57
Perdarahan gastrointestinal akut adalah suatu masalah klinis yang umum dengan manifestasi yang beragam. Perdarahan yang dapat terjadi mulai dari yang sedikit hingga masif dan dapat berasal dari hampir seluruh bagian traktus gastrointestinal, termasuk pankreas, hepar dan sistem bilier. Walaupun tidak terjadi di kelompok usia tertentu, insidensi pertahun kurang lebih 170 kasus/100.000 orang dewasa yang meningkat secara perlahan seiring dengan usia, dan sedikit lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Perdarahan gastrointestinal juga merupakan penyebab rawat inap pada 1-2% total rawat inap yaitu 300.000 rawat inap per tahun di Amerika Serikat. Perdarahan gastrointestinal juga merupakan komplikasi yang umum pada pasien yang dirawat inap dengan penyakit lainnya, terutama pada pasien bedah. Walaupun beban ekonomi total dari perdarahan gastrointestinal belum dinilai secara resmi, perkiraan tahunan menunjukkan bahwa perdarahan divertikular sendiri membebani sistem pelayanan kesehatan hingga lebih dari 1,3 miliar dolar. Penatalaksanaan pasien-pasien ini seringnya dilakukan secara multidisipliner, melibatkan kegawatdaruratan, gastroenterologi, perawatan intensif, bedah dan radiologi intervensi. Pentingnya konsultasi bedah dini dalam perawatan pasien dengan perdarahan sangatlah penting. Selain membantu resusitasi pasien yang tidak stabil, ahli bedah endoskopik dapat langsung menegakkan diagnosis dan memulai terapi dalam beberapa situasi. Bahkan ketika ahli gastroenterologi yang melakukan hal ini, kolaborasi dini dengan ahli bedah dapat menentukan tujuan dan batas terapi nonoperatif awal. 5-10%

Perdarahan GI

  • Upload
    nicsen

  • View
    39

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

GI bleeding Translation

Citation preview

Page 1: Perdarahan GI

Perdarahan gastrointestinal akut adalah suatu masalah klinis yang umum dengan manifestasi

yang beragam. Perdarahan yang dapat terjadi mulai dari yang sedikit hingga masif dan dapat

berasal dari hampir seluruh bagian traktus gastrointestinal, termasuk pankreas, hepar dan

sistem bilier. Walaupun tidak terjadi di kelompok usia tertentu, insidensi pertahun kurang

lebih 170 kasus/100.000 orang dewasa yang meningkat secara perlahan seiring dengan usia,

dan sedikit lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Perdarahan gastrointestinal juga

merupakan penyebab rawat inap pada 1-2% total rawat inap yaitu 300.000 rawat inap per

tahun di Amerika Serikat. Perdarahan gastrointestinal juga merupakan komplikasi yang

umum pada pasien yang dirawat inap dengan penyakit lainnya, terutama pada pasien bedah.

Walaupun beban ekonomi total dari perdarahan gastrointestinal belum dinilai secara resmi,

perkiraan tahunan menunjukkan bahwa perdarahan divertikular sendiri membebani sistem

pelayanan kesehatan hingga lebih dari 1,3 miliar dolar.

Penatalaksanaan pasien-pasien ini seringnya dilakukan secara multidisipliner, melibatkan

kegawatdaruratan, gastroenterologi, perawatan intensif, bedah dan radiologi intervensi.

Pentingnya konsultasi bedah dini dalam perawatan pasien dengan perdarahan sangatlah

penting. Selain membantu resusitasi pasien yang tidak stabil, ahli bedah endoskopik dapat

langsung menegakkan diagnosis dan memulai terapi dalam beberapa situasi. Bahkan ketika

ahli gastroenterologi yang melakukan hal ini, kolaborasi dini dengan ahli bedah dapat

menentukan tujuan dan batas terapi nonoperatif awal. 5-10% pasien yang dirawat karena

perdarahan memerlukan intervensi bedah. Konsultasi operasi segera dapat memberikan waktu

untuk persiapan dan evaluasi preoperasi, juga edukasi pasien dan keluarga jika intervensi

bedah darurat diperlukan.

Sebagian besar pasien dengan perdarahan gastrointestinal akut dapat berhenti dengan

spontan. Hal ini memberikan waktu untuk perencanaan evaluasi. Walaupun demikian,

perdarahan masif terjadi secara persisten pada hampir 15% kasus yang memerlukan

resusitasi, evaluasi, dan perawatan darurat. Perkembangan penatalaksanaan pada pasien-

pasien ini, terutama yaitu terapi yang khusus dan endoskopi dini telah menurunkan durasi

perawatan secara signifikan. Akan tetapi, mortalitas tetap lebih dari 5% dan jauh lebih tinggi

dibandingkan pasien yang dirawat karena alasan lain. Adanya ketidakcocokan antara

kemajuan terapeutik dan hasil ini mungkin berkaitan dengan populasi yang semakin tua

disertai dengan peningkatan komorboditias. Sekarang ini pasien yang memerlukan intervensi

operatif lebih tua dan lebih sakit dibandingkan di masa dulu.

Page 2: Perdarahan GI

Perdarahan dapat berasal dari regio traktus gastrointestinal manapun dan biasanya

diklasifikasikan berdasarkan lokasinya relatif terhadap ligamentum Treitz. Perdarahan

gastrointestinal atas yaitu 80% dari kasus perdarahan kasus terjadi di proksimal dari

ligamentum Treitz. Ulkus peptikum dan perdarahan varises adalah penyebab tersering

perdarahan gastrointestinal. Sebagian besar perdarahan gastrointestinal bawah berasal dari

colon dengan divertikula dan angiodisplasia. Pada kurang dari 5 persen pasien, penyebab

perdarahan berasal dari usus halus. Perdarahan tersembunyi didefinisikan sebagai perdarahan

persisten atau berulang setelah hasil negatif pada pemeriksaan endoskopi. Perdarahan samar

tidak terlihat jelas pada pasien hingga timbul gejala yang berkaitan dengan anemia.

Penentuan lokasi perdarahan penting untuk mengarahkan intervensi diagnostik segera. Akan

tetapi, tindakan resusitasi yang sesuai lebih penting dari usaha lokalisasi sumber perdarahan.

Pendekatan terhadap pasien

Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, beberapa prinsip dasar evaluasi dan

penatalaksanaan awal harus diikuti. Pendekatan yang logis dan terperinci terhadap

perdarahan gastrointestinal dijelaskan pada gambar (A). Pada saat pasien datang, penilaian

inisial cepat menentukan kedaruratan pasien. Resusitasi dimulai dengan stabilisasi status

hemodinamik pasien dan melakukan pengawasan terhadap kehilangan darah yang masih

berlangsung. Riwayat dan pemeriksaan yang lengkap seharusnya dapat memberikan petunjuk

penyebab dan sumber perdarahan dan menentukan adanya penyakit pneyerta atau

pengobatan. Investigasi spesifik harus dilakukan untuk memperkuat diagnosis. Selanjutnya

terapi definitif dimulai, perdarahan diatasi dan perdarahan berulang dicegah.

Penilaian awal

Keadekuatan jalan napas dan pernapasan pasien merupakan prioritas pertama. Setelah hal ini

telah terjamin, status hemodinamik pasien menjadi perhatian utama dan menjadi dasar untuk

penatalaksanaan selanjutnya. Gejala klinis perdarahan gastrointestinal bervariasi yaitu dari

feses dengan darah samar positif pada pemeriksaan rektum hingga perdarahan yang masif.

Evaluasi awal fokus pada penilaian cepat seberapa besar kekurangan darah yang telah dialami

dan perdarahan yang masih berlangsung. Penilaian ulang status sirkulasi pasien secara

berkelanjutan untuk menentukan agresivitas intervensi dan evaluasi selanjutnya. Riwayat dari

perdarahan, seberapa banyak dan seberapa sering, setidaknya dapat memberikan petunjuk.

Gambar pendekatan secara umum terhadap pasien dengan perdarahan gastrointestinal

akut

Page 3: Perdarahan GI

Derajat beratnya perdarahan dapat ditentukan secara umum dari parameter klinis yang

sederhana. Obtundansi, agitasi, hipotensi( SBP<90 mmHg pada posisi tegak), disertai dengan

akral dingin, merupakan tanda dari syok perdarahan dan menunjukkan volume darah yang

hilang lebih dari 40%. Denyut jantung saat istirahat >100 x/menit, disertai penurunan tekanan

pulsasi menunjukkan volume darah yang hilang antara 20-40 %. Pada pasien tanpa syok,

perubahan postural dapat dipicu dengan meminta pasien untuk duduk dengan kaki teruntai

untuk 5 menit. Penurunan tekanan darah lebih dari 10mmHg atau peningkatan pulsasi lebih

dari 20x/menit menunjukkan volume darah yang hilang sekurangnya mencapai 20%. Pasien

dengan derajat perdarahan yang lebih ringan dapat didapatkan hasil yang normal.

Hematokrit bukan suatu parameter yang berguna untuk menilai derajat perdarahan pada

situasi akut karena perbandingan sel darah merah dan plasma yang hilang adalah sama.

Hematokrit tidak turun hingga plasma diredistribusi ke ruang intravaskular dan resusitasi

dengan cairan kristaloid. Pada beberapa pasien dengan kehilangan darah yang berat dapat

terjadi bradikardia sekunder dari reflek vagal terhadap jantung, sehingga ada tidaknya tanda

takikardia tidak selalu sesuai. Tanda-tanda hemodinamika ini lebih tidak dapat dipercaya

pada pasien tua dan pasien yang mengonsumsi beta blocker.

Stratifikasi resiko

Tidak semua pasien dengan perdarahan gastrointestinal perlu dirawat di rumah sakit atau

memerlukan evaluasi darurat. Sebagai contoh, pasien dengan perdarahan rectal dalam jumlah

sedikit yang telah berhenti dapat dievaluasi dengan rawat jalan. Tetapi pada banyak pasien,

keputusan ini tidak dapat diambil dengan mudah. Pasien lainnya memerlukan rawat inap dan

observasi tetapi dapat dievaluasi dengan endoskopi secara lebih selektif. Beberapa faktor-

faktor prognosis yang berhubungan dengan prognosis yang buruk termasuk perlu dilakukan

operasi darurat dan kematian terdapat pada tabel berikut (B). Faktor-faktor ini harus dinilai

pada penilaian awal dan resusitasi pasien dengan perdarahan gastrointestinal. Sebagai contoh,

pasien diatas 60 tahun memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan pasien usia

muda dan harus dievaluasi lebih hati-hati. Peningkatan morbiditas ini mungkin adalah

gambaran penyakit yang terjadi bersamaan. Efek merusak dari penyakit komorbid jantung,

ginjal, paru dan hepar harus diperhitungkan ketika mengevaluasi pasien dengan perdarahan

gastrointestinal. Sebagai contoh, suatu penelitian memperkirakan pada pasien perdarahan

dengan penyakit ginjal yang berat memiliki angka mortalitas meningkat hingga 30%, yang

mana meningkat hingga 65% jika terdapat gagal ginjal akut. Faktor lainnya termasuk

beratnya perdarahan awal, perdarahan yang persisten atau berulang dan onset perdarahan saat

Page 4: Perdarahan GI

dirawat di rumah sakit untuk penyakit lain juga berkontribusi terhadap peningkatan

morbiditas dan mortalitas.

Usaha yang cukup besar dalam mengembangkan suatu sistem untuk menilai resiko untuk

memfasilitasi triase pasien. Sistem penilaian ini telah digunakan untuk memprediksi resiko

perdarahan ulang dan mortalitas, mengevaluasi kebutuhan terhadap perawatan intensif

(Intensive Care Unit/ICU) dan menentukan kebutuhan terhadap endoskopi darurat. Beberapa

sistem penilaian tidak spesifik terhadap perdarahan gastrointestinal (eg. APACHE II scores)

tetapi dapat memberikan informasi umum tentang kondisi pasien dan resiko terhadap

prognosis yang buruk. Beberapa sistem penilaian untuk kondisi spesifik telah dikembangkan

seperti klasifikasi BLEED yang menggunakan 5 kriteria yaitu perdarahan yang sedang

terjadi, tekanan sistolik di bawah 100 mmHg, waktu protrombin lebih 1.2 kali dari nilai

kontrol, perubahan status mental dan penyakit penyerta yang tidak stabil memerlukan

perawatan intensif. Jika terdapat salah satu dari kriteria, maka diprediksi peningkatan sebesar

3 kali lipat terhadap resiko perdarahan ulang, kebutuhan intervensi bedah, dan kematian.

Sistem lain selain itu juga memperhitungkan hasil endoskopi untuk meningkatkan keakuratan

prediksi. Sistem penilaian seperti ini hanya digunakan eksklusif pada studi penelitian, akan

tetapi, sampai sistem penilaian ini diperbolehkan untuk digunakan untuk penggunaan klinis,

sistem penilaian ini hanya digunakan dalam konteks penilaian klinis.

