Upload
phamphuc
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGEMBANGAN USAHATANI BERBASIS KOPI UNTUK
SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS KETAHUN HULU PROVINSI BENGKULU
LUXMAN ARIEF A155080041
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perencanaan Penggunaan Lahan Dan Pengembangan Usahatani Berbasis Kopi Untuk Sistem Pertanian Berkelanjutan Di DAS Ketahun Hulu Provinsi Bengkulu adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber infomasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Bogor, April 2011
Luxman Arief
ABSTRACT LUXMAN ARIEF. Land Use Planning and Coffee Based Farming Development for Sustainable Agricultural System in Ketahun Hulu Watershed Bengkulu Province, under academic supervision of SURIA DARMA TARIGAN and NAIK SINUKABAN.
Ketahun Hulu watershed is part of Ketahun watershed, administratively it is mainly located in Lebong district and a small portion of it is located in North Bengkulu and Rejang Lebong districts of Bengkulu province. This study was aimed to identify landuse and agrotechnology characteristics in Ketahun Hulu watershed, and to arrange land use planning and coffee based farming development for sustainable agricultural systems in the Ketahun Hulu watershed. To achieve a sustainable agriculture, there are 3 (three) indicators that should be fulfilled : a) total farmer’s income should be high enough support a life worth living, b) erosion should be less than tolerable soil loss (ETol), c) agrotechnologies should be acceptable and replicable to the farmers. This study was focus on intensive observation sites covering 14,844 hectares located in one of sub watershed that represent characteristics of the watershed. Land capability was evaluated using Klingebiel and Montgomery method, erosion was predicted using USLE equation developed by Wishmeier and Smith (1978), and farming income was analyzed using cash flow analysis method. Results of this research showed that predicted erosion in the existing cropping pattern and agrotechnologies in Ketahun Hulu watershed generally greater than ETol; it ranged from 2,47 – 683,18 tons/hectare/year while ETol was ranged from 13,45 – 36,38 tons/hectare/year. Total incomes of farmers were much lower than a decent income (Rp. 18.000.000,-/householder/year). Alternative agrotechnologies to meet the indicators of sustainable agricultural systems were recommended with two alternatives. To increase farmer’s income to meet the income of decent living, the source of income such as livestock was introduced in to the existing farming systems. Simulation of agrotechnologies show that alternatives of agrotechnology can reduce erosion to lower than ETol and to increase farmer’s income up to a decent income. Alternative agrotechnolgy 1 which consisted of grass strip plus litter mulch, fertilizer and livestock including 30 chickens and 5 goats can reduce erosion to lower than ETol (2,45 – 22,77 tons/hectares/year) and increase farmer’s income up to a decent living (Rp. 18.855.000,- to Rp. 24.915.000,-/householder/year). Alternative agrotechnology 2 which consisted ridge terrace plus litter mulch, fertilizer and livestock including 30 chickens and 5 goats can reduce erosion to lower than ETol (2,47 – 22,77 tons/hectares/year) and increase farmer’s income up to a decent living (Rp. 18.635.000,- to Rp. 24.695.000,-/householder/year).
Spatial planning of recommended agrotechnologies was extrapolated into the watershed in Ketahun Hulu Watershed.
Keywords : Erosion, Sustainable Agricultural System, Watershed
RINGKASAN
LUXMAN ARIEF. Perencanaan Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani Berbasis Kopi Untuk Sistem Pertanian Berkelanjutan Di DAS Ketahun Hulu Provinsi Bengkulu. Dibimbing oleh SURIA DARMA TARIGAN sebagai ketua dan NAIK SINUKABAN sebagai anggota.
DAS Ketahun Hulu dengan luas 115.998 hektar merupakan bagian DAS Ketahun secara administratif terletak di Kabupaten Lebong serta sebagian kecil terletak di Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Rejang Lebong. DAS Ketahun ditetapkan sebagai DAS Prioritas I berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor : SK. 328/Menhut-II/2009 tanggal 12 Juni 2009.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik penggunaan lahan dan agroteknologi di DAS Ketahun Hulu dan menyusun perencanaan penggunaan lahan dan pengembangan usahatani berbasis kopi untuk sistem pertanian berkelanjutan di DAS Ketahun Hulu. Untuk dapat mencapai pertanian yang berkelanjutan minimal harus memenuhi 3 (tiga) indikator yaitu pendapatan yang layak bagi setiap petani, erosi yang lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan (ETol) dan dapat diterima serta dikembangkan oleh petani dengan pengetahuan dan sumberdaya lokal yang dimilikinya.
Lokasi pengamatan intensif terletak di salah satu sub DAS seluas 14.844 hektar yang terdiri dari 18 satuan lahan yang mewakili karakteristik DAS Ketahun Hulu secara keseluruhan. Data yang digunakan untuk analisis adalah data biofisik lahan dan data sosial ekonomi. Evaluasi kemampuan lahan dilakukan pada lokasi pengamatan intensif dengan menggunakan metoda yang dikemukakan oleh Klingebiel dan Montgomery dalam Arsyad (2006). Prediksi erosi dilakukan dengan menggunakan persamaan USLE yang di kembangkan oleh Wishmeier dan Smith (1978). Erosi yang dapat ditoleransi ditentukan dengan metode Hammer dan metoda Tompson. Analisis usahatani pada pola tanam dan agroteknologi menggunakan metoda arus uang tunai. Penentuan alternatif agroteknologi ditetapkan dengan menggunakan simulasi USLE.
Kelas kemampuan lahan pada satuan lahan pengamatan intensif DAS Ketahun Hulu terdiri dari kelas kemampuan lahan I, II, III, IV dan VI. Secara umum penggunaan lahan di DAS Ketahun Hulu telah sesuai dengan kemampuan lahan kecuali pada 2 satuan lahan pengamatan intensif yang tidak sesuai dan perlu dilakukan perubahan penggunaan lahan sesuai dengan kemampuan lahannya. Penggunaan lahan kebun campuran di DAS Ketahun Hulu ternyata seluruhnya berbasis kopi robusta. Tipe usahatani berbasis kopi yang dilakukan oleh petani setempat terdiri dari 6 tipe yaitu : Monokultur kopi (UT1), Kopi dan sengon (UT2), Kopi dan tanaman kayu-kayuan (UT3), Kopi dan tanaman buah-buahan (UT4), Kopi, karet dan nilam (UT5), Kopi, pinang dan kemiri (UT6).
Pola tanam dan agroteknologi aktual berbasis kopi yang diterapkan oleh petani di DAS Ketahun Hulu masih dilakukan secara tradisional dan belum menerapkan tindakan konservasi tanah yang baik sehingga belum memenuhi indikator pertanian berkelanjutan karena nilai prediksi erosi yang lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransi dan pendapatan yang belum memenuhi standar kebutuhan hidup layak dikarenakan lahan yang sempit yaitu rata-rata 1,5 hektar
dengan produktifitas kopi yang rendah yaitu 675 kg/hektar/tahun. Berdasarkan hasil analisis, prediksi erosi pada pola tanam dan agroteknologi aktual di satuan lahan pengamatan intensif DAS Ketahun Hulu berkisar antara 2,47 – 683,18 ton/hektar/tahun, secara umum jauh lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransi yang berkisar antara 13,45 - 36,38 ton/hektar/tahun, kecuali pada penggunaan lahan hutan dan sawah. Pendapatan petani berkisar antara Rp. 10.330.000,-/KK/tahun – Rp. 15.250.000,-/KK/tahun lebih rendah dari kebutuhan hidup layak di DAS Ketahun Hulu yaitu Rp. 18.000.000,-/KK/tahun.
Alternatif agroteknologi direkomendasikan agar dapat memenuhi indikator-indikator pertanian berkelanjutan dengan 2 alternatif. Alternatif agroteknologi 1 dengan menerapkan tindakan konservasi tanah pembuatan strip rumput disertai pemberian mulsa serasah sisa tanaman, pemupukan sesuai dengan rekomendasi Balitbang Pertanian yaitu 100 gr Urea, 50 gr TSP dan 50 gr KCL dan usaha ternak T3 (ternak ayam 30 ekor dan kambing 5 ekor). Alternatif agroteknologi 2 dengan menerapkan tindakan konservasi tanah pembuatan teras gulud dengan tanaman penguat teras disertai pemberian mulsa serasah sisa tanaman, pemupukan sesuai dengan rekomendasi Balitbang Pertanian yaitu 100 gr Urea, 50 gr TSP dan 50 gr KCL dan usaha ternak T3 (ternak ayam 30 ekor dan kambing 5 ekor).
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, semua alternatif agroteknologi yang direkomendasikan sudah dapat memenuhi indikator pertanian berkelanjutan dengan prediksi erosi yang lebih kecil dari Etol, pendapatan petani yang lebih tinggi dari kebutuhan hidup layak serta diterima dan dapat diterapkan oleh petani. Penerapan alternatif agroteknologi 1 yaitu dengan pembuatan strip rumput disertai pemberian mulsa serasah, pemupukan dan usaha ternak T3 (ternak ayam 30 ekor dan kambing 5 ekor) dapat mengurangi erosi sehingga lebih rendah dari ETol berkisar antara 2,45 – 22,77 ton/hektar/tahun dan meningkatkan pendapatan petani sehingga lebih tinggi dari kebutuhan hidup layak berkisar antara Rp. 18.855.000,-/KK/tahun – Rp. 24.915.000,-/KK/tahun. Penerapan alternatif agroteknologi 2 yaitu dengan pembuatan teras gulud dengan tanaman penguat teras ditambah mulsa serasah, pemupukan dan usaha ternak T3 (ternak ayam 30 ekor dan kambing 5 ekor) dapat mengurangi erosi sehingga lebih rendah dari ETol berkisar 2,47 – 22,77 ton/hektar/tahun dan meningkatkan pendapatan petani sehingga lebih tinggi dari kebutuhan hidup layak berkisar Rp. 18.635.000,-/KK/tahun – Rp. 24.695.000,-/KK/tahun.
Rekomendasi penggunaan lahan dan pengembangan usahatani berbasis kopi untuk sistem pertanian berkelanjutan di satuan lahan pengamatan intensif diekstrapolasikan ke seluruh wilayah DAS Ketahun Hulu dengan memperuntukkan lahan sesuai dengan kemampuannya dan menerapkan alternatif agroteknologi pada lahan usahatani berbasis kopi sesuai dengan karakteristik satuan lahannya. Penggunaan lahan hutan tetap dipertahankan sebagai hutan walaupun sesuai untuk budidaya pertanian. Penggunaan lahan sawah tetap dipertahankan sebagai sawah. Lahan-lahan usahatani dengan kelas kemampuan lahan VI direkomendasikan untuk dilakukan penghijauan atau reboisasi dengan tujuan untuk meningkatkan kerapatan tanaman kayu-kayuan agar dapat kembali berfungsi sebagai hutan. Lahan-lahan usahatani yang berdasarkan peta penggunaan lahan dan peta arahan fungsi kawasan hutan berada di dalam kawasan hutan tetap tidak disarankan untuk budidaya pertanian kecuali ada kebijaksanaan dari kementerian kehutanan.
PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGEMBANGAN USAHATANI BERBASIS KOPI UNTUK
SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS KETAHUN HULU PROVINSI BENGKULU
LUXMAN ARIEF
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains Pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
Dosen Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Enni Dwi Wahyunie, M.Si
LEMBAR PENGESAHAN Judul Tesis : Perencanaan Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani
Berbasis Kopi Untuk Sistem Pertanian Berkelanjutan Di DAS Ketahun Hulu Provinsi Bengkulu
Nama : Luxman Arief NIM : A155080041
DISETUJUI
Komisi Pembimbing
Ketua Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc
Anggota .
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan DAS
Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc.
Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 7 Maret 2011 Tanggal Lulus :
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebut sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 22 November 1976 sebagai
anak kedua dari pasangan M. Zein Rani dan Nazariah. Pendidikan sarjana di
tempuh di Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan Banda Aceh pada Jurusan Manajemen
Hutan, lulus tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan ke program studi Ilmu
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor
pada tahun 2008 atas beasiswa dari Departemen Kehutanan.
Penulis bekerja di Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Krueng Aceh
mulai tahun 1996 sampai dengan sekarang.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvii
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
Latar Belakang ......................................................................................... 1
Perumusan Masalah .................................................................................. 5
Kerangka Pemikiran ................................................................................. 5
Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7
Kegunaan Penelitian ................................................................................. 7
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 9
Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) ..................................................... 9
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai .......................................................... 10
Penggunaan Lahan ................................................................................... 11
Evaluasi Kemampuan Lahan .................................................................... 12
Erosi dan Prediksi Erosi ........................................................................... 16
Erosi Yang Masih Dapat Ditoleransi (ETol) ............................................ 17
Pembangunan Pertanian Yang Berkelanjutan .......................................... 18
Usahatani Kopi Robusta Di DAS Ketahun Hulu ..................................... 19
METODE PENELITIAN ............................................................................... 21
Waktu dan Tempat ................................................................................... 21
Metode Penelitian ..................................................................................... 21
Satuan Lahan Pengamatan Intensif .......................................................... 22
Data dan Alat ............................................................................................ 24
Metoda Pengumpulan Data ...................................................................... 25
Analisa Data ............................................................................................. 26
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN .............................................. 33
Letak Geografis ........................................................................................ 33
Tanah ........................................................................................................ 33
xiii
Topografi .................................................................................................. 34
Penggunaan Lahan ................................................................................... 34
Iklim ......................................................................................................... 36
Hidrologi .................................................................................................. 37
Penduduk .................................................................................................. 38
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 41
Karakteristik DAS Ketahun Hulu ............................................................ 41
Karakteritik Satuan Lahan Pengamatan Intensif ...................................... 40
Identifikasi Penggunaan Lahan ................................................................ 44
Penggunaan Lahan Kebun Campuran ...................................................... 45
Evaluasi Kemampuan Lahan .................................................................... 48
Evaluasi Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual ..................................... 50
Analisa Usahatani Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual ..................... 54
Alternatif Pola Tanam dan Agroteknologi ............................................... 57
Analisa Usahatani Alternatif Agroteknologi ............................................ 63
Peningkatan Pendapatan Petani ................................................................ 65
Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani ........... 68
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 77
Kesimpulan ............................................................................................... 77
Saran ......................................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 79
LAMPIRAN ................................................................................................... 81
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan..................................................... 27
2 Jenis Tanah DAS Ketahun Hulu ................................................................ 33
3 Kelas Lereng DAS Ketahun Hulu ............................................................. 34
4 Jenis Penggunaan Lahan DAS Ketahun Hulu ........................................... 34
5 Debit Rata-Rata Bulanan Sungai Ketahun (2000 – 2006) ......................... 38
6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Di DAS Ketahun
Hulu ...........................................................................................................
39
7 Sebaran Luas Lahan Usahatani per KK Berbasis Kopi Di DAS Ketahun
Hulu .............................................................................................
39
8 Persentase Tingkat Pendidikan Petani Di Lokasi Pengamatan Intensif
DAS Ketahun Hulu ....................................................................................
40
9 Karakteristik Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu ..... 42
10 Luas Penggunaan Lahan Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS
Ketahun Hulu .............................................................................................
44
11 Jenis Penutupan Lahan dan Tanaman Satuan Lahan Pengamatan Intensif
DAS Ketahun Hulu ......................................................................
44
12 Karakteristik Penggunaan Lahan Kebun Campuran Satuan Lahan
Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu...................................................
45
13 Hasil Evaluasi Kemampuan Lahan Satuan Lahan Pengamatan Intenasif
DAS Ketahun Hulu ...................................................................
49
14 Prediksi Erosi Dan ETol Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual Satuan
Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu .......................................
51
15 Hasil Analisis Pendapatan Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual
Berbasis Kopi Seluas 1,5 Hektar Satuan Lahan Pengamatan Intensif
DAS Ketahun Hulu ....................................................................................
55
16 Prediksi Erosi dan ETol Alternatif Agroteknologi 1 Satuan Lahan
Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu .......................................
61
17 Prediksi Erosi dan ETol Alternatif Agroteknologi 2 Satuan Lahan
Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu .......................................
62
xv
18 Hasil Analisis Pendapatan Alternatif Agroteknologi 1 Berbasis Kopi
Seluas 1,5 Hektar Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun
Hulu ............................................................................................................
63
19 Hasil Analisis Pendapatan Alternatif Agroteknologi 2 Berbasis Kopi
Seluas 1,5 Hektar Satuan Lahan Pengamatan Intensif di DAS Ketahun
Hulu ............................................................................................................
64
20 Hasil Analisis Pendapatan Alternatif Agroteknologi 1 Berbasis Kopi
Seluas 1,5 Hektar Dan Usaha Ternak Satuan Lahan Pengamatan Intensif
DAS Ketahun Hulu ....................................................................................
66
21 Hasil Analisis Pendapatan Alternatif Agroteknologi 2 Berbasis Kopi
Seluas 1,5 Hektar Dan Usaha Ternak Satuan Lahan Pengamatan Intensif
DAS Ketahun Hulu ....................................................................................
67
22 Rekomendasi Alternatif Agroteknologi Berbasis Kopi Seluas 1,5 Hektar
Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu ...........................
70
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Penelitian ......................................... 8
2 Skema Hubungan Antara Kelas Kemapuan Lahan Dengan Intensitas
dan Macam Penggunaan Lahan ..............................................................
13
3 Peta Lokasi Penelitian ............................................................................ 21
4 Peta Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu ................ 23
5 Grafik Curah Hujan Bulanan Rata-Rata di DAS Ketahun Hulu ............ 37
6 Grafik Jumlah Hari Hujan Rata-Rata di DAS Ketahun Hulu ................. 37
7 Grafik Debit Bulanan Sungai Ketahun ................................................... 38
8 Peta Satuan Lahan DAS Ketahun Hulu dan Satuan Lahan Pengamatan
Intensif ....................................................................................................
43
8 Peta Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani
Berbasis Kopi Dengan Alternatif Agroteknologi 1 Satuan Lahan
Pengamatan Intensif ...............................................................................
71
9 Peta Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani
Berbasis Kopi Dengan Alternatif Agroteknologi 2 Satuan Lahan
Pengamatan Intensif ...............................................................................
72
10 Peta Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani
Berbasis Kopi Dengan Alternatif Agroteknologi 1 DAS Ketahun
Hulu ........................................................................................................
75
11 Peta Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani
Berbasis Kopi Dengan Alternatif Agroteknologi 2 DAS Ketahun
Hulu ........................................................................................................
76
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta Penggunaan Lahan DAS Ketahun Hulu ........................................... 81
2 Peta Kelas Lereng DAS Ketahun Hulu .................................................... 82
3 Peta Jenis Tanah DAS Ketahun Hulu ...................................................... 83
4 Peta Kawasan Hutan DAS Ketahun Hulu ................................................ 84
5 Karakteristik Satuan Lahan DAS Ketahun Hulu ..................................... 85
6 Intensitas Faktor Penghambat Untuk Klasifikasi Kemampuan Lahan .... 87
7 Nilai Faktor C Dari Berbagai Tanaman dan Pengelolaannya atau Tipe
Penggunaan Lahan ...................................................................................
89
8 Nilai Faktor Tehnik Konservasi Tanah (P)............................................... 91
9 Kelas dan Kode Struktur Tanah, Kelas dan Kode Permeabilitas Profil
Tanah, Klasifikasi Nilai Kepekaan Erosi Tanah.......................................
92
10 Penilaian Kelas Kemampuan Lahan Pada Setiap Satuan Lahan
Pengamatan Intensif di DAS Ketahun Hulu ............................................
93
11 Deskripsi Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual di Satuan Lahan
Pengamatan Intensi DAS Ketahun Hulu ..................................................
94
12 Sebaran Curah Hujan (mm) Rata-Rata Bulanan di DAS Ketahun Hulu
Tahun 1983 – 2004 ..................................................................................
95
13 Sebaran Hari Hujan Rata-Rata Bulanan di DAS Ketahun Hulu Tahun
1983 – 2004 ..............................................................................................
96
14 Curah hujan Bulanan (cm) dan Nilai Erosivitas Hujan (R) DAS
Ketahun Hulu ..........................................................................................
97
15 Sifat Fisik Tanah Pada Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS
Ketahun Hulu ...........................................................................................
98
16 Nilai Erodibilitas Tanah Pada Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS
Ketahun Hulu ...........................................................................................
99
17 Nilai LS Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu .......... 100
18 Erosi Yang Dapat Ditoleransi Pada Satuan Lahan Pengamatan Intensif
DAS Ketahun Hulu ..................................................................................
101
19 Nilai Faktor Kedalaman 30 Sub Order Tanah (Hammer 1981 dan
xviii
Arsyad 2006) ............................................................................................ 102
20 Kedalaman tanah minimum untuk berbagai jenis tanaman ..................... 103
21 Nilai CP Maksimum Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun
Hulu ..........................................................................................................
104
22 Analisa Biaya dan Pendapatan Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual
UT1 seluas 1,5 hektar ..............................................................................
105
23 Analisa Biaya dan Pendapatan Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual
UT2 seluas 1,5 hektar ..............................................................................
106
24 Analisa Biaya dan Pendapatan Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual
UT3 seluas 1,5 hektar ..............................................................................
107
25 Analisa Biaya dan Pendapatan Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual
UT4 seluas 1,5 hektar ..............................................................................
108
26 Analisa Biaya dan Pendapatan Tanam dan Agroteknologi Aktual UT5
seluas 1,5 hektar .......................................................................................
109
27 Analisa Biaya dan Pendapatan Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual
UT6 seluas 1,5 hektar ..............................................................................
110
28 Analisa Biaya dan Pendapatan UT1 Dengan Alternatif Agroteknologi 1
seluas 1,5 hektar .......................................................................................
111
29 Analisa Biaya dan Pendapatan UT2 Dengan Alternatif Agroteknologi 1
seluas 1,5 hektar .......................................................................................
112
30 Analisa Biaya dan Pendapatan UT3 Dengan Alternatif Agroteknologi 1
seluas 1,5 hektar .......................................................................................
113
31 Analisa Biaya dan Pendapatan UT4 Dengan Alternatif Agroteknologi 1
seluas 1,5 hektar .......................................................................................
114
32 Analisa Biaya dan Pendapatan UT5 Dengan Alternatif Agroteknologi 1
seluas 1,5 hektar .......................................................................................
115
33 Analisa Biaya dan Pendapatan UT6 Dengan Alternatif Agroteknologi 1
seluas 1,5 hektar .......................................................................................
116
34 Analisa Biaya dan Pendapatan UT1 Dengan Alternatif Agroteknologi 2
seluas 1,5 hektar .......................................................................................
117
35 Analisa Biaya dan Pendapatan UT2 Dengan Alternatif Agroteknologi 2
seluas 1,5 hektar .......................................................................................
118
xix
36 Analisa Biaya dan Pendapatan UT3 Dengan Alternatif Agroteknologi 2
seluas 1,5 hektar .......................................................................................
119
37 Analisa Biaya dan Pendapatan UT4 Dengan Alternatif Agroteknologi 2
seluas 1,5 hektar .......................................................................................
120
38 Analisa Biaya dan Pendapatan UT5 Dengan Alternatif Agroteknologi 2
seluas 1,5 hektar .......................................................................................
121
39 Analisa Biaya dan Pendapatan UT6 Dengan Alternatif Agroteknologi 2
seluas 1,5 hektar .......................................................................................
122
40 Analisa Biaya dan Pendapatan Petani Dari Usaha Ternak ...................... 123
41 Skema Pola Tanam UT1(Monokultur Kopi) ........................................... 124
42 Skema Pola Tanam UT2 (Kopi dan Sengon) ........................................... 125
43 Skema Pola Tanam UT3 (Kopi dan Tanaman Kayu-kayuan) ................. 126
44 Skema Pola Tanam UT4 (Kopi dan Tanaman Buah-buahan) .................. 127
45 Skema Pola Tanam UT5 (Kopi, Karet dan Nilam) .................................. 128
46 Skema Pola Tanam UT6 (Kopi, Pinang dan Kemiri) .............................. 129
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumberdaya lahan merupakan salah satu modal dasar pembangunan
nasional. Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam hidup untuk keperluan
produksi maupun untuk keperluan lainnya memerlukan pemikiran yang seksama
dalam mengambil keputusan pemanfaatan yang paling menguntungkan dari
sumberdaya lahan yang terbatas dengan tetap melakukan tindakan yang menjamin
keberadaannya untuk masa mendatang.
Seiring dengan pertambahan penduduk yang semakin meningkat, sementara
sumberdaya lahan yang tersedia tetap sehingga terjadi ketidak seimbangan antara
jumlah penduduk dan kebutuhan lahan yang mengakibatkan terjadinya konversi
lahan pertanian, penyerobotan tanah negara, perambahan hutan, pengusahaan
lahan kering perbukitan dan lahan berlereng yang sering kali tidak sesuai dengan
kemampuan daya dukung lahan tersebut.
Penutupan hutan di Indonesia sampai dengan tahun 2007 sekitar 50% luas
daratan, ada kecenderungan luasan tersebut terus menurun dengan rata-rata laju
deforestasi tahun 2000-2005 sebesar 1,089 juta hektar pertahun. Sedangkan lahan
kritis dan sangat kritis masih tetap luas yaitu sekitar 30,2 juta hektar, erosi dari
daerah pertanian lahan kering tetap tinggi melebihi yang dapat ditoleransi (15
ton/ha/tahun) sehingga fungsi DAS dalam mengatur siklus hidrologi menjadi
menurun (Departemen Kehutanan 2009).
DAS Ketahun ditetapkan sebagai DAS Prioritas I berdasarkan SK Menteri
Kehutanan Nomor : SK. 328/Menhut-II/2009 tanggal 12 Juni 2009. Penetapan
prioritas ini didasarkan kepada indikator-indikator lahan, sosial ekonomi, dan
kelembagaan. DAS Prioritas I adalah DAS yang prioritas penanganannya paling
tinggi karena menunjukkan permasalahan biofisik dan sosial ekonomi DAS paling
kritis.Tingkat kekritisan suatu DAS ditunjukkan dengan menurunnya penutupan
vegetasi permanen dan meluasnya lahan kritis sehingga menurunkan kemampuan
DAS dalam menyimpan air yang berdampak pada meningkatnya frekwensi banjir,
erosi dan penyebaran tanah longsor pada musim penghujan dan kekeringan pada
musim kemarau (Departemen Kehutanan 2009).
2
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Direktorat Pengelolaan DAS
(2006), DAS Ketahun memiliki lahan yang dikategorikan kritis seluas 56.526 Ha
(23,51%) dan sangat kritis seluas 21.984 Ha (9,14%). Lahan kritis dan sangat
kritis tersebut seluas 52.867 Ha (67,1%) terletak di luar kawasan hutan dan seluas
25.823 Ha (32,89%) terletak didalam kawasan hutan.
DAS Ketahun Hulu adalah bagian hulu dari DAS Ketahun seluas 115.998
hektar yang secara administratif terletak di provinsi Bengkulu. Erosi rata-rata
yang terjadi di DAS Ketahun Hulu ini cukup tinggi yaitu 229,78 ton/hektar/tahun.
Erosi yang terjadi pada kebun campuran, yang merupakan penggunaan lahan
terluas selain hutan, rata-rata 220,08 ton/hektar/tahun berdasarkan prediksi erosi
yang dilakukan oleh BPDAS Ketahun (2007). Kondisi topografi DAS Ketahun
Hulu yang tergolong curam dan sangat curam, sebagian besar terletak pada kelas
lereng 15 – 30 % seluas 54.110 hektar (46,64%) dan kelas lereng 30 – 45% seluas
15.582 hektar (16,01%), dapat memicu terjadinya erosi yang besar tersebut.
Erosi yang terjadi di DAS Ketahun Hulu selain berdampak pada
menurunnya kualitas lahan juga berdampak pada pendangkalan sungai atau danau.
Erosi ini tercermin oleh sedimen yang masuk ke Danau Tes seluas 280,82 hektar
yang terdapat di DAS Ketahun Hulu. Sedimen yang masuk ke dalam Danau Tes
yang juga dimanfaatkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) ini
adalah sebesar 1.309.078,29 m3
Usahatani dominan yang dilakukan oleh petani didaerah ini selain sawah
adalah kebun kopi robusta. Luas kebun kopi yang terdapat di DAS Ketahun Hulu
adalah 20.000 hektar. Produktifitas kopi didaerah ini masih relatif rendah yaitu
675 kilogram/hektar/tahun (Disbun Provinsi Bengkulu 2009). Usahatani ini
setiap tahunnya. Apabila kondisi ini terus
dibiarkan dapat mengancam keberadaan PLTA yang ada didanau tersebut
(Bapedalda Provinsi Bengkulu 2006).
Erosi di DAS Ketahun Hulu dapat terjadi karena curah hujan tinggi, lereng
yang tergolong curam dan agroteknologi yang dilakukan oleh petani belum
menerapkan tehnik-tehnik konservasi tanah. Erosi menyebabkan hilangnya tanah
lapisan atas dan dapat menurunkan kesuburan tanah sehingga produktifitas
tanaman pertanian tidak maksimal. Hal ini dapat mengakibatkan dampak yang
sangat merugikan terutama pada tingkat kesejahteraan atau pendapatan petani.
3
umumnya dilakukan dengan cara menggabungkan dengan tanaman lain yang
dimaksudkan sebagai naungan. Selain sebagai naungan tanaman-tanaman tersebut
dapat memberikan pendapatan tambahan bagi petani.
Pendapatan petani di DAS Ketahun Hulu rata-rata masih rendah, ini
disebabkan oleh luas lahan yang diusahakan oleh petani sempit dan produktifitas
yang belum maksimal. Dari hasil usaha pertanian pendapatan petani di DAS
Ketahun Hulu berkisar Rp. 6.800.000,-/KK/Tahun sampai dengan Rp.
16.900.000,-/KK/Tahun (Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu 2008). Dari rata-rata
pendapatan tersebut pendapatan petani yang tertinggi adalah dari usahatani padi
sawah. Pendapatan petani dari usahatani lain umumnya jauh lebih rendah dari
usahatani padi sawah. Rata-rata pendapatan petani dari usahatani kopi robusta
adalah Rp. 8.607.000,- (Disbun Provinsi Bengkulu 2009). Berdasarkan hasil
analisis dari data potensi desa BPS 2006 dari 35.507 kepala keluarga di sekitar
DAS Ketahun Hulu, sebanyak 81% kepala keluarga bermata pencaharian sebagai
petani. Sebesar 10.834 kepala keluarga masih berada pada kelompok keluarga
miskin (pra sejahtera dan KS-1) (BPDAS Ketahun 2007).
Tingkat pendapatan petani yang rendah mendorong mereka untuk
memperluas lahan garapan dengan membuka hutan menjadi lahan perkebunan
pada lereng-lereng yang terjal (>30%) tanpa mempertimbangkan kemampuan
lahan sehingga degradasi lahan semakin meluas. Kurang lebih 4.462 hektar lahan
di DAS Ketahun Hulu dengan kelas lereng > 30% telah digunakan untuk kebun
campuran. Bapedalda Provinsi Bengkulu (2006) menyebutkan bahwa berdasarkan
hasil interpretasi citra, persentase penutupan yang masih berhutan dari total luas
hutan lindung di DAS Ketahun Hulu yang tadinya 20.777,40 hektar yaitu hutan
lindung Rimbo Pegadang seluas 9.287,40 hektar dan hutan lindung BT Gedang
Hulu Lais seluas 11.490 hektar hanya tinggal 53 % (11.012,022 hektar) sedangkan
47% (9.765,378 hektar) telah dirambah menjadi perladangan.
Usahatani berbasis kopi yang dilakukan oleh petani di DAS Ketahun Hulu
masih belum memenuhi indikator-indikator sistem pertanian berkelanjutan dengan
erosi tinggi pada penggunaan lahan kebun campuran kopi dikarenakan
agroteknologi yang diterapkan belum menerapkan usaha-usaha konservasi tanah
yang memadai dan pendapatan petani belum memenuhi kebutuhan hidup layak
4
dikarenakan produktifitas tanaman yang rendah dan lahan usahatani yang sempit.
Untuk dapat mencapai pertanian yang berkelanjutan minimal harus memenuhi 3
(tiga) indikator yaitu pendapatan yang layak bagi setiap petani, erosi yang lebih
kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan dan dapat diterima serta dikembangkan
oleh petani dengan pengetahuan dan sumberdaya lokal yang dimilikinya
(Sinukaban 2007).
Sistem Pertanian Konservasi ini mempunyai ciri-ciri : (1) produksi pertanian
cukup tinggi sehingga petani tetap bergairah melanjutkan usahanya, (2)
pendapatan petani cukup tinggi, sehingga petani dapat mendisain masa depan
keluarganya dan pendapatan usahataninya, (3) teknologi yang diterapkan baik
teknologi produksi maupun teknologi konservasi adalah teknologi yang dapat
diterapkan sesuai dengan kemampuan petani dan diterima oleh petani dengan
senang hati sehingga sistem pertanian tersebut dapat dan akan diteruskan oleh
petani dengan kemampuannya secara terus menerus tanpa bantuan dari luar, (4)
Komoditi pertanian yang diusahakan sangat beragam dan sesuai dengan kondisi
biofisik daerah, dapat diterima oleh petani dan laku di pasar, (5) Laju erosi kecil
(minimal), lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan, sehingga produktivitas
yang cukup tinggi dapat dipertahankan/ditingkatkan secara lestari dan fungsi
hidrologis daerah terpelihara dengan baik sehingga tidak terjadi banjir dimusim
hujan dan kekeringan dimusim kemarau, (6) Sistem penguasaan/pemilikan lahan
dapat menjamin keamanan investasi jangka panjang (longterm investment
security) dan menggairahkan petani untuk terus berusahatani (Sinukaban 2007).
Pertanian yang berkelanjutan penting dilakukan untuk menghindari
kerusakan sumber daya alam yang semakin luas dan peningkatan pendapatan
petani di DAS Ketahun Hulu agar petani dapat hidup layak. Penelitian untuk
mengembangkan alternatif-alternatif agroteknologi yang mungkin diterapkan
untuk memenuhi indikator-indikator sistem pertanian berkelanjutan di DAS
Ketahun Hulu perlu segera dilakukan. Tindakan konservasi tanah dan air perlu
dirumuskan untuk mengurangi erosi yang terjadi dan usaha-usaha yang mungkin
dilakukan untuk meningkatkan pendapatan petani agar dapat memenuhi
kebutuhan hidup layak dengan tanpa melakukan perusakan-perusakan terhadap
lingkungan dan sumber daya alam.
5
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan yang perlu segera diatasi di DAS Ketahun Hulu yaitu usahatani
yang dilakukan oleh petani belum menerapkan tindakan-tindakan konservasi
tanah yang baik sehingga memicu terjadi erosi dengan rata-rata erosi di DAS
Ketahun sebesar 229,78 ton/hektar/tahun dan erosi yang terjadi pada kebun
campuran yang merupakan penggunaan lahan terluas selain hutan rata-rata 220,08
ton/hektar/tahun (BPDAS Ketahun 2007).
Pendapatan petani dari usahatani masih rendah sehingga belum dapat
memenuhi kebutuhan hidup layak disebabkan karena rata-rata luas lahan
usahatani yang diusahakan oleh petani sempit dan produktifitas tanaman kopi
relatif rendah yaitu 675 kg/hektar/tahun dengan pendapatan Rp. 8.607.000,-
/KK/tahun (Disbun Provinsi Bengkulu 2009)
Pendapatan yang rendah mendorong petani untuk merambah hutan dan
memanfaatkan lahan-lahan pada lereng yang terjal dan tidak sesuai dengan
kemampuan lahannya sehingga degradasi lahan semakin meluas. Berdasarkan
analisis peta penggunaan lahan kurang lebih 4.462 hektar lahan di DAS Ketahun
Hulu dengan kelas lereng > 30% telah digunakan untuk kebun campuran.
