29
LABORATORIUM BIOFARMASETIKA FARMASI PROGRAM STUDI FARMASI F-MIPA UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT PERCOBAAN II PENGARUH MODIFIKASI SIFAT FISIKOKIMIA ZAT AKTIF TERHADAP KECEPATAN DISOLUSI Oleh: Nama : Anna Yulisbeth.S NIM : J1E106238 Kelompok : VI Asisten : Farrah Soraya Yurindani PROGRAM STUDI FARMASI

perc 2 modifikasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: perc 2  modifikasi

LABORATORIUM BIOFARMASETIKA FARMASIPROGRAM STUDI FARMASI F-MIPAUNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

PERCOBAAN II

PENGARUH MODIFIKASI SIFAT FISIKOKIMIA ZAT AKTIF

TERHADAP KECEPATAN DISOLUSI

Oleh:

Nama : Anna Yulisbeth.S

NIM : J1E106238

Kelompok : VI

Asisten : Farrah Soraya Yurindani

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2008

Page 2: perc 2  modifikasi

PERCOBAAN II

PENGARUH MODIFIKASI SIFAT FISIKOKIMIA ZAT AKTIF

TERHADAP KECEPATAN DISOLUSI

I. PENDAHULUAN

I.1 Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk membandingkan bentuk modifikasi

sifat fisikokimia asam mefenamat antara metode rekristalisasi dan

metode dispersi padat terhadap kecepatan disolusi.

I.2 Dasar Teori

Untuk produk-produk obat tertentu bioavailbilitas dapat

ditunjukkan dengan fakta yang diperoleh secara in vitro yang dilakukan

dalam lingkungan seperti in vivo. Obat-obat ini bioavailabilitasnya

terutama bergantung pada obat yang berada dalam keadaan terlarut. Laju

pelarutan obat dari produk obat tersebut diukur in vitro. Uji pelarutan

yang resmi diuraikan dalam United States Pharmacopeia (USP). Data

laju pelarutan in vitro harus berhubungan dengan data bioavailbilitas in

vivo untuk obat tersebut. Ada beberapa pendekatan untuk menetapkan

suatu hubungan antara bioavailbilitas in vivo dan pelarutan produk obat

in vitro. Hubungan in vitro – in vivo meliputi : (1) hubungan antara

persen kandungan obat yang tertera dalam label yang terlarut dan persen

obat yang terabsorpsi sistemik; (2) hubungan antara laju dan jumlah obat

terlarut dan parameter farmakokinetik seperti tmaks, AUC, Cmaks; Ka; (3)

hubungan antara laju atau jumlah obat terlarut dan efek farmakologik

akut dan rata-rata waktu tinggal obat in vivo. Ada beberapa kejadian di

mana laju pelarutan tidak cukup untuk meyakinkan bioekivalensi in vivo.

Oleh karena itu, persyaratan bioekivalensi in vivo harus dipenuhi

(Shargel, 1988).

Untuk menghasilkan kerja terapeutik yang optimal maka kelarutan

bahan obat dalam konsentrasi yang memdai seringkali menjadi

persyaratan paling penting. Banyak bahan obat celakanya hanya memiliki

Page 3: perc 2  modifikasi

suatu kelarutan air yang rendah taau praktis dinyatakan sebagai tak larut.

Mereka umumnya mudah larut dalam cairan organik, meskipun demikian

mengingat kurang netralnya pada penyediaan obat hal ini lebih jauh

dipisahkan. Jadi tinggal air bahan pelarut terpilih. Telah dikenal juga

reaksi biokimia lebih menyukai berjalan dalam lingkungan berair (Voigt,

1994).