Resusitasi

Semakin berat perdarahan maka semakin agresif resusitasi yang diperlukan. Penyebab

tunggal morbiditas dan mortalitas pada pasien perdarahan adalah kegagalan organ multipel

yang berkaitan dengan resusitasi awal atau lanjutan yang inadekuat. Intubasi dan ventilasi

harus dimulai dini jika terdapat kecurigaan adanya gangguan pernapasan. Pada pasien dengan

instabilitas hemodinamik atau pada pasien yang sedang mengalami perdarahan, harus

digunakan 2 jalur intra vena, pada fossa antecubiti. Pasien yang tidak stabil harus mendapat 2

liter larutan kristaloid, biasanya digunakan ringer laktat yang memiliki komposisi elektrolit

terdekat dengan darah lengkap. Respon terhadap resusitasi cairan harus dicatat. Darah harus

segera diperiksa golongannya, hematokrit, jumlah platelet, profil faktor koagulasi, kimia

rutin, dan tes fungsi hepar. Kateter foley digunakan untuk menilai perfusi organ. Pada pasien

tua dan pasien dengan penyakit jantung, paru atau ginjal berat, penggunaan kateter vena

sentral atau arteri pulmonalis harus dipertimbangkan untuk monitoring lebih ketat. Kapasitas

transpor oksigen darah dapat ditingkatkan dengan supplementasi oksigen. Umumnya, pasien

memiliki prognosis lebih baik dengan perawatan intensif dini.

Page 5: Perdarahan GI

Keputusan untuk dilakukan transfusi darah tergantung dari respon terhadap pemberian cairan,

usia pasien, penyakit kardiopulmonal yang menyertai dan apakah perdarahan berlanjut. Efek

awal dari infus kristaloid dan parameter hemodinamik pasien harus menjadi kriteria utama.

Sebagai contoh, pasien muda yang sehat dengan perkiraan kehilangan darah 25% yang

merespon terhadap pemberian cairan dengan hemodinamik yang kembali normal mungkin

tidak memerlukan transfusi darah, sedangkan pasien yang lebih tua dengan riwayat jantung

dan jumlah kehilangan darah yang sama memerlukan transfusi. Walaupun hematokrit

memerlukan 12-24 jam untuk mengimbangi sepenuhnya, sehingga digunakan sebagai salah

satu indeks untuk kebutuhan pengganti darah. Secara umum, hematokrit harus dipertahankan

diatas 30% pada dewasa yang lebih tua dan diatas 20% pada dewasa yang lebih muda.

Kecenderungan lesi yang diduga terus mengalami perdarahan atau perdarahan ulang juga

harus diperhitungkan. Sebagai contoh, varises esofagus sangat mungkin untuk terus

mengalami perdarahan dan transfusi dilakukan lebih awal dibandingkan pada Mallory Weiss

tear yang memiliki resiko perdarahan ulang yang rendah. Secara umum, packed red blood

cells adalah bentuk transfusi yang dipilih meskipun whole blood yang dihangatkan dapat

digunakan dalam kondisi kehilangan darah masif. Defek pada koagulasi dan platelet harus

digantikan segera setelah diketahui dan pasien yang memerlukan 10 U darah harus menerima

plasma beku, platelet dan kalsium secara empiris.

Riwayat dan pemeriksaan fisik

Setelah derajat beratnya perdarahan dinilai dan resusitasi dimulai, selanjutnya harus

dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis membantu peniliaian awal dari lokasi

dan penyebab perdarahan dan kondisi medis yang mungkin dapat mengubah

penatalaksanaan.

Sangat jelas bahwa karakteristik perdarahan memberikan informasi penting. Lamanya dari

onset, volume, dan frekuensi penting dalam menentukan kehilangan darah. Hematemesis,

melena dan hematochezia merupakan manifestasi yang umum perdarahan akut. Hematemesis

adalah muntah darah dan biasanya disebabkan perdarahan gastrointestinal atas meskipun

jarang, perdarahan dapat berasal dari hidung atau faring. Muntahan dapat berwarna merah

cerah atau tua seperti bubuk kopi. Melena yaitu feses berwarna gelap seperti tar dan berbau

busuk yang menunjukkan perdarahan berasal dari traktus gastrointestinal atas. Meskipun

warna melanotik biasanya timbul dari degradasi asam lambung yang mengkonversi

hemoglobin menjadi hematin, dan berasal dari aktivitas enzim pencernaan dan bakteri di

dalam usus halus, perdarahan dari usus halus bagian distal atau colon ascendens dapat

Page 6: Perdarahan GI

memberikan gambaran seperti ini, terutama jika isi lumen bergerak cukup lambat. Melena

harus dibedakan dengan feses kehijauan pada pasien yang mendapat suplemen besi. Salah

satu cara membedakannya yaitu dengan tes guaiac, yang mana memberikan hasil negatif pada

suplementasi besi. Hematochezia adalah darah merah segar berasal dari rectum yang dapat

atau tidak bercampur dengan feses. Meskipun hal ini biasanya menunjukkan sumber

perdarahan dari colon bagian distal, perdarahan gastrointestinal bagian atas dapat

menimbulkan hematochezia jika jumlah signifikan.

Riwayat medis dapat memberikan petunjuk untuk diagnosis. Perdarahan kronis dapat

menimbulkan gejala nongastrointestinal seperti syncope, angina, dan infark miokard.

Vomitus yang mendahului perdarahan mungkin menunjukkan penyakit Mallory-Weiss,

sedangkan penurunan berat badan menunjukkan keganasan. Data demografik dapat berguna,

pada pasien usia tua perdarahan disebabkan oleh angiodisplasia, divertikula, colitis iskemik

dan kanker, pada pasien muda perdarahan disebabkan oleh ulkus peptikum, varises dan

divertikula Meckel. Riwayat penyakit, perdarahan atau operasi gastrointestinal sebelumnya

dapat memfokuskan diferensial diagnosis. Nyeri epigastrium yang mendahului mengarah

pada ulkus peptikum, sedangkan riwayat operasi aorta mengarah pada kemungkinan fistula

aortaenterik. Riwayat penyakit hepar menunjukkan perdarahan mungkin dari perdarahan

varises. Obat-obatan yang digunakan juga dapat memberikan petunjuk. Riwayat konsumsi

salisilat, OAINS, dan/atau SSRI sering ditemukan terutama pada pasien usia tua. Obat-obatan

ini berhubungan dengan erosi mukosa gastrointestinal yang umumnya ditemukan di traktus

gastrointestinal bagian atas, tetapi kadang dapat ditemukan pada usus halus dan colon juga.

Perdarahan gastrointestinal pada pasien dengan terapi antikoagulan, warfarin atau heparin

berat molekul rendah biasanya berasal dari patologi gastrointestinal dan penyebabnya bukan

dari penggunaan antikoagulan saja.

Pemeriksaan fisik orofaring dan hidung dapat meniru gejala dengan sumber perdarahan yang

lebih distal dan harus selalu diperiksa. Pemeriksaan abdomen jarang memberikan nilai

diagnostik tetapi penting untuk menyingkirkan massa, splenomegali, adenopati. Nyeri

epigastrik dapat menunjukkan kemungkinan gastritis atau ulkus peptikum. Stigma penyakit

hepar termasuk ikterus, acites, eritema palmar dan caput medusae menunjukkan perdarahan

berasal dari varises, meskipun pada pasien dengan penyakit hepar umumnya perdarahan

berasal dari sumber lain. Pemeriksaan fisik kadang dapat memberi petunjuk terhadap

diagnosis yang lebih samar seperti telangektasis dari sindrom Osler-Weber-Rendu atau lesi

Page 7: Perdarahan GI

berpigmen mukosa oral dari sindrom Peutz-Jeghers. Pemeriksaan rektal dan anoskopi harus

dilakukan untuk menyingkirkan kanker rectal atau perdarahan dari hemorrhoid.

Lokalisasi

Penatalaksanaan pasien dengan perdarahan gastrointestinal selanjutnya tergantung dari

lokalisasi perdarahan. Algoritma untuk diagnosis perdarahan gastrointestinal akut terdapat

pada gambar (C).

Melena dapat berasal dari perdarahan di usus halus dan colon selain dari traktus

gastrointestinal atas. Hematochezia kadang disebabkan karena perdarahan gastrointestinal

atas yang cepat. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk membedakan

kemungkinan ini yaitu dengan insersi selang nasogastrik dan pemeriksaan hasil aspirasi.

Hematemesis biasanya merupakan tanda diagnostik perdarahan gastrointestinal atas, selang

nasogastrik dapat berguna untuk menilai kecepatan perdarahan yang berlangsung dan untuk

memulai mengeluarkan darah dari lambung agar dapat dilakukan endoskopi. Jika hasil

aspirasi positif, maka lokasi lesi dapat ditentukan. Adanya darah merah atau coffee ground

appearance menunjukkan perdarahan gastrointestinal atas. Uji darah samar jarang

diperlukan. Adanya empedu dalam aspirasi gaster menunjukkan duodenum telah disampel.

Walaupun aspirasi lambung tanpa ditemukan darah dan terdapat empedu secara umum

menyingkirkan perdarahan gastrointestinal atas, kadang hasil ini tidak sesuai. Pada suatu

penelitian menemukan bahwa hanya 6 dari 10 aspirasi nasogastrik berwarna kuning hijau

merupakan empedu dan juga hampir 20% pasien dengan aspirasi tanpa darah tetap terjadi

perdarahan di gastrointestinal atas. Pada pasien dengan melena atau bahkan hematochezia

dari lesi atas, aspirasi nasogastrik mungkin negatif pada kondisi perdarahan duodenum yang

signifikan dengan pilorus kompeten yang mencegah refluks duodenogastrik. Hal-hal ini

menunjukkan bahwa walaupun aspirasi nasogastrik dapat membantu, hampir semua pasien

dengan perdarahan signifikan harus tetap menjalani endoskopi.

Endoskopi memiliki keakuratan tinggi dalam mendeteksi lesi gastrointestinal atas dan jika

hasil negatif perhatian dapat ditujukan pada gastrointestinal bawah. Untuk memaksimalkan

efektivitas, endoskopi dini harus dilakukan dalam 24 jam, bahkan pada pasien yang stabil.

Endoskopi dini dengan terapi khusus telah dibuktikan dapat mengurangi biaya, kebutuhan

untuk transfusi dan mempersingkat lama dirawat. Definisi dan penetapan waktu endoskopi

dini telah banyak diteliti. Walaupun masih terdapat argumen pada pasien yang tidak stabil

Page 8: Perdarahan GI

dimana endoskopi darurat sering dibutuhkan tetapi pada pasien stabil, endoskopi dalam 6

atau 12 jam tidak lebih menguntungkan dari endoskopi dalam 24 jam.

Klinisi harus mengetahui bahwa esofagogastroduodenoskopi (EGD) dalam kondisi darurat

berhubungan dengan penurunan akurasi dibandingkan dengan prosedur elektif, seringnya

disebabkan karena buruknya visualisasi dan peningkatan signifikan dari insidensi komplikasi

termasuk aspirasi, depresi respirasi dan perforasi gastrointestinal. Menjaga jalan napas

merupakan hal yang kritis dan mungkin memerlukan intubasi endotrakeal. Resusitasi cairan

harus terus berjalan selama pemeriksaan dilakukan.

Evaluasi lanjutan tergantung dari hasil endoskopi dan jumlah perdarahan. Angiografi atau

operasi dapat diperlukan mendahului endoskopi pada kasus perdarahan masif. Untuk

perdarahan lambat atau intermiten dari traktus gastrointestinal bawah, colonoskopi

merupakan tindakan diagnosis awal yang digunakan. Ketika hasil pemeriksaan ini negatif,

tagged red blood cell scan dapat digunakan. Endoskopi kapsul telah diteliti untuk perdarahan

samar yang biasanya berasal dari usus halus. Prosedur diagnosis ini akan didiskusikan

selanjutnya dengan lebih terperinci.

Terapi

Berbagai macam pilihan terapeutik dapat digunakan bergantung pada sumber perdarahan. Hal

ini termasuk farmakologik, endoskopik, angiografik dan bedah. Farmakologik, endoskopik

dan terapi bedah umumnya spesifik pada lokasi perdarahan. Teknik angiografik lebih umum

dan termasuk angiografik selektif dengan injeksi vasokonstriktor biasanya vasopresin atau

dengan embolisasi. Zat embolik yaitu materi non permanen seperti spons gelatin dan

autologous clot atau alat permanen seperti coils. Hanya terdapat sedikit data yang

membandingkan efikasi teknik-teknik tersebut.

Untuk sebagian besar pasien, perdarahan berhenti dan pilihan terapi diberikan untuk

mencegah rekurensi. Resiko rekurensi perdarahan dan kebutuhan untuk intervensi

pencegahan bergantung pada karakteristik lesi, beratnya perdarahan awal, dan pasien-pasien

spesifik. Sebagai contoh, meskipun resiko rekurensi perdarahan divertikular relatif kecil,

reseksi colon elektif tetap diperlukan pada pasien dengan penyakit koroner yang telah

mengalami perdarahan banyak. Pada ±15% pasien mengalami perdarahan persisten, terapi

lebih darurat. Pada pasien dengan instabilitas hemodinamik, tujuan penatalaksanaan yang

tepat yaitu memulai terapi dalam 2 jam dari onset gejala. Semua ini bergantung pada protokol

yang digunakan spesifik masing-masing institusi/rumah sakit untuk penatalaksanaan

Page 9: Perdarahan GI

multidisipliner. Sangat penting untuk tersedianya ahli endoskopi yang terlatih dalam teknik

hemostasis dan staf penyokong tertentu. Ahli angiografi juga harus tersedia. Walaupun

berbagai modalitas terbaru telah ada untuk mengontrol perdarahan secara nonoperatif,

keterlibatan dini ahli bedah tetap diperlukan.

