Upload
haanh
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERGULATAN PEMIKIRAN TENTANG ASAS NEGARA
(Studi Tentang Penafsiran Abdurrahman Wahid
Dan Taqi > Al-Di>n Al-Nabha>ni>)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Untuk memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Theologi Islam (S. Th. I)
dalam Ilmu Tafsir dan Hadits
Oleh:
MOH. TARIB
NIM. 08530068
JURUSAN TAFSIR HADITS
FAKULTAS USHULUDDIN
STUDI AGAMA DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
ii
iii
iv
v
MOTTO
Jika diinginkan pemahaman lengkap terhadap kitab suci al-Qurân
Kitab suci itu janganlah hanya dipahami sebagai dokumen politik
melainkan sebuah penggambaran kehidupan yang lengkap
termasuk pemahaman sejarah masa lampau.
Gus Dur (1940-2009)
Kebahagiaan dari setiap negara lebih bergantung pada watak penduduknya
daripada bentuk pemerintahannya (Thomas Chandler Haliburton 1796-1865)
vi
Persembahan
Skripsi ini ku persembahkhan
Kepada Ibu Bapak tercinta
Kakak (Muahammad Ali) dan
Adik (Masamah & Nur Hasanah) tersayang
Someone (EISM*)
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur ke hadirat Allah Swt. Atas segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam
semoga selalu tercurah-limpahkan kepada baginda Muhammad Saw. Yang telah mengajari
manusia dengan penuh keteladanan dan cinta-kasih.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai
pihak, melalui proses panjang di kampus putih ini telah meyakinkan penulis untuk
menyelesaikan amanah akademik ini. Karena itu, penulis menyampaikan banyak
terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Musa Asy‟arie. Selaku Rektor kampus putih kampus
perjuangan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
2. Bapak Dr. Syaifan Nur, MA. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Studi Agama
dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
3. Bapak Prof. Dr. Suryadi, M. Ag. Selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadits.
4. Bapak Dr. H. Mahfudz Masduki, MA., selaku Pembimbing Akademik dan
Bapak Drs. Muhammad Mansur, M. Ag. selaku pembimbing.
5. Kepada para dosen yang telah membuka paradigma berpikir kritis kepada
penulis, diantaranya: Bapak Drs. Muhammad Yusuf, M.A., Bapak Dr. Phil.
Sahiron Syamsuddin, Bapak Dr. Abdul Mustaqim, M. Ag., Bapak Dr. M.
Alfatih Suryadilaga, M. Ag., M. Ag, Bapak Dr. Ahmad Baidowi, M.Si., Ibu
Inayah Rohmaniyah, M. Hum., Ibu Dr. Nurun Najwah, M. Ag., Ibu Adib
Sofia, Ibu Dr. Syafa‟atun al-Mirzanah, Bapak Dr. Agung Danarta, M. Ag.,
Bapak Dadi Nurhaedi, M. Ag., Bapak Prof. Bapak Dr. Fauzan Naif, M.A.,
viii
Bapak Drs. Indal Abror, M. Ag., Bapak Afda Waiza, M.Ag., Bapak
Fachruddin Faiz, Bapak Ali Imron, M.SI., Bapak Ahmad Rofiq,
6. Pimpinan dan staff Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, terimakasih
atas pelayanan dan peminjaman buku-bukunya.
7. Seluruh staff TU Fakultas dan jurusan TH, terimaksih atas semua
pelayanannya.
8. Teman-teman TH‟08 diantaranya: Hanif Mudzoffar-Muhtadin, Hasan, Jalal,
Rofi, Mahadi, Kholiq, Apriyadi, Said, Paul, Ruli, Gus Dur, Iwan, Ilham, Imam
Asyrofi, Inayah, Afi, Ulfa, Uli, Ela, Fauziyah, Musa, mohon maaf jika ada
yang belum disebut. Akhirnya aku bisa mengejar kalian juga.
9. Para sahabat PMII Korp Pahlawan yang telah banyak mewarnai perjuangan
ini, diantaranya: Muhammad Mahrus, Irul, Kekal, Faqih, Arif, Fajar, Iddiens,
Arif Kusuma, Acing, Junaidi, Bukron, Zulkranaen, Faiz, Shodiq, Dwi, Uli,
Lia, Ela, Sodiq, Azizi, Dian. Eksistensiku karena kalian.
10. Semua pengurus dan anggota BEM-J TH periode 2010-2012, diantaranya:
Anang, Umamah, Ilzam, Unun, Samsul, Taufik, Anis, Barir, Rosi, Iva, Miranti,
Feni, Risa, Imam, Pangeran, Susilo, Devri, Ubed, David, Yafik, Didik, Aji,
Mila, Yuyun, Faza. Fuad. Terimakasih atas partisapisasi dan solidaritasnya.
11. Sahabat pengurus LKM FUSAP seperjuangan, diantaranya: Muhammad Arif,
Rahmat Fajar, Muhyiddin, Rofiuddin, Subaidi, dan Ulum. Terimakasih atas
kerjasamanya selama ini.
12. Keluarga besar Masjid Al-Huda Gedongkuning, terimaksih telah menerima
dan memberikan semua fasilitas hidup kepada seorang „JamesBon‟ ini.
13. Teman-teman RIMASDA Gedongkuning yang selama ini telah menerimaku
menjadi bagian dari kalian.
ix
14. Sataretanan FSKMMY dan KMPY, wadah persaudaraan yang tidak akan
pernah lekang. Kalian perantau yang siap membangun desa.
15. Adik-adik santri TPQ Miftahul Ulum, terimakasih dan mohon maaf belum
bisa memberikan yang terbaik kepada kalian.
16. Kedua orangtua tercinta yang selalu memberi keyakinan, semangat, dan modal
hidup yang tak ternilai harganya. Kedua Bibi tercinta yang turut mengasuh dan
turut memberi kehidupan. Kakak dan Adik tercinta mohon maaf selama ini aku
mendapat bagian biaya hidup yang lebih dari kalian. Kepada mereka yang
tidak sempat penulis sebut satu persatu, mohon maaf yang sedalam-dalamnya.
Semoga Allah Swt. Memberikan balasan yang terbaik kepada mereka. Amin.
Yogyakarta, 24 Januari 2013
Moh. Tarib
NIM. 08530068
x
ABSTRAK
Konsep negara dalam peradaban umat Islam hingga saat ini masih menjadi isu
yang aktual di tengah-tengah kehidupan. Bahkan masih menjadi perdebatan yang tidak
kunjung selesai. Dalam konteks Indonesia khususnya perdebatan seputar relasi agama dan
negara telah banyak menguras energi bangsa ini, sejak masa-masa persiapan kemerdekaan
hingga setengah abad lebih setelah merdeka. Di satu sisi ada kelompok legal-formalistik
yang berusaha menerapkan sistem Islam dengan wujud negara Islam, dengan dalih Islam
sebagai agama yang lengkap dan serba sempurna termasuk masalah tata negara. Pada sisi
yang lain ada kelompok substantif-inklusif yang menolak formalisasi Islam ke dalam
bentuk negara Islam, dengan alasan al-Qur‟an tidak berbicara masalah bagaimana negara
itu didirikan. Adanya kedua paradigma kelompok yang saling bertentangan ini tidak
terlepas dari penafsiran dan pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur‟an yang menjadi
landasan berpikir mereka masing-masing.
