Perdarahan Otak

Embed Size (px)

Citation preview

Perdarahan Otak (Brain Hemorrhage)

Perdarahan otak (brain hemorrhage) adalah tipe stroke. Ia disebabkan oleh arteri dalam otak yang pecah dan menyebabkan perdarahan lokal pada jaringan-jaringan sekelilingnya. Perdarahan ini membunuh sel-sel oatk. Sumber Yunani untuk darah adalah hemo. Hemorrhage secara harafiah berarti "meledaknya darah terus menerus". Brain hemorrhages juga disebut cerebral hemorrhages, intracranial hemorrhages, atau intracerebral hemorrhages. Mereka bertanggung jawab untuk kira-kira 13% dari stroke-stroke. Direktur pemenang Oscar dari The English Patient Anthony Minghella, President Franklin D. Roosevelt, dan aktor Richard Burton semuanya meninggal karena perdarahan otak (brain hemorrhages).

Apa Yang Terjadi Selama Perdarahan Otak (Brain Hemorrhage) ?Ketika darah dari trauma mengiritasi jaringan-jaringan otak, ia menyebabkan pembengkakan. Ini dikenal sebagai cerebral edema. Darah yang bersatu terkumpul kedalam massa yang disebut hematoma. Kondisi-kondisi ini meningkatkan tekanan pada jaringan otak yang berdekatan, dan itu mengurangi aliran darah yang vital dan membunuh sel-sel otak. Perdarahan dapat terjadi didalam otak, antara otak dan selaput-selaput yang menutupinya, antara lapisan-lapisan dari penutup otak atau antara tengkorak dan penutup dari otak.

Peny/ebab Perdarahan Otak (Brain Hemorrhage)Ada beberapa faktor-faktor risiko dan penyebab-penyebab dari perdarahan otak (brain hemorrhages). Yang paling umum termasuk:

Trauma kepala. Luka adalah penyebab yang paling umum dari perdarahan dalam otak pada mereka yang berumur dibawh 50 tahun. Tekanan darah tinggi. Kondisi kronis ini dapat, melalui periode waktu yang panjang, melemahkan dinding-dinding pembuluh darah. Tekanan darah tinggi yang tidak dirawat adalah penyebab utama yang dapat dicegah dari perdarahan otak (brain hemorrhages).

Aneurysm. Ini adalah pelemahan pada dinding pembuluh darah yang membengkak. Ia dapat pecah dan berdarah kedalam otak, menjurus pada stroke. Kelainan-kelainan pembuluh darah. Kelemahan-kelemahan pada pembuluh-pembulh darah di dan sekitar otak mungkin hadir pada waktu kelahiran dan terdiagnosa hanya jika gejala-gejala berkembang.

Amyloid angiopathy. Ini adalah ketidaknormalan dari dinding-dinding pembuluh darah yang adakalanya terjadi dengan penuaan. Ia mungkin menyebabkan banyak perdarahanperdarahan yang kecil dan tidak terasa sebelum menyebabkan yang besar.

Penyakit-penyakit darah atau perdarahan. Hemophilia dan anemia sel sabit dapat keduanya berkontribusi pada tingkat-tingkat yang berkurang dari platelet-platelet darah. Penyakit hati. Kondisi ini berhubungan dengan perdarahan umum yang meningkat. Tumor-tumor otak.

Gejala-Gejala Dari Perdarahan Otak (Brain Hemorrhage)Gejala-gejala dari perdarahan otak (brain hemorrhage) dapat berbeda-beda. Mereka tergantung pada lokasi perdarahan, keparahan perdarahan, dan jumlah jaringan yang terpengaruh. Gejalagejala mungkin berkembang secara tiba-tiba atau melalui waktu. Mereka mungkin memburuk secara progresif atau nampak secara tiba-tiba. Jika anda menunjukan apa saja dari gejala-gejala yang berikut, anda mungkin mempunyai perdarahan otak (brain hemorrhage). Ini adalah kondisi yang mengancam nyawa, dan anda harus memanggil 911 atau pergi ke ruang darurat segera. Gejala-gejala termasuk: sakit kepala parah yang tiba-tiba serangan-serangan (seizures) dengan tidak ada sejarah serangan-serangan sebelumnya kelemahan pada lengan atau tungkai mual atau muntah kesiap siagaan yang berkurang; kelesuan perubahan-perubahan pada penglihatann kesemutan atau mati rasa kesulitan berbicara atau mengerti pembicaraan kesulitan menelan kesulitan menulis atau membaca kehilangan ketrampilan-ketrampilan motor yang halus, seperti gemetaran-gemetaran tangan kehilangan koordinasi kehilangan keseimbangan rasa selera yang abnormal kehilangan kesadaran

Ingat bahwa banyak dari gejala-gejala ini seringkali disebabkan oleh kondisi-kondisi yang lain daripada perdarahan otak (brain hemorrhages).

Merawat Perdarahan Otak (Brain Hemorrhage)Sekali anda mengunjungi dokter, ia dapat menentukan bagian mana dari otak yang terpengaruh berdasarkan pada gejala-gejala anda. Dokter-dokter mungkin menjalankan kebaragaman dari tes-tes pencitraan (imaging), seperti CT scan, yang dapat mengungkap perdarahan internal atau akumulasi darah, atau MRI. Pemeriksaan neurological atau pemeriksaan mata, yang dapat menunjukan pembengkakan dari syaraf optik, mungkin juga dilakukan. Tes-tes darah dan lumbar puncture (spinal tap) mungkin juga diperlukan.