Penelitian-penelitian dahulu menunjukkan bahwa morbiditas dan mortalitas bedah untuk

perdarahan gastrointestinal meningkat secara signifikan pada pasien yang telah kehilangan

darah lebih dari 6 U (2700ml). Peningkatan ini terlihat jelas terutama pada pasien usia tua dan

yang memiliki komorbid yang berat, sehingga intervensi pada pasien-pasien ini harus lebih

awal dari pasien muda yang sebaliknya kandidat operasi yang lebih baik. Terapi bedah harus

sangat dipertimbangkan pada kehilangan darah yang berat (6U) walaupun terapi suportif dan

khusus telah jauh berkembang terutama endoskopi.

Perdarahan gastrointestinal atas akut

Perdarahan gastrointestinal atas yaitu perdarahan yang terjadi pada traktus gastrointestinal

proksimal dari ligamentum Treitz, merupakan penyebab 80% dari perdarahan gastrointestinal

yang berat. Penyebab perdarahan gastrointestinal atas dikategorikan menjadi perdarahan yang

berhubungan dengan hipertensi portal atau sumber non varises. Sumber non varises

merupakan penyebab dari 80% kasus perdarahan ini dengan ulkus peptikum adalah yang

paling sering. 20% sisa pasien perdarahan yang sebagian besar memiliki sirosis hepar dan

hipertensi portal dapat mengarah pada timbulnya varises gastroesofageal, varises gaster, atau

gastropati hipertensi portal; dimana semua ini dapat mengakibatkan perdarahan

gastrointestinal atas. Walaupun pasien dengan sirosis memiliki resiko tinggi perdarahan

varises, perdarahan non varises merupakan penyebab sebagian besar perdarahan

gastrointestinal atas termasuk pasien sirosis. Akan tetapi, karena morbiditas dan mortalitas

perdarahan varises yang lebih tinggi, pasien dengan sirosis harus diasumsikan memiliki

perdarahan varises. Terapi yang sesuai harus dimulai sampai endoskopi darurat dapat

menunjukkan penyebab lain perdarahan.

Dasar untuk diagnosis dan penatalaksanaan pasien dengan perdarahan gastrointestinal atas

adalah endoskopi bagian atas. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa EGD dini

dalam waktu 24 jam menurunkan kebutuhan transfusi darah, kebutuhan untuk tindakan

bedah, dan mempersingkat durasi rawat inap. Identifikasi endoskopik terhadap sumber

perdarahan dapat mengestimasi resiko perdarahan terus-menerus atau yang akan terjadi dan

menfasilitasi rencana tindakan operasi. Secara umum, 20-35% pasien yang menjalani

Page 10: Perdarahan GI

endoskopi gastrointestinal atas memerlukan intervensi endoskopik terapeutik dan 5-10% pada

akhirnya memerlukan tindakan bedah.

Walaupun alat terbaik untuk melokalisasi sumber perdarahan, intervensi ini berkaitan dengan

peningkatan resiko dan visualisasi yang buruk dalam kondisi akut. Pada 1-2% pasien dengan

perdarahan gastrointestinal atas, sumber perdarahan tidak dapat diidentifikasi karena darah

yang berlebihan menganggu visualisasi permukaan mukosa. Bilas lambung yang agresif

dengan larutan garam fisiologis suhu kamar sebelum prosedur endoskopi dapat membantu.

Bukti menunjukkan dengan injeksi tunggal eritromisin IV yang menstimulasi pengosongan

gaster dapat meningkatkan visualisasi secara signifikan. Jika identifikasi sumber perdarahan

masih tidak memungkinkan, angiografi dapat digunakan pada pasien yang cukup stabil,

walaupun intervensi bedah harus dipertimbangkan jika kehilangan darah cukup besar atau

pasien tidak stabil secara hemodinamik. Tagged RBC scan jarang diperlukan pada perdarahan

gastrointestinal atas dan penggunaan kontras biasanya merupakan kontraindikasi karena

dapat mengganggu langkah selanjutnya.

Penyebab spesifik perdarahan gastrointestinal atas.

Perdarahan nonvarises

Ulkus peptikum merupakan penyebab tersering perdarahan gastrointestinal atas yaitu

sebanyak 40% kasus. Pada 10-15% pasien dengan ulkus peptikum terjadi perdarahan suatu

saat. Perdarahan merupakan indikasi tersering untuk operasi dan penyebab kematian utama

pada ulkus peptikum.

Epidemiologi ulkus peptikum terus-menerus berubah. Insidensi ulkus peptikum tidak

terkomplikasi telah menurun secara drastis. Perubahan ini disebabkan karena terapi medis

yang lebih baik, termasuk penggunaan PPI (proton pump inhibitor) dan regimen obat untuk

eradikasi Helicobacter pylori. Walaupun terjadi penurunan frekuensi ulkus secara

keseluruhan, jumlah pasien yang menjalani operasi untuk komplikasi yang berhubungan

dengan ulkus tetap stabil hingga sekarang. Laporan terkini menyebutkan ada terjadi

penurunan tetapi tidak secara keseluruhan, komplikasi yang berhubungan dengan ulkus

memerlukan intervensi bedah. Walaupun kebutuhan untuk bedah pada ulkus peptikum

perforasi telah menurun, angka perdarahan ulkus peptikum yang membutuhkan intervensi

bedah tetap stabil. Beberapa penelitian terhadap pasien usia tua didapatkan peningkatan

perdarahan ulkus peptikum yang membutuhkan rawat inap. Sehingga sekarang operasi untuk

perdarahan gastrointestinal atas sering dilakukan pada pasien tua dan yang lebih sakit.

Page 11: Perdarahan GI

Perdarahan terjadi sebagai akibat erosi mukosa oleh asam peptik. Perdarahan yang signifikan

umumnya terjadi akibat adanya kerusakan arteri di submukosa atau penetrasi ulkus ke

pembuluh darah yang lebih besa, walaupun kehilangan darah kronis biasanya yang terjadi

ulkus. Walaupun ulkus duodenal lebih sering dibandingkan ulkus gaster, ulkus gaster sering

berdarah sehingga perbandingan kasus kedua ulkus ini relatif sama. Perdarahan paling

signifikan terjadi ketika ulkus duodenal atau gaster penetrasi ke cabang-cabang arteri

gastroduodenal atau arteri gastrika sinistra.

Penatalaksanaan, Gambar.. memaparkan penatalaksanaan perdarahan gastrointestinal.

Seperti yang sudah disebutkan, pasien dengan gejala klinis perdarahan gastrointestinal harus

dilakukan endoskopi dalam waktu 24 jam dan sementara menunggu prosedur tersebut, pasien

diberikan PPI. Pendekatan ini telah menunjukkan hasil dapat mengurangi stigmata dari

perdarahan yang baru terjadi pada endoskopi indeks, tetapi tidak memiliki pengaruh terhadap

prognosis, seperti kebutuhan transfusi, mortalitas atau kebutuhan akan operasi. Walaupun

demikian, terapi ini merupakan intervensi yang hemat biaya untuk pasien yang dicurigai

memiliki perdarahan gastrointestinal atas.

Setelah endoskopi indeks, strategi terapi bergantung pada gambaran lesi dari pemeriksaan

endoskopi. Terapi secara endoskopik dilakukan jika perdarahan masi berlanjut atau ketika

perdarahan telah berhenti tetapi terdapat resiko yang signifikan untuk terjadi perdarahan

ulang. Kemampuan untuk memprediksi resiko perdarahan memberikan kesempatan untuk

dilakukan terapi profilaksis, pemantauan yang ketat, dan deteksi dini perdarahan pada pasien

beresiko tinggi. Klasifikasi Forrest dikembangkan dengan tujuan untuk menilai resiko

berdasarkan penemuan endoskopik dan membagi pasien menjadi kelompok resiko rendah,

sedang dan tinggi. Terapi endoskopik direkomendasi pada kasus perdarahan aktif dan juga

pada pasien dengan pembuluh darah yang terlihat (Forrest I-IIa). Pada kasus dengan bekuan

yang melekat (Forrest IIb), bekuan harus dibuang dan lesi dibawahnya dievaluasi. Ulkus

dengan dasar yang bersih atau bintik hitam, karena adanya penumpukan hematin, pada

umumnya tidak diterapi secara endoskopik.

Penatalaksanaan medis, pada kasus pasti perdarahan ulkus peptikum, PPI telah

menunjukkan dapat menurunkan resiko perdarahan ulang dan kebutuhan untuk intervensi

bedah. Sehingga, pasien yang dicurigai maupun yang telah terkonfirmasi perdarahan ulkus

harus diberikan PPI. Berbeda dengan kasus ulkus yang perforasi, yang mana berhubungan

dengan infeksi H.pylori, dan kaitan antara infeksi H.pylori dengan perdarahan lebih lemah.

Hanya 60-70% pasien dengan perdarahan ulkus memiliki H.pylori positif. Hal ini

Page 12: Perdarahan GI

menimbulkan perdebatan tentang pentingnya terapi H.pylori pada pasien dengan perdarahan

ulkus peptikum. Beberapa penelitian dan meta analisis telah menunjukkan terapi dan

eradikasi H.pylori pada pasien dengan tes positif infeksi H.pylori, memiliki resiko perdarahan

ulang yang lebih rendah. Hal yang penting yaitu setelah infeksi H.pylori dieradikasi, maka

tidak perlu diberikan obat menekan asam lambung dan tidak ada peningkatan resiko terjadi

perdarahan lebih lanjut dengan pendekatan ini.

Pada pasien dengan medikasi ulserogenik seperti OAINS atau SSRI dan datang dengan

perdarahan gastrointestinal, obat-obat ini harus dihentikan. Pasien kemudian harus diberikan

obat alternatif yang nonulserogenik jika memungkinkan. Pada pasien yang mengonsumsi

OAINS, dapat diberikan inhibitor spesifik siklooksigenase 2 sebagai alternatif. Kekhawatiran

terkait kardiotoksisitas obat-obat ini mengakibatkan ditariknya obat tersebut dari pasar,

sehingga menurunkan kegunaan klinis obat-obat alternatif ini. Penelitian juga menunjukkan

bahwa tidak semua inhibitor COX 2 dapat menurunkan insidensi komplikasi gastrointestinal

atas. Oleh karena itu, pendekatan alternatif adalah mengidentifikasi cara untuk menurunkan

efek samping gastrointestinal OAINS. Untuk hal ini, penelitian menunjukkan eradikasi

H.pylori pada pasien yang akan memulai pengobatan ini dapat menurunkan insidensi efek

samping gastrointestinal termasuk perdarahan. Penelitian ini menyorot adanya efek sinergis

H.pylori dan OAINS. Walaupun pendekatan ini memiliki peran preventif terkait perdarahan

gastrointestinal, OAINS tidak dapat direkomendasi pada pasien dengan perdarahan bahkan

setelah eradikasi H.pylori.

Penatalaksanaan endoskopik setelah perdarahan ulkus diidentifikasi, terapi lokal yang

efektif dapat dilakukan secara endoskopik untuk mengontrol perdarahan. Pilihan-pilihan

endoskopik yang tersedia yaitu injeksi epinefrin, probe panas dan koagulasi juga aplikasi

klip. Injeksi epinefrin (1:10.000) pada keempat kuadran lesi dapat mengontrol perdarahan.

Pada pemberian ini telah diteliti bahwa dengan injeksi jumlah besar terkait dengan

hemostasis yang lebih baik, yang mungkin disebabkan karena injeksi menekan pembuluh

darah yang berdarah dan menginduksi terjadinya tamponade. Injeksi epinefrin sendiri

berhubungan dengan kejadian perdarahan ulang yang tinggi. Praktek standar untuk hal ini

adalah memberikan terapi kombinasi yaitu biasanya ditambahkan dengan menggunakan

energi panas. Sumber energi panas dapat berupa probe pemanas, elektrokoagulasi monopolar

atau bipolar, laser atau koagulasi plasma argon (KPA). Yang paling sering digunakan adalah

elektrokoagulasi untuk ulkus perdarahan dan KPA untuk lesi superfisial. Kombinasi injeksi

dengan terapi termal mencapai 90% hemostasis pada perdarahan ulkus peptikum. Peran

Page 13: Perdarahan GI

hemoklip kurang jelas; beberapa penelitian melaporkan hasil yang berbeda-beda. Hemoklip

yang dapat sulit untuk digunakan mungkin efektif terutama ketika menangani pembuluh

darah yang memancar karena hemoklip dapat mengontrol perdarahan segera.

Perdarahan ulang ulkus berkaitan dengan peningkatan mortalitas yang signifikan dan

pengawasan yang ketat terhadap pasien dengan resiko perdarahan ulang dengan

menggunakan kriteria yang telah disebutkan sebelumnya adalah hal yang penting. Pada

pasien yang mengalami perdarahan ulang, kegunaan percobaan kedua terapi endoskopik

masih bersifat kontroversial tetapi telah dibuktikan. Sebagai contoh, pada suatu penelitian

menunjukkan bahwa percobaan kedua hemostatis secara endoskopik berhasil pada 75%

pasien. Walaupun cara ini gagal pada 25% pasien, yang kemudian akan memerlukan operasi

darurat, tidak terlihat adanya peningkatan morbiditas atau mortalitas dengan pendekatan

terapi ini. Sehingga, sebagian besar klinisi sekarang ini memillih percobaan terapi

endoskopik kedua sebelum memilih cara operasi.