Suatu peningkatan konsentrasi jenuh (perbaikan kelarutan) dicapai

melalui usaha pada molekul bahan obat (pembentukkan garam,

pemasukkan grup hidrofil), melalui pemilihan modifikasi polimorf atau

polimorf palsu yang cocok atau dengan bahan pembantu memperbaiki

kelarutan (pembentuk kompleks, bahan hidrotropi, tensid). Suatu

pembesaran permukaan bahan obat (peningkatan kecepatanmelarut)

dapat direalisasikan melalui penghalusan secara mekanis (misalnya

mikronisasi) atau di bawah penggunaan bahan pembantu dan proses,

yang hakekatnya mengarahkan kepada suatu pengurangan ukuran

partikel di samping efek-efek lainnya (produk pengering sembur, produk

pemancang sembur atau produk pemancang leburan, dispersi padat).

Sering dijumpai penggunaan yang dinamakan mediator larutan. Hal

tersebut adalah bahan pembantu, dengannya kelarutan bahan obat dapat

diperbaiki secara nyata. Mereka harus tidak meragukan secara farmako

dan terhadap obat tidak boleh menunjukkan tidak tersatukan. Suatu

bentuk khusus mediator larutan berlangsung dengan logis tensid sebagai

pembentukan misel. Mereka dinyatakan sebagai pensolubilisasi, tensid

yang digunakan dinyatakan sebagai solubilisator. Khusus pada

pembuatan larutan injeksi maka sering menunjukkan tambahan mediator

larutan, untuk memperoleh obat berkonsentrasi cukup tinggi (Voigt,

1994).

Dalam banyak hal, laju disolusi, atau waktu yang diperlukan bagi

obat untuk melarutkan dalam cairan pada tempat absorpsi, merupakan

tahap yang menentukan laju dalam proses absorpsi. Bila laju disolusi

merupakan tahap yang menentukan laju, apa pun yang mempengaruhinya

akan mempengaruhi absorpsi. Akibatnya laju disolusi dapat

Page 4: perc 2  modifikasi

mempengaruhi onset, intensitas, dan lama respon, serta kontrol

bioavailabilitas obat tersebut keseluruhan dari bentuk sediaannya. Laju

disolusi obat dapat ditingkatkan dengan meningkatkan ukuran partikel

obat. Ia juga bisa ditingkatkan dengan meningkatkan kelarutannya dalam

lapisan difusi. Cara-cara yang paling efektif dalam memperoleh laju

disolusi yang lebih tinggi adalah menggunakan suatu garam yang larut

dalam air dari zat induknya. Laju disolusi dari senyawa kimia umumnya

ditentukan dengan dua metode permukaan konstan yang memberikan laju

disolusi instrinsik dari zat tersebut, dan disolusi partikel-partikel kecil

dimana suatu suspensi dari zat tersebut ditambahkan ke sejumlah pelarut

tertentu tanpa pengontrolan luas permukaan yang tepat (Ansel, 1989).

Obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju

pelarutan (laju disolusi) seringkali merupakan langkah penentu kecepatan

terhadap bioavaibilitas obat. Luas permukaan efektif obat dapat sangat

diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel. Karena pelarutan terjadi

pada permukaan solut maka makin besar luas permukaan makin cepat

laju pelarutan. Bentuk geometrik partikel juga mempengaruhi luas

permukaan dan selama pelarutan permukaan berubah secara konstan.

Derajat kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju pelarutan. Pada

umumnya, obat dalam bentuk garam yang dapat terionisasi lebih larut

dalam air daripada asam atau basa bebas. Obat juga dapat berada dalam

bentuk lebih dari satu bentuk kristal yang dikenal sebagai polimorf.

Polimorf-polimorf ini mempunyai struktur kimia yang identik, tetapi

menunjukkan kinetika pelarutan yang berbeda (Shargel, 1988).

Teknik dispersi padat merupakan metode yang paling banyak

dilakukan pada dua dekade terakhir dalam peningkatan laju disolusi obat

yang sukar larut. Peningkatan laju disolusi terjadi karena pengurangan

ukuran partikel, terbentuknya polimorfi atau amorf, terjadinya

kompleksasi dan terbentuknya larutan padat. Pembentukan titik eutektik

melalui penggunaan sistem biner atau terner secara signifikan dapat

meningktkan kelarutan dan disolusi dari obat yang sukar larut. Melalui

studi pembentukan titik eutektik pada furosemida dan urea, dan ternyata

Page 5: perc 2  modifikasi

pada titik ini memberikan peningkatan kelarutan dan laju disolusi yang

bermakna terhadap furosemida murni. Laju disolusi dari flubiprofen yang

didispersikan dengan fosfolipid memberikan peningkatan yang bermakna

dibandingkan flubiprofen murni (Syukri, 2002).