Kesuburan tanah pada lahan-lahan perkebunan kopi yang semakin menurun
ditandai dengan produktifitas tanaman yang rendah memicu pembukaan lahan-
lahan perkebunan kopi baru dengan melakukan perambahan hutan, sehingga dapat
mengancam keberadaan hutan lindung yang berfungsi sebagai penyangga
kehidupan masyarakat di DAS Ketahun Hulu.
Kerangka Pemikiran
Daerah Aliran Sungai berperan sebagai daerah resapan dalam menjalankan
fungsinya untuk menjaga keseimbangan sistem hidrologi, demikian halnya
dengan DAS Ketahun Hulu. Penggunaan lahan dan pengelolaan sumberdaya alam
untuk kegiatan pertanian mendominasi kehidupan masyarakat di kawasan
tersebut. Dengan terus bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan
mengakibatkan tekanan terhadap lahan meningkat dan terjadi degradasi lahan
serta terganggunya fungsi hidrologi DAS. Oleh sebab itu diperlukan pemahaman
tentang pola umum pemanfaatan lahan sehingga dapat disusun perencanaan
6
penggunaan lahan dan sistem pertanian yang berkelanjutan dengan 3 (tiga)
indikator yaitu (1) pendapatan yang layak bagi setiap petani, (2) erosi yang lebih
kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan (3) dapat diterima serta dikembangkan
oleh petani dengan pengetahuan dan sumberdaya lokal yang dimilikinya.
Penggunaan lahan dan sumberdaya alam yang dilakukan oleh masyarakat
merupakan hasil dari berbagai faktor sosial, ekonomi, dan kondisi sumberdaya
lahan yang dihadapi. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pola
penggunaan lahan dan sumberdaya alam antara lain : (1) faktor lingkungan sosial
ekonomi, (2) karakteristik rumah tangga petani, (3) teknologi, dan (4) faktor
biofisik.
Identifikasi penggunaan lahan di lokasi penelitian dilakukan pada lokasi
pengamatan intensif yang sudah ditentukan sebelumnya menggunakan peta satuan
lahan. Identifikasi ini dilakukan dengan cara survey lapangan dan wawancara
dengan masyarakat setempat. Penggunaan lahan aktual ini kemudian dievaluasi
kesesuaiannya dengan kemampuan lahan. Evaluasi kemampuan lahan bertujuan
untuk mengetahui apakah penggunaan lahan bisa tetap diteruskan apabila telah
sesuai dengan kemampuannya atau harus dibuat suatu alternatif rekomendasi
penggunaan lahan yang lain apabila penggunaan lahan tersebut tidak sesuai
dengan kemampuan lahannya.
Evaluasi pola tanam dan agroteknologi aktual dilakukan setelah evaluasi
kemampuan lahan selesai dilakukan dan penggunaan lahan telah ditentukan sesuai
dengan kemampuan lahannya. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui jenis
tanaman, pola tanam, dan agroteknologi yang dilakukan oleh petani pengguna
lahan. Hasil evaluasi pola tanam dan agroteknologi ini kemudian akan digunakan
untuk memprediksi erosi aktual.
Hasil prediksi erosi tersebut dibandingkan dengan erosi yang dapat
ditoleransi untuk mengetahui apakah prediksi erosi lebih besar atau lebih kecil
dari erosi yang dapat ditoleransi. Alternatif pola tanam dan agroteknologi dengan
menentukan tindakan-tindakan koservasi tanah yang sesuai dengan kondisi lahan
dilakukan dengan membuat beberapa alternatif agroteknologi (2 alternatif) yang
dapat diterapkan di daerah tersebut agar erosi dapat menjadi lebih kecil dari erosi
yang dapat ditoleransi dan alternatif agroteknologi tersebut mampu dilakukan oleh
7
petani setempat. Alternatif agroteknologi ditentukan dengan menggunakan
simulasi USLE untuk mendapatkan tindakan koservasi tanah yang tepat.
Analisis usahatani dilakukan pada pola tanam dan agroteknologi aktual dan
alternatif agroteknologi. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan data-data
sosial ekonomi yang diperoleh sebelumnya. Dalam analisis usahatani ini antara
lain yang dilakukan adalah analisis pendapatan dan biaya usahatani. Pendapatan
petani harus bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari dan
menjamin terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan lain seperti pendidikan, tabungan,
rekreasi dan sebagainya. Dengan kata lain bahwa masyarakat petani dapat hidup
dengan layak. Analisa usaha tani dilakukan untuk mengetahui apakah pendapatan
petani sudah bisa dikatakan layak atau tidak dengan agroteknologi yang
diterapkan saat ini dan alternatif agroteknologi yang direkomendasikan.
Peningkatan pendapatan petani dilakukan apabila berdasarkan hasil analisa
usahatani belum mencapai standar kebutuhan hidup layak dengan usaha lain yang
dapat menambah pendapatan petani sehingga kebutuhan hidup layak tersebut
dapat terpenuhi.
Tahapan akhir dari penelitian adalah melakukan ekstrapolasi rekomendasi
penggunaan lahan dan alternatif agroteknologi di seluruh wilayah DAS Ketahun
Hulu. Kerangka pemikiran pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi karakteristik penggunaan lahan dan agroteknologi di DAS
Ketahun Hulu Provinsi Bengkulu.
2. Menyusun perencanaan penggunaan lahan dan pengembangan usahatani
berbasis kopi untuk sistem pertanian berkelanjutan di DAS Ketahun Hulu
Provinsi Bengkulu.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi
pemilik/pengguna lahan untuk mengelola lahannya dan sebagai masukan bagi
pemerintah daerah atau instansi yang terkait dengan pengelolaan sumber daya
alam di DAS Ketahun Hulu.
8
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Penelitian
Peta Topografi dan Peta tanah
Overlay Peta
Peta penggunaan lahan terkoreksi
Satuan Lahan Penentuan lokasi pengamatan
Survey Pendahuluan
Survey Utama
Pengamatan, pengukuran dan pengambilan data fisik
Pengamatan dan pengambilan data sosial ekonomi
Kelas kemampuan lahan
Evaluasi penggunaan dan kemampuan lahan
Alternatif penggunaan lahan
Sesuai
Evaluasi pola tanam dan agroteknologi
Prediksi Erosi
A<ETol
- Tekstur - Struktur - Pemeabilitas - Bahan organik - Kemiringan Lereng - Panjang Lereng - Curah Hujan - Erosi - Kedalaman Efektif - Drainase - Bahaya Banjir - Batuan di Permukaan - Kepekaan Erosi
Ya
Alternatif pola tanam dan agroteknologi
Analisis Sosial Ekonomi
Pendapatan bersih>standar hidup layak
Ya
Alternatif Rekomendasi Penggunaan Lahan
Perubahan Penggunaan Lahan
Perubahan pola tanam dan agroteknologi
Tidak
Tidak
Tidak
Peningkatan Pendapatan Petani
2,5 m
2,5 m
9
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS)
Pengelolaan sumberdaya alam yang tidak bijaksana telah menyebabkan
degradasi tanah dan air, dan pada gilirannya menurunkan tingkat kemakmuran
masyarakat terutama di pedesaan. Penyebab utama tidak bijaksananya cara
pengelolaan sumberdaya alam tersebut seringkali berkaitan dengan kurangnya
pemahaman keterkaitan biogeofisik antara daerah hulu-hilir DAS sehingga produk
kebijaksanaan yang dihasilkan tidak atau kurang memadai untuk dijadikan
landasan pengelolaan DAS.
Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang
dibatasi oleh batas-batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang
jatuh dalam DAS tersebut akan mengalir melalui titik tertentu (titik pengukuran di
sungai) dalam DAS tersebut. Pengertian DAS tersebut menggambarkan suatu
wilayah yang mengalirkan air yang jatuh diatasnya beserta sedimen dan bahan
terlarut melalui titik yang sama sepanjang suatu aliran atau sungai. Dengan
demikian DAS dapat terbagi menjadi beberapa sub DAS dan sub-sub DAS,
sehingga luas DAS pun akan bervariasi dari beberapa puluh meter persegi sampai
ratusan ribu hektar tergantung dimana titik pengukuran ditempatkan (Sinukaban
2001).
Departemen Kehutanan (2009) mendefinisikan DAS adalah suatu wilayah
daratan yang merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya
yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari
curah hujan kedanau atau laut secara alami, yang batas didarat merupakan
pemisah topografis dan batas di laut dampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktifitas di daratan. Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air
hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama.
Dengan memperlakukan DAS sebagai suatu sistem dan pengembangannya
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup
manusia secara lestari, berarti sasaran pengembangan DAS akan menciptakan ciri-
ciri DAS yaitu : (1) mampu memberikan produktifitas lahan yang tinggi, (2)
mampu menjamin erosi/sedimen yang rendah dan fungsi DAS sebagai penyimpan
10
air dapat memberikan hasil air yang cukup tinggi dan merata sepanjang tahun, (3)
mampu menjaga adanya pemerataan pendapatan petani (equity) dan (4) mampu
mempertahankan kelestarian DAS terhadap goncangan yang terjadi (relisilient)
(Sinukaban 1999).
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Untuk tercapainya pembangunan DAS yang berkelanjutan, kegiatan
pembangunan ekonomi dan lingkungan harus diselaraskan. Dalam hal ini
diperlukan penyatuan kedua sisi pandang tersebut secara realistis melalui
penyesuaian kegiatan pengelolaan DAS dengan konservasi daerah hulu dan
kondisi sosial ekonomi masyarakat. Inilah tantangan formulasi kebijakan yang
harus dituntaskan apabila tujuan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan ingin diwujudkan.
Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan
timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala
aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta
meningkatkan kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan
(Departemen Kehutanan 2009).
Menurut Asdak (2001) bahwa pengelolaan DAS adalah suatu proses
formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi
sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di daerah aliran sungai untuk
memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan
sumber daya air dan tanah, yang berarti sebagai pengelolaan dan alokasi
sumberdaya alam di daerah aliran sungai termasuk pencegahan banjir dan erosi
serta perlindungan nilai keindahan yang berkaitan dengan sumberdaya.
Pengelolaan DAS perlu mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi, budaya
dan kelembagaan yang beroperasi di dalam dan di luar daerah aliran sungai yang
bersangkutan.
Selanjutnya menurut Sinukaban (1995) bahwa tujuan umum dari
pengelolaan DAS adalah berkelanjutan yang diukur dari pendapatan, produksi,
teknologi, dan erosi. Teknologi yang dimaksud adalah teknologi yang dapat
dilakukan oleh petani dengan pengetahuan lokal tanpa intervensi dari pihak luar
dan teknologi tersebut dapat direplikasi berdasarkan faktor-faktor sosial budaya
11
petani itu sendiri. Selanjutnya erosi harus lebih kecil dari erosi yang dapat
ditoleransi agar kelestarian produktifitas dapat dipertahankan, sehingga dalam
pengelolaan DAS ada 7 hal yang harus dilakukan, yaitu : (1) mengkaji
kemampuan lahan di wilayah DAS melalui studi klasifikasi kemampuan lahan, (2)
menggunakan tanah sesuai dengan kemampuannya dan melindungi tanah dari
kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas yang merusak, (3) mengurangi bahaya
banjir dan sedimentasi, (4) meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah,
(5) meningkatkan produktivitas tanah, (6) memperbaiki dan mempertahankan
fungsi hidrologi DAS dan (7) meningkatkan kesejahteraan manusia di dalam
DAS.
Dari uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa DAS merupakan suatu
satuan geomorfologi yang utuh, baik dilihat dari segi kelengkapan faktor-faktor
pembentuknya, proses-proses pembentuknya, batasnya dan daerah lingkupnya
termasuk parameter-parameter struktur internalnya. Oleh karena itu DAS
merupakan suatu satuan sumber daya dengan sistem pengembangan wilayah atau
satuan pemanfaatan sumber daya secara terpadu.
Penggunaan Lahan
Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief,
hidrologi dan vegetasi dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi
penggunaannya. Faktor lain yang berpengaruh adalah akibat-akibat kegiatan
manusia, baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah
pantai, penebangan hutan dan akibat-akibat yang merugikan seperti erosi dan
akumulasi garam. Faktor-faktor sosial dan ekonomi secara murni tidak termasuk
dalam konsep lahan ini (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).
Lahan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai keterbatasan baik
jumlah maupun daya dukungnya, oleh karena itu dalam fenomena penggunaan
lahan diperlukan suatu perencanaaan yang dapat menjamin kebutuhan masyarakat.
Sasaran perencanaan penggunaan lahan adalah memilih alternatif penggunaan
lahan terbaik yaitu penggunaan lahan yang efisien berdasar atas kesamaan hak dan
dapat diterima oleh masyarakat serta bersifat lestari, sehingga untuk menentukan
alternatif penggunaan lahan untuk pertanian pada suatu lokasi, perlu adanya
penyesuaian dengan penggunaan lahan yang telah ada, keinginan petani,
12
kemampuan sumberdaya manusia dan kemampuan modal agar memudahkan bagi
petani dalam menerima teknologi yang disarankan (Kahirun 2000).
Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi
(campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan
kedalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan
lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan berdasarkan atas
penyediaan air dan komoditi yang diusahakan atau jenis tanaman yang terdapat di
atas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini dikenal macam penggunaan lahan seperti
tegalan (pertanian lahan kering atau pertanian pada lahan tidak beririgasi), sawah,
kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang
alang-alang dan sebagainya. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan
kedalam lahan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan
sebagainya (Arsyad 2006).
Evaluasi Kemampuan Lahan
Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna lahan.
Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe
penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan
yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini maka diketahui
potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk tipe penggunaan
lahan tersebut. Klasifikasi kesesuaian lahan atau kemampuan lahan adalah
pengelompokan lahan berdasarkan kesesuaiannya atau kemampuannya untuk
tujuan tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).
Klasifikasi kemampuan lahan adalah penilaian lahan (komponen-komponen
lahan) secara sistematik dan pengelompokannya kedalam beberapa kategori
berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam
penggunaannya secara lestari. Kemampuan lahan dipandang sebagai kapasitas
lahan itu sendiri untuk suatu macam atau tingkat penggunaan umum. Kemampuan
lahan adalah istilah yang sudah lebih dahulu dan lebih lama digunakan oleh US
Soil Conservation Service, di dalam sistem klasifikasi yang telah banyak juga
digunakan diberbagai negara baik dalam bentuk aslinya dengan delapan kelas atau
dalam bentuk yang telah dirubah (Arsyad 2006).
13
Dalam sistem klasifikasi kemampuan lahan ini, lahan dikelompokkan
kedalam tiga kategori utama yaitu kelas, subkelas dan satuan kemampuan atau
satuan pengelolaan. Pengelompokkan kedalam kelas didasarkan pada intensitas
faktor penghambat. Tanah dikelompokan kedalam delapan kelas yang ditandai
dengan huruf Romawi dari I sampai VIII. Ancaman kerusakan atau hambatan
meningkat berturut-turut dari kelas I sampai kelas VIII. Hubungan antara kelas
kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan tanah disajikan pada
Gambar 2. Kelas
Kemampuan
Lahan
Intensitas dan Pilihan Penggunaan Meningkat
Hambatan
meningkat,
kesesuaian
dan pilihan
penggunaan
lahan
berkurang
Cagar
Alam Hutan
Pengembalaan Garapan
Terbatas Sedang Intensif Terbatas Sedang Intensif Sangat
Intensif
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
Gambar 2. Skema Hubungan antara Kelas Kemampuan Lahan dengan Intensitas
dan Macam Penggunaan Lahan (Arsyad, 2006) Kelas Kemampuan I
Lahan kelas I sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa
memerlukan tindakan pengawetan tanah yang khusus. Lahannya datar, solumnya
dalam, bertekstur agak halus atau sedang, drainase baik, mudah diolah dan
responsif terhadap pemupukan. Lahan kelas I tidak mempunyai penghambat atau
ancaman kerusakan, sehingga dapat digarap untuk usaha tani tanaman semusim
dengan aman. Tindakan pemupukan dan usaha-usaha pemeliharaan struktur tanah
yang baik diperlukan guna menjaga kesuburan dan mempertinggi produktifitas.
Kelas Kemampuan II
Lahan Kelas II mempunyai beberapa penghambat yang dapat mengurangi
pilihan jenis tanaman yang diusahakan atau memerlukan usaha pengawetan tanah
yang tingkatnya sedang, seperti pengolahan menurut kontur, pergiliran tanaman
14
dengan tanaman penutup tanah atau pupuk hijau, pembuatan guludan, disamping
tindakan-tindakan pemupukan. Faktor penghambat lahan kelas II adalah salah satu
atau kombinasi dari sifat-sifat berikut : (1) lereng melandai, (2) kepekaan erosi
atau erosi yang telah terjadi adalah sedang, (3) kedalaman tanah agak kurang
ideal, (4) struktur tanah agak kurang baik, (5) sedikit gangguan salinitas atau Na
tetapi mudah diperbaiki, (6) kadang-kadang tergenang atau banjir, (7) drainase
yang buruk mudah diperbaiki dengan saluran drainase, dan (8) iklim sedikit
menghambat.
Kelas Kemampuan III
Lahan kelas III memunyai penghambat yang agak berat, yang mengurangi
pilihan jenis tanaman yang dapat diusahakan, atau memerlukan usaha pengawetan
tanah yang khusus, atau kedua-duanya. Tindakan pengawetan tanah yang perlu
dilakukan antara lain adalah penanaman dalam strip, pembuatan teras, pergiliran
tanaman dengan tanaman penutup tanah dengan waktu untuk tanaman tersebut
lebih lama, disamping usaha-usaha untuk memelihara dan meningkatkan
kesuburan tanah. Faktor penghambat lahan kelas III adalah salah satu atau
kombinasi dari sifat-sifat berikut : (1) lereng agak curam, (2) kepekaan erosi agak
tinggi atau erosi yang telah terjadi cukup berat, (3) sering tergenang banjir, (4)
permeabilitas sangat lambat, (5) masih sering tergenang meskipun drainase telah
diperbaiki, (6) dangkal, (7) daya menahan air rendah, (8) kesuburan tanah rendah
dan tidak mudah diperbaiki, (9) salinitas kandungan Na sedang, (10) penghambat
iklim sedang.
Kelas Kemampuan IV
Lahan kelas IV mempunyai penghambat yang berat yang membatasi pilihan
tanaman yang dapat diusahakan, memerlukan pengelolaan yang sangat berhati-
hati, atau kedua-duanya. Penggunaan lahan kelas IV sangat terbatas karena salah
satu atau kombinasi dari penghambat berikut : (1) lereng curam, (2) kepekaan
erosi besar, (3) erosi yang terjadi berat, (4) tanah dangkal, (5) daya menahan air
rendah, (6) sering tergenang banjir yang menimbulkan kerusakan pada tanaman,
(7) drainase terhambat dan masih sering tergenang meskipun telah dibuat saluran
drainase, (8) salinitas atau kandungan Na agak tinggi, (9) penghambat iklim
sedang.
15
Kelas Kemampuan V
Lahan kelas V mempunyai sedikit atau tanpa bahaya erosi, tetapi
mempunyai penghambat lain yang praktis sukar dihilangkan, sehingga dapat
membatasi penggunaan lahan ini. Akibatnya lahan ini hanya cocok untuk tanaman
rumput ternak secara permanen atau dihutankan. Lahan ini datar, akan tetapi
mempunyai salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat berikut : (1) drainase yang
sangat buruk atau terhambat, (2) sering kebanjiran, (3) berbatu-batu dan (4)
penghambat iklim cukup besar.
Kelas Kemampuan VI
Lahan kelas VI mempunyai penghambat yang sangat berat sehingga tidak
sesuai untuk pertanian dan hanya untuk tanaman rumput ternak atau dihutankan.
Penggunaan padang rumput harus dijaga agar rumputnya selalu menutup dengan
baik. Lahan ini mempunyai penghambat yang sulit sekali diperbaiki, yaitu satu
atau lebih sifat-sifat berikut : (1) lereng sangat curam, (2) bahaya erosi atau erosi
yang telah terjadi sangat berat, (3) berbatu-batu, (4) dangkal, (5) drainase sangat
buruk atau tergenang, (6) daya menahan air rendah, (7) salinitas atau kandungan
Na tinggi, dan (9) penghambat iklim besar.
Kelas Kemampuan VII
Lahan kelas VII sama sekali tidak sesuai untuk usaha tani tanaman semusim
dan hanya untuk padang pengembalaan atau dihutankan. Faktor penghambatnya
lebih besar dari kelas VI, yaitu salah satu atau kombinasi sifat-sifat berikut : (1)
lereng terjal, (2) erosi sangat berat, (3) tanah dangkal, (4) berbatu-batu, (5)
drainase terhambat, (6) salinitas atau kandungan Na sangat tinggi, dan (7) iklim
sangat menghambat.
Kelas Kemampuan VIII
Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk produksi pertanian, dan harus dibiarkan dalam
keadaan alami atau dibawah vegetasi hutan. Lahan ini dapat digunakan untuk
daerah rekreasi cagar alam atau hutan lindung. Penghambat tidak dapat diperbaiki
lagi dari lahan ini adalah salah satu atau lebih sifat-sifat berikut : (1) erosi atau
bahaya erosi sangat berat, (2) iklim sangat buruk, (3) tanah selalu tergenang, (4)
berbatu-batu, (5) kapasitas menahan air sangat rendah, (6) salinitas atau
kandungan Na sangat tinggi, (7) sangat terjal.
16
Kemampuan Lahan Dalam Tingkat Sub-kelas
Sub kelas adalah pembagian lebih lanjut dari kelas berdasarkan faktor
penghambat yang sama, Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan kedalam
beberapa jenis, yaitu : bahaya erosi (e), genangan air (w), penghambat terhadap
perakaran tanaman (s), dan iklim (c). Jenis-jenis faktor penghambat ini ditulis
dibelakang angka kelas seperti berikut : IIIe, IIw, IVs, dan sebagainya, yang
masing-masing menyatakan lahan kelas III disebabkan oleh faktor erosi (e), lahan
kelas II yang disebabkan oleh faktor air (w) dan lahan kelas IV yang disebabkan
oleh terhambatnya perakaran tanaman (s).
Kemampuan Lahan Dalam Tingkat Unit (Satuan Pengelolaan)
Kemampuan lahan dalam tingkat unit memberi keterangan yang lebih
spesifik dan detil daripada sub kelas. Lahan yang termasuk dalam suatu unit
kemampuan lahan mempunyai kemampuan dan memerlukan cara pengelolaan
yang sama untuk pertumbuhan tanaman. Lahan ini mempunyai sifat yang sama
dalam hal : (a) kemampuan memproduksi tanaman pertanian dan rumput makanan
ternak, (b) memerlukan tindakan-tidakan konservasi dan pengelolaan yang sama,
(c) tanaman yang ditanam pada lahan tersebut dengan pengelolaan yang sama
akan memberikan hasil yang kurang lebih sama. Dalam tingkat unit, kemampuan
lahan diberi simbol dengan menambahkan angka-angka Arab dibelakang simbol
sub kelas. Angka-angka menunjukkan besarnya tingkat dari faktor penghambat
yang ditunjukkan dalam sub kelas, misalnya IIw-1, IIIe-3, IVs-3 dan sebagainya.
Erosi dan Prediksi Erosi
Erosi adalah peristiwa pindahnya tanah atau terangkutnya tanah atau bagian-
bagian tanah dari suatu tempat ketempat lain oleh media alami. Pada peristiwa
erosi, tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut
yang kemudian diendapkan ditempat lain. Pengangkutan atau pemindahan tanah
tersebut terjadi oleh media alami yaitu air atau angin (Arsyad 2006).
Dua tipe utama erosi meliputi erosi geologis dan erosi oleh manusia dan
hewan. Erosi geologis berperan pada pembentukan tanah dan distribusi tanah pada
permukaan bumi, proses erosi yang berlangsung lama ini menyebabkan
terbentuknya topografi yang ada sekarang, seperti jurang-jurang, saluran sungai
dan lembah. Erosi karena manusia atau hewan meliputi rusaknya agregat tanah
17
dan percepatan hilangnya partikel bahan organik dan mineral akibat pengolahan
tanah dan hilangnya vegetasi alam (Schwab et al. 1981).
Menurut Arsyad (2006) bahwa erosi ditentukan oleh faktor-faktor sebagai
berikut : iklim, topografi, vegetasi, tanah dan manusia. Faktor-faktor yang
mempengaruhi erosi tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan deskripsi
berikut :
A = f (C,T,V,S,H)
dimana : C : Iklim, T : Topografi, V : Vegetasi, S : Tanah dan H : Manusia
Pengaruh iklim terhadap erosi dapat bersifat langsung ataupun tidak langsung.
Pengaruh langsung adalah melalui tenaga kinetis air hujan, terutama intensitas dan
diameter butiran hujan. Pada hujan yang intensif dalam waktu pendek, erosi yang
terjadi biasanya lebih besar daripada hujan dengan intensitas kecil dengan waktu
berlangsungnya hujan lebih lama (Asdak 2001)
Karakter topografi yang mempengaruhi erosi adalah besarnya sudut lereng,
bentuk dan panjang lereng, serta bentuk dan daerah tangkapan air (Scwab et al.
1981). Selanjunya menurut Kohnke dan Bertrand (1959 dalam Puspaningsih
1997) bahwa kemiringan lereng merupakan faktor yang paling berperan, karena
selain memperbesar jumlah aliran permukaan juga mempengaruhi kecepatan
aliran permukaan sehingga akan memperbesar kapasitas merusak air.
Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah : (1) melindungi
permukaan tanah dari tumbukan air hujan, (2) menurunkan kecepatan dan volume
air larian, (3) menahan partikel-partikel air tanah pada tempatnya melalui sistem
perakaran dan serasah yang dihasilkannya, dan (4) mempertahankan kapasitas
tanah dalam menyerap air (Asdak 2001).
Diantara kelima faktor diatas, faktor manusia paling menentukan apakah
tanah yang diusahakannya akan rusak dan tidak produktif atau menjadi baik dan
berproduksi secara lestari. Banyak faktor yang menentukan pengaruh manusia
terhadap tanah atau lahan yang digarapnya antara lain : luas usaha tani, sistem
pengusahaan tanah (land tenure), jenis tanaman dan pemanenannya, status
pengusahaan teknologi dan hasil usaha (Arsyad 2006).
Erosi Yang Masih Dapat Ditoleransi (ETol)
Menurut Sinukaban (1989) bahwa apabila laju erosi dipergunakan sebagai
18
petunjuk kerusakan suatu DAS, maka diperlukan tolak ukur untuk menentukan
kebijaksanaan penanggulangannya. Tolak ukur yang sudah secara luas dipakai
adalah erosi yang masih dapat ditoleransikan (ETol). Erosi yang masih dapat
ditoleransikan adalah jumlah tanah hilang yang diperbolehkan per tahun agar
produktivitas lahan tidak berkurang sehingga tanah produktif secara lestari
(Arsyad 2006).
Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau
ditoleransikan, adalah perlu karena tidak mungkin menekan laju erosi menjadi nol
dari tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah
berlereng. Akan tetapi suatu kedalaman tanah tertentu harus dipelihara agar
terdapat suatu volume tanah yang cukup dan baik bagi tempat berjangkarnya akar
tanaman dan untuk tempat menyimpan air serta unsur hara yang diperlukan oleh
tanaman sehingga tanaman/tumbuhan dapat tumbuh dengan baik (Arsyad 2006).
Wischmeier dan Smith (1978) mengemukakan bahwa menentukan erosi
diperbolehkan harus mempertimbangkan : (1) ketebalan lapisan tanah atas, (2)
sifat fisik tanah, (3) pencegahan terjadinya erosi (gully), (4) penurunan kandungan
bahan organik, (5) kehilangan zat hara tanaman.
Dalam menentukan erosi yang diperbolehkan, perlu ditentukan lebih dulu
jangka waktu kelestarian tanah (Soil Resource Life) yang diharapkan. Jangka
waktu kelestarian tanah adalah lamanya waktu yang ditentukan dimana erosi
hanya mengikis tanah sampai kedalaman yang telah ditetapkan, sehingga
kedalaman tanah yang tersisa masih dapat produktif. Makin lama jangka waktu
kelestarian yang diharapkan, berarti makin sedikit jumlah erosi yang
diperbolehkan setiap tahun (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).
Pembangunan Pertanian Yang Berkelanjutan
Pertanian sebagai industri yang lestari adalah pertanian yang dirancang
secara sistematis menggunakan akal sehat (ratio) dan usaha keras yang
berkesinambungan sehingga pertanian itu sangat produktif secara terus menerus,
merupakan habitat tenaga kerja yang baik untuk jumlah yang besar dan
merupakan suatu usaha yang menguntungkan. Dengan demikian, pertanian
dengan industri yang lestari akan dapat menghasilkan produksi pertanian yang
cukup tinggi dan memberikan penghasilan yang layak bagi petani secara terus
19
menerus sehingga mereka dapat merancang masa depannya disitu. Disamping
menghasilkan produksi yang cukup tinggi, secara terus menerus pertanian itu juga
harus menghasilkan spektrum produksi yang cukup luas sehingga dapat
menyediakan bahan baku bagi berbagai agroindustri dan produk-produk ekspor
secara lestari Dengan kemampuan menampung tenaga kerja dalam jumlah besar
dengan pendapatan yang cukup tinggi, maka daerah pertanian itu akan menjadi
penyerap hasil-hasil industri lain. Semua hal ini akan menjadikan pertanian itu
sebagai industri yang lestari (Sinukaban 2007).
Lebih lanjut Sinukaban (2007) menyatakan bahwa produksi pertanian yang
cukup tinggi secara terus menerus dapat dipertahankan apabila erosi dari daerah
pertanian tersebut lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan (ETol). Apabila
erosi lebih besar dari Etol maka produktifitas lahan akan segera menurun,
sehingga produksi yang tinggi itu hanya dapat dipertahankan beberapa tahun saja
dan akhirnya lahan pertanian tersebut menjadi tidak produktif atau bahkan
menjadi lahan kritis, dengan kata lain pertanian seperti itu adalah pertanian yang
tidak berkelanjutan.
Konsep pembangunan berkelanjutan sebenarnya sangat sederhana dan
sangat mudah dicerna, bermula dari kenyataan bahwa tingkat pertumbuhan
ekonomi itu ada batasnya dan bahwa perekonomian yang terlalu mengandalkan
pada hasil ekstraksi sumberdaya alam tidak akan bertahan lama. Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi tidak berarti apa-apa jika degradasi lingkungan yang
ditimbulkan ikut diperhitungkan dalam perhitungan pendapatan nasional,
kemudian para ahli mulai memadukan antara aspek ekologis dan aspek ekonomis
dalam perumusan kebijaksanaan nasional. Pada tingkat aplikasi dan pelaksanaan,
pemerintah bersama-sama rakyat juga ikut bertanggung jawab, tidak saja terhadap
degradasi lingkungan tetapi juga terhadap kebijaksanaan publik yang dapat
mengakibatkan kerusakan lingkungan (Arifin 2001)
Usaha Tani Kopi Robusta Di DAS Ketahun Hulu
Kopi merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang mempunyai
kontribusi cukup nyata terhadap perekonomian Indonesia, yaitu sebagai penghasil
devisa, sumber pendapatan petani, penghasil bahan baku industri, penciptaan
lapangan kerja dan pengembangan wilayah. Pada tahun 2005 Indonesia
20
mengekspor kopi robusta sebesar 4.847 karung atau 17,25% dari ekspor kopi
robusta dunia. Namun beberapa tahun terakhir telah tergeser oleh Vietnam, yang
pada tahun 2005 pangsa pasar kopi robustanya sudah mencapai lebih dari 50%
dari perdagangan kopi dunia sebesar 14.642 ribu karung sehingga Indonesia telah
tergeser pada posisi keempat setelah Brazil, Vietnam dan Columbia (Soetriono
2009)
Tingkat produktifitas kopi robusta di Indonesia saat ini rata-rata sebesar 700
kg biji kering/hektar/tahun, baru mencapai 60% dari potensi produktifitas yang
dimilikinya. Tingkat produktifitas kopi Indonesia juga lebih rendah jika
dibandingkan dengan negara produsen utama kopi lainnya, seperti Vietnam (1.540
kilogram/hektar/tahun), Columbia (1.220 kilogram/hektar/tahun) dan Brazil
(1.000 kilogram/hektar/tahun) (Dirjen Perkebunan, 2006).
Petanian lahan kering di DAS Ketahun Hulu di dominasi oleh perkebunan
kopi rakyat dengan jenis kopi yaitu kopi robusta. Luas areal usahatani kopi di
DAS Ketahun pada tahun 2009 seluas 20.000 hektar dengan produksi 390 ton.
Terdapat 8.795 kepala keluarga yang menggantungkan hidupnya dari usaha tani
kopi robusta ini. Luas kebun rata-rata yang dimiliki oleh setiap kepala keluarga
adalah 1,5 hektar. Produktifitas rata-rata kopi di DAS Ketahun Hulu lebih rendah
dari pada produktifitas provinsi dan nasional. Produktifitas kopi di daerah ini
adalah 675 kilogram/hektar/tahun, lebih rendah dari produktifitas rata-rata
provinsi Bengkulu yaitu 756 kg/hektar/tahun (Disbun Provinsi Bengkulu 2009).
Produktifitas kopi yang rendah ini dapat disebabkan karena pengelolaan
tanaman yang masih tradisional, tidak melakukan pemupukan dan tindakan
konservasi tanah. Tehnik usahatani kopi di daerah ini lebih banyak dilakukan
dengan menggabungkan kopi dengan tanaman lain yang dimaksudkan sebagai
naungan bagi tanaman kopi. Kopi ditanam dengan jarak tanam 2,5 x 2,5 m (1600
batang/hektar). Penyiangan dan pemangkasan cabang dan pucuk dilakukan secara
rutin. Umumnya petani tidak melakukan pemupukan.
2,5 m
2,5 m
21
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan sejak bulan April sampai dengan
Juli 2010 di DAS Ketahun Hulu. DAS Ketahun Hulu terletak di Provinsi
Bengkulu seluas 115.998 hektar mencakup Kabupaten Lebong, sebagian kecil
Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Rejang Lebong. Letak geografis DAS
Ketahun Hulu berada di 102°05’00” BT - 102°30’00” BT dan 3°0’00” LS -
3°25’00” LS (Gambar 3).
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap yaitu persiapan dan penentuan
lokasi pengamatan intensif, pengumpulan data, analisa data dan penyusunan
rekomendasi penggunaan lahan dan pengembangan usahatani berbasis kopi untuk
sistem pertanian berkelanjutan. Lokasi pengamatan intensif dipilih pada salah satu
sub DAS sebagai pewakil DAS Ketahun Hulu dan menjadi objek pengamatan,
pengumpulan data dan dasar penyusunan perencanaan yang akan diektrapolasikan
22
ke seluruh wilayah DAS. Pengumpulan data biofisik dan sosial ekonomi
dilakukan dengan pengukuran, pengamatan lapangan, wawancara dan kuesioner.
Analisa data biofisik dilakukan untuk menentukan karakteristik penggunaan
lahan, kelas kemampuan lahan, evaluasi pola tanam dan agroteknologi, prediksi
erosi dan erosi yang dapat ditoleransi. Analisa data sosial ekonomi dilakukan
untuk mengetahui pendapatan petani dari setiap tipe usahatani dan standar hidup
layak.