Penatalaksanaan bedah meskipun terapi endoksopik telah berkembang secara signifikan,

pada 10% pasien dengan ulkus peptikum masih membutuhkan intervensi bedah agar

hemostasis yang efektif dapat tercapai. Identifikasi pasien yang kemungkinan besar untuk

gagal pada terapi endoskopik sulit, bagaimanapun juga, waktu untuk mengambil cara bedah

telah banyak diperdebatkan. Untuk membantu pengambilan keputusan ini, beberapa

parameter klinis dan endoskopik telah diajukan untuk mengidentifikasi pasien resiko tinggi

untuk mengalami kegagalan terapi endoskopik. Faktor-faktor klinis yang dipertimbangkan

yaitu syok dan kadar Hb yang rendah saat pasien datang. Pada endoskopi meskipun

klasifikasi Forrest adalah indikator yang paling penting untuk resiko perdarahan ulang, lokasi

dan ukuran ulkus juga penting. Ulkus yang lebih besar dari 2 cm, ulkus duodenal posterior

dan ulkus gaster memiliki resiko perdarahan ulang yang lebih signifikan. Pasien dengan

karakteristik ini perlu pengawasan yang ketat dan mungkin memerlukan intervensi bedah

lebih dini. Penilaian klinis dan keahlian sesuai bidang jelas berperan penting dalam

pengambilan keputusan ini.

Indikasi untuk pembedahan secara tradisional berdasarkan keperluan untuk transfusi darah.

Peningkatan transfusi darah berkaitan dengan peningkatan mortalitas. Walaupun kriteria yang

kurang definitif dari yang sebelumnya, sebagian besar ahli bedah menganggap keperluan

transfusi darah lebih dari 6 U adalah indikasi intervensi bedah, terutama pada pasien usia tua

dan kehilangan 8-10 U pada pasien muda. Indikasi bedah pada ulkus peptikum dirangkum

dalah tabel.. indikasi relatif atau sekunder yaitu termasuk golongan darah yang langka atau

Page 14: Perdarahan GI

sulit dilakukan uji silang, penolakan terhadap transfusi, datang dengan kondisi syok, usia

lanjut, penyakit komorbid berat dan perdarahan kronis ulkus gaster yang mana mungkin

dapat disebabkan oleh keganasan.

Prioritas utama operasi yaitu mengontrol perdarahan, selanjutnya keputusan harus diambil

terkait kebutuhan untuk prosedur pengurangan asam secara definitif. Setiap langkah dapat

bervariasi tergantung apakah lesi pada ulkus gaster atau duodenal.

Ulkus duodenal langkah pertama pada pembedahan ulkus duodenal adalah mengekspos

lokasi perdarahan. Karena sebagian besar lesi ini terdapat pada bulbus duodenal,

duodenotomi longitudinal atau duodenopyloromyotomi dilakukan. Perdarahan umumnya

dapat ditangani dengan penekanan lalu ligasi dengan benang nonabsorbable. Ketika ulkus

terdapat pada sisi anterior, ligasi 4 kuadran biasanya cukup. Ulkus posterior mengalami erosi

hingga arteri pankreatikoduodenal atau gastroduodenal mungkin memerlukan ligasi pada

pembuluh darah proksimal dan distal dari ulkus, juga jahitan U di bawah ulkus untuk

mengontrol cabang pankreatik. Setelah perdarahan dihentikan, operasi untuk menurunkan

asam secara definitif harus dipertimbangkan. Dengan diketahuinya peran infeksi H.pylori

pada ulkus duodenal, kegunaan prosedur tersebut masih dipertanyakan, berdasarkan alasan

bahwa penutupan lokasi perdarahan secara simpel dan terapi lanjutan untuk infeksi sudah

cukup untuk mencegah terjadinya rekurensi. Berbeda halnya pada ulkus dengan perforasi,

yang mana telah dibuktikan pendekatan seperti sebelumnya lebih baik, bukti lebih lemah

untuk kasus perdarahan ulkus duodenal. Oleh karena itu, kontroversi terus berlanjut.

Keputusan untuk terapi sebaiknya didasarkan dengan kondisi klinis pasien dan pengalaman

ahli bedah.

Sejarahnya, pilihan untuk berbagai operasi didasarkan pada kondisi hemodinamik pasien dan

berdasarkan apakah pasien memiliki riwayat ulkus yang refrakter. Karena pilorus sering

dibuka secara longitudinal untuk mengontrol perdarahan, ditutup dengan piloroplasti,

dikombinasi dengan vagotomi adalah operasi yang paling sering digunakan. Beberapa

penelitian menunjukkan vagotomi sel parietal lebih baik untuk perdarahan ulkus duodenum

pada pasien yang stabil. Walaupun beberapa kelebihan ini dapat hilang jika pylorus sudah

terbagi. Sekarang ini, ketidakpengalaman ahli bedah terhadap prosedur dapat menjadi faktor

penentu. Pada pasien dengan riwayat ulkus duodenal refrakter atau pada pasien yang gagal

diterapi bedah yang lebih konservatif, antrektomi dengan vagotomi trunkal merupakan

prosedur yang lebih cocok. Akan tetapi, prosedur lebih kompleks dan jarang dipakai pada

pasien dengan hemodinamik tidak stabil.

Page 15: Perdarahan GI

Ulkus gaster. Untuk perdarahan ulkus gaster, kontrol perdarahan adalah prioritas pertama.

Tetapi perdarahan gaster memerlukan gastrotomi dan ligasi dengan jahitan, dan terapi ini

berkaitan dengan resiko tinggi perdarahan ulang hingga 30%. Sebagai tambahan, karena

insidensi keganasan yaitu 10%, reseksi ulkus gaster biasanya dibutuhkan. Eksisi sederhana

berkaitan dengan perdarahan ulang yaitu pada 20% pasien sehingga gastrektomi distal lebih

dipilih, walaupun eksisi dikombinasi dengan vagotomi dan piloroplasti dapat

dipertimbangkan untuk pasien resiko tinggi. Perdarahan ulkus gastter bagian proksimal dekat

dengan gastroesophageal junction lebih sulit untuk ditangani. Gastrektomi proksimal atau

hampir total berhubungan dengan mortalitas yang tinggi khususnya pada kasus perdarahan

akut. Pilihan terapi yaitu gastrektomi distal dikombinasi dengan reseksi lidah proksimal

gaster dan vagotomi dengan pyloroplasti dikombinasi dengan reseksi segitiga atau jahitan

langsung pada ulkus.

Mallory-Weiss Tears adalah suatu robekan mukosa dan submukosa yang terjadi dekat

dengan gastroesophageal junction. Lesi-lesi ini umumnya terbentuk pada pasien alkoholik

setelah suatu periode muntah dan sendawa yang hebat setelah minum alkohol, tetapi dapat

terjadi juga pada pasien dengan riwayat muntah berulang. Mekanisme seperti yang diajukan

oleh Mallory dan Weiss pada tahun 1929 yaitu kontraksi berlebih dari dinding abdomen

terhadap cardia gaster yang tidak relaks, mengakibatkan laserasi mukosa cardia sebagai hasil

dari peningkatan tekanan intragastrik.

Lesi ini merupakan penyebab 5-10% kasus perdarahan gastrointestinal atas. Umumnya

didiagnosis berdasarkan anamnesis. Endoskopi sering digunakan untuk mengkonfirmasi

diagnosis. Untuk menghindari terjadinya misdiagnosis, perlu dilakukan manuver retrofleksi

dan melihat area tetap dibawah gastroesophageal junction. Sebagian besar robekan terjadi di

sepanjang kurvatura minor dan lebih jarang pada kurvatura mayor. Terapi seringnya berupa

terapi suportif karena pada 90% kasus, perdarahan berhenti spontan dan mukosa sembuh

dalam waktu 72 jam.

Pada kasus langka dimana terjadi perdarahan berlanjut, terapi endoskopik lokal dengan

injeksi atau elektrokoagulasi efektif untuk mengatasi kasus ini. Embolisasi angiografik

dengan spons gelatin dapat digunakan pada kasus gagal terapi endoskopik. Jika manuver-

manuver ini gagal, gastrotomi tinggi dan jahitan robekan mukosa diindikasikan. Penting

untuk menyingkirkan diagnosis perdarahan varises pada kasus gagal terapi endoskopik

dengan pemeriksaan menyeluruh pada gastroesophageal junction. Perdarahan berulang dari

Mallory-Weiss tear jarang.

Page 16: Perdarahan GI

Stress Gastritis Gastritis terkait stres ditandai dengan munculnya erosi superfisial multipel di

seluruh gaster, paling sering di corpus. Diduga erosi ini terjadi akibat luka dari asam dan

pepsin yang dilepaskan karena iskemia dari kondisi hipoperfusi, walaupun OAINS dapat

menimbulkan hal yang sama. Dari tahun 1960 dan 1970, gastritis ini merupakan lesi yang

paling banyak dijumpai pada pasien yang sakit berat dengan morbiditas dan mortalitas yang

tinggi dari perdarahan. Lesi ini berbeda dengan ulserasi soliter yang terkait dengan

hipersekresi asam, yang terjadi pada pasien dengan trauma kepala berat (Cushing’s Ulcers).

Ketika ulserasi stres berkaitan dengan luka bakar luas, lesi ini disebut dengan Curling’s

ulcers. Berbeda dengan lesi terkait OAINS, perdarahan yang signifikan dari ulserasi stres

merupakan fenomena yang umum.

Dengan perkembangan dalam tatalaksana syok dan sepsis, dan penggunaan luas terapi supresi

asam, perdarahan signifikan dari lesi-lesi tersebut jarang dijumpai. Akan tetapi, Penggunaan

terapi supresi asam pada kasus ini berakibat pada peningkatan biaya dan mungkin beberapa

resiko terhadap pasien, dengan peningkatan insidensi pneumonia nosokomial sekunder

terhadap kolonisasi gaster. Masalah-masalah ini telah menarik perhatian untuk

mengidentifikasi subgrup spesifik pada pasien dengan resiko tinggi terhadap gastritis stres

untuk dilakukan terapi profilkatik selektif. Canadian Critical Care Trials group secara

prospektif menelaah ulang 2200 pasien yang dirawat di ICU dan menemukan bahwa insidensi

perdarahan signifikan akibat gastritis terkait stres hanya 0.1% pada pasien yang dianggap

resiko rendah. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko perdarahan dari gastritis stres yaitu

penggunaan ventilator lebih dari 48 jam dan koagulopati. Untuk pasien dengan faktor resiko

ini, perdarahan signifikan secara klinis akibat gastritis terkait stres terjadi pada 3.4% pasien.

Pasien dengan faktor resiko ini harus diberikan terapi profilaksis dengan antasida, antagonis

reseptor H2, PPI atau sukralfat. Langkah profilaksis primer tetap melakukan resusitasi yang

sesuai dan agresif.

Pada pasien yang mengalami perdarahan signifikan, terapi supresi asam seringnya berhasil

dalam mengontrol perdarahan. Pada kasus langka, ketika terapi ini gagal, harus

dipertimbangkan untuk diberikan vasopresin atau octreotide melalui arteri gastrika sinistra,

terapi endoskopik atau bahkan embolisasi angiografik. Sejarahnya, saat kasus-kasus ini masih

lebih sering dan pasien ini masih diterapi bedah. Pilihan bedah termasuk vagotomi dan

piloroplasti dengan menjahit perdarahan atau gastrektomi subtotal. Prosedur-prosedur ini

mempunyai angka mortalitas hingga 60%. Untungnya, sekarang ini terapi ini sudah jarang

diperlukan.

Page 17: Perdarahan GI

Esofagitis esofagus jarang menjadi sumber perdarahan signifikan. Ketika hal ini terjadi,

umumnya terjadi akibat dari esofagitis. Inflamasi esofageal sekunder terhadap paparan

berulang mukosa esofagus terhadap asam lambung pada penyakit GERD yang

mengakibatkan respon inflamasi menyebabkan kehilangan darah kronis. Ulserasi dapat

timbul bersamaan tetapi ulserasi mukosa superfisial umumnya tidak menimbulkan

perdarahan akut dan datang dengan anemia atau feses dengan guaiac positif. Berbagai kuman

infeksi dapat menimbulkan esofagitis, terutama pada pasien dengan immunodefisiensi.

Dengan infeksi, perdarahan kadang dapat menjadi masif. Penyebab lain dari perdarahan

esofagus termasuk obat-obatan, Crohn’s disease dan radiasi.

Terapi biasanya berupa terapi supresi asam, kontrol perdarahan secara endoskopik, biasanya

dengan elektrokoagulasi atau dengan probe panas, dan umumnya berhasil. Pada pasien

dengan etiologi infeksi, terapi spesifik dipertimbangkan. Pembedahan jarang diperlukan.

