Percobaan II

Embed Size (px)

Citation preview

  • 5/26/2018 Percobaan II

    1/12

    PERCOBAAN II

    PENETAPAN KADAR SENYAWA YANG TIDAK BERWARNA (TETAPI MEMILIKI

    KROMOFOR) SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRA-VIOLET (UV)

    A. TUJUANTujuan dari percobaan ini adalah menetapkan kadar senyawa yang tidak

    berwarna (tetapi memiliki kromofor) secara spektrofotometri ultraviolet (UV).

    B. LANDASAN TEORISpektroskopi merupakan cabang ilmu yang berhubungan dengan studi

    interaksi antara radiasi elektromagnetik dan materi. Ini melibatkan pengukuranjumlah radiasi ultraviolet atau sinar tampak yang diserap oleh suatu zat dalam

    larutan. Instrumen yang mengukur intensitas dua berkas cahaya di daerah UV-

    Visible disebut spektrofotometer Ultraviolet-Visible (Behera et al., 2012).

    Spektrofotometri adalah suatu metode analisis yang berdasarkan pada

    pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada

    panjang gelombang yang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma

    atau kisi difraksi dan detector vacuum phototube atau tabung foton hampa

    (Harjadi, 1990).

    Kromofor merupakan semua gugus atau atom dalam senyawa organik yang

    mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak. Beberapa gugus kromofor

    antara lain alken, alkin, karbonil, karboksil, amido, azo, nitro, nitroso, dan nitrat.

    Gugus ini memiliki panjang gelombang maksimum yang berbeda-beda karena

    perbedaan jenis transisi elektronnya. Data ini hanya berfungsi sebagai panduan

    kasar untuk identifikasi guugus-gugus fungsional dalam suatu molekul, karena

    panjang gelombang maksimal juga dipengaruhi oleh pelarut dan struktur

    molekul kimia yang biasanya juga lebar karena adanya efek-efek vibrasional.

    Pada molekul organik dikenal pula istilah auksokrom yang merupakan gugus

    fungsional yang mempunyai electron bebas, seperti OH; -O; -NH2; dan OCH3

    yang memberikan transisi n *. Terikatnya gugus auksokrom pada gugus

    kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita absorbs menuju ke panjang

    gelombang yang lebih besar (pergeseran merah = pergeseran batokromik)

    disertai dengan peningkatan intensitas (efek hiperkromik) (Gandjar dan Abdul,

    2012 ;236).

  • 5/26/2018 Percobaan II

    2/12

    Senyawa dapat dianalisis dengan metode spektrofotometri jika memiliki

    kemampuan menyerap pada daerah UV atau daerah tampak. Senyawa yang dapat

    menyerap intensitas pada daerah UV disebut dengan kromofor. Identifikasi

    kualitatif dari suatu senyawa serapan kromofor adalah berupa spectra yang

    ditunjukkan dari panjang gelombang () versus absorbansi. Setiap kromofor

    akan memberikan suatu titik spesifik yang disebut dengan panjang gelombang

    maksimum ( maks). Selanjutnya, untuk analisis sampel murni, identifikasi pada

    panjang gelombang maksimum dapat digunakan untuk analisis kuantitatif,

    karena absorbansi sampel akan berbanding lurus dengan konsentrasi sampel

    (Fatimah, 2003).Prinsip yang paling penting dalam analisis penyerapan cahaya terkait

    dengan hukum Lamber-Beer. Hukum ini menyatakan bahwa, ada hubungan

    linear antara konsentrasi dan absorbansi dengan ketentuan bahwa panjang

    gelombang yang digunakan dipertahankan konstan ; absorptivitas (e) adalah

    konstan untuk setiap molekul untuk setiap panjang gelombang. Hukum Lambert-

    Beer membuktikan hubungan linear antara konsentrasi sampel dan absorbansi.