Dari wacana tersebut menarik perhatian penulis untuk meneliti dua tokoh besar
muslim modern yang cukup berpengaruh dalam konteks perpolitikan dan kenegaraan.
Kedua tokoh tersebut adalah Abdurrahman Wahid dan Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni. Dalam
penelitian ini mengkaji penafsiran terhadap ayat-ayat yang menjadi landasan konsep
negara kedua tokoh tersebut. Kemudian mencari akar perbedaan penafsirannya. Perbedaan
setting historis kedua tokoh ini banyak mempengaruhi pemahamannya ketika
menafasirkan ayat al-Qur‟an tentang asas negara. Abdurrahman Wahid mewakili
kelompok dengan paradigma substantif-inklusif, sedangkan Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni> dari
kelompok legal-formalistik.
Peneletian ini merupakan penelitiaan kepustakaan (library research). Untuk
mengkaji penafsiran Abdurrahman Wahid dan Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni> terhadap ayat-ayat
tentang asas negara, maka penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu mengurai secara
teratur konsepsi kedua tokoh. Untuk memahami dan menyelami data yang terkumpul serta
untuk menangkap arti dan nuansa yang dimaksud kedua tokoh secara khas dalam hal ini
menggunakan metode eksplanatif. Kemudian memperbandingkan penafsiran Abdurrahman
Wahid dan Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni>, sehingga dapat diketahui perbedaan dan
persamaannya.
Abdurrahman Wahid menafsirkan lafadz al-silmi dalam (QS. Al-Baqarah[2]: 208)
dengan „kedamaian‟ kedamaian menurutnya adalah kata sifat yang menunjuk pada entitas
yang universal, yang tidak perlu dijabarkan oleh sistem tertentu, termasuk sistem Islami.
Kemudian ia menafsirkan (QS.Al-Maidah [5]: 3) bahwa Islam tidak harus mendirikan
negara agama, melainkan berbicara tentang kemanusiaan secara umum, yang sama sekali
tidak memiliki sifat memaksa. Pemaksaan penafsiran untuk menjadikan Islam sebagai
ideologi negara menurut Abdurrahman Wahid sangat tidak demokratis dan harus ditolak.
Berbeda dengan Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni> yang menfasirkan (QS.Al-Maidah[5]:48-49). Al-
Nabha>ni> mengeneralisir kedua ayat ini sebagai seruan yang bersifat umum akan wajibnya
mengangkat seorang khalifah dan mendirikan negara Islam. Dalam menafsirkan ayat
tersebut al-Nabha>ni> cenderung tekstualis, sehingga ayat tersebut tampak digeneralisir
sebagai perintah untuk mendirikan khilafah. Perbedaan penafsiran kedua tokoh ini tidak
lepas dari latar historis yang meliputi pendidikan yang ditempuh, sumber bacaan dan
kondisi politik di mana kedua tokoh itu berada.
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi huruf Arab ke dalam huruf Latin yang dipakai dalam penyusunan
skripsi ini berpedoman kepada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor : 158/1987 dan
0543b/U/1987.
I. Konsonan Tunggal
Huruf
Arab
Nama
Huruflatin
Nama
ا
alif
tidak dilambangkan
Tidak dilambangkan
ب
ba‟
B
Be
ت
ta‟
T
Te
ث
sa‟
Ṡ
es(dengan titik di atas)
ج
jim
J
Je
ح
ha‟ Ḥ
ha(dengan titik di bawah)
خ
kha‟
Kh
Ka dan ha
د
dal
D
De
ذ
zal
Ż
ze(dengan titik di atas)
ر
ra‟
R
Er
ز
zai
Z
Zet
س
sin
S
Es
ش
syin
Sy
Es dan ye
ص
sad
Ṣ
es(dengan titik di bawah)
ض
dad
Ḍ
de(dengan titik di bawah)
ط
ta‟
Ṭ
te(dengan titik di bawah)
ظ
za‟
Ẓ
zet(dengan titik di bawah)
ع
„ain
„
Koma terbalik di atas
غ
gain
G
Ge
ف
fa‟
F
Ef
xii
II. Konsonan Rangkap karenaSyaddah Ditulis Rangkap
Ditulis Sunnah ةنس
Ditulis ‘illah ةلع
III. Ta’ Marbūtah di Akhir Kata
a. Bila dimatikan ditulis dengan h
Ditulis al-Mā’idah ملائاةد
Ditulis Islāmiyyah ةيمالسا
(Ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata arab yang sudah terserap ke dalam bahasa
Indonesia, seperti zakat, salat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya).
b. Biladiikutidengankatasandang“al”sertabacaankeduaituterpisah, maka ditulis denganh.
ditulis Muqāranahal-ma zāhibةنراقم بهاذملا
IV. Vokal Pendek
1. -------- Fathah ditulis A
2. -------- Kasrah ditulis I
3. -------- Dammah ditulis U
V. Vokal Panjang
ق
qaf
Q
Qi
ك
kaf
K
Ka
ل
lam
L
„el
م
mim
M
„em
ن
nun
N
„en
و
waw
W
W
ه
ha‟
H
Ha
ء
hamzah
‟
Apostrof
ي
ya‟
Y
Ye
xiii
1. Fathah + alif
ناسحتسإ
ditulis
ditulis
ā
Istihsân
2. Fathah+ya‟ mati
ىثنأ
ditulis
ditulis
ā
UnṠā
ā 3.
Kasrah+ yā‟ mati
اولعلاينditulis
ditulis í
al-‘Ālwānī
4. Dammah+wāwumati
مولعditulis
ditulis
ū „Ulum
VI. Vokal Rangkap
1. Fathah+ya‟ mati
مهريغ
ditulis
ditulis
ai
Gairihim
2. Fathah+wawu mati
لوق
ditulis
ditulis
au
Qaul
VII. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan dengan Apostrof
متنأأDitulis a’antum
تدعأDitulis u„iddat
نئلكشـمترDitulis la’insyakartum
VIII. Kata Sandang Alif +Lam
a. Bila diikuti huruf al-Qamariyyah
نأرقلاDitulis al-Qur‟an
سايقلاDitulis al-Qiyas>
b. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan huruf Syamsiyyah yang
mengikutinya, serta menghilangkan hurufl (el)nya.