Lesi Dieulafoy lesi Dieulafoy adalah malformasi vaskular yang ditemukan terutama pada

kurvatura minor gaster dalam jarak 6 cm dari gastroesophageal junction, walaupun lesi ini

dapat timbul di bagian lain dari traktus gastrointestinal. Lesi ini timbul akibat ruptur dari

pembuluh darah yang besar secara abnormal (1-3 mm) pada submukosa gaster. Erosi dari

mukosa gaster di atas dari pembuluh darah ini mengakibatkan perdarahan. Defek mukosa

pada umumnya kecil 2-5 mm dan mungkin sulit untuk diidentifikasi. Perdarahan dari lesi

Dieulafoy dapat masif karena besarnya ukuran arteri yang terkena.

Usaha awal dengan kontrol perdarahan endoskopik seringnya berhasil. Penggunaan terapi

termal atau sklerosan efektif pada 80-100% kasus. Pada kasus gagal terapi endoskopik,

embolisasi angiografik dapat digunakan. Jika terapi-terapi ini gagal, intervensi bedah

mungkin diperlukan. Karena kesulitan-kesulitan visualisasi dan palpasi dari lesi, endoskopi

untuk menandai lesi ini dapat memfasilitasi prosedur ini. Gastrostomi dilakukan untuk

mengidentifikasi sumber perdarahan. Lesi kemudian dijahit. Pasien dengan sumber

perdarahan tidak dapat diidentifikasi, gastrektomi parsial mungkin diperlukan.

Gastric Antral Vascular Ectasia dikenal juga sebagai lambung semangka, GAVE ditandai

dengan kumpulan venula yang berdilatasi tampak sebagai garis linear merah yang konvergen

ke antrum secara longitudinal, sehingga tampak seperti semangka. Perdarahan berat yang

akut jarang terjadi pada GAVE dan sebagian besar pasien datang dengan anemia defisiensi

besi persisten dengan kehilangan darah samar berkelanjutan. Terapi endoskopik diindikasi

untuk perdarahan persisten dan dependen terhadap transfusi. Terapi endoskopik yang

Page 18: Perdarahan GI

dianjurkan adalah APC. Pasien yang gagal dengan terapi endoskopik harus dipertimbangkan

untuk dilakukan antrektomi.

Malignansi keganasan traktus gastrointestinal atas biasanya berkaitan dengan anemia kronis

atau feses dengan darah samar positif bukan dengan perdarahan signifikan. Kadang pada

pasien dengan keganasan datang dengan lesi ulseratif dengan perdarahan persisten. Gejala ini

karakteristik dari GI stromal tumor (GIST), meskipun dapat terjadi pada lesi lainnya,

termasuk leiomyoma dan limfoma. Angka kejadian perdarahan ulang tinggi walaupun terapi

endoskopik seringnya berhasil mengontrol perdarahan ini. Sehingga, ketika keganasan

didiagnosis, reseksi bedah diperlukan. Luasnya reseksi tergantung dengan lesi spesifik dan

apakah reseksi bersifat kuratif atau paliatif. Reseksi paliatif untuk mengontrol perdarahan

biasanya dengan reseksi segitiga. Operasi kanker yang standar diindikasikan jika

memungkinkan tergantung pada stabilitas hemodinamik pasien.

Fistula aortoenterik fistula aortoduodenal primer adalah lesi yang jarang. Biasanya terjadi

setelah operasi perbaikan aneurisma aorta abdominalis, walaupun mungkin terjadi akibat

aortitis infeksi atau inflamasi, dan fistula terbentuk pada 1% kasus graft aorta. Interval antara

operasi dan perdarahan antara hitungan hari hingga tahun, dengan interval rata-rata yaitu 3

tahun. Interval ini diduga karena melibatkan pembentukan pseudoaneurisma di proksimal

garis jahitan anastomosis sebagai akibat dari infeksi, dengan selanjutnya pembentukan fistula

terjadi ke dalam duodenum yang berada diatasnya.

Diagnosis fistula ini harus dipertimbangkan pada semua pasien perdarahan dengan riwayat

aneurisma aorta abdominalis atau riwayat reparasi aneurisma prostetik. Perdarahan pada

kondisi ini biasanya masif dan fatal kecuali intervensi bedah segera dilakukan. Umumnya,

pasien dengan perdarahan dari fistula aortoenterik datang dengan perdarahan. Perdarahan

yang berhenti secara spontan ini akan diikuti dengan perdarahan masif lanjutan dan biasanya

bersifat fatal. Perdarahan awal ini menandakan endoskopi proksimal darurat karena diagnosis

pada tahap ini dapat menolong nyawa. Adanya bukti perdarahan pada duodenum bagian

distal pada EGD dapat dipertimbangkan untuk diagnosis. CT scan dengan kontras

menunjukkan adanya udara disekitar graft (sugestif terhadap infeksi), mungkin suatu

pseudoaneurisma dan adanya kontras dalam lumen duodenum.

Terapi termasuk ligasi aorta proksimal dari graft, melepas prostesis yang terinfeksi dan

bypass ekstra anatomik. Defek pada duodenum pada umumnya kecil dan dapat diperbaiki.

Prosedur ini kompleks dan pada umumnya menimbulkan komplikasi.

Page 19: Perdarahan GI

Hemobilia hemobilia biasanya sulit didiagnosis. Pada umumnya berkaitan dengan trauma,

post operasi pada sistem bilier, atau neoplasma hepatik. Penyebab perdarahan gastrointestinal

yang jarang ini harus dicurigai pada siapapun datang dengan perdarahan, nyeri kanan atas,

dan ikterus. Tetapi sayangnya triad ini dijumpai kurang dari 50% pasien dan suatu derajat

kecurigaan yang tinggi diperlukan. Endoskopi dapat membantu dengan mencari darah pada

ampulla. Angiografi adalah prosedur diagnostik yang lebih dipilih. Jika diagnosis

dikonfirmasi, embolisasi angiografik merupakan terapi yang dapat digunakan.

Hemosuccus Pancreaticus penyebab yang jarang perdarahan gastrointestinal atas yaitu

perdarahan dari duktus pankreatikus. Kelainan ini umumnya terjadi akibat erosi pseudokista

pankreas ke arteri splenicus. Kelainan ini ditandai dengan nyeri abdomen dan hematochezia.

Seperti hemobilia, kelainan ini sulit didiagnosis dan memerlukan derajat kecurigaan yang

tinggi pada pasien dengan nyeri abdomen, perdarahan dan riwayat pankreatitis sebelumnya.

Angiografi merupakan pemeriksaan diagnostik dan dilakukan embolisasi sebagai terapeutik.

Pada pasien yang dapat dilakukan pankreatektomi distal, prosedur ini dapat menjadi terapi

definitif.

Perdarahan iatrogenik perdarahan gastrointestinal atas dapat terjadi setelah dilakukan

prosedur diagnostik atau terapeutik. Seperti yang disebut sebelumnya, hemobilia mungkin

disebabkan secara iatrogenik, terutama terjadi setelah prosedur transhepatik perkutaneus.

Penyebab perdarahan iatrogenik lainnya yang sering terjadi yaitu spinkterotomi endoskopik,

terjadi pada 2% kasus. Biasanya bersifat ringan dan sembuh spontan. Perdarahan laten

umumnya terjadi setelah 48 jam pertama dan memerlukan injeksi epinefrin pada lokasi

perdarahan. Intervensi bedah jarang diperlukan.

Gastrostomi perkutaneus endoskopik sekarang ini merupakan prosedur yang semakin sering

dilakukan. Angka perdarahan dilaporkan mencapai hingga 3%. Walaupun sebagian besar

kasus ini terjadi dari lokasi insisi, sebagian disebabkan akibat perdarahan dari mukosa gaster.

Perdarahan ini dapat dikontrol secara endoskopik.

Perdarahan gastrointestinal atas dapat dijumpai pada pasien yang baru menjalani operasi

gastrointestinal atas. Lesi-lesi yang dideskripsikan dapat menyebabkan perdarahan

postoperatif, dan kemungkinan-kemungkinan ini harus dipertimbangkan. Pasien yang

menjalani reseksi dan anastomosis, sumber perdarahan mungkin berasal dari garis jahitan

atau stapler. Pasien dengan perdarahan yang persisten dan intervensi mungkin diperlukan,

ahli endoskopi sering khawatir gangguan yang potensial terhadap jahitan atau jepretan. Akan

Page 20: Perdarahan GI

tetapi, aman untuk dilakukan endoskopi diagnostik atau bahkan terapeutik dengan

menggunakan insfulasi minimal dan prosedur ini dilakukan dengan hati-hati.

Perdarahan terkait hipertensi portal

Perdarahan gastrointestinal atas merupakan komplikasi yang serius dari hipertensi portal,

yang sering disebabkan oleh sirosis. Perdarahan terkait dengan hipertensi portal umumnya

terjadi akibat perdarahan dari varises. Vena submukosa yang berdilatasi merupakan respon

dari hipertensi portal, memberikan aliran kolateral untuk dekompresi sistem portal ke

sirkulasi vena sistemik. Pada umumnya terjadi pada esofagus bagian distal dan dapat

mencapai ukuran 1-2 cm. seiring dengan membesarnya varises, mukosa diatasnya semakin

menegang dan terjadi ekskoriasi hanya dengan trauma yang minimal.

Walaupun varises ini umumnya dapat dilihat pada esofagus, varises dapat terjadi pada gaster

dan pleksus hemorrhoidal dari rektum. Gastropati hipertensi porta, dilatasi difus dari pleksus

vena mukosa dan submukosa berhubungan dengan gastritis yang terjadi bersama, adalah

suatu kelainan yang masih kurang dimengerti yang mana pada gaster ditemukan gambaran

seperti kulit ular dengan bintik merah seperti ceri. Tidak seperti varises esofagus, kelainan ini

jarang menyebabkan perdarahan mayor.

Varises gastroesofagus terjadi pada kurang lebih 30% pasien dengan sirosis dan hipertensi

porta dan 30% dari kelompok pasien ini mengalami perdarahan varises. Dibandingkan

dengan perdarahan nonvarises, perdarahan varises berkaitan dengan peningkatan resiko

perdarahan ulang, kebutuhan akan transfusi, rawat inap yang lebih lama dan mortalitas yang

meningkat. Perdarahan yang terjadi seringnya masif, disertai dengan hematemesis dan

instabilitas hemodinamik. Fungsi hepar yang masih tersisa, diperkirakan dengan kriteria

Child, berkorelasi erat dengan prognosis pasien. Walaupun adanya perkembangan

penatalaksanaan pasien-pasien ini, mortalitas 6 minggu setelah perdarahan pertama hampir

mencapai 20%.

Penatalaksanaan Gambar.. menunjukkan algoritma penatalaksanaan. Seperti pada sebab lain

dari perdarahan gastrointestinal, resusitasi yang adekuat adalah hal yang diutamakan.

Resusitasi cairan pada pasien dengan sirosis sulit dilakukan untuk mencapai keseimbangan

cairan. Pasien-pasien ini sering memiliki kondisi hiperaldosteronisme yang berhubungan

dengan retensi cairan dan asites. Penelitian hewan coba menunjukkan koreksi yang cepat

pada kekurangan cairan dan tekanan darah meningkatkan resiko perdarahan ulang dari

varises. Pengawasan tekanan vena sentral diindikasikan untuk sebagian besar pasien dan

Page 21: Perdarahan GI

admisi dini ke ICU perlu dipertimbangkan. Ambang minimal yang rendah untuk diperlukan

intubasi pada kasus ini. Defek koagulasi sering ditemukan dan memerlukan koreksi yang

agresif. Pasien dengan perdarahan varises memiliki persentase besar dalam kondisi sepsis,

yang berkaitan memperparah hipertensi porta dan mengakibatkan perdarahan varises.

Penelitian menunjukkan terapi 7 hari dengan kuinolon menurunkan resiko perdarahan ulang.

Sehingga pasien dengan perdarahan varises harus diberi terapi empiris antibiotik spektrum

luas.

Penatalaksanaan farmakologis Pada pasien dengan sirosis, terapi farmakologis untuk

menurunkan hipertensi porta perlu dipertimbangkan, bahkan saat dipersiapkan untuk

endoskopi proksimal darurat. Vasopresin mengakibatkan vasokonstriksi splanik dan telah

menunjukkan hasil menurunkan perdarahan secara signifikan dibandingkan dengan plasebo.

Tetapi sayangnya, obat ini mengakibatkan vasokonstriksi jantung yang signifikan, yang

berakibat pada iskemia miokardial. Walaupun vasopresin yang dikombinasi dengan

nitrogliserin pada praktek klinis, somatostatin atau analog sintetiknya, octreotide merupakan

obat vasoaktif pilihan. Infus IV secara kontinu obat ini dapat mengontrol perdarahan

sementara dan memberikan waktu untuk resusitasi dan manuver diagnostik dan terapeutik

yang diperlukan.

Penatalaksanaan endoskopik EGD dini sangat penting untuk mengevaluasi sumber

perdarahan karena lebih dari 50% perdarahan disebabkan oleh penyebab non varises,

termasuk ulkus peptikum, gastritis dan Mallory-Weiss tears. Peneilitan menunjukkan bahwa

tidak seperti perdarahan ulkus peptikum, endoskopi dini (dalam kurun waktu 15 jam onset

gejala) dapat mempengaruhi kelangsungan hidup pada kasus perdarahan varises.