    Jika hubungan ini diuji secara eksperimental dengan mengukur sampel dan

    hasilnya diplot, hubungan akan terlihat dimana meningkatknya serapan setara

    dengan peningkatan konsentrasi (Upstone, 2000).

    Hukum Beer menyatakan bahwa intensitas sinar paralel radiasi

    monokromatik berkurang secara eksponensial dengan jumlah molekul yang

    menyerap. Dengan kata lain, absorbansi sebanding dengan konsentrasi. Secara

    matematis, Beer-Hukum Lambert dinyatakan sebagai (Behera et al., 2012):

    A = a b c

    Dimana,

    A = absorbansi atau kepadatan optik

    a = absorptivitas atau koefisien kepunahan

    b = panjang lintasan dari radiasi melalui sampel (cm)

    c = konsentrasi zat terlarut dalam larutan

    Sulfadiazin diketahui memiliki aktivitas spektrum yang luas terhadap

    sebagian mikroorganisme, khususnya gram negatif dan ternyata juga memiliki

    toleransi yang baik oleh pasien dan memiliki toksisitas yang rendah dan juga

    banyak digunakan dalam pengobatan. Dalam obat sulfadiazine, sulfadiazine tidak

  • 5/26/2018 Percobaan II

    3/12

    bertindak sebagai agen antibakteri tetapi dapat menghasilkan sinergisme dalam

    kombinasi dengan sub tingkat penghambatan sulfadiazine. (Ghodekar et al.,

    2012).

    Secara universal golongan sulfonamida seperti sulfadiazine dikenal sebagai

    antibiotik. Mekanisme kerja umum dari sulfadiazine sebagai antibakteri adalah

    protozoa dengan menbentuk kompleks Zn (II) sulfadiazine dimana sulfadiazin

    terkoordinasi secara bidentat terhadap atom pusat Zn2+ melalui atom NH

    sekunder dan N tersier (Tjay dan Kirana, 2002).

    .

  • 5/26/2018 Percobaan II

    4/12

    C.ALAT DAN BAHAN1. Alat

    Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

    - Labu takar 100 ml, dan 25 ml- Mikro pipet 25 l- Sendok tanduk- Spektrofotometer UV-vis- Kuvet- Timbangan analitik- Filler- Pipet ukur- Pipet tetes- Gelas kimia- Batang pengaduk

    2. BahanBahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

    - Sampel sulfadiazine (Trisulfa)- Sulfadiazine murni- Alkohol

  • 5/26/2018 Percobaan II

    5/12

    D.URAIAN BAHANa. Sulfadiazine (Dirjen POM, 1979)

    Nama Resmi : SULFADIAZINUM

    Nama Lain : Sulfadiazin

    Rumus Molekul : C10H10N4O2S

    Berat Molekul : 250, 27

    Rumus Struktur :

    Pemerian : Serbuk putih kekunigan atau putih agak merah jambu, hampir

    tidak berbau, tidak berasa

    Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam alkohol

    (95%) P dan dalam aseton P, mudah larut dalam asam mineralencer dan dalam larutan alkali hidroksida

    Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya matahari

    Kegunaan : Antibakteri

    b. Alkohol (Dirjen POM, 1979)Nama Resmi : AETHANOLUM

    Nama Lain : Alkohol, alkohol

    RM/BM : C2H6O/46,07

    Rumus Struktur :

    Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah

    bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar dengan

    memberikan nyala biru yang tidak berasap.

    Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform p dan dalam

    eter p

  • 5/26/2018 Percobaan II

    6/12

    Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya

    Kegunaan : Zat tambahan

    E. PROSEDUR KERJA1. Pembuatan Larutan induk sulfadiazine murni

    -Ditimbang sebanyak 100 mg-Dimasukkan ke dalam gelas kimia-Di tambahkan sedikit alkohol-Dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml-Diencerkan dengan menggunakan alkohol

    hingga tanda tera

    -Dikocok perlahan-lahan-Diulangi percobaan di atas untuk sampel

    sulfadiazine

    Larutan induk (Li) Sulfadiazine

    2. Pembuatan kurva baku-Dipipet sebanyak 0,05 ml-Dimasukkan kedalam labu takar 25 ml-Diencerkan menggunakan dengan

    menggunakan alkohol hingga tanda tera

    -Dikocok perlahan-lahan-Diukur absorbansinya pada panjang

    gelombang 269 nm

    -Diulangi perlakuan di atas untuk Li sebanyak0,1 ml, 0,15 ml, 0,2 ml, 0,25 ml.

