60
PERENCANAAN & PEMELIHARAAN Oleh: Agus Tubels Nainggolan / 144060006321 / 02 Kanta Rio Saputra / 144060006336 / 17 Marietta Kusuma Dewi / 144060006339 / 20 Rizky Ath Thoriq / 144060006349 / Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Seminar Manajemen Kekayaan Negara Program Diploma IV Keuangan

Perencanaan Barang Milik Negara

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Perencanaan Barang Milik Negara meliputi Perencanaan untuk Pengadaan dan Pemeliharaan Barang Milik Negara

Citation preview

Page 1: Perencanaan Barang Milik Negara

PERENCANAAN & PEMELIHARAAN ASET

Oleh:

Agus Tubels Nainggolan /

144060006321 / 02

Kanta Rio Saputra / 144060006336 / 17

Marietta Kusuma Dewi /

144060006339 / 20

Rizky Ath Thoriq / 144060006349 / 30

Ryan Imanur Satya / 144060006350 /

31

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Seminar Manajemen Kekayaan Negara

Program Diploma IV Keuangan Spesialisasi Akuntansi STAR

Page 2: Perencanaan Barang Milik Negara

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................i

DAFTAR TABEL.........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................2

BAB II LANDASAN TEORI.......................................................................................3

A. Paradigma Baru Pengelolaan Aset...............................................................3

1. Tujuan Penyempurnaan Peraturan..............................................................................102. Pengembangan Manajemen Aset Negara...................................................................123. Pokok-Pokok Penyempurnaan....................................................................................124. Harmonisasi/Sinkronisasi Peraturan...........................................................................13

B. Perencanaan Kebutuhan BMN/D...............................................................13

1. Filosofi Perencanaan Kebutuhan................................................................................142. Objek dan Ruang Lingkup Perencanaan Kebutuhan BMN........................................15a. Penelaahan RKBMN...................................................................................................16b. Penelitian RKBMN.....................................................................................................163. Alur Penyusunan RKBMN.........................................................................................174. Permasalahan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014.....................................18

C. Pemeliharaan Aset.....................................................................................19

1. Tanggung Jawab Pemeliharaan BMN/D....................................................................192. Permasalahan Tanggung Jawab Pemeliharaan atas Barang Milik Negara yang

Berasal dari Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.............................................................19

BAB IIIISU TERKINI PERENCANAAN BMN........................................................21

A. Target.........................................................................................................21

B. Benchmarking Perencanaan Aset...............................................................21

1. Perencanaan Aset di Australia....................................................................................212. Perbandingan antara Perencanaan Aset di Australia dan di Indonesia.......................23

C. Perencanaan Pasif, Mungkinkah?..............................................................25

BAB IVSIMPULAN....................................................................................................33

DAFTAR REFERENSI...............................................................................................36

i

Page 3: Perencanaan Barang Milik Negara

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan PP Nomor 27 tahun 2014, PP Nomor 38 tahun 2008, serta PP

Nomor 6 tahun 2006.................................................................................. 5

ii

Page 4: Perencanaan Barang Milik Negara

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana tertuang dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003,

keuangan negara tidak hanya mencakup hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan

uang, tetapi juga segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan

milik negara sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Berdasarkan

pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Barang Milik Negara merupakan bagian yang

tak terpisahkan dari Keuangan Negara, maka diperlukan dasar hukum yang mengatur

mengenai pengelolaan barang milik negara.

Perlu waktu tiga tahun untuk merumuskan dan mengesahkan kebijakan mengenai

pengelolaan barang milik negara ke dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2006.

PP Nomor 6 Tahun 2006 mengatur tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

(BMN/D) yang meliputi proses perencanaan, penganggaran, pengadaan, pemeliharaan,

pengendalian, dan pertanggungjawaban. Dengan terbitnya peraturan ini, diharapkan

pengelolaan aset negara dapat dilakukan secara profesional dan modern dengan

mengedepankan prinsip good governance sehingga mampu meningkatkan kepercayaan

pengelolaan keuangan negara dari masyarakat. Akan tetapi, tata cara pengelolaan BMN/D

yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut belum sepenuhnya dapat secara efektif

dilaksanakan oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Oleh karena itu, Kementerian

Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara menerbitkan PP Nomor 27 tahun 2014

tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagai pengganti PP Nomor 6 tahun 2006

yang pernah direvisi sebelumnya melalui PP Nomor 38 tahun 2008.

PP Nomor 27 Tahun 2014 merupakan penyempurnaan dari PP Nomor 6 Tahun 2006

dan PP Nomor 38 tahun 2008. Dengan adanya PP Nomor 27 Tahun 2014 ini, dalam rangka

pengelolaan BMN, Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara tidak

lagi berperan sebagai Aset Administrator melainkan sebagai Aset Manajer yang memiliki

tugas mendorong Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari BMN dan Pendapatan Asli

Daerah (PAD) dari BMD, serta meningkatkan kualitas laporan keuangan, baik LKPP maupun

LKPD.

Dalam makalah ini, penulis akan membahas Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014, khususnya

dalam hal Perencanaan dan Pemeliharaan Aset.

1

Page 5: Perencanaan Barang Milik Negara

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi pokok permasalahan makalah ini

adalah bagaimana tata cara perencanaan dan pemeliharaan aset menurut Peraturan

Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

Permasalahan ini menarik untuk diajukan karena terdapat perubahan peran dalam hal

pengelolaan aset, Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara tidak lagi

berperan sebagai Aset Administrator melainkan sebagai Aset Manajer. Terkait dengan hal itu,

makalah ini juga akan membahas perbedaan antara Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun

2014 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah Nomor

6 Tahun 2006.

Selain itu, makalah ini juga akan membahas Isu Terkini terkait Perencanaan

Barang Milik Negara, khususnya terkait dengna penyusunan RKA-K/L tahun 2017.

2

Page 6: Perencanaan Barang Milik Negara

BAB II LANDASAN TEORI

A. Paradigma Baru Pengelolaan Aset

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) secara spesifik sudah mulai diatur

dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan

Barang Milik Negara/Daerah, yang di dalamnya telah terdapat peraturan tentang berbagai hal

yang berkaitan dengan perencanaan, penganggaran, pengadaan, pemeliharaan, pengendalian,

dan pertanggungjawaban terhadap Barang Milik Negara. Namun, tata cara yang diatur dalam

PP tersebut hingga saat ini belum sepenuhnya dapat secara efektif dilaksanakan oleh

kementerian/lembaga. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal

Kekayaan Negara menerbitkan PP Nomor 27 tahun 2014 sebagai pengganti PP Nomor 6

tahun 2006 yang pernah direvisi sebelumnya melalui PP Nomor 38 tahun 2008.

Beberapa hal yang menjadi latar belakang dilakukannya perubahan terhadap PP

Nomor 6 tahun 2006 tersebut di antaranya adalah masih banyaknya hasil audit temuan Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berkaitan dengan pelaksanaan PP Nomor 6 tahun 2006

tersebut yang berdampak pada opini audit. Temuan-temuan ini khususnya terkait dengan

masalah sertifikasi BMN, BMN dalam sengketa, BMN hilang atau rusak berat, BMN yang

dimanfaatkan oleh pihak lain, dan penyusutan BMN. Selain itu, terdapat dinamika

pengelolaan BMN/D terkait dengan sewa, kerja sama pemanfaatan, BMN luar negeri yang

memerlukan perlakuan khusus, serta adanya multitafsir terhadap aturan-aturan mengenai

Badan Layanan Umum (BLU) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Beberapa perubahan ataupun peraturan tambahan yang terdapat dalam PP Nomor 27

tahun 2014 adalah sebagai berikut.

1. Terdapat penyesuaian terkait dengan pengelolaan BMN, baik yang bersifat administratif

maupun teknis, mengenai pembangunan infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dan

swasta. Di dalam PP Nomor 27 tahun 2014 telah menampung kebutuhan dari pengelola

infrastuktur, sehingga Pengguna Barang yang bergerak di bidang infrastruktur dapat lebih

dinamis dan agresif di dalam memanfaatkan BMN dalam kaitannya dengan pembangunan

infrastruktur. Sebagai contoh, jangka waktu sewa dapat dilakukan lebih dari 5 (lima) tahun

dan jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) dapat dilakukan sampai dengan 50

tahun, yang pada PP Nomor 36 tahun 2006 hanya dapat dilakukan sampai dengan 30

tahun.

3

Page 7: Perencanaan Barang Milik Negara

2. Terdapat perubahan aturan terkait penyederhanaan birokrasi pengelolaan BMN. Dengan

PP Nomor 27 tahun 2014, Pengelola Barang dapat mendelegasikan kewenangan ke

Pengguna Barang dan Pengguna Barang dapat mendelegasikan kewenangannya ke Kuasa

Pengguna Barang, sehingga birokrasi akan menjadi semakin singkat dan arus pengelolaan

BMN menjadi semakin cepat. Kewenangan yang dapat didelegasikan tersebut adalah

meliputi penetapan status, pemindahtanganan, dan penghapusan; sedangkan kewenangan

pemanfaatan tidak dapat didelegasikan dan tetap berada di bawah Pengelola Barang

(Kementerian Keuangan). Penyederhanaan birokrasi pengelolaan BMN ini diharapkan

dapat mempercepat proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan BMN yang pada

akhirnya akan membuat rekonsiliasi lebih tertib dan lebih cepat.

3. Terdapatnya penyempurnaan terkait siklus pengelolaan BMN. Dalam prakteknya, siklus

pemindahtanganan dan penghapusan selalu dicampuradukkan. Siklus ini diperbaiki dengan

mempertegas proses perencanaan, pengadaan, dan pengelolaan. Di dalam pengelolaan

sendiri, pengelolaan dibagi 2 (dua), yaitu dikelola untuk keperluan tugas dan fungsi (tusi)

ataukah dikelola untuk dimanfaatkan. Jika tidak dilakukan keduanya, maka BMN dapat

dipindahtangankan. Namun, jika BMN tidak dikelola untuk kepentingan tugas dan fungsi,

tidak dikelola untuk dimanfaatkan, serta tidak dipindahtangankan, maka BMN harus

dihapuskan. Dengan demikian, penghapusan menjadi ending point dari semua siklus

pengelolaan BMN yang membebaskan Pengguna Barang dan Pengelola Barang dari

kewajiban mengadministrasikan dan mengelola BMN.

