Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERBEDAAN TINGKAT KEDISIPLINAN DIRI MAHASISWA
YANG MENGIKUTI DAN YANG TIDAK MENGIKUTI
KEGIATAN RESIMEN MAHASISWA MAHADIPA DI JAWA TENGAH
OLEH
SARCE IRIANI BEAY
802011006
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagai Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
PERBEDAAN TINGKAT KEDISIPLINAN DIRI MAHASISWA
YANG MENGIKUTI DAN YANG TIDAK MENGIKUTI
KEGIATAN RESIMEN MAHASISWA MAHADIPA DI JAWA TENGAH
Sarce Iriani Beay
Berta Esti Ari Prasetya
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
i
Abstrak
Pendidikan karakter diperlukan dalam kehidupan seseorang, salah satu pendidikan karakter
adalah kedisiplinan diri. Pada tingkat mahasiswa adanya kegiatan ekstrakurikuler mahasiswa
yang disebut Resimen Mahasiswa yang mengedepankan kedisiplinan diri sebagai salah satu
tujuan pendidikan karakter. Pada penelitian ini masalah yang dirumuskan adalah apakah ada
perbedaan tingkat kedisiplinan mahasiswa yang mengikuti dan yang tidak mengikuti kegiatan
Resimen Mahasiswa Mahadipa di Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
perbedaan tingkat kedisiplinan diri mahasiswa yang mengikuti dan yang tidak mengikuti
kegiatan Resimen Mahasiswa Mahadipa di Jawa Tengah. Metode penelitian yang digunakan
adalah penelitian kuantitatif. Sebanyak 70 orang yang di ambil sebagai sampel yaitu 35 orang
mahasiswa yang mengikuti kegiatan Resimen Mahasiswa dan 35 orang yang tidak mengikuti
kegiatan Resimen Mahasiswa dengan menggunakan teknik incendental sampling. Teknik
analisa data yang dipakai adalah teknik Uji-t diperoleh t=34.283 dengan p=0,000 karena nilai
signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan
tingkat kedisiplinan diri mahasiswa yang mengikuti dan yang tidak mengikuti kegiatan
Resimen Mahasiswa Mahadipa di Jawa Tengah.
Kata Kunci : Kedisiplinan diri, Keikutsertaan dalam Resimen Mahasiswa (MENWA).
ii
Abstract
Character educationis neededin human life, and one of the caracter edusation isself-
discipline. As for student in university, one of the extracurricular activities are Resimen
Mahasiswa, that emphasizes self-discipline as one of the goals of character education.The
problem that formulated in this study is whether there are differences in the level of discipline
students who attend and who do not follow the activities of the Resimen Mahasiswa
Mahadipa in Central Java. The aim ofthis study is to determine differences in the level of self-
discipline students who attendand who do not follow the activities of the Resimen Mahasiswa
Mahadipa in Central Java. The method that used is quantitative research. There are 70
people were taken as the sample of 35 students who participated in the Resimen Mahasiswa
and 35 people who did not take part in the Resimen Mahasiswa and using incendental
sampling techniques. Data analysis technique that used in this study is t-test technique which
obtained t=34.283 with p=0.000 due to the significant valueof 0.000(p <0.05).The results
showed that there are differences in the level of self-discipline students who attend and who
do not follow the activities of the Resimen Mahasiswa Mahadipa in Central Java.
Keywords: Self-discipline, Participation in Resimen Mahasiswa (MENWA).
1
PENDAHULUAN
Pendidikan telah membuat perubahan yang besar bagi setiap bangsa sehingga di era-
globalisasi ini manusia dapat menikmati kemajuan teknologi, kemajuan berpikir dan
sebagainya. Pendidikan begitu dibutuhkan bangsa karena maju atau tidaknya suatu bangsa
ditentukan dari kualitas pendidikan tersebut. Oleh sebab itu, pendidikan merupakan faktor
yang paling penting (Mahuda & Maksum, 2013). Menurut Undang-undang Republik
Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal yang ke-3,
pendidikan memiliki fungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dengan
demikian pendidikan tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan serta keahlian dan
keterampilan (pendidikan kognitif dan motorik), tetapi mengajari peserta didik agar bisa
mengembangkan pendidikan karakter yang mengajari perilaku yang didasari aturan-aturan
seperti, kedisiplinan diri ini, (pendidikan afektif) (Rajab, Kompas.com, 26 oktober 2013).
Pendidikan karakter ini sangat diperlukan dalam kehidupan seseorang, untuk dapat
menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai karakter (Ayu, 2014). Nilai-nilai karakter
tersebut salah satunya seperti, kedisiplinan diri yang dapat membentuk karakter seseorang
menjadi baik. Bila sikap kedisiplinan diri ini tidak diupayakan manusia khususnya pada anak-
anak yang tergolong dalam usia remaja, dapat memberikan efek dimana mereka bisa
terjerumus ke hal-hal yang menunjukkan sikap negatif. Misalnya seks bebas, narkoba,
minum-minuman keras, tawuran antar remaja, dan yang sejenisnya (Sochib, 2010). Selain itu
ketidakdisiplinan diri ini dapat terlihat dikalangan mahasiswa di Perguruan Tinggi seperti,
masih ada yang membuang-buang waktunya atau menunda waktunya dalam melakukan
kewajibannya untuk mengerjakan tugas yang diberikan serta ada yang melanggar peraturan
2
yang sudah dibuat oleh kampus. Haldiatas ini menunjukkan suatu ketidakdisiplinan yang
dapat menghambat terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas (Annisa, Wijayanti dan
Priyatma, 2012). Berbicara mengenai menunda-nunda waktu berarti telah membawa individu
kepada tidak disiplin dalam waktu. Dari hal ini, akan membawa individu tidak disiplin juga
dalam mengatur uang yang ternyata dapat menimbulkan bibit-bibit korupsi (Harahap,
Okezone, Selasa, 23 Sepetember 2014). Jika hal-hal di atas ini dibiarkan maka pendidikan
belum mampu untuk membangun karakter bangsanya dengan baik (Kardiyem, 2013). Dengan
demikian, kedisiplinan diri sangat dibutuhkan karena memiliki peranan penting yang akan
mendorong individu untuk dapat melakukan sesuatu lebih efektif dan efisien serta
membentuk kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dan dapat
mengembangkan kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungannya yang sebagai modal
dasar bagi suatu kehidupan yang sukses dimasa depan serta memantapkan peran sosial
individu (Gilang, 2013). Hasil riset dari (Atifah, dalam Rut, 2007) menyatakan bahwa
ternyata ada hubungan antara tingkat kedisiplinan dan prestasi belajar, dimana siswa yang
memiliki prestasi rendah cenderung tidak memiliki kedisiplinan begitu sebaliknya. Maka dari
itu, diperlukan kedisiplinan agar terhindar dari rasa malas dan siswa dapat belajar sesuai
dengan harapan-harapan dari masyarakat, (Susilawati, 2011).
Kedisiplinan merupakan suatu kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu
sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk pada keputusan, perintah atau peraturan yang
berlaku. Maka dari itu, perilaku disiplin ini sangat diperlukan dalam pembinaan
perkembangan anak untuk menuju masa depan yang lebih baik (Rasdiyanah, dalam Rut,
2011). Untuk membentuk individu memiliki kedisiplinan diperlukan adanya kontrol diri
karena (Duckworth dan Seligman, 2006) mengatakan bahwa istilah kedisiplinan dan kontrol
diri dalam prakteknya berfungsi secara bersama-sama sehingga digunakan secara bergantian.
Pengendalian diri atau self-control menjadi dasar bagi integrasi pribadi yang merupakan
3
salah satu kualitas penting dari individu yang dapat mengatur impuls-impuls, pikiran-
pikiran, kebiasaan-kebiasaan, emosi-emosi, dan tingkahlaku yang berkaitan dengan prinsip-
prinsip yang dikenakan pada diri sendiri atau tuntutan-tuntutan yang dikenakan oleh
masyarakat. Individu yang memiliki pengendalian diri akan terhindar dari berbagai
tingkahlaku negatif. Sebaliknya individu yang lemah dalam pengendalian dirinya, cenderung
untuk bertingkahlaku negatif atau cenderung menunjukkan gejala perilaku tidak disiplin
yang melanggar/menyimpang, yang disebut sebagai bentuk masalah/pelanggaran disiplin
(Berk dalam Widodo, 2013).