II. CARA PERCOBAAN

II.1 Alat dan Bahan

II.1.1 Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah : alat-alat

gelas, seperangkat alat disolusi, spektrometer UV, stopwatch,

timbangan analitik.

II.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu : aquadest,

larutan dapar fosfat pH 7,2, PVP atau urea, zat aktif yang sukar /

praktis tidak larut dalam air (dipakai asam mefenamat).

II.2 Cara Kerja

a. Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 7,2

- Dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 ml’

- Dikocok hingga homogen

- Dipindahkan ke gelas beker 1000 ml

- Dicek dengan pH tester, sambil dipanaskan pada

suhu 37ºC

- Bila pH <5,8, ditambahkan larutan NaOH pekat

sedikit demi sedikit hingga mencapai pH 7,2

250 ml KH2PO4 0,2M + 173,5 ml NaOH 0,2 N

+ aquadest sampai tanda batas

1000 ml larutan dapar fosfat pH 7,2

Page 6: perc 2  modifikasi

b. Rekristalisasi

c. Dispersi padat (1:3)

Zat aktif

Dilarutkan dengan etanol

larutan

Diuapkan sampai terbentuk kristal

Kristal

Dimasukkan ke dalam cangkang kapsulDilakukan uji disolusi dengan metode keranjang

Hasil

Zat aktif + zat pendispersi (PVP atau urea)

Dilarutkan dengan etanol

larutan

Diuapkan sampai terbentuk massa serbuk

Serbuk

Dimasukkan kedalam cangkang kapsulDilakukan uji disolusi dengan metode keranjang

Hasil

Mangkok Isi Bernutrisi

Page 7: perc 2  modifikasi

III. HASIL PERCOBAAN

III.1 Hasil dan Data Percobaan

Tabel 1. Hasil Pengamatan Absorbansi Disolusi 20 % Replikasi It

(mnt)

Absorb. x

(mg/900ml)

Faktor

koreksi

Kadar

terkoreksi

%

terdisolusi

5 0,154 3,4779 0 3,4779 0,6956

10 0,375 8,5007 0,0193 8,5200 1,7040

15 0,640 14,5234 0,0472 14,5706 2,9141

20 0,736 16,7052 0,0807 16,7859 3,3572

30 0,899 20,4098 0,0928 20,5026 4,1005

45 2,804 63,7052 0,1134 63,8186 12,7637

Tabel 2. Hasil Pengamatan Absorbansi Disolusi 20 % Replikasi IIt

(mnt)

Absorb. x

(mg/900ml)

Faktor

koreksi

Kadar

terkoreksi

%

terdisolusi

5 0,184 4,1598 0 4,1598 0,8320

10 0,316 7,1598 0,0231 7,1829 1,4366

15 0,430 9,7507 0,0398 9,7905 1,9581

20 0,579 13,1370 0,0542 13,1912 2,6382

30 0,758 17,2052 0,0730 17,2782 3,4556

45 0,957 21,7279 0,0956 21,8235 4,3647

Tabel 3. Hasil Pengamatan Absorbansi Disolusi 30 %t

(mnt)

Absorb. x

(mg/900ml)

Faktor

koreksi

Kadar

terkoreksi

%

terdisolusi

5 1,503 34,1370 0 34,1370 6,8274

10 1,646 37,3870 0,1897 37,5767 7,5153

15 2,035 46,2279 0,2077 46,4356 9,2871

20 2,267 51,5007 0,2568 51,7575 10,3515

30 2,652 60,2507 0,2861 60,5368 12,1074

45 2,927 66,5007 0,3347 66,8354 13,3671

Page 8: perc 2  modifikasi

III.2 Analisis Data dan Metode Perhitungan

1. Absorbansi Asam Mefenamat Disolusi 20% Replikasi I

Contoh perhitungan : t = 5 menit

Diketahui : y = 0,0396x + 0,000971

y = 0,154

Volume = 900 ml

Ditanya : a. Kadar (x)...?

b. faktor koreksi...?

c. kadar terkoreksi...?

d. % terdisolusi...?