4. Terdapat penjelasan lebih lanjut terkait BMN/D yang dikuasai oleh Badan Layanan Umum

serta BMN/D berupa Rumah Negara.

Adapun matriks perbedaan PP Nomor 27 tahun 2014, PP Nomor 38 tahun 2008, serta

PP Nomor 6 tahun 2006 disajikan dalam Tabel 1.

4

Page 8: Perencanaan Barang Milik Negara

Tabel 1. Perbedaan PP Nomor 27 Tahun 2014, PP Nomor 38 Tahun 2008, serta PP Nomor 6 Tahun 2006

No PP No 27 Tahun 2014 PP No 38 Tahun 2008 PP No6 Tahun 2006

1. Terdapat istilah Penilai, Penilaian, dan Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur.“Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur” adalah kerja sama antara Pemerintah dan Badan Usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Terdapat istilah Penilai dan Penilaian tetapi belum terdapat istilah Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur.

Tidak terdapat istilah Penilai, Penilaian, dan Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur.

2. Terdapat istilah “Pemusnahan”, yaitu tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan BMN/D.

Tidak terdapat penjelasan istilah Pemusnahan secara terpisah.

Tidak terdapat penjelasan istilah Pemusnahan secara terpisah.

3. Siklus Pengelolaan BMN/D meliputi:a. Perencanaan kebutuhan

dan penganggaran;b. Pengadaan;c. Penggunaan;d. Pemanfaatan;e. Pengamanan dan

pemeliharaan;f. Penilaian;g. Pemindahtanganan;h. Pemusnahan;i. Penghapusan;j. Penatausahaan; dank. Pembinaan,

pengawasan, dan pengendalian.

- Siklus Pengelolaan BMN/D meliputi:a. Perencanaan

kebutuhan dan penganggaran;

b. Pengadaan;c. Penggunaan;d. Pemanfaatan;e. Pengamanan dan

pemeliharaan;f. Penilaian;g. Penghapusan;h. Pemindahtanganan

;i. Penatausahaan; danj. Pembinaan,

pengawasan, dan pengendalian.

4. Terdapat tambahan kewenangan dan tanggung jawab Menteri Keuangan selaku Pengelola BMN, di antaranya:a. Memberikan

persetujuan atas usul Pemanfaatan BMN yang berada pada

- Tidak terdapat kewenangan tersebut. Adanya “pembedaan” BMN tanah dan/atau bangunan dengan selain tanah dan/atau bangunan untuk beberapa poin pasal.

5

Page 9: Perencanaan Barang Milik Negara

No PP No 27 Tahun 2014 PP No 38 Tahun 2008 PP No6 Tahun 2006

pengguna barang;b. Memberikan

persetujuan atas usul Pemusnahan dan Penghapusan BMN.

Tidak lagi dibedakan antara tanah dan/atau bangunan dengan selain tanah dan/atau bangunan untuk beberapa poin pasal. Klasifikasi lebih mengarah kepada “penguasa barang” apakah terdapat di Pengelola Barang ataukah Pengguna Barang.

5. Pengelola BMN dapat mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab tertentu kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang sesuai PMK Nomor 50/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penghapusan BMN dan PMK Nomor 78/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan BMN.

- Kewenangan tidak dapat didelegasikan.

6. Terdapat tambahan kewenangan dan tanggung jawab Gubernur/Bupati/Walikota selaku pemegang kekuasaan pengelolaan BMD, yaitu:a. Menetapkan pejabat

yang mengurus dan menyimpan BMD;

b. Menyetujui usul Pemanfaatan BMD dalam bentuk Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur.

- Kewenangan “Menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan BMD” terdapat pada Sekretaris Daerah selaku Pengelola BMD.

7. Sekretaris Daerah berwenang “Mengatur

- Kewenangan tersebut membutuhkan

6

Page 10: Perencanaan Barang Milik Negara

No PP No 27 Tahun 2014 PP No 38 Tahun 2008 PP No6 Tahun 2006

pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Pemusnahan, dan Penghapusan BMD.”

persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota atau DPRD.

8. Terdapat tambahan kewenangan dan tanggung jawab Menteri/ Pimpinan Lembaga selaku Pengguna BMN, di antaranya:a. Mengajukan usul

Pemanfaatan BMN yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang;

b. Mengajukan usul Pemusnahan dan Penghapusan BMN.

Tidak lagi dibedakan antara tanah dan bangunan dengan selain tanah dan bangunan untuk beberapa poin pasal.

- Tidak terdapat kewenangan tersebut. Adanya “pembedaan” BMN tanah dan bangunan dengan selain tanah dan bangunan untuk beberapa poin pasal.

9. Pengguna BMN dapat mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab tertentu kepada Kuasa Pengguna Barang sesuai peraturan yang berlaku.

- Kewenangan tidak dapat didelegasikan.

10. Perencanaan Kebutuhan BMN/D disusun dengan memperhatikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi serta meliputi perencanaan pengadaan, pemeliharaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, dan penghapusan BMN/D. Perencanaan kebutuhan merupakan salah satu dasar dalam menyusun rencana kerja dan anggaran.

- Perencanaan Kebutuhan BMN/D disusun dalam rencana kerja dan anggaran K/L, siklus/tahapan Perencanaan Kebutuhan tidak dirinci.

11. Terdapat pengecualian Penetapan Status Penggunaan yang tidak

- Tidak ada pengecualian.

7

Page 11: Perencanaan Barang Milik Negara

No PP No 27 Tahun 2014 PP No 38 Tahun 2008 PP No6 Tahun 2006

dilakukan terhadap:a. BMN/D berupa barang

persediaan, KDP, barang untuk hibah,

b. BMN dari dana dekon dan TP,

c. BMN lain yang ditetapkan oleh Pengelola Barang, serta

d. BMD lain yang ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota

12. Pengelola Barang dapat mendelegasikan penetapan status Penggunaan BMN selain tanah/bangunan kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang

- Tidak dapat didelegasikan.

13. BMN/D dapat dialihkan status penggunaannya dari Pengguna Barang kepada Pengguna Barang lainnya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi berdasarkan persetujuan Pengelola Barang.

- Tidak dapat dialihkan status penggunaannya.

14. Terdapat bentuk pemanfaatan baru, yaitu: “Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur” yang masa sewanya dapat lebih dari 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.

- Tidak terdapat jenis pemanfaatan tersebut.

15. Terdapat batasan waktu penyetoran uang sewa yang harus dilakukan sekaligus secara tunai paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum ditandatanganinya perjanjian sewa.

- Tidak diatur secara rinci.

16. Jangka waktu Pinjam Pakai BMN/D paling lama 5 tahun dan dapat diperpanjang 1 kali.

- Jangka waktu Pinjam Pakai BMN/D paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang.

8

Page 12: Perencanaan Barang Milik Negara

No PP No 27 Tahun 2014 PP No 38 Tahun 2008 PP No6 Tahun 2006

17. Terdapat pembagian kontribusi tetap dan kontribusi pembagian keuntungan selama masa Kerja Sama Pemanfaatan.

- Tidak diatur secara rinci.

18. Terdapat pengecualian untuk beberapa Kerja Sama Pemanfaatan atas BMN/D untuk beberapa penyediaan infrastruktur yang dapat berjalan dalam jangka waktu paling lama 50 tahun dan dapat diperpanjang.

Terdapat pengecualian untuk beberapa Kerja Sama Pemanfaatan atas BMN/D untuk beberapa penyediaan infrastruktur yang dapat berjalan dalam jangka waktu paling lama 50 tahun dan dapat diperpanjang.

Seluruh kerja sama pemanfaatan berjalana dalam jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang.

19. Dalam jangka waktu pengoperasian, hasil BGS/BSG harus digunakan langsung untuk penyelenggaraan tusi Pemerintah Pusat/Daerah paling sedikit 10%.

- Tidak terdapat ketentuan persentase penggunaan.

20. Terdapat beberapa pasal khusus yang membahas kerja sama penyediaan infrastruktur dan tender.

- Tidak terdapat pasal yang membahas hal tersebut.

21. Pengelola Barang dapat menetapkan kebijakan asuransi dalam rangka pengamanan BMN tertentu dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.

- Tidak terdapat kebijakan tersebut.

22. Dalam kondisi tertentu, Pengelola Barang dapat melakukan penilaian kembali atas nilai BMN/D yang telah ditetapkan dalam neraca Pemerintah Pusat/Daerah

- Tidak terdapat ketentuan tersebut.

23. Terdapat perubahan ketentuan emindahtanganan baik untuk BMN/D berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan karena

- Secara umum semua pemindahtanganan yang dilakukan oleh pengguna barang harus melalui persetujuan pengelola barang.

9

Page 13: Perencanaan Barang Milik Negara

No PP No 27 Tahun 2014 PP No 38 Tahun 2008 PP No6 Tahun 2006

terdapat penguasaan BMN/D tersebut yang berada di bawah Pengguna Barang ataupun Pengelola Barang, sehingga terdapat pemindahtanganan yang dapat dilakukan oleh pengguna barang secara langsung atas persetujuan presiden.

24. Terdapat ketentuan khusus terkait pemusnahan dan penghapusan (dipisahkan).

- Dijadikan satu.

25. Pengelolaan BMN/D yang digunakan oleh BLU mengikuti ketentuan PP tersebut, kecuali terhadap barang yang dikelola dan/atau dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan umum sesuai dengan tugas dan fungsi BLU.

