32
TUGAS MAKALAH HUKUM PERIKATAN Disusun Oleh : SLAMET AGUS WAHYUDI (11010214410101) SUGIYONO (11010214410140) HERI PURNOMO (11010214410138) ERWIN EDWARD TUTUARIMA (11010214410177) HILMAN SYARIEF (11010214410210) 1

Perikatan (Erwin)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hukum Perikatan

Citation preview

TUGAS MAKALAH HUKUM PERIKATANDisusun Oleh :

SLAMET AGUS WAHYUDI (11010214410101)

SUGIYONO (11010214410140)

HERI PURNOMO (11010214410138)

ERWIN EDWARD TUTUARIMA (11010214410177)

HILMAN SYARIEF (11010214410210)

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER KENOTARIATAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini, perkembangan dunia bisnis semakin meningkat termasuk di dalam maupun di luar negeri. Dengan perkembangan demikian, pengusaha-pengusaha tentu memiliki cara tersendiri untuk mengembangkan bisnis yang dikelola dengan baik. Di Indonesia sendiri, dengan berkembangnya dunia bisnis berdampak pula pada peningkatan ekonomi dan stabilitas negara sehingga kelak dapat menciptakan lapangan kerja dan kesejahteraan rakyat. Peningkatan usaha saat ini menimbulkan akibat meningkatnya perjanjian dengan syarat-syarat yang telah ditentukan terlebih dahulu bahkan sebelum perjanjian disepakati oleh pengusaha. Untuk mengatur syarat-syarat tersebut, pihak pengusahalah yang secara sepihak berperan aktif. Hal ini karena pengusaha berada pada posisi lebih superior daripada konsumen ataupun perjanjian standar ini sering digunakan antara golongan ekonomi kuat dengan ekonomi lemah.

Adanya syarat-syarat (klausula) sepihak tersebut tentunya menguntungkan pengusaha ataupun pihak lebih tinggi kedudukannya dibandingkan pihak lain dalam perjanjian. Akan tetapi bagi konsumen, justru merupakan pilihan yang tidak menguntungkan karena hanya dihadapkan pada suatu pilihan, yaitu, menerima walaupun dengan berat hati. Perjanjian diterima oleh para pengusaha umumnya dan dijadikan model perjanjian tidak hanya di negara-negara maju, melainkan juga di negara-negara berkembang sebagai dasar prinsip ekonomi, yaitu, dengan usaha sedikit mungkin, dalam waktu sesingkat mungkin, dengan biaya seringan mungkin, dengan cara sepraktis mungkin, memperoleh keuntungan sebesar mungkin

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan.

Dalam suatu perikatan terdapat asas-asas hukum perjanjian yaitu Asas Konsensualisme, Asas Kekuatan mengikat perjanjian, Asas Kebebasan berkontrak, Asas Iktikad Baik dan Asas Kepercayaan.

Terdapat beberapa jenis perjanjian antara lain: Perjanjian Timbal Balik, Perjanjian Cuma-Cuma, Perjanjian Atas Beban, Perjanjian Bernama, Perjanjian Tidak Bernama, Perjanjian Obligatoir, Perjanjian Kebendaan, Perjanjian Konsensual, Perjanjian Real, Perjanjian Liberatoir, Perjanjian Pembuktian, Perjanjian Untung-untungan, Perjanjian Publik dan Perjanjian Campuran.

Secara keseluruhan, KUHPerdata mengatur faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian, diantaranya karena: Pembayaran, Penawaran pembayaran, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan, Pembaharuan hutang, Perjumpaan Hutang atau kompensasi, Percampuran Hutang, Pembebasan Hutan, Musnahnya barang yang terhutang, Kebatalan atau pembatalan, Berlakunya suatu syarat batal dan Lewatnya waktu