Perawatan untuk perdarahan dalam otak tergantung pada lokasi, penyebab, dan luas dari perdarahan (hemorrhage). Operasi mungkin diperlukan untuk meredakan pembengkakan dan mencegah perdarahan. Obat-obat tertentu mungkin juga diresepkan. Ini termasuk painkillers (penghilang nyeri), corticosteroids ataudiuretics untuk mengurangi pembengkakan, dan anticonvulsants untuk mengontrol seizures (serangan-serangan). Produkproduk darah atau cairan-cairan intravena mungkin dimasukan jika diperlukan.

Dapatkah Orang-Orang Sembuh Dari Perdarahan Otak Dan Ada Kenmungkinan Komplikasi-Komoplikasi ?Berapa baik seorang pasien merespon pada perdarahan otak (brain hemorrhage) tergantung pada ukuran dari perdarahan dan jumlah pembengkakan. Beberapa pasien-pasien sembuh sepenuhnya. Kemungkinan komplikasi-komplikasi termasuk stroke, kehilangan fungsi otak, atau efek-efek sampingan dari obat-obat atau perawatanperawatan. Kematian adalah mungkin, dan mungkin terjadi dengan cepat meskipun dengan perawatan medik yang segera.

Dapatkah Perdarahan Otak (Brain Hemorrhage) Dicegah ?Karena mayoritas dari perdarahan otak (brain hemorrhages) berhubungan dengan faktor-faktor risiko yang spesifik, anda dapat mengecilkan risiko anda dalam cara-cara yang berikut:

Rawat hipertensi. Studi-studi menunjukan bahwa 80% dari pasien-pasien cerebral hemorrhage mempunyai sejarah tekanan darah tinggi. Hal tunggal yang paling penting yang anda dapat lakukan adalah dengan mengontrol melalui diet, latihan (olahraga), dan pengobatan.

Jangan merokok. Jangan menggunakan obat-obat terlarang. Cocaine dapat meningkatkan risiko perdarahan dalam otak. Mengemudi secara hati-hati, dan pakai sabuk pengaman anda. Jika anda mengendarai motor, selalu memakai helm. Selidiki operasi yang memperbaiki. Jika anda menderita kelainan-kelainan, seperti aneurysms, operasi mungkin membantu mencegah perdarahan masa depan. Hati-hati dengan Coumadin. Jika anda memakai warfarin, follow up secara teratur dengan dokter anda untuk memastikan tingkat-tingkat darah anda berada pada batasan yang benar.

http://www.totalkesehatananda.com/brainhemorrhage3.html TRAUMA KEPALA BY AMBO DALLE HEAD INJURY Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak / otak atau kulit seperti kontusio / memar otak, edema otak,

perdarahan atau laserasi, dengan derajat yang bervariasi tergantung pada luas daerah trauma. Tipe trauma kepala Trauma kepala terbuka Trauma kepala tertutup (Komusio serebri/Gegar otak, Kontusio serebri /Memar otak, Perdarahan sub dural, Perdarahan Intraserebral ) Trauma kepala terbuka Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi duramater. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen jugularis dan tuba eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign (warna biru dibelakang telinga diatas os mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak. Fraktur basis tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto rontgen, karena terjadi sangat dasar. Tanda-tanda klinik yang dapat membantu mendiagnosa adalah : Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid ) Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga ) Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung ) Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung ) Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga) Komplikasi Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan perdarahan / serosanguinis. Trauma kepala tertutup Komusio serebri ( Gegar otak ) Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan (kurang dari 10 menit ). Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan mata dan linglung Kontusio serebri (Memar otak ) Merupakan perdarahan kecil / ptechie pada jaringan otak akibat pecahnya pembuluh darah kapiler. Hal ini bersama-sama dengan rusaknya jaringan saraf atau otak yang akan menimbulkan edema jaringan otak di daerah sekitarnya Berdasarkan atas lokasi benturan, lesi dibedakan atas koup kontusio dimana lesi terjadi pada sisi benturan, dan tempat benturan. Pada kepala yang relatif diam

biasanya terjadi lesi koup, sedang bila kepala dalam keadaan bebas bergerak akan terjadi kontra koup. Gejala perdarahan epidural yang klasik atau temporal berupa kesadaran yang makin menurun, disertai oleh anisokoria pada mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese kontralateral. SEdangkan perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran (biasanya somnolen) yang tidak membaik setelah beberapa hari. Perdarahan sub dural Merupakan perdarahan antara duramater dan arakhnoid, yang biasanya meliputi perdarahan vena. Perdarahan subdural dibedakan atas akut, subakut, dan kronis Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera otak besar dan cedera batang otak. Tanda-tanda akan gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan kantuk, dan kebingungan, respon yang lambat, dan gelisah. Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil. Perdarahan subdural subakut, biasanya berkembang 7 sampai 10 hari setelah cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat. Tekanan serebral yang terus-menerus menyuebabkan penurunan tingkat kesadaran yang dalam Perdarahan subdural kronik, terjadi karena luka ringan. Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural. Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membran vaskuler dan pelan-pelan meluas. Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa mingggu atau bulan. Keadaan ini pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik. Perdarahan Intraserebral Merupakan penumpukan darah pada jaringan otak. Perdarahan mungkin menyertai contra coup phenomenon. Kebanvalan dihubungkan dengan kontusio dan terjadi dalam area frontal dan temporal. Akibat adanya substansi darah dalam jaringan otak akan menimbulkan edema otak. Gejala neurologik tergantung dari ukuran dan lokasi perdarahan. Patofisiologi Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan menimbulkan koma.

Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral. Faktor kardiovaskuler Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru. Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung dan meningkatkan tekanan atrium kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru. Faktor Respiratori Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau hipertensi paru menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida mempengaruhi aliran darah. Bila PO2 rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2, akan terjadi alkalosis yang menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF (cerebral blood fluid). Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya tekanan intra kranial (TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak atau medulla oblongata. Faktor metabolisme Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma tubuh lainnya yaitu kecenderungan retensi natrium dan air dan hilangnya sejumlah nitrogen Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron. Faktor gastrointestinal Trauma kepala juga mempengaruhi sistem gastrointestinal. Setelah trauma kepala (3 hari) terdapat respon tubuh dengan merangsang aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang lambung menjadi hiperasiditas. Faktor psikologis Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, trauma kepala pada pasien adalah suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang timbul pascatrauma akan mempengaruhi psikis pasien. Demikian pula pada trauma

berat yang menyebabkan penurunan kesadaran dan penurunan fungsi neurologis akan mempengaruhi psikososial pasien dan keluarga. Pemeriksaan diagnostik X-Ray tengkorak CT-Scan Angiografi Penatalaksanaan medis pada trauma kepala Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi. Pemberian analgetika. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40% atau gliserol 10%. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5%, aminofusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak. Pembedahan. Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dekstrosa 5% 8 jam pertama, ringer dekstrose 8 jam kedua dan dekstrosa 5% 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500-3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai urea N.

PATOFISIOLOGI TRAUMA KEPALA DAN DAMPAK PADA SISTEM TUBUH LAINNYAPosted on 02:46 komentar (2) Label: Materi Kuliah Keperawatan

PATOFISIOLOGI Jika terjadi trauma kepala dengan kekuatan/gaya akeselereasi, deselerasi dan rotatorik akan menimbulkan lesi atau perdarahan di berbagai tempat sehingga timbul gejala deficit neurologist berupa babinski yang positif dan GCS kurang dari 15 (Sindrom Otak Organik). Dari trauma kepala tersebut juga bisa terjadi pergerakan, penekanan dan pengembangan gaya kompresi yang destruktif sehingga otak akan membentang batang otak dengan sangat kuat dan

terjadi blokade reversible terhadap lintasan assendens retikularis difus serta berakibat otak tidak mendapatkan input afferent yang akhirnya kesadaran hilang selama blockade tersebut berlangsung. Dari trauma kepala tersebut juga bisa berdampak pada sistem tubuh yang lainnya. DAMPAK PADA SISTEM TUBUH LAINNYA 1. Sistem Kardiovaskuler Trauma kepala bisa menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T, P dan disritmia, vibrilisi atrium serta ventrikel takhikardia. Akiba t adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler pembuluh darah arteriol berkontraksi. Aktivitas myokard berubah termasuk peningkatan frekuensi jantung dan menurunnya stroke work dimana pembacaan pembacaan CVP abnormal. Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung dan meningkatkan atrium kiri, sehingga tubuh akan berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru. 2. Sistem Respirasi Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau hipertensi paru menyebabkan hiperapneu dan bronkho kontriksi. Terjadinya pernafasan chynestoke dihubungkan dengan adanya sensitivitas yang menigkat pada mekanisme terhadap karbondioksida dan episode pasca hiperventilasi apneu. Konsenterasi oksigen dan karbondioksida dalam darah arteri mempengaruhi aliran darah. Bila tekanan oksigen rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi, jika terjadi penurunan tekanan karbondioksida akan menimbulkan alkalosis sehingga terjadi vasokontriksi dan penurunan CBF (Cerebral Blood Fluid). Bila tekanan karbondioksida bertambah akibat gangguan sistem pernafasan akan menyebabkan asidosis dan vasodilatasi. Hal tersebut menyebabkan penambahan CBF yang kemudian terjadi peningkatan tingginya TIK. Edema otak akibat trauma adalah bentuk vasogenik. Pada kontusio otak terjadi robekan pada pembuluh kapiler atau cairan traumatic yang mengandung protein yang berisi albumin. Albumin pada cairan interstisial otak normal tidak didapatkan. Edema otak terjadi karena penekanan pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Edema otak ini dapat menyebabkan kematian otak (iskemia) dan tingginya TIK yang dapat menyebabkan terjadinya herniasi dan penekanan batang otak atau medula oblongata. Akibat penekanan pada medulla oblongata menyebabkan pernafasan ataksia dimana ditandai dengan irama nafas tidak teratur atau pola nafas tidak efektif. 3. Sistem Genito-Urinaria Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme yaitu kecenderungan retensi natrium dan air

