Upload
meitri-wulandari-kohar
View
3.044
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
1
PERCOBAAN IX
PENAPISAN DAN ANALISIS KUALITATIF SENYAWA
METABOLIT SEKUNDER
I. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan yang ingin dicapai setelah dilakukan percobaan ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui prinsip penapisan senyawa metabolit sekunder
2. Mengetahui senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam sampel
tumbuhan
3. Mengetahui cara mengidentifikasi senyawa metabolit dengan berbagai tes
yang terkait.
II. Landasan Teori
Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala
jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk
sayuran dan buah-buahan. Dalam penggunaan umum, fitokimia memiliki
definisi yang lebih sempit. Fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk pada
senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi
normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau
memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit.
(Herbert, 1995)
Tujuan utama dari penapisan fitokimia adalah menganalisis tumbuhan
untuk mengetahui kandungan bioaktif yang berguna untuk pengobatan. Fitokimia
atau kimia tumbuhan merupakan disiplin ilmu yang mempelajari aneka ragam
senyawa organik pada tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimia, biosintesis,
metabolism, penyebaran secara ilmiah dan fungsi biologisnya. Pendekatan secara
penapisan fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan dalam tumbuhan atau
bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah dan biji) terutama kandungan
metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif seperti alkaloid, flavonoid,
glikosida, terpenoid, saponin, tanin dan polifenol.
Metode yang dilakukan untuk melakukan penapisan fitokimia harus
memenuhi beberapa persyaratan antara lain: sederhana, cepat, dapat dilakukan
2
dengan peralatan minimal, selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari,
semikualitatif dan dapat memberikan keterangan tambahan ada atau tidaknya
senyawa tertentu dari golongan senyawa yang dipelajari. Uji fitokimia yang dapat
dilakukan adalah uji kualitatif secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan secara
uji kualitatif secara kimiawi.
(Anonim.2012)
Alkaloid merupakan senyawa organik yang mengandung nitrogen dari
tumbuhan murni, berupa senyawa heterolitik yang kopleks struktur dan hampir
semuanya mempunyai kereaktifan farmakologi yang hebat. Setelah diekstraksi
alkaloid bebas dapat diperoleh dengan pengolahan lanjutan dengan basa dalam air.
Berapi cincin lima/enam yang mempunyai atom IV.
(Fessenden, 1999)
Identifikasi alkaloid biasanya dilakukan dengan menggunakan larutan-
larutan pereaksi yang khas yang pada umumnya merupakan pereaksi-pereaksi
yang dapat membentuk endapan dengan alkaloid, misaknya pereaksi Mayer dan
pereaksi Dragendorff.
(Rahway, 1960)
Flavonoid terdapat secara univesal pada tanaman sebagai kelompok
tunggal senyawa cincin oksigen yang terbesar. Terdapat dalam berbagai warna
pada jaringan tanaman dan retenoid misalnya, memiliki sifat insektisidal,
kerangka dasarnya terdapat pada flavon.
Identifikasi dapat dilakukan dengan reaksi sianidin-wistater dimana
freaksi ini terutama akan diberikan oleh senyawa flavon, merah sampai merah tua
oleh flavanol atau flavonon dan warna hijau sampai biru diberikan oleh aglikon
dan glikosida.
Uji warna flavanon dan dihidroflavonol : uji shinoda (Mg/HCl). Larutkan
sedikit hablur flavonoid dalam ½ tetes EtOH, tambahkan serbuk Mg dan 1 tetes
HCl 5M. Flavonon menjadi warna merah lembayung.
(Markham, 1988)
Saponin merupakan golongan senyawa glikosida. Sifat khas dari saporin
adalah bahwa apabila dikocok maka saponin menimbulkan busa. Saponin dapat
menimbulkan terjadinya hemolisis terhadap butir darah merah binatang berdarah
3
dingin. Saponin pada umumnya berasa pahit, larut dalam pelarut organik seperti
kloroform karena senyawa ini merupakan senyawa glikosida maka hidrolisisnya
menghasilkan aglikon dan bagian senyaa gula.