Berdasarkan hasil analisa data biofisik dan sosial ekonomi ini, disusun
rekomendasi penggunaan lahan dan pengembangan usahatani berbasis kopi untuk
sistem pertanian berkelanjutan di DAS Ketahun Hulu dengan memperuntukkan
lahan sesuai dengan kemampuannya dan menentukan alternatif-alternatif
agroteknologi yang dapat memenuhi indikator-indikator pertanian berkelanjutan
yaitu : 1) pendapatan yang layak bagi setiap petani, (2) erosi yang lebih kecil dari
erosi yang dapat ditoleransikan (ETol), (3) dapat diterima serta dikembangkan
oleh petani dengan pengetahuan dan sumberdaya lokal yang dimilikinya.
Satuan Lahan Pengamatan Intensif
Data primer biofisik dan sosial ekonomi yang diperlukan untuk penelitian
diperoleh di lokasi pengamatan intensif yang mewakili karakteristik satuan-satuan
lahan DAS Ketahun Hulu secara keseluruhan. Berdasarkan peta satuan lahan DAS
Ketahun Hulu yang diperoleh dari hasil tumpang susun (overlay) peta lereng, peta
jenis tanah dan peta penggunaan lahan, dipilih salah satu sub DAS yang
karakteristik satuan lahannya dapat mewakili karakteristik satuan-satuan lahan
DAS Ketahun Hulu sebagai lokasi satuan lahan pengamatan intensif. Satuan lahan
pengamatan intensif ini menjadi objek pengamatan, pengumpulan data-data
biofisik dan sosial ekonomi yang diperlukan untuk penelitian dan menjadi dasar
menyusun perencanaan penggunaan lahan dan pengembangan usahatani berbasis
kopi untuk sistem pertanian berkelanjutan. Perencanaan yang disusun di satuan
lahan pengamatan intensif ini kemudian diekstrapolasi untuk seluruh DAS
Ketahun Hulu sesuai dengan karakteristik setiap satuan lahannya.
Berdasarkan peta satuan lahan DAS Ketahun Hulu dipilih salah satu sub
DAS dengan 18 satuan lahan sebagai satuan lahan pengamatan intensif. Peta
satuan lahan pengamatan intensif dapat dilihat pada Gambar 4.
23
Gambar 4. Peta Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu
23
24
Data dan Alat
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
sekunder yang meliputi data biofisik dan data sosial ekonomi.
1. Data primer
a. Data biofisik yaitu :
- Tekstur tanah, struktur tanah, permeabilitas tanah, kandungan bahan
organik tanah untuk menentukan kelas kemampuan lahan dan
erodibilitas tanah (K)
- Tingkat erosi, batuan di permukaan, bahaya banjir, drainase dan
kepekaan erosi untuk analisa kemampuan lahan.
- Kedalaman tanah efektif dan bobot isi tanah untuk menentukan erosi
yang dapat ditoleransi.
- Panjang dan kemiringan lereng untuk menentukan nilai faktor LS dan
analisa kemampuan lahan.
- Penggunaan lahan aktual untuk menentukan kesesuaian penggunaan
lahan dengan kelas kemampuan lahan dan nilai faktor C.
- Metode konservasi tanah yang sudah digunakan untuk menentukan
nilai faktor P.
b. Data sosial ekonomi yaitu :
- Kependudukan, karakteristik keluarga petani, komponen pendapatan
riil, komponen biaya produksi untuk melakukan analisa tingkat
pendapatan masyarakat.
- Respon terhadap penggunaan lahan berkelanjutan, pengetahuan
tentang tehnik konservasi tanah dan air dan alasan pemanfaatan lahan
untuk melakukan perencanaan penggunaan lahan.
2. Data Sekunder
a. Data biofisik DAS Ketahun Hulu yaitu :
- Peta tanah tinjau mendalam skala 1 : 100.000 (Puslittanah dan
Agroklimat 1992), peta rupa bumi Indonesia, peta kelas lereng, peta
penutupan lahan tahun 2003 skala 1 : 50.000 untuk membuat satuan
lahan.
25
- Data curah hujan harian selama 15 tahun untuk menentukan nilai
faktor erosivitas hujan (R)
b. Data sosial ekonomi seperti : Bengkulu Dalam Angka 2009, Lebong
Dalam Angka 2009, buku dan laporan dari instansi terkait lainnya untuk
keperluan analisa sosial ekonomi.
Alat
Alat yang digunakan adalah kuesioner, peta kerja, alat pengukur kemiringan
lereng, meteran untuk mengukur panjang lereng, GPS untuk menentukan posisi
dan arah lokasi pengamatan, bor tanah, ring sampel dan plastik contoh untuk
mengambil sampel tanah, alat dokumentasi, seperangkat komputer, alat
transportasi dan peralatan tulis menulis.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan Data Biofisik
Data biofisik diperoleh di satuan lahan pengamatan intensif (Gambar 4).
Metode pengumpulan data biofisik yang dibutuhkan untuk penelitian dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
a. Sampel tanah diambil di setiap satuan lahan pengamatan intensif. Sampel
tanah ini akan digunakan untuk memperoleh data tekstur, struktur,
permeabilitas tanah, kandungan NPK tanah, kandungan bahan organik tanah,
bobot isi, dan kepekaan tanah terhadap erosi. Pengambilan sampel tanah
dilakukan dengan menggunakan ring sampel dan sampel tanah komposit.
b. Data tingkat erosi diperoleh dengan pengamatan tanda-tanda terjadinya erosi
seperti erosi alur atau gully erosion serta pengamatan profil tanah di satuan
lahan pengamatan intensif kemudian membandingkannya dengan profil tanah
pada penutupan lahan hutan primer.
c. Data batuan di permukaan diperoleh dengan pengamatan luas penutupan lahan
oleh batuan besar dan persentase volume batuan kecil pada sampel tanah.
d. Data drainase dan kedalaman efektif tanah diperoleh dengan pengamatan
profil tanah di satuan lahan pengamatan intensif.
e. Data kemiringan dan panjang lereng diperoleh dengan melakukan pengukuran
di lokasi pengamatan intensif.
f. Data penggunaan lahan dan metode konservasi tanah aktual diperoleh dengan
26
melakukan pengamatan, wawancara dan kuesioner di lokasi pengamatan
intensif.
Pengumpulan Data Sosial Ekonomi
Pengumpulan data sosial ekonomi dilakukan dengan cara melakukan
wawancara dan menggunakan kuesioner yang sudah dipersiapkan. Responden
yang dipilih sebanyak 200 orang adalah petani pemilik lahan yang ditemui pada
saat melakukaan survey lapangan dan pengambilan data-data di satuan lahan
pengamatan intensif. Petani pemilik lahan juga dapat dijumpai didesa-desa yang
berada dekat lokasi satuan lahan pengamatan intensif. Selain melakukan
wawancara dengan pemilik lahan juga dilakukan wawancara dengan kepala desa
dan tokoh masyarakat. Karakteristik sosial ekonomi petani yang dikumpulkan
adalah (a) karakteristik keluarga petani responden (KK) yang meliputi :
pendidikan, jumlah anggota keluarga, pekerjaan utama, status penguasaan lahan,
luas tanah garapan, jenis tanaman yang dibudidayakan dan pola tanam, sumber
pendapatan utama, pengalaman usahatani, pemahaman tentang erosi dan tindakan
konservasi, intensitas pengolahan tanah, pemupukan dan pengendalian hama, (b)
komponen pendapatan riil meliputi : jumlah produksi dan harga, (c) komponen
biaya produksi yang meliputi : bibit/benih, peralatan, pupuk, pestisida, upah
tenaga kerja dan biaya lainnya, (d) respon terhadap penggunaan lahan untuk
pertanian berkelanjutan dan pengetahuan tentang tehnik konservasi tanah dan air.
Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dari berbagai instansi terkait
seperti Balai Pengelolaan DAS Ketahun, Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu,
Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu, Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu, Dinas
Peternakan dan Perikanan Provinsi Bengkulu, BMG, BPS, Balai Konservasi
Sumberdaya Alam, Kantor Kecamatan, Kantor Kelurahan dan lain-lain.
Analisa Data
Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisa data
biofisik dan sosial ekonomi. Analisa data biofisik meliputi identifikasi
karakteristik penggunaan lahan, evaluasi kemampuan lahan, prediksi erosi dan
erosi yang dapat ditoleransi setiap satuan lahan pengamatan intensif, sedangkan
analisa sosial ekonomi meliputi analisa standar kebutuhan hidup layak dan
27
pendapatan petani dari setiap tipe usahatani. Berdasarkan analisis data biofisik dan
sosial ekonomi disusun perencanaan penggunaan lahan dan pengembangan
usahatani berbasis kopi untuk sistem pertanian berkelanjutan dengan membuat
alternatif-alternatif agroteknologi yang dapat memenuhi indikator-indikator
pertanian berkelanjutan sesuai dengan karakteristik setiap satuan lahan.
Rekomendasi penggunaan lahan dan pengembangan usahatani kemudian
diekstrapolasikan ke seluruh wilayah DAS Ketahun Hulu.
Evaluasi Kemampuan Lahan
Evaluasi kemampuan lahan dilakukan berdasarkan kriteria klasifikasi
kemampuan lahan yang dikemukakan oleh Klingebiel dan Montgomery (1973)
yang dimodifikasikan oleh Arsyad (2006), dengan beberapa faktor penghambat
yaitu : lereng permukaan, tingkat erosi, kepekaan erosi, kedalaman tanah, tekstur,
permeabilitas, drainase, batuan dan ancaman banjir.
Tabel 1. Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan (Arsyad 2006)
No Faktor Penghambat Kelas Kemampuan Lahan I II III IV V VI VII VIII
1 Lereng permukaan (l) l l0 l1 l2 l3 l0 l4 l5 6 2 Kepekaan erosi (KE) 1-2 3 4-5 6 (*) (*) (*) (*) 3 Tingkat Erosi (e) 0 1 2 3 (**) 4 5 (*) 4 Kedalaman tanah (k) 0 1 2 2 (*) 3 (*) (*) 5 Tekstur lapisan atas (t) 1-3 1-3 1-4 1-4 (*) 1-4 1-4 5 6 Tekstur lapisan bawah (t) 1-3 1-3 1-4 1-4 (*) 1-4 1-4 5 7 Permeabilitas (p) 2-3 2-3 2-4 2-4 1 (*) (*) 5 8 Drainase (d) 1 2 3 4 5 (**) (**) 0 9 Kerikil/batuan (b) 0 0 1 2 3 (*) (*) 4
10 Ancaman banjir (0) 0 1 2 3 4 (**) (**) (*) 11 Salinitas (g) (***) 0 1 2 3 (**) 3 (*) (*)
Keterangan : (*) : dapat mempunyai sebaran sifat faktor penghambat (**) : tidak berlaku (***) : umumnya terdapat di daerah beriklim kering
Berdasarkan hasil evaluasi kelas kemampuan lahan selanjutnya ditentukan
kesesuaian penggunaan lahan dengan kemampuan lahan. Apabila penggunaan
lahan tidak sesuai dengan kemampuan lahan maka akan dilakukan perubahan
penggunaan lahan, tetapi jika sudah sesuai maka dilanjutkan dengan evaluasi pola
tanam dan agroteknologi yang sudah diterapkan.
Prediksi Erosi
Prediksi erosi dilakukan untuk memperkirakan laju erosi dari tanah yang
dipergunakan untuk penggunaan lahan dan pengelolaan tertentu, sehingga dapat
28
ditentukan kebijaksanaan penggunaan tanah dan tindakan konservasi tanah yang
diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah dan dapat dipergunakan secara
produktif dan lestari. Prediksi ini menggunakan persamaan USLE (Wischmeier
dan Smith 1978) sebagai berikut :
A = R.K.L.S.C.P
dimana, A = banyaknya tanah yang tererosi (ton/ha/tahun), R = faktor erosivitas
hujan, K = faktor erodibilitas tanah, L = faktor panjang lereng, S = faktor
kemiringan lereng, C = faktor pengelolaan tanaman dan P = faktor tehnik
konservasi.
a. Erosivitas hujan (R)
Faktor erosivitas hujan (R) merupakan jumlah satuan indeks erosivitas hujan
dalam setahun. Nilai R yang merupakan daya rusak hujan dapat ditentukan
dengan menggunakan rumus Bols (1978 dalam Arsyad 2006) yaitu :
EI30 = 6.119 (RAIN)1.21 (DAYS)-0,47 (MAXP)0,53
dimana, EI30
b. Erodibilitas tanah (K)
= indeks erosivitas hujan, RAIN = curah hujan rata-rata bulanan
dalam cm, DAYS = jumlah hari hujan rata-rata perbulan, MAXP = curah
hujan maksimum selama 24 jam dalam bulan bersangkutan dalam cm.
Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah (a) tekstur, (b) struktur, (c)
bahan organik, (d) kedalaman, (e) sifat lapisan tanah, dan (f) tingkat
kesuburan tanah (Arsyad 2006). Faktor kepekaan erosi tanah didefinisikan
sebagai besarnya erosi per satuan indeks erosi hujan untuk suatu tanah dalam
keadaan standar. Kepekaan erosi tanah haruslah merupakan pernyataan
keseluruhan pengaruh sifat-sifat tanah dan bebas dari pengaruh faktor-faktor
penyebab erosi lainnya. Penilaian kepekaan erosi tanah menentukan nilai K
menggunakan persamaan yang dikemukan oleh Wischmeier dan Smith (1978)
berikut ini :
( ) ( ) ( ) ( ){ }100
35.2225.312101.2292.1 414.1 −+−+−=
− cbaMK
dimana, K = erodibilitas tanah, M = kelas tekstur tanah (% pasir halus +
debu)(100 - % liat), a = persentase bahan organik, b = kode struktur tanah, c =
kelas permeabilitas tanah.
29
c. Panjang dan kemiringan lereng (LS)
Faktor panjang lereng (L) dan Faktor kemiringan lereng (S) dapat dihitung
secara terpisah atau dihitung sekaligus sebagai faktor LS. Faktor LS
didefinisikan sebagai nisbah antara besarnya erosi dari sebidang tanah dengan
panjang lereng dan kemiringan lereng tertentu terhadap besarnya erosi dari
sebidang tanah yang terletak pada lereng dengan panjang lereng 22 m dengan
kecuraman 9 %. Faktor LS dihitung dengan menggunakan rumus :
( )200138.000965.00138.0 SSXLS ++=
dimana, X = panjang lereng (m) dan S = kecuraman lereng (%).
d. Pengelolaan tanaman (C)
Nilai faktor pengelolaan tanaman (C) merupakan nisbah antara tanah yang
hilang pada pengelolaan tanaman tertentu dengan tanah yang hilang tanpa
tanaman. Nilai C ditentukan berdasarkan pengamatan lapangan dan
wawancara yang meliputi : sistem pertanaman, pemupukan, pemanfaatan sisa
tanaman, cara penanaman dan teknik perlakuan terhadap tanah serta
penggunaan mulsa dan kompos dengan mengacu pada nilai C hasil-hasil
penelitian terdahulu (Lampiran 7).
e. Tindakan konservasi tanah (P)
Nilai P merupakan nisbah besarnya erosi dari petak lahan dengan tindakan
konservasi tanah tertentu (misalnya teras) terhadap besarnya erosi dari petak
standar tanpa penerapan tindakan konservasi. Nilai faktor P ditentukan
berdasarkan kondisi lapang dimana tidak saja tindakan konservasi tanah secara
mekanik tetapi juga berbagai usaha yang bertujuan mengurangi erosi tanah.
Indeks konservasi tanah ditentukan berdasarkan nilai P dari hasil-hasil
penelitian terdahulu (Lampiran 8).
Erosi Yang Masih Dapat Ditoleransikan (ETol)
Nilai erosi yang dapat ditoleransi (ETol) adalah besaran maksimum erosi
yang masih dapat ditoleransikan dari sebidang tanah agar tanah tersebut masih
dapat berproduksi secara ekonomis dan lestari dengan sistem produksi yang
diterapkan (Wischmeier dan Smith 1978). Besarnya nilai ETol tanah dipengaruhi
oleh iklim (berkaitan dengan laju pembentukan tanah), kedalaman tanah dan jenis
tanaman yang diusahakan. Penetapan nilai ETol tanah dapat dilakukan dengan
30
menggunakan metoda Hammer (1981 dalam Arsyad 2006) menggunakan
kedalaman ekivalen tanah dan umur pakai tanah, dengan rumus sebagai berikut :
LPTMPT
DDEETol +−
=min
dimana, ETol = erosi yang masih dapat ditoleransikan (mm/tahun), DE = nilai
kedalaman ekivalen yang besarnya adalah hasil perkalian antara nilai kedalaman
efektif dengan nilai faktor kedalaman (mm), Dmin = kedalaman tanah minimum
yang memungkinkan tanaman yang akan ditanam dapat berproduksi (mm), MPT
= masa pakai tanah, yaitu berapa lama tanah akan digunakan untuk sistem
produksi yang direncanakan (250 tahun dapat dianggap sebagai pemakaian secara
terus menerus/lestari), LPT = rata-rata laju pembentukan tanah di Indonesia yang
besarnya rata-rata 1 mm/tahun (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).
Penentuan erosi yang dapat ditoleransi untuk lahan-lahan yang memiliki
kedalaman tanah efektif yang lebih rendah dari kedalaman tanah minimum
menggunakan metoda Tompson yang telah membuat daftar erosi yang dapat
ditoleransi berdasarkan kedalaman tanah (Arsyad 2006).
Analisa Usaha Tani
Pada analisis usahatani, data tentang penerimaan, biaya dan pendapatan
usaha tani perlu diketahui. Analisa data usahatani dilakukan untuk menilai
pendapatan petani dari lahan yang dikelola dengan analisis anggaran arus uang
tunai (cash flow analysis) (Soekartawi 2002).
- Penerimaan usahatani, merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual, persamaannya sebagai berikut :
PyiYiTR .=
dimana : TR = total penerimaan ; Yi = produksi yang diperoleh dalam satu
musim tanam ke-i (kg) ; Pyi = harga komoditas
- Biaya usahatani, merupakan nilai semua masukan atau keluaran yang dipakai
dalam satu musim tanam selama proses produksi, baik langsung maupun
tidak, dengan persamaan sebagai berikut :
∑= PxiXiTC .
dimana : TC = biaya tetap ; Xi = jumlah fisik dari input yang membentuk
31
biaya tetap ; Pxi = harga input ke-i (Rp) dan i = macam komoditas yang
dikembangkan dalam suatu usaha tani
- Pendapatan usahatani, merupakan selisih dari total penerimaan terhadap total
pengeluaran.
TCTRPU −=
dimana : PU = pendapatan usahatani (Rp); TR = total penerimaan (Rp); dan
TC = total biaya usahatani (Rp)
Standar Kebutuhan Hidup Layak
Standar kebutuhan hidup layak ditentukan berdasarkan kebutuhan beras per
KK dan harga beras yang berlaku di suatu daerah. Menurut Sajogyo et al. (1990)
nilai ambang kecukupan untuk tingkat pengeluaran rumah tangga di pedesaan
berkisar antara 240–320 kg/orang/tahun sedangkan di perkotaan berkisar antara
360–480 kg/orang/tahun.
Menurut Sinukaban (2007) kebutuhan hidup layak adalah kebutuhan fisik
minimum ditambah dengan kebutuhan hidup tambahan berupa kebutuhan untuk
menabung, rekreasi ataupun kebutuhan untuk mengikuti kegiatan sosial. Sehingga
besarnya kebutuhan hidup layak adalah 2,5 kali (250%) kebutuhan fisik
minimum. Standar kebutuhan hidup layak ini ditentukan dengan menggunakan
pendekatan sebagai berikut :
KHL = KRT x 250% x n x Rp
Keterangan :
KHL = Standar kebutuhan hidup layak (Rupiah)
KRT = Kebutuhan rumah tangga setara beras (Kg)
n = Jumlah anggota keluarga (jiwa)
Rp = Harga beras (Rupiah)
Berdasarkan hasil analisis finansial usahatani, maka akan diperoleh
pendapatan bersih usahatani, dimana pendapatan tersebut dibandingkan dengan
standar kebutuhan hidup layak.
Standar kebutuhan hidup layak di DAS Ketahun Hulu ditentukan dengan
mengasumsikan tiap rumah tangga terdiri atas 5 orang dan harga beras/kg = Rp.
4.500,- (tergantung lokasi), sehingga akan diperoleh standar hidup layak 320 kg x
250% x 5 orang x Rp 4.500 = Rp 18.000.000/KK/thn. Agar usahatani yang
32
dilakukan oleh petani di DAS Ketahun Hulu dapat berlangsung terus, maka
pendapatan petani harus > Rp 18.000.000/KK/thn.
Penentuan Alternatif Agroteknologi
Alternatif agroteknologi ditentukan pada setiap satuan lahan pewakil dengan
menggunakan dasar nilai CP (faktor tanaman dan pengelolaan tanah) yang dapat
diterapkan untuk berbagai jenis pengelolaan lahan melalui simulasi dengan
metoda USLE. Kriteria untuk menetapkan CP maksimum yang akan
direkomendasikan dengan pendekatan sebagai berikut :
ETolA ≤ R K L S C P ≤ ETol
RKLSETolCP ≤ CPrek ≤ CP
Tahap akhir penelitian ini adalah melakukan ekstrapolasi rekomendasi
penggunaan lahan dan pengembangan usahatani berbasis kopi untuk sistem
pertanian berkelanjutan di seluruh DAS Ketahun Hulu sesuai dengan karakteristik
lahannya. Hasil ektrapolasi ini digambarkan dalam bentuk peta rekomendasi.
max
Dalam hal ini ditentukan nilai CP untuk setiap jenis penggunaan dan satuan
lahan pengamatan intensif, dimana nilai R, K dan LS pada setiap satuan lahan
dianggap konstan, maka besarnya prediksi erosi selanjutnya dibandingkan dengan
nilai CP yang dipilih. Jika nilai CP yang diperoleh telah maksimal tetapi belum
memenuhi standar hidup layak, maka harus ada upaya peningkatan pendapatan
petani, seperti usaha ternak ataupun usaha keterampilan/kerajinan lainnya untuk
memanfaatkan hasil pertanian, sehingga kebutuhan hidup petani dan keluarganya
dapat terpenuhi atau standar hidup layak dapat tercapai.
Penyusunan Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Usahatani
Rekomendasi penggunaan lahan dan pengembangan usahatani berbasis kopi
untuk sistem pertanian berkelanjutan ditetapkan dengan memperuntukkan lahan
sesuai dengan kemampuan lahannya dan alternatif agroteknologi usahatani
berbasis kopi yang memenuhi indikator pertanian berkelanjutan. Rekomendasi
penggunaan lahan dan pengembangan usahatani ditampilkan dalam bentuk peta
yang menggambarkan rekomendasi penggunaan lahan dan alternatif-alternatif
agroteknologi yang sudah dihasilkan.
2,5 m
2,5 m
33
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak Geografis
Daerah Aliran Sungai (DAS) Ketahun Hulu dengan luas 115.998 hektar
adalah bagian hulu DAS Ketahun yang secara administratif termasuk dalam
wilayah Provinsi Bengkulu. Letak geografis DAS Ketahun Hulu berada diantara
3°00’00’-3°23’00” Lintang Selatan dan 102°5’00”- 102°30’00” Bujur Timur.
DAS Ketahun Hulu sebagian besar merupakan wilayah Kabupaten Lebong
tepatnya di Kecamatan Lebong Atas, Lebong Selatan, Lebong Tengah, Lebong
Utara dan Rimbo Pengadang. Sebagian kecil dari wilayah DAS Ketahun Hulu
termasuk wilayah Kabupaten Bengkulu Utara tepatnya di Kecamatan Napal Putih
dan Kabupaten Rejang Lebong tepatnya di Kecamatan Bermani Ulu. DAS
Ketahun Hulu berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Utara (sebelah barat),
Kabupaten Rejang Lebong (sebelah timur), Provinsi Sumatera Selatan (sebelah
utara) dan Kabupaten Bengkulu Utara (sebelah selatan).
Tanah
Jenis tanah yang terdapat di DAS Ketahun Hulu terdiri dari 4 jenis group
tanah yaitu Dystropepts, Humitropepts, Paleudults dan Tropudults. Jenis tanah
Dystropepts suborder tanah Tropepts dan order tanah Inceptisol mendominasi
jenis tanah di DAS Ketahun Hulu mencakup luasan 98.979 hektar (85,35 %).
Jenis tanah Humitropepts suborder tanah Tropepts dan order tanah Inceptisol
seluas 9.348 hektar (8,06 %). Jenis tanah Paleudults merupakan sub order tanah
Udults order tanah Ultisol seluas 1.476 hektar (1,27 %) dan Tropudults sub order
tanah Udults order tanah Ultisol seluas 6.185 hektar (5,33%). Jenis-jenis tanah
DAS Ketahun Hulu dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis Tanah DAS Ketahun Hulu
No. Jenis Tanah Luas (Hektar) % 1 Dystropepts 98.979 85,35 2 Humitropepts 9.348 8.06 3 Paleudults 1.476 1,27 4 Tropudults 6.185 5,33
Jumlah 115.998 100,00 Sumber : BPDAS Ketahun 2007
34
Topografi
Kondisi Topografi DAS Ketahun Hulu bervariasi yaitu dataran, perbukitan
dan pegunungan, dengan lereng yang beragam mulai dari datar (0-8%) sampai
dengan curam (>45%). Tuntutan ekonomi dalam memenuhi menyebabkan petani
tetap melakukan usahatani pada lahan yang berlereng tersebut. Ketinggian
wilayah DAS Ketahun Hulu berkisar antara 175 – 2400 m dpl.
Berdasarkan peta kelas lereng yang dibuat berdasarkan garis kontur peta
Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 50.000 dengan interval kontur 25 meter, DAS
Ketahun Hulu dibagi menjadi 5 kelas lereng yaitu terdiri dari kelas lereng 0-8%,
8-15%, 15-30%, 30-45% dan >45%. Kelas lereng DAS Ketahun Hulu dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kelas Lereng DAS Ketahun Hulu
No. Kelas Lereng Luas (Hektar) % 1 0%-8% 9.152 7,89 2 8%-15% 32.488 28,00 3 15%-30% 54.110 46,64 4 30%-45% 18.582 16,01 5 >45% 1.665 1,43
Jumlah 115.998 100,00 Sumber : Diolah dari peta Rupa Bumi Indonesia
Penggunaan Lahan
Berdasarkan peta penggunaan lahan tahun 2003, terdapat 5 jenis penggunaan
lahan di DAS Ketahun Hulu (Tabel 4). Penggunaan lahan hutan primer adalah
penggunaan lahan terluas yaitu 52.524 hektar (45,28%), kemudian diikuti oleh
penggunaan lahan kebun campuran seluas 50.987 hektar (43,95%), hutan
sekunder seluas 8.260 hektar (7,12%), rawa seluas 155 hektar (0,13%) dan sawah
seluas 4.072 hektar (3,51%).
Tabel 4. Jenis Penggunaan Lahan DAS Ketahun Hulu
No. Penggunaan Lahan Luas (Hektar) % 1 Hutan primer 52.524 45,28 2 Hutan sekunder 8.260 7,12 3 Kebun campuran 50.987 43,95 4 Rawa 155 0,13 5 Sawah 4.072 3,51
Jumlah 115.998 100,00 Sumber : BPDAS Ketahun 2007
35
Penggunaan lahan hutan primer dan hutan sekunder yang terdapat di DAS
Ketahun Hulu sebagian besar termasuk dalam kawasan Taman Nasional Kerinci
Sebelat dan sebagian lainnya termasuk kawasan hutan lindung Bukit Daun, Cagar
Alam Danau Tes dan Cagar Alam Menghijau. Penggunaan lahan hutan primer dan
hutan sekunder adalah penggunaan lahan terluas di DAS Ketahun Hulu dengan
luas yang lebih dari 50 % luas DAS Ketahun. Hutan di DAS Ketahun Hulu ini
sudah mulai dirambah dan dikonversi menjadi lahan budidaya pertanian karena
kebutuhan masyarakat akan lahan semakin besar. Perubahan penggunaan lahan
menjadi lahan kebun campuran ini dapat dilihat pada Cagar Alam Danau Tes dan
Cagar Alam Menghijau yang tutupan lahannya sebagian besar sudah menjadi
kebun campuran. Perambahan kawasan hutan juga terjadi di wilayah Taman
Nasional Kerinci Sebelat.
Penggunaan lahan kebun campuran di DAS Ketahun Hulu secara umum
didominasi oleh kebun kopi robusta. Tipe usahatani kopi robusta ini sebagian
besar digolongkan pada tipe kopi multistrata yaitu perkebunan kopi rakyat yang
menyertakan tanaman-tanaman lain yang berfungsi sebagai naungan tanaman
kopi. Beberapa tanaman yang paling umum dijadikan sebagai naungan kopi
robusta di DAS Ketahun adalah sengon, gamal, kayu bawang, karet, pinang,
kemiri dan tanaman buah-buahan.
Petani kopi di DAS Ketahun Hulu hanya sebagian kecil saja yang sudah
menerapkan tindakan konservasi tanah di lahan usahataninya. Tindakan
konservasi tanah yang dilakukan tersebut belum dikerjakan dengan baik sehingga
masih bisa memicu terjadinya erosi yang tinggi. Dari hasil pengamatan lapangan
ada beberapa petani yang telah menerapkan tindakan konservasi tanah tetapi
belum dilakukan sesuai dengan standar disain yang baik. Tindakan konservasi
tanah yang dilakukan tersebut antara lain pembuatan teras gulud, pembuatan strip
rumput, pembuatan teras bangku dan pemberian mulsa serasah sisa tanaman.
Akan tetapi tindakan konservasi tanah ini belum diterapkan dengan baik dan
serius oleh petani setempat. Pembuatan teras gulud, teras bangku dan strip rumput
terlihat belum mengikuti kontur dan bangunan konservasi tersebut tidak dibuat
dan terpelihara dengan baik sehingga belum begitu efektif untuk mengendalikan
erosi yang terjadi.
36
Sistem usahatani kopi yang umumnya multistrata atau dengan menyertakan
tanaman lain selain kopi sebagai naungan kopi di DAS Ketahun Hulu,
menyebabkan banyak daun-daunan sisa tanaman yang gugur dan menutupi tanah.
Petani umumnya membersihkan lahan usahataninya dari daun-daunan tersebut
secara rutin. Tetapi dari hasil pantauan dilapangan terlihat ada beberapa lahan
usahatani yang membiarkan daun-daunan yang gugur tersebut tetap dipermukaan
tanah sehingga berfungsi sebagai mulsa serasah. Akan tetapi terlihat belum
adanya upaya yang sengaja menempatkan daun-daunan tersebut dengan baik dan
teratur sehingga fungsinya sebagai mulsa untuk mengendalikan erosi masih belum
efektif.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan petani yang sudah
menerapkan tindakan-tindakan konservasi tanah tersebut, mereka hanya
mengetahui sedikit tentang tindakan-tindakan konservasi tanah dari penyuluh
pertanian dan pernah melihat tindakan serupa yang dilakukan oleh petani di
tempat lain. Mereka mencoba untuk menerapkan tindakan-tindakan tersebut,
tetapi masih belum menguasai tehnik pembuatan yang baik dan benar. Selain itu
mengingat pembuatan dan pemeliharaan tidakan konservasi tanah terutama teras
gulud, teras bangku dan strip rumput membutuhkan biaya dan tenaga sehingga
mereka masih kesulitan untuk menerapkan sesuai dengan standar teknis yang
disarankan walaupun mereka ingin melakukannya.
Iklim
Berdasarkan klasifikasi menurut Schmidt dan Ferguson yang membagi iklim
berdasarkan banyaknya curah hujan pada tiap bulan, tipe iklim DAS Ketahun
Hulu terdiri dari tipe A (sangat basah) dan tipe B (basah). Suhu rata-rata DAS
Ketahun Hulu antara 22,9 °C – 23,9 °C dengan kelembaban nisbi udara perhari
rata-rata 88 % – 92 % (BPS Kabupaten Lebong 2009).
Berdasarkan data dari Stasiun BPP Tes yang terletak di DAS Ketahun Hulu
dapat diketahui bahwa curah hujan rata-rata tahunan di DAS Ketahun Hulu adalah
2.834 mm dengan 180 hari hujan. Curah Hujan maksimum terjadi pada bulan
Desember dan curah hujan minimum terjadi pada bulan Juni. Grafik curah hujan
bulanan dan jumlah hari hujan di DAS Ketahun Hulu dapat dilihat pada Gambar 5
dan Gambar 6.
37
308 270 326 317 206 102 135 121 161 249 289 351 -
100
200
300
400
500
600
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
jum
lah
cu
rah
hu
jan
(mm
)
bulan data
Gambar 5. Grafik Curah Hujan Bulanan Rata-Rata di DAS Ketahun Hulu
18 15 19 20 14 10 11 10 10 14 18 210
5
10
15
20
25
30
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
jum
lah
har
i hu
jan
(har
i)
bulan data
Gambar 6. Grafik Jumlah Hari Hujan Rata-Rata di DAS Ketahun Hulu
Hidrologi
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh BPDAS Ketahun (2007)
rata-rata debit sungai Ketahun pada pos duga air Desa Tunggang adalah sebesar
56,88 m3/detik dengan volume air rata-rata tahunan yang mengalir sebesar
1.792.367.083 m3. Berdasarkan debit bulanan, aliran puncak terjadi pada bulan
Desember dan aliran terkecil terjadi pada bulan September. Kondisi hidrologi
sungai Ketahun tergambar pada debit rata-rata bulanan sungai Ketahun dan grafik
debit bulanan sungai Ketahun tahun 2000 – 2006 (Tabel 5 dan Gambar 7).
38
Fluktuasi debit sungai Ketahun sepanjang tahun relatif tidak terlalu tinggi dan air
mengalir sepanjang tahun.
Tabel 5. Debit Rata-Rata Bulanan Sungai Ketahun (2000-2006)
Bulan Debit Rata-Rata Bulanan (m3 Rata-Rata /dtk) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 (m3/dtk) Jan 91,35 86,05 91,35 54,35 33,07 67,11 68,68 70,28 Feb 65,79 83,24 56,79 68,23 33,95 48,93 79,32 61,04 Mar 29,97 77,26 29,97 47,19 30,17 68,59 57,29 48,64 Apr 70,86 73,14 70,86 81,39 28,45 28,57 77,62 61,55 Mei 42,16 64,02 42,16 40,03 28,11 32,49 64,94 44,84 Jun 56,98 71,85 56,98 49,3 24,7 27,58 99,26 55,24 Juli 44,9 44,48 44,9 49,2 26,04 34,99 57,16 43,10 Ags 56,92 29,3 56,92 25,23 28,38 30,75 61,96 41,35 Sept 25,5 34,17 25,5 29,62 39,52 39,1 80,07 39,07 Okt 75,89 67,17 75,89 42,77 29,19 40,5 79 58,63 Nov 130,97 94,57 130,97 83,73 26,31 40,85 75,36 83,25 Des 103,19 88,49 103,19 96,39 23,06 39,21 75,34 75,55
Sumber : BPDAS Ketahun 2007
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Deb
it (m
3/de
tik)
Bulan
Gambar 7. Grafik Debit Bulanan Sungai Ketahun (BPDAS Ketahun 2007)
Penduduk
Jumlah penduduk DAS Ketahun Hulu adalah 91.142 jiwa dengan kepadatan
42 jiwa/km2, yang terdiri dari 46.063 jiwa laki-laki dan 45.079 jiwa perempuan
yang tersebar di 7 Kecamatan. Jumlah Kepala Keluarga di DAS Ketahun Hulu
adalah 23.994 KK dan masing-masing keluarga rata-rata mempunyai 3,8 anggota
39
keluarga. Sebaran penduduk berdasarkan jenis kelamin di DAS Ketahun Hulu
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di DAS Ketahun Hulu Umur Jumlah Penduduk
Laki-laki Perempuan Jumlah 0-4 4.098 3.825 7.923 5-9 4.868 3.918 8.786
10-14 4.406 4.844 9.250 15-19 4.571 4.476 9.047 20-24 4.361 3.725 8.086 25-29 3.881 4.061 7.942 30-34 3.289 3.930 7.219 35-39 3.667 2.790 6.457 40-44 2.744 2.904 5.648 45-49 2.635 3.485 6.120 50-54 2.694 1.795 4.489 55-59 1.521 1.503 3.024 60-64 1.006 1.312 2.318 65+ 2.322 2.511 4.833
Jumlah 46.063 45.079 91.142 Sumber : BPS Kabupaten Lebong (2009)
Sebagian besar penduduk mempunyai mata pencaharian di sektor pertanian
sebanyak 15.596 KK (65%) (BPS Kabupaten Lebong 2009). Usaha pertanian
lahan kering dominan di DAS Ketahun Hulu adalah kebun kopi robusta. Petani
yang menggantungkan hidupnya pada perkebunan kopi robusta sebanyak 8.795
KK. Luas lahan usahatani per KK pada lokasi pengamatan intensif di DAS
Ketahun Hulu bervariasi. Secara umum luas lahan usahatani per KK yang
terbanyak adalah seluas 1 - 1,5 hektar (Tabel 7).