Selain itu juga, kedisiplinan diri merupakan kunci kemajuan dan kesuksesan sehingga
kedisiplinan diri harus ditanamkan dan diinternalisasikan dalam diri individu (Mustari,
2011). Efek dari kedisiplinan diri ini akan memberikan hal-hal yang positif pada diri individu
seperti tidak berbohong tetapi melakukan kejujuran, berkelakuan baik, mengerjakan tugas
yang diberikan oleh pengajar, tepat waktu, tidak membuat keributan dan sebagainya (Sobri
dan Mordiyanto, 2014). Oleh sebab itu, pembelajaran tentang kedisiplinan diri perlu
diterapkan karena hal ini merupakan suatu pembelajaran nilai yang membentuk pribadi
bermoral serta memiliki kemampuan mengelola hidupnya sesuai dengan nilai-nilai luhur
kemanusiaan dan keTuhanan, (Fitri, 2012). Kedisiplinan diri ternyata juga memiliki pengaruh
terhadap prestasi belajar karena dengan adanya kedisiplinan diri membuat anak didik dapat
terdorong untuk mengikuti aturan agar mencapai suatu tujuan serta dapat menumbuhkan
kepribadian yang baik, (Inayah, 2012).
Selain itu, kedisiplinan diri ini dipengaruhi oleh lingkungan baik lingkungan keluarga,
lingkungan masyarakat, lingkungan kelompok atau lingkungan teman sebaya. Ada hasil
penelitian yang menyatakan bahwa lingkungan teman sebaya dapat memberi pengaruh dalam
berperilaku, berpakaian, mengikuti kegiatan-kegiatan, aturan dan sebagainya. Selain teman
sebaya ternyata lingkungan keluarga yang baik dapat berpengaruh jika pada lingkungan
4
sebaya membawa pengaruh hal yang negatif (Hans, dalam Ingsih, 2010). Lingkungan
keluarga merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh dalam pembentukan disiplin
diri. Begitu juga dengan disiplin belajar akan terbentuk dalam diri siswa apabila orang
tua menanamkan nilai-nilai kedisiplinan (Khafid dan Suroso, 2007). Penelitian lain juga
mengungkapkan bahwa seseorang dapat memiliki disiplin diri dengan mengikuti kegiatan
ektrakurikuler yang diminati oleh siswa yang mengajarkan kedisiplinan itu sendiri
(Muctharjo, 2013). Kegiatan ekstrakurikuler yang dapat membentuk kedisiplinan diri seperti,
PRAMUKA, PMR, PASKIBRAKA, Olahraga, Sanggar Seni, Latihan Dasar Kepemimpinan
dan sebagainya (Hidayati, 2014). Berarti, mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan MENWA
tetapi mengikuti kegiatan lainnya juga dapat membentuk kedisiplinan dirinya.
Mengenai mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan MENWA dan juga tidak
mengikuti kegiatan esktrakurikuler lainnya di kampus. Saat peneliti melakukan observasi
awal ada beberapa mahasiswa yang memiliki kedisiplinan diri yang baik dan ada yang tidak
memiliki kedisiplinan diri yang baik bagi yang tidak mengikuti kegiatan MENWA dan
ekstrakurikuler lainnya. Untuk lebih mengetahui lebih lanjut ada mahasiswa yang tidak
mengikuti kegiatan MENWA dan tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler lainnya peneliti
melakukan wawancara awal (15 Agustus 2015) mengungkapkan bahwa mahasiswa yang
tidak mengikuti kegiatan tetapi memiliki kedisiplinan diri yang baik karena sudah
mendapatkan didikan dari orangtuanya atau mahasiswa tersebut telah berada pada lingkungan
yang mengajarkan kedisiplinan sehingga ia memiliki kedisiplinan diri. Sedangkan, mahasiswa
yang tidak mengikuti kegiatan dan tidak memiliki kedisiplinan diri karena ia berada pada
lingkungan yang tidak membentuk kedisiplinan dirinya atau kurangnya didikan dari orangtua
untuk membentuk kedisiplinan mahasiswa tersebut, (Wawancara pribadi 15 Agustus 2015).
Berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang disiapkan diberbagai Perguruan Tinggi
ternyata ada satu kegiatan yang dapat juga memberikan pendidikan moral dan
5
karaktermenjadi baik adalah MENWA (Washadi, 2013).Kegiatan ektarkurikuler Resimen
Mahasiswa kini ada diberbagai universitas di Indonesia terkhususnya di Jawa Tengah telah
dibentuk karena melalui kegiatan ini ada banyak hal yang dapat dipelajari tentang nilai-nilai
positif yang dapat membentuk karakter seseorang yaitu, religius, jujur, toleransi, disiplin,
kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah
air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, peduli lingkungan, peduli
sosial dan tanggung jawab (Washadi, 2013). Berdasarkan Komando Nasional Resimen
Mahasiswa Indonesia tujuan dasar dari Resimen Mahasiswa Indonesia yaitu sebagai
Resimen Mahasiswa yang mempunyai tujuan mempersiapkan mahasiswa yang memiliki
pengetahuan, sikap disiplin, fisik dan mental serta berwawasan kebangsaan agar mampu
melaksanakan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi dan menanamkan dasar-dasar
kepemimpinan dengan tetap mengacu pada tujuan pendidikan nasional (Profil Organisasi,
2009). Jadi mengenai hal diatas Resimen Mahasiswa atau yang biasa disebut MENWA
memiliki peranan yang penting terutama dalam mempersiapkan mahasiswa untuk memiliki
sikap disiplin tersebut.
Melalui kegiatan MENWA yang diterapkan pada berbagai universitas di Indonesia
terkhusus di Jawa Tengah ini memiliki manfaat misalnya mempunyai kesempatan untuk
mengikuti pelatihan jiwa kepemimpinan, kedisiplinan, dan ketrampilan untuk dapat bertahan
dalam menghadapi berbagai tantangan. Namun terkadang masih banyak kalangan masyarakat
yang berpikir bahwa MENWA hanya berisi kegiatan-kegiatan fisik yang melelahkan, yang
telah mempengaruhi konsentrasi belajar mahasiswa mereka menganggap MENWA adalah
militer mini di Kampus. Komandan MENWA Satuan 901 Undip Arga Kuspriandika
mengatakan anggota menwa dituntut memiliki kesegaran jasmani yang baik, sehingga latihan
fisik harus tetap dijalankan (Yunior, Suara Merdeka, 26 Mei 2007). Ada juga kekhasan dari
kegiatan MENWA ini yang tidak dimiliki dari kegiatan mahasiswa lainnya yang berada di
6
perguruan tinggi yaitu sikap memegang teguh disiplin, loyalitas atau setia, dan cinta tanah air
yang mensinergikan kegiatan fisik dan mental yang bersamaan dengan penajaman wawasan
intelektual (Ghifari, Kompasiana Edukasi, 24 Januari 2014).
Ada beberapa contoh kegiatan MENWA yang mengandung unsur-unsur kedisiplinan
misalnya: Peraturan Baris-berbaris (PBB) yang membutuhkan kekompakkan serta ketepatan
dalam melaksanakan aba-aba dari pemimpinnya (Peraturan Baris Berbaris Dikutip dari SK
PANGAB 611/X/1985), Peraturan Penghormatan Militer (PPM) setiap anggota harus wajib
menyampaikan penghormatan kepada semua atasan serta kepada yang berhak menerimanya,
(Peraturan Penghormatan Militer Dikutip dari SK Dankodiklat TNI AD Nomor Skep
/64/III/2005), dan (PUDD) Peraturan Urusan Dinas Dalam dimana setiap batalyon di
Indonesia memiliki peraturan ini, begitu juga dengan korps MENWA Mahadipa Jawa
Tengah. Mengenai contoh yang ada diatas inilah yang merupakan suatu sarana untuk
menumbuhkan kedisiplinan Resimen Mahasiswa.
Wawancara awal peneliti dengan mahasiswa yang mengikuti MENWA (7 Februari
2015) menyatakan bahwa dengan mengikuti MENWA kita dapat dididik untuk memiliki
mental yang kuat dan fisik yang baik serta memiliki sikap kedisiplinan, rasa cinta tanah air
atau memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi dan upaya dalam membela negara untuk
mempertahankan NKRI. Kegiatan MENWA ini memang membentuk karakter seperti,
kedisiplinan bagi mahasiswa yang tidak terbiasa dengan melakukan sesuatu sesuai aturan.
Akhirnya, ia menjadi terbiasa untuk melakukan sesuatu sesuai dengan aturan. MENWA
mengajarkan kedisiplinan kepada anggotanya dimana anggota harus mengikuti aturan yang
telah tertuang dalam PUDD (Peraturan Urusan Dinas Dalam) jika dilanggar akan diberikan
sanksi sesuai dengan pelanggarannya. Kemudian, kebanyakan mahasiswa dari berbagai
perguruan tinggi senang mengikuti kegiatan ini juga karena memiliki minat pada bidang
khusus tersebut, (Wawancara pribadi 7 Februari 2015).