Penatalaksanaan lanjutan didasarkan pada hasil penemuan endoskopik, jika perdarahan

varises esofagus diidentifikasi, terapi sklerotik dan pengikatan varises telah menunjukkan

dapat mengontrol perdarahan secara efektif. Walaupun terapi sklerotik, yang menggunakan

berbagai macam obat adalah prosedur yang lebih mudah dilakukan, terapi ini juga

berhubungan dengan perforasi, mediastinitis dan striktur. Pengikatan memiliki angka

komplikasi yang lebih rendah dan ketika ahli yang dapat melakukan tersedia, harus menjadi

terapi pilihan. Pendekatan endoskopik ini kadang sampai dengan 3 kali terapi dalam waktu 24

jam, mengontrol perdarahan pada 90% pasien dengan varises esofagus. Akan tetapi, varises

gaster tidak dapat ditatalaksana secara efektif dengan teknik endoskopik.

Page 22: Perdarahan GI

Penatalaksanaan lainnya pada pasien yang telah gagal dengan terapi farmakologik atau

endoskopik, tamponade balon dapat menghentikan sementara perdarahan. Selang

Sengstaken-Blakemore terdiri dengan selang gaster dengan balon esofagus dan gaster. Balon

gaster dikembangkan sehingga menekan pada gastroesophageal junction. Jika tindakan ini

tidak dapat mengontrol perdarahan, balon esofagus juga dikembangkan, menekan pleksus

vena diantara kedua balon. Selang Minnesota yang juga memiliki lumen proksimal esofagus

untuk mengaspirasi sekresi yang tertelan. Selang-selang ini berhubungan dengan angka

komplikasi yang tinggi terkait aspirasi dan lokasi yang salah, dengan perforasi esofagus.

Perdarahan terjadi ulang pada saat balon dikempiskan pada 50% pasien. Tamponade balon

disimpan untuk pasien-pasien dengan perdarahan masif untuk dapat diberikan terapi definitif

lainnya.

Pada kasus perdarahan varises refrakter yang tidak dapat dikontrol secara endoskopik,

dekompresi portal darurat diperlukan. Teknik ini diperlukan pada sekitar 10% pasien dengan

perdarahan varises. Walaupun penelitian acak menunjukkan adanya kesamaan antara TIPS

(Transjugular intrahepatic portosystemic shunt) dan shunt bedah pada kasus refrakter ini,

biasanya dicapai dengan menggunakan TIPS secara perkutan. Prosedur TIPS dapat

menyelamatkan nyawa pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil dari perdarahan

varises refrakter dan berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas yang secara signifikan lebih

rendah dibandingkan dengan dekompresi secara bedah. Penelitian menunjukkan bahwa TIPS

mengontrol perdarahan pada 95% kasus. Perdarahan ulang terjadi pada hingga 20% dalam

bulan pertama, biasanya berkaitan dengan oklusi. Angka patensi jangka panjang lebih rendah

walaupun dapat digunakan dengan pengamatan hati-hati dan teknik perkutaneus. Pada pasien

yang tidak dapat dilakukan atau gagal TIPS, intervensi bedah darurat diindikasikan,

walaupun sekarang jarang diperlukan.

Varises gaster terisolasi ditangani mirip dengan penanganan varises esofagus, walaupun

terapi endoskopik jarang berhasil. Terapi farmakologik pada dasarnya diindikasikan tetapi

ketika gagal, dekompresi porta dengan TIPS atau shunt direkomendasikan.

Jarang, varises gaster terisolasi terjadi setelah trombosis vena splanicus. Kelainan ini sering

terjadi pada pasien dengan pankreatitis. Pada pasien ini, tekanan porta sentral normal tetapi

hipertensi pada sisi kiri, dekompresi dari limpa ke pembuluh darah gaster yang pendek

mengakibatkan varises. Kelainan ini paling baik diterapi dengan splenektomi. Walaupun

resiko perdarahan varises lebih tinggi pada grup ini dan splenektomi secara rutin

Page 23: Perdarahan GI

direkomendasikan, penelitian menunjukkan bahwa insidensi perdarahan varises rendah (4%

dengan rata-rata follow up 34 bulan) dan splenektomi tidak harus secara rutin dilakukan.

Tidak sama dengan perdarahan varises, perdarahan dari gastropati hipertensi portal tidak

dapat dikendalikan dengan terapi endoskopik karena luasnya abnormalitas mukosa. Patologi

yang mendasari kelainan ini melibatkan peningkatan vena prota, sehingga terapi

farmakologis ditujukan untuk menurunkan tekanan vena porta. Jika terapi farmakologis gagal

untuk mengontrol perdarahan akut, TIPS harus dipertimbangkan.

Pencegahan perdarahan ulang setelah perdarahan awal dapat dikendalikan, pencegahan

perdarahan rekuren menjadi prioritas utama. Jika tidak ada terapi lanjutan yang diberikan,

70% pasien akan mengalami perdarahan lanjutan dalam waktu 2 bulan. Resiko perdarahan

ulang tertinggi dalam beberapa jam hingga hari setelah episode pertama. Terapi farmakologis

diberikan untuk mencegah rekurensi yaitu beta blocker non selektif seperti nadolol dan obat

anti ulkus seperti PPI atau sukralfat. Obat-obat ini dikombinasi dengan ligasi endoskopik

yang diulang setiap 10-14 hari hingga semua varises dieradikasi.

Walaupun pendekatan agresif ini berhasil menurunkan perdarahan ulang hingg kurang dari

20%, tindakan ini memerlukan supervisi dan follow up yang intensif. Pada pasien yang tidak

patuh meminum obat atau tidak dapat mentoleransi terapi seperti ini, dekompresi porta elektif

harus dipertimbangkan. Pilihan antara TIPS dan dekompresi operatif pada pasien stabil

bergantung pada fungsi hepar residual. Secara umum, pasien dengan fungsi hepar residual

yang buruk yang dalam status menunggu transplantasi hepar perlu dipertimbangkan untuk

menjalani TIPS. Prosedur ini memberikan pencegahan sementara dan menghindari luka post

operatif pada porta hepatis, yang dapat mempersulit prosedur transplantasi. Sayangnya, TIPS

terkait dengan ensefalopati hepatik hingga 50% pasien dalam kurun waktu 1 taun setelah

prosedur. Komplikasi lainnya seperti trombosis dapat terjadi hingga 30% pasien dalam tahun

pertama. Pasien dengan fungsi hepar bagus yang tidak memerlukan transplanditasi,

dekompresi bedah lebih tepat. Teknik ini memberikan dekompresi jangka panjang yang dapat

bertahan dan dengan angka ensefalopati hepatik yang lebih rendah. Pada pasien dengan

fungsi hepar yang baik, keuntungan-keuntungan ini melebihi morbiditas dan mortalitas

operasi. Shunt elektif yang digunakan yaitu shunt splenorenal distal selektif.

Perdarahan Gastrointestinal Bawah Akut

Ketika dibandingkan dengan perdarahan gastrointestinal atas, perdarahan gastrointestinal

bawah lebih jarang memerlukan perawatan di rumah sakit, yaitu 20% dibanding dengan

Page 24: Perdarahan GI

perdarahan proksimal dari ligamentum Treitz. Insidensi perdarahan gastrointestinal bawah,

akan tetapi meningkat seiring usia dan perdarahan gastrointestinal bawah lebih sering pada

pasien usia tua. Lebih dari 95% pasien dengan perdarahan gastrointestinal bawah terjadi di

kolon. Usus halus jarang menyebabkan perdarahan ini dan karena lesi ini jarang didiagnosis

dengan kombinasi endoskopi gabungan atas dan bawah, usus halus dipertimbangkan

belakangan. Secara umum, insidensi perdarahan gastrointestinal bawah meningkat seiring

usia dan penyebabnya sering berhubungan dengan usia. Secara spesifik, lesi vaskular dan

penyakit divertikular terjadi pada semua kelompok usia tetapi insidensi meningkat pada usia

pertengahan dan usia lanjut. Pada pasien pediatrik, intususepsi merupakan penyebab

tersering, sedangkan divertikulum Meckel dipertimbangkan dalam diagnosis banding usia

dewasa muda. Presentasi klinis perdarahan gastrointestinal bawah beragam dari perdarahan

berat pada penyakit divertikular atau lesi vaskular dengan gejala ringan sekunder dari fissura

ani atau hemorrhoid.

Diagnosis

Perdarahan gastrointestinal bawah biasanya ditandai dengan hematochezia, yang beragam

dari darah merah segar hingga bekuan-bekuan lama. Jika perdarahan ini lebih lambat atau

erasal dari sumber proksimal, perdarahan gastrointestinal bawah ini ditandai dengan melena.

Perdarahan dari trakturs gastrointestinal bawah lebih ringan dan lebih jarang dan biasanya

berhenti spontan dibandingkan dengan perdarahan gastrointestinal atas. Ketika dibandingkan

dengan perdarahan gastrointestinal atas, tidak ada modalitas diagnostik yang sesensitif atau

spesifik seperti endoskopi untuk membuat diagnosis akurat pada perdarahan gastrointestinal

bawah. Evaluasi diagnostik yang dipersulit lebih lanjut dengan hingga 40% pasien dengan

perdarahan gastrointestinal bawah memiliki lebih dari satu sumber perdarahan. Jika lebih dari

satu sumber perdarahan diidentifikasi, maka penting untuk mengonfirmasi lesi yang

menyebabkan perdarahan sebelum memulai terapi yang agresif. Pendekatan ini kadang

memerlukan suatu periode observasi dengan beberapa episode perdarahan sebelum diagnosis

pasti dapat ditegakkan. Hingga 25% pasien dengan perdarahan gastrointestinal bawah,

sumber perdarahan tidak dapat ditentukan secara akurat.

Algoritma untuk evaluasi perdarahan gastrointestinal bawah pada gambar.. setelah resusitasi

dimulai, langkah pertama dalam pemeriksaan penunjang yaitu menyingkirkan perdarahan

anorektal dengan pemeriksaan RT, anoskopi dan/atau sigmoidoskopi. Dengan perdarahan

yang signifikan, penting untuk mengeliminasi sumber perdarahan gastrointestinal atas.

Aspirasi dari selang nasogastrik yang mengandung empedu dan tidak ada darah

Page 25: Perdarahan GI

menyingkirkan perdarahan saluran atas pada sebagian besar pasien. Akan tetapi, operasi

darurat untuk perdarahan yang mengancam nyawa dipertimbangkan, EGD preoperatif atau

intraoperatif umumnya diperlukan. Hal ini terutama perlu jika colektomi subtotal untuk

perdarahan masif dipertimbangkan.

Evaluasi lanjutan tergantung pada beratnya perdarahan. Dengan perdarahan mayor dan/atau

perdarahan persisten, pemeriksaan penunjang harus dilanjutkan sesuai dengan stabilitas

hemodinamik pasien. Pada pasien yang tidak stabil yang terus mengalami perdarahan dan

memerlukan resusitasi agresif berkelanjutan, diperlukan kamar bedah untuk diagnosis

ekploratif dan intervensi bedah. Ketika perdarahan sedang, resusitasi dan stabilitas

hemodinamik memberikan waktu untuk evaluasi dan intervensi terapeutik yang lebih terarah.

Colonoskopi tindakan utama karena memungkinkan visualisasi kelainan dan intervensi

terapeutik pada perdarahan di colon, rectum dan ileum distal.

Colonoskopi

Colonoskopi paling cocok dilakukan pada perdarahan minimal hingga sedang, perdarahan

mayor mengganggu visualisasi secara signifikan. Ditambah dengan pada pasien tidak stabil,

sedasi dan manipulasi berhubungan dengan komplikasi tambahan dan dapat mengganggu

resusitasi. Walaupun darah bersifat katartik, persiapan dengan polietilen glikol secara oral

atau melalui selang nasogastrik dapat meningkatkan visualisasi. Penemuan-penemuan yang

dapat ditemukan seperti lokasi perdarahan aktif, bekuan darah yang melekat pada mukosa

atau lubang divertikular, atau darah terlokalisir pada segmen colon spesifik, walaupun

penemuan ini dapat menyesatkan karena peristaltis retrograd di dalam colon. Polip, kanker

dan penyebab inflamasi umumnya dapat dilihat. Sayangnya, angiodisplasia sulit untuk

divisualisasi, terutama pada pasien tidak stabil dengan konstriksi vaskularisasi mesenterium.

Divertikula dapat diidentifikasi pada sebagian besar pasien. Walaupun adanya batas-batas ini,

nilai diagnostik pada ahli yang berpengalaman cukup dapat diterima. Sebagai contoh, pada

beberapa penelitian melaporkan colonoskopi berhasil mengidentifikasi sumber perdarahan

hingga 95% pasien. Sebagian besar perdarahan sekunder dari angiodisplasia atau divertikuli.

Radionuclide Scanning

Radionuclide scanning dengan techentium 99m adalah metode yang paling sensitif tetapi

paling kurang akurat untuk menentukan lokasi perdarahan gastrointestinal. Dengan tekinik

ini, sel darah merah pasien dilabel dan direinjeksi. Darah yang telah dilabel dikeluarkan ke

dalam lumen traktus gastrointestinal, membentuk suatu fokus yang dapat dideteksi secara

Page 26: Perdarahan GI

scintigraphic. Awalnya, gambar-gambar yang diambil secara frekuen dan kemudian pada

interval 4 jam hingga 24 jam. Scan sel darah merah akan medeteksi perdarahan selambat 0.1

mL/menit dan dilaporkan sensitif lebih dari 90%. Sayangnya, resolusi spatial jelek dan darah

mungkin dapat bergerak retrograd ke dalam colon atau ke distal dalam usus halus.