Tabel 7. Sebaran Luas Lahan Usahatani per KK Berbasis Kopi Di DAS Ketahun Hulu
Luas Lahan Usahatani Petani (orang) Persentase 0 – 0,5 hektar 6 3,08 0,5 – 1 hektar 14 7,18 1 – 1,5 hektar 145 74,36 1,5 – 2 hektar 25 12,82 > 2 hektar 5 2,56
Jumlah 200 100 Sumber : Diolah dari hasil kuesioner (2010)
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam peneriman
inovasi dan perubahan perilaku yang berpengaruh pada upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan, tingkat penyerapan
dan pelaksanaan inovasi yang diberikan semakin cepat pula. Tingkat pendidikan
40
petani di lokasi pengamatan intensif DAS Ketahun Hulu relatif rendah yang
ditandai dengan masih banyaknya masyarakat yang tidak tamat SD dan hanya
tamat SD (70 %). Tingkat pendidikan masyarakat di lokasi pengamatan intensif
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Persentase Tingkat Pendidikan Petani di Lokasi Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu.
Pendidikan Petani (orang) Persentase Tidak Tamat SD 40 20,51 SD 110 56,41 SLTP 25 12,82 SLTA 25 12,82 Perguruan Tinggi 0 0
Jumlah 200 100 Sumber : Diolah dari hasil kuesioner (2010)
2,5 m
2,5 m
41
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Lahan DAS Ketahun Hulu
Das Ketahun Hulu seluas 115.998 hektar terdiri beberapa jenis penggunaan
lahan yaitu kebun campuran, hutan primer, hutan sekunder, rawa dan sawah.
Penggunaan lahan hutan primer dan kebun campuran mendominasi dengan luas
52.524 hektar (45,28%) dan 50.987 hektar (43,95%). Penggunaan lahan hutan
sekunder seluas 8.260 hektar (7,12%) dan rawa 155 hektar (3,51%). Penggunaan
lahan sawah tersebar pada lahan yang relatif datar seluas 4.072 hektar (3,51%).
Jenis tanah di DAS Ketahun Hulu terdiri dari 4 macam yaitu Dystropepts,
Humitropepts, Paleudults dan Tropudults. Jenis tanah Dystropepts mendominasi
tanah yang ada di DAS Ketahun Hulu seluas 98.979 hektar (85,35%). Jenis tanah
Humitropepts seluas 9.348 hektar (8,06%), Paleudults 1.476 hektar (1,27%) dan
Tropudults 6.185 hektar (5,33%).
Kelas lereng DAS Ketahun Hulu dikelompokkan menjadi 5 kategori yaitu
kelas lereng 0% – 8% seluas 9.152 hektar (7,89%), kelas lereng 8% - 15% seluas
32.488 hektar (28%), kelas lereng 15% - 30% seluas 54.110 hektar (46,64%),
kelas lereng 30% - 45% seluas 18.582 hektar (16,01%) dan kelas lereng > 45%
seluas 1.665 hektar (1,43%).
Berdasarkan overlay peta penggunaan lahan, kelas lereng dan jenis tanah
(Lampiran 1, 2 dan 3) DAS Ketahun Hulu terdiri dari 388 satuan lahan. Satuan-
satuan lahan ini menggambarkan karakteristik lahan yang seragam sesuai dengan
penggunaan lahan, jenis tanah dan kelas lereng pada setiap satuan lahan. Satuan-
satuan lahan DAS Ketahun Hulu dapat di lihat pada Lampiran 5 dan Gambar 8.
Karakteristik Satuan Lahan Pengamatan Intensif
Satuan lahan pengamatan intensif dipilih dari peta satuan lahan DAS
Ketahun Hulu sebanyak 18 satuan lahan yang terdapat pada salah satu sub DAS
seluas 14.844 hektar (Tabel 9 dan Gambar 8). Kriteria yang dilakukan dalam
pemilihan satuan lahan intensif ini adalah bahwa sub DAS tersebut karakteristik
satuan lahannya dapat mewakili karakteristik lahan (penggunaan lahan, kelas
lereng dan jenis tanah) dominan yang ada di DAS Ketahun Hulu .
42
Tabel 9. Karakteristik Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu
SL Penggunaan Lahan Jenis Tanah Kelas Lereng Luas (Ha) 61 Kebun campuran Dystropepts 15%-30% 1.922 79 Sawah Tropudults 0%-8% 2.225 81 Kebun campuran Tropudults 0%-8% 593
152 Kebun campuran Dystropepts 8%-15% 2.335 154 Kebun campuran Paleudults 15%-30% 711 157 Kebun campuran Tropudults 15%-30% 231 173 Kebun campuran Humitropepts 15%-30% 2.020 174 Kebun campuran Dystropepts 0%-8% 1.164 183 Hutan primer Humitropepts 15%-30% 1.823 186 Kebun campuran Humitropepts 15%-30% 124 197 Kebun campuran Humitropepts 8%-15% 31 203 Kebun campuran Dystropepts 15%-30% 101 213 Kebun campuran Humitropepts 8%-15% 392 234 Kebun campuran Humitropepts 30%-45% 256 236 Hutan primer Humitropepts 30%-45% 474 247 Kebun campuran Dystropepts 30%-45% 93 249 Kebun campuran Humitropepts 15%-30% 276 250 Kebun campuran Dystropepts 15%-30% 74
Jumlah 14.844
Penggunaan lahan kebun campuran mendominasi satuan lahan pengamatan
intensif dengan 15 satuan lahan yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda
dalam hal kelas lereng dan jenis tanah. Jenis penggunaan lahan hutan primer
sebanyak 2 satuan lahan adalah hutan yang belum terganggu oleh aktifitas
manusia. Jenis penggunaan lahan sawah sebanyak 1 satuan lahan pengamatan
intesif.
Jenis tanah pada satuan lahan pengamatan intensif terdiri dari 4 jenis tanah
yaitu : Dystropepts, Humitropepts, Paleudults dan Tropudults. Jenis tanah
Dystropepts ini terdapat pada 7 satuan lahan pengamatan intensif. Sedangkan jenis
tanah Humitropepts pada 8 satuan lahan, Paleudults pada 1 satuan lahan dan
Tropudults pada 3 satuan lahan.
Kelas lereng yang ada di satuan lahan pengamatan intensif terdiri dari 4
kelas lereng yaitu 0 – 8 %, 8 – 15 %, 15 – 30 % dan 30 – 45 %. Satuan lahan
pengamatan intensif dengan kelas lereng 0 – 8 % sebanyak 3 satuan lahan, kelas
lereng 8 – 15 % sebanyak 3 satuan lahan, kelas lereng 15 – 30 % sebanyak 9
satuan lahan dan kelas lereng 30 – 45 % sebanyak 3 satuan lahan.
43
Gambar 8. Peta Satuan Lahan DAS Ketahun Hulu dan Satuan Lahan Pengamatan Intensif
43
44
Identifikasi Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di satuan lahan pengamatan intensif secara umum terdiri
dari 3 jenis yaitu kebun campuran, sawah dan hutan primer (Tabel 10).
Penggunaan lahan dominan yang terdapat di satuan lahan pengamatan intensif
adalah kebun campuran sebanyak 15 satuan lahan dengan luas 10.321 hektar
(69,53%), diikuti oleh hutan primer sebanyak 2 satuan lahan dengan luas 2.298
hektar (15,48%) dan sawah sebanyak 1 satuan lahan dengan luas 2.225 hektar
(14,99 %).
Tabel 10. Luas Penggunaan Lahan Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu
No Penggunaan Lahan Satuan Lahan Luas (Ha) % 1 Kebun campuran 61, 81, 152, 154, 157, 173,
174, 186, 197, 203, 213, 234, 247, 249 dan 250
10.321 69,53
2 Sawah 79 2.225 14,99
3 Hutan Primer 183 dan 236 2.298 15,48 Jumlah 14.844 100,00
Sumber : BPDAS Ketahun 2007
Penggunaan lahan kebun campuran didominasi oleh kebun kopi dengan
campuran tanaman lainnya. Jenis penggunaan lahan sawah adalah padi sawah
yang ditanam sebanyak 1 (satu) kali dalam setahun. Jenis penggunaan lahan hutan
adalah hutan alam dengan jenis tanaman beragam seperti meranti, kruing, dan
pohon-pohonan lainnya. Permukaan tanah ditutup tanaman bawah dan serasah.
Strata tajuk beragam dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon. Umumnya
tutupan lahan ini terdapat pada lahan dengan kemiringan yang tinggi.
Tabel 11. Jenis Penutupan Lahan Dan Tanaman Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu
No Penggunaan Lahan
Jenis Penutupan Lahan
Jenis Tanaman Luas (Ha)
1 Kebun campuran
Tanaman tahunan
Kopi robusta, sengon, gamal, karet, durian, kemiri, kayu bawang pinang, nangka, pisang dan nilam
10.321
2 Sawah Sawah Padi 2.225 3 Hutan
Primer Hutan alam Pohon dengan strata tajuk lengkap,
tanaman bawah rapat dan serasah banyak
2.298
14.844 Sumber : Diolah dari pengamatan lapangan
45
Berdasarkan pengamatan dilapangan penggunaan lahan kebun campuran
pada satuan lahan pengamatan intensif didominasi kebun campuran kopi robusta
yang ditumpangsarikan dengan tanaman lain yang dimaksudkan sebagai naungan
tanaman kopi. Beberapa jenis tanaman yang dijadikan sebagai campuran tanaman
kopi antara lain adalah sengon (Paraserianthes sp), gamal (Gliricidia sepium),
karet (Hevea brasiliensis), durian (Durio zibethinus), kemiri (Aleurites
mulucana), kayu bawang (Azadirachta excelsa), pinang (Areca Catechu),
nangka(Artocarpus heterophyllus) dan nilam (Pogostemon cablin).
Penggunaan Lahan Kebun Campuran
Penggunaan lahan kebun campuran di satuan lahan pengamatan intensif
DAS Ketahun Hulu ternyata seluruhnya berbasis kopi robusta. Sebagian besar dari
kebun kopi tersebut menyertakan tanaman-tanaman lain dengan luas lahan
usahatani yang diusahakan rata-rata seluas 1,5 hektar. Tanaman campuran ini
dimaksudkan sebagai naungan tanaman kopi dan untuk mendapatkan tambahan
penghasilan selain dari kopi. Berdasarkan pengalaman petani dari hasil
wawancara, kopi dapat tumbuh dengan baik jika diberi tanaman naungan.
Tipe usahatani yang dilakukan oleh petani setempat di satuan lahan
pengamatan intensif terdiri dari 6 tipe yaitu : Monokultur kopi (UT1), Kopi dan
sengon (UT2), Kopi dan tanaman kayu-kayuan (UT3), Kopi dan tanaman buah-
buahan (UT4), Kopi, karet dan nilam (UT5), Kopi, pinang dan kemiri (UT6).
Karakteristik penggunaan lahan kebun campuran di satuan lahan pengamatan
intensif DAS Ketahun Hulu dapat dilihat pada Tabel 12 dan Lampiran 11.
Tabel 12. Karakteristik Penggunaan Lahan Kebun Campuran Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu.
Kode. Tipe Usahatani Populasi/ha Satuan Lahan Luas (Ha) %
UT1 Monokultur kopi 1600 kopi 81 593 5,74 UT2
Kopi dan sengon
1600 kopi dan sengon 25 batang
152, 174, 203 dan 234
3.855
37,35
UT3
Kopi dan tanaman kayu-kayuan
1600 kopi, 25 gamal, 20 kayu bawang dan sisa-sisa tanaman hutan.
61, 157, 173, 197 dan 247
4.296
41,63
UT4
Kopi dan tanaman buah-buahan
1600 kopi, 25 durian, 10 nangka dan 10 pisang
213
392
3,80
UT5
Kopi, Karet dan Nilam
1600 kopi, 100 karet dan nilam (30% lahan)
154, 186
835
8.09
UT6
Kopi, pinang dan kemiri
1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri
249, 250
350
3,39
46
Jumlah 10.321 100,00
Monokultur kopi (UT1)
Tipe usahatani monokultur kopi adalah pola usahatani kopi dengan jarak
tanam 2,5 x 2,5 m. Usahatani kopi monokultur dilakukan tanpa menyertakan
tanaman lain, hanya terlihat beberapa batang gamal yang baru ditanam.
Penyiangan dilakukan secara teratur hingga permukaan tanah relatif terbuka,
hanya ditutupi sedikit rumput-rumput pendek dan daun-daun kopi yang gugur.
Tipe usahatani ini disertai tindakan pemupukan dan pemberantasan hama penyakit
tanaman seperlunya. Pola usahatani ini umumnya dilakukan pada lahan-lahan
dengan kemiringan yang relatif datar dan dekat dengan pemukiman penduduk.
Tipe usahatani kopi monokultur ini memiliki nilai faktor C sebesar 0,2 sesuai
dengan nilai faktor C kopi yang sudah ada (Lampiran 7).
Kopi dan sengon (UT2)
Tipe usaha tani kopi dan sengon adalah pola usahatani kopi dengan jarak
tanam 2,5 x 2,5 m dengan jumlah tanaman 1600 batang/hektar. Pola usahatani ini
menyertakan sengon sebagai tanaman naungan kopi. Sengon ditanam dengan
jarak tanam 20 x 20 m atau 25 batang/hektar. Terlihat beberapa batang gamal
yang ditanam diantara kopi dan sengon. Penyiangan dilakukan secara teratur
hingga permukaan tanah relatif terbuka, hanya ditutupi sedikit rumput-rumput
pendek dan daun-daun kopi yang gugur. Tipe usahatani ini tidak disertai tindakan
pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit tanaman. Tipe usahatani kopi
dan sengon ini memiliki nilai faktor C sebesar 0,15 yaitu nilai C yang berada
diantara nilai C kebun campuran dengan kerapatan tinggi dan nilai C kopi yang
sudah ada (Lampiran 7).
Kopi dan Tanaman Kayu-kayuan (UT3)
Tipe usahatani kopi dan tanaman kayu-kayuan adalah pola usahatani kopi
dengan jarak tanam 2,5 x 2,5 m dengan jumlah tanaman 1600 batang/hektar. Pola
usahatani ini menyertakan tanaman kayu-kayuan sebagai campuran kopi yaitu
gamal dan kayu bawang. Gamal ditanam disela-sela tanaman kopi dengan jarak
tanam tidak teratur sejumlah 25 batang/hektar. Kayu bawang ditanam dipinggir-
pinggiran kebun sejumlah 20 batang/hektar. Tanaman kayu bawang ini dapat
memberikan penghasilan tambahan bagi petani apabila sudah mencapai masa
47
panennya. Selain tanaman gamal dan kayu bawang terdapat beberapa batang
kayu-kayuan sisa tumbuhan hutan tersebar tidak merata yang dibiarkan tetap
tumbuh oleh petani. Kerapatan tanaman pada tipe usahatani ini cukup tinggi,
secara visual dari kejauhan terlihat seperti hutan muda. Tipe usahatani ini tidak
disertai tindakan pemupukan dan pemberantasan hama penyakit tanaman. Kondisi
permukaan tanah tertutup rumput, semak dan serasah sisa daun-daunan yang
gugur. Tipe usahatani kopi dan tanaman kayu-kayuan ini memiliki kerapatan
tanaman yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kopi monokultur sehingga
nilai faktor C sebesar 0,1 sesuai dengan nilai faktor C kebun campuran dengan
kerapatan tinggi yang sudah ada (Lampiran 7).
Kopi dan Tanaman Buah-buahan (UT4)
Tipe usahatani kopi dan tanaman buah-buahan adalah pola usahatani kopi
dengan jarak tanam 2,5 x 2,5 m dengan jumlah tanaman 1600 batang/hektar.
Durian ditanam disela-sela tanaman kopi dengan jarak tanam 20 x 20 m atau 25
batang/hektar. Selain tanaman durian petani juga menanam tanaman lain yaitu
nangka dan pisang di pinggiran kebun sebagai tanda batas kebun masing-masing
sejumlah 10 batang/hektar. Durian, nangka dan pisang ini dapat memberikan
penghasilan tambahan petani dari hasil panennya. Penyiangan dilakukan secara
teratur hingga permukaan tanah relatif terbuka, hanya ditutupi sedikit rumput-
rumput pendek dan daun-daun kopi yang gugur. Tipe usahatani ini tidak disertai
tindakan pemupukan dan pemberantasan hama penyakit tanaman. Tipe usahatani
kopi dan tanaman buah-buahan ini memiliki nilai faktor C sebesar 0,1 sesuai
dengan nilai faktor C kebun campuran dengan kerapatan tinggi (Lampiran 7).
Kopi, karet dan nilam (UT5)
Tipe usahatani kopi, karet dan nilam adalah pola usahatani kopi dengan
jarak tanam 2,5 x 2,5 m dengan jumlah tanaman 1600 batang/hektar. Pola
usahatani ini menyertakan tanaman karet sebagai naungan kopi. Karet ditanam
disela-sela tanaman kopi dengan jarak tanam 10 x 10 m atau 100 batang/hektar.
Selain tanaman karet petani juga menanam tanaman lain yaitu nilam yang ditanam
disela-sela tanaman kopi. Nilam ditanam seluas 30% lahan. Karet dan nilam ini
dapat memberikan penghasilan tambahan petani dari hasil panennya. Penyiangan
dilakukan secara teratur hingga permukaan tanah relatif terbuka, hanya ditutupi
48
sedikit rumput-rumput pendek dan daun-daun kopi yang gugur. Tipe usahatani ini
tidak disertai tindakan pemupukan dan pemberantasan hama penyakit tanaman.
Tipe usahatani kopi, karet dan nilam ini memiliki nilai faktor C sebesar 0,1 yaitu
nilai C kebun campuran dengan kerapatan tinggi yang sudah ada (Lampiran 7).
Kopi, pinang dan kemiri (UT6)
Tipe usahatani kopi, pinang dan kemiri adalah pola usahatani kopi dengan
jarak tanam 2,5 x 2,5 m dengan jumlah tanaman 1600 batang/hektar. Pola
usahatani ini menyertakan tanaman kemiri sebagai naungan kopi. Kemiri ditanam
disela-sela tanaman kopi dengan jarak tanam tidak teratur sejumlah 25
batang/hektar. Pinang ditanam dipinggir-pinggir kebun sebagai tanaman pembatas
kebun dengan jumlah tanaman 80 batang/hektar. Tanaman kemiri dan pinang ini
dapat memberikan penghasilan tambahan petani dari hasil panennya. Kondisi
permukaan tanah tertutup rumput dan serasah sisa daun-daunan yang gugur. Tipe
usahatani ini tidak disertai tindakan pemupukan dan pemberantasan hama
penyakit tanaman. Tipe usahatani kopi pinang dan kemiri ini memiliki nilai faktor
C sebesar 0,1 sesuai dengan nilai faktor C kebun campuran dengan kerapatan
tinggi yang sudah ada (Lampiran 7).
Evaluasi Kemampuan Lahan
Evaluasi kemapuan lahan di DAS Ketahun Hulu dilakukan pada satuan
lahan pengamatan intensif yang telah ditentukan sebelumnya dan mewakili DAS
Ketahun Hulu secara keseluruhan. Pengumpulan data-data yang digunakan untuk
melakukan penilaian kemampuan lahan dilakukan dengan pengamatan,
pengukuran, analisa sampel tanah dan wawancara dilapangan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh kelas kemampuan lahan pada satuan lahan
pengamatan intensif DAS Ketahun Hulu didominasi oleh kelas kemampuan lahan
IV, kemudian diikuti oleh kelas kemampuan lahan III, VI, II, dan I. Beberapa
faktor penghambat yang terdapat di satuan lahan pengamatan intensif ini antara
lain adalah : lereng (l) dan erosi (e). Hasil evaluasi kemampuan lahan pada satuan
lahan pengamatan intensif di DAS Ketahun Hulu dapat dilihat pada Tabel 13 dan
Lampiran 10.
Secara umum penggunaan lahan yang diterapkan oleh masyarakat setempat
pada satuan lahan pengamatan intensif telah sesuai dengan kemampuan lahannya
49
kecuali 2 satuan lahan yang tidak sesuai yaitu pada satuan lahan 234 dan 247.
Satuan lahan ini mempunyai kelas kemampuan lahan VI dengan faktor
penghambat kemiringan lereng. Lereng pada satuan lahan ini di kategorikan agak
curam atau bergunung dengan kelas lereng 30 – 45% sehingga akan sangat
menyulitkan untuk dilakukan usaha pertanian dan tingkat degradasi lahan
disebabkan oleh ancaman erosi yang dipicu oleh lereng tersebut yang sangat
tinggi. Penggunaan lahan pada satuan lahan dengan kemampuan lahan VI ini
disarankan untuk penggunaan lahan selain pertanian seperti hutan lindung, hutan
produksi, cagar alam atau padang penggembalaan.
Tabel 13. Hasil Evaluasi Kemampuan Lahan Satuan Lahan Pengamatan Intesif DAS Ketahun Hulu
SL Penggunaan Kelas Faktor Kesesuaian Lahan Kemampuan Pembatas Penggunaan Lahan Lahan
61 Kebun campuran IV Lereng 15 – 30% Sesuai 79 Sawah I Tidak ada Sesuai 81
Kebun campuran
II
Lereng 3 – 8% dan erosi ringan
Sesuai
152
Kebun campuran
III
Lereng 8 – 15 % dan erosi sedang
Sesuai
154 Kebun campuran IV Lereng 15 – 30% Sesuai 157 Kebun campuran IV Lereng 15 – 30% Sesuai 173 Kebun campuran IV Lereng 15 – 30% Sesuai 174
Kebun campuran
II
Lereng 3 – 8% dan erosi ringan Sesuai
183 Hutan primer IV Lereng 15 – 30% Sesuai 186 Kebun campuran IV Lereng 15 – 30 Sesuai 197
Kebun campuran
III
Lereng 8 – 15 % dan erosi sedang
Sesuai
203 Kebun campuran IV Lereng 15 – 30% Sesuai 213
Kebun campuran
III
Lereng 8 – 15 % dan erosi sedang
Sesuai
234 Kebun campuran VI Lereng 30 – 45% Tidak Sesuai 236 Hutan primer VI Lereng 30 – 45% Sesuai 247 Kebun campuran VI Lereng 30 – 45% Tidak Sesuai 249 Kebun campuran IV Lereng 15 - 30% Sesuai 250 Kebun campuran IV Lereng 15 - 30% Sesuai
Lahan dengan kelas kemampuan II pada satuan lahan 81 dan 174 telah
sesuai dengan penggunaan lahannya yaitu kebun campuran. Faktor penghambat
pada satuan lahan ini adalah lereng 3 – 8 % dan erosi ringan. Lahan kelas
kemampuan II membutuhkan tindakan pengawetan tanah tingkat sedang.
Kelas kemampuan lahan III di satuan lahan pengamatan intensif sebanyak 3
satuan lahan yaitu pada satuan lahan 152, 197 dan 213. Faktor penghambat utama
50
adalah kemiringan lereng 8 – 15 % dan erosi sedang. Penggunaan lahan yang
diterapkan oleh masyarakat pada satuan lahan ini telah sesuai dengan
kemampuannya yaitu kebun campuran. Akan tetapi penggunaan lahan pada kelas
kemampuan lahan III dengan faktor penghambat lereng dan erosi memerlukan
tindakan-tindakan konservasi tanah dan air yang baik agar pertanian dapat lestari.
Kelas kemampuan lahan IV terdapat pada 9 satuan lahan yaitu : satuan lahan
61, 154, 157, 173, 183, 186, 203, 249 dan 250 dengan faktor penghambat lereng
15 – 30% dan erosi agak berat pada satuan lahan 186. Lahan dengan kelas
kemampuan lahan IV jika digunakan untuk tanaman pertanian memerlukan
pengelolaan yang lebih hati-hati dan tindakan konservasi tanah yang lebih sulit
disamping tindakan untuk memelihara kesuburan dan kondisi fisik tanah.
Penggunaan lahan oleh masyarakat setempat pada satuan lahan ini sebagai kebun
campuran masih dikategorikan sesuai dengan kemampuan lahannya.
Kelas kemapuan lahan VI terdapat pada 3 satuan yaitu satuan 234, 236 dan
247 dengan faktor pembatas kemiringan lereng 30 – 45%. Faktor penghambat
yang sangat berat menyebabkan lahan dengan kelas kemapuan VI ini tidak sesuai
untuk penggunaan pertanian. Penggunaannya terbatas untuk tanaman rumput atau
padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung dan cagar alam.
Penggunaan lahan yang dilakukan pada satuan lahan pengamatan intensif 234 dan
247 tidak sesuai dengan kelas kemampuan lahannya sehingga diperlukan
perubahan penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang terbaik pada satuan lahan
tersebut adalah hutan. Sedangkan penggunaan lahan hutan pada satuan lahan 236
telah sesuai dengan kemampuan lahannya.
Evaluasi Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual
Penerapan pola tanam dan agroteknologi yang dilakukan oleh petani dalam
mengelola lahan usahatani berbasis kopi di satuan lahan pengamatan intensif
masih sangat sederhana karena umumnya belum menerapkan tindakan-tindakan
konservasi tanah yang diperlukan dan pemupukan yang sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan sehingga memicu terjadinya erosi yang lebih besar dari erosi
yang dapat ditoleransikan dan produktifitas kopi yang rendah.
Salah satu indikator sistem pertanian yang berkelanjutan adalah erosi yang
terjadi harus lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransikan. Untuk
51
itu dalam penelitian ini dilakukan prediksi erosi dengan menggunakan suatu
model parametrik untuk memprediksi erosi yang dikembangkan oleh Wischmeier
dan Smith yang dikenal dengan nama USLE (Universal Soil Loss Equation).
Berdasarkan hasil prediksi yang dilakukan, prediksi erosi pada pola tanam
dan agroteknologi aktual di satuan lahan pengamatan intensif umumnya lebih
besar dari erosi yang dapat ditoleransi berkisar antara 2,47 – 683,18
ton/hektar/tahun (Tabel 14). Erosi yang tinggi rata-rata terdapat pada satuan lahan
dengan penggunaan lahan usahatani berbasis kopi. Selain faktor erosivitas hujan
yang tinggi, kepekaan tanah dan lereng semakin memicu terjadinya erosi.
Pengelolaan lahan tanpa tindakan konservasi tanah menyebabkan laju terjadinya
erosi semakin besar karena tidak adanya upaya untuk mengurangi terjadinya erosi.
Tabel 14. Prediksi Erosi dan ETol Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu.
SL Tipe R K LS C P Prediksi ETol Usahatani Erosi (ton/ha/thn (ton/ha/thn)
61 UT3 2048,85 0,153 6,75 0,1 1 211,32 13,45** 79 Sawah 2048,85 0,137 0,88 0,01 1 2,47 31,10** 81 UT1 2048,85 0,071 2,44 0,2 1 71,33 13,45** 152 UT2 2048,85 0,222 3,61 0,15 1 245,98 13,45** 154 UT5 2048,85 0,191 5,51 0,1 1 215,15 13,45** 157 UT3 2048,85 0,408 5,29 0,1 1 442,60 22,18** 173 UT3 2048,85 0,281 6,25 0,1 1 359,83 18,70** 174 UT2 2048,85 0,289 1,89 0,15 1 167,81 21,24** 183 Hutan 2048,85 0,435 6,22 0,001 1 5,54 36,38** 186 UT5 2048,85 0,361 4,77 0,1 1 352,69 17,92** 197 UT3 2048,85 0,098 3,05 0,1 1 61,24 13,45** 203 UT2 2048,85 0,415 3,23 0,15 1 412,39 20,52** 213 UT4 2048,85 0,411 3,86 0,1 1 325,14 15,96** 234 UT2 2048,85 0,204 10,92 0,15 1 683,18 22,80** 236 Hutan 2048,85 0,123 11,10 0,001 1 2,80 27,30** 247 UT3 2048,85 0,152 12,73 0,1 1 396,89 21,12** 249 UT6 2048,85 0,150 5,84 0,1 1 179,13 13,45** 250 UT6 2048,85 0,190 8,71 0,1 1 338,26 18,18**
Keterangan : UT1 : Monokultur kopi, UT2 : Kopi dan sengon (1600 kopi dan 25 sengon), UT3 : Kopi dan tanaman kayu-kayuan (1600 kopi, 25 gamal dan 20 kayu bawang dan sisa tanaman hutan), UT4 : Kopi dan tanaman buah-buahan (1600 kopi, 25 durian, 10 nangka dan 10 pisang), UT5 : Kopi, Karet dan Nilam (1600 kopi, 100 karet dan nilam 30% lahan), UT6 : Kopi, pinang dan kemiri (1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri). * ditentukan dengan menggunakan metoda Hammer ** ditentukan dengan menggunakan metoda Tompson
Secara umum hasil prediksi erosi ini berada diatas erosi yang dapat
ditoleransi (ETol) kecuali satuan lahan 79, 183 dan 236 dengan penggunaan lahan
sawah dan hutan primer. ETol setiap satuan lahan pengamatan intensif bervariasi
52
antara 13,45 – 36,38 ton/hektar/tahun. Perbedaan ETol setiap satuan lahan
tersebut disebabkan oleh perbedaan jenis tanah, kedalaman tanah, kedalaman
minimum perakaran dan bobot isi. Kedalam tanah di satuan lahan pengamatan
intensif DAS Ketahun Hulu berkisar antara 80 – 150 cm dengan faktor kedalaman
berkisar antara 0,80 – 1. Kedalaman tanah minimum untuk tanaman menggunakan
kedalaman tanah minimum yang dibutuhkan untuk tanaman campuran kopi yaitu
kayu-kayuan seperti sengon, gamal, kayu bawang dan tanaman buah-buahan
sedalam 90 cm. Dengan menggunakan nilai kedalaman tanah minimum tanaman
kayu-kayuan ini maka tanaman kopi sebagai tanaman pokok tetap dapat tumbuh
dengan baik karena kedalaman tanah minimum yang dibutuhkannya lebih dangkal
yaitu 50 cm. Bobot isi tanah yang bervariasi antara 0,82 – 1,18 gr/cm3
Prediksi erosi pada tutupan lahan hutan pada satuan lahan 183 dan 236 lebih
kecil dari ETol. Tutupan vegetasi hutan primer dengan kerapatan yang tinggi,
sehingga
memberikan pengaruh terhadap bervariasinya nilai ETol. Hasil analisis nilai ETol
pada satuan lahan pengamatan intensif DAS Ketahun Hulu dapat dilihat pada
Lampiran 18.
Erosi yang dapat ditoleransi untuk lahan-lahan yang memiliki kedalaman
tanah yang lebih rendah dari kedalaman tanah minimum ditentukan dengan
menggunakan metoda Tompson yaitu erosi yang dapat ditoleransikan untuk tanah
yang dalam sebesar 13,45 ton/hektar/tahun.
Prediksi erosi yang tertinggi pada satuan lahan 234 sebesar 683,18
ton/hektar/tahun sementara ETolnya hanya 22,80 ton/hektar/tahun. Satuan lahan
lain pada kebun campuran kopi menunjukkan erosi yang melebihi ETol antara lain
pada satuan lahan 61, 81, 152, 154, 157, 173, 174, 197, 203, 213, 234, 247, 249
dan 250. Erosi yang lebih tinggi dari ETol ini disebabkan nilai erosivitas hujan,
erodibilitas tanah dan lereng yang cukup tinggi serta agroteknologi yang belum
menerapkan tindakan konservasi tanah yang baik.
Prediksi erosi pada lahan sawah dan hutan menunjukkan erosi lebih kecil
ETol. Hal ini disebabkan sawah umumnya terdapat pada lahan yang relatif datar
dan tutupan tanah pada sawah yang rapat dan tergenang air dapat mengurangi
erosi yang terjadi. Berdasarkan hasil prediksi, sawah pada satuan lahan 79
mempunyai erosi 2,47 ton/hektar/tahun dengan ETol 31,10 ton/hektar/tahun.
53
strata tajuk yang lengkap dari tingkat pohon, tiang, pancang dan semai. Tanaman
bawah yang rapat dan serasah sisa tanaman yang jatuh dan menutupi tanah banyak
sehingga dapat mengurangi erosi. Walaupun erosivitas hujan, erodibilitas tanah
dan faktor lereng tinggi pada penggunaan lahan hutan ini, prediksi erosi tetap
rendah karena dapat dikurangi dengan tutupan vegetasi yang rapat tersebut.
Curah hujan sebagai salah satu faktor penyebab erosi memegang peranan
yang sangat besar dalam hal pelepasan butir-butir tanah dan sekaligus membawa
butiran-butiran tersebut ketempat yang lebih rendah sebagaimana yang terjadi di
DAS Ketahun Hulu. Curah hujan di DAS Ketahun Hulu tergolong tinggi dengan
rata-rata curah hujan bulanan minimum 102 mm dan curah hujan bulanan
maksimum 351 mm. Curah hujan rata-rata tahunan di wilayah ini adalah 2.834
mm (Lampiran 12).
Selain curah hujan, jumlah hari hujan juga memberikan pengaruh terhadap
besarnya nilai erosivitas hujan. Jumlah hari hujan di DAS Ketahun hulu berkisar
antara 10 – 21 hari (Lampiran 13). Arsyad (2006) menyebutkan bahwa suatu sifat
hujan yang sangat penting dalam mempengaruhi erosi adalah energi kinetik hujan
tersebut, oleh karena merupakan penyebab pokok dalam penghancuran agregat-
agregat tanah. Berdasarkan data dari stasiun pengamat curah hujan stasiun BPP
Tes, nilai erosivitas hujan (nilai R) yang dihitungkan menggunakan metoda Bols
di DAS Ketahun Hulu adalah 2048,85. Analisis nilai R dapat dilihat pada
Lampiran 14. Nilai R yang cukup tinggi tersebut mengindikasikan bahwa curah
hujan di DAS Ketahun Hulu berpotensi menyebabkan erosi yang tinggi.
Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan erosi yang berbeda-beda. Arsyad
(2006) mendefinisikan kepekaan erosi tanah yaitu mudah atau tidaknya tanah
tererosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Sifat-
sifat fisik dan kimia tanah yang mempengaruhi erosi adalah (1) Sifat-sifat tanah
yang mempengaruhi infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air, dan (2)
sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi
dan penghancuran agregat oleh tumbukan butir-butir hujan dan aliran permukaan.