(Rahway, 1960)
Tanin adalah satu kelas substansi polisiklik yang terutama banyak
teradapat dalam daun teh, bayam yang dapat diekstrak dengan air dan larutan
alkalin. Warnanya kuning cokelat. Secara tradisional digunakan dalam menyamak
kulit. Tingginya zat-zat tersebut menghambat penyerapan Fe. Tanin berbentuk
amorf dan tidak dapat dikristalkan, dalam larutan air membentuk larutan
koloiadal, bereaksi dengan asam, dapat membentuk ikatan silangyang stabil
dengan protein dan binpolimer,
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti
kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang
berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Warna alami pigmen
kuinon amat beragam, mulai dari kuning pucat sampai hampir hitam, dan struktur
yang telah dikenal jumlahnya lebih dari 450. Walaupun mereka tersebar luas dan
strukturnya sangat beragam sumbangannya terhadap warna tumbuhan tinggi nisbi
kecil.
(Harbone, 1973)
Senyawa yang berbentuk kristal, berwarna kuning, mudah terbakar,
berbau tajam, beracun, dapat menyebabkan iritasi pada kulit, sedikit larut dalam
air dan larut dalam alkali, eter dan alkohol. Sifat kimia kuinon adalah
kecendrungannya untuk menambah nukleofil, kuinon yang terbentuk dalam
jumlah besar oleh mikroorgaanisme tanah.
(Manitto, 1989)
Terpenoid adalah senyawa yang mengandung karbon dan hydrogen, atau
karbon, hydrogen dan aksigen yang tidak bersifat aromatis. Terfenoid merupakan
senyawa-senyawa yang mudah menguap terdiri dari 10 atom C dan merupakan
senyawa penyusun minyak atsiri. Terpenoid dengan titik didih yang lebih tinggi
disususn oleh diterpen (C20), triterpen (C30), dan tertaterpen (C40) dengan
penambahan atom oksigen.
(Anonim.2013)
4
III. Prosedur Kerja
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Bahan
1. Bagian dari tumbuhan 11. amilalkohol
2. Metanol 12. Larutan NaOH 1N
3. Larutan H2SO4 2M 13. Larutan FeCl3 1%
4. Kloroform 14. Pereaksi Bouchardat
5. NH4OH 15. Pereaksi Dragendorff
6. H2SO4 pekat 16. Pereaksi Meyer
7. Larutan HCl 2N
8. Serbuk Mg
9. Anhidrida asetat
10. Etanol HCl pekat
3.1.2 Alat
1. Erlenmeyer 250 mL
2. Gelas ukur 50 mL
3. Corong
4. Cawan porselin
5. Corong pisah
6. Tabung reaksi
7. Pipet tetes
8. Lempeng porselin
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Pengumpulan Bahan Tumbuhan
Dikumpulkan kira – kira 50 gr
Dicatat nama ilmiah dan nama lokal tumbuhan tersebut.
Sampel Tumbuhan
Hasil
5
3.2.2 Penapisan Senyawa Metabolit Sekunder
Ditambahkan 100 mL campuran metanol air 4 : 1
Diaduk dan didiamkan selama 5 – 15 menit
Disaring
Diuapkan sampai 1/10 volume semula pada 40
Diasamkan dengan H2SO4 2M
Diekstraksi dengan 5 – 15 mL CHCl3.
Dilakukan ekstraksi sebanyak 3 kali.
Dilakukan identifikasi untuk senyawa golongan
terpenoid, flavonoid, kuinon, tanin, dan saponin.
Dibasakan sampai pH 10 dengan NH4OH
Diekstraksi dengan campuran CHCl3 – metanol
sebanyak 2 kali
Dilakukan identifikasi untuk senyawa golongan
alkaloid
3.2.3 Identifikasi senyawa golongan terpenoid dengan uji Liebermen-
Burchard
Ditambahkan 2 tetets anhidrida asetat dan diaduk
Diteteskan 1-2 tetes H2SO4 pekat
Diamati warna yang terbentuk
Dicatat warna yang terbentuk pada saat diteteskan dan
setelah dibiarkan
10 gr sampel
Filtrat
Ekstrak CHCl3
Lapisan air - asam
Ekstrak CHCl3 - metanol
HASIL
Ekstrak CHCl3
HASIL
6
3.2.4 Identifikasi senyawa golongan saponin
Dimasukkan ke dalam tabung reaksi
Dikocok vertikal selama 10 detik
Ditambahkan 1 tetes HCl 2N
3.2.5 Identifikasi senyawa flavonoid
Ditambahkan serbuk Mg, 2 mL etanol – HCl, dan 5 mL
amilalkohol.
