Upload
arka-sura-putra
View
531
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa ini adalah masa dimana manusia mampu menciptakan alat yang
berfungsi untuk menunjang kehidupan mereka. Berbagai sarana maupun media
telah berhasil diciptakan yang berguna untuk menyalurkan informasi dari satu
tempat ke tempat lain secara massa. Ada beragam dari media cetak maupun media
elektronik yang terdiri dari audio dan audio visual seperti televisi.
Perbedaan yang paling signifikan antara media cetak dengan elektronik
adalah pada proses penyampaian pesannya. Pada media cetak (dalam hal ini
adalah koran) hanya dapat menyampaikan informasi berupa tulisan serta sifatya
pasif, sedang media elektronik -dalam hal ini televisi dan radio- dalam proses
penyampaian pesannya lebih lengkap tidak hanya tulisan saja, tetapi juga
dilengkapi suara dan gambar/ visual (pada televisi), serta interaktif, dimana
audience juga dapat diajak untuk terlibat langsung.
Di dalam kemunculannya, televisi memberikan dampak besar bagi
kehidupan manusia. Daya tarik utama televisi terletak pada kemampuannya
menghasilkan paduan gambar dan suara sekaligus. Dengan potensi audio visual
tersebut, apapun yang disajikan media televisi menjadi tampak hidup dan realistis.
Tak mengherankan jika televisi menjadi media yang paling popular di masyarakat.
Televisi cenderung lebih disukai karena menawarkan kemudahan bagi
penikmatnya. Misalnya saja penonton tidak perlu membeli tiket bioskop / konser
musik saat ingin melihat tayangan film / musik. Pemirsa juga cukup menonton
1
2
berita jika ingin mengetahui informasi terkini. Semua itu bisa dinikmati secara
instant hanya dengan menonton televisi.
Sedangkan untuk dunia hiburan di dalam perkembangan dari zaman ke
zaman mengalami perubahan yang sangat pesat. Kalau di era sebelum
kemerdekaan, hiburan yang ditampilkan kebanyakan, khususnya di tanah Jawa
adalah pertunjukan wayang, baik wayang orang maupun wayang kulit; ketoprak,
tari-tarian; dan pertunjukan musik tradisional. Di era setelah kemerdekaan pun hal
ini masih tampak di sebagian wilayah di Indonesia. Memang tidak bisa dipungkiri
bahwa semakin modern kehidupan seseorang, maka kehidupan tradisional akan
ditinggalkan karena dianggap ketinggalan zaman.
Salah satu perkembangan yang paling bisa diukur adalah musik. Di era
globalisasi ini, banyak budaya asing yang termasuk musik sudah masuk ke
Indonesia. Sehingga budaya Indonesia yang beragam itu lama-kelamaan semakin
luntur. Musik-musik tradisional semakin hari tenggelam karena masyarakat lebih
menyukai budaya musik yang mengadopsi dari negara lain. Hal ini apabila tidak
ada filter yang kuat dari bangsa Indonesia akan menyebabkan budaya Indonesia
hilang sama sekali.
Dalam pertunjukan musik yang ada di Indonesia dapat disiarkan live atau
langsung melalui media audio visual televisi ataupun radio. Dengan begitu
masyarakat di seluruh Indonesia dapat menikmati pertunjukan secara langsung
tanpa harus mengeluarkan biaya untuk datang ke lokasi. Namun begitu, tidak
sedikit juga orang yang lebih menyukai dan memilih untuk datang ke panggung
untuk melihat pertunjukan musik secara langsung. Alasan yang diberikan pun
3
bermacam-macam saat memilih untuk rela membeli tiket konser daripada
menikmati sajian dari layar kaca di rumah.
Ternyata kondisi masyarakat di Indonesia adalah sebagian besar
masyarakat menyaksikan pertunjukan musik dari televisi. Berbagai program acara
musik yang muncul pun juga ternyata membutuhkan banyak penonton yang
menyaksikannya secara langsung. Tidak sedikit yang datang langsung ke lokasi
baik secara mandiri maupun melalui undangan. Namun sebagian besar memang
didominasi oleh penonton televisi.
Program acara televisi khususnya program acara tentang budaya masih
sangat kurang dijumpai dalam program acara di televisi. Televisi tingkat nasioal
lebih menarik program acara yang sifatnya trend lebih ke taraf modern. Hal ini
pihak stasiun televisi seolah-olah berlomba untuk menampilkan kreativitasnya
agar terwujud acara yang sangat di gemari, acara yang ditayangkan kebanyakan
acara yang berbau materialistis atau lebih ke trend masa kini. Dunia hiburan
sendiri, sudahlah sangat didominasi oleh budaya barat, budaya lokal belum bisa
menunjukkan ke kanca kompetensi hiburan.
Kesenian-kesenian daerah yang sudah memasuki pada dunia industri
khususnya hiburan musik berbau spiritual budaya yang sangat kental yakni lagu-
lagu Campursari, dimana musik ini memberikan suguhan lirik-lirik berbahasa
Jawa dari hasil kreativitas masyarakat daerah setempat ingin tampil dengan
formasi budaya yang modern. Dimana Campursari itu adaptasi bentuk kompromi
budaya dengan budaya popular sarat dengan semiotik, linguistik dan fenomenal.
Kehidupan masyarakat Jawa. Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang,
4
masyarakatnya belum sepenuhnya dapat meninggalkan ciri-ciri atau wujud yang
tradisional.
Adapun yang ditulis oleh Bre redana bersama Elok Dyah Messwati
tentang campursari dalam buku “potret manusia sebagai si anak kebudayaan
massa”:
Campursari adalah formula paling akhir dari sinkretisme Jawa dalam hal musik. Bisalah diingat perjalanan musik di Jawa (Tengah), taruhlah misalnya ditahun 40-an dengan munculnya bengawan solo yang sampai saat ini masih membikin orang Jepang tergila-gila. Lagu karya komponis asal Solo, gesang, itu disebut keroncong-keroncong musik portugis yang diartikulturasikan secara lokal di sini. Musik jenis itu mengalami evolusi lebih lanjut, dengan munculnya generasi pencipta yang berikut setelah gesang, yakni andjar any, di tahun 60-an/70-an, mulai popular musik yang disebut berjenis langgam, antara lain seperti karya andjar any, yen ing tawang. Lalu, pada era 1980-an, musik-musik yang sudah ada sebelumnya itu dicampur-aduk sedemikian rupa (dengan lagu-lagu lama dinyanyikan lagi dalam gaya yang baru), dalam genre yang disebut campursari. 1
Dilihat dalam konteks otonomi daerah, campursari ini menarik karena
pertama-tama dia telah tumbuh menjadi industri, dan kedua dia menunjukkan
sebuah geliat, mengekspresikan sesuatu secara lokal (ingat bahwa sastra Jawa
misalnya, sekarang benar-benar telah bangkrut. Sebaliknya, dalam dunia
campursari, muncul album baru).
Seperti di ataslah gambaran kesenian campursari, Kesenian daerah seperti
campursari saat ini, dan akan tetapi persaingannya dengan musik-musik populer
yang ada masih belum bisa menjanjikan apabila tidak adanya media yang
mendukung popularitas kesenian campursari, yang notabenenya digemari oleh
kalangan-kalangan tertentu. Untuk tetap populer atau tetap eksisnya musik
1 Bre Redana, Potret Manusia Sebagai Si Anak Kebudayaan Massa, Jakarta, Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, 2002, hal 111
5
campursari dan adanya sebuah regenerasi dari kesenian musik campursari. Oleh
karena itu, televisi nasional maupun lokal bisa mewujudkan cita-cita campursari
dalam dunia audio visual dengan program acara yang menampilkan musik
campursari.