1.2. Rumusan Masalah

Hukum Perdata merupakan sekumpulan aturan yang memuat ketentuan bagaimana seseorang bertingkah laku baik di keluarga maupun di masyarakat sekitar. Salah satu aspek dari hukum perdata yang dapat mengatur tingkah laku manusia adalah perjanjian dan pada suatu perjanjian tentu diberlakukan asas pact sunt servanda. Artinya, perjanjian yang lahir akan mengikat para pihak layaknya suatu undang-undang baik perjanjian yang berasal dari kesepakatan bersama maupun yang berasal dari kesepakatan salah satu pihak dalam perjanjian. Perjanjian atau persetujuan yang termuat pada Buku III Bab II pasal 1313-pasal 1352 KUHPerdata merupakan hal yang sangat sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari baik di pasar, di sekolah, bahkan di dunia pekerjaan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

a. Pengertian Perjanjian serta Hubungannya dengan Perikatan

b. Unsur-Unsur Perjanjian

c. Asas-asas Hukum Perjanjian

d. Jenis-jenis Perjanjian

e. Berakhirnya Perjanjian

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perjanjian serta Hubungannya dengan Perikatan

Pengertian Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata , suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Menurut Abdulkadir Muhammad, perjanjian adalah suatu persetujuan di mana dua orang atau lebih saling mengikat diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.

Menurut R. Subekti Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, maasing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.

Kamus Hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah Persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.

Perhubungan antara dua orang atau dua pihak tadi adalah suatu perhubungan hukum yang berarti bahwa hak si berpiutang itu dijamin oleh hukum atau undang-undang. Apabila tuntutan itu tidak dipenuhi secara sukarela, si berpiutang dapat menuntutnya di depan hakim.

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang kemudian diterjemahkan oleh Prof. R. Subekti, SH dan R. Tjitrosudibio menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) bahwa mengenai hukum perjanjian diatur dalam Buku III tentang Perikatan, dimana hal tersebut mengatur dan memuat tentang hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak tertentu. Sedangkan menurut teori ilmu hukum, hukum perjanjian digolongkan kedalam Hukum tentang Diri Seseorang dan Hukum Kekayaan karena hal ini merupakan perpaduan antara kecakapan seseorang untuk bertindak serta berhubungan dengan hal-hal yang diatur dalam suatu perjanjian yang dapat berupa sesuatu yang dinilai dengan uang. Keberadaan suatu perjanjian atau yang saat ini lazim dikenal sebagai kontrak, tidak terlepas dari terpenuhinya syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian/kontrak seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPer, antara lain sebagai berikut:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya. Istilah hukum perjanjian atau kontrak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah overeenscomsrecht. Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan anatara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.

Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menunutut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.

Maka hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan. Hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban.Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, disampingnya sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya. Perkataan kontrak, lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.

Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, memang perikatan itu paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian, tetapi sebagaimana sudah dikatakan tadi, ada juga sumber-sumber lain yang melahirkan perikatan. Sumber-sumber lain ini tercakup dengan nama undang-undang. Jadi ada perikatan yang lahir dari "perjanjian" dan ada perikatan yang lahir dari "undang-undang".

Perikatan yang lahir dari perjanjian, memang dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undang diluar kemauan para pihak yang bersangkutan. Apabila dua orang mengadakan suatu perjanjian, maka mereka bermaksud supaya antara mereka berlaku suatu perikatan hukum. Sungguh-sungguh mereka itu terikat satu sama lain, karena janji yang telah mereka berikan. Tali perikatan ini barulah putus kalau janji itu sudah dipenuhi.

Suatu perikatan merupakan suatu hubungan hukum antara dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu.

Apabila di masing-masing pihak hanya ada satu orang, sedangkan sesuatu yang dapat dituntut hanya berupa satu hal, dan penuntutan ini dapat dilakukan seketika, maka perikatan ini merupakan bentuk yang paling sederhana. Perikatan dalam bentuk yang paling sederhana ini dinamakan perikatan bersahaja atau perikatan murni.