Keakuratan lokalisasi yang dilaporkan berkisar dari 40-60% terutama tidak akurat dalam

membedakan perdarahan colon bagian kanan atau kiri. Scan sel darah merah jarang

digunakan sebagai pemeriksaan definitif sebelum bedah tetapi sebaliknya digunakan sebagai

pengarah untuk angiografi. Jika scan sel darah merah negatif atau hanya positif setelah

beberapa jam, angiografi kemungkinan besar tidak akan memberikan hasil. Pendekatan

seperti ini menghindari morbiditas yang signifikan dari angiografi.

Angiografi mesenterik

Angiografi selektif menggunakan arteri mesenterika superior atau inferior dapat mendeteksi

perdarahan 0.5 hingga 1.0 mL/menit tetapi secara umum digunakan untuk diagnosis

perdarahan yang sedang berlanjut. Pemeriksaan ini berguna terutama untuk mengidentifikasi

pola vaskuler pada angiodisplasia. Dan mungkin digunakan untuk melokalisasi perdarahan

diverticula yang aktif. Sebagai tambahan, prosedur ini memiliki kemampuan terapeutik.

Infusi vasopresin yang dipandu dengan kateter dapat memberikan kontrol sementara

perdarhana, memungkinkan stabilisasi hemodinamik, walaupun pada 50% pasien akan

mengalami perdarahan ulang ketika medikasi dihentikan. Vasopresin juga dapat diberikan

untuk embolisasi. Walaupun pada colon dengan sirkulasi kolateral yang terbatas membuat

terapi ini kurang disukai dibanding pada traktus gastrointestinal atas. Teknik-teknik ini telah

dianjurkan untuk digunakan pada pasien dengan aman. Biasanya, terapi seperti ini disimpan

untuk pasien dengan kondisi kronis yang tidak memungkinkan terapi bedah. Sayangnya,

angiografi berhubungan dengan resiko komplikasi yang signifikan, yaitu hematoma,

trombosis arteri, reaksi terhadap kontras dan gagal ginjal akut.

Terapi

Pendekatan terapeutik pada perdarahan gastrointestinal bawah bergantung pada identifikasi

lesi. Kriteria untuk pembedahan sama dengan pada perdarahan gastrointestinal atas.

Walaupun adanya kecenderungan kuat untuk menunda hingga lokasi perdarahan dapat

diketahui.

Penyebab spesifik perdarahan gastrointestinal bawah

Perdarahan colon

Page 27: Perdarahan GI

Penyakit divertikular di AS, divertikula merupakan penyebab tersering perdarahan

gastrointestinal bawah yang signifikan. Pada beberapa seri penelitian menunjukkan bahwa

divertikula merupakan penyebab dari 55% kasus. Di masa lalu, divertikula diduga lebih

jarang pada pasien di bawah 40 tahun tetapi sekarang diagnosis ini menjadi lebih umum pada

kelompok usia ini. Divertikulosis terjadi pada 2/3 populasi barat di usia 80 tahunan. Hanya 3-

15% individu dengan divertikulosis yang mengalami perdarahan. Perdarahan umumnya

terjadi pada leher divertikulum dan diduga merupakan sekunder perdarahan dari vasa recti

yang menembus submukosa. Pada pasien yang mengalami perdarahan, lebih dari 75%

berhenti spontan, walaupun 10% mengalami perdarahan ulang dalam setahun dan hampir

50% dalam 10 tahun. Walaupun penyakit divertikular lebih sering terjadi di sisi kiri,

divertikula pada sisi kanan menyebabkan 50% dari perdarahan.

Metode diagnosis dan terapi terbaik adalah colonoskopi, walaupun keberhasilan terapi

dibatasi oleh besarnya jumlah perdarahan. Jika divertikulum yang berdarah dapat

diidentifikasi, injeksi epinefrin diberikan untuk mengontrol perdarahan. Kauter elektrik juga

dapat digunakan dan metode lebih terkini, klip endoskopik dapat digunakan untuk

mengontrol perdarahan. Jika perdarahan berhenti dengan manuver ini atau berhenti spontan,

penatalaksanaan secara observatif ; akan tetapi, terapi ini memerlukan keputusan klinis yang

didasarkan dari jumlah perdarahan dan adanya komorboditas terutama penyakit jantung.

Jika manuver-manuver ini gagal atau jika perdarahan terjadi kembali, angiografi dengan

embolisasi dapat dipertimbangkan. Embolisasi super selektif pada pembuluh darah colon

yang berdarah memiliki angka keberhasilan >90%, walaupun resiko komplikasi iskemik tetap

menjadi perhatian. Kepastian lokasi perdarahan adalah hal penting. Hemicolectomi tanpa

panduan berkaitan dengan perdarahan ulang lebih dari 50% pasien, dan operasi didasarkan

pada lokalisasi scan sel darah merah sendiri dapat mengakibatkan perdarahan ulang hingga

1/3 pasien. Colektomi subtotal tidak menghilangkan resiko perdarahan ulang dan ketika

dibandingkan dengan reseksi segmental, diikuti dengan peningkatan signifikan pada

morbiditas, terutama diare pada pasien usia lanjut yang mana sisa rektum tidak akan berubah.

Mortalitas dari colektomi subtotal darurat atas indikasi perdarahan mencapai 30%.

Angiodysplasia pada beberapa penelitian, perdarahan sekunder dari lesi vaskuler ini

mengakibatkan 40% dari perdarahan gastrointestinal bawah. Akan tetapi, laporan terkini

mencatat insidensi yang jauh lebih rendah. Angiodysplasia usus atau disebut juga

arteriovenous malformations (AVM) berbeda dengan hamngioma dan kongenital AVM.

Kelainan ini diduga merupakan lesi degeneratif sekunder dari dilatasi progresif pembuluh

Page 28: Perdarahan GI

darah normal dalam submukosa usus. Angiodysplasia memiliki distribusi gender yang sama

dan hampir semuanya ditemukan pada pasien lebih tua dari 50 tahun. Lesi-lesi ini berkaitan

dengan stenosis aortik dan gagal ginjal, terutama pada pasien usia tua. Perdarahan sering

terjadi dari sisi kanan colon, dimana caecum merupakan lokasi tersering, walaupun kelainan

ini dapat erjadi pada seluruh colon dan usus halus. Sebagian besar pasien datang dengan

perdarahan kronis tetapi hingga 15% dari perdarahan dapat masif. Perdarahan berhenti

spontan pada sebagian besar kasus tetapi 50% akan terjadi perdarahan ulang dalam 5 tahun.

Lesi-lesi ini dapat didiagnosis dengan colonoskopi atau angiograf. Saat colonoskopi, lesi ini

tampak seperti lesi bintang kemerahan dikelilingi oleh mukosa dan dapat diterapi dengan

skleroterapi atau kauter elektrik. Angiografi menunjukkan usus dilatasi, vena lambat kosong

dan kadang pengisian vena dini. Jika lesi ini ditemukan secara tidak sengaja, tidak ada terapi

tambahan yang diindikasikan. Pasien perdarahan akut yang menjalani terapi vasopressin, gel

selektif untuk embolisasi, vasopressin, elektrokoagulasi endoskopik. Jika metode-metode ini

gagal atau perdarahan ulang dan lesi dapat ditentukan, reseksi segental, yang paling umum

yaitu colektomi dextra efektif.

Keganasan karsinoma colorectal adalah penyebab jarang dari perdarahan gastrointestinal

bawah tetapi merupakan kelainan yang harus disingkirkan karena lebih dari 150.000 orang

Amerika didiagnosis setiap tahunnya. Perdarahan biasanya tidak nyeri, intermittent dan

lambat dal sering berhubungan dengan anemia defisiensi besi. Polyp dapat berdarah tetapi

perdarahan biasanya terjadi setelah polypektomi. Polyp juvenil merupakan penyebab

tersering perdarahan pada pasien kurang dari 20 tahun. Kadang neoplasma colon lainnya,

salah satunya GISTs berkaitan dengan perdarahan masif. Alat diagnostik terbaik adalah

colonoskopi. Jika perdarahan karena polyp. Dapat diterapi secara endoskopik.

Penyakit Anorectal penyebab perdarahan saluran anorectal adalah hemorrhoid interna,

fissura ani, dan neoplasia colorectal. Walaupun hemorrhoid adalah kasus tersering pada

perdarahan yaitu 5-10% semua perdarahan gastrointestinal bawah akut. Secara umum,

perdarahan anorectal adalah perdarahan kecil yang ditandai dengan darah merah segar dari

rectum, yang mana dapat dilihat di toilet. Perdarahan hemorrhoid sebagian besar berasal dari

hemorrhoid interna, tidak nyeri dan sering disertai dengan jaringan yang prolaps serta dapat

berkurang secara spontan atau harus dimasukkan kembali secara manual. Fissura ani disisi

lain menyebabkan perdarahan yang sakit setelah adanya pergerakan usus. Perdarahan kadang

merupakan gejala utama pada pasien ini.

Page 29: Perdarahan GI

Karena penyakit anorectal relatif sering ditemukan, pemeriksaan yang seksama dibutuhkan

untuk menyingkirkan penyebab perdarahan lainnya terutama keganasan. Fissura ani dapat

diterapi secara farmakologis dengan obat pembentuk massa feses (psyllium/metamucil),

meningkatkan intake air, pelembut feses dan salep nitroglycerin topikal atau diltiazem untuk

mengurangi spasme otot sphincter dan mempercepat penyembuhan. Hemorrhoid interna

harus diterapi dengan obat pembentuk massa feses, makan makanan berserat dan minum

yang cukup. Tindakan intervensi seperti ligasi dengan karet gelang, injeksi obat sklerotik dan

koagulasi inframerah dapat digunakan. Jika tindakan-tindakan ini gagal, hemorrhoidektomi

bedah mungkin dapat diperlukan. Sebagian besar perdarahan anorectal berhenti spontan dan

merespon pada diet dan terapi lokal.

Colitis inflamasi pada colon yang disebabkan sejumlah proses termasuk IBD, colitis

infeksiosa, proktitis radiasi setelah terapi keganasan pelvis dan iskemia.

Colitis ulseratif (CU) lebih sering menyebabkan perdarahan dibanding dengan Crohn’s

disease. CU adalah penyakit mukosa yang timbul pada area distal di dalam rectum kemudian

progresif ke proksimal hingga dapat mencapai seluruh colon. Pasien dapat datang dengan

keluhan 20 kali BAB berdarah dalam sehari. Keluhan disertai dengan nyeri abdomen seperti

kram, tenesmus, dan kadang nyeri abdomen. Diagnosis didapatkan dengan anamnesis yang

teliti dan endoskopi fleksibel dengan biopsi. Terapi farmakologis dengan steroid, asam

aminosalisilat, obat immunomodulasi dan terapi suportif merupakan terapi utama CU. Terapi

bedah jarang diindikasikan pada kasus akut kecuali pasien mengalami toxic megacolon atau

perdarahan refrakter terhadap penatalaksanaan medikamentosa.

Bertolak belakang dengan Crohn’s disease yang biasanya berkaitan dengan diare dengan

guaiac positif dan BAB berlendir, tetapi tanpa disertai darah merah segar. Crohn’s disease

dapat terjadi pada seluruh traktus gastrointestinal ditandai dengan skip lesions, penebalan

dinding abdomen transmural dan pembentukan granuloma. Terapi medkamentosa terdiri dari

steroid, antibiotik, immunomodulator dan ASA. Karena Crohn’s disease bersifat rekuren dan

remiten, terapi bedah digunakan sebagai plihan terapi. Perdarahan colon masif dapat

mempersulit CU pada 15% pasien, sedangkan hal ini hanya terjadi pada 1% pasien Crohn’s

disease.

Colitis infeksiosa dapat menyebabkan diare berdarah. Diagnosis ditegakkan dari riwayat dan

kultur feses. C.difficile dan CMV memerlukan perhatian khusus. C.difficile biasanya datang

dengan diare hebat berbau amis pada pasien rawat inap dengan penggunaan antibiotik

Page 30: Perdarahan GI

sebelumnya. BAB berdarah jarang tetapi dapat terjadi, terutama pada kasus berat yang

berkaitan dengan kerusakan mukosa. Di Amerika utara, terjadi peningkatan frekuensi dan

keparahan colitis akibat C.difficile dalam 15 tahun terakhir. Terapi terdiri dari menghentikan

antibiotik, terapi suportif dan pemberian obat metronidazole oral atau IV atau vancomycin

oral. CMV harus dicurigai pada pasien dengan immunodefisiensi yang datang dengan

keluhan diare berdarah. Endoskopi dengan biopsi dapat mengkonfirmasi diagnosis. Terapinya

ganciclovir IV.

Proctitis radiasi menjadi semakin sering dalam 30-40 tahun terakhir karena penggunaan

radiasi untuk mengobati kanker rectal, kanker prostat dan keganasan ginekologis meningkat.

Pasien datang dengan darah merah segar dari rectum, diare, tenesms dan nyeri kram pelvis.

