Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERHITUNGAN HARGA PRODUKSI DENGAN METODE JOB ORDER COSTING
(Studi kasus pada Home Industry Kerajinan Berbahan Dasar Kain Perca “Pelangi
Nusantara” di Kab. Malang)
Disusun oleh:
Hafish Assalam
Dosen Pembimbing:
Risna Wijayanti
ABSTRAK
Pelangi Nusantara adalah Home Industry dalam bidang kerajinan berbahan dasar kain
perca yang bersifat sociopreneur dimana dalam menjalankan bisnisnya Pelangi Nusantara juga
bertujuan untuk memberdayakan kaum perempuan. Penentuan harga jual dalam Home Industry
Kerajinan Berbahan Dasar Kain Perca “Pelangi Nusantara” sudah menjadikan perhitungan harga
pokok produksi (HPP) sebagai dasar namun perhitungan HPP yang telah dilakukan perusahan
masih belum memasukan keseluruhan komponen-komponen biaya, sehingga perhitungan HPP
cenderung lebih kecil dengan realisasi biaya yang dikeluarkan, terutama untuk biaya overhead
pabrik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan perhitungan HPP
pesanan tas totebag aplikasi batik menurut perusahan dan perhitungan HPP dengan metode job
order costing.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan studi kasus Sumber data
menggunakan data primer dan sekunder sedangkan jenis datanya adalah data kuantitatif dan
kualitatif. Tekhnik pengumpulan data yaitu dengan wawancara dan dokumentasi.Tekhnik
analisis data yang digunakan adalah perhitungan HPP dengan metode Job order costing.
Berdasarkan hasil penelitian, perhitungan HPP menurut perusahaan sebesar Rp 22.860,00
dan berdasarkan metode job order costing sebesar Rp 27.977,28 sehingga terdapat selisih sebesar
Rp 5.117,28. Sedangkan untuk harga jual menurut perusahan sebesar Rp 30.000,00 dan harga
jual berdasarkan metode job order costing sebesar Rp 36.370,46 sehingga terdapat selisih sebesar
Rp 6.370,46. Perbedaan perhitungan HPP dan harga jual menurut perusahaan yang lebih rendah
ini dikarenakan perusahaan belum memasukan keseluruhan komponen biaya tenaga kerja
langsung dan biaya overhead pabrik.
Kata kunci : Harga Pokok Produksi, Job order costing
CALCULATION OF COST OF GOODS MANUFACTURED USING JOB ORDER
COSTING METHOD
(A Case Study on “Pelangi Nusantara” Home Industry in Malang Regency)
By:
Hafish Assalam
Advisor:
Risna Wijayanti
ABSTRAK
Pelangi Nusantara is a home industry producing patchwork crafts. The objective of this
sociopreneurship business is to empower women. This company has used COGM calculation to
determine the selling price of its product, but not all components have been included in the
calculation, so its result is smaller than the cost they have actually paid, especially the factory’s
overhead cost. This research aims to analyze the COGM calculation for batik-applications
totebag that is done by the company and compare it with COGM calculation using job order
costing method.
This descriptive research uses case study approach, in which its primary and
secondary data are quantitative and qualitative ones, which were collected through interview and
documentation.
The result of the company’s calculation on the COGM of the product is IDR 22,860.00,
while the result of the calculation using job order costing method is IDR 27,977.28, so the
difference between the two is IDR 5,177.28. The selling price determined by the company is IDR
30,000.00, while the price according to job order costing method is IDR 36,370.46, so the
difference is IDR 6,370.46. The differences occur because the company has not included all
components of direct labor cost and factory overhead cost.
Keywords : calculation of cost of goods manufactured, job order costing
PENDAHULUAN
Peran dan fungsi yang dimiliki Usaha
Mikro Kecil Menengah (UMKM) cukup
banyak di Indonesia baik secara ekonomi,
sosial, politik, budaya dan keamanan. Fungsi
dan peran secara ekonomi-sosial-politik
misalkan untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat, mengurangi pengangguran dan
kemiskinan. Dalam struktur perekonomian
Indonesia, UMKM merupakan kegiatan
ekonomi rakyat yang produktif yang
keberadaanya mendominasi lebih dari 99%
dalam struktur perekonomian nasional (Eko
Prasetyo : 2008). Keberadaan UMKM
dianggap sebagai penolong karena lebih
mampu bertahan di masa krisis ekonomi
karena sebagian besar UMKM di Indonesia
adalah usaha mikro disektor informal dan
pada umumnya menggunakan bahan baku
lokal dengan pasar lokal. Itulah sebabnya
tidak terpengaruh secara langsung oleh krisis
global.
Indonesia memiliki berbagai UMKM
yang tersebar di berbagai sektor serta
berbagai daerah baik Kota maupun
Kabupaten. Kota/Kabupaten di Indonesia
dengan jumlah UMKM yang banyak adalah
kabupaten Malang. Menurut data dari Dinas
Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Timur
(http://diskopumkm. jatimprov.go.id ),
Jumlah UMKM di Kabupaten Malang adalah
sebesar 414,516 dan menyerap tenaga kerja
sebesar 826,375 orang. Salah satu UMKM
yang berada di wilayah kabupaten Malang
adalah Home Industry Kerajinan Berbahan
Dasar Kain Perca “Pelangi Nusantara”.
Usaha ini didirikan pada tahun 2012. Home
Industry Kerajinan Berbahan Dasar Kain
Perca “Pelangi Nusantara” merupakan usaha
dengan bisnis intinya merupakan kerajinan
yang memanfaatkan limbah kain pabrik
garment. Usaha ini bersifat sociopreneur
dimana dalam menjalankan bisnisnya Pelangi
Nusantara juga bertujuan untuk
memberdayakan kaum perempuan.
Peran UMKM di Indonesia sangat
besar dalam perekonomian nasional, Namun
di sisi lain, keberadaan UMKM juga masih
banyak menghadapi permasalahan dan
keterbatasan Permasalahan manajemen
keuangan dinilai menjadi kelemahan utama
pelaku usaha kecil menengah (UKM) dalam
mengembangkan bisnisnya dimana
kemampuan mereka dalam menyusun laporan
keuangan diragukan karena keterbatasan
sumber daya yang ada. (Stevanus, 2007 :
189).
Permasalahan manajemen keuangan
bagi UMKM ini dialami oleh sebagian besar
UMKM di Indonesia termasuk UMKM di
Kab Malang. Salah satu permasalahan
keuangan yang dihadapi oleh UMKM adalah
keputusan penentuan harga jual, penentuan
harga jual sangat penting dan dapat menjadi
suatu keunggulan kompetitif bagi UMKM
karena penentuan harga jual yang overpriced
akan mempengaruhi daya saing UMKM di
pasaran dan apabila penentuan harga jual
underpriced akan memberikan dampak
jangka panjang yang mempengaruhi
penerimaan laba yang tidak sesuai target atau
bahkan mengalami kerugian. Sehingga
UMKM harus mampu untuk menentukan
harga jual produknya secara tepat.
Agar dapat menentukan harga jual
yang tepat UMKM harus dapat menghitung
harga pokok produksi secara akurat. Harga
pokok produksi adalah cerminan total biaya
barang yang diselesaikan selama periode
berjalan. Harga pokok produksi merupakan
suatu biaya yang digunakan untuk
memproduksi suatu barang dalam suatu
periode waktu tertentu yang terdiri dari biaya
bahan baku, biaya tenga kerja, dan biaya
overhead pabrik. Permasalahan dalam
menentukan harga jual juga dialami oleh
Home Industry Kerajinan Berbahan Dasar
Kain Perca “Pelangi Nusantara”dimana
dalam menentukan harga jual produknya
Home Industry Kerajinan Berbahan Dasar
Kain Perca “Pelangi Nusantara” sudah
menjadikan perhitungan harga pokok
produksi sebagai dasar namun perhitungan
harga pokok produksi yang telah dilakukan
masih kurang tepat
Perhitungan harga pokok produksi
yang tidak akurat tersebut akan berdampak
pada penentuan harga jual produk yang
overpriced ataupun underpriced. Untuk
membantu dalam permasalahan tersebut
diperlukan adanya proses perhitungan harga
pokok produksi yang lebih akurat. Metode
yang dapat digunakan dan sesuai dengan sifat
produk pada Home Industry Kerajinan
Berbahan Dasar Kain Perca “Pelangi
Nusantara” adalah metode Job order costing
dikarenakan Home Industry Kerajinan
Berbahan Dasar Kain Perca “Pelangi
Nusantara” merupakan UMKM yang
bergerak dalam industri kerajinan dimana
dalam menghasilkan produknya sebagian
besar dilakukan atas dasar pesanan untuk
memenuhi kebutuhan sesuai dengan yang
diinginkan oleh pelanggan dan hanya
sebagian kecil produk yang di produksi
secara massa untuk mengisi persedian di
Display Room.
Metode Job order costing adalah
suatu sistem akuntansi biaya perpetual yang
menghimpun biaya berdasarkan pekerjaan-
pekerjaan (jobs) tertentu (Firdaus dan
Wasilah, 2012 : 54).