Dikocok dan diamati perubahan warnanya
3.2.6 Identifikasi senyawa golongan kuinon
Ditambahkan 2 mL larutan NaOH 1N
Diaduk dan diamati warna yang terbentuk
3.2.7 Identifikasi senyawa golongan tanin
Dimasukkan ke dalam lempeng porselin
Ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1%
Ekstrak CHCl3
HASIL
Ekstrak CHCl3
HASIL
Ekstrak CHCl3
HASIL
Ekstrak CHCl3
HASIL
7
3.2.8 Identifikasi senyawa golongan alkaloid
1. Uji dengan pereaksi Bouchardat
Dituangkan pada lempeng porselin
Ditambahkan pereaksi bouchardat
2. Uji dengan pereaksi Meyer
Dimasukkan ke dalam tabung reaksi
Diteteskan 1 – 2 tetes pereaksi Meyer
Diamati perubahan yang terbentuk
3. Uji dengan pereaksi Dragendorrff
Dimasukkan ke dalam tabung reaksi
Ditambahkan 1 – 2 tetes pereaksi Dragendorff
Diamati perubahan yang terbentuk
Ekstrak CHCl3 - metanol
HASIL
Ekstrak CHCl3 - metanol
HASIL
Ekstrak CHCl3 - metanol
HASIL
8
IV. Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil
Penapisan Senyawa Metabolit Sekunder
No Perlakuan Hasil
1 10 gram sampel + 100 mL metanol – air,
didiamkan selama 15 menit
Volume filtrat
sebanyak 87 mL
2 Diasamkan dengan H2SO4 2M pH awal 6
pH akhir 5
3 Diekstraksi sebanyak tiga kali dengan
CHCL3, @ 10 mL CHCl3
- Ektrak polar
pertengahan
sebanyak 78,5 mL
- Volume asam air
sebanyak 25 mL
4 Lapisan asam air dibasakan hingga pH
10 dg NaOH
VNaOH = 5 tetes
CHCl3 = 20 mL
Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder
No Perlakuan Hasil
1 Identifikasi Terpenoid / Steroid
dengan Uji Lieberman –
Burchard
2 mL ekstrak plar pertengahan + 2
tetes anhidrida asetat + 2 tetes
H2SO4
(-) Perubahan warna larutan
hanya lebih pekat
2 Identifikasi Saponin
10 mL ekstrak polra pertengahan
dikocok
(+) Terbentuk busa pada
penetesan HCl pertama,
tetapi langsung hilang,
3 Identifikasi Flavonoid
5 mL ekstrak polar pertengahan +
(+) Larutan menjadi merah
9
4.2 Pembahasan
Metabolit sekunder adalah senyawa yang secara khusus terdapat pada jenis
atau spesies tertentu saja (Hanson, 2011). Berbeda dengan senyawa metabolit
primer yang pada umumnya memberi pengaruh biologi terhadap sel atau
organisme tanaman itu sendiri, metabolit sekunder (MS) memberikan pengaruh
biologi terhadap sel atau organisme lain. Menurut Wink (2010) metabolit
sekunder bukanlah produk buangan yang tak berguna, tetapi perangkat yang
penting untuk melawan herbivora dan mikroba. Beberapa metabolit sekunder
berfungsi sebagai molekul isyarat untuk menarik arthropoda penyerbuk, hewan
penyebar benih, dan sebagai senyawa isyarat dalam hubungan tanaman-tanaman,
tanaman-binatang, dan tanaman-mikrobia.
Pada percobaan ini dilakukan penapisan terhadap sampel, dimana sampel
yang dipergunakan adalah daun sirih merah. Tujuan utama dari penapisan adalah
menganalisis tumbuhan untuk mengetahui kandungan bioaktif yang berguna
untuk pengobatan. Pendekatan secara penapisan meliputi analisis kualitatif
kandungan dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga,
serbuk Mg + 2 mL etanol-HCl + 5
mL amil alkohol (dikocok)
dan terasa hangat
4 Identifikasi Kuinon
5 mL ekstrak polar pertengahan +
2 mL NaOH (diaduk)
(-) warna larutan kekuningan
dan terdapat endapan
5 Identifikasi Tanin
Ekstrak polar pertengahan +
beberapa tetes FeCl3 1%
(+) larutan menjadi hijau
kehitaman
6 Identifikasi alkaloid
a. Pereaksi Meyer
1 mL ekstrak basa + 2 tetes
pereaksi Meyer
b. Perekasi Dragenddorff
1 mL ekstrak basa + 2 tetes
pereaksi Dragendorff
(+) pada larutan terdapat
endapan kuning muda
(+) terdapat lapisan jingga
10
buah dan biji) terutama kandungan metabolit sekunder yang merupakan senyawa
bioaktif seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin, tanin, dan kuinon.