7
MENWA merupakan kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler ini
merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran atau kuliah untuk membantu
pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat melalui
kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan berkewenangan di sekolah
maupun perguruan tinggi (Hendri, dalam Kurniwan dan Karyono, 2010). Dalam kegiatan
ekstrakurikuler ini begitu penting dimana mengajarkan pendidikan karakter seperti, kegiatan
MENWA yang mengajarkan kedisiplinan bagi siswa karena dapat memantapkan kepribadian
dan mewujudkan ketahanan diri agar terhindar dari pengaruh negatif dan bertentangan dengan
tujuan pendidikan, mengaktualisasi potensi siswa sesuai bakat serta minatnya (Supriatna,
2010).
Untuk kegiatan MENWA ini ada hasil penelitian Washadi (2013) menyatakan bahwa
implemetasi pendidikan karakter disiplin anggota MENWA tercermin dari sikap,
tindakan dan ucapan dalam keseharian para anggota resimen mahasiswa. Setiap anggota
MENWA begitu menunjukkan kedisiplinan mereka baik di dalam maupun di luar kampus. Di
dalam kampus anggota MENWA berusaha untuk disiplin dalam melakukan tugas, dan
tanggung jawabnya sebagai mahasiswa sedangkan di luar kampus misalkan senantiasa
berusaha untuk disiplin dalam berkendaraan. Kemudian sikap disiplin MENWA yang
menjadi tolak ukur adalah waktu, bagi anggota MENWA harus menghargai waktu jika tidak
akan memberikan resiko terhadap dirinya. Resiko dalam hal terlambat akan diberikan
hukuman (Washadi, 2013). Melihat hal diatas ini, menunjukkan bahwa kedisiplinan yang
diajarkan oleh MENWA kepada mahasiswa yang mengikuti MENWA atau anggota MENWA
dapat membentuk kedisiplinan dirinya. Kedisiplinan anggota MENWA terbentuk karena
didalamnya terdapat berbagai aturan yang harus ditaati sehingga anggota MENWA harus
mendorong dirinya untuk mengikuti aturan tersebut. Maka dari itu, hasil penelitian Hidayati
(2014) mengungkapkan kegiatan ekstrakurikuler dapat membentuk kedisiplinan siswa karena
8
kegiatan ekstrakurikuler yang didalamnya terdapat berbagai aturan yang dibuat membuat
siswa harus menaatinya. Jika siswa melaksanakan aturan yang telah ditetapkan terus-menerus
maka siswa akan memiliki disiplin diri karena disiplin telah tertanam dialam bawah sadarnya
melalui kegiatan ekstrakurikuler yang diikutinya.
Mahasiswa yang megikuti kegiatan Resimen Mahasiswa harus berhati-hati untuk
menjaga dirinya tidak melanggar aturan kalau melanggar akan mendapatkan sanksi berupa
hukuman. Maka dari itu, anggota MENWA berusaha untuk tidak melanggar aturan. Hal ini
serupa dengan teori Bandura (1977) mengungkapkan bahwa simbol yang didapat dari
modelling akan bertindak sebagai template sebagai pembanding tindakan. Proses ini terus
berlangsung sampai adanya kesesuaian yang memuaskan antara modelling dan pengamat
(Hergenhahn dan Olson, 2010). Jadi pada anggota MENWA mereka yang menjadi pengamat
berusaha mengikuti modelling jika tidak maka kesesuaian tidak ada maka dapat menimbulkan
hukuman bagi pengamat.
Selain itu juga, lingkungan MENWA begitu menekankan kepada lingkungan yang
harus taat pada aturan yang begitu ketat dimana kedisiplinan merupakan faktor utama. Maka
dari itu, lingkungan yang menekankan anggota MENWA harus menaati aturan. Jadi, mau
tidak mau harus ditaati aturan tersebut. Hal ini serupa dengan teori Hebb (1948) dalam
Hergenhahn dan Olson (2010) menyatakan lingkungan dapat memberikan pengaruh terhadap
seseorang. Ia menyatakkan lingkungan dapat terbagi menjadi dua yaitu, lingkungan terbatas
adalah lingkungan yang memberi proses pembelajaran terbatas bagi individu. Misalkan,
lingkungan yang tidak seperti lingkungan MENWA yang memuat berbagai aturan,
menunjukkan keterbatasan dalam proses pembelajaran kedisiplinan. Sedangkan, lingkungan
kaya yang memberikan berbagai macam pengalaman sensoris dan motoris. Misalkan,
lingkungan MENWA yang memberi berbagai macam pengalaman belajar seperti aturan yang
9
begitu banyak yang membuat proses pembelajaran untuk membentuk kedisiplinan anggota
MENWA.
Mengenai hukuman atau sanksi yang diberikan kepada para anggota MENWA yang
tidak disiplin atau melanggar aturan agar mereka bisa disiplin kembali untuk mengikuti
aturan. Hal ini serupa juga dengan teori Skinner (1953) dalam Hergenhahn dan Olson (2010)
menyatakan bahwa hukuman merupakan konsekuensi yang menurunkan probabilitas
sehingga terjadinya suatu perilaku. Misalkan, perilaku yang ditunjukkan anggota MENWA
tidak mengikuti aturan yang diberikan maka akan ada konsekuensi yang diberikan yaitu
Komandan atau yang berwenang akan memberikan hukuman kepada anggota MENWA yang
melanggar aturan, agar perilaku kedepannya anggota MENWA akan kembali menaati aturan
yang telah ditetapkan.
Melihat hal di atas bahwa kedisiplinan diri itu penting karena dapat mempengaruhi
prestasi dan belajar siswa di bangku pendidikan terkhusus di perguruan tinggi dan
membentuk karakter yang baik. Maka lebih lanjut peneliti ingin menjadikan hal tersebut
sebagai dasar untuk mengetahui perbedaan tingkat kedisiplinan diri mahasiswa yang
mengikuti dan yang tidak mengikuti kegiatan Resimen Mahasiswa Mahadipa di Jawa Tengah.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini
adalah: Apakah ada perbedaan tingkat kedisiplinan mahasiswa yang mengikuti dan yang tidak
mengikuti kegiatan Resimen Mahasiswa Mahadipa di Jawa Tengah ?
DASAR TEORI
1. Kedisiplinan Diri
a. Pengertian Kedisiplinan Diri
Dalam Kamus Pintar Bahasa Indonesia bahwa arti dari kata disiplin adalah taat
kepada tata tertib (di sekolah, kemiliteran, dsbnya); ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan
tata tertib, dan sebagainya) (Ahmad dan Santoso, 1996). Kedisiplinan ini dapat terbentuk jika
10
ada pengendalian dalam diri (self-control) untuk dapat mengatur impuls-impuls, pikiran-
pikiran, kebiasaan-kebiasaan, emosi-emosi, dan tingkahlaku yang berkaitan dengan prinsip-
prinsip yang dikenakan pada diri sendiri atau tuntutan-tuntutan yang dikenakan oleh
masyarakat. Sehingga, (Duckworth dan Seligman, 2006) mengatakan bahwa istilah
kedisiplinan dan kontrol diri dalam prakteknya berfungsi secara bersama-sama sehingga
digunakan secara bergantian.
Menurut Purnama (2006) Kedisiplinan diri merupakan suatu kontrol dari dalam diri
individu agar dapat menaati suatu aturan atau norma yang berdasarkan kepada kemauan diri
dan pertimbangan diri akan makna dan fungsi dari aturan tersebut.
Disiplin itu tumbuh dari kebutuhan untuk menjaga keseimbangan antara
kecenderungan dan keinginan individu untuk berbuat sesuatu yang dapat dan ingin ia peroleh
dari orang lain atau karena situasi kondisi tertentu, dengan pembatasan peraturan yang
diperlukan terhadap dirinya oleh lingkungan tempat ia hidup (Semiawan, 2009).
Menurut Werdiningsih (2010) Kedisiplinan merupakan suatu kesadaran yang
mendorong individu agar memiliki perilaku untuk menaati aturan yang berlaku sehingga
memunculkan kebiasaan yang teratur sesuai dengan tujuan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan diri adalah suatu dorongan
dalam diri individu sehingga individu dapat menunjukkan perilaku dalam menaati aturan agar
menjaga keseimbangan diri dan lingkungan serta dapat menimbulkan kebiasaan yang teratur
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan Diri
Dalam kedisiplinan diri dapat membentuk individu untuk membenahi setiap perilaku
menjadi lebih baik dan tidak menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi disiplin diri itu sendiri yaitu Rambawaku (2006): Pertama,
Kesadaran diri merupakan pemahaman akan disiplin diri yang begitu penting bagi diri. Oleh
11
sebab itu, kesadaran diri menjadi motif yang kuat untuk mewujudkan kedisiplinan itu. Kedua,
Pengikutan dan ketaatan merupakan hal yang harus diterapkan pada peraturan agar dapat
mengatur perilaku individu. Ketiga, Alat pendidikan dapat digunakan untuk mengubah,
mempengaruhi, membina dan membentuk perilaku harus sesuai dengan norma yang berlaku
dan Keempat, Hukuman dihadirkan untuk mengupayakan individu agar dapat mengoreksi,
menyadarkan dan meluruskan sesuatu yang salah supaya individu dapat kembali ke perilaku
yang diharapkan.