2.2 Unsur-Unsur Perjanjian

Dari perumusan perjanjian tersebut, terdapat beberapa unsur perjanjian, antara lain :

1. Ada pihak-pihak (subjek), sedikitnya dua pihak

2. Ada persetujuan antara pihak-pihak yang bersifat tetap

3.Ada tujuan yang akan dicapai, yaitu untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak

4. Ada prestasi yang akan dilaksanakan

5. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisa

6. Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian

Keterangan :

1)Pihak pihak ( Subjek )

Pihak (subjek) dalam perjanjian adalah para pihak yang terikat dengan diadakannya suatu perjanjian. Subjek perjanjian dapat berupa orang atau badan hukum. Syarat menjadi subjek adalah harus ampu atau berwenang melakukan perbuatan hukum. KUH Perdata membedakan 3 golongan yang tersangkut pada perjanjian, yaitu:

a) Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri

b) para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak daripadanya:

c) pihak ketiga2)Sifat Perjanjian

Unsur yang penting dalam perjanjian adalah adanya persetujuan (kesepakatan) antara para pihak. Sifat persetujuan dalam suatu perjanjian di sini harus tetap, bukan sekedar berunding. Persetujuan itu ditunjukkan dengan penerimaan tanpa syarat atas suatu tawaran, Apa yang ditawarkan oleh pihak yang satu diterima oleh pihak yang lainnya.

3)Tujuan Perjajian

Tujuan diadakan perjanjian terutama untuk memenuhi kebutuhan para pihak itu, kebutuhan mana hanya dapat dipenuhi jika mengadakan perjanjian denga pihak lain. Tujuan itu sifatnya tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang oleh Undang- Undang

4) Prestasi

Dengan adanya persetujua, maka timbullah kewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi [consideran menurut hukum Anglo Saxon]. Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian.

5) Bentuk Perjanjian

Bentuk perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan kekuatan bukti. Bentuk tertentu biasanya berupa akta. Perjanjian itudapat dibuat lisan, artinya dengan kata-kata yang jelas maksud dan tujuannya yang dipahami oleh para phak [itu sudah cukup], kecuali jika para pihak menghendaki supaya dibuat secara tertulis (akta)

6) Syarat Perjanjian

Syarat-syarat tertentu dari perjanjian ini sebenarnya sebagai isi perjanjian, karena dari syarat-syarat itulah dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak. Syarat-syarat tersebut biasanya terdiri dari syarat pokok yang akan menimbulkan hak dan kewajiban pokok, misalnya, mengenai barangnya, harganya, dan juga syarat pelengkap atau tambahan, misalnya mengenai cara pembayarannya, cara penyerahannya, dan sebagainya

Suatu perjanjian terdiri dari beberapa bagian, yaitu bagian essentialia, bagian naturalia, dan bagian accidentalia.

1. Essentialia

Bagian eesentialia merupakan bagian dari suatu perjanjian yang harus ada, sehingga apabila bagian tersebut tidak ada, maka perjanjian tersebut bukanlah perjanjian yang dimaksud oleh pihak-pihak[12]. Contoh : Kata sepakat diantara para pihak dan suatu hal tertentu, sehingga tanpa keduanya tidak akan terdapat suau perjanjian. Contoh lain adalah barang dan harga barang yang harus ada pada perjanjian jual beli. Apabila isi dari perjanjian tersebut hanya meliputi barang dan tidak terdapat harga, maka perjanjian itu tidak dapat digolongkan sebagai jual beli, melainkan memenuhi unsur tukar menukar.

2. Naturalia

Bagian naturalia adalah bagian dari suatu perjanjian yang menurut sifatnya dianggap ada tanpa perlu diperjanjikan secara khusus oleh para pihak.[13] Bagian naturalia dapat kita temukan di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat mengatur. Sehingga apabila para pihak tidak mengatur, maka ketentuan peraturan perundang-undanganlah yang akan berlaku. Nmun karena sifatnya tidak memaksa, maka para pihak berhak untuk menyimpangi ketentuan tersebut. Contoh bagian naturalia dapat di temukan di dalam Pasal 1476 KUH Perdata yang menentukan bahwa : Biaya penyerahan dipikul oleh si penjual, sedangkan biaya pengambilan dipikul oleh si pembeli, jka tidak telah diperjanjikan sebaliknya.