Perhitungan harga pokok produksi
dengan menggunakan metode Job order
costing dapat memberikan hasil perhitungan
yang lebih akurat, hal ini dapat ditunjukan
dengan penelitian yang di lakukan oleh Nurul
Hana Fitriyanti (2015), berdasarkan hasil
penelitian yang telah diperoleh menunjukan
bahwa pengidentifikasian dan
pengelompokkan biaya produksi pada bahan
baku langsung dan biaya tenaga kerja
langsung pada Tenun ikat ATMB “Medali
Mas” sudah tepat, sedangkan untuk biaya
overhead pabrik belum tepat dikarenakan
terdapat komponen biaya yang tidak
dimasukkan dan terdapat komponen biaya
yang tidak seharusnya dimasukkan pada
biaya overhead pabrik, sehingga perhitungan
harga pokok produksi berdasarkan penelitian
lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil
perhitungan menurut Tenun Ikat ATBM
“Medali Mas”.
Berdasarkan penelitian terdahulu dan
kondisi yang ada dalam Home Industry
Kerajinan Berbahan Dasar Kain Perca
“Pelangi Nusantara” peneliti termotivasi
untuk meneliti perbedaan perhitungan harga
pokok produksi metode Job order costing
dengan perhitungan harga pokok produksi
yang telah di laksanakan oleh perusahaan.
PENELITIAN TERDAHULU
Ade Putri Mulfi (2013) dengan
penelitian yang berjudul “Analisis harga
pokok produksi dengan metode Job order
costing (Studi kasus Triple Combo ,
Bogor)”. Kesimpulan yang dapat diambil
sabagai salah satu contoh pesanan untuk
klappertar, macaroni schotel, fruit tarler
masing masing 60 unit dengan harga jual
Rp.990.000 dan perhitungan biaya produksi
menurut perusahaan 545.580 sehingga laba
yang diakui perusahaan sebesar Rp.444.420.
sedangkan berdasarkan perhitungan harga
pokok produksidengan metode Job order
costing untuk semua pesanan tersebut adalah
sebesar Rp.764.402 sehingga laba yang
sebenarnya terjadi sebesar Rp.165.598. Dari
perhitungan yang dilakukan perusahaan
dengan menurut Job order costing terdapat
perbedaan dalam pengakuan biaya dan
penetapan harga jual. Perbedaan ini dapat
menjelaskan permasalahan manajemen
perusahaan dalam penentuan biaya dan laba
perusahaan.
Rully Kusumawardani (2013) dengan
penelitian yang berjudul “Perhitungan Harga
Pokok Produksi Menggunakan Metode Job
order costing (Studi Kasus UMKM CV.
Tristar Alumunium). Kesimpulan yang dapat
diambil menujukan bahwa perusahaan telah
menggunakan perhitungan Harga Pokok
Produksi berdasarkan job order costing akan
tetapi terdapat kesalahan dalam penentuan
biaya bahan baku dan tarif tennaga kerja
langsung serta pembebanan biaya overhead.
Peneliti melakukan perhitungan Haraga
pokok produksi dengan metode Job order
costing dengan menggunakanrata rata harga
bahan baku, rata rata tari tenaga kerja
langsung, dan pembebanan biaya overhead
actual menggunakan cost driver volume
produksi. Hasil perhitungan menunjukan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
dmana harga pokok produksi yang dihitung
oleh perusahaan menghasilkan hasil yang
lebih rendah dari harga pokok produksi yang
dihitung dengan menggunkan metode Job
order costing. Perbedaan harga pokok
produksi tentunya kan mempengaruhi harga
jual dan laba rugi perusahaan dimana harga
jual dan laba yang diperoleh perusahaan
terlalu rendah
Ollin Thia Priscilla Cristie (2014)
dengan penelitian yang berjudul Perhitungan
Biaya Produksi dengan Metode Job order
costing sebagai Dasar Penetapan Harga Jual
(Studi Kasus pada Harry Handmade Shoes
Malang).Hasil analisis harga pokok produksi
menunjukan bahwa harga pokok produksi
yang dilakukan perusahaan memberikan hasil
yang lebih kecil daripada perhitungan harga
pokok produksi dengan menggunakan
metode Job order costing, hal ini dikarenakan
perusahaan tidak mebebankan biaya
overhead secara tepat, tidak adanya
pengelompokan biaya berdasarkan sifatnya,
dan dalam menghitung biaya listrik,
perusahaan tidak melakukan perhitungan
untuk biaya tetap dan biaya variabel lisrik
perbulan. Perbedaan perhitungan harga pokok
produksi tersebut akan mempengaruhi harga
jual dan laba rugi perusahaan.
LANDASAN TEORI
UMKM
UMKM merupakan salah satu sektor usaha
yang memiliki peran sangat penting di
Indonesia. Perkembangan UMKM yang
begitu pesat membuat UMKM menjadi
tumpuan harapan masyarakat karena
keberadaannya mampu banyak menyediakan
kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan,
pengangguran, serta motor penggerak
pembangunan nasional dan daerah. Kriteria
UMKM dalam Ketentuan Undang-Undang.
Republik Indonesia No.20 Tahun 2008:
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik
orang perorangan atau dan atau badan usaha
perorangan dengan kriteria sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak
Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha.
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling
banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah).
2. Usaha Kecil adalah adalah usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau
bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian langsung
maupun tidak langsung dari usaha menengah
atau Usaha Kecil , dengan kriteria sebagai
berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih
dari Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima
ratus juta rupiah)
3. Kriteria Usaha Menengah adalah Usaha
menengah adalah usaha ekonomi produktif
yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau
bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil
atau usaha besar dengan kriteria sebagai
berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih
dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar
lima ratus juta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp. 50.000.000.000,00
(lima puluh milyar rupiah)
Konsep Biaya
Biaya menurut Hansen dan Mowen
(2012 : 47) adalah kas atau nilai setara kas
yang dikorbankan untuk mendapatkan barang
atau jasa yang diharapkan memberi manfaat
saat ini atau di masa depan bagi organisasi.
Menurut Raiborn dan Kinney (2014 :
34) biaya merefleksikan pengukuran moneter
dari sumberdaya yang dibelanjakan untuk
mendapatkan sebuah tujuan seperti membuat
barang atau mengantarkan jasa. Supriyono
(2011:14) membedakan biaya ke dalam dua
pengertian yang berbeda yaitu biaya dalam
arti cost dan biaya dalam arti expense .
Penggolongan Biaya
Menurut Raiborn dan Kinney (2014:34) biaya
dapat dikategorikan kedalam beberapa
klasifikasi biaya antara lain:
1.Hubungannya dengan objek biaya
A. Biaya langsung
Biaya langsung adalah biaya yang secara
tepat dan ekonomis mudah dilacak ke objek
biaya. Contoh : biaya bahan baku
B. Biaya tidak langsung
Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak
dapat secara ekonomis dilacak ke objek biaya
melainkan harus dialokasi ke objek biaya.
Contoh biaya pemeliharan pabrik
2.Reaksi terhadap perubahan dalam aktivitas
A. Biaya variabel
Biaya variabel adalah biaya yang jumah
totalnya berubah secara proporsional dengan
perubahan aktivitas atau volume output. baik
volume produksi ataupun volume penjualan.
Biaya variabel mempunyai karakteristik
umum yang lain dimana biaya per unitnya
tidak berubah Contoh : Biaya bahan baku
langsung, Biaya tenaga kerja langsung.
B. Biaya Semivariabel
Biaya Semivariabel adalah biaya yang
berubah secara tidak proporsional dengan
perubahan aktivitas atau volume output.
Biaya ini juga disebut sebagai biaya
campuran karena mengandung unsur biaya
variabel dan biaya tetap. Untuk tujuan
perencanaan dan pengendalian, biaya ini
harus dipindah menjadi elemen biaya tetap
dan elemen biaya variabel. Contoh : Biaya
listrik pabrik.
C. Biaya Tetap.
Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah
dengan perubahan aktivitas atau volume
output dalam rentang atau jumlah tertentu.
Biaya tetap per unit akan berubah dengan
adanya perubahan volume produksi. Contoh :
Biaya gaji manajer.
3.Klasifikasi pada laporan keuangan
A. Biaya Produk
Biaya produk adalah biaya yang berhubungan
dengan pemerolehan atau pembuatan produk
atau penyediaan jasa yang secara langsung
menghasilkan pendapatan bagi perusahaan.
Contoh : biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja, biaya overhead pabrik.
B. Biaya Periode
Biaya Periode adalah biaya yang lebih
berhubungan dengan fungsi – fungsi bisnis
daripada dengan produksi. Contoh : biaya
penjualan. Biaya pemasaran, biaya
administrasi.
