Upload
fitria-hadri-yani
View
4.428
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Citation preview
Email: [email protected]
PERDAGANGAN BEBAS (Free Trade)
SUATU CATATAN KECIL !
(dari Berbagai Sumber)
Harus diakui, dewasa ini segala bentuk perjanjian internasional seakan-akan telah
memberikan landasan dan harapan baru bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang
diarahkan dalam rangka percepatan pengentasan dan penghapusan kemiskinan, terutama bagi
negara berkembang dan miskin, termasuk salah satu adalah bangsa Indonesia. Fenomena ini
tentulah sangat menarik untuk kita coba telaah lebih dalam, terutama dengan maraknya
perjanjian mengenai perdagangan bebas (free trade) yang telah disepakati oleh bangsa Indonesia
sebagai salah satu bentuk kebijakan yang telah diambil, dimana mungkin penulis mencoba untuk
melemparkan suatu pertanyaan sederhana dalam tulisan ini, apakah benar perjanjian-perjanji an
yang telah dibuat itu memang diarahkan dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi
sehingga dapat mempercepat pengentasan kemiskinan yang telah lama menyelimuti bangsa ini
atau jangan-jangan itu hanyalah sekedar pemanis belaka untuk memperkuat proses
neokolonialisme dan imprealisme suatu negara terhadap negara lain?
Kalau dilihat kembali mengenai isi perjanjian perdagangan bebas yang telah dibuat dan
disepakati, pada dasarnya juga menegaskan akan pentingnya suatu produktifitas diiringi dengan
asas persamaan, keadilan, perlindungan hak-hak asasi manusia dan lingkungan hidup, tetapi lagi-
lagi kalau berbica mengenai realita, mungkin ada baiknya meninjau ulang mengenai kebenaran
ditetapkannya asas-asas tersebut. James Petras dengan cukup kritis pernah mengatakan
bahwa wacana-wacana yang selama ini biasa kita anggap wajar harus dicermati ulang secara
kritis. Modus Perdagangan bebas ini tidak lebih hanya akan menjadi mekanisme penguasaan
negara maju terhadap negara berkembang. Neoliberalisme dan propaganda atas keniscayaan
integrasi pasar ekonomi tidak lebih hanyalah mitos dan klaim yang selalu dibangun untuk
kepentingan relasi imperialis.
Email: [email protected]
Pada prinsipnya perdagangan bebas atau free trade adalah suatu bentuk penjabaran
ekonomi suatu negara yang mekanisme kebijakan perekonomiannya diserahkan kepada
kebijakan pasar dengan meminimalkan seminim mungkin peran negara bahkan diharapkan sama
sekali tidak ada intervensi/campur tangan dari negara. Prinsip ini berpijak pada teori ekonomi
Adam Smith, seorang filosof dalam bukunya “ The Wealth of Nations (1776)” yang
mengharamkan campur tangan pemerintah dalam mekanisme pasar karena pasar akan mampu
menggenahi dirinya sendiri. Tangan-tangan tak terlihat akan menciptakan keseimbangan
penawaran dan permintaan dalam pasar komoditas maupun pasar surat-surat berharga (pasar
uang dan pasar modal). Intinya adalah akumulasi modal dengan keniscayaan memperoleh
keuntungan semaksimal-maksimal nya karena pasar mengatur dirinya sendiri. Adam Smith juga
dalam bukunya “The wealth of nations” mengatakan bahwa pada dasarnya manusia
adalah homo economicus yang senantiasa mengejar kepentingannya sendiri guna memperoleh
manfaat atau kenikmatan yang sebesar-besarnya dari apa saja yang dimilikinya. Kalau karakter
manusia yang egosentris dan individualistik seperti ini dibiarkan tanpa campur tangan
pemerintah sedikitpun, dengan sendirinya akan terjadi alokasi yang efisien dari faktor-faktor
produksi, pemerataan dan keadilan, kebebasan, daya inovasi dan kreasi berkembang sepenuhnya.
Hal ini bisa dilihat dari kalau seandainya ada barang dan jasa yang harganya tinggi sehingga
memberikan laba yang sangat besar (laba super normal) kepada para produsennya maka akan
mengundang ketertarikan banyak orang untuk memproduksi barang yang sama. Akibatnya
supply meningkat dan ceteris paribus harga turun, dan begitu juga seterusnya. Maka dengan
prinsip seperti ini penganut paham inipun menyakini bahwa kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat akan datang dengan sendirinya.