3. Accidentalia

Menurut Herlien Budiono, bagian accidentalia adalah bagian dari perjanjian yang merupakan ketentuan yang diperjanjiakan secara khusus oleh para pihak. [14]Contoh bagian accidentalia adalah mengenai jangka waktu pembataran, pilihan domisili, pilihan hukum dan cara penyerahan barang.

2.3 Asas-asas Hukum Perjanjian

Di dalam hukum perjanjian dikenal 3 asas, yaitu asas konsensualisme, asas pacta sunt servada, dan asas kebebasan berkontrak

1.Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme artinya bahwa suatu perikatan itu terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat antara para pihak, dengan kata lain bahwa perikatan itu sudah sah dan mempunyai akibat hukum sejak saat tercapai kata sepakat antara para pihak mengenai pokok perikatan

Berdasarkan Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata, dinyatakan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak. Artinya bahwa perikatan pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan para pihak.

2.Asas Pacta Sunt Servada

Asas pacta sunt servada, berhubungan dengan akibat dari perjanjian. Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan : Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.persetujian-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.Dari ketentuan tersebur terkandung beberapa istilah. pertama, istilah semua perjanjian berarti bahwa pembentuk undang-undang menunjukkan bahwa perjanjian dimaksud bukanlah semata-mata perjanjian bernama, tetapi juga perjanjian yang tidak bernama. Selain itu, juga mengandung suatu asas partj autonomie. Kedua, istilah secara sah, artinya bahwa pembentuk undang-undang menunjukkan bahwa perbuatan perjanjian harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dan bersifat mengikat sebagai undang-undang terhadap para pihak sehingga terealisasi asas kepastian hukum. Ketiga, istilah itikat baik hal ini berarti memberi perlindungan hukum pada debitor dan kedudukan antara kreditor dan debitor menjadi seimbang. Ini merupakan realisasi dari asas keeimbangan.

3.Asas Kebebasan Berkontrak

Kebebasan berkontrak (Freedom of making contract), adalah salah satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia.

Menurut Salim H.S, bahwa asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk : (1) membuat atau tidak membuat perjanjian; (2) mengadakan perjanjian dengan siapapun, (3) Menentuan isi perjanjian, pelaksaan, dan persyaratannya: dan (4) menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis dan lisan. Namun demikian, Abdulkdair Muhammad, berpendapat bahwa kebebasan berkontrak tersebut tetap dibatasi oleh tiga hal, yaitu : (1) tidak dilarang oleh undang-undang : (2) tidak bertentangan dengan kesusilaan; dan (3) tidak bertentangan dengan ketertiban umum.

Selain asas-asas perjanjian yang telah di sebutkan di atas, dalam suatu perjanjian dikenal juga asas-asas sebagai berikut, yaitu : asas terbuka, bersifat pelengkap, dan obligator.

1. Asas terbuka (open system) yaitu, setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa saja, walaupun belum atau tidak diatur dalam undang-undang. Asas terbuka merupakan nama lain dari asas kebebasan berkontrak.

2. Bersifat pelengkap (optimal), artinya pasal-pasal undang-undang boleh disingkirkan, apabila pihak-pihak yang membuat perjanjian menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan pasal-pasal undang-undang.