Jawab :

a. Kadar (x)

y = 0,0396x + 0,000971

0,154 = 0,0396x + 0,000971

x = 3,8644 mg/1000ml

= 3,4779 mg/900 ml

b. Faktor koreksi = 0

c. Kadar terkoreksi = mg/900ml + faktor koreksi

= 3,4779 + 0 = 3,4779

d. % terdisolusi =

= 0,6956 %

2. Absorbansi Asam Mefenamat Disolusi 20% Replikasi II

Contoh perhitungan : t = 10 menit

Diketahui : y = 0,0396x + 0,000971

y = 0,316

Volume = 900 ml

Page 9: perc 2  modifikasi

Ditanya : a. Kadar (x)...?

b. faktor koreksi...?

c. kadar terkoreksi...?

d. % terdisolusi...?

Jawab :

a. Kadar (x)

y = 0,0396x + 0,000971

0,316 = 0,0396x + 0,000971

x = 7,9553 mg/1000ml

= 7,1598 mg/900 ml

b. Faktor koreksi =

=

= 0,0231

c. Kadar terkoreksi = mg/900ml + faktor koreksi

= 7,1598 + 0,0231

= 7,1829

d. % terdisolusi =

= 1,4366 %

3. Absorbansi Asam Mefenamat Disolusi 30%

Contoh Perhitungan t = 15 menit

Diketahui : y = 0,0396x + 0,000971

y = 2,035

Volume = 900 ml

Ditanya : a. Kadar (x)...?

Page 10: perc 2  modifikasi

b. faktor koreksi...?

c. kadar terkoreksi...?

d. % terdisolusi...?

Jawab :

a. Kadar (x)

y = 0,0396x + 0,000971

2,035 = 0,0396x + 0,000971

x = 51,3644/1000ml

= 46,2279 mg/900 ml

b. Faktor koreksi =

=

= 0,2077

c. Kadar terkoreksi = mg/900ml + faktor koreksi

= 46,2279 + 0,2077 = 46,4356

d. % terdisolusi =

= 9,2871 %

Page 11: perc 2  modifikasi

III.3 Grafik-grafik

Grafik 1. Hubungan % Terdisolusi vs Waktu pada Disolusi 20%

Replikasi I

Hubungan % Terdisolusi vs Waktu Disolusi 20% Replikasi I

0

2

4

6

8

10

12

14

0 10 20 30 40 50

Waktu (menit)

Kad

ar T

erko

reks

i

Luas daerah a = (½ x a x t) = 0,5 x 5 x 0,6956 = 1,739

Luas daerah b = (p x l)+ (½ x a x t)

= (5 x 0,6956) + (0,5 x 5 x 1,0084) = 5,999

Luas daerah c = (p x l)+ (½ x a x t)

= (5 x 1,7040) + (0,5 x 5 x 1,2101) = 11,54525

Luas daerah d = (p x l)+ (½ x a x t)

= (5 x 2,9141) + (0,5 x 5 x 0,4431) = 15,67825

Luas daerah e = (p x l)+ (½ x a x t)

= (10 x 3,3572) + (0,5 x 10 x 0,7433) = 37,2885

Page 12: perc 2  modifikasi

Luas daerah f = (p x l)+ (½ x a x t)

= (15 x 4,1005) + (0,5 x 15 x 8,6632) = 126,4815

Luas daerah A = L a + L b + L c + L d + L e

= 1,739 + 5,999 + 11,54525 + 15,67825 + 37,2885 +

126,4815

= 198,7315

Luas daerah total = 45 x 12,7637 = 574,3665

DE45 =

=

= 34,6001 %

Grafik 2 Hubungan % Terdisolusi vs Waktu pada Disolusi 20% Replikasi II

Hubungan % Terdisolusi vs Waktu Disolusi 20% Replikasi II

0

1

2

3

4

5

0 10 20 30 40 50

Waktu (menit)