Ditulis ar-Risālah ةلاسرلا
’Ditulis an-Nisā ءاسنلا
IX. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat
Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya
لهأيأرلاditulis Ahlal-Ra’yi
لهأةنسلاditulis Ahlus-Sunnah
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i
HALAMAN KEASLIAN .......................................................................................... ii
HALAMAN NOTA DINAS ..................................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................................v
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................. vii
ABSTRAK..................................................................................................................x
PEDOMAN TRANSLITERASI .............................................................................. xi
DAFTAR ISI ............................................................................................................ xv
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................................8
D. Tinjauan Pustaka ........................................................................................8
E. Metode Penelitian ..................................................................................... 12
F. Sistematika Pembahasan ........................................................................... 13
BAB II: KONSEPSI TENTANG ASAS NEGARA
A. Relasi Islam dan Negara ........................................................................... 15
1. Paradigma Integralistik (Unified Paradigm) ...........................................15
2. Paradigma Simbiotik (Symbiotic Paradigm)...................................17
3. Paridigma Sekularistik (Secularistic Paradigm).............................18
B. Diskursus Pemikiran Negara.................................................................... 19
1. Karakteristik Pemikiran .....................................................................20
2. Geneologi Pemikiran Negara ........................................................22
C. Asas Negara dalam Wacana Tafsir .......................................................... 32
BAB III: BIOGRAFI ABDURRAHMAN WAHID DAN TAQI AL-DIN AL- NABHANI
A. Biografi Intelektual Abdurrahman Wahid ................................................. 36
1. Biografi Abdurrahman Wahid ............................................................36
xv
2. Latar Belakang Pemikiran Abdurrahman Wahid .................................40
3. Karya Intelektual Abdurrahman Wahid ..............................................41
B. Biografi Intelektual Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni> .............................................. 43
1. Biografi Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni> ........................................................43
2. Latar Belakang Pemikiran Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni> ..............................49
3. Karya Intelektual Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni> ...........................................51
BAB IV: PERBANDINGAN PENAFSIRAN ABDURRAHMAN WAHID DAN TAQI AL-
DIN AL-NABHANI TENTANG ASAS NEGARA
A. Penafsiran Abdurrahman Wahid dan Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni> Tentang Asas Negara
................................................................................................................. 54
1. Penafsiran Asas Negara Abdurrahman Wahid ...................................54
2. Penafsiran Asas Negara Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni> .................................68
B. Konstruksi Penafsiran .............................................................................. 82
1. Konstruksi Penafsiran Abdurrahman Wahid .......................................82
2. Konstruksi Penafsir Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni> ........................................87
C. Akar Perbedaan Penafsiran ..................................................................90
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 101
B. Saran-saran ........................................................................................... 105
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 106
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Konsep negara dalam peradaban umat Islam hingga saat ini masih menjadi
isu yang aktual di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan
masih menjadi perdebatan yang tidak kunjung selesai. Dalam konteks Indonesia
khususnya perdebatan seputar relasi agama dan negara telah banyak menguras
energi bangsa ini, sejak masa-masa persiapan kemerdekaan hingga setengah abad
lebih setelah merdeka.1
Pada periode klasik dan pertengahan (1250-1800 M) pemikiran politik
ketatanegaraan Islam bersifat khalifah sentries. Kepala negara atau khalifah
memegang peranan sangat penting dan memiliki kekuasaan yang sangat luas,
rakyat sepenuhnya dituntut untuk taat kepada kepala negara. Biasanya mereka
(baca penguasa) mencari dasar legitimasi keistimewaan penguasa atas rakyatnya
pada al-Qur’an dan hadis Nabi Saw.2 Landasan normatif yang dijadikan klaim
oleh penguasa pasca khulafa>’ al-Rasyidu>n yaitu teks suci yang berbicara tentang
ulil amr, khalifah, dan ima>m dalam al-Qur’an maupun hadis.3 Sehingga pemimpin
1 Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqh Madzhab Negara: Kritik atas Politik Hukum Islam di
Indonesia, (Yogyakarta: LKiS, 2001), hlm. 22. 2 Muhammad Iqbal, Pemikiran Politik Islam; Dari Masa Klasik Hingga Indonesia
Kontemporer, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010), hlm. 1. 3 Diantara ayat yang dijadikan pijakan adalah surah al-Nisa’ ayat 59 yang memerintahkan
umat mentaati Allah, Rasul dan para pemimpin. Serta surat al-An’am ayat 165 yang menyatakan
2
model ini mengklaim dirinya sebagai bayang-bayang Tuhan di muka bumi (Z}hil
Allah fi al-ard}) bukan lagi sebagai pelayan umat (khadim al-ummah).
Pemikiran politik atau negara Islam pada era modern tampaknya semakin
populer untuk diperbincangkan oleh tokoh-tokoh muslim reformis seperti
Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935), Muhammad Iqbal (1877-1938), Mustafa
Kemal Ataturk (1881-1938) dan tokoh-tokoh lainnya. Pemikiran kenegaraan umat
Islam menurut Muhammad Iqbal hingga kini masih ada pada dua sisi yang
berbeda, yaitu pertama, kelompok yang bersih kukuh (pelegal formalan Islam)
bahwa negara harus ditegakkan dengan syariat Islam, karena dalam Islam segala
aspek kehidupan sudah ada aturannya. Kelompok ini juga berasumsi, bahwa Islam
merupakan agama yang terintegrasi dengan seluruh aspek kehidupan termasuk
didalamnya politik.4 Kelompok kedua adalah menentang pelegal formalan agama
dalam politik kenegaraan, kelompok ini berasumsi bahwa pencampuradukan
antara agama dan politik tidak saja mencemarkan kesucian agama, tapi
membahayakan eksistensi agama. Kelompok kedua ini memperkuat asumsinya
bahwa konsep negara itu sendiri tidak diatur dalam Islam (al-Qur’an dan sunnah).5
Menurut Munawir Sjadzali di kalangan umat Islam terdapat tiga aliran
tentang hubungan antara Islam dan ketatanegaraan. Aliran pertama berpendirian
bahwa Islam bukanlah semata-mata agama yang menyangkut hubungan manusia
dan Tuhan, tetapi sebaliknya Islam adalah satu agama yang sempurna termasuk
bahwa Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi dan bagi manusia yang lainnya. Lihat
Muhammad Iqbal, Pemikiran Politik Islam, hlm. 2. 4 Syarifuddin Jurdi, Pemikiran Politik Islam Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008), hlm. 20. 5 Syarifuddin Jurdi, Pemikiran Politik Islam Indonesia, hlm. 21.
3
kehidupan bernegara. Tokoh-tokoh dari aliran ini antara lain Syekh Hasan al-
Banna, Sayyid Quth}b, Rasyid Ridha>, dan Abul A’la Al-Maududi. Aliran kedua
berpendirian bahwa Islam adalah agama yang tidak ada hubungannya dengan
urusan kenegaraan, ada pemisahan antara agama dan negara (baca: sekular).
Tokoh-tokoh terkemuka dari aliran ini adalah ‘Ali ‘Abd al-Razi>q dan Dr. Thaha
Husein. Kemudian aliran ketiga menolak pendapat bahwa Islam adalah agama
yang serba lengkap dan bahwa Islam terdapat sistem ketatanegaraan.Tetapi aliran
ini juga menolak anggapan bahwa Islam agama yang hanya mengatur hubungan
manusia dan Penciptanya. Aliran ini berpendirian bahwa dalam Islam tidak
terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi
kehidupan bernegara. Dintara tokoh-tokoh dari aliran ketiga ini adalah Dr.
Mohammad Husein Haikal.6
Dalam penelitian ini mengangkat dua tokoh besar muslim yang cukup
berpengaruh dalam konteks politik dan negara. Kedua tokoh tersebut adalah
Abdurrahman Wahid dan Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni>. Dalam Pergolakan politik di
mana kondisi masing-masing negara dari kedua tokoh tersebut mempunyai
tekanan politik yang berbeda pada zamannya sehingga banyak mempengaruhi
keduanya dalam hal pemikiran dan gerakan politik keduanya.