Selain itu, perdagangangan bebas juga menyakini akan menciptakan kemakmuran
bersama semua bangsa yang disebabkan setidaknya oleh tiga hal yaitu pertama, perdagangan
akan menyebabkan Negara-negara melakukan spesialisai dalam produksi setiap item dimana
mereka secara relative lebih efesien. Inilah yang oleh David Ricardo (salah satu peletak dasar
teori ekonomi klasik) sebagai teori Comparative Advantage. Sebaliknya, pada sisi koin mata
uangnyang sama, pembatasan perdagangan atau distorsi cenderung menurunkan allocative
efficiency. Yang kedua perdagangan bebas akan menghasilkan efficiency from competition, yang
berarti bahwa dengan terlibat dalam aktivitas perdagangan bebas pemerintah harus mendorong
Email: [email protected]
perusahaan-perusaha an domestik untk bertarung di pasar global, dan kemudian memaksa
mereka agar lebih inovatif. Dengan demikian, pada akhirnya perusahaan-perusaha n domestik
tersebut akan menjadi lebih efesien. Hasil akhirnya, kompetisis akan melahirkan harga barang
yang lebih murah dan pelayanan terhadap konsumen yang lebih baik. Ketiga, perdagangangan
juga melahirkan apa yang disebut imported efficiency, dalam artian bahwa pemerintah mau tidak
mau harus membuka pasarnya terhadap investasi asing atau impor teknologi asing dengan
harapan akan membawa metode proses produksi yang lebih efesien.
Kenyakinan diatas pada dasarnya bukanlah tanpa hasil soalnya bila kita lihat laporan
yang dilansir oleh UNDP sebuah badan PBB tahun 2003 mengenaiHuman Development Report,
bahwa setidaknya ekspor global telah bertumbuh sebesar empat kali lipat, sama hal ya dengan
Indonesia, terutama semenjak ditetapkan kebijakan diadakannya perdagangan bebas sebagai
pemacu pertumbuhan ekonomi, nilai ekspornya melipat hampir mencapai dua sampai tiga kali
lipat tiap tahunnya. Keterbukaan pasar diikuti oleh upah buruh murah dan penundukan
kesadaran politik rakyat guna melancarkan arus investasi, memang menghasilkan angka
pertumbuhan yang tinggi, rata-rata 5-6 persen per tahun, Namun pertanyaan besarnya, ketika
angka-angka itu mengalami peningkatan, pada saat itu ada baiknya kita bertanya “siapa
sebenarnya yang diuntungkan dari semua penaikan angka-angka tersebut? Karena faktanya,
mamfaat dari penaikan angka-angka tersebut hanya dinikmati oleh sekitar 200 pembayar pajak
terbesar di Bangsa ini, sementara itu, mayoritas rakyat terus berkubang dalam kemiskinan
dengan pendapatan antara US$ 1-2 per hari, sedikitnya 45 persen pekerja termasuk kategori
miskin atau berpendapatan dibawah Rp 600 ribu perbulan dan lebih dari 62 persen dari 100 juta
orang yang bekerja melakukan pekerjaan disektor informal.
Prinsip perdagangan bebas seperti ini jelaslah melupakan amanat yang telah ditetapkan
dalam konstitusi negara kita yaitu UUD 1945, khususnya dalam pembukaan dan pasal 33 serta
melanggar konsep peran negara yang telah ditetapkan yakni melindungi kepentingan rakyat
keseluruhan, bukan hanya untuk rakyat minoritas yang dalam hal ini pengusaha dan pengusaha
apalagi bukan rakyat Indonesia/pihak asing. Upaya penghilangan peran negara dalam
perekonomian di Indonesia inipun bisa kita lihat dari berbagai peraturan perundang-undangan
dan keputusan politik yang dikeluarkan dalam rangka menggantikan posisi negara, khususnya di
Email: [email protected]
bidang ekonomi dengan perusahaan-perusaha an swasta. Suatu upaya yang secara keseluruhan
ditujukan untuk menyerahkan perekonomian kepada mekanisme pasar bebas, contohnya saja
bisa kita lihat semenjak disepakatinya kesepakatan berbagai perjanjian perdagangan bebas /FTA,
mulai dari IJEPA (Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement), C-AFTA(China-Asean
FTA), K-AFTA (Korea-Asean FTA), dan J-AFTA (Japan-Asean FTA) yang jelas-jelas tidak
memihak pada kesejahteraan masyarakat secara mayoritas.