Sirih merah atau Piper crocatum memiliki banyak manfaatnya. Para ahli
pengobatan tradisional telah banyak menggunakan tanaman sirih merah oleh
karena mempunyai kandungan kimia yang penting untuk menyembuhkan
berbagai penyakit. Dalam daun sirih merah terkandung senyawa fitokimia yakni
alkoloid, saponin, tanin dan flavonoid. Senyawa alko-koloid dan flavonoid
memiliki aktivitas hipoglikemik atau penurun kadar glukosa darah.
Sebelum melakukan identifikasi terhadap kandungan - kandungan dari
sirih merah itu sendiri, terlebih dahulu praktikan meyiapkan ekstrak dari daun
sirih merah itu sendiri menggunakan metode ekstraksi, dimana metode ekstraksi
yang dipergunakan adalah metode maserasi. Maserasi adalah salah satu jenis
metoda ekstraksi dengan sistem tanpa pemanasan atau dikenal dengan istilah
ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini pelarut dan sampel tidak mengalami
pemanasan sama sekali. Sehingga maserasi merupakan teknik ekstraksi yang
dapat digunakan untuk senyawa yang tidak tahan panas ataupun tahan panas.
Namun biasanya maserasi digunakan untuk mengekstrak senyawa yang
tidak tahan panas (termolabil) atau senyawa yang belum diketahui sifatnya.
Karena metoda ini membutuhkan pelarut yang banyak dan waktu yang lama.
Secara sederhana, maserasi dapat kita sebut metoda “perendaman” karena
memang proses ekstraksi dilakukan dengan hanya merendam sample tanpa
mengalami proses lain kecuali pengocokan (bila diperlukan). Prinsip penarikan
(ekstraksi) senyawa dari sample adalah dengan adanya gerak kinetik dari pelarut,
dimana pelarut akan selalu bergerak pada suhu kamar walaupun tanpa
pengocokan.
Pelarut - pelarut tersebut ada yang bersifat “bisa campur air” (contohnya
air sendiri, disebut pelarut polar) ada juga pelarut yang bersifat “tidak campur air”
(contohnya aseton, etil asetat, disebut pelarut non polar atau pelarut organik).
Metode Maserasi umumnya menggunakan pelarut non air atau pelarut non-polar.
Teorinya, ketika simplisia yang akan di maserasi direndam dalam pelarut yang
dipilih, maka ketika direndam, cairan penyari akan menembus dinding sel dan
masuk ke dalam sel yang penuh dengan zat aktif dan karena ada pertemuan antara
11
zat aktif dan penyari itu terjadi proses pelarutan (zat aktifnya larut dalam penyari)
sehingga penyari yang masuk ke dalam sel tersebut akhirnya akan mengandung
zat aktif, katakan 100%, sementara penyari yang berada di luar sel belum terisi zat
aktif (nol%) akibat adanya perbedaan konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel
ini akan muncul gaya difusi, larutan yang terpekat akan didesak menuju keluar
berusaha mencapai keseimbangan konsentrasi antara zat aktif di dalam dan di luar
sel. Proses keseimbangan ini akan berhenti, setelah terjadi keseimbangan
konsentrasi (istilahnya “jenuh”). Pada percobaan ini, digunakan metano-air (4:1).
Percobaan ini diawali dengan mengekstrak daun sirih merah yang telah
kering dengan cara merendamnya didalam pelarut metanol – air (4:1), dimana
sampel ini didiamkan selama kurang lebih 15 menit, tujuan pendiaman ini agar
pada sampel tumbuhan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat
perbedaan tekanan antara didalam dan diluar sel sehingga metabolit sekunder
yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi
senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan.
Pemilihan pelarut untuk akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan
memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut. Secara
umum pelarut metanol merupakan pelarut yang paling banyak digunakan dalam
proses isolasi senyawa organik bahan alam, karena dapat melarutkan seluruh
golongan metabolit sekunder. Setelah diperoleh ekstrak, kemudian diupkan
sampai 1/10 volume, tujuan penguapan itu sendiri adalah untuk menguapkan
pelarut yang digunakan yaitu metanol dan juga untuk mempekatkan larutan.