- Kecuali terhadap barang-barang tertentu yang diatur tersendiri (kurang jelas barang yang dimaksud).

26. Terdapat ketentuan mengenai BMN/D berupa rumah negara.

- Tidak terdapat aturan tersebut.

27. Setiap bagian dari siklus pengelolaan BMN/D maupun pasal-pasal lainnya yang terdapat dalam PP ini diatur lebih lanjut, baik melalui PMK, Permendagri, dan peraturan teknis lainnya.

- Tidak dijelaskan lebih lanjut.

1. Tujuan Penyempurnaan Peraturan

Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014 tentang pengelolaan Barang

Milik Negara/Daerah (BMN/BMD) sebagai pengganti PP Nomor 6 Tahun 2006, selain

berdampak pada perubahan tata kelola BMN/D juga berimbas pada dimensi keuangan dan

beberapa dimensi akuntansi yang perlu diketahui oleh entitas pelaporan LK pemerintahan.

Kepemilikan BMN/D yang merupakan semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban

anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN/D) atau berasal dari perolehan lain yang sah

10

Page 14: Perencanaan Barang Milik Negara

misalnya penerimaan hibah, menjadi fokus PP 27/2014 terkait dengan pengelolaan,

penatausahaan, inventarisasi dan pelaporan BMN/D. PP 27/2014 merupakan jalan keluar bagi

berbagai masalah akuntansi aset pada PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi

Pemerintah.

Dalam peraturan sebelumnya yaitu PP Nomor 6 Tahun 2006 yang diubah kemudian

dengan PP Nomor 38 Tahun 2008 mengatur mengenai siklus logistik yang lebih terinci

sebagai penjabaran Pasal 49 ayat (6) Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara yang dimulai dari Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran,

pengadaan, Penggunaan, Pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, Penilaian,

penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

Namun dalam pelaksanaannya, pengelolaan BMN/D berkembang semakin kompleks sehinga

belum dapat dilaksanakan secara optimal karena adanya beberapa permasalahan yang muncul

serta adanya praktik pengelolaan yang penanganannya belum dapat dilaksanakan dengan PP

tersebut.

Inilah yang melatarbelakangi diterbitkannya PP 27/2014 sebagai pengganti PP Nomor

6/2006 yaitu untuk menjawab permasalahan dan praktik yang belum tertampung dalam

Peraturan Pemerintah tersebut. Disebutkan bahwa dalam PP 27/2014 terdapat penyempurnaan

siklus pengelolaan BMN/D yaitu dengan adanya tambahan siklus pemusnahan. Pemusnahan

adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan Barang Milik Negara/Daerah karena

alasan tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan/atau tidak dapat

dipindahtangankan; atau terdapat alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Pemusnahan dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan

Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau Pengguna Barang setelah mendapat

persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.

Di dalam PP 27/2014 juga diatur tentang kewenangan Pengelola Barang Milik Negara

untuk mendelegasikan kewenangan dan tanggungjawab tertentu atas BMN kepada Pengguna

Barang atau Kuasa Pengguna Barang. Pengaturan dimaksudkan untuk menyederhanakan

birokrasi dalam tata kelola BMN. Penyederhanaan birokrasi lainnya adalah dalam

menetapkan status penggunaan BMN di mana penetapan status penggunaan barang dalam PP

6/2006 harus berdasarkan usulan Pengguna Barang, namun dalam PP 27/2014 untuk kondisi

tertentu, Pengelola Barang dapat menetapkan status penggunan BMN pada pengguna barang

tanpa didahului dengan usulan dari Pengguna Barang. Dan masih banyak lagi penyederhanaan

lainnya.

11

Page 15: Perencanaan Barang Milik Negara

PP 27/2014 merupakan sarana administrasi BMN dan penguasaan, pengelolaan serta

pertanggungjawaban fisik BMN, bukan untuk akuntansi pemerintahan dan pelaporan LK

pemerintah. Penetapan nilai BMN/D dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah

Pusat/Daerah dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

sesuai Pasal 49 PP 27/2014, tidak menggunakan PP 27/2014. Pengelola barang dapat

melakukan penilaian kembali atas nilai BMN/D yang telah ditetapkan dalam neraca

pemerintah pusat/daerah, penilaian kembali berlaku secara nasional, sehingga harus

diturunkan menjadi keputusan Penilaian Kembali BMD oleh Gubernur/Bupati/Waliktota,

sesuai Pasal 52 PP 27/2014.

Namun demikian, meski PP 27 tahun 2014 telah diterbitkan, tetapi dalam pasal 110 PP

tersebut masih memberlakukan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 6

Tahun 2006 tentang Pengelolaan BMN/D yang diantaranya adalah Peraturan Menteri dalam

Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolan BMD sepanjang tidak

bertentangan atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan PP 27/2014 dan

Peraturan pelaksanaan tersebut harus sudah disesuaikan paling lama 2 (dua) tahun terhitung

sejak diundangkannya PP 27 tahun 2014 ini pada tanggal 24 April 2014.

2. Pengembangan Manajemen Aset Negara

Perencanaan Kebutuhan BMN/D meliputi perencanaan pengadaan, pemeliharaan,

Pemanfaatan, Pemindahtanganan, dan Penghapusan BMN/D.

Perencanaan pengadaan dibuat dengan mempertimbangkan pengadaan barang melalui

mekanisme pembelian, Pinjam Pakai, Sewa, sewa beli (leasing), atau mekanisme lainnya yang

lebih efektif dan efisien sesuai kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan Negara/Daerah.

Perencanaan pemeliharaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, dan Penghapusan

BMN/D dapat dilakukan untuk periode 1 (satu) tahun dan 3 (tiga) tahun.

3. Pokok-Pokok Penyempurnaan

Berikut beberapa pokok-pokok penyempurnaan dalam PP 27 Tahun 2014:

a. Penyempurnaan Siklus Pengelolaan BMN/D

b. Harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan lain

c. Penguatan dasar hukum pengaturan

d. Penyederhanaan birokrasi

12

Page 16: Perencanaan Barang Milik Negara

e. Pengembangan manajemen aset negara

f. Penyelesaian kasus yang telah terlanjur terjadi

4. Harmonisasi/Sinkronisasi Peraturan

Perencanaan Kebutuhan BMN/D merupakan salah satu dasar bagi K/L/SKPD dalam

pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan baru (new initiative) dan angka dasar

(baseline) serta penyusunan rencana kerja dan anggaran.

B. Perencanaan Kebutuhan BMN/D

Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah merupakan salah satu dasar bagi

Kementerian/Lembaga/satuan kerja perangkat daerah dalam pengusulan penyediaan anggaran

untuk kebutuhan baru (new initiative) dan angka dasar (baseline) serta penyusunan rencana

kerja dan anggaran, kecuali untuk penghapusan berpedoman pada:

1. standar barang;

2. standar kebutuhan; dan/atau

3. standar harga.

Standar barang dan standar kebutuhan ditetapkan oleh:

1. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara setelah berkoordinasi dengan instansi

terkait; atau

2. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah setelah berkoordinasi dengan dinas

teknis terkait berdasarkan pedoman yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri.

Dalam proses penetapan Standar Barang dan Standar Kebutuhan sebagaimana

dimaksud, Pengelola Barang dapat berkoordinasi dengan instansi atau dinas teknis terkait.

Standar Barang dan Standar Kebutuhan didasarkan pada pertimbangan kemampuan keuangan

negara dan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, termasuk dalam rangka

menjalankan pelayanan umum dengan memperhatikan ketersediaan BMN pada

Kementerian/Lembaga. Sedangkan Standar harga ditetapkan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Pengguna Barang menghimpun usul rencana kebutuhan barang yang diajukan oleh

Kuasa Pengguna Barang yang berada di lingkungan kantor yang dipimpinnya dan

menyampaikan usul rencana kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah kepada Pengelola

Barang.

13

Page 17: Perencanaan Barang Milik Negara

Pengelola Barang melakukan penelaahan atas usul rencana kebutuhan Barang Milik

Negara/Daerah bersama Pengguna Barang dengan memperhatikan data barang pada Pengguna

Barang dan/atau Pengelola Barang dan menetapkannya sebagai rencana kebutuhan Barang

Milik Negara/Daerah.

Dibandingkan dengan PP terdahulu, PP 38 tahun 2008, yang berbunyi “Perencanaan

kebutuhan BMN/D berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan, dan standar harga.”

Pada peraturan terbaru ini, PP 27 tahun 2014, dilakukan penyederhanaan pada lingkup

pengaturan, terkait penghapusan dikecualikan.

1. Filosofi Perencanaan Kebutuhan

Salah satu tahap dari siklus pengelolaan BMN adalah perencanaan kebutuhan dan

penganggaran. Pengertian perencanaan kebutuhan menurut PP No. 27 Tahun 2014 tentang

Pengelolaan BMN adalah sebuah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan BMN/D untuk

menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan

sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang. Perencanaan kebutuhan BMN

bukanlah hal baru dalam pengelolaan BMN. Kewajiban menyusun perencanaan kebutuhan

BMN dalam RKA-KL telah muncul sejak era PP Nomor 6 Tahun 2006. Ketentuan-ketentuan

mengenai perencanaan BMN tersebut disempurnakan lagi pada PP Nomor 27 Tahun 2014

kebutuhan BMN bukanlah hal baru dalam pengelolaan BMN.

Perencanaan merupakan proses awal bagi organisasi untuk mencapai tujuan-tujuannya.