Harga Pokok Produksi
Menurut Hansen dan Mowen (2012:60)
Harga pokok produksi adalah cerminan total
biaya barang yang diselesaikan selama
periode berjalan. Menurut Horngren, et al
(2006:45) harga pokok produksi adalah biaya
barang yang dibeli untuk diproses sampai
selesai, baik sebelum maupun selama periode
akuntansi berjalan. Menurut Carter (2009:40)
harga pokok produksi terdiri dari 3 elemen
biaya, yaitu bahan baku langsung, tenaga
kerja langsung dan overhead pabrik. Dari
pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa harga pokok produksi merupakan
suatu biaya yang digunakan untuk
memproduksi suatu barang dalam suatu
periode waktu tertentu yang terdiri dari biaya
bahan baku, biaya tenga kerja, dan biaya
overhead pabrik.
Unsur-unsur Harga Pokok Produksi
Unsur-unsur dalam perhitungan Harga pokok
produksi dapat digolongkan menjadi tiga
golongan besar yaitu biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung, dan biaya overhead
pabrik.
1.Biaya Bahan Baku
Biaya bahan baku dapat di klasifikasikan
menjadi dua, yaitu biaya bahan baku
langsung dan biaya bahan baku tidak
langsung. Menurut Garrison et al (2007:51)
bahan baku langsung (direct raw material)
adalah bahan yang menjadi bagian tak
terpisahkan dari produk jadi, dan dapat
ditelusuri secara fisik dan mudah ke produk
tersebut. Bahan baku yang menjadi
komponen utama barang jadi merupakan
bahan baku langsung karena bahan tersebut
dapat secara mudah dan akurat ditelusuri ke
barang jadi. Dengan demikian bahan
langsung merupakan bagian dari barang jadi
yang dapat diidentifikasikan secara langsung.
Pada umumnya biaya bahan baku langsung
dihitung dengan cara mengalikan total bahan
baku langsung yang digunakan dengan harga
bahan baku langsung terebut per unitnya,
diamana harga per unit tersebut merupakan
harga beli ditambah biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk menyiapkan bahan baku
langsung tersebut dalam keadaan siap untuk
diolah.Menurut Riwayadi (2014:48) bahan
baku tidak langsung (indirect raw material)
adalah bahan yang tidak dapat secara mudah
dan akurat ditelusuri ke barang jadi.
2.Biaya Tenaga Kerja Langsung
Menurut Hansen dan Mowen (2012:57)
Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja
yang dapat ditelusuri secara langsung pada
barang atau jasa yang sedang di produksi.
Menurut Garrison et al (2007:51) istilah
tenaga kerja langsung digunakan untuk biaya
tenaga kerja yang dapat ditelusuri dengan
mudah ke produk jadi. Biaya Tenaga kerja
langsung biasa disebut juga sebagai tenaga
kerja manual karena tenaga kerja langsung
berhubungan dengan produk pada saat
produk tersebut di produksi. Menurut
Riwayadi (2014:73) tenaga kerja langsung
(direct labour) adalah tenaga kerja yang
terlibat langsung dalam pembuatan barang
jadi dan pembayaran upahnya berdasarkan
unit yang dihasilkan atau berdasarkan jam
kerja. Biaya yang dikeluarkan untuk tenaga
kerja langsung disebut biaya tenaga kerja
langsung (direct labour cost).
3 Biaya Overhead
Menurut Blocher et al (2013:109) Biaya
Overhead pabrik adalah semua biaya tidak
langsung baik itu berupa bahan baku tidak
langsung ataupun tenaga kerja tidak langsung
yang biasanya digabung di dalam satu tempat
penampungan. Menurut Hansen dan Mowen
(2012:57). Biaya Overhead pabrik adalah
semua biaya produksi selain biaya bahan
baku langsung dan tenaga kerja langsung dan
dikelompokan kedalam suatu kategori yang
disebut overhead pabrik. Apabila dikaitkan
dengan konsep bahan baku tidak langsung
maka biaya overhead pabrik juga dapat di
sebut sebagai semua biaya produksi yang
tidak dapat ditelusuri secara mudah dan
akurat ke produk. Contoh lain biaya overhead
pabrik selain biaya bahan baku tidak
langsung dan tenagan kerja tidak langsung
adalah biaya pemeliharaan pabrik, biaya listik
pabrik, biaya bahan bakar, biaya penyusutan
mesin, dan pajak bumi dan bangunan pabrik.
Metode Perhitungan Harga Pokok
Produksi
Blocher (2013:148) mengklasifikasikan
beberapa sistem penentuan harga pokok
produksi, dimana untuk pemilihan sistem
penentuan harga pokok produksi tersebut
bergantung kepada beberapa hal antara lain :
1. Sifat industri dan produk atau jasa
2. Strategi perusahaan
3. Kebutuhan informasi manajemen
4. Biaya dan manfaat dari perolehan,
perancangan, perubahan,dan pelaksanaan
sistem tertentu.
Menurut Blocher (2013 : 149) metode
penentuan biaya produk berdasarkan metode
akumulasi biaya adalah sebagai berikut :
1. Sistem Biaya Berdasarkan Pesanan (Job
order costing)
Sistem biaya berdasarkan pesanan digunakan
ketika sebagian besar biaya terjadi kepada
pesanan yang dapat langsung teridentifikasi
dengan produk tertentu, batch produk,
pesananan pelanggan, kontrak, atau proyek.
Sistem ini biasa digunakan oleh perusahaan
yang mempunyai beragam produk. Pada
metode penentuan harga pokok pesanan,
biaya produksi diakumulasikan untuk setiap
pesanan secara terpisah. Perhitungan biaya
harus diidentifikasikan secara terpisah agar
lebih efektif. Sistem ini juga cocok digunakan
oleh perusahaan yang menghasilkan produk
secara custom atau sesuai dengan permintaan
dari konsumen seperti usaha yang bergerak
dalam bidang kerajinan, Sehingga metode job
order costing cocok digunakan dalam
penelitian ini.
2. Sistem Biaya Berdasarkan Proses
(Proscess Costing)
Sistem biaya berdasarkan proses digunakan
ketika perusahaan memiliki produk yang
homogen yang diproses melalui serangkaian
proses atau departemen. Umumnya metode
harga pokok proses digunakan oleh
perusahaan perusahaan yang terlibat dalam
produksi massal yang berkelanjutan dari
beberapa produk yang serupa yang sifat
produksinya mempunyai pola yang pasti.
Proses produksinya mempunyai urutan yang
relatif sama dan berlangsung terus – menerus
sesuai dengan rencana produksi yang telah
ditetapkan. Perusahaan yang menggunakan
metode ini menghasilkan produk yang
sejenis, bersifat standar, dan tidak tergantung
pada spesifikasi yang diminta oleh
konsumen, Sehingga metode perhitungan
harga pokok produksi berdasarkan proses
tidak cocok digunakan dalam penelitian ini.
Job order costing
Metode harga pokok pesanan adalah suatu
sistem akuntansi biaya perpetual yang
menghimpun biaya menurut pekerjaan-
pekerjaan (jobs) tertentu (Firdaus dan
Wasilah,2009:54) sedangkan Menurut
Bustami dan Nurlela (2013:61) perhitungan
biaya berdasarkan pesanan atau job order
costing adalah suatu sistem akuntansi yang
menelusuri biaya pada unit, individual atau
pekerjaan, kontrak, tumpukan, produk atau
pesanan pelanggan yang spesifik.
Mulyadi (2015:38) mengemukakan syarat-
syarat penggunaan metode job order costing
sebagai berikut :
1. Bahwa masing-masing pesanan
pekerjaan atau produk dapat dipisahkan
identitasnya secara jelas dan perlu
dilakukan penentuan harga pokok
pesanan secara individual.
2. Bahwa biaya produksi harus dipisahkan
kedalam dua golongan yaitu biaya
produksi langsung dan biaya produksi
tidak langsung. Biaya produksi langsung
terdiri dari biaya bahan baku dan biaya
tenaga kerja, sedangkan biaya produksi
tidak langsung terdiri dari biaya – biaya
produksi selain biaya bahan baku dan
biaya kerja langsung.
3. Bahwa biaya bahan baku dan biaya kerja
langsung dibebankan atau
diperhitungkan secara langsung terhadap
pesanan bersangkutan, sedangkan biaya
produksi tidak langsung (overhead)
dibebankan pada pesanan tertentu atas
dasar tarif yang ditentukan dimuka
(predetermined rate).
4. Bahwa harga pokok tiap-tiap pesanan
ditentukan pada saat pesanan selesai.
5. Bahwa harga pokok persatuan produk
dihitung dengan cara membagi jumlah
biaya produksi yang dibebankan pada
pesanan tertentu dengan jumlah satuan
produk dalam pesanan bersangkutan.