Nilai K pada satuan lahan pengamatan intensif dihitung berdasarkan contoh
tanah yang diambil pada saat melakukan survey lapangan. Contoh tanah ini
kemudian dianalisis di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya
54
Lahan Institut Pertanian Bogor. Beberapa parameter yang dianalisis untuk
menentukan nilai K adalah tekstur tanah, kelas struktur dan kelas permeabilitas
tanah. Nilai K pada satuan lahan pengamatan intensif berkisar antara 0,071 –
0,435. Sifat fisik tanah dan analisis nilai K pada satuan lahan pengamatan intensif
dapat dilihat pada Lampiran 15 dan 16.
Nilai LS ditentukan oleh faktor kemiringan lereng dan panjang lereng.
Kemiringan lereng pada satuan lahan pengamatan intensif bervariasi dari datar
sampai dengan sangat curam. Semakin besar persen kemiringan lereng dan
panjang lereng pada suatu wilayah nilai LS akan semakin besar yang berarti
potensi erosi akan semakin besar. Kemiringan lereng, panjang lereng dan analisis
nilai LS di satuan lahan pengamatan intesif dapat dilihat pada Lampiran 17.
Kegiatan pengelolaan tanah secara terus-menerus tanpa tindakan-tindakan
yang diperlukan untuk menjaga kondisi tanah tersebut tetap produktif
menyebabkan tanah semakin hari akan semakin terdegradasi. Nilai tindakan
konservasi tanah atau nilai P ditentukan dengan melihat tindakan konservasi tanah
yang sudah dilakukan kemudian membandingkannya dengan hasil penelitian nilai
P yang telah ada (Lampiran 8). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan
penggunaan lahan usahatani berbasis tanaman kopi di lokasi pengamatan intensif
belum menerapkan tindakan konservasi tanah. Pengelolaan lahan masih dilakukan
dengan cara yang tradisional dan tanpa pemupukan. Demikian juga pada
penggunaan lahan yang lain sehingga nilai P umumnya adalah 1 atau tanpa
tindakan konservasi tanah.
Hasil analisa prediksi erosi menunjukkan bahwa umumnya pola tanam dan
agroteknologi aktual setiap tipe usahatani yang masih sangat sederhana dan belum
menerapkan tindakan-tindakan konservasi tanah dan air yang baik dapat memicu
terjadinya erosi yang lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransi. Upaya-upaya
untuk mengendalikan erosi harus segera dilakukan dengan menerapkan tindakan-
tindakan konservasi tanah dan air yang dapat mengurangi erosi sampai batas yang
dapat ditoleransikan.
Analisa Usahatani Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual
Analisa data usahatani dilakukan untuk menilai pendapatan petani dari lahan
yang dikelola dengan analisis anggaran arus uang tunai (cash flow analysis).
55
Analisis ini meliputi penerimaan usahatani, biaya dan pendapatan bersih usaha
tani. Penerimaan usahatani dianalisis dengan hasil produksi semua komoditi yang
diusahakan oleh petani di lahan garapannya selama satu tahun kemudian
dirupiahkan sesuai dengan harga komoditi tersebut. Analisis biaya yang dilakukan
terdiri dari analisis input usahatani berupa komponen tenaga kerja, bibit/benih,
peralatan pupuk dan pestisida. Pendapatan usahatani diperoleh setelah penerimaan
usahatani dikurangi dengan biaya yang telah dikeluarkan. Analisa usahatani ini
dilakukan pada masing-masing pola tanam sesuai dengan luas lahan usahatani
rata-rata petani per KK di lokasi pengamatan intensif DAS Ketahun Hulu yaitu
1,5 hektar. Hasil analisis pendapatan petani pada berbagai pola tanam usahatani
aktual berbasis kopi di DAS Ketahun Hulu dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Hasil Analisis Pendapatan Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual Berbasis Kopi Seluas 1,5 Hektar Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu
Tipe Penerimaan Total Biaya Pendapatan Usahatani Usahatani Dikeluarkan Usahatani
(Rp/KK/thn) (Rp/KK/thn) (Rp/KK/thn) UT1 14.400.000 3.870.000 10.530.000 UT2 13.350.000 3.020.000 10.330.000 UT3 15.150.000 4.285.000 10.865.000 UT4 19.650.000 5.275.000 14.375.000 UT5 18.150.000 5.045.000 13.105.000 UT6 19.950.000 4.700.000 15.250.000
Keterangan : UT1 : Monokultur kopi, UT2 : Kopi dan sengon (1600 kopi dan 25 sengon), UT3 : Kopi dan tanaman kayu-kayuan (1600 kopi, 25 gamal dan 20 kayu bawang dan sisa tanaman hutan), UT4 : Kopi dan tanaman buah-buahan (1600 kopi, 25 durian, 10 nangka dan 10 pisang), UT5 : Kopi, Karet dan Nilam (1600 kopi, 100 karet dan nilam 30% lahan), UT6 : Kopi, pinang dan kemiri (1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri).
Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan penerimaan usahatani setiap
pola tanam aktual disatuan lahan pengamatan intensif berkisar antara Rp.
13.350.000,-/KK/tahun - Rp. 19.950.000,-/KK/tahun. Total biaya yang
dikeluarkan untuk usahatani berkisar antara Rp. 3.020.000,-/KK/tahun – Rp.
5.275.000,-/KK/tahun. Pendapatan petani dari usahatani yang dilakukan berkisar
antara Rp. 10.330.000,-/KK/tahun – Rp. 15.250.000,-/KK/tahun.
Pedapatan usahatani tertinggi adalah pada tipe usahatani UT6 yaitu
usahatani kopi dengan campuran pinang dan kemiri. Produktifitas tanaman kopi
pada satuan lahan ini adalah 675 kg/hektar/tahun dengan harga biji kopi Rp.
56
12.000,-/kg. Pinang dan kemiri sebagai tanaman campuran dan ditujukan sebagai
naungan tanaman kopi dapat memberikan penghasilan tambahan dari hasil panen
buah pinang dan buah kemiri setiap tahunnya.
Pendapatan usahatani terendah terdapat pada pola tanam UT2 yaitu tipe
usahatani campuran kopi dengan sengon. Tipe usahatani UT2 memberikan
penghasilan tambahan bagi petani dari penjualan kayu sengon jika sudah
mencapai masa panennya. Berdasarkan hasil wawancara tanaman sengon ini dapat
dipanen jika sudah mencapai umur 5 – 6 tahun. Pendapatan petani pada tipe
usahatani UT1 adalah Rp. 10.530.000,-/KK/tahun. Produktifitas tanaman kopi
pada UT1 adalah 800 kg/hektar/tahun dengan harga biji kopi Rp. 12.000,-/kg.
Produktifitas kopi pada pola tanam UT1 lebih tinggi karena petani menerapkan
pemupukan. Beberapa tipe usahatani lain yang terdapat di satuan lahan
pengamatan intensif memberikan pendapatan tambahan selain tanaman kopi
sebagai tanaman pokok dari tanaman campuran yaitu kayu bawang pada UT3,
durian, nangka dan pisang pada UT4, karet dan nilam pada UT5.
Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner yang dilakukan di lokasi
pengamatan intensif, secara umum pendapatan petani di DAS Ketahun Hulu
hanya bergantung dari hasil pertanian yang diusahakan mereka untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Hasil analisa usahatani menunjukkan pendapatan
petani di lokasi pengamatan intensif masih berada dibawah standar kebutuhan
hidup layak (Rp. 18.000.000,-/KK/tahun). Pendapatan petani yang masih berada
dibawah standar hidup layak ini disebabkan oleh luas lahan yang dikelola oleh
petani yang sempit, dan rendahnya produktifitas tanaman yang diusahakan.
Pertumbuhan perekonomian masyarakat pedesaan yang lambat menyebabkan
semakin sedikitnya sumber pendapatan lain sebagai tambahan penghasilan.
Hasil analisa usahatani menyimpulkan bahwa pendapatan petani dari pola
tanam dan agroteknologi aktual masih lebih rendah dari kebutuhan hidup layak di
DAS Ketahun Hulu (Rp. 18.000.000,-/KK/tahun) sehingga indikator pertanian
berkelanjutan belum terpenuhi. Upaya-upaya untuk meningkatkan pendapatan
petani perlu disusun dan direkomendasikan agar petani dapat memperoleh
pendapatan yang layak. Upaya-upaya peningkatan pendapatan petani agar dapat
memenuhi kebutuhan hidup layak bisa dilakukan dari sektor lain seperti usaha
57
ternak, apabila pendapatan dari usahatani sudah maksimal.
Alternatif Pola Tanam dan Agroteknologi
Erosi yang lebih kecil dari ETol adalah salah satu indikator suatu sistem
pertanian yang berkelanjutan. Berdasarkan hasil prediksi erosi pada lahan
pertanian berbasis kopi yang umumnya lebih tinggi dari ETol, maka diperlukan
perencanaan agroteknologi yang dapat memperkecil erosi sehingga pertanian
dapat berkelanjutan. Yang perlu dilakukan adalah rekayasa sistem pertanian dan
agroteknolgi yang dapat memperkecil nilai C dan P, karena faktor tersebut yang
dapat diintervensi oleh manusia dengan menerapkan tindakan-tindakan konservasi
tanah dan air. Sementara rekayasa terhadap faktor lain seperti erosivitas hujan
dan erodibilitas tanah tidak mungkin dilakukan. Kalaupun dipaksakan, akan
membutuhkan biaya yang sangat tinggi untuk melakukan hal tersebut. Untuk itu
altenatif agroteknologi disusun berdasarkan nilai CP maksimum dan simulasi
menggunakan metoda USLE untuk mengetahui apakah erosi sudah lebih kecil
dari ETol. Beberapa pertimbangan lain untuk menentukan alternatif agroteknologi
adalah faktor biaya dan kemampuan masyarakat untuk menerapkan teknologi.
Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner yang dilakukan dilokasi
pengamatan intensif, petani menyadari bahwa kondisi lahan yang diusahakannya
semakin lama mengalami kemerosotan kualitas diakibatkan pengelolaan tanah
terus menerus. Mereka memberikan respon yang cukup baik setelah ditawarkan
beberapa tehnik konservasi tanah untuk diterapkan. Beberapa tehnik-tehnik
konservasi tanah yang ditawarkan antara lain pembuatan strip rumput, mulsa
serasah, mulsa jerami, teras gulud, teras bangku, tanaman penutup tanah rendah,
dan rorak. Responden yang menyatakan setuju dengan penerapan tindakan
konservasi tanah sebanyak 80% dari responden yang diwawancarai. Tetapi karena
modal yang dimiliki oleh petani terbatas, mereka menginginkan agar tehnik
konservasi tanah yang diterapkan tidak membutuhkan modal yang besar dan
sumberdaya yang digunakan untuk tindakan konservasi tanah tersedia di lokasi
sehingga mampu mereka terapkan.
Petani setempat menginginkan agar diadakannya pelatihan untuk menambah
pengetahuan mereka tentang pembuatan dan pemeliharaan bangunan konservasi
tanah sehingga pelaksanaannya dapat mereka lakukan dengan baik dan benar.
58
Bantuan pemerintah setempat sangat mereka harapkan baik dari sisi bantuan
permodalan maupun pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang
konservasi tanah dan air.
Meskipun beberapa alternatif agroteknologi sudah ditawarkan kepada petani,
alternatif agroteknologi tersebut harus tetap dianalisa terlebih dahulu
keefektifannya dalam mengendalikan erosi. Analisa ini penting dilakukan
sehingga dari beberapa alternatif agroteknologi tersebut dapat dipilih yang terbaik.
Seperti halnya pada pola tanam dan agroteknologi aktual, prediksi erosi pada
alternatif agroteknologi menggunakan metoda USLE. Alternatif agroteknologi
yang efektif mengurangi erosi ditetapkan dengan simulasi USLE.
Alternatif agroteknologi disusun sebanyak 2 (dua) tipe yaitu dengan
menerapkan tindakan-tindakan konservasi tanah dan air yang berbeda.
Penyusunan 2 (dua) alternatif agroteknologi ini dimaksudkan agar petani dapat
memilih tindakan konservasi tanah dan air yang akan diterapkan sesuai dengan
keinginan dan kemampuannya.
Alternatif Agroteknologi 1
Alternatif agroteknologi 1 adalah menerapkan tindakan konservasi tanah
dengan pembuatan strip rumput disertai dengan pemberian mulsa serasah sisa
tanaman. Strip rumput adalah barisan rumput dengan lebar 0,5 – 1 meter dan
jarak antar strip 4 – 10 meter yang ditanam sepanjang garis ketinggian (kontur).
Jenis rumput yang umum digunakan antara lain: bahia (Paspalum notatum), bede
(Brachiaria decumbens), rumput palisade (Brachiaria brizantha), rumput ruzi
(Brachiaria ruziiensis), rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput raja
(Pennisetum sp), serai (Cymbopogon citratus), setaria (Setaria sphacelata, Setaria
anceps dan vetiver (Viteveria zizanioides). Mulsa serasah sisa tanaman adalah sisa
tanaman atau tumbuhan yang telah dipotong-potong disebarkan merata di atas
permukaan tanah. Mulsa ini berfungsi mengurangi erosi dengan cara meredam
energi hujan yang jatuh sehingga tidak merusak struktur tanah, mengurangi
kecepatan dan jumlah aliran permukaan sehingga dapat mengurangi daya kuras
aliran permukaan. Tindakan konservasi tanah yang diterapkan disertai dengan
pemberian pupuk untuk tanaman utama yaitu kopi. Pupuk yang diberikan sesuai
59
dengan standar Balitbang Pertanian (2008) yaitu 100 gr Urea, 50 gr TSP dan 50 gr
KCL.
Lahan dengan kelas kemampuan lahan VI atau lebih tinggi dengan faktor
pembatas kelas lereng > 30 % diperuntukkan sebagai hutan. Penghijauan atau
reboisasi diterapkan pada lahan pertanian yang memiliki kelas lereng diatas 30%
untuk meningkatkan kerapatan tanaman kayu-kayuan sehingga dapat kembali
berfungsi seperti hutan.
Nilai P ditentukan berdasarkan nilai P strip rumput yaitu 0,4 (Lampiran 8)
dikalikan dengan nilai P mulsa serasah atau jerami yang sudah ada yaitu 0,096
(Lampiran 7) sehingga nilai P alternatif agroteknologi 1 dengan menerapkan
tindakan konservasi tanah teras gulud disertai penanaman tanaman penutup tanah
adalah 0,04. Penghijauan atau reboisasi yang dilakukan dengan tujuan untuk
meningkatkan kerapatan tanaman agar dapat berfungsi seperti hutan kembali
dengan nilai P adalah 0,005 sesuai dengan nilai P hutan sekunder yang sudah ada.
Berdasarkan hasil simulasi prediksi erosi dengan USLE, alternatif
agroteknologi 1 yaitu penerapan tindakan konservasi tanah dan air strip rumput
disertai dengan pemberian mulsa serasah sisa tanaman dan pemupukan pada lahan
usahatani berbasis kopi dan tindakan penghijauan atau reboisasi pada lahan
dengan kemiringan diatas 30% dapat mengurangi erosi menjadi lebih kecil dari
erosi yang dapat ditoleransi berkisar antara 2,45 – 22,77 ton/hektar/tahun dengan
erosi yang dapat ditoleransi berkisar antara 13,45 – 36,38 ton/hektar/tahun (Tabel
16). Salah satu indikator sistem pertanian berkelanjutan yaitu erosi yang lebih
kecil dari erosi yang dapat ditoleransi tercapai, sehingga alternatif agroteknologi 1
direkomendasikan untuk diterapkan pada lahan-lahan usahatani berbasis kopi di
DAS Ketahun Hulu.
Alternatif Agroteknologi 2
Alternatif agroteknologi 2 adalah menerapkan tindakan konservasi tanah
dengan membuat teras gulud dengan tanaman penguat teras dan menambahkan
mulsa serasah sisa tanaman. Teras gulud adalah tumpukan tanah yang dibuat
memanjang menurut arah garis kontur atau memotong lereng. Tinggi tumpukan
tanah berkisar 25 – 30 cm dengan lebar 30 – 40 cm. Beberapa tanaman penguat
teras yang dapat digunakan antara lain adalah Althenanthera amoena Voss,
60
Indigofera endecaphylla jacq, Ageratum conyzoides L, Erechtites valerianifolia
Rasim, Borreria latifolia Schum, Oxalis corymbosa DC dan beberapa jenis
tanaman lainnya seperti rumput bede, rumput banggala, akar wangi dan rumput
gajah. Mulsa serasah sisa tanaman adalah sisa tanaman atau tumbuhan yang telah
dipotong-potong disebarkan merata di atas permukaan tanah. Mulsa ini berfungsi
mengurangi erosi dengan cara meredam energi hujan yang jatuh sehingga tidak
merusak struktur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan
sehingga dapat mengurangi daya kuras aliran permukaan. Tindakan konservasi
tanah yang diterapkan disertai dengan pemberian pupuk untuk tanaman utama
yaitu kopi. Pupuk yang diberikan sesuai dengan standar Balitbang Pertanian
(2008) yaitu 100 gr Urea, 50 gr TSP dan 50 gr KCL.
Lahan dengan kelas kemampuan lahan VI atau lebih tinggi dengan faktor
pembatas kelas lereng > 30 % diperuntukkan sebagai hutan. Penghijauan atau
reboisasi diterapkan pada lahan yang memiliki kelas lereng diatas 30% dengan
dengan tujuan meningkatkan kerapatan tanaman kayu-kayuan sehingga dapat
kembali berfungsi seperti hutan.
Nilai P ditentukan berdasarkan nilai P teras gulud dengan tanaman penguat
teras yaitu 0,5 (Lampiran 8) dikalikan dengan nilai P mulsa serasah atau jerami
yang sudah ada yaitu 0,096 (Lampiran 7) sehingga nilai P alternatif agroteknologi
2 dengan dengan menerapkan tindakan konservasi tanah teras gulud disertai
pemberian mulsa serasah sisa tanaman adalah 0,048. Nilai P penghijauan atau
reboisasi adalah 0,005.
Berdasarkan hasil simulasi prediksi erosi dengan USLE, alternatif
agroteknologi 2 yaitu penerapan tindakan konservasi tanah dan air teras gulud
dengan tanaman penguat teras disertai pemberian mulsa serasah sisa tanaman dan
pemupukan pada setiap tipe usahatani berbasis kopi serta tindakan penghijauan
atau reboisasi pada lahan dengan kemiringan diatas 30% dapat mengurangi erosi
menjadi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransi berkisar antara 2,47 – 22,77
ton/hektar/tahun dengan erosi yang dapat ditoleransi berkisar antara 13,45 – 36,38
ton/hektar/tahun (Tabel 17). Salah satu indikator sistem pertanian berkelanjutan
yaitu erosi yang lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransi tercapai, sehingga
alternatif agroteknologi 2 ini direkomendasikan menjadi alternatif pilihan lain
61
selain alternatif agroteknologi 1 untuk diterapkan pada lahan-lahan usahatani
berbasis kopi di DAS Ketahun Hulu.
62
Tabel 16. Prediksi Erosi dan ETol Alternatif Agroteknologi 1 Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu.
SL Tipe Tindakan R K LS C P Prediksi ETol Usahatani Koservasi Erosi (ton/ha/thn) Tanah (ton/ha/ thn)
61 UT3 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,153 6,75 0,1 0,04 8,45 13,45** 79 Sawah Tetap 2048,85 0,137 0,88 0,01 1 2,47 31,10** 81 UT1 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,071 2,44 0,2 0,04 2,85 13,45** 152 UT2 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,222 3,61 0,15 0,04 9,84 13,45** 154 UT5 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,191 5,51 0,1 0,04 8,61 13,45** 157 UT3 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,408 5,29 0,1 0,04 17,70 22,18** 173 UT3 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,281 6,25 0,1 0,04 14,39 18,70** 174 UT2 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,289 1,89 0,15 0,1 6,71 21,24** 183 Hutan Tetap 2048,85 0,435 6,22 0,001 1 5,54 36,38** 186 UT5 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,361 4,77 0,1 0,04 14,11 17,92** 197 UT3 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,098 3,05 0,1 0,04 2,45 13,45** 203 UT2 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,415 3,23 0,15 0,04 16,50 20,52** 213 UT4 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,411 3,86 0,1 0,04 13,01 15,96** 234 UT2 Penghijauan/Reboisasi 2048,85 0,204 10,92 0,005 1 22,77 22,80** 236 Hutan Tetap 2048,85 0,123 11,10 0,001 1 2,80 27,30** 247 UT3 Penghijauan/Reboisasi 2048,85 0,152 12,73 0,005 1 19,84 21,12** 249 UT6 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,150 5,84 0,1 0,04 7,17 13,45** 250 UT6 SR + Mulsa + PPK 2048,85 0,190 8,71 0,1 0,04 13,53 18,18**
Keterangan : UT1 : Monokultur kopi, UT2 : Kopi dan sengon (1600 kopi dan 25 sengon), UT3 : Kopi dan tanaman kayu-kayuan (1600 kopi, 25 gamal dan 20 kayu bawang dan sisa tanaman hutan), UT4 : Kopi dan tanaman buah-buahan (1600 kopi, 25 durian, 10 nangka dan 10 pisang), UT5 : Kopi, Karet dan Nilam (1600 kopi, 100 karet dan nilam 30% lahan), UT6 : Kopi, pinang dan kemiri (1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri), ), SR : Strip Rumput, Mulsa : Mulsa Serasah Sisa Tanaman, PPK : Pupuk. * ditentukan dengan menggunakan metoda Hammer ** ditentukan dengan menggunakan metoda Tompson
61
63
Tabel 17. Prediksi Erosi dan ETol Alternatif Agroteknologi 2 Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu.
SL Tipe Tindakan R K LS C P Prediksi ETol Usahatani Koservasi Erosi (ton/ha/thn) Tanah (ton/ha/ thn)
61 UT3 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,153 6,75 0,1 0,048 10,14 13,45** 79 Sawah Tetap 2048,85 0,137 0,88 0,01 1 2,47 31,10** 81 UT1 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,071 2,44 0,2 0,048 3,42 13,45** 152 UT2 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,222 3,61 0,15 0,048 11,81 13,45** 154 UT5 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,191 5,51 0,1 0,048 10,33 13,45** 157 UT3 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,408 5,29 0,1 0,048 21,24 22,18** 173 UT3 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,281 6,25 0,1 0,048 17,27 18,70** 174 UT2 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,289 1,89 0,15 0,048 8,06 21,24** 183 Hutan Tetap 2048,85 0,435 6,22 0,001 1 5,54 36,38** 186 UT5 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,361 4,77 0,1 0,048 16,93 17,92** 197 UT3 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,098 3,05 0,1 0,048 2,94 13,45** 203 UT2 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,415 3,23 0,15 0,048 19,79 20,52** 213 UT4 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,411 3,86 0,1 0,048 15,61 15,96** 234 UT2 Penghijauan/Reboisasi 2048,85 0,204 10,92 0,005 1 22,77 22,80** 236 Hutan Tetap 2048,85 0,123 11,10 0,001 1 2,80 27,30** 247 UT3 Penghijauan/Reboisasi 2048,85 0,152 12,73 0,005 1 19,84 21,12** 249 UT6 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,150 5,84 0,1 0,048 8,60 13,45** 250 UT6 TG + Mulsa + PPK 2048,85 0,190 8,71 0,1 0,048 16,24 18,18**
Keterangan : UT1 : Monokultur kopi, UT2 : Kopi dan sengon (1600 kopi dan 25 sengon), UT3 : Kopi dan tanaman kayu-kayuan (1600 kopi, 25 gamal dan 20 kayu bawang dan sisa tanaman hutan), UT4 : Kopi dan tanaman buah-buahan (1600 kopi, 25 durian, 10 nangka dan 10 pisang), UT5 : Kopi, Karet dan Nilam (1600 kopi, 100 karet dan nilam 30% lahan), UT6 : Kopi, pinang dan kemiri (1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri), TG : Teras Gulud dengan tanaman penguat teras, Mulsa : Mulsa Serasah Sisa Tanaman, PPK : Pupuk. * ditentukan dengan menggunakan metoda Hammer ** ditentukan dengan menggunakan metoda Tompson 62
64
Analisa Usahatani Alternatif Agroteknologi
Analisis pendapatan usahatani pada aternatif agroteknologi dilakukan sama
dengan metoda analisa yang dilakukan terhadap pola tanam dan agroteknologi
aktual. Analisa ini meliputi penerimaan usahatani, biaya yang dikeluarkan dan
pendapatan usahatani. Perhitungan biaya dilakukan terhadap tenaga kerja dan
sarana produksi termasuk biaya yang dikeluarkan untuk tindakan konservasi tanah
yang diterapkan pada setiap pola tanam dan agroteknologi. Analisa penerimaan
juga memperhitungkan kenaikan produktifitas tanaman akibat diterapkannya
alternatif agroteknologi tersebut. Hasil dari analisa pendapatan usaha tani pada
alternatif agroteknologi dapat dilihat pada Tabel 18 dan Tabel 19.
Tabel 18. Hasil Analisis Pendapatan Alternatif Agroteknologi 1 Berbasis Kopi Seluas 1,5 Hektar Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu
Tipe Tindakan Penerimaan Total Biaya Pendapatan Usahatani Konservasi Usahatani Dikeluarkan Usahatani
Tanah (Rp/KK/thn) (Rp/KK/thn) (Rp/KK/thn) UT1 SR + Mulsa + PPK 14.400.000 4.520.000 9.880.000 UT2 SR + Mulsa + PPK 15.600.000 4.580.000 11.020.000 UT3 SR + Mulsa + PPK 17.400.000 5.845.000 11.555.000 UT4 SR + Mulsa + PPK 21.900.000 6.835.000 15.065.000 UT5 SR + Mulsa + PPK 20.400.000 6.605.000 13.795.000 UT6 SR + Mulsa + PPK 22.200.000 6.260.000 15.940.000
Keterangan : UT1 : Monokultur kopi, UT2 : Kopi dan sengon (1600 kopi dan 25 sengon), UT3 : Kopi dan tanaman kayu-kayuan (1600 kopi, 25 gamal dan 20 kayu bawang dan sisa tanaman hutan), UT4 : Kopi dan tanaman buah-buahan (1600 kopi, 25 durian, 10 nangka dan 10 pisang), UT5 : Kopi, Karet dan Nilam (1600 kopi, 100 karet dan nilam 30% lahan), UT6 : Kopi, pinang dan kemiri (1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri), SR : Strip Rumput, Mulsa : Mulsa Serasah Sisa Tanaman dan PPK : Pupuk.
Tabel 18 memperlihatkan hasil analisis pendapatan dengan diterapkannya
alternatif agroteknologi 1. Tindakan konservasi tanah strip rumput ditambah
mulsa serasah dan pemupukan yang diterapkan pada alternatif agroteknologi 1 ini
menyebabkan peningkatan biaya yang harus dikeluarkan untuk tindakan-tindakan
konservasi tanah dan pemupukan yang dilakukan pada setiap tipe usahatani
sehingga menyebabkan kenaikan total biaya yang dikeluarkan yaitu berkisar Rp.
4.520.000,-/KK/tahun sampai Rp. 6.845.000,-/KK/tahun. Produktifitas tanaman
terutama pada tanaman kopi meningkat dengan diterapkannya pemupukan sesuai
dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Balitbang pertanian yaitu 100 gr Urea,
50 gr TSP dan 50 gr KCL. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan
65
petani yang telah menerapkan pemupukan, produktifitas kopi setelah dilakukan
pemupukan bisa mencapai 800 kg/hektar/tahun. Penerimaan petani dari hasil
panen tanaman berkisar antara Rp. 14.400.000,-/KK/tahun – Rp. 22.200.000,-
/KK/tahun. Pendapatan bersih usahatani yang diperoleh petani dengan
menerapkan alternatif agroteknologi 1 ini berkisar antara Rp. 9.880.000,-
/KK/tahun – Rp. 15.940.000,-/KK/Tahun.
Tabel 19. Hasil Analisis Pendapatan Alternatif Agroteknologi 2 Berbasis Kopi Seluas 1,5 Hektar Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu
Tipe Tindakan Penerimaan Total Biaya Pendapatan Usahatani Konservasi Usahatani Dikeluarkan Bersih
Tanah (Rp/KK/thn) (Rp/KK/thn) (Rp/KK/thn) UT1 TG + Mulsa + PPK 14.400.000 4.740.000 9.660.000 UT2 TG + Mulsa + PPK 15.600.000 4.800.000 10.800.000 UT3 TG + Mulsa + PPK 17.400.000 6.065.000 11.335.000 UT4 TG + Mulsa + PPK 21.900.000 7.055.000 14.845.000 UT5 TG + Mulsa + PPK 20.400.000 6.825.000 13.575.000 UT6 TG + Mulsa + PPK 22.200.000 6.480.000 15.720.000
Keterangan : UT1 : Monokultur kopi, UT2 : Kopi dan sengon (1600 kopi dan 25 sengon), UT3 : Kopi dan tanaman kayu-kayuan (1600 kopi, 25 gamal dan 20 kayu bawang dan sisa tanaman hutan), UT4 : Kopi dan tanaman buah-buahan (1600 kopi, 25 durian, 10 nangka dan 10 pisang), UT5 : Kopi, Karet dan Nilam (1600 kopi, 100 karet dan nilam 30% lahan), UT6 : Kopi, pinang dan kemiri (1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri), TPT : Tanaman Penutup Tanah, TG : Teras Gulud dengan tanaman penguat teras, Mulsa : Mulsa serasah sisa tanaman dan PPK : Pupuk.
Tabel 19 diatas menunjukkan bahwa total biaya yang harus dikeluarkan
untuk melakukan usahatani dengan menerapkan alternatif agroteknologi 2
berkisar antara Rp. 4.740.000,-/KK/tahun – Rp. 7.055.000,-/KK/tahun. Seperti
halnya pada alternatif agroteknologi 1, alternatif agroteknologi 2 dengan
menerapkan pembuatan teras gulud ditambah mulsa serasah dan pemupukan
mengakibatkan kenaikan total biaya usahatani secara keseluruhan. Kenaikan biaya
ini disebabkan dengan adanya upah tenaga kerja dan bahan-bahan yang digunakan
untuk tindakan-tindakan koservasi tanah dan pemupukan. Produktifitas tanaman
terutama pada tanaman kopi meningkat dengan diterapkannya pemupukan sesuai
dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Balitbang pertanian. Penerimaan
petani dengan menerapkan alternatif agroteknologi 2 ini berkisar antara Rp.
14.400.000,-/KK/tahun – Rp. 22.200.000,-/KK/tahun. Pendapatan bersih yang
diperoleh petani dengan menerapkan alternatif agroteknologi 2 berkisar antara Rp.
9.660.000,-/KK/tahun – Rp. 15.720.000,-/KK/tahun.
66
Pendapatan petani dengan menerapkan alternatif agroteknologi 1 dan 2 ini
masih tetap berada dibawah standar kebutuhan hidup layak di DAS Ketahun Hulu
yaitu Rp. 18.000.000,-/KK/tahun. Upaya peningkatan pendapatan petani perlu
dilakukan agar kebutuhan hidup layak dapat dipenuhi. Karena pendapatan dari
sektor usahatani sudah maksimal, maka perlu direncanakan usaha dari sektor lain
yang dapat menambah pendapatan petani pertahunnya sehingga mampu mencapai
atau lebih tinggi dari standar kebutuhan hidup layak di DAS Ketahun Hulu.
Peningkatan Pendapatan Petani
Sinukaban (2007) menyatakan bahwa sistem pertanian koservasi adalah
sistem yang mengintegrasikan tindakan/tehnik konservasi tanah dan air kedalam
sistem pertanian yang telah ada dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan
petani, meningkatkan kesejahteraan petani dan sekaligus menekan erosi sehingga
sistem pertanian tersebut dapat berlanjut secara terus menerus tanpa batas waktu
(sustainable). Jadi tujuan utama pertanian konservasi bukan menerapkan
tindakan/tehnik konservasi tanah dan air saja tetapi untuk meningkatkan
kesejahteraan petani dan mempertahankan pertanian yang lestari.
Alternatif-alternatif agroteknologi yang direkomendasikan perlu ditambah
dengan usaha-usaha lain yang mungkin dilakukan dan dapat memberikan
penghasilan tambahan bagi petani karena berdasarkan analisa yang dilakukan
pendapatan petani belum memenuhi kebutuhan hidup layak. Upaya peningkatan
pendapatan petani yang direkomendasikan adalah dengan usaha ternak karena
dapat dilakukan oleh petani di lahan usaha taninya.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, wilayah DAS Ketahun Hulu
memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan usaha peternakan.
Beberapa faktor yang mendukung dikembangkan usaha ini antara lain adalah
pakan ternak yang cukup tersedia seperti rumput-rumputan dan daun-daunan.
Sawah yang tersedia cukup untuk menyediakan dedak untuk pakan unggas. Lahan
untuk menggembalakan ternak masih sangat luas tersedia di daerah ini. Tenaga
kerja yang dibutuhkan juga tersedia. Dari hasil wawancara dan kuesioner dengan
beberapa petani di lokasi pengamatan intensif, masyarakat di DAS Ketahun Hulu
belum mengembangkan usaha peternakan secara baik sehingga belum banyak
membantu meningkatkan perekonomian masyarakat petani.
67
Usaha ternak yang disusun terbagi menjadi 3 kelompok antara lain T1 yaitu
ternak ayam sebanyak 30 ekor dengan penambahan pendapatan sebesar Rp.
5.125.000,-/KK/tahun, T2 yaitu ternak ayam sebanyak 30 ekor dan kambing
sebanyak 4 ekor dengan penambahan pendapatan sebesar Rp. 8.275.000,-
/KK/tahun dan T3 yaitu ternak ayam sebanyak 30 ekor dan kambing sebanyak 5
ekor dapat memberikan tambahan penghasilan bagi petani sebesar Rp. 8.975.000,-
/KK/tahun. Hasil analisa peningkatan pendapatan petani dengan menambahkan
usaha ternak ditunjukkan pada Tabel 20 dan Tabel 21.
Tabel 20. Hasil Analisis Pendapatan Alternatif Agroteknologi 1 Berbasis Kopi Seluas 1,5 Hektar Dan Usaha Ternak Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu
Tipe Usahatani Tindakan Pendapatan Pedapatan Total Prediksi ETol dan Usaha Konservasi Usahatani Ternak Pendapatan Erosi (ton/ha/
Ternak Tanah (Rp/kk/thn) (Rp/kk/thn) (Rp/kk/thn) (ton/ha/th) th UT1 + T1 SR+Mulsa+PPK 9.880.000 5.125.000 15.055.000 2,85 13,45 + T2 SR+Mulsa+PPK 9.880.000 8.275.000 18.155.000 2,85 13,45 + T3 SR+Mulsa+PPK 9.880.000 8.975.000 18.855.000 2,85 13,45 UT2 + T1 SR+Mulsa+PPK 11.020.000 8.275.000 16.145.000 9,84 13,45 + T2 SR+Mulsa+PPK 11.020.000 8.275.000 19.295.000 9,84 13,45 + T3 SR+Mulsa+PPK 11.020.000 8.975.000 19.995.000 9,84 13,45 UT3 + T1 SR+Mulsa+PPK 11.555.000 8.275.000 16.680.000 17,70 22,18 + T2 SR+Mulsa+PPK 11.555.000 8.275.000 19.830.000 17,70 22,18 + T3 SR+Mulsa+PPK 11.555.000 8.975.000 20.530.000 17,70 22,18 UT4 + T1 SR+Mulsa+PPK 15.065.000 5.125.000 20.190.000 13,01 15,96 + T2 SR+Mulsa+PPK 15.065.000 8.275.000 23.340.000 13,01 15,96 + T3 SR+Mulsa+PPK 15.065.000 8.975.000 24.040.000 13,01 15,96 UT5 + T1 SR+Mulsa+PPK 13.795.000 5.125.000 18.920.000 8,61 13,45 + T2 SR+Mulsa+PPK 13.795.000 8.275.000 22.070.000 8,61 13,45 + T3 SR+Mulsa+PPK 13.795.000 8.975.000 22.770.000 8,61 13,45 UT6 + T1 SR+Mulsa+PPK 15.940.000 5.125.000 21.065.000 13,53 18,18 + T2 SR+Mulsa+PPK 15.940.000 8.275.000 24.215.000 13,53 18,18 + T3 SR+Mulsa+PPK 15.940.000 8.975.000 24.915.000 13,53 18,18
Keterangan : UT1 : Monokultur kopi, UT2 : Kopi dan sengon (1600 kopi dan 25 sengon), UT3 : Kopi dan tanaman kayu-kayuan (1600 kopi, 25 gamal dan 20 kayu bawang dan sisa tanaman hutan), UT4 : Kopi dan tanaman buah-buahan (1600 kopi, 25 durian, 10 nangka dan 10 pisang), UT5 : Kopi, Karet dan Nilam (1600 kopi, 100 karet dan nilam 30% lahan), UT6 : Kopi, pinang dan kemiri (1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri), T1 : Ternak ayam 30 ekor, T2 : Ternak ayam 30 ekor dan kambing 4 ekor, T3 : Ternak ayam 30 ekor dan kambing 5 ekor, SR : Strip Rumput, Mulsa : Mulsa serasah sisa tanaman, , PPK : Pupuk.