Selain keempat faktor tersebut, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi
kedisiplinan diri itu sendiri, Rambawaku (2006) adalah sebagai berikut : (1). Teladan,
perbuatan dan tindakan kerap kali lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan kata-kata.
Manusia kebanyakan lebih mudah untuk meniru apa yang mereka lihat, bila dibandingkan
dengan apa yang mereka dengar, (2). Lingkungan Berdisiplin, seseorang dipengaruhi oleh
lingkungan. Bila berada di lingkungan berdisiplin, seseorang dapat terbawa oleh lingkungan
tersebut dan (3). Latihan Berdisiplin, disiplin dapat dicapai dan dibentuk melalui proses
latihan dan kebiasaan. Artinya, melakukan disiplin yang berulang-ulang dan
membiasakannya dalam praktik-praktik disiplin sehari-hari. Maka, disiplin akan terbentuk
dalam diri individu tersebut.Kedisiplinan ini juga bukanlah dibentuk dari sejak lahir tetapi
merupakan keterampilan yang sudah dibentuk dari dalam diri kita sendiri karena adanya suatu
kebiasaan yang dilakukan (Puspitaningtyas, 2012).
c. Aspek-Aspek Kedisiplinan Diri
Aspek-aspek kedisiplinan diri diambil dari Tangney, Baumestier, dan Boone, (2004)
yang di dalamnya dapat mengukur kedisiplinan diri. Kemudian dimodifikasi oleh Noya
(2011). Ada 4 domain/aspek kedisiplinan diri adalah sebagai berikut : (1). Kontrol terhadap
pemikiran (kognitif), individu mampu untuk mengendalikan segala pikirannya sehingga
menghasilkan suatu perilaku yang positif. (2). Kontrol terhadap impulse (dorongan hati),
12
individu mampu untuk mengendalikan diri dan bertindak dengan bijak terhadap dorongan hati
yang negatif dimana muncul secara tiba-tiba. (3). Kontrol terhadap emosi, individu mampu
untuk memiliki kesadaran diri emosi dalam hubungan dengan diri sendiri dan orang lain, dan
(4). Kontrol terhadap unjuk kerja, individu mampu memperoleh nilai yang baik dalam waktu
jangka panjang, karena mereka akan lebih baik dalam mengerjakan tugas tepat waktu,
mencegah diri dari aktivitas menunda-nunda waktu, belajar dengan efektif, dan mampu
menjaga emosi negatif yang merusak kinerja.
2. Keikutsertaan Dalam MENWA
a. Pengertian Keikutsertaan
Definisi keikutsertaan merupakan kegiatan yang melibatkan mental dan emosional
individu dalam keadaan atau situasi kelompok dimana mendorong setiap individu untuk
memberikan kontribusi terhadap kelompok tersebut, (Riyani, 2009).
Sedangkan, Menurut Yustinah (2011) keikusertaan yang diterjemahkan dalam
bahasa inggris “Participation” adalah anggota kelompok baik secara fisik maupun non-
fisik pastinya melibatkan mental dan emosional mereka untuk mencapai suatu tujuan dan
ikut bertanggung jawab didalamnya.
b. Pengertian MENWA
Berdasarkan SK No : Kep-001/KONAS/VII/2007 bahwa Resimen Mahasiswa atau
disingkat MENWA ini sebagai suatu wadah untuk mengikut sertakan para mahasiswa
didalam “Usaha Bela Negara” selain itu juga merupakan komponen kekuatan “Pertahanan
Negara”. Menurut (Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen
Mahasiswa Indonesia Dalam Bela Negara, 2007) mengungkapkan bahwa Resimen
Mahasiswa (MENWA) adalah: (a). Sebagai wadah, yang merupakan sarana
pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan keikutsertaan
dalam upaya bela negara, (b). Sebagai perorangan, yang merupakan anggota Menwa yang
telah mengikuti latihan dasar MENWA dan (c). Sebagai satuan, yang merupakan kesatuan
13
Menwa yang terdiri dari Sub/Batalyon dan Kompi/Satuan yang ada di Perguruan Tinggi
maupun di luar Perguruan Tinggi yang anggotanya terdiri atas mahasiswa yang telah
mengikuti latihan dasar Resimen Mahasiswa.
c. Mahasiswa yang mengikuti dan yang tidak mengikuti kegiatan MENWA
Mahasiswa yang mengikuti kegiatan MENWA adalah mereka yang terdaftar secara
resmi sebagai anggota MENWA dan mengikuti kegiatan MENWA secara kelompok
mempunyai tujuan tertentu untuk membantu pengembangan diri sesuai dengan kebutuhan,
potensi, bakat dan minat mahasiswa dengan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler atau UKM
(Unit Kegiatan Mahasiswa) yaitu MENWA.
Sedangkan mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan MENWA adalah mereka
yang tidak mengikuti kegiatan MENWA di kampus. Tetapi hanya memfokuskan dirinya
dengan mengikuti proses belajar di kampus.
d. Dasar dan Tujuan MENWA
Mengenai dasar hukum Resimen Mahasiswa atau MENWA (Profil Organisasi
Komandan Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia, 2009) adalah sebagai berikut: (a).
Surat Keputusan Bersama Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan nasional, Menteri
Dalam Negeri dan Otonomi Daerah nomor : Kb/14/M/X/2000, 6/U/KB/2000, 39 A
Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa, dan (b).
UUD 1945 pasal 30 ayat 1 Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara.
Untuk tujuan Resimen Mahasiswa Indonesia (Profil Organisasi Komandan
Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia, 2009) adalah sebagai berikut:(a).
Mempersiapkan mahasiswa yang memiliki pengetahuan, sikap disiplin, fisik dan mental
serta berwawasan kebangsaan agar mampu melaksanakan tugas Tri Dharma Perguruan
Tinggi dan menanamkan dasar-dasar kepemimpinan dengan tetap mengacu pada tujuan
pendidikan nasional. (b). Sebagai wadah penyaluran potensi mahasiswa dalam rangka
14
mewujudkan hak dan kewajiban warga Negara dalam Bela Negara dan (c).
Mempersiapkan potensi mahasiswa sebagai bagian dari potensi rakyat dalam Sistem
Pertahanan Rakyat Semesta.
e. Program Kerja MENWA yang mengajarkan Kedisiplinan Diri
Beberapa program Kerja Resimen Mahasiswa yang mengajarkan kedisiplinan
yaitu program pendidikan dan latihan yang merupakan program pelatihan ber\\jenjang
seperti, Latihan Dasar Resimen Mahasiswa (Latsar Menwa). (Profil Organisasi Komando
Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia, 2009). Dalam Latsar Menwa ini diajarkan
beberapa materi yang mengajarkan kedisiplinan seperti, materi Peraturan Baris-Berbaris
(PBB), dan Peraturan Penghormatan Militer (PPM). Materi yang mengajarkan kedisiplinan
ini memiliki maksud dan tujuan sebagai berikut:
1. Peraturan Baris-Berbaris (PBB).
Dalam baris-berbaris ini dapat membentuk kedisiplinan seseorang karena
merupakan suatu kebiasaan bagi angkatan bersenjata/masyarakat untuk membentuk suatu
perwatakan tertentu. Jika dilihat pada pasal 2 ayat 1 berbunyi; PBB dapat menumbuhkan
sikap jasmani yang tegap dan tangkas, rasa persatuan, disiplin, sehingga dengan demikian
senantiasa dapat mengutamakan kepentingan tugas di atas kepentingan individu dan
secara tidak langsung juga menanamkan rasa tanggung jawab. Lalu, ayat 4 yang berbunyi;
yang dimaksud dengan disiplin adalah mengutamakan kepentingan tugas diatas individu
yang hakikatnya tidak lain dari pada keikhlasan menyisihkan pilihan hati sendiri. Jadi,
PBB dapat membentuk kedisiplinan karena memuat aturan, misalkan dalam hal ini akan
adanya pemeriksaan kerapihan maka dari itu setiap anggota MENWA harus berpakaian
rapi setiap saat karena bisa saja akan dilakukan pemeriksaan kerapihan saat berbaris
secara mendadak. Kemudian PBB ini juga pastinya akan menyuruh beberapa anggota
berkumpul untuk membentuk barisan dengan tepat waktu seperti, membentuk barisan
untuk apel pagi. Maka dari itu, setiap anggota harus mempersiapkan dirinya secepat
15
mungkin supaya kalau ada aba-aba berkumpul semua anggota dapat mempersiapkan
dirinya (Peraturan Baris Berbaris Dikutip dari SK PANGAB 611/X/1985).