Sehingga yang tersisa larutan yang mengandung zat aktif dari sampel. Setelah
proses penguapan, larutan sampel diasamkan dengan H2SO4, dimana pH awal dari
larutan ini 6, tujuan dari pengasaman ini yaitu untuk mengasamkan larutan ini
yang awalnya bersifat basa sehingga setelah pengasaman ini diperoleh larutan
dengan pH 5 selain itu penambahan asam sulfat ini mengakibatkan larutan
terbentuk menjadi 2 fase karena adanya perbedaan tingkat kepolaran antara fase
aquades yang polar dan kloroform yang relatif kurang polar. Larutan yang sudah
bersifat asam ini kemudian di ekstarksi dengan CHCl3 sebanyak 3 kali
pengulangan menggunakan corong pisah, proses ini bertujuan untuk memperoleh
ekstrak polar pertengahan dan air asam. Akan tetapi setelah proses ektraksi
12
dengan CHCl3, tidak terlihat adanya dua lapisan, hanya saja terlihat perbedaan
warna. Proses dilanjutkan dengan memisahkan antara lapisan ekstrak polar
pertengahan dan lapisan air asam. Lapisan air asam ini kemudian dibasakan
hingga diperoleh pH 10 dengan menggunakan larutan NH4OH, dan dilanjutkan
dengan mengekstraksi kembali menggunkan CHCl3-metanol dan didiamkan
sampai terbentuk dua lapisan. Dua lapisan itu adalah ekstrak basa (CHCl3-
metanol) dan lapisan air-basa. Akan tetapi, proses pendiaman ini hanya kami
lakukan sebentar saja, sehingga tidak banyak ekstrak yang diperoleh dan
kemungkinan ekstrak yang didapat masih mengandung zat lain, sehingga dapat
mempengaruhi hasil pengujian berikutnya. Ekstrak basa inilah yang digunakan
untuk mengidentifikasi alkaloid, sedangkan ekstrak CHCl3 digunakan untuk
identifikasi steroid, saponin, flavonoid, kuinon, dan tanin.
4.2.1 Identifikasi Terpenoid / Steroid dengan Uji Liebermen - Burchard
Identifikasi pertama yang dilakukan yaitu identifikasi senyawa terpenoid
atau steroid dengan uji Lieberman – Buchard. Reagen ini biasa digunakan untuk
mengidentifikasi secara kualitatif suatu kolesterol. Terpenoid merupakan
komponen - komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan dapat diisolasi dari
bahan nabati dengan penyulingan disebut sebagai minyak atsiri. Minyak atsiri
yang berasal dari bunga pada awalnya dikenal dari penentuan struktur secara
sederhana, yaitu dengan perbandingan aton hidrogen dan atom karbon dari suatu
senyawa terpenoid yaitu 8 : 5 dan dengan perbandingan tersebut dapat dikatakan
bahwa senyawa tersebut adalah golongan terpenoid. Minyak atsiri bukanlah
senyawa murni akan tetapi merupakan campuran senyawa organik yang
kadangkala terdiri dari lebih dari 25 senyawa atau komponen yang berlainan.
Sedangkan steroid dalam tumbuhan berfungsi sebagai penolak serangga.
Biasanya reagen Lieberman Burchard digunakan untuk menguji kolesterol
Apabila mengandung Triterpenoid, maka akan memberikan warna merah
sedangkan apabila mengandung Steroid, akan memberikan warna biru dan hijau.
Reagen Lieberman - Burchard dibuat dari Asam sulfat pekat dan Anhidrida Asetat
Alasan digunakannya asam asetat anhidrat adalah untuk membentuk turunan asetil
dari steroid yang akan membentuk turunan asetil didalam kloroform. Reaksi
pereaksi LB dengan steroid akan membentuk warna hijau, sedangkan triterpen
13
akan membentuk warna biru yang didahului dengan terbentuknya warna
lembayung.
Reaksi Liebermen - Burchard
Daun sirih merah tidak mengandung steroid ataupun terpenoid, sehingga
pada pengujian ini hasil yang ditunjukan negatif, dimana tidak terjadi perubahan
warna yang menunjukan adanya kandungan steroid ataupun terpenoid, hanya saja
setelah penambahan reagen LB warna larutan menjadi lebih pekat. Sehingga dapat
diketahui bahwa daun sirih merah tidak mengandung kolesterol.