Manfaat yang diperoleh
perusahaan yang menghitung harga
pokok produksinya dengan
menggunakan job order costing menurut
Mulyadi (2015:41) adalah sebagai
berikut :
1. Perusahaan dapat menentukan harga jual
yang dibebankan kepada pesanan
2. Perusahaan dapat mempertimbangkan
untuk menerima atau menolak pesanan
3. Perusahaan dapat memantau biaya
produksi, perusahaan dapat menghitung
laba atau rugi setiap pesanan
4. Perusahaan dapat menentukan harga
pokok persediaan produk jadi dan produk
dalam proses yang disajikan dalam
neraca
Perhitungan Biaya Berdasarkan Pesanan :
Arus Biaya
Perhitungan biaya berdasarkan pesanan
merupakan sistem perhitungan biaya yang
mengakumulasikan biaya dan
membebankannya pada pesanan pelanggan,
proyek, atau kontrak tertentu (Blocher et al,
2013 : 152). Dokumen pendukung dasar
dalam sistem perhitungan biaya berdasarkan
pesanan adalah kartu biaya pesanan, kartu ini
mencatat dan meringkas biaya bahan baku
langsung, tenaga kerja langsung, dan
overhead pabrik untuk pekerjaan tertentu.
1. Biaya bahan baku langsung
Formulir permintaan bahan baku (material
requisition) adalah dokumen sumber atau
pencatatan data secara online yang digunakan
departemen produksi untuk meminta bahan
baku produksi. Formulir permintaan bahan
mengindikasikan pesanan khusus yang
dibebankan berdasarkan bahan baku yang
digunakan. Bahan baku tidak langsung di
perlakukan sebagai bagian dari total biaya
overhead pabrik. Bahan baku tidak langsung
yang biasanya digunakan dalah lem, paku,
dan peralatan pabrik.
2. Biaya tenaga kerja langsung dan tidak
langsung
Biaya tenaga kerja langsung dicatat dalam
kartu biaya pesanan berdasarkan kartu jam
kerja yang disiapkan setiap hari untuk setiap
karyawan. Kartu jam kerja merupakan bagian
dari sistem peranti lunak perhitungan biaya
yang menunjukkan lama pekerjaan yang
dilakukan oleh seorang karyawan pada setiap
pesanan, tarif gaji, dan biaya total yang
dibebankan pada setiap pesanan. Analisis
kartu jam kerja akan menyediakan informasi
mengenai biaya tenaga kerja langsung yang
dapat dibebanklan kedalam pesanan. Biaya
tenaga kerja tidak langsung diperlukan
sebagai total biaya overhead pabrik. Biaya
tenaga kerja tidak langsung meliputi gaji bagi
penyelia, pemeriksa,dan petugas gudang.
3. Biaya Overhead Pabrik
Pembebanan biaya overhead merupakan
proses pengalokasian biaya overhead pada
pesanan. Biaya overhead ini dialokasikan
karena biaya overhead tidak dapat ditelusuri
ke tiap tiap pesanan. Terdapat tiga
pendekatan untuk mengalokasikan biaya
overhead pabrik yaitu perhitungan biaya
aktual, biaya normal, dan biaya standart.
a. Sistem Perhitungan Biaya Aktual
(actual costing system)
Sistem biaya aktual menggunakan jumlah
biaya aktual yang terjadi untuk menghasilkan
produk, yang meliputi biaya untuk bahan
langsung, tenaga kerja langsung, dan
overhead pabrik. Biaya overhead aktual
meliputi biaya-biaya bahan tidak langsung,
tenaga kerja tidak langsung, dan biaya pabrik
lainnya contoh dari biaya aktual adalah sewa
pabrik, asuransi, pajak properti, depresiasi,
perbaikan dan pemeliharaan, tenaga,
penerangan, pemanasan, dan pajak atas gaji
karyawan pabrik. Total dari jumlah biaya
overhead aktual tidak akan diketahui sampai
pada saat akhir periode akuntansi sehingga
sistem ini sering di aplikasikan ke seluruh
pesanan pada saat akhir periode akuntansi.
b. Sistem Perhitungan Biaya Normal
(normal costing)
Sistem perhitungan biaya normal
menggunakan biaya aktual untuk bahan
langsung dan tenaga kerja langsung, dan
menggunakan biaya normal untuk biaya
overhead pabrik. Perhitungan biaya normal
melibatkan pengestimasian sebagian biaya
overhead pabrik untuk dibebankan ke dalam
berbagai pesanan dengan menggunakan dasar
atau tarif alokasi yang telah ditentukan
terlebih dahulu. Sistem perhitungan biaya
normal memberikan taksiran biaya untuk
memproduksi setiap produk atau pesanan
secara tepat waktu.
c. Sistem Perhitungan Biaya Standar
(standar costing)
Sistem perhitungan biaya standar
menggunakan tarif standar (biaya) untuk
ketiga jenis biaya produksi (bahan langsung,
tenaga kerja langsung dan overhead pabrik).
Biaya standar merupakan target biaya yang
ditetapkan atau diekspektasikan yang
seharusnya dicapai oleh perusahaan. Sistem
perhitungan biaya standar merupakan alat
yang baik serta memberikan dasar untuk
pengendalian biaya, evaluasi kinerja, dan
perbaikan proses.
4. Tarif biaya Overhead
Tarif alokasi overhead yang ditentukan
terlebih dahulu digunakan membebankan
biaya overhead pabrik ke dalam pesanan
tertentu. Agar dapat menghitung tarif
overhead pabrik yang ditentukan dimuka
dapat dilakukan melalui empat langkah
(Blocher et al,2013 :159) :
a. Mengestimasi total biaya overhead
pabrik untuk periode operasi yang sesuai,
biasanya satu tahun.
b. Memilih penggerak biaya (cost driver)
yang paling tepat untuk membebankan
biaya overhead pabrik.
c. Mengestimasi total jumlah penggerak
biaya terpilih untuk periode operasi.
d. Mengestimasi total jumlah penggerak
biaya terpilih untuk periode operasi.
Penetapan Harga Jual
Salah satu keputusan penting yang
dapat mempengaruhi daya saing perusahaan
adalah pengambilan keputusan mengenai
harga jual produk. karena penentuan harga
jual yang overpriced akan mempengaruhi
daya saing perusahaandi pasaran dan apabila
penentuan harga jual underpriced akan
memberikan dampak jangka panjang yang
mempengaruhi penerimaan laba yang tidak
sesuai target atau bahkan mengalami
kerugian. Hansen dan Mowen (2012:633)
menjelaskan harga jual adalah jumlah
moneter yang dibebankan oleh suatu unit
usaha kepada pembeli atau pelanggan atas
barang atau jasa yang dijual atau diserahkan.
Sedangkan menurut Mulyadi (2015:78) harga
jual harus dapat menutupi biaya penuh
ditambah laba yang wajar, jadi harga jual
sama dengan biaya produksi ditambahkan
dengan mark up.
Dari definisi tersebut dapat
disimpulkan harga jual adalah jumlah
moneter yang dibebankan kepada konsumen
yang terdiri dari seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk membuat suatu barang
atau melakukan suatu jasa ditambah dengan
presentasi laba yang diinginkan oleh
perusahaan. Untuk mendapatkan laba yang
diinginkan, perusahaan harus menentukan
harga jual dengan tepat.
Menurut Garrison, et al (2007:531)
pendekatan yang umum digunakan dalam
penentuan harga adalah mark-up. Mark-up
produk adalah perbedaan antara harga jual
dengan biayanya, yang biasa dinyatakan
sebagai persentase dari biaya. Rumus yang
digunakan untuk menghitung harga jual pada
metode ini adalah :
Harga Jual = Biaya + (persentase mark-up x
biaya)
Pendekatan ini disebut perhitungan
biaya-plus (cost-plus pricing) karena
persentase markup yang ditentukan
sebelumnya diterapkan pada dasar biaya
untuk menentukan harga jual.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah penelitian deskiptif
dengan pendekatan studi kasus. Menurut
Hadari Nawawi (2012:68) penelitian
deskriptif adalah prosedur pemecahan
masalah yang diselidiki saat sekarang atau
masalah-masalah yang bersifat aktual diiringi
dengan interpretasi rasional.
Tujuan dari penelitian deskriptif menurut
Sekaran (2009:159) adalah untuk
memberikan kepada peneliti sebuah riwayat
atau menggambarkan aspek aspek yang
relevan dengan fenomena perhatian dari
perpektif seseorang, organisasi, orientasi
indutri atau lainnya. Penelitian Deskriptif ini
juga berupaya untuk memperoleh deskripsi
yang lengkap dan akurat dari suatu situasi
(Boyd. et al 1989: 129). Selain itu penelitian
deskriptif bermanfaat dalam bidang bisnis
terutama sebagai dasar bagi pengambilan
keputusan bisnis. Sedangkan studi kasus
menurut Moh Nazir (2011:54) adalah
penelitian tentang status objek penelitian
yang berkenaan dengan suatu fase spesifik
atau khas dari keseluruhan personalitas.
Objek penelitian yang digunakan
dalam penelitian perhitungan harga pokok
produksi dengan menggunakan metode Job
order costing adalah Home Industry
Kerajinan Berbahan Dasar Kain Perca
“Pelangi Nusantara” yang berada di Jl Wijaya
Barat no 84.
Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Data Kualitatif
Menurut Mudrajad Kuncoro (2013:145) data
kualitatif adalah data yang tidak dapat diukur
dengan skala numerik. Data kualitatif yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
informasi tentang profil, Struktur organisasi
UMKM, dan Proses produksi.
2. Data Kuantitatif
Menurut Mudrajad Kuncoro (2013:145) data
kuantitatif adalah data yang diukur dalam
suatu skala numerik atau angka. Data
kuantitatif yang digunakan dalam penelitian
ini adalah laporan menengenai biaya biaya
yang terkait dengan pesanan tertentu baik itu
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung, maupun biaya overhead pabrik.
Sedangkan sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
1) Data Primer,
Data primer adalah data yang mengacu
kepada informasi yang diperoleh peneliti dari
tangan pertama. Data primer yang diambil
adalah data yang berkaitan dengan variabel
minat untuk tujuan spesifik studi (Sekaran,
2009:61). Dalam penelitian ini data primer
merupakan hasil dari wawancara yang
dilakukan dengan pimpinan Home Industry
Kerajinan Berbahan Dasar Kain Perca
“Pelangi Nusantara” berupa informasi yang
terkait tentang profil, struktur organisasi, dan
proses produksi.
2) Data Sekuder
Data Sekunder adalah data yang mengacu
kepada informasi yang diperoleh dari sumber
yang telah ada. Contoh dari data sekunder
adalah catatan atau dokumentasi perusahaan,
publikasi pemerintah, analisis industri oleh
media, dan sumber internet. Dalam penelitian
ini data sekunder yang digunakan berupa
catatan atau dokumentasi perusahaan
mengenai laporan biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung, dan biaya ovehead
yang terkait dengan pesanan tertentu
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini dilaksanakan dengan cara
sebagai berikut :
1. Metode Wawancara
Menurut Sugiyono (2013:224) wawancara
merupakan pertemuan informasi dua orang
untuk bertukar informasi dan ide melalui
tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan
makna dalam sutu topik tertentu, Dalam hal
ini peneliti melakukan tanya jawab dengan
pimpinan Home Industry Kerajinan Berbahan
Dasar Kain Perca “Pelangi Nusantara”
mengenai data yang diperlukan dalam
penelitian yaitu profil perusahaan dan
informasi mengenai biaya produksi untuk
suatu pesanan tertentu.
2. Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2013:240) dokumen
merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa dalam bentuk tulisan,
gambar, atau karya monumental dari
seseorang. Dalam penelitian ini proses
pengumpulan data dilakukan dengan
menganalisa serta mempelajari dokumen
dokumen dari Home Industry Kerajinan
Berbahan Dasar Kain Perca “Pelangi
Nusantara” yang terkait dengan penelitian
seperti laporan pengeluaran biaya-biaya.
Merode Analisis data adalah proses
untuk mencari dan menyusun secara
sistematis data yang telah diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan bahan
bahan lain, sehingga dapat dengan mudah
dipahami, dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono,
2013:244).
Metode analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode analisis data
deskriptif kuantitatif untuk mengitung harga
pokok produksi dengan metode Job order
costing berdasarkan data yang diperoleh
melalui wawancara dan dokumentasi.
Metode selanjutnya adalah dengan
menggunkan metode analisis data deskriptif
kualitatif yaitu dengan menganalisis dan
melakukan perbandingan perhitungan harga
pokok produksi berdasarkan Home Industry
Kerajinan Berbahan Dasar Kain Perca
“Pelangi Nusantara” dan berdasarkan
perhitungan harga pokok produksi
menggunakan metode Job order costing.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perhitungan Harga Pokok Produksi
menurut Home Industry Kerajinan
Berbahan Dasar Kain Perca “Pelangi
Nusantara”
Perhitungan harga pokok produksi yang telah
dilakukan oleh Home Industry Kerajinan
Berbahan Dasar Kain Perca “Pelangi
Nusantara” meliputi biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung dan biaya overhead
pabrik. Perhitungan harga pokok produksi
yang telah dilakukan oleh perusahaan untuk
pesanan 1000 unit tas totebag aplikasi ba tik
dari kementrian pemberdayaan perempuan
adalah sebagai berikut:
Tabel 1
Harga Pokok Produksi
1000 Unit Tas Totebag Aplikasi Batik
Menurut Perusahaan
Perhitungan Harga Pokok Produksi
dengan metode Job order costing
Home Industry Kerajinan Berbahan Dasar
Kain Perca “Pelangi Nusantara” dalam
melakukan perhitngan harga pokok produksi
sudah mengelompokan biaya ke dalam biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan
biaya overhead pabrik akan tetapi masih
banyak terdapat komponen komponen biaya
yang belum dimasukan ke kelompok biaya-
biaya tersebut. Sebelum dilakukan
perhitungan harga pokok produksi
menggunakan metode Job order costing
maka diperlukan pengidentifikasian biaya
produksi dan pengelompokan biaya produksi
NO JENIS BIAYA HARGA SATUAN JUMLAH BIAYA
1 Kain Blacu 250 m Rp 20.000,00 Rp 5.000.000,00
2 Kain Perca Batik 150 m Rp 25.000 ,00 Rp 3.750.000,00
3 Kain Furing 250 m Rp 7.500 ,00 Rp 1.875.000,00
4 Kain Viselin 150 m Rp 4.500 ,00 Rp 675.000,00
5 Tali tas 60 roll Rp 15.000 ,00 Rp 900.000,00
6 Kancing Batok 7 gross Rp 60.000 ,00 Rp 420.000,00
7 Tali Kait 1 set Rp 50.000 ,00 Rp 50.000,00
8 Label 1000 set Rp 250 ,00 Rp 250.000,00
Jumlah biaya bahan baku Rp12.920.000,00
Biaya Tenaga Kerja Langsung
NO JENIS BIAYA HARGA SATUAN JUMLAH BIAYA
1 Memola dan Memotong 1000 unit Rp1.500,00 Rp 1.500.000,00
2 Sablon 1000 unit Rp4.000,00 Rp 4.000.000,00
3 Jahit dan Finishing 1000 unit Rp4.000,00 Rp 4.000.000,00
Jumlah Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 9.500.000,00
Biaya Overhead pabrik
NO JENIS BIAYA
1 Benang
2 Listrik
3 Penyusutan Mesin Jahit
4 Biaya Telepon
Jumlah Biaya Overhead
Harga Pokok Produksi (HPP)
NO JENIS BIAYA
1 BIAYA BAHAN BAKU
2 BIAYA TKL
3 BIAYA FOH
Biaya Bahan Baku
KUANTITAS
KUANTITAS
Jumlah Pesanan
Total HPP
HPP per Unit
JUMLAH BIAYA
Rp 180.000,00
Rp 100.000,00
Rp 60.000,00
Rp 100.000,00
Rp 440.000,00
Rp 22.860.000,00
1.000 unit
Rp 22.860,00
Rp 440.000,00
JUMLAH BIAYA
Rp 12.920.000,00
Rp 9.500.000,00
untuk mempermudah perhitungan harga
pokok produksi tersebut.
Setelah dilakukan pengidentifikasian dan
penggolangan biaya, selanjutnya akan
dilakukan perhitungan harga pokok produksi
menggunakan metode job order costing.
Berikut perhitungan harga pokok produksi
berdasarkan penelitian :
1. Biaya Bahan Baku
Biaya bahan baku didapatkan dengan cara
mengalikan kuantitas bahan baku yang
digunakan dengan harga bahan baku tersebut.
Bahan baku yang digunakan untuk
memproduksi pesanan 1000 unit tas totebag
aplikasi batik adalah sebagai berikut :
Tabel 2
Biaya Bahan Baku
1000 Unit Tas Totebag Aplikasi Batik
Berdasarkan Metode Job order costing
2. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Biaya Tenaga kerja langsung dihitung
dengan mengalikan upah per unit dengan
kuantitas produk yang dihasilkan. Tenaga
kerja langsung yang terlibat dalam proses
produksi pesanan tas totebag aplikasi batik
dibagi kedalam tiga bagian yaitu :
Tabel 3
Biaya Tenaga Kerja Langsung
1000 Unit Tas Totebag Aplikasi Batik
Berdasarkan Metode Job order costing
3. Biaya Overhead Pabrik
Biaya Overhead Pabrik adalah semua biaya
produksi selain biaya bahan baku langsung
dan biaya tenaga kerja langsung
(Riwayadi,20114:76). Pembebanan biaya
overhead yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan sistem tradisional yaitu
pembebanan biaya overhead berdasarkan
volume berupa unit yang diproduksi.
Pembebanan biaya overhead menggunakan
presentase penggunaan biaya dan volume unit
yang diproduksi selama periode produksi
pesanan 1000 tas totebag aplikasi batik atau
selama bulan Mei 2017 sampai Juni 2017 (2
bulan).