Untuk menyajikan sajian musik pop atau modern dibutuhkan sarana media
televisi nasional karena dapat diterima di semua wilayah di Indonesia. Tetapi
untuk menyajikan pertunjukan musik tradisional, sebagai contoh campursari tidak
bisa ditayangkan di televisi nasional, karena tidak semua daerah menyukai dan
dapat menerimanya. Salah satu media televisi yang fokus mengangkat tentang
musik tradisional yaitu TV lokal. Di banyak daerah di Indonesia terdapat banyak
televisi lokal sebagai sarana hiburan rakyat di daerah-daerah. Acara yang
disajikan juga tidak semua acara lokal, ada juga yang bisa diterima di daerah lain.
Sebenarnya banyak contoh pertunjukan musik yang disiarkan TV nasional
dan lokal di Indonesia yang semuanya juga memiliki penonton yang
menyaksikannya secara langsung. Jikalau pertunjukan musik modern sebut saja
program musik inbox, dahsyat, mantap, dan masih banyak lainnya yang disiarkan
secara langsung di televisi nasional. Jika penonton yang menyaksikan langsung
diminta pendapat setelah menonton langsung akan memiliki pendapat yang
berbeda dengan penonton Indonesia yang menyaksikannya melalui media televisi.
Tetapi untuk televisi lokal, khususnya di Jawa Tengah ini juga banyak
menampilkan program musik tradisional, yang dalam hal ini adalah campursari.
Sebut saja program Nyampursari di televisi lokal di Solo yang penayangannya
juga disiarkan secara langsung di dalam studio.
6
Banyak stasiun televisi yang menyajikan acara pertunjukan campursari
secara live. Namun, salah satu contoh televisi lokal yang akan dijadikan objek
penelitian disini adalah Jogja TV. Merupakan televisi lokal yang berada di Jogja
dengan salah satu program unggulannya yaitu Klinong-Klinong Campursari. Ini
merupakan program pertunjukan musik tradisional yang ditayangkan dua kali
seminggu, yaitu hari Kamis dan Sabtu malam. Sebelumnya program ini hanya
ditayangkan sekali saja dalam seminggu, namun karena banyak sekali peminatnya
maka dibuat menjadi dua kali seminggu. Sedangkan untuk tempat produksi
program ini awalnya berada di dalam ruangan gedung Jogja TV, namun melihat
antusias masyarakat yang ingin menyaksikan langsung yang membuat tempat di
gedung tidak mencukupi, maka dibuat panggung di luar gedung yang berada tepat
di halaman depan yang berukuran luas.
Penayangan program acara Klinong-Klinong Campursari secara live
dilakukan pada hari Kamis dan Sabtu. Di hari Kamis dilaksanakan di luar gedung,
yaitu di halaman depan dengan mendirikan panggung, sehingga banyak penonton
dapat menikmati sajian secara langsung. Sedangkan untuk hari Sabtu dilakukan di
dalam gedung namun juga disediakan layar tancap di luar gedung agar penonton
yang tidak cukup berada di dalam dapat menyaksikan dari luar secara langsung.
Memang tidak dipungkiri bahwa antusias masyarakat Yogyakarta sangat besar
dalam menjaga tradisi budaya Jawa, khususnya masyarakat di daerah Sleman
Berbah, Yogyakarta.
Saat banyak orang melihat suatu pertunjukan, maka menurut beberapa
orang akan memiliki pandangan yang berbeda-beda. Cara melihat tiap individu
7
juga tidak sama, karena orang bebas untuk melihat peristiwa dari sudut
pandangnya sendiri. Suatu pertunjukan pun bisa terlihat berbeda karena memiliki
banyak angle yang bebas untuk diperhatikan. Orang juga bisa merasakan suasana
yang terjadi di panggung beserta ‘ramai’nya orang-orang yang mungkin berjoged
di tempat tersebut. Tetapi orang tidak bisa melakukan aktivitas yang lain kecuali
menonton acara tersebut saja, mungkin juga ikut bergoyang. Realitas langsung
atau yang disebut realitas empirik ini terjadi menjadi sesuatu yang luas karena
belum tercampur dengan media.
Kemudian media merekam peristiwa pertunjukan musik tersebut melalui
kamera dengan sudut pandang yang sudah ditentukan oleh kameramen sendiri
atau institusi yang menugaskannya. Kemudian gambar akan ditayangkan melalui
televisi dan ditonton oleh masyarakat Jogja pada umumnya dan Sleman pada
khususnya. Mau tidak mau setiap orang yang menyaksikan acara di televisi
tersebut harus mengikuti alur acara beserta sudut pandang yang sudah dibentuk
oleh stasiun televisi, dalam hal ini Jogja TV. Jadi masyarakat tidak lagi bebas
untuk memilih angle yang ingin ditontonnya, tetapi harus menurut pada televisi
yang ditontonnya. Realitas media atau realitas simbolik yang terjadi pada proses
ini. Oleh karena itu pendapat dari orang yang menonton dengan cara seperti ini
pun juga berbeda dengan yang menonton secara langsung dikarenakan hanya
mengikuti alur acara yang sudah ditentukan. Namun dengan cara menonton
televisi di rumah, orang bisa sambil melakukan aktivitas yang lain seperti
membersihkan rumah, makan, atau bahkan sambil tiduran. Jadi kemungkinan
orang juga tidak mengikuti acara secara intensif dari awal sampai akhir.
8
Dalam penelitian ini penulis memilih masyarakat Sleman Berbah,
Yogyakarta sebagai responden penelitian. Dalam pandangan penulis, masyarakat
di sekitar wilayah itulah yang menikmati secara langsung pertunjukan Campursari
di Jogja TV. Di sekitar wilayah tersebut juga merupakan lokasi penelitian
dilakukan, karena hendak mengetahui pendapat seseorang saat menonton program
Campursari secara live dan melalui media televisi. Masyarakat Sleman adalah
penonton terbanyak untuk program tersebut dibandingkan dengan daerah lain
dikarenakan dekat dengan panggung pertunjukan yaitu di Jogja TV sendiri. Ada
yang lebih memilih untuk menonton langsung dengan berbondong-bondong ke
lokasi, tetapi juga ada yang lebih memilih untuk menyaksikan dari rumah.
Kemudian di dalam penelitian ini akan melengkapi riset komunikasi
khususnya riset khalayak. Karena dalam penelitian ini yang menjadi fokus utama
adalah persepsi khalayak dalam menonton pertunjukan campursari. Khalayak
akan diteliti dan akan mencari perbandingan penonton yang melihat pertunjukan
secara live ataupun melalui media televisi. Kemudian akan terlihat persepsi dari
masing-masing penikmat campursari yang menyaksikannya dengan cara yang
berbeda.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, dapat dilihat pendapat masyarakat dalam
menonton pertunjukan campursari di Jogja TV secara live dan melalui media
televisi:
9
1. Apakah ada perbedaan persepsi pengalaman menonton pertunjukan musik
tradisional Klinong-Klinong Campursari secara live dan dengan melalui
media televisi?