2. Peraturan Penghormatan Militer (PPM).
Mengenai PPM ini juga membentuk kedisiplinan anggota MENWA. Oleh sebab itu
pada Bab 2 Pasal 5 menyatakan bahwa PPM dapat melahirkan disiplin/tata tertib, ketaatan
dan keteraturan dikalangan militer, maka setiap anggota militer harus dan wajib
menyampaikan penghormatan kepada semua atasan juga kepada semua yang berhak
menerimanya. PPM dapat membentuk kedisiplinan MENWA karena merupakan suatu
aturan untuk dilaksanakan oleh setiap anggota MENWA. PPM ini juga dibentuk agar tidak
merusak sendi-sendi kehidupan anggota secara fatal yang akan membahayakan diri serta
kesatuan dan negara. Maka dari itu, MENWA membutuhkan kedisiplinan karena
merupakan hal yang mutlak dalam kehidupan kemiliteran. Jadi, anggota MENWA
memerlukan peraturan-peraturan yang mengatur dan mengikat serta tata cara penanaman
disiplin dalam kehidupan sehari-hari dlingkungan militer guna membentuk jiwa
keprajuritan (Peraturan Penghormatan Militer Dikutip dari SK Dankodiklat TNI AD
Nomor Skep /64/III/2005).
f. PUDD (Peraturan Urusan Dinas Dalam) MENWA
Peraturan urusan dinas dalam (PUDD) merupakan ketentuan yang mengatur cara-
cara menanamkan kedisiplinan bagi anggota Resimen Mahasiswa dalam kehidupan sehari-
hari sesuai tugas masing-masing baik di dalam maupun di luar lingkungan MENWA.
PUDD ini sebagai pedoman yang bertujuan untuk memberi kejelasan dan pengaturan
pelaksanaan urusan dinas dalam. PUDD ini ada untuk mengatur MENWA dalam
menjalan tugasnya sebagai Resimen Mahasiswa. Aturan-aturan yang ada pada PUDD ini
juga dapat melatih kedisiplinan anggota MENWA (PUDD Menwa Kompi-A/IPB Tahun
2014-2015).
16
3. Perbedaan Tingkat Kedisiplinan Diri Mahasiswa Yang Mengikuti dan Yang Tidak
Mengikuti Kegiatan Resimen Mahasiswa Mahadipa Di Jawa Tengah
Mahasiswa yang mengikuti kegiatan MENWA yaitu mahasiswa yang terlibat dan
memiliki minat dalam kegiatan MENWA untuk mencapai tujuan didalam mengembangkan
dirinya. MENWA dituntut harus disiplin karena ada beberapa aturan dimasukkan dalam
PUDD yaitu ketentuan yang mengatur cara-cara menanamkan disiplin bagi anggota
MENWA dalam kehidupan sehari-hari sesuai tugas masing-masing baik di dalam maupun
di luar lingkungan MENWA, (PUDD Menwa Kompi-A/IPB Tahun 2014-2015). Dalam
PUDD terdapat berbagai aturan yang harus diikuti anggota MENWA seperti aturan dalam
perizinan, etika dalam penghormatan dan tata cara dalam pemakaian seragam PDH dan
PDL mengenai hal ini anggota MENWA harus lengkap menggunakan atribut dan
sebagainya. Oleh sebab itu, MENWA dituntut untuk dapat mengikuti aturan-aturan dalam
PUDD tersebut (Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa
Indonesia Dalam Bela Negara, 2007). MENWA harus melekat dengan kedisiplinan karena
masuk MENWA sudah merupakan seorang prajurit tanpa kedisiplinan dalam diri seorang
anggota MENWA akan berakibat fatal yang akan membahayakan diri serta kesatuan dan
negara. Maka dari itu, MENWA harus siap dan tepat waktu dalam segala hal.
MENWA juga dibentuk kedisiplinannya dari Latihan Dasar Resimen Mahasiswa
(Latsar Menwa) atau Pendidikan Dasar (Diksar). Kedisiplinan dibentuk pada kegiatan ini
karena MENWA mengajarkan anggotanya untuk menjadi seorang prajurit sehingga
membutuhkan hal tersebut. MENWA itu mengajarkan anggotanya harus memiliki jiwa
kedisiplinan melalui kegiatan yang memiliki aturan seperti PBB, PPM dan mengikuti
aturan yang tertuang di PUDD. MENWA juga memiliki Provoost yang berfungsi sebagai
penegak kedisiplinan dimana ia harus selalu memperhatikan setiap anggotanya jika ada
yang melanggar peraturan yang telah ditetapkan akan berhadapan dengan proovost jika
diijinkan oleh atasan atau atasan yang langsung berhadapan kepada yang membuat
17
pelanggaran dan diberikan sanksi sesuai dengan pelanggaran. Hal ini serupa dengan teori
Skinner (1953) menyatakan bahwa hukuman merupakan konsekuensi yang menurunkan
probabilitas sehingga terjadinya suatu perilaku (Hergenhahn dan Olson, 2010).
Peraturan yang seringkali dilakukan berulang-ulang kali dapat menimbulkan
kebiasaan bagi anggota MENWA sehingga menjadi disiplin baik di dalam dan di luar
kampus seperti, anggota MENWA selalu menujukkan kerapian dalam berpakaian,
melakukan sesuatu tidak menunda-nunda waktu berusaha untuk tepat waktu dan
sebagainya, dimana mencerminkan pribadi dan karakter yang disiplin, (Washadi, 2013).
Mengenai kedisiplinan yang ada di MENWA ini mau atau tidak mau anggota harus
mengikuti aturan jika tidak akan diberikan sanksi.
Berbeda dengan mahasiswa yang tidak mengikuti memang mereka diajak untuk
berdisiplin tetapi sanksi yang diberikan kalau diamati di kampus-kampus hampir tidak
selalu diberi bila dibandingkan dengan MENWA yang salah sedikit diberikan sanksi.
Sehingga membuat MENWA untuk berhati-hati untuk menjaga dirinya tidak melanggar
aturan yang ada. Sehingga teori Bandura (1977) mengungkapkan bahwa simbol yang
didapat dari modelling akan bertindak sebagai template sebagai pembanding tindakan.
Selama proses ini individu akan mengamati perilaku mereka sendiri dan
membandingkannya dengan representesi kognitif dari pengalaman si model. Proses ini
terus berlangsung sampai adanya kesesuaian yang memuaskan antara modelling dan
pengamat (Hergenhahn dan Olson, 2010). Dari hal ini tampak pada MENWA bahwa
mereka yang menjadi pengamat berusaha mengikuti modelling jika tidak maka kesesuaian
tidak ada maka dapat menimbulkan hukuman bagi pengamat.
Selain itu juga lingkungan MENWA begitu menekankan kepada lingkungan harus
taat pada aturan yang begitu ketat dimana kedisiplinan merupakan satu faktor utama.
Sehingga mahasiswa yang mengikuti MENWA ditekankan untuk berdisiplin sedangkan
18
kedisiplinan pada mahasiswa yang tidak mengikuti MENWA berada pada lingkungan
yang tidak seketat MENWA dalam hal kedisiplinan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh
teori Hebb (1948) menyatakan bahwa lingkungan memberikan pengaruh terhadap
seseorang. Lingkungan terbagi menjadi dua yaitu lingkungan terbatas dimana lingkungan
yang memberi proses pembelajaran terbatas bagi inividu sedangkan lingkungan kaya yang
memberikan berbagai macam pengalaman sensoris dan motoris (Hergenhahn dan Olson,
2010).
Mengingat hal diatas ini peneliti ingin melihat adakah perbedaan tingkat
kedisiplinan diri mahasiswa yang mengikuti dan yang tidak mengikuti kegiatan Resimen
Mahasiswa Mahadipa di Jawa Tengah.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini mempunyai dua variabel utama yang diidentifikasi yaitu:
Variabel tergantung : Kedisiplinan diri.
Variabel bebas : Keikutsertaan dalam MENWA.
Keikutsertaan dibagi menjadi dua yaitu mahasiswa yang mengikuti kegiatan dan
mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan. Jenis penilitian ini adalah penelitian
kuantitatif.
a. Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang mengikuti
dan yang tidak mengikuti kegiatan Resimen Mahasiswa Mahadipa di Jawa Tengah.
b. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah 35 orang mahasiswa yang mengikuti kegiatan
Resimen Mahasiswa yaitu terdiri dari mahasiswa UKSW 5 orang, UNNES 10 orang,
UPGRI 10 orang dan UDINUS 10 orang, sedangkan yang tidak mengikuti kegiatan
Resimen Mahasiswa 35 orang mahasiswa yaitu terdiri dari mahasiswa UKSW 5 orang,
19
UNNES 10 orang, UPGRI 10 orang dan UDINUS 10 orang. Dengan demikian, total
sampel penelitian ini adalah sebanyak 70 orang mahasiswa.
c. Sample dan Metode Sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah incendental
sampling.Sampel diambil berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh penulis. Untuk sampel
penelitian sebanyak 70 orang mahasiswa.