Maksud Perencanaan kebutuhan adalah menunjang tugas dan fungsi Pengguna Barang

dan/atau Kuasa Pengguna Barang (KPB) dalam rangka meningkatkan pelayanan umum dan

mendukung pengambilan keputusan bagi Pengelola Barang dan/atau Pengguna Barang

dan/atau KPB untuk pengadaan, pemeliharaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, dan

penghapusan BMN. Sedangkan tujuan dari perencanaan kebutuhan BMN ini adalah

mengoptimalkan BMN dalam rangka mewujudkan pengelolaan BMN yang efektif, efisien,

dan berkesinambungan. Atas dasar tersebut, dalam rangka mewujudkan efisiensi, efektifitas

dan optimalisasi perencanaan kebutuhan BMN yang mencerminkan kebutuhan riil BMN pada

kementerian/lembaga maka diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

150/PMK.06/2014 tentang Perencanaan Barang Milik Negara. Penyusunan dan penelahaan

RKBMN dilaksanakan secara bertahap mulai tahun anggaran 2017.

14

Page 18: Perencanaan Barang Milik Negara

Perencanaan Kebutuhan BMN merupakan salah satu dasar bagi kementerian/lembaga

dalam pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan baru (new initiative) dan angka

dasar (baseline) serta penyusunan rencana kerja dan anggaran yang dilakukan setiap tahun.

Perencanaan merupakan tahap yang penting apabila dilihat dari dampak dari hasil yang

akan muncul setelah proses tersebut selesai. Dampak buruk tersebut sering kali menjadi

sesuatu hal yang sulit diperbaiki mengingat proses tersebut telah melibatkan banyak pihak

dalam pelaksanaannya. Untuk itulah proses perencanaan yang tepat dan baik diperlukan

sehingga dampak negatif bisa diminimalisir serta dengan adanya perencanaan kebutuhan

BMN yang baik ini diharapkan mampu menjawab berbagai permasalahan antara lain

inefisiensi anggaran, pengadaan yang tidak efektif, serta kurangnya optimalisasi BMN.

2. Objek dan Ruang Lingkup Perencanaan Kebutuhan BMN.

Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara (RKBMN) adalah dokumen perencanaan BMN

untuk periode satu tahun. Berdasarkan PMK Nomor 150/PMK.06/2014 tentang Perencanaan

Kebutuhan Barang Milik Negara, objek perencanaan kebutuhan BMN meliputi:

1. tanah dan/atau bangunan;

2. selain tanah dan/atau bangunan

Kemudian ruang lingkup perencanaan kebutuhan BMN meliputi:

1. perencanaan pengadaan BMN;

2. perencanaan pemeliharaan BMN.

RKBMN memuat informasi berupa unit BMN yang direncanakan untuk dilakukan

pengadaan dan/atau pemeliharaan. RKBMN disusun oleh pengguna barang dengan

berpedoman pada:

1. Renstra K/L;

2. Standar barang;

3. Standar kebutuhan.

Yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RKBMN untuk:

1. Pengadaan BMN:

a. ketersediaan BMN yang ada pada Kementerian/Lembaga;

b. diusulkan terhadap BMN yang telah terdapat standar barang dan standar kebutuhan.

2. Pemeliharaan BMN:

a. daftar barang yang memuat informasi mengenai status barang dan kondisi barang;

15

Page 19: Perencanaan Barang Milik Negara

b. diusulkan terhadap BMN berupa tanah dan/atau bangunan; dan BMN selain tanah

dan/atau bangunan untuk BMN berupa alat angkutan bermotor atau selain alat

angkutan bermotor dengan nilai perolehan per satuan paling sedikit sebesar

Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);

c. tidak dapat diusulkan terhadap BMN yang:

1) berada dalam kondisi rusak berat;

2) sedang dalam status penggunaan sementara (RKBMN pemeliharaan diusulkan oleh

Kementerian/Lembaga yang menggunakan sementara BMN);

3) dalam status dioperasikan pihak lain; dan/atau

4) dalam status dilakukan pemanfaatan (tidak termasuk dalam bentuk pinjam pakai

dalam jangka waktu < 6 bulan).

a. Penelaahan RKBMN

• RKBMN ditelaah dalam forum penelaahan antara pengguna barang dan pengelola

barang.

• Hasil penelaahan yang di dalamnya menyajikan informasi berupa unit BMN yang

direkomendasikan untuk dilakukan pengadaan dan/atau pemeliharaan dituangkan

dalam Hasil Penelaahan RKBMN yang ditandatangani pengguna barang dan pengelola

barang.

• Hasil penelaahan RKBMN dapat mengakibatkan belanja modal untuk materi

mengenai pengadaan BMN, dan belanja barang untuk materi mengenai pemeliharaan

BMN. Belanja modal dan belanja barang tersebut dilakukan dengan

mempertimbangkan ketersediaan anggaran.

• Hasil penelaahan RKBMN digunakan oleh Kementerian/Lembaga sebagai dasar

pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan baru (new initiative). Selain itu,

dapat pula digunakan Kementerian/Lembaga sebagai dasar pengusulan penyediaan

anggaran angka dasar (baseline) serta penyusunan rencana kerja dan anggaran.

• Dalam hal terdapat revisi anggaran yang berdampak pada perubahan kebutuhan

pengadaan dan/atau pemeliharaan BMN, pengguna barang dapat mengusulkan kepada

pengelola barang untuk dilakukan perubahan atas hasil penelaahan RKBMN. Usulan

tersebut dituangkan dalam Usulan Perubahan Hasil Penelaahan RKBMN.

16

Page 20: Perencanaan Barang Milik Negara

b. Penelitian RKBMN

• Pengguna barang melakukan penelitian atas RKBMN yang disampaikan oleh Kuasa

Pengguna Barang.

• Dalam penelitian RKBMN, pengguna barang mengikutsertakan Aparat Pengawasan

Intern Pemerintah (APIP) pada Kementerian/Lembaga bersangkutan untuk melakukan

review terhadap kebenaran dan kelengkapan usulan RKBMN serta kepatuhan terhadap

penerapan ketentuan perencanaan kebutuhan BMN.

Hasil penelitian digunakan oleh pengguna barang dalam menyusun RKBMN untuk

pengadaan dan pemeliharaan BMN tingkat pengguna barang.

3. Alur Penyusunan RKBMN

Tabel berikut dari kiri ke kanan merupakan alur proses penyusunan Rencana Kebutuhan

Barang Milik Negara (RKBMN). Secara ringkas alurnya adalah sebagai berikut:

1. Proses penyusunan RKBMN suatu tahun anggaran dimulai paling tidak dua tahun

sebelumnya. Pada saat itu Kuasa Pengguna Anggaran mulai menyusun usulan

RKBMN untuk satuan kerjanya masing-masing.

2. Setelah usulan tersebut selesai dibuat, KPA menyerahkan usulan secara berjenjang

kepada Pengguna Anggaran. Kemudian, dilakukan Penelitian / Reviu usulan RKBMN

antara Pengguna Anggaran dengan APIP di Kementerian/Lembaga tersebut. Penelitian

Usulan RKBMN dimaksudkan untuk memastikan kebenaran data masukan (input)

penyusunan RKBMN yang sekurang-kurangnya mempertimbangankan kesesuaian:

a. program, kegiatan dan keluaran (output) beruma BMN dengan Renstra K/L; dan

b. Ketersediaan BMN pada satuan kerja di lingkungan Pengguna Barang.

3. Setelah melewati proses penelitian RKBMN antara pengguna barang dengan APIP

K/L, usulan RKBMN disampaikan pengguna barang kepada pengelola barang, paling

17

Page 21: Perencanaan Barang Milik Negara

lambat minggu pertama bulan Januari tahun sebelumnya. Kemudian dilakukan

Penelaahan usulan RKBMN antara pengguna barang dan pengelola barang.

Penelaahan dilakukan terhadap:

a. Relevansi program dengan rencana keluaran (output) K/L berupa BMN;

b. Optimalisasi penggunaan BMN yang berada pada pengguna barang;

c. Efektivitas penggunaan BMN yang berada pada pengguna barang sesuai

peruntukannya dalam rangka menunjang tugas dan fungsi K/L;

d. Memperhatikan daftar barang pada pengguna barang yang memuat informasi

mengenai status barang dan kondisi barang.

4. Setelah pengelola barang (Direktur Jenderal Kekayaan Negara) menyetujui usulan

RKBMN pengguna barang, terbit Hasil Penelaahan RKBMN. Kemudian hasil

penelaahan tersebut disampaikan direktur kepada Pimpinan K/L dengan tembusan

kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat minggu ketiga bulan Februari tahun

anggaran sebelumnya. Penyampaian usulan kepada Direktur Jenderal Anggaran

tersebut menjadi dasar usulan penyediaan anggaran (RKA-K/L) untuk kebutuhan baru

(new initiative) maupun penyediaan anggaran angka dasar (baseline).

Dalam hal terdapat revisi anggaran yang berdampak pada kebutuhan pengadaan

dan/atau pemeliharaan BMN, pengguna barang dapat mengusulkan kepada pengelola

barang untuk dilakukan perubahan atas hasil penelaahan RKBMN. Usulan tersebut

kemudian dituangkan dalam Usulan Perubahan Hasil Penelaahan RKBMN.

4. Permasalahan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014.

Dalam sebuah institusi pemerintah, peraturan menjadi dasar yang sangat penting

dalam melaksanakan sebuah tindakan atau kegiatan, sehingga aturan yang konsiten dan stabil

sangatlah diperlukan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa aturan tersebut dapat berubah-

ubah seiring dengan perkembangan kondisi, kemajuan teknologi, serta perkemban sistem

informasi.

Permasalahan akan timbul jika ketentuan yang mengatur hal yang sama antara

peraturan yang satu dengan peraturan yang lainnya berbeda, sebagai contoh dalam PP No.27

Tahun 2014 Pasal 9 ayat (4) disebutkan bahwa Perencanaan Kebutuhan kecuali untuk

Penghapusan, berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan; dan/atau standar harga.

Sedangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2014, perencanaan

kebutuhan BMN berpedoman pada rensta K/L, standar barang, standar kebutuhan.

18

Page 22: Perencanaan Barang Milik Negara

Permasalahan tersebut menunjukan bahwa harus adanya Konsistensi antar peraturan.