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, Tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perbedaan persepsi pengalaman menonton pertunjukan
musik tradisional Klinong-Klinong Campursari secara live dan dengan
melalui media televisi.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi mengenai perbedaan pengalaman menonton
program campursari yang disaksikan secara live dan melalui televisi.
b. Hasil ini diharapkan bisa memberikan gambaran yang jelas mengenai
cara menonton yang paling banyak digunakan oleh masyarakat dalam
menyaksikan pertunjukan campursari.
2. Manfaat Teoritis
a. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan metodologi dalam
mengungkap permasalahan perbedaan pengalaman menonton program
campursari secara live dan melalui media televisi.
b. Untuk menambah khasanah pengetahuan ilmu komunikasi, khususnya
yang terkait dengan teori persepsi dan pengalaman menonton.
10
c. Hasil penelitian ini dapat menjadi rekomendasi pada penelitian lebih
lanjut.
E. KERANGKA TEORI
a. Komunikasi Massa
Sebelum membahas lebih jauh tentang pengalaman menonton sebuah
pertunjukan melalui media, maka hal yang bisa dipaparkan dia awal adalah
tentang komunikasi, yang dalam hal ini berkaitan dengan komunikasi massa.
Komunikasi yang menggunakan media massa lazim kita sebut sebagai komunikasi massa. Secara konkretnya Little John mendefinisikan komunikasi massa adalah suatu proses dimana organisasi media memproduksi pesan-pesan (messages) dan mengirimkan kepada publik. Dan melalui proses tersebut, sejumlah pesan akan digunakan atau dikonsumsi audiens.2
Lebih jelasnya dari pengertian tentang Komunikasi massa adalah proses
komunikasi yang dilakukan melalui media massa dengan berbagai tujuan
komunikasi dan untuk menyampaikan informasi kepada khalayak luas.
Komunikasi massa diartikan penyebaran pesan dengan menggunakan media
yang ditujukan kepada massa yang abstrak, yakni sejumlah orang yang tidak
tampak oleh si penyampai pesan. Menjalankan proses dalam penyampaian
tujuan untuk mencapai sesuatu yang diharapkan, maka peranan dari media
massa ini pun sangat berarti bagi masyarakat.
Adapun fungsi komunikasi massa menurut Burhan Bungin pada umumnya adalah:
menyiarkan informasi (to inform),
2 Redi Panuju, Sistem Komunikasi Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,1997, hal 117
11
mendidik (to educate) menghibur (to entertain).
Komunikasi, terutama komunikasi massa, dengan fungsinya sebagai
sarana hiburan, penerangan, dan pendidikan, menimbulkan pengaruh yang
positif. Tetapi kalau kurang keterampilan, pengetahuan, dan kewaspadaan
pihak yang menangainya, pengaruhnya yang negatif tidak kecil.
Komunikasi massa sebagai medium hiburan, terutama menggunakan
media massa, jadi fungsi-fungsi hiburan yang ada pada media massa juga
merupakan bagian dari fungsi komunikasi massa.
Menurut McQuail, media massa adalah institusi yang menghubungkan seluruh unsur masyarakat satu dengan lainnya dengan melalui produk media massa yang dihasilkan. Secara spesifik institusi media massa adalah sebagai saluran produksi dan distribusi konten simbolis, sebagai institusi public yang bekerja yang bekerja sesuai aturan yang ada, keikutsertaan baik sebagai pengirim atau penerima adalah sukarela, menggunakan standar professional dan birokrasi, dan media sebagai perpaduan antara kebebasan dan kekuasaan.3
Jelasnya, televisi adalah media yang digunakan dalam komunikasi,
tepatnya komunikasi massa. Dimana komunikasi massa merupakan
komunikasi melalui media massa modern. Dan media massa ini adalah surat
kabar, film, radio, dan televisi.
Media massa yang dimaksud disini adalah televisi. Televisi merupakan
media yang dapat mendominasi komunikasi massa, karena sifatnya yang dapat
memenuhi kebutuhan dan keinginan khalyak. Televisi mempunyai kelebihan
dari media massa yang lainnya yaitu bersifat audio visual (didengar dan
dilihat), dapat menggambarkan kenyataan dan langsung dapat menyajikan
3 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta, Kencana, 2006, hal 99
12
peristiwa yang sedang terjadi ke setiap rumah pemirsa dimanapun mereka
berada.
b. Televisi
Hal selanjutnya yang menjadi media di dalam seseorang menyaksikan
sebuah pertunjukan adalah melalui saluran media massa yang dalam hal ini
adalah televisi.
Istilah televisi (television) merupakan suatu kata yang berasal dari gabungan kata tele (bahasa Yunani) yang berarti jauh dan vision (bahasa latin videra), artinya melihat/memandang. Jadi secara harfiah, televisi berarti memandang dari jauh. Tepatnya, televisi ialah memandang peristiwa dari jauh dalam waktu yang bersamaan.4
Sifat media massa (televisi) yang serempak dimanfaatkan untuk membuat
khalayak secara bersamaan menaruh perhatian kepada pesan yang
disampaikan komunikator. Selain sifat media yang cepat memungkinkan
pesan dapat disampaikan kepada begitu banyak orang dalam waktu yang
cepat, daya tarik televisi juga demikian besar, sehingga pola-pola kehidupan
rutinitas manusia sebelum muncul televisi, berubah total sama sekali.5
Kelebihan lain televisi adalah karena televisi dalam proses penggunaannya
hanya memerlukan persyaratan yang sangat lunak, yakni dengan hanya
melihat dan mendengar saja maka seseorang sudah bisa mamperoleh
informasi. Media massa radio merupakan wacana yang relatif mendekati
kesempurnaan sebagai alat pengganti kunjungan kepada sasaran. Ia tidak
4 Sofiah, Komunikasi Media Film dan Televisi, Surakarta, UNS Press,1993, hal 475 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, Bandung, PT Remaja Rosdakarya,
1987, hal 79
13
menuntut pendengarnya memiliki keterampilan tertentu dan pengetahuan
khusus sehingga orang buta pun dapat memanfaatkannya.
c. Program Acara Televisi
Di dalam menyajikan acara pertunjukan campursari melalui media, televisi
juga memiliki jenisnya sendiri di dalam menampilkan sebuah acara atau
programnya. Program acara tersebut akan dijelaskan ke dalam penjabaran di
bawah.
Program acara televisi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu program
acara siaran tidak langsung (recording) baik sejenis drama dan non drama
serta program acara siaran langsung (live).
1. Program acara tidak langsung (recording)
Program acara yang kejadiannya sudah dilakukan terlebih dahulu, baru
kemudian dilakukan proses penyempurnaan baik system audio melalui mixing
atau dubing dan system video melalui proses editing, titling, chroma key,
pemberian effect dan sebagainya, yang dalam tv production di kenal dengan
istilah post production.
2. Program siaran langsung (LIVE)
Siaran langsung atau live event merupakan salah satu jenis program acara pada stasiun televisi broadcasting. Siaran langsung dapat dibedakan dalam dua kategori besar yaitu siaran langsung dari studio atau di area stasiun televisi tersebut, baik di dalam maupun diluar kota6.
6 Ciptono Setyobudi, Teknologi Broadcasting TV, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2006, hal 22
14
Pengaruh media massa sendiri sangat berperan dalam mempengaruh
khalayak luas, terciptanya budaya televisi yang memperngaruh tingkah laku
dan kebisaaan khalayak. Khalayak yang terhanyut dalam acara yang ditonton
akan terbawa dalam situasi dan kondisi apa yang khalayak tonton dalam acara
yang ditayangkan media massa.
d. Realitas Media
Media, dalam hal ini adalah televisi di dalam kemunculannya ternyata juga
menimbulkan beberapa dampak atau efek yang dihasilkan. Saat seseorang
menonton acara pertunjukan secara langsung dan melalui televisi akan
memiliki perbedaan efek yang ditimbulkan.