4.2.2 Identifikasi senyawa golongan Saponin
Saponin adalah suatu glikosida alamiah yang terikat dengan steroid atau
triterpena. Saponin mempunyai aktifitas farmakologi yang cukup luas diantaranya
meliputi: immunomodulator, anti tumor, anti inflamasi, antivirus, anti jamur,
dapat membunuh kerang-kerangan, hipoglikemik, dan efek hypokholesterol.
Saponin juga mempunyai sifat bermacam-macam, misalnya: terasa manis, ada
yang pahit, dapat berbentuk buih, dapat menstabilkan emulsi, dapat menyebabkan
hemolisis. Dalam pemakaiannya saponin bisa dipakai untuk banyak keperluan,
misalnya dipakai untuk membuat minuman beralkohol, dalam industri pakaian,
kosmetik, membuat obat-obatan, dan dipakai sebagai obat tradisional. Saponin
terbagi atas dua, sebagai berikut
14
Identifikasi saponin dilakukan dengan mengkocok ektrak secara vertikal. Saponin
merupakan senyawa aktif permukaan dan memiliki sifat seperti sabun, sehingga
dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa. Pembentukan busa
yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau pada pemekatan ekstrak
merupakan bukti adanya saponin dalam ekstrak. Dari percobaan yang dilakukan,
setelah proses pengkocokan, pada larutan terbentuk busa, kemudian dilakukan
penambahan larutan HCl 2N, pada penetesan pertama terbentuk busa, tetapi busa
tersebut langsung hilang, dari pengamatan ini, kemungkinan kandungan saponin
dalam daun sirih merah sedikit, yang ditunjukan dengan munculnya busa dalam
waktu yang relatif singkat.
15
4.2.3 Identifikasi senyawa Flavonoid
Senyawa flavonoida adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar
yang ditemukan dialam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu
dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemuykan dalam tumbuh-
tumbuhan. Bagi tumbuhan, senyawa flavonoid berperan dalam pertahanan diri
terhadap hama, penyakit, herbivori, kompetisi, interaksi dengan mikrobia,
dormansi biji, pelindung terhadap radiasi sinar UV, molekul sinyal pada berbagai
jalur transduksi, serta molekul sinyal pada polinasi dan fertilitas jantan.
Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia senyawa
fenol yaitu agak asam dan dapat larut dalam basa, dan karena merupakan senyawa
polihidroksi (gugus hidroksil) maka juga bersifat polar sehingga dapat larut dalan
pelarut polar seperti metanol, etanol, aseton, air, butanol, dimetil sulfoksida,
dimetil formamida. Disamping itu dengan adanya gugus glikosida yang terikat
pada gugus flavonoid sehingga cenderung menyebabkan flavonoid mudah larut
dalam air. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan
sebagai zat berwarna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.
Flavonoid dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
1. Flavonoid yang memiliki cincin ketiga berupa gugus piran. Flavonoid ini
disebut flavan atau fenilbenzopiran. Turunan flavan banyak digunakan
sebagai astringen (turunan tanin).
16
2. Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus piron. Flavonoid ini
disebut flavon atau fenilbenzopiron. Turunan flavon adalah jenis flavonoid
yang paling banyak memiliki aktivitas farmakologi.
3. Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus pirilium. Flavonoid ini
disebut flavilium atau antosian. Turunan pirilium biasa digunakan sebagai
pewarna alami.
Percobaan ini dilakukan dengan cara mereaksikan sampel dengan serbuk
Mg, etanol-HCl dan amil alkohol, dimana reaksi Mg dan HCl merupakan reaksi
dari reagen Wilstater. Jika pada lapisan alkohol timbul warna merah, kuning, atau
jingga, maka sampel terbukti mengandung flavonoid. Dari percobaan ini,
terbentuk lapisan berwarna jingga pada lapisan teratas, adanya warna jingga
dikarenakan terbentuknya garam flavilium, dan flavonoid yang terbentuk ini
merupakan flavon atau fenilbenzopiron yang merupakan flavonoid yang
memiiliki cincin ketiga berupa gugus piron.
4.2.4 Identifikasi golongan Kuinon
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti
kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang
berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon – karbon. Kuinon ini
digunakan tumbuhan sebagai pencegah dari gangguan serangga.