    Hasil pengamatan..?

    Sulfadiazine murni

    Larutan induk

  • 5/26/2018 Percobaan II

    7/12

    3. Pengukuran absorbansi sulfadiazine sampel

    -Dipipet 0,01 ml-Dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml-Diencerkan dengan alkohol hingga tanda

    tera.

    -digojok-Diukur absorbansinya pada panjang

    gelombang 269 nmA= 1,4431

    F. HASIL PENGAMATAN1. Data Pengamatan

    No. Perlakuan Hasil

    1 Pembuatan larutan induk sulfadiazine

    Sulfadiazine murni, ditimbang 100 mg, di masukkan

    kedalam labu takar 100 ml, di encerkan dengan

    menggunakan alkohol hingga tanda tera, digojog.

    Larutan Induk

    2 Pengenceran Larutan Induk

    a. Larutan induk 0,05 mg/25 mlLarutan induk dipipet 0,05 ml, di masukkan

    kedalam labu takar 25 ml, diencerkan dengan

    alkohol hingga tanda tera, digojog.

    b. Larutan induk 0,10 mg/25 mlLarutan induk dipipet 0,10 ml, di masukkan

    kedalam labu takar 25 ml, diencerkan dengan

    alkohol hingga tanda tera, digojog.

    c. Larutan induk 0,15 mg/25 mlLarutan induk dipipet 0,15 ml, di masukkan

    kedalam labu takar 25 ml, diencerkan dengan

    alkohol hingga tanda tera, digojog.

    d. Larutan induk 0,20 mg/25 mlLarutan induk dipipet 0,20 ml, di masukkan

    Li, kadar

    0,05mg/25ml

    Li, kadar

    0,10mg/25ml

    Li, kadar

    0,15mg/25ml

    Li, kadar

    0,20mg/25ml

    Li Sulfadiazine sampel

  • 5/26/2018 Percobaan II

    8/12

    kedalam labu takar 25 ml, diencerkan dengan

    alkohol hingga tanda tera, digojog.

    e. Larutan induk 0,25 mg/25 mlLarutan induk dipipet 0,25 ml, di masukkan

    kedalam labu takar 25 ml, diencerkan dengan

    alkohol hingga tanda tera, digojog.

    Li, kadar

    0,25mg/25ml

    2. Data PerhitunganPanjang

    gelombang

    Kadar

    (mg/25 ml)

    Absorban yang

    dihasilkan

    260nm

    0,05 1,4721

    0,1 1,3466

    0,15 1,9100

    0,20 2,2287

    0.25 1,8436

    Sampel 0,01 1,4431

    Perhitungan kadar sulfadiazine dalam sampel trisulfa:

    Y= 3,250x + 1,272

    Absorbansi sampel:

    Y = 1,4431

    1,4431 = 3,250x + 1,272

    1.47211.3466

    1.912.2287

    1.8436

    y = 3.250x + 1.272R = 0.525

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3

    absorbansi

    konsentrasi (mg/25 ml)

    Kurva Hubungan Konsentrasi Sulfadiazine terhadap

    absorbansi

    absorbansi

    Linear

    (absorbansi)