Fenomena “budaya media”, yakni pola perilaku yang disebabkan oleh kehadiran media pada masyarakat modern memang tak dapat dihindari. Media mempengaruhi masyarakat modern, tetapi media hanya hidup di masyarakat modern. Budaya media adalah produk masyarakat industri, dimana kebudayaan diproduksi oleh media massa. Budaya media diproduksi oleh organisasi besar yang bergantung pada orang-orang terlatih dengan komitmen di bidang jurnalistik, hiburan, dan keahlian bisnis, ketrampilan teknis, dan karier.7
Menurut Mursito dalam bukunya Memahami Institusi Media: Sebuah
Pengantar, menyatakan bahwa media memiliki dua realitas, yaitu realitas
media dan realitas empirik.8 Keduanya tidak sama meskipun saling
berhubungan. Realitas media direproduksi berdasar realitas empirik atau
kenyataan. Di dalam realitas empirik terdapat beberapa data dan fakta yang
masih tersebar bebas. Kemudian fakta dan peristiwa direkam oleh media
7 John Downing, dkk, Questioning The Media, London, Sage Publications, 1995, hal 268 Mursito, BM, Memahami Institusi Media: Sebuah Pengantar, Surakarta, SPIKOM,
2006, hal 91
15
dengan menggunakan kamera secara acak dan tidak urut sesuai peristiwa. Lalu
di dalam perusahaan, rekaman tersebut diedit sehingga menimbulkan suatu
cerita yang bahkan mungkin baru sesuai dengan kebutuhan.
Dalam menyajikan realitas empirik, media memiliki “bahasa” tersendiri,
bahasa yang dibentuk oleh pertautan antara komponen-komponen yang
terintegrasi dalam sistem organisasi dan institusi media televisi. Postman
(1995) dalam bukunya Menghibur Diri Sampai Mati, menyebut “bahasa
televisi” ini sebagai “konversasi”.9 Konversasi secara metaforis, tidak hanya
menunjuk pada percakapan, namun juga pada segala teknik dan teknologi
yang memungkinkan umat manusia dari suatu peradaban tertentu untuk
bertukar pesan. Dalam pengertian ini, semua kebudayaan adalah suatu
konversasi atau lebih jelasnya lagi suatu kumpulan konversasi, diadakan
dengan berbagai variasi simbolis. Tuturan simbolik televisi merupakan
konversasi dari dunia material, dunia sosial, dan dunia simbolik yang menjadi
lingkungan manusia, sebagaimana yang dikemukakan Kuntowijoyo. Televisi
mengubah dan mentransformasikan “dunia manusia” ini menjadi realitas
media (televisi). Media menentukan bagaimana suatu realitas empirik
diformat, dikemas dengan trik-trik kamera, dll, membentuk cerita baru tentang
realitas, yaitu realitas televisi. Televisi adalah teater, panggung tempat
kehidupan ini dicritakan.
Dalam konsepsi Fiske, televisi berfungsi sebagai “a bearer/ provoker of meaning and pleasures”. Televisi sebagai budaya merupakan bagian yang krusial dari dinamika sosial yang memelihara struktur sosial dalam suatu
9 Ibid, hal 92
16
proses produksi dan reproduksi yang konstan: melalui makna, berupa popular pleasures, dan oleh karena itu sirkulasinya adalah bagian dan merupakan parcel struktur sosial. Televisi memaknakan realitas sosial, dengan symbol.10
Jadi sesuai dalam konsep yang dikemukakan Fiske tadi menjadikan televisi
sebagai alat yang dapat digunakan untuk memaknai realitas sosial. Akan tetapi
cara yang digunakan untuk memaknai realitas tadi adalah dengan simbol.
Media massa telah mengubah percakapan natural dalam komunikasi interpesonal menjadi apa yang oleh Postman disebut “konversasi”. Demikian dahsyatnya media dapat mengubah bahkan memproduksi realitas sehingga Postman sampai mengatakan: bentuk konversasi menyeleksi substansinya. Medium mendefinisikan perilaku komunikasi seseorang, menjadikan seseorang sebagai bagian dari konversasi.11
Jadi menurut Postman, realitas empirik atau realitas yang sesungguhnya di
dalam media massa telah diubah oleh media, sehingga bentuk konversasi yang
dilakukan oleh media telah menyeleksi substansinya.
Kurt dan Gladys Lang (1971) melakukan penelitian kepada di dalam sebuah parade di Chicago. Lang meneliti di sepanjang rute yang dilewati parade dan di depan televisi untuk membandingkan reaksi orang-orang yang memiliki pengalaman melihat parade langsung dengan yang menyaksikan dari televisi. Orang yang melihat dari televisi berpikir bahwa acara akan jauh lebih menarik dibandingkan jika dilihat secara langsung. Kamera akan mengikuti pergerakan parade, dan menunjukkan kepada pemirsa gambar menarik yang tidak bisa disela. Pemirsa televisi akan terus mengikuti rute parade dan bahkan diberikan informasi tambahan dari narator yang mengomentari acara tersebut. Tidak seperti pemirsa televisi, saksi mata atau penonton langsung di tempat kejadian akan melihat keramaian orang, membuat parade terlihat berkurang kemegahannya saat terlihat di televisi. Orang-orang yang berdiri di sepanjang rute akan tersenyum atau bersorak karena mereka akan masuk ke dalam televisi untuk pertama kali dalam hidupnya dan bukan karena acara parade tersebut. Kemudian Langs menyimpulkan bahwa kenyataan di dunia ini yang disajikan dengan televisi akan berbeda dengan pengalaman langsung.12
10 John Fiske, Television Culture, London and New York, Routledge, 1987, hal 111 Neil Postman, Menghibur Diri Sampai Mati, Sinar Harapan, 1995, hal 1812 Pamela J Shoemaker, Mediating The Message: Theories of Influences on Mass Media Content,
New York: White Plains, 1996, hal 36
17
Dari hal yang dikemukakan oleh Kurt dan Gladys Lang tersebut, dapat
disimpulkan bahwa, orang yang menyaksikan parade melalui televisi akan
berpikiran bahwa lebih menarik jika dapat menonton secara langsung, karena
di televisi penonton akan diarahkan kepada arah dimana media tersebut
mengambil gambar. Jadi orang yang menonton acara secara langsung akan
melihat dari sisi realitas yang sesungguhnya dan belum melewati media yang
akan menkonversi realitas.
e. Persepsi
Saat seseorang menyaksikan sebuah pertunjukan, dalam hal ini adalah
pertunjukan campursari yang disajikan secara langsung dan melalui media
televisi ternyata akan menimbulkan pandangan yang berbeda-beda di dalam
setiap manusia. Seseorang yang melihat secara langsung akan memiliki
pandangan yang berbeda dengan orang yang menyaksikan melalui media
televisi. Media televisi yang telah dikemukakan di atas, yang memunculkan
realitas media juga akan memberikan pandangan tertentu kepada pemirsa.
Pandangan seseorang tersebut yang disebut persepsi yang akan dikemukakan
di bawah.