Berdasarkan hasil analisa pendapatan kombinasi alternatif agroteknologi 1
dan usaha ternak pada setiap tipe usahatani (Tabel 20), dipilih kombinasi yang
memberikan hasil yang paling maksimal untuk direkomendasikan. Kombinasi
alternatif agroteknologi 1 dengan usaha ternak yaitu penerapan strip rumput (SR)
68
ditambah mulsa serasah (Mulsa) , pemupukan (PPK) dan T3 (usaha ternak 30 ekor
ayam dan 5 ekor kambing) pada setiap tipe usahatani memberikan pendapatan
yang paling maksimal sehingga dapat direkomendasikan untuk diterapkan oleh
petani. Penerapan alternatif agroteknologi 1 yaitu strip rumput ditambah mulsa
serasah, pemupukan dan T3 (ternak 30 ekor ayam dan 5 ekor kambing) yang
direkomendasikan dapat meningkatkan pendapatan petani sehingga dapat
memenuhi standar kebutuhan hidup layak di DAS Ketahun Hulu (Rp.
18.000.000/KK/Tahun) dengan pendapatan berkisar antara Rp. 18.855.000,-
/KK/tahun – Rp. 24.915.000,-/KK/tahun. Pendapatan yang paling tinggi dari
semua tipe usahatani dengan menerapkan alternatif agroteknologi 1 ini adalah
pada UT6 + T3 +SR + Mulsa + PPK yaitu Rp. 24.915.000,- /KK/tahun.
Tabel 21. Hasil Analisis Pendapatan Alternatif Agroteknologi 2 Berbasis Kopi Seluas 1,5 Hektar Dan Usaha Ternak Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu
Tipe Usahatani Tindakan Pendapatan Pedapatan Total Prediksi ETol dan Usaha Konservasi Usahatani Ternak Pendapatan Erosi (ton/ha/
Ternak Tanah (Rp/kk/thn) (Rp/kk/thn) (Rp/kk/thn) (ton/ha/thn) th UT1 + T1 TG+Mulsa+PPK 9.660.000 5.125.000 14.785.000 3,42 13,45 + T2 TG+Mulsa+PPK 9.660.000 8.275.000 17.935.000 3,42 13,45 + T3 TG+Mulsa+PPK 9.660.000 8.975.000 18.635.000 3,42 13,45 UT2 + T1 TG+Mulsa+PPK 10.800.000 5.125.000 15.925.000 11,81 13,45 + T2 TG+Mulsa+PPK 10.800.000 8.275.000 19.075.000 11,81 13,45 + T3 TG+Mulsa+PPK 10.800.000 8.975.000 19.775.000 11,81 13,45 UT3 + T1 TG+Mulsa+PPK 11.335.000 5.125.000 16.460.000 21,24 22,18 + T2 TG+Mulsa+PPK 11.335.000 8.275.000 19.610.000 21,24 22,18 + T3 TG+Mulsa+PPK 11.335.000 8.975.000 20.310.000 21,24 22,18 UT4 + T1 TG+Mulsa+PPK 14.845.000 5.125.000 19.970.000 15,61 15,96 + T2 TG+Mulsa+PPK 14.845.000 8.275.000 23.120.000 15,61 15,96 + T3 TG+Mulsa+PPK 14.845.000 8.975.000 23.820.000 15,61 15,96 UT5 + T1 TG+Mulsa+PPK 13.575.000 5.125.000 18.700.000 10,33 13,45 + T2 TG+Mulsa+PPK 13.575.000 8.275.000 21.850.000 10,33 13,45 + T3 TG+Mulsa+PPK 13.575.000 8.975.000 22.550.000 10,33 13,45 UT6 + T1 TG+Mulsa+PPK 15.720.000 5.125.000 20.845.000 16,24 18,18 + T2 TG+Mulsa+PPK 15.720.000 8.275.000 23.995.000 16,24 18,18 + T3 TG+Mulsa+PPK 15.720.000 8.975.000 24.695.000 16,24 18,18
Keterangan : UT1 : Monokultur kopi, UT2 : Kopi dan sengon (1600 kopi dan 25 sengon), UT3 : Kopi dan tanaman kayu-kayuan (1600 kopi, 25 gamal dan 20 kayu bawang dan sisa tanaman hutan), UT4 : Kopi dan tanaman buah-buahan (1600 kopi, 25 durian, 10 nangka dan 10 pisang), UT5 : Kopi, Karet dan Nilam (1600 kopi, 100 karet dan nilam 30% lahan), UT6 : Kopi, pinang dan kemiri (1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri), T1 : Ternak ayam 30 ekor, T2 : Ternak ayam 30 ekor dan kambing 4 ekor, T3 : Ternak ayam 30 ekor dan kambing 5 ekor, TG : Teras gulud dengan tanaman penguat teras, Mulsa : Mulsa serasah sisa tanaman, , PPK : Pupuk.
Berdasarkan hasil analisa pendapatan kombinasi alternatif agroteknologi 2
69
dan usaha ternak pada setiap tipe usahatani (Tabel 21), dipilih kombinasi yang
memberikan hasil yang paling maksimal untuk direkomendasikan. Kombinasi
alternatif agroteknologi 2 dengan usaha ternak yaitu penerapan teras gulud (TG)
ditambah mulsa serasah (Mulsa) , pemupukan (PPK) dan usaha ternak T3 (30 ekor
ayam dan 5 ekor kambing) pada setiap tipe usahatani memberikan pendapatan
yang paling maksimal sehingga dapat direkomendasikan untuk diterapkan oleh
petani. Penerapan alternatif agroteknologi 2 yaitu teras gulud ditambah mulsa
serasah, pemupukan dan T3 (ternak 30 ekor ayam + 5 ekor kambing) yang
direkomendasikan dapat meningkatkan pendapatan petani sehingga sudah
memenuhi standar kebutuhan hidup layak di DAS Ketahun Hulu (Rp.
18.000.000/KK/Tahun) dengan pendapatan berkisar antara Rp. 18.635.000,-
/KK/tahun – Rp. 24.695.000,-/KK/tahun. Pendapatan yang paling tinggi dari
setiap tipe usahatani dengan menerapkan alternatif agroteknologi 2 ini adalah
pada UT6 + T3 + TG + Mulsa + PPK yaitu Rp. 24.695.000,- /KK/tahun.
Pendapatan petani meningkat setelah dilakukan penambahan usaha ternak
pada ke 2 (dua) alternatif agroteknologi yang direkomendasikan. Pendapatan
petani yang diperoleh dengan menerapkan alternatif agroteknologi 1 yaitu
tindakan konservasi tanah strip rumput ditambah mulsa serasah, pemupukan dan
usaha ternak berkisar antara Rp. 18.855.000,-/KK/tahun – Rp. 24.915.000,-
/KK/tahun. Pendapatan petani yang diperoleh dengan menerapkan alternatif
agroteknologi 2 yaitu tindakan konservasi tanah teras gulud ditambah mulsa
serasah, pemupukan dan usaha ternak berkisar antara Rp. 18.635.000,-/KK/tahun
– Rp. 24.695.000,-/KK/tahun. Secara keseluruhan setiap usahatani dengan
menerapkan semua alternatif agroteknologi yang direkomendasikan telah
memenuhi indikator pertanian yang berkelanjutan yaitu pendapatan petani yang
lebih tinggi dari kebutuhan hidup layak di DAS Ketahun Hulu (Rp. 18.000.000,-
/KK/tahun) dan erosi yang lebih kecil dari ETol.
Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani
Berdasarkan hasil evaluasi kemampuan lahan yang dilakukan, satuan lahan
pengamatan intesif DAS Ketahun Hulu terdiri kelas kemampuan I, II, III, IV dan
VI. Lahan-lahan dengan kelas kemampuan I, II, III dan IV bisa digunakan untuk
budidaya pertanian. Lahan-lahan yang memiliki kelas lereng diatas 30% dengan
70
kelas kemampuan lahan VI berdasarkan evaluasi kelas kemampuan lahan lebih
baik diperuntukkan dan dipertahankan sebagai hutan. Tindakan yang dilakukan
pada lahan-lahan usahatani dengan kelas lereng diatas 30% ini adalah
mengembalikan fungsinya sebagai hutan dengan melakukan penghijauan atau
reboisasi. Penghijauan atau reboisasi ini dimaksudkan untuk melakukan
penanaman kembali dan menambah kerapatan tanaman kayu-kayuan sehingga
dapat mengembalikan fungsi lahan-lahan tersebut menjadi hutan. Penggunaan
lahan sawah dan hutan tetap dipertahankan sebagai sawah dan hutan.
Usahatani berbasis kopi yang dilakukan oleh petani terdiri dari 6 tipe yaitu
monokultur kopi (UT1), kopi dan sengon (UT2), kopi dan kayu-kayuan (UT3),
kopi dan tanaman buah-buahan (UT4), kopi, karet dan nilam (UT5) dan kopi,
pinang dan kemiri (UT6) masih dilakukan secara tradisional dan belum
menerapkan tindakan konservasi tanah yang baik. Prediksi erosi pada lahan-lahan
usahatani berbasis kopi tersebut lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransi dan
pendapatan petani belum mencukupi untuk hidup layak. Alternatif-alternatif
agroteknologi yang diperlukan direkomendasikan agar dapat memenuhi indikator-
indikator sistem pertanian berkelanjutan.
Rekomendasi alternatif agroteknologi yang dipilih adalah agroteknologi
yang memberikan pendapatan paling optimal dan memenuhi kebutuhan hidup
layak, penerapan tindakan konservasi tanah yang dapat mengurangi erosi sampai
batas yang dapat ditoleransikan dan alternatif agroteknologi tersebut dapat
diterima dan dilakukan oleh petani dengan sumberdaya lokal yang dimilikinya.
Rekomendasi alternatif-alternatif agroteknologi berbasis kopi di satuan lahan
pengamatan intensif DAS Ketahun Hulu dapat dilihat pada Tabel 22.
Alternatif agroteknologi 1 adalah dengan menerapkan tindakan konservasi
tanah pembuatan strip rumput ditambah dengan mulsa serasah sisa tanaman,
pempukan sesuai rekomendasi Balitbang Pertanian (100 gr Urea, 50 gr TSP dan
50 gr KCL) dan usaha ternak T3 (30 ekor ayam dan 5 ekor kambing). Alternatif
agroteknologi 2 adalah dengan menerapkan tindakan konservasi tanah pembuatan
teras gulud dengan tanaman penguat teras ditambah mulsa serasah sisa tanaman,
pemupukan sesuai rekomendasi Balitbang Pertanian (100 gr Urea, 50 gr TSP dan
50 gr KCL) dan usaha ternak T3 (30 ekor ayam dan 5 ekor kambing).
71
Tabel 22. Rekomendasi Alternatif Agroteknologi Berbasis Kopi Seluas 1,5 Hektar Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu
Tipe Usahatani Tindakan Total Prediksi ETol dan Usaha Konservasi Tanah Pendapatan Erosi (ton/ha/thn)
Ternak (Rp/KK/thn) (ton/ha/thn) Alternatif Agroteknologi 1
UT1 + T3 SR+Mulsa+PPK 18.855.000 2,85 13,45 UT2 + T3 SR+Mulsa+PPK 19.995.000 9,84 13,45 UT3 + T3 SR+Mulsa+PPK 20.530.000 17,70 22,18 UT4 + T3 SR+Mulsa+PPK 24.040.000 13,01 15,96 UT5 + T3 SR+Mulsa+PPK 22.770.000 8,61 13,45 UT6 + T3 SR+Mulsa+PPK 24.915.000 13,53 18,18
Alternatif Agroteknologi 2 UT1 + T3 TG+Mulsa+PPK 18.635.000 3,42 13,45 UT2 + T3 TG+Mulsa+PPK 19.775.000 11,81 13,45 UT3 + T3 TG+Mulsa+PPK 20.310.000 21,24 22,18 UT4 + T3 TG+Mulsa+PPK 23.820.000 15,61 15,96 UT5 + T3 TG+Mulsa+PPK 22.550.000 10,33 13,45 UT6 + T3 TG+Mulsa+PPK 24.695.000 16,24 18,18
Keterangan : UT1 : Monokultur kopi, UT2 : Kopi dan sengon (1600 kopi dan 25 sengon), UT3 : Kopi dan tanaman kayu-kayuan (1600 kopi, 25 gamal dan 20 kayu bawang dan sisa tanaman hutan), UT4 : Kopi dan tanaman buah-buahan (1600 kopi, 25 durian, 10 nangka dan 10 pisang), UT5 : Kopi, Karet dan Nilam (1600 kopi, 100 karet dan nilam 30% lahan), UT6 : Kopi, pinang dan kemiri (1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri), T1 : Ternak ayam 30 ekor, T2 : Ternak ayam 30 ekor dan kambing 4 ekor, T3 : Ternak ayam 30 ekor dan kambing 5 ekor, SR : Strip Rumput, TG : Teras Gulud dengan tanaman penguat teras, Mulsa : Mulsa serasah sisa tanaman, , PPK : Pupuk.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, secara keseluruhan penerapan
alternatif-alternatif agroteknologi yang direkomendasikan telah memenuhi
indikator pertanian berkelanjutan yaitu pendapatan yang memenuhi kebutuhan
hidup layak, erosi yang lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransi dan
agroteknologi dapat diterima dan dilakukan oleh petani dengan sumber daya lokal
yang dimilikinya. Tabel 22 menunjukkan bahwa tipe usahatani UT6 dengan
menerapkan alternatif agroteknologi 1 dan 2 memberikan pendapatan yang paling
maksimal jika dibandingkan dengan tipe usahatani lainnya.
Rekomendasi penggunaan lahan dan pengembangan usahatani berbasis kopi
di satuan lahan pengamatan intensif dilakukan dengan memperuntukkan lahan
sesuai dengan kemampuannya berdasarkan hasil evaluasi kemampuan lahan dan
menerapkan alternatif-alternatif agroteknologi yang direkomendasikan pada
lahan-lahan usahatani berbasis kopi dan digambarkan dalam bentuk peta (Gambar
9 dan Gambar 10).
72
Gambar 9. Peta Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani Berbasis Kopi Dengan Alternatif Agroteknologi 1 Satuan Lahan Pengamatan Intensif
71
73
Gambar 10. Peta Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani Berbasis Kopi Dengan Alternatif Agroteknologi 2 Satuan Lahan Pengamatan Intensif 72
74
Rekomendasi penggunaan lahan dan pengembangan usahatani berbasis kopi
untuk sistem pertanian berkelanjutan yang disusun di satuan lahan pengamatan
intensif diekstrapolasi untuk seluruh DAS Ketahun Hulu sesuai dengan
kemampuan lahan dan menerapkan alternatif-alternatif agroteknologi yang sudah
ditentukan pada lahan-lahan usahatani berbasis kopi. Alternatif-alternatif
agroteknologi berbasis kopi yang sudah memenuhi indikator pertanian
berkelanjutan diterapkan pada semua penggunaan lahan kebun campuran yang
terdapat di DAS Ketahun Hulu sesuai dengan karakteristik lahan.
Alternatif agroteknologi yang direkomendasikan pada dasarnya dapat
ekstrapolasikan di seluruh satuan lahan DAS Ketahun Hulu dengan penggunaan
lahan kebun campuran yang memiliki kelas kemampuan lahan I sampai dengan IV
(kelas lereng < 30%) dan semua jenis tanah. Berdasarkan prediksi erosi yang
dilakukan di lokasi pengamatan intensif, alternatif agroteknologi 1 yang
menerapkan tindakan konservasi tanah strip rumput ditambah mulsa serasah,
pemupukan dan ternak T3 (30 ekor ayam dan 5 ekor kambing) pada satuan lahan
dengan semua kelas lereng dibawah 30 % (0% – 8%, 8% – 15% dan 15% – 30%)
dan semua jenis tanah sudah dapat mengurangi erosi sampai dibawah ambang
batas erosi yang dapat ditoleransikan. Demikian pula dengan alternatif
agroteknologi 2 yang menerapkan tindakan konservasi tanah teras gulud ditambah
mulsa serasah, pemupukan dan ternak T3 (30 ekor ayam dan 5 ekor kambing).
Tipe usahatani yang diterapkan pada penggunaan lahan kebun campuran di
seluruh DAS Ketahun Hulu dapat disesuaikan dengan tipe usahatani yang
diinginkan oleh petani, karena tipe usahatani yang sudah diterapkan pada satuan
lahan di luar lokasi pengamatan intensif belum diketahui. Semua tipe usahatani
berbasis kopi bisa menjadi pilihan untuk diterapkan oleh petani di DAS Ketahun
Hulu. Berdasarkan Tabel 22, tipe usahatani dengan menerapkan alternatif
agroteknologi 1 dan 2 yang memberikan pendapatan paling maksimal adalah UT6.
Tipe usahatani ini yang paling disarankan untuk diterapkan pada lahan-lahan
usahatani berbasis kopi di DAS Ketahun Hulu dengan menerapkan alternatif
agroteknologi yang direkomendasikan karena memberikan pendapatan yang
tertinggi dan erosi dibawah erosi yang dapat ditoleransikan.
Lahan-lahan dengan penggunaan lahan hutan primer dan hutan sekunder
75
ditetapkan untuk dipertahankan sebagai hutan walaupun memiliki kelas
kemampuan lahan I - IV yang sesuai untuk budidaya pertanian. Lahan dengan
penggunaan lahan sawah tetap dipertahankan sebagai sawah.
Lahan-lahan yang memiliki kelas kelereng > 30 %, berdasarkan evaluasi
kemampuan lahan memiliki kelas kemampuan lahan VI atau lebih tinggi, tidak
disarankan untuk budidaya pertanian karena akan membahayakan dari sisi
ekologis dan tidak menguntungkan dari sisi ekonomis. Lahan-lahan yang
memiliki karakteristik seperti ini direkomendasikan untuk dilakukan penghijauan
atau reboisasi yang ditujukan untuk meningkatkan kerapatan tanaman kayu-
kayuan sehingga lahan tersebut dapat kembali berfungsi sebagai hutan.
Proses ekstrapolasi rekomendasi penggunaan lahan dan pengembangan
usahatani juga dibantu dengan peta arahan fungsi kawasan hutan untuk melihat
batas-batas kawasan hutan dan kawasan budidaya pertanian. Hal ini dimaksudkan
agar tidak terjadi kesalahan dan bertentangan terhadap perundang-undangan yang
berlaku. Kawasan budidaya pertanian dan pemanfaatan yang lain selain hutan
dapat dilakukan pada Areal Penggunaan Lain (APL). Lahan yang kondisi
aktualnya adalah kebun campuran berbasis kopi yang masuk kedalam kawasan
hutan tetap tidak disarankan sebagai lahan budidaya kecuali ada kebijaksanaan
khusus dan kementerian kehutanan.
DAS Ketahun Hulu berdasarkan peta arahan fungsi kawasan hutan terdiri
dari kawasan hutan dan areal penggunaan lain. Kawasan hutan di DAS Ketahun
Hulu antara lain Taman Nasional Kerinci Sebelat, Hutan Lindung BT. Daun,
Cagar Alam Danau Tes dan CAD Menghijau. Berdasarkan overlay peta
penggunaan lahan dan peta kawasan hutan dapat diketahui bahwa sudah terdapat
lahan-lahan dengan penggunaan lahan kebun campuran yang berada di dalam
kawasan hutan. Lahan-lahan usahatani atau kebun campuran yang berada di dalam
kawasan hutan tersebut tetap tidak disarankan untuk budidaya pertanian kecuali
ada kebijaksanaan khusus dari kementerian kehutanan. Rekomendasi penggunaan
lahan dan pengembangan usahatani berbasis kopi untuk sistem pertanian
berkelanjutan di DAS Ketahun Hulu digambarkan dengan peta rekomendasi
(Gambar 11 dan Gambar 12).
76
Gambar 11. Peta Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani Berbasis Kopi Dengan Alternatif Agroteknologi 1 DAS Ketahun Hulu
75
77
Gambar 12. Peta Rekomendasi Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usahatani Berbasis Kopi Dengan Alternatif Agroteknologi 2 DAS Ketahun Hulu 76
2,5 m
2,5 m
77
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang sudah diuraikan dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Penggunaan lahan kebun campuran di DAS Ketahun Hulu ternyata seluruhnya
berbasis kopi robusta. Tipe usahatani yang dilakukan oleh petani setempat
terdiri dari 6 tipe yaitu : Monokultur kopi (UT1), Kopi dan sengon (UT2),
Kopi dan tanaman kayu-kayuan (UT3), Kopi dan tanaman buah-buahan
(UT4), Kopi, karet dan nilam (UT5), Kopi, pinang dan kemiri (UT6).
2. Pola tanam dan agroteknologi aktual yang diterapkan oleh petani di DAS
Ketahun Hulu masih dilakukan secara tradisional dan belum menerapkan
tindakan konservasi tanah yang baik sehingga belum memenuhi indikator
sistem pertanian berkelanjutan karena nilai prediksi erosi yang lebih besar dari
erosi yang dapat ditoleransi yaitu berkisar 2,47 – 683,18 ton/hektar/tahun,
dengan ETol berkisar 13,45 – 36,38 ton/hektar/tahun dan pendapatan yang
belum memenuhi kebutuhan hidup layak yaitu berkisar antara Rp.
10.330.000,-/KK/tahun – Rp. 15.250.000,-/KK/tahun dengan standar
kebutuhan hidup layak di DAS Ketahun Hulu Rp. 18.000.000,-/KK/tahun.
3. Alternatif agroteknologi disusun untuk memenuhi indikator-indikator
pertanian berkelanjutan dengan 2 (dua) macam alternatif. Alternatif
agroteknologi 1 menerapkan tindakan konservasi tanah strip rumput disertai
pemberian mulsa serasah sisa tanaman, pemupukan sesuai dengan
rekomendasi Balitbang Pertanian yaitu 100 gr Urea, 50 gr TSP dan 50 gr KCL
dan usaha ternak T3 (ternak ayam 30 ekor dan kambing 5 ekor). Alternatif
agroteknologi 2 menerapkan tindakan konservasi tanah teras gulud dengan
tanaman penguat teras disertai pemberian mulsa serasah sisa tanaman,
pemupukan sesuai dengan rekomendasi Balitbang Pertanian yaitu 100 gr Urea,
50 gr TSP dan 50 gr KCL dan usaha ternak T3 (ternak ayam 30 ekor dan
kambing 5 ekor).
4. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, semua alternatif agroteknologi
yang direkomendasikan sudah dapat memenuhi indikator pertanian
berkelanjutan dengan prediksi erosi yang lebih kecil dari ETol, pendapatan
78
yang lebih tinggi dari kebutuhan hidup layak serta diterima dan dapat
diterapkan oleh petani. Penerapan alternatif agroteknologi 1 (strip rumput
disertai dengan pemberian mulsa serasah sisa tanaman, pemupukan dan usaha
ternak) dapat mengurangi erosi menjadi berkisar 2,45 – 22,77 ton/hektar/tahun
dan meningkatkan pendapatan menjadi berkisar antara Rp. 18.855.000,-
/KK/tahun – Rp. 24.915.000,-/KK/tahun. Penerapan alternatif agroteknologi 2
(teras gulud dengan tanaman penguat teras disertai pemberian mulsa serasah
sisa tanaman, pemupukan dan usaha ternak) dapat mengurangi erosi menjadi
berkisar 2,47 – 22,77 ton/hektar/tahun dan meningkatkan pendapatan menjadi
berkisar antara Rp. 18.635.000,-/KK/tahun – Rp. 24.695.000,-/KK/tahun.
5. Rekomendasi penggunaan lahan dan pengembangan usahatani berbasis kopi
untuk sistem pertanian berkelanjutan disusun sesuai dengan kemampuan lahan
dan menerapkan alternatif-alternatif agroteknologi yang sudah ditentukan.
Lahan usahatani dengan kelas kemampuan lahan VI dikembalikan fungsinya
sebagai hutan dengan penghijauan atau reboisasi. Penggunaan lahan sawah
dan hutan tetap dipertahankan sebagai sawah dan hutan.
6. Ekstrapolasi rekomendasi penggunaan lahan dan usahatani berbasis kopi
untuk sistem pertanian berkelanjutan yang telah disusun di satuan lahan
pengamatan intensif dilakukan untuk wilayah DAS Ketahun Hulu secara
keseluruhan sesuai dengan karakteristik lahannya dan digambarkan dalam
bentuk peta rekomendasi. Lahan-lahan usahatani yang berada di dalam
kawasan hutan tetap tidak disarankan untuk budidaya pertanian kecuali ada
kebijaksanaan dari kementerian kehutanan.
Saran
1. Evaluasi kemampuan lahan sangat penting dilakukan untuk mengevaluasi
kesesuaian penggunaan lahan pada suatu wilayah.
2. Tindakan-tindakan koservasi tanah perlu segera dilakukan pada lahan-lahan
usahatani berbasis kopi di DAS Ketahun Hulu untuk mengurangi erosi yang
telah terjadi, meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi perambahan
kawasan hutan untuk perkebunan berbasis kopi baru.
3. Perlunya perhatian dan dukungan dari pemerintah setempat untuk
pelaksananaan sistem pertanian yang berkelanjutan di DAS Ketahun Hulu.
2,5 m
2,5 m
79
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Arifin B. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Alam Indonesia, Perspektif Ekonomi Etika dan Praksis Kebijakan. Jakarta : Erlangga
Asdak C. 2001. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Badan Penelitian Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Teknologi Budidaya Kopi.
[Bapedalda] Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Provinsi Bengkulu. 2006. Laporan Kegiatan Penyusunan Rencana Aksi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Provinsi Bengkulu. Pusat Penelitian Lingkungan. Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Lebong. 2009. Lebong Dalam Angka 2009.
[BPDAS] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Ketahun. 2007. Karakteristik Daerah Aliran Sungai Ketahun Provinsi Bengkulu.
[BPDAS] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Ketahun. 2009. Rencana Tehnik Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS (RTk-RHL DAS) Di Satuan Wilayah Pengelolaan DAS Ketahun Tahun Anggaran 2009.
Departemen Kehutanan. 2009. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 28/ Menhut-II/2009 tentang Penetapan Daerah Aliran Sungai Prioritas Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2010-2014.
___________________. 2009. Kerangka Kerja Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Di Indonesia.
___________________. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 39/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu.
[Disbun] Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu. 2009. Statistik Perkebunan Angkat Tetap Tahun 2008 dan Angka Sementara Tahun 2009.
Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu. 2008. Laporan Produktifitas dan Analisa Usaha Pertanian Provinsi Bengkulu Tahun 2007.
[Dirjen] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006. Arah Kebijakan Pengembangan Kopi di Indonesia. Simposium Kopi, Surabaya
Direktorat Pengelolaan DAS Departemen Kehutanan. 2006. Data Spasial Lahan Kritis DAS Ketahun.
Hardjowigeno S dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan. Gadjah Mada University Press.
Kahirun. 2000. Kajian Karakteristik Hidrologi DAS Roraya Sulawesi Tenggara dan Perencanaan Penggunaan Lahan Usahatani. [Tesis]: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
80
Puspaningsih N. 1997. Studi Perencanaan Pengelolaan Penggunaan Lahan Sub DAS Cisadane Hulu Kabupaten Bogor. [Tesis] : Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Sajogyo dan P. Sajogyo. 1990. Sosiologi Pedesaan Jilid 2. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Press.
Schwab GO, RK Frevert, TW Edminster and KK Barnes. 1981. Soil and Water Conservation Engineering. Inc. New York, Chichester, Brisbane, Toronto : Jhon Wiley and Sons.
Sinukaban N. 1989. Konservasi Tanah dan Air di Daerah Transmigrasi. P.T. Indeco Duta Utama International Development Consultants Berasosiasi dengan BCEOM.
__________. 1995. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Bahan Kuliah pada Program Pasca Sarjana, Bogor. (tidak diterbitkan) IPB.
__________. 1999. Masalah dan Konsepsi Pengembangan Daerah Aliran Sungai. Makalah pada seminar sehari tentang Pengelolaan DAS Terpadu di Sulawesi Tenggara. Universitas Haluoleo. Kendari, Sulawesi Tenggara.
___________. 2001. Strategi, Kebijakan dan Kelembagaan Pengelolaan Lahan Kritis [Paper]. Bogor : IPB
___________. 2007. Konservasi Tanah dan Air. Kunci Pembangunan Berkelanjutan.
Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Soetriono. 2009. Peningkatan Daya Saing Agribisnis Kopi Robusta Dengan Model Daya Saing Tree Five. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Wischmeier WH, DD. Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses-A Guide to Conservation Planning. U.S. Department of Agriculture. Agriculture Hand Book 537.
2,5 m
2,5 m
81
Lampiran 1. Peta Penggunaan Lahan DAS Ketahun Hulu 81
82
Lampiran 2. Peta Kelas Lereng DAS Ketahun Hulu
82
83
Lampiran 3. Peta Jenis Tanah DAS Ketahun Hulu 83
84
Lampiran 4. Peta Kawasan Hutan DAS Ketahun Hulu
84
85
Lampiran 5. Karakteristik Satuan Lahan DAS Ketahun Hulu Lereng
Jenis Tanah
Satuan Lahan
Luas (Ha)
Kebun Campuran (50.987 Ha) 0%-8% Tropudults 77, 81, 120 dan 151 1.808 0%-8% Dystropepts 95, 117, 174, 194, 227, 230, 364 dan 380 3.289 8%-15% Paledults 147 5 8%-15% Humitropepts 197, 213, 295, 297, 341, 348, 357, 360, 367, 374 627 8%-15% Dystropepts 6, 12, 17, 35, 40, 42, 58, 59, 66, 86, 127, 148, 152 17.520 160, 212, 280, 288, 301, 303, 307, 308, 342, 343, 363, 368, 369 dan 373 15%-30% Tropudults 157 231 15%-30% Paledults 135 dan 154 829 15%-30% Humitropepts 173, 186, 249, 351, 368, 377, 381 dan 382 2.061 15%-30% Dystropepts 11, 16, 18, 22, 26, 33, 39, 61, 69, 101, 104, 110, 19.846 165, 170, 177, 179, 187, 198, 200, 203, 206, 215, 226, 232, 238, 250, 262, 263, 271, 273, 278, 279, 285, 290, 291, 302, 306, 343, 345, 349, 354, 355, 356, 359, 370, 376 dan 378 30%-45% Humitropepts 234 256 30%-45% Dystropepts 60, 65, 75, 84, 98, 99, 105, 108, 116, 124, 128, 138, 3.891 139, 155, 163, 169, 172, 176, 181, 195, 207, 221, 237, 239, 247 dan 385 >45% Dystropepts 70, 102, 113 dan 125 316
Hutan Primer (52.524 Ha) 8%-15% Humitropepts 296, 371 1.197 8%-15% Dystropepts 4, 7, 14, 15, 21, 27, 30, 34, 37, 46, 48, 51, 56, 63, 72, 8.701 78, 82, 96, 97, 149, 161, 196, 211, 214, 228, 233, 256, 265, 266, 269, 272, 281, 282, 286, 287, 289, 292, 293, 294, 300, 304, 346, 347, 353, 361, 362 dan 366 15%-30% Humitropepts 183, 257, 340, 344, 350, 372 dan 375 3.858 15%-30% Dystropepts 1, 2, 5, 8, 9, 10, 13, 28, 31, 71, 74, 80, 83, 88, 106, 25.086 107, 111, 122, 126, 130, 145, 153, 159, 167, 175, 184, 188, 192, 199, 205, 209, 217, 220, 243, 245, 246, 253, 259, 268, 283, 284, 298, 299, 305, 309, 379, 382, 384 Dan 387 30%-45% Humitropepts 236 dan 383 756 30%-45% Dystropepts 3, 20, 36, 44, 45, 47, 49, 50, 53, 54, 62, 68, 85, 87, 89, 11.577 90, 92, 103, 109, 112, 114, 121, 131, 132, 136, 156, 164, 166, 168, 182, 190, 191, 201, 208, 219, 235, 251, 254, 260, 267, 270, 274, 277, 386 dan 388 >45% Dystropepts 55, 91, 100, 118 dan 162 1.350
86
Lereng
Jenis Tanah
Satuan Lahan
Luas (Ha)
Hutan Sekunder (8.260 Ha) 8%-15% Paledults 140 dan 143 438 8%-15% Dystropepts 19, 57, 67, 94, 123, 129 dan 158 1.806 15%-30% Paledults 134 79 15%-30% Dystropepts 23, 24, 32, 38, 41, 52, 64, 73, 141, 144, 202, 216, 222, 4.848 223, 240, 244, 248, 252, 255, 261, 275 dan 276 30%-45% Dystropepts 25, 43, 142, 189, 193, 204, 218, 241, 242 dan 264 1.089
Rawa (155 Ha) 0%-8% Dystropepts 224 90 8%-15% Dystropepts 225, 229 dan 231 65
Sawah (4.072 Ha) 0%-8% Tropudults 79 3.965 0%-8% Dystropepts 133 dan 137 2,3 8%-15% Paledults 178 dan 185 1,6 8%-15% Dystropepts 76, 180 dan 210 103 Total Luas 115.998
87
Lampiran 6. Intensitas Faktor Penghambat untuk Klasifikasi Kemampuan Lahan (Arsyad 2006)
No. Jenis Faktor Penghambat
Intensitas Faktor Penghambat
1. Tekstur tanah (t) t1 = t2 = t3 = t4 = t5
halus (liat berpasir,liat berdebu dan liat) agak halus (lempung liat berdebu, lempung berliat, lempung liat berpasir) sedang (lempung, debu, lempung berdebu) agak kasar (lempung berpasir, lempung berpasir halus dan lempung berpasir sangathalus kasar (pasir berlempung dan pasir)
=
2. Permeabilitas (p) P1 = P2 = P3 = P4 = P5
lambat (<0,5 cm/jam) agak lambat (0,5 -2,0 cm/jam) sedang (2,0 – 6,25 cm/jam agak cepat (6,25-12,5 cm/jam) cepat (>12,5 cm/jam) =
3. Kedalaman efektif (k)
k0 = k1 = k2 = k3
dalam (> 90cm) sedang (50-90 cm) dangkal (25-50 cm) sangat dangkal (<25 cm) =
4. Lereng (l) l0 = l1 = l2 = l3 = l4 = l5 = l6
datar (0-3%) landai berombak (3-8%) agak miring/bergelombang (8-15%) miring/berbukit (15-30%) agak curam (30-45%) curam (45-65%) sangat curam (>65%) =
5. Drainase d0 = d1 = d2 = d3
berlebihan (excessively drained), air lebih segera keluar dari tanah dan sangat sedikit air yang ditahan oleh tanah. baik, tanah mempunyai peredaran udara baik. Seluruh profil tanah dari atas sampai kebawah (150 cm) berwarna terang yang seragam dan tidak terdapat bercak-bercak kuning, coklat atau kelabu. agak baik, tanah mempunyai peredaran udara baik didaerah perakaran, tidak terdapat bercak-bercak kuning, coklat atau kelabupada lapisan atas dan lapisan atas bagian bawah (sampai sekitar 60 cm dari permukaan tanah). agak buruk, lapisan atas tanah mempunyai peredaran udara baik, tidak bercak-bercak kuning, kelabu atau coklat. Bercak-bercak terdapat pada seluruh lapisan bawah (sekitar 40 cm dari permukaan tanah)
=
d4 = d5
buruk, bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan) terdapat warna atau bercak-bercak kelabu, coklat atau kekuningan. sangat buruk, seluruh lapisan sampai permukaan tanah berwarna kelabu dan tanah lapisan bawah berwarna kelabu atau bercak-bercak berwarna kebiruan, atau terdapat air yang menggenang di permukaan tanah dalam waktu lama sehingga menghambat pertumbuhan tanaman.