METODE PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan kuisioner (angket).
Angket ini ada berupa daftar pertanyaan yang harus dijawab dan diisi oleh sejumlah subjek
penelitian dan juga harus berdasarkan atas jawaban. Angket ini disusun berdasarkan skala
Likert dengan 4 kategori pilihan jawaban, yakni Sangat Sesuai [SS], Sesuai [S], tidak
sesuai [TS], dan sangat tidak sesuai [STS]. Hal ini dilakukan agar subjek lebih mudah
dalam memberikan jawaban yang sesuai dengan dirinya, sedangkan jawaban netral
dihilangkan agar subjek memilih jawaban dengan pasti.
Item-item yang diindikasikan berupa item favorable dimana tingginya atribut yang
diukur memihak pada subjek. Seperti, subjek memperoleh nilai 4 untuk jawaban yang
sangat sesuai, nilai 3 untuk jawaban yang sesuai, nilai 2 untuk jawaban yang tidak sesuai
dan nilai 1 untuk jawaban yang tidak sesuai. sedangkan item unfavorable dimana
rendahnya atribut yang diukur tidak memihak pada subjek. Seperti, subjek memperoleh
nilai 1 untuk jawaban yang sangat sesuai, nilai 2 untuk jawaban yang sesuai, nilai 3 untuk
jawaban yang tidak sesuai dan nilai 4 untuk jawaban yang tidak sesuai. Jadi, semakin
tinggi skor yang diperoleh, menunjukkan semakin tinggi kedisiplinan, sebaliknya semakin
rendah skor yang diperoleh menunjukkan semakin rendah kedisiplinan.
Untuk mengukur kedisiplinan di gunakan Brief Self-Control Scale (BSCS) yang
disusun oleh Tangney, et all (2004) kemudian dimodifikasi oleh Noya (2011). Ada 4
domain/aspek kedisiplinan yaitu; kontrol terhadap pemikiran, kontrol terhadap impuls,
20
kontrol terhadap emosi, dan kontrol terhadap unjuk kerja. Pengukuran kedisiplinan ini
terdapat didalamnya pengukuran kontrol diri melihat kedisiplinan dan kontrol diri
merupakan kedua istilah yang dalam prakteknya berfungsi secara bersama-sama sehingga
digunakan secara bergantian, (Duckworth dan Seligman, 2006).
Pengumpulan dengan menggunakan skala kedisiplinan. Data yang telah
dikumpulkan akan diuji kembali dengan menggunakan try out terpakai. Uji coba ini
dilakukan terhadap 70 subjek penelitian untuk mengetahui validitas dan reliabilitas. Untuk
validitas diukur dengan menggunakan koefisien korelasi Product Moment dari
Pearson,setelah itu realibiltas akan dihitung dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach.
yang perhitungannya menggunakan SPSS versi 16.0 (Sugiyono, 2012).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Beda Item dan Uji Relibilitas
Uji daya beda item terhadap skala kedisiplinan diri mahasiswa yang mengikuti
MENWA dan yang tidak mengikuti MENWA terdiri dari 53 item, tidak ada item yang
gugur. Koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,568-0,919. Menurut Sugiyono
(2012) kriteria atau syarat suatu item tersebut dinyatakan valid adalah bila korelasi tiap
faktor tersebut bernilai positif dan besarnya 0,3 keatas.
Sedangkan teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas adalah menggunakan teknik
koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien αpada skala kedisiplinan diri
sebesar 0,993.Hal ini berarti skala kedisiplinan diri realibel karena interval koefisiennya
berada pada tingkat yang sangat kuat yaitu antara 0,80-1000, (Sugiyono, 2012).
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk melihat berdasarkan rata-rata (mean),
standart deviasi, nilai maksimal dan minimal. Dari penelitian yang telah dilakukan, maka
dapat rata-rata dari masing-masing variabel, sebagai berikut:
Uji Deskriptif Statistika
21
Tabel 1. Descriptive Statistics.
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Gabungan 70 83 206 136.46 42.296
Valid N (listwise) 70
Berdasarkan skala mahasiswa yang mengikuti MENWA terdapat 53 item valid.
Berdasarkan hasil analisa dari skala mahasiswa yang mengikuti MENWA didapat skor
tertinggi 206 dan skor terendah 83. Berikut adalah pengkategorisasiannya,
Tabel 2.Kategorisasi Pengukuran Skala Mahasiswa Yang
Mengikuti Kegiatan MENWA.
No Interval Kategori Mean F Persentase
1 180.8 ≤ x ≤ 212 SangatTinggi 13 37%
2 148≤ x <180.8 Tinggi 177.29 22 63%
3 116.6 ≤ x <148 Sedang 0 0%
4 84,8 ≤ x < 116.6 Rendah 0 0%
5 53 ≤ x <84,8 SangatRendah 0 0%
Jumlah 35 100%
SD = 12.131Min = 157 Max = 206
Berdasarkan tabel kategorisasi pengukuran skala mahasiswa yang mengikuti
MENWA di atas, dapat dilihat bahwa 13 mahasiswa yang mengikuti MENWA memiliki
skor yang berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 37%, 22 mahasiswa yang
mengikuti MENWA memiliki skor yang berada pada kategori tinggi dengan persentase
63%, dan tidak ada mahasiswa yang mengikuti MENWA memiliki skor yang sedang,
rendah, dan sangat rendah dengan persentase 0%. Berdasarkan rata-rata sebesar 177,29
dapat dikatakan bahwa rata-rata mahasiswa yang mengikuti MENWA berada pada
kategori tinggi. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 157
sampai dengan skor maksimum sebesar 206 dengan standard deviasi 12.131.
Tabel 3. Kategorisasi Pengukuran Skala Mahasiswa Yang
Tidak Mengikuti Kegiatan MENWA.
No Interval Kategori Mean F Persentase
1 180.8 ≤ x ≤ 212 SangatTinggi 0 %
2 148≤ x <180.8 Tinggi 0 %
3 116.6 ≤ x <148 Sedang 0 0%
4 84,8 ≤ x < 116.6 Rendah 95.63 34 97%
5 53 ≤ x <84,8 SangatRendah 1 3%
Jumlah 35 100%
SD = 7.171Min = 83 Max = 110
22
Berdasarkan tabel kategorisasi pengukuran skala mahasiswa yang tidak
mengikuti MENWA di atas, dapat dilihat bahwa tidak ada mahasiswa yang tidak
mengikuti MENWA memiliki skor yang berada pada kategori sangat tinggi, tinggi dan
sedang dengan persentase 0%. 34 mahasiswa yang tidak mengikuti MENWA memiliki
skor yang berada pada kategori rendah dengan persentase 97%, dan mahasiswa yang
tidak mengikuti MENWA memiliki skor yang sangat rendah 1 mahasiswa yang memiliki
skor berada pada ketegori sedang dengan presentasi 3%. Berdasarkan rata-rata sebesar
95,63 dapat dikatakan bahwa rata-rata mahasiswa yang tidak mengikuti MENWA berada
pada kategori rendah. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar
83 sampai dengan skor maksimum sebesar 110 dengan standard deviasi 7,171.
Uji Normalitas
Tabel 4. Uji Normalitas.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Mahasiswa Yang Mengikuti
MENWA
Mahasiswa Yang Tidak
Mengikuti MENWA
N 35 35
Normal Parametersa Mean 177.29 95.63
Std. Deviation 12.131 7.171
Most Extreme Differences Absolute .138 .170
Positive .138 .170
Negative -.061 -.129
Kolmogorov-Smirnov Z .816 1.008
Asymp. Sig. (2-tailed) .518 .261
a. Test distribution is Normal.
Berdasarkan uji hasil pengujian normalitas pada tabel di atas, didapatkan bahwa
kedua variable memiliki signifikansi p>0,05. Variabel mahasiswa yang mengikuti MENWA
memiliki nilai K-S-Z sebesar 0.816 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,518
(p>0.05). Oleh karena nilai signifikansi p>0,05, maka distribusi data mahasiswa yang
mengikuti MENWA berdistribusi normal. Hal ini juga terjadi pada variabel mahasiswa yang
tidak mengikuti MENWA yang memiliki nilai K-S-Z sebesar 1,008 dengan probabilitas (p)
23
atau signifikansi sebesar 0,261. Dengan demikian data mahasiswa yang tidak mengikuti
MENWA juga berdistribusi normal.