Al-Nabha>ni> melihat kondisi keterpurukan umat Islam dan kegagalan
gerakan Islam di bawah tekanan imperialisme Barat. Di mana gerakan Islam pada
6 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, (Jakarta: UI-Press, 1993), hlm. 1-2.
4
saat itu hanya menambah labirin keterpurukan umat Islam.7 Taqi> al-Di>n al-
Nabha>ni> berupaya untuk mengembalikan kejayaan Islam serta berusaha melawan
dominasi Barat atas umat Islam dengan cara mendirikan partai politik Hizb al-
Tahrir atau partai pembebasan. Hizb al-Tahrir (HT) berpandangan bahwa
kekuatan Islam harus membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan
dalam berbagai dimensi kehidupan, membebaskan umat dari pemikiran-
pemikiran, dan sistem perundang-undangan yang tidak Islami, serta membebaskan
mereka dari cengkeraman dominasi negara-negara sekuler. Negara-negara di
dunia, termasuk Islam, tengah mempraktikkan proses penyelenggaraan
pemerintahan yang menurut pandangan HT sudah jauh dari misi Islam, artinya
negara-negara muslim sudah banyak meniru pola kehidupan masyarakat Barat
yang tidak Islami, mengadopsi hukum yang tidak bersumber dari Islam. Kondisi
semacam inilah yang menurut HT harus diperhatikan oleh kekuatan-kekuatan
Islam agar pemerintahan dikendalikan dengan sistem hukum Islam, dan
menentang segala bentuk perundang-undangan serta pikiran-pikiran yang kufur.8
Untuk memperjuangkan umat Islam dari kemunduran itulah al-Nabha>ni>
merumuskan kembali akan tegaknya Daulah Islamiyah. Menurut al-Nabha>ni>
kaidah-kaidah pemerintahan dalam Daulah Islam ada empat yaitu: pengangkatan
seorang khalifah, kekuasaan adalah milik umat, kedaulatan berada di tangan
syara’ dan hanya khalifah yang berwewenang untuk mentabani (mengadopsi)
hukum-hukum syara’ dengan kata lain menjadikannya sebagai perundang-
7 Ainur Rofiq al-Amin, Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir Indonesia,
(Yogyakarta: LKiS, 2012), hlm. 21. 8 Syarifuddin Jurdi, Pemikiran Politik Islam Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka pelajar,
2008), hlm. 385.
5
undangan.9 Bahkan mengangkat seorang khalifah adalah kewajiban seluruh kaum
muslim dan tidak halal bagi umat Islam hidup tiga hari tanpa adanya bai’at.
Pernyataan al-Nabha>ni> tersebut mengacu pada al-Qur’an surat Al-Ma>idah : 48-49.
Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran
yang Telah datang kepadamu. Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di
antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka,
supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah
diturunkan Allah kepadamu.(QS. Al-Maidah: 48-49).
Menurutnya mengangkat seorang khalifah adalah ditetapkan berdasarkan
al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijma’ sahabat. Berdasarkan argumentasi al-Nabha>ni>
tersebut, ia lebih tepat diposisikan sebagaimana kelompok pertama, yaitu
kelompok yang mendukung pelegal-formalan Islam sebagai ideologi negara atau
tegaknya negara harus berlandaskan syari’at Islam dan khilafah. Kemudian di
Indonesia Abdurrahman Wahid atau yang dikenal dengan Gus Dur hadir dengan
wacana pemikiran yang bertolak belakang dengan al-Nabha>ni>. Sebagaimana al-
Nabha>ni>, Abdurrahman Wahid adalah tokoh Ormas Islam terbesar di Indonesia,
yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan salah satu pendiri Partai Kebangkitan Bangsa
(PKB), serta pernah menjabat sebagai presiden RI ke-4.
Dalam wacana negara Islam, Abdurrahman Wahid termasuk kelompok
kedua diatas, yaitu kelompok yang tidak mengharuskan penegakan negara Islam
9 Taqi al-Din al-Nabhani, Daulah Islam, (Jakarta: HTI-Press, 2002), hlm. 273.
6
apalagi dengan sistem khilafah. Bahkan Abdurrahman Wahid dengan sangat
berani dan tegas mengatakan bahwa Islam sebagai jalan hidup (syari’ah) tidak
memiliki konsep yang jelas tentang negara. Alasan Abdurrahman Wahid
berasumsi demikian, karena sepanjang hidupnya telah mencari makhluk yang
dinamakan negara Islam, akan tetapi sampai saat ini pun ia belum
menemukannya, jadi tidak salah jika disimpulkan memang Islam tidak memiliki
konsep bagaimana negara harus dibuat dan dipertahankan.10
Greg Barton dalam
pengantar tulisan Abdurrahman Wahid, mengatakan bahwa Abdurrahman Wahid
seperti intelektual progresif lainnya bahwa kekhususan formasi negara,
pemerintahan, dan juga hukum modern tidak ditegaskan secara jelas dalam al-
Qur’an dan hadis. Berbicara tentang pendirian negara Islam bagi Abdurrahman
Wahid adalah nonsense.11
Lebih lanjut Abdurrahman Wahid memaparkan tentang hasil muktamar
NU di Banjarmasin tahun 1935 yang tidak mengaharuskan pendirian negara Islam
(NI) disebabkan oleh heterogenitas yang sangat tinggi di antara para warga
negara, di samping kenyataan ajaran Islam menjadi tanggung jawab masyarakat,
dan bukannya negara. Pandangan NU ini bertolak bahwa Islam tidak memiliki
ajaran formal yang baku tentang negara, yang jelas ada adalah mengenai tanggung
jawab masyarakat untuk melaksanakan syari’at Islam.12
Abdurrahman Wahid kemudian mengutip beberapa ayat al-Qur’an untuk
memperkuat argumentasi tentang ketidakharusan mendidirikan negara agama
10 Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita, (Jakarta: The Wahid Institute,
2006), hlm. 81. 11 Lihat Pengantar Greg Barton dalam Prisma Pemikiran Gusdur, hlm.xxxii 12 Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita, hlm. 102.
7
د يا الد ل م م ام ت ت م م د ت د ل م د م م ل ت ل م م لم ل ت د يم ت ل ام ت ل م ل م ل ت ال يم ل م
Hari ini telah Ku-sempurnakan agama kalian, Kusempurnakan bagi kalian
(pemberian) nikmatKu dan Kurelakan Islam “sebagai” agama (QS. Al-Maidah
[5]:3).
Berdasarkan ayat tersebut, bagi Abdurrahman Wahid Islam tidak harus
mendirikan negara agama, melainkan ia berbicara tentang kemanusiaan secara
umum, yang sama sekali tidak memiliki sifat memaksa, yang jelas terdapat dalam
tiap konsep negara.
Melihat kapasitas dan kapabilitas Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni> dan
Abdurrahman Wahid dalam konteks keagamaan, kenegaraan dan politik praktis
yang telah keduanya jajaki tentu memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap
perkembangan pemikiran dan gerakan Islam saat ini. Dua arus pemikiran yang
saling berlawanan tentang wacana asas negara dalam al-Qur’an serta
penafsirannya inilah yang menarik untuk diteliti.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas dapat difokuskan dalam rumusan
masalah berikut:
1. Di mana letak perbedaan penafsiran Abdurrahman Wahid dan Taqi> al-Di>n
al-Nabha>ni> tentang asas negara dalam al-Qur’an?
