain yang

diukur dalam alat ukur tersebut. Pada penelitian ini, peneliti hanya menggunakan domain

nurture untuk menilai perilaku nurturing. Oleh karena itu, hanya item 21-28 yang digunakan

pada penelitian ini.

Dalam proses observasi yang dilakukan, peneliti menggunakan alat bantu perekam,

tripod, dan beberapa media permainan. Media permainan yang digunakan oleh peneliti adalah

permainan yang disesuaikan dengan instruksi tugas pada alat ukur MIMRS, yaitu mainan

binatang yang berbunyi, bel, dan balok. Barang lain yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebuah lotion dan makanan ringan. Selain itu, peneliti pun menggunakan sembilan

buah amplop coklat berukuran folio yang di dalamnya terdapat kertas instruksi dari setiap

tugas yang harus diselesaikan oleh ibu berusia remaja dan anaknya.

Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Office Excel dan

Statistical Package for the Social Sciences (SPSS). Teknik uji statistik yang digunakan untuk

menguji hipotesis penelitian adalah teknik independent sample t-Test. Selain itu, teknik

statistik deskriptif digunakan untuk mengolah data demografis dari partisipan penelitian.

Sebagai tambahan, digunakan pula teknik One-way Analysis of Variance (ANOVA) untuk

mengetahui perbedaan perilaku nurturing berdasarkan data demografis dari partisipan.

Hasil Penelitian

Gambaran Demografis Penyebaran Partisipan Penelitian

Pada penelitian ini, terdapat 60 pasangan ibu berusia remaja dan anak usia toddler

yang berpartisipasi, dengan rincian 30 pasangan di kelompok kehamilan terencana dan 30

pasangan di kelompok kehamilan di luar pernikahan. Tabel 4.1 akan menjabarkan mengenai

karakteristik dari setiap kelompok partisipan.

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 14: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

13

Tabel 4.1 Jumlah dan Persentase Persebaran Karakteristik Partisipan (N=60)

Karakteristik

Ibu berusia Remaja

yang Mengalami

Kehamilan Terencana

(N=30)

Ibu berusia Remaja yang

Mengalami

Kehamilan di Luar Pernikahan

(N=30)

N % N %

Usia

Remaja Madya 4 13,3% 3 10,0%

Remaja Akhir 26 86,7% 27 90,0%

Status Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga 20 66,7% 17 56,7%

Ibu Bekerja 8 26,7% 6 20,0%

Mahasiswa 2 6,7% 7 23,3%

Pendidikan Terakhir

Sekolah Dasar (SD) 11 36,7% 6 20,0%

Sekolah Menengah Pertama (SMP) 6 20,0% 7 23,3%

Sekolah Menengah Atas (SMA) 13 43,3% 17 56,7%

Status Perkawinan

Menikah 28 93,3% 28 93,3%

Cerai 1 3,3 % 1 3,3%

Cerai Mati 1 3,3%

Tidak Menikah

1 3,3%

Pengeluaran per Bulan

> Rp 2.500.000 6 20,0% 11 36,7%

Rp 1.750.000 - Rp 2.500.000 5 16,7% 9 30,0%

Rp 900.000 - Rp 1.750.000 14 46,7% 5 16,7%

< Rp 900.000 5 16,7% 5 16,7%

Pemberian Air Susu Ibu (ASI)

Ya 29 96,7% 23 76,7%

Tidak 1 3,3% 7 23,3%

Gambaran Umum Status Perenanaan Kehamilan

Pada penelitian ini, informasi mengenai status perencanaan kehamilan diperoleh dari

wawancara langsung dengan partisipan atau pencarian informasi dari pihak keluarga maupun

orang terdekat partisipan. Selain itu, dari hasil wawancara mengenai kehamilan diperoleh

informasi mengenai reaksi saat mengetahui kehamilan dari kedua kelompok dan alasan

mempertahankan kehamilan dari kelompok ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan di

luar pernikahan. Peneliti kemudian mengelompokkan jawaban-jawaban dari setiap partisipan.

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 15: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

14

Tabel 4.2 akan menyajikan informasi mengenai reaksi partisipan saat mengetahui

kehamilannya.