Kad

ar T

erko

reks

i

Luas daerah a = (½ x a x t) = 0,5 x 5 x 0,8320 = 2,08

Luas daerah b = (p x l)+ (½ x a x t)

= (5 x 0,8320) + (0,5 x 5 x 0,6046) = 5,6715

Luas daerah c = (p x l)+ (½ x a x t)

= (5 x 1,4366) + (0,5 x 5 x 0,5215) = 8,48675

Luas daerah d = (p x l)+ (½ x a x t)

= (5 x 1,9581) + (0,5 x 5 x 0,6801) = 11,49075

Page 13: perc 2  modifikasi

Luas daerah e = (p x l)+ (½ x a x t)

= (10 x 2,6382) + (0,5 x 10 x 0,8174) = 30,469

Luas daerah f = (p x l)+ (½ x a x t)

= (15 x 3,4556) + (0,5 x 15 x 0,9091) = 58,65225

Luas daerah A = L a + L b + L c + L d + L e

= 2,08 + 5,6715 + 8,48675 + 11,49075 + 30,469 +

58,65225

= 116,85025

Luas daerah total = 45 x 4,3647 = 196,4115

DE45 =

=

= 59,4925 %

Grafik 3. Hubungan % Terdisolusi vs Waktu pada Disolusi 30%

Hubungan % Terdisolusi vs Waktu Disolusi 30%

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0 10 20 30 40 50

Waktu (menit)

Kad

ar T

erko

reks

i

Luas daerah a = (½ x a x t) = 0,5 x 5 x 6,8274 = 17,0685

Luas daerah b = (p x l) + (½ x a x t)

Page 14: perc 2  modifikasi

= (5 x 6,8274) + (0,5 x 5 x 0,6879) = 35,85675

Luas daerah c = (p x l) + (½ x a x t)

= (5 x 7,5153) + (0,5 x 5 x 1,7718) = 42,006

Luas daerah d = (p x l) + (½ x a x t)

= (5 x 9,2871) + (0,5 x 5 x 1,0644) = 49,0965

Luas daerah e = (p x l) + (½ x a x t)

= (10 x 10,3515) + (0,5 x 10 x 1,7559) = 112,2945

Luas daerah f = (p x l)+ (½ x a x t)

= (15 x 12,1074) + (0,5 x 15 x 1,2597) = 191,05875

Luas daerah A = L a + L b + L c + L d + L e

= 17,0685 + 35,85675 + 42,006 + 49,0965 + 112,2945+

191,05875

= 447,381

Luas daerah total = 45 x 13,3671 = 601,5195

DE45 =

=

= 74,3751 %

Page 15: perc 2  modifikasi

IV. PEMBAHASAN

Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh rekristalisasi

atau dispersi padat terhadap kecepatan disolusi zat aktif yang praktis/sukar

larut dalam air. Zat yang digunakan pada percobaan ini adalah asam

mefenamat yang mempunyai khasiat sebagai analgetika. Asam mefenamat

digunakan karena zat yang dipakai diharuskan tidak larut dalam air dan

asam mefenamat adalah zat yang larut dalam alkali hidroksida, agak sukar

larut dalam kloroform, sukar larut dalam etanol dan dalam metanol, praktis

tidak larut dalam air. Penggunaannya sebagai obat antinyeri dan obat rema

terbatas karena sering menimbulkan gangguan lambung-usus, terutama

dyspepsia dan diare hebat. Tidak dianjurkan untuk anak-anak.

Pada percobaan ini asam mefenamat dilarutkan dalam alkohol.

Percobaan modifikasi sifat fisikokimia zat aktif ini dilakukan dengan dua

cara yaitu cara modifikasi sifat zat yaitu dengan rekristalisasi dan dispersi

padat. Dispersi padat merupakan dispersi satu atau lebih zat aktif dalam

suatu pembawa inert atau matriks dalam keadaan padat yang disiapkan

dengan metode peleburan pelarut atau gabungan pelarut dan peleburan.