Identifikasi kuinon dilakukan dengan mereaksikan sampel dengan larutan
NaOH, jika sampel mengandung kuinon, hasil positif ditunjukan dengan
terbentuknya larutan berwarna merah. Pada percobaan ini, larutan yang telah
17
ditambahkan NaOH menjadi kuning dan terbentuk endapan, sehingga dipastikan
daun sirih merah tidak mengandung kuinon.
Cara lain untuk menguji kandungan kuinon dalam sampel tumbuhan dapat
dilakukan dengan reaksi warna. Reaksi yang khas adalah reduksi bolak-balik yang
mengubah kuinon menjadi senyawa tanpa warna, kemudian warna kembali lagi
bila terjadi oksidasi oleh udara. Reaksi dapat digunakan dengan menggunakan
natrium borohidrida dan oksidasi ulang dapat dilakukan dengan mengocok larutan
itu diudara. Untuk kebanyakan kuinon, hasil uji reduksi dalam larutan yang agak
basa lebih mencolok dan oksidasi ulang di udara lebih cepat. Kuinon
menuknjukan geseran batokrom yang kuat dalam basa, tetapi ini bukan ciri
khasnya.
4.2.5 identifikasi senyawa Tanin
Tanin merupakan suatu senyawa golongan yang terbesar dari senyawa
kompleks yang tersebar luas pada dunia tumbuhan. Tanin dianggap senyawa
kompleks yang dibentuk dari campuran polifenol yang sangat sukar dipisahkan
karena tidak dapat dikristalkan. Tanin umumnya terdapat dalam organdaun, buah,
kulit batang, dan kayu. Didalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan
enzim sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya
maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih
sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Fungsi tanin dalam tumbuhan adalah
untuk menghalau hewan pemakan tumbuhan karena berasa sepat.
Identifikasi tanin dilakukan dengan cara mereaksikan sampel dengan
larutan FeCl3 1%, hasil positif ditunjukan dengan terjadinya perubahan warna
menjadi hijau ungu atau hitam. Dari pengamatan yang dilakukan, sampel positif
mengandung tanin, karena terjadi perubahan warna menjadi hijau kehitaman.
18
4.2.6 Identifikasi senyawa alkaloid
Alkaloid adalah senyawa organik yang terdapat di alam bersifat basa atau
alkali dan sifat basa ini disebabkan karena adanya atom N (Nitrogen) dalam
molekul senyawa tersebut dalam struktur lingkar heterosiklik atau aromatis, dan
dalam dosis kecil dapat memberikan efek farmakologis pada manusia dan hewan.
Selain itu ada beberapa pengecualian, dimana termasuk golongan alkaloid tapi
atom N (Nitrogen)nya terdapat di dalam rantai lurus atau alifatis. Petunjuk paling
mudah adanya alkaloid adalah rasa pahit pada simplisia. Kloroform digunakan
dapat menarik senyawa alkaloid, karena alkaloid mempunyai kelarutan yang baik
dalam kloroform, alkohol, tetapi tidak larut dalam air meskpun dapat larut dalam
air panas.
Kebanyakan alkaloida berupa padatan Kristal dengan titik lebur yang
tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisinya. Dapat juga berbentuk amorf
dan beberapa seperti nikotin dan konini berupa cairan. Kebanyakan alkaloida tak
berwarna, tetapi beberapa senyawa kompleks spesies aromatik berwarna. Pada
umumnya basa bebas alkaloida hanya larut dalam pelarut organik meskipun
beberapa pseudoalakaloid dan protoalkaloida larut dalam air. Garam alkaloida dan
alkaloida quaterner sangat larut dalam air. Alkaloida bersifat basa yang tergantung
pada pasangan electron pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang berdekatan
dengan nitrogen bersifat melepaskan elektron maka ketersediaan electron pada
nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat menarik elektron maka ketersediaan
pasangan electron berkurang dan pengaruh yang ditimbulkan alkaloida dapat
bersifat netral atau bahkan bersifat sedikit asam.
19
Kebasaan alkaloida menyebabkan senyawa tersebut sangat mudah
mengalami dekomposisi terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen.
Hasil reaksi ini sering berupa N-oksida. Dekomposisi olakloida selama atau
setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan jika penyimpanan
berlangsung dalam waktu lama. Pembentukan garam dengan senyawa organik
atau anorganik sering mencegah dekomposisi.