Tabel 4.2 Reaksi Saat Mengetahui Kehamilan (N= 60)

Reaksi

N

Kehamilan

Terencana

(N=30)

Kehamilan di Luar

Pernikahan

(N=30)

Kaget dan/atau bingung 1 18

Senang 28 3

Takut 1 1

Tidak percaya - 1

Tidak jawab - 7

Selanjutnya, Tabel 4.3 akan menyajikan informasi mengenai alasan mempertahankan

kehamilan pada kelompok ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan di luar pernikahan.

Tabel 4.3 Alasan Mempertahankan Kehamilan pada Ibu berusia Remaja yang Mengalami

Kehamilan di Luar Pernikahan (N =30)

Alasan N

Agar dinikahi 2

Membuat hidup lebih semangat 1

Bertanggung jawab 6

Sayang dengan anak yang berada di kandungan 2

Takut aborsi karena sayang dengan diri sendiri 5

Kasihan dengan anak yang berada di kandungan 1

Takut ini adalah kesempatan terakhir untuk hamil 1

Ada dukungan dari pasangan 1

Gagal aborsi 2

Disuruh oleh orangtua 1

Tidak jawab 8

Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia Toddler antara Ibu

berusia Remaja yang Mengalami Kehamilan Terencana dan Kehamilan di Luar

Pernikahan

Dalam penelitian ini, semua pengujian statistik menggunakan alfa sebesar 0,05. Hasil

uji Levene’s test menunjukkan varians kedua kelompok setara, F(58) = 0,767, p = 0,385. Oleh

karena itu, digunakan independent sample t-Test yang mengasumsikan kesetaraan varians.

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 16: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

15

Tabel 4.4 Perhitungan Independent Sample t-Test Perilaku Nurturing dalam Interaksi

Ibu-Anak Usia Toddler antara Ibu berusia Remaja yang Mengalami Kehamilan

Terencana dan Kehamilan di Luar Pernikahan

Kelompok M SD Signifikansi

t p

Ibu berusia remaja yang

mengalami kehamilan terencana 14,83 6,64

t = -0,021 p = 0,986 Ibu berusia remaja yang

mengalami kehamilan di luar

pernikahan 14,87 5,36 * p < 0,05, two-tailed

Berdasarkan Tabel 4.5, hasil independent sample t-Test menunjukkan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang signifikan pada skor rata-rata perilaku nurturing dalam interaksi ibu-anak

usia toddler antara ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan terencana (M = 14, 83, SD

= 6,644) dan ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan di luar pernikahan (M = 14,87,

SD = 5,361), t(58) = - 0,021, p = 0,983. Dengan perkataan lain, H0 diterima.

Perbedaan Perilaku Nurturing dilihat dari Usia, Pendidikan, dan Pengeluaran per

Bulan

Dalam penelitian ini, dilakukan analisis hasil tambahan yang dapat menunjang

penjelasan hasil utama penelitian.

Tabel 4.5 Perbedaan Perilaku Nurturing berdasarkan Usia, Pendidikan Terakhir, dan

Pengeluaran per Bulan

Karakteristik N M Signifikansi

t/F p

Usia

Remaja Madya 7 9,14 t = -2,840 p = 0,006

Remaja Akhir 53 15,60

Pendidikan Terakhir

Sekolah Dasar (SD) 17 13,29

F = 3,552 p = 0,035 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 13 12,38

Sekolah Menengah Atas (SMA) 30 16,80

Pengeluaran per Bulan

> Rp 2.500.000 17 18,35

F = 3,128 p = 0,033 Rp 1.750.000 - Rp 2.500.000 14 14,21

Rp 900.000 - Rp 1.750.000 19 13,21

< Rp 900.000 10 12,90 * p < 0,05, two-tailed

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 17: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

16

Berdasarkan informasi yang disajikan pada tabel 4.6, jika ditinjau dari kategori usia,

pendidikan, dan pengeluaran per bulan, diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan

pada skor rata-rata perilaku nurturing antara kelompok di setiap karakteristik tersebut.

Dengan demikian, usia, pendidikan, dan pengeluaran per bulan dapat membedakan perilaku

nurturing pada ibu berusia remaja.

Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan

pada perilaku nurturing dalam interaksi ibu-anak usia toddler antara ibu berusia remaja yang

mengalami kehamilan terencana dan kehamilan di luar pernikahan. Hasil tersebut

bertentangan dengan penelitian dari Kost, Landry, dan Darroch (1998). Penelitian dari Kost,

Landry, dan Darroch menyebutkan bahwa ibu yang mengalami kehamilan terencana (planned

pregnancy) lebih menunjukkan perilaku nurturing, seperti memberikan Air Susu Ibu (ASI),

dibandingkan dengan ibu yang mengalami kehamilan tidak terencana (unplanned pregnancy).