Peraturan yang baik adalah peraturan yang tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih

tinggi, tidak tumpang tindih dengan peraturan lain yang satu level, mampu mengakomodasi

kebutuhan akan peraturan, serta bisa teraplikasikan dalam praktik. Selain itu, penambahan

mekanisme birokrasi yang baru nanti sebisa mungkin diharapkan tidak memperlambat proses

penyusunan RKA-K/L sehingga tidak kontraproduktif terhadap siklus APBN secara

keseluruhan.

C. Pemeliharaan Aset

1. Tanggung Jawab Pemeliharaan BMN/D

Pemeliharaan BMN/D merupakan tanggung jawab:

a. Pengelola Barang

Merupakan pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab melakukan koordinasi

pengelolaan barang milik Negara/ daerah. Pelaksana fungsi koordinasi ini di pusat adalah

Menteri Keuangan sementara di daerah adalah Sekretaris Daerah (Sekda). Adapun pengelola

barang berwenang dan bertanggungjawab menetapkan kebijakan dan pedoman pengelolaan

BMN/D.

b. Pengguna Barang

Merupakan pejabat pemegang kewenangan penggunaan milik Negara/ daerah. Pejabat ini

di pusat melekat pada Menteri/ pimpinan lembaga sedangkan di daerah melekat pada kepala

SKPD. Selaku pengguna barang, Menteri/ Kepala SKPD akan membuat laporan tentang

perubahan dan nilai barang dalam bentuk laporan keuangan yang disebut Neraca KL atau

neraca SKPD.

c. Kuasa Pengguna Barang

Merupakan pejabat yang diberikan kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan

pengguna barang dalam melakukan tugasnya.

Adapun pemeliharaan BMN/D yang sedang dimanfaatkan oleh pihak lain menjadi

tanggung jawab sepenuhnya penyewa, peminjam, mitra kerjasama pemanfaatan, mitra

BGS/BSG, atau mitra kerjasama penyediaan infrastruktur.

19

Page 23: Perencanaan Barang Milik Negara

2. Permasalahan Tanggung Jawab Pemeliharaan atas Barang Milik Negara yang

Berasal dari Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Untuk BMN yang berasal dari Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (DK/TP),

masalah yang sering muncul adalah terkait status kepemilikannya. Apakah BMN tersebut

merupakan milik pemerintah pusat atau daerah, seringkali belum ditetapkan secara jelas. Hal

ini berpengaruh terhadap tanggung jawab pemeliharaan BMN itu sendiri.

BMN pusat yang dilimpahkan ke daerah dengan mekanisme DK/TP seringkali tidak

langsung diselesaikan proses penghibahannya. Tak jarang, BMN tersebut telah digunakan

oleh SKPD untuk menjalankan tugas pemerintahan sehari-hari dalam kondisi belum jelas

status kepemilikannya, akibat dari belum terselesaikannya proses administratif penghibahan

BMN yang bersangkutan.

Hal itu menimbulkan masalah ketika pemerintah daerah akan menyusun anggaran

pemeliharaan BMN dimaksud. Dikarenakan BMN tersebut merupakan BMN pusat, maka

anggaran pemeliharaan tidak dapat dibebankan pada pemerintah daerah. Di sisi lain,

pemerintah pusat sudah tidak menganggarkan pemeliharaan BMN tersebut. Dengan alasan

ini, tak heran banyak BMN yang berasal dari DK/TP dalam kondisi buruk, terbengkalai,

karena tidak memperoleh pemeliharaan yang layak akibat ketiadaan anggaran pemeliharaan

yang timbul dari ketidakjelasan status kepemilikannya.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, mekanisme hibah atas BMN yang berasal dari

DK/TP perlu dipersiapkan, dilaksanakan, dan segera diselesaikan. Dengan demikian

diharapkan tidak ada lagi BMN berstatus tidak jelas. Hal ini dilakukan agar perencanaan

pemeliharaan atas seluruh BMN dapat dilaksanakan dengan baik, sebagai bagian integral

proses penertiban pengelolaan BMN.

20

Page 24: Perencanaan Barang Milik Negara

BAB III ISU TERKINI PERENCANAAN BMN

A. Target

Proses penyusunan RKA-K/L tahun 2017 akan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya,

baik bagi K/L selaku pengguna barang maupun bagi DJKN selaku pengelola barang. Pada

RKA-KL 2017, sebanyak 20 K/L akan menjadi pilot project penyusunan Rencana Kebutuhan

Barang Milik Negara (RKBMN). Untuk mendukung pencapaian target ini, pada 2014 lalu

Menteri Keuangan menerbitkan 4 rangkaian peraturan sebagai dasar penyusunan RKBMN,

yaitu:

1. PMK Nomor 150/PMK.06/2014 tentang Perencanaan Kebutuhan BMN, menggantikan

PMK Nomor 226/PMK.06/2011. Untuk tahap awal, PMK Nomor 150/PMK.06/2014 baru

mengatur mengenai perencanaan pengadaan dan pemeliharaan BMN saja. Ke depan akan

dilakukan penyempurnaan prosedur agar perencanaan kebutuhan dapat disusun lebih

detail hingga meliputi rencana pemanfaatan dan penghapusan BMN.

2. KMK Nomor 450/KM.6/2014 tentang Modul Perencanaan Kebutuhan BMN untuk

Penyusunan RKBMN.

3. KMK RI Nomor 451/KM.6/2014 tentang Pelimpahan Sebagian Wewenang Menteri

Keuangan Kepada DJKN Kepada Direktur BMN DJKN untuk dan atas nama Menteri

Keuangan Menandatangani Dokumen Perencanaan Kebutuhan BMN.

4. KMK Nomor 452/KM.6/2014 tentang Modul Perencanaan Kebutuhan BMN untuk

Penelaahan Rencana Kebutuhan BMN.

B. Benchmarking Perencanaan Aset

1. Perencanaan Aset di Australia

Manajemen aset properti Negara Persemakmuran Australia terbagi menjadi tiga

tingkat manajemen sesuai dengan pembagian kewenangan pemerintahan Australia, yaitu

kewenangan Federal Parliament, State / Territory Parliaments, dan Local Councils. Aset

yang dikelola oleh Departemen Keuangan Australia adalah aset Federal Parliament /

pemerintah federal. Selain itu, Pemerintah Federal juga menetapkan peraturan-peraturan yang

mengikat aset milik State / Territory Parliaments, dan Local Councils.

Pengeluaran untuk aset properti merupakan salah satu dari tiga jenis belanja terbesar

Pemerintah Australia, di samping belanja pegawai dan Information Technology (IT). Oleh

karena itu, manajemen properti pemerintah menjadi salah satu poin penting yang diatur dalam

21

Page 25: Perencanaan Barang Milik Negara

Public Governance, Performance and Accountability Act 2013 (PGPA Act). Departemen

Keuangan Australia bertanggung jawab menyusun kebijakan dan undang-undang yang

membentuk kerangka manajemen properti pemerintah. Termasuk memberikan nasihat kepada

menteri tentang pelaksanaan kewenangannya, dan membantu institusi dalam

menginterpretasikan dan melaksanakan kebijakan. Selain itu, Departemen Keuangan

Australia juga bertanggung jawab atas kebijakan pengadaan konstruksi serta mengelola

portofolio properti non-pertahanan domestik milik Pemerintah Australia.

Kerangka manajemen properti Pemerintah Australia terbagi menjadi tiga tahap yaitu

perencanaan, cost-benefit analysis, dan pengadaan. Dalam perencanaan kebutuhan properti,

Departemen Keuangan Australia memberikan ruang bagi masing-masing instansi untuk

berimprovisasi. Akan tetapi, cakupan dan struktur perencanaan kebutuhan tersebut harus

sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan serta langsung terkait dengan rencana strategis

yang lebih luas. Hal ini dimaksudkan agar dapat mendukung pencapaian tujuan jangka

pendek, menengah, dan panjang. Perencanaan ini diperbaharui setiap tahun agar tetap selaras

dengan tujuan organisasi.

Perencanaan yang telah disusun oleh instansi selanjutnya dikaji dengan cost-benefit

analysis. Hal pertama yang harus dipertimbangkan adalah pendanaan. Pilihan yang sering

muncul adalah pengadaan properti dengan menyewa atau membeli. Dalam setiap analisis,

pengambil keputusan harus mempertimbangkan model pendanaan alternatif. Pengambilan

keputusan dalam manajemen properti dan semua pengadaan Pemerintah Australia didasarkan

pada nilai uang. Setiap tahun Pemerintah Australia menghimpun Australian Government

Property Data Collection (PRODAC) yang meliputi data kantor yang disewa dan dimiliki

oleh Pemerintah Australia. Informasi ini dihimpun untuk membantu mengidentifikasi

kesempatan untuk meningkatkan manajemen dan penggunaan ruang kantor. Saat ini,

Australia sedang menggalakan Activity Based Working (ABW). Manfaat dari ABW antara

lain dapat mengurangi kebutuhan ruang kerja sehingga dapat pada akhirnya dapat mengurangi

kebutuhan akan aset. Selain itu ABW juga menuntut adanya penyusunan kerangka kerja baru.

Prinsipnya, setiap orang dapat bekerja di mana saja, kapan saja. Pegawai diberi kebebasan

untuk memilih di mana dan bagaimana mereka bekerja. Hal ini diharapkan dapat

meningkatkan produktivitas. Tidak hanya data tahunan, Pemerintah Australia juga

mengumpulkan data 10 tahunan yang disebut Fortofolio Property Capital Expenditure

Forecast (PCEF). Seluruh instansi pemerintah diminta untuk menyusun data ini. Hasil

konsolidasinya digunakan sebagai dasar untuk Property Capital Expenditure Plan (PCP).

22

Page 26: Perencanaan Barang Milik Negara

PCP berfungsi untuk memberikan gambaran atas jadwal investasi dan belanja modal. Dengan

adanya jadwal tersebut, diharapkan penstabilan anggaran dapat dilakukan.