Pada pengujain kandungan alkaloid, digunakan tiga pereaksi diantaranya
pereaksi mayer mengandung kalium iodida dan merkuri klorida. Dragendorff
mengandung bismut nitrat dan merkuri klorida dalam nitrit berair. Pereaksi
Buchardat mengandung kalium iodida dan iod. Adanya kandungan alkaloid
ditandai dengan adanya endapan. Hal ini terjadi karena senyawa alkaloid
mengandung atom nitrogen yang memiliki pasangan elektron bebas. Elektron
bebas ini akan disumbangkan pada atom logam berat membentuk senyawa
kompleks dengan gugus yang mengandung atom nitrogen sebagai ligannya.
Senyawa kompleks ini tidak larut (mengendap) dan memberikan warna sesuai
dengan pereaksi yang digunakan.
Pada percobaan ini, identifikasi denga pereaksi Buchardat tidak
dilaksanakan, karena tidak tersedianyan pereaksi Buchardat. Hasil positif dengan
pereaksi Buchardat adalah terbentuknya endapan.
Untuk identifikasi dengan pereakasi Mayer, sampel ditambahkan dengan
perekasi Mayer, pereaksi mayer mengandung kalium iodida dan merkuri klorida,
jika hasil positif maka pada larutan akan terbentuk endapan berwarna kuning
muda. Dari hasil pengamatan, dalam larutan sampel terbentuk endapan kuning
muda, sehingga dapat diketahui sirih merah mengandung alkaloid. Pereaksi meyer
bertujuan untuk mendeteksi alkaloid, dimana pereaksi ini berikatan dengan
alkaloid melalui ikatan koordinasi antara atom N alkaloid dan Hg pereaksi meyer
sehingga menghasilkan senyawa kompleks merkuri yang nonpolar.
Reaksi yang terjadi
HgCl2 + 2KI HgI2 + 2KCl
HgI2 + 2KI K2[HgI4] (Kalium tetraiodomerkurat(II)
20
+ K2[HgI4] + K[HgI4]-
Kalium-alkaloid endapan
Untuk identifikasi dengan pereaksi Dragendorff, sampel direaksikan
dengan pereaksi Dragendorff, pereaksi Dragendorff mengandung bismut nitrat
dan merkuri klorida dalam nitrit berair , dimana jika sampel mengandung alkaloid
maka akan terbentuk endapan berwarna jingga. Pada pengamatan, tidak terbentuk
endapan jingga, hanya terbentuk lapisan berwarna jingga.
Reaksi yang terjadi
Bi (NO3)3 + 3KI BiI3 + 3KNO3
Cokelat
BiI3 + KI K[BiI4] (kaliumtetraiodobismutat)
+ K2[BiI4] + K[BiI4]- (orange)
V. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan pengujian kandungan senyawa metabolit sekunder
terhadap ekstrak sampel daun sirih merah, dapat disimpulkan bahwa daun sirih
merah mengandung saponin, flavonoid, tanin, dan alkaloid dimana hasil positif
ditunjukan dengan reaksi anatar sampel dan pereaksi atau reagen yang dugunakan.
5.2 Saran
Untuk kelancaran dalam praktikum yang dilakukan, disarankan untuk
melengkapi alat dan bahan yang akan dipergunkana selama praktikum sehingga
tidak menghambat kelancaran berjalannnya praktikum dan praktikan diharapkan
menjalani praktikum sesuai dengan prosedur yang sesungguhnya sehingga hasil
dari percobaan sesuai dengan yang sebenarnya. Selain itu untuk setiap kelompok,
digunakan variasai bagian tumbuhan lain seperti akar, batang dan buah sehingga
21
diperoleh hasil yang bervariasi serta dapat membandingkan hasil dari setiap
bagian tumbuhan.
VI. Daftar Pustaka
Anonim. 2012. LAPORAN-SKRINING-FITOKIMIA. Diakses Pada 15 Mei 2014
http://id.scribd.com/doc/189172269/147093658-LAPORAN-SKRINING-
FITOKIMIA
Fessenden, Ralp J. 1999. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan, Terbitan II. Bandung : ITB Bandung.
Herbert. R.B. 1995. Biosintesis Metabolit Sekunder, Edisi ke-2. Semarang : IKIP
Press semarang