Pembebanan Biaya overhead ke Pesanan
66.67% 100% x 1500
1000
No Jenis Biaya Harga Satuan Jumlah Biaya
1 Kain Blacou 250 m 20,000Rp 5,000,000Rp
2 Kain Batik 150 m 25,000Rp 3,750,000Rp
3 Kain Furing 250 m 7,500Rp 1,875,000Rp
4 Kain Furing 150 m 4,500Rp 675,000Rp
5 Tali tas 60 roll 15,000Rp 900,000Rp
6 Kancing Batok 7 gross 60,000Rp 420,000Rp
7 Tali Kait 1 set 50,000Rp 50,000Rp
8 Label 1000 set 250Rp 250,000Rp
12,920,000Rp
Kuantitas
JUMLAH
NO JENIS BIAYA UNIT Upah per unit Jumlah Biaya
1 Memola dan potong
TKL 1 400 600,000Rp
TKL 2 300 450,000Rp
TKL 3 300 450,000Rp
2 Sablon
TKL 1 1000 4,000Rp 4,000,000Rp
3 Jahit dan finishing
Genitri 400 1,600,000Rp
Taman Kreasi 300 1,200,000Rp
Kriya Perempuan 150 600,000Rp
Wijaya Handicraft 50 200,000Rp
Rosela 50 200,000Rp
Dahlia 50 200,000Rp
4 Quality Control
TKL 1 400 80,000Rp
TKL 2 300 60,000Rp
TKL 3 300 60,000Rp
9,700,000Rp
9,700Rp Total Biaya Tenaga Kerja Langsung per Unit
Total Biaya Tenaga Kerja Langsung
1,500Rp
4,000Rp
200Rp
100% x nkeseluruha produksi Volume
pesanan produksi Volume
Perhitungan biaya overhead aktualselama
bulan Mei sampai Juni 2017 (2 bulan) adalah
sebagai berikut :
Tabel 4
Biaya Overhead Pabrik
1000 Unit Tas Totebag Aplikasi Batik
Berdasarkan Metode Job order costing
4. Perhitungan Harga Pokok Produksi
Setelah dilakukan pengidentifikasian
biaya, pengelompokan biaya, dan
menghitung biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung dan biaya overhead pabrik
selama periode produksi pesanan 1000 unit
tas totebag aplikasi batik, langkah
selanjutnya adalah melakukan perhitungan
harga pokok produksi yang disajikan pada
tabel berikut
Tabel 5
Harga Pokok Produksi
1000 Unit Tas Tas Totebag Aplikasi Batik
Menurut Job order costing
Tabel 5 menunjukan total harga pokok
produksi yang diperlukan untuk
memproduksi pesanan 1000 unit tas totebag
aplikasi batik menurut Job order costing.
Total harga pokok produksi untuk pesanan
tersebut adalah Rp 26,691,389.10 Total harga
pokok produksi tersebut merupakan hasil dari
penjumlahan biaya bahan baku sebesar Rp
12.920.000,00, biaya tenaga kerja langsung
sebesar Rp9.700.000,00, dan biaya overhead
pabrik sebesar Rp 5.357.277,10 Sehingga
harga pokok produksi per unit tas totebag
aplikasi batik per unit adalah sebesar Rp
27.977,28 yang didapat dari membagi total
harga pokok produksi dengan jumlah unit
yang dipesan.
Tabel 4.6
Perbandingan Perhitungan HPP
1000 Unit Tas Totebag Aplikasi Batik
Berdasarkan Metode Perusahaan &
Metode Job order costing
Dari Tabel 4.6 dapat diketahui perbandingan
harga pokok produksi berdasarkan
perhitungan menurut perusahaan dengan
Metode Job order costing menghasilkan
selisih sebesar Rp 5.117.277,10 untuk
keseluruhan produksi tas totebag aplikasi
batik dan sebesar Rp 5.117,28 untuk setiap
unit produk tas totebag aplikasi batik.
No Jenis Biaya Biaya overhead
1 Biaya Bahan Penolong 180,000.00Rp
2 Biaya Transport 600,000.00Rp
3 Biaya Sewa 1,111,111.33Rp
4 Biaya Konsumsi 640,000.00Rp
5 Gaji Mandor 1,000,000.00Rp
6 Biaya Telepon 66,666.67Rp
7 Biaya Listrik & Air 85,888.00Rp
8 Biaya Penyusutan Peralatan 106,944.44Rp
9 Bahan Habis Pakai 33,333.33Rp
10 Biaya Desain 200,000.00Rp
11 Gaji Pimpinan 1,333,333.33Rp
5,357,277.10Rp Total Biaya overhead
NO JENIS BIAYA JUMLAH BIAYA
1 BIAYA BAHAN BAKU 12,920,000Rp
2 BIAYA TKL 9,700,000Rp
3 BIAYA FOH 5,357,277.10Rp
27,977,277.10Rp
1.000 unit
27,977.28
Total Harga Pokok Produksi
Jumlah Pesanan
Harga Pokok Produksi per Unit
Perusahaan Job order costing
12,920,000.00Rp 12,920,000.00Rp -Rp
9,500,000.00Rp 9,700,000.00Rp (200,000.00)Rp
440,000.00Rp 5,357,277.10Rp (4,917,277.10)Rp
22,860,000.00Rp 27,977,277.10Rp (5,117,277.10)Rp
22,860.00Rp 27,977.28Rp (5,117.28)Rp
SELISIH
PESANAN
1000 Tas Totebag Aplikasi Batik
Biaya Bahan Baku
Biaya TKL
Biaya FOH
UNSUR BIAYA
Total HPP
HPP per Unit
Penetapan Harga Jual
Perbandingan harga jual menurut perusahaan
dengan harga jual berdasarkan metode job
order costing dapat dilihat dalam tabel
berikut:
Tabel 7
Perbandingan Perhitungan Harga Jual
Metode Mark-up Harga Jual
Berdasarkan HPP
menurut Perusahan Rp. 30.000,00
Berdasarkan HPP
metode Job order
costing
Rp. 36.370,46
Selisih Rp. 6.370,46
Pembahasan
Perbedaan perhitungan harga pokok
produksi menurut perusahan dan metode job
order costing sebesar Rp 5.117.277,10
dikarenakan adanya perbedaan dalam biaya
tenaga kerja langsung dan biaya overhead
pabrik. Berdasarkan tabel 6 untuk biaya
bahan baku tidak terdapat selisih dikarenakan
perusahan sudah menghitung biaya bahan
baku dengan tepat.
Terdapat selisih sebesar Rp 200.000
untuk biaya tenaga kerja langsung, Adanya
selisih atau perbedaan dalam perhitungan
biaya tenaga kerja langsung dikarenakan
perusahaan tidak memasukan biaya untuk
Quality Control dimana Quality Control
merupakan proses terakhir dalam proses
produksi yang dikerjakan oleh tiga orang
yang bertanggungjawab untuk menjaga
kualitas produk yang dihasilkan oleh
perusahaan.
Biaya overhead pabrik merupakan
unsur harga pokok produksi yang memiliki
selisih yang besar yaitu sebesar Rp
4.917.277,10. Selisih perhitungan biaya
overhead pabrik ini disebabkan karena
perusahaan belum memasukan keseluruhan
unsur – unsur biaya overhead pabrik aktual
yang digunakan untuk produksi. perusahan
hanya memasukan biaya benang, biaya
listrik, biaya telepon, dan biaya penyusustan
mesin jahit. Perhitungan menurut perusahaan
tersebut juga dihitung berdasarkan estimasi
dan belum adanya pengalokasian biaya
overhead pabrik secara jelas. Unsur-unsur
biaya overhead pabrik aktual yang belum di
masukan oleh perusahaan antara lain biaya
telepon, biaya transport, biaya sewa pabrik,
biaya konsumsi, biaya gaji mandor, biaya
bahan habis pakai, biaya penyusutan
peralatan, biaya desain, dan biaya gaji
pimpinan.
Selain dikarenakan belum memasukan
keseluruhan unsur – unsur biaya overhead
pabrik aktual yang digunakan untuk produksi,
Perbedaan perhitungan biaya overhead
pabrik juga dikarenakan perusahan
memasukan biaya penyusutan mesin jahit.
Berdasarkan penelitian perusahan tidak perlu
memasukan biaya penyusutan mesin jahit
karena dalam proses produksi jahit tidak
menggunakan mesin milik sendiri, proses
jahit dalam produksi pesanan tas totebag
aplikasi batik ini diserahkan kepada
kelompok anggota komunitas Pelangi
Nusantara dan menggunakan mesin jahit
milik kelompok.