Selain itu, perdagangan bebas secara tidak langsung juga telah menghilangkan batas-
batas territorial suatu bangsa atau dengan prinsip yang dikenal “borderless nation” (bangsa tak
berbatas). Ketidakterbatasan teritorial ini sudah saatnya direfleksikan secara mendalam sebab
kedaulatan suatu bangsa secara otomatis juga menjadi hilang. Ini belum ditambah dengan konsep
kedaulatan yang lebih substansial, bahwa setiap bangsa adalah bebas dan merdeka menentukan
nasibnya. Dan yang disebut sebagai bangsa adalah seluruh lapisan masyarakat yang menjadi
mayoritas, bukan segelintir penguasa dan sekaligus pengusaha.
Banyaknya para pengamat ekonom yang menyimpulkan bahwa pada dasarnya Free
Trade Agreement (FTA) hanyalah ditujukan dalam rangka memperluas pasar dan agenda-agenda
neoliberal semata, dimana dalam rangka mempermudah misinya, semua negara yang terlibat
dalam perjanjian tersebutpun harus secara perlahan-lahan menghapuskan semua bentuk
hambatan ataskelancaran perdagangan dengan pemberian insentif dan kemudaan bea masuk
dengan pajak 0 % serta kemudahan di bidang pertanahan dan keimigrasian yang diberikan dalam
rangka menarik investasi dan perdagangan asing untuk masuk ke kawasan tersebut. Selain itu
adanya perspektif kritis yang lebih melihat hubungan asimetris pada politik internasional,
memandang perdagangan bebas tidak lebih sebagai bentuk baru penjajahan atau imperialisme
gaya baru Negara maju kepada Negara berkembang atau miskin, di mana para pemodal dalam
skala internasional dengan alih-alih akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara lain justru
tengah mempraktekkan upaya penghisapan keringat buruh yang lebih murah di negara lain.
Motivasi ini selalu dikemas dengan konsep strategi diplomasi yang seolah-oleh akan
menguntungkan semua negara dalam tiap negosiasi padahal justru yang terjadi adalah
perpecahan dalam negeri akibat dari ketidakadilan ekonomi dan lingkaran kemiskinan yang
semakin meningkat.
Email: [email protected]
Dengan hilangnya prinsip negara yang entitasnya seharusnya melindungi kedaulatan
ekonomi nasional dan lemahnya kedaulatan ditandai dengan tidak adanya partisipasi dan kontrol
dari masyarakat untuk terlibat dalam menentukan isi dan bentuk negosiasi tentunya akan
membuka potensi kerugian besar bagi perekonomian nasional bangsa yang efeknya tentu akan
merugikan masyarakat luas. Tentunya pemerintah Indonesia diharapkan seharusnya bertindak
“lebih bijaksana dan berhati-hati serta memikir ulang seribu kali” sebelum menandatangi suatu
perjanjian perdagangan bebas (FTA). Namun sekarang, perjanjian itu telah disepakati dan telah
dijalankan, tentunya bangsa ini masih berharap akan adanya suatu keadaan yang membutuhkan
intervensi pemerintah secara kuat, mengendalikan jalannya perekonomian dan membelokkan
arah ekonomi kepada ekonomi rakyat yang berkeadilan dan rasional yaitu EKONOMI
KONSTITUSI yang berpihak kepada rakyat banyak, bukan pada kepentingan pasar
semata…..(HB)
salam mahasiswa, untuk Tuhan, Bangsa dan Almamater... ....
Martua Hasiholan Bancin
Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota
Departemen Pendidikan dan Kajian Kabinet KM ITB
081314697728
http://www.km.itb.ac.id/web/index.php?option=com_content&view=article&id=276:perdaganga
nbebas&catid=75:diskusi-diluar-isu-energi-pangan-dan-pendidikan&Itemid=110
Perdagangan bebas
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Email: [email protected]
Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada Harmonized
Commodity Description and Coding System (HS) dengan ketentuan dari World Customs
Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. penjualan produk antar negara tanpa pajak
ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya.
Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan
yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-
perusahaan yang berada di negara yang berbeda.
Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang
diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara
teori, semuha hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam
kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan
bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas.
Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena melindungi kepentingan perusahaan-
perusahaan besar.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Sejarah Pasar Bebas
2 Pro-kontra perdagangan bebas
3 Menggugat Mitos-mitos Neoliberalisme tentang Pasar Bebas
o 3.1 Paham Neoloberalisme
o 3.2 Mitos
4 Antiglobalisasi
5 Pustaka
6 Lihat pula
[sunting] Sejarah Pasar Bebas
Email: [email protected]
Sejarah dari perdagangan bebas internasional adalah sejarah perdagangan internasional
memfokuskan dalam pengembangan dari pasar terbuka. Diketahui bahwa bermacam kebudayaan
yang makmur sepanjang sejarah yang bertransaksi dalam perdagangan. Berdasarkan hal ini,
secara teoritis rasionalisasi sebagai kebijakan dari perdagangan bebas akan menjadi
menguntungkan ke negara berkembang sepanjang waktu. Teori ini berkembang dalam rasa
moderennya dari kebudayaan komersil di Inggris, dan lebih luas lagi Eropa, sepanjang lima abad
yang lalu. Sebelum kemunculan perdagangan bebas, dan keberlanjutan hal tersebut hari ini,
kebijakan dari merkantilisme telah berkembang di Eropa di tahun 1500. Ekonom awal yang
menolak merkantilisme adalah David Ricardo dan Adam Smith.
Ekonom yang menganjurkan perdagangan bebas percaya kalau itu merupakan alasan kenapa
beberapa kebudayaan secara ekonomis makmur. Adam Smith, contohnya, menunjukkan kepada
peningkatan perdagangan sebagai alasan berkembangnya kultur tidak hanya di Mediterania
seperti Mesir, Yunani, dan Roma, tapi juga Bengal dan Tiongkok. Kemakmuran besar dari
Belanda setelah menjatuhkan kekaisaran Spanyol, dan mendeklarasikan perdagangan bebas dan
kebebasan berpikir, membuat pertentangan merkantilis/perdagangan bebas menjadi pertanyaan
paling penting dalam ekonomi untuk beberapa abad. Kebijakan perdagangan bebas telah
berjibaku dengan merkantilisme, proteksionisme, isolasionisme, komunisme dan kebijakan
lainnya sepanjang abad.
[sunting] Pro-kontra perdagangan bebas
Banyak ekonom yang berpendapat bahwa perdagangan bebas meningkatkan standar hidup
melalui teori keuntungan komparatif dan ekonomi skala besar. Sebagian lain berpendapat bahwa
perdagangan bebas memungkinkan negara maju untuk mengeksploitasi negara berkembang dan
merusak industri lokal, dan juga membatasi standar kerja dan standar sosial. Sebaliknya pula,
perdagangan bebas juga dianggap merugikan negara maju karena ia menyebabkan pekerjaan dari
negara maju berpindah ke negara lain dan juga menimbulkan perlombaan serendah mungkin
yang menyebabkan standar hidup dan keamanan yang lebih rendah. Perdagangan bebas dianggap
Email: [email protected]
mendorong negara-negara untuk bergantung satu sama lain, yang berarti memperkecil
kemungkinan perang.
[sunting] Menggugat Mitos-mitos Neoliberalisme tentang Pasar Bebas
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Neoliberalisme
Neoliberalisme sebagai perwujudan baru paham liberalisme saat ini dapat dikatakan telah
menguasai sistem perekonomian dunia. Paham liberalisme dipelopori oleh ekonom asal Inggris
Adam Smith dalam karyanya The Wealth of Nations (1776). Sistem ini sempat menjadi dasar
bagi ekonomi negara-negara maju seperti Amerika Serikat dari periode 1800-an hingga masa
kejatuhannya pada periode krisis besar (Great Depression) di tahun 1930. Sistem ekonomi yang
menekankan pada penghapusan intervensi pemerintah ini mengalami kegagalan untuk mengatasi
krisis ekonomi besar-besaran yang terjadi saat itu.