Uji Homogenitas
Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas. Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2.619 9 20 .035
Dari hasil di atas dapat diketahui signifikansi sebesar 0,035 karena signifikansi lebih
dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel mahasiswa yang mengikuti MENWA dan
yang tidak mengikuti MENWA mempunyai varian yang tidak sama. Hal ini berarti tidak
adanya homogenitas.
Uji-t
Tabel 6. Hasil Uji-t Group Statistics
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Mengikuti MENWA Tidak Mengikuti MENWA
1 35 177.29 12.131 2.050
2 35 95.63 7.171 1.212
Independent Sample Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T Df
Sig. (2-
tailed) Mean
Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
VAR001 Equal variances assumed 8.709 .004 34.283 68 .000 81.657 2.382 76.904 86.410
Equal variances not assumed 34.283 55.175 .000 81.657 2.382 76.884 86.410
Berdasarkan perhitungan uji beda rata-rata antara mahasiswa yang mengikuti
MENWA dan mahasiswa yang tidak mengikuti MENWA karena data tidak homogen, maka
yang dibahas selanjutnya hanya pada kolom equal variances not assumed. Dari data diatas
terlihat jika nilait t hitung = 34.283 (sig 1-tailed p<0,05) yang artinya ada perbedaan tingkat
kedisiplinan diri yang signifikan antara mahasiswa yang mengikuti MENWA dan yang tidak
mengikuti MENWA. Maka, diterima dan .
24
Pembahasan
Berdasarkan penelitian mengenai perbedaan tingkat kedisiplinan diri mahasiswa yang
mengikuti dan yang tidak mengikuti kegiatan Resimen Mahasiswa Mahadipa, didapatkan
hasil bahwa ada perbedaan yang signifikan untuk tingkat kedisiplinan diri antara mahasiswa
yang mengikuti MENWA dan yang tidak mengikuti MENWA. Berdasarkan hasil uji beda
rata-rata, di peroleh nilai 34.283 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p< 0,05). Hal
ini menunjukkan bahwaada perbedaan yang signifikan untuk tingkat kedisiplinan diri antara
mahasiswa yang mengikuti MENWA dan yang tidak mengikuti MENWA.
Berdasarkan Mean masing-masing kelompok diatas diperoleh Mean kelompok yang
mengikuti MENWA 177,29 sedangkan Mean kelompok yang tidak mengikuti MENWA
95.63. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang mengikuti kegiatan ektrakurikuler
MENWA memiliki tingkat kedisiplinan yang lebih tinggi. Jadi, tampaknya tingkat
kedisiplinan dapat dibentuk dari kegiatan ekstrakurikuler MENWA. Mengenai hal ini serupa
dengan penelitian (Hidayati, 2014) yang mengatakan kegiatan ekstrakurikuler dapat
membentuk kedisiplinan diri seperti, PRAMUKA dan sebagainya. Hal ini berarti kegiatan
MENWA juga dapat membentuk kedisiplinan diri. Penelitian ini tampaknya sejalan dengan
penelitian (Raharjo, 2014) mengatakan ada hubungan yang sangat signifikan antara
partisipasi mengikuti kegiatan ekstrakulikuler dan kedisiplinan. Hal ini mendukung dengan
teori Hebb (dalam Hergenhahn dan Olson, 2010) yang menyatakan bahwa lingkungan dapat
memberikan pengaruh terhadap seseorang. Ia menyatakan lingkungan dapat terbagi menjadi
dua yaitu, lingkungan terbatas dan lingkungan kaya. Lingkungan terbatas adalah lingkungan
yang memberi proses pembelajaran terbatas bagi individu. Misalkan, lingkungan yang tidak
seperti lingkungan MENWA yang memuat berbagai aturan, menunjukkan keterbatasan
dalam proses pembelajaran kedisiplinan diri. Sedangkan, lingkungan kaya adalah lingkungan
yang memberikan berbagai macam pengalaman sensoris dan motoris. Misalkan, lingkungan
25
MENWA yang memberi berbagai macam pengalaman belajar seperti aturan yang begitu
banyak yang membuat proses pembelajaran untuk membentuk kedisiplinan diri anggota
MENWA.
Kegiatan MENWA yang dibentuk di perguruan tinggi memiliki visi juga untuk dapat
menumbuhkan kedisiplinan diri seorang anggota MENWA yang merupakan mahasiswa itu
sendiri di Universitas yang berpastisipasi dalam kegiatan tersebut karena kegiatan MENWA
memiliki tujuan untuk dapat membentuk karakter mahasiswa tersebut seperti kedisiplinan
diri. Sehingga, (Wibowo, 2012) mengungkapkan bahwa berbagai perguruan tinggi ingin
membentuk karakter mahasiswanya seperti, kedisiplinan diri dan sebagainya melalui kegiatan
ekstrakurikuler agar sesuai dengan visi, misi, karakteristik perguruan tinggi masing-masing
dan dapat terlaksananya Tridharma Perguruan Tinggi yang meliputi pembelajaran, penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbedaan tingkat kedisiplinan dirimahasiswa
yang mengikuti dan yang tidak mengikuti kegiatan Resimen Mahasiswa Mahadipa di Jawa
Tengah, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Ada perbedaan yang signifikan untuk tingkat kedisiplinan diri mahasiswa yang
mengikuti dan yang tidak mengikuti kegiatan Resimen Mahasiswa Mahadipa di Jawa
Tengah. Mahasiswa yang mengikuti kegiatan Resimen Mahasiswa memiliki tingkat
kedisiplinan diri lebih tinggi daripada mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan
Resimen Mahasiswa.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan hal-
hal berikut:
1. Mahasiswa Yang Mengikuti Kegiatan MENWA.
26
Bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan MENWA teruslah mengembangkan bakat
dan minatnya pada kegiatannya tersebut yang dapat membentuk karakter menjadi lebih
baik seperti kedisiplinan diri dan sebagainya.
2. Mahasiswa Yang Tidak Mengikuti Kegiatan MENWA.
Bagi mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan MENWA perlu mengetahui bahwa Soft
skill perlu dikembangkan yaitu dengan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler seperti
MENWA dan sebagainya. Hal ini menjadi penting, kaitannya dalam pembentukkan
karakter sehingga mahasiswa mampu memiliki sikap etika yang baik seperti disiplin
diri, bertanggung jawab, jujur dan sebaginya.
3. Peneliti Selanjutnya.
Peneliti selanjutnya dapat memperluas jangkauan penelitian yaitu dengan
memperhatikan variabel - variabel lain yang mempengaruhi kedisiplinan diri, seperti,
faktor psikologis yaitu lingkungan, self-awereness dan sebagainya serta faktor fisiologis
yaitu jenis kelamin, usia dan sebagainya.
27
Daftar Pustaka
Annisa, P, Wijayanti, S & Priyatma, A, N. (2012). Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan
Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Univerisitas Sebelas
Maret Surakarta.Jurnal Psikologi. Vol.1, (2),1-14.
http://candrajiwa.psikologi.fk.uns.ac.id/index.php/candrajiwa/article/view/28
Ayu, N. A. (2014). Implementasi Pendidikan Karakter Bangsa Bagi Anak Terlantar Di Panti
Asuhan Nurul Qu’ran Bekasi.Skripsi. Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Ahmad, H dan Santoso, N. (1996). Kamus Pintar Bahasa Indonesia. Surabaya: Fajar Mulya.
Duckworth, L. A & Seligman, M. E. P. (2006). Self-Discipline Gives Girls the Edge: Gender
in Self-Discipline, Grades, and Achievement Test Scores. Journal Of Educational
Psychology.Vol 98 (1), 198-208.
Fitri, A. Z. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika Di Sekolah. Yogyakarta:
Ar-Russ Media.
Gilang R, G. (2013). Keefektifan Konseling Kelompok Dalam Meningkatkan Kedisiplinan
Belajar Siswa Kelas X SMK Nusantara Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran
2012/2013.Skripsi. Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI.
Ghifari, A. R. (2014, 24 Januari). Resposisi MENWA Di Lingkungan Kampus.Kompasiana
Edukasi. Retrievedhttp://www.kompasiana.com/rasminto/reposisi-menwa-di-
lingkungan-kampus_551f8090813311706c9df8d2.
Harahap, F. R. (2014, 23 September). Perilaku Korupsi Dimulai Dari
Ketidakdisiplinan.Okezone. Retrieved
http://news.okezone.com/read/2014/09/22/373/1042726/perilaku-korupsi-dimulai-dari-
ketidakdisiplinan.
Hergenhahn, B. R & Olsom. H. M, (2010). Theories Of Learning (Teori Belajar) Edisi
7.Jakarta: Kencana.