2. Mengapa penafsiran Abdurrahman Wahid dan Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni>
berbeda?
8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui letak perbedaan penafsiran Abdurrahman Wahid dan Taqi >
al-Di>n al-Nabha>ni> tentang asas negara dalam al-Qur’an.
b. Mengetahui latar historis yang membedakan penafsiran Abdurrahman
Wahid dan Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni> tentang asas Negara dalam al-
Qur’an.
2. Kegunaan Penelitian
a. Untuk menambah wawasan pembaca tentang penafsiran Abdurrahman
Wahid dan Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni> terhadap ayat-ayat al-Qur’an
tentang asas negara dan implikasi penafsirannya.
b. Kajian ini merupakan salah satu bentuk karya ilmiah dengan maksud
dapat memberi kontribusi kepada pembaca mengenai perdebatan
tentang asas negara dan pendirian negara Islam. Penelitian ini
diharapkan juga dapat menambah khasanah keilmuan, khususnya
dalam bidang tafsir.
D. Tinjauan Pustaka
Sejauh pengamatan penulis, penelitian yang membahas pemikiran
Abdurrahman Wahid jumlahnya cukup banyak, baik yang berupa buku atau
skripsi. Adapun hasil penelitian yang membahas tema ini, diantaranya adalah :
Buku yang membahas cukup detail pemikiran Abdurrahman Wahid
adalah Membaca Pikiran Gus Dur dan Amien Rais Tentang Demokrasi yang
ditulis oleh Umaruddin Masdar. Buku ini membicarakan gagasan demokrasi
9
Abdurrahman Wahid dan Amien Rais, beserta latar belakang dan karektiristik
pemikiran deokrasi keduanya. Kemudian buku Munawar Ahmad, Ijtihad
Politik Gus Dur Analisis Wacana Kritis. Buku ini hanya menganilisis karir
dan perkembangan wacana politik Gus Dur dengan metode critical discourse
analysis (CDA), belum masuk pada pembahasan penafsiran Abdurrahman
Wahid. Skripsi Arif Yudianto, mahasiswa Fakultas Ushuluddin, Studi Agama
dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul Agama
Dan Negara: Studi Pemikiran Abdurrahman Wahid. Skripsi ini membahas
tentang konsep negara dan hubungannya dengan agama menurut pandangan
Abdurrahman Wahid. Serta bagaimana Abdurrahman Wahid menempatkan
posisi agama dan negara. Dalam skripsi ini Indonesia harus menjadi negara
sekuler yang menolak tegas formalisasi hukum Islam dalam peraturan
perundang-undangan atau konstitusi.13
Skripsi Agus Reynaldi, mahasiswa Fakultas Ushuluddin, Studi Agama
dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul Konsep
Negara Menurut Ayatullah Khomeini Dan Abdurrahman Wahid. Skripsi ini
merupakan studi komparatif antara Ayatullah Khomeini dan Abdurrahman
Wahid. Kedua tokoh ini sependapat bahwa keberadaan negara harus menjamin
adanya keadilan dan persamaan kedudukan tanpa menindas atau merugikan
pihak lain terutama kalangan minoritas bawah. Namun Khomeini berpendapat
bahwa menjadi suatu keharusan dan diperlukan sebuah negara Islam dengan
13 Arif Yudianto, Agama dan Negara: Studi Pemikiran Abdurrahman Wahid,
(Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam Jurusan Aqidah Filsafat,
2007)
10
faqih atau ulama sebagai pemegang kekuasaan. Berbeda dengan Abdurrahman
Wahid yang berpandangan bahwa negara dan agama tidak dapat disatukan.
Jika agama dijadikan sebuah ideologi negara, maka akan menimbulkan
disintegrasi bangsa.14
Kajian yang sudah membahas tentang Hizbut Tahrir dan Taqi al-Din
al-Nabhani, diantaranya adalah Buku Ainur Rofiq al-Amin, Membongkar
Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir di Indonesia. Fokus kajian dalam buku ini
membahas Hizbut Tahrir dari akar historis, normatif dan filosofis, meskipun
dari aspek normatif buku ini menjelaskan ayat dan penafsiran tentang
wajibnya mendirikan khilafah, namun belum menjelaskan secara khusus
konstruksi dan latar belakang penafsiran al-Nabhani. Buku yang kedua ditulis
oleh Muhammad Idrus Ramli yang berjudul Hizbut Tahrir dalam Sorotan.
Buku ini mengungkapkan beberapa penyimpangan ideologi, fatwa dan hukum
Hizbut Tahrir yang dinilai tidak sesuai dengan ajaran Islam yang lurus seperti
yang diajarkan Rasulullah Saw. Sama sekali belum menyinggung penafsiran
al-Nabhani tentang asas negara.
Skripsi Mulhendri mahasiswa Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta yang berjudul Perbandingan Sistem Khilafah Antara Taqiyuddin
An-Nabhani dan Abu A’la Al-Maududi. Mulhendri berkesimpulan bahwa
kedua tokoh ini sepakat dengan sistem khilafah, namun keduanya berbeda
tentang jumlah dari negara khilafah. Al-Maududi membolehkan banyaknya
14 Agus Reynaldi, Konsep Negara Menurut Ayatullah Khomeini dan Abdurrahman
Wahid, (Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam Jurusan Aqidah
Filsafat, 2003)
11
negara khilafah sedangkan al-Nabhani mengharamkannya.15
Skripsi Siti
Zulaichah Pemikiran Politik Taqiyuddin An-Nabhani, skripsi ini membahas
secara umum konsepsi politik al-Nabhani, menurutnya politik adalah
pengaturan urusan umat baik didalam maupun diluar negeri, segala
problemetika umat adalah permaslahan politik oleh karena itu setiap muslim
wajib terjun ke dunia politik dengan wadah partai politik yang didirikannya,
yakni Hizbut Tahrir yang mempunyai tujuan, visi misi, landasan, metode
fikrah dan gerak da’wah yang jelas.16
Skripsi tersebut tidak membahas
penafsiran al-Nabhani tentang ayat al-Qur’an yang menjadi landasan asas
negara.
Skripsi Abd. Rokhim tentang Hak dan Kewajiban Politik Non Muslim
dalam Konsep Khilafah Menurut Taqiyuddin An-Nabhani17
. Bahwa non
Muslim tidak berhak memilih dan mencalonkan sebagai pejabat dalam
struktur pemerintahan, akan tetapi mereka berhak mendapatkan pelayanan
publik secara sama dengan warga negara Muslim. Kajian Abd. Rokhim hanya
fokus pada gagasan al-Nabhani tentang hak dan kewajiban warga negara
Muslim dan non Muslim, belum menyentuh pada penafsiran al-Nabhani
tentang asas negara. Pahruroji, skripsinya yag berjudul Suku Quraisy Sebagai
Salah Satu Syarat Calon Kahlifah (Kajian Komparasi Antara Pendapat Al-
Mawardi dan Taqiyy Ad-Din An-Nabhani). Skripsi ini hanya
15Mulhendri, Perbandingan Sistem Khilafah Antara Taqiyuddin An-Nabhani dan Abu
A’la Al-Maududi, (Yogyakarta: Fakultas Adab Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, 2009) 16 Siti Zulaichah, Pemikiran Politik Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, (Yogyakarta:
Fakultas Adab Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, 2008) 17 Abd. Rokhim, Hak dan Kewajiban Politik Non Muslim dalam Konsep Khilafah
Menurut Taqiyuddin An-Nabhani, (Yogyakarta: Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Jinayah
Siyasah, 2010)
12
mengkomparasikan tentang istinbat hukum dalam menetapkan suku Quraisy
sebagai syarat calon khalifah antara al-Nabha>ni> dan Mawardi.18
Berdasarkan telaah pustaka di atas, maka penelitian tentang penafsiran
ayat-ayat asas negara khususnya komparasi pemikiran Abdurrahman Wahid dan
Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni> masih layak untuk dilanjutkan. Dengan alasan itulah
penulis menganggap penting mengkaji tema dalam skripsi ini yang kemudian
dapat menambah khazanah pemikiran tafsir bagi masyarakat akademik.
E. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode-metode sebagai berikut :
1. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah kajian dua tokoh yaitu Abdurrahman
Wahid dan Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni> tentang penafsiran asas negara.
Dengan demikian, penelitian ini dikategorikan penelitian historis.
Sedangkan materi penelitian ini adalah karya-karya Abdurrahman
Wahid dan Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni> tentang penafsiran asas negara
dalam al-Qur’an.
2. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini mengacu pada sumber-sumber
primer yang mencakup karya-karya Abdurrahman Wahid dan Taqi> al-
Di>n al-Nabha>ni> serta data pendukung (sekunder) yang berkaitan
dengan objek penelitian, seperti buku, majalah dan lain-lain.
18 Pahruroji, Suku Quraisy Sebagai Salah Satu Syarat Calon Kahlifah (Kajian Komparasi
Antara Pendapat Al-Mawardi dan Taqiyy Ad-Din An-Nabhani), (Yogyakarta: Fakultas Syariah
Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum, 2004)
13
3. Teknik Pengolahan Data
Untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif, maka penelitian
ini menggunakan metode berikut :
Pertama deskriptif, yang dimaksud dengan deskriptif adalah penulis
menguraikan secara teratur seluruh konsepsi tokoh.19
Dalam hal ini
adalah Abdurrahman Wahid dan Taqi > al-Di>n al-Nabha>ni>. Kemudian
memaparkan lebih mendalam historisitas tokoh yang mempengaruhi
pemikirannya. Dalam hal ini penafsiran kedua tokoh tentang asas
negara sehingga dapat diketahui konstruksi pemikirannya.
Selanjutnya menggunakan metode komparatif, yaitu usaha
memperbandingkan sifat hakiki dari dua obyek penelitian yang
berbeda, sehingga secara lebih jelas dan tajam dapat diketahui
perbedaan dan persamaan sesuatu sehingga hakikat obyek dapat
dipahami secara lebih murni.20
Disini penulis akan
memperbandingkan penafsiran asas negara dalam al-Qur’an menurut
Abdurrahman Wahid dan Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni>. Kemudian mencari
sisi persamaan dan perbedaannya.
F. Sistematika Pembahasan
Dalam skripsi ini pembahasan disajikan bab per bab, dimulai dari bab I
sampai bab V.
19 Anton Baker dan Ahmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta:
Kanisius, 1990), hlm. 65. 20 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996),
hlm. 47.
14
Bab I menjelaskan latar belakang penelitian judul skripsi, rumusan
masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka dan metode
penelitian.
Bab II memaparkan konsepsi negara Islam dari abad klasik, pertengahan
dan kontemporer.
Bab III berisi biografi singkat Abdurrahman Wahid dan Taqi> al-Di>n al-
Nabha>ni>, yang meliputi latar belakang pendidikan, sosial, politik dan
karya-karya keduanya.
Bab IV mengupas pemikiran dan penafsiran asas negara perspektif
Abdurrahman Wahid dan Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni> dengan menelusuri
ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan pijakan dan metodologi penafsiran
kedua tokoh. Kemudian dilakukan analisis perbandingan dari segi
metodologi dengan menelusuri sisi persamaan dan perbedaan keduanya
serta kelemahan dan kelebihan masing-masing tokoh dalam menafsirkan
ayat-ayat tentang asas negara.
Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dibahas pada bab sebelumnya, yaitu
Pergulatan Pemikiran Tentang Asas Negara; Studi Tentang Penafsiran
Abdurrahman Wahid dan Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni>, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Penafsiran Asas Negara Abdurrahman Wahid dan Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni>
a. Ideologi Negara
Abdurrahman Wahid menolak pandangan Islam sebagai ideologi
dan sebagai sistem yang sempurna. Ia menafsirkan lafadz al-silmi
dalam (QS. Al-Baqarah[2]: 208) dengan „kedamaian‟ kedamaian
menurutnya adalah kata sifat yang menunjuk pada entitas yang
universal, yang tidak perlu dijabarkan oleh sistem tertentu, termasuk
sistem Islami. Kemudian ia menafsirkan (QS.Al-Maidah: 3) bahwa
Islam tidak harus mendirikan negara agama, melainkan berbicara
tentang kemanusiaan secara umum, yang sama sekali tidak memiliki
sifat memaksa. Pemaksaan penafsiran untuk menjadikan Islam sebagai
ideologi negara menurut Abdurrahman Wahid sangat tidak demokratis
dan harus ditolak.
102
Bagi Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni> mendirikan Daulah Islamiyah atau
khilafah merupakan kewajiban seluruh umat Islam. Tujuan dari
Daulah Islamiyah tidak lain untuk menegakkan sistem kehidupan yang
Islami. Pernyataan ini berdasarkan pemahamannya terhadap ayat yang
berbicara tentang „memutuskan suatu perkara atas dasar apa yang
Allah turunkan‟ (QS.Al-Maidah[5]:48-49). Al- Nabha>ni>
mengeneralisir kedua ayat ini sebagai seruan yang bersifat umum akan
wajibnya mengangkat seorang khilafah dan mendirikan negara Islam.
b. Demokrasi Pancasila dan Negara Kesatuan
Abdurrahman Wahid menolak negara Islam di Indonesia, karena
bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang homogen, pada dasarnya Islam
dan nasionalisme mempunyai fungsi yang sama. Oleh sebab itu negara
tidak hanya melayani mereka yang berpandangan negara Islam saja, tetapi
seluruhnya. Namun ia menghargai pendapat yang mau mengubah asas
Pancasila dengan asas Islam. Karena perbedaan pendapat merupakan
konsekuensi dari demokrasi.Walaupun demikian Abdurrahman Wahid
tetap menolak pemaksaan penafsiran yang mau menjadikan Islam sebagai
ideologi negara. Karena Islam sendiri telah memerintahkan untuk
menghargai agama lain dan supaya umat Islam menggunakan akalnya
untuk mencapai kebenaran (QS. al-Baqarah [2]: 256); (QS. al-
Kafirun[109]: 6).