Perbedaan perhitungan harga pokok
produksi akan menyebabkan perbedaan
perhitungan harga jual, Pada tabel 7 dapat
diketahui bahwa harga jual berdasarkan harga
pokok produksi menurut perusahaan
menunjukan hasil yang lebih rendah sebesar
Rp 6.370,46 daripada harga jual berdasarkan
perhitungan harga pokok produksi metode
job order costing. Harga jual yang lebih kecil
atau underpriced ini akan mempengaruhi
penerimaan laba yang tidak sesuai target atau
bahkan mengalami kerugian. Penerimaan
laba yang tidak sesuai target yang dialami
oleh Home Industry Kerajinan Berbahan
Dasar Kain Perca “Pelangi Nusantara” dapat
di lihat dalam tabel 8 dan 9 berikut:
Tabel 8
Perhitungan Laba Kotor
1000 Unit Tas Tas Totebag Aplikasi Batik
Menurut Metode Perusahaan
Berdasarkan tabel 4.8 diatas
perhitungan harga pokok produksi menurut
perusahan adalah sebesar Rp 22.860.000,00
dengan total penjualan untuk pesanan
tersebut sebesar Rp 30.000.000,00 sehingga
laba kotor yang dihitung oleh Home Industry
Kerajinan Berbahan Dasar Kain Perca
“Pelangi Nusantara” untuk pesanan 1000 unit
tas aplikasi batik dari kementrian
pemberdayaan perempuan adalah sebesar Rp
7.140.000,00 Sedangkan perhitungan laba
kotor berdasarkan metode Job order costing
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 9
Perhitungan Laba Kotor
1000 Unit Tas Tas Totebag Aplikasi Batik
Menurut Metode Job order costing
Berdasarkan tabel 4.9 diatas
pehitungan harga pokok produksi menurut
metode job order costing adalah sebesar Rp
26.691.389,10 dengan total penjualan sebesar
Rp 30.000.000,00. Sehingga laba kotor
untuk pesanan 1000 unit tas aplikasi batik
dari kementrian pemberdayaan perempuan
adalah sebesar Rp 2.022.723,90 bukan
sebesar Rp 7.140.000,00 sebagaimana yang
ditunjukan pada tabel 4.8. Hal ini
menunjukan bahwa margin laba kotor yang
sesungguhnya diterima berdasarkan
perhitungan harga pokok produksi metode
job order costing adalah sebesar 7 % dari
harga pokok produksi bukan sebesar 30 %
sebagaimana yang telah dihitung oleh
perusahaan. Oleh karena itu apabila
perusahan ingin mencapai target margin laba
kotor sebesar 30% dari harga pokok produksi
maka sebaiknya perusahan menetapkan harga
sebesar Rp 36.370,46 per unit. Alternatif lain
yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah
dengan mempertimbangkan untuk
mengingkatkan jumlah pesanan yang
diterima. Dengan bertambahnya jumlah unit
yang diproduksi atau pesanan yang diterima
akan dapat berpengaruh terhadap
menurunnya biaya overhead tetap per unit.
Implikasi Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian terdapat
perbedaan antara hasil perhitungan harga
pokok produksi berdasarkan metode
Penjualan 30,000,000.00Rp
Harga Pokok Produksi
Biaya Bahan Baku 12,920,000.00Rp
Biaya Tenaga kerja Langsung 9,500,000.00Rp
Biaya Overhead 440,000.00Rp
22,860,000.00Rp
Laba Kotor 7,140,000.00Rp
Penjualan 30,000,000.00Rp
Harga Pokok Produksi
Biaya Bahan Baku 12,920,000.00Rp
Biaya Tenaga kerja Langsung 9,700,000.00Rp
Biaya Overhead 5,357,277.10Rp
27,977,277.10Rp
Laba Kotor 2,022,722.90Rp
perusahaan dan harga pokok produksi
berdasarkan metode job order costing. Hal
ini disebabkan perusahaan belum memasukan
keseluruhan komponen biaya overhead
pabrik, Sehingga berdasarkan hasil
perhitungan menunjukkan bahwa harga
pokok produksi yang digunakan perusahaan
lebih rendah dari harga pokok produksi
dibandingkan metode job order costing.
Harga pokok produksi yang lebih rendah
akan membuat perhitungan harga jual
menjadi lebih rendah.
Harga jual yang lebih rendah atau
underpriced akan mempengaruhi
penerimaan laba yang tidak sesuai target atau
bahkan mengalami kerugian. Hal ini
menunjukan bahwa biaya overhead pabrik
sangat penting untuk dimasukan kedalam
perhitungan harga pokok produksi. Oleh
karena itu, sebaiknya perusahaan
menggunakan metode job order costing
sehingga keseluruhan biaya yang dibebankan
dalam perhitungan harga pokok produksi
dapat meng-cover keseluruhan biaya yang
dikeluarkan perusahaan untuk menghasilkan
produk termasuk seluruh komponen biaya
overhead pabrik yang biasanya sering tidak
dibebankan terutama oleh UMKM.
Penelitian ini menggunakan metode
pembebanan biaya overhead pabrik tarif
aktual mengingat keterbatasan informasi
tentang estimasi jumlah unit yang diproduksi
atau jumlah estimasi biaya bahan baku dalam
satu tahun sehingga tidak dapat menetapkan
tarif pembebanan biaya overhead dimuka.
Dalam prakteknya apabila perusahaan ingin
menetapkan harga jual di depan pada saat
perusahaan menerima pesanan, Perusahaan
sebaiknya terlebih dahulu melakukan
estimasi terhadap biaya overhead pabrik, unit
yang diproduksi, serta jumlah biaya bahan
baku dalam satu tahun agar perusahaan dapat
menentukan tarif normal atau tarif
pembebanan biaya overhead dimuka.
Tarif normal atau tarif pembebanan
biaya overhead dimuka dapat digunakan
sebagai standar biaya overhead pabrik per
unit yang tujuannya untuk mempermudah
perusahan dalam melakukan perhitungan
harga pokok produksi pada saat pesanan
diterima, Sehingga harga jual produk dapat
ditentukan secara lebih cepat dan akurat.
KESIMPULAN
Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui perhitungan harga pokok
produksi menurut Home Industry Kerajinan
Berbahan Dasar Kain Perca “Pelangi
Nusantara” dengan harga pokok produksi
berdasarkan metode Job order costing.
Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh
kesimpulan :
1. Perbandingan harga pokok produksi
berdasarkan perhitungan menurut
perusahaan dengan Metode Job order
costing menghasilkan selisih sebesar Rp
5.117.277,10 untuk keseluruhan produksi
tas totebag aplikasi batik dan sebesar Rp
5.117,28 untuk setiap unit produk tas
totebag aplikasi batik. Perbedaan
perhitungan harga pokok produksi
dikarenakan adanya perbedaan dalam
perhitungan biaya tenaga kerja langsung
dan biaya overhead pabrik
2. Dalam perhitungan biaya bahan baku
tidak terdapat perbedaan antara
perhitungan menurut perusahan dengan
metode Job order costing dikarenakan
perusahan sudah menghitung biaya
bahan baku dengan tepat.
3. Untuk perhitungan biaya tenaga kerja
langsung terdapat perbedaan dimana
perhitungan harga pokok produksi
menurut perusahan menghasilkan biaya
tenaga kerja langsung yang lebih sedikit
dibandingkan menurut metode job order
costing dengan selisih sebesar Rp
200.00,00 dikarenakan perusahan belum
memasukan biaya tenaga kerja langsung
untuk proses Quality Control.
4. Biaya overhead yang dihitung
berdasarkan perhitungan perusahaan
memberikan hasil yang jauh lebih rendah
dengan hasil perhitungan berdasarkan
metode job order costing dengan selisih
Rp 4.917.277,10. Adanya selisih ini
disebabkan karena perusahaan
memasukan biaya penyusutan mesin
jahit yang dimana biaya tersebut bukan
merupakan biaya overhead dari produksi
pesanan 1000 unit tas totebag aplikasi
batik dan banyak unsur unsur biaya
overhead pabrik yang belum dimasukan
antara lain biaya telepon,biaya transport,
biaya sewa pabrik, biaya konsumsi, biaya
gaji mandor, biaya bahan habis pakai,
biaya penyusutan peralatan, biaya desain
dan biaya gaji pimpinan
5. Hasil perbandingan harga jual
berdasarkan perusahan dan berdasarkan
Job order costing berbeda dimana harga
jual berdasarkan perusahan lebih rendah.
Perbedaan ini dikarenakan kesalahan
dalam pengklasifikasian biaya dan
perhitungan unsur-unsur harga pokok
produksi yang dilakukan oleh perusahan.
Perbedaan harga jual dan harga pokok
produksi tersebut mempengaruhi
perhitungan laba kotor yang menjadi
target perusahaan. Setelah dilakukan
perhitungan dengan metode job order
costing maka diketahui perusahan
mendapatkan laba kotor yang lebih
rendah dari target yang telah ditetapkan.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
kesimpulan yang diperoleh, maka
peneliti dapat memberikan saran sebagai
berikut :
1. Bagi Perusahaan
A. Pada saat produksi perusahaan sebaiknya
mengidentifikasi dan melakukan
pencatatan biaya biaya apa saja yang
dikeluarkan dari awal proses produksi
sampai produk jadi sehingga tidak akan
ada biaya yang terlewat pada saat
perhitungan harga pokok produksi.