Sedangkan rekristalisasi adalah proses pengkristalan kembali zat yang

digunakan dengan cara melarutkannya terlebih dahulu didalam pelarut

kemudian menguapkan semua pelarut hingga diperoleh kristal.

Pada percobaan yang dilakukan menggunakan metode dispersi padat

dilakukan dengan melarutkan campuran fisik dari dua komponen padat

dalam pelarut. Dalam hal ini, zat aktif yang digunakan yaitu asam

mefenamat sebanyak 500 mg untuk satu kapsul digunakan pada percobaan

ini adalah urea sebagai pendispersi, yang kemudian campuran kedua zat

tersebut dilarutkan dalam etanol sampai semua zat terlarut sempurna.

Kemudian pelarut diuapkan hingga terbentuk massa serbuk. Serbuk yang

Page 16: perc 2  modifikasi

dihasilkan dari dispersi padat dibagi menjadi 5 bagian, kemudian

dimasukkan kedalam cangkang kapsul.

Teknik dispersi padat merupakan hasil dari perkembangan teknologi

untuk mempercepat kecepatan disolusi dari suatu zat sehingga zat tersebut

akan diabsorpsi lebih cepat di dalam tubuh. Teknik ini memiliki tahapan

yaitu dengan pengecilan ukuran partikel, pembentukan polimorfisme,

pembentukan kompleks yang mudah larut, mengubah tetapan dielektrik

cairan sehingga mudah larut, penambahan bahan pelarut miseler yaitu

dengan penambahan surfaktan yang dapat menjadi misel yang mudah larut,

dan dengan penyalutan dengan senyawa hidrofil. Teknik dispersi diatas

adalah teknik dispersi yang digunakan dalam skala industri agar obat-obatan

yang sukar larut dapat mudah larut dan di absorpsi oleh tubuh.

Pengujian yang dilakukan pada percobaan ini yaitu uji disolusi

terhadap kapsul yang telah dibuat dari hasil dispersi padat maupun

rekristalisasi. Uji disolusi adalah sebagai proses suatu zat padat masuk ke

dalam pelarut yang kemudian menghasilkan suatu larutan. Secara prinsip,

proses ini dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dan pelarut.

Uji disolusi yang dilakukan pada percobaan ini digunakan larutan dapar

fosfat pH 7,2 sebagai media disolusi. Larutan dapar fosfat dibuat dengan

mencampurkan 137,5 ml NaOH 0,2 N dan 250 ml KH2PO4 0,2 M yang

dilarutkan dalam aquades ad 1000 ml. Kemudian larutan dapar yang dibuat

diatur pH hingga pH sesuai dengan yang diinginkan yaitu 7,2 untuk

menyesuaikan dengan pH tubuh terutama daerah didalam usus. Sebelum

melakukan percobaan media disolusi dipanaskan terlebih dahulu sampai

mencapai suhu 37oC yang sesuai dengan suhu tubuh manusia, hal ini

bertujuan untuk mensimulasikan kejadian uji disolusi seperti didalam tubuh.

Uji disolusi yang dilakukan yakni disolusi 20% dan 30%. Perbedaan uji

disolusi ini hanya pada besarnya pembawa yang digunakan (urea). Pada

disolusi 20%, urea yang digunakan hanya 20% dari asam mefenamat yang

digunakan (500 mg), demikian juga pada disolusi 30%. Modifikasi ini

dilakukan karena asam mefenamat merupakan zat aktif yang praktis/sukar

larut dalam air. Dengan adanya modifikasi pendispersi maka akan diketahui

Page 17: perc 2  modifikasi

perbandingan pengaruh masing-masing pendispersi terhadap kelarutannya

dan kecepatan disolusinya.