103
Al- Nabha>ni> menolak segala bentuk sistem negara seperti
demokrasi, monarki, federasi dan yang lainnya. Sistem negara khilafah
adalah kesatuan. Alasan al- Nabha>ni> memilih negara kesatuan adalah
untuk menghormati semua warga negara, karena Islam sendiri
menganggap semua warga negara adalah sama. Dalam pandangannya ini,
ia menafsirkan al-Qur‟an surat al-Maidah ayat 8. Ayat ini melarang umat
Islam membenci kelompok-kelompok yang lain sehingga mereka tidak
berlaku adil.
c. Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Tuhan
Kedaulatan negara menurut al- Nabha>ni> ada di tangan Allah bukan
ada ditangan rakyat seperti dalam negara demokrasi. Kedaulatan tidak
lain adalah ideologi (mabda’) itu sendiri, oleh karenanya kedaulatan
selain Islam adalah kufur. Dalam konteks ini al- Nabha>ni> mengutip al-
Qur‟an surat Ali Imron ayat 19 “Sesungguhnya agama (yang sah)
disisi Allah hanyalah Islam.” Berdasarkan ayat ini ia menafsirkan
bahwa segala bentuk kedaulatn negara selain kedaulatan itu Ada di
tangan Allah, maka sistem negara tersebut adalah kufur.
2. Latar Belakang Perbedaan Penafsiran
Dalam penafsiran tentang asas negara Abdurrahman Wahid
cenderung lebih humanis, kritis dan berwasasan kebangsaan. Berbeda
dengan Taqi> al-Di>n al- Nabha>ni> yang utopis, ideologis-fundamentalis.
Abdurrahman Wahid dibesarkan dalam keluarga pesantren telah
menjadikannya sebagai seorang intelektual tradisionalis dengan kajian
104
Islam klasik yang sangat kaya. Pertualangan intelektualnya di Kairo turut
memberikan wawasan tentang sosialisme yang ia peroleh dari bacaan
literatur maupun dari kenyataan politik di Mesir saat itu. Kemudian di
Baghdad Abdurrahman Wahid lebih banyak belajar tentang sufisme,
sejarah, kebudayaan serta pergaulannya dengan tokoh liberal seperti
Ramin, seorang komunitas kecil Yahudi di Irak, membuat seorang
Abdurrahman Wahid memiliki tipikal pemikir yang liberal, kritis dan
inklusif Dalam pergaulannya dengan NU membuat Abdurrahman Wahid
lebih menghargai tradisi dan bersikap moderat, NU sendiri menjadikan
Pancasila sebagai dasar negara yang sudah final. Dengan modal itulah
Abdurrahman Wahid oleh Greg Barton dikelompokkan sebagai tokoh neo-
modernis. Semua pengalaman Abdurrahman Wahid tersebut
mempengaruhi cara berpikirnya (weltanschauung) khususunya ketika
berbicara tentang relasi Islam dan negara serta penafsirannya terhadap ayat
al-Qur‟an.
Berbeda dengan Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni> yang lahir di Palestina,
dimana kondisi politik Palestina pada saat itu terjajah oleh Prancis
kemudian Israel dapat menguasi sebagian wilayah Palestina. Situasi politik
inilah membuat al- Nabha>ni> anti terhadap Barat. Sehingga ritme
akademisnya terfokus pada satu kajian Islam klasik saja. Ideologi khilafah
terinspirasi oleh Hasan Al-Banna pimpinan Ikhwanul Muslimin, sehingga
al- Nabha>ni> terobsesi untuk menegakkan khilafah Islamiyah dengan
diawali mendirikan partai pembebasan atau Hizbut Tahrir. Latar belakang
105
tersebut mengindikasikan penafsirannya cenderung ideologis-dogmatis,
baginya mendirikan khilafah adalah kewajiban seluruh umat Islam.
Al- Nabha>ni> menolak kontekstualisasi penafsiran, ia pun menolak
tafsir kontemporer seperti Tafsir al-Maraghi karya Muhammad Abduh
dan Rasyid Rida, Tafsir al-Jawahir karya Tanthawi Jauhari serta karya
tafsir kontemporer lainnya.
B. Saran-saran
Sebagai upaya pengembangan kajian Tafsir selanjutnya, sebagaimana
topik pembahasan pada karya ini, perlu kiranya diajukan beberapa saran
seperti berikut:
1. Banyaknya Islam transnasional yang masuk ke Indonesia dengan upaya
melakukan ideologisasi Islam untuk merubah konstitusi Negara Kesatuan
Rebuplik Indonesia menjadi negara Islam. Maka penting untuk melakukan
kajian mendalam terhadap legitimasi ayat al-Qur‟an yang dijadikan
landasan normatif wajibnya mendirikan negara Islam. Hal ini perlu
dilakukan reinterpretasi atas doktrin yang mereka pahami dengan
pendekatan-pendakatan yang relevan.
2. Perlu untuk melakukan penelitian terhadap tokoh-tokoh sentral di dunia
Islam yang belum diangkat kedalam kajian studi Tafsir. Khususnya dalam
ranah politik dan negara Islam yang sampai saat ini masih debateble.
Dengan harapan penelitian study Qur’an tidak hanya terfokus pada
penelitian mufassir dan karyanya-karyanya saja.
106
DAFTAR PUSTAKA
Abdurraziq, Ali. Al-Islam wa Ushul al-Hukm. Kairo: tp, 1925.
Abdurrahman, Hafidz. Islam Politik dan Spiritual. Jakarta: Wadi Press, 2002.
Ahmad, Munawar. Ijtihad Politik Gus Dur. Yogyakarta: LKiS, 2010.
Al-Maududi, Abul al-„Ala. Islamic law and Constitution. Lahore: 1967.
__________. Hukum Dan Konstitusi Sistem Politik Islam. Terj. Asep Hikmat.
Bandung: Mizan, 1995.
Al-Zastrow Ng, Cf. Gus Dur Siapa Sih Sampeyan? Tafsir Teoritik atas Tindakan
dan Pernyataan Gus Dur. Jakarta: Erlangga, 1999.
Al-Mawardi. Al-Ahkam as-Sultaniyyah. t.t.p: Dar al-Fikr, 1966.
Al-Nabhani, Taqi al-Din. Al- Daulah al-Islamiyah. Beirut:Dar al-Ummag, 2002.
__________. Al-Shakhsiyyah al-Islamiyyah. Juz 3. T.tp: Hizb al-Tahrir, 1953.
__________. Al-Takattul Hizbi. T.tp: Hizb al-Tahrir, 1953.
__________. Mafahim Hizb al-Tahrir. T.tp: Hizb al-Tahrir, 1953.
__________. Muqaddimat al-Dustur. Ttp: Hizb al-Tahrir, 1963.
__________. Mafahim Hizb al-Tahrir (Al-Quds: Hizbut Tahrir, 2001)
__________. Pembentukan Partai Politik Islam. Jakarta: HTI-Press, 2007.
107
__________. Sistem Pemerintahan Islam dan Realitas Doktrin, Sejarah Empirik.
Bangil: Al-Izzah, 1997.
__________. Strategi Dakwah Hizbut Tahrir, terj. Nurkhalish. Ttp: Thariqul
Izzah, 2000.
__________. Al-Syakhshiyah al-Islamiyah, terj. Zakia Ahmad. Jakarta: HTI,
2007.
Al-Qaththan, Manna‟. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. Aunur Rofiq El-
Mazni. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006.
Anwar, M. Syafi‟i. Pemikiran dan Aksi Islam di Indonesia. Jakarta: Paramadina,
1995.
Amiruddin, M. Hasbi. Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman.