=
6. Erosi (e) e0 = e1 = e2 = e3 = e4 = e5
tidak ada erosi ringan (<25% lapisan atas hilang) sedang (25% - 75% lapisan atas hilang) agak berat (>75% lapisan atas hilang, 25% lapisan bawah hilang) berat (>25% lapisan bawah hilang) erosi parit =
88
No. Jenis Faktor Penghambat
Intensitas Faktor Penghambat
7. Bahaya banjir genangan (g)
O0 = O1 = O2 = O3 = O4
tidak pernah (selama 1 tahun tdak pernah tertutup banjir untuk waktu 24 jam) kadang-kadang (banjir yang menutupi tanah >24 jam terjadinya tidak teratur dalam periode < 1 bulan) selama 1 bulan atau lebih setahun, tanah secara teratur tertutup banjir untuk waktu > 24 jam. selama 2-5 bulan dalam setahun secara teratur dilanda banjir yang lamanya > 24 jam selama 6 bulan atau lebih tanah dilanda banjir secara teratur yang lamanya > 24 jam. =
8. Batu-batuan (b) Kerikil Batuan kecil Batuan lepas
b0 = b1 = b2 = b3 = b0 = b1 = b2 = b3 = b0 = b1 = b2 = b3 = b4
tidak ada atau sedikit (0 – 15% volume tanah) sedang (15-50% volume tanah) banyak (50-90% volume tanah) sangat banyak (>90% volume tanah) tidak ada atau sedikit (0-15% volume tanah) sedang (15-50% volume tanah) banyak (50-90% volume tanah) sangat banyak (>90% volume tanah) tidak ada (<0,01% luas permukaan tertutup) sedikit (0,01% – 3% luas permukaan tertutup) sedang (3% - 15% permukaan tanah tertutup) banyak (15%-90% permukaan tanah tertutup) sangat banyak (> 90% permukaan tanah tertutup)
=
Batuan tersingkap (rock)
b0 = b1 = b2 = b3 = b4
tidak ada (<2% luas permukaan tertutup) sedikit (2% – 10% luas permukaan tertutup) sedang (10% - 50% permukaan tanah tertutup) banyak (50%-90% permukaan tanah tertutup) sangat banyak (> 90% permukaan tanah tertutup) =
89
Lampiran 7. Nilai Faktor C Dari Berbagai Tanaman dan Pengelolaannya atau Tipe Penggunaan Lahan
No. Jenis Tanaman dan Pengelolaannya atau Tipe Penggunaan Lahan Nilai Faktor C
Sumber
1, Tanaman bera tanpa tanaman, diolah 1,0 1 2. Sawah beririgasi 0,01 1.2 3. Sawah tadah hujan 0,05 1 4. Tegalan, tanaman tidak spesifik 0,7 1 5. Rumput Brchiaria : - Tahun pertama 0,3 1.2 - Tahun kedua 0,02 1 - Tahun seterusnya 0,002 2 6 Ubi kayu 0,8 2 Ubi kayu 0,363 1 7. Jagung 0,7 1 Jagung 0,637 2 8. Padi gogo, tegalan, lahan kering 0,5 1 Padi gogo 0,561 2 9. Kacang-kacangan, tidak spesifik spesiesnya 0,6 1 10. Kacang Jogo 0,161 2 11. Kacang Tanah 0,452 2 12. Kedelai 0,399 2 13. Sorgum 0,242 2 14. Sereh wangi (citronella) 0,434 1.2 15. Kentang 0,4 1 16. Tebu 0,2 1 17. Pisang (jarang sebagai tanaman monokultur) 0,6 1 18. Talas 0,85 1 19. Kebun campuran, tajuk bertingkat, penutup tanah bervariasi : - Kerapatan tinggi 0,1 1 - Ubi kayu/kedelai 0,2 2 - Kerapatan sedang 0,3 1 - Kerapatan rendah cayanus sp, kacang tanah 0,5 2 20. Tanaman perkebunan dengan tanaman penutup tanah (permanent) : - Kerapatan tinggi 0,1 1 - Kerapatan sedang 0,5 1 21. Reboisasi dengan penutup tanah, tahun pertama 0,3 1 22. Kopi dengan penutup tanah 0,2 1 23. Tanaman bamboo (cabai, jahe) 0,9 1 24. Perladangan berpindah 0,4 1 25. Hutan, hutan alami, (primer) berkembang baik : - Serasah tinggi 0,001 1.2 - Serasah rendah 0,005 1 26. Hutan produksi : - Tebang habis 0,5 1 - Tebang pilih 0,2 1 27. Kebun produksi (penutup tanah, jelek) - Karet 0,8 1 - Teh 0,5 1 - Kelapa sawit 0,5 1 - Kelapa 0,5 1 28. Kolam ikan 0,001 1 29. Lahan kritis, tanpa vegetasi 0,95 1 30. Semak, belukar 0,3 1 31. Sorgum-sorgum (terus menerus) 0,341 3 32. Padi gogo – jagung (dalam rotasi) 0,209 3 33. Padi gogo – jagung (rotasi) + mulsa jagung 0,083 3
90
No. Jenis Tanaman dan Pengelolaannya atau Tipe Penggunaan Lahan Nilai Faktor C
Sumber
34. Padi gogo – jagung (rotasi) + mulsa jerami 2 ton/ha dan 10-20 ton/ha pupuk kandang
0,030
3
35. Padi gogo tumpang sari jagung + ubi kayu dirotasikan dengan kedelai atau kacang tanah
0,421
3
36. Jagung dan kacang tanah, sisa tanaman jadi mulsa 0,014 3 37. Alang-alang, permanent 0,021 3 38. Alang-alang, dibakar 1 kali 0,20 3 39. Semak, lamtoro 0,51 3 40. Albizia dengan semak campuran 0,012 3 41. Albizia tanpa tanaman bawah 1,0 3 42. Kentang ditanam mengikuti arah lereng 1,0 3 43. Kentang penanaman mengikuti kontur 0,35 3 44. Bawang, penanaman dalam kontur 0,08 3 45. Pohon tanpa semak 0,32 3 46. Ubi kayu, tumpang sari dengan kedelai 0,181 2 47. Ubi kayu, tumpang sari dengan kacang tanah 0,195 2 48. Ubi kayu + sorgum (tumpang sari) 0,345 2 49. Padi gogo + sorgum (tumpang sari) 0,417 2 50. Kacang tanah + kacang gude (tumpang sari) 0,495 2 51. Kacang tanah + kacang tunggak (tumpang sari) 0,571 2 52. Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha 0,049 2 53. Padi gogo + mulsa jerami 4 ton/ha 0,096 2 54. Kacang tanah + mulsa batang jagung 4 ton/ha 0,128 2 55. Kacang tanah, mulsa crotalaria 3 ton/ha 0,136 2 56. Kacang tanah, mulsa kacang tunggak 0,259 2 57. Kacang tanah mulsa jerami padi 2 ton/ha 0,377 2 58. Padi gogo, mulsa crotalaria 3 ton/ha 0,387 2 59. Padi gogo + jagung + ubi kayu, mulsa jerami 6 ton/ha, setelah padi
ditanami kacang tanah
0,079
2 60. Padi gogo – jagung – kacang tanah dalam rotasi, dengan sisa-sisa
tanaman jadi mulsa
0,347
2 Keterangan : 1) Hammer (1980) 2) Abdurachman, Sofiah Abujamin dan Undang Kurnia (1984) 3) Pusat Penelitian Tanah (1973-1981) diacu dalam Sinukaban (1989)
91
Lampiran 8. Nilai Faktor Penggunaan Tehnik Konservasi Tanah (P) No. Tehnik Konsevasi Tanah Nilai
Faktor 1. Teras bangku - Disain/konstruksi baik 0,04* - Disain/konstruksi sedang 0,15* - Disain/konstruksi buruk 0,35*
2. Teras tradisional 0.40* 3. Penanaman menurut kontur : - Pada lereng 0 – 8 % 0,5* - Pada lereng 1 – 20 % 0,75* - Pada lereng > 20 % 0,90*
4. Hill side ditch atau field pits 0,30* 5. Teras koluvial ditanami strip rumput atau bamboo atau rumput permanen
seperti : rumput Bahia :
- Disain baik, tahun pertama 0,04* - Disain buruk, tahun pertama 0,40*
6. Rotasi dengan Crotalaria 0,6* 7. Mulsa penahan air : - Serasah atau jerami 6 ton/ha/tahun 0,3* - Serasah atau jerami 3 ton/ha/tahun 0,5* - Serasah atau jerami 1 ton/ha/tahun 0,8*
8. Penanaman tanaman penutup tanah rendah pada tanaman perkebunan : - Kerapatan tinggi 0,10* - Kerapatan sedang 0,50*
8. Teras bangku, ditanami kacang tanah – kacang tanah 0,009** 9. Teras bangku, ditanami + mulsa jerami 4 ton/ha 0,006** 10. Teras bangku, ditanami sorgum-sorgum 0,012** 11. Teras bangku, ditanami jagung 0,048** 17. Teras guludan dengan rumput penguat 0,500*** 18. 19.
Strip Rumput Teras gulud dengan tanaman penguat pada tanaman tahunan
0,4*** 0,0102***
20. Teras guludan ditanami pagi gogo dan jagung dalam rotasi 0,013*** 21. Teras guludan, pada pertanaman sorgum sorgum 0,041*** 22. Teras guludan, pada pertanaman ubi kayu 0,063*** 23. Teras guludan, , menggunakan mulsa sisa-sisa tanaman 0,006*** 24. Teras guludan, pada kacang tanah-kedelai dalam rotasi 0,105*** 25. Teras guludan, padi gogo – jagung – kacang tunggak dalam rotasi, dengan
2 ton/ha kapur. 0,012***
26. Teras bangku, ditanami jagung – ubi kayu/kedelai dalam rotasi 0,056*** 26. Teras bangku, ditanami sorgum-sorgum 0,024*** 28. Teras bangku, kacang tanah-kacang tanah 0,009*** 29. Teras bangku, tanpa tanaman 0,039***
Keterangan : *) Hammer (1980), diacu dalam Hardjowigeno (2007) **) Abdurachman, Sofiah Abujamin dan Undang Kurnia (1984) ***) Pusat Penelitian Tanah (1973-1981) diacu dalam Sinukaban (1989)
92
Lampiran 9. Kelas dan Kode Struktur Tanah, Kelas dan Kode Permmeabilitas Profil Tanah, Klasifikasi Nilai Kepekaan Erosi Tanah
a. Tabel Kelas dan Kode Struktur Tanah
Kelas Struktur Tanah (ukuran diameter) Kode Struktur
Granuler sangat halus (< 1 mm)
Granuler halus (1-2 mm)
Granuler sedang sampai kasar (2-10
mm)
Berbentuk block, blocky, plat, masif
1
2
3
4
b. Tabel Kelas dan Kode Permeabilitas Profil Tanah
Kelas Permeabilitas Kecepatan (cm/jam) Kode
Sangat lambat < 0,5 6
Lambat 0,5 – 2,0 5
Sedang-lambat 2,0 – 6,3 4
Sedang 6,3_12,7 3
Sedang-cepat 12,7-25,4 2
Cepat 25,4 1
c. Tabel Klasifikasi Nilai Kepekaan Erosi Tanah
Nilai K Kelas
0,00 - 0,10 1 (sangat rendah)
0,11 – 0,20 2 (rendah)
0,21 – 0,32 3 (sedang)
0,33 – 0,43 4 (agak tinggi)
0,44 – 0,55 5 (tinggi)
0,56 – 0,64 6 (sangat tinggi)
93
Lampiran 10. Penilaian Kelas Kemampuan Lahan Pada Setiap Satuan Lahan Pengamatan Intensif di DAS Ketahun Hulu
SL Lereng
(%)
Erosi Kedalaman Tekstur Kepekaan Permeabilitas Drainase Batuan Ancaman Kelas
Tanah (cm) Erosi Banjir
61 l 20 3 e sedang 2 k 80 1 t Lempung liat berdebu 3 KE 0,153 2 P agak lambat 2 d baik 1 b Sedang 2 O tidak pernah 0 IV l3
79 l 2 0 e tidak ada 0 k 90 1 t Liat 1 KE 0,137 2 P agak lambat 2 d baik 1 b tidak ada 0 O tidak pernah 0 I
81 l 7 1 e ringan 1 k 110 0 t Liat 1 KE 0,071 1 P agak lambat 2 d baik 1 b tidak ada 0 O tidak pernah 0 II l1 e
152
1
l 13 2 e sedang 2 k 80 1 t Lempung 3 KE 0,222 3 P sedang 3 d baik 1 b Sedang 2 O tidak pernah 0 III l2 e
154
2
l 20 3 e sedang 2 k 100 0 t Lempung liat berpasir 4 KE 0,191 2 P agak cepat 4 d baik 1 b tidak ada 0 O tidak pernah 0 IV l
157
3
l 25 3 e ringan 1 k 140 0 t Lempung berdebu 3 KE 0,408 4 P sedang 3 d baik 1 b Sedikit 1 O tidak pernah 0 IV l
173
3
l 25 3 e Sedang 2 k 120 0 t Lempung berdebu 3 KE 0,281 3 P sedang 3 d baik 1 b tidak ada 0 O tidak pernah 0 IV l
174
3
l 8 1 e ringan 1 k 110 0 t Lempung 3 KE 0,289 3 P sedang 3 d baik 1 b sedikit 1 O tidak pernah 0 II l1 e
183
1
l 20 3 e tidak ada 0 k 150 0 t Lempung berdebu 3 KE 0,435 4 P sedang 3 d baik 1 b tidak ada 0 O tidak pernah 0 IV l
186
3
l 20 3 e Sedang 2 k 105 0 t Lempung 3 KE 0,361 4 P sedang 3 d baik 1 b tidak ada 0 O tidak pernah 0 IV l
197
3
l 13 2 e sedang 2 k 80 1 t Liat 1 KE 0,098 1 P agak lambat 2 d baik 1 b tidak ada 0 O tidak pernah 0 III l2 e
203
2
l 16 3 e sedang 2 k 110 0 t Lempung berdebu 3 KE 0,415 4 P sedang 3 d baik 1 b Sedikit 1 O tidak pernah 0 IV l
213
3
l 13 2 e sedang 2 k 100 0 t Lempung 3 KE 0,411 4 P sedang 3 d baik 1 b tidak ada 0 O tidak pernah 0 III l2 e
234
2
l 43 4 e sedang 2 k 115 0 t Lempung liat berpasir 4 KE 0,204 1 P agak cepat 4 d baik 1 b Sedikit 1 O tidak pernah 0 VI l
236
4
l 45 4 e tidak ada 0 k 140 0 t Liat 1 KE 0,123 2 P agak lambat 2 d baik 1 b tidak ada 0 O tidak pernah 0 VI l
247
4
l 45 4 e agak berat 3 k 120 0 t Liat 1 KE 0,152 2 P agak lambat 2 d baik 1 b tidak ada 0 O tidak pernah 0 VI l
249
4
l 20 3 e sedang 2 k 85 1 t Liat 1 KE 0,150 2 P agak lambat 2 d baik 1 b tidak ada 0 O tidak pernah 0 IV l
250
3
l 20 3 e sedang 2 k 110 0 t Lempung berliat 2 KE 0,190 2 P agak lambat 2 d baik 1 b tidak ada 0 O tidak pernah 0 IV l3
93
94
Lampiran 11. Deskripsi Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual di Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu Tipe Usahatani Kode Kondisi Tutupan Agroteknologi
Pola Permukaan Tanah Jarak Populasi dan Pemupukan Penyiangan Pengendalian Tehnik Tanam Tanam (m) Jenis Tanaman (btg) HPT KTA
Kopi Monokultur UT1 Relatif terbuka, hanya Kopi = 2,5 x 2,5 1600 kopi Seperlunya Seperlunya Seperlunya Tidak ada ditutupi rumput dan serasah sedikit
Kopi dan sengon UT2 Relatif terbuka, hanya Kopi = 2,5 x 2,5 1600 kopi, 25 Sengon Tidak Seperlunya Tidak Tidak ada ditutupi rumput dan Sengon = 20 x 20 dilakukan dilakukan serasah sedikit Kopi dan Tanaman UT3 Tertutup rumput, semak Kopi = 2,5 x 2,5 1600 kopi, 25 gamal Tidak Tidak Tidak Tidak ada Kayu-Kayuan belukar dan serasah Gamal dan 20 kayu bawang dilakukan dilakukan dilakukan sisa tanaman kayu bawang sisa tanaman hutan Kopi dan Tanaman UT4 Relatif terbuka, hanya Kopi = 2,5 x 2,5 1600 kopi, 25 durian, Tidak Seperlunya Tidak Tidak ada Buah-buahan ditutupi rumput dan Durian = 20 x 20 10 nangka dan 10 dilakukan dilakukan serasah sedikit pisang Kopi, Karet dan UT5 Relatif terbuka, hanya Kopi = 2,5 x 2,5 1600 kopi, 100 karet Tidak Seperlunya Tidak Tidak ada Nilam ditutupi rumput dan Karet = 10 x 10 dan 30% nilam dilakukan dilakukan serasah sedikit Kopi, Pinang dan UT6 Tertutup rumput, semak Kopi = 2,5 x 2,5 1600 kopi, 80 pinag Tidak Tidak Tidak Tidak ada Kemiri belukar dan serasah Pinang dan 25 kemiri dilakukan dilakukan dilakukan sisa tanaman Kemiri
94
95
Lampiran 12. Sebaran Curah Hujan (mm) Rata-Rata Bulanan di DAS Ketahun Hulu Tahun 1990 - 2004
Tahun Bulan Tahunan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1990 515 447 465 429 131 95 165 210 377 679 310 473 4.296 1991 404 325 467 235 211 11 30 110 113 108 475 394 2.883 1992 207 351 505 336 144 35 114 177 397 379 226 272 3.143 1993 270 179 582 310 370 44 225 80 164 176 475 534 3.409 1994 591 573 360 267 289 231 13 7 55 97 159 226 2.868 1995 371 347 554 300 321 160 69 73 191 375 197 91 3.049 1996 127 141 61 115 10 66 32 210 58 134 309 399 1.662 1997 265 51 130 223 324 37 38 58 0 87 236 217 1.666 1998 298 385 319 610 25 75 357 112 335 399 203 943 4.061 1999 226 221 423 120 334 84 152 149 71 358 260 257 2.655 2000 297 123 90 293 172 150 74 65 149 116 357 162 2.048 2001 249 247 124 339 196 186 191 134 225 268 348 333 2.840 2002 268 150 410 424 256 145 133 63 144 10 280 333 2.616 2003 275 294 252 503 78 176 137 214 0 411 231 238 2.809 2004 261 217 142 256 227 28 302 150 129 142 271 387 2.512
Rata-rata 308 270 326 317 206 102 135 121 161 249 289 351 2.834
95
96
Lampiran 13. Sebaran Hari Hujan Rata-Rata Bulanan di DAS Ketahun Hulu Tahun 1990 - 2004
Tahun Bulan
Tahunan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1990 18 10 22 18 9 9 13 12 13 16 18 21 179
1991 22 17 18 16 9 2 2 8 10 12 24 30 170
1992 16 17 20 21 17 8 17 10 15 17 13 23 194
1993 20 16 22 19 19 11 17 11 17 17 19 21 209
1994 23 14 22 19 16 9 2 1 1 7 17 20 151
1995 19 19 20 20 14 16 10 8 11 19 15 11 182
1996 16 18 17 15 4 13 6 11 9 5 20 23 157
1997 19 16 26 27 24 8 9 9 1 5 21 21 186
1998 18 18 21 26 7 10 22 13 22 26 17 25 225
1999 14 13 17 13 21 15 12 14 10 23 23 19 194
2000 18 11 14 23 14 11 11 10 8 10 19 23 172
2001 20 22 17 25 20 15 10 10 16 19 22 23 219
2002 16 9 23 25 15 13 11 6 12 3 18 22 173
2003 17 15 19 21 7 9 5 12 0 18 15 15 153
2004 14 11 11 13 11 4 13 8 11 11 14 18 139
Rata-rata 18 15 19 20 14 10 11 10 10 14 18 21 180
96
97
Lampiran 14. Curah hujan Bulanan (cm) dan Nilai Erosivitas Hujan (R) DAS Ketahun Hulu
Tahun Bulan Tahunan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1990 51,5 44,7 46,5 42,9 13,1 9,5 16,5 21,0 37,7 67,9 31,0 47,3 429,6 1991 40,4 32,5 46,7 23,5 21,1 1,1 3,0 11,0 11,3 10,8 47,5 39,4 288,3 1992 20,7 35,1 50,5 33,6 14,4 3,5 11,4 17,7 39,7 37,9 22,6 27,2 314,3 1993 27,0 17,9 58,2 31,0 37,0 4,4 22,5 8,0 16,4 17,6 47,5 53,4 340,9 1994 59,1 57,3 36,0 26,7 28,9 23,1 1,3 0,7 5,5 9,7 15,9 22,6 286,8 1995 37,1 34,7 55,4 30,0 32,1 16,0 6,9 7,3 19,1 37,5 19,7 9,1 304,9 1996 12,7 14,1 6,1 11,5 1,0 6,6 3,2 21,0 5,8 13,4 30,9 39,9 166,2 1997 26,5 5,1 13,0 22,3 32,4 3,7 3,8 5,8 0,0 8,7 23,6 21,7 166,6 1998 29,8 38,5 31,9 61,0 2,5 7,5 35,7 11,2 33,5 39,9 20,3 94,3 406,1 1999 22,6 22,1 42,3 12,0 33,4 8,4 15,2 14,9 7,1 35,8 26,0 25,7 265,5 2000 29,7 12,3 9,0 29,3 17,2 15,0 7,4 6,5 14,9 11,6 35,7 16,2 204,8 2001 24,9 24,7 12,4 33,9 19,6 18,6 19,1 13,4 22,5 26,8 34,8 33,3 284,0 2002 26,8 15,0 41,0 42,4 25,6 14,5 13,3 6,3 14,4 1,0 28,0 33,3 261,6 2003 27,5 29,4 25,2 50,3 7,8 17,6 13,7 21,4 0,0 41,1 23,1 23,8 280,9 2004 26,1 21,7 14,2 25,6 22,7 2,8 30,2 15,0 12,9 14,2 27,1 38,7 251,2 Rain 30,8 27,0 32,6 31,7 20,6 10,2 13,5 12,1 16,1 24,9 28,9 35,1 283,4 Maxp 5,3 5,2 5,1 5,4 4,5 3,2 3,4 3,5 4,0 5,4 5,0 5,3 Days 18,0 15,1 19,3 20,1 13,8 10,2 10,7 9,5 10,4 13,9 18,3 21,0 EI30 228,31 211,10 233,39 227,09 146,12 60,64 86,68 81,17 117,36 202,60 204,21 250,17 2.048,85
97
98
Lampiran 15. Sifat Fisik Tanah Pada Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu
SL Tektur C-
Organik
(%)
Bahan
Organik
(%)
Permeabiltas
(cm/jam)
BI
(gr/cm3
Struktur
)
N-Total
(%) P (ppm)
K
(me/100g) Pasir Kasar Pasir Halus
(%)
Debu Liat Tanah
(%) (%) (%)
61 18,38 2,13 32,63 46,86 3,39 5,86 0,51 0,94 Granuler halus 0,43 108,2 115,0
79 10,64 1,61 33,93 53,82 1,67 2,89 0,53 1,08 Granuler sangat halus 0,18 106,5 57,5
81 30,42 4,07 14,31 51,2 2,47 4,27 0,62 0,85 Granuler sangat halus 0,22 164,9 122,5
152 14,93 1,96 43,81 39,3 2,15 3,72 6,18 0,98 Granuler halus 0,19 89,3 200,0
154 54,96 5,66 26,32 13,06 3,19 5,51 8,84 0,82 Granuler sedang 0,26 268,8 322,5
157 28,89 3,94 50,53 16,64 1,51 2,61 5,79 1,18 Granuler halus 0,14 91,0 252,5
173 16,83 2,08 51,82 29,27 2,55 4,41 6,08 0,85 Granuler halus 0,26 156,7 85,0
174 41,52 5,95 31,68 20,85 0,95 1,64 4,39 1,18 Granuler halus 0,10 130,6 285,0
183 11,18 1,70 63,70 23,42 1,75 3,02 6,09 1,07 Granuler halus 0,17 135,7 180,0
186 28,17 4,56 45,23 22,04 1,27 2,19 2,53 1,12 Granuler halus 0,12 103,1 610,0
197 4,05 1,19 27,87 66,89 0,55 0,95 0,53 0,83 Granuler sangat halus 0,06 73,9 87,5
203 18,54 2,12 53,25 26,09 0,71 1,23 4,74 1,14 Granuler halus 0,08 65,3 147,5
213 26,19 6,25 48,25 19,31 1,27 2,19 6,21 1,14 Granuler halus 0,12 67,0 57,5
234 43,39 5,41 22,45 28,75 0,95 1,64 10,68 1,14 Granuler sedang 0,08 80,3 192,5
236 10,64 1,61 33,93 53,82 2,31 3,99 0,50 0,91 Granuler sangat halus 0,24 118,2 75,0
247 18,24 2,67 32,22 46,87 1,75 3,02 0,91 0,96 Granuler sangat halus 0,18 116,8 102,5
249 14,64 1,52 31,28 52,56 0,72 1,24 0,60 0,82 Granuler sangat halus 0,08 61,8 67,5
250 27,52 3,78 33,23 35,47 3,19 5,51 0,70 1,01 Granuler halus 0,16 89,9 122,5
98
99
Lampiran 16. Nilai Erodibilitas Tanah Pada Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu
SL Pasir Kasar Pasir Halus Debu Liat Bahan Organik Kode Struktur Kode Permeabilitas Nilai M Nilai K
(%) (%) (%) (%) (%) (a) Tanah (b) Tanah (c )
61 18,38 2,13 32,63 46,86 5,86 2 5 1.847,15 0,153
79 10,64 1,61 33,93 53,82 2,89 1 5 274,87 0,137
81 30,42 4,07 14,31 51,20 4,27 1 5 896,94 0,071
152 14,93 1,96 43,81 39,30 3,72 2 4 2.778,24 0,222
154 54,96 5,66 26,32 13,06 5,51 3 3 2.780,34 0,191
157 28,89 3,94 50,53 16,64 2,61 2 4 4.540,62 0,408
173 16,83 2,08 51,82 29,27 4,41 2 4 3.812,35 0,281
174 41,52 5,95 31,68 20,85 1,64 2 4 2.978,41 0,289
183 11,18 1,70 63,70 23,42 3,02 2 4 5.008,33 0,435
186 28,17 4,56 45,23 22,04 2,19 2 4 3.881,63 0,361
197 4,05 1,19 27,87 66,89 0,95 1 5 962,18 0,098
203 27,17 4,19 53,25 15,39 1,23 2 4 4.860,00 0,415
213 26,19 6,25 48,25 19,31 2,19 2 4 4.397,61 0,411
234 43,39 5,41 22,45 28,75 1,64 3 3 1.985,03 0,204
236 10,64 1,61 33,93 53,82 3,99 1 5 1.641,24 0,123
247 18,24 2,67 32,22 46,87 3,02 1 5 1.853,71 0,152
249 14,64 1,52 31,28 52,56 1,24 1 5 1.556,03 0,150
250 27,52 3,78 33,23 35,47 5,51 2 5 2.388,26 0,190
99
100
Lampiran 17. Nilai LS Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu
No. Satuan Lahan Kelas Lereng Lereng (%) Panjang Lereng (m) Nilai LS
1 61 15%-30% 20 60 6,75
2 79 0%-8% 2 20 0,88
3 81 0%-8% 7 40 2,44
4 152 8%-15% 13 35 3,61
5 154 15%-30% 20 40 5,51
6 157 15%-30% 25 25 5,29
7 173 15%-30% 25 35 6,25
8 174 0%-8% 8 20 1,89
9 183 15%-30% 20 51 6,22
10 186 15%-30% 20 30 4,77
11 197 8%-15% 13 25 3,05
12 203 15%-30% 16 20 3,23
13 213 8%-15% 13 40 3,86
14 234 30%-45% 43 40 10,92
15 236 30%-45% 45 38 11,10
16 247 30%-45% 45 50 12,73
17 249 15%-30% 20 45 5,84
18 250 15%-30% 20 100 8,71
10
0
101
Lampiran 18. Erosi Yang Dapat Ditoleransi (ETol) Pada Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS Ketahun Hulu
SL Penggunaan Lahan Jenis Tanah Dmin FK KE DE MPT LPT BI ETol ETol
Aktual (mm) (mm) (mm) (mm) (tahun) (mm/thn) (g/cm3 (mm/thn) ) (ton/ha/thn)
61 UT3 Dystropepts 900 1 800 800 250 1 0,94 0,60 13,45**
79 Sawah Tropudults 250 0,8 900 720 250 1 1,08 2,88 31,10**
81 UT1 Tropudults 900 0,8 1100 880 250 1 0,85 0,92 13,45**
152 UT2 Dystropepts 900 1 800 800 250 1 0,98 0,60 13,45**
154 UT5 Paledults 900 0,8 1000 800 250 1 0,82 0,60 13,45**
157 UT3 Tropudults 900 0,8 1400 1120 250 1 1,18 1,88 22,18**
173 UT3 Humitropepts 900 1 1200 1200 250 1 0,85 2,20 18,70**
174 UT2 Dystropepts 900 1 1100 1100 250 1 1,18 1,80 21,24**
183 Hutan Humitropepts 900 1 1500 1500 250 1 1,07 3,40 36,38**
186 UT5 Humitropepts 900 1 1050 1050 250 1 1,12 1,60 17,92**
197 UT3 Humitropepts 900 1 800 800 250 1 0,83 0,60 13,45**
203 UT2 Dystropepts 900 1 1100 1100 250 1 1,14 1,80 20,52**
213 UT4 Humitropepts 900 1 1000 1000 250 1 1,14 1,40 15,96**
234 UT2 Humitropepts 900 1 1150 1150 250 1 1,14 2,00 22,80**
236 Hutan Humitropepts 900 1 1400 1400 250 1 0,91 3,00 27,30**
247 UT3 Dystropepts 900 1 1200 1200 250 1 0,96 2,20 21,12**
249 UT6 Humitropepts 900 1 850 850 250 1 0,82 0,80 13,45**
250 UT6 Dystropepts 900 1 1100 1100 250 1 1,01 1,80 18,18** Keterangan : UT1 : Monokultur kopi, UT2 : Kopi dan sengon (1600 kopi dan 25 sengon), UT3 : Kopi dan tanaman kayu-kayuan (1600 kopi, 25 gamal dan 20 kayu bawang dan sisa tanaman hutan), UT4 : Kopi dan tanaman buah-buahan (1600 kopi, 25 durian, 10 nangka dan 10 pisang), UT5 : Kopi, Karet dan Nilam (1600 kopi, 100 karet dan nilam 30% lahan), UT6 : Kopi, pinang dan kemiri (1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri) * ditentukan dengan menggunakan metoda Hammer ** ditentukan dengan menggunakan metoda Tompson
101
102
Lampiran 19. Nilai Faktor Kedalaman 30 Sub Order Tanah (Hammer 1981 dan Arsyad 2006)
No. Kategori Sub Order Nilai Faktor Kedalaman
1 Aqualf 0,9 2 Udalf 0,9 3 Ustalf 0,9 4 Aquent 0,9 5 Arent 1,0 6 Fluvent 1,0 7 Orthen 1,0 8. Psamment 1,0 9. Andepts 1,0 10. Aquept 0,95 11. Tropept 1,0 12. Alboll 0,75 13. Aquall 0,9 14. Rendoll 0,9 15. Udoll 1,0 16. Ustoll 1,0 17. Aqoux 0,9 18. Humox 1,0 19. Orthox 0,9 20. Ustox 0,9 21. Aquod 0,9 22. Ferrod 0,95 23. Hummod 1,0 24. Orthod 0,95 25. Aquukt 0,8 26. Humult 1,0 27. Udult 0,8 28. Ustult 0,8 29. Udert 1,0 30. Ustert 1,0
103
Lampiran 20. Kedalaman tanah minimum untuk berbagai jenis tanaman
No. Jenis Tanaman Kedalaman minimum (cm) 1 Padi sawah 25 2 Padi gogo 20 3 Jagung 25 4 Sorghum 25 5 Kedelai 20 6 Kacang hijau 15 7 Kacang tanah 15 8. Ubi jalar 30 9. Kentang 30 10. Hui 25 11. Tanah terbuka 30 12. Pisang 50 13. Jeruk 50 14. Mangga 75 15. Kelapa Sawit 50 16. Kelapa 50 17. Karet 50 18. Kakao 50 19. Kopi 50 20. Cengkeh 50 21. Teh 50 22. Kapas 45 23. Tebu 40 24. Rumput Ternak 15 25. Jati 75 26. Mahoni 75 27. Agathis 75 28. Altingia 75 29. Albizia 75 30. Leucaina 75 31. Acasia 50 32. Eucalyptus 50 33. Gelam 50 34. 35.