3. Bersifat Obligator (obligatory), yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik (ownership).

2.4 Jenis-jenis Perjanjian

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Dalam Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata, jenis perjanjian, yaitu :

1. Perjanjian Timbal Balik dan Perjanjian sepihak

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Contoh dari perjanjian timbal balik antara lain :

a. Perjanjian jual beli (koop en veerkoop), yaitu suatu persetujuan antara dua pihak, dimana pihak kesatu berjanji akan menyerahkan suatu barang dan pihak kedua akan membayar harga yang telah disetujui.

b. Perjanjian tukar menukar (Ruil, KUH Perdata Pasal 1541 dan seterusnya), yaitu suatu perjanjian antara dua pihak, di mana pihak satu akan menyerahkan suatu barang begitu pun dengan pihak lainnya.

c. Perjanjian sewa menyewa (Hour en verbuur, KHU Perdata Pasal 1548 dan seterusnya), yaitu suatu perjanjian dimana pihak I (yang menyewakan) memberi izin dalam waktu tertentu kepada pihak II ( si penyewa ) untuk menggunakan barangnya dengan kewajiban pihak II membayar sejumlah uang sejumlah uang sewanya.

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya. Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi objek perikatan, dan pihak lainnya berhak menerima benda yang diberikan itu.

2. Perjanjian Cuma-Cuma dan Perjanjian atas Beban

Perjanjian percuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntangan kepada pihak yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Dengan demikian, pada perjanjian ini hanya memberikan keuntungan pada satu pihak saja, misalnya perjanjian pinjam pakai, perjanjian hibah.

Perjanjian atas beban adalah perjanjian di mana terdapat prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Kontra prestasi dapat berupa kewajiban pihak lain, ataupun pemenuhan suatu suatu syarat potestatif (imbalan)

3.Perjanjian Bernama (Benoemd) dan tidak bernama (Onbenoemde Overeenkomst)Perjanjian bernama termasuk dalam perjanjian khusus, yaitu perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Maksudnya, bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang pling banyak terjadi sehari-hari. Misalnya, Jual beli, sewa menyewa dan lainnya.

Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas dan nama disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti perjanjian kerja sama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaannya, dan lainnya.

4. Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian Obligator

Perjanjian kebendaan (zakelijk overeenkomst), adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligator.

Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Artiya, sejak terjadi perjanjian timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga. Pembeli berkewajiban membayar harga, penjual berkewajiban menyerahkan barang.

5. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Rill

Perjanjian konsensual adalah perjanjian di mana di antara kedua belah pihak telah mencapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUH Perdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338 KUH Perdata)

Perjanjian Riil adalah perjanjian di samping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya.

6. Perjanjian Publik

Perjanjian publik adalah perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta. Di antara keduanya terdapat hubungan atasan dan bawahan (subordinated), jadi tidak berada dalam kedudukan yang sama (co-ordinated), misalnya, perjanjian ikatan dinas.

7. Perjanjian Campuran

Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa menyewa) tapi juga menyajikan makanan (jual beli) dan juga memberikan pelayanan.

2.5.Berakhirnya Perjanjian

Terpenuhinya prestasi atau perikatan yang disepakati dan syarat-syarat tertentu dalam perjanjian dapat menjadi sebab berakhirnya perjanjian, misalnya habisnya jangka waktu yang telah disepakati dalam perjanjian atau dalam loan agreement, semua hutang dan bunga atau denda jika ada telah dibayarkan. Secara keseluruhan, KUHPerdata mengatur faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian, diantaranya karena:

1. Pembayaran

Pembayaran tidak selalu diartikan dalam bentuk penyerahan uang semata, tetapi terpenuhinya sejumlah prestasi yang diperjanjikan juga memenuhi unsur pembayaran.

2. Penawaran pembayaran, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan

Pemenuhan prestasi dalam suatu perjanjian sepatutnya dilaksanakan sesuai hal yang diperjanjikan termasuk waktu pemenuhannya, namun tidak jarang prestasi tersebut dapat dipenuhi sebelum waktu yang diperjanjikan. Penawaran dan penerimaan pemenuhan prestasi sebelum waktunya dapat menjadi sebab berakhirnya perjanjian, misalnya perjanjian pinjam meminjam yang pembayarannya dilakukan dengan cicilan, apabila pihak yang berhutang dapat membayar semua jumlah pinjamannya sebelum jatuh tempo, maka perjanjian dapat berakhir sebelum waktunya.3. Pembaharuan hutang

Pembaharuan utang dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian, sebab munculnya perjanjian baru menyebabkan perjanjian lama yang diperbaharui berakhir. Perjanjian baru bisa muncul karena berubahnya pihak dalam perjanjian, misalnya perjanjian novasi dimana terjadi pergantian pihak debitur atau karena berubahnya perjanjian pengikatan jual beli menjadi perjanjian sewa, karena pihak pembeli tidak mampu melunasi sisa pembayaran.