serta hilangnya sejumlah nitrogen. Haluaran Urin sedikit dan Meningkatnya konsentrasi elektrolit. Retensi Cairan Pelepasan ADH Trauma Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron. Ginjal mengambil peran dalam proses hemodinamik ginjal untuk mengatasi retensi cairan dan natrium. Setelah tiga sampai 4 hari retensi cairan dan natrium mulai berkurang dan pasca trauma dapat timbul hiponatremia. Untuk itu, selama 3-4 hari tidak perlu dilakukan pemberian hidrasi. Hal tersebut dapat dilihat dari haluaran urin. Pemeberian cairan harus hati hati untuk mencegah TTIK. Demikian pula sangatlah penting melakukan pemeriksaan serum elektrolit. Hal ini untuk mengantisipasi agar tiadk terjadi kelainan pada kardiovaskuler. Peningkatan hilangnya nitrogen adalah signifikan dengan respon metabolic terhadap trauma, karena dengan adanya trauma tubuh memerlukan energi untuk menangani perubahan perubahan seluruh sistem tubuh. Namun masukan makanan kurang, maka akan terjadi pengahncuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama. Hal ini menambah terjadinya asidosis metabolik karena adanya metabolisme anaerob glukosa. Dalam hal ini diperlukan masukan makanan yang disesuaikan dengan perubahan metabolisme yang terjadi pada trauma. Pemasukan makanan pada trauma kepala harus mempertimbangkan tingkat kesadaran pasien atau kemampuan melakukan reflek menelan. 4. Sistem Pencernaan 3 hari) terdapat respon tubuh yang merangsang aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang lambung untuk terjadi hiperasiditas. Hipotalamus merangsang anterior hipofise untuk mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini adalah kompensasi tubuh untuk menangani edema serebral, namun pengaruhnya terhadap lambung adalah terjadinya peningkatan ekskresi asam lambung yang menyebabkan hiperasiditas. Selain itu juga hiperasiditas terjadi karena adanya peningkatan pengeluaran katekolamin dalam menangani stress yang mempengaruhi produksi asam lambung. Jika hiperasiditas ini tidak segera ditangani, akan menyebabkan perdarah lambung. Setelah trauma kepala ( 5. Sistem Muskuloskeletal Akibat utama dari cederaotak berat dapat mempengaruhi gerakan tubuh. Hemisfer atau hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada area motorik otak. Selain itu, pasien dapat mempunyai control vaolunter terhadap gerakan dalam menghadapi kesulitan perawatan diri dan kehidupan sehari hari yang berhubungan dengan postur, spastisitas atau kontraktur. Gerakan volunter terjadi sebagai akibat dari hubungan sinapsis dari 2 kelompok neuron yang besar. Sel saraf pada kelompok pertama muncul pada bagian posterior lobus frontalis yang disebut girus presentral atau strip motorik . Di sini kedua bagian saraf itu bersinaps dengannkelompok neuron neuron motorik bawah yang berjalan dari batang otak atau medulla spinalis atau otot otot tertentu. Masing masing dari kelompok neuron ini mentransmisikan informasi tertentu pada gerakan. Sehingga ,pasien akan menunjukan gejala khusus jika ada

salah satu dari jaras neuron ini cidera. Pada disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat batang otak, terdapat kehilangan penghambatan serebral dari gerakan involunter. Terdapat gangguan tonus otot dan penamilan postur abnormal, yang pada saatny dapat membuat komplikasi seperti peningkatan saptisitas dan kontraktur. (dikumpulkan dari berbagai sumber, sebagai tugas kuliah..silahkan anda cari sumber referensi lain)

Apa itu Trauma Kepala?

inShare

Ada dua jenis utama lesi trauma serebral: lesi primer, yang dihasilkan dari dampak traumatis langsung (trauma kepala), dan lesi sekunder yang terjadi setelah dampak langsung atau sebagai gejala sisa dari cedera primer ( Tabel 1 ).

Cedera neuronalDi bidang cedera neuronal utama, diffuse cedera aksonal (DAI) adalah jenis yang paling umum dari lesi traumatik primer. Memar kortikal adalah jenis yang paling umum kedua primer lesi intra-aksial. Hal ini terbatas pada materi abu-abu dangkal otak dengan hemat relatif materi putih yang mendasari, selain dari kontusio yang lebih parah yang dapat melibatkan materi putih yg terletak di bawah. Hal ini sering berdarah, mulai dari petechiae microhaemorrhagic untuk hematoma nyata. Kontusio cenderung bilateral dan multipel, dan mereka kebanyakan melibatkan lobus frontal dan temporal. Lesi frontal cenderung terletak di dekat piring berkisi, orbit atau sphenoidale planum, sedangkan lesi temporal yang kebanyakan terjadi tepat di atas tulang kaku atau di belakang sayap sphenoid lebih besar. Bagian lain dari otak juga dapat terlibat, meskipun lebih jarang, dan zona paling sering adalah lobus parietal dan oksipital dan cerebellum. Memar Cerebral cenderung berhubungan dengan gangguan klinis; hanya ketika memar yang sangat besar akan kesadaran secara serius terganggu.

Subkortikal cedera materi abu-abu adalah entitas tertentu yang ditandai dengan pendarahan beberapa petechial terutama yang terletak di mesencephalon, ganglia basal, thalamus dan hipotalamus. Lesi ini khas dalam trauma kepala yang sangat parah dan pada pasien yang sering mati dalam waktu beberapa hari setelah cedera. Cedera otak primer dan sekunder batang adalah lesi yang dapat berdarah atau tidak, tergantung pada saat cedera terjadi. Aspek radiologi mereka berasal dari mekanisme dari trauma yang dapat dibagi ke dalam kategori yang tepat: hipoksia / iskemia; perdarahan atau cedera sekunder pada batang otak perforantes kapal; dampak langsung / penetrasi cedera; robek kekuatan, dan robeknya persimpangan pontomedullary.

MR adalah metode pilihan untuk studi ini menunjukkan luka dan lesi fokal hyperintense T2 jika tidak ada komponen perdarahan atau memperpendek T2 jika ada haemosiderin konsekuen pada komponen perdarahan.