Selanjutnya sistem liberal digantikan oleh gagasan-gagasan dari John Maynard Keynes yang
digunakan oleh Presiden Roosevelt dalam kebijakan New Deal. Kebijakan itu ternyata terbukti
sukses karena mampu membawa negara selamat dari bencana krisis ekonomi. Inti dari
gagasannya menyebutkan tentang penggunaan full employment yang dijabarkan sebagai besarnya
peranan buruh dalam pengembangan kapitalisme dan pentingnya peran serta pemerintah dan
bank sentral dalam menciptakan lapangan kerja. Kebijakan ini mampu menggeser paham
liberalisme untuk beberapa saat sampai munculnya kembali krisis kapitalisme yang berakibat
semakin berkurangnya tingkat profit dan menguatnya perusahaan-perusahaan transnasional atau
Trans Nasional Corporation/Multi Nasional Corporation (TNC/MNC).
Menguatnya kekuatan modal dan politik perusahaan-perusahaan transnasional (TNC/MNC) yang
banyak muncul di negara-negara maju makin meningkatkan tekanan untuk mengurangi berbagai
bentuk intervensi pemerintah dalam perekonomian karena hal itu akan berpengaruh pada
berkurangnya keuntungan yang mereka terima. Melalui kebijakan politik negara-negara maju
dan institusi moneter seperti IMF, Bank Dunia dan WTO, mereka mampu memaksakan
penggunaan kembali paham liberalisme gaya baru atau yang lebih dikenal dengan sebutan paham
neo-liberalisme.
Email: [email protected]
[sunting] Paham Neoloberalisme
Secara garis besar Mansour Fakih (2003) menjelaskan pendirian paham neoliberalisme:
1. biarkan pasar bekerja tanpa distorsi (unregulated market is the best way to increase
economic growth), keyakinan ini berakibat bahwa perusahaan swasta harus bebas dari
intervensi pemerintah, apapun akibat sosial yang dihasilkan.
2. kurangi pemborosan dengan memangkas semua anggaran negara yang tidak perlu seperti
subsidi untuk pelayanan sosial seperti anggaran pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial
lainnya.
3. perlu diterapkan deregulasi ekonomi, mereka percaya bahwa regulasi selalu mengurangi
keuntungan, termasuk regulasi mengenai AMDAL, keselamatan kerja dan sebagainya.
4. privatisasikan semua badan usaha negara. Privatisasi ini termasuk juga perusahaan-
perusahaan strategis yang melayaani kepentignan rakyat banyak seperti PLN, Sekolah
dan Rumah Sakit. Hal ini akan mengakibatkan konsentrasi kapital di tangan sedikit orang
dan memaksa rakyat kecil membayar lebih mahal atas kebutuhan dasar mereka.
5. masukkan gagasan seperti “barang-barang publik”, “gotong-royong” serta berbagai
keyakinan solidaritas sosial yang hidup di masyarakat ke dalam peti es dan selanjutnya
digantikan dengan gagasan “tanggung jawab individual”. Masing-masing orang akan
bertanggung jawab terhadap kebutuhan mereka sendiri-sendiri. Golongan paling miskin
di masyarakat akan menjadi korban gagasan ini karena merekalah yang paling kesulitan
untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
[sunting] Mitos
Dalam rangka memantapkan kebijakan neo-liberalisme, para pendukungnya secara gencar
mengampanyekan mitos-mitos berkaitan dengan neo-liberalisme dan lebih lanjut tentang pasar
bebas. Lebih lanjut dijelaskan oleh Mansour Fakih (2003) bahwa mitos-mitos itu diantaranya
adalah :
1. perdagangan bebas akan menjamin pangan murah dan kelaparan tidak akan terjadi.
Kenyataan yang terjadi bahwa perdagangan bebas justru meningkatkan harga pangan.
Email: [email protected]
2. WTO dan TNC akan memproduksi pangan yang aman. Kenyataannya dengan
penggunaan pestisida secara berlebih dan pangan hasil rekayasa genetik justru
membahayakan kesehatan manusia dan juga keseimbangan ekologis.
3. kaum permpuan akan diuntungkan dengan pasar bebas pangan. Kenyataannya,
perempuan petani semakin tersingkir baik sebagai produsen maupun konsumen.
4. bahwa paten dan hak kekayaan intelektual akan melindungi inovasi dan pengetahuan.
Kenyataannya, paten justru memperlambat alih teknologi dan membuat teknologi
menjadi mahal.
5. perdagangan bebas di bidang pangan akan menguntungkan konsumen karena harga
murah dan banyak pilihan. Kenyataannya justru hal itu mengancam ketahanan pangan di
negara-negara dunia ketiga.