  • 5/26/2018 Percobaan II

    9/12

    -3,250x = 1,272 1,4431

    -3,250x = -0,1711

    X = 3,0789

    G. PEMBAHASANSalah satu analisis untuk menentukan kadar suatu senyawa pada suatu

    sampel adalah dengan cara spektrofotometri. Spektrofotometri merupakan suatu

    metode yang biasa digunakan dalam analisis suatu senyawa dalam cuplikan yang

    didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur

    larutan berwarna pada panjang gelombang spesifik dengan menggunakanmonokromator prisma atau kisi difraksi dengan detector Fototube. Spektroskopi

    adalah salah satu ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara atom atau

    molekul dengan radiasi elektromagnetik (REM). Instrumen yang digunakan

    dalam analisis spektrofotometri disebut spektrofotometer. Spektrometer

    menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan

    fotometer adalah alat untuk mengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan

    atau diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara

    relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai

    fungsi dari panjang gelombang.

    Cara kerja spektrofotometer dimulai dengan dihasilkannya cahaya

    monokromatik dari sumber sinar. Cahaya tersebut kemudian menuju ke kuvet

    (tempat sampel/sel). Banyaknya cahaya yang diteruskan maupun yang diserap

    oleh larutan akan dibaca oleh detektor yang kemudian menyampaikan ke layar

    pembaca. Sesuai hukum Lambert-Beer, dimana bila suatu cahaya monokromatik

    dilewatkan dalam suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut diserap,

    sebagian dipantulkan, dan sebagian lagi dipancarkan. Besarnya cahaya yang

    diserap berbanding lurus dengan konsentrasi larutan. Besarnya cahaya yang

    diserap ini akan terbaca sebagai nilai absorbansi. Sehingga, semakin besar nilai

    absorbansinya, semakin besar pula konsentrasinya. Hal ini menunjukkan

    banyaknya molekul yang berinteraksi dengan cahaya yang dilewatkan pada

    sampel. Spektorofotometri ini mengukur dan membaca melalui gugus kromofor.

    Spektrum absorpsi yang diperoleh dari hasil analisis dapat memberikan

    informasi panjang gelombang dengan absorban maksimum dari senyawa atau

  • 5/26/2018 Percobaan II

    10/12

    unsur. Panjang gelombang dan absorban yang dihasilkan selama proses analisis

    digunakan untuk membuat kurva standar. Konsentrasi suatu senyawa atau unsur

    dapat dihitung dari kurva standar yang diukur pada panjang gelombang dengan

    absorban maksimum.

    Percobaan ini dilakukan untuk menetapkan kadar sulfadiazine dalam sampel

    obat Trisulfa secara spektrofotometri ultra violet (UV). Trisulfa merupakan

    kombinasi dari tiga sulfonamide, biasanya sulfadiazine, sulfamerazin, dan

    sulfametazin dalam perbandingan yang sama. Sulfadiazine merupakan derivate

    pirimidin yang digunakan untuk kemoterapeutiks bakteriostatis. Resorpsi

    sulfadiazine dari usus agak lambat sehingga sebagian obat bisa mencapai ususbesar. Oleh karena itu, sulfadiazine berkhasiat terhadap disentri basiler, bahkan

    lebih efektif dibandingkan dengan kloramfenikol dan tetrasiklin.

    Sulfadiazine merupakan suatu senyawa yang tidak berwarna, namun

    sesungguhnya memiliki gugus kromofor dalam struktur senyawanya. Struktur

    senyawa sulfadiazine dapat digambarkan:

    Gugus kromofor merupakan suatu gugus fungsi, tidak terhubung dengan gugus

    lain, yang menampakkan spektrum absorpsi karakteristik pada daerah sinar UV-

    sinar tampak. Gugus kromofor dapat membentuk kompleks sehingga akan

    menghasilkan warna tertentu pada larutan. Gugus kromofor pada sulfadiazine

    merupakan gugus benzene yang merupakan kromofor tunggal. Tidak adanyawarna dari larutan sulfadiazin meskipun senyawa tersebut memiliki kromofor

    dalam dua cincin benzennya disebabkan oleh cahaya yang diserap kromofornya

    (cahaya kompartemen, diterima oleh mata) memiliki panjang gelombang dalam

    rentang daerah sinar UV dalam spektrum gelombang. Daerah UV berada di luar

    spektrum cahaya tampak dengan panjang gelombang lebih kecil (200-400 nm)

    sehingga tidak dapat terdeteksi oleh mata manusia.