PendarahanHematoma epidural adalah yang paling sering asal arteri, akibat dari laserasi langsung atau robeknya arteri meningeal (biasanya arteri meningeal tengah) dengan patah tulang tengkorak. Mereka adalah khas daerah temporal atau temporoparietal. Vena epidural hematoma jauh kurang umum daripada yang asal arteri. Mereka biasanya berhubungan dengan laserasi sinus dural disebabkan oleh oksipital, parietal atau patah tulang sphenoid. Mereka sebagian besar terletak di fosa posterior sebagai akibat dari laserasi dari sinus melintang atau sigmoid di fosa tengah akibat cedera sphenoparietal sinus atau di daerah parasagittal sebagai akibat dari laserasi sinus sagital superior.

HematomaHematoma subdural yang disebabkan oleh robeknya vena bridging yang berjalan melalui ruang subdural dan sangat sensitif terhadap percepatan rotasi atau linier. Presentasi klinis adalah variabel, mulai dari penurunan kesadaran ke headhache umum. Mereka biasanya terletak di konveksitas supratentorial walaupun mereka juga bisa dalam fosa posterior, sepanjang tentorium dan falx tersebut. Kedua lokasi terakhir yang paling umum pada anak-anak dan korban luka nonaccidental (sindrom anak belur), tetapi mereka tidak spesifik untuk penyiksaan anak. CT scan sangat sensitif terhadap perdarahan akut atau kronis, tetapi tidak begitu banyak untuk hematoma subakut, sehingga sebenarnya CT mendeteksi hanya sekitar 50 - 60% dari hematoma subdural. MR menawarkan banyak keuntungan dibandingkan CT: MR lebih unggul dalam menemukan lesi karena fosa posterior, tentorium dan tabel dalam tengkorak baik divisualisasikan tanpa artefak dan dengan sensitivitas 1-2mm; MR perdarahan dapat juga mudah tahap dalam berbagai tahap evolusi. Untuk alasan ini MR sangat membantu dalam hematoma subdural subakut yang isodense CT, karena MR sensitif terhadap kehadiran methaemoglobin bebas dalam larutan, subakut subdural hematoma memiliki intensitas tinggi pada T2 dan urutan T1. Kontras ditingkatkan CT tidak lagi diperlukan untuk konfirmasi diagnosis ini. Akhirnya, MR juga sangat membantu juga karena kapasitas intrinsik untuk memvisualisasikan lesi dalam tiga dimensi; ini sering berguna dalam menentukan tingkat keparahan efek massa hematoma, dan pilihan terapi konsekuen (konservatif atau pembedahan).

Hematoma intraserebral adalah koleksi fokus darah yang sebagian besar timbul dari rotationally induksi shearstrain cedera vena atau arteri intraparenchymal, atau kadang-kadang dari cedera penetrasi langsung ke kapal. Hematoma intraserebral biasanya terletak di bagian putih frontotemporal atau ganglia basal dan ini sering berhubungan dengan patah tulang calvarian. Perjalanan klinis ringan, tanpa kehilangan kesadaran, kadang-kadang sakit kepala hadir. Mereka mungkin bervariasi dalam dimensi dari beberapa mm untuk beberapa cm. Kadang-kadang sulit untuk membedakan hematoma intraserebral dari kontusio berdarah atau DAI. Perbedaannya adalah bahwa hematoma intraserebral memperluas antara neuron relatif normal, sedangkan kontusio berdarah berada di otak bersamaan terluka dan edema. Perdarahan intraventricular adalah karena robeknya rotationally diinduksi subependymal vena pada permukaan ventral corpus callosum dan di sepanjang septum pellucidum atau forniks. perdarahan subarachnoid sangat sering pada trauma kepala, bahkan dalam trauma ringan. CT adalah metode pencitraan pilihan MR tidak sensitif pada fase akut (meskipun lebih baik untuk mendeteksi perdarahan subarahcnoid subakut). Trauma kepala, Tabel 1 . Lesi primer cedera saraf: menyebar aksonal cedera (DAI) kortikal memar materi abu-abu subkortikal cedera cedera otak primer batang pendarahan: epidural hematoma Hematoma subdural hematoma intraserebral perdarahan intraventrikular perdarahan subarachnoid cedera vaskular fistula karotid gua arteri pseudoaneurysm diseksi / oklusi / laserasi sinus dural laserasi / oklusi lainnya saraf kranial cedera subdural hygromas Lesi sekunder infark zona terminal menyebar cedera hipoksia berdifusi pembengkakan otak / edema batang otak cedera pendarahan lemak emboli

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Trauma Kepala Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006). 2.2. Kareteristik Penderita Trauma Kepala 2.2.1. Jenis Kelamin Pada populasi secara keseluruhan, laki-laki dua kali ganda lebih banyak mengalami trauma kepala dari perempuan. Namun, pada usia lebih tua perbandingan hampir sama. Hal ini dapat terjadi pada usia yang lebih tua disebabkan karena terjatuh. Mortalitas laki-laki dan perempuan terhadap trauma kepala adalah 3,4:1 (Jagger, Levine, Jane et al., 1984). Menurut Brain Injury Association of America, laki-laki cenderung mengalami trauma kepala 1,5 kali lebih banyak daripada perempuan (CDC, 2006). 2.2.2. Umur Resiko trauma kepala adalah dari umur 15-30 tahun, hal ini disebabkan karena pada kelompok umur ini banyak terpengaruh dengan alkohol, narkoba dan kehidupan sosial yang tidak bertanggungjawab Universitas Sumatera Utara(Jagger, Levine, Jane et al., 1984). Menurut Brain Injury Association of America, dua kelompok umur mengalami risiko yang tertinggi adalah dari umur 0 sampai 4 tahun dan 15 sampai 19 tahun (CDC, 2006). 2.3. Trauma Kepala 2.3.1. Jenis Trauma Luka pada kulit dan tulang dapat menunjukkan lokasi (area) dimana terjadi trauma (Sastrodiningrat, 2009). Cedera yang tampak pada kepala bagian luar terdiri dari dua, yaitu secara garis besar adalah trauma