Uji disolusi dilakukan sebanyak 2 kali untuk tiap modifikasi, hal ini

bertujuan agar hasil yang didapatkan dapat dibandingkan satu sama lain dan

hasil yang didapatkan lebih akurat. Pada pengujian setiap selang waktu 5, 10,

15, 20, 30 dan 45 menit media disolusi diambil sebanyak 5 ml, dan harus

segera diganti dengan larutan dapar phosphate pH 7,2 yang baru dengan

volume yang sama yaitu 5 ml dimana telah dipanaskan sebelumnya. Hal ini

dimaksudkan agar kondisi dari media disolusi mendekati dengan kondisi

aslinya didalam tubuh tanpa adanya pengurangan volume media disolusi itu

sendiri.

Dari data perhitungan diperoleh data % untuk terdisolusi urea 20%

yang dikerjakan kelompok 5 yang dilakukan pada waktu 5, 10, 20, 30, dan 45

menit secara berturut-turut untuk kapsul asam mefenamat replikasi I adalah

0,6956; 1,7040 ; 2,9141; 3,3572; 4,1005; 12,7637. Sedangkan untuk kapsul

replikasi II berturut-turut adalah 0,8320; 1,4366; 1,9581; 2,6382; 3,4556;

4,3647. Dari hasil perhitungan diketahui harga Dissolution Efficiency (DE)

untuk setiap pembacaan absorbansi yakni, untuk pembacaan absorbansi I

sebesar 34,6001 % dan untuk pembacaan absorbansi II sebesar 59,4925 %.

Sedangkan pada uji disolusi 30%, didapatkan % terdisolusi berturut-turut

6,8274; 7,5153; 9,2871; 10,3515; 12,1074; 13,3671 dengan nilai DE sebesar

74,3751 %.

Dari hasil perbandingan nilai DE yang di peroleh pada uji disolusi urea

20% yakni sebesar 34,6001 % dan 59,4925 % lebih kecil dibandingkan

dengan uji urea 30% yakni 74,3751 %. Dari data yang diperoleh dapat

disimpulkan bahwa semakin besar nilai DE maka akan semakin cepat proses

disolusi zat aktif asam mefenamat yang sukar larut ini semakin baik.

Peningkatan laju disolusi terjadi karena pengurangan ukuran partikel,

terbentuknya polimorfi atau amorf, terjadinya kompleksasi dan terbentuknya

larutan padat. Dari grafik yang terbentuk dapat dilihat bahwa semakin besar

konsentrasi urea sebagai zat pendispersi asam mefenamat maka semakin

cepat pula disolusi yang terjadi pada asam mefenamat yang sukar larut air.

Page 18: perc 2  modifikasi

V. PENUTUP

Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah sebagai berikut :

1. Disolusi merupakan proses suatu zat padat yang masuk ke dalam pelarut

dan menghasilkan suatu larutan.

2. Persentase terdisolusi urea 20% pada waktu 5, 10, 20, 30, dan 45 menit

berturut-turut untuk kapsul asam mefenamat replikasi I adalah 0,6956;

1,7040 ; 2,9141; 3,3572; 4,1005; 12,7637. Sedangkan untuk kapsul asam

mefenamat replikasi II berturut-turut adalah 0,8320; 1,4366; 1,9581;

2,6382; 3,4556; 4,3647.

3. Persentase terdisolusi urea 30 % yang didapatkan berturut-turut adalah

6,8274; 7,5153; 9,2871; 10,3515; 12,1074; 13,3671.

4. Nilai Dissolution Efficiency (DE) yang didapatkan pada disolusi 20 %

replikasi I sebesar 34,6001 % dan untuk replikasi II sebesar 59,4925%,

sedangkan nilai DE pada disolusi 30 % sebesar 74,3751 %.

5. Semakin banyak pembawa yang digunakan, semakin banyak terbentuk

dispersi padat dan mengakibatkan meningkatnya kecepatan disolusi zat

aktif obat (asam mefenamat).

Page 19: perc 2  modifikasi

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press. Jakarta.

Shargel, Leon & Andrew B. C. Yu. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Airlangga University Press. Surabaya.

Syukri, Yandi. 2002. Biofarmasetika. UII-Press, Yogyakarta.

Voigt, Rudolf. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Page 20: perc 2  modifikasi