2. Perbandingan antara Perencanaan Aset di Australia dan di Indonesia

Di dalam dalam modul Strategic Asset Management Framework-Strategic Asset Plan

yang disusun oleh Department of Treasury and Finance, Government of Western Australia

pada tahun 2010 ditekankan bahwa perencanaan strategis aset berkaitan erat dan harus

disusun untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi sesuai rencana strategis organisasi

bersangkutan. Perencanaan strategis aset merupakan bagian dari perencanaan yang telah

dikembangkan oleh manajemen secara keseluruhan. Di dalam modul tersebut juga disebutkan

bahwa pemerintah Australia Barat menyusun rencana strategis aset jangka pendek (1-4

tahun), jangka menengah (5-10 tahun) dan jangka panjang (10-20 tahun).

Di dalam Pasal 7 PMK 150 Tahun 2014 tentang Perencanaan Kebutuhan BMN

disebutkan bahwa Rencana Kebutuhan BMN disusun oleh Pengguna Barang dengan

berpedoman pada Rencana Strategis K/L, Standar Barang, dan Standar Kebutuhan. Di dalam

Pasal 14 PMK 150 Tahun 2014 tentang Perencanaan Kebutuhan BMN juga disebutkan

bahwa dalam penelaahan Rencana Kebutuhan BMN harus mempertimbangakan kesesuaian

program, kegiatan, dan keluaran (output) berupa BMN dengan Renstra-K/L.

Kedua paragraf di atas seolah-olah memaparkan kesamaan yaitu Pemerintah Australia

Barat dan Pemerintah Indonesia menyelaraskan rencana strategis aset (termasuk rencana

kebutuhan dan penganggaran) dengan rencana strategis instansi pemerintah. Namun

demikian, jika dilakukan telaah yang lebih mendalam terhadap PMK Nomor 150 tahun 2014

tentang Perencanaan Kebutuhan BMN, akan didapatkan beberapa hal yang perlu dikritisi.

Di dalam PMK Nomor 150 tahun 2014 tentang Perencanaan Kebutuhan BMN

sebenarnya sudah terdapat hubungan antara rencana kebutuhan dan anggaran BMN dengan

rencana strategis instansi pemerintah dalam hal ini Rencana Strategis (Renstra)

kementerian/lembaga. Setidaknya terdapat dua pasal yang mengindikasikan hubungan

tersebut. Berikut adalah kutipan pasal-pasal yang mengindikasikan hubungan dimaksud:

Pasal 7:

RKBMN disusun oleh Pengguna Barang dengan berpedoman pada:

a. Renstra-K/L;

b. Standar Barang; dan

c. Standar Kebutuhan

Pasal 14 ayat (5):

23

Page 27: Perencanaan Barang Milik Negara

Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diutamakan untuk memastikan

kebenaran data masukan (input) penyusunan RKBMN yang sekurang-kurangnya

mempertimbangkan:

a. kesesuaian program, kegiatan, dan keluaran (output) berupa BMN dengan Renstra-

K/L.

Meskipun demikian, terdapat hal-hal yang perlu disempurnakan dari PMK Nomor 150

tahun 2014 tentang Perencanaan Kebutuhan BMN dalam kaitannya mengenai penyelarasan /

pengintegrasian rencana kebutuhan dan Penganggaran BMN dengan rencana strategis instansi

pemerintah. Setidaknya terdapat dua aspek yang perlu diperbaiki yaitu keterlibatan

instansi/unit yang menangani perencanaan strategis serta perlunya dikembangkan rencana

kebutuhan BMN jangka menengah/jangka panjang.

1) Keterlibatan Instansi/Unit yang Menangani Perencanaan Startegis

Berikut adalah kutipan ayat (3) dan (4) Pasal 14 PMK Nomor 150 tahun 2014 tentang

Perencanaan Kebutuhan BMN:

Ayat (3):

Pengguna Barang melakukan penelitian atas RKBMN yang disampaikan oleh Kuasa

Pengguna Barang.

Ayat (4):

Dalam penelitian RKBMN sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengguna Barang

mengikutsertakan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah pada Kementerian/Lembaga

bersangkutan untuk melakukan review terhadap kebenaran dan kelengkapan usulan

RKBMN serta kepatuhan terhadap penerapan ketentuan Perencanaan Kebutuhan

BMN.

Ayat (3) dan ayat (4) tersebut menjelaskan bahwa Penggunan barang yang merupakan

Pimpinan K/L melakukan penelitian atas Rencana Kebutuhan BMN yang diajukan oleh Kuasa

Pengguna Barang di lingkungan K/L yang dipimpinnya. Pada ayat (4) dijelaskan bahwa

instansi yang dilibatkan dalam penelitian tersebut adalah APIP saja dan tidak melibatkan unit

atau instansi di lingkungan K/L terkait yang menangani perencanaan strategis K/L.

Tidak terlibatnya unit/instansi yang menangani perencanaan strategis K/L terkait

menyebabkan keselarasan antara perencanaan kebutuhan BMN terhadap Renstra K/L dapat

disangsikan.

Lebih luas lagi, pada tahap penelaahan RKBMN oleh Pengelola Barang, instansi yang

menangani perencanaan nasional dalam hal ini Bappenas tidak dilibatkan. Dari pasal 19 dan

24

Page 28: Perencanaan Barang Milik Negara

Pasal 22 PMK Nomor 150 tahun 2014 tentang Perencanaan Kebutuhan BMN jelas terlihat

bahwa pada level penelaahan oleh Pengelola Barang hanya melibatkan Dirjen yang

menangani pengelolaan BMN dan Ditjen Anggaran akan tetapi tidak melibatkan Bappenas.

2) Rencana Kebutuhan Barang Barang Milik Negara Jangka

Penjang/Menengah

PMK Nomor 150 tahun 2014 tentang Perencanaan Kebutuhan BMN hanya menganut

rencana kebutuhan BMN tahunan dan tidak mengatur rencana kebutuhan jangka menengah (5

tahunan). Renstra K/L merupakan dokumen perencanaan strategis K/L yang memiliki jangka

waktu lima tahun. Di dalamnya dimuat rencana program, kegiatan, dan output beserta target-

target dan indikatornya. Dari program-program dan kegiatan yang telah ditetapkan di dalam

Renstra K/L sebenarnya sudah dapat dilihat aset-aset yang dibutuhkan untuk melaksanakan

program dan kegiatan dimaksud. Sebagai contoh, suatu K/L di dalam Renstra menargetkan

lima tahun yang akan datang semua data keuangan daerah seluruh Indonesia dapat diakses

secara real-time dan online. Dari target tersebut dapat dibuat rencana kebutuhan BMN jangka

menengah untuk mendukung program tersebut, misalnya pengadaan infrastruktur pendukung

serta pembangunan sistem keuangan daerah dan lain-lain.

Rencana Kebutuhan BMN jangka menengah (5 tahunan) tentunya bukan sesuatu yang

tidak dapat direvisi. Isinya dapat disesuaikan dengan dinamika kebutuhan barang yang

nantinya akan disusun dengan rencana kebutuhan BMN tahunan.

C. Perencanaan Pasif, Mungkinkah?

Perencanaan BMN/ BMD sebagaimana diamanatkan oleh PP 27 Tahun 2014 dan PMK

No. 150 Tahun 2014 merupakan perencanaan yang bersifat aktif. Disebut aktif karena usulan

mengenai kebutuhan BMN/ BMD bersifat bottom up dari kuasa pengguna barang

disampaikan pada pengguna barang, kemudian dilakukan penelitian kebutuhan BMN oleh

pengguna barang bersama dengan APIP lalu kemudian dilakukan penelaahan kebutuhan

BMN oleh pengguna barang bersama dengan pengelola barang. Dalam hal ini adalah

Kementerian/ Lembaga yang bersangkutan bersama dengan Menteri Keuangan cq Direktorat

Jenderal Kekayaan Negara. Selain itu terdapat pula perencanaan pasif atau yang banyak

disebut sebagai perencanaan yang terintegrasi karena sifatnya top down. Pembahasan diawali

dengan praktik perencanaan aset aktif yang sedang dilakukan Indonesia saat ini. Dengan

menggunakan peraturan terbaru saat ini terdapat sejumlah perbaikan mengenai perencanaan

kebutuhan BMN yaitu:

25

Page 29: Perencanaan Barang Milik Negara

1. Telah melibatkan APIP dalam perencanaan kebutuhan BMN.

2. Objek perencanaan Kebutuhan BMN pada aturan yang baru lebih luas dan tidak terbatas.

Hal ini ditandai dengan adanya definisi selain Tanah dan / atau Bangunan. Pemerintah

bersedia mengadakan segala jenis BMN/D yang memang benar-benar dibutuhkan yang

nantinya juga berperan sebagai peningkatan asset Negara. Pada peraturan sebelumnya,

walaupun dibiayai oleh uang Negara tetapi aset lancar tidak membutuhkan perencanaan

berapa pun biayanya. Beda halnya dengan sekarang aset lancar harus mulai dianggarkan

per tahun agar dapat dipertanggungjawabkan.

3. Penelahan mengenai perencanaan dan penganggaran lebih matang karena dibuat setahun

sebelumnya.

4. Lebih adaptif dan fleksibel karena jangka waktunya RKBMN dibuat per tahun (tanpa

harus disesuaikan dengan RK 5 tahun seperti sebelumnya).

5. Dasar perencanaan lebih terbatas dan dapat dipertanggungjawabkan.

6. Pada peraturan yang baru tampak bahwa definisi perencanaan kebutuhan diperluas demi

efisiensi dan efektivitas pengelolaan BMN/D. Perencanaan Kebutuhan juga harus

dilakukan terhadap perencanaan pemanfaatan, perencanaan pemindah tanganan, dan

perencanaan penghapusan. Ini menunjukkan bahwa celah pada perencanaan yang belum

diatur sebelumnya sudah berusaha di minimalisasi oleh pemerintah.