Hidayati, N. (2014). Peran Kegiatan Ekstrakurikuler Dalam Menumbuhkan Kedisiplinan
Siswa Di SMA Negeri 5 Tanggerang.Skripsi. Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.Available
fromhttp://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/25111?mode=full.
Ingsih, I. A. (2010). Perbedaan Kedisiplinan Belajar Siswa Di SMA Ditinjau Dari Pola Asuh
Orangtua.Skripsi. Surabaya: Fakultas Psikologi Institut Agama Islam Negeri Sunan
Ampel.Available fromhttp://digilib.uinsby.ac.id/8615/
Inayah. (2012). Pengaruh Motivasi Belajar, Kedisiplinan Siswa, Dan Kecerdasan Emosional
Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam (Pai) Siswa Kelas Viii Smp Negeri
28
3 Wonokerto Pekalongan.Jurnal PAI IAIN Walisongo. Retrieved from
http://eprints.walisongo.ac.id/51/1/Inayah_Tesisi_Sinopsis.pdf
Janah & Eka, Y. (2011). Hubungan Antara Keikutsertaan Dalam Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) Dan Interaksi Sosial Dalam Keluarga Dengan Sikap Kemandirian Mahasiswa
Jurusan PIPS FKIP UNS Angkatan 2007-2009.Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan
Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. Available from
http://eprints.uns.ac.id/6883/
Khafid, M & Suroso. (2007). Pengaruh Disiplin Belajar Dan Lingkungan Keluarga Terhadap
Hasil Belajar Ekonomi. Jurnal Pendidikan Ekonomi, 2 (2), 185-204.
Komando Nasional Resimen Mahasiswa. (2009). Profil Organisasi MENWA. Jakarta:
MENWA Indonesia.
Komando Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia. (2007). Petunjuk Pelaksanaan
Pembinaan Dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa Indonesia Dalam Bela Negara.
Jakarta: Komando Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia.
Kompi-A/IPB Menwa Batalyon VII/Suryakancana Institut Pertanian Bogor. (2015).
Peraturan Urusan Dinas Dalam Resimen Mahasiswa Kompi-A/IPB Tahun 2014-2015.
Bogor: MENWA Institut Pertanian Bogor.
Kardiyem. (2013). Internalisasi Pendidikan Karakter Dalam Akuntansi (Inspirasi) Diary
(Solusi Konservasi Moral)Internalisasi Pendidikan Karakter Dalam Akuntansi
(Inspirasi) Diary (Solusi Konservasi Moral). Jurnal Dinamika Akutansi. 5 (1), 47-
54http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jda/article/view/2562
Mahuda & Maksum, A. (2013). Perbedaan Tingkat Kedisiplinan Siswa Antara Yang
Mengikuti dan Yang Tidak Mengikuti Ekstrakurikuler Pencak Silat. Jurnal Pendidikan
Olahraga dan Kesehatan. Vol. 1, 286 – 290.
Muctharjo, T. (2013). Pembentukan Karakter Disiplin dan Tanggung Jawab Melalui
Pemahaman Dasa Darma Dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka pada Siswa SMA N
3 Wonogiri Tahun 2013.Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Available
fromhttp://eprints.ums.ac.id/24879/17/2_Naskah_Publikasi.pdf
Mustari, M. (2011). Nilai Karakter; Refleksi Untuk Pendidikan Karakter. Yogyakarta:
Laksabang PRESSindo.
Noya, A. (2011). Motivasi Berprestasi dan Disiplin Diri Sebagai Prediktor Prestasi Belajar
Mahasiswa di Institut Injil Indonesia.Tesis. Salatiga: Program Pascasarjan Magister
sains Psikologi Universitas Krsiten Satya Wacana.
Puspitaningtyas, A. (2012). Pengaruh Penggunaan Media “Catatan Dinding” Terhadap
Kedisiplinan Diri Anak Tunagrahita Ringan Di SLB Dharma Rena Ring Putra II
29
Yogyakarta. Skripsi.Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Luarbiasa. Available
fromhttp://eprints.uny.ac.id/7668/
Purnama, D. S (2006). Upaya Guru Dalam Mengembangkan Disiplin Belajar Siswa. Jurnal
Paradigma, 1 (1), 101-109.
Raharjo, F. F. (2014). Hubungan Partisipasi Mengikuti Kegiatan Ekstrakurikuler Dan
Kedisiplinan Belajar Dengan Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 Boyolali Tahun Ajaran 2013/2014. Sosialitas; Jurnal Ilmiah Pend. Sos Ant,
Vol 4 (1). http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sosant/article/view/3400
Rut S, U. (2011). Perbedaan Tingkat Kedisiplinan Belajar Mahasiswa Yang Tinggal Di
Asrama Dan Yang Tinggal Rumah.Skripsi. Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas
Kristen Satya Wacana.
Riyani, W, A. (2009). Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) Ditinjau Dari
Keikutsertaan Klub Olahraga (Tai-Chi) Pada Lanjut Usia.Skripsi. Salatiga: Fakultas
Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.
Rajab, B. (2013, 26 Oktober). Kaum Terpelajar Dan Ketidakdisiplinan. Kompas. Retrieved
http://edukasi.kompas.com/read/2013/10/26/0932108/Kaum.Terpelajar.dan.Ketidakdisi
plinan.
Rambawaku, R, M. (2006). Kedisiplinan Dalam Pendidikan. Salatiga: Widya Sari Press.
Semiawan, R. C. (2009). Penerapan Pembelajaran Pada Anak. Jakarta: Indeks.
Supriatna, M. (2010). Pendidikan Karakter Melalui Ekstrakurikuler. Fakultas Ilmu
Pendidikan: Jurusan Psikologi Pendidikan Dan Bimbingan. Universitas Pendidikan
Indonesia. Retrieved
fromhttps://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rj
a&uact=8&ved=0CBkQFjAAahUKEwjTxqei9IPJAhWGGJQKHbUhDN8&url=http%
3A%2F%2Ffile.upi.edu%2FDirektori%2FFIP%2FJUR._PSIKOLOGI_PEND_DAN_B
IMBINGAN%2F196008291987031MAMAT_SUPRIATNA%2F25._PENDIDIKAN_
KARAKTER_VIA_EKSTRA.pdf&usg=AFQjCNFk8pE0AQtuK5C8qT34dM4V5CBG
Q&sig2=1bvGSCZ8RPLO9k9vqbwHtA&bvm=bv.106923889,d.dGo
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Shochib, M. (2010). Pola Asuh Orang Tua (Dalam Membantu Anak Mengembangkan
Disiplin Diri Sebagai Pribadi Yang Berkarakter). Jakarta: Rineka Cipta.
Susilawati, L. (2011). Hubungan Antara Disiplin Belajar Dan Motivasi Belajar Dengan
Prestasi Belajar Pada Siswa SMK Sultan Fattah Salatiga.Tesis. Salatiga: Program
Pascasarjana Manajemen Pendidikan Universitas kristen Satya Wacana.
SK PANGAB 611/X/1985. Peraturan Baris Berbaris.
30
SK Dankodiklat TNI AD Nomor Skep /64/III/2005.Peraturan Penghormatan Militer
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional.
Sobri & Moerdiyanto. (2014)Pengaruh Kedisiplinan Dan Kemandirian Belajar Terhadap
Hasil Belajar Ekonomi Madrasah Aliyah Di Kecamatan Praya Kabupaten Lombok
Tengah. Jurnal Harmoni Sosial, 1 (1), 43-56
Tangney, J.P., Baumeister, R.F., Boone, A. L. (2004). High Self-Control Predicts Good
Adjustment, Less Pathology, Better Grades, And Interpersonal Succes.Journal of
personality, 72 (2), 271-322.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. 8
Juli 2003. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78. Jakarta.
Werdiningsih. (2010). Kedisiplinan Guru Kelas Dalam Mengajar Ditinjau Dari Gaya
Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar Di Kecamatan Kaloran Kabupaten
Temanggung.Skripsi. Salatiga: Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas
Kristen Satya Wacana.
Washadi, D. (2013). Pendidikan Karakter Resimen Mahasiswa Satuan 906 “SAPU JAGAD”
IAIN Walisongo Semarang Dalam Perspektif Pendidikan Islam.Skripsi. Semarang:
Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan.
Wibowo, A. (2012). Pendidikan Karakter; Strategi Membangun Karakter Bangsa
Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Widodo, B. (2013). Perilaku Disiplin Siswa Ditinjau Dari Aspek Pengendalian Diri (Self-
Control) Dan Keterbukaan (Self-Disclosure) Pada Siswa SMK Wonosari Caruban
Kabupaten Madiun. Jurnal Widya Warta. No. 1, (2), 140-151.
Yunior, D. S. (2007, 26 Mei). MENWA, Bukan Militer Mini di Kampus. Suara Merdeka.
Retieved http://www.suaramerdeka.com/harian/0705/26/opi09.htm