kepala tertutup dan terbuka. Trauma kepala tertutup merupakan fragmenfragmen tengkorak yang masih intak atau utuh pada kepala setelah luka. The Brain and Spinal Cord Organization 2009, mengatakan trauma kepala tertutup adalah apabila suatu pukulan yang kuat pada kepala secara tiba-tiba sehingga menyebabkan jaringan otak menekan tengkorak. Trauma kepala terbuka adalah yaitu luka tampak luka telah menembus sampai kepada dura mater. (Anderson, Heitger, and Macleod, 2006). Kemungkinan kecederaan atau trauma adalah seperti berikut; a) Fraktur Menurut American Accreditation Health Care Commission, terdapat 4 jenis fraktur yaitu simple fracture, linear or hairline fracture, depressed fracture, compound fracture. Pengertian dari setiap fraktur adalah sebagai berikut: Simple : retak pada tengkorak tanpa kecederaan pada kulit Linear or hairline: retak pada kranial yang berbentuk garis halus tanpa depresi, distorsi dan splintering. Depressed: retak pada kranial dengan depresi ke arah otak. Compound : retak atau kehilangan kulit dan splintering pada tengkorak. Selain retak terdapat juga hematoma subdural (Duldner, 2008). Universitas Sumatera UtaraTerdapat jenis fraktur berdasarkan lokasi anatomis yaitu terjadinya retak atau kelainan pada bagian kranium. Fraktur basis kranii retak pada basis kranium. Hal ini memerlukan gaya yang lebih kuat dari fraktur linear pada kranium. Insidensi kasus ini sangat sedikit dan hanya pada 4% pasien yang mengalami trauma kepala berat (Graham and Gennareli, 2000; Orlando Regional Healthcare, 2004). Terdapat tanda-tanda yang menunjukkan fraktur basis kranii yaitu rhinorrhea (cairan serobrospinal keluar dari rongga hidung) dan gejala raccoons eye (penumpukan darah pada orbital mata). Tulang pada foramen magnum bisa retak sehingga menyebabkan kerusakan saraf dan pembuluh darah. Fraktur basis kranii bisa terjadi pada fossa anterior, media dan posterior (Garg, 2004). Fraktur maxsilofasial adalah retak atau kelainan pada tulang maxilofasial yang merupakan tulang yang kedua terbesar setelah tulang mandibula. Fraktur pada bagian ini boleh menyebabkan kelainan pada

sinus maxilari (Garg, 2004). b) Luka memar (kontosio) Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah (kapiler) pecah sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah kebiruan. Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan tengkorak. Biasanya terjadi pada ujung otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital. Kontusio yang besar dapat terlihat di CT-Scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging) seperti luka besar. Pada kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami pembengkakan yang di sebut edema. Jika pembengkakan cukup besar dapat mengubah tingkat kesadaran (Corrigan, 2004). c) Laserasi (luka robek atau koyak) Luka laserasi adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau runcing. Dengan kata lain, pada luka yang disebabkan oleh Universitas Sumatera Utarabenda bermata tajam dimana lukanya akan tampak rata dan teratur. Luka robek adalah apabila terjadi kerusakan seluruh tebal kulit dan jaringan bawah kulit. Luka ini biasanya terjadi pada kulit yang ada tulang dibawahnya pada proses penyembuhan dan biasanya pada penyembuhan dapat menimbulkan jaringan parut. d) Abrasi Luka abrasi yaitu luka yang tidak begitu dalam, hanya superfisial. Luka ini bisa mengenai sebagian atau seluruh kulit. Luka ini tidak sampai pada jaringan subkutis tetapi akan terasa sangat nyeri karena banyak ujung-ujung saraf yang rusak. e) Avulsi Luka avulsi yaitu apabila kulit dan jaringan bawah kulit terkelupas,tetapi sebagian masih berhubungan dengan tulang kranial. Dengan kata lain intak kulit pada kranial terlepas setelah kecederaan (Mansjoer, 2000). 2.4. Perdarahan Intrakranial 2.4.1. Perdarahan Epidural Perdarahan epidural adalah antara tulang kranial dan dura mater. Gejala perdarahan epidural yang klasik atau temporal berupa

kesadaran yang semakin menurun, disertai oleh anisokoria pada mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese kontralateral. Perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran (biasanya somnolen) yang membaik setelah beberapa hari. Universitas Sumatera Utara2.4.2. Perdarahan Subdural Perdarahan subdural adalah perdarahan antara dura mater dan araknoid, yang biasanya meliputi perdarahan vena. Terbagi atas 3 bagian iaitu: a) Perdarahan subdural akut Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan kebingungan, respon yang lambat, serta gelisah. Keadaan kritis terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil. Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera otak besar dan cedera batang otak. b) Perdarahan subdural subakut Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 7 sampai 10 hari setelah cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat. Tekanan serebral yang terus-menerus menyebabkan penurunan tingkat kesadaran. c) Perdarahan subdural kronis Terjadi karena luka ringan. Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural. Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membran vaskuler dan secara pelan-pelan ia meluas. Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik. Universitas Sumatera Utara2.4.3. Perdarahan Subaraknoid Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara rongga otak dan lapisan otak yaitu yang dikenal sebagai ruang subaraknoid (Ausiello, 2007). 2.4.4. Perdarahan Intraventrikular Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada

ventrikel otak. Perdarahan intraventrikular selalu timbul apabila terjadi perdarahan intraserebral. 2.4.5. Perdarahan Intraserebral Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada jaringan otak. Di mana terjadi penumpukan darah pada sebelah otak yang sejajar dengan hentaman, ini dikenali sebagai counter coup phenomenon. (Hallevi, Albright, Aronowski, Barreto, 2008). 2.5. Trauma Murni atau Multipel Menurut Barell, Heruti, Abargel dan Ziv (1999), sebanyak 1465 korban mengalami trauma kepala, sedangkan 1795 korban mengalami trauma yang multipel dalam penelitian di Israel. Kecederaan multipel berkaitan dengan keparahan dan ia adalah asas dalam mendiagnosa gambaran keseluruhan kecederaan. Dengan merekam seluruh kecederaan yang dialami oleh korban, ia dapat membantu dalam mengidentifikasi kecederaan yang sering mengikut penyebab trauma pada korban. 2.5.1. Trauma Murni Trauma Murni adalah apabila korban didiagnosa dengan satu kecederaan pada salah satu regio atau bagian anatomis yang mayor (Barell, Heruti, Abargel dan Ziv, 1999). Universitas Sumatera Utara2.5.2. Trauma Multipel Trauma multipel atau politrauma adalah apabila terdapat 2 atau lebih kecederaan secara fisikal pada regio atau organ tertentu, dimana salah satunya bisa menyebabkan kematian dan memberi impak pada fisikal, kognitif, psikologik atau kelainan psikososial dan disabilitas fungsional. Trauma kepala paling banyak dicatat pada pasien politrauma dengan kombinasi dari kondisi yang cacat seperti amputasi, kelainan pendengaran dan penglihatan, post-traumatic stress syndrome dan kondisi kelainan jiwa yang lain (Veterans Health Administration Transmittal Sheet). 1. Trauma servikal, batang otak dan tulang belakang Trauma yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat yang tinggi serta pada aktivitas olahraga yang berbahaya boleh menyebabkan cedera pada beberapa bagian ini. Antara kemungkinan kecederaan yang bisa timbul adalah seperti berikut: Kerusakan pada tulang servikal C1-C7; cedera pada C3 bisa menyebabkan pasien apnu. Cedera dari C4-C6 bisa menyebabkan

pasien kuadriplegi, paralisis hipotonus tungkai atas dan bawah serta syok batang otak. Fraktur Hangman terjadi apabila terdapat fraktur hiperekstensi yang bilateral pada tapak tulang servikal C2. Tulang belakang torak dan lumbar bisa diakibatkan oleh cedera kompresi dan cedera dislokasi. Spondilosis servikal juga dapat terjadi. Cedera ekstensi yaitu cedera Whiplash terjadi apabila berlaku ekstensi pada tulang servikal. Universitas Sumatera Utara2. Trauma toraks Trauma toraks bisa terbagi kepada dua yaitu cedera dinding toraks dan cedera paru. a) Cedera dinding torak seperti berikut: Patah tulang rusuk. Cedera pada sternum atau steering wheel. Flail chest. Open sucking pneumothorax. b) Cedera pada paru adalah seperti berikut: Pneumotoraks. hematorak. Subcutaneous(SQ) dan mediastinal emphysema. Kontusio pulmonal. Hematom pulmonal. Emboli paru. 3. Trauma abdominal Trauma abdominal terjadi apabila berlaku cedera pada bagian organ dalam dan bagian luar abdominal yaitu seperti berikut: Kecederaan yang bisa berlaku pada kuadran kanan abdomen adalah seperti cedera pada organ hati, pundi empedu, traktus biliar, duodenum dan ginjal kanan. Kecederaan yang bisa berlaku pada kuadran kiri abdomen adalah seperti cedera pada organ limpa, lambung dan ginjal kiri. Kecederaan pada kuadran bawah abdomen adalah cedera pada salur ureter, salur uretral anterior dan posterior, kolon dan rektum. Kecederaan juga bisa terjadi pada organ genital yang terbagi dua yaitu cedera penis dan skrotum.

Universitas Sumatera Utara4. Tungkai atas Trauma tungkai atas adalah apabila berlaku benturan hingga menyebabkan cedera dan putus ekstrimitas. Cedera bisa terjadi dari tulang bahu, lengan atas, siku, lengan bawah, pergelangan tangan, jarijari tangan serta ibu jari. 5. Tungkai bawah Kecederaan yang paling sering adalah fraktur tulang pelvik. Cedera pada bagian lain ekstrimitas bawah seperti patah tulang femur, lutut atau patella, ke arah distal lagi yaitu fraktur tibia, fraktur fibula, tumit dan telapak kaki (James, Corry dan Perry, 2000). 2.6. Tingkat Keparahan Trauma Kepala dengan Skor Koma Glasgow (SKG) Skala koma Glasgow adalah nilai (skor) yang diberikan pada pasien trauma kapitis, gangguan kesadaran dinilai secara kwantitatif pada setiap tingkat kesadaran. Bagian-bagian yang dinilai adalah; 1. Proses membuka mata (Eye Opening) 2. Reaksi gerak motorik ekstrimitas (Best Motor Response) 3. Reaksi bicara (Best Verbal Response) Pemeriksaan Tingkat Keparahan Trauma kepala disimpulkan dalam suatu tabel Skala Koma Glasgow (Glasgow Coma Scale). Universitas Sumatera UtaraTable 2.1 Skala Koma Glasgow Eye Opening Mata terbuka dengan spontan 4 Mata membuka setelah diperintah 3 Mata membuka setelah diberi rangsang nyeri 2 Tidak membuka mata 1 Best Motor Response Menurut perintah 6 Dapat melokalisir nyeri 5 Menghindari nyeri 4 Fleksi (dekortikasi) 3 Ekstensi (decerebrasi) 2 Tidak ada gerakan 1 Best Verbal Response Menjawab pertanyaan dengan benar 5 Salah menjawab pertanyaan 4