Namun ternyata terdapat sejumlah kekurangan yang terjadi dalam praktik perencanaan.

Masalah ini dapat disebut masalah yang akut karena terjadi pada banyak Kementerian/

lembaga maupun pemerintah daerah. Masalah yang terjadi adalah sebagai berikut:

1. Nilai aset yang dikelola kurang akurat.

Kementerian/Lembaga selaku pemilik dan pengelola barang milik negara tidak

tertib dalam masalah penilaian pencatatan barang milik Negara. Terdapat peraturan

khusus yang mengatur dalam hal pencatatan dan rekonsiliasi barang milik Negara, namun

ternyata hal tersebut masih sering dianggap sepele oleh Kementerian/lembaga sehingga

mengakibatkan buruknya akurasi nilai aset pada Kementerian/ Lembaga.

2. Status aset yang dikelola tidak ada kejelasan.

Hal ini bisa menjadi masalah yaitu ketika aset pusat yang berada di daerah tidak

segera dilakukan penghibahan. Pemerintah daerah, ketika akan melakukan penganggaran

untuk pemeliharaan aset pusat tersebut, tidak bisa dilakukan begitu saja, dikarenakan aset

terebut adalah aset pusat maka untuk anggaran pemeliharaan tidak bisa diambilkan dari

daerah. Apabila anggaran pemeliharaan ini diambilkan dari pusat, di tingkat pusat tidak

26

Page 30: Perencanaan Barang Milik Negara

terdapat alokasi untuk pemeliharaan. Hal ini yang menyebabkan banyak aset pusat di

daerah banyak mengalami kerusakan meskipun umur pakainya masih sedikit, karena

kurangnya pemeliharaan. Oleh karena itu, sejak dilakukan penganggaran terhadap

rencana pengadaan barang milik Negara, perlu disiapkan pula mekanisme

hibah/penyerahan ke daerah agar tidak terjadi permasalahan di belakang, yang akan

bermuara pada opini instansi pemeriksa atas laporan keuangan kementerian lembaga.

Mekanisme hibah ini akan menjadikan jelas mengenai status aset (barang milik

Negara/daerah) apakah menjadi milik pusat atau daerah, sehingga alokasi untuk anggaran

pemeliharaan dapat diyakini akuntabilitasnya.

3. Penggunaan barang milik negara dalam rangka mendukung tugas pokok dan fungsi

pemerintah kurang optimal.

Hal ini sering terjadi untuk aset-aset yang dianggarkan di pemerintah pusat namun

penggunaan untuk di daerah dengan melalui mekanisme dekonsentrasi, tugas

pembantuan, dan urusan bersama. Misalnya untuk aset-aset bergerak yang membutuhkan

jaringan listrik ataupun jaringan internet, di dalam perencanaan seharusnya sudah bisa

dipetakan apakah aset yang dianggarkan tersebut bisa digunakan di daerah.

4. Pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik negara dalam rangka menghasilkan

pendapatan negara juga kurang dioptimalkan.

Perlu adanya peningkatan kemampuan teknis dari pengelola aset agar dapat

mengoperasikan aset sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi kinerja pemerintahan.

Hal ini sering terjadi untuk aset berupa aset bergerak klasifikasi aset tak berwujud, berupa

aplikasi komputer. Pemerintah mempunyai banyak aset berupa aset tak berwujud, yang

mempunyai fungsi guna sebagai alat dalam menunjang kinerja pemerintahan, namun aset

ini sering tidak didayagunakan dengan baik karena rendahnya kualitas sumber daya

manusia, ataupun kurang bagusnya pengelolaan sumber daya manusia itu sendiri. Hal ini

sering terjadi di daerah. Instansi daerah, sering tidak memperhatikan kekhususan

keterampilan dari sumber daya manusia dalam hal penempatan pada wilayah kerja.

Ataupun SDM yang menguasai mengenai aset tak berwujud tersebut ditempatkan pada

tempat lain yang tidak berhubungan samasekali dengan aset tersebut.

5. Kerugian negara sebagai akibat dari pengelolaan barang milik negara belum dapat di

minimalisasi.

Banyak terdapat aset-aset yang mempunyai masa pakai masih sedikit, namun

yang banyak mengalami kerusakan ataupun tidak dapat digunakan. Tidak berfungsinya

27

Page 31: Perencanaan Barang Milik Negara

aset-aset yang masa pakai masih sedikit ini sebagai akibat dari kurangnya pemeliharaan

dari aset. Apabila hal ini terjadi pada aset tidak bergerak seperti gedung, apabila gedung

roboh tidak hanya terdapat kerugian material namun juga kerugian jiwa. Penyebabnya

adalah kurang tertibnya mekanisme inventarisasi barang milik negara baik di tingkat

pusat ataupun daerah. Pentingnya inventarisasi harus dilakukan agar diketahui secara

jelas nilai aset/kekayaan negara yang saat ini berada di penguasaan kementerian/lembaga

ataupun instansi daerah.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa meskipun peraturan mengenai perencanaan

aset di Indonesia telah mengalami sejumlah perkembangan namun tetap saja masih terdapat

beberapa lubang kelemahan. Celah perbaikan atas peraturan perencanaan aset di Indonesia

dapat dilakukan melalui benchmark terhadap best practices manajemen aset. Adapun ide

pengelolaan aset yang modern salah satunya adalah pendekatan terpadu terhadap sistem

pengelolaan aset yang strategis yang diuraikan oleh lembaga The Australian Procurement and

Construction Council (APCC), The Australian Aset Management Collaborative Group’s

(AAMCoG), dan Cooperative Research Centre for Infrastructure and Engineering Asset

Management (CIEAM). Dengan melakukan Integrated Strategic Asset Management (ISAM)

maka diharapkan tercapai tujuan optimalnya potensi pengadaan pelayanan dari aset yang

bersangkutan, me minimalisasi risiko dan biaya, dan meningkatkan nilai positif modal alami

dan sosial dalam siklus kehidupan suatu aset. Pendekatan yang terpadu (integrated approach)

memungkinkan organisasi penyedia aset untuk mengakses ilmu pengetahuan, keahlian,

dan sumber daya informasi untuk menciptakan keuntungan yang berlebih.

28

Page 32: Perencanaan Barang Milik Negara

Sumber: The Australian Asset Management Collaborative Group’s (AAMCoG)

Berdasarkan kerangka kerja diatas dapat disimpulkan bahwa best practices perencanaan

aset adalah melalui perencanaan yang terpadu. Pengelola aset melakukan evaluasi kebutuhan

aset dalam melakukan perencanaan dan menggunakan prinsip perencanaan yang strategis

dengan mempertimbangkan pengetahuan, kapasitas, dan kapabilitas. Sedangkan perencanaan

aset yang selama ini dianut oleh Indonesia masih bottom up yang tidak terpadu. Selain itu

terdapat pula ide yang mendukung Integrated Strategic Asset Management (ISAM) diatas

yaitu pendekatan Total Enterprise Asset Management (TEAM). Terdapat 6 elemen utama alur

aset yaitu:

1. Asset processes and practices

29

Page 33: Perencanaan Barang Milik Negara

2. Asset information systems

3. Data and knowledge

4. Commercial tactics

5. Organizational issues

6. People issues

Sumber: strategic

asset

management planning

Berdasarkan pendekatan TEAM maka pengelolaan aset di Indonesia saat ini tidak

ideal. Hal ini disebabkan usul perencanaan bersifat bottom up. Kelemahan yang terjadi adalah

sebagai berikut:

1. Bertingkatnya jenjang Proses pembentukan sampai dengan penyampaian kembali

RKBMN atau bahkan jika ada revisi anggaran mulai dari Pengelola BMN sampai

kembali dari Pengguna/Kuasa Pengguna Barang sedang perumusan kebutuhan BMN

melalui proses dengan jalur bottom-up dari yang ada di lapangan.

2. Unit instansi yang menjalankan di Indonesia adalah unit-unit yang banyak dan tersebar

merata (secara geografis di negara kepulauan).

3. Setiap proses perencanaan pengadaan BMN untuk membuat dokumen RKBMN

adalah suatu proses dengan jalur birokrasi resmi instansi pemerintahan yang mesti

ditempuh melalui setiap lini organisasinya (yang secara struktur jauh).

30

Page 34: Perencanaan Barang Milik Negara

4. Perencanaan Pengadaan BMN merupakan kebutuhan BMN yang bervariasi sesuai

dengan kebutuhan teknis unit instansi di lapangan (memerlukan kemampuan teknis

yang tinggi) sedang pada pelaku tingkat pembentukan dokumen RKBMN adalah

orang-orang dengan kemampuan manajemen yang tinggi.

5. Standar barang dan standar kebutuhan yang harus dipenuhi merupakan suatu produk

yang terpisah dari proses rencana pengadaan BMN meskipun ada dalam usulan

RKBMN dari Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang.

Dampak buruk perencanaan aset Indonesia saat ini adalah:

1. Terhambat nya kebutuhan pelayanan publik akibat proses yang lama dan panjang

melalui jalur birokrasi lini organisasi yang terlampau jauh dan sebaran geografis yang

luas pada negara yang berbentuk Negara kepulauan

2. Masih besarnya risiko kesalahan item BMN yang tercantum dalam dokumen Rencana

Kebutuhan Barang Milik Negara (RKBMN) dan lamanya proses untuk mengoreksi

akibat panjangnya jalur pembuatan RKBMN, banyaknya pihak yang harus

berkoordinasi tanpa real time, banyaknya faktor yang bisa mengubah pilihan item

(revisi anggaran, perubahan teknologi atau kebijakan yang lebih tinggi sebagai acuan

yang diikuti) dan keharusan mencocokkan standar kebutuhan dan standar barang yang

merupakan produk yang ditetapkan secara terpisah antara pelaku di lapangan dengan

yang berwenang membentuk standar tersebut

3. Pemborosan waktu, pikiran dan tenaga dalam setiap pembentukan Rencana Kebutuhan

Barang Milik Negara (RKBMN) akibat belum terintegrasi nya dalam pembuatan

keputusan pembuatan RKBMN tersebut (not integrated decision-making).