Yogyakarta: UII Press, 2000.
Assyaukanie, Luthfie. Ideologi dan Utopia Tiga Model Negara Demokrasi di
Indonesia. Jakarta: Freedom Institue, 2011.
__________. Islam Benar Versus Islam Salah. Depok: Kata Kita, 2007.
Bibit Suprapto, H.M. Ensiklopedi Ulama Nusantara Riwayat Hidup, Karya dan
Sejarah Perjuangan 157 Ulama Nusantara. Jakarta: Gelegar Media
Indonesia, 2009.
Baker , Anton Baker dan Ahmad Charris Zubair. Metodologi Penelitian Filsafat,
Yogyakarta: Kanisius, 1990.
108
Dhakhiri, M. Hanif. 41 Warisan Kebesaran Gus Dur. Yogyakarta: LKiS, 2010.
Efendi, Djohan. Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi. Jakarta: Kompas, 2010.
Eugene Smith, Donald. Agama dan Modernisasi politik Suatu Kajian Analisis.
Terj. Machnun Husein. Jakarta: Rajawali Press, 1985.
Hasan, Noorhadi. Islam Politik Dunia Kontemporer, Konsep, Genealogi, Dan
Teori. Yogyakarta: Suka Press, 2012.
Hanafi, Hassan. “Asal Usul Konservatisme dan Fundamentalisme Islam” dalam
Jurnal Ulumul Quran, No.7, vol. II, 1990.
Feillard, Andree. NU Vis-a-Vis Negara; Pencarian Isi, Bentuk dan Makna.
Yogyakarta: LKiS, 2009.
Iqbal, Muhammad. Pemikiran Politik Islam; Dari Masa Klasik Hingga Indonesia
Kontemporer. Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010.
Idrus Ramli, Muhammad. Hizbut Tahrir dalam Sorotan. Surabaya: Bina Aswaja,
2011.
Jurdi, Syarifuddin. Pemikiran Politik Islam Indonesia. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008.
Iqbal, Muhammad. The Reconstruction of Religious Thought in Islam. New Delhi:
Kitab Bhavan, 1981
INCReS. Beyond The Simbols: Jejak Antropologis Pemikiran dan Gerakan Gus
Dur. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000.
109
Labib, Rohkmat S. “Membangun Negara Islam dan Negara Sekular”, dalam Al-
Waie, No. 43, Th. IV Maret, 2004.
Masdar, Umaruddin. Membaca Pikiran Gus Dur dan Amien Rais Tentang
Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
Masroer. “Empat Teori Sosial Relasi Islam-Negara: Pengantar Analisis Sosiologi
Tentang Negara” dalam Ustadi Hamsah, dkk. Kontribusi keilmuan
Ushuluddin Dalam Menjawab Problematika Bangsa. Yogyakarta: SEMA-
FUSAP dan Aura Pustaka, 2012.
Mustaqim, Abdul. Pergeseran Epistemologi Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008.
__________. Epistemologi Tafsir Kontemporer. Yogyakarta: LKiS, 2011.
Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zhilal Al-Qur’an, jilid 3, terj. As‟ad Yasin. Jakarta:
Gema Insani, 2008.
Rifai, Muhammad. Gus Dur :Biografi Singkat 1940-2009. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media Group, 2010.
Rofiq al-Amin, Ainur. Membongkar Proyek Khilafah Ala Hizbut Tahrir
Indonesia. Yogyakarta: LKiS, 2012
Samarah, Ihsan. Biografi Singkat Syekh Taqiyuddin An-Nabhani. Terj.
Muhammad Shiddiq Al Jawi. Bogor: Al Azhar Press, 2000.
Shihab, Quraish. Tafsir Al-Misbah, vol. 1. Jakarta: Lentera Hati, 2005.
__________. Tafsir Al-Misbah, vol. 3. Jakarta: Lentera Hati, 2005.
110
Sjadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara. Jakarta: UI-Press, 1993.
Suhelmi, Ahmad. Polemik Negara Islam Soekarno Vs Natsir, edisi revisi. Jakarta:
UI-Press, 2012.
Sudarto. Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996.
Taimiyah, Ibnu. As-Siyasah asy-Syar ‘iyah fi Islah ar-Ra’i wa ar-Ri’ayah, cet.
IV. Kairo: Dar al-Kitab al-„Arabi, 1969.
T{haba>ri, Ibnu Jari>r. Jami’ al-Bayan fi Takwil al-Qur’an, jilid 2. Beirut: Dar al-
Kutub al-Ilmiyah, 2009.
__________ Jami’ al-Bayan fi Takwil al-Qur’an, jilid 4. Beirut: Dar al- Kutub
al-Ilmiyah, 2009.
Vaezi, Ahmed. Agama Politik, Nalar Politik Islam. Terj. Ali Syahab. Jakarta:
Citra, 2006.
Wahid, Abdurrahman. Islamku Islam Anda Islam Kita. Jakarta: The Wahid
Institute, 2006.
__________. (kata pengantar) “Musuh dalam Selimut”, dalam Ilusi Negara Islam.
Jakarta: The Wahid Institue, 2009.
__________. Islam Kosmopolitan; Nilai-Nilai Indonesia dan Transformasi
Kebudayaan. Jakarta: The WAHID Institute, 2007.
__________. Prisma Pemikiran Gus Dur. Yogyakarta: LKiS, 2011.
111
Wahid , Marzuki dan Rumadi. Fiqh Madzhab Negara: Kritik atas Politik
Hukum Islam di Indonesia. Yogyakarta: LKiS, 2001.
Wijaya, Aksin. Menusantarakan Islam. Yogyakarta: Nadi Pustaka, 2011.
Yasin Muthahhar, M. “Lingkungan Pemikiran dan Politik Syaikh Taqiyuddin an-
Nabhani” dalam http://hizbut-tahrir.or.id, diakses tanggal 13 Januari 2012.
www.gusdur.net
http://www.wahidinstitute.org/
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Moh. Tarib
Tempat/Tgl. Lahir : Pamekasan, 29 Juli 1988
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat Asal : Dsn. Pancor, Dempo Timur, Pasean, Pamekasan
Alamat di Yogyakarta : Jl. Gedongkuning No. 24 Yogyakarta RT /RW
07/02 Gedongkuning, Rejowinangun.
Nama Orang Tua :
Ayah : Muddin
Ibu : Suma
Pekerjaan Orang Tua : Petani
Riwayat Pendidikan:
1. SDN Lebeng Barat 2 Pasongsongan, 1997-2002
2. MI Al-Misbah Lebeng Barat Pasongsongan, 1998-2003
3. SMP Negeri 2 Pasongsongan, 2003-2005
4. SMA Negeri 2 Sumenep, 2005-2008
5. Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Kolor Sumenep, 2005-2008
6. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008-2013
Pengalaman Organisasi:
1. Pengurus Rayon PMII Fakultas Ushuluddin
2. Ketua BEM-J Tafsir Hadits Periode 2010-2012
3. Reporter LPM HumaniusH, 2009-2010.
4. Koordinator Intelektual Keluarga Mahasiswa Pamekasan (KMPY),
2011-2012.
5. Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Mahasiswa Tafsir Hadis Se-
Indonesia (FKMTHI) periode 2012-2014.
6. Anggota Centre of Information and Data for Anti Corruption
(CIDAC).