B. Perusahan sebaiknya mengidentifikasi,
menghitung dan mengalokasikan biaya
overhead kedalam perhitungan harga
pokok produksi sehingga perhitungan
harga pokok produksi menjadi lebih
akurat.
C. Perusahaan dapat mempertimbangkan
untuk membuat perhitungan estimasi
biaya overhead pabrik dalam satu tahun
serta estimasi jumlah unit yang di
produksi atau jumlah biaya bahan baku
dalam satu tahun secara akurat agar
dapat menetapkan tarif normal atau
standart pembebanan biaya overhead
sehingga perusahaan dapat memprediksi
berapa harga jual yang harus ditetapkan
perusahaan secara cepat dan tepat.
D. Dalam perhitungan biaya overhead,
Perusahaan sebaiknya membuat catatan
tentang peralatan –peralatan apa saja
yang terkait dengan proses produksi. Hal
ini akan mempermudahkan perusahaan
dalam menghitung biaya penyusutan
peralatan-peralatan sehingga biaya
penyusutan peralatan yang merupakan
salah satu unsur dari biaya overhead
dapat memberikan jumlah biaya yang
akurat.
E. Perusahan dapat mempertimbangkan
untuk berupaya meningkatkan jumlah
pesanan yang diterima sehingga
perusahaan dapat mengurangi jumlah
biaya overhead tetap yang dialokasikan
kedalam perhitungan harga pokok
produksi per unit.
F. Perusahaan sebaiknya dapat
menggunakan metode job order costing
dalam perhitungan harga pokok produksi
dikarenakan perhitungan berdasarkan job
order costing memberikan informasi
biaya produksi yang lebih jelas dan
lengkap sehingga akan memberikan hasil
perhitungan harga pokok produksi yang
lebih akurat.
G. Jika harga jual berdasarkan perhitungan
harga pokok produksi metode job order
costing yang menghasilkan harga jual
lebih tinggi digunakan, maka akan ada
konsekuensi yang akan diterima oleh
perusahaan seperti kehilangan konsumen
dikarenakan harga jual yang naik. Oleh
karena itu peneliti memberi saran agar
Home Industry Kerajinan Berbahan
Dasar Kain Perca “Pelangi Nusantara”
dapat mencari segmen pasar yang
berbeda dengan kualitas income yang
lebih tinggi atau membuat produk yang
unik dan berbeda dari sebelumnya atau
dari produk para pesaing sehingga
konsumen dapat melihat perbedaan harga
tersebut.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
A. Bagi peneliti selanjutnya dengan objek
penelitian yang menghasilkan berbagai
macam variasi produk yang tinggi dapat
menggolongkan produk-produk tersebut
kedalam beberapa golongan berdasarkan
jenis dan harga sehingga dapat
menghitung harga pokok produksi
standart untuk tiap tiap golongan.
B. Pada penelitian ini pembebanan biaya
overhead pabrik menggunakan tarif
aktual sehingga tidak dapat menentukan
tarif normal atau standart pembebanan
biaya overhead, bagi peneliti selanjutnya
akan lebih baik jika dapat menggunkan
tarif overhead ditentukan dimuka
sehingga dapat mempermudah untuk
menentukan harga pokok produksi untuk
setiap pesanan, serta melakukan analisis
perbandingan secara mendalam agar
hasil penelitian lebih jelas dan tajam
serta dapat berguna dan bermanfaat baik
secara teoritis maupun praktis.
DAFTAR PUSTAKA
Ade Putri Mulfi, 2013, Analisis harga pokok
produksi dengan metode Job order
costing ( Studi kasus Triple
Combo,Bogor), Skripsi Fakultas
Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor
Anomimous, Undang-undang Republik
Indonesia No 20 Tahun 2008
Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah , (http://
www.hukumonline. com /pusat data
/ detail / 28029/ node
/1011/undangandang-nomor-20-
tahun-2008). Diakses pada tanggal
10 Juni 2017
Bastian Bustami dan Nurlela, 2013,
Akuntansi Biaya, Edisi Empat, Mitra
Wacana Media, Jakarta
Blocher, Edward J, Stout, David E , dan Gary
Cokins, 2011, Cost Management: A
Strategic Emphasis (Manajemen
Biaya: Penekanan Strategis),
Diterjemahan oleh David Wijaya,
2013, Edisi 5, Buku 1, Salemba
Empat, Jakarta
Boyd, H. W., Jr., Westfall, R., & Stasch, S.
F.1989. Marketing Research:
Text and Cases, Irwin, Boston
Carter, William K, 2006, Cost Accounting
(Akuntansi Biaya), Diterjemahkan
oleh Krista, 2009, Edisi 14, Buku 1,
Salemba Empat, Jakarta
Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah Provinsi Jawa Timur,
Jumlah Umkm Dan Tenanga Kerja
Di Provinsi Jawa Timur,
http://diskopumkm.jatimprov.go.id/v
iewmedia.php?pages=content&id=5
7&bidang . Diakses pada tanggal 15
Juni 2017
Eko Prasetyo, 2008, Peran Usaha Mikro
Kecil Dan Menengah (Umkm)
Dalam Kebijakan Penanggulangan
Kemiskinan Dan Pengangguran.
diakses 15 Juni 2017,
(http://ekonomi.upy.ac.id/files)
Firdaus Ahmad Dunia dan Wasilah Abdullah,
2012, Akuntansi Biaya, Salemba
Empat, Jakarta
Garrison, Ray H., Norren, Eric W., dan Peter
C. Brewer, 2006, Managerial
Accounting (Akuntansi Manajemen),
diterjemahan Oleh Nuri Hinduan,
2007, Edisi 11, Buku 1, Salemba
Empat, Jakarta
Hadari Nawawi, 2012, Metode Penelitian
Bidang Sosial, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta
Hansen, Don R., dan Mowen, Maryanne M.,
2007, Managerial Accountin)
(Akuntansi Manaajerial),
Diterjemahan Deny Arnos Kwary,
2012, Edisi 8, Buku 1, Salemba
Empat, Jakarta
Horngren, Charles T., Datar, Srikant M., dan
George Foster, 2006, Cost
Accounting, A Managerial Emphasis
(Akuntansi Biaya: Pendekatan
Manajerial), Diterjemahkan oleh
P.A Lestari, 2008, Edisi 12, Jilid 1,
Erlangga, Jakarta
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah Republik Indonesia, Data
usaha mikro, kecil, menengah
(UMKM) dan Usaha Besar (UB)
Tahun 2012-2013,
http://www.depkop.go.id/ berita-
informasi/ data-informasi/ data-
umkm/, Diakses pada tanggal 17
Juni 2017
Moh Nazir, 2011, Metode Penelitian, cetakan
keenam, Ghalia Indonesia, Jakarta
Mudrajad Kuncoro, 2013, Metode Riset untuk
Bisnis dan Ekonomi, Edisi 4,
Erlangga, Jakarta
Mulyadi, 2015, Akuntansi Biaya, UPP STIM
YKPN, Yogyakarta
Nurul Hana Fitriyanti, 2015, Peritungan
Harga Pokok Produksi dengan
Metode Job order costing (Studi
pada UKM Tenun Ikat ATMB
“Medali Mas” di Kota Kediri),
Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya Malang
Ollin Thia Priscilla Cristie, 2014,
Penghitungan Biaya Produksi
dengan Metode Job order costing
sebagai Dasar Penetapan Harga Jual
(Studi Kasus pada Harry Handmade
Shoes Malang), Skripsi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas
Brawijaya Malang
Raiborn, Cecily A., Kinney, Michael R.,
2011, Cost Accounting: Foundations
and Evolutions (Akuntansi Biaya :
dasar dan perkembangan),
Diterjemahkan oleh Rahmat Hilman,
2014, Edisi 7, Buku 1, Salemba
Empat, Jakarta
Riwayadi, 2014, Akuntansi Biaya Pendekatan
Tradisional dan Kontemporer,
Salemba Empat, Jakarta
Rully Kusumawardani, 2013, Perhitungan
Harga Pokok Produksi
Menggunakan Metode Job order
costing (Studi Kasus UMKM CV.
TRIASTAR Alumunium), Skripsi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya Malang
Sekaran, Uma, 2005, Research Methods for
Business (Metodologi Penelitian
Bisnis), Diterjemahkan oleh Kwan
Men Yon. 2009. Edisi 4. Buku 2,
Salemba Empat, Jakarta
Stevanus Hadi Darmaji, 2007, Prospek
Pembentukan dan Sistem Akuntansi
bagi Usaha Kecil dan Menengah
(UKM), dalam Kewirausahaan
UKM : Pemikiran dan Pengalaman
Karya Bersama FE Universitas
Surabaya dan Forum Daerah UKM
Jawa Timur, Edisi 1, Graha Ilmu,
Yogyakarta
Sugiyono, 2013, Metode Penelitian Kualitatif
dan R&D, Alfabeta, Bandung
Supriyono, 2011, Akuntansi Biaya
Pengumpulan Biaya dan Penentuan
Harga Pokok, Buku 1 Edisi 2.
Yogyakarta: BPFE