Manusia hidup di dalam dunia benda dan manusia, suatu dunia yang membanjiri indera dengan berbagai stimulus. Hanya dalam keadaan yang sangat luar biasalah manusia sadar akan adanya stimulus, seperti seberkas sinar, sebuah nada murni, atau pola garis hitam putih yang teratur. Persepsi adalah proses dimana kita mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus ini dalam lingkungan.13
13 Rita L Atkinson dkk, Pengantar Psikologi, Jakarta: Erlangga, 1991, hal 201
18
Tidak seperti peristiwa sensorik sederhana, yang dapat dijelaskan dengan
peristiwa sekeliling dalam sistem sensorik, fenomena persepsi dianggap
tergantung pada proses yang lebih tinggi peringkatnya. Jadi, studi tentang
persepsi sangat berkaitan dengan studi tentang proses kognitif.
Proses psikologis diasosialisasikan dengan interpretasi dan pemberian makna terhadap orang atau objek tertentu, dikenal sebagai persepsi. Dengan mengutip Cohen, Fisher dikemukakan bahwa persepsi didefinisikan sebagai interpretasi terhadap berbagai sensasi sebagai representasi dari objek-objek eksternal, jadi persepsi adalah pengetahuan tentang apa yang dapat ditangkap oleh panca indra kita. Definisi ini melibatkan sejumlah karakteristik yang mendasari upaya kita untuk memahami proses antara pribadi.14
Pertama suatu tindakan persepsi mensyaratkan kehadiran objek eksternal
untuk dapat ditangkap oleh indera kita. Persepsi terjadi di dalam benak
individu yang mempersepsi, bukan di dalam objek dan selalu merupakan
pengetahuan tentang penampakan. Maka apa yang mudah bagi seseorang,
belum tentu mudah bagi orang lain, atau apa yang jelas bagi seseorang
mungkin akan membingungkan bagi orang lain. Beberapa sifat persepsi15 :
Persepsi adalah pengalaman.
Untuk mengartikan makna dari seseorang, objek atau peristiwa,
maka harus memiliki dasar/ basis untuk melakukan interpretasi.
Hal ini ditemukan pada pengalaman masa lalu dengan seseorang,
objek atau peristiwa tersebut dengan hal-hal yang menyerupainya.
Persepsi adalah selektif.
Yaitu ketika mempersepsikan hanya bagian-bagian tertentu dari
suatu objek atau orang. Jadi melakukan seleksi hanya pada
14 Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktik, Jakarta: Graha Ilmu, 2009, hal 14915 Ibid, hal 150
19
karakteristik tertentu dari objek-objek persepsi dan mengabaikan
yang lain.
Persepsi adalah penyimpulan.
Mempersepsikan makna adalah melompat kepada suatu
kesimpulan yang tidak sepenuhnya didasarkan atas data yang dapat
ditangkap oleh panca indra. Penyimpulan ini berusaha untuk
mendapatkan gambar yang lebih lengkap mengenai objek yang
dipersepsikan atas dasar sebagian karakteristik dari objek tersebut.
Persepsi tidak akurat
Setiap persepsi akan mengandung kesalahan dalam kadar tertentu.
Hal ini disebabkan oleh pengaruh pengalaman masa lalu,
selektifitas, dan penyimpulan.
Persepsi adalah evaluatif.
Persepsi tidak akan pernah objektif, karena melakukan interpretasi
berdasarkan pengalaman dan merefleksikan sikap, nilai dan
keyakinan pribadi yang digunakan untuk memberi makna pada
objek persepsi.
Jalaluddin Rakhmat mengatakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.16
Dalam konteks ini, persepsi diberi pengertian sebagai kemampuan
seseorang untuk menafsirkan atau menyimpulkan sesuatu pesan secara
16 Jalaluddin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: CV. Remaja Karya, 1985, hal 176
20
indrawi. Menafsirkan atau menyimpulkan sesuatu pesan berarti memberikan
pendapat, tanggapan atau penilaian terhadap pesan tersebut.
Menurut Everett M. Rogers dan F. Floyd Shoemaker (1971), mengatakan bahwa kemampuan seseorang dalam menafsirkan sesuatu pesan dapat dikaji dari selective exposure dan selective perception. Selective exposure adalah kecenderungan seseorang untuk menangkap atau memperhatikan pesan-pesan komunikasi yang sesuai dengan kebutuhannya, sikap, dan kepercayaan, sehingga pesan-pesan yang tak berkaitan dengan dirinya akan dilewatkan begitu saja, tidak diperhatikan. Sedangkan selective perception adalah kecenderungan seseorang untuk menafsirkan pesan-pesan komunikasi menurut sikap dan kepercayaan sendiri atau pengetahuan dan pengalaman yang ada padanya.17
Proses Pembentukan Persepsi Publik
Menurut Santoso Sastropoetro (1990) yang mengutip George Carslake Thompson, kalau publik menghadapi isu maka timbul perbedaan opini, karena18:
a. Perbedaan pandangan terhadap fakta.b. Perbedaan perkiraan tentang cara-cara terbaik untuk mencapai
tujuan.c. Perbedaan motif yang serupa guna mencapai tujuan.
Dalam hubungannya dengan penilaian terhadap suatu opini publik, perlu
diperhitungkan empat pokok, yaitu:
Difusi, yaitu apakah opini yang timbul merupakan suara terbanyak,
akibat adanya kepentingan golongan.
Persistence, yaitu kepastian atau ketetapan tentang masa
berlangsungnya isu karena di samping itu opini pun perlu
diperhitungkan.
Intensitas, yaitu ketajaman terhadap isu
17 Dede Drajat, Dkk, Dalam jurnal “Pola Menonton Dan Persepsi Masyarakat Terhadap Tayangan Kekerasan Dan Pornografi Di Televisi”, Pusat Litbang Aptel, SKDI, Komunikasi dan Informatika RI, 2006, hal 6
18 Helena Olii, “Opini Publik”, Jakarta: PT Macanan Jaya Cemerlang, 2007, hal 15
21
Reasonableness, atau pertimbangan-pertimbangan yang tepat dan
beralasan.
f. Penonton Atau Audiens
Sebagai objek yang diteliti, yaitu masyarakat yang menyaksikan
pertunjukan campursari baik secara live maupun melalui media televisi, dapat
dibedakan menjadi dua dimensi: yaitu penonton pertunjukan, yang
menyaksikan pertunjukan secara langsung; dan penonton media, yang
menyaksikan pertunjukan melalui televisi.
1. Penonton Pertunjukan
Penonton, merupakan kata yang juga digunakan kepada kelompok orang
yang terkait oleh ikatan sosial-budaya yang signifikan. 'Penonton' ini mungkin
digambarkan sebagai subkultur, budaya rasa, adat atau agama, dan bahkan
rumah tangga. Anggota 'kelompok' ini membawa perspektif tertentu untuk
terlibat dengan media dan mungkin digambarkan sebagai sebuah formasi.
Formasi tersebut dibentuk oleh sistem sosial yang ada dan kadang-kadang
juga dibentuk oleh rasa kebersamaan. Formasi sosial ini eksis dan hadir secara
independen di media. Formasi dari penonton ini mungkin dapat bergabung
atau berpisah dengan media, atau secara simultan bekerja bersama –
contohnya saat di stadion olahraga di mana penonton secara bersama-sama
menonton pertandingan di lapangan atau melalui televisi layar lebar, dan
melihat dirinya sendiri muncul di layar lebar pada saat pertandingan tersebut.