Jika dilihat dari perilaku pemberian ASI, hasil penelitian ini menunjukkan, baik kelompok ibu

berusia remaja yang mengalami kehamilan terencana, maupun kehamilan di luar pernikahan

sama-sama didominasi oleh ibu yang memberikan ASI kepada anaknya. Hanya saja, tidak

diketahui lebih lanjut mengenai cara dan perilaku menyusui dari ibu berusia remaja pada

kedua kelompok itu. Meskipun tidak sejalan dengan penelitian dari Kost, Landry dan

Darroch, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian dari Baydar (1995) yang menyebutkan

bahwa status perencanaan kehamilan tidak dapat memprediksi adanya hubungan yang positif

dalam interaksi antara ibu dan anak.

Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan penelitian ini memiliki

hasil demikian. Faktor yang pertama adalah motivasi ibu dalam menjalankan pengasuhan

anak setelah anak lahir. Motivasi dari ibu berhubungan dengan perilaku pengasuhan ibu

terhadap anak. Jika ibu memiliki motivasi yang positif, perilaku pengasuhan yang ditunjukkan

pun akan lebih positif (Miller, Sable, Csizmadia, 2008; Miller, Feldman, & Pasta, 2002). Pada

penelitian ini, tidak diketahui motivasi ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan

terencana dan kehamilan di luar pernikahan dalam menjalankan peran sebagai seorang ibu.

Padahal, walaupun terdapat perbedaan status perencanaan kehamilan dari partisipan, terdapat

kemungkinan motivasi keduanya dalam menjalankan peran sebagai ibu memiliki kesamaan,

baik itu motivasi yang positif ataupun motivasi yang negatif, sehingga hasil penelitian ini

menunjukkan tidak adanya perbedaan perilaku nurturing pada dua kelompok tersebut.

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 18: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

17

Faktor kedua yang diduga dapat mempengaruhi hasil penelitian ini adalah penerapan

batasan karakteristik partisipan yang tergolong sebagai kelompok kehamilan terencana. Pada

penelitian ini, partisipan digolongkan sebagai kelompok kehamilan terencana hanya jika

remaja tersebut mengalami kehamilan setelah pernikahan dan tidak menggunakan alat

kontrasepsi saat berhubungan seksual dengan pasangan. Padahal, menurut Barret dan

Wellings (2002), faktor utama yang lebih penting digunakan untuk menggolongkan

kehamilan sebagai kehamilan terencana adalah adanya diskusi dan persetujuan dengan

pasangan serta adanya intensi yang jelas untuk hamil.

Faktor ketiga yang berhubungan dengan perilaku nurturing ibu adalah usia dari ibu.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa skor rata-rata perilaku nurturing dari kelompok

kehamilan terencana dan kehamilan di luar pernikahan cenderung rendah. O‟Connor (2011)

menyebutkan bahwa semakin rendah skor yang didapatkan, semakin buruk perilaku yang

ditunjukkan saat interaksi ibu-anak terjadi. Meskipun secara umum skor rata-rata perilaku

nurturing dari keseluruhan ibu berusia remaja cenderung rendah, ditemukan hasil tambahan

bahwa ibu berusia remaja akhir mendapatkan nilai skor rata-rata perilaku nurturing yang lebih

tinggi dari ibu berusia remaja madya. Hal itu mendukung hasil penelitian terdahulu yang

menyebutkan bahwa seorang ibu akan menunjukkan perilaku mendukung anak dan positive

regard yang lebih rendah saat ia melahirkan anak di usia yang semakin muda (Lewin,

Mitchell, & Ronzio, 2013). Dalam penelitian ini, kelompok ibu berusia remaja akhir adalah

ibu yang berusia antara 19 – 22 tahun (Arnett, 2000; Lipsitz 1977; Kagan & Coles, 1972;

Keniston, 1970 dalam Steinberg 2002). Menurut Arnett (2000), tahap perkembangan remaja

akhir lebih tepat disebut sebagai tahap perkembangan emerging adulthood. Peneliti

mengasumsikan bahwa tahap perkembangan ego dari remaja akhir akan sama dengan

emerging adulthood karena keduanya berada pada rentang usia yang sama. Menurut Arnett

(2000), emerging adulthood tidak bersikap self-centered. Dalam konteks pengasuhan anak,

mereka tidak menganggap anak hanya sebagai mainan semata, melainkan individu yang harus

diberikan perhatian dan kasih sayang (Arnett, 2000) sehingga ibu yang berada di tahap

emerging adulthood dapat menjadi ibu yang lebih sensitif dan responsif (Furstenberg, dalam

Levine Coll, & Oh, 1985). Namun, skor perilaku nurturing yang diperoleh masih cenderung

rendah karena adanya masa self-focused time dan kehidupan yang belum stabil, membuat ibu

berusia remaja akhir tetap masih kurang kompeten dalam menjalankan peran sebagai orangtua

(Arnett, 2000).

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 19: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

18

Faktor keempat yang diduga dapat membedakan perilaku nurturing dari ibu berusia

remaja adalah pendidikan. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan

perilaku nurturing dalam interaksi ibu-anak usia toddler antara ibu berusia remaja yang

mengenyam pendidikan terakhir di SD, SMP, dan SMA. Skor rata-rata perilaku nurturing

pada ketiga kelompok tersebut menunjukkan bahwa kelompok ibu berusia remaja yang

mengenyam pendidikan terakhir di SMA mendapatkan skor rata-rata yang tertinggi.

Selanjutnya, peneliti menduga faktor kelima yang dapat membedakan perilaku nurturing pada

ibu berusia remaja adalah status sosial ekonomi. Menurut Hoff, Laursen, dan Tardiff (2002),

adanya perbedaan status sosial ekonomi dapat membuat setiap orangtua berbeda dalam

pengasuhan anaknya. Pada penelitian ini diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan

pada skor rata-rata perilaku nurturing antar kelompok dengan status sosial ekonomi yang

berbeda, dilihat dari pengeluaran per bulan setiap keluarga, dengan kelompok yang memiliki

pengeluaran tertinggi (> Rp 2.500.000) memperoleh skor rata-rata perilaku nurturing yang

tertinggi. Dalam penelitian ini, faktor pendidikan terakhir dan status sosial ekonomi pada

kelompok ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan terencana dan kehamilan di luar

pernikahan memang tidak tersebar secara merata. Pada kelompok kehamilan terencana,

adanya dominasi status sosial ekonomi yang cukup rendah dan tingkat pendidikan terakhir

yang rendah dapat membuat ibu berusia remaja kurang menunjukkan perilaku nurturing

meskipun mereka telah merencanakan kehamilannya. Di sisi lain, pada kelompok kehamilan

di luar pernikahan, adanya dominasi status sosial ekonomi yang tinggi dan tingkat pendidikan

terakhir yang tinggi dapat membuat skor rata-rata perilaku nurturing di kelompok ini

meningkat walaupun ibu tidak merencanakan kehamilannya.

Faktor keenam yang diduga berhubungan dengan perilaku nurturing ibu berusia

remaja adalah adanya sosok selain ibu yang berperan sebagai primary caregiver dari anak.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh NICHD (1999) diketahui bahwa terdapat

hubungan yang negatif antara sikap sensitif ibu terhadap anak dan lamanya anak berada di

tempat penitipan anak. Pada ibu berusia remaja, terkadang pengasuhan anak dibantu oleh

anggota keluarga lainnya (McAnarney, Lawrence, Ricciuti, Polley, & Szilagyi, 1986). Jadi,

sosok primary caregiver dari anak diduga menjadi salah satu faktor yang berhubungan

dengan perilaku nurturing ibu berusia remaja. Sayangnya, dalam penelitian ini informasi

mengenai primary caregiver dari anak tidak digali pada seluruh partisipan. Padahal hal

tersebut dapat mempengaruhi interaksi ibu-anak yang terjadi, terutama sikap sensitif dari ibu

dan respon dari anak.

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 20: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

19

Faktor ketujuh yang diduga dapat berhubungan dengan perilaku nurturing ibu adalah

faktor budaya. Di budaya Asia, orangtua menganut kepercayaan bahwa anak tidak boleh

diberikan pujian secara langsung karena dapat membuat anak merasa bahwa dirinya sudah

baik dan anak tidak akan mengembangkan dirinya lagi. Kontak yang menunjukkan kasih

sayang pun dapat membuat anak menjadi tidak respek kepada orangtua. Padahal, anak

seharusnya merasa respek dan takut kepada orangtua (Lang & Wolf, dalam Kim & Wong,

2002). Di Indonesia, para ibu memilih untuk menenangkan anak yang sedang rewel dengan

cara memanjakan anak dan memenuhi setiap keinginan anak. Hal tersebut biasanya terjadi

saat anak berada di kisaran usia tiga tahun (Fischer, dalam Zevalkink & Riksen-Walraven,

2001). Menurut O‟Connor, Ammen, Hitchcock, dan Backman (2001) cara-cara tersebut

merupakan penerapan nurturing yang kurang tepat. Dengan demikian, budaya di Asia dan

adanya karakteristik ibu di Indonesia tersebut merupakan faktor yang diduga menyebabkan

skor perilaku nurturing dalam penelitian ini cenderung rendah.

Penelitian ini memiliki beberapa limitasi terkait dengan teknis dan metode

pelaksanaannya. Pertama, usia partisipan yang ikut serta dalam penelitian ini lebih banyak

yang tergolong sebagai remaja akhir sehingga hasil yang diperoleh tidak dapat

merepresentasikan gambaran ibu berusia remaja secara utuh. Kedua, adanya persebaran

pendidikan terakhir dan status sosial ekonomi partisipan yang terlalu luas dan tidak merata.

Ketiga, tidak ada batasan mengenai ruangan yang harus digunakan, yaitu ruangan yang

tertutup atau terbuka, sehingga beberapa partisipan mengalami kesulitan karena adanya

gangguan dari pihak luar yang dapat dengan leluasa mengintip proses observasi, secara

sengaja maupun tidak sengaja, dan anak pun menjadi lebih mudah untuk terdistraksi,

misalnya beranjak dari tempat observasi. Keempat, kurangnya penerangan di kediaman

partisipan yang berasal dari status sosial ekonomi rendah sehingga terdapat beberapa video

observasi yang tidak dapat diikutsertakan dalam pengolahan data karena hasil rekaman yang

gelap. Kelima, terbatasnya waktu observasi, yaitu 15-45 menit. Dengan jangka waktu yang

pendek, terdapat kemungkinan bahwa peneliti belum dapat menyimpulkan gambaran perilaku

nurturing dari partisipan hanya melalui penilaian video tersebut. Keenam, adanya alat

perekam yang jelas terlihat di hadapan pasangan ibu-anak membuat anak menjadi tidak fokus

dan memilih untuk mendekati alat perekam secara terus menerus. Partisipan pun

membutuhkan waktu untuk melakukan penyesuaian diri terhadap keberadaan alat perekam di

hadapannya. Akan tetapi, dalam penelitian ini, partisipan tidak diberikan waktu untuk

melakukan penyesuaian terhadap keberadaan kamera.

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 21: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

20

Meskipun terdapat beberapa limitasi, penelitian ini pun memiliki sejumlah kelebihan.

Beberapa diantaranya adalah menggunakan metode observasi sebagai metode pengambilan

data, jumlah data partisipan dari penelitian ini tergolong relatif cukup banyak, yaitu 60

pasangan ibu-anak, dengan proporsi 30 pasangan ibu-anak untuk setiap kelompok, dan

peneliti telah mengikuti pelatihan mengenai cara melakukan skoring dengan menggunakan

alat ukur MIMRS langsung dengan pembuat alat ukur. Selain itu, peneliti pun telah berusaha

mengurangi bias yang dapat terjadi saat proses penyekoran video observasi dengan

menggunakan sistem blind rater. Peneliti yang melakukan pengambilan data terhadap satu

partisipan, tidak akan melakukan penyekoran terhadap video tersebut. Ia akan menilai video

yang diambil oleh peneliti lainnya dan tidak mengetahui latar belakang serta data demografis

dari partisipan yang dinilai. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari adanya tendensi

peneliti untuk meninggikan atau merendahkan skor dari setiap partisipan terkait dengan status

perencanaan kehamilannya. Saat proses pengambilan data dilakukan, peneliti pun sudah

memperhitungkan waktu pengambilan data. Peneliti memilih untuk mengambil data di waktu

bermain anak. Peneliti menghindari waktu tidur anak agar anak tidak rewel saat proses

observasi berlangsung.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa

tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada perilaku nurturing dalam interaksi ibu-anak

usia toddler antara ibu berusia remaja yang mengalami kehamilan terencana dan kehamilan di

luar pernikahan. Dengan perkataan lain, status perencanaan kehamilan tidak dapat

membedakan perilaku nurturing yang ditunjukkan oleh ibu berusia remaja. Meskipun tidak

terdapat perbedaan yang signifikan, diperoleh hasil bahwa skor rata-rata perilaku nurturing

dari kedua kelompok cenderung rendah.

Saran

Berdasarkan keterbatasan penelitian, berikut ini merupakan beberapa saran terkait

metode penelitian, yaitu menyamaratakan persebaran usia dari partisipan sehingga dapat

diperoleh gambaran perilaku nurturing pada ibu berusia remaja secara keseluruhan,

memperketat kontrol dari faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perilaku nurturing,

seperti faktor pendidikan dan status sosial ekonomi, dengan cara membatasi karakteristik

partisipan dari segi pendidikan dan status sosial ekonomi, menggali informasi mengenai

motivasi ibu dalam menjalankan pengasuhan anak dan primary caregiver dari anak, dan

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 22: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

21

memperketat batasan penggolongan kehamilan terencana. Selain itu, peneliti sebaiknya

memilih ruangan tertutup sebagai tempat pelaksanaan observasi, mengatur pencahayaan

ruangan yang gelap, misalkan dengan menggunakan lampu darurat agar ruangan menjadi

lebih terang, menaruh alat perekam di tempat yang tidak dapat terlihat oleh pasangan ibu-anak

agar tidak mengalihkan fokus mereka, dan melakukan habituasi terhadap keberadaan kamera.

Daftar Referensi

Albasit (Ed.). (2013). Jumlah Pernikahan Dini Indonesia Terbanyak Kedua di ASEAN.

MetroTVNews. Diakses pada 12 Januari 2014 pada

http://www.metrotvnews.com/lifestyle/read/2013/07/12/917/167631/Jumlah-

Pernikahan-Dini-Indonesia-Terbanyak-Kedua-di-ASEAN

Apostolakis-Kyrus, K., Valentine, C., & DeFranco, E. (2012). Factors associated with

breastfeeding initiation in adolescent mothers. The Journal of Pediatrics 163:5, p. 1489-

1494

Arnett, J. J. (2000). Emerging adulthood: A theory of development from the late teens through

the twenties. American psychologist, 55(5), 469. doi: 10.1037//0003-066X.55.5.469

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. (2010). Riset

kesehatan dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian

Kesehatan RI.

Barnard, K. E. & Solchany, J. E. (2002). Motherhood. dalam Bornstein, M. H. (Eds.),

Handbook of parenting volume 3: being and becoming a parent (2nd

ed., p. 3 – 21).

New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates

Barret, G. & Welling, K. (2002). What is „planned‟ pregnancy? empirical data from a British

study. Social Science and Medicine 55, p. 545-557

Baydar, N. (1995). Consequences for children of their birth planning status. Family planning

perspectives, 27(6). Diunduh dari http://guttmacher.com/pubs/journals/2722895.pdf

BKKBN (2012). Kajian Pernikahan Dini pada Beberapa Provinsi di Indonesia: dampak

overpopulation, akar masalah dan peran kelembangaan di daerah. Jakarta: Pokja

Analisis Dampak Sosial Ekonomi terhadap kependudukan

Brooks, J. (2008). The process of parenting (7th

ed). New York: McGraw-Hill

Davies, D. (1999). Child development: a practitioner’s guide. New York: The Guilford Press

De Capua, J. (2013). 16 juta remaja di dunia hamil di luar nikah tiap tahun. Voice of America.

Diunduh dari http://www.voaindonesia.com/content/enambelas-juta-remaja-hamil-di-

luar-nikah-tiap-tahun/1700263.html

Dewi, Y. F. K. (2005). Penghayatan peran ibu pada perempuan yang mengalami kehamilan

yang tidak diharapkan. Tugas Akhir. Universitas Indonesia

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 23: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

22

DiPasquale, L. (2000). The Marschak Interaction Method. dalam Munns, E. (Eds.),

Theraplay: innovations in attachment-enhancing play therapy (p. 27 – 33). Northvale:

Jason Arronson, Inc.

East, P. L., & Felice, M. E. (1996). Adolescent pregnancy and parenting. New Jersey:

Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Elster, A. B., McAnarney, E. R., & Lamb. M. E. (1983). Parental behavior of adolescent

mother. Pediatrics, 71, 494. Diunduh dari: http://pediatrics.aappublications.org/

content/71/4/494

Family Planning and Contraceptive Research. (2011). Relationships between Adolescent

Mothers and Their Infants in the First Postpartum Year. Chicago: Section of Family

Planning and Contraceptive Research, The University of Chicago. Diunduh dari:

http://familyplanning.uchicago.edu/research/studies-by-topic/postpartum-

abcs/Baby.pdf.

Fiese, B. H. (1990). Playful relationships: a contextual analysis of mother-toddler interaction

and symbolic play. Child Development, 61, 1648-1656. Diunduh dari:

http://www.jstor.org/discover/10.2307/1130772?uid=3738224&uid=

2&uid=4&sid=21104206368477

Flaherty, S. C. & Sadler, L. S. (2011). A review of attachment theory in the context of

adolescent parenting. J. Pediatr Health Care, 25:2, 114-121.

doi:10.1016/j.pedhc.2010.02.005.

Furstenberg, F.F., Brooks-Gun, J., & Morgan, S. P. (1987). Adolescent mother in later life.

New York: Cambridge University Press

Garenne, M., Tollman, S., Kahn, K., Collins, T., & Ngwenya, S. (2001). Understanding

marital and premarital fertility in rural south africa. Journal of Southern African Studies,

27:2, p. 277 – 290. Diunduh dari: http://www.jstor.org/stable/823329

Gravetter, F. J. & Forzano, L. B. (2009). Research methods for the behavioral sciences (3rd

ed.). Belmont: Wadsworth Cengage Learning

Hitchcock, D. L., Ammen, S., O‟Connor, K., & Backman, T. L. (2008). Validating the

marschak interaction method rating system with adolescent mother-child dyads.

International Journal of Play Therapy 17:1, p. 24-38. doi: 10.1037/1555-6824.17.1.24

Hoff, E., Laursen, B., & Tardif, T. (2002). Socioeconomic Status and Parenting. dalam

Bornstein, M. H. (Ed.), Handbook of parenting volume 2: biology and ecology of

parenting (p. 231-250). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates

Jernberg, A. M. (1991). Assessing parent-child interactions with the Marschak interaction

method (MIM). Dalam C. E. Schaefer, K. Kitlin, & A. Sandgrund (Eds.), Play

diagnosis and assessment (pp. 493-515). New York: Wiley.

Joyce, T. J., Kaestner, R., & Korenman, S. (2000). The effect of pregnancy intention on child

development. Demography 37:1, p. 83 – 94. Diunduh dari:

http://www.jstor.org/stable/2648098

Kim, S. Y. & Wong, V. Y. (2002). Assessing Asian and American parenting: a review of the

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 24: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

23

literature. dalam Kurasaki, K. S., Okazaki, S., & Sue, S. (Eds.), Asian American mental

health: assessment theories and methods (p.190-191). New York: Kluwer

Academic/Plenum Publishers

Kost, K., Landry, D. J., & Darroch, J. E. (1998). The effect of pregnancy planning status on

birth outcomes. Family Planning Perspectives, Vol. 30:5, 223-230. Diunduh dari:

http://www.jstor.org/stable/2991608

Kumar. R. (1999). Research methodology: a step-by-step guide for beginners. London: Sage

Publications Ltd

Laghi, F., Baumgartner, E., Riccio, G., Bohr, Y. & Dhayanandhan, B. (2013). The role of

romantic involvement and social support in italian adolescent mothers' live. Journal of

Child & Family Studies 22:8, p. 1074. doi: 10.1007/s10826-012-9669-y

Levine, L., Coll, C. T. G., & Oh, W. (1985). Determinants of mother-infant interaction in

adolescent mothers. Pediatrics, 75(1), 23-29. Diunduh dari:

http://pediatrics.aappublications.org/content/75/1/23

Lewin, A., Mitchell, S. J., & Ronzio, C. R. (2013). Developmental Differences in Parenting

Behavior: Comparing Adolescent, Emerging Adult, and Adult Mothers. Merrill-Palmer

Quarterly, 59(1), 23-49.

Lounds, J. J., Borkowski, J. G., Whitman, T. L., Maxwell, S. E., & Weed, K. (2005).

Adolescent parenting and attachment during infancy and early childhood. Parenting:

Science and Practice, 5:1, 91-118. doi: 10.1207/ s15327922par0501_4

Martin, C. A. & Colbert, K. K. (1997). Parenting: A life span perspective. New York:

McGraw-Hill

Meyers, A. B. (2004). Pregnancy in adolescene : information for parents and educators.

Bethesda: The National Association of School Psychologists. Diunduh dari:

http://www.nasponline.org/families/Pregnancy_in_Adolescence_HCSHII_S6.pdf

Miller, W. B., Sable, M. R., & Csizmadia, A. (2008). Pregnancy wantedness and child

attachment security: Is there a relationship?. Maternal and child health journal, 12(4),

478-487. doi: 10.1007/s10995-007-0254-8

Miller, W. B., Feldman, S. S., & Pasta, D. J. (2002). The effect of the nurturant bonding

system on child security of attachment and dependency. Biodemography and Social

Biology, 49(3-4), 125-159.

Munns, E. (2008). Theraplay for zero-to three-years-old. dalam Schaefer, C. E., dkk., Play

therapy for very young children. Maryland: Rowman & Littlefield Publishers

Moore, & Brooks-Gun, .(2002). Adolescent Parenthood. dalam Bornstein, M. H. (Eds),

Handbook of parenting volume 3: being and becoming a parent (2nd

ed., p. 173 – 202).

New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates

Nitz, K., Ketterlinus, R. D., & Brandt, L. J. (1995). The role of stress, social support, and

family environment in adolescent mothers‟ parenting. Journal of Adolecent Research,

10, 358 – 382. Abstrak diunduh dari http://jar.sagepub.com/content/10/3/358.short

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014

Page 25: Perbedaan Perilaku Nurturing dalam Interaksi Ibu-Anak Usia

24

NICHD Early Child Care Research Network (1999). Child care and mother–child interaction

in the first three years of life. Developmental Psychology, Vol 35(6), 1399-1413.

doi: 10.1037/0012-1649.35.6.1399

O‟Connor, K., Tristao, K., & Maria, P. (2011). Marschak Interaction Method Rating System.

Tidak dipublikasikan. California School of Professional Psychology, Alliant

International University, Fresno, CA.

O‟Connor, K., Ammen, S., Hitchcok, D. L., & Backman, T. L. (2001). The MIM Rating

System Administration and Scoring Manual. Instrumen tidak dipublikasikan. California

School of Professional Psychology, Alliant International University, Fresno, CA.

Parke, R. D. (2002). Father and families. dalam Bornstein, M. H. (Ed.), Handbook of

parenting volume 3: being and becoming a parent (2nd

ed., p. 27 – 70). New Jersey:

Lawrence Erlbaum Associates

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human development: (11th

ed.). New

York: McGraw-Hill

Prihadiani, S. (2000). Sumber stres dan strategi coping pada remaja wanita yang menikah

akibat kehamilan. Skripsi. Universitas Indonesia

Smith, P. H., Coley, S. L., Labbok, M. H., Cupito, S., & Nwokah, E. (2012). Early

breastfeeding experiences of adolescent mothers: a qualitative prospective study.

International Breastfeeding Journal 29;7(1):13. doi: 10.1186/1746-4358-7-13.

Steinberg, L. (2002). Adolescene (6th

ed.). New York: McGraw-Hill

Tamis Lemonda, C. S., Shannon, J., & Spellmann, M. (2002). Low income adolescent

mothers' knowledge about domains of child development. Infant Mental Health

Journal, 23(1 2), 88-103. Diunduh dari: https://steinhardt.nyu.edu/

United Nations Population Fund. (2013). Global survey on ICPD beyond 2014: background

paper for consultation meeting with young people. Tidak dipublikasikan

Westman, J. C. (2009). Breaking the adolescent parent cycle. Maryland: University Press of

America

Whiteside-Mansell, Pope, & Bradley. (1996). Pattern of parenting behavior in Young

Mothers. Family Relations, 45: 273- 281. Diunduh dari:

http://www.jstor.org/stable/585499 .

World Health Organization. (2012). Adolescent Pregnancy. Diunduh dari:

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs364/en/

World Health Organization. (Meret, 2012). Early marriage, adolescent, and young

pregnancies. Sixty-fifth world health assembly. Diunduh dari:

http://apps.who.int/gb/ebwha/pdf_files/WHA65/A65_13-en.pdf

Perbedaan perilaku..., Yasmine Nur Edwina, FPSI UI, 2014