Pinus Kayu-kayuan (Hutan)
50 90
Sumber : Wood dan Dent (1983), diacu dalam Harjowigeno (2007)
104
Lampiran 21. Nilai CP Maksimum Satuan Lahan Pengamatan Intensif DAS
Ketahun Hulu No. SL Pola Tanam R K LS ETol CP Maks
Dan (ton/ha/thn) Agroteknologi
1 61 UT3 2048,85 0,153 6,75 13,45** 0,006 2 79 Sawah 2048,85 0,137 0,88 31,10** 0,126 3 81 UT1 2048,85 0,071 2,44 13,45** 0,038 4 152 UT2 2048,85 0,222 3,61 13,45** 0,008 5 154 UT5 2048,85 0,191 5,51 13,45** 0,006 6 157 UT3 2048,85 0,408 5,29 22,18** 0,005 7 173 UT3 2048,85 0,281 6,25 18,70** 0,005 8 174 UT2 2048,85 0,289 1,89 21,24** 0,019 9 183 Hutan 2048,85 0,435 6,22 36,38** 0,007 10 186 UT5 2048,85 0,361 4,77 17,92** 0,005 11 197 UT3 2048,85 0,098 3,05 13,45** 0,022 12 203 UT2 2048,85 0,415 3,23 20,52** 0,007 13 213 UT4 2048,85 0,411 3,86 15,96** 0,005 14 234 UT2 2048,85 0,204 10,92 22,80** 0,005 15 236 Hutan 2048,85 0,123 11,10 27,30** 0,010 16 247 UT3 2048,85 0,152 12,73 21,12** 0,005 17 249 UT6 2048,85 0,150 5,84 13,45** 0,008 18 250 UT6 2048,85 0,190 8,71 18,18** 0,005
Keterangan : UT1 : Monokultur kopi, UT2 : Kopi dan sengon (1600 kopi dan 25 sengon), UT3 : Kopi dan tanaman kayu-kayuan (1600 kopi, 25 gamal dan 20 kayu bawang dan sisa tanaman hutan), UT4 : Kopi dan tanaman buah-buahan (1600 kopi, 25 durian, 10 nangka dan 10 pisang), UT5 : Kopi, Karet dan Nilam (1600 kopi, 100 karet dan nilam 30% lahan), UT6 : Kopi, pinang dan kemiri (1600 kopi, 80 pinang dan 25 kemiri). * ditentukan dengan menggunakan metoda Hammer ** ditentukan dengan menggunakan metoda Tompson
105
Lampiran 22. Analisa Biaya dan Pendapatan Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual UT1 seluas 1,5 hektar
Analisis Biaya dan Pendapatan
UT1 (Monokultur kopi) seluas 1,5 hektar
No. Uraian Vol Satuan Harga Jumlah
Satuan (Rp)
(Rp)
1 Biaya a. Tenaga Kerja - Persiapan lahan 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Pengolahan tanah 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Penanaman 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Pemeliharaan tanaman 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Panen 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Pasca panen 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000
Total (a) 126 HOK 1.260.000 b. Sarana Produksi - Bibit - Kopi 2400 batang 500 1.200.000 - Peralatan Usaha tani (pacul, parang, 1 paket 500.000 500.000 arit, dll) - Pupuk - Urea 4 sak 60.000 240.000 - TSP 2 sak 85.000 170.000 - KCL 2 sak 115.000 230.000 - Kandang 10 karung 15.000 150.000 - Pestisida 4 botol 15.000 60.000 - Herbisida 4 botol 15.000 60.000
Total (b) 2.610.000 Total 1 (a+b) 3.870.000
2 Pendapatan Kotor a. Biji Kopi (800 kg/hektar) 1200 Kg 12.000 14.400.000
Total 2 14.400.000 Pendapatan Bersih (Total 2 - Total 1) 10.530.000
106
Lampiran 23. Analisa Biaya dan Pendapatan Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual UT2 seluas 1,5 hektar
Analisis Biaya dan Pendapatan
UT2 (Kopi dan sengon) seluas 1,5 hektar No. Uraian Vol Satuan Harga Jumlah
Satuan (Rp) (Rp) 1 Biaya
a. Tenaga Kerja - Persiapan lahan 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Pengolahan tanah 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Penanaman 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Pemeliharaan tanaman 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Panen 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Pasca panen 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000
Total (a) 126 HOK 1.260.000 b. Sarana Produksi - Bibit - Kopi 2400 batang 500 1.200.000 - Sengon 40 batang 1.500 60.000 - Peralatan Usaha tani (pacul, parang, 1 paket 500.000 500.000 arit, dll)
Total (b) 1.760.000 Total 1 (a+b) 3.020.000
2 Pendapatan Kotor a. Biji Kopi (675 kg/hektar) 1012,5 Kg 12.000 12.150.000 c. Kayu Sengon (40 batang x 1 m3 selama 6 m3 200.000 1.200.000 selama 6 tahun)
Total 2 13.350.000 Pendapatan Bersih (Total 2 - Total 1) 10.330.000
107
Lampiran 24. Analisa Biaya dan Pendapatan Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual UT3 seluas 1,5 hektar
Analisis Biaya dan Pendapatan
PTK UT3 (Kopi dan tanaman kayu-kayuan) seluas 1,5 hektar No. Uraian Vol Satuan Harga Jumlah
Satuan (Rp) (Rp)
1 Biaya a. Tenaga Kerja - Persiapan lahan 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pengolahan tanah 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Penanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pemeliharaan tanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Panen 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pasca panen 6 org x 4 hari 42 HOK 10.000 420.000
Total (a) 252 HOK 2.520.000 b. Sarana Produksi - Bibit - Kopi 2400 batang 500 1.200.000 - Kayu Bawang 30 batang 1.500 45.000 - Gamal 40 batang 500 20.000 - Peralatan Usaha tani (pacul, parang, 1 paket 500.000 500.000 arit, dll)
Total (b) 1.765.000 Total 1 (a+b) 4.285.000
2 Pendapatan Kotor a. Biji Kopi (675kg/hektar) 1012,5 Kg 12.000 12.150.000 b. Kayu Bawang (30 batang x 1 m3 selama 3 m3 1.000.000 3.000.000 selama 10 tahun)
Total 2 15.150.000 Pendapatan Bersih (Total 2 - Total 1) 10.865.000
108
Lampiran 25. Analisa Biaya dan Pendapatan Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual UT4 seluas 1,5 hektar
Analisis Biaya dan Pendapatan
UT4 (Kopi dan Tanaman Buah-buahan) seluas 1,5 hektar No. Uraian Volume Satuan Harga Jumlah
Satuan (Rp) (Rp) 1 Biaya
a. Tenaga Kerja - Persiapan lahan 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pengolahan tanah 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Penanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pemeliharaan tanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Panen 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pasca panen 6 org x 4 hari 42 HOK 10.000 420.000
Total (a) 252 HOK 2.520.000 b. Sarana Produksi - Bibit - Kopi 2400 batang 500 1.200.000 - Durian 38 batang 25.000 950.000 - Nangka 15 batang 3.500 52.500 - Pisang 15 batang 3.500 52.500 - Peralatan Usaha tani (pacul, parang, 1 paket 500.000 500.000 arit, dll)
Total (b) 2.755.000 Total 1 (a+b) 5.275.000
2 Pendapatan Kotor a. Biji Kopi (675 kg/hektar) 1012,5 Kg 12.000 12.150.000 b. Buah Durian (100 buah/batang) 3800 buah 1.500 5.700.000 c. Nangka (20 buah/batang) 300 buah 3.000 900.000 d. Pisang (20 sisir/batang) 300 sisir 3.000 900.000
Total 2 19.650.000 Pendapatan Bersih (Total 2 - Total 1) 14.375.000
109
Lampiran 26. Analisa Biaya dan Pendapatan Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual UT5 seluas 1,5 hektar
Analisis Biaya dan Pendapatan
UT5 (Kopi, Karet dan Nilam) seluas 1,5 hektar No. Uraian Volume Satuan Harga Jumlah
Satuan (Rp) (Rp)
1 Biaya a. Tenaga Kerja - Persiapan lahan 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pengolahan tanah 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Penanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pemeliharaan tanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Panen 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pasca panen 6 org x 4 hari 42 HOK 10.000 420.000
Total (a) 252 HOK 2.520.000 b. Sarana Produksi - Bibit - Kopi 2400 batang 500 1.200.000 - Karet 150 batang 3.500 525.000 - Nilam 2000 batang 150 300.000 - Peralatan Usaha tani (pacul, parang, 1 paket 500.000 500.000 arit, dll)
Total (b) 2.525.000 Total 1 (a+b) 5.045.000
2 Pendapatan Kotor a. Biji Kopi (675 kg/hektar) 1012,5 Kg 12.000 12.150.000 b. Getah Karet (200 kg/hektar) 300 Kg 6.500 1.950.000 c. Daun Nilam 1350 Kg 3.000 4.050.000
Total 2 18.150.000 Pendapatan Bersih (Total 2 - Total 1) 13.105.000
110
Lampiran 27. Analisa Biaya dan Pendapatan Pola Tanam dan Agroteknologi Aktual UT6 seluas 1,5 hektar
Analisis Biaya dan Pendapatan
UT 6 (Kopi, Pinang dan Kemiri) seluas 1,5 hektar No. Uraian Volume Satuan Harga Jumlah
Satuan (Rp) (Rp)
1 Biaya a. Tenaga Kerja - Persiapan lahan 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pengolahan tanah 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Penanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pemeliharaan tanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Panen 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pasca panen 6 org x 4 hari 42 HOK 10.000 420.000
Total (a) 252 HOK 2.520.000 b. Sarana Produksi - Bibit - Kopi 2400 batang 500 1.200.000 - Pinang 120 batang 3.500 420.000 - Kemiri 40 batang 1.500 60.000 - Peralatan Usaha tani (pacul, parang, 1 paket 500.000 500.000 arit, dll)
Total (b) 2.180.000 Total 1 (a+b) 4.700.000
2 Pendapatan Kotor a. Biji Kopi (675 kg/hektar) 1012,5 Kg 12.000 12.150.000 b. Buah Pinang (400 kg/hektar) 600 Kg 5.000 3.000.000 c. Buah Kemiri 600 Kg 8.000 4.800.000
Total 2 19.950.000 Pendapatan Bersih (Total 2 - Total 1) 15.250.000
111
Lampiran 28. Analisa Biaya dan Pendapatan UT1 dengan alternatif agroteknologi 1 seluas 1,5 hektar
Analisis Biaya dan Pendapatan
UT 1 (Monokultur Kopi ) seluas 1,5 hektar Tindakan KTA : Strip Rumput + Mulsa Serasah + Pupuk No. Uraian Volume Satuan Harga Jumlah
Satuan (Rp) (Rp) 1 Biaya
a. Tenaga Kerja - Persiapan lahan 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Pengolahan tanah 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Penanaman 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Pemeliharaan tanaman 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Panen 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Pasca panen 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000
Total (a) 126 HOK 1.260.000 b. Sarana Produksi - Bibit - Kopi 2400 batang 500 1.200.000 - Pupuk - Urea 4 sak 60.000 240.000 - TSP 2 sak 85.000 170.000 - KCL 2 sak 115.000 230.000 - Kandang 10 karung 15.000 150.000 - Pestisida 4 botol 15.000 60.000 - Herbisida 4 botol 15.000 60.000 - Peralatan Usaha tani (pacul, parang, 1 paket 500.000 500.000 arit, dll)
Total (b) 2.610.000 c. Tindakan Konservasi Tanah - Pembuatan Strip Rumput 21 HOK 10.000 210.000 - Bibit tanaman Strip Rumput 200.000 - Pemberian Mulsa 14 HOK 10.000 140.000 - Mulsa Serasah 100.000
Total (c) 650.000 Total 1 (a+b+c) 4.520.000
2 Pendapatan Kotor a. Biji Kopi (800 kg/hektar) 1200 Kg 12.000 14.400.000
Total 2 14.400.000 Pendapatan Bersih (Total 2 - Total 1) 9.880.000
112
Lampiran 29. Analisa Biaya dan Pendapatan UT2 dengan alternatif agroteknologi 1 seluas 1,5 hektar
Analisis Biaya dan Pendapatan
UT 2 (Kopi dan sengon) seluas 1,5 hektar
Tindakan KTA : Strip Rumput + Mulsa Serasah + Pupuk No. Uraian Volume Satuan Harga Jumlah
Satuan (Rp) (Rp) 1 Biaya
a. Tenaga Kerja - Persiapan lahan 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Pengolahan tanah 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Penanaman 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Pemeliharaan tanaman 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Panen 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Pasca panen 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000
Total (a) 126 HOK 1.260.000 b. Sarana Produksi - Bibit - Kopi 2400 batang 500 1.200.000 - Sengon 40 batang 1.500 60.000 - Pupuk - Urea 4 sak 60.000 240.000 - TSP 2 sak 85.000 170.000 - KCL 2 sak 115.000 230.000 - Kandang 10 karung 15.000 150.000 - Pestisida 4 botol 15.000 60.000 - Herbisida 4 botol 15.000 60.000 - Peralatan Usaha tani (pacul, parang, 1 paket 500.000 500.000 arit, dll)
Total (b) 2.670.000 c. Tindakan Konservasi Tanah - Pembuatan Strip Rumput 21 HOK 10.000 210.000 - Bibit tanaman Strip Rumput 200.000 - Pemberian Mulsa 14 HOK 10.000 140.000 - Mulsa Serasah 100.000
Total (c) 650.000 Total 1 (a+b+c) 4.580.000
2 Pendapatan Kotor a. Biji Kopi (800 kg/hektar) 1200 Kg 12.000 14.400.000 c. Kayu Sengon (40 batang x 1 m3 selama 6 m3 200.000 1.200.000 selama 6 tahun)
Total 2 15.600.000 Pendapatan Bersih (Total 2 - Total 1) 11.020.000
113
Lampiran 30. Analisa Biaya dan Pendapatan UT3 dengan alternatif agroteknologi 1 seluas 1,5 hektar
Analisis Biaya dan Pendapatan
PTK UT3 (Kopi dan tanaman kayu-kayuan) seluas 1,5 hektar
Tindakan KTA : Strip Rumput + Mulsa Serasah + Pupuk No. Uraian Volume Satuan Harga Jumlah
Satuan (Rp) (Rp) 1 Biaya
a. Tenaga Kerja - Persiapan lahan 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pengolahan tanah 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Penanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pemeliharaan tanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Panen 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pasca panen 6 org x 4 hari 42 HOK 10.000 420.000
Total (a) 252 HOK 2.520.000 b. Sarana Produksi - Bibit - Kopi 2400 batang 500 1.200.000 - Kayu Bawang 30 batang 1.500 45.000 - Gamal 40 batang 500 20.000 - Pupuk - Urea 4 sak 60.000 240.000 - TSP 2 sak 85.000 170.000 - KCL 2 sak 115.000 230.000 - Kandang 10 karung 15.000 150.000 - Pestisida 4 botol 15.000 60.000 - Herbisida 4 botol 15.000 60.000 - Peralatan Usaha tani (pacul, parang, 1 paket 500.000 500.000 arit, dll) Total (b) 2.675.000 c. Tindakan Konservasi Tanah - Pembuatan Strip Rumput 21 HOK 10.000 210.000 - Bibit tanaman Strip Rumput 200.000 - Pemberian Mulsa 14 HOK 10.000 140.000 - Mulsa Serasah 100.000
Total (c) 650.000 Total 1 (a+b+c) 5.845.000
2 Pendapatan Kotor a. Biji Kopi (800 kg/hektar) 1200 Kg 12.000 14.400.000 b. Kayu Bawang (30 batang x 1 m3 selama 3 m3 1.000.000 3.000.000 selama 10 tahun)
Total 2 17.400.000 Pendapatan Bersih (Total 2 - Total 1) 11.555.000
114
Lampiran 31. Analisa Biaya dan Pendapatan UT4 dengan alternatif agroteknologi 1 seluas 1,5 hektar
Analisis Biaya dan Pendapatan UT4 (Kopi dan Tanaman Buah-buahan) seluas 1,5 hektar
Tindakan KTA : Strip Rumput + Mulsa Serasah + Pupuk No. Uraian Volume Satuan Harga Jumlah
Satuan (Rp) (Rp) 1 Biaya
a. Tenaga Kerja - Persiapan lahan 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pengolahan tanah 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Penanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pemeliharaan tanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Panen 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pasca panen 6 org x 4 hari 42 HOK 10.000 420.000
Total (a) 252 HOK 2.520.000 b. Sarana Produksi - Bibit
- Kopi 2400 batang 500 1.200.000 - Durian 38 batang 25.000 950.000 - Nangka 15 batang 3.500 52.500 - Pisang 15 batang 3.500 52.500 - Pupuk - Urea 4 sak 60.000 240.000 - TSP 2 sak 85.000 170.000 - KCL 2 sak 115.000 230.000 - Kandang 10 karung 15.000 150.000 - Pestisida 4 botol 15.000 60.000 - Herbisida 4 botol 15.000 60.000 - Peralatan Usaha tani (pacul, parang, 1 paket 500.000 500.000 arit, dll)
Total (b) 3.665.000 c. Tindakan Konservasi Tanah - Pembuatan Strip Rumput 21 HOK 10.000 210.000 - Bibit tanaman Strip Rumput 200.000 - Pemberian Mulsa 14 HOK 10.000 140.000 - Mulsa Serasah 100.000
Total (c) 650.000 Total 1 (a+b+c) 6.835.000
2 Pendapatan Kotor a. Biji Kopi (800 kg/hektar) 1200 Kg 12.000 14.400.000 b. Buah Durian (100 buah/batang) 3800 buah 1.500 5.700.000 c. Nangka (20 buah/batang) 300 buah 3.000 900.000 d. Pisang (20 sisir/batang) 300 sisir 3.000 900.000
Total 2 21.900.000 Pendapatan Bersih (Total 2 - Total 1) 15.065.000
115
Lampiran 32. Analisa Biaya dan Pendapatan UT5 dengan alternatif agroteknologi 1 seluas 1,5 hektar
Analisis Biaya dan Pendapatan
UT5 (Kopi, Karet dan Nilam) seluas 1,5 hektar Tindakan KTA : Strip Rumput + Mulsa Serasah + Pupuk No. Uraian Volume Satuan Harga Jumlah
Satuan (Rp) (Rp) 1 Biaya
a. Tenaga Kerja - Persiapan lahan 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pengolahan tanah 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Penanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pemeliharaan tanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Panen 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pasca panen 6 org x 4 hari 42 HOK 10.000 420.000
Total (a) 252 HOK 2.520.000 b. Sarana Produksi - Bibit - Kopi 2400 batang 500 1.200.000 - Karet 150 batang 3.500 525.000 - Nilam 2000 batang 150 300.000 - Pupuk - Urea 4 sak 60.000 240.000 - TSP 2 sak 85.000 170.000 - KCL 2 sak 115.000 230.000 - Kandang 10 karung 15.000 150.000 - Pestisida 4 botol 15.000 60.000 - Herbisida 4 botol 15.000 60.000 - Peralatan Usaha tani (pacul, parang, 1 paket 500.000 500.000 arit, dll) Total (b) 3.435.000 c. Tindakan Konservasi Tanah - Pembuatan Strip Rumput 21 HOK 10.000 210.000 - Bibit tanaman Strip Rumput 200.000 - Pemberian Mulsa 14 HOK 10.000 140.000 - Mulsa Serasah 100.000
Total (c) 650.000 Total 1 (a+b+c) 6.605.000
2 Pendapatan Kotor a. Biji Kopi (800 kg/hektar) 1200 Kg 12.000 14.400.000 b. Getah Karet (200 kg/hektar) 300 Kg 6.500 1.950.000 c. Daun Nilam 1350 Kg 3.000 4.050.000
Total 2 20.400.000 Pendapatan Bersih (Total 2 - Total 1) 13.795.000
116
Lampiran 33. Analisa Biaya dan Pendapatan UT6 dengan alternatif agroteknologi 1 seluas 1,5 hektar
Analisis Biaya dan Pendapatan
UT 6 (Kopi, Pinang dan Kemiri) seluas 1,5 hektar Tindakan KTA : Strip Rumput + Mulsa Serasah + Pupuk No. Uraian Volume Satuan Harga Jumlah
Satuan (Rp) (Rp) 1 Biaya
a. Tenaga Kerja - Persiapan lahan 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pengolahan tanah 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Penanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pemeliharaan tanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Panen 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pasca panen 6 org x 4 hari 42 HOK 10.000 420.000
Total (a) 252 HOK 2.520.000 b. Sarana Produksi - Bibit - Kopi 2400 batang 500 1.200.000 - Pinang 120 batang 3.500 420.000 - Kemiri 40 batang 1.500 60.000 - Pupuk - Urea 4 sak 60.000 240.000 - TSP 2 sak 85.000 170.000 - KCL 2 sak 115.000 230.000 - Kandang 10 karung 15.000 150.000 - Pestisida 4 botol 15.000 60.000 - Herbisida 4 botol 15.000 60.000 - Peralatan Usaha tani (pacul, parang, 1 paket 500.000 500.000 arit, dll) Total (b) 3.090.000 c. Tindakan Konservasi Tanah - Pembuatan Strip Rumput 21 HOK 10.000 210.000 - Bibit tanaman Strip Rumput 200.000 - Pemberian Mulsa 14 HOK 10.000 140.000 - Mulsa Serasah 100.000
Total (c) 650.000 Total 1 (a+b+c) 6.260.000
2 Pendapatan Kotor a. Biji Kopi (800 kg/hektar) 1200 Kg 12.000 14.400.000 b. Buah Pinang (400 kg/hektar) 600 Kg 5.000 3.000.000 c. Buah Kemiri 600 Kg 8.000 4.800.000
Total 2 22.200.000 Pendapatan Bersih (Total 2 - Total 1) 15.940.000
117
Lampiran 34. Analisa Biaya dan Pendapatan UT1 dengan alternatif agroteknologi 2 seluas 1,5 hektar
Analisis Biaya dan Pendapatan
UT 1 (Monokultur kopi) seluas 1,5 hektar Tindakan KTA : Teras Gulud + Mulsa Serasah + Pupuk No. Uraian Volume Satuan Harga Jumlah
Satuan (Rp) (Rp) 1 Biaya
a. Tenaga Kerja - Persiapan lahan 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Pengolahan tanah 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Penanaman 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Pemeliharaan tanaman 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Panen 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Pasca panen 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000
Total (a) 126 HOK 1.260.000 b. Sarana Produksi - Bibit - Kopi 2400 batang 500 1.200.000 - Pupuk - Urea 4 sak 60.000 240.000 - TSP 2 sak 85.000 170.000 - KCL 2 sak 115.000 230.000 - Kandang 10 karung 15.000 150.000 - Pestisida 4 botol 15.000 60.000 - Herbisida 4 botol 15.000 60.000 - Peralatan Usaha tani (pacul, parang, 1 paket 500.000 500.000 arit, dll)
Total (b) 2.610.000 c. Tindakan Konservasi Tanah - Pembuatan Teras Gulud 42 HOK 10.000 420.000 - Pemeliharaan Teras Gulud 21 HOK 10.000 210.000 - Pemberian Mulsa 14 HOK 10.000 140.000 - Mulsa Serasah 100.000
Total (c) 870.000 Total 1 (a+b+c) 4.740.000
2 Pendapatan Kotor a. Biji Kopi (800 kg/hektar) 1200 Kg 12.000 14.400.000
Total 2 14.400.000 Pendapatan Bersih (Total 2 - Total 1) 9.660.000
118
Lampiran 35. Analisa Biaya dan Pendapatan UT2 dengan alternatif agroteknologi 2 seluas 1,5 hektar
Analisis Biaya dan Pendapatan
UT 2 (Kopi dan sengon) seluas 1,5 hektar Tindakan KTA : Teras Gulud + Mulsa Serasah + Pupuk No. Uraian Volume Satuan Harga Jumlah
Satuan (Rp) (Rp) 1 Biaya
a. Tenaga Kerja - Persiapan lahan 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Pengolahan tanah 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Penanaman 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Pemeliharaan tanaman 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Panen 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000 - Pasca panen 3 org x 7 hari 21 HOK 10.000 210.000
Total (a) 126 HOK 1.260.000 b. Sarana Produksi - Bibit - Kopi 2400 batang 500 1.200.000 - Sengon 40 batang 1.500 60.000 - Pupuk - Urea 4 sak 60.000 240.000 - TSP 2 sak 85.000 170.000 - KCL 2 sak 115.000 230.000 - Kandang 10 karung 15.000 150.000 - Pestisida 4 botol 15.000 60.000 - Herbisida 4 botol 15.000 60.000 - Peralatan Usaha tani (pacul, parang, 1 paket 500.000 500.000 arit, dll)
Total (b) 2.670.000 c. Tindakan Konservasi Tanah - Pembuatan Teras Gulud 42 HOK 10.000 420.000 - Pemelharaan Teras Gulud 21 HOK 10.000 210.000 - Pemberian Mulsa 14 HOK 10.000 140.000 - Mulsa Serasah 100.000
Total (c) 870.000 Total 1 (a+b+c) 4.800.000
2 Pendapatan Kotor a. Biji Kopi (800 kg/hektar) 1200 Kg 12.000 14.400.000 c. Kayu Sengon (40 batang x 1 m3 selama 6 m3 200.000 1.200.000 selama 6 tahun)
Total 2 15.600.000 Pendapatan Bersih (Total 2 - Total 1) 10.800.000
119
Lampiran 36. Analisa Biaya dan Pendapatan UT3 dengan alternatif agroteknologi 2 seluas 1,5 hektar
Analisis Biaya dan Pendapatan
PTK UT3 (Kopi dan tanaman kayu-kayuan) seluas 1,5 hektar Tindakan KTA : Teras Gulud + Mulsa Serasah + Pupuk No. Uraian Volume Satuan Harga Jumlah
Satuan (Rp) (Rp) 1 Biaya
a. Tenaga Kerja - Persiapan lahan 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pengolahan tanah 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Penanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pemeliharaan tanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Panen 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pasca panen 6 org x 4 hari 42 HOK 10.000 420.000
Total (a) 252 HOK 2.520.000 b. Sarana Produksi - Bibit - Kopi 2400 batang 500 1.200.000 - Kayu Bawang 30 batang 1.500 45.000 - Gamal 40 batang 500 20.000 - Pupuk - Urea 4 sak 60.000 240.000 - TSP 2 sak 85.000 170.000 - KCL 2 sak 115.000 230.000 - Kandang 10 karung 15.000 150.000 - Pestisida 4 botol 15.000 60.000 - Herbisida 4 botol 15.000 60.000 - Peralatan Usaha tani (pacul, parang, 1 paket 500.000 500.000 arit, dll)
Total (b) 2.675.000 c. Tindakan Konservasi Tanah - Pembuatan Teras Gulud 42 HOK 10.000 420.000 - Pemeliharaan Teras Gulud 21 HOK 10.000 210.000 - Pemberian Mulsa 14 HOK 10.000 140.000 - Mulsa Serasah 100.000
Total (b) 870.000 Total 1 (a+b+c) 6.065.000
2 Pendapatan Kotor a. Biji Kopi (800 kg/hektar) 1200 Kg 12.000 14.400.000 b. Kayu Bawang (30 batang x 1 m3 selama 3 m3 1.000.000 3.000.000 selama 10 tahun)
Total 2 17.400.000 Pendapatan Bersih (Total 2 - Total 1) 11.335.000
120
Lampiran 37. Analisa Biaya dan Pendapatan UT4 dengan alternatif agroteknologi 2 seluas 1,5 hektar
Analisis Biaya dan Pendapatan UT4 (Kopi dan Tanaman Buah-buahan) seluas 1,5 hektar
Tindakan KTA : Teras Gulud + Mulsa Serasah + Pupuk No. Uraian Volume Satuan Harga Jumlah
Satuan (Rp) (Rp) 1 Biaya
a. Tenaga Kerja - Persiapan lahan 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pengolahan tanah 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Penanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pemeliharaan tanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Panen 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pasca panen 6 org x 4 hari 42 HOK 10.000 420.000
Total (a) 252 HOK 2.520.000 b. Sarana Produksi - Bibit - Kopi 2400 batang 500 1.200.000 - Durian 38 batang 25.000 950.000 - Nangka 15 batang 3.500 52.500 - Pisang 15 batang 3.500 52.500 - Pupuk - Urea 4 sak 60.000 240.000 - TSP 2 sak 85.000 170.000 - KCL 2 sak 115.000 230.000 - Kandang 10 karung 15.000 150.000 - Pestisida 4 botol 15.000 60.000 - Herbisida 4 botol 15.000 60.000 - Peralatan Usaha tani (pacul, parang, 1 paket 500.000 500.000 arit, dll)
Total (b) 3.665.000 c. Tindakan Konservasi Tanah - Pembuatan Teras Gulud 42 HOK 10.000 420.000 - Pemeliharaan Teras Gulud 21 HOK 10.000 210.000 - Pemberian Mulsa 14 HOK 10.000 140.000 - Mulsa Serasah 100.000
Total (c) 870.000 Total 1 (a+b+c) 7.055.000
2 Pendapatan Kotor a. Biji Kopi (800 kg/hektar) 1200 Kg 12.000 14.400.000 b. Buah Durian (100 buah/batang) 3800 buah 1.500 5.700.000 c. Nangka (20 buah/batang) 300 buah 3.000 900.000 d. Pisang (20 sisir/batang) 300 sisir 3.000 900.000
Total 2 21.900.000 Pendapatan Bersih (Total 2 - Total 1) 14.845.000
121
Lampiran 38. Analisa Biaya dan Pendapatan UT5 dengan alternatif agroteknologi 2 seluas 1,5 hektar
Analisis Biaya dan Pendapatan UT5 (Kopi, Karet dan Nilam) seluas 1,5 hetar
Tindakan KTA : Teras Gulud + Mulsa Serasah + Pupuk No. Uraian Volume Satuan Harga Jumlah
Satuan (Rp) (Rp) 1 Biaya
a. Tenaga Kerja - Persiapan lahan 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pengolahan tanah 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Penanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pemeliharaan tanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Panen 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pasca panen 6 org x 4 hari 42 HOK 10.000 420.000
Total (a) 252 HOK 2.520.000 b. Sarana Produksi - Bibit - Kopi 2400 batang 500 1.200.000 - Karet 150 batang 3.500 525.000 - Nilam 2000 batang 150 300.000 - Pupuk - Urea 4 sak 60.000 240.000 - TSP 2 sak 85.000 170.000 - KCL 2 sak 115.000 230.000 - Kandang 10 karung 15.000 150.000 - Pestisida 4 botol 15.000 60.000 - Herbisida 4 botol 15.000 60.000 - Peralatan Usaha tani (pacul, parang, 1 paket 500.000 500.000 arit, dll) Total (b) 3.435.000 c. Tindakan Konservasi Tanah - Pembuatan Teras Gulud 42 HOK 10.000 420.000 - Pemelharaan Teras Gulud 21 HOK 10.000 210.000 - Pemberian Mulsa 14 HOK 10.000 140.000 - Mulsa Serasah 100.000
Total (c) 870.000 Total 1 (a+b+c) 6.825.000
2 Pendapatan Kotor a. Biji Kopi (800 kg/hektar) 1200 Kg 12.000 14.400.000 b. Getah Karet (200 kg/hektar) 300 Kg 6.500 1.950.000 c. Daun Nilam 1350 Kg 3.000 4.050.000
Total 2 20.400.000 Pendapatan Bersih (Total 2 - Total 1) 13.575.000
122
Lampiran 39. Analisa Biaya dan Pendapatan UT6 dengan alternatif agroteknologi 2 seluas 1,5 hektar
Analisis Biaya dan Pendapatan
UT 6 (Kopi, Pinang dan Kemiri) Tindakan KTA : Teras Gulud + Mulsa Serasah + Pupuk No. Uraian Volume Satuan Harga Jumlah
Satuan (Rp) (Rp) 1 Biaya
a. Tenaga Kerja - Persiapan lahan 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pengolahan tanah 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Penanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pemeliharaan tanaman 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Panen 6 org x 7 hari 42 HOK 10.000 420.000 - Pasca panen 6 org x 4 hari 42 HOK 10.000 420.000
Total (a) 252 HOK 2.520.000 b. Sarana Produksi - Bibit - Kopi 2400 batang 500 1.200.000 - Pinang 120 batang 3.500 420.000 - Kemiri 40 batang 1.500 60.000 - Pupuk - Urea 4 sak 60.000 240.000 - TSP 2 sak 85.000 170.000 - KCL 2 sak 115.000 230.000 - Kandang 10 karung 15.000 150.000 - Pestisida 4 botol 15.000 60.000 - Herbisida 4 botol 15.000 60.000 - Peralatan Usaha tani (pacul, parang, 1 paket 500.000 500.000 arit, dll) Total (b) 3.090.000 c. Tindakan Konservasi Tanah - Pembuatan Teras Gulud 42 HOK 10.000 420.000 - Pemelharaan Teras Gulud 21 HOK 10.000 210.000 - Pemberian Mulsa 14 HOK 10.000 140.000 - Mulsa Serasah 100.000
Total (c) 870.000 Total 1 (a+b+c) 6.480.000
2 Pendapatan Kotor a. Biji Kopi (800 kg/hektar) 1200 Kg 12.000 14.400.000 b. Buah Pinang (400 kg/hektar) 600 Kg 5.000 3.000.000 c. Buah Kemiri 600 Kg 8.000 4.800.000
Total 2 22.200.000 Pendapatan Bersih (Total 2 - Total 1) 15.720.000
123
Lampiran 40. Analisa Biaya dan Pendapatan dari usaha ternak
No. Uraian Volume Satuan Harga Total Satuan (Rp) (Rp)
30 ekor ayam 1 Biaya
a. Upah - Tenaga kerja 12 Bulan 50.000 600.000 b. Bahan - Bibit 30 ekor 5.000 150.000 - Pakan (dedak) 15 karung 45.000 675.000 - Kandang 1 buah 300.000 300.000
Total Biaya 1.725.000 2 Pendapatan Kotor
- Ayam dewasa 65 ekor 50.000 3.250.000 - Telur ayam 3600 butir 1.000 3.600.000
Total Pendapatan Kotor 6.850.000 Total Pendapatan Bersih 5.125.000
4 ekor kambing 1 Biaya
a. Upah - Tenaga kerja 12 Bulan 100.000 1.200.000 b. Bahan - Bibit 4 ekor 300.000 1.200.000 - Pakan 350.000 350.000 - Kandang 1 buah 100.000 100.000 - Tali 40 m 2.500 100.000
Total Biaya 2.850.000 2 Pendapatan Kotor
- Kambing dewasa 6 ekor 1.000.000 6.000.000 Total Pendapatan Kotor 6.000.000 Total Pendapatan Bersih 3.150.000
5 ekor kambing 1 Biaya
a. Upah - Tenaga kerja 12 Bulan 100.000 1.200.000 b. Bahan - Bibit 5 ekor 300.000 1.500.000 - Pakan 350.000 350.000 - Kandang 1 buah 100.000 100.000 - Tali 80 m 2.500 200.000
Total Biaya 3.150.000 2 Pendapatan Kotor
- Kambing dewasa 7 ekor 1.000.000 7.000.000 Total Pendapatan Kotor 7.000.000 Total Pendapatan Bersih 3.850.000
Usaha Ternak Biaya Pendapatan Kotor
Pendapatan Bersih
T1 (Ternak ayam 30 ekor) 1.725.000 6.850.000 5.125.000 T2 (Ternak ayam + kambing 4 ekor) 4.575.000 12.850.000 8.275.000 T3 (Ternak ayam + kambing 5 ekor) 4.875.000 13.850.000 8.975.000
124
Lampiran 41. Skema Pola Tanam UT1 (Mokultur Kopi)
= kopi
2,5 m
2,5 m
125
Lampiran 42. Skema Pola Tanam UT2 (Kopi dan Sengon)
= kopi = sengon
2,5 m
2,5 m
20 m
20 m
126
Lampiran 43. Skema Pola Tanam UT3 (Kopi dan Tanaman Kayu-kayuan)
= kopi = gamal = kayu bawang = sisa-sisa tanaman hutan
2,5 m
2,5 m
127
Lampiran 44. Skema Pola Tanam UT4 (Kopi dan Tanaman Buah-buahan)
= kopi = durian = nangka = pisang
2,5 m
20 m
20 m
2,5 m
128
Lampiran 45. Skema Pola Tanam UT5 (Kopi Karet dan Nilam)
x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x xx x x x x x x x x x x x x x x x xx x x
x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x xx x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x
x x x x x x x x x x xx x x x x x x x x x x x x x x x x xx x x x x x x x x x x x
= kopi = karet x = nilam
Skema UT4
10 m
10 m 2,5 m
2,5 m
129
Lampiran 46. Skema Pola Tanam UT6 (Kopi, Pinang dan Kemiri)
= kopi = kemiri = pinang
2,5 m
2,5 m