Mengeluarkan kata-kata yang tidak sesuai 3 Mengeluarkan suara yang tidak ada artinya 2 Tidak ada jawaban 1 Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas; 1. Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 15 2. Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 3. Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow a) Trauma Kepala Ringan Dengan Skala Koma Glasgow >12, tidak ada kelainan dalam CTscan, tiada lesi operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Universitas Sumatera UtaraChoi, Barnes, 1999). Trauma kepala ringan atau cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer, 2001). Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS: 15 (sadar penuh) tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000). Cedera kepala ringan adalah cedara otak karena tekanan atau terkena benda tumpul (Bedong, 2001). Cedera kepala ringan adalah cedera kepala tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara (Corwin, 2000). Pada penelitian ini didapat kadar laktat rata-rata pada penderita cedera kepala ringan 1,59 mmol/L (Parenrengi, 2004). b) Trauma Kepala Sedang Dengan Skala Koma Glasgow 9 - 12, lesi operatif dan abnormalitas dalam CT-scan dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner, Choi, Barnes, 1999). Pasien mungkin bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (SKG 9-13). Pada suatu penelitian penderita cedera kepala sedang mencatat bahwa kadar asam laktat rata-rata 3,15 mmol/L (Parenrengi, 2004). c) Trauma Kepala Berat Dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit (Torner C, Choi S, Barnes Y, 1999). Hampir 100% cedera kepala berat dan 66% cedera kepala sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak sekunder apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan dihentikan (Parenrengi, 9 13 3 8

2004). Penelitian pada penderita cedera kepala secara klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa pada cedera kepala berat dapat disertai dengan peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak dan cairan serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis otak (DeSalles et Universitas Sumatera Utaraal., 1986). Penderita cedera kepala berat, penelitian menunjukkan kadar rata-rata asam laktat 3,25 mmol/L (Parenrengi, 2004). 2.7. Gejala Klinis Trauma Kepala Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti berikut: 2.7.1. Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah: a. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid) b. Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga) c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung) d. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung) e. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga) 2.7.2. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan; a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh. b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan. c. Mual atau dan muntah. d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun. e. Perubahan keperibadian diri. f. Letargik. 2.7.3. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat; a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun atau meningkat. b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria). c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan). Universitas Sumatera Utarad. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal ekstrimitas. 2.8. Penyebab Trauma Kepala 2.8.1. Mekanisme Terjadinya Kecederaan

Beberapa mekanisme yang timbul terjadi trauma kepala adalah seperti translasi yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan mendapat percepatan (akselerasi) pada arah tersebut. Deselerasi apabila kepala bergerak dengan cepat ke suatu arah secara tiba-tiba dan dihentikan oleh suatu benda misalnya kepala menabrak tembok maka kepala tiba-tiba terhenti gerakannya. Rotasi adalah apabila tengkorak tiba-tiba mendapat gaya mendadak sehingga membentuk sudut terhadap gerak kepala. Kecederaan di bagian muka dikatakan fraktur maksilofasial (Sastrodiningrat, 2009). 2.8.2. Penyebab Trauma Kepala Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak 11% dan akibat ledakan di medan perang merupakan penyebab utama trauma kepala (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006). Kecelakaan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien trauma kepala yaitu sebanyak 32,1 dan 29,8 per100.000 populasi. Kekerasan adalah penyebab ketiga rawat inap pasien trauma kepala mencatat sebanyak 7,1 per100.000 populasi di Amerika Serikat ( Coronado, Thomas, 2007). Penyebab utama terjadinya trauma kepala adalah seperti berikut: Kecelakaan Lalu Lintas Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya (IRTAD, 1995). b) Jatuh Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah. c) Kekerasan Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau

matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan). 2.9. Indikasi CT Scan pada Trauma Kepala CT-Scan adalah suatu alat foto yang membuat foto suatu objek dalam sudut 360 derajat melalui bidang datar dalam jumlah yang tidak terbatas. Bayangan foto akan direkonstruksi oleh komputer sehingga objek foto akan tampak secara menyeluruh (luar dan dalam). Foto CT-Scan akan tampak sebagai penampang-penampang melintang dari objeknya. Dengan CT-Scan isi kepala secara anatomis akan tampak dengan jelas. Pada trauma kapitis, fraktur, perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik bentuk maupun ukurannya (Sastrodiningrat, 2009). Indikasi pemeriksaan CT-scan pada kasus trauma kepala adalah seperti berikut: 1. Bila secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi trauma kepala sedang dan berat. Universitas Sumatera Utara2. Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak. 3. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii. 4. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan kesadaran. 5. Sakit kepala yang hebat. 6. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi jaringan otak. 7. Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral (Irwan, 2009). Perdarahan subaraknoid terbukti sebanyak 98% yang mengalami trauma kepala jika dilakukan CT-Scan dalam waktu 48 jam paska trauma. Indikasi untuk melakukan CT-Scan adalah jika pasien mengeluh sakit kepala akut yang diikuti dengan kelainan neurologis seperti mual, muntah atau dengan SKG (Skor Koma Glasgow)