22
Menurut Independent Theatre Council (ITC)19, ada lima dimensi dari
pengalaman penonton yang bisa diidentifikasi, yaitu:
1. Engagement and Concentration
Merupakan kemampuan menangkap dan mempertahankan perhatian
audiens yang merupakan konsistensi dan menjadi satu-satunya hal terkuat
yang muncul dalam menonton pertunjukan.
2. Learning and Challenge
Tantangan dan pembelajaran di dalam proses seseorang menonton
pertunjukan telah diidentifikasikan sebagai komponen kunci yang bisa
dirasakan secara intrinsik. Di dalam pandangan seseorang, jika melihat
aktivitas dalam pertunjukan tersebut ‘terlalu biasa’ atau tidak ada hal baru
yang bisa menjadi pembelajaran, maka seseorang akan bisa merasakan
kebosanan. Tetapi juga sebaliknya, apabila di dalam proses menonton
pertunjukan ternyata ‘terlalu banyak’ informasi yang bisa didapat, maka
seseorang juga akan meninggalkannya karena merasa tidak nyaman
sehingga tidak memperoleh informasi apapun.
3. Energy and Tension
Energi, dalam konteks pengalaman penonton, mengacu pada reaksi
fisiologis terhadap suatu pertunjukan. Beberapa pertunjukan akan
menunjukkan energi dan kegembiraan yang besar. Misalnya, pertunjukan
19 Independent Theatre Council (ITC). “Capturing the audience experience: A handbook for the theatre”, 2005, hal 12
23
musik Barat yang bertujuan untuk memberikan pengalaman langsung
yang menyenangkan dan bisa membuat penonton mengangkat tangan dan
melambai. Sebaliknya, sebuah film thriller yang menegangkan, dapat
menyebabkan meningkatnya gairah fisiologis - detak jantung meningkat,
ketegangan otot meningkat, dan keringat bercucuran.
4. Shared Experience and Atmosphere
Dimensi keempat yang diidentifikasi adalah perasaan dari kumpulan
pengalaman yang ditunjukkan oleh kinerja pertunjukan yang baik. Unsur
dalam pengalaman itu sangat didukung penonton oleh sejumlah
narasumber. Ada banyak bukti dan literatur psikologis yang mendukung
kontribusi. Mungkin sangat klise, tetapi manusia adalah 'hewan sosial'
yang menikmati interaksi kelompok, dan berbagi pengalaman dengan
orang lain yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatannya, yang
mengarah kepada suasana.
5. Personal resonance and emotional connection
Di dalam menonton sebuah pertunjukan, para peneliti memahami
pentingnya narasi dalam membantu orang untuk memahami jalannya
pertunjukan. Identifikasi yang baik di dalam seseorang menyaksikan
pertunjukan merupakan sarana yang tepat bagi penonton pertunjukan.
Aspek lain dari dimensi personal resonance adalah sejauh mana
pertunjukan bisa berfungsi sebagai cara untuk memperluas pemahaman
masyarakat.
24
Gambar 1.1Model Pengalaman Menonton dalam Pertunjukan
Sumber: (ITC, 2005:14)
Sangat dimungkinkan bahwa orang yang sering menghadiri atau
menyaksikan suatu pertunjukan biasanya memiliki respon yang berbeda
dengan yang jarang menyaksikan. Grafik di bawah menunjukkan pengalaman
penonton melalui semua pertunjukan. Responden telah dikelompokkan dengan
frekuensi dalam menghadiri pertunjukan, yang mana nomor di dalam grafik
menunjukkan jumlah kehadiran di dalam sebuah pertunjukan. Tampaknya
yang lebih sering menonton pertunjukan kemungkinan besar akan relatif sukar
menemukan performance engaging dan personally resonant.20
Gambar 1.2
Grafik Pengalaman Penonton dalam Pertunjukan
20 Independent Theatre Council (ITC), “Capturing the audience experience: A handbook for the theatre”, 2005, hal 34
The Audience Experience Framework
Engagement and Concentration
Learning and Challenge
Energy and Tension
Shared Experience and Atmosphere
Overall Evaluate
25
Sumber: (ITC, 2005:34)
2. Penonton Media
Teori Kekayaan Media dari Daft & Lengel (1986) mengemukakan gagasan bahwa tingkat kekayaan media tergantung pada kapasitas media untuk memproses komunikasi yang ambigu, dan menunjukkan bahwa media lebih efektif untuk pekerjaan yang samar-samar, dan media lebih baik untuk pekerjaan yang tegas. Menurut teori ini, komunikasi tatap muka atau secara langsung dianggap yang paling kaya, sementara media lain yang dianggap kurang baik karena lebih memiliki sedikit isyarat kontekstual dan umpan balik lebih lambat dibandingkan secara langsung (An, Y. J, 2006).21
Teori Kekayaan Media oleh Daft & Lengel (1984) mencoba untuk
menggambarkan kondisi di mana media komunikasi tertentu dipilih.22 Teori
ini mengasumsikan proses hubungan pilihan media dengan tingkat
ketidakpastian dan ketidakjelasan. Ketidakpastian mengacu pada keadaan
21 An, Y.-J., dkk.. Student perceptions of asynchronous computer mediated communication in face-to-face courses. Journal of Computer Mediated Communication, 11(2), article 5, 2006, hal 2
22 Caspi, dkk, Journal, Instructional Media Choice: Factors Affecting the Preferences of Distance Education Coordinators, 2005, hal 171
26
yang dialami oleh individu saat informasi tidak cukup atau sama sekali tidak
ada. Ketidakjelasan mengacu pada ambiguitas yang melekat dalam informasi
itu sendiri dan menjadi manifest ketika komunikator berinteraksi dari sudut
pandang yang berbeda.
Carlson dan Zmud (1999) melangkah lebih jauh untuk menguji pengaruh
pengaruh sosial pada persepsi kekayaan media.23 Mereka mengidentifikasi
pengaruh sosial yang berpotensi dapat mengubah atau memperluas
kemampuan media sehingga menjadi kaya - pengalaman sebelumnya dengan
media sebelumnya, pengalaman dengan mitra komunikasi, dan pengalaman
sebelumnya dengan topik. Mereka berpendapat bahwa sebagai individu yang
mengembangkan pengalaman berkomunikasi, hal ini meningkatkan
kemampuan mereka untuk berkomunikasi secara efektif dalam konteks
situasional melalui berbagai saluran tertentu, dan orang-orang cenderung
untuk melihat saluran ini menjadi semakin kaya. Individu ini juga cenderung
untuk menafsirkan pesan yang diterima pada saluran ini lebih kaya karena
mereka dapat meningkatkan tafsiran berbagai isyarat. Dengan kata lain, ketika
orang-orang menjadi lebih akrab dengan media, persepsi mereka tentang
media komunikasi cenderung berubah. Ide ini merupakan asumsi utama dari
teori ekspansi saluran.
Carlson dan Zmud (1999) berpendapat bahwa dengan mengukur pengetahuan bangunan - sebelumnya pengalaman yang berkaitan dengan penggunaan media, prediksi dari pemilihan media akan lebih tepat. Secara khusus, pengalaman dengan mitra komunikasi akan memungkinkan penonton untuk mengembangkan persepsi mereka sendiri yang unik dari media. Hal ini juga akan memberikan pengguna dengan pengalaman sebelumnya untuk
23 Klyueva, Anna V, Journal “An Integrated Model of Media Selection in Strategic Communication Campaigns”, University of Oklahoma, 2009, hal 4
27
mengembangkan mekanisme yang akan memungkinkan mereka untuk memanfaatkan media yang tampaknya tidak tepat namun masih menghasilkan komunikasi yang positif.24
Sedangkan untuk teori dari seseorang yang menonton pertunjukan melalui
televisi dapat terdefinisi dalam teori seseorang dalam menggunakan media.