Endoskopi dapat memperlihatkan karakteristik telangiektasia berdarah. Terapi terdiri dari

antidiare, hidrokortison enema dan endoskopik APC. Pada kasus perdarahan persisten, ablasi

dengan formalin 4%.

Iskemia mesenterium iskemia mesenterium dapat terjadi sekunder dari insufisiensi arteri,

vena akut atau kronis. Faktor predisposisi termasuk penyakit cardiovascular (fibrilasi atrium,

gagal jantung kongestif, infark myocard akut), baru menjalani bedah vaskuler abdomen,

kondisi hiperkoagulasi, medikasi (vasopressor, digoxin), dan vasculitis. Iskemia colon akut

adalah bentuk paling sering dari iskemia mesenterium. Sering terjadi pada fleksura splenicus

dan colon rectosigmoid, tetapi dapat terjadi pada sisi kanan pada 40% pasien. Pasien datang

dengan keluhan nyeri abdomen dan diare berdarah. CT scan sering menunjukkan penebalan

dinding usus. Diagnosis secara umum dikonfirmasi dengan endoskopi, yaitu tampak edema,

perdarahan dan demarkasi antara mukosa normal dan abnorml. Terapi berpusat pada terapi

suportif seperti istirahat usus, antibiotik IV, suport cardiovascular dan koreksi dari aliran

yang rendah. Pada 85% kasus, iskemia sembuh spontan tetapi pada beberapa pasien terjadi

striktur colon. Pada 15% kasus, bedah diindikasikan karena iskemia progresif dan gangren.

Leukositosis, demam, takikardia, kebutuhan akan cairan, asidosis dan peritonitis

mengindikasikan iskemia tidak hilang dan perlu dilakukan intervensi bedah. Saat

pembedahan, reseksi usus yang iskemik dan pembentukan stoma distal diindikasikan.

Penyebab samar dari perdarahan gastrointestinal akut

Perdarahan samar gastrointestinal didefinisikan sebagai perdarahan yang persisten atau

terulang setelah evaluasi awal dengan EGD dan colonoskopi negatif. Perdarahan samar dapat

dibagi lebih jauh menjadi samar-tidak terlihat atau sama-perdarahan terlihat. Perdarahan

Page 31: Perdarahan GI

samar-tidak terlihat ditandai dengan anemia defisiensi besi atau feses dengan guaiac positif

tanpa adanya perdarahan yang terlihat. Jika endoskopi atas dan bawah gagal untuk

mengidentifikasi sumber perdarahan ini dan pasien tidak memiliki gejala sistemik, maka

biasanya diterapi dengan terapi zat besi dan lebih dari 80% gejala mereda dalam waktu

kurang dari 2 tahun. Perdarahan samar-terlihat ditandai dengan perdarahan yang nyata

persisten atau rekuren.

Perdarahan samar dapat membuat pasien dan dokter frustasi terutama pada perdarahan samar-

tidak terlihat, yang mana tidak dapat dilokalisasi walaupun dengan metode diagnostik yang

agresif. Suatu penelitian dari pusat rujukan tersier melaporkan pasien tipikal dengan

perdarahan samar-tidak terlihat mengalami episode intermitten perdarahan selama 26 bulan,

telah menjalani hingga 20 tes diagnostik, dan menerima rata-rata 20U darah sebelum

diagnosis disimpulkan. Untungnya, perdarahan samar-tidak terlihat hanya terjadi pada 1%

semua kasus perdarahan gastrointestinal. Diagnosis banding perdarahan samar-tidak terlihat

panjang dan bervariasi dan termasuk lesi uss halus yang sebelumnya tidak dibahas. Pada

suatu penelitian 200 pasien dengan perdarahan samar, 60% kasus disebabkan dari usus halus.

Pada pasien ini, ulkus dan erosi usus halus sekunder dari Crohn’s disease, diverticulum

Meckel atau OAINS merupakan penyebab tersering.

Diagnosis

Endoskopi ulang

Penyebab dari perdarahan samar-terlihat sering disebabkan suatu lesi yang terlewat pada

evaluasi awal. Endoskopi atas dan bawah ulang merupakan modalitas penting untuk

mengidentifikasi lesi yang terlewat karena pada 35% pasien dapat diidentifikasi dengan

endoskopi kedua. Sebagian besar perdarahan gastrointestinal samar disebabkan oleh

gastrointestinal bagian bawah. Ketika endoskopi ulang gagal mengidentifikasi sumber

perdarahan, pemeriksaan usus halus harus dilakukan. Pemeriksaan harus dilakukan berurutan

tergantung dengan derajat perdarahan dan status hemodinamik pasien.

Conventional imaging

Langkah selanjutnya yang digunakan mungkin tagged RBC scan, walaupun kegunaan dalam

kondisi ini belum banyak diteliti dan seperti dibicarakan sebelumnya hasilnya belum tentu

benar. Angiografi mungkin berguna tetapi biasanya memerlukan perdarahan berlangsung

signifikan. Tes provokasi termasuk pemberian obat antikoagulan, fibrinolitik atau vasodilator

untuk meningkatkan perdarahan selama angiografi, telah beberapa kali diteliti dan

Page 32: Perdarahan GI

menunjukkan hasil yang baik tetapi kekhawatiran terjadinya perdarahan yang tidak dapat

dikontrol mengurangi penggunaan metode ini. Enteroclysis usus halus, yang mana

menggunakan selang untuk memasukkan barium, metilselulosa dan udara langsung pada usus

halus, memberikan gambaran yang lebih jelas dibandingkan follow through biasa. Karena

hasil pemeriksaan dilaporkan sangat rendah dan tes sangat tidak nyaman, sekarang jarang

digunakan. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi lesi besar seperti tumor usus halus,

kondisi inflamasi seperti Crohn’s disease dan ulserasi usus halus dari OAINS dan

suplementasi kalium. Limitasi radiografi usus halus yaitu tidak dapat memvisualisasi

angiodysplasia yang menjadi penyebab utama perdarahan samar usus halus.

Pada pasien yang lebih muda, yaitu lebih muda dari 30 tahun, evaluasi awal yang harus

dilakukan yaitu pemeriksaan diverticulum Meckel. Diverticulum Meckel dengan mukosa

yang melepaskan asam ektopik dapat mengakibatkan ulserasi usus halus dan terjadi

perdarahan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan pemberian Tc-pertechnetate yang kan diserap

mukosa gaster ektopik di dalam diverticulum dan dapat dilokalisir dengan scinthigrafi

Endoskopi

Endoskopi usus halus pasien yang stabil secara hemodinamik harus menjalani enteroskopi

usus halus. Biasanya dilakukan dengan colonoscope pediatrik. Yang disebut push endoscopy.

Alat ini dapat mencapai 50-70 cm melewati ligamentum Treitz dan memungkinkan

penatalaksanaan endoskopik beberapa jenis lesi. Secara umum, teknik ini berhasil pada 40%

pasien. Sonde pull endoscopy menggunakan enteroscope yang lewat secara pasif hingga ke

bagian paling distal dari usus halus. Balon diujung enteroscope memungkinkan peristaltik

usus halus normal membawa scope hingga ke ileum, mukosa dilihat saat scope ditarik.

Teknik ini merepotkan dan tidak dapat dilakukan intervensi dan sekarang sudah tidak

dilakukan karena adanya endoskopi kapsul.

Double balloon endoscopy adalah teknik lain yang semakin populer. Walaupun sulit

dilakukan, pemeriksaan ini mampu memberikan pemeriksaan lengkap dari usus halus. Di

tangan yang ahli, alat ini dapat mengidentifikasi sumber perdarahan pada 77% kasus dengan

perdarahan samar. Dengan angka keberhasilan hingga 85% jika endoskopi dilakukan dalam 1

bulan setelah episode perdarahan yang terlihat. Keuntungan teknik ini, biopsi dan intervensi

terapeutik dapat dilakukan.

Video Capsule Endoscopy endoskopi kapsul menggunakan kapsul kecil dengan kamera

video yang ditelan dan merekam gambaran video sambil melewati traktus gastrointestinal.

Page 33: Perdarahan GI

Modalitas ini memungkinkan visualisasi seluruh traktus gastrointestinal tetapi tidak dapat

melakukan intervensi. Selain itu, teknik ini memakan waktu lama karena seseorang harus teru

melihat video untuk mengidentifikasi sumber perdarahan. Walaupun demikian, endoskopi

kapsul alat yang dapat digunakan pada pasien yang stabil secara hemodinamik tetapi tetap

mengalami perdarahan. Teknik ini dilaporkan memiliki angka keberhasilan hingga 90%

dalam mengidentifikasi kelainan usus halus. Biasanya dapat ditoleransi dengan baik oleh

pasien, walaupun dikontraindikasikan pada pasien obstruksi atau gangguan motilitas usus.

Endoskopi intraoperatif enteroskopi intraoperatif dilakukan pada pasien yang memiliki

perdarahan samar dengan ketergantungan dengan transfusi dimana telah dilakukan berbagai

pemeriksaan yang gagal mengidentifikasi sumber perdarahan. Biasanya menggunakan

colonoscope pediatrik melalui mulut atau melalui enterotomi ke dalam usus halus oleh ahli

bedah. Area-area yang mencurigakan kemudian ditandai sebagai kemungkinan untuk reseksi

atau diterapi secara endoskopik bila memungkinkan. Karena laparatomi telah dilakukan,

biasanya dipilih untuk melakukan reseksi bagian yang dicurigai.

Terapi

Perdarahan gastrointestinal samar memerlukan pendekatan yang teliti untuk diagnosis dan

pentalaksanaan. Penyebab spesifik dan tatalaksananya akan dijelaskan lebih lanjut. Hingga

25% kasus perdarahan samar gastrointestinal bawah diagnosis tetap tidak ditemukan dan 33-

50% pasien mengalami perdarahan ulang dalam 3-5 tahun. Penatalaksanaan umumnya

bergantung pada identifikasi lesi. Penggantian zat besi dikombinasi dengan transfusi

intermiten kadang diperlukan.

Penyebab spesifik perdarahan usus halus

Angiodysplasia

Angiodysplasia merupakan penyebab paling sering dari perdarahan usus halus, hingga 40%

kasus pada pasien usia lanjut dan 10% pasien yang lebih muda. Sebagian besar vaskular

ektasis usus halus terjadi di jejunum, kemudian ileum dan terakhir duodenum. Alat diagnostik

yang biasa digunakan umumnya gagal mengidentifikasi lesi-lesi ini. Angiografi jarang

memberikan hasil positif. Sehingga, sebagian besar lesi vaskular usus halus memerlukan

enteroskopi atau endoskopi kapsul untuk identifikasi. Pada kasus dengan perdarahan berat

memerlukan intervensi operatif darurat, endoskopi intraoperatif dapat digunakan. Reseksi

segmental usus halus dipandu endoskopi merupakan terapi pilihan. Kadang, lesi-lesi ini difus,

seperti pada kasus telangiektasis hemorrhagik herediter (Osler-Weber-Rendu syndrome),

Page 34: Perdarahan GI

gagal ginjal akut atau von Willebrand disease. Pada situasi ini, pengalaman terbatas dengan

pemberian estrogen dan progesteron kemungkinan dapat membantu.

Neoplasia

Tumor usus halus sangat jarang terjadi, tetapi dapat menjadi sumber perdarahan

gastrointestinal. Perdarahan biasanya terjadi akibat erosi mukosa diatas tumor. GISTs

memiliki kecenderungan terbesar untuk terjadi perdarahan. Tumor-tumor usus halus biasanya

didiagnosis dengan CT scan memakai kontras. Terapi berupa reseksi bedah.

Crohn’s disease

Pasien dengan Crohn’s disease mungkin ditandai dengan perdarahan usus halus yang

berhubungan dengan ileitis terminal. Perdarahan umumnya tidak signifikan atau bukan

merupakan satu-satunya gejala yang ada. Diagnosis dengan CT scan memakai kontras dan

terapi awalnya secara medikamentosa

Divertikulum Meckel

Divertikulum Meckel adalah divertukulum sejati yang mengandung seluruh lapisan dinding

usus halus. Kelainan ini merupakan sisa kongenital dari duktus omphalomesenterikus, yang

terjadi pada 2% populasi. Jaringan heterotopik biasanya didapatkan pada dasar divertikulum.

Perdarahan dari divertikulum Meckel biasanya berasal dari lesi ulseratif pada dinding ileum

disisi berlawanan dari diverticulum, yang terjadi akibat mukosa gaster ektopik. Jika imaging

dengan kontras negatif dan perdarahan relatif banyak, angiografi dapat digunakan untuk

diagnosis. Penatalaksanaan bedah biasanya memerlukan reseksi segmental untuk mengambil

juga mukosa ileum di sisi berlawanan.

Divertikula

Tidak seperti divertikulum Meckel, divertikula usus halus merupakan divertikula palsu yang

tidak melibatkan seluruh lapisan usus. Perdarahan dari divertikula usus halus sulit untuk

didiagnosis. Endoskopi kapsul atau pemeriksaan dengan kontras dapat mengkonfirmasi

diagnosis divertikula dan pada situasi tidak ada sumber perdarahan lain, maka dapat diasumsi

divertikula merupakan sumber perdarahan. Pada kasus perdarahan banyak, angiografi atau

endoskopi intraoperatif dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber perdarahan.