4. Perjumpaan Hutang atau kompensasi

Perjumpaan hutang terjadi karena antara kreditur dan debitur saling mengutang terhadap yang lain, sehingga utang keduanya dianggap terbayar oleh piutang mereka masing-masing.

5. Percampuran Hutang

Berubahnya kedudukan pihak atas suatu objek perjanjian juga dapat menyebabkan terjadinya percampuran hutang yang mengakhiri perjanjian, contohnya penyewa rumah yang berubah menjadi pemilik rumah karena dibelinya rumah sebelum waktu sewa berakhir sementara masih ada tunggakan sewa yang belum dilunasi.

6. Pembebasan Hutang

Pembebasan hutang dapat terjadi karena adanya kerelaan pihak kreditur untuk membebaskan debitur dari kewajiban membayar hutang, sehingga dengan terbebasnya debitur dari kewajiban pemenuhan hutang, maka hal yang disepakati dalam perjanjian sebagai syarat sahnya perjanjian menjadi tidak ada padahal suatu perjanjian dan dengan demikian berakhirlah perjanjian.

7. Musnahnya barang yang terhutang

Musnahnya barang yang diperjanjikan juga menyebabkan tidak terpenuhinya syarat perjanjian karena barang sebagai hal (objek) yang diperjanjikan tidak ada, sehingga berimplikasi pada berakhirnya perjanjian yang mengaturnya. 8. Kebatalan atau pembatalan

Tidak terpenuhinya syarat sah perjanjian dapat menyebabkan perjanjian berakhir, misalnya karena pihak yang melakukan perjanjian tidak memenuhi syarat kecakapan hukum. Tata cara pembatalan yang disepakati dalam perjanjian juga dapat menjadi dasar berakhirnya perjanjian. Terjadinya pembatalan suatu perjanjian yang tidak diatur perjanjian hanya dapat terjadi atas dasar kesepakatan para pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata atau dengan putusan pengadilan yang didasarkan pada Pasal 1266 KUHPerdata.

9. Berlakunya suatu syarat batal

Dalam Pasal 1265 KUHPerdata diatur kemungkinan terjadinya pembatalan perjanjian oleh karena terpenuhinya syarat batal yang disepakati dalam perjanjian.

10. Lewatnya waktu

Berakhirnya perjanjian dapat disebabkan oleh lewatnya waktu (daluarsa) perjanjian. Macam-macam kebatalan

1. Perjanjian yang dapat dibatalkan

Secara prinsip suatu perjanjian yang telah dibuat dapat dibatalkan jika perjanjian tersebut dalam pelaksanaan akan merugikan pihak-pihak tertentu. Pihak-pihak ini tidak hanya pihak dalam perjanjian tersebut, tetapi meliputi juga setiap individu yang merupakan pihak ketiga di luar para pihak yang mengadakan perjanjian.

Secara garis besar, alasan pembatalan perjanjian dapat golongkan ke dalam 2 golongan besar:

Yang berkaitan dengan pembatalan perjanjian oleh salah satu pihak dalam perjanjian.

Yang berhubungan dengan pembatalan perjanjian oleh pihak ketiga diluar perjanjian.

2. Perjanjian yang batal demi hukumSuatu perjanjian dikatakan batal demi hukum, dalam pengertian tidak dapat dipaksakan pelaksanaanya jika terjadi pelanggaran terhadap syarat obyektif dari sahnya suatu perjanjian.Disamping ketidakpemenuhannya syarat obyektif, undang-undang juga merumuskan secara konkrit untuk setiap perbuatan hukum (terutama pada perjanjian formil) yang mensyaratkan dibentuknya perjanjian dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, yang jika tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut akan batal demi hukum.