Media memiliki kekayaan, dan hal tersebut dikemukakan oleh Daft dan
Lengel.
Daft dan Lengel (1984, 1986) dan Daft, Lengel & Trevino (1987) menyatakan bahwa media berbeda dalam jumlah "kaya" yang dapat mereka sampaikan. Kekayaan dalam konteks ini adalah fungsi dari empat faktor: kemampuan dari medium (1) untuk memberikan umpan balik langsung, (2) untuk mengirimkan komunikasi verbal dan non-verbal, (3) untuk memberikan rasa personalisasi dan (4) untuk mensimulasikan bahasa alami. Peringkat media di masing-masing faktor dari yang terkaya ke yang tidak.25
Empat item yang bisa digunakan untuk mengukur kekayaan media
menurut Daft and Lengel (1984)26:
1. Ability to send multiple cues through multiple channels of communication,
yaitu kemampuan untuk bisa mengirim beberapa pesan atau makna
melalui berbagai saluran komunikasi. Di dalam satu atau beberapa saluran
media memungkinkan menghasilkan beberapa makna yang bisa timbul
dari penyampaiannya, hal ini merupakan salah satu kekayaan media
ringkas namun memiliki banyak kelebihan dalam menyampaikan makna.
2. Ability to support the use of language variety, yaitu kemampuan untuk
mendukung penggunaan berbagai bahasa. Apabila sebuah peristiwa
direkam dalam sebuah media, maka oleh media akan diolah sedemikian
rupa sehingga dapat dinikmati oleh pemirsa. Kelebihan disini adalah pesan
24 Ibid, hal 425 Caspi, Op. Cit26 Klyueva, Op. Cit, hal 5
28
tersebut dapat diterjemahkan dalam berbagai bahasa atau makna lain
sehingga lebih mudah dimengerti oleh pemirsa.
3. Ability to provide immediate feedback, yaitu kemampuan untuk
memberikan umpan balik dengan cepat. Salah satu hal yang harus dimiliki
media sekarang ini adalah harus adanya kemampuan untuk memberikan
tanggapan kepada pemirsa yang menggunakan media tersebut.
4. Ability to support a high degree of personalness, yaitu kemampuan untuk
mendukung komunikasi pribadi/ privacy tingkat tinggi. Keunggulan
menggunakan media disini yaitu pengguna bisa memiliki akses penuh atas
media tersebut, dan pengguna dapat menggunakannya sesuai kebutuhan.
F. DEFINISI KONSEPSIONAL DAN OPERASIONAL
1. Definisi Konsepsional
a. Program Acara Musik Campursari
Program acara musik tradisional Klinong-Klinong Campursari adalah
salah satu program acara Jogja TV yang paling banyak diminati dan
disajikan secara live panggung di halaman Gedung Jogja TV.
b. Persepsi dari Penonton Acara Campursari
Penonton yang menyaksikan program acara campursari akan memiliki
persepsi tersendiri saat sedang menonton pertunjukan tersebut. Ada
29
beberapa dimensi yang menjadi ukuran dari subjek penonton acara
pertunjukan27, yaitu:
Engagement and Concentration
Merupakan kemampuan menangkap dan mempertahankan
perhatian audiens yang merupakan konsistensi dan menjadi satu-
satunya hal terkuat yang muncul dalam menonton pertunjukan.
Learning and Challenge
Tantangan dan pembelajaran di dalam proses seseorang menonton
pertunjukan telah diidentifikasikan sebagai komponen kunci yang
bisa dirasakan secara intrinsik.
Energy and Tension
Energi, dalam konteks pengalaman penonton, mengacu pada reaksi
fisiologis terhadap suatu pertunjukan.
Shared Experience and Atmosphere
Perasaan dari kumpulan pengalaman yang ditunjukkan oleh
penampilan pertunjukan yang baik. Unsur dalam pengalaman itu
sangat didukung penonton oleh sejumlah artis.
Personal resonance and emotional connection
Di dalam menonton sebuah pertunjukan, para peneliti memahami
pentingnya narasi dalam membantu orang untuk memahami
jalannya pertunjukan.
27 Independent Theatre Council (ITC), Op. Cit
30
Kemudian empat hal yang bisa digunakan untuk mengukur persepsi
menonton media Daft and Lengel (1984)28:
Ability to send multiple cues through multiple channels of
communication, yaitu kemampuan untuk bisa mengirim beberapa
pesan atau makna melalui berbagai saluran komunikasi.
Ability to support the use of language variety, yaitu kemampuan
untuk mendukung penggunaan berbagai bahasa.
Ability to provide immediate feedback, yaitu kemampuan untuk
memberikan umpan balik dengan cepat.
Ability to support a high degree of personalness, yaitu kemampuan
untuk mendukung komunikasi pribadi/ privacy tingkat tinggi.
2. Definisi Operasional
a. Program Acara Musik Campursari
Program acara musik tradisional Klinong-Klinong Campursari adalah
salah satu program acara Jogja TV yang ditayangkan setiap hari Kamis
pukul 20.00-22.00 WIB yang dilaksanakan secara langsung di luar gedung
Jogja TV tetapi masih di dalam halaman. Juga ditayangkan setiap hari
Sabtu pukul 21.00-22.00 WIB yang dilaksanakan secara langsung di
dalam Gedung 1 Jogja TV.
b. Persepsi Penonton Acara Campursari
28 Klyueva, Op. Cit
31
Untuk mengukur tingkat persepsi dibutuhkan beberapa indikator yang
dapat mengukurnya. Jadi persepsi penonton dapat diukur dengan beberapa
indikator :
Engagement and Concentration dalam menonton dapat diukur
dari:
a) Daya tahan penonton dapat diukur dari lamanya
menyaksikan pertunjukan dari awal sampai akhir.
b) Penonton memiliki fokus yang tinggi dalam menyaksikan
pertunjukan.
Learning and Challenge dalam menonton dapat diukur dari:
a) Penonton dapat merasakan kenyamanan saat menyaksikan
pertunjukan campursari.
b) Penonton dapat mengikuti irama dan alur dari pertunjukan
tersebut.
c) Penonton merasa tertantang untuk memperoleh sesuatu
yang baru dari pertunjukan tersebut.
Energy and Tension dalam menonton dapat diukur dari:
a) Penonton memiliki ketertarikan kepada artis yang sedang
bermain, ditunjukkan dengan menuruti setiap gerakan artis.
b) Penonton memiliki kemampuan untuk mengikuti
pertunjukan dengan antusias yang tinggi.
Shared Experience and Atmosphere dalam menonton dapat diukur
dari:
32
a) Penonton dapat berinteraksi dengan penonton lainnya yang
sedang menyaksikan acara yang sama.
b) Penonton dapat merasakan suasana campursari yang kental
dari pertunjukan tersebut.
c) Penonton dapat membagikan pengalaman dan berdiskusi
dengan penonton lainnya.
Personal resonance and emotional connection dalam menonton
dapat diukur dari:
a) Penonton memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan
artis atau yang sedang membawakan acara.
b) Penonton memiliki kepekaan dalam melihat hal-hal atau
aspek tertentu yang memberi inspirasi.