Oleh karena itu solusi yang dapat ditempuh adalah mengintegrasikan proses

perencanaan kebutuhan BMN pada pengelola BMN dalam hal ini adalah Menteri

Keuangan c.q. DJKN. Dengan demikian dapat diperoleh manfaat berupa:

1. Mengurangi biaya pemeliharaan akibat tidak efisien nya pengelolaan aset

2. Meningkatkan revenue melalui efisiensi pengelolaan aset yang dilakukan oleh asset

manager yang berdampak pada penguatan APBN

3. Meningkatkan kecepatan perencanaan aset

4. Mengurangi administration cost

5. Meningkatkan solusi non aset yang dilakukan oleh asset manager

Namun perlu diperhatikan pula teknis untuk melakukan pendekatan perencanaan

terintegrasi diatas yaitu:

31

Page 35: Perencanaan Barang Milik Negara

1. Menggunakan mekanisme big data dimana database BMN seluruh Kementerian/

Lembaga di integrasi sehingga dapat dengan mudah dilakukan solusi non aset

maupun perencanaan BMN

2. Meningkatkan kemampuan SDM dalam melakukan perencanaan terintegrasi.

3. Membuat payung hukum berupa undang- undang dan kebijakan yang memberikan

DJKN wewenang dalam melakukan perencanaan BMN yang bersifat whole of

government.

32

Page 36: Perencanaan Barang Milik Negara

BAB IV SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan pada Bab II dan Bab III makalah ini, dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut:

1. Paradigma baru perencanaan aset adalah berdasarkan PP No. 27 Tahun 2014 dan PMK

No. 150 Tahun 2014.

2. Terbitnya PP No. 27 Tahun 2014 adalah dalam rangka menyempurnakan PP No.6 Tahun

2006 yaitu:

a. Penyempurnaan Siklus Pengelolaan BMN/D

b. Harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan lain

c. Penguatan dasar hukum pengaturan

d. Penyederhanaan birokrasi

e. Pengembangan manajemen aset negara

f. Penyelesaian kasus yang telah terlanjur terjadi

3. objek perencanaan kebutuhan BMN meliputi:

a. tanah dan/atau bangunan;

b. selain tanah dan/atau bangunan

4. Ruang Lingkup Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah meliputi

perencanaan pengadaan, pemeliharaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, dan

penghapusan Barang Milik Negara/Daerah.

5. Pihak yang bertanggung jawab atas pemeliharaan Barang Milik Negara/Daerah adalah

pengelola barang, pengguna barang, dan kuasa pengguna barang.

6. Permasalahan PP No. 27 tahun 2014 dan PMK No. 150 Tahun 2014 yaitu tidak

konsistennya isi dari Peraturan yang lebih tinggi dengan peraturan yang lebih rendah.

7. Pemeliharaan Barang Milik Negara/Daerah yang sedang dimanfaatkan oleh pihak lain

menjadi tanggung jawab sepenuhnya pihak lain tersebut, baik itu penyewa, peminjam,

mitra kerjasama pemanfaatan, mitra BGS/BSG, maupun mitra kerjasama penyediaan

infrastruktur.

8. Terdapat sejumlah perbaikan mengenai perencanaan kebutuhan BMN pada PP No. 27

Tahun 2014 dan PMK No. 150 Tahun 2014 yaitu:

a. Telah melibatkan APIP dalam perencanaan kebutuhan BMN.

b. Objek perencanaan Kebutuhan BMN pada aturan yang baru lebih luas dan tidak

terbatas. Hal ini ditandai dengan adanya definisi selain Tanah dan / atau Bangunan.

33

Page 37: Perencanaan Barang Milik Negara

Pemerintah bersedia mengadakan segala jenis BMN/D yang memang benar-benar

dibutuhkan yang nantinya juga berperan sebagai peningkatan asset Negara. Pada

peraturan sebelumnya, walaupun dibiayai oleh uang Negara tetapi aset lancar tidak

membutuhkan perencanaan berapa pun biayanya. Beda halnya dengan sekarang aset

lancar harus mulai dianggarkan per tahun agar dapat dipertanggungjawabkan.

c. Penelahan mengenai perencanaan dan penganggaran lebih matang karena dibuat

setahun sebelumnya.

d. Lebih adaptif dan fleksibel karena jangka waktunya RKBMN dibuat per tahun (tanpa

harus disesuaikan dengan RK 5 tahun seperti sebelumnya).

e. Dasar perencanaan lebih terbatas dan dapat dipertanggungjawabkan.

f. Pada peraturan yang baru tampak bahwa definisi perencanaan kebutuhan diperluas

demi efisiensi dan efektivitas pengelolaan BMN/D. Perencanaan Kebutuhan juga

harus dilakukan terhadap perencanaan pemanfaatan, perencanaan pemindah tanganan,

dan perencanaan penghapusan. Ini menunjukkan bahwa celah pada perencanaan yang

belum diatur sebelumnya sudah berusaha di minimalisasi oleh pemerintah.

9. Masalah BMN/BMD yang umum terjadi adalah sebagai berikut:

a. Nilai aset yang dikelola kurang akurat

b. Status aset yang dikelola tidak ada kejelasan.

c. Penggunaan barang milik negara dalam rangka mendukung tugas pokok dan fungsi

pemerintah kurang optimal.

d. Pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik negara dalam rangka menghasilkan

pendapatan negara juga kurang dioptimalkan.

e. Kerugian negara sebagai akibat dari pengelolaan barang milik negara belum dapat di

minimalisasi.

10. Best practices perencanaan aset adalah pendekatan Integrated Strategic Asset

Management (ISAM) yang mencapai tujuan optimalnya potensi pengadaan pelayanan

dari aset yang bersangkutan, me minimalisasi risiko dan biaya.

11. Berdasarkan pendekatan Total Enterprise Asset Management (TEAM) maka pengelolaan

aset di Indonesia saat ini tidak ideal. Hal ini disebabkan usul perencanaan bersifat

bottom up.

12. Kelemahan proses perencanaan saat ini adalah sebagai berikut:

a. Bertingkatnya jenjang Proses pembentukan sampai dengan penyampaian kembali

RKBMN atau bahkan jika ada revisi anggaran mulai dari Pengelola BMN sampai

34

Page 38: Perencanaan Barang Milik Negara

kembali dari Pengguna/Kuasa Pengguna Barang sedang perumusan kebutuhan BMN

melalui proses dengan jalur bottom-up dari yang ada di lapangan.

b. Unit instansi yang menjalankan di Indonesia adalah unit-unit yang banyak dan

tersebar merata (secara geografis di negara kepulauan).

c. Setiap proses perencanaan pengadaan BMN untuk membuat dokumen RKBMN

adalah suatu proses dengan jalur birokrasi resmi instansi pemerintahan yang mesti

ditempuh melalui setiap lini organisasinya (yang secara struktur jauh).

d. Perencanaan Pengadaan BMN merupakan kebutuhan BMN yang bervariasi sesuai

dengan kebutuhan teknis unit instansi di lapangan (memerlukan kemampuan teknis

yang tinggi) sedang pada pelaku tingkat pembentukan dokumen RKBMN adalah

orang-orang dengan kemampuan manajemen yang tinggi.

e. Standar barang dan standar kebutuhan yang harus dipenuhi merupakan suatu produk

yang terpisah dari proses rencana pengadaan BMN meskipun ada dalam usulan

RKBMN dari Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang.

13. Solusi yang dapat ditempuh adalah mengintegrasikan proses perencanaan kebutuhan

BMN pada pengelola BMN dalam hal ini adalah Menteri Keuangan c.q. DJKN.

Dengan manfaat sebagai berikut:

a. Mengurangi biaya pemeliharaan akibat tidak efisien nya pengelolaan aset

b. Meningkatkan revenue melalui efisiensi pengelolaan aset yang dilakukan oleh asset

manager yang berdampak pada penguatan APBN

c. Meningkatkan kecepatan perencanaan aset

d. Mengurangi administration cost

e. Meningkatkan solusi non aset yang dilakukan oleh asset manager

14. Teknis untuk melakukan pendekatan perencanaan terintegrasi yaitu:

a. Menggunakan mekanisme big data dimana database BMN seluruh Kementerian/

Lembaga di integrasi sehingga dapat dengan mudah dilakukan solusi non aset maupun

perencanaan BMN

b. Meningkatkan kemampuan SDM dalam melakukan perencanaan terintegrasi.

c. Membuat payung hukum berupa undang- undang dan kebijakan yang memberikan

DJKN wewenang dalam melakukan perencanaan BMN yang bersifat whole of

government.

35

Page 39: Perencanaan Barang Milik Negara

DAFTAR REFERENSI

Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2014 tentang Perencanaan Kebutuhan

Barang Milik Negara

Stewart, Douglas; Kennedy, Bill; Norton, Lynn; Byrne, Roger; Duncan, Rose, 2003, Strategic

asset-management planning: How the Orange County sanitation district adopted the

TEAM approach terbitan Water Environment Federation, Alexandria: Water

Environment Federation melalui

http://eresources.pnri.go.id:2056/docview/205300422?accountid=25704

Satria, Aris. Tinjauan Perencanaan Pengadaan BMN dalam PMK nomor-150/PMK.06/2014

dengan Pendekatan Total Enterprise Asset Management (TEAM) melalui

https://arissatria.wordpress.com/2014/11/19/injauan-perencanaan-pengadaan-bmn-

dalam-pmk-nomor-150pmk-062014-dengan-pendekatan-total-enterprise-asset-

management-team/

36