3. Kebatalan Relatif dan Kebatalan Mutlak

Suatu kebatalan disebut dengan relative, jika kebatalan tersebut hanya berlaku terhadap individu orang perseorangan tertentu saja. Dan disebut dengan mutlak jika kebatalan tersebut berlaku umum terhadap seluruh anggota masyarakat tanpa kecuali. BAB III

PENUTUP3.1. Kesimpulan

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan

Perikatan yang lahir dari perjanjian, memang dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undang diluar kemauan para pihak yang bersangkutan. Apabila dua orang mengadakan suatu perjanjian, maka mereka bermaksud supaya antara mereka berlaku suatu perikatan hukum. Sungguh-sungguh mereka itu terikat satu sama lain, karena janji yang telah mereka berikan. Tali perikatan ini barulah putus kalau janji itu sudah dipenuhi.

Dalam suatu perikatan terdapat asas-asas hukum perjanjian yaitu Asas Konsensualisme, Asas Kekuatan mengikat perjanjian, Asas Kebebasan berkontrak, Asas Iktikad Baik dan Asas Kepercayaan.

Terdapat beberapa jenis perjanjian antara lain: Perjanjian Timbal Balik, Perjanjian Cuma-Cuma, Perjanjian Atas Beban, Perjanjian Bernama, Perjanjian Tidak Bernama, Perjanjian Obligatoir, Perjanjian Kebendaan, Perjanjian Konsensual, Perjanjian Real, Perjanjian Liberatoir, Perjanjian Pembuktian, Perjanjian Untung-untungan, Perjanjian Publik dan Perjanjian Campuran

Secara keseluruhan, KUHPerdata mengatur faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian, diantaranya karena: Pembayaran, Penawaran pembayaran, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan, Pembaharuan hutang, Perjumpaan Hutang atau kompensasi, Percampuran Hutang, Pembebasan Hutan, Musnahnya barang yang terhutang, Kebatalan atau pembatalan, Berlakunya suatu syarat batal dan Lewatnya waktu.

3.2. Saran

Perikatan yang lahir dari perjanjian, memang dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undang diluar kemauan para pihak yang bersangkutan. Apabila dua orang mengadakan suatu perjanjian, maka mereka bermaksud supaya antara mereka berlaku suatu perikatan hukum. Sungguh-sungguh mereka itu terikat satu sama lain, karena janji yang telah mereka berikan. Tali perikatan ini barulah putus kalau janji itu sudah dipenuhi.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :Abdulkadir Muhammad,Hukum Perdata Indonesia,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011)Harahap, M. Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982

Rusli, Hardijan. Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996R. Subekti, Hukum Perjanjian,( Jakarta : intermasa, 1987)R. Subekti, R. Tjitrosudiblo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2001)Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011Website : http://yanhasiholan.wordpress.com/2012/05/09/hukum-perjanjian/ http://ihsan26theblues.wordpress.com/2011/06/02/hukum-perjanjian/

Rusli, Hardijan. Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996, hal.5

Harahap, M. Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982, hal.9

R. Subekti, R. Tjitrosudiblo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2001), hal.338

http://ihsan26theblues.wordpress.com/2011/06/02/hukum-perjanjian/

R. Subekti, Hukum Perjanjian,( Jakarta : intermasa, 1987), hal, 1

R. Subekti,dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-undang Hukum Perdata = Burgerlijk Wetboek (terjemahan). Cet. 28. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. 1996.hal.6

Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011), hal.222

R. Subekti, Hukum Perjanjian,( Jakarta : intermasa, 1987), hal, 1

Ibid.., hal. 227

Abdulkadir Muhammad,Hukum Perdata Indonesia,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011), hal.295

Opcit .., hal.230

http://yanhasiholan.wordpress.com/2012/05/09/hukum-perjanjian/

PAGE 1