    Sampel obat Trisulfa yang sudah dilarutkan dengan larutan alkohol

    ditentukan kadarnya menggunakan instrumen spektrofotometer 20D.

  • 5/26/2018 Percobaan II

    11/12

    Pembacaan nilai absorbansi dilakukan pada panjang gelombang maksimum.

    Suatu radiasi elektromagnetik yang dikenakan pada sampel, sebagian dari energi

    radiasi elektromagnetik tersebut diserap oleh molekul atau atom dalam sampel

    sesuai dengan struktur molekul atau atom tersebut. Dalam sulfadiazin, struktur

    molekul atau atom yang bertanggung jawab dalam penyerapan energi REM

    adalah gugus kromofornya (gugus benzene) melalui interaksi yang

    mengakibatkan pengaruh terhadap pita absorbsi yaitu terjadi pergeseran ke

    panjang gelombang yang lebih panjang (efek batokromik). Radiasi cahaya ini

    akan menyebabkan terjadinya energi elektronik, sebagai akibat transisi antara

    dua tingkat energi dari keadaan dasar (groundstate) menjadi tereksitasi. Saattereksitasi, sampel menyerap dan mentransmisikan energi yang sesuai.

    Intensitas cahaya yang ditransmisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang

    akan terukur oleh fotometer.

    Hasil pengukuran pada instrumen spektrofotometer merupakan nilai

    absorbansi. Absorbansi yang diperoleh pada pengukuran sampel sulfadiazin

    adalah 1,4431. Absorbansi yang diperoleh digunakan untuk menentukan

    konsentrasi sulfadiazin, sebab sesuai dengan hukum Lambert-Beer, besarnya

    nilai absorbansi sebanding dengan besarnya konsentrasi. Penentuan konsentrasi

    dilakukan dengan menyubstitusikan absorbansi ke persamaan yang telah

    diperoleh dari larutan baku standar. Konsentrasi sulfadiazine yang diperoleh

    dalam sampel obat Trisulfa sebesar 3,0789.

    H.KESIMPULANDari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar

    senyawa sulfadiazine dalam sampel trisulfa sebesar 3,0789.

  • 5/26/2018 Percobaan II

    12/12

    DAFTAR PUSTAKA

    Behera, S., Subhajit G., Fahat A., Saayak S., dan Sritoma B., 2012, UV-Visible

    Spectrophotometric Method Development and Validation of Assay of

    Paracetamol Tablet Formulation, Jurnal Analytical & Bioanalytical Techniques,

    India.

    Ditjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan Republik

    Indonesia, Jakarta.

    Fatimah, I., 2003, Analisis Fenol Dalam Sampel Air Menggunakan Spektrofotometri

    Derivatif,Jurnal LogikaVol. 9 No. 10 ISSN: 1410-2315.

    Gandjar, I.G., Abdul R., 2012, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

    Ghodekar, S.V., Shilpa P.C., Mukesh P.R., 2012, Development And Characterization Of

    Silver Sulfadiazine Emulgel For Topical Drug Delivery, International Journal of

    Pharmacy and Pharmaceutical Sciences Vol. 4 No. 4, College of

    Pharmacy,Thergaon.

    Harjadi, W., 1990, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia, Jakarta.

    Tjay, T.H., Kirana R., 2002, Obat-Obat Penting Edisi ke-5, PT. Elex Media Komputindo,

    Jakarta.

    Upston, S.L., 2000, Ultraviolet/Visible Light Absorption Spectrophotometry in Clinical

    Chemistry in Encyclopedia of Analytical Chemistry, John Wiley & Sons Ltd., UK.