Akibat dari gagasan-gagasan yang selanjutnya diterapkan menjadi kebijakan ini dapat kita
perhatikan pada kehidupan di negeri ini. Bagaimana rakyat menjerit akibat kenaikan harga-harga
seiring dengan ketetapan pemerintah mencabut subsidi BBM. PHK massal mewabah karena
efisiensi perusahaan akibat meningkatnya beban biaya produksi. Mahalnya harga obat karena
paten dan hak cipta yang membuat rakyat makin sulit mendapatkannya. Mahalnya biaya
perawatan rumah sakit karena swastanisasi. Makin tercekiknya kesejahteraan petani akibat
kebijakan impor beras dan diperburuk dengan mahalnya harga pupuk dan obat-obatan pembasmi
hama. Masih banyak contoh yang dapat kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari di sekitar
kita.
Akibat dalam skala lebih luas menurut Yanuar Nugroho (2005) ternyata perekonomian dunia
saat ini hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup 800 juta dari 6.5 miliar manusia. Itupun ia
sudah mengonsumsi 80 persen dari semua sumber daya bumi yang tersedia. Jika cara ini
diteruskan, sumber daya bumi ini akan segera terkuras habis.
Globalisasi dan pasar bebas memang membawa kesejahteraan dan pertumbuhan, namun hanya
bagi segelintir orang karena sebagian besar dunia ini tetap menderita. Ketika budaya lokal makin
hilang akibat gaya hidup global, tiga perempat penghuni bumi ini harus hidup dengan kurang
dari dua dollar sehari. Satu miliar orang harus tidur sembari kelaparan setiap malam. Satu
Email: [email protected]
setengah miliar penduduk bola dunia ini tidak bisa mendapatkan segelas air bersih setiap hari.
Satu ibu mati saat melahirkan setiap menit.
[sunting] Antiglobalisasi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: antiglobalisasi
Perlawanan di seluruh dunia sudah mulai berlangsung. Ketiga institusi keuangan dunia yang
dianggap sebagai alat kaum neo-liberal terus menerus ditekan. Ketiganya yaitu WTO, IMF dan
Bank Dunia selalu mendapat demonstrasai besar-besaran di setiap pertemuan yang dilakukan.
Perlawanan dalam skala besar pertama berlangsung pada pertemua WTO di Seattle, AS.
Berbagai gerakan sosial dari penjuru dunia berbondong-bondong memadati kota Seattle. Mereka
melakukan demo besar-besaran untuk menghentikan pertemuan tersebut. Mereka berasal dari
berbagai kalangan seperti kelompok lingkungan, kelompok perempuan, aktivis buruh, petani dan
berbagai kelompok sosialis. Maraknya aksi yang mereka lakukan membuat pertemuan itu gagal
menyelesaikan agenda yang seharusnya dibahas.
Perlawanan selanjutnya terus menerus berlangsung mengiringi setiap pertemuan WTO. Demo
juga kerap kali berlangsung di depan kantor Bank Dunia dan IMF. Bahkan yang paling
fenomenal adalah tewasnya seorang petani asal Korea Selatan yang menghunjamkan tubuhnya
pada barikade pasukan anti huru-hara pada pertemuan WTO di Cancun, Meksiko
(Jhamtani,2005). Pertemuan WTO di Hongkong baru-baru ini juga mengundang aksi
demonstrasi yang tak kalah besarnya.
Pada akhirnya karena situasi ekonomi global yang dikuasai paham neo-liberalisme saat ini
ternyata penuh dengan mitos-mitos palsu, kita harus lebih bisa bersikap kritis terhadapnya.
Dengan penguasaan teknologi informasi dan jaringan media global oleh perusahaan perusahaan
raksasa internasional, akan mudah sekali bagi mereka untuk menyusupkan kembali mitos-mitos
tersebut di benak kita. Untuk itu diperlukan kewaspadaan lebih dan sikap kritis yang didukung
dengan informasi yang kaya.
[sunting] Pustaka
Email: [email protected]
Fakih, Mansour. 2003.”Bebas dari Neoliberalisme”.Insist Pers. Yogyakarta
Jhamtani, Hira. 2005.”WTO dan Penjajahan Kembali Dunia Ketiga” Insist Pers.
Yogyakarta
Nugoho, Yanuar. 2005. ”Bisnis Pun Ada di Simpang Jalan”. Opini, Kompas 22
September 2005 (http://www.kompas.com/kompas-cetak/0509/22/opini/2068215.htm)