Ability to send multiple cues through multiple channels of
communication dalam menonton dapat diukur dari:
a) Penonton dapat menyaksikan pertunjukan campursari
melalui berbagai macam saluran media.
b) Penonton dapat menikmati pertunjukan campursari dari
manapun dia berada.
c) Penonton dapat menikmati pertunjukan tersebut dengan
modal seadanya.
Ability to support the use of language variety dalam menonton
dapat diukur dari:
33
a) Penonton dapat memahami bahasa yang digunakan oleh
artis yang sedang bermain.
b) Penonton dapat mendengar dengan jelas suara dari artis
yang sedang bermain.
c) Penonton dapat mengetahui siapa saja yang sedang tampil.
Ability to provide immediate feedback dalam menonton dapat
diukur dari:
a) Penonton dapat berinteraksi melalui telepon kepada acara
campursari tersebut.
b) Penonton dapat berpartisipasi dengan acara campursari
tersebut melalui request lagu.
Ability to support a high degree of personalness dalam menonton
dapat diukur dari:
a) Penonton dapat menikmati pertunjukan campursari sambil
melakukan aktifitas lainnya.
b) Penonton dapat menyudahi menonton pertunjukan
campursari tersebut apabila sudah selesai.
34
G. METODOLOGI PENELITIAN :
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Sleman Yogyakarta,
yang merupakan kawasan siaran Jogja TV. Adapun alasan pemilihannya
karena penikmat program acara Klinong-Klinong Campursari sebagian
besar adalah masyarakat sekitar Jogja TV sendiri yang merupakan
penonton tetap program acara tersebut.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan teknik
quata sampling. Unit populasi yang menjadi sampel penelitian selanjutnya
diinterview atau diberi questioner29. Jadi semua unit populasi yang
termasuk dalam kuota haruslah dijadikan responden dalam penelitian
tersebut.
Metode angket disebut pula metode kuesioner atau dalam bahasa
Inggris disebut questionnaire (daftar pertanyaan). Metode angket
merupakan serangkaian daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis,
kemudian dikirim untuk diisi oleh responden. Setelah diisi, angket dikirim
kembali atau dikembalikan ke peneliti. Bagian umum dari sebuah angket
terdiri dari bagian pendahuluan berisikan petunjuk pengisian angket,
bagian identitas berisikan identitas responden seperti: nama, alamat, umur
29 Burhan, Op. Cit, hal 115
35
pekerjaan, jenis kelamin, status pribadi dan sebagainya, kemudian baru
memasuki bagian isi angket.
Kelebihan dari metode angket yang digunakan dalam penelitian ini:
a. Hanya membutuhkan biaya yang relatif murah.
b. Pengumpulan data lebih mudah, terutama pada responden yang
terpencar-pencar.
c. Pelaksanaannya dapat berlangsung secara serempak.
d. Relatif membutuhkan waktu yang sedikit30.
3. Sumber Data
A. Data Primer
Adalah data yang merupakan sumber utama untuk dijadikan landasan
dalam penulisan penelitian, yang terdiri dari :
a. Masyarakat yang menonton langsung program acara Klinong-
Klinong Campursari secara Live.
b. Masyarakat yang menonton program acara Klinong-Klinong
Campursari melalui media televisi.
B. Data Sekunder
Adalah data yang diperoleh tidak langsung atau dengan cara mengutip
dari sumber lainnya seperti buku, jurnal, dan lain-lain, guna
melengkapi data primer.
30 Burhan, Op. Cit, hal 125
36
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Kuesioner, yaitu data yang diperoleh melalui daftar pertanyaan
yang diisi oleh responden.
b. Studi Pustaka, yaitu mengumpulkan data dan teori-teori dari
buku-buku referensi dan literatur yang relevan.
5. Populasi dan Sample
Populasi penelitian ini adalah keseluruhan penduduk Kabupaten
Sleman yang merupakan kawasan siaran Jogja TV. Populasi diambil
secara proporsional dan tidak secara acak, namun secara kebetulan saja.
Sedangkan dalam pengambilan sample, peneliti menggunakan quata
sampling. Teknik sampling ini lebih mementingkan tujuan penelitian
dalam menentukan sampling penelitian. Sampel penelitian adalah unit
populasi yang telah ditentukan lebih dulu, karena itu quata sampling
digunakan hanya untuk menentukan unit populasi yang akan dijadikan
sampel penelitian.
Jumlah responden yang dijadikan sample dalam penelitian ini
dihitung dengan menggunakan rumus Yamane31, yakni :
n = N
Nd2 + 1
Jumlah penduduk di Kabupaten Sleman pada rentang usia 20-60
tahun menurut data dari Badan Pusat Statistik Pemerintah Kabupaten
Sleman (update sensus penduduk tahun 2010) adalah 641.561 orang yang
31 Jalaludin, Op. Cit, hal 82
37
terdiri dari 323.624 laki-laki dan 317.937 perempuan. Presisi yang
ditetapkan adalah 10% dengan tingkat kepercayaan 95% (Rahmat,
2007:172), sehingga sample yang diperlukan adalah :
n = 641.561
(641.561)(0,1)2+1
n = 641.561
(641.561 x 0,01) +1
n = 641.561
6416,61
n = 99.98 dibulatkan menjadi 100
Jadi dalam penelitian ini akan menyebarkan kuesioner kepada 50
orang yang menyaksikan pertunjukan musik campursari secara live dan 50
orang yang menyaksikannya melalui media televisi.
6. Teknik Analisa Data
Untuk mengambil kesimpulan dari penelitian ini digunakan analisis Chi
Square, dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Hasil yang diperoleh pada
analisis Chi Square dengan menggunakan program SPSS yaitu nilai
x2, kemudian dibandingkan dengan α = 0,05. Apabila nilai x2 lebih
kecil dari α = 0,05 maka ada hubungan/ perbedaan antara dua variabel
tersebut. Apabila nilai Chi Square dihitung dengan manual atau
38
kalkulator, maka digunakan rumus Chi Square seperti yang
ditampilkan di bawah ini :
Keterangan :Oi = Nilai-nilai PengamatanEi = Nilai-nilai Diharapkan
Tabel 1.1
Tabel Perbandingan Persepsi Pengalaman
Menonton Langsung dan Melalui Media
Dimensi yang DiukurMenonton Langsung
Menonton Media
Engagement and Concentration
Learning and Challenge
Energy and Tension
Shared Experience and Atmosphere
Personal resonance and emotional connection
Ability to send multiple cues through multiple channels of communication
Ability to support the use of language variety.
Ability to provide immediate feedback.
Ability to support a high degree of personalness.
Untuk nilai:1-5 1 (sangat rendah)6-10 2 (rendah)11-15 3 (sedang)16-20 4 (tinggi)21-25 5 (tinggi)
X2 = ∑(Oi – Ei)2
Ei
39
H. HIPOTESIS
Di dalam penelitian ini yang akan melihat perbedaan pengalaman
menonton pertunjukan campursari secara live dan melalui media televisi, akan
dibuat hipotesis atau kesimpulan sementara yang akan diperoleh jika melakukan
penelitian ini. Hipotesis yang akan diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Hipotesis Alternatif (Ha) : yaitu apabila terdapat perbedaan dari model
menonton secara langsung maupun melalui televisi.
2. Hipotesis Nol (Ho) : yaitu apabila tidak terdapat perbedaan dari model
menonton secara